PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh...

21
Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap Pdt. Dr. Einar M. Sitompul. Pergaulan Sitompul yang luas terlihat dari ragam penulis yang menyumbangkan pemikirannya untuk percakapan mengenai: (1) Teologi agama-agama dan dialog antariman; (2) Injil dan Kebudayaan; (3) Gereja dan Masyarakat; dan (4) Kesan dan kisah pelayanan Bang Einar. Buku ini cocok untuk dimiliki oleh para akademisi yang aktif dalam bidang teologi lintas iman, aktivis dan warga gereja, para pendeta yang ingin mengetahui pergumulan kontemporer gereja di tengah bangsa Indonesia, dan para sahabat yang ingin mengetahui kisah sosok yang memasuki masa emeritasi kependetaannya ini. Einar Martahan Sitompul adalah Pendeta HKBP dan pegiat dialog lintas iman yang dikenal melalui berbagai tulisannya. Sitompul menyelesaikan studi doktoralnya di STT Jakarta di bawah bimbingan Prof. Olaf Schumann dengan disertasi “Muhammad lgbal dan Negara Islam tahun” (1998). Beberapa bukunya a.l.: NU dan Pancasila (1996), Gereja Menyikapi Perubahan (2004), Menjadi Berkat Menjadi Bijak (2011), Pernah melayani a.l. sebagai Sekretaris Umum PGI Wilayah Jawa Barat, Sekretaris Pembinaan HKBP, dosen STT Jakarta, Kepala Litbang PGI, dan terakhir melayani sebagai Pendeta Resort HKBP Menteng. Diterbitkan oleh Unit Publikasi dan Informasi Sekolah Tinggi Teologi Jakarta bekerjasama dengan HKBP Menteng 2 PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG Buku 2 - 65 Tahun Pdt. Dr. Einar M. Sitompul Unit Publikasi dan Informasi Sekolah Tinggi Teologi Jakarta HKBP MENTENG printed on recycled paper cover-2rev.indd 1 10/02/2014 13:14:37

Transcript of PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh...

Page 1: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

Buku kedua dari tiga

menampilkan tulisan-tulisan

berbagai tokoh masyarakat,

aktivis dialog lintasiman,

teolog, dan warga gereja

sebagai penghormatan

terhadap Pdt. Dr. Einar M.

Sitompul. Pergaulan Sitompul

yang luas terlihat dari ragam

penulis yang menyumbangkan

pemikirannya untuk

percakapan mengenai: (1)

Teologi agama-agama dan

dialog antariman; (2) Injil dan

Kebudayaan; (3) Gereja dan

Masyarakat; dan (4) Kesan

dan kisah pelayanan Bang

Einar. Buku ini cocok untuk

dimiliki oleh para akademisi

yang aktif dalam bidang

teologi lintas iman, aktivis dan

warga gereja, para pendeta

yang ingin mengetahui

pergumulan kontemporer

gereja di tengah bangsa

Indonesia, dan para sahabat

yang ingin mengetahui kisah

sosok yang memasuki masa

emeritasi kependetaannya ini.

Einar

Martahan

Sitompul

adalah

Pendeta

HKBP dan

pegiat

dialog lintas iman yang dikenal melalui

berbagai tulisannya. Sitompul

menyelesaikan studi

doktoralnya di STT Jakarta di

bawah bimbingan Prof. Olaf

Schumann dengan disertasi

“Muhammad lgbal dan

Negara Islam tahun” (1998).

Beberapa bukunya a.l.: NU

dan Pancasila (1996), Gereja

Menyikapi Perubahan (2004),

Menjadi Berkat Menjadi Bijak

(2011), Pernah melayani a.l.

sebagai Sekretaris Umum

PGI Wilayah Jawa Barat,

Sekretaris Pembinaan HKBP,

dosen STT Jakarta, Kepala

Litbang PGI, dan terakhir

melayani sebagai Pendeta

Resort HKBP Menteng.

Diterbitkan oleh

Unit Publikasi dan Informasi

Sekolah Tinggi Teologi Jakarta

bekerjasama dengan

HKBP Menteng

2

PE

RJA

LA

NA

N S

EM

UA

ME

ND

AY

UN

G

Buku 2 - 65 Tahun Pdt. Dr. Einar M. Sitompul

Unit Publikasi dan Informasi

Sekolah Tinggi Teologi Jakarta

HKBP

MENTENG

printed on recycled paper

cover-2rev.indd 1 10/02/2014 13:14:37

Page 2: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

i

PERJALANAN:SEMUA MENDAYUNG

Buku 2 - 65 tahun Pdt. Dr. Einar M. Sitompul

Binsar J. Pakpahan (editor)

Penerbit UPI STT Jakarta2014

Page 3: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

ii

PERJALANAN: SEMUA MENDAYUNGBuku 2 - 65 tahun Pdt. Dr. Einar M. Sitompuloleh: Binsar J. Pakpahan (ed.)Copyright © 2014 UPI STT Jakarta

Katalog Dalam Terbitan (KDT)Pakpahan, Binsar J. (ed.)PERJALANAN: SEMUA MENDAYUNG - Buku 2 - 65 tahun Pdt. Dr. Einar M. Sitompul;Cet. 1. - Jakarta : UPI STT Jakarta, 2014.- Teologi Agama-agama - Agama dan Masyarakat - Injil dan Budaya - Einar M. SitompulISBN: 978-602-1336-01-4Printed on recycled paperxvi + 590 hlm., 22 x 15 cm

Tata Letak: Binsar J. PakpahanDesain Sampul: S. Aulia

Diterbitkan oleh:Unit Publikasi dan Informasi STT JakartaAnggota IKAPIJalan Proklamasi 27, Jakarta Pusat 10320 Telp. (021) 390.4237 ext. 109Email: [email protected] - http://sttjakarta.ac.iddan HKBP Menteng, Jl. Jambu No. 46Jakarta Pusat

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang, UU RI No. 19 thn. 2002 Pasal 2, dan Ketentuan Pidana Pasal 72.Dilarang mengutip, menjiplak, mengkopi sebagian atau seluruhnya isi buku ini lalu memperjualbelikannya tanpa izin tertulis dari penerbit.

Page 4: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

iii

DAFTAR ISI

Daftar Isi iiiKata Pengantar Editor viiSambutan Ephorus HKBP xiSambutan Sekretaris Umum PGI xiv

BAGIAN SATU: TEOLOGI AGAMA-AGAMA DAN DIALOG ANTARUMAT1. Saudara Dekat yang Jauh, atau Saudara Jauh yang Dekat? - Abraham Silo Wilar 3

2. Islam Post-Nation State - Ahmad Suaedy 17

3. Masa Depan Agama-agama di Indonesia - Abubakar Mashyur Jusuf Roni 34

4. Abra(ha)m, Bapa Pelintas Batas - Anwar Tjen 42

5. Dari Perbedaan Merajut Kebersamaan - Darius Dubut 65

6. Berdebat, Berdialog, Bersaksi atau Bercerita - Darwin Lumbantobing 72

7. Pendidikan Agama Kristen dalam Kehidupan Masyarakat Majemuk - Djoys Karundeng Rantung 83

8. Membangun Saling Pengertian Agama Abraham - Erick J. Barus 103

9. Tantangan dan Peluang dalam Konlik Pendirian Rumah Ibadah - Favor Adelaide Bancin 111

10. Agama untuk Perdamaian Global - Hamka Haq 122

Page 5: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

iv

11. Dialog Antariman: Menyahabati Orang Asing dan Estetika Ketidaktahuan - Joas Adiprasetya 135

12. Agama dan Hikmat dalam Pendidikan Kristiani - Lukman Tambunan 144

13. Problematika Kerukunan dalam Masyarakat Pluralistik - Lydia Siahaan 158

14. Teologi dan Studi Agama-agama - Martin Lukito Sinaga 172

15. Agama untuk Perdamaian - Musdah Mulia 183

16. Meragukan Klaim Indonesia sebagai Negara Paling Toleran di Dunia - Victor Silaen 192

17. Memperkokoh Toleransi - Yenny Zannuba Wahid 212

BAGIAN DUA: INJIL DAN KEBUDAYAAN18. Batak dalam Dialog Antariman dan Politik di Indonesia - Berlian T.P. Siagian 221

19. Krisis Identitas dalam Perjumpaan Injil dan Adat - Gomar Gultom 234

20. Orang Jawa Sangat Mengedepankan Rasa - Ign. Gatut Saksono 244

21. Raja Patik Tampubolon: Teologi Habatahon - J. R. Hutauruk 263

22. Kristus dan Kebudayaan - Marko Mahin 283

Page 6: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

v

23. Sikap Masyarakat Tapanuli Mengkritisi Roh Peradaban - Nelson F. Siregar 304

BAGIAN TIGA: AGAMA DAN MASYARAKAT24. Merajut Kembali Nilai-nilai Gotong Royong dalam Masyarakat Pluralis - Antony Sihombing 327

25. Kok Semua Benar? Panduan Memilih dalam Dunia Postmodern - Binsar J. Pakpahan 340

26. Meletakkan Iman di Pusat Keadilan - Carla Natan 354

27. Etos dan Etika Kristen Dewasa Ini - Jansen Sinamo 371

28. Gereja dan Pelestarian Lingkungan Hidup - Jusen Boangmanalu 391

29. Pelayanan Pengembangan Masyarakat Gereja di Indonesia sebagai Sebuah Proses Pendidikan yang Membebaskan -Mangisi S. E. Simorangkir 411

30. Bolehkah Gereja Berpolitik? - Martongo Sitinjak 426

31. Missionar Spirit - Maruasas S.P. Nainggolan 440

32. Sesi Psikologi pada Program Pelajaran Sidi di HKBP Menteng - Melissa Mangunsong & Frieda M. Siahaan 457

33. Dosa, Kejahatan dan Etika - Rainy MP Hutabarat 464

34. Peranan Guru Pendidikan Agama Kristen dan Implementasinya terhadap PAUD - Rita Hutagalung-Sihite 472

35. Etika Pembangunan - Soegeng Hardiyanto 478

Page 7: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

vi

36. Servant Leadership sebagai Sebuah Terobosan Kepemimpinan Abad ke-21 - Yuniar P Sihombing-Simorangkir 485

BAGIAN EMPAT: MENGENAL SANG GURU DAN KOLEGA37. Si Anak Kaya dari Pekanbaru - Bilman Simanungkalit 499

38. Makna Bab Terakhir Sebuah Buku - Binsar Nainggolan 503

39. Pendeta Teladan di Zaman Edan - Daniel T. A. Harahap 509

40. Kuat dan Bersabarlah, Suatu Saat Badai akan Berlalu - Esther R. Sitorus 514

41. Sang Pembaharu - Hotman Charles Siahaan 520

42. Bagaimana Kita Menyelesaikan Hidup? - Luhut P. Hutajulu 536

43. Kau Hapalkan Saja Buku Sejarah Suci dan Almanak, Kau Sudah Lulus Itu! - Franciska Marcia Julianti Silaen 543

44. Teruslah Melayani dan Berkarya Sampai Akhir - Pirmian Tua Dalan (PTD) Sihombing 552

45. Petir di Siang Hari Terang - SM Parulian Tanjung 565

46. Penggerak Gerakan Oikumene yang Tak Pernah Lelah - Weinata Sairin 578

DAFTAR PENULIS 583

Page 8: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

PERJALANAN: SEMUA MENDAYUNG340

KOK SEMUA BENAR?

Panduan Memilih dalam Dunia Postmodern

Binsar J. Pakpahan1

PendahuluanAda yang mengatakan “Beauty is in the eye of the beholder,”

yang berarti kecantikan itu selalu menjadi relatif, tergantung siapa yang melihatnya. Namun demikian, kecantikan pernah tidak relatif; bahwa pernah ada masa ketika standar kecantikan ditentukan oleh zamannya, misalnya rambut panjang, tubuh sekal, hidung mancung, kulit putih, dsb. Sekarang, kecantikan bisa muncul dalam berbagai bentuk. Perubahan pandangan ini terjadi karena perkembangan pemikiran yang terjadi belakangan ini, dan berhubungan erat dengan perubahan pemikiran ilosois. Sadar atau tidak, kita semua adalah produk zaman yang sedang berubah ini, karena itu, sangat penting bagi kita untuk menyadari kenapa perubahan ini terjadi.

Pemikiran di akhir abad ke-20 dan ke-21 banyak dipengaruhi oleh ilsafat postmodern (Lihat Sugiharto 1996; Cahoone 1997). Dalam ilsafat postmodern yang mengandaikan dunia tanpa pusat, kebenaran menjadi tergantung kepada siapa yang melihatnya, atau kesepakatan mengenainya - atau dengan kata lain: menjadi subjektif. Pemikiran yang lahir atas protes terhadap singularitas cerita peradaban dan sejarah membawa efek positif dan negatif. Pada

1 Pendeta HKBP, menyelesaikan studi doktoral di bidang teologi sistematika di Vrije Universiteit Amsterdam, sekarang melayani sebagai dosen tetap STT Jakarta. Dapat dihubungi di [email protected].

Page 9: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

GEREJA DAN MASYARAKAT 341

satu sisi, budaya-budaya dan kisah-kisah alternatif, yang dulunya ditekan oleh penguasa atau pemenang sejarah, sekarang muncul ke permukaan. Alih-alih memiliki satu cerita sejarah, kita sekarang memiliki kemewahan pilihan sejarah dalam berbagai versi. Cerita korban yang biasanya tidak pernah terdengar kini muncul sebagai penyeimbang sejarah (Lihat Pakpahan 2012).

Namun demikian, penghapusan pusat cerita dalam ilsafat postmodern ini juga membawa ketakutan akan menghilangnya standar kebenaran (Lihat Blackburn 2005). Pluralisme kebenaran seolah-olah mendorong kebenaran tunggal keluar dari pusat cerita. Proses pengambilan keputusan menjadi situasional atau bertanggungjawab. Tidak ada lagi satu cara yang paling benar yang menjadi rumus untuk semua masalah. Satu-satunya kesamaan di tengah-tengah subjektivitas dunia postmodern adalah keinginan semua orang untuk menjadi berbeda.

Lalu bagaimana dengan Tuhan? Apakah cerita kebenaran Tuhan masih bisa diterima? Lalu Tuhan versi siapa yang akan kita terima? Bagaimana cara mengenali versi Tuhan yang paling benar? Lalu bagaimana kita harus bersikap sebagai pemuda Kristen (Ward [ed.] 1997)?

Kebenaran dalam Dunia PostmodernAbad pencerahan, yang mengutamakan penggunaan rasio

(empiris) daripada pendekatan mistis (baca: metaisika) memulai pergerakan menuju pemikiran yang logis dan rasional. Pemikiran yang baru ini jusru dibawa oleh kekristenan (Protestan) yang ingin lepas dari mistisisme berlebihan yang ada di abad ke-16. Praktik gereja pada masa itu dianggap mengungkung rasionalitas manusia. Penjualan surat pengakuan dosa, ancaman akan neraka yang secara konstan disampaikan, kekuasaan mistis, dan lainnya, dianggap tidak sesuai dengan rasio manusia. Alkitab dianggap sebagai suatu hal yang memiliki kuasa sehingga hanya para imam yang boleh membacanya – karena hanya tersedia dalam bahasa Latin. Karena itu, kemunculan gerakan Protestan, yang mendorong umat untuk membaca Alkitab dalam bahasa aslinya sedikit banyak membuat orang melihatnya

Page 10: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

PERJALANAN: SEMUA MENDAYUNG342

sebagai teks yang harus dibaca dan dianalisis. Perkembangan teknologi, lahir dari dorongan akan mengembangkan pemikiran manusia, yang datang dari pergerakan sejarah Reformasi ini. Ketika Alkitab mulai dibaca, pertanyaan selanjutnya adalah tafsir mana yang paling tepat digunakan untuk memahami Alkitab? Perbedaan pendapat kemudian lahir dari ketersediaan materi bagi semua orang (Lihat Horkheimer dan Adorno 1972).

Pertanyaan-pertanyaan mengenai mana yang paling benar berlanjut di luar bidang agama. Manusia tidak lagi puas terhadap kekuatan satu pihak besar yang menentukan standar kebenaran. Pemikiran dunia postmodern ini dimulai dari kegagalan pemikiran modern yang mencetuskan perang dunia. Sebelumnya, dunia memiliki kesamaan pemikiran, standar kebaikan, dan cerita kebenaran. Salah satu contoh adalah, cerita sejarah selalu menjadi milik pemenang sejarah. Siapa saja yang memenangkan perang atau pertempuran, akan menulis sejarah yang mengangkat cerita kemenangannya. Demikian juga dengan contoh dari dunia sastra, karya yang baik memiliki standar ukurannya sendiri dan semua orang harus mengikuti aturan tersebut, misalnya: rima, panjang prosa, dsb.

Sigmund Freud, seorang ahli psiko analisis, memulai pergerakan ini dengan menyatakan teorinya mengenai id, ego, dan super ego. Secara singkat, meskipun tidak komplit, pemikiran Freud bercerita tentang segala sesuatu yang seseorang alami ketika dia dewasa adalah cerminan dari perlakuan yang dia terima di masa kecilnya. Jika seseorang pada masa dewasanya bertindak kejam, maka besar kemungkinan dia juga menerima perlakuan kejam di masa kecilnya. Atau, jika seseorang memiliki kemampuan yang luar biasa untuk mengasihi orang yang lain, maka dia pasti sudah menerima kasih di masa kecilnya. Ide ini membuat kita bisa lebih mengerti lagi mengapa seseorang melakukan apa yang dilakukannya. Kita bisa mendesain atau memberikan respons yang tepat terhadap perlakuan orang, berdasarkan analisis psikologisnya. Namun demikian, pemikiran ini juga membawa tantangan yang baru bagi pemikiran religius. Jika

Page 11: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

GEREJA DAN MASYARAKAT 343

kita menarik kesimpulan yang lebih dalam lagi, maka kita bisa juga mengatakan bahwa Tuhan pun adalah cerminan kebutuhan kita. Artinya, Tuhan akan menjadi Tuhan yang Kaya kalau kita miskin; menjadi Tabib yang Ajaib kalau kita sakit; menjadi Konselor yang Hebat kalau kita dalam kesusahan; menjadi Guru kalau kita murid; menjadi Sang Pemurah kalau kita memerlukan bantuan-Nya. Tuhan adalah projeksi kita akan apa yang kita butuhkan. Pertanyaannya adalah, apakah Tuhan itu hanya sekedar projeksi kebutuhan kita?

Pertanyaan zaman akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, juga ditangkap oleh Friedrich Nietzsche. Dia mengeluarkan pernyataan yang terkenalnya, bahwa “Allah sudah mati.” Baginya, manusia sendirilah yang membunuh allah. Karena terlahir dengan sifat ingin menguasai (the will to power), maka manusia berkompetisi untuk menjadi tuan (master mentality) atas yang lain (slave mentality). Mereka yang ingin berkuasa akan mencoba melepaskan diri dari ide “Tuhan” yang membatasi gerak mereka menguasai yang lain. Lalu mereka yang berhasil membebaskan diri akan mengenakan ide “Tuhan” kepada orang lain agar mereka tidak memiliki keinginan untuk menjadi tuan. Pada akhirnya, menurut Nietzsche, manusia membunuh Tuhan atau ide tentang Tuhan karena keperluannya sendiri.

Perkembangan kemudian muncul dari perkembangan ilsafat yang mulai berpindah dari metaisika dan empiris menuju pendekatan fenomenologis. Pendekatan empiris mengenali kebenaran dari pengamatan. Pendekatan metaisika menyatakan bahwa kebenaran sejati tidak akan pernah dicapai karena melampaui pemikiran manusia itu sendiri. Pendekatan fenomenologis mengajak kita untuk mengenali kebenaran dari fenomena yang ditampilkannya. Salah satu pengusung gagasan ini di akhir abad ke-19 adalah Edmund Husserl. Dia menyatakan bahwa kita hanya bisa mengenali sesuatu dari fenomena yang ditampilkannya kepada kita. Fenomena yang kita tangkap ini juga berbeda dari fenomena yang akan ditangkap orang lain. Jika kita mengambil contoh sebuah palu, dia bisa menjadi alat bagi tukang bangunan, alat mensahkan

Page 12: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

PERJALANAN: SEMUA MENDAYUNG344

bagi hakim, alat seni bagi seniman, alat mengajar bagi dosen, dsb. Lalu apakah palu itu? Palu itu dapat menjadi apa saja berdasarkan fenomena yang ditampilkannya terhadap yang melihatnya. Arti sesuatu menjadi relatif terhadap yang melihatnya.

Pemikiran Husserl kemudian diangkat oleh banyak ilsuf postmodern lainnya, misalnya Heidegger, Levinas, Sartre, Arendt, Foucault, Derrida, dsb. Pemikiran mereka inilah yang kemudian membawa ilsafat postmodern ke panggung utama pemikiran mengalahkan ilsafat modern.

Akibat yang dibawa oleh pemikiran ini adalah kita jadi hati-hati dalam mengklaim apa itu kebenaran. Di satu sisi, hal ini menjadi positif karena sekarang semua orang saling menghargai pendapat, karena tidak ada pendapat yang paling benar. Orang yang belajar atau yang dipengaruhi pikiran ini, akah menghargai kebenaran-kebenaran yang diajukan oleh orang lain, meskipun kebenaran mereka berbeda. Di sisi lain, pertanyaan yang perlu kita ajukan adalah, apakah ada kebenaran mutlak? Lalu bagaimana cara mengetahuinya?

Cahaya-cahaya Kebenaran dan Wajah AllahDalam bagian mengenali cahaya kebenaran ini, saya akan

beralih dari bahasa akademis, menuju bahasa renungan mengenai kebenaran Allah. Di sini saya akan menggunakan pendekatan Surat Yakobus dan Surat Paulus ke Jemaat di Korintus. Pada bagian ini, saya juga akan mendekatan pendekatan Emmanuel Levinas yang akan membantu kita mengenali wajah Allah. Dari sini kita akan melihat bagaimana kita bisa melampaui ketakutan kita untuk mengenali kebenaran dunia dan mengenali kebenaran Allah.

Seperti apakah kebenaran itu? Coba pikirkan, apakah kebenaran itu seperti mencari berapa jumlah permen yang saya taruh di dalam gelas, atau seperti memilih lagu favorit? Dalam menebak jumlah permen, kita akan memiliki jumlah yang tepat dan pasti. Sementara dalam memilih lagu favorit, kita semua pasti memiliki lagu yang berbeda. Kita mungkin tidak akan bisa menentukan lagu yang paling baik, sama seperti kita tidak akan bisa menemukan kebenaran yang

Page 13: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

GEREJA DAN MASYARAKAT 345

sesungguhnya. Lalu, apakah iman itu menjadi relatif? Kalau iman menjadi relatif, kita menjadi mudah tergoda untuk mengatakan bahwa menjadi orang Kristen atau tidak adalah sama saja.

Semua orang bisa memiliki pilihan yang berbeda dalam memilih lagu favoritnya, tetapi ada juga lagu yang memang bagus meskipun lagu itu bukan favorit kita. Contohnya, mungkin tidak ada yang memilih lagu “We Are he World” karya Michael Jackson sebagai lagu favoritnya, tetapi kita semua bisa setuju bahwa lagu itu adalah lagu yang bagus. Contoh lainnya: lagu “Amazing Grace” mungkin bukanlah lagu favorit orang yang beragama lain, tetapi mereka semua setuju bahwa lagu itu adalah lagu yang indah. Gus Dur, mantan presiden Indonesia sendiri mengatakan bahwa hatinya selalu bergetar ketika mendengar “he Great Halleluya” karya Handel.

Kecantikan itu selalu menjadi relatif, tergantung siapa yang melihatnya. Ini benar tetapi tidak sepenuhnya benar. Pada titik tertentu kita semua bisa melihat bahwa seseorang itu memang cantik. Seandainya kepada saudara ditanyakan, siapa yang lebih cantik Rihanna atau Shakira? Atau seandainya saya menjadi Brad Pitt, siapakah yang akan saya pilih di antara Angelina Jolie dan Jennifer Aniston. Meskipun pilihan favorit bisa berbeda tetapi semua orang akan setuju bahwa pada level tertentu kedua pilihan tersebut adalah cantik.

Di sini saya akan menjawab pertanyaan tersebut melalui jawaban iman yang juga bisa diperiksa logikanya. Meskipunnya, kita memiliki preference tertentu dalam memilih iman, tetapi iman tidak relatif. Pada satu tahap tertentu kita tahu bahwa iman adalah baik dan benar. Salah satu cara mengukur kebenaran bisa kita lihat dalam penjelasan surat Yakobus (Yak. 2:14-26). Yakobus mengatakan iman itu tidak relatif ketika kita melihatnya dari perbuatan kita.

Yakobus menuliskan, (Terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari) “Saudara-saudara! Apa gunanya orang berkata, “Saya orang yang percaya,” kalau ia tidak menunjukkannya dengan perbuatannya? Dapatkah iman semacam itu menyelamatkannya?

Page 14: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

PERJALANAN: SEMUA MENDAYUNG346

Seandainya seorang saudara atau saudari memerlukan pakaian dan tidak mempunyai cukup makanan untuk sehari-hari. Apa gunanya kalian berkata kepadanya, “Selamat memakai pakaian yang hangat dan selamat makan!” kalau kalian tidak memberikan kepadanya apa yang diperlukannya untuk hidup? Begitulah juga dengan iman, jika tidak dinyatakan dengan perbuatan, maka iman itu tidak ada gunanya.” (Yak. 2:14-17)

Salah satu ajaran yang sangat utama dalam kekristenan adalah bahwa kita diselamatkan karena karunia Allah dan bukan karena perbuatan. Sola Gratia. Kita diselamatkan karena iman kita terhadap Allah dan bukan karena perbuatan. Sola Fide. Tetapi kemudian ada orang yang berlindung dan menyalahgunakan hal ini. Ada yang berpikir bahwa dengan memiliki iman maka kita tidak perlu lagi melakukan hal yang lain. Ada yang mengaku beriman tetapi perbuatannya sama sekali tidak mencerminkan hidup beriman.

Yakobus menuliskan surat ini untuk mengingatkan kita bahwa kita diselamatkan karena iman, dan iman akan mendorong kita untuk melakukan perbuatan yang menyenangkan hati Allah. Iman bukanlah hal yang relatif, kita bisa melihatnya dari perbuatan. Sama seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan adalah mati. Ketika kita mengimani Allah, maka ini akan terlihat dari sikap hidup dan perbuatan kita. Marilah kita tunjukkan buah iman kita dalam hidup sehari-hari. Ini adalah cara kita mengenali kebenaran Allah.

Cara lain untuk mengenali kebenaran Allah adalah dengan mencari wajah Allah (Mat. 25:31-46). Emmanuel Levinas berpendapat bahwa pencarian ilsafat Barat akan Allah sangat bersifat ontologis. Karena sifat ini, ilsafat tidak akan bisa lagi membedakan antara realitas dan bahasa kita dalam menjelaskan realitas tersebut. Penjelasan akan sebuah realitas dengan bahasa yang digunakan tidak akan pernah bisa sepenuhnya menjadi realitas tersebut. Ketika kenyataan ontologis dijelaskan dengan bahasa, dia sudah direduksi ke dalam pemahaman orang yang menyampaikannya. Meskipun demikian, orang tetap harus berusaha menjelaskan sebuah realitas

Page 15: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

GEREJA DAN MASYARAKAT 347

karena dia perlu menyampaikannya kepada orang lain, untuk berbagi realitas, dan berusa memahaminya.

Levinas (1996) berpendapat bahwa pembicaraan mengenai yang tak terbatas atau sang Ininite adalah transenden dan tidak dapat dimasukkan dalam kategori ilsafat ontologis (1996, 63). Semua penjelasan ontologis tentang Allah tidak akan bisa menggambarkan Allah itu sendiri (Bnd. Subandrijo 3-4). Lalu bagaimana caranya kita bisa berbicara mengenai Allah? Apakah akal manusia yang terbatas bisa berbicara dan menjelaskan mengenai yang tak terbatas? Levinas mencoba menggunakan cara “via eminentia: the path of reining or reducing an excellence until, for instance, the goodness of the goodness of a good becomes God” (Gibbs 1996, 48).2

Dalam pemikirannya, Levinas beranggapan bahwa adalah Allah yang datang menghampiri pengetahuan/kesadaran manusia. Seseorang hanya bisa memahami, atau setengah memahami Allah, ketika Allah sendiri yang masuk ke dalam pikirannya. Ketika kita sudah mencoba memahami Allah dengan segala keterbatasan kita, maka seharusnya pengetahuan itu juga membawa implikasi etis. Kebenaran yang tidak sepenuhnya bisa kita capai tidak membuat kita menjadi takut untuk bertindak (Gibbs 1997, 59; lihat Levinas 1996).

Kedatangan Allah ke dalam kesadaran manusia menuntut tanggungjawabnya atas manusia yang lain, karena Allah “mengarahkan wajah orang lain kepada saya tanpa menunjukkan diri-Nya kepada saya” (Levinas 1997, 69). Wajah adalah cara bagaimana Sang Allah menampilkan diri-Nya, sesuatu yang melampaui kehadiran Yang Lain di dalam diri saya. Ekspresi yang lain adalah ekspresi sang Allah. Karena itu, pengertian manusia tentang Allah dapat dilihat dalam tanggungjawab etisnya terhadap sesamanya.

2 Secara umum, ada tiga jalan yang sering digunakan untuk mengenali kebenaran dalam kekristenan, yaitu via negativia (jalan negatif ), via positivia (jalan positif ), dan via eminentia (jalan sempurna). Via eminentia mengikuti via positivia namun mereduksinya dengan cara via negativia sehingga muncul kesadaran akan Allah yang tak terbatas dan keterbatasan manusia.

Page 16: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

PERJALANAN: SEMUA MENDAYUNG348

Sementara itu, Jean-Luc Marion mencoba menjawab pertanyaan tentang Allah melalui penjelasan metaisika dan fenomenologi (Marion 1997, 280). Menggunakan penjelasan Aquionas tentang metaisika, simul determinat de ente in communi et de ente primo quod est a material separatum (secara bersamaan ada perbedaan wujud umum (general being) dan wujud utama (prime being), yang terpisah dari materi) (Marion 1997, 280-281). Kesulitan utama dalam penjelasan metaisika adalah bagaimana mungkin keberadaan isik dan esensi dapat tampil pada saat yang sama. Karena metaisika belum menjawab keberadaan wujud Allah, maka kita perlu melampauinya, yaitu menuju meta-metaisika.

Sikap Bertanggungjawab Pemuda KristenDalam bagian ini, Paulus akan membantu kita memahami

tentang menerapkan kebenaran. Paulus, juga mencoba memahami kebenaran yang seperti menggapai sumur tanpa dasar tersebut. Paulus berkata,

11:33 O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya! 11:34 Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya? (Rm. 11:33-34).

Kalimat akhir yang disampaikannya lebih merupakan kesimpulan atas jawaban yang dicarinya daripada pertanyaan. Saya membaca Paulus sebagai seorang postmodernis dalam suratnya ini (Lihat Caputo & Alcof 2009). Paulus sepertinya sudah menyadari bahwa dia tidak akan pernah mencapai kebenaran Allah yang sejati. Meskipun nanti Paulus juga akan menawarkan jalan menuju kebenaran dalam Kristus, setidaknya dia menyadari kelemahannya dalam memahami Allah.

Namun demikian, Paulus tidak berhenti di situ. Dia menawarkan bagaimana kita bisa mengenali kebenaran dan bersikap menurut kebenaran itu. Paulus bercerita dalam 1 Korintus 10:23-24, bahwa “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan

Page 17: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

GEREJA DAN MASYARAKAT 349

segala sesuatu berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. Jangan seorang pun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain.” Paulus memberikan nasihat mengenai kebebasan yang kita miliki dalam memilih, dan bagaimana kita bisa menjatuhkan pilihan yang bertanggungjawab.

Paulus menuliskan surat ini kepada Jemaat di Korintus untuk mengingatkan mereka supaya mereka tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang telah dilakukan bangsa Israel. Paulus mengingatkan bahwa meskipun tahu bahwa Allah adalah raja dalam hidup, Israel tetap melakukan kesalahan dalam menyembah berhala (10:7), percabulan (10:8), mencobai Tuhan (10:9), dan bersungut-sungut (10:10). Karena itu Paulus memperingatkan jemaat Korintus untuk berhati-hati di dalam hidup, dan peringatan ini diutamakan kepada mereka yang teguh berdiri supaya mereka tidak jatuh (10:12). Dan yang paling penting, Paulus mengingatkan bahwa Allah tidak pernah menguji seseorang melebihi kekuatannya (10:13).

Masalah yang Paulus coba jawab adalah tentang pilihan seseorang melakukan sesuatu yang bisa mempengaruhi orang lain. Artinya, Paulus membahas tentang tingkah laku seseorang, yang dia pikir biasa bagi dirinya, namun menjadi masalah bagi orang lain.

Yang menjadi titik persoalan adalah waktu itu tentang memakan makanan yang dipersembahkan kepada Allah lain. Apakah salah kalau kita memakan makanan yang sudah dipersembahkan kepada Allah lain? Bagaimana kalau ternyata ada orang yang terganggu imannya karena melihat kita memakan itu. Bukankah keberatan orang seharusnya tidak mengganggu saya?

Pertanyaan inilah yang diajukan dalam masalah memakan makanan untuk persembahan berhala. Paulus mengatakan, bahwa, kalau ada yang memperingatkan, maka janganlah kita makan. Masih banyak contoh masalah yang akan menimbulkan pertanyaan yang membuat orang berkata, “Mengapa kebebasanku harus ditentukan oleh keberatan-keberatan hati nurani orang lain?” (10:29). Intinya, kenapa keberatan orang lain harus membuat saya mengubah sikap

Page 18: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

PERJALANAN: SEMUA MENDAYUNG350

saya?Jean-Paul Sartre, seorang ilsuf Perancis pernah mengatakan

bahwa “Hell is the other.” Dia mengatakan bahwa ada saatnya manusia merasa kalau hidupnya terpenjara karena pendapat orang lain atas dirinya. Bayangkan kalau kita aselalu mengubah sikap kita berdasarkan apa yang orang katakan tentang diri kita. Hidup kita akan menjadi neraka karena semua orang juga punya pendapat yang berbeda-beda. Apakah kebenaran orang lain membuat saya mengubah pendapat saya tentang apa yang benar?

Apa yang harus kita lakukan? Bukankah semua manusia punya kebebasan untuk bertindak menurut kehendaknya masing-masing?

Jawabnya adalah, “segala sesuatu diperbolehkan.” Tetapi hendaklah kebebasan ini kita gunakan untuk keuntungan orang lain. Tentu hal ini tidak mudah untuk kita pikirkan. Di tengah segala jenis kebebasan yang ditawarkan dunia ini, kita bisa terlena dan lupa bahwa pilihan kita tersebut bisa melukai orang lain.

Tindakan kecil yang mungkin kelihatan sepele yang kita lakukan mungkin memiliki konsekuensi terhadap kehidupan orang lain. Bagaimana kita bisa melakukan suatu hal, dengan kebebasan, namun juga tidak melukai orang lain? Di ayat 31, Paulus mengatakan, “lakukanlah itu untuk kemuliaan Allah.” Paulus mengingatkan kita bahwa tujuan hidup kita adalah untuk kemuliaan Allah. Jadi setiap pilihan yang kita lakukan seharusnya pilihan yang hasilnya dapat memuliakan Allah. Paulus mengajarkan agar Jemaat Korintus selalu memilih segala sesuatunya dengan hikmat Allah. Dengan demikian, kita bisa menjatuhkan pilihan yang tepat.

Pertanyaan yang utama yang harus kita ajukan setiap kali kita dihadapkan pada dilemma seperti ini adalah, “apakah hal ini memuliakan Allah?” kalau kita yakin bahwa hal tersebut memang memuliakan Allah, maka kita bisa terus melakukannya. Kita juga bisa mengurangi gesekan terhadap orang yang berpendapat berbeda dengan berdiskusi. Melalui dialog kita bisa bertukar pikiran, dan siapa tahu anda bisa memberikan pencerahan, atau mungkin anda yang akan belajar melihat sudut pandang orang lain. Dalam menjawab

Page 19: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

GEREJA DAN MASYARAKAT 351

pertanyaan tentang bagaimana cara menentukan kebenaran, Paulus menjawab, “Apapun yang kamu lakukan, lakukanlah untuk Tuhan!”

Di sini kita bisa kembali ke Yakobus dan berusaha mendamaikan pemikirannya dengan Paulus. Kekristenan adalah agama yang mengajarkan keselamatan adalah karena karunia Allah dan iman, dan bukan karena perbuatan. Rasul Paulus mengatakan bahwa “bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat (Rm 3:28).” Intinya Paulus menekankan bahwa perbuatan bukanlah kriteria keselamatan kita. Manusia diselamatkan karena iman dan bukan perbuatan. Yakobus mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Paulus menekankan bahwa kita diselamatkan oleh Allah hanya karena iman kita dan bukan perbuatan atau kepatuhan kita menjalankan sejumlah peraturan. Ini artinya perubahan di dalam hati kita dalam mempercayai dan menyerahkan hidup kita kepada Allah. Yakobus berusaha menjelaskan bagaimana kita, sebagai sesama manusia, bisa melihat bukti dari iman tersebut (ayat 18).

Iman adalah karunia Allah, dan oleh karena iman kita akan semakin bertumbuh dalam hidup kita. Kita tidak bisa menilai iman orang lain, tetapi kita bisa merasakannya. Kita hanya bisa melihat iman dari buah yang dihasilkannya. “Orang benar akan hidup oleh iman.” Ini artinya seseorang yang beriman akan terlihat dari hidupnya.

Hidup Pemuda Kristen Menghadapi Dunia PostmodernPada akhirnya, ilosoi zaman baru membawa perubahan.

Pertama, pemuda/jemaat dewasa tidak lagi suka dengan gaya pertemuan besar atau akbar. Mereka lebih suka berada dalam kelompok-kelompok minatnya. Kedua, pengajaran pertumbuhan iman harus lebih bersifat berbagi pengalaman dan mengajak pendengar untuk berpikir secara kritis.

Lalu yang ketiga adalah,, saya akan menggunakan kriteria postmodern untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh zaman ini. Tugas kita sebagai pemuda Kristen adalah melakukan apa yang kita perbuat dengan tanggungjawab. Kita harus melakukan semua

Page 20: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

PERJALANAN: SEMUA MENDAYUNG352

untuk kemuliaan Tuhan. Karena itu, pertanyaan-pertanyaan yang muncul dapat kita jawab dengan beberapa kriteria ini:

1. Apakah itu memuliakan Tuhan?2. Apakah itu menunjukkan kebenaran Tuhan?3. Apakah kita menolong orang lain yang adalah perwujudan

wajah Tuhan di dunia ini?Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita bisa

mengetahui apa itu kebenaran dan menjalankan kebenaran Tuhan dengan tidak ragu lagi. Pemikiran postmodern membawa kita lebih sadar akan banyaknya tafsiran dan perbedaan persepsi akan kebenaran. Perbedaan ini harus kita lihat sebagai hal yang memperkaya kita dan mengikat kita untuk selalu berada dalam komunitas yang berusaha menerjemahkan kebenaran Allah dalam perbuatan yang memuliakan Dia.

Daftar Acuan

Blackburn, Simon. Truth. London: Oxford University Press.Cahoone, Lawrence E. (ed.). 1997. From Modernism to Postmodernism:

An Anthology. Massachusetts: Blackwell Publishing Co.Caputo, John D. & Linda Martin Alcof. 2009. St. Paul among the

philosophers. Bloomington and Indianpolis: Indiana University Press.

Gibbs, Robert. 1997. “Emmanuel Levinas” dalam Graham Ward (ed.) he postmodern God. Massachusetts: Blackwell Publishing Co.

Hardiman, Fransisco Budi. 2003. Melampaui positivisme dan modernitas: Diskursus ilosois tentang metode ilmiah dan problem modernitas. Yogyakarta: Kanisius, 2003.

Horkheimer, Max & heodor W. Adorno. 1972. he dialectics of enlightenment. New York: he Seabury Press.

Lechte, John. 2001. 50 Filsuf kontemporer, Yogyakakarta: Kanisius.Levinas, Emmanuel. 1996. Basic philosophical writings. Indiana:

Indiana University Press.Marion, Jean-Luc. 1997. “Metaphysics and Phenomenology: a

Page 21: PERJALANAN SEMUA MENDAYUNG...Buku kedua dari tiga menampilkan tulisan-tulisan berbagai tokoh masyarakat, aktivis dialog lintasiman, teolog, dan warga gereja sebagai penghormatan terhadap

GEREJA DAN MASYARAKAT 353

Summary for theologians” dalam Graham Ward (ed.), he postmodern God (Malden, Massachusetts: Blackwell Publishers Inc. 279-296.

Pakpahan, Binsar J. 2012. God remembers: Towards a theology of remembrance as a basis of reconciliation in communal conlict. Amsterdam: VU University Press.

Schlesinger, George N. 1994. “Truth, Humility, and Philosopher” dalam homas V. Morris, God and the philosopher. New York: Oxford University Press.

Subandrijo, Bambang. 2013. Menggali sumur tanpa dasar. Jakarta: UPI STT Jakarta

Ward, Graham (ed.). he postmodern God: A theological reader. Massachusetts: Blackwell Publishing Co., 1998.