pedoman mekanisme kerja

download pedoman mekanisme kerja

of 37

description

tentang deskripsi kerja

Transcript of pedoman mekanisme kerja

  • i

    PEDOMAN STRUKTUR, ORGANISASI DAN MEKANISME KERJA

    LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA MUHAMMADIYAH

    (MUHAMMADIYAH DISASTER MANAGEMENT CENTER)

    Lembaga Penanggulangan Bencana

    Pimpinan Pusat Muhammadiyah

    2012

  • ii

    SURAT KEPUTUSAN

    LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA

    PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

    Nomor: 006/KEP/I.17/B/2012

    Tentang:

    PEDOMAN STRUKTUR, ORGANISASI DAN MEKANISME KERJA

    LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA MUHAMMADIYAH

    (MUHAMMADIYAH DISASTER MANAGEMENT CENTER)

    Bismillaahirrahmaanirrahiim

    Menimbang : 1. Bahwa dalam pelaksanaan program penanggulangan

    bencana, perlu adanya pedoman struktur, organisasi

    dan mekanisme kerja Lembaga Penanggulangan

    Bencana yang mengikat di semua tingkat mulai dari

    Pusat, Wilayah dan Daerah.

    2. Bahwa pedoman tersebut perlu untuk dituangkan

    dalam surat keputusan sebagai landasan aktivitas

    penanganan bencana

    Mengingat : 1. Anggaran Dasar Muhammadiyah

    2. Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah

    3. Qaidah Unsur Pembantu Pimpinan Persyarikatan

    Berdasar : 1. Risalah Rencana Aksi Strategis MDMC 2008-2010

    2. Pembahasan dan keputusan Rakernas Lembaga

    Penanggulangan Bencana Pimpinan Pusat

    Muhammadiyah tanggal 1-3 Juli 2011

    M E M U T U S K A N :

    Menetapkan : KEPUTUSAN LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA

    PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH TENTANG

    PEDOMAN STRUKTUR, ORGANISASI DAN MEKANISME

    KERJA LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA

    MUHAMMADIYAH (MUHAMMADIYAH DISASTER

    MANAGEMENT CENTER)

    Pertama : Menunjuk Pedoman Struktur, Organisasi dan Mekanisme

    Kerja Lembaga Penanggulangan Bencana

    Muhammadiyah (Muhammadiyah Disaster Management

    Center) dalam lampiran surat keputusan ini sebagai

  • pedoman resmi Lembaga Penanggulangan Bencana di

    tingkat Pusat, Wilayah, dan Daerah

    Kedua : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, atau

    sampai diadakan perubahan atau dicabut kem

    Ketiga : Menyampaikan keputusan ini kepada seluruh Pimpinan

    Lembaga Penanggulangan Bencana di tingkat Pusat,

    Wilayah dan Daerah untuk menjadi pedoman

    pelaksanaan sebagaimana mestinya.

    Keempat : Apabila dikemudian hari diketahui terdapat kekeliruan

    atau kekurangan di dalam pedoman ini, maka akan

    diperbaiki atau disempurnakan sebagaimana mestinya.

    Ditetapkan di

    Pada tanggal

    Ketua,

    H. Budi Setiawan, S.T.

    Tembusan:

    - Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta dan Jakarta

    iii

    pedoman resmi Lembaga Penanggulangan Bencana di

    tingkat Pusat, Wilayah, dan Daerah

    Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, atau

    sampai diadakan perubahan atau dicabut kembali.

    Menyampaikan keputusan ini kepada seluruh Pimpinan

    Lembaga Penanggulangan Bencana di tingkat Pusat,

    Wilayah dan Daerah untuk menjadi pedoman

    pelaksanaan sebagaimana mestinya.

    Apabila dikemudian hari diketahui terdapat kekeliruan

    atau kekurangan di dalam pedoman ini, maka akan

    diperbaiki atau disempurnakan sebagaimana mestinya.

    Ditetapkan di : Yogyakarta

    Pada tanggal : 19 Jumadil Awal 1433 H

    11 April 2012 M

    Sekretaris,

    Arif Nur Kholis

    Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta dan Jakarta

  • iv

    DAFTAR ISI

    1. PEDOMAN STRUKTUR, ORGANISASI DAN MEKANISME KERJA

    LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA MUHAMMADIYAH

    (MUHAMMADIYAH DISASTER MANAGEMENT CENTER).

    i

    2. SURAT KEPUTUSAN LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA

    PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH ................................................

    ii

    3. Daftar Isi ..... iv

    4. Maksud dan Tujuan . 1

    5. Isi dan Ruang Lingkup . 1

    6. BAB I Pendahuluan ...... 2

    7. Sejarah ... 2

    8. Semangat Al-Maun 2

    9. BAB II Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah ... 5

    10. Prinsip Dasar .......... 5

    11. Visi, Misi dan Posisi Strategis . 6

    12. Peran, Tanggung jawab dan Nilai-nilai .. 7

    13. Pengorganisasian 7

    14. BAB III Tahap Pelaksanaan Penanggulangan Bencana ...................... 13

    15. Tahap 1 Kesiapan (Kesiagaan 13

    16. Tahap 2 Standby 13

    17. Tahap 3 Tindakan .. 13

    18. BAB IV Pembentukan Lembaga Penanggulangan Bencana Di Wilayah

    Dan Daerah

    14

    19. Ketentuan Umum . 14

    20. Pembentukan Kedudukan, Tugas dan Fungsi LPB/MDMC Wilayah/

    Daerah .

    14

    21. Hubungan antara LPB/MDMC Wilayah/Daerah dan MDMC Pusat 15

    22. BAB V Prosedur Dan Mekanisme Koordinasi . 16

    23. BAB VI Sistem Kerjasama Penanggulangan Bencana .................... 19

    24. Lembaga Dalam Lingkungan Organisasi Muhammadiyah .. 19

    25. Kerjasama dengan Pemerintah Dalam Negeri . 19

    26. Kerjasama dengan Pemerintah Luar Negeri dan Lembaga PBB .. 20

    27. Kerjasama dengan Perusahaan .. 20

    28. Kerjasama dengan Masyarakat Sipil dan Perguruan Tinggi 20

    29. BAB VII Mekanisme Pertanggungjawaban 22

    30. Mekanisme Penyelesaian Konflik 22

    31. Daftar Istilah .. 23

  • 1

    PEDOMAN STRUKTUR, ORGANISASI DAN MEKANISME KERJA

    LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA MUHAMMADIYAH

    (MUHAMMADIYAH DISASTER MANAGEMENT CENTER)

    Pedoman Strukur, Organisasi, dan Mekanisme Kerja Lembaga

    Penanggulangan Bencana Muhammadiyah yang dalam bahasa Inggris disebut

    sebagai Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) ini disusun

    dengan memperhatikan kondisi, persyaratan peraturan/perundangan yang

    berlaku yang terkait dengan pedoman kebijakan penanggulangan bencana di

    Indonesia serta sumber daya Lembaga Penanggulangan Bencana

    Muhammadiyah.

    Maksud dan Tujuan :

    Pedoman Struktur, Organisasi dan Mekanisme Kerja ini dimaksudkan untuk :

    1. Memberikan landasan/pedoman/acuan tentang kondisi/persyaratan

    aturan kerja dan atau hubungan kerja di lingkungan Muhammadiyah

    Disaster Management Center yang perlu dipahami, baik oleh Pengurus

    maupun pihak-pihak yang terkait di lingkungan Lembaga Penanggulangan

    Bencana Muhammadiyah.

    2. Mengatur penyelesaian perbedaan pendapat dan perselisihan yang

    mungkin timbul berkaitan dengan hubungan kerja antara pengurus dan

    pihak-pihak terkait lainnya di lingkungan Lembaga Penanggulangan

    Bencana Muhammadiyah.

    Isi dan Ruang Lingkup :

    1. Pedoman Struktur, Organisasi dan Mekanisme Kerja ini mengatur hal-hal

    yang bersifat umum, sedangkan penjabaran hal-hal yang bersifat teknis

    akan diatur kemudian/tersendiri dengan Keputusan Pimpinan Lembaga

    Penanggulangan Bencana Muhammadiyah.

    2. Pedoman Struktur, Organisasi dan Mekanisme kerja ini berlaku bagi

    semua pengurus Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah.

    Pedoman Struktur, Organisasi dan Mekanisme Kerja ini akan memperhatikan

    kemampuan Lembaga secara keseluruhan dan ketentuan minimal yang

    ditetapkan dalam peraturan perundangan-undangan penanggulangan

    bencana yang berlaku.

  • 2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1. Sejarah

    Bencana bisa memiliki dampak yang luas pada sebuah Negara,

    Pemerintah, dan rakyatnya. Karena itu, tanggung jawab utama

    penanganan bencana harus berada di tangan Negara. Sementara pihak di

    luar Negara, seperti organisasi-organisasi non-Pemerintah, sektor swasta,

    masyarakat sipil, dan Lembaga-Lembaga internasional merupakan mitra

    kerja Negara atau Pemerintah yang berperan serta dalam mempercepat

    dan menyempurnakan proses penanggulangan bencana di Indonesia.

    Persyarikatan Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan

    merasa terpanggil untuk ikut berperan serta aktif dalam upaya

    penanganan bencana.

    Peran serta aktif dari Persyarikatan Muhammadiyah dalam menolong

    kesengsaraan perlu disusun dalam suatu sistem penanganan bencana.

    Sistem penanganan bencana tersebut haruslah sistem yang benar-benar

    lentur dan dapat meningkatkan peran serta Majelis, Lembaga, Amal

    Usaha Muhammadiyah (AUM), Organisasi Otonom (Ortom), dan elemen

    penting dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Fungsi utama sistem

    penanganan bencana adalah untuk memastikan bahwa sumber daya dan

    kerja dari Majelis, Lembaga, Organisasi Otonom atau Amal Usaha

    Muhammadiyah terkoordinasi dengan baik untuk melakukan usaha

    terbaik penanggulangan bencana.

    Dengan demikian, jika sistem penanggulangan bencana ini diikuti dengan

    ketat, maka:

    tidak akan ada kebingungan antara peran manajemen dan koordinasi

    yang dilakukan oleh Lembaga Penanggulangan Bencana

    Muhammadiyah dan peran Majelis-Lembaga-ORTOM dan Amal

    Usaha;

    tidak akan ada kebingungan antara peran manajemen dan koordinasi

    yang dilakukan oleh Lembaga Penanggulangan Bencana

    Muhammadiyah di tingkat Pusat, Wilayah dan Daerah

    dapat dihindari konflik manajemen;

    tugas-tugas penanggulangan bencana dapat dilaksanakan dengan

    efektif dan efisien; dan

    terjadi optimalisasi dan efektifitas dalam keseluruhan tindakan.

    2. Semangat Al-Maun

    Surah Al-Maun merupakan basis ideologi perjuangan yang memberikan

    landasan keberpihakan kepada kaum lemah (dhuafa) dan kaum

  • 3

    teraniaya (mustadlafin). Semangat Al-Maun merupakan dasar pijakan

    dalam pengembangan awal gerakan PKO-Penolong Kesengsaraan

    Oemoem dengan tokoh Kyai Sudjak di awal pendirian Muhammadiyah

    tahun 1912. Semangat ini sudah saatnya diterjemahkan kembali sebagai

    basis dalam gerakan penanggulangan bencana. Penerjemahan tersebut

    disesuaikan dengan munculnya gagasan baru tentang pembentukan

    masyarakat sipil atau masyarakat madani atau masyarakat yang beradab.

    Masyarakat madani yang dimaksud dalam hal ini adalah masyarakat yang

    terbuka dan bermartabat. Prasyarat yang seharusnya ada dalam

    masyarakat madani adalah penempatan teknologi dan ilmu pengetahuan

    sebagai basis gerakan.

    Visi Muhammadiyah adalah Terwujudnya masyarakat Islam yang

    sebenar-benarnya. Dalam kilasan sejarah, Persyarikatan Muhammadiyah

    memiliki tujuan-tujuan yang disandarkan pada indikator kemanusiaan.

    Tujuan dari masing-masing periode, dapat dilihat sebagai berikut:

    1912-1946: Memajukan dan menggembirakan hidup berdasar Islam.

    1946-1985: Menegakkan dan menjunjung agama Islam sehingga

    terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

    1985-2000: Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga

    terwujud masyarakat utama, yang diridhai Allah SWT

    2000-sekarang: Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-

    benarnya.

    Visi di periode awal yang berbunyi memajukan dan menggembirakan

    hidup berdasar Islam memberikan spirit yang khas. Tujuan ini sangat

    jelas didasarkan pada pemikiran bahwa dalam Islam sudah tertanam

    (embodied) perasaan riang atau hidup dengan riang dan Islam merupakan

    sebuah jalan untuk mencapai kemajuan (progress). Tujuan ini mencoba

    membangun sebuah gagasan bahwa kemajuan haruslah membawa

    kegembiraan, khususnya bagi anak-anak yang tidak terlindungi (yatim)

    dan kelompok miskin (inti surah Al-Maun). Hal ini sangat berbeda dengan

    situasi sosial modern yang menempatkan dalam setiap kemajuan

    memiliki anak berupa penderitaan dan keterasingan.

    Dalam mengimplementasikan semangat Al-Maun ada banyak hambatan

    dan tantangan. Menurut Ketua PP Muhammadiyah 2005-2010, Dr.

    Sudibyo Markus, hambatan-hambatan yang terjadi dalam

    Muhammadiyah adalah (1) Hambatan kultural; tarik menarik antara

    political disengagement dan civic engagement. (2) Hambatan struktural;

    organisasi terlalu besar. (3) Hambatan paradigmatik, dalam pelaksanaan

    fungsi khalifah, rahmatan dan risalah. (4) Hambatan programatik,

    terjebak dalam kegiatan kelembagaan, kurang berfokus pada pendekatan

  • 4

    ummah. Menjadi pengerajin amal usaha, melahirkan pulau-pulau

    yang kurang tanggap terhadap lingkungannya.

    Padahal ruh gerakan Muhammadiyah sejak awal berdirinya menyiratkan

    inklusivitas total dan universal sesuai dengan semangat Islam sebagai

    rahmat bagi seluruh semesta. Ruh ini terartikulasi secara berbeda sesuai

    dengan perkembangan zaman, terutama penggunaan bahasa. Namun

    maju dan gembira merupakan frasa yang seharusnya tidak pupus dalam

    cara kerja Muhammadiyah. Dalam konteks sekarang, maju dan gembira

    haruslah dimaknai dengan cara pandang baru, yakni:

    - Menguatkan komitmen kepada kelompok yang tidak terlindungi

    (mustadlafin) dan yang lemah (dluafa).

    - Mobilisasi sumber daya yang ada di Muhammadiyah untuk keluar dari

    dominasi kekuatan pasar global.

    - Membangun solidaritas kolektif dan membangun kohesivitas secara

    terstruktur.

    - Mengembangkan modal sosial (social capital), sebagai kompensasi

    bagi hilangnya akses sumber daya alam dan meningkatkan

    kepercayaan trust dalam manajemen sumberdaya manusia.

    - Penyeimbang proses demokratisasi dan good governance.

    Dua prioritas Muhammadiyah dalam membumikan konsep masyarakat

    Islam sebenar-benarnya adalah [1] Back to Basics peningkatan kapasitas

    lokal/komunitas/akar rumput dan [2] Go International. Keduanya

    berkaitan dengan peristiwa di tingkat global dengan akar rumput (out

    there phenomena dengan in here phenomena). Perlu diingat bahwa

    globalisasi merupakan jalan kembali ke kampung halaman. Dalam

    konteks ini globalisasi justru memberikan kesempatan untuk menemukan

    kembali kesadaran lokal kita dan memungkinkan terjadinya hibridasi

    kebudayaan (akomodasi: menyerap, dan akulturasi: mencyerap dan

    membagi).

    Di dunia Internasional Muhammadiyah dianggap sebagai pilar Islam

    Moderat dan tonggak demokrasi di Indonesia. Banyak yang ingin

    membantu dan bekerjasama, salah satunya organisasi-organisasi yang

    tergabung dalam Humanitarian Forum Indonesia (HFI). Muhammadiyah

    menjadi salah satu dari inisiator organisasi ini. Isu bencana dalam

    community based disaster reduction management (CBDRM) merupakan

    bagian dari strategi makro Muhammadiyah sebagai Islamic Society/Civil

    Society yang bertumpu pada konsep surat Al-Maun, yang mengandung

    proses (1). Karitatif, (2). Pemberdayaan, (3). Takaful (modal sosial), (4).

    Ketahanan sosial, (5). Masyarakat yang beradab (civil society).

    Pada tahun 2007 Pimpinan Pusat Muhammadiyah membentuk Pusat

    Penanggulangan Bencana dengan mengeluarkan Surat Keputusan

  • 5

    Nomor: 58/KEP/I.0/2007 tentang penetapan Pengurus dengan ketua

    Dr.H.M. Natsir Nugroho, Sp.OG, M.Kes. Pembentukan ini berdasar

    rekomendasi Internal Pasal 1 keputusan Muktamar Muhammadiyah 45

    tahun 2005. Pada periode 2010-2015 Pimpinan Pusat Muhammadiyah

    merubah menjadi Lembaga Penanggulangan Bencana dengan kedudukan

    setingkat Majelis dengan Ketua H. Budi Setiawan, S.T. dan berkedudukan

    di Kota Yogyakarta.

  • 6

    BAB II

    LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA MUHAMMADIYAH

    Pimpinan Pusat Muhammadiyah memutuskan bahwa Pusat Penanggulangan

    Bencana yang telah dibentuk pada tahun 2007, pada periode 2010-2015

    dirubah menjadi Lembaga Penanggulangan Bencana, sehingga kedudukannya

    menjadi lebih kuat karena menjadi instusi yang langsung berada di bawah

    koordinasi Pimpinan Muhammadiyah sebagai Unsur Pembantu Pimpinan

    (Pasal 20, Anggaran Dasar Muhammadiyah dan SK PP Muhammadiyah

    120/KEP/I.0/B/2006 tentang Qoidah Unsur Pembantu Pimpinan

    Persyarikatan). Sementara sebutan dalam bahasa Inggris Muhammadiyah

    Disaster Management Center (MDMC) tetap dipertahankan.

    Dasar pembentukannya adalah Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-46

    tahun 2010 yang dirilis (tanfidz) dalam Berita Resmi Muhammadiyah No.

    1/2010-2015. Kutipan keputusan yang terkait langsung adalah sebagai berikut

    :

    Meningkatkan dan mengoptimalkan sistem penanggulangan bencana

    dalam bentuk jejaring simpul-simpul tanggap darurat, rehabilitasi

    bencana di lingkungan Muhammadiyah dalam penanggulangan bencana;

    peningkatan kapasitas kader, relawan, dan pengelola penanggulangan

    bencana (Halaman 128).

    Mengembangkan kesadaran bencana di lingkungan Muhammadiyah,

    kampanye kesadaran menghadapi bencana di masyarakat, advokasi

    sistem penanggulangan bencana, dan usaha-usaha lain dalam program

    rehabilitasi pasca tanggap darurat yang tersistem dengan program dan

    prinsip-prinsip gerakan Muhammadiyah (Halaman 129).

    Meningkatkan keterpaduan dan kesiapan AUMKESOS dan Rumah Sakit

    dalam penanggulangan bencana, peningkatan kualitas tanggap darurat

    (response time dan mobilisasi), peningkatan kualitas manajemen dan

    pengadaan logistik tanggap darurat, serta advokasi dan reabilitasi pasca

    bencana (Halaman 128).

    Sementara itu kutipan keputusan lain yang terkait sebagai berikut :

    Mengoptimalkan standar pelayanan kesehatan melalui standarisasi

    pelayanan AUMKES, pengembangan rumah sakit dengan layanan

    unggulan di setiap daerah, optimalisasi pelayanan AUMKES terhadap

    permasalahan kesahatan masyarakat dan penanggulangan bencana, dan

    peningkatan jumlah AUMKES sebagai Satelit Klinik Rumah Sakit

    Muhammadiyah dan Aisyiyah di daerah pedalaman/terpencil (Halaman

    128).

  • 7

    Memfasilitasi dan membuka jalur bagi peningkatkan hubungan, jaringan,

    dan kerjasama Persyarikatan dengan Lembaga-Lembaga internasional

    untuk kepentingan pengembangan berbagai aspek yang menjadi

    perhatian dan aksi gerakan Muhammadiyah, termasuk dalam menangani

    konflik, bencana, dan hal-hal penting lainnya yang menjadi perhatian

    dunia internasional (Halaman 144, tentang Kerjasama Luar Negeri).

    Mengefektifkan Ranting sebagai pusat penanggulangan bencana, baik

    pada tahap tanggap darurat maupun pada tahap rehabilitasi (Halaman

    181, tentang Pedoman Revitalisasi Ranting Muhammadiyah).

    Dalam perjalanannya, Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah

    bergerak berdasarkan:

    1. Prinsip Dasar

    Terdapat seperangkat prinsip dasar yang dapat diadopsi oleh Lembaga

    Penanggulangan Bencana untuk penerapan di Muhammadiyah, yaitu;

    - Pengurangan Risiko Bencana (PRB) harus menjadi bagian penting

    dari investasi besar Muhammadiyah di Indonesia dalam

    pembangunan berkelanjutan untuk melindungi warga Persyarikatan

    dan masyarakat secara luas beserta aset-asetnya.

    - PRB harus terintegrasi dalam setiap rencana kerja dan program

    Muhammadiyah karena bencana merusak hasil-hasil pembangunan

    yang telah susah payah dicapai Muhammadiyah dalam kurun waktu

    100 tahun terakhir.

    - Muhammadiyah melalui Lembaga Penanggulangan Bencana harus

    melihat bencana secara multihazard sehingga dapat meningkatkan

    efektivitas.

    - Pengembangan kapasitas adalah strategi pokok dalam implementasi

    PRB oleh Lembaga Penanggulangan Bencana untuk membangun dan

    mempertahankan kemampuan organisasi, aktivis, warga

    persyarikatan dan masyarakat luas dalam mengelola risiko secara

    baik dan mandiri.

    - Implementasi PRB di Muhammadiyah harus terdesentralisasi

    tanggungjawabnya pada tingkat PWM & PDM, mengingat wilayah

    kerja yang sangat luas [33 Propinsi dan 400 Kabupaten/Kota].

    - Di tingkat masyarakat, partisipasi adalah keharusan untuk efektivitas

    PRB. Lembaga Penanggulangan Bencana harus mendorong

    keterlibatan aktif masyarakat dalam perencanaan dan penerapan

    sehingga dapat memastikan kegiatan yang dilaksanakan merupakan

    kebutuhan rakyat dan sesuai dengan tingkat kerawanan yang ada.

    - Lembaga Penanggulangan Bencana melihat gender sebagai faktor

    inti dalam PRB karena merupakan prinsip pengaturan utama dalam

    semua masyarakat, bahkan dalam tingkat akar rumput, wanita

  • 8

    dengan peranannya sebagai pengguna dan pengatur sumberdaya

    lingkungan, penyedia ekonomi, pengurus dan pekerja masyarakat

    membuatnya sering berada dalam posisi untuk menangani risiko.

    Lebih dari itu, dengan adanya Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah

    sebagai sayap gerakan perempuan di Muhammadiyah akan memberi

    nilai lebih.

    - Membangun kemitraan dengan swasta dan Lembaga masyarakat

    berupa asosiasi bersama secara sukarela untuk mencapai tujuan

    dengan aktivitas kolaboratif.

    Lembaga Penanggulangan Bencana didasarkan atas nilai-nilai atau

    keyakinan; (i) nilai dasar ajaran agama Islam rahmatan lil alamin, (ii)

    sejarah perjuangan Muhammadiyah sebelumnya, (iii) Lembaga

    Penanggulangan Bencana sebagai leading sector kekuatan

    Muhammadiyah dalam penanggulangan bencana, (iv). tuntutan

    perkembangan kerja kemanusiaan global.

    2. Visi, Misi dan Posisi Strategis

    Visi Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah

    Berkembangnya fungsi dan sistem penanggulangan bencana yang

    unggul dan berbasis Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) sehingga

    mampu meningkatkan kualitas dan kemajuan hidup masyarakat yang

    sadar dan tangguh terhadap bencana serta mampu memulihkan korban

    bencana secara cepat dan bermartabat

    Misi Lembaga Penanggulangan Bencana

    - Meningkatkan dan Mengoptimalkan Sistem Penanggulangan

    Bencana di Muhammadiyah

    - Mengembangkan Kesadaran Bencana di Lingkungan Muhammadiyah

    - Memperkuat Jaringan dan Partisipasi Masyarakat dalam

    Penanggulangan Bencana.

    Secara umum, posisi strategis yang dimiliki saat ini adalah;

    - Bahwa Lembaga Penanggulangan Bencana adalah gerakan praksis

    Muhammadiyah back to basics, kembali ke basis jati diri, khittah dan

    bidang geraknya di bidang dawah, tarbiyah dan kesejahteraan.

    - Melakukan pemberdayaan organisasi dan program Lembaga

    Penanggulangan Bencana sendiri sebagai bagian integral dari

    pencerahan kembali gerakan Muhammadiyah berdasar Visi

    Muhammadiyah 2025 ( Menjadikan Muhammadiyah sebagai

    gerakan Islam yang utama serta terciptanya kondisi dan faktor-faktor

    pendukung bagi terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-

    benarnya )

  • 9

    - Dengan konsolidasi ke dalam, dilaksanakan seiring dengan tantangan

    dan keikutsertaan Muhammadiyah dalam kegiatan kemanusiaan

    global.

    - Siap menjadi pemain global pada periode muktamar 2015-2020.

    3. Peran, Tanggung jawab dan Nilai-nilai

    Peran Lembaga Penanggulangan Bencana:

    - Membangun kesadaran

    - Mediator perubahan perilaku

    - Membangun partisipasi masyarakat/komunitas

    - Membangun nilai, budaya dan pranata ketahanan masyarakat

    Tanggung jawab yang harus diemban Lembaga Penanggulangan Bencana:

    - Melaksanakan amanah Illahi (hablun minallah)

    - Menolong kesengsaraan umum (hablun minannas)

    Nilai-nilai filosofis Lembaga Penanggulangan Bencana adalah;

    - Rahmat bagi alam semesta

    - Berkeadilan

    - Profesional

    Sedangkan nilai-nilai operasional dalam MDMC adalah;

    - Responsif; melayani dengan cepat dan tanggap.

    - Musyawarah; melakukan metode partisipatif.

    - Efisien dan efektif; mengoptimalkan sumberdaya, tepat sasaran,

    tepat target.

    - Berkelanjutan; menggunakan pendekatan pemberdayaan komunitas,

    berinvestasi di masyarakat.

    - Berjejaringan; bekerja bersama dengan siapapun yang memiliki misi

    yang sama.

    - Akuntabel; bekerja secara transparan, menghargai keterbukaan

    publik dalam kegiatan dan laporan keuangan.

    - Kepatuhan Hukum; bekerja atas dasar kesadaran hukum.

    PENGORGANISASIAN

    Konsep penanganan bencana Muhammadiyah adalah untuk memastikan

    penggunaan secara optimal sumber daya Muhammadiyah yang ada.

    Karenanya, pengaturan organisasional yang dibutuhkan untuk penanganan

    bencana (baik sebelum, selama, maupun setelah bencana) paling baik jika

    didasarkan pada struktur Muhammadiyah yang telah ada.

    Sifat dasar sistem

    Sistem ini menyesuaikan sumber daya yang ada untuk tujuan penanganan

    bencana.

    Penggunaan struktur Muhammadiyah secara total

  • 10

    Sistem ini menggunakan seluruh jangkauan struktur Muhammadiyah yang

    sudah ada; yakni, dari tingkat Nasional, ke tingkat Provinsi (PWM), tingkat

    Daerah (PDM) dan tingkat komunitas (PCM/PRM).

    Koordinasi sumber daya non-Muhammadiyah

    Sumber daya non-Muhammadiyah bisa dengan mudah dikoordinasikan ke

    dalam sistem.

    Keterlibatan komunitas

    Bencana terjadi di tingkat komunitas. Bencana bisa berdampak pada

    beberapa komunitas pada saat bersamaan tapi komunitas inilah yang

    merupakan apa yang disebut sebagai garis depan bencana (disaster

    front). Karenanya Lembaga Penanggulangan Bencana harus menyediakan

    tempat bagi keterlibatan dan partisipasi komunitas. Ini terutama berlaku

    untuk aspek-aspek tindakan kesiapsiagaan, respon, dan pemulihan.

    Fasilitas dan Sistem Khusus

    Lembaga Penanggulangan Bencana pada dasarnya merupakan entitas

    yang dinamis. Semua tahap siklus penanganan bencana meliputi dan

    melibatkan tindakan. Ini jelas memerlukan berbagai fasilitas dan sistem

    khusus, biasanya dibutuhkan untuk menangani hal-hal seperti:

    - arah dan koordinasi tindakan berkaitan dengan bencana;

    - aktivitas Pusat Koordinasi (POSKO) Tanggap Darurat baik Nasional-

    Wilayah dan Daerah;

    - persiapan dan aktivasi sistem penanganan bencana, ketika dan jika

    dibutuhkan;

    - komunikasi;

    - peringatan;

    - survei dan peninjauan;

    - manajemen informasi;

    - logistik darurat.

    Komponen-Komponen Organisasi

    Komponen-komponen yang ada dalam Lembaga Penanggulangan Bencana

    adalah sebagai berikut:

    A. Fasilitas

    Fasilitas adalah perangkat keras yang dapat mendukung kerja-kerja

    dalam penanganan bencana. Fasilitas yang dibutuhkan Lembaga

    Penanggulangan Bencana antara lain Pusat Koordinasi Tanggap

    Darurat, alat komunikasi, ruang konferensi/briefing, kantor,

    penyimpanan perlengkapan dan perlengkapan evakuasi.

    Ruang kantor haruslah ruang yang memadai dan fungsional. Dalam

    situasi emergency, ruang kantor bisa dirubah menjadi Pusat

    Koordinasi Tanggap Darurat dengan menempatkan peta, papan tulis,

  • 11

    dan alat peraga untuk mempresentasikan informasi tentang situasi,

    sumber daya yang tersedia, tugas dengan prioritas, tugas yang sedang

    dijalankan, dan sebagainya.

    B. Perlengkapan dan Persediaan

    Lembaga Penanggulangan Bencana perlu memiliki berbagai kategori

    perlengkapan dan persediaan darurat. Ini akan berbeda-beda

    bergantung pada kebutuhan masing-masing tapi biasanya hal-hal

    berikut perlu disimpan dan dijaga:

    Kendaraan.

    Perlengkapan darurat, seperti generator, perangkat penerangan

    darurat, beliung (pick), sekop, kain terpal, selimut, tenda dan

    perlengkapan komunikasi.

    Perlengkapan pelatihan.

    C. Staf Terlatih

    Harus ada staf yang terlatih untuk menjalankan semua fungsi yang

    dibebankan pada Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah.

    Sehingga harus bisa memastikan adanya program pelatihan yang

    memadai.

    D. Sistem Komunikasi

    Tanpa komunikasi yang memadai dan efektif, tidak ada organisasi

    penanggulangan bencana yang bisa berjalan dengan memuaskan.

    Dalam istilah penanganan bencana, ada empat pertimbangan penting

    dalam sistem komunikasi, yakni sistem komunikasi harus:

    Menyediakan fasilitas memadai untuk kegiatan normal sehari-hari

    dari organisasi.

    Mampu meluaskan peran dari peran sehari-hari menjadi fungsi

    yang lebih luas dengan tuntutan yang lebih besar dalam operasi

    tanggap darurat.

    Menyediakan kapabilitas bergerak (mobile) jika dibutuhkan.

    Memiliki kapasitas cadangan atau bantuan (back-up) untuk

    memenuhi tuntutan darurat.

    E. Sistem Peringatan

    Efektivitas sistem peringatan adalah salah satu komponen penting

    dalam kapabilitas suatu Lembaga Penanggulangan Bencana untuk

    menangani bencana. Karenanya kebutuhan ini perlu dipenuhi secara

    memadai dalam semua sistem organisasional di semua tingkatan.

    Berikut ini adalah kebutuhan-kebutuhan kunci dalam sistem

    peringatan:

    Kapabilitas untuk menerima peringatan internasional

  • 12

    Sebagai contoh, peringatan akan terbentuknya badai di bawah

    pengaturan meteorologi internasional; atau peringatan tsunami

    dari pusat tsunami internasional.

    Kapabilitas untuk menginisiasi peringatan dalam negeri

    Misalnya, dalam kasus seperti gunung meletus, banjir, longsor,

    kebakaran, insiden kimia berbahaya.

    Kapabilitas untuk mengirimkan peringatan dari tingkat nasional

    dan tingkat lain

    Misalnya, melalui sistem penyiaran radio, sms centre atau system

    peringatan khusus.

    Kapabilitas untuk menyebarkan peringatan pada tingkat

    masyarakat lokal

    Misalnya, melalui pengeras suara masjid, sirene atau penyampai

    pesan, jika kondisi mengharuskan.

    Kapabilitas untuk menerima peringatan dan bertindak atasnya

    Ini membutuhkan kepemilikan atas atau akses ke penerima

    radio/televisi, mendengar/melihat jarak sinyal, tahu apa arti dari

    berbagai pesan dan tahu apa yang harus dilakukan. [Jika ada

    keterbatasan atau gangguan pada kapabilitas ini, maka peringatan

    tidak bisa benar-benar efektif. Sebagian besar keterbatasan atau

    gangguan disebabkan oleh bencana itu sendiri; misalnya,

    ketidakmampuan sistem penyiaran radio untuk berfungsi karena

    badai topan, gempa bumi atau kerusakan lain].

    F. Manajemen Informasi

    Informasi memiliki arti sangat penting dalam menangani situasi

    bencana. Bahkan sistem organisasional terbaik, yang ditangani oleh

    staf paling ahli dan professional, tidak akan berguna apa-apa tanpa

    adanya informasi yang relevan dan alat untuk memprosesnya.

    Sumber informasi juga perlu dipertimbangkan dengan hati-hati dalam

    rangka menyediakan dua kategori utama informasi, yakni:

    Informasi krisis, yakni berbagai bentuk informasi yang langsung

    terkait dengan situasi bencana tertentu. Ini mencakup laporan

    cuaca, laporan kerusakan, laporan terkini situasi dan sebagainya.

    Ini merupakan informasi yang dinamis, yang terkait langsung

    dengan kejadian yang sedang berlangsung.

    Informasi latar belakang, yakni catatan tentang bencana

    sebelumnya, informasi peta, informasi sensus dan sebagainya. Ini

    adalah informasi statis tapi juga bisa sama pentingnya seperti

    informasi krisis.

    Karenanya secara organisasional, Lembaga Penanggulangan Bencana

    Muhammadiyah perlu memastikan bahwa ada pengaturan yang

  • 13

    memadai untuk mendapatkan informasi krisis; dan bahwa informasi

    latar belakang bisa dengan cepat diakses untuk digunakan jika

    diperlukan.

    Pemprosesan informasi cenderung dikelompokkan dalam siklus

    informasi bencana:

    Informasi tentang sesuatu.

    Pengkajian (atau evaluasi).

    Pembuatan keputusan.

    Penyebaran informasi dan keputusan.

    Secara keseluruhan, dalam mempertimbangkan aspek-aspek

    organisasional yang relevan, penting untuk diingat bahwa tujuan

    utama dari mendapatkan dan memproses informasi adalah bahwa hal

    ini harus memungkinkan pejabat penanganan bencana untuk

    mengidentifikasi, membuat prioritas dan mengalokasikan tugas-tugas

    respon.

    G. Fasilitas Hubungan (Liaison)

    Sebagian besar sistem organisasional perlu memasukkan fasilitas

    untuk berhubungan dengan berbagai badan yang saling terkait. Sifat

    dasar dari fasilitas-fasilitas ini, dan saluran yang digunakan, biasanya

    harus ditentukan atas dasar masing-masing situasi.

    H. Media dan Hubungan Publik

    Fasilitas organisasional juga diperlukan untuk memastikan hubungan

    yang baik dengan media dan untuk hubungan publik secara umum.

    Ada dua aspek penting dari hubungan dengan media:

    Pertama, media membutuhkan informasi untuk tujuan berita

    mereka sendiri dan, pada saat bencana, biasanya merupakan

    kepentingan semua orang bahwa informasi semacam itu harus

    akurat (jika tidak maka akan muncul beberapa akibat, yang

    beberapa di antaranya bisa memperburuk situasi yang sudah

    terganggu).

    Kedua, media bisa menjadi sumber penanganan bencana yang

    berharga, dengan kapabilitas yang dimilikinya untuk

    menyebarkan informasi dan panduan resmi kepada masyarakat

    yang tertimpa dan pihak lain).

    I. Fasilitas Bergerak

    Sifat dari bencana, terutama kecenderungannya yang mengganggu

    fasilitas yang ada di daerah yang tertimpa, membutuhkan konsep

    mobilitas yang kuat dalam penerapan tindakan penanggulangan.

    Karenanya, pusat operasi darurat bergerak, fasilitas kesejahteraan

    bergerak, dan mobilitas dalam aktivitas seperti evakuasi dan survey

  • 14

    serta pengkajian perlu benar-benar disediakan dalam istilah

    organisasional.

    J. Kewaspadaan, Aktivasi dan Meninggalkan Diri (Stand-down)

    Pengaturan organisasional diperlukan untuk kewaspadaan, aktivasi

    dan pergi (stand-down) dalam sistem penanganan bencana.

    Pengaturan ini biasanya terdapat dalam rencana penanggulangan

    bencana (termasuk prosedur operasional).

    K. Kebutuhan Administratif

    Aktivitas penanggulangan bencana membutuhkan banyak dukungan

    administratif. Skala kebutuhkan logistik dan administratif yang

    diperlukan untuk aspek-aspek respon seperti membersihkan puing-

    puing, survey dan pengkajian, distribusi perlengkapan bantuan dan

    perbaikan layanan penting bisa dengan cepat dihargai. Akan tetapi,

    kebutuhan administratif pada saat non-bencana juga sama

    pentingnya, terutama jika aspek kesiapsiagaan, pelatihan dan

    kesadaran publik ingin dijaga pada tingkat keefektifan yang

    diperlukan.

    L. Pusat Koordinasi Tanggap Darurat (Posko Tanggap Darurat)

    Hampir semua komponen organisasional yang dijabarkan diatas

    berhubungan langsung dengan pembentukan dan fungsi Pusat

    Koordinasi Tanggap Darurat yang berada di Wilayah (PWM) atau

    Daerah (PDM). Sebuah Pusat Koordinasi Tanggap Darurat pada

    dasarnya adalah pusat penanganan situasi bencana. Pusat Koordinasi

    Tanggap Darurat menyatukan aspek-aspek vital seperti:

    Komunikasi,

    Informasi,

    Peringatan,

    Pengkajian dan pengawasan situasi,

    Prioritas tindakan.

    Alokasi tugas,

    Koordinasi kegiatan,

    Media dan informasi publik.

  • 15

    M. Bagan Struktur MDMC

    BAGAN STRUKTUR ORGANISASI LPB/MDMC

    PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

    Sekretaris

    Pusat Koordinasi Tanggap Darurat

    Accounting

    Bendahara

    Fundraising Data Base Kesekretariatan

    Ketua LPB/MDMC

    Wakil Ketua

    Penerbitan & Publikasi

    Logistik

    Majelis, Lembaga, Ortom, Amal Usaha

    Kendaraan & Peralatan

    Sistem Informasi

    Database/Manajemen Relawan Tanggap Darurat

    Pengelolaan Logistik Tanggap Darurat di Tiga Area

    Bidang Mitigasi dan Kesiapsiagaan

    Bidang Tanggap Darurat

    Sekolah Siaga Bencana, RS Siaga Bencana, Jamaah Siaga Bencana dll

    Koordinasi Majelis, Lembaga, Ortom, Amal Usaha terkait program

    Pelatihan dan Mobilisasi Tim DMC, Tim SAR, Tim Psikososial

    Kontijensi Planning dan Koordinasi

    POSKO dengan PWM, PDM

    Pelatihan DALA/HRNA/PDNA

    Penyusunan Rencana Aksi Rehabilitasi - Rekonstruksi

    Bidang Rehabilitasi dan Kerjasama

    Pelakasanaan Program Rehabilitasi - Rekonstruksi

    Humas

    Mengusahakan Kerjasama baru dengan pihak dalam/luar

    negeri

    Pengarusutamaan Pengurangan

    Resiko Bencana di Jaringan Muh

    Terlibat Aktif dalam Global Platform,

    Platform Nasional PRB

  • 16

    Koordinasi

    Komunikasi

    Informasi

    Bantuan

    BAGAN ORGANISASI MASA DARURAT BENCANA

    Pusat Kordinasi

    Tanggap Darurat

    Komunikas NGO

    Informas Media

    Bantuan Badan Internasional

    Sumber lain, dll.

    Garis depan Bencana

    Tim Gugus Tugas

    Tim Swadaya (Self-help team)

    = Perintah / Koordinasi

    = Hubungan / Dukungan / Bantuan

    LPB/MDMC PP Muhammadiyah Majelis-Lembaga-ORTOM

    Koordinasi

    Pusat Koordinasi

    Tanggap Darurat

    Komunikasi

    Informasi

    Bantuan

    LPB/MDMC PROVINSI

    LPB/MDMC DAERAH

    Posko Wilayah

    Posko Daerah

  • 17

    BAB III

    TAHAP PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA

    1. Tahap 1 Kesiapan (Kesiagaan)

    Tahap ini dimulai ketika diterima informasi tentang kemungkinan bahwa

    rencana penanggulangan bencana harus dijalankan oleh LPB/MDMC

    Daerah/ Wilayah. LPB/MDMC Daerah/MDMC Wilayah akan

    mendeklarasikan dimulainya tahap ini dan, jika dianggap perlu, akan

    mengotorisasikan penyiaran publik tentang hal ini. LPB/MDMC Daerah

    akan berkonsultasi dengan Pengampu Kepentingan di Daerah

    (Pemerintah/Muspida) dan mengaktifkan Pusat Koordinasi Tanggap

    Darurat Daerah serta memutuskan tindakan apa yang perlu diambil pada

    tahap ini. LPB/MDMC Daerah kemudian akan mulai menjalankan

    tindakan-tindakan tersebut sesuai dengan rencana.

    Rencana tindakan dalam kesiapsiagaan:

    a. Identifikasi yang meliputi perkiraan Wilayah bencana, potensi

    korban/ jumlah orang.

    b. Identifikasi sumber daya LPB/MDMC (fasilitas, peralatan, sumber

    daya manusia, logistik)

    c. Identifikasi Kesiapan sistem

    d. Persiapan administrasi

    2. Tahap 2 Standby

    Tahap ini dimulai ketika diumumkan adanya ancaman di semua atau

    sebagian wilayah cakupan Muhammadiyah di Indonesia. Tahap ini

    mengharuskan semua Majelis-Lembaga-Amal Usaha-ORTOM yang

    relevan dan personilnya bersiaga (stand-by), sehingga mereka siap untuk

    memulai operasi atau tindakan sesuai dengan rencana segera setelah

    mereka diperintahkan untuk melakukannya. LPB/MDMC, berkonsultasi

    dengan Lembaga lain akan menentukan kapan tahap ini mulai berlaku

    dan akan mengumumkannya.

    Tindakan yang dilakukan adalah

    a. Mengaktifkan sistem komunikasi antar Majelis/Lembaga, Amal

    Usaha dan ORTOM

    b. Mengaktifkan sistem administrasi

    c. Mensiagakan sumber daya manusia sesuai dengan bidangnya.

    3. Tahap 3 Tindakan

    Tahap ini dimulai ketika sudah jelas bahwa bencana sudah dekat (seperti

    ketika badai jelas akan datang); atau ketika kejadian bencana (seperti

    gempa bumi) sudah terjadi. LPB/MDMC Pusat, berkonsultasi dengan

    LPB/MDMC Wilayah, akan memutuskan kapan tahap ini mulai

  • 18

    dilaksanakan dan mengumumkannya. Jika situasi mengharuskan

    LPB/MDMC Provinsi atau LPB/MDMC Daerah lain bisa mengambil

    keputusan sendiri untuk mengimplementasikan tahap ini. Semua

    organisasi dan personel akan bertindak sesuai rencana, di bawah

    koordinasi LPB/MDMC Pusat.

    Tindakan yang dilakukan:

    1. Mengaktifkan seluruh komponen yang terkait dengan bencana,

    misal Pusat komando, Pusat logistik, jalur koordinasi dsb.

    2. Mengaktifkan tim siaga bencana/garis depan bencana (tim medis,

    tim psikososial, tim SAR).

    3. Bila terjadi bencana secara tiba-tiba mobilisasi dan koordinasi

    sumber daya dalam satu komando LPB/MDMC Pusat.

  • 19

    BAB IV

    PEMBENTUKAN LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA

    DI WILAYAH DAN DAERAH

    LPB/MDMC bisa dibentuk ditingkat Wilayah dan Daerah dengan ketentuan

    sebagai berikut :

    Ketentuan Umum

    1. Berada di bawah Wilayah atau Daerah Muhammadiyah sebagai unsur

    Pembantu Pimpinan.

    2. Ketua Pimpinan Wilayah atau Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah

    adalah penanggungjawab keberadaan Lembaga Penanggulangan

    Bencana.

    3. LPB/MDMC Wilayah/Daerah dibentuk dalam suatu area Pimpinan

    Wilayah Muhammadiyah atau Pimpinan Daerah Muhammadiyah, sebagai

    unsur Pembantu Pimpinan sesuai ketentuan pada Pasal 20, Anggaran

    Dasar Muhammadiyah, dan SK PP Muhammadiyah 120/KEP/I.0/B/2006

    tentang Qoidah Unsur Pembantu Pimpinan Persyarikatan.

    4. LPB/MDMC Wilayah dibentuk melalui usulan Rapat Pleno Pimpinan

    Wilayah Muhammmadiyah menurut asas organisasi Muhammadiyah

    dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

    Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dalam Undang Undang Dasar

    Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    5. LPB/MDMC Daerah dibentuk melalui usulan Rapat Pleno Pimpinan

    Daerah menurut asas organisasi Muhammadiyah dengan prinsip otonomi

    seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik

    Indonesia sebagaimana dalam Undang Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945.

    6. LPB/MDMC Wilayah/Daerah adalah perangkat Daerah yang dibentuk

    dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi untuk melaksanakan

    penanggulangan bencana.

    7. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

    menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

    baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia,

    kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

    Pembentukan Kedudukan, Tugas dan Fungsi LPB/MDMC Wilayah/Daerah

    1. Di setiap Wilayah dan Daerah bisa dibentuk LPB/MDMC

    Wilayah/Daerah.

    2. Pembentukan LPB/MDMC Wilayah/Daerah ditetapkan dengan Surat

    Keputusan Pimpinan Wilayah/Daerah.

    3. LPB/MDMC Wilayah dan Daerah dipimpin oleh Ketua LPB/MDMC yang

    diangkat oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah atau Pimpinan Dearah

    Muhammadiyah.

  • 20

    4. LPB/MDMC Wilayah/Daerah mempunyai tugas:

    menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha

    penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,

    penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan

    setara;

    menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan

    penanggulangan bencana berdasarkan aturan dan ketetapan

    Muhammadiyah;

    menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan

    bencana;

    menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;

    melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada

    MDMC Pusat setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap

    saat dalam kondisi darurat bencana

    mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;

    mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima

    dari anggaran atau pendapatan lainnya.

    5. LPB/MDMC Wilayah/Daerah mempunyai fungsi:

    perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan

    penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif

    dan efisien; dan

    pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana

    secara terencana, terpadu dan menyeluruh.

    Hubungan antara LPB/MDMC Wilayah/Daerah dan MDMC Pusat

    Hubungan antara LPB/MDMC Pusat dan LPB/MDMC Wilayah/Daerah

    merupakan hubungan fungsional dan bukan sebuah hubungan struktural.

    LPB/MDMC Pusat menyediakan dukungan bagi LPB/MDMC

    Wilayah/Daerah dalam pelaksanaan kerja-kerja disaster management.

    LPB/MDMC Pusat menyediakan supporting data dan informasi bagi

    LPB/MDMC Wilayah/Daerah.

    LPB/MDMC Pusat mengorganisasi data dan informasi kebencanaan, serta

    menyusun sebuah data base system yang memberikan kemudahan bagi

    LPB/MDMC Wilayah/Daerah dalam memanfaatkan informasi.

    LPB/MDMC Wilayah/Daerah memberikan informasi perkembangan

    lapangan kepada LPB/MDMC Pusat.

    LPB/MDMC Pusat menyediakan supporting tenaga ahli, khususnya yang

    berkaitan dengan pengelolaan bencana bagi LPB/MDMC Wilayah/Daerah

    yang membutuhkan dalam peningkatan kapasitas.

    Dalam kasus emergency response, LPB/MDMC Pusat bertanggung jawab

    melakukan mobilisasi sumberdaya (manusia dan material) yang tidak bisa

    dicukupi oleh LPB/MDMC Wilayah dan Daerah.

  • 21

    Dalam kasus emergency response, LPB/MDMC Wilayah/Daerah (di mana

    terjadi bencana) betanggungjawab atau mengkoordinasi semua kegiatan

    respon di Daerah.

  • 22

    BAB V

    PROSEDUR DAN MEKANISME KOORDINASI

    Yang dimaksud kerjasama dengan Lembaga dalam lingkungan organisasi

    Muhammadiyah adalah kerjasama pelaksanaan program atau

    penyelenggaraan kegiatan-kegiatan tertentu dalam penanggulangan bencana

    baik pada saat sebelum, saat dan setelah bencana terjadi.

    Adapun komponen yang terlibat dalam Penaggulangan Bencana di

    Muhammadiyah adalah :

    a. Aisyiyah

    b. Pemuda Muhammadiyah

    c. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

    d. Nasyiatul Aisyiyah

    e. Ikatan Pelajar Muhammadiyah

    f. Tapak Suci

    g. Hizbul Wathan

    Untuk keseluruhan kerjasama di atas maka berlaku prosedur-prosedur sebagai

    berikut:

    Sebelum atau tidak terjadi Bencana :

    a. Setiap LPB/ MDMC Wilayah/Daerah melakukan pemetaan kajian Daerah

    rawan bencana : ancaman resiko terhadap bencana yang harus

    dilaporkan ke LPB/MDMC Pusat.

    b. LPB/MDMC Wilayah/Daerah wajib melakukan update data hasil

    pemetaan lapangan.

    c. LPB/MDMC Wilayah/Daerah melakukan mapping kapasitas SDM, aset

    AUM, PTM, Lembaga, dan kesiapsiagaan setiap Wilayah.

    d. LPB/MDMC Pusat bertindak sebagai Pusat informasi dalam pengetahuan

    bencana di tingkat Muhammadiyah :

    data base Daerah rawan bencana di lingkungan Muhammadiyah

    data sebaran lokasi DMC

    Data relawan

    Sumber daya Muhammadiyah dalam PRB.

    e. LPB/MDMC Pusat mengkoordinasi kegiatan peningkatan kapasitas

    penanggulangan bencana di Muhammadiyah sesuai dengan mandat

    kegiatan kemanusiaan Muhammadiyah.

    f. LPB/MDMC Wilayah/Daerah melakukan peningkatan kapasitas relawan

    (sesuai gugus tugas) sehingga mencapai taraf standart tertentu.

    g. Masingmasing komponen yang melakukan kegiatan, memberikan

    laporan tertulis kepada LPB/MDMC Wilayah dan Daerah.

    h. Setiap komponen Muhammadiyah yang akan melaksanakan kegiatan

    peningkatan kapasitas anggota dapat meminta bantuan LPB/MDMC

  • 23

    Wilayah/Daerah setempat atau LPB/MDMC Pusat, khususnya dalam

    penyediaan tenaga ahli (Expert).

    i. Dalam melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas yang dilakukan

    LPB/MDMC Pusat, harus dikoordinasikan dengan Majelis tingkat Pusat,

    dan selanjutnya melakukan koordinasi dengan LPB/MDMC

    Wilayah/Daerah.

    j. Bila ada informasi mengenai kegiatan/program/pelatihan tentang

    pengurangan resiko bencana, maka LPB/MDMC Pusat wajib memberikan

    informasi secara cepat kepada LPB/MDMC Wilayah/Daerah.

    k. LPB/MDMC Pusat harus sudah mampu mengotorisasi penyiaran publik

    tentang pengurangan resiko bencana

    Pada saat terjadi Bencana:

    a. Dalam setiap kejadian bencana, LPB/MDMC Wilayah atau Daerah dengan

    cepat melakukan pendataan :

    1) jumlah korban luka dan meninggal

    2) kerusakan AUM, tempat tinggal

    3) menentukan lokasi aman, evakuasi, dan pengungsi

    4) pemenuhan kebutuhan dasar hidup berupa layanan kesehatan,

    sandang pangan, sanitasi air bersih, keamanan, khususnya untuk

    anak-anak dan perempuan

    b. LPB/MDMC Pusat bertindak sebagai Pusat informasi kebencanaan.

    c. LPB/MDMC Pusat segera mengambil inisiatif melakukan koordinasi

    dengan LPB/MDMC wilyah/Daerah (khususnya yang berdekatan dengan

    Wilayah bencana).

    d. LPB/MDMC Wilayah/Daerah di mana terjadi bencana secara otomatis

    akan berfungsi sebagai Pusat Koordinasi Tanggap Darurat.

    e. Pusat Koordinasi Tanggap Darurat bekerja berdasarkan prinsip-prinsip

    dan prosedur penanganan bencana kedaruratan. Antara lain: melakukan

    koordinasi dengan otoritas penanganan kebencanaan di Daerah.

    f. Bila sumberdaya Muhammadiyah setempat di mana terjadi bencana

    mencukupi, maka tidak diperlukan mobilisasi sumberdaya dari Daerah

    lain.

    g. Bila sumberdaya Muhammadiyah setempat di mana terjadi bencana tidak

    mencukupi, maka LPB/ MDMC Wilayah/Daerah melakukan koordinasi

    dengan LPB/MDMC Pusat.

    h. Setiap pengerahan sumberdaya untuk penanganan bencana

    (kedaruratan) di suatu tempat harus didasarkan pada kebutuhan Pusat

    Koordinasi Tanggap Darurat dengan berkoordinasi dengan LPB/MDMC

    Pusat.

    i. LPB/MDMC Pusat bertindak sebagai komando dalam kordinasi dan

    pengerahan sumber daya dari Daerah-Daerah lain (yang tidak terkena

  • 24

    bencana) dan pihak-pihak lain untuk mempercepat proses aksi

    penanggulangan bencana.

    j. Setiap komponen Muhammadiyah baik yang berasal dari Daerah

    setempat mapun Daerah lain tidak diperkenankan menjalankan kerja-

    kerja sendiri, semua bekerja di bawah koordinasi Pusat Koordinasi

    Tanggap Darurat.

    k. Setiap relawan yang bergabung dalam penangan bencana, diwajibkan

    menggunakan atribut atau tanda pengenal LPB/MDMC.

    Setelah terjadinya Bencana:

    a. LPB/MDMC Daerah selaku penanggung jawab kebencanaan Daerah

    melakukan koordinasi dengan otoritas penanganan bencana di Daerah.

    b. LPB/MDMC Pusat mengkoordinasi evaluasi kegiatan bersama dengan

    LPB/MDMC Daerah.

    c. LPB/MDMC Pusat menyusun laporan dan penulisan pembelajaran

    (success story) kegiatan penanganan bencana.

    d. LPB/MDMC Pusat membuat laporan kepada Pimpinan Pusat

    Muhammadiyah.

    Mekanisne Pengaturan Relawan:

    Prabencana :

    a. Setiap relawan yang akan terjun dalam misi kemanusiaan harus terdata di

    masing LPB/MDMC Wilayah/Daerah dan dilaporkan ke LPB/MDMC Pusat.

    b. Relawan bekerja di bawah koordinasi LPB/MDMC Wilayah/Daerah.

    c. Setiap relawan siap secara fisik dan mental

    Tanggap Darurat :

    a. Setiap relawan yang bergabung dalam penangan bencana, diwajibkan

    menggunakan atribut atau tanda pengenal LPB/MDMC.

    b. Bila terjadi suatu bencana maka relawan yang dikirim harus sudah

    mendapatkan pelatihan dan sesuai kompetensinya.

    c. Setiap pekerjaan relawan harus selalu dalam satu koordinasi dan

    melaporkan kegiataannya pada koordinator dan diteruskan ke Pusat

    informasi.

    Pasca Bencana :

    a. Setiap relawan yang telah selesai melakukan kegiatan harus melaporkan

    diri ke Pimpinan LPB/MDMC Wilayah/Daerah.

    b. LPB/MDMC Wilayah/Daerah selaku penanggung jawab kebencanaan

    Daerah harus melakukan koordinasi relawan dengan otoritas penanganan

    bencana di Daerah.

    e. LPB/MDMC Pusat mengkoordinasi evaluasi kegiatan relawan bersama

    dengan LPB/MDMC Wilayah/Daerah.

  • 25

    f. LPB/MDMC Pusat membuat laporan jumlah relawan yang terlibat dalam

    PRB kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

    Sinergi Kegiatan LPB/MDMC Dengan Badan Amal Usaha Muhammadiyah:

    Dalam menjalankan kerja-kerja dan pendanaan, MDMC bersinergi dengan

    Badan Amal Usaha Muhammadiyah. Sinergi tersebut berbentuk :

    Rumah Sakit

    a. Sebelum terjadi bencana

    b. Pada saat terjadi bencana

    c. Setelah terjadi bencana

    Perguruan Tinggi dan Sekolah-sekolah

    a. Sebelum terjadi bencana

    b. Pada saat terjadi bencana

    c. Setelah terjadi bencana

    Organisasi Otonom (Aisyiah, NA, Pemuda Muhammadiyah, IRM, IMM, Tapak

    Suci, HW)

    a. Sebelum terjadi bencana

    b. Pada saat terjadi bencana

    c. Setelah terjadi bencana

    Untuk mendukung kelancaran di dalam sinergi tersebut, perlu dilakukan

    koordinasi sampai pada tingkat organisasi struktural sesuai dengan kebutuhan

    dan tingkatannya. Termasuk di dalam mengatasi perbedaan-perbedaan,

    perselisihan-perselisihan antar Lembaga yang satu dengan yang lain.

  • 26

    BAB VI

    SISTEM KERJASAMA PENANGGULANGAN BENCANA

    Lembaga Dalam Lingkungan Organisasi Muhammadiyah

    Yang dimaksud kerjasama antar Majelis, Lembaga, Ortom adalah kerjasama

    dalam pengembangan dan pelaksanaan program penanggulangan bencana.

    Untuk keseluruhan kerjasama di atas maka berlaku prosedur-prosedur sebagai

    berikut:

    1. LPB/MDMC Pusat dan LPB/MDMC Wilayah/Daerah diperbolehkan

    bekerjasama dengan/ antar Majelis, Lembaga, Ortom yang berkaitan

    dalam kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana.

    2. Diluar ketentuan yang sudah ditetapkan dalam organisasi LPB/MDMC,

    Pimpinan LPB/MDMC Pusat dan Ketua LPB/MDMC Wilayah/Daerah

    bertugas menyusun dan menyiapkan program kerjasama yang bisa

    dilakukan dengan/antar Majelis, Lembaga, Ortom setingkat.

    3. Tandatangan kontrak kerjasama dilakukan oleh Pimpinan LPB/MDMC dan

    Ketua LPB/ MDMC Wilayah/Daerah dengan/antar Majelis, Lembaga,

    Ortom setingkat yang akan melakukan kerjasama.

    4. Kerja sama dalam penanggulangan bencana mencakup penanganan

    kedaruratan, peningkatan kapasitas, dan pemulihan korban bencana.

    5. Dalam kerja sama penanggulangan bencana di dalam intern

    Muhammadiyah, LPB/MDMC Pusat berperan dalam hal capacity building,

    linking and learning, sistem data base dan informasi.

    Kerjasama dengan Pemerintah Dalam Negeri

    1. Badan-Badan atau institusi Pemerintah yang memungkinkan diajak

    melakukan kerjasama adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana

    (BNPB), Depdagri, Bappenas, BMKG, PU, ESDM, dan BAKORSURTANAL.

    2. Lingkup kerjasama antara LPB/MDMC dengan Pemerintah Dalam Negeri

    meliputi: penyiapan dukungan kebijakan, Data dan Informasi, Pendanaan,

    dan Resource person (Expert).

    3. Kerja sama dengan Lembaga Pemerintah dilakukan berdasarkan prinsip-

    prinsip kemartabatan sebagai bangsa, saling penghormatan, dan

    kesetaraan.

    4. LPB/MDMC Pusat diperbolehkan melakukan kerja sama dengan

    Pemerintah tingkat Pusat.

    5. LPB/MDMC Wilayah/Daerah diperbolehkan melakukan kerja sama

    dengan Pemerintah, dengan berkoordinasi kepada LPB/MDMC Pusat.

    6. Dalam setiap kerjasama yang dilakukan oleh LPB/MDMC, PP

    Muhammadiyah harus mendapatkan salinan kontrak kerja sama untuk

    dijadikan pegangan.

  • 27

    7. Sebelum terjadi bencana, kerja sama LPB/MDMC dengan Lembaga

    Pemerintah difokuskan pada sharing informasi, peningkatan kapasitas,

    dan kampanye untuk menumbuhkan kesiapsiagaan masyarakat.

    8. Dalam hal terjadi bencana, kerja sama LPB/MDMC dengan Pemerintah

    dapat dilakukan dengan koordinasi yang berpedoman pada prinsip-

    prinsip kedaruratan;

    9. Dalam hal setelah terjadi bencana, kerja sama LPB/MDMC dengan

    Pemerintah dilakukan untuk fokus pemulihan dan membangun tatanan

    baru yang lebih baik dan bermartabat.

    Kerjasama dengan Pemerintah Luar Negeri dan Lembaga PBB

    1. Kerja sama dengan Pemerintahan asing dan Lembaga PBB dilakukan

    berdasarkan prinsip-prinsip kemartabatan sebagai bangsa, saling

    penghormatan, dan kesetaraan.

    2. LPB/MDMC Pusat diperbolehkan melakukan kerja sama dengan luar

    negeri atau asing dan Lembaga PBB.

    3. LPB/MDMC Wilayah/Daerah diperbolehkan melakukan kerja sama

    dengan Pemerintah asing dan Lembaga PBB dengan berkoordinasi

    kepada LPB/MDMC Pusat.

    4. Dalam setiap kerjasama yang dilakukan oleh LPB/MDMC, PP

    Muhammadiyah harus mendapatkan salinan kontrak kerja sama untuk

    dijadikan pegangan.

    5. Lingkup kerjasama dengan Pemerintah asing dititik beratkan pada:

    sharing informasi, dukungan pendanaan , dukungan Expert, dan

    pertukaran pengetahuan.

    Kerjasama dengan Perusahaan

    1. Kerja sama dengan perusahaan baik perusahaan dalam Negeri maupun

    luar Negeri, dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip kemartabatan, saling

    penghormatan, independensi, bertanggungjawab dan kesetaraan.

    2. LPB/MDMC diperkenankan melakukan kerjasama dengan perusahaan

    dalam Negeri maupun perusahaan asing dengan catatan bahwa

    perusahaan tersebut memiliki reputasi baik, yaitu:

    Perusahaan yang tidak merusak lingkungan.

    Perusahaan yang tidak memberi dampak pada masyarakat dan

    khususnya anak-anak.

    Perusahaan yang tidak menindas buruh dan mempekerjakan anak-

    anak.

    3. LPB/MDMC Pusat diperbolehkan melakukan kerja sama dengan

    perusahaan dalam Negeri maupun luar Negeri.

    4. LPB/MDMC Wilayah/Daerah diperbolehkan melakukan kerja sama

    dengan perusahaan dalam Negeri maupun asing dengan berkoordinasi

    kepada LPB/MDMC Pusat.

  • 28

    5. Dalam setiap kerjasama yang dilakukan oleh LPB/MDMC, PP

    Muhammadiyah harus mendapatkan salinan kontrak kerja sama untuk

    dijadikan pegangan.

    6. Lingkup kerja sama dengan perusahaan difokuskan pada dukungan

    pendanaan, dukungan Expert (resources person), dukungan peralatan,

    dan dukungan manajemen informasi.

    7. Kerjasama LPB/MDMC dengan perusahaan baik dalam Negeri atau asing

    harus didasarkan pada kontrak kerjasama.

    Kerjasama dengan Masyarakat Sipil dan Perguruan Tinggi

    1. Kerja sama LPB/MDMC dengan masyarakat sipil dan Perguruan Tinggi

    dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip kemartabatan, saling

    penghormatan, independensi, bertanggungjawab dan kesetaraan.

    2. Lingkup kerjasama LPB/MDMC dengan masyarakat sipil Internasional

    adalah dukungan pendanaan, dukungan Expert (resources person),

    dukungan relawan, dan jaringan kerjasama (network).

    3. Lingkup kerjasama LPB/MDMC dengan masyarakat sipil Indonesia

    meliputi: dukungan pendanaan, dukungan Expert (resources person),

    dukungan Relawan, jaringan (network), pemberdayaan komunitas,

    pengembangan metodologi pengelolaan bencana, advokasi, publikasi dan

    sharing informasi.

    4. Lingkup kerjasama LPB/MDMC dengan Perguruan Tinggi meliputi:

    kerjasama riset, Expert (resources person), pendidikan dan pelatihan, dan

    mobilisasi Relawan.

    5. Dalam setiap kerjasama dengan masyarakat sipil dan Perguruan Tinggi

    harus ada surat kontrak kerja sama.

    6. Dalam kontrak kerjasama haruslah dicantumkan secara jelas tentang

    tugas dan kewajabian masing masing pihak

    7. Dalam setiap kerjasama yang dilakukan oleh LPB/MDMC, PP

    Muhammadiyah harus mendapatkan salinan kontrak kerja sama untuk

    dijadikan pegangan.

  • 29

    BAB VII

    MEKANISME PERTANGGUNGJAWABAN

    a. MDMC Pusat bertanggungjawab kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

    b. MDMC Pusat membuat laporan tahunan dan disampaikan kepada

    Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

    c. MDMC Pusat melakukan audit keuangan secara berkala dengan

    menggunakan akuntan public yang memiliki reputasi bagus dan dilaporkan

    kepada pimpinan Pusat Muhammadiyah

    d. Setiap project yang dilakukan oleh LPB/MDMC Pusat dan LPB/ MDMC

    Wilayah/Daerah harus dilakukan audit keuangan project.

    e. LPB/MDMC Wilayah/Daerah bertanggung jawab kepada Persyarikatan

    melalui musyawarah Wilayah/Daerah.

    f. LPB/MDMC Wilayah/Daerah membuat laporan tahunan secara periodik

    dan disampaikan kepada LPB/MDMC Pusat.

    Mekanisme Penyelesaian Konflik

    a. Prinsip dasar dalam penyelesaian konflik adalah melalui jalan musyawarah

    untuk mencapai kemufakatan. Penyelesaian konflik didasarkan satu

    komitmen untuk kemanusiaan dan berpegang pada prinsip Al-Maun.

    b. Setiap permasalahan yang terjadi antar Lembaga di lingkungan

    Muhammadiyah dimusyawarahkan di tingkat LPB/MDMC

    Wilayah/Daerah. Ketua LPB/MDMC Wilayah/Daerah secara otomatis

    bertindak sebagai mediator.

    c. Jika tidak dicapai kata sepakat, LPB/MDMC Wilayah/Daerah meminta

    masukan dan pendapat kepada pimpinan Muhammadiyah setempat

    d. Jika masih belum mencapai kata sepakat pada tingkat Pimpinan

    Muhammadiyah, maka LPB/MDMC Wilayah/Daerah dapat masukan dan

    pendapat pada LPB/MDMC di atasnya.

  • 30

    DAFTAR ISTILAH

    Penanggulangan Bencana :

    Keseluruhan aspek perencanaan kebijakan pembangunan yang beresiko

    bencana, kegiatan pada sebelum, saat dan sesudah terjadinya bencana yang

    mencakup pencegahan bencana, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan

    pemulihan kembali yang lebih baik akibat dampak bencana.

    Bencana :

    suatu gangguan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

    diakibatkan oleh faktor alam, di antaranya bencana gempa bumi, tsunami,

    longsor, angin topan, banjir, letusan gunungapi, kekeringan, epidemi, dan

    wabah penyakit, bencana karena faktor non-alam diantaranya kebakaran dan

    gagal teknologi, dan bencana karena faktor manusia mencakup kerusuhan

    sosial, teroris, dan kerusakan lingkungan, sehingga menyebabkan kerusakan

    lingkungan, kerugian harta benda, dampak psikologis, bahkan sampai

    menimbulkan korban jiwa manusia.

    Bencana Alam :

    Peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam yang meliputi

    bencana gempa bumi tsunami, gunung meletus, banjir, tanah longsor, yang

    mengakibatkan timbulnya korban manusia, harta benda, kerusakan sarana

    dan prasarana lingkungan hidup dan fasilitas umum

    Kegiatan Penanggulangan Bencana :

    Serangkaian upaya yang mencakup penetapan kebijakan pembangunan yang

    beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat,

    rehabilitasi, dan rekonstruksi.

    Kegiatan Pencegahan Bencana :

    Serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan

    sama sekali dan/atau mengurangi ancaman bencana

    Kesiapsiagaan :

    Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui

    pengorganisasian, langkah-langkah yang tepat guna, dan berdaya guna.

    Peringatan Dini :

    Serangkaian kegiatan dalam upaya memberikan peringatan tentang

    kemungkinan akan terjadinya bencana, disampaikan secara resmi,

    menjangkau seluruh masyarakat dengan segera, tegas, dan tidak

    membingungkan.

    Mitigasi :

    Serangkaian kegiatan dalam upaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko

    bencana, baik secara struktural, melalui pembuatan bangunan fisik, maupun

    non struktural melalui pendidikan dan pelatihan.

  • 31

    Tanggap Darurat Bencana :

    Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera, setelah kejadian bencana

    untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang mencakup kegiatan

    penyelamatan masyarakat terkena bencana, harta benda, evakuasi,

    pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsian,

    pemulihan sarana, dan pelayanan krisis.

    Rehabilitasi :

    Serangkaian program kegiatan yang terencana, terpadu dan menyeluruh yang

    dilakukan setelah kejadian bencana guna membangun kembali masyarakat

    yang terkena bencana melalui pemulihan kesehatan, mental, spiritual,

    penguatan kesadaran masyarakat terhadap kerawanan bencana, pengurangan

    tingkat kerawanan bencana, pemulihan ekonomi, pemulihan hak-hak

    masyarakat, pemulihan administrasi Pemerintahan, dan integrasi kegiatan

    pemulihan dampak bencana.

    Rekonstruksi :

    Serangkaian kegiatan yang terencana, terpadu dan menyeluruh yang

    dilaksanakan dalam jangka waktu dan jangka panjang meliputi pembangunan

    kembali sarana dan prasarana dasar,seperti pembangunan air bersih, jalan,

    listrik, Pusat Kesehatan masyarakat, pasar, telekomunikasi, sarana sosial

    masyarakat seperti masjid, gereja, pura, balai adat, balai pertemuan, fasilitasi

    masyarakat untuk perbaikan rumah dan lingkungan hidup

    Ancaman Bencana :

    Suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana

    Kerentanan Bencana :

    Kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatolohis, geografis,

    sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi di suatu wilayah untuk jangka

    waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, merendam,

    mencapai kesiapan, dan berkurangnya kemampuan untuk menanggapi

    dampak buruk bahaya tertentu.

    Pemulihan :

    Proses kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan

    hidup yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali sarana dan

    prasarana pada keadaan semula atau lebih baik dengan melakukan upaya

    rehabilitasi dan rekonstruksi

    Pencegahan Bencana :

    Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk meniadakan bencana dan

    meniadakan sumber ancaman bencana yang dimulai dari perumusan

    kebijakan, pelaksanaan, dan evaluasi

    Resiko Bencana :

  • 32

    Potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan

    kurun waktu tertentu, dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam,

    hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan

    gangguan kegiatan masyarakat

    Bantuan Darurat Bencana :

    Upaya memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada saar

    keadaan darurat

    Status Keadaan Darurat :

    Suatu keadaan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu tertentu

    atas dasar rekomendasi oleh Badan yang diberi tugas menanggulangi bencana

    Pengungsi :

    Orang atau kelompok-kelompok orang yang telah dipaksa atau terpaksa

    melarikan diri atau meninggalkan rumah atau tempat tinggal mereka

    sebelumnya, secagai akibat dari dan/atau dampak buruk bencana

    Masyarakat Terkena Bencana :

    Manusia yang mengalami kerugian akibat bencana, baik secara fisik, mental,

    maupun sosial

    Pemerintah :

    Pemerintah Pusat, dan Daerah

    LPB/MDMC Wilayah/ Daerah:

    LPB/MDMC Wilayah Provinsi, dan MDMC Daerah Kabupaten/Kota

    NGO/LSM :

    Lembaga swadaya masyarakat internasional yang bersifat netral dan tidak

    terikat dengan Pemerintah Negara manapun

    INGO/LSM Internasional :

    Lembaga swadaya masyarakat non-Pemerintah yang bukan merupakan bagian

    dari Badan Pemerintah

    UN/Persyarikatan Bangsa-Bangsa :

    Organisasi internasional yang bertujuan memfasilitasi kerjasama dibidang

    hukum internasional, keamanan internasional, pengembangan ekonomi dan

    kesamaan sosial

    Layanan Gawat Darurat:

    Suatu badan pelayanaan jasa bantuan medis yang dapat dihubungi dalam

    keadaan gawat darurat

    Managemen Informasi Kedaruratan :

    Pengumpulan, konsolidasi, analisis dan penyampaian informasi secara

    terencana, terorganisir, dan terkendali, yang dapat mempengaruhi manusia,

    harta benda dan sumber informasi untuk memastikan bahwa informasi yang

  • 33

    tersebar dapat diterima oleh pengambil kebijakan, pada waktu yang tepat

    untuk dapat memuaskan mereka yang membutuhkan.

    Telekomunikasi :

    Peralatan dan jejaring yang digunakan untuk memindahkan informasi dari satu

    titik ke titik lain. Termasuk diantaranya sistem berbasis satelit, jaringan publik

    dan privat, serta kebijakan dan prosedur yang dikembangkan untuk

    menjalankan berbagai sistem dan jaringan tersebut.