PENGARUH TB PARU PADA DEPRESI

download PENGARUH TB PARU PADA DEPRESI

of 78

description

pengaruh TB paru terhadap depresi

Transcript of PENGARUH TB PARU PADA DEPRESI

62

PENGARUH LAMANYA MENDERITA TUBERKULOSIS PARU TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN DI PUSKESMAS SUMBERSARI KABUPATEN JEMBER

SKRIPSI

OlehSheila NurkhalesaNIM 102010101005

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER

x

2014

1

PENGARUH LAMANYA MENDERITA TUBERKULOSIS PARU TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN DI PUSKESMAS SUMBERSARI KABUPATEN JEMBER

SKRIPSIdiajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syaratuntuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran (S1)dan mencapai gelar Sarjana Kedokteran

OlehSheila NurkhalesaNIM 102010101005

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS JEMBER2014i

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:1. Allah SWT yang telah memberi segala limpahan rahmat serta hidayah-Nya, beserta Nabi Muhammad SAW dan Rasul- Nya yang selalu menjadi panutan dalam setiap langkah.1. Orangtua tercinta, Ayahanda Drs. Halimi Mahfudz, M.Pd dan IbundaDra. Anna Triwahyuni Kusumastuti yang telah memberikan doa, dukungan, bimbingan, kasih sayang serta pengorbanan selama ini.1. Adikku tersayang, Faris Fajrul Fallah yang selalu memberikan motivasi, doa, dan kasih sayang untuk menyelesaikan skripsi ini.1. Guru-guru, yang telah menempa dan mendidik saya untuk menjadi manusia yang berilmu dan beriman.1. Keluarga besar Lambda Fakultas Kedokteran Universitas Jember Angkatan 2010.1. Almamater Fakultas Kedokteran Universitas Jember atas seluruh kesempatan menimba ilmu yang berharga ini.

ii

MOTTO

Aku berlindung kepada Tuhan yang memelihara dan menguasai manusia.(Terjemahan Q.S An-Nas 1)*)

Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat baik(Terjemahan Q.S Al-Ankabut 69)**)

*) **) Departemen Agama Republik Indonesia. 1981. Al Quran dan Terjemahannya. Semarang: PT Kumudasmoro Grafindoiii

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:Nama: Sheila NurkhalesaNIM: 102010101005menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul: Pengaruh Lamanya Menderita Tuberkulosis Paru Terhadap Tingkat Depresi Pada Pasien di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi mana pun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, 22 September 2014Yang menyatakan,

Sheila NurkhalesaNIM 102010101005

iv

SKRIPSI

PENGARUH LAMANYA MENDERITA TUBERKULOSIS PARU TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA PASIEN DI PUSKESMAS SUMBERSARI KABUPATEN JEMBER

Oleh

Sheila NurkhalesaNIM 102010101005

Pembimbing:

Dosen Pembimbing Utama: dr. Alif Mardijana, Sp.KJDosen Pembimbing Anggota: dr. Rosita Dewi

v

PENGESAHAN

Skripsi berjudul Pengaruh Lamanya Menderita Tuberkulosis Paru Terhadap Tingkat Depresi Pada Pasien di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Jember pada: hari, tanggal: Senin, 22 September 2014tempat: Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Penguji I,Penguji II, dr. Justina Evy Tyaswati, Sp.KJ dr. Ali Santosa, Sp.PDNIP. 196410111991032004 NIP. 195909041987011001

Penguji III,Penguji IV,

dr. Alif Mardijana, Sp.KJdr. Rosita DewiNIP. 195811051987022001NIP. 198404282009122003

Mengesahkan,Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jember

dr. Enny Suswati, M.KesNIP. 197002141999032001vi

RINGKASAN

Pengaruh Lamanya Menderita Tuberkulosis Paru Terhadap Tingkat Depresi; Sheila Nurkhalesa; 102010101005; 2014; 62 halaman; Fakultas Kedokteran Universitas Jember.

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya (Riskiyani et al., 2013). Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terkena penyakit ini. Data WHO menunjukkan bahwa di Indonesia setiap tahun ditemukan 539.000 kasus baru TB BTA positif dengan kematian 101.000 jiwa (Depkes, 2010). Banyaknya angka kejadian dari penyakit TB paru di dunia khususnya Indonesia, akan timbul permasalahan seperti terapi yang lama dan kompleks, komplikasi penyakit serta banyak kekhawatiran lain yang dapat menimbulkan potensi munculnya depresi. Depresi merupakan satu masa tergangunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010). Penelitian ini untuk mengetahui adanya pengaruh lamanya menderita penyakit Tuberkulosis paru terhadap tingkat depresi pada pasien di Puskesmas Sumbersari Kab. Jember. Metode Penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan desain survei analitik dan pendekatan cross sectional serta menggunakan teknik pengumpulan data yang mana penelitian dilakukan pada tanggal 12-25 Agustus 2014 di Puskesmas Sumbersari Kab. Jember. Pengambilan sampel menggunakan Purposive sampling, sebanyak 30 sampel. Data diperoleh dengan menggunakan kuisioner yang diisi oleh responden.Dari hasil penelitian berdasarkan hasil uji statistik Spearman Rho yang dihitung dengan program SPSS 22 didapatkan Significancy lama menderita Tuberkulosis paru dengan tingkat depresi adalah sebesar 0,004 yang menunujukkan p 0,05>0,004 berarti Ho ditolak yang mana terdapat hubungan lama menderita Tuberkulosis paru dengan tingkat depresi pada pasien di Puskesmas Sumbersari Kab. Jember. Nilai korelasi Spearman sebesar -0,514 menunjukkan bahwa arah korelasi negatif dengan kekuatan sedang yang menunjukkan bahwa semakin lama menderita Tuberkulosis paru, maka gejala depresi akan semakin menurun. vii

viii

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat rahmat dan karunia yang telah dicurahkan dan dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judulPengaruh Lamanya Menderita Tuberkulosis Paru Terhadap Tingkat Depresi Pada Pasien di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember ini tanpa suatu hambatan yang berarti. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) Fakultas Kedokteran Universitas Jember.Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:1. dr. Enny Suswati, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jember atas segala fasilitas dan kesempatan yang diberikan selama menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Jember;1. dr. Alif Mardijana, Sp.KJ selaku Dosen Pembimbing Utama dan dr. Rosita Dewi selaku Dosen Pembimbing Anggota yang telah meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan perhatiannya dalam penulisan skripsi ini;1. dr. Justina Evy Tyaswati, Sp.KJ dan dr. Ali Santosa, Sp.PD sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini;1. dr. Hairrudin, M.Kes dan dr. Yudha Nurdian, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak membimbing penulis serta selalu memberikan dukungan dan motivasi selama menjadi mahasiswa;1. Keluarga tercinta, Ayahanda Drs. Halimi Mahfudz, M.Pd, Ibunda Dra. Anna Triwahyuni Kusumastuti, Adikku Faris Fajrul Fallah terimakasih atas segala dukungan moril, materi, doa, dan curahan kasih sayang yang tak akan pernah putus;1. Keluarga besar, khususnya Budhe dr. Niken Dwirini, Sp.Rad, Bapak dr. Hafidin Ilham, Sp.An, dan Tante dr. Purnaning Wahyu, Sp.THT yang telah banyak memberikan inspirasi serta membantu penulis selama menjadi mahasiswa;ix

1. Yudha Anantha Khaerul Putra beserta keluarga yang telah banyak membantu dari awal sampai akhir, selalu setia menemani, memberikan kasih sayang, semangat, serta motivasi dalam penyelesaian skripsi ini;1. Saudariku Maria Denta, Putri Arum, Indah Kusuma, dan Sherra Nadilla yang telah memberikan dukungan, semangat, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi yang berharga ini;1. Sahabat-sahabatku Adity Arisukma, Dyah Kusumayanti, Nur Rahmawati, serta Andriyani terima kasih atas kasih sayangnya untukku, motivasi dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini;1. Teman-temanku Amalia Firdaus, Dhevi Wulandari, Kartika Tari, Ayuwaica, Relang, Lutfi, Alfarika, Michael, Okky Fatra, dan Adi Dharma yang telah bekerja sama dan saling memberikan motivasi selama pelaksanaan penelitian skripsi ini;1. Keluarga Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian skripsi ini dan selalu memberikan dorongan semangat;1. Seluruh angkatan 2010 yang telah berjuang bersama-sama demi gelar Sarjana Kedokteran;1. Alamamater Fakultas Kedokteran Universitas Jember;1. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Jember, 22 September 2014Penulis

x

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL iHALAMAN PERSEMBAHAN iiHALAMAN MOTO iiiHALAMAN PERNYATAAN ivHALAMAN PEMBIMBINGAN vHALAMAN PENGESAHAN viRINGKASAN viiPRAKATA ixDAFTAR ISI xiDAFTAR TABEL xivDAFTAR GAMBAR xvBAB 1. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang 11.2 Rumusan Masalah 21.3 Tujuan 2 1.3.1 Tujuan Umum 2 1.3.2 Tujuan Khusus 3 1.4 Manfaat 3BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Tuberkulosis Paru 42.1.1 Epidemiologi 42.1.2 Patogenesis 42.1.3 Manifestasi Klinis 6xi

2.1.4 Terapi 72.2 Depresi 9 2.2.1 Etiologi 9 2.2.2 Epidemiologi 10 2.2.3 Manifestasi Klinis 10 2.2.4 Klasifikasi 11 2.2.5 Diagnosis 13 2.2.6 Beck Deppresion Inventory (BDI) 152.3 Hubungan Tuberkulosis Paru dan Depresi 152.4 Hipotesis Penelitian 16BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 17 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 17 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 17 3.3.1 Populasi 17 3.3.2 Sampel 17 3.3.3 Kriteria Inklusi 17 3.3.4 Kriteria Ekslusi 183.4 Variabel Penelitian 18 3.4.1 Variabel Bebas 18 3.4.2 Variabel Terikat 183.5 Definisi Operasional 18 3.5.1 Tuberkulosis Paru 18 3.5.2 Depresi 193.6 Instrumen Penelitian 193.7 Cara Pengumpulan Data 19 3.8 Pengolahan Data 193.9 Analisis Data 20 3.10 Masalah Etika 21xii

3.11 Kerangka Kerja 22BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil Penelitian 23 4.1.1 Distribusi Data Umum 234.1.2 Tabulasi Silang Distribusi Umum dengan Variabel 304.1.3 Tabulasi Silang Distribusi Tingkat Depresi Menurut Lama Menderita Tuberkulosis Paru 404.1.4 Analisis Hubungan Lama Menderita Tuberkulosis Paru dengan Tingkat Depresi 414.2 Pembahasan 41BAB 5. KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN5.1 Kesimpulan 485.2 Saran 485.3 Keterbatasan Penelitian 49DAFTAR PUSTAKA 50LAMPIRAN1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 521. Lembar Pernyataan Bersedia Menjadi Responden 531. Lembar Kuisioner 541. Data Umum Responden 601. Data Khusus Responden 611. Persetujuan Etik............................................................................. 62

xiii

DAFTAR TABEL

HalamanTabel 2.1 Resimen Pengobatan Tuberkulosis 7Tabel 4.1 Tabulasi distribusi lama menderita TB Paru menurut usia 30Tabel 4.2 Tabulasi distribusi lama menderita TB Paru menurut jenis kelamin 31Tabel 4.3 Tabulasi distribusi lama menderita TB Paru menurut tingkat pendidikan 32Tabel 4.4 Tabulasi distribusi lama menderita TB Paru menurut pekerjaan 33Table 4.5 Tabulasi distribusi lama menderita TB Paru menurut status perkawinan 34Tabel 4.6 Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut usia 35Tabel 4.7 Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut jenis kelamin 36Tabel 4.8 Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut tingkat pendidikan 37Tabel 4.9 Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut pekerjaan 38Tabel 4.10 Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut status dalam keluarga 39Tabel 4.11 Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut lama menderita TB Paru 40Tabel 4.12 Analisi hubungan lama menderita TB Paru dengan tingkat Depresi 41

xiv

DAFTAR GAMBAR

HalamanGambar 4.1 Diagram distribusi responden menurut usia 23Gambar 4.2 Diagram distribusi responden menurut jenis kelamin 24Gambar 4.3 Diagram distribusi responden menurut tingkat pendidikan 25Gambar 4.4 Diagram distribusi responden menurut tingkat pendidikan 26Gambar 4.5 Diagram distribusi responden menurut status perkawinan 27Gambar 4.6 Diagram distribusi responden menurut lama menderita TB 28Gambar 4.7 Diagram distribusi responden menurut tingkat depresi 29xv

BAB 1. PENDAHULUAN

0. Latar BelakangTuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. TB Paru adalah penyakit yang dapat menular melalui udara (airborne disease). Kuman TB menular melalui percikan dahak (droplet) ketika penderita TB paru aktif batuk, bersin, bicara atau tertawa. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dormant) selama beberapa tahun (Riskiyani et al., 2013).Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terkena penyakit ini. Pada tahun 2009, terdapat sekitar 9,4 juta insiden kasus TB secara global. Prevalensi di dunia mencapai 14 juta kasus atau sama dengan 200 kasus per 100.000 penduduk (Tirtana dan Musrichan, 2011). Data WHO menunjukkan bahwa di Indonesia setiap tahun ditemukan 539.000 kasus baru TB BTA positif dengan kematian 101.000 jiwa. Menurut catatan Departemen Kesehatan sepertiga penderita tersebut ditemukan di RS dan sepertiga lagi di puskesmas, sisanya tidak terdeteksi dengan baik (Depkes, 2010).Banyaknya angka kejadian dari penyakit TB paru di dunia khususnya Indonesia, maka timbul permasalahan seperti terapi yang lama dan kompleks, biaya pengobatan yang mahal, komplikasi penyakit serta banyak kekhawatiran lain yang dapat menimbulkan potensi munculnya depresi. Depresi merupakan satu masa tergangunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010).Faktor penyebab depresi terbagi atas faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial. Namun yang paling banyak dilakukan penelitian adalah faktor psikososial. Penyebab depresi dari faktor psikososial antara lain dikarenakan peristiwa kehidupan dan stres lingkungan, faktor psikoanalitik, dan psikodinamik (Kaplan, 2010). Freud juga menyatakan bahwa kemarahan pasien depresi diarahkan kepada diri sendiri karena mengidentifikasikan terhadap objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk melepaskan diri terhadap objek yang hilang. Depresi menjadi suatu efek yang dapat melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya akan mengakibatkan keputusasaan.Berdasarkan hal tersebut maka perlu untuk diadakan CLP (Consultation Liasion Psychiatry) di bidang psikiatri seorang dokter psikiatri berperan sebagai konsultan bagi sejawat dokter lainnya dalam menangani pasien dalam berbagai kondisi medis. Tujuannya adalah mengidentifikasi gangguan mental dan respon psikologis terhadap penyakit fisik pasien, sarana psikologis dan sosial, gaya menghadapi masalah guna menganjurkan intervensi terapeutik yang paling tepat untuk kebutuhan pasien (Kaplan, 2010). Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh lamanya menderita TB paru terhadap tingkat depresi di Puskesmas Sumbersari Jember.

0. Rumusan MasalahRumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh lamanya menderita TB Paru terhadap tingkat depresi pada pasien TB Paru di Puskesmas Sumbersari?

0. Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan UmumTujuan umum penelitian ini adalah mengkaji pengaruh lamanya menderita TB Paru terhadap tingkat depresi pada pasien TB Paru di Puskesmas Sumbersari.1.3.2 Tujuan KhususTujuan khusus penelitian ini adalah:1. Menganalisis lamanya menderita TB Paru pada pasien TB Paru di Puskesmas Sumbersari.1. Menganalisis tingkat depresi pada pasien TB Paru di Puskesmas Sumbersari.1. Menganalisis pengaruh lamanya menderita TB Paru terhadap tingkat depresi pada pasien TB Paru di Puskesmas Sumbersari.

0. Manfaat PenelitianManfaat penelitian ini adalah:1. Bagi pasien dapat dijadikan informasi ilmiah tentang pengaruh lamanya menderita TB Paru terhadap tingkat depresi pada pasien TB paru dan membantu pasien dengan mendapatkan perawatan dengan dokter psikiatri.1. Bagi masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan tentang pengaruh lamanya menderita TB Paru terhadap tingkat depresi pada pasien TB Paru.1. Bagi institusi dapat dijadikan informasi perlunya melakukan rawat bersama di poli psikiatri dan segera diterapi.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis ParuTuberkulosis Paru adalah suatu infeksi kronik jaringan paru, yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosae. Epidemiologi TB di Amerika Serikat selama 30 tahun terakhir telah mencerminkan kecenderungan sosial dan kesehatan lainnya. Identifikasi kasus efektif dan kecenderungan penurunan angka kejadian TB memberi kesan bahwa pemberantasan penyakit di Amerika Serikat merupakan tujuan yang dapat dicapai. Namun di daerah tropis frekuensi tuberkulosis paru ini masih sangat tinggi (Corwin, 2009).

2.1.1 EpidemiologiDiperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terkena penyakit ini. Pada tahun 2009, terdapat sekitar 9,4 juta insiden kasus TB secara global. Prevalensi di dunia mencapai 14 juta kasus atau sama dengan 200 kasus per 100.000 penduduk (Tirtana dan Musrichan, 2011). Data WHO menunjukkan bahwa di Indonesia setiap tahun ditemukan 539.000 kasus baru TB BTA positif dengan kematian 101.000 jiwa. Menurut catatan Departemen Kesehatan sepertiga penderita tersebut ditemukan di RS dan sepertiga lagi di puskesmas, sisanya tidak terdeteksi dengan baik (Depkes, 2010).

2.1.2 PatogenesisPatogenesis TB telah dipahami selama beberapa dekade. Basil tuberkel yang terhirup dan bersarang di alveoli. Sering kali organisme ini bisa segera hancur, tanpa gejala sisa kekebalan dan patologis lebih lanjut. Jika organisme ini tidak hancur, mereka akan melukai dan menghancurkan jaringan alveolus di sekitarnya. Hal ini pada nantinya akan menghasilkan sitokin dan faktor kemotaktik yang menarik makrofag, neutrofil, dan monosit. Biasanya, pertumbuhan organisme akan diperiksa sekali pada respon imunitas seluler yang adekuat yang terjadi dalam 2-6 minggu. Sel dan bakteri membentuk sebuah nodul, sebuah granuloma yang mengandung basil TB. Pada titik ini, tergantung pada faktor pejamu dan virulensi dari strain. Beberapa hasil akhir yang berbeda dapat dicapai. Pertama, jika tidak ada lagi pertumbuhan, tuberkel merupakan satu-satunya tempat penyakit, dan organisme bertahan pada stadium laten. Kedua, jika ada pertumbuhan lebih lanjut, basil memasuki kelenjar limfe dan menginfeksi kelenjar getah bening hilus, menyebabkan limfadenopati. Tuberkel maupun kelenjar getah bening mengalami klasifikasi, sebagai konsekuensi jangka panjang proses jaringan parut dan penahan. Gabungan tuberkel perifer dan kelenjar limfe hilus yang membesar dan mengalami klasifikasi disebut kompleks Ghon. Sebagian besar infeksi yang berkembang sampai titik ini biasanya menunda pemeriksaan, sehingga menciptakan infeksi laten. Sebagian kecil pasien mengalami penyakit primer progresif di paru, dan sangat sedikit pasien mengalami penyebaran hematogen, dengan produksi tuberkel yang tak terhitung di seluruh tubuh. Keadaan ini disebut tuberkulosis milier dan berhubungan dengan mortalitas yang sangat tinggi. Pasien yang memiliki respon CMI sukses akan mencerminkan memori imunologi infeksi dengan tes Mantoux positif. Tes ini terdiri dari suntikan protein TB intradermal steril dan mengamati tanda-tanda respon kekebalan, indurasi dari tempat suntikan 48-72 jam setelah suntikan. Infeksi laten tidak selalu tetap laten. sekitar 10% pasien akan mengaktifkan kembali infeksi laten mereka dalam 3 tahun pertama setelah infeksi, berlanjut menjadi infeksi nekrotik destruktif dengan gejala konstitusi yang menonjol. Kerusakan jaringan terlihat sebagai efek dari organisme dan respon kekebalan pejamu. Sekelompok pasien lain akan terus berlangsung di kemudian hari mengaktifkan kembali dekade setelah paparan, karena faktor usia, pengobatan, atau penyakit kambuhan mengubah keseimbangan di antara pejamu dan organisme (Ringel, 2009).

0. Manifestasi KlinisKeluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah 1. DemamBiasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.1. Batuk/batuk darahGejala ini paling banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif), kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.1. Sesak napasPada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.1. Nyeri dadaGejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.1. MalaisePenyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain (Sudoyo et al., 2009).

0. TerapiPengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat mencegah perkembangan resistensi obat. Oleh karena itu, WHO telah menerapkan strategi DOTS dimana terdapat petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum obat untuk memastikan kepatuhannya. WHO juga telah menetapkan resimen pengobatan standar yang membagi pasien menjadi empat kategori berbeda menurut definisi kasus tersebut.

Tabel 2.1 Resimen Pengobatan TuberkulosisKategoriPasien TBResimen Pengobatan

Fase AwalFase Lanjutan

1TBP sputum BTA positif baru bentuk TBP berat, TBP ekstra-paru (berat), TBP BTA-negatif2 SHRZ (EHRZ)6 HE

2 SHRZ (EHRZ)4 HR

2 SHRZ (EHRZ)4 H3R3

2Relaps kegagalan pengobatan kembali ke default2 SHZE/1 HRZE5 H3R3E3

2 SHZE/1 HRZE5 HRE

3TBP sputum BTA- negatif , TP ekstra-paru (menengah berat)2 HRZ/2 H3R3Z36 HE

2 HRZ/2 H3R3Z32 HR/4H

2 HRZ/2 H3R3Z32 H3R3/4H

4Kasus kronis (masih BTA-positif setelah pengobatan ulang yang disupervisi)Tidak dapat diaplikasikan (mempertimbangkan menggunakan obat-obatan barisan kedua)

Singkatan: TB = TB; TBP = Tuberkulosis Paru; S = Streptomisin; H = Isoniazid; R = Rifampisin; Z = Pirazinamide; E = Etambutol.Sumber: (Sudoyo et al., 2009).

Resimen Pengobatan Saat Ini (metode DOTS)1. Kategori 1Pasien TB paru dengan sputum BTA positif dan kasus baru, TB paru lainnya dalam keadaan TB berat, seperti meningitis tuberkulosis, miliaris, perikarditis, peritonitis, pleuritis masif atau bilateral, spondilitis dengan gangguan neurologik, sputum BTA negatif tetapi kelainan di paru luas, tuberkulosis usus dan saluran kemih. Pengobatan fase inisial resimennya terdiri dari 2 HRZS (E), setiap hari selama dua bulan. Sputum BTA yang awal positif setelah dua bulan diharapkan menjadi negatif, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4 HR atau 4 H3R3 atau 6 HE. Apabila sputum BTA masih tetap positif selama dua bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4 minggu lagi, tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak.1. Kategori 2Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Pengobatan fase inisisal terdiri dari 2HRZES/1HRZE, yaitu R dengan H, Z, E setiap hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi negatif, fase lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-4 sputum BTA masih positif, semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum untuk uji kepekaan. Obat dilanjutkan memakai resimen fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3 atau 5HRE.1. Kategori 3Pasien TB paru dengan sputum BTA negatif tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus ekstra-pulmonal (selain dari kategori 1). Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2H3R3E3Z3, yang diteruskan dengan fase lanjutan 2HR atau H3R3.1. Kategori 4Pasien dengan tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya harus dikultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup diberi H saja (WHO) atau sesuai rekomendasi WHO untuk pengobatan TB resistensi ganda (MDR-TB) (Sudoyo et al., 2009).

0. DepresiMenurut Kaplan (2010), depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai dengan hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderita berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu.Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi (WHO, 2010).

0. EtiologiDalam buku At a Glance Psikiatri (2008), etiologi depresi yaitu:1. GenetikRiwayat keluarga sering positif dengan manik, depresi, ketergantungan alkohol.1. PsikososialKejadian-kejadian terkini dalam hidup yang tidak menyenangkan dan membuat rentan, misalnya:1. Kehilangan ibu pada usia < 11 tahun1. Pengangguran1. 3 anak berusia < 14 tahun berada dalam satu rumah1. Kurangnya hubungan yang dilandasi kepercayaan1. Sosio-ekonomi1. Neurokimia1. Hipotesis monoaminBahwa metabolit-metabolit monoamin (terutama noradrenalin dan serotonin) yang terdapat pada cairan serebrospinal dan urin berkurang pada pasien-pasien depresi, dan bahwa obat antidepresan meningkatkan availabilitas monoamin.1. Stress kronisStress kronis dapat meningkatkan kadar kortisol sehingga mengakibatkan penurunan mood melalui mekanisme penurunan ekspresi neurotropin yang berperan penting dalam pertumbuhan neuron.1. Penyakit endokrin, kanker, dan penyakit kronis lainnya.1. Penyalahgunaan zat alkohol, steroid, obat antihipertensi, dan kontrasepsi oral.

0. EpidemiologiGangguan depresi adalah suatu gangguan yang sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup kira-kira 15% dan kemungkinan sekitar 25% terjadi pada wanita. Terlepas dari kultur atau negara, prevalensi gangguan depresi berat dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Rata-rata usia onset untuk gangguan depresi berat kira-kira 40 tahun, 50% dari semua pasien mempunyai onset antara 20 dan 50 tahun. Beberapa data epidemiologi baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi gangguan depresi berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun (Emirza, 2013).

0. Manifestasi klinisMenurut PPDGJ-III, gejala dari episode depresif yaitu:2. Gejala utama0. Afek depresif,0. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan0. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saat kerja) dan menurunnya aktivitas.2. Gejala lainnya1. Konsentrasi dan perhatian berkurang.1. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.1. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.1. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.1. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri.1. Tidur terganggu.1. Nafsu makan berkurang.

0. KlasifikasiKlasifikasi depresi menurut WHO dalam Lubis (2009):1. Berdasarkan tingkat penyakit1) Mild depression / minor depression atau depresi ringan dan dysthmic disorder. Terjadi setelah adanya kejadian yang membuat stress secara spesifik, mood menjadi rendah dan hilang timbul. Seseorang tersebut akan merasa cemas dan tidak bersemangat. Untuk mengurangi depresi ringan ini, dibutuhkan perubahan gaya hidup. Tanda dari depresi ringan: yakni terdapat5 gejala pada episode depresi namun tidak lebih dari 5 gejala depresi, muncul selama 2 minggu berturut-turut, dan gejala itu bukan karena pengaruh obat-obatan atau penyakit.1. Dysthmic disorder adalah bentuk depresi yang kurang parah namun dapat menimbulkan gangguan depresi ringan dalam jangka waktu lama sehingga seseorang tidak bisa bekerja secara optimal. Gejala depresi ringan ada dysthmic disorder dirasakan minimal dalam jangka waktu 2 tahun.1. Moderate depression atau depresi sedangMood yang rendah berlangsung terus dan juga mengalami gejala fisik walaupun berbeda-beda tiap orang. Untuk mengatasinya diperlukan perubahan gaya hidup dan bantuan dari orang lain.1. Severe depression / major depression atau depresi beratSeseorang akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk bekerja, tidur, makan dan menikmati hal yang menyenangkan. Membutuhkan bantuan medis secepat mungkin. Tanda dari depresi berat yakni terdapat 5 atau lebih gejala yang ditunjukkan dalam kriteria diagnosis Depressive Major dan berlangsung selama 2 minggu berturut-turut.1. Berdasarkan klasifikasi nosologi0. Depresi psikogenikTerjadi karena pengaruh psikologis seseorang, biasanya akibat kejadian yang dapat membuat seseorang sedih atau stress berat. Berdasarkan gejala dan tanda, dibagi menjadi:1. Reactif depressionTimbul sebagai reaksi dari suatu pengalaman hidup yang menyedihkan. Ditandai oleh apati dan retardasi atau oleh kecemasan dan agitasi. Depresi ini lebih mendalam daripada kesedihan biasa dan berlangsung lama tapi jarang melampaui beberapa minggu.(b) Exhaustion depressionTimbul setelah bertahun-tahun masa laten, akibat tekanan perasaan yang berlarut-larut, goncangan jiwa yang berturut atau pengalaman berulang yang menyakitkan.1. Neurotic depressionTimbul akibat konflik-konflik psikologis masa anak-anak (seperti keadaan perpisahan dengan ibu pada masa bayi, hubungan orangtua-anak yang tidak menyenangkan) yang selama ini disimpan dan membekas dalam jiwa penderita. Jauh sebelum timbulnya depresi sudah tampak adanya gejala-gejala kecemasan, tidak percaya diri, gagap, sering mimpi buruk, eneuresis, banyak berkeringat, gemetar, berdebar-debar, gangguan pencernaan seperti diare dan spasme.0. Depresi endogenikDiturunkan secara genetiik, biasanya timbul tanpa didahului oleh masalah psikologis atau fisik tertentu tapi bisa juga dicetuskan oleh trauma fisik maupun psikis. Sebagian besar depresi endogen merupakan depresi unipolar.0. Depresi somatogenikTimbulnya depresi somatogenik diduga akibat faktor-faktor jasmani, terbagi atas:0. Depresi organikDisebabkan oleh perubahan morfologi otak seperti arteriosklerosis serebri, demensia senelis, tumor otak, dan defisiensi mental. Gejalanya dapat berupa kekosongan emosional disertai ide-ide hipokondrik. Biasanya disertai dengan psychosyndrome akibat kelainan lokal atau difusi di otak dengan gejala kerusakan memori jangka pendek, disorientasi waktu, tempat, dan situasi, disertai tingkah laku eksplosif dan mudah terharu.0. Depresi simtomatikDisebabkan oleh penyakit fisik seperti infeksi (hepatitis, influenza, pneumonia), penyakit endokrin (diabetes melitus, hipotiroid), akibat tindakan pembedahan, pengobatan jangka panjang dengan obat antihipertensi, pada fase penghentian kecanduan narkotika, alkohol, dan obat penenang.

0. DiagnosisPenegakan diagnosis berdasarkan PPDGJ-III adalah sebagai berikut.1. Episode depresif ringan0. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut di atas.0. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya : (1) sampai dengan (7).0. Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya.0. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.0. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.1. Episode depresif sedang0. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan.0. Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya.0. Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.0. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.1. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik0. Semua 3 gejala utama depresi harus ada.0. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat.0. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.0. Epsiode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.0. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.1. Episode depresif berat dengan gejala psikotik0. Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut episode depresif berat tanpa gejala psikotik.0. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).

2.2.6 Beck Deppresion Inventory (BDI)Merupakan salah satu cara untuk mendiagnosis depresi dengan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh responden. Di dalam kuesioner terdapat 21 pertanyaan yang terdiri atas emosi, tingkah laku, kognitif, afektif, dan gejala somatis depresi. Tabel 2.2 Skor BDIKlasifikasiSkor TotalTingkat Depresi

Ringan1-10Normal

11-16Gangguan mood ringan

Sedang17-20Batas depresi klinis

21-30Depresi sedang

Berat31-40Depresi berat

Lebih dari 40Depresi ekstrem

Sumber: Beck, T. Aron. 1996. Beck Depression Inventory. San Antonio: The Psychological Corporation Harcourt Brace & Company.

2.3Hubungan Tuberkulosis Paru dan DepresiBerdasarkan Jurnal Tuberkulosis Indonesia (2010) pasien yang sedang mengalami pengobatan sebagai MDR-TB pasti mengalami kegelisahan dan ketakutan. Betapa tidak, pasien harus diinjeksi setiap hari selama 6 bulan, disamping harus minum obat sekian banyak macam di hadapan petugas, setiap hari selama hampir 2 tahun, tepatnya 18 bulan setelah konversi dahak. Meskipun demikian tidak dijamin dapat sembuh 100%. Pasien dengan tuberkulosis paru mengalami depresi sebagai respon alaminya. Depresi di sini bukan merupakan suatu tanda adanya gangguan mental, namun merupakan suatu respon terhadap kehilangan yang amat sangat sehingga menarik diri dari kehidupan, menyendiri, sangat bersedih, dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Pada fase ini, seseorang mulai membangun kembali diri mereka dari awal. Penyakit tuberkulosis paru dapat mempengaruhi keseimbangan monoamine di otak. Monoamin adalah suatu sistem neurotransmitter di otak dalam bentuk dopamin, serotonin, dan norephinephrine. Ketidakseimbangan serotonin dalam otak inilah yang dapat membuat pasien tuberkulosis paru sangat rentan terhadap depresi (Istanti, 2009).Hal ini juga dipaparkan oleh Rachmawati dan Turniani (2009) bahwa TB Paru merupakan penyakit kronis dan memerlukan pengobatan secara teratur selama 6-8 bulan. Karena pengobatan memerlukan waktu yang lama maka penderita TB Paru sangat memungkinkan mengalami depresi yang cukup berat sehingga selain diperlukan pengobatan secara medis juga diperlukan dukungan sosial dari keluarga maupun orang di sekitarnya.Pada penelitian yang dilakukan oleh Riskiyani et al. (2013) di Desa Ajangale, TB Paru dapat sembuh bila dilakukan pengobatan secara teratur selama 6-8 bulan. Karena pengobatan memerlukan waktu yang lama maka penderita TB Paruberisiko mengalami kebosanan yang cederung akan mengakibatkan putus obat. Di samping itu setelah mengonsumsi OAT (Obat Anti Tuberculosis), penderita mengalami efek samping obat yang sangat keras sehingga penderita berhenti minum obat karena kurangnya informasi tentang pengobatan penyakit TB paru yang diterima.

2.4 Hipotesis PenelitianTerdapat hubungan lamanya menderita Tuberkulosis Paru terhadap tingkat depresi pada pasien di Puskesmas Sumbersari.

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan PenelitianMetode Penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan desain penelitian korelasional dan pendekatan cross sectional.

3.2 Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12-25 Agustus 2014.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian3.3.1 PopulasiPopulasi penelitian ini adalah pasien Tuberkulosis paru di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember.

3.3.2 SampelSampel penelitian ini adalah pasien Tuberkulosis paru di Puskesmas Sumbersari yang ada pada saat penelitian dilaksanakan dan memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan teori eksperimental Roscoe, besar sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30-500 orang (Sugiyono, 2013). Pada penelitian ini, besar sampel adalah sebanyak 30 orang (responden). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Consecutive Sampling. Semua subyek yang ada dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian hingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

3.3.3 Kriteria InklusiKriteria inklusi pada penelitian ini adalah1. Pasien dengan tuberkulosis paru yang ada pada data rekam medis di Puskesmas Sumbersari.1. Bersedia menjadi responden dan mengikuti prosedur penelitian sampai dengan tahap akhir.1. Usia > 18 tahun.1. Dapat membaca dan menulis.1. Dapat bekerja sama dengan peneliti.

3.3.4 Kriteria EksklusiKriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah1. Pasien dalam keadaan tidak sadar atau kelemahan kondisi fisik sehingga tidak memungkinkan untuk menjadi responden. 1. Pasien mengalami gangguan fungsi kognitif.1. Pasien mengkonsumsi obat antidepresan.1. Pasien memiliki riwayat psikososial.

3.4 Variabel Penelitian3.4.1 Variabel BebasVariabel bebas penelitian ini adalah lamanya pasien menderita tuberkulosis paru.

3.4.2 Variabel TerikatVariabel terikat penelitian ini adalah tingkat depresi yang dialami oleh pasien tuberkulosis paru.

3.5 Definisi Operasional3.5.1Tuberkulosis ParuTuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Dalam kuisioner ini peniliti menentukan kelompok pasien yang menderita TB Paru dalam kurun waktu 1-3 bulan, 4-6 bulan, 7-9 bulan, 10-12 bulan (Riskiyani et al., 2013).3.5.2 Depresi Depresi merupakan satu masa tergangunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010). Dengan menggunakan kuisioner BDI (Beck Depression Inventory) akan didapatkan skor depresi sebagai berikut:Skor 1-10 = normalSkor 11-16 = depresi ringanSkor 17-30 = depresi sedangSkor 31-63 = depresi berat

3.6 Instrumen PenelitianInstrumen penelitian ini adalah lembar pengumpul data berupa kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah Beck Depression Inventory (kuesioner terlampir).

3.7 Cara Pengumpulan DataData penelitian ini didapatkan melalui data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari responden penelitian dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada seluruh responden penelitian.

3.8 Pengolahan DataData yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan komputer dengan langkah- langkah sebagai berikut.1. CleaningMemeriksa kembali data yang telah diperoleh mencakup kelengkapan atau kesempurnaan data, kekeliruan pengisian, data sampel yang tidak sesuai atau tidak lengkap.

1. CodingData yang diperoleh diberikan kode tertentu untuk mempermudah pembacaan data.1. ScoringDilakukan setelah menetapkan kode jawaban sehingga setiap jawaban responden atau hasil observasi dapat diberikan skor.1. EnteringMemasukkan data ke dalam komputer.

3.9 Analisis DataAnalisis univariat dilakukan untuk mengetahui deskripsi dari identitas responden, variabel bebas, dan variabel terikat. Deskripsi yang diketahui pada rencana penelitian ini meliputi:1. Deskripsi mengenai karakteristik responden yang terdiri dari jenis kelamin, umur, pendidikan, dan pekerjaan.1. Lama menderita TB paru: 1-3 bulan, 4-6 bulan, 7-9 bulan, dan 10-12 bulan.1. Tingkat depresi: normal, depresi ringan, depresi sedang, depresi berat.Analisis bivariat untuk melihat hubungan lamanya menderita tuberkulosis dengan tingkat depresi Setelah data terkumpul dilakukan tabulasi data dalam bentuk tabel dan di kelompokkan. Jawaban setiap pertanyaan akan diberi skor. Kemudian dilakukan uji Spearman Rho untuk mengetahui hubungan Variabel Independen terhadap Variabel Dependen. Derajat kemaknaan = 0.05 artinya jika uji statistik menunjukkan p 0,05 maka ada hubungan yang signifikasi antara variabel Independen dengan Variabel Dependen.

3.10 Masalah Etika1. Informed Consent Merupakan bentuk persetujuan antara penelitian dan responden penelitian. Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden (Informed consent terlampir)1. AnonimityMemberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.1. ConfidentialityMemberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun masalah lainnya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

3.11 Kerangka KerjaPasien Tuberkulosis paru di Puskesmas Sumbersari JemberSesuai kriteria inklusiSesuai kriteria eksklusiPengumpulan DataLama menderita TB paruTingkat DepresiPengolahan DataKesimpulanAnalisis DataTidak diteliti

59

BAB. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 30 responden penderita Tuberkulosis Paru pada tanggal 12-25 Agustus 2014 di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember.

4.1 Hasil Penelitian4.1.1 Distribusi Data Umuma. Distribusi responden menurut usia Hasil penelitian dari 30 responden di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember, dapat digambarkan dalam diagram 4.1 di bawah ini:

Gambar 4.2 distribusi responden menurut usia

Berdasarkan diagram di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden sebagian besar berusia 31-40 tahun dan 41-50 tahun yaitu masing-masing sebanyak 8 orang (27%).

b. Distribusi responden menurut jenis kelaminHasil penelitian responden menurut jenis kelamin dapat digambarkan dalam diagram 4.2 di bawah ini:

Gambar 4.2 Distribusi responden menurut jenis kelamin

Berdasarkan diagram di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak16 orang (53%).

c. Distribusi responden menurut agama Berdasarkan hasil penelitian responden menurut agama, dari 30 responden semuanya adalah beragama Islam (100%).

d. Distribusi responden menurut tingkat pendidikanHasil penelitian responden menurut tingkat pendidikan dapat digambarkan dalam diagram 4.3 di bawah ini:

Gambar 4.3 Distribusi responden menurut tingkat pendidikan

Berdasarkan diagram di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, sebagian besar tingkat pendidikannya adalah Akademi atau Perguruan Tinggi (Akademi/PT) yaitu sebanyak 13 orang (44%).

e. Distribusi responden menurut pekerjaanHasil penelitian responden menurut pekerjaan dapat digambarkan dalam diagram 4.4 di bawah ini:

Gambar 4.4 Distribusi responden menurut pekerjaan

Berdasarkan diagram di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden sebagian besar adalah wiraswasta yaitu sebanyak 16 orang (53%).

f. Distribusi responden menurut status keluarga Hasil penelitian responden menurut status dapat digambarkan dalam diagram 4.5 di bawah ini:

Gambar 4.5 Distribusi responden menurut status perkawinan

Berdasarkan diagram di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, sebagian besar responden sudah menikah yaitu sebanyak 27 orang (90%).

g. Distribusi responden menurut lama menderita Tuberkulosis ParuHasil penelitian responden menurut lama menderita Tuberkulosis Paru dapat digambarkan dalam diagram 4.6 di bawah ini:

Gambar 4.6 Distribusi responden menurut lama menderita TB

Berdasarkan diagram di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden sebagian besar telah menderita Tuberkulosis Paru selama 4-6 bulan yaitu sebanyak 11 orang (37%).

h. Distribusi responden menurut tingkat depresiHasil penelitian responden menurut tingkat depresi dapat digambarkan dalam diagram 4.7 di bawah ini:

Gambar 4.7 Distribusi responden menurut tingkat depresi

Berdasarkan diagram di atas, dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden sebagian besar mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 19 orang (63%).

4.1.2 Tabulasi Silang Distribusi Umum Responden dengan Variabela. Tabulasi silang distribusi lama menderita Tuberkulosis Paru menurut usiaHasil penelitian lama menderita Tuberkulosis Paru menurut usia adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Tabulasi distribusi lama menderita TB Paru menurut usia

Lama Menderita TBCTotal

10-12 bulan7-9 bulan4-6 bulan1-3 bulan

Umur20-30 tahunCount01225

% of Total0.0%3.3%6.7%6.7%16.7%

31-40 tahunCount02518

% of Total0.0%6.7%16.7%3.3%26.7%

41-50 tahunCount13228

% of Total3.3%10.0%6.7%6.7%26.7%

51-60 tahunCount20103

% of Total6.7%0.0%3.3%0.0%10.0%

61-70 tahunCount11136

% of Total3.3%3.3%3.3%10.0%20.0%

TotalCount4711830

% of Total13.3%23.3%36.7%26.7%100.0%

Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden dengan usia 31-40 tahun menderita Tuberkulosis Paru selama 4-6 bulan sebanyak 5 responden (16,7%).

b. Tabulasi silang distribusi lama menderita Tuberkulosis Paru menurut jenis kelaminHasil penelitian lama menderita Tuberkulosis Paru menurut jenis kelamin adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Tabulasi distribusi lama menderita TB Paru menurut jenis kelaminLama Menderita TBCTotal

10-12 bulan7-9 bulan4-6 bulan1-3 bulan

Jenis KelaminPCount145414

% of Total3.3%13.3%16.7%13.3%46.7%

LCount336416

% of Total10.0%10.0%20.0%13.3%53.3%

TotalCount4711830

% of Total13.3%23.3%36.7%26.7%100.0%

Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden laki laki menderita Tuberkulosis Paru selama 4-6 bulan sebanyak 6 responden (20%).

c. Tabulasi silang distribusi lama menderita Tuberkulosis Paru menurut tingkat pendidikanHasil penelitian lama menderita Tuberkulosis Paru menurut tingkat pendidikan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Tabulasi distribusi lama menderita TB Paru menurut tingkat pendidikan

Lama Menderita TBCTotal

10-12 bulan7-9 bulan4-6 bulan1-3 bulan

Pendidikan TerakhirSDCount24107

% of Total6.7%13.3%3.3%0.0%23.3%

SMPCount00011

% of Total0.0%0.0%0.0%3.3%3.3%

SMACount23319

% of Total6.7%10.0%10.0%3.3%30.0%

AKADEMI/PTCount007613

% of Total0.0%0.0%23.3%20.0%43.3%

TotalCount4711830

% of Total13.3%23.3%36.7%26.7%100.0%

Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan Akademi/PT menderita Tuberkulosis Paru selama 4-6 bulan sebanyak 7 responden (23,3%).

d. Tabulasi silang distribusi lama menderita Tuberkulosis Paru menurut pekerjaanHasil penelitian lama menderita Tuberkulosis Paru menurut pekerjaan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Tabulasi distribusi lama menderita TB Paru menurut pekerjaan

Lama Menderita TBCTotal

10-12 bulan7-9 bulan4-6 bulan1-3 bulan

PekerjaanPegawai SwastaCount01315

% of Total0.0%3.3%10.0%3.3%16.7%

WiraswastaCount464216

% of Total13.3%20.0%13.3%6.7%53.3%

PensiunanCount00134

% of Total0.0%0.0%3.3%10.0%13.3%

PNSCount00325

% of Total0.0%0.0%10.0%6.7%16.7%

TotalCount4711830

% of Total13.3%23.3%36.7%26.7%100.0%

Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa responden dengan pekerjaan sebagai wiaswasta menderita Tuberkulosis Paru selama 4-6 bulan sebanyak 4 responden (13,3%).

e. Tabulasi silang distribusi lama menderita Tuberkulosis Paru menurut status perkawinanHasil penelitian lama menderita Tuberkulosis Paru menurut status perkawinan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5 Tabulasi distribusi lama menderita TB Paru menurut status perkawinan

Lama Menderita TBCTotal

10-12 bulan7-9 bulan4-6 bulan1-3 bulan

Status PerkawinanBelum kawinCount00123

% of Total0.0%0.0%3.3%6.7%10.0%

KawinCount4710627

% of Total13.3%23.3%33.3%20.0%90.0%

TotalCount4711830

% of Total13.3%23.3%36.7%26.7%100.0%

Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa responden yang sudah menikah menderita Tuberkulosis Paru selama 4-6 bulan sebanyak 10 responden (33,3%).

f. Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut usiaHasil penelitian tingkat depresi menurut usia adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6 Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut usia

Tingkat DepresiTotal

Depresi SedangDepresi RinganNormal

Umur20-30 tahunCount4105

% of Total13.3%3.3%0.0%16.7%

31-40 tahunCount6208

% of Total20.0%6.7%0.0%26.7%

41-50 tahunCount4228

% of Total13.3%6.7%6.7%26.7%

51-60 tahunCount1203

% of Total3.3%6.7%0.0%10.0%

61-70 tahunCount4206

% of Total13.3%6.7%0.0%20.0%

TotalCount199230

% of Total63.3%30.0%6.7%100.0%

Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa responden dengan usia 31-40 tahun yang mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 6 orang (20%) dan untuk usia 41-50 tahun yang mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 4 orang (13,3%).

g. Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut jenis kelaminHasil penelitian tingkat depresi menurut jenis kelamin adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut jenis kelamin

Tingkat DepresiTotal

Depresi SedangDepresi RinganNormal

Jenis KelaminPerempuanCount76114

% of Total23.3%20.0%3.3%46.7%

Laki-lakiCount123116

% of Total40.0%10.0%3.3%53.3%

TotalCount199230

% of Total63.3%30.0%6.7%100.0%

Dari tabel 4.7 dapat diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki yang mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 12 responden (40 %).

1. Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut tingkat pendidikan Hasil penelitian tingkat depresi menurut tingkat pendidikan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8 Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut tingkat pendidikan

Tingkat DepresiTotal

Depresi SedangDepresi RinganNormal

Pendidikan TerakhirSDCount2507

% of Total6.7%16.7%0.0%23.3%

SMPCount1001

% of Total3.3%0.0%0.0%3.3%

SMACount5229

% of Total16.7%6.7%6.7%30.0%

AKADEMI/PTCount112013

% of Total36.7%6.7%0.0%43.3%

TotalCount199230

% of Total63.3%30.0%6.7%100.0%

Dari tabel 4.8 dapat diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan akademi/perguruan tinggi, yang mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 11 responden (36,7%).

1. Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut pekerjaanHasil penelitian tingkat depresi menurut pekerjaan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.9 Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut pekerjaan

Tingkat DepresiTotal

Depresi SedangDepresi RinganNormal

PekerjaanPegawai SwastaCount5005

% of Total16.7%0.0%0.0%16.7%

WiraswastaCount77216

% of Total23.3%23.3%6.7%53.3%

PensiunanCount3104

% of Total10.0%3.3%0.0%13.3%

PNSCount4105

% of Total13.3%3.3%0.0%16.7%

TotalCount199230

% of Total63.3%30.0%6.7%100.0%

Dari tabel 4.9 dapat diketahui bahwa responden denganpekerjaan sebagai wiraswasta, mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 7 responden (23,3%).

j. Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut status dalam keluargaHasil penelitian tingkat depresi menurut status perkawinan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.10 Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut status dalam keluarga

Tingkat DepresiTotal

Depresi SedangDepresi RinganNormal

Status PerkawinanBelum kawinCount2103

% of Total6.7%3.3%0.0%10.0%

KawinCount178227

% of Total56.7%26.7%6.7%90.0%

TotalCount199230

% of Total63.3%30.0%6.7%100.0%

Dari tabel 4.10 dapat diketahui bahwa responden yang sudah menikah dan mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 17 responden (56,7%).

4.1.3 Tabulasi Silang Distribusi Tingkat Depresi Menurut Lama Menderita Tuberkulosis Paru

Tabel 4.11 Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut lama menderita TB paru

Tingkat DepresiTotal

Depresi SedangDepresi RinganNormal

Lama Menderita TBC1-3 bulanCount7108

% of Total23,3%3,3%0,0%26,7%

4-6 bulanCount91111

% of Total30,0%3,3%3,3%36,7%

7-9 bulanCount2507

% of Total6,7%16,7%0,0%23,3%

10-12 bulanCount1214

% of Total3,3%6,7%3,3%13,3%

TotalCount199230

% of Total63,3%30,0%6,7%100,0%

Gambar 4.8 Tabulasi distribusi tingkat depresi menurut lama menderita TB Paru

Dari tabel 4.11 dapat diketahui bahwa responden yang menderita Tuberkulosis Paru selama 4-6 bulan mengalami depresi sedang sebanyak 9 orang (30%) dan mengalami depresi ringan sebanyak 1 orang (3,3%).

4.1.4 Analisis Hubungan Lama Menderita Tuberkulosis Paru dengan Tingkat Depresi

Tabel 4.12 Analisi hubungan lama menderita TB Paru dengan tingkat depresi

Lama Menderita TBCTingkat Depresi

Spearman's rhoLama Menderita TBCCorrelation Coefficient1.000-.514**

Sig. (2-tailed)..004

N3030

Tingkat DepresiCorrelation Coefficient-.514**1.000

Sig. (2-tailed).004.

N3030

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan hasil uji statistik Spearman Rho didapatkan Significancy lama menderita Tuberkulosis Paru dengan tingkat depresi adalah sebesar 0,004 yang menunujukkan p 0,05>0,004 berarti Ho ditolak yang mana terdapat hubungan antara lama menderita Tuberkulosis Paru dengan tingkat depresi pada pasien di Puskesmas Sumbersari kabupaten Jember. Nilai korelasi Spearman sebesar -0,514 menunjukkan bahwa arah korelasi negatif dengan kekuatan sedang, dalam hal ini menunjukkan bahwa semakin lama menderita Tuberkulosis Paru, maka gejala depresi akan semakin menurun.

4.2 PembahasanHasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember pada tanggal 12- 25 Agustus 2014 menunjukkan bahwa responden yang menderita Tuberkulosis Paru laki-laki lebih banyak mengalami depresi daripada perempuan yaitu sebanyak 12 responden mengalami depresi sedang (40%). Temuan ini ternyata berbeda dengan penelitian Peterson yang mana menyatakan bahwa depresi lebih banyak diderita oleh perempuan daripada lai-laki. Menurut Sandra Witelson dalam penelitiannya menemukan bahwa Corpus Calosum pada laki-laki lebih kecil daripada perempuan, demikian juga dengan komponen yang disebut Commisura anterior. Kedua hal tersebut menyebabkan laki-laki tidak begitu berpengaruh terhadap emosi dan stressor yang terjadi padanya. Laki-laki juga lebih suka menumpahkan masalah dan emosi dengan kegiatan daripada memendamnya serta akan merasa malu jika mereka sampai menangis jika ada masalah (Sari, 2009). Sedangkan menurut Patch et al. (2013), laki-laki juga memiliki kemungkinan besar untuk mengalami depresi pada saat menderita penyakit Tuberkulosis Paru. Kondisi depresi tersebut dikarenakan menurunnya kemampuan individu untuk bekerja dan berhubungan dengan masyarakat, khususnya apabila mengingat bahwa laki-laki merupakan kepala dalam rumah tangga. Hal ini dapat menyebabkan mereka cenderung rendah diri yang dikarenakan rasa takut menularkan penyakit kepada orang lain termasuk anggota keluarga, serta adanya opini negatif dalam masyarakat tentang penyakit TB Paru sendiri.Berdasarkan kategori umur didapatkan kelompok umur 20-30 tahun berjumlah 5 orang (16%), kelompok umur 31-40 tahun berjumlah 8 orang (27%), kelompok umur 41-50 tahun berjumlah 8 orang (27%), kelompok umur 51-60 tahun berjumlah 3 orang (10%), dan kelompok umur 61-70 tahun berjumlah 6 orang (20%). Temuan tersebut menunjukkan bahwa umur mayoritas penderita TB Paru adalah rentang 31-50 tahun. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa usia 31-40 cenderung mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 6 orang (20%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Bahu Malayang Manado. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah laki-laki. Golongan umur terbanyak adalah usia produktif 20-50 tahun (Sihotang et al., 2012). Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nofriyanda (2010) di Padang. Pada penelitian tersebut didapatkan kasus Tuberkulosis Paru sebagian besar pada usia produktif 30-59 tahun sebesar 284 penderita (76,55%). Menurut Sihotang et al. (2012), laki-laki pada usia produktif cenderung memiliki semangat tinggi untuk bekerja keras terutama melihat posisinya sebagai kepala rumah tangga. Sehingga pada umumnya laki-laki usia produktif 30-55 tahun rentan mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga mudah terkena penyakit. Gunawan dan Sumadiono (2009) memaparkan, apabila seseorang mengidap penyakit kronis termasuk TB paru, maka akan mengalami penurunan system imun. Selain itu pada penelitiannya juga memaparkan, terdapat hubungan antara stres dan sistem imun. Stresor pertama kali akan ditampung oleh pancaindera dan diteruskan ke pusat emosi yang terletak di sistem saraf pusat. Dari sini, stres akan dialirkan ke organ tubuh melalui saraf otonom. Organ yang dialiri stres adalah kelenjar hormone. Sehingga terjadilah perubahan keseimbangan hormon, yang selanjutnya akan menimbulkan perubahan fungsional berbagai organ target. Beberapa peneliti membuktikan stres telah menyebabkan perubahan neurotransmitter neurohormonal melalui berbagai aksis seperti HPA (Hypothalamic-Pituitary Adrenal Axis), HPT (Hypothalamic-Pituitary-Thyroid Axis) dan HPO (Hypothalamic-Pituitary-Ovarial Axis). Di sini, sistem imun sendiri menerima sinyal dari otak dan sistem neuroendokrin melalui sistem saraf autonom dan hormon, sebaliknya dia juga mengirim informasi ke otak lewat sitokin. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa sistem saraf mengontrol sistem imun, dan sebaliknya.Menurut Istanti (2009), Penderita TB Paru sebaiknya mewaspadai depresi. Penyakit TB Paru dapat mempengaruhi keseimbangan sistemmonoaminedi otak. Ini adalah suatu sistem yang mengatur kerja neurotransmitter di otak yang bernama dopamin, serotonin dan norephinephrine.Ketidakseimbangan serotonin dalam otak inilah yang dapat membuat pasien Tuberkulosis paru menjadi sangat rentan terhadap depresi.Dari hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa 16 responden (53%) sebagai wiraswasta, 5 responden (17%) bekerja sebagai pegawai, 4 responden (13%) sebagai pensiunan, dan 5 responden (17%) sebagai PNS. Temuan tersebut menunjukkan bahwa penderita Tuberkulosis Paru sebagian besar adalah wiraswasta. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Thailand pada tahun 2008. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor yang berkontribusi penularan TB adalah status gizi masyarakat, riwayat pneumonia, dan sanitasi pemukiman yang buruk, manakal ketiga variabel ini berintegrasi maka peluang penularan tuberkulosis sekitar 72,8% (Weber et al., 2008).Arjana (2009) memaparkan, lama seseorang menderita Tuberkulosis Paru juga banyak berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari pasien. Sesorang yang telah didiagnosis dengan penyakit Tuberkulosis Paru akan secara langsung maupun tidak langsung mengubah pola kesehariannya. Berbagai masalah kesehatan terkait Tuberkulosis Paru yang dideritanya akan bermunculan, serta kenyataan harus mengonsumsi obat sepanjang hidupnya menyebabkan lama kelamaan sebagian dari penderita Tuberkulosis Paru akan mengalami depresi. Pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas Sumbersari, pasien TB paru tidak lagi terganjal mengenai biaya pengobatan. Hal ini dikarenakan pasien dapat mengambil obat secara gratis yang sudah disiapkan oleh pemerintah dan tenaga kesehatan di Puskesmas Sumbersari.Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember pada tanggal 12-25 Agustus 2014 menunjukkan bahwa responden yang menderita Tuberkulosis Paru selama 1-3 bulan sebanyak 8 responden (27%), menderita selama 4-6 bulan sebanyak 11 responden (37 %), menderita selama 7-9 bulan sebanyak 7 responden (23%), dan yang menderita 10-12 bulan sebanyak 4 responden (13%). Hal ini menunjukkan mayoritas respoden terbilang belum terlalu lama menderita Tuberkulosis Paru yaitu sekitar 4-6 bulan.Berdasarkan tingkat depresi yang diderita, didapatkan sebanyak 19 responden (63,3 %) mengalami depresi sedang, 9 responden (30%) mengalami depresi ringan, 2 responden (6,7 %) tidak mengalami gejala depresi dan tidak ada yang mengalami depresi berat. Hal ini menunjukkan bahwa dari 30 responden yang diteliti sebagian besar mengalami depresi sedang. Sedangkan, pada responden yang mengalami Tuberkulosis Paru selama 10-12 bulan cenderung mengalami depresi ringan sebanyak 2 orang (6,7%), yang menderita selama 7-9 bulan cenderung mengalami depresi ringan yaitu sebanyak 5 orang (16,7%), menderita selama 4-6 bulan cenderung mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 9 orang (30%), dan yang menderita selama 1-3 bulan cenderung mengalami depresi sedang 7 orang (23,3%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa depresi lebih banyak muncul pada masa awal menderita Tuberkulosis Paru. Menurut Pachi et al.(2013), pasien cenderung mengalami shock saat pertama kali terdiagnosis menderita Tuberkulosis Paru. Selanjutnya, pasien akan mengalami fase-fase berat pada bulan bulan berikutnya. Sering kali ada periode penolakan, diikuti oleh pengunduran diri dan depresi, yang mengarah ke persepsi terdistorsi tentang penyakit. Pasien digambarkan menunjukkan emosi yang kuat seperti rasa takut, cemburu, kemarahan, mengucilkan diri, adanya rasa bersalah, atau rasa malu. Bunuh diri juga dapat terjadi, terutama ketika seluruh keluarga mencoba untuk memisahkan penderita di lembaga yang jauh.Berdasarkan fakta dan teori di atas dan pada uji analisis data Spearman Rho di dapatkan nilai signifikansi 0,004 yang berarti nilai signifikansi