penilaian pasien preoperatif

27

Click here to load reader

description

refrat anestesi RSOP

Transcript of penilaian pasien preoperatif

Page 1: penilaian pasien preoperatif

REFERAT

PENILAIAN PASIEN PREOPERATIF

Disusun Oleh :

B. Zanuar Ichsan G0005068

Pembimbing :

dr. Bambang WS, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK SMF ANESTESIOLOGI

RS ORTHOPEDI PROF DR SOEHARSO

SURAKARTA

Page 2: penilaian pasien preoperatif

2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga referat dengan judul “Penilaian

Pasien Preoperatif” dapat diselesaikan.

Referat ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kepaniteraan klinik

di instalasi anestesi dan reanimasi di RS Ortopedi Prof Dr Soeharso Surakarta.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Bambang WS, Sp An selaku kepala Instalasi/SMF Anestesi dan Reanimasi RS

Orthopedi Prof Dr Soeharso Surakarta.

2. DR. dr. Syarief, Sp An selaku staf ahli anestesi.

3. dr. Herri Budi S, Sp An selaku staf ahli anestesi.

4. Seluruh staf dan paramedik yang bertugas di bagian anestesi RS Orthopedi Prof Dr

Soeharso Surakarta.

5. Semua pihak yang telah membantu penulisan laporan ini

Saran dan kritikan kami harapkan demi perbaikan referat ini. Akhirnya penyusun

berharap semoga referat ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan semua pihak yang

bersangkutan.

Surakarta, Januari 2011

Penyusun

Page 3: penilaian pasien preoperatif

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………..... i

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………iii

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………….iv

A. RIWAYAT……………………………………………………………………….2

B. PEMERIKSAAN FISIK…………………………………………………………6

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG………………………………………………...9

D. PENILAIAN RESIKO ANESTESI......................................................................11

E. INFORMASI PADA PASIEN DAN PERSETUJUAN........................................11

F. PERSIAPAN PREOPERASI PADA PASIEN......................................................13

Page 4: penilaian pasien preoperatif

DAFTAR TABEL

Tabel 6.1 Point-point untuk penilaian pre-anestetik

Tabel 6.2 Beberapa kondisi medis dan resiko yang berhubungan

Tabel 6.3. Alergi dan Implikasinya pada Anestesi

Tabel 6.4. Kondisi yang Berhubungan dengan Kesulitan Airway Mangement

Tabel 6.5. Klasifikasi Malampati

Tabel 6.6 Klasifikasi ASA

Tabel 6.7 Komplikasi yang sering terjadi

Tabel 6.8 Faktor yang berhubungan dengan penurunan tonus sphincter esophagus

bawah

Tabel 6.9 Faktor yang meningkatkan rata-rata pengosongan lambung

Page 5: penilaian pasien preoperatif

PENILAIAN DAN PERENCANAAN PREOPERATIF

Penilaian preoperatif sebaiknya dilakukan untuk memantapkan hubungan dokter

dengan pasien. Penting untuk mendapatkan riwayat penyakit pasien dan melakukan

pemeriksaan yang benar untuk menilai kesehatan medis dan surgikal pasien, khususnya untuk

menilai derajat berat suatu penyakit sistemik dan resiko morbiditas perioperatif. Untuk kasus-

kasus elektif, kita harus dapat memanfaatkan kesempatan untuk mengoptimalkan kondisi

medis pasien untuk meminimalisasi morbiditas perioperatif. Pasien sebaiknya diberi

penjelasan yang singkat dan tepat mengenai prosedur dan resikonya, menjawab pertanyaan

mereka, dan diharapkan dapat mengurangi ketakutan dan kecemasan mereka; tujuannya

adalah untuk menyampaikan informasi yang benar dengan cara yang menenangkan. Jika

perlu dapat diresepkan medikasi preoperatif.

SKEMA YANG DISARANKAN UNTUK PENILAIAN PREOPERATIF

Penting untuk memiliki skema penilaian preoperatif supaya seluruh aspek yang

penting tidak terlewatkan.

Tabel 6.1 Point-point untuk penilaian pre-anestetik

Riwayat :

Penyakit yang menyertai

Pengobatan

Toleransi aktivitas

Masalah dengan tindakan anestesi sebelumnya, riwayat penyakit keluarga

Alergi

Pemeriksaan :

Berat badan

Tekanan darah

Kesehatan gigi

Penilaian untuk kesulitan jalan napas termasuk klasifikasi Mallampati

Page 6: penilaian pasien preoperatif

RIWAYAT

Riwayat dan peninjauan catatan medis pasien bertujuan untuk mendapatkan informasi

mengenai topik-topik berikut ini :

1. Kondisi Surgikal

Informasi mengenai kondisi surgikal dan operasi yang telah diajukan

merupakan hal yang penting untuk dapat memperkirakan luas dan durasi

pembedahan, hilangnya cairan dan darah yang diharapkan, tipe incisi serta kebutuhan

analgesia intraoperatif dan postoperatif. Jika operasinya emergensi atau urgent, perut

pasien mungkin dalam keadaan penuh terisi. Penilaian status cairan dan respon

terhadap resusitasi sampai waktu tersebut juga diperlukan.

2. Penyakit yang menyertai

Sebuah pendekatan sistemik sebaiknya disertakan dalam penilaian penyakit

medis yang menyertai. Penting untuk mengevaluasi apakah penyakit tersebut

terkontrol dan apakah terdapat perubahan pada derajat berat penyakit atau terapi dari

penyakit tersebut saat ini. Penting pula untuk menetapkan apakah rujukan ke spesialis

atau investigasi yang lebih jauh diperlukan guna evaluasi selengkapnya. Rujukan ke

spesialis bukan untuk menentukan ‘kesesuaian’ bagi anestesi, namun untuk menilai

derajat beratnya penyakit dan untuk menetapkan apakah ada hal lain yang dapat

dilakukan untuk mengoptimalkan kondisi pasien.

Penyakit jantung iskemik, asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),

hipertensi dan diabetes sering dijumpai pada para pasien bedah dan berhubungan

dengan resiko-resiko perioperatif yang signifikan (tabel 6.2). Hubungan faktor-faktor

ini dibahas lebih jauh di bab 7.

3. Toleransi Terhadap Aktivitas

Hal ini dinilai dengan menentukan tingkat aktivitas maksimum pasien dan

dapat digunakan untuk memprediksi hasil akhir keseluruhan. Toleransi ini

dipengaruhi oleh umur, namun merupakan indikasi yang baik untuk menilai cadangan

kardiorespirasi. Penilaian ini sulit dilakukan apabila aktivitas terbatas karena arthritis.

Pasien dengan keterbatasan aktivitas yang sedang (harus berhenti karena tidak mampu

bernapas atau angina setelah berjalan dengan cepat dalam jarak 100 yard atau menaiki

dua tingkat anak tangga) memerlukan penelitian yang lebih lanjut dan penilaian dari

Page 7: penilaian pasien preoperatif

terapi saat ini. Pasien dengan keterbatasan aktivitas yang berat (sesak napas pada

aktivitas minimal seperti berjalan beberapa yard, tidak dapat menaiki satu tingkat

anak tangga tanpa berhenti) akan membutuhkan pengawasan invasif perioperatif dan

perawatan di HDU/ICU postoperasi.

4. Pengobatan

Pengetahuan terhadap dosis yang diperlukan, jadwal dan tipe pengobatan

merupakan hal yang penting. Khususnya obat-obat yang bekerja pada :

Sistem kardiovaskular (antihipertensi, antiangina, antiaritmia)

Sistem pembekuan darah (antikoagulan)

Sistem endokrin (agen anti diabetic, steroid)

Tonus bronchomotor

Tabel 6.2 Beberapa kondisi medis dan resiko yang berhubunganInfeksi saluran napas atasBronkospasme saat induksi, intubasi atau ekstubasiLaryngeal spasme induksi, intubasi atau ekstubasiPenyebaran infeksi karena pneumoniaAsmaBronkospasme berat selama induksi, intubasi atau ekstubasiPlug mukosaPneumonia postoperatifPenyakit jantung iskemiIskemia berat dan disfungsi ventrikelAritmiaPerioperatif Infark myokardKomplikasi dapat terjadi pada kasus infark dini (<3 bulan) dan unstable angina HipertensiTekanan darah labil perioperatifAritmiaIskemia miokardStrokeGagal ventrikel kiriDiabetesHipoglikemia/hiperglikemiaDisfungsi autonom-aritmia, hipotensiIskemia/ infark miokard tersembunyiRefluks gastrooesophagealArtritisKesulitan membuka mulut karena laringoskopi dan intubasiKesulitan posisiUnstable cervical spine

Page 8: penilaian pasien preoperatif

Sistem saraf (antidepresan, antikonvulsan)

Beberapa pengobatan harus dihentikan penggunaannya (antikoagulan) atau

dimodifikasi dosisnya (insulin). Walaupun demikian, kebanyakan obat sebaiknya

dilanjutkan sampai waktu operasi tiba (khususnya obat-obat antihipertensi, anti

angina) dan kemudian dimulai lagi secepatnya.

5. Masalah-masalah Yang Berhubungan Dengan Anestesi

Masalah apapun yang berkaitan dengan pembiusan pasien sebelumnya harus

diketahui dari rekam medis terdahulu pasien tersebut (karena pasien seringkali tidak

memperhatikannya) dan dengan mengajukan pertanyaan langsung pada pasien.

Aspek-aspek berikut ini akan mempengaruhi manajemen perioperatif:

Beberapa masalah yang berkaitan dengan airway management, khususnya jika

pada proses pembiusan terdahulu terdapat kesulitan dalam proses laringoskopi

dan intubasi.

Respon terhadap kontrol nyeri dan beberapa efek opioid yang tak

menguntungkan.

Nausea dan vomitus post operasi serta respon terhadap terapinya.

Masa pemulihan yang terlalu lama.

Perawatan di HDU / ICU yang tidak diharapkan sebelumnya.

Terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan atau reaksi terhadap obat seperti

hipertermia maligna, apnoe karena pemberian suksinilkolin, dan reaksi

anafilaksis.

6. Alergi / Reaksi Obat

Alergi yang sebenarnya atau reaksi hipersensitivitas lebih jarang terjadi jika

dibandingkan dengan efek samping obat non-alergik yang tidak diinginkan.

Perbedaan diantara keduanya biasanya dapat diketahui dengan mengajukan

pertanyaan spesifik kepada pasien. Manifestasi klinis pada kulit (urtikaria, eritema),

bronkhospasme, kolaps kardiovaskular, dan / atau edema angioneurotik, harus

dinyatakan sebagai reaksi alergi sampai dapat dibuktikan lain. Selain agen anestesi,

alergi terhadap antibiotik, plester perekat, lateks, spray dan jenis tertentu makanan

penting untuk dicatat ; hal ini akan mempengaruhi pemilihan teknik anestesi (tabel

6.3). Alergi terhadap lateks akhir-akhir ini lebih sering terjadi (atau mungkin lebih

umum dikenali). Riwayat terjadinya reaksi alergi setelah kontak dengan produk karet

seperti kondom, kateter urin, dan sarung tangan operasi juga perlu diketahui. Terdapat

Page 9: penilaian pasien preoperatif

juga reaksi silang terhadap beberapa jenis buah seperti buah kiwi. Dermatitis kontak

setelah terpapar lateks biasa terjadi dan tidak perlu terlalu dikhawatirkan akan terjadi

reaksi anafilaksis. Banyak produk (kecuali sarung tangan bedah dan sarung tangan

biasa non steril) tidak mengandung lateks.

Tabel 6.3. Alergi dan Implikasinya pada Anestesi

Alergi Implikasi

Antibiotik Pemilihan antibiotik untuk anafilaksis

Kerang, ikan, dan makanan laut lain Reaksi silang dengan agen kontras dan

protamine iv

Kuning telur, kacang kedelai Kemungkinan terjadi reaksi silang dengan

propofol

Anestesi lokal ester Pemilihan agen

Lateks Sarung tangan, iv set, kateter, tracheal

tube, perangkat monitor, dan alat lain yang

tidak mengandung lateks

Plester perekat Penggunaan varietas yang hipoalergik

7. Riwayat Sosial / Kebiasaan

Riwayat kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, dan ketergantungan

obat penting diketahui. Pada perokok, adanya batuk produktif dapat mengindikasikan

pasien butuh terapi dan evaluasi lebih lanjut. Berhenti merokok selama > 12 jam akan

menurunkan jumlah CO-Hb darah secara signifikan dan memperbaiki transport

oksigen ke jaringan. Efek menguntungkan terhadap reaktivitas dan sekresi saluran

napas tidak akan terlihat (dalam bentuk menurunnya komplikasi paru-paru) sampai 4

minggu berhenti merokok. Intoksikasi akut terhadap alkohol akan mengurangi

kebutuhan terhadap anestesi dan dapat mencetuskan terjadinya hipotermia serta

hipoglikemia. Penghentian konsumsi alkohol dapat menyebabkan agitasi, konfusi,

hipertensi, palpitasi dan kejang. Penyalahgunaan obat stimulan merupakan

predisposisi terjadinya aritmia dan konvulsi. Penggunaan stimulan dapat

Page 10: penilaian pasien preoperatif

meningkatkan kebutuhan agen anestesi (peningkatan MAC). Penyalahgunaan opioid

meningkatkan dosis agen anestesi yang dibutuhkan selama operasi.

PEMERIKSAAN FISIK

Semua pasien sebaiknya diperiksa :

1. Kepala, Leher, dan Jalan Napas

Pemeriksaan jalan napas harus dilakukan terhadap semua pasien yang akan

menjalani proses pembiusan. Adanya deformitas yang nyata, derajat pembukaan

mulut, rentang gerak cervical spine, deviasi trakhea, lesi pada rongga mulut atau pada

leher memiliki implikasi penting (tabel 6.4). Ukuran mandibula harus dinilai dengan

mengukur jarak thyro-mental (jarak antara batas bawah mandibula ke thyroid notch

dengan leher dalam posisi ekstensi penuh). Jika jarak ini < 6.5 cm, laringoskopi

mungkin akan lebih sulit dilakukan. Tes lain yang dapat dilakukan untuk

memperkirakan sulit atau mudahnya laringoskopi dan intubasi trakhea adalah

klasifikasi Malampati (tabel 6.5). Penilaiannya dilakukan pada pasien dalam posisi

duduk tegak. Pertama pasien diperintahkan untuk membuka mulutnya selebar

mungkin, lidah dijulurkan keluar dan kemudian berkata ’aaaaahhh’. Struktur-struktur

yang terlihat pada rongga mulut dicatat. Pada Malampati kelas 3 dan 4 intubasi akan

lebih sulit dilakukan. Tetapi tes ini tidak begitu sensitif dan spesifik.

Tabel 6.4. Kondisi yang Berhubungan dengan Kesulitan Airway Management

HidungDeviasi Septum Kesulitan dalam insersi nasotracheal tube,

perdarahanPolip Sama dengan diatasMulutSkar dan kontraktur pada wajah Restriksi ketika membuka mulutMakroglosia Kesulitan dalam memvisualisasikan laring

saat laringoskopiPenonjolan gigi seri Sama seperti diatas dan cenderung

berbahayaPertumbuhan gigi yang jelek Gigi mudah tanggalMahkota gigi Proteksi dari bahayaMandibulaMandibula yang pendek atau tertarik ke belakang

Kesulitan dalam memvisualisasikan laring saat laringoskopi

Page 11: penilaian pasien preoperatif

Masalah pada sendi temporo-mandibular Kesulitan dalam membuka mulut, bisa terjadi perburukan gejala setelah manipulasi mandibula saat airway management

LeherKontraktur akibat luka bakar Kesulitan dalam memvisualisasikan laring

saat laringoskopiSkar pasca trakheostomi Butuh tracheal tube dengan diameter yang

lebih kecilLeher yang pendek dan gemuk Kesulitan dalam laringoskopiGoiter / pembengkakan leher lainnya Deviasi atau kompresi jalan napas atasSelulitis Deviasi, kompresi, atau pembengkakan

jalan napas atasRestriksi gerakan leher Kesulitan dalam laringoskopi, petensial

terjadi traumaArthritis rheumatoid Jika terdapat bukti adanya subluksasi sendi

atlanto-aksial, atau munculnya kelainan neurologis saat gerakan leher – hati-hati dalam memfiksasi kepala setelah induksi dan selama intubasi

Tabel 6.5. Klasifikasi Malampati

Kelas 1 : Dinding posterior faring, palatum mole, dan uvula terlihat jelas

Kelas 2 : Uvula tertutup sebagian oleh lidah, dinding posterior faring dan palatum mole masih terlihat

Kelas 3 : Hanya palatum mole yang terlihat, dinding posterior faring dan uvula tertutup seluruhnya oleh lidah

Kelas 4 : Hanya palatum durum yang terlihat, dinding posterior faring, uvula, dan palatum mole tertutup seluruhnya oleh lidah

2. Dada dan Prekordium

Pemeriksaan fisik jantung dan paru harus dilaksanakan sesuai dengan kondisi

klinis pasien. Seluruh lapang paru harus diauskultasi untuk membuktikan respirasinya

normal.

3. Abdomen

Dimana distensi abdomen seharusnya diperhatikan karena hal ini signifikan

dalam menggambarkan peningkatan resiko regurgitasi dan aspirasi pulmoner.

Page 12: penilaian pasien preoperatif

4. Neurologi

Catat jika status kesadaran pasien berubah. Perhatikan pula tanda-tanda

adanya masalah neurologis (misal : hemiparesis atau neuropati). Hal-hal tersebut

mungkin bermanfaat jika gejala-gejala neurologis dilaporkan ada setelah dilakukan

anestesi umum ataupun regional.

5. Punggung (Tulang belakang)

Infeksi kulit merupakan kontraindikasi untuk injeksi spinal atau epidural.

Beberapa kelainan tulang belakang juga dapat digunakan untuk memprediksi

kesulitan dalam melakukan prosedur ini dan potensial kerusakan neurologisnya

(karenanya merupakan kontraindikasi relatif).

6. Ekstremitas

Anggota gerak atas harus diperiksa untuk menentukan sisi yang tepat untuk

kanulasi venosa. Jika direncanakan akan dilakukan blok lokal, petanda-petanda

anatomis yang khas harus diperiksa dan adanya infeksi kulit harus pula dicatat karena

bisa menjadi kontraindikasi untuk blok anestesi lokal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium rutin preoperatif sekarang diminimalisasi; pemeriksaan

tersebut sudah seharusnya disesuaikan dengan keadaan masing-masing pasien. The National

Institute for Clinical Excellence telah membuat pedoman dan sebagian besar rumah sakit

memiliki versi pedoman ini sendiri-sendiri. Hal-hal berikut inilah yang harus dijadikan

sebagai pedoman.

1. Hemoglobin

Pasien yang sehat yang akan menjalani pembedahan elektif dengan perkiraan

kehilangan darah < 10% dari total volume darah tidak memerlukan penilaian

hemoglobin.

Penilaian Hemoglobin diperlukan pada :

Neonatus < 6 bulan Wanita > 50 tahun Pria > 65 tahun

Page 13: penilaian pasien preoperatif

Penyakit Sickle Cell Malignansi Kelainan hematologis Kehilangan darah preoperative Trauma Malnutrisi Penyakit sistemik lainnya dan ASA 3 atau di atasnya

2. Ureum dan Elektrolit

Tidak diindikasikan pada pasien sehat yang akan menjalani operasi elektif.

Diindikasikan pada :

Pasien > 65 tahun Penyakit Ginjal Diabetes Hipertensi Penyakit jantung iskemik/vaskuler Penyakit liver Pasien yang dalam pengobatan digoksin, diuretik, steroid, ACE inhibitor,dan agen

antiaritmia.Koreksi kelainan elektrolit yang cepat sebaliknya dapat membuat pasien yang

stabil menjadi bermasalah, seperti demielinisasi pontin sentral saat koreksi

hiponatremi, dan aritmia pada saat koreksi hipokalemia. Bila mungkin, operasi

seharusnya ditunda dan kelainan elektrolit dikoreksi secara perlahan-lahan (kurang

lebih 2-3 hari untuk hiponatremia)

3. Studi Pembekuan

Indikasi :

Gangguan perdarahan yang sudah diketahui atau koagulopati

Terapi antikoagulan

Tranfusi darah saat ini menggantikan > 20% volume darah total

Infus koloid atau substansi plasmasaat ini menggantikan > 20% volume darah

total (volume darah berkisar antara 70-80 ml/kg BB)

Memar yang diketahui sebabnya

Kehilangan darah dan atau penurunan hemoglobin yang tidak diketahui

penyebabnya

Hipersplenisme

Gangguan liver

Gagal Ginjal

Page 14: penilaian pasien preoperatif

4. Elektrokardiogram (EKG)

Indikasi :

Pria > 40

Wanita > 50

Penyakit kardiovaskuler

Penyakit ginjal

Diabetes

Ketidakseimbangan Elektrolit

Aritmia

Pasien yang diterapi dengan antihipertensi, antiaritmia, dan antiangina.

Perubahan pada EKG terkini ( dalam waktu 3 bulan) harus dianggap signifikan

dan perlu pemeriksaan lebih lanjut.

5. Foto Rontgen Thoraks

Indikasi :

Penyakit dada

Penyakit kardiovaskuler yang membatasi aktivitas

Perokok lama dengan gejala penyakit dada

Penyakit keganasan

Pada sebagian besar kondisi tersebut (dalam waktu kurang dari 3 bulan) foto

rontgen thoraks cukup memuaskan kecuali jika ada perubahan gejala.

6. Pemeriksaan Lain

Pemeriksaan lain mungkin diperlukan untuk penilaian lengkap terhadap suatu

penyakit yang berbahaya, efektivitas suatu pengobatan, dan apakah pasien dalam

kondisi medis optimum serta resiko-resiko lain yang ada pada pasien.

Pemeriksaannya dapat meliputi : Test Fungsi Paru

Analisa Gas Darah (penyakit paru dengan toleransi aktivitas yang terbatas)

Echocardiografi (penyakit jantung dengan indikasi fungsi terbatas)

EKG (penyakit arteri koroner dengan angina)

Enzim-enzim hepar (pada alkoholisme, penyakit liver)

Gula Darah (Diabetes)

Fungsi endokrin (hipo/hipertiroidisme)

Page 15: penilaian pasien preoperatif

Beberapa pemeriksaan juga diperlukan sebagai dasar untuk membandingkan

preoperative dengan intra dan post operatif (misal Analisa Gas Darah).

MENILAI RESIKO ANESTESI

Penilaian terhadap resiko penting untuk:

Data kompleksitas kondisi medis

memperoleh persetujuan tindakan (informed consent)

Menyusun tahap tindakan yang sesuai

Menyiapkan keperluan selama operasi (monitor ketat, perawatan HDU/ICU)

Kompleksitas kondisi klinis seluruhnya dapat dinilai dengan klasifikasi status fisik

ASA (tabel 6. 6). ASA kelas 4 atau lebih dan kebanyakan ASA kelas 3 tidak memenuhi

syarat untuk pembedahan lama (satu hari) dan sering memerlukan monitor ekstra ketat

termasuk setelah operasi. Kelas 1 dan 5 akan dijelaskan tersendiri. Perbedaan antara kelas 2

dan 3 serta kelas 3 dan 4 tidak begitu tegas. Berikut contoh kelas 2, 3 dan 4 :

Kelas 2 : hipertensi terkontrol tanpa komplikasi

Kelas 3 : penyakit arteri koroner dengan angina

Kelas 4 : infark miokard dengan gagal jantung

Pada laporan kematian tahun 1999 NCEPOD melaporkan bahwa 84 % pasien dengan

ASA kelas > 3. Berbagai sistem skoring lain telah digambarkan untuk menilai resiko pasien

dengan penyakit jantung, pernapasan atau sistemik dan hal ini dibahas pada bagian lain

buku ini.

INFORMASI PADA PASIEN DAN PERSETUJUAN

Pasien mungkin takut, cemas atau khawatir terhadap tindakan bedah dan pembiusan

sehingga informasi dan keterangan yang diberikan jangan tentang pembedahannya (seperti

prognosis bedah, luka operasi, bekas luka, cacat, keterbatasan pola hidup). Anestesi

berhubungan dengan kecemasan meliputi kematian, kesadaran, nyeri selama operasi, nyeri

setelah operasi, kehilangan kontrol, mual muntah. Cobalah periksa kecemasan ini dan

tenangkan pasien :

Berikan penjelasan dengan sabar

Realistis tentang resikonya tapi dengan cara yang bijak. Pasien mempunyai hak untuk

tahu resiko utama (dengan angka kejadian lebih dari 1 %, pada tabel 6.7) dan resiko

signifikan yang menyebabkan luka permanen

Page 16: penilaian pasien preoperatif

Terangkan apa yang akan dilakukan untuk mengurangi dan menghindari resiko

Gambarkan apa yang seharusnya diharapkan pasien (pemasangan kanul dan monitor)

sebelum induksi anestesi dan saat pemulihan

Diskusikan pilihan cara anestesi (GA atau regional) dengan pasien

Diskusikan alternatif cara jika rencana awal tak bekerja (misal GA jika RA gagal)

Semua diskusi ini dilakukan sesederhana mungkin dengan bahasa pasien. Jumlah

informasi yang diberikan tergantung pada keingintahuan pasien dan pengetahuan yang

dimiliki sebelumnya.

Tabel 6. 6 Klasifikasi ASAKelas 1 Pasien sehatKelas 2 Penyakit sistemik ringanKelas 3 Penyakit sistemik berat dengan keterbatasan aktivitasKelas 4 Penyakit sistemik berat tak mampu beraktivitas dan mengancam nyawaKelas 5 Hampir mati, tak dapat diharapkan hidup dalam 24 jam dengan atau

tanpa operasiJika prosedur dilakukan sebagai tindakan emergensi maka tanda ”e” ditambahkan pada kelas ASA

Tabel 6.7 Komplikasi yang sering terjadiRegional anestesi

sakit kepala (blok subarchnoid)perdarahan lokalcedera sarafefek partial

General anestesitenggorokan kering / lukasuara serakcedera gigimual muntah setelah operasi

komplikasi lain sesuai penyakit sebelumnya

Kanulasi pembuluh darahtidak nyamanhematomathrombosisnyeriinfeksi

PERSIAPAN PREOPERASI PADA PASIEN

Pada operasi elektif, umumnya :

Page 17: penilaian pasien preoperatif

Pada orang dewasa, puasa makan makanan padat 6 jam sebelum operasi. Mereka

boleh sarapan makanan ringan jika operasi dijadwalkan siang

Anak dan balita puasa boleh makan atau minum susu 6 jam sebelum operasi

Semua pasien tidak boleh minum sejak 2 jam sebelum operasi

Bayi diperbolehkan menyusui ASI atau formula sampai 4 jam sebelum operasi

Alasan puasa sebelum operasi yaitu untuk meminimalkan isi perut dan adanya resiko

yang berhubungan dengan regurgitasi dan aspirasi paru setelah induksi anestesi. Meskipun

puasa cukup, beberapa pasien masih beresiko muntah dan mengalami aspirasi paru, pasien

ini mempunyai kemampuan pengosongan lambung yang lambat atau penurunan tonus

sfingter esofagus yang lemah (tabel 6.8 dan 6.9). Profilaksis antasid sebaiknya diresepkan

dan intubasi trakea harus dilakukan dengan metode yang cepat. Pasien ini tidak cocok untuk

pemasangan laryngeal mask airway. Pasien yang memerlukan pembedahan emergensi

dianggap mempunyai perut yang terisi penuh bahkan meskipun saat ini kelaparan. Pasien

dengan abdomen akut jelas akan mengalami gastric stasis. Namun stasis dapat juga terjadi

akibat cemas, nyeri dan analgesik opioid.

PREMEDIKASI

Hal ini jarang digunakan pada orang dewasa kecuali jika ada indikasi spesifik.

Premedikasi mungkin diperlukan :

Untuk mengurangi kecemasan pasien yang berlebihan

Mengurangi nyeri saat bergerak (bila perlu), positioning dan prosedur (kanulasi,

analgesik regional) sebelum induksi anestesi

Indikasi spesifik seperti antasid profilaksis, glyceryl trinitrate patch

TABEL 6.8 Faktor yang berhubungan dengan penurunan tonus sfingter esofagus bawah- Kegemukan- Kehamilan (setelah trimester pertama)- Hiatus hernia- Penyakit reflek gastroesofagal- Distensi abdomen- Obat-obatan : atropin, glikopirolat, opioid, anestesi volatil

TABEL 6.9 Faktor yang menurunkan tingkat pengosongan lambungFisiologis- asam

Page 18: penilaian pasien preoperatif

- makanan tinggi protein- kehamilanPatofisiologi- kecemasan - trauma- pembedahan- syok- nyeri- diabetesObat-obatan- opioid- antikolinergik- antidepresan trisiklik

Anak-anak sering diberikan premedikasi sedatif dan krim anestesi lokal topikal yang

diaplikasikan ke kulit pada sisi kanulasi vena.

Benzodiazepin, opioid dan antikolinergik adalah ansiolitik tradisional.

Benzodiazepin

Temazepam 10-20 mg diberikan per oral 1-2 jam sebelum sedasi prosedur

pembedahan dan amnesia tanpa perpanjangan sedasi setelah operasi. Diazepam 5-10 mg

diberikan per oral 1-2 jam sebelum sedasi prosedur pembedahan, tapi hal ini dapat

diperpanjang setelah pembedahan. Dalam ruang anestesi, midazolam intravena 1-3 mg

menimbulkan amnesia dan sedasi.

Opioid

Indikasi utama untuk opioids adalah menghilangkan nyeri pre-operasi (fraktur, akut

abdomen). Morfin 5-10 mg intramuskuler 60-90 menit sebelum pembedahan adalah cukup.

Opioid sering dikombinasikan dengan antiemetik (sebagai contoh siklizin 50 mg).

Antikolinergik

Indikasi utama adalah mengurangi sekresi oral pada orang dewasa dan untuk

mencegah bradikardi selama induksi pada anak-anak. Glikopirolat dapat digunakan pada

dosis 0,2-0,4 mg intravena untuk dewasa dan 10-20 µg/kgBB untuk anak-anak.

Profilaksis untuk pneumonitis aspirasi

Dalam induksi anestesi reflek batuk hilang dan regurgitasi dari perut dapat diaspirasi

ke trakhea. Beratnya pneumonitis aspirasi yang ditimbulkan tergantung keasaman (pH) dari

isi perut dan volumenya. Pasien yang khuususnya beresiko meliputi wanita hamil, hiatus

hernia, refluks gastroesofagal, gangguan jalan napas, ileus dan obesitas (lihat juga tabel 6.8

Page 19: penilaian pasien preoperatif

dan 6.9). Obat-obatan dapat digunakan untuk meminimalisasi sekret gaster dan volume isi

gaster.

Antagonis Histamin (H2) dan inhibitor pompa proton

Ranitidin 150-300 mg per oral atau 50-100 mg iv/im mengurangi keasaman dan

volume isi gaster. Inhibitor pompa proton seperti omeprazole dapat digunakan sebagai

alternatif.

Antasid

Antasid yang non partikulat seperti sodium sitrate 30-60 mg dapat diberikan segera

sebelum induksi anestesi.

Prokinetik

Metoclopramide, suatu antagonis dopamin, dapat digunakan untuk meningkatkan

pengosongan lambung dan meningkatkan tonus sphingter esofagal bawah secara

bersamaan. Ada sedikit bukti bahwa beberapa agen ini secara signifikan menurunkan resiko

regurgitasi.