Pneumonia

download Pneumonia

of 11

Transcript of Pneumonia

Pneumonia Definisi

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002). Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit (Depkes, 1991).Epidemiologi Distribusi Pneumonia a. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Orang (Person) Data SKRT tahun 1995 menunjukkan bahwa 20,9% kematian bayi disebabkan oleh pneumonia dan merupakan penyebab kematian nomor dua pada bayi. Sedangkan pada anak balita 21,9% kematiannya disebabkan oleh pneumonia dan merupakan penyebab kematian nomor satu dari semua penyebab kematian pada anak balita. Hasil SDKI tahun 1997 menyebutkan bahwa prevalensi pneumonia menurut jenis kelamin lebih tinggi terjadi pada anak laki-laki 9,4%, sedangkan pada anak perempuan 8,5%. Hasil SDKI pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia paling tinggi terjadi pada anak usia 1-4 tahun yaitu 33,76% dan prevalensi pada anak usia < 1 tahun yaitu sebesar 31%. Menurut WHO tahun 2005 proporsi kematian balita dan bayi karena pneumonia di dunia adalah sebesar 19% dan 26%. b. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Tempat (Place) Angka kematian balita tahun 1995 di Indonesia masih tinggi mencapai 31% dari seluruh kematian penduduk Indonesia, dengan perincian 22,4% di Jawa dan Bali dan 43,5% sampai 55,1% di kawasan Timur Indonesia. Menurut SKRT tahun 1995 di daerah Jawa dan Bali angka kematian akibat sistem pernafasan sebesar 32,1% pada bayi dan 38,8% pada balita. Sedangkan di luar Jawa dan Bali kematian akibat sistem pernafasan sebesar 28% pada bayi dan 33,3% pada balita. Data SDKI tahun 1997 di daerah Jawa dan Bali angka prevalensi pneumonia pada balita sebesar 8 per 100 balita. Sedangkan di luar Jawa dan Bali prevalensi pneumonia pada balita sebesar 10 per 100 balita.

Hasil SDKI pada tahun 1997 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia di daerah perkotaan dan daerah pedesaan sedikit mengalami penurunan yaitu daerah perkotaan sebesar 8 per 100 balita dan daerah pedesaan sebesar 9 per 100 balita. Namun pada hasil SDKI pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia di daerah pedesaan sedikit mengalami kenaikan yaitu sebesar 11 per 100 balita dan di daerah perkotaan sebesar 8 per 100 balita. c. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Waktu (Time) Dari data SDKI tahun 1991, 1994, dan 1997 dapat diketahui bahwa prevalensi pneumonia pada balita telah mengalami sedikit penurunan yaitu dengan prevalensi 10% pada tahun 1991, 10% untuk tahun 1994, dan 9% untuk tahun 1997. Determinan Pneumonia a. Faktor Host 1. Umur Tingginya kejadian pneumonia terutama menyerang kelompok usia bayi dan balita. Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko kematian pada balita yang sedang menderita pneumonia. Semakin tua usia balita yang sedang menderita pneumonia maka akan semakin kecil risiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita yang berusia muda. 2. Jenis Kelamin Menurut Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita (2002), anak laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena ISPA dibandingkan dengan anak perempuan. 3. Status Gizi Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi adalah kelompok bayi dan anak balita.Penyebab langsung timbulnya gizi kurang pada anak adalah makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi. Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh. Timbulnya Kekurangan Energi Protein (KEP) tidak hanya karena kurang makan tetapi juga karena penyakit, terutama diare dan ISPA. Anak yang tidak memperoleh makanan cukup dan seimbang, daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian, anak mudah diserang penyakit infeksi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit pneumonia pada anak antara lain adanya kekurangan energi protein. Anak dengan daya tahan tubuh yang terganggu akan menderita pneumonia berulang-ulang atau tidak mampu mengatasi penyakit pneumonia dengan sempurna. Status gizi pada balita berdasarkan hasil pengukuran anthropometri dengan melihat kriteria yaitu: Berat Badan per Umur (BB/U), Tinggi Badan per Umur (TB/U), Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB). 4. Status Imunisasi Imunisasi merupakan salah satu cara menurunkan angka kesakitan dan angka kematian pada bayi dan anak. Dari seluruh kematian balita, sekitar 38% dapat dicegah dengan

pemberian imunisasi secara efektif. Imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens ISPA terutama pneumonia. Penyakit pneumonia lebih mudah menyerang anak yang belum mendapat imunisasi campak dan DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) oleh karena itu untuk menekan tingginya angka kematian karena pneumonia, dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi seperti imunisasi DPT dan campak. Imunisasi yang dianjurkan sesuai dengan pemberian imunisasi nasional yaitu BCG (pada usia 0-11 bulan), DPT I-III (pada usia 2-11 bulan), Polio I-IV (pada usia 2-11 bulan), Hepatitis B I-III (pada usia 0-9 bulan), dan Campak (pada usia 9-11 bulan) b. Faktor Agent Pneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus. Penyebab pneumonia lainnya adalah virus golongan Metamyxovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Othomyxovirus, dan Herpesvirus. c. Faktor Lingkungan Sosial 1. Pekerjaan Orang Tua Penghasilan keluarga adalah pendapatan keluarga dari hasil pekerjaan utama maupun tambahan. Tingkat penghasilan yang rendah menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas perumahan yang baik, perawatan kesehatan dan gizi anak yang memadai. Rendahnya kualitas gizi anak menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan mudah terkena penyakit infeksi termasuk penyakit pneumonia. 2. Pendidikan Ibu Tingkat pendidikan ibu yang rendah juga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kematian ISPA terutama Pneumonia. Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu kepada anak-yang menderita ISPA. Jika pengetahuan ibu untuk mengatasi pneumonia tidak tepat ketika bayi atau balita menderita pneumonia, akan mempunyai risiko meninggal karena pneumonia sebesar 4,9 kali jika dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan yang tepat d. Faktor Lingkungan Fisik 1. Polusi udara dalam ruangan/rumah Rumah atau tempat tinggal yang buruk (kurang baik) dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, diantaranya adalah infeksi saluran nafas. Rumah kecil yang penuh asap, baik yang berasal dari kompor gas, pemakaian kayu sebagai bahan bakar maupun dari asap kendaraan bermotor, dan tidak memiliki sirkulasi udara yang memadai akan mendukung penyebaran virus atau bakteri yang mengakibatkan penyakit infeksi saluran pernafasan yang berat. Insiden pneumonia pada anak kelompok umur kurang dari lima tahun mempunyai hubungan bermakna dengan kedua orang tuanya yang mempunyai kebiasaan merokok. Anak dari perokok aktif yang merokok dalam rumah akan menderita sakit infeksi pernafasan lebih sering dibandingkan dengan anak dari keluarga bukan perokok. 2. Kepadatan Hunian2

Di daerah perkotaan, kepadatan merupakan salah satu masalah yang dialami penduduk kota. Hal ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan mahalnya harga tanah di perkotaan. Salah satu kaitan kepadatan hunian dan kesehatan adalah karena rumah yang sempit dan banyak penghuninya, maka penghuni mudah terserang penyakit dan orang yang sakit dapat menularkan penyakit pada anggota keluarga lainnya. Perumahan yang sempit dan padat akan menyebabkan anak sering terinfeksi oleh kuman yang berasal dari tempat kotor dan akhirnya terkena berbagai penyakit menular Faktor Resiko Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita (Depkes, 2004), diantaranya : a. Faktor risiko yang terjadi pada balita Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : 1. Status gizi Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia (Dailure, 2000). 2. Status imunisasi Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita (Depkes RI, 2004). Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi. 3. Pemberian ASI (Air Susu Ibu) Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada balita (Dailure, 2000). 4. Umur Anak Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit (Daulaire, 2000). b. Faktor Lingkungan Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak mempunyai sarana air bersih

menyebabkan balita sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang kotor tersebut (Depkes RI, 2004), yang berpengaruh diantaranya : 1. Ventilasi Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen (Semedi, 2001). 2. Polusi Udara Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor (Lubis, 1989). Etiologi

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa. a. Bakteri Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengahengah dan denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008). b. Virus Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008). c. Mikoplasma Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).

d. Protozoa Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).Klasifikasi 1. Berdasarkan umur a. Kelompok umur < 2 bulan - Pneumonia berat Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38C atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 C), pernapasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang. - Bukan pneumonia Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas. b. Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun - Pneumonia sangat berat Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan. - Pneumonia berat Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum. - Pneumonia Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan dinding dada. - Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding dada. - Pneumonia persisten Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan (WHO, 2003). 2. Berdasarkan etiologi

Grup Bakteri

Penyebab Streptokokus pneumonia

Tipe Pneumonia Pneumonia bacterial

Aktinomisetes Fungi

Riketsia Klamidia Mikoplasma Virus

Protozoa

Streptokokus piogenesis Stafilokokus aureus Klebsiela pneumonia Eserichia coli Yersinia pestis Legionnaires bacillus Aktinomisetes Israeli Nokardia asteroides Kokidioides imitis Histoplasma kapsulatum Blastomises dermatitidis Aspergilus Fikomisetes Koksiela burneti Chlamydia trachomatis Mikoplasma pneumonia Influenza virus, adeno Virus respiratory Syncytial Pneumositis karini

Legionnaires disease Aktinomisetes pulmonal Nokardia pulmonal Kokidioidomikosis Histoplasmosis Blastomikosis Aspergilosis Mukormikosis Q fever Chlamydial pneumonia Pneumonia mikoplasmal Pneumonia virus

Pneumonia pneumosistis (pneumonia plasma sel)

Sumber : Alsagaff dan Mukty, 2010.Gambaran Klinis

a. Gejala Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008). b. Tanda Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain : - Batuk nonproduktif - Ingus (nasal discharge) - Suara napas lemah - Penggunaan otot bantu napas - Demam - Cyanosis (kebiru-biruan) - Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar - Sakit kepala - Kekakuan dan nyeri otot - Sesak napas - Menggigil - Berkeringat - Lelah - Terkadang kulit menjadi lembab

- Mual dan muntah PatogenesisPatofisiologis Penularan

Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di sekitar penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita (Azwar, 2002).Langkah Diagnostic a. Anamnesis - Demam menggigil - Suhu tubuh meningkat - Batuk berdahak mukoid atau purulent - Sesak napas - Kadang nyeri dada b. Pemeriksaan Fisik - Tergantung luas lesi paru - Inspeksi: bagian yang sakit tertinggal - Palpasi: fremitus dapat mengeras - Perkusi: redup - Auskultasi: suara dasar bronkovesikuler sampai bronkial, suara tambahan ronki basah halus sampai ronki basah kasar pada stadium resolusi. c. Pemeriksaan Penunjang - Gambaran radiologis: foto toraks PA/ lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran konsolidasi (berawan), dapat disertai air bronchogram. - Pemeriksaan laboratorium: terdapat peningkatan jumlah lekosit lebih dari 10.000/ul kadang dapat mencapai 30.000/ul. - Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan dahak, biakan darah, dan serologi. - Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia; pada stadium lanjut asidosis respiratorik. Komplikasi

-

Efusi pleura

-

Empiema Abses paru Pneumothoraks Gagal napas Sepsis

Penatalaksanaan Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya. Karena beberapa alasan, yaitu:

-

Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa Bakteri patogen yang berhasil di isolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu

maka, pemberian antibiotika dilakukan secara empiris. Untuk Penisilin Sensitif Streptococcus Pneumoniae (PSSP), dapat diberikan:

-

Golongan penisilin TMP-SMZ Makrolid

Untuk Penisilin Resisten Streptococcus Pneumoniae (PRSP), dapat diberikan:

-

Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan) Sefotaksim, Sefriakson dosis tinggi Makrolid baru dosis tinggi Fluorokuinolon respirasi

Untuk Pseudomonas aeruginosa, dapat diberikan:

-

Aminoglikosid Seftazidim, Sefoperason, Sefepim Tikarsilin, Piperasilin Karbapenem : Meropenem, Imipenem Siprofloksasin, levofloksasin

Untuk Methicillin Resistent Staphylococcus Aureus (MRSA), dapat diberikan:

-

Vankomisin Teikoplanin Linezolid

Untuk Hemophilus influenza, dapat diberikan:

-

TMP-SMZ Azithromisin Sefalosporin gen.2 atau 3 Fluorokuinolone respirasi

Untuk Legionella, dapat diberikan:

-

Makrolid Fluorokuinolone Rafampicin

Untuk Mycoplasma pneumoniae, dapat diberikan:

-

Doksisiklin Makrolid Fluorokuinolone

Untuk Chlamydia pneumoniae, dapat diberikan:

-

Doksisiklin Makrolid Fluorokuinolone

Terapi suportif yang diberikan kepada penderita pneumonia 1. Pemberian O2 melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama bila terdapat tanda gagal nafas 2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan rumatan yang diberikan mengandung gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. Pasien yang mengala sesak yang berat dapat dipuasakan, tetapi bila sesak sudah berkurang asupan oran segera diberikan. Pemberian asupan oral diberikan bertahap melalui NGT (selang nasogastric) drip susu atau makanan cair. Dapat dibernarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone). 3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal untuk memperbaiki transport mukosiliar 4. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolic yang terjadi midalnya hipoglikemia, asidosis metabolic 5. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang demam, diare dan lainnya serta komplikasi bila ada.

Pencegahan

Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau keluarga terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh kebersihan di dalam dan di luar rumah.

Pencegahan pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia : 1. Perawatan selama masa kehamilan Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan. 2. Perbaikan gizi balita Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya. 3. Memberikan imunisasi lengkap pada anak Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. 4. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk. Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai dengan napas cepat/sesak napas. 5. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia. 6. Menjauhkan balita dari penderita batuk. Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.