Presentasi Kasus Ikterus Rev II

download Presentasi Kasus Ikterus Rev II

of 18

Transcript of Presentasi Kasus Ikterus Rev II

PRESENTASI KASUS PEDIATRI

Pembimbing : Dr. Hj. Rini Sulviani, Sp. A, M. Kes Disusun oleh : Mahaputra NIM : 2010-061-084 SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD R. SYAMSUDIN, SH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA 2011

I.

IDENTITAS

IDENTITAS PASIEN Nama : An. R Tempat lahir/ Usia : Sukabumi/ 2 bulan Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Sukabumi Suku Bangsa : Sunda Agama : Islam Tanggal Mulai Rawat : 11 Agustus 2011 Tanggal Diperiksa : 11 Agustus 2011 IDENTITAS ORANG TUA Nama Usia Suku Bangsa Agama Pendidikan II. ANAMNESIS Ayah Tn. B 32 tahun Sunda Islam SMA Ibu Ny. S 28 tahun Sunda Islam SD

Alloanamnesis dari ibu pasien KELUHAN UTAMA Pusar mencuat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit KELUHAN TAMBAHAN Tinja berwarna pucat dan kencing berwarna kuning coklat sejak lahir RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, orang tua melihat pusar pasien mencuat. Pusar pasien berangsur-angsur mencuat sampai 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Orang tua pasien menyebutkan pusar mencuat secara spontan akibat perut yang membesar. Cuatan pusar menjadi lebih besar apabila pasien menangis atau mengedan saat buang air besar. Pasien sudah pernah diperiksakan ke bidan namun tidak diberikan apapun dan dirujuk ke rumah sakit. Pasien sering menjemur bayi pada saat pagi hari. Suara menjadi serak, riwayat kulit kasar dan kering, riwayat jarang buang

air besar, riwayat trauma, riwayat cacat sejak lahir, riwayat cacat dalam keluarga dan riwayat anggota keluarga bertubuh pendek jauh dari umur sebayanya disangkal. Sejak lahir sampai sekarang air seni pasien berwarna kuning coklat, frekuensi 2 sampai 3 kali sehari, disertai tinja pasien yang berwarna pucat dan berbau amis dengan frekuensi 2 kali sehari. Hal ini disertai juga kulit pasien yang berwarna kuning, tepat saat lahir tidak terlalu kuning, namun pada umur 2 sampai 10 hari setelah kelahiran warnanya sangat kuning. Setelah umur 10 hari warna kuning berkurang namun tetap ada sampai sekarang. Selaput mata pasien berwarna kuning sejak 3 hari setelah kelahiran menetap sampai sekarang. Keluhan ini tidak pernah ditindaklanjuti, tidak pernah diperiksakan ke dokter dan diobati. Nafsu minum baik. Riwayat mencret, penyakit kehamilan, penyakit infeksi, demam berulang, bayi pucat, pemakaian obat-obatan, penurunan berat badan, anggota keluarga yang pernah kuning, mimisan dan tinja berdarah disangkal. Karena keluhannya pasien dirawat di rumah sakit. Pada saat perawatan pasien diberikan asam ursodeoksikolik dengan dosis 3 x 20 mg per hari. Selain itu pasien juga di cek darah rutin, bilirubin total direk indirek, tes fungsi hati dan pemeriksaan tinja 3 porsi. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Disangkal RIWAYAT KEHAMILAN Antenatal care : 8 x tiap bulan Penyakit kehamilan disangkal, keputihan dan gatal-gatal kemaluan selama kehamilan disangkal. RIWAYAT KELAHIRAN Lahir dari ibu umur 28 tahun P2A0 secara spontan dibantu oleh bidan dengan masa kandungan 9 bulan. Lahir langsung menangis, tidak biru, tidak lemas dan tidak terselubung oleh ketuban hijau. Berat badan lahir sebesar 2,5 kg panjang lahir bayi sebesar 50 cm, kelainan bawaan lahir disangkal RIWAYAT KELUARGA Tidak ada yang bermakna RIWAYAT MAKANAN

ASI ekslusif sejak lahir sampai sekarang RIWAYAT IMUNISASI Hanya polio 1x, hepatitis B.1x, bcg 1x RIWAYAT PERTUMBUHAN Sesuai dengan umur RIWAYAT PERKEMBANGAN Sesuai dengan umur III. PEMERIKSAAN FISIK : Menangis kuat, minum baik, menghisap kuat Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran

Tanda tanda vital : Laju Denyut jantung Laju Respirasi Suhu Antropometri Lingkar kepala Lingkar dada Lingkar perut Lingkar Lengan atas Berat Badan Panjang Badan BB/U PB/U WFH Kepala Mata Telinga cm : konjungtiva kemerahan, sklera ikterik (kuning kehijauan), sekret -/-, : membran timpani intak , sekret -/-, serumen -/pupil isokor 3mm / 3mm : 36 cm : 38 cm : 39 cm : 14,5 cm : 4 kg : 55 cm : 0 2 SD : 0 - 2 SD : 0 SD : normocephali, tidak ada deformitas, ubun ubun datar terbuka 2 cm x 3 gizi baik (N : 14,1 18,5 cm ) (N : 3,5 6 kg) (N : 52 64 cm) (N : 36 41 cm) : 100 kali / menit (N: 80-200 kali/menit) : 30 kali / menit (N: 30-60 kali/menit) : 37oC (N: 36,5 oC 37,5 oC)

Hidung Mulut Gigi Leher Thorax Paru Inspeksi Palpasi Perkusi

: mukosa tidak edema, septum nasi ditengah, sekret -/-, pernafasan cuping : mukosa bibir basah, sianosis : gigi seri atas dan bawah, serta gigi taring sudah tumbuh : kelenjar getah bening tak teraba

hidung -/-, grunting -

: bentuk dada normal, simetris kanan = kiri, retraksi subkostal : vokal fremitus normal, kanan = kiri : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : bunyi napas bronkovesikuler, ronkhi -/- wheezing -/Jantung Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV di linea midklavikularis sinistra Perkusi : batas atas : ICS III sinistra : ICS IV linea midklavikularis sinistra batas kanan : linea sternalis dextra batas kiri Auskultasi : bunyi jantung I terdengar lebih keras pada katup mitral dan trikuspid bunyi jantung II terdengar lebih keras pada katup aorta dan pulmonal, irama reguler. Abdomen Inspeksi : Cembung, lesi kulit -, benjolan -, venektasi +, umbilikus menonjol dengan panjang 1 cm dan diameter 1 cm dengan dasar kulit Auskultasi : Bising usus + (6-8 kali/ menit) Palpasi Punggung Kulit Ekstremitas : supel, nyeri tekan -, hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae, konsistensi : alignment vertebra baik : turgor kulit baik, ruam (-), kesan krammer IV : Akral hangat, capilary refill time < 2 detik, akrosianosis kenyal, permukaan rata, tepi tajam, lien teraba pada S1

Anus Genitalia

: Tidak ada kelainan : kesan anak laki laki normal, belum disirkumsisi

Pemeriksaan Neurologis Refleks sucking : + Refleks moro : + Refleks rooting : + Refleks glabella : + Tanda Rangsang Meningeal: Kaku kuduk Brudzinski I Kernig N. I N. II ::: -/: tidak diperiksa karena pasien tidak kooperatif : normal, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tak langsung +/+ : normal, pupil bulat, isokor 3mm/3mm, gerakan bola mata pasien

Brudzinski II : -/-

N. III,IV,VI N. VII N. VIII N. IX N. X N. XI N. XII

kesan normal ke segala arah : normal,wajah pasien simetris saat menutup mata dan mengangkat dahi : tidak diperiksa karena pasien tidak kooperatif : tidak diperiksa karena pasien tidak kooperatif : tidak diperiksa karena pasien tidak kooperatif : tidak diperiksa karena pasien tidak kooperatif : tidak diperiksa karena pasien tidak kooperatif : 5|5 5|5 Sensorik Klonus Fasikulasi Refleks Fisiologis : baik : -/: -/-

Kekuatan Motorik

Biceps Triceps Patella Achilles

: +/+ : +/+ : +/+ : +/+

Refleks Patologis Babinsky : +/+ Gordon IV. : -/Hofman-Tromner: -/Pemeriksaan penunjang (N : 9,0-14,0 g/dl) (N : 5.000-19.500/ l) (N : 28%-42%) (N: 150.000 450.000/ l) (N : 4 mg/dl Kadar SGOT < 5 kali lipat Kadar GammaGT > 5 kali lipat Secara epidemiologis angka kejadian atresia bilier lebih tinggi dibanding penyebab kolestasis lainnya

Namun harus dilakukan pemeriksaan pencitraan untuk mengeksklusikan diferensial diagnosis

Kolestasis Neonatal Kolestasis neonatal didefinisikan sebagai kadar bilirubin terkonjugasi yang tinggi pada usia setelah 14 hari kehidupan. Penyebab kolestasis neonatal Infeksius : Sepsis bakterialis, hepatitis viral, infeksi bakteri Toksik : Sepsis endotoksin, Obat-obatan Metabolik : Gangguan regulasi asam amino, gangguan metabolisme lipid, gangguan metabolisme karbohidrat, gangguan biosintesis asam empedu, defek metabolik lain Genetik/ kromosomal : Trisomi E, sindroma down, sindroma donahue Penyakit intrahepatik : Idiopatik neonatal hepatitis, sindroma alagille, hipoplasia bilier intrahepatik, fibrosis hepatik kongenital, penyakit carolli Penyakit ekstrahepatik : Atresia bilier, kolangitis sklerosis, stenosis duktus biliaris Kemungkinan kolestasis neonatal

Gambar 2. Dalam kolestasis neonatal harus dibedakan dulu apakah ini merupakan kelainan intra hepatik atau kelainan ektra hepatik. Apabila penyebabnya intrahepatik harus dibedakan apakah kelainannya pada hepatosit atau pada duktus biliaris hepar. Apabila penyebabnya ekstra hepatic harus diketahui penyebab sebenarnya dimana secara prevalensi penyebab paling sering atresia bilier.

Metabolisme bilirubin normal Darah Bilirubin (albumin)

Bilirubin (ligandin + protein Y) HatiGlukuronil transferase

Bilirubin diglukuronidMOAT Urobilinogen diserap kembali oleh usus ke hati

Duktus bilier

Bilirubin diglukuronid

Bilirubin diglukuronid Usus-glukuronidase

Urobilinogen Urobilin

Perbedaan nilai laboratoris pada penyebab ikterus Nilai laboratoris pada orang normal dibandingkan dengan pada pasien dengan etiologi jaundice Kondisi Normal Serum Bilirubin Direk: 0.1 0.4 mg/dL Indirek: 0.2 0.7 mg/dL Anemia hemolitik Hepatitis Direk dan indirek Ikterus Direk Berkurang apabila ada obstruksi mikroskopis Tidak ada obstruktif Tatalaksana kolestasis kronisGangguan klinis Malnutritisi akibat malabsorpsi lemak rantai panjang Malabsorpsi vitamin larut lemak Defisiensi vitamin A (kulit tebal dan gangguan penglihatan) Defisiensi Vitamin E (degenerasi neuromuskular) Defisiensi Vitamin D (Penyakit tulang metabolic) Defisiensi Vitamin K (hipoprotrombinemia) Defisiensi mikronutrien Defisiensi vitamin larut air Retensi unsur bilier seperti kolesterol (gatal dan timbunan lemak di jaringan) Penyakit hati progresif, hipertensi portal Berikan 10,00015,000 IU/hari dalambentuk Aquasol A Berikan 50400 IU/hari dalam bentuk oral tocopherol or TPGS Berikan 5,0008,000 IU/hari dalam bentuk D2 atau 35g/kg/day dalam bentuk 25hidroksikolekalsiferol Berikan 2.55.0 mg tiap hari dalam bentuk turunan menadion yang larut air Suplementasi kalsium, fosfat, atau zink Suplementasi 2 kali lipat dari kebutuhan per hari Berikan asam empedu koleretik dan asam ursodeoksikolik 15-20 mg/kg/hari Tatalaksana (antisipasi perdarahan, atur asupan Tatalaksana Ganti pola makan dengan lemak rantai sedang

Urobilinogen urin 04 mg/24 h

Bilirubin urin Tidak ada

Urobilinogen feses 40280 mg/24 h

Indirek

Meningkat

Tidak ada Ada apabila terjadi obstruksi mikroskopis Ada

Meningkat Berkurang

Sedikit sekali sampai tidak ada

Gangguan klinis (hematemesis, asites, perbesaran limpa) Gagal hepar

Tatalaksana garam, spironolakton) Transplantasi

TPGS = D-tokoferol polietilen glikol-1000 suksinat

Komplikasi kolestasis kronis : Akumulasi asam empedu, bilirubin, kolesterol dan unsur lain Menurunnya asam empedu ke usus proksimal yang menyebabkan gangguan Menurunnya fungsi hati Sirosis, hipertensi portal, gagal hati

pencernaan dan absorpsi

Atresia bilier Atresia bilier merupakan abnormalitas anatomi duktus biliaris. Lesi atresia bilier dibagi menjadi 2 berdasarkan tingkat kesulitan dalam pengoperasian : Lesi yang dapat dikoreksi : obliterasi segmen distal duktus biliaris dengan duktus Lesi yang sulit dikoreksi : obliterasi seluruh cabang ekstrahepatik bilier pada atau ekstrahepatik yang paten (10%) di atas porta hepatika (90%) Klasifikasi atresia bilier menurut kasai 1. 2. Atresia duktus bilier komunis segmen distal (bisa sebagian maupun total), a. Obliterasi duktus hepatikus komunis, lainnya normal b. Obliterasi duktus biliaris komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus. Kandung empedu normal. 3. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi sampai ke hilus Dimana lesi yang dapat dikoreksi adalah tipe 1 dan 2 sedangkan lesi yang sulit dikoreksi adalah tipe 3. Manifestasi klinis Tidak ada gejala yang khas untuk atresia bilier. Namun beberapa manifestasi klinis berikut merupakan pendekatan terhadap diagnosis atresia bilier : segmen proksimal tetap paten

Keadaan umum bayi baik Ikterus terlihat sejak lahir atau tampak jelas pada minggu 3 5 Tinja akolik

Selebihnya merupakan gejala ikterus dan urin berwarna seperti teh Pemeriksaan penunjang Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang tepat untuk menentukan atresia bilier. Namun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan ialah : Laboratorium rutin dan khusus (darah, urin, tinja) Pemeriksaan rutin : Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan total bilirubin, direk dan indirek, pemeriksaan darah tepi, tes fungsi hati dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk > 4 mg/dl, peningkatan SGOT < 5 kali, peningkatan alkalin fosfatase dan peningkatan gamma-GT > 5 kali (biarpun < dari 5 kali tidak mengeksklusikan atresia bilier) khas (92,9%) pada atresia bilier. Pencitraan - Pemeriksaan USG : Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu dan meningkatnya ekogenitas hati sangat mendukung diagnosis atresia bilier - Sintigrafi hati : Indeks hepatik pada menit ke-10, apabila > 5 bukan atresia bilier, apabila < 4,3 merupakan petunjuk kuat atresia bilier. Sebaiknya digabungkan dengan pemeriksaan USG - Pemeriksaan kolangiografi : Teknik ERCP, merupakan baku emas dalam mendiagnosis atresia bilier Biopsi hati Direkomendasikan teknik frozen section agar dapat langsung ditatalaksana bedah. Tidak direkomendasikan pada usia < 6 minggu karena gambaran histologi yang mendekati diagnosis atresia bilier belum terbentuk. Diagnosis banding Beberapa diagnosis banding kolestasis ekstrahepatik pada bayi : Atresia bilier Hipoplasia bilier Stenosis duktus bilier Perforasi spontan duktus bilier

-

Massa (neoplasma, batu) Inspissated Bile Syndrome Selama evaluasi :

Tatalaksana Fenobarbital 5 mg/ kgbb/ hari dibagi 2 dosis per oral Kolestiramin 1 g/ kgbb/ hari sesuai jadwal pemberian susu Asam ursodeoksikolat 15-20 mg/ kgbb/ hari dibagi 3 dosis per oral Pemberian vitamin larut lemak Pemberian makanan rantai sedang Terapi langsung : Laparotomi eksplorasi Mengapa diferensial diagnosis lain dapat disingkirkan? Sebenarnya diagnosis tidak dapat disingkirkan tanpa adanya pemeriksaan pencitraan. Mengapa dilakukan pemeriksaan USG? Untuk memastikan bahwa kasus ini merupakan atresia bilier dan pertimbangan diferensial diagnosis lain. Mengapa ASI on demand? Karena ASI dari cukup untuk memenuhi gizi pasien dan belum ada komplikasi avitaminanosis Mengapa rawat di rumah sakit? Untuk mempermudah evaluasi pasien dan mempermudah persiapan tatalaksana bedah apabila benar merupakan atresia bilier. Mengapa pada pasien ini diberikan asam ursodeoksikolik? Karena asam ursodeoksikolik memiliki fungsi mengurangi toksisitas asam litokolat yang hepatotoksik dengan mengikat litokolat dimana kadar litokolat meningkat apabila terjadi obstruksi. Penjelasan prognosis Quod ad vitam : dubia et malam

Karena apabila tidak menjalani operasi portenterostomi pada atresia bilier maka kemungkinan hidup usia 3 tahun menurun menjadi 10%. Namun apabila dilakukan operasi secepatnya maka kemungkinan hidup pasien ini menjadi 73% pada usia 10 tahun. Quod ad fungsionam : dubia et malam Karena atresia bilier dapat mengganggu fungsi hati dan menyebabkan sirosis hati apabila tidak ditatalaksana dengan baik. Quod ad sanationam : dubia et bonam Apabila ditangani dengan baik dan sedini mungkin, atresia bilier dapat hilang dan tidak menyebabkan kekambuhan.