Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
-
Upload
jeffry-simamora -
Category
Documents
-
view
227 -
download
0
Transcript of Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
-
7/27/2019 Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
1/14
SP19 | G J A
Gagal Jantung Akut ( Acute Heart Failure )
Jeffry Rulyanto Simamora 10 2011 414
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA
BAB I
Pendahuluan
I. Latar Belakang
Dalamkehidupan sehar-hari sering kita menjumpai berbagai macam penyakit
yamg membahayakan kehidupan manusia, penyakit yang salah satu yang
sering kita jumpai yaitu penyakit yang berhubungan dengan jantung manusia.
Penyakit yang cukup berbahaya bagi manusia yaitu salah satunya penyakit
gagal jantung yang merupakan gagalnya fungsi jantung untuk
memmompakan darah keseluruh tubuh, penyakit ini sering kita temui pada
anak-anak, gagal jantung harus segera ditangai karena apabila tidak cepat
untuk ditangani maka akan berakibat fatal bagi orang tersebut.
II. Tujuan
Untuk mengetahui etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, dan preventif dari Gagal Jantung
Akut, serta dapat mengetahui gejala Gagal Jantung Kronik sebagai diagnosis
pembanding.
-
7/27/2019 Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
2/14
SP19 | G J A
BAB II
Pembahasan
I. Anamnesis
Anamnesis adalahpengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokterdengan cara melakukan serangkaian wawancara Anamnesis dapat langsung
dilakukan terhadap pasien (auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya
atau pengantarnya (alo-anamnesis).
a. Identitas: menanyakan nama, umur, jenis kelamin, pemberi informasi
(misalnya pasien, keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.
b. Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang
permasalahan yang sedang dihadapinya.
c. Riwayat penyakit sekarang (RPS): jelaskan penyakitnya berdasarkan
kualitas, kuantitas, latar belakang, waktu termasuk kapan penyakitnya
dirasakan, faktor-faktor apa yang membuat penyakitnya membaik,
memburuk, tetap, apakah keluhan konstan, intermitten. Informasi harus
dalam susunan yang kronologis, termasuk test diagnostik yang
dilakukan sebelum kunjungan pasien. Riwayat penyakit dan
pemeriksaan apakah ada demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di
perut, batuk dan epistaksis.
d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): Pernahkah pasien mengalami demam
tifoid sebelumnya.
e. Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, mati) danmasalah kesehatan pada anggota keluarga.
f. Riwayat psychosocial (sosial): stressor (lingkungan kerja atau sekolah,
tempat tinggal), faktor resiko gaya hidup (makan makanan
sembarangan).2
Dari anamnesis kita dapat memperoleh keterangan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan keadaan / penyakit penderita seperti keluhan utama yaitu
nyeri dada kiri terus menerus sejak 40 menit yang lalu. Nyeri terasa seperti
tertimpa beban berat di bagian tengah dada dan disertai keringat dingin.
Keluhan tambahan pada pasien ini yaitu perut terasa mual. Riwayat penyakitsebelumnya pasien memiliki riwayat darah tinggi dan seorang perokok 20
tahun terakhir.
II. Pemeriksaan Fisik
4 komponen dasar pemeriksaan fisik :
1. Inspeksi
Pada orang dewasa normal perbandingan diameter transversal
terhadap diameter anteroposterior adalah 2:1 dan simetris. Padainspeksi dapat dilihat apakah ada kelainan pada bentuk toraks,
-
7/27/2019 Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
3/14
SP19 | G J A
contohnya bentuk abnormal dada akibat kelainan jantung ialah
Voussure cardique (pectus caricatum) yang dimana terdapat
penonjolan setempat yang lebar didaerah pericardium, diantara
sternum dan apex cordis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi
jantung.
Pulsasi pada orang dewasa normal agak kurus akan kelihatan dengan
mudah yang disebut ictus cordis pada sela iga 5, kadang-kadang
tampak disela iga sedikit sebelah medial dari garis midclavikula kiri,
sesuai dengan letaknya apex cordis.3
2. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan meletakkan seluruh telapak tangan padadinding thoraks. Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi dapat diraba
dengan cara palpasi. Dengan palpasi ictus cordis dapat diraba dengan
demikian akan jelas lokasi dari puctum maksimum pulsasi dan juga
dapat ditetapkan kuat angkat , luas, frekuensi dan kualitas dari pulsasi
yang teraba.4
Dengan palpasi juga memungkinkan juga dapat diraba adanya fibrasi
disamping pulsasi, yang disebut sebagai getaran (thrill). Getaran ini
sering kali didapat dalam keadaan katup-katup yang menyebabkan
adanya aliran tuberlen yang kasar dalam jantung atau dalam
oembuluh-pembuluh darah yang besar dan biasanya sesuai dengan
adanya bising jantung yang kuat pada tempat yang sama.3
3. Perkusi
Perkusi jantung terutama untuk menentukan besar dan bentuk jantung
secara kasar. Pada perkusi kita dapat menentukan
Batas jantung kanan
Tertukan terlebih dahulu b atas paru hati yang dimana kemudian
2 jari diatas paru hati tersebut dilakukan perkusi lagi kearah
sternum sampai terdengar perubahan suara sonor ke redup.
Normal terjadi pada tempat diantara garis midsternum dan
strernum kanan. Bila batas ini terdapat disebelah kanan garis
-
7/27/2019 Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
4/14
SP19 | G J A
sternum, kemungkinan disebabkan adanya pembesaran ventrikel
kanan atau atrium kiri.3
Batas jantung kiri
Tentukan terlebih dahulu batas paru kiri pada garis axilaris
anterior kiri, perkusi mulai dari garis axilaris anterior kiri kebawah
sampai terdengar suara redup, tentukan peranjakan, kemudian 2
jari diatasnya dilakukan perkusi kearah sternum sampai terdengar
perubahan bunyi ketukan dari sonor menjadi redup. Normal
terdapat ditempat sedikit medial dari garis midclavicula kiri.5
4. Auskultasi
Pemeriksaan aukultasi dilakukan dengan menggunakan stetoskop.Pada auskultasi dapat ditemukannya bunyi normal dan bunyi patologis.
Bunyi normal dapat ditemukannya pada:
Pada ictus cordis untuk mendengarkan bunyi jantung 1 yang
berasal dari katup mitral.
Pada ruang sela iga 2 ditepi kiri sternum untuk mendengar bunyi
jantung yang berasal dari katup pulmonal.
Pada ruang sela iga 2 ditepi kanan sternum untuk mendengar
bunyi jantung yang berasal dari katup aorta.
Pada ruang sela iga 4 dan 5 ditepi kanan dan kiri sternum atau
pada bagian ujung sternum, untuk mendengar bunyi jantung yang
berasal dari katup tricuspid.3
III. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informaasi yang sangat penting
meliputi detak jantung, irama jantung, sistem konduksi. Kelainan segmen
ST, berupa ST segmen elevasi infark miokard (STEMI) atau Non STEMI.
Gelombang Q pertanda infark transmural sebelumnya. Adanya
hipertrofi,bundle branch block,disinkroni elektrikal, dan interval QT yang
memanjang.
-
7/27/2019 Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
5/14
SP19 | G J A
2. Foto Rontgen Dada
Foto thoraks harus diperiksa secepat mungkin saat masuk pada semua
pasien yang diduga gagal jantung akut, untuk menilai derajat kongesti
paru, dan untuk mengetahui adanya kelainan paru dan jantung yang lain
seperti efusi pleura, infiltrat atau kardiomegali.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit ( natrium,
kalium, klorida dan bikarbonat), fungsi ginjal ( ureum dan kreatinin ),
fungsi hati serta analisa gas darah arterial yang berguna untuk menilai
oksigenasi (pO2) fungsi respirasi (PCO2) dan keseimbangan asam basa
(PH). Lebih dari setengah pasien yang masuk karena Gagal Jantung
Akut memiliki anemia (Hb
-
7/27/2019 Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
6/14
SP19 | G J A
V. Differential Diagnosis
Sebagai differential diagnosis dari penyakit gagal jantung akut saya ambil
gagal jantung kronis. Gagal jantung kronik adalah suatu kondisi patofisiologi,
di mana terdapat kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan
kebutuhan jaringan. Suatu definisi objektif yang sederhana untuk menentukanbatas gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat
nilai batas yang tegas pada disfungsi ventrikel. Untuk kepentingan praktis,
gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang
disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan
istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung
dalam keadaan istirahat.
Gagal jantung adalah berhentinya sirkulasi normal darah disebabkan
kegagalan dari ventrikel jantung untuk berkontaksi secara efektif pada saat
sistol. Akibat kekurangan penyediaan darah, menyebabkan kematian sel
karena kekurangan oksigen. Akibat selanjutnya adalah berkurangnya
pasokan oksigen ke otak yang dapat menyebabkan korban kehilangan
kesadaran dan berhenti bernafas dengan tiba-tiba. Gagal jantung adalah
gawat medis yang bila dibiarkan tidak terawat akan menyebabkan kematian
dalam beberapa menit saja.5
VI. Epidemiologi
Gagal jantung akut telah menjadi masalah kesehatan di seluruh duniasekaligus penyebab signifikan jumlah perawatan di rumah sakit dengan
menghabiskan biaya yang tinggi. Penyakit ini merupakan penyebab utama
perawatan pada penyakit kardiovaskuler di Eropa. Di Eropa dan Amerika
Serikat angka kematian di rumah sakit akibat penyakit ini berkisar antara 4-7
% . Sekitar 10 % dari pasien yang bertahan hidup beresiko mengalami
kematian dalam waktu 60 hari berikutnya.
Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 2%. Diperkirakan
bahwa 5,3 juta warga Amerika saat ini memiliki gagal jantung kronik dan
setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap
tahunnya. Pasien dengan gagal jantung akut kira-kira mencapai 20% dari
seluruh kasus gagal jantung. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring
dengan usia, 80 % berumur lebih dari 65 tahun.
Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada
Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi
merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil
-
7/27/2019 Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
7/14
SP19 | G J A
Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di
urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di
rumah sakit di Indonesia. 6
VII. Etiologi
Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60
70% pasien terutama pada pasien usia lanjut. Pada usia muda, gagal jantung
akut lebih sering diakibatkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit
jantung kongenital, penyakit jantung katup dan miokarditis. Banyak pasien
dengan gagal jantung tetap asimptomatik. Gejala klinis dapat muncul karena
adanya faktor presipitasi yang menyebabkan peningkatan kerja jantung dan
peningkatan kebutuhan oksigen, seperti infeksi, aritmia, kerja fisik, cairan,
lingkungan, emosi yang berlebihan, infark miokard, emboli paru, anemia,
tirotoksikosis, kehamilan, hipertensi, miokarditis dan endokarditis infektif. 6
VIII. Patofisiologi
Gagal jantung merupakan manifestasi akhir dari kebanyakan penyakit
jantung. Pada disfungsi sistolik, kapasitas ventrikel untuk memompa darah
terganggu karena gangguan kontraktilitas otot jantung yang dapat disebabkan
oleh rusaknya miosit, abnormalitas fungsi miosit atau fibrosis, serta akibat
pressure overload yang menyebabkan resistensi atau tahanan aliran
sehingga stroke volume menjadi berkurang. Sementara itu, disfungsi diastolik
terjadi akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikeldan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada
pengisian ventrikel saat diastolik.
Penyebab tersering disfungi diastolik adalah penyakit jantung
koroner,hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofi.
Beberapa mekanisme kompensasi alami akan terjadi pada pasien gagal
jantung sebagai respon terhadap menurunnya curah jantung serta untuk
membantu mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk memastikan
perfusi organ yang cukup. Mekanisme tersebut mencakup:
1. Mekanisme Frank Starling
Menurut hukum Frank-Starling, penambahan panjang serat menyebabkan
kontraksi menjadi lebih kuat sehingga curah jantung meningkat. 9
2. Perubahan neurohormonal
Peningkatan aktivitas simpatis Salahmerupakan mekanisme paling awal
untuk mempertahankan curah jantung. Katekolamin menyebabkan kontraksi
otot jantung yang lebih kuat (efek inotropik positif) dan peningkatan denyut
jantung. Sistem saraf simpatis juga turut berperan dalam aktivasi sistem renin
angiotensin aldosteron (RAA) yang bersifat mempertahankan volume darah
yang bersirkulasi dan mempertahankan tekanan darah. Selain itu dilepaskan
juga counter-regulator peptides dari jantung seperti natriuretic peptides yangmengakibatkan terjadinya vasodilatasi perifer, natriuresis dan diuresis serta
-
7/27/2019 Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
8/14
SP19 | G J A
turut mengaktivasi sistem saraf simpatis dan sistem RAA. 9
3. Remodeling dan hipertrofi ventrikel
Dengan bertambahnya beban kerja jantung akibat respon terhadap
peningkatan kebutuhan maka terjadi berbagai macam remodeling termasuk
hipertrofi dan dilatasi. Bila hanya terjadi peningkatan muatan tekanan ruangjantung atau pressure overload (misalnya pada hipertensi, stenosis katup),
hipertrofi ditandai dengan peningkatan diameter setiap serat otot.
Pembesaran ini memberikan pola hipertrofi konsentrik yang klasik, dimana
ketebalan dinding ventrikel bertambah tanpa penambahan ukuran ruang
jantung. Namun, bila pengisian volume jantung terganggu (misalnya pada
regurgitasi katup atau ada pirau) maka panjang serat jantung juga bertambah
yang disebut hipertrofi eksentrik, dengan penambahan ukuran ruang jantung
dan ketebalan dinding. Mekanisme adaptif tersebut dapat mempertahankan
kemampuan jantung memompa darah pada tingkat yang relatif normal, tetapi
hanya untuk sementara.Perubahan patologik lebih lanjut, seperti apoptosis,
perubahan sitoskeletal, sintesis, dan remodelling matriks ekstraselular
(terutama kolagen) juga dapat timbul dan menyebabkan gangguan fungsional
dan struktural yang semakin mengganggu fungsi ventrikel kiri.9
IX. Manifestasi Klinis
Gejala gagal jantung akut terutama disebabkan oleh kongesti paru yang berat
sebagai akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat,
dapat disertai penurunan curah jantung ataupun tidak.
Manifestasi klinis GJA meliputi: 9
1. Gagal jantung dekompensasi (de novo atau sebagai gagal jantung kronik
yang mengalami dekompensasi).
2. Gagal jantung akut hipertensi yaitu terdapat gagal jantung yang disertai
tekanan darah tinggi dan gangguan fungsi jantung relatif dan pada foto toraks
terdapat tanda-tanda edema paru akut.
3. Edema paru yang diperjelas dengan foto toraks, respiratory distress, ronki
yang luas, dan ortopnea. Saturasi oksigen biasanya kurang dari 90% pada
udara ruangan.
4. Syok kardiogenik ditandai dengan penurunan tekanan darah sistolik kurang
dari 90 mmHg atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg
-
7/27/2019 Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
9/14
SP19 | G J A
dan atau penurunan pengeluaran urin kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam, frekuensi
nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ.
5. High output failure, ditandai dengan curah jantung yang tinggi, biasanya
dengan frekuensi denyut jantung yang tinggi, misalnya pada mitral regurgitasi,
tirotoksikosis, anemia, dan penyakit Pagets. Keadaan ini ditandai dengan
jaringan perifer yang hangat dan kongesti paru, kadang disertai tekanan
darah yang rendah seperti pada syok septik.
6. Gagal jantung kanan yang ditandai dengan sindrom low output, peninggian
tekanan vena jugularis, serta pembesaran hati dan limpa.
Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala,penilaian klinis, dan pemeriksaan penunjang, yaitu elektrokardiografi (EKG),
foto toraks, biomarker, dan ekokardiografi Doppler.9
Tabel 1. Klasifikasi beratnya gagal jantung pada Klasifikasi Killip
Stage I Tidak terdapat gagal jantung. Tidak terdapattanda dekompensasi jantung. Prognosis
kematian sebanyak 6%
Stage II Gagal jantung. Terdapat : ronkhi, S3 gallop,dan hipertensi vena pulmonalis, kongesti
paru
dengan ronkhi basah halus pada lapang
bawah paru. Prognosis kematian sebanyak
17%
Stage III Gagal jantung berat, dengan edema paruberat dan ronkhi pada seluruh lapang paru.
Prognosis kematian sebanyak 38%
Stage IV Shock Kardiogenik. Pasien hipotensi denganSBP
-
7/27/2019 Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
10/14
SP19 | G J A
X. Penatalaksanaan
Terapi Farmakologis
Morfin diindikasikan pada tahap awal pengobatan GJA berat, khususnya padapasien gelisah dan dispnea. Morfin menginduksi venodilatasi, dilatasi ringan
pada arteri dan dapat mengurangi denyut jantung.
Antikoagulan terbukti dapat digunakan untuk sindrom koroner akut dengan
atau tanpa gagal jantung. Namun, tidak ada bukti manfaat heparin atau low
molecular weight heparin (LMWH) pada GJA saja.
Vasodilator diindikasikan pada kebanyakan pasien GJA sebagai terapi lini
pertama pada hipoperfusi yang berhubungan dengan tekanan darah adekuat
dan tanda kongesti dengan diuresis sedikit. Obat ini bekerja dengan
membuka sirkulasi perifer dan mengurangi preload. Beberapa vasodilator
yang digunakan adalah:
1. Nitrat bekerja dengan mengurangi kongesti paru tanpa mempengaruhi
stroke volume atau meningkatkan kebutuhan oksigen oleh miokardium pada
GJA kanan, khususnya pada pasien sindrom koroner akut. Pada dosis
rendah, nitrathanya menginduksi venodilatasi, tetapi bila dosis ditingkatkan
secara bertahap dapat menyebabkan dilatasi arteri koroner.
2. Dopamine merupakan agonis reseptor -1 yang memiliki efek inotropik dan
kronotropik positif. Pemberian dopamine terbukti dapat meningkatkan curah
jantung dan menurunkan resistensi vaskular sistemik.
3. Dobutamin merupakan simpatomimetik amin yang mempengaruhi reseptor
-1, -2, dan pada miokard dan pembuluh darah. Walaupun mempunyai
efek inotropik positif, efek peningkatan denyut jantung lebih rendah dibanding
dengan agonis -adrenergik. Obat ini juga menurunkan Systemic Vascular
Resistance (SVR) dan tekanan pengisian ventrikel kiri.
-
7/27/2019 Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
11/14
SP19 | G J A
4. Epinefrin dan norepinefrin menstimulasi reseptor adrenergik -1 dan -2 di
miokard sehingga menimbulkan efek inotropik kronotropik positif. Epinefrin
bermanfaat pada individu yang curah jantungnya rendah dan atau bradikardi.
5. Digoksin digunakan untuk mengendalikan denyut jantung pada pasien
gagal jantung dengan penyulit fibrilasi atrium dan atrial flutter. Amiodarone
atau ibutilide dapat ditambahkan pada pasien dengan kondisi yang lebih
parah.6
ACE-inhibitor tidak diindikasikan untuk stabilisasi awal GJA. Namun, bila
stabil 48 jam boleh diberikan dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap dengan pengawasan tekanan darah yang ketat.
Diuretik diindikasikan bagi pasien GJA dekompensasi yang disertai gejala
retensi cairan. Pemberian loop diuretic secara intravena dengan efek yang
lebih kuat lebih diutamakan untuk pasien GJA, Sementara itu, pemberian -
blocker merupakan kontraindikasi pada GJA kecuali bila GJA sudah stabil.
Obat inotropik diindikasikan apabila ada tanda-tanda hipoperfusi perifer
(hipotensi) dengan atau tanpa kongesti atau edema paru yang refrakter
terhadap diuretika dan vasodilator pada dosis optimal. Pemakaiannya
berbahaya, dapat meningkatkan kebutuhan oksigen dan calcium loading
sehingga harus diberikan secara hati-hati
Terapi Non-Farmakologis
XI. Komplikasi
1. Gagal Jantung Kronik
Gagal jantung kronik terjadi sewaktu jantung tidak mampu memompa
darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrien
tubuh. Gagal jantung disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik. Gagal
jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal jantung sistolik.
Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama (kronis).
-
7/27/2019 Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
12/14
SP19 | G J A
Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada
ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard.6
XII. Prognosis
Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk.
Dalam satu randomized trial yang besar pada pasien yang dirawat dengan
gagal jantung yang mengalami dekompensasi, mortalitas 60 hari adalah 9,6%
dan apabila dikombinasi dengan mortalitas dan perawatan ulang dalam 60
hari jadi 35,2%. Sekitar 45% pasien GJA akan dirawat ulang paling tidak satu
kali, 15% paling tidak dua kali dalam 12 bulan pertama. Angka kematian lebih
tinggi lagi pada infark jantung yang disertai gagal jantung berat dengan
mortalitas dalam 12 bulan adalah 30%.
XIII. Preventif
1. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain),penurunan BB, penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.7
2. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi,
hipertensi, penyakit DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.9
3. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui
mencetuskan serangan angina klasik pada seseorang.6
4. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga
untuk meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi
serangan jantung 6
-
7/27/2019 Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
13/14
SP19 | G J A
BAB III
Kesimpulan
-
7/27/2019 Pbl 19 - Gagal Jantung Akut
14/14
SP19 | G J A
Daftar Pustaka
1. Angina pectoris tidak stabil. 11 Oktober 2011. Diunduh dari : http://nuzulul-
fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35450-Kep%20Kardiovaskuler-Askep%20Angina%20Pektoris%20Tidak%20Stabil.html. 23 September 2012.
2. Supartondo dan Setiyohadi, B. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid I.
Jakarta : Interna Publishing.
3. Santoso Mardi.Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan
Diabetes Indonesia;2004.hal.50-65.
4. E.N.Kosasih dan A.S.Kosasih. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik.
Jakarta: Karisma Publishing;2008.hal.326-8.
5. David Rubenstein, David Wayne,John Bradley. Lecture Notes: Kedokteran Klinis.
Edisi ke-6.Jakarta: Penerbit Erlangga;2006.hal.297-301.
6. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2009.hal.492-504.
7. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II.Edisi ke-5.Jakarta:Interna
Publishing;2009.hal.1728-34.
8. Gillespie S.H, Barmford K.B. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi; alih
bahasa, Stella Tinia ; editor edisi bahasa Indonesia, Rina Astikawati, Amalia
Safitri.Ed. 3. Jakarta : Erlangga, 2009: 182-93.
9. Kasper DL, Braunwald E, Fauci S et all, penyunting. Harissons principles of
internal medicine, edisi ke-16. New york: McGraw-Hill Medical Publishing
Division; 2005.10. T. Bahri Anwar Djohan. Penyakit Jantung Koroner dan Hipertensi.2004.Diunduh
dari http://library.usu.ac.id, 25 September 2011.
11. Panggabean, Daulat M, Gagal jantung. Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam. Aru W
Sudoyo (Editor), Balai Penerbit UI. Jakarta, 2006.