pH Dan Temperatur Enzim
-
Upload
nurul-putry-syahrul -
Category
Documents
-
view
347 -
download
1
Transcript of pH Dan Temperatur Enzim
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGARUH pH DAN TEMPERATUR TERHADAP AKTIVITAS ENZIM AMILASE
NAMA : AMALYAH FEBRYANTINIM : H311 10 265KELOMPOK : IV (EMPAT)HARI/TANGGAL PERCOBAAN : KAMIS/5 APRIL 2012ASISTEN : BALQIS MUSA
LABORATORIUM BIOKIMIAJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian besar protein yang disintesis oleh sel berfungsi sebagai enzim atau
katalisator biologis. Enzim memiliki energi katalik yang luar biasa, yang biasanya
jauh lebih besar dari katalisator sintesis. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap
subtratnya, enzim mempercepat reaksi kimiawi spesifik tanpa pembentukan produk
samping, dan molekul ini berfungsi di dalam larutan encer pada suhu dan pH normal.
Hanya sedikit katalisator non-biologi yang dilengkapi sifat-sifat ini. Enzim biasanya
terdapat dalam sel dengan konsentrasi yang sangat rendah.
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan urut-
urutan yang teratur, enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan
molekul nutrien, reaksi yang menyimpan dan mengubah energi kimiawi, dan
membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana. Di antara sejumlah enzim yang
berpartisipasi di dalam metabolisme, terdapat sekelompok khusus yang dikenal
sebagai enzim pegatur, sesuai dengan isyarat metabolik dan mengubah kecepatan
kataliknya sesuai dengan isyarat yang diterima (Lehninger, 1982).
Kinetika enzim dipengaruhi oleh laju reaksi enzimatik. Faktor-faktor penting
yang mempengaruhi laju reaksi enzimatik adalah konsentrasi substrat dan enzim,
demikian pula faktor-faktor lain seperti pH, suhu, dan ada tidaknya kofaktor dan ion
logam. Kajian mengenai bagaimana suatu laju bergantung pada variabel-variabel
yang diperoleh secara percobaan dapat menyebabkan perbedaan di antara
mekanisme-mekanisme yang mungkin terjadi. Hal inilah yang mendasari dilakukan
percobaan ini.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari
pengaruh temperatur dan pH terhadap aktivitas enzim amilase.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menentukan pH optimum dari aktivitas enzim amilase.
2. Untuk menentukan temperatur optimum dari enzim amilase.
1.3 Prinsip Percobaan
1.3.1 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Menetukan aktivitas kerja enzim amilase pada berbagai pH dengan iodin
sebagai indikator dengan mengamati perubahan warna yang terjadi dari ungu ke
bening setiap waktu.
1.3.2 Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Menetukan aktivitas kerja enzim amilase pada berbagai pH dengan iodin
sebagai indikator dengan mengamati perubahan warna yang terjadi dari ungu ke
bening.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Setiap hari tubuh kita terus menerus menerima asupan karbohidrat dari
makanan yang kita makan, khususnya nasi. Nasi yang merupakan polisakarida
merupakan makanan sumber karbohidrat, dalam hal ini adalah kelompok amilum.
Amilum, atau bahasa sehari-harinya adalah pati terdapat pada umbi, daun, batang dan
biji-bijian. Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah
polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28 %) dan amilopektin. Pada saat
kita mengunyah nasi (amilum), maka dalam mulut terjadi suatu reaksi kimia, yaitu
pemecahan ikatan-ikatan pada amilum dengan bantuan enzim, dalam hal ini adalah
enzim amilase yang terdapat dalam saliva (air liur). Enzim merupakan suatu senyawa
yang termasuk dalam golongan protein. Enzim ini memiliki fungsi yang sangat
penting dalam kelangsungan hidup manusia karena sebagian besar dari proses
metabolisme tubuh kita mengikut sertakan kinerja dari enzim tersebut. Tetapi perlu
kita ketahui bahwa kerja suatu enzim tentu saja tidak lepas dari syarat-syarat yang
harus dipenuhi, misalnya harus dalam suhu tertentu, pH tertentu dan masih banyak
lagi faktor-faktor yang mempengaruhi kerja dari enzim tersebut (Imas, 2010).
Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini adalah protein,
aktivitas kataliknya bergantung kepada integritas strukturnya sebagai protein.
Sebagai contoh, jika suatu enzim dididihkan dengan asam kuat atau diinkubasi
dengan tripsin, yaitu perlakuan yang memotong rantai polipeptida, aktivitas
kataliknya biasanya akan hancur, hal ini memperlihatkan bahwa struktur kerangka
primer protein enzim dibutuhkan untuk aktivitasnya. Selanjutnya, jika kita mengubah
berlipatnya rantai protein yang khas dari keadaan normal, atau oleh perlakuan dengan
senyawa perusak lainnya, aktivitas katalik enzim juga akan lenyap. Jadi, struktur
primer, sekunder, dan tersier protein enzim penting bagi aktivitas kataliknya
(Lehninger, 1982).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim, antara lain (Poedjiadi, 1994):
1. Konsentrasi enzim, seperti pada katalis lain kecepatan suatu reaksi yang
menggunakan enzim bergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu
konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya
konsentrasi enzim.
2. Konsentrasi substrat, pada konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim ini
hanya menampung substrat sedikit. Bila konsentrasi substrat diperbesar, makin
banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian aktif
tersebut.
3. Suhu, enzim merupakan suatu protein sehingga kenaikan suhu dapat
menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi denaturasi, maka
bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif
enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya menurun.
4. Pengaruh pH, struktur ion enzim bergantung pada pH lingkungannya. Perubahan
pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam
membentuk kompleks enzim substrat. Di samping pengaruh terhadap struktur ion
pada enzim, pH rendah atau tinggi dapat pula menyebabkan menurunnya aktivitas
enzim.
5. Pengaruh inhibitor, molekul atau ion yang yang dapat menghambat reaksi
dinamakan inhibitor. Hambatan merupakan mekanisme pengaturan reaksi-reaksi
yang terjadi dalam tubuh kita. Inhibitor ini dapat menyebabkan menurunnya
aktivitas enzim.
Amilase-amilase merupakan kanji yang didegradasi oleh enzim-enzim.
Senyawa-senyawa secara luas didistribusi oleh mikroba-mikroba, tumbuhan, dan
hewan-hewan. Enzim-enzim didegradasi oleh kanji dan dihubungkan dengan
polimer-polimer menjadi karbohidrat yang terdapat pada bahan makanan, seperti
nasi, gandum, jagung, dan lain-lain. Awalnya istilah amilase telah digunakan secara
asli membuat kemampuan enzim-enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikolisis pada
amilase, amilopektin, glikogen, dan produk-produk yang terdegradasi. Enzim-enzim
bertindak menghidrolisis ikatan-ikatan antara unit-unit glukosa yang berdekatan,
karakteristik yang dimiliki produk-produk karbohidrat pada partikulat-partikulat
enzim (Aiyer, 2005)
Katalisator mempercepat reaksi kimia, mengalami perubahan selama reaksi,
tetapi berubah kembali kepada keadaan semula setelah reaksi-reaksi selesai. Enzim
merupakan biokatalisator yang bekerja spesifik. Aktivitas katalis yang dimiliki enzim
merupakan alat ukur yang selektif dan sensitif terhadap aktivitas enzim. Aktivitas
enzim dapat diamati dari sisa substrat, pH, suhu, dan indikator. Aktivitas enzim dapat
diamati dari sisa substrat atau produk yang terbentuk. Faktor yang mempengaruhi
pengukuran aktivitas enzim antara lain konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH, dan
indikator. Aktivitas enzim meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu, laju
berbagai proses metabolisme akan naik sampai batasan suhu maksimal. Prinsip
biologis utama adalah homeostatis, yaitu keadaan dalam tubuh yang selalu
mempertahankan keadaan normalnya. Perubahan relatif kecil saja dapat
mempengaruhi aktivitas banyak enzim. Adanya inhibitor non kompetitif irreversibel
dan antiseptik dapat menurunkan aktivitas enzim. Kecepatan reaksi mula-mula
meningkat dengan menaiknya suhu, hal ini disebabkan oleh peningkatan energi
kinetik pada molekul-molekul yang bereaksi. Akan tetapi, pada akhirnya energi
kinetik enzim melampaui rintangan energi untuk memutuskan ikatan hidrogen dan
hidrofobik yang lemah, yang mempertahankan struktur sekunder-tersiernya. Pada
suhu ini, terjadi denaturasi enzim menunjukkan suhu optimal. Sebagian besar enzim
suhu optimalnya berada diatas suhu dimana enzim itu berada. Aktivitas enzim
maksimal diperoleh pada pH optimal, untuk saliva (enzim amilase) pH-nya 7. Bentuk
kurva aktivitas pH ditentukan oleh denaturasi enzim (pada pH tinggi atau rendah)
dan penambahan status bermuatan pada enzim dan atau substrat. Enzim dapat pula
mengalami perubahan bentuk bila pH bervariasi. Gugus yang bermuatan yang jauh
dari daerah terikat substrat diperlukan untuk mempertahankan struktur tersier-
kuartener yang aktif. Dengan perubahan muatan pada gugus ini, maka protein dapat
terbuka sehingga aktivitasnya berubah. Kecepatan awal suatu reaksi merupakan
kecepatan yang diukur sebelum terbentuk produk yang cukup untuk memungkinkan
suatu reaksi, kecepatan awal suatu reaksi yang dikatalisis enzim harus sebanding
dengan konsentrasi enzim. Untuk menentukan kecepatan reaksi, sebenarnya
pengaruh konsentrasi substratlah yang sangat berarti. Namun, konsentrasi substrat
yang menunjukkan kecepatan maksimal aktivitas enzim akan mencerminkan jumlah
enzim aktif yang ada. Inhibitor non kompetitif irreversibel adalah suatu zat yang
menghambat kerja enzim dengan cara berikatan dengan enzim, tetapi bukan pada sisi
aktifnya, karena inhibitor tidak memiliki kesamaan dengan struktur substrat, maka
peningkatan konsentrasi substrat umumnya tidak menghilangkan inhibitor tersebut.
Banyak racun yang bekerja sebagai inhibitor non kompetitif irreversibel terhadap
aktivitas enzim, antara lain ion logam berat, iodosetamida, dan zat-zat pengoksidatif
(Imas, 2010).
Sejarah dari industri produksi enzim-enzim ketika Dr. Jhokichi Takamine
mulai memproduksi preparasi enzim pencernaan oleh jenis gandum bran koji
Aspergillus oryzae pada tahun 1894. Industri produksi pada tepung dekstro dan
kristal dekstro dari kanji menggunakan α-amilase dan glukoamilase mulai pada tahun
1959. Sejak itu, enzim-enzim amilase sering digunakan dengan variasi tertentu.
Konversi kanji menjadi glukosa, sirup, dan dekstrin-dekstrin membentuk yang
bagian-bagian besar dari proses industri kanji. Hidrolisis digunakan sebagai sumber
karbon pada fermentasi sebagai sumber-sumber kemanisan pada tingkatan
perusahaan produksi-produksi makanan. Hidrolisis pada kanji untuk memproduksi
glukosa, maltosa, dan lain-lain telah dibawa melalui degradasi kontrol (Aiyer, 2005).
Ensim α-amilase merupakan enzim ekstraseluler sehingga dalam proses
ekstraksinya tidak memerlukan pemecahan sel. Pemanfaatan campuran onggok atau
dedak cukup potensial sebagai media pertumbuhan kapang Aspergilus niger. Dalam
upaya memproduksi enzim dalam sistem fermentasi media semi padat sehubungan
fermentasi kadar pati, protein, vitamin serta mineral yang ada di dalamnya. Enzim α-
amilase diperoleh dari produksi lebih lanjut dilakukan isolasi (pemurnian) secara
parsial dengan melakukan penambahan (NH4)2SO4. Hal ini dimungkinkan karena
garam berfungsi untuk merusak mantel air yang terdapat di sekitar enzim (protein)
sehingga protein akan mengendap (Sembayang, 2005).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan antara lain larutan pati 1%, NaCl 0,1 M, saliva encer
(enzim amilase), buffer posfat pH 8,0; 7,4; 7,0; 6,8; 6,2; 5,4; 5,0, asam asetat, iodin
0,01 M, tissue roll, akuades, spiritus, kertas label, es batu, dan sabun cair.
3.2 Alat Percobaan
Alat yang digunakan antara lain tabung reaksi, rak tabung reaksi, inkubator,
pipet tetes, pipet skala, gelas piala 600 mL, gegep kayu, bunsen, labu semprot, plat
tetes, kaki tiga, kasa dan sikat tabung.
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
7 buah tabung reaksi diisi masing-masing 5 mL larutan buffer fosfat berturut-
turut pH 8,0; 7,4; 7,0; 6,8; 6,2; 5,4 dan 5,0. Ke dalam larutan buffer ini dimasukkan
2,5 mL larutan pati 1%, 1 mL NaCl 0,1 M, dan 1 mL saliva encer dan untuk buffer
pH 8,0 dan 7,4 diasamkan dengan ditambahkan 1 mL asam asetat. Selanjutnya
tabung-tabung dimasukkan di dalam penangas air selama 5 menit. Setelah 5 menit,
tabung dikeluarkan dari penangas air dan ditambahkan iodin dalam tabung reaksi
sebanyak 0,5 mL secara bersamaan. Lalu diperhatikan perubahan yang terjadi.
Dicatat perubahan dan waktu yang dibutuhkan pada berbagai pH setiap interval 5
menit. Selanjutnya dibuat grafik pH versus kebalikan waktu (1/T) dan dari grafik itu
ditentukan pH optimumnya.
3.3.2 Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Delapan buah tabung reaksi disediakan. Ke dalam 4 buah tabung reaksi diisi
masing-masing 2,5 mL larutan amilum 1%. Kemudian, 4 tabung reaksi lainnya diisi
dengan 0,5 mL saliva. Setelah itu, kedua tabung (1) yang berisi larutan amilum dan
saliva dicelupkan ke dalam air es, kedua tabung (2) yang berisi amilum dan saliva
pada temperatur kamar, kedua tabung (3) yang berisi amilum dan saiva pada 38 oC
dan kedua tabung (4) pada temperatur 100 oC (air mendidih). Pada menit ke-5,
masing-masing tabung yang berisi amilum ditambahkan 3 tetes saliva encer. Pada
setiap interval 5 menit, diambil contoh masing-masing tabung dan diuji pada plat
tetes yang sudah diisi dengan 1 tetes iodin 0,01 M. Kecepatan penguraian masing-
masing contoh ditentukan dengan melihat perubahan warna yang berlaku.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Keasaman atau pH merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
konformasi enzim sehingga akan mempengaruhi juga aktivitas dari enzim itu sendiri.
Enzim mempunyai aktivitas paling besar pada pH optimumnya.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 1. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Waktu
(menit)
Warna
pH 8,0 pH 7,4 pH 7,0 pH 6,8 pH 6,2 pH 5,4 pH 5,0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
+++
+
-
+++
+
-
+++
+++
++
++
++
+
+
+
+
+
-
+++
++
+
+
-
+++
++
+
-
+++++
+
+++++
+
+++++
+
+++++
+
+++++
+
++
++
++
++
++
+
+
-
Keterangan :
+ + + + + + = biru tua + + + + = biru ++ = agak biru muda
+ + + + + = agak biru tua + + + = biru muda + = agak bening
- = bening
4.1.2 Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Suhu atau temperatur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kerja
enzim. Pengaruh temperatur dapat menyebabkan pecahnya ikatan hidrogen dan
ikatan kovalen yang menyebabkan perubahan konformasi protein atau enzim
sehingga pusat-pusat aktif menjadi berjauhan letaknya, akibatnya aktivitas enzim
menjadi berubah.
Tabel 2. Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Waktu
(menit)
Warna
Tabung 1 (0oC) Tabung 2 (25oC) Tabung 3 (38oC) Tabung 4 (100oC)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
+ + + +
+ + + +
+ + + +
+ + + +
+ + + +
+ + + +
+ + + +
+ + + +
+ + + +
+ + + +
+ + + +
+ + + + +
+ + + + +
+ + + + +
+ + + + +
+ + + + +
+ + + + +
+ + + + +
+ + + + +
+ + + + +
+ + + + +
+ + + + +
+ + +
+ + + +
+ + + +
+ + + + + +
+ + + + +
+ + +
+ +
+
+
-
+ + + + + +
+ + + + + +
+ + + + + +
+ + + + + +
+ + + + + +
+ + + + + +
+ + + + + +
+ + + + + +
+ + + + + +
+ + + + + +
+ + + + + +
Keterangan :
+ + + + + + = biru tua + + + + = biru ++ = agak biru muda
+ + + + + = agak biru tua + + + = biru muda + = agak bening
- = bening
4.2 Reaksi
Adapun reaksi yang terjadi pada percobaan inni adalah sebagai berikut:
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Tabel 3. pH dan Waktu Perubahan Biru Keunguan menjadi Bening
pH Waktu (T) (menit) 1T (menit)
8,0
7,4
7,0
6,8
6,2
5,0
15
15
55
25
20
35
0,067
0,067
0,018
0,040
0,050
0,028
Grafik 1. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.50
0.010.020.030.040.050.060.070.08
1/t
pH
1/t (
men
it)
Pada percobaan mengenai pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase,
larutan-larutan buffer dengan pH bervariasi, yaitu 8,0; 7,4; 7,0; 6,8; 6,2; 5,4; 5,0
ditambahkan larutan amilum yang bertindak sebagai subtrat. Kemudian ditambahkan
NaCl, tujuan penambahan tersebut adalah menetralkan suasana/kondisi buffer
tersebut. Setelah itu, ditambahkan saliva encer yang bertindak sebagai enzim karena
pada saliva terkandung enzim amilase. Larutan yang memiliki pH 8,0 dan 7,4
diteteskan asam asetat agar pH larutan tersebut menurun dan mempermudah reaksi
amilum dengan iodin. Kemudian campuran tersebut diletakkan pada 38 oC, yakni
suhu optimum enzim dan diteteskan iodin. Tujuan penambahan iodin adalah untuk
mempercepat hidrolisis amilum menjadi glukosa, dengan melihat perubahan warna
dari biru keunguan menjadi bening.
Kondisi pH dapat memengaruhi aktivitas enzim melalui pengubahan stuktur
atau pengubahan muatan pada residu yang berfungsi dalam pengikatan substrat atau
katalis. Larutan yang memilki pH 8,0 dan 7,4 didapatkan perubahan warna bening
pada menit ke-15. Hal itu menunjukkan bahwa aktivitas enzim amilase meningkat
pada pH tersebut. Berdasarkan teori pH optimum aktivitas enzim adalah 7,4 sehingga
enzim akan rusak di atas pH 7,4. Hal itu disebabkan karena perubahan konformasi
yang mengakibatkan pecahnya ion-ion dari gugus-gugus tertentu pada enzim. Jika
kita perhatikan pH 8,0 mengalami perubahan warna bening bersamaan dengan
larutan yang ber-pH 7,4 karena penambahan asam asetat yang banyak, melebihi
kuantitas yang disarankan pada prosedur percobaan. Dengan demikian, terdapat
kesalahan prosedur pada saat penambahan larutan asam ini. Larutan ber-pH 5,4
mengalami perubahan warna bening yang sangat lama dari larutan yang ber-pH
lainnya. Hal ini karena pH 5,4 merupakan pH minimum sehingga aktivitas enzim
menurun jadi terdapat kesesuaian antara teori dengan praktikum.
Pada kurva yang diperoleh melalui percobaan, dapat dilihat bahwa enzim
amilase saliva memiliki pH optimal pada pH 7,4 dan 8,0 karena pada pH ini
diperoleh aktivitas enzim yang tinggi (kecepatan reaksi enzimatik tinggi). Umumnya,
kecepatan reaksi enzimatik meningkat hingga mencapai pH optimal dan menurun
setelah pH lebih besar dari pH optimal. Pada pH 5, aktivitas enzim masih ada, tetapi
kecil (ditunjukkan oleh kecepatan reaksi enzimatik yang kecil pula). Hal ini
disebabkan pada pH kurang dari 4, enzim amilase saliva menjadi tidak aktif. Pada pH
9 dan 11, aktivitas enzim menurun karena telah terlewati pH optimal dari enzim
tersebut. Warna larutan akan berubah warna ungu menjadi bening, menandakan
terjadi proses enzimatik yaitu enzim amilase yang menghidrolisis amilum menjadi
satuan glukosa. Dengan memutuskan ikatan glikosida.
4.3.2 Pengaruh Temparatur terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Tabel 4. Temperatur dan Waktu Perubahan Biru Keunguan menjadi Bening
Temperatur Waktu (t) (menit) 1t (menit)
38oC 45 0,022
Grafik 2. Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Enzim Amilase
0 20 40 60 80 100 1200
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
Temperatur (oc)
1/t (
men
it)
Hasil penetesan pertama pada plat tetes (5 menit pertama) semua contoh
memberikan warna biru keunguan. Setelah pengambilan pada menit ke-10 sampai
menit ke-55 tabung (1) suhu 0 oC, tabung (2) suhu kamar, dan tabung (4) suhu 10 oC
tidak mengalami perubahan warna biru keunguan menjadi bening. Sedangkan,
tabung (3) pada suhu 38 oC mengalami perubahan menjadi warna bening pada menit
ke-45. Intensitas warna biru yang diberikan pada tabung yang telah disimpan pada
suhu 38 ºC sudah berkurang dan lebih cepat menjadi bening dibandingkan pada
tabung yang lain. Dari tidak terbentuknya warna biru pada plat tetes, kita bisa
mengambil kesimpulan bahwa pati (amilum) yang terdapat pada contoh sudah habis
bereaksi. Dan karena pada temperatur 38 ºC larutan contoh paling cepat memberikan
hasil larutan bening, maka pada suhu ini (38 ºC) merupakan suhu optimum untuk
enzim amilase. Pada suhu kamar, penetesan contoh dari tabung juga memberikan
larutan yang berwarna bening, hanya saja hasil yang didapatkan lebih lambat, dapat
disimpulkan bahwa enzim amilase masih dapat bekerja pada suhu kamar, walaupun
aktifitasnya tidak maksimal. Hasil yang didapatkan pada percobaan ini sesuai dengan
teori bahwa suhu 38 oC merupakan suhu optimum aktivitas enzim. Jadi pada suhu
tersebut enzim masih bekerja dengan cepat.
Lain halnya pada suhu 0 ºC aktifitas enzim amilase sangat lambat, karena
pengaruh suhu yang terlalu rendah, sehingga enzim tersebut sulit untuk melakukan
aktifitasnya. Suhu yang rendah tersebut biasanya digunakan untuk mengawetkan
enzim, karena pada suhu yang sangat rendah, aktifitas enzim bisa dikatakan terhenti
sama sekali sehingga pada tabung yang ditempatkan pada suhu tersebut tidak
mengalami perubahan warna menjadi bening. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada
suhu 0 oC, enzim dalam keadaan tidak aktif.
Berdasarkan teori, pada suhu kamar, yakni 25 oC reaksi enzimatis masih
dapat berlangsung walaupun sangat lambat. Sedangkan hasil percobaan yang
diperoleh pada suhu tersebut sangat kontras dengan teori, kompleks iod tidak
mengalami perubahan warna menjadi bening. Hal ini diakibatkan ketidaktelitian
dalam meneteskan dan memipet. Selain itu, suhu ruangan di laboratorium lebih
rendah dibandingkan dengan suhu ruangan normal sehingga aktivitas enzim
mengalami perubahan.
Pada suhu 100 oC, larutan tidak mengalami perubahan warna menjadi bening
karena suhu ini sangat ekstrim dan melampaui atas suhu optimum sehingga energi
kinetik pada kompleks iod akan meningkat. Peningkatan energi kinetik dapat
memutuskan ikatan hidrogen dan ikatan kovalen pada struktur sekunder-tersiernya.
Dengan demikian, enzim akan mengalami perubahan konformasi sehingga pusat-
pusat aktif menjadi berjauhan letaknya, akibatnya aktivitas enzim berubah. Hasil
yang diproleh sesuai dengan teori bahwa pada suhu ini, denaturasi yang disertai
dengan penurunan aktivitas enzim sebagai katalis akan terjadi. Semakin lama suatu
enzim dipertahankan pada suhu dimana strukturnya sedikit labil, maka semakin besar
kemungkinan enzim tersebut mengalami denaturasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan kami, dapat disimpulkan bahwa:
1. pH optimum dari aktivitas enzim amilase adalah pH 7,4.
2. Temperatur optimum dari aktivitas enzim amilase adalah 38 oC.
5.2 Saran
Pada percobaan ini, sebaiknya kuantitas saliva yang digunakan banyak agar
hasil yang didapatkan lebih maksimal. Bahan yang digunakan dalam menganalisis,
terlebih dahulu harus diperiksa agar hasil yang didapatkan lebih bagus. Selain itu,
fasilitas-fasilitas laboratorium sebaiknya ditingkatkan agar waktu yang digunakan
semakin efisien. Saran untuk asisten, sebainya tetap pertahankan penjelasan secara
mendetail sebelum proses praktikum dimulai.
DAFTAR PUSTAKA
Aiyer, P., V., 2005, Amylases and Their Aplications, Biotechnology, (online), 4 (13), 1525-1529, (http://google.com/jurnal of amylase enzym/aplications of amylases, diakses tanggal 4 Juli 2008 pukul 15.00 WITA).
Imas, 2010, Pengaruh pH dan Temperatur terhadap Aktivitas Enzim Amilase (online) (www. Skripsi4u.com, diakses pada tanggal 30 November 2010 pukul 09.45 WITA).
Lehninger, L. A., 1982, Dasar-dasar Biokimia Jilid 1 diterjemahkan oleh: Maggy Thenawijaya, Erlangga, Jakarta.
Poedjiadi, A., 1994, Dasar-dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.
Sembayang, F., 2005, Isolasi Enzim α–Amilase dari Aspergillus niger dengan Menggunakan Media Campuran Onggok dan Dedak, Komunikasi Penelitian, (online), 17 (5), 81-88, (http://google.com/kpm-des, diakses tanggal 4 Maret 2007 pukul 18.19 WITA).
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 11 April 2012
Asisten Praktikan
(BALQIS MUSA) (AMALYAH FEBRYANTI)
BAGAN KERJA
1. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
- Dipipet 5 mL dengan pH 8,0; 7,4; 7,0; 6,8; 6,2; 5,4; 5,0
- Ditambahkan 2,5 mL larutan pati 1%
- Ditambahkan NaCl 0,1 M 1 mL
- ditambahkan 1 mL saliva encer
- ditambahkan asam asetetat 1 mL untuk pH 8,0 dan 7,4
- dimasukkan dalam penangas air selama 5 menit
- Ditambahkan 0,5 mL iodin 0,01 M.
- Dicatat setiap perubahan warna dari biru ke bening setiap interval 5
menit.
Larutan Buffer
Larutan
Data
2. Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Enzim Amilase
- Dimasukkan ke dalam 4 tabung reaksi yang berbeda.
- Dicelupkan tabung (1) ke dalam air es, rtabung (2) pada suhu kamar,
tabung (3) pada suhu 38 oC, dan tabung (4) pada suhu 100 oC.
- Dicampurkan dengan cara dimasukkan 3 tetes saliva ke dalam
amilum
2,5 mL Amilum 1 % 0,5 mL Saliva encer
Campuran
- Diambil 2 tetes contoh masing-
masing tabung pada interval 5
menit dan diuji pada plat tetes
yang sudah diisi dengan 1 tetes
iodin 0,01 M.
- Ditentukan kecepatan
penguraian masing-masing
contoh dengan mellihat
peruahan warna yang terjadi.
Data
FOTO HASIL PERCOBAAN
1. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
2. Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Enzim Amilase
PENGARUH pH DAN TEMPERATUR TERHADAP AKTIVITAS ENZIM AMILASE Setiap hari tubuh kita terus menerus menerima asupan karbohidrat dari makanan yang kita makan, khususnya nasi. Nasi yang merupakan polisakarida merupakan makanan sumber karbohidrat, dalam hal ini adalah kelompok amilum. Amilum, atau bahasa sehari-harinya adalah pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian. Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan amilopektin. Pada saat kita mengunyah nasi (amilum), maka dalam mulut terjadi suatu reaksi kimia, yaitu pemecahan ikatan-ikatan pada amilum dengan bantuan enzim, dalam hal ini adalah enzim amilase yang terdapat dalam saliva (air liur). Enzim merupakan suatu senyawa yang termasuk dalam golongan protein. Enzim ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia karena sebagian besar dari proses metabolisme tubuh kita mengikut sertakan kinerja dari enzim tersebut. Tetapi perlu kita ketahui bahwa kerja suatu enzim tentu saja tidak lepas dari syarat-syarat yang harus dipenuhi misalnya harus dalam suhu tertentu, pH tertentu dan masih banyak lagi faktor-faktor yang mempengaruhi kerja dari enzim tersebut. Katalisator mempercepat reaksi kimia, mengalami perubahan selama reaksi, tetapi berubah kembali kepada keadaan semula setelah reaksi-reaksi selesai. Enzim merupakan biokatalisator yang bekerja spesifik. Aktivitas katalis yang dimiliki enzim merupakan alat ukur yang selektif dan sensitif terhadap aktivitas enzim. Aktivitas enzim dapat diamati dari sisa substrat, pH, suhu, dan indikator. Aktivitas enzim dapat diamati dari sisa substrat atau produk yang terbentuk. Faktor yang mempengaruhi pengukuran aktivitas enzim antara lain konsentrasi enzim dan substrat, suhu, pH, dan indikator. Aktivitas enzim meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu, laju berbagai proses metabolisme akan naik sampai batasan suhu maksimal. Prinsip biologis utama adalah homeostatis, yaitu keadaan dalam tubuh yang selalu mempertahankan keadaan normalnya. Perubahan relatif kecil saja dapat mempengaruhi aktivitas banyak enzim. Adanya inhibitor non kompetitif irreversibel dan antiseptik dapat menurunkan aktivitas enzim.Kecepatan reaksi mula-mula meningkat dengan menaiknya suhu, hal ini disebabkan oleh peningkatan energi kinetik pada molekul-molekul yang bereaksi. Akan tetapi pada akhirnya energi kinetik enzim melampaui rintangan energi untuk memutuskan ikatan hidrogen dan hidrofobik yang lemah, yang mempertahankan struktur sekunder-tersiernya. Pada suhu ini terjadi denaturasi enzim menunjukkan suhu optimal. Sebagian besar enzim suhu optimalnya berada diatas suhu dimana enzim itu berada.Aktivitas enzim maksimal diperoleh pada pH optimal, untuk saliva (enzim amilase) pHnya 7. Bentuk kurva aktivitas pH ditentukan oleh denaturasi enzim (pada pH tinggi atau rendah) dan penambahan status bermuatan pada enzim dan atau substrat. Enzim dapat pula mengalami perubahan bentuk bila pH bervariasi. Gugus yang bermuatan yang jauh dari daerah terikat substrat diperlukan untuk mempertahankan struktur tersier-kuartener yang aktif. Dengan perubahan muatan pada gugus ini maka protein dapat terbuka sehingga aktivitasnya berubah.Kecepatan awal suatu reaksi merupakan kecepatan yang diukur sebelum terbentuk produk yang cukup untuk memungkinkan suatu reaksi, kecepatan awal suatu reaksi yang dikatalisis enzim harus sebanding dengan konsentrasi enzim. Untuk menentukan kecepatan reaksi, sebenarnya pengaruh konsentrasi substratlah yang sangat berarti. Namun, konsentrasi substrat yang menunjukkan kecepatan maksimal aktivitas enzim akan mencerminkan jumlah enzim aktif yang ada.Inhibitor non kompetitif irreversibel adalah suatu zat yang menghambat kerja enzim dengan cara berikatan dengan enzim tetapi bukan pada active sidenya, karena inhibitor tidak memiliki kesamaan dengan struktur substrat, maka peningkatan konsentrasi substrat umumnya tidak menghilangkan inhibitor tersebut. Banyak racun yang bekerja sebagai inhibitor non kompetitif irreversibel terhadap aktivitas enzim, antara lain ion logam berat, iodosetamida, dan zat-zat pengoksidatif.