KARET UNGGUL: Bentang Pipa Alirkan Asa - ftp.unpad.ac.id filekan pembangunan bendung-an di sumber...

1
ARIES MUNANDAR P IPA berdiameter 3 inci (7,62 cm) itu tersusun memanjang membe- lah dua dusun. Ia juga menjulur kukuh di atas Sungai Sekayam yang lebarnya men- capai 50 meter. Jaringan air bersih milik warga Dusun Keladang, Desa Sotok, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kaliman- tan Barat, itu sudah berumur delapan tahun. Dengan pipa, warga mengalirkan air dari sumbernya di Bukit Bebudaag. Jaraknya sekitar 8 kilometer dari permukiman mereka. Ada belasan keran yang difungsikan sebagai titik dis- tribusi air untuk pelanggan. “Air bersih hanya dialirkan sampai ke titik tertentu. Warga mengambil air dari keran yang telah disediakan,” kata Mateus, 40, tokoh di Dusun Keladang, beberapa waktu lalu. Satu titik distribusi melayani 3-6 rumah. Setiap rumah dike- nai iuran Rp5.000 sebulan. Iuran itu dipungut pengurus kelompok pengguna air bersih yang sudah dibentuk warga. Tugasnya mengelola dan mera- wat instalasi air bersih. Pembatasan distribusi se- ngaja diterapkan untuk me- mudahkan pengawasan dan menghemat pemakaian. Iuran digunakan untuk dana opera- sional dan perawatan. Instalasi air bersih ini berdiri sejak 2003. Warga memba- ngunnya dengan cara gotong royong. Butuh waktu sekitar tiga bulan untuk merampung- kan pembangunan bendung- an di sumber mata air, juga membentangkan jaringan pipa sepanjang 8 kilometer itu. Itu bukan perkara mudah. Saat itu, warga harus naik-tu- run bukit dan menyusuri hutan untuk merangkai pipa, apalagi jaringan yang dibangun harus melintas di atas badan Sungai Sekayam. Tidak cukup sekali pasang untuk merangkai pipa itu. “Instalasi sempat dibong- kar lagi, sebab setelah selesai dipasang, ternyata tidak ada air yang mengalir ke titik dis- tribusi,” cerita Mateus. Pada akhir 2009, warga kem- bali harus berjibaku memper- baiki jaringan. Ratusan meter pipa rusak akibat terjangan banjir. Sungai tercemar Dusun Keladang hanya ber- jarak sekitar 10,5 kilometer dari ibu kota Kecamatan Sekayam, yakni Balai Karangan. Namun, butuh waktu lebih dari 1 jam untuk sampai ke lokasi terse- but karena badan jalan rusak parah. Dusun penghasil karet, lada, dan pisang ini dilalui aliran Sungai Sekayam. Sungai ini se- jak dulu dimanfaatkan sebagai sarana transportasi, sumber air bersih, dan kebutuhan hidup lainnya. Dalam perjalanannya, kuali- tas air menurun seiring dengan maraknya penambangan emas di hulu dan ekspansi perke- bunan kelapa sawit. Warga pun menjadi korban. Mereka gampang terserang penyakit, seperti diare dan muntaber. Selain tercemar, sungai meng- alami pendangkalan. Air yang mengalir pun semakin keruh. Kondisi itu membuat warga tergerak untuk mencari jalan ke- luar. Lewat Kelompok Swadaya Masyarakat Boh Odup Meng- ket, mereka sepakat mencari alternatif sumber air bersih dan menyehatkan. Caranya, mem- bangun instalasi air bersih. Rencana itu sempat terben- tur karena untuk mengalirkan air dari Bukit Bebudaag ke Dusun Keladang harus mele- wati wilayah lain, yakni Dusun Kubing di Desa Kasromego, Kecamatan Beduai, Kabupaten Sanggau. Mereka pun bernegosiasi. Hasilnya, warga berlainan desa dan kecamatan ini setuju membangun bersama fasilitas air bersih itu. Kini, hasil jerih payah itu bisa dinikmati warga di kedua dusun. Keberadaan fasilitas air bersih secara perlahan mampu mengubah perilaku dan pola hidup warga. Mereka menjadi lebih bersih dan sehat. Di sekitar permukiman, war- ga membangun fasilitas mandi, cuci, dan kakus. Mereka juga tidak mengonsumsi dan me- manfaatkan air sungai untuk keperluan memasak. “Air bersih sudah mengalir lancar ke rumah kami setiap hari,” ungkap Muji, 53, warga Dusun Kubing. Angka kejadian diare, yang semula menjadi penyakit lang- ganan, berhasil ditekan. Sebe- lum ada pipa dan air bersih, jumlah penderita diare men- capai 39% dari total jumlah warga. Empat tahun kemu- dian, jumlah itu bisa menurun drastis. Denda pelanggar Selain iuran bulanan, se- jumlah aturan diterapkan un- tuk menjaga keberlangsungan fasilitas air bersih itu. Warga menetapkan peraturan desa yang mengenakan sanksi adat bagi pelanggarnya. Aturan tersebut tidak hanya berlaku bagi penghuni dusun, tetapi juga bagi semua pihak yang mengganggu dan meru- sak fasilitas. Sebuah perusa- haan perkebunan kelapa sawit, misalnya, pernah dijatuhi sanksi adat karena merusak jaringan pipa saat membuka lahan. Jika diuangkan, denda itu mungkin tidak seberapa. Namun, penerapan sanksi ternyata cukup efektif karena menimbulkan efek jera. Sanksi yang lebih berat dike- nakan kepada perusak sumber mata air dan lingkungan di sekitarnya. Sebab, kawasan di sekitar sumber air itu sudah ditetapkan sebagai hutan lin- dung oleh warga. “Dendanya bisa berlipat-li- pat dan akan dikenakan sanksi pidana bagi pelanggar di hu- tan lindung,” jelas Sebastian Songkeng, 62, penggagas dan perintis sarana air bersih di Dusun Keladang. Seperangkat aturan juga di- sepakati warga saat mengerja- kan pembangunan fasilitas air bersih. Warga yang tidak ikut bergotong royong namun ingin menikmati layanan air bersih, misalnya, harus menyetorkan iuran sebesar Rp250 ribu ter- lebih dahulu ke kas pengelola. Ketentuan yang sama juga ber- laku bagi penghuni baru. Sarana air bersih di Dusun Keladang, yang semula me- layani sekitar 100 keluarga, kini berkembang hingga men- jangkau tidak kurang dari 200 rumah, termasuk sekolah dan gereja. Proyek senilai Rp80 juta ini merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Sanggau yang difasilitasi Wahana Visi In- donesia (WVI). Di daerah ini, WVI juga menggelar program bidang pendidikan, kesehat- an, pengembangan ekono- mi, dan pengorganisasian masyarakat. Koordinator Pengembangan Masyarakat WVI Sanggau Suko Untoro yakin pemenuhan air bersih menjadi salah satu masalah krusial yang dihadapi wilayah pelayanan mereka. Kekurangan air bersih berarti penurunan kualitas kesehatan dan produktivitas warga. Pembangunan sarana air bersih, lanjut dia, menjadi bagian dari strategi WVI untuk mendekati dan mendorong peran aktif warga dalam setiap program mereka. “Warga akan meninggal- kan sifat individual, sebab air bersih merupakan kebutuhan bersama. Semangat bersatu ini kemudian menular ke kegiat- an lain,” ungkap aktivis yang telah bekerja selama 27 di WVI itu. (N-2) [email protected] 23 RABU, 26 OKTOBER 2011 USANTARA Instalasi sempat dibongkar lagi, sebab setelah selesai dipasang, ternyata tidak ada air yang mengalir ke titik distribusi.” Mateus Tokoh masyarakat WARGA PERBATASAN: Anak- anak suku Dayak berjalan menuju sekolah yang berjarak 7 km dengan kondisi jalan rusak, di Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu. KARET UNGGUL: Petani beralih menggunakan bibit karet unggul karena produktivitas yang tinggi, di Kecamatan Nangamahap, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. HIDUP BERSIH: Warga Dusun Keladang membersihkan diri seusai berladang. Keberadaan fasilitas air bersih mengubah perilaku hidup warga menjadi lebih sehat. GRATIS: Lembaga pendidikan anak usia dini di Desa Batu Pahat, Kecamatan Nangamahap, Kabupaten Sekadau, dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Lembaga tersebut tidak memungut biaya. TERCEMAR: Air Sungai Sekayam semakin kotor dan tercemar akibat penambangan emas dan ekspansi perkebunan kelapa sawit. Bentang Pipa Alirkan Asa Ketersediaan air bersih mampu meningkatkan kualitas hidup. Warga pun terdorong berperan aktif dalam banyak program pemberdayaan. ANTARA/ERIC IRENG FOTO-FOTO: MI/ARIS MUNANDAR lingkungan sekolah. “Siswa kelas I tadi dibawa ke kebun pepaya. Mereka sekalian diajari berhitung. Buahnya berapa, daunnya berapa, dan seterusnya,” beber Teguh. PAKEM diperkenalkan pertama kali di sekolah ini pada 2005 oleh Wahana Visi Indonesia (WVI). Metode pembelajaran tersebut sebelumnya berhasil diterapkan di beberapa sekolah di Jawa. Selanjutnya, WVI memfasilitasi pelatihan PAKEM bagi 800 guru di Kabupaten Sanggau. (Aries Munandar/N-3) TEMA: 10 Motor Terlaris hingga Akhir Tahun OTOMOTIF KAMIS (27/10/2011) FOKUS

Transcript of KARET UNGGUL: Bentang Pipa Alirkan Asa - ftp.unpad.ac.id filekan pembangunan bendung-an di sumber...

Page 1: KARET UNGGUL: Bentang Pipa Alirkan Asa - ftp.unpad.ac.id filekan pembangunan bendung-an di sumber mata air, juga membentangkan jaringan pipa sepanjang 8 kilometer itu. Itu bukan perkara

ARIES MUNANDAR

PIPA berdiameter 3 inci (7,62 cm) itu tersusun memanjang membe-lah dua dusun. Ia juga

menjulur kukuh di atas Sungai Sekayam yang lebarnya men-capai 50 meter.

Jaringan air bersih milik warga Dusun Keladang, Desa Sotok, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kaliman-tan Barat, itu sudah berumur delapan tahun. Dengan pipa, warga mengalirkan air dari sumbernya di Bukit Bebudaag. Jaraknya sekitar 8 kilometer dari permukiman mereka.

Ada belasan keran yang difungsikan sebagai titik dis-tribusi air untuk pelanggan. “Air bersih hanya dialirkan sampai ke titik tertentu. Warga mengambil air dari keran yang telah disediakan,” kata Mateus, 40, tokoh di Dusun Keladang, beberapa waktu lalu.

Satu titik distribusi melayani 3-6 rumah. Setiap rumah dike-nai iuran Rp5.000 sebulan. Iuran itu dipungut pengurus kelompok pengguna air bersih yang sudah dibentuk warga. Tugasnya mengelola dan mera-wat instalasi air bersih.

Pembatasan distribusi se-ngaja diterapkan untuk me-mudahkan pengawasan dan menghemat pemakaian. Iuran digunakan untuk dana opera-sional dan perawatan.

Instalasi air bersih ini berdiri sejak 2003. Warga memba-ngunnya dengan cara gotong royong. Butuh waktu sekitar tiga bulan untuk merampung-kan pembangunan bendung-an di sumber mata air, juga membentangkan jaringan pipa

sepanjang 8 kilometer itu. Itu bukan perkara mudah.

Saat itu, warga harus naik-tu-run bukit dan menyusuri hutan untuk merangkai pipa, apalagi jaringan yang dibangun harus melintas di atas badan Sungai Sekayam. Tidak cukup sekali pasang untuk merangkai pipa itu.

“Instalasi sempat dibong-kar lagi, sebab setelah selesai dipasang, ternyata tidak ada air yang mengalir ke titik dis-tribusi,” cerita Mateus.

Pada akhir 2009, warga kem-bali harus berjibaku memper-baiki jaringan. Ratusan meter pipa rusak akibat terjangan banjir.

Sungai tercemarDusun Keladang hanya ber-

jarak sekitar 10,5 kilometer dari ibu kota Kecamatan Sekayam, yakni Balai Karangan. Namun, butuh waktu lebih dari 1 jam untuk sampai ke lokasi terse-but karena badan jalan rusak parah.

Dusun penghasil karet, lada, dan pisang ini dilalui aliran Sungai Sekayam. Sungai ini se-jak dulu dimanfaatkan sebagai sarana transportasi, sumber air bersih, dan kebutuhan hidup lainnya.

Dalam perjalanannya, kuali-tas air menurun seiring dengan maraknya penambangan emas di hulu dan ekspansi perke-bunan kelapa sawit. Warga pun menjadi korban. Mereka gampang terserang penyakit, seperti diare dan muntaber.

Selain tercemar, sungai meng-alami pendangkalan. Air yang mengalir pun semakin keruh.

Kondisi itu membuat warga tergerak untuk mencari jalan ke-

luar. Lewat Kelompok Swadaya Masyarakat Boh Odup Meng-ket, mereka sepakat mencari alternatif sumber air bersih dan menyehatkan. Caranya, mem-bangun instalasi air bersih.

Rencana itu sempat terben-tur karena untuk mengalirkan air dari Bukit Bebudaag ke Dusun Keladang harus mele-wati wilayah lain, yakni Dusun Kubing di Desa Kasromego, Kecamatan Beduai, Kabupaten Sanggau.

Mereka pun bernegosiasi. Hasilnya, warga berlainan desa dan kecamatan ini setuju membangun bersama fasilitas air bersih itu.

Kini, hasil jerih payah itu bisa dinikmati warga di kedua dusun. Keberadaan fasilitas air bersih secara perlahan mampu mengubah perilaku dan pola hidup warga. Mereka menjadi lebih bersih dan sehat.

Di sekitar permukiman, war-ga membangun fasilitas mandi, cuci, dan kakus. Mereka juga tidak mengonsumsi dan me-manfaatkan air sungai untuk keperluan memasak.

“Air bersih sudah mengalir lancar ke rumah kami setiap hari,” ungkap Muji, 53, warga Dusun Kubing.

Angka kejadian diare, yang

semula menjadi penyakit lang-ganan, berhasil ditekan. Sebe-lum ada pipa dan air bersih, jumlah penderita diare men-capai 39% dari total jumlah warga. Empat tahun kemu-dian, jumlah itu bisa menurun drastis.

Denda pelanggarSelain iuran bulanan, se-

jumlah aturan diterapkan un-tuk menjaga keberlangsungan fasilitas air bersih itu. Warga menetapkan peraturan desa yang mengenakan sanksi adat bagi pelanggarnya.

Aturan tersebut tidak hanya berlaku bagi penghuni dusun, tetapi juga bagi semua pihak yang mengganggu dan meru-sak fasilitas. Sebuah perusa-haan perkebunan kelapa sawit, misalnya, pernah dijatuhi sanksi adat karena merusak jaringan pipa saat membuka lahan.

Jika diuangkan, denda itu mungkin tidak seberapa. Namun, penerapan sanksi ternyata cukup efektif karena menimbulkan efek jera.

Sanksi yang lebih berat dike-nakan kepada perusak sumber mata air dan lingkungan di sekitarnya. Sebab, kawasan di sekitar sumber air itu sudah ditetapkan sebagai hutan lin-dung oleh warga.

“Dendanya bisa berlipat-li-pat dan akan dikenakan sanksi pidana bagi pelanggar di hu-tan lindung,” jelas Sebastian Songkeng, 62, penggagas dan perintis sarana air bersih di Dusun Keladang.

Seperangkat aturan juga di-sepakati warga saat mengerja-kan pembangunan fasilitas air bersih. Warga yang tidak ikut

bergotong royong namun ingin menikmati layanan air bersih, misalnya, harus menyetorkan iuran sebesar Rp250 ribu ter-lebih dahulu ke kas pengelola. Ketentuan yang sama juga ber-laku bagi penghuni baru.

Sarana air bersih di Dusun Keladang, yang semula me-layani sekitar 100 keluarga, kini berkembang hingga men-jangkau tidak kurang dari 200 rumah, termasuk sekolah dan gereja.

Proyek senilai Rp80 juta ini merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Sanggau yang difasilitasi Wahana Visi In-donesia (WVI). Di daerah ini, WVI juga menggelar program bidang pendidikan, kesehat-an, pengembangan ekono-mi, dan pengorganisasian masyarakat.

Koordinator Pengembangan Masyarakat WVI Sanggau Suko Untoro yakin pemenuhan air bersih menjadi salah satu masalah krusial yang dihadapi wilayah pelayanan mereka. Kekurangan air bersih berarti penurunan kualitas kesehatan dan produktivitas warga.

Pembangunan sarana air bersih, lanjut dia, menjadi bagian dari strategi WVI untuk mendekati dan mendorong peran aktif warga dalam setiap program mereka.

“Warga akan meninggal-kan sifat individual, sebab air bersih merupakan kebutuhan bersama. Semangat bersatu ini kemudian menular ke kegiat-an lain,” ungkap aktivis yang telah bekerja selama 27 di WVI itu. (N-2)

[email protected]

23RABU, 26 OKTOBER 2011USANTARA

Instalasi sempat dibongkar lagi,

sebab setelah selesai dipasang, ternyata tidak ada air yang mengalir ke titik distribusi.”

MateusTokoh masyarakat

WARGA PERBATASAN: Anak-anak suku Dayak berjalan menuju sekolah yang berjarak 7 km dengan kondisi jalan rusak, di Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu.

KARET UNGGUL: Petani beralih menggunakan bibit karet unggul karena produktivitas yang tinggi, di Kecamatan Nangamahap, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.

HIDUP BERSIH: Warga Dusun Keladang membersihkan diri seusai berladang. Keberadaan fasilitas air bersih mengubah perilaku hidup warga menjadi lebih sehat.

GRATIS: Lembaga pendidikan anak usia dini di Desa Batu Pahat, Kecamatan Nangamahap, Kabupaten Sekadau, dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Lembaga tersebut tidak memungut biaya.

TERCEMAR: Air Sungai Sekayam semakin kotor dan tercemar akibat penambangan emas dan ekspansi perkebunan kelapa sawit.

Bentang Pipa Alirkan AsaKetersediaan air bersih mampu meningkatkan kualitas hidup. Warga pun terdorong berperan aktif dalam banyak program pemberdayaan.

ANTARA/ERIC IRENG

FOTO-FOTO: MI/ARIS MUNANDAR

lingkungan sekolah.“Siswa kelas I tadi dibawa ke

kebun pepaya. Mereka sekalian diajari berhitung. Buahnya berapa, daunnya berapa, dan seterusnya,” beber Teguh.

PAKEM diperkenalkan pertama kali di sekolah ini pada 2005 oleh Wahana Visi Indonesia (WVI). Metode pembelajaran tersebut sebelumnya berhasil

diterapkan di beberapa sekolah di Jawa. Selanjutnya, WVI memfasilitasi pelatihan PAKEM bagi 800 guru di Kabupaten Sanggau. (Aries Munandar/N-3)

TEMA:10 Motor Terlaris

hinggaAkhir Tahun

OTOMOTIFKAMIS (27/10/2011)

FOKUS