Paper Trauma Ginjal
-
Upload
yelsa-norita -
Category
Documents
-
view
14 -
download
2
description
Transcript of Paper Trauma Ginjal
BAB I
PENDAHULUAN
Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot punggung di
sebelah posterior dan oleh organ intraperitoneal di sebelah anteriornya, karena itu
cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ yang mengitarinya. Trauma
ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenitalia. Kurang lebih 10%
dari trauma abdomen mengenai ginjal.
Cedera ginjal dapat terjadi secara: (1). Langsung akibat benturan yang
mengenai daerah pinggang atau (2). Tidak langsung: cedera deselerasi akibat
pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitonium. Jenis cedera
yang dapat mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka tusuk atau luka
tembak.
Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan
pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis yang
memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan
thrombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya. Cedera ginjal dapat
dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, seperti hidronefrosis,
kista ginjal atau tumor ginjal.1
1
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
I. TRAUMA GINJAL
DEFINISI
Trauma ginjal adalah suatu proses rudapaksa yang dapat menimbulkan
kerusakan ginjal, bias menyebabkan diskontinuitas kortex atau bahkan dapat
merusak medulla sampai sistem pielokaliks, atau merusak pembuluh darah utama
ginjal.
EPIDEMIOLOGI
Trauma ginjal menempati satu hingga lima persen dari seluruh kejadian
trauma.
ETIOLOGI
Trauma ginjal disebabkan oleh :
1. Trauma tumpul (80-90%): kecelakaan lalu lintas, jatuh, cedera olahraga,
atau penyerangan.
2. Trauma tajam (10%): luka tembak atau luka tusuk
PATOGENESIS
Pada trauma tumpul, mekanisme jejas ginjal diduga merupakan hasil kombinasi
gaya yang datang dan reaksi yang terjadi di kompartemen dalam yang berisi
cairan. Selain itu, ginjal yang bergeser dapat menyebabkan traksi arteri renalis,
menyobek lapisan intima, dan menimbulkan perdarahan. Kompresi arteri renalis
diantara dinding anterior perut dan korpus vertebra juga dapat menyebabkan
trombosis arteri renalis dekstra.
Pada trauma tembak, seperti peluru, yang memiliki energy kinetic lebih besar,
dapat mendestruksi parenkim ginjal lebih hebat dan menyebabkan kerusakan di
berbagai organ. Luka tembak kecepatan rendah berhubungan dengan destruksi
2
yang luas akibat efek ledakan, sementara luka tembak kecepatan tinggi berkaitan
dengan pengikisan jaringan yang luas dan tinggimya jejas lain.
Penderajatan Trauma Ginjal
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal
dibedakan menjadi : (1) Cedera minor, (2). Cedera major, (3). Cedera pada
pedikel atau pembuluh darah ginjal. Pembagian sesuai skala cedera organ ( organ
injury scale) cedera ginjal dibagi dalam 5 derajat sesuai dengan penemuan pada
pemeriksaan pencitraan maupun hasil eksplorasi ginjal. Sebagian besar (85%)
trauma ginjal merupakan cedera minor ( derajat I dan II), 15% termasuk cedera
major ( derajat III dan IV) dan 1% termasuk cedera pedikel ginjal.
Penderajatan Trauma Ginjal (3)
DERAJAT JENIS KERUSAKAN
I Kontusio ginjal / hematoma perirenal
II Laserasi ginjal terbatas pada korteks
III Laserasi ginjal sampai pada medulla
ginjal, mungkin terdapat thrombosis
arteri segmentalis
IV Laserasi sampai mengenai sistem
kalises ginjal
V Avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi
thrombosis arteri renalis
Ginjal terbelah ( shatered)
3
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis:
Keluhan : kencing darah, nyeri pinggang, riwayat trauma (mode of injury),
riwayat penyakit ginjal sebelumnya (batu ginjal, hidronefrosis, kista)
Pemeriksaan Fisis:
1. Status Umum : Dicari apakah ada tanda kekurangan darah atau adanya
syok karena berkurangnya volume darah atau cairan intravaskuler. Dicari
apakah ada kerusakan organ lain akibat proses rudapaksa yang dialami
penderita.
2. Status Urologis :
Inspeksi : Dilihat apakah ada jejas, hematoma, luka terbuka, luka tusuk,
luka masuk atau luka keluar akibat tembakan didaerah perut bagian atas
4
(kiri atau kanan), pinggang (kiri atau kanan) dicari apakah ada gross
hematuria.
Palpasi : Dicari apakah ada tanda patah tulang iga 12, dan tanda
penumpukan darah didaerah ginjal. Biasanya ditemui adanya nyeri tekan
ataupun nyeri ketok pada daerah ini.
Auskultasi : Pada kasus dimana sudah terjadi inhibisi cairan dari
retroperitoneal ke dalam rongga peritoneal biasanya ditemui tanda ileus
paralitik.
Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan faal hemostatik, faal ginjal dan eritrosit
dalam sedimen urin pada keadaan syok diperlukan pemeriksaan hematocrit,
analisa gas darah.
Pemeriksaan foto rontgen :
Pencitraan dilakukan berdasarkan indikasi tertentu, yaitu hematuria makroskopis,
hematuria mikroskopis yang disertai syok, atau adanya jejas lain yang berat.
Pemeriksaan IVP ini dijadikan sebagai pemeriksaan standard untuk penilaian
klinis adanya trauma serta menilai berat ringannya trauma ginjal. Agar dapat
terlaksana penderita tidak harus dalam keadaan syok, dan tidak ada kontra
indikasi lain untuk pemeriksaan radiologis dengan menggunakan kontras serta
tidakboleh menunda tindakan yang bersifat live-saving. Di luar negeri umumnya
CT-Scan di jadikan standard pemeriksaan tersebut.
Pada pasien dengan kondisi tidak stabil memerlukan operasi, dapat dilakukan
tindakan single-shot IVP, dengan injeksi 2 mL kontras per kilogram berat badan.
Trauma ginjal terlihat berupa ekskresi kontras yang berkurang (bandingkan
dengan kontralateral), garis psoas atau kontur ginjal menghilang atau scoliosis kea
rah kontra lateral karena kontraksi otot psoas.
Pemeriksaan penunjang lain : Pada keadaan tertentu dimana pemeriksaan IVP
tidak dapat dilakukan atau kurang informatif dapat dilakukan pemeriksaan USG
Ginjal. Pada kecurigaan trauma pedikel, dapat dilakukan pemeriksaan arteriografi
renal.
5
Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat : (2)
1. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah dan perut
bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu.
2. Hematuri
3. Fraktur costa sebelah bawah (T8-12) atau fraktur prosesus spinosus
vertebra
4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang
5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan
lalu lintas
Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat
bervariasi tergantung derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ lain
yang menyertainya. Perlu ditanyakan mekanisme cedera untuk memperkirakan
luas kerusakan yang terjadi. Pada trauma derajat ringan mungkin hanya
didapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat
hematuria makroskopis ataupun mikroskopis. Pada trauma major atau rupture
pedikel seringkali pasien datang dalam keadaaan syok berat dan terdapat
hematoma di daerah pinggang yang makin lama makin membesar. Dalam keadaan
ini mungkin pasien tidak sempat menjalani pemeriksaan IVU karena usaha untuk
memperbaiki hemodinamik seringkali tidak membuahkan hasil akibat perdarahan
yang keluar dari ginjal cukup deras. Untuk itu harus segera dilakuakan eksplorasi
laparatomi untuk menghentikan perdarahan.2
Pencitraan
6
Jenis pencitraan yang diperiksa tergantung pada keadaan klinis dan
fasilitas yang dimiliki oleh RS yang bersangkutan. Pemeriksaan pencitraan
dimulai dari IVU (dengan menyuntikkan bahan kontras dosis tinggi 2ml/kg berat
badan) untuk menilai tingkat kerusakan ginjal dan melihat keadaan ginjal
kontralateral. Pembuatan IVU dilakukan jika diduga ada (1) Luka tusuk atau luka
tembak yang mengenai ginjal, (2) Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-
tanda hematuria makroskopik, dan (3) Cedera tumpul ginjal yang memberikan
tanda-tanda hematuria mikroskopik dengan disertai syok. (2)
Pada beberapa RS, dugaan cedera tumpul pada ginjal yang menunjukkan
tanda hematuri mikroskopik tanpa disertai syok melakukan pemeriksaan
Ultrasonografi sebagai pemeriksaan penyaring. Pemeriksaan USG ini diharapkan
dapat menemukan kontusio parenkim ginjal atau hematoma subkapsuler. Dengan
pemeriksaan ini dapat pula diperlihatkan adanya robekan kapsul ginjal.
Jika IVU belum dapat menerangkan keadaan ginjal (misalkan pada ginjal
non visualized) perlu dilakukan pemeriksaan CT scan atau arteriografi.
Pemeriksaan IVU pada kontusio renis sering menunjukkan gambaran sistem
pelvikalises normal. Dalam keadaan ini pemeriksaan USG abdomen dapat
menunjukan adanya hematoma perenkim ginjalyang terbatas pada subkapsuler
dan dengan kapsul ginjal yang masih utuh. Kadang kala kontusio renis yang
cukup luas menyebabkan hematoma dan edema parenkim yang hebat sehingga
memberikan gambaran system pelvikalises yang spastic atau bahkan tak tampak
(non visualized). Sistem pelvikalises yang tak namapk pada IVU dapat pula terjadi
pada rupture pedikel atau pasien yang berada dalam keadaan syok berat pada saat
menjalani pemeriksaan IVU.
Pada derajat IV tampak adanya ekstravasasi kontras, hal ini terjadi
karenaterobeknya system pelviokalises ginjal. Ekstravasasi ini akan tampak
semakin luas pada ginjal yang mengalami fragmentasi (terbelah) pada cedera
derajat V. Di beberapa RS, peranan IVU sebagai alat diagnostik dan penentuan
derajat trauma ginjalmulai digantkan oleh CT scan. Pemeriksaan ini dapat
menunjukkan adanya robekan jaringan ginjal. Selain itu pemeriksaan ini dapat
mendeteksi adanya trauma pada organ lain.3
7
Penatalaksanaan
Pada setiap trauma tajam yang diduga mengenai ginjal harus dipikirkan
untuk melakukan tindakan eksplorasi, tetapi pada trauma tumpul, sebagian besar
tidak memerlukan operasi. Terapi yang dikerjakan pada trauma ginjal adalah3 :
Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini
dilakukan observasi tanda vital (tensi, nadi, suhu, pernapasan), kemungkinan
adanya penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran lingkar peut,
penurunan kadar hemoglobin, dan perubahan warna urine pada pemeriksaan urin
serial.2
Hampir 90% trauma ginjal merupakan trauma minor yang hanya
memerlukan tindakan konservatif, seperti tirah baring, analgesic untuk
mengurangi nyeri, dan observasi fungsi ginjal (pemeriksaan fisis rutin, kadar
hemoglobin, hematocrit, dan urinalisis).
Jika selama observasi didapatkan adanya tanda-tanda perdarahan atau
kebocoran urin yang menimbulkan infeksi, harus segera dilakukan tindakan
operasi.2
Operasi
Operasi ditujukan pada trauma ginjal major dengan tujuan untuk segera
menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debridement,
reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak
jarangharus dilakukan nefrektomi parsial bahkan total karena kerusakan yang
berat.5
Komplikasi
Jika tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, trauma major dan
trauma sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan
kematian. Selain itu kebocoran system kaliks dapat menimbulkan ekstravasasi
8
urin sehingga menimbulkan urinoma, abses perirenal, urosepsis dan kadang
menimbulkan fistula reno-kutan. Di kemudian hari pasca cedera ginjal dapat
menimbulkan penyulit berupa hipertensi, hidronefrosis, urolithiasis, atau
pielonefritis kronis. (4)
PROGNOSIS
Dengan follow-up yang cermat, kebanyakan trauma ginjal mempunyai prognosis
baik, dengan penyembuhan spontan dan fungsi ginjal kembali baik. Kematian,
biasanya karena ada trauma lain.
BAB III
KESIMPULAN
Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja,
sehingga sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu
kesatuan. Juga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital harus
selalu diperbaiki/dipertahankan, sebelum melangkah ke pengobatan yang lebih
spesifik. Suatu kegawatan urologi timbul jika suatu keadaan membutuhkan
diagnosa yang cepat dan pengobatan segera. Trauma organ-organ urogenital
umumnya tidak mengancam jiwa dengan segera. Meski demikian, kegagalan
dalam mengevaluasi dengan benar dan mengobati cedera ini mungkin
mengakibatkan morbiditas pasien jangka panjang.
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo, Basuki B. Trauma Urogenitalia dalam Dasar-Dasar Urologi.
Jakarta: Sagung Seto; 2012.
2. Moectar, arif C. Kapita selekta kedokteran edisi IV trauma saluran
kemih.Jakarta : Media aesculapius. 2014
3. Schrock, theodore. Ilmu Bedah trauma saluran kemih edisi 7. Jakarta :
EGC. 1999
4. Grace, Pierce. At A glance Ilmu Bedah edisi III. Jakarta : Erlangga, 2014
5. SMF Urologi, Standar Operating Prosedur Trauma saluran kemih.
Medan. 2015
10