PERGERAKAN POLITIK HAJI MISBACH DI SURAKARTA …sejarah.fssr.uns.ac.id/media/Jurnal Tri fix.pdf ·...

21
1 PERGERAKAN POLITIK HAJI MISBACH DI SURAKARTA TAHUN 1912-1926 TRI INDRIAWATI C0508005 Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 Abstract Haji Misbach was once of some political movement figure in Indonesia that had a major role of the resistance to the Netherland Colonial Government through his unique ideas. Haji Misbach‟s ideas and political movement has developed since the beginning of his involvement in politics until the end of his life. The Factors that influence the ideas and political movement of Misbach were his educational background, his neighborhood social conditions, and his acquaintanceship with the other political figures. Misbach was a Javanese movement figure that wish to synthesize Islam and Communism ideology as a way to resistance against Dutch Colonialism. Misbach‟s interested of the movement made him moved with some organization, there are Sarekat Islam, Muhammadiyah, SATV, Insulinde, Sarekat Hindia, PKI, and Sarekat Rakyat. Misbach also moved in journalism by published Medan Moeslimin and Islam Bergerak. In addition to resistance the government, Misbach also attacked Islamic organizations that he judged “lamisan”, there are Sarekat Islam and Muhammadiyah. Because of his action that too radical, Misbach must lived in the prison at the several time. Chaos that caused by PKI in Surakarta, made Colonial Government decided to exiled Misbach to Manoekwari until the end of his life. Keyword : Misbach, Political Movement, Islam Radical

Transcript of PERGERAKAN POLITIK HAJI MISBACH DI SURAKARTA …sejarah.fssr.uns.ac.id/media/Jurnal Tri fix.pdf ·...

1

PERGERAKAN POLITIK HAJI MISBACH

DI SURAKARTA TAHUN 1912-1926

TRI INDRIAWATI

C0508005

Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta

2012

Abstract

Haji Misbach was once of some political movement figure in Indonesia that

had a major role of the resistance to the Netherland Colonial Government through his

unique ideas. Haji Misbach‟s ideas and political movement has developed since the

beginning of his involvement in politics until the end of his life. The Factors that

influence the ideas and political movement of Misbach were his educational

background, his neighborhood social conditions, and his acquaintanceship with the

other political figures.

Misbach was a Javanese movement figure that wish to synthesize Islam and

Communism ideology as a way to resistance against Dutch Colonialism. Misbach‟s

interested of the movement made him moved with some organization, there are

Sarekat Islam, Muhammadiyah, SATV, Insulinde, Sarekat Hindia, PKI, and Sarekat

Rakyat. Misbach also moved in journalism by published Medan Moeslimin and Islam

Bergerak. In addition to resistance the government, Misbach also attacked Islamic

organizations that he judged “lamisan”, there are Sarekat Islam and Muhammadiyah.

Because of his action that too radical, Misbach must lived in the prison at the several

time. Chaos that caused by PKI in Surakarta, made Colonial Government decided to

exiled Misbach to Manoekwari until the end of his life.

Keyword : Misbach, Political Movement, Islam Radical

2

Pendahuluan

Penerapan politik etis pada awal abad ke-20 telah membuat hawa pergerakan

di tanah Hindia Belanda memanas. Munculnya para intelektual pribumi, lahirnya

organisasi-organisasi pergerakan, dan menjamurnya surat kabar merupakan penanda

dimulainya sebuah babak baru dalam pergerakan rakyat Hindia Belanda. Surakarta,

merupakan sebuah wilayah yang menjadi saksi penting dari panasnya hawa

pergerakan pada masa itu. Di kota inilah, sebuah organisasi politik yang memainkan

peranan cukup penting dalam panggung pergerakan Indonesia lahir, yaitu Sarekat

Islam (SI). Organisasi yang lahir pada tahun 1911 tersebut telah membawa perubahan

besar dalam iklim politik di Surakarta. Sebagai organisasi yang berbasis pada

ideologi Islam, SI pun segera tumbuh menjadi organisasi raksasa dengan ribuan orang

anggota.

Salah satu tokoh pergerakan yang muncul di Surakarta di bawah sayap besar

SI adalah Haji Mohammad Misbach. Misbach sering kali disebut-sebut sebagai tokoh

SI yang dekat dengan paham komunis. Meski berada di garis kiri, Misbach berbeda

dengan kaum komunis lainnya. Ia tetap berpegang teguh pada keyakinan Islam dan

menolak menjadi Atheis.1

Pemikiran Misbach dikenal sangat moderat atau berada pada titik tengah.

Misbach telah melahirkan sebuah pemikiran baru dalam era pergerakan bangsa.

Pemikirannya tersebut menjadi dasar bagi Misbach untuk melakukan pergerakan

demi membebaskan rakyat dari ketertindasan akibat Kolonialisme Belanda. Sepak

terjang Misbach dalam dunia pergerakan sangat menarik untuk dijadikan sebagai

bahan kajian. Oleh karena itu, perlu dilakukan sebuah penelitian untuk memperdalam

pemahaman dan pengetahuan tentang pemikiran dan pergerakan politik Haji Misbach

di Surakarta tahun 1912-1926.

1 “Haji Misbach: Muslim Komunis”, Tabloid Pembebasan, Edisi V Februari 2003,

hlm. 23.

3

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang mencakup empat tahap yaitu

heuristik, kritik sumber, interpretasi serta penulisan sejarah (historiografi) dengan

penjelasan sebagai berikut2:

Tahap pertama, heuristik yaitu menghimpun sumber-sumber sejarah berkaitan

dengan aktivitas dan perkembangan pemikiran politik Misbach serta dokumen-

dokumen lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang sedang dikaji. Tahap kedua

adalah kritik sumber, yaitu langkah menguji atau menilai sumber data. Secara teoritis,

pengujian atau kritik dibedakan menjadi dua: kritik ekstern, yaitu untuk mencari

otentitasnya dan kritik intern, yaitu untuk mencari kredibilitasnya. Apabila kritik atau

pengujian telah dilakukan maka sumber-sumber yang dianggap benar atau valid

dijadikan dasar untuk membangun fakta.

Tahap ketiga adalah interpretasi, yang diartikan sebagai memahami makna

yang sebenarnya dari sumber-sumber atau bukti-bukti sejarah. Fakta sebagai hasil

“kebenaran” dari sumber sejarah setelah melalui pengujian yang kritis tidak akan

bermakna tanpa dirangkaikan dengan fakta lain. Tahap keempat adalah historiografi

yang merupakan penyajian hasil penelitian dalam bentuk tulisan berdasarkan bukti-

bukti yang telah diuji.

ISI

Haji Mohammad Misbach mulai muncul dalam panggung pergerakan nasional

ketika hawa politik di Surakarta mulai dihidupkan dengan kelahiran Sarekat Islam. Ia

lahir di Kauman Surakarta, sekitar tahun 1876, dan dibesarkan sebagai putra seorang

pedagang batik yang kaya raya. Kauman terletak di sisi barat alun-alun utara, persis

di depan keraton Kasunanan Surakarta dan berada dekat dengan Masjid Agung

2 Kuntowijoyo, 1994, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: PT Tiara Wacana,

hlm. 79.

4

Surakarta. Sebagaimana namanya, Kauman merupakan sebuah wilayah di Surakarta

yang kental dengan nuansa religius. Sebagian besar orang yang tinggal di wilayah

Kauman merupakan para pejabat keagamaan Sunan. Kauman merupakan tempat

ulama yang terdiri dari beberapa lapisan masyarakat mulai dari penghulu tafsir

Anom, Ketip, Modin, Suronoto dan Kaum. Keberadaan kaum sebagai penduduk

mayoritas di kawasan inilah yang menjadi dasar pemilihan nama "kauman". Tulisan-

tulisan pergerakan tentang Misbach selalu menyebutkan bahwa rumah Misbach di

Kauman terletak di Jalan Raya, ”berhadapan dengan penjara”.3

Meski sebagian besar orang yang tinggal di Kauman merupakan pejabat

keagamaan, namun Takashi Shiraishi menyebutkan bahwa ayah Misbach bukanlah

pejabat keagamaan.4 Ia merupakan seorang pedagang batik yang cukup sukses dan

kaya raya. Sebagai seorang pedagang batik yang kaya, Ayah Misbach pun

menginginkan anaknya untuk melanjutkan usahanya tersebut. Oleh karena itu,

sebagaimana anak-anak para pedagang batik di wilayahnya, sejak usia dini, Misbach

telah diajari untuk mengelola usaha batik oleh orang tuanya. Setelah dewasa, Ia

mendirikan rumah kerja batik dan menjadi pengusaha batik yang sukses.5

Meskipun sebagian besar orang Jawa, khususnya yang bukan berasal dari

kalangan ningrat, tidak begitu memperhatikan pendidikan untuk anaknya, namun

tidak demikian dengan ayah Misbach. Orangtua Misbach termasuk dalam golongan

masyarakat Jawa yang sadar akan pentingnya pendidikan. Hal tersebut yang membuat

Misbach mendapat kesempatan untuk menimba ilmu keagamaan dalam pesantren

selayaknya anak-anak pejabat keagamaan di lingkungan tempat tinggalnya. Selain

3 Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926,

(Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti, 1997), hlm. 173.

4 Sebagian tulisan lain menyebutkan bahwa ayah Misbach juga merupakan pejabat

keagaman keraton (lihat tulisan Husni Hidayat, 2005, “H. M. Misbach: “Kyai Merah” dari

Surakarta”, http://afkar.numesir.org., serta “Haji Misbach: Muslim Komunis”, dalam Tabloid

Pembebasan Edisi V Februari 2003). Namun, pendapat tersebut belum dapat dibuktikan

dengan sumber primer. Sebagian besar tulisan sezaman yang menguraikan tentang biografi

Misbach tidak banyak menyebutkan latar belakang orang tuanya.

5 Majalah Hidoep, 1 September 1924.

5

itu, Ayah Misbach juga terdorong untuk membekali anaknya dengan pendidikan

modern. Oleh karena itu, selain menempuh pendidikan pesantren, Misbach juga

sempat mengenyam pendidikan di sekolah bumiputra pemerintah angka dua (tweede

klass)6. Misbach telah menempuh kedua model pendidikan, yaitu pendidikan

tradisonal dan pendidikan gaya barat. Namun, pendidikan gaya barat hanya

ditempuhnya dalam waktu singkat. Sejak masih kanak-kanak sehingga hampir balig,

ia menerima didikan yang terbanyak dari pesantren. Hal tersebut yang membuat

pemikiran Misbach lebih banyak memiliki sisi religius dibanding sisi sekuler ala

barat.7

Misbach adalah seorang Jawa yang memiliki nama kecil Achmad. Namun,

semasa hidupnya ia sempat beberapa kali berganti nama. Seperti halnya kebiasaan

orang Jawa, setelah menikah Ia pun mengganti namanya menjadi Darmodiprono.

Setelah menunaikan ibadah haji di Mekkah, Misbach kembali mengubah namanya

menjadi Haji Mohammad Misbach, nama yang ia pakai hingga akhir hidupnya.

Sebutan haji pada masa itu memiliki pengaruh sosial keagamaan tertentu bagi yang

menyandangnya. Seseorang yang memiliki gelar haji kerap diidentikkan sebagai

orang dengan pengetahuan agama yang tinggi. Gelar haji yang Ia tambahkan di depan

namanya membuat Misbach terhomat di komunitas santri Kauman. Karena giat

berdakwah dan memiliki pergaulan yang luas, Ia kemudian kerap dipanggil Kyai Haji

Misbach.8

Sebagai seorang Jawa, Misbach juga memiliki kecenderungan untuk berpikir

sinkritis. Dalam diri Misbach terdapat karakter seorang sinkritis yang selalu terobsesi

untuk mensintesakan atau menkombinasikan berbagai pandangan atau pemikiran

6 Tweede Klass Inlandsche Scholen merupakan sekolah untuk anak-anak dari rakyat

kebanyakan. Selain itu, ada juga Eerste Klass Inlandsche Scholen (Sekolah Bumiputera

Angka Satu) untuk anak-anak priyayi dan mereka yang berada.

7 Nor Hiqmah, H.M. Misbach Kisah Haji Merah, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008),

hlm. 14.

8 Ahmad Suhelmi, Dari Kanan Islam hingga Kiri Islam, (Jakarta: Darul Falah, 2001),

hlm. 133.

6

yang berbeda bahkan bertolak belakang. Gejala sinkretisme itulah yang tampak

dalam dirinya ketika mensintesakan Islam, abanganisme, dan Marxisme

(Komunisme) di saat terlibat dalam aktivitas politik melawan kapitalisme dan

kolonialisme.9

Pemikiran Misbach yang berkembang sangat dipengaruhi oleh dua variabel

yang melatarbelakangi kehidupannya, yaitu Islam dan Jawa. Namun, persentuhannya

dengan beberapa tokoh pergerakan lain yang membawa beberapa ideologi nantinya

juga akan mampu menciptakan pemahaman baru dalam dirinya, khususnya

pemahaman akan Komunisme. Tokoh-tokoh yang banyak mempengaruhi

perkembangan pemikiran Misbach, antara lain adalah Semaun, Tjipto

Mangoenkoesoemo, Sneevliet, Marco, dan sebagainya. Melalui orang-orang itulah

Misbach kemudian juga mengenal cara-cara radikal untuk melakukan perjuangan

melawan Kapitalisme dan Kolonialisme.10

Herbert Feith dan Lance Castle memetakan pemikiran politik di Indonesia

menjadi lima aliran yang bersumber dari tradisi (kebudayaan Hindu-Budha maupun

Islam) dan yang bersumber pada aliran pemikiran barat. Kelima aliran tersebut antara

lain adalah Komunisme, Sosialisme Demokrat, Islam, Nasionalisme Radikal, dan

Tradisionalisme Jawa. Berdasarkan pemetaan tersebut, pemikiran politik Misbach

berada di tengah antara aliran Komunisme, Islam, dan Tradisionalisme Jawa.

Kecenderungan berpikir sinkretis yang dimiliki oleh Misbach merupakan ciri khas

dari para pemikir Tradisionalis Jawa. Tokoh-tokoh pemikir politik Jawa biasanya

memiliki ketertarikan untuk mengambil beberapa sisi dari sebuah aliran politik untuk

kemudian disintesakan. Demikian juga dengan Misbach yang mencoba menyatukan

ideologi Komunisme dan Islam. Meskipun merupakan seorang mubalig yang

memiliki kecintaan yang tinggi terhadap Islam, namun disisi lain Misbach juga

meyakini Komunisme sebagai jalan yang efektif untuk melakukan pergerakan.

9 Ahmad Suhelmi, loc. cit.

10 Ibid.

7

Sebagai seorang muslim yang taat sekaligus memiliki kesadaran yang tinggi

akan pergerakan, Misbach juga sempat bergabung dalam gerakan kaum muda Islam

pada 1910. Saat SI mulai terbentuk di Surakarta, Misbach juga menunjukkan

ketertarikannya dengan turut bergabung pada 1912. Misbach aktif dalam SI sejak

awal dibentuknya karena merasa SI memiliki semangat anti Kolonialisme atas dasar

Islam. Namun, pada tahun-tahun awal bergabungnya dalam SI, Misbach belum begitu

menunjukkan pemikiran dan pergerakannya yang radikal. Ia justru lebih banyak

berkonsentrasi untuk mengelola usahanya. Meskipun sudah beberapa lama muncul

pergerakan di Solo yang dipimpin oleh H. Samanhudi, tapi Misbach hanya

menunjukkan kesetujuannya saja pada pergerakan tersebut.11

Setelah SI mengalami kemunduran akibat terjadinya perpecahan antara kubu

Samanhudi dan Tjokroaminoto, ketertarikan Misbach untuk turut campur secara

serius dalam dunia pergerakan muncul. Rangsang menuliskan awal keterlibatan

Misbach dalam dunia pergerakan dalam artikel berjudul Tjatetan Singkat Tentang

Kawan Hadji Misbach:

…Sesoedah S.I. dalem 1914 menampakken tanda-tanda aken mendjadi

petjah…sebab terbit perselisihan antara pimpinan Tjokro jang pada waktoe

itoe mendjadi vice president, dengen kehendak Samanhoedi, president C.S.I.

serta temen-temennja di Solo…sedjak itoelah kawan Misbach toeroet

tjampoer bener-bener dalem pergerakan S.I…12

Pada 1914, Misbach mulai bergabung dengan Inlandsche Journalisten Bond

(IJB) yang dibentuk oleh Mas Marco Kartodikromo sebagai organisasi wartawan

pribumi pertama di Hindia. Selain menjadi anggoa IJB, Misbach juga turut menjadi

pelanggan setia dari organ IJB, yaitu Doenia Bergerak. Melalui Marco dan IJB-nya,

Misbach mulai belajar tentang dunia jurnalistik. Ia pun mulai tertarik untuk

menyuarakan pemikirannya tentang Islam dalam bentuk tulisan, tidak hanya melalui

tablig. Misbach akhirnya menerbitkan surat kabar bulanan bernama Medan

11

Majalah Hidoep, 1 September 1924.

12 Surat kabar Sinar Hindia, 4 Juli 1924.

8

Moeslimin. Hal tersebut merupakan langkah permulaan Misbach masuk ke dalam

pergerakan dan memegangi bendera Islam.13

Marco menceritakan bahwa Misbach,

seorang muslim ortodoks yang saleh, yang tinggal di kota Jawa macam Surakarta,

mulai bergerak ”setjara djaman sekarang” dengan menerbitkan Medan Moeslimin

pada 1915 dan Islam Bergerak pada 1917, mendirikan hotel Islam, toko buku, dan

sekolah agama modern, dan mengadakan pertemuan tablig.14

Pada pertengahan 1918, saat hawa pergerakan di Hindia Belanda memanas

akibat kasus penghinaan Islam dalam artikel Djawi Hisworo yang ditulis oleh

Martodharsono, Misbach pun kembali tampil untuk membela Islam. Awalnya ia

bergabung bersama Tentara Kandjeng Nabi Muhammad (TKNM) bentukan

Tjokroaminoto. Namun, ketika organisasi tersebut mulai menuai ketidakpercayaan

dari anggotanya terkait dengan masalah dana, Misbach lebih memilih keluar dan

berbalik menjadi kubu penentang TKNM. Misbach kemudian membentuk Sidik

Amanat Tableg Vatonah (SATV) bersama pedagang batik muslim yang saleh di

Surakarta. Organisasi tersebut bertujuan untuk memperkuat kebenaran Islam dan

memajukan Islam. Dasar keyakinan SATV adalah “membuat agama Islam bergerak”

atau sebagai salah satu arti dari organ SATV, Islam Bergerak.

Pada akhir tahun 1918, kondisi SI Surakarta kian terpuruk karena semakin

menajamnya konflik amtara kubu Samanhudi dan Tjokroaminoto. Kenyataan

tersebut membuat munculnya kelompok-kelompok yang mulai berbalik menyerang

kepemimpinan SI Surakarta. Haji Misbach bersama SATV dengan Medan

Moeslimin dan Islam Bergerak sebagai organnya adalah salah satu kelompok yang

melawan kepemimpinan SI Surakarta tersebut. Bersama Sosrokoerneo yang

merupakan sekretaris SI Surakarta, Misbach melanjutkan propagandanya dengan

13

Majalah Hidoep, 1 September 1924.

14 Majalah Hidoep, 1 September 1924.

9

keras dalam kalangan SI. Masalah utama yang dibahasnya adalah persoalan ekonomi

dan kehidupan di Hindia Belanda. 15

Pada saat itu, Misbach juga telah menjalin hubungan dengan Perhimpunan

Kaum Buruh dan Tani (PKBT) afdeling Surakarta di bawah pimpinan R. Santoso

yang juga berdiri di pihak penentang kekuatan SI. Sejak bulan Agustus 1918, kerja

sama antara dua kubu penentang kekuatan SI tersebut mulai dijalankan, salah satunya

adalah meletusnya pemogokan buruh cetak di perusahaan percetakan milik BO.

Ketika pimpinan pusat PKBT di Demak hancur pada bulan Oktober 1918,

perkumpulan tersebut dipulihkan di Surakarta dengan Santoso sebagai ketua dan

Misbach sebagai wakilnya.

Keberhasilan PKBT dalam melakukan aksi perlawanan membuat kelompok

oposisi dengan dukungan SI Semarang dan Insulinde Surakarta menawarkan diri

untuk mengambil alih kepemimpinan SI Surakarta pada awal April 1919. Atas

inisiatif Semaon dan Marco, pertemuan bestuur CSI pada tanggal 15 Februari 1919 di

Surabaya memutuskan untuk memulihkan SI Surakarta, dengan Marco sebagai ketua,

Misbach sebagai wakil ketua, dan R. Hadiasmara sebagai sekretaris.16

Pada 6 Juli 1919 dilaksanakanlah vergadering umum di Sri Wedari Surakarta

untuk membahas kepengurusan SI Surakarta. Samanhudi, para pedagang batik

Laweyan, abdi dalem Kasunanan, kyai, pegawai keagamaan, dan orang Arab dari

subkomite TKNM beramai-ramai datang ke vergadering. Mereka berusaha untuk

mendominasi pertemuan tersebut karena khawatir bahwa Marco dan Misbach akan

mengambil alih kepemimpinan SI Surakarta. Upaya Misbach untuk mengambil alih

kepemimpinan SI pun akhirnya gagal, karena pada saat itu ia dituduh menghasut

pemogokan petani di pedesaan Kasunanan. Hasil akhir dari vergadering tersebut

memutuskan Samanhudi naik menjadi ketua kehormatan dengan kekuasaan

mengawasi. Kepemimpinan baru yang terbentuk usai vergadering tersebut ternyata

15

Surat kabar Sinar Hindia, 4 Juli 1924.

16 Takashi Shiraishi, Op.cit., hlm. 192.

10

tidak juga efektif untuk menghidupkan kembali SI Surakarta. Misbach memang telah

terpilih sebagai pengurus dari SI Surakarta, namun ia tidak memiliki kesempatan

yang besar untuk kembali menghidupkan organisasi tersebut. Akan tetapi, upaya

Misbach untuk „menggerakkan‟ SI Surakarta tidak berhenti begitu saja. Misbach

bersama kekuatan penentang kepemimpinan SI Surakarta lainnya telah bergabung

dengan Insulinde Surakarta sebelum vergadering tersebut dilaksanakan. Misbach

begitu kecewa dengan TKNM dan SI Surakarta. Oleh karena itu, ia lebih memillih

untuk melakukan pergerakan melalui Insulinde dan dua surat kabar terbitannya.

Misbach juga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya memasukkan orang-

orang radikal SI ke dalam Insulinde Surakarta. Melalui kehangatan, keterbukaan, dan

keramahannya serta konsistensi antara kata-kata dan perbuatannya, Misbach berhasil

menarik perhatian anggota SI yang bersifat radikal untuk turut bergabung dalam

gerakan Insulinde.

Kebangkitan Insulinde di Surakarta tidak bisa dilepaskan dari peran besar Haji

Misbach di dalamnya. Misbach mulai bergabung dengan Insulinde sejak bulan Maret

1918. Keterlibatan Misbach dalam Insulinde diawali dengan perkenalannya dengan

Tjipto Mangoenkoesoemo pada 1918. Melalui Tjipto, Misbach akhirnya mengenal

gerakan revolusioner beraliran kiri milik Insulinde.17

Kolaborasi Misbach dengan

Tjipto dalam Insulinde berjalan dengan baik sehingga membuat organisasi tersebut

benar-benar kelihatan revolusioner dan menarik perhatian kaum radikal SI.

Pada awal Desember 1918 digelarlah vergadering umum Insulinde Surakarta

yang sekaligus menjadi titik balik dari kebangkitan kembali organisasi revolusioner

tersebut. Vergadering tersebut bertujuan untuk membentuk susunan pengurus baru

dalam Insulinde. Tjipto Mangoenkoesoemo mundur dari jabatannya sebagai

pemimipin Insulinde dan digantikan oleh istrinya, Ny. Vogel. Sedangkan Misbach

sendiri diangkat sebagai wakil ketua. Orang yang duduk sebagai pemimpin tertinggi

17

Surat kabar Sinar Hindia, 4 Juli 1924.

11

dalam Insulinde adalah Ny. Vogel, namun yang lebih banyak memimpin gerakan

Insulinde sesungguhnya adalah Haji Misbach.

Misbach memiliki wewenang untuk memimpin aktivitas propaganda

Insulinde di luar kota Surakarta, mengeluarkan kartu anggota yang menjadi tanggung

jawabnya sendiri, dan mendirikan kring-kring Insulinde atas nama Insulinde

Surakarta.18

Berbekal wewenangnya tersebut, Misbach memulai kembali aktivitas

propagandanya sebagai propagandis Insulinde sekaligus mubalig SATV di

perkebunan tembakau dan tebu Kasunanan dengan kring Surakarta sebagai pos

terdepannya. Di bawah kepemimpinan Misbach, Insulinde tumbuh dan berkembang

dengan pesat. Bagi Misbach melakukan propaganda untuk ”kebebasan kita”,

”kebebasan negeri”, sama seperti melakukan propaganda untuk Islam, dan dalam

pengertian itulah ia menunjukkan dirinya sebagai seorang mubalig sekaligus

propagandis Insulinde.

Ketika Insulinde menjadi semakin kuat di bawah pimpinan Misbach, zaman

mogok di Surakarta pun menjadi kian memanas. Namun, fokus gerakan mogok

tersebut bergeser ke pedesaan-pedesaan sekitar Surakarta, tempat di mana gejolak

Insulinde kian membara. Massa utama yang dituju oleh Misbach adalah kaum buruh

tani di pedesaan tersebut yang telah lama tertindas oleh kapitalis Belanda, pemerintah

kolonial, serta bangsawan pribumi. Misbach menunjukkan keprihatinannya yang

sangat besar kepada nasib kaum buruh tani.

Menurut laporan residen kepada gubernur jenderal, sejak hari-hari terakhir

Desember 1918 sampai 7 Mei 1919, Misbach memimpin sebelas vergadering

Insulinde di pedesaan Kasunanan. Haji Misbach aktif melakukan agitasi dan

menyerukan para petani untuk ”jangan khawatir” dan ”jangan takut” melakukan aksi

pemogokan.19

18

Resident van Surakarta aan GG, 23 Mei 1919. Mr. 322x/19, (dalam Takashi

Shiraisi, log. cit.).

19 Syamsudin Haris, Partai dan Parlemen Lokal Era Transisi Demokrasi di

Indonesia, (Jakarta: Transmedia, 2007) hlm. 360.

12

Pada 7 Mei 1919, Residen A.J.W. Harloff mengadakan sidang darurat dengan

Asisten Residen Surakarta dan Boyolali, kontroleur urusan pertanian, dan regent

polisi, untuk membicarakan langkah-langkah tepat guna mengakhiri pemogokan.

Pada hari yang sama, Misbach, Darsosasmito, dan Gatoet Sastrodihardjo (sekretaris

Insulinde Surakarta) ditahan.20

Residen Harloff dalam laporannya mengatakan bahwa

mogok terjadi bukan karena ketidakpuasan petani, tetapi akibat dari propaganda

Insulinde. Ia menandaskan bahwa dengan persetujuan pimpinan pusat Insulinde dan

pemimpin afdeling Surakarta, Misbach dengan tidak bertanggungjawab mendalangi

pemogokan, dan juga bahwa para pemimpin Insulinde di bawah petunjuknya secara

sistematis mengorganisir dan menyebarkan pemogokan petani.21

Akan tetapi, dugaan

Harloff tersebut sebagian tidak benar. Misbach tidak terbukti mendalangi

pemogokan. Mogok boleh saja tidak terjadi di perkebunan gula Klaten, tetapi Harloff

lupa begitu saja bahwa mogok adalah bentuk khas protes petani, sama dengan ngogol.

Dengan rendahnya upah di tengah pesatnya laju inflasi, mogok pasti terjadi di

Tegalgondo, tanpa Misbach maupun propaganda Insulinde.22

Penangkapan Haji Misbach beserta lebih dari 80 pemimpin dan anggota kring

Insulinde telah membuat Insulinde Surakarta mulai mengalami kelesuan. Tjipto

Mangoenkoesoemo mulai mengambil alih dan menyetir Insulinde Surakarta dan

kring-kringnya yang mulai rapuh. Ia mencoba memindahkan arena aktivitas

propaganda Insulinde dari pedesaan ke kota Surakarta dan Volksraad di Batavia.

Tjipto juga membangun kerja sama yang lebih erat dengan pemimpin Insulinde pusat,

khususnya dengan Douwes Dekker. Saat itu, Douwes Dekker telah bersiap untuk

mengumumkan rencananya guna mengubah Insulinde menjadi Nationaal Indische

Partij-Sarekat Hindia (NIP-SH) dalam Kongres kaum Hindia yang dijadwalkan pada

7-9 Juni 1919.

20

Surat kabar Islam Bergerak, 10 Mei 1919.

21 Parakitri Simbolon, Menjadi Indonesia. (Jakarta: Kompas, 2007), hlm. 308-309.

22 Takasi Shiraishi, op.cit., hlm.218.

13

Haji Misbcah dibebaskan oleh pengadilan bumiputera (landraad) Surakarta

pada 22 Oktober 1919. Misbach pun segera tampil menggantikan Ny. Vogel sebagai

pemimpin SH Surakarta, sedangkan Tjipto menjabat sebagai sekretaris. Semenjak

saat itu, SH Surakarta melakukan propaganda dengan tenaga dan semangat baru

melalui Panggoegah dan Islam Bergerak serta dalam ledenvergadering. Ketika

keresahan buruh meningkat akibat minimnya upah, serikat buruh pun menjadi

pemimpin terdepan dari SH Surakarta. Suhu pergerakan pun semakin memanas

akibat dari aksi-aksi pemogokan yang didalangi oleh Misbach di bawah bendera SH.

Memasuki pertengahan tahun 1920, kondisi di pedesaan Surakarta kian

bertambah revolusioner, pemogokan semakin sering terjadi dan kian meluas.

Sebelumnya, pada September 1919, Mangoenatmojo, anak buah Misbach telah

mendirikan Islam Abangan (Sarekat Abang/Sarekat Merah).23

Situasi di pedesaan

Kasunanan yang kian memanas tersebut membuat posisi Residen Harloff semakin

terpojok. Pada tanggal 11 Mei 1920, akhirnya Harloff mengirim surat gubernur

jenderal dan mengusulkan pencabutan hak berkumpul di karesidenan Surakarta. Pada

19 Mei 1920, Raad van Indie (Dewan Hindia) bersidang dan menyetujui usulan

Harloff untuk membatalkan hak berkumpul di Karesidenan Surakarta. Pada tanggal

16 Mei 1920, Misbach pun akhirnya ditangkap di stasiun NIS Balapan ketika hendak

melanjutkan tur propagandanya ke Kebumen.24

Misbach ditangkap dan dipenjarakan

di Tarukan karena spreekdelict.25

Selama berada dalam penjara untuk waktu dua tahun, Misbach tetap

melakukan propagandanya. Dalam Gvts, besluit tanggal 27 Juni 1924 No.12 yang

dimuat dalam majalah Hidoep, pemerintah menuduh bahwa Misbach telah melakukan

propaganda selama dalam penjara bagi suatu kongsi penjahat, yang maksudnya akan

23

George Larson, Masa Menjelang Revolusi: Kraton dan Kehidupan Politik di

Surakarta, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990) hlm.176.

24 Resident van Surakarta aan GG. 8 Juni 1920, Mr. 661/20, dalam Takashi Shirasi,

op.cit., hlm. 282.

25 Surat kabar De Sumatra Post, 15 Juli 1924.

14

merampok dan mengecu serta membakar bangsal dan kebun tebu.26

Namun, tidak

dapat dipungkiri bahwa penahanan Misbach dan pengasingan Tjipto telah membuat

iklim pergerakan di Surakarta melemah. SH Surakarta pun dengan segera mengalami

kehancuran.

Banyak perubahan yang terjadi pada iklim pergerakan di Surakarta selama

Misbach berada dalam penjara. Zaman pemogokan telah berakhir, sedangkan zaman

partai dan zaman reaksi pun dimulai. Sarekat Hindia telah hancur, SATV juga sudah

tidak bernyawa lagi. Sebagian besar mubalig SATV telah bergabung dengan

Muhammadiyah dan menjadikan organisasi tersebut sebagai Muhammadiyah

afdeling Surakarta. Dua surat kabar milik Misbach pun turut mengalami perubahan.

Jika pada awalnya Medan Moeslimin dan Islam Bergerak selalu menerbitkan artikel

yang menyerang Muhammadiyah, kini surat kabar itu menunjukkan sikap yang lebih

pro terhadap organisasi pimpinan K. H. Achmad Dahlan tersebut. Satu-satunya hal

yang tidak berubah adalah pencabutan hak berkumpul, sehingga aktivitas pergerakan

politik di Suarakarta kian padam.

Sementara itu, perpecahan dalam tubuh SI kian menajam seiring dengan

semakin kuatnya pengaruh Komunisme pada para aktor pergerakan di dalamnya. SI

Semarang di bawah pimpinan Semaoen telah tumbuh menjadi sebuah basis dari

pergerakan SI yang berhaluan Komunisme. Oleh karena itu, munculah ide dari para

pemimpin SI untuk melakukan disiplin partai. Prinsip discipline (disiplin partai)

memberlakukan peraturan bahwa seorang pengurus CSI tidak dapat merangkap

sebagai anggota organisasi lain. Tujuan utama dari peraturan tersebut adalah untuk

memurnikan SI dari pengaruh Komunisme. Sejak saat itu garis tegas antara fraksi

merah dan SI putih pun terwujud.27

26

Majalah Hidoep, 1 September 1924.

27 Soewarsono, Berbareng Bergerak: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaon,

(Lkis: Yogyakarta, 2000), hlm.87-88.

15

Pada situasi itulah Haji Misbach dibebaskan dari penjara Pekalongan,

tepatnya pada tanggal 22 Agustus 1922.28

Pada hari itu juga ia kembali ke rumahnya

di Kauman dan harus menyaksikan kelesuan pergerakan di Surakarta. Selama

beberapa waktu setelah dibebaskan, Misbach masih mengambil sikap netral terhadap

perselisihan CSI dan PKI. Misbach mencoba mempelajari apa yang telah terjadi

selama ia berada di dalam penjara dengan membaca terbitan-terbitan lama Medan

Moeslimin dan Islam Bergerak. Namun, sikap netral Misbach tidak dapat bertahan

lebih lama lagi, terutama setelah ia banyak mempelajari tentang kondisi pergerakan

politik pada saat itu dari rekan-rekannya. Selain pertikaian antara CSI dan PKI,

Misbach juga melihat adanya perselisian antara bekas mubalig SATV yang

dipimpinnya dengan Muhammadiyah. Perselisihan tersebut terkait persoalan sikap

Muhammadiyah dalam politik dan apa yang harus dilakukan seorang “Islam sejati” di

dalam pergerakan. Ia mulai memutuskan langkah apa yang harus dilakukan sebagai

Islam sejati dan posisi yang harus diambil terhadap Muhammadiyah serta dunia

politik.

Misbach mulai membicarakan tentang keadaan rakyat yang tertindas akibat

ulah para kapitalis di zaman modal. Ia menyerukan kepada umat muslim untuk berani

mengambil tindakan perlawanan demi menolong rakyat yang tertindas. Namun, hal

yang membuat Misbach lebih merasa terusik adalah keberadaan kaum muslim

munafik yang tidak mau melakukan perjuangan untuk membela rakyat. Ia bahkan

tidak segan-segan menyebutkan nama Muhammadiyah secara terang-terangan

sebagai golongan munafik tersebut. Perselisihan Misbach dengan golongan Islam

lamisan tersebut juga dilatarbelakangi oleh kedekatannya dengan paham Komunisme.

Misbach mulai menyerang organisasi Islam yang ia nilai lamisan, di antaranya

adalah Muhammadiyah dan SI di bawah pimpinan Tjokroaminoto. Ia mempersoalkan

keengganan organisasi-organisasi tersebut untuk turut terjun langsung dalam dunia

politik memperjuangkan nasib rakyat. Ia menentang disiplin partai dan menyatakan

28

Takashi Shiraishi, Op.cit., hlm. 343.

16

perlunya mempertahankan kesatuan SI. Misbach juga mulai berbicara tentang

kesesuaian prinsip antara Islam dan Komunisme, sehingga tidak ada yang salah

dengan sikap netral PKI terhadap agama, sebab itu berarti tidak menggunakan agama

sebagai topeng.29

Peraturan disiplin partai yang ditetapkan oleh pemimpin CSI membuat

Misbach pada akhirnya harus memilih di jalan mana ia akan berjuang, di kubu CSI/

PSI (Partai Sarekat Islam) atau PKI. Akhirnya, Misbach pun menentukan pilihannya

untuk bergabung dengan kubu komunis dalam melakukan pergerakan politiknya. Ia

mendirikan PKI afdeling Surakarta, menjadikan Islam Bergerak sebagai organ resmi

PKI serta mendirikan Informatie Kantoor Bale Tanjo di rumahnya, dan Misbach

menjabat sebagai direkturnya. Kasak-kusuk tentang pembentukan PKI afdeling

Surakarta segera menyebar hingga ke telinga pemerintah kolonial. Polisi pun segera

ditugaskan untuk memperketat pengawasannya terhadap Haji Misbach serta

rumahnya yang sering dijadikan tempat untuk berkumpul para aktivis pergerakan.

Dalam kondisi yang terjepit seperti itu, Misbach akhirnya lebih memilih untuk

memusatkan aktivitas propagandanya di luar Karesidenan Surakarta.

Pergerakan Misbach kemudian juga dilanjutkan dengan membentuk Sarekat

Rakyat (SR) Surakarta pada awal Oktober 1923. Rumah Misbach pun dijadikan

sebagai Kantor SR. Sehingga rumah tersebut semakin sering didatangi oleh para

aktivis dari berbagai wilayah. Islam Bergerak pun akhirnya disatukan dengan organ

PKI Yogyakarta, Doenia Baroe, dan berubah nama menjadi Ra’jat bergerak pada

bulan September 1924.

Popularitas Misbach di tengah-tengah aktivis pergerakan pun kian mencuat di

tengah semakin luasnya pengaruh PKI di wilayah Vorstenlanden. Kampanye Misbach

untuk memerangi fitnah dan tindasan dari pemerintah kolonial menjadi pacuan

semangat rakyat untuk melakukan perlawanan. Sesungguhnya, Misbach tidak pernah

menyuruh mereka untuk melakukan aksi secara langsung dan radikal. Misbach justru

29

Surat kabar Islam Bergerak, 1 Januari 1923.

17

menghimbau mereka untuk berhati-hati dalam ”bergerak”. Namun, seruan Misbach

tersebut ternyata tidak terlalu didengarkan, para aktivis pergerakan tersebut tetap

melakukan aksi langsung sendiri-sendiri di sekitar PKI dan SI Merah/SR Semarang,

Yogyakarta, Surakarta, Madiun, dan kota-kota lain di Jawa Tengah. Kerusuhan pun

segera meluas di wilayah-wilayah tersebut. Mata-mata menyatakan kepada residen

bahwa Misbach berada di balik semua kerusuhan tersebut. Ia dituding telah

membentuk organisasi dengan nama Sabotase bersama komunis-komunis lain dari

Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta, dan sedang melatih prajurit untuk melakukan

pemboman, pembakaran rumah, perampokan, penggelinciran kereta api, sabotase,

dan aksi teror lainnya.30

Menanggapi kerusuhan yang terjadi, pemerintah segera mengutus polisi untuk

melakukan penggrebekan di rumah Misbach, namun mereka tidak menemukan bukti

apapun. Akan tetapi, residen tetap yakin bahwa teror tersebut ada di bawah pengaruh

Misbach. Oleh karena itu, setelah berkonsultasi dengan procureur generaal dan

residen Semarang, Residen Van der Marel memberi wewenang kepada polisi untuk

menciduk Misbach pada 20 Oktober 1923.31

Setelah ditangkap, Misbach dibawa

menuju penjara Semarang dan ditahan di sana selama sembilan bulan. Setelah berada

dalam penjara selama sembilan bulan, pemerintah kolonial pun akhirnya memutuskan

untuk memberlakukan pasal 47 Regeering-Reglemen untuk membuang Misbach.

Pada tanggal 27 Juni pemerintah mengumumkan pembuangan Misbach ke

Manoekwari di Nieuw Guinea utara, Kerisidenan Ambon dan diberikan uang

tunjangan sebesar f 50 tiap bulan.32

Istri dan tiga orang anaknya pun mengambil

keputusan untuk mendampingi Misbach ke tanah pembuangan.

Pada tanggal 7 Agustus 1924, setelah 20 hari perjalanan, Misbach dan

keluarganya sampai di Manoekwari. Mulai saat itulah, Haji Misbach menjalani hari-

30

Surat kabar De Sumatra Post, 30 Oktober 1923.

31 Residen van Surakarta aan GG. 29 Oktober 1923, Mr. 1052x/23. Dalam Takashi

Shiraishi, op.cit. hlm. 388.

32 Surat kabar De Sumatra Post, 15 Juli 1924.

18

harinya sebagai orang buangan di tanah Papua. Namun, selama dalam masa

pembuangan, Misbach tidak berhenti dari dunia pergerakan. Ia masih terus

menumpahkan pemikiran politiknya dengan melakukan propaganda tentang Islam

dan Komunisme melalui tulisannya yang dimuat di Medan Moeslimin. Ia juga

mendirikan SR Manoekwari. Namun, pergerakannya di tanah pembuangan tidak

berjalan lama. Pada 24 Mei 1926, Misbach akhirnya tutup usia karena serangan

malaria.33

Misbach dimakamkan oleh SR Manokwari berdampingan dengan istrinya,

di kuburan Penindi, Manoekwari. Sedangkan tiga orang anaknya kemudian

dipulangkan ke tanah Jawa.34

KESIMPULAN

Haji Mohammad Misbach memiliki posisi yang unik dalam dunia pergerakan

politik di Hindia Belanda abad ke-19. Sebagai seorang tokoh pergerakan radikal, ia

telah melahirkan sebuah pemikiran politik baru sebagai jalan perlawanan terhadap

Kolonialisme dan Kapitalisme Belanda. Misbach yang merupakan seorang mubalig

dengan dasar keagamaan kuat, mencoba mensintesakan ideologi Islam dan

Komunisme. Misbach berada di antara aliran Islam, Komunisme, dan

Tradisionalisme Jawa dalam pemetaan pemikiran politik Herbert Feith dan Lance

Kastel. Menurutnya, Islam dan Komunisme memiliki kesamaan visi, yaitu melawan

setiap ketertindasan yang dialami rakyat demi menuju sebuah kesetaraan. Sinkretisme

pemikirannya tersebut, membuat Misbach kemudian bangga menyebut dirinya

sebagai seorang Komunis Jawa yang menjalankan dam memegang teguh ajaran

Islam.

Komunisme Jawa ala Misbach lebih menekankan pada cara-cara kaum

komunis Eropa dalam memperjuangan kesetaraan kelas untuk diterapkan di tanah

Jawa, bukan pada filsafat tentang hubungan Tuhan dan manusia. Misbach tidak ingin

33

Surat kabar Nieuwe Rotterdamsce Courant, 2 Oktober 1926.

34 Surat kabar Medan Moeslimin, no. 12 1926.

19

meninggalkan kesetiaanya pada agama Islam meskipun ia melakukan cara-cara

perjuangan kaum komunis. Komunisme Misbach yang mengambil konsep-konsep

langsung maupun tidak langsung dari Barat pun akhirnya mendapat dukungan kuat

dari kalangan abangan tradisional.

Misbach memulai kiprahnya di dunia pergerakan dengan bergabung bersama

SI Surakarta pada tahun 1912. Pada tahun 1914, ia bergabung dengan Inlandsche

Journalisten Bond (IJB) bentukan Mas Marco Kartodikromo, sekaligus menjadi

langganan tetap dari Doenia Bergerak. Tidak lama berselang, ia pun menerbitkan

surat kabar miliknya sendiri, yaitu Medan Moeslimin pada tahun 1915 dan Islam

Bergerak pada tahun 1917. Melalui dua surat kabar tersebut, Misbach mulai

menyuarakan pemikiran politiknya serta melakukan propaganda untuk pergerakan di

tanah Hindia.

Selain melakukan pergerakan melalui coretan penanya, Misbach juga tercatat

beberapa kali malang-melintang di berbagai organisasi untuk “bergerak”. Dalam

pandangan Misbach, Islam harus lah benar-benar bergerak untuk membebaskan

rakyat dari ketertindasan. Misbach bergerak bersama SI, Insulinde, SH, SR dan PKI.

Akibat aksinya yang radikal, Misbach harus beberapa kali mendekam di dalam

penjara, hingga pada akhirnya Ia dibuang ke Manoekwari setelah pecahnya

kerusuhan di Surakarta.

Selama berada di tanah pembuangan, Misbach masih aktif melakukan

proganda untuk menyerukan pemikirannya tentang Islam dan Komunisme melalui

Medan Moeslimin. Ia tetap saja menyerang pemerintah dengan mencoba membentuk

Sarekat Rakyat di Manoekwari. Setelah dua tahun berada di tanah pembuangan,

Misbach pun akhirnya menghentikan pergerakan untuk selamanya. Ia meninggal pada

tahun 1926 karena serangan penyakit malaria.

20

DAFTAR PUSTAKA

A. Surat Kabar Sezaman

De Sumatra Post, 30 Oktober 1923

De Sumatra Post, 15 Juli 1924

Hidoep, 1 September 1924

Islam Bergerak, 10 Mei 1919

Islam Bergerak, 1 Januari 1923.

Medan Moeslimin, no. 10 1926

Medan Moeslimin, no. 12 1926

Nieuwe Rotterdamsce Courant, 2 Oktober 1926

Sinar Hindia, 4 Juli 1924

B. Buku

Ahmad Suhelmi, 2001, Dari Kanan Islam hingga Kiri Islam, Jakarta: Darul Falah.

Larson, George. 1990. Masa Menjelang Revolusi: Kraton dan Kehidupan Politik di

Surakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nor Hiqmah. 2006. H.M Misbach, Kisah Haji Merah. Yogyakarta: Komunitas

Bambu

Parakitri Simbolon. 2007. Menjadi Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Ricklefs, M.C. 1993. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Shiraishi, Takashi. 1998. Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926.

Jakarta: Grafiti Pers.

Soewarsono. 2000. Berbareng Bergerak: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaon.

Lkis: Yogyakarta.

21

Syamsudin Haris. 2007. Partai dan Parlemen Lokal Era Transisi Demokrasi di

Indonesia. Jakarta: Transmedia.

C. Artikel

Pabotinggi, M. 2005. ”Intelektual Pemimpin”. Majalah Prisma 6 juni 1982. Jakarta.

Tabloid Pembebasan. “Haji Misbach: Muslim Komunis”. Edisi V Februari 2003.