Pneumonia Referat
-
Upload
yuliprabowo1 -
Category
Documents
-
view
90 -
download
8
description
Transcript of Pneumonia Referat
BAB I
PENDAHULUAN
I.1.LATAR BELAKANG
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama
dalam bidang kesehatan, baik di negara sedang berkembang maupun negara
maju. Di samping itu infeksi saluran napas bawah menimbulkan angka
kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Infeksi
saluran napas bawah dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah
bentuk pneumonia.1,2 Pneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru.
Berbagai spesies bakteri, mikoplasma, klamidia, riketsia, virus, fungi dan
parasit dapat menyebabkan pneumonia. Jadi pneumonia bukan penyakit yang
tunggal melainkan infeksi spesifik yang masing-masing dengan
epidemiologis, patogenesis, gambaran klinik dan perjalanan klinis yang
berlainan.2
Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa
sehat menjadi rapuh disertai menurunnya cadangan hampir semua sistem
fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian.
Proses menua normalnya merupakan suatu proses yang ringan, ditandai
dengan turunnya fungsi secara bertahap tetapi tidak ada penyakit sama sekali
sehingga kesehatan tetap terjaga baik. Sebaliknya proses menua patologis
ditandai dengan kemunduran fungsi organ saja, melainkan ditambah dengan
penyakit yang muncul pada usia tua. Tiga hal fundamental yang berkaitan
dengan kesamaan dalam pola proses menua pada hampir semua spesies
mamalia.
1. Proses menua dipengaruhi oleh kemunduran fungsi organ.
2. Laju proses menua ditentukan oleh gen yang bervariasi antar spesies.
3. Laju proses menua dapat diperlambat oleh restriksi kalori, paling tidak
pada hewan tikus.
1
Banyak hal dimasa lalu yang diduga berhubungan dengan faktor risiko
penyakit pada proses penuaan seperti diet, merokok, alkohol, dan pajanan
lingkungan. 1,2,3
Peningkatan insiden dan prevalensi pneumonia pada usia tua juga
dikaitkan dengan penyakit yang diderita pasien seperti diabetes melitus,
penyakit jantung, malnutrisi dan penyakit hati kronik. Sebagai contoh,
diabetes melitus menyebabkan penurunan fungsi sistim imun tubuh baik
proses kemotaksis maupun fagositosis. Pada gagal jantung kongestif yang
disertai edema paru, fungsi clearance paru berkurang sehingga kolonisasi
kuman disaluran napas mudah berkembangbiak. Pasien yang sebelumnya
sering mengkonsumsi obat-obatan bersifat sedatif atau hipnotik berisiko
tinggi mengalami aspirasi sehingga mempermudah terjadinya infeksi.Hal itu
disebabkan kedua obat tersebut menekan rangsang batuk.2,3,4
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorik
dan alveoli sehingga menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat.1 Pneumonia juga didefinisikan sebagai
suatu peradangan akut parenkim paru akibat infeksi mikroorganisme
(bakteri, mikoplasma, klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit). 1-4
Geriatric (geriatrics= geriatric medicine) berasal dari kata – kata
geros (usia lanjut),yaitu cabang ilmu kedokteran yang mengobati kondisi
dan penyakit yang dikaitkan dengan proses menua dan usia lanjut. Dimana
pasien geriatri adalah pasien usia lanjut dengan penyakit ganda. 1,2
Pneumonia geriatri adalah suatu peradangan akut parenkim paru
yang berasal dari suatu infeksi mikroorganisme pada usia lanjut. 1
II.2. EPIDEMIOLOGI
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus
baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang
terjadi di masyarakat (pneumonia komunitas) atau didalam rumah sakit
(pneumonia nosokomial). Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran
napas bawah akut parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.1
Pneumonia juga merupakan penyakit yang mengenai sekitar 1% dari
seluruh penduduk Amerika. Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap
penyakit ini karena respons imunitas mereka masih belum berkembang
dengan baik. Pneumonia seringkali merupakan hal yang terakhir terjadi
pada orang tua dan orang yang lemah akibat penyakit kronik tertentu.4
3
Penyakit paling banyak diderita para lansia adalah infeksi akut
paru (pneumonia) dan kardiovaskular. Penyakit pneumonia saat ini
menjadi ancaman bagi usia tua dan berdampak pada morbiditas maupun
mortalitas.5 Di negara maju saja, seperti Amerika, pneumonia dan
influenza menduduki peringkat ke-4 sebagai penyebab kematian tertinggi.
Ditemukan sekitar 18,2 kasus pneumonia per 1000 penduduk berusia 65-
69 tahun. Angka itu meningkat menjadi 52,3 kasus per 1000 penduduk
berusia 85 tahun ke atas. Di Taiwan, kematian akibat pneumonia mencapai
hampir 200 per 100.000 pasien lansia pada 2002. Dapat pula disimpulkan,
risiko pneumonia pada usia >65 tahun lebih tinggi 6 kali dibanding usia
<60 tahun. 1,3,7
Bila tidak ditangani, penambahan lansia akan menimbulkan
masalah di bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) telah memperhitungkan pada tahun 2020 Indonesia akan
mengalami peningkatan jumlah warga lansia sebesar 41,4%, Sebuah
peningkatan tertinggi di dunia. 5,7
Berdasarkan sensus penduduk 2000, Indonesia jumlah lansia
mencapai 15,8 juta jiwa atau 7,6%. Pada 2005 meningkat menjadi 18,2
juta jiwa atau 8,2%. Sedangkan pada 2015 diperkirakan mencapai 24,4
juta jiwa atau 10%. Data Badan Pusat Statistik dan Depsos 2001
menyebutkan bahwa 21,75% dari jumlah lansia yang mencapai 15,8 juta
itu, dikategorikan sebagai lansia terlantar, Sedangkan 33,89% masuk ke
dalam rawan terlantar. 6.7
Hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes tahun 2001, penyakit
infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke 2 sebagai penyebab
kematian di Indonesia. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya di dapatkan data
sekitar 180 pneumonia dengan angka kematian antara 20-35%. Pneumonia
geriatri menduduki peringkat keempat dari sepuluh penyakit terbanyak
yang dirawat per tahun.2
4
Menurut Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, salah satu masalah penting dihadapi
para lansia adalah kesehatan. Masalah kesehatan pada populasi usia lanjut,
bukan saja terletak pada aspek penyakit kronis dan degeneratif, melainkan
juga kerentanan terhadap infeksi cukup tinggi. 1,2
II.3. ETIOLOGI
Infeksi saluran napas bawah akut dapat disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme, bakteri gram positif seperti S. Pneumoniae (60-70%), H
Influenzae (5%), Mycoplasma (5-20%). Pada gangguan imunitas atau
terdapat penyakit dasar paru kronik dapat disebabkan oleh S. aureus,
sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan gram negatif
seperti K. pneumoniae, P. aeruginosa.1,2 Akhir – akhir ini sejumlah kuman
baru / oportunis telah menimbulkan infeksi pada pasien dengan kekebalan
tubuh rendah, misalnya legionella, Chlamydia trachomatis, M. atypical,
berbagai jenis jamur (C.albicans, Aspergillus fumigatus) dan virus.1,2,8,9
II.4. KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis dibagi
atas:
a. Pneumonia Tipikal
Bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yang klasik antara
lain berupa awitan yang akut dengan gambaran radiologis berupa
opasitas lobus atau lobularis, dan disebabkan kuman terutama
S.Pneumonia, Klebsiella pneumonia atau H.Influenzae. 2,6,7
b. Pneumonia Atipikal
Ditandai oleh gangguan respirasi yang meningkat lambat
dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus. Biasanya
5
disebabkan organisme yang atipikal termasuk Mycoplasma
pneumoniae, virus, Legionella pneumophila, Chlamydia psitasi
dan Coxiella burnetti. Di negara barat mikroplasma adalah
prototipe penyebab pneumonia atipikal, disamping menyebabkan
penyakit saluran napas atas dan penyakit diluar paru antara lain
pada kulit, susunan saraf pusat, darah jantung dan sendi-sendi.
Mikroplasma menjadi penyebab pada 15-20% pneumonia, bahkan
mencapai 60% pada usia sekolah dan dewasa muda. Dapat juga
terjadi infeksi pada usia diatas 60 tahun. Klasifikasi ini praktis
tidak digunakan lagi karena disadari bahwa gambaran klinis
radiologis atau laboratorium dari berbagai pneumonia saling
tumpang tindih dan pada klasifikasi ini tidak tercakup pneumonia
yang gambarannya tidak khas. 2,6,7
2. Klasifikasi berdasarkan faktor lingkungan dan pejamu :1,2
Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan faktor lingkungan dan penjamu
Tipe klinis Epidemiologi
- Pneumonia komunitas
- Pneumonia nosokomial
- pneumonia rekurens
- pneumonia aspirasi
- pneumonia pada gangguan
imun
Sporadis atau endemik mudah atau orangtua
Didahului perawatan di RS
Terdapat dasar penyakit paru kronik
Alkoholik, usia tua
Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
Klasifikasi ini adalah yang lebih banyak dipakai karena dapat
diperkirakan etiologi pneumonia dan pemberian antibiotiknya secara
empirik.
3. Klasifikasi berdasarkan sindrom klinis :
1) Pneumonia bakterial (Sindrom Klinis Pneumonia Bakterial).
6
Diketahui bahwa kuman kelompok bakteri tertentu
memberikan gambaran klinis pneumonia yang akut dengan
konsolidasi paru, dapat berupa :
a. Pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama mengenai
parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia
lobar.
b. Pneumonia bakterial tipe campuran (mixed type) dengan
presentasi klinis atipikal yaitu perjalanan penyakit yang lebih
ringan dan jarang disertai konsolidasi paru. Biasanya pada
pasien dengan penyakit kronik. 1,2
2) Pneumonia non bakterial
Pneumonia atipikal umumnya yang disebabkan oleh
Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella. Kemudian
istilah sindrom pneumonia atipikal dipakai untuk merangkum pula
bentuk lain dengan ciri gambaran klinis yang beraneka ragam dan
gambaran radiologis yang menyimpang dari normal. Pada
Pneumonia atipikal ini refrakter terhadap terapi antibiotik standar,
lambat dalam penyembuhannya dan mempunyai kecendurangan
untuk kambuh, yaitu yang biasanya disebabkan oleh bakteri,
jamur, virus atau mikroorganisme lain. Dan penyakit peradangan
paru yang bukan infeksi, termasuk tumor. Peradangan gambaran
klinis antara ketiganya terlihat pada tabel dibawah ini.1,2
7
Tabel 2. Gambaran klinis pneumonia komunitas dan kelompok kuman
penyebabnya 1
Gejala Bakterial/tipikal Nonbakterial /
atipikal
Pola campuran (mixed
type)
- usia
- awitan
- batuk
- sputum
- nyeri dada
- konsolidasi
- leukositosis
- foto dada
- penyebab
Lebih tua
Cepat
Produktif
Purulen / berdarah
Sering
Sering
Jelas
Segmen/lobar
Bakteri
Muda
Lebih lambat
Tidak
Negatif/mukoid
Jarang
Jarang
Tidak ada
Interstitial, difus
Mikoplasma / virus
/ jamur
Lebih tua
Cepat
Tidak menonjol
Dapat purulen
Sering
Jarang
Ringan
patchy infiltrat
(lobus/interstisial)
Bakteri – presentasi
Atipikal
Tuberkulosis
Legionella
Klamidia
4. Klasifikasi etiologi dibagi atas
1. Bakterial : Streptococcus pneumonia, H.Influenzae, L.pneumonia ,
Klebsiella, Pseudomonas, E-Coli, Mycoplasma, Chlamydia, dll.
2. Non bakterial : tuberkulosis, virus, fungi dan parasit. 1,2
5. Klasifikasi berdasar prediksi infeksi.
a. Pneumonia lobaris, sering pada pneumonia bakterial, jarang pada bayi
dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder, dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus misal
: pada aspirasi benda asing, atau proses keganasan.
8
b. Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak infiltrat pada lapangan
paru, dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus, sering pada bayi
dan orang tua,serta jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c. Pneumonia Interstisial, yaitu penyakit yang melibatkan dinding
alveolus dan jaringan penunjang lain di paru., dimulai dari perlukaan
dinding epitel yang menyebabkan peradangan dinding alveolus atau
alveolitis. Pada gambaran foto toraks terdapat infiltrat di lobus atas dan
tengah yang cenderung ke tepi sehingga bagian tengah atau hilus lebih
bersih. 2,4,6
II.5. PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di
paru, keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan
lingkungan maka mikroorganisme dapat berkembang biak dan
menimbulkan penyakit.2,7
Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikro
organisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas.
Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas.
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol4. Kolonisasi dipermukaan mukosa. 2,7
Dari keempat cara tersebut yang terbanyak adalah secara
kolonisasi. Secara inhalasi bakteri yang dapat masuk ke bronkus terminalis
dengan ukuran 0,5 – 2,0 mikrometer. Kolonisasi pada saluran napas atas
(hidung, orofaring) bila terjadi aspirasi dapat terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar
infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada
9
orang normal sewaktu meminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). 2,7,8
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 108-
10 /ml sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 – 1,1 ml) dapat
memberikan titer maksimal bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian
bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis
mikroorganisme yang sama.5,6,7
II.6. MASALAH PADA GERIATRI
Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa
sehat menjadi rapuh disertai menurunnya cadangan hampir semua sistem
fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian.
Proses menua normalnya merupakan suatu proses yang ringan, ditandai
dengan turunnya fungsi secara bertahap tetapi tidak ada penyakit sama
sekali sehingga kesehatan tetap terjaga baik. Sebaliknya proses menua
patologis ditandai dengan kemunduran fungsi organ saja, melainkan
ditambah dengan penyakit akibat penyakit yang muncul pada usia tua.
Tiga hal fundamental yang berkaitan dengan kesamaan dalam pola proses
menua pada hampir semua spesies mamalia. Pertama, Proses menua
dipengaruhi oleh kemunduran fungsi organ. Kedua, laju proses menua
ditentukan oleh gen yang bervariasi antar spesies. Ketiga, laju proses
menua dapat diperlambat oleh restriksi kalori, paling tidak pada hewan
tikus. Banyak hal dimasa lalu yang diduga berhubungan dengan faktor
risiko penyakit pada proses penuaan seperti diet, merokok, alkohol, dan
pajanan lingkungan. 1,2,3,5
10
Dari berbagai teori yang dikemukakan untuk menjelaskan proses
menua, sebagian besar dapat dikelompokan ke dalam 2 kelompok yakni
teori genetik dan teori akumulasi kerusakan. Teori genetika
mengasumsikan bahwa rentang hidup (life span) dan laju proses menua
dikontrol oleh informasi di dalam molekul DNA di dalam gen. Teori
akumulasi kerusakan menyatakan bahwa laju proses menua ditentukan
oleh kerusakan dalam molekul DNA, RNA dan sintesis protein spesifik,
enzim dan juga mutasi somatik akibat terpajan terhadap berbagai pengaruh
yang merusak seperti radiasi ion. Teori proses menua dapat pula
dikelompokan berdasarkan tingkat organisasi biologi di dalam suatu
organisme. Teori organ didasarkan pada fakta bahwa perubahan fungsi
organ sejalan dengan usia tua. Ide dasar teori ini adalah sebuah organ
tunggal bertanggung jawab terhadap proses menua organisme secara
keseluruhan. 3,4
PERUBAHAN BERBAGAI ORGAN AKIBAT PROSES MENUA
Perubahan yang berhubungan dengan proses menua normal
sebagian besar merupakan akibat kehilangan atau penurunan kapasitas
fungsional secara bertahap. Kehilangan tersebut sudah dimulai sejak usia
muda tetapi pada sebagian besar sistem organ, kehilangan tersebut baru
bermakna secara fungsional setelah terjadi kehilangan yang besar.
Perubahan fungsi kardiovaskular juga berkaitan dengan meningkatnya
usia. Respons terhadap latihan jasmani berubah bersamaan dengan usia
meliputi denyut jantung yang menurun, volume ventrikel kiri akhir sistolik
menigkat dan berkurangnya ejection fraction ventrikel kiri. Presbiesofagus
adalah berkurangnya motilitas esofagus akibat proses menua yang
menyebabkan menurunnya peristaltik usus. Namun, gangguan motilitas
yang berat hanya terdapat pada proses yang patologis. 5-7
11
Terdapat beberapa hal mengapa usia tua lebih mudah terkena
infeksi dibandingkan dengan usia muda seperti, daya tahan tubuh dan
perubahan anatomi maupun fungsi pada sistem organ tubuh seorang
dengan usia tua. Perubahan tersebut antara lain :
1. Pada kulit, terdapat penipisan dermis dan penurunan vaskularisasi
pada kulit yang dapat meningkatkan resiko terjadinya selulitis
dan infeksi pada dekubitus.
2. Pada saluran napas, terjadi penurunan fungsi dan jumlah mukosilia
serta penurunan refleks batuk sehingga mempernudah terjadinya
pneumonia.
3. Pada peristaltik usus yang cenderung melambat dan atrofi villi usus
serta menurunnya imunitas, menyebabkan usia tua mudah terkena
gastroenteritis akut baik yang ditularkan melalui air maupun
makanan yang tercemar.
4. Pada saluran kemih, terjadi pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna dan penurunan keasaman urin, menyebabkan lebih
mudah atau lebih sering terkena ISK (Infeksi Saluran Kemih).
5. Terjadi penurunan imunitas seluler akibat penuaan pada thymus,
produksi sel T juga menurun, sehingga terjadi peningkatan kejadian
alergi. Respons proliferasi sel T terhadap antigen/mitogen juga
menuru, dan juga terjadi penurunan aktivitas sel T helper dan sel T
Cytotoxic. Sintesis sitokin juga menurun disebabkan karena
kesalahan ekspresi m-RNA atau tanda tranduksi pada usia
lanjut.Peningkatan antagonis sitokin pada usia lanjut juga menjadi
salah satu penyebab menurunnya produksi atau proliferasi sel T
yang berakibat supresi imunitas.
6. Penurunan fungsi limfosit B dan pembentukan antibodi secara tidak
bermakna berkurang pada usia lanjut.
7. Berbagai penyakit kronis seperti Diabetes Melitus, Penyakit
jantung koroner, Penyakit Paru Obstruksi Kronik, gagal hati, gagal
12
ginjal dll yang diderita seorang usia lanjut juga sangat
mempengaruhi daya tahan tubuh terhadap infeksi, serta
menghasilkan tampilan klinik ataupun pengobatan yang jauh
berbeda antara usia lanjut dan dewasa muda.
8. Kondisi lain seperti penurunan napsu makan, kesadaran menurun,
jatuh berulang, inkontinensia sering menjadi faktor pemicu
sekaligus faktor risiko terjadinya infeksi dan penurunan daya
tahan.1-3
Berbagai perubahan fisiologis terkait usia tentu memberikan
implikasi klinis yang penting untuk dipahami. Implikasi pertama, variasi
antara individu merupakan gambaran penting proses menua yang perlu
mendapat perhatian secara seksama, sehingga pendekatan algoritma,
teknik triase dan strategi pemeriksaan diagnostik tidak mungkin ditentukan
hanya berdasarkan usia semata. Implikasi kedua proses menua adalah
bahwa sistem biologi sangat sedikit dipengaruhi oleh usia semata,
melainkan lebih sering dipengaruhi oleh gaya hidup seperti merokok,
aktivitas fisis, asupan nutrisi, dan kondisi ekonomi. Melalui pengkajian
yang holistik akan dapat ditetapkan berbagai faktor predisposisi dan faktor
pencetus, serta segala yang dapat menjadi masalah utama atau pemberatan
yang harus segera diselesaikan karena dapat menimbulkan berbagai
komplikasi serius dan fatal pada pasien usia lanjut. Dalam pengelolaan
pasien geriatrik, perlu diingat bahwa kemampuan individu usila untuk
berfungsi tergantung pada kombinasi karakteristik usia tua ( misalnya
motivasi, toleransi terhadap nyeri ) dan tempat di mana usila diharapkan
berfungsi. Tidak kalah pentingnya adalah berbagai upaya pencegahan
seperti gaya hidup yang baik dan benar, nutrisi yang baik dan seimbang,
tidak merokok, lingkungan yang sehat, yang seyogyanya sudah dimulai
sendiri mungkin sebelum seseorang memasuki usia lanjut, bahkan sejak
kanak-kanak agar proses menua dapat berlangsung normal. Bila kondisi
13
tersebut dimungkinkan seseorang dapat menjalani masa tuanya dengan
kualitas hidup yang lebih baik. 3,4,6
II.7. GEJALA KLINIS PNEUMONIA GERIATRI.
Pneumonia pada lansia menjadi masalah penting untuk dibahas.
Selain prevalensi nya yang semakin meningkat , gejala klasik pneumonia
tidak jelas ditemukan pada pasien lansia. 1,4 Gejala klasik yang tidak jelas
menjadi salah satu penyebab tingginya angka mortalitas pneumonia pada
usia tua. Tiga gejala yang paling sering ditemui pada lansia adalah sesak
napas (dispnea), batuk dan demam. Beberapa studi mengungkapkan sekitar
35-65% pasien lansia tidak dijumpai demam. 1,2,6,7 Gejala lain yang juga
jarang adalah nyeri dada pleuritik, sakit kepala, mialgia, mual/muntah,
diare, jatuh dan nyeri tenggorokan. Sedangkan batuk, sesak napas,
produksi sputum dan tubuh lemah merupakan gejala yang paling sering
dijumpai. Dapat pula dijumpai pasien menggigil, berkeringat, takikardi,
dan delirium. 1,2,4,8
Penyakit ko-morbid yang berat serta keadaan umum yang jelek
sering menimbulkan sepsis. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ronki, suara
pernapasan bronkial . Pada gambaran rontgen paru, tampak gambaran
infiltrat pada segmen paru unilateral (70%) yang mungkin disertai kavitas
dan efusi pleura. Seringkali kecurigaan pasien lansia mengidap pneumonia
baru muncul setelah dilakukan pemeriksaan penunjang, yakni
ditemukannya leukositosis dan perubahan gambaran paru yang progresif
pada foto rontgen. 1,7
II.8. DIAGNOSIS
Diagnosis pneumonia atau infeksi saluran napas bawah akut
umumnya ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang lengkap,
pemeriksaan fisis yang sesuai dengan gejala dan tanda, disertai
pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan konsolidasi.1,7
14
Anamnesa
Pada anamnesa biasanya didapat sesak napas, nyeri dada, batuk
berdahak dan demam (suhu > 37,8o C ). Pada pneumonia pada usia tua
sering kali memberikan gejala yang tidak khas. Selain batuk dan demam
pasien tidak jarang datang dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium),
tidak mau makan, jatuh dan inkontinensia akut. 7
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan
berupa demam, sesak napas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru
yang pekak, ronki nyaring, suara pernapasan bronkial). Bentuk klasik pada
Pneumonia komunitas (PK) primer berupa bronkopneumonia (pneumonia
lobaris atau pleuro pneumonia). Gejala atau batuk yang tidak khas
dijumpai pada Pk sekunder ataupun Pneumonia nosokomial (Pn). Dapat
diperoleh bentuk manifestasi lain infeksi paru seperti efusi pleura,
pneumotoraks / hidropneumotoraks. Pada pasien Pn atau dengan gangguan
imun dapat dijumpai gangguan kesadaran oleh hipoksia. Warna,
konsistensi, dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan. 1,2
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
Foto torak dapat memastikan keberadaan dan lokasi infiltrat pada
paru yaitu: menilai derajat infeksi paru, mendeteksi adanya kelainan
pleura, kavitasi paru atau limfadenopati hilus; dan mengukur respon pasien
terhadap terapi antimikroba.3 Sehingga foto toraks merupakan
pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis.2,3
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran
air bronchogram (airspase disease) misalnya oleh Streptococcus
pneumoniae : bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain
staphylococcus. Virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial
15
(interstisial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada
segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman
aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja.
Infiltrat dilobus atas sering ditimbulkan telebsiella, tuberkulosis atau
amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus
atau bakteriemia.1
Bentuk lesi berupa kavitasi dengan air fluid level sugestif untuk
abses paru, infeksi anaerob gram negatif atau amiloidosis. Efusi pleura
dengan pneumonia sering ditimbulkan S.pneumoniae. Dapat juga oleh
kuman anaerob, S.pyogenes, E-coli dan Staphylococcus (pada anak).
Kadang-kadang oleh K.pneumoniae, P.pseudomallei.1
Pneumonia hematogenus yang terjadi akibat embolisi septik pada
pasien tromboflebitis atau endokarditis sisi kanan atau akibat bakterimia
pada pasien dengan endokarditis sisi kiri terlihat pada hasil foton toraknya
sebagai daerah multipel infiltrasi paru yang selanjutnya dapat mengalami
kavitasi. Distribusi yang difus menujukkan infeksi oleh P.carinii,
sitomegali virus, virus campak atau cirus Herpes zoster, infeksi oleh kedua
mikroorganisme yang disebutkan terakhir ini. Di diagnosis dengan adanya
ruam yang jelas yang selalu menyertai pneumonia. Empiema dan
pembesaran kelenjar limfe hilus tidak lazim terdapat pada pneumonia
pneumocytis dan sitomegalovirus.3
Kavitas yang terjadi jika bahan yang nekrotik diekskresikan ke
dalam jalan napas yang berhubungan sehingga terjadi pneumonia
nekrotikan (kavitas kecil yang multipel yang masing-masing berdiameter <
2 cm dalam satu atau lebih lobus atau segmen bronkopulmoner). Kuman
anaerob oral, S.aureus, S.pneumoniae serotipe III, baksil aerob gram
negatif, M.tuberkulosis atau fungi dan keadaan kavitas. Sebaliknya
H.Influenzae, M.pneumoniae, virus dan kebanyakan S.pneumoniae dengan
serotipe lainnya hampir tidak pernah menyebabkan kavitas.1,7,8
Foto toraks perlu diulang untuk melihat kemungkinan infeksi
sekunder / tambahan. Efusi pleura penyerta yang terinfeksi atau
16
pembentukan abses. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan
foto toraks dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4-12
minggu. 1,7,8,9
2. Pemeriksaan Laboratorium1,2
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri, biasanya
lebih dari 10000/l kadang-kadang mencapai 30.000/l, dan pada hitung
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri, yaitu terjadinya infeksi akut serta
terjadi peningkatan LED (Laju Endap Darah). Leukosit normal / rendah
dapat disebabkan oleh infeksi virus/ mikoplasma atau pada infeksi yang
berat sehingga tidak terjadi respons leukosit ,orangtua atau orang dengan
keadaan umum lemah. Leukopenia menunjukan depresi imunitas misalnya
neutropeni pada infeksi kuman gram negatif atau S. aureus. 1,2,4,7
3. Pemeriksaan bakteriologis
Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan bahan yang
berasal dari sputum, darah, aspirasi, jarum transtorakal. Torakosentris,
bronkospi atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan
apus gram, burri gin, quellung tes dan Z. Nielson. Kuman predominan
pada sputum yang disertai PMN kemungkinan merupakan penyebab
infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama praterapi dan
bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya. Kultur darah dapat positif
pada 20-25% penderita yang tidak diobati. 1,2,4,7
4. Pemeriksaan Khusus
17
Titer antibodi terhadap virus, legionela dan mikoplasma. Nilai
diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah
menujukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik. 1,2,4,7,9
II.9. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terdiri dari antibiotik dan pengobatan suportif.
Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan
data mikroorganisme dan hasil uji kepekaan, akan tetapi karena beberapa
alasan yaitu :
1. Penyakit berat yang dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu
maka pada penderita dapat diberikan terapi secara empiris.2
Terapi Suportif Umum.
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80 – 100 mmHg atau saturasi >90%
berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental,
dapat disertai rebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat
bronkospasme
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk
batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing
untuk melancarkan ekspirasi dan pengeluaran CO2. Posisi tidur
setengah duduk untuk melancarkan pernapasan
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada
pneumonia dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan
terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada
pasien harus diatur dengan baik, terutama pada keadaan gangguan
sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan
dahak tidak diperkenankan
18
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi
ini tidak bermafaat pada keadaan renjatan septik
6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang diperlukan bila
terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal
7. Ventilasi mekanis, Indikasi pemasangan ventilator pada pneumonia
adalah:
a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan
menggunakan masker. Konsentrasi O2 yang tinggi menyebabkan
penurunan pumonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi.
Dalam hal ini perlu dipergunakan Positive End Expiratory
Pressure/ PEEP untuk memperbaiki oksigenasi dan menurunkan
H2O menjadi 50% atau lebih rendah.
b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress
dengan atau didapati asidosis respiratorik
c. Henti napas
d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif
8. Pengeluaran pus pada empiema bila ada
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup
yang didapatkan terutama dari lemak (> 50%) hingga dapat dihindari
pembentukan CO2 yang berlebihan.3,6,9
1. Antibiotik Empirik
Keputusan memilih antibiotik yang tepat disesuaikan setelah mengetahui
etiologinya. Beberapa cara untuk menentukan etiologi adalah pewarnaan gram, uji
basil tahan asam, tes fluoresensi langsung terhadap antibodi Legionella, atau
menggunakan polymerase chain reaction (PCR) terhadap M. pneumoniae, C.
pneumoniae, dan M. tuberculosis. Tidak semua fasilitas tersebut ada di pelayanan
kesehatan.dan hasilnya juga tidak bisa didapat dengan segera.
Antibiotik empirik haruslah yang bisa mengeradikasi S. pneumoniae.
Beberapa pilihan antibiotik yang direkomendasikan adalah sefalosporin generasi
ke-2, atau beta-laktam/inhibitor beta laktamase, atau trimethoprim-
19
sufamethoxazol, dengan/tanpa makrolid atau kuinolon untuk membasmi kuman
atipikal.1,2,5
Biasanya pasien lansia tidak hanya menderita pneumonia saja, banyak
penyakit yang menyertainya dan disebabkan tak hanya satu mikroorganisme tetapi
polimikroorganisme. Untuk kelompok ini, antibiotik yang dianjurkan adalah
sefalosporin generasi 2 dan 3 atau beta laktam/inhibitor beta laktamase
dengan/tanpa makrolida atau kuinolon. 1,2
Bila pasien menderita pneumonia komuniti berat, kemungkinan
mikroorganisme penyebabnya adalah S pneumoniae, Legionella, basil gram
negatif aerobik (terutama P. aeruginosa), dan M. pneumoniae. Terapinya berupa
makrolida atau kuinolon dan sefalosporin generasi 3 dengan antipseudomonas
seperti imipenem/cilastatin, meropenem, atau siprofloksasin. Insiden pneumonia
komuniti berat yang disebabkan P. aeruginosa terus meningkat, dan lebih mudah
terjadi pada pasien yang sebelumnya sudah mempunyai kelainan paru seperti
bronkiektasis.2,4,7,9
Tabel 3. Antibiotik Pilihan Berdasarkan IDSA 2003
Karakteristik Pasien Antibiotik Pilihan
20
Rawat jalan
Sebelumnya sehat
· Tidak mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir
· Mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir
Komorbid (PPOK, diabetes, gagal ginjal atau jantung kongestif, atau keganasan)
· Tidak mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir
· Mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir
Diduga terjadi infeksi akibat aspirasi Influenza
Dengan bakteri superinfeksi
Makrolida atau doksisiklin
Fluorokuinolon respirasi saja; makrolida advanced + amoksisilin dosis tinggi; atau makrolida advanced + amoksisilin-klavulanat dosis tinggi
Makrolida advanced atau fluorokuinolon respirasi
Fluorokuinolon respirasi saja atau makrolida advanced + beta-laktam
Amoksisilin-klavulanat atau klindamisin
Beta-laktam atau fluorokuinolon respirasiRawat inap
Bangsal
· Tidak mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir
· Mengkonsumsi antibiotik dalam 3 bulan terakhir
ICU
· Bukan infeksi Pseudomonas
· Bukan infeksi Pseudomonas tetapi pasien punya alergi beta-laktam
· Ada infeksi Pseudomonas
· Ada infeksi Pseudomonas tetapi pasien punya alergi beta-laktam
Perawatan di rumah
· Mendapat obat selama perawatan di rumah
Dirawat di rumah sakit
Fluorokuinolon respirasi saja atau makrolida advanced + beta laktam
Makrolida advanced + beta-laktam atau fluorokuinolon respirasi saja
Beta-laktam + makrolida advanced/fluorokuinolon respirasi
Fluorokuinolon respirasi, dengan/tanpa klindamisin
Antipseudomonal + siprofloksasin, atau antipseudomonal + aminoglikosida + fluorokuinolon respirasi atau makrolida
Aztreonam + levofloxacin, atau aztreonam + moxifloxacin atau gatifloxacin, dengan/tanpa aminoglikosida
Fluorokuinolon respirasi saja, atau amoksisilin-klavulanat + makrolida advanced
Sama dengan obat yang diberikan pada bangsal dan ICU
Keterangan:
21
Makrolida = Eritromisin, Azitromisin atau Klaritromisin
Makrolida advanced = Azitromisin atau Klaritromisin
Fluorokuinolon respirasi =Moxifloxasin, Gatifloxasin, Levofloxasin atau
Gemifloxasin
Amoksisilin dosis tinggi = 1 gram per oral, 3x/hari
Amoksisilin-klavulanat dosis tinggi = 2 gram per oral, 2x/hari
2. Nutrisi
Penatalaksanaan pneumonia pada lansia tidak hanya dengan antibiotika
saja, tetapi disertai pula dengan perbaikan keadaan umum seperti dengan:
nutrisi, hidrasi, oksigenasi,elektrolit dan albumin. Penyakit ko-morbid yang berat
serta keadaan umum yang jelek sering menimbulkan sepsis. Terapi nutrisi sangat
penting bagi usia lanjut sehingga penatalaksanaan pada usia tua juga meningkat.
Upaya lain adalah dengan meningkatkan status nutrisi lansia. Malnutrisi dianggap
sebagai faktor risiko pneumonia pada lansia. Penelitian case control dan cohort
yang dilakukan oleh Riquelme R dkk,menunjukkan bahwa rendahnya kadar
albumin (<3,0 mg/dl) merupakan faktor risiko independen terhadap kejadian
pneumonia. Beberapa studi menunjukkan pemberian suplemen vitamin memberi
hasil lebih baik. 1,5-7 Bila penderita tidak dapat/ tidak mau makan seperti biasa,
perlu diberikan personde atau kalau perlu parenteral. 1,6,7
Cairan juga harus cukup, monitor osmolaritas plasma dan balans
cairannya, sehingga untuk mengetahui kecukupan cairan pada penderita. Peranan
asuhan keperawatan sangat diperlukan seperti menjaga kenyamanan penderita,
kebersihan penderita dan tempat tidurnya terutama bila ada inkontinensia,
mencegah terjadinya dekubitus dan kontraktur pada penderita penderita yang tidak
dapat bergerak maupun dengan penurunan kesadaran. 1
II.10. KOMPLIKASI
22
- Efusi pleura dan empiema.
Terjadi pada sekitar 45% kasus terutama pada infeksi bakterial
akut berupa efusi parapneumonik gram negatif sebesar 60%
Staphylococcus aures 50%. S.pneumoniae 40-60% kuman anaerob
35%. Sedangkan pada mycoplasma pneumoniae sebesar 20%.
Cairannya transudat dan steril, terkadang pada infeksi bakterial terjadi
empiema dengan cairan eksudat.
- Komplikasi sistemik.
Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa
meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada
infeksi kronik, peninggian ureum dan enzim hati. Kadang-kadang
terjadi peninggian fosfotase alkali dan bilirubin akibat adanya
kolestasis intrahepatik.
- Hipoksemia akibat gangguan difusi
Menurunnya suplai oksigen dalam darah karena gangguan
difusi.Pada hipoksemia tidak selalu disertai dengan hipoksia atau
oksigenisasi yang tidak memadai karena gangguan pengiriman
oksigen dan penggunaan oksigen oleh sel sel.
- Bronkiektasis
Biasanya terjadi karena pneumonia pada masa anak-anak
tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada
cystic fibrosis atau hipogamoglobulinemia, tuberkulosis atau
pneumonia nekrotikans. 1,2,7,8
II.11. PENCEGAHAN
1. Vaksinasi
23
Selain medikamentosa, upaya preventif terus diupayakan agar angka
mortalitas dan morbiditas dapat ditekan seminimal mungkin. Salah satu
upaya preventif itu adalah pemberian vaksin influenza dan pneumonia.
Vaksin influenza. Vaksin ini mengandung 3 subtipe yaitu influenza
A, B, dan C. Yang paling mematikan adalah subtipe A dan B. Masa
perlindungan hanya sekitar 1 tahun. Efek samping lokal berupa nyeri
setempat yang timbul sekitar 24 jam setelah penyuntikan; biasanya
ditoleransi baik dan hilang tanpa pengobatan dalam 2-3 hari. Efek samping
sistemik berupa demam, malaise, sakit kepala, mialgia, dan artralgia yang
dapat muncul dalam 6-12 jam setelah penyuntikan; dan hilang dalam 1-2
hari. Vaksin ini menjadi kontraindikasi pada pasien yang alergi telur karena
dapat memicu reaksi hipersensitifitas. 1,2,8
Vaksin pneumonia. Sebenarnya masih banyak perdebatan mengenai
keefektivitasan vaksin ini. WHO menetapkan bahwa vaksin pneumonia
cukup efektif pada lansia terutama untuk melindungi lansia sehat dari
invasive pneumococcal disease (pneumonia yang berpenyulit meningitis,
septikemia, dan pneumococcal pneumonia). Vaksin ini mengandung 23
serotipe S. pneumoniae yang telah dimurnikan. Efek samping yang timbul
berupa kulit kemerahan tanpa nyeri dan demam. 1,2,6,8
2. Menghindari Nosokomial
Pencegahan pneumonia berkaitan erat dengan prinsip umum
pencegahan infeksi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya Pneumonia Nosokomial seperti pada tabel 4. Sedangkan faktor
untuk mengurangi terjadinya Pneumonia Nosokomial,terlihat pada tabel 5. 1,7
Tabel 4.Faktor Risiko Pneumonia Nosokomial 1,7
Pneumonia Nosokomial di ruangan
Umum
Pneumonia Nosokomial d ruangan ICU
24
Usia > 70 tahun
Penyakit paru kronik
Penurunan kesadaran
Posisi pasien
Aspirasi dalam jumlah banyak
Trauma dada
Pemantauan tekanan Intrakranial
Penggunaan penghambat Histamin tipe II
Gangguan aliran ventilator yg sering
Musim dingin
Peralatan :
Nebulizer langsung
Nassogastric feeding
Endotracheal tube
Ventilasi mekanik
Perawatan ICU yang lama
Intubasi yang lama
Malnutrisi pada pasien sakit berat
Penyakit paru kronik
Antasid dan penghambat Histamin tipe II
Usia lanjut
Obesitas
Gangguan refleks respirasi
Perokok
Pelembab udara
Enteral feeding
Tabel 5. Pencegahan Pneumonia Nosokomial 1
25
Mengobati penyakit dasar
Menghindari penghambat histamin tipe II dan antasida
Meninggikan posisi kepala
Pengangkatan selang nasogastrik dan endotrakeal
Mengontrol pemakaian antibiotik
Menghindari stress bleeding
Mengontrol infeksi :
- Pengawasan
- Pendidikan
- Desinfektasi peralatan
- Perawatan saluran napas yang benar
Dekontaminasi selektif saluran cerna.
II.12. PROGNOSIS
Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak
ditemukannya antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenesis kuman,
usia, penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian
pneumonia pneumokokus adalah sebesar 5% namun dapat meningkat
menjadi 60% pada orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya
gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru obstruktif kronik atau
kanker. Leukopeni, ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus paru dan
komplikasi ekstra paru merupakan pertanda prognosis yang buruk. Kuman
garam negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek.2,6
Prognosis pada orangtua kurang baik, karena itu perlu perawatan di
RS kecuali bila penyakitnya ringan atau dengan keadaan umum baik.
Orang dewasa (< 60 tahun) dapat berobat jalan kecuali :
1. Bila terdapat penyakit paru kronik
2. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi
yaitu :
a. Usia > 60 tahun
26
b. Dijumpai gejala pada saat masuk perawatan RS : frekuensi
napas > 30 x/menit, tekanan diastolik < 60 mmHg atau sistolik
< 90 mmHg, nadi >125 x/ menit,suhu < 35o C atau > 40o C,
binggung atau terjadi penurunan kesadaran.c. Hasil pemeriksaan laboratorium leukosit abnormal (< 4.000
atau > 30.000/mm3), PO2 turun, dan albumin serum rendah (<
3,5 g%). 2,7
BAB III
KESIMPULAN
27
Pneumonia adalah peradangan mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratonus dan alveoli
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat.1 Pneumonia juga didefinisikan sebagai suatu peradangan akut
parenkim paru yang berasal dari suatu infeksi mikroorganisme (bakteri,
mikoplasma, klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit) 2,3,4 Infeksi saluran
pernapasan telah menjadi penyakit yang sering diderita bagi lansia. .
Masalah kesehatan pada populasi usia lanjut, lanjutnya, bukan saja terletak
pada aspek penyakit kronis dan degeneratif, melainkan juga kerentanan
terhadap infeksi cukup tinggi.
Gejala klinis yang tidak jelas dapat menjadi salah satu penyebab
tingginya angka mortalitas pneumonia pada lansia. Tiga gejala yang paling
sering ditemui pada lansia adalah sesak napas (dispnea), batuk, dan
demam. Beberapa studi mengungkapkan sekitar 35-65% pasien lansia
tidak dijumpai demam. 1,2,6
Biasanya pasien lansia tidak hanya menderita pneumonia saja,
banyak penyakit yang menyertai. Infeksi pneumonianya pun disebabkan
tak hanya satu mikroorganisme tetapi polimikroorganisme. Untuk
kelompok ini, antibiotik yang dianjurkan adalah sefalosporin generasi 2
dan 3 atau beta laktam/inhibitor beta laktamase, dengan/tanpa makrolida
atau kuinolon.2,4,6
Penatalaksanaan Pneumonia pada lansia tidak hanya dengan
antibiotika saja tetapi terapi terhadap penyakit penyakit lainnya dan
perbaikan keadaan umum ( nutrisi, hidrasi, oksigenasi,elektrolit dan
albumin dll ). 2
DAFTAR PUSTAKA
28
1) Sudoyo W.Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus S.K, Setiati S.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , Edisi IV.Jakarta: Balai
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI, 2006.
2) Noer S, Waspadji S, Rachman AM, et al, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 1996.
3) Darmojo, B. 2004, Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
4) Ganong, W.F. 1999, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC,
Jakarta.
5) Hazzard, R.W. 1990, Principles of Geriatric Medicine and
Gerontology, 2nd ed. McGraw-Hill, New York.
6) Setiati, S. 2004, Current Diagnosis and Treatment In Internal
Medicine 2004,
7) Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, Jakarta.
8) British Thoracic Society Standards of Care Committee. British
Thoracic Society Guidelines for the Management of Community
Acquired Pneumonia in Adults.Thorax
2001.URL:http://thorax.bmjjournals.com. diakses tanggal 17
Januari 2009
29