PERAN REHABILITASI BERBASIS MASYARAKAT (RBM) CIREBON DALAM...
Transcript of PERAN REHABILITASI BERBASIS MASYARAKAT (RBM) CIREBON DALAM...
PERAN REHABILITASI BERBASIS MASYARAKAT (RBM)
CIREBON DALAM MENGURANGI PERILAKU AGRESIF
RESIDEN KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA MELALUI
KONSELING KELUARGA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun oleh:
TAUFIQ
NIM: 1113052000016
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2018 M
i
ABSTRAK
Taufiq, NIM: 1113052000016, Peran Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon dalam Mengurangi Perilaku Agresif Residen Korban
Penyalahgunaan NAPZA Melalui Konseling Keluarga, di bawah Bimbingan
Nasichah, MA. NIP: 19671126 199603 2 001
Penyalahgunaan NAPZA di Indonesia merupakan masalah yang kompleks
dan tidak bisa di tuntaskan oleh pemerintah semata melainkan butuh penanganan
semua lapisan masyarakat. Di suatu sisi, NAPZA yang sangat berguna bagi dunia
kesehatan (kedokteran, farmasi) tapi di sisi lain dapat mengancam kelangsungan
hidup manusia, terutama generasi muda di masa depan. Dampak dari kecanduan
NAPZA meliputi aspek fisik, mental, psikis dan sosial. Dampak fisik yang
diakibatkan dari kecanduan NAPZA fisik lemah seperti otak, jantung, dan paru-
paru. Damapak psikis seperti emosional terganggu (mudah tersinggung), gelisah,
depresi, agresif. Dampak sosial yang di rasakan menurunnya kualitas sumberdaya
manusia, gangguan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial dan ancaman
bahaya hancurnya kehidupan keluarga.
Penelitian ini menjawab rumusan masalah yakni bagaimana proses
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon dan bagaimana peran
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon dalam mengurangi perilaku
agresif melalui konseling keluarga. Adapun teori yang di gunakan teori Peran
menurut Soerjono Sukanto dalam bukunya Sosioligi Suatu Pengantar bahwa
Peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi strukrur sosial
masyarakat. Sedangkan Konseling keluarga menggunakan teorinya Sofyan S
Willis dalam bukunya Konseling Keluarga (Family counseling) bahwa Konseling
Keluarga adalah upaya bantuan yang di berikan kepada individu anggota keluarga
melalui sistem keluarga (Pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya
berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat di atasi dasar kemauan
membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan
terhadap keluarga.
Metode penelitian menggunaka pendekatan kualitatif, dengan jenis
deskrptif. Informan dalam penelitian ini berjumlah enam orang, tiga orang
konselor dan tiga orang residen. Teknik pengumpulan data melalui observasi,
wawancara, dokumentasi.
Hasil penelitian di temukan bahwa proses konseling keluarga yang di
lakukan di lembaga ini ada 3 (tiga) tahap yaitu: Pertama, menajalin hubungaan
baik antara konselor, residen, dan keluarga. Kedua, terjadinya eksplorasi kondisi
residen, identifikasi masalah dan penyebabnya, penetapan alternative pemecahan.
Ketiga, memberikan kesimpulan dan mengevaluasi proses konseling keluarga.
Adapun peran konseling keluarga ada 3 (tiga) yaitu: Pertama peran preventif
merupakan upaya pencegahan melalui seminar, sosialisasi. Kedua, peran kuratif
merupakan upaya menolong, mengobati sesuatu hal yang telah terjadi dan Ketiga,
peran represif merupakan upaya menekan atau menahan.
Kata Kunci: Konseling Keluarga, Prilaku Agresif, Residen Penyalahgunaan
NAPZA.
ii
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الر حمن الر حيم
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala,
atas berkat rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul “Peran Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon
dalam Mengurangi Perilaku Agresif Residen Korban Penyalahgunaan NAPZA
Melalui Konseling Keluarga”.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat
memperoleh gelar sarjana Sosial bagi mahasiswa program S1 pada program studi
Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karenanya, tidak ada hal lain yang lebih utama melainkan penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terutama kedua orang tua
penulis Ayahanda (Sujaeni) dan Ibunda (Muhanah) atas do’a semangat, kasih
sayang pengorbanan dan ketulusan dalam mendampingi penulis. Serta Kakak
(Asmu’i) dan Adik-adik (Fadhilah dan Daman Huri) yang selalu mampu membuat
diri ini tersenyum dan melepas penat yang luar biasa. Selain itu tentu penulis juga
sangat berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam
penelitian ini diantaranya kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Suparto, M. Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr.
iii
Hj. Raudhonah, M. Ag selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Dr.
Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan
Kerjasama.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam.
3. Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam.
4. Nasichah, MA Selaku Dosen pembimbing skripsi yang senantiasa meluangkan
waktu, tenaga dan fikiran untuk memberikan masukan dan arahan dalam
penyusunan skripsi.
5. Seluruh Dosen dan staff dilingkungan Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat
kepada penulis selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
6. Pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Bimbingan dan Penyuluhan
Islam (BPI) periode 2014-2015 yang telah menemani penulis baik suka
maupun duka.
7. Seluruh Kader dan pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Cabang Ciputat yang telah
memberikan ruang bagi penulis untuk sama-sama berkader di Himpunan
tercinta ini.
8. Buat sahabat–sahabat penulis Miftahun Nanjat, Ade Azizi, Reza Bachtiar, M.
Agus, Niko Afriayandi, Hajarul Aswad Harahap, Sondi Silalahi, Adam
Yuliawan, Kosbi Alfi Syahid, M. Chotib Iqbal, Vita Virgiana Machsus, dan
iv
tidak lupa juga seluruh teman-teman BPI 2013, kakak dan adik seperjuangan
penulis terima kasih atas dukungan dan doanya.
9. Seluruh keluarga besar BPI terimakasih buat dukungan dan doanya kepada
penulis semoga persaudaraan yang kita jalin selama ini dapat terus terjaga
dengan baik.
10. Buat keluarga besar Beasiswa Bidik Misi 2013 terimakasih buat dukungan dan
doanya kepada penulis semoga persaudaraan yang kita jalin selama ini dapat
terus terjaga dengan baik.
11. Buat keluarga besar Ma’had Ali terimakasih buat dukungan dan doanya kepada
penulis semoga persaudaraan yang kita jalin selama ini dapat terus terjaga
dengan baik.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan dan dukungannya
kepada penulis.
Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna,
namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
umumnya bagi para pembaca khususnya segenap keluarga besar jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Ciputat, 15 April 2018
Penulis
Taufiq
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah ........................................................................ 1
B. Pembatasan Rumusan Masalah ............................................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 8
D. Metodologi Penelitian ........................................................................... 9
1. Jenis Penelitian ................................................................................ 9
2. Pendekatan Penelitian ...................................................................... 10
3. Lokasi .............................................................................................. 10
4. Subjek dan Objek Penelitian ........................................................... 11
5. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 12
6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ............................................. 13
7. Teknik Analisis Data ...................................................................... 14
E. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 16
F. Sistematika Penulisan ........................................................................... 19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Peran ..................................................................................................... 21
B. Konseling Keluarga .............................................................................. 22
vi
1. Pengertian Konseling Keluarga ..................................................... 22
2. Pendekatan Konseling Keluarga .................................................... 25
3. Tujuan Konseling Keluarga ........................................................... 26
4. Proses Konseling Keluarga ............................................................ 28
C. Perilaku Agresif .................................................................................... 31
1. Pengertian Perilaku Agresif ........................................................... 31
2. Teori-teori Agresif ......................................................................... 32
3. Penyebab Agresi Pada Manusia ..................................................... 33
4. Pencegahan dan Pengendalian Agresif .......................................... 36
D. NAPZA .................................................................................................. 38
1. Pengertian NAPZA ......................................................................... 38
2. Pengertian Narkotika ...................................................................... 39
3. Pengertian Psikotropika .................................................................. 34
4. Pengertian Zat Adiktif .................................................................... 41
5. Ciri-ciri Pengguna NAPZA ............................................................ 41
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Sejarah .................................................................................................. 47
B. Visi dan Misi ........................................................................................ 49
C. Struktur Organisasi .............................................................................. 50
D. Kondisi Sosial Ekonomi dan Pendidikan.............................................. 51
E. Kondisi Sosial Keagamaan .................................................................. 53
F. Alur Pelayanan RBM Cirebon ............................................................. 54
G. Pelayanan Unit Rehabilitasi ................................................................. 55
vii
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
A. Identifikasi Informan ............................................................................ 56
B. Analisis Proses Konseling Keluarga..................................................... 60
C. Analisis Peran Konseling Keluarga .......................................................
77
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN ..................................................................................... 83
B. SARAN ................................................................................................. 84
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 86
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif
lainnya) adalah pemakaian obat-obatan atau zat-zat berbahaya dengan tujuan
bukan untuk pengobatan dan penelitian serta di gunakan tanpa mengikuti
aturan atau dosis yang benar. Dalam kondisi yang cukup wajar atau sesuai
dosis yang di anjurkan dalam dunia kedokteran saja maka penggunaan
NAPZA secara terus menerus akan mengakibatkan ketergantungan atau
kecanduan.
Dewasa ini permasalahan obat terlarang (NAPZA) di Indonesia sudah
menjadi masalah yang sangat kerusial dan serius. Hal ini dibuktikan dengan
jumlah kasus NAPZA yang meningkat ditiap tahunnya baik dilihat dari segi
kuantitas maupun kualitasnya. Menurut data dari BNN tahun 2016 terdapat
500 jenis NAPZA baru dan sebanyak 42 jenis telah masuk ke Indonesia
(Direktoraat NAPZA Kemensos RI). Data terahir berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan
Puslitkesos Universitas Indonesia (UI) menyatakan bahwa pengguna NAPZA
pada tahun 2014 sebanyak 5,1 sampai dengan 5,5 juta jiwa dan pada tahun
2015 ini telah mencapai 5,8 juta jiwa.1
Perkembangan penyalahgunaan NAPZA sudah sangat
memperihatinkan. Kalau dulu, peredaran NAPZA hanya di wilayah
1 Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA, Standar Nasional
Pelayanan Rehabilitasi Bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA, (Jakarta: Kementrian Sosial,
2016), h. 2.
2
perkotaan, kini sudah marak masuk kesetiap perdesaan. Seperti halnya di
Desa Banjarwangunan, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. peredaran
dan penyalahgunaan NAPZA di wilayah tersebut bukan hanya sebagai
konsumen tetapi sekaligus sebagai produsen sehingga dengan mudah NAPZA
di dapatkan.
Secara geografis Desa Banjarwangunan sangat di untungkan karena
berdekatan dengan terminal untuk menumbuhkan perekonomian. Namun di
sisi lain tempat ini di salahgunaka, seperti banyaknya pergaulan yang kurang
sehat terjadinya peredaran dan penyalahgunaan NAPZA. Penyalahgunaan
NAPZA bukan hanya bisa di nikmati oleh kalangan ekonomi menengah
keatas tapi dengan mudah bisa di nikmati dan di dapatkan oleh kalangan
ekonomi menengah ke bawah.
Penyalahgunaan NAPZA di lakukan oleh hampir seluruh lapisan
masyarakat, berdasarkan data BNN (2012) pegawai negri sipil dan
POLRI/TNI sebanyak 7%, swasta 42,3%, wiraswasta 24,4%, petani 2,3%,
buruh 10,4%, mahasiswa 1,7% pelajar 1,7%, pengaguran 15,9%. Peran
mereka bisa sebagai pengguna, pengedar, atau produsen NAPZA yang
mendapatkan keuntungan besar dari penyalahgunaan NAPZA. Sementara
data berdasrkan dari BNN (2012) pengguna berdasarkan umur yaitu: 16
sampai 30 tahun sebesar 47,5%, berumur dari 30 tahun sebesar 52,2% dan
kurang dari umur 16 tahun sebesar 0,3%. Berdasarkan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 91,5% dan perempuan sebanyak 8,5%. Menurut data dari BNN
3
setiap tahun sebanyak 15.000 pengguna NAPZA meninggal dunia atau 50
orang setiap harinya.2
Menunjuk pada data-data yang telah disebutkan, Nampak bahwa
remaja sangat rentan terhadap penyalahgunaan NAPZA. Faktor yang
memberi kontribusi remaja melakukan penyalahgunaan NAPZA adalah faktor
NAPZA dan faktor keluarga.
Faktor NAPZA yang di maksud karena NAPZA mudah di dapatkan,
adapun NAPZA yang sering di guanakan yaitu obat-obatan yang dosisnya
tainggi seperti dextro, kokain, putaw, tramadol, trihex, benzo, inex dan lain-
lain. Adapun yang memberi kontribusi remaja melakukan penyalahgunaan
NAPZA adalah faktor keluarga, yaitu keluarga yang kurang baik seperti
orang tua yang bercerai atau berpisah, Broken Home, orang tua terlalu sibuk
dengan karirnya atau pekerjaannya sehingga kurang memperhatikan anaknya.
Remaja dengan kondisi disfungsi keluarga mempunyai resiko 7,9 kali relatif
lebih besar untuk menggunakan narkoba dibandingkan dengan mereka yang
hidup dalam keluarga sehat.3
Keluarga merupakan bagian organisasi kecil dari suatu negara, namun
memiliki efek yang sangat besar serta berperan penting dalam menegakan
nilai untuk mewujudkan negara yang memiliki kemuliaan dan moralitas yang
baik dalam masyarakat. Juga merupakan wadah atau tempat bimbingan dan
latihan anak sejak dalam buayan sampai nanti dewasa, dari keluargalah di
2 Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA, Standar Nasional
Pelayanan Rehabilitasi Bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA, h. 2. 3 Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA (Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI, 2004), h.4.
4
harapkan seorang anak dapat menempuh kehidupannya dengan masak dan
dewasa.
Menurut Dadang Hawari ”keluarga adalah suatu matrik sosial, suatu
kelompok atau organisasi biopsikososial, dimana para anggotanya terikat
dengan suatu ikatan khusus untuk hidup bersama, bukan suatu ikatan yang
sifatnya statis dan membelenggu.4
Anak dalam sebuah keluarga adalah anugerah dan amanah dari Allah
SWT oleh karena itu orang tua atau keluarga bertanggungjawab penuh agar
anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi insan yang berguna bagi agama,
negara dan bangsanya. Sebuah kebahagaiaan orang tua selalu berharap dan
berupaya agara anak menjadi kebanggan dalam kehidupannya. Harapan itu
akan menjadi sebuah kenyataan, tetapi terjadinya bukan seperti membalikan
telapak tangan.
Dampak dari kecanduan narkoba (drugs addiction) meliputi aspek
fisik, mental, psikis dan sosial. Dampak fisik yang diakibatkan dari
kecanduan narkoba seperti fisik lemah rentan terhadap berbagai penyakit
gangguan dan kerusakan fungsi organ vital (seperti otak, jantung, dan paru-
paru). Damapak psikis yang di akibatkan kecanduan narkoba seperti
emosionalnya terganggu (mudah tersinggung), gelisah, depresi, agresif,
kecemasan dan gangguan psikosis. Dampak sosial dari kecanduan narkoba
adalah menurunnya kualitas sumberdaya manusia, gangguan dalam
4 Dadang Hawari, Membina Keluarga Sakinah. (Jakarta: Pustaka Antara, 1996), h.77.
5
berinteraksi dengan lingkungan sosial dan ancaman bahaya hancurnya
kehidupan keluarga.5
Menurut penulis, dampak dari mengkonsumsi oabat-oabtan terlarang
NAPZA, sehingga menimbulkan masalah-masalah lainnya seperti sex bebas
(freesex), tauran, putus sekolah membuat kegundahan di masyarakat.
Sehingga menimbulkan perilaku agresi yaitu suatu tindakan yang diniatkan
untuk melukai, menyebabkan penderitaan dan untuk merusak orang lain.6
merupakan dorongan dari mengkonsumsi oabat-obatan terlarang.
Berdasarkan masalah tersebut, penyalahgunaan NAPZA merupakan
masalah yang sangat kompleks dan serius yang tidak bisa diselesaikan oleh
pemerintah semata melainkan memerlukan bantuan dari semua elemen
masyarakat terutama keluarga. Salasatu cara untuk membantu pecandu keluar
dari permasalahan NAPZA melalui proses rehabilitasi sosial. Rehabilitasi
sosial adalah proses pemulihan secara terpadu meliputi aspek fisik, mental,
dan sosial, agar pecandu narkoba dapat kembali melaksanakan fungsi sosial
dalam masyarakat.7
Fakta di lapangan ketika ada seorang pecandu yang ingin lepas atau
sembuh dari NAPZA mereka cenderung menutupi karena dianggapnya
sebagai aib bagi dirinya maupun bagi keluarganya. Banyak sekali keluarga
yang tidak memahami tentang NAPZA. Ketidak pahaman masalah NAPZA
memebuat keluarga tidak mengetahui ciri-ciri anak mereka yang telah
5 Badan Narkotika Nasional (BNN), Pedoman Pencegahan Penyalahgunaa Narkoba
Bagi Remaja (Jakarta: Badan Narkotika Nasional (BNN), 2004), h. 37. 6 Fattah Hunawarman, Psikologi Sosial: Suatu Pengantar (Bandung: Remaja Rosda
Karya,2010), h.80. 7 Marbun Jumaraya, dkk. Pedoman Dukungan Keluarga (Familly Support) Dalam
Rehabilitasi Sosial BagI Pennyalahgunan NAPZA (Jakarta: Depsos RI, 2004), h. 7.
6
menggunakan NAPZA berdasarkan dampak yang di akibatkan dan
bagaimana cara menghadapinya. Counseling adalah suatu nama yang luas
pengertiannya untuk beraneka ragam prosedur guna menolong banyak orang
agar mampu menyesuaikan diri, seperti memberi nasihat, diskusi treauputis,
pengadministrasian, dan penafsiran tes, serta bantuan vokasioinal dan
kejujuran.8
Untuk mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA dalam proses
rehabilitasi maka dibutuhkannya intervensi dari keluarga. Konseling keluarga
di butuhkan karena residen nantinya akan kembali kelingkungan keluarga.
Jika keluarga sudah mengetahui pola hidup residen ketika berada didalam
panti rehabilitasi maka keluarga tersebut dapat meneruskan atau melanjutkan
pola hidup seperti yang telah diterapkan di rehabilitasi.
Family counseling (konseling keluarga) adalah upaya bantuan yang di
berikan kepada individu anggota keluarga melalui sistem keluarga
(Pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal
mungkin dan masalahnya dapat diatasi dasar kemauan membantu dari semua
anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.9
Melalui konseling keluarga, keluarga diharapkan dapat menerima
kembali sekaligus membantu menjaga proses pemulihan (recorvery) mereka
dari kecanduan NAPZA agar tidak kembali kambuh (relapse), proses
konseling keluarga dalam proses rehabilitasi masih belum banyak dilakukan.
Rehabiliatasi Berbasisi Mayarakat (RBM) Cirebon adalah sebuah
gerakan sosial masyarakat yang hadir karena kepedulian terhadap kondisi
8 Sarlito W. Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial (Jakarta: CV Rajawali, 1984), h. 234.
9 Sofyan S. Willis. Konseling Keluarga (Familly Counseling),(Bandung: CV. Alfabeta,
2015), h. 83.
7
masyarakat khususnya generasi muda yang rentan terhadap pengaruh buruk
khususnya NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif). Untuk
mencegah atau mengantisipasi NAPZA, Rehabiliatasi Berbasisi Masyarakat
(RBM) Cirebon memberikan layanan konseling keluarga untuk memberikan
pemahaman tentang NAPZA ataupun dinamika keluarga.
Bentuk konseling keluarga yang dilakukan di Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon antara lain adalah kunjungan konselor,
kunjungan keluarga, kunjungan individu keluarga. Ketrlibatan keluarga pada
program ini dapat memotivasi dan memberikan dukungan bagi residen
sehingga tidak merasa dirinya di asingkan atau di buang.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk
mengangkat karya ilmiah dengan judul “Peran Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon dalam Mengurangi Perilaku Agresif
Residen Korban Penyalahgunaan NAPZA Melalui Konseling Keluarga”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berdasarkan dari penelitian ini adalah:
a. Penelitian akan membatasi masalah hanya pada peran Rehabilitasi
Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon dalam mengurangi prilaku agresif
residen korban penyalahgunaan NAPZA melalaui konseling keluarga.
b. Konseling keluarga yang di maksud dalam penelitian ini di batasi pada
aspek-aspek mengikuti konseling keluarga menurut teori Soffyan S
8
Willis dan Muhammad Surya yaitu aspek kognitif (pola berfikir),
afektif, psikomotorik, dan dukungan keluarga.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagi berikut:
a. Bagaimana proses pelaksanaan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon dalam mengurangi prilaku agresif residen korban
penyalahgunaan NAPZA melalaui konseling keluarga.
b. Bagaimana peran Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon
dalam mengurangi prilaku agresif residen korban penyalahgunaan
NAPZA melalaui konseling keluarga.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui tentang proses pelaksanaan Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon dalam mengurangi prilaku agresif residen
korban penyalahgunaan NAPZA melalaui konseling keluarga.
b. Untuk mengetahui peran Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
Cirebon dalam mengurangi prilaku agresif residen korban
penyalahgunaan NAPZA melalaui konseling keluarga.
2. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
Segala perbuatan yang dilakukan tentu diharapkan dapat membawa
manfaat, begitu pula dengan penelitian ini. Adapun penelitian ini di
harapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
9
a. Penelitian ini di harapkan dapat bermanfat bagi Fakultas Ilmu Dakwah
dan Komunikasi, khususnya bagi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam dalam pengembangan kurikulum tentang psikologi keluarga,
koseling keluarga, dan psikologi sosial.
b. Sebagai referensi tempat untuk pelaksanaan mata kuliah Praktikum
Profesi Mikro dan Makro Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
c. Untuk di lembaga dapat di jadikan bahan evaluasi bagi konselor dalam
program konseling keluarga.
d. Untuk lembaga dapat mengetahui peran konseling keluarga dalam
mengurangi prilaku agresif residen.
D. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelelitian
Metodologi penelitian adalah alat, kegiatan yang secara sistematis,
direncanakan oleh peneliti guna menjawab permasalahan dan berguna bagi
masyarakat dan bagi peneliti itu sendiri.10
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu field
resarch (penelitian lapangan), yang dimana penelitian langsung terjun
kelapangan (objek) penelitian untuk mengamati sesuatu. Dalam hal ini
mengenai peran Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon dalam
mengurangi prilaku agresif residen korban penyalahgunaan NAPZA melalaui
konseling keluarga.
2. Pendekatan penelitian
10
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h.17.
10
Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan penelitian kualitatif.
Menurut Bogdan dan Tylor yang dikutip Lexy J. Moleong yaitu penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamatai11
. Penelitian kualitatif memiliki ciri
khas penyajian datanya dalam bentuk narasi, cerita mendalam atau rinci dari
para responden hasil wawancara dan atau observasi. Prespektif penelitian
dalam hal ini dikemukakan dalam sebuah prespektif emik, yakni data yang di
paparkan dalam bentuk deskripsi menurut bahasa, cara pandang objek
penelitian.12
Hasil penelitian ditekankan pada memberikan gambaran secara obyektif
tentang keadaan yang sebenarnya dari obyek yang sedang di selidiki, akan
tetapi untuk mendapatkan manfaat yang lebih luas biasanya dalam jenis
penelitian deskriptif ini dilakukan pemberian berbagai interpretasi.13
Dalam hal ini penulis melakukan observasi, wawancara, dokumentasi,
mendeskripsikan subjek, menganalisis peran Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon dalam mengurangi prilaku agresif residen korban
penyalahgunaan NAPZA melalaui konseling keluarga.
3. Lokasi
Tempat yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah Rehabilitasi
Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon yang beralamat Jln. Banjarwangunan No.
45 Kel. Banjarwangunan Kec. Mundu – Cirebon 45173.
11
Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2007),
, h 4. 12
Hamidi, Metodologi Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulis Proposal dan
Laporan Penelitian, cet. 2 (Malang: UMM Press, 2010), h 55. 13
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1991), h. 31.
11
Lokasi ini dipilih karena Lembaga ini merupakan tempat rehabilitasi
korban penyalahgunaan NAPZA yang menggunakan metode konseling
keluarga sebagai proses rehabilitasi korban. Kemudian lembaga ini merupakan
tempat lembaga yang resmi tercatat di pemerintahan.
4. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Teknik pengumpulan sampel yang di gunakan dalam penelitian ini
adalah pengambilan sampel berdasarkan teori, atau berdasarkan konstruk
operasional yaitu penelitian mendasar menggunakan pendekatan ini. Sampel
yang di pilih dengan kriteria tertentu berdasarkan teori atau konstruk
operasional sesuai study sebelumnya, atau sesuai dengan tujuan penelitian.
Hal ini di lakukan agar sampel sungguh-sungguh mewakili (bersifat
reprsentative terhadap) fenomena yang di pelajari.14
Dalam penelitian ini subjek penelitiannya adalah 3 (tiga) orang
pengurus Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon yang di jadikan
sumber informasi, secara rincinya meliputi 3 (tiga) orang konselor yakni Ibu
Ayu Khonsah Rufaidah, Bapak Fadhli Prisma Surya, Try Setya Erianto serta
3 (tiga) orang residen, M. Rizal, Riki Subagja, Marlin.
b. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah peran Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon dalam mengurangi prilaku agresif residen korban
penyalahgunaan NAPZA melalaui konseling keluarga.
14
Poerwndari E. K, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilku Manusia cet. Ke-V,
(Depok: LPSP3 UI, 2013), h. 118
12
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati secara langsung objek penelitian di sertai dengan pencatatan
yang di perlukan. Nasution (1988) menyatakan bahwa observasi adalah
dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja
berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh
melalui observasi.15
Peneliti mengadakan penelitian langsung terhadap proses konseling
keluarga di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon. Peneliti
mengamati dan mencatat apa yang bisa dilihat oleh mata dan di dengar oleh
telinga, kemudian peneliti mengkategorisasi dan di analisis menjadi sebuah
penelitian yang di tulis dalam skripsi .
b. Wawancara
Wawancara adalah di lakukan untuk memperoleh data atau
informasi sebanyak mungkin dan sejelas mungkin kepada subjek penelitian.
Wawancara merupakan bentuk pengumpulan data yang paling sering di
gunakan dalam penelitian kualitatif.16
Wawancara atau pengamatan
berperanserta merupakan hasil gabungan dari kegiatan melihat, mendengar
dan bertanya.17
15
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methodes),
(Bandung: Alfabeta, 2012), h. 309. 16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methodes),
h. 316. 17
Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2007),
cet. Ke-33, edisi refisi, h.157.
13
Pada teknik wawancara ini peneliti mendapatkan data dengan cara
tanya jawab dan tatap muka antara peneliti dengan 3 (tiga) orang konselor
Ibu Ayu Khonsah Rufaidah, Bapak Fadhli Prisma Surya, Try Setya Erianto
dan 3 (tiga) residen, M. Rizal, Riki Subagja, Marlin di Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengambilan data yang di peroleh melalui
dokumen-dokumen18
, seperti gambar, arsip, maupun data-data dan bentuk
lainnya. Studi dokumentasi merupakan pelengkap metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif.19
6. Teknik dan Pemeriksaan Keabsahan Data
Teknik dan pemeriksaan keabsahan data yang di gunakan dalam
penelitian ini ada dua macam yaitu Perpanjangan Pengamatan, Ketekunan
pengamatan.
a. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan ini di lakukan pada kedalaman, keluasan
dan kepastian data. Kedalaman artinya peneliti menggali data sampai pada
tingkat makna artinya melihat langsung yang di rasakan oleh residen.
Keluasan berarti pada banyak atau sedikitnya informasi yang di peroleh.
Kepastian, data yang pasti adalah data yang valid yang sesuai dengan apa
yang terjadi.
18
Husaini Usman dan Purnomo Akbar Setiadi, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta:
Bumi Aksara 2009), h.57. 19
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methodes),
(Bandung: Alfabeta, 2012), h. 326.
14
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan
data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat,
tetapi memerlukan waktu perpanjangan keikutsertaan pada latar peneliti.20
b. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan maksud menemukan
ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan atau isu yang sedang
dicari dan kemudian memasukan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.21
Ketekunan pengamatan berarti melakukan pengamatan secara cermat dan
berkesinambungan untuk mendapatkan kepastian data.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang di peroleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori
menjabarkan kedalam unit-unit, menyusun kedalam pola, memilih mana
yang penting dan mana yang akan di pelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.22
Analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang secara bersamaan,
yaitu:
a. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar”
20
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methodes),
(Bandung: Alfabeta, 2012), h. 366. 21
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methodes),
h. 368. 22
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methodes),
h. 331.
15
yang muncul dari catatan-catatan lapangan.23
Mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting.24
b. Penyajian data adalah mendeskripsikan sekumpulan informasi yang
tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam
bentuk teks naratif.25
c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan diakhir
penelitian kualitatif. Makna yang dirumuskan penelitian dari data harus
diuji kebenaran, kecocokan dan kekokohannya.26
Data yang diperoleh akan di deskripsikan secara kualitatif dengan di
dukung dengan data-data yang didapat dari berbagai dokumen literature
serta data-data yang berhubungan dengan skripsi ini, maka penulis
mendapatkan jawaban penelitian dengan menganalisa data berdasarkan
informasi-informasi yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan
studi dokumentasi dengan mengacu kepada kerangka teori.
8. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu pada Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun akademik
2013/2014.
23
Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 85. 24
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methodes),
(Bandung: Alfabeta, 2012), h. 339. 25
Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial, h. 85. 26
Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial, h. 85.
16
E. Tinjauan Pustaka
Sebelum menentukan judul skripsi ini, penulis melakukan tinjauan
pustaka terdahulu yang relevan, yaitu di Perpustakaan Utama Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama tinjauan tersebut penulis
menemukan beberapa judul skripsi yang menjadi inspirasi penulis, yaitu:
1. Studi Analisis Terhadap Teknik Konseling Keluarga Pada Program Sakinah
Mawadah Warahamah (SAMARA) Di Radio Dakta 107 FM Penulis Ulfatun
Ni’mah 106052001976. Dalam sekripsi ini menggunakan desain studi kasus
dengan metode deskriptif analisis. Pengumpulan data dalam bentuk korelasi
dengan pendekatan data kualitatif. Pengumpulan data penelitian dilakukan
dengan wawancara, yang di peroeh langsung dari sasaran penelitian maupun
catatan dari sumber yang terkait dengan penelitian dan rekaman program
sakinah mawaddah wa rrahmah (SAMARA). Skripsi ini menjawab rumusan
masalah tentang bagaimana proses pelaksanaan konseling mulai dari
persiapan maupun pasca proses konseling dan bagaimana teknik konseling
pada program sakinah mawaddah wa rrahmah (SAMARA). Teori yang
digunakan adalah teori konseling keluarga adalah teori Sofyan S Wills.
Hasil temuan penelitian konseling keluarga melalui radio Dakta 107 FM
pada program sakinnah mawaddah wa rrahmah (SAMARA) adalah klien
berkomunikasi dengan konselor melalui telfon , dengan terjadinya feed back
atau hubungan komunikasi yang baik, dapat menguranginya atau
menyelesikan problem keluarga.
2. Rehabiliatsi Mental Remaja Korban Penyalahgunaan Narkoba di Yayasan
Madani Mental Health Care Cipinang Besar Selatan Jakarta Timur Penulis
17
Jovendra Aliansyah 1050521751. Dalam skripsi ini menggunakan penelitian
kualitatif. Skripsi ini menjawab rumusan masalah tentang faktor apa yang
menyebabkan munculnya penyalahgunaan narkoba, bagaimana proses
rehabilitasi yang dilakuakan dalam upaya penyembuhan narkoba dan
keberhasilan apa yang telah dicapai di Yayasan Madani Mental Health Care
Cipinang Besar Selatan Jakarta Timur. Teori yang digunakan adalah teori
rehabilitasi adalah teori Marbun Jumaraya. Hasil penelitian penelitian
ditemukan bahwa; Pertama, faktor yang mempengaruhi pengguna narkoba
adalah berawal dari rasa ingin tahu dan coba-coba. Kedua, materi
rehabilitasi yang dilakukan meliputi (1) Terapi Medik Dan Komplikasi
Medik (Bio), (2) Terapi Religius (Spritual), (3) Terapi Psikososial, (4)
Pengetahuan Umum. Ketiga, keberhasilan yang ditemukan adalah bahwa
tercatat ada 162 pasien yang telah di tangani dan pasien tidak hanya sebatas
sembuh dari ketergantunagn narkoba tetapi dapat dinyatakan pulih secara
mental dengan kemandirian hidup 75-80 persen.
3. Pembinaan Keluarga Sakinah Melalui Layanan Bimbingan dan Konseling
Islam Di Radio CBB Jakarta Penulis Diah Wisma Intan 103052028655.
Dalam sekripsi ini menggunakan desain studi kasus dengan metode
deskriptif analisis. Pengumpulan data dalam bentuk korelasi dengan
pendekatan data kualitatif. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan
wawancara, yang di peroeh langsung dari sasaran penelitian maupun catatan
dari sumber yang terkait dengan penelitian dan rekaman. Sekripsi ini
menjawab rumusan maslah tentang bagaimana proses konseling islami dan
faktor penyebab broken home. Teori yang digunakan adalah teori konseling
18
adalah teori Edwin C Lewis. Hasil temuan penelitian ini dalam
melaksanakan konseling melalui media radio CBB Jakarta adalah
menyelesaikan permasalahan keluarga, hubungan suami dan istri, hubungan
orang tua dan anaknya.
4. Efektifitas Bimbingan Shalat Terhadap Perubahan Perilaku Agresif
Narapidana NAPZA Di Lembaga Pemasyarakatan Nakotika Kelas IIA
Cirebon Penulis Laeli Amaliyah 109052000027. Dalam skripsi ini
menggunakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan teknik
pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Skripsi
ini menjawab rumusan masalah tentang bagaimana proses bimbingan shalat
berdampak pada perubahan perilaku agresif di lembaga pemasyarakatan
nakotika kelas IIA Cirebon. teori yang digunakan adalah teori Bimbingan
dalam Islam adalah teori Aunur Rahim Faqih. Temuan hasil dari penelitian
ini bahwa Efektifitas Bimbingan Shalat Terhadap Perubahan Perilaku
Agresif Narapidana NAPZA Di Lembaga Pemasyarakatan Nakotika Kelas
IIA Cirebon cukup baik terhadap residen korban penyalahgunaan NAPZA
yang memiliki keahlian dibidangnya dan sabar membimbingnya. Karena
bimbingan shalat sangatlah penting bagi mereka agar residen yang
mengikuti efektifitas bimbingan shalat ini merasakan efeknya dari
bimbingan ini. Kelebihan Skripsi ini yaitu bimbingan shalat sebagai
pertahanan diri untuk mengontrol perilaku agresif, sedangkan
kekurangannya adalah kurang terpenuhinya aspek sosial yang diterapkan.
19
F. Sistematika Penulisan
Dalam rangka mencapai pembahasan skripsi yang sistematis, maka
peneliti membuat sistematika penulisan ke dalam lima (5) BAB yang terdiri
dari sub-sub BAB. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Teori,
Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika
Penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam BAB ini akan dipaparkan mengenai teori-teori ataupun
pembahasan yang berkaitan dengan Pisikologi Keluarga, Konseling
Keluarga dan Perilaku Agresif.
BAB III GAMBARAN UMUM REHABILITASI BERBASIS
MASYARAKAT (RBM) CIREBON
Pada BAB ini akan dibahas mengenai gambaran secara umum
tempat dilakukannya penelitian, yakni lembaga Rehabilitasi
Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon.
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS
BAB ini akan menjelaskan hasil penelitian tentang Peran Konseling
Keluarga Dalam Mengurangi Perilaku Agresif Residen Korban
Penyalahgunaan NAPZA di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon.
20
BAB V PENUTUP
Merupakan bab terakhir yang menguraikan tentang kesimpulan
penelitian ini dan saran-saran yang diajukan pihak-pihak terkait
dalam masalah ini.
DAFATAR PUSTAKA
LAMPIRAN.
21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Peran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Peran adalah seperangkat tingkat
yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.1
Menurut Biddle dan Thomas, peran adalah harapan-harapan orang lain
tentang perilaku-perilaku, norma, penilaian dan sanksi yang ditunjukan kepada
seseorang yang mempunyai peran tertentu.2
Menurut Soerjono Soekanto, “peran dapat dikatakan sebagai perilaku
individu yang penting bagi strukrur sosial masyarakat.”3
Teory peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan
berbagai teori, orientasi maupun disiplin ilmu. Dalam teorinya Biddle dan
Thomas membagi peristilahan teori peran dalam empat golongan, yaitu istilah-
istilah yang menyangkut:
1. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial.
2. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut.
3. Kedudukan orang-orang dan perilaku.
4. Kaitan antara orang dan perilaku.4
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta:Balai Pustaka, 1988), cet Ke-1, h.667. 2 Sarlito W. Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: CV Rajawali, 1984), h.235.
3 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta Balai Pustaka 1998), cet Ke-1
h.123. 4 Sarlito W. Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, h.234.
22
Dari definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa peran merupakan
sesuatu yang berkaitan mengenai kehidupan sosial manusia, struktur sosial
karena peran menjadi bagian dalam kedudukan, harapan dan interaksi sosial.
B. Konseling Keluarga
1. Pengertian Konseling Keluarga
Counseling adalah suatu nama yang luas pengertiannya untuk
beraneka ragam prosedur guna menolong banyak orang agar mampu
menyesuikan diri; seperti memberi nasihat, diskusi treapeutis,
pengadministrasian dan penafsiran tes, serta bantuan vokasional dan
kejujuran.5
Secara etimologi, istilah konseling berasal dari bahasa latin
“consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan
“menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo – Saxon
istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau
“menyampikan”.6
Menurut William Ratingan sebagaimana yang dikutip Muhammad
Surya dalam buku psikologi konseling mendefinisikan bahwa konseling,
yaitu:
Konseling adalah memberi informasi potensi tentang
pengembangan emosional potensi, kognitif (pola berfikir), behavior
(perilaku), dan kebebasan individu serta membuka pemahaman diri,
pengarahan pada kemampuan untuk berkomunikasi serta terbuka dan
5 J. P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Kartini Kartono.( Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1981), h.114. 6 Prayitno dan Erman Amti Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2013), h. 99.
23
penilaian yang obyektif. Dan konseling bukanlah percakapan yang biasa
akan tetapi suatu komuikasi yang intim, respirasi percakapan suatu kontak
yang lebih mengarah kepada komunikasi yang proaktif.7
Definisi konseling menurut beberapa ahli:
a. Cavanagh (1982) konseling merupakan hubungan antara helper (orang
yang memberikan bantuan) yang telah mendapatkan pelatihan dengan
orang yang mencari bantuan helpee (orang yang mendapat bantuan)
yang didasari oleh keterampilan helper dan atmosfer yang diciptakan
untuk membantu helpee belajar membangun relasi dengan dirinya dan
orang lain dengan cara yang produktif.8
b. The American Psychological Association, Division of Counseling
Psychologi, Commite on Definition (1956) konseling sebagai sebuah
proses membantu individu untuk mengtasi masalah-masalahnya dalam
perkembangan dan membantau mencapai perkembangan yang optimal
dengan menggunakan sumber-sumber dirinya.9
c. Burkes dan Stefler (1979) konseling merupakan menekankan pada ide
hubungan profesional dan pentingnya tujuan penentuan diri.10
d. Sukardi (2000) konseling sebagai bantuan secara tatap muka anatara
konselor dan klien dengan usaha yang unik dan manusiawi yang
dilakukan dalam suasana keahlian dan didasarkan norma-norma yang
7 Muhammad Surya, Psikologi Konseling, (Bandung: Penerbit Pustaka Bani
Quraisyi,2004), h.1. 8 Gantina Komalasari, dkk. Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT Indeks, 2011), h. 8.
9 Gantina Komalasari, dkk. Teori dan Teknik Konseling, h. 8.
10Gantina Komalasari, dkk. Teori dan Teknik Konseling, h. 9.
24
berlaku agar klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan demi
untuk memeperbaiki tingkahlaku pada saat ini dan yang akan datang.11
Adapun pengertian keluarga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), adalah suatu kerabatan atau yang sangat mendasar dalam masyarakat.12
Keluarga adalah suatu matrik sosial, suatu kelompok atau organisasi
biopsikososial, dimana para anggotanya terikat dengan suatu ikatan khusus untuk
hidup bersama, bukan suatu ikatan yang sifatnya statis dan membelenggu.13
Menurut Murdock sebagaimana yang dikutip Sri Lestari dalam buku
psikologi keluarga. Mendefinisikan bahwa keluarga yaitu:
Keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal
bersama, terdapat kerjasama ekonomi, dan terjadi peroses reproduksi.14
Family counseling (konseling keluarga) adalah upaya bantuan yang di
berikan kepada individu anggota keluarga melalui sistem keluarga (Pembenahan
komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan
masalahnya dapat di atasi dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga
berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.15
Menurut Perez sebagaimana yang dikutip Sofyan S. Willis dalam buku
konseling keluarga (familly counseling). Mengemukakan sebagai berikut.
“It is the systems approch to family theraphy which is very much in vogue.
This approch focusess on the family’s current problems (the now is the issue).
How familly members interaction closely obserfed by system therapist. Neourosis,
11
Zulfan Saam, Psikologi Konseling (Jakarta: PT RajaGgrafindo Persada, 2013), h.2. 12
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta:Balai Pustaka, 1988), cet Ke-1. 536. 13
Dadang Hawari, Membina Keluarga Sakinah.(Jakarta: Pustaka Antara, 1996), h.77 14
Sri Lestari, Psikologi Keluarga, (Jakarta: Kencana, 2012), h.3. 15
Sofyan S. Willis. Konseling Keluarga (Familly Counseling),(Bandung: CV. Alfabeta,
2015), h. 83.
25
even psychosis in a mamber family is viewed as afunction of the interaction
between and among the various family members. The belief is that an individual
ill health ia the result of his adaption to the sick environmentcreated by the
familly.”16
Dari pernyataan di atas dapat di tarik intisarinya yang mana sakitnya
seseorang anggota keluarga adalah merupakan hasil adaptasi atau interaksinya
terhadap lingkungan yang sakit pula yang di ciptakan oleh keluarga itu.
2. Pendekatan Konseling Keluarga
Menurut Salvador Minuchin sebagimana yang dikutip Sofyan S. Willis
dalam buku konseling keluarga (familly counseling). Mendefinisikan bahwa
konseling keluarga yaitu:
“Multibodied organism” organisme yang terdiri dari banyak badan.
Keluarga adalah suatu kesatuan (entinity) organisme. Ia bukanlah merupakan
kumpulan (collection) individu-individu. Ibarat amoeba, keluarga mempunyai
komponen-komponen yang membentuk organisme keluarga itu.17
Dalam konseling keluarga yang digunakan adalah pendekatan clint
centered theraphy atau yang dikenal dengan directive. Pendekatan clint
centered theraphy adalah suatu pendekatan yang dilakukan dengan cara
berdialog antara konselor dengan klien.18
Ciri-ciri terapi directive adalah:
a. Klien harus memecahkan masalahnya agar tercipta keperibadian klien
yang terpadu.
16
Sofyan S. Willis. Konseling Keluarga (Familly Counseling), (Bandung: CV. Alfabeta,
2015), h. 84. 17
Sofyan S. Willis. Konseling Keluarga (Familly Counseling), h.50. 18
Sofyan S. Willis. Konseling Keluarga (Familly Counseling), h.100
26
b. Sasaran konseling adalah aspek emosi dan perasaan, bukan dari segi
intelektual.
c. Titik dari konselingnya adalah keadaan individu termasuk kondisi
sosial psikologis masa kini, dan bukan pengalaman masalalu.
d. Proses konseling bertujuan untuk menyesuaikan antara ideal-self
dengan actual-self.
e. Peranan aktif dalam konseling dipegang oleh klien, sedangkan
konselor adalah pasif-reflektif.
3. Tujuan Konseling Keluarga
Menurut McDaniel tujuan konseling dirumuskan sebagai tujuan
jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek agar konseli dapat
menemukan masalahnya sekarang, sedangkan tujuan jangka panjang adalah
memberikan pengalaman diri yang realistis untuk menghadapi situasi baru,
dan untuk mengembangkan peribadi mandiri yang bertangguang jawab.19
Tujuan konseling keluarga dikemukakan secara umum dan khusus,
sebagi berikut:20
a. Tujuan Umum:
1) Membantu anggota-anggota keluarga belajar dan menghargai
secara emosional bahwa dinamika keluarga adalah saling kait-
mengkait diantara anggota keluarganya.
2) Untuk membantu anggota keluarga agar menyadari tentang fakta
jika suatu anggota keluarga bermasalah, maka akan
19
Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling, (Jakarta: Kencana, 2013), h.31. 20
Sofyan S. Willis. Konseling Keluarga (Familly Counseling),(Bandung: CV. Alfabeta,
2015), h. 88.
27
mempengaruhi kepada presepsi, ekspasi dan interaksi kepada
anggota-anggota lainnya.
3) Agar tercapainya keseimbangan yang akan membuat
pertumbuhan peningkatan setiap anggota.
4) Untuk mengembangkan penghargaan penuh sebagai pengaruh diri
hubungan pranetal.
b. Tujuan Khusus:
1) Untuk meningkatkan toleransi dan dorongan anggota-anggota
keluarga terhadap cara-cara yang istimewa (idiocyncratic ways).
2) Mengembangkan toleransi terhadap anggota-anggota keluarga
yang mengalami frustasi atau kecewa, konflik, dan rasa sedih
yang terjadi karena faktor sistem keluarga.
3) Mengembangkan motif dan potensi-potensi, setiap anggota
keluarga dengan cara mendorong (men-support), memberi
semangat dan meningkatkan anggota tersebut.
4) Mengembangkan keberhasilan presepsi diri orang tua secara
realistic dan sesuai dengan anggota-anggota lainnya.
Menurut John McLeod adapun tujuan proses konseling sebagai
berikut:21
1) Pemahaman, adanya pemahaman akar dan perkembangan
emosional mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih
memilih control rasional ketimbang perasaan dan tindakan (Frued
Where Id was, Shall ego be) dimana ada Id maka disitu ada Ego.
2) Berhubungan dengan orang lain, menjadi dan lebih mampu
membentuk hubungan yang lebih bermakna dan memuaskan
orang lain. Misal dalam keluarga atau tempat kerja
21
John McLeod, Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus (Jakarta: Kencana Media
Group, 2006), h.13.
28
3) Kesadaran diri, menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan
perasaan yang selama ini ditahan atau di tolak atau
pengembangan yang lebih akurat bagaimana dapat menerima
orang lain terhadap diri.
4) Penerimaan diri, pengembangan sikap positif terhadap diri, yang
ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu
menjadi subyek keritik diri dan penolakan.
5) Aktualisasi diri, pergerakan kearah pemenuhan potensi atau
penerima integrasi bagian diri yang sebelumnya saling
bertentangan.
6) Pencerahan, membantu klien mencapai kondisi kesadaran spritual
yang lebih tinggi.
7) Pemecahan permasalahan, menemukan pemecahan problem
tertentu yang tidak bisa di pecahkan oleh klien sendiri menurut
kompetensi umum dalam pemecahan permasalahan.
8) Pendidikan psikologi, membentuk klien untuk menangkap ide dan
tehnik untuk memahami dan mengontrol tingkahlaku
(behavioral).
9) Memiliki keterampilan sosial, mempelajari dan menguasai
ketermapilan sosial dan interpersonal seperti mempertahankan
kontak mata, tidak menyela pembicaraan, asertip, atau
mengendalikan kemarahan.
10) Perubahan kognitif, modifikasi atau mengganti kepercayaan yang
tak rasional atau pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi.
11) Perubahan tingkah laku, memodifikasi atau mengganti pola
tingkahlaku yang rusak.
12) Perubahan sistem, memperkenalkan perubahan dengan cara
beroperasinya sistem sosial, contoh keluarga.
13) Penguatan, berkenan dengan ketermapilan, kesadaran, dan
pengetahuan, yang akan membuat klien mampu mengontrol
kehidupan.
14) Reproduksi dan aksi sosial. Menginspirasikan dalam diri
seseorang hasrat dan kapasitas untuk peduli terhadap orang lain,
membagi pengetahuan dan mengkontribusikan kebaikan bersama
melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas.
15) Resistusi, membantu klien membuat perubahan kecil terhadap
perilaku yang merusak.
4. Proses Konseling Keluarga
Menurut Abubakar Baraja, proses konseling terdapat unsur-unsur
dan tahapan yang dapat dilakukan konselor untuk lebih meningkatkan
dalam penyelesaian masalah yang dihadapi klien. Secara umum proses
konseling dibagi atas tiga tahapan, yaitu:
29
a. Tahap Awal
Tahap awal konseling dilaksanakan dengan tujuan untuk
menciptakan hubungan baik dengan klien agar klien dapat terlibat
langsung dalam proses konseling ini.22
Dalam tahapan awal ini
konselor melakukan beberapa tahap, menjalin hubungan baik antar
konselor dengan klien, mensosialisasikan kontrak konseling, memberi
pemahaman mengenai masalah yang akan di tangani.
b. Tahap Inti
Tahap inti konseling ini disenggarakan dengan tujuan untuk
membantu klien memahami gambaran dirinya serta masalah yang
dihadapinya atau dapat dikatakan bahwa tahap ini terjadinya eksplorasi
kondisi klien, identifikasi maslaah dan penyebabnya, identifikasi
alternatif, pemecahan, pengujian dan penetapan alternative
pemecahan.23
Dalam tahapan ini konselor bisa melihat kondisi dan
perubahan klien.
c. Tahap Akhir
Tahap akhir konseling yaitu memberikan kesimpulan-
kesimpulan yang mengenai hasil proses konseling dan mengevaluasi
proses konseling serta membuat perjanjian bahwa konselor akan
memantau perkembangan selanjutnya.
Dalam tahapan ini, proses konseling terdiri dari 6 tahap, yaitu:24
1) Analisis: yakni tahap pengumpulan data atau informasi tentang diri
klien dan lingkungannya, dengan maksud untuk lebih mengerti
22
Abubakar Baraja, Psikologi dan Teknik Konseling (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 37. 23
Abubakar Baraja, Psikologi dan Teknik Konseling, h. 37 24
Abubakar Baraja, Psikologi dan Teknik Konseling, 49-56.
30
tentang keadaan klien. Adapun data yang perlu dikumpulkan yaitu
dari luar diri klien dan dari dalam diri klien sendiri, berupa fisik
maupun data psikologis.
2) Sintesis; merupakan tahapan untuk merangkum dan mengorganisir
data hasil tahap analisis dengan sedemikian rupa, sehingga dapat
menunjukan gambaran diri klien yang terdiri dari kelemahan dan
kelebihannya serta kemampuan sekaligus ketidak mampunya
menyesuaikan diri. Semua data yang diperoleh dari analisa
(informasi), dirangkum atau disepesifikasikan untuk ditemukan
akar masalah yang dihadapi klien, serta dapat dijadikan sebagai
diagnosa awal dari penemuan analisa kita.
3) Diagnosis, merupakan tahapan untuk menetapkan hakikat masalah
yang sedang dihadapi klien serta dengan sebab-sebabnya dengan
membuat perkiraan, kemungkinan yang akan dihadapi klien
berkaitan dengan masalah-masalah yang dihadapinya saat ini.
Sebelum memberikan diagnosa terhadap keadaan klien, perlu
menentukan identifikasi masalah dan sebab-sebab masalah
(etiologi) klien.
4) Prognosis, merupakan langkah untuk memprediksi apa yang akan
terjadi pada diri klien, yaitu masalah tersebut akan terus
berkembang. Oleh karena itu kondisi dan keadaan klien pada saat
ini akan memberikan arti. Informasi yang disampaikan dengan
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi mengurangi atau
31
setidak-tidaknya memberikan jalan keluar kepada klien bagaimana
menyelesaikan masalah tersebut.
5) Konseling / Treatmen (Perlakuan)
6) Follow Up (Tindak Lanjut); berguna untuk melihat tingkat
keberhasilan pemberian bantuan (konseling yang telah
berlangsung).
C. Perilkau Agresif
1. Pengertian Perilaku Agresif
Perilaku agresif selalu dipresepsikan sebagai kekerasan terhadap
pihak yang dikenai perilaku tersebut baik verbal ataupun nonverbal yang
dengan sengaja ditujukan untuk melukai orang lain baik fisik ataupun
nonfisik.25
Agresi sering kali diartikan sebagai perilaku yang dimaksudkan
untuk melukai orang baik secara fisik ataupun psikis.26
Menurut Mac Nei & Stewart sebagaimana yang dikutip Fattah
Hunarawan dalam buku psikologi sosial, suatu pengantar mendefinisikan
bahwa perilaku agresi, yaitu:
“Agresi adalah suatu perilaku atau suatu tindakan untuk
mendominasi atau berperilaku secara destruktif, melalui kekuatan verbal
atau kekuatan fisik yang diarahkan kepada objek sasaran perilaku agresi.
25
Anantasari, Menyikapi Perilaku Agresif Anak. (Yogyakarta:Kanisius, 2006), h.15 26
Agus Abbdul Rahman, Psikologi Sosial: Integrai Pengetahuan Wahyu dan
Pengetahaun Empirik (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), h.197.
32
Objek sasaran perilaku agresi meliputi lingkungan fisik, orang lain dan diri
sendiri”.27
Berikut akan dipaparkan pengertian perilaku agresif menurut
beberapa ahli:
a. Stickland (2001) dalam buku Fattah Hunawarman mengemukakan
bahwa perilaku agresi adalah setiap tindakan yang diniatkan untuk
melukai, menyebabkan penderitaan dan untuk merusak orang lain.
b. Mayers (2002) dalam buku Fattah Hunawarman menjelaskan bahwa
agresi adalah perilaku fisik maupun perilaku verbal yang diniatkan
melukai objek yang menjadi sasaran agresi.
c. Agresi adalah siksaan yang diarahkan secara sengaja dari berbagai
bentuk kekerasan terhadap orang lain (Baron & Richardson, 1994)
dalam buku Robert A. Baron dan Donny Byren.28
Dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa
perilaku agresi adalah suatu perilaku yang diniatkan untuk melukai orang
lain, secara kekerasan verbal maupun non verbal.
2. Teori-teori Agresi
a. Teori Pendekatan Belajar Sosial
Teori Pendekatan Belajar Sosial mengagap perilaku agresi sebagai
hasil belajar, baik melalui pengalaman langsung atau hasil dari
pengamatan terhadap perilaku lain.29
27
Fattah Hunawarman, Psikologi Sosial: Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosda
Karya,2010), h.80 28
Robert A. Baron dan Donny Byren, Psikologi Sosial Jilid 2, cet ke 10. Penerjemah
Ratna Djuwita, dkk (Jakarta: Erlangga, 2005), h.136. 29
Agus Abbdul Rahman, Psikologi Sosial: Integrai Pengetahuan Wahyu dan
Pengetahaun Empirik (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), h.206.
33
b. Teori Dorongan
Teori dorongan berpandangan bahwa agresi muncul dari suatu
dorongan (drive) yang ditimbulkan oleh faktor-faktor eksternal untuk
menaykiti atau melukai orang lain. Contohnya hipotesis frustasi
agresi (frustation agggression hyphothesis) (Dollar dkk, 1939).
Menurut pandangan ini frustasi mengakibatkan terangsangnya suatu
dorongan yang tujuan utamanya adalah menyakiti beberapa orang atau
objek-terutama yang diperesepsikan sebagai penyebab frustasi
(Berkowitz, 1989) dalam buku Robbert A. Baron dan Donn Byrne.30
c. Teori Moderen atas Agresi
Model Umum Afektif Agresi (general affective agression model)
diajukan oleh Anderson (Anderson, dkk., 1996: Anderson 1997)
(dikenal dengan singakatan GAMA), menurut teori ini agresi manusia
berasal dari banyak faktor yang berbeda. Banyak sekali variabel input
yang mempengaruhi kognisi, afek dan keterangsangan, kemudian
tahap-tahap internal ini ditambah dengan faktor-faktor yang lain
menentukan apakah, dan dalam bentuk apa, agresi terjadi pentingnya
proses belajar, berbagai variabel input, kognisi, perbedaan individu,
dan keadaan afektif dalam kaitannya dengan agresi.31
3. Penyebab Agresi Pada Manusia
Menurut Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno buku berjudul
psikologi sosial, penyebab dari agesi manusia meliputi sosial,
30
Robert A. Baron dan Donny Byren, Psikologi Sosial Jilid 2, cet ke 10. Penerjemah
Ratna Djuwita, dkk, (Jakarta: Erlangga, 2005), h.138-139. 31
Robert A. Baron dan Donny Byren, Psikologi Sosial Jilid 2, cet ke 10. Penerjemah
Ratna Djuwita, dkk, h.140.
34
personal/pribadi, kebudayaan dan situasional, sumber daya, dan media
masa. 32
a. Sosial
Frustasi, terhambatnya atau tercegahnya upaya mencapai tujuan kerap
menjadi penyebab agresi. Ketika seseorang calon legislator gagal, ia akan
merasa sedih marah, dan ahkan depresi. Dalam keadaan sperti itu besar
kemungkinan ia akan menjadi frustasi dan mengambil tindakan-tindakan
yang bernuansa agresi seperti penyerangan terhadap orang lain.
Kebanyak hasil penelitian yang terkait dengan konsumsi alkohol
menunjukan kenaikan agresifitas. Konsumsi alkohol dapat
meningkatkan agresi, terutama tampaknya pada individu yang dalam
keadaan normal menunjukan tingkat agesi yang rendah.33
b. Personal
Pola tingkahlaku berdasarkan keperibadian. Orang dengan tingkahlaku
tipe A cenderung akan lebih agresif dengan tipe B. A identik dengan
karakter terburu-buru dan kompetitif. Tingkahlaku yang ditunjukan oleh
orang dengan tipe B adalah bersikap sabar, komperatif, non kompetisi
dan non agesif. Orang dengan tipe A cenderung lebih melakukan hostile
agression. hostile agression merupakan agresi yang bertujuan untuk
melukai atau menyakiti korban. Sedangakan orang dengan tipe
keperibadian B cenderung lebih melakukan instrumental agression.
instrumental agression adalah tingkahlaku agresi yang dilakukan karena
32
Sarlito. W. Sarwono dan Eko A. Meinarmo, Psikologi Sosial (Jakarta: Salemba
Humanika, 2009), h. 152-157. 33
Robert A. Baron dan Donny Byren, Psikologi Sosial Jilid 2, cet ke 10. Penerjemah
Ratna Djuwita, dkk (Jakarta: Erlangga, 2005), h.143
35
ada tujuan yang utama dan tidak ditunjukan untuk melukai atau
menyakiti korban.
c. Kebudayaan
Ketika kita menyadari bahwa lingkungan juga berperan terhadap tingkah
laku. Maka tidak heran juga muncul ide bahwa salasatu penyebab agresi
adalah kebudayaan. ( Hadad dan Glasman, 2004) faktor kebudayaan
terhadap agresi. Lingkungan geografis, sperti pantai/pesisir, menunjukan
karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di pedalaman. Nilai
dan norma yang mendasari sikap dan tingkahlaku masyarakat juga
berpengaruh terhadap agrsivitas suatu kelompok.
d. Situasioanl
Penelitian terkait dengan cuaca dan tingkahlaku menyebutkan bahwa
ketidak nyamanan terhadap panas menyebabkan kerusuhan dan bentuk-
bentuk agresi lainnya. Kondisi cuaca yang panas lebih sering
memunculkan agresif. Hal yang sering muncul ketika udara panas adalah
timbulnya rasa tidak nyaman yang berujung pada meningkatnya agresi
sosial.
e. Sumber Daya
Manusia senantiasa ingin memenuhi kebutuhannya. Salah satu
pendukung utama kehidupan manusia adalah daya dukung alam. Daya
dukung alam terhadap kebutuhan manusia tak selamnya mencukupi. Oleh
karena itu, dibutuhkan upaya lebih untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Diawali dengan tawar menawar jika tidak tercapai kata sepakat, maka
36
akan terbuka dua kemungkinan besar. Pertama, mencari sumber
kebutuhan lain, kedua, mengambil paksa dari pihak yang memilikinya.
f. Media Massa
Ada berbagai pendapat tentang pengaruh menonton film kekerasan.
Pendapat pertama mengatakan menonton film kekerasan merupakan
katarsis, sedangkan pendapat lain mengatakan hal ini meningkatkan
agresivitas penonton karena menampikan model untuk di contoh.
4. Pencegahan dan Pengendalian Agresi
Menurut Baron dan Byrne dalam buku psikologi sosial, beberapa
cara pencegahan dan pengendalian agresi, diantaranya:
a. Hukuman
Hukuman dapat menjadi efektif dalam mengurangi agresi, tetapi hanya
jika diberikan pada kondisi-kondisi tertentu. Hal yang paling penting
dalam penggunaan hukuman adalah hukuman harus jelas dan segera
mungkin mengikuti perilaku agrsi yang di lakukan. Sejarah manusia
mencatat lebih banyak mencatat hukuman sebagai cara penaganan atas
agresi. Contoh penanganan agresi pada individu, para pelaku kekerasan
seperti pemerkosaan dan pembunuhan akan di hukum penjara atau
hukuman mati.34
b. Permintaan maaf
Agresi dapat dikurangi dengan permintaan maaf, pengakuan keslahan
yang meliputi permintaan ampun, dan dengan terlihat dalam aktivitas
yang mengalihkan perhatian dari penyebab amarah.
34
Sarlito. W. Sarwono dan Eko A. Meinarmo, Psikologi Sosial (Jakarta: Salemba
Humanika, 2009), h. 161.
37
c. Katarsis
Katarsis mengemukakan bahwa memberi kesempatan kepada individu
yang memiliki kecenderungan pemarah untuk berperilaku keras (aktifitas
kataris). Tapi dalam cara yang tidak merugikan, akan mengurangi tingkat
rangsang emosional dan tendensi untuk melakukan serangan agesi
terhadap orang lain. Aktivitas katarsis misalnya adalah memukul secara
berulang kali karung pasir yang di lambangkan sebagai tubuh musuh
yang dibenci.35
d. Pelatihan Keterampilan Sosial
Pelatihan keterampilan sosial dapat mengurangi timbulnya perilaku
agresi. Sering individu-individu yang karena keterampilan sosialnnya
rendah menyebabkan mereka melakukan tindakan agresi. Hal itu terjadi
karena mereka kurang mampu mengekspresikan atau
mengkomunikasikan keinginan pada orang lain, gaya bicara yang kaku,
dan tidak sensitif terhadap simbol-simbol emosional orang lain.36
e. Konseling Islami
Konseling Islami adalah layanan bantuan kepada konseli untuk
mengetahui, mengenal dan memahami kembali keadaan dirinya,
mengingatkan kembali konseli akan fitrahnya.37
Konseling dalam Islam adalah suatu aktifitas memberikan
bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada individu yang meminta
bimbingan (konseli) dalam hal ini bagaimana seharusnya seorang konseli
35
Fattah Hunawarman, Psikologi Sosial: Suatu Pengantar (Bandung: Remaja Rosda
Karya,2010), h.86 36
Fattah Hunawarman, Psikologi Sosial: Suatu Pengantar, h.88 37
Hamdani Bakran Adz-dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogyakarta: Fajar
Pustaka, 2002), h 97.
38
dapat mengembangkan potensi akal fikiran, kejiwaan, keiman dan
keyakinannya dengan baik dan benar secara mandiri yang berpradigma
kepada Al-Quran dan As-sunnah Rasulllah S.A.W.38
Dasar konseling islami secara umum dalam al-quran Surah al-
Ashr: 1-3.
١وٱلعص نسوإن ٱل خس ٢لف يوإل ٱل وعهلوا لحتءانيوا ٱلص ب ٱلقوتواصوا
بوتواصواب ٣ٱلص “1. Demi masa 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.”
D. NAPZA
1. Pengertian NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika
dan Zat adiktif lainnya.39
Dalam al-Quran dinyatakan bahwa NAPZA di larang bagi orang
yang beriman, sebagaimana yang di jelaskan dalam Surah al-Maidah/5: 90
berikut:
ها يأ يوي ٱل ها إن ىصابوٱلهيسوٱلهرءانيوا
زلموٱل
عهلٱل نو رجس
يطو ٩٠لعلكمتفلحونٱجتنبوهفٱلش
38
Hamdani Bakran Adz-dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogyakarta: Fajar
Pustaka, 2002) h. 189. 39
Herri Zan Pieter dan Namora Lumongga Lubis, Pengantar Psikologi untuk Kebidanan,
(Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2010), h.163
39
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, adalah Termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan”.
2. Pengertian Narkotika
Narkotika berasal dari bahasa inggris “Narcotics” yang berarti obat
yang menidurkan atau obat bius.40
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Narkotika adalah obat yang
menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa
ngantuk atau rangsangan (opium, ganja dsb).41
Narkotika adalah zat/bahan-bahan aktif yang bekerja pada sistem
saraf pusat (otak), yang dapat menyebabkan penurunan sampai hilangnya
kesadaran dan rasa sakit (nyeri), serta dapat menimbulkan ketergantungan
(ketagihan).42
Berdasarkan Undang-undang penggolongan narkotika terdiri dari 3
golongan yaitu:
a. Golongan I yaitu narkotika yang tidak digunakan untuk terapi dan
berpotensi tinggi untuk ketergantungan, misalnya heroin.
b. Golongan II yaitu narkotika yang dapat digunakan untuk terapi
tetapi berpotensi tinggi untuk ketergantungan , misalnya morfin.
40
S. Warjowasito dan Tito W, Kamus Lengkap Bahasa Inggris-Indonesia, (Bandung:
1980), h. 122. 41
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1988), h.609. 42
Edy Karsono, Mengenal Kecanduan Narkoba & Minuman Keras, (Bandung: CV.
YRAMA WIDYA, 2004), h.11.
40
c. Golongan III yaitu narkotika yang digunakan untuk terapi dan
berpotensi rendah untuk ketergantungan, misalnya kodein.43
3. Pengertian Psikotropika
Psikotropika menurut Undang-undang RI No.5 Tahun 1997 adalah
zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktifasi mental dan perilaku.44
Psikotropika adalah zat/ bahan aktif bukan narkotika, bekerja pada
sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan perasaan khas pada kreatifitas
mental, perilaku, dan dapat menyebabkan ketergantungan atau adiksi.
Jenis-jenisnya yaitu ekstasi, shabu-shabu LSD, pil KB, rohypnol, valium,
mandrax.45
Berdasarkan Undang-undang penggolongan psikotropika terdiri
dari 4 golongan yaitu:
a. Golongan I yaitu psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
terapi dan berpotensi tinggi untuk ketergantungan misalnya heroin.
b. Golongan II yaitu psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
terapi tetapi berpotensi tinggi untuk ketergantungan (misalnya
fenesiklidin/PCP, metilfenidat).
43
Sumiati, dk k, Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyalahgunaan dan
Ketergantungan NAPZA, (Jakarta: CV. Trans Info Media, 2009), h.10. 44
Sumiati, dkk, Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyalahgunaan dan Ketergantungan
NAPZA, h.8. 45
Edy Karsono, Mengenal Kecanduan Narkoba & Minuman Keras, , (Bandung: CV.
YRAMA WIDYA, 2004), h.13.
41
c. Golongan III psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk terapi
dan berpotensi sedang untuk ketergantungan (misalnya amobarbital
dan fulnitra zepam).
d. Golongan IV psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk terapi
dan berpotensi ringan untuk ketergantungan (diazepam/valium,
nitrazepam/DUM, megadon, BK).46
4. Pengertian Zat Adiktif
Zat adiktif adalah zat/bahan aktif bukan narkotika atau psikotropika,
bekerja pada sistem saraf pusat dan dapat menimbulkan ketergantungan atau
ketagihan. Zat yang termasuk golongan ini, antara lain: LSD, psilosin,
psilosibin, mesakilin, ganja dan beberapa pelarut, seperti lem, cat, dan lain-
lain.47
5. Ciri-ciri penguna NAPZA
Segala sesuatu yang pernah dilakukan oleh seseorang baik itu
perbuatan yang benar maupun perbuatan yang salah, setidaknya dapat
dikenali atau dapat diketahui oleh orang lain, walaupun pada akhirnya
memakan waktu yang cukup lama. Sama halnya dengan seseorang yang
telah menggunakan NAPZA dalam hidupnya, maka dengan sendirinya hal
tersebut dapat diketahui oleh orang lain.
Kenyataannya dalam hidup sehari-hari banyak dijumpai orang tua
yang tidak mengetahui dan tidak menyadari bahwa anaknya telah terlibat
atau ketergantungan NAPZA. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
46
Sumiati, dkk, Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyalahgunaan dan Ketergantungan
NAPZA, (Jakarta: CV. Trans Info Media, 2009), h.10. 47
Edy Karsono, Mengenal Kecanduan Narkoba & Minuman Keras, (Bandung: CV.
YRAMA WIDYA, 2004), h.13.
42
sudah sepantasnya semua orang memilki ilmu pengetahuan tentang
NAPZA.48
Oleh karena itu, Dr. Subagyo Partodiharjo dalam bukunya yang
berjudul Kenali Narkoba dan Musuhi Penanggulangannya, menyebutkan
ciri-ciri pengguna NAPZA untuk memberikan kemudahan kepada orang
lain untuk mengetahuinya. Adapun ciri-cirinya terdiri dari empat tahap,
yaitu sebagai berikut.49
a. Tahap awal coba-coba, Experimen.
1). Gejala Psikologi
Terjadi perubahan pada sikap anak. Orang tua peka dapat
merasakan adanya sedikit perubahan perilaku pada anak yaitu
timbulnya rasa takut dan malu, yang disebabkan karena ia merasa
bersalah ia merasa berdosa. Anak menjadi lebih sensitif, jiwanya
resah dan gelisah akan mengaku terus terang takut; akan terus
merahasiakan, merasa berdosa, ia bingung. Kemesraan dan
kemanjaannya hilang atau berkurang.
2). Gejala pada fisik
Tidak nampak adanya perubahan pada tubuh anak. Belum
terlihat adanya tanda perubahan pada tubuh sebagai dampak
pemakaian NAPZA. Bila sedang memakai psikotrapika stimulans
atau estacy atau shabu ia nampak ringan, gembira, aktif, bahkan
hiper aktif, murah senyum dan ramah.
48
Dadang Hawari, Konsep Agama Islam Menanggulangi NAZA, (Jakarta: PT. Dana
Bhakti Prima Yasa, 2002), h.18 49
Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penanggulangannya, (T. tp. LKP
Yayasan Karya Bhakti, 2004), h 98.
43
b. Tahap kedua, adalah Pemula, Instrumen, Insidentil.50
1). Gejala Psikologi
Sikap anak menjadi lebih tertutup, banyak hal yang tadinya
terbuka menjadi rahasia. Jiwanya resah, gelisah, kurang tenang,
dan lebih sensitif. Mulai semakin renggang hubungannya dengan
orang tua dan saudara-saudaranaya, tidak lagi riang gembira, cerah
dan ceria. Ia mulai nampak seperti menyimpang rahasia dan
memiliki satu atau beberapa teman akrab.
2). Gejala Pada Fisik
Tidak nampak perubahana yang nyata, gejala pemakian
berbeda sesuai jenis NAPZA yang di pakainya. Bilamana sedang
memakai ia menjadi lebih lincah, lebih riang, lebih percaya diri
berarti ia memakai (psikotropika, stimulant, shabu, ecstasy).
Bilamana tampak lebih tenang, mengantuk berarti ia memakai
penenang, ganja, putao. Untuk mengelabuhi orang tua dan teman
bahwa ia memakai kadang-kadang ia menutupi kekurangannya
dengan rajin berolahraga dan makan, sehingga tampaak sehat dan
energik, seperti orang normal.
c. Tahap Ketiga adalah Tahap Berkala.51
1). Ciri Mental
Sulit bergaul dengan teman baru. Peribadinya lebih menjadi
tertutup. Lebih sensitif mudah tersinggung. Sering bangun siang,
50
Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penanggulangannya, (T. tp. LKP
Yayasan Karya Bhakti, 2004), h 99. 51
Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penanggulangannya, (T. tp. LKP
Yayasan Karya Bhakti, 2004), h 99.
44
agak malas, mulai gemar berbohong. Keakraban dengan orang tua
dan saudara sangat merosot berkurang. Kalau sedang memakai
NAPZA penampilannya: riang (minum stimulan) atau tenang
(minum depresan). Kalau sedang tidak memakai NAPZA, sikap
dan penampilannya murung, gelisah, kurang percaya diri (PD).
2). Ciri Fisik
Terjadi gejala sebaliknya dari tahap kesatu dan tahap
kedua. Bila sedang memakai nampak normal, tidak nampak tanda-
tanda yang jelas, biasa saja. Bila sedang tidak memakai, malah
nampak kurang sehat, kurang percaya diri, murung, gelisah, malas.
Tanda-tanda pada fisik semakin lebih jelas bila dbandingkan
dengan tahap kedua.
Tanda yang sepesifik tergantung jenis obat NAPZA yang di
pakainya. Kadang-kadang malah tampak gemuk atau sehat karena
usaha menutupi atau konpensasi, agar tidak diduga memakai
nampak kurang percaya diri, bahkan nampak tidak sehat, karena
sakao.
d. Tahap Keempat adalah Tahap Tetap (mundur).52
1). Tanda-tanda Psikis.
Sulit bergaul dengan teman baru, ekslusif tertutup, sensitif,
mudah tersinggung, egois mau menang sendiri, malas, sering
bangun siang, lebih menikmati hidup dimalam hari. Pandai
berbohong, gemar menipu. Sering mencuri atau merampas. Tidak
52
Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penanggulangannya, (T. tp. LKP
Yayasan Karya Bhakti, 2004), h 101.
45
malu menjadi pelacur (pria maupun wanita). Demi memperoleh
uang untuk mendapatkan NAPZA, tidak merasa berat untuk
berbuat jahat, bahkan membunuh orang lain, termasuk membunuh
orang tuanya sendiri, demi uang atau NAPZA.
2). Tanda-taanda Fisik
Biasanya kurus atau lemah (loyo). Tetapi ada juga yang
dapat menutupi diri dengan membuat dirinya gemuk ataupun fit
atau sehat, karena melakukan kompensasi banyak makan, minum
food supplement dan berolah raga. Mata sayu, gemar memakai
kecamata gelap, gigi menguning kecoklatan dan sering kali
keropos. Biasanya kulit agak jorok karena malas mandi. Sering
nampak tanda bekas sayatan atau bekas tusukan jarum suntik di
lengan, atau kaki, atau dada, atau dilidah, atau dikemaluan, dan
lain-lain. Tanda- tanda ini tidak khas bila pemakai NAPZA
mengkonsumsi beberapa jenis NAPZA sekaligus.53
53
Subagyo Partodiharjo, Kenali Narkoba dan Musuhi Penanggulangannya, (T. tp. LKP
Yayasan Karya Bhakti, 2004), h 102.
47
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Sejarah Berdirinya Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat selanjutnya di singkat “RBM”
Cirebon adalah sebuah gerakan sosial masyarakat yang hadir karena
kepedulian terhadap kondisi masyarakat khususnya generasi muda yang
rentan terhadap pengaruh buruk khususnya NAPZA (Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif).1
Pengaruh NAPZA ini begitu nyata dirasakan dimana remaja yang
sudah terkena atau bahkan menjadi pecandu akan memiliki kecenderungan
prilaku yang negative, cara berfikir menjadi pendek, malas belajar hingga
akhirnya putus sekolah, bahkan ketika berada didunia kerja dampaknya masih
sangat dirasakan yaitu malas bekerja sehingga banyak yang sampai di PHK
karena hal ini. Bahkan pada puncaknya, tepatnya yaitu pada 2012 di
Kecamatan Mundu Khususnya di Desa Pamengkang terjadi kasus overdosis
terhadap 6 orang remaja yang kesemuanya meninggal dunia. Angka kematian
ini adalah angka kematian tragis yang terungkap dan baru berasal dari satu
desa saja. Jumlah angka kematian remaja yang overdosis ini tentu akan lebih
besar lagi jika data dari semua desa terkait jumlah kematian karena overdosis
ini digabungkan. Namun bagi sebagian besar desa, hal tersebut adalah aib
yang tidak perlu dipublikasikan karena akan mencoreng nama baik desa.
Padahal jika mau dilihat lebih bijaksana lagi, menutupi hal ini justru akan
1 Dokumen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon, 2015.
48
membuat mereka yang terkena NAPZA ini justru merasa terlindungi sehingga
berpeluang besar menambah jumlah angka kematian karena overdosis lagi.2
Informasi diatas adalah sedikit gambaran atas apa yang terjadi di
wilayah Kab. Cirebon khususnya Kecamatan Mundu sehingga pada 17
Desember 2014 Dinas Sosial Kabupaten Cirebon melalui Bidang Pemulihan
dengan program UPSK datang ke Desa Pamengkang untuk melakukan
sosialisasi terhadap bahaya NAPZA yang bertempat di Balai Desa
Pamengkang dan mengundang hampir 30 orang remaja Desa Pamengkang
dan desa yang berada disekitarnya.
Semua peserta diberikan arahan tentang bahaya NAPZA, pemeriksaan
kesehatan dan diberikan konseling dari psikolog. Bentuk konseling keluarga
yang dilakukan di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon antara
lain adalah kunjungan konselor, kunjungan keluarga, kunjungan individu
keluarga, pertemuan antar keluarga, dan laporan perkembangan klien. Dari
hasil konseling terhadap semua peserta diperoleh data yang cukup membuat
kening berkerut bahwa sebagian besar dari peserta remaja ternyata pernah
terlibat dalam penyalahgunaan obat. Menindaklanjuti keadaan remaja yang
cukup memprihatinkan ini, agenda dilanjutkan dengan pembentukan sebuah
wadah yang mampu membina remaja agar mampu berdaya dan tidak lagi
bergelut dengan NAPZA.3
Pada 24 Desember 2014 diadakan pertemuan yang menghadirkan
perangkat desa, seluruh RT, RW dan tokoh masyarakat Desa Pamengkang.
Dalam pertemuan itu di sepakati untuk membentuk sebuah wadah pembinaan
2 Dokumen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon, 2015.
3 Dokumen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon, 2015.
49
remaja terutama yang sudah terkena atau terindikasi NAPZA dengan nama
RBM Cirebon. Namun lingkup wilayah dari RBM Cirebon tidak dibatasi
pada satu desa saja melainkan bisa untuk satu Kecamatan bahkan
dipersiapkan menjadi RBM dalam lingkup Kabupaten Cirebon. Adapun data
yang sudah terjangkau sampai saat ini dan sudah mendapatkan pendampingan
di antaranya:
1. Desa Pamengkang : 90 Orang
2. Desa Banjarwangunan : 120 Orang
3. Desa Setupatok : 75 Orang
4. Desa Penpen : 15 Orang
5. Desa Keraton : 70 Orang
6. Desa Pabedilan : 57 Orang
7. Desa Tersana : 17 Orang
8. Desa Gebang Ilir : 60 Orang4
B. Visi dan Misi
Dalam sebuah lembaga pada umumnya memiliki Visi dan Misi yang
menjadi tolak ukur kesuksesan suatu lembaga yang harus di capai. Begitu
juga Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon yang merupakan
salasatu lembaga layanan rehab yang ada di Desa Banjarwangunan Kec.
Mundu Kab. Cirebon –Jawa Barat 45173.5
VISI
“Menjadikan Wilayah Kabupaten Cirebon bebas dari
penyalahgunaan NAPZA dan meminimalisir kemiskinan”
4 Dokumen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon, 2015.
5 Dokumen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon, 2015.
50
MISI
1. Mencegah remaja dari Permasalahan yang menjurus kepada NAPZA.
2. Meningkatkan kepedulian masyarakat terkait persoalan remaja khususnya.
yang terkait dengan lemahnya finansial dan kurangnya keterampilan
bimbingan kerja.
3. Menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif dan produktif.
4. Menyelesaikan permasalahan remaja yang kurangnya kegiatan positif.
5. Menjadikan remaja yang terkena NAPZA untuk kembali sembuh dari
ketergantungan NAPZA dan kembali berdaya guna dimasyarakat dengan
pembekalan pelatihan yang di sesuaikan peminatan.
6. Menjadikan RBM Cirebon sebagai RBM Percontohan di Kabupaten
Cirebon.
C. Struktur Organisasi
Setiap lembaga negara atau lembaga masyarakat dan lembaga-
lembaga lainnya memiliki struktur organisasi. Agar masing-masing
mengetahui fungsi jabatan masing-masing dan hasilnya lembaga yang
didirikan akan terarah dalam melaksanakan program kerja lembaga. Di bawah
ini adalah struktur lembaga Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
Cirebon.
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon di pimpin oleh
Moh. Dedi Budianto, S.E, M.Si. sebagai Pembina Panti Rehabilitasi berbasis
masyarakat (RBM) Cirebon, Rasudi sebagai Pengawas, Sulani sebagai Ketua,
Fadli Prisma Surya sebagai Sekretaris, Tri Setya Erianto sebagai Bendahara,
51
Tri Nopi Priono sebagai Manager Program, Ayu Honsah Rufaida, M. Psi,
Cholis, S.Pd.I, Harry Nurroji, S.Pd, Ust. Yani Suryani sebagai Konselor.
Di bawah ini tertulis struktur lembaga Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon.
Tabel 1. Struktur Organisasi Rehabilitasi Berbasis Masyarakat Cirebon.
Sumber: Dokumen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat Cirebon, 20 Oktober 2017
D. Kondisi Sosial Ekonomi dan Pendidikan Masyarakat Banjarwangunan
Cirebon
Jumlah penduduk Desa Banjarwangunan sekitar 9.669 jiwa, Jumlah
secara terperinci laki-laki 4.922 orang, perempuan 4.747 Jumlah Kepala
PEMBINA
MOH. Dedi Budianto, S.E, M.Si
KETUA
Sulani
MANAGER PROGRAM
Tri Nopi Priono
SEKRETARIS
Fadli Prisma Surya
BENDAHARA
Tri Setya Erianto
PENGAWAS
Rasudi
KONSELOR
Ayu Honsah Rufaidah, M.Psi
Harry Nurroji, S.Pd
Cholis, S.Pd
Ust. Yani Suryani
52
Keluarga 3.154 KK. yang mayoritas tingkat pendidikannya rerata sampai
pada pendidikan dasar 9 tahun/SLTP. Meski belum ada data pasti berapa
jumlah penduduk yang sudah mengenyam pendidikan dasar minimal 9 tahun,
kecenderungan perbaikan tingkat pendidikan masyarakat desa
Banjarwangunan sudah tampak dari banyaknya angkatan sekolah yang
melanjutkan pendidikannya sampai tingkat perguruan tinggi.6
Tabel. 2. Penduduk Masyarakat Banjarwangunan Cirebon
Jumlah Laki-Laki (orang) 4.922
Jumlah Perempuan (orang) 4.747
Jumlah Total (orang) 9.669
Jumlah Kepala Keluarga (KK) 3.154
Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM2) 32,12
Sumber: Dokumen Desa Banjarwangunan Cirebon, 2016.
Secara ekonomi, masyarakat Desa Banjarwangunan memiliki rata-rata
pendapatan perkapita sebesar Rp. 1.000.000. Dari tingkat pendapatan masyarakat
Desa Banjarwangunan ini, terlihat bahwa pendapatan perkapita masyarakatnya
tergolong cukup. Dari total penduduk 9.669 jiwa tersebut, tercatat Jumlah
masyarakat yang masuk katagori miskin 585 KK, pemeroleh raskin dan subsidi
pemerintah lain 585 KK.7
Sebagian besar basis mata pencaharian masyarakat Desa Banjarwangunan
didominasi buruh tani, meski wilayahnya hampir 50% tanah pertanian. Ada
kurang lebih 998 warga berprofesi sebagai buruh dan hanya 44 orang warga yang
berprofesi sebagai petani dan pemilik lahan pertanian. Sementara dibidang
6 Dokumen Desa Banjarwangunan, Cirebon, 2016.
7 Dokumen Desa Banjarwangunan, Cirebon, 2016
53
pekerjaan lain, perdagangan dan jasa 44 orang, PNS 363 orang, Pegawai Swasta
628. 8
Tabel.3. Tingkat pendidikan Warga Desa Banjarwangunan.
Tingkatan Pendidikan Laki-Laki (orang) Perempuan (orang) Jumlah
(Orang)
Tamat SD/sederajat 661 480 1.141
Tamat SMP/sederajat 581 480 1.061
Tamat SMA/sederajat 446 402 848
Tamat D-1/sederajat 29 42 71
Tamat D-2/sederajat 47 31 78
Tamat D-3/sederajat 26 21 47
Tamat S-1/sederajat 32 28 60
Jumlah Total (Orang) 1.822 1.484 3.306
Sumber: Dokumen Desa Banjarwangunan, Oktober 2017.
Dari data di atas, masuknya peredaran NAPZA ke daerah
Banjarwangunan, Cirebon sangatlah mudah melihat dari kondisi sosial yang
ada, secara pendidikan tingakat SD dan SLTP sangat tinggi di banding SLTA,
D1 dan S1. Hal ini menjadi mudah bagi para pengedar NAPZA untuk
merusak masa depan remaja Banjarwangunan.
Adapun dari sektor ekonomi, ekonomi desa Banjarwangunan, Cirebon
jauh dari kata sejahtera, namun untuk mendapatkan NAPZA remaja ini
melakukan segala hal, seperti mengamen di terminal, kadang pula untuk
mendapatkan NAPZA remaja tersebut rela untuk menyolong baik milik orang
lain maupun keluarganya sendiri.
E. Kondisi Sosial Keagamaan Desa Masyarakat Banjarwangunan
8 Dokumen Desa Banjarwangunan, Cirebon, 2016.
54
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon dalam menjalankan
programnya tidak bergerak sendiri, tentu bekerjasama dengan lapisan
masyarakat baik secara struktural pemerinatahan maupun organisasi
masyarakat. Dalam hal kerja sama baik secara struktural pemerintahan RBM
Cirebon berada di bawah naungan Kementrian Sosial. Adapun secara
organisasi masyarakat RBM Cirebon bekerjasama dengan NU (Nahdhatul
Ulama).9
Dalam memberantas penyalahgunaan dan pengedaran NAPZA RBM
Cirebon di bekerjasama dengan tokoh masyarakat atau tokoh agama. Tokoh
agama yang di libatkan di antaranya: K.H. Bana, Ustadz Suryani, Ustadz
Taufiq, Ustadz Hafidz, Ustadz Aslih, Ustadz Zulkanaen, Ustadz Imam.10
Banyaknya tokoh agama yang bekerjasama dengan RBM Cirebon
membawa dampak yang sangat positif, sehingga pengedaran dan
penyalahgunaan NAPZA bisa berkurang hal ini di lakukan oleh tokoh agama
di masjid dan mushala. Adapun masjid atau mushala yang berada di desa
Banjarwangunan Masjid Al-Ummah, Masjid Muhajirin, Mushala Ainul
Yaqin, Mushala An-Nisa, Mushala Al-Ikhlash.11
F. Alur Pelayanan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon
Setiap lembaga yang jelas, sudah pasti memiliki alur dalam
memberikan arahan pelayanan bagaimana cara memasuki ataupun
mendaftarkan diri agar menjadi bagian dari lembaga tersebut. Begitupun pada
lembaga Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon yang di naungi
9 Hasil Observasi dan temuan lapangan di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
Cirebon. 10
Hasil Observasi dan temuan lapangan di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
Cirebon. 11
Dokumen Desa Banjarwangunan, Oktober 2017.
55
oleh Kementrian Sosial (Kemensos) dan Badan Narkotika Nasioanal (BNN),
dibawah ini alur pelayanan bagi residen NAPZA pada tempat Rehabilitasi
berbasis masyarakat Cirebon.12
1. Screening & Intake (Pendaftaran, Pemeriksaan Kesehatan, dan Pengisian
Formulir)
2. Detoktifikasi (Penanganan Detoktifikasi/ Putus Zat dengan Terapi)
3. Entry Unit (Fase Stabilitasi Putus Zat)
4. Primary Program (Rehabilitasi Sosial dengan Therapy Community)
5. Re-Entry (Program TC lanjutan Terapi Vocasional)
6. Back to Family
G. Pelayanan Unit Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon
1. Rehabilitasi Medis
(Detoktifikasi, Rawat Jalan, Counseling dan Testing).
2. Rehabilitasi Sosial
(Program Therapy Community).
3. Kegiatan Kerohanian
(Bimbingan Mental dan Spritual)
4. Peningkatan Keterampilan-Keterampilan
a. Komputer, Multimedia, Bengkel Otomotif
b. Kesenian (Lukis, Musik)
c. Tataboga
5. Keluarga (Familly Support Group, Fammily Counseling)
6. Rekreasi (Familly Outing).
12
Dokumen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon, 2015.
56
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
A. Identifikasi Informan
1. Konselor
Dari hasil penelitian diketahui konselor yang ada di Rehabilitasi
Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon bahwa yang dimaksud konselor dalam
penelitian ini adalah orang yang bekerja melakukan konseling dalam proses
rehabilitasi NAPZA di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon.
Jumlah mereka 10 orang sebagian mereka berpendidikan S2 dua orang, S1
dua orang dan SLTA 6 orang. Semua yang menjadi konselor sudah
mengikuti pendidikan khusus konselor dari Kementrian Sosial sebanyak 8
kali pelatihan dan sudah mempunyai sertifikat khusus konselor. Jadi
meskipun ada sebagian dari konselor hanya lulusan SLTA akan tetapi
mereka adalah orang yang pertama kali mendirikan lembaga Rehabilitasi
Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon dan sudah memiliki sertifikat khusus
konselor.
Adapun konselor yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:
a. Ayu Khonsah Rufaidah, M.Psi.
Ibu Ayu Khonsah Rufaidah, M.Psi adalah salah satu konselor di
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon. Ibu Ayu Khonsah
Rufaidah kelahiran Cirebon pada 23 November 1986 dan saat ini
bertempat tinggal di Buntet Pesantren, Cirebon Provinsi Jawa Barta. Ibu
Ayu menjadi konselor di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
57
Cirebon pada tahun 2015 tepatnya pada bulan Mei. Pendidikan Ibu Ayu
Khonsah Rufaidah adalah S2.1
Sebelum Ibu Ayu Khonsah Rufaidah menjadi konselor di
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon Ibu Ayu Khonsah
Rufaidah pernah menjadi asisten Almarhum ayahnya yang menangani
orang yang terkena NAPZA, karena Ayah handa Ibu Ayu Khonsah
Rufaidah selain seorang pimpinan pesantren Buntet Cirebon beliau juga
menangani orang yang terkena NAPZA, Ibu Ayu Khonsah Rufaidah
menjadi asisten ayahnya sejak duduk di bangku sekolah SLTA,
pengalamannya di bidang NAPZA selama 7 tahun mendampingi Ayah
handanya. Dengan pengalaman Ibu Ayu Khonsah Rufaidah yang cukup
lama berkecimpung di dunia NAPZA maka sudah tidak diragukan lagi
kemampuannya dalam konseling atau menjadi konselor di Rehabilitasi
Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon.2
b. Try Setya Erianto
Bapak Try Setya Erianto, adalah salah satu konselor di Rehabilitasi
Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon. Bapak Try Setya Erianto kelahiran
Cirebon 08 Mei 1973 dan saat ini bertempat tinggal di Dusun II Bulak
Rt/Rw 002/003 Desa Banjarwangunan Kecamatan Mundu Kabupaten
Cirebon Provinsi Jawa Barat. Bapak Try Setya Erianto menjadi konselor di
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon pada tahun 2014
1 Wawancara Pribadi dengan Ayu Khunsah Rufaidah (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017. 2 Wawancara Pribadi dengan Ayu Khunsah Rufaidah (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017.
58
tepatnya pada bulan Desember. Pendidikan Bapak Try Setya Erianto
adalah SLTA.3
Pengalaman kerja Bapak Try Setya Erianto pernah menjadi staf
tata usaha (TU) di sala satu sekolah selama 7 tahun. Dengan pengalaman
Bapak Try Setya Erianto yang cukup lama dalam mengelola administrasi
sekolah maka tidak dirugukan lagi kemampuannya dalam mengelola
administrasi.4
c. Fadhli Prisma Surya
Bapak Fadhli Prisma Surya, adalah salah satu konselor di
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon. Bapak Fadhli Prisma
Surya kelahiran Banjarnegara, 28 Mei 1982 dan saat ini bertempat tinggal
di Jl. Raya Pamengkang no. 111 Pamengkang, Kecamatan Mundu
Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Bapak Fadhli Prisma Surya
menjadi konselor di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon
pada tahun 2014 tepatnya pada bulan Desember. Pendidikan Bapak Fadhli
Prisma Surya adalah SLTA.5
Sebelum Bapak Fadhli Prisma Surya menjadi konselor di
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon Bapak Fadhli Prisma
Surya pernah menjadi pegawai di Kementrian Agama sebagai staf
peningkatan pangkat dan ketenaga kerjaan di lingkungan Kementrian
Agama selama 6 tahun. Dengan pengalaman Bapak Fadhli Prisma Surya
3 Wawancara Pribadi dengan Try Setya Erianto (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017. 4 Wawancara Pribadi dengan Try Setya Erianto (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017. 5 Wawancara Pribadi dengan Fadli Prisma Surya (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017
59
yang cukup lama di lingkungan Kementrian Agama maka tidak dirugukan
lagi kemampuannya dalam mengelola administrasi dan menjadi konselor
di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon.6
2. Residen
a. M. Rizal
Beliau di lahirkan di Cirebon, 19 September 1997 dan Lulus di
SMA (Paket-C). Beralamtkan Dusun II Bulak Rt/Rw 003/003 Desa
Banjarwangunan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa
Barat. Merupakan anak ke-2 dari 3 bersudara, Ibu kandungnya meninggal
dunia ketika beliau duduk di kelas 1 SMP, sedangkan ayahnya menikah
lagi. Beliau tinggal bersama Kakak Perempuannya, Mulai masuk ke RBM
Cirebon Februari 2017, yang menyebabkan beliau mengguanakan NAPZA
terpengaruh sama teman-temannya dan kurangnya perhatian dari keluarga
dan pertama kali mengenal NAPZA ketika usia 12 Tahun.7
b. Marlin
Beliau di lahirkan di Cirebon, 15 Juni 1997 dan Lulus di SMP 1
Mundu. Beralamtkan Dusun II Bulak Rt/Rw 003/003 Desa
Banjarwangunan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa
Barat. Merupakan anak ke-3 dari 3 bersudara, ayah kandungnya meninggal
dunia ketika beliau duduk di kelas 5 SD Banjarwangunan 2. Beliau tinggal
sama Ibu kandungnya. Masuk ke RBM sejak Mei 2017, yang
menyebabkan beliau menggunakan NAPZA terpengaruh sama teman-
6 Wawancara Pribadi dengan Fadli Prisma Surya (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017. 7 Wawancara Pribdi dengan M.Rizal (Residen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017.
60
temannya, lingkungan dan pertamakali mengenal NAPZA ketika usia 15
Tahun.8
c. Riki Subagja
Beliau di lahirkan di Cirebon, 15 April 1998 dan Lulus SMP 1
Mundu. Beralamtkan Dusun II Bulak Rt/Rw 003/003 Desa
Banjarwangunan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa
Barat. Merupakan anak ke 3 dari 4 bersaudara dengan masih memiliki
kedua orang tua yang lengkap. Beliau tinggal sama keluarganya. Masuk ke
RBM sejak Mei 2017, yang menyebabkan beliau menggunakan NAPZA
karena lingkungan terbawa oleh teman dan pertamakali mengenal NAPZA
sejak SMP kelas 1.9
B. Analisis Proses Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon dalam
mengurangi prilaku agresif residen korban penyalahgunaan NAPZA
melalaui konseling keluarga.
Dalam mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA dalam proses
rehabilitasi maka di butuhkannya intervensi dari keluarga. Konseling keluarga
di butuhkan karena klien nantinya akan kembali kelingkungan keluarga. Jika
keluarga sudah mengetahui pola hidup klien ketika berada di dalam panti
rehabilitasi maka keluarga tersebut dapat meneruskan atau melanjutkan pola
hidup seperti yang telah diterapkan di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon.
8 Wawancara Pribadi dengan Marlin (Residen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017. 9 Wawancara Pribadi dengan Riki Subagja (Residen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017.
61
Melalui konseling keluarga, keluarga diharapkan dapat menerima
kembali sekaligus membantu menjaga proses pemulihan (recorvery) mereka
dari kecanduan NAPZA agar tidak kembali kambuh (relapse).
Konseling keluarga yang telah berjalan di Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon sudah di mulai sejaka awal berdirinya panti
rehabilitasi ini. Ada Tiga tahapan dalam melaksankan proses konseling
keluarga.10
1. Tahap Awal
Tahap awal konseling dilaksanakan dengan tujuan untuk
menciptakan hubungan baik dengan klien agar klien dapat terlibat langsung
dalam proses konseling ini.11
Dalam membina hubungan baik antara
konselor dengan residen adanya rasa percaya antara keduanya, maka di
perlukan pendataan tentang diri residen (administrasi) dan latar belakang
residen (keluarga, teman-teman), untuk mengetahui masalah yang di hadapi
dan faktor penyebab klien menggunakan NAPZA.12
Adapun hasil wawancara penulis dengan konselor tentang penyebab
residen menggunakan NAPZA adalah sebagai berikut.
Banyak ya, mengapa itu klien-klien menggunakan NAPZA. Satu
Pergaulan, Kedua masalah keluarga, Ketiga juga karena mungkin juga ada
permasalahan dengan kekasihnya, tapi kebanyakan yang selama ini kami
dapatkan banyaknya karena pergaulan, jadi terjerumus, lingkungan.13
Biasanya itu karena faktor lingkungan, baik keluarga maupun
teman-temannya, biasanya kalau keluarga itu dia karen broken home, kalau
10
Wawancara Pribadi dengan Ayu Khunsah Rufaidah (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017. 11
Abubakar Baraja, Psikologi dan Teknik Konseling (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 37. 12
Wawancara Pribadi dengan Ayu Khunsah Rufaidah (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017. 13
Wawancara Pribadi dengan Try Setya Erianto (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017.
62
teman-temannya itu dia karena ikut-ikutan atau coba-coba atau karena
paksaan dari teman-temannya seperti itu.14
Tabel. 4 Identifikasi klien di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
Cirebon
No Nama Usia Latar Belakang
Menggunakan NAPZA
Masalah
1. M. Rizal 20 Terpengaruhi oleh
teman-temannya
Faktor Keluarga
- Broken Home
- Kurang perhatian dari
keluarga
2. Marlin 20 Terpengaruhi oleh
teman-temannya
Faktor Keluarga
- Broken Home
- Kurang perhatian dari
keluarga
3. Riki Subagja 19 Terpengaruhi oleh
teman-temannya
Faktor lingkungan
(salahnya pergaulan)
Sumber: Wawancara Pribadi dengan Fadhli Prisma Surya, dkk. Oktober 2017
Dari tabel di atas maka terjadinya klien menggunkaan NAPZA karena 2
(dua) Faktor keluarga dan faktor lingkungan (salahnya pergaulan). Dari faktor
keluarga, keluarga yang broken home yakni terjadinya pertikaian antara suami
dan istri (orang tua) sehingga secara tidak langsung mempengaruhi ke pada
kesehatan psikologi anggota keluarga (anak) kemudian menyebabkan seorang
anak mencari tempat yang membuat dia nyaman dan lebih tenang. Keluarga
yang kurang perhatian yakni kedua orang tua kadang sibuk dengan dunia
kerjanya sehingga kurang peduli akan perkembangan atau pergaulan seorang
14
Wawancara Pribadi dengan Ayu Khunsah Rufaidah (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017.
63
anak. Orang tua beranggapan, dengan memenuhi segala kebutuhan material
anaknya, berarti telah cukup memberikan bingkisan kebahagiaan. Kasih sayang
dan perhatian orang tua akan menjadi landasan kokoh bagi rasa kemanusiaan
seorang anak kelak jika ia dewasa. Salahnya pergaulan anak menjadi faktor
resiko menggunakan NAPZA, ketika anak terlalu bebas dari pantauan keluarga
anak terkadang salah bergaul dan mudah di pengaruhi oleh teman-temannya.
Ketika orangtua mengabaikan anaknya, di sengaja maupun tidak, anak itu kelak
akan menjadi manusia berkepribadian labil, individualitas, mementingkan diri
sendiri, agresif, tidak memiliki rasa perhatian terhadap kepentingan orang lain.
2. Tahap ke Dua
Tahap inti konseling ini diselenggarakan dengan tujuan untuk
membantu klien memahami gambaran dirinya serta masalah yang
dihadapinya atau dapat dikatakan bahwa tahap ini terjadinya eksplorasi
kondisi klien, identifikasi masalah dan penyebabnya, identifikasi alternatif,
pemecahan, pengujian dan penetapan alternative pemecahan.15
a. Eksplorasi Kondisi Klien, bagaimana konselor mengkondisikan keadaan
klien dalam konseling atau berusaha mengadakan perubahan tingklahlaku
dan perasan klien. Dalam hal ini, konselor tentunya sudah melihat atau
mengamati secara langsung perubahan yang terjadi.
b. Identifikasi masalah dan penyebabnya, mengadakan pendataan masalah
lebih mendalam. Dalam hal identifikasi masalah dan penyebabnya ini
konselor mengidentifikasi secara mendalam apa yang menyebabkan klien
menggunakan NAPZA.
15
Abubakar Baraja, Psikologi dan Teknik Konseling (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 37
64
c. Identifikasi Alternatif Pemecahan, setelah mengetahui latar belakang dan
masalah inti klien menggunakan NAPZA, konselor memberikan beberpa
pilihan penyelesaian dan pemecahan masalah melakukan detoktifikasi atau
dengan cara minum alang-alang laut (herbal) yang sudah di racik, rukiyah
setiap malam juma’t.
d. Pengujian dan Penetapan Alternatif Pemecahan, setelah di berikan pilihan
pemecahan masalah disini residen diminta untuk menjalankan pilihan
penyelesian masalahnya. Dalam hal ini residen di minta konsisten atas
alternatife yang telah di berikan dan mengikuti segala kegiatan dan jadwal
yang di lakukan di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon di
usahakan secara paksa untuk tidak mengguanakan NAPZA tersebut.
e. Implementasi Alternatif Pemecahan Masalah, menganjurkan kepada klien
agar konsisten dalam mengerjakan pemecahan masalah yang telah di
rasakan ada perkembangan baik bagi dirinya.
Adapun hasil wawancara penulis dengan konselor tentang proses
konseling keluarga adalah sebagai berikut.
Ya, dalam panti rehab itu ada 3 proses atau 3 tahapan dalam konseling
keluarga, yang pertama Administrasi, dimana dalam administrasi itu kita untuk
mengetahui data klien untuk melakukan penjangkauan dan asesmen dan melihat
kedaan atau kondisi lingkungan klien baik keluarganya dan teman-temannya.
Yang kedua itu melihat perkembangan, perkembangan klien setelah di lakukan
asesmen konseling, detoktifikasi pengobatan herbal, rukiah dan bimbingan
spritual juga si klien mengikuti kegiatan atau proses rehab di tempat kami itu
bisa berubah ke arah yang lebih baik atau bagaimana, itu kita lihat
perkembangannya seperti apa. Yang ketiga evaluasi dimana di evaluasi ini
apakah si klien telah menyelesaikan atau mengikuti di program rehab, apakah
siklien bisa menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan
keluarga maupun teman-temannya, kita tetap menjangkau atau memantau si
klien.16
16
Wawancara Pribadi dengan Ayu Khunsah Rufaidah (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017.
65
Eumm kalau proses konseling disini yang dilaksanakan di tempat rehab
kami disini itu ada beberapa tahap yang sering kami lakukan disini untuk
melaksanakan proses konseling keluarga, yaitu eumm awalnya itu Pertama kita
pengumpulan administrasi dulu, jadi administrasi klien/residen mengenai latar
belakang residen seperti apa, pendidikannya, dan sebagainya. Setelah itu eumm
ada namanya menyerahkan identitas seperti KTP atau KK kesiapan dari diri
klien sendiri apakah dia bersedia untuk di rehab atau tidak dan Tahap Kedua itu
kita biasanya setelah mengikuti kegiatan rehab si klien/residen dalam
pengawasan kami disini melihat perkembangan semakin baik atau sebaliknya,
semakin memburuk atau parah itukan, dalam pendampingan itu kita konselor
setiap minggu atau setiap bulan, yah disini juga kami melakukan detoktifikasi
mas dengan cara herbal menggunakan alang-alang laut kemudian ada juga
rukiah dan bimbingan spritual. Kita disini ada dua macam rehab, ada rehab
rawat jalan atau rehab rawat inap. Nah kalau kita rawat jalan itukan kita
residen atau klien itu tidak di inapkan tapi tetep dalam pendampingan kalau
rawat inap itu ada di panti rehab atau ada di dalam panti. Nahkan kalau di
dalam panti tentunyakan setiap saat ada konseling pada waktu-waktu senggang
kita konseling. Tapi kalau rawat jalan itukan kita kesulitan untuk konselingnya
paling dalam proses konseling itu bisa dikumpulkan klien atau residennya 1
minggu sekali atau 1 bulan sekali jadi tergantung kebutuhan di lapangan jadi
seperti itu. ketiga tahap evaluasi kegiatannya selama yang di berikan di yayasan
kami mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang ada di rehab itu seperti kegiatan
rutinitas rehab rawat inap itu sudah ada jadwal-jadwal tertentu dari subuh
sampai malam itu kegiatan full untuk di rawat inap, kalau rawat jalan kita
kegiatannya nah itu paling kita ketemu seminggu sekali atau sebulan sekali.17
Disini proses konseling keluarga ada 3 tahap Mas, tahap pertama yaitu
pengadministrasian, maksud dari pengadministrasian yaitu pendataan klien, itu
kita anu data KTP, KK, setelah itu kita menyentuh ke latarbelakang klien,
setelah kita mengetahui latarbelakang klien kita melangkah ke tahap Ke- Dua
yaitu melihat perkembangan klien, setelah mengikuti kegiatan konseling, rukiah
bimbingan spritual dan detoktifikasi, maksud perkembangan klien itu dalam saat
menjalani peroses rehab itu pasti ada perkembangan semakin membaik atau
sebaliknya dari kita sih menginginkan perose perkembangnnya semakin
membaik tahap ke -3 yaitu evaluasi, setelah selesai melaksanakan rehab kita
evaluasi hasilnya seperti apa, perkembangannya seperti apa intinya ya hasil
dari rehab tersebut arahnya menjadi baik dan bisa lebih baik kedepannya
kebanyakan karena klie-klien disini masih muda-muda.18
Untuk mengetahui proses konseling keluarga di Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon dapat di lihat pada tabel berikut ini.
17
Wawancara Pribadi dengan Try Setya Erianto (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017. 18
Wawancara Pribadi dengan Fadli Prisma Surya (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017.
66
67
68
69
Dari tabel tersebut di atas dapat di ketahui remaja yang menggunakan
NAPZA berusia antara 17-20 tahun. Pada umumnya, masa remaja masih belajar
di Sekolah Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Tingkat Akhir (SLTA). Masa
remaja merupakan masa yang labil dengan masa pubertas, dimana remaja
mengalami ketidaksetabilan sebagai dampak dari perubahan-perubahan
psikologi, biologis yang di alaminya begitu cepat sehingga mudah di pengaruhi
oleh faktor lingkungan. Jika tingkah laku yang di perlihatkan sesuai dengan
norma yang berlaku, maka tingkahlaku tersebut di nilai baik dan di terima.
Sebaliknya, jika tingkahlaku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan
norma yang berlaku, maka tingkah laku di maksud di nilai buruk atau di tolak.
Identifikasi masalah dari ketiga residen yang menjadi kajian dalam
skripsi ini ada maslah psikologi dan masalah fisik yang dihadapi mereka.
Masalah psikologi dari masalah yang di rasakan oleh ketiga residen tersebut
mempunyai kesamaan yang di hadapi mereka yaitu agresif, sensitif dan depresi.
Masalah spesifik yang terjadi pada M. Rizal adalah resah dan gelisah, sedangkan
pada Marlin adalah egois, mudah tersinggung, ekslusif tertutup dan malas. Hal
ini berbeda dengan Riki Subagja yang penampilannya murung, dan kurang
percaya diri. Secara umum ketiga residen tersebut merasakan takut dan malu
yang disebabkan perasaan bersalah dan berdosa akibat mengkonsumsi NAPZA.
Masalah fisik, secara umum dari ketiga residen tersebut mempunyai
masalah yang sama yaitu loyo, kurus dan lemah. Di samping itu keteiga residen
mempunyai masalah yang berbeda seperti maslah fisik pada M. Rizal adalah
aktif bahkan hiper aktif dan murah senyum sedangkan kondisi fisik Marlin
adalah nampak kurang sehat dan murung. Namun pada Riki Subagja dari
70
fisiknya kelihatan mata sayu, gemar memakai kecamata gelap, dan gigi
menguning.
Faktor penyebab, faktor yang menyebabkan seseorang menggunakan
NAPZA karena 2 (dua) faktor, yaitu faktor Individu dan Lingkungan (keluarga
atau teman). Setiap orang mempunyai permasalahnya sendiri seperti
permaslahan yang terjadi pada ke tiga residen ini, faktor individu yang ada pada
M. Rizal kurangnya pemahaman tentang NAPZA, baik jenis, ciri-ciri ataupun
dampak yang di rasakan setelah menggunakannya. Sedangkan Marlin kurangnya
iman atau pemahaman agama yang mendalam setiap kali menemukan atau di
hadapkan pada masalah, Marlin mengguanakan NAPZA sebagai pelampiasan
dan di anggap sebagai pemecahan masalah yang terjadi. Akan tetapi
permasalahan individu pada Riki Subagja mengguanakan NAPZA karena mudah
di pengaruhi oleh teman-temannya atau kurangnya kontrol diri sehingga mudah
terjerumus menggunakan NAPZA.
Faktor lingkungan, permasalahan yang terjadi pada M. Rizal dan Marlin
mempunyai permasalahan yang sama di sebabkan karena kurang perhatian atau
kasih sayang dari keluarga, terjadinya pertikaian dalam keluarga atau broken
home, menyebabkan mereka mencari tempat yang membuatnya nyaman.
Sedangkan Riki Subagja, faktor yang mempengaruhi mengguankan NAPZA
karena lingkungan bermain, terjadinya Riki Subagja mengguanakan NAPZA
awal mulanya di cekokin atau di paksa kemudian menjadi kecanduan dan
ketergantungan.
Alternatife pemecahan masalah yaitu: Herbal, upaya penyembuhan agar
tidak ketergantungan NAPZA Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon
71
mengguanak alang-alang laut. Alang-alang laut yang di gunakan sebagai
penyembuh ini adalah alang-alang laut yang sudah di keringkan, kemudian di
rebus dan di minum 3 hari sekali. Reaksi yang di rasakan dapat mengurangi atau
menyembuhkan dari ketergantungan NAPZA. Ramuan herbal ini di berikan ke
pada residen tergantung seberapa parah dampak yang di alami residen, Marlin
dan Riki Subagja mengkonsumsi herbal ini selama 2 bulan berturut-turut,
berbeda dengan M. Rizal mengkonsumsi herbal ini selama 1 bulan.
Bimbingan spritual dan Rukiyah, hal ini di lakukan untuk meningkatkan
ke imanan residen dan pemahaman tentang agama (al-quran, hadits, akhlaq,
fikih, tauhid) menjadi komponen penting dalam rehabilitasi, karena dengan
faham tentang agama menjadi kontrol pribadi dalam menjalani kehidupan.
Sedangkan rukiyah di lakukan sebagai pembersih hati roh-roh jahat yang
bersarang di hati, kegiatan ini di lakukan setiap juma’t dini hari yakni pukul
00:00-03:00 dalam upaya penyembuhannya terhadap residen bukan hanya
sembuh dari penyalahgunaan NAPZA. Akan tetapi bagaimana residen ini sehat
mental seperitual. Dalam upaya ini tidak semua residen melakukan seperti M.
Rizal tidak menjalankan rukiyah, Riki subagja tidak menjalankan bimbingan
seperitual secara khusus, namun menjadi jadwal dalam kegiatan kesehariannya.
Konseling keluarga, kegiatan ini menjadi kegiatan khusus di lembaga ini,
terjadinya residen menggunakan NAPZA karena difungsi keluarga, pada
umunya kegiatan ini di lakukan sebagai bentuk untuk memperbaiki komunikasi
keluarga, membantu meningkatkan kesadaran dan empati terhadap anggota
keluarga, mengembangkan ketermapilan, kesadaran, dan pengetahuan, yang
72
akan membuat residen mampu mengontrol kehidupan agar maslahnya
terungkap.
Bentuk konseling keluarga yang di lakukan di Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon ada 3 (tiga) yaitu 1. Kunjungan konselor ke rumah
residen 2. Kunjungan keluarga ke lembaga rehabilitasi 3. Kunjungan individu
keluarga ke lembaga rehabilitasi.19
1. Kunjungan konselor ke rumah residen
Kunjungan konselor adalah kunjungan yang dilakukan oleh konselor
dengan cara mendatangi ke rumah residen atau rumah korban
penyalahgunaan NAPZA, kunjungan ini dilakukan seminggu dua kali, setiap
hari rabu dan minggu. Akan tetapi kunjungan itu bisa di lain waktu sesuai
yang sudah di sepakati antara konselor dan residen.
Dalam kegiatan kunjungan konselor, konselor mendatangi ke rumah
residen seperti yang di lakukan oleh Bapak Fadli Prisma Surya terhadap
keluarga M. Rizal. Bapak Fadli Prisma Surya mendatangi rumah M. Rizal
seminggu dua kali. Selain silaturahmi, pendekatan keluarga dan melihat
problem keluarga, pembenahan komunikasi dengan keluarga dan anggota
keluarga tersebut.
Bapak Fadhli Prisma mengungkapkan hasil kunjungannya kerumah
M. Rizal, bahwa problem M.Rizal karena kurangnya komunikasi dengan
pihak keluarganya, pergaulannya yang tidak terkontrol, sering pulang tengah
malam atau pagi hari pernah pula tidak pulang-pulang selama 1 minggu,
19
Hasil observasi dan temuan lapangan di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
Cirebon.
73
orangtuanya bercerai, hal itu di sampaikan orang tua M.Rizal ke pada
konselor.20
2. Kunjungan keluarga ke lembaga rehabilitasi
Kunjungan keluarga adalah kunjungan yang di lakukan oleh pihak
keluarga residen atau pihak keluarga korban penyalahgunaan NAPZA ke
kantor Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon, kunjungan pertama
untuk menyatakan residen untuk di rehabilitasi, kunjungan selanjutnya
dilakukan untuk melihat perkembangan residen khususnya dan untuk
mengetahui jadwal kegiatan yang di lakukan selama proses rehabilitasi agar
nanti bisa diterapkan ketika residen atau korban penyalahgunaan NAPZA
kembali kerumah melalui pantauan keluarganya.
Dalam kegiatan kunjungan keluarga, keluarga korban penyalahgunaan
NAPZA mendatangi lembaga rehabilitasi ini. Dalam penelitian ini, terlihat
keluarga Marlin datang ke kantor Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
Cirebon dalam 1 (satu) bulan di lakukan 2 (dua) kali. Hal ini di lakukan pihak
keluarganya untuk mengetahui perkembangan Marlin dan jadwal kegiatan
yang di lakukan di lembaga rehabilitasi ini, agar nantinya pihak keluarga bisa
meneruskan kegiatan hal yang positif itu di dalam lingkungan keluarganya.21
3. Kunjungan individu keluarga ke lembaga rehabilitasi
Kunjungan individu keluarga adalah merupakan pertemuan
perwakilan keluarga dengan konselor untuk di berikan pemahaman tentang
NAPZA (Seminar/diskusi), laporan perkembangan residen. Ketrlibatan
20
Wawancara Pribadi dengan Fadli Prisma Surya (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017 21
Hasil observasi dan temuan lapangan di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
Cirebon.
74
keluarga pada program ini dapat memotivasi dan memberikan dukungan bagi
residen sehingga tidak merasa dirinya di asingkan atau di buang di
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon.
Dalam kegiatan kunjungan individu keluarga, konselor atau pihak
lembaga mengundang perwakilan dari anggota keluarga korban
penyalahgunaan NAPZA. Hal ini di lakukan untuk memberi informasi tentang
faktor yang menyebabkan residen menggunakan NAPZA, pemahaman tentang
NAPZA khususnya, tentang dinamika keluarga pada umumnya dan
memberikan laporan sementara tentang perkembangan dan perubahan yang
terjadi terhadap residen atau korban penyalahgunaan NAPZA. 22
3. Tahap ke Tiga
Tahap akhir konseling yaitu memberikan kesimpulan-kesimpulan yang
mengenai hasil proses konseling dan mengevaluasi proses konseling serta
membuat perjanjian bahwa konselor akan membantu perkembangan
selanjutnya.
Evaluasi sebelum residen keluar dari panti rehab maka adanya pasca
rehab dimana residen di kembalikan kepada keluarganya. Akan tetapi, selama
kurang lebih 6 (enam) bulan masa dalam pantauan konselor, melihat
perkembangan dan adaptasi dengan keluarga, lingkungan dan teman-temanya.23
Hasil penelitian penulis terhadap residen di lembaga ini ketika mereka
sudah pulih dari NAPZA, mereka mengikuti pasca rehab yang dimana mereka di
berikan berbagai pelatihan agar nantinya secara penuh mereka di lepas, mereka
22
Hasil observasi dan temuan lapangan di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
Cirebon. 23
Wawancara Pribadi dengan Try Setya Erianto (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017.
75
mempunyai keahlian dan tidak di pandang sebelah mata lagi oleh masyarakat
setempat.24
kegiatan di panti rehab sebelum residen di kembalikan kepada keluarga
sepenuhnya mereka di bekali bimbingan vocational seperti pelatihan komputer,
melukis, service motor, service hand phone, pembuatan telor asin, pembuatan
manisan, dimana residen nantinya punya keahlian dan bisa hidup normal.
Di bawah ini tabel program peningkatan sekill atau ke ahlian yang di
berikan pihak lembaga rehabilitasi ke pada residen.
Tabel. 6. Peningkatan Skil/ Keahlian Residen Rehabilitais Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon
Program Sosial Peningkatan skil/ keahlian
a. Forum Group Discusion (FGD)
b. Outing
c. Konseling
d. Komunikasi yang baik dengan,
keluarga, teman dan lingkungan
sekitar
e. Out Bond
f. Cek kesehatan
a. Tataboga (Memasak, Bikin Telor
Asin, Manisan)
b. Hoby ( Olah raga)
c. Service Hand Phone
d. Service Motor
e. Lukis
f. Desain
Sumber: Dokumen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon, 2017
Pelaksanaan konseling keluarga di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon di lakukan di tempat atau ruangan khusus konseling. Akan
tetapi, bisa juga di lakukan di ruang terbuka. Hal ini di lakukan konselor agar
residen merasa lebih nyaman dan terbuka. Untuk memudahkan konseling,
24
Hasil observasi dan temuan lapangan di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
Cirebon.
76
konselor menggunakan alat atau media. Media yang di gunakan seperti ATK
(Alat tulis kantor), Komputer dan Infocus.25
Adapun jadwal kegiatan secara umum di Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon.
Tabel. 7. Jadwal Kegiatan Residen di RBM Cirebon
Waktu/ Jam Jadwal Kegiatan Harian
04.00
04.30 – 07.00
07.00 – 08.00
08.00 – 09.30
09.30 - 11.30
11.30 - 13.30
13.30 – 17.00
17.00 - 21.00
21.00-23.30
23.30- 04.00
Bangun pagi
Solat Subuh berjamaah, Doa,
Dzikir, Bimbingan Spritual.
Olahraga.
Mandi dan sarapan.
Diskusi tentang NAPZA
(Pemateri Konselor).
Istirahat, Solat dzuhur, makan
siang.
Berbaur bersama masyarakat,
peningkatan skill (komputer,
lukis, desain dan lain-lain),
Solat ashar.
Mandi, Solat Maghrib, Makan,
Bimbingan Spritual (Al- quran,
Hadits, Fiqih), Solat Isya.
Nonton Bareng, FGD (sharing
kejadian yang di dapat hari tadi
atau yang di rasa
fisik/psikologi
Istirahat
Catatan: Juma’t dini hari Rukiyah
Sumber: Dokumen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon, 2017
25
Wawancara Pribadi dengan Ayu Khunsah Rufaidah (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017.
77
Dalam melaksanakan konseling keluarga bukanlah suatu hal yang
mudah, dalam menjalankan programnya tentu mendapat kendala atau hambatan
yang di rasakan oleh konselor, baik kendala yang ada dalam diri klien maupun
keluarga korban penyalahgunaan NAPZA.
Dari kendala keluarga korban penyalahgunaan NAPZA, keluarga tidak
menerima ketika mendengar kabar atau informasi bahwa anaknya merupakan
salah satu korban penyalahgunaan NAPZA. Akan tetapi seiring dengan
berjalannya waktu dan diberikan pengetahuan tentang NAPZA dengan megikuti
proses konseling keluarga maka lingkungan keluarganyapun menrima dan
memahaminya. Ada pula permasalahan keluarga korban penyalahgunaan
NAPZA yang dimana keluarganya membiarkan begitu saja terhadap anaknya,
ini merupakan problem yang sulit karena ketika anak di kembalikan
kelingkungan keluarga tetapi keluarganya pula masih dekat atau sering
menggunakan NAPZA.26
C. Analisis Peran Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon dalam
mengurangi prilaku agresif residen korban penyalahgunaan NAPZA
melalaui konseling keluarga.
Menurut Soerjono Soekanto, “peran dapat dikatakan sebagai perilaku
individu yang penting bagi strukrur sosial masyarakat.”27
Sedangkan konseling penulis mengambil simpulan dan pendapat
menggambarkan bahwa konseling sebagai bantuan secara tatap muka antara
26
Wawancara Pribadi dengan Fadli Prisma Surya (Konselor Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017 27
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta Balai Pustaka 1998), cet Ke-
1 h.123.
78
konselor dan residen memberi informasi potensi tentang pengembangan
emosional potensi, kognitif (pola berfikir), Afektif (perilaku), psikomotorik,
kebebasan individu serta membuka pemahaman diri, pengarahan pada
kemampuan untuk berkomunikasi serta terbuka dan penilaian yang obyektif.
Masa remaja merupakan masa transisi yang mempunyai urgensi yang
sangat vital dalam pengembangannya baik secara fisik, psikologis dan moralitas.
Faktor keluarga sangat penting sekali, jika keluarga yang kurang harmonis bisa
menyebabkan dampak yang kurang bagus bagi perkembangan anak-anaknya.
Benyak sekali anak-anak yang kurang perhatian atau hubungan keluarga yang
kurang harmonis membuat anak salah bergaul dan bisa meresahkan lingkunagan
sekitar atau masyarakat. Dengan itu disinilah harus ada pihak yang membantu
mengarahkan atau memotivasi mereka agar tidak kehilangan arah atau
terjerumus kepada hal yang membuat meresahkan warga.
Dari penelitian yang telah penulis lakukan di Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Cirebon, penulis menemukan bahwa, peran konseling dalam
mengurangi perilaku agresif mempunyai dampak yang positif bagi warga sekitar
maupun residen penyalahgunaan NAPZA, peran konseling itu memotivasi,
mengarhkan, diskusi, membuka wawasan, mengubah perilaku sehingga residen
mempunyai keahlian, bisa berguna bagi dirinya sendiri dan di pandang baik oleh
masyarakat.
Adapun peran yang dilakukan oleh Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon ada 3 (tiga), yaitu:
79
1. Peran sebagai upaya preventif
Merupakan upaya pencegahan melalui seminar, edukasi, sosialisasi,
yang di lakukan konselor agar kemungkinan terjadinya suatu kejadian atau
pelanggaran penyalahgunaan NAPZA menjadikan hal yang tak di inginkan di
masa depan.
Dalam hal ini konselor membuka pemahaman secara kognitif kepada
residen tentang dampak bahaya penyalahgunaan NAPZA dengan cara
seminar atau diskusi, membuka pemahaman tentang agama dengan cara
bimbingan spritual, memotifasi dan lain-lain. Setelah mengetahui secara
kognitif, residen dapat menerima secara afektif mempunyai tolak ukur sendiri
tentang penyalahgunaan NAPZA, kemudian di terapkan dalam kegiatan
sehari-hari sebagai aspek psikomotorik.
2. Peran sebagai upaya kuratif
Merupakan menolong, memperbaiki, mengobati sesuatu hal yang
telah terjadi. Konselor dalam upaya ini melakukan pengobatan mulai dari Tes
urin sebagai petunjuk bahwa residen ini terdeteksi menggunakan NAPZA,
pemeriksaan secara fisik dan psikologi. Setelah teridentifikasi residen di
berikan pengobatan secara berkala, seperti di lakukannya detoktifikasi dengan
cara minum alang-alang laut (herbal) yang telah di racik, rukiyah, bekam dan
bimbingan vocasional.
3. Peran sebagai upaya represif.
Merupakan upaya menekan atau menahan bagi mereka yang
melanggar aturan. Tindakan represif merupakan tindakan aktif yang di
lakukan konselor pada saat terjadinya pelanggaran yang terjadi dapat di
80
hukum. Suatu tindakan yang di lakukan setelah sesuatu pelanggaran terjadi
agar pelaku pelanggaran tidak kembali melakukan kesalahan yang sama
tindakan tersebut berupa sangsi yang pantas oleh konselor. Hukuman tersebut
bisa dengan cara membersihkan seluruh ruangan, halaman dan kamar mandi.
Hasil penelitain penulis di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
Cirebon seperti yang di ungkapkan residen:
M. Rizal mengungkapkan bahwa pandangannya terhadap peran
konseling keluarga sangat membantu perubahan bagi dirinya. Karena sebelum
ia masuk ke Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon, residen
merasakan bahwa dirinya tidak berguna bagi dirinya sendiri apalagi sampai di
pandang oleh masyarakat. Yang menyebabkan M. Rizal menggunakan
NAPZA karena kurang perhatian dari keluarga, kurang harmonisnya keluarga
sehingga M. Rizal sering berkumpul sama teman-temannya. Sejak sering
kumpul sama teman-temannya M. Rizal di pengaruhi untuk mengkonsumsi
NAPZA dalam sehari M. Rizal mengkonsumsi NAPZA hingga 30 butir.28
Marlin mengungkapkan bahwa peran konseling keluarga membuat ia
nyaman dan menemukan arah terhadap masa depannya, di tambah lagi
konselor yang selalu sabar dan sering mengarahkan kearah yang lebih baik.
Karena sebelum masuk ke Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon
dirinya seolah tanpa ada tujuan dan arah untuk masa depannya. Problem yang
dirasakan Marlin kurangnya perhatian dari keluarganya, kemudian
mengarhkan dirinya untuk lebih sering bergaul dengan teman-temannya. Dari
pergaulan dengan teman-temannya dengan cara disudutkan, di jauhi oleh
28
Wawancara Pribdi dengan M.Rizal (Residen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017.
81
teman-temannya karena ia tidak melakukan apa yang sering menjadi
kebiasaan temannya ahirnya dengan terpaksa terjerumus menggunakan
NAPZA. Ketika ia menggunakan NAPZA semua ambisi bisa terluapkan,
berani melakukan tindakan-tindakan kriminal seperti menyolong, tauran antar
kelompok, membentak orang tua, melakukan sex bebas dan lain-lain hal itu
disebabkan mengguanakn NAPZA.29
Riki Subagja mengungkapkan bahwa program konseling keluarga ini
sangat membantu dan menjembatani probelm yang selama ini ada di
kehidupannya. Karena yang mendorong dirinya menggunakan NAPZA di
pengaruhi oleh teman-temannya. Setiap kali Riki Subagja main sama teman-
temannya sering di sodorkan minum-minuman yang sudah di racik dengan
obat-obatan. Dari hal itu Riki meraskan dampak negatif bahkan Riki sampai
putus sekolah karena sakit yang di sebabkan menggunakan NAPZA.
Hubungan Riki dengan keluarganya terjalin harmonis. Namun, Riki merasa
segan dan serba salah untuk menceritakan hal itu kepada keluarganya dan
akhirnya ia mengkonsumsi NAPZA secara terus-terusan.30
Adapun hasil wawancara penulis dengan klien atau korban
penyalahgunaan NAPZA adalah sebagai berikut.
M. Rizal mengakui bahwa peran konseling keluarga yang ada di
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon, banyak merubah khusus
dirinya, perubahan yang dirasakan merasa lebih tenang, mulai yang tadinya
menggunakan NAPZA sekarang enggak, yang tadinya kurang deket sama
keluarga sekarang lebih deket.31
29
Wawancara Pribadi dengan Marlin (Residen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017. 30
Wawancara Pribadi dengan Riki Subagja (Residen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017. 31
Wawancara Pribdi dengan M.Rizal (Residen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017.
82
Marlin mengakui bahwa peran konseling keluarga yang ada di
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon dapat merubah dirinya
kearah yang lebih baik, bisa berkuarang menggunakan obat-obatan. Selain itu
juga dapat merubah dirinya yang tadinya gak bisa ngaji di ajarin sama konselor
bisa ngaji, terus solat lima waktu, terus di grup di ajarin tahlim.32
Riki Subagja mengakui bahwa peran konseling keluarga yang ada di
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon dapat merubah dirinya
kearah yang lebih baik, perubahan yang di rasakan khususnya perubahan
perilaku. Perbahan yang dirasakan tadinya enggak sholat jadi solat, yang
tadinya menggunakan obat-obatan yang tadinya sehari dari 30 butir sekarang
ngurangi jadi 15 atau kadang jadi 10, yah cukup membantulah dengan kegiatan
seperti ini.33
Mengenai hasil peran konseling keluarga di rehabilitasi berbasis
masyarakat (RBM) Cirebon memiliki implementasi yang cukup baik terhadap
klien, yang dulu sering menggunakan NAPZA kini bisa berkurang atau bahkan
tidak menggunakan lagi. Dari faktor fisik residen kelihatan sehat, dari faktor
psikologi residen merasa lebih tenang, lebih bisa mengontrol emosi, Seperti
yang di ungkapkan oleh residen atau korban penyalahgunaan NAPZA di
rehabilitasi berbasis masyarakat Cirebon tentang peran konseling keluarga.
32
Wawancara Pribadi dengan Marlin (Residen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017. 33
Wawancara Pribadi dengan Riki Subagja (Residen Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon), Cirebon 20 Oktober 2017.
83
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Konseling keluarga yang di lakukan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM) Cirebon menjadi hal yang unik tersendir beda dengan konseling yang
di lakukan di panti rehab lain. Seperti konseling yang di lakukan di oleh
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Bina Daya, Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) Prama, dan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM)
Tenjo Laut, lembaga tersebut menerapkan konseling keluarga akan tetapi tidak
ada kunjungan ke rumah rsiden, hal ini yang membedakan antara Rehabilitasi
Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon dengan yang lain.
Berdasarkan dari hasil penelitian, pembelajaran, pengamatan dan
analisis yang dilakukan oleh penulis yang tertuang dalam judul “Peran
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon dalam Mengurangi
Prilaku Agresif Residen Korban Penyalahgunaan NAPZA melalaui
Konseling Keluarga.” maka dapat di ambil kesimpulan bahwa:
1. Proses Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon dalam
Mengurangi Prilaku Agresif Residen Korban Penyalahgunaan NAPZA
melalaui Konseling Keluarga. Dalam melaksankan proses konseling
keluarga di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon mempunyai
tiga tahap dalam melaksankan proses konseling keluarga yaitu: Tahap
awal yaitu terjadinya hubungaan baik antara konselor, residen, dan
keluarga. Tahap inti yaitu terjadinya eksplorasi kondisi klien, identifikasi
84
masalah dan penyebabnya, penetapan alternative pemecahan. Tahap akhir
yaitu memberikan kesimpulan dan mengevaluasi proses konseling
keluarga. Bentuk konseling keluarga yang dilakukan seperti kunjungan
konselor, kunjungan keluarga, kunjungan individu keluarga. Dimana
konselor mempunyai hubungan yang baik dengan pihak keluarga residen
atau korban penyalahgunaan NAPZA, sehingga dapat mengatasi problem
residen dengan dirinya, residen dengan keluarganya dan residen dengan
lingkungannya.
2. Peran Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon dalam
Mengurangi Prilaku Agresif Residen Korban Penyalahgunaan NAPZA
melalaui Konseling Keluarga. Peran konseling keluarga yang di lakukan di
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon mempunyai peranan
yang sangat baik. Ada 3 (tiga) peran konseling keluarga yang di lakukan
di lembaga ini. Pertama peran preventif merupakan upaya pencegahan
melalui seminar, sosialisasi. Kedua, peran kuratif merupakan upaya
menolong, mengobati sesuatu hal yang telah terjadi dan Ketiga, peran
represif merupakan upaya menekan atau menahan.
B. SARAN
Dari pemahaman yang penulis dapatkan, mengenai peran konseling
keluarga dalam mengurangi perilaku agresif korban penyalahgunaan NAPZA
di Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon, maka penulis
memberikan saran sebagai berikut:
85
1. Pihak lembaga Rehabilitasi Berbasia Masyarakat (RBM) Cirebon agar
menambah tenaga kerja yang mampu di bidangnya.
2. Komitmen dan kerjasama yang baik, antara pihak lembaga atau panti
dengan elemen masyarakat untuk memberantas peredaran dan
penyalahgunaan NAPZA secara tertulis.
3. Konselor melakukan terobosan, inovasi serta kreasi dalam melakukan
konseling sehingga dapat menyesuaikan situasi dan kondisi residen dan
keluarga sehingga semakin bersemangat dalam upaya penyembuhannya.
4. Konselor perlu adanya ekstra kesabaran dalam menghadapi para residen di
lembaga Rehabilitasi Berbasia Masyarakat (RBM) Cirebon, karena yang di
hadapi para koselor adalah orang-orang penyalahgunaan NAPZA dan
konselor juga harus mengetahui tentang masalah perkembangan kesehatan
jasmani dan rohani karena hal itu berkaitan dengan perubahan pada diri
klien dengan program konseling keluarga yang telah di berikan oleh
lembaga Rehabilitasi Berbasia Masyarakat (RBM) Cirebon.
86
DAFTAR PUSTAKA
Adz-dzaky, Hamdani Bakran. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta:
Fajar Pustaka, 2002.
Anantasari. Menyikapi Perilaku Agresif Anak. Yogyakarta:Kanisius, 2006.
Badan Narkotika Nasional (BNN). Pedoman Pencegahan Penyalahgunaa
Narkoba Bagi Remaja. Jakarta: Badan Narkotika Nasional (BNN), 2004.
Baraja, Abubakar. Psikologi dan Teknik Konseling. Bandung: Alfabeta, 2008.
Baron, Robert A. dan Donny Byren. Psikologi Sosial Jilid 2, cet ke 10.
Penerjemah Ratna Djuwita, dkk. Jakarta: Erlangga, 2005.
Chaplin, J. P. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Kartini Kartono. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1981.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta:Balai Pustaka, 1988.
Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA. Standar Nasional
Pelayanan Rehabilitasi Bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA. Jakarta:
Kementrian Sosial, 2016.
Hamidi. Metodologi Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulis Proposal
dan Laporan Penelitian, cet. 2. Malang: UMM Press, 2010.
Hartono dan Boy Soedarmadji. Psikologi Konseling. Jakarta: Kencana, 2013.
Hawari, Dadang. Membina Keluarga Sakinah. Jakarta: Pustaka Antara, 1996.
, Konsep Agama Islam Menanggulangi NAZA. Jakarta: PT. Dana
Bhakti Prima Yasa, 2002.
, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI, 2004.
Hunawarman, Fattah. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosda Karya,2010.
Jumaraya, Marbun dkk. Pedoman Dukungan Keluarga (Familly Support) Dalam
Rehabilitasi Sosial BagI Pennyalahgunan NAPZA. Jakarta: Depsos RI,
2004.
87
Karsono, Edy. Mengenal Kecanduan Narkoba & Minuman Keras. Bandung: CV.
YRAMA WIDYA, 2004.
Komalasari, Gantina dkk. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT Indeks, 2011.
Lestari, Sri. Psikologi Keluarga. Jakarta: Kencana, 2012.
McLeod, John. Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana
Media Group, 2006 .
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya,
2007.
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1991.
Partodiharjo, Subagyo. Kenali Narkoba dan Musuhi Penanggulangannya. T. tp.
LKP Yayasan Karya Bhakti, 2004.
Pieter, Herri Zan dan Namora Lumongga Lubis. Pengantar Psikologi untuk
Kebidanan. Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2010.
Poerwandari E.K, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia cet
Ke-V, Depok: LPSP3 UI, 2013.
Prayitno dan Erman Amti. Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2013.
Purnomo Akbar Setiadi dan Husaini Usman. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara 2009.
Rahman, Agus Abbdul. Psikologi Sosial: Integrai Pengetahuan Wahyu dan
Pengetahaun Empirik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.
Saam, Zulfan. Psikologi Konseling. Jakarta: PT RajaGgrafindo Persada, 2013.
Sarwono, Sarlito W. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: CV Rajawali, 1984.
Sarwono, Sarlito. W. dan Eko A. Meinarmo. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba
Humanika, 2009.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta Balai Pustaka, 1998.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed
Methods). Bandung: Alfabeta, 2008.
Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
88
Sumiati, dkk. Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyalahgunaan dan
Ketergantungan NAPZA. Jakarta: CV. Trans Info Media, 2009.
Surya, Muhammad. Psikologi Konseling. Bandung: Penerbit Pustaka Bani
Quraisyi, 2004.
Tito W dan S. Warjowasito. Kamus Lengkap Bahasa Inggris-Indonesia. Bandung:
1980.
Tobroni dan Imam Suprayogo. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2001.
Usman, Husaini. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Willis, Sofyan S. Konseling Keluarga (Familly Counseling). Bandung: CV.
Alfabeta, 2015.
PEDOMAN OBSESRVASI
Konselor/Residen :
Tanggal :
Jam :
Wawancara ke :
Tempat :
Catatan Lapangan
1. Kondisi tempat wawancara (cuaca, suara, dan kehadiran pihak lain)
2. Gambaran fisik dan penampilan subyek
3. Ringkasan sikap informasi selama jalannya wawancara (volume suara,
intonasi, penekanan kata, gerak tubuh, antusiasme, sikap interview, kontak
mata, keterbukaan subyek dll)
4. Gangguan atau hambatan selama wawancara
5. Catatan khusus selama wawancara
PEDOMAN OBSERVASI
Konselor : Tri Setya Erianto
Tanggal : 20 Oktober 2017
Jam : 07:30 WIB
Wawancara ke : 1
Tempat : Ruang Kerja Administrasi RBM Cirebon
Catatan Lapangan
1. Kondisi tempat wawancara (cuaca, suara, dan kehadiran pihak lain)
Pagi hari suasana di luar cukup cerah, ketika itu saya mendatangi Bapak
Tri Setya Erianto yang sedang membuka file-file kerjaannya dengan
samabutan yang penuh hangat beliau menyapa saya, saat berlangsungnya
wawancara dengan intonasi suara yang cukup jelas meski agak terbanta-
banta. Di tengah-tengah wawancara berlangsung kemudian hadirnya pihak
lain yang menyuguhkan 2 (dua) gelas kopi seraya berkata ”silahkan di
minum mas” wawancara berlangsung dengan lancara dan baik.
2. Gambaran fisik dan penampilan subyek
Bapak Tri Setya Erianto bertubuh cukup kekar dan tinggi sekitar 170 cm,
dengan wajah kelihatan cukup ceria dan rambut klimis hitam mengkilap.
Saat wawancara Bapak Tri Setya Erianto menggunakan kemeja kotak-
kotak warna putih yang di balut dengan rompi kantor yang berlogo di
sebelah kirinya dan bertulisan Bebas Penyalahgunaan NAPZA di
punggungnya. Memakai celana bahan coklat. Penampilannya yang penuh
ceria, humoris dan enerjik.
3. Ringkasan sikap informasi selama jalannya wawancara (volume suara,
intonasi, penekanan kata, gerak tubuh, antusiasme, sikap interview, kontak
mata, keterbukaan subyek dll).
Selama berjalannya wawancara dengan pemaparan yang lugas meski agak
terbanta-banta, dari penyampaian suaranya jelas dan santai namun
penjelasannya agak berbelit-belit. Gerak tubuh atau gestur saat wawancara
cukup aktif (sambil menjelaskan dengan coret-coret di kertas) dengan
penegasan kata-kata (di barengi gerak tangan), kontak mata yang sering
kali memndang saya dengan serius sebagai tanda antusias Bapak Tri Setya
Erianto memperesentasikan apa yang saya tanyakan, kerbukaan saat di
tanya apa yang saya tanyakan membuat kesenangan sendiri bagi Bapak Tri
Setya Erianto dirinya merasa senang bisa berbagi.
4. Gangguan atau hambatan selama wawancara
Wawancara berlangsung dengan lancar, hanya saja sedikit gangguan
berisik ketika residen berkumpul setelah olahraga.
5. Catatan khusus selama wawancara
a. Fokus terhadap wawancara apa lagi bagian-bagaian yang terpenting
yang di tanyaka, berusaha tidak ada yang mendengarkan selain peneliti
untuk menjaga identitas informan.
b. Informan mencoba bekerja sama sebisa mungkin dengan peneliti.
PEDOMAN OBSERVASI
Konselor : Fadhli Prisma Surya
Tanggal : 20 Oktober 2017
Jam : 10.30 WIB
Wawancara ke : 2
Tempat : Ruang Konseling RBM Cirebon
Catatan Lapangan
1. Kondisi tempat wawancara (cuaca, suara, dan kehadiran pihak lain).
Menjelang siang hari cuaca sangat cerah, kedatangan saya di sambut baik
oleh Bapak Fadhli Prisma Surya meski saat itu beliau lumayan cukup
sibuk dengan kerjaannya, dengan suara yang lembut menyapa saya dan
menyodorkan kue yang ada di mejanya yang penuh dengan berkas dan
hasil tes urin di atasnya. Wawancara berlangsung cuku efektif meski di
sana terdapat rekan kerja atau konselor yang lain.
2. Gambaran fisik dan penampilan subyek.
Bapak Fadhli Prisma Surya, mempunyai wajah yang putih dan mimik
muka yang lonjong, hidung mancung, rambut hitam sedikit beruban
dengan gaya rambut klimis di belah dua, mempunyai kondisi badan yang
prima tingginya sekitar 170 cm, menggunakan kemeja panjang abu-abu
dan celana coklat. Penampilannya yang ramah dan santai.
3. Ringkasan sikap informasi selama jalannya wawancara (volume suara,
intonasi, penekanan kata, gerak tubuh, antusiasme, sikap interview, kontak
mata, keterbukaan subyek dll).
Wawancara berlangsung efektif dan baik, meski dengan nada suara yang
sangat lembut dan terbata-bata, pemaparan atau penjelasannya banyak
dengan kata anu. Dengan kata-kata yang lamban dan datar namun dengan
mimik muka yang menyakinkan dari pemaparannya serta keterbuakaan
dan senangnya ketika saya menggali informasi.
4. Gangguan atau hambatan selama wawancara
Dari informan ketika wawancara berlangsung agak sedikit gangguan, ada
beberapa kali telfon yang masuk, dari kedengaran percakapannya yang
nelfon itu dari keluarga residen. Namun, peneliti berusaha memfokuskan
kembali setelah telfon itu.
5. Catatan khusus selama wawancara
a. Informan sangat antusias dengan wawancara ini.
b. Informan mengguanakan bahasa Indonesia ketika wawancara.
PEDOMAN OBSERVASI
Konselor : Ayu Khonsah Rufaidah
Tanggal : 20 Oktober 2017
Jam : 13.30
Wawancara ke : 3
Tempat : Ruang Konseling RBM Cirebon
Catatan Lapangan
1. Kondisi tempat wawancara (cuaca, suara, dan kehadiran pihak lain)
Siang hari cuaca sangat panas dengan hembusan angin yang sangat
kencang, pada saat melakukan wawancara ada rekan kerja/ konselor yang
sedang memperbaiki komputernya, wawancara berlangsung setelah
meminta reakan kerjanya memberentikan servicenya. Dengan sapaan yang
ramah menyapa kepada peneliti dan mempersilahkan duduk. Suaranya
yang kedengeran riang dan jelas meski tempatnya di penuhi berkas-berkas
dan hasil tes urin agak sedikit berantakan. Ketika di tengah wawancara
berlangsung datang seorang residen yang akan berkonsultasi, kemudian
Ibu Ayu Khonsah Rufaidah menyuruhnya menunggu sebentar di luar,
percakapanpun di langsungkan kembali.
2. Gambaran fisik dan penampilan subyek
Dari segi postur tubuh Ibu Ayu Khonsah Rufaidah bertubuh agak sedikit
gemuk dengan tinggi 170 cm kurang lebih, warna kulit putih, sangat
semangat dan ceria. penampilannya mengguanakan kerudung warna biru
dengan motif bunga, memakai kecamata, baju batik lengan panjang, celana
panjang hitam, memakai jam tangan di lengan kirinya.
3. Ringkasan sikap informasi selama jalannya wawancara (volume suara,
intonasi, penekanan kata, gerak tubuh, antusiasme, sikap interview, kontak
mata, keterbukaan subyek dll)
Wawancara berlangsung baik komunikatif, dengan nada suara yang cukup
jelas, pemaparan yang sangat singkat, penegasan kata ketika berbicara
tinggi, antusias, terbuka. Ketika memaparkan sering melakukan catatan-
catatan sebgai bentuk penguraiannya.
4. Gangguan atau hambatan selama wawancara
a. Informan kadanga keluar sebentar melihat kondisi residen.
b. Terpotong ketika adanya residen yang ingin berkonsultasi
c. Suara ribut (becanda) residen yang cukup keras, namun peneliti
berusaha fokus mendengarkan pemaparan dar Ibu Ayu Khonsah
Rufaidah.
5. Catatan khusus selama wawancara
a. Suasana snagat panas dan gerah namun peneliti melakukan wawancara
dengan santai.
b. Informan sangat terganggu adanya suara ribut namun mencoba
meninggiakan suaranya dan focus memberi penjelasan atau
pemaparan.
c. Informan sangat antusias, baik dan lugas.
PEDOMAN OBSERVASI
Residen : M. Rizal
Tanggal : 20 Oktober 2017
Jam : 15.00 WIB
Wawancara ke : 4
Tempat : Ruangan Tamu
Catatan Lapangan
1. Kondisi tempat wawancara (cuaca, suara, dan kehadiran pihak lain)
Sore hari cuaca saat itu mendung, ketika mau memulai melakukan
wawancara terdapat orang yang sedang menunggu untuk kunjungan,
penelitipun menahan untuk tidak menyegerakan wawancara, setelah
melihat kondisi lebih nayaman peneliti membuka wawancara, dengan nada
suara yang kedengerannya gugup peneliti mencoba menstabilkan kondisi
agar informan merasa lebih santai dan terbuka, menjelaskan bahwa
wawancara ini bagian penlitai dari tugas ahir peneliti. Kondisi ruangan
sterli bersih ada sebuah meja yang di atasnya ada buku kunjungan, buku
tamu, koran serta kue dan air minuman. Wawancara berlangsung baik dan
nyaman tidak ada ketrlibatan pihak lain ketika wawancara.
2. Gambaran fisik dan penampilan subyek.
M. Rizal mempunyai tubuh yang kekar dengan tinggi badan 165cm, warna
kulit hitam, gaya rambut potongan sasak. Penampilannya mengguanakan
celana levis panjang warna hitam, memakai kemeja putih bergaris coklat.
Melihat skondisi badannya kelihatan agak kurang sehat (demam).
3. Ringkasan sikap informasi selama jalannya wawancara (volume suara,
intonasi, penekanan kata, gerak tubuh, antusiasme, sikap interview, kontak
mata, keterbukaan subyek dll).
Wawancara berlngsung dengan baik, dengan nada suara yang keras namun
gugup saat di wawancarai, jawabannya simpel dan jelas, awalnya ketika
wawancara sedikit tertutp namun peneliti mencoba mengembangakan
wawancara dengan obrolan-obrolan ringan tentang kesukaan yang di
lakukan dirinya di dalam panti rehabilitasi, kemudian setelah suasasana
cair peneliti memfokuskan kepada pertanyaan peneliti yang siapkan.
Dalam wawancara ini informan antusias cukup mau membuka apa yang
peneliti butuhakan keterbukaan dengan gestur atau garak tubuh yang tak
lagi kaku.
4. Gangguan atau hambatan selama wawancara.
a. Adanya orang yang berlalu lalang keluar masuk lembaga rehabilitasi
b. Informan awalnya malu-malu dan merasa takut, tapi setelah peneliti
jelaskan tujuannya informan menjadi terbuka dan antusias.
c. Informan kelihatan demam.
5. Catatan khusus selama wawancara.
a. Peneliti mencoba memfokuskan informan agar tidak kehilanagn fokus.
b. Informan terkadang menjawab dengan bahasa jawa
c. Berusaha agar tidak ada yang mendengar tarkait fokus penelitian ini.
PEDOMAN OBSERVASI
Residen : Marlin
Tanggal : 20 Oktober 2017
Jam : 19. 00 WIB
Wawancara ke : 5
Tempat : Ruangan Tengah RBM
Catatan Lapangan
1. Kondisi tempat wawancara (cuaca, suara, dan kehadiran pihak lain)
Malam hari setelah melakukan shalat maghrib dan mengaji, tempat di
lakukan wawancara di ruangan tengah RBM, terdapat bangku, meja yang
luas, di hadapannya terdapat TV yang sering di jadikan tempat nonton
bareng atau hiburan di kala resdien menjelng sebelum tidur. Cuaca saat itu
sangat sejuk, wawancara berlangsung namun intonasi suara informan
kedengeran gugup dan malu, prosesnya berjalan lancar tanpa ada pihak
lain yang mengganggu, karena saat itu residen dan konselor sedang
melakukan kegiatan di mushala jadi sangat nyaman. Dengan keadaan
suara yang kedengeran gugup peneliti mencoba mengulang-ulang kebali
pertanyaan yang di sampaikan agar jawaban yang di berikan informan
jelas tanpa ada keraguan.
2. Gambaran fisik dan penampilan subyek
Marlin mempunyai tubuh yang gemuk, tinggi, kekar dengan warna kulit
yang putih, mata agak sipit, hidung mancung. Ketika wawancara
berlangsung mengenakan baju koko warna coklat dengan list hitam di
punggungnya, memakai celana panjang warna coklat, serta mengguankan
gelang tasbih di lengan kirinya.
3. Ringkasan sikap informasi selama jalannya wawancara (volume suara,
intonasi, penekanan kata, gerak tubuh, antusiasme, sikap interview, kontak
mata, keterbukaan subyek dll)
Berjalannya wawancara cukup baik dan efektif, meski intonasi suara yang
kedengerannya gugup namun peneliti mencoba fokus apa yang di
sampaikannya, orangnya pendiam sehingga wawancara berlangsung cepat
dengan tanggapan atau jawaban dari informan singakat, jelas, terbuka.
4. Gangguan atau hambatan selama wawancara.
Informan merasa gugup dan malu-malu, sering melakukan gerakan-
gerakan kecil memukul-mukul meja, mencoret-coret buku sebagai
pengalihan rasa gugupnya.
5. Catatan khusus selama wawancara
a. Informan merasa malu dan gugup maka peneliti sering mengulang
pertanyaan sebagai penegasan.
b. Informan sering membunyikan atau mengketuk-ketuk meja
mengguankan pensil.
PEDOMAN OBSESRVASI
Residen : Riki Subagja
Tanggal : 20 Oktober 2017
Jam : 21.00 WIB
Wawancara ke : 6
Tempat : Ruang Administrasi RBM
Catatan Lapangan
1. Kondisi tempat wawancara (cuaca, suara, dan kehadiran pihak lain)
Malam hari suasana sejuk dan sunyi, dengan latar tumpukan berkas, gelas
kotor serta bungkus bekas kue di atas meja, intonasi suara sangat riang,
humoris, mengasikan, wawancara berlangsung lancar tanpa ada hambatan
atau kehadiran pihak lain karena di ruangan yang tertutup jadi wawancara
terfokus dan menggali lebih dalam.
2. Gambaran fisik dan penampilan subyek
Riki subagja memiliki tubuh yang kurus, rambut pirang kemerah-merahan,
gigi keropos dan kuning, mata sipit dan merah, di lengan kirinya terdapat
tato. Ketika wawancara mengenakan kaos yang bertulisan dan logo BNN
di sebelah kirinya, mengenakan kecamata, celana levis hitam.
3. Ringkasan sikap informasi selama jalannya wawancara (volume suara,
intonasi, penekanan kata, gerak tubuh, antusiasme, sikap interview, kontak
mata, keterbukaan subyek dll)
Berjalannya wawancara sangat baik dan efektif dengan respon dari
informan riang, humoris tapi kadang pula melebar dari pembahahasan.
Namun, peneliti mengkondisikan kembali agar bisa terfokus pada
pedoman wawancara, nada suara yang lanatang, jelas dam riang jadi
memmudahakan peneliti mengambil data, ketika wawancara berlangsung
sangat antusias sikapnya sangat riang dan gembira bisa bercerita dan
berbagi dengan peneliti sehingga terbuka.
4. Gangguan atau hambatan selama wawancara
Wawancara berjalan dengan lancar, baik dan efektif. Karena wawan
berlangsung di tempat tertutup sehingga bisa fokus tanpa ada hambatan.
Hanya saja sesekali informan keseringan humor dan meluas dari
pembahsan pedoman wawancara.
5. Catatan khusus selama wawancara
a. Peneliti mencoba memfukuskan kepada pedoman wawancara ketika
informan sring kebnayakan humor.
b. Informan sangat terbuka dan menjadi senang ketika peneliti tanya.
INSTRUMEN WAWANCARA
Infoman 1 : Konselor
IDENTITAS
1. Nama :
2. TTL/ Usia :
3. Agama :
4. Alamat :
5. Pendidikan :
6. Sejak kapan menjadi konselor :
7. Pengalaman kerja
Daftar Pertanyaan
A. Proses Konseling
1. Bagaimana Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melaksanakan proses konseling keluarga
dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA ?
2. Metode apakah yang digunakan Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melaksanakan
proses konseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi
NAPZA
3. Media apakah yang biasa di gunakan Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melaksanakan
proses konseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi
NAPZA?
4. Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari kapan waktu pelaksanaan proses konseling keluarga
dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA?
5. Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari dimanakah tempat yang digunakan proses konseling
keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA?
6. Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari seperti apa konseling yang di lakukan untuk residen
dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA?
B. Masalah Pendekatan
1. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari faktor apakah yang menyebabkan residen
menggunakan NAPZA ?
2. Dalam proses koseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi
NAPZA apakah Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melihatkan keluarga residen korban
penyalahgunaan NAPZA?
2.a. Jika ya mengapa?
2.b. Jika tidak mengapa?
C. Respon
1. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari bagaimanakah respon residen saat
konseling keluarga di rehabilitasi NAPZA ?
2. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari apakah ada perubahan setelah dilaksanakan
proses koseling keluarga di rehabilitasi NAPZA ?
D. Kendala
1. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari kendala apa saja yang dihadapi dalam
melaksanakan proses konseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di
rehabilitasi NAPZA?
INSTRUMEN WAWANCARA
Infoman 2 : Residen
IDENTITAS
1. Nama :
2. TTL/ Usia :
3. Agama :
4. Alamat :
5. Pendidikan :
Daftar pertanyaan
1. Faktor apa yang menyebabkan anda menggunakan NAPZA?
2. Sejak kapan anda mengenal NAPZA?
3. Melalui apa anda mengenal NAPZA (Teman. Media) ?
4. Bagaimana kondisi psikologi anda setelah menggunakan NAPZA?
5. Bagaimana kondisi fisik anda setelah menggunakan NAPZA?
6. Berapa kali konselor mengunjungi rumah anda?
7. Apa yang di lakukan oleh konselor ketika kunjungan keluarga.
8. Bagaimana tanggapan anda terhadap konselor?
9. Bagaimana respon anda setelah mengikuti konseling keluarga di rehabilatasi
NAPZA?
10. Apa yang anda rasakan setelah mengikuti kegiatan konseling keluarga di rehabilitasi
NAPZA?
11. Apakah ada perubahan setelah mengikuti kegiatan konseling keluarga di rehabilitasi
NAPZA?
INSTRUMEN WAWANCARA
Infoman 2 : Residen
IDENTITAS
1. Nama : M. Rizal
2. Usia : 20 Tahun
3. Agama : Islam
4. Alamat : Cirebon
5. Pendidikan : SMA
Daftar pertanyaan
1. Faktor apa yang menyebabkan anda menggunakan NAPZA?
Jawab: Euum yang pertama lebih ke lingkungan itu, lingkungan yang kurang baiklah
negatif, seiring berjalannya waktu itu mulailah menyalahkan keluarga. Yah intinya
lebih ke broken home lah.
2. Sejak kapan anda mengenal NAPZA?
Jawab: Mengenal NAPZA itu, sejak umur 12 tahun.
3. Melalui apa anda mengenal NAPZA (Teman. Media) ?
Jawab: Melalui temen, di ajak.
4. Bagaimana kondisi psikologi anda setelah menggunakan NAPZA?
Jawab: yah kalau saat minum sih biasa-biasa aja, tapi kelamaan merasa lebih sensitif
kalau denger atau di obrolin orang, terus berani melakukan kejahatan mas yah agresif
gitulah, hati merasa resah, gelisah, depresi.
5. Bagaimana kondisi fisik anda setelah menggunakan NAPZA?
Jawab: Badan merasa lebih enak mas, merasa lebih gembira, riang, aktif bahkan hiper
aktif, murah senyum dan ramah.
6. Berapa kali konselor mengunjungi rumah anda?
Jawab: Seminggu sih dua kali mas, hari rabu dan minggu tapi kadang juga gak nentu
datangnya.
7. Apa yang di lakukan oleh konselor ketika kunjungan keluarga?
Jawab: Yah awalnyasih membantu komunikasi dengan orang tua saya mas, karena
saya setiap ada masalah jarang komunikasi dengan mereka, emm memberi tahu bahwa
saya mengggunakan NAPZA sekalian meminta izin untuk ikut rehabilitasi, initinya
yah menyatukan kembali hubungan keluarga yang harmonis sih terhadap keluarga,
begitu mass.
8. Bagaimana tanggapan anda terhadap konselor?
Jawab: Euum bagus sih menurut saya, karenakan selalu mengasih motifasi terus di
saat ada masalah jugakan selalu memberikan solusi mendampingi saya setiap hari,
bagus lah bagus banget.
9. Bagaimana respon anda setelah mengikuti konseling keluarga di rehabilatasi
NAPZA?
Jawab: Bagus sih bagus, menurut saya bagus karena di sisilain juga orang tua di
ajarkan untuk gimana caranya untuk mendekati seorang pecandu seperti saya. Terus
juga di kasih tau cara mendidiknya gimana, yah bagus bangetlah.
10. Apa yang anda rasakan setelah mengikuti kegiatan konseling keluarga di rehabilitasi
NAPZA?
Jawab: Tenang, lebih tenang karena sebelum-sebelumnya lebih tertutup, jarang
ngobrol juga sama orangtua, terus pas ada kegiatan konseling keluarga jadi tenang,
jadi lebih deket sama orang tua, keluarga.
11. Apakah ada perubahan setelah mengikuti kegiatan konseling keluarga di rehabilitasi
NAPZA?
Jawab: Ada, banyak perubahan khusus diri saya lebih banyaklah perubahannya
mulai yang tadinya menggunakan NAPZA sekarang enggak, yang tadinya kurang
deket sama keluarga sekarang lebih deket.
INSTRUMEN WAWANCARA
Infoman 2 : Residen
IDENTITAS
1. Nama : Marlin
2. Usia : 20 Tahun
3. Agama : Islam
4. Alamat : Cirebon
5. Pendidikan : SMP
Daftar pertanyaan
1. Faktor apa yang menyebabkan anda menggunakan NAPZA?
Ya, Lingkungan, Pergaulan.
2. Sejak kapan anda mengenal NAPZA?
Sejak umur 15 tahun.
3. Melalui apa anda mengenal NAPZA (Teman. Media) ?
Melalui temen, di pengaruhi sama temen, terpaksa.
4. Bagaimana kondisi psikologi anda setelah menggunakan NAPZA?
Lebih tertutup mas, lebih diam kalau saya menggunakan NAPZA, bawaannya malas,
merasa pusing depresi, mudah tersingguang terus pula lebih berani melakukan hal
apapun mas, tauran berantem begitu.
5. Bagaimana kondisi fisik anda setelah menggunakan NAPZA?
Lemes, loyo, badan menggigil mas kurang sehat.
6. Berapa kali konselor mengunjungi rumah anda?
Sering mas, setiap minggu juga ada aja kerumah mas.
7. Bagaimana tanggapan anda terhadap konselor?
Ya Alhamdulillah baik, membantu membimbing saya, kegiatannya berjalan lancar,
8. Apa yang di lakukan oleh konselor ketika kunjungan keluarga?
Yah silaturahmi, melihat perkembangan saya terus kalau saya ada masalah dengan
orang tua di sampein sama konselor, memotifasi, menasehati saya dan keluarga,
menjadikan hubungan kami harmonis.
9. Bagaimana respon anda setelah mengikuti kegiatan konseling keluarga di rehabilitasi
NAPZA? Lebih baik, apa, udah berkurang ngobatnya.
10. Apa yang anda rasakan setelah mengikuti kegiatan konseling keluarga di rehabilitasi
NAPZA? Alhamdulillah baik.
11. Apakah ada perubahan setelah mengikuti kegiatan konseling keluarga di rehabilitasi
NAPZA? Ya, perubahan itu, ya tadinya gak bisa ngajai di ajarin sama konselor bisa
ngaji, terus solat lima waktu, terus di grup di ajarin tahlim.
INSTRUMEN WAWANCARA
Infoman 2 : Residen
IDENTITAS
1. Nama : Riki Subagja
2. Usia : 19 Tahun
3. Agama : Islam
4. Alamat : Desa Banjarwangunan, Cirebon
5. Pendidikan : SMP
Daftar pertanyaan
1. Faktor apa yang menyebabkan anda menggunakan NAPZA?
Jawab: Ya karena lingkungan juga sih terbawa-bawa arus teman gitu
2. Sejak kapan anda mengenal NAPZA?
Jawab: Sejak SMP kelas 1
3. Melalui apa anda mengenal NAPZA (Teman. Media) ?
Jawab: Ya, melalui teman awalnya di tawari, Cuma belum ngertinyakan terima-terima
aja, udah tau rasanya enak ya jadinya ketagihan.
4. Bagaimana kondisi psikologi anda setelah menggunakan NAPZA?
Jawab: Gelisah mas merasa berdosa awalnya, terus lebih berani melawan kepada
orang-orang, merasa paling hebat, sering melakukan kejahatan mencuri, berbohong
juga.
5. Bagaimana kondisi fisik anda setelah menggunakan NAPZA?
Jawab: Tergantung banyaknya obat yang di pakai mas, yah lemes, loyo, jarang makan
jadi kurus, mata merah, ke gigi juga mudah keropos menguning gitulah, terus mata
merah makanya saya menggunakan kecamata mas.
6. Berapa kali konselor mengunjungi rumah anda?
Jawab: Seminggua dua kali mas, tapi kadang sering juga karena kebetulan rumah
konselor gak jauh dengan rumah saya mas.
7. Bagaimana tanggapan anda terhadap konselor?
Jawab: Yaa,, keberadaannya berperan membantu jadi ada segi positifnya juga untuk
melewati perubahan, perubahan perilaku, terutama itu.
8. Apa yang di lakukan oleh konselor ketika kunjungan keluarga?
Jawab: Yah mengontrol saya khususnya mas, melihat perkembangan saya, sering
menjadi solusi buat permasalahan keluarga juga mas. Emmm ya membantu, terus juga
keluarga mendukung agar saya itu jadi lebih baik lagi.
9. Bagaimana respon anda setelah mengikuti kegiatan konseling keluarga di rehabilitasi
NAPZA?
Jawab: Lebih baik, apa, udah kurang ngobatnya.
10. Apa yang anda rasakan setelah mengikuti kegiatan konseling keluarga di rehabilitasi
NAPZA?
Jawab: Udah ada perubahan sih yang kearah positif.
11. Apakah ada perubahan setelah mengikuti kegiatan konseling keluarga di rehabilitasi
NAPZA?
Jawab: Ya ada, yang tadinya enggak sholat jadi solat, yang tadinya menggunakan
obat-obatan yang tadinya sehari dari 30 putir sekarang ngurangi jadi 15 atau kadang
jadi 10, yah cukup membantulah dengan kegiatan seperti ini.
INSTRUMEN WAWANCARA
Infoman 1 : Konselor
IDENTITAS
1. Nama : Try Setya Erianto
2. Usia : 44 Tahun
3. Agama : Islam
4. Alamat : Banjarwangunan, Cirebon.
5. Pendidikan : SLTA
6. Sejak kapan menjadi konselor : 2014
Daftar Pertanyaan
A. Proses Konseling
1. Bagaimana Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melaksanakan proses konseling keluarga
dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA ?
Eumm kalau proses konseling disini yang dilaksanakan di tempat rehab kami
disini itu ada beberapa tahap yang sering kami lakukan disini untuk melaksanakan
proses konseling keluarga, yaitu eumm awalnya itu Pertama kita pengumpulan
administrasi dulu, jadi administrasi klien/residen mengenai latar belakang residen
seperti apa, pendidikannya, dan sebagainya. Setelah itu eumm ada namanya
menyerahkan identitas seperti KTP atau KK kesiapan dari diri klien sendiri
apakah dia bersedia untuk di rehab atau tidak dan Tahap Kedua itu kita biasanya
setelah mengikuti kegiatan rehab si klien/residen dalam pengawasan kami disini
melihat perkembangan semakin baik atau sebaliknya, semakin memburuk atau
parah itukan, dalam pendampingan itu kita konselor setiap minggu atau setiap
bulan, yah disini juga kami melakukan detoktifikasi mas dengan cara herbal
menggunakan alang-alang laut kemudian ada juga rukiah dan bimbingan spritual.
Kita disini ada dua macam rehab, ada rehab rawat jalan atau rehab rawat inap.
Nah kalau kita rawat jalan itukan kita residen atau klien itu tidak di inapkan tapi
tetep dalam pendampingan kalau rawat inap itu ada di panti rehab atau ada di
dalam panti. Nahkan kalau di dalam panti tentunyakan setiap saat ada konseling
pada waktu-waktu senggang kita konseling. Tapi kalau rawat jalan itukan kita
kesulitan untuk konselingnya paling dalam proses konseling itu bisa dikumpulkan
klien atau residennya 1 minggu sekali atau 1 bulan sekali jadi tergantung
kebutuhan di lapangan jadi seperti itu. ketiga tahap evaluasi kegiatannya selama
yang di berikan di yayasan kami mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang ada di
rehab itu seperti kegiatan rutinitas rehab rawat inap itu sudah ada jadwal-jadwal
tertentu dari subuh sampai malam itu kegiatan full untuk di rawat inap, kalau
rawat jalan kita kegiatannya nah itu paling kita ketemu seminggu sekali atau
sebulan sekali.
2. Metode apakah yang digunakan Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melaksanakan
proses konseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi
NAPZA?
Ya kalau kita, ditempat kita ini pake metode pendekatan pada diri kliennya. Kita
berbincang berdialog atau ya berbicara aja kita seperti orang kita, eumm jadi apa
yah, jadi antara konselor dan klien itu tidak ada batasan-batasan jadi kita seperti
teman aja gitu, jadi merasa klien/residen itu nyaman, disini konselor bisa di
jadikan teman untuk curhatnya sebagai pendengar yang baik jadi tidak menggurui
dan tidak mengajarkan atau menyuruh segala macam tidak, jadi kita seperti teman
aja.
3. Media apakah yang biasa di gunakan Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melaksanakan
proses konseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi
NAPZA?
Yah paling untuk medianya kita paling menggunakan media seperti handphone,
kamera atau alat-alat tulis.
4. Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari kapan waktu pelaksanaan proses konseling keluarga
dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA?
Ouu itu kita ada ini, konseling keluarga itu kita di adakannya nanti paling setelah
residen/klien didalam panti nah kita ada namanya Familly Suport Group. Nah
disitu kita bisa diadakan konseling dengan keluarga, tentunya keluarga korban
penyalahgunaan NAPZA ya, ya pastinya sebulan sekali kita ada asesment dan
mungkin biasanya tiap minggu juga kita ada progresif suport itu tentang
perkembangan klien dan itu di berikan saat waktu senggang setelah ashar atau
setelah isya menjelang waktu tidur nah itu kita bisa berbincang-bincang.
5. Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari dimanakah tempat yang digunakan proses konseling
keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA?
Ya kadang diruangan juga bisa, tapi yang lebih efektif atau yang lebih mengena di
klien itu masih mending kita keluar, diluar lebih nyantai, enak dan lebih terbuka
dengan seperti itu klien tidak canggung-canggung untuk bercerita masalah mereka
semua yang di hadapin jadi tidak ada rasa malu atau takut saungkan atau
bagaimana, jadi bagusnya baiknya itu enaknya konseling/ngobrolnya itu di luar
ruangan.
6. Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari seperti apa konseling yang di lakukan untuk residen
dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA?
Yah tergantung maslahnya seperti apa sih mas ya, yah biasanya membantu
komunikasi, sharing pengalaman, pengembangan sekill, memotivasi, menasehati
banyaklah mas. Tapi initinya disini konselor berusaha mengasih solusi.
B. Masalah Pendekatan
1. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari faktor apakah yang menyebabkan residen
menggunakan NAPZA ?
Banyak ya, mengapa itu klien-klien menggunakan NAPZA. Satu Pergaulan,
Kedua masalah keluarga, Ketiga juga karena mungkin juga ada permasalahan
dengan kekasihnya, tapi kebanyakan yang selama ini kami dapatkan banyaknya
karena pergaulan, jadi terjerumus, lingkungan.
2. Dalam proses koseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi
NAPZA apakah Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melihatkan keluarga residen korban
penyalahgunaan NAPZA?
2.a. Jika ya mengapa? Ya, tentu. Jadi disini bukan kita saja yang merubah atau
memulihkan klien/residen. Tapi orang tua juga berperan penting dalam proses
pemulihan korban penyalagunaan NAPZA, orang tua sangat di butuhkan
supportnya dukungannya jadi tidak semeta-meta kita yayasan disini yang
menangani korban-korban NAPZA tanpa bantuan dari orang tua kita tidak
mungkin.
2.b. Jika tidak mengapa?
C. Respon
1. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari bagaimanakah respon residen saat
konseling keluarga di rehabilitasi NAPZA ?
Ya responnya dia takut, kadang juga malu kalau kita dekatin tapi yaitu gunanya
kita dekati secara pribadi dengan cara kita seperti teman jadi tidak ada batasan-
batasan, kadang yaitu kadang merasa malu atau takut jadi kurang keterbukaan
disitu.
2. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari apakah ada perubahan setelah dilaksanakan
proses koseling keluarga di rehabilitasi NAPZA ?
Ya pasti ada perubahan ya, yang jelas ada perubahan tapikan perubahan itu tidak
terlalu besar tapi emang iya ada perubahan
D. Kendala
1. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari kendala apa saja yang dihadapi dalam
melaksanakan proses konseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di
rehabilitasi NAPZA?
Yang di rasakan sekarang kendala, emm itu orang tua tidak mengakui atau tidak
menerima bahkan menolak kedatangan kita untuk menjelaskan bahwa anak
tersebut korban dari NAPZA, itu kalau orang trua yang tidak terima, itu yang
menjadi kendala saya.
INSTRUMEN WAWANCARA
Infoman 1 : Konselor
IDENTITAS
1. Nama : Ayu Khonsah Rufaidah
2. Usia : 30
3. Agama : Islam
4. Alamat : Buntet Pesantren, Cirebon.
5. Pendidikan : S 2
6. Sejak kapan menjadi konselor : 2014
Daftar Pertanyaan
A. Proses Konseling
1. Bagaimana Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melaksanakan proses konseling keluarga
dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA ?
Ya, dalam panti rehab itu ada 3 proses atau 3 tahapan dalam konseling keluarga,
yang pertama Administrasi, dimana dalam administrasi itu kita untuk mengetahui
data klien untuk melakukan penjangkauan dan asesmen dan melihat kedaan atau
kondisi lingkungan klien baik keluarganya dan teman-temannya. Yang kedua itu
melihat perkembangan, perkembangan klien setelah di lakukan asesmen
konseling, detoktifikasi pengobatan herbal, rukiah dan bimbingan spritual juga si
klien mengikuti kegiatan atau proses rehab di tempat kami itu bisa berubah ke
arah yang lebih baik atau bagaimana, itu kita lihat perkembangannya seperti apa.
Yang ketiga evaluasi dimana di evaluasi ini apakah si klien telah menyelesaikan
atau mengikuti di program rehab, apakah siklien bisa menyesuaikan dengan
lingkungan sekitarnya, baik lingkungan keluarga maupun teman-temannya, kita
tetap menjangkau atau memantau si klien.
2. Metode apakah yang digunakan Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melaksanakan
proses konseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi
NAPZA?
Yah kita menggunakan pendekatan clien center therpahy dimana si konseler dan
klien itu berdialog mengenai masalah yang di hadapi si klien baik itu sekedar
curhat atau shering ngobrol santai seperti itu .
3. Media apakah yang biasa di gunakan Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melaksanakan
proses konseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi
NAPZA?
Alat-alat tulis laptop, infocus.
4. Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari kapan waktu pelaksanaan proses konseling keluarga
dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA?
Waktu konseling itu sebulan sekali tapi bisa setiap hari juga abis sholat, atau
sebelum tidur biasanya kita melakukan konseling.
5. Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari dimanakah tempat yang digunakan proses konseling
keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA?
Ya, untuk konseling keluarga ada ruangan, tapi kadang saya mengajak klien itu
keluar ngobrol-ngobrol santai biar si klien itu nyaman dan enak gitu untuk di ajak
sharingnya
6. Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari seperti apa konseling yang di lakukan untuk residen
dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA?
Yah pembenahan komunikasi, mendukung atau mensupport perkembangan ke
arah yang lebih baik, menjadi teman curhat, menasehati, pengembangan skill atau
keahlian, membantu untuk menyesuikan diri, yang pasti intinya mengarhkan ke
arah yang lebih baik lagi.
B. Masalah Pendekatan
1. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari faktor apakah yang menyebabkan residen
menggunakan NAPZA ?
Biasanya itu karena faktor lingkungan, baik keluarga maupun teman-temannya,
biasanya kalau keluarga itu dia karen broken home, kalau teman-temannya itu dia
karena ikut-ikutan atau coba-coba atau karena paksaan dari teman-temannya
seperti itu.
2. Dalam proses koseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi
NAPZA apakah Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melihatkan keluarga residen korban
penyalahgunaan NAPZA?
2.a. Jika ya mengapa? Ya, biasanya kami melibatkan keluarga residen karena,
keluarga itu harus terlibat dalam proses konseling biar si residen itu merasa
didukung, di support.
2.b. Jika tidak mengapa?
C. Respon
1. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari bagaimanakah respon residen saat
konseling keluarga di rehabilitasi NAPZA ?
Ya biasanya residen merasa senang karena keluarganya ikut dalam proses
konseling keluarga
2. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari apakah ada perubahan setelah dilaksanakan
proses koseling keluarga di rehabilitasi NAPZA ?
Ya, ada perubahan biasanya merasa tenang dan semangat lagi untuk dia ingin
merubah di rehab itu sendiri karena keluarganya itukan tau
D. Kendala
1. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari kendala apa saja yang dihadapi dalam
melaksanakan proses konseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di
rehabilitasi NAPZA?
Sebagaian dari keluarga tidak menerima bahwa anaknya itu sebagai korban
penyalahgunaan NAPZA itu yang menjadi kendala, yang ke-Dua itu biasanya
lingkungan, lingkungan itu tidak menerima keadaan anak-anak terkena NAPZA
dikucilkan, takut berteman dengan orang yang terkena NAPZA.
INSTRUMEN WAWANCARA
Infoman 1 : Konselor
IDENTITAS
1. Nama : Fadli Prisma Surya
2. Usia : 35 Tahun
3. Agama : Islam
4. Alamat : Banjarwangunan, Cirebon.
5. Pendidikan : SLTA
6. Sejak kapan menjadi konselor : 2014
Daftar Pertanyaan
A. Proses Konseling
1. Bagaimana Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melaksanakan proses konseling keluarga
dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA ?
Disini proses konseling keluarga ada 3 tahap Mas, tahap pertama yaitu
pengadministrasian, maksud dari pengadministrasian yaitu pendataan klien, itu
kita anu data KTP, KK, setelah itu kita menyentuh ke latarbelakang klien, setelah
kita mengetahui latarbelakang klien kita melangkah ke tahap Ke- Dua yaitu
melihat perkembangan klien, setelah mengikuti kegiatan konseling, rukiah
bimbingan spritual dan detoktifikasi, maksud perkembangan klien itu dalam saat
menjalani peroses rehab itu pasti ada perkembangan semakin membaik atau
sebaliknya dari kita sih menginginkan perose perkembangnnya semakin membaik
tahap ke -3 yaitu evaluasi, setelah selesai melaksanakan rehab kita evaluasi
hasilnya seperti apa, perkembangannya seperti apa intinya ya hasil dari rehab
tersebut arahnya menjadi baik dan bisa lebih baik kedepannya kebanyakan karena
klie-klien disini masih muda-muda.
2. Metode apakah yang digunakan Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melaksanakan
proses konseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi
NAPZA
Disini metode yang di jalankan pendekatan clien center therpahy itu kita
berdialog dengan klien supaya bisa mengetahui masalah yang di hadapi oleh klien
yah pendekatan seperti halnya kita curhat seperti halnya temen
3. Media apakah yang biasa di gunakan Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melaksanakan
proses konseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi
NAPZA?
Bisa dengan Handphone alat tulis ataupun saat konseling di adakan seminar kita
menggunakan laptop dan infocus.
4. Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari kapan waktu pelaksanaan proses konseling keluarga
dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA?
Kalau untuk pelaksanaan konseling lebih tepatnya kita disinikan ada 2 program
rawat inap dan rawat jalan kalau untuk rawat inap kita bisa setiap saat, bisa setiap
hari kita ngeliat kondisi klien lagi liat emutnya bagus tidaknya, kalau untuk rawat
inap bisa setiap saat, setiap hari, bisa kita mngambil waktu habis selesai sholat
atau sebelum tidur. Kalau untuk rawat jalan itu dalam sebulan ya bisa kita
laksanakan paling tidak sebulan 2 kali mas.
5. Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari dimanakah tempat yang digunakan proses konseling
keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA?
Kalau konseling keluarga sebenernya di ruangan tertutup, ruangan husus
konseling ada sendiri tapi memang lebih itunya kita bisa diluar lebih, suasananya
lebih bebas klien otomatis lebih tenang dan yang sudah-sudah biasanya klien
kalau diluar bisa lebih terbuka tentang permasalahan klien kenapa lari ke NAPZA.
6. Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari seperti apa konseling yang di lakukan untuk residen
dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi NAPZA?
Yah menjadikan residen ini sebagai teman mas, pembenahan komuunikasi biar
komunikasi baik agar kita mudah untuk kedepannya mengontrol dan apa yang
menjadi ke inginan residen, menasehati pokoknya konselor disini berusaha
membantu dan mengembangkan apa yang menjadi ke inginan dari residen ini.
B. Masalah Pendekatan
1. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari faktor apakah yang menyebabkan residen
menggunakan NAPZA ?
Kalau faktor yang memang utama penyebab anu ya, pastinya faktor lingkungan,
keluarga iya, temen iya, cuman ya temen itu karena pergaulan anak-anak
sekarang, temen make terus ahirnya ngajak temen, coba-coba.
2. Dalam proses koseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di rehabilitasi
NAPZA apakah Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari melihatkan keluarga residen korban
penyalahgunaan NAPZA?
2.a. Jika ya mengapa? Ya pasti melibatkan mas karena tanpa support tanpa
dukungan keluarga kita tidak bisa memaksimalkan untuk bisa bener-bener
merubah klien untuk bisa menjadi lebih baik untuk bisa meninggalkan NAPZA.
2.b. Jika tidak mengapa?
C. Respon
1. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari bagaimanakah respon residen saat
konseling keluarga di rehabilitasi NAPZA ?
Ada yang mereka merasa senang, nyaman, ada juga yang awalnya di tahap
awalnya aja mereka merasa minder, tapi lambat laun ada perubahan dengan kita
ngasih masukan janganlah kita merasa minder karena kita udah pernah make
narkoba intinya yakin asal kita mau berubah berenti make narkoba nanti
kedepannya bisa kita menjadi lebih baik.
2. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari apakah ada perubahan setelah dilaksanakan
proses koseling keluarga di rehabilitasi NAPZA ?
Banyak mas perubahan, proses perubahan karena arahnya kita konselinya kita
masuki juga tentang rohani juga jadi perubahannya ya perubahan karena di
samping misal tadinya udah pemahaman agama sedikit kita di rehab juga ada
tentang kerohanian ahrinya mereka masalah agama ilmunya tambah, ahirnya
mereka enggak sekedar menerima ilmu tapi mereka juga melaksanakan juga iya.
D. Kendala
1. Menurut Bapak/Ibu, Saudara/ Saudari kendala apa saja yang dihadapi dalam
melaksanakan proses konseling keluarga dalam mengurangi perilaku agresif di
rehabilitasi NAPZA?
Kebanyakan sih kendala masalah itu mas, yang sudah-sudah keluarga, misal di
tahap awal ya mas, di tahap awal kita penjangkauan klien ia udah mengakui kalau
klien memakai NAPZA, tapi disaat kita dimana proses anak mau ikut rehab
otomatis kitakan ijin ke orang tua, nah disaat kita ijin ke orang tua kita berbicara
baik-baik karena anaknya mau ikut rehab yah kebanyak rata-rata orang tua tidak
terima kalau anaknya tuh dibilang pemakai narkoba, tapi alhamdulillah kita
dengan pelan, dengan upaya kita menjelaskan bahwa anak ini make tapi insya
allah dengan ikut rehab jadi nanti lebih baik dan insya allah tidak akan memakai
narkoba.
DOKUMENTASI WAWANCARA
Fota Wawancara dengan konselor Try Setya Erianto
Foto wawancara dengan residen M. Rizal Foto wawancara dengan residen Marlin
Foto setelah melakukan wawancara dengan Konselor
DOKUMENTASI KUNJUNGAN KELUARGA KE RBM
DOKUMENTASI KUNJUNGAN KONSELOR KE RUMAH RESIDEN
KETRAMPILAN SOSIAL
Pelatihan Komputer dan Desain
Pelatihan Service Motor
Keterampilan Melukis