PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · iv “Sebab karena kasih karunia kamu...
Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · iv “Sebab karena kasih karunia kamu...
i
MEDICATION ERROR DALAM FASE PRESCRIBING DAN
TRANSCRIBING PADA RESEP RACIKAN (STUDI KASUS DI EMPAT
APOTEK DI KABUPATEN SLEMAN)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
(S. Farm.) Program Studi Farmasi
Disusun oleh:
Nama : Archie Tobias
NIM : 108114188
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
MEDICATION ERROR DALAM FASE PRESCRIBING DAN
TRANSCRIBING PADA RESEP RACIKAN (STUDI KASUS DI EMPAT
APOTEK DI KABUPATEN SLEMAN)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
(S. Farm.) Program Studi Farmasi
Disusun oleh:
Nama : Archie Tobias
NIM : 108114188
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu
bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil
pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena
kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah
sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.”
Kupersembahkan Skripsi ini kepada:
“Tuhan Yesus yang merupakan Tuhan dan sahabatku yang selalu setia
menemaniku setiap saat”
“Keluargaku yang senantiasa memberikan dukungan dan kepercayaannya
kepadaku”
“Semua temanku dan pihak lain yang sudah membantuku selama ini”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena
kasih setia dan kemurahanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Medication Error Dalam Fase Prescribing Dan Transcribing Pada
Resep Racikan (Studi Kasus Di Empat Apotek Di Kabupaten Sleman)”. Skripsi
ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S. Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama proses perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis
telah mendapat banyak bantuan, dukungan, nasehat, bimbingan, saran dan kritik
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis pada kesempatan ini ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah setia menemani dan memampukan dalam
melalui segala proses yang sudah terjadi, juga menjadi penolong serta
penghibur yang setia baik dalam keadaan senang maupun keadaan susah.
2. Ipang Djunarko, M. Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Phebe Hendra, M. Si., Ph. D., Apt. selaku wakil Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak menolong dan
memberikan teladan yang sangat baik bagi penulis.
4. Yohanes Dwi Atmaka, M. Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
banyak menolong dan membimbing penulis selama proses perkuliahan
berlangsung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
5. Aris Widayati, M. Si., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing tugas akhir yang
telah banyak memberikan bimbingan, kesabaran dan bantuan, baik selama
proses perkuliahan yang diampu beliau maupun dalam proses penyusunan
tugas akhir ini.
6. Maria Wisnu Donowati, M. Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan kritik dan saran yang membangun pada penulis.
7. Dr. Rita Suhadi, M. Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan kritik dan saran yang membangun pada penulis.
8. Para dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
memberikan bekal kepada penulis untuk praktek kefarmasiannya kelak dan
para karyawan serta seluruh staff di Fakultas Farmasi yang telah membantu
penulis selama masa perkuliahan berlangsung.
9. Para apoteker dan asisten apoteker yang telah menerima penulis dan
berpartisipasi dalam membantu proses pengerjaan skripsi ini hingga selesai.
10. Papa dan Mamaku tersayang yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan,
semangat, perhatian dan doanya pada penulis hingga akhirnya proses
pengerjaan skripsi ini selesai.
11. Kakak-kakak dan adikku yang kusayangi yaitu Vania, Axel dan Lisya yang
telah banyak memberikan dorongan dan semangat dalam proses pengerjaan
skripsi ini.
12. Teman-teman seperjuangan dalam proses pengerjaan skripsi ini, yaitu Leo,
Haris, Septi, Vera, Lenny, Lelo dan Mala atas semangat dan bantuannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
13. Sahabat-sahabatku Suryo, Kenny, Jonas, Anwar, Aji, terima kasih atas bantuan
dan dukungan kalian selama ini.
14. Teman-teman yang telah banyak membantuku dalam mengurus mata kuliah,
Anas, Aji, Anwar, Ori, Jessie, Mirsha, Stien, Evan, Andika, Mega, Reri, terima
kasih atas bantuan dan partisipasi kalian yang sangat membantu penulis.
15. Semua pihak lain yang berkontribusi langsung sehingga membantu proses
pengerjaan skripsi ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa tidak ada suatu karya buatan tangan manusia
yang benar-benar sempurna. Demikian juga dengan tugas akhir yang telah selesai
dikerjakan oleh penulis sehingga dalam hal ini, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak agar kedepannya hasil skripsi
ini menjadi lebih baik. Harapan penulis yaitu agar skripsi ini dapat bermanfaat
bagi seluruh masyarakat dan meningkatkan pelayanan pengobatan yang dilakukan
oleh instansi kesehatan bagi masyarakat yang dilayani.
Yogyakarta, 11 Juli 2014
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .....................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................
PRAKATA ..................................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……………..
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .....................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................
DAFTAR TABEL .......................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
INTISARI ....................................................................................................
ABSTRACT ..................................................................................................
BAB I PENGANTAR .................................................................................
A. Latar Belakang ....................................................................................
B. Perumusan Masalah ............................................................................
C. Keaslian Penelitian ..............................................................................
D. Manfaat Penelitian ..............................................................................
E. Tujuan Penelitian ................................................................................
1. Tujuan Umum .................................................................................
2. Tujuan Khusus ................................................................................
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ........................................................
i
ii
iii
iv
v
viii
ix
x
xii
xiii
xiv
xv
xvi
1
1
3
3
7
8
8
8
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
A. Peresepan Obat ...................................................................................
B. Pelayanan Resep Di Apotek ..........................................................
C. Resep Racikan ....................................................................................
D. Medication Error ................................................................................
E. Fase Prescribing ..............................................................................
F. Fase Transcribing ............................................................................
G. Faktor-Faktor Penyebab Medication Error ......................................
H. Cara Mengatasi Medication Error ..................................................
I. Keterangan Empiris ............................................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ..........................................................
B. Variabel dan Definisi Operasional ......................................................
C. Subjek Penelitian ................................................................................
D. Bahan Penelitian .................................................................................
E. Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................................
F. Teknik Pengambilan Data ...................................................................
G. Instrumen Penelitian ...........................................................................
H. Tata Cara Penelitian ............................................................................
1. Observasi Awal ...............................................................................
2. Permohonan Izin dan Kerjasama ....................................................
3. Pengambilan Data ...........................................................................
4. Pengolahan Data .............................................................................
I. Analisis Hasil ......................................................................................
9
11
12
14
17
19
20
25
28
29
29
29
30
30
31
31
32
32
33
33
34
37
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
J. Keterbatasan Penelitian .......................................................................
BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN .......................................................
A. Pola Peresepan Obat ...........................................................................
B. Angka Kejadian Medication Error .....................................................
1. Fase Prescribing ............................................................................
2. Fase Transcribing ..........................................................................
C. Jenis Medication Error ..........................................................................
1. Fase Prescribing .............................................................................
a. Wrong Dose ................................................................................
b. Interaksi Obat .............................................................................
c. Kontraindikasi .............................................................................
2. Fase Transcribing ...........................................................................
a. Improper Dose / Quantity ..........................................................
b. Kegagalan dalam Mengantisipasi Prescribing Error ................
D. Aspek Kelengkapan Persyaratan Administratif .................................
E. Faktor-Faktor Penyebab Medication Error .........................................
F. Cara Mengatasi Medication Error ......................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
A. Kesimpulan .........................................................................................
B. Saran ...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
LAMPIRAN ................................................................................................
BIOGRAFI PENULIS .................................................................................
38
40
40
41
41
42
44
44
45
46
48
51
52
52
54
57
59
61
61
62
63
66
105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Indeks Medication Errors Untuk Kategori Error (berdasarkan
dampak) ....................................................................................
Tabel II. Jenis-jenis Medication Errors (berdasarkan alur proses
pengobatan) ...............................................................................
Tabel III. Jenis-Jenis Prescribing Error ...................................................
Tabel IV. Golongan Obat pada Resep Racikan yang diterima oleh
pasien di Empat Apotek di Kabupaten Sleman ........................
Tabel V.a. Persentase Penilaian Aspek Kelengkapan Persyaratan
Administratif Resep Racikan Berdasarkan Jumlah
Kelengkapan Aspek Yang Dipenuhi ........................................
Tabel V.b. Persentase Penilaian Aspek Kelengkapan Persyaratan
Administratif Resep Racikan Berdasarkan Jumlah
Kelengkapan Aspek Yang Dipenuhi ........................................
Tabel VI. Faktor-Faktor Penyebab Medication Error Berdasarkan
Sudut Pandang Pihak Apoteker dan Asisten Apoteker .............
Tabel VII. Cara-Cara Mengatasi Medication Error Berdasarkan Sudut
Pandang Pihak Apoteker dan Asisten Apoteker ......................
15
16
18
41
55
55
58
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Contoh Resep ..............................................................................
Gambar 2. Contoh Resep Racikan ................................................................
Gambar 3. Peta Kabupaten Sleman ...............................................................
Gambar 4. Persentase Angka Kejadian Medication Error Fase Prescribing
yang terjadi pada pelayanan resep racikan di empat apotek
Kabupaten Sleman bulan Februari dan Maret 2014 ....................
Gambar 5. Persentase Angka Kejadian Medication Error Fase Transcribing
yang terjadi pada pelayanan resep racikan di empat apotek
Kabupaten Sleman bulan Februari dan Maret 2014 ....................
Gambar 6. Persentase Kejadian Prescribing Error Pada Resep Racikan di
Empat Apotek di Kabupaten Sleman Bulan Februari dan Maret
2014 .............................................................................................
Gambar 7. Persentase Kejadian Transcribing Error Pada Resep Racikan di
Empat Apotek di Kabupaten Sleman Bulan Februari dan Maret
2014 .............................................................................................
9
10
34
42
43
44
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Melaksanakan Studi Pendahuluan ........................
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian BAPPEDA ...........................................
Lampiran 3. Ethical Clearance .................................................................
Lampiran 4. Data Resep Racikan ..............................................................
Lampiran 5. Kelengkapan Persyaratan Administratif Resep Racikan ......
Lampiran 6. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek ............................
Lampiran 7. Lembar Persetujuan (Informed Consent) ..............................
Lampiran 8. Pedoman wawancara Fase Transcribing Medication Error
pada Resep Racikan untuk Pasien di Apotek-Apotek di
Kabupaten Sleman ...............................................................
Lampiran 9. Hasil Wawancara dengan Apoteker ......................................
Lampiran 10. Hasil Wawancara dengan Asisten Apoteker .........................
67
68
71
72
87
89
91
92
95
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
INTISARI
Resep racikan memerlukan keahlian, baik dalam perhitungan dosis
maupun teknik pencampuran obat. Maka proses peresepan obat ini menjadi faktor
yang sangat penting dalam pengobatan pasien karena proses-proses yang
dilakukan dalam meresepkan suatu obat haruslah dilakukan dengan seteliti dan
sedetail mungkin agar tidak terjadi kesalahan (medication error) dalam
pengobatan.
Penelitian ini merupakan penelitan observasional dengan rancangan
penelitian berupa studi kasus. Studi kasus pada penelitian ini bertujuan untuk
menghitung angka kejadian medication error pada fase prescribing dan
transcribing resep racikan, mengetahui jenis medication error yang terjadi pada
fase prescribing dan transcribing serta cara mengatasi medication error tersebut
yang ada di empat apotek di Kabupaten Sleman pada bulan Februari dan Maret
2014.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan terdapat kejadian
medication error sebesar 50 % pada fase prescribing dan 59 % pada fase
transcribing. Golongan obat yang paling banyak diterima dalam resep yaitu
golongan kortikosteroid sebesar 67,6 %, anti asma sebesar 29,4 %, anti jamur &
anti histamin sebesar 26,5 dan 23,5 %. Terdapat kejadian wrong dose sebesar 12
%, interaksi obat sebesar 15 %, kontraindikasi sebesar 23 %. Persentase kejadian
improper dose / quantity sebesar 6 % dan kegagalan dalam mengantisipasi
prescribing error sebesar 53 %.
Kata kunci : Resep racikan, medication error, fase prescribing, fase
transcribing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
ABSTRACT
Compounded prescription requires expertise, both in the calculation of
drug dosage and mixing techniques. Then the prescribing’s process of these drugs
becomes a very important factor in the treatment of patient because these
processes that been carried out in prescribing a drug should be done with as much
detail as precisely as possible to avoid errors (medication error) in the treatment.
This study is an observasional study with case study design. Case study
that were performed in this study aimed to calculate the incidence of medication
errors in prescribing and transcribing phase of compounded prescription, find out
the type of medication errors that occur in prescribing and transcribing phase and
how to overcome those medication errors in the existing four pharmacies in
Sleman district in February and March 2014.
The results obtained showed that there were incidence of medication
errors up to 50 % in prescribing phase and 59 % in transcribing phase. Classes of
drugs most widely accepted in the prescription were corticosteroid group up to
67.6 %, 29.4 % for anti-asthmatic, anti-fungal & anti-histamine amounted to 26.5
and 23.5 %. There were incidences of wrong dose by 12 %, drug interaction up to
15 %, contraindication by 23 %. Incidence’s percentage of improper dose /
quantity by 6 % and the failure to anticipate prescribing errors by 53 %.
Key words : Compounded prescriptions, medication error, prescribing
phase, transcribing phase
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Peresepan obat merupakan hal yang tidak asing lagi di dunia pengobatan,
khususnya di dunia kefarmasian. Resep sendiri adalah permintaan tertulis dari
dokter kepada apoteker / farmasi pengelola apotek untuk memberikan obat jadi
atau meracik obat dalam bentuk tertentu sesuai dengan keahliannya, takaran dan
jumlah obat sesuai dengan yang diminta, kemudian menyerahkannya kepada yang
berhak / pasien (Syamsuni, 2005).
Resep racikan adalah resep yang memerlukan apoteker mencampur
berbagai bahan menjadi suatu bentuk sediaan obat. Resep racikan mengandung
nama dan kuantitas tiap bahan yang diperlukan (Siregar, 2004). Resep racikan
memerlukan keahlian, baik dalam perhitungan dosis maupun teknik pencampuran
obat sehingga proses peresepan obat ini menjadi faktor yang sangat penting dalam
pengobatan pasien karena proses-proses yang dilakukan dalam meresepkan suatu
obat haruslah dilakukan dengan seteliti dan sedetail mungkin agar tidak terjadi
kesalahan dalam pengobatan.
Medication error merupakan suatu bentuk error dalam bidang
kedokteran dan kefarmasian, yang selama ini selalu luput dari perhatian,
cenderung diabaikan, atau bahkan dianggap tidak pernah terjadi (Dwiprahasto,
2004). Kesalahan peresepan dapat memberikan risiko yang berarti bagi pasien.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027 / MENKES / SK / IX / 2004
menyebutkan bahwa medication error adalah kejadian yang merugikan pasien,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang
sebetulnya dapat dicegah.
Medication error merupakan kerugian nyata pada pasien dalam waktu,
uang dan kualitas hidup. Medication error dapat terjadi dalam proses penamaan,
peresepan (prescribing), pembacaan resep (transcribing), penyiapan (dispensing)
dan administrasi (administration) obat. Pihak pasien sendiri juga dapat
menyebabkan kesalahan karena gagal mematuhi instruksi pengobatan
(Pennsylvania Health Care Cost Containment Council, 2004).
Administrasi pengobatan adalah proses multi kompleks yang meliputi
tahap prescribing, transcribing, dispensing dan administration dan monitoring
respon pasien. Kesalahan (error) pada pengobatan dapat terjadi pada setiap tahap.
Meskipun banyak kesalahan muncul di tahap prescribing, sebagian kesalahan
dicegah oleh apoteker, perawat, atau staf kesehatan lainnya (Anderson dan
Townsend, 2010).
Tingkat kesalahan pengobatan atau medication error di Indonesia cukup
tinggi. Studi yang dilakukan FK UGM antara 2001-2003 menunjukkan
medication error mencapai 5,07 %. Sebanyak 0,25 % dari jumlah tersebut
berakhir fatal hingga kematian. Dampak dari kesalahan proses pengobatan ini
cukup beragam, mulai dari keluhan ringan hingga kejadian serius yang
memerlukan perawatan rumah sakit atau bahkan kematian (Dwiprahasto, 2004).
Tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah medication error
oleh seorang farmasis adalah melakukan skrining resep yang dapat ditinjau dari
kelengkapan resep yang meliputi identitas dokter, identitas pasien, nama obat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
regimen dosis, serta kelengkapan administratif yang lain (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2004).
Berdasarkan hal-hal diatas, maka penulis akan meneliti tentang resep
racikan yang ada di apotek-apotek di wilayah Kabupaten Sleman, khususnya pada
saat fase prescribing dan transcribing. Melalui penelitian ini diharapkan
medication error yang terjadi dalam peresepan obat racikan yang ada di apotek-
apotek di kabupaten Sleman ini dapat diketahui dan untuk kedepannya dapat
diminimalisir sehingga proses pengobatan yang terjadi pada pasien dapat
terlaksana dengan baik dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
B. Perumusan Masalah
1. Berapa angka kejadian medication error fase prescribing dan transcribing
pada resep racikan yang ada di empat apotek di Kabupaten Sleman pada bulan
Februari dan Maret 2014?
2. Apa saja jenis medication error yang terjadi dalam fase prescribing dan
transcribing yang ada di empat apotek di Kabupaten Sleman?
3. Bagaimana cara mengatasi medication error yang terjadi pada peresepan obat
racikan yang ada di empat apotek di Kabupaten Sleman?
C. Keaslian Penelitian
Penelitian yang telah dilaksanakan yang terkait dengan penelitian ini antara
lain:
1. Kajian Penulisan Resep: Tinjauan Aspek Legalitas dan Kelengkapan Resep
di Apotek-Apotek KotaMadya Yogyakarta (Rahmawati dan Oetari, 2002).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah resep-resep yang dilayani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
di apotek-apotek di daerah kotamadya Yogyakarta telah memenuhi asas
legalitas sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Penelitian ini
meneliti juga tulisan tangan dokter yang berpotensi dapat menimbulkan
interpretasi sehingga berpeluang menimbulkan kesalahan pengobatan
(medication error). Penelitian ini dilakukan dengan jalan mengumpulkan
contoh resep, yang diambil secara acak (α = 5% dan d = 3), dari 12 apotek di
kotamadya Yogyakarta. Kuesioner dan wawancara juga dilakukan terhadap
responden (24 apoteker dan 59 asisten apoteker) untuk mendukung data
pokok. Hasil penelitian deskriptif yang didapatkan menunjukkan bahwa resep
yang memenuhi persyaratan yang berlaku adalah 39,8 %. Ketidaklengkapan
tersebut disebabkan antara lain karena tidak adanya paraf, nomor ijin praktek
dokter, tanggal resep. Tulisan tangan dokter yang kurang dapat dibaca sangat
menyulitkan sehingga berpotensi menimbulkan kesalahan interpretasi
terutama pada nama obat, dosis, aturan pakai, dan cara pemberian, yang
selanjutnya dapat menyebabkan kesalahan pengobatan.
2. Medication Errors In OutPatients Of A Government Hospital In Yogyakarta
Indonesia (Perwitasari, Abror dan Wahyuningsih, 2010). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kejadian medication errors termasuk prescribing
error, pharmaceutical error dan dispensing error dan kejadian jenis error
yang paling banyak terjadi. Penelitian ini memeriksa peresepan dari 229
pasien rawat jalan. Ditemukan 226 peresepan dengan medication errors. Dari
226 medication errors, 99,12 % adalah prescribing errors, 3,02 % adalah
pharmaceutical errors dan 3,66 % adalah dispensing errors. Jenis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
prescribing error yang paling sering terjadi adalah penulisan perintah dalam
resep yang tidak lengkap. Perintah dokter dalam peresepan merupakan
tahapan umum dimana kesalahan paling sering terjadi (99,12 %).
Pharmaceutical errors yaitu termasuk over dose dan under dose obat.
Dispensing errors yaitu termasuk penyiapan obat yang tidak benar dan
informasi obat yang tidak lengkap. Medication Error masih menjadi masalah
utama pada pasien rawat jalan di kota Yogyakarta.
3. Medication Errors in an Internal Intensive Care Unit of a Large Teaching
Hospital: A Direct Observation Study (Vazin dan Delfani, 2012). Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengungkapkan frekuensi, jenis dan konsekuensi
dari semua jenis kesalahan di ICU sebuah rumah sakit pendidikan yang besar.
Studi observasional ini dilakukan dalam 11 kamar tidur ICU dari rumah sakit
universitas di Shiraz. Data yang didapatkan kemudian dievaluasi dan
dimasukan dalam sebuah formulir yang didesain untuk tujuan ini. Selama
periode evaluasi, total 442 errors dari 5785 peluang untuk terjadinya error
(7,6 %) terjadi. Dari hasil tersebut, ada 9,8 % administration errors, 6,8 %
prescribing errors, 3,3 % transcription errors dan 2,3 % dispensing errors.
Secara total, 45 intervensi dilakukan, 40 % hasil intervensi menghasilkan
perbaikan dari kesalahan yang terjadi. Penyebab paling utama yang
diobservasi yaitu: pelanggaran aturan, penyimpangan slip dan memori dan
kurangnya pengetahuan obat.
4. Study and Evaluation of Medication Errors in A Tertiary Care Teaching
Hospital – A Baseline Study (Karna, Sharma, Inamdar dan Bhandari, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Catatan pasien rawat inap dari enam unit departemen kedokteran ditinjau
selama mereka tinggal di rumah sakit. Kesalahan pengobatan yang terdeteksi
didokumentasikan dan dievaluasi. Sebanyak 500 kasus pasien dipilih, di
antaranya 77,4% adalah laki-laki dan 22,6% adalah perempuan. 38,5% dari
mereka berada di kelompok usia 40-60 tahun. 167 kesalahan pengobatan
terdeteksi pada 127 pasien. Kesalahan pengobatan maksimum (31) terdeteksi
di bulan Desember tahun 2010. Keseluruhan kejadian medication error yang
ditemukan menjadi 33,4%. Sebanyak 167 kesalahan pengobatan yang
diamati, di antaranya 30,5% adalah kesalahan dalam perintah pengobatan dan
penulisan, 23,3% adalah kesalahan dalam pengobatan dispensing dan 46,1%
adalah kesalahan perawat dalam administrasi obat. Penyebab kesalahan
pengobatan yaitu 61,6% adalah karena perawat, 22,1% adalah karena
Apoteker dan 16,1% adalah karena dokter. Mayoritas kesalahan pengobatan
termasuk pada obat kelas SSP (19,7%). Pada evaluasi kasus yang parah,
mayoritas kesalahan pengobatan 89,8% digolongkan sebagai category Error,
No harm, diikuti oleh 7,7% dalam category No Error dan sisa 2,3% dalam
category Error, Harm. Penelitian ini menyimpulkan bahwa 33,4 %
medication error terdeteksi selama masa studi dan mengungkapkan bahwa
apoteker dapat memainkan peran utama dalam mencegah kesalahan ini
dengan deteksi secara dini.
5. Evaluation of medication error incidence rate in medical ICU of Shahid
Faghihi hospital (Fereidooni dan Vazin, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkap frekuensi, tipe dan konsekuensi dari semua jenis error dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
sebuah ICU dari rumah sakit pendidikan yang besar. Kemunculan error
dideteksi dengan metode observasi langsung yang disamarkan. 1 murid
farmasi mengamati 307 dosis dalam 46 shift-6 jam. Dalam tiap shift
pengamatan, pengamat memilih 1 pasien, dan memikirkan perintah penulisan
resep untuk pasien dan kemudian mengikuti perawat dalam mempersiapkan
dan mengadministrasikan obat. Semua pengamatan dicatat dalam sebuah
kumpulan data. Dalam 307 dosis, 245 medication errors (79,8 %)
teridentifikasi, (53,1 administration errors, 24,1 % prescription errors dan
2,6 % transcription errors). Medication errors paling banyak terjadi saat
tahap teknik administrasi (20,84 %) dan monitoring (16,67 %). Sekitar 85 %
dari kesalahan pada semua tahap mengarah pada efek yang tidak
membahayakan pasien.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang ada diatas yaitu
pada penelitian ini, peneliti akan mengkaji pada fase-fase yang terjadi dalam
medication error, khususnya pada fase prescribing dan transcribing resep racikan
yang ada di empat apotek di Kabupaten Sleman.
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat mengetahui jenis medication error yang terjadi dalam fase prescribing
dan transcribing obat racikan yang ada di empat apotek di kabupaten Sleman
pada bulan Februari dan Maret 2014.
2. Dapat menjadi pedoman untuk penelitian selanjutnya dan juga meningkatkan
taraf keamanan dalam peresepan obat racikan yang dilakukan di empat apotek
di kabupaten Sleman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan keamanan dalam proses peresepan obat racikan yang
dilakukan dengan mengurangi medication error yang terjadi selama peresepan
obat dan meningkatkan mutu pelayanan pengobatan yang ada di empat apotek
di kabupaten Sleman.
2. Tujuan Khusus
a. Menghitung angka kejadian dan jenis medication error dalam fase
prescribing pada resep racikan yang ada di empat apotek di Kabupaten
Sleman pada bulan Februari dan Maret 2014.
b. Menghitung angka kejadian dan jenis medication error yang terjadi dalam
fase transcribing pada resep racikan yang ada di empat apotek di Kabupaten
Sleman pada bulan Februari dan Maret 2014.
c. Mengetahui cara mengatasi medication error yang terjadi pada peresepan
obat racikan yang ada di empat apotek di Kabupaten Sleman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Peresepan Obat
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004, resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter
gigi, dokter hewan kepada Apoteker, untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.
Gambar 1. Contoh Resep (Syamsuni, 2005)
Penulisan obat di dalam resep disusun berdasarkan urutan berikut.
1. Obat pokoknya ditulis dulu, yang disebut remidium cardinale (basis)
2. Remidium adjuvantia/ajuvans, yaitu bahan atau obat yang menunjang
kerja bahan obat utama
3. Corrigens, yaitu bahan atau obat tambahan untuk memperbaiki warna,
rasa, dan bau obat utama.
Dr. Supriyadi
SIP. No. 228/K/84
Jl. Budi Kemulyaan No. 8A Telp. 736533
Jakarta
Jakarta, 22-09-2013
R/ Acetosal 500 mg
Codein HCl 20 mg
C.T.M 4 mg
S.L qs.
m.f. pulv. dtd. No. XV
da in caps.
S.t.d.d caps I
Paraf / tanda tangan dokter
Pro: Tn Marzuki (Dewasa)
Jl. Merdeka No. 10 Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
4. Constituents/vehiculum/excipiens, yaitu bahan tambahan yang dipakai
sebagai bahan pengisi dan pemberi bentuk untuk memperbesar
volume obat. Bahan-bahan tersebut seperti laktosa pada serbuk serta
amilum dan talk pada bedak tabur. Contohnya,
Gambar 2. Contoh Resep Racikan (Syamsuni, 2005)
Cedilanid digunakan untuk mengobati dekompensasi. Umumnya, pada
penderita dekompensasi jantung sering pula timbul udem yang dapat dihilangkan
dengan diuretin sebagai diuretikum. Jadi obat pokok untuk kausalnya adalah
cedilanid (remidium cardinale) dan udem dihilangkan dengan diuretin (remidium
corrigens actonis) (Syamsuni, 2005).
Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap, jika resep tidak jelas atau
tidak lengkap, maka apoteker harus menanyakannya kepada dokter penulis resep
tersebut. Resep yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Nama, alamat, dan nomor izin praktik dokter, dokter gigi, atau dokter
hewan;
2. Tanggal penulisan resep (inscriptio);
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio);
4. Nama setiap obat dan komposisinya (prescriptio/ordonatio);
5. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura);
R/ Cedilanid tab. No. I
Diuretin tab. No. ¼
m.f. pulv. dtd. No. XII
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
6. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (subscriptio);
7. Jenis hewan serta nama dan alamat pemiliknya untuk resep dokter
hewan
8. Tanda seru dan / atau paraf dokter untuk resep yang melebihi dosis
maksimalnya (Syamsuni, 2005).
B. Pelayanan Resep Di Apotek
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian
obat (medication error) dengan melaksanakan aktivitas sesuai standar prosedur
operasional dan melakukan dokumentasi aktivitas. Tujuannya yaitu untuk
menganalisa adanya masalah terkait obat; bila ditemukan masalah terkait obat
harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep (Mashuda, 2011).
Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
1. Persyaratan administratif yang terdiri dari :
a) Nama, SIP dan alamat dokter
b) Tanggal penulisan resep
c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien
e) Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta
f) Cara pemakaian yang jelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
g) Informasi lainnya
2. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian
3. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis,
durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan dalam resep hendaknya
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan
dan alternatif seperlunya, bila perlu menggunakan persetujuan setelah
pemberitahuan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat
yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan dosisnya.
Informasi obat yang penting harus diberikan kepada petugas yang
meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima permintaan harus
menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi (Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2008).
C. Resep Racikan
Farmasi peracikan adalah seni dan ilmu mempersiapkan obat pribadi
untuk pasien. Obat racikan yang "dibuat dari awal" – bahan-bahan individu
dicampur dalam kekuatan dan bentuk dosis yang tepat yang diperlukan oleh
pasien. Metode ini memungkinkan apoteker peracikan untuk bekerja dengan
pasien dan resep untuk menyesuaikan obat untuk memenuhi kebutuhan spesifik
pasien (Professional Compounding Centers of America, 2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Definisi peracikan pada bidang farmasi kadang-kadang dapat keliru
dengan rekonstitusi karena peracikan dapat melibatkan penggerusan tablet
menjadi serbuk untuk mempersiapkan suspensi. Rekonstitusi, penambahan pelarut
yang kompatibel seperti saline, dekstrosa atau air steril pada sebuah produk, tidak
selalu jatuh dalam lingkup peracikan. Misalnya, dalam pengaturan farmasi
komunitas, amoksisilin, antibiotik umumnya diresepkan untuk Otitis Media pada
populasi anak, tersedia dalam bentuk serbuk. Apoteker diwajibkan untuk
merekonstitusi serbuk pada saat penyiapan obat. Tindakan ini tidak menjadi keliru
dengan peracikan karena dilakukan sesuai dengan instruksi pabrik. Sekali lagi,
pencampuran produk yang tersedia secara komersial dengan pelarut yang
kompatibel sesuai instruksi pabrik tidak diklasifikasikan sebagai peracikan dalam
bidang farmasi (Lam, 2011).
Seluruh produk racikan dapat dilihat kurang lebih sebagai obat yang
belum disetujui karena konten dan / atau formulasi menyimpang dari obat-obat
sejenis yang disetujui Food And Drug Administration (FDA). Hal ini
menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan dan keefektifan ketika mengubah
formulasi atau menggabungkan beberapa bahan. Jadi, disamping manfaat, produk
racikan juga membawa risiko yang melekat. Tanpa penelitian yang luas, pelatihan
peresepan untuk produk racikan bergantung terutama pada pertimbangan
profesional atau studi observasional yang tersedia dan laporan kasus. Namun,
potensi risiko tidak dapat diabaikan. Misalnya, banyak produk racikan digunakan
untuk populasi khusus seperti neonatus, pediatrik dan pasien geriatri dengan profil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
farmakokinetik dan farmakodinamik yang berbeda dengan orang dewasa normal
(Lam, 2011).
Dengan demikian, faktor klinis harus dievaluasi secara hati-hati sebelum
peresepan dan penyiapan obat. Agen sistemik seperti produk parenteral dan
inhalasi menimbulkan risiko kontaminasi mikroba yang lebih tinggi jika proses
peracikan tidak dilakukan dalam kondisi steril. Konsekuensinya dapat melibatkan
masalah kesehatan yang parah atau bahkan kematian (Lam, 2011).
D. Medication Error
Berbagai istilah dan definisi telah digunakan dalam penelitian medication
error selama 45 tahun terakhir. Dalam membandingkan studi, penting untuk
mencatat definisi yang digunakan. Pada masa lampau, istilah medication error
mengacu pada kesalahan administrasi obat (administration errors); hari ini; istilah
tersebut mengacu pada kesalahan-kesalahan pada setiap tahap proses penggunaan
obat Definisi medication error meliputi kesalahan dalam proses pemberian
perintah atau pemberian obat. Kesalahan dalam pemberian perintah untuk
pengobatan umumnya disebut dengan prescribing error (Cohen, 2007).
Menurut Kepmenkes Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004, medication
error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama
dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Terdapat 2
macam penggolongan untuk medication error, yaitu kategori error berdasarkan
dampak dan jenis-jenis medication error yang terjadi berdasarkan alur proses
pengobatan yang terjadi. Penggolongannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Tabel I. Indeks Medication Errors Untuk Kategori Error (Berdasarkan
Dampak) (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2008)
Errors Kategori Hasil
No error A Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya kesalahan
Error, no
harm
B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien
C Terjadi kesalahan dan obat sudah diminum/digunakan
pasien, tetapi tidak membahayakan pasien
D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat harus
dilakukan, tetapi tidak membahayakan pasien
Error,
harm
E
Terjadi kesalahan hingga terapi dan intervensi lanjut
diperlukan dan kesalahan ini memberikan efek yang
buruk yang sifatnya sementara
F
Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus
dirawat lebih lama di rumah sakit serta memberikan efek
buruk yang sifatnya sementara
G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk yang
bersifat permanen
H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa pasien
contoh syok anafilaktik
Error,
death
I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia
Keterangan :
Harm
Penurunan fungsi secara fisik, emosional, fisiologis atau struktur tubuh dan/atau
menghasilkan suatu rasa sakit.
Monitoring
Untuk mengobservasi atau melakukan pencatatan fisiologis yang relevan atau
tanda-tanda psikologis.
Intervensi
Dapat termasuk perubahan dalam terapi atau perawatan medis aktif. Hal ini juga
dapat berupa dukungan pada sistem kardiovaskuler dan respirasi (contoh : CPR,
intubasi, dll).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Tabel II. Jenis-jenis Medication Errors (Berdasarkan Alur Proses
Pengobatan) (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2008)
Tipe Medication Errors Keterangan
Unauthorized drug Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien padahal
diresepkan oleh bukan dokter yang berwenang
Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai
dengan yang dimaksud dalam resep
Wrong dose
preparation method
Penyiapan / formulasi atau pencampuran obat yang
tidak sesuai
Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara pemberian
yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di dalam
resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang
keliru yang tidak sesuai dengan yang tertera di resep
Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan,
mengabaikan penolakan pasien atau keputusan klinik
yang mengisyaratkan untuk tidak diberikan obat yang
bersangkutan
Extra dose Memberikan duplikasi obat pada waktu yang berbeda
Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah diberikan
secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang tidak
berkompeten
Wrong administration
technique
Menggunakan cara pemberian yang keliru termasuk
misalnya menyiapkan obat dengan teknik yang tidak
dibenarkan (misalkan obat i.m diberikan secara i.v)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian
atau diluar jadwal yang ditetapkan
Menurut JCAHO (cit; Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik,
2008) menetapkan tentang keamanan terhadap titik kritis dalam proses
manajemen obat : sistem seleksi (selection), sistem penyimpanan sampai
distribusi (storage, distribution), sistem permintaan obat, interpretasi dan
verifikasi (ordering and transcribing), sistem penyiapan, labelisasi/etiket,
peracikan, dokumentasi, penyerahan ke pasien disertai kecukupan informasi
(preparing dan dispensing), teknik penggunaan obat pasien (administration),
pemantauan efektifitas penggunaan (monitoring). Didalamnya termasuk sistem
kerjasama dengan tenaga kesehatan terkait baik kompetensi maupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
kewenangannya, sistem pelaporan masalah obat dengan upaya perbaikan,
informasi obat yang selalu tersedia, keberadaan apoteker dalam pelayanan, adanya
prosedur khusus obat dan alat yang memerlukan perhatian khusus karena dampak
yang membahayakan (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2008).
E. Fase Prescribing
Prescribing adalah proses yang dilakukan oleh seorang dokter, perawat
atau profesional yang terdaftar lainnya memberikan kewenangan penggunaan obat
atau pengobatan untuk pasien dan memberikan instruksi tentang bagaimana dan
kapan pengobatan tersebut harus digunakan. Meskipun istilah tersebut biasanya
mengacu pada perintah untuk pengobatan, konsep yang sama dapat mencakup tes
laboratorium, perawatan psikologis, dan usaha untuk membantu mengoptimalkan
kesehatan dan kesejahteraan (Anonim, 2012).
Peresepan (prescribing) obat-obatan merupakan keahlian penting yang
diperlukan oleh dokter. Untuk setiap keputusan peresepan, potensi manfaat perlu
diimbangi terhadap risiko yang membahayakan. Resep harus menggunakan
pengetahuan klinis dan keahlian improvisasi untuk menerapkan seperangkat
peraturan (misalnya kontra-indikasi, faktor risiko) untuk keputusan peresepan
tertentu. Tantangan peresepan telah meningkat seiring dengan pengembagan obat-
obat baru, dan pasien yang lebih tua dan sakit parah terobati (Anonim, 2012).
Peresepan obat dapat membantu orang tetap sehat atau mengelola kondisi
jangka panjang atau situasi darurat. Namun, seperti dengan komponen kesehatan
yang lain, resep juga memiliki kesalahan dan dapat menyebabkan hal-hal
berbahaya yang tidak diinginkan. Kesalahan pengobatan adalah salah satu isu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
keamanan pada pasien yang paling umum dan kesalahan peresepan (prescribing
errors) adalah salah satu jenis yang paling umum dari kesalahan pengobatan
(Anonim, 2012).
Prescribing errors dapat muncul dalam berbagai bentuk, tapi umumnya
melibatkan dosis yang tidak tepat, detail yang tidak terbaca atau perintah
pengobatan yang tidak tepat atau obat-obatan yang dapat berinteraksi dengan
pengobatan lain yang telah dijalani (Anonim, 2012).
Definisi prescribing error yaitu ketidaktepatan pemilihan obat
(berdasarkan indikasi, kontraindikasi, alergi-alergi yang diketahui, terapi
pengobatan yang sudah ada, dan faktor lainnya), dosis, bentuk sediaan, jumlah,
rute, konsentrasi, tingkat administrasi, atau instruksi-instruksi untuk penggunaan
produk obat yang diperintahkan atau diwenangkan oleh dokter (atau prescriber
yang sah); penulisan resep obat yang tidak terbaca atau perintah pengobatan yang
mengarah pada kesalahan yang mencapai pasien (American Society of Health-
System Pharmacists, 2014).
Beberapa jenis prescribing error dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel III. Jenis-Jenis Prescribing Error (General Medical Council, 2012)
No. Jenis Prescribing Error
1. Obat yang tidak perlu
2. Obat yang tidak tepat
3. Duplikasi
4. Kesalahan alergi
5. Kesalahan kontraindikasi
6. Kesalahan dosis / kekuatan obat
7. Kesalahan interaksi
8. Kesalahan formulasi
9. Kesalahan frekuensi
10. Kesalahan waktu pemberian obat
11. Ketidaklengkapan informasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
F. Fase Transcribing
Transcribing didefinisikan sebagai "tindakan dimana produk-produk obat
ditulis dari satu bentuk arah untuk diadmnistrasikan / diberikan pada yang lain.
Hal – hal ini termasuk surat perintah pengobatan, surat pengalihan, menyalin
grafik administrasi pengobatan pasien ke grafik baru, baik yang ditulis tangan atau
yang dihasilkan oleh komputer” (Manchester Community Health, 2011).
Tujuan dari farmasis yang bertugas sebagai transcriber yaitu untuk
memastikan obat ditulis penjelasannya / diartikan dengan benar dan aman dan
untuk memastikan bahwa para profesional lain yang bekerja di wilayah klinis
menyadari bahwa mereka mampu untuk melakukan transcribing dengan baik.
Transcriber mengambil tanggung jawab penuh untuk menuliskan penjelasan /
mengartikan pengobatan secara aman dan akurat, dan harus merasa percaya diri
untuk melakukannya (National Health Society, 2013).
Kebijakan dalam transcribing pengobatan adalah sebagai berikut :
1. Tidak ada pengobatan baru yang dapat diresepkan dibawah kebijakan ini.
2. Farmasis mengambil tanggung jawab penuh untuk menulis penjelasan /
mengartikan pengobatan secara aman dan akurat, dan harus merasa percaya
diri unutk melakukannya.
3. Obat-obat terkontrol, insulin, warfarin, sitotoksik and dan obat-obat lain yang
dipertimbangkan dengan resiko tinggi harus ditulis penjelasannya / diartikan
hanya pada saat transcriber secara penuh yakin bahwa pengobatan ini tidak
berbahaya bagi pasien jika diadministrasikan dan lingkup pengobatan ini
berada dalam area kompetensi mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
4. Pengobatan tidak boleh ditulis penjelasan / diartikan apabila:
a. Detail terkait dengan obat tidak terbaca, tidak jelas, rancuh dan tidak
lengkap.
b. Pasien membantah / memperdebatkan tentang bukti-bukti yang tertulis
c. Obat-obat tersebut dinilai dikontraindikasikan oleh kondisi medis pasien
atau dimana interaksi obat atau permasalahan lain tercatat.
d. Dirasakan bahwa obat berkontribusi pada alasan-alasan tertentu untuk
diberikan pada pasien, dokter perlu diinformasikan (National Health
Society, 2013).
G. Faktor Penyebab Medication Error
Kesalahan kadang-kadang dapat terjadi ketika dokter memerintahkan
obat baru atau ketika ada perubahan dosis obat yang telah diambil pasien. Hal ini
bisa terjadi karena beberapa nama obat mungkin sound-alike / terdengar mirip
(ketika penulis resep melakukan peresepan) atau look-alike / terlihat mirip (ketika
apoteker membaca tulisan tangan pada resep atau mengambil obat yang salah dari
rak obat) (Institute for Safe Medication Practices, 2004).
Penyebab medication error berbasis sistem dapat langsung ditelusuri
pada kelemahan atau kegagalan dalam elemen-elemen kunci dibawah ini.
1. Informasi pasien. Untuk memandu terapi obat yang tepat, penyedia layanan
kesehatan membutuhkan demografi dan informasi klinis yang tersedia
(seperti usia, berat badan, alergi, diagnosis, dan status kehamilan) dan
informasi monitoring pasien (seperti nilai-nilai laboratorium dan tanda-tanda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
vital) yang mengukur dampak obat dan proses-proses yang mendasari
penyakit pasien.
2. Informasi obat. Untuk meminimalkan risiko kesalahan, persediaan obat harus
dikontrol dalam beberapa cara, dan informasi obat yang up-to-date harus siap
dan dapat diakses untuk sistem perawatan kesehatan, catatan administrasi
pengobatan pasien dan profil pasien, dan kegiatan klinis rutin oleh apoteker
dalam daerah pengobatan pasien atau apotek.
3. Komunikasi yang terkait dengan pengobatan. Karena kegagalan komunikasi
adalah pusat dari banyak kesalahan, organisasi perawatan kesehatan harus
meningkatkan kerja sama tim kolaboratif, menghilangkan hambatan
komunikasi antara penyedia layanan kesehatan, dan standarisasi cara-cara
pemberian perintah dalam peresepan dan informasi obat lainnya
dikomunikasikan untuk menghindari salah penafsiran.
4. Pelabelan, pengemasan, dan tata nama obat. Untuk memudahkan identifikasi
dan penggunaan obat-obatan, perusahaan produk, lembaga peraturan, dan
organisasi perawatan kesehatan, terutama apotek, harus memastikan bahwa
semua obat disediakan dalam wadah dan diberi label dengan jelas, termasuk
pengemasan unit dosis untuk penggunaan institusi, dan harus mengambil
langkah-langkah untuk mencegah kesalahan seperti nama-nama obat yang
terlihat mirip (look-alike) dan terdengar mirip (sound-alike), kemasan obat
yang rancuh, dan label obat yang membingungkan atau tidak ada.
5. Standarisasi, penyimpanan dan distribusi obat. Banyak kesalahan dapat
dicegah dengan membatasi akses terhadap obat yang berisiko tinggi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
bahan kimia berbahaya, dan mendistribusikan atau memyalurkan obat dari
apotek secara tepat waktu. Bila mungkin, organisasi perawatan kesehatan
harus menggunakan produk obat yang tersedia secara komersial daripada obat
peracikan. Di rumah sakit, penggunaan larutan intravena komersial disiapkan
dan konsentrasi standar dapat meminimalkan proses yang rawan kesalahan
seperti penyiapan campuran IV dan perhitungan dosisnya di bagian farmasi.
6. Perangkat pengiriman dan penerimaan pengobatan, penggunaan, dan
monitoring. Desain perangkat pengiriman obat tertentu memfasilitasi, bukan
menghalangi, medication error. Organisasi perawatan kesehatan harus
menilai keamanan perangkat sebelum pembelian, pastikan perlindungan
terhadap keamanan-kegagalan yang tepat, dan memerlukan
ketidakbergantungan pada proses pemeriksaan ulang dimana kesalahan dapat
membahayakan pasien secara serius.
7. Faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan seperti kurangnya
pencahayaan, ruang kerja berantakan, kebisingan, gangguan, ketajaman
pasien yang tinggi, dan aktivitas nonstop dapat berkontribusi pada kesalahan
jika faktor-faktor tersebut menghambat kemampuan penyedia layanan
kesehatan untuk tetap fokus pada penggunaan obat. Kurangnya staff dan
beban kerja yang berlebihan dalam banyak organisasi perawatan kesehatan
saat ini membuat potensi untuk berbagai kesalahan terjadi.
8. Kompetensi dan edukasi staff. Meskipun pendidikan bagi staff sendiri adalah
sebuah pendekatan cukup untuk pengurangan kesalahan, hal ini dapat
memainkan peran penting bila dikombinasikan dengan strategi pengurangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
kesalahan berbasis sistem. Kegiatan yang paling efektif meliputi penilaian
berkelanjutan dari kompetensi dasar penyedia perawatan kesehatan dan
pendidikan tentang obat baru, obat non formularium, obat dengan peringatan
tinggi, dan pencegahan kesalahan.
9. Edukasi pasien. Pasien dapat memainkan peran penting dalam mencegah
kesalahan jika mereka telah diberikan edukasi tentang pengobatan mereka
dan didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban yang
memuaskan. Pasien yang mengetahui nama dan dosis obat mereka, alasan
untuk mengambil masing-masing obat, bagaimana obat-obat tersebut harus
dikonsumsi, bagaimana bentuk obat-obat tersebut, dan bagaimana obat-obat
tersebut bekerja, semua hal tersebut berada dalam posisi yang sangat baik
untuk membantu meminimalkan kemungkinan kesalahan. Penyedia layanan
kesehatan tidak hanya harus mengajarkan pasien bagaimana melindungi diri
dari kesalahan-kesalahan pengobatan tetapi juga meminta masukan dari
mereka dalam inisiatif peningkatan kualitas dan keamanan.
10. Kualitas proses dan manajemen resiko. Organisasi perawatan kesehatan,
termasuk apotek masyarakat, dan apotek layanan antar, membutuhkan sistem
untuk mengidentifikasi, pelaporan, analisis, dan mengurangi risiko kesalahan
pengobatan. Budaya yang tidak menghukum untuk keamanan harus
diusahakan untuk mendorong pengungkapan kesalahan dengan jujur dan
kejadian yang mendekati kesalahan, memacu diskusi yang produktif, dan
mengidentifikasi solusi berbasis sistem yang efektif. Pengecekan kontrol
kualitas yang diletakkan di tempat strategis diperlukan. Kelebihan sederhana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
yang mendukung sistem yang tidak bergantung pada pemeriksaan ulang
untuk obat peringatan tinggi dan proses yang rawan kesalahan dapat
mempromosikan deteksi dan koreksi kesalahan sebelum kesalahan mencapai
dan membahayakan pasien (Cohen, 2007).
Atas dasar sistem-sistem kunci ini, penyebab medication error dapat
dirangkum sebagai berikut :
1. Kurangnya informasi tentang pasien
2. Kurangnya informasi tentang obat
3. Kegagalan komunikasi dan kerjasama
4. Label dan kemasan obat yang tidak jelas, tidak ada, atau terlihat mirip (look-
alike) dan nama-nama obat yang terlihat mirip (look-alike) dan terdengar
mirip (sound-alike) yang membingungkan
5. Standarisasi, penyimpanan, dan distribusi obat yang tidak aman
6. Perangkat pengiriman obat-obatan yang tidak standar, cacat, atau tidak aman
7. Faktor-faktor lingkungan dan pola staff yang tidak mendukung keamanan
8. Orientasi staf, pendidikan yang masih berjalan, pengawasan, dan validasi
kompetensi yang tidak memadai
9. Edukasi pada pasien yang tidak memadai tentang pengobatan dan kesalahan
pengobatan (medication error)
10. Kurangnya budaya yang mendukung keamanan, kegagalan untuk belajar dari
kesalahan, dan kegagalan atau tidak adanya strategi pengurangan kesalahan
(Cohen, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
H. Cara Mengatasi Medication Error
Beberapa kunci untuk mencegah medication error adalah sebagai berikut
1. Edukasi Pasien
Para profesional bidang kesehatan harus menyediakan edukasi pasien yang
memadai tentang penggunaan pengobatan yang tepat sebagai bagian dari
program pencegahan kesalahan (error). Edukasi yang tepat memberdayakan
pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan kesehatan mereka dan
melindungi terhadap kesalahan-kesalahan. Beberapa contoh instruksi untuk
pasien yang dapat membantu mencegah medication error adalah :
a. Mengetahui nama dan indikasi dari obat-obat yang digunakan
b. Membaca lembar informasi pengobatan yang disediakan oleh farmasis
c. Mengecek tanggal kadaluarsa dari obat-obatan yang digunakan dan
buang obat-obat yang sudah kadaluarsa
d. Mempelajari tentang penyimpanan obat yang tepat
e. Menjaga obat-obatan jauh dari jangkauan anak-anak
f. Mempelajari tentang interaksi obat-obat yang potensial dan peringatan-
peringatan yang tertera (The Academy of Managed Care Pharmacy,
2010).
Tanggung jawab untuk mencegah kesalahan pengobatan tidak hanya
terletak pada para profesional bidang kesehatan dan sistem perawatan kesehatan,
tapi juga pada pasien itu sendiri. Dengan mendapat informasi tidak hanya tentang
nama-nama obat yang digunakan, tetapi juga alasan obat-obat tersebut digunakan,
waktu obat-obat tersebut harus diberikan dan dosis yang tepat, pasien dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
bertindak sebagai pemeriksaan akhir dalam sistem. Praktek dalam membawa
daftar obat yang terus update dapat sangat berharga, salah satunya dalam keadaan
darurat. Hal ini mengurangi kesempatan terjadinya miskomunikasi atau informasi
yang salah. Ketika pasien mengambil peran aktif dalam mendapat informasi
dalam perawatan kesehatannya, banyak kesalahan dapat dicegah (The Academy
of Managed Care Pharmacy, 2010).
2. Teknologi Elektronik
a. Electronic Prescription Record
Electronic prescription record (EPR) berisi semua data secara hukum yang
diperlukan untuk mengisi, melabel, mengeluarkan dan / atau mengajukan
permohonan pembayaran untuk resep. Apoteker menggunakan catatan
tersebut sebagai alat untuk mengurangi kesalahan pengobatan dengan
menjaga terhadap interaksi obat, duplikasi terapi dan kontraindikasi obat.
EPR juga dapat membantu mengurangi kesalahan medis dengan membantu
apoteker memonitor dan pemanfaatan pemeriksaan dan dengan
memfasilitasi komunikasi antara penyedia layanan kesehatan untuk
meningkatkan perawatan pasien. Dalam waktunya, sistem perawatan
kesehatan yang dikelola akan menghubungkan EPR dengan sistem
pencatatan medis lainnya, memudahkan prescriber untuk langsung
mengirimkan resep ke apotek yang dipilih pasien. Integrasi pada seluruh
apotek pasien dan rekam medis akan meningkatkan pelayanan kesehatan
melalui proses manajemen pasien secara menyeluruh, termasuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
pengurangan medication error (The Academy of Managed Care Pharmacy,
2010).
b. Electronic DUR
Karena teknologi dari electronic prescription record (EPR), apoteker
mampu melakukan drug utilization review (DUR) secara online. Proses
DUR secara online memungkinkan apoteker untuk melakukan peninjauan
perintah peresepan pada saat resep tersebut diberikan untuk mengisi dan
secara proaktif menyelesaikan masalah obat-pasien potensial seperti
interaksi obat-obat, penggunaan berlebihan, penggunaan kurang dan alergi
obat. Teknologi ini memungkinkan apoteker untuk menilai peresepan pada
saat meracik dan, dengan menggunakan informasi catatan medis / farmasi
pasien, menentukan kesesuaian terapi obat yang diresepkan. Isu-isu
keamanan obat yang umumnya dibahas dalam proses DUR secara online
termasuk hal-hal berikut :
1. Kontraindikasi obat-penyakit
2. Interaksi obat-obat
3. Dosis obat yang tidak tepat
4. Durasi pengobatan yang tidak tepat
5. Interaksi obat-alergi
6. Penyalahgunaan klinis (The Academy of Managed Care Pharmacy,
2010).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Berdasarkan The Medication Errors Panel (2007), keempat proses kunci
yang dipercaya dapat dirancang dengan lebih baik untuk mengurangi dan
mencegah medication error yaitu hal-hal yang berkaitan dengan:
1. Transkripsi dan transmisi resep (yaitu metode resep digunakan untuk
mendokumentasikan urutan resep dan berkomunikasi ke apotek di mana
dokumen tersebut akan diisi).
2. Edukasi pasien mengenai tujuan pengobatan, penggunaan efektif obat, dan
pemantauan tanda-tanda dan gejala yang mungkin mengindikasikan
keberhasilan atau toksisitas dalam pengobatan.
3. Insentif penyedia layanan kesehatan yang dapat mempengaruhi penyedia
layanan kesehatan secara langsung maupun tidak langsung dalam mengejar
perilaku-perilaku yang dirancang untuk mengurangi medication error.
4. Pelatihan dan lisensi penyedia layanan kesehatan yang dapat mendorong
pemahaman yang lebih baik antara penyedia layanan kesehatan tentang
keseriusan permasalahan medication error dan perilaku-perilaku yang perlu
diadopsi yang akan mengurangi kejadian medication error.
I. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui informasi tentang kejadian
medication error yang terjadi dalam peresepan obat racikan, khususnya pada fase
prescribing dan transcribing yang terjadi di empat apotek di Kabupaten Sleman
pada bulan Februari dan Maret 2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan
rancangan penelitian prospektif. Desain penelitian ini berupa studi kasus, dimana
studi kasus merupakan suatu kajian yang detil tentang suatu setting atau suatu
subjek tunggal, atau satu kumpulan dokumen tunggal, atau suatu kejadian tertentu
(Wahab, 2011).
Studi kasus adalah desain penelitian yang sangat fleksibel, yang
memungkinkan peneliti untuk menetapkan karakteristik yang holistik terhadap
kejadian hidup yang riil sambil meneliti kejadian-kejadian empirik (Wahab,
2011).
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Medication Error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian
obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang dapat dicegah.
2. Fase prescribing merupakan fase yang dimulai dengan dilakukannya
penyerahan resep obat yang diserahkan oleh pasien kepada apoteker.
Prescribing error adalah obat diresepkan secara keliru atau perintah yang
diberikan secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang tidak berkompeten.
Kesalahan yang terjadi pada fase prescribing dikategorikan sebagai prescribing
error. Prescribing error dapat berupa kesalahan pada dosis obat dan aturan
pakai (wrong dose), interaksi obat dan kontraindikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
3. Fase transcribing merupakan fase yang dimulai dengan penerimaan resep obat
oleh pihak apotek sampai skrining resep obat tersebut selesai dilaksanakan.
Kesalahan pada fase transcribing dapat berupa improper dose / quantity dan
juga kegagalan dalam mengantisipasi kesalahan pada fase prescribing. Hal-hal
yang berpotensi menimbulkan medication error pada fase transcribing dilihat
dari kelengkapan persyaratan administratif resep tersebut. Improper dose /
quantity adalah dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai dengan yang
dimaksud dalam resep.
4. Resep racikan merupakan suatu resep yang memerlukan keahlian seorang
farmasis utuk mengubah satu atau lebih jenis obat menjadi bentuk sediaan yang
baru atau dosis yang baru. Rekonstitusi adalah prosedur pencampuran suatu
produk obat dengan pelarut yang sesuai berdasarkan instruksi dari pihak
manufaktur obat dan prosedur ini tidak tergolong sebagai prosedur peracikan.
C. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah apoteker dan asisten apoteker yang
berada di empat apotek yang telah ditentukan di wilayah Kabupaten Sleman yang
bertugas dalam membaca dan melayani resep racikan yang diterima.
D. Bahan Penelitian
Bahan pada penelitian ini adalah resep racikan yang dilayani di empat
apotek yang telah ditentukan oleh peneliti sebelumnya yang tersebar di wilayah
Kabupaten Sleman selama bulan Februari dan Maret 2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
E. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari dan Maret 2014.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di empat apotek yang tersebar di wilayah Kabupaten
Sleman, yaitu di setiap cluster area yang akan dibagi oleh peneliti. Penelitian
dilakukan di 2 apotek pertama pada bulan Februari 2014 dan 2 apotek
berikutnya pada bulan Maret 2014.
F. Teknik Pengambilan Data
Data resep racikan yang masuk di apotek-apotek yang telah ditentukan
pada bulan Februari dan Maret 2014 akan diambil dan selanjutnya diteliti error
yang terjadi pada fase prescribing terkait dengan jenis medication error yang
terjadi dengan menggunakan buku-buku referensi yang digunakan sebagai acuan
dalam menganalisis kesalahan yang terjadi. Hal-hal yang berpotensi menimbulkan
medication error khususnya pada fase transcribing dilihat melalui kelengkapan
persyaratan administratif yang terdapat pada masing-masing resep.
Observasi secara langsung dilakukan dengan menggunakan metode
accidental sampling di apotek setempat, juga dilakukan wawancara terstruktur
kepada apoteker dan asisten apoteker yang bertugas dalam membaca resep racikan
untuk mengetahui error yang terjadi pada fase transcribing.
Metode accidental sampling dipilih karena peneliti dalam hal ini tidak
dapat mengamati seluruh proses pelayanan resep racikan yang ada di apotek-
apotek tersebut. Data yang akan dibahas merupakan data mengenai proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
pelayanan resep racikan yang teramati pada kurun waktu bulan Februari dan
Maret 2014 di apotek-apotek yang menjadi lokasi penelitian.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian kali ini antara lain adalah
lembar observasi yang digunakan dalam mengamati kejadian yang terjadi pada
fase transcribing, serta pedoman wawancara yang digunakan untuk melakukan
wawancara terstruktur pada apoteker dan asisten apoteker sebagai data pendukung
dalam mengetahui error yang terjadi pada fase transcribing dan lembar informed-
consent yang digunakan untuk menyatakan kesediaan apoteker / asisten apoteker
untuk ikut terlibat dalam penelitian ini.
H. Tata Cara Penelitian
Studi kasus yang dilakukan pada penelitian ini difokuskan pada kejadian
medication error dan dalam menganalisis kejadian medication error, penelitian
ini terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu penelitian terhadap fase prescribing
dan fase transcribing. Pada fase prescribing akan dilakukan analisis terhadap data
resep racikan yang diterima di apotek-apotek yang telah ditentukan untuk menjadi
lokasi penelitian.
Penelitan pada fase transcribing dilakukan melalui observasi secara
langsung terhadap proses pelayanan resep racikan yang ada di apotek-apotek
tersebut dan wawancara terstruktur pada apoteker dan asisten apoteker yang
bertugas dalam melayani resep racikan tersebut. Kesalahan-kesalahan pada fase
transcribing dapat diketahui pada saat pembacaan dan skrining resep yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
dilakukan oleh apoteker atau asisten apoteker, juga melalui wawancara terstruktur
baik pada apoteker maupun asisten apoteker.
Wawancara terstruktur dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor
penyebab terjadinya medication error pada fase transcribing dan cara-cara yang
dapat digunakan untuk mengatasinya.
Penelitian dilakukan di 4 apotek yang tersebar di Kabupaten Sleman.
Selama bulan Februari 2014, peneliti melakukan pengambilan data resep racikan
di 2 apotek yang telah dipilih, dan pengambilan data selanjutnya dilakukan selama
bulan Maret 2014 di 2 apotek selanjutnya.
1. Observasi awal
Observasi awal dilakukan dengan melakukan analisis situasi di Dinas
Kesehatan Kabupaten Sleman untuk mengetahui populasi resep racikan yang ada
di wilayah tersebut. Langkah selanjutnya adalah mencari dan menentukan apotek-
apotek yang berada di masing-masing cluster area pada wilayah Kabupaten
Sleman yang akan digunakan oleh peneliti sebagai lokasi penelitian.
2. Permohonan izin dan kerjasama
Permohonan izin untuk penelitian ditujukan kepada pengelola apotek
setempat melalui proposal yang diajukan. Permohonan ijin selanjutnya ditujukan
kepada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten
Sleman dan Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk memperoleh ethical
clearence. Permohonan ijin ini dilakukan untuk memenuhi etika penelitian dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
selanjutnya peneliti bersiap untuk mengambil data di apotek-apotek yang telah
ditentukan.
3. Pengambilan Data
Peneliti membagi wilayah kabupaten Sleman menjadi 4 cluster area dan
pembagian culster area berdasarkan pada karakterisitk sumberdaya yang ada di
Kabupaten Sleman.
Gambar 3. Peta Kabupaten Sleman (Pemerintah Kabupaten Sleman, 2013)
Berdasarkan karakteristik sumberdaya yang ada, wilayah Kabupaten
Sleman terbagi menjadi 4 wilayah, yaitu :
a. Kawasan lereng Gunung Merapi, dimulai dari jalan yang menghubungkan
kota Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan (ringbelt) sampai dengan puncak
gunung Merapi. Wilayah ini merupakan sumber daya air dan ekowisata yang
berorientasi pada kegiatan gunung Merapi dan ekosistemnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
b. Kawasan Timur yang meliputi Kecamatan Prambanan, sebagian
Kecamatan Kalasan dan Kecamatan Berbah. Wilayah ini merupakan tempat
peninggalan purbakala (candi) yang merupakan pusat wisata budaya dan daerah
lahan kering serta sumber bahan batu putih.
c. Wilayah Tengah yaitu wilayah aglomerasi kota Yogyakarta yang meliputi
Kecamatan Mlati, Sleman, Ngaglik, Ngemplak, Depok dan Gamping. Wilayah ini
merupakan pusat pendidikan, perdagangan dan jasa.
d. Wilayah Barat meliputi Kecamatan Godean, Minggir, Seyegan dan
Moyudan merupakan daerah pertanian lahan basah yang tersedia cukup air dan
sumber bahan baku kegiatan industri kerajinan mendong, bambu serta gerabah
(Pemerintah Kabupaten Sleman, 2013).
Berdasarkan karakteristik yang telah dijelaskan diatas, maka peneliti
membagi wilayah Kabupaten Sleman menjadi 4 cluster area dan dari satu cluster
area, nantinya akan dipilih satu apotek yang akan dijadikan lokasi penelitian yang
dianggap mewakili cluster area tersebut. Keempat cluster area yang dimaksud
yaitu:
a. Cluster utara terdiri dari kecamatan Tempel, Turi, Pakem, Cangkringan
b. Cluster selatan terdiri dari kecamatan Sleman, Mlati, Ngaglik, Depok,
Ngemplak, Gamping
c. Cluster barat terdiri dari kecamatan Godean, Minggir, Seyegan, Moyudan
d. Cluster timur terdiri dari kecamatan Prambanan, Kalasan, Berbah
Cluster sampling merupakan proses penarikan sampel secara acak pada
kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara alamiah, misalnya berdasar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
wilayah (kodya, kecamatan, kelurahan, dst.) Cara ini sangat efisien bila populasi
tersebar luas sehingga tidak mungkin untuk membuat seluruh daftar populasi
tersebut (Sastroasmoro dan Ismael, 2010).
Keuntungan metode cluster sampling antara lain yaitu metode ini
merupakan salah satu metode yang ekonomis, dapat menghemat biaya untuk
jumlah sampel yang besar. Kerugian metode ini antara lain yaitu tidak dapat
keberagaman yang terdapat dalam suatu komunitas (cluster) dan standar error
yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan desain sampling yang lain dengan
jumlah sampel yang sama besar (Ahmed, 2009).
a. Data resep racikan
Data yang diambil berupa data resep racikan yang masuk pada bulan
Februari dan Maret 2014, selanjutnya data yang telah didapat akan diteliti dengan
menggunakan buku acuan yang telah ditentukan untuk menganalisis peresepan
obat dan untuk mengetahui jenis error yang terjadi pada fase prescribing.
b. Data wawancara terstruktur
Dilakukan observasi dengan metode accidental sampling untuk
mengetahui error yang terjadi pada fase transcribing. Selanjutnya dilakukan
wawancara terstruktur pada apoteker dan asisten apoteker yang bertugas dalam
melayani resep racikan yang diterima di apotek-apotek tersebut. Jumlah minimal
apoteker dan asisten apoteker yang akan diwawancarai yaitu masing-masing satu
orang apoteker dan satu orang asisten apoteker untuk mewakili satu apotek.
Apoteker dan asisten apoteker terlebih dahulu diberikan penjelasan terkait dengan
wawancara terstruktur yang akan dilakukan, setelah itu menandatangani lembar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
informed-consent untuk menyatakan kesediaannya dalam berpartisipasi pada
penelitian ini.
Apoteker dan asisten apoteker yang tidak bersedia untuk menandatangani
lembar informed-consent tidak akan diwawancarai dan terdapat dua apoteker yang
tidak bersedia diwawancarai dari empat apotek tersebut. Wawancara terstrukur
dilakukan untuk mengetahui pandangan dari pihak apoteker maupun apoteker
mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya medication error yang terjadi pada
fase transcribing serta cara-cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kesalahan
tersebut.
4. Pengolahan data
a. Data resep racikan
Data resep racikan yang diperoleh kemudian akan dijabarkan dan
dievaluasi satu per satu meliputi data kelengkapan persyaratan administratif yang
terdapat pada resep tersebut dan kejadian medication error yang terjadi selama
proses pelayanan resep racikan tersebut.
b. Data wawancara tersruktur
Hasil wawancara terstruktur yang didapatkan dari apoteker dan asisten
apoteker yang berada di apotek-apotek tersebut akan ditampilkan dalam bentuk
tabel dan detail mengenai pertanyaan dan jawaban yang didapatkan dari pihak
apoteker dan asisten apoteker akan dipaparkan dalam bagian lampiran.
I. Analisis Hasil
Data yang diperoleh akan dibahas dalam bentuk uraian dan dalam bentuk
tabel atau gambar diagram secara deskriptif. Data akan dibagi dalam beberapa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
kelompok, kemudian dilakukan penghitungan jumlah kejadian setiap kelompok
dan penyebab kejadian, kemudian dihitung persentase dari masing-masing
kejadian medication error yang ada, baik pada fase prescribing maupun pada fase
transcribing.
Analisis prescribing error dilakukan pada seluruh data resep racikan
yang didapatkan dengan menggunakan beberapa buku acuan seperti Drug
Information Handbook (DIH) 20th edition oleh Lacy, Amstrong, Goldman, dan
Lance (2011), Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI) oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan (2008), MIMS Indonesia edisi 12 oleh Pramudianto
dan Ebaria (2012), Martindale the Complete Drug Reference 36th edition oleh
Sweetman (2009) dan Stockley Drug’s Interaction 9th
edition oleh Baxter (2010).
Analisis transcribing error dilakukan berdasarkan pada hasil observasi
yang telah didapatkan oleh peneliti pada proses pelayanan resep racikan yang
teramati di apotek-apotek yang menjadi lokasi penelitan selama bulan Februari
dan Maret 2014. Kemudian dibahas data wawancara terstruktur yang telah
dilakukan pada para apoteker maupun asisten apoteker untuk mengetahui faktor-
faktor penyebab terjadinya medication error pada fase transcribing dan cara yang
dapat digunakan untuk mengatasi error tersebut.
J. Keterbatasan Penelitian.
Peneliti memutuskan untuk tidak melakukan pemilihan secara random
dan melakukan pemilihan secara langsung pada apotek yang akan dijadikan lokasi
penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa penyebaran pelayanan resep di
wilayah Kabupaten Sleman tidak merata sehingga terdapat apotek-apotek yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
melayani resep dalam jumlah yang sangat banyak dan apotek-apotek yang
melayani resep dalam jumlah yang sangat sedikit.
Dalam pemilihan apotek secara langsung oleh peneliti, peneliti memilih
apotek-apotek besar dengan jumlah pelayanan resep yang cukup banyak. Namun
sebagian besar pihak apotek yang awalnya menjadi target peneliti sebagai lokasi
penelitian tidak dapat menerima peneliti untuk melaksanakan penelitian di tempat
tersebut. Pada akhirnya, apotek yang dijadikan lokasi penelitian hanyalah apotek
yang bersedia menerima peneliti untuk melaksanakan penelitian pada kurun
waktu yang telah ditetapkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai Medication Error dalam fase Prescribing dan
Transcribing pada Resep Racikan (Studi Kasus di Empat Apotek di Kabupaten
Sleman) dilakukan dengan mengambil data resep racikan yang ada selama kurun
waktu tersebut, melakukan pengamatan secara langsung pada fase transcribing
pada resep racikan yang ada di empat apotek tersebut dan melakukan wawancara
terstruktur dengan para apoteker dan asisten apoteker yang ada.
Berdasarkan data-data yang diperoleh, total jumlah resep racikan yang
didapat pada empat apotek yang ada di wilayah Sleman tersebut adalah 34 resep
racikan dengan rincian 17 resep racikan didapat pada bulan Februari dan
selebihnya didapat pada bulan Maret 2014. Dari jumlah 34 resep racikan, terdapat
17 pelayanan resep racikan yang teramati oleh peneliti dalam kurun waktu
tersebut.
A. Pola Peresepan Obat
Berdasarkan data resep racikan yang telah diperoleh di apotek-apotek di
Kabupaten Sleman bulan Februari dan Maret 2014, maka obat-obat yang diterima
pasien dapat dikelompokkan menjadi 11 golongan obat. Dari total 34 resep
racikan, akan ditampilkan jumlah dan persentase resep yang mencantumkan
golongan-golongan obat tersebut. Detail obat-obat yang terdapat pada masing-
masing resep dapat dilihat pada bagian lampiran. Hasilnya dapat dilihat pada tabel
berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Tabel IV. Golongan Obat pada Resep Racikan yang Diterima oleh
Pasien di Empat Apotek di Kabupaten Sleman
No Golongan Obat Jumlah resep Persentase
1 Mukolitik 5 14,7 %
2 Vitamin dan Mineral 2 5,9 %
3 Anti Histamin 9 26,5 %
4 Anti Bakteri 6 17,6 %
5 Kortikosteroid 23 67,6 %
6 Anti Asma dan Bronkodilator 10 29,4 %
7 Kromoglikat dan antagonis
reseptor leukotrien 1
2,9 %
9 Anti Virus 1 2,9 %
10 Anti Jamur 8 23,5 %
11 Anti Skabies 2 5,9 %
Total Resep 34
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa persentase penggunaan
kortikosteroid memiliki nilai tertinggi, yaitu sebesar 67,6 % dengan proposi resep
racikan yang menggunakan kortikosteroid sebanyak 23 resep (lampiran).
Sedangkan obat-obat lain yang juga masih sering diresepkan merupakan golongan
obat anti asma, anti histamin dan anti jamur dengan persentase masing-masing
sebesar 29,4 % dengan proporsi resep sebanyak 10 resep, 26,5 % dengan proporsi
resep sebanyak 9 resep, dan 23,5 % dengan proporsi resep sebanyak 8 resep
(lampiran). Dari hasil yang telah didapat diatas, maka diperlukan perhatian khusus
terhadap penggunaan obat-obat kortikosteroid dikarenakan jumlah
penggunaannya yang paling tinggi.
B. Angka Kejadian Medication Error
1. Fase Prescribing
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dari total 34 resep
racikan yang diterima di apotek-apotek di Kabupaten Sleman pada bulan Februari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
dan Maret 2014 terdapat 17 kejadian medication error yang terdeteksi pada fase
prescribing, yaitu pada resep 1, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 28, 29, 30, 31,
32, 33, 34 sehingga angka kejadiannya sebesar 17 error dari 34 resep racikan.
Detailnya dapat dilihat pada bagian lampiran.
Gambar 4. Persentase Angka Kejadian Medication Error Fase Prescribing
yang terjadi pada pelayanan resep racikan di empat apotek di Kabupaten
Sleman bulan Februari dan Maret 2014
Berdasarkan hasil diatas, dapat dilihat bahwa persentase angka kejadian
medication error pada fase prescribing yaitu sebesar 50 % dengan jumlah resep
yang mengalami error sebanyak 17 resep racikan dari total 34 resep racikan yang
diterima di empat apotek Kabupaten Sleman bulan Februari dan Maret 2014.
Detail kesalahan pada resep-resep tersebut akan dibahas lebih lanjut dan dapat
dilihat pada bagian lampiran.
2. Fase Transcribing
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan selama bulan Februari dan
Maret 2014 di apotek-apotek yang berada di Kabupaten Sleman, terdapat 17
0
5
10
15
20
25
30
Error No Error
50 % 50 %
Jum
lah
Res
ep
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
pelayanan resep racikan yang teramati oleh peneliti. Dari total 17 pengamatan
tersebut terdapat 10 kejadian medication error, yaitu pada resep 19, 21, 22, 23,
26, 28, 30, 31, 32, 33 sehingga angka kejadiannya sebesar 10 error dari 17
pengamatan.
Gambar 5. Persentase Angka Kejadian Medication Error Fase Transcribing
yang terjadi pada pelayanan resep racikan di empat apotek di Kabupaten
Sleman bulan Februari dan Maret 2014
Dari hasil di atas dapat dilihat nilai persentase angka kejadian medication
error pada fase transcribing sebesar 59 % dengan jumlah kejadian error yang
teramati yaitu sebesar 10 pelayanan resep racikan dari total 17 pelayanan resep
racikan yang teramati di empat apotek di Kabupaten Sleman bulan Februari dan
Maret 2014. Detail obat-obat dan jenis kesalahan yang terdapat pada resep-resep
dapat dilihat pada bagian lampiran.
Hasil studi yang telah dilakukan sebelumnya dalam penelitian yang
berjudul “Evaluation of medication error incidence rate in medical ICU of Shahid
Faghihi hospital” oleh Fereidooni dan Vazin (2012) mengungkapkan bahwa
dalam 307 dosis yang diamati, 245 medication errors (79.8 %) teridentifikasi
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Error No Error
59 %
41 %
Jum
lah
Pen
gam
atan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
(53.1 administration errors, 24.1 % prescription errors dan 2.6 % transcription
errors). Ini semua menunjukkan bahwa kasus medication error masih banyak
terjadi, baik di apotek maupun rumah sakit.
C. Jenis Medication Error
1. Fase Prescribing
Analisis prescribing error dalam kasus ini dapat digolongkan menjadi 3
bagian yaitu wrong dose, interaksi obat dan kontraindikasi. Berdasarkan hasil
yang telah didapat, ditemukan 17 kejadian prescribing error dari total 34 resep
racikan yang dianalisis dengan 4 kejadian wrong dose pada resep 17, 26, 28, 29
dengan angka kejadian sebesar 4 dari 34 resep racikan. Berikutnya 5 kejadian
interaksi obat yaitu pada resep 1, 19, 23, 30, 32 dengan angka kejadian sebesar 5
dari 34 resep racikan dan 8 kejadian kontraindikasi yaitu pada resep 16, 20, 21,
22, 24, 31, 33, 34 dengan angka kejadian sebesar 8 dari 34 resep racikan. Detail
kesalahannya dapat dilihat pada bagian lampiran. Persentase angka kejadiannya
dapat dilihat pada diagram dibawah ini:
Gambar 6. Persentase Kejadian Prescribing Error Pada Resep Racikan di
Empat Apotek di Kabupaten Sleman Bulan Februari dan Maret 2014
12%
15%
23%
50%
Wrong dose
Interaksi Obat
Kontraindikasi
No error
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
a. Wrong Dose
Kejadian wrong dose merupakan kejadian adanya ketidaktepatan dosis
maupun aturan pakai dalam peresepan obat. Kejadian ini terdeteksi pada 4 resep,
yaitu resep 17, 26, 28 dan 29. Resep 17 terdiri obat Rhinofed yang berisi
pseudoephedrine 30 mg dan terfenadin 40 mg, Intidrol® yang berisi methyl
prednisolone 4 mg sebagai kortikosteroid dan Mucohexin® yang berisi
bromhexine sebagai mucolytic.
Berdasarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (2008), dosis
terfenadin yang dianjurkan untuk anak usia 3-6 tahun adalah 15 mg 2 kali sehari
dengan total dosis sehari 30 mg.
Pada resep 17, dosis mencapai 60 mg sehari. Selain itu dosis mucohexin
yang dianjurkan untuk anak usia 2-5 tahun yaitu ½ tablet 2 kali sehari. Dosis pada
resep ini yaitu 1 tablet 3 kali sehari. Ini menandakan terjadinya ketidaktepatan
dosis (wrong dose) pada obat Rhinofed® dan Mucohexin
®.
Pada resep 26 terdapat Bricasma®
yang berisi terbutaline sulfat sebagai
obat anti asma, Histapan® yang berisi mebidrolin napadisilat 50 mg sebagai
antihistamin, Mucohexin®
yang berisi bromhexine 8 mg sebagai mucolytic dan
Rafacort®
yang berisi triamcinolone 4 mg sebagai kortikosteroid.
Range dosis Histapan® untuk anak-anak sebesar 50 - 200 mg sehari,
sedangkan pada resep ini dosisnya hanya sebesar 37,5 mg sehari. Berdasarkan
Sweetman (2009), diketahui range dosis untuk triamcinolone sebesar 4 – 48 mg.
Dosis pada resep ini hanya 3 mg sehari, jadi kejadian pada resep ini termasuk
dalam kejadian wrong dose.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Pada resep 28 dan 29 terjadi kasus yang serupa, yaitu aturan pemakaian
salep yang kurang daripada yang dianjurkan. Pada resep 28, aturan pemakaian
salep hanya 1 kali sehari. Komposisi salep racikan yang terdiri dari Desolex® dan
Bactoderm® menganjurkan aturan pemakaian salep sebanyak 2-3 kali sehari.
Kejadian pada resep 29 juga serupa, yaitu Bactoderm® yang dianjurkan untuk
digunakan 3 kali sehari menjadi hanya 2 kali sehari pada salep racikan. Kejadian
ini dinilai sebagai wrong dose.
Analisis kejadian wrong dose pada resep racikan (khususnya pada resep
untuk anak-anak) masih memerlukan kelengkapan data umur dan berat badan agar
dapat dilakukan analisis yang lebih mendalam.
b. Interaksi Obat
Interaksi obat merupakan salah satu faktor penting yang perlu
diperhatikan pada peresepan obat karena faktor ini dapat menjadi hal yang
berpotensi dalam menimbulkan efek yang bermasalah pada pasien. Kejadian ini
dideteksi pada resep 1, 19, 23, 30, 32. Resep 1 dan resep 23 memiliki kesamaan
permasalahan interaksi obat. Pada resep 1 terdapat ambroxol yang merupakan
mucolytic umumnya diindikasikan sebagai obat batuk, methyl prednisolone
dengan dosis 4 mg yang merupakan golongan obat kortikosteroid dan Teosal®
yang berisi teofilin dan salbutamol. Sedangkan resep 23 berisikan teofilin,
salbutamol dan methyl prednisolon.
Hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan acuan Badan
Pengawas Obat dan Makanan (2008) dan Baxter (2010) menunjukkan bahwa
terdapat interaksi dimana adanya peningkatan risiko hipokalemia yang terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
apabila kortikosteroid diberikan bersama teofilin, juga interaksi teofilin dengan
salbutamol dapat berpengaruh pada peningkatan resiko hipokalemia dan takikardi.
Permasalahan interaksi ini dinilai sebagai suatu prescribing error.
Resep 19 berisi aminophylline (campuran antara teofilin dengan etilen
diamine) yang merupakan obat anti asma dan bronkodilator, salbutamol yang juga
digunakan sebagai anti asma dan dexamethason yang merupakan golongan
kortikosteroid sebagai anti inflamasi. Interaksi yang terjadi dalam resep ini serupa
dengan interaksi pada resep 1, dimana terjadi interaksi antara teofilin dan
salbutamol yang akan mempengaruhi kadar teofilin. Resiko lain yang perlu
diperhatikan yaitu resiko terjadinya hipokalemia, yang dapat disebabkan baik oleh
obat teofilin maupun salbutamol. Umumnya hipokalemia ringan tidak
menunjukkan gejala, hanya saja risiko ini tetap perlu diwaspadai sehingga ada
baiknya untuk dilakukan pemberian asupan kalium tambahan, baik menggunakan
terapi farmakologi dengan suplemen penambah kalium maupun terapi non
farmakologi dengan mengkonsumsi sayur dan buah-buahan yang kaya akan
kalium seperti buah pisang.
Pada resep 30 yang berisi teofilin sebagai obat anti asma, ephedrin dan
CTM sebagai anti histamin juga terjadi interaksi antara teofilin dengan ephedrin.
Berdasarkan Baxter (2010), penggunaan teofilin bersama dengan ephedrin akan
menimbulkan peningkatan resiko terjadinya efek samping. Kasus ini pun dinilai
sebagai sebuah prescribing error.
Resep 32 berisi aminophylline (campuran antara teofilin dan etilen
diamine) dan Toras® yang mengandung methyl prednisolon 8 mg. Interaksi pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
resep ini adalah interaksi antara teofilin dengan methyl prednisolon yang notabene
merupakan golongan kortikosteroid. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
akan terjadi peningkatan resiko hipokalemia apabila teofilin digunakan bersamaan
dengan kortikosteroid.
Dari keseluruhan kejadian interaksi obat pada resep-resep diatas, dapat
dilihat bahwa sebagian besar resep memiliki masalah interaksi pada obat teofilin.
Obat teofilin adalah salah satu obat yang umum digunakan sebagai anti asma,
namun penggunaannya perlu diperhatikan karena obat ini memiliki banyak
interaksi dengan obat lainnya seperti obat golongan kortikosteroid.
c. Kontraindikasi
Kontraindikasi merupakan salah satu aspek penting yang perlu
diperhatikan dalam peresepan obat karena terkait dengan peningkatan risiko yang
akan dialami oleh pasien dalam pengobatan yang dijalani. Kejadian ini terdeteksi
pada resep 16, 20, 21, 22, 24, 31, 33, 34. Resep 16 berisi obat Trilac®, dimana
Trilac® mengandung triamcinolone yang merupakan obat golongan
kortikosteroiod. Pasien pada resep ini masih berumur 10 bulan, sedangkan
keamanan dan efektifitas penggunaan obat ini untuk anak-anak masih belum
diketahui sepenuhnya. Berdasarkan Lacy, Amstrong, Goldman, dan Lance (2011),
efek samping penggunaan triamcinolone yaitu dapat menghambat pertumbuhan
pada anak. Oleh karena itu penggunaannya, terutama untuk anak usia dibawah 1
tahun sebaiknya dihindari.
Resep 20 terdiri atas Fuladic® (asam fusidat) yang digunakan sebagai anti
bakteri, Cloderma®
sebagai kortikosteroid topikal, Topcort® (desoximethason)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
yang juga digunakan sebagai kortikosteroid topikal dan Fungares® (miconazole
nitrat) sebagai anti jamur.
Berdasarkan Pramudianto dan Ebaria (2012), Cloderma®
dikontraindikasikan pada pasien yang mengalami infeksi bakteri, virus dan jamur
pada kulit. Bila dilihat dari komposisi salep racikannya, maka penggunaan
Cloderma® pada resep 20 sebaiknya dihindari.
Pada resep 24 dan resep 34 terdapat permasalahan kontraindikasi yang
sama. Permasalahan terjadi pada peresepan Termisil®
dan Ikaderm® bersamaan.
Ikaderm®
merupakan golongan kortikosteroid topikal yang berisi klobetasol
propionat. Termisil® berisi terbinafen yang dapat diindikasikan untuk pengobatan
tinea korporis. Berdasarkan Pramudianto dan Ebaria (2012), Ikaderm®
dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit tinea korporis. Untuk itu,
penggunaan Ikaderm® dan Termisil
® bersamaan sebaiknya dihindari.
Sebelum meresepkan kortikosteroid topikal, penting untuk memastikan
diagnosis karena obat memperburuk beberapa kondisi, seperti tinea.
Kortikosteroid topikal dengan potensi tinggi tidak boleh digunakan pada daerah
kulit tipis karena absorpsi akan meningkat dan tidak boleh digunakan pada kulit
untuk waktu yang lebih lama. Perhatian diperlukan jika obat ini digunakan di
bawah kondisi tertentu, pada anak-anak atau pada pasien usia lanjut (Australian
Prescriber, 2013).
Atrofi kulit adalah salah satu efek samping kulit yang paling umum pada
penggunaan kortikosteroid topikal. Bekas luka dan ulserasi dapat muncul karena
atrofi pada kulit. Efek samping lainnya termasuk:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
1. Penyakit kambuh berkaitan dengan efek ketika pengobatan dihentikan
2. Tachyphylaxis atau hilangnya perbaikan klinis setelah masa penggunaan
3. Masking atau stimulasi beberapa infeksi kulit (misalnya tinea incognito)
(Australian Prescriber, 2013).
Permasalahan kontraindikasi yang serupa terjadi pada resep 22 dan resep
33, juga pada resep 21 dan 31. Komposisi resep racikan pada resep 22 dan 33
terdiri atas miconazole dan Cloderma®, dimana miconazole digunakan sebagai
anti jamur topikal dan Cloderma® digunakan sebagai kortikosteroid topikal.
Sedangkan pada resep 21 dan 31, komposisi salep racikannya terdiri atas
miconazole dan Clonaderm®, dimana Clonaderm
® juga berisikan zat aktif yang
sama dengan Cloderma®, yaitu clobetasol propionat yang merupakan
kortikosteroid topikal berpotensi sangat kuat.
Seperti yang telah dijelaskan pada permasalahan resep 20, Cloderma®
dikontraindikasikan pada pasien yang mengalami infeksi jamur pada kulit. Bila
pasien mengalami infeksi jamur pada kulit sehingga memerlukan obat anti jamur
topikal seperti miconazole, maka penggunaannya bersama dengan Cloderma®
sebaiknya dihindari.
Dilihat dari permasalahan yang ada pada resep-resep racikan diatas,
sebagian besar permasalahan kontraindikasi terjadi pada penggunaan obat
kortikosteroid, terutama bentuk sediaan topikalnya.
Anak-anak, terutama bayi, lebih rentan terhadap efek samping. Mereka
mengalami kesulitan dalam proses metabolisme kortikosteroid kuat dan luas
permukaan kulit mereka: rasio berat badan meningkatkan penyerapan efek secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
sistemik. Pengobatan topikal pada anak-anak harus digunakan dengan sangat hati-
hati. Lebih dianjurkan untuk meresepkan kortikosteroid potensi rendah untuk
periode yang singkat (Australian Prescriber, 2013)..
Tidak semua kortikosteroid topikal berkontraindikasi pada pasien dengan
infeksi bakteri dan jamur pada kulit, karena itu pemilihan kortikosteroid topikal
sebagai obat kombinasi bersamaan dengan sediaan topikal lainnya harus
dipertimbangkan dengan baik.
2. Fase Transcribing
Pada fase transcribing dilakukan pengamatan langsung dimulai saat
resep racikan diterima oleh apotek dan dikerjakan oleh apoteker atau asisten
apoteker yang bertugas. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat total 17
pengamatan proses pelayanan resep racikan yang dilakukan. Dari jumlah tersebut,
terdapat 10 kejadian transcribing error yang teramati. Jenis kesalahan yang
terjadi pada fase transcribing dibagi menjadi 2 bagian, yaitu improper dose /
quantity yang terdeteksi pada resep 30 dan kegagalan dalam mengantisipasi
prescribing error yang terdeteksi pada resep 19, 21, 22, 23, 26, 28, 31, 32, dan 33.
Detail kesalahannya dapat dilihat pada bagian lampiran.
Dari 10 kejadian medication error yang teramati, terdapat 1 kejadian
improper dose / quantity pada resep 30 dengan angka kejadian sebesar 1 dari total
17 pengamatan. Berikutnya terdapat 9 kejadian kegagalan dalam mengantisipasi
prescribing error pada resep-resep yang telah disebutkan di atas dengan angka
kejadian sebesar 9 dari total 17 pengamatan. Persentase angka kejadiannya dapat
dilihat pada diagram dibawah ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Gambar 7. Persentase Angka Kejadian Transcribing Error Resep Racikan di
Empat Apotek di Kabupaten Sleman Bulan Februari dan Maret 2014
a. Improper Dose / Quantity
Kejadian ini teramati saat pelayanan resep 30 yang berisi teofilin,
ephedrin dan CTM. Dosis yang diminta untuk teofilin adalah 125 mg, ephedrin 15
mg dan CTM 2 mg. Namun pada saat penyiapan resep, apoteker yang bertugas
dalam menangani resep racikan tersebut memilih untuk menggunakan Asthma-
Soho® yang juga berisi teofilin dan ephedrin. Hanya saja apoteker yang bertugas
tidak menyadari bahwa Asthma-Soho® berisi teofilin 125 mg dan ephedrin dengan
dosis sebesar 12,5 mg, sedangkan permintaan dalam resep yaitu ephedrin dengan
dosis sebesar 15 mg. Karena itu kejadian ini tergolong sebuah transcribing error
dimana jenis kesalahannya merupakan kesalahan pada dosis ephedrin yang tidak
tepat sesuai dengan permintaan dalam resep (improper dose / quantity).
b. Kegagalan dalam Mengantisipasi Prescribing Error
Dari 34 resep racikan yang diterima, ada beberapa resep yang teramati
proses pelayanannya dan ada pula yang tidak teramati oleh peneliti. Resep-resep
yang teramati dan terdeteksi mengalami prescribing error yaitu resep 19, 21, 22,
6%
53%
41%
Improper dose / quantity
Kegagalan antisipasi prescribing error
No error
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
23, 26, 28, 31, 32, dan 33, namun error tersebut tidak terdeteksi oleh apoteker
yang bertugas melakukan skrining dan pelayanan resep-resep racikan tersebut.
Dalam KepMenkes Nomor 1027 (2004) tentang “Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek”, dijelaskan bahwa dalam hal pelayanan resep pada
pasien, tugas apoteker adalah melakukan skrining resep meliputi:
1. Persyaratan administratif resep
2. Kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi, dll)
3. Melakukan pertimbangan klinis terkait adanya alergi, efek samping, interaksi,
kontraindikasi, kesesuaian dosis, dll.
Setelah melakukan proses tersebut, barulah apoteker menyiapkan obat,
menyerahkan obat pada pasien dan memberikan informasi dengan jelas, benar dan
tepat pada pasien terkait dengan obat-obat yang diterimanya.
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh karena
itu, sudah merupakan tugas dan peran apoteker dalam usaha pencegahan
medication error. Sekalipun apoteker sudah melayani sesuai dengan permintaan
yang tertulis dalam resep, namun karena ketidakmampuan apoteker dalam
menganalisis dan mencegah prescribing error ini, maka hal ini pun dihitung
sebagai sebuah kesalahan dalam fase transcribing.
Berdasarkan hasil data yang telah didapat, kesalahan pada fase
transcribing sebagian besar berupa kegagalan dalam mengantisipasi prescribing
error. Pihak apoteker perlu melakukan analisis dan skrining resep yang lebih
mendalam supaya apabila terdapat keraguan terkait dengan resep obat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
dilayani, maka apoteker dapat mengkonfirmasi dengan dokter penulis resep
terlebih dahulu untuk memastikan pengobatan yang akan diberikan. Dengan
demikian, error pada fase prescribing dapat dicegah sehingga keamanan pasien
akan lebih terjaga.
D. Aspek Kelengkapan Persyaratan Administratif
Aspek kelengkapan persyaratan administratif menjadi salah satu
persyaratan yang perlu diperhatikan dalam penulisan resep dikarenakan aspek ini
juga dapat berpotensi dalam menimbulkan medication error, khususnya pada fase
transcribing apabila tidak dilakukan dengan benar.
Skrining resep meliputi aspek kelengkapan persyaratan adminstratif
dilakukan pada 34 resep racikan yang diterima di empat apotek di Kabupaten
Sleman bulan Februari dan Maret 2014. Detail mengenai kelengkapan persyaratan
administratif yang terdapat pada masing-masing resep dapat dilihat pada bagian
lampiran. Penilaian aspek kelengkapan persyaratan admnistratif resep racikan
yang diterima, baik persentase resep berdasarkan pada masing-masing aspek dan
persentase resep berdasarkan jumlah kelengkapan aspek yang dipenuhi dapat
dilihat pada tabel berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Tabel V.a. Persentase Penilaian Aspek Kelengkapan Persyaratan
Administratif Resep Racikan Berdasarkan pada Masing-Masing Aspek
Aspek
Administratif
Jumlah
Resep
Persentase
A 34 100 %
B 11 32,3 %
C 7 20,6 %
D 33 97 %
E 25 73,5 %
F 33 97 %
G 3 8,8 %
H 13 38,2 %
I 26 76, 5 %
J 0 0 %
K 34 100 %
L 34 100 %
M 34 100 %
N 33 97 %
O 6 17,7 %
Tabel V.b. Persentase Penilaian Aspek Kelengkapan Persyaratan
Administratif Resep Racikan Berdasarkan Jumlah Kelengkapan Aspek
Yang Dipenuhi
No Keterangan Jumlah Resep Persentase
1. Resep yang mencantumkan 0 – 6 aspek 0 0 %
2. Resep yang mencantumkan 7 aspek 3 8,8 %
3. Resep yang mencantumkan 8 aspek 1 2,9 %
4. Resep yang mencantumkan 9 aspek 13 38,2 %
5. Resep yang mencantumkan 10 aspek 9 26,5 %
6. Resep yang mencantumkan 11 aspek 6 17,7 %
7. Resep yang mencantumkan 12 aspek 0 0 %
8. Resep yang mencantumkan 13 aspek 2 5,9 %
9. Resep yang mencantumkan 14 aspek 0 0 %
10. Resep yang mencantumkan 15 aspek 0 0 %
Total 34 100 %
Keterangan
Resep yang mencantumkan aspek :
A = Nama Dokter
B = SIP Dokter
C = Alamat Dokter
D = Tanggal Penulisan Resep
E = Paraf Dokter Penulis Resep
F = Nama Pasien
G = Alamat Pasien
H = Umur Pasien
I = Jenis Kelamin Pasien
J = Berat Badan Pasien
K = Nama Obat
L = Dosis Obat
M = Jumlah Obat
N = Cara Pemakaian Obat
O = Informasi Lainnya
(contoh : indikasi obat)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa seluruh resep
racikan yang diterima di apotek tidak sepenuhnya lengkap. Dari jumlah total 34
resep racikan yang diterima, hanya 5,9 % resep yang mencantumkan 13 aspek dari
total 15 aspek kelengkapan administratif yang perlu dipenuhi. Sedangkan
sebagian besar resep lainnya hanya mencantumkan 9 – 10 aspek kelengkapan
administratif. Aspek-aspek yang sebagian besar dipenuhi pada resep-resep
tersebut meliputi nama dokter penulis resep, tanggal penulisan resep, nama
pasien, nama obat, dosis obat, jumlah obat dan cara pemakaian obat.
Secara garis besar, masih banyak resep racikan yang tidak benar-benar
memenuhi aspek kelengkapan persyaratan administratif secara keseluruhan.
Ketidaklengkapan aspek-aspek tersebut dapat berpotensi menimbulkan
medication error pada fase transcribing. Salah satu data yang tidak tercantum
dalam semua resep racikan tersebut adalah data mengenai berat badan pasien.
Data berat badan pasien diperlukan, terutama untuk pasien penerima
resep racikan yang notabene merupakan anak-anak. Data berat badan umumnya
diperlukan untuk menghitung ketepatan dosis yang diperlukan karena sebagian
obat memakai perhitungan mg/ kg BB dalam perhitungan dosis (terutama dosis
untuk anak-anak).
Aspek-aspek lain yang juga masih belum banyak dipenuhi meliputi SIP
dokter, alamat dokter, umur pasien dan alamat pasien. Data umur pasien perlu
diperhatikan mengingat data ini juga diperlukan dalam penyesuaian dosis yang
akan dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Data alamat pasien pun diperlukan mengingat data ini dapat diperlukan
untuk menghubungi pasien dengan tujuan melakukan monitoring ataupun sekedar
mengecek perkembangan kondisi kesehatan pasien dan juga bilamana terjadi efek
samping yang tidak diinginkan dari pengobatan yang sedang dijalani.
Hasil studi yang telah dilakukan sebelumnya oleh Rahmawati dan Oetari
(2002) di apotek-apotek kotamadya Yogyakarta menunjukkan bahwa jumlah
resep yang memenuhi kelengkapan persyaratan administratif yang berlaku adalah
359 resep dari total keseluruhan resep berjumlah 870 resep dengan persentase
resep yang lengkap sebesar 39,8 %.
Dari hasil studi tersebut dan hasil yang didapat peneliti, ini menunjukkan
bahwa kesadaran para prescriber masih cukup rendah dalam menuliskan
kelengkapan persyaratan administratif secara keseluruhan. Data-data yang jarang
ditemukan dan berpotensi menimbulkan error seperti data alamat pasien yang
dapat digunakan untuk monitoring dan berat badan pasien untuk perhitungan dosis
diperlukan untuk mencegah error terjadi lebih lanjut pada fase-fase berikutnya.
E. Faktor – Faktor Penyebab Medication Error
Dalam usaha untuk menggali faktor-faktor penyebab terjadinya
medication error pada fase transcribing, peneliti telah melakukan wawancara
terstruktur pada 4 apoteker dan 4 asisten apoteker terkait dengan medication
error. Data hasil wawancara terstruktur pada pihak-pihak tersebut dapat dilihat
detailnya pada bagian lampiran.
Dari hasil wawancara yang telah didapatkan, diketahui bahwa beberapa
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya medication error pada fase
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
transcribing yang menjadi jawaban baik dari pihak apoteker maupun asisten
apoteker antara lain sebagai berikut.
Tabel VI. Faktor-Faktor Penyebab Transcribing Error Berdasarkan
Sudut Pandang Pihak Apoteker dan Asisten Apoteker
Faktor-Faktor Penyebab
Medication Error
Apoteker Asisten Apoteker
Tulisan dokter tidak jelas 4 orang 3 orang
Kesulitan menterjemahkan
bahasa Latin
1 orang 1 orang
Kesulitan menghubungi dokter
penulis resep
1 orang 1 orang
Nama obat yang mirip 2 orang –
Berdasarkan hasil yang tertera, dapat dilihat bahwa kendala / faktor
penyebab utama terjadinya transcribing error yaitu tulisan dokter yang tidak
jelas. Hal-hal lain yang juga menjadi kendala antara lain yaitu adanya kemiripan
nama obat yang satu dengan yang lainnya sehingga berpotensi terjadi kesalahan
dalam pembacaan nama obat, kurangnya pengetahuan dalam skrining
farmakologis, dan tidak lengkapnya penulisan dosis serta aturan pakai obat.
Tulisan dokter yang tidak jelas memang banyak menjadi kendala,
terutama bagi apoteker dan asisten apoteker yang bertugas dalam menerima dan
melayani resep tersebut. Kendala lainnya yaitu kesulitan mengkonfirmasi dengan
dokter yang bersangkutan terkait dengan resep tersebut dan juga kondisi dimana
pasien memang membutuhkan obat tersebut dengan segera (misalnya dalam
permintaan obat asma) sehingga secara tidak langsung memaksa apoteker untuk
berpikir dan bertindak dengan cepat dalam pembuatan resep tersebut tanpa banyak
mempertimbangkan aspek-aspek klinisnya seperti dosis, aturan pakai, efek
samping, interaksi, dan kontraindikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
F. Cara Mengatasi Medication Error
Dari hasil wawancara terstruktur yang telah dilakukan, terdapat beberapa
hal yang dapat dilakukan dalam upaya mengatasi medication error. Hal-hal
tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel VII. Cara-Cara Mengatasi Medication Error Berdasarkan Sudut
Pandang Pihak Apoteker dan Asisten Apoteker
Cara-Cara Mengatasi
Medication Error
Apoteker Asisten Apoteker
Konfirmasi ulang pada dokter
yang bersangkutan dan pasien
4 orang 4 orang
Mengecek kembali peresepan
obatnya
3 orang
1 orang
Segera mengganti obat bila
sudah terjadi kesalahan
3 orang 3 orang
Berdasarkan hasil yang tertera, didapatkan bahwa mengkonfirmasi ulang
resep pada dokter yang bersangkutan dan kepada pasien merupakan cara yang
paling banyak diharapkan, baik dari pihak apoteker maupun asisten apoteker.
Selain itu, cara lainnya adalah mengecek ulang kembali kerasionalan peresepan
obatnya dan segera mengganti dengan obat yang sesuai apabila sudah terjadi
kesalahan saat melakukan skrining resep.
Dari keseluruhan pendapat yang telah disampaikan oleh apoteker dan
asisten apoteker melalui wawancara terstruktur yang telah dilaksanakan, maka
peneliti mengambil satu hal penting yang memang perlu dilakukan dalam usaha
pencegahan medication error dan peningkatan pelayanan di apotek. Hal tersebut
yaitu dengan menjalin komunikasi yang baik antara dokter, farmasis dan juga
pasien dalam pelayanan pengobatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Dengan terjalinnya komunikasi yang baik antara ketiga pihak tersebut,
diharapkan kejadian medication error dapat bekurang dan pengobatan yang
diberikan pada pasien dapat terlaksana dengan lebih baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian mengenai “Medication Error dalam Fase Prescribing dan
Transcribing pada Resep Racikan (Studi Kasus di Apotek-Apotek di Kabupaten
Sleman pada bulan Februari dan Maret 2014)” dapat disimpulkan bahwa :
1. Persentase angka kejadian medication error yang terjadi pada pelayanan
resep racikan fase prescribing sebesar 50 % dan fase transcribing sebesar
59 %.
2. Jenis medication error yang terjadi pada fase prescribing dan
transcribing pada pelayanan resep racikan di apotek-apotek di Kabupaten
Sleman pada bulan Februari dan Maret 2014 adalah sebagai berikut:
a. Persentase kejadian prescribing error yaitu kejadian wrong dose
sebesar 12 %, interaksi obat sebesar 15 %, dan kontraindikasi
sebesar 23 %.
b. Kejadian error dalam fase transcribing memiliki persentase sebesar
6 % pada kejadian improper dose / quantity dan 53 % pada kejadian
kegagalan dalam mengantisipasi prescribing error.
3. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi medication error
yaitu dengan menjalin komunikasi yang baik antara dokter, farmasis dan
pasien terkait dengan pelayanan pengobatan yang dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
B. Saran
1. Untuk apotek-apotek di Kabupaten Sleman
a. Berdasarkan hasil data penelitian dengan persentase transcribing error
sebesar 59 %, maka diperlukan ketelitian yang lebih tinggi dalam
melakukan skrining atau analisis resep obat yang akan dilayani
b. Berdasarkan hasil data wawancara terstruktur, diperlukan komunikasi yang
lebih baik lagi antara dokter, farmasis dan pasien sebagai usaha
pencegahan medication error dan peningkatan pelayanan di apotek
2. Untuk penelitian selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di wilayah yang berbeda untuk
mengetahui angka kejadian medication error pada wilayah tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, S., 2009, Cluster Sampling, Department of Biostatistics, School of
Hygiene and Public Health, Johns Hopkins University, United States, pp. 2.
American Society of Health-System Pharmacists, 2014, ASHP Guidelines on
Preventing Medication Errors in Hospitals, Medication Misadventure-
Guidelines, pp. 215.
Anderson, P., dan Townsend, T., 2010, Medication errors: Don’t let them happen
to you, American Nurse Today, America.
Anonim, 2012, Evidence scan: Reducing prescribing errors, The Health
Foundation Inspiring Movement, London, pp. 3-5.
Australian Prescriber, 2013, Rational use of topical corticosteroids, Australian
Prescriber Volume 36: Number 5: October 2013, Australia, pp. 158-160.
Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2008, IONI Informatorium Obat Nasional
Indonesia 2008, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,
Jakarta, pp. 195, 213, 215, 224-226, 387-389, 424-426, 428-429, 512-514,
680, 785-789, 811-812, 815-817.
Baxter, K., 2010, Stockley’s Drug Interactions 9th
edition, Pharmaceutical Press,
U.K., pp. 349, 1432, 1436-1437, 1439.
Cohen, M. R., 2007, Medication Errors, American Pharmacists Association,
Washington, United States, pp. 55-58.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2008, Tanggung Jawab Apoteker
Terhadap Keselamatan Pasien (Patient Safety), Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinis, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 12-14, 22.
Dwiprahasto, I., 2004, Medication Error, disampaikan dalam seminar Medication
Error: Tantangan dalam pelayanan medis dan Kefarmasian, 18 Desember
2004, Magister Management Fakultas Farmasi UGM, Jogjakarta
Fereidooni, M., dan Vazin, A., 2012, Evaluation of medication error incidence
rate in medical ICU of Shahid Faghihi hospital, Departement of Clinical
Pharmacy, Faculty of Pharmacy, Shiraz University of Medical Sciences,
Shiraz, Iran
General Medical Council, 2012, Investigating the prevalence and causes of
prescribing errors in general practice: The Practice Study (Prevalence And
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Causes of prescribing errors in general practice), General Medical Council,
The University of Nottingham, United Kingdom, pp. 24.
Institute for Safe Medication Practices, 2004, How To Prevent Medication Errors,
Institute for Safe Medication Practices, Horsham, Pennsylvania, pp. 7-8.
Karna, K., Sharma, S., Inamdar, S., dan Bhandari, A., 2012, Study and Evaluation
of Medication Errors in A Tertiary Care Teaching Hospital – A Baseline
Study, Faculty of Pharmaceutical Sciences, Jodhpur National University,
Jodhpur, Rajasthan-342003, India
Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, N., dan Lance, L., 2011, Drug Information
Handbook with International Trade Names Index 20th
edition, Lexicomp,
American Pharmacist Assosiation, pp. 40-42, 53-55, 332, 486-489, 1769.
Lam, C., 2011, Pharmacy compounding – regulatory issues, Project Manager,
Kaiser Permanente, Oakland, CA, pp.10-12.
Manchester Community Health, 2011, Medicine Transcribing Guidelines,
Manchester Community Health, United Kingdom, pp. 4.
Mashuda, A., 2011, Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian Yang Baik (CPFB),
Kerjasama Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Dengan Pengurus Pusat Ikatan
Apoteker Indonesia, pp. 20.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004, Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Mulyono, 2009, Penelitian Evaluasi Kebijakan, (Online), (http:// mulyono.
staff.uns .ac.id /2009/ 05/13/penelitian-evaluasi-kebijakan/, diakses pada
tanggal 15 November 2013)
National Health Society, 2013, Policy for Transcribing of Medicines by
Pharmacists, East Chesire NHS Trust, United Kingdom, pp. 4-5.
Pemerintah Kabupaten Sleman, 2013, Karakteristik Wilayah Kabupaten Sleman,
http://www.kabsleman.go.id, diakses pada tanggal 20 November 2013.
Pennsylvania Health Care Cost Containment Council, 2004, Prescription Drug
Safety, Pennsylvania Health Care Cost Containment Council, Harrisburg,
Pennsylvania.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Perwitasari, D., Abror, J., dan Wahyuningsih, I., 2010, Medication Errors In
OutPatients Of A Government Hospital In Yogyakarta Indonesia, Fakultas
Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
Pramudianto, A., dan Ebaria, 2012, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 12
2012/2013, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, pp. 77-78, 83, 87, 90,92, 158,
198, 312-313, 315, 318-319, 334, 336.
Professional Compounding Centers of America, 2014, What is Compounding?,
http://www.pccarx.com/what-is-compounding, diakses pada tanggal 31 Juli
2014.
Rahmawati, F., dan Oetari, R.A., 2002, Kajian Penulisan Resep: Tinjauan Aspek
Legalitas dan Kelengkapan Resep di Apotek-Apotek Kota Madya Yogyakarta,
Bagian Farmasetika, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta
Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2010, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian
Klinis, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 58.
Siregar, C., 2004, Farmasi Rumah Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
pp. 196.
Sweetman, S., 2009, Martindale The Complete Drug Reference 36th
edition,
Pharmaceutical Press, U.K., pp. 1544-1545
Syamsuni, H., 2005, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 9-13.
The Academy of Managed Care Pharmacy, 2010, Medication Errors, Academy of
Managed Care Pharmacy, Alexandria, pp. 5-7.
The Medication Errors Panel, 2007, Prescription for Improving Patient Safety:
Addressing Medication Errors, The Medication Errors Panel, California, pp.
5.
Vazin, A., dan Delfani, S., 2012, Medication Errors in an Internal Intensive Care
Unit of a Large Teaching Hospital: A Direct Observation Study, Department
of Clinical Pharmacy, Faculty of Pharmacy and Pharmaceutical Research
Center, Shiraz University of Medical Sciences, Shiraz, Iran
Wahab, R., 2011, Mengenal Studi Kasus, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Lampiran 1. Surat Izin Melaksanakan Studi Pendahuluan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian BAPPEDA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Lampiran 3. Ethical Clearance
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Lampiran 4. Data Resep Racikan
Resep 1 Fase Prescribing
R/ Ambroxol
Methyl Prednisolone 4 mg
Teosal
m.f.l.a. pulv. dtd. no. XV da in
caps
S. 2-3 dd. Caps 1
Catatan : Adanya peningkatan risiko
hipokalemia apabila kortikosteroid
diberikan bersama teofilin, juga
interaksi teofilin dengan salbutamol
dapat berpengaruh pada peningkatan
resiko hipokalemia dan takikardi
Pro Bapak D.
Usia 59 tahun
Jenis Medication Error
Prescribing Error (interaksi)
Resep 2 Fase Prescribing & Transcribing
R/ Profilas ½ tab
Pronicy ½ tab
Meptin ¼ tab
m.f.l.a. pulv. dtd. no. X
S. 1 dd. 1
Catatan :
Fase Prescribing
Dosis masuk dalam range pengobatan
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro F.
Usia –
Jenis Medication Error
–
Resep 3 Fase Prescribing
R/ Rhinofed tab ⅕
Trilac (Novell) mg 2
Ventolin mg 0,75
m.f. pulv. no. XV
S. 3 dd. 1 pulv
Catatan : Dosis masuk dalam range
pengobatan
Pro –
Usia –
Jenis Medication Error
–
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Resep 4 Fase Prescribing & Transcribing
R/ Rifampisin 225 mg
m.f.l.a. pulv. dtd. no. XXX
S. 1 dd. pulv. 1 (det XX)
Catatan :
Fase Prescribing
Dosis masuk dalam range pengobatan
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro A.
Usia 3 tahun 2 bulan
Jenis Medication Error
–
Resep 5 Fase Prescribing & Transcribing
R/ INH 150 mg
B6 10 mg
m.f.l.a. pulv. dtd. no. XXX
S. 1 dd. pulv 1
Catatan :
Fase Prescribing
Penggunaan bersamaan dengan
rifampisin dapat meningkatkan resiko
hepatotoksisitas, namun beberapa
studi menunjukkan tidak ada pengaruh
yang signifikan pada interaksi
keduanya, dan juga kombinasi ini
memang memberikan hasil yang
cukup baik dan umum digunakan.
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro A. (sda)
Usia 3 tahun 2 bulan
Jenis Medication Error
–
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Resep 6 Fase Prescribing
R/ Doxyciclin mg 80 dtd in caps no.
XV
S. 2 dd. 1 caps
Catatan : Dosis masuk dalam range
pengobatan
Pro A.
Usia –
Jenis Medication Error
–
Resep 7 Fase Prescribing
R/ Salbutamol 0,7 mg
m.f. dtd. no. L
S. 4 dd. pulv. 1
Catatan : Dosis masuk dalam range
pengobatan
Pro H. T.
Usia 7 bulan
Jenis Medication Error
–
Resep 8 Fase Prescribing
R/ Asiklovir mg 100
Sach. lactis
m.f.pulv. dtd. no. XX
S. 3 dd. pulv 1
Catatan : Dosis masuk dalam range
pengobatan
Pro H.
Usia 2 tahun 5 bulan 15 hari
Jenis Medication Error
–
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Resep 9 Fase Prescribing & Transcribing
R/ Rifampisin 225 mg
m.f.l.a. pulv. dtd. no. XXX
S. 1 dd. pulv. 1 (det X)
Catatan :
Fase Prescribing
Dosis masuk dalam range pengobatan
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro A.
Usia 3 tahun 2 bulan
Jenis Medication Error
–
Resep 10 Fase Prescribing & Transcribing
R/ INH 150 mg
B6 10 mg
m.f.l.a. pulv. dtd. no. XXX
S. 1 dd. pulv 1
Catatan :
Fase Prescribing
Penggunaan bersamaan dengan
rifampisin dapat meningkatkan resiko
hepatotoksisitas, namun beberapa
studi menunjukkan tidak ada pengaruh
yang signifikan pada interaksi
keduanya, dan juga kombinasi ini
memang memberikan hasil yang
cukup baik dan umum digunakan.
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro A. (sda)
Usia 3 tahun 2 bulan
Jenis Medication Error
–
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Resep 12 Fase Prescribing
R/ Zoloral cr 5 gr
Fluocinolon cr 5 gr
Fuson cr 5 gr
m.f.l.a.
S. 2 dd. u.e
Catatan : Aturan pakai obat sesuai
dengan yang dianjurkan
Pro EMG L.
Usia 55 tahun
Jenis Medication Error
–
Resep 13 Fase Prescribing
R/ Fluimucyl 85 mg
Trifed ⅓ tab
Glucose q.s.
m.f. pulv. dtd. no. XV
S. 3 dd. pulv. 1 (Batuk Pilek)
Catatan : Dosis masuk dalam range
pengobatan
Pro N. H.
Usia 3 tahun 5 bulan
Jenis Medication Error
–
Resep 11 Fase Prescribing
R/ Ventolin 1
Trilac (Novell) 2
Rhinofed tab ⅓
Epexol tab ⅓
m.f. pulv. no. XV
S. 3 dd. 1 pulv.
Catatan : Dosis masuk dalam range
pengobatan
Pro An. D
Usia –
Jenis Medication Error
–
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Resep 14 Fase Prescribing
R/ Cetirizine 1,5 mg
Sach. lachtis q.s.
m.f.l.a. pulv.dtd. no. X
S. 2 dd. pulv. 1; p.r.n gatel
Catatan : Dosis masuk dalam range
pengobatan
Pro An. E
Usia –
Jenis Medication Error
–
Resep 15 Fase Prescribing
R/ Nalgestan ¼ tab
m.f. pulv. dtd. no. XX
S. 3 dd. 1 pilek
Catatan : Dosis masuk dalam range
pengobatan
Pro M.
Usia 10 bulan
Jenis Medication Error
–
Resep 16 Fase Prescribing
R/ Trilac 0,3
m.f. pulv. dtd. no. XX
S. 3 dd. 1 radang
Catatan : Penggunaan pada anak usia
dibawah 1 tahun sebaiknya dihindari
Pro M. (sda)
Usia 10 bulan
Jenis Medication Error
Prescribing Error (kontraindikasi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Resep 18 Fase Prescribing & Transcribing
R/ Dezor cream 15 gr
Desolex cream 10 gr
m.f.l.a. ungt. dtd. da in pot no II
S. 2 dd. u.e
Catatan :
Fase Prescribing
Aturan pakai obat sesuai dengan yang
dianjurkan
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro Nyonya S.
Usia –
Jenis Medication Error
–
Resep 17 Fase Prescribing
R/ Rhinofed tab ½
Intidrol tab ⅔
Mucohexin tab 1
Sach. lact. q.s
m.f.l.a. pulv. dtd. XII
S. 3 dd. 1
Catatan : Rhinofed® berisi terfenadin
40 mg dan Pseudoefedrin 30 mg.
Dosis terfenadin yang dianjurkan
untuk anak usia 3-6 tahun adalah 15
mg 2 kali sehari dengan total dosis
sehari 30 mg. Sedangkan pada resep
ini dosis mencapai 60 mg sehari.
Selain itu dosis Mucohexin® yang
dianjurkan untuk anak usia 2-5 tahun
yaitu ½ tablet 2 kali sehari.
Sedangkan dosis pada resep ini yaitu 1
tablet 3 kali sehari.
Pro R.
Usia 3 tahun 7 bulan
Jenis Medication Error
Prescribing Error (wrong dose)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Resep 19 Fase Prescribing &Transcribing
R/ Aminophylline 100
Salbutamol 1 mg
Dexamethason 1 tab
m.f.caps. dtd. no. L
S. 3 dd. 1 (det 25)
Catatan :
Fase Prescribing
Interaksi antara teofilin dengan
salbutamol dapat berefek pada
peningkatan klirens teofilin dan
menurunkan kadar teofilin, selain itu
juga dapat mengakibatkan peningkatan
denyut jantung. Resiko hipokalemia
dapat disebabkan baik oleh teofilin
maupun salbutamol.
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep, tidak ada tindak lanjut
Pro Ny. C. S
Usia –
Jenis Medication Error
Prescribing Error (interaksi)
Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)
Resep 20 Fase Prescribing
R/ Fuladic 5 gr
Cloderma gr 5
Topcort gr 5
Fungares gr 5
m.f.l.a ungt.
s.u.e
Catatan :
Cloderma® dikontraindikasikan pada
pasien dengan infeksi bakteri atau
jamur pada kulit
Pro An. A. J.
Usia –
Jenis Medication Error
Prescribing Error (kontraindikasi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Resep 21 Fase Prescribing & Transcribing
R/ Miconazole cream 10 gr
Clonaderm cream 5 gr
m.f. ungt. dtd. no. II da in pot
(det I pot)
Catatan :
Fase Prescribing
Clonaderm® dikontraindikasikan pada
pasien dengan infeksi bakteri atau
jamur pada kulit
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro An. D.
Usia –
Jenis Medication Error
Prescribing Error (kontraindikasi)
Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)
Resep 22 Fase Prescribing & Transcribing
R/ Miconazole cr tube I
Kloderma cr gr 5
m.f. ungt. dtd. no. II pot
S. 2 dd. u.e (det I pot)
Catatan :
Fase Prescribing
Kloderma dikontraindikasikan pada
pasien dengan infeksi jamur pada kulit
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep, tidak ada tindak lanjut
Pro Ny. M.
Usia –
Jenis Medication Error
Prescribing Error (kontraindikasi)
Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Resep 24 Fase Prescribing
R/ Scabimite cream gr 10
Termisil cream gr 10
Ikaderm cream gr 10
m.f.l.a. ungt. dtd. da in pot no. II
S. 1 dd. u.e (malam hari saja)
(det I)
Catatan : Termisil® berisi terbinafen
yang dapat diindikasikan untuk
pengobatan tinea korporis.
Ikaderm® dikontraindikasikan untuk
pasien dengan infeksi jamur (tinea
korporis) pada kulit.
Pro Ny. S. L.
Usia –
Jenis Medication Error
Prescribing error (kontraindikasi)
Resep 23 Fase Prescribing & Transcribing
R/ Teofilin mg 200
Salbutamol mg 2
Methyl Prednisolon mg 4
m.f.pulv da in caps dtd. no. XXX
S. 2 dd. 1
Catatan :
Fase Prescribing
Interaksi yang terjadi antara teofilin
dengan salbutamol dapat berefek pada
peningkatan klirens teofilin dan
menurunkan kadar teofilin.
Selain itu juga terdapat peningkatan
resiko terjadinya hipokalemia apabila
teofilin diberikan bersama dengan
kortikosteroid
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep, tidak ada tindak lanjut
Pro Ny. S. P.
Usia –
Jenis Medication Error
Prescribing Error (interaksi)
Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Resep 25 Fase Prescribing & Transcribing
R/ Hydrocortison cream
Gentamycin cream
m.f.l.a cream da in pot
S. 2 dd. u.e
Catatan :
Fase Prescribing
Aturan pakai obat sesuai dengan yang
dianjurkan
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro An. A.
Usia –
Jenis Medication Error
–
Resep 26 Fase Prescribing & Transcribing
R/ Bricasma ⅓ tab
Histapan ¼ tab
Mucohexin ⅓ tab
Rafacort ¼ tab
m.f.pulv. dtd. No. XV
S. 3 dd. 1 pulv p.c (det 8)
Catatan :
Fase Prescribing
Histapan berisi mebydrolin napadisilat
dengan dosis 50 mg. Rafacort berisi
triamcinolone dengan dosis 4 mg.
Range dosis histapan untuk anak-anak
sebesar 50 - 200 mg sehari, sedangkan
pada resep ini dosisnya hanya sebesar
37,5 mg sehari. Juga range dosis
untuk triamcinolone sebesar 4 – 48
mg.
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep, tidak ada tindak lanjut
Pro An. B.
Usia –
Jenis Medication Error
Prescribing Error (wrong dose)
Transcribng Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Resep 27 Fase Prescribing
R/ Eloskin cream
Opicel cream A.A gr 10
m.f.l.a cr
S. 2 dd. u.e
Catatan : Aturan pakai obat sesuai
dengan yang dianjurkan
Pro Ny. J.
Usia –
Jenis Medication Error
–
Resep 28 Fase Prescribing & Transcribing
R/ Scabimite cr gr 30
Bactoderm cr gr 10
Desolex cr gr 10
m.f.l.a ungt. dtd. da in pot no. I
S. 1 dd. u.e (oles malam hari)
Catatan :
Fase Prescribing
Aturan pakai yang dianjurkan untuk
penggunaan bactoderm yaitu 3 kali
sehari.
Selain itu aturan pakai yang
dianjurkan untuk penggunaan desolex
yaitu 2 – 3 kali sehari, sedangkan pada
resep ini aturan pakainya hanya 1 kali
sehari.
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep, tidak ada tindak lanjut
Pro Q.
Usia 7 ½ tahun
Jenis Medication Error
Prescribing Error (wrong dose)
Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Resep 29 Fase Prescribing
R/ Bactoderm cream gr 10
Desolex cream gr 10
m.f.l.a ungt. dtd. da in pot no. I
S. 2 dd. 1 u.e
Catatan :
Aturan pakai yang dianjurkan pada
penggunaan bactoderm yaitu 3 kali
sehari, sedangkan aturan penggunaan
disini hanya 2 kali sehari
Pro Ny. N.
Usia 30 tahun
Jenis Medication Error
Prescribing Error (wrong dose)
Resep 30 Fase Prescribing & Transcribing
R/ Theophyllin 125 mg
Ephedrin 15 mg
CTM 2 mg
Dexamethason 0,5 mg
m.f.l.a caps. dtd. no. XXX
S. 3 dd. 1
Catatan :
Fase Prescribing
Adanya peningkatan resiko terjadinya
efek samping pada penggunaan
teofilin bersama dengan ephedrin.
Fase Transcribing
Digunakan asthma-soho pada saat
pembuatan resep, sedangkan asthma-
soho berisi theophyllin 125 mg dan
ephderin hanya 12,5 mg
Pro Ny. P.
Usia –
Jenis Medication Error
Prescribing Error (interaksi)
Transcribing Error (improper dose /
quantity)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Resep 31 Fase Prescribing & Transcribing
R/ Miconazole cr gr 10
Clonaderm cr gr 5
m.f.l.a ungt. da in pot no, I
S. 2 dd. u.e (nedet)
Catatan :
Fase Prescribing
Clonaderm® dikontraindikasikan pada
pasien dengan infeksi jamur pada kulit
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep, tidak ada tindak lanjut
Pro Bp. N.
Usia –
Jenis Medication Error
Prescribing Error (kontraindikasi)
Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)
Resep 32 Fase Prescribing & Transcribing
R/ Aminophyllin 200 mg tab ¼
Toras 8 mg tab ¼
m.f. pulv. dtd. no. XVI
S.3 dd. 1 (det 8)
Catatan :
Fase Prescribing
Adanya peningkatan resiko terjadinya
hipokalemia apabila teofilin digunakan
bersama dengan kortikosteroid
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep, tidak ada tindak lanjut
Pro An. A.
Usia –
Jenis Medication Error
Prescribing Error (interaksi)
Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Resep 33 Fase Prescribing & Transcribing
R/ Miconazole cr gr 10
Cloderma cr gr 10
m.f. ungt. da in pot no. II
S. 2 dd. u.e (det I)
Catatan :
Fase Prescribing
Kloderma dikontraindikasikan pada
pasien dengan infeksi jamur pada kulit
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
alam resep, tidak ada tindak lanjut
Pro Bp. J.
Usia –
Jenis Medication Error
Prescribing Error (kontraindikasi)
Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)
Resep 34 Fase Prescribing
R/ Termisil cr gr 10
Ikaderm cr gr 10
m.f.l.a ungt. da in pot no. I
S. 2 dd. u.e
(Oleskan di tempat yang sakit)
Catatan :
Ikaderm® berisi klobetasol propionat.
Termisil®
berisi terbinafen yang dapat
diindikasikan untuk pengobatan tinea
korporis.
Ikaderm® dikontraindikasikan untuk
pasien dengan penyakit tinea korporis
Pro Ny. D.
Usia –
Jenis Medication Error
Prescribing Error (kontraindikasi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Lampiran 5. Kelengkapan Persyaratan Administratif Resep Racikan
Kelengkapan
Resep
A B C D E F G H I J K L M N O
Resep 1 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 2 √ √ √ √ √ √ – – – – √ √ √ √ –
Resep 3 √ – √ √ – – – – – √ √ √ √ –
Resep 4 √ – √ √ – √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 5 √ – √ √ – √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 6 √ – – – √ √ – – – √ √ √ √ –
Resep 7 √ √ √ √ – √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 8 √ √ – √ √ √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 9 √ – – √ √ √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 10 √ – – √ √ √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 11 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 12 √ √ √ √ – √ √ √ – √ √ √ √ –
Resep 13 √ √ – √ – √ – √ √ – √ √ √ √ √
Resep 14 √ √ – √ – √ – – – √ √ √ √ √
Resep 15 √ √ √ √ √ √ – √ √ – √ √ √ √ √
Resep 16 √ √ √ √ √ √ – √ √ – √ √ √ √ √
Resep 17 √ √ – √ – √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 18 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 19 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 20 √ – – √ √ √ √ – √ – √ √ √ √ –
Resep 21 √ – – √ √ √ – – – – √ √ √ – –
Resep 22 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 23 √ – – √ √ √ √ – √ – √ √ √ √ –
Resep 24 √ – – √ – √ – – √ – √ √ √ √ √
Resep 25 √ – – √ – √ – – – – √ √ √ √ –
Resep 26 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 27 √ – – √ √ √ – √ – √ √ √ √ –
Resep 28 √ √ – √ √ √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 29 √ √ – √ √ √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 30 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 31 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 32 √ – – √ √ √ – – – – √ √ √ √ –
Resep 33 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 34 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ √
Keterangan :
A : Resep yang mencantumkan nama dokter
B : Resep yang mencantumkan SIP dokter
C : Resep yang mencantumkan alamat dokter
D : Resep yang mencantumkan tanggal penulisan resep
E : Resep yang mencantumkan paraf dokter penulis resep
F : Resep yang mencantumkan nama pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
G : Resep yang mencantumkan alamat pasien
H : Resep yang mencantumkan umur pasien
I : Resep yang mencantumkan jenis kelamin pasien
J : Resep yang mencantumkan berat badan pasien
K : Resep yang mencantumkan nama obat
L : Resep yang mencantumkan dosis obat
M : Resep yang mencantumkan jumlah obat
N : Resep yang mencantumkan cara pemakaian obat
O : Resep yang mencantumkan informasi lainnya (indikasi obat, dll)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Lampiran 6. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek
Perkenalkan nama saya Archie Tobias dari Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma. Saya akan melakukan penelitian yang berjudul “Medication
Error dalam Fase Prescribing dan Transcribing pada Resep Racikan (Studi Kasus
di Apotek-Apotek di Kabupaten Sleman pada bulan Februari dan Maret 2014).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan yang
mungkin terjadi selama proses pengobatan pada pasien berlangsung, terutama
pada saat peresepan obat dan pembacaan resep obat tersebut di apotek-apotek
yang ada di Kabupaten Sleman.
Saya sebagai peneliti mengajak bapak/ibu/saudara untuk ikut serta dalam
penelitian ini. Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada
paksaan. Bila Anda sudah memutuskan untuk ikut, Anda juga bebas untuk
mengundurkan diri/ berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau pun
sanksi apapun.
Apabila Anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, saya memohon
kesediaan Anda untuk menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti
kesukarelaan bapak/ibu/saudara. Prosedur selanjutnya adalah Anda akan diberikan
beberapa pertanyaan oleh peneliti dan peneliti sangat mengharapkan agar Anda
dapat menjawab dengan jujur dan apa adanya.
Manfaat yang akan Anda dapatkan dari penelitian ini adalah Anda akan
mendapat gambaran mengenai proses pelayanan obat dan kesalahan-kesalahan
yang mungkin terjadi dalam proses tersebut. Jumlah subjek penelitian yang akan
dilibatkan dalam penelitian ini yaitu ± 10 orang. Penelitian ini akan dilaksanakan
dengan rentang waktu mulai bulan Februari sampai bulan Maret 2014.
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subyek penelitian akan
dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk kepentingan studi dan dokumentasi
penelitian ini. Hasil penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas subyek
penelitian. Penelitian ini tidak akan memberikan dampak yang berbahaya dan
semua biaya yang terkait dengan penelitian akan ditanggung oleh peneliti. Peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
tidak akan memberikan kompensasi dalam bentuk apapun terkait dengan
penelitian ini.
Jika ada hal yang kurang dipahami, Bapak/Ibu dapat bertanya langsung
kepada peneliti atau dapat menghubungi nomor telepon peneliti (081804720046).
Bapak/ibu/saudara juga dapat menanyakan tentang penelitian kepada Komite Etik
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM (Telp. 9017225
dari lingkungan UGM) atau 0274-7134955 dari luar.
Saya sebagai peneliti sangat mengharapkan kesediaan bapak/ibu/saudara
untuk ikut serta dalam pemelitian ini. Atas perhatian dan kesediaannya, saya
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Lampiran 7. Lembar Persetujuan
Informed Consent
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Nomor Telepon/HP :
Saya telah membaca dan mengerti informasi yang tercantum pada lembar
informasi dan telah diberi kesempatan untuk mendiskusikan dan menanyakan hal
tersebut. Dengan penuh kesadaran saya bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam
penelitian ini. Saya tidak berkeberatan apabila hasil penelitian ini dipublikasikan
untuk kepentingan dokumentasi dan penelitian. Saya mengerti bahwa saya dapat
menolak untuk ikut dalam penelitian. Saya sadar bahwa saya dapat mengundurkan
diri dari penelitian ini kapan saja saya mau. Demikian pernyataan ini saya buat
sejujur-jujurnya tanpa paksaan dari pihak manapun.
Yogyakarta, __________________
Peneliti Yang Menyetujui
Tanda Tangan, ________________ Tanda Tangan, ___________
Nama Terang _________________ Nama Terang ____________
Medication Error pada Fase Prescribing dan Transcribing pada Resep
Racikan (Studi Kasus di Apotek-Apotek di Kabupaten Sleman pada
Bulan Februari dan Maret 2014)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Lampiran 8. Pedoman wawancara fase Transcribing Medication Error untuk
Apoteker dan Asisten Apoteker di Apotek-Apotek di Kabupaten Sleman
Fase Transcribing adalah proses pembacaan resep.
1. Menurut anda, apakah pengertian medication error itu?
Jawab :
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
2. Menurut anda, apa saja contoh-contoh medication error yang dapat terjadi
pada fase transcribing?
Jawab :
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
3. Menurut anda, apa saja kendala yang dihadapi dalam membaca resep obat dan
faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya medication error,
khususnya pada fase transcribing?
Jawab :
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
4. Menurut anda, apa saja upaya yang telah dilakukan dalam pencegahan
terjadinya Medication error terutama pada fase transcribing ?
Jawab :
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
5. Menurut anda, bagaimana cara – cara mengatasi medication error jika
medication error tersebut sudah terjadi pada fase transcribing ?
Jawab :
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
6. Menurut anda, tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh pihak apotek untuk
mencegah terjadinya Medication Error ?
Jawab :
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
7. Menurut anda, perbaikan apa sajakah yang perlu dilakukan dalam usaha dan
pencegahan ME untuk meningkatkan pelayanan di Apotek ?
Jawab :
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
______________________________________________
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Lampiran 9. Hasil Wawancara dengan Apoteker
Pertanyaan 1.
Menurut anda, apakah pengertian medication error itu?
Apoteker Jawaban
Apoteker 1
Kesalahan-kesalahan yang terkait dengan penyiapan obat,
penulisan obat dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengobatan
Apoteker 2 Suatu kesalahan yang terjadi dalam proses obat –
pengobatan
Apoteker 3 Kesalahan yang sering terjadi dalam pengobatan secara
keseluruhan baik oleh dokter maupun apoteker
Apoteker 4 Kesalahan yang terjadi selama proses pengobatan
berlangsung
Pertanyaan 2.
Menurut anda, apa saja contoh-contoh medication error yang dapat terjadi
pada fase transcribing?
Apoteker Jawaban
Apoteker 1 Salah nama obat, dosis, salah sediaan (contoh : INH 100 jadi
INH 400)
Apoteker 2 Kesalahan dalam membaca resep dan kesalahan nama obat
karena nama obat hampir sama
Apoteker 3
Nama obat tidak jelas, banyak nama obat yang mirip, tulisan
tangan dokter (cara penulsan yang lama) seperti disambung
rawan menjadi kesalahan, salah dosis, salah tulis aturan
pakai, double medication (obat yang tidak perlu diberikan)
Apoteker 4 Salah dosis, nama pasien dan umur tidak ada, jumlah obat
dan potensi tidak ada (bisa diambil dosis paling rendah)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Pertanyaan 3.
Menurut anda, apa saja kendala yang dihadapi dalam membaca resep obat
dan faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya medication
error, khususnya pada fase transcribing?
Apoteker Jawaban
Apoteker 1
Tulisan dokter tidak jelas, salah nama obat, tidak bisa
menghubungi dokter saat ingin memastikan obat dalam
resep, kendala waktu (terlalu malam)
Apoteker 2
Tulisan dokter yang kurang jelas (obat, dosis, dll), nama
obat yang hampir sama, obatnya belum banyak beredar
(sediaan baru)
Apoteker 3
Kesulitan menterjemahkan istilah dalam bahasa Latin, tidak
lengkap menulis perintah, tulisan tangan kurang jelas, dosis
(umumnya anak-anak, dosisnya kurang), ideal pakai BB,
dosis biasa mengacu pada standar umum (melihat
kerasionalan dosis), masalah kondisi pasien sehingga
mendesak waktunya untuk membuat resep (contoh: asma)
Apoteker 4 Tulisan dokter tidak jelas, kemiripan nama obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Pertanyaan 4.
Menurut anda, apa saja upaya yang telah dilakukan dalam pencegahan
terjadinya Medication error terutama pada fase transcribing?
Apoteker Jawaban
Apoteker 1
Dipastikan peresepannya, menulis kembali resep dalam
suatu kertas dan memastikan kembali kerasionalan
pengobatannya, menanyakan lagi pada pasien terkait dengan
dosis, keluhan / penyakit yang dialami, konfirmasi dengan
dokter terkait dengan obat dan dosis
Apoteker 2
Memastikan keluhan pasien apa, dengan obat yang
diresepkan. Jika resep sulit atau sama sekali tidak terbaca,
sebaiknya konfirmasi ke dokter bersangkutan
Apoteker 3
Konsultasi kembali dengan pasien (dialog), tanyakan
keluhan / penyakit, umur dan dicek kerasionalan
peresepannya (karena tidak ditulis umur). Kalau dokternya
ada (praktek), langsung konfirmasi ke dokter. Misalnya
tulisan tidak jelas, jangan sampai menterjemahkan sendiri
Apoteker 4 Tanya pasien tentang penyakitnya, ditanyakan pada dokter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Pertanyaan 5.
Menurut anda, bagaimana cara – cara mengatasi medication error jika
medication error tersebut sudah terjadi pada fase transcribing ?
Apoteker Jawaban
Apoteker 1
Punya nomor telepon pasien, dan dipastikan data dokter
benar (misalnya dokter di Rumah Sakit Jiwa, tapi selalu
mengeluarkan copy resep), mengecek data pasien,
mengerjakan suatu resep dengan keyakinan penuh
Apoteker 2
Obat harus diganti sesuai dengan resep, tetapi jika hanya
berbeda paten / generik, dosisnya sama, maka tidak masalah
diserahkan kepada pasien, asalkan sudah ada persetujuan
pasien tersebut
Apoteker 3
Kapsul / sediaan dibongkar ulang, diracik kembali (walau
biaya bertambah, tapi yang paling penting adalah safety
untuk pasien). Membuat sediaan yang baru yang sesuai
dengan resep (harus dilakukan, jangan main-main dan
berani bayar harga)
Apoteker 4 Double checking dengan apoteker yang lain, jika sudah
terlanjur maka obat diganti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Pertanyaan 6.
Menurut anda, tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh pihak apotek
untuk mencegah terjadinya Medication Error?
Apoteker Jawaban
Apoteker 1
Konfirmasi ulang ke pasien dan dokter, jika ada keraguan
dan pasien tidak mengerti seluk beluk tentang resepnya,
lebih baik resep ditolak
Apoteker 2 Yang menerima resep wajib apoteker, obat wajib diracik
dan diserahkan langsung oleh apoteker
Apoteker 3
Ditangani oleh ahlinya (apoteker) karena masyarakat
semakin cerdas dalam mengkritisi pengobatan (ditangani
sesuai dengan SOP), segala sesuatu yang berkaitan dengan
obat di apotek harus dikonsultasikan pada APA. Kesalahan
boleh ada, tapi yang penting niat untuk memperbaikinya.
Kita bisa belajar dari kesalahan
Apoteker 4 Penanganan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Pertanyaan 7.
Menurut anda, perbaikan apa sajakah yang perlu dilakukan dalam usaha
dan pencegahan ME untuk meningkatkan pelayanan di Apotek?
Apoteker Jawaban
Apoteker 1 Nomor telepon pasien, pelaksanaan SOP dengan baik, data
lengkap pasien jelas, skrining resep dengan lebih teliti
Apoteker 2 Kelengkapan obat dan tata letak (penyimpanan) sesuai
farmakoterapi / alfabet agar lebih mudah dalam pencarian.
Kelengkapan peralatan racik dan tempat racik lebih nyaman
dan memadai
Apoteker 3 Update informasi, pengetahuan (diskusi dengan sejawat),
perlu buku-buku penunjang, perlu alat-alat untuk
memudahkan peracikan (pengadaan alat-alat racik yang
modern) membantu mengurangi ME (misal : timbangan
digital), komunikasi dengan dokter penulis resep dan sering
membaca buku
Apoteker 4 Penambahan alat untuk memudahkan melakukan pembuatan
resep racikan, penambahan rak karena obat sudah terlalu
banyak, penambahan AC agar memenuhi standar suhu
penyimpanan obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Lampiran 10. Hasil Wawancara dengan Asisten Apoteker
Pertanyaan 1.
Menurut anda, apakah pengertian medication error itu?
AA Jawaban
AA 1
Suatu kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam memberikan informasi kepada pasien, melakukan
upaya kesehatan maupun wewenangnya dalam bidangnya
AA 2 Kesalahan dalam memenuhi aturan pakai obat oleh pasien
AA 3 Kesalahan yang terjadi dalam pengobatan
AA 4
Kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pengobatan, mulai
dari diagnosis, pemilihan obat, pemberian informasi dan
follow-up pada pasien
Pertanyaan 2.
Menurut anda, apa saja contoh-contoh medication error yang dapat terjadi
pada fase transcribing?
Apoteker Jawaban
AA 1 Kesalahan membaca/mendeskripsikan nama obat, kesalahan
pemberian signa resep, kesalahan dalam jumlah yang harus
diberikan, kesalahan dalam penyerahan obat khusus/resep
khusus narkotika
AA 2 Salah dosis
AA 3 Salah nama obat, salah dosis, salah cara pemakaian
AA 4 Nama obat tidak jelas, dan memakan waktu untuk
mengkonfirmasi ulang obat pada pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Pertanyaan 3.
Menurut anda, apa saja kendala yang dihadapi dalam membaca resep obat
dan faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya medication
error, khususnya pada fase transcribing?
AA Jawaban
AA 1
Kurangnya pengetahuan dalam skrining farmakologis, tidak
adanya komunikasi antara apoteker dan dokter, tidak adanya
dukungan dari tenaga lainnya
AA 2 Banyak menggunakan singkatan, tulisan dokter tidak jelas
AA 3 Tulisan dokter tidak jelas, tidak bisa menterjemahkan
bahasa Latin dalam resep
AA 4
Mengecek ulang peresepan dan idealnya dilakukan lebih
dari 1 orang. Pada keadaannya, hanya 1 orang saja yang
mengurus, tulisan tidak jelas
Pertanyaan 4.
Menurut anda, apa saja upaya yang telah dilakukan dalam pencegahan
terjadinya Medication error terutama pada fase transcribing?
Apoteker Jawaban
AA 1 Menjalin komunikasi yang baik dokter dan farmasis, saling
memberikan pengalaman dalam proses transcribing resep
AA 2 Konfirmasi ke dokter yang bersangkutan (telepon),
konfirmasi ulang ke pasien, teliti ulang resepnya baik-baik
AA 3 Telepon dokter yang bersangkutan, menanyakan pada
pasien
AA 4 Menanyakan keluhan pada pasien, konfirmasi ke dokter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Pertanyaan 5.
Menurut anda, bagaimana cara – cara mengatasi medication error jika
medication error tersebut sudah terjadi pada fase transcribing ?
AA Jawaban
AA 1
Komunikasi dengan farmasis lain yang berpengalaman,
hubungi dokter penulis resep yang bersangkutan. Jika kedua
cara tadi tidak mungkin dilakukan, maka tanyakan pasien,
didiagnosa sakit apa?
AA 2
Menelepon pasien (lihat dari alamatnya), dan menghubungi
pasien bilamana sudah dikonsumsi atau belum. Bila belum,
maka segera diganti dengan yang baru. Bila sudah, maka
diberikan penjelasan terkait dengan obat yang salah
AA 3 Langsung menghubungi pasien dan mengganti obat itu
AA 4
Langsung diganti bila disadari pada saat peracikan, juga
menghubungi pasien dan memberikan informasi terkait
kesalahan yang terjadi
Pertanyaan 6.
Menurut anda, tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh pihak apotek
untuk mencegah terjadinya Medication Error ?
Apoteker Jawaban
AA 1 Menyediakan fasilitas peracikan obat/resep, komunikasi
yang baik antara farmasis di apotek
AA 2 Nama obat sudah disusun sesuai dengan indikasinya
AA 3 Belum banyak dilakukan
AA 4
Memberi informasi ke pasien bahwa proses peracikan obat
membutuhkan waktu sehingga pasien diharap bersabar.
Tempat peracikan tidak jauh dengan tempat penyediaan obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Pertanyaan 7.
Menurut anda, perbaikan apa sajakah yang perlu dilakukan dalam usaha
dan pencegahan ME untuk meningkatkan pelayanan di Apotek ?
AA Jawaban
AA 1
Komunikasi untuk hubungan yang baik dengan dokter dan
apoteker, fasilitas peracikan yang memadai, penyediaan
obat-obatan yang sering digunakan oleh dokter dalam
prakteknya di wilyah sekitar apotek
AA 2
Disediakan tempat menunggu untuk pasien yang cukup
nyaman (misal : disediakan TV dan dispenser), disediakan
etalase yang tertutup agar obat lebih bersih dan lebih aman
dalam penyimpanan
AA 3
Melayani dengan ramah, sapa, senyum, dan dengan sebaik
mungkin, menata obat dengan lebih rapi, menambah alat-
alat yang mempermudah proses peracikan
AA 4
SOP dari penerimaan resep harus dilaksanakan dengan baik,
pengetahuan tentang obat-obat yang selalu up-to-date dan
penambahan buku-buku referensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
BIOGRAFI PENULIS
Archie Tobias merupakan anak ketiga dari pasangan
bernama Harry Purwanto dan Ratnawati, yang lahir di
Purwokerto pada tanggal 14 Februari 1993.
Pendidikan dimulai dari SD Kristen Bina Harapan
Purbalingga (1998-2004), SMP Kristen Eben Haezar
01 Manado (2004-2006), SMA Negeri 09 / Binsus
Manado (2006-2009).
Tahun 2010, penulis melanjutkan studi ke Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Selama 2 tahun masa awal studi, penulis aktif dalam Unit
Kegiatan Persekutuan Mahasiswa Kristen Apostolos. Penulis juga pernah
menjabat sebagai seksi perlengkapan dalam acara Pelepasan Wisuda Fakultas
Farmasi dengan tema “Jejakku Peristiwaku”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI