PEMANFAATAN BIJI KURMA (Phoenix dactylifera L SEBAGAI ... · kerusakan akibat penyerapan uap air...
-
Upload
phungthien -
Category
Documents
-
view
222 -
download
1
Transcript of PEMANFAATAN BIJI KURMA (Phoenix dactylifera L SEBAGAI ... · kerusakan akibat penyerapan uap air...
PEMANFAATAN BIJI KURMA (Phoenix dactylifera L.)
SEBAGAI TEPUNG DAN ANALISIS PERUBAHAN MUTUNYA
SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI
LUTFI SETIYONO
F34070112
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
UTILIZATION OF DATE (Phoenix dactylifera L.) SEED AS FLOUR
AND ANALYSIS OF ITS QUALITY DURING STORAGE
Endang Warsiki and Lutfi Setiyono
Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,
Indonesia.
Phone: 62 856 93307742, e-mail: [email protected]
ABSTRACT
Date (Phoenix dactylifera L.) seeds can be processed into flour for cookies or any other food
product. The production process of flour from the seeds are washing, sulphuring, blanching, drying,
milling, and sieving. Date seed flour has a slightly brownish color with value degree of whiteness was
about 53,83% and value of bulk density was about 0,43 g/ml. Furthermore, date seed flour contained
7,52% of moisture, 1,19% of ash, 5,03% of protein, 12,37% of fat, 12,74 % of crude fiber, 68,64% of
carbohydrate, 37,63% of starch, and 2,42 ml of NaOH 0,1 N/100 g total of acid. The packaging of the
flour is needed to maintain its quality during storage thus the flour are still good and fresh when it
used for food products. This study was arranged in a Completely Randomize Design with factorial
design with two replications. The first factor was packaging type (polyethylene plastic, plastic woven
bag, and calico bag). The second factor was storage (0, 14, 21, 28, 42, 56 days). Data were analyzed
using analysis of variance and differences between treatments were determined with Duncan test. The
results showed that packaging type significantly affected the moisture content. Storage significantly
affected the moisture content, fat content, crude fiber content, and carbohydrate content. Date seed
flour were packed with calico bag had the highest increase of water content at about 3,23%, while the
lowest increase of water content was owned by flour were packed with polyethylene plastic as much
as 0.75%. If the water content of flour is high, meaning that the quality of flour will decrease and
easily damage physically and biologically. This study concluded that the polyethylene plastic packs
could minimize the deterioration quality of the flour and resulted on longer storage.
Keyword: date, flour, packaging, storage
LUTFI SETIYONO. F34070112. Pemanfaatan Biji Kurma (Phoenix dactylifera L.) Sebagai
Tepung dan Analisis Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Endang
Warsiki. 2011
RINGKASAN
Biji kurma memiliki potensi yang baik sebagai produk panganan sehat. Biji kurma dapat
menjadi sumber alternatif serat (dietary fibre) yang prospektif sehingga dapat memberikan kontribusi
yang berharga untuk panganan berserat. Dari hasil beberapa penelitian, dikatakan bahwa biji kurma
mengandung 71,9 - 73,4% karbohidrat, 5 - 6,3% protein, dan 9,9 - 13,5% lemak. Hal inilah yang
menjadi nilai yang cukup potensial bagi biji kurma untuk dapat diolah dan dimanfaatkan menjadi
tepung biji kurma. Pengolahan biji kurma menjadi tepung biji kurma dapat meningkatkan nilai
ekonomis biji kurma dan memperpanjang umur simpan produk, serta memudahkan penggunaannya
dalam aplikasi produk pangan. Kebanyakan industri pengolahan buah kurma, tidak memanfaatkan
atau tidak mengolah hasil samping yang berupa biji kurma tersebut. Padahal biji kurma tersebut dapat
menjadi produk yang bernilai ekonomis dan bisa diolah menjadi produk yang lebih bermanfaat.
Sebelum tepung tersebut diaplikasikan sebagai bahan produk pangan, diperlukan analisis
mengenai karakteristik dan sifat fisiko kimia tepung biji kurma, serta diperlukan analisis untuk
menjaga mutu tepung tersebut selama proses penyimpanan. Pengemasan merupakan salah satu upaya
untuk menjaga mutu tepung biji kurma tersebut selama proses penyimpanan, karena pengemasan
dapat meminimalisir kontak antara bahan yang dikemas dengan lingkungan luar. Hal ini berkaitan
dengan sifat higroskopis yang dimiliki berbagai jenis tepung sehingga tepung mudah mengalami
kerusakan akibat penyerapan uap air dari lingkungan. Ada berbagai macam kemasan tepung yang
digunakan dalam proses penyimpanan sehingga perlu dilakukan analisis terhadap kemasan tepung
tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tepung biji kurma yang dihasilkan tetap dalam kondisi yang baik
atau sesuai standar saat akan digunakan sebagai bahan baku produk pangan dalam industri pengolahan
buah kurma.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisiko kimia tepung biji kurma yang
dihasilkan, menganalisis perubahan mutu tepung biji kurma selama penyimpanan, dan menentukan
kemasan tepung biji kurma yang sesuai. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini
adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua kali ulangan. Perlakuan pada penelitian ini
meliputi dua faktor, yaitu faktor jenis kemasan simpan dan faktor lama penyimpanan. Faktor jenis
kemasan simpan terdiri dari tiga taraf, yaitu kemasan plastik polietilen (K1), kemasan karung tenun
plastik (K2), dan kemasan karung kain belacu (K3). Faktor lama penyimpanan terdiri dari enam taraf,
yaitu lama simpan 0 hari (M0), lama simpan 14 hari (M1), lama simpan 21 hari (M2), lama simpan 28
hari (M3), lama simpan 42 hari (M4), dan lama simpan 56 hari (M5).
Tahapan proses produksi tepung biji kurma yang dilakukan, yaitu pencucian biji kurma,
sulfurisasi atau perendaman biji dalam larutan natrium bisulfit (NaHSO3) 1000 ppm selama 24 jam,
blanching atau perebusan biji kurma pada suhu 80 - 90°C selama 5 - 10 menit, pengeringan biji pada
suhu 50 - 60°C selama 24 jam, penggilingan biji kurma, dan pengayakan tepung biji kurma dengan
ayakan 65 mesh. Nilai rendemen tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 31,32%. Hasil analisis
beberapa sifat fisiko kimia tepung biji kurma yang dihasilkan diperoleh nilai derajat putih sebesar
53,83%, densitas kamba sebesar 0,43 g/ml, tidak terdapat cemaran serangga/kutu pada tepung, kadar
air sebesar 7,52% (b.k), kadar abu sebesar 1,19% (b.k), kadar protein sebesar 5,03 % (b.k), kadar
lemak sebesar 12,37% (b.k), kadar serat kasar sebesar 12,74% (b.k), kadar karbohidrat sebesar
68,64% (b.k), kadar pati sebesar 37,63% (b.k), dan nilai total asam sebesar 2,42 ml NaOH 0,1 N/100 g
(b.k).
Selama penyimpanan 56 hari, sifat fisik dari tepung biji kurma, seperti derajat putih, densitas
kamba, dan cemaran serangga/kutu tidak mengalami perubahan fisik secara nyata, baik tepung yang
dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. Faktor
kemasan dan faktor lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan sifat fisik tepung
biji kurma. Pada sifat kimia tepung biji kurma, seperti kadar abu, kadar protein, kadar pati, dan total
asam tidak menunjukkan adanya penurunan mutu, karena faktor kemasan dan lama penyimpanan
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter tersebut. Kadar lemak, kadar serat kasar,
dan kadar karbohidrat terdapat pengaruh nyata dari faktor lama penyimpanan, akan tetapi belum
menunjukkan adanya penurunan mutu sehingga dapat dikatakan bahwa selama penyimpanan delapan
minggu parameter tersebut masih baik mutunya. Sifat kimia lain yang mengalami perubahan secara
nyata adalah kadar air. Faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor
berpengaruh nyata terhadap kadar air. Semakin lama penyimpanan tepung, maka kadar air semakin
meningkat. Penggunana kemasan karung tenun plastik dan kemasan karung kain belacu cenderung
meningkatkan nilai kadar air lebih tinggi dibandingkan penggunaan plastik PE.
Dari hasil analisis perubahan mutu tepung biji kurma, dapat dikatakan bahwa tepung biji kurma
yang telah disimpan selama delapan minggu atau 56 hari ternyata masih dalam kondisi baik dan masih
layak untuk digunakan sebagai bahan baku, baik tepung yang dikemasan dengan kemasan plastik PE,
kemasan karung plastik, maupun kemasan karung kain. Namun, kemasan tepung yang paling baik
untuk dijadikan kemasan simpan adalah kemasan plastik PE. Hal tersebut dikarenakan plastik PE
cenderung lebih bisa menjaga kenaikan kadar air sehingga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat menurunkan mutu tepung biji kurma.
PEMANFAATAN BIJI KURMA (Phoenix dactylifera L.) SEBAGAI TEPUNG
DAN ANALISIS PERUBAHAN MUTUNYA SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
LUTFI SETIYONO
F34070112
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul Skripsi : Pemanfaatan Biji Kurma (Phoenix dactylifera L.) Sebagai Tepung dan
Analisis Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan
Nama : Lutfi Setiyono
NIM : F34070112
Menyetujui,
Pembimbing Skripsi
(Dr. Endang Warsiki, S.TP, M.Si.)
NIP : 19710305 199702 2 001
Mengetahui :
Ketua Departemen
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)
NIP : 19621009 198903 2 001
Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pemanfaatan Biji
Kurma (Phoenix dactylifera L.) Sebagai Tepung dan Analisis Perubahan Mutunya Selama
Penyimpanan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan
belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2011
Yang membuat pernyataan
Lutfi Setiyono
F34070112
BIODATA PENULIS
Lutfi Setiyono. Lahir di Jakarta pada tanggal 26 November 1989. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Slamet Mulyono
dan Mudiarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2001 di
SD Taman Harapan, Bekasi, kemudian tahun 2004 menyelesaikan studi di
SLTPN 19 Bekasi. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 10
Bekasi dan lulus pada tahun 2007. Di tahun yang sama, penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB) IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian,
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa MAX
(Music Agriculture X-pression) IPB pada tahun 2007-2008 dan aktif dalam organisasi kemahasiswaan
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian sebagai staff Departemen Komunikasi dan
Informasi pada tahun 2009-2010. Pada tahun 2010, penulis mengikuti lomba penulisan blog tingkat
kota Bekasi yang diselenggarakan oleh PEMKOT Bekasi bersama Komunitas Blogger Bekasi dan
memperoleh juara II. Pada tahun yang sama, penulis melaksanakan praktek lapangan di industri
pengolahan buah kurma, CV. Amal Mulia Sejahtera, Bogor, Jawa Barat dengan topik “Mempelajari
Aspek Teknologi Pengemasan, Penyimpanan, dan Distribusi Produk Sari Kurma di CV. Amal
Mulia Sejahtera, Kabupaten Bogor”.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya kepada kita. Hanya dengan pertolongan dan izin-Nya penelitian dan skripsi ini dapat
selesai dengan baik. Penelitian dengan judul “Pemanfaatan Biji Kurma (Phoenix dactylifera L.)
Sebagai Tepung dan Analisis Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan” dilaksanakan sejak
bulan Maret sampai Mei 2011.
Penelitian dan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir
penelitian guna mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam
penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa semua itu tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, secara khusus penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan dan motivasi baik berupa doa, moral,
maupun material.
2. Dr. Endang Warsiki, S.TP, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dorongan,
arahan, dan bimbingan yang sangat bermanfaat.
3. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA. dan M. Arif Darmawan, S.TP, M.T. selaku dosen penguji yang
telah memberikan kritik, saran, dan arahan.
4. Drs. H. Mulyadi M.Ag. selaku Direktur Utama sekaligus pemilik CV. Amal Mulia Sejahtera dan
M. Tholib Mustaqim selaku Manajer Operasional CV. Amal Mulia Sejahtera yang telah
membantu dan memberikan izin untuk menggunakan atau memakai sampel bahan biji kurma
dari perusahaan untuk penelitian ini.
5. Seluruh staff pengajar, tata usaha dan rumah tangga, serta laboran Departemen Teknologi
Industri Pertanian dan laboran SEAFAST Center IPB.
6. Shiva Amwaliya atas bantuan, motivasi, doa, dan dukungan moril kepada penulis selama
penelitian ini.
7. Rizky Bachtiar, Khairunnisa, Irfina Febianti, Novina Eka, Septiyanni, Nova Afriyanti, dan
Triyoda Arrahman atas persahabatan, dukungan, doa, dan bantuan kepada penulis.
8. Rekan-rekan mahasiswa TIN 44 atas kebersamaan, doa, dukungan, dan bantuan kepada penulis.
9. Teman-teman Wisma Amigo atas kebersamaan, dukungan, dan bantuan kepada penulis.
Akhirnya penulis berharap semoga penelitian dan skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan
kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi industri
pertanian, khususnya di industri pengolahan buah kurma.
Bogor, September 2011
Lutfi Setiyono
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. .ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................................... 1
1.2. Tujuan ...................................................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................. 3
2.1. Buah Kurma ............................................................................................................................. 3
2.2. Biji Kurma ............................................................................................................................... 4
2.3. Pembuatan Tepung Biji Kurma .............................................................................................. 6
2.4. Sifat Tepung dan Penurunan Mutu Tepung ............................................................................ 8
2.5. Pengemasan dan Penyimpanan ............................................................................................... 9
III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................................... 12
3.1. Bahan dan Alat ...................................................................................................................... 12
3.1.1. Bahan .......................................................................................................................... 12
3.1.2. Alat ............................................................................................................................. 12
3.2. Metode Penelitian .................................................................................................................. 12
3.2.1. Pembuatan Tepung Biji Kurma .................................................................................. 12
3.2.2. Perhitungan Rendemen dan Analisis Perubahan Mutu Tepung Biji Kurma
Selama Penyimpanan ................................................................................................ 14
3.3. Rancangan Percobaan ............................................................................................................ 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................................... 16
4.1. Rendemen Tepung Biji Kurma ............................................................................................. 16
4.2. Perubahan Sifat Fisik Tepung Biji Kurma Selama Penyimpanan ......................................... 17
4.2.1. Derajat Putih .............................................................................................................. 17
4.2.2. Densitas Kamba ......................................................................................................... 17
4.2.3. Cemaran Serangga atau Kutu .................................................................................... 18
4.3. Perubahan Sifat Kimia Tepung Biji Kurma Selama Penyimpanan ....................................... 19
4.3.1. Kadar Air ................................................................................................................... 19
4.3.2. Kadar Abu ................................................................................................................. 21
4.3.3. Kadar Protein............................................................................................................. 22
4.3.4. Kadar Lemak ............................................................................................................. 23
4.3.5. Kadar Serat Kasar ...................................................................................................... 24
iii
4.3.6. Kadar Karbohidrat ..................................................................................................... 25
4.3.7. Kadar Pati .................................................................................................................. 26
4.3.8. Total Asam ................................................................................................................ 27
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................................... 28
5.1. Kesimpulan ............................................................................................................................ 28
5.2. Saran ...................................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 29
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 32
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Komposisi kimia 34 varietas buah kurma Iran ..................................................................... 4
Tabel 2.2. Komposisi biji kurma ........................................................................................................... 5
Tabel 2.3. Kandungan asam amino biji kurma ...................................................................................... 5
Tabel 2.4. Kandungan mineral biji kurma ............................................................................................. 6
Tabel 2.5. Permeabilitas kemasan terhadap uap air pada suhu 28°C, RH = 75% ............................... 10
Tabel 4.1. Sifat fisik tepung biji kurma ............................................................................................... 17
Tabel 4.2. Cemaran serangga atau kutu tepung biji kurma selama penyimpanan ............................... 18
Tabel 4.3. Sifat kimia tepung biji kurma ............................................................................................. 19
Tabel 4.4. Perbandingan sifat kimia tepung biji kurma dengan standar mutu tepung terigu,
singkong, sagu, beras, dan jagung ..................................................................................... 19
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Reaksi antara gula pereduksi dengan natrium bisulfit ...................................................... 7
Gambar 3.1. Diagram alir proses pembuatan tepung biji kurma ......................................................... 13
Gambar 3.2. Diagram alir tahapan penelitian ...................................................................................... 14
Gambar 4.1. Tepung biji kurma .......................................................................................................... 16
Gambar 4.2. Diagram rendemen tepung biji kurma, mangga, nangka, dan durian ............................. 16
Gambar 4.3. Grafik perubahan kadar air tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan ............. 20
Gambar 4.4. Grafik perubahan kadar lemak tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan ........ 23
Gambar 4.5. Grafik perubahan kadar serat kasar tepung biji kurma dengan berbagai jenis
kemasan ......................................................................................................................... 25
Gambar 4.6. Grafik perubahan kadar karbohidrat tepung biji kurma dengan berbagai jenis
kemasan ......................................................................................................................... 26
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Prosedur Analisis ............................................................................................................ 33
Lampiran 2. Tabel analisis derajat putih ............................................................................................. 37
Lampiran 3. Tabel analisis densitas kamba ......................................................................................... 38
Lampiran 4. Tabel pengamatan cemaran serangga atau kutu .............................................................. 39
Lampiran 5. Tabel analisis kadar air ................................................................................................... 40
Lampiran 6. Tabel analisis kadar abu .................................................................................................. 41
Lampiran 7. Tabel analisis kadar protein ............................................................................................ 42
Lampiran 8. Tabel analisis kadar lemak .............................................................................................. 43
Lampiran 9. Tabel analisis kadar serat kasar ....................................................................................... 44
Lampiran 10. Tabel analisis kadar karbohidrat ..................................................................................... 45
Lampiran 11. Tabel analisis kadar pati ................................................................................................. 46
Lampiran 12. Tabel analisis total asam ................................................................................................. 47
Lampiran 13. Hasil olah data uji derajat putih ...................................................................................... 48
Lampiran 14. Hasil olah data uji densitas kamba .................................................................................. 49
Lampiran 15. Hasil olah data uji kadar air ............................................................................................ 50
Lampiran 16. Hasil olah data uji kadar abu ........................................................................................... 52
Lampiran 17. Hasil olah data uji kadar protein ..................................................................................... 53
Lampiran 18. Hasil olah data uji kadar lemak ....................................................................................... 54
Lampiran 19. Hasil olah data uji kadar serat kasar ............................................................................... 55
Lampiran 20. Hasil olah data uji kadar karbohidrata ............................................................................ 56
Lampiran 21. Hasil olah data uji kadar pati .......................................................................................... 57
Lampiran 22. Hasil olah data uji total asam .......................................................................................... 58
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kurma (Phoenix dactylifera L.) merupakan salah satu tanaman tertua yang dibudidayakan
manusia. Tanaman ini banyak tersebar di Timur Tengah dan Afrika Utara. Tanaman ini memiliki
peranan penting dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat di daerah kering dan semi-kering di
dunia. Banyak orang yang percaya akan khasiat buah dari tanaman kurma untuk kesehatan.
Menurut Khanavi et al. (2009), Iran memberikan kontribusi sebanyak 21% dari produksi buah
kurma seluruh dunia pada tahun 2006, yaitu sebanyak 918.000 metrik ton buah kurma. Berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor buah kurma sebanyak 11,5 juta kg pada
tahun 2005 dengan nilai 4,3 juta US$, kemudian bertambah menjadi 13,3 juta kg pada tahun 2006
dengan nilai 7,6 juta US$. Komoditi buah kurma tersebut berada pada urutan ke delapan dalam data
impor utama buah-buahan Indonesia pada tahun 2005-2006.
Sebagian dari komoditi buah kurma impor di Indonesia digunakan sebagai bahan baku pada
industri pengolahan buah kurma, seperti industri sari kurma, selai kurma, kurma dalam kemasan, dan
lain-lain. Kegiatan produksi industri tersebut menghasilkan hasil samping yang berupa biji kurma.
Banyak sekali industri pengolahan buah kurma yang tidak mengolah hasil samping yang berupa biji
kurma tersebut sehingga industri membuang hasil samping tersebut. Menurut Hamada et al. (2002), di
Amerika Serikat, biji kurma menjadi masalah pada industri pengolahan buah kurma sebagai aliran
limbah.
Diasumsikan dari keseluruhan impor komoditi buah kurma di Indonesia pada tahun 2006
sebanyak 50% digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan buah kurma sehingga didapatkan
6.650.000 kg komoditi buah kurma yang digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan buah
kurma. Almana dan Mahmoud (1994) menyatakan bahwa komponen biji kurma kira-kira 10% dari
buah kurma. Oleh karena itu, dapat dihasilkan sebanyak 665.000 kg biji kurma yang dihasilkan dari
kegiatan produksi industri pengolahan buah kurma. Diasumsikan sebanyak 90% biji kurma tersebut
tidak diolah oleh industri sehingga dapat dihasilkan 598.500 kg atau 598,5 ton biji kurma yang tidak
diolah dan menjadi limbah padat industri pengolahan kurma pada tahun 2006.
Pengolahan biji kurma menjadi suatu produk sangat diperlukan untuk memberikan nilai
tambah dari biji kurma tersebut sehingga dapat menjadi pendapatan lebih bagi industri pengolahan
buah kurma. Berdasarkan penelitian Hamada et al. (2002), biji kurma mengandung 71,9 - 73,4%
karbohidrat, 5 - 6,3% protein, dan 9,9 - 13,5% lemak. Hal inilah yang menjadi nilai yang cukup
potensial bagi biji kurma untuk dapat diolah dan dimanfaatkan menjadi tepung biji kurma. Pengolahan
menjadi tepung biji kurma dapat meningkatkan nilai ekonomis biji kurma dan memperpanjang umur
simpan produk, serta memudahkan penggunaannya dalam aplikasi produk pangan.
Al-Shahib dan Marshall (2003) menyatakan bahwa biji kurma juga mengandung vitamin dan
serat (dietary fibre) dengan persentase yang cukup tinggi, yaitu sebesar 6,4 - 11,5%. Vitamin dan serat
(dietary fibre) sangat baik untuk kesehatan sehingga cukup prospektif untuk dijadikan produk pangan
yang sehat. Almana dan Mahmoud (1994) menyatakan bahwa biji kurma menjadi sumber alternatif
serat (dietary fibre) yang prospektif dibandingkan dengan dedak gandum sehingga dapat memberikan
kontribusi yang berharga untuk panganan berserat.
Industri pengolahan buah kurma dapat memanfaatkan tepung biji kurma tersebut sebagai bahan
baku atau sebagai tepung komposit untuk memproduksi produk pangan, seperti kue kering atau
biskuit. Tepung biji kurma tersebut akan memberikan nutrisi dan nilai gizi yang lebih pada produk
2
pangan sehingga tercipta produk pangan yang sehat. Sebelum tepung tersebut diaplikasikan sebagai
bahan produk pangan, diperlukan analisis mengenai sifat fisiko kimia tepung biji kurma yang
dihasilkan, serta diperlukan analisis untuk menjaga mutu tepung tersebut selama penyimpanan.
Pengemasan merupakan salah satu upaya untuk menjaga mutu tepung biji kurma tersebut
selama penyimpanan, karena pengemasan dapat meminimalisir kontak antara bahan yang dikemas
dengan lingkungan luar. Hal ini berkaitan dengan sifat higroskopis yang dimiliki berbagai jenis
tepung sehingga tepung mudah mengalami kerusakan akibat penyerapan uap air dari lingkungan. Kini
ada berbagai macam kemasan simpan tepung yang digunakan dalam penyimpanan sehingga perlu
dilakukan analisis terhadap kemasan tepung tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tepung biji kurma
yang dihasilkan tetap dalam kondisi yang baik atau sesuai standar saat akan digunakan sebagai bahan
baku produk pangan dalam industri pengolahan buah kurma.
1.2. Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah memberikan nilai tambah pada biji kurma dengan cara
memanfaatkannya sebagai tepung sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan baku atau
bahan tambahan pada pembuatan produk kue kering atau cookies. Tujuan khusus yang ingin dicapai
dalam penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui sifat fisiko kimia tepung biji kurma.
2. Menganalisis perubahan mutu tepung biji kurma selama penyimpanan.
3. Menentukan kemasan tepung biji kurma yang sesuai.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Buah Kurma
Menurut United States Departement of Agriculture (USDA), klasifikasi botani dari tanaman
kurma (Phoenix dactylifera L.) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub-kingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub-kelas : Arecidae
Ordo : Arecales
Family : Arecaceae
Genus : Phoenix L.
Species : Phoenix dactylifera L.
Tanaman kurma banyak tersebar di Timur Tengah dan Afrika Utara. Tanaman ini diduga
berasal dari dataran Mesopotamia, Palestina, atau sekitar Afrika bagian Utara (Maroko) sekitar 4000
tahun sebelum Masehi dan tersebar ke kawasan Mesir, Afrika Asia Tengah, dan sekitarnya sejak 3000
tahun sebelum Masehi (Rahmadi, 2010).
Menurut Al-Farsi dan Lee (2008), Mesir merupakan produsen kurma terbesar (16%) di dunia
diikuti oleh Saudi Arabia, Iran, Iraq dan Uni Emirat Arab (masing-masing menyumbang sekitar 13%).
Akan tetapi, dilihat dari nilai ekspornya, kurma memberikan pemasukan terbesar untuk Tunisia
(28%), Iran (12%), Pakistan (8%), dan Saudi Arabia (8%). Nilai ekonomi ekspor kurma mendekati
angka USD 300 juta pada tahun 2007.
Menurut Al-Hooti et al. (1995), buah kurma dapat dikatagorikan menurut kematangannya.
Standarisasi buah kurma dapat dirangkum dalam katagori pra-matang dan empat tingkatan
kematangan. Pada katagori pra-matang, buah umumnya masih tertutup kelopak daun. Buah akan terus
berkembang sampai berwarna hijau pada usia fisiologis mendekati sembilan minggu. Pada tingkatatan
kematangan, terdapat empat tingkatan, yaitu kimri (hijau), khalal (tahap perubahan warna), rutab
(matang dan lunak), dan tamr (matang tua).
Bila ditinjau berdasarkan kandungan dari buah kurma, buah kurma mengandung karbohidrat
(44 - 88% total gula), 0,2 - 0,5% lemak, dan 2,3 - 5,6% protein. Buah kurma juga mengandung
vitamin dan serat (dietary fibre) yang tinggi sekitar 6,4 - 11,5%. Buah ini juga mengandung minyak
sebesar 0,2 - 0,5% (Al-Shahib dan Marshall, 2003).
Ada banyak varietas buah kurma di dunia. Menurut Sahari et al. (2007), terdapat kurang lebih
200 varietas buah kurma yang telah dibiakkan dan dikembangkan di Iran. Beberapa varietas buah
kurma yang telah dibiakkan dan dikembangkan, yaitu varietas Mazafati, Kabkab, Zahedi, Estamaran,
Shahani, Kaluteh, Zark, Khanizi, Khasooi, Halilei, Gasab, Ale-Mehtari, Holuo, Shahabi, Gantar,
Piarom, Croot, Barhi, Khazravi, Lasht, Abdollahi, Khorst, Bezmani, Haftad-Gazi, Halavi, Maktoom,
Deiri, Shah-Mohammadi, Khalass, Moslehi, Kharouzard, Gach-Khah, Tourz, dan Kang-Gard. Berikut
ini merupakan tabel komposisi kimia buah dari beberapa varietas tersebut.
4
Tabel 2.1. Komposisi kimia 34 varietas buah kurma Iran (Sahari et al., 2007)
Varietas Buah Kurma Komposisi Kimia (g/100 g)
Kadar Air Protein Lemak Kadar Abu
Mazafati 37.5 ± 0.3 3.7 ± 0.0 0.538 ± 0.05 1.25 ± 0.11
Kabkab 31.0 ± 0.3 3.7 ± 0.2 0.298 ± 0.020 1.66 ± 0.15
Zahedi 30.9 ± 0.5 5.0 ± 0.5 0.281 ± 0.05 1.50 ± 0.16
Estamaran 30.9 ± 0.2 3.0 ± 0.1 0.422 ± 0.08 2.22 ± 0.1
Shahani 34.2 ± 0.1 2.9 ± 0.5 0.422 ± 0.08 1.49 ± 0.25
Kaluteh 34.7 ± 0.5 2.8 ± 0.6 0.457 ± 0.03 1.86 ± 0.06
Zark 19.5 ± 0.5 3.7 ± 0.2 0.448 ± 0.09 1.88 ± 0.08
Khanizi 25.7 ± 0.3 5.0 ± 0.1 0.368 ± 0.04 1.62 ± 0.09
Khasooi 28.3 ± 0.5 2.9 ± 0.3 0.388 ± 0.04 1.60 ± 0.09
Halilei 36.3 ± 0.4 3.0 ± 0.2 0.323 ± 0.02 1.73 ± 0.09
Gasab 23.3 ± 0.2 2.9 ± 0.2 0.535 ± 0.1 1.77 ± 0.05
Ale-Mehtari 31.0 ± 0.1 3.0 ± 0.2 0.271 ± 0.03 3.26 ± 0.06
Holuo 27.1 ± 0.1 3.0 ± 0.3 0.353 ± 0.03 1.60 ± 0.5
Shahabi 31.0 ± 0.2 3.0 ± 0.4 0.384 ± 0.05 1.49 ± 0.05
Gantar 30.2 ± 0.2 5.0 ± 0.5 0.492 ± 0.02 1.62 ± 0.05
Piarom 30.2 ± 0.2 3.7 ± 0.5 0.267 ± 0.01 1.85 ± 0.05
Croot 38.0 ± 0.4 5.0 ± 0.5 0.279 ± 0.02 1.10 ± 0.04
Barhi 39.8 ± 0.3 5.0 ± 0.4 0.272 ± 0.06 1.70 ± 0.1
Khazravi 32.4 ± 0.7 3.0 ± 0.1 0.320 ± 0.06 2.37 ± 0.2
Lasht 23.2 ± 0.5 3.0 ± 0.1 0.438 ± 0.06 1.40 ± 0.1
Abdollahi 35.2 ± 0.4 3.0 ± 0.2 0.491 ± 0.02 1.44 ± 0.12
Khorst 30.8 ± 0.4 1.6 ± 0.3 0.259 ± 0.09 1. 89 ± 0.16
Bezmani 39.2 ± 0.5 3.7 ± 0.3 0.621 ± 0.05 1.16 ± 0.15
Haftad-Gazi 38.6 ± 0.3 4.3 ± 0.5 0.269 ± 0.08 1.32 ± 0.08
Halavi 27.0 ± 0.2 3.0 ± 0.6 0.436 ± 0.04 1.94 ± 0.16
Maktoom 29.4 ± 0.3 5.0 ± 0.4 0.339 ± 0.04 1.42 ± 0.05
Deiri 30.9 ± 0.5 3.7 ±0.4 0.514 ± 0.04 2.16 ± 0.2
Shah-Mohammadi 35.4 ± 0.5 5.0 ± 0.4 0.226 ± 0.06 1.48 ± 0.08
Khalass 23.7 ± 0.5 3.0 ± 0.5 0.584 ± 0.08 1.33 ± 0.06
Moslehi 30.5 ± 0.6 4.3 ± 0.2 0.374 ± 0.05 1.77 ± 0.1
Kharouzard 21.6 ± 0.6 3.0 ± 0.2 0.577 ± 0.10 3.41 ± 0.05
Gach-Khah 24.9 ± 0.1 3.0 ± 0.3 0.517 ± 0.03 2.07 ± 0.06
Tourz 34.9 ± 0.2 2.9 ± 0.1 0.292 ± 0.03 1.83 ± 0.09
Kang-Gard 32.6 ± 0.3 2.3 ± 0.3 0.228 ±0.02 1.72 ± 0.2
2.2. Biji Kurma
Biji kurma merupakan biji dengan satu lembaga (monokotil). Biji kurma tidak memiliki aroma
atau tidak berbau dan memiliki rasa hambar yang sedikit pahit. Umumnya biji kurma memiliki warna
coklat terang dan coklat gelap (Hamada et al., 2002). Almana dan Mahmoud (1994) menyatakan
bahwa komponen biji kurma kira-kira 10% dari buah kurma.
Menurut Hamada et al. (2002), biji kurma berpotensi digunakan sebagai bahan pangan bagi
manusia. Hal tersebut dapat terlihat dari komposisi yang terkandung pada biji kurma. Biji kurma
mengandung 71,9 - 73,4% karbohidrat, 5 - 6,3% protein, dan 9,9 - 13,5% lemak. Komposisi kimia
lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Menurut Al-Shahib dan Marshall (2003), biji kurma juga mengandung vitamin dan serat
(dietary fibre) dengan persentase yang cukup tinggi, yaitu sebesar 6,4 - 11,5%. Vitamin dan serat
(dietary fibre) sangat baik untuk kesehatan sehingga cukup prospektif untuk dijadikan produk pangan
yang sehat. Almana dan Mahmoud (1994) juga menyatakan bahwa biji kurma dapat menjadi sumber
5
alternatif serat (dietary fibre) yang prospektif dibandingkan dengan dedak gandum sehingga dapat
memberikan kontribusi yang berharga untuk panganan berserat.
Tabel 2.2. Komposisi biji kurma (Hamada et al., 2002)
Komponen Persentase (%)
Kadar air 7,1 - 10,3
Karbohidrat 71,9 - 73,4
Protein 5 - 6,3
Lemak 9,9 - 13,5
Abu 1 - 1,8
Serat* 6,4 - 11,5
Acid detergent fibre 45,6 - 50,6
Neutral detergent fibre 64,5 - 68,8
*Al-Shahib dan Marshall (2003)
Beberapa asam amino yang terkandung dalam biji kurma, yaitu alanine, agrinine, aspartic
acid, aspartamine, glumatic acid, glycine, histidine, isoleucine, leucine, lysine, methionine,
phenylalanine, serine, threonine, thryptophan, tyrosine, dan valine (Al-Shahib dan Marshall, 2003).
Berikut tabel kandungan asam amino yang terkandung dalam biji kurma menurut Hussein dan El-Zeid
(1975), serta Al-Hooti et al. (1998).
Tabel 2.3. Kandungan asam amino biji kurma
Asam Amino mg/100 g buah kering
(Hussein & El-Zeid, 1975)*
g/100 g protein
(Al-Hooti et al., 1998)**
Alanine 61 -
Arginine 35 6,6 - 8,3
Aspartic acid 174 -
Aspartamine 174 -
Glutamic acid 172 -
Glycine 92 -
Histidine - 2,3 - 2,4
Isoleucine - 3,7 - 4,2
Leucine - 7,8 - 8,6
Leucine dan isoleucine 105 -
Lysine 32 4,6 - 5,4
Methionine - 0,9 - 1,2
Phenylalanine - 4,3 - 4,7
Serine 58 -
Threonine 50 3,7 - 4,1
Tryptophan 39 -
Tyrosine 58 1,9 - 2,3
Valine 31 5,5 - 5,9
* Asam amino yang terkandung dalam biji buah kurma varietas Khalas.
** Range kandungan asam amino dari biji buah kurma lima varietas (Bushibal, Gash Gaafar,
Gash Habash, Lulu, dan Shahla).
6
Menurut Ali-Mohamed dan Khamis (2004), biji kurma mengandung ion-ion mineral, seperti
natrium (Na+), kalium (K
+), magnesium (Mg
2+), kalsium (Ca
+), ferum atau besi (Fe
2+), mangan
(Mn2+
), zinc (Zn2+
), cuprum (Cu2+
), nickel (Ni2+
), cobalt (Co2+
), dan cadmium (Cd2+
). Ion mineral
yang paling banyak terkandung pada biji kurma adalah ion kalium (K+), magnesium (Mg
2+), dan
natrium (Na+). Kandungan mineral biji kurma dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Kandungan mineral biji kurma (Ali-Mohamed dan Khamis, 2004)
Mineral Kandungan (μg/g)
Natrium (Na+) 237,63
Kalium (K+) 4857,58
Magnesium (Mg2+
) 655,53
Kalsium (Ca+) 95,12
Besi (Fe2+
) 44,47
Mangan (Mn2+
) 14,82
Zinc (Zn2+
) 12,24
Cuprum (Cu2+
) 5,24
Nickel (Ni2+
) 1,12
Cobalt (Co2+
) 0,79
Cadmium (Cd2+
) 0,03
2.3. Pembuatan Tepung Biji Kurma
Biji kurma dapat diolah menjadi tepung atau dalam bentuk serbuk (powder). Tahapan proses
pengolahan tersebut, yaitu pemisahan biji kurma dengan daging buah kurma, penyimpanan biji pada
suhu 10°C, perendaman dan pencucian biji dengan air, penirisan, pengeringan biji pada suhu 50°C,
lalu penggilingan biji dengan mesin grinder (heavy-duty grinder) sehingga dihasilkan biji kurma
dalam bentuk serbuk atau tepung (Bouaziz et al., 2010).
Proses pengolahan biji kurma menjadi tepung atau bubuk menurut Bouaziz et al. (2010) sama
dengan proses menurut Ardekani et al. (2010). Menurut Ardekani et al. (2010), tahapan proses
pengolahan biji kurma menjadi bubuk, yaitu penyimpanan biji kurma yang telah dipisahkan daging
kurmanya pada suhu 2 - 8°C, pencucian biji kurma dengan air, penirisan, pengeringan dengan panas
50°C selama 4 jam, kemudian dilakukan penggilingan biji kurma dengan grinder (heavy-duty
grinder), serta dilakukan penyaringan untuk mendapatkan serbuk yang halus.
Terdapat cara lain atau proses tambahan dalam pengolahan biji menjadi tepung sehingga biji
mudah untuk digiling dan menghasilkan warna yang baik. Proses tambahan tersebut adalah proses
sulfurisasi dan blanching. Proses sulfurisasi atau pengawetan perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya reaksi pencoklatan pada bahan dan mencegah pertumbuhan bakteri (Fennema, 1996).
Proses ini cukup baik diterapkan pada proses pembuatan tepung biji, sehingga tepung yang dihasilkan
akan tampak lebih baik warnanya. Menurut Salunkhe (1976), proses blanching merupakan proses
yang dapat melunakkan suatu jaringan bahan sehingga bahan akan lebih mudah dihancurkan. Menurut
Widya (2003) dalam penelitian tepung biji mangga, blanching dilakukan sebelum proses pengeringan
dalam proses pembuatan tepung biji mangga.
7
Menurut Eskin et al. (1971), sulfurisasi merupakan proses penambahan sulfur dioksida pada
bahan pengan sebelum dikeringkan. Tujuan dari sulfurisasi ini untuk mempertahankan warna dan
mencegah terjadinya reaksi pencoklatan non enzimtis ataupun enzimatis, menghambat pertumbuhan
mikroba, sebagai antioksidan dan sebagai zat pemucat. Reaksi pencoklatan enzimatis terjadi akibat
konversi senyawa fenolat menjadi melanin yang berwarna coklat dengan bantuan enzim polifenol
oksidase atau fenolase. Untuk menjalankan reaksi tersebut membutuhkan oksigen sebagai akseptor H2
dan ion tembaga sebagai katalisator. Oleh karena itu, untuk menghambat reaksi pencoklatan secara
enzimatis tersebut, dilakukan penghilangan atau pengurangan oksigen yang tersedia disekitar bahan.
Cara yang sederhana untuk melakukan hal tersebut adalah dengan cara perendaman.
Reaksi pencoklatan secara non enzimatis terjadi karena adanya reaksi Maillard. Reaksi ini
melibatkan asam amino (protein) dan gula pereduksi sebagai subtrat awal. Reaksi pencoklatan
tersebut dapat dicegah dengan sulfurisasi, karena sulfur dioksida dan sulfit dapat bereaksi dengan
gugus reaktif gula pereduksi (Eskin et al., 1971). Fennema (1996) juga menyatakan bahwa sebagai
pencegah pencoklatan non enzimatis, natrium bisulfit dapat memblokade reaksi karbonil amino
sehingga reaksi Maillard tidak terjadi. Berikut reaksi antara gula pereduksi dengan natrium bisulfit
menurut Eskin et al. (1971).
Gambar 2.1. Reaksi antara gula pereduksi dengan natrium bisulfit
Bahan yang biasa digunakan pada sulfurisasi ini adalah sulfit. Ada enam macam bahan kimia
dari golongan sulfit yang telah ditetapkan oleh CFR (Code of Federal Regulations) sebagai bahan
aditif, yaitu sulfur dioksida (SO2), natrium sulfit (Na2SO3), natrium bisulfit (NaHSO3), natrium
metabisulfit (Na2S2O5), kalium bisulfit (KHSO3), dan kalium metabisulfit (K2S2O5). Keenam bahan
aditif tersebut telah dinyatakan sebagai GRAS (Generally Recognized as Safe) (Ping, 1994).
Menurut Fennema (1996), sulfur dioksida dari natrium bisulfit dalam larutan membentuk asam
sulfit yang pada pH rendah berfungsi sebagai pengawet. Sebagai pencegah pencoklatan non enzimatis,
natrium bisulfit memblokade reaksi karbonil amino sehingga reaksi Maillard tidak terjadi. Proses
pencegahan ini akan lebih efektif, jika digabungkan dengan proses blanching. Penggunaan sulfit
sebagai pengawet ini tidak terlalu berbahaya terhadap tubuh, karena sulfit akan dicerna menjadi sulfat
dan dikeluarkan dalam urine tanpa efek patologis.
Menurut Damayanthi dan Eddy (1995), blanching merupakan proses pemanasan suatu bahan
dengan uap atau air panas secara langsung pada suhu kurang atau sama dengan 100°C selama kurang
dari 10 menit. Penggunaan air panas pada proses blanching dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya reaksi oksidasi karena bahan terendam dalam air sehingga mengurangi kontak dengan
udara.
Pengaruh proses blanching terhadap bahan, yaitu mengurangi waktu pengeringan,
mengeluarkan udara dari jaringan, menyebabkan pelunakan jaringan, menginaktifkan enzim,
mempertahankan karoten dan asam askorbat selama penyimpanan, dan menyebabkan kehilangan
padatan terlarut (Salunkhe, 1976). Menurut Winarno dan Fardiaz (1974), perlakuan proses blanching
ini dilakukan sebelum bahan dikeringkan ataupun dibekukan untuk mematikan beberapa
mikroorganisme. Proses blanching biasanya dilakukan pada suhu 82 - 93°C selama 3 - 5 menit.
8
Proses pengeringan merupakan proses pindah panas dari udara pengering ke bahan dan
kandungan air dari bahan secara simultan. Proses ini dapat menurunkan kadar air pada bahan sampai
batas tertentu sehingga dapat mengurangi kerusakan bahan akibat aktivitas biologis. Suhu pengeringan
yang dipakai bervariasi untuk setiap bahan. Suhu biji-bijian yang direkomendasikan dalam proses
pengeringan adalah 60°C untuk biji-bijian yang akan digiling (Brooker et al., 1981).
Menurut Buckle et al. (1985), pengeringan merupakan proses menghilangkan sebagian air dari
suatu bahan dengan cara menguapkan sehingga mencapai kadar air keseimbangan dengan kondisi
udara normal. Kandungan air pada bahan dikurangi sampai kadar air setara dengan nilai aktivitas air
(Aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatik, dan kimiawi. Terdapat beberapa faktor
utama yang dapat mempengaruhi pengeringan bahan, yaitu: a) sifat fisik dan kimia produk, seperti
bentuk, ukuran, komposisi, dan kadar air, b) pengaturan geometris produk sehubungan dengan
permukaan alat atau media perantara pemindahan panas, c) sifat-sifat fisik dari lingkungan alat
pengiring (suhu, kelembaban, dan kecepatan udara), dan d) karakteristik alat pengering.
2.4. Sifat Tepung dan Penurunan Mutu Tepung
Produk pertanian yang berupa tepung merupakan hasil olahan biji-bijian atau daging buah
kering yang dihaluskan sehingga menjadi tepung atau bubuk. Contohnya tepung beras (beras
ketan/beras biasa) tepung maizena, tepung terigu, tepung tapioka, sagu, kopi bubuk, kakao dan bumbu
yang dihaluskan. Butiran tepung sangat halus sehingga menyebabkan permukaan bidangnya menjadi
sangat lebar. Hal ini menyebabkan bahan bersifat higroskopis, yaitu mudah sekali menjadi lembab,
karena mudah menyerap uap air (Dwiari et al., 2008). Sifat mudah menyerap uap air di udara atau
sifat higroskopis yang dimiliki produk tepung-tepungan dapat memudahkan tepung mengalami
penurunan mutu dan mengalami kerusakan. Pengaruh kadar air dan aktivitas penyerapan air akan
mempengaruhi sifat-sifat fisik tepung (misalnya warna dan tekstur), perubahan-perubahan kimia
(misalnya reaksi pencoklatan), dan kerusakkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri dan jamur
(Buckle et al., 1985).
Produk tepung-tepungan memiliki batas standar kadar air yang terkandung, seperti pada tepung
terigu yang memiliki batas maksimal kadar air sebesar 14,5% (SNI 3751:2009), pada tepung singkong
yang memiliki batas maksimal kadar air sebesar 12% (SNI 01-2997-1996), dan pada tepung beras
yang memiliki batas maksimal kadar air sebesar 13% (SNI 3549:2009). Hal ini dapat menjadi tolak
ukur penurunan kualitas pada tepung. Menurut Winarno (1997), kadar air dalam bahan pangan ikut
menentukan daya awet bahan pangan tersebut. Makin rendah kadar air, makin lambat pertumbuhan
mikrooganisme dan bahan pangan tersebut dapat tahan lama.
Winarno (1997) menyatakan bahwa aw (water activity) adalah jumlah air bebas yang dapat
digunakan mikroba untuk pertumbuhannya. Masing-masing mikroba memiliki aw pertumbuhannya
masing-masing, seperti bakteri tumbuh pada aw 0,9, khamir tumbuh pada aw 0,8 - 0,9, dan kapang
tumbuh pada aw 0,6 - 0,7. Umumnya bahan makanan kering seperti tepung memiliki nilai aktivitas air
(aw) antara 0,4 - 0,5, sedangkan makanan semi basah memeiliki nilai aktivitas air (aw) antara 0,6 - 0,9.
Namun, nilai aw pada tepung akan meningkat, karena sifat higroskopis yang dimiliki tepung sehingga
mikroba dapat tumbuh pada tepung.
Penurunan mutu tepung lainnya juga disebabkan adanya kontaminasi atau cemaran serangga
atau kutu yang sering ditemukan pada tepung selama penyimpanan. Menurut Amy (2010), cemaran
serangga atau tepung terjadi akibat proses produksi tepung dan tempat penyimpanan tepung yang
tidak higienis, serta kondisi tempat penyimpanan yang mendukung pertumbuhan kutu. Kutu yang
mengkontaminasi tepung dapat meninggalkan feces (kotoran) sehingga dapat menjadi potensial besar
9
bahaya mikrobiologis dan tidak higienis. Tepung yang sudah tercemar banyak larva akan berubah
warna menjadi keabu-abuan dan akan cepat berjamur.
Kutu tepung menyukai suhu lingkungan sekitar 30°C dan mereka tidak tumbuh dan
berkembang biak pada suhu di bawah 18°C. Keseluruhan siklus kutu dari telur menjadi kutu
memerlukan waktu 7 - 12 minggu dan kutu dewasa dapat hidup sampai tiga tahun atau lebih. Jadi,
apabila kontaminasi telur kutu terjadi pada saat awal penyimpanan, maka kutu akan mulai terlihat
pada tepung kira-kira pada saat penyimpanan minggu ke-6 atau ke-7, sedangkan larva akan mulai
menetas dari telur kira-kira pada minggu ke-2 atau ke-3 (Amy, 2010).
2.5. Pengemasan dan Penyimpanan
Menurut Winarno (1997), pengemasan memiliki fungsi untuk mengawetkan bahan pangan,
mempertahankan mutu dan kesegaran, menarik selera pandang konsumen, memberikan kemudahan
penyimpanan dan distribusi, serta menekan peluang kontaminasi dari udara dan tanah, baik oleh
mikroba pembusuk maupun mikroba yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. Menurut
Syarief dan Irawati (1988), pengemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu
suatu bahan dan proses pengemasan telah dianggap sebagai bagian integral dari suatu proses produksi.
Kemasan ditinjau dari fungsinya adalah sebagai: a) wadah untuk menempatkan produk dan memberi
bentuk sehingga memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi, b) memberi
perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan kerusakan, dan c) menambah daya tarik
produk.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan
yang digunakan, yaitu kerusakan yang ditentukan oleh sifat alamiah dari produk dan tidak dapat
dicegah dengan pengemasan, misalnya perubahan kimia, biokimia, fisik, dan mikrobiologi, serta
kerusakan yang disebabkan oleh lingkungan dan dapat dikontrol dengan pengemasan, misalnya
kerusakan mekanis, absorbsi, interaksi dengan oksigen, dan kehilangan atau penambahan citarasa
yang tidak diinginkan (Winarno dan Jenie, 1984). Kerusakan fisik bahan pangan disebabkan oleh
perlakuan fisik, misalnya kerusakan yang terjadi karena lembabnya ruang penyimpanan dan perlakuan
dengan suhu yang terlalu tinggi. Kerusakan kimia yang paling penting adalah perubahan yang
berkaitan dengan reaksi enzim, reaksi hidrolisis, dan reaksi pencoklatan non enzimatis yang
menyebabkan perubahan penampakan (Muchtadi, 1989).
Suatu produk memiliki kepekaan yang berbeda-beda terhadap penyerapan atau pengeluaran
uap dan gas. Produk kering harus dilindungi dari penyerapan uap air dan oksigen dengan cara
mengunakan bahan pengemas yang mempunyai permeabilitas uap air dan gas yang rendah (Buckle et
al., 1985). Menurut Syarief dan Santausa (1989), plastik digunakan sebagai bahan pengemas untuk
melindungi produk dari cahaya, udara atau oksigen, perpindahan panas, kontaminasi dan kontak
dengan bahan-bahan kimia. Aliran gas dan uap yang melalui plastik dipengaruhi oleh lubang-lubang,
tebal plastik dan ukuran molekul yang berdifusi.
Polietilen (PE) adalah jenis plastik yang banyak digunakan oleh industri karena sifatnya yang
mudah dibentuk, tahan terhadap bahan kimia, penampakan yang jernih, dan mudah digunakan sebagai
laminasi. Polietilen tergolong dalam poliolefin dan dibuat dari proses polimerasi adisi dari gas etilen.
Etilen merupakan senyawa utama yang digunakan pada pembuatan plastik ini. Rantai polimer dapat
bercabang atau lurus. Polimer rantai lurus menghasilkan densitas tinggi, sedangkan semakin banyak
rantai cabangnya, polimer etilen akan semakin rendah densitasnya (Brown, 1992). Sifat-sifat baik
yang dimiliki polietilen, yaitu permeabilitas uap air dan air rendah, mudah dikelim panas, fleksibel,
dapat digunakan untuk penyimpanan beku (-50°C), transparan, dan dapat digunakan sebagai bahan
10
laminasi dengan bahan lain. Kelemahan yang dimiliki polietilen, yaitu permeabilitas oksigen agak
tinggi dan tidak tahan terhadap minyak (Syarief dan Irawati, 1988).
Karung tenun plastik (PP woven bag) dibuat dari circular weaved polypropylene kaset dengan
gaya tarik tinggi dan rendah berat. PP woven bag (karung plastik) yang ideal adalah kemasan untuk
bahan secara massal atau dalam jumlah banyak. Umumnya kemasan ini digunakan untuk gula, beras,
pupuk, tepung, dan bahan kimia. Penggunaan kemasan karung tenun plastik ini telah banyak
menggantikan kemasan sebelumnya, seperti karung goni, karung kertas, atau karung kain. Hal ini
dikarenakan dari harga yang relatif lebih murah dan lebih tahan air dibandingkan produk kemasan
yang terbuat dari kain atau kertas (Hendrawan, 2009).
Karung kain merupakan karung atau kantung yang terbuat dari kain belacu yang pada
umumnya mempunyai kapasitas antara 10 - 50 kg. Kain belacu biasa digunakan sebagai bahan
pengemas tepung-tepungan, seperti tepung terigu, tepung jagung, atau tepung beras dan bahkan
dibeberapa negara digunakan sebagai bahan pengepak beras. Kain belacu mempunyai sifat kuat (tidak
mudah sobek), fleksibel, mudah dicetak, dan mudah dikerjakan secara massal. Kain belacu memiliki
lubang-lubang kecil atau rongga sehingga tidak kedap udara (Hudaya dan Siti, 1983). Menurut
Hendrawan (2009), kemasan karung kain tidak tahan terhadap air sehingga tidak bisa menjaga bahan
terhadap air.
Salah satu faktor yang mempengaruhi daya tahan bahan yang disimpan adalah permeabilitas
kemasan simpan, baik terhadap udara maupun uap air. Masing-masing kemasan simpan memiliki
permeabilitas yang berbeda. Permeabilitas kemasan polietilan dan karung tenun plastik terhadap uap
air menurut Handayani (2008) dan permeabilitas kemasan karung kain belacu terhadap uap air
menurut Septianingrum (2008) dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Permeabilitas kemasan terhadap uap air pada suhu 28°C, RH = 75%
Kemasan Ketebalan (mm) Permeabilitas
(g H2O/hari m2
mmHg)
Polietilen (PE)a 0,03 0,795
0,08 0,46
Karung tenun plastik a - 8,14
Karung kain belacu b - 8,16
aHandayani (2008);
b Septianingrum (2008)
Sistem penyimpanan atau metode penyimpanan yang baik perlu diterapkan untuk menjaga
bahan yang disimpan agar tetap baik mutunya, baik bahan baku maupun produk jadi. Hal-hal yang
perlu diperhatikan pada tempat penyimpanan yang berhubungan dengan keadaan bahan dalam
simpanan, yaitu temperatur dan kelembaban, sirkulasi udara, serta penyusutan kemasan (Imdad dan
Nawangsih, 1999). Menurut Amy (2010), produk tepung biasanya disimpan pada tempat yang sejuk
dan kering. Apabila disimpan dalam jumlah yang sangat banyak dalam gudang penyimpanan,
biasanya dilakukan fumigasi untuk menjaga tepung dari serangga atau hama lainnya. Kehigienisan
gudang penyimpanan juga harus dijaga.
Menurut Dwiari et al. (2008), agar bahan dapat lebih tahan dalam tempat penyimpanan,
pastikan bahwa bahan telah kering sempurna dan terbebas dari kehidupan serangga. Tepung atau
bubuk dikemas setelah keadaan bahan sudah dingin. Jika dalam keadaan masih hangat sudah dikemas,
bahan akan mengeluarkan uap air dalam kemasan, akibatnya bahan menjadi lembab dan akan tumbuh
cendawan penyebab bau pengap. Untuk menghindari hal tersebut bahan disimpan dalam keadaan
11
cukup kering dengan kemasan yang tepat. Menurut Hendrawan (2009), saat ini kemasan simpan
tepung, seperti karung goni, karung kertas, dan karung kain telah digantikan dengan kemasan karung
tenun plastik (PP woven bag), karena lebih tahan terhadap air dan kondisi penyimpanan yang agak
lembab.
12
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat
3.1.1. Bahan
Bahan baku utama yang digunakan adalah biji buah kurma. Biji kurma ini didapatkan dari
industri pengolahan buah kurma menjadi sari buah kurma, CV Amal Mulia Sejahtera. Biji tersebut
didapatkan dari buah kurma varietas Red Sayer yang diimpor dari Uni Emirat Arab. Bahan lain yang
digunakan merupakan bahan yang digunakan untuk pembuatan tepung biji kurma dan analisis tepung
biji kurma yang dihasilkan. Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung, yaitu natrium bisulfit
food grade (NaHSO3) dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis antara lain aquades, H2SO4 pekat,
NaOH, HCl, CuSO4, Na2SO4, Luff Schoorl, KI, larutan tiosulfat, larutan kanji, metil merah, metil biru,
alkohol, dietil eter, dan phenolphtalein. Bahan untuk kemasan tepung biji kurma adalah plastik
polietilen, karung plastik, dan karung kain untuk tepung.
3.1.2. Alat
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung biji kurma, yaitu timbangan, ember plastik,
loyang alumunium, kompor gas, panci, oven dryer, disc mill, dan ayakan tepung. Peralatan yang
digunakan untuk analisis tepung biji kurma adalah timbangan, kompor listrik, oven, buret, tanur,
soklet, otoklaf, desikator, pompa vakum, ayakan, chromameter (alat pengukur warna), cawan
alumunium, cawan porselin, labu Kjeldahl, pipet, erlenmeyer, labu takar, gelas ukur, gelas piala,
tabung reaksi, dan lemari pendingin.
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Pembuatan Tepung Biji Kurma
Proses yang dilakukan dalam pembuatan tepung biji kurma ini meliputi pencucian biji kurma
dengan air, perendaman atau sulfurisasi biji kurma dengan natrium bisulfit, blanching (pemanasan
dengan air panas), penirisan, pengeringan pada suhu 50 – 60°C, penggilingan, dan pengayakan.
Diagram alir proses pembuatan tepung biji kurma dapat dilihat pada Gambar 3.1. Berikut penjelasan
dari tahapan pembuatan tepung biji kurma:
a. Pencucian biji kurma
Biji kurma yang telah didapatkan dari industri pengolahan buah kurma dicuci dengan air.
Pencucian ini dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa daging buah yang masih menempel pada
biji dan kotoran-kotoran yang ada pada biji.
b. Sulfurisasi biji kurma
Biji yang telah dibersihkan, selanjutnya direndam dalam larutan natrium bisulfit (NaHSO3) 1000
ppm pada suhu 28 - 30°C. Perendaman ini dilakukan selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk
mempertahankan warna dan mencegah terjadinya reaksi pencoklatan pada saat proses
pemanasan biji kurma.
c. Blanching
Proses ini dilakukan dengan cara merebus biji kurma pada dengan air panas bersuhu 80 - 90°C
selama 5 - 10 menit. Hal ini bertujuan untuk melunakkan tekstur biji kurma. Selanjutnya, biji
ditiriskan dengan menggunakan saringan kain.
13
d. Pengeringan biji kurma
Pada proses ini, biji kurma dikeringkan menggunakan oven drying pada suhu 50 - 60°C. Proses
pengeringan biji kurma ini dilakukan selama 24 jam. Proses ini bertujuan untuk mengeringkan
biji kurma sehingga memudahkan dalam proses penggilingan biji kurma.
e. Penggilingan biji kurma
Pada proses penggilingan biji kurma ini terdapat dua tahapan penggilingan. Tahap penggilingan
pertama dilakukan menggunakan mesin disc mill yang tidak memiliki penyaring dan memiliki
gigi-gigi yang banyak dan tajam pada bagian penggiling dari mesin tersebut. Tahapan
penggilingan ini dilakukan untuk mengecilkan ukuran biji kurma menjadi seperti kerikil-kerikil
kasar sehingga akan memudahkan dalam tahap penggilingan selanjutnya. Tahap penggilingan
kedua dilakukan dengan menggunakan mesin disc mill yang biasa digunakan untuk menggiling
dan menghaluskan biji.
f. Pengayakan tepung biji kurma
Setelah dilakukan penggilingan, tepung biji kurma yang dihasilkan diayak menggunakan ayakan
65 mesh. Ayakan yang digunakan tersebut sesuai dengan SNI tepung terigu sebagai bahan
makanan (SNI 3751:2009).
Gambar 3.1. Diagram alir proses pembuatan tepung biji kurma
Biji Kurma
Pencucian
Sulfurisasi
24 jam
Blanching
(Pemanasan Bahan)
5 - 10 menit, T 80 - 90°C
Pengeringan
24 jam, T 50 - 60°C
Penggilingan
Tepung
Biji Kurma
Air
Bersih
Air Sisa
Pencucia
n
Bubuk
Kasar Pengayakan
Air
Larutan NaHSO3
1000 ppm
Air
Panas
Penirisan
5 menit
Air
Sisa Larutan
NaHSO3
Air Sisa
Pemanasan
14
3.2.2. Perhitungan Rendemen dan Analisis Perubahan Mutu Tepung Biji Kurma Selama
Penyimpanan
Tepung biji kurma yang telah dihasilkan dihitung nilai rendemennya. Selanjutnya dilakukan
analisis sifat fisiko kimia tepung biji kurmanya. Analisis sifat fisiko kimia tepung biji kurma yang
dilakukan meliputi analisis sifat fisik dan sifat kimia. Analisis sifat fisik yang dilakukan, yaitu analisis
derajat putih, densitas kamba, dan cemaran serangga atau kutu. Analisis sifat kimia yang dilakukan,
yaitu analisis kadar air, kadar abu, kadar pati, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar
karbohidrat, dan total asam. Hasil dari analisa-analisa tersebut akan menjadi data awal dari mutu
tepung biji kurma dan menjadi acuan untuk analisis perubahan mutu tepung biji kurma selama
penyimpanan. Prosedur perhitungan rendemen dan analisis fisiko kimia tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Tepung biji kurma selanjutnya di simpan dalam tiga jenis kemasan, yaitu kemasan plastik
polietilen (PE), karung tenun plastik, dan karung kain belacu. Proses penyimpanan ini dilakukan
selama delapan minggu atau 56 hari pada suhu ruang (25 - 28°C). Selama proses penyimpanan,
tepung biji kurma dilakukan analisis sifat fisiko kimia untuk mengetahui perubahan mutu tepung biji
kurma yang dihasilkan selama penyimpanan. Pengamatan dilakukan pada hari ke-14, hari ke-21, hari
ke-28, hari ke-42, dan hari ke-56 selama penyimpanan. Berikut diagram alir tahapan penelitian ini.
Gambar 3.2. Diagram alir tahapan penelitian
Tepung
Biji Kurma
Penyimpanan
suhu ruang (25 - 28°C) selama delapan minggu
Analisis perubahan sifat fisiko kimia
pada hari ke-14, ke-21, ke-28, ke-42, dan ke-56
selama penyimpanan
Penghitungan rendemen
dan analisis sifat fisiko
kimia (hari ke-0
penyimpanan)
Pengemasan
dengan kemasan plastik polietilen, karung tenun plastik,
dan karung kain belacu
15
3.3. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) Faktorial dengan dua kali ulangan. Perlakuan pada penelitian ini meliputi dua faktor yang
masing-masing terdiri dari tiga dan enam taraf. Faktor yang dicobakan dalam penelitian ini adalah
jenis kemasan simpan (K) dan lama simpan (M). Faktor jenis kemasan simpan adalah kemasan plastik
polietilen (K1), kemasan karung tenun plastik (K2), dan kemasan karung kain belacu (K3). Faktor
lama penyimpanan adalah lama simpan 0 hari (M0), lama simpan 14 hari (M1), lama simpan 21 hari
(M2), lama simpan 28 hari (M3), lama simpan 42 hari (M4), dan lama simpan 56 hari (M5). Data
yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan, jika terjadi
perbedaan. Menurut Gaspersz (1991), model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai
berikut.
Yijk = µ + Ki + Mj + KMij + ɛk(ij)
Keterangan :
Yijk : Peubah yang diukur
µ : Rata-rata yang sebenarnya
Ki : Pengaruh jenis kemasan penyimpanan
Mj : Pengaruh lama penyimpanan
KMij : Pengaru interaksi antara jenis kemasan dan lama penyimpanan
ɛk(ij) : Kekeliruan karena anggota ke-k dari jenis kemasan ke-i
dan lama penyimpanan ke-j.
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Rendemen Tepung Biji Kurma
Rendemen adalah perbandingan massa antara produk akhir (tepung) yang lolos ayakan 65
mesh dan bahan awal (biji kurma). Pada penelitian ini, massa bahan awal (biji kurma) yang digunakan
adalah sebesar 5.500 gram dan massa tepung biji kurma yang dihasilkan adalah sebesar 1.722,54
gram. Dari hasil perhitungan, rendemen tepung biji kurma yang dihasilkan adalah sebesar 31,32%.
Tepung biji kurma yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Tepung biji kurma
Rendemen tepung biji kurma ini lebih rendah bila dibandingkan dengan rendemen tepung biji
mangga (Widya, 2003), tepung biji nangka (Yusuf, 1996), dan tepung biji durian (Hutapea, 2010).
Perbandingan rendemen tepung biji tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.2. Rendemen tepung biji
kurma rendah dibanding tepung biji lainnya, karena biji kurma memiliki tekstur yang sangat keras
dibandingkan dengan biji mangga, biji nangka, dan biji durian sehingga tepung yang dihasilkan dari
proses penggilingan cenderung banyak memiliki ukuran partikel yang tidak lolos ayakan 65 mesh. Hal
ini berkaitan dengan proses penggilingan, dimana biji yang keras teksturnya akan lebih sulit untuk
dihaluskan.
Gambar 4.2. Diagram rendemen tepung biji kurma, mangga, nangka, dan durian
24
26
28
30
32
34
36
38
40
Kurma Mangga Nangka Durian
Re
nd
em
en
(%
)
Jenis Tepung
17
4.2. Perubahan Sifat Fisik Tepung Biji Kurma Selama Penyimpanan
Perubahan sifat fisik tepung biji kurma yang dianalisis adalah derajat putih, densitas kamba,
dan cemaran serangga/kutu pada tepung. Sifat fisik awal dari tepung biji kurma yang dihasilkan pada
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1. Hasil analisis sifat fisik tersebut menjadi data awal dari
mutu tepung biji kurma dan menjadi acuan untuk analisis perubahan sifat fisik tepung biji kurma
selama penyimpanan. Hasil analisis keseluruhan sifat fisik tepung biji kurma selama penyimpanan
dapat dilihat pada Lampiran 2 (derajat putih), Lampiran 3 (densitas kamba), dan Lampiran 4 (cemaran
serangga/kutu).
Tabel 4.1. Sifat fisik tepung biji kurma
Parameter Satuan Nilai
Derajat putih % 53,83
Densitas kamba g/ml 0,43
Cemaran serangga/kutu - Tidak ada
4.2.1. Derajat Putih
Derajat putih merupakan kemampuan suatu bahan untuk memantulkan cahaya yang mengenai
permukaannya (BPPIS, 1989). Menurut Kusfriyadi (2004), nilai derajat putih pada suatu bahan dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti reaksi pencoklatan enzimatis, reaksi Maillard, reaksi
karamelisasi, dan pigmen alami yang terdapat dalam bahan tersebut. Berdasarkan hasil analisis awal,
nilai rata-rata derajat putih tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 53,83%. Nilai tersebut masih
rendah apabila dibandingkan dengan standar mutu tepung terigu yang memiliki nilai standar mutu
derajat putih minimum 85%. Nilai derajat putih yang rendah diduga karena masih terjadi reaksi
Maillard, yaitu reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amino primer sehingga mengasilkan
pigmen kecoklatan.
Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan
pengamatan, variasi data pengamatan derajat putih yang dihasilkan adalah 52,22 – 55,00%. Setelah
dilakukan analisis ragam derajat putih (Lampirn 13), hasil analisis ragam menyatakan bahwa tidak ada
pengaruh nyata faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor terhadap derajat
putih. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik
kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) terhadap
perubahan derajat putih dan tidak ada pengaruh lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0),
penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48
hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) terhadap perubahan derajat putih. Derajat putih tepung
biji kurma selama penyimpanan delapan minggu tidak ada perubahan, baik yang dikemas dengan
kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu.
4.2.2. Densitas Kamba
Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan yang dapat dipengaruhi oleh ukuran bahan dan
kadar air. Pengetahuan mengenai densitas kamba diperlukan dalam hal kebutuhan ruang, baik pada
saat pengemasan, penyimpanan, maupun pengangkutan (distribusi). Nilai densitas kamba dinyatakan
dalam g/ml. Berdasarkan hasil analisis awal, nilai rata-rata densitas kamba tepung biji kurma yang
dihasilkan adalah 0,43 g/ml. Dari hasil tersebut, dapat diartikan bahwa untuk mencukupi 1.000 g atau
1 kg tepung biji kurma dibutuhkan minimal volume kemasan kira-kira sebesar 2,3256 L.
18
Setelah dilakukan penyimpanan 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan pada
tepung biji kurma, variasi data pengamatan densitas kamba yang dihasilkan adalah 0,44 – 0,42 g/ml.
Setelah dilakukan analisis ragam densitas kamba (Lampiran 14), hasil analisis ragam tersebut
menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata antar perlakuan, baik dari faktor kemasan, maupun
faktor lama penyimpanan, serta juga tidak ada pengaruh nyata interaksi antar faktor terhadap densitas
kamba. Dapat dikatakan bahwa penggunaan kemasan plastik PE (K1), kemasan karung tenun plastik
(K2), dan karung kain belacu tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan densitas kamba, serta
tidak ada pengaruh lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1),
penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun
penyimpanan 56 hari (M5) terhadap perubahan densitas kamba. Densitas kamba tepung biji kurma
selama penyimpanan delapan minggu tidak mengalami perubahan, baik tepung yang dikemas dengan
kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu.
4.2.3. Cemaran Serangga atau Kutu
Adanya cemaran serangga atau kutu pada tepung merupakan hal yang tidak diinginkan.
Adanya cemaran tersebut mengartikan bahwa tepung tidak higienis. Serangga atau kutu yang
mengkontaminasi tepung dapat meninggalkan feces (kotoran) sehingga feces tersebut dapat menjadi
potensial besar bahaya mikrobiologis dan tidak higienis. Berdasarkan analisis awal, tidak terdapat
kontaminasi atau cemaran serangga atau kutu pada tepung biji kurma yang dihasilkan. Setelah
dilakukan pengamatan selama delapan minggu penyimpanan (Tabel 4.2), terlihat adanya cemaran
serangga atau kutu pada penyimpanan hari ke-42 pada tepung biji kurma dengan kemasan karung
tenun plastik. Serangga yang mencemari bukan dari jenis kutu, melainkan semut. Adanya cemaran
serangga ini diduga pada saat proses produksi tepung terjadi kontaminasi telur serangga sehingga
beberapa hari setelah tepung dikemas, telur tersebut menetaskan serangga. Dugaan lainnya adalah
serangga tersebut telah mengkontaminasi secara langsung tepung pada proses produksi dan luput dari
penglihatan, karena serangga tersebut berada pada tumpukan tepung.
Tabel 4.2. Cemaran serangga atau kutu tepung biji kurma selama penyimpanan
Kemasan
Cemaran Serangga atau Kutu
Hari ke-0 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28 Hari ke-42 Hari ke-56
Plastik PE tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
Karung Tenun Plastik tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Ada tidak ada
Karung Kain Belacu tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik
(K2), dan karung kain belacu (K3) cukup baik menjaga cemaran serangga/kutu dari lingkungan luar
kemasan. Cemaran serangga/kutu bukan hanya bisa terjadi setelah tepung dikemas, melainkan bisa
juga terjadi saat tepung belum dikemas atau pada saat proses produksi tepung berlangsung. Menurut
Amy (2010), kutu yang biasa ditemukan pada tepung, khususnya tepung terigu, adalah dari jenis
Tribolium confusum (Confused flour beetles) dan Tribolium castaneum (Rust red flour beetles). Kutu
tersebut secara penampakan memiliki panjang tubuh 2,5–3 mm, berwarna coklat kemerahan-berkilat,
dan memiliki antena. Larvanya berkepala coklat dan berwarna agak kekuningan, berbentuk silinder,
dengan panjang sekitar 6 mm dan memiliki 6 kaki.
19
4.3. Perubahan Sifat Kimia Tepung Biji Kurma Selama Penyimpanan
Perubahan sifat kimia tepung biji kurma yang dianalisis, yaitu kadar air, kadar abu, kadar
protein, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar karbohidrat, kadar pati, dan total asam. Sifat kimia awal
dari tepung biji kurma yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.3. Hasil analisis
sifat kimia tersebut menjadi data awal dari mutu tepung biji kurma dan menjadi acuan untuk analisis
perubahan sifat kimia tepung biji kurma selama penyimpanan. Hasil analisis keseluruhan sifat kimia
tepung biji kurma selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 5 (kadar air), Lampiran 6 (kadar
abu), Lampiran 7 (kadar protein), pada Lampiran 8 (kadar lemak), Lampiran 9 (kadar serat kasar),
Lampiran 10 (kadar karbohidrat), pada Lampiran 11 (kadar pati), dan Lampiran 12 (total asam).
Tabel 4.3. Sifat kimia tepung biji kurma
Parameter Satuan Nilai (b.b) Nilai (b.k)
Kadar air % 7,00 7,52
Kadar abu % 1,11 1,19
Kadar protein % 4,68 5,03
Kadar lemak % 11,51 12,37
Kadar serat kasar % 11,86 12,74
Kadar karbohidrat % 63,84 68,64
Kadar pati % 35,00 37,63
Total asam ml NaOH 0,1 N/100 g 2,26 2,42
Adapun hasil perbandingan dari beberapa analisis sifat kima tepung biji kurma dengan
beberapa standar mutu tepung lainnya, seperti tepung terigu, tepung singkong, tepung sagu, tepung
beras, dan tepung jagung. Analisis yang dibandingkan adalah kadar air, kadar abu, kadar protein,
kadar serat kasar, kadar pati, dan total asam. Perbandingan sifat kimia tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Perbandingan sifat kimia tepung biji kurma dengan standar mutu tepung terigu,
singkong, sagu, beras, dan jagung
Parameter Satuan Jenis Tepung
Biji Kurma Terigua Singkong
b Sagu
c Beras
d Jagung
e
Kadar air % b.k 7,52 ≤ 14,5 ≤ 12 ≤ 13 ≤ 13 ≤ 10
Kadar abu % b.k 1,19 ≤ 0,7 ≤ 1,5 ≤ 0,5 ≤ 1,0 ≤ 1,5
Kadar protein % b.k 5,03 ≥ 7,0 - - - -
Kadar serat kasar % b.k 12,74 - ≤ 4 ≤ 0,5 - ≤ 1,5
Kadar pati % b.k 37,63 - ≥ 75 ≥ 65 - -
Total asam ml NaOH 0,1 N/100g 2,42 - ≤ 3,0 ≤ 4,0 - ≤ 4,0 aSNI 3751:2009;
bSNI 01-2997-1996;
cSNI 3729:2008;
dSNI 3549:2009;
eSNI 01-3727-1995
4.3.1. Kadar Air
Kadar air pada suatu bahan menunjukkan sejumlah molekul air bebas dan terikat yang terdapat
dalam bahan (Fardiaz dan Winarno, 1989). Beberapa hal yang dapat mempengarui nilai dari kadar air
diantaranya adalah jenis bahan dan komponen-komponen yang ada di dalamnya, serta cara dan
kondisi pengeringan, seperti alat pengering, suhu pengeringan, ketebalan bahan saat pengeringan, dan
20
lama pengeringan. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh nilai rata-rata kadar air basis kering
tepung biji kurma adalah 7,52%. Nilai kadar air ini sudah memenuhi kriteria standar mutu tepung-
tepungan (tepung terigu, tepung singkong, tepung sagu, tepung beras, dan tepung jagung).
Setelah dilakukan penyimpanan 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan,
variasi data kadar air tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 7,03 – 10,81% (b.k). Setelah dilakukan
analisis ragam kadar air tepung biji kurma (Lampiran 15), hasil analisis ragam tersebut menyatakan
bahwa faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor memberikan pengaruh
yang sangat nyata (α = 0,01) terhadap perubahan kadar air. Grafik perubahan kadar air tepung biji
kurma dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Grafik perubahan kadar air tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan
Hasil uji pembanding berganda Duncan (α = 0,01) terhadap faktor kemasan (Lampiran 15)
menunjukkan bahwa kemasan karung tenun plastik (K2) dan kemasan karung kain belacu (K3) tidak
memiliki beda nyata, sedangkan kemasan plastik PE (K1) memiliki beda yang sangat nyata terhadap
kemasan karung tenun plastik (K2) dan kemasan karung kain belacu (K3). Berdasarkan hal tersebut
dapat dikatakan karakteristik kemasan karung tenun plastik dan karung kain belacu dalam menjaga
mutu kadar air tepung biji kurma adalah sama. Hal ini juga terlihat pada grafik perubahan kadar air.
Terlihat bahwa kecenderungan kedua kemasan dalam menjaga perubahan kadar air hampir sama.
Hasil uji pembanding berganda Duncan (α = 0,01) terhadap faktor lama penyimpanan
(Lampiran 15) menyatakan bahwa penyimpanan awal (M0) berbeda nyata dengan penyimpanan 21
hari (M2), penyimpanan 21 hari (M2) berbeda nyata dengan penyimpanan 42 hari (M4) dan
penyimpanan 56 hari (M5), sedangkan penyimpanan 42 hari (M4) tidak berbeda nyata dengan
penyimpanan 56 hari (M5). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa semakin lama
penyimpanan tepung biji kurma, maka kadar airnya semakin meningkat. Hal ini membuktikan bahwa
produk tepung biji kurma bersifat higroskopis, mudah menyerap uap air dari lingkungannya.
Setelah dilakukan uji pembanding berganda Duncan terhadap faktor kemasan dan lama
penyimpanan, selanjutnya dilakukan uji pembanding berganda Duncan (α = 0,01) terhadap interaksi
antar faktor. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15. Dari hasil tersebut terlihat bahwa
tepung bij kurma yang dikemas dengan kemasan plastik PE (K1) selama penyimpanan awal sampai
penyimpanan 56 hari (M0, M1, M2, M3, M4, dan M5) tidak terdapat beda nyata sehingga dapat
dikatakan tidak terjadi kenaikan kadar air atau sangat kecil sekali perubahannya, sedangkan tepung
7
8
9
10
11
0 7 14 21 28 35 42 49 56
Kad
ar A
ir (
% b
.k)
Lama Penyimpanan (Hari)
Plastik PE Karung Tenun Plastik Karung Kain Belacu
21
yang dikemas dengan kemasan karung tenun plastik (K2) dan tepung yang dikemas dengan kemasan
karung kain belacu (K3) selama penyimpanan 0 hari sampai penyimpanan 56 hari (M0, M1, M2, M3,
M4, dan M5) masing-masing memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap perubahan kadar air
tepung biji kurma. Perubahan nilai kadar air tepung yang semakin meningkat terlihat pada tepung
yang dikemas dengan kemasan karung tenun plastik (K2) dan kemasan karung kain belacu (K3), akan
tetapi perubahan nilai kadar air yang tertinggi dimiliki oleh tepung yang dikemas dengan kemasan
karung kain (K3) selama penyimpanan 0 hari sampai penyimpanan 56 hari dengan nilai kadar air
tertinggi sebesar 10,81% pada lama penyimpanan 56 hari (M5)
Kenaikan kadar air yang tinggi pada tepung yang dikemas dengan kemasan karung kain belacu
(K3) dan tepung yang dikemas dengan kemasan karung tenun plastik (K2) diperkirakan karena
kemasan tersebut kurang melindungi tepung terhadap uap air yang berada dilingkungan luar kemasan.
Kemasan karung kain belacu memiliki sifat yang mudah menyerap uap air, karena bahan karung
tersebut terbuat dari kain, serta memiliki rongga-rongga yang sangat kecil sehingga udara di luar
kemasan mudah masuk melewati rongga-rongga tersebut. Rongga-rongga yang sangat kecil juga
terdapat pada karung tenun plastik. Rongga-rongga tersebut terbentuk dari celah-celah anyaman
plastik pada kemasan tersebut sehingga udara di luar kemasan mudah masuk melewati rongga-rongga
tersebut. Hal ini sesuai dengan nilai permeabilitas kemasan karung plastik dan karung kain yang tinggi
terhadap uap air menurut Handayani (2008) dan Septianingrum (2008), dimana nilai permeabilitas
kemasan karung kain belacu terhadap uap air sedikit lebih tinggi dibandingkan nilai permeabilitas
kemasan karung tenun plastik terhadap uap air.
Kemasan plastik PE dibandingkan dengan kemasan karung tenun plastik dan karung kain
belacu ternyata lebih bisa menjaga tepung terhadap uap air. Terlihat dalam grafik perubahan nilai
kadar air bahwa nilai kadar air tepung biji kurma yang dikemas dengan kemasan plastik PE hanya
naik sebesar 0,75%. Hal ini dikarenakan permeabilitas kemasan plastik PE terhadap uap air sangat
kecil bila dibandingkan dengan kemasan karung tenun plastik dan karung kain belacu.
Perubahan nilai kadar air tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu atau 56 hari,
baik yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu,
apabila dibandingkan dengan standar mutu (SNI) beberapa tepung lainnya, ternyata tepung biji kurma
masih memenuhi standar mutu (SNI) beberapa tepung lainnya, karena nilai kadar air tepung biji
kurma masih kurang dari 12 - 14% sehingga masih layak untuk digunakan. Menurut Fardiaz dan
Winarno (1989), bahan pangan yang memiliki kadar air kurang dari 14 - 15% dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme seperti khamir. Suatu bahan pangan dengan kadar air yang relatif tinggi
akan cendrung mengalami kerusakan lebih cepat dibandingkan dengan bahan pangan yang memiliki
kadar air lebih rendah.
4.3.2. Kadar Abu
Sebagian besar makanan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sedangkan sisanya
terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik. Dalam proses
pembakaran, bahan-bahan organik terbakar, tetapi zat anorganiknya tidak. Oleh karena itulah disebut
abu. Kadar abu merupakan parameter kemurnian suatu produk yang umumnya berupa partikel halus
berwarna putih. Berdasarkan hasil analisis sifat kimia awal, nilai rata-rata kadar abu basis kering
tepung biji kurma adalah sebesar 1,19%. Kadar abu ini telah memenuhi kriteria standar mutu kadar
abu tepung singkong dan tepung jagung. Namun, nilai kadar abu ini belum memenuhi kriteria standar
mutu kadar abu tepung terigu, tepung sagu, dan tepung beras.
Kadar abu tersebut menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam tepung biji kurma. Hal
tersebut dikarenakan tepung biji kurma berasal dari biji kurma yang banyak mengandung ion-ion
22
mineral, seperti natrium (Na+), kalium (K
+), magnesium (Mg
2+), kalsium (Ca
+), ferum atau besi (Fe
2+),
mangan (Mn2+
), zinc (Zn2+
), cuprum (Cu2+
), nickel (Ni2+
), cobalt (Co2+
), dan cadmium (Cd2+
). Ion
mineral yang paling banyak terkandung pada biji kurma adalah ion kalium (K+) sebesar 4857,58 μg/g,
magnesium (Mg2+
) sebesar 655,53 μg/g, dan natrium (Na+) sebesar 237,63 μg/g (Ali-Mohamed dan
Khamis, 2004).
Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan
pengamatan, variasi data kadar abu tepung biji kurma adalah 1,13 – 1,26 % (b.k). Setelah dilakukan
analisis ragam kadar abu (Lampiran 16), hasil analisis ragam menyatakan bahwa tidak ada pengaruh
nyata faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor terhadap kadar abu.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan
plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) terhadap perubahan
kadar abu dan tidak ada pengaruh lama penyimpanan, baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14
hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4),
maupun penyimpanan 56 hari (M5) terhadap perubahan kadar abu. Kadar abu tepung biji kurma
selama penyimpanan delapan minggu tidak ada perubahan, baik yang dikemas dengan kemasan
plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu.
4.3.3. Kadar Protein
Protein merupakan salah satu komponen bahan pangan yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadar
protein pada tepung, selain untuk meningkatkan nilai gizi produk pangan, juga berperan di dalam
pembentukan adonan yang baik dan pembentukan crust (menjadi keras) pada proses pembakaran
adonan (Kusfriyadi, 2004). Dari hasil analisis awal diperoleh nilai rata-rata kadar protein basis kering
tepung biji kurma adalah 5,03%. Nilai kadar protein ini cukup rendah bila dibandingkan dengan
standar mutu tepung terigu. Oleh karena itu, tepung biji kurma ini lebih tepat jika diaplikasikan untuk
produk kue kering, biskuit, atau produk kue yang tidak memerlukan fermentasi. Tepung biji kurma
diduga mengandung seluruh asam amino esensial. Hal ini dikarenakan, menurut Al-Hooti et al.
(1998), biji kurma mengandung seluruh asam amino esensial, yaitu isoleusin, leusin, metionin,
fenilalanin, treonin, valin, lisin, histidin, dan arginin. Asam amino esensial yang paling banyak
terkandung adalah arginin (6,6 - 8,3 g/100 g protein) dan leusin (7,8 - 8,6 g/100 g protein).
Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan
pengamatan, variasi data pengamatan kadar protein tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 4,84 –
5,23% (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar protein (Lampiran 17), analisis ragam tersebut
menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata pada perlakuan, baik terhadap faktor kemasan, maupun
faktor lama penyimpanan, serta juga tidak ada pengaruh nyata pada interaksi antar faktor terhadap
kadar protein. Hal ini menyatakan bahwa jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), kemasan
karung tenun plastik (K2), maupun kemasan karung kain belacu (K3) tidak memberikan pengaruh
terhadap perubahan kadar protein tepung biji kurma. Begitu juga dengan faktor lama penyimanan,
baik penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan
28 hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) tidak memberikan
pengaruh terhadap perubahan kadar protein tepung biji kurma. Selama penyimpanan delapan minggu,
kadar protein tepung biji kurma tidak mengalami perubahan atau tetap, baik yang dikemas dengan
plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu.
Kadar protein dalam suatu bahan pangan dapat mengalami penurunan selama penyimpanan.
Menurut Suharyono et al. (2009), selama penyimpanan penurunan kadar protein dalam suatu bahan
dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang dapat memecah protein menjadi senyawa-
senyawa polipeptida yang lebih sederhana, asam amino, dan senyawa volatil. Setelah melihat hasil
23
pengamatan, dapat disimpulkan bahwa kadar protein tepung biji kurma selama penyimpanan delapan
minggu masih baik mutunya, karena tidak terjadi penurunan, baik baik yang dikemas dengan plastik
PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu.
4.3.4. Kadar Lemak
Lemak merupakan polimer yang tersusun dari unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen.
Lemak memiliki struktur dasar triester dan gliserol yang dinamakan trigliserida (Hart, 1990). Lemak
dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk kesehatan tubuh dan sumber energi yang
lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Menurut Kusfriyadi (2004), minyak atau
lemak nabati mengandung asam-asam lemak esensial, seperti asam linoleat dan linolenat yang dapat
mencegah penyempitan pembuluh darah akibat penumpukkan kolesterol.
Berdasarkan hasil pengamatan awal, diperoleh nilai rata-rata kadar lemak basis kering tepung
biji kurma adalah 12,37%. Nilai kadar lemak ini cukup tinggi. Menurut Al-Shahib dan Marshall
(2003), biji kurma mengandung asam lemak jenuh, yaitu capric, lauric, myristic, palmitic, stearic,
margaric, arachidic, heneicosanoic, behenic, dan tricosanoic acid, serta asam lemak tak jenuh, yaitu
palmitoleic, oleic, linoleic, dan linolenic acid. Kandungan asam lemak terbanyak adalah asam oleat,
yaitu sebesar 41,1 – 58,8 g/100 g lemak.
Selama penyimpanan 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan pengamatan, variasi data
kadar lemak tepung biji kurma adalah 11,09 – 13,49% (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar
lemak (Lampiran 18), dinyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata dari faktor kemasan dan
interaksi antar faktor, tetapi terdapat pengaruh yang nyata (α = 0,05) pada faktor lama penyimpanan
terhadap kadar lemak. Dapat dikatakan bahwa jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), karung
tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
perubahan kadar lemak, sedangkan pada faktor lama penyimpanan, sedikitnya ada satu taraf yang
berpengaruh terhadap perubahan kadar lemak. Setelah dilakukan uji lanjut Duncan (α = 0,05) terhadap
faktor lama penyimpanan (Lampiran 18), dinyatakan bahwa lama penyimpanan 28 hari (M3) berbeda
nyata terhadap lama penyimpanan lainnya, sedangkan lama penyimanan lainnya tidak berbeda nyata.
Grafik perubahan kadar lemak selama penyimpanan delapan minggu dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Grafik perubahan kadar lemak tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan
10,5
11,0
11,5
12,0
12,5
13,0
13,5
14,0
0 7 14 21 28 35 42 49 56
Kad
ar L
em
ak (
% b
.k)
Lama Penyimpanan (Hari)
Plastik PE Karung Tenun Plastik Karung Kain Belacu
24
Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa selama penyimpanan 56 hari kadar lemak
tetap, akan tetapi sempat terjadi kenaikan pada lama penyimpanan 28 hari. Selama penyimpanan,
seharusnya kadar lemak mengalami penurunan. Sesuai dengan pernyataan Suharyono et al. (2009),
yaitu selama penyimpanan, kadar lemak dapat mengalami penurunan karena terjadi kerusakan lemak
yang disebabkan oleh reaksi hidrolisis, enzim, dan mikroba. Reaksi hidrolisa terjadi, karena terdapat
sejumlah air pada bahan sehingga mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan
bau tengik. Enzim yang terdapat dalam bahan pangan yang mengandung lemak yang tergolong lipase
mampu menghidrolisa lemak netral sehingga mengasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Adanya
lemak dalam bahan pangan memberi kesempatan bagi mikroba lipolitik untuk tumbuh secara dominan
sehingga mengakibatkan kerusakan lemak oleh mikroba dan menghasilkan zat-zat yang disebut asam
lemak bebas dan keton. Setelah melihat hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa kadar lemak
tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu ini belum mengalami penurunan mutunya
sehingga dapat dikatakan bahwa kadar lemak tepung selama penyimanan masih tetap mutunya, baik
yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu.
4.3.5. Kadar Serat Kasar
Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah diperlakukan dengan
asam alkali atau alkali mendidih dan terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin (Fardiaz et al., 1986).
Menurut Muchtadi (2000), istilah serat kasar (crude fiber) dibedakan dengan serat pangan (dietary
fiber). Serat kasar didefinisikan sebagai bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-
bahan kimia tertentu, seperti asam sulfat dan amonium hidroksida, sedangkan serat pangan
didefinisikan sebagai bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim
pencernaan.
Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh nilai rata-rata kadar serat kasar (crude fiber) basis
kering tepung biji kurma adalah 12,74%. Menurut Muchtadi (2000), nilai kadar serat kasar pada bahan
pangan selalu lebih rendah dari nilai kadar serat pangan (dietary fiber). Hal ini dikarenakan asam
sulfat dan natrium hidroksida mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menghidrolisis
komponen-komponen pangan dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan. Dari pernyataan
tersebut dapat dikatakan bahwa nilai serat pangan (dietary fiber) tepung biji kurma cukup tinggi, yaitu
lebih dari 12,74%. Mengkonsumsi serat tinggi maka akan lebih banyak asam empedu, sterol, dan
lemak yang dikeluarkan bersama feses, selain itu serat dapat mencegah terjadinya penyerapan kembali
asam empedu, kolesterol, dan lemak (Winarno, 1997).
Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan
pengamatan, variasi data kadar serat kasar tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 10,67 – 13,82%
(b.k). Berdasarkan analisis ragam kadar serat kasar (Lampiran 19), tidak terdapat pengaruh nyata pada
faktor kemasan dan interaksi antar faktor, tetapi faktor lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata
(α = 0,01) terhadap kadar serat kasar. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa jenis kemasan,
baik kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu (K3) tidak
mempengaruhi perubahan kadar serat kasar, sedangkan pada faktor lama penyimpanan sedikitnya ada
satu taraf yang berpengaruh terhadap perubahan kadar serat kasar. Setelah dilakukan uji pembanding
berganda Duncan (α = 0,01) terhadap faktor lama penyimpanan (Lampiran 19), dinyatakan bahwa
awal penyimpanan (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), dan penyimpanan
42 hari (M4) tidak berbeda nyata sehingga dapat dikatakan bahwa pada penyimpanan tersebut nilai
kadar serat kasar adalah tetap atau sama seperti penyimpanan awal, sedangkan pada penyimpanan 28
hari (M3) dan penyimpanan 56 hari (M5) masing-masing memiliki beda nyata terhadap penyimpanan
awal (M0). Grafik perubahan kadar serat kasar dapat dilihat pada Gambar 4.5.
25
Gambar 4.5. Grafik perubahan kadar serat kasar tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan
Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan kadar serat kasar mengalami kenaikan pada
penyimpanan 28 hari dan kembali tetap pada penyimpanan 42 hari, lalu kembali naik pada
penyimpanan 56 hari. Namun, secara keseluruham, kadar serat kasar tidak mengalami penurunan yang
berarti. Olah karena itu, dapat disimpulkan bahwa selama penyimpanan delapan minggu kadar serat
kasar tepung biji kurma adalah tetap, tidak mengalami penurunan mutunya, baik tepung yang dikemas
dengan kemasan plastik PE, kemasan karung tenun plastik, maupun kemasan karung kain belacu.
4.3.6. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat adalah hasil alam yang melakukan banyak fungsi penting dalam tanaman maupun
hewan. Melalui fotosintesa, tanaman merubah karbon dioksida menjadi karbohidrat, yaitu dalam
bentuk selulosa, pati, dan gula-gula (Hart, 1990). Pada umumnya, produk tepung merupakan sumber
karbohidrat. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh nilai rata-rata kadar karbohidrat basis basah
tepung biji kurma adalah 68,64%. Kadar karbohidrat tersebut cukup tinggi sehingga cukup berpotensi
sebagai sumber karbohidrat. Karbohidrat dalam tepung terdiri dari karbohidrat dalam bentuk gula-gula
sederhana, pentosa, dextrin, selulosa, dan pati. Namun, karbohidrat yang dimaksudkan dalam analisis
ini adalah semua senyawa karbohidrat, kecuali selulosa. Hal ini dikarenakan dalam perhitungan
karbohidratnya menggunakan rumus by difference yang ditambah faktor pengurangannya, yaitu faktor
kadar serat kasar.
Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan
pengamatan, variasi data kadar karbohidrat tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 67,07 – 71,66%
(b.k). Setelah dilakukan analisis ragam kadar karbohidrat (Lampiran 20), dinyatakan bahwa faktor
kemasan dan interaksi antar faktor tidak terdapat pengaruh nyata, sedangkan faktor lama penyimpanan
berpengaruh sangat nyata (α = 0,01) terhadap kadar karbohidrat. Dapat dikatakan bahwa faktor
kemasan, baik kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain tidak memberikan
pengaruh terhadap perubahan kadar karbohidrat, sedangkan pada faktor lama penyimpanan sedikitnya
ada satu taraf yang memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar karbohidrat. Setelah dilakukan
uji pembanding berganda Duncan (α = 0,01) terhadap faktor lama penyimpanan (Lampiran 20),
dinyatakan bahwa penyimpanan awal (M0), penyimanan 14 hari (M1), penyimpanan 28 hari (M3),
penyimpanan 42 hari (M4), dan penyimpanan 56 hari (M5) tidak berbeda nyata sehingga dapat
dikatakan perubahan kadar karbohidratnya adalah tetap atau cenderung sama dengan penyimpanan
awal, sedangkan penyimpanan 21 hari (M2) berbeda nyata dengan awal penyimpanan (M0). Grafik
perubahan kadar karbohidrat tepung biji kurma dapat dilihat pada Gambar 4.6.
9
10
11
12
13
14
15
0 7 14 21 28 35 42 49 56
Kad
ar S
era
t K
asar
(%
b.k
)
Lama Penyimpanan (Hari)
Plastik PE Karung Tenun Plastik Karung Kain Belacu
26
Gambar 4.6. Grafik perubahan kadar karbohidrat tepung biji kurma dengan berbagai jenis kemasan
Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa selama penyimpanan 14 hari kadar
karbohidrat tetap, akan tetapi sempat terjadi kenaikan pada lama penyimpanan 21 hari, lalu kembali
turun dan tetap sampai penyimpanan 56 hari. Namun, secara keseluruhan, selama penyimpanan
delapan minggu kadar karbohidrat tidak mengalami penurunan yang berarti. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa selama penyimpanan delapan minggu mutu kadar karbohidrat tepung biji kurma
tidak mengalami penurunan atau masih cukup baik, baik tepung yang dikemas dengan kemasan
plastik PE, kemasan karung tenun plastik, maupun kemasan karung kain belacu.
4.3.7. Kadar Pati
Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, disakarida,
oligosakarida, dan polisakarida. Pati merupakan salah satu polisakarida yang berfungsi sebagai
sumber energi. Pati terdiri dari dua polimer molekul glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin.
Berdasarkan hasil analisis sifat kimia awal, diperoleh nilai rata-rata kadar pati basis kering tepung biji
kurma adalah 37,63%. Kadar pati ini diperoleh dengan metode luff schoorl. Prinsip metode ini adalah
gula sederhana dapat mereduksi garam cupri yang terdapat dalam pereaksi luff schoorl. Apabila kadar
pati tepung ini dibandingkan dengan standar mutu tepung terigu dan tepung sagu, kadar pati ini belum
memenuhi standar mutu kadar pati tepung terigu dan tepung sagu dengan standar masing-masing
tepung adalah minimal 75% dan minimal 65%.
Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan
pengamatan, variasi data kadar pati tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 35,35 – 40,19% (b.k).
Setelah dilakukan analisis ragam kadar pati (Lampiran 21), dinyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh
nyata pada faktor pengemasan, faktor lama penyimpanan, serta interaksi antar faktor terhadap kadar
pati. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa faktor kemasan, baik kemasan plastik PE (K1),
kemasan karung tenun plastik (K2), dan kemasan karung kain belacu (K3) tidak memberikan
pengaruh terhadap perubahan kadar pati tepung biji kurma dan faktor lama penyimpanan, baik
penyimpanan awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28
hari (M3), penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) juga tidak memberikan
pengaruh terhadap perubahan kadar pati tepung biji kurma. Selama penyimpanan delapan minggu,
kadar pati tepung biji kurma tidak mengalami perubahan atau tetap, baik tepung yang dikemas dengan
kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu.
65
66
67
68
69
70
71
72
0 7 14 21 28 35 42 49 56
Kad
ar K
arb
oh
idra
t (%
b.k
)
Lama Penyimpanan (Hari)
Plastik PE Karung Tenun Plastik Karung Kain Belacu
27
Kadar pati suatu bahan pangan dapat mengalami penurunan mutu yang disebabkan besarnya
kadar air suatu bahan pangan tersebut. Kadar air yang besar yang terkandung pada suatu bahan pangan
dapat memicu kegiatan enzim amilase untuk menghidrolisa pati dan walaupun dalam jumlah yang
sedikit disebabkan oleh proses respirasi yang mengakibatkan penurunan kadar gula dalam bahan
pangan (Sumarsono dan Nurhikmat, 2005). Jadi dapat disimpulkan bahwa kadar pati tepung biji
kurma selama penyimpanan delapan minggu masih tetap mutunya karena tidak terjadi penurunan
kadar pati, baik tepung yang dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun
karung kain belacu.
4.3.8. Total Asam
Prinsip dasar pengukuran total asam tertitrasi adalah penetralan asam dalam bahan oleh basa
(NaOH 0,1 N) melalui cara titrasi. Dari hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata total asam basis kering
tepung biji kurma adalah 2,42 ml NaOH 0,1 N/100 g. Hasil ini telah memenuhi standar mutu tepung
singkong, tepung sagu, dan tepung jagung. Total asam tertitrasi yang terukur tersebut merupakan
semua jenis senyawa atau asam organik yang mengandung asam atau senyawa yang mengandung
hidrogen dalam bentuk H+ dan berperan sebagai donor proton. Reaksi dasar dalam titrasi asam basa
tersebut adalah H+ + OH
- H2O.
Setelah dilakukan penyimpanan selama 56 hari atau delapan minggu dan dilakukan
pengamatan, variasi data total asam tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 2,34 – 2,51 ml NaOH
0,1 N/100 g (b.k). Setelah dilakukan analisis ragam total asam (Lampiran 22), hasil analisis ragam
menyatakan bahwa tidak ada pengaruh nyata faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi
antar faktor terhadap total asam. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh
jenis kemasan, baik kemasan plastik PE (K1), karung tenun plastik (K2), maupun karung kain belacu
(K3) terhadap perubahan total asam dan tidak ada pengaruh lama penyimpanan, baik penyimpanan
awal (M0), penyimpanan 14 hari (M1), penyimpanan 21 hari (M2), penyimpanan 28 hari (M3),
penyimpanan 48 hari (M4), maupun penyimpanan 56 hari (M5) terhadap perubahan total asam. Total
asam tepung biji kurma selama penyimpanan delapan minggu tidak ada perubahan, baik yang dikemas
dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu.
Nilai total asam dalam suatu bahan dapat mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan
aktivitas bakteri pemecah gula yang menghasilkan asam, seperti bakteri Bacillus, Clostridium,
Acetobacter, dan Propionibacterium (Kumalaningsih dan Hidayat, 1995). Berdasarkan hasil
pengamatan total asam pada tepung biji kurma ini, dapat dikatakan bahwa aktivitas bakteri tersebut
belum terlihat atau tepung belum dicemari oleh bakteri-bakteri tersebut selama penyimpanan delapan
minggu, karena perubahan total asam tepung biji kurma masih tetap setelah dilakukan pengamatan
delapan minggu.
28
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Nilai rendemen tepung biji kurma yang dihasilkan adalah 31,32%. Hasil analisis beberapa sifat
fisiko kimia tepung biji kurma yang dihasilkan diperoleh nilai derajat putih sebesar 53,83%, densitas
kamba sebesar 0,43 g/ml, tidak terdapat cemaran serangga/kutu pada tepung, kadar air sebesar 7,52%
(b.k), kadar abu sebesar 1,19% (b.k), kadar protein sebesar 5,03 % (b.k), kadar lemak sebesar 12,37%
(b.k), kadar serat kasar sebesar 12,74% (b.k), kadar karbohidrat sebesar 68,64% (b.k), kadar pati
sebesar 37,63% (b.k), dan nilai total asam sebesar 2,42 ml NaOH 0,1 N/100 g (b.k).
Selama penyimpanan 56 hari, sifat fisik dari tepung biji kurma, seperti derajat putih, densitas
kamba, dan cemaran serangga/kutu tidak mengalami perubahan fisik secara nyata, baik tepung yang
dikemas dengan kemasan plastik PE, karung tenun plastik, maupun karung kain belacu. Faktor
kemasan dan faktor lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan sifat fisik tepung
biji kurma. Pada sifat kimia tepung biji kurma, seperti kadar abu, kadar protein, kadar pati, dan total
asam tidak menunjukkan adanya penurunan mutu, karena faktor kemasan dan lama penyimpanan
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter tersebut. Kadar lemak, kadar serat kasar,
dan kadar karbohidrat terdapat pengaruh nyata dari faktor lama penyimpanan, akan tetapi belum
menunjukkan adanya penurunan mutu sehingga dapat dikatakan bahwa selama penyimpanan delapan
minggu parameter tersebut masih baik mutunya. Sifat kimia lain yang mengalami perubahan secara
nyata adalah kadar air. Faktor kemasan, faktor lama penyimpanan, dan interaksi antar faktor
berpengaruh nyata terhadap kadar air. Semakin lama penyimpanan tepung, maka kadar air semakin
meningkat. Penggunana kemasan karung tenun plastik dan kemasan karung kain belacu cenderung
meningkatkan nilai kadar air lebih tinggi dibandingkan penggunaan plastik PE.
Dari hasil analisis perubahan mutu tepung biji kurma, dapat dikatakan bahwa tepung biji
kurma yang telah disimpan selama delapan minggu atau 56 hari ternyata masih dalam kondisi baik
dan masih layak untuk digunakan sebagai bahan baku, baik tepung yang dikemasan dengan kemasan
plastik PE, kemasan karung plastik, maupun kemasan karung kain. Namun, kemasan tepung yang
paling baik untuk dijadikan kemasan simpan adalah kemasan plastik PE. Hal tersebut dikarenakan
plastik PE cenderung lebih bisa menjaga kenaikan kadar air sehingga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat menurunkan mutu tepung biji kurma.
5.2. Saran
Dari penelitian yang sudah dilakukan, beberapa saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai
berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan jenis kemasan lainnya.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai umur simpan produk tepung biji kurma agar dapat
diketahui secara pasti maksimum lama penyimpanan atau masa kadaluarsa.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang mengarah pada aplikasi penggunaan tepung biji kurma
terhadap produk panganan dan pengujian organoleptik produk.
29
DAFTAR PUSTAKA
Almana HA dan Mahmoud RM. 1994. Palm date seeds as an alternative source of dietary fibre in
Saudi bread. Ecology of Food and Nutrition 32: 261 – 270.
Al-Farsi MA dan Lee CY. 2008. Nutritional and functional properties of dates: a review. Critical
Reviews in Food Science and Nutrition48(10): 877 - 887.
Al-Hooti S, Sidhu JS, dan Qabazard H. 1995. Studies on the physico-chemical characteristics of date
fruits of five UAE cultivars at different stages of maturity. Arab Gulf Journalof Sciences
Research 13: 553 – 569.
Al-Hooti S, Sidhu JS, dan Qabazard H. 1998. Chemical composition of seed of date fruit cultivars of
United Arab Emirates. Journal Food Science Technology 35: 44 – 46.
Al-Shahib W dan Marshall RJ. 2003. The fruit of the date palm: its possible use as the best food for
the future. International Journal of Food Sciences and Nutrition 54 (4): 247 – 259.
Ali-Mohamed AY dan Khamis AS. 2004. Mineral ion content of the seeds of six cultivars of Bahraini
date palm (Phoenix dactylifera). Journal of Agricultural and Food Chemistry 52: 6522 – 6525.
Amy. 2010. Mengenal Si Kutu Terigu. http://bakingnfood.wordpress.com/2010/06/20/mengenal-si-
kutu-terigu. [6 Juni 2011]
Ardekani MRS, Khanavi M, Hajimahmoodi M, Jahangiri M, dan Hajimahmoodi A. 2010.
Comparison of antioxidant activity and total phenol contens of some date seed varieties from
Iran. Iranian Journal of Pharmaceutical Research 9 (2): 141 – 146.
AOAC. 1980. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist.
Washington, D.C.: AOAC Int.
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist.
Washington, D.C.: AOAC Int.
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist.
Washington, D.C.: AOAC Int.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist.
Washington, D.C.: AOAC Int.
Bouaziz MA, Amara WB, Attia H, Blecker C, dan Besbes S. 2010. Effect of the addition of defatted
date seeds on wheat dough performance and bread quality. Journal of Texture Studies 41 (4):
511 – 531.
BPS. 2006. Data Impor Utama Buah-Buahan. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
BPPIS. 1989. Pembuatan Prototipe Alat Uji Derajat Putih Tepung Tapioka. Surabaya: Badan
Penelitian Pengembangan Industri.
BSN. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman (SNI 01-2891-1992). Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional.
BSN. 1996. Tepung Singkong (SNI 01-2997-1996). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
BSN. 1997. Tepung Jagung (SNI 01-3727-1995). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
BSN. 2008. Tepung Sagu (SNI 3729:2008). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
BSN. 2009. Tepung Beras (SNI 3549:2009). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
30
BSN. 2009. Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan (SNI 3751:2009). Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional.
Brooker DB, Bakker FW, Arkema, dan Hal CW. 1981. Drying Cereal Grains. West Port,
Connecticut, USA: The AVI Publishing Co. Inc.
Brown WE. 1992. Plastic in Food Packaging. New York: Marcel Dekker. Inc.
Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, dan Wooton M. 1985. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Purnomo
H dan Adiono. Jakarta: UI Press.
Damayanthi E dan Eddy SM. 1995. Teknologi Makanan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Dwiari SR. 2008. Teknologi Pangan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Eskin NAM. 1971. Biochemistry of Food. New York: Academic Press.
Fardiaz D, Apriyantono A, Budiyanto S, dan Pustitasari NL. 1986. Penuntun Praktikum Analisis
Pangan. Bogor: IPB, FATETA, Teknologi Pangan dan Gizi.
Fardiaz S dan Winarno FG. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: IPB, Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi.
Fennema OR. 1996. Food Chemistry, Third Edition. New York Basel Hongkong: Marcel dekker, Inc.
Gaspersz V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Bandung: CV. Armico.
Hamada JS, Hashim IB, dan Sharif FA. 2002. Preliminary analysis and potential uses of date pits in
foods. Food Chemistry 76: 135 – 137.
Handayani HT. 2008. Studi Kemunduran Mutu Polong Panili Kering Selama Penyimpanan Pada
Berbagai Macam Kemasan [skripsi]. Surakarta: Program Sarjana, Universitas Sebelas Maret.
Hart H. 1990. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Diterjemahkan oleh Suminar. Jakarta: Erlangga.
Hendrawan H. 2009. PP Woven Bags atau Karung Plastik. http://karung-plastik.com/index.php. [6
Juni 2011]
Hussein F dan El-Zeid AA. 1975. Chemical composition of ‘Khalas’ dates grown in Saudi Arabia.
Egypt Journal Horticultural 2: 209.
Hudaya S dan Siti SD. 1983. Dasar-Dasar Pengawetan 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Hutapea P. 2010. Pembuatan Tepung Biji Durian (Durio zibethinus Murr) dengan Variasi Perendaman
dalam Air Kapur dan Uji Mutunya [skripsi]. Medan: Program Sarjana, Universitas Sumatera
Utara.
Hutching. J B. 1999. Food Colour and Appeareance. 2nd edition. Gaitersburg, Maryland: Aspen Publ.
Inc.
Imdad HP dan Nawangsih AA. 1999. Menyimpan Bahan Pangan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Khanavi M, Saghari Z, Mohammadirad A, Khademi R, Hadjiakhoondi A, dan Abdollahi M. 2009.
Comparison of antioxidant activity and total phenols of some date varieties. DARU – Jaournal
of Faculty of Pharmacy, Tehran university of Medical Sciences 17 (2): 104 – 108.
Kumalaningsih S dan Hidayat N. 1995. Mikrobiologi Hasil Pertanian. Malang: Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan.
Kusfriyadi MK. 2004. Kajian Pemanfaatan Tepung Talipuk dari Biji Bunga Teratai Putih (Nymphae
pubescens Willd) Sebagai Bahan Substitusi Dalam Pembuatan Biskuit [skripsi]. Bogor:
Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
31
Muchtadi D. 2000. Sayuran, Sumber Serat dan Antioksidan : Mencegah Penyakit Degeneratif. Bogor:
IPB. FATETA.
Muchtadi TR. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: IPB, Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi.
Muchtadi TR dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium IImu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor:
IPB, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
Ping YC. 1994. Sulfites and Food. Taiwan: Food Industry and Devepment Taiwan Institute.
Rahmadi A. 2010. Kurma. Samarinda: Food Technologist, Neuro-biologist, and Pharmacologist,
University of Mulawarman.
Sahari MA, Barzegar M, dan Radfar R. 2007. Effect of varieties on the composition of dates (Phoenix
dactylifera L.) - Note. Food Science and Technology International 13: 269 – 275.
Salunkhe DK. 1976. Storage, Processing, and Nutritional Quality of Fruits and Vegetable. Ohio,
USA: CRC Press.
Septianingrum E. 2008. Prakiraan Umur Simpan Tepung Gaplek yang Dikemas dalam Berbagai Jenis
Kemasan Plastik Berdasarkan Kurva Isoterm Sorpsi Lembab [skripsi]. Surakarta: Program
Sarjana, Universitas Sebelas Maret.
Suharyono AS, Marina EK, dan Kurniadi M. 2009. Pengaruh Sinar Ultra Violet dan Lama
Penyimpanan Terhadap Sifat Mikrobiologi dan Ketengikan Krem Santan Kelapa. Agritech 29
(3): 174 – 178.
Sumarsono dan Nurhikmat A. 2005. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Jenis Plastik Pengemas
Terhadap Waktu Kadaluarsa Bahan Makanan Campuran untuk Anak Balita. Yogyakarta:
Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia LIPI.
Syarief R dan Irawati A. 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Jakarta: Mediyatama
Sarana Perkasa.
Syarief R dan Santausa S. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor: IPB, Pusat Antar
Universitas, Rekayasa Proses Pangan.
USDA. Plants Profil : Date Palm (Phoenix dactylifera). http://plants.usda.gov/java/
profile?symbol=PHDA4. [28 Januari 2011]
Widya D. 2003. Proses Produksi dan Karakteristik Tepung Biji Mangga Jenis Arumanis (Mangifera
indica L.) [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Winarno FG dan Fardiaz S. 1974. Teknologi Pangan. Bogor: Biro Penataran, Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG dan Jenie SLB. 1984. Kerusakan Bahan Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Yusuf D. 1996. Studi Karakteristik Fisiko Kimia Tepung Biji Nangka (Artocorpus heterophyllus
Lmk) serta Aplikasinya Sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu dalam Pembuatan Cookies
dan BMC (Bahan Makanan Campuran) [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian
Bogor.
32
LAMPIRAN
33
Lampiran 1. Prosedur Analisis
1. Rendemen
Nilai rendemen adalah perbandingan massa antara produk akhir yang dihasilkan dengan massa
bahan baku awal. Berikut perhitungan nilai rendemen.
Rendemen
× 100%
2. Derajat Putih dengan Chromameter (modifikasi Hutching, 1999)
Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel yang sudah tersedia
dan selanjutnya dilakukan pengukuran pada skala nilai L, a, dan b. Nilai L menyatakan parameter
kecerahan (lightness) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan
cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari
0 – 100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 – (-80) untuk warna hijau. Notasi b
menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 – 70 untuk kuning
dan nilai –b (negatif) dari 0 – (-70) untuk warna biru.
Derajat putih (%) = √( ) ( )
3. Densitas Kamba (Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
Gelas ukur 100 ml ditimbang, kemudian sampel dimasukkan ke dalamnya sampai volumenya
mencapai 100 ml. Pengisian diusahakan tepat tanda tera dan jangan dipadatkan. Gelas ukur berisi
sampel ditimbang dan selisih berat menyatakan berat sampel per 100 ml. Densitas kamba dinyatakan
dalam g/ml.
4. Cemaran Serangga atau Kutu (SNI 01-2891-1992)
Pengujian dilakukan dengan cara mengamati secara visual bahan yang akan diuji. Bahan
sebanyak kurang lebih 25 gram ditaruh diantar dua lempeng kaca. Lalu ditekan lempeng kaca tersebut
hingga ketebalan bahan 2 – 5 mm diantara lempeng kaca. Selanjutnya dibiarkan selama 24 jam.
Setelah 24 jam, amati permukaan kaca dengan kaca pembesar, apakah ada bekas jejak-jejak ulat, kutu,
atau serangga lainnya. Selanjutnya dilihat apakah ada larva kepompong, kutu, serangga lainnya, dan
potongan-potongannya dengan cara mengayak contoh.
5. Kadar Air (AOAC, 1995)
Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Sebanyak 2 - 10 gram sampel ditimbang
dalam cawan yang telah ditimbang dan diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan ke dalam oven
bersuhu 105°C selama 5 jam, kemudian didinginkan ke dalam desikator dan ditimbang sampai
bobotnya konstan.
Kadar air (% b.b) -
× 100%
Kadar air (% b.k) -
× 100%
34
6. Kadar Abu (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 2 gram ditempatkan di dalam cawan porselin dan dimasukkan ke dalam tanur
bersuhu 600°C. Proses pengabuan dilakukan selama 6 jam. Kemudian sampel langsung dimasukkan
ke dalam desikator untuk didinginkan kemudian ditimbang.
Kadar abu (% b.b)
× 100%
Kadar abu (% b.k)
× Kadar abu (% b.b)
7. Kadar Protein (Metoda Semi Mikro Kjeldahl) (AOAC, 1990 dengan Modifikasi)
Sampel sebanyak 0,1 gram yang telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml,
kemudian ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, 1 gram katalis (CuSO4 dan Na2SO4 dengan
perbandingan 1 : 1,2), dan batu didih. Contoh dididihkan selama 1 – 1,5 jam atau cairan sampai
bewarna jernih.
Hasil destruksi ditambah dengan aquades sedikit demi sedikit sambil dimasukkan kedalam labu
destilasi, penambahan aquades + ½ labu destilat. Selanjutnya ditambahkan 10 ml NaOH 40% dan
indicator pp 3 tetes, kemudian ditutup dan dipanaskan. Hasil sulingan ditampung dalam erlenmeyer
yang berisi asam borat yang ditambahkan indicator BTB (warna kuning). Destilat dihentikan setelah
berubah menjadi warna hijau dengan volume + 15 ml.
Ujung kondensor dibilas sedikit dengan air destilata dan biasanya ditampung di dalam
erlenmeyer dan dititrasi dengan H2SO4 0,02 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi ungu.
Penetapan blangko dengan cara yang sama.
Kadar N (%) ( )
× 100%
Kadar Protein (% b.b) = Kadar N (%) × Faktor konversi (6,25)
Kadar Protein (% b.k)
× Kadar protein (% b.b)
Keterangan:
Y = ml H2SO4 titer untuk blanko
Z = ml H2SO4 titer untuk sampel
W = Bobot sampel (gram)
N = Normalitas H2SO4
8. Kadar Lemak (AOAC, 1995)
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 – 110°C, didinginkan
dalam desikator, dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang sebanyak 3 – 5 g dibungkus
dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut (dietil
eter atau heksana). Reflux dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu
lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven
pada suhu 105°C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
35
Kadar lemak (% b.b)
× 100%
Kadar lemak (% b.k)
× Kadar lemak (% b.b)
9. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1990)
Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian
ditambahkan dengan 100 ml H2SO4 0,3 N dan didihkan di bawah pendingin balik (otoklaf) selama 30
menit. Setelah pendidihan ditambahkan 50 ml NaOH 1,5 N dan didihkan kembali selama 30 menit.
Cairan di dalam labu erlenmeyer disaring dengan kertas saring yang telah diketahui bobotnya.
Selanjutnya dicuci berturut-turut dengan 50 ml air panas dan 25 ml aseton/alkohol. Residu beserta
kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama 1 – 2 jam atau sampai bobotnya konstan,
lalu ditimbang.
Kadar serat kasar (% b.b)
× 100%
Kadar serat kasar (% b.k)
× Kadar serat kasar (% b.b)
Keterangan:
A = bobot residu dalam kertas saring yang telah dikeringkan (g)
B = bobot kertas saring kosong (g)
W = bobot sampel (g)
10. Kadar Karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Kadar karbohidrat = 100% - (% air + % abu + % lemak + % protein + % serat kasar)
11. Total Asam (AOAC, 1980)
Sebanyak 10 gram tepung biji kurma dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan
aquades hingga 100 ml. Selanjutnya diambil 25 ml dan ditambahkan phenolphtalein, kemudian
dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Total asam dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Total asam (ml NaOH 0,1 N/100 g) ( ) ( )
( ) ( ) × 100
Keterangan:
Fp = faktor pengencer
V (NaOH) = volume titrasi NaOH
N (NaOH) = normalitas NaOH
V (sampel) = volume sampel saat titrasi NaOH
36
12. Kadar Pati (AOAC, 1984)
Tepung biji kurma sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambahkan 200 ml
larutan HCl 3% dan dipanaskan pada pendingin balik tegak (otoklaf bersuhu 105°C selama 15 menit).
Setelah dingin dan dinetralkan dengan NaOH 40%. Larutan diencerkan sampai 250 ml di dalam labu
takar. Sebanyak 10 ml larutan dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schoorldan beberapa batu didih.
Larutan dipanaskan pada pendingin balik tegak. Pemanas diatur sehingga isi erlenmeyer
mendidih dalam waktu kurang lebih 3 menit dan dipertahankan selama 10 menit. Kemudian
didinginkan secara cepat pada air mengalir serta ditambahkan pada 20 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4
25% secara perlahan. Setelah reaksi selesai dititrasi dengan larutan tiosulfat 0,1 N yang telah
distandarisasi (a ml). Larutan kanji digunakan sebagai petunjuk. Blanko dibuat seperti diatas dan
dititrasi (b ml).
Kadar pati (% b.b)
× 100%
Kadar pati (% b.k)
× Kadar pati (% b.b)
Keterangan:
A = angka tabel Luff Schoorl, berdasar selisih ml titrasi (b – a)
F = faktor pengencer
Mg = bobot contoh (mg)
0,9 = perbandingan berat pati dan sakar penyusutan
Penetapan Sakar Menurut Luff Schoorl
0,1 N Larutan
Tiosulfat (ml) Glukosa (mg)
0,1 N Larutan
Tiosulfat (ml) Glukosa (mg)
1 2,4
12 30,3
2 4,8
13 33
3 7,2
14 35,7
4 9,7
15 38,5
5 12,2
16 41,3
6 14,7
17 44,2
7 17,2
18 47,1
8 19,8
19 50
9 22,4
20 53
10 25
21 56
11 27,6
22 59,1
37
Lampiran 2. Tabel Analisis Derjat Putih
Sampel Ulangan Nilai
Derajat Putih (%) Rata-rata L A B
Tepung
Awal
1 62,8200 25,3200 10,8310 53,7316 53,8342
2 63,1000 25,2600 11,0520 53,9367
K1M1 1 62,3300 24,8600 10,9190 53,5643
53,7423 2 63,5000 25,9800 10,7760 53,9204
K1M2 1 63,1000 25,7800 11,0520 53,6495
53,6120 2 62,4200 24,9700 10,9350 53,5745
K1M3 1 63,7700 24,2300 11,1650 55,0071
54,1380 2 62,6700 25,8800 10,9770 53,2689
K1M4 1 63,0500 24,0900 11,2120 54,4880
53,7628 2 62,3900 25,8400 11,1020 53,0375
K1M5 1 62,6800 25,1800 11,1510 53,6194
53,6762 2 62,3200 24,4900 11,0040 53,7331
K2M1 1 62,7800 25,3300 11,1700 53,6135
53,7846 2 62,6300 24,5600 10,9710 53,9557
K2M2 1 62,7200 25,2000 11,1600 53,6386
53,6133 2 62,2000 24,5500 11,0690 53,5881
K2M3 1 62,2000 25,2100 11,2410 53,1946
53,2140 2 62,6700 25,5000 11,9720 53,2335
K2M4 1 62,4500 25,1900 11,9190 53,2389
53,1719 2 62,3300 25,2600 11,9190 53,1048
K2M5 1 61,5900 25,9300 10,7920 52,4168
52,8244 2 62,3300 25,6200 10,5750 53,2320
K3M1 1 63,9900 25,6400 11,2050 54,3965
53,6318 2 62,2000 25,9600 10,8970 52,8671
K3M2 1 62,7200 25,2000 11,1600 53,6386
53,3450 2 62,2000 25,5500 11,0690 53,0515
K3M3 1 62,4000 25,5800 11,1040 53,1877
53,2933 2 62,7400 25,2900 11,9900 53,3990
K3M4 1 62,1400 25,4500 10,9190 53,0926
53,0557 2 62,1000 25,8800 10,0520 53,0189
K3M5 1 62,2300 25,2900 10,5580 53,3349
52,7781 2 61,5700 26,3300 10,6150 52,2212
Keterangan:
K1 = Kemasan Plastik PE M1 = Penyimpanan pada hari ke-14
K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik M2 = Penyimpanan pada hari ke-21
K3 = Kemasan Karung Kain Belacu M3 = Penyimpanan pada hari ke-28
M4 = Penyimpanan pada hari ke-42
M5 = Penyimpanan pada hari ke-56
38
Lampiran 3. Tabel Analisis Densitas Kamba
Sampel Ulangan Massa Sampel
(g/100ml)
Densitas Kamba
(g/ml) Rata-rata
Tepung
Awal
1 43,5100 0,4351 0,4277
2 42,0300 0,4203
K1M1 1 42,7800 0,4278
0,4292 2 43,0500 0,4305
K1M2 1 43,4300 0,4343
0,4346 2 43,4800 0,4348
K1M3 1 43,6500 0,4365
0,4348 2 43,3100 0,4331
K1M4 1 42,4200 0,4242
0,4297 2 43,5200 0,4352
K1M5 1 43,5000 0,4350
0,4276 2 42,0100 0,4201
K2M1 1 43,5200 0,4352
0,4292 2 42,3200 0,4232
K2M2 1 43,8900 0,4389
0,4392 2 43,9500 0,4395
K2M3 1 42,9500 0,4295
0,4377 2 44,5800 0,4458
K2M4 1 43,9500 0,4395
0,4349 2 43,0200 0,4302
K2M5 1 43,3600 0,4336
0,4335 2 43,3300 0,4333
K3M1 1 42,1600 0,4216
0,4263 2 43,0900 0,4309
K3M2 1 43,4800 0,4348
0,4366 2 43,8400 0,4384
K3M3 1 43,8300 0,4383
0,4345 2 43,0600 0,4306
K3M4 1 43,3000 0,4330
0,4350 2 43,6900 0,4369
K3M5 1 43,5600 0,4356
0,4353 2 43,4900 0,4349
Keterangan:
K1 = Kemasan Plastik PE M1 = Penyimpanan pada hari ke-14
K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik M2 = Penyimpanan pada hari ke-21
K3 = Kemasan Karung Kain Belacu M3 = Penyimpanan pada hari ke-28
M4 = Penyimpanan pada hari ke-42
M5 = Penyimpanan pada hari ke-56
39
Lampiran 4. Tabel Pengamatan Cemaran Serangga atau Kutu
Sampel Ulangan Hasil Pengamatan
(ada/tidak ada) Jenis Serangga Kesimpulan
Tepung
Awal
1 tidak ada - tidak ada
2 tidak ada -
K1M1 1 tidak ada -
tidak ada 2 tidak ada -
K1M2 1 tidak ada -
tidak ada 2 tidak ada -
K1M3 1 tidak ada -
tidak ada 2 tidak ada -
K1M4 1 tidak ada -
tidak ada 2 tidak ada -
K1M5 1 tidak ada -
tidak ada 2 tidak ada -
K2M1 1 tidak ada -
tidak ada 2 tidak ada -
K2M2 1 tidak ada -
tidak ada 2 tidak ada -
K2M3 1 tidak ada -
tidak ada 2 tidak ada -
K2M4 1 tidak ada -
Ada 2 ada Semut
K2M5 1 tidak ada -
tidak ada 2 tidak ada -
K3M1 1 tidak ada -
tidak ada 2 tidak ada -
K3M2 1 tidak ada -
tidak ada 2 tidak ada -
K3M3 1 tidak ada -
tidak ada 2 tidak ada -
K3M4 1 tidak ada -
tidak ada 2 tidak ada -
K3M5 1 tidak ada -
tidak ada 2 tidak ada -
Keterangan:
K1 = Kemasan Plastik PE M1 = Penyimpanan pada hari ke-14
K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik M2 = Penyimpanan pada hari ke-21
K3 = Kemasan Karung Kain Belacu M3 = Penyimpanan pada hari ke-28
M4 = Penyimpanan pada hari ke-42
M5 = Penyimpanan pada hari ke-56
40
Lampiran 5. Tabel Analisis Kadar Air
Sampel Ulangan Massa
Sampel (g)
Massa
Cawan
(g)
Massa
Sampel
Kering (g)
Kehilangan
Massa (g)
Kadar Air
(% b.k)
Rata-rata
(% b.k)
Tepung
Awal
1 5,0281 4,7773 4,6718 0,3563 7,6266 7,5294
2 5,0983 4,5076 4,7456 0,3527 7,4321
K1M1 1 5,0763 4,5075 4,6834 0,3929 8,3892
7,7133 2 5,0040 4,7784 4,6750 0,3290 7,0374
K1M2 1 5,0981 4,5076 4,7179 0,3802 8,0587
7,9082 2 5,0283 4,7730 4,6663 0,3620 7,7578
K1M3 1 4,0304 5,6002 3,7316 0,2988 8,0073
7,7758 2 4,0014 4,8068 3,7207 0,2807 7,5443
K1M4 1 4,5181 5,6012 4,1718 0,3463 8,3010
8,1818 2 4,4860 4,8088 4,1513 0,3347 8,0625
K1M5 1 4,0000 5,6021 3,6913 0,3087 8,3629
8,2725 2 4,0022 4,8073 3,6995 0,3027 8,1822
K2M1 1 4,9987 5,5640 4,6092 0,3895 8,4505
8,3884 2 4,6095 5,6085 4,2552 0,3543 8,3263
K2M2 1 5,0223 5,5630 4,6138 0,4085 8,8539
8,8707 2 5,0661 5,6073 4,6526 0,4135 8,8875
K2M3 1 4,0014 4,5126 3,6444 0,3570 9,7959
9,7403 2 4,0115 5,5629 3,6573 0,3542 9,6847
K2M4 1 4,6233 4,5111 4,1901 0,4332 10,3387
10,3047 2 4,4728 5,5728 4,0562 0,4166 10,2707
K2M5 1 4,0019 4,5105 3,6212 0,3807 10,5131
10,5003 2 4,0023 5,5729 3,6224 0,3799 10,4875
K3M1 1 4,9239 5,5019 4,5312 0,3927 8,6666
8,6118 2 4,8512 4,8046 4,4688 0,3824 8,5571
K3M2 1 5,0118 5,4974 4,5949 0,4169 9,0731
9,0764 2 4,9904 4,8030 4,5750 0,4154 9,0798
K3M3 1 4,0076 5,4805 3,6460 0,3616 9,9177
9,9501 2 4,0192 4,7797 3,6544 0,3648 9,9825
K3M4 1 4,4728 5,4810 4,0493 0,4235 10,4586
10,3772 2 4,6225 4,7798 4,1910 0,4315 10,2959
K3M5 1 4,0115 5,4817 3,6201 0,3914 10,8119
10,7570 2 4,0083 4,7780 3,6208 0,3875 10,7021
Keterangan:
K1 = Kemasan Plastik PE M1 = Penyimpanan pada hari ke-14
K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik M2 = Penyimpanan pada hari ke-21
K3 = Kemasan Karung Kain Belacu M3 = Penyimpanan pada hari ke-28
M4 = Penyimpanan pada hari ke-42
M5 = Penyimpanan pada hari ke-56
41
Lampiran 6. Tabel Analisis Kadar Abu
Sampel Ulangan Massa
Sampel (g)
Massa
Cawan (g)
Massa
Abu (g)
Kadar Abu
(%bk)
Rata-rata
(%bk)
Tepung
Awal
1 2,0014 19,6997 0,0225 1,2089 1,1973
2 2,0041 27,8570 0,0221 1,1858
K1M1 1 2,0092 19,6999 0,0221 1,1847
1,1788 2 2,0110 20,7570 0,0219 1,1730
K1M2 1 2,0094 27,6750 0,0231 1,2405
1,2078 2 2,0020 19,7008 0,0218 1,1750
K1M3 1 2,0007 27,6754 0,0211 1,1366
1,1770 2 2,0274 27,8571 0,0229 1,2173
K1M4 1 2,0393 27,6742 0,0230 1,2201
1,2001 2 2,0076 27,8578 0,0219 1,1801
K1M5 1 2,0025 19,7004 0,0223 1,2057
1,1954 2 2,0009 27,8564 0,0219 1,1851
K2M1 1 2,0053 27,6732 0,0225 1,2161
1,1787 2 2,0038 27,8555 0,0211 1,1413
K2M2 1 2,0199 22,4661 0,0227 1,2235
1,2104 2 2,0096 27,8563 0,0221 1,1973
K2M3 1 2,0042 16,4465 0,0213 1,1663
1,1762 2 2,0078 19,7006 0,0217 1,1861
K2M4 1 2,0112 16,4463 0,0208 1,1408
1,2007 2 2,0037 19,7000 0,0229 1,2606
K2M5 1 2,0358 27,6755 0,0221 1,1996
1,2152 2 2,0288 20,7570 0,0226 1,2309
K3M1 1 2,0014 22,4626 0,0226 1,2265
1,2024 2 2,0370 16,4440 0,0221 1,1784
K3M2 1 2,0103 20,7577 0,0219 1,1883
1,1844 2 2,0141 16,4482 0,0218 1,1806
K3M3 1 2,0306 22,4667 0,0224 1,2129
1,1822 2 2,0053 20,7579 0,0210 1,1514
K3M4 1 2,0318 22,4670 0,0220 1,1951
1,1941 2 2,0076 20,7572 0,0217 1,1931
K3M5 1 2,0155 22,4651 0,0219 1,2035
1,2142 2 2,0162 16,4453 0,0223 1,2250
Keterangan:
K1 = Kemasan Plastik PE M1 = Penyimpanan pada hari ke-14
K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik M2 = Penyimpanan pada hari ke-21
K3 = Kemasan Karung Kain Belacu M3 = Penyimpanan pada hari ke-28
M4 = Penyimpanan pada hari ke-42
M5 = Penyimpanan pada hari ke-56
42
Lampiran 7. Tabel Analisis Kadar Protein
Sampel Ulangan
Massa
Bahan
(g)
Hasil Titrasi
Larutan H2SO4
Terhadap Blanko
(ml)
Hasil Titrasi
Larutan H2SO4
Terhadap
Sampel (ml)
Nilai N
Larutan
H2SO4
Kadar
Protein
(% b.k)
Rata-rata
(% b.k)
Tepung
Awal
1 0,1008 0,00 2,70 0,0195 4,9144 5,0356
2 0,1014 0,00 2,85 0,0195 5,1568
K1M1 1 0,1015 0,00 2,40 0,0230 5,1255
5,0357 2 0,1008 0,00 2,30 0,0230 4,9460
K1M2 1 0,1098 0,00 2,45 0,0230 4,8457
4,9019 2 0,1095 0,00 2,50 0,0230 4,9581
K1M3 1 0,1055 0,00 2,45 0,0230 5,0370
5,0394 2 0,1054 0,00 2,45 0,0230 5,0417
K1M4 1 0,1041 0,00 1,85 0,0295 4,9625
4,9622 2 0,1013 0,00 1,80 0,0295 4,9619
K1M5 1 0,1023 0,00 1,90 0,0295 5,1907
5,1028 2 0,1031 0,00 1,85 0,0295 5,0149
K2M1 1 0,1016 0,00 2,40 0,0230 5,1527
5,0381 2 0,1019 0,00 2,30 0,0230 4,9235
K2M2 1 0,1072 0,00 2,50 0,0230 5,1097
5,0020 2 0,1052 0,00 2,35 0,0230 4,8944
K2M3 1 0,1042 0,00 2,40 0,0230 5,0868
4,9926 2 0,1037 0,00 2,30 0,0230 4,8984
K2M4 1 0,1044 0,00 1,90 0,0295 5,1818
5,0933 2 0,1024 0,00 1,80 0,0295 5,0049
K2M5 1 0,1035 0,00 1,90 0,0295 5,2361
5,1698 2 0,1006 0,00 1,80 0,0295 5,1035
K3M1 1 0,1039 0,00 2,40 0,0230 5,0490
5,0229 2 0,1028 0,00 2,35 0,0230 4,9968
K3M2 1 0,1028 0,00 2,30 0,0230 4,9114
4,9837 2 0,1042 0,00 2,40 0,0230 5,0560
K3M3 1 0,1102 0,00 2,60 0,0230 5,2206
5,1596 2 0,1085 0,00 2,50 0,0230 5,0985
K3M4 1 0,1061 0,00 1,90 0,0295 5,1021
5,0145 2 0,1012 0,00 1,75 0,0295 4,9268
K3M5 1 0,1018 0,00 1,85 0,0295 5,1955
5,1868 2 0,1049 0,00 1,90 0,0295 5,1782
Keterangan:
K1 = Kemasan Plastik PE M1 = Penyimpanan pada hari ke-14
K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik M2 = Penyimpanan pada hari ke-21
K3 = Kemasan Karung Kain Belacu M3 = Penyimpanan pada hari ke-28
M4 = Penyimpanan pada hari ke-42
M5 = Penyimpanan pada hari ke-56
43
Lampiran 8. Tabel Analisis Kadar Lemak
Sampel Ulangan
Massa
Sampel
(g)
Massa Kertas
Selongsong
(g)
Massa Sampel
Hasil
Ekstraksi (g)
Massa
Lemak yang
Keluar (g)
Kadar
Lemak
(% b.k)
Rata-rata
(% b.k)
Tepung
Awal
1 3,0020 1,8256 2,6603 0,3417 12,2394 12,3727
2 3,0025 1,8010 2,6533 0,3492 12,5060
K1M1 1 3,0010 0,6314 2,6705 0,3305 11,8620
12,3613 2 3,0025 0,7591 2,6440 0,3585 12,8605
K1M2 1 3,0097 1,0276 2,6852 0,3245 11,6344
11,6924 2 3,0057 0,6819 2,6784 0,3273 11,7504
K1M3 1 3,0046 0,8018 2,6494 0,3552 12,7411
12,9291 2 3,0072 0,8292 2,6412 0,3660 13,1171
K1M4 1 3,0069 0,5925 2,6511 0,3558 12,8009
12,1881 2 3,0047 0,8284 2,6832 0,3215 11,5753
K1M5 1 3,0070 1,0018 2,6368 0,3702 13,3297
12,5060 2 3,0038 1,0144 2,6797 0,3241 11,6822
K2M1 1 3,0095 0,7097 2,6603 0,3492 12,5766
12,7207 2 3,0044 0,6990 2,6478 0,3566 12,8649
K2M2 1 3,0128 0,7010 2,6545 0,3583 12,9475
12,0213 2 3,0154 0,9759 2,7081 0,3073 11,0950
K2M3 1 3,0099 0,8080 2,6545 0,3554 12,9578
13,0782 2 3,0007 0,8092 2,6398 0,3609 13,1987
K2M4 1 3,0069 0,8654 2,6752 0,3317 12,1680
12,2871 2 3,0132 0,8839 2,6743 0,3389 12,4062
K2M5 1 3,0094 1,0040 2,6654 0,3440 12,6311
12,7869 2 3,0138 1,0088 2,6608 0,3530 12,9427
K3M1 1 3,0034 0,7831 2,6570 0,3464 12,5268
12,2096 2 3,0038 0,7906 2,6749 0,3289 11,8924
K3M2 1 3,0044 0,7649 2,6720 0,3324 12,0680
11,9516 2 3,0137 0,7748 2,6867 0,3270 11,8353
K3M3 1 3,0070 0,8374 2,6379 0,3691 13,4960
13,3059 2 3,0028 0,8617 2,6446 0,3582 13,1158
K3M4 1 3,0077 0,8622 2,6694 0,3383 12,4150
12,6941 2 3,0178 0,7561 2,6631 0,3547 12,9733
K3M5 1 3,0078 1,0091 2,6807 0,3271 12,0449
12,2537 2 3,0030 0,9893 2,6651 0,3379 12,4625
Keterangan:
K1 = Kemasan Plastik PE M1 = Penyimpanan pada hari ke-14
K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik M2 = Penyimpanan pada hari ke-21
K3 = Kemasan Karung Kain Belacu M3 = Penyimpanan pada hari ke-28
M4 = Penyimpanan pada hari ke-42
M5 = Penyimpanan pada hari ke-56
44
Lampiran 9. Tabel Analisis Kadar Serat Kasar
Sampel Ulangan Massa
Sampel (g)
Massa
Kertas
Saring (g)
Massa Serat
Kasar (g)
Kadar serat
kasar
(% b.k)
Rata-rata
(% b.k)
Tepung
Awal
1 1,0010 0,8076 0,1202 12,9121 12,7485
2 1,0014 0,8164 0,1172 12,5848
K1M1 1 1,0040 0,8021 0,1054 11,3073
11,5867 2 1,0021 0,8103 0,1104 11,8662
K1M2 1 1,0079 1,0089 0,1096 11,7340
11,7936 2 1,0087 0,9826 0,1108 11,8531
K1M3 1 1,0078 1,0352 0,1293 13,8275
13,2820 2 1,0002 1,0281 0,1182 12,7365
K1M4 1 1,0064 1,0056 0,1107 11,8995
11,8059 2 1,0308 0,9928 0,1116 11,7123
K1M5 1 1,0044 0,8031 0,1201 12,9466
12,8981 2 1,0482 0,7922 0,1244 12,8497
K2M1 1 1,0062 0,7666 0,1102 11,8708
11,5733 2 1,0045 0,7921 0,1045 11,2758
K2M2 1 1,0047 1,0010 0,0995 10,7820
10,9554 2 1,0086 0,9306 0,1031 11,1289
K2M3 1 1,0086 1,0253 0,1231 13,3938
13,2680 2 1,0062 1,0354 0,1205 13,1422
K2M4 1 1,0257 0,9891 0,0993 10,6788
11,3547 2 1,0434 0,9900 0,1138 12,0305
K2M5 1 1,0154 0,7980 0,1230 13,3854
13,0863 2 1,0076 0,7950 0,1166 12,7872
K3M1 1 1,0031 0,7825 0,1119 12,1161
11,4995 2 1,0010 0,8004 0,1003 10,8829
K3M2 1 1,0076 0,9969 0,1046 11,3233
11,6847 2 1,0060 1,0095 0,1111 12,0461
K3M3 1 1,0682 1,0306 0,1265 13,0207
12,6222 2 1,0362 1,0241 0,1152 12,2238
K3M4 1 1,0568 0,9942 0,1165 12,1678
11,8999 2 1,0049 0,9843 0,1059 11,6319
K3M5 1 1,0403 0,8156 0,1268 13,4999
13,1300 2 1,0060 0,8070 0,1159 12,7602
Keterangan:
K1 = Kemasan Plastik PE M1 = Penyimpanan pada hari ke-14
K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik M2 = Penyimpanan pada hari ke-21
K3 = Kemasan Karung Kain Belacu M3 = Penyimpanan pada hari ke-28
M4 = Penyimpanan pada hari ke-42
M5 = Penyimpanan pada hari ke-56
45
Lampiran 10. Tabel Analisis Kadar Karbohidrat
Sampel Ulangan
Kadar
Air
(%)
Kadar
Abu
(%)
Kadar
Protein
(%)
Kadar
Lemak
(%)
Kadar
Serat
Kasar (%)
Kadar
Karbohidrat
(% b.k)
Rata-
rata
(% b.k)
Tepung
Awal
1 7,0862 1,1242 4,5703 11,3824 12,0080 68,6348 68,6459
2 6,9180 1,1027 4,7957 11,6303 11,7036 68,6571
K1M1 1 7,7399 1,0004 4,7586 11,0130 10,4980 70,0002
69,9607 2 6,5747 0,9597 4,5920 11,9400 11,0169 69,9211
K1M2 1 7,4577 1,1496 4,4906 10,7818 10,8741 70,4059
70,4044 2 7,1993 1,0889 4,5947 10,8893 10,9844 70,4028
K1M3 1 7,4137 1,0246 4,6736 11,8219 12,8299 67,0754
67,6632 2 7,0150 0,9913 4,6780 12,1708 11,8176 68,2511
K1M4 1 7,6647 1,0347 4,5872 11,8328 10,9996 69,1075
69,9183 2 7,4610 1,0460 4,5866 10,6999 10,8265 70,7291
K1M5 1 7,7175 1,1136 4,7941 12,3113 11,9574 67,2438
68,2977 2 7,5633 1,0945 4,6317 10,7897 11,8680 69,3515
K2M1 1 7,7920 1,0123 4,7539 11,6033 10,9521 69,2454
69,5756 2 7,6863 1,0031 4,5424 11,8693 10,4032 69,9058
K2M2 1 8,1337 1,1238 4,6933 11,8926 9,9035 69,9528
70,8109 2 8,1621 1,0997 4,4956 10,1910 10,2221 71,6690
K2M3 1 8,9219 0,9779 4,6353 11,8077 12,2050 67,4377
67,5862 2 8,8296 0,9812 4,4636 12,0272 11,9758 67,7346
K2M4 1 9,3699 1,0044 4,6977 11,0313 9,6812 70,8327
70,1296 2 9,3141 1,0541 4,5374 11,2472 10,9067 69,4265
K2M5 1 9,5130 1,1018 4,7385 11,4309 12,1135 67,5183
67,7212 2 9,4920 1,1350 4,6185 11,7128 11,5721 67,9241
K3M1 1 7,9754 1,1642 4,6487 11,5336 11,1554 68,9932
70,0378 2 7,8826 1,1011 4,6006 10,9495 10,0200 71,0824
K3M2 1 8,3184 1,0745 4,5027 11,0638 10,3811 70,5284
70,2145 2 8,3240 1,0625 4,6353 10,8504 11,0437 69,9006
K3M3 1 9,0229 0,9697 4,7482 12,2747 11,8424 67,2259
67,8556 2 9,0764 0,9525 4,6371 11,9289 11,1175 68,4853
K3M4 1 9,4683 1,0191 4,6224 11,2478 11,0238 69,1166
69,2385 2 9,3348 1,0702 4,4636 11,7536 10,5384 69,3604
K3M5 1 9,7569 1,1818 4,6909 10,8751 12,1888 67,9013
68,1594 2 9,6674 1,1116 4,6753 11,2521 11,5209 68,4176
Keterangan:
K1 = Kemasan Plastik PE M1 = Penyimpanan pada hari ke-14
K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik M2 = Penyimpanan pada hari ke-21
K3 = Kemasan Karung Kain Belacu M3 = Penyimpanan pada hari ke-28
M4 = Penyimpanan pada hari ke-42
M5 = Penyimpanan pada hari ke-56
46
Lampiran 11. Tabel Analisis Kadar Pati
Sampel Ulangan
Massa
Sampel
(g)
FP
Titrasi
Larutan
Tiosulfat
terhadap
blanko (ml)
Titrasi
Larutan
Tiosulfat
terhadap
sampel (ml)
mg Glukosa
yang
terpakai
(Tabel
Sakar)
kadar
pati
(% b.k)
Rata-rata
(% b.k)
Tepung
Awal
1 1,0019 25 23,30 17,10 15,20 36,7053 37,6397
2 1,0004 25 23,30 16,80 15,95 38,5741
K1M1 1 1,0094 25 23,40 17,30 14,95 35,8932
35,6264 2 1,0075 25 23,40 17,40 14,70 35,3596
K1M2 1 1,0077 25 24,40 18,10 15,45 37,2249
37,2157 2 1,0082 25 24,40 17,90 15,45 37,2064
K1M3 1 1,0230 25 25,10 18,50 16,20 38,4009
37,7261 2 1,0439 25 25,10 18,60 15,95 37,0513
K1M4 1 1,0138 25 24,60 18,30 15,45 37,0947
36,5692 2 1,0096 25 24,60 18,50 14,95 36,0436
K1M5 1 1,0153 25 25,30 18,80 15,95 38,2707
37,7817 2 1,0256 25 25,30 18,90 15,70 37,2926
K2M1 1 1,0074 25 23,40 17,00 15,70 38,0069
37,3999 2 1,0075 25 23,40 17,20 15,20 36,7929
K2M2 1 1,0072 25 24,40 17,90 15,95 38,7917
37,3447 2 1,0031 25 24,40 18,40 14,70 35,8977
K2M3 1 1,0156 25 25,10 18,70 15,70 38,1703
38,5330 2 1,0284 25 25,10 18,50 16,20 38,8957
K2M4 1 1,0380 25 24,60 18,30 15,45 36,9409
37,4382 2 1,0435 25 24,60 18,10 15,95 37,9354
K2M5 1 1,0302 25 25,30 18,70 16,20 39,0966
38,7057 2 1,0350 25 25,30 18,80 15,95 38,3148
K3M1 1 1,0084 25 23,40 17,10 15,45 37,4417
38,1245 2 1,0044 25 23,40 16,90 15,95 38,8073
K3M2 1 1,0065 25 24,40 18,00 15,70 38,2824
37,3989 2 1,0048 25 24,40 18,30 14,95 36,5153
K3M3 1 1,0098 25 25,10 18,80 15,45 37,8505
38,2487 2 1,0370 25 25,10 18,50 16,20 38,6469
K3M4 1 1,0008 25 24,60 18,50 14,95 37,0984
37,6978 2 1,0019 25 24,60 18,30 15,45 38,2971
K3M5 1 1,0355 25 25,30 18,50 16,70 40,1902
39,2470 2 1,0377 25 25,30 18,80 15,95 38,3038
Keterangan:
K1 = Kemasan Plastik PE M1 = Penyimpanan pada hari ke-14
K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik M2 = Penyimpanan pada hari ke-21
K3 = Kemasan Karung Kain Belacu M3 = Penyimpanan pada hari ke-28
M4 = Penyimpanan pada hari ke-42
M5 = Penyimpanan pada hari ke-56
47
Lampiran 12. Tabel Analisis Total Asam
Sampel Ulangan
Massa
Sampel
(g)
Volume
Titrasi
larutan
NaOH (ml)
FP
Volume
Sampel
(ml)
Nilai N
Larutan
NaOH
Total Asam
(ml NaOH
0,1N/100g
(bk))
Rata-rata
(bk)
Tepung
Awal
1 10,0554 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4253 2,4269
2 10,0423 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4285
K1M1 1 10,0378 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4336
2,3928 2 10,0016 1,30 4,0 25,00 0,1050 2,3520
K1M2 1 10,0009 1,30 4,0 25,00 0,1050 2,3565
2,3989 2 10,0245 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4414
K1M3 1 10,0342 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4360
2,4334 2 10,0556 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4308
K1M4 1 10,0434 1,30 4,0 25,00 0,1050 2,3525
2,3911 2 10,0983 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4297
K1M5 1 10,0023 1,30 4,0 25,00 0,1050 2,3641
2,4084 2 10,0124 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4526
K2M1 1 10,0841 1,30 4,0 25,00 0,1050 2,3475
2,3937 2 10,0750 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4399
K2M2 1 10,1367 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4359
2,4056 2 10,0100 1,30 4,0 25,00 0,1050 2,3754
K2M3 1 10,1506 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4520
2,4467 2 10,1945 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4414
K2M4 1 10,0134 1,30 4,0 25,00 0,1050 2,4058
2,4049 2 10,0210 1,30 4,0 25,00 0,1050 2,4040
K2M5 1 10,2013 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4567
2,4338 2 10,0104 1,30 4,0 25,00 0,1050 2,4108
K3M1 1 10,0665 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4470
2,4025 2 10,0598 1,30 4,0 25,00 0,1050 2,3580
K3M2 1 10,0798 1,30 4,0 25,00 0,1050 2,3634
2,3951 2 10,1934 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4269
K3M3 1 10,2912 1,40 4,0 25,00 0,1050 2,5129
2,4950 2 10,0665 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4772
K3M4 1 10,0589 1,30 4,0 25,00 0,1050 2,3965
2,3921 2 10,0959 1,30 4,0 25,00 0,1050 2,3877
K3M5 1 10,2850 1,35 4,0 25,00 0,1050 2,4424
2,4305 2 10,0009 1,30 4,0 25,00 0,1050 2,4187
Keterangan:
K1 = Kemasan Plastik PE M1 = Penyimpanan pada hari ke-14
K2 = Kemasan Karung Tenun Plastik M2 = Penyimpanan pada hari ke-21
K3 = Kemasan Karung Kain Belacu M3 = Penyimpanan pada hari ke-28
M4 = Penyimpanan pada hari ke-42
M5 = Penyimpanan pada hari ke-56
48
Lampiran 13. Hasil Olah Data Uji Derajat Putih
Daftar Analisis Ragam
SK Db JK KT F-Hit 0,050 0,010 Keterangan
Total 35 9,997 0,286
Perlakuan 17 4,909 0,289
K 2 1,516 0,758 2,682 3,554 6,012 Tidak nyata
M 5 2,142 0,428 1,516 2,772 4,247 Tidak nyata
K*M 10 1,251 0,125 0,443 2,411 3,508 Tidak nyata
Error 18 5,087 0,283
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh faktor kemasan (K), faktor lama penyimpanan (M), dan interaksi
antar faktor (K*M) terhadap nilai derajat putih.
49
Lampiran 14. Hasil Olah Data Uji Densitas Kamba
Daftar Analisis Ragam
SK Db JK KT F-Hit 0,050 0,010 Keterangan
Total 35 0,00141 0,00004
Perlakuan 17 0,00057 0,00003
K 2 0,00006 0,00003 0,628 3,554 6,012 Tidak nyata
M 5 0,00042 0,00008 1,788 2,772 4,247 Tidak nyata
K*M 10 0,00009 0,00001 0,186 2,411 3,508 Tidak nyata
Error 18 0,00085 0,00005
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh faktor kemasan (K), faktor lama penyimpanan (M), dan interaksi
antar faktor (K*M) terhadap nilai densitas kamba.
50
Lampiran 15. Hasil Olah Data Uji Kadar Air
Daftar Analisis Ragam
SK Db JK KT F-Hit 0,050 0,010 Keterangan
Total 35 46,160 1,319
Perlakuan 17 44,948 2,644
K 2 15,974 7,987 118,608 3,555 6,013 **
M 5 23,074 4,615 68,529 2,773 4,248 **
K*M 10 5,900 0,590 8,761 2,412 3,508 **
Error 18 1,212 0,067
Keterangan:
** = Sangat nyata pada α = 0,01
* = Nyata pada α = 0,05
Uji Lanjut Duncan Terhadap Interaksi Faktor K dan M
Perlakuan Rataan Kelompok Duncan (α=0,01)
A B C D E F G H
K1M0 7,5293 A
K2M0 7,5293 A
K3M0 7,5293 A
K1M1 7,7133 A B
K1M3 7,7758 A B
K1M2 7,9082 A B
K1M4 8,1817 A B
K1M5 8,2725 A B
K2M1 8,3884 B
K3M1 8,6118 C
K2M2 8,8707 D
K3M2 9,0764 E
K2M3 9,7403 F
K3M3 9,9501 F
K2M4 10,3047 F
K3M4 10,3772 F
K2M5 10,5003 G
K3M5 10,757 H
Uji Lanjut Duncan Terhadap Faktor K (Kemasan)
Faktor K Rataan Kelompok Duncan (α=0,01)
A B
K1 7,8968 A
K2 9,2222 B
K3 9,3836 B
51
Uji Lanjut Duncan Terhadap Faktor M (Lama Penyimpanan)
Faktor
M Rataan
Kelompok Duncan (α=0,01)
A B C D
M0 7,5293 A
M1 8,2378 A B
M2 8,6184 B C
M3 9,1554 C D
M4 9,6212 D
M5 9,8432 D
52
Lampiran 16. Hasil Olah Data Uji Kadar Abu
Daftar Analisis Ragam
SK Db JK KT F-Hit 0,050 0,010 Keterangan
Total 35 0,027 0,001
Perlakuan 17 0,006 0,000
K 2 0,000 0,000 0,039 3,555 6,013 Tidak nyata
M 5 0,003 0,001 0,572 2,773 4,248 Tidak nyata
K*M 10 0,002 0,000 0,172 2,412 3,508 Tidak nyata
Error 18 0,022 0,001
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh faktor kemasan (K), faktor lama penyimpanan (M), dan interaksi
antar faktor (K*M) terhadap nilai derajat putih.
53
Lampiran 17. Hasil Olah Data Uji Kadar Protein
Daftar Analisis Ragam
SK Db JK KT F-Hit 0,050 0,010 Keterangan
Total 35 0,437 0,012
Perlakuan 17 0,184 0,011
K 2 0,020 0,010 0,695 3,555 6,013 Tidak nyata
M 5 0,117 0,023 1,674 2,773 4,248 Tidak nyata
K*M 10 0,047 0,005 0,336 2,412 3,508 Tidak nyata
Error 18 0,252 0,014
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh faktor kemasan (K), faktor lama penyimpanan (M), dan interaksi
antar faktor (K*M) terhadap nilai kadar protein.
54
Lampiran 18. Hasil Olah Data Uji Kadar Lemak
Daftar Analisis Ragam
SK Db JK KT F-Hit 0,050 0,010 Keterangan
Total 35 10,857 0,310
Perlakuan 17 5,659 0,333
K 2 0,251 0,125 0,434 3,555 6,013
M 5 4,547 0,909 3,150 2,773 4,248 *
K*M 10 0,861 0,086 0,298 2,412 3,508
Error 18 5,198 0,289
Keterangan:
** = Sangat nyata pada α = 0,01
* = Nyata pada α = 0,05
Uji Lanjut Duncan Terhadap Faktor M (Lama Penyimpanan)
Faktor
M Rataan
Kelompok Duncan (α=0,05)
A B
M2 11,8884 A
M0 12,3727 A
M4 12,3897 A
M1 12,4305 A
M5 12,5155 A
M3 13,1044 B
55
Lampiran 19. Hasil Olah Data Uji Kadar Serat Kasar
Daftar Analisis Ragam
SK Db JK KT F-Hit 0,050 0,010 Keterangan
Total 35 23,386 0,668
Perlakuan 17 19,327 1,137
K 2 0,213 0,106 0,471 3,555 6,013
M 5 17,519 3,504 15,538 2,773 4,248 **
K*M 10 1,596 0,160 0,708 2,412 3,508
Error 18 4,059 0,225
Keterangan:
** = Sangat nyata pada α = 0,01
* = Nyata pada α = 0,05
Uji Lanjut Duncan Terhadap Faktor M (Lama Penyimpanan)
Faktor
M Rataan
Kelompok Duncan (α=0,01)
A B C
M2 11,4779 A
M1 11,5531 A
M4 11,6868 A
M0 12,7484 A
M5 13,0381 B
M3 13,0574 C
56
Lampiran 20. Hasil Olah Data Uji Kadar Karbohidrat
Daftar Analisis Ragam
SK Db JK KT F-Hit 0,050 0,010 Keterangan
Total 35 49,200 1,406
Perlakuan 17 38,827 2,284
K 2 0,091 0,046 0,079 3,555 6,013
M 5 36,904 7,381 12,809 2,773 4,248 **
K*M 10 1,832 0,183 0,318 2,412 3,508
Error 18 10,372 0,576
Keterangan:
** = Sangat nyata pada α = 0,01
* = Nyata pada α = 0,05
Uji Lanjut Duncan Terhadap Faktor M (Lama Penyimpanan)
Faktor
M Rataan
Kelompok Duncan (α=0,01)
A B
M3 67,7016 A
M5 68,05943 A
M0 68,6459 A
M4 69,7621 A
M1 69,858 A
M2 70,4765 B
57
Lampiran 21. Hasil Olah Data Uji Kadar Pati
Daftar Analisis Ragam
SK Db JK KT F-Hit 0,050 0,010 Keterangan
Total 35 40,149 1,147
Perlakuan 17 21,530 1,266
K 2 6,174 3,087 2,984 3,555 6,013 Tidak nyata
M 5 10,624 2,125 2,054 2,773 4,248 Tidak nyata
K*M 10 4,732 0,473 0,458 2,412 3,508 Tidak nyata
Error 18 18,619 1,034
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh faktor kemasan (K), faktor lama penyimpanan (M), dan interaksi
antar faktor (K*M) terhadap nilai kadar pati.
58
Lampiran 22. Hasil Olah Data Uji Total Asam
Daftar Analisis Ragam
SK Db JK KT F-Hit 0,050 0,010 Keterngan
Total 35 0,052 0,001
Perlakuan 17 0,024 0,001
K 2 0,001 0,001 0,457 3,555 6,013 Tidak nyata
M 5 0,018 0,004 2,330 2,773 4,248 Tidak nyata
K*M 10 0,004 0,000 0,258 2,412 3,508 Tidak nyata
Error 18 0,028 0,002
Kesimpulan : Tidak ada pengaruh faktor kemasan (K), faktor lama penyimpanan (M), dan interaksi
antar faktor (K*M) terhadap nilai densitas kamba.