Pengentasan Kemiskinan -...
-
Upload
hoangkhanh -
Category
Documents
-
view
231 -
download
0
Transcript of Pengentasan Kemiskinan -...
Pengentasan Kemiskinan
Masyarakat NelayanTEMUAN DARI PROVINSI SUMATERA BARAT
Richard Stanford & Rudi Febriamansyah
Poverty Alleviation in Fishing Communities
FINDINGS FROM WEST SUMATRA
A N D A L A S
U N I V E R S I T Y
Press
Andalas University Press
Pengentasan Kemiskinan Masyarakat NelayanTEMUAN DARI PROVINSI SUMATERA BARAT
Hak Cipta dilindungi Undang - Undang.
Dilarang mengutip atau memperbayak sebahagian atau seluruh isi buku tanpa izin
tertulis dari penerbit.
isi diluar tanggung jawab percetakan
Ketentuan Pidana Pasal 72 UU No. 19 Tahun 2002
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau didenda paling
sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau pidana aling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.0000.0000,- (lima milyar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta
atau Hak terkait sebagai mana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah).
Penulis
- Dr. Richard Stanford, M.Sc
- Prof. Dr. Ir. Rudi Febriamansyah, M.Sc
Ilustrasi Sampul dan Penata Isi
Sari Muliadi, S.Kom, M.Kom
Foto Dokumentasi Firdaus Oyon
Hak Cipta pada Penulis
Andalas University Press Jl. Situjuh No.1, Padang 25169, Telp/Faks. : 0751-27066email : [email protected] : AU Press (Andalas University Press)
AnggotaAsosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI)
Cetakan: 1. Padang, 2017
ISBN : 978-602-6953-23-0
website: http://pasca.unand.ac.id/id/publikasi/buku/item/1125-pkmn
Pengentasan Kemiskinan
Masyarakat NelayanTEMUAN DARI PROVINSI SUMATERA BARAT
Richard Stanford & Rudi Febriamansyah
Poverty Alleviation in Fishing Communities
FINDINGS FROM WEST SUMATRA
A N D A L A S
U N I V E R S I T Y
Press
Andalas University Press
KATA SAMBUTAN
Sebagai negara kepuluan terbesar di dunia, sejarah Indonesia sangat dekat
dengan sektor kelautan dan perikanan. Pertumbuhan dan perkembangan
sektor ini memiliki peranan penting terhadap masa depan bangsa Indonesia,
hal ini seharusnya dapat memperbaiki kualitas hidup kaum miskin. Memang,
masih terlalu banyak masyarakat pesisir di Indonesia yang terjerat kemiskinan.
Sebagai penulis buku “Pengentasan Kemiskinan Masyarakat Nelayan:
Temuan dari Provinsi Sumatera Barat” membuktikan, kemiskinan tidak hanya
karena ketidakadaan aset fisik dan modal, tetapi termasuk juga
ketidakmampuan sumber daya manusia dan sumber daya sosial, dan juga tidak
adanya dukungan dari lembaga terkait. Karena beragamnya penyebab
terjadinya kemiskinan, solusi yang dibutuhkan sangatlah luas dan
dibutuhkannya kolaborasi antara pemerintahan, non pemerintahan dan juga
lembaga swasta.
Saya sangat bahagia dapat menyampaikan ini kepada pembaca. Para Penulis
telah berhati-hati melakukan analisa secara rinci dan teliti meskipun telah
disajikan secara ringkas, gaya bahasa yang mudah dibaca dengan rancangan
untuk khalayak luas. Pada bagian 1 para penulis menguji penyebab kemiskinan
sebelumnya, pada bagian kedua, menganalisa keberadaan pendekatan
pengurangan kemiskinan dan cuplikan unsur yang hilang pendekatan saat ini.
Bagian ketiga ditutup dengan menyelidiki bagaimana pendekatan
pengurangan kemiskinan dapat lebih memadai memenuhi kebutuhan dan
kendala dari orang miskin. Saya dengan hangat mengucapkan selamat kepada
para penulis untuk buku ini dan dorongan penuh pertimbangan untuk dapat
memberikan penemuan para penulis jadi dengan bersama kita dapat
memperbaiki mata pencarian and memberantas kemiskinan.
Rektor Universitas Andalas
Prof. Dr. Tafdil Husni, SE, MBA.
Kata Sambutan
iv
FOREWORD
As the largest archipelagic nation in the world, Indonesia's history is
intertwined with the maritime and fisheries sectors. Growth and development
in these sectors has to be an essential part of Indonesia's future, yet this growth
must improve the quality of life of the poor. Too many coastal communities in
Indonesia are blighted by poverty. As the authors of “Poverty Alleviation in
Fishing Communities: Findings from West Sumatra” demonstrate, this poverty
is not only an absence of physical assets and financial capital, but includes a
poverty of human and social resources, and a lack of supporting institutions.
Because the causes of poverty are multi-faceted, the solutions need to be
comprehensive and will require the collaboration of the governmental, non-
governmental and private sectors.
I am very pleased to introduce this fine work to you. The authors have been
careful to conduct a detailed and rigorous analysis but have presented it in a
concise, easy-to-read style designed for a wide audience. In section one they
examine the causes of poverty before, in section two, analysing existing poverty
alleviation approaches and highlighting missing elements of current
approaches.
Section three concludes by exploring how poverty alleviation approaches can
more adequately address the needs and constraints of the poor.
I warmly congratulate the authors on this book and urge full consideration to
be given to their findings so that together we can improve livelihoods and
eradicate poverty.
Rector Andalas University
Prof. Dr. Tafdil Husni, SE, MBA.
Foreword
v
KATA PENGANTAR
Indonesia adalah produsen perikanan tangkap terbesar kedua setelah China
(Data FAO, 2012). Sebagai negara maritim yang memiliki luas perairan laut
sebesar lebih kurang 75% dari wilayah Indonesia, laut Indonesia memiliki
potensi produksi lestari ikan laut yang cukup besar, dengan asumsi sekitar 6,51
juta ton/tahun atau 8,2% dari total potensi produksi ikan laut dunia. Statistik
Perikanan Tangkap tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah nelayan adalah
2,27 juta dimana 90% adalah nelayan dengan armada skala kecil yang terdiri
dari Perahu Tanpa Motor (PTM), Motor Tempel dan Kapal Motor dengan
ukuran lebih kecil dari 5 GT (Gross Tonnage). Dibanding kelompok
masyarakat lainnya, nelayan merupakan kelompok masyarakat yang sangat
rentan jatuh miskin hal ini dicirikan indeks kemiskinan (headcount index)
cukup tinggi atau di atas rata-rata nasional (Susenas BPS, 2013). Potensi yang
sangat besar tetapi nelayannya “miskin” disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain perikanan tangkap yang sangat tergantung pada musim sehingga
tingkat ketidakpastian hasil tangkapan tinggi, kurang dukungan pembiayaan,
dan harga ikan yang tidak stabil karena tata niaga yang tidak berpihak pada
nelayan serta manajemen yang lemah.
Upaya meningkatkan taraf hidup nelayan terus dilakukan oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP), bahkan kebijakan pengentasan kemiskinan
menjadi salah satu agenda prioritas pembangunan nasional.
Pengembangan usaha nelayan seperti bantuan paket usaha, pendampingan
dan pelatihan manajemen kelompok serta fasilitasi akses permodalan dengan
harapan dapat berkontribusi untuk mengurangi tingkat kemiskinan nelayan
dan khususnya meningkatan indeks kemakmuran nelayan. Agar pengentasan
kemiskinan dapat berjalan lebih baik maka diperlukan pengembangan usaha
sesuai dengan karakteristik nelayan masing-masing wilayah. Buku ini dapat
dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam pengentasan kemiskinan nelayan
karena didalam buku ini berisi tentang penyebab dan bagaimana cara
pengentasan kemiskinan nelayan.
Kata Pengantar
vi
FOREWORD
Catches of fish in Indonesia are the second largest globally, after China (data
FAO, 2012). As a maritime nation with 75% of its total area being marine,
Indonesia has the potential for catches of 6.51 million tons/per year (8.2% of
the global catch). Fisheries statistics showed that there were 2.27 million
fishers in 2012 and that 90% of these used small boats including those
without motors, those with outboards and those smaller than 5 gross tons.
Compared to other groups of society, a high proportion of fishers live in
poverty or are vulnerable to becoming poor (Susenas BPS, 2013). This
combination of high potential from fisheries coupled with high instances of
poverty amongst fishers is caused by several factors including; variability of
catches on a seasonal basis, a lack of financial capital, fluctuating prices of
fish and a system of marketing that disadvantages fishers.
Efforts to improve the quality of life of fishers continue to be carried out by
the Ministry of Fisheries and Oceans (KKP), with poverty alleviation being
one of the national priority agenda items.
Developing fishing businesses through, for example, giving aid,
empowerment, forming fisher self-help groups and improving access to
credit, are all conducted with the aspiration of reducing poverty and
improving the welfare of fishers. In order for poverty alleviation to be more
effective, programs need to account for the different attitudes and character
of different parts of Indonesia. This book provides guiding principles for the
process of regional poverty alleviation because within it is contained both
the causes of poverty and the ways to alleviate it.
Foreword
vii
Saya sangat mengapresiasi saudara-saudara Richard dan Rudi yang telah
menyusun buku tentang “Pengentasan Kemiskinan Masyarakat Nelayan:
Temuan dari Provinsi Sumatera Barat” dan berharap buku yang sama untuk
wilayah lainnya di Indonesia. Beberapa hal yang menarik menurut saya dalam
buku ini adalah mengupas persoalan nelayan berdasarkan sudut pandang
sosial, ekonomi maupun kultural sekaligus memberikan saran masukan bagi
pemerintah baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang, termasuk
persoalan keberlanjutan usaha maupun sumberdaya ikan yang ternyata bukan
hanya dipengaruhi oleh faktor internal melainkan juga banyak diakibatkan
oleh faktor eksternal masyarakat nelayan. Selamat kepada para penulis dan
semoga buku ini dapat bermanfaat bagi KKP khususnya untuk menentukan
kebijakan dalam pengentasan kemiskinan nelayan dan stakeholders yang
membutuhkannya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap
Dr. Gellwynn Jusuf
Kata Pengantar
viii
I really appreciate Richard and Rudi's efforts in writing “Poverty Alleviation
in Fishing Communities: Findings from West Sumatra” and hope that similar
books can be written for other regions of Indonesia. One of the particularly
interesting parts of this book is the way that it examines poverty through an
economic, social and cultural lens. It also provides recommendations for the
government for both the short-term and the long-term, and includes the
sustainability of the fish stocks, which is not only influenced by the local
community but by external factors. Congratulations to the authors on this
work and I hope that this book will be valuable to the KKP, especially in
directing policy towards poverty alleviation for the stakeholders who need it.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap
Dr. Gellwynn Jusuf
Foreword
ix
DAFTAR ISI (CONTENTS)
KATA SAMBUTAN ....................................................................... iv
FOREWORD: Rector Of Andalas University ................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................. vi
FOREWORD: General Director Of The Indonesian
Ministry Of Fisheries ............................................. vii
DAFTAR ISI (CONTENTS) ........................................................... x
PRAKATA ........................................................................... xii
PREFACE .............................................................................. xiii
BAB I Kondisi Kemiskinan di Kampung Nelayan Sumatera Barat ..................................................... 2
CHAPTER 1 The Nature of Poverty i n West Sumatran
Coastal Communities ............................................. 3
BAB II Program Pemberdayaan dan Penghidupan
Nelayan di Sumatra Barat ....................................... 26
CHAPTER 2 Livelihood Improvement Programs in
West Sumatra ......................................................... 27
BAB III Arah Tujuan ke Depan : Prinsip - Prinsip
Kunci dan Tindakan Selanjutnya ............................ 48
CHAPTER 3 A Way Forward: Key Principles and Action Steps ........ 49
PENUTUP ............................................................................ 78
A FINAL WORD ........................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) ..................................... 80
LAMPIRAN (APPENDIX) ...................................................... 82
Daftar Isi (Contents)
x
Pengentasan Kemiskinan
Masyarakat NelayanTEMUAN DARI PROVINSI SUMATERA BARAT
Poverty Alleviation in Fishing Communities
FINDINGS FROM WEST SUMATRA
PRAKATA
Buku ini merupakan kesimpulan hasil penelitian dalam upaya
penanggulangan kemiskinan di provinsi Sumatera Barat. Setelah lebih dari
empat tahun wawancara, mengamati langsung (direct observation) kehidupan
nelayan, mengikuti konferensi, dan membaca penelitian terdahulu yang terkait
dengan kemiskinan nelayan. Tujuan dari penulisan buku ini adalah:
1. Menimbulkan keinginan untuk berinteraksi dalam diskusi mengenai
permasalahan yang menghambat nelayan mencapai kehidupan sejahtera.
2. Sebagai bahan evaluasi pendekatan pengentasan kemiskinan saat ini
apakah sudah sesuai dengan kebutuhan nelayan miskin.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan dan
penyuluh lapangan.
Para penulis sudah melakukan penelitian dan mempublikasinnya ke dalam
bentuk tulisan ilmiah, penulisan buku ini merupakan langkah yang sangat
penting dilakukan. Penelitian yang sudah dilakukan ini telah berhasil namun
hasil dari penelitian ini belum diimplementasikan, oleh karena itu para penulis
menuangkannya dalam bentuk petunjuk praktis sehingga berguna bagi
pengambil keputusan dalam mengatasi permasalahan kemiskinan di
Sumatera Barat khususnya, di Indonesia pada umumnya. Penelitian ini
diawali dengan mengunjungi berbagai badan pada pemerintah daerah
termasuk Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sumatera Barat dan
Kabupaten/Kota, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA), beberapa universitas di Sumatera Barat
dan Jawa, serta diskusi dengan kepala daerah setempat. Mereka sepakat
bahwa, meskipun sudah banyak program pengentasan kemiskinan, belum ada
perubahan yang signifikan terhadap kesejahteraan nelayan. Terdapat berbagai
alasan yang disampaikan tentang mengapa hal tersebut bisa terjadi. Mereka
juga meminta supaya penelitian ini dilakukan secara ilmiah dan independen
sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan.
Penelitian ini kredibel dibuktikan dengan adanya empat publikasi dalam jurnal
Prakata
xii
PREFACE
Following more than four years of interviews, direct observations with fishing
communities, attending conferences and seminars, and reading the relevant
literature, this paper is a synthesis of the practical outcomes of this research
for poverty alleviation in West Sumatra.
It is written with the following aims:
1. To stimulate a discussion of what is holding poor fishers and their families
back from healthy livelihoods.
2. To evaluate whether current approaches are doing the right things in the
right ways.
3. To present practical recommendations for practitioners and policy
makers.
Although we have conducted this research and written widely on this topic as
academics, we write this book with a keen sense that our efforts will have been
a waste of time if this research does not translate into practical outcomes that
benefit the poor in West Sumatra and elsewhere in Indonesia. At the outset of
this research we visited a variety of government bodies including the regional
and provincial fisheries agency (DKP), Centre for Statistics (BPS), Regional
development agency (BAPPEDA), Universities and had discussions with local
leaders and fishermen.
They were in accord that money was being poured into poverty alleviation yet
results were failing to live up to expectations. They asked that this piece of
research be conducted in a scientifically rigorous way and that it be
independent so that it could inform policy. Four internationally peer
reviewed publications, a further two Indonesian publications and invitations
to present these results at several scientific conferences testify that this
research is credible. Because these research credentials are established it is
not our intention in this book to detail the process that we went through.
Preface
xiii
ilmiah internasional, dua publikasi dalam jurnal berbahasa Indonesia, dan
undangan untuk hadir dalam beberapa konferensi ilmiah. Buku ini fokus pada
implikasi dari penelitian untuk pembuat kebijakan dan pekerja lapangan.
Sesuai dengan tujuan penulisan buku ini, maka proses dan metode penelitian
tidak akan dijelaskan secara terperinci. Untuk pembaca yang ingin mengetahui
lebih dalam tentang metode dan rincian penelitian, dapat membaca dari [1-4]
publikasi pada daftar referensi buku ini .
Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana kondisi kemiskinan di kampung nelayan?
2. Program apa saja yang telah dilaksanakan untuk membantu nelayan dan
apakah program itu sesuai dengan kebutuhan mereka?
3. Bagaimana kita dapat merancang dan menerapkan pendekatan yang tepat
untuk penanggulangan kemiskinan yang lebih sesuai dengan kebutuhan
nelayan?
Buku ini dibagi menjadi tiga bagian yang ditulis sebagai jawaban atas ketiga
pertanyaan tersebut.
Prakata
xiv
Rather, having summarised the steps taken, we want to spell out the
implications of this research for policy makers and practitioners. For readers
wishing to dig deeper into the detail we commend to you the publications (1-4)
listed in the references .
Through the course of this research we had three questions to keep us on
track:
1. What is the nature of poverty in coastal communities in West Sumatra?
2. What kinds of programs have been implemented to help the poor and are
these a good fit with what they need?
3. How can we design and implement approaches to poverty alleviation that
are more in tune with the needs of the poor?
This book is split into three sections that are written as a response to those
questions.
Introduction
xv
Mengevaluasi
kemiskinan nelayan
Kemiskinan di sektor perikanan
Suatu ukuran kesejahteraan diukur melalui
bagaimana kehidupan nelayan itu sendiri.
Terdapat suatu alat ukur yang dapat menjawab
apakah penghidupan (mata pencaharian)
nelayan tersebut layak atau tidak.
Secara umum, tidak hanya satu atau dua
fak tor “kunc i” yang menyebabkan
kemiskinan tetapi juga terdapatnya beberapa
faktor interkoneksi.
Kemiskinan disebabkan oleh faktor eksternal
dan internal.
Wawancara di 25 kampung nelayan Provinsi
Sumatera Barat, ditemukan 31 faktor yang
menghambat dan menolong kehidupan
nelayan.
Faktor ini dekelompokkan menurut enam
kategori sumber daya; alam, manusia, buatan,
keuangan, sosial dan kelembagaan.
kemiskinan nelayan
Perikanan dan pertanian termasuk ke dalam
taraf kemiskinan tertinggi.
Ke m i s k i n a n d i b i d a n g p e r i k a n a n
mencerminkan pada sektor lainnya.
Terjadinya peningkatan kemiskinan dalam
kehidupan nelayan antara tahun 2005-2011.
Terdapat 3 kelompok nelayan miskin; buruh,
pemilik sampan, dan pengolah/pedagang.
Diantara ketiganya, buruh merupakan
kelompok yang terbesar.
Peta Konsep Bab I: Kondisi Kemiskinan Nelayan di Sumatra Barat
Peta Konsep Bab I
xvi
Chapter 1 Overview:
The Nature of Poverty in West Sumatra Fishing Communities
Poverty is caused by internal and external
factors.
Interviews in 25 fishing communities in West
Sumatra identified 31 factors that enable and
constrain fisher livelihoods.
These factors can be categorised into six
'capital/asset' groups; natural, human,
physical, financial, social and institutional.
Causes of poverty
Evaluating fishing
livelihoods
The Fisheries Livelihoods Resilience (FLIRES)
Check was developed as a way to evaluate how
healthy/resilient fisheries livelihoods are.
Typically, it is not only one or two isolated
factors that cause poverty but several related
factors.
Poverty in fisheries inWest Sumatra
Fishing and rice farming are the two sectors
of the economy where incidences of poverty
are highest (~40%).
Poverty in fisheries mirrors poverty in other
sectors.
Poor fishing households increased between
2005 and 2011.
There are 3 groups of poor fishers: labourers,
small boat owners and processers/fish
sellers. Most of the poor are labourers.
Chapter 1 Overview
xvii
KONDISI KEMISKINAN DI KAMPUNG NELAYAN
SUMATERA BARAT
KONDISI KEMISKINAN DI KAMPUNG NELAYAN
SUMATERA BARAT
BAB I
CHAPTER 1
THE NATURE OF POVERTY IN WEST SUMATRAN
COASTAL COMMUNITIES
2
BAB I
KONDISI KEMISKINAN DI KAMPUNG NELAYAN
SUMATERA BARAT
Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi masalah kemiskinan dan
meningkatkan penghidupan (mata pencaharian) nelayan, perlu dipahami
tentang bagaimana kondisi kemiskinan tersebut. Bagian ini menggambarkan
nelayan miskin dan membahas beberapa penyebab kemiskinan tersebut
dengan menggunakan metode pengukur kesejahteraan penghidupan
(Livelihoods 'Resilience Check'). Metode ini bermanfaat untuk memahami
komponen penghidupan apa saja yang perlu diperhatikan.
Perikanan dan pertanian merupakan dua sektor dengan tingkat kemiskinan
tertinggi (sekitar 40%)
Tinjauan terhadap kemiskinan pada semua sektor ekonomi di Sumatera
Barat menunjukkan bahwa pertanian (sawah) dan perikanan merupakan dua
sektor dengan tingkat kemiskinan tertinggi. Pada lokasi tertentu di Pasaman
Barat, lebih dari 50% nelayan termasuk dalam kategori Rumah Tangga Miskin
(RTM) dan 35% dari total penduduk Pasaman Barat yang tinggal di daerah
pesisir tergolong miskin.
Kemiskinan di sektor perikanan mencerminkan kemiskinan di sektor
ekonomi lain
Pada daerah perkotaan seperti Painan, Pariaman, dan Padang,
persentase kemiskinan di seluruh sektor lebih rendah, karena sektor layanan
keuangan dan perdagangan yang kuat.
Wilayah nelayan termiskin di Pasaman Barat adalah wilayah pedesaan
dimana mata pencaharian utama masyarakatnya adalah pertanian yang
mencapai 85% dari jumlah total pekerjaan. Keuntungan dari sektor layanan
dan keuangan di perkotaan masih terbatas untuk area lainnya. Penelitian di
Kondisi Kemiskinan di Kampung Nelayan Sumatera Barat
CHAPTER 1
THE NATURE OF POVERTY IN WEST SUMATRAN COASTAL
COMMUNITIES
In order to know how to tackle poverty and improve livelihoods we need
to understand the 'nature' of that poverty. This section describes who are the
poor and discusses some of the causes of poverty. It also briefly outlines the
Fisheries Livelihoods Resilience (FLIRES) check, a useful tool to understand
which components of livelihoods need strengthening.
Fishing together with rice farming are the two sectors in which
incidences of poverty are highest (around 40 %)
A review of poverty in all economic sectors in West Sumatra
demonstrated that fisheries and rice farming were the two poorest sectors. In
certain locations, notably Pasaman Barat, more than 50% of fishers were
categorised as poor and 35% of the total population of Pasaman Barat living in
coastal areas were poor, according to the government poverty census.
Poverty in fisheries mirrors poverty in other sectors
In urbanised areas such as Painan, Kota Pariaman and Padang the
percentage of poverty in all sectors was lower because the service, trade and
financial sectors of the economy were strong.
The poorest areas for fishers such as Pasaman Barat were rural areas
where employment was dominated by agriculture (85% of total employment).
Benefits from the service and financial sectors were localised and research
from elsewhere in Indonesia and in Africa demonstrates that to reduce poverty
in the rural sector the most effective way is growth in the agricultural sector (5-8)
rather than expecting a trickle-down effect from growth in urban sectors .
The Nature Of Poverty In West Sumatran Coastal Communities
3
4
Afrika dan wilayah lain di Indonesia membuktikan bahwa cara yang paling
efektif untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi disektor pertanian, dari pada mengharapkan [5-8]
pertumbuhan perekonomian perkotaan yang menyebar ke pedesaan .
Meningkatnya jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM)
Berbagai program dan kegiatan bertujuan untuk meningkatkan
penghidupan, namun jumlah rumah tangga nelayan yang hidup dalam
kemiskinan terus meningkat. Dari 31 kecamatan di pesisir pantai Sumatera
Barat, terdapat 25 kecamatan yang mengalami peningkatan RTM pada tahun
2005 - 2011. Kondisi tersebut sangat mengecewakan, namun terdapat beberapa
contoh positif yang bisa dijadikan pelajaran. Beberapa diantaranya dijelaskan
pada bagian kedua.
Sebagian besar nelayan miskin di Sumatra Barat adalah buruh dari pada
pemilik sampan
Terdapat 3 kelompok nelayan miskin di Sumatera Barat (Gambar 1).
Kelompok pertama dan sekaligus terbesar adalah buruh (67%). Anak Buah
Kapal (ABK) yang bekerja di kapal besar seperti bagan, pukat cincin atau
payang, bekerja secara informal sebagai awak di sampan kecil atau bekerja
sebagai salah satu anggota pukat tepi juga termasuk kategori buruh.
Kelompok terbesar kedua adalah nelayan miskin yang memiliki sampan
sendiri (24%). Biasa yang dilakukan mereka adalah memancing atau
menjaring. Meskipun sebagian besar ABK berkeinginan untuk memiliki
sampan sendiri, namun tidak ada satupun dari pemilik sampan yang ingin
menjadi ABK. Hal ini dianggap sebagai satu langkah mundur karena sebagai
pemilik sampan mereka bekerja secara mandiri dan menjadi pemimpin dirinya
sendiri sehingga mereka mempunyai potensi lebih besar untuk dapat
melakukan usaha sampingan, contohnya berhenti melaut saat mereka akan
memanen hasil pertanian atau pulang lebih cepat untuk mencari rumput
makanan ternak mereka. Kelompok ketiga dari nelayan miskin adalah
Kondisi Kemiskinan di Kampung Nelayan Sumatera Barat
Poor fishing households increased between 2005 and 2011
Despite a range of initiatives aimed at strengthening livelihoods, the
total number of fisher households living in poverty is increasing in mainland
West Sumatra. Twenty five of the thirty
one coastal sub-districts recorded an
increase in poor fisheries households
between 2005 and 2011. Although the
general picture is disappointing, there
are positive examples that we can learn
much from and some of these are
outlined in section two below.
The majority of poor fishers in West Sumatra are labourers rather than
small boat owners
There are three main groups of poor fishers in West Sumatra (Figure 1).
The first and largest group of the poor are the labourers (67%). Labourers can
be crew (Anak Buah Kapal - ABK) on larger boats (such as lift nets (bagan),
purse seines (pukat cincin) or seine (payang), work informally as crew on
smaller boats or work as part of a team hauling in beach based seine nets.
The second largest group of poor fishers were the small boat owners
(24%) who typically used a longtail machine and gillnets or handlines.
Although several ABK aspired to own their own small boat none of the small
boat owners aspired to be an ABK. It was perceived as a backward step because
as a small boat owner they were independent, working as their own boss. As
independent operators, small boat owners had greater potential to integrate
alternatives into their livelihood portfolio by, for example, stopping fishing for
a few days when it was time to harvest their rice or to return home earlier to cut
grass for their livestock. The third group of poor were small scale fish buyers
which included processors (5%) and direct fish sellers (4%). Both bought small
quantities of fish directly from fishers and either sold them after drying them in
The Nature Of Poverty In West Sumatran Coastal Communities
5
pedagang ikan (5%) dan pengolah ikan skala kecil (4%). Keduanya membeli
ikan dalam jumlah kecil secara langsung dari nelayan dan menjual ikan segar
atau ikan kering (ikan dikeringkan terlebih dahulu dibawah sinar matahari).
Sebagian besar penjual ikan tersebut merupakan mantan ABK yang tidak lagi
melaut dan telah memiliki sejumlah modal untuk membeli peralatan dan ikan.
Permasalahan ABK
Banyak ABK pada kapal-
kapal besar telah pindah dari
kampung halaman mereka ke
pelabuhan baik membawa keluarga
maupun tidak. Mereka pergi
melaut selama seminggu atau lebih.
Biasanya mereka merantau karena
k u r a n g n ya p e l u a n g u n t u k
mendapatkan mata pencaharian di kampung sendiri. Tinggal jauh dari rumah
dan hidup sebagai pendatang atau tidak pulang dalam waktu yang cukup lama
karena melaut, mengurangi peluang untuk melakukan usaha sampingan
seperti bertani dan beternak. Dalam situasi ini ABK hanya dapat bergantung
pada hasil melaut. Jika ikan sedang langka maka mereka akan lebih lama di
laut, sehingga keluarga mereka terpaksa berhutang. Situasi ini menjadi lebih
buruk karena merantau ke daerah baru dapat mengurangi jaringan sosial
(social capital) dan mereka juga harus membayar sewa rumah dan membeli
beras yang seharusnya mereka bisa mendapatkannya dari sawah keluarga.
Pendatang cenderung lebih sering berpindah-pindah dari pada pemilik
sampan. Karena mereka lebih sering menerima upah dari pada menangkap
ikan sendiri, mereka tidak punya pilihan yang sama tentang dimana dan
bagaimana mereka dapat menjual hasil laut atau mereka bisa mengolahnya
sendiri. Mobilitas tersebut adalah salah satu alasan yang menyebabkan mereka
sulit untuk membentuk kelompok nelayan.
Kondisi Kemiskinan di Kampung Nelayan Sumatra Barat
6
the sun or sold them fresh to households, typically from the back of a motorbike.
Fish sellers were often former crew members who were tired of going to sea and
had managed to get a small amount of capital to buy the necessary equipment.
The ABK (crew) problem
Many ABK on larger boats have moved from other areas either bringing
their family with them or just the husband working away from home for a week
or more. Typically they moved because of a lack of income generating
possibilities in their home village. Living away from home as a migrant, or
simply returning home infrequently because your ship is at sea for a week,
reduces the possibility of traditional alternative livelihoods such as rice
farming and managing livestock. ABK in this situation become solely
dependent on income from fishing and if the fish are scarce husbands may be
away for longer forcing their wives into a cycle of debt. This is amplified
because migration to a new area reduces your social security net and means
that you incur the cost of renting a house rather than being able to live with
family and may have to buy rice rather than being given it from your family
land.
Migrants tend to move around far more than small boat owners and
because they receive a wage rather than fish they don't have the same choices
about how and where to sell the fish or whether they can process it themselves.
Their mobility is one reason it is difficult for them to form fisher groups.
7
The Nature Of Poverty In West Sumatran Coastal Communities
Processors & traders
Pengolah/Pedagang ikan
Small boat owners
Pemilik Sampan
Labourers
Buruh
Figure 1: Sectors of the
fishing industry that poor
f i s h e r s o p e r a t e d i n
(n=1,231).
Gambar 1: Pembagian
nelayan miskin dari sampel
1,231 RTM.
8
Penyebab kemiskinan
Beberapa sudut pandang
berbeda diungkapkan oleh para
pejabat pemerintah, pemilik
kapal, dan nelayan itu sendiri
t e n t a n g a k a r p e n y e b a b
kemiskinan nelayan secara
umum dan ABK secara spesifik.
Di satu sisi, beberapa pihak
berpendapat bahwa ABK terjebak di sebuah perangkap kemiskinan (misalnya;
gali lubang, tutup lubang; dapat pagi, habis sore). Faktor eksternal, misalnya
harga BBM, kurangnya mata pencaharian alternatif dan lembaga kredit yang
dialami nelayan, sehingga mereka tidak mampu untuk keluar dari lingkaran
kemiskinan tersebut. Disisi lain, beberapa pihak berpendapat bahwa
kemiskinan ABK disebabkan oleh faktor internal, seperti sifat boros, hidup
dengan tidak bertanggung jawab, dan menikmati apa yang ada saat ini tanpa
memperhatikan bagaimana nanti kehidupan mereka pada waktu sulit.
Berbagai sudut pandang tersebut cenderung mengurangi semangat untuk
bekerja keras, baik dari pejabat, maupun dari nelayan sendiri. Bagi pejabat
yang berpendapat bahwa kemiskinan itu pada dasarnya berasal dari sikap
nelayan sendiri, tidak merasa membutuhkan motivasi untuk menjadi kreatif
dan inovatif karena mereka berpikir “apa gunanya? Mereka perlu membantu
diri sendiri terlebih dahulu.” Justru, bagi nelayan yang merasa terperangkap
dalam lingkaran ketidakadilan berpendapat “apa gunanya? Tidak ada masa
depan lebih cerah bagi saya kecuali lingkaran itu berubah, sebaiknya pasrah
saja.” Pendapatan ABK yang naik turun menyulitkan mereka menyimpan
uang secara rutin, mengambil kredit atau berinvestasi pada usaha lain. Namun
masalah yang mereka hadapi jauh lebih besar dari pada pendapatan saja.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan kemiskinan nelayan di Sumatera
Barat. Diantaranya penyebab eksternal, seperti keterbatasan sumber daya
alam, kurangnya usaha di luar perikanan, dan sistem bagi hasil, juga ada
penyebab internal seperti sikap dan tingkah laku.
Kondisi Kemiskinan di Kampung Nelayan Sumatra Barat
Causes of poverty
There were contrasting viewpoints expressed by government officials,
boat owners and fishermen themselves about the root causes of poverty of
fishers in general and ABK in particular. At one extreme, some argued that ABK
were stuck in a poverty trap (“we dig a hole, we fill it in, we get money in the
morning, it's gone by the afternoon”). External factors pressed down on
fishermen and they were powerless to escape from this structural poverty. At
the other extreme, others argued that internal factors were most important
and that ABK were wasteful, lived irresponsibly and enjoyed the good times
without any regard for the lean times. These polarised opinions led people to
passivity rather than action. For government officials holding the opinion that
poverty is self-inflicted, it is a major disincentive to be creative and proactive –
“what is the point? They need to help themselves”. For fishers who feel trapped
in unjust structures, they too argue “what is the point? Unless those structures
change my situation cannot change”. Both of these attitudes can lead to an
attitude of “what-will-be-will-be” (pasrah). This study cannot definitively say
that the income of ABK is better or worse than other sectors. There is anecdotal
evidence to suggest that ABK receive better returns than farm labourers and
that becoming a farm labourer would be a backward step. The fluctuating and
unpredictable income that ABK receive makes it difficult to save, take credit or
invest in other businesses. But the issues are much wider than income alone. It
is crucial to recognise that
the causes of poverty for
ABK and other sectors are
diverse; some are external,
such as natural resource
limitations, lack of other
alternatives and the system
of profit sharing while
others are internal attitudes
and behavioural aspects.
9
The Nature Of Poverty In West Sumatran Coastal Communities
10
Penurunan hasil tangkapan dan kurangnya data untuk membuktikan
sejauh mana penurunan tersebut
Sumber daya alam di beberapa
lokasi penelitian (contohnya kawasan
Sungai Nipah) terlihat masih baik.
Ketika alat tangkap ditambah maka hasil
tangkapan mereka terus meningkat.
Namun pada umumnya nelayan di
Sumatera Barat yang diwawancarai berpendapat bahwa telah terjadi
penurunan hasil tangkap secara signifikan dibandingkan 20 tahun yang lalu.
Meskipun harga ikan naik, nelayan saat ini dipaksa bekerja lebih keras,
dan memakai mesin yang lebih kuat untuk dapat melaut lebih jauh. Penurunan
ini terasa oleh semua nelayan yang menggunakan berbagai jenis alat tangkap.
Bagi nelayan bagan dan payang, mereka harus menghabiskan bahan bakar
lebih banyak untuk mencari ikan. Bagi nelayan yang tidak bisa mencari ikan
jauh ke tengah, seperti nelayan pancing atau yang memakai pukat tepi,
penurunan ikan menjadi masalah yang sangat serius dengan beberapa
komentar seperti “saya tidak peduli seberapapun mahalnya ikan jika kita tak
dapat menangkap ikan satupun!”. Upaya untuk mengumpulkan data tentang
hasil tangkap di Sumatera Barat sangat menyulitkan karena tempat nelayan
mendarat tersebar luas. Di samping itu, data hasil tangkapan tidak ter-
standarisasi, misalnya, Hasil Tangkapan per Upaya Penangkapan (Catch-per-
Unit-Effort), jadi status keberlanjutan stok ikan belum diketahui. Kalau data
ini bisa dikumpulkan dan dianalisa lebih tepat, maka data tersebut akan
membantu badan pemerintah untuk memutuskan langkah-langkah pelestarian
yang diperlukan.
Aspek manusia dan sosial yang membuat masyarakat tetap miskin
Nelayan miskin ataupun pemilik kapal terkadang juga menghadapi
tantangan dan musibah, misalnya hasil tangkapan sedikit, anggota keluarga
sakit, kapal hancur karena badai, dan rumah roboh karena abrasi pantai.
Pemilik kapal terkadang memiliki sumber daya keuangan yang lebih baik
sehingga mereka dapat memulai lagi dengan pinjaman dari keluarga atau
Kondisi Kemiskinan di Kampung Nelayan Sumatra Barat
Reported natural resource degradation but an absence of data to
confirm the extent of this
While a few study locations (such as Sungai Nipah) seemed to indicate
healthy stocks that were permitting fishers to expand operations, in the
majority of coastal communities interview respondents argued that there had
been a significant decline in catches compared to 20 years ago.
Although increasing fish prices had partly compensated for this, fishers
of today had to work much harder, often fishing further afield, using more
fishing gear and more powerful engines/lighting on bagan. The effects of these
declines were felt across all gears. For mobile gears, such as payang,
respondents were concerned that they were having to increase fuel costs to find
the fish. For less mobile fishers, such as those using beach seines and
handlining, the effects were particularly noticeable with some commenting “it
doesn't matter how expensive the fish become if we can't catch any of them!”
Because landing sites are widely dispersed, collecting meaningful data that
would indicate the state of the stocks is difficult. Furthermore, landings data
th a t i s co l l e c te d i s n o t
standardized through, for
example, using catch-per-unit-
effort measures. Improving
data collection and analysis
would help fisher managers to
decide if further conservation
measures were necessary.
Human and social aspects are keeping fishers' poor
Frequently both crew and boat owners had been exposed to setbacks,
ranging from low fishing returns, illness in the family, loss of fishing vessels or
other natural disasters. Owners often have the financial capacity to try again
when their first boat has been destroyed but the difference is not only financial.
11
The Nature Of Poverty In West Sumatran Coastal Communities
12
simpanan di bank. Seringkali perbedaan ini tidak hanya secara finansial tetapi
sumber daya manusia dan sosial termasuk juga. Suatu contoh yang
membuktikan hal tersebut dijelaskan sebagai berikut. Ada pemilik bagan yang
bangkrut dan harus balik menjadi petani lagi. Pemilik bagan tersebut
menggunakan lahan keluarga untuk menanam cabe dan kemudian dari hasil
penjualannya digunakan untuk membeli sampan dengan mesin tempel supaya
dapat berusaha sebagai agen ikan, bukan lagi hanya sebagai pemilik bagan.
Nelayan tersebut bersama sepuluh orang lainnya meminjam uang di bank
untuk mengembangkan usahanya. Nelayan tersebut adalah satu-satunya dari
mereka yang melunasi hutangnya. Bank meminjamkan lagi uang sebesar 100
juta rupiah dikarenakan kepercayaan yang tinggi terhadap nelayan tersebut.
Terdapat beberapa macam faktor penyebab dari contoh ini yang dapat
dipelajari. Contohnya, keberanian untuk mengambil kredit dan kesiapan
untuk memenuhi pembayaran tepat waktu. Ketersediaan lahan keluarga yang
bisa digunakan untuk memberikan jaminan (safety net) kepada nelayan tersebut
karena seringkali ABK tidak memiliki lahan. Hal yang sangat perlu
diperhatikan disini adalah motivasi nelayan tersebut untuk bangkit lagi (bounce-
back-ability) setelah mengalami kemunduran besar namun tetap sanggup untuk
merevolusi dirinya dan memiliki keinginan yang kuat untuk berhasil dalam
pertanian. Oleh karena pengalaman dan keberhasilannya, semua masyarakat
di desa menghormati nelayan tersebut sehingga dia bisa menjadi seorang
mentor/pendorong untuk orang lain. Secara umum, tidak semua nelayan
memiliki kemampuan yang sama seperti nelayan tersebut. Seringkali mereka
kurang percaya diri, tidak berani mengambil risiko, dan tidak memiliki sumber
daya sosial dan keuangan yang cukup untuk mengubah kehidupannya.
Faktor-faktor yang mendorong dan menghambat penghidupan
Wawancara yang dilakukan di 25 kampung nelayan Sumatera Barat
telah mengidentifikasi 31 faktor yang menghambat atau menolong
perkembangan penghidupan. Faktor-faktor ini diidentifikasi sendiri oleh
nelayan, pemilik kapal, pegawai pemerintahan, dan tokoh masyarakat untuk
mengetahui apakah mata pencaharian tersebut sejahtera atau tidak. Hal ini
dikelompokkan menurut enam kategori sumber daya, yaitu:
Kondisi Kemiskinan di Kampung Nelayan Sumatra Barat
In one case, a bagan owner was completed bankrupted and reduced to
becoming a farmer. He used family land to grow chillies and the profits from
these were sold to buy a boat with an outboard so that he could reinvent himself
as a fish trader. Along with ten others he borrowed money from a bank to grow
his business. He was the only one who repaid the loan and the bank was pleased
to lend him more, which he always repaid on time until eventually he was able
to borrow 100 million Indonesian rupiah ($10,000 USD). There are all sorts of
interlinking causative factors in this example that we should note. For example,
his financial acumen and readiness to meet loan repayments on time. The
availability of family land for the bankrupted bagan owner provided him with
a safety net that many landless crew members do not possess. Yet it is 'bounce-
back-ability' that is really striking.
Having experienced a major setback,
he is able to reinvent himself and has
the drive to succeed in farming. He
also has the respect of the village and
would make a great mentor for others.
Yet typically there was a mindset of
acceptance (pasrah) by older crew
members who did not believe that
change was possible or likely. They
were risk averse and lacking both the
financial capital and the human
initiative to change their fate.
Enabling and constraining factors
Interviews in 25 fishing communities in West Sumatra identified 31
enabling and constraining factors. These were the factors that fishers, boat
owners, community leaders and government employees identified for
themselves as those that determined whether livelihoods were healthy or not.
These factors were grouped according to six categories:
13
The Nature Of Poverty In West Sumatran Coastal Communities
1. Sumber daya alam (natural capital)
Faktor-faktor ini termasuk kondisi geografis, seperti isolasi,
ada/tidaknya teluk, keberlanjutan hasil tangkap, dan resiko terhadap
bencana alam. Sebagian dari faktor alam ini adalah kendala permanen
seperti apabila desa menghadapi laut lepas dan ombak besar. Sementara
faktor lain yang bisa dimitigasi/dikurangi seperti membuat jalan baru
supaya isolasi berkurang. Faktor alam ini menentukan jenis usaha
perikanan dan non-perikanan yang bisa dikerjakan di suatu daerah,
contohnya sebuah teluk dengan pulau kecil membuka peluang baik
budidaya ikan ataupun pariwisata.
2. Sumber daya manusia (human capital)
Faktor-faktor ini berupa keterampilan,
pengalaman, dan sikap yang termasuk keberanian
mengambil risiko, inisiatif, sifat malas, dan apakah
sudah berpengalaman di luar perikanan atau
tidak. Hal ini sangat beragam disetiap wilayah.
Contohnya, pada suatu desa terdapat dua jorong
yang berdekatan memakai alat tangkap yang
berbeda yaitu, payang dan pukat cincin. Menurut
kepala desa tersebut yang melaut dengan payang
harus siap mengambil risiko dan bekerja keras. Ketika ada yang pindah dari
jorong lain karena menikah mereka tidak sanggup pergi ke laut dengan
payang dan tetap bekerja sebagai ABK pukat cincin.
3. Sumber daya buatan/aset (physical capital)
Faktor-faktor ini termasuk infrastruktur, kepemilikan kapal, dan
pemukiman yang memadai. Nelayan di Sumatra Barat berkeinginan
memiliki perahu yang lebih besar, mendapatkan batu es, dan menjual ikan
di tempat pelelangan.
4. Sumber daya keuangan (financial capital)
Sumber daya ini sering dibicarakan oleh para nelayan. Mereka ingin
mendapatkan kredit namun hal tersebut sulit dilakukan jika tidak memiliki
14
Kondisi Kemiskinan di Kampung Nelayan Sumatra Barat
1. Natural factors
Included the geography, the state of the
natural resource, isolation and exposure to
natural disasters. Some of these natural
factors were permanent constraints to
livelihoods (e.g. exposure to wave erosion)
while others could be mitigated (e.g. better
road access reduces isolation). Natural factors determined the type of
fishing and non-fishing businesses that were possible in an area. For
example, an enclosed bay with outlying islands opened opportunities for
aquaculture and tourism that an exposed coastline did not have.
2. Human factors
Were skills, experience and attitudes influencing livelihoods. These
included attitude to risk, initiative, laziness and experience with non-
fishing businesses. These varied greatly between villages and within areas.
In one area, two adjacent villages (Jorong) practised two different fishing
gears. One fishing gear required a much greater personal commitment
than the other and when an individual married into that area he found it
too demanding and went back to what he was used too.
3. Physical factors
Were the highly tangible components of
livelihoods and included infrastructure, boat
ownership and housing. Fishermen throughout
West Sumatra wanted bigger, faster boats to catch
more fish, better cold storage and good
infrastructure so they could get the catch to auction.
4. Financial factors
Were frequently the first thing fishers' wanted to discuss. They wanted
access to financial credit and complained that without collateral they
15
The Nature Of Poverty In West Sumatran Coastal Communities
16
agunan, apalagi jika mereka tidak punya rekening dan tidak tahu
bagaimana cara mengisi formulir. Selain akses ke kredit sumber daya
keuangan, juga termasuk kemampuan untuk menabung/menyimpan uang
baik kiriman dari keluarga dirantau maupun dari pendapatan sendiri.
5. Sumber daya sosial (social capital)
Sumber daya ini mirip
dengan sumber daya manusia
yang mencakup aspek yang
tidak nyata/tidak bisa dilihat
seperti kemampuan untuk
saling percaya, kekompakan
kelompok nelayan, keadilan,
d a n k e p e m i m p i n a n .
Umumnya sifat gotong royong
lebih sering muncul ketika ada acara pernikahan atau ketika ada orang
hilang di laut, tetapi sifat ini tidak muncul ketika bekerja atau membuka
usaha contohnya seperti membuka sebuah koperasi.
6. Sumber daya kelembagaan (institutional capital)
Sumber daya kelembagaan menggambarkan sejauh mana lembaga
pemerintah memfasilitasi pengembangan penghidupan dan termasuk
penyuluh lapangan apakah program dilakukkan secara jangka panjang
atau tidak.
Pengukur ketahanan/kesejahteraan penghidupan
(Livelihoods 'resilience check')
Mengidentifikasi faktor-faktor penting dalam penghidupan merupakan
sebuah langkah awal yang bermanfaat, namun faktor-faktor ini perlu diubah
menjadi sesuatu yang dapat diukur dalam rangka menolong pembuat
kebijakan. Para penulis mengembangkan metode yang mengkonversi 31 faktor
menjadi 44 pertanyaan supaya penghidupan nelayan dapat diskor pada skala
Kondisi Kemiskinan di Kampung Nelayan Sumatra Barat
struggled to get loans. Besides access to credit, financial factors also
included ability to save, existing collateral and remittances.
5. Social factors
As with human factors, include many non-tangible aspects of livelihoods
such as trust, cooperation, justice and leadership. Commonly a cooperative
aspect extended to community events or crises, such as weddings or
rescuing a fisher lost at sea, but did not include working together for profit.
6. Institutional support factors
Describe the extent to which
government agencies and staff are
facilitating livelihood development and
include extension officers, long term
programs and advocacy.
Fisheries Livelihood Resilience check
Although identifying enabling and constraining factors in livelihoods
was an important first step, these factors need to be turned into something
measurable in order to have real value for decision makers. The method we
developed to do this translated the 31 factors into 44 questions which fishers
and their families could score their livelihoods on a simple scale of bad-to-good.
These would measure livelihood resilience according to the six categories
outlined above (see Appendix). The advantage of quantifying these factors was
that it would show where livelihoods were weak and needed strengthening and
it would provide a baseline measure of livelihood resilience. Following a
poverty alleviation intervention the same livelihood check could be used as an
assessment tool to evaluate whether the program had moved a household, or
village, towards more resilient livelihoods in one or several of the livelihood
categories. This methodology was applied in two areas of Pesisir Selatan,
Carocok and Sungai Pinang. The results were encouraging because they
17
The Nature Of Poverty In West Sumatran Coastal Communities
18
baik-buruk. Skor ini akan mengukur tingkat kesejahteraan penghidupan
menurut enam kategori sumber daya di atas. Pada dasarnya pengukuran ini
adalah satu alat yang dapat menjawab pertanyaan apakah penghidupan
nelayan baik atau tidak? Survei yang digunakan untuk melakukan pengukur
kesejahteraan penghidupan ditunjukkan dibagian lampiran. Keuntungan dari
mengkuantifikasi faktor-faktor ini adalah bahwa faktor-faktor ini akan
menunjukkan dimana penghidupan lemah yang membutuhkan penguatan
dan akan menghasilkan data dasar (baseline). Setelah adanya kegiatan
penanggulangan kemiskinan, pengukur kesejahteraan penghidupan bisa
dilakukan berulang kali untuk mengevaluasi apakah skor sudah naik atau
belum. Pengukur kesejahteraan penghidupan dilaksanakan di dua wilayah
Pesisir Selatan yaitu, Sungai Pinang dan Carocok Anau. Hasil dari analisis
tersebut dapat dipercaya karena membenarkan apa yang sudah diketahui
sebelumnya dan juga dapat membuka pemahaman yang lebih mendalam.
Misalnya pada sektor bagan, karena pemilik bagan memiliki kapal, alat
tangkap, dan gudang, sehingga tidak mengherankan jika skor pemilik bagan
jauh lebih tinggi dari pada ABK untuk kategori sumber daya buatan ini. Hal ini
mungkin terjadi jika melihat Gambar 2 dan berasumsi bahwa kepemilikan aset
buatan menjadi pembeda terbesar antara pemilik kapal dan ABK, sehingga hal
tersebut harus menjadi prioritas dalam rangka penanggulangan kemiskinan.
Tetapi hasil analisis ini juga menunjukkan bahwa pemilik kapal dapat skor
lebih tinggi dari pada ABK di dalam kategori sumber daya manusia dan
keuangan. Jika seseorang mau berhasil dalam usaha perikanan, mereka
membutuhkan ketelitian dalam keuangan, pengambilan risiko, inisiatif,
keterampilan memanajemen tenaga kerja, akses ke modal, memahami pasar
dan margin, serta perencanaan untuk masa depan. Kolaborasi sumber daya
alam, sumber daya manusia, dan sumber daya keuangan akan dapat
membangun sebuah pondasi yang kuat. Di atas pondasi tersebut, sumber daya
buatan bisa dibangun. Jika sumber daya tersebut ditempatkan dengan tidak
tepat maka penyaluran bantuan untuk masyarakat miskin akan tersalurkan [9-10]
secara salah seperti yang terjadi di India dan Sri Langka .
Kondisi Kemiskinan di Kampung Nelayan Sumatra Barat
19
confirmed what we already knew but opened doors to a deeper understanding.
An example is the bagan sector. Because they own boats, fishing gear and
premises, it was no surprise that bagan owners scored much higher than crew
for physical capital. Consequently, it would be possible to look at Figure 2 and
argue that physical ownership is where the greatest discrepancy between
wealthy and poor fishers lies and therefore that is what should be prioritised in
poverty alleviation. But that would fail to appreciate the analysis also
indicating that bagan owners scored more highly than crew in both the
financial and human categories. Successfully managing a fishing business,
even a small one, requires financial prudence, risk taking, initiative, people
management skills, access to capital to initially buy the boat, an understanding
of markets and margins and planning for the future. Along with the state of the
natural resource, it is these less tangible aspects of financial management and
human capacity that set the foundations for resilient livelihoods. If these are
not in place, well intentioned aid can end up in the hands of rich and influential (9,10)
individuals and not the traditional fishers it was intended for .
The Nature Of Poverty In West Sumatran Coastal Communities
Faktor yang mana yang paling penting?
Hampir disetiap temuan hasil yang
dibicarakan dengan para ilmuwan dan
pembuat kebijakan selalu menimbulkan
pertanyaan “faktor yang mana yang paling
penting?”. Mereka mencari penghambat kunci
(binding constraint) dengan prinsip jika dapat
mengatasi hal tersebut maka pengentasan
kemiskinan dapat dilakukan. Sementara
dalam situasi tertentu satu atau dua faktor dapat membatasi pembangunan,
biasanya terdapat beberapa elemen interkoneksi seperti dalam sebuah
ekosistem. Jika bertanya hal yang sama, elemen apa yang paling krusial dalam
hutan yang sehat? Jelas akan ada berbagai jawaban. Seseorang mungkin
berpendapat bahwa semut atau cacing tanah yang memecah kayu dan daun
untuk membuat kehidupan baru. Orang lain mungkin saja akan mengatakan
jika tidak ada pohon tidak ada hutan, atau berprinsip bahwa kehadiran
harimau, predator puncak, akan membuktikan bahwa hutan tersebut subur
atau tidak. Namun setiap elemen dari ekosistem penting dan saling berkaitan
dengan elemen lain. Begitu juga pada prinsip untuk sistem penghidupan.
Apabila semua ikan habis, nelayan akan menuju pada kemiskinan. Apabila
tidak ada jalan ke pasar dan tidak ada listrik, maka nelayan terpaksa menjual
ikan di tepi pantai dengan harga murah meskipun mereka akan kesulitan.
Sebaliknya, apabila kapal besar datang berlabuh dengan jumlah ikan yang
banyak, harga ikan akan turun dan nelayan kecil semakin terjepit. Biasanya
tidak ada masalah kunci yang tunggal sebagai penyebab kemiskinan tetapi ada
beberapa faktor yang saling berhubungan. Kebanyakan RTM yang penulis
wawancarai, rentan terhadap tantangan, misalnya terkena penyakit atau
cedera, tidak memiliki tabungan atau barang yang bisa dijual, menyewa
rumah, kurangnya jaringan sosial karena merantau, rumahnya tidak punya
sanitasi, abrasi pantai, banyak anak, dan lain lain. Kesimpulannya, pesan yang
paling penting adalah menggunakan pengukur kesejahteraan penghidupan.
Sama seperti hutan yang subur mempunyai beragam hayati, penghidupan
yang sehat juga memiliki 44 faktor dari 6 kategori sumber daya.
20
Kondisi Kemiskinan di Kampung Nelayan Sumatra Barat
Which factor is most important?
On almost every occasion when these results have been shared with
academics and policy makers the response has been “which of these factors is
the most important?” What they are looking for is the binding constraint on
which everything else hinges with the logic being that “if we tackle that one,
then it will unlock the key to poverty alleviation.” While in certain
circumstances one or two issues may be holding households or communities
back, normally there are many interconnecting elements that are working
together just as in an ecosystem. If we were to ask a similar question, which is
the key element in a healthy jungle we would receive different responses. Some
would argue it is the humble ant or earthworm who break down the deadwood
and leaves to enable new life. Others would say if you take out the trees you
would not have a jungle? Others might argue it is the tiger, the apex predator
that shows you if your jungle is healthy or not. Yet each element of the
ecosystem is necessary and relates to the other. It is the same with the
livelihoods system that people operate in. If all the fish are gone and the habitat
is degraded, fishing dependent people are heading for poverty. Similarly, bad
roads or a lack of cold storage can mean fishers selling catches on the beach
cheaply rather than getting better prices at the fish market. Conversely, when
large boats dump fish on the market, prices are depressed and small operators
will see their margins squeezed. The problem for the poor is that it is not
normally a single factor that keeps them poor but a combination of several.
Many of the poor we interviewed were vulnerable at so many levels to all sorts
of challenges (i.e. disease or injury to themselves or someone in their family, no
savings or collateral, renting someone else's house, lack of social network to
help in times of trouble because they are a migrant to the area, living without
adequate sanitation, house being eroded away by the sea, many mouths to feed
and so on). The crucial point is to use the 6 categories and 44 factors as a
resilience check. Just as a healthy, diverse jungle has many elements, a healthy
livelihoods system has these characteristics.
21
The Nature Of Poverty In West Sumatran Coastal Communities
22
Kondisi Kemiskinan di Kampung Nelayan Sumatra Barat
Gambar 2: Skor rata-rata pengukur kesejahteraan penghidupan untuk pemilik bagan,
ABK bagan, dan kapten bagan pada skala buruk (0) sampai baik (100) untuk setiap
kategori sumber daya dari sampel sebanyak 52 orang.
Figure 2: Livelihood resilience check scores for bagan owners, captains and crew
projected on a bad (0) to good (100) x-axis for all six fields of the analysis. The y-axis
shows the similarity/dissimilarity scores. Circle = crew members, square = captain,
triangle = owner.
Social - SosialSocial - Sosial Institution - Kelembagaan
Human - Manusia Natural - Alam
Financial - KeuanganPhysical - Buatan
23
Peta Konsep Bab II: Program Pemberdayaan dan Penghidupan Nelayan di
Sumatera Barat
Peran kelompok
nelayan
Kelemahan program
Pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut
diperlukan untuk memastikan apakah
program tersebut dapat meningkatkan
penghidupan atau tidak.
Kurangnya penyuluh lapangan dan
terjadinya celah antara instansi dan
masyarakat miskin.
Memastikan bantuan RTM tepat sasaran.
Sebagian besar program antara tahun 2005-
2 0 0 9 m e n g u t a m a k a n s u m b e r d aya
buatan/fisik (misalnya: alat tangkap, mesin,
fishbox).
Program GPEMP lebih banyak menekankan
mata pencaharian selain perikanan.
Bantuan secara buatan lebih diutamakan,
akan tetapi RTM membutuhkan sumber daya
manusia, sosial, dan kelembagaan untuk
dapat lebih ditingkatkan.
Penekankan
pemberdayaan
Kebanyakan bantuan diberi kepada
kelompok nelayan tetapi tidak ada untuk
kelompok buruh nelayan.
Kelompok nelayan berhasil apabila mereka
memiliki kepemimpinan yang kuat,
administrasi yang transpara, kekompakan,
serta dukungan dari instansi terkait.
Peta Konsep Bab II
24
Chapter 2 Overview: Livelihood Improvement Programs in West Sumatra
Most livelihood improvement programs
between 2005-2009 focused on improving
physical assets (e.g. fishing gear, engines).
The program GPEMP has a greater emphasis
on non-fishing alternative livelihoods.
Physical and financial help is important but
the poor also need human, social and
institutional capital.
Alternative livelihoods outside of fisheries will
require expertise that fishers and their families
may not have.
Emphasis of current programs
Role of fisher self-help groups
Monitoring, evaluation and follow-up needed
to assess whether the program improved
livelihoods or not.
Under-resourced extension officers and a gap
between institutions and the poor.
Making sure that aid targets the neediest
households.
Weaknesses of current
programs
Most government aid is given to fisher groups
but there are no fisher groups for labourers
(the largest group of the poor).
Fisher groups succeed when they have strong
leadership, transparent administration and
trust within the group and institutional
support from outside the group.
Chapter 2 Overview
PROGRAM PEMBERDAYAAN DAN PENGHIDUPAN DI
SUMATERA BARAT
BAB II
CHAPTER 2
LIVELIHOOD IMPROVEMENT PROGRAMS IN WEST SUMATRA
26
BAB II
PROGRAM PEMBERDAYAAN DAN PENGHIDUPAN DI
SUMATERA BARAT
Pada bagian ini, kegiatan pembangunan penghidupan dievaluasi dan
dibandingkan dengan kebutuhan dan keterbatasan masyarakat miskin.
Sebagian besar program-program untuk penghidupan antara tahun 2005-
2009 mengutamakan sumber daya buatan/aset
Tinjauan dilakukan dari program peningkatan
penghidupan oleh DKP pada tahun 2005 sampai
2009. Kegiatan pemerintah didefinisikan sebagai
suatu bentuk tindakan untuk meningkatkan
penghidupan yang dilakukan dalam satu tahun.
Selama periode 2005-2009, 83 kegiatan penghidupan
dilakukan oleh DKP yang menghabiskan biaya
sebesar 10 milyar rupiah. Lebih dari setengah kegiatan
bertujuan untuk meningkatkan hasil tangkap (35%)
dan budidaya (21%). Sebanyak 20% kegiatan menargetkan mutu ikan dan
pengolahan hasil tangkap. Sebagian besar dari kegiatan ini menekankan
sumber daya buatan melalui pemberian perahu, alat tangkap, mesin, dan fish
boxes. Hampir semua kegiatan berpotensi untuk membawa manfaat bagi
pemilik sampan, tetapi hal tersebut tidak mampu membantu ABK
dikarenakan jenis bantuan yang diberikan seperti alat tangkap dan mesin,
hanya cocok untuk orang yang telah memiliki perahu.
Program GPEMP lebih banyak menekankan penghidupan selain perikanan
Tujuan dan ruang lingkup GPEMP (Gerakan Pensejahteraan Ekonomi
Masyarakat Pesisir) yang dimulai pada tahun 2012 lebih luas dari pada
program sebelumnya karena GPEMP menggabungkan keahlian dari berbagai
instansi pemerintah untuk menargetkan penghidupan di sektor perikanan dan
Program Pemberdayaan
27
CHAPTER 2
LIVELIHOOD IMPROVEMENT PROGRAMS IN WEST SUMATRA
In this section, current and past livelihood improvement initiatives are
evaluated and compared with the needs and constraints of the poor.
Most livelihood improvement programs between 2005-2009 focused on
physical assets
Reviews were conducted of poverty alleviation programs targeted at the
poor between 2005 and 2009. A government intervention was defined as an
activity to improve livelihoods conducted in a calendar year. The same activity
conducted in multiple locations only constituted a single intervention for each
calendar year. During the period 2005-2009, 83 livelihood interventions were
conducted by the Fisheries Agency (DKP) costing nearly 10 billion Rupiah.
More than half of these aimed at increasing fish production through marine
capture (35%) or fish farming (21%). A further 20% of interventions focused
on maintaining catch quality and adding value through processing. The
majority of expenditure (73%) was targeted on catching or farming more fish
with a further 13% on processing. The vast majority of effort was concentrated
on improving fishers physical assets through providing boats, gear, machines
and fish boxes. Almost all interventions had the potential to bring benefits to
small boat owners yet few of them would help ABK. This is because the types of
assets that were being given, e.g. nets, machines, fish boxes, were only suitable
for those who already owned a boat.
The program GPEMP has a greater emphasis on non-fishing alternative
livelihoods
The aims and scope of GPEMP (Gerakan Pensejahteraan Ekonomi
Masyarakat Pesisir - Economic Welfare of Coastal Communities) which began
in 2012 are much broader than previous programs as GPEMP seeks to
incorporate expertise from different government agencies to make the most of
Livelihood Improvement Programs
28
sektor lainnyaa. Hasil analisis mengenai kegiatan GPEMP pada tahun 2012
menunjukkan program ini mengarah ke usaha sampingan non-perikanan,
misalnya, pemberian mesin jahit, pelatihan kepada ibu-ibu, pemberian
perlengkapan untuk membuka warung, serta pelatihan dan pemberian alat
perbengkelan untuk bapak-bapak. Pegawai pemerintah cukup antusias saat
diwawancarai tentang hasil nyata dari GPEMP. Terdapat beberapa contoh
dimana masyarakat miskin dapat membuka warung atau memulai usaha
menjahit yang sesungguhnya dapat menambah mata pencaharian mereka.
Kegiatan seperti ini cocok untuk kebutuhan mereka dan usaha sampingan
tersebut yang berada selain perikanan perlu didukung. Namun data dari DKP
menunjukkan bahwa pada tahun 2012 hanya 3.5% RTM yang menerima
bantuan non-perikanan, seperti warung dan mesin jahit. Kebanyakan RTM
diberi fishbox (64%), alat tangkap/mesin robin (12%) atau paket budidaya ikan
nila (9%) bersama dengan bibit pohon sirsak atau buah naga. Hal ini tidak
sesuai harapan, bahwa proporsi kegiatan mata pencaharian alternatif sebagian
kecil dari keseluruhan. Analisa sumber daya membuktikan penekanan pada
sumber daya buatan (81%) dari pada sumber daya manusia (16%) dan sumber
daya sosial (3%). Sebagaimana selama tahun 2005-2009, bantuan yang
diberikan melalui GPEMP untuk menolong pemilik sampan (misalnya
fishbox, alat tangkap, dan mesin) lebih besar dari pada bantuan yang diberikan
untuk ABK. Kebanyakan mata pencaharian alternatif berpotensi membantu
ABK, selama anggota keluarga lain mau bekerja sementara mereka melaut.
Kegiatan ini perlu diutamakan untuk meningkatkan taraf hidup rumah tangga
ABK.
Bantuan secara buatan dan keuangan jelas penting tetapi RTM juga
membutuhkan sumber daya manusia, sosial dan kelembagaan
Nelayan sangat senang menerima bantuan berupa uang atau barang.
Seringkali ketika mulai membahas pembangunan mereka, mereka langsung
meminta modal pinjaman atau mesin baru. Ketika membahas lebih dalam
tentang kebutuhannya, RTM juga membutuhkan dukungan dari instansi dan
penyuluh lapangan yang memahami keadaan mereka dan berkomitmen secara
jangka panjang. Mereka ingin ada yang mendampingi, menolong menulis
Program Pemberdayaan
non-fisheries opportunities for the coastal
poor. Indeed the results of an analysis on
GPEMP interventions in 2012 demonstrated
a move towards more non-f ishing
alternatives such as providing a group of
women with training in sewing and a sewing
machine, supplies to open a cafe and training
men to fix their own machines/work as
mechanics. DKP staff were excited that there
were specific examples where the poor were
being tangibly helped to open a cafe and
receiving orders for their sewing businesses.
This initiative is encouraging and we fully
support the cross-agency focus and the non-fishing alternatives. However, DKP
data demonstrated that in 2012 most poor households received fish boxes
(64%), fishing gear/machines (12%) or tilapia fish farming packets (9%)
along with fruit trees. The sewing machines and cafes were just a small
proportion (3.5%) of the households helped. The asset analysis highlighted an
emphasis on physical capital (81%) rather than human (16%) and social
capital (3%). As during 2005-2009, most of the aid given through GPEMP was
suitable for small boat owners (e.g. fish boxes, fishing gear, machines) rather
than ABK. Many of the non-fishing alternatives have the potential to help ABK,
as long as another family member is willing to work on them while the husband
is at sea. It was disappointing that these were allocated such a small proportion
of the aid budget.
Physical and financial help is important but the poor also need human,
social and institutional capital
Fishers appreciate financial and physical help and this was invariably
the first things they talked about when we discussed poverty alleviation. Yet
when probed deeper, villagers also needed long term institutional support and
field workers who understood their needs and would commit to help them
29
Livelihood Improvement Programs
proposal, membawa proposal itu ke atasan, dan membawa informasi dari
pusat kembali kepada mereka. RTM merasa jauh dari orang yang bisa
menolong mereka dan kurang mampu berkomunikasi untuk meminta
bantuan. Memperbaiki hal ini bukanlah sesuatu hal yang mudah karena
pendampingan dan penyuluhan secara jangka panjang memerlukan biaya dan
waktu lebih dari pada pemberian mesin. Namun jika tidak ada perubahan
dalam pola pikir dan tingkah laku, ketika mesin itu rusak nelayan akan
meminta bantuan lagi karena belum ada simpanan untuk membeli mesin baru.
Mata pencaharian alternatif di luar perikanan itu baik tetapi akan
memerlukan keahlian baru
Hal ini terbukti dalam berbagai situasi contohnya, ada pemilik sampan
yang menerima bantuan bebek serta pakan dan mendapat petunjuk dari
penyuluh peternakan tentang bagaimana supaya usahanya berhasil. Bantuan
ini menjadi usaha sampingan bagi pemilik sampan tersebut sehingga dapat
membantu meningkatkan
pendapatan, apalagi ketika
badai dan tidak bisa melaut.
Nelayan itu telah menerima
lebih dari 100 ekor bebek dari
partai politik, namun setelah
beberapa bulan kemudian belum
satupun bebek itu yang bertelur.
Nelayan itu mulai bertanya apa
yang menjadi penyebabnya. Dia
mencoba meminta bantuan untuk mengatasi masalah tersebut ke partai politik
yang memberi bantuan, tetapi tidak ada yang datang untuk menolong. Setelah
6 bulan kemudian masih belum ada satupun bebek yang bertelur, akhirnya dia
mendapat izin untuk menjual bebek itu kembali dan membeli kambing. Dalam
satu tahun kambing itu sudah beranak. Mata pencaharian alternatif di luar
perikanan berpotensi besar untuk menolong RTM tetapi mereka perlu
didampingi hingga berhasil.
30
Program Pemberdayaan
31
identify development possibilities, create proposals and ensure those
proposals made it to decision makers. They wanted people who would get
alongside them, advocate for them and help them to overcome obstacles when
they faced them. The poor felt isolated from those who could help them and
lacked channels to communicate their needs. We recognise that these less
tangible elements of development are more costly in time and effort than
giving fishing gear and machines. Yet unless there is behavioural change and
other capital is strengthened, when the machine wears out or the net tears, the
fisher will still be dependent on aid because they have not saved money to
replace the machine or they are not part of a functioning group where they can
borrow again.
While non-fishing alternatives are significant we must recognise they
require expertise that fishers and their families may not have
This was in evidence on many occasions but the following story helps to
illustrate what this means in practise. One small boat owner (sampan) owner
received aid from a political party to support the alternative livelihood of ducks
producing eggs. In theory, this was a helpful initiative that would give him an
alternative source of income all year round. He received more than 100 ducks
and the feed and some basic instructions of how to go about this activity. After a
few months the duck food that had been provided had run out and the
fishermen was using his income from fishing to pay for the ducks rather than
the duck income helping to support his fishing income. After 6 months not a
single duck had produced an egg and the fishermen did not know why. He tried
to ask for help but there was no one to help him overcome this obstacle.
Eventually he was given permission to sell the ducks and buy goats which he
has successfully reared. Fishers like this one who are willing to try alternative
livelihoods need ongoing support to overcome obstacles.
Livelihood Improvement Programs
32
Sebagian besar bantuan diberikan kepada kelompok nelayan namun
kelompok buruh nelayan belum dibentuk
Terlepas dari kenyataan bahwa mayoritas nelayan miskin adalah buruh,
namun kebanyakan kegiatan malah cocok untuk pemilik sampan bukan untuk
buruh. Beberapa pegawai pemerintah mengakui bahwa memang sulit untuk
menolong buruh, apalagi ABK. Sebagai contoh dari kondisi tersebut, dari
puluhan kelompok nelayan di Sumatera Barat, tidak ada satupun kelompok
buruh nelayan meskipun mereka menjadi mayoritas RTM nelayan. Kalau
kebijakan pemerintah adalah memberikan bantuan kepada kelompok bukan
ke individu, lalu bagaimana mungkin buruh yang tidak masuk kelompok
tersebut akan mendapatkan bantuan?
Kelompok nelayan berhasil ketika mereka memiliki kepemimpinan yang
kuat, administrasi yang transparan dan saling percaya di dalam kelompok
serta dukungan dari instansi terkait
Pada zaman sekarang kebanyakan bantuan diberikan kepada
kelompok, sehingga pembentukan dan pemiliharaan kelompok menjadi
sesuatu yang krusial dalam pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu, tiga
studi kasus dilakukan untuk menemukan mekanisme yang menentukan
berhasil atau tidaknya pemberian bantuan kepada kelompok. Ringkasan hasil
dari analisis ini dapat dilihat pada Tabel 1 yang membuktikan bahwa
dukungan dari instansi terkait dengan seorang pemimpin yang kuat,
administrasi yang transparan, kekompakan, akuntabilitas, dan cara
pembayaran cicilan yang sederhana adalah elemen kunci keberhasilan
kelompok. Ketika katrol pada sistem penghidupan (Gambar 3) bekerja dengan
baik, instansi pemerintah atau perbankan memberikan pinjaman awal (sumber
daya keuangan) yang diubah oleh nelayan menjadi sesuatu yang nyata untuk
mendukung penghidupan mereka (sumber daya buatan), seperti perahu atau
alat tangkap. Penyuluh lapangan akan memberi dukungan (sumber daya
kelembagaan) kepada kelompok itu melalui kunjungan langsung dan laporan
kegiatan yang ditulis oleh kelompok untuk pemerintah. Kepemimpinan yang
Program Pemberdayaan
33
Most government aid is given to fisher groups but there are no fisher
groups for labourers
Despite the fact that the majority of the poor were labourers rather than
small boat owners, the majority of the projects were targeted at small boat
owners rather than labourers. Several government employees, both involved in
designing programs and in implementing them, admitted that “it is very
difficult to help ABK”. As an example of this, despite tens of fishermen's groups
existing in West Sumatra there is not a single group for ABK, despite them being
the largest proportion of the poor. If most programs only give aid to groups and
not to individuals, how will ABK access aid?
Fisher groups succeed when they have strong leadership, transparent
administration and trust within the group and institutional support
from outside the group
Because government aid is
predominantly given to groups a
precursor to successful poverty
alleviation becomes the formation
and maintenance of those groups.
Because of this, three in-depth case
studies were conducted to explore the
mechanisms that determine group
success or failure. The results of these are summarised in Table 1. The analysis
showed that institutional support from the DKP coupled with strong
leadership, transparent administration and regular accountability, trust and a
simple repayment method were the key elements of successful groups. When
the 'pulleys' on the system work well (Figure 3), the government or a bank
provide the initial loan (financial capital) which is converted by fishers into
something that will support their livelihood (i.e. nets, boats - physical capital).
The government extension workers provide ongoing support (institutional
capital) through site visits and accountability by ensuring the group reports to
them regularly. Strong leadership and administration (human capital) from
Livelihood Improvement Programs
34
kuat dan administrasi dari kelompok (sumber daya manusia) menolong
menjaga kepercayaan dan kekompakan di dalam kelompok (sumber daya
sosial) dan nelayan menjadi mampu melakukan apa yang kelihatannya
mustahil sebelum mereka menjadi anggota kelompok. Misalnya, salah
seorang nelayan di Sungai Nipah meminjam uang 10 juta rupiah dari
kelompok nelayan dan uang ini disimpan di bank. Dia membayar cicilan setiap
hari 10% dari hasil tangkapan. Sebelum dia menjadi anggota kelompok, belum
pernah dia mampu menyimpan uang di rumah secara rutin dan dia tidak mau
menyimpan uang dalam jumlah sedikit di bank yang dianggap jauh. Demikian
juga, nelayan di Sungai Nipah membutuhkan PAUD untuk anak mereka.
Mereka sebagai anggota kelompok mulai membangunnya secara bersama.
Sumber daya alam yang kuat menjadi pondasi yang kuat untuk semua kegiatan
kelompok ini karena setiap kali mereka meminjam dari kelompok, hutang
mereka dapat dilunasi dari hasil melaut dan juga dapat mencukupi kebutuhan
mereka. Setiap katrol harus berputar terus untuk memutarkan roda besar di
tengah Gambar 3 dan simbol panah menunjukan bahwa saat nelayan
menerima sumber daya mereka juga harus berkontribusi atau roda di tengah
akan berhenti dan penghidupan mereka tidak akan meningkat.
Program Pemberdayaan
35
within the group help to cultivate trust and solidarity (social capital) and
fishers find that they are able to do things together that were previously
impossible. For example, one fisher in Sungai Nipah borrowed 10 million
rupiah from the group and deposited it in the bank. He paid off that loan
through his daily catches. Prior to the group he had found it very difficult to
save at home and had not wanted to deposit small savings in the bank some
distance away. Similarly the fishers together recognised the need for a pre-
school (Paud) to improve children's education and so as group they built one
together. The strong natural capital of Sungai Nipah has underpinned all of
this because as people have taken loans to increase fishing capacity their
reward has been greater catches. Each of these elements needs to be turning
smoothly for the 'wheel of improving livelihoods' to keep spinning and Figure 3
highlights that fishers must continue to contribute as well as receive if the
livelihood is to keep on improving.
Livelihood Improvement Programs
36
Tab
le 1
: E
lem
en k
un
ci u
ntu
k k
eber
hasi
lan
kel
om
po
k n
elay
an
dari
tiga lo
kasi
di S
um
ate
ra B
ara
t.
Program Pemberdayaan
Pen
yeb
ab
Ek
ster
nal
Du
ku
ngan
kel
embagaan
Pen
yeb
ab l
ain
Su
ngai
Nip
ah
Tik
uA
ir M
an
is
DK
P m
end
uk
un
g:
Des
a
ini
tid
ak j
au
h d
ari
Pain
an
dan
Bala
i p
embib
itan
.
Peg
awai
DK
P m
erasa
ban
gga t
enta
ng k
elo
mp
ok
ini
dan
ber
ko
mit
men
un
tuk k
eber
hasi
lan
.
Su
mb
er d
aya a
lam
yan
g
kaya:
Tel
uk d
engan
air
lau
t
yan
g d
ala
m m
end
uku
ng
usa
ha b
ud
iday
a k
erap
u.
Pin
jam
an
cep
at
lun
as
kare
na h
asi
l ta
ngkap
yan
g
cuku
p.
DK
P m
end
uk
un
g:
Ini
dif
asi
lita
si o
leh
pen
yu
luh
lap
an
gan
dan
peg
awai
DK
P y
an
g t
inggal
di
Tik
u.
Tek
an
an
po
siti
f u
ntu
k
mel
un
ask
an
pin
jam
an
:
Baik
dari
an
ggo
ta
kel
om
po
k y
an
g b
elu
m
sem
pat
mem
inja
m,
ata
u
dari
ban
k s
end
iri
yan
g
ingin
uan
gn
ya
dik
embali
kan
nel
ayan
.
Hu
bu
nga
n
den
ga
n
DK
P
tid
ak
la
nc
ar:
A
ng
go
ta
kelo
mp
ok
in
gin
m
em
ilih
pen
gu
rus
baru
dan
sel
am
a
bert
ah
un
-ta
hu
n
mem
inta
tin
dakan
dari
DK
P.
Pe
ng
aru
h
ne
ga
tif
da
ri
nel
ayan
lu
ar:
Nel
ayan
lu
ar
me
mb
uju
k
an
gg
ot
a
kel
om
po
k
bah
wa
ban
tuan
ini
tid
ak
p
erl
u
dib
aya
r.
Keti
ka
beb
era
pa
an
ggo
ta
ber
hen
ti m
embay
ar
cici
lan
tan
pa
h
uk
um
an
m
ak
a
sem
ua a
kan
ber
hen
ti.
Pen
yeb
ab
In
tern
al
Kep
emim
pin
an
Kep
emim
pin
an
ku
at:
Seo
ran
g p
emim
pin
yan
g
iku
t bek
erja
seb
agai
nel
ayan
, se
rin
g b
erad
a d
i
daer
ah
pan
tai
men
jad
i
tele
dan
yan
g b
aik
.
Kep
emim
pin
an
ku
at:
Seo
ran
g p
emim
pin
yan
g
bu
kan
nel
ayan
tet
ap
i
ber
ko
mit
men
tin
ggi
un
tuk
men
olo
ng n
elay
an
.
Kep
emim
pin
an
lem
ah
:
An
ggo
ta k
elo
mp
ok
mer
agu
kan
mo
tivasi
pen
gu
rus
dan
tid
ak
per
caya d
ia.
37
Tab
le 1
: K
ey e
lem
ents
in th
e ef
fect
iven
ess
of
fish
er g
rou
ps
fro
m th
ree
case
stu
die
s in
Wes
t Su
matr
a.
Livelihood Improvement Programs
Ex
tern
al
fact
ors
Inst
itu
tio
nal
sup
po
rt
Oth
er f
act
ors
Su
ngai
Nip
ah
Tik
uA
ir M
an
is
Su
pp
ort
ive
DK
P:
Th
e vil
lage
is c
lose
to
th
e re
gio
nal
DK
P
off
ice
an
d a
fis
h f
arm
ing
faci
lity
th
at
pro
vid
es o
ngo
ing
sup
po
rt.
DK
P s
taff
are
pro
ud
o
f th
is g
rou
p a
nd
co
mm
itte
d
to i
ts s
ucc
ess.
A r
ich
natu
ral
env
iro
nm
ent:
a p
rote
cted
bay
wit
h d
eep
cl
ear
wate
r. B
ette
r bo
ats
, m
ach
ines
an
d f
ish
ing g
ear
hav
e gen
erate
d h
igh
er c
atc
hes
m
ean
ing i
t h
as
bee
n e
asy
to
re
pay
lo
an
s. T
he
loca
tio
n o
f th
e bay
als
o s
up
po
rts
the
lucr
ati
ve
gro
up
er f
arm
ing.
Su
pp
ort
ive
DK
P:
Th
is r
ole
is
aid
ed b
y a
DK
P
emp
loyee
liv
ing i
n T
iku
an
d p
erso
nall
y b
ein
g
com
mit
ted
to
th
e gro
up.
Po
siti
ve
ban
k p
ress
ure
to
re
pay l
oan
: B
oth
fro
m
thei
r p
eers
, w
ho
are
w
an
tin
g t
o b
orr
ow
th
emse
lves
, an
d f
rom
th
e b
an
k i
tsel
f, f
ish
ers
feel
so
cial
an
d i
nst
itu
tio
nal
pre
ssu
re t
o r
ep
ay t
he
loan
.
Dis
join
ted
rel
ati
on
ship
w
ith
DK
P:
Gro
up
m
emb
ers
pet
itio
ned
th
e D
KP
th
at
they
nee
ded
a
new
lea
der
bu
t it
to
ok y
ears
bef
ore
th
ere
was
act
ion
.
Neg
ati
ve
infl
uen
ce o
f o
uts
ide
fish
ers:
Ou
tsid
ers
had
per
suad
ed g
rou
p
mem
ber
s th
at
loan
s d
id n
ot
nee
d t
o b
e re
paid
. W
hen
so
me
mem
ber
s st
op
ped
re
pay
ing l
oan
s th
ere
was
no
re
per
cuss
ion
s an
d t
his
u
nd
erm
ined
th
e re
st o
f th
e gro
up.
Inte
rnal
fact
ors
Lea
der
ship
Str
on
g l
ead
ersh
ip:
A l
ead
er
wh
o i
s a f
ish
er h
imse
lf,
alw
ays
avail
able
an
d s
ets
a
go
od
ex
am
ple
to
th
e gro
up.
Str
on
g l
ead
ersh
ip:
Th
e le
ad
er i
s n
ot
a f
ish
er
him
self
bu
t is
co
mm
itte
d
to s
eein
g t
hem
su
ccee
d.
Inef
fect
ive
lead
ersh
ip:
G
rou
p m
ember
s d
ou
bte
d
the
inte
gri
ty o
f th
e le
ad
er
an
d d
id n
ot
tru
st h
im.
38
Sam
bu
an
gan
Tab
el 1
Program Pemberdayaan
Ad
min
istr
asi
&
aku
nta
bil
itas
Kep
erca
yaan
&
kek
om
pakan
Cara
pem
bay
ara
n
Pen
yeb
ab l
ain
Su
ngai
Nip
ah
Tik
uA
ir M
an
is
Ad
min
istr
asi
& a
ku
nta
bil
itas
ku
at:
Per
min
taan
un
tuk
ban
tuan
, la
po
ran
kep
ad
a
DK
P d
an
pen
gel
ola
an
k
euan
gan
dil
aku
kan
den
gan
tr
an
spara
n d
an
efi
sien
. P
engu
mp
ula
n d
ata
ole
h
kel
om
po
k i
ni
san
gat
rin
ci.
Kep
erca
yaan
&
kek
om
pak
an
: K
elo
mp
ok
in
i m
emban
gu
n d
an
men
gara
h
kep
ad
a s
um
ber
day
a s
osi
al
sup
aya a
nggo
ta k
elo
mp
ok
yak
in m
asa
dep
an
ber
sam
a
akan
leb
ih c
erah
.
Pem
bayara
n s
eder
han
ya:
Cil
ilan
dik
um
pu
lkan
ole
h
pem
imp
in k
elo
mp
ok
sec
ara
ru
tin
dan
ber
tan
ggu
ng j
awab
mem
baw
an
ya k
e b
an
k.
Pem
imp
in m
enja
di
jem
bata
n:
Pem
imp
in m
emic
u
pem
ben
tukan
kel
om
po
k d
an
m
enje
mb
ata
ni
nel
ayan
kec
il
den
gan
in
stan
si.
Ad
min
istr
asi
lem
ah
: P
erte
mu
an
kel
om
po
k t
idak
terj
ad
i se
cara
ru
tin
. P
eratu
ran
kel
om
po
k t
idak
dit
egakkan
.
Kep
erca
yaan
ku
ran
g:
Pad
a
awaln
ya a
da k
ep
erca
yaan
te
tap
i in
i le
nyap
kare
na
ku
ran
gn
ya k
ep
emim
pin
an
, m
enyala
hgu
nakan
dan
a,
dan
kel
om
po
k b
ertu
mbu
h t
erla
lu
bes
ar.
Pem
bayara
n t
idak
jala
n
lan
car:
Mes
kip
un
ben
dah
ara
te
lah
men
cob
a b
eber
ap
a c
ara
yan
g b
erbed
a,
nam
un
set
elah
3-4
bu
lan
pem
bay
ara
n c
icil
an
d
ari
an
ggo
ta k
elo
mp
ok
ber
ku
ran
g.
Ad
min
istr
asi
&
ak
un
tab
ilit
as
ku
at:
Rel
asi
se
tiap
hari
, p
erte
mu
an
set
iap
bu
lan
, la
po
ran
ke
DK
P
seti
ap
bu
lan
dan
man
aje
men
keu
an
gan
yan
g t
ran
spara
n.
Per
atu
ran
kel
om
po
k j
elas
dan
dit
egak
kan
.
Kep
erca
yaan
&
kek
om
pak
an
: K
elo
mp
ok i
ni
mem
ban
gu
n d
an
men
gara
h
kep
ad
a s
um
ber
day
a s
osi
al
sup
aya a
nggo
ta k
elo
mp
ok
yakin
masa
dep
an
ber
sam
a
ak
an
leb
ih c
erah
.
Pem
bayara
n s
eder
han
ya:
10
% d
ari
pen
dap
ata
n s
etia
p
hari
dip
oto
ng d
an
dip
akai
un
tuk m
embay
ar
cici
lan
.
39
Tab
le 1
co
nti
nu
ed
Livelihood Improvement Programs
Ad
min
istr
ati
on
&
acc
ou
nta
bil
ity
Tru
st &
co
op
erati
on
Rep
aym
ents
??
Oth
er f
act
ors
Su
ngai
Nip
ah
Tik
uA
ir M
an
is
Str
on
g a
dm
inis
trati
on
&
acc
ou
nta
bil
ity:
Dail
y
inte
ract
ion
s, m
on
thly
fo
rmal
mee
tin
gs,
mo
nth
ly r
ep
ort
s to
th
e D
KP
an
d t
ran
spare
nt
han
dli
ng o
f fi
nan
ces.
Ru
les
an
d r
esp
on
sib
ilit
ies
def
ined
by
gro
up
mem
ber
s an
d e
nfo
rced
.
Tru
st &
co
op
erati
on
: T
he
gro
up
harn
esse
d a
nd
dir
ecte
d
'so
cial
cap
ital'
so t
hat
gro
up
m
ember
s bel
ieved
th
eir
futu
re
was
bri
gh
ter
toget
her
.
Eff
ecti
ve
met
ho
d o
f re
paym
ent:
10%
of
dail
y
inco
me
fro
m f
ish
ing i
s d
edu
cted
to
pay
off
o
uts
tan
din
g l
oan
s.
Str
on
g a
dm
inis
trati
on
&
acc
ou
nta
bil
ity:
Ap
pli
cati
on
s fo
r fu
nd
ing,
rep
ort
ing t
o t
he
go
ver
nm
ent
an
d m
an
agin
g f
inan
ces
are
ef
fici
ent
an
d t
ran
spare
nt.
Th
e gro
up
's m
eth
od
of
coll
ecti
ng
fish
ing d
ata
is
an
ex
am
ple
to
o
ther
gro
up
s.
Tru
st &
co
op
erati
on
: T
he
gro
up
dem
on
stra
ted
a
soli
dari
ty a
nd
co
mm
on
vis
ion
fo
r a b
ette
r fu
ture
to
get
her
.
Eff
ecti
ve
met
ho
d o
f re
paym
ent:
Th
e gro
up
lea
der
co
llec
ts r
ep
aym
ents
on
a d
ail
y
basi
s an
d t
ak
es t
hes
e to
th
e b
an
k.
Ad
vo
cacy
& A
cces
s: T
he
lead
er l
ives
lo
call
y b
ut
for
man
y y
ears
wo
rked
in
fin
an
ce
on
Jav
a.
He
has
act
ed a
s a
cata
lyst
fo
r th
e gro
up
an
d a
s a
bri
dge
bet
wee
n t
he
fish
ers,
th
e go
ver
nm
ent
an
d t
he
ban
k.
Wea
k a
dm
inis
trati
on
: G
rou
p
mem
ber
s arg
ued
mee
tin
gs
wer
e o
nly
hel
d i
f th
ere
was
aid
co
min
g f
rom
th
e go
ver
nm
ent.
Ru
les
an
d
regu
lati
on
s w
ere
no
t en
forc
ed.
Bre
ak
do
wn
of
tru
st:
Tru
st
an
d c
oo
per
ati
on
had
d
isso
lved
bec
au
se o
f p
oo
r le
ad
ersh
ip,
mis
use
of
fun
ds
an
d t
he
gro
up
gro
win
g t
oo
big
to
o q
uic
kly
.
Inef
fect
ive
rep
aym
ent
met
ho
d:
Alt
ho
ugh
th
e tr
easu
rer
had
tri
ed a
vari
ety
of
met
ho
ds
typ
icall
y a
fter
3-4
m
on
ths
rep
aym
ents
fro
m
gro
up
mem
ber
s d
ried
up.
40
Gambar 3: Roda meningkatkan penghidupan. Roda besar di pusat (peningkatan
penghidupan) didorong oleh 6 katrol yang menunjukkan berbagai kategori sumber
daya (SD). Nelayan mendapatkan keuntungan dari setiap sumber daya tetapi harus 4
berkontribusibalik atau katrol akan berhenti jalan (Sumber: diterjemahkan dari ).
Pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut diperlukan untuk memastikan apakah program meningkatkan penghidupan atau tidak
Saat ini pemantauan program difokuskan pada apakah anggaran telah
dihabiskan dan penerima telah dapat bantuan. Jarang ada penilaian apakah
program meningkatkan penghidupan RTM atau tidak. Program GPEMP
telah mengevaluasi keberhasilan kegiatan tetapi pemantauan tersebut
dilakukan tidak lama setelah bantuan diterima RTM. Contohnya beberapa
RTM yang telah dapat bantuan dari GPEMP berupa mesin jahit. Pernah
beberapa kali para penulis mewawancarai RTM tersebut dan mereka
mengatakan bahwa mereka merasa senang menerima mesin jahit serta
pelatihannya, tetapi karena mereka tidak bisa membeli kain yang tepat atau
tidak bisa bersaing dengan tukang jahit yang telah ada, maka mereka tidak
memakai mesin jahit itu lagi.
Kurangnya penyuluh lapangan dan terjadinya celah antara instansi dan masyarakat miskin
Selain pimpinan desa setempat, penyuluh lapangan merupakan salah
satu jembatan yang menghubungkan antara RTM dan instansi pemerintah.
Program Pemberdayaan
41
Figure 3: The wheel of improving livelihoods. The central wheel (improving livelihoods) is driven by 6 pulleys representing different forms of capital. Fishers in a fishermen's group or cooperative, receive from each one but must also contribute back or the pulleys
4cease to continue and the central wheel stalls (source from ).
Monitoring, evaluation and follow-up needed to assess whether a
program improved livelihoods
Currently monitoring of programs is focused on whether the budget has
been spent or not and whether the people have received what they were
supposed to receive. There is rarely an assessment of whether the program
helped the poor for the long term. The most recent program GPEMP is
attempting follow-up visits but these are usually shortly after the aid has been
received. On several occasions, the authors interviewed households who had
received aid from GPEMP and they showed us the goods (e.g. sewing machine)
they had received. However, they explained that although they were grateful
for the training and machine, because they could not buy the material or could
not compete with established tailors, they no longer used the sewing machines.
Under-resourced extension officers and a gap between institutions and
the poor
Besides local village leadership, extension officers are one of the few links
between governmental agencies and the poor. They have a crucial role as
Livelihood Improvement Programs
42
Mereka memiliki peran penting sebagai saluran informasi dari pemerintah ke
masyarakat, mendampingi masyarakat untuk peningkatan penghidupan dan
membawa kebutuhan RTM kepada instansi. Meskipun mereka memiliki
tanggung jawab besar namun seringkali penyuluh menerima gaji kecil. Oleh
karena itu penyuluh sering memiliki usaha selain penyuluhan. Pada beberapa
lokasi penyuluh berasal dari daerah itu sendiri sehingga terdapat kerugian
tersendiri seperti mereka punya ikatan keluarga yang menghambat
kemampuan mereka untuk mengambil keputusan secara independen. Di
lokasi dimana pemimpin masyarakat (wali nagari) tidak proaktif dalam
mendukung keluarga miskin dan tidak ada penyuluh yang bekerja di daerah itu
sehingga golongan miskin menjadi terisolasi dan kekurangan informasi.
Memastikan bantuan RTM tepat sasaran
Data sensus RTM digunakan sebagai dasar untuk menentukan siapa
yang berhak dibantu sehingga dapat mencegah orang yang tidak layak
menerima bantuan, namun sayangnya masih banyak responden mengeluh
bahwa bantuan itu tidak mencapai keluarga termiskin. Salah satu contoh
keluhan mereka adalah di satu desa nelayan terdapat beberapa rumah tangga
sangat miskin yang diwawancarai dan mengatakan bahwa mereka tidak
pernah menerima bantuan pemerintah meskipun nama keluarga itu telah
terdaftar dalam sensus kemiskinan. Pernyataan ini disetujui oleh pegawai
pemerintah yang mendampingi penulis. Setelah mewawancarai puluhan orang
dilokasi itu, penulis diperkenalkan kepada seorang pedagang ikan kecil yang
telah dapat bantuan sepeda motor becak dari pemerintah. Ternyata pedagang
ikan tersebut tidak terdaftar sebagai orang miskin dalam sensus kemiskinan
dan ketika ditanya bagaimana dia bisa menerima bantuan itu sementara bukan
orang miskin, dia menjawab bahwa dia dekat dengan wali nagari dan namanya
ditambah ke daftar orang yang akan menerima bantuan. Contoh ini sangat
mengecewakan karena kepentingan pribadi mendahului kebutuhan RTM.
Selain itu bantuan yang dia terima bernilai sebesar 20 juta rupiah sementara
kebanyakan RTM hanya menerima fishbox bernilai 1-2 juta rupiah. Jika
program ini disertai pemantauan secara independen maka tingkah laku yang
tidak wajar seperti ini bisa dihentikan.
Program Pemberdayaan
43
conduits of information from the government to the poor, 'journeying' with the
poor in livelihood improvement and then bringing the needs of the poor to
government institutions. Yet in many cases they are poorly paid and have far
more sites to visit than they can realistically cover, especially when some of
them are actively pursuing other income sources. In some situations extension
officers originate from the area they work in and while this has advantages it
may mean they have family ties that inhibit their ability to make decisions
independently. In locations where the community leader (Wali Nagari) is not
proactive in supporting poor families in his district and there is no extension
officer based in those communities it is easy for the poor to become isolated.
Making sure the needy are the ones that receive aid
The use of standardised poverty census data as the basis on which to
decide who is eligible to receive aid should prevent individuals receiving aid
that they are not entitled to. Sadly, many respondents complained that aid was
still not reaching the poorest families. It was not possible to verify all these
claims yet one story may help to illustrate that despite improvements to the
data this problem still exists. In one fishing village several very poor households
were interviewed and reported that they had not received any government
assistance despite being registered on the poverty census as very poor. A local
government official confirmed this. Having interviewed tens of people in this
location we were introduced to a small fish trader who had been given a
motorbike-truck for transporting fish. However this fish trader was not listed
as poor in the poverty census. When asked how he was able to get this he said
that he made a personal request to the local government official and his name
had been added on to the group who received help. This example is shocking
because it shows a complete disregard for the census data, with decisions being
made through personal connections rather than on objectively who needs the
assistance. Moreover, the government aid that he received was worth $2500US
when many genuinely poor families were only getting fish boxes or nets with a
value of $100-200US. The allocation of aid must be based on census data and
monitored independently to address this nepotism.
Livelihood Improvement Programs
44
Memberi nelayan jaring, perahu, dan mesin saja tidak cukup.
Peluang di masa muda nelayan.
Pendidikan anak nelayan diprioritaskan.
Kelompok nelayan mengumpulkan data sebagai persyaratan menerima bantuan.
Evaluasi program dan tindak lanjut lebih baik diperlukan.
Program dievaluasi oleh badan independen.
Mencari mentor pengusaha yang ingin membina nelayan.
Seringkali nelayan yang sejahtera pernah beralih ke perdagangan ikan.
Kreativitas dan kemauan luar biasa ketika terpaksa.
Penyuluh lapangan lebih banyak dengan kapasitas lebih tinggi.
Contoh keberhasilan yang dapat dilihat diperlukan.
Percaya pada data kemiskinan dan menggunakan data.
M e l a k u k a n p e n g u k u r a n k e s e j a h t e r a a n penghidupan.
Menjadi pendengar yang baik untuk mengerti kebutuhan RTM.
Kelompok nelayan harus berjalan dengan baik sebelum menerima bantuan.
Membentuk kelompok tugas untuk merumuskan solusi kemiskinan buruh/ABK.
4 jalan keluar dari kemiskinan yang telah ada untuk ABK.
Pendekatan inovatif.
Memecah
masalah ABK
Bersifat jangka
panjang
Pemantauan dan
evaluasi
Memanfaatkan
kreativitas
Membangun
pondasi kuat
Berinvestasilah penyuluhan
Peta Konsep Bab 3: Arah Tujuan Ke Depan: Prinsip-Prinsip Kunci Dan
Tindakan Selanjutnya
Peta Konsep Bab 3
45
Establish a task force to look especially at the ABK problem.
Four traditional pathways out of poverty for labourers/crew.
Explore innovative approaches.
Giving fishers nets, boats and machines alone is not enough.
Window of opportunity for young people.
Prioritising education for fisher children.
Have groups collecting useful data a condition of aid.
Independent evaluation of programs.
Independent enforcement of programs.
Find business mentors willing to contribute human and financial capital.
Many successful people evolved from fishing to processing.
Ingenuity and perseverance when it was compelled was remarkable.
More and better resourced extension officers.
Pro-poor projects that people can see work well.
Trust the data and ensure all institutions use the same data.
Do the livelihood resilience check.
Being good listeners to understand the needs of the poor.
Make sure groups are running well before investing financially.
Solve the ABK/
crew problem
Long-term focus
Monitoring and
evaluation
Harness existing
creativity
Go slow at first faster later onto go
Invest in your
frontline
Chapter 3 Overview: A Way Forward: Key Principles and Action Steps
Chapter 3 Overview
ARAH TUJUAN KE DEPAN: PRINSIP-PRINSIP KUNCI
DAN TINDAKAN SELANJUTNYA
BAB III
CHAPTER 3
A WAY FORWARD: KEY PRINCIPLES AND ACTION STEPS
48
BAB III
ARAH TUJUAN KE DEPAN: PRINSIP-PRINSIP KUNCI DAN
TINDAKAN SELANJUTNYA
Buku ini ditulis untuk menjelaskan konteks kemiskinan nelayan di
Sumatera Barat dan konteks program pemberdayaan yang telah dilakukan agar
di masa depan bisa menjadi lebih efektif dalam membantu masyarakat miskin.
Dalam bagian ini, enam prinsip untuk program di masa depan akan dijelaskan.
Setiap prinsip diikuti oleh langkah konkret berikutnya yang akan dapat
mengarahkan program agar lebih sinkron dengan kebutuhan dan hambatan
RTM. Untuk membantu pembaca, ringkasan dari prinsip-prinsip dan langkah
konkrit menurut enam jenis sumber daya dapat dilihat pada Tabel 2
Prinsip 1: Berjalan lambat dahulu untuk pergi lebih cepat nantinya
Sebagian besar masalah adalah harapan yang tidak realistis. Rumah
tangga yang memiliki penghidupan yang baik tetapi kemudian jatuh ke dalam
kemiskinan karena bencana alam, jauh lebih mudah dibantu dari pada RTM
yang telah berjuang selama beberapa generasi. Hal ini dibuktikan setelah
gempa bumi di Padang pada tahun 2009. Banyak usaha yang hancur dan apa
yang telah hilang utamanya adalah aset fisik (sumber daya buatan). Namun
karena adanya pengetahuan untuk menjalankan usaha yang sukses (sumber
daya manusia) bersama dengan pasaran dan jaringan (sumber daya sosial)
masih utuh, mereka mampu bangkit kembali dengan cepat. Sebaliknya rumah
tangga yang bekerja sebagai ABK selama beberapa generasi dan anak-anak
mereka kurang termotivasi untuk menyelesaikan sekolah, merantau atau
membayangkan masa depan yang cerah, sehingga seharusnya kita tidak
berharap pada perubahan dalam semalam. Sementara itu, kita mesti mencari
langkah-langkah berikut yang membangun pondasi kuat untuk penghidupan
yang baik.
Arah Tujuan Ke Depan
CHAPTER 3
A WAY FORWARD: KEY PRINCIPLES AND ACTION STEPS
The aim of this book has been to explain both the context of poverty and
the context of livelihood improvement programs so that future programs can
be more effective in helping the poor. In this section, six principles for future
development programs are outlined. Each principle has been turned into
concrete steps which will help to move development programs in coastal
communities closer in sync with the needs and constraints of the poor. To aid
the reader, a summary of both the problems and recommendations according
to the six different capital categories is also provided (Table 2).
Principle 1: Go slow at first to go faster later on
Part of the problem is unreal ist ic
expectations. Families who have a resilient
livelihood but fall into poverty because of a
natural disaster are much easier to help than
families who have struggled for generations. This
was in evidence after the 2009 earthquake in
Padang, West Sumatra. Many businesses were
destroyed but what had been lost was primarily
the physical assets. When these were replaced,
because the 'know-how' to run a successful
business (human capital) and the markets and relationships (social capital)
were still intact, these individuals were able to bounce back quickly. Conversely,
where families have worked as crew for generations and their children lack the
drive to finish school, to migrate or to conceive of a brighter future, we should
not expect transformation overnight. Instead, we should seek to put in the
following steps that build strong foundations for resilient livelihoods.
49
A Way Forward
50
Melakukan pengukuran kesejahteraan penghidupan?
Melakukan pengukuran kesejahteraan penghidupan dapat
membawa tiga manfaat: Pertama, pengukuran ini dapat membantu
RTM dan kampung nelayan mengerti secara tersurat kekuatan dan
kelemahan dalam penghidupan mereka dan hubungan antara setiap
unsur. Sebagai salah satu contoh tentang hal ini adalah betapa banyak
nelayan mengeluh akan penurunan hasil tangkap, sementara mereka
meminta alat tangkap lebih besar agar bisa menangkap ikan lebih
banyak. Untuk menjaga sumber daya alam, mereka perlu mengerti
keterkaitan antara alat tangkap dan hasil tangkap. Kedua, terdapat
manfaat bagi para pengambil kebijakan dan penyuluh lapangan dalam
memahami kelemahan penghidupan supaya mereka dapat
mengarahkan bantuan pada bagian penghidupan yang tepat. Ketiga,
pemeriksaan ini memberikan data dasar (baseline). Ketika program
pemberdayaan telah selesai, pengukuran penghidupan bisa dilakukan
sekali lagi untuk menilai apakah program tersebut meningkatkan skor
dan menguatkan penghidupan atau tidak.
Menjadi pendengar yang baik?
Mendengarkan dan memahami kebutuhan RTM memerlukan
kesabaran dan komitmen panjang dari penyuluh lapangan supaya
mereka benar-benar memahami akar permasalahan sebelum
mengusulkan solusi. Dari ratusan wawancara yang penulis lakukan, dari
yang paling miskin banyak mengatakan bahwa kami adalah orang
pertama yang datang dan meminta pendapat mereka secara langsung.
Dengan mendengarkan kita akan meningkatkan kemungkinan kegiatan
yang akan sesuai dan diinginkan oleh si penerima.
Kelompok nelayan harus berjalan dengan baik sebelum menerima ?
bantuan
Seringkali nelayan mencium bau adanya bantuan. Mereka
membentuk kelompok secara mendadak agar bisa mendapatkan
bantuan tersebut. Kelompok dadakan ini tidak memiliki unsur-unsur
Arah Tujuan Ke Depan
51
Do the livelihood resilience check ?
Doing the livelihood resilience check brings three benefits: Firstly, it
benefits households and communities by helping them to think through
strengths and weaknesses in their livelihoods and to understand the
connections between these. As an example of this it was remarkable how
many fishers simultaneously bemoaned declining stocks and yet wanted
to have bigger boats to catch more fish. Secondly, there are benefits to
policy makers and extension workers in understanding the connectivity of
livelihoods. It enables them to identify weaknesses and prioritise aid in
certain directions. Thirdly, it provides a baseline from which to assess if a
livelihood intervention has moved a household or a community to more
resilient livelihoods and how.
Being good listeners ?
Listening and understanding people's needs means a real investment
in personnel who have time to understand a context before jumping in
with the solution. Of the hundreds of interviews conducted, many of the
poorest said that the authors were the first people to come and ask them
directly. By listening well we increase the likelihood that an intervention
will be both appropriate and desired by the people who will receive it.
?Get groups running well before investing financially
On many occasions individuals got a 'whiff' of financial aid and
formed a group in order to get that aid (kelompok mendadak). These
groups lacked the elements of success outlined above and unsurprisingly
loan repayments dried up and the group stalled until it was revived again
by a further injection of aid. Groups need institutional support so that they
are established with clear guidelines and an emphasis on strong
administration.
A Way Forward
52
keberhasilan dan seringkali pengembalian kredit menjadi tersendat
hingga kelompok terhenti sampai dihidupkan kembali dengan injeksi
bantuan lagi. Kelompok nelayan memerlukan dukungan dari instansi
sehingga mereka didirikan dengan panduan yang jelas dan perhatian
dari pemerintahan yang kuat.
Persyaratan lanjut pada kelompok nelayan yang mau menerima ?
bantuan
Bantuan harus bergantung pada kelangsungan kelompok. Hal ini
perlu dikomunikasikan dengan jelas bahwa kelompok nelayan hanya
akan menerima bantuan jika adanya pertemuan secara rutin,
penyimpanan uang secara rutin, dan semua administrasi diselesaikan
dengan baik. Ketika semua dasar kelompok kuat telah ada, bantuan
tidak diberikan sekaligus namun secara bertahap, tergantung pada
pengembalian dan administrasi. Sama halnya seperti bank yang bersedia
memberikan kredit lebih banyak kepada orang yang dapat dipercaya,
oleh karenanya kelompok nelayan harus membuktikan tingkat
kepercayaannya.
Prinsip 2: Berinvestasilah dalam garis depan untuk mendekatkan jarak dengan masyarakat miskin
Kita membutuhkan para pekerja lapangan yang terampil, termotivasi,
dan tahu apa tujuannya. Mereka adalah pekerja yang percaya diri dalam data
kemiskinan yang mereka gunakan dan dapat menunjukkan kepada
masyarakat miskin contoh keberhasilan yang bisa diterapkan di kampung
mereka. Para pekerja lapangan ini adalah jembatan yang penting antara
pemerintah dan masyarakat miskin.
Penyuluh lapangan lebih banyak dengan kapasitas lebih tinggi?
Pekerja lapangan yang paling ideal memiliki karakter dan
kompetensi yang baik. Mereka membutuhkan ketahanan dan
kemampuan pemecahan masalah karena akan menghadapi banyak
tantangan dalam membantu RTM. Mereka harus berkomitmen – ini
Arah Tujuan Ke Depan
?Ongoing conditions on groups receiving aid
Aid should be conditional on the continuity of the group. It needs to
be communicated clearly to the group that aid will only be given if the
group has had regular meetings, begun to save using their own money
and completed all the necessary administration. When these
foundations are in place only then should aid be given, and not all in
one go but in stages,
dependent on repayments
and strong administration
continuing. Just as a bank is
willing to provide more
credit to a trustworthy
borrower fisher groups
n e e d to d e m o n s t ra te
trustworthiness.
Principle 2: Invest in your frontline to close the gap with the poor
We need motivated and skilled field workers who know what their remit
is, are confident in the data they are using and who can point the poor to
successful examples which could work in their context. These field workers are
the crucial link between government institutions and the poor.
More and better resourced extension officers ?
The ideal field worker has both character and competence. They need
to persevere and be problem solvers, expecting many challenges in
helping the poor. They need to be committed - this is not something they
can do as a side job. They need to be trained well and exposed to successful
models that they can replicate in the context they work in. They need
strong supervision with close accountability so when they meet seemingly
insurmountable barriers they receive the help they need. We need to
53
A Way Forward
54
bukan sesuatu tugas yang dapat
dilakukan sebagai tugas sampingan.
Mereka harus dilatih dengan baik
dan melihat keberhasilan di tempat
lain secara langsung sehingga
mereka dapat menerapkannya di
lokasi yang mereka layani. RTM
membutuhkan pengawasan yang kuat dengan akuntabilitas yang dekat
sehingga ketika mereka menghadapi hambatan besar, mereka menerima
pendampingan untuk mengatasi hal itu. Kita perlu mempertimbangkan
bagaimana cara memberi insentif kepada tenaga lapangan sehingga
mereka menjadi lebih dari sebagai penyalur bantuan. Mungkin pekerja
lapangan bisa menerima bonus jika RTM di lokasi mereka mendapat
skor lebih tinggi dalam pemeriksaan penghidupan sebagai suatu hasil
dari program penyuluhan yang mereka terapkan. Kita perlu
mempertimbangkan program baru yang mempekerjakan lulusan S1
atau D3. Lulusan ini bisa bekerja secara kontrak sementara dan akan
memiliki semangat untuk berhasil agar mereka mendapatkan kontrak
permanen. Mereka tidak akan terbebani oleh kegagalan masa lalu tetapi
akan memiliki semangat untuk mencoba hal-hal baru. Mereka yang
dipilih menjadi pegawai tetap akan memiliki pengalaman lapangan
hebat yang dapat membentuk perjalanan karier mereka dan mencegah
mereka menjauh dari kebutuhan dan kendala RTM di lapangan.
Contoh keberhasilan yang dapat dilihat?
Kita membutuhkan contoh sukses dari program peningkatan
penghidupan yang dapat diulang di tempat lain. Misalnya kelompok
yang berhasil seperti di Sungai Nipah. Pembudidaya ikan nila di air
payau seperti di Caracok Anau atau pengasapan lele di Pasaman Barat.
Ketika keberhasilan telah terbukti maka kita dapat mengundang nelayan
dan tokoh masyarakat dari lokasi lain untuk mengunjungi lokasi ini dan
bersama dengan pekerja lapangan membahas apakah kegiatan ini bisa
dilakukan di lokasi mereka.
Arah Tujuan Ke Depan
consider how to incentivise field workers to go above and beyond the bare
minimum of just being a conduit of aid, for example, by field workers
receiving a bonus when a certain number of households in the community
they work in have higher scores in the livelihood resilience check as a
result of their interventions. We need to consider a new program of
employing recent graduates. These would be employed on temporary
contracts and would be hungry to succeed so that they get a permanent
contract. They would not be weighed down by past failures but would
have freedom to try new things and even to fail. The ones that were
selected for permanent roles in the fisheries or other government
departments would have had tremendous field experience which would
shape their careers and prevent them becoming removed from the needs
and constraints of the poor.
?Pro-poor projects that people can see work well
Firstly we need successful
e x a m p l e s o f l i v e l i h o o d
improvement interventions that
are reproducible elsewhere. These
could be a successful fisher group
l i k e S u n g a i N i p a h , t h e
introduction of farming Tilapia in
brackish water in Tarusan or
processing of catfish in Pasaman
Barat. We then need to invite
fishers and community leaders
from other communities to visit
these working models and to
discuss whether this is appropriate
for their community and how it
could be realised.
55
A Way Forward
56
? Percaya pada data dan menggunakan data?
Meskipun ada investasi besar dalam sensus kemiskinan yang
dilaksanakan sekali tiga tahun, masih ada yang tidak mempercayai data
tersebut baik di kampung maupun di instansi. Kita membutuhkan
semua link dalam rantai dari pembuat kebijakan, hingga para pekerja
lapangan sampai ke RTM sendiri percaya bahwa data itu benar dan adil.
Untuk menjamin kesepakatan sebanyak mungkin, kita perlu
memverifikasi data di lapangan oleh para pekerja lapangan dengan
tokoh masyarakat. Langkah verikasi ini akan membawa akuntabilitas
dan kepercayaan.
Prinsip 3: Memanfaatkan kreativitas yang ada
Suku Minangkabau dari Sumatera Barat terkenal akan makanan pedas
dan sikap kewirausahaan. Sebagian besar warga Minangkabau memiliki usaha
sampingan, bahkan pegawai pemerintah pun ada juga yang memiliki usaha
sampingan. Sikap kewirausahaan ini jelas ada di kampung nelayan tetapi ada
juga tempat dimana nelayan hanya bergantung pada hasil laut 100%. Nelayan
yang bekerja sebagai ABK terkadang tidak memiliki kemauan dan/atau
kemampuan keuangan untuk mulai usaha sampingan. Mencari cara untuk
meningkatkan kewirausahaan itu telah kuat di budaya Minangkabau sehingga
harus menjadi prioritas untuk menolong ABK.
Mencari mentor pengusaha/pebisnis yang ingin memperkuat sumber ?
daya manusia dan keuangan nelayan
Mendapatkan mentor pengusaha yang telah berhasil dan ingin
membagi pengalaman serta mendorong nelayan untuk bisa menjadi
salah satu unsur signifikan dalam peningkatan penghidupan. Meskipun
ada orang yang memiliki kepedulian yang tinggi kepada masyrakat
seperti pengurus kelompok Tiku, namun tidak semua rela
mengorbankan diri untuk rakyat, dan pengusaha lainnya, mereka perlu
dipancing dengan diberikan insentif. Salah satu insentif mungkin saja
dengan mereka masuk kelompok nelayan dan ikut menikmati hasil
sebagai agen ikan atau pengolah ikan.
Arah Tujuan Ke Depan
57
Trust the data and use the data?
Despite a massive investment in a standardised three year census for
evaluating poverty, there were still those who did not trust the data. We
need all the links in the chain from policy makers, through to field
workers, and the poor themselves, to accept the data as a fair
representation of poverty at that snapshot in time. To ensure as much
agreement as possible, we need to verify and ground truth the data by
extension officers working in conjunction with community leaders. This
step of data validation should inspire confidence in the data and bring
accountability to the process.
Principle 3: Harness existing creativity
The Minangkabau people of West Sumatra are famous for their
entrepreneurial spirit. Occupational multiplicity is part of life for many people,
with even those working for government institutions often running a side
business simultaneously. These characteristics were often evident in coastal
communities and yet there were also places were livelihoods became solely
dependent on income from fishing. Where these people worked as labourers
they sometimes lacked the initiative or the financial capacity to start their own
small business. Finding ways to draw out this positive cultural component of
starting your own business needs to be a priority for poor labourers.
Find business mentors willing to contribute human and financial ?
capital
Finding mentors with a proven track record of business success and a
willingness to share their experience and encourage others would be a
significant element in strengthening human and financial capital. While
there may be altruistic individuals, such as the group leader of the Tiku
fisher group, other successful businessmen and women may need to be
encouraged by involving them in groups so that they profit too, for
example, by transporting the catch to market or being involved in
processing.
A Way Forward
58
Seringkali nelayan yang sejahtera pernah beralih dari penangkapan ke ?
pengolahan dan perdagangan ikan
Satu jalan keluar dari kemiskinan adalah pengolahan dan
perdagangan ikan. Salah seorang ABK bagan yang diwawancarai
pernah mengumpulkan cukup modal untuk memulai mengeringkan dan
menjual ikan. Dia menghitung bahwa perubahan dari ABK menjadi
agen ikan kecil mendapatkan hasil dua kali lipat. Dengan hasil itu dia
mengumpulkan modal lagi dan membeli sampan payang. Sekarang dia
menangkap, mengolah, serta menjual hasil sendiri dan menghitung
bahwa pendapatan lebih dari 3 kali lipat dibandingkan ABK dulu.
Banyak pemilik sampan kecil dan pemilik kapal besar berpendapat sama
bahwa apabila mereka mencoba melakukan pengolahan dan
perdagangan ikan maka penghidupan mereka menjadi kuat. Salah satu
unsur penting untuk menjadi agen ikan adalah jaringan sosial. Biasanya
mantan nelayan yang menjadi agen ikan membeli ikan dari teman-
teman mereka dahulu.
Kreativitas dan kemauan luar biasa ketika terpaksa?
Dari 151 wawancara di Sungai Pinang dan Carocok Anau hanya 23%
istri nelayan yang berkontribusi langsung untuk penghidupan rumah
tangga. Namun, dalam beberapa kasus dimana ketika nelayan tersebut
sakit dan tidak bisa bekerja lagi atau telah meninggal, istri mereka
mampu bekerja keras. Mereka bekerja pada berbagai usaha setelah
suami meninggal, baik di ladang orang lain, maupun sebagai tukang
jahit atau tukang cuci baju. Mereka terpaksa bekerja keras karena tidak
ada pendapatan lain. Apakah kreatifitas dan kemauan ini bisa
dikembangkan ketika suami masih hidup? Mengembangkan usaha ibu
rumah tangga harus menjadi salah satu prioritas pembangunan di
daerah dimana mereka telah menerima mesin jahit dan pelatihan jahit
tetapi tidak melanjutkan kegiatan tersebut karena mereka mengatakan
tidak bisa membeli kain atau menjual hasil, namun bisa jadi hal ini
disebabkan karena kemauan untuk mengatasi kendala itu yang kurang.
Arah Tujuan Ke Depan
Many successful people evolved from fishing to processing ?
One tried and tested route to prosperity is processing and selling fish.
One bagan crew member had saved up enough money to start his own
small business processing and selling fish. He estimated this had doubled
his income and enabled him to save up to buy a Payang seine. Now he
catches, processes and sells his own fish he estimated his income has
more than trebled compared to being a crew member. Many small and
large boat owners made a similar observation that it was the move into
processing and selling that catalysed them towards a stronger
livelihood. Although there are existing relationships through which fish
may be bought and sold, often to family members, this processing
pathway represents one route that builds on fisher's existing knowledge
and networks.
Ingenuity and perseverance when it was compelled was remarkable ?
Across 151 respondents from
Sungai Pinang and Carocok Anau
only 23% reported that their wife
contributed to a livelihood activity.
Yet in the handful of cases where
the husband could no longer work
or had died, all wives worked.
Widows did all sorts of jobs after
their husbands died, some working as farming labourers, others running
laundry businesses or sewing. They were compelled to work to provide
for their children and even then often needed help from the extended
family. Capturing and cultivating this ingenuity while the husband is
still alive needs to be a priority for development. On the occasions where
women had received sewing machines and these were no longer being
used they argued that they could not buy the material or could not sell
their products. Perhaps in some of these cases the compulsion to work
hard was not sufficiently high to overcome those barriers.
59
A Way Forward
60
Prinsip 4: Pemantauan, evaluasi dan penegakan dibangun.
Adanya pelaporan keuangan yang baik, namun biasanya tidak diketahui
apakah suatu program telah efektif dan menguatkan penghidupan atau tidak.
Pemantauan dan evaluasi lebih baik akan membantu program pembangunan
untuk tumbuh. Para pembuat kebijakan dan politisi juga dapat membuat
keputusan tentang yang mana harus menjadi prioritas sumber daya di masa
depan.
Kelompok nelayan harus mengumpulkan data sebagai persyatatan ?
menerima bantuan
Tempat nelayan mendarat dan menjual ikan tersebar di Sumatera
Barat dan berarti akan lebih rumit untuk mengumpulkan data hasil
tangkap. Adanya kelompok-kelompok nelayan memberikan
keuntungan agar data dapat dikumpulkan oleh nelayan itu sendiri. Data
ini akan menolong menjawab pertanyaan tentang mata pencaharian
nelayan dan status stok ikan, misalnya: Berapa hari dalam satu bulan
nelayan melaut? Apakah hasil tangkap menurun, tetap atau naik? Pada
bulan apa usaha sampingan di luar perikanan sangat diperlukan? Jika
data tersebut ditunjukkan benar dan akurat maka kelompok dapat
menerima bantuan dan data itu dapat digunakan sebagai dasar
manajemen laut. Sebuah sistem pengumpulan data yang sederhana
harus diciptakan dan diterapkan oleh setiap kelompok nelayan.
Usaha non–perikanan dari GPEMP itu baik tetapi evaluasi dan tindak ?
lanjut yang lebih baik diperlukan
Menggerakkan beberapa instansi untuk bekerja sama dalam
membantu masyarakat miskin melalui berbagai cara adalah kemajuan
yang sangat positif dari GPEMP. Program yang akan datang perlu
melanjutkan kerjasama antar instansi tersebut dengan evaluasi dan
tindak lanjut yang lebih baik. Kemudian diperlukan lebih banyak fokus
pada alternatif di luar perikanan dan contoh keberhasilan perlu
disebarluaskan. Kita juga harus memahami mengapa kegiatan telah
gagal dan bagaimana kegiatan itu dapat diperbaiki agar dapat berhasil di
Arah Tujuan Ke Depan
Principle 4: Better monitoring, evaluation and enforcement
Although there is good financial reporting detailing where government
money has being spent, in many cases it is unknown whether a program has
been effective in strengthening livelihoods and reducing poverty. Better
monitoring and evaluation
will mean that livelihood
improvement programs
evolve to meet the needs
and constraints of the poor
and that policy makers and
polit icians can make
evidence-based decisions
about where to prioritise
resources in the future
Have groups collecting useful data a condition of aid?
Widely dispersed landing sites means collecting landings data is
difficult. The fisher groups provide a tremendous opportunity to collect
both landings and effort data which can be used to inform management
and to answer questions such as: How many days are fishers not going to
sea because of bad weather? What times of the year are non-fishing
alternatives most needed? Are stocks in decline? If data are
demonstrated to be true and accurate then the group can receive aid and
this data can be used as the basis for management measures such as
marine protected areas.
Alternatives from GPEMP are excellent but better follow up and ?
evaluation needed
The move towards multiple government bodies working together to
help the coastal poor through many ways rather than just the DKP
61
A Way Forward
masa depan. Monitoring ini memerlukan
pembuatan database RTM yang telah dibantu
dengan apa dan seberapa efektif kegiatan itu.
Program dievaluasikan oleh badan ?
independen
Saat ini program seperti GPEMP
dievaluasi oleh instansi yang bertanggung
jawab untuk melakukan program tersebut.
Sebagai hasilnya ada insentif untuk
melaporkan contoh-contoh keberhasilan tanpa banyak terfokus pada
kegagalan. Namun kegagalan tidak akan sia-sia jika kita tahu mengapa
hal itu terjadi dan bagaimana mencegah hal itu agar tidak terjadi lagi.
Program-program pemberdayaan ini perlu dievaluasi secara
independen, secara sistematis dan dalam jangka waktu yang cukup
untuk menunjukkan jika ada keuntungan bagi masyarakat.
? Penegakan independen?
Ikatan keluarga begitu kuat di Sumatra Barat, sehingga pekerja
lapangan tidak harus berasal dari tempat dimana mereka bekerja
dikarenakan kompromi kemampuan mereka bekerja secara
independen. Mengenai kelompok nelayan, harus ada kejelasan tentang
siapa yang akan menegakkan peraturan kelompok jika salah satu
anggota tidak mengambalikan pinjaman. Meskipun pemimpin
kelompok di Sungai Nipah dan di Tiku telah cukup kuat untuk
menegakkan aturan, sebagian besar responden mengakui hal itu sangat
sulit menarik bantuan dari teman sekampung. Namun, jika tidak ada
penegakkan pada waktu orang pertama tidak membayar cicilan,
anggota kelompok yang lain akan berhenti mengembalikan pinjaman
seperti yang terjadi di Air Manis. Jika penegakkan kurang dari
kelompok penyuluh lapangan atau pegawai lain harus datang dan
menolong pemimpin kelompok untuk menegakkan aturan yang sudah
disetujui oleh semua anggota kelompok.
62
Arah Tujuan Ke Depan
63
helping fishers through fishing and aquaculture is a very positive step
forward. Future programs need to continue in that direction but with
much better follow up and evaluation. There needs to be even more
emphasis on non-fishing alternatives and successful examples need to be
well communicated. We also need to understand why interventions are
failing and to modify those accordingly. A database needs to be created
of which households have been helped and how effective that has been.
Independent evaluation of projects ?
Currently programs such as GPEMP are evaluated by the agencies
responsible for conducting the initiatives. As a result there is an incentive
to over-report successful examples and under-report failing parts of the
program. But failure is not a waste if we know why it happened and how
to prevent it happening again. These programs need to be evaluated
independently, systematically and on a timescale that will show if there
have been tangible benefits to communities on not.
Independent enforcement ?
Because family ties and commitments are so strong in West Sumatra,
field workers should not originate from the place they work in because it
compromises their ability to work independently. Regarding fisher
groups, there also needs to be clarity about who should enforce the rules
when a fisher refuses to repay his loan. Although the leaders in Sungai
Nipah and Tiku had been strong enough to enforce the rules, most
respondents admitted it would be very difficult to seize a fishing boat or
machine from a neighbour. If there is no enforcement at the point when
the first person fails to repay the loan, other group members will lose the
incentive to carry on making repayments. If enforcement will not come
from within the group the DKP or the field worker needs to step in and
enforce the agreed regulations.
A Way Forward
64
Prinsip 5: Mengambil keputusan berdasarkan keberlanjutan jangka
panjang bukan jangka pendek
Sifat yang bermuatan politisi pada
kemiskinan dan pembangunan berarti
bahwa badan pemerintahan dan pejabat
ingin terlihat sebagai yang membuat suatu
perubahan. Foto-foto nelayan tersenyum
sambil menerima mesin sampan baru
membawa banyak sumber daya politik. Kita
perlu waspada sehingga tujuan tetap ada yaitu melakukan apa yang akan
meningingkat taraf hidup RTM secara jangka panjang.
Memberikan nelayan jaring, perahu dan mesin saja tidak cukup ?
Sebuah tema yang berulang kali sepanjang penelitian ini adalah
pondasi sumber daya manusia, alam, dan sosial harus kuat sebelum
sumber daya keuangan atau buatan diberi kepada RTM jika program
akan menolong merubah nasib RTM secara jangka panjang.
Mendampingi nelayan miskin untuk meningkatkan administrasi,
pengelolaan keuangan, dan perencanaan untuk masa depan harus
menjadi bagian dari tugas penyuluh. Menggabungkan orang yang
memiliki sumber daya manusia dengan yang tidak, misalnya melalui
pendekatan mentor bisnis, mungkin salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, sosial, dan keuangan RTM.
Peluang di masa mudah nelayan?
Untuk seorang yang bujangan dan baru menikah tetapi usia anak
masih kecil sering ada peluang untuk menyimpan uang sementara
pengeluaran kecil. Keputusan tentang bagaimana menghabiskan
simpanan itu bisa sangat krusial untuk masa depan mereka. Dalam satu
contoh, seseorang dulunya bekerja sebagai ABK dan menyimpan sisa
uang sedikit demi sedikit selama 7 tahun sampai akhirnya mereka dapat
membeli sampan. Selama 7 tahun rumah tangga nya tidak mengalami
musibah. Sejak memiliki sampan, pendapatan mereka sudah naik dan
Arah Tujuan Ke Depan
Principle 5: Make choices based on long term sustainability not
short-term gains
The highly politically charged nature of poverty and development means
that government bodies and politicians want to be seen to be making a
difference. Photos of smiling fishers receiving shiny machines are good press
coverage, arguably bringing much greater political capital than the same
money being spent on bursaries for children of fishers to finish high school.
Giving fishers nets, boats and machines alone is not enough ?
A recurring theme throughout this research has been that the
human, social and natural capital foundations need to be in place if
financial and physical interventions from institutions are going to prove
effective for the long term. Walking alongside poor fishers to improve
their personal administration, financial management and planning for
the future needs to be part of the remit of extension workers. Pairing up
people who have the human
resources with those who do
not through, for example the
business mentors above,
may be one way to improve
the human, social and
financial capital of the poor.
Window of opportunity ?
For bachelors and married couples with non-school age children
there is a often a real opportunity to save while household expenditure is
minimal. One family, where the husband worked as ABK, saved for seven
years and were finally able to buy their own sampan. During this seven
years, their children were still small and their family did not face any
disaster which could have wiped out their savings. Having bought the
boat, they are finding their income is higher than previously and are
65
A Way Forward
66
terus menyimpan uang untuk meningkatkan usaha nanti. Pada waktu
itu mereka memiliki peluang menyimpan uang untuk menambah modal
usaha. Ketika anak mereka mencapai usia sekolah dan pengeluaran
rumah tangga bertambah besar menyebabkan mereka sulit untuk
menyimpan uang. Seringkali hal ini terjadi ketika ABK terpaku untuk
tetap menjadi ABK. Program-program pengentasan kemiskinan dari
pemerintah harus mendorong pembangunan usaha sampingan dan
pengalaman di luar perikanan sebelum nelayan tersebut memiliki
tanggung jawab besar.
Pendidikan anak nelayan?
Baik pendidikan formal maupun informal perlu diprioritaskan
terutama bagi generasi muda. Walaupun telah ada program beasiswa
universitas untuk anak nelayan miskin namun seringkali banyak anak
putus sekolah sebelum itu. Pendidikan harus dimulai pada masa kecil
agar anak-anak tidak tertinggal. Kelompok nelayan di Sungai Nipah
memahami pendidikan memiliki nilai penting bagi masa depan anak
mereka oleh karenanya mereka memutuskan untuk membangun PAUD
sendiri. Terkait dengan jendela kesempatan di atas, pemuda yang putus
dari sekolah untuk pergi melaut biasanya tinggal bersama keluarga dan
memiliki kesempatan untuk menabung atau memulai usaha sampingan.
Mengembangkan keterampilan dan pengalaman di luar perikanan pada
tahap ini akan menjadi hal strategis sehingga mereka dapat melihat
kemungkinan di luar buruh/ABK.
Komitmen kelembagaan jangka panjang berdasarkan kebutuhan ?
suatu daerah
Tingkat kemiskinan di beberapa daerah tertentu Sumatera Barat
lebih tinggi dibandingkan kawasan lainnya. Misalnya di Air Bangis,
Pasaman Barat, perantau tinggal di pondok sederhana tanpa sanitasi,
infrastruktur yang memadai, dan jaringan sosial yang dimiliki penduduk
asli. Mengirim pekerja lapangan dan dana ke daerah seperti ini dimana
tingkat kemiskinan yang tinggi harus menjadi prioritas.
Arah Tujuan Ke Depan
67
continuing to save to improve their business in the future. They had a
window of opportunity to save while their household expenditure was
low and they have managed to move towards resilience. Once children
reach school age and household expenditure increases, the potential to
save is greatly reduced and this can be when crew members find
themselves locked into being a crew member. Extension officers need to
encourage development of supplementary livelihoods and skills,
including the experience of working elsewhere (merantau) during this
'window of opportunity'.
Education and fisher children ?
Both formal and informal education needs to be prioritized
particularly for the younger generation. There is an existing university
scholarship program for children of poor fishers but there are few spaces
and many children have dropped out of school before that. Education
needs to start early because children can get left behind. In Sungai
Nipah, seeing that the lack of kindergarten was disadvantaging their
children, the fishers group decided to build their own one. Related to the
'window of opportunity' above, young unmarried men who have
dropped out of school to go fishing typically live with their family and
have few outgoings. Developing supplementary livelihood skills at this
stage may be extremely strategic to expose them to different possibilities
besides working as ABK.
Long term institutional commitment based on needs of an area ?
The poverty in some parts of West Sumatra is worse than in others. In
Air Bangis, Pasaman Barat, many migrant workers live in simple shacks
on the beach without adequate sanitation. They put a strain on
infrastructure and do not have the social support networks that locals
do. Putting more full time extension officers and more financial
resources in the most difficult places needs to be a priority to stop them
getting left further behind.
A Way Forward
68
Prinsip 6: Menjadikan masalah buruh/ABK fokus pada upaya pengentasan
kemiskinan
Beberapa sektor perikanan menghadapi kemiskinan lebih dari pada
sektor lain. Kombinasi ABK yang merantau dengan banyak anak, dan tinggal
di daerah dimana tidak banyak usaha lain diluar perikanan, merupakan hal
yang terburuk. Apabila hasil dari laut menurun dan mereka tidak memiliki
keterampilan di luar perikanan, maka mereka akan sangat rentan akan
kemiskinan. Mereka lemah di sumber daya alam, sosial, buatan, serta manusia
dan keluarga besar mereka menjadi sulit mengumpulkan sumber daya
keuangan yang akan memungkinkan mereka untuk dapat membuka usaha
selain melaut. Rumah tangga seperti yang ini sangat memerlukan penguatan
oleh lembaga, namun bagaimana cara lembaga dapat membantu mereka?
Membentuk kelompok tugas untuk merumuskan solusi kemiskinan ?
buruh/ABK
Pertama, penting disadari bahwa jika setiap pemilik sampan dan
pengolah/perdagang ikan kecil yang hidup dalam kemiskinan dibantu,
maka masih tinggal dua pertiga RTM, yaitu buruh/ABK. Program masa
lalu dan masa kini tidak menargetkan mereka karena mereka sulit untuk
dibantu. Komisi kemiskinan buruh nelayan perlu didirikan yang
mencakup pembuat kebijakan, penyuluh lapangan, para akademisi, dan
nelayan untuk melakukan dua hal: pertama untuk meninjau jalan keluar
kemiskinan yang telah dijalankan oleh RTM di Sumatera Barat dan di
tempat lain di Indonesia dan yang kedua untuk mengidentifikasi jalan
keluar baru atau inovatif. Kami akan menjelaskan proses ini pada
bagian-bagian berikutnya.
Jalan keluar dari kemiskinan yang telah ada untuk ABK?
Jalan 1. Menjadi kapten
Kapten menerima paling tidak dua kali bagian dari sistem bagi hasil
dibandingkan ABK biasa. Pada masa lalu ABK yang memiliki
kemampuan memimpin diangkat menjadi kapten sehingga akhirnya
Arah Tujuan Ke Depan
Principle 6: Make the labourer/crew problem a focus in poverty
alleviation efforts
Some sectors of the fishing industry face more desperate poverty than
others. The worst possible combination is migrant labourers with large
families living in contexts where there are few alternatives outside the fishing
industry, where returns from fishing are declining and who lack alternative
skills. They are weak in natural, social, physical and human capital and their
large families make it very difficult for them to accumulate the financial capital
that would make it possible for them to change profession or start a
supplementary income. These families are the ones most in need of
institutional capital that would give them a 'leg-up' but how could institutions
help them?
Establish a task force to look especially at the ABK problem ?
Firstly it's important to recognise
that even if every single small boat
owner and fish processor in poverty
w a s h e l p e d tow a rd s h e a l thy
livelihoods, that would still leave two-
thirds of the poor, the labourers.
Current and past initiatives have not targeted them because they are
more difficult to help. A task force needs to be established which includes
policy makers, field workers, academics and fishers to do two things:
Firstly to review existing pathways out of poverty in West Sumatra and
elsewhere in Indonesia and, secondly, to identify innovative possibilities.
In the sections that follow we have made a start to this process.
Traditional pathways out of poverty for labourers/crew?
Pathway 1. Become a captain
Because the captain receives at least twice the share of a normal crew
member, a natural progression has been for crew members to become
69
A Way Forward
70
mendapatkan modal cukup untuk membeli bagan sendiri. Hal ini
merupkan jalan untuk sebagian kecil dari ABK karena masing-masing
kapal hanya perlu satu kapten. Kemudian banyak ABK masa kini
mengeluh bahwa jalan ini semakin sempit karena kapal tidak bertambah
banyak dan harga kapal sekarang jauh lebih mahal dari pada dulu.
Jalan 2. Tetap menjadi ABK dan menambah usaha sampingan
Jenis usaha sampingan yang tersedia untuk ABK tergantung pada; 1)
berapa banyak waktu ABK berada di darat, 2) apakah lahan atau ternak
dimiliki oleh rumah tangga itu atau bisa dipinjam/disewa dari orang
lain, 3) kemampuan dan keinginan istrinya bekerja, dan 4) modal dan
keahlian di luar perikanan jika ada.
Jalan 3. Menjadi pemilik sampan
Karena mereka dapat menyimpan uang sedikit demi sedikit,
beberapa mantan ABK yang sekarang memiliki sampan berpendapat
bahwa penghidupan mereka sekarang lebih baik dibanding dulu.
Peningkatan itu terjadi dari segi pendapatan di laut dan juga karena
mereka sudah menjadi bos sehingga mereka bisa mengatur jadwal sesuai
dengan usaha sampingan yang lain.
Jalan 4. Tukar profesi
Dalam kasus ini, ABK menukar profesi namun tidak selalu di luar
perikanan. Jalan yang paling umum adalah untuk ABK menjadi
pengolah atau pedagang ikan. Jalan lain di luar perikanan adalah
manjadi seorang petani, mendapatkan kontrak kerja di bidang
bangunan atau membeli sepeda motor becak untuk mengantar orang.
Semua rute ini memerlukan keterampilan dan pengalaman (sumber
daya manusia), lahan (sumber daya alam), kredit atau tabungan pribadi
(sumber daya keuangan) atau seorang teman/relasi yang siap menolong
dengan modal atau memberi ikan (sumber daya sosial).
Arah Tujuan Ke Depan
71
captains and then, having accumulated financial capital, become boat
owners. This is a pathway for a minority of crew members because each
vessel has only one captain.
Pathway 2. Continue as a crew member but have a supplementary
income
The types of supplementary incomes available to crew members and
their family depends on a) how much time the crew member has when
not at sea, b) whether land or livestock is owned by the crew member
himself, his family or can be borrowed, c) the capacity and willingness of
the crew member's wife or extended family to work and d) financial
capital and previous work experience.
Pathway 3. Become a small boat owner
Having saved to buy their own small boat, several former crew
members argued that they were better off financially because incomes
from the small boat sector were higher and they had more time to pursue
supplementary livelihoods.
Pathway 4. Change profession
In these instances, crew members moved into a different profession
but not necessarily outside the fishing industry. The most common route
is for a crew member to become a fish trader or processor. Routes outside
of the fishing industry that were identified included becoming a farmer,
getting contract work in the construction industry or buying a
motorbike and trailer (becak). All of these require some combination of
previous skills and experience (human capital), access to land (natural
capital), savings or a loan to start your own business (financial capital)
or a friend or relation prepared to help you out (social capital).
A Way Forward
72
Pendekatan inovatif?
Kapal dimiliki oleh kelompok
Salah satu jalan yang diusulkan oleh beberapa responden adalah
suatu kapal nelayan yang dimiliki, bukan oleh satu bos, tetapi secara
kolektif. Contohnya, 9 orang masing-masing miliki 10% kapal payang
dan pendapatan bersih dibagi rata sepuluh dengan saham kesepuluh
dipakai untuk perbaikan kapal. Sementara kepemilikan bersama akan
meningkatkan pendapatan, ketika penulis menyarankan pendekatan ini
beberapa responden meragukan adanya kepercayaan dan kekompakan
yang cukup antara masing-masing pemilik untuk bekerja sama. Inovasi
semacam ini memerlukan kepimpinan yang kuat dan dukungan dari
lembaga untuk memastikan kapal dirawat dengan baik dan pemilik-
pemilik dapat bekerja dalam jangka waktu lebih panjang dari pada
menjual kapal tersebut.
Program penyimpanan
Salah satu tantangan terbesar bagi ABK adalah mengumpulkan
modal untuk memulai usaha sampingan. Salah satu solusi untuk hal ini
bisa jadi jika pemilik kapal sepakat dengan ABK untuk memotong,
misalnya 5% dari upah ABK disimpan. Ketika jumlah simpanan
mencapai 1 atau 2 juta, anggaran sebesar simpanan itu bisa diberikan
oleh pemerintah dengan prinsip uang itu harus dipakai untuk
mengembangkan penghidupan. Penyuluh lapangan dapat membantu
ABK memutuskan sebelumnya bagaimana mereka akan menggunakan
dana tersebut.
Ini baru dua pendekatan inovatif bersama empat jalan keluar dari
kemiskinan yang telah ada. Apabila ada kelompok tugas yang
khususnya menargetkan pengentasan kemiskinan ABK, maka akan
muncul lebih banyak lagi pendekatan yang bisa diterapkan di lapangan.
Arah Tujuan Ke Depan
73
Explore innovative approaches?
Group owned vessels
One route that was proposed by several respondents was for a fishing
vessel to be owned collectively. For example, 9 individuals would each
own 10% of a payang vessel and profits would be shared equally ten
ways with the tenth share going to pay for boat and equipment repairs.
While shared ownership would improve incomes, several fishers
struggled to believe that the cooperation needed for this was possible in
their fishing village and asked how the group would cope when incomes
were low and they needed to borrow money for fuel. This kind of
initiative would need strong leadership and support to ensure that the
vessel is well maintained and that the group owners work for long term
improvement rather than selling the boat.
Savings scheme
One of the biggest challenges for crew is saving enough capital to
invest it in a supplementary livelihood. One possible solution to this
would be if the owner of the vessel agreed to cut 5% of the crew's salary
and put this aside. When this amount reached a set figure, for example 1
or 2 million, that could be matched by the government with the
understanding that those funds had to be used to support livelihood
improvements. A field extension worker could help the crew member to
decide how best to use those funds.
A Way Forward
74
Tabel
2:
Rin
gkasa
n m
asa
lah
yan
g d
ihad
ap
i d
an
so
lusi
yan
g d
iusu
lkan
un
tuk
men
gu
atk
an
pen
gh
idu
pan
n
elay
an
ku
ran
g m
am
pu
Arah Tujuan Ke Depan
Su
mb
er
daya
Masa
lah
So
lusi
diu
sulk
an
S
osi
al
A
lam
M
an
usi
a
K
euan
gan
Kel
om
po
k n
elay
an
gagal.
Ko
rup
si,
nep
oti
sme,
dan
ket
idak
ad
ilan
.
Hasi
l ta
ngkap
men
uru
n.
Pem
an
tau
an
dan
evalu
asi
ku
ran
g.
Per
atu
ran
ten
tan
g p
eles
tari
an
ala
m m
inim
Ket
eram
pil
an
ku
ran
g,
tid
ak a
da k
erja
sa
mp
ingan
sel
ain
mel
au
t d
an
ku
ran
gn
ya v
isi
un
tuk m
asa
dep
an
yan
g l
ebih
cer
ah
.
Kara
kte
r d
an
tin
gkah
laku
.
Men
dap
atk
an
mo
dal
dan
men
yim
pan
sec
ara
ru
tin
su
lit.
Ku
ran
gn
ya a
rah
an
ten
tan
g b
agaim
an
a
mem
bu
ka u
sah
a s
am
pin
gan
.
Pen
dam
pin
gan
sec
ara
ter
us-
men
eru
s u
ntu
k k
elo
mp
ok
n
elay
an
dari
pen
yu
luh
ata
u p
egaw
ai
lain
.K
elo
mp
ok y
an
g b
aik
men
erim
a l
ebih
ban
yak b
an
tuan
seb
agai
imbala
n.
Pem
ber
ian
ban
tuan
men
uru
t d
ata
yan
g d
iset
uju
i o
leh
in
stan
si-i
nst
an
si.
Evalu
asi
sec
ara
in
dep
end
en s
iap
a y
an
g
men
jad
i p
ener
ima b
an
tuan
.
Data
ten
tan
g h
asi
l ta
ngkap
dik
um
pu
lkan
ole
h k
elo
mp
ok
n
elay
an
.M
enyeb
arl
uask
an
hasi
l d
ari
evalu
asi
kep
ad
a n
elay
an
se
hin
gga m
erek
a m
enger
ti i
mp
likasi
pad
a p
end
ap
ata
n
mer
eka a
pabil
a i
kan
ber
ku
ran
g.
Mel
ibatk
an
nel
ayan
ket
ika m
ener
ap
kan
pel
esta
rian
(m
isaln
ya
MP
As)
.
Tel
edan
yan
g b
aik
un
tuk m
enu
nju
kkan
bagaim
an
a b
isa m
aju
. P
enyu
luh
dan
agen
per
ubah
an
(ch
an
ge
agen
ts)
yan
g m
emil
iki
ko
mit
men
jan
gka p
an
jan
g.
Mem
pri
ori
task
an
"p
elu
an
g d
i m
asa
mu
da"
ket
ika
pen
gel
uara
n n
elay
an
ku
ran
g.
Pen
did
ikan
; fo
rmal
dan
no
n-f
orm
al.
Per
con
toh
an
keb
erh
asi
lan
yan
g b
isa d
ilih
at.
Leb
ih b
an
yak k
elo
mp
ok n
elay
an
yan
g s
iap
mem
inja
mk
an
u
an
g.
Dan
a d
itarg
etkan
pad
a u
sah
a s
am
pin
gan
no
n-p
erik
an
an
.S
olu
si k
reati
f yan
g b
erasa
l d
ari
kam
pu
ng s
end
iri.
75
Table
2: S
um
mary
of
pro
ble
ms
an
d p
rop
ose
d s
olu
tio
ns
in li
vel
iho
od
imp
rovem
ent p
rogra
ms.
A Way Forward
Cap
ital
Pro
ble
mP
rop
ose
d s
olu
tio
ns
Soci
al
Na
tura
l
Hu
ma
n
Fin
an
cia
l
Dys
fun
ctio
na
l fi
sher
gro
up
s.
Co
rru
pti
on
, nep
oti
sm a
nd
in
equ
ali
ty.
Dec
lin
ing
res
ou
rces
.L
ack
of
mo
nit
ori
ng
an
d e
valu
ati
on
.In
ad
equ
ate
co
nse
rva
tio
n m
easu
res.
Lo
w s
kil
ls, f
ew a
lter
na
tive
s a
nd
la
ck o
f vi
sio
n.
Ch
ara
cter
an
d b
eha
vio
ur.
Po
or
acc
ess
to c
red
it c
ou
ple
d w
ith
fl
uct
ua
tin
g i
nco
me.
La
ck o
f d
irec
tio
n a
bo
ut
ho
w t
o i
nve
st
mo
ney
wis
ely.
On
go
ing
su
pp
ort
fo
r g
rou
ps/
ind
ivid
ua
ls b
y in
stit
uti
on
s th
rou
gh
ext
ensi
on
off
icer
s o
r o
ther
ch
an
ge
ag
ents
.W
ell
fun
ctio
nin
g g
rou
ps
are
'rew
ard
ed' w
ith
go
vern
men
t a
ssis
tan
ce.
Cle
ar,
ag
reed
up
on
da
ta t
ha
t p
rio
riti
ses
wh
o s
ho
uld
re
ceiv
e h
elp
an
d i
nd
epen
den
t ev
alu
ati
on
of
ho
w t
he
mo
ney
wa
s sp
ent.
Use
fis
her
gro
up
s to
co
llec
t fi
sher
ies
da
ta.
Dis
sem
ina
te m
on
ito
rin
g r
esu
lts
an
d e
xpla
in t
he
imp
lica
tio
ns
if s
tock
s a
re d
ecli
nin
g.
Invo
lve
fish
ers
in c
o-m
an
ag
emen
t co
nse
rva
tio
n m
easu
res
(i.e
MP
As)
.
Po
siti
ve e
xam
ple
s to
dem
on
stra
te a
wa
y a
hea
d.
Ext
ensi
on
off
icer
s a
nd
ch
an
ge
ag
ents
wit
h a
lo
ng
ter
m
com
mit
men
t.M
ak
ing
th
e m
ost
of
the
'win
do
w o
f o
pp
ort
un
ity'
wh
en
fish
er f
am
ilie
s h
ave
lo
wer
exp
end
itu
re.
Ed
uca
tio
n, b
oth
fo
rma
l a
nd
in
form
al.
Pro
-po
or
pil
ot
pro
ject
s th
at
peo
ple
ca
n s
ee w
ork
wel
l.
Cre
ati
ve s
olu
tio
ns
form
ed b
y th
e co
mm
un
ity.
Fu
nd
s ta
rget
ed a
t n
on
-fis
hin
g l
ivel
iho
od
dev
elo
pm
ent.
76
Sam
bu
ngan
Tab
el 2
Arah Tujuan Ke Depan
Su
mb
er
daya
Masa
lah
So
lusi
diu
sulk
an
B
uata
n
K
elem
bagaan
Han
ya s
um
ber
day
a b
uata
n s
end
iri
yan
g
dik
uatk
an
tan
pa m
emik
irkan
su
mb
er d
aya
lain
yan
g d
iper
luk
an
. S
um
ber
day
a b
uata
n h
aru
s se
suai
den
gan
keb
utu
han
bu
ruh
/A
BK
.
Ket
idakp
erca
yaan
an
tara
in
stan
si
pem
erin
tah
.B
an
yak R
TM
nel
ayan
ter
iso
lasi
dari
le
mb
aga.
Kap
asi
tas
pen
yu
luh
ku
ran
g d
iban
din
gkan
keb
utu
han
.K
emam
pu
an
pem
ecah
an
masa
lah
dan
m
elaku
kan
hal
baru
yan
g k
ura
ng d
ari
le
mb
aga/
inst
an
si.
Def
inis
i k
eber
hasi
lan
ten
tan
g k
emaju
an
pen
gh
idu
pan
. P
eman
tau
an
dan
evalu
asi
- a
pak
ah
pro
gra
m b
erh
asi
l.M
enarg
etkan
bu
ruh
/A
BK
pad
a s
um
ber
day
a y
an
g s
esu
ai
den
gan
keb
utu
han
dan
men
emb
an
gk
an
pen
gh
idu
pan
alt
ern
ati
f.
Data
kem
isk
inan
div
erif
ikasi
dan
dis
etu
jui
ole
h i
nst
an
si.
Pen
yu
luh
dik
uatk
an
seb
agai
gari
s d
ep
an
dala
m
pen
gen
tasa
n k
emis
kin
an
.K
om
itm
en s
ecara
jan
gk
a p
an
jan
g d
ari
lem
baga/
inst
an
si,
bah
kan
itu
ber
art
i d
aer
ah
ter
ten
tu m
enja
di
foku
s d
an
ban
tuan
tid
ak
dib
agik
an
sec
ara
mer
ata
an
tar
daer
ah
. G
ener
asi
pen
yu
luh
baru
yan
g b
erse
man
gat
men
gen
task
an
kem
isk
inan
.
77
A Way Forward
Tab
le 2
co
nti
nu
ed
Ph
ysic
al
Inst
itu
tio
na
l
Ph
ysic
al
cap
ita
l b
uil
t w
ith
ou
t st
ren
gth
enin
g o
ther
ca
pit
al.
Ph
ysic
al
cap
ita
l n
eed
s to
be
ap
pro
pri
ate
fo
r la
bo
ure
rs.
Ph
ysic
al
cap
ita
l is
giv
en w
ith
ou
t co
nsi
der
ati
on
of
oth
er c
ap
ita
l co
nst
rain
ts.
Cu
ltu
re o
f d
istr
ust
bet
wee
n i
nst
itu
tio
ns.
Ma
ny
po
or
fish
ers
are
in
stit
uti
on
all
y is
ola
ted
.In
stit
uti
on
s la
ck h
um
an
res
ou
rce
pro
ble
m s
olv
ing
ca
pa
city
an
d a
co
mm
itm
ent
to t
he
lon
g t
erm
Un
der
-res
ou
rced
ext
ensi
on
off
icer
s
Cle
are
r d
efin
itio
n o
f w
ha
t is
su
cces
s a
nd
m
on
ito
rin
g/e
valu
ati
on
of
pro
gra
ms
to e
sta
bli
sh i
f p
rog
ram
is
succ
essf
ul.
Ta
rget
ing
la
bo
ure
rs w
ith
th
e ri
gh
t k
ind
of
cap
ita
l, es
pec
iall
y to
dev
elo
p a
lter
na
tive
liv
elih
oo
ds.
Bet
ter
acc
epta
nce
of
po
vert
y st
ati
stic
s b
etw
een
ag
enci
es.
Ext
ensi
on
off
icer
s re
cog
nis
ed a
s th
e fr
on
tlin
e in
po
vert
y a
llev
iati
on
.L
on
g-t
erm
in
stit
uti
on
al
com
mit
men
t, e
ven
if
tha
t m
ean
s p
rio
riti
sin
g p
oo
rer
are
as
ove
r o
ther
s a
nd
no
t sh
ari
ng
g
ove
rnm
ent
aid
eve
nly
.
Ca
pit
al
Pr
ob
lem
Pr
op
ose
d s
olu
tio
ns
78
PENUTUP
Pada tingkat makro, Indonesia sedang dalam tahap pembangunan yang
krusial. Perekonomian berkembang pesat dan sementara itu kelas menengah
bertambah sejahtera. Namun banyak rumah tangga hidup dalam kemiskinan [11]
atau rentan jatuh ke dalam kemiskinan . Dengan perekonomian yang sedang
berkembang, Indonesia sudah sampai pada saat ketika memiliki kemampuan
untuk benar-benar menolong RTM. Apa yang dibutuhkan sekarang adalah
komitmen politik yang kuat untuk mengentaskan kemiskinan yang diikuti
dengan dana dan personel yang ditargetkan dalam penguatan pada bagian
yang paling lemah dari enam sumber daya yang diperlukan untuk
penghidupan yang sejahtera.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami ingin mengambil kesempatan ini untuk menyampaikan ucapan
terima kasih kepada pegawai di beberapa instansi di tingkat Provinsi dan
Kabupaten termasuk; Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Perkajaan
Umum dan Badan Pusat Statistik. Kami sangat menghargai masukan dari
para rekan di Institut Pertanian Bogor dan Universitas Andalas serta dari para
akademisi pada sejumlah lembaga di Indonesia dan negara lain. Akhirnya
ingin berterima kasih kepada para tokoh masyarakat dan nelayan bersama
keluarganya di sepanjang pantai pesisir di Sumatera Barat atas
keramahtamahan dan kesabaran mengajarkan kami tentang penghidupan
mereka.
Penutup dan Ucapan Terima Kasih
79
A FINAL WORD
At a macro level, Indonesia is in a crucial phase of development. The
economy is growing rapidly and as it does so the middle class is growing. Yet (11)
many families live in poverty or are vulnerable to falling into poverty . With a
growing economy, Indonesia is at a unique time where it has the means to truly
tackle poverty at a grass-roots level. What is needed now is a strong political
commitment to poverty alleviation with funds and personnel targeted at
strengthening the weakest links in all six of the capital components that are
needed for healthy and resilient livelihoods.
ACKNOWLEDGEMENTS
The authors would like to take this opportunity to express our gratitude
to staff at several government departments in West Sumatra including the
provincial and regional offices of the Department of Fisheries, Planning and
Development Department (BAPPEDA) and the Centre for Statistics (BPS). We
greatly appreciate the research input from colleagues at both the Institut
Pertanian Bogor and Andalas University as well as constructive input from
academics at a number of other institutions both in Indonesia and overseas.
Finally, we want to thank the community leaders, fishers and their families up
and down the coast of West Sumatra who have been so hospitable in
welcoming, hosting and teaching us about their livelihoods.
A Final Word and Acknowledgements
80
DAFTAR PUSTAKAREFERENCES
1. Stanford RJ, Wiryawan B, Bengen D, Febriamansyah R, Haluan J. 2013. Exploring fisheries dependency and its relationship to poverty: A casestudy of West Sumatra, Indonesia. Ocean and Coastal Management 84:140-152.
2. Stanford RJ, Wiryawan B, Bengen D, Febriamansyah R, Haluan J. 2014a. Improving livelihoods in fishing communities of West Sumatra: More than just boats and machines. Marine Policy 45:16-25.
3. Stanford RJ, Wiryawan B, Bengen D, Febriamansyah R, Haluan J. 2014b. Enabling and constraining factors in the livelihoods of poor fishers in West Sumatra, Indonesia. Journal of International Development. DOI: 10.1002/jid.2990.
4. Stanford RJ, Wiryawan B, Bengen D, Febriamansyah R, Haluan J. 2017. The fisheries livelihoods resilience check (FLIRES check): A tool for evaluating resilience in fisher communities. Fish and Fisheries.
5. Montalvo JG, Ravallion M. 2009. The Pattern of Growth and Poverty Reduction in China. Worldbank Policy Research Working Paper 5069.
6. Christiaensen L, Demery L. 2007. Down to Earth Agriculture and Poverty Reduction in Africa. The World Bank Group.
7. Ravallion M, Datt G. 2002, Why Has Economic Growth Been More Pro-Poor in Some States of India Than Others? Journal of Development Economics65:381–400.
8. McCulloch N, Weisbrod J, Timmer P. 2007. Pathways out of Poverty During an Economic Crisis: An Empirical Assessment of Rural Indonesia, World Bank Policy Research Working Paper 4173, March 2007.
9. Kurien J. 1980. Fishermen's Cooperative in Kerala: A Critique, BOBP/MIS 1, Madras.
10. Alexander P. 1982. Sri Lankan Fishermen; Rural Capitalism and Peasant Society, Monographs on South Asia No 7, Australian National University, Canberra.
11. World Bank 2012a. Public Expenditure Review Summary: Social Assistance Program and Public Expenditure Review. World Bank Report.
Daftar Pusaka
LAMPIRAN
APPENDIX
Survei pengukuran kesejahteraan penghidupan (fisheries livelihoods resilience check)
Attribute description and scoring
guidelines for the FLIRES check
Per
tan
yaan
F
ak
tor
Sk
or
Sit
uasi
ter
baik
1.
Daer
ah
ter
iso
lasi
-<
1 j
am
naik
mo
bil
ke P
ad
an
g (
jala
n a
spal)
= 0
Jara
k 1
sam
pai
3 j
am
naik
mo
bil
jala
n a
spal
dari
Pad
an
g =
1
Leb
ih d
ari
3 j
am
naik
mo
bil
(ja
lan
asp
al)
dari
Pad
an
g =
2Ja
lan
ker
ikil
, (s
uli
t d
item
pu
h d
engan
mo
bil
bia
sa)
= 3
Ak
ses
yan
g b
aik
den
gan
p
asa
r, i
no
vasi
, kel
embagaan
,
dan
pen
gh
idu
pan
lain
.
2.
Pel
abu
han
/m
uara
dala
m
Ap
ak
ah
ad
a m
uara
di
sin
i?
Dim
an
a k
ap
al
dap
at
mer
ap
at?
Kap
al
bes
ar
(mis
aln
ya b
agan
) se
lalu
bis
a m
asu
k k
e p
elab
uh
an
/m
uara
yan
g d
ala
m
dan
tin
ggal
den
gan
am
an
= 0
Kap
al
bes
ar
(mis
aln
ya b
agan
) kad
an
g-k
ad
an
g (
terg
an
tun
g p
asa
ng s
uru
t) b
isa m
asu
k
pel
abu
han
/m
uara
dan
tin
gg
al
den
gan
am
an
= 1
Mu
ara
/p
elab
uh
an
dan
gk
al
dan
co
cok u
ntu
k u
ku
ran
kap
al
kec
il c
on
toh
Pay
an
g =
2
Per
ah
u d
ita
rik
ke
pan
tai
= 3
B
erbagai
maca
m j
enis
uk
ura
n k
ap
al
bis
a m
era
mbat
den
gan
am
an
set
iap
hari
dan
ti
dak a
kan
ken
a o
mba
k
bes
ar.
3.
Keb
erl
an
juta
n
sum
ber
day
a i
kan
di
pes
isir
Dala
m 2
0 t
ah
un
tera
kh
ir,
ap
ak
ah
ad
a p
eru
bah
an
hasi
l ta
ngkap
?
Tid
ak a
da p
eru
bah
an
dala
m 2
0 t
ah
un
ter
ak
hir
ter
had
ap
hasi
l ta
ngkap,
jen
is i
kan
ata
u u
ku
ran
ik
an
= 0
Hasi
l ta
ngk
ap
sam
a s
ep
erti
20
tah
un
lalu
tet
ap
i se
kara
ng k
am
i h
aru
s le
bih
jau
h
men
cari
ikan
/m
em
ak
ai
leb
ih b
an
yak
ala
t ta
ngkap
=1
Pen
uru
nan
hasi
l ta
ngka
p d
ala
m 2
0 t
ah
un
tera
kh
ir,
jen
is i
kan
ata
u u
ku
ran
ik
an
=2
Pen
uru
nan
dra
stis
(k
ura
ng ½
dib
an
din
gkan
du
lu)
hasi
l ta
ngk
ap,
jen
is i
kan
ata
u
uk
ura
n i
kan
dala
m 2
0 t
ah
un
ter
akh
ir =
3
Hasi
l ta
ngk
ap
berl
imp
ah
-li
mp
ah
yan
g b
erkel
an
juta
n.
Eko
sist
em b
aik
dan
p
enan
gk
ap
an
ikan
sta
bil
.
4.
Keb
erl
an
juta
n
keu
ntu
ngan
dari
lau
t
Dala
m 2
0 t
ah
un
tera
kh
ir,
ad
a
per
ub
ah
an
dala
m r
ezek
i d
ari
lau
t?
Daya b
eli
Bap
ak
du
lu
dib
an
dan
din
gkan
sekara
ng
bagaim
an
a?
Hasi
l (u
an
g)
lebih
tin
ggi
sek
ara
ng d
iban
din
gkan
den
gan
dah
ulu
= 0
H
asi
l (u
an
g)
sek
ara
ng s
am
a d
iban
din
gkan
dah
ulu
=1
H
asi
l (u
an
g)
sed
ikit
leb
ih b
uru
k d
iban
din
gk
an
dah
ulu
=2
(m
engap
a?)
H
asi
l (u
an
g)
jau
h l
ebih
bu
ruk
dib
an
din
gkan
dah
ulu
(d
i b
aw
a 5
0%
) =
3 (
men
gap
a?)
Harg
a i
kan
naik
dan
ju
mla
h
yan
g d
itan
gk
ap
tid
ak
ber
ku
ran
g.
5.
Su
mb
er d
aya a
lam
–la
han
su
bu
rS
elain
per
ikan
an
ap
akah
Ba
pak
m
emil
iki
lah
an
ata
u a
da l
ah
an
yan
g b
isa d
ipa
kai?
Mem
ilik
i (a
tau
bis
a d
ipak
ai)
lah
an
yan
g s
ubu
r d
an
dik
elo
la s
ehin
gga m
enja
di
sum
ber
pen
dap
ata
n l
ebih
dari
kebu
tuh
an
kel
uarg
a=
0
Mem
ilik
i la
han
(ata
u b
isa d
ipakai)
yan
g s
ubu
r d
an
dik
elo
la h
an
ya m
emen
uh
i
keb
utu
han
kel
uarg
a s
aja
=1
Mem
ilik
i la
han
(ata
u b
isa d
ipakai)
tet
ap
i ti
dak
dik
elo
la (
kare
na t
idak s
ub
ur,
tid
ak
ad
a a
ir,
dll
(m
engap
a t
ida
k d
ipak
ai?
) =
2
Tid
ak m
em
ilik
i la
han
= 3
Ru
mah
Tan
gga y
an
g
mem
ilik
i d
an
men
go
lah
lah
an
yan
g s
ubu
r.
6.
An
cam
an
Ben
can
a
ala
m.
Ap
ak
ah
Bap
ak
per
nah
men
agala
mi
ker
ugia
n a
kib
at
ben
can
a a
lam
? C
on
toh
nya b
an
jir,
abra
si p
an
tai
dll
?
Bel
um
per
nah
men
gala
mi
keru
gia
n a
kib
at
ben
can
a a
lam
. (c
on
toh
nya b
an
jir/
ab
rasi
pan
tai)
= 0
Per
nah
men
gala
mi
keru
gia
n a
kib
at
ben
can
a (
ap
a i
tu?)
(co
nto
h :
pan
en g
agal)
= 1
Per
nah
men
gala
mi
keru
gia
n a
kib
at
ben
can
a y
an
g c
uku
p p
ara
h.
Co
nto
h :
ase
t se
pert
i ru
mah
, ta
nah
, d
an
per
ah
u h
ilan
g=
2S
erin
g (
seb
era
pa s
erin
g?)
men
gala
mi
ker
ugia
n a
kib
at
ben
can
a y
an
g c
uk
up
para
h.
Co
nto
h:
ase
t se
pert
i ru
mah
, ta
nah
, p
erah
u h
ilan
g=
3
Ket
erja
min
an
pen
gh
idu
pan
men
gh
ad
ap
i re
siko
ben
can
a
ala
m.
Lampiran
82
1 –
Su
mb
er D
aya A
lam
1 –
Natu
ral
Fie
ld –
6 A
ttri
bu
tes
Appendix
83
Att
rib
ute
Qu
est
ion
(s)
Sco
rin
g g
uid
elin
esId
eal
scen
ari
o
Geo
gra
ph
ical
iso
lati
on
Ho
w l
on
g d
oes
it
tak
e tr
avel
lin
g
by c
ar
to r
each
th
e p
rovin
cial
cap
ital?
<1 h
ou
r d
rive
on
tarm
ac
road
fro
m P
rovin
cial
cap
ital
= 0
1 t
o 3
ho
ur
dri
ve
on
tarm
ac
road
to
pro
vin
cial
cap
ital
= 1
>3 h
r d
rive
on
tarm
ac
road
to
pro
vin
cial
cap
ital
= 2
No
n t
arm
ac
road
req
uir
ing 4
-wh
eel
dri
ve
acc
ess
or
wh
ere
car
acc
ess
extr
emel
y
dif
ficu
lt =
3
Wel
l co
nn
ecte
d t
o m
ark
ets,
id
eas
an
d a
lter
nati
ve
livel
iho
od
s.
Dee
p w
ate
r h
arb
ou
rW
hat
harb
ou
r/m
oo
rin
g f
aci
liti
es
are
avail
able
?
Per
man
ent
shel
tere
d h
arb
ou
r/es
tuary
fo
r la
rge
ves
sels
(2
0 G
T)
= 0
Tid
all
y d
ep
end
ent
shel
tere
d h
arb
ou
r fo
r la
rge
ves
sels
= 1
Sh
all
ow
sh
elte
red
est
uary
fo
r sm
all
ves
sels
(p
ayan
g s
ein
e) =
2
Bo
ats
sto
red
on
th
e b
each
= 3
W
ide
vari
ety
of
ves
sels
can
mo
or
safe
ly a
ll y
ear
aro
un
d
giv
ing a
cces
s to
off
sho
re
fish
ing g
rou
nd
s.
Sta
te o
f co
ast
al
reso
urc
es
(sto
cks)
Ov
er t
he
last
20 y
ears
, h
as
ther
e bee
n a
ch
an
ge
in c
atc
h,
vo
lum
e,
or
speci
es?
Ple
ase
ex
pla
in.
N
o c
han
ge
in c
atc
h v
olu
me,
vari
ety o
r si
ze
of
fish
co
mp
are
d t
o 2
0 y
ears
ago
= 0
Catc
hes
main
tain
ed b
ut
we
nee
d t
o t
ravel
fu
rth
er
no
w o
r u
se m
ore
fis
hin
g g
ear
to c
atc
h t
he
sam
e a
mo
un
t =
1
Min
or
Dec
lin
e (
0-5
0%
) in
catc
h v
olu
me,
vari
ety o
r si
ze
of
fish
= 2
Majo
r d
ecli
ne
(>5
0%
) in
catc
h v
olu
me,
vari
ety o
r si
ze
= 3
Abu
nd
an
t an
d v
ari
ed c
atc
h
over
th
e lo
ng t
erm
ref
lect
ing
hea
lth
y h
abit
ats
.
Sta
te o
f co
ast
al
reso
urc
es
(rev
enu
e)O
ver
th
e la
st 2
0 y
ears
, h
as
ther
e bee
n a
ch
an
ge
in t
he
reven
ue
gen
erate
d?
Ple
ase
co
mp
are
yo
ur
pu
rch
asi
ng p
ow
er
then
co
mp
are
d
to n
ow
?
Rev
enu
e is
gre
ate
r n
ow
(co
mp
are
d t
o t
he c
ost
of
livin
g)
= 0
R
even
ue
is t
he s
am
e n
ow
co
mp
are
d t
o p
revio
usl
y =
1
R
even
ue
is s
ligh
tly l
ess
(0-5
0%
ch
an
ge)
no
w c
om
pare
d t
o p
revio
usl
y =
2
R
even
ue
is m
uch
les
s (>
50%
ch
an
ge)
no
w c
om
pa
red
to
pre
vio
usl
y =
2
Abu
nd
an
t ca
tch
es g
enera
te
hig
h p
rofi
ts f
or
fish
ers
.
Sta
te o
f la
nd
res
ou
rces
Do
yo
u o
wn
lan
d o
r h
ave
acce
ss
to l
an
d t
hat
yo
u c
an
farm
?
Pro
du
cti
ve
lan
d
ow
ned
an
d/
or
man
aged
su
ffic
ien
t to
gen
erate
in
com
e (h
ow
m
uch
?) =
0
Pro
du
cti
ve
lan
d o
wn
ed a
nd
/o
r m
an
aged
fo
r fa
mil
y c
on
sum
pti
on
= 1
Lan
d o
wn
ed b
ut
no
t m
an
aged
(n
ot
pro
du
ctiv
e b
ecau
se o
f la
ck o
f fe
nce
, fi
nan
cial
cap
ital,
fert
ilit
y,
irri
gati
on
) =
2
No
lan
d=
3
Fer
tile
lan
d o
wn
ed a
nd
m
an
aged
by
th
e h
ou
seh
old
.
Natu
ral
hazard
s (s
ho
cks)
thre
ate
nin
g p
rosp
erit
y (
e.g.
ero
sio
n,
flo
od
ing)
Have
yo
u e
ver
ex
peri
ence
d a
natu
ral
dis
ast
er?
Wh
at
was
it a
nd
h
ow
fre
qu
entl
y?
Have
exp
erie
nce
d n
o l
oss
es b
ecau
se o
f n
atu
ral
dis
ast
ers
such
as
flo
od
ing/
ero
sio
n =
0P
erio
dic
/te
mp
ora
ry f
loo
din
g th
reate
ns
cro
ps
= 1
Have
exp
erie
nce
d l
oss
of
ma
jor
ass
et (
ho
use
, la
nd
des
tro
yed
, fi
shin
g b
oat)
=2
Safe
an
d r
esil
ien
t li
vel
iho
od
s
pro
tect
ed a
gain
st n
atu
ral
dis
ast
ers
Lampiran
2 –
Su
mb
er D
aya M
an
usi
a
84
Fak
tor
Per
tan
yaan
Sk
or
Sit
uasi
ter
baik
1.
Kei
ngin
an
men
yim
pan
Ini
rezek
i h
ari
mau
tap
i p
ern
ah
ad
a s
isa y
an
g b
isa d
isim
pan
Pak –
seri
ng s
eper
ti i
tu?
Sek
ali
pu
n p
engh
asi
lan
say
a ‘
pas-
pasa
n’,
say
a s
elalu
beru
sah
a u
ntu
k
men
yim
pan
/m
emb
eli
emas
(ata
u m
engin
ves
tasi
dala
m u
sah
a s
am
pin
gan
) =
0
(sep
erti
ap
a?)
Kala
u a
da s
isa s
aya m
eny
imp
an
/m
embel
i em
as/
inves
tasi
(se
rin
g t
erj
ad
i –
ber
ap
a k
ali
per
tah
un
?) =
1
Kala
u a
da s
isa s
aya m
eny
imp
an
/in
ves
tasi
(in
i ja
ran
g)
= 2
Say
a t
idak
pern
ah
men
yim
pan
/in
ves
tasi
/m
emb
eli
emas
= 3
(men
gap
a?)
M
eny
imp
an
/m
engin
ves
tasi
se
cara
ru
tin
agar
pen
gh
idu
pan
ko
ko
h
2.
Men
get
ah
ui
harg
a p
asa
r.
Ap
ak
ah
Bap
ak
men
get
ah
ui
harg
a
ikan
di
Pad
an
g d
an
men
erim
a
harg
a d
engan
baik
?
S
ay
a t
ah
u h
arg
a d
i te
mp
at
lain
dan
men
jual
ke b
eb
erap
a p
embel
i d
an
sel
alu
p
uas
den
gan
harg
a y
g s
aya d
ap
at,
itu
harg
a a
dil
= 0
Say
a t
ah
u h
arg
a d
i p
asa
r la
in l
ebih
tin
ggi
teta
pi
say
a t
idak
bis
a m
end
ap
atk
an
harg
a y
an
g l
ebih
tin
ggi
= 1
Say
a t
idak
tah
u h
arg
a i
kan
di
pasa
r, s
aya s
elalu
men
jual
kep
ad
a o
ran
g y
an
g
sam
a (
sist
em
ijo
n)
= 2
.
Say
a t
idak
men
jual,
say
a h
an
ya m
eneri
ma u
pah
saja
= 3
Ora
ng m
emah
am
i h
arg
a d
i p
asa
r d
an
pasa
r te
rbu
ka y
an
g
ber
ati
mere
ka m
end
ap
atk
an
harg
a a
dil
.
3.
Ker
aji
nan
/k
emala
san
To
lon
g B
ap
ak
jel
ask
an
ru
tin
itas
seh
ari
-ha
ri,
jam
bera
pa m
elau
t d
an
lain
-lain
. A
pak
ah
bap
ak
masi
h a
da w
aktu
un
tuk
usa
ha
sam
pin
gan
?
Waktu
say
a s
ud
ah
dii
si d
engan
bek
erj
a k
era
s d
an
tid
ak
ad
a l
agi
wak
tu k
oso
ng
un
tuk
men
cari
pen
dap
ata
n l
ain
= 0
S
ay
a s
ud
ah
men
ggu
nak
an
seb
agia
n w
ak
tu k
oso
ng u
ntu
k u
sah
a s
am
pin
gan
te
tap
i m
asi
h a
da s
isa w
ak
tu y
an
gb
isa d
igu
nak
an
= 1
S
ay
a m
au
men
ggu
nakan
wak
tu k
oso
ng t
etap
i sa
ya
tid
ak
ad
a m
od
al/
ilm
u =
2
S
ay
a m
emil
iki
wak
tu k
oso
ng t
etap
i sa
ya s
ud
ah
mer
asa
pu
as
den
gan
pek
erj
aan
yan
g a
da s
eka
ran
g =
3
Raji
n m
eman
faatk
an
p
elu
an
g y
an
g a
da.
4.
Usa
ha s
am
pin
gan
–k
ein
gin
an
dan
p
engala
man
Ap
ak
ah
Bap
ak
su
dah
pern
ah
m
embu
ka u
sah
a s
am
pin
gan
se
lain
mel
au
t?
Say
a s
ud
ah
berp
engala
man
/m
emil
iki
pen
get
ah
uan
un
tuk
mel
ak
uk
an
usa
ha
sam
pin
gan
dan
sek
ara
ng m
asi
h d
ap
at
un
tun
g d
ari
itu
=0
Su
dah
ad
a p
engala
man
sel
ain
men
an
gk
ap
ik
an
tet
ap
i se
kara
ng t
idak
ad
a
un
tun
g d
ari
itu
= 1
Say
a t
idak
pu
nya
pen
gala
man
tet
ap
i in
gin
= 2
Say
a t
idak
pu
nya
pen
gala
man
dan
tid
ak m
au
usa
ha s
am
pin
gan
= 3
Ru
mah
Tan
gga y
an
g
term
oti
vasi
dan
berb
akat
un
tuk
men
ingk
atk
an
p
end
ap
ata
n.
5.
Sif
at
kew
irau
sah
aan
, si
ap
men
gam
bil
res
iko,
kem
an
dir
ian
Ap
ak
ah
Bap
ak
su
dah
beru
sah
a
un
tuk
mem
bu
at
usa
ha
sam
pin
gan
?
Ap
ak
ah
Bap
ak
mau
men
ga
mbil
re
sik
o u
ntu
k m
em
ula
i u
sah
a
baru
? C
on
toh
nya m
emin
jam
u
an
g d
ari
tem
an
un
tuk
ju
ala
n.
Say
a s
ud
ah
berp
engala
man
men
coba u
sah
a b
aru
dan
itu
ser
ing
ber
hasi
l/ber
gu
na b
agi
kel
ua
rga =
0 (
sep
ert
i ap
a?)
Say
a s
ud
ah
berp
engala
man
men
coba u
sah
a b
aru
tet
ap
i it
u s
erin
g g
agal
= 1
(sep
erti
ap
a?)
Say
a m
au
men
gam
bil
res
iko
tet
ap
i ti
dak b
isa k
are
na …
= 2
Say
a b
elu
m m
enco
ba u
sah
a b
aru
dan
masi
h b
eker
ja s
ep
erti
masa
lalu
/sa
ya
tid
ak m
au
men
gam
bil
res
iko
= 3
Ora
ng b
eri
nis
iati
f d
an
ber
an
i m
engam
bil
res
iko
yan
g
ber
hasi
l.
2 –
Hu
man
Fie
ld –
12 A
ttri
bu
tes
Appendix
85
Att
rib
ute
Qu
est
ion
(s)
Sco
rin
g g
uid
elin
esId
eal
scen
ari
o
Rea
din
ess
to s
ave
Do
yo
u s
ave?
Wh
ere
? D
o y
ou
b
uy
go
ld,
catt
le?
Ho
w o
ften
?E
ven
if
my
in
com
e is
res
tric
ted
I a
lway
s m
ak
e an
eff
ort
to
sav
e/in
ves
t in
su
pp
lem
enta
ry l
ivel
iho
od
s (l
ike
wh
at?
) =
0If
th
ere
is
a s
urp
lus
I w
ill
sav
e/in
ves
t (m
ore
oft
en t
han
on
ce a
fo
rtn
igh
t) =
1
If t
here
is
a s
urp
lus
I w
ill
sav
e/in
ves
t (l
ess
oft
en t
han
on
ce a
fo
rtn
igh
t) =
2
I h
ave
nev
er s
aved
(w
hy
?) =
3
Dail
y r
ead
ines
s to
sa
ve/
inves
t in
th
eir
livel
iho
od
to
red
uce
vu
lner
ab
ilit
y.
Mark
et a
wa
ren
ess
Wh
ere
do
yo
u s
ell
yo
ur
catc
h?
Do
yo
u k
no
w t
he
pri
ce o
f fi
sh i
n
the
pro
vin
cial
cap
ital?
I ca
n s
ell
my
pro
du
ce t
o a
ra
nge
of
bu
yer
s an
d a
m f
am
ilia
r w
ith
mark
et p
rice
s =
0
I kn
ow
th
e p
rice
s el
sew
her
e b
ut
am
lack
ing t
he a
bil
ity t
o s
ell
else
wh
ere
= 1
I am
co
mm
itte
d t
o r
eceiv
e a p
rice
fro
m a
fix
ed b
uy
er
an
d d
o n
ot
kn
ow
th
e p
rice
el
sew
her
e =
2
I re
ceiv
e a c
ash
rem
itta
nce
rath
er t
han
fis
h =
3
C
ho
ice
of
bu
yer
s an
d r
ead
y
acc
ess
to i
nfo
rmati
on
ena
ble
s fi
sher
s to
ach
ieve
bes
t p
rice
Wo
rk e
thic
(m
ain
earn
er)
Ple
ase
ex
pla
in y
ou
r w
ork
ing
day
. W
hat
po
ten
tial
is t
here
fo
r y
ou
to
do
su
pp
lem
enta
ry
livel
iho
od
s?
My
tim
e is
fu
lly
occ
up
ied
wit
h p
rod
uct
ive
act
ivit
ies
= 0
I alr
ead
y u
se s
om
e o
f m
y s
pare
tim
e fo
r ‘p
rod
uct
ive
act
ivit
ies’
bu
t co
uld
do
m
ore
= 1
I w
an
t to
use
my
sp
are
tim
e b
ut
there
is
no
wo
rk/
cap
ital
= 2
I h
ave
free
tim
e b
ut
do
no
t w
an
t to
wo
rk m
ore
= 3
Hard
wo
rkin
g a
nd
in
du
stri
ou
s in
div
idu
als
.
Occ
up
ati
on
al
mu
ltip
lici
ty –
skil
ls a
nd
mo
tivati
on
(m
ain
earn
er)
Have
yo
u e
ver
had
a
sup
ple
men
tary
in
com
e b
esid
es
fish
ing?
Sk
ille
d i
n a
sid
e jo
b a
nd
act
ivel
y r
eceiv
ing i
nco
me f
rom
it
= 0
S
kil
ls o
uts
ide o
f fi
shin
g b
ut
no
t cu
rren
tly
rece
ivin
g i
nco
me
fro
m i
t =
1
Un
skil
led
bu
t ea
ger
to
wo
rk =
2
U
nsk
ille
d a
nd
do
es n
ot
wan
t to
wo
rk =
3
Hig
hly
mo
tivate
d h
ou
seh
old
s w
ith
ca
paci
ty t
o s
up
ple
men
t
inco
me f
rom
fis
hin
g.
En
trep
ren
euri
al
spir
it/
re
ad
ines
s to
ta
ke
a r
isk
Have
yo
u e
ver
tri
ed t
o s
tart
yo
ur
ow
n s
up
ple
men
tary
in
com
e
sou
rce?
Wo
uld
yo
u b
e w
illi
ng t
o
bo
rro
w m
on
ey
to
sta
rt y
ou
r o
wn
b
usi
nes
s?
I h
ave
exp
erie
nce
of
start
ing m
y o
wn
bu
sin
ess
an
d i
t h
as
succ
eed
ed
(ex
pla
in)
=
0
I h
ave
trie
d t
o s
tart
my o
wn
bu
sin
ess(
es)
bu
t it
fa
iled
(w
hy
?) =
1
I w
ou
ld l
ike
to t
ak
e a r
isk
bu
t ca
nn
ot
bec
au
se o
f …
.(w
hy
?) =
2
I h
ave
nev
er t
ried
to s
tart
my
ow
n b
usi
nes
s/I
do
no
t w
an
t to
tak
e a
ris
k =
3
Ho
use
ho
lds
wit
h c
on
fid
ence
an
d i
nit
iati
ve
to d
iver
sify
thei
r li
vel
iho
od
po
rtfo
lio.
Wiv
es w
ork
ing (
con
trib
uti
ng
to h
ou
seh
old
in
com
e i.
e.
pro
cess
ing)
Wh
at
kin
ds
of
livel
iho
od
act
ivit
ies
is y
ou
r w
ife
invo
lved
in?
Wiv
es n
orm
all
y w
ork
ing =
0W
ives
wo
rkin
g s
easo
nall
y o
r w
hen
su
rplu
s o
f fi
sh t
o d
ry =
1
Wiv
es n
ever
wo
rkin
g =
2
Wiv
es,
an
d e
xte
nd
ed
fam
ilie
s, h
ave
mo
tivati
on
an
d o
pp
ort
un
itie
s to
co
ntr
ibu
te t
o h
ou
seh
old
in
com
e
Nu
mber
of
chil
dre
nH
ow
man
y c
hil
dre
n d
o y
ou
h
ave?
2 o
r le
ss =
03
= 1
4 =
25
-6
= 3
7+
= 4
Fam
ily p
lan
nin
g a
wa
ren
ess.
Lampiran
2 –
Su
mb
er D
aya M
an
usi
a
86
Fak
tor
Per
tan
yaan
Sk
or
Sit
uasi
ter
baik
6.
Pek
erj
aan
Ibu
Ru
mah
T
an
gga (
ber
ko
ntr
ibu
si
terh
ad
ap
pen
dap
ata
n)
Ap
a k
egia
tan
ist
rin
ya?
Istr
i bekerj
a (
bia
san
ya)
ata
u m
engu
ran
gi
pen
gel
uara
n d
en
gan
cara
men
an
am
ca
be
dll
= 0
Is
tri
kad
an
g-k
ad
an
g b
ekerj
a (
mu
ngkin
men
jem
ur
ikan
) =
1Is
tri
tid
ak p
ern
ah
bek
erj
a =
2
Istr
i in
gin
men
am
bah
p
end
ap
ata
n r
um
ah
tan
gga.
7.
Jum
lah
an
ak
0 -
2 a
nak =
0
3 a
nak =
1
4 a
nak =
2
5 -
6 a
nak =
3
7+
an
ak =
4
K
elu
arg
a b
eren
can
a.
8.
Pen
did
ikan
yan
g
dih
ara
pkan
un
tuk a
nak
Ap
akah
pen
did
ikan
sebu
ah
keb
utu
han
dasa
r bagi
kel
uarg
a
Bap
ak?
Bap
ak i
ngin
an
akn
ya
tam
at
kel
as
ber
ap
a?
Ya s
am
pai
ku
liah
= 0
Ya s
am
pai
SM
A =
1
Ya s
am
pai
SM
P =
2
Ya s
am
pai
SD
= 3
Pen
did
ikan
pen
tin
g d
an
se
suatu
yan
g d
iren
can
akan
u
ntu
k m
asa
dep
an
.
9.
Kem
am
pu
an
pen
did
ikan
Ad
a k
ein
gin
an
tet
ap
i kit
a h
aru
s
reali
stis
ju
ga,
den
gan
pen
dap
ata
n
Bap
ak d
an
eko
no
mi
sekara
ng
Bap
ak m
am
pu
men
yek
ola
hk
an
an
ak s
am
pai
tin
gkat
ap
a?
Ya s
am
pai
ku
liah
= 0
Y
a s
am
pai
SM
A =
1
Ya s
am
pai
SM
P =
2
Y
a s
am
pai
SD
= 3
Kem
am
pu
an
ad
a s
am
pai
per
gu
ruan
tin
ggi.
10.
Per
enca
naan
jan
gka
pan
jan
gA
pakah
Bap
ak s
ud
ah
mem
bu
at
ren
can
a u
ntu
k h
ari
tu
a n
an
ti
ket
ika t
ida
k b
isa m
elau
t?
Saya s
ud
ah
mem
per
siap
kan
usa
ha s
am
pin
gan
/ta
bu
ngan
un
tuk d
i h
ari
tu
a n
an
ti
= 0
Saya s
ud
ah
mere
nca
nakan
usa
ha s
am
pin
gan
di
hari
tu
a n
an
ti t
etap
i sa
ya
kes
uli
tan
un
tuk m
em
ula
i ka
ren
a k
etia
daan
mo
dal
= 1
Masa
tu
a b
elu
m d
ipik
irkan
= 2
Po
la p
ikir
jan
gka p
an
jan
g
yan
g s
ud
ah
mem
ikir
kan
hari
tua n
an
ti.
11.
Tin
gkat
hem
at
kel
uarg
aB
erap
a b
an
yak p
eng
elu
ara
n p
er
hari
un
tuk k
elu
arg
a B
ap
ak
sup
aya t
ida
k t
eko
r?
Rata
-rata
pen
gel
uara
n R
T t
erm
asu
k m
akan
an
, ja
jan
an
ak d
ll =
(s
ko
r in
i co
cok u
ntu
k T
aru
san
… <
40 =
0,
41
-59 =
1,
60
-79 =
2,
80
-99 =
3,
100
-149
= 4
, 1
50+
= 5
)
Hid
up
bert
an
ggu
ng j
aw
ab
dan
tid
ak
berf
oya-f
oya.
12.
Tin
gkat
hem
at
bap
ak
Ber
ap
a b
an
yak p
eng
elu
ara
n p
er
hari
dari
Bap
ak s
end
iri?
Rata
-rata
pen
gel
uara
n B
ap
ak s
end
iri
(ro
ko
k,
ko
pi
di
ked
ai)
=(s
ko
r in
i co
cok u
ntu
k T
aru
san
… 0
-9 =
0,
10-1
9 =
1,
20
-29 =
2,
30
-39 =
H
idu
p b
ert
an
ggu
ng j
aw
ab
dan
tid
ak
berf
oya-f
oya.
3,
40+
=
4)
87
2 –
Hu
man
Fie
ld –
12 A
ttri
bu
tes
Appendix
Att
rib
ute
Qu
est
ion
(s)
Sco
rin
g g
uid
elin
esId
eal
scen
ari
o
Ed
uca
tio
n a
spir
ati
on
s fo
r ch
ild
ren
Is e
du
cati
on
so
met
hin
g
imp
ort
an
t fo
r yo
ur
fam
ily?
Wh
at
do
yo
u h
op
e yo
ur
chil
dre
n w
ill
gra
du
ate
fro
m?
All
my c
hil
dre
n a
re i
n s
cho
ol,
I e
xp
ect
fo
r th
em
to
go
to
un
iver
sity
= 0
I h
op
e m
y c
hil
dre
n f
inis
h h
igh
sch
oo
l =
1
I h
op
e m
y c
hil
dre
n f
inis
h m
idd
le s
cho
ol
= 2
I h
op
e m
y c
hil
dre
n f
inis
h p
rim
ary
sch
oo
l/sc
ho
ol
is n
ot
a p
rio
rity
= 3
Ed
uca
tio
n e
nco
ura
ged
an
d
sch
ola
rsh
ip o
pp
ort
un
itie
s fo
r
tho
se w
ho
nee
d f
inan
cial
sup
po
rt t
o u
niv
ersi
ty.
Pro
bable
ab
ilit
y o
f th
e fa
mil
y
to p
rov
ide
edu
cati
on
Lo
ok
ing a
t yo
ur
curr
ent
eco
no
mic
sit
uati
on
wh
at
lev
el o
f ed
uca
tio
n c
an
yo
u r
eali
stic
all
y
pro
vid
e f
or
yo
ur
chil
dre
n?
F
or
them
to
go
to
un
iver
sity
= 0
My
ch
ild
ren
fin
ish
hig
h s
cho
ol
= 1
My
ch
ild
ren
fin
ish
mid
dle
sch
oo
l =
2
My
ch
ild
ren
fin
ish
pri
mary
sch
oo
l/sc
ho
ol
is n
ot
a p
rio
rity
= 3
C
hil
dre
n’s
ed
uca
tio
nal
att
ain
men
t n
ot
lim
ited
by
th
e fa
mil
y e
con
om
ic s
itu
ati
on
.
Ret
irem
ent
pla
nn
ing/
lon
g
term
th
inkin
g.
Have
yo
u a
lrea
dy m
ad
e
pro
vis
ion
fo
r w
hen
yo
u a
re t
oo
o
ld t
o g
o t
o s
ea?
Pre
para
tio
ns
alr
ead
y i
n p
lace
fo
r in
com
e so
urc
e w
hen
old
er =
0
I h
ave
pla
ns
bu
t la
ck t
he
cap
ital
to c
arr
y t
hem
ou
t =
1
I H
ave
no
t m
ad
e p
lan
s =
2
Pla
nn
ing f
or
the
futu
re.
Fam
ily t
hri
ftin
ess/
w
ast
efu
lnes
s *
Wh
at
is t
he
min
imu
m i
nco
me
yo
u n
eed
so
th
at
yo
ur
fam
ily
d
oes
no
t go
in
to d
ebt?
< 4
0,0
00 I
DR
per
day =
0
41-5
9,0
00 I
DR
per
day
= 1
60-7
9,0
00 I
DR
per
day
= 2
80-9
9,0
00 I
DR
per
day
= 3
100
-149
,000 I
DR
per
day
= 4
>150,0
00 I
DR
per
day
= 5
Res
po
nsi
ble
sp
end
ing.
Main
earn
er t
hri
ftin
ess/
w
ast
efu
lnes
s *
Wh
at
is y
ou
r n
orm
al
exp
end
itu
re p
er d
ay o
n
con
sum
able
s (s
mo
kin
g,
coff
ee)
0-9
, 0
00
ID
R p
er
day =
0
10-1
9,
000
ID
R p
er
day =
1
20-2
9,
000 I
DR
per
day =
2
30-3
9,
000
ID
R p
er
day =
3>
40,
00
0 I
DR
per
day =
4
Res
po
nsi
ble
sp
end
ing.
* T
hes
e w
ere
loca
lly d
eter
min
ed v
alu
es b
y a
fo
cus
gro
up
of
mem
bers
of
the
com
mu
nit
y w
ho
def
ined
th
rift
ines
s/w
ast
efu
lnes
s acc
ord
ing t
o t
hes
e cr
iter
ia.
Lampiran
3 –
Su
mb
er D
aya B
uata
n
88
Fak
tor
Per
tan
yaan
Sk
or
Sit
uasi
ter
baik
1.
Kep
emil
ikan
p
erah
u/
ka
pal
Sek
ara
ng s
aya m
au
ber
tan
ya
ten
tan
g a
set
yan
g b
ap
ak
mem
ilik
i. A
pakah
Bap
ak p
un
ya
per
ah
u?
Saya m
emil
iki
lebih
dari
satu
per
ah
u a
tau
satu
kap
al
= 0
Saya m
emil
iki
satu
per
ah
u =
1
Per
ah
u y
an
g s
aya p
un
ya s
edan
g r
usa
k =
1.5
Saya t
idak m
em
ilik
i p
erah
u s
end
iri
teta
pi
sed
an
g m
eny
imp
an
uan
g u
ntu
k i
tu =
2K
ecu
ali
dib
an
tu,
saya t
idak a
kan
mem
ilik
i p
era
hu
sen
dir
i =
3
Kem
an
dir
ian
.
2.
Ala
t ta
ngkap
cu
ku
pA
lat
tan
gkap
ap
a y
an
g B
ap
ak
mil
iki?
Ala
t ta
ngkap
yan
g s
aya m
ilik
i ber
maca
m-m
aca
m,
ad
a a
lat
tan
gkap
un
tuk
mu
sim
ber
bed
a a
tau
yan
g b
isa d
ipak
ai
sep
an
jan
g t
ah
un
ap
ap
un
mu
sim
nya =
0
Saya m
emil
iki
pera
hu
keci
l, d
engan
mes
in k
ecil
dan
ala
t ta
ngkap
yan
g t
erbata
s =
1
Saya t
idak m
em
ilik
i ala
t ta
ngkap,
saya b
uru
h/
AB
K =
2
A
pap
un
mu
sim
nya
, se
lalu
bis
a m
end
ap
atk
an
rez
eki
dari
lau
t.
3.
Kep
emil
ikan
ase
t d
i lu
ar
per
ikan
an
Sel
ain
per
ikan
an
ap
akah
Bap
ak
ad
a a
set
lain
?
Sel
ain
per
ikan
an
saya m
emil
iki
ase
t yan
g d
iman
faatk
an
un
tuk m
enam
bah
pen
gh
asi
lan
(co
nto
h:
mo
bil
, m
oto
r yan
g d
isew
akan
, ru
mah
ko
ntr
ak)
=0
Saya m
emil
iki
ase
t yan
g b
isa d
ipaka
i o
ran
g l
ain
tet
ap
i se
kara
ng t
idak
d
iman
faatk
an
? M
engap
a?
= 1
Saya t
idak m
em
ilik
i ase
t se
per
ti i
tu =
2
Mem
ilik
i ase
t yan
g s
elain
per
ikan
an
yan
g
men
gh
asi
lkan
tam
bah
an
u
ntu
k k
elu
arg
an
ya.
4.
Nil
ai
tam
bah
/p
engo
lah
an
Ap
akah
Bap
ak a
tau
ist
ri
men
go
lah
hasi
l d
ari
lau
t?
Saya s
erin
g m
engo
lah
ikan
seh
ingga m
end
ap
atk
an
harg
a l
ebih
baik
(n
ilai
tam
bah
) =
0
Waktu
mu
sim
pan
en b
esar
saya m
engo
lah
ikan
su
paya t
idak t
erp
aksa
men
jual
mu
rah
= 1
S
aya s
elalu
men
jual
lan
gsu
ng b
erap
ap
un
harg
an
ya =
2
S
aya t
idak j
ual
ikan
saya t
erim
a u
pah
saja
= 3
Nil
ai
tam
bah
un
tuk o
ran
g
lokal.
5.
Ket
erse
dia
an
batu
es
Bap
ak p
akai
es?
Ap
akah
perl
u?
Es
sela
lu c
uku
p/
es t
idak p
enti
ng k
are
na s
an
gat
dekat
den
gan
pasa
r =
0
Es
kad
an
g-k
ad
an
g t
erb
ata
s =
1
Saya t
idak b
isa m
end
ap
atk
an
es
(tet
ap
i m
au
men
dap
atk
an
nya)
= 2
Saya t
idak m
enju
al
ikan
, sa
ya t
erim
a u
pah
saja
= 3
Es
sela
lu a
da s
up
aya m
utu
ik
an
tin
ggi.
6.
Pem
uk
iman
dan
san
itasi
Bagaim
an
a k
on
dis
i ru
mah
B
ap
ak?
Ru
mah
saya b
aik
. It
u m
emb
an
tu p
engh
idu
pan
kam
i kare
na a
da g
ud
an
g,
tem
pat
jem
ur
ikan
, ko
lam
ikan
, w
aru
ng,
dll
= 0
(ad
a a
pa?)
Ru
mah
saya b
aik
un
tuk t
em
pat
tin
ggal
= 1
Ru
mah
saya k
ura
ng l
ayak d
ipakai
= 2
(m
engap
a?)
Ru
mah
cu
ku
p b
aik
un
tuk
mem
ban
tu p
engh
idu
pan
.
7.
Tem
pat
Pel
elan
gan
Ikan
(T
PI)
Bap
ak m
enju
al
hasi
l ta
ngkap
an
kem
an
a?
Hasi
l ta
ngkap
an
dij
ual
di
TP
I/P
PI
ata
u n
ego
di
pan
tai
kala
u s
aya m
au
= 0
Hasi
l ta
ngkap
dij
ual
di
pan
tai,
say
a n
ego
den
gan
beb
erap
a p
embel
i (s
aya t
idak
bis
a m
embaw
an
ya k
e T
PI)
= 1
Hasi
l ta
ngkap
dij
ual
kep
ad
a s
atu
pem
bel
i (s
iste
m i
jon
) =
2T
idak a
da ‘
hasi
l ta
ngkap
’ u
ntu
k s
aya d
iju
al
saya t
eri
ma u
pah
= 3
Infr
ast
ruktu
r p
elel
an
gan
m
end
uku
ng n
elayan
un
tuk
men
dap
atk
an
harg
a t
inggi
3 –
Ph
ysi
cal
Fie
ld –
7 A
ttri
bu
tes
Appendix
89
Att
rib
ute
Qu
est
ion
(s)
Sco
rin
g g
uid
elin
esId
eal
scen
ari
o
Fis
hin
g b
oat
ow
ner
ship
Do
yo
u o
wn
a f
ish
ing b
oat?
I o
wn
mu
ltip
le s
mall
bo
ats
or
on
e la
rge v
esse
l (>
10
Gro
ss T
on
s) =
0I
ow
n o
ne
small
bo
at
(<1
0 G
T)
=1
I d
o n
ot
ow
n m
y o
wn
bo
at
bu
t am
sav
ing t
ow
ard
s it
=2
I am
a c
rew
mem
ber
an
d a
m n
ot
likel
y t
o o
wn
a b
oat=
3
Hig
h l
evel
of
ind
ep
end
ency
Fis
hin
g g
ear
ad
equ
ate
Wh
at
fish
ing g
ear
do
yo
u o
wn
an
d w
hat
do
es i
t en
ab
le y
ou
to
ca
tch
?
My
gea
r en
able
s m
e to
make t
he
mo
st o
f ca
tch
es a
ll y
ear/
I h
ave
mu
ltip
le
gea
r o
pti
on
s fo
r d
iffe
ren
t se
aso
ns
= 0
I h
ave
a s
mall
bo
at
wit
h a
sm
all
en
gin
e an
d a
lim
ited
arr
ay
of
gea
r =
1
I h
ave
no
gea
r o
f m
y o
wn
= 2
Wh
ate
ver
th
e se
aso
n,
their
fi
shin
g g
ear
enab
les
them
to
b
e ca
tch
ing.
Ph
ysi
cal
ass
et o
wn
ers
hip
ou
tsid
e o
f fi
shin
gB
esid
es f
ish
ing w
hat
kin
ds
of
ph
ysi
cal
ass
ets
do
yo
u o
wn
?
I o
wn
ass
ets
that
are
use
d t
o i
ncr
ease
ou
r fa
mil
y i
nco
me
(su
ch a
s ca
rs o
r h
ou
ses
that
are
ren
ted
ou
t) =
0
I o
wn
ass
ets
that
cou
ld b
e u
sed
to
in
crea
se o
ur
fam
ily
in
com
e bu
t are
no
t cu
rren
tly
bei
ng u
sed
. (W
hy
?) =
1
I d
o n
ot
ow
n a
sset
s li
ke
this
= 2
Ow
ner
ship
of
ph
ysi
cal
ass
ets
that
sup
ple
men
t h
ou
seh
old
in
com
e.
Pro
cess
ing/
ad
ded
valu
eD
o y
ou
or
yo
ur
fam
ily
pro
cess
th
e ca
tch
? H
ow
?
I’m
ro
uti
nel
y u
sin
g f
aci
liti
es t
hat
pro
cess
an
d a
dd
valu
e to
my
pro
du
ct (
i.e.
smo
kin
g)
= 0
In t
imes
of
ov
ersu
pp
ly I
pro
cess
th
e fi
sh i
n o
rder
to
avo
id s
elli
ng t
hem
chea
ply
= 1
I alw
ay
s se
ll d
irec
t w
hate
ver
the
pri
ce i
s =
2
I
do
no
t se
ll t
he
fish
, I
rece
ive
a s
hare
of
the
catc
h v
alu
e o
r a w
age
= 3
Pro
cess
ing i
ncr
ease
s ca
tch
valu
e fo
r lo
cal
fish
ing
ho
use
ho
lds.
Ice
avail
ab
ilit
yD
o y
ou
use
ice
to
main
tain
catc
h
qu
ali
ty?
Is t
here
en
ou
gh
?
Ice
is n
ever
in
sh
ort
su
pp
ly/
I d
o n
ot
nee
d i
ce
beca
use
nea
r m
ark
et =
0
Ice
is s
om
etim
e li
mit
ed =
1
I d
on’t
hav
e acc
ess
to
ice
bu
t it
wo
uld
be
hel
pfu
l =
2
I d
o n
ot
sell
th
e fi
sh,
I re
ceiv
e a s
hare
of
the
catc
h v
alu
e o
r a w
age
= 3
Ice
is n
ot
a l
imit
ing f
act
or,
so
th
e ca
tch
is
sold
at
a h
igh
q
uali
ty.
Ho
usi
ng/
San
itati
on
Do
es y
ou
r h
ou
se e
nh
an
ce o
r in
hib
it y
ou
r fa
mil
y l
ivel
iho
od
st
rate
gy?
My
ho
use
is
fit
to l
ive
in/
it e
nab
les
us
to c
arr
y o
ut
ou
r li
vel
iho
od
str
ate
gy
ef
fect
ivel
y b
y p
rovid
ing r
oo
m f
or
dry
ing f
ish
or
a s
mall
sh
op
etc
= 0
My
ho
use
is
ad
equ
ate
fo
r li
vin
g =
1
My
liv
ing c
on
dit
ion
s are
det
rim
enta
l to
th
e h
ealt
h o
f m
y f
am
ily a
nd
my
li
vel
iho
od
str
ate
gy
(w
hy
?) =
2
Ho
use
s fi
t to
be
lived
in
th
at
enh
an
ce t
he
ho
use
ho
ld
livel
iho
od
str
ate
gy
.
Mark
etW
her
e d
oes
yo
ur
catc
h g
et s
old
?T
he
catc
h i
s so
ld i
n a
n a
uct
ion
or
dir
ectl
y o
n t
he
bea
ch i
f I
pre
fer
=0
Catc
h i
s so
ld b
y i
nfo
rmal
au
ctio
n o
n t
he
bea
ch =
1C
atc
h a
lway
s so
ld t
o t
he
sam
e b
uy
er =
2
I d
o n
ot
sell
th
e fi
sh,
I re
ceiv
e a s
ha
re o
f th
e ca
tch
valu
e o
r a w
age
= 3
Th
e p
rese
nce
of
an
au
ctio
n
mea
ns
fish
ers
get
fis
hers
get
a s
ati
sfact
ory
pri
ce.
Fak
tor
Per
tan
yaan
Sk
or
Sit
uasi
ter
baik
1.
Kem
am
pu
an
m
enabu
ng
Ap
akah
seh
ari
-ha
ri B
ap
ak a
da
men
yim
pan
/m
enabu
ng?
Set
iap
hari
/m
inggu
saya m
en
abu
ng/
Saya a
nggo
ta j
ulo
-ju
lo/
ari
san
= 0
Kad
an
g-k
ad
an
g m
enabu
ng d
engan
bel
i ba
ran
g b
erh
arg
a k
etik
a a
da s
isa
= 1
Gali
lo
ban
g t
utu
p l
oban
g =
2
Sis
a a
da y
an
g d
itabu
ng s
eca
ra r
uti
n.
2.
Jam
inan
u
ntu
k
kre
dit
Ap
akah
Bap
ak a
da s
ura
t ta
nah
/ja
min
an
yan
g b
isa
dip
akai
un
tuk m
emin
jam
dari
ban
k?
Ad
a S
ura
t T
an
ah
= 0
Ad
a J
am
inan
lain
den
gan
nil
ai
lebih
ren
dah
(m
isaln
ya m
oto
r) =
1
Tid
ak a
da =
2
Mem
ilik
i akte
tan
ah
ata
u j
am
inan
la
in y
an
g m
emberi
akse
s ke
kre
dit
fo
rmal.
3.
Kre
dit
dari
man
aA
pakah
Bap
ak p
ern
ah
m
emin
jam
uan
g?
Dari
sia
pa?
Saya s
ud
ah
men
dap
atk
an
pin
jam
an
dari
ban
k/
ko
pera
si/
kel
om
po
k =
0
Saya s
ud
ah
mem
inja
m d
ari
kel
uarg
a/
teta
nga =
1
Saya s
ud
ah
mem
inja
m d
ari
tu
kan
g k
red
it/
ten
gku
lak =
2
Saya b
elu
m p
ern
ah
mem
inja
m a
pap
un
= 3
K
emam
pu
an
un
tuk m
end
ap
atk
an
kre
dit
den
gan
bu
nga k
eci
l u
ntu
k
men
am
bah
usa
ha
4.
Kem
am
pu
an
m
emba
yar
cici
lan
Ap
akah
Bap
ak p
ern
ah
am
bil
kre
dit
bara
ng?
Bara
ng a
pa?
Lan
cark
ah
pem
bayara
n n
ya?
Y
a p
ern
ah
/se
dan
g,
pin
jam
an
lu
nas
den
gan
baik
= 0
Ya p
ern
ah
/se
dan
g,
pin
jam
an
dib
ayar
cuku
p l
an
car
teta
pi
beber
ap
a
bu
lan
tid
ak b
isa b
ayar
= 1
Ya p
ern
ah
tet
ap
i bara
ng d
itari
k =
2
(K
ala
u b
elu
m p
ern
ah
am
bil
kre
dit
tid
ak d
iber
i sk
or)
.
Kem
am
pu
an
mel
un
ask
an
hu
tan
g
den
gan
lan
car.
5.
Tabu
ngan
/si
mp
an
an
Kala
u a
da k
ep
erlu
an
m
end
ad
ak a
pakah
ad
a
tabu
ngan
/si
mp
an
an
yan
g b
isa
dip
akai/
dij
ual?
Kala
u a
da k
ep
erlu
an
men
dad
ak (
op
era
si,
pern
ikah
an
, d
ll)
saya m
em
ilik
i ase
t/u
an
g y
an
g b
isa d
igu
nak
an
un
tuk m
em
bayar
itu
tan
pa h
aru
s m
enju
al
ase
t p
engh
idu
pan
= 0
K
ala
u a
da k
ep
erlu
an
(o
per
asi
, p
ern
ikah
an
dll
) sa
ya b
isa p
inja
m d
ari
kel
uarg
a
tan
pa h
aru
s m
enju
al
ase
t p
engh
idu
pan
= 1
Kala
u a
da k
ep
erlu
an
sa
ya t
erp
aksa
men
jual
per
ah
u/
lah
an
dll
= 2
Kala
u a
da k
ep
erlu
an
sa
ya t
idak m
em
ilik
i ap
a-a
pa y
an
g b
isa d
iju
al
= 3
Kala
u m
engh
ad
ap
i si
tuasi
daru
rat
sud
ah
ad
a j
ala
n k
elu
ar
nya.
6.
Kir
iman
uan
g d
ari
per
an
tau
Ap
akah
ad
a p
era
nta
u y
an
g
men
gir
imkan
uan
g k
ep
ad
a
Bap
ak?
Kam
i m
ener
ima u
an
g d
ari
an
ggo
ta k
elu
arg
a k
am
i yan
g m
eran
tau
= 0
Tid
ak a
da u
an
g d
ari
yan
g m
eran
tau
/ti
dak a
da y
an
g m
eran
tau
= 1
(Kam
i m
engir
im u
an
g u
ntu
k m
eno
lon
g a
nggo
ta k
elu
arg
a k
am
i yan
g
mer
an
tau
(bu
kan
ku
liah
) =
2
Pen
dap
ata
n r
um
ah
tan
gga l
ebih
tin
ggi
ka
ren
a p
era
nta
u m
engir
im
tam
bah
an
.
7.
Usa
ha s
am
pin
gan
Ap
akah
ad
a p
end
ap
ata
n s
elain
h
asi
l ta
ngkap
?K
am
i su
dah
mem
pu
nyai
beber
ap
a s
um
ber
pen
dap
ata
n s
elain
p
enan
gkap
an
dan
su
dah
men
dap
atk
an
keu
ntu
nga
n d
ari
itu
(yan
g
ku
at/
stab
il)
= 0
Kam
i m
emil
iki
sum
ber
pen
dap
ata
n s
elain
per
ikan
an
tet
ap
i keu
ntu
ngan
dari
itu
bel
um
terj
am
in =
1K
am
i 10
0%
berg
an
tun
g p
ad
a p
enan
gkap
an
saja
= 2
Usa
ha s
am
pin
gan
yan
g s
tabil
/ku
at
mel
engkap
i p
end
ap
ata
n r
um
ah
ta
ngga
Lampiran
4 –
Su
mb
er D
aya K
euan
gan
90
4 –
Fin
an
ce F
ield
- 7
Att
rib
ute
s
Appendix
91
Att
rib
ute
Qu
est
ion
(s)
Sco
rin
g g
uid
elin
esId
eal
scen
ari
o
Abil
ity t
o s
ave
Do
yo
u r
ou
tin
ely
set
asi
de
som
e o
f yo
ur
inco
me?
Ever
y d
ay/
wee
k w
e s
ave/
I a
m m
ember
of
a s
avin
gs
gro
up
= 0
Irre
gu
lar
sav
ing w
hen
th
ere i
s a s
urp
lus
=2
Liv
es i
na c
ycl
e o
f d
ebt
= 3
Th
e h
ou
seh
old
has
the
cap
aci
ty t
o r
ou
tin
ely s
ave
Co
llate
ral
for
cred
itD
o y
ou
ow
n s
om
eth
ing (
such
as
a l
an
d
cert
ific
ate
) th
at
can
be u
sed
as
coll
ate
ral
to b
orr
ow
fo
rmall
y?
Yes
. W
e h
ave
a l
an
d c
erti
fica
te/
car
ow
ners
hip
do
cum
ent
= 0
We
ow
n s
om
eth
ing s
uch
as
a m
oto
rbik
e th
at
can
be
use
d f
or
small
lo
an
s =
1
We
do
no
t h
ave
coll
ate
ral
= 2
Ow
ner
ship
do
cum
ents
p
rovid
e c
oll
ate
ral
to b
orr
ow
Acc
ess
to c
red
itH
ave
yo
u t
aken
a l
oan
? F
rom
w
her
e/w
ho
?
I h
ave
alr
ead
y t
aken
ou
t a l
oan
fro
m a
ban
k/
coo
pera
tive
= 0
I h
ave
bo
rro
wed
in
form
all
y f
rom
a f
am
ily m
ember
/n
eigh
bo
ur
= 1
I h
ave
bo
rro
wed
fro
m a
pri
vate
len
der
(at
hig
h i
nte
rest
rate
s) =
2
I h
ave
nev
er b
een
able
to
bo
rro
w =
3
H
ou
seh
old
s ca
n s
ecu
re c
red
it
at
low
in
tere
st r
ate
s.
Abil
ity t
o m
ake r
epaym
ents
Have
yo
u e
ver
taken
ou
t cr
ed
it f
or
go
od
s (e
.g.
tele
vis
ion
, fr
idge,
mo
torb
ike)
?
Were
yo
u a
ble
to
mak
e th
e
rep
aym
ents
?
Yes
, th
e re
pay
men
ts h
ave
been
mad
e o
n t
ime
= 0
Yes
, re
pa
ym
ents
were
mo
stly
on
tim
e,
occ
asi
on
all
y I
was
late
= 1
Yes
I h
ave
bu
t I
was
un
ab
le t
o c
om
ple
te t
he
rep
aym
ents
an
d t
he
go
od
s w
ere
seiz
ed =
2
(If
nev
er t
aken
cre
dit
lea
ve
bla
nk)
Ho
use
ho
lds
have
the
ab
ilit
y
to r
ep
ay c
red
it.
Cu
rren
t ‘s
avin
gs’
In t
he
even
t o
f a n
eed
(su
ch a
s a f
am
ily
mem
ber
need
ing a
n o
per
ati
on
or
a
wed
din
g)
do
yo
u h
ave
savin
gs/
go
ld/
ass
ets
that
can
be
use
d t
o
pay f
or
this
?
I h
ave
savin
gs/
ass
ets
to c
ov
er
the
need
wit
ho
ut
nee
din
g t
o s
ell
esse
nti
al
livel
iho
od
ass
ets
= 0
In
th
e ev
ent
of
a n
eed
I c
ou
ld b
orr
ow
fro
m f
rien
ds/
fam
ily w
ith
ou
t
sell
ing a
liv
elih
oo
d a
sset
= 1
In t
he
even
t o
f a n
eed
I w
ou
ld h
ave
to s
ell
my b
oat/
livel
iho
od
ass
et =
2
In t
he
even
t o
f a n
eed
I h
ave
no
thin
g t
o s
ell
= 3
Faci
ng a
sh
ort
fall
of
inco
me
or
a ‘
sho
ck’
the h
ou
seh
old
h
as
a s
afe
ty n
et.
Rem
itta
nce
sD
o y
ou
have
a h
ou
seh
old
mem
ber
wh
o i
s an
eco
no
mic
mig
ran
t? D
o t
hey
se
nd
rem
itta
nce
s?
We
rece
ive
inco
me f
rom
a f
am
ily m
emb
er w
ho
has
mig
rate
d =
0
We
do
no
t re
ceiv
e m
on
ey f
rom
a m
igra
nt
/ t
her
e is
no
fam
ily m
ember
w
ho
mig
rate
d =
1W
e se
nd
mo
ney
to
su
pp
ort
fam
ily m
embers
aw
ay f
rom
her
e =
2
Ho
use
ho
ld i
nco
me
au
gm
ente
d b
y r
emit
tan
ces.
Su
pp
lem
enta
ry i
nco
me
Do
yo
u h
ave
a s
ou
rce o
f in
com
e bes
ides
fish
ing?
We
have
mu
ltip
le r
elia
ble
so
urc
es o
f in
com
e =
0W
e h
ave
a f
luct
uati
ng s
ou
rce
of
inco
me
ou
tsid
e o
f fi
shin
g t
hat
we
can
no
t p
red
ict
= 1
We
are
en
tire
ly d
ep
end
ent
on
on
e so
urc
e o
f in
com
e (
catc
hin
g f
ish
) =
2
Sid
e jo
b t
hat
com
ple
men
ts
the
seaso
nali
ty/
un
pre
dic
tab
ilit
y
of
fish
ing
Lampiran
5 –
Su
mb
er D
aya S
osi
al
92
Fak
tor
Per
tan
yaan
Sk
or
Sit
uasi
ter
baik
1.
Sif
at
go
ton
g r
oy
on
g /
b
ekerj
a s
am
aA
pak
ah
masy
ara
kat
dis
ini
mem
pu
ny
ai
pem
ikir
an
un
tuk
maju
ber
sam
a a
tau
tid
ak
?
K
am
i bek
erj
a s
am
a d
ala
m s
atu
usa
ha u
ntu
k m
engh
asi
lkan
uan
g
(baru
) se
per
ti k
elo
mp
ok
nel
ay
an
/b
ud
iday
a k
erap
u =
0
Kam
i bek
erj
a s
am
a d
engan
cara
lam
a s
ep
erti
pu
kat
tep
i, p
an
en
ber
sam
a,
kala
u a
da m
usi
bah
= 1
Kam
i bek
erj
a s
end
iri
= 2
S
ifat
bekerj
a s
am
a/
go
ton
g
roy
on
g s
ali
ng m
end
uk
un
g d
i
lokasi
.
2.
Kep
erca
yaan
/k
eju
jura
nM
au
kah
Bap
ak
mem
ben
tuk
kel
om
po
k
nel
ayan
dis
ini?
Ya s
aya m
au
, o
ran
g d
isin
i d
ap
at
dip
erc
ay
a =
0
Ya t
etap
i sa
ya m
au
mem
ilih
ora
ng y
an
g j
uju
r =
1
Tid
ak m
au
, o
ran
g d
isin
i ti
dak
ju
jur
(ata
u a
lasa
n l
ain
) =
2
T
ingkat
kej
uju
ran
tin
ggi,
m
asy
ara
kat
ingin
bek
erja
sam
a
kare
na s
ali
ng p
erc
ay
a.
3.
Kep
emim
pin
an
Men
uru
t bap
ak a
pakah
pem
imp
in d
i lo
kasi
sin
i baik
dan
sia
p m
elay
an
i m
asy
ara
kat?
K
am
i p
un
ya p
em
imp
in y
an
g b
eker
ja k
era
s u
ntu
k k
ita s
em
ua =
0
Pem
imp
in k
am
i m
au
men
olo
ng t
etap
i ti
dak
terl
alu
akti
f =
1
Pem
imp
in k
am
i h
an
ya p
edu
li p
ad
a o
ran
g-o
ran
g t
erte
ntu
saja
= 2
P
emim
pin
yan
g p
un
ya v
isi
dan
k
emam
pu
an
bes
ar
un
tuk
m
eno
lon
g m
asy
ara
kat
sete
mp
at.
4.
Str
uk
tur
sosi
al
-k
ead
ilan
K
ala
u b
ap
ak
men
gh
ad
ap
i m
asa
lah
si
ap
a y
an
g a
kan
men
olo
ng?
Co
nto
hn
ya p
era
hu
ru
sak
/ken
a
om
bak
.
Sem
uan
ya d
i si
ni
term
asu
k t
etan
gga =
0
Kel
uarg
a b
esar
saya =
1
O
ran
g t
ua/
sau
dara
dek
at
= 2
T
ida
k a
da =
3
Pri
nsi
p s
ali
ng m
eno
lon
g y
an
g
ku
at
dan
dib
uk
tik
an
ket
ika s
atu
k
elu
arg
a m
engala
mi
mu
sib
ah
.
5.
Hak b
icara
Un
tuk p
emb
an
gu
nan
daer
ah
in
i,
ap
akah
sem
uan
ya d
isin
i b
erh
ak
ber
bic
ara
? C
on
toh
ny
a a
da b
an
tuan
yan
g t
uru
n,
ap
ak
ah
sem
ua b
isa
ber
bic
ara
ata
u b
ebera
pa o
ran
g s
aja
?
Kit
a d
isin
i se
mu
a s
am
a -
terk
ad
an
g o
ran
g y
an
g k
ecil
/m
iskin
ad
a
yan
g m
emil
iki
pen
dap
at
yan
g p
ali
ng p
enti
ng=
0
Rata
-rata
sem
uan
ya b
erh
ak t
etap
i o
ran
g k
eci
l kad
an
g
tera
baik
an
/su
lit
mel
aw
an
ora
ng y
an
g l
ebih
mam
pu
= 1
Past
inya d
isin
i ad
a o
ran
g t
ert
entu
yan
g b
erkep
enti
ngan
dan
m
emp
engaru
hi
kep
utu
san
= 2
Ora
ng d
ari
keci
l sa
mp
ai
bes
ar
sem
uan
ya b
erh
ak
un
tuk
b
erb
ica
ra.
6.
Kea
dil
an
/sa
nk
siK
ala
u s
ean
dain
ya a
da k
elo
mp
ok
d
isin
i d
an
pen
gu
rus
kel
om
po
k
men
gam
bil
uan
g d
an
men
ya
lah
gu
nak
an
, ap
a y
an
g a
kan
Bap
ak
?
Mem
per
ingatk
an
ora
ng i
tu d
an
men
gam
bil
bara
ng =
0M
emin
ta t
olo
ng d
ari
pen
ya
mbu
ng l
idah
din
as
tert
entu
/
DK
P/
pem
imp
in m
asy
ara
kat
= 1
Kam
i d
iam
saja
-ti
dak
bis
a m
elaku
kan
ap
a-a
pa
, m
ala
s ri
bu
t =
2
Kea
dil
an
, p
ert
an
ggu
ng j
aw
ab
an
, d
an
san
ksi
un
tuk a
nggo
ta
kel
om
po
k y
an
g
men
yala
hgu
nak
an
uan
g.
5 –
So
cial
Fie
ld –
6 A
ttri
bu
tes
Appendix
93
Att
rib
ute
Qu
est
ion
(s)
Sco
rin
g g
uid
elin
esId
eal
scen
ari
o
Co
mm
un
ity c
oo
pera
tio
nD
o p
eop
le i
n t
his
co
mm
un
ity h
ave
an
att
itu
de
of
wo
rkin
g t
oget
her?
Ho
w i
s th
is e
vid
ent?
We
wo
rk t
oget
her
fo
r p
rofi
t o
n ‘
new
’ in
itia
tives
su
ch a
s a c
om
mu
nit
y
aq
uacu
ltu
re i
nit
iati
ve
= 0
W
e to
get
her
alo
ng t
rad
itio
nal
lin
es s
uch
as
wh
en w
e m
end
net
s to
geth
er
or
pla
nt
ou
r ri
ce f
ield
s =
1
We
wo
rk o
n o
ur
ow
n =
2
S
tro
ng c
om
mu
nit
y s
pir
it
seek
ing t
he
com
mo
n g
oo
d o
f m
emb
ers
an
d t
he
wid
er
com
mu
nit
y.
Tru
st/
ho
nes
tyC
an
peo
ple
her
e be
tru
sted
–
wo
uld
yo
u f
orm
a f
ish
er
gro
up
/co
op
erati
ve
wit
h p
eo
ple
? W
hy?
Y
es I
wo
uld
, p
eop
le h
ere
are
tru
stw
ort
hy =
0
Po
ssib
ly b
ut
I w
ou
ld n
eed
to
ch
oo
se o
nly
ho
nes
t p
eop
le =
1
Cer
tain
ly n
ot,
peo
ple
here
are
no
t h
on
est
= 2
H
igh
deg
ree o
f h
on
est
y
lead
ing t
o t
rust
wo
rth
ines
s bet
wee
nm
em
bers
of
the
com
mu
nit
y.
Lea
ders
hip
Wh
at
do
co
mm
un
ity l
ead
ers
do
to
h
elp
/se
rve
the c
om
mu
nit
y?
Are
th
ey
do
ing a
go
od
jo
b?
Wh
y?
We
have
sup
po
rtiv
e co
mm
un
ity l
ead
ers
act
ivel
y w
ork
ing t
ow
ard
s w
hat
is b
est
for
the
wh
ole
co
mm
un
ity =
0
Ou
r le
ad
ers
are
su
pp
ort
ive
bu
t n
ot
pro
act
ive
= 1
O
ur
lead
ers
are
on
ly i
nte
rest
ed i
n t
hei
r o
wn
fam
ilie
s =
2
Hig
hly
mo
tivate
d l
ead
ersh
ip
that
wan
ts t
o s
ee a
ll s
ecti
on
s o
f th
e co
mm
un
ity i
mp
roved
.
So
cial
secu
rity
If y
ou
have
a p
roble
m (
such
as
yo
ur
bo
at
bei
ng s
wep
t o
ut
to s
ea/
ho
use
d
am
aged
in
an
eart
hq
uake)
wh
o i
n
the
com
mu
nit
y w
ill
hel
p y
ou
?
Wh
en I
’m f
aci
ng a
pro
ble
m l
ike
that
ther
e are
man
y w
ho
wil
l h
elp
incl
ud
ing n
eig
hbo
urs
, fa
mil
y m
ember
s et
c =
0
In
a t
ime
of
nee
d m
y e
xte
nd
ed f
am
ily
wil
l h
elp
me
= 1
In
a t
ime
of
nee
d m
y c
lose
fam
ily w
ill
hel
p i
f th
ey c
an
= 2
In a
tim
e o
f d
esp
era
te n
eed
I a
m o
n m
y o
wn
= 3
Str
on
g s
oci
al
ties
th
at
hel
p
tho
se w
ho
have
exp
eri
ence
d
dis
ast
ers
get
back
on
th
eir
fe
et.
Eq
uit
y –
righ
t to
sp
eak
Fo
r th
e f
utu
re o
f th
is v
illa
ge,
do
es
ever
yo
ne h
ere h
ave
an
eq
ual
righ
t to
co
ntr
ibu
te t
hei
r vie
w?
Can
yo
u
pro
test
/co
mp
lain
in
th
e ev
ent
of
som
eth
ing u
nfa
ir?
We
are
all
tre
ate
d e
qu
all
y h
ere
–
som
etim
es t
he p
oo
rest
have
the
lou
des
t vo
ices
! =
0
Mo
stly
ever
yo
ne
has
a r
igh
t to
sp
eak o
ut
bu
t it
is
hard
fo
r th
e p
oo
r to
sp
eak
ou
t again
st t
he w
ealt
hy/
lead
ersh
ip =
1T
her
e are
peo
ple
of
infl
uen
ce w
ho
make
dec
isio
ns
= 2
Res
pec
t fo
r all
mem
bers
of
the
com
mu
nit
y a
nd
a
read
ines
s to
lis
ten
to
th
e vo
ice
of
the
po
or.
Fair
nes
s/S
an
ctio
ns
If y
ou
had
a c
om
mu
nit
y f
un
d a
nd
th
e m
an
ager
of
the
fun
d m
isu
sed
it
wh
at
wo
uld
hap
pen
?
Bri
ng t
he
per
son
to
acc
ou
nt
an
d s
eize
th
e go
od
s =
0A
sk t
he g
over
nm
ent/
loca
l le
ad
ers
to g
et i
nvo
lved
= 1
No
thin
g,
we w
ou
ld b
e afr
aid
of
dam
agin
g s
oci
al
harm
on
y =
2
Just
ice
an
d r
ule
of
law
ap
pli
ed a
gain
st
mis
dem
ean
ou
rs.
Lampiran
6.
Su
mb
er D
aya K
elem
bagaan
94
Fact
or
Mea
sure
Act
ual
valu
esP
erfe
ct s
itu
ati
on
1.
Pen
yu
luh
an
Ap
akah
ad
a p
enyu
luh
p
erik
an
an
dis
ini?
Pen
yu
luh
sel
alu
men
gu
nju
ngi
kam
i d
an
sel
alu
mem
ban
tu k
esu
lita
n k
am
i =
0P
enyu
luh
sel
alu
men
gu
nju
ngi
kam
i ta
pi
tid
ak m
emban
tu k
esu
lita
n k
am
i =
1
Ad
a p
enyu
luh
tap
i ja
ran
g m
engu
nju
ngi
kam
i =
2S
etah
u s
aya t
idak a
da p
enyu
luh
di
sin
i =
3
Pen
yu
luh
yan
g b
erin
isia
tif
dan
bek
erj
a k
era
s u
ntu
k m
eno
lon
g
masy
ara
kat.
2.
Kam
pu
ng b
an
tuan
sec
ara
ja
ngka p
an
jan
gA
pakah
su
dah
ad
a
pro
gra
m/
ban
tuan
di
kam
pu
ng i
ni?
Kam
i (d
i kam
pu
ng i
ni)
su
dah
dib
an
tu o
leh
pro
gra
m j
an
gka p
an
jan
g y
an
g b
enar-
ben
ar
mem
ban
tu p
engh
idu
pan
kam
i =
0
Kam
i su
dah
dib
an
tu d
engan
beb
era
pa k
egia
tan
tet
ap
i h
an
ya b
ers
ifat
sem
enta
ra =
1 (
men
gap
a?)
Kam
i su
dah
dib
an
tu t
ap
i ti
dak a
da p
end
am
pin
gan
/te
rlalu
ru
mit
un
tuk
kel
an
cara
n
pel
aksa
naan
= 2
Kam
i bel
um
dib
an
tu o
leh
pro
gra
m a
pap
un
= 3
Du
ku
ngan
seca
ra j
an
gka
pan
jan
g y
an
g b
erkel
an
juta
n.
3.
Ban
tuan
pri
bad
iA
pakah
Bap
ak s
ud
ah
m
ener
ima b
an
tuan
? D
ari
si
ap
a?
K
am
i su
dah
dib
an
tu o
leh
pro
gra
m j
an
gka p
an
jan
g y
an
g b
enar-
ben
ar
mem
ban
tu
pen
gh
idu
pan
kam
i =
0
Kam
i su
dah
dib
an
tu d
engan
beb
era
pa k
egia
tan
tet
ap
i h
an
ya b
ers
ifat
sem
enta
ra =
1 (
men
gap
a?)
Kam
i su
dah
dib
an
tu t
etap
i ti
dak a
da p
end
am
pin
gan
/te
rlalu
ru
mit
= 2
K
am
i bel
um
dib
an
tu o
leh
pro
gra
m a
pap
un
= 3
Du
ku
ngan
seca
ra j
an
gka
pan
jan
g y
an
g b
erkel
an
juta
n.
4.
Pem
berd
ayaan
kap
asi
tas
ora
ng s
ebel
um
ad
a
keg
iata
n
Seb
elu
m a
da b
an
tuan
ap
akah
ad
a
pem
bin
aan
/p
elati
han
?
Seb
elu
m k
am
i m
eneri
ma b
an
tuan
maka t
erl
ebih
dah
alu
ad
a p
embin
aan
yan
g
men
olo
ng k
am
i m
enyia
pkan
fo
rmasi
kel
om
po
k,
men
an
gan
i u
an
g,
mem
ah
am
i h
ak
kam
i =
0
Pad
a a
waln
ya a
da p
embin
aa
n t
etap
i it
u t
idak d
ilan
jutk
an
= 1
Tid
ak a
da p
emb
inaan
, kam
i m
ener
ima u
an
g t
un
ai/
bara
ng s
aja
= 2
Bel
um
ad
a k
egia
tan
= 3
Pem
berd
ayaan
kap
asi
tas
ora
ng s
ebel
um
ad
a k
egia
tan
yan
g m
embu
at
mer
ek
a s
iap
.
5.
Du
ku
ngan
/p
art
isip
asi
Ap
akah
Bap
ak m
emil
iki
suara
/p
erw
akil
an
dala
m
pro
ses
pem
ban
gu
nan
daer
ah
in
i? S
iap
a y
an
g
men
den
gar
Bap
ak?
Kam
i ta
hu
kep
erl
uan
kam
i akan
did
engark
an
ole
h p
emd
a k
are
na a
da p
erte
mu
an
…
ata
u o
rgan
isasi
… =
0
Kam
i ad
a p
erte
mu
an
/p
end
uku
ng (
ora
ng …
, o
rgan
isasi
…),
tet
ap
i ti
dak t
erla
lu
efek
tif
= 1
Kam
i ti
dak b
ers
uara
/ti
dak b
erp
era
n d
ala
m p
emban
gu
nan
daer
ah
in
i =
2
Lem
baga p
emeri
nta
h y
an
g
siap
men
den
gar
6.
Pel
ati
han
yan
g b
ergu
na
Ap
akah
su
dah
per
nah
ad
a
pel
ati
han
dis
ini?
Kam
i m
engik
uti
ber
bagai
maca
m p
elati
han
yan
g m
enin
gkatk
an
kem
am
pu
an
kam
i =
0K
ad
an
g-k
ad
an
g a
da p
elah
itan
yan
g t
idak m
enin
gkatk
an
kem
am
pu
an
kam
i =
1S
ekali
saja
say
a i
ku
t p
elati
han
yan
g t
ida
k b
ergu
na =
1.5
Kam
i bel
um
men
gik
uti
pel
ati
han
=2
Men
gik
uti
pel
ati
han
yan
g
men
ingkatk
an
pen
gh
idu
pan
kam
i.
6 –
In
stit
uti
on
al
Fie
ld –
5 A
ttri
bu
tes
Appendix
95
Att
rib
ute
Qu
est
ion
(s)
Sco
rin
g g
uid
elin
esId
eal
scen
ari
o
Ex
ten
sio
n
Do
yo
u h
ave
an
ex
ten
sio
n o
ffic
er
hel
pin
g y
ou
r li
vel
iho
od
s h
ere?
H
ow
?
Ou
r ex
ten
sio
n o
ffic
er i
s act
ive
in o
ur
com
mu
nit
y,
we s
ee t
hem
reg
ula
rly a
nd
th
ey h
ave
pra
ctic
all
y h
elp
ed u
s in
th
ese w
ays.
..(e
xam
ple
s?)
= 0
W
e h
ave
an
ex
ten
sio
n o
ffic
er b
ut
he
is r
are
ly p
rese
nt/
inef
fect
ive
= 1
We
do
no
t h
ave
an
ex
ten
sio
n o
ffic
er =
2
Ex
ten
sio
n o
ffic
ers
wh
o a
re
mo
tivate
d a
nd
co
mm
itte
d t
o
imp
rove
the
livel
iho
od
s o
f fi
sher
ho
use
ho
lds.
Liv
elih
oo
ds
pro
gra
ms
–fo
r th
e co
mm
un
ity
Tel
l m
e abo
ut
the
typ
es
of
pro
gra
ms/
aid
th
at
have
been
giv
en t
o t
his
co
mm
un
ity?
Ple
ase
giv
e ex
am
ple
s?
T
he
com
mu
nit
y h
as
ben
efi
ted
fro
m l
on
g t
erm
pro
gra
ms
(ple
ase
giv
e ex
am
ple
s) t
hat
have
hel
ped
ou
r li
vel
iho
od
s =
0
Th
ere h
ave
bee
n v
ari
ou
s p
roje
cts
bu
t th
ese t
end
ed t
o h
ave o
nly
a s
ho
rt t
erm
im
pact
= 1
Th
ere h
as
bee
n a
id b
ut
ther
e w
as
no
so
ciali
sati
on
an
d i
t q
uic
kly
fail
ed =
2
Th
ere h
ave
bee
n n
o p
rogra
ms
her
e =
3
Lo
ng t
erm
, su
stain
able
p
rogra
ms
that
make
a
sign
ific
an
t co
ntr
ibu
tio
n t
o
com
mu
nit
y l
ivel
iho
od
re
sili
ence
.
Liv
elih
oo
d p
rogra
ms
–fo
r th
e
ho
use
ho
ld
Have
yo
u r
ece
ived
an
y
aid
/li
vel
iho
od
im
pro
vem
ent
pro
gra
ms?
Ple
ase
giv
e e
xam
ple
s?
We
have
ben
efit
ed f
rom
lo
ng t
erm
pro
gra
ms
(ple
ase
giv
e ex
am
ple
s) t
hat
have
hel
ped
ou
r li
vel
iho
od
s =
0
We
have
had
vari
ou
s p
roje
cts
bu
t th
ese
ten
ded
to
have
on
ly a
sh
ort
ter
m
imp
act
= 1
W
e h
ave
rece
ived
aid
bu
t th
ere
was
no
so
ciali
sati
on
an
d i
t q
uic
kly
fail
ed =
2
T
her
e h
ave
bee
n n
o p
rogra
ms
her
e =
3
Lo
ng t
erm
, su
stain
able
pro
gra
ms
that
make
a
sign
ific
an
t co
ntr
ibu
tio
n t
o
ho
use
ho
ld l
ivel
iho
od
re
sili
ence
.
Ad
vo
cacy
If y
ou
have
a p
rop
osa
l fo
r y
ou
r
livel
iho
od
or
for
the
com
mu
nit
y
wh
o c
an
yo
u t
ake
the
pro
po
sal
to?
We
kn
ow
ou
r id
eas/
need
s w
ill
be
hea
rd b
eca
use
of
this
org
an
izati
on
or
that
per
son
(ex
am
ple
s) =
0
We
have
a r
ep
rese
nta
tive
bu
t th
ey a
re n
ot
effe
ctiv
ely c
om
mu
nic
ati
ng o
ur
nee
ds
= 1
We
feel
ign
ore
d a
nd
un
able
to
so
urc
e th
e h
elp
we
nee
d =
2
Inst
itu
tio
ns
act
ivel
y
ad
vo
cati
ng f
or
the
need
s o
f th
e p
oo
r.
Tra
inin
g a
nd
cap
aci
ty b
uil
din
gH
ave
yo
u b
een
part
of
an
y
livel
iho
od
im
pro
vem
ent
train
ing/
cap
aci
ty b
uil
din
g?
We
have
join
ed t
rain
ing t
hat
has
imp
roved
ou
r li
vel
iho
od
cap
abil
ity =
0O
ccasi
on
all
y t
here
has
bee
n a
sp
ecif
ic t
rain
ing i
.e.
sew
ing/
fix
ing m
ach
ines
bu
t th
is h
as
no
t m
ad
e a c
on
trib
uti
on
to
ou
r li
vel
iho
od
cap
abil
ity
= 1
Th
ere h
as
bee
n n
o t
rain
ing =
2
Tra
inin
g/
ca
paci
ty b
uil
din
g
that
dir
ectl
y i
mp
rov
es
livel
iho
od
cap
abil
ity
fo
r th
e lo
ng-t
erm
.
Andalas University PressJl. Situjuh No.1 Padang-2519, Telp/Fax. (0751)27066
email: [email protected]
facebook : AU PRESS (Andalas University Press)
ISBN:978-602-6953-23-0