Pengisi Terhadap Mutu Nugget -...

100
Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017 “PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 291 serta pada kadar protein dan kadar karbohidrat. 2. Konsentrasi tapioka berpengaruh terhadap tekstur dan aroma pada nugget terubuk serta pada kadar protein dan kadar karbohidrat. 3. Interaksi antara konsentrasi tempe dan konsentrasi tapioka berpengaruh terhadap tekstur pada nugget terubuk serta pada kadar karbohidrat. Saran Berdasarkan hasil evaluasi terhadap penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat diberikan, antara lain: 1. Perlu dilakukan penurunan kadar kalsium. 2. Perlu dilakukan penambahan bahan lain dengan kandungan protein yang cukup tinggi untuk meningkatkan kandungan protein pada nugget nabati tetapi tidak memiliki kandungan kalsium yang terlalu tinggi. 3. Perlu dilakukan perubahan pada penggunaan bahan pengikat berbahan dasar hewani menjadi berbahan dasar nabati agar menjadi produk nugget berbasis nabati. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap fortifikasi gizi lain pada nugget nabati. 5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketahanan dan umur simpan pada nugget nabati. DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, Y. (2007). Aneka Nugget Sehat Nan Lezat. Agro Media, Jakarta. Rika. (2008). Mengenal Tempe Bergizi Tinggi. http://www.waspada.co.id/ index2.php?option=com_content&do_pd f=1&id=14839. Diakses : 4 Maret 2016 Syarifah Rohaya, Nida El Husna dan Khairul Bariah. (2013). Penggunaan Bahan Pengisi Terhadap Mutu Nugget Vegetarian Berbahan Dasar Tahu dan Tempe. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Vol. (5) No.1, 2013. Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Fardhela Putri, Yuliani Safareka, Noviani Dwi Rahayu dan Leni Saraswari. (2015). Pengoptimalan Sayur Brokoli Menjadi Olahan Nugget Sekaligus Sebagai Obat Herbal Bagi Penderita Penyakit Diabetes Melitus. Usulan Program Kreativitas Mahasiswa. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Sudarmadji,S, Haryono B., dan Suhardi (1997). Prosedur untuk Uji Analisis Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta Novita (2012), Pengaruh Proporsi Gluten dan Jamur Tiram Putih terhadap Mutu Organoleptik Bakso Nabati. Jurnal. Volume 3. No.1 tahun 2012 hal 111-119. Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Hamdani. (2003). Nugget Ikan Gurami. http://repository.wima.ac.id/734/1/ Bab%201.pdf. Diakses : 29 Maret 2016. Suyatno. (2010). DKBM-Indonesia. http://suyatno.blog.undip.ac.id/files/2010 / 04/ DKBM-Indonesia.pdf. Diakses : 29 Maret 2016. Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Transcript of Pengisi Terhadap Mutu Nugget -...

Page 1: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 291

serta pada kadar protein dan kadar karbohidrat.

2. Konsentrasi tapioka berpengaruh terhadap tekstur dan aroma pada nugget terubuk serta pada kadar protein dan kadar karbohidrat.

3. Interaksi antara konsentrasi tempe dan konsentrasi tapioka berpengaruh terhadap tekstur pada nugget terubuk serta pada kadar karbohidrat.

Saran Berdasarkan hasil evaluasi terhadap penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat diberikan, antara lain: 1. Perlu dilakukan penurunan kadar

kalsium. 2. Perlu dilakukan penambahan bahan lain

dengan kandungan protein yang cukup tinggi untuk meningkatkan kandungan protein pada nugget nabati tetapi tidak memiliki kandungan kalsium yang terlalu tinggi.

3. Perlu dilakukan perubahan pada penggunaan bahan pengikat berbahan dasar hewani menjadi berbahan dasar nabati agar menjadi produk nugget berbasis nabati. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

terhadap fortifikasi gizi lain pada nugget nabati.

5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketahanan dan umur simpan pada nugget nabati.

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Y. (2007). Aneka Nugget Sehat

Nan Lezat. Agro Media, Jakarta. Rika. (2008). Mengenal Tempe Bergizi

Tinggi. http://www.waspada.co.id/ index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=14839. Diakses : 4 Maret 2016

Syarifah Rohaya, Nida El Husna dan Khairul Bariah. (2013). Penggunaan Bahan

Pengisi Terhadap Mutu Nugget Vegetarian Berbahan Dasar Tahu dan Tempe. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Vol. (5) No.1, 2013. Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

Fardhela Putri, Yuliani Safareka, Noviani Dwi Rahayu dan Leni Saraswari. (2015). Pengoptimalan Sayur Brokoli Menjadi Olahan Nugget Sekaligus Sebagai Obat Herbal Bagi Penderita Penyakit Diabetes Melitus. Usulan Program Kreativitas Mahasiswa. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Sudarmadji,S, Haryono B., dan Suhardi (1997). Prosedur untuk Uji Analisis Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta

Novita (2012), Pengaruh Proporsi Gluten dan Jamur Tiram Putih terhadap Mutu Organoleptik Bakso Nabati. Jurnal. Volume 3. No.1 tahun 2012 hal 111-119. Universitas Negeri Surabaya, Surabaya.

Hamdani. (2003). Nugget Ikan Gurami. http://repository.wima.ac.id/734/1/ Bab%201.pdf. Diakses : 29 Maret 2016.

Suyatno. (2010). DKBM-Indonesia. http://suyatno.blog.undip.ac.id/files/2010/ 04/ DKBM-Indonesia.pdf. Diakses : 29 Maret 2016.

Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Page 2: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”292

KAJIAN PEMATANGAN BUAH MANGGA GEDONG (Mangifera indica, L) PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN CaCl2

A STUDY ON THE RIPENING OF MANGO GEDONG (Mangifera indica, L), THE IMPACT OF THE CONCENTRATION AND SOAKING TIME IN CaCl2

Ina Siti Nurminabari*, Tantan Widiantara, Faldi Adzikri

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik,Universitas Pasundan *Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

This research examines the impact of the concentration of CaCl2 and soaking time on the ripening of mango gedong (Mangifera indica, L.). A preliminary research has analyzed the vitamin C content and weight loss of the mango fruit prior to the treatment. The main research uses different concentrations of CaCl2 (2, 4, 6 %) and soaking time (60, 80, 100 minutes). Chemical analysis shows that the soaking time affects vitamin C content, while the concentration of CaCl2 has no impact. Organoleptic tests show that the concentration of CaCl2 and the soaking time have a significant samples impact on the aroma, color, and texture of the samples. The most preferred samples of panelists is the one immersed in a 6% CaCl2 solution for a lenght of 80 minutes.

Keywords: concentration CaCl2, mango gedong, soaking time CaCl2

ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman terhadap pematangan buah mangga gedong (Mangifera indica, L.). Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah analisis kandungan vitamin C dan susut bobot pada buah mangga gedong sebelum dilakukan perlakuan. Penelitian utama adalah konsentrasi CaCl2 (2, 4, 6%) dan lama perendaman (60, 80, 100 menit). Berdasarkan analisis kimia menunjukkan bahwa faktor lama perendaman berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C, sedangkan konsentrasi CaCl2 tidak berpengaruh. Berdasarkan uji organoleptik menunjukkan bahwa konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap aroma, warna, dan tekstur. Sampel yang paling disukai panelis adalah sampel dengan konsentrasi CaCl2 6% dan lama perendaman 80 menit. Kata Kunci : konsentrasi CaCl2, mangga gedong, perendaman CaCl2

PENDAHULUAN

Mangga (Mangifera indica L.) merupakan buah tropis yang popular, selain karena rasanya yang lezat jika dikonsumsi segar dan dalam bentuk olahan, juga karena

kaya nutrisi. Mangga mengandung air, protein, gula, lemak, kalsium, fosfor, serat, dan besi. Salah satu mangga yang banyak digemari adalah jenis gedong gincu karena rasanya yang manis, daging buah tebal, aroma yang kuat, kandungan airnya banyak, ukuran

Page 3: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 293

KAJIAN PEMATANGAN BUAH MANGGA GEDONG (Mangifera indica, L) PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN CaCl2

A STUDY ON THE RIPENING OF MANGO GEDONG (Mangifera indica, L), THE IMPACT OF THE CONCENTRATION AND SOAKING TIME IN CaCl2

Ina Siti Nurminabari*, Tantan Widiantara, Faldi Adzikri

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik,Universitas Pasundan *Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

This research examines the impact of the concentration of CaCl2 and soaking time on the ripening of mango gedong (Mangifera indica, L.). A preliminary research has analyzed the vitamin C content and weight loss of the mango fruit prior to the treatment. The main research uses different concentrations of CaCl2 (2, 4, 6 %) and soaking time (60, 80, 100 minutes). Chemical analysis shows that the soaking time affects vitamin C content, while the concentration of CaCl2 has no impact. Organoleptic tests show that the concentration of CaCl2 and the soaking time have a significant samples impact on the aroma, color, and texture of the samples. The most preferred samples of panelists is the one immersed in a 6% CaCl2 solution for a lenght of 80 minutes.

Keywords: concentration CaCl2, mango gedong, soaking time CaCl2

ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman terhadap pematangan buah mangga gedong (Mangifera indica, L.). Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah analisis kandungan vitamin C dan susut bobot pada buah mangga gedong sebelum dilakukan perlakuan. Penelitian utama adalah konsentrasi CaCl2 (2, 4, 6%) dan lama perendaman (60, 80, 100 menit). Berdasarkan analisis kimia menunjukkan bahwa faktor lama perendaman berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C, sedangkan konsentrasi CaCl2 tidak berpengaruh. Berdasarkan uji organoleptik menunjukkan bahwa konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap aroma, warna, dan tekstur. Sampel yang paling disukai panelis adalah sampel dengan konsentrasi CaCl2 6% dan lama perendaman 80 menit. Kata Kunci : konsentrasi CaCl2, mangga gedong, perendaman CaCl2

PENDAHULUAN

Mangga (Mangifera indica L.) merupakan buah tropis yang popular, selain karena rasanya yang lezat jika dikonsumsi segar dan dalam bentuk olahan, juga karena

kaya nutrisi. Mangga mengandung air, protein, gula, lemak, kalsium, fosfor, serat, dan besi. Salah satu mangga yang banyak digemari adalah jenis gedong gincu karena rasanya yang manis, daging buah tebal, aroma yang kuat, kandungan airnya banyak, ukuran

tidak terlalu besar, serta memiliki warna yang eksotis (Rizkia, 2004).

Mangga merupakan buah musiman, daging buahnya yang berwarna kuning orange banyak mengandung vitamin A yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan vitamin A dalam mangga sekitar 765 IU. Selain vitamin A, mangga juga mengandung vitamin C antara 6-30 mg/100g.

Mulai 2003, mangga sebagai target eksport. Salah satu varietas anjuran komersial komoditas mangga adalah gedong gincu (Direktorat Budidaya Tanaman Buah 2006). Sentra penghasil mangga gedong gincu terbesar di Jawa Barat adalah Kabupaten Cirebon, Indramayu, dan Majalengka (Ditlinhorti, 2006). Namun perkembangan eksport sangat lambat karena masih kalah bersaing dalam hal mutu dengan negara lain yang menerapkan standart mutu tinggi. Eksport mangga segar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada 1999, eksport mangga segar mencapai 564 ton, dan pada 2008 meningkat menjadi 1.908 ton. Pasar utama mangga segar Indonesia adalah Timur Tengah, Hongkong, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam (Ditjen PPHP, 2009).

Masalah yang dihadapi dalam perdagangan internasional adalah daya simpan dan tingkat kematangan yang tidak seragam. Umumnya, pedagang dan pemasok membeli mangga dari petani saat buah tersebut cukup tua tapi belum matang dengan harapan dapat sampai ke tangan konsumen dalam kondisi segar, kualitas kematangan seragam dan siap dikonsumsi. Kenyataannya, masalah ketidakseragaman kematangan buah sering terjadi karena kurangnya kendali proses pascapanen (Rizkia, 2004). Setelah dipanen mangga tetap melakukan kegiatan metaboliknya seperti respirasi. Respirasi merupakan kegiatan metabolik oksidatif dalam fisiologi pascapanen. Menurut Pantastico (1993), sebagian besar perubahan fisikokimia buah

pascapanen berhubungan dengan respirasi seperti proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, pelunakan daging buah dan penurunan nilai mutu. Sebagai buah klimaterik, kenaikan pola respirasi buah mangga dapat digunakan sebagai acuan untuk waktu simpan dan pematangan. Seperti halnya buah-buahan yang lainnya, buah mangga mempunyai daya simpan yang singkat, penanganan pasca panen yang kurang hati-hati akan memperbesar jumlah kerusakan. Selain kerusakan mekanis dan mikrobiologis, kehilangan susut bobot selama dalam penanganan mulai dari panen sampai ke pemasaran cukup besar.

Upaya untuk memperlambat kerusakan mangga adalah dengan perendaman kalsium klorida (CaCl2). Perendaman merupakan salah satu upaya untuk menghambat kematangan. Perendaman menggunakan CaCl2 telah dilaporkan dapat memperpanjang umur simpan buah (Scott, 1984). Perendaman dalam larutan CaCl2 dapat menghambat terjadinya kelunakan pada daging buah mangga secara nyata (Sari, dkk. 2004). Selain itu juga, pengemasan merupakan suatu usaha menempatkan komoditi segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya tetap atau hanya mengalami sedikit penurunan pada saat diterima oleh konsumen akhir dengan nilai pasar yang lebih tinggi (Broto. 2003).

Pengemasan harus menggunakan wadah yang efisien dan tidak menurunkan mutu. Bahan pengemas dapat bermacam-macam mulai dari karung goni, keranjang bambu, kotak kayu, plastik, kardus, karton, styrofoam, dan lain-lain (Kanara, 2009). Beberapa sifat kemasan yang diinginkan selama distribusi buah adalah yang sesuai dengan sifat buah yang akan dikemas, mempunyai kekuatan yang cukup untuk bertahan dari resiko kerusakan selama pengangkutan dan penyimpanan.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan kemasan yaitu jenis, sifat, tekstur, dan

Page 4: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”294

dimensi bahan kemasan, bentuk, ukuran, dan pola susunan produk dalam kemasan (Broto, 2003). Proses perendaman dalam CaCl2 yang tepat dapat memperlambat proses pematangan buah, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman yang tepat terhadap penurunan kualitas mangga gedong

BAHAN DAN METODE Bahan dan alat

Buah mangga gedong berasal dari Kabupaten Majalengka Jawa Barat dengan tingkat kematangan 70% atau berumur 50-70 hari setelah tanam. Bahan kimia yaitu CaCl2, toluene, dan aquadest. Bahan lainnya yakni net foam dan corrugated cardboard.

Alat-alat yang digunaka yaitu colorimeter, penetrometer, buret, destilator, labu didih, labu takar, gelas kimia, labu ukur, pipet ukur, dan pipet tetes.

Metode

Penelitian meliputi penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan adalah analisis kandungan vitamin C dan susut bobot. Penelitian utama adalah perendaman mangga gedong dalam larutan CaCl2 konsentrasi 2%, 4%, dan 6% dan lama perendaman 60 menit, 80 menit, dan 100 menit. Kemudian mangga dilap dan dibungkus dengan net foam, dan dimasukkan ke dalam corrugated cardboard.

Analisis dilakukan terhadap respon kimia (kadar air dan kadar vitamin C), respon fisik (kekerasan dan kecerahan), serta respon organopeltik (aroma dan tekstur). Pengukuran kadar air dengan metode destilasi (AOAC, 1995), analisis vitamin C dengan Iodimetri (AOAC, 1995), kekerasan dengan Penetrometer, dan kecerahan warna dengan Colorimeter. Analisis organoleptik dengan atribut aroma dan tekstur menggunakan uji hedonik dengan 30 orang panelis (Soekarto, 1985), dengan skala 1 sangat tidak suka sampai dengan 6 sangat suka. Data

hasil analisis diuji statistik menggunakan metode eksperimental Rancangan Acak Kelompok. Sampel yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan adalah untuk

mengetahui kadar vitamin C dan kadar air mangga gedong awal sebelum dilakukan perlakuan perendaman CaCl2. Hasil yang didapat pada vitamin C sebesar 46,73 mg/100g dan kadar air sebesar 60,25%. Penelitian Utama Hasil Analisis Kimia Kadar Air

Analisis kadar air dilakukan pada hari ke-12 setelah penyimpanan. Hasil analisis statistik pada hari ke-12 menunjukkan bahwa konsentrasi CaCl2 (A) dan lama perendaman (B) berpengaruh terhadap kadar air mangga gedong dan ada interaksi diantara keduanya.

Kadar air mangga secara umum mengalami penurunan selama 12 hari penyimpanan. Penyimpangan terjadi pada lama perendaman 100 menit. Kehilangan air merupakan penyebab utama dari kerusakan selama penyimpanan. Kehilangan air dalam jumlah sedikit dapat ditolerir, namun demikian bila kehilangan air dalam relatif tinggi dapat menyebabkan komoditas layu atau keriput, sehingga perlu dicegah. Kehilangan sebagian air akibat proses respirasi. Pada penelitian ini kehilangan air dapat dicegah dengan perendaman dalam CaCl2, terlihat pada tabel 1 konsentrasi CaCl2 dapat mempertahankan kadar air meskipun sedikit. Begitu pun dengan lama perendaman dapat mempertahankan kadar air. Hal ini dikarenakan bahwa konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman bisa mempertahankan kesegaran karena proses laju respirasi terhambat dan sebaliknya jika tidak direndam CaCl2 maka kadar air yang terkandung pada mangga akan semakin naik sehingga kesegaran ikut menurun.

Page 5: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 295

dimensi bahan kemasan, bentuk, ukuran, dan pola susunan produk dalam kemasan (Broto, 2003). Proses perendaman dalam CaCl2 yang tepat dapat memperlambat proses pematangan buah, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman yang tepat terhadap penurunan kualitas mangga gedong

BAHAN DAN METODE Bahan dan alat

Buah mangga gedong berasal dari Kabupaten Majalengka Jawa Barat dengan tingkat kematangan 70% atau berumur 50-70 hari setelah tanam. Bahan kimia yaitu CaCl2, toluene, dan aquadest. Bahan lainnya yakni net foam dan corrugated cardboard.

Alat-alat yang digunaka yaitu colorimeter, penetrometer, buret, destilator, labu didih, labu takar, gelas kimia, labu ukur, pipet ukur, dan pipet tetes.

Metode

Penelitian meliputi penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan adalah analisis kandungan vitamin C dan susut bobot. Penelitian utama adalah perendaman mangga gedong dalam larutan CaCl2 konsentrasi 2%, 4%, dan 6% dan lama perendaman 60 menit, 80 menit, dan 100 menit. Kemudian mangga dilap dan dibungkus dengan net foam, dan dimasukkan ke dalam corrugated cardboard.

Analisis dilakukan terhadap respon kimia (kadar air dan kadar vitamin C), respon fisik (kekerasan dan kecerahan), serta respon organopeltik (aroma dan tekstur). Pengukuran kadar air dengan metode destilasi (AOAC, 1995), analisis vitamin C dengan Iodimetri (AOAC, 1995), kekerasan dengan Penetrometer, dan kecerahan warna dengan Colorimeter. Analisis organoleptik dengan atribut aroma dan tekstur menggunakan uji hedonik dengan 30 orang panelis (Soekarto, 1985), dengan skala 1 sangat tidak suka sampai dengan 6 sangat suka. Data

hasil analisis diuji statistik menggunakan metode eksperimental Rancangan Acak Kelompok. Sampel yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan adalah untuk

mengetahui kadar vitamin C dan kadar air mangga gedong awal sebelum dilakukan perlakuan perendaman CaCl2. Hasil yang didapat pada vitamin C sebesar 46,73 mg/100g dan kadar air sebesar 60,25%. Penelitian Utama Hasil Analisis Kimia Kadar Air

Analisis kadar air dilakukan pada hari ke-12 setelah penyimpanan. Hasil analisis statistik pada hari ke-12 menunjukkan bahwa konsentrasi CaCl2 (A) dan lama perendaman (B) berpengaruh terhadap kadar air mangga gedong dan ada interaksi diantara keduanya.

Kadar air mangga secara umum mengalami penurunan selama 12 hari penyimpanan. Penyimpangan terjadi pada lama perendaman 100 menit. Kehilangan air merupakan penyebab utama dari kerusakan selama penyimpanan. Kehilangan air dalam jumlah sedikit dapat ditolerir, namun demikian bila kehilangan air dalam relatif tinggi dapat menyebabkan komoditas layu atau keriput, sehingga perlu dicegah. Kehilangan sebagian air akibat proses respirasi. Pada penelitian ini kehilangan air dapat dicegah dengan perendaman dalam CaCl2, terlihat pada tabel 1 konsentrasi CaCl2 dapat mempertahankan kadar air meskipun sedikit. Begitu pun dengan lama perendaman dapat mempertahankan kadar air. Hal ini dikarenakan bahwa konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman bisa mempertahankan kesegaran karena proses laju respirasi terhambat dan sebaliknya jika tidak direndam CaCl2 maka kadar air yang terkandung pada mangga akan semakin naik sehingga kesegaran ikut menurun.

Tabel 1. Pengaruh Konsentrasi CaCl2 dan Lama Perendaman terhadap Kadar Air Mangga Gedong

Konsentrasi CaCl2 Lama perendaman

b1 b2 b3

a1 A 60,00

c

A 59,62

a

B 54,32

b

a2 A 59,14

a

A 58,27

a

C 57,42

a

a3 A 58,77

c

A 57,04

b

A 48,21

a

Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama dibaca secara horizontal dan huruf

kapital yang sama dibaca dibaca secara vertikal, tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan.

Kadar Vitamin C

Hasil Analisis Variansi (ANAVA) baik konsentrasi dan lama perendaman memberikan pengaruh nyata terhadap kadar vitamin C. Secara umum kadar vitamin C mangga selama penyimpanan mengalami

penurunan (tabel 2). Kandungan vitamin C tinggi pada saat buah tua menjadi matang dan akan menurun pada saat buah terlampau matang, sehingga kandungan vitamin C dapat menjadi indikator pematangan buah.

Tabel 2. Pengaruh Perbandingan Konsentrasi CaCl2 dan Lama Perendaman terhadap

Kadar vitamin C Mangga Gedong

Konsentrasi CaCl2

Lama Perendaman

b1 b2 b3

a1

C C B

36,05 46,56 42,71

a b b

a2

A B A

23,24 31,69 28,32

a b b

a3

B A A

29,39 24,03 29,27

a a a

Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama dibaca secara horizontal dan huruf kapital yang sama dibaca dibaca secara vertikal, tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan.

Page 6: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”296

Hasil analisis vitamin C pada hari ke-12 diketahui bahwa nilai rata-rata paling besar diberikan oleh perlakuan a1b2 sebesar 46,56 mg/100g dan terendah pada perlakuan a2b1 sebesar 23,24 mg/100g. Menurut Winarno (1997), vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak. Selain larut dalam air, vitamin C mudah hilang dalam proses oksidasi yang bisa dipercepat oleh panas atau sinar matahari, enzim serta oleh katalis seperti tembaga dan besi sehingga semakin rusak. Seiring dengan penurunan kadar air maka vitamin C juga menurun. Hal ini diakibatkan karena terjadi reaksi enzimatis semakin cepat sehingga asam askorbat digunakan sebagai sumber energi dan aktivitas metabolisme buah dan sayur. Hasil Analisis Fisik Analisis Kecerahan Warna

Pengukuran warna (nilai L) dengan alat Colorimeter dilakukan pada hari ke-4, 8, dan 12 penyimpanan. Nilai L menyatakan parameter kecerahan warna, dimana semakin tinggi nilai L menunjukkan warna semakin cerah. Hasil penelitian diperoleh rerata tingkat kecerahan mangga gedong 56,39-67,33.Nilai kecerahan disebabkan oleh perubahan warna

menjadi sedikit menguning. diindikasikan dengan peningkatan nilai L. Analisis Warna (Nilai a)

Nilai a merupakan analisis warna untuk menunjukkan warna kromatik merah sampai hijau yang ditunjukkan oleh nilai a (a: 0 sampai +80 untuk warna merah, a: 0 sampai -80 untuk warna hijau). Analisis warna dilakukan pada hari ke-4, 8, dan 12 penyimpanan. Hasil penelitian pada hari ke-12 diperoleh rerata tingkat kemerahan (a*) pada mangga gedong sebesar 1,80-12,29. Analisis warna (Nilai b)

Nilai b (positif) menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Hasil penelitian pada hari ke-12 diperoleh rerata tingkat kekuningan (b*) pada mangga gedong sebesar 34,57-46,23.

Hal ini dikarenakan pada hari ke-12 umur mangga gedong semakin tua. Hasil pengukuran kecerahan warna dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Konsentrasi CaCl2 dan Lama Perendaman terhadap Kecerahan

Mangga Gedong

Kode Sampel Pengamatan Nilai L* Nilai a* Nilai b*

a1b1

hari ke-4 63.65 1.80 32.60

hari ke-8 62.20 10.79 38.07

hari ke-12 63,21 22,15 41,17

a1b2

hari ke-4 67.23 4.12 36.86

hari ke-8 67.30 14.35 41.93

hari ke-12 67.33 20.35 46.23

a1b3 hari ke-4 63.97 1.35 33.39

hari ke-8 63.30 12.87 37.75

Page 7: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 297

Hasil analisis vitamin C pada hari ke-12 diketahui bahwa nilai rata-rata paling besar diberikan oleh perlakuan a1b2 sebesar 46,56 mg/100g dan terendah pada perlakuan a2b1 sebesar 23,24 mg/100g. Menurut Winarno (1997), vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak. Selain larut dalam air, vitamin C mudah hilang dalam proses oksidasi yang bisa dipercepat oleh panas atau sinar matahari, enzim serta oleh katalis seperti tembaga dan besi sehingga semakin rusak. Seiring dengan penurunan kadar air maka vitamin C juga menurun. Hal ini diakibatkan karena terjadi reaksi enzimatis semakin cepat sehingga asam askorbat digunakan sebagai sumber energi dan aktivitas metabolisme buah dan sayur. Hasil Analisis Fisik Analisis Kecerahan Warna

Pengukuran warna (nilai L) dengan alat Colorimeter dilakukan pada hari ke-4, 8, dan 12 penyimpanan. Nilai L menyatakan parameter kecerahan warna, dimana semakin tinggi nilai L menunjukkan warna semakin cerah. Hasil penelitian diperoleh rerata tingkat kecerahan mangga gedong 56,39-67,33.Nilai kecerahan disebabkan oleh perubahan warna

menjadi sedikit menguning. diindikasikan dengan peningkatan nilai L. Analisis Warna (Nilai a)

Nilai a merupakan analisis warna untuk menunjukkan warna kromatik merah sampai hijau yang ditunjukkan oleh nilai a (a: 0 sampai +80 untuk warna merah, a: 0 sampai -80 untuk warna hijau). Analisis warna dilakukan pada hari ke-4, 8, dan 12 penyimpanan. Hasil penelitian pada hari ke-12 diperoleh rerata tingkat kemerahan (a*) pada mangga gedong sebesar 1,80-12,29. Analisis warna (Nilai b)

Nilai b (positif) menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Hasil penelitian pada hari ke-12 diperoleh rerata tingkat kekuningan (b*) pada mangga gedong sebesar 34,57-46,23.

Hal ini dikarenakan pada hari ke-12 umur mangga gedong semakin tua. Hasil pengukuran kecerahan warna dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Konsentrasi CaCl2 dan Lama Perendaman terhadap Kecerahan

Mangga Gedong

Kode Sampel Pengamatan Nilai L* Nilai a* Nilai b*

a1b1

hari ke-4 63.65 1.80 32.60

hari ke-8 62.20 10.79 38.07

hari ke-12 63,21 22,15 41,17

a1b2

hari ke-4 67.23 4.12 36.86

hari ke-8 67.30 14.35 41.93

hari ke-12 67.33 20.35 46.23

a1b3 hari ke-4 63.97 1.35 33.39

hari ke-8 63.30 12.87 37.75

hari ke-12 63.12 15.26 40.17

a2b1

hari ke-4 61.95 6.66 33.53

hari ke-8 60.52 13.46 36.79

hari ke-12 59,44 16,79 39,12

a2b2

hari ke-4 61.12 6.95 32.45

hari ke-8 58.42 12.92 34.12

hari ke-12 56.39 15.24 36.14

a2b3

hari ke-4 64.03 12.29 37.75

hari ke-8 60.15 18.05 37.15

hari ke-12 57.25 22.12 37.18

a3b1

hari ke-4 61.30 9.80 33.03

hari ke-8 58.58 13.97 34.37

hari ke-12 56.48 17.35 34.57

a3b2

hari ke-4 66.33 7.76 37.84

hari ke-8 62.96 13.11 38.69

hari ke-12 58.24 18.24 38.72

a3b3

hari ke-4 60.61 8.43 33.48

hari ke-8 61.17 16.38 37.86

hari ke-12 61.20 17.34 38.24 Respon Organoleptik Aroma

Aroma merupakan salah satu atribut penilaian buah yang mempengaruhi selera konsumen. Hasil analisis statistik terhadap aroma mangga gedong menunjukkan bahwa faktor konsentrasi CaCl2, lama perendaman, dan interaksi keduanya tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan. Aroma pada buah dapat dipertahankan baik pada konsentrasi CaCl2 berbeda maupun lama perendaman berbeda. Warna

Hasil Analisis Variansi (ANAVA) terjadi interaksi konsentrasi CaCl2 dan lama

perendaman. Pada lama perendaman 100 menit, konsentrasi CaCl2 tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap warna mangga gedong. Tetapi pada lama perendaman lainnya berbeda nyata. Hal ini disebabkan bahwa konsentrasi sangat berpengaruh terhadap warna buah mangga, sedangkan lama perendaman tidak.

Warna sangat berkorelasi dengan penilaian suatu bahan. Kenaikan nilai (Tabel 5) menunjukkan bahwa warna mangga semakin disukai oleh panelis. Penyimpangan yang terjadi yaitu pada a2b2, warna semakin menguning. Sementara warna yang paling disukai panelis adalah pada a3b2 yaitu 4,47.

Page 8: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”298

Tabel 5. Pengaruh Konsentrasi CaCl2 dan Lama Perendaman terhadap Atribut Warna Mangga Gedong

Konsentrasi CaCl2

Lama Perendaman

b1 b2 b3

a1

B B A

3,68 4,14 3,58

a b a

a2

A A A

3,51 3,66 3,59

a a a

a3

C C A

4,41 4,47 3,67

b b a

Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama dibaca secara horizontal dan huruf

kapital yang sama dibaca dibaca secara vertikal, tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan.

Tekstur

Salah satu atribut yang mudah diamati dan sering digunakan untuk menentukan tingkat kemasakan suatu komoditas adalah tekstur. Tekstur merupakan ukuran keras dan lunaknya suatu komoditas. Rangsangan sentuhan dapat berasal dari macam-macam rangsangan mekanik, fisik, dan kimiawi (Soekarto, 1985).

Hasil Analisis Variansi (ANAVA), terjadi interaksi antara konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman, meskipun tidak semua. Konsentrasi CaCl2 berpengaruh memperlambat pelunakan, sedangkan lama perendaman hasilnya fluktuatif. Tekstur mangga selama penyimpanan 12 hari mengalami pelunakan. Gambar 6 menyajikan

perubahan tekstur mangga selama 12 hari penyimpanan. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada dinding sel dan substansi pektin. Senyawa pektin berfungsi sebagai perekat antara dinding sel yang satu dengan dinding sel lainnya. Komposisi senyawa pektin di dalam jaringan tanaman selalu berubah dari sejak mulai tumbuh sampai dengan panen dan masa penyimpanan. Tapi hal ini dapat dipertahankan dengan adanya perendaman dalam CaCl2. Terbukti konsentrasi yang semakin tinggi dan lama perendaman yang sebentar, tekstur yang didapat juga semakin keras. Dalam tabel 6 ditunjukkan dengan nilai penerimaan panelis yang besar yaitu 4,48.

Page 9: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 299

Tabel 5. Pengaruh Konsentrasi CaCl2 dan Lama Perendaman terhadap Atribut Warna Mangga Gedong

Konsentrasi CaCl2

Lama Perendaman

b1 b2 b3

a1

B B A

3,68 4,14 3,58

a b a

a2

A A A

3,51 3,66 3,59

a a a

a3

C C A

4,41 4,47 3,67

b b a

Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama dibaca secara horizontal dan huruf

kapital yang sama dibaca dibaca secara vertikal, tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan.

Tekstur

Salah satu atribut yang mudah diamati dan sering digunakan untuk menentukan tingkat kemasakan suatu komoditas adalah tekstur. Tekstur merupakan ukuran keras dan lunaknya suatu komoditas. Rangsangan sentuhan dapat berasal dari macam-macam rangsangan mekanik, fisik, dan kimiawi (Soekarto, 1985).

Hasil Analisis Variansi (ANAVA), terjadi interaksi antara konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman, meskipun tidak semua. Konsentrasi CaCl2 berpengaruh memperlambat pelunakan, sedangkan lama perendaman hasilnya fluktuatif. Tekstur mangga selama penyimpanan 12 hari mengalami pelunakan. Gambar 6 menyajikan

perubahan tekstur mangga selama 12 hari penyimpanan. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada dinding sel dan substansi pektin. Senyawa pektin berfungsi sebagai perekat antara dinding sel yang satu dengan dinding sel lainnya. Komposisi senyawa pektin di dalam jaringan tanaman selalu berubah dari sejak mulai tumbuh sampai dengan panen dan masa penyimpanan. Tapi hal ini dapat dipertahankan dengan adanya perendaman dalam CaCl2. Terbukti konsentrasi yang semakin tinggi dan lama perendaman yang sebentar, tekstur yang didapat juga semakin keras. Dalam tabel 6 ditunjukkan dengan nilai penerimaan panelis yang besar yaitu 4,48.

Tabel 6. Pengaruh Konsentrasi CaCl2 dan Lama Perendaman terhadap Atribut Tekstur

Mangga Gedong

Konsentrasi CaCl2

Lama Perendaman

b1 b2 b3

a1

A A A

3,52 4,14 3,50

a b a

a2

A A A

3,51 3,67 3,50

a b a

a3

B B A

4,48 4,47 3,60

b b a

Keterangan: angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama dibaca secara horizontal dan huruf

kapital yang sama dibaca dibaca secara vertikal, tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis bahan baku kadar vitamin C sebesar 46,73 mg/100g bahan dan kadar air 60,25%. Berdasarkan hasil penelitian variasi konsentrasi CaCl2 berpengaruh terhadap kadar air, kadar vitamin C, kecerahan warna, serta uji organoleptik terhadap warna dan tekstur mangga gedong. Hasil penelitian lama perendaman berpengaruh terhadap kadar air dan kadar vitamin C, kecerahan warna, serta uji organoleptik terhadap warna dan tekstur pada mangga gedong.

Penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi CaCl2 dan lama perendaman berpengaruh terhadap analisis kimia yaitu kadar air dan kadar vitamin C, analisis kecerahan warna, serta uji

organoleptik terhadap warna dan tekstur mangga gedong. Sedangkan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma mangga gedong. Pemberian konsentrasi CaCl2 sebesar 2%, 4%, dan 6% pada buah mangga dapat menunda kematangan buah.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Washington,D.C.

Broto, W. 2003. Mangga, Budi Daya, Pascapanen dan Tataniagaya. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Ditjen PPHP. 2009. RI Seeking Revocation ofJapan’s Mango Import Ban. Direktorat Jenderal Pengolahan dan

Page 10: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”300

Pemasaran Hasil Pertanian (Ditjen PPHP). http://www.antara.co. id/en/news/1256166693/riseekingrevocation-ofjapans-mango-import-ban.[1 September 2016]. Fateta, IPB, Bogor.

Pantastico, Er. B. terjemahan Kamariyani. 1993, Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Rizkia, H. 2014. Kajian Laju Respirasi dan Perubahan Mutu Buah Mangga Gedong Gincu Selama Penyimpanan dan

Pematangan Buatan, skripsi Institut Pertanian Bogor.

Sari, F. E., S.Trisnowati, dan S.Mitrowihardjo. 2004. Pengaruh Kadar CaCl2 dan lama Perendaman Terhadap Umur Simpan dan Pematangan Buah Mangga Arumanis. (On-Line). http://www.google.co.id/search/filetype= pdf.

Soekarto, 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertnian. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, IPB, Bogor.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Page 11: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 301

Pemasaran Hasil Pertanian (Ditjen PPHP). http://www.antara.co. id/en/news/1256166693/riseekingrevocation-ofjapans-mango-import-ban.[1 September 2016]. Fateta, IPB, Bogor.

Pantastico, Er. B. terjemahan Kamariyani. 1993, Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Rizkia, H. 2014. Kajian Laju Respirasi dan Perubahan Mutu Buah Mangga Gedong Gincu Selama Penyimpanan dan

Pematangan Buatan, skripsi Institut Pertanian Bogor.

Sari, F. E., S.Trisnowati, dan S.Mitrowihardjo. 2004. Pengaruh Kadar CaCl2 dan lama Perendaman Terhadap Umur Simpan dan Pematangan Buah Mangga Arumanis. (On-Line). http://www.google.co.id/search/filetype= pdf.

Soekarto, 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertnian. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, IPB, Bogor.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

PENGARUH EKSTRAK WORTEL TERHADAP EMULSI VIRGIN COCONUT OIL MENGGUNAKAN CAMPURAN EMULSIFIER TWEEN 80 DAN SPAN 80

EFFECT OF CARROT EXTRACT ON VIRGIN COCONUT OIL EMULSION USING

MIXED EMULSIFIERS TWEEN 80 AND SPAN 80

Lastri Wiyani 1*, Andi Aladin1, Setyawati Yani 1 dan Rahmawati 2 1Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Muslim Indonesia

2Program Studi Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Muslim Indonesia *Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

Virgin Coconut Oil emulsion (VCOE) is a product made by mixing VCO and water using emulsifier. This study was aimed to study the effect of carrot extracts on the characteristics of VCOE using mixed emulsifiers of Tween 80 dan Span 80 (T80S80). The emulsions were prepared with ratios of VCO to carrot extracts of 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20: 80 and 10:90, respectively; The concentrations of emulsifier used were 0.5, 0.75 and 1 %, respectively. Physical and chemical characteristics as well as the stability of the emulsions were evaluated. VCOE was successfully formulated in the mixture of VCO-carrot extract ratio of 80:20. The VCOE products had high viscocities in each concentration of emulsifier and remained stable in a room temperature. The VCOE product contained vitamine A of 920 to 1100 µg/100 g sample, contents of the peroxide numbers of 1,48 to 1,57 meq / kg sample and free fatty acid of 0,097 to 0,153 percent which indicated that the emulsions were not rancid. The lauric acid content of the samples was 49,43 % which was in accordance with APCC standard for VCO. Keywords: carrot extract, span 80, stability, tween 80, VCO emulsion

ABSTRAK

Emulsi Virgin Coconut Oil (EVCO) merupakan produk yang dibuat dengan mencampurkan VCO dan air dengan menggunakan emulsifier. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak wortel terhadap karakteristik emulsi VCO dengan menggunakan campuran emulsifier Tween 80 dan Span 80 (T80S80). Emulsi dibuat dengan mencampurkan VCO dan ekstrak wortel dengan berbagai perbandingan yaitu, 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80 dan 10:90 dan konsentrasi emulsifier (0,5 ; 0,75 dan 1) persen. Emulsi yang dihasilkan ditentukan sifat fisik, kimia dan stabilitasnya. Hasil penelitian menunjukkan rasio VCO dan ekstrak wortel yang terbaik adalah 80:20. EVCO tersebut mempunyai viskositas yang tinggi pada masing-masing konsentrasi emulsifier yang digunakan dan stabil pada suhu ruang. Produk EVCO mempunyai kandungan vitamin A sebesar 920-1100 µg/100 g bahan, kandungan bilangan peroksida (1,48–1,57) meq/kg sampel dan asam lemak bebas (0,097-0,153) persen yang menunjukkan produk tidak tengik. Kandungan asam laurat (49,43 %) memenuhi standard APCC untuk VCO.

Kata kunci: ekstrak wortel, emulsi VCO, span 80, stabilitas, tween 80

Page 12: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”302

PENDAHULUAN

VCO merupakan minyak kelapa murni yang terbuat dari daging kelapa segar yang diolah tanpa pemanasan tinggi, sehingga kandungan yang penting dalam minyak tetap dapat dipertahankan (Villarino dkk., 2007; Aladin dkk., 2016). Berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah dilakukan oleh Wiyani, dkk. (2013) menunjukkan rasa yang kurang disukai oleh konsumen karena kesan berminyak pada mulut. Salah satu alternatif untuk mengurangi rasa berminyak adalah dengan memformulasi VCO dalam bentuk emulsi. Pengolahan VCO menjadi produk emulsi berbasis VCO, yang lebih enak dan stabil juga akan menjadi keuntungan bagi industri VCO yang memproduksinya (Khor dkk., 2014).

Penelitian pembuatan emulsi VCO pada berbagai jumlah penambahan air dengan menggunakan emulsifier gum arab telah dilakukan oleh Tensiska dkk (2007) Disamping itu, Wiyani dkk. (2016b) meneliti penggunan campuran emulsifier Tween 80 dan Span 80 pada berbagai rasio VCO dan air. Penelitian lain tentang emulsi telah dilakukan oleh Surfiana (2002) dan Rita (2011) yang meneliti emulsi minyak sawit merah, emulsi minyak bunga matahari (Traynor dkk., 2013) .

Pada pembuatan emulsi digunakan alat homogenizer dengan kecepatan dan waktu tertentu yang sangat tergantung pada produk yang dihomogenisasi. Misalnya kecepatan 10000 rpm (Fatimah dan Rindengan, 2011) dan Permadi (1999) menggunakan kecepatan putar 10000 rpm selama 15 menit. Disamping itu kondisi homogenisasi yang digunakan oleh peneliti lain adalah 13500 rpm selama 30 detik (Moreau dan Rosenberg, 1996), dan 15000 rpm selama 4 menit (Wiyani, dkk., 2016b). Rita (2011) membuat emulsi minyak sawit merah dengan memvariasikan waktu dan kecepatan homogenisasi yaitu waktu 1, 3, 4 menit dan kecepatan putar 6000 rpm; 8000 rpm; 10000 rpm.

Pemilihan pengemulsi atau emulsifier sangat penting dalam pembentukan emulsi. Beberapa peneliti menggunakan jenis emulsifier dengan konsentrasi yang berbeda dalam pembuatan emulsinya, misalnya Rita (2011) menggunakan emulsifier Tween 80 dan sukrosa ester asam lemak tipe S 1570 dan P 1570 masing-masing sebesar 1%. Emulsifier lain yang digunakan adalah gum arab (Tensiska, 2007), lesitin, xanthan gum (Traynor dkk., 2013), gliserin ester asam lemak (Chengwei dkk.,2013), gum Odina (Samanta dkk., 2010) dan ekstrak rosella (Ibrahim dkk., 2013). Selain itu Wiyani dkk. (2016a) meneliti penggunaan Span 80, Tween 80 dan lesitin sebagai emulsifier dalam stabilitas emulsi VCO serta campuran emulsifier Tween 80 dan Span 80 (T80S80) (Wiyani, 2016b). Penelitian tersebut menghasilkan emulsi yang putih dan keruh. Untuk memberi kesan menarik, emulsi perlu diberi warna. Salah satu pewarna alami adalah β-karoten yang banyak terdapat pada wortel. Penambahan ekstrak wortel ini selain bermanfaat untuk memberi warna pada emulsi VCO juga akan meningkatkan nilai gizi emulsi VCO dengan kandungan Vitamin A yang terdapat pada wortel. Dengan demikian dapat digunakan sebagai salah satu supplement seperti halnya produk emulsi minyak ikan yang banyak beredar dipasaran (Scooth Emulsion dan Curcuma plus Emulsion).

Berdasarkan pada penelitian-penelitian tersebut maka pada penelitian ini akan dicoba untuk mengkaji pengaruh penambahan ekstak wortel terhadap sifat fisik dan kimia emulsi VCO. Emulsifier yang digunakan adalah campuran Tween 80 dan Span 80 (Wiyani dkk., 2016b). Diharapkan data dari penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi pemanfaatan VCO dan pengembangan industri yang berbasis VCO.

Page 13: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 303

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini berlangsung di Laboratorium Kimia Fakultas Teknologi Industri dan Laboratorium Pharmaceutika Fakultas Farmasi, UMI.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan utama penelitian adalah VCO yang diperoleh dari CV. Avcol, Makassar. Wortel diperoleh dari pasar tradisional, Makassar. Bahan lainnya adalah emulsifier Tween 80, Span 80 dan bahan- bahan kimia lain untuk analisis. Alat

Alat yang digunakan adalah homogenizer merk Ultra Turrax, viskometer brookfield, magnetic stirrer, seperangkat alat GC (Shimadzu-FID) dan alat-alat bantu gelas untuk analisis. Prosedur Penelitian Pembuatan Emulsi VCO

Proses pembuatan emulsi VCO didasarkan atas penelitian Wiyani (2016b), dengan beberapa modifikasi. Sebanyak 90 ml VCO dicampur dengan 10 ml ekstrak wortel ditambahkan 0,75 persen campuran emulsifier T80S80. Selanjutnya campuran dihomogenisasi dengan kecepatan 15.000 rpm selama 4 menit sehingga terbentuk emulsi. Prosedur diatas diulangi dengan perbandingan VCO : ekstrak wortel (80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70, 20:80, 10:90).

Pembuatan Ekstrak Wortel

Sebanyak 100 gram wortel yang telah dikupas dicampur dengan air sebanyak 100 ml lalu dihancurkan dengan blender dan disaring. Hasil saringan digunakan untuk mencampur emulsi VCO yang akan dibuat.

Uji Viskositas Pengujian viskositas dilakukan dengan

menggunakan alat Viscometer Brookefield. Perputaran spindle pada alat dapat diatur sesuai dengan kekentalan sampel yang digunakan demkian juga kecepatan perputaran spindle. Nilai viskositas akan terbaca langsung pada alat dengan satuan cP.

Stabilitas Emulsi (Tabibi dan Rhodes, 1996)

Sekitar 60 ml sampel dimasukkan dalam wadah botol dan disimpan pada suhu 5 oC selama 12 jam dan dipindahkan pada suhu 35 oC selama 12 jam. Hal ini diulang sampai total 10 siklus (5 siklus suhu 5 oC dan 5 siklus 35 oC). Emulsi yang dianalisa diukur tinggi pemisahannnya dan dikonversi ke persen pemisahan. Uji Bilangan Peroksida (SNI 01-3555-1994)

Sampel ditimbang sebanyak 5 gram ke dalam erlenmeyer 300 ml. Ditambahkan 10 ml kloroform dan 15 ml asam asetat glasial dan erlenmeyer digoyangkan untuk mencampur sampel. Selanjutnya ditambahkan 1 ml KI jenuh dan erlenmeyer segera ditutup sambil dikocok kira-kira 5 menit ditempat gelap pada suhu 15 – 25 oC. Kemudian ditambahkan 75 ml air suling dan dikocok dengan kuat. Larutan dititer dengan larutan standar Natrium tiosulfat 0,2 N dengan larutan pati sebagai indikator. Bilangan peroksida dinyatakan dalam meq/ kg sampel. Uji Asam Lemak Bebas (Sudarmadji, 1996)

Sebanyak 30 gram contoh ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, selanjutnya ditembahkan 50 ml alkohol netral yang panas dan 2 ml indikator phenolphthalein (pp). Kemudian dititrasi dengan larutan 0,1 N NaOH yang telah distandardisasi sampai warna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30 detik. Kadar asam lemak bebas dinyatakan sebagai % FFA.

Page 14: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”304

HASIL DAN PEMBAHASAN

Stabilitas dan Viskositas Emulsi Emulsi VCO yang dibuat dengan

mencampurkan VCO dan ekstrak wortel

mempunyai stabilitas yang berbeda-beda. Pada Gambar 1 diperlihatkan grafik hubungan stabilitas emulsi VCO dengan ekstrak wortel pada berbagai konsentrasi emulsifier yang digunakan.

Gambar 1. Grafik stabilitas emulsi VCO-ekstrak wortel pada berbagai konsentrasi

emulsifier Berdasarkan Gambar 1, jika ditinjau dari

stabilitas emulsinya maka, emulsi dengan rasio VCO : ekstrak wortel (80:20) mempunyai tingkat kestabilan yang tinggi dibandingkan emulsi lainnya, setelah pengujian “stress condition” (Tabel 1). Penggunaan campuran emulsi Tween 80 dan Span 80 pada emulsi VCO memberikan hasil yang baik pada jumlah VCO yang besar, dengan kata lain emulsi yang dihasilkan tergolong emulsi air dalam minyak. Untuk emulsi dengan jumlah penambahan ekstrak wortel yang banyak (emulsi minyak dalam air) penggunaan campuran emulsi tersebut tidak menghasilkan tingkat kestabilan yang baik (emulsi tidak stabil). Emulsi yang terbentuk menjadi terpisah setelah proses pengujian “stress condition”. Dari penampakan fisik, formula ratio VCO-ekstrak wortel 80:20 tidak menghasilkan kriming, hal ini juga dapat dilihat dari viskositas yang sangat tinggi Gambar 2) sehingga mencegah terjadinya kriming. Kriming tidak langsung menyebabkan emulsi pecah, tapi kriming

merupakan pencetus terjadinya koalesens sehingga emulsi dapat pecah atau tidak stabil (McClements, 2004).

Tabel 1. Stabilitas emulsi pada berbagai

konsentrasi emulsifier

VCO:Ekstrak wortel

Campuran T80S80 (40:60)

1% 0,75% 0,5%

90 : 10 stabil stabil stabil

80 : 20 stabil stabil stabil

70 : 30 TS TS TS

60 : 40 TS TS TS

50 : 50 TS TS TS

40 : 60 TS TS TS

30 : 70 TS TS TS

20 : 80 TS TS TS

10 : 90 TS TS TS TS = tidak stabil

Page 15: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 305

Data hasil uji viskositas emulsi VCO disajikan pada Gambar 2. Dari Gambar 2 terlihat bahwa emulsi VCO dengan jumlah penambahan ekstrak wortel yang banyak akan menghasil viskositas yang rendah yaitu 8 cP (penambahan 90 % ekstrak wortel), viskositas perlahan-lahan meningkat sampai perbandingan VCO-air 70 : 30 sebesar 444 cP pada konsentrasi emulsifier 0,75 persen. Peningkatan yang signifikan terlihat pada rasio VCO: air (80:20) yaitu 1640 cP. Hal yang sama juga terjadi pada penambahan konsentrasi emulsifier 1 dan 0,5 persen. Viskositas tertinggi terlihat pada penambahan konsentrasi emulsifier 0,75 persen, yaitu sebesar 1640 cP. Viskositas suatu emulsi sangat tergantung pada jenis emulsifier yang digunakan (Wiyani, 2016; Rukmini, dkk. 2013) dan emulsi dengan viskositas rendah lebih rentan terhadap kriming dan sineresis (Dickinson, dkk. 2007).

Bilangan Peroksida dan Asam Lemak Bebas

Pengujian bilangan peroksida ditujukan untuk mengetahui apakah produk emulsi VCO yang dihasilkan bersifat tengik. Data bilangan peroksida emulsi VCO dengan ekstrak wortel pada berbagai konsentrasi emulsifier yang digunakan diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil uji kadar bilangan peroksida

(meq/kg sampel)

VCO ekstrak wortel

Campuran Tween 80 dan Span 80 (40:60)

1% 0,75% 0,5%

90 : 10 1.56 1.57 1.57

80 : 20 1.56 1.57 1.55

70 : 30 1.54 1.56 1.55

60 : 40 1.54 1.57 1.52

50 : 50 1.51 1.56 1.50

40 : 60 1.51 1.53 1.50

30 : 70 1.51 1.53 1.48

20 : 80 1.49 1.49 1.50

10 : 90 1.50 1.51 1.50

Bilangan peroksida yang dihasilkan pada emulsi VCO dengan ekstrak wortel berkisar antara (1,48-1,57) meq/kg sampel. Jika dibandingkan dengan emulsi VCO tanpa ekstrak wortel (Wiyani, dkk. 2016b) menunjukkan hasil yang jauh tidak berbeda.

Berdasarkan Codex-Stan 210-1999 kadar maksimum bilangan peroksida pada virgin fat and oils sebesar 15 meq/ kg sampel. Dismping itu standar yang dikeluarkan oleh APCC (2009) bilangan peroksida maksimum pada VCO adalah 3 meq/ kg sampel. Bilangan peroksida yang rendah dikarenakan VCO mengandung sekitar 90 persen asam lemak jenuh yang lebih tahan terhadap proses ketengikan akibat oksidasi dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh (Syah, 2005) dan adanya ekstrak wortel yang bersifat sebagai antioksidan.

Hasil pengujian kandungan asam lemak bebas pada emulsi VCO dicantumkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Asam Lemak Bebas (%

FFA)

VCO : Ekstrak wortel

Campuran Tween 80 dan Span 80 (40:60)

1% 0,75% 0,5%

90 : 10 0.105 0.104 0.097

80 : 20 0,102 0.102 0,099

70 : 30 0,118 0,115 0.107

60 : 40 0.127 0,118 0.116

50 : 50 0,136 0,134 0,132

40 : 60 0,142 0,144 0,140

30 : 70 0,151 0,142 0,145

20 : 80 0,153 0,150 0,151

10 : 90 0,153 0,152 0,151

Page 16: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”306

Asam lemak bebas yang diperoleh berkisar (0,097-0,153) persen (Tabel 3) yang cukup rendah dibandingkan kadar asam lemak VCO maksimum menurut APCC yaitu 0,5 persen (Syah, 2005). Kandungan asam lemak bebas pada emulsi VCO dengan ekstrak wortel ini sedikit lebih tinggi jika dibandingkan kandungan asam lemak emulsi VCO tanpa ekstrak wortel sekitar 0,09-0,1 persen (Wiyani dkk., 2016b) Menurut Ketaren (1986) dalam bahan pangan, kadar

asam lemak bebas 0,2 persen dari bobot lemak akan mengakibatkan citarasa yang tidak diinginkan. Dengan demikian produk emulsi VCO ini dapat dikatakan tidak tengik.

Komposisi Asam Lemak dan Vitamin A

Kandungan asam lemak utama pada VCO adalah asam laurat. Pengujian komposisi asam lemak pada emulsi VCO menggunakan kromatografi gas dicantumkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi asam lemak emulsi VCO dengan berbagai jenis emulsifier

Komposisi Asam Lemak

(%)

Emulsi VCO: Air (80 :20)

Emulsi VCO: Air (70:30) 1)

Emulsi VCO: ekstrak wortel

(80:20)

VCO murni Standar APCC

2)

Tween/Span Span Tween/Span

Asam Kaproat 0,41 0,43 0,49 0,49

Asam Kaplirat 7,78 7,85 8,02 8,02

Asam Kaprat 6,49 6,73 6,66 6,66

Asam Laurat Asam Myristat Asam Palmitat

Asam Oleat Vit A(µg/100gr)

49,22 18,37 8,45 9,28

-

49,42 17,61 8,00 9,08

-

49,43 17,95 8,25 9,19

920-1100

49,43 17,95 8,25 9,19

-

Sumber: 1) Wiyani, dkk. (2016a); 2) APCC (2009)

Berdasarkan Tabel 4, komposisi asam lemak dari emulsi VCO dengan ekstrak wortel tidak jauh berbeda dibandingkan dengan emulsi tanpa ekstrak wortel. Juga tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan VCO asli menurut standar APCC. Keunggulan emulsi VCO dengan ekstrak wortel ini adalah adanya kandungan vitamin A yang cukup tinggi yaitu 920 µg/100 g bahan. Kandungan vitamin A tersebut mampu untuk mencukupi kebutuhan vitamin A untuk anak-anak dan orang dewasa. Menurut Departemen Kesehatan (2013) angka kecukupan vitamin A untuk anak-anak 600 mcg per orang per hari sedangkan orang dewasa (500-600) mcg per orang per hari.

Kandungan asam lemak jenuh dalam minyak kelapa ataupun VCO, tersusun dari mayoritas asam lemak jenuh rantai sedang (C6-12) (64%) dan sisanya asam lemak jenuh rantai panjang (C14-24) (28%). Asam lemak jenuh rantai sedang mudah dicerna oleh lipase usus dalam tubuh dan tidak memerlukan bantuan ezim lipase pangkareas seperti pada proses pencernaan asam lemak rantai panjang (LCFA) (Villarino, dkk., 2005). Berdasarkan beberapa fakta empirik dan uji klinis, menunjukkan VCO bermanfaat untuk membantu dalam proses penyembuhan beberapa penyakit. Disamping itu, VCO bermanfaat untuk perawatan tubuh serta

Page 17: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 307

sebagai sumber energi dan meningkatkan stamina tubuh (Kaunitz and Dayrit, 1992; Nevin dan Rajamohan, 2008).

KESIMPULAN

Jumlah ekstrak wortel yang

ditambahkan berpengaruh terhadap stabilitas dan viskositas emulsi yang dihasilkan. Rasio VCO dan ekstrak wortel terbaik adalah pada rasio 80:20 dengan konsentrasi emulsifier 0,5, 0,75 dan 1 persen. Viskositas tertinggi diperoleh pada rasio VCO dan ekstrak wortel 80:20. Semakin tinggi ekstrak wortel yang ditambahkan akan menghasilkan viskositas yang lebih rendah.

Komposisi asam lemak emulsi VCO dengan ekstrak wortel masih sesuai standard yang ditetapkan oleh APCC untuk VCO asli. Emulsi ini tmempunyai kandungan bilangan peroksida yang rendah dan kandungan vitamin A yang tinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan

kepada DRPM Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Ristek dan Pendidikan Tinggi atas Dana Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi tahun 2015-2017

DAFTAR PUSTAKA

Aladin, A., Yani, S., Wiyani, L. Nurjannah dan Subaedah, S. 2016. Grated coconut waste as heating jacket and temperature stabiliser in the production of virgin coconut oil by natural fermentation. ARPN Journal of Engg. App. Scie. Vol. 11, No. 8.:5171-5176.

APCC. 2009. APCC Standards For Virgin Coconut Oil Asian and Pacific Coconut Community. Diakses: 07 Juli 2015. http://www.apccsec.org/document/VCO standard.pdf

Chengwei, B., An Shulin, Wang Wenli., Wang Fei, Y. Shuangchun and Pan Yi. 2013. Research Progress in glycerin fatty acid ester emulsifier. International J. of Scie. & Eng. Res. Vol 4: 924-925.

Departemen Kesehatan. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.75/2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi Bangsa Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Dickinson, E. dan Leser, M. E. 2007. Food Colloids: Self-Assembly and Material Science. RSC Publishing, New York.

Fatimah, F. dan Rindengan, B. 2011. Pengaruh diet emulsi virgin coconut oil (VCO) terhadap profil lipid tikus putih (Rattus norvegicus). J. Littri 17 (1) hal. 18-24.

Ibrahim N. H., Lee T. S., Rozaini M. Z. H. 2013. Potential application of rosella extract in functional food emulsions. J. Tech and Food Industry. Vol 24, No. 1: 22-26.

Kaunitz H, and Dayrit CS., 1992. Coconut oil consumption and coronary heart disease. Philippine J. of Internal Medicine 30:165-171.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Khor, Y. P., Koh, S. P., Long and K., Long, S. 2014. A Comparative study of the physicochemical properties of a virgin coconut oil emulsion and commercial food supplement emulsions. mdpi.com

McClements, D.J. 2004. Food Emulsions: Principles, Practice and Techniques. CRC Press, Washington, USA.

Moreau, D.L. dan M. Rosenberg. 1996. Oxidative stability of anhydrous milkfat microencapsulated in whey protein. J. of Food Scie. Vol. 6, No. 1.

Nevin K.G. and Rajamohan, T., 2008, Influence of virgin coconut oil on blood coagulation factors, lipid levels and LDL oxidation in cholesterol fed Sprague–Dawley rats. The European e-

Page 18: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”308

Journal of Clinical Nutrition and Metabolism, Volume 3, Issue 1, February 2008, Pages e1-e8.

Samanta A., Ojha D., Mukherjee B., 2010. Stability analysis of primary emulsion using a new emulsifying agent gum odina. J. Natural Science. Vol 2, No. 5: 495-505.

Syah, A.N, 2005. Virgin Coconut Oil, Minyak Penakluk Aneka Penyakit. Agro media Pustaka, Jakarta.

Permadi, A. 1999. Kajian Stabilitas Emulsi Minyak Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) dan Pengaruhnya terhadap Efisiensi Enkapsulasi. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rita, I. 2011. Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produksi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Rukmini, A., Raharjo, S., Hastuti, P dan Supriyadi, S. Formulation and stability of water-in-virgin coconut oil microemulsion using ternary food grade nonionic surfactans. International Food Research Journal 19: 59-66.

Standar Nasional Indonesia. 1994. Minyak sawit. SNI 01-3555-1994. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta

Sudarmadji, S., Haryono, B dan Suhardi. 1999. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Surfiana. 2002. Formulasi Minuman Emulsi Kaya β-karoten dari Minyak Sawit Merah. Tesis. Program Pascasarjana, IPB, Bogor.

Tabibi dan Rhodes. 1996. Disperse Systems. Di dalam: Modern Pharmeceutics, Revised and Expanded. Banker, G.S. and Rhodes, C.R. (Eds.). CRC Press, USA.

Tensiska, Setiasih, I.S. dan Irawati, D. 2007. Deskripsi minuman emulsi VCO

(Virgin Coconut Oil) pada berbagai jumlah penambahan air. Prosiding Seminar Nasional PATPI, 17-18 Juli di Bandung.

Traynor, M. P., Burke, R., Frias, J.M., Gaston, E. and Barry-Ryan, C. 2013. Formation and stability of an oil in water emulsion containing lecithin, xanthan gum and sunflower oil. International Food Research Journal. 20(5): 2173-2181.

Villarino, B.J., Lianne M.D., and Lizada, M.C.C., 2005. Descriptive sensory evaluation of virgin coconut oil and refined, bleached and deodorized coconut oil, LWT J. Food Science and Technology.

Wiyani, L., Aladin, A. dan Abdullah. 2013. Pengolahan Kelapa menjadi Virgin Coconut Oil (VCO) berkualitas Ekspor berbasis Ramah Lingkungan. Laporan Hibah Bersaing Tahun II, Universitas Muslim Indonesia, Makassar.

Wiyani, L., Aladin, A., Yani, S. dan Rahmawati. 2016a. Karakteristirk emulsi virgin coconut oil dengan menggunakan berbagai jenis emulsifier. Prosiding Seminar Nasional PATPI 18-20 Agustus di Makassar.

Wiyani, L., Aladin, A., Yani, S. dan Rahmawati. 2016b. Stability of virgin coconut oil emulsion with mixed emulsifiers tween 80 and span 80. ARPN Journal of Engg. App. Scie. Vol. 11, No. 8.: 5198-5202.

Page 19: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 309

PEMANFAATAN KONSENTRAT PROTEIN IKAN GABUS DENGAN PENAMBAHAN MADU SEBAGAI SUPLEMEN MAKANAN

FISH PROTEIN CONCENTRATE USE OFCORK WITH THE ADDITION OF HONEY AS

FOOD SUPLEMENTS

Sumanto Pasally, Abu Bakar Tawali, Andi Dirpan, Meta Mahendradatta, Muhammad Asfar

Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin

Email Korespondensi: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRACT Fish cork has a high protein of 25.5 %, especially albumin 15 – 20 %. The role of albumin in the body is especially large for postoperative patients. Benefits of albumin in cork fish have been done a lot of research both in the field of health and in the field of food science. Honey is not only used a beverage of energy sources but has also been widely used as a medicine for health, inhibits bacterial, growth and as an antibacterial. The combination of fish concentrate of cork (KPIG) with honey as a food supplement is expected to provide added value for consumers and product profile in accordance with SNI honey. The type of researchis descriptive research, with independen variables is moisture content, total acid, viscosity and reducing sugar. Dependent variables are concentrations of KPIG, honey, Tween 80 and ultra-speed turrax. The result of this research is water content of 17.69 %, total of 44.58 meq / kg, viscosity 17.66 poise and 66.58 % reducing sugar fulfilling SNI, IHC and FAO standard.

Keywords: Food Suplements, Honey, KPIG

ABSTRAK Ikan gabus memiliki kandungan protein yang tinggi mencapai 25.5 % terutama albumin 15 – 20 %. Peranan albumin dalam tubuh sangat besar terutama untuk pasien pasca operasi. Manfaat albumin pada ikan gabus telah banyak dilakukan penelitian baik dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang ilmu pangan. Madu tidak hanya dimanfaatkan sebagai minuman sumber energy tetapi telah banyak juga dimanfaatkan sebagai obat untuk kesehatan, menghambat pertumbuhan bakteri dan sebagai antibakteri. Kombinasi antara konsentrat protein ikan gabus (KPIG) dengan madu sebagai suplemen makanan diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen serta profil produk yang sesuai dengan SNI madu. Jenis penelitian merupakan penelitian deskriptif, dengan variabel independen yaitu kadar air, total asam, viskositas dan gula pereduksi. Variabel dependen yaitu konsentrasi KPIG, madu, Tween 80 dan kecepatan ultra turrax. Dari hasil penelitian diperoleh nilai kadar air 17,69 %, total asam 44,58 meq / kg, viskositas 17,66 poise dan gula pereduksi 66,58 % yang memenuhi standar SNI, IHC dan FAO.

Kata kunci : KPIG, Madu, Suplemen makanan.

Page 20: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”310

PENDAHULUAN

Protein merupakan senyawa kimia yang mengandung unsur C,H, O dan N serta mengandung unsur P dan S yang penting bagi tubuh, dapat berasal dari nabati dan hewani. Kandungan protein yang tinggi pada ikan gabus terutama albumin 15 – 20 % (Tawali et al., 2012), asam lemak omega 3, omega 6 dan omega 9 yang sangat baik untuk kesehatan (Zuraini et al., 2006).

Manfaat albumin ikan gabus telah banyak dilakukan penelitian baik dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang ilmu pangan. Dalam bidang kesehatan diantaranya pemberian ekstrak iakn gabus terhadap kadar albumin dan status gizi penderita HIV / AIDS (Restiana, 2010), protein ikan gabus dalam mencegah kwashiorkor pada balita (Ulandari, 2010). Dalam bidang pangan, konsentrat maupun ekstrak ikan gabus telah banyak dimanfaatkan untuk fortifikasi produk pangan dan makanan suplemen diantaranya tepung konsentrat protein ikan gabus (KPIG) atau fish protein concentrate (Asfar et al., 2014), penambahan konsentrat protein ikan gabus terhadap kwetiau (Siahaan et al., 2015), sirup temulawak dengan campuran madu dan ekstrak ikan gabus (Suwita et al., 2012).

Madu merupakan cairan kental seperti sirup berwarna cokelat muda sampai cokelat merah yang tersusun atas fruktosa dan dekstrosa. Madu telah banyak dimanfaatkan sebagai obat untuk kesehatan, mengobati luka bakar (Martyarini, 2011 ; Budyantara, 2010), menghambat pertumbuhan bakteri Sterptococcus pyogenes (Erywiyatno et al., 2012) dan antibakteri Streptococcus beta hemoliticus Grup A (Wineri et al., 2014).

Kombinasi antara KPIG dengan madu sebagai suplemen makan merupakan hal yang baru dalam bidang pangan. Manfaat KPIG untuk kesehatan yang dipadukan dengan madu yang juga mempunyai manfaat dalam dunia keehatan diharapkan dapat memberikan nilai yang lebih bagi konsumen sehingga

dapat disukai dari segala umur baik anak – anak, dewasa maupun orang tua serta profil produk yang sesuai dengan SNI madu

BAHAN DAN METODE

Bahan utama dalam penelitian ini adalah KPIG, madu dan tween 80. Pembuatan KPIG di lakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Hasanuddin. Madu diperoleh dari Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Penelitian dimulai dari bulan Nopember 2016 – Maret 2017. Analisa dilakukan di Laboratorium Kesehatan Makassar, Laboratorium Farmasetik dan Laboratorium Biofarmaka Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Laboratorium Uji dan Kalibrasi Kementerian Perindustrian, Makassar.

Rancangan penelitian terdiri atas 2 (dua) tahapan utama yaitu pembutan konsentrat protein ikan gabus (Tawali et al., 2016), pembuatan formula (madu : KPIG : tween 80 yaitu 95 : 5 : 1,34 gr) ultra turrax 21.550 rpm, 2 menit dan tahapan analisa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar air merupakan banyaknya air yang tekandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen (%). Kadar air dalam madu menentukan keawetan madu, kadar air yang tinggi akan menyebabkan madu mudah terfermentasi. Hasil pengukuran kadar air madu yang digunakan dalam penelitian yaitu 19,543 % sesuai SNI FAO dan IHC (International Honey Comission). Setelah dilakukan pencampuran dengan KPIG dan di hogomenizer, kadar air menurun menjadi 17.69 %. Penurunan tersebut disebabkan karena penyerapan air pada madu oleh KPIG dan Tween 80 yang bersifat

Page 21: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 311

PENDAHULUAN

Protein merupakan senyawa kimia yang mengandung unsur C,H, O dan N serta mengandung unsur P dan S yang penting bagi tubuh, dapat berasal dari nabati dan hewani. Kandungan protein yang tinggi pada ikan gabus terutama albumin 15 – 20 % (Tawali et al., 2012), asam lemak omega 3, omega 6 dan omega 9 yang sangat baik untuk kesehatan (Zuraini et al., 2006).

Manfaat albumin ikan gabus telah banyak dilakukan penelitian baik dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang ilmu pangan. Dalam bidang kesehatan diantaranya pemberian ekstrak iakn gabus terhadap kadar albumin dan status gizi penderita HIV / AIDS (Restiana, 2010), protein ikan gabus dalam mencegah kwashiorkor pada balita (Ulandari, 2010). Dalam bidang pangan, konsentrat maupun ekstrak ikan gabus telah banyak dimanfaatkan untuk fortifikasi produk pangan dan makanan suplemen diantaranya tepung konsentrat protein ikan gabus (KPIG) atau fish protein concentrate (Asfar et al., 2014), penambahan konsentrat protein ikan gabus terhadap kwetiau (Siahaan et al., 2015), sirup temulawak dengan campuran madu dan ekstrak ikan gabus (Suwita et al., 2012).

Madu merupakan cairan kental seperti sirup berwarna cokelat muda sampai cokelat merah yang tersusun atas fruktosa dan dekstrosa. Madu telah banyak dimanfaatkan sebagai obat untuk kesehatan, mengobati luka bakar (Martyarini, 2011 ; Budyantara, 2010), menghambat pertumbuhan bakteri Sterptococcus pyogenes (Erywiyatno et al., 2012) dan antibakteri Streptococcus beta hemoliticus Grup A (Wineri et al., 2014).

Kombinasi antara KPIG dengan madu sebagai suplemen makan merupakan hal yang baru dalam bidang pangan. Manfaat KPIG untuk kesehatan yang dipadukan dengan madu yang juga mempunyai manfaat dalam dunia keehatan diharapkan dapat memberikan nilai yang lebih bagi konsumen sehingga

dapat disukai dari segala umur baik anak – anak, dewasa maupun orang tua serta profil produk yang sesuai dengan SNI madu

BAHAN DAN METODE

Bahan utama dalam penelitian ini adalah KPIG, madu dan tween 80. Pembuatan KPIG di lakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Hasanuddin. Madu diperoleh dari Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Penelitian dimulai dari bulan Nopember 2016 – Maret 2017. Analisa dilakukan di Laboratorium Kesehatan Makassar, Laboratorium Farmasetik dan Laboratorium Biofarmaka Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Laboratorium Uji dan Kalibrasi Kementerian Perindustrian, Makassar.

Rancangan penelitian terdiri atas 2 (dua) tahapan utama yaitu pembutan konsentrat protein ikan gabus (Tawali et al., 2016), pembuatan formula (madu : KPIG : tween 80 yaitu 95 : 5 : 1,34 gr) ultra turrax 21.550 rpm, 2 menit dan tahapan analisa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar air merupakan banyaknya air yang tekandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen (%). Kadar air dalam madu menentukan keawetan madu, kadar air yang tinggi akan menyebabkan madu mudah terfermentasi. Hasil pengukuran kadar air madu yang digunakan dalam penelitian yaitu 19,543 % sesuai SNI FAO dan IHC (International Honey Comission). Setelah dilakukan pencampuran dengan KPIG dan di hogomenizer, kadar air menurun menjadi 17.69 %. Penurunan tersebut disebabkan karena penyerapan air pada madu oleh KPIG dan Tween 80 yang bersifat

higroskopis, adanya gugusan hidroksil bebas (-OH).

Hasil pengukuran total pada madu asli yang digunakan pada penelitian yaitu 31,14 meq / kg. Keasaman menunjukkan banyaknya asam bebas yang terdapat dalam larutan. Peningkatan total asam terjadi pada campuran antara madu dan KPIG dengan rata – rata total asam yaitu 44,58 meq / kg. Peningkatan ini disebabkan karena peningkatan suhu yang terjadi sewaktu dilakukan homogenisasi sehingga terjadi reaksi dekomposisi pada madu.

Madu dengan kadar air tinggi mengalir dengan kecepatan tinggi dibandingkan dengan kadar air yang lebih rendah. Makin besar partikel, maka semakin besar viskositasnya, alirannya semakin lambat. Tween 80 akan membuat medium menjadi lebih rigid yang menyebabkan semakin meningkatnya viskositas dari 14.16 poise menjadi 17.66 poise.

Standar mutu madu salah satunya didasarkan pada kandungan gula pereduksi yang terdiri dari glukosa dan fruktosa. Kandungan glukosa madu yang digunakan pada penelitian ini yaitu 30,77 %. Pencampuran madu dengan KPIG serta Tween 80 dan dilakukan homogenisasi dengan ultra turrax, kandungan glukosa dispersi menjadi turun yaitu 24,542 %. Hal ini disebabkan karena glukosa terhidrolilis dengan adanya peningkatan total asam serta molekul gula kehilangan air menjadi glukosa monohidrat.

Pencampuran antara madu dengan KPIG dan homogenisasi dengan untra turrax menyebabkan kandungan gula pereduksi menjadi turun dari 72,42 % menjadi 65.58 %. Dengan adanya pemanasan kandungan sukrosa pada madu akan terinversi, sukrosa bersifat non pereduksi karena tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif. Kandungan gula pereduksi pada madu juga dipengaruhi oleh peningkatan HMF.

KESIMPULAN

Formula KPIG : madu : Tween 80 dengan perbandingan masing – masing 95 : 5 : 1,34 dengan kecepatan ultra turrax 21.500 Rpm selama 2 menit telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI, IHC dan FAO untuk parameter kadar air, total asam, viskositas dan gula pereduksi.

DAFTAR PUSTAKA

Asfar M., Tawali A.B., Abdullah N, dan Mahendradatta M. 2014. Extraction of albumin of snakehead fish (Channa striatus) in producing the fish protein consentrate (FPC). IJSTR Vol. 3. Issue 4, 85 – 88.

Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2013. SNI – 3545 – 2013 : Madu. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional Indonesia

International Honey Commision. 2002. Harmonised method of the international honey commission, Switzerland.

Restiana., Taslim N.A, dan Bukhari A. 2010. Pengaruh pemberian ekstrak ikan gabus terhadap kadar albumin dan status gizi penderita HIV / AIDS yang mendapatkan terapi ARV. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Siahaan W.S., NI Sari, dan Loekman S. 2015. Pengaruh penambahan konsentrat protein ikan gabus (Channa striatus) terhadap mutu kwetiau. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau.

Suwita I.K., Kristianto Y,dan Purwaningsih F.Y. 2012. Pendugaan umur simpan sirup temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb), madu dan ekstrak ikan gabus (Ophiocephalus striatus) dengan model Arrhenius dan model Qn. Politeknik Kesehatan Kemenkes. Malang

Page 22: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”312

Tawali AB., Mahendradatta M., Asfar M, dan V. Hadju. 2016. Proses produksi konsentrat protein albumin ikan gabus melalui ekstraksi dan isolasi albumin pada pH isoelektrik. ID P000043291

Ulandari A., Kurniawan D, dan Putri A.S. 2010. Potensi protein ikan gabus dalam mencegah kwashiorkor pada balita di

Provinsi Jambi. Fakultas Kedokteran. Universitas Jambi

Zuraini A., Somchit M.N., Solihhah M.H., Goh Y.M., Arifah A.K. et al. 2006. Fatty acid and amino acid composition of three local Malaysian Channa spp Fiss. Food Chem 97 (4) : 674 – 678. 2006

Page 23: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 313

Tawali AB., Mahendradatta M., Asfar M, dan V. Hadju. 2016. Proses produksi konsentrat protein albumin ikan gabus melalui ekstraksi dan isolasi albumin pada pH isoelektrik. ID P000043291

Ulandari A., Kurniawan D, dan Putri A.S. 2010. Potensi protein ikan gabus dalam mencegah kwashiorkor pada balita di

Provinsi Jambi. Fakultas Kedokteran. Universitas Jambi

Zuraini A., Somchit M.N., Solihhah M.H., Goh Y.M., Arifah A.K. et al. 2006. Fatty acid and amino acid composition of three local Malaysian Channa spp Fiss. Food Chem 97 (4) : 674 – 678. 2006

OPTIMASI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN TOTAL FENOL PADA TEH KULIT BUAH NAGA MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY DENGAN

PERLAKUAN AWAL DAN PENGERINGAN

OPTIMIZATION OF ANTIOXIDANT ACTIVITY AND TOTAL PHENOLIC CONTENTS OF DRAGON FRUIT PEEL TEA USING RESPONSE SURFACE METHODOLOGY WITH

PRE-TREATMENT AND DRYING CONDITION

Mulia W. Apriliyanti*, M. Ardiyansyah, Agung Wahyono, Budi Santoso, Anang Febri Teknologi Pertanian, Politeknik Negeri Jember

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

Antioxidant and phenolic substances are key role in keeping the body healthy and suppressing cancer cells. The study was conducted with Response Surface Methodology (RSM) was used to the optimize pretreatment of dragon fruit peel tea conditions for processing of dragon fruit peel tea using response of antioxidant activity (Y1) and total phenolic contents (Y2). This method used three factors of central composite design (CCD) consisting of Na-Metabisulfite concentration (X1 : 0.2-0.4 %), drying temperature (X2 : 65-75 ⁰C), and drying time (X3 : 4-5 hours). Antioxidant activity was measured by DPPH methods and total phenol was determined by follin-ciocalteu methods. The results showed that the pre-treatment of Na-Metabisulfite, temperature, and drying time were significant for total phenolic content, but not significant for antioxidant activity. Based on the model developed, the optimum conditions for processing dragon fruit peel tea were 0.29 % of Na-Metabisulfite pre-treatment, 69.91 oC of drying temperature, and 4.50 hours of drying time. These optimum conditions are predicted to obtain antioxidant activity of 63.27 % and total phenolic content of 0.33 %. Thus, it can be concluded that the dragon fruit peel tea is a promising product as a source of antioxidant and phenolic compounds. . Keywords: Antioxidant activity, Dragon Fruit Peel Tea, RSM, Total Phenolic Content

ABSTRAK Antioksidan dan fenol sangat berperan penting dalam menjaga tubuh tetap sehat dan untuk menginaktivasi sel kanker yang ada di dalam tubuh. Penelitian dilakukan dengan metodologi permukaan respon (RSM) untuk mengoptimalkan kondisi perlakuan awal dan pengeringan teh kulit buah naga dengan respon aktivitas antioksidan (Y1) dan total fenol (Y2). Tiga faktor komposit desain yang digunakan yaitu konsentrasi na-metabisulfit (X1 : 0.2-0.4 %), suhu pengeringan (X2 : 65-75 ⁰C), dan waktu pengeringan (X3 : 4-5 jam). Aktivitas antioksidan ditentukan dengan metode DPPH sedangkan untuk total fenol ditentukan dengan metode follin-ciocalteu. Plot permukaan respon menunjukkan bahwa konsentrasi Na-Metabisulfit, suhu, dan waktu pengeringan signifikan terhadap respon total fenol sedangkan tidak signifikan terhadap respon aktivitas antioksidan. Hasil prediksi yang optimal untuk respon aktivitas antioksidan

Page 24: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”314

63.27 % dan total fenol 0.33 % dengan perlakuan awal konsentrasi Na-Metabisulfit 0.29 %, suhu 69.91 ⁰C, dan waktu pengeringan 4.50 jam. Dari hasil prediksi menunjukkan teh kulit buah naga memiliki potensi aktivitas antioksidan dan total fenol tinggi.

Kata kunci : Antioksidan, Optimasi, Teh Kulit Buah Naga, Total Fenol

PENDAHULUAN

Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang berasal dari Meksiko, Amerika tengah dan selatan yang dikenal dengan sebutan pitaya atau pitahaya. Sekarang buah naga banyak dibudidayakan oleh negara-negara di Asia yang memiliki iklim tropis seperti Vietnam, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Rata-rata produksi di dunia dalam 1 Ha lahan menghasilkan 4 – 20 ton buah naga segar (Nobel, 2008). Buah naga dipercaya memiliki banyak kandungan polifenol dan antioksidan yang bagus bagi tubuh. Dalam proses produksi industri minuman sari buah naga, kulit buah naga sering dipisahkan dan dibuang sebagai limbah pertanian.

Menurut Wu et al (2006), aktivitas antioksidan terbesar terdapat pada kulit dibandingkan dengan daging buah. Phebe et al. (2009) and Harivaindaram et al. (2008) telah memanfaatkan kulit buah naga sebagai sumber pewarna alami, agen pengental, dan moisturizer dalam industri kosmetik. Kulit buah naga memiliki kandungan pektin 10.79%, betacianin 150 mg/100 g berat kering, dan persentase serat yang larut dan tidak larut adalah 56.5% dan 14.82% (Jamilah et al.,2011), sehingga peneliti juga tertarik untuk memanfaatkan kulit buah naga sebagai teh herbal.

Pengeringan merupakan tahap yang penting dalam manajemen pascapanen, proses pengeringan digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dan mencegah perubahan biokimia tetapi dalam selang waktu yang sama, bisa menyebabkan perubahan kualitas seperti aroma dan

tampilan. Selain itu, biasanya disertai dengan berkurangnya aktivitas antioksidan selama proses pengeringan (Hossain et al. 2010). Salah satu proses untuk mencegah terjadinya kehilangan aktivitas senyawa bioaktif selama proses pengolahan atau pengeringan, dapat dilakukan pre-treatment dengan penambahan pengawet bahan makanan atau menambahkan masking agent. Hal tersebut dapat untuk mengurangi efek teroksidasinya senyawa bioaktif selama proses pengolahan.

Baker et al., (2011) melaporkan bahwa kondisi optimum untuk membuat bubuk kulit buah naga menggunakan spray-drying adalah suhu inlet 165 oC dan outlet 80 oC. Disamping itu, penggunaan maltodektrin 15% dapat mempertahankan betacyanin yang tinggi dengan kadar air yang rendah. Hasil penelitian rying menunjukkan bahwa penambahan natrium bisulfit mampu mempertahankan kandungan antosianin sebesar 23-27% selama proses pengolahan jus anggur. Oven atau dehidrator merupakan salah satu metode pengeringan untuk produk pangan dengan biaya investasi yang tidak mahal serta praktis dalam pengoperasiannya.

Pengeringan menggunakan oven lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan dengan matahari. Akan tetapi pengeringan menggunakan oven terbatas pada kapasitas ruang pengovenan. Penelitian mengenai optimasi aktivitas antioksidan dan total fenol pada teh kulit buah naga menggunakan Response Surface Methodology dengan perlakuan awal dan pengeringan belum dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai proses optimasi suhu dan waktu pengeringan menggunakan dehidrator

Page 25: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 315

serta penambahan konsentrasi natrium bisulfit terhadap aktivitas antioksidan dan total fenol pada kulit buah naga menggunakan metode Response Surface. Diharapkan dengan mengetahui kondisi optimum pengeringan dan konsentrasi natrium bisulfit, dapat diaplikasikan untuk memproduksi (scale up) bubuk teh dari limbah kulit buah naga yang mempunyai aktivitas antioksidan dan total fenol yang tinggi dan berkhasiat bagi kesehatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses produksi teh kulit buah naga dengan perlakuan awal dan pengeringan melalui beberapa perlakuan yang tepat, untuk mengetahui aktivitas antioksidan dan total fenol dari proses produksi teh kulit buah naga dengan perlakuan awal dan pengeringan, dan untuk melakukan optimasi proses produksi teh kulit buah naga dengan menggunakan Response Surface Methodology untuk meningkatkan aktivitas antioksidan dan total fenol.

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam pengolahan

teh kulit buah naga meliputi timbangan (Mettle denver AA 200), termometer, oven listrik (Memmert), glassware, baskom, dan sendok. Alat yang digunakan untuk analisa meliputi timbangan analitik (Mettle denver AA 200), glassware, spektrofotometer (Ultrospec 2100 pro), mikropipet (Socorex), dan botol vial.

Bahan Baku yang dibutuhkan adalah buah naga diperoleh dari Perkebunan Rembangan, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah DPPH, reagen Folin-ciocalteu, Na2CO3 7%, methanol, serta aquades.

Penelitian dilaksanakan pada Bulan April-Agustus 2017 di Laboratorium Politeknik Negeri Jember yaitu :

Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisa Pangan, dan Laboratorium Biosains.

Pengolahan Teh Kulit Buah Naga

Buah naga dibersihkan, dikupas kulit, dipisahkan daging dan kulit buahnya. Setelah itu kulit buah naga dipotong-potong dan dincincang halus. Kulit buah cincang direndam dengan natrium metabisulfit dengan konsentrasi 0.2-0.4 % selama 20 menit, kemudian dikeringkan pada suhu 65-75 ⁰C, selama 4-5 jam.

Penentuan aktivitas antioksidan

Pengujian aktvitas antioksidan dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 0,1 ml lalu ditambahkan metanol sebanyak 5 ml, divortex dan diambil sebanyak 4 ml. Selanjutnya ditambahkan DPPH 1 ml 20 ppm. larutan 1,1-diphenyl-2-pycrilhidrazil (DPPH) dalam metanol, divortex kemudian diinkubasi di tempat gelap selama 30 menit dan diabsorbansi pada panjang gelombang 517 nm (Modifikasi Nurhasanah dkk., 2015). Aktivitas antioksidan : Abs DPPH kontrol – Abs sisa DPPH X 100 %

Abs DPPH kontrol Abs DPPH kontrol : absorbansi DPPH sebelum direaksian dengan sampel Abs DPPH sisa : absorbansi DPPH setelah direaksian dengan sampel

Penentuan Total Fenol

Analisis kandungan total polifenol dilakukan secara spektrofotometri dengan metode follin ciocalteau (Slinkard and Singleton, 1977 yang dimodifikasi). Sampel ekstrak dengan volume tertentu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan dengan aquades hingga volume menjadi 5 mL. Selanjutnya sebanyak 0.5 mL

Page 26: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”316

follin ciocalteau ditambahkan ke dalam tabung reaksi, lalu di vortex, dan didiamkan selama 5 menit. Kemudian ditambahkan Na2CO3 (7% sebanyak 1 mL., divortex, dan didiamkan selama 60 menit di tempat gelap. Nilai absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 765 nm. Kandungan total polifenol dalam sampel ekstrak dihitung dengan menggunakan kurva standar yang dibuat dari asam galat (GA) pada beberapa konsentrasi. Kandungan total polifenol dalam bahan dinyatakan sebagai mg GAE/ g sampel.

Rancangan percobaan

Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode rancangan CCD dari RSM (Response Surface Methodology) dengan 3 faktor yaitu konsentrasi na-metabisulfit (X1 : 0.2-0.4 %), suhu pengeringan (X2 : 65-75 ⁰C), dan waktu pengeringan (X3 : 4-5 jam). Respon yang diamati adalah aktivitas antioksidan (Y1) dan total fenol (Y2). Dalam penelitian ini terdapat 13 perlakuan yang setiap perlakuan mengikuti rancangan percobaan CCD.

Analisis Statistik

Setiap variabel respon kemudian dianalisa ANOVA satu persatu. Model ANOVA yang digunakan dapat dipilih sesuai yang disarankan oleh program yaitu model yang memiliki tingkat tertinggi dan menghasilkan nilai signifikan ANOVA. Model ANOVA yang terdapat pada design ini adalah Linear, Quadratic, Special Cubic, dan Cubic. Model yang memberikan signifikansi pada ANOVA dan non signifikansi pada lack of fit dipilih untuk menganalisis variabel. Selain itu, program DX 7.0® juga memberikan fasilitas plot kenormalan residual (normal plot of residual) yang mengindikasikan apakah residual (selisih antara respon aktual dengan nilai respon yang diprediksikan) mengikuti garis kenormalan

(garis lurus). Titik-titik data yang semakin mendekati garis kenormalan menunjukkan data yang menyebar normal, yang berarti hasil aktual akan mendekati hasil yang diprediksikan oleh program DX 7.0® (Kumari et al., 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Permukaan Respon

Analisa permukaan respon terdapat dua variabel, yaitu variabel sebenarnya dan variabel terkode. Variabel terkode digunakan untuk mempermudah proses penghitungan sedangkan variabel sebenarnya akan dikodekan menurut interval yang biasa digunakan yaitu (-1,1). Nilai titik tengah perancangan dikodekan dengan 0 (Montgomery, 2005). Respon optimum diperoleh dengan perluasan perlakuan pada level di atas titik tengah (kode 1) dan level di bawah titik tengah (kode -1). Untuk faktor konsentrasi natrium metabisulfit kisaran yang digunakan adalah 0.3%, sehingga didapatkan konsentrasi level bawah 0.2 % (kode -1) dan level atas 0.4% (kode 1). Pada faktor suhu pengeringan kisaran yang digunakan adalah 70⁰C, sehingga didapatkan suhu pengeringan level bawah 65⁰C (kode -1) dan level atas 75⁰C (kode 1).

Selain titik -1, 0, dan 1, dalam rancangan komposit pusat, perlakuan diperluas dengan titik –α dan α. Menurut Gasperz (1995) bahwa seringkali dalam kebanyakan masalah percobaan, tidak diketahui secara pasti lokasi maksimum yang diharapkan berada. Oleh karena itu, dapat diperkirakan tentang kondisi optimum dari sistem akan berbeda jauh dari kondisi optimum yang aktual. Kombinasi perlakuan optimasi beserta data respon aktivitas antioksidan (Y1) dan kadar fenol (Y2) dari rancangan komposit pusat ditunjukkan pada Tabel 1.

Page 27: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 317

Tabel 1. Data Respon Aktivitas Antioksidan dan Kadar Fenol dari Rancangan Komposit Pusat

No. Faktor 1 (A) Konsentrasi

Na-Metabisulfit (%)

Faktor 2 (B) Suhu

Pengeringan (⁰C)

Faktor 3 (C) Waktu

Pengeringan (Jam)

Respon 1 Aktivitas

Antioksidan (%)

Respon 2 Total Fenol

(%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

0.30 0.40 0.30 0.40 0.47 0.20 0.30 0.20 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.20 0.30 0.20 0.40 0.40 0.30 0.13

70.00 75.00 61.59 65.00 70.00 65.00 78.41 75.00 70.00 70.00 70.00 70.00 70.00 65.00 70.00 75.00 75.00 65.00 70.00 70.00

4.50 5.00 4.50 5.00 4.50 4.00 4.50 5.00 4.50 4.50 4.50 4.50 5.34 5.00 4.50 4.00 4.00 4.00 3.66 4.50

68.61 31.82 19.24 39.18 30.98 42.43 28.15 37.3 68.6

68.64 68.58 68.62 26.03 43.42 37.37 33.95 50.92 38.47 68.6

40.74

0.331 0.178 0.116 0.18

0.175 0.192 0.148 0.202 0.334 0.330 0.332 0.333 0.214 0.281 0.331 0.145 0.151 0.139 0.117 0.147

Pada analisa permukaan respon menggunakan CCD terdapat beberapa model statistik yang dapat digunakan untuk menganalisa data hasil penelitian yang telah didapatkan. Beberapa model statistik yang ditawarkan dalam software Design Expert adalah model kuadratik, linier, 2FI (interaksi dua faktor), dan kubik. Pemilihan model yang paling sesuai untuk menentukan respon optimum berdasarkan evaluasi model dari sistem komputerisasi Design Expert, yaitu model urutan jumlah kuadrat (Sequential Model Sum of Squares), pengujian ketidaktepatan model (Lack of Fit Tests), dan ringkasan model statistik (Model Summary Statistics).

Berdasarkan tiga kriteria pemilihan model, maka model yang terpilih untuk menjelaskan hubungan antara faktor X1 (konsentrasi natrium metabisulfit), faktor X2

(suhu pengeringan), dan faktor X3 (waktu pengeringan) terhadap respon Y1 (aktivitas antioksidan) adalah model kuadratik. Begitu pula terhadap respon Y2 (total fenol) adalah model kuadratik. Setelah diperoleh model yang digunakan, dilakukan analisa ragam untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap respon tersebut.

Respon aktivitas antioksidan dengan faktor X1 (konsentrasi natrium metabisulfit), faktor X2 (suhu pengeringan), dan faktor X3 (waktu pengeringan) pada model menunjukan

Page 28: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”318

pengaruh yang tidak signifikan terhadap respon aktivitas antioksidan karena nilai p lebih dari 0,05 (p > 0,05) sedangkan terhadap respon total fenol menunjukan pengaruh yang signifikan karena nilai p kurang dari 0,05 (p < 0,05). Menurut Cai et al. (2007) dalam Sun et al. (2011), apabila nilai p kurang dari 0,05, hal tersebut menunjukkan bahwa model bersifat signifikan.

Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit, Suhu Pengeringan dan Waktu Pengeringan terhadap Respon Kadar Fenol

Gambar 1. Grafik Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit, Suhu Pengeringan dan Waktu Pengeringan terhadap Respon Kadar

Fenol

Pengaruh interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit, suhu pengeringan dan waktu pengeringan bersifat kuadratik terhadap respon kadar fenol. Total fenol tertinggi dari optimasi teh kulit buah naga yaitu 0.334 % atau 3,34 mg/ g pada perlakuan konsentrasi Natrium Metabisulfit 0.3 %, Suhu Pengeringan 70⁰C dengan waktu 4.5 jam. Nilai total fenol teh kulit buah naga ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kulit buah naga tanpa perlakuan yaitu 0.148 % atau 1.48 mg/ g. Grafik respon pada Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan dengan waktu aktual pengeringan 4.5 jam menunjukkan penurunan respon total fenol. Persamaan model permukaan respon yang dihasilkan dari

pengolahan data terhadap respon total fenol sebagai berikut : Y = 0.33 - 9.146E-003X1 - 4.553E-003X2+ 0.028X3 + 0.017X1X2 - 9.750E-003X1X3 -5.750E-003X2X3 - 0.052X1

2 - 0.062 X22 -

0.050X32

dengan R2 = 0.8539. Nilai R2 atau koefisien determinasi menjelaskan bahwa 85.329 % data yang dihasilkan dari penelitian merupakan pengaruh faktor-faktor perlakuan. Nilai R2 pada model ini cukup baik, karena hanya 14.61 % dipengaruhi oleh faktor faktor di luar perlakuan.

Pada pengolahan teh kulit buah naga respon total fenol semakin menurun seiring dengan kenaikan suhu pengering. Hal ini disebabkan senyawa fenolik mengalami kerusakan akibat termal. Schieber, et al (2001) dan Michalczyk, et al (2009) dalam Khaled, et al (2014) menyebutkan bahwa berkurangnya senyawa fenolik dan flavonoid dapat disebabkan oleh kondisi proses, khususnya suhu dan durasi yang digunakan. Davey , et al (2002) melaporkan bahwa pengolahan termal dapat mempengaruhi fitokimia karena menyebabkan kerusakan termal pada integritas struktur sel yang kemudian mengakibatkan migrasi komponen, serta dapat memacu kerusakan oleh berbagai reaksi kimia yang disebabkan oleh enzim, cahaya, dan oksigen. Zhang et al (2009) melaporkan bahwa suhu pengeringan (60ºC selama 16 jam) pada daun melon pahit kehilangan sekitar 21.5 sampai 33.2 %dan 44.4% sampai 65.9% untuk total flavonoids dan total senyawa fenoliknya. Menurut Mrad, et al. (2012), penurunan kandungan total fenol selama pengeringan dapat disebabkan dengan pengikatan polifenol dengan senyawa lain (protein) atau perubahan dalam struktur kimia polifenol yang tidak dapat diekstraksi atau ditentukan dengan metode yang tersedia. de Ancos et al. (2000) juga mengemukakan bahwa senyawa polifenol dapat berkurang akibat banyak faktor selain perlakuan panas, diantaranya

Page 29: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 319

oleh aktivitas oksidase polifenol, kadar asam organik, konsentrasi gula dan pH.

Dari grafik respon total fenol menunjukkan bahwa semakin menurunnya konsentrasi natrium metabisulfit dapat menyebabkan semakin meningkatnya total fenol teh kulit buah naga. Senyawa bisulfit merupakan inhibitor proses browning secara enzmatis, yaitu dengan mencegah perubahan senyawa fenol menjadi quionone. Senyawa sulfit pada natrium metabisulfit tidak dapat secara total menginaktivasi proses pencoklatan tetapi hanya memperlambat reaksi pencoklatan (Rahman, 2007). Menurut Candra et al. (2013) perlakuan penambahan larutan metabisulfit sebagai senyawa anti-browning bekerja dengan cara membentuk ikatan disufida dengan enzim PPO sehingga menghambat pengikatan dengan oksigen sehingga menyebabkan penuruan aktivitas enzim PPO.

Total fenol teh kulit buah naga ini relatif kecil jika dibandingkan dengan total fenol dari teh hijau komersial berkisaran 167.65-259.54 mg/ L (Dewi, 2009). Pada pengolahan teh kulit buah naga ini diperoleh kadar total fenol lebih rendah. Hal ini dapat diduga karena saat proses analisa total fenol menggunakan perlakuan awal dengan diseduh air. Menurut Stankovic (2010) bahwa kadar total fenol dari Marrubium peregrinum yang diekstrak dengan metanol menunjukkan total fenol 49.27 mg/ g. Kadar tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang diekstrak dengan air yaitu 46.78 mg/ g. Kadar total fenol pada tanaman Marrubium peregrinum tergantung dari proses ekstraksi. Salah satunya, yaitu polaritas dari pelarut yang digunakan pada saat ekstraksi. Kelarutan fenol yang tinggi dalam pelarut polar memberikan konsentrasi senyawa ini yang tinggi dalam ekstrak yang diperoleh dengan menggunakan pelarut polar untuk ekstraksi (Mohsen dan Ammar, 2008; Zhou and Yu, 2004).

Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit, Suhu Pengeringan dan Waktu Pengeringan terhadap Respon aktivitas antioksidan

Gambar 2. Grafik Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit, Suhu Pengeringan dan

Waktu Pengeringan terhadap Respon aktivitas antioksidan

Pengaruh interaksi antara konsentrasi

natrium metabisulfit, suhu pengeringan dan waktu pengeringan bersifat kuadratik terhadap respon aktivitas antioksidan. Kadar antioksidan tertinggi dari optimasi teh kulit buah naga yaitu 68.64 % pada perlakuan konsentrasi natrium metabisulfit 0.3 %, suhu pengeringan 70⁰c dengan waktu 4.5 jam. Kadar antioksidan teh kulit buah naga ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kulit buah naga tanpa perlakuan yaitu 11.20 %. Grafik respon pada Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan dengan waktu aktual pengeringan 4.5 jam menunjukkan penurunan respon aktivitas antioksidan.

Persamaan model permukaan respon yang dihasilkan dari pengolahan data terhadap respon aktivitas antioksidan sebagai berikut : Y = 63.22-0.96X1 + 0.40X2 -6.27X3+ 2.46X1X2 - 2.84X1X3 - 2.18X2X3 - 8.53X1

-12.83X2

2 - 4.48X32

dengan R2 = 0.4860. Nilai R2 (koefisien determinasi) menjelaskan bahwa 48.6 % data yang dihasilkan dari penelitian merupakan pengaruh faktor-faktor perlakuan. Nilai R2 pada model tidak layak dikarenakan banyak

Page 30: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”320

faktor dari luar yang tidak teramati dalam mempengaruhi dari nilai respon aktivitas antioksidan.

Suhu pengeringan berkolerasi dengan terjadi proses degradasi senyawa fenol yang menyebabkan menurunnya aktivitas antioksidan dari teh kulit buah naga. Peningkatan respon aktivitas antioksidan terjadi seiring dengan menurunnya konsentrasi natrium metabisulfit dan suhu pengeringan. Menurunnya aktivitas antioksidan dengan tingginya konsentrasi senyawa bilsufit dikarenakan senyawa antosianin mampu bereaksi dengan senyawa sulfit membentuk senyawa tidak bewarna (flavene), sehingga antosianin tidak memiliki aktivitas antioksidan.

DPPH telah banyak digunakan untuk mengevaluasi aktivitas pepenangkalan radikal bebas dari berbagai zat antioksidan. DPPH adalah radikal bebas stabil yang menimbulkan warna violet dalam larutan metanol, ditandai dengan panjang gelombang absorbansi pada sekitar 520 nm. Dalam uji DPPH, antioksidan yang dapat menyumbangkan hidrogen mampu mengurangi radikal DPPH yang stabil menjadi bentuk DPPH-H berwarna kuning dan non-radikal. Dari setiap uji kapasitas antioksidan dengan metode yang berbeda mempunyai kelemahan dan keuntungan yang berbeda pula (RufinoMdos et al., 2011 dan Chan et al., 2009). Secara umum, perubahan kandungan senyawa menyebabkan tingkat aktivitas antioksidan yang bervariasi selama pengeringan dapat disebabkan karena efek antagonis atau sinergis dengan senyawa

lainnya. Pengaruh pengeringan terhadap interaksi kimia yang kompleks dan sifat fungsional produk pangan masih diteliti (López et al., 2013; Magalhães et al., 2008; dan Deepa, et al., 2007). Titik Optimum Respon Aktivitas Antioksidan dan Kadar Fenol

Gambar 3. Grafik Pengaruh Konsentrasi

Natrium Metabisulfit, Suhu Pengeringan dan Waktu Pengeringan terhadap Respon

Aktivitas Antioksidan dan Total Fenol Berdasarkan solusi yang diperoleh dari sistem perhitungan software Design Expert, titik optimum dari faktor perlakuan awal konsentrasi na-metabisulfit 0.29 %, suhu pengeringan 69.91 ⁰C, dan waktu pengeringan 4.50 jam. Dari solusi titik optimum tersebut didapatkan nilai respon optimum aktivitas antioksidan 63.27 % dan total fenol 0.331 %.

Verifikasi Hasil Optimal

Verifikasi hasil optimum perlu dilakukan sebagai pembuktian bahwa solusi titik optimum faktor yang diberikan oleh program Design Expert benar-benar dapat memberikan hasil respon sesuai dengan respon optimum yang telah ditentukan oleh program dan benar-benar optimal. Verifikasi dilakukan dengan cara membandingkan nilai analisa respon pada penelitian dengan nilai respon hasil perhitungan software Design Expert. Dari perhitungan analisa penelitian, didapatkan nilai respon aktivitas antioksidan sebesar 67.93 % sedangkan dari perhitungan Design Expert sebesar 63.27 %. Nilai respon total fenol dari analisa penelitian didapatkan

Page 31: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 321

sebesar 0.333%, sedangkan dari perhitungan Design Expert sebesar 0.331%.

Perbedaan nilai respon aktivitas antioksidan hasil verifikasi dengan perhitungan Design Expert sebesar 4.63 % sedangkan untuk respon total fenol perbedaannya sebesar 0.002 %. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena hal-hal teknis pada saat penelitian. Persentase perbedaan nilai masing-masing respon tidak terlalu besar dan nilai hasil verifikasi hampir mendekati perhitungan Design Expert. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wu et al. (2006) bahwasanya perbedaan nilai prediksi dengan nilai penelitian tidak lebih dari 5%. Hak ini mengindikasikan bahwa model tersebut cukup tepat untuk proses pengolahan teh kulit buah naga karena selisih nilai tidak terlalu signifikan dan solusi faktor yang diberikan oleh Design Expert dapat diterima.

KESIMPULAN

Kondisi optimum proses pengolahan teh kulit buah naga pada perlakuan konsentrasi Natrium Metabisulfit 0.3 %, Suhu Pengeringan 70⁰C dengan waktu 4.5 jam dengan total fenol 0.334 % atau 3,34 mg/ g. dan kadar antioksidan 68.64 %. Respon total fenol yang diperoleh bersifat kuadratik dengan persamaan polinomial Y = 0.33 - 9.146E-003X1 - 4.553E-003X2+ 0.028X3 + 0.017X1X2 - 9.750E-003X1X3 -5.750E-003X2X3 - 0.052X1

2 - 0.062 X22 - 0.050X3

2

sedangkan respon aktivitas antioksidan juga bersifat kuadratik dengan persamaan polinomial Y = 63.22-0.96X1 + 0.40X2 -6.27X3+ 2.46X1X2 - 2.84X1X3 - 2.18X2X3 - 8.53X1

-12.83X22 - 4.48X3

2 . Hasil prediksi yang optimal untuk respon aktivitas antioksidan 63.27 % dan total fenol 0.330 % dengan perlakuan awal konsentrasi Na-Metabisulfit 0.29 %, suhu 69.91 ⁰C, dan waktu pengeringan 4.50 jam.

DAFTAR PUSTAKA Cai W, Gu X, Tang J. 2007. Extraction and

Preliminary Structure Discussion of Soluble Opuntia Milpa Alta Polysaccharide. Food Mach., 23:68-71.

Chandra, A., Inggrid, H. M., dan Verawati. 2013. Pengaruh pH dan Jenis Pelarut pada Perolehan dan Karakterisasi Pati dari Biji Alpukat, LPPM UNPAR, Bandung.

Deepa N, Kaura C, George B, Singh B, and Kapoor H. 2007. Antioxidant Constituents in Some Sweet Pepper (Capsicum annuum L.) Genotypes During Maturity. LWT 40:121-129.

Dewi, P.P., Rina H., dan Reni P. 2009. Pengukuran Kapasitas Antioksidan pada Teh Komersial serta Korelasinya dengan Kandungan Total Fenol. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gasperz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung Hossain M.B., et al. 2010. Effect of Drying Method on the Antioxidant Capacity of Six Lamiaceae Herb. Food Chemistry. 123: 85-91

Harivaindaram, K. V., Rebecca, O. P. S. and Chandran, S. 2008. Study of Optimal Temperature, pH and Stability of Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus) Peel for use as Potential Natural Colorant. Pakistan Journal of Biological Sciences 11 (18): 2259-2263.

Hossain M.B., Barry R.C., Martin D.A.B., Brunton N.P. 2010. Effect of Drying Method on The Antioxidant Capacity of Six Lamiaceae Herbs. Food Chemistry, 123: 85–91.

Jamilah, B., Shu, C.E., Kharidah, M., Dzulkifly, M.A., and Noranizan, A. 2011. Physico-Chemical Characteristics of Red Pitaya (Hylocereus Polyrhizus)

Page 32: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”322

Peel. International Food Research Journal. 18: 279–286

López J, Vega-Gálvez A, Torres M, Lemus-Mondaca R, Quispe-Fuentes I, et al. 2013. Effect of Dehydration Temperature on Physico-Chemical Properties and Antioxidant Capacity of Goldenberry (PhysalisperuvianaL.). Chilean J Agric Res. 73:293-299.

Magalhães LM, Segundo MA, Reis S, Lima JLFC. 2008. Methodological Aspects about in vitro Evaluation of Antioxidant Properties. Anal ChimicaActa. 613:1-19.

Mohsen, M.S., Ammar, S.M.A. 2008. Total Phenolic Contents and Antioxidant Activity of Corn Tassel Extracts. Food Chem. 112 : 595-598.

Montgomery, DC. 2001. Design and Analysis of Experiment 5th Edition. John Willey and Sons, Inc. NewYork.

Nobel, P. S. 2008. Cactaceae. In J. Janick & R. E.Paull (Eds.). The Encyclopedia of Fruit & Nuts. Wallingford: CAB International. 215.

Nurhasanah, dkk. 2015. Antioksidan Jelly Drink Kulit Buah Naga Merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.511-522.

Phebe, D., Chew, M. K., Suraini, A. A., Lai, O. M. and Janna, O. A. 2009. Red-Fleshed Pitaya (Hylocereus polyrhizus) Fruit Colour and Betacyanin Content Depend on Maturity. International Food Research Journal 16: 233-242.

Slinkard K, and Singleton V.L. 1977. Total Phenol Analyses: Automation and Comparison with Manual Methods. Am. J. Enol. Vitic. 28: 49-55

Wu, Mingyi; Ding, Hui; Wang, Song; Xu, Shimin. 2006. Optimizing Conditions for the Purification of Linoleic Acid from Sunflower Oil by Urea Complex Fractionation. J Am Oil Chem Soc. 85 : 677–684.

Zhou, K., YU, L. 2004. Effects of Extraction Solvent on Wheat Bran Antioxidant Activity Estimation. LWT. 37 : 717-721.

Page 33: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 323

KAJIAN KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORIS FRUIT & VEGETABLE LEATHER ASAM JAWA (Tamarindus indica) DAN TOMAT (Lycopersicum commune)

DENGAN VARIASI KONSENTRASI SORBITOL

Nur Her Riyadi P.*, Ardhea Mustika Sari, Anang Darma Judanto Prodi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian UNS Surakarta

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

Fruit and vegetable leathers tamarind and tomato were produced from purees of tamarind and tomato,which have strong flavour and contain pectin, sugar and organic acid which dried at 650C for 9 hours. The addition of sorbitol was increased level of sweetnees fruit and vegetable leather and sorbitol have low calories. Due to sorbitol addition could improve physical, chemical and sensory charactheristics of fruit and vegetable leather. The aims of this study were evaluated the effect of sorbitol concentration on physical, chemical, and sensory characteristics of fruit and vegetable leather tamarind and tomato and determined the best concentration of sorbitol. This study used The Completely Randomized Factorial Design (CRFD) with one factor, variation of sorbitol (5%, 10%, 15%) with parameters tensile strenght, moisture content, total calories and organoleptic test. The results showed, the best treatment was addition 15% of sorbitol which had tensile strenght 3,085 N, moisture content 10,403%, total calories 3,572 kcal/g. Keywords: fruit and vegetable leather, sorbitol, tamarind, tomato,

ABSTRAK

Fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dibuat dari campuran buah dan sayur yang mempunyai flavour kuat, dan memiliki kandungan pektin, gula dan asam organik, dikeringkan dengan suhu 650C selama 9 jam. Penambahan sorbitol selain meningkatkan kemanisan fruit and vegetable leather juga menjadikan rendah kalori, diharapkan penambahan sorbitol dapat memperbaiki karakteristik fisik, kimia dan sensoris fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi sorbitol terbaik berdasarkan karakteristik fisik, kimia dan sensoris fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu variasi konsentrasi sorbitol (5%, 10%, 15%) dengan parameter yang diamati tensile strenght, kadar air, total kalori dan uji organoleptik. Hasil pengujian sensoris menunjukkan kesukaan panelis terhadap leather asam jawa dan tomat dengan penambahan konsentrasi sorbitol 15%, dengan tensile strenght 3,085 N, kadar air 10,403 %, total kalori 3,572 kkal/g. Kata kunci : asam jawa, fruit and vegetable leather, sorbitol, tomat

Page 34: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”324

PENDAHULUAN

Fruit and vegetable leather adalah produk olahan pangan yang terbuat dari puree buah dan sayur yang telah mengalami proses pengeringan dalam oven. Fruit leather berbentuk lembaran yang mempunyai ketebalan sekitar 2–3 mm, kadar air sekitar 10–20% dan memiliki cita rasa sesuai dengan jenis buah yang dipakai (Asben, 2007). Buah yang digunakan dalam pembuatan fruit and vegetable leather ini adalah asam jawa dan tomat. Di Indonesia penggunaan asam jawa masih terbatas. Buah dan daun asam jawa masih muda digunakan sebagai penyedap masakan dan buah yang matang digunakan sebagai ramuan obat (Fachruddin, 2002). Menurut Amin (2009) asam jawa berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk olahan seperti manisan, sari buah, bumbu instan dan lain- lain. Didalam buah asam jawa mengandung mengandung senyawa kimia antara lain asam sitrat, asam anggur, asam tartrat, asam suksinat, pektin dan gula invert. Selain itu kulit buah asam jawa mengandung phlobatannin dan bijinya mengandung albuminoid serta pati (Thomas, 1989). Menurut Puspitasari dkk (2014) zat kimia yang terdapat pada asam jawa adalah flavonoid yang berfungsi sebagai agen antiobesitas dan antidiabetes.

Didalam buah tomat terdapat kandungan gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, vitamin B1, vitamin C dan air yang tinggi (Winarno, 2008). Menurut Ayustaningwarno dkk (2014) tomat mempunyai kadar air mencapai 94% dari total bobot. Selain itu memiliki kandungan vitamin, kalsium dan likopen.

Sebagai bahan dasar pembuatan fruit and vegetable leather baik asam jawa dan tomat mempunyai kelemahan yaitu punya rasa asam dan kandungan pektin dalam buah cukup rendah.Untuk membentuk gel dibutuhkan pektin minimal 0,5- 1,5%. Namun kandungan pektin tomat termasuk rendah yaitu sekitar

0,17- 0,25%, sedangkan kandungan pektin pada asam jawa yaitu sekitar 5.6% (Ambarwati, 2011). Menurut Murdinah (2010), Salah satu bahan pengisi yang dapat digunakan dalam pembuatan fruit leather adalah gum arab. Gum arab lebih mudah larut dalam air dibanding hidrokoloid lainnya (Alinkolis, 1989).

Pemanis yang digunakan adalah sorbitol. Asam jawa dan tomat mempunyai rasa asam, sehingga perlu ditambahkan pemanis. Sorbitol sering digunakan pada makanan diet karena memiliki kalori sebesar 2,6 kkal/gram (BPOM, 2004). Sorbitol memiliki tingkat kemanisan sekitar 60% lebih manis dari sukrosa (Kusumaningsih dalam Soesilo, 2005).

Dari latar belakang yang ada diatas akan dibuat Fruit And Vegetable Leather dari buah asam jawa (Tamarindus indica) dan sayur tomat (Lycopersicum commune) dengan variasi konsentrasi sorbitol untuk mengetahui karakteristik fisik, kimia, dan sensoris fruit and vegetable leather yang baik.

METODE PENELITIAN Bahan

Bahan yang akan digunakan adalah asam jawa dan tomat. Bahan tambahan yang digunakan adalah sorbitol (liquid 70%) dan gum arab diperoleh dari CV Agung Jaya Surakarta. Alat-alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan fruit and vegetable leather pada penelitian ini adalah sendok, spatula plastik, pisau, baskom, talenan, loyang berukuran 28 x 28 x 4 cm, neraca analitik, panci pengukus, dan blender, Lloyd’s Universal Testing Instrument, gunting, krus porselen, penjepit cawan, loyang, stopwatch, neraca analitik, desikator, oven, alat bomb kalorimeter, nampan, plastik, dan borang.

Pembuatan Fruit And Vegetable Leather

Pembuatan fruit and vegetable leather menggunakan tomat dan asam jawa dengan

Page 35: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 325

perbandingan 29:1. Buah yang sudah bersih dilanjutkan dengan proses blanching dengan cara pengukusan selama 5 menit. Selanjutnya asam jawa dan tomat yang sudah diblanching, dihancurkan dengan blender selama 5 menit. Selanjutnya puree ditambahkan sorbitol masing-masing sebanyak 5%, 10% dan 15%. Puree yang telah halus kemudian ditambahkan gum arab 0,6%. kemudian puree dihomogenkan kembali dengan blender hingga semua adonan bercampur rata. Puree buah yang telah homogen, kemudian dituangkan kedalam loyang ukuran 28 cm x 28cm x 4 cm yang dilapisi dengan plastik wrap. Proses selanjutnya adalah pengeringan dalam cabinet dryer dengan suhu 65oC dalam waktu 9 jam. Leather asam jawa dan tomat yang telah kering kemudian dipotong dan dikemas.

Tabel 1 Formulasi Pembuatan Fruit and

Vegteable Leather Asam Jawa dan Tomat

Bahan Formulasi

A0 A1 A2 A3

Tomat dan Asam Jawa (2 9: 1)

100 100 100 100

Gum arab* 0,6%

0,6%

0,6%

0,6%

Sorbitol * 0% 5% 10% 15%

Keterangan : (*) merupakan % dari puree asam jawa dan tomat

Metode Analisa

Penelitian ini terdiri dari 3 perlakuan penambahan sorbitol yaitu 0%, 5%, 10% dan 15% dan dilakukan analisa pengujian tensile strenght, kadar air, total kalori dan sensoris.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor yaitu konsentrasi sorbitol yang digunakan. Masing-masing perlakuan dilakukan 2 kali ulangan sampel dan 2 kali ulangan analisis. Semua data hasil penelitian dianalisis menggunakan Analysis Of Variance (ANOVA) one way dan

bila hasil analisis menunjukkan beda antar perlakuan maka dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada alfa = 0,05

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik dan Kimia Mix Fruit Leather Jambu Biji dan dengan penambahan Gum arab.

Analisis uji karakteristik fisik dan kimia fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dengan variasi penambahan sorbitol sebagai pemanis meliputi pengujian kuat tarik (tensile strenght) kadar air, dan total kalori. Hasil analisis uji karakteristik fisik dan kimia fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dapat dilihat pada Tabel 2 berikut Tabel 2 Karakteristik Fisik dan Kimia Fruit

And Vegetable Leather Asam Jawa (Tamarindus indica) dan Tomat (Lycopersicum commune) dengan Variasi Konsentrasi Sorbitol

Sampel

Karakteristik Fisik dan Kimia

Kuat Tarik (N)

Kadar Air (%)

Total Kalori

(kkal/g)

Kontrol 9,635c

0,413 20,176d

0,747 3,312a

0,136

Sorbitol 5%

6,853b

1,849 14,511c

0,440 3,404a

0,040

Sorbitol 10%

4,760a

1,463 12,743b

0,347 3,446ab

0,09

Sorbitol 15%

3,085a

0,618 10,403a

0,248 3,572b

0,044

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama

pada kolom yang sama menyatakan tidak beda nyata pada taraf signifikasi α = 0,05

Page 36: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”326

Kuat Tarik (Tensile Strenght) Analisa kuat tarik (Tensile Strenght)

digunakan untuk menganalisa kemampuan fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat untuk menarik hingga putus dengan menggunakan metode Llyod Universal Testing Instrument. (Praditya, 2016). Kuat tarik (tensile strength) fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Tensile Strenght Fruit And Vegetable Leather Asam Jawa dan Tomat dengan Variasi Konsentrasi Sorbitol.

Dari Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi sorbitol maka tensile strenght fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat mengalami penurunan. Secara umum fruit leather yang dikehendaki adalah memiliki tekstur yang plastis sehingga dapat digulung dan tidak terlalu kenyal saat digigit atau dikunyah (Kendaal dan Sofos, 2003). Sifat plastis adalah laju bahan yang tidak dapat kembali kekondisi semula setelah gaya yang mendeformasi ditiadakan sehingga bahan akan putus. Hal ini terjadi karena selama proses pemanasan dibantu dengan adanya pektin, asam, air dan senyawa hidrokoloid. Mekanisme dimulai dari adanya proses gelasi yang melibatkan ikatan silang dari rantai-rantai polimer untuk membentuk jaringan tiga dimensi secara kontinu dan mampu merangkap cairan, membentuk tekstur kaku, kokoh, dan

tahan saat diberikan tekanan (Rachmawati, 2009).

Selain memiliki sifat plastis fruit and vegetable leather juga memiliki sifat elastisitas. Elastisitas terbentuk oleh adanya senyawa hidrokoloid memiliki sifat yang baik, namun tidak efisien sebagai penahan uap air karena bersifat hidrofil atau menyerap air. Untuk mengatasi hal tersebut perlu ditambahkan sorbitol dalam fruit and vegetable leather yang memiliki sifat memperbaiki tekstur plastis. Selain itu sorbitol mempunyai keunggulan yaitu dapat mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekul sehingga baik untuk menghambat penguapan air dari produk (Praseptiangga, 2016). Selain dapat memperbaiki tekstur tetap lembut dan plastis, penggunaan konsentrasi sorbitol juga dapat membuat fruit leather tidak mudah patah (Winarti, 2015).

Kadar Air Kadar air berperan penting dalam

menentukan umur daya simpan atau keawetan pada bahan pangan karena pada bahan pangan yang mempunyai kadar air yang tinggi memudahkan bakteri, khamir, dan kapang untuk berkembang biak. Sehingga menyebabkan perubahan pada bahan pangan (Winarno, 2008). Kadar air fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kadar air fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dengan variasi konsentrasi sorbitol

Page 37: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 327

Dari Gambar 2 menujukkan semakin tinggi penambahan konsentrasi sorbitol maka kadar air fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena air bebas yang terikat dalam bahan sehingga air yang diuapkan pada saat pengeringan sedikit karena antara sorbitol dan air akan terjadi ikatan kovalen gugus O dan H sorbitol dan gugus O dan H air. Sorbitol merupakan gula alkohol yang memiliki sifat humektan yang dapat mengendalikan penyerapan maupun pengurangan air pada pangan karena kondisi humidity yang selalu berubah dengan kecepatan rendah sehingga dapat menjaga produk pangan tetap segar dan lembut (Fardiaz dalam Winarti, 2015). Menurut Adnan dalam Prasetyowati (2014) penambahan sorbitol dapat menurunkan kadar air fruit leather karena sorbitol merupakan golongan poliol yang mempunyai daya serap yang besar terhadap air.

Total Kalori Kalori merupakan salah satu nutrisi yang

terkandung dalam bahan pangan yang digunakan sebagai energi bagi tubuh. Selain itu kalori digunakan tubuh untuk mencerna makanan, menstabilkan suhu tubuh dan pembaruan jaringan tubuh (Spesific Dynamic Action) yang totalnya kurang lebih 10% dari total kalori harian (Purwaningtyas, 2016).

Gambar 3. Total Kalori Fruit And Vegetable

Leather Asam Jawa Dan Tomat Dengan Variasi Konsentrasi Sorbitol

. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan

dapat dilihat pada Gambar 3 menunjukkan

total kalori yang terkandung didalam fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat mengalami kenaikan sesuai dengan penambahan konsentrasi sorbitol yang diberikan.

Menurut BPOM (2004) kalori pada sorbitol menghasilkan 2,6 kkal/gram sedangkan kalori pada sukrosa menghasilkan 4 kalori dalam 1 gram. Selain memiliki kalori yang rendah, sorbitol memiliki tingkat kemanisan sekitar 60% lebih tinggi dari tingkat kemanisan sukrosa (Kusumaningsih dalam Soesilo, 2005). Sedangkan Kalori pada asam jawa mengandung kalori sebesar 239 kalori per 100 gram (Utami, 2008). Sedangkan tomat memiliki kalori sebesar 23 kalori per 100 gram (Wiryanta, 2008). Penambahan pemanis pada produk pangan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa pada makanan, memberikan penampakan tekstur yang baik pada makanan dan membantu memperpanjang umur simpan pada bahan atau produk (Buckle, 1987). Selain rendah kalori penambahan sorbitol juga dapat memperbaiki rasa asam pada produk fruit leather (Fauziah, 2014).

Karakteristik Sensori Fruit And Vegetable Leather Asam Jawa Dan Tomat Dengan Variasi Konsentrasi Sorbitol

Menurut Setyaningsih (2010) analisis

sensori merupakan metode identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, interpretasi atribut-atribut produk melalui lima panca indera manusia. Hasil pengujian karakteristik fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dapat dilihat pada Tabel. 3

Page 38: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”328

Tabel 3 Karakteristik Sensoris Fruit Fruit And Vegetable Leather Asam Jawa Dan Tomat

Sampel Parameter

Warna Aroma Rasa Tekstur* Overall

Kontrol 2,563a 2,250a 1,375a 2,000a 2,125a

Sorbito 5%

2,781a 2,875b 2,594a 2,875b 2,625b

Sorbitol 10%

3,656b 3,094bc 3,719b 3,375c 3,344c

Sorbitol 15%

3,813b 3,406c 4,094c 3,813d 3,813d

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menyatakan tidak beda nyata

pada taraf signifikasi α = 0,05 *tekstur saat dikunyah dan digigit. 1. Sangat tidak suka 2. Tidak suka 3.Netral 4.Suka 5. Sangat suka

Warna Apabila warna yang ditampilkan kurang

menarik akan menyebabkan produk pangan tersebut kurang diminati konsumen. Sehingga pengujian dengan menggunakan indera penglihat masih diperlukan dalam pengujian sensoris warna pada produk pangan (Setyaningrum, 2008).

Hasil analisis sensori atribut warna fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dapat dilihat pada Tabel 3. Semakin tinggi konsentrasi sorbitol yang diberikan maka tingkat kesukaan panelis terhadap warna fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat semakin bertambah. Sampel dengan warna yang paling rendah terdapat pada fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dengan penambahan sorbitol 0% dengan nilai 2,563 dan yang tertinggi terdapat pada sorbitol 15% dengan nilai 3,813.

Warna sangat dipengaruhi oleh pigmen dalam daging buah dan kandungan konsentrasi gula yang digunakan (Kristiani dalam Winarti, 2015). Warna fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat berwarna merah. Hal ini dipengaruhi kandungan likopen yang terdapat

pada tomat. Likopen dapat berfungsi sebagai pewarna alami seperti karotenoid sehingga dapat menyumbang nilai nutrisi kedalam produk yang ditambahkan (Cahyadi, 2008). Sorbitol memiliki sifat humektan yang dapat mempertahankan air sehingga melindungi produk dari pemanasan sehingga dapat menjaga kesegaran produk sejak awal (Fajrin, 2015). Semakin tinggi penambahan konsentrasi sorbitol menyebabkan warna fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat semakin cerah. Hal ini didukung oleh pendapat Dwivedi dalam Fajrin (2015), bahwa sorbitol sangat stabil dan secara kimiawi tidak reaktif sehingga sorbitol memiliki ketahanan yang sangat tinggi terhadap temperatur dan tidak mengalami reaksi maillard. Aroma

Aroma menjadikan bahan atau produk menjadi lebih menarik. Aroma atau bau, sukar untuk diukur karena indera penciuman seseorang dengan yang lain berbeda sehingga menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menentukan kualitas aroma (Kartika, 1988). Dalam industri pangan pengujian aroma dapat

Page 39: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 329

memberikan hasil penilaian terhadap produk terkait diterima atau tidaknya suatu produk. Timbulnya aroma atau bau disebabkan oleh zat bau yang bersifat volatil mudah menguap, sedikit larut dalam air dan lemak (Aji, 2011).

Pada Tabel. 3 aroma yang tertinggi terdapat pada fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dengan penambahan sorbitol 15% dengan nilai 3,813. Sedangkan aroma yang terendah terdapat pada sampel tanpa penambahan sorbitol dengan nilai 2,250. Aroma leather asam jawa dan tomat lebih didominasi oleh buah asam jawa yang terbentuk merupakan senyawa ester yang bersifat volatile.

Rasa

Rasa dapat diketahui dengan indera perasa. Penerimaan panelis terhadap rasa dipengaruhi beberapa faktor yaitu senyawa kimia, konsentrasi, suhu dan interaksi komponen rasa yang lain (Winarno, 2008).

Pada Tabel 3 Hasil menunjukkan bahwa nilai tinggi pada atribut rasa adalah fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dengan penambahan sorbitol 15% dengan nilai 4,094. Sedangkan rasa yang tidak disukai panelis terdapat pada leather tanpa penambahan sorbitol dengan nilai 1,375. Semakin tinggi penambahan sorbitol tingkat kesukaan panelis semakin meningkat. Hal ini diduga, semakin tinggi penambahan konsentrasi sorbitol yang ditambahkan, rasa leather asam jawa dan tomat semakin manis. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijana (2014) bahwa penambahan sorbitol dapat memperbaiki rasa asam, hal ini dikarenakan sorbitol memiliki tingkat kemanisan 50-60% lebih manis dibanding sukrosa. Rasa asam jawa mendominasi leather asam jawa dan tomat, sehingga diperlukan penambahan sorbitol. Tekstur

Tekstur merupakan salah satu karakteristik produk pangan yang penting dalam mempengaruhi penerimaan konsumen. Produk

fruit leather memiliki tekstur yang plastis sehingga dapat digulung dan tidak mudah patah. Pada Tabel 3 menunjukkan tekstur yang disukai panelis dengan nilai tertinggi terdapat pada fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dengan penambahan sorbitol 15% dengan nilai 3,813. Sedangkan tekstur terendah menurut panelis terdapat pada sampel fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat tanpa penambahan sorbitol dengan nilai 2,000. Semakin tinggi penambahan sorbitol pada leather asam jawa dan tomat maka tekstur yang dihasilkan semakin baik. Sedangkan tekstur leather asam jawa dan tomat tanpa penambahan sorbitol susah digigit dan sedikit keras, sehingga sampel ini kurang disukai panelis. Overall

Overall adalah keseluruhan baik dari indera seperti indera penglihatan, indera perasa, indera pembau maupun yang mendeteksi dengan warna, rasa dan aroma (Kandeda, 1999). Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan sampel yang paling tinggi menurut panelis terdapat pada sampel fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dengan penambahan sorbitol 15% dengan nilai 3,813. Sedangkan sampel yang paling rendah menurut panelis terdapat pada leather asam jawa dan tomat tanpa penambahan sorbitol dengan nilai 2,125.

Semakin tinggi konsentrasi sorbitol yang ditambahkan maka tingkat kesukaan panelis terhadap sifat keseluruhan (overall) pada leather asam jawa dan tomat semakin meningkat. Penentuan Fruit And Vegetable Leather Asam Jawa Dan Tomat yang Terpilih

Pengendalian mutu produk akhir merupakan salah satu hal yang terpenting agar produk yang dihasilkan berkualitas bagus dan dapat diterima konsumen dengan baik. Mutu produk dapat dipengaruhi oleh karakteristik fisik, kimia, biologis dan sensoris. Untuk

Page 40: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”330

setiap jenis produk pangan harus ditentukan sifat paling menonjol dalam mempengaruhi mutu secara keseluruhan (Muhandri dan Kadarisman 2008 dalam Praditya, 2016). Hasil

pemilihan fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Penentuan Konsentrasi Fruit And Vegetable Leather Asam Jawa Dan Tomat Terbaik

Karakteristik Konsentrasi Sorbitol

Kontrol 5% 10% 15%

Kuat tarik (N) 9,635c 6,853b 4,760a 3,085a

Kadar air % 20,176d 14,511c 12,743b 10,403a

Total Kalori (kkal/g) 3,312a 3,404a 3,446ab 3,572b

Warna 2,563a 2,781a 3,656b 3,813b

Aroma 2,250a 2,875b 3,094bc 3,406c

Rasa 1,375a 2,594a 3,719b 4,094c

Tekstur* 2,000a 2,875b 3,375c 3,813d

Overall 2,125a 2,625b 3,344c 3,813d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf sama pada baris yang sama menyatakan tidak beda nyata

pada taraf signifikasi α = 0,05 *tekstur saat digigit dan dikunyah 1. Sangat tidak suka 2. Tidak suka 3.Netral 4.Suka 5. Sangat suka

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa

fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat yang terpilih sebagai rekomendasi terbaik adalah fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat dengan perlakuan penambahan sorbitol 15%. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa konsentrasi penambahan sorbitol 15% menghasilkan nilai-nilai terbaik dibandingkan dengan penambahan konsentrasi sorbitol 0%, 5% dan 10%.

KESIMPULAN

Kesimpulan penelitian yang telah dilakukan terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensoris fruit and vegetable leather asam jawa (Tamarindus indica) dan tomat

(Lycopersicum commune) dengan penambahan sorbitol dengan konsentrasi 0%, 5%, 10% dan 15%, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Penambahan sorbitol yang berbeda dapat

mempengaruhi karakteristik fisik yaitu tensile strenght (6,853bN; 4,760aN; 3,085aN) dan karakteristik kimia yaitu kadar air (14,511c %; 12,743b %; 10,403a %) dan total kalori (3,572b kkal/g).

Penambahan sorbitol yang berbeda dapat mempengaruhi karakteristik sensori (warna, aroma, tekstur, rasa dan overall). Pengujian sensoris menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap leather asam jawa dan tomat terdapat pada penambahan konsentrasi sorbitol 15%.

Page 41: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 331

Konsentrasi terbaik penambahan sorbitol untuk fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat adalah 15%

Saran Berdasarakan hasil penelitian asam jawa

(Tamarindus indica) dan tomat (Lycopersicum commune) dengan penambahan variasi konsentrasi sorbitol maka dapat diambil saran sebagai berikut : Perlu dilakukan penelitian lanjutan

mengenai pendugaan umur simpan dan pengaruh penyimpanan terhadap nilai sensori dan gizi fruit and vegetable leather asam jawa dan tomat.

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan variasi jenis hidrokoloid yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Aji, DST. 2011. Pengaruh Secang (Caesalpinia sappan L) terhadap Aktivitas Antioksidan, Total Fenol dan Karakteristik Sensori SosisSapi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Skripsi

Ambarwati, Emyke Fitria. 2011. Pengaruh Pemberian Infusa Buah Asam Jawa (Tamarindus indica)Terhadap Kolesterol LDL Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yangdiinduksi Makanan Hiperkolesterolemik. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi.

Umah, Amirul. 2016. Kajian Karakteristik Fisik,Kimia dan Sensoris Fruit and Vegetable Leather Nangka (Arrtocarpus heterophyllus) dan Tomat (Lycopersicum commune) dengan Variasi Penambahan Sukrosa. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Skripsi

Alinkolis, J.J. 1989. Candy Technology. The AVI Publishing Co. Westport-Connecticut.

Amin, Asni. 2009. Obat Asli Indonesia. Universitas Muslim Indonesia Press. Makassar.

Asben A. 2007. Peningkatan Kadar Iodium dan Serat Pangan dalam Pembuatan Fruit Leathers Nenas (Ananas comosus Merr) dengan Penambahan Rumput Laut. Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang.

ASP,N. G., C. G. Johanson ,H. Halmer dan M. Sijelstrom. 1983.Rapid enzymatic assay insoluble and soluble dietry fiber. J. Agric.food. chem Vol 31 hlm 476- 482

Ayustaningwarno, Retnaningrum dan Safitri. 2014. Aplikasi Pengolahan Pangan. Deepublish (Grup Penerbitan CV Budi Utama). Yogyakarta.

Buckle, KA, RA Edward, GH Fleet, M Wootton. 1987. Ilmu Pangan.Terjemahan Hadi Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta.

BPOM. 2004. Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan. BPOM RI

Cahyadi, W. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan :Bahan Tambahan Pangan. Bumi aksara. Jakarta.

Fachruddin, Ir. Lisdiana. 2002. Membuat Aneka Sari Buah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Fauziah, Esti dan Atmaka. 2014. Kajian Karakteristik Sensoris dan Fisikokimia Fruit Leather Pisang Tanduk (Musa corniculata) dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Karagenan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 4 (1) 2015 © Indonesian Food Technologists.

Jariyah, Rosida dan Inda. 2015. Efek sorbitol terhadap tekstur dan daya simpan produk manggulu. J.RekaPangan Vol 9. No. 2 Desember 2015

Kandeda. 1999. Uji Inderawi. PAU Pangan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Kartika, B. Hastuti P dan Supartono W. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.

Page 42: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”332

PAU Pangan Dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Kendaal P and J Sofos. 2003. Preparation Leathers and Jerkies. Colorado state Unversity coorperative Extension no.9.311

Murdinah. 2010. Pemanfaatan Rumput Laut dan Fikokoloid untuk Produk Pangan dalam Rangka Penelitian Nilai Tambah dan Diversifikasi Pangan. Penelitian. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

Praditya, Dhitra Cahya. 2016. Pengaruh Penambahan Gum Arab Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia Dan Sensoris Mix Fruit Leather Jambu Biji Merah Dan Nanas. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Praseptiangga, Aviany dan Parnanto. 2016. Pengaruh Penambahan Gum Arab Terhadap Karakteristik Fisikokimia Dan Sensoris Fruit Leather Nangka (Artocarpus heterophyllus). Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. IX, No. 1, Februari 2016

Prasetyowati, D. A. 2014. Pengaruh Penambahan Gum Arab terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Sensoris Fruit Leather Nanas (Ananas comosus L. Merr.) dan Wortel (Daucus carota). Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Puspitasari, Sutrisna dan Usdiana. 2014. Uji Efek Ekstrak Etanol 70 % Daging Buah Asam Jawa (Tamarindus indica L) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus Norvegicus) Yang Diinduksi Aloksan. Fakultas kedokteran. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rachmawati, A.K. 2009. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin Cincau Hijau (Premna oblongifolia. Merr) untuk Pembuatan Edible Film. Skripsi.

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta.

Setyaningrum, M.P. dan J.K. Muharto. 2008. Panca Indera. Gramedia. Jakarta.

Setyaningsih, D. Anton, A. Maya PS. 2010. Analisis Sensori Untuk Industry Pangandan Agro. IPB Press. Bogor.

Soesilo, Santosa dan Diyatri. 2005. Peranan sorbitol dalam mempertahankan kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies (The role of sorbitol in maintaining saliva’s pH to prevent caries process). Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 1 Januari 2005: 25–28

Thomas.1989. Tanaman obat tradisional 1. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Utami, Prapti. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat 431 Jenis Tanaman Penggempur Aneka Penyakit). Pt. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Wijana, Febrianto dan Fajrin. 2014. Pemanfaatan Nanas (Ananas Comsus L.) Subgrade Sebagai Fruit leather Nanas Guna Mendukung Pengembangan Agroindustri Di Kediri Kajian Penambahan Karaginan Dan Sorbitol. Universitas Brawijaya. Malang

Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-Brio Press. Bogor.

Winarti, Jariyah dan Kartini. 2015. Penambahan Sorbitol Pada Fruit Leather Jambu Biji Merah Untuk Memperbaiki Karakteristik Dan Daya Simpan. Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015.

Wiryanta, Bernardinus T. Wahyu. 2008. Bertanam Tomat. Penerbit PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta Selatan.

Page 43: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 333

PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH DARI BEBERAPA LIMBAH PERTANIAN

THE PRODUCTION OF WHITE OYSTER MUSHROOM FROM SEVERAL AGRICULTURAL WASTES

Nur Hidayat* dan Titik Asiatun

Jurusan Teknik Industri Pertanian, Fakultas Teknik Pertanian, Universitas Brawijaya Malang *Email korespondensi: [email protected]

ABSTRACT The objective of this research is to identify the potential of several agriculture wastes for the cultivation of white oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) in order to be used efficiently. The design used in this research is a completely randomized design consisting of four factors which are A (sengon sawdust), B (a mixture of sengon sawdust and teak sawdust), C (teak sawdust) and D (a mixture of sengon sawdust and pieces of rice straw). The results show that, respectively from A, B, C, and D, the production periods: 60, 66, 62, and 59 days; the harvested mushroom fresh weight: 307.3; 303.7; 298.4; and 328.2. The amount of mushroom cap: 25, 33, 32, and 37. The average diameter of cap (cm): 7.27; 7.23; 6.49; and 6.0. The weight per mushroom (g): 12.30; 9.20; 9.33 and 8.80. Based on these results, it can be concluded that the fresh quality of white oyster mushroom can be gained from sengon wood substrate. Keywords: cultivation, pleurotus, production, waste

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi beberapa limbah pertanian dalam budidaya jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) sehingga dapat digunakan secara efisien. Rancangan yang digunakan dalam peneltian ini adalah rancangan acak lengkap yang terdiri dari empat factor yaitu A (serbuk kayu sengon), B (campuran serbuk kayu sengon dan serbuk kayu jati), C (serbuk gergajian kayu jati) dan D (campuran serbuk kayu sengon dan potongan jerami padi). Hasil peneltian menunjukkan bahwa secara berturut-turut dari A, B, C dan D adalah masa produksi: 60, 66, 62 dan 59 hari, berat segar jamur yang dipanen: 307,3; 303,7; 298,4 dan 328,2. Jumlah tudung jamur: 25, 33, 32 dan 37. Rerata diameter tudung (cm): 7,27; 7,23; 6,49 dan 6,0. Berat per jamur (g): 12,30; 9,20; 9,33 dan 8,80. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas segar jamur tiram putih diperoleh dari substrat kayu sengon. Kata kunci: budidaya, limbah, pleurotus, produksi

Page 44: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”334

PENDAHULUAN

Konsumsi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) di beberapa kota besar di Indonesia cukup tinggi, pada tahun 2012 jumlah permintaan jamur tiram di Jabodetabek 20-25 ton per hari, kota Cianjur 1,5-2 ton perhari, Bandung 7,5-8,5 ton per hari, Semarang 0,5-1 ton per hari, Yogyakarta 1-2 ton per hari, Malang 1,5-1,75 ton per hari dan di kota Surabaya sebanyak 1,5-2 ton per hari (Azmi dan Rahni, 2014). Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi permintaan jamur tiram tersebut yaitu dengan cara budidaya. Media tanam yang biasa digunakan oleh masyarakat yaitu serbuk gergaji kayu sengon. Semakin tinggi permintaan terhadap jamur tiram, maka akan semakin banayak pula masyarakat yang melakukan budidaya sehingga berpotensi adanya persaingan dalam memperoleh bahan media tanam. Jamur tiram putih pada umumnya dapat tumbuh pada media tanam yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin (Hakiki, dkk., 2013).

Komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin dapat diperoleh dari limbah hasil pengolahan kayu lainnya salah satunya serbuk gergaji jati. Sengon dan jati merupakan dua jenis kayu yang mengandung lignoselulosa dengan persentase kandungan yang berbeda. Kandungan lignoselulosa kayu sengon yaitu selulosa 49,9 %, hemiselulosa 24,59% dan lignin 26,80% (Bonatti, etal., 2004). Kandungan ligboselulosa pada jati yaitu selulosa 45,67%, Hemiselulosa 31,8% dan Lignin 29,46% (Irawati dkk., 2009). Lignin sangat tahan terhadap degradasi secara biologis maupun kimia dan membuat ketahanan mekanis kayu lebih kuat (Martinez, et al., 2005).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perbedaan media tanam dari serbuk gergaji sengon, jati serta campuran terhadap pertumbuhan dan produktivitas jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus).

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di rumah Budidaya Jamur Tiram di desa Tlogomas kec Lowokwaru Kotamadya Malang.

Penelitian ini menggunakan RAL (rancangan Acak Lengkap) yang terdiri dari empat faktor yaitu A (serbuk kayu sengon), B (campuran serbuk kayu sengon dan serbuk kayu jati), C (serbuk gergajian kayu jati) dan D (campuran serbuk kayu sengon dan potongan jerami padi).

Bahan penelitian setelah dicampur dengan bekatul dan kapur dan dilembabpkan dengan air kemudian disterilkan selama 8 jam. Setelah dingin diinokulasu dengan bibit dan diinkubasi hingga seluruh media ditumbuhi miselia jamur. Baglog kemudian dibuka dan dua hari sekali pada tutup yang telah dilepas disemprot dengan air hingga siap dipanen (Hidayat, dkk. 2016)

HASIL DAN PEMBAHASAN Masa Produksi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu panen jamur berkisar antara 59 – 66 hari yang mencakup 3 kali panen (Tabel 1). Hasil ini menunjukkan tidak adanya beda nyata antar perlakuan. Tabel 1. Waktu panen (hari) jamur Tiram pada berbagai substrat.

Perlakuan Waktu Panen (hari)

A 60

B 66

C 62

D 59

Tabel 1 menunjukkan bahwa campuran

sengon dan jati memberikan waktu panen yang lebih lama sedangkan campuran sengon dan jerami padi memberikan waktu panen

Page 45: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 335

yang lebih pendek. Hal ini kemungkinan disebabkan ukuran partikel jerami lebih besar sehingga jamur mudah memenuhi ruang antar partikel dan akibatnya jamur lebih mudah tumbuh dan berproduksi.

Beberapa peneliti hanya menunjukkan waktu panen pertama (Kalsum, dkk. 2011; Hariadi, dkk. 2013). Waktu panen sekitar 60 hari terbagi dalam empat kali penen. Hasil ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Hariadi, dkk (2013) yang melakukan penen 7 kali dengan selang waktu antara 3 – 5 hari sekali. Berat Segar jamur

Berat segar jamr berkisar antara 398 – 328 g per baglog selama 4 kali panen (Tabel 2) Tabel 2. Berat segar jamur

Perlakuan Berat segar jamur (gram)

A 307,3

B 303,7

C 298,4

D 328,2

Tabel 2 menunjukkan bahwa penggunaan serbuk kayu sengon yang dicampur jerami padi mampu menghasilkan berat segar jamur yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain. Jika dibagi dengan masa produksi maka hasilnya akan semakin nyata (tabel 3). Tabel 3. Produktivitas jamur

Perlakuan produktivitas (gram/hari)

A 5,12

B 4,60

C 4,81

D 5,56

Hasil berat segar jamur, lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan media

enceng gondok (Aini dan Kuswytasari, 2013) namun lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan jerami padi yang dicampur dengan limbah garut (Sukmadi, dkk, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lembut partikel maka akan mengurangi produksi jamur dan juga produktivitasnya. Jumlah Tudung Jamur

Jumlah tudung jamur berkisar antara 25 – 37 buah (tabel 4) Tabel 4 jumlah tudung jamur selama pertumbuhan

Perlakuan produktivitas (gram/hari)

A 25

B 33

C 32

D 37

Tabel 4 menunjukkan bahwa pencampuran jerami padi pada sengon lebih banyak menghasilkan tudung buah dibandingkan dengan serbuk sengon dengan serbuk jati ataupun seerbuk jati saja. Hal ini menunjukkan bahwa struktur jerami padi lebih sesuai untuk jamur tiram. Namun demikian, berat jamur per tudung menjadi kecil (tabel 5) akibatnya kurang disukai konsumen dan petani jamur lebih memilih menggunakan serbuk gergaji sengon yang menghasilkan berat segar per tudung paling besar. Tabel 5. Berat segar per tudung jamur

Perlakuan Berat per tudung jamur (gram)

A 12,29

B 9,20

C 9,32

D 8,87

Page 46: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”336

Diameter Tudung Diameter tudung jamur berkisar antara

6,0 – 7,27 cm (tabel 6). Hasil terkecil diperoleh dari media yang ditambah jerami padi. Kecilnya hasil ini disebabkan jumlah tudung yang lebih banyak (tabel 4). Tabel 6. Diameter tudung jamur

Perlakuan diameter tudung jamur (cm)

A 7,27

B 7,23

C 6,49

D 6,00

Diameter ini lebih kecil dibandingkan

dengan serbuk kayu yang ditambah bekatul (Istiqomah dan Fatimah, 2014). Hal ini kemungkinan disebabkan bekatul memiliki nitrogen lebih tinggi dibandingkan jerami padi.

KESIMPULAN

Media serbuk gergaji sengon memberikan hasil yang paling baik untuk berat per tudung dan diameter jamur. Produktivitas dan jumlah tudung paling banyak diperoleh pada media serbuk gergaji sengon yang dicampur dengan jerami padi.

DAFTAR PUSTAKA Aini, F.N dan N.D. kuswytasari. Pengaruh

Penambahan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2: E-116 – E-120

Azmi,N dan H. Rahmi H. 2014. Analisis Tingkat Permintaan Jamur Tiram di Pasar Tradisional dan Supermarket di

Kota Malang. Jurnal Ilmiah AgrIBA. 2:169-179

Bonatti, M., P. Karnopp., H.m. Soares and S.A. Furlan. 2004. Evaluation of Pleurotus ostreatus and P. Sajor-caju Nutritional Characteristics when Cultivated on Different Lignocellulosic. Food Chemistry. 88: 425-428

Hakiki, A., A.S Purnomo dan Sukesi. 2013. Pengaruh Tongkol Jagung sebagai Media Pertumbuhan Terhadap Kualitas Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus). Jurnal Sains dan Seni POMITS1 1:1-4

Hariadi, N., L. Setyobudi dan E. Nihayati. 2013. Studi Pertumbuhan dan Hasil Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada media Tumbuh Jerami Padi dan Serbuk Gergaji. Jurnal Produksi Pertanian 1: 47 – 53.

Hidayat, N., T. Asiatu dan N.L. Rohmah. 2016. Pengaruh Perbedaan Media Tanam Serbuk Gergaji Sengon dan Serbuk Gergaji Kayu Terhadap Pertumbuhan dan produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Makalah pada Seminar Ilmiah Tahunan Lingkungan Hidup. November 2016. Universitas Brawijaya. Malang.

Irawati, D., R.A. Norman., S. Warsin, I. M. Artika. 2009. Pemanfaatan Serbuk Kayu untuk Produksi Etanol dengan Perlakuan Pendahuluan Delignifikasi Menggunakan Jamur Phanerochaete Chrysosporium. Jurnal Ilmu Kehutanan. 3: 13-22

Martinez, A.T., M. Speranza, F.J. Ruiz-Duenas., P. Ferreira, S. Camarero., F. Guillen., M.J. Martinez., A. Gutierrez and J. C. del Rio. 2005. Biodegradation of Lignocellulosic: microbial, chemical, and enzymatic aspects of the fungal attack of lignin. International Microbiology 8:195-204.

Page 47: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 337

TESTUR, KUALITAS PEMASAKAN DAN SENSORI KARAKTERISTIK LAKSA KERING INSTAN BERBAHAN BAKU TEPUNG BERAS KERING GILING

DENGAN SUBSTITUSI MOCAF (Modified Cassava Flour)

TEXTURAL AND COOKING QUALITIES, AND SENSORY CHARACTERISTICS OF INSTANT DRIED LAKSA NOODLE MADE FROM DRY-MILLED RICE FLOUR

AND MOCAF (Modified Cassava Flour) SUBSTITUTION

Nura Malahayati*, Hermanto Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT Laksa is a local or traditional food product that has long been produced, developed and consumed in the area of South Sumatra, especially Palembang. This study was aimed to examine effects of dry-milled rice flour and mocaf substitution on textural and cooking qualities, and sensory characteristics of instant dried laksa noodle. The study used Factorial Random Block Design with two treatment factors, namely the proportion ratio of dry-milled rice flour and mocaf (b/b) consisting of 6 levels (100: 0, 95: 5, 90:10, 85:15 , 80:20, 75: 25%) and partial starch gelatinization consisting of 4 steaming stages (0, 5, 10 and 15 minutes). Mocaf substitution, partial starch gelatinization and the interaction between mocaf substitution and partial starch gelatinization had significant effect on cooking and textural qualities, and sensory characteristics of instant dried laksa noodle. The instant dried laksa noodle produced from 10% of mocaf substitution and 15 minutes partial starch gelatinization was the best treatment. The characteristics of the best laksa were texture of 150,20 gf, cooking time of 8.66 minutes, cooking loss of 1.80%, rehydration of 262.40%, texture of 91.15 gf, and hedonic score for flavour, taste, texture and overall acceptability were 2.37, 2.67, 2.43 and 2.50, respectively. Keywords: cooking, laksa noodle, mocaf, sensory, textural

ABSTRAK

Laksa merupakan produk pangan lokal atau tradisional yang telah lama diproduksi, berkembang dan dikonsumsi di wilayah Sumatera Selatan khususnya Palembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi subsitusi mocaf (modified cassava flour) pada beras kering giling terhadap tekstur dan kualitas pemasakan, dan sensori karakteristik laksa kering instan. Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor perlakuan yaitu perbandingan proporsi tepung beras kering giling dan mocaf (b/b) yang terdiri dari 6 taraf perlakuan proporsi substitusi mocaf (100:0, 95:5, 90:10, 85:15, 80:20, 75:25%) dan gelatinisasi pati partial yang terdiri dari 4 taraf lama pengukusan (0, 5, 10 dan 5 menit). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi substitusi mocaf, lama pengukusan dan interaksi antara proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berpengaruh nyata terhadap tekstur, kualitas pemasakan dan sensori karakteristik

Page 48: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”338

laksa kering instan. Perlakuan terbaik pada penelitian ini adalah laksa dengan subsitusi 10% mocaf dan lama pengukusan 15 menit. Produk ini memiliki karakteristik tekstur 91.15 gf, lama pemasakan 8.66 menit, kehilangan padatan akibat pemasakan 1.80%, daya serap air 262.40%, dan skor hedonik untuk aroma 2.37, rasa 2.67, tekstur 2.83, warna 2.43 dan penerimaan keseluruhan 2.50.

Kata kunci: laksa, mocaf, pemasakan, sensori, tekstur

PENDAHULUAN

Sumatera Selatan khususnya Palembang, mempunyai banyak makanan tradisional yang sangat popular salah satunya adalah laksa. Laksa, mi yang terbuat dari bahan baku tepung beras, telah diproduksi secara meluas oleh industri pangan rumah tangga di Palembang. Namun, proses produksi laksa yang dilakukan masih menggunakan produk lokal, menerapkan teknologi dan pengetahuan lokal sehingga laksa yang diproduksi hanya satu jenis (laksa basah), dalam jumlah sedikit dan hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu seperti acara pernikahan dan syukuran.

Proses pembuatan tepung beras atau proses penggilingan beras merupakan salah satu faktor terpenting dalam penentuan kualitas mi beras seperti bihun, laksa dan kwetiau (Fu, 2007; Yoenyongbuddhagal dan Noomhorm, 2002). Umumnya proses penggilingan tepung beras untuk pembuatan laksa di Palembang adalah proses tepung beras yang digiling basah (wet milling rice flour) yang dikenal dengan istilah setempat “iser”. Namun, proses penggilingan ini dinilai kurang efisien dalam persiapan tepung beras untuk produksi laksa sehingga perlu dilakukan alternatif proses penggilingan tepung beras lainnya seperti proses penggilingan kering (dry milling). Keunggulan dari proses penggilingan kering adalah lebih efisien, menghasilkan limbah cair lebih sedikit dan penggunaan energi lebih sedikit bila dibandingkan dengan proses penggilingan basah, sehingga proses penggilingan ini dapat dijadikan alternatif

proses penggilingan beras untuk pembuatan laksa.

Umumnya, proses pengolahan laksa di Palembang dilakukan dengan menambahkan tepung terigu. Hal ini disebabkan tepung beras tidak mengandung gluten (protein dalam tepung terigu) yang mempunyai fungsi sebagai binding agent untuk membentuk struktur adonan yang kohesif. Mengingat tepung terigu merupakan produk impor dan penggunaannya sebagai produk pangan telah meluas maka perlu alternatif penggunaan tepung lainnya yang mempunyai fungsi sebagai binding agent.

Biomodifikasi tepung ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) melalui proses fermentasi yang popular dengan nama Mocaf (Modified Cassava Flour) telah banyak digunakan dalam pembuatan produk pangan (Subagio, 2007). Lebih lanjut, Rahman (2007) menyatakan bahwa mocaf mempunyai spektrum aplikasi yang serupa dengan tepung terigu maka penelitian penambahan mocaf sebagai binding agent dalam pembuatan laksa sebagai pengganti penggunaan tepung terigu perlu dilakukan.

Di sisi lain, di era globalisasi saat ini, permintaan konsumen akan produk pangan traditional terus berkembang. Selain aspek mutu, gizi dan keamanan pangan, konsumen menginginkan variasi jenis pangan dan cara penyajian yang cepat yang popular dengan istilah produk pangan instan. Gelatinisasi pati partial (partial starch gelatinization) melalui proses pengukusan merupakan salah satu inovasi teknologi proses pengolahan mi instan berbahan baku non gluten pati yang

Page 49: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 339

laksa kering instan. Perlakuan terbaik pada penelitian ini adalah laksa dengan subsitusi 10% mocaf dan lama pengukusan 15 menit. Produk ini memiliki karakteristik tekstur 91.15 gf, lama pemasakan 8.66 menit, kehilangan padatan akibat pemasakan 1.80%, daya serap air 262.40%, dan skor hedonik untuk aroma 2.37, rasa 2.67, tekstur 2.83, warna 2.43 dan penerimaan keseluruhan 2.50.

Kata kunci: laksa, mocaf, pemasakan, sensori, tekstur

PENDAHULUAN

Sumatera Selatan khususnya Palembang, mempunyai banyak makanan tradisional yang sangat popular salah satunya adalah laksa. Laksa, mi yang terbuat dari bahan baku tepung beras, telah diproduksi secara meluas oleh industri pangan rumah tangga di Palembang. Namun, proses produksi laksa yang dilakukan masih menggunakan produk lokal, menerapkan teknologi dan pengetahuan lokal sehingga laksa yang diproduksi hanya satu jenis (laksa basah), dalam jumlah sedikit dan hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu seperti acara pernikahan dan syukuran.

Proses pembuatan tepung beras atau proses penggilingan beras merupakan salah satu faktor terpenting dalam penentuan kualitas mi beras seperti bihun, laksa dan kwetiau (Fu, 2007; Yoenyongbuddhagal dan Noomhorm, 2002). Umumnya proses penggilingan tepung beras untuk pembuatan laksa di Palembang adalah proses tepung beras yang digiling basah (wet milling rice flour) yang dikenal dengan istilah setempat “iser”. Namun, proses penggilingan ini dinilai kurang efisien dalam persiapan tepung beras untuk produksi laksa sehingga perlu dilakukan alternatif proses penggilingan tepung beras lainnya seperti proses penggilingan kering (dry milling). Keunggulan dari proses penggilingan kering adalah lebih efisien, menghasilkan limbah cair lebih sedikit dan penggunaan energi lebih sedikit bila dibandingkan dengan proses penggilingan basah, sehingga proses penggilingan ini dapat dijadikan alternatif

proses penggilingan beras untuk pembuatan laksa.

Umumnya, proses pengolahan laksa di Palembang dilakukan dengan menambahkan tepung terigu. Hal ini disebabkan tepung beras tidak mengandung gluten (protein dalam tepung terigu) yang mempunyai fungsi sebagai binding agent untuk membentuk struktur adonan yang kohesif. Mengingat tepung terigu merupakan produk impor dan penggunaannya sebagai produk pangan telah meluas maka perlu alternatif penggunaan tepung lainnya yang mempunyai fungsi sebagai binding agent.

Biomodifikasi tepung ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) melalui proses fermentasi yang popular dengan nama Mocaf (Modified Cassava Flour) telah banyak digunakan dalam pembuatan produk pangan (Subagio, 2007). Lebih lanjut, Rahman (2007) menyatakan bahwa mocaf mempunyai spektrum aplikasi yang serupa dengan tepung terigu maka penelitian penambahan mocaf sebagai binding agent dalam pembuatan laksa sebagai pengganti penggunaan tepung terigu perlu dilakukan.

Di sisi lain, di era globalisasi saat ini, permintaan konsumen akan produk pangan traditional terus berkembang. Selain aspek mutu, gizi dan keamanan pangan, konsumen menginginkan variasi jenis pangan dan cara penyajian yang cepat yang popular dengan istilah produk pangan instan. Gelatinisasi pati partial (partial starch gelatinization) melalui proses pengukusan merupakan salah satu inovasi teknologi proses pengolahan mi instan berbahan baku non gluten pati yang

mempunyai kualitas pemasakan dan tektur yang baik (Fu, 2007). Oleh karena itu, penelitian pembuatan laksa kering instan berkualitas berbahan baku tepung beras dan mocaf melalui proses gelatinisasi pati partial dengan cara pengukuasan bahan baku perlu dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan proporsi tepung beras kering giling (dry-milled rice flour) dan mocaf (Modified Cassava Flour) serta pengaruh proses gelatinisasi pati partial (partial starch gelatinization) melalui lama pengukusan bahan baku terhadap kualitas tekstur dan pemasakan (textural and cooking qualities) dan sensoris laksa kering instan yang dihasilkan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Sriwijaya.

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras IR 42, mocaf dan bahan-bahan yang digunakan untuk analisa fisik, kimia, kualitas pemasakan dan tekstur. Alat yang digunakan adalah alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan laksa dan alat-alat yang digunakan untuk analisa kualitas pemasakan dan tekstur, fisik, kimia, warna, dan sensoris.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua faktor perlakuan yaitu perbandingan proporsi tepung beras kering giling dan mocaf (b/b) yang terdiri dari 6 taraf perlakuan (100:0, 95:5, 90:10, 85:15, 80:20, 75:25%) dan gelatinisasi pati partial yang terdiri dari 4 taraf lama pengukusan (0, 5, 10 dan 5 menit). Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh akan dilakukan analisa keragaman (ANOVA) 5%. Perlakuan yang berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5% (Gomez and Gomez, 1995). Uji sensoris akan

dianalisis dengan uji Friedman-Conover (Soekarto, 1985).

Analisa tekstur laksa kering instan dilakukan dengan menggunakan metode Bhattacarya, Zee dan Corke (1999). Analisa kualitas pemasakan laksa meliputi waktu pemasakan, kehilanagn padatan akibat pemasakan (KPAP) dan daya serap air dengan menggunakan metode standard AACC 66-50 (AACC, 2003).

Analisa sensoris dilakukan dengan cara memberikan penilaian terhadap aroma, rasa, tekstur, warna dan penerimaan secara keseluruhan terhadap laksa kering instan dan hasil rehidrasi laksa kering instan dilakukan secara organoleptik menggunakan uji hedonik (Soekarto, 1985). Pengujian dilakukan oleh 50 orang responden yang diminta untuk memberikan penilaian kesukaan dengan cara memberikan skor dengan skala sebagai berikut:

1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = suka 4 = sangat suka

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tekstur laksa Pengaruh proporsi subsitusi mocaf dan lama pengukusan terhadap tekstur laksa dapat dilihat pada Gambar1. Rerata nilai tekstur laksa pada berbagai proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berkisar antara 69.30-218.55 gf. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berpengaruh nyata terhadap tekstur laksa tetapi interaksi antara pengaruh proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berpengaruh tidak nyata terhadap tekstur laksa. Hasil uji BNJ (Tabel1) menunjukkan bahwa rata-rata tekstur perlakuan A3 berbeda tidak nyata dengan perlakuan A2 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Page 50: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”340

Lebih lanjut, perlakuan A1 berbeda nyata dengan perlakuan A2, A3 dan A6 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Mocaf akan mempengaruhi tekstur produk pangan karena mocaf mengandung amilopektin yang tinggi. Pada saat proses gelatinisasi, terjadi interaksi antara amilopektin dan amilosa melalui ikatan hidrogen inter-molekuler yang membentuk kristalin gel sehingga struktur gel menjadi lebih kuat yang selanjutnya akan mempengaruhi kekenyalan suatu produk pangan (Liu, 2005). Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai tekstur laksa meningkat pada perlakuan A2 dan A3 (proporsi substitusi mocaf 5% dan 10%) selanjutnya peningkatan proporsi substitusi mocaf 15%, 20% dan 25% yaitu perlakuan A4, A5 dan A6 menyebabkan penurunan nilai tekstur laksa. Hal ini disebabkan proporsi substitusi mocaf 5% dan 10% membentuk gel yang kuat, mantap dan stabil dibandingkan gel yang terbentuk dari proporsi substutusi mocaf 15%, 20% dan 25% yaitu tidak mantap dan lembik. Bentuk gel yang kuat, mantap dan stabil akan memberikan tekstur yang kompak dan kenyal yang selanjutnya akan menghasilkan nilai tekstur yang tinggi pada laksa.

Tabel 1. Uji BNJ proporsi subsitusi mocaf

terhadap tekstur laksa Perlakuan Tekstur (gf) A3 150.33±53.50a

A2 144.20±44.61a

A1 123.29±36.32ab

A5 111.19±38.37ab

A4 106.04±33.48ab A6 89.70±8.11b Keterangan: A1 = 100% tepung beras; 0% mocaf

A2 = 95% tepung beras; 5% mocaf A3 = 90% tepung beras; 10% mocaf A4 = 85% tepung beras; 15% mocaf A5 = 80% tepung beras; 20% mocaf A6 = 75% tepung beras; 25% mocaf Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi. Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang

berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (BNJ 5% = 47.37) antar perlakuan dalam satu kolom.

Hasil uji BNJ (Tabel 2) menunjukkan bahwa rerata tekstur perlakuan B2 berbeda nyata dengan perlakuan B4 tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai tekstur meningkat dengan peningkatan waktu pengukusan. Mocaf mengandung amilopektin yang tinggi. Struktur granula amilopektin lebih kompak, ruang udara antar granula dan ukuran granula lebih besar maka semakin lama waktu pengukusan menyebabkan jumlah air yang masuk ke dalam granula amilopektin semakin banyak sehingga akan semakin banyak pati yang mengalami pregelatinisasi yang selanjutnya aakan meningkatkan gel yang terbentuk dan memberikan nilai tekstur laksa yang tinggi. Tabel 2. Uji BNJ lama pengukusan terhadap

tekstur laksa Perlakuan Tekstur (gf)

B4 145.48±49.78a

B3 139.27±27.05a

B2 112.14±38.92ab

B1 86.27±8.62b

Keterangan: B1 = lama pengukusan 0 menit B2 = lama pengukusan 5 menit B3 = lama pengukusan 10 menit B4 = lama pengukusan 15 menit Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi.

Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan.

nyata (BNJ 5% = 34.49) antar perlakuan dalam satu kolom.

Waktu pemasakan laksa Pengaruh proporsi subsitusi mocaf

dan lama pengukusan terhadap waktu pemasakan laksa dapat dilihat pada Gambar 2. Rerata waktu pemasakan laksa pada berbagai proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berkisar antara 6.82-13.26 menit.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, proporsi substitusi mocaf, lama pengukusan dan interaksi antara pengaruh proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berpengaruh nyata terhadap waktu pemasakan laksa.

Page 51: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 341

Lebih lanjut, perlakuan A1 berbeda nyata dengan perlakuan A2, A3 dan A6 tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Mocaf akan mempengaruhi tekstur produk pangan karena mocaf mengandung amilopektin yang tinggi. Pada saat proses gelatinisasi, terjadi interaksi antara amilopektin dan amilosa melalui ikatan hidrogen inter-molekuler yang membentuk kristalin gel sehingga struktur gel menjadi lebih kuat yang selanjutnya akan mempengaruhi kekenyalan suatu produk pangan (Liu, 2005). Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai tekstur laksa meningkat pada perlakuan A2 dan A3 (proporsi substitusi mocaf 5% dan 10%) selanjutnya peningkatan proporsi substitusi mocaf 15%, 20% dan 25% yaitu perlakuan A4, A5 dan A6 menyebabkan penurunan nilai tekstur laksa. Hal ini disebabkan proporsi substitusi mocaf 5% dan 10% membentuk gel yang kuat, mantap dan stabil dibandingkan gel yang terbentuk dari proporsi substutusi mocaf 15%, 20% dan 25% yaitu tidak mantap dan lembik. Bentuk gel yang kuat, mantap dan stabil akan memberikan tekstur yang kompak dan kenyal yang selanjutnya akan menghasilkan nilai tekstur yang tinggi pada laksa.

Tabel 1. Uji BNJ proporsi subsitusi mocaf

terhadap tekstur laksa Perlakuan Tekstur (gf) A3 150.33±53.50a

A2 144.20±44.61a

A1 123.29±36.32ab

A5 111.19±38.37ab

A4 106.04±33.48ab A6 89.70±8.11b Keterangan: A1 = 100% tepung beras; 0% mocaf

A2 = 95% tepung beras; 5% mocaf A3 = 90% tepung beras; 10% mocaf A4 = 85% tepung beras; 15% mocaf A5 = 80% tepung beras; 20% mocaf A6 = 75% tepung beras; 25% mocaf Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi. Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang

berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (BNJ 5% = 47.37) antar perlakuan dalam satu kolom.

Hasil uji BNJ (Tabel 2) menunjukkan bahwa rerata tekstur perlakuan B2 berbeda nyata dengan perlakuan B4 tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai tekstur meningkat dengan peningkatan waktu pengukusan. Mocaf mengandung amilopektin yang tinggi. Struktur granula amilopektin lebih kompak, ruang udara antar granula dan ukuran granula lebih besar maka semakin lama waktu pengukusan menyebabkan jumlah air yang masuk ke dalam granula amilopektin semakin banyak sehingga akan semakin banyak pati yang mengalami pregelatinisasi yang selanjutnya aakan meningkatkan gel yang terbentuk dan memberikan nilai tekstur laksa yang tinggi. Tabel 2. Uji BNJ lama pengukusan terhadap

tekstur laksa Perlakuan Tekstur (gf)

B4 145.48±49.78a

B3 139.27±27.05a

B2 112.14±38.92ab

B1 86.27±8.62b

Keterangan: B1 = lama pengukusan 0 menit B2 = lama pengukusan 5 menit B3 = lama pengukusan 10 menit B4 = lama pengukusan 15 menit Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi.

Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan.

nyata (BNJ 5% = 34.49) antar perlakuan dalam satu kolom.

Waktu pemasakan laksa Pengaruh proporsi subsitusi mocaf

dan lama pengukusan terhadap waktu pemasakan laksa dapat dilihat pada Gambar 2. Rerata waktu pemasakan laksa pada berbagai proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berkisar antara 6.82-13.26 menit.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, proporsi substitusi mocaf, lama pengukusan dan interaksi antara pengaruh proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berpengaruh nyata terhadap waktu pemasakan laksa.

Hasil uji BNJ (Tabel 3) menunjukkan bahwa rata-rata waktu pemasakan perlakuan A1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan A6 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Lebih lanjut, rata-rata waktu pemasakan perlakuan A2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan A4 dan A5 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A1, A3 dan A6.

Tabel 3 menunjukkan keadaan yang sejalan dengan Tabel 1 yaitu waktu pemasakan laksa menurun dengan semakin meningkatnya penambahan mocaf (proporsi substitusi mocaf 5% dan 10%) tetapi peningkatan proporsi substitusi mocaf 15%, 20% dan 25% menyebabkan peningkatan waktu nilai tekstur laksa. Waktu pemasakan laksa kering yang tercepat adalah perlakuan A3 (proporsi substitusi mocaf 10%). Tekstur laksa pada perlakuan A3 kompak dan kenyal maka keadaan ini mengindikasikan bahwa proses gelatinisasi telah terjadi secara sempurna. Tabel 3. Uji BNJ proporsi subsitusi mocaf

terhadap waktu pemasakan laksa Perlakuan Waktu pemasakan

(menit) A1 10.68±1.21a

A6 10.30±1.02a

A4 9.58±2.69b

A2 9.47±0.46b

A5 9.45±0.72b A3 8.73±1.01c

Keterangan: A1 = 100% tepung beras; 0% mocaf A2 = 95% tepung beras; 5% mocaf A3 = 90% tepung beras; 10% mocaf A4 = 85% tepung beras; 15% mocaf A5 = 80% tepung beras; 20% mocaf

A6 = 75% tepung beras; 25% mocaf Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi.

Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (BNJ 5% = 0.43) antar perlakuan dalam satu kolom.

Hasil uji BNJ (Tabel 4) menunjukkan

bahwa rata-rata waktu pemasakan perlakuan B2 berbeda nyata dengan perlakuan B1, B3 dan B4. Lebih lanjut, rata-rata waktu pemasakan

perlakuan B3 berbeda tidak nyata dengan perlakuan B4.

Hal ini disebabkan saat proses gelatinisasi terjadi, granula pati menyerap air. Air yang sebelumnya berada di luar granula dan bebas bergerak kini berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi karena telah membentuk matriks yang irreversible. Pada saat dikeringkan komponen air menguap meninggalkan matriks sehingga bersifat porous. Semakin lama pengukusan semakin banyak pati yang mengalami pregelatinisasi yang selanjutnya akan menyebabkan semakin banyak porous yang terbentuk pada saat pengeringan laksa. Laksa kering yang mempunyai porositas yang tinggi akan memerlukan waktu pemasakan yang cepat karena semakin banyaknya air yang dapat diserap melalui porous yang terbentuk.

Tabel 4. Uji BNJ lama pengukusan terhadap

waktu pemasakan laksa Perlakuan Waktu pemasakan

(menit) B2 11.17±1.53a

B1 9.55±0.65b

B4 9.19±0.41c

B3 8.91±1.47c

Keterangan: B1 = lama pengukusan 0 menit B2 = lama pengukusan 5 menit B3 = lama pengukusan 10 menit B4 = lama pengukusan 15 menit Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi.

Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (BNJ 5% = 0.32) antar perlakuan dalam satu kolom.

Hasil uji BNJ (Tabel 5) menunjukkan

bahwa rata-rata waktu pemasakan perlakuan A4B2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan A1B2 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Tabel 5 menunjukkan bahwa proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap waktu pemasakan laksa. Hal ini karena perlakuan proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan memberikan

Page 52: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”342

pengaruh terhadap peningkatan jumlah pati yang mengalami pregelatinisasi yang selanjutnya akan meningkatkan jumlah porous yang terjadi pada saat pengeringan yang selanjutnya akan menurunkan waktu pemasakan.

Perlakuan A4B3 (proporsi substitusi mocaf 15% dan waktu pengukusan 15 menit) mempunyai waktu pemasakan yang cepat (6.82±0.10 menit) dan perlakuan A4B2 (proporsi substitusi mocaf 15% dan waktu pengukusan 5 menit) mempunyai waktu pemasakan yang terlama (13.26±0.01 menit).

Tabel 5. Uji BNJ pengaruh proporsi subsitusi

mocaf dan lama pengukusan terhadap rata-rata waktu pemasakan laksa

Perlakuan Waktu pemasakan (menit)

A4B2 13.26±0.01a

A1B2 12.31±0.09ab

A6B2 11.77±0.33b

A1B3 10.61±0.50c

A5B2 10.53±0.04cd A1B1 10.42±0.12cde A6B3 10.17±0.23cdef A2B1 10.16±0.16cdef A3B2 10.02±0.03cdef A6B4 9.77±0.32cdefg

A6B1 9.49±0.02cdefg

A4B1 9.42±0.12defg

A1B4 9.41±0.48defg

A2B4 9.35±0.21efg A2B3 9.22±0.19fg A2B2 9.17±0.12fg A5B4 9.12±0.07fg A5B1 9.09±0.11fg

A5B3 9.07±0.04fg

A4B4 8.82.0.21g

A3B1 8.70±0.28gh

A3B4 8.66±0.13gh A3B3 7.56±0.86hi A4B3 6.82±0.10i

Keterangan: A1 = 100% tepung beras; 0% mocaf A2 = 95% tepung beras; 5% mocaf

A3 = 90% tepung beras; 10% mocaf A4 = 85% tepung beras; 15% mocaf A5 = 80% tepung beras; 20% mocaf

A6 = 75% tepung beras; 25% mocaf B1 = lama pengukusan 0 menit B2 = lama pengukusan 5 menit B3 = lama pengukusan 10 menit B4 = lama pengukusan 15 menit Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi.

Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (BNJ 5% = 1.14) antar perlakuan dalam satu kolom.

Salah satu indikator suatu produk pangan

instan adalah waktu pemasakan. Menurut Widowati et al. (2010), waktu pemasakan produk olahan beras instan adalah 5-10 menit maka laksa perlakuan A4B2 masuk dalam kategori laksa instan. Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) laksa

Pengaruh proporsi subsitusi mocaf dan lama pengukusan terhadap KPAP laksa kering dapat dilihat pada Gambar 3. Rerata KPAP laksa pada berbagai proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berkisar antara 1.50-5.10%.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa proporsi substitusi mocaf, lama pengukusan dan interaksi antara pengaruh proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berpengaruh nyata terhadap KPAP laksa kering.

Tabel 6. Uji BNJ proporsi subsitusi mocaf

terhadap KPAP laksa Perlakuan KPAP (%) A6 3.10±1.24a

A4 3.10±0.66a

A5 3.08±1.36a

A2 2.68±0.90ab

A3 2.25±0.31bc A1 2.08±0.67c Keterangan: A1 = 100% tepung beras; 0% mocaf A2 = 95% tepung beras; 5% mocaf A3 = 90% tepung beras; 10% mocaf A4 = 85% tepung beras; 15% mocaf A5 = 80% tepung beras; 20% mocaf A6 = 75% tepung beras; 25% mocaf Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi.

Page 53: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 343

pengaruh terhadap peningkatan jumlah pati yang mengalami pregelatinisasi yang selanjutnya akan meningkatkan jumlah porous yang terjadi pada saat pengeringan yang selanjutnya akan menurunkan waktu pemasakan.

Perlakuan A4B3 (proporsi substitusi mocaf 15% dan waktu pengukusan 15 menit) mempunyai waktu pemasakan yang cepat (6.82±0.10 menit) dan perlakuan A4B2 (proporsi substitusi mocaf 15% dan waktu pengukusan 5 menit) mempunyai waktu pemasakan yang terlama (13.26±0.01 menit).

Tabel 5. Uji BNJ pengaruh proporsi subsitusi

mocaf dan lama pengukusan terhadap rata-rata waktu pemasakan laksa

Perlakuan Waktu pemasakan (menit)

A4B2 13.26±0.01a

A1B2 12.31±0.09ab

A6B2 11.77±0.33b

A1B3 10.61±0.50c

A5B2 10.53±0.04cd A1B1 10.42±0.12cde A6B3 10.17±0.23cdef A2B1 10.16±0.16cdef A3B2 10.02±0.03cdef A6B4 9.77±0.32cdefg

A6B1 9.49±0.02cdefg

A4B1 9.42±0.12defg

A1B4 9.41±0.48defg

A2B4 9.35±0.21efg A2B3 9.22±0.19fg A2B2 9.17±0.12fg A5B4 9.12±0.07fg A5B1 9.09±0.11fg

A5B3 9.07±0.04fg

A4B4 8.82.0.21g

A3B1 8.70±0.28gh

A3B4 8.66±0.13gh A3B3 7.56±0.86hi A4B3 6.82±0.10i

Keterangan: A1 = 100% tepung beras; 0% mocaf A2 = 95% tepung beras; 5% mocaf

A3 = 90% tepung beras; 10% mocaf A4 = 85% tepung beras; 15% mocaf A5 = 80% tepung beras; 20% mocaf

A6 = 75% tepung beras; 25% mocaf B1 = lama pengukusan 0 menit B2 = lama pengukusan 5 menit B3 = lama pengukusan 10 menit B4 = lama pengukusan 15 menit Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi.

Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (BNJ 5% = 1.14) antar perlakuan dalam satu kolom.

Salah satu indikator suatu produk pangan

instan adalah waktu pemasakan. Menurut Widowati et al. (2010), waktu pemasakan produk olahan beras instan adalah 5-10 menit maka laksa perlakuan A4B2 masuk dalam kategori laksa instan. Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) laksa

Pengaruh proporsi subsitusi mocaf dan lama pengukusan terhadap KPAP laksa kering dapat dilihat pada Gambar 3. Rerata KPAP laksa pada berbagai proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berkisar antara 1.50-5.10%.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa proporsi substitusi mocaf, lama pengukusan dan interaksi antara pengaruh proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berpengaruh nyata terhadap KPAP laksa kering.

Tabel 6. Uji BNJ proporsi subsitusi mocaf

terhadap KPAP laksa Perlakuan KPAP (%) A6 3.10±1.24a

A4 3.10±0.66a

A5 3.08±1.36a

A2 2.68±0.90ab

A3 2.25±0.31bc A1 2.08±0.67c Keterangan: A1 = 100% tepung beras; 0% mocaf A2 = 95% tepung beras; 5% mocaf A3 = 90% tepung beras; 10% mocaf A4 = 85% tepung beras; 15% mocaf A5 = 80% tepung beras; 20% mocaf A6 = 75% tepung beras; 25% mocaf Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi.

Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (BNJ 5% = 0.55) antar perlakuan dalam satu kolom.

Hasil uji BNJ (Tabel 6) menunjukkan

bahwa rata-rata KPAP perlakuan A1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan A3 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan perlakuan A3 memiliki tekstur yang mantap dan kenyal dan waktu pemasakan yang rendah sehingga pada saat proses pemasakan berlangsung sedikit terjadi KPAP.

Hasil uji lanjut BNJ (Tabel 7) menunjukkan bahwa rata-rata KPAP perlakuan B2 berbeda nyata dengan perlakuan B1, B3 dan B4. Lebih lanjut, rata-rata KPAP perlakuan B3 berbeda tidak nyata dengan perlakuan B4. Hal ini disebabkan semakin lama pengukusan akan menurunkan waktu pemasakan yang selanjutnya akan menurunkan KPAP.

Tabel 7. Uji BNJ lama pengukusan terhadap

KPAP laksa Perlakuan KPAP (%) B2 3.47±1.40a

B1 2.88±0.49b

B3 2.28±0.62c

B4 2.22±0.34c

Keterangan: B1 = lama pengukusan 0 menit B2 = lama pengukusan 5 menit B3 = lama pengukusan 10 menit B4 = lama pengukusan 15 menit Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi.

Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (BNJ 5% = 0.40) antar perlakuan dalam satu kolom.

Hasil uji lanjut BNJ (Tabel 8) menunjukkan bahwa rata-rata KPAP perlakuan A5B2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A6B2, A2B1 dan A4B2 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Tabel 8 menunjukkan bahwa proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap KPAP laksa kering. Hal ini karena perlakuan proporsi substitusi mocaf dan lama

pengukusan memberikan pengaruh terhadap peningkatan jumlah pati yang mengalami pregelatinisasi yang selanjutnya akan membentuk gel tekstur yang mantap dan waktu pemasakan yang rendah sehingga pada saat proses pemasakan berlangsung sedikit terjadi KPAP.

Tabel 8. Uji BNJ pengaruh proporsi subsitusi

mocaf dan lama pengukusan terhadap rata-rata KPAP laksa

Perlakuan KPAP (%) A5B2 5.10±0.14a

A6B2 4.90±0.42ab

A2B1 3.80±0.57abc

A4B2 3.80±0.28abc

A4B3 3.50±0.14bcd A1B1 3.00±0.00cde A2B2 2.90±0.14cdef A6B1 2.80±0.28cdef A4B1 2.70±0.14cdef A3B2 2.60±0.85cdef

A5B1 2.60±0.57cdef

A6B4 2.60±0.28cdef

A4B4 2.40±0.28cdef

A3B1 2.40±0.57cdef A5B4 2.40±0.57cdef A2B4 2.30±0.14def A5B3 2.20±0.00def A3B3 2.10±0.42def

A6B3 2.10±0.14def

A1B3 2.10±0.14def

A3B4 1.90±0.14ef

A1B4 1.70±0.14ef A2B3 1.70±0.14ef A1B2 1.50±0.14f Keterangan: A1 = 100% tepung beras; 0% mocaf A2 = 95% tepung beras; 5% mocaf A3 = 90% tepung beras; 10% mocaf A4 = 85% tepung beras; 15% mocaf A5 = 80% tepung beras; 20% mocaf

A6 = 75% tepung beras; 25% mocaf B1 = lama pengukusan 0 menit B2 = lama pengukusan 5 menit B3 = lama pengukusan 10 menit B4 = lama pengukusan 15 menit Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi.

Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (BNJ 5% = 1.45) antar perlakuan dalam satu kolom.

Page 54: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”344

Daya serap air laksa Pengaruh proporsi subsitusi mocaf

dan lama pengukusan terhadap daya serap air laksa kering dapat dilihat pada Gambar 4. Rerata daya serap air laksa pada berbagai proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berkisar antara 262-329.20%.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa proporsi substitusi mocaf, lama pengukusan dan interaksi antara pengaruh proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berpengaruh nyata terhadap daya serap air laksa.

Hasil uji BNJ (Tabel 9) menunjukkan bahwa rata-rata daya serap air perlakuan B4 berbeda nyata dengan perlakuan B1 tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan B2 dan B3.

Tabel 9. Uji BNJ lama pengukusan terhadap

daya serap air laksa Perlakuan Daya serap air (%) B4 302.25±19.31a

B3 298.15±24.44a

B2 294.68±16.62ab

B1 278.90±13.83b

Keterangan: B1 = lama pengukusan 0 menit B2 = lama pengukusan 5 menit B3 = lama pengukusan 10 menit B4 = lama pengukusan 15 menit Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi.

Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (BNJ 5% = 19.07) antar perlakuan dalam satu kolom.

Tabel 9 menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan bahan baku laksa maka daya serap air semakin meningkat. Hal ini disebabkan semakin lama waktu pengukusan akan meningkatkan jumlah pati yang tergelatinisasi yang selanjutnya akan meningkatkan porositas yang terbentuk pada proses pengeringan laksa. Semakin banyaknya porositas yang terbentuk pada laksa kering akan meningkatkan daya serap laksa pada saat proses pemasakan.

Tabel 10 menunjukkan bahwa proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya serap air laksa kering. Hasil uji BNJ (Tabel 10) menunjukkan bahwa rata-rata daya serap air perlakuan A1B2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Tabel 10. Uji BNJ pengaruh proporsi

subsitusi mocaf dan lama pengukusan terhadap rata-rata daya serap air laksa

Perlakuan Daya serap air (%) A1B2 329.20±14.42a

A2B3 320.80±11.31a

A4B2 320.80±1.41a

A5B3 319.10±14.00a

A3B3 317.50±14.85a A3B1 310.60±16.69a A1B1 309.10±8.34a A2B1 308.70±4.67a A6B2 305.70±45.96a A2B4 300.80±2.55a

A6B3 290.90±4.95a

A4B3 289.80±13.29a

A3B2 289.30±25.03a

A5B1 286.50±14.28a A1B4 282.50±17.68a A6B4 282.10±14.28a A4B4 280.10±1.56a A4B1 277.70±17.96a

A6B1 275.50±16.55a

A1B3 275.40±29.42a

A2B2 272.10±3.25a

A5B2 271.80±18.38a A5B4 265.50±11.74a A3B4 262.40±0.57a Keterangan: A1 = 100% tepung beras; 0% mocaf A2 = 95% tepung beras; 5% mocaf A3 = 90% tepung beras; 10% mocaf A4 = 85% tepung beras; 15% mocaf A5 = 80% tepung beras; 20% mocaf

A6 = 75% tepung beras; 25% mocaf B1 = lama pengukusan 0 menit B2 = lama pengukusan 5 menit B3 = lama pengukusan 10 menit B4 = lama pengukusan 15 menit Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi.

Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (BNJ 5% = 69.09) antar perlakuan dalam satu kolom.

Page 55: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 345

Daya serap air laksa Pengaruh proporsi subsitusi mocaf

dan lama pengukusan terhadap daya serap air laksa kering dapat dilihat pada Gambar 4. Rerata daya serap air laksa pada berbagai proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berkisar antara 262-329.20%.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa proporsi substitusi mocaf, lama pengukusan dan interaksi antara pengaruh proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan berpengaruh nyata terhadap daya serap air laksa.

Hasil uji BNJ (Tabel 9) menunjukkan bahwa rata-rata daya serap air perlakuan B4 berbeda nyata dengan perlakuan B1 tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan B2 dan B3.

Tabel 9. Uji BNJ lama pengukusan terhadap

daya serap air laksa Perlakuan Daya serap air (%) B4 302.25±19.31a

B3 298.15±24.44a

B2 294.68±16.62ab

B1 278.90±13.83b

Keterangan: B1 = lama pengukusan 0 menit B2 = lama pengukusan 5 menit B3 = lama pengukusan 10 menit B4 = lama pengukusan 15 menit Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi.

Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (BNJ 5% = 19.07) antar perlakuan dalam satu kolom.

Tabel 9 menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan bahan baku laksa maka daya serap air semakin meningkat. Hal ini disebabkan semakin lama waktu pengukusan akan meningkatkan jumlah pati yang tergelatinisasi yang selanjutnya akan meningkatkan porositas yang terbentuk pada proses pengeringan laksa. Semakin banyaknya porositas yang terbentuk pada laksa kering akan meningkatkan daya serap laksa pada saat proses pemasakan.

Tabel 10 menunjukkan bahwa proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya serap air laksa kering. Hasil uji BNJ (Tabel 10) menunjukkan bahwa rata-rata daya serap air perlakuan A1B2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Tabel 10. Uji BNJ pengaruh proporsi

subsitusi mocaf dan lama pengukusan terhadap rata-rata daya serap air laksa

Perlakuan Daya serap air (%) A1B2 329.20±14.42a

A2B3 320.80±11.31a

A4B2 320.80±1.41a

A5B3 319.10±14.00a

A3B3 317.50±14.85a A3B1 310.60±16.69a A1B1 309.10±8.34a A2B1 308.70±4.67a A6B2 305.70±45.96a A2B4 300.80±2.55a

A6B3 290.90±4.95a

A4B3 289.80±13.29a

A3B2 289.30±25.03a

A5B1 286.50±14.28a A1B4 282.50±17.68a A6B4 282.10±14.28a A4B4 280.10±1.56a A4B1 277.70±17.96a

A6B1 275.50±16.55a

A1B3 275.40±29.42a

A2B2 272.10±3.25a

A5B2 271.80±18.38a A5B4 265.50±11.74a A3B4 262.40±0.57a Keterangan: A1 = 100% tepung beras; 0% mocaf A2 = 95% tepung beras; 5% mocaf A3 = 90% tepung beras; 10% mocaf A4 = 85% tepung beras; 15% mocaf A5 = 80% tepung beras; 20% mocaf

A6 = 75% tepung beras; 25% mocaf B1 = lama pengukusan 0 menit B2 = lama pengukusan 5 menit B3 = lama pengukusan 10 menit B4 = lama pengukusan 15 menit Nilai dinyatakan dalam rata-rata ± standard deviasi.

Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (BNJ 5% = 69.09) antar perlakuan dalam satu kolom.

Hal ini karena perlakuan proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan memberikan pengaruh terhadap peningkatan jumlah pati yang mengalami pregelatinisasi yang selanjutnya akan membentuk gel tekstur yang mantap sehingga pada saat proses pengeringan berlangsung semakin banyak porositas yang terbentuk yang selanjutnya akan meningkatkan daya serap air laksa kering pada saat pemasakan.

Karakteristik Sensoris Analisis sensoris hanya dilakukan pada

perlakuan yang mempunyai waktu pemasakan lima tercepat yaitu perlakuan A3B1, A3B3, A3B4, A4B3 dan A4B4.

Nilai rerata skor hedonik panelis terhadap karakteristik sensoris laksa (aroma, rasa, warna, tekstur dan penerimaan keseluruhan) terlihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai rerata skor hedonik panelis

untuk karakteristik sensoris laksa Perlakuan Karakteristik sensoris

Aroma Rasa Warna Tekstur Penerimaan keseluruhan

A3B1 2.43a 2.70a 3.00a 2.77a 2.80a

A3B3 2.43a 2.67a 2.90a 2.47a 2.73a

A3B4 2.37a 2.67a 2.63a 2.83b 2.50a

A4B3 2.47a 2.60a 2.73a 2.73ab 2.70a

A4B4 2.27a 2.60a 2.77a 2.63ab 2.60a

Keterangan: A1 = 100% tepung beras; 0% mocaf A2 = 95% tepung beras; 5% mocaf A3 = 90% tepung beras; 10% mocaf A4 = 85% tepung beras; 15% mocaf A5 = 80% tepung beras; 20% mocaf

A6 = 75% tepung beras; 25% mocaf B1 = lama pengukusan 0 menit B2 = lama pengukusan 5 menit B3 = lama pengukusan 10 menit B4 = lama pengukusan 15 menit Nilai dinyatakan dalam rata-rata.

Nilai yang diikuti dengan superscript (huruf) yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan dalam satu kolom.

Tabel 11 menunjukkan bahwa proporsi substitusi mocaf dan lama pengukusan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap karakteristik aroma, rasa, warna dan penerimaan keseluruhan laksa tetapi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tekstur laksa. Hal ini disebabkan

mocaf mempunyai karakteristik aroma, rasa dan warna yang tidak kuat sehingga penambahan mocaf tidak merubah karakteristik aroma, rasa dan warna laksa. Namun, mocaf dan lama pengukusan mempengaruhi tekstur laksa karena semakin meingkat proporsi substitusi mocaf dan semakin lama waktu pengukusan akan memberikan tekstur laksa yang kuat dan kenyal. Hal ini mengingat lama pengukusan akan menghasilkan lebih banyak pati yang mengalami pregelatinisasi yang selanjutnya kandungan amilopektin pada mocaf lebih banyak membentuk gel yang mantap dan stabil.

Perlakuan Terbaik Laksa

Berdasarkan metode indeks efektifitas (De-Garmo et al., 1984), perlakuan terbaik laksa berdasarkan karakteristik pemasakan diperoleh pada kombinasi perlakuan 90% tepung beras; 10% mocaf dan lama pengukusan 15 menit (A3B4).

KESIMPULAN

Proporsi subsitusi mocaf dan lama

pengukusan pada pembuatan laksa memiliki pengaruh yang nyata pada sifat fisik laksa parameter tekstur, waktu pemasakan, KPAP, daya serap air dan karakteristik sensoris untuk tekstur.

Laksa perlakuan terbaik menurut sifat fisik adalah laksa dengan proporsi substitusi mocaf 10% dengan lama pengukusan 15 menit.

DAFTAR PUSTAKA

AACC. 2003. American Association of Cereal Chemist: Approved Methods of Analysis, 10thed. Methods 61-02 and 66-50. AACC, St. Paul, MN.

Bhattacharya, M., Zee, S.Y. and Corke, H. 1999. Physicochemical properties related

Page 56: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”346

to quality of rice noodles. Cereal Chemistry, 76(6), 861-867.

De Garmo, E.P., Sullivan, Bontadelli, James A., Ellin M. 1999. Engineering Economy. Prehallindo. Jakarta.

Fu, B.X. 2007. Asian noodles: History, classification, raw materials, and processing. Food Research International. Canadian International Grains Institute. Winnipeg, Manitoba, Canada.

Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1995. Prosedur statistik untuk pertanian. Edisi ke dua. Penerjemah Endang Sjamsudin dan Justika S Baharsjah. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Liu, Q. 2005. Understanding starches and their rol in foods. Didalam: Food Carbohydrates: Chemistry, Physical propertiesand Aplication. Taylor and Francis Group.

Rahman, A.M. 2007. Memepelajari karakteristik kimia dan fisik tepung tapioka dan Mocal (Modified Cassava

Flour) sebagai penyalut kacang pada produk kacang salut.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Soekarto. 1985. Penilaian organoleptik untuk industri pangan dan hasil pertanian. PT. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Subagio, A. 2007. Industrialisasi modified cassava flour (mocaf) sebagai bahan baku industri pangan untuk menunjang diversifikasi pangan pokok nasional. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Jember. Jember.

Widowati, S., Rahmawati, N. Dan Wiwit, T. 2010. Proses pembuatan dan karakterisasi nasi sorghum instan. Prosiding Pekan Serealia Nasional 2010. ISBN: 978-7978940-29-3:35-48.

Yoenyongbuddhagal, S. and Noohorm, A. 2002. Effect of raw material preparation on rice vermicelli quality.Starch/Starke, 54, 534-539. 2002 WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim.

Page 57: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 347

to quality of rice noodles. Cereal Chemistry, 76(6), 861-867.

De Garmo, E.P., Sullivan, Bontadelli, James A., Ellin M. 1999. Engineering Economy. Prehallindo. Jakarta.

Fu, B.X. 2007. Asian noodles: History, classification, raw materials, and processing. Food Research International. Canadian International Grains Institute. Winnipeg, Manitoba, Canada.

Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1995. Prosedur statistik untuk pertanian. Edisi ke dua. Penerjemah Endang Sjamsudin dan Justika S Baharsjah. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Liu, Q. 2005. Understanding starches and their rol in foods. Didalam: Food Carbohydrates: Chemistry, Physical propertiesand Aplication. Taylor and Francis Group.

Rahman, A.M. 2007. Memepelajari karakteristik kimia dan fisik tepung tapioka dan Mocal (Modified Cassava

Flour) sebagai penyalut kacang pada produk kacang salut.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Soekarto. 1985. Penilaian organoleptik untuk industri pangan dan hasil pertanian. PT. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Subagio, A. 2007. Industrialisasi modified cassava flour (mocaf) sebagai bahan baku industri pangan untuk menunjang diversifikasi pangan pokok nasional. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Jember. Jember.

Widowati, S., Rahmawati, N. Dan Wiwit, T. 2010. Proses pembuatan dan karakterisasi nasi sorghum instan. Prosiding Pekan Serealia Nasional 2010. ISBN: 978-7978940-29-3:35-48.

Yoenyongbuddhagal, S. and Noohorm, A. 2002. Effect of raw material preparation on rice vermicelli quality.Starch/Starke, 54, 534-539. 2002 WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim.

KAJIAN TEKNOLOGI PENGEMASAN UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU DAN MEMPERPANJANG DAYA SIMPAN BUAH SALAK

STUDY OF PACKAGING TECHNOLOGY TO KEEP QUALITY AND EXTEND SHELF

LIFE OF SALAK FRUITS

Nurdeana Cahyaningrum*, Erni Apriyati, dan Nugroho Siswanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

Salak pondoh (Salacca edulis R ) is a horticultural product specific location of Sleman Regency, D.I. Yogyakarta with export opportunities. In handling the harvest and post-harvest salak fresh farmers are still many who do not know well. The farmers also have packaging problems which are used for the salak distribution, that is, they do not have the packaging that characterizes the Sleman production and the shelf life is still relatively short which only lasted 5 days. Therefore, this research was conducted to study the packaging technology to maintain the quality and extend the shelf life of the salak. The main ingredients in the form of salak pondoh derived from Duri Kencana farmer group, Trumpon, Sleman. The research design used was 2 factors with 3 replications. Factor I packing materials namely cardboard and plastic treatment of salak fruit; cardboard and wraping a fruit of salak; as well as cardboard and 1 kilogram’s plastic. Factor II is 10 periods of observation every 3 days. Parameters observed were percentage of weight loss, percentage of damage, and preference of farmer to fruit of salak during storage with hedonic test. The results showed that the highest percentage of shrinkage weight is on the treatment of salak fruit packed using plastic wrapping salak fruit. The lowest percentage of damage is in the treatment of barked fruit packed plastic per fruit that is equal to 86, 67%. Hedonic test for fruits to the end of storage time indicate that the salak is packaged plastic per fruit favored as a whole. Packaging with plastic a fruit of salak can maintain the quality (freshness) and extend the shelf life of the salak. Key words : Packing of salacca fruits, quality, shelf life

ABSTRAK

Salak (Salacca Zalacca) merupakan produk hortikultura spesifik lokasi Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta yang mempunyai peluang eksport. Dalam penanganan panen dan pasca panen salak segar petani masih banyak yang belum mengetahui dengan baik. Petani juga mempunyai masalah dalam kemasan yang dipakai untuk distribusi salak, yaitu belum memiliki kemasan yang mencirikan salak produksi sleman dan daya simpannya masih relatif pendek yang hanya bertahan 5 hari. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji teknologi pengemasan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang daya simpan buah salak. Bahan utama berupa buah salak pondoh yang berasal dari kelompok tani Duri Kencana, Trumpon, Sleman. Rancangan

Page 58: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”348

penelitian yang digunakan yaitu 2 faktor dengan 3 kali ulangan. Faktor I bahan pengemas yaitu perlakuan kardus dan diplastik perbuah salak; kardus dan diwraping per buah salak; serta kardus dan diplastik 1 kg-an. Faktor II yaitu 10 periode waktu pengamatan setiap 3 hari sekali. Parameter yang diamati yaitu prosentase susut bobot, prosentase kerusakan, serta preferensi petani terhadap buah salak selama penyimpanan menggunakan uji hedonik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosentase susut bobot paling tinggi yaitu pada perlakuan buah salak yang dikemas menggunakan plastik wrapping perbuah salak. Prosentase kerusakan yang paling rendah yaitu pada perlakuan buah salak yang dikemas plastik per buah yaitu sebesar 86, 67%. Uji hedonik terhadap buah salak hingga akhir waktu penyimpanan menunjukkan buah salak yang dikemas plastik per buah disukai secara keseluruhan. Pengemasan dengan plastik per buah salak dapat mempertahankan mutu (kesegaran) dan memperpanjang daya simpan buah salak. Kata kunci : daya simpan, mutu, pengemasan buah salak

PENDAHULUAN

Buah salak termasuk komoditas hortikultura yang mudah mengalami kerusakan. Produk hortikultura memiliki sifat dasar yaitu bersifat musiman, cepat rusak, memiliki mutu yang tidak seragam, dan memerlukan penanganan tergantung produknya. Kerusakan kimiawi terjadi, akibat dari masih berlangsungnya proses respirasi produk yang telah dipanen dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat pada buah itu sendiri, sehingga mempercepat proses hilangnya nilai gizi buah. Sedangkan kerusakan fisik, lebih disebabkan oleh teknik penyimpanan, pengemasan, dan pengangkutan yang kurang baik. Oleh karena itu, untuk mengatasi 2 hal tersebut diperlukan adanya penanganan khusus pada tahapan pasca panen (Anonim,2009).

Salak pondoh merupakan produk hortikultura spesifik lokasi D.I. Yogyakarta (Sleman) yang mempunyai peluang eksport yang sangat baik. Luas lahan salak pondoh di Kabupaten Sleman mencapai 1960,75 Ha, panen raya terjadi pada periode November – Januari, masa panen sedang terjadi pada Mei – Juli, masa panen kecil pada periode Februari – April, dan masa istirahat (kosong)

terjadi pada periode Agustus – Oktober. Permasalahan yang dihadapi petani terutama pada saat panen raya yang hasil panen salak melimpah sehingga harga jualnya sangat murah. Dimana sebagian besar petani hanya menjual salak segar, sehingga kondisi ini sangat merugikan petani. Untuk Pengolahan hasil salak belum banyak diusahakan oleh petani karena keterbatasan pengetahuan dan prasarananya. Dalam penanganan panen dan pasca panen salak segar petani juga masih banyak yang belum mengetahui dengan baik. Hal ini akan berpengaruh terhadap mutu salak yang memiliki mutu rendah dan daya simpannya tidak panjang. Petani juga masih menghadapi kendala dalam kemasan yang dipakai untuk distribusi/menjual salak, yaitu belum memiliki kemasan yang mencirikan salak produksi sleman dan daya simpannya masih relatif pendek yang hanya bertahan 5 hari.

Salak yang merupakan komoditi hortikultura bersifat mudah rusak (perishable) dan masih melakukan metabolisme sebagai aktivitas hidup maka pemuatan produk dalam kemasan harus dilakukan secara efisien untuk menghindari kerusakan produk selama transportasi. Penggunaan 60 – 65% volume kemasan adalah penggunaan volume kemasan yang

Page 59: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 349

penelitian yang digunakan yaitu 2 faktor dengan 3 kali ulangan. Faktor I bahan pengemas yaitu perlakuan kardus dan diplastik perbuah salak; kardus dan diwraping per buah salak; serta kardus dan diplastik 1 kg-an. Faktor II yaitu 10 periode waktu pengamatan setiap 3 hari sekali. Parameter yang diamati yaitu prosentase susut bobot, prosentase kerusakan, serta preferensi petani terhadap buah salak selama penyimpanan menggunakan uji hedonik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosentase susut bobot paling tinggi yaitu pada perlakuan buah salak yang dikemas menggunakan plastik wrapping perbuah salak. Prosentase kerusakan yang paling rendah yaitu pada perlakuan buah salak yang dikemas plastik per buah yaitu sebesar 86, 67%. Uji hedonik terhadap buah salak hingga akhir waktu penyimpanan menunjukkan buah salak yang dikemas plastik per buah disukai secara keseluruhan. Pengemasan dengan plastik per buah salak dapat mempertahankan mutu (kesegaran) dan memperpanjang daya simpan buah salak. Kata kunci : daya simpan, mutu, pengemasan buah salak

PENDAHULUAN

Buah salak termasuk komoditas hortikultura yang mudah mengalami kerusakan. Produk hortikultura memiliki sifat dasar yaitu bersifat musiman, cepat rusak, memiliki mutu yang tidak seragam, dan memerlukan penanganan tergantung produknya. Kerusakan kimiawi terjadi, akibat dari masih berlangsungnya proses respirasi produk yang telah dipanen dengan menggunakan cadangan makanan yang terdapat pada buah itu sendiri, sehingga mempercepat proses hilangnya nilai gizi buah. Sedangkan kerusakan fisik, lebih disebabkan oleh teknik penyimpanan, pengemasan, dan pengangkutan yang kurang baik. Oleh karena itu, untuk mengatasi 2 hal tersebut diperlukan adanya penanganan khusus pada tahapan pasca panen (Anonim,2009).

Salak pondoh merupakan produk hortikultura spesifik lokasi D.I. Yogyakarta (Sleman) yang mempunyai peluang eksport yang sangat baik. Luas lahan salak pondoh di Kabupaten Sleman mencapai 1960,75 Ha, panen raya terjadi pada periode November – Januari, masa panen sedang terjadi pada Mei – Juli, masa panen kecil pada periode Februari – April, dan masa istirahat (kosong)

terjadi pada periode Agustus – Oktober. Permasalahan yang dihadapi petani terutama pada saat panen raya yang hasil panen salak melimpah sehingga harga jualnya sangat murah. Dimana sebagian besar petani hanya menjual salak segar, sehingga kondisi ini sangat merugikan petani. Untuk Pengolahan hasil salak belum banyak diusahakan oleh petani karena keterbatasan pengetahuan dan prasarananya. Dalam penanganan panen dan pasca panen salak segar petani juga masih banyak yang belum mengetahui dengan baik. Hal ini akan berpengaruh terhadap mutu salak yang memiliki mutu rendah dan daya simpannya tidak panjang. Petani juga masih menghadapi kendala dalam kemasan yang dipakai untuk distribusi/menjual salak, yaitu belum memiliki kemasan yang mencirikan salak produksi sleman dan daya simpannya masih relatif pendek yang hanya bertahan 5 hari.

Salak yang merupakan komoditi hortikultura bersifat mudah rusak (perishable) dan masih melakukan metabolisme sebagai aktivitas hidup maka pemuatan produk dalam kemasan harus dilakukan secara efisien untuk menghindari kerusakan produk selama transportasi. Penggunaan 60 – 65% volume kemasan adalah penggunaan volume kemasan yang

baik untuk mengurangi kerusakan produk karena masih tersedianya ruang dalam kemasan untuk pertukaran gas – gas yang dihasilkan dari proses metabolisme produk selama dikemas (Peleg, 1985).

Pengemasan bahan pangan memegang peranan penting dalam pengendalian dari kontaminasi mikroorganisme terhadap produk bahan pangan. Apabila tercemar oleh mikroorganisme dan disimpan dalam kondisi yang memungkinkan bagi aktivitas metabolisme dapat menimbulkan kerusakan bahan pangan dan membahayakan kesehatan konsumen (Supardi dan Sukamto,1999). Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji teknologi pengemasan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang daya simpan buah salak.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Duri Kencana, Trumpon, Merdikorejo, Tempel, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2012. Bahan utama yang digunakan adalah salak pondoh hasil panen kebun kelompok. Bahan pendukung yang digunakan dalam penelitian yaitu kardus, plastik wrap, plastik polyethylene dengan ketebalan 0,8 mm dengan ukuran 1 kilograman, serta peralatan untuk pengemasan salak. Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 faktor dan 3 kali ulangan. Faktor I yaitu perlakuan pengemasan dan faktor II yaitu lama penyimpanan (selama 30 hari) dan diamati setiap 3 hari sekali. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah : Prosentase Susut Bobot

Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu salak. Prosentase susut bobot di hitung dengan cara

x 100%

Prosentase kerusakan Prosentase kerusakan buah salak menunjukkan banyaknya buah salak yang mengalami kerusakan selama penyimpanan. Prosentase kerusakan dihitung dengan cara

Uji Hedonik

Manusia menilai segala sesuatu yang ada di sekelilingnya dengan menggunakan panca indera. Metode penilaian suatu komoditas yang menggunakan panca indera disebut penilaian organoleptik uji sensori. Penilaian dengan indera, banyak digunakan untuk menilai mutu komoditas hasil pertanian dan bahan pangan (Soekarto, 1981). Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapannya pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut sebagai skala hedonic, Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut skala yang dikehendaki. Dalam analisisnya skala hedonic ditransformasikan menjadi skala numeric dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan adanya skala hedonic ini secara tidak langsung uji dapat digunakan untuk mengetahui adayan perbedaan (Rahayu WP, 1998)

Uji kesukaan (uji hedonic) pada penelitian ini dilakukan penilaian terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan kesukaan secara keseluruhan pada buah salak selama penyimpanan. Skala penilaian pada uji kesukaan yaitu 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak suka; 4 = suka; dan 5 = sangat suka. Panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis terlatih yang teriri dari anggota kelompok tani yang telah terbiasa untuk mencicipi buah salak. Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan

Page 60: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”350

sehingga tidak terlampau spesifik. Keputusan diambil setelah data dianalisis secara bersama.(Susiwi, 2009). Data yang diperoleh dari hasil uji hedonic kemudian dianalisis menggunakan ANOVA (Analisys of Variance) dan jika ada perbedaan dilanjutkan uji Duncan (Tabriani F, 2013)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Susut Bobot Pengamatan susut bobot buah salak selama

penyimpanan disajikan pada Gambar 1. Dari data

pengamatan (Gambar 1) dapat diketahui bahwa semakin lama salak disimpan semakin tinggi susut bobotnya. Hal ini disebabkan penguapan air akibat proses respirasi buah selama disimpan menjadikan semakin mengering. Menurut Winarno (2002), kehilangan air akibat penguapan yang terjadi terus menerus, mengakibatkan produk mengalami susut bobot. Penurunan bobot terjadi karena salak masih berespirasi saat disimpan, sehingga salak masih melakukan metabolisme.

Gambar 1. Persentase Susut Bobot Buah Salak Selama Penyiapkan

Susut berat merupakan proses penurunan

berat buah akibat proses respirasi, transpirasi dan aktivitas bakteri. Menurut Wills, et al. (1981) dan Lathifa (2013), Respirasi pada buah merupakan proses biologis dimana oksigen diserap untuk membakar bahan-bahan organik dalam buah untuk menghasilkan energi dan diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran berupa CO2dan H2O. Air dan gas yang dihasilkan untuk memperoleh energi akan berupa panas dan mengalami penguapan yang menyebabkan penyusutan berat. Pada perlakuan pengemasan salak mengunakan plastik berisi 1 kg salak dan pengemas plastik per buah air masih tertahan di plastik, uap air yang dihasilkan dari proses penguapan

terperangkap dalam plastic sehingga pada pengamatan penyimpanan, bobot buah salak cenderung meningkat. Pada perlakuan pengemasan wrapping per buah susut bobotnya paling tinggi karena plastik wrapping bersifat semipermeable jadi uap air masih bisa keluar. Permukaan kulit buah salak yang dikemas menggunakan plastik wraping lebih kering dibandingkan dengan menggunakan kemasan plastik 1 kg dan plastik per buah salak.

Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga laju respirasinya menjadi turun (Suojala 2000). Menurut Roys (1995),

Page 61: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 351

sehingga tidak terlampau spesifik. Keputusan diambil setelah data dianalisis secara bersama.(Susiwi, 2009). Data yang diperoleh dari hasil uji hedonic kemudian dianalisis menggunakan ANOVA (Analisys of Variance) dan jika ada perbedaan dilanjutkan uji Duncan (Tabriani F, 2013)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Susut Bobot Pengamatan susut bobot buah salak selama

penyimpanan disajikan pada Gambar 1. Dari data

pengamatan (Gambar 1) dapat diketahui bahwa semakin lama salak disimpan semakin tinggi susut bobotnya. Hal ini disebabkan penguapan air akibat proses respirasi buah selama disimpan menjadikan semakin mengering. Menurut Winarno (2002), kehilangan air akibat penguapan yang terjadi terus menerus, mengakibatkan produk mengalami susut bobot. Penurunan bobot terjadi karena salak masih berespirasi saat disimpan, sehingga salak masih melakukan metabolisme.

Gambar 1. Persentase Susut Bobot Buah Salak Selama Penyiapkan

Susut berat merupakan proses penurunan

berat buah akibat proses respirasi, transpirasi dan aktivitas bakteri. Menurut Wills, et al. (1981) dan Lathifa (2013), Respirasi pada buah merupakan proses biologis dimana oksigen diserap untuk membakar bahan-bahan organik dalam buah untuk menghasilkan energi dan diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran berupa CO2dan H2O. Air dan gas yang dihasilkan untuk memperoleh energi akan berupa panas dan mengalami penguapan yang menyebabkan penyusutan berat. Pada perlakuan pengemasan salak mengunakan plastik berisi 1 kg salak dan pengemas plastik per buah air masih tertahan di plastik, uap air yang dihasilkan dari proses penguapan

terperangkap dalam plastic sehingga pada pengamatan penyimpanan, bobot buah salak cenderung meningkat. Pada perlakuan pengemasan wrapping per buah susut bobotnya paling tinggi karena plastik wrapping bersifat semipermeable jadi uap air masih bisa keluar. Permukaan kulit buah salak yang dikemas menggunakan plastik wraping lebih kering dibandingkan dengan menggunakan kemasan plastik 1 kg dan plastik per buah salak.

Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga laju respirasinya menjadi turun (Suojala 2000). Menurut Roys (1995),

susut bobot dapat disebabkan oleh tingginya suhu penyimpanan sehingga meningkatkan laju transpirasi dan respirasi. Suhu dan kelembapan tempat penyimpanan buah salak pada pelaksanaan penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Suhu dan Kelembapan

Ruang Penyimpanan Salak di Kel.Duri Kencana Trumpon

Kelembaban Suhu Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

82 68 81 24 30 26

Tabel 1 menunjukkan bahwa ruang

tempat penyimpanan salak memiliki kelembaban udara tinggi, kondisi ini kemungkinan terkontaminasi jamur menjadi lebih besar. Disamping itu interval naik turunnya suhu dan kelembaban sangat tinggi, dimana naik turunnya suhu mencapai 4-6° C bahkan ada beberapa hari yang perbedaan suhu pagi hari dengan siang mencapai 10 °C, tingginya selisih suhu ini akan memacu buah salakuntuk berrespirasi sehingga mempercepat kerusakan salak. Untuk perbedaan kelembaban antara pagi dan siang juga mencapai 13-14, hal ini memacu penguapan air dalam buah menjadi lebih cepat sehingga salak cepat mengering.

Prosentase Kerusakan Selama Penyimpanan

Mutu penyimpanan bahan pangan dapat dikelompokkan ke dalam penyusutan kualitatif dan penyusutan kuantitatif. Penyusutan kualitatif adalah kerusakan akibat perubahan-perubahan biologi (mikroba, serangga, tungau, respirasi). Menurut Syarief dan Halid (1992), penyusutan kualitatif adalah kehilangan jumlah atau bobot hasil pertanian, akibat penanganan pasca panen yang tidak memadai, dan juga karena adanya gangguan biologis (proses respirasi, serangan

serangga dan tikus). Bahan pangan yang telah mengalami penyusutan kualitatif artinya bahan tersebut mengalami penurunan mutu sehingga menjadi tidak layak lagi untuk dikonsumsi oleh manusia.

Dalam penelitian pengemasan dan penyimpanan salak, penyusutan kualitatif ditunjukkan dengan adanya beberapa jenis kerusakan pada buah salak selama penyimpanan. Tabel 2 menunjukkan bahwa pada perlakuan pengemasan plastik isi 1 Kg pada penyimpanan 21 hari sampel sudah mengalami kerusakan 100%, hal ini disebabkan karena jika ada satu salak yang terserang jamur akan cepat sekali menular ke salak yang lain. Pada perlakuan wrapping per buah mengalami kerusakan 100% pada penyimpanan 30 hari hal ini disebabkan karena sifat plastik yang semiperpeable sehingga selain uap air masih bisa keluar juga jamur masih bisa masuk jadi masih memungkinkan tertularnya salak yang terserang jamur. Persentase kerusakan terendah 86,67% pada perlakuan pengemasan plastik per buah yaitu selama penyimpanan 30 hari masih ada salak yang bagus yaitu sebanyak 13,33%. Pada Tabel 2 terlihat jelas bahwa salak yang dibungkus plastik perbuah memiliki persentase kerusakan salak terendah. Tabel 2. Prosentase Kerusakan Buah Salak

Selama Penyimpanan Lama

simpan (hari)

Prosentase Kerusakan Plastik 1

kg-an

Wraping perbuah

Plastik perbuah

3 0 1,11 1,11 6 10 15,56 15,56 9 46,67 35,56 30

12 70 54,44 42,22 15 90 77,78 42,22 18 84,44 67,78 62,22 21 100 95,56 54,44 24 100 95,56 67,78 27 100 96,67 68,89 30 100 100 86,67

Page 62: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”352

Uji Kesukaan (Uji Hedonik) Buah Salak Selama Penyimpanan Hasil uji kesukaan petani terhadap buah salak selama penyimpanan disajikan pada Tabel 3. Hasil Uji Kesukaan terhadap salak dari 3 perlakuan jenis pengemasan yang diujikan pada 15 panelis semi terlatih dengan skala penilaian 1=sangat tidak suka, 2= tidak

suka, 3= agak suka, 4=suka dan 5=sangat suka. Hasil uji kesukaan menunjukkan bahwa secara umum perlakuan menggunakan pengemas plastik per buah paling disukai panelis. Berdasarkan uji Duncan’s rata-rata nilai kesukaan warna, tekstur dan keseluruhan berbeda nyata (p>0,05).

Tabel 3. Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Buah Salak

Lama Simpan

Perlakuan Warna Tekstur Aroma Rasa Keseluruh an

3 HR

Plastik per buah 4,6a 4,4a 4,3a 4,4a 4,3a

Wrapping per buah 4,6a 4,5a 4,4a 4,5a 4,3a Plastik 1

kg 4,6a 4,4a 4,2a 4,2a 1a

6 HR

Plastik per buah 4,37a 4,23a 4,16a 4,16a 4,18a

Wrapping per buah 4,14a 4,27a 4,19a 4,39a 4,24a Plastik 1

kg 4,31a 3,62b 3,33b 3,34b 3,43b

9 HR

Plastik per buah 3,95a 3,93a 3,85a 3,88a 3,83a

Wrapping per buah 3,91a 3,97a 3,99a 3,96a 3,86a Plastik 1

kg 3,62b 2,82b 2,79b 2,66b 2,71b

12 HR

Plastik per buah 4,03a 3,91a 3,86a 3,73a 3,83a

Wrapping per buah 3,56b 3,63a 3,61a 3,64a 3,65a Plastik 1

kg 2,90c 2,43b 2,36b 2,33b 2,40b

15 HR

Plastik per buah 3,95a 3,93a 3,85a 3,88a 3,83a

Wrapping per buah 3,91a 3,97a 3,99a 3,96a 3,86a Plastik 1

kg 3,62b 2,82b 2,79b 2,66b 2,71b

18 HR

Plastik per buah 3,99a 3,99a 3,91a 3,86a 3,88a

Wrapping per buah 3,42b 3,61a 3,69a 3,54a 3,60a

Page 63: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 353

Uji Kesukaan (Uji Hedonik) Buah Salak Selama Penyimpanan Hasil uji kesukaan petani terhadap buah salak selama penyimpanan disajikan pada Tabel 3. Hasil Uji Kesukaan terhadap salak dari 3 perlakuan jenis pengemasan yang diujikan pada 15 panelis semi terlatih dengan skala penilaian 1=sangat tidak suka, 2= tidak

suka, 3= agak suka, 4=suka dan 5=sangat suka. Hasil uji kesukaan menunjukkan bahwa secara umum perlakuan menggunakan pengemas plastik per buah paling disukai panelis. Berdasarkan uji Duncan’s rata-rata nilai kesukaan warna, tekstur dan keseluruhan berbeda nyata (p>0,05).

Tabel 3. Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Buah Salak

Lama Simpan

Perlakuan Warna Tekstur Aroma Rasa Keseluruh an

3 HR

Plastik per buah 4,6a 4,4a 4,3a 4,4a 4,3a

Wrapping per buah 4,6a 4,5a 4,4a 4,5a 4,3a Plastik 1

kg 4,6a 4,4a 4,2a 4,2a 1a

6 HR

Plastik per buah 4,37a 4,23a 4,16a 4,16a 4,18a

Wrapping per buah 4,14a 4,27a 4,19a 4,39a 4,24a Plastik 1

kg 4,31a 3,62b 3,33b 3,34b 3,43b

9 HR

Plastik per buah 3,95a 3,93a 3,85a 3,88a 3,83a

Wrapping per buah 3,91a 3,97a 3,99a 3,96a 3,86a Plastik 1

kg 3,62b 2,82b 2,79b 2,66b 2,71b

12 HR

Plastik per buah 4,03a 3,91a 3,86a 3,73a 3,83a

Wrapping per buah 3,56b 3,63a 3,61a 3,64a 3,65a Plastik 1

kg 2,90c 2,43b 2,36b 2,33b 2,40b

15 HR

Plastik per buah 3,95a 3,93a 3,85a 3,88a 3,83a

Wrapping per buah 3,91a 3,97a 3,99a 3,96a 3,86a Plastik 1

kg 3,62b 2,82b 2,79b 2,66b 2,71b

18 HR

Plastik per buah 3,99a 3,99a 3,91a 3,86a 3,88a

Wrapping per buah 3,42b 3,61a 3,69a 3,54a 3,60a

Plastik 1 kg 3,06b 3,06b 3,03b 2,96b 3,01b

21 HR

Wrapping per buah 3,46a 3,85a 3,69a 3,85a 3,62a

Plastik Per Buah 4,11b 4,11b 4,11b 4,11b 4,11b

Plastik 1 kg 0 0 0 0 0

24 HR

Plastik per buah 4,14a 4,03a 4,01a 3,96a 4,05a

Wrapping per buah 3,04b 2,95b 2,80b 2,94b 2,80b Plastik 1

kg 0,00c 0,00c 0,00c 0,00c 0,00c

27 HR

Plastik per buah 4,12a 3,92a 3,90a 3,80a 3,94a

Wrapping per buah 2,71b 2,90b 2,81b 2,85b 2,69b Plastik 1

kg 0 0 0 0 0

30 HR

Plastik per buah 4,00a 4,08a 4,02a 4,00a 4,01a

Wrapping per buah 0 0 0 0 0 Plastik 1

kg 0 0 0 0 0

Dari kelima parameter diatas secara umum salak dengan pengemasan plastik per buah paling disukai panelis. Pada awal penyimpanan yang paling disukai adalah dengan pengemasan wrapping per buah meski hasilnya tidak berbeda nyata dengan pengemasan plastik per buah. Mulai penyimpanan selama 18 hari perlakuan dengan pengemasan plastik per buah hasilnya jauh lebih bagus secara nyata dibanding perlakuan yang lain menurut parameter organoleptik. Hal ini disebabkan perlakuan pengemasan yang lain sudah banyak mengalami kerusakan atau penurunan mutu organoleptik. Mulai penyimpanan selama 21 hari perlakuan dengan pengemasan plastik isi 1 kg salak 100% sudah rusak atau busuk jadi tidak dilakukan uji organoleptik pada

perlakuan tersebut. Pada penyimpanan selama 30 hari selain perlakuan dengan pengemasan plastik isi 1 Kg salak, perlakuan pengemasan wrapping per buah 100% sudah mengalami kerusakan/busuk.

Bahan Pengemas Yang Terbaik

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan pengemasan buah salak terbaik yaitu dengan plastik per buah salak. Pengemasan dengan metode per buah salak memungkinkan buah salak yang masih segar tidak tertular dengan salak yang mengalami kerusakan selama penyimpanan. Penampakan buah salak yang dikemas per buah salak masih segar baik dari kulit luarnya maupun daging buah didalamnya.

Page 64: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”354

Tabel 4. Perlakuan Pengemasan Terbaik Selama Penyimpanan Buah Salak

Lama Simpan (Hari)

Perlakuan Terbaik Secara Keseluruhan

3 Wrapping per buah 6 Plastik Isi 1 Kg 9 Wrapping per buah 12 Plastik per buah 15 Wrapping per buah 18 Plastik per buah 21 Plastik per buah 24 Plastik per buah 27 Plastik per buah 30 Plastik per buah

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosentase susut bobot paling tinggi yaitu pada perlakuan buah salak yang dikemas menggunakan plastik wrapping perbuah salak. Prosentase kerusakan yang paling rendah yaitu pada perlakuan buah salak yang dikemas plastik per buah yaitu sebesar 86, 67%. Uji hedonik terhadap buah salak hingga akhir waktu penyimpanan menunjukkan buah salak yang dikemas plastik per buah disukai secara keseluruhan. Pengemasan dengan plastik per buah salak dapat mempertahankan mutu (kesegaran) dan memperpanjang daya simpan buah salak.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009, penanganan buah salak ,http://www.damandiri.or.id/file/wiyana levisantisiregaripbbab2.pdf Tanggal akses 29-12-2009

Lathifa, Hafidzatul (2013) Pengaruh jenis pati sebagai bahan dasar edible coating dan suhu penyimpanan terhadap kualitas buah tomat (Lycopersicon esculentum Mill.).

Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Peleg, K. 1985. Produce, handling, packaging, and distribution. Westport : Connecticut : AVI Publishing Corporation Inc.

Rahayu, WP. (1998). Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Soekarto ST. 1981. Penilaian Organoleptik. Bogor: Pusbangtepa, Institut Pertanian Bogor.

Suojala T. 2000. Pre-and postharvest development of carrotyield and quality. [Disertasi]. Helsinki : Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Helsinki

Supardi dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi, Pengolahan dan Keamanan Pangan. Jakarta : Alumni.

Susiwi S, 2009, Penilaian Organoleptik, Handout, Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia

Syarief, R. dan H. Halid.1992.Teknologi Penyimpanan Pangan. Kerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan, Bogor

Tabriani, F. 2013. Analisis Kualitas Produk Surabi Berbasis Organoleptik Pada Pedagang Surabi di Kota Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung

Wills Rhh, Lee TH, graham D, Mcglasso,WB & Hall EG, 1981. Postharvest. Kensington Australia. New South Wales University Press Limited

Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Page 65: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 355

Tabel 4. Perlakuan Pengemasan Terbaik Selama Penyimpanan Buah Salak

Lama Simpan (Hari)

Perlakuan Terbaik

Secara Keseluruhan 3 Wrapping per buah 6 Plastik Isi 1 Kg 9 Wrapping per buah 12 Plastik per buah 15 Wrapping per buah 18 Plastik per buah 21 Plastik per buah 24 Plastik per buah 27 Plastik per buah 30 Plastik per buah

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosentase susut bobot paling tinggi yaitu pada perlakuan buah salak yang dikemas menggunakan plastik wrapping perbuah salak. Prosentase kerusakan yang paling rendah yaitu pada perlakuan buah salak yang dikemas plastik per buah yaitu sebesar 86, 67%. Uji hedonik terhadap buah salak hingga akhir waktu penyimpanan menunjukkan buah salak yang dikemas plastik per buah disukai secara keseluruhan. Pengemasan dengan plastik per buah salak dapat mempertahankan mutu (kesegaran) dan memperpanjang daya simpan buah salak.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009, penanganan buah salak ,http://www.damandiri.or.id/file/wiyana levisantisiregaripbbab2.pdf Tanggal akses 29-12-2009

Lathifa, Hafidzatul (2013) Pengaruh jenis pati sebagai bahan dasar edible coating dan suhu penyimpanan terhadap kualitas buah tomat (Lycopersicon esculentum Mill.).

Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Peleg, K. 1985. Produce, handling, packaging, and distribution. Westport : Connecticut : AVI Publishing Corporation Inc.

Rahayu, WP. (1998). Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Soekarto ST. 1981. Penilaian Organoleptik. Bogor: Pusbangtepa, Institut Pertanian Bogor.

Suojala T. 2000. Pre-and postharvest development of carrotyield and quality. [Disertasi]. Helsinki : Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Helsinki

Supardi dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi, Pengolahan dan Keamanan Pangan. Jakarta : Alumni.

Susiwi S, 2009, Penilaian Organoleptik, Handout, Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia

Syarief, R. dan H. Halid.1992.Teknologi Penyimpanan Pangan. Kerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan, Bogor

Tabriani, F. 2013. Analisis Kualitas Produk Surabi Berbasis Organoleptik Pada Pedagang Surabi di Kota Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung

Wills Rhh, Lee TH, graham D, Mcglasso,WB & Hall EG, 1981. Postharvest. Kensington Australia. New South Wales University Press Limited

Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

PENGOLAHAN DAGING KELINCI MENJADI BAKSO, NUGGET DAN DENDENG DI BUMIAJI KOTA BATU

RABBIT MEAT PROCESSING BEING MEATBALLS, NUGGETS AND JERKY

IN BUMIAJI BATU

Nurul Isnaini*, Hari Dwi Utami dan Dedes Amertaningtyas Fakultas Peternakan Unniversitas Brawijaya *Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT In general, rabbit farmers in Bumiaji Batu not yet know and not yet skilled to make processed rabbit meat, such as meatballs, nuggets and jerky rabbit. The purpose of this program are: 1). To increase knowledge and skills in aspects of appropriate technology innovation through: the making of processed meats; 2). Increasing knowledge of skills in marketing strategies of products produced; 3). To increase knowledge and skills in business management processed rabbit meat . The methods used in this activity are: 1) Training and mentoring, 2) Giving tools, 3) Monitoring and evaluation. From the results of education and practice can be concluded that: 1). Increased knowledge and skills of farmers in aspects of appropriate technology innovation through: the making of processed meats such as rabbit meatballs, nuggets and rabbit jerky; 2). Increased knowledge and skills of farmers in the marketing strategy of products produced; 3) . Increased knowledge and skills of farmers in business management processed rabbit meat. Keywords: jerky, management, meatballs, nuggets, rabbit

ABSTRAK Secara umum, petani kelinci di Bumiaji Batu belum mengetahui dan belum terampil membuat daging kelinci olahan, seperti bakso, nugget dan dendeng kelinci. Tujuan dari kegiatan ini adalah: 1). Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam aspek inovasi teknologi yang tepat melalui: pembuatan daging olahan kelinci (bakso, nugget dan dendeng kelinci); 2). Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam strategi pemasaran produk yang dihasilkan; 3). Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam manajemen bisnis olahan daging kelinci. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah: 1) Pelatihan dan pendampingan, 2) Pemberian alat, 3) Monitoring dan evaluasi. Dari hasil pelatihan dampingan dapat disimpulkan bahwa: 1). Pengetahuan dan keterampilan petani dalam aspek inovasi teknologi yang tepat melalui: pembuatan daging olahan seperti bakso kelinci, nugget dan dendeng kelinci meningkat; 2). Pengetahuan dan keterampilan peternak kelinci dalam strategi pemasaran produk yang dihasilkan meningkat; 3). Pengetahuan dan keterampilan petani dalam pengelolaan usaha olahan daging kelinci meningkat. Kata kunci: bakso, dendeng, kelinci, manajemen, nugget

Page 66: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”356

PENDAHULUAN

Keutamaan Daging Kelinci

Daging kelinci merupakan daging yang mempunyai serat halus dan warna sedikit pucat (tergolong daging berwarna putih seperti halnya daging ayam). Keistimewaan daging kelinci yaitu mempunyai kalori, kolesterol dan natrium yang rendah dan protein tinggi sehingga bagus untuk kesehatan (Hermandez and Gondret, 2006). Daging kelinci kaya akan asam amino (Dalle Zotte, 2004). Selain itu daging kelinci juga mengandung mikronutrien, mineral dan vitamin, tidak mengandung asam urat dan kandungan purin rendah (Hernandez, 2007). Kandungan lemak daging kelinci lebih rendah dibandingkan dengan daging sapi, ayam maupun babi (Dalle Zotte, 2004). Daging kelinci bisa diolah menjadi beberapa produk olahan, misalnya: bakso, nugget dan dendeng. Potensi Wilayah

Bumiaji merupakan sebuah kecamatan di Kota Batu Jawa Timur yang terkenal dengan usaha peternakan, diantarannya ternak kelinci. Kecamatan Bumiaji mempunyai luas 130,19 km2 dengan jumlah penduduk 58.000 jiwa. Bumiaji terdiri dari 9 desa, yaitu : Bulukerto, Bumiaji, Giripurno, Gunungsari, Pandanrejo, Punten, Sumbergondo, Tulungrejo dan Sumber Brantas. Gunungsari dan Bulukerto merupakan desa memiliki potensi tinggi untuk mengembangkan industri olahan daging kelinci, karena di daerah ini terdapat banyak peternak kelinci yang handal dalam budidaya kelinci. Pemeliharaan kelinci di sini berkembang pesat karena peternaknya sudah trampil dalam budidaya kelinci, selain itu sumber pakan kelinci sangat mudah didapat dengan harga yang sangat murah bahkan gratis tinggal mengambil limbah panen sayuran di ladang sekitar kandang. Daerah Bumiaji memiliki udara sejuk sehingga sangat cocok untuk budidaya sayuran yang

limbahnya bisa digunakan sebagai pakan kelinci. Aspek Produksi dan Manajemen Usaha

Selama ini peternak kelinci yang ada di kecamatan Bunuaji memelihara kelincinya dan memproduksinya untuk dijual dalam bentuk kelinci hidup kepada konsumen yang nantinya akan dijadikan sate kelinci, selain itu kelinci yang mereka miliki juga diolah untuk menjadi abon kelinci yang dibina oleh Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Brawijaya dengan adanya program IbM pada tahun 2009 yang lalu. Untuk menyempurnakan ragam usaha di kelompok peternak kelinci ini kiranya perlu ditambahkan usaha olahan daging kelinci yang berupa: bakso, nugget dan dendeng kelinci. Manajemen usaha yang ada dilakukan secara sederhana, belum ada pembagian tugas yang jelas. Jadi usaha peternakan kelinci yang ditekuninya dikerjakan secara serabutan oleh peternak dan anggota keluarganya (anak dan istrinya). Permasalahan Mitra

Yang menjadi permasalahan peternak kelinci di Kecamatan Bumiaji Kota Batu adalah: 1. Belum biasa memanfaatkan daging kelinci

sebagai olahan daging kelinci, mereka biasanya hanya menjual kelinci hidup kepada konsumen, yang nantinya akan digunakan sebagai sate kelinci.

2. Belum mengetahui bagaimana membuat olahan daging kelinci yang yang berupa bakso, nugget dan dendeng kelinci yang benar, sehat untuk dikonsumsi dan memiliki prospek jual tinggi.

3. Tidak memiliki alat untuk memproduksi bakso, nugget dan dendeng kelinci

4. Belum memiliki pemahaman dalam menerapkan sistem mutu proses produksi sehingga perlu adanya sosialisasi dan penerapan Good Manufacturing Practice

Page 67: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 357

PENDAHULUAN

Keutamaan Daging Kelinci

Daging kelinci merupakan daging yang mempunyai serat halus dan warna sedikit pucat (tergolong daging berwarna putih seperti halnya daging ayam). Keistimewaan daging kelinci yaitu mempunyai kalori, kolesterol dan natrium yang rendah dan protein tinggi sehingga bagus untuk kesehatan (Hermandez and Gondret, 2006). Daging kelinci kaya akan asam amino (Dalle Zotte, 2004). Selain itu daging kelinci juga mengandung mikronutrien, mineral dan vitamin, tidak mengandung asam urat dan kandungan purin rendah (Hernandez, 2007). Kandungan lemak daging kelinci lebih rendah dibandingkan dengan daging sapi, ayam maupun babi (Dalle Zotte, 2004). Daging kelinci bisa diolah menjadi beberapa produk olahan, misalnya: bakso, nugget dan dendeng. Potensi Wilayah

Bumiaji merupakan sebuah kecamatan di Kota Batu Jawa Timur yang terkenal dengan usaha peternakan, diantarannya ternak kelinci. Kecamatan Bumiaji mempunyai luas 130,19 km2 dengan jumlah penduduk 58.000 jiwa. Bumiaji terdiri dari 9 desa, yaitu : Bulukerto, Bumiaji, Giripurno, Gunungsari, Pandanrejo, Punten, Sumbergondo, Tulungrejo dan Sumber Brantas. Gunungsari dan Bulukerto merupakan desa memiliki potensi tinggi untuk mengembangkan industri olahan daging kelinci, karena di daerah ini terdapat banyak peternak kelinci yang handal dalam budidaya kelinci. Pemeliharaan kelinci di sini berkembang pesat karena peternaknya sudah trampil dalam budidaya kelinci, selain itu sumber pakan kelinci sangat mudah didapat dengan harga yang sangat murah bahkan gratis tinggal mengambil limbah panen sayuran di ladang sekitar kandang. Daerah Bumiaji memiliki udara sejuk sehingga sangat cocok untuk budidaya sayuran yang

limbahnya bisa digunakan sebagai pakan kelinci. Aspek Produksi dan Manajemen Usaha

Selama ini peternak kelinci yang ada di kecamatan Bunuaji memelihara kelincinya dan memproduksinya untuk dijual dalam bentuk kelinci hidup kepada konsumen yang nantinya akan dijadikan sate kelinci, selain itu kelinci yang mereka miliki juga diolah untuk menjadi abon kelinci yang dibina oleh Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Brawijaya dengan adanya program IbM pada tahun 2009 yang lalu. Untuk menyempurnakan ragam usaha di kelompok peternak kelinci ini kiranya perlu ditambahkan usaha olahan daging kelinci yang berupa: bakso, nugget dan dendeng kelinci. Manajemen usaha yang ada dilakukan secara sederhana, belum ada pembagian tugas yang jelas. Jadi usaha peternakan kelinci yang ditekuninya dikerjakan secara serabutan oleh peternak dan anggota keluarganya (anak dan istrinya). Permasalahan Mitra

Yang menjadi permasalahan peternak kelinci di Kecamatan Bumiaji Kota Batu adalah: 1. Belum biasa memanfaatkan daging kelinci

sebagai olahan daging kelinci, mereka biasanya hanya menjual kelinci hidup kepada konsumen, yang nantinya akan digunakan sebagai sate kelinci.

2. Belum mengetahui bagaimana membuat olahan daging kelinci yang yang berupa bakso, nugget dan dendeng kelinci yang benar, sehat untuk dikonsumsi dan memiliki prospek jual tinggi.

3. Tidak memiliki alat untuk memproduksi bakso, nugget dan dendeng kelinci

4. Belum memiliki pemahaman dalam menerapkan sistem mutu proses produksi sehingga perlu adanya sosialisasi dan penerapan Good Manufacturing Practice

(GMP) untuk bisa menghasilkan bakso, nugget dan dendeng kelinci yang bermutu, aman dikonsumsi dan berdaya saing.

5. Belum memiliki pemahaman dalam strategi pemasaran dan manajemen pengelolaan usaha bakso, nugget dan dendeng kelinci yang komersial sehingga perlu pembinaan dalam perumusan strategi pemasaran yang tepat dan kompetitif melalui Marketing Mix.

Tujuan Kegiatan Aspek Produksi

Melalui pelatihan dan pendampingan yang dilakukan serta bantuan alat-alat yang diberikan yang berupa: mesin penggiling daging (meat grinder), mesin pencampur adonan dan daging (meat mincer), refrigerator untuk tempat memeramkan olahan nugget, oven pengering dendeng kelinci, freezer display untuk menyimpan bakso dan nugget yang sudah jadi dan siap dipasarkan ini, diharapkan: 1. Mitra/ peternak kelinci mampu dan

berhasil dalam memproduksi beragam olahan daging kelinci dan memiliki ketrampilan dalam: teknis pembuatan bakso, nugget dan dendeng kelinci , dan ketrampilan pemasaran. Dengan demikian diharapkan usaha olahan daging kelinci yang berupa bakso, nugget dan dendeng kelinci bisa semakin berkembang di kota Batu khususnya dan akan menjadi oleh-oleh khas Batu bagi para wisatawan pengunjung tempat wisata di Batu.

2. Produk olahan daging kelinci ini bisa diproduksi secara berkelanjutan dan bisa memasuki pangsa pasar yang lebih luas, misalnya: restoran, hotel, supermarket, dll.

3. Keberadaan unit usaha produksi olahan daging kelinci ini dapat menciptakan lapangan kerja dalam bidang produksi, distribusi dan pemasaran bagi penduduk setempat, sehingga akan membantu pemerintah kota Batu dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan

masyarakat, memberdayakan masyarakat dalam upaya pengentasan kemiskinan.

Aspek Manajemen Usaha

Setelah berakhirnya program diharapkan peternak yang tergabung dalam kegiatan ini mampu megelola usahanya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi usahanya. Pengelolaan usaha yang diharapkan dikuasai, antara lain : manajemen bahan baku, manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengawasan mutu bahan baku serta manfaat (nilai tambah) yang dapat diperoleh bagi mitra.

BAHAN DAN METODE Metode pendekatan yang ditawarkan untuk mendukung realisasi program adalah : 1. Memberi pelatihan dan pendampingan

peternak kelinci dalam memproduksi bakso, nugget dan dendeng kelinci , sekaligus melakukan uji kualitas bakso, nugget dan dendeng kelinci.

2. Memberi sumbangan peralatan untuk menunjang dalam produksi bakso, nugget dan dendeng kelinci yang berupa: Mesin penggiling daging (meat grinder), Mesin Pencampur adonan dan daging (meat mincer) stainless steel , Refrigerator , Portable Vacuum Sealer, Oven pengering, dan Freezer display.

3. Monitoring dan Evaluasi sebelum pelaksanaan kegiatan (kesanggupan, antusiasme dan kemampuan khalayak sasaran strategis serta kerjasama dengan aparatur dan masyarakat sekitar), selama kegiatan berlangsung (pemahaman terhadap materi, kemampuan dan motivasi khalayak sasaran agar mencapai hasil yang maksimal) dan setelah kegiatan selesai (minat dan kemampuan khalayak sasaran untuk bisa melanjutkan hasil inovasi Teknologi Tepat Guna, peningkatan daya saing kualitas produk olahan daging

Page 68: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”358

kelinci serta menindaklanjuti agar bisa dimanfaatkan sebagai oleh-oleh khas Batu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan edukasi dan pendampingan

peternak yang dilakukan terdiri atas : Penyuluhan / ceramah dan diskusi tentang :

a. Pemilihan dan penanganan bahan baku yang tepat

b. Faktor-faktor yang menentukan kualitas bakso, nugget dan dendeng kelinci

c. Persiapan bahan baku (daging kelinci segar, bahan pengisi dan bumbu)

d. Karakter, fungsi dan cara penggunaan peralatan: mesin penggiling (meat grinder) dan pencampur (meat mincer) daging kelinci, refrigerator, oven pengering dendeng kelinci, mesin pengemas (portable vacuum sealer) produk dan freezer display untuk menyimpan bakso dan nugget kelinci yang siap dipasarkan

e. Teknologi pembuatan bakso, nugget dan dendeng kelinci

f. Penerapan Good Manufacturing Practice (GMP), yang meliputi: standarisasi cara produksi yang baik, meliputi : lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, sanitasi dan hygiene, pengendalian proses, label pangan, penyimpanan, pengawasan mutu serta pencatatan dokumen.

g. Manajemen pengelolaan usaha, yang meliputi: manajemen bahan baku, manajemen SDM dan pengawasan mutu bahan baku serta manfaat (nilai tambah) yang dapat diperoleh bagi mitra.

Demonstrasi dan praktek

Kegiatan demonstrasi dan praktek dilakukan dirumah peternak kelinci desa Gunungsari Kecamatan Bumiaji Kota Batu beserta peternak kelinci lainnya. Demonstrasi dan praktek meliputi penyiapan bahan baku

(daging kelinci), pembuatan bakso, nugget dan dendeng kelinci dengan mengaplikasikan alat-alat yang disumbangkan, pengemasan produk serta analisa pemasaran dan manajemen usaha. Setelah demonstrasi, peserta didampingi dan dibina secara intensif oleh Tim Pelaksana Kegiatan yang berkoordinasi dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Brawijaya Malang.

Konsultasi dan Pendampingan

Konsultasi dan pendampingan/ pembinaan dilakukan secara periodik dan berkelanjutan dalam mendampingi khalayak sasaran strategis sampai berhasil mempraktekkan dan memanfaatkan inovasi Teknologi Tepat Guna dalam memproduksi bakso, nugget dan dendeng kelinci yang berdaya saing serta memasarkannya. Pelaksanaan konsultasi tentang pelaksanaan program dilakukan melalui diskusi langsung atau melalui telepon dengan harapan usaha bisa berkelanjutan dan outcame bisa maksimal.

Pada saat dilaksanakan program, mitra terlibat aktif dalam melakukan keseluruhan program, berperan aktif dalam melakukan praktek pembuatan bakso, nugget dan dendeng kelinci serta berperan aktif dalam pemberian bantuan materi berupa daging kelinci segar sebagai bahan baku utama pembuatan bakso, nugget dan dendeng kelinci.

Sesuai dengan target dan luaran yang

direncanakan, setelah kegiatan selesai telah terjadi perubahan dalam aspek produksi dan aspek manajemen usaha pada peternak kelinci sebagai mitra , yakni dalam: Aspek Produksi

Melalui pelatihan dan pendampingan yang telah dilakukan serta bantuan alat-alat yang telah diberikan yang berupa: mesin penggiling daging (meat

Page 69: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 359

kelinci serta menindaklanjuti agar bisa dimanfaatkan sebagai oleh-oleh khas Batu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan edukasi dan pendampingan

peternak yang dilakukan terdiri atas : Penyuluhan / ceramah dan diskusi tentang :

a. Pemilihan dan penanganan bahan baku yang tepat

b. Faktor-faktor yang menentukan kualitas bakso, nugget dan dendeng kelinci

c. Persiapan bahan baku (daging kelinci segar, bahan pengisi dan bumbu)

d. Karakter, fungsi dan cara penggunaan peralatan: mesin penggiling (meat grinder) dan pencampur (meat mincer) daging kelinci, refrigerator, oven pengering dendeng kelinci, mesin pengemas (portable vacuum sealer) produk dan freezer display untuk menyimpan bakso dan nugget kelinci yang siap dipasarkan

e. Teknologi pembuatan bakso, nugget dan dendeng kelinci

f. Penerapan Good Manufacturing Practice (GMP), yang meliputi: standarisasi cara produksi yang baik, meliputi : lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, sanitasi dan hygiene, pengendalian proses, label pangan, penyimpanan, pengawasan mutu serta pencatatan dokumen.

g. Manajemen pengelolaan usaha, yang meliputi: manajemen bahan baku, manajemen SDM dan pengawasan mutu bahan baku serta manfaat (nilai tambah) yang dapat diperoleh bagi mitra.

Demonstrasi dan praktek

Kegiatan demonstrasi dan praktek dilakukan dirumah peternak kelinci desa Gunungsari Kecamatan Bumiaji Kota Batu beserta peternak kelinci lainnya. Demonstrasi dan praktek meliputi penyiapan bahan baku

(daging kelinci), pembuatan bakso, nugget dan dendeng kelinci dengan mengaplikasikan alat-alat yang disumbangkan, pengemasan produk serta analisa pemasaran dan manajemen usaha. Setelah demonstrasi, peserta didampingi dan dibina secara intensif oleh Tim Pelaksana Kegiatan yang berkoordinasi dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Brawijaya Malang.

Konsultasi dan Pendampingan

Konsultasi dan pendampingan/ pembinaan dilakukan secara periodik dan berkelanjutan dalam mendampingi khalayak sasaran strategis sampai berhasil mempraktekkan dan memanfaatkan inovasi Teknologi Tepat Guna dalam memproduksi bakso, nugget dan dendeng kelinci yang berdaya saing serta memasarkannya. Pelaksanaan konsultasi tentang pelaksanaan program dilakukan melalui diskusi langsung atau melalui telepon dengan harapan usaha bisa berkelanjutan dan outcame bisa maksimal.

Pada saat dilaksanakan program, mitra terlibat aktif dalam melakukan keseluruhan program, berperan aktif dalam melakukan praktek pembuatan bakso, nugget dan dendeng kelinci serta berperan aktif dalam pemberian bantuan materi berupa daging kelinci segar sebagai bahan baku utama pembuatan bakso, nugget dan dendeng kelinci.

Sesuai dengan target dan luaran yang

direncanakan, setelah kegiatan selesai telah terjadi perubahan dalam aspek produksi dan aspek manajemen usaha pada peternak kelinci sebagai mitra , yakni dalam: Aspek Produksi

Melalui pelatihan dan pendampingan yang telah dilakukan serta bantuan alat-alat yang telah diberikan yang berupa: mesin penggiling daging (meat

grinder), mesin pencampur adonan dan daging (meat mincer), refrigerator untuk tempat memeramkan olahan nugget, oven pengering dendeng kelinci, freezer display untuk menyimpan bakso dan nugget yang sudah jadi dan siap dipasarkan ini, dihasilkankan:

1. Mitra/ peternak kelinci yang mampu dan berhasil dalam memproduksi beragam olahan daging kelinci dan memiliki ketrampilan dalam: teknis pembuatan bakso, nugget dan dendeng kelinci dan perhitungan kelayakan usaha. Dengan demikian usaha olahan daging kelinci yang berupa bakso, nugget dan dendeng kelinci ini bisa semakin berkembang di kota Batu khususnya dan bisa menjadi oleh-oleh khas Batu bagi para wisatawan pengunjung tempat wisata di Batu.

2. Produk olahan daging kelinci ini diproduksi secara berkelanjutan dan bisa dijual di tempat wisata sekitar Batu

3. Keberadaan unit usaha produksi olahan daging kelinci ini dapat menciptakan lapangan kerja dalam bidang produksi, distribusi dan pemasaran bagi penduduk setempat, sehingga akan membantu pemerintah kota Batu dalam menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Aspek Manajemen Usaha Setelah berakhirnya program peternak

yang tergabung dalam kegiatan ini mampu megelola usahanya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi usahanya. Pengelolaan usaha yang dikuasai, antara lain : manajemen bahan baku, manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dan pengawasan mutu bahan baku serta manfaat (nilai tambah) yang dapat diperoleh bagi mitra.

KESIMPULAN

Dari hasil penyuluhan dan praktek dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengetahuan dan ketrampilan

peternakmeningkat dalam aspek inovasi teknologi tepat guna melalui: pembuatan olahan daging kelinci yang berupa bakso, nugget dan dendeng kelinci.

2. Pengetahuan dan ketrampilan peternak meningkat dalam strategi pemasaran produk yang dihasilkan.

3. Pengetahuan dan ketrampilan peternak meningkat dalam pengelolaan usaha olahan daging kelinci (bakso, nugget dan dendeng).

4. Terbuka peluang pemasaran produk olahan daging kelinci (bakso, nugget dan dendeng), dengan menghubungkan kelompok wirausaha dengan pihak penjual oleh-oleh khas Batu yang ada di tempat-tempat wisata disekitar Batu maupun supermarket disekitar Batu maupun Malang Raya.

5. Peternak telah mengetahui dan trampil dalam menggunakan peralatan yang diberikan untuk produksi bakso, nugget dan dendeng kelinci.

DAFTAR PUSTAKA

Dalle Zotte, A.2004. Dietary advantages:

tabbit must tame consumers. Viandes et Produiits Carnes, 23, 161-167.

Hermandez, P. And Gondret, F. 2006. Rabbit Meat Quality. In: Maertens L., Coudert. P (Eds). Recent Advances in Rabbit Science. ILVO, Merelbeke. Belgium, 269-290.

Page 70: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”360

KARAKTERISASI RENGGINANG UBIKAYU YANG DIPERKAYA TEPUNG KEPALA IKAN GABUS (Channa striata)

CHARACTERISTICS OF ENRICHED ‘CASSAVA RENGGINANG’

WITH HEAD FISH FLOUR (Channa striata)

Parwiyanti*, Hermanto Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

The aims of this study were to determine characteristics of fish „gabus‟ head (Channa striata) powder through two factors i.e. the size of the fish (large, medium, small) and drying method (sun and oven at 60°C). Furthermore, the fish „gabus” head powder be added to the “cassava rengginang” to enrich its nutritional value at 1,5 to 6%. The study design used was completely randomized factorial design. Treatments that significantly affect the observed variables will be followed by BNJ test level 5%. The result showed that the size of the fish and drying method did not significantly affect the characteristics of fish „gabus‟ head powder. Fish „gabus‟ heads powder produced using autoclave for 90 minutes and drying with a oven at 60°C or sunlight for 48 hours. Fish „gabus‟ powder produced in this way produce 28.83 to 35.92% of yield, from 5.27 to 6.25% moisture content, protein content 19.90 to 24.30%, ash content of 39.53 to 44.63%, from 30.92 to 37.67% calcium levels, color (L: 57.33 to 61.93%, C: 16.30 to 18.37%, H: 68.70 to 74.43° ). “Cassava rengginang” enriched with 6% fish ‟gabus‟ head powder had the best accepted to consumers. The characteristics of “cassava rengginang” were as 12.44% of water content (raw), 5.14% of water content (fried), 133.55% of volume development, 109.34% of oil absorption. Keywords: cassava rengginang, channa striata, fish head flour,

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan memanfaatkan kepala ikan gabus untuk meningkatkan nilai gizi terutama sebagai sumber protein dan kalsium pada rengginang ubikayu. Kepala ikan gabus dibuat tepung dengan perlakuan ukuran ikan (besar, sedang, kecil) dan metode pengeringan (sinar matahari dan oven suhu 60oC). Selanjutnya tepung kepala ikan gabus digunakan untuk meningkatkan nilai gizi rengginang ubikayu pada konsentrasi 1,5 sampai dengan 6%. Penelitian dirancang menggunakan rancangan acak lengkap factorial. Perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji BNJ 5%. Hasil penelitian menunjukkan ukuran ikan dan metode pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap karakteristik tepung kepala ikan gabus. Tepung kepala ikan gabus dihasilkan dengan pemasanan autoclave selama 90 menit dan pengeringan dengan oven suhu 60oC atau sinar matahari selama 48 jam. Tepung kepala ikan gabus tersebut menghasilkan rendemen 28,83 sd 35,92%, kadar air 5,27 sd 6,25%, kadar protein 19,90 sd 24,30%, kadar abu 39,53 sd 44,63%, kadar kalsium 30,92 sd 3,67%, warna (L: 57,33 sd 61,93%, C: 16,30 sd 18,3%, H: 68,70 sd

Page 71: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 361

74,43o). Rengginang ubikayu yang paling disenangi konsumen adalah rengginang ubikayu yang diperkaya tepung kepala ikan gabus 6% dengan karakteristik kadar air 12,44% (mentah) dan 5,14% (goreng), volume pengembangan 133,55 %, dan penyerapan minyak 109,34 %. Kata kunci: kepala ikan gabus, rengginang, tepung, ubikayu

PENDAHULUAN

Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan rawa yang banyak dimanfaatkan baik untuk keperluan konsumsi maupun medis. Selain peningkatan ketersediaan ikan gabus melalui budidaya, sangat penting untuk meningkatkan penanganan dan pengolahan pasca panen yang meliputi teknik penyimpanan, pengawetan, diversifikasi produk dan distribusi produk perikanan. Diversifikasi produk olahan ikan gabus diperlukan untuk meningkatkan nilai jual dan memperluas pangsa pasar hasil olahan ikan gabus. Setyaji, et al (2012) telah meningkatkan kadar protein kerupuk opak dengan penambahan daging ikan gabus 10% sehingga kerupuk opaknya mempunyai kadar protein 5,12%, lemak 3,15%, kadar air 10,06% dan volume pengembangan 28,50%.

Di Sumatera Selatan (Sumsel), ikan gabus hidup secara alami di sungai-sungai. Ikan gabus merupakan bahan baku produk olahan khas Sumsel yaitu kemplang, pempek, ikan gabus asin dan asap. Produk olahan ikan gabus pada umumnya hanya memanfaatkan dagingnya saja, sehingga menghasilkan limbah seperti kepala ikan, kulit, tulang, dan isi perut ikan. Kepala ikan gabus dapat diproses menjadi tepung kepala ikan sumber protein, mineral kalsium dan fosfor. Selain tulang, kepala ikan gabus masih mengandung daging dan otak ikan sebagai sumber protein. Jenis protein ikan gabus yang dominan adalah albumin. Kandungan albumin ikan gabus sebesar 24 % dari total proteinnya (Parwiyanti, 1998). Keistimewaan albumin ikan gabus adalah dapat digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka pada anak yang dikhitam, ibu yang melahirkan, dan pasien pasca operasi. Selain albumin, ikan

gabus juga mengandung kalsium 62 mg/100 g ikan, fosfor 176 mg/100 g ikan, dan Fe 0,9 mg/100 g ikan (Hadiwiyoto,1993).

Tepung kepala ikan dapat ditambahkan dalam produk olahan yang banyak disenangi masyarakat Indonesia seperti rengginang ubikayu. Rengginang ubikayu merupakan agroindustri skala kecil di kabupaten Kampar yang potensial dengan nilai tambah Rp. 7000,-/kg ubikayu dan Return Cost of Ratio (RCR) 2,05 (Elida dan Hamidi, 2009). Produk ini juga sudah mulai diusahakan oleh masyarakat desa Sukamulya kabupaten Ogan Ilir (Parwiyanti et al., 2010). Oleh karena itu dibutuhkan penelitian cara memproduksi tepung kepala ikan gabus dan mengetahui konsentrasi tepung kepala ikan gabus yang dapat menghasilkan rengginang ubikayu yang disenangi konsumen.

BAHAN DAN METODE

Bahan-bahan yang digunakan antara lain: Ikan gabus segar dibeli di pasar Indralaya Ogan Ilir, ubi kayu dibeli di petani ubikayu kelurahan Indralaya Raya Ogan Ilir, bawang putih, ketumbar, garam dapur. Peralatan yang digunakan antara lain autoklaf, timbangan analitik, Colour Reader merek Nippon Denshobu, Muffle furnace, mikro Kjedhal, blender, ayakan plastik.

Rancangan percobaan digunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan tiga ulangan. Perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji BNJ taraf 5%. Faktor perlakuan untuk pembuatan tepung kepala ikan adalah ukuran ikan (besar, sedang, kecil) dan metode pengeringan (sinar matahari dan oven suhu 60°C). Sedangkan pada pembuatan

Page 72: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”362

rengginang, perlakuannya adalah konsentrasi tepung kepala ikan (1,5%, 3%, 4,5%, 6%).

Penelitian ini meliputi 2 tahap, tahap pertama pembuatan tepung kepala ikan gabus, tahap kedua pengolahan rengginang yang diperkaya dengan tepung kepala ikan. Proses penepungan ikan gabus dilakukan berdasarkan metode Dewi, et al. (2010). Kepala ikan gabus dicuci, ditimbang, dikukus menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dengan waktu sesuai perlakuan, digiling, dikeringkan dengan metode sesuai perlakuan sampai kadar air sekitar 10%, diayak untuk menyeragamkan ukuran tepung. Dipilih perlakuan terbaik proses pembuatan tepung kepala ikan berdasarkan sifat fisik dan kimia untuk digunakan sebagai bahan pengkaya zat gizi pada pembuatan rengginang ubi kayu.

Pembuatan rengginang ubi kayu mengacu pada Parwiyanti, et al (2010). Cara kerja pembuatan rengginang ubi kayu adalah : ubi kayu dikupas, dipotong dengan panjang 15 cm, dicuci dan direndam dalam air selama 1 hari. Ubi kayu diparut, diperas, ampas direndam 2 hari dengan menggantikan air setiap harinya, ampas dan pati dicampur, ditambah bumbu (bawang putih, bawang merah, ketumbar, garam) dan kepala ikan sesuai perlakuan, campuran diaduk sampai homogen, dilakukan pemberasan, pencetakan, dikukus 10 menit, dikeringkan, dan digoreng.

Ikan gabus dikelompokkan menjadi 3 yaitu ikan besar, sedang, kecil. Pada tepung kepala ikan diamati rendemen, warna menggunakan alat Colour Reader merek Nippon Denshobu, kadar air secara gravimetri berdasarkan SNI(1992), kadar abu menggunakan Muffle furnace (SNI, 1992), kadar protein cara mikro Kjedhal (SNI, 1992), kadar kalsium (Yanuar et al,2009). Sedangkan pada rengginang ubikayu dianalisis kadar air secara gravimetri, volume pengembangan, penyerapan minyak dan analisis hedonik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Ikan Gabus

Di pasar Indralaya Ogan Ilir Sumsel, ikan gabus beragam beratnya mulai dari 50 g sampai dengan 2300 g per ekor ikan. Ikan gabus dikempokkan berdasarkan berat seperti disajikan pada Tabel 1. Pada bulan September tahun 2017 harga ikan segar berkisar antara Rp. 25.000,-s/d Rp 35.000,-/kg, tergantung besar kecilnya ikan, semakin besar, harga ikan segar semakin mahal. Konsumen membeli ikan gabus dalam bentuk ikan giling, ikan segar utuh, dan kepala ikan, sementara tulang ikan, kulit, sisik dan isi perut ikan dibuang sebagai limbah atau digunakan untuk pakan ikan budidaya. Harga daging ikan giling gabus Rp 45000/kg, sedangkan kepala ikan Rp 8000,- s/d Rp 10000,-/kg. Konsumen membeli ikan giling untuk membuat pempek dan produk turunannya seperti tekwan, model, dan sate tusuk. Sementara kepala ikan digunakan untuk membuat masakan khas, terutama pindang. Berdasarkan pengamatan di Pasar Indralaya, setiap hari terdapat kelebihan kepala ikan yang tidak terjual, terutama pada saat panen raya. Untuk membuat masakan khas palembang berupa pindang kepala ikan, diperlukan kepala ikan yang masih segar. Oleh karena itu pengolahan sekaligus pengawetan kepala ikan menjadi tepung merupakan alternative yang tepat. Kepala ikan segar merupakan bahan makanan sumber protein dan mineral kalsium dan fosfor yang cepat sekali rusak. Tabel 1. Pengelompokan ikan gabus berdasarkan berat ikan

Ukuran ikan Berat (g) per ekor ikan

Kecil < 100

Sedang 100 - 500

Besar 501 – 1000

Sangat besar >1000

(Hasil survey di pasar Indralaya Ogan Ilir tahun 2016)

Page 73: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 363

Presentasi tertinggi bagian ikan gabus adalah daging (58%), diikuti kepala (25%), sedangkan tulang, kulit, sisik, dan isi perut ikan berkisar 3 s/d 5%. Pengelompokan ikan berdasarkan beratnya dapat dilihat pada Tabel 1. Ikan gabus berdasarkan beratnya, dikelompokkan menjadi 4 (hasil survey pada produksen dan konsumen ikan gabus di pasar tradisional Indralaya Ogan Ilir). Kepala ikan gabus merupakan komponen yang tertinggi setelah daging ikan yaitu 25 % dari seluruh bagian ikan. Dalam kepala ikan, proporsi terbesar berupa tulang yang merupakan sumber mineral kalsium dan fosfor. Selain itu

masih terdapat daging ikan dan otak yang merupakan sumber protein dan lemak. Karakteristik Tepung Kepala Ikan Gabus

Pada pembuatan tepung kepala ikan gabus dilakukan pemanasan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C yang secara periodik diukur bagian yang lembut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk melembutkan kepala ikan. Hasil pengukuran presentasi bagian yang lembut selama autoklafing dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik presentasi bagian yang lembut selama autoklafing kepala ikan gabus

Proses autoklafing mampu melembutkan

tekstur kepala ikan yang keras. Lima belas menit pertama mampu melembutkan 16 s/d 27 % kepala ikan, presentasi yang lembut semakin besar dengan bertambahnya waktu autoklafing, sampai dengan 90 menit autoklafing dihasilkan 55 s/d 66 % bagian yang lembut (Gambar 1). Laju bagian yang lembut pada kepala ikan tertinggi terjadi pada ikan ukuran kecil, diikuti ikan ukuran sedang dan besar. Hal ini disebabkan tulang ikan

kecil lebih mudah dihidrolisis dengan pemanasan autoklafing dibandingkan tulang ikan ukuran sedang dan besar. Jenis protein utama penyusun tulang ikan adalah kolagen yang dapat terhidrolisis dan terdenaturasi oleh panas (Nurilmala dkk, 2006). Untuk membuat tepung tulang ikan tuna, Trilaksani, et al. (2006) memerlukan waktu 2 jam autoklafing. Semakin besar tulang ikan semakin lama waktu yang diperlukan untuk melembutkannya.

Page 74: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”364

Tabel 2. Karakteristik tepung kepala ikan gabus

Parameter

Kelompok ikan

Besar Sedang Kecil

oven S.M Oven S.M Oven S.M

Rendemen (%) 32,08 35,92 33,50 34,16 32,80 28,83

Warna : L (%) C (%) H (0)

57,33 17,53 68,70

61,93 18,37 73,83

58,47 17,27 71,93

59,56 17,50 74,33

58,10 16,30 73,03

59,77 17,30 74,43

Kadar air (%) 5,27 5,92 5,71 5,65 6,65 6,20

Kadar abu (%) 39,53 44,63 40,42 41,63 39,00 39,92

Kadar protein (%) 20,64 22,99 22,06 22,69 24,30 19,90

Kadar kalsium (%) 30,92 37,37 37,67 33,12 33,96 33,29

Keterangan : oven : pengeringan dalam oven suhu 60°C S.M. : pengeringan dengan sinar matahari

Hasil pengukuran rendemen, warna,

kadar air, abu, protein, dan kalsium tepung kepala ikan gabus disajikan pada Tabel 2. Rendemen yang dihasilkan dalam pembuatan tepung kepala ikan berkisar antara 28,83 s/d 35,92 %, ukuran ikan dan cara pengeringannya tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen. Warna tepung ikan berkisar L( 57,33 s/d 61,93 %), C (16,30 s/d 18,37 %), H (68,70 s/d 74,43°), yang berwarna keabu-abuan agak gelap. Hal ini disebabkan zat warna abu-abu kehitaman pada kulit kepala ikan. Kadar protein tepung kepala ikan gabus adalah 19,90 s/d 24,30%, sedangkan kadar abunya 39.53 s/d 44,63%. Protein tepung kepala ikan berasal dari daging dan tulang ikan. Kadar protein tepung kepala ikan gabus lebih rendah dari tepung kepala ikan lele dumbo dan tulang ikan tuna. Penelitian Mervina et al., (2012) menghasilkan kadar protein, abu, air, lemak, dan karbohidrat tepung kepala ikan lele dumbo berturut-turut 56,04%, 14,10%,

8,72%, 9,93%, 16,47% bk. Sedangkan kandungan protein, lemak dan abu pada ikan tuna menurut Nurilmala et al. (2006) adalah 26,02%, 8% dan 52,36%. Tepung kepala ikan gabus dapat digunakan sebagai sumber mineral kalsium karena kadar kalsiumnya berkisar 30,92 s/d 37,37 %. Adapun kadar kalsium tepung tulang ikan tuna mencapai 39,24% (Trilaksani et al, 2006). Karakteristik rengginang ubikayu yang diperkaya tepung kepala ikan gabus

Kadar air rengginang mentah berkisar antara 11,47% sampai 12,87%, sedangkan rengginang goreng kadar airnya berkisar antara 3,00 sampai 5,14 %. Berdasarkan hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi tepung kepala ikan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air rengginang mentah dan goreng, Hasil pengukuran kadar air rengginang mentah dan goreng disajikan pada Tabel 3.

Page 75: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 365

Tabel 3. Kadar air rengginang mentah dan goreng

Perlakuan Kadar air Rengginang

mentah (%) Kadar air Rengginang goreng

(%)

K1 (konsentrasi 1,5%) 11,87 3,00

K2 (konsentrasi 3,0%) 12,04 4,12

K3 (konsentrasi 4,5%) 12,57 5,10

K4 (konsentrasi 6,0%) 12,44 5,14

Peningkatan konsentrasi tepung kepala ikan, meningkatkan kadar air rengginang mentah dan goreng. Kandungan air dalam rengginang berasal dari bahan baku dan proses pengukusan rengginang. Pengukusan dapat mempengaruhi ikatan antara bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan rengginang. Ikatan yang terjadi adalah ikatan antara molekul air dengan pati (tapioka). Molekul air berpenetrasi masuk kedalam granula pati. Pada saat terjadi pemanasan pada proses pengukusan, granula pati mengalami pembengkakan sehingga terbentuk gel akibat proses gelatinisasi (Soekarto, 1997). Air yang masuk kedalam granula pati terperangkap sehingga mempengaruhi kadar air rengginang. Selain itu, kadar air rengginang dipengaruhi oleh protein yang berasal dari tepung kepala ikan. Protein bersifat hidrofilik, sehingga protein dapat mengikat air pada gugus yang bersifat polar. Polaritas pada protein disebabkan oleh adanya gugus -OH, -SH, dan -NH2. Menurut Soekarto (1997), air akan terikat sekunder membentuk jaringan tiga dimensi melalui ikatan hidrogen. Oleh karena itu, semakin tinggi konsentrasi protein, kadar air rengginang semakin tinggi.

Volume pengembangan rengginang merupakan salah satu faktor penting karena akan mempengaruhi penerimaan konsumen. Volume pengembangan rengginang ubi kayu dipengaruhi oleh komposisi bahan, ketebalan bahan, kadar air rengginang mentah, suhu dan

cara penggorengan. Rata-rata nilai volume pengembangan rengginang berkisar antara 104,55% sampai dengan 173,50% (Tabel 4). Peningkatan konsentrasi tepung kepala ikan menurunkan volume pengembangan walaupun secara statistik konsentrasi tepung kepala ikan dari 1,5 s/d 6,0% yang ditambahkan dalam rengginang tidak berpengaruh nyata terhadap volume pengembangan rengginangnya. Protein yang tinggi dapat menurunkan volume pengembangan rengginang pada saat proses penggorengan karena protein terdiri dari asam amino yang bersifat mengikat air (hidrofilik). Semakin banyak protein yang ada di dalam adonan menyebabkan ikatan hidrofilik semakin kuat sehingga rengginang yang dihasilkan kurang mengembang. Selain itu, tepung kepala ikan yang digunakan berupa bubuk, bersifat padat yang mengisi pori-pori rengginang. Padatnya pori-pori rengginang menyebabkan volume pengembangan rengginang menurun. Volume pengembangan menentukan kerenyahan. Keberhasilan penggorengan rengginang sangat dipengaruhi oleh kadar air rengginang mentah dan suhunya. Kadar air yang baik untuk menghasilkan pengembangan yang besar pada kerupuk berkisar antara 6 s/d 12,5% dan suhu 2000C (Soekarto, 1997).

Penyerapan minyak rengginang ubikayu berkisar antara 109,34 s/d 138,72% yang dipengaruhi oleh konsentrasi tepung kepala ikan. Semakin tinggi konsentrasi tepung

Page 76: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”366

kepala ikan semakin rendah penyerapan minyaknya. Penyerapan minyak rengginang ubikayu yang ditambah 6% tepung kepala ikan paling kecil yang tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 4,5%, tetapi berbeda nyata dengan konsentrasi 3% dan 1,5%. Hal ini berkaitan dengan ikatan hidrofilik dan hidrofobik yang ada didalam rengginang. Ikatan hidofilik didalam rengginang yang

semakin banyak, menurunkan penyerapan minyak. Semakin banyak penambahan tepung kepala ikan (6%), ikatan hidrofilik semakin banyak sehingga penyerapan minyak sedikit. Semakin kecil penyerapan minyak volume pengembangan rengginang semakin kecil (Tabel 4).

Tabel 4. Volume pengembangan dan penyerapan minyak rengginang.

Perlakuan Volume pengembangan (%) Penyerapan minyak (%)

K1 (konsentrasi 1,5%) 173,50a 138,72b

K2 (konsentrasi 3,0%) 154, 40a 129,94b

K3 (konsentrasi 4,5%) 148,16a 113,81a

K4 (konsentrasi 6,0%) 133,55a 109,34a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (5%).

Hasil uji hedonik rengginang

Uji hedonik dilakukan untuk melihat penerimaan panelis terhadap kesukaan rengginang dengan memberikan penilaian berkisar antara sangat tidak suka sampai sangat suka pada warna, aroma, tekstur dan rasa. Hasil pengujian hedonik (Tabel 5)

menunjukkan konsentrasi tepung kepala ikan dari 1,5 s/d 6% yang ditambahkan pada rengginang ubi kayu tidak memberikan perbedaan kesukaan warna, aroma, tekstur dan rasa. Oleh karena itu dipilih penggunaan konsentrasi 6% dalam memperkaya protein dan kalsium rengginang ubi kayu.

Tabel 5. Hasil uji hedonik rengginang ubi kayu yang diperkaya tepung kepala ikan

Parameter hedonik

Konsentrasi tepung kepala ikan (%)

1,5 3,0 4,5 6,0

Warna Aroma Tekstur Rasa

2,92a

2,88a

2,88a

2,84a

3,00a

2,84a

2,92a

2,76a

2,88a

2,76a

3,00a

3,00a

2,76a

2,72a

2,84a

2,80a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan perlakuan berbeda nyata (5%).

Warna rengginang ubikayu berkisar putih

kecoklatan yang disebabkan oleh warna bahan dasarnya. Perendaman ubikayu dalam proses

pembuatan rengginang berperan dalam warna produk akhirnya. Selama perendaman ubikayu terjadi fermentasi spontan yang

Page 77: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 367

didominasi bakteri asam laktat, detoksifikasi senyawa sianogenik, dan berkurangnya senyawa larut air (Haryadi, 2011).

Aroma rengginang disebabkan oleh adanya zat volatile yang berasal dari bahan baku rengginang terutama tepung tulang ikan gabus, bawang putih, dan ketumbar yang bisa menutupi aroma ubi kayu. Bakteri asam laktat yang tumbuh selama perendaman ubikayu menurut Sobowale et al., (2007) berperan dalam pengembangan aroma tepung cassava fufu di Nigeria. Dengan demikian perendaman ubikayu dalam proses pembuatan rengginang ini juga menyebabkan terbentuknya senyawa yang berperan dalam aroma.

Tekstur rengginang ubikayu renyah agak keras yang disenangi panelis. Rasa rengginang dipengaruhi oleh jumlah protein yang terkandung dalam tepung kepala ikan dan bumbu yang ditambahkan pada pembuatan rengginang seperti garam, bawang putih dan ketumbar. Protein mengandung asam amino yang dapat memberikan kontribusi rasa seperti asam amino D-Triptopan yang mempunyai rasa manis. Rasa gurih juga dapat disebabkan oleh asam amino bebas pembentuk cita rasa seperti glisin, alanin, lisin terutama asam glutamat dapat menyebabkan rasa lezat (Hadiwiyoto,1993).

KESIMPULAN

Kepala ikan gabus dapat dibuat tepung kepala ikan dengan pemanasan menggunakan autoklaf selama 90 menit dan pengeringan dengan oven suhu 60°C atau sinar matahari selama 48 jam. Tepung kepala ikan gabus yang dihasilkan dengan cara ini menghasilkan rendemen 28,83 s/d 35,92 %, kadar air 5,27-6,25 %, kadar protein 19,90 s/d 24,30%, kadar abu 39.53 s/d 44,63%, kadar kalsium 30,92-37,67%, warna putih abu-abu (L: 57,33-61,93%, C : 16,30-18,37%, H : 68,70-74,43°).

Rengginang ubi kayu yang diperkaya 6 % tepung kepala ikan gabus secara sensoris disenangi konsumen dengan karakteristik kadar air 12,44% (mentah) dan 5,14% (goreng), volume pengembangan 133,55 %, penyerapan minyak 109,34 %.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi R.S., Afridiana N., Insanabella Z.T. 2010. Inovasi baru alternatif sarapan cerdas melalui integrasi diversifikasi produk dan budidaya ikan air tawar dengan rekayasa pakan omega-3 tinggi. PKM-GT. IPB. Bogor.

Elida S., Hamidi W. 2009. Analisis Pendapatan Agroindustri Rengginang Ubikayu di Kabupaten Kampar propinsi Riau. J.Ekonomi. 17(2): 109-119

Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty. Yogyakarta.

Haryadi. 2011. Teknologi Modifikasi tepung kasava. AGRITECH 31(2): 86-92

Mervina, Clara M., Kusharto, Marliyati S.A. 2012. Formulasi Biskuit dengan Substitusi Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan isolate protein Kedelai (Glycine max) sebagai makanan potensial untuk anak balita gizi kurang. J.Teknol dan Industri Pangan, XXIII (1) : 9-16

Nurilmala M., Wahyuni M., Wiratmaja H. 2006. Perbaikan Nilai Tambah Limbah Tulang Ikan Tuna (Thunnus Sp.) menjadi Gelatin serta Analisis Fisika-Kimia. Buletin Teknologi Hasil Perikanan IX (2): 22-33.

Parwiyanti. 1998. Keunggulan ikan sebagai sumber gizi dan pendukung kesehatan dan kecerdasan. Makalah pada seminar kenaikan jabatan. Fakultas Pertanian, UNSRI. Ogan Ilir.

Parwiyanti, Lidiasari E., Hayati A. 2010. Pengolahan ubikayu menjadi sermier dan rengginan untuk meningkatkan gizi dan kesejahteraan masyarakat desa suka

Page 78: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”368

Mulya Kecamatan Indralaya utara. Laporan Pengabdian pada masyarakat. Unsri. Indralaya.

Setyaji H., Suwita V., dan Rahimsyah A. 2012. Sifat kimia dan fisika kerupuk opak dengan penambahan daging ikan gabus (Ophiocephalus striatus). Jurnal Penelitian Universitas Jambi: Seri Sains 14(1):17-22.

SNI 01-2891-1992. Cara uji makanan dan minuman. Dewan Standarisasi Nasional.

Soekarto S.T. 1997. Perbandingan pengaruh kadar air krupuk mentah pada penggorengan dengan minyak dan dengan oven gelombang mikro. Proseding Seminar Teknologi Pangan.

Sobowale A.O., Olurin T.O., Oyewole O.B. 2007. Effect of lactic acid bacteria starter culture fermentation of cassava

on chemical and sensory characteristics of fufu flour. African Journal of Biotechnology 6: 1954-1958

Trilaksani W., Salamah E., Nabil M. 2006. Pemanfaatan Limbah tulang ikan Tuna (Thunnus sp.) sebagai sumber kalsium dengan metode hidrolisis protein. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. IX (2): 34-45.

Yanuar V., Santoso J., Salamah E. 2009. Pemanfaatan cangkang rajungan (Portunus pelagieus) sebagai Sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan produk Crackers. J. Pengolahan Hasil Perikanan XII (1) : 59-66.

Page 79: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 369

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum sp.) TERHADAP KUALITAS ES KRIM

THE EFFECT OF BROWN SEAWEED EXTRACT ADDITION (Sargassum sp)

TO THE QUALITY OF ICE CREAM

Rahmi Holinesti*, Anni Faridah, dan Wirnelis Syarif Jurusan Ilmu Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Pariwisata dan Perhotelan,

Universitas Negeri Padang *Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

This research was motivated by the lack utilization of brown seaweed on food processing. Brown seaweed contains alginate, fucoxantin and secondary metabolites, called fucoidan, which has some beneficials to human health. In addition, alginate can improve the sensory quality of food products as a thickening and stabilizer agent. This study was aimed to analyze the effect of brown seaweed extract addition to the quality of ice cream, in terms of color, aroma, texture and taste. The type of this research was a pure experiment, using a complete randomized design method of one factor, namely the addition of brown seaweed extract as much as: 0%; 5%; 10% and 15%. Primary data was sourced from 30 semi-trained panelists who assessed the quality of ice cream through organoleptic tests. The results showed that there was a significant effect on the quality of ice cream in terms of light brown color, the aroma of milk, and the sweetness and taste of milk. However, it did not affect the quality of soft texture and does not crystallize. In general it can be concluded that the best quality of ice cream was found in the addition as much as 15% of brown seaweed extract. Keywords : Brown seaweed extract, ice cream, quality.

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh belum adanya pemanfaatan rumput laut coklat pada pengolahan pangan. Rumput laut coklat mengandung alginat, fukosantin dan metabolit sekunder yaitu fucoidan yang bermanfaat bagi kesehatan. Disamping itu, alginat dapat memperbaiki kualitas organoleptik produk pangan sebagai bahan pengental dan penstabil. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penambahan ekstrak rumput laut coklat terhadap kualitas es krim dari segi warna, aroma, tekstur dan rasa. Jenis penelitian ini adalah eksperimen murni, menggunakan metode rancangan acak lengkap satu faktor, yaitu penambahan ekstrak rumput laut coklat sebanyak : 0%; 5%; 10% dan 15%. Jenis data yang digunakan adalah data primer yang bersumber dari 30 orang panelis semi terlatih yang memberikan penilaian terhadap kualitas es krim melalui uji organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kualitas es krim rumput laut coklat dari segi warna coklat muda, aroma susu, serta rasa manis dan rasa susu. Akan tetapi, tidak berpengaruh terhadap kualitas tekstur lembut dan tidak

Page 80: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”370

mengkristal. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kualitas es krim terbaik terdapat pada penambahan ekstrak rumput laut coklat sebanyak 15%. Kata Kunci : Ekstrak rumput laut coklat, es krim, kualitas.

PENDAHULUAN

Es krim merupakan salah satu makanan yang banyak digemari masyarakat mulai dari balita, anak-anak, dewasa, hingga manula.Es krim merupakan produk pangan beku yang telah ada sejak 1200 Masehi. Biasanya dikonsumsi sebagai makanan selingan (Padaga dkk, 2005 : 1).Komposisi es krim secara umum adalah lemak, padatan susu tanpa lemak, gula, bahan penstabil dan pengemulsi. Bahan penstabil berguna untuk mencegah terbentuknya kristal es yang lebih besar, memberikan tekstur yang lembut dan mencegah es krim cepat meleleh pada saat dihidangkan (Aviani, 2012:104). Bahan penstabil yang umumnya digunakan dalam pembuatan es krim adalah gelatin, agar-agar, gum, furcelaran, lesitin, pektin dan Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Jenis bahan tersebut termasuk jenis penstabil sintetis dan sulit didapat, ditambah jenis bahan penstabil tersebut juga diragukan kehalalanya. Maka dari itu dicari alternatif lain untuk tidak memakai bahan penstabil tersebut. Salah satu jenis penstabil yang belum digunakan adalah jenis alginat, dimana bahan tersebut banyak terdapat dalam rumput laut coklat.

Kartika (2011:7) mengemukakan bahwa “Rumput laut coklat adalah salah satu kelompok alga yang secara umum berwarna coklat atau pirang”. Rumput laut coklat (Sargassum sp) merupakan salah satu sumber daya alam laut yang keberadaanya sangat melimpah dan tumbuh secara alami di perairan Indonesia, namun potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal. Rumput laut coklat tersebar luas di perairan Indonesia. Salah satu penyebaran rumput laut coklat ini yaitu di Propinsi Sumatera Barat tepatnya di pantai Nirwana yang terletak di daerah

Bungus kota Padang dan merupakan pantai berkarang yang menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya rumput laut coklat. Jumlahnya sangat banyak dan mudah ditemui di tepian pantai karena terbawa ombak. Masyarakat menyebut rumput laut ini dengan nama Jeromun. Selain itu, rumput laut coklat banyak bertebaran ditepi pantai sehingga sering dianggap sebagai sampah oleh masyarakat sekitarnya, padahal banyak manfaat yang didapat dari rumput laut coklat tersebut (Budianto, 2017).

Hasil ekstraksi rumput laut coklat berupa alginat dapat diaplikasikan sebagai pembentuk gel atau penstabil serta pembentuk tekstur emulsi. Senyawa alginat banyak digunakan dalam produk susu dan makanan yang dibekukan untuk mencegah pembentukan kristal es (Isnani, 2009). Menurut Sosiawan (1996) dalam Wiwin (2008) kompoosisi kimia dari rumput laut coklat adalah : air (7,54%), protein (7.77%), lemak (0.46%), mineral (62.80), Vitamin C (15%), Serat (30-40%) dan karbohidrat (21.33%). Berdasarkan penjelasan di atas penambahan ekstrak rumput laut coklat pada pembuatan es krim adalah untuk menstabilkan tekstur es krim pada saat dihidangkan. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penambahan ekstrak rumput laut coklat sebanyak 0 %, 1,5%, 3%, 4.5%, 6% dan 7.5% (dari total cairan) tehadap kualitas warna, aroma, tekstur dan rasa es krim yang dihasilkan.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Mei 2017 di Workshop Tata Boga, Jurusan Ilmu Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Pariwisata dan Perhotelan, Universitas Negeri

Page 81: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 371

Padang. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari enam perlakuan (0 %, 1,5%, 3%, 4.5%, 6% dan 7.5%) dari total cairan yang digunakan, serta diulang sebanyak tiga kali. Ekstrak rumput laut didapatkan dengan cara ekstraksi 25 gram bubuk halus rumput laut coklat yang telah dikeringkan dengan air sebanyak 375 ml selama 25 menit, hasil akhir dari ekstrak tersebut adalah 50 ml. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu : tahap persiapan bahan dan alat, tahap pengolahan (pembuatan es krim sesuai perlakuan) dan tahap penilaian dalam bentuk uji organoleptik terhadap kualitas es krim yang dihasilkan. Instrumen penelitian ini adalah format uji organoleptik dalam bentuk uji jenjang kepada panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Dilanjutkan dengan analisis data menggunakan ANAVA dan DMRT. Prosedur dan bahan dalam pembuatan es krim ekstrak rumput laut coklat dapat dilihat pada Gambar 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambat 2. Masing-masing indikator menunjukkan bahwa : warna coklat muda memiliki nilai rata-rata antara 1,07 – 1,97 dengan kategori kurang coklat muda; aroma susu memiliki nilai rata-rata 3,73 – 3,25 dengan kategori cukup beraroma susu; tekstur lembut memiliki nilai rata-rata 2,90 – 3,88 dengan kategori lembut; tekstur tidak mengkristal memiliki nilai rata-rata 2,90 – 3,70 dengan kategori kurang mengkristal; rasa manis memiliki nilai rata-rata 3,51 – 4,00 dengan kategori manis; serta rasa susu memiliki nilai rata-rata 3,20 – 3,86 dengan kategori cukup berasa susu.

Hasil analisis varian dari kualitas es krim untuk indikator : warna coklat muda, aroma susu, tekstur lembut dan tidak mengkristal serta rasa susu dan rasa manis berbeda nyata, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan yang

dapat dilihat pada Tabel 1 (huruf yang berbeda di belakang angka menyatakan perbedaan nyata).

Pembahasan Warna

Warna merupakan daya tarik dari indra penglihatan. Warna adalah faktor paling menentukan menarik tidaknya suatu produk makanan (Wirnarno, 1991). Warna coklat muda memiliki nilai rata- rata 1,07 – 1,97 dengan kategori kurang coklat muda. Sedangkan hasil analisis ANAVA menyatakan Ha diterima berarti penambahan ekstrak rumput laut coklat berpengaruh nyata terhadap kualitas es krim, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Berdasarkan Tabel 1 setiap perlakuan memiliki pengaruh warna yang berbeda, dimana antara penggunaan ekstrak rumput laut coklat 1.5%, 3%, 4,5%, 6% dan 7,5% berbeda dengan 0% maka semakin banyak ekstrak rumput laut coklat maka warna yang dihasilkan itu berbeda. Pada kualitas warna (coklat muda) es krim yang mendapat nilai tertinggi adalah X5 sebesar 1,97. Warna yang terlihat pada es krim berwarna coklat muda. Warna tersebut diperoleh dari bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan es krim itu sendiri, yaitu ekstrak rumput laut coklat, susu, maizena dan kuning telur. Warna yang mendominasi dalam penelitian ini adalah warna coklat muda dari ekstrak rumput laut coklat dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya. Winarno (1997) mengemukakan bahwa “Warna alami dari produk pangan akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh kandungan komposisi bahan, diupayakan meminimalisasi dan mengurangi perubahan warna atau mempertahankan warna alaminya”. Disamping itu, besarnya tingkat konsentrasi yang ditambahkan akan mempengaruhi warna yang dihasilkan pada es krim ekstrak rumput laut coklat. Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya terima konsumen. Menurut Arbuckle dalam

Page 82: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”372

Susilawati, dkk (2014 : 249), “Warna es krim harus menarik dan menyenangkan konsumen, seragam serta dapat mewakili cita rasa yang ditambahkan”.

Aroma

Aroma susu memiliki nilai nilai rata- rata 3,25 – 3,73 dengan kategori cukup aroma susu. Sedangkan hasil analisis ANAVA menyatakan Ha diterima berarti penambahan ekstrak rumput laut coklat berpengaruh nyata terhadap aroma es krim, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Berdasarkan tabel 1 setiap perlakuan memiliki pengaruh aroma yang berbeda, dimana antara penggunaan ekstrak rumput laut coklat 1.5%, 3%, 4,5%, tidak berbeda jauh dengan aroma 0%; sedangkan untuk 6% dan 7,5% itu berbeda maka semakin banyak menggunakan ekstrak rumput laut coklat maka semakin berkurang aroma susu dari es krim tersebut. Pada kualitas Aroma (susu) es krim yang mendapat nilai tertinggi adalah X1 sebesar 3,60. Aroma pada makanan merupakan hal penting yang menjadi daya tarik untuk meningkatkan selera sehingga konsumen tertarik untuk mencicipi makanan tersebut.Hal ini sesuai dengan pendapat Padaga, dkk (2005:99), “Aroma yang dikeluarkan dari makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera”. Dalam penelitian ini bahan aroma diperoleh dari bahan-bahan yang digunakan seperti susu, ekstrak rumput laut coklat, gula, telur dan essens vanili. Penambahan ekstrak rumput laut coklat menyebabkan penurunan aroma khas dari susu. Perbedaan aroma yang timbul pada masing-masing perlakuan disebabkan oleh penggunaan ekstrak rumput laut coklat pada proses pembuatan es krim. Semakin banyak ekstrak rumput laut coklat yang digunakan, maka aroma khas dari susu dapat tertutupi oleh ekstrak rumput laut coklat. Hal ini sesuai dengan pendapat Padaga (2005 : 33) “Aroma es krim dipengaruhi oleh bahan pembuatnya”.

Tekstur Tekstur merupakan salah satu faktor

sensoris yang berkaitan dengan tingkat kekerasan dan kelembutan suatu produk. Untuk merasakan tekstur produk makanan digunakan indera perasa dengan menggunakan lidah dan bagian-bagian di dalam mulut serta dapat juga dengan menggunkan tangan sehingga dapat merasakan tekstur suatu produk. Indikator ini terdiri dari dua sub indikator yaitu tekstur lembut dan tekstur tidak mengkristal. Nilai rata- rata indikator tekstur lembut memiliki nilai 2,90 – 3,88 dengan kategori cukup lembut. Sedangkan hasil analisis ANAVA menyatakan Ha diterima berarti penambahan ekstrak rumput laut coklat berpengaruh nyata terhadap tekstur lembut es krim, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Berdasarkan Tabel 1 setiap perlakuan memiliki pengaruh tekstur yang berbeda, dimana antara penggunaan ekstrak rumput laut coklat 1.5%, 3%, tidak berbeda jauh dengan aroma 0% sedangkan untuk 4,5%, 6% dan 7,5% itu berbeda maka semakin banyak menggunakan ekstrak rumput laut coklat maka semakin lembut es krim tersebut. Pada kualitas tekstur (lembut) es krim yang mendapat nilai tertinggi adalah X5 sebesar 3,88.

Nilai rata- rata indikator tekstur tidak mengkristal memiliki nilai 2,90 – 3,70 dengan kategori kurang mengkristal. Sedangkan hasil analisis ANAVA menyatakan Ha diterima berarti penambahan ekstrak rumput laut coklat berpengaruh nyata terhadap tekstur tidak mengkristal es krim, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Berdasarkan Tabel 1 setiap perlakuan memiliki pengaruh tekstur yang berbeda, dimana antara penggunaan ekstrak rumput laut coklat antara 1.5% dengan 3% itu berbeda sedangkan antara 4,5% dengan 6% dan 7,5% tidak berbeda, maka semakin banyak penambahan ekstrak rumput laut coklat maka semakin lembut dan tidak mengkristal es krim. Pada kualitas tekstur

Page 83: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 373

(tidak mengkristal) es krim yang mendapat nilai tertinggi adalah X5 sebesar 3,70. Tekstur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu komposisi es krim, cara pengolahan, kondisi penyimpanan, kristal es, globula lemak, gelembung udara dan kristal laktosa. Pengembangan volume adonan es krim menjadikan es krim lebih ringan dan tidak terlalu padat serta mempunyai tekstur yang lembut.

Proses pembekuan juga mempengaruhi tekstur es krim yang dihasilkan. Tekstur es krim yang lembut didapat jika proses pembekuan dilakukan dengan metode pembekuan cepat, sehingga dihasilkan kristal-kristal es yang lebih kecil. Menurut Susrini dalam Reni Dwi Rahmawati, dkk (2012:6), “Kecepatan pembekuan akan mempengaruhi tekstur es krim, semakin cepat pembekuan, semakin kecil kristal es yang terbentuk sehingga tekstur es krim menjadi halus”. Tekstur lembut pada es krim dapat dipengaruhi dari penggunaan bahan-bahan yang digunakan dalam pengolahan es krim yakni gula, kuning telur dan maizena. Menurut Padaga, dkk (2005 : 32) “Tekstur es krim yang baik adalah halus dan lembut (smooth), tidak keras dan tampak mengkilat sedangkan yang buruk adalah adanya gumpalan lemak (greasy) terasa seperti tepung (grainy), terasa ada serpihan es (flak atau snowy) dan berpasir (sandy)”. Hal ini juga didukung oleh pendapat Padaga, dkk (2005: 35) “Tekstur es krim sangat dipengaruhi oleh komposisi bahan yang digunakan”.

Rasa

Rasa merupakan sensasi yang terbentuk dari hasil perpaduan bahan dan komposisinya pada suatu produk makanan oleh indera pengecap. Indikator ini terdiri dari dua sub indikator yaitu rasa manis dan rasa susu. Nilai rata- rata indikator rasa manis memiliki nilai rata-rata 3,51 – 4,00 dengan kategori manis. Hasil ANAVA menyatakan Ha diterima

berarti penambahan ekstrak rumput laut coklat berpengaruh nyata terhadap rasa manis es krim, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Berdasarkan tabel 1 setiap perlakuan memiliki pengaruh rasa yang berbeda, dimana antara penggunaan ekstrak rumput laut coklat 1.5%, 3%,4,5%, 6% tidak berbeda jauh dengan aroma 0% sedangkan untuk 7,5% itu berbeda maka semakin banyak menggunakan ekstrak rumput laut coklat maka semakin berkurang rasa manis es krim tersebut. Pada kualitas rasa (manis) es krim yang mendapat nilai tertinggi adalah X1 sebesar 3,86.

Nilai rata- rata indikator rasa susu memiliki nilai 3,20 – 3,86 dengan kategori cukup rasa susu. Sedangkan hasil ANAVA menyatakan Ha diterima berarti penambahan ekstrak rumput laut coklat berpengaruh nyata terhadap rasa susu es krim, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. berdasarkan tabel 1 setiap perlakuan memiliki pengaruh tekstur yang berbeda, dimana antara penggunaan ekstrak rumput laut coklat 1,5%, tidak berbeda jauh dengan aroma 0%, untuk 3% dan 4,5%, tidak berbeda, sedangkan untuk 6% dan 7,5% itu berbeda maka semakin banyak menggunakan ekstrak rumput laut coklat maka dapat menghilangkan amis dari susu dan kuning telur pada es krim jika orang tersebut tidak menyukai rasa susu dan telur tersebut es krim tersebut. Pada kualitas tekstur (tidak mengkristal) es krim yang mendapat nilai tertinggi adalah X1 sebesar 3,68.

Suatu produk dapat diterima oleh konsumen apabila memiliki rasa yang sesuai dengan yang diinginkan (Kartika, dkk dalam Nopita Haryanti dan Ahmad Zueni, 2015 : 152). Menurut Endang Sri Hartati (2011), “Bahwa mutu dan rasa enak dari es krim dipengaruhi oleh gula, stabilizer dan bahan kering tanpa lemak”. Tetapi dalam penelitian es krim ini rasa yang ditangkap oleh indera pengecap adalah rasa manis dari gula. Menurut Levi Adhitya (2008:10), “Dalam pembuatan es krim gula berfungsi untuk memberikan rasa manis”. Adapun rasa yang

Page 84: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”374

diinginkan dalam penelitian ini yaitu terasa manis dan terasa susu.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kualitas es krim dengan penambahan ekstrak rumput laut coklat sebanyak 0%; 1,5%; 3%; 4,5%; 6% dan 7,5% terhadap kualitas warna coklat muda, aroma susu, tekstur lembut, tekstur tidak mengkristal, rasa manis dan rasa susu terdapat perbedaan pengaruh yang nyata. Kualitas es krim ekstrak rumput laut coklat yang terbaik adalah 3% (X2) dengan nilai kualitas warna coklat muda (1,97); aroma susu (3,53); tekstur lembut (3,29); tekstur tidak mengkristal (3,33); rasa manis (3,78) dan rasa susu (3,49). Saran

Rumput laut coklat yang digunakan lebih baik rumput laut yang masih menempel di batuan karang supaya warna yang dihasilkan lebih bagus. Jika kita menggunakan rumput laut coklat yang sudah mati maka ekstrak yang kita dapat tidak bagus karna kandungan klorofil di dalam rumput laut coklat tersebut tidak ada lagi. Dalam pembuatan es krim memasukkan kuning telur dan maizena sebaiknya menggunakan api kecil sambil diaduk terus sampai mengental, karena jika menggunakan api besar kuning telur akan masak. Suhu dalam penyimpanan es krim harus dilihat karna jika suhu terlalu rendah maka es krim yang di buat bisa berkristal. Semakin banyak kita menggunkan ekstrak rumput laut coklat maka dapat mengurangan rasa amis yang dihasilkan oleh susu dan kuning telur untuk orang yang kurang rasa amis.

DAFTAR PUSTAKA

Anni Faridah, Kasmita S.P., Asmar Y., Dan

Liswarti Y. 2008. Patiseri Jilid 1dan 3. Jakarta: Depdiknas.

Aviani Violisa, Amat Nyoto Dan Nunung Nurjanah. 2012. “Penggunaan Rumput Laut Sebagai Stabilizer Es Krim Susu Sari Kedelai”. Jurnal, 35(1): 103-104.

Buckle K. A., Edward, R., Fleet., dan Wotton, M. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta : UI Press.

Dwi Setyaningsih, Apriyantono, A., dan Sari, M. P. 2010.Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro.Bogor : IPB Press

Isnani Syafarini. 2009.”Karakteristik Produk Tepung Es Krim Dengan Penambahan Hidrokoloid Keraginan Dan Alginat”.Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Kartika Hastarina Putri. 2011. “Pemanfaatan Rumput Laut Coklat Sargassum Sp Sebagai Serbuk Minuman Pelangsing Tubuh”. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Levi Aditya. 2008. Panduan Wirausaha Roti Modern. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Reni Dwi Rahmawati, Purwadi dan Djalal Rosyidi. 2012. Tingkat Penambahan Bahan Pengembang Pada Pembuatan Es Krim Instan Ditinjau Dari Mutu Organoleptik dan Tingkat Kelarutan. Jurnal Teknologi Hasil Ternak. Hlm. 1-9.

Susilawati, Fibra Nurainy dan Aditya Wahyu Nugraha.2014. Pengaruh Penambahan Ubi Jalar Ungu Terhadap Sifat Organoleptik Es Krim Susu Kambing Peranakan Etawa.Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian.Vol.19, No.3. Hlm. 243-256.

Teti Estiasih & Kgs Ahmadi. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta : GramediaTim Dosen FPP. 2016.

Page 85: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 375

Wiwin Dwi Wardani. 2008. “ Isolasi Dan Karakteristik Natrium Alginate Dari Rumput Laut Sargassum Sp Untuk Pembuatan Bakso Ikan Tenggiri". Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Page 86: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”376

PEMBUATAN PERMEN JELLY DARI KELOPAK BUNGA ROSELLA DAN RUMPUT LAUT

PRODUCTION OF JELLY CANDY FROM ROSELLA FLOWER PETAL

AND SEAWEED

Raswen Efendi*, Noviar Harun dan Robby Rahadian Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

Agricultural materials that is used for the manufacture of jelly can be from one type of material or several types. In this study used rosella petals and seaweed combination with the treatment as follows: KR1 (90% rosella petals, 10% seaweed); KR1 (80% rosella petals, 20% seaweed); KR1 (70% rosella petals, 30% seaweed); KR1 (60% rosella petals, 40% seaweed); And KR5 (50% rosella petals, 50% seaweed). Other ingredients added are sucrose, Hight Fructosa Syrup and pectin. Observations were made on the water content (%), ash content (%), degree of acidity (pH), reduced sugar level (%) and descriptive sensory test on color, aroma, taste and texture; As well as the overall hedonic sensory test. The data obtained were tested statically using Anova, and if the different Anova results were followed by DNMRT test at 5% level. The results showed that the ratio of roselle petals decreased and seaweed increased caused decreasing of water content, and increasing degree of acidity (pH) and reducing sugar, whereas to ash content had no effect. The best treatments were 60% rosella petals and 40% seaweed, with a moisture content of 16.59%; Ash content of 0.24%; degree of acidity of 5.81 and reduction of sugar content of 23.14% and overall hedonic assessment test 5.36 (somewhat like) with description: reddish orange color, roselle flower petal, slightly sour sweet taste and slightly chewy texture. Keywords: Jelly candy, rosella flower petals and seaweed

PENDAHULUAN

Permen jelly merupakan suatu produk olahan bertekstur lunak yang diproses sedemikian rupa dan biasanya dicampur dengan bahan pembentuk gel, dan lain-lain sehingga dihasilkan produk yang cukup keras untuk dibentuk namun cukup lunak untuk dikunyah (SNI, 2008).

Tanaman rosella memiliki banyak manfaat mulai dari batang yang dapat dijadikan karung goni, daunnya dapat dijadikan kosmetik dan bunganya yang memiliki beragam khasiat. Maryani dan

Kristiana (2005) menyatakan bahwa kelopak bunga rosella yang direbus dengan air berkhasiat sebagai peluruh kencing dan merangsang keluarnya empedu dari hati (chloretic), menurunkan tekanan darah (hypotensive), mengurangi kekentalan (viskositas) darah, dan meningkatkan peristaltik usus. Khasiat lain yang telah diketahui dari tanaman rosela diantaranya sebagai anti kejang (antipasmodik), mengobati cacingan (antelmitik) dan sebagai anti bakteri.

Walaupun rosella sudah banyak dikenal masyarakat sebagai tanaman yang banyak

Page 87: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 377

memiliki khasiat tetapi tidak banyak dari masyarakat yang mengkonsumsi rosella tersebut. Hal ini disebabkan kurangnya minat masyarakat untuk mengkonsumsi rosella dalam bentuk segarnya. Untuk meningkatkan konsumsi rosella salah satu cara adalah dengan mengolah menjadi permen jelly.

Mengingat rosella merupakan tanaman musiman, sehingga cukup sulit mendapatkan rosella segar, maka digunakan rosella kering sebagai alternatif. Penggunaan rosella dalam bentuk kering dikhawatirkan akan berdampak pada turunnya kadar pektin yang terkandung dalam bunga rosella.

Rumput laut diketahui mengandung serat pangan, zat besi, iodium, protein, lemak dan abu serta beberapa vitamin. Selanjutnya menurut Sembiring (2002) rumput laut mengandung karagenan sebesar 23,68%, yang mana karagenan memiliki peranan yang sama dengan pektin, yaitu sebagai bahan pembentuk gel.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rasio yang terbaik antara kelopak bunga rosella dan rumput laut sehingga menghasilkan permen jelly dengan mutu yang baik.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru. Waktu penelitian berlangsung selama 2 (dua) bulan yaitu bulan September hingga November 2016.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rosella dalam bentuk kering bewarna merah kehitaman dengan merk teh rosella nikmat yang dibeli di apotek di Simpangbaru Pekanbaru, rumput laut dalam bentuk kering yang didapat dari pasar

Arengka Pekanbaru, sukrosa, HFS, pektin dan asam sitrat. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis yaitu natrium karbonat 5%, Kl 20%, H2SO4 25%, natrium thiosulfat 0,1 N, larutan luff schoorl, dan akuades.

Alat-alat yang akan digunakan adalah timbangan analitik, tabung reaksi, erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, desikator, cawan porselen, termometer, labu takar, tanur, beaker glass, buret, pH meter, pisau, blender, wadah pencetak, saringan, sendok pengaduk, lemari pendingin (refrigerator), panci, kompor, oven, kamera digital, sarung tangan dan alat tulis. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan, yaitu KR1 (90% ekstrak kelopak rosella, 10% bubur rumput laut), KR2 (80% ekstrak kelopak rosella, 20% bubur rumput laut), KR3 (70% ekstrak kelopak rosella,30% bubur rumput laut),KR4 (60% ekstrak kelopak rosella, 40% bubur rumput laut), KR5 (50% ekstrak kelopak rosella, 50% bubur rumput laut).

Pelaksanaan Penelitian

Proses pembuatan permen jelly dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pembuatan ekstrak kelopak bunga rosella, pembuatan bubur rumput laut dan pembuatan permen jelly. Pembuatan Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Rahmi dkk.,2012)

Ekstrak bunga rosella dibuat dengan perbandingan 20 gram bunga rosella kering dengan air sebanyak 1 liter. Bunga rosella kering dipotong-potong kemudian dimasukkan ke dalam air yang telah dididihkan dan dipanaskan selama 20 menit pada suhu 70oC lalu disaring dengan menggunakan kain saring sehingga diperoleh ekstrak bunga rosella.

Page 88: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”378

Pembuatan Bubur Rumput Laut Pembuatan bubur rumput laut diawali

dengan merendam rumput laut kering di dalam suatu wadah selama 1 hari. Tujuan dari perendaman adalah untuk melunakkan rumput laut agar mempermudah pada saat penghancuran menggunakan blender. Rumput laut yang telah direndam, dimasukkan ke dalam air mendidih selama ± 5 menit. Kemudian rumput laut dihaluskan dengan menggunakan blender, hingga terbentuk bubur rumput laut. Bubur rumput laut tersebut disaring menggunakan saringan. Pembuatan Permen Jelly

Proses pembuatan permen jelly mengacu kepada Jumri dkk (2015), yaitu ekstrak bunga rosella ditambahkan dengan bubur rumput laut dengan jumlah total 47%, sesuai dengan perlakuan (90:10, 80:20, 70:30, 60:40 dan 50:50). Selanjutnya ditambahkan bahan-bahan lainnya seperti sukrosa, HFS, pektin dan asam sitrat maing-masing sebanyak 36; 13,7; 0,30; dan 3 % sehingga menjadi 100%. Kemudian adonan permen jelly dimasak hingga mendidih dan mengental. Setelah itu adonan dituang ke dalam cetakan dan dibiarkan selama 1 jam pada suhu ruang.

Pendinginan dilanjutkan di dalam refrigerator pada suhu 5oC selama 24 jam dan diletakkan pada suhu ruang selama 1 jam. Adonan kemudian dicetak dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 50oC selama 24 jam.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap kadar air, kadar abu, derajat keasaman (pH), kadar gula reduksi yang mengacu pada Sudarmadji dkk. (1997) dan uji sensori yang mengacu pada Setyaningsih dkk. (2010). Uji sensori dilakukan secara deskriptif dan hedonik penilaian keseluruhan.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik mengunakan analisis sidik ragam (Anova). Apabila Fhitung > Ftabel maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam kadar air, kadar abu,

derajat keasaman dan kadar gula reduksi serta uji sensori permen jelly dengan rasio kelopak bunga rosella dan rumput laut yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter kimia dan sensori permen jelly

Parameter uji SNI

Perlakuan

KR1

(90:10) KR2

(80:20) KR3 (70:30)

KR4

(60:40) KR5 (50:50)

1. Analisis kimia

Kadar air (%) Maks.20 21,80d 19,82c 17,68b 16,59b 14,82a

Kadar abu (%)

Maks 3 0,22 0,22 0,23 0,24 0,24

Derajat keasaman

- 5,70a 5,72b 5,73b 5,81c 5,82c

Page 89: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 379

Kadar gula reduksi (%)

Maks. 25 13,04a 18,30b 19,94c 23,14d 25,05e

2. Penilaian Sensori 3. a. Deskriptif

Warna - 3,45c 3,22bc 3,05b 2,90b 1,55a

Aroma - 3,50c 3,40c 3,90b 2,87b 2,10a

Rasa - 3,05b 2,80ab 2,77ab 2,72ab 2,65a

Tekstur - 3,67c 3,60bc 3,25abc 3,17ab 2,87a

b. Hedonik Penilaian keseluruhan

- 5,30 5,15 5,25 5,36 5,11

Keterangan :Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti huruf kecil yang berbeda

menunjukkan berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%. Kadar Air

Tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata kadar air berkisar antara 14,82-21,80%. Kadar air permen jelly yang dihasilkan berbeda nyata secara statistik. Kadar air tertinggi didapat pada perlakuan KR1 dan kadar air terendah didapat pada perlakuan KR5. Tetapi nilai rata-rata kadar air perlakuan KR1 ini masih sesuai dengan kadar air untuk produk pangan semi basah yaitu antara10-40%. Tingginya kadar air pada perlakuan KR1

disebabkan adanya perbedaan daya ikat terhadap air oleh gugus –OH pada pektin di dalam ekstrak kelopak bunga rosella dan oleh gugus –OH pada karagenan di dalam rumput laut. Pektin memiliki gugus –OH yang lebih banyak jika dibandingkan dengan gugus –OH pada karagenan. Hal tersebut menyebabkan molekul air yang terikat pada permukaan pektin melalui ikatan hidrogen antar gugus –OH pada molekul pektin dengan atom H menjadi lebih banyak.

Kadar air yang terkandung dalam permen jelly juga dipengaruhi oleh kadar gula yang terkandung dalam bahan. Hal ini disebabkan oleh adanya sifat higroskopis gula yang

berikatan dengan air yang terdapat dalam permen jelly sehingga konsentrasi air yang terkandung dalam bahan akan berubah. Selain itu penambahan gula dapat menyebabkan pemasakan lebih lama sehingga kadar air akan semakin rendah (Gaman dan Sherirington, 1981).

Kadar air yang dihasilkan telah memenuhi SNI yaitu maksimal sebesar 20% terkecuali perlakuan KR1 Kadar Abu

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar abu permen jelly berkisar 0,22-0,24%. Kadar abu yang dihasilkan berbeda tidak nyata secara statistik. Hal ini disebabkan oleh jumlah kandungan mineral yang terkandung di dalam bahan baku pada pembuatan permen jelly ini yang sangat mempengaruhi kadar abu yang dihasilkan. Kandungan mineral kelopak bunga rosella yaitu kalsium 160 mg, fosfor 60 mg dan, besi 3,80 mg (Restana dan Diana, 2004) dan kandungan mineral pada rumput laut yaitu kalsium 22,39 ppm, besi 0,12 ppm, dan tembaga 2,76 ppm (Istini dkk. 1986).

Page 90: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”380

Berdasarkan data tersebut kandungan mineral kelopak bunga rosella dan rumput laut menunjukkan jumlah mineral yang sangat sedikit, sehingga menyebabkan kadar abu permen jelly pada penelitian ini tidak lebih dari 1%.

Sudarmadji dkk. (1997) menyatakan penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini masih lebih rendah, yang berkisar antara 0,22-0,24% jika dibandingkan dengan permen jelly lidah buaya dan rumput laut Fina (2012) yang mencapai 0,54%.

Kadar abu yang dihasilkan telah memenuhi SNI 3547-2-2008 yaitu maksimal sebesar 3%.

Derajat Keasamaan (pH)

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata pH setiap perlakuan berkisar antara 5,70-5,82. Nilai pH yang dihasilkan sesuai dengan pernyataan Lees and Jakson (1999) bahwa produk permen jelly mempunyai nilai pH berkisar antara 4,5-6,0. Derajat keasaman pada perlakuan KR1

berbeda nyata secara statistik dengan perlakuan yang lain. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan pH pada kedua bahan baku. Semakin tingi konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosella yang digunakan maka pH permen jelly akan menurun. Hal tersebut disebabkan tingginya rasa asam pada ekstrak kelopak bunga rosella yang bersumber dari vitamin C serta berbagai jenis asam amino yang terkandung di dalam ekstrak kelopak bunga rosella. Suwandi (2012) menyatakan bahwa ekstrak kelopak bunga rosella mengandung vitamin C dalam jumlah yang tinggi serta asam suksinat dan asam oksalat yang merupakan dua asam organik yang dominan. Ekstrak kelopak bunga rosella juga mengandung asam askorbat yang lebih tinggi dibanding jeruk dan mangga. Semakin tinnggi konsentrasi rumput laut yang digunakkan

maka pH permen jelly akan meningkat. Hal tersebut disebabkan penggunaan rumput laut yang bersifat netral (pH 7). Hal ini sesuai dengan pernyataan Suryaningrum (2002) bahwa karaginan pada rumput laut bersifat netral sehingga dapat meningkatkan pH dari produk.

Nilai pH atau keasaman makanan dipengaruhi oleh asam yang terdapat pada bahan makanan secara alami. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Farida dkk. (2013) dan Andreas dkk. (2013) bahwa pada ekstrak ekstrak kelopak bunga rosella memiliki pH lebih rendah daripada bubur rumput laut.

Kadar Gula Reduksi

Tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata kadar gula reduksi berkisar antara 13,04-25,05%. Kadar gula reduksi yang dihasilkan berbeda nyata pada setiap perlakuan secara statistik. Perlakuan KR5 merupakan perlakuan

dengan kadar gula reduksi tertinggi dengan nilai 25,05% sedangkan perlakuan dengan kadar gula reduksi terendah yaitu KR1 dengan kadar gula reduksi 13,04%. Kadar gula reduksi sangat dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat di dalam bahan baku, yang mana kandungan karbohidrat pada rumput laut lebih tinggi yaitu sebesar 35,57% (Sembiring, 2002), sedangkan ekstrak kelopak bunga rosella yaitu sebesar 11,1% (Maryani dan Kristiana, 2005). Ekstrak kelopak bunga rosella mengandung pektin dan rumput laut mengandung karaginan yang mana kedua senyawa ini juga merupakan karbohidrat kompleks atau polisakarida. Karaginan pada rumput laut lebih mudah terurai oleh panas kemudian membentuk fraksi atau molekul yang lebih sederhana, sehingga dengan adanya asam dari ekstrak ekstrak kelopak bunga rosella dan asam sitrat serta pemanasan menyebabkan terjadinya proses inversi disakarida seperti sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.

Page 91: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 381

Wahyuni (2011) menyatakan bahwa kadar air bahan juga dapat mempengaruhi kadar gula reduksi suatu produk, dimana semakin rendah kadar air maka semakin tinggi kadar gula reduksinya. Hal ini disebabkan oleh karaginan yang telah terurai oleh panas kemudian terinversi menjadi gula invert sehingga kemampuan karaginan dalam mengikat air menurun, maka dari itu semakin tinggi konsentrasi bubur rumput laut yang digunakan maka kadar gula reduksi juga meningkat.

Kadar gula reduksi permen jelly yang dihasilkan sesuai dengan SNI 3574-2-2008 yaitu maksimal 25%.

Penilaian Sensori Warna

Tabel 1 menunjukkan rata-rata warna yang dihasilkan berkisar antara 1,45-3,45 (warna kuning hingga orange kemerahan). Warna yang dihasilkan pada perlakuan KR5 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya secara statistik. Hal ini disebabkan oleh penggunaan ekstrak kelopak bunga rosella dan rumput laut yang berbeda pada setiap perlakuan. Permen jelly dari ekstrak kelopak bunga rosella cenderung berwarna orange kemerahan, hal ini disebabkan karena rosella mengandung senyawa antosianin yang menyebabkan warna merah pada rosella. Menurut Silvi dkk. (2012) semakin meningkat suhu dan lama pemanasan menyebabkan senyawa antosianin pada suatu bahan berkurang. Selanjutnya Isnaini dan Lailatul (2010) menyatakan bahwa antosianin sangat sensitif terhadap proses thermal (panas). Hal ini menyebabkan permen jelly yang dihasilkan tidak berwarna merah melainkan orange kemerahan.

Penambahan rumput laut juga berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan semakin meningkatnya bubur rumput laut yang digunakan makan pH akan semakin

meningkat. Peningkatan pH ini akan berdampak pada kurangnya stabilitas senyawa antosianin sebagai penghasil warna merah pada ekstrak kelopak bunga rosella. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winanti dan Firdauz (2010) bahwa antosianin adalah zat warna merah yang stabil pada pH rendah dan stabilitasnya akan turun apabila pH dinaikkan. Hal tersebut juga didukung oleh Sari (2005) yang menyatakan bahwa pada pH rendah sebagian antosianin terdapat dalam bentuk kation flavilium yang berwarna merah sedangkan senyawa basa karbinol yang tidak berwara jumlahnya relatif kecil. Peningkatan pH meningkatkan senyawa basa karbinol yang tidak berwarna.

Aroma

Tabel 1. menunjukan nilai rata-rata aroma berkisar antara 2,10-3,50 (beraroma rosella hingga netral). Aroma yang dihasilkan pada perlakuan KR5 berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya secara statistik. Penilaian skor tertinggi aroma yang dihasilkan yaitu pada perlakuan KR1 yang mana secara statistik berbeda nyata dengan perlakuan KR3, KR4 dan KR5 serta berbeda tidak nyata dengan perlakuan KR2. Hal ini disebabkan oleh penambahan ekstrak kelopak bunga rosella dan rumput laut yang berbeda pada setiap perlakuannya. Penambahan rumput laut yang semakin meningkat menyebabkan aroma rosella pada permen jelly semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena rumput laut tidak memiliki aroma yang khas. Aroma yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh bahan pendukung seperti sukrosa, HFS, dan bahan pembentuk gel yang digunakan dalam formulasi, tetapi lebih dipengaruhi oleh aroma bahan baku yang digunakan yaitu ekstrak kelopak bunga rosella. Pamungkas dkk. (2015) menyatakan bahwa penambahan gula dan bahan pembentuk gel tidak berpengaruh terhadap aroma permen jelly jamur tiram yang dihasilkan.

Page 92: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”382

Rasa Tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata uji

sensori secara deskriptif terhadap rasa yang berkisar antara 2,65-3,05 (manis sedikit asam). Rasa permen jelly yang dihasilkan pada perlakuan KR1 berbeda nyata dengan perlakuan KR5 dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan KR2, KR3, dan KR4. Rasa asam yang dihasilkan disebabkan oleh penggunaan ekstrak kelopak bunga rosella sebagai bahan baku. Terlihat dari penilaian panelis terhadap permen jelly perlakuan KR1 dengan rata-rata 3,15 yaitu berasa manis sedikit asam. Semakin bertambahnya konsentrasi rumput laut yang ditambahkan maka rasa asam akan semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh karakteristik rumput laut yang bewarna keputihan tidak berasa serta memiliki tekstur yang kental.

Rasa merupakan salah satu faktor utama yang menarik perhatian konsumen terhadap bahan makanan. Rasa terbentuk dari perpaduan komposisi bahan makanan yang digunakan dalam bahan makanan (Winarno dkk., 1982). Rasa yang dihasilkan adalah manis sedikit asam, kecendrungan rasa manis yang dihasilkan dipengaruhi oleh penambahan sukrosa dan HFS dalam jumlah yang cukup besar serta rasa asam dipengaruhi oleh bahan baku utama yaitu ekstrak kelopak bunga rosella dan penambahan sejumlah kecil asam sitrat. Hal ini sesuai dengan pH permen jelly, yaitu semakin tinggi konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosella yang digunakkan maka pH serta rasa asam yang dihasilkan semakin meningkat. Tekstur

Tabel 1. menunjukkan nilai rata-rata penilaian deskriptif terhadap tekstur berkisar antara 2,87-3,67 (agak kenyal hingga kenyal). Tekstur permen jelly perlakuan KR1 berbeda nyata secara statistik dengan perlakuan KR4 dan KR5 serta tidak berbeda nyata dengan perlakuan KR2 dan KR3. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan perbandingan

jumlah ekstrak kelopak bunga rosella dan rumput laut yang berbeda. Semakin banyak rumput laut yang digunakan maka tekstur yang dihasilkan menjadi makin kenyal. Hal ini disebabkan semakin banyak konsentrasi rumput laut yang digunakan maka kandungan pektin akan semakin tinggi. Hal tersebut disebabkan karena pektin adalah senyawa hidrokoloid dapat digolongkan kedalam serat yang merupakan polisakarida yang mudah larut dalam air.

Tekstur yang dihasilkan juga berhubungan dengan kadar air permen jelly. Hal ini disebabkan karna kadar air sangat dipengaruhi oleh daya ikat pektin dan karaginan terhadap air. Ikatan-ikatan di dalam struktur pektin bersifat amorf,yang dapat mengembang bila molekul air terjerat. Jumlah gugus –OH yang lebih banyak pada pektin dibandingkan karaginan menyebabkan pektin lebih banyak mengikat air. Pektin tidak akan membentuk gel tanpa bantuan gula dan asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Ardiansyah dkk. (2014) dan Winarno dkk. (1982) yang menyatakan bahwa pektin akan membentuk gel bersamaan dengan gula dan asam. Selanjutnya Wijana dkk. (2014) menyatakan bahwa asam diperlukan untuk membantu mengokohkan jaringan gel yang terbentuk pada jelly. Penilaian hedonik Keseluruhan

Penilaian keseluruhan merupakan penilaian kesukaan panelis terhadap permen jelly yang meliputi seluruh parameter yaitu warna, aroma, rasa dan tekstur. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa perlakuan kelopak bunga rosella dan rumput laut berpengaruh tidak nyata terhadap penilaian hedonik keseluruhan permen jelly. Nilai rata-rata penilaian keseluruhan uji sensori yang berkisar antara 5,11-5,36 (agak suka). Permen jelly yang dihasilkan berbeda tidak nyata pada setiap perlakuan..

Penilaian secara hedonik keseluruhan adalah gabungan dari yang dilihat, dirasa dan

Page 93: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 383

dicium seperti warna, aroma, rasa dan tekstur (Winarno dkk., 1982). Penilaian panelis agak suka disebabkan karena panelis belum terbiasa dan merasa asing mengkonsumsi permen jelly dari ekstrak kelopak bunga rosella dan rumput laut yang jika dilihat dan dirasakan berbeda dari produk komersil yang banyak beredar di masyarakat. Marwita (2008) menyatakan bahwa warna dan tingkat kekenyalan adalah factor yang sangat mempengaruhi daya terima konsumen terhadap permen jelly. Rekapitulasi Hasil Analisis Permen Jelly

Produk permen jelly diharapkan mampu memenuhi gizi sesuai syarat mutu yang telah ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia permen jelly serta penilaian organoleptik yang mampu diterima oleh konsumen.

Berdasarkan uji sensori penilaian keseluruhan (hedonik) perlakuan KR4 (60% ekstrak kelopak bunga rosella dan 40% rumput laut) merupakan perlakuan yang terbaik walaupun dari penilaian keseluruhan terhadap permen jelly berbeda tidak nyata pada setiap perlakuan. Hal ini disebabkan karena kadar air, kadar abu, dan kadar gula reduksi telah memenuhi SNI no 3547-2-2008 sehingga layak untuk dikonsumsi. Permen jelly perlakuan terbaik memiliki kadar air 16,59%, kadar abu 0,24%, derajat keasaman (pH) 5,81% dan kadar gula reduksi 23,14%. Sementara penilaian organoleptik secara hedonik keseluruhan pada perlakuan KR4 mendapat penilaian 5,36 (agak suka) dengan deskripsi: 2,90 (warna orange), 2,87 (agak beraroma rosella), 2,70 (rasa manis sedikit asam), dan 3,25 (tekstur agak kenyal).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rasio ekstrak kelopak bunga rosella dan rumput laut berpengaruh terhadap kadar air, derajat keasaman (pH),

kadar gula reduksi, warna, aroma, rasa dan tekstur tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar abu dan hedonik penilaian keseluruhan.

Perlakuan terbaik adalah perlakuan KR4 (ekstrak kelopak bunga rosella 60% : 40% rumput laut) dengan kandungan kadar air 16,59%, kadar abu 0,24%, derajat keasaman 5,81, dan kadar gula reduksi 23,14%. Permen jelly tersebut secara uji sensori hedonik keseluruhan diterima panelis dengan nilai kesukaan sebesar 5,36 (agak suka), dengan deskripsi warna orange kemerahan, agak beraroma rosella, berasa manis sedikit asam dan bertekstur agak kenyal. Permen jelly telah memenuhi SNI 3547-02-2008.

DAFTAR PUSTAKA

Andreas, T., Samuel, M. T. dan Joyce, C. P.

2013. Identifikasi kapang pada rumput laut Euchema cottoni (Kappaphycus alvarezii) kering dari desa Rap-rap Arakan Kecamatan Tatapaan Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan vol. 1(1): 123-129.

Fina, F. 2012. Rasio lidah buaya dan rumput laut terhadap mutu permen jelly. Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Pekanbaru.

Gaman, P. M. and Sherrington, K. B. 1981. The Science of Food. Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology. Third Edition. Pergamus Press. New York..

Isnaini dan Lailatul. 2010. Ekstraksi Pewarna Merah Cair Alami Berantioksidan dari Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dan Aplikasinya pada Produk Pangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian : Malang. jtp.ub.ac.id/index. (Diakses 16 Oktober 2016).

Page 94: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”384

Istini, S. A. Zatnika, S. dan Anggadireja, J. 1986. Manfaat dan pengolahan rumput laut. Jurnal Penelitian BPPT. Jakarta.

Jumri, Yusmarini dan H. Netti. 2015. Mutu permen jelly buah naga merah (Hylocereus poyrhizus) dengan penambahan karagenan dan gum arab. JOM

Lees, R. And Jackson, E.B. 1999. Thickening and Gelling Agent for Food. Aspen Publisher Inc. New York.

Maryani, H dan L. Kristina. 2005. Khasiat dan Manfaat Rosella. Agromedia Pustaka. Jakarta..

Pamungkas, H., S. K. D. Yohana dan D. Raharjo. 2015. Formulation product of restructuritation of white oyster mushroom jelly: the fole of palm suiker substitution of sugar. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Rahmi, S.L, F. Tafzi dan S. Anggraini. 2012. Pengaruh penambahan gelatin terhadap pembuatan permen jelly dari bunga Rosella. J.Penel.Unja Seri Sains. Vol 14, No.1, Hal 37-44.

Sari, P. F., Agustina, M., Komar, Unus, M., Fauzi, dan T. Lindriati. 2005. Ekstraksi dan stabilitas antosianin dari kulit buah duwet (Syzygium cumini). Jurnal Teknol. Dan Industri Pangan XVI(2): 142-150.

Sembiring, S. I. 2002. Pemanfaatan rumput laut sebagai bahan baku dalam pembuatan permen jelly. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Setyaningsih D, Apriyantono, A. Maya, P. S. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro . IPB Press. Bogor.

Silvi, L. R., Fitri, T. dan Selvia, A. 2012. Pengaruh penambahan gelatin terhadap pembuatan permen jelly dari bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jambi.

SNI No 3547-02-2008. 2008. Kembang Gula Lunak. Department Perindustrian dan Perdagangan.

Sudarmadji, S. 1982. Bahan-Bahan Pemanis. Edisi Pertama. Liberty. Yogyakarrta.

Sudarmadji, S. B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Suryaningrum, Th. D., Basmal, J., Nurochmawati. 2002. Studi pembuatan edible film dari karaginan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol 11(4): 1-13.

Suwandi, T. 2012. Pemberian ekstrak kelopak bunga rosella menurunkan malondialdehid pada tikus yang diberi minyak jelantah. Tesis. Program Studi Ilmu Biometrik Universitas Ubayana. Denpasar..

Wahyuni, R. 2011. Optimasi pengolahan kembang gula jelly campuran kulit dan daging buah naga super merah (Hylocereus costaricesis) dan prakiraan biaya produksi. Jurnal Teknologi Pangan, Volume 2 (1) : 15-38.

Wijana, S., A. F. Mulyadi dan T. D. T. Septivirta. 2014. Pembuatan permen jelly dari buah nanas (Ananas comosus L.) subgrade (kajian konsentrasi karagenan dan gelatin). Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Barawijaya. Malang.

Winarno, F. G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. dan Fardiaz, D. 1982. Pengantar Teknologi Pangan. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.

Page 95: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 385

EVALUASI KUALITAS DONAT TEPUNG KOMPOSIT MOCAF DAN TEPUNG TERIGU DENGAN PENAMBAHAN KUNING TELUR

EVALUATION OF COMPOSITE MOCAF AND WHEAT FLOUR DONATE QUALITY

WITH ADDITION OF YELLOW EGG

Ratna Yulistiani*, Sri Winarti dan Retno Puspaningtyas

Prodi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

*Email Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT Wheat flour which is the main problem of wheat import in Indonesia is the main raw material for donut productions, so that local raw materials are needed that can replace wheat flour. Mocaf flour has a characteristic resembling wheat flour so it can be used as an alternative raw material for donut productions. The purpose of this research is to know the best treatment of the proportion of wheat flour and mocaf flour with egg yolk addition to characteristics and organoleptic quality of donut. This research is done in 2 stages. Stage 1 is the treatment of the proportion of wheat flour: mocaf flour with formulations 100: 0, 80:20, 60:40, 50:50, 40:60, 20:80, 0: 100. The best results of the first stage of this study, continued to stage 2. Namely the making of donuts with the addition of egg yolks 5%, 10%, and 15%. Statistical analysis using SPSS 19.0 with One-Way ANOVA method, followed by Duncan Test (DMRT) at 5% level. The best treatment of the first stage of this study was the formulation of donuts with 20% flour and 80% mocaf flour which has 143% development volume, texture 86.75 mm /g / sec, protein content 5,41%, fat content 13,69% . Organoleptic flavor 102, aroma 86,5, color 94 and texture 99 mm /g / sec. The best treatment of stage 2, is the addition of 15% egg yolk, yielding donut with 220% development volume, texture 37,00 mm/g/sec, protein content 6.42%, fat content 15.67%. Organoleptic of flavor 51, aroma 49, color 36 and texture 38,5. Keywords: Donuts, egg yolks, mocaf flour

ABSTRAK Tepung terigu yang merupakan masalah utama impor gandum di Indonesia, adalah bahan baku utama untuk pembuatan donat sehingga diperlukan bahan baku lokal yang dapat menggantikan tepung terigu. Tepung mocaf memiliki karakteristik menyerupai tepung terigu sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan donat. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perlakuan terbaik dari proporsi tepung terigu dan tepung mocaf dengan penambahan kuning telur terhadap karakteristik dan kualitas donat yang dihasilkan.Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap I adalah perlakuan proporsi tepung terigu : tepung mocaf dengan formulasi 100:0, 80:20, 60:40, 50:50, 40:60, 20:80, 0:100. Hasil terbaik penelitian tahap I, dilanjutkan ke tahap II. yaitu pembuatan donat dengan penambahan kuning telur 5%, 10%, dan 15%. Analisa statistik menggunakan SPSS 19.0 dengan metode One-Way ANOVA, dilanjutkan Uji Duncan

Page 96: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”386

(DMRT) pada taraf 5%. Perlakuan terbaik penelitian tahap I adalah formulasi donat dengan tepung terigu 20% dan tepung mocaf 80% yang memiliki volume pengembangan 143 %, tekstur 86,75 mm/g/detik, kadar protein 5,41%, kadar lemak 13,69%, organoleptik rasa 102, aroma 86,5, warna 94 dan tekstur 99. Perlakuan terbaik penelitian tahap II, adalah penambahan kuning telur 15%, menghasilkan donat dengan volume pengembangan 220 %, tekstur 37,00 mm/g/detik, kadar protein 6,42%, kadar lemak 15,67%. Uji organoleptik rasa 51, aroma 49, warna 36 dan tekstur 38,5. Kata kunci: Donat mini, kuning telur, mocaf

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki ketergan-tungan yang cukup tinggi terhadap terigu sebagai salah satu sumber pangan pokok. Menurut Welirang (2013), konsumsi terigu nasional mengalami pertumbuhan setiap tahun, yaitu sekitar 7,12 % pada tahun 2010-2011 dan 7,06 % pada tahun 2011-2012, konsumsi terigu nasional mencapai 5,05 juta ton pada tahun 2012. Menurut Anonimousa (2010), impor gandum mencapai 5 juta ton per tahun.

Donat merupakan produk fermentasi berbahan dasar terigu protein tinggi dengan kandungan gluten tinggi (Anonimous, 2008) . Untuk mengurangi penggunaan terigu pada pembuatan donat, diperlukan pemanfaatan bahan baku lokal yang dapat menggantikan tepung terigu. Salah satu alternatif adalah dengan pemanfaatan tepung mocaf.

MOCAF (Modified Cassava Flour) adalah tepung singkong termodifikasi melalui beberapa proses salah satunya adalah fermentasi oleh bakteri asam laktat, sehingga mengalami perubahan sifat fungsional dan dapat digunakan untuk menggantikan terigu pada pembuatan produk pangan berbahan baku terigu. Prinsip pembuatan mocaf adalah memodifikasi granula pati singkong secara fermentasi, sehingga menyebab-kan perubahan karakteristik tepung yang dihasilkan lebih baik berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut, warna lebih putih, sehingga cita rasa mocaf menjadi netral dengan

menutupi cita rasa ubi kayu sampai 70% (Anonimousb, 2008).

Beberapa penelitian telah mengkaji bahwa mocaf dapat menggantikan secara teknis 100 persen terigu sebagai bahan baku pada pembuatan brownies, kue basah dan kue kering (Subagio, 2006) ; 75% pada keripik ; 70% pada cake ; 60% pada snack (Rubhan, 2011); 50% pada pia, macaroni, pangsit, prol tape, kerupuk, martabak telur dan martabak manis (Sunarsih, 2012). Penggunaan terigu pada produk-produk pengguna terigu hard wheat dapat digantikan oleh mocaf sebesar 20-30% (Arendt, 2002).

Permasalahan yang timbul dalam pembuatan donat substitusi tepung mocaf adalah penurunan kandungan gluten sehingga mempengaruhi tekstur donat yang dihasilkan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menambahkan kuning telur.

Kuning telur berfungsi sebagai pengemulsi karena kuning telur mengandung lesitin. Lesitin merupakan fosfolipid yang mempunyai gugus lipid polar dan non-polar. Gugus lipid polar akan membentuk kompleks dengan fraksi pati sehingga dapat memper-lambat laju terjadinya hidrasi pati. Reaksi tersebut dapat memperbaiki reaksi penahan gas dan struktur adonan sehingga roti yang dihasilkan mempunyai volume pengembangan, tekstur dan elastisitas remah roti yang lebih baik. Lesitin juga dapat berfungsi untuk meningkatkan efek shortening di dalam adonan. Menurut Merlin (2005), shortening dapat berfungsi untuk melumasi struktur internal adonan sehingga adonan dapat

Page 97: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 387

(DMRT) pada taraf 5%. Perlakuan terbaik penelitian tahap I adalah formulasi donat dengan tepung terigu 20% dan tepung mocaf 80% yang memiliki volume pengembangan 143 %, tekstur 86,75 mm/g/detik, kadar protein 5,41%, kadar lemak 13,69%, organoleptik rasa 102, aroma 86,5, warna 94 dan tekstur 99. Perlakuan terbaik penelitian tahap II, adalah penambahan kuning telur 15%, menghasilkan donat dengan volume pengembangan 220 %, tekstur 37,00 mm/g/detik, kadar protein 6,42%, kadar lemak 15,67%. Uji organoleptik rasa 51, aroma 49, warna 36 dan tekstur 38,5. Kata kunci: Donat mini, kuning telur, mocaf

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki ketergan-tungan yang cukup tinggi terhadap terigu sebagai salah satu sumber pangan pokok. Menurut Welirang (2013), konsumsi terigu nasional mengalami pertumbuhan setiap tahun, yaitu sekitar 7,12 % pada tahun 2010-2011 dan 7,06 % pada tahun 2011-2012, konsumsi terigu nasional mencapai 5,05 juta ton pada tahun 2012. Menurut Anonimousa (2010), impor gandum mencapai 5 juta ton per tahun.

Donat merupakan produk fermentasi berbahan dasar terigu protein tinggi dengan kandungan gluten tinggi (Anonimous, 2008) . Untuk mengurangi penggunaan terigu pada pembuatan donat, diperlukan pemanfaatan bahan baku lokal yang dapat menggantikan tepung terigu. Salah satu alternatif adalah dengan pemanfaatan tepung mocaf.

MOCAF (Modified Cassava Flour) adalah tepung singkong termodifikasi melalui beberapa proses salah satunya adalah fermentasi oleh bakteri asam laktat, sehingga mengalami perubahan sifat fungsional dan dapat digunakan untuk menggantikan terigu pada pembuatan produk pangan berbahan baku terigu. Prinsip pembuatan mocaf adalah memodifikasi granula pati singkong secara fermentasi, sehingga menyebab-kan perubahan karakteristik tepung yang dihasilkan lebih baik berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut, warna lebih putih, sehingga cita rasa mocaf menjadi netral dengan

menutupi cita rasa ubi kayu sampai 70% (Anonimousb, 2008).

Beberapa penelitian telah mengkaji bahwa mocaf dapat menggantikan secara teknis 100 persen terigu sebagai bahan baku pada pembuatan brownies, kue basah dan kue kering (Subagio, 2006) ; 75% pada keripik ; 70% pada cake ; 60% pada snack (Rubhan, 2011); 50% pada pia, macaroni, pangsit, prol tape, kerupuk, martabak telur dan martabak manis (Sunarsih, 2012). Penggunaan terigu pada produk-produk pengguna terigu hard wheat dapat digantikan oleh mocaf sebesar 20-30% (Arendt, 2002).

Permasalahan yang timbul dalam pembuatan donat substitusi tepung mocaf adalah penurunan kandungan gluten sehingga mempengaruhi tekstur donat yang dihasilkan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menambahkan kuning telur.

Kuning telur berfungsi sebagai pengemulsi karena kuning telur mengandung lesitin. Lesitin merupakan fosfolipid yang mempunyai gugus lipid polar dan non-polar. Gugus lipid polar akan membentuk kompleks dengan fraksi pati sehingga dapat memper-lambat laju terjadinya hidrasi pati. Reaksi tersebut dapat memperbaiki reaksi penahan gas dan struktur adonan sehingga roti yang dihasilkan mempunyai volume pengembangan, tekstur dan elastisitas remah roti yang lebih baik. Lesitin juga dapat berfungsi untuk meningkatkan efek shortening di dalam adonan. Menurut Merlin (2005), shortening dapat berfungsi untuk melumasi struktur internal adonan sehingga adonan dapat

mengembang lebih baik, memperbaiki tekstur produk, dan mengempukkan.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perlakuan terbaik dari proporsi tepung terigu dan tepung mocaf dengan penambahan kuning telur terhadap karakteristik dan kualitas donat yang dihasilkan

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan baku untuk pembuatan tepung mocaf : ubi kayu, kultur bakteri asam laktat (BAL) Lactobacillus plantarum FNCC-0027 diperoleh dari Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM Yogyakarta, media MRS.

Bahan baku untuk pembuatan donat antara lain tepung mocaf, tepung terigu, gula halus, susu skim, telur, mentega, yeast dan air. Bahan kimia yang digunakan antara lain aqudest, HCl, NaOH, NH4OH, AgNO4, H2SO4, tablet kjeldahl, asam borat, dan heksan.

Alat

Alat yang digunakan meliputi neraca analitik, soxhlet, penangas air, labu lemak, labu kjeldahl, penetrometer, alat penyawut, timbangan, pH meter, cabinet dryer, ayakan ukuran 80 mesh.

Metode

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap I adalah pembuatan donat dengan perlakuan proporsi tepung terigu : tepung mocaf dengan formulasi 100:0, 80:20, 60:40, 50:50, 40:60, 20:80, 0:100. Hasil terbaik penelitian tahap I, dilanjutkan ke tahap II. yaitu pembuatan donat dengan penambahan kuning telur 5%, 10%, dan 15%.

Analisa statistik menggunakan SPSS 19.0 dengan metode One-Way ANOVA, dilanjutkan Uji Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa awal bahan baku

Tabel 1. Hasil analisis awal tepung mocaf

Komponen *Tepung Mocaf

Tepung Mocaf

pH Rendemen (%) K. Air (%) K. Abu (%) Pati (%) Amilosa (%) Amilopektin (%)

- -

Max.13 Max. 0,2

85-87 - -

4,4 – 4,5

19,72 6,85 0,99

76,73 20,18 56,55

*Sumber : Subagio, et al. (2009)

Perbedaan hasil analisa disebabkan adanya pengaruh perbedaan umur panen, varietas, kondisi lingkungan tempat tumbuh, proses pengolahan, dan jenis kultur yang ditambahkan saat fermentasi (Rahayu, 2010)

Hasil analisis SEM tepung singkong dan tepung mocaf dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) SEM Tepung Singkong

(b) SEM Tepung Mocaf

Gambar 1. Hasil analisis SEM tepung

singkong dan tepung mocaf

Page 98: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”388

Menurut Subagio (2008), mikroba yang tumbuh akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel ubi kayu sehingga terjadi kerusakan granula pati. Selama fermentasi BAL dapat menghasilkan enzim amilase yang dapat menghidrolisis pati ubi kayu, sehingga permukaan granula pati menjadi berlubang. (Subagio, et al, 2006). Hasil PenelitianTahap I Volume Pengembangan donat Tabel 2. Volume pengembangan donat

dengan perlakuan proporsi tepung terigu : mocaf

Proporsi Tepung (terigu : mocaf)

Volume Pengembangan

(%) 100 : 0 253 d

80 : 20 198 c 60 : 40 150 bc 50 : 50 137 ab 40 : 60 153 bc 20 : 80 138 ab 0 : 100 94 a

* = notasi yg berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata (P <0,05)

Tabel 2, menunjukkan nilai rata-rata volume pengembangan donat berkisar antara 0,94% - 2,53%. Formulasi dengan proporsi tepung mocaf 0 - 50% mengalami penurunan volume pengembangan, tetapi pada formulasi dengan proporsi tepung mocaf 60% mengalami kenaikan dan kembali mengalami penurunan volume pengembangan pada proporsi tepung mocaf 80 – 100%. Hal ini disebabkan aktivitas yeast terjadi lebih cepat pada proporsi mocaf 60% dibanding dengan proporsi mocaf 40 dan 50%.

Semakin tinggi penambahan tepung mocaf, volume pengembangan donat akan semakin turun. Hal ini disebabkan kandungan amilosa dan amilopektin pada mocaf

memberikan pengaruh terhadap volume pengembangan. Amilosa memiliki sifat mudah mengikat air dan mudah pula melepaskan air, sehingga saat proses pengadonan dengan proporsi tepung mocaf semakin tinggi akan lebih cepat menyerap air yang mengakibatkan donat tidak dapat mengembang dengan sempurna. Penambahan mocaf yang tinggi juga menyebabkan berkurangnya gluten pada adonan sehingga kemampuan meme-rangkap udara menjadi berkurang. Gluten berfungsi untuk merangkap dan menahan gas CO2.

Menurut Subarna (1992), gluten mempunyai sifat fisik elastis, sehingga memungkinkan adonan dapat menahan gas CO2 dan adonan dapat mengembang. Analisa Tekstur

Tabel 3. Tekstur donat dengan perlakuan

proporsi tepung terigu : mocaf Proporsi Tepung (terigu : mocaf)

Nilai Kekerasan

(mm/g/detik) 100 : 0 129,17 e*

80 : 20 107,50 d 60 : 40 102,33 cd 50 : 50 96,50 bcd 40 : 60 88,67 abc 20 : 80 80,83 ab 0 : 100 75,00 a

* = notasi yg berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata (P <0,05)

Tabel 3, menunjukkan bahwa nilai

tekstur donat antara 75,00 mm/g/detik – 129,17 mm/g/detik. Semakin tinggi proporsi tepung mocaf menyebabkan tingkat kekerasan donat lebih tinggi. Hal ini karena tepung mocaf memiliki kandungan pati yang lebih tinggi dibandingkan tepung terigu sehingga menyebabkan tekstur donat semakin keras.Menurut Subagio, dkk., (2008) kadar pati pada tepung mocaf (85 - 87 %) lebih

Page 99: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL” 389

Menurut Subagio (2008), mikroba yang tumbuh akan menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel ubi kayu sehingga terjadi kerusakan granula pati. Selama fermentasi BAL dapat menghasilkan enzim amilase yang dapat menghidrolisis pati ubi kayu, sehingga permukaan granula pati menjadi berlubang. (Subagio, et al, 2006). Hasil PenelitianTahap I Volume Pengembangan donat Tabel 2. Volume pengembangan donat

dengan perlakuan proporsi tepung terigu : mocaf

Proporsi Tepung (terigu : mocaf)

Volume Pengembangan

(%) 100 : 0 253 d

80 : 20 198 c 60 : 40 150 bc 50 : 50 137 ab 40 : 60 153 bc 20 : 80 138 ab 0 : 100 94 a

* = notasi yg berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata (P <0,05)

Tabel 2, menunjukkan nilai rata-rata volume pengembangan donat berkisar antara 0,94% - 2,53%. Formulasi dengan proporsi tepung mocaf 0 - 50% mengalami penurunan volume pengembangan, tetapi pada formulasi dengan proporsi tepung mocaf 60% mengalami kenaikan dan kembali mengalami penurunan volume pengembangan pada proporsi tepung mocaf 80 – 100%. Hal ini disebabkan aktivitas yeast terjadi lebih cepat pada proporsi mocaf 60% dibanding dengan proporsi mocaf 40 dan 50%.

Semakin tinggi penambahan tepung mocaf, volume pengembangan donat akan semakin turun. Hal ini disebabkan kandungan amilosa dan amilopektin pada mocaf

memberikan pengaruh terhadap volume pengembangan. Amilosa memiliki sifat mudah mengikat air dan mudah pula melepaskan air, sehingga saat proses pengadonan dengan proporsi tepung mocaf semakin tinggi akan lebih cepat menyerap air yang mengakibatkan donat tidak dapat mengembang dengan sempurna. Penambahan mocaf yang tinggi juga menyebabkan berkurangnya gluten pada adonan sehingga kemampuan meme-rangkap udara menjadi berkurang. Gluten berfungsi untuk merangkap dan menahan gas CO2.

Menurut Subarna (1992), gluten mempunyai sifat fisik elastis, sehingga memungkinkan adonan dapat menahan gas CO2 dan adonan dapat mengembang. Analisa Tekstur

Tabel 3. Tekstur donat dengan perlakuan

proporsi tepung terigu : mocaf Proporsi Tepung (terigu : mocaf)

Nilai Kekerasan

(mm/g/detik) 100 : 0 129,17 e*

80 : 20 107,50 d 60 : 40 102,33 cd 50 : 50 96,50 bcd 40 : 60 88,67 abc 20 : 80 80,83 ab 0 : 100 75,00 a

* = notasi yg berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata (P <0,05)

Tabel 3, menunjukkan bahwa nilai

tekstur donat antara 75,00 mm/g/detik – 129,17 mm/g/detik. Semakin tinggi proporsi tepung mocaf menyebabkan tingkat kekerasan donat lebih tinggi. Hal ini karena tepung mocaf memiliki kandungan pati yang lebih tinggi dibandingkan tepung terigu sehingga menyebabkan tekstur donat semakin keras.Menurut Subagio, dkk., (2008) kadar pati pada tepung mocaf (85 - 87 %) lebih

besar dibandingkan kadar pati pada tepung terigu (65 – 67 %) Kadar Protein

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan proporsi tepung terigu : tepung mocaf (20% : 80% ) menghasilkan donat dengan kadar protein 5,41%.

Kadar Lemak Hasil penelitian menunjukkan perlakuan

proporsi tepung terigu : tepung mocaf (20% : 80% ) menghasilkan donat dengan kadar lemak sebesar 13,70%.

Uji Organoleptik Tahap I Tabel 4. Nilai total ranking uji organoleptik donat dengan perlakuan proporsi tepung

Perlakuan Rasa Aroma Warna Tekstur

Terigu Mocaf 100 80 60 50 40 20 0

0 20 40 50 60 80

100

88,5 85 83

74,5 84,5 102 32,5

93,5 85

81,5 70

81,5 86,5 36

97,5 90,5 75 78

75,5 94

49,5

86 78 65 82 95 99 28

Ket : Semakin besar nilai maka semakin disukai

Tabel 4 diketahui nilai kesukaan terhadap rasa tertinggi pada perlakuan proporsi tepung mocaf 80%, sedangkan nilai tertingggi terhadap aroma pada perlakuan proporsi tepung mocaf 0% mempunyai nilai yang paling rendah yaitu 32,5. Nilai tertinggi terhadap warna pada perlakuan proporsi tepung mocaf 0%, sedangkan nilai tertinggi terhadap tekstur (99) pada perlakuan proporsi tepung mocaf 80%.

Hasil uji organoleptik menunjukkan donat dengan proporsi tepung terigu dan tepung mocaf (20% : 80%) memiliki nilai tertinggi pada parameter rasa, aroma dan tekstur. Hasil Analisa Tahap II Volume Pengembangan Tabel 5. Nilai kekerasan donat dengan

perlakuan penambahan kuning telur

Penambahan kuning telur (%)

Volume Pengembangan

(%) 5 172 a

10 219 ab 15 244 b

* = notasi yg berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata (P <0,05)

Pada Tabel 5, menunjukkan bahwa nilai

volume pengembangan donat berkisar 172 % – 244 %. Penambahan kuning telur berpengaruh nyata terhadap volume pengembangan. Semakin banyak kuning telur yang ditambahkan maka volume pengembangan akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Koswara (2009), bahwa Lesitin yang terkandung dalam kuning telur merupakan bahan penurun tegangan permukaan atau surfase active agent yang berfungsi untuk mendorong pembentukan dan mempertahankan emulsi agar stabil sehingga

Page 100: Pengisi Terhadap Mutu Nugget - thp.fp.unila.ac.idthp.fp.unila.ac.id/wp-content/uploads/sites/9/2018/06/Buku-1_Part6.pdf · penelitian yang telah dilakukan, saran-saran yang dapat

Seminar Nasional Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Bandar Lampung, 10-11 Oktober 2017“PERAN AHLI TEKNOLOGI PANGAN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL”390

sehingga dapat memperkuat jaringan gluten yang mampu menahan gas CO2 menjadi lebih kuat dan volume pengembangan donat menjadi lebih besar.

Analisa Tekstur

Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan proporsi tepung terigu 20% dan tepung mocaf 80% dengan penambahan kuning telur sebanyak 5% ; 10% ; dan 15% berpengaruh nyata terhadap tekstur donat yang dihasilkan. Nilai kekerasan donat tiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 6. Nilai kekerasan donat dengan

perlakuan penambahan kuning telur

Penambahan kuning telur (%)

Nilai kekerasan (mm/g/detik)

5 14,52 a 10 22,67 b 15 38,00 c

* = notasi yg berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata (P <0,05)

Pada Tabel 6, menunjukkan semakin

tinggi penambahan kuning telur menyebabkan nilai tekstur donat semakin tinggi (donat semakin empuk), sehingga penambahan kuning telur 15 % menghasilkan tekstur yang paling empuk. Hal ini karena kuning telur merupakan sumber pengemulsi lemak yang membantu mendistribusikan ke seluruh adonan, sehingga donat yang dihasilkan akan lebih empuk. Menurut Elvira (2012), telur

mempunyai banyak sifat fungsional yang diantaranya adalah sifat koagulasi dan daya emulsi yang berpengaruh terhadap tekstur donat. Partikel kuning telur yang berinteraksi pada permukaan lemak akan membentuk lapisan pelindung yang menghambat penggabungan droplet-droplet lemak sehingga lemak dapat terdistribusi secara merata di dalam adonan dan membantu memperbaiki karakteristik „empuk‟ pada produk akhir.

Kadar Protein

Kadar protein donat dengan penambahan kuning telur 15% sebanyak 6.42%. Kadar protein dengan penambahan kuning telur sebanyak 15% mengalami kenaikan Hal ini menunjukkan bahwa penambahan kuning telur meningkatkan kadar protein donat.

Kadar Lemak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kuning telur meningkatkan kadar lemak donat. Penambahan kuning telur 15% menghasilkan produk donat dengan kadar lemak 15,67 %. Hal ini disebabkan karena telur ayam mengandung lemak cukup tinggi. Direktorat Gizi (1996) menyebutkan kandungan lemak telur ayam sekitar 11,5 %.

Dalam teknologi pembuatan roti, lemak atau asam lemak memainkan peran penting sebagai bahan yang membantu pengembangan tekstur adonan sehingga kue menjadi lebih lembut (Lomakina dan Mikova, 2006).

Uji Organoleptik Tahap II Tabel 7. Nilai rata-rata uji organoleptik donat dengan perlakuan penambahan kuning telur

Perlakuan Kuning telur (%) Rasa Aroma Warna Tekstur

Terigu Mocaf 20 20 20

80 80 80

5 10 15

31 34,5 51

30 39 49

42 35 36

38 37,5 38,5

Ket : Semakin besar nilai nilai maka semakin disukai