Neoplasma montez

download Neoplasma montez

of 13

Transcript of Neoplasma montez

REFERAT NEOPLASMA

Oleh Randy Montez C.

Pembimbing : dr. Monty P. Soemitro,M.Kes, SpB(K)-Onk

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG 2010

PENDAHULUAN Neoplasma berasal dari bahasa Yunani, yaitu neo = baru, dan plasma = yang dibentuk. Neoplasma (New Growth) didefinisikan sebagai pembentukan sel baru yang abnormal, terus tumbuh secara progresif dan tidak pernah mencapai maturitas, serta mampu melakukan metastase. Menurut seorang onkologis bernama Willis, neoplasma merupakan massa abnormal dari jaringan, di mana pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasi oleh pertumbuhan jaringan normal, dan menetap walaupun telah dilakukan penghentian rangsangan yang semula menyebabkannya. Terminologi lain yaitu Tumor ( Latin) artinya : 1. benjolan, 2. pertumbuhan sel-sel secara otonom. Ada pula istilah lain yaitu kanker (cancer = kepiting), berhubungan dengan sifatnya yang membandel seperti kepiting yaitu menempel ke mana-mana. Secara klinis tumor dibedakan atas neoplasma dan neoplasma (misalnya kista, radang, hipertrofi). Sel tumor sendiri merupakan sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara otonom lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel normaldalam bentuk dan strukturnya. Perbedaan sifat sel tergantung dari besarnya penyimpangan dalam bentuk dan fungsi, otonominya dalam pertumbuhan, kemampuannya mengadakan infiltrasi dan menyebabkan metastasis. Neoplasma dibedakan menjadi jinak dan ganas. Neoplasma ganas disebut juga kanker. Neoplasma ganas atau kanker terjadi karena timbul dan berkembang biaknya sel-sel secara tidak terkendali sehingga sel-sel ini tumbuh terus merusak bentuk dan fungsi organ tempat tumbuhnya. Neoplasma ganas ini tumbuh menyusup ke jaringan sekitarnya (infiltratif) sambil merusaknya dekstruktif) dapat menyebar ke bagian lain tubuh dan umumnya fatal jika dibiarkan. Neoplasma jinak tumbuh dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak tetapi membesar dan menekan jaringan sekitarnya (ekspansif) dan umumnya tidak bermetastasis.

Berikut ini ringkasan perbedaan antara neoplasma jinak dan ganas, yaitu : Ganas 1. Cepat tumbuhnya 2. Ekspansif dan infiltratif 3. Bermetastase 4. Prognosis buruk, walaupun tidak selalu Jinak 1. Lambat tumbuhnya 2. Tidak menyebar dan menginfiltrasi 3. Tidak bermetastase 4. Prognosis biasanya baik dengan pembedahan

Neoplasma ganas ini membentuk suatu golongan besar penyakit yang memiliki berbagai macam sifat. Namun secara umum, ada 2 sifat yang sama yaitu : 1. Pembentukannya tidak terkontrol (otonom) 2. Penyebaran dalam bentuk yang berbeda dengan sel-sel dari organ yang dihinggapinya (morfologi yang tidak khas) Neoplasma bertingkah laku seperti parasit, yaitu ia berkompetisi dengan jaringan normal demi mendapatkan nutrisi dan suplai yang dibutuhkannya, dengan tidak memandang status gizi si host. Klasifikasi patologi tumor dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopik pada jaringan dan sel tumor. Dari pemeriksaan mikroskopik ini tampak gambaran keganasan yang sangat bervariasi mulai dari yang relatif jinak sampai yang paling ganas. Ilmu yang mempelajari neoplasma baik jinak maupun ganas disebut onkologi (oncos = benjolan), sedangkan istilah cancerology jarang dipakai.

TATA NAMA Pada umumnya tumor jinak diberikan sufiks oma dari nama sel asal. Contohnya : adenoma, adalah tumor yang membentuk pola kelenjar, atau berasal dari kelenjar, tumor dari sel fibroblastik disebut fibroma, dari jaringan kartilago disebut kondroma, dan dari jaringan tulang disebut osteoma. Penamaan lain antara lain papiloma, yang dinamakan demikian karena secara mikroskopik berbentuk seperti jari-jari tangan, dan ada pula yang dinamakan polip, yaitu penonjolan massa yang berada pada jaringan mukosa, dan biasanya bertangkai. Tata nama tumor ganas pada umumnya mengikuti penamaan pada tumor jinak. Contohnya tumor ganas dari jaringan mesenkim disebut sarkoma, yaitu fibrosarkoma, liposarkoma, leiomiosarkoma (otot polos), dan rhabdomiosarkoma (otot lurik). Tumor ganas dari sel epitel disebut karsinoma. Sel dengan jaringan glandular disebut adenokarsinoma, dan yang berasal dari sel skuamosa disebut karsinoma sel skuamosa. Kadang-kadang tumor ganas tumbuh dalam pola yang tidak terdiferensiasi baik sehingga sulit untuk mengidentifikasi jaringan asalnya.

EPIDEMIOLOGI Pada tahun 2003, diperkirakan 1.334.000 kasus baru kanker terdiagnosis di Amerika Serikat, dan diperkirakan 556.500 orang akan meninggal karena kanker pada tahun yang sama. Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua di AS, hanya kalah oleh kematian akibat penyakit jantung. Dengan meningkatnya usia harapan hidup masyarakat akibat dari reduksi penyebab-penyebab kematian yang lain seperti infeksi dan gangguan kardiovaskular, kanker dapat menjadi penyebab kematian yang utama. Saat ini kanker telah menjadi penyebab kematian nomor satu pada wanita kelompok usia 40-79 tahun dan pria kelompok usia 60-79 tahun. Di seluruh dunia, diperkirakan ada 8,1 juta kasus baru kanker pada tahun 1990, meningkat 37% dibandingkan tahun 1975. Terlihat bahwa angka pertumbuhan jumlah penderita kanker meningkat 2,1% per tahun, lebih cepat daripada pertumbuhan jumlah penduduk dunia yang 1,7% per tahun. Kanker paru-paru adalah kanker terbanyak di dunia, sekitar 1,04 juta kasus baru dan 921.000 kematian per tahun. Di tempat kedua adalah kanker abdomen, yaitu sebanyak 789.000 kasus baru dan 628.000 kematian per tahun. Sedangkan di tempat ketiga adalah kanker payudara, dengan 796.000 kasus baru per tahun. Kanker terbanyak pada pria adalah kanker prostat, diikuti oleh kanker paru-paru dan bronkus, kemudian kanker colon dan rektum. Sedangkan pada wanita, tiga besar ditempati oleh kanker payudara, kanker paru-paru dan brokus, dan kanker colon dan rektum. Namun demikian, penyebab kematian terbanyak pada pria dan wanita justru kanker paru-paru dan bronkus. Frekuensi relatif kanker pada beberapa daerah di Indonesia tidak sama. Yang banyak ditemukan adalah karsinoma serviks, uteri dan karsinoma hepatoseluler, karsinoma paru, da leukemia. Yang agak sering ditemukan adalah karsinoma kulit, karsinoma ovarium, karsinoma nasofaring, dan limfoma maligna.

KARSINOGENESIS

Karsinogenesis adalah proses pembentukan neoplasma/tumor. Karsinogenesis merupakan proses yang multistep yang meliputi inisiasi, promosi dan progesi. Karsinogenesis meliputi proses yang kompleks yang ditandai dengan adanya suatu pertumbuhanyang abnormal akibat berfungsinya onkogen atau termutasinya gen supresor tumor sehingga tidak berfungsi. Proses karsinogenesis ini juga dipikirkan sebagai suatu akumulasi dari modifikasi genetik. Proses ini dapat muncul karena perubahan yang disebabkan oleh interaksi langsung dari toksin lingkungan pada sel, perubahan genetik yang diturunkan atau didapat, yang muncul saat replikasi DNA dan pembelahan sel. Karena perubahan genetik yang progresif, fenotip dari sel kanker dapat dikarakteristikkan dengan perubahan morfologi inti sel dan sel itu sendiri. Secara umum,transformasi neoplasia ini dapat disebabkan oleh karsinogen kimiawi, fisik, faktor genetik, dan faktor geografik. Kecepatan tumbuh tumor dinyatakan dengan tumor doubling time (TDT) yaitu waktu yang diperlukan sel tumor untuk menambah jumlah sel 2 kali dari jumlah sebelumnya. TDT dari neoplasma bervariasi antara 8-600 hari, rata-rata 20-100 hari. Pengukuran TDT dapat membantu menentukan prognosis, evaluasi terhadap respon kemoterapi dan membandingkan respon terhadap berbagai macam pemberian terapi. Faktor yang mempengaruhi kecepatan tumbuh tumor : 1. Faktor Penderita a. Umur : Kanker yang tumbuh pada anak-anak umumnya berkembang cepat b. Jenis kelamin : Umumnya karena hormonal pada laki-laki dan perempuan berbeda c. Penyakit : Pada penderita penyakit tertentu tumbuhnya kanker lebih cepat

2. Faktor Tumor a. Jenis tumor : Umumnya tumor yang asalnya dari jaringan kaya pebuluh darah lebih cepat tumbuh b. Asal sel tumor: Dapat dari sel epitel, mesenkim embrional atau campuran. Masing-masing punya kecepatan tumbuh yang berbeda. Sarkoma jaringan lunak tumbuh dengan cepat c. Sifat tumor : Jinak, in situ, ganas atau tidak jelas d. Derajat keganasan : Rendah, sedang, atau tinggi e. Ratio sel yang tumbuh : Kecepatan tumbuh = fraksi sel yang tumbuh berbanding fraksi sel yang tidak tumbuh ditambah fraksi sel yang hilang

f.

Besar tumor : Makin besar tumor makin terbatas pasokan pembuluh darah dan semakin lambat tumbuhnya

3. Faktor Lingkungan a. Ruang tempat tumbuh b. Dibatasi oleh barier alamiah seperti fascia, periosteum atau rongga tubuh c. Pasokan darah d. Penyakit-penyakit tertentu

Kebanyakan tumor pada manusia paling tidak berada 1 tahun atau bahkan 10 tahun dalam tubuh sebelum terdeteksi secara klinis. Jadi terdapat waktu yang panjang antara mulai terjadi transformasi hingga timbul gejala klinis kanker. Selama periode ini dapat dilakukan deteksi dini dan terapi bedah yang memungkinkan kesembuhan. Jika masainterbal preklinik ini dapat dideteksi sedini mungkin maka mungkin akan dihasilkan terapi bedah lebih memuaskan.

ONKOGEN DAN GEN SUPRESOR TUMOR

Di dalam tubuh manusia telah diketahui terdapat 3 golongan gen pengatur pertumbuhan normal, yaitu: 1. Proto-onkogen (mutasi pada proto-onkogen ini yang paling sering). 2.Tumor supresor gen/anti-onkogen. 3. Gen yang mengatur kematian sel terprogram/ApoptosisBanyak sekali teori tentang onkogen dan banyak pula gen-gen normal yang dapat berubah menjadi onkogen, yang disebut sebgai protoonkogen. Onkogen dihasilkan dari transduksi dari gen inang yang normal dan mewakili suatu sekuens DNA yang unik di mana ekspresi abnormal berhubungan dengan perkembangan perilaku sel maligna. Protoonkogen dapat teraktivasi menjadi onkogen melalui berbagai mekanisme, yaitu : 1. Insersi promoter 2. Insersi enhancer 3. Translokasi kromosom 4. Amplifikasi gen 5. Mutasi titik Kelompok kedua yang berperan dalam mekanisme kejadian kanker adalah karena kegagalan fungsi gen penekan tumor, misalnya p53 dan Rb. Gen ini dapat menekan terjadinya kanker melalui 2 cara, yaitu menggunakan jalur kelompok protein yang mengelola dan misalnya kromosom 9 dan 22 (kromosom Philadelphia) pada CML

mempertahankan DNA repair sehingga terhindar dari mutasi atau melalui jalur kelompok protein yang bertanggung jawab terhadap kematian sel dan cell cycle arrest. Jika terjadi kegagalan terapi dengan menggunakan sasaran onkogen sebagai suatu target, maka perlu dipertimbangkan adanya keterlibatan gangguan fungsi tumor suppressor gen tersebut. Pengertian tentang gen supresi tumor ini banyak diperoleh melalui penelitian Knudsen tentang retinoblastoma. Knudsen menemukan bahwa 40% penderita retinoblastoma terjadi tumor multipel pada usia muda dan sering ada riwayat keluarga yang menunjukkan pola yang diwariskan. Sebagai kontras, 60% lainnya biasanya hanya menderita satu tumor saja dan muncul pada usia yang lebih tua. Berdasarkan hasil dari observasi ini, Knudsen mengajukan suatu teori yang dapat menjelaskan perkembangan retinoblastoma pada 2 grup ini, yang dinamakan two-hit hypothesis. Secara normal, satu sel memiliki dua kopi dari suatu tumor supresi gen, pada kasus ini gen retinoblastoma. Supaya tumorigenesis terjadi, maka kedua kopi gen ini harus termutasi, yang menghasilkan protein yang tidak efektif. Pada bentuk retinoblastoma yang diwariskan, Knudsen menarik hipotesis, para pasien ini memiliki mutasi pertama yang muncul di germ line dan karena itu menyebar pada semua sel di seluruh tubuh. Mutasi sekunder muncul pada retinoblas menyebabkan retinoblastoma. Frekuensi penderita retinoblastoma pada kelompok ini tergantung pada mutasi gen yang kedua. Tumor-tumor yang disertai gangguan ekspresi p53 (mutasi pada p53) akan menyebabkan sel tidak dapat beregresi bahkan dapat menjadi resisten terhadap terapi tersebut. Oleh karena itu, beberapa tahun terakhir ini jalur apoptosis menjadi topik yang popular sebagai target molekuler pengobatan. Apoptosis sendiri didefinisikan sebagai suatu bentuk kematian sel yang fisiologis dan terpogram yang tergantung kepada ekspresi protein intraseluler. Di dalam sel sendiri terdapat beberapa jalur apoptosis, yaitu : 1. Melalui pengaktifan p53 yang akhirnya mengaktifkan protein Bax 2. Melalui jalur yang tidak tergantung pada p53 3. Pengaktifan reseptor TNF superfamili melalui caspase 8-10 yang kemudian mengaktifkan caspase 3 4. Pengaktifan sekresi ion Ca2+ yang akan memacu caspase 12 Jalur apoptosis itu sendiri dapat dihambat oleh gen bcl-2.

METASTASIS Perbedaan antara tumor jinak dan ganas adalah kemampuan untuk menginvasi jaringan sekitar dan menyebar ke seluruh tubuh. Metastasis menyebar dari tempat asal dan membentuk tumor baru di tempat yang jauh. Metastasis terdari dari sekumpulan proses yang terdiri dari beberapa tahap. Pertama, kanker primernya harus mendapatkan akses ke sirkulasi yaitu aliran darah atau limfatik. Setelah sel-sel kanker masuk ke sirkulasi, mereka harus tetap bertahan, kemudian sel-sel kanker itu mengalami ekstravasasi ke jaringan baru, dan selanjutnya menginisiasi pertumbuhan di sana dan membangun vaskularisasi baru Langkah-langkah utama pembentukan metastasis itu sendiri menurut Fidler : 1. Transformasi dari sel normal menjadi sel tumor dan bertumbuh setelah kejadian transformasi inisial 2. Vaskularisasi ekstensif dengan sekresi faktor-faktor angiogenesis 3. Invasi lokal dari stroma inang oleh sel tumor yang secara genetik terprogram untuk masuk ke jaringan limfe atau pembuluh darah 4. Pelepasan dan embolisasi dari satu atau multipel sel tumor yang secara genetik terprogram untuk masuk ke jaringan limfe atau pembuluh darah 5. Sel tumor bertahan di sirkulasi 6. Sel tumor sampai di vaskular bed dari organ jauh dengan menempel di kapiler epitel 7. Invasi ke organ jauh 8. Proliferasi sebagai implan metastatik dalam organ jauh

SINDROMA PARANEOPLASTIK

Manifestasi klinis dari suatu tumor menimbulkan efek lokal dari pertumbuhan tumor tersebut, namun tumor juga dapat menimbulkan tanda-tanda dan gejala yang jauh dari lokasi primer atau metastasenya. Ini disebut sebagai sindroma paraneoplastik. Sindroma paraneoplastik muncul pada kurang lebih pada 15% pasien kanker. Penemuan sindroma tersebut dapat membantu untuk diagnosis kanker lebih awal. Dalam beberapa situasi, penyakit dasarnya mungkin tak dapat diterapi, tetapi gejala dan komplikasi dari sindroma paraneoplastik dapat diatasi Sindroma paraneoplastik merupakan kumpulan gejala klinik yang penting untuk diperhatikan, karena: (1) sindroma ini terdapat bersamaan dengan pertumbuhan neoplasma, dan dapat menjadi petunjuk awal dari tipe kanker tertentu, (2) pengobatan yang efektif terhadap tumor dapat diikuti dengan meredanya sindroma paraneoplastik, (3)

efek metabolik dan toksik dari sindroma ini dapat lebih membahayakan daripada keganasannya sendiri (contoh: hiperkalsemia, hiponatremia) Sindroma paraneoplastik merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh efeksistemik non-metastatik dari suatu keganasan, Merupakan kumpulan gejala yang muncul akibat substansi yang dilepaskan oleh sel-sel tumor, dan gejala itu sendiri jauh dari tumor. Gejala-gejala yang dapat muncul berupa gejala endokrin, neuromuskular atau muskuloskeletal, kardiovaskuler, rematologik, hematologik, gastrointestinal, renal, kulit dan lain-lain. Patofisiologinya saat ini belum diketahui dengan pasti, seperti yang sudah disebutkan, massa tumor membentuk dan melepaskan antibodi dan substansi aktif, atau dapat idiopatik. berbagai jenis tumor dapat menciptakan hormon dan prekursor hormon sehingga mengganggu metabolisme tubuh. Beberapa tumor bahkan membentuk protein fetal yang digunakan sebagai penanda tumor seperti CEA, AFP. Sindrom ini timbul pada 10-15% dari keganasan. Dan dapat muncul sebagai keluhan utama. Mortalitas dan morbiditas sindrom inibelum diketahui. Predileksi ras dan jenis kelamin tidak diketahui, dan dapat mengenai semua umur.

Telah dikenal beberapa sindroma neurologik yang merupakan akibat dari adanya neoplasma ditempat jauh yang bukan akibat keterlibatan langsung susunan saraf oleh metastasis atau akibat komplikasi kanker yang diketahui, atau akibat terapinya. Sindroma ini secara klinis muncul secara subakut dalam beberapa minggu atau bahkan beberapa hari menimbulkan gejala neurologik yang dapat menimbulkan hendaya berat. Ditemukannya sindroma ini mengharuskan kita melakukan pencarian terhadap adanya suatu tumor ganas. Pada suatu neoplasma tertentu dapat timbul lebih dari satu sindroma. Terdapat beberapa mekanisme untuk menjelaskan penyakit ini, termasuk pelepasan bahan neurotoksik oleh tumor, infeksi jaringan tumor atau saraf oleh virus biasa atau retrovirus, dan reaktivitas humoral dan seluler terhadap antigen yang dimiliki tumor dan sel neuron yang sakit. Frekuensi terjadinya sekresi hormon ektopik bervariasi, sesuai dengan criteria yang digunakan untuk diagnosis. Sindroma yang paling sering ditemukan adalah sindroma hipersekresi ACTH, hiperkalsemia, dan hipoglikemia organik. Sekresi ACTH ektopik terjadi pada sekitar 15-20% pasien sindroma cushing. Hampir 50% pasien hiperkalsemia yang tidak berhubungan dengan deplesi volume, hipervitaminosis D, atau sarkoidosis, ternyata lebih cenderung menderita keganasan daripada hiperparatiroidisme.

Dan dari jumlah tersebut, sekitar 70% mensekresikan suatu peptida hiperkalsemik, suatu hormon yang berkaitan dengan hormon paratiroid, yang memiliki aktivitas biologik mirip hormon paratiroid. Sekresi hormon ektopik berkaitan dengan berbagai jenis tumor. Tumor yang paling sering berkaitan dengan pembentukan hormon ektopik adalah karsinoma paru sel kecil / small cell lung carcinoma (SCLC), karsinoid, dan tumor pulau pankreas. Tumor karsinoid umumnya dijumpai pada paru atau saluran cerna. Karsinoid saluran cerna dapat ditemukan pada usus bagian atas (foregut) atau usus bagian bawah (hindgut), walaupun tumor usus bagian ataslah yang terutama aktif secara hormonal. Sindroma paraneoplastik yang berhubungan dengan sel-sel darah dan faktorfaktor pembekuan sering ditemukan. Patofisiologi terjadinya manifestasi hematologi belum jelas, mungkin berkaitan dengan hormon-hormon dan growth factors yang mengatur hemopoesis. Protein Losing Enteropathy paraneoplastik disebabkan oleh berkurangnya waku paruh protein dalam serum. Hal ini disebabkan oleh kelainan struktur sel, erosi dan ulserasi mukosa, dan obstruksi limfatik yang meningkatkan permeabilitas mukosa terhadap protein serum. Protein losing enteropathy ditemukan pada keganasan saluran cerna, sarkoma Kaposi, serta penyakit Hodgkin dan non-Hodgkin pada usus. Pasien dengan protein losing enteropathy paraneoplastik menunjukkan edema perifer, debilitas, dan hipoproteinemia. Penanganannya adalah terhadap kanker primer dan terapi diet. Diare cair yang dapat terjadi pada tumor rektosigmoid dan karsinoma medulla tiroid yang memproduksi prostaglandin yang dapat menyebabkan malabsorpsi. Sel tumor juga melepaskan produk yang dapat meningkatkan motilitas dan aktivitas sekretorik. Sindroma anorexia-cachexia pada kanker (CACS) merupakan sindroma paraneoplastik yang tersering. Sindroma ini ditandai oleh anorexia, penurunan berat badan, atropi otot, hilangnya lemak subkutan, lemas, anemia, asthenia, dan peningkatan metabolisme pada seluruh substrat energi. Cachexia diinduksi oleh berbagai mediator seperti TNF- , IL-6, interferon, leukemia inhibitory factor, transforming growth factor, dan IL-1, yang dihasilkan oleh sel tumor atau oleh sel normal, seperti makrofag, sebagai respon terhadap inflamasi dan

katabolisme (Rugo, 2004). Pasien cachexia menunjukkan penurunan efisiensi energi ekspenditur. Penurunan efisiensi ini disebabkan peningkatan protein yang dihasilkan selama respirasi pada mitokondria, yang diduga dimediasi oleh TNF. Kehilangan protein otot disebabkan oleh peningkatan pemecahan protein dan peningkatan apoptosis. Tumorderived proteolysis-inducing factor menyebabkan peningkatan degradasi protein otot, penurunan sintesis protein, proteolisis langsung pada otot, dan inhibisi penggunaan glukosa oleh sel otot. Sel tumor juga memproduksi faktor yang mengubah persepsi pasien terhadap makanan, khususnya rasa dan aroma, yang menurunkan nafsu makan. Serotonin yang dihasilkan sel tumor juga mempengaruhi pusat nafsu makan pada sistem saraf pusat. Penanganan pasien CACS adalah dengan pemberian intake kalori yang adekuat, penambahan 1-1,5 g protein per kilogram berat badan, dan 25%-40% kalori nonprotein berupa lemak. Selain itu dapat diberikan agen farmakologi seperti progestational dan prokinetik. Demam adalah tanda lain yang berkaitan dengan keganasan, dan biasanya disebabkan oleh infeksi. Penyebab lain dari demam pada pasien kanker adalah tumor, drug fever, reaksi terhadap produk darah, dan penyakit autoimun. Infeksi terjadi akibat depresi granulosit dan sel mononukleus dalam darah akibat tindakan terapi yang agresif. Demam juga mungkin disebabkan oleh sitokin (IL-1, TNF, IL-6, interferon) yang dilepaskan sel radang atau oleh intrinsik pada tumor itu sendiri. Demam sering terjadi pada penyakit limfoproliferatif, karsinoma sel renal, leukemia, demam dapat juga timbul pada keganasan lain. Demam dapat hilang dengan penanganan pada tumor. Apabila penanganan terhadap tumor tidak mungkin dilakukan atau tidak efektif, anti inflamasi dapat diberikan. Keterlibatan ginjal pada perjalanan penyakit keganasan dapat terjadi akibat infiltrasi tumor pada parenkim, atau merupakan suatu sindroma paraneoplastik. Sindroma paraneoplastik yang terjadi dapat disebabkan oleh produksi tumor-related hormon, atau keterlibatan langsung glomerulus dan mikrovaskular, atau berhubungan dengan protein yang berhubungan dengan tumor (amiloid, paraprotein), atau akibat ketidakseimbangan elektrolit (hiponatremia, hiperuricemia). Manifestasi kulit pada keganasan dapat menjadi diagnosis awal keganasan, sehingga penatalaksanaan terhadap keganasan dapat dilakukan lebih awal, walaupun

sebagian ada yang timbul lambat. Manifestasi kulit dapat terjadi sebagai keterlibatan kulit secara langsung dengan adanya tumor, atau merupakan efek dari tumor yang jauh dari kulit.

DAFTAR PUSTAKA 1. Brunicardi FC, et al. Schwartzs principles of surgery 8th edition. 2005. New York : Mc-Graw & Hill. Chapter 9 2. Argenta LC. Basic Science for Surgeons, a review. 2004. Pennsylvania : Saunders. Chapter 46 3. Cortran S, et al. Robbins Pathologic Basis of Disease, 6th edition. 1995. Philadelphia : Saunders. Chapter 8 4. Sukardja IDG, Onkologi Klinik. 1996. Surabaya : Airlangga University Press 5. Arnold S. M., Lieberman F. S., Foon K. A. 2005. Paraneoplastic syndrome. Dalam: Pine J., editor: Cancer, principle and practice of oncology.

Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins. 6. Dalmau J., Rosenfeld M. R. 2005. Paraneoplastic neurologic syndrome. Dalam: Kasper D. L., Fauci A. S., Longo A. L., et al, editor: Harrisons: the principles of internal medicine. Sixteenth edition. United States of Americe: McGraw Hill Company. 7. Rugo H. S. 2005. The paraneoplastic syndromes. Dalam: Tierney Jr. L. M., McPhee S. J., Papadakins M. A., editor: Current medical diagnosis and treatment. Fourty fourth edition. United States of America: McGraw Hill Company 8. Santacroce L. 2005. Paraneoplastic syndromes.

http://www.emedicine.com/med/topic1747.htm. 19 Januari 2006.