Pengaruh Hormon Wanita Pada Migren Lengkap
-
Upload
ari-setiawan -
Category
Documents
-
view
77 -
download
3
Transcript of Pengaruh Hormon Wanita Pada Migren Lengkap
Pengaruh Hormon Wanita pada Migren
Helene Massiou dan E. Anne MacGregor
Nomer Kode IHS dan WHO
8.3.1 [G44.418] Nyeri kepala terinduksi hormon eksogen
8.4.3 [G44.83] Nyeri kepala withdrawal estrogen
A.1.1.1 Migren menstrual murni tanpa aura
A.1.1.2 Migren tanpa aura terkait menstruasi
Banyak kejadian untuk suatu hubungan antara hormon wanita dan migren. Migren
pada sejumlah besar wanita muncul setelah pubertas. Pada banyak pasien, migren
muncul pada waktu menstruasi dan meningkat selama kehamilan. Terapi hormonal
dapat mengubah aktivitas penyakit migren. Penelitian menyatakan bahwa prevalensi,
migren pada wanita adalah sebesar 25% dibandingkan pria yang hanya 8% (1).
GENETIK
Estrogen berperan penting dalam migren pada wanita, tetapi terdapat sejumlah besar
variasi pada efeknya, dimana dapat dijelaskan oleh sensitivitas estrogen-reseptor dari
neuron hipotalamus. Data terbatas menegaskan bahwa hal ini mungkin memiliki
suatu dasar genetik (2).
MENSTRUASI DAN MIGREN
Rasio wanita:pria dari migren sekitar 1:1 selama masa kanak-kanak, dengan suatu
jumlah kecil pada ank laki-laki. Tren ini berkebalikan setelah masa pubertas, dan
rasio kejadian wanita:pria pada dewasa mencapai 2:1 sampai 4:1. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa wanita pada masa kanak-kanak memiliki migren dengan aura,
tetapi bukan untuk migren tanpa aura. Perbedaan ini tidak diamati oleh peneliti yang
1
lain. Pada masa pubertas, keejadian migren tanpa aura meningkat pada anak gadis,
dengan 10 sampai 20% dari wanita yang melaporkan migren dengan menstruasi.
MIGREN MENSTRUASI
Lebih dari 50% dari wanita dengan migren, keduanya pada populasi umum dan
menunjukkan kepada klinisi spesialis, dan melaporkan suatu hubungan antara migren
dan menstruasi.
8.3.1 Nyeri Kepala yang dipicu Hormon Eksogen
Kriteria Diagnostik
A. Nyeri kepala atau migren yang memenuhi kriteria C dan D
B. Penggunaan teratur hormon eksogen
C. Nyeri kepala atau migren yang berkembang atau memburuk secara nyata dalam 3
bulan pemakaian hormon eksogen
D. Nyeri kepala atau migren yang menetap atau kembali ke karakteristik
sebelumnya dalam 3 bulan setelah penghentian total hormon eksogen
8.4.3 Nyeri kepala withdrawal Estrogen
Kriteria Diagnosa
A. Nyeri kepala atau migren yang memenuhi kriteria C dan D
B. Penggunaan harian estrogen eksogen untuk paling sedikit 3 minggu dimana
dihentikan
C. Nyeri kepala atau migren yang berkembang atau selama 5 hari setelah
penggunaan terakhir
D. Nyeri kepala atau migren yang menetap selama 3 hari
2
A 1.1.1 Migren menstruasi murni tanpa aura
Kriteria Diagnostik
A. Serangan, pada suatu wanita menstruasi, memenuhi kriteria untuk 1.1 Migren
tanpa aura
B. Serangan muncul secara eksklusif pada hari 1 ± 2 (misalnya hari +2 sampai -3)
(a) dari menstruasi (b) pada paling sedikit dua atau tiga siklus dan pada waktu
selain dari siklus
Catatan
1. Hari pertama menstruasi adalah hari-1 dan hari yang mendahului adalah hari -1 ;
tidak ada hari ke 0.
2. Untuk tujuan klasifikasi ini, menstruasi dipertimbangkan menjadi perdarahan
endometrial yang dihasilkan dari siklus menstruasi normal ataupun dari
withdrawal progestogen eksogen, seperti pada kasus dari kontrasepsi oral
kombinasi dan terapi replacement hormon siklik.
A 1.1.2 Migren tanpa aura terkait Menstruasi
Kriteria Diagnostik
A. Serangan, pada seorang wanita yang sedang menstruasi, memenuhi kriteria 1.1
Migren tanpa aura
B. Serangan muncul pada hari 1 ± 2 (misalnya -2 sampai +3) (a) dari menstruasi
(b) pada paling sedikit dua dari tiga siklus menstruasi dan sebagai tambahan
pada lain waktu dari siklus
Catatan
1. Hari pertama menstruasi adalah hari-1 dan hari yang mendahului adalah hari -
1 ; tidak ada hari ke 0.
3
2. Untuk tujuan klasifikasi ini, menstruasi dipertimbangkan menjadi perdarahan
endometrial yang dihasilkan dari siklus menstruasi normal ataupun dari
withdrawal progestogen eksogen, seperti pada kasus dari kontrasepsi oral
kombinasi dan terapi replacement hormon siklik.
Definisi
The International Classification dari Headache Disorders termasuk definisi khusus
untuk migren menstrual murni dan migren terkait menstruasi. Hal ini berdasar pada
penelitian yang menunjukkan bahwa migren tampaknya muncul pada antara 2 hari
sebelum menstruasi dan 3 hari pertama perdarahan (11-16).
Aspek Klinis dan Epidemiologi
Gambaran prevalensi dari migren menstrual tergantung pada definisinya, seperti pada
metode perekaman data. Penelitian berdasar pada penilaian pasien sendiri biasanya
mengarah pada suatu perkiraan lebih. Pada penelitian yang menggunakan diary card
prospektif, persentase dari orang migren yang menderita dari migren menstrual
berhubungan dengan serangan lain selama siklus berkisar antara 24 sampai 56%
(3,4). Hanya 7% dari orang migren menderita dari migren menstrual murni (13).
Pada beberapa wanita , serangan muncul pada setiap menstruasi, dimana pada lainnya
mereka tidak konstan, dimana muncul hanya pada beberapa siklus. Megren tanpa
aura tetapi bukan migren dengan aura menunjukkan bahwa suatu hubungan kuat
dengan menstruasi (4,14). Migren menstruasi tanpa aura lebih sering pada wanita
yang tipe onset migrennya pada menstruasi (4). Suatu hubungan antara migren
mentrual dan premenstrual syndrom (PMS) ditemukan pada dua penelitian, tetapi
membutuhkan konfirmasi karena sampel pasien sedikit (17,18). Pada beberapa
penelitian, serangan menstrual lebih resisten terhadap terapi daripada serangan
lainnya (9,16,19). Akan tetapi,pada suatu survei, sedikit perbedaan yang signifikan
4
diamati antara serangan menstrual dan premenstrual, dengan intensitas nyeri hanya
menjadi membesar untuk serangan selama 2 hari pertama pada menstruasi (15).
Patofisiologi
Estrogen dan progesteron merupakan hormon utama yang telah diteliti yang
berhubungan dengan migren tetapi penelitian yang membandingkan level dari
hormon tersebut tidak ditemukan adanya perbedaan yang pasti. Hal ini juga terlihat
bahwa ovulasi tidak terlalu penting untuk memicu serangan menstrual karena wanita
dengan migren menggunakan kotrasepsi hormonal kombinasi (CHC) yang
menghambat ovulasi, masih mengalami migren yang muncul selama interval bebas
hormon. Penemuan memfokuskan pada penurunan alami kadar estrogen dan
progesteron selama fase luteal dari siklus menstruasi.
Progesteron
Insufisiensi progesteron pada fase luteal dipikirkan menjadi sesuatu yang responsibel
untuk migren menstrual pada dasar dari penelitian lama yang mendukung
penggunaan progesteron sebagai suatu terapi (20,21). Akan tetapi, penelitian
sekarang ini membantah hal ini.
Estrogen
Terdapat kejadian dimana serangan menstrual dari migren berhubungan, paling
sedikit pada beberapa wanita dengan kadar jatuh atau withdrawal estrogen.
Somerville melaporkan bahwa suatu periode dari priming estrogen dengan beberapa
hari dari paaparan terhadap kadar estrogen tinggi penting untuk migren untuk hasil
dari withdrawal estrogen seperti yang muncul pada fase late luteal dari siklus
menstruasi. Hal ini menjelaskan mengapa migren tidak berhubungan dengan ovulasi.
MacGregor dkk melaporkan bahwa migren berhubungan terbalik dengan kadar
estrogen urin melewati siklus menstruasi. serangan secara signifikan muncul pada
5
hubungan dengan estrogen yang falling pada fase late luteal atau early folikuler dari
siklus menstruasi dan labih sedikit muncul selama kadar estrogen rose. Jika
withdrawal estrogen merupakan suatu pemicu dari migren yang mencegah penurunan
mendadak estrogen yang mengguanakan suplemen estrogen sebaiknya menghindari
serangan. Percobaan menggunakan suplemen estrogen biasanya dimulai 48 jam
sebelum onset paling awal yang diharapkan dari serangan menstrual, menegaskan
kemanjuran dari pendekatan ini. Akan tetapi, pada beberapa kasus,, terapi hanya
mampu menunda migren sampai selanjutnya pada siklus.
Mekanisme lain
Hal ini tampaknya bahwa hormon siklus menstruasi mengubah pemicu beberapa
perubahan pada aktivitas hypotalamic-pituitary-adrenal axis, memaparkan wanita
yang rentan terhadap suatu serangan migren. Sebagai contoh, estrogen merupakan
neurosteroid yang diketahui meningkatkan kadar endorfin. Pengendalian Opioid
abberant dari hypotalamic-pituitary-adrenal axis telah dilaporkan pada migren
menstrual. Hubungan yang dekat antara estrogen dan neurotransmiter lain juga telah
dikonfirmasi, khususnya katekolamin, noradrenalin, serotonin, dan dopamin (36).
Kadar estrogen yang berfluktuasi berhubungan dengan gangguan toleransi glukosa
pada fase luteal dari siklus menstruasi dimana dapat memicu migren. (37,38).
Perbedaan lainnya dilaporkan pada migren menstrual versus kelompok kontrol
termasuk perubahan pada kadar aldosteron (39), magnesium intraseluler, dan
homeostasis platelet (41).
Prostaglandin juga memiliki keterlibatan pada migren menstrual (42). Terutama pada
masuknya prostaglandin kedalam sirkulasi sistemik dapat memicu nyeri kepala
berdenyut, mual dan muntah (43). Pada uterus, prostaglandin disintesis terutama oleh
endometrium. Ada suatu tiga kali peningkatan kadar prostaglandin pada endometrium
dari fase folikuler ke luteal dengan suatu peningkatan pesat selama menstruasi (44).
Sebagai suatu hasil dari withdrawal estrogen dan progesteron, endometrium luluh dan
6
prostaglandin dilepaskan. Hal ini menyebabkan vasokonstriksi dengan endometrium
dan gangguan sel endometrial, menstimulasi lebih jauh sintesis prostaglandin. Ketika
sejumlah prostaglandin berlebih memasuki gerbang ke sirkulasi, gejala sistemik
lainnya muncul bahwa secara karakteristik berhubungan dengan menorrrhagia
dan/atau dismenorrhea seoerti nyeri kepala dan mual (45,46). Plasma yang diambil
secara premenstrual dari wanita dengan dismenore kemudian dimasukkan kembali
postmenstruasi kedalam beberapa wanita yang dihasilkan pada gejala menstrual
termasuk nyeri kepala (47). Oleh karena itu, prostaglandin mungkin memiliki suatu
peranan spesifik pada migren yang berhubungan dengan dismenore dan menoragi.
Dalam dukungan dari hal ini, inhibitor prostaglandin efektif untuk pencegahan
serangan menstrual dari migren (48).
Beberapa wanita postmenopause yang tidak mendapat terapi hormonal, melanjutkan
memiliki serangan migren bulanan teratur. Serangan migren juga dapat menjadi
siklus pada laki-laki, yang menegaskan bahwa beberapa fenomena sentral
bertanggung jawab pada siklus ini (49).
DIAGNOSIS
Diary cards menjaga secara prospektif lebih suatu minimal dari tiga siklus perlu
untuk mengkonfirmasi hubungan antara migren dan menstruasi. Banyak wanita siap
menjaga suatu catatan dari hal ini pada buku diary personalnya. Bergantung pada
riwayat untuk membuat diagnosis migren menstrual tidak direkomendasikan.
Investigasi
Banyak wanita mengharapkan beberapa susunan dari investigasi untuk diambilalih,
baik itu suatu tes hormonnya atau scan otak. Akan tetapi, tidak ada tempat untuk
investigasi spesifik pada prektek klinis , lainnya daripada hal tersebut yang
mengindikasikan termasuk nyeri kepala sekunder yang dihasilkan dari garisbawah
patologi.
7
PENGELOLAAN
Untuk sebagian besar wanita yang melaporkan pengelolaan serangan menstrual tidak
berbeda dari rekomendasi terapi standar. Strategi awal sebaiknya termasuk medikasi
akut dan ketentuan dari diary cards. Terapi akut efektif biasanya semua yang penting,
terutama jika serangan hanya muncul sekali atau dua kali sebulan.
TERAPI SIMPTOMATIK
Terapi dari serangan menstrual migren sama seperti serangan nonmenstrual. Regimen
terapi akut biasanya termasuk analgetik dengan atau tanpa antiemetik kinetik,
NSAIDS, triptans, dan derivat ergot. Kebanyakan triptans telah menunjukkan
efektifitasnya pada serangan migren dengan menstruasi (50-54). Akan tetapi, analisis
menstrual dengan wanita versus serangan non menstrual telah ditunggu.
Identifikasi Pemicu Nonhormonal
Dengan asumsi konsep dari multipel faktor beraksi pada kombinasi untuk memicu
migren, faktor hormonal berkombinasi dengan pemicu nonhormonal untuk
meningkatkan keseluruhan kemungkinan untuk serangan pada waktu menstruasi (55).
Oleh karena itu, setiap usaha sebaiknya dibuat untuk mengidentifikasi dan
menghentikan pemicu non-hormonal sekitar waktu menstruasi.
Diary cards
Pada saat diary cards diulas pada follow up, suatu persentase dari pasien memiliki
serangannya dibawah kendali, dengan tanpa kebutuhan untuk intervensi lebih jauh.
Kelompok yang lain memiliki serangan melalui siklus. Wanita ini dapat berguna dari
terapi profilaksis standar jika perlu dipertimbangkan.
8
Profilaksis spesifik untuk Migren Menstrual
Hanya sejumlah kecil persentase dari wanita yang memiliki migren menstrual dan
harapan untuk mempertimbangkan profilaksis spesifik muncul menjadi tidak efektif
(56,57). Tidak ada obat dan hormon yang direkomendasikan di atas di lisensikan
untuk pengelolaan migren menstrual karena meskipun efektif pada uji klinis,
kejadiannya terbatas. Karena diberikan bahwa tidak ada investigasi untuk
mengidentifikasi profilaksis paling efektif, suatu pendekatan empiris diperlukan,
meresepkan pada suatu nama pasien. Karena dari peningkatan alami dari migren,
sensitif untuk mencoba suatu metode untuk paling sedikit dua atau tiga siklus
sebelum mempertimbangkan profilaksis alternatif.
Nonsteroid Anti-Inflammatory Drugs
NSAID merupakan inhibitor prostaglandin yang efektif. NSAID sebaiknya dicoba
untuk serangan migren yang mulai pada hari pertama sampai ketiga perdarahan,
terutama pada keberadaan dismenore dan menoragia (45,48). Asam mefenamat
adalah suatu profilaksis migren efekrif dan telah dilaporkan menjadi penolong utama
pada penurunan migren yang berhubungan dengan menoragi dan dismenore (58,59).
Suatu dosis 500 mg, 3 sampai 4 kali sehari, dapat dimulai baik 2 sampai 3 hari
sebelum onset yang diharapkan dari menstruasi, tetapi sering efektif meskipun ketika
dimulai pada hari pertama perdarahan. Ini berguna jika periode tidak teratur. Terapi
biasanya hanya diperlukan untuk 2 sampai 3 hari pertama perdarahan Naproxen juga
ditemukan efektif pada pengelolaan nyeri kepala yang berhubungan dengan
dismenore. Penelitian menggunakan 550 mg sekali atau dua kali sehari perimenstrual
telah menunjukkan efisiensi (60-62). Fenoprofen 600 mg telah dicobakan, dipakai
dua kali sehari dari 3 hari sebelum onset menstruasi sampai hari terakhir perdarahan
(63).
Meskipun suatu penelitian label terbuka menegaskan bahwa rofecoxib perimenstrual
secara signifikan menurunkan frekuensi dari migren perimenstrual, tidak ada kejadian
9
dimana sikloogsigenase-2 (COX-2) inhibitor baru (celecoxib, valdecoxib) lebih
efektif daripada NSAID tradisional (64).
Suplemen Estrogen
Estrogen perimenstrual dapat digunakan hanya ketika menstruasi teratur dan dapat
diperkirakan. Jika siklus menjadi tidak teratur, produksi dari progesteron endogen
dapat dikonfirmasi dengan kadar progesteron dalam darah yang diambil 7 hari
sebelum menstruasi yang diperkirakan, yaitu hari 21 dari suatu siklus 28 hari. Kadar
tersebut seharusnya lebih besar dari 30 nmol/L (65). Suatu alternatif adalah untuk
mengkonfirmasi ovulasi dengan suatu monitor fertilitas rumah. dimana memiliki
kegunaan memprediksi menstruasi (66). Strategi yang direkomendasikan untuk
profilaksis perimenstrual adalah estradiol gel 1,5 mg yang dipakai harian dari 2 atau 3
hari sebelum menstruasi yang diperkirakan untuk 7 hari (31-33). Regimen ini dapat
menjadi lebih efektif daripada patches transdermal karena gel tersebut memproduksi
kadar estrogen yang lebih tinggi dan lebih stabil (67-69). Akan tetapi, estrogen
transdermal 100 µg dapat digunakan dari 2 dampai 3 hari sebelum menstruasi yang
diperkirakan lebih dari hari keempat dan kelima dari menstruasi yaitu dua kali
patches mingguan dari satu patch 7 hari. Jika wanita sebaliknya merespon terhadap
suplemen estrogen mengalami penundaan serangan ketika suplemen dihentikan,
manfaat suplemen dapat ditunda sampai 7 hari bersamaan dengan kadar estrogen
endogen yang terus meningkat. Estrogen suplemental tidak direkomendasikan untuk
wanita yang memiliki tumor estrogen dependent atau pada kondisi dengan
ketergantungan estrogen seperti tromboemboli vena.
Strategi Hormonal Berkala
Metode pemberian hormon berkala umumnya berguna untuk mengatasi siklus yang
irregular atau merupakan suatu cara untuk membuktikan keterkaitan hormon.
Beberapa studi telah membuktikan bahwa tidak ada kontraindikasi dalam
10
menggunakan cara hormonal berkala, cara ini sudah menjadi hal yang populer dan
dapat diterima untuk beberapa indikasi. Depot progesteron dan dan oral
dehidroestrogen dapat mengahmabt ovulasi, denagn kerja sama seperti pil oral
kombinasi. Sering ditemukan perdarahan irreguler pada bulan-bulan awal
penggunaan terpi hormon ini, ammenorea juga dapat terjadi pada penggunaan lama.
Kontrasepsi standar oral progesteron memiliki sedikit peran dalam mengatasai
migrain akibat menstruasi karena tidak menghambat ovulasi dan dapat menggganggu
silkus menstruasi. Namun, dosis progesteron oral yang tinggi dapat efektif dalam
menghambat ovulasi.
Gonadotrophin Realising Hormone ( GnRH) analog juga vukup efektif tapi tidak
dapat digunakan dalam jangka waktu lama lebih dari 6 bulan tanpa monitoring
berkala terhadap densitas tulang ( 74,75). Terapi ini hanya dapat diberikan oleh
seorang dokter spesialis.
Triptans
Penelitin baru-baru ini telah menunjukkan penggunaan nara triptan dan frovatriptan
untuk perimenstrual profilaksis juga cukup efektif (76,77). Profilaksis triptan untuk
migrain menstruasi cukup mahal, penelitian juga menunjukkan bahwa keuntungan
yang didapat dari terapi triptan ini juga cukuo sedikit.Namun belim pernaha dana
penelitian yang membandingkan proflaksis triptan dalam dalam mengatasi migrain
menstruasi dengan regimen lain yang lebih murah. Sejauh ini, penggunaan triptan
sebagai profilaksis efektif sebagai terapi abortive. Saat ini, mulai dipertimbangkan
penggunaan triptan bagi wanita dengan migrain menstruasi refrakter yang sudah tidak
responsif dengan terapi lainnya.
Terapi Lain
Asam carboxyl magnesium prolidone 360 mg terbukti dapat bmenurunkan durasi dan
intensitas migrain pada premenstruasi pada penelitian double blind terhadap 24
11
wanita dengan PMS dan migrain ( 78). Dua penelitian lainnya membuktikan efikasi
bromokriptin dalam mengatasi migrain dengan metode double blind (79,80).
Danazol dapat menimbulkan bergabai efek, salah satu efek sampingnya juga mamapu
menekan kegunaannya ( 81,82). Efikasi penggunaan tamoxifen masih banyak
perbedaan pendapat ( 83-85).
Pembedahan
Keluhan migrain dapat berkurang setelah dilakukan pembedahan pada wanita
menopause dengan bilateral oovorektomi namun sebaiknya tidak pernah dilakukan
pada wanita untuk mengatasi migrain akibat menstruasi ( 34,86).
Ovulasi
Beberapa wanita dapat menunjukkan kondisi keterkaitan antara migrain dengan
ovulasi. Hal ini belum pernah dibuktikan dengan studi epidemiologi, hanya beberapa
penelitian yang telah mengkaji angka keterkaitan yang tidak signifikan antara
serangan migrain baik dengan aura atau tanpa aura dengan masa ovulasi (4, 131, 16,
22). Hal ini dapat terjadi karena hanya terjadi peningkatan sesaat kadar estrogen pada
masa ovulasi,dimana seharusnya kondisi saat kadar estrogen yang tinggi itulah dapat
meningkatan serangan migrain .
KEHAMILAN
Dampak Kehamilan Terhadap Serangan Migrain
Peningkatan serangan migrain pada masa kehamilan telah dibuktikan dengan
beberapa penelitian, sekitar 55-90 % kasus, diamaana sekitar 10 -20 % serangan
migrain dapat menurun ( 87-89). Serangan migrain pada kehamilan lebih tinggi pada
wanita dengan riwayat mendapat serangan migrain saat menarche dan
menstruasi.Beberapa peneliti membuktikan bahwa migrain tanpa aura dapat sering
terjadi pada trimester kedua, ibu dengan multiparitas namun hal tersebut tidak terjadi
12
pada semua kasus. Migrain dapat terjadi pada masa kehamilan sektar 5-30 kasus.
Serangan migrain yang hebat pada migarain dengan aura dapat terjadi pada masa
tersebut. Peningkatan kadar estrogen dalam plasma inilah yang dianggap menjadi
faktor peneyebab migrain dengan aura. Beberapa studi juga mengganggap bahwa
metabolisme serotonin selama kehamilan dan peningkatan kadar endorpine pada
trimester kedua dapat menjadi penyebab timbulnya serangan migrain pada kehamilan.
Postpartum
Sekitar 30-40 % wanita sering mengalami nyeri kepala pada saat minggu pertama
post partum. Nyeri kepala ini biasa terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-6
postpartum. Nyeri kepala yang muncul dapat berupa migrain terutama pada wanita
dengan riwayat serangan migrain sebelumnya. Seranagan migrain pada pariode ini
dapat terjadi tingginya kadar estrogen pada masa postpartum (90). Namun, harus
selalu diingat bahwa etiologi nyeri kepala post partum sangat beraneka ragam seperti
eklampsia, trombosis vena cerebral, atau pada kondisi post partum angiopati yang
mungkin dipicu oleh penggunaan bromokriptin serta dapat merupakan akibat
komplikasi dari epidural anestesi yang mampu menyebabkan nyeri kepala post
partum.
MIGRAIN DAN KOMBINASI KONTRASEPSI HORMONAL
Korelasi penggunaan kombinasi kontrasepsi hormonal terhadap migrain : Apa efek
dari penggunaan kontrasepsi kombinasi hormonal terhadap serangan migrainn ? Apa
resiko stroke pada migrain yang menggunakan kontrasepsi kombinasi hormonal dan
apa ada kontraindikasi dalam menggunakan kintrasepsi kombinasi hormonal ?
Dampak Kombinasi Kontrasepsi Hormonal Terhadap Serangan Migrain
Efek dari penggunaan kombinasi kontrasepsi hormonal terhadap serangan mingrain
sangat berfariasi. Dilaporkan sekitar 18-50 % terjadi serangan migrain yang hebat
yang memiliki kecenderungan terjadinya serangan selama interval bebas obat
13
(25,91,92) dan penelitian menyatakan bahwa migrain dengan auramemiliki
kecenderungan untuk menjadi buruk dibandingkan dengan tanpa aura (87). Namun,
sekitar 30-40 % wanita dilaporkan tidak terjadi perburukan serangan migrain.
Penyebab perbedaan kondisi ini terjadi akibat beberapa fakta, pada wanita tua ,
kriteria IHS utnuk migrain tidak digunakan, dosis penggunaan ethinylestradiol
diberikan lebih rendah bagi wanita tua, namuan lebih dari itu penggunaan progesteron
pun tidak dapat diabaikan. Serangan migrain dapat terjadi selama penggunaan
kombinasi kontrasepsi hormonal terutama pada beberapa siklus pertama anamun
dapat juga terjadi setelah penggunaan jangka panjang. Beberapa onset serangan
migrain yang baru terjadi, pada wanita dengan riwayat keluarga memiliki
kecenderungan terserang migrain. Namun, Kudrow menyatakan bahwa penderita
yang memilki riwayat dengan migrain lebih jarang terserang migrain bagi pengguna
mini pil (40%) daripada menggunakan pil oral kombinasi (..%) (25). Sehingga dapat
diakatan bahwa penggunaan kombinasi kontarsepsi hormonal ( pil oral kombinasi )
dapat meningkatkan sernagan migrain, namun pada beberapa kasus juga berpeotensi
untuk menginisisasi terjadinya serangan. Penghentian penggunaan kontrasepsi
kombinasi hormonal ( pil oral kombinasi )untuk menghentikan serangan migrain
memiliki berbagai efek , dapat terjadi pengehentian langsung, atau bertahap samapi
12 bulan atau bahkan serangan dapat berlangsung terus menerus. Belum banyak studi
yang menyatakan bahwa penggunaan progesteron memiliki kecenderungan untuk
lebih menyebabkan terjadinya serangan migrain. Studi empiris lah yang sangat
dibutuhkan untuk membuktikannya.
Migrain, Kombinasi Kontrasepsi Hormonal, dan Resiko Stroke
Beberapa studi case control menyatakan bahwa migrain merupakan salah satu faktor
terjadinya stroke, dengan Odd ratio sekitar 3 ( 93-98). Namun, hal ini kurang jelas,
salah satu faktor resiko stroke migrain dengan aura atau tanpa aura, hal ini dinyatakan
dengan odd ratio sekitar 6. Meskipun demikian resiko absolut terjadinya migrain pada
seorang migrainus sangat rendah, hanya sekitar 17 sampai 19 wanita per 100.000
14
wanita pertahun. Pengguanaan pil oral kombinasi dapat ,meningkatkan terjadinya
resiko stroke iskemik ( Bousser and Kittner [99]). Faktor resiko relatif berhubungan
denagn dosis estrogen dan dosis tinggi kombinasi kontrasepsi oral 50 µg atau dosis
tinggi ethynylestradiol tidak direkomendaiskan. Formulasi dosis rendah (<50 µg )
mengandung generasi kedua atau generasi ketiga progesteron ( gestodene,
desogestrel, dan norgestimate ) menyebabkan resiko rendah terjadinya stroke. Studi
obeservasional menyatakan bahwa kontrasepsi hormonal progesteron tidak
berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya resiko stroke iskemik , hal ini
hanya dibuktikan dengan data yang sedikit ( 100.101). Resiko terjadinya stroke pada
wanita muda dengan usia < 35 tahun yang menggunakan kombinasi kontrasepsi
hormonal sekitar 1 dari 2000.000 wanita per tahun. Kebiasaan merokok menempati
urutan kedua sebagai faktor resiko terjadinyastroke iskemik dan nilai OR kombinasi
kebiasaan merokok dengan penggunaan kombinasi kontrasepsi hormonal mencapai 6.
Dilaporkan yterdapatnya korelasi yang sinsergis antara migrain dan kombinasi
kontrasepsi hormonal erhadap resiko terjadinya stroke iskemik dengan nilai OR 15
samapi 17 ( 102). Dengan adanya faktor tambahan seperti migrain, penggunaan
kombinasi kontrasepsi hormonal, dan kebiasaan meroko maka nilai OR dapat
mencapai 34 (98).
Berdasarkan data tersebut dipertimbangkan penggunaan kombinasi kontrasepsi
hormonal pada wanita dengan migrain (102-104). Beberapa pendapat menyatakan
bahwa tidak ada kontraindikasi penggunaan kombinasi kontrasepsi hormonal pada
wanita dengan migrain , namun penderita tersebut harus diedukasi untuk kontrol
teratur ketika sudah muncul aura dan bila memilki faktor resiko lainnya ( tabel 35-1).
Wanita dengan migrain dan memiliki kebiasaan merokok harus menghentikan
kebiasaan tersebut sebelum memulai menggunakan kombinasi kontrasepsi hormonal
dan beberapa faktor resiko seperti hipertensi dan hiperlipidemia harus ditangani lebih
dahulu jika tidak maka akan terdapat kontraindikasi dalam menggunakan kombinasi
kontrasepsi hormonal. Metode non- etynylestradiol dapat dipertimbangkan bagi
15
wanita karena dapat meningkatkan resiko stroke iskemik, terutama bagi wanita
dengan multifaktor. Beberapa kontrasepsi tersebut dapat efektif dalam mencegah
kehamilan dibandingkan dengan kombinasi kontrasepsi hormonal dan mini pil.
Beberapa penelitian masih dibutuhkan untuk mengevaluasi penggunaankombinasi
kontrasepsi hormonal ( pil oral kombinasi ).
Nyeri Kepala Persisten
Peningkatan frekuensi nyeri kepala dan intensitas nyeri, dapat berlangsung dengan
aura atau aura yang memanjang.
Tabel 35-1 Faktor Resiko Stroke Iskemik Pada Wanita Dengan Migrain
Usia > 35 tahunKontrasepsi Hormonal KombinasiRiwayat keluarga dengan kelainan pembuluh darah < 45 tahunPenyakit jantung dengan potensial emboli Hiperlipidemia Hipertensi Migrain dengan aura Merokok Penyakit sistemik yang berhubungan dengan stroke meliputi penyakit sickle cell dan kelainan jaringan ikat
Pengelolaan Migrain Bagi Wanita Pengguna Kontrasepsi Hormonal Kombinasi
Pengelolaan migarian bagi wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal
kombinasi sebenarnya tidak benbeda dengan pengelolaan migrain pada umumnya.
Tidak ada obat anti migrain yang kontraindikasi bagi pengguna kontrasepsi
kombinasi ini. Ketika terjadi serangan, pemberian estradiol perkutan dapat diberikan.
Cara lainnya dengan pemberian empat smpai lima waktu pemberian saat interval
bebas hormon atau pemberian kontrasepsi kombinasi hormonal yang berkelanjutan
(104).
16
MIGRAIN DAN MENOPAUSE
Data menegenai menopause dan migrain masih menjadi perdebatan. Secara kalasik,
serangan migrain akan memburuk pada saat periode perimenopause dan semakin
meningkat kerika periode postmenopause, namun penjelasan ini harus dikaji lebih
lanjut lagi. Perlu diketahui bahwa prevalensi serangan migrain menurun sesuai usia
dan jenis kelamin, dan bagi wanita serangan igrain akan meningkat setelah melewati
periode menopause. Ratio insiden serangan migrain anatar wanita dengan pria adalah
2,5 : 1 setelah usia 70 tahun. Neri et al melaporkan bahwa 2/3 wanita mengalami
serangan migrain pada paeriode menopause spontan (34). Namun ada pendapat lain
juga mengatakan bahwa 2/3 wanita mengalami seranmgan migrain setelah
mengalami periode surgical menopause. Studi cross sectional yang dilakukan di
Swedia terhadap 728 wanita usia 40 sampai 74 tahun didapatkan data bahwa OR
untuk serangn migrain tanpa aura pada wanita perimenopausal sekitar 0,47 (95 5
dengan Cinfidence Interval 0.24 – 0.86) tetapi setelah dikaji dengan usia yang
berbeda dinyatakan bahwa menupousal tidak berhubungan dengan serangn migrain
tanpa aura : 0,79 % ( 95% CI 0.35 sampai 1,76), dimana akan lebih menekankan
terhadap varuabel usia (17). Migrain dengan aura tidak berhubungan dengan periode
menopause. Penelitian cross sectional lainnya terhadap 1,436 wanita Cina usia 40
sampai 54 tahun meneliti efek menopausal transisi terhadap prevalensi terjadinya
serangan migrain ( 106). Beberapa wanita dikelompokkan menjadi lima kategori :
premenopause, awal perimenopause, akhir perimenopause, spontan menopause, dan
surgical menopause. Periode perimenopause didefinisikan sebagai periode dimana
wanita masih mengalami menstruasi secara teratur. Wanita dengan periode awal
perimenopausemengalami siklus menstruasi yang ireguler , periode siklus dapat
terjadi lebih dari 23 hari sampa 35 hari. Siklus dapat bervariasi lebih dari 5 hari dan
terjadi selama 3 bulan. Kondisi diman menstruasi terjadi antara bulan ke 3 sampai
bulan ke 12 selama penelitian dikenal dengan perimenopause akhir. Sedangkan
wanita yang tidak mengalami menstruasi sekitar 12 bulan dimasukan ke dalam
17
kategori menopause spontan. Wanita yang mengalami histerektomi atau oovorektomi
bilateral sebelum mengalami periode menopause spontan dikategorikan sebagai
surgical menopause. Prevalensi serangan migrain pada wanita periode premenopause
dan perimenopause memiliki angka yang hampir sama (16,7 %) dan memiliki angka
yang lebih rendah pada periode spontan menopause (10,5%) ( OR 0.6; [95 % ci 0.4
samapi 0.9], P =0,3 ). Semua kelompok menopause, pada wanita yang mengalami
periode surginal menopause memiliki prevalensi angka tertinggi serangan migrain
( 27 %). Prevalensi migrain meningkat sebelum periode menopause dan menurun
setelah periode spontan menopause. Dengan demikian , wanita yang mengalami
periode awal perimenopause harus tetap waspada dengan adanya
peningkatanprevalensi saat memasuki periode transisi menopause.
MIGRAIN DAN HORMONAL REPLACEMENT THERAPY
HRT sudah banyak digunakan di negara- negara. Beberapa jenis dari estrogen yang
umunya digunakan : estron, estradiol, sintetik estradiol. Estrogen dapat diberikan
secara oral, parenteral, perkutan gel, trnsdermal, dan cream vagina. Dapat diberi
tambahan hormon berupa progesteron dan kadang-kadang androgen. Estrigen dan
regimen kombinasinya biasa digunakan selama 25 hari per bulan. Hubungan antara
HRT dengan migrain dijelaskan dalam Women’s Health Study (107). 17 dari 107
wanita post menopause, 11,2 % mengalami serangan migrain selama 1 tahun.
Penggunaan HRT meningkatan prevalensi serangan migrain dibandingkan dengan
yang tidak menggunakan (OR 1.42 [ 95 % CI 1.24 sampai 1.62]). Dua penelitian
longitudinal membahas pengaruh HRT terhadap migrain. Penelitian pertama
dilakukan 1 bulan diman terdapat kelopmpok wanita yang menerima fua regimen
HRT yang berbeda : pertama diberi transdermal estradiol 50µg tiap 7 hari selama 28
hari ditambah medroxyprogesteron acetat (MAP ) 10 mg/d dari hari ke 14 sampai
hari ke 28 atau pemeberian oral estrogen konjugasi 0.625 mg/d selam 28 hari
ditambah MAP 10 mg/d sampai hari ke 14 (108). Pemberian HRT secara signifikan
18
mempengaruhi serangan migrain. Frekuensi serangan dan intensitas serangan
meningkat pada penggunaan HRT secara oral tetapi tidak terjadi pada penggunaan
transdermal. Penelitian lain, dilakukan selama 1 bulan dimana kelompok wanita
mendapatkan tiga regimen HRT : estradiol hemylhidrate 1 mg/d ditambah
norethisterone 0.5 mg/d selama 28 hari secara kombinasi, oral estrogen konjugasi
0.625 mg/d selam 28 hari ditambah MAP 10 mg/ d pada hari ke 14 dan pemberian
estradiol valerate 2 mg/ d selama 21 hari ditambah cyproterone acetat 1mg/d mulai
hari ke 12 sampai 21 ( 109). Secara umum, dapat meiningktkan frekuensi serangan ,
dan penggunaan analgetik ( mulai 3.4±1.3 sampai 5.6 ±2.2, P<0.001) diobservasi
selama 6 bulan. Peningkatan frekuensi serangan dan penggunaan beberapa anlgetik
terjadi pada sejumlah kecil kelompok yang menerima kombinasi regimen yang
berkelanjutan dibandingkan dua kelompok lainnya. Sebagai hasilnya, terlihat bahwa
penggunaan HRT yang berkelanjutan ( terus menerus) dengan cara pemberian
transdermal kurang menyebabkan perburukan serangan migrain dibandingkan dengan
regimen lain. Hal tersebut diatas dikatakan penggunaan kronik estrogen yang
memavu terjadinya migrain.
Aura dapat terjadi saat pemberian awal HRT (110,111). Pada beberap kasus,
penurunan dosis estrogen atau perbedaan cara pemberian dapat menurunkan insidensi
terjadinya aura.
Selain itu juga perlu mnegtahui dampakpenggunaan HRT terhadap resiko stroke bagi
wanita penderita migrain. Ketika penggunaan HRT skitar ±20 tahun harus senantiasa
memperhatikan penyakit carrdiovascular yang mungkin muncul. Studi observasi
terdahulu mengatakan efek dari penggunaan HRT untuk kesehatan sangat bias. Data
yang diperoleh dengan random, dimana kelompok placebo yang diberikan 1 mg oral
17 β estradiol setiap hari tidak memiliki efek yang signifikan terhadap insiden
terjadinya stroke iskemik pada wanita post menopausal dengan riwayat penyakit
cardiovaskuler sebelumnya ( resiko relatif 1.1 CI 0.8 sampai 1.4] (112). Tidak
berbeda dengan pemberian 0.625 mg estron dikombinasi dengtan 2.5 mg MAP/d
19
tidak meningkatkan insiden stroke iskemik pada wanita periode postmenopause
dengan riwayat penyakit cardiovaskuler sebelumnya ( resiko relatif 1.09[0.88 sampai
1.35]) 9113.114). Namun, berbeda dengan kelompok yang diberikan 0.626 mg estron
secara oral yang dikombinasi dengan 2.5 mg/d MAP menunjukkan peningkatan
resiko stroke iskemik dibandingkan dengan placebo ( resiko relatif 1.44 [1.09 sampai
1.90 ]) (115). Nilai yang sama juga difapatkan pada wanita sehat periode
postmenopause yang menggunakan 0.635 mg oral estron setipa hari (116).
Belum banyak ada bukti yang menjelaskan bahwa migrain merupakan faktor resiko
terjadinya stroke iskemik pada wanita usia dai atas 45 tahun, atau terjadi peningktan
resiko terjadinya stroke iskemik pada wanita yang menderita beberapa tipe migrain
yang menggunakan HRT. Oleh karenanya, indikasi umum dan kontraindikasi
terhadap pemberian HRT tetepa garus diperhatikan.
KESIMPULAN
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa ada
hubungan yang kuat migrain dan hormon pada wanita. Wanita pada umumnya,
peningkatan kadar hormon estrogen dalam darah dapat emingkatkna insiden serangan
migrain, dan beberapa kasus dapat ditemukan perburukan seranga. Tampak ada
perbedaan respon hormon terhadap serangan migrain baik dengan aura atau tanpa
aura. Migrain tanpa aura lebih sering terjadi saat masa pubertas karena dipacu oleh
peningkatan sex hormon saat menstruasi. Migrain dengan aura umumnya terjadi
karena peningktana level sex hormon selam kehamilan dan akibat penggunaan
kontrasepsi kombinasi hormonal dan HRT. Migrain dengan aura umumnya
merupakan faktor resiko absolut terjadinya stroke iskemik pada wanita muda. Hal ini
penting untuk membrikan saran kepada penderita migrain yang menggunakan
kontrasepsi oral untuk tidak merokok dan memilih pil estrogen dengan dosis rendah.
Data yang menunjukkan ada keterkaitan migrain dengan atau tanpa aura, HRT, dan
stroke iskemik, namun migrain sedniri juga bukan merupakan kontraindikasi dalam
20
pemberian HRT. Wanita yang mengalami aura setelah memulai penggunaan HRT
harus mengurangi dosis estrogen seminimal mungkin. Penggunaan HRT dalam
jangka panjang melalui cara transdermal yang mengandung estrogen dapat
dipertimbangkan ketika pemberian dengan cara / regimen lain mampu mencetuskan
terjadinya serangan migrain yang berat.
21