NASKAH AKADEMIK - repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/786/1/NA & RAPERDA PERUBAHAN_DPRD... · naskah...
Transcript of NASKAH AKADEMIK - repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/786/1/NA & RAPERDA PERUBAHAN_DPRD... · naskah...
NASKAH AKADEMIK
PERUBAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 1 TAHUN 2016
TENTANGKEPALA DESA, PERANGKAT DESA DAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA
TIM PENYUSUN :
1. Dr. Supardal, M.Si.
2. Drs. Hardjono, M.Si.
3. Drs. RY. Gatot Raditya, M.Si.
KERJASAMA :PUSAT STUDI KEBIJAKAN PUBLIK DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
(PSKPPM)SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTADENGAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHKABUPATEN JOMBANG
TAHUN 2018
NASKAH AKADEMIK
PERUBAHAN PERATURAN DAERAH
KABUPATEN JOMBANG NOMOR 1 TAHUN 2016
TENTANG
KEPALA DESA, PERANGKAT DESA DAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA
TIM PENYUSUN:
1. Dr. Supardal, M.Si.
2. Drs. Hardjono, M.Si.
3. Drs. RY. Gatot Raditya, M.Si.
KERJASAMA :
PUSAT STUDI KEBIJAKAN PUBLIK DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT (PSKPPM)
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
DENGAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN JOMBANG
TAHUN 2018
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, segala puji bagi Alloh SWT Tuhan yang maha kuasa, sehingga dengan ridho-Nya kita bisa menyelesaikan tugas untuk menyusun Naskah Akademik sebagai landasan dalam penyusunan Rancangan Perubahan Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Kepala Desa, Perangkat Desa Dan Organisasi Pemerintah Desa, ini merupakan inisiatif dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Jombang, dengan bekerjasama dengan pihak ketiga dalam hal ini Pusat Studi Kebijakan Publik dan Pemberdayaan Masyarakat (PSKPPM) Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
Dalam penyusunan Naskah Kajian dan Raperda tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Jombang tentang Perubahan Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kepala Desa, Perangkat Desa Dan Organisasi Pemerintah Desa, ini sudah berusaha untuk mengacu ketentuan peraturan perundangan yang ada, khususnya Permendagri No. 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Tim PSKPPM Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” mengakui bahwa naskah kajian dan Raperda ini masih belum sempurna, untuk itu masukan yang konstruktif guna untuk penyempurnaan naskah ini sangat diharapkan.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang, khususnya DPRD Kabupaten Jombang yang telah memberikan kepercayaan untuk tugas ini. Demikian juga kepada segenap organisasi pemerintah daerah (OPD) terkait yang telah memberikan masukan dalam penyusunan naskah kajian dan Raperda, kepada segenap stakeholders Kabupaten Jombang terkait pemerintahan desa yang telah memberikan data dan informasinya, sehingga naskah ini bisa selesai dengan baik.
Penyusun
Tim PSKPPM
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Profil Kabupaten Jombang .. ............................................................... 5
C. Dasar Pemikiran ..............................................................................16
D. Identifikasi Masalah .........................................................................17
E. Tujuan dan Sasaran Penulisan ........................................................18
F. Metode dan Pendekatan Penulisan ..................................................19
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN EMPIRIS .......................................................22
A. Kajian Teoritis ..................................................................................22
B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan
Norma ..............................................................................................28
C. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem ................................. 31
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT .......33
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS .......................37
A. Landasan Filosofis ...........................................................................37
B. Landasan Sosiologis .........................................................................42
C. Landasan Yuridis .............................................................................43
BAB V RUANG LINGKUP PENGATURAN NASKAH AKADEMIK PERATURAN
DAERAH ...........................................................................................45
A. Ketentuan Umum ............................................................................45
B. Ruang Lingkup dan Isi Pengaturan .................................................47
BAB VI PENUTUP ...........................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................51
LAMPIRAN:
− RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN PERATURAN
DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA
DESA, PERANGKAT DESA DAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
disebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tersebut Desa memiliki a). kewenangan berdasarkan atas asal usul; b).
kewenangan lokal beskala Desa; c). kewenangan yang ditugaskan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/
Kota; dan d). kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewenangan berdasarkan atas asal usul sering disebut juga sebagai
“hak purba”, “hak tradisional”, “hak bawaan” atau “hak asli”. Istilah-istilah
tersebut memiliki kesamaan, yang pada dasarnya mencakup dua hal yaitu:
1. Hak-hak asli masa lalu yang telah ada sebelum lahir NKRI pada
tahun 1945 dan tetap dibawa dan dijalankan oleh Desa setelah lahir
NKRI sampai sekarang. Misalnya tanah Bengkok di Jawa dan tanah
ulayat/adat di luar Jawa.
2. Hak-hak asli yang muncul dari prakarsa desa yang bersangkutan atupun
prakarsa dari masyarakat setempat, sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan peraturan perudangan yang berlaku. Misalnya Pasar
Desa, Tambatan perahu yang dibangun atas prakarsa desa.
Kewenangan lokal berskala desa terkait dengan kepentingan
masyarakat setempat yang sudah dijalankan oleh desa atau mampu dijalankan
oleh desa, karena muncul dari prakarsa masyarakat. Kewenangan lokal adalah
2
kewenangan yang lahir karena prakarsa dari desa sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan, dan kondisi lokal desa. Kewenangan yang terkait dengan
kepentingan masyarakat ini mempunyai cakupan yang relatif kecil dalam
lingkup desa, yang berkaitan sangat dekat dengan kebutuhan hidup sehari-
hari warga desa, dan tidak mempunyai dampak keluar dan kebijakan makro
yang luas. Jenis kewenangan lokal berskala desa ini merupakan turunan dari
konsep subsidiaritas, yang berarti bahwa baik masalah maupun urusan
berskala lokal yang sangat dekat dengan masyarakat sebaiknya diputuskan
dan diselesaikan oleh organisasi lokal yang dalam hal ini adalah desa, tanpa
harus ditangani oleh organisasi yang lebih tinggi.
Kewenangan penugasan seperti tugas pembantuan tidak berarti
pengaturan tentang penyerahan dan/atau pelimpahan kewenangan
secara permanen yang dirumuskan dalam peraturan pemerintah,
peraturan menteri, maupun peraturan daerah. Pemerintah supra desa
dapat memberikan penugasan kepada desa dengan memberi surat tugas
kepada kepala desa untuk membantu penyelenggaraan pemerintahan,
pelayanan, publik, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat.
Pemberi tugas mempunyai kewenangan dan tanggung jawab, sementara
desa berposisi mengurus dan membantu tugas yang diberikan. Atas
tugas itu, pemberi tugas menyertakan biaya kepada desa. Penugasan
semacam ini didasarkan kepada beberapa pertimbangan:
a. Pemerintah menghadapi keterbatasan sumber daya untuk menyelenggarakan
tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan yang menjangkau ke
seluruh pelosok masyarakat dan setiap rumah tangga;
b. Desa lebih dekat, tahu, dan mampu menjangkau pelayanan kepada
masyarakat;
c. Pelaksanaan tugas ke level bawah lebih efisien (berbiaya murah) dan
efektif (tepat sasaran) jika dilakukan oleh desa daripada dilakukan
sendiri oleh aparat pemerintah.
Kewenangan penugasan lain, dalam hal ini peraturan perundang-
udangan yang dimaksud adalah berbagai undang-undang sektoral yang
bersentuhan dengan desa. Namun kewenangan lain dalam hal ini tidak
3
bermakna “mengatur”, melainkan bermakna “mengurus” atau mengelola,
menjalankan, melaksanakan, dan menikmati.
Pemerintah juga mengakui adanya kemandirian yang dimiliki oleh
Desa, yakni semacam hak Wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan rumah tangganya. Pemerintahan dan kepentingan
masyarakat berdasarkan hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada
pada masyarakat setempat diberi ruang tetap eksis dalam rangka mendorong
pelaksanaan pemerintahan, pelayanan publik dan pembangunan desa.
Beberapa kewenangan Kepala Desa seperti yang tercantum dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa, adalah
menetapkan Peraturan Desa dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa). Peraturan Desa yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan Desa atau sebagai penjabaran lebih lanjut dari Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi
sosial budaya masyarakat setempat. Selanjutnya dijelaskan bahwa
Peraturan Desa yang dibuat dilarang bertentangan dengan Kepentingan
umum dan atau Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Terkait dengan hubungan kerja antara Kepala Desa dengan perangkat
desa dalam prakteknya menimbulkan dinamika hubungan tersendiri. Karena
banyak ditemukan berbagai persoalan menunjukkan disharmonisasi
hubungan kelembagaan diantara keduanya. Hal ini terjadi karena ketidak
jelasan hubungan keduanya, karena di dalam UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, BPD bukan lagi sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
Desa, melainkan hanya lembaga desa yang ikut menjalankan fungsi
pemerintahan Desa. Pasal 55 ayat (1) menegaskan BPD mempunyai fungsi
membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala
Desa. Dengan demikian kedudukan BPD bukan sebagai badan yang harus
menyetujui Rancangan Peraturan Kepala Desa menjadi Peraturan Desa.
Selain itu masih terdapat lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti
LPMD, RT/RW, PKK, dan lain-lain yang turut memberikan kontribusi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. Sinergisitas antara
Pemerintah Desa, BPD dan lembaga-lembaga kemasyarakatan di desa,
tentu akan memberikan iklim kondusif bagi penyelenggaraan pemerintahan
4
dan pembangunan desa. Hal ini juga terkait dengan konsep ketata-
pemerintahan yang baik, dimana relasi antara berbagai komponen
governance menjadi kunci terwujudnya good governance di tingkat lokal.
Untuk itulah dibutuhkan keberanian daerah kabupaten mengatur
Pedoman pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, karena
perangkat desa akan sangat membantu tugas kepala desa dan pemerintah
desa, sehingga ada pedoman bagi desa untuk mengisi kekosongan perangkat
desa. Hal ini disadari penting karena kewenangan Desa untuk mengisi
perangkat desa mempunyai landasan hukum yang kuat yakni Peraturan
Daerah, karena Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri, termasuk mengisi perangkat desa.
Kewenangan Daerah mengatur pedoman pengangkatan dan
pemberhentian perangkat desa didasarkan pada : Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014,
dan dalam Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan
Pemberhentian Perangkat Desa. Selanjutnya diperbaharui dengan Permendagri
No 67 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 83 Tahun
2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa (Berita
Negara RI Tahun 2017 Nomor 1223).
Untuk itulah urgensinya peraturan daerah yang mengatur tentang
pedoman pengisian perangkat desa dan pemberhentian perangkat Desa,
sehingga bisa dijadikan acuan dan pedoman bagi desa dalam mengisi
perangkat desa dan struktur organisasi pemerintah desa. Demikian pula
menyangkut hubungan kerja dan tata kerja pemerintah desa. Dengan Perda
yang akan dirumuskan ketentuan dan mekanisme pengisian perangkat desa,
selama tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan yang di atasnya.
Selain itu masih banyak pula persoalan organisasi pemerintah
desa yang perlu mendapat perhatian, diantaranya sebagai berikut:
Kelembagaan dan organisasi pemerintah desa belum sepenuhnya
tertata dengan baik, termasuk kerangka regulasinya.
Pemahaman tupoksi dari aparatur desa yang masih rendah, sehingga
berjalannya pelaksanaan tugas pemerintahan desa belum optimal.
5
Perubahan struktur organisasi pemerintah desa yang baru jangan sampai
mengorbankan aparat desa yang sudah ada menurut struktur yang lama.
Untuk itulah perlunya pengaturan tentang proses dan mekanisme
pengangkatan perangkat desa yang sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa. Dengan demikian akan memberikan kepastian dan dasar
hukum bagi desa dalam mengisi kekosongan perangkat desa di desa masing-
masing.
B. Profil Kabupaten Jombang
1. Sejarah
Jombang termasuk Kabupaten yang masih muda usia, setelah
memisahkan diri dari gabungannya dengan Kabupaten Mojokerto
yang berada di bawah pemerintahan Bupati Raden Adipati Ario
Kromodjojo, yang ditandai dengan tampilnya pejabat yang pertama
mulai tahun 1910 sampai dengan tahun 1930 yaitu : Raden Adipati
Ario Soerjo Adiningrat.
Menurut sejarah lama, konon dalam cerita rakyat mengatakan
bahwa salah satu desa yaitu desa Tunggorono, merupakan gapura
keraton Majapahit bagian Barat, sedang letak gapura sebelah selatan
di desa Ngrimbi, dimana sampai sekarang masih berdiri candinya.
Cerita rakyat ini dikuatkan dengan banyaknya nama-nama desa
dengan awalan "Mojo" (Mojoagung, Mojotrisno, Mojolegi, Mojowangi,
Mojowarno, Mojojejer, Mojodanu dan masih banyak lagi).
Salah Satu Peninggalan Sejarah di Kabupaten Jombang Candi
Ngrimbi, Pulosari Bareng Bahkan di dalam lambang daerah Jombang
sendiri dilukiskan sebuah gerbang, yang dimaksudkan sebagai gerbang
Mojopahit dimana Jombang termasuk wewenangnya Suatu catatan yang
pernah diungkapkan dalam majalah Intisari bulan Mei 1975 halaman 72,
dituliskan laporan Bupati Mojokerto Raden Adipati Ario Kromodjojo
kepada residen Jombang tanggal 25 Januari 1898 tentang keadaan
Trowulan (salah satu onderdistrict afdeeling Jombang) pada tahun 1880.
Sehingga kegiatan pemerintahan di Jombang sebenarnya bukan
dimulai sejak berdirinya (tersendiri) Kabupaten jombang kira-kira 1910,
6
melainkan sebelum tahun 1880 dimana Trowulan pada saat itu sudah
menjadi onderdistrict afdeeling Jombang, walaupun saat itu masih terjalin
menjadi satu Kabupaten dengan Mojokerto. Fakta yang lebih menguatkan
bahwa sistem pemerintahan Kabupaten Jombang telah terkelola dengan
baik adalah saat itu telah ditempatkan seorang Asisten Resident dari
Pemerintahan Belanda yang kemungkinan wilayah Kabupaten Mojokerto
dan Jombang lebih-lebih bila ditinjau dari berdirinya Gereja Kristen
Mojowarno sekitar tahun 1893 yang bersamaan dengan berdirinya Masjid
Agung di Kota Jombang, juga tempat peribadatan Tridharma bagi pemeluk
Agama Kong hu Chu di kecamatan Gudo sekitar tahun 1700.
Konon disebutkan dalam ceritera rakyat tentang hubungan Bupati
Jombang dengan Bupati Sedayu dalam soal ilmu yang berkaitang dengan
pembuatan Masjid Agung di Kota Jombang dan berbagai hal lain,
semuanya merupakan petunjuk yang mendasari eksistensi awal-awal
suatu tata pemerintahan di Kabupaten Jombang.
2. Kondisi Geografis Kabupaten Jombang
Kabupaten Jombang merupakan salah satu dari 38 kabupaten/
kota di Provinsi Jawa Timur yang terletak pada koridor bagian tengah
wilayah Provinsi Jawa Timur. Secara geografis, Kabupaten Jombang
terletak antara 7° 20’ 48,60” – 7° 46’ 41,26” Lintang Selatan serta antara
112° 03’ 46,57” – 112° 27’ 21,26” Bujur Timur.
Kabupaten Jombang memiliki letak yang sangat strategis,
karena berada pada perlintasan jalan arteri primer Surabaya – Solo –
Jakarta dan jalan kolektor primer Malang – Jombang – Babat. Selain
itu, Kabupaten Jombang juga dilintasi ruas jalan tol Surabaya –
Mojokerto – Kertosono yang kini sedang dalam tahap konstruksi, sebagai
bagian dari jalan tol Trans Jawa. Dalam skenario pengembangan sistem
perwilayahan Jawa Timur, Kabupaten Jombang termasuk dalam
kawasan Wilayah Pengembangan Germakertosusila Plus, dan Perkotaan
Jombang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL), yakni kawasan
perkotaan yang memiliki fungsi pelayanan dalam lingkup lokal (skala
kabupaten atau beberapa kecamatan)
7
Luas wilayah Kabupaten Jombang 1.159,50 km², atau menempati
sekitar 2,5% luas wilayah Provinsi Jawa Timur. Secara administratif,
Kabupaten Jombang terdiri dari 21 kecamatan, yang meliputi 302 desa
dan 4 kelurahan, serta 1.258 dusun/lingkungan.
Batas wilayah administrasi Kabupaten Jombang adalah:
Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Lamongan dan
Kabupaten Bojonegoro.
Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto
Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan
Kabupaten Malang
Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk.
Jombang adalah kabupaten yang terletak di bagian tengah
Provinsi Jawa Timur. Luas wilayahnya 1.159,50 km²[3], dan jumlah
penduduknya 1.201.557 jiwa (2010), terdiri dari 597.219 laki-laki dan
604.338 perempuan. Pusat kota Jombang terletak di tengah-tengah
wilayah Kabupaten, memiliki ketinggian 44 meter di atas permukaan
laut, dan berjarak 79 km (1,5 jam perjalanan) dari barat daya Kota
Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Jombang memiliki posisi
yang sangat strategis, karena berada di persimpangan jalur lintas
selatan Pulau Jawa (Surabaya-Madiun-Jogjakarta), jalur Surabaya-
Tulungagung, serta jalur Malang-Tuban.
Jombang juga dikenal dengan sebutan Kota Santri, karena
banyaknya sekolah pendidikan Islam (pondok pesantren) di wilayahnya.
Bahkan ada pameo yang mengatakan Jombang adalah pusat pondok
pesantren di tanah Jawa karena hampir seluruh pendiri pesantren di
Jawa pasti pernah berguru di Jombang. Di antara pondok pesantren
yang terkenal adalah Tebuireng, Denanyar, Tambak Beras, dan Darul
Ulum (Rejoso).
Banyak tokoh terkenal Indonesia yang dilahirkan di Jombang, di
antaranya adalah mantan Presiden Indonesia yaitu KH Abdurrahman
Wahid, pahlawan nasional KH. Hasyim Asy'ari dan KH. Wahid Hasyim,
tokoh intelektual Islam Nurcholis Madjid, serta budayawan Emha Ainun
8
Najib. Konon, kata Jombang merupakan akronim dari kata berbahasa
Jawa yaitu ijo (Indonesia: hijau) dan abang (Indonesia: merah). Ijo
mewakili kaum santri (agamis), dan abang mewakili kaum abangan
(nasionalis/kejawen). Kedua kelompok tersebut hidup berdampingan
dan harmonis di Jombang. Bahkan kedua elemen ini digambarkan
dalam warna dasar lambang daerah Kabupaten Jombang.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur mengukuhkan
Jombang sebagai salah satu kabupaten di jawa timur. Kabupaten
Jombang adalah termasuk yang mempunyai iklim tropis, sedangkan
berdasarkan hasil perhitungan menurut klasifikasi yang diberikan oleh
Smidt dan Ferguson termasuk tipe iklim D. Dimana tipe ini biasanya
musim penghujan jatuh pada bulan Oktober sampai April dan musim
kemarau jatuh pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober.
Tata guna lahan : Pola penggunaan tanah di Kabupaten
Jombang (2003) terbanyak digunakan untuk area persawahan (42%),
diikuti dengan permukiman (19%), hutan (18%), tegal (12%), dan
lainnya. Sebagian besar sawah (82%) merupakan irigasi teknis, dan
sebagian (10%) merupakan sawah tadah hujan.
3. Keadaan Demografis
Jumlah penduduk Kabupaten Jombang adalah 1.201.557 jiwa
(2010) terdiri dari 597.219 laki-laki dan 604.338 perempuan.
Sedikitnya 55% penduduk tinggal di wilayah perkotaan. Kepadatan
penduduk di Kabupaten Jombang sebesar 997 jiwa/km². Konsentrasi
sebaran penduduk terutama di Kecamatan Jombang (dengan tingkat
kepadatan penduduk tertinggi, yakni 3.198 jiwa/km²), Kecamatan
Tembelang (bagian selatan), Kecamatan Peterongan (bagian tengah
dan selatan), Kecamatan Jogoroto, Kecamatan Mojowarno (bagian utara
dan timur), sepanjang jalan raya Jombang-Peterongan-Mojoagung-
Mojokerto, serta sepanjang jalan raya Jombang-Diwek-Blimbing-Ngoro-
Kandangan. Kawasan padat penduduk lainnya adalah kawasan
perkotaan di kecamatan Ploso, Perak, dan Ngoro. Bagian barat laut
(yang merupakan perbukitan kapur) dan bagian tenggara (yang
9
merupakan daerah pegunungan) merupakan kawasan yang memiliki
kepadatan penduduk jarang. Pertumbuhan penduduk tahun 2007
s/d 2009 meningkat rata-rata 11,01 % pertahun.
Etnis dan bahasa :Penduduk Jombang pada umumnya adalah
etnis Jawa. Namun demikian, terdapat minoritas etnis Tionghoa dan Arab
yang cukup signifikan. Etnis Tionghoa umumnya tinggal di perkotaan dan
bergerak di sektor perdagangan dan jasa.
Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang digunakan sebagai
bahasa sehari-hari. Bahasa Jawa yang dituturkan banyak memiliki
pengaruh Dialek Surabaya yang terkenal egaliter dan blak-blakan.
Kabupaten Jombang juga merupakan daerah perbatasan dua dialek
Bahasa Jawa, antara Dialek Surabaya dan Dialek Mataraman. Beberapa
kawasan yang berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk dan Kediri memilki
pengaruh Dialek Mataraman yang banyak memiliki kesamaan dengan
Bahasa Jawa Tengahan. Salah satu ciri khas yang membedakan Dialek
Surabaya dengan Dialek Mataram adalah penggunaan kata arek (sebagai
pengganti kata bocah) dan kata cak (sebagai pengganti kata mas).
4. Agama
Sebagian besar agama yang dianut penduduk Jombang adalah
Islam dianut oleh 98% penduduk Kabupaten Jombang, diikuti dengan
agama Kristen Protestan (1,2%), Katolik (0,3%), Buddha (0,09%), Hindu
(0,07%), dan lainnya (0,02%).[13] Meskipun Jombang dikenal dengan
sebutan "kota santri", karena banyaknya sekolah pendidikan Islam
(pondok pesantren) di wilayahnya, Namun kehidupan beragama di
Kabupaten Jombang sangat toleran. Di Kecamatan Mojowarno, (atau
sekitar 8 km dari Ponpes Tebuireng), merupakan kawasan dengan
pemeluk mayoritas beragama Kristen Protestan, dan daerah tersebut
pernah menjadi pusat penyebaran salah satu aliran agama Kristen
Protestan pada era Kolonial Belanda, denga bangunan gereja tertua dan
salah satu terbesar di Jawa Timur yaitu Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW)
Mojowarno dengan dilengkapi rumah sakit Kristen dan Sekolah-sekolah
Kristen. Agama Hindu juga dianut sebagian penduduk Jombang, terutama
di kawasan selatan (Wonosalam, Bareng, dan Ngoro). Selain itu, Kabupaten
10
Jombang memiliki tiga kelenteng, yakni Hok Liong Kiong di Kecamatan
Jombang, Hong San Kiong di Kecamatan Gudo (yang didirikan tahun
1700) dan Bo Hway Bio di Kecamatan Mojoagung.
5. Pendidikan
Sejumlah perguruan tinggi, di antaranya Universitas Darul Ulum
(UNDAR), STKIP PGRI Jombang, STIE PGRI Dewantara, Universitas Bahrul
Ulum, Intitut Keislaman Hasyim Asy'ari (Ikaha), Universitas Pesantren
Darul Ulum (UNIPDU), STIKES Pemkab Jombang, STIKES ICME, serta
sejumlah akademi. Universitas Darul Ulum merupakan perguruan tinggi
terkemuka di Jombang. Pada tahun 2005, Kabupaten Jombang terdapat
560 SD negeri dan 22 SD swasta; 46 Sekolah Menengah Pertama SMP
Negeri dan 86 SMP swasta; 12 SMA Negeri dan 37 SMA swasta; 7 SMK
Negeri dan 39 SMK swasta. Sementara, untuk sekolah formal Islam,
terdapat 5 MI Negeri dan 257 MI swasta; 17 MTs Negeri dan 102 MTs
swasta; serta 10 MA Negeri dan 65 MA swasta.
Sekolah favorit di Kabupaten Jombang pada umunya untuk
tingkat SD adalah SDN Kepanjen 2, SDN Jombatan 3, dan SD Islam
Roushon Fikr, untuk tingkat SMP adalah SMPN 1 Jombang, sedang
untuk tingkat SMA adalah SMAN 2 Jombang dan SMA Unggulan
Darul Ulum. Sekolah kejuruan di Jombang juga menjadi sekolah
unggulan untuk remaja Jombang misalnya SMKN 1 Jombang (SMEA)
yang memiliki hotel sendiri dan SMKN 3 Jombang (STM).
6. Komunikasi dan media massa
Jombang memiliki satu kode area dengan Mojokerto, yakni
0321.[15] Operator telepon seluler yang beroperasi di Jombang untuk GSM
adalah Telkomsel, Indosat, 3, dan Excelcomindo; sedang untuk CDMA
adalah Indosat Starone, Telkom Flexi, dan Mobile 8. Di Jombang terdapat
beberapa stasiun radio FM (termasuk dua milik pemerintah), serta
sejumlah tabloid, majalah, dan surat kabar regional. Leading newspaper di
Jombang antara lain adalah Harian Seputar Indonesia (SINDO), Jawa Pos
(Radar Mojokerto), Kompas, Duta Masyarakat, Surya, Bangsa, dan
Memorandum, Surabaya Pagi, Jatim Mandiri. Dan beberapa lagi, media
11
mingguan yang cukup eksis di kota santri ini, Radar Minggu, Rakyat Pos,
tabloid SIDAK. Media tersebut berbasis berita lokal dan telah beredar di
hampir seluruh wilayah di Jawa Timur. Di Jombang dapat dengan jelas
menangkap saluran TVRI, 10 TV swasta nasional serta beberapa stasiun
televisi lokal di Surabaya dan Kediri.
7. Perekonomian
Sektor pertanian menyumbang 38,16% total PDRB Kabupaten
Jombang. Meski nilai produksi pertanian mengalami peningkatan,
namun kontribusi sektor ini mengalami penurunan. Sektor pertanian
digeluti oleh sedikitnya 31% penduduk usia kerja. Tradisi, kemudahan
yang disediakan oleh alam, dan adanya terobosan baru rupanya
menjadikan alasan untuk bertahan. Kesuburan tanah di sini konon
dipengaruhi oleh material letusan Gunung Kelud yang terbawa arus
deras Sungai Brantas dan Kali Konto serta sungai-sungai kecil lainnya.
Sistem pengairan juga sangat ekstensif dan memadai, dan 83% di
antaranya merupakan irigasi teknis. Sedikitnya 42% lahan di Jombang
digunakan sebagai area persawahan. Letaknya di bagian tengah
kabupaten dengan ketinggian 25-100 meter dpl. Lokasi ini ditanamai
tanaman padi serta palawija seperti jagung, kacang kedelai, kacang
tanah, kacang hijau, dan ubi kayu. Komoditas andalan tanaman pangan
Kabupaten Jombang di tingkat provinsi adalah padi, jagung, kacang
kedelai dan ubi kayu. Besarnya produksi padi telah menempatkan
Jombang sebagai daerah swasembada beras di provinsi Jawa Timur.
Di bagian utara merupakan sentra buah-buahan seperti
mangga, pisang, nangka, dan sirsak. Kecamatan Wonosalam juga
merupakan sentra buah-buahan terutama Durian Bido. Kecamatan
Perak merupakan penghasil utama jeruk nipis, yang diunggulkan
karena tipis kulitnya serta banyak airnya.
‘
8. Perkebunan
Komoditas andalan perkebunan Kabupaten Jombang di tingkat
provinsi adalah tebu. Sedang di tingkat regional, komoditas unggulan
adalah serat karung, kelapa, kopi, kakao, jambu mete, randu, tembakau,
12
dan beberapa tanaman Toga (lengkuas, kencur, kunyit, jahe, dan serai).
Proyek percontohan Toga terlengkap di Jombang adalah Taman Toziega
PKK Kabupaten Jombang dan Toziega Asri di Desa Dapurkejambon
Jombang. Toziega (Taman Obat Gizi dan Ekonomi Keluarga) merupakan
pengembangan dari Toga (Tanaman Obat Keluarga). Dimana dalam
Toziega ditambahkan pengadaan sumber gizi secara mandiri dan
komersialisasi dari hasil pengelolaan tanaman obat. Gagasan proyek
percontohan Toziega dicetuskan dan dibidani oleh Ir. Tyasono Sankadji
yang kemudian menjadi salah satu jargon kebanggaan pertanian dan
perkebunan Kabupaten Jombang. Tebu merupakan bahan mentah
utama industri gula di Jombang, (dimana Jombang memiliki dua pabrik
gula). Perkebunan tebu tersebar merata di dataran rendah dan dataran
tinggi Kabupaten Jombang. Daerah pegunungan di sebelah tenggara
(terutama Kecamatan Wonosalam) merupakan sentra tanaman perkebunan
kopi, kakao, dan cengkeh. Daerah pegunungan di utara merupakan
penghasil utama tembakau di Jombang.
9. Kehutanan
Hampir 20% wilayah Kabupaten Jombang merupakan kawasan
hutan. Kawasan hutan tersebut terdapat di bagian utara (kecamatan
Plandaan, Kabuh, Kudu, dan Ngusikan) serta bagian tenggara
Kabupaten Jombang (kecamatan Wonosalam, Bareng, dan Mojowarno).
Di wilayah hutan Kabupaten Jombang, 61% merupakan hutan
produksi, 23% hutan tebang pilih, 15% hutan wisata, dan 1,5%
merupakan hutan lindung. Kayu jati adalah komoditas unggulan
subsektor kehutanan di Kabupaten Jombang.
10. Peternakan dan perikanan
Komoditas peternakan Kabupaten Jombang meliputi ayam
pedaging, ayam petelur, ayam buras, sapi potong, sapi perah, kerbau,
kambing, domba, dan itik. Ayam pedaging merupakan komoditas
unggulan peternakan di tingkat provinsi. Beberapa perusahaan
menengah bergerak di bidang peternakan. Mengingat lokasi Kabupaten
13
Jombang yang bukan kawasan pantai, perikanan perairan umum dan
kolam merupakan komoditas unggulan di bidang perikanan.
11. Perdagangan
Sektor perdagangan menyumbang PDRB kabupaten terbesar
kedua setelah pertanian. Majunya pertanian di Jombang rupanya turut
menggairahkan sektor perdagangan. Kabupaten Jombang merupakan
salah satu penyuplai utama komoditas pertanian tanaman pangan dan
perkebunan di Jawa Timur. Kabupaten Jombang memiliki 17 pasar
umum yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten, serta 12 pasar
hewan. Kota Jombang sendiri memiliki Pasar Legi Citra Niaga, Pasar
Pon, Pasar Loak, dan Pasar Burung. Perdagangan retail dilayani oleh
berbagai pusat perbelanjaan serta supermarket besar maupun kecil. Di
samping Pasar Legi Citra Niaga, dua kawasan ruko yang terbesar
adalah Kompleks Simpang Tiga dan Kompleks Cempaka Mas. Selain
kota Jombang, kawasan pusat komersial regional di Kabupaten
Jombang terdapat di Mojoagung, Ploso, dan Ngoro.
12. Industri Manufaktur
Gedung Industri Perusahaan CJI di Jombang. Sektor industri
manufaktur menyumbang PDRB kabupaten terbesar ketiga setelah
pertanian dan perdagangan. Majunya industri di Jombang ditopang oleh
kemudahan transportasi, serta letak Kabupaten Jombang yang strategis,
yakni berada di jalur utama lintas selatan Pulau Jawa dan bersebelahan
dengan kawasan segitiga industri Surabaya-Mojokerto-Pasuruan.
besar di Kabupaten Jombang yang merambah pasar luar negeri di
antaranya adalah PT Pei Hai Wiratama Indonesia (produk sepatu, topi dan
T-Shirt dengan brand "Diadora" dan "Fila") di Jogoloyo (Jogoroto); PT Japfa
Comfeed (produk makanan ternak) di Tunggorono (Jombang); PT Usmany
Indah (produk kayu olahan), MKS-Sampoerna (produk rokok) di Ploso dan
Ngoro, PT Cheil Jedang Indonesia (produk industri kimia setengah jadi) di
Jatigedong (Ploso);PT Cheil Jedang Superfeed (produk pakan ternak) di
Mojoagung, PT Mentari International (produk mainan anak) di Tunggorono
(Jombang), serta PT Seng Fong Moulding Perkasa (produk ubin kayu).
14
Kabupaten Jombang juga memiliki dua pabrik gula: PG Djombang Baru di
Kecamatan Jombang dan PG Tjoekir di Kecamatan Diwek. Sebanyak 96%
industri manufaktur di Kabupaten Jombang merupakan industri kecil,
dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 60%. Industri kecil yang
merambah pasar luar negeri adalah industri kerajinan manik-manik kaca
(di Desa Plumbon-Gambang, Kecamatan Gudo) dan industri kerajinan cor
kuningan (di Desa Mojotrisno, Mojoagung). Kedua kerajinan tersebut
adalah khas Jombang. Sementara itu, industri kecil lain yang dipasarkan
di tingkat nasional antara lain adalah mebelair (di Mojowarno), anyaman
tas (di Mojowarno), limun (di Bareng dan Ngoro), serta Kecap "Ikan
Dorang", yang merupakan salah satu trade mark Jombang.
13. Pertambangan dan Penggalian
Saat ini Kabupaten Jombang tidak terdapat aktivitas
pertambangan. Namun diduga bagian utara dan barat Kabupaten
Jombang terdapat deposit minyak bumi. Bahan galian di Kabupaten
Jombang antara lain yodium, diatomit, andesit, lempung, dan pasir batu.
14. Perbankan
Di Kabupaten Jombang terdapat beberapa Bank besar yang
beroprasi seperti Bank Jatim, Bank Danamon, Bank Mandiri, Bank Rakyat
Indonesia, Bank Central Asia, BNI, BII, Bank Mega dan lain-lain. Bank-bank
tersebut juga menyediakan pelayanan ATM hampir disetiap kecamatan.
15. Transportasi
Ringin Contong yaitu pertemuan antara Jl KH. Wahid Hasyim (gb.
atas), Jl A Yani (jalan satu arah), dan Jl KH. Abdurrahman Wahid.
Kabupaten Jombang memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada
di jalur utama lintas selatan Pulau Jawa (Jogjakarta-Surabaya-Bali).
Selain itu, Kabupaten Jombang juga merupakan persimpangan jalur
menuju Kediri/Tulungagung, Malang, serta Babat/pantura. Pusat kota
Jombang dapat ditempuh 1½ jam dari ibu kota Provinsi Jawa Timur
Surabaya, atau dari Bandara Internasional Juanda di Sidoarjo. Saat ini
juga telah dikembangkan ruas jalan tol Mojokerto-Kertosono, yang
melintasi bagian utara Kabupaten Jombang.
15
16. Bus
Terminal Kepuhsari, yang terletakdi Kecamatan Peterongan, 5
km dari pusat kota Jombang, merupakan terminal utama kabupaten
yang menghubungkan Jombang dengan kota-kota lainnya. Jalur bus
jurusan Surabaya, Kediri/Tulungagung, dan Solo/Jogja merupakan
jalur yang beroperasi 24 jam nonstop. Bus yang ingin memberhentikan
para penumpang yang ingin ke Jombang Koa biasanya diturunkan di
“Simpang Tiga” kota Jombang yang biasanya disebut Terminal Lama.
17. Kereta api
Kereta Api yang akan tiba di Stasiun Jombang. Kabupaten Jombang
juga dihubungkan dengan kota-kota lain di Pulau Jawa dengan
menggunakan jalur kereta api. Stasiun Jombang merupakan stasiun
utama, disamping 4 stasiun lainnya: Sembung, Peterongan, Sumobito, dan
Curahmalang. Jalur kereta api yang melintasi stasiun KA Jombang adalah
Surabaya – Jombang - Kertosono PP (KRD) Surabaya – Kertosono – Blitar -
Malang-Surabaya Gubeng PP (KA Rapih Dhoho/Penataran) Surabaya
Gubeng - Yogyakarta PP (KA Sancaka) Surabaya - Madiun PP (KA Madiun
Ekspress) Banyuwangi -Jember - Surabaya - Yogyakarta PP (KA Sri Tanjung)
Jember-Surabaya-Yogyakarta-Purwokerto PP (KA Logawa) Surabaya -
Yogyakarta - Bandung PP (KA Pasundan, Mutiara Selatan, Turangga, Argo
Wilis) Surabaya-Yogyakarta-Cirebon-Jakarta PP (Bima) Jombang – Solo -
Semarang – Tegal – Cirebon - Jakarta PP (KA Bangunkarta).
Sementara jalur kereta api yang sudah tidak aktif lagi antara
lain jurusan : Jombang – Pare - Kediri Jombang - Ploso- Kabuh -
Babat. Jalur ini dulu melewati depan tugu Ringin Contong yang
menjadi ciri khas kota Jombang.
Angkutan lokal : Untuk transportasi intra wilayah kabupaten,
terdapat Angkutan Pedesaan dengan 24 trayek, yang menjangkau ke
semua kecamatan. Ini masih ditambah lagi dengan adanya trayek
angkutan antarkota yang menghubungkan kota Jombang dengan
wilayah kabupaten di sekitarnya, yakni jurusan Pare, Kandangan,
Babat, Kertosono, serta Mojokerto.
16
18. Pariwisata
Kabupaten Jombang memiliki berbagai keindahan alam dan
potensi pariwisata lain yang menarik. Sangat disayangkan, potensi
tersebut pada umumnya belum digali, dan tidak memiliki pendukung
sarana dan prasarana yang memadai untuk memajukan pariwisata di
Kabupaten Jombang, sehingga menunggu adanya investasi untuk
menggarapnya. Hal ini sangat penting dan menguntungkan, mengingat
posisi Kabupaten Jombang yang bersebelahan dengan daerah tujuan
wisata alam Malang di tenggara dan Pacet-Trawas-Tretes di timur; serta
wisata historis (situs Majapahit) Trowulan. Di Jombang memiliki
beberapa tempat pariwisata yang menarik, yaitu Pemandian Sumberboto
di Mojowarno, Candi Arimbi di Bareng, Sendang Made di Kudu, Kedung
Cinet di Plandaan, Kedung Sewu serta Desa Manduro yang berpenduduk
asli Madura di Kabuh,perkebunan teh, cengkeh serta durian di
Wonosalam serta air terjun Tretes di Wonosalam.Dan juga arung jeram
(Rafting)di desa panglungan ,WonosaLam. Selain itu juga terdapat
wisata religi yaitu makam Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid), KH.
Wahid Hasyim dan KH. Hasyim Asyari di Tebuireng, Diwek, serta
bangunan gereja tertua di Jawa Timur yaitu GKJW Mojowarno. Selain
itu terdapat wisata buatan, salah satunya yaitu Tirta Wisata yang
terletak di wilayah Peterongan
C. Dasar Pemikiran
Sesuai ketentuan dalam Permendagri No 83 Tahun 2015 tentang
Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa (Berita Negara RI
2016 Nomor 5), yang selanjutnya dirubah menjadi Permendagri No 67
Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permendagri No 83 Tahun 2015
tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa (Berita
Negara RI tahun 2017 Nomor 1223). Dengan demikian peraturan daerah
terkait dengan pedoman pengangkatan dan pemberhentian perangkat
desa harus disesuaikan dengan perubahan ini.
Dewasa ini relasi yang harmonis antara berbagai komponen pilar-
pilar pemerintahan dalam bingkai good governance (pemerintah, lembaga-
17
lembaga masyarakat sipil dan lembaga-lembaga ekonomi) di semua level
pemerintahan sangat dibutuhkan, termasuk di lingkungan pemerintahan
desa. Keharmonisan hubungan itu sangat dibutuhkan, terutama dalam
proses pembentukan kebijakan dan rekrutmen perangkat desa.
Sementara di sisi lain kebiasaan menunggu aturan pelaksanaan yang
terperinci dan jelas sudah membudaya di berbagai lini pemerintahan, sehingga
aturan-aturan normatif dan tidak jelas tentu menimbulkan ketidak-pastian bagi
pemerintah desa untuk melaksanakannya. Demikian pula dalam hal tata-
hubungan antara berbagai lembaga kemasyarakatan di desa dengan
Pemerintah Desa, sehingga keterlibatannya belum tentu dioptimalkan oleh
pihak Pemerintah Desa, dengan dalih “aturannya tidak jelas”. Terkait
“Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa” merupakan suatu gagasan
yang tepat dalam rangka memberikan arah dan pedoman dalam pengisian
perangkat desa dan penataan struktur pemerintah desa, tanpa berpretensi
untuk melakukan intervensi dan formalisasi struktur pemerintah di desa.
D. Indentifikasi Masalah
1. Permasalahan Yang Dihadapi
Dari hasil pengamatan dan diskusi dengan beberapa perangkat
daerah dan tokoh masyarakat desa, dapat ditemukan berbagai
permasalahan yang terkait dengan pengangkatan dan pemberhentian
perangkat desa. Secara umum permasalahan tersebut sebagai berikut:
a. Peraturan daerah terkait dengan pedoman pengangkatan dan
pemberhentian perangkat desa sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa, dan Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 dirubah
dengan Permendagri Nomor 67 Tahun 2017, sehingga harus ada
penyesuaian dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa.
b. Ketentuan yang ada terkait dengan pengangkatan dan pemberhentian
perangkat desa tidak bisa lagi dipergunakan karena tidak sesuai lagi
dengan semangat Permendagri Nomor 67 Tahun 2017.
c. Belum adanya pengaturan relasi perangkat desa dengan pemerintah
desa sesuai dengan ketentuan baru, sehingga pelaksanaan tupoksinya
18
belum berjalan secara baik, sehingga konteks relasi dan menjalankan
peran masih stagnan dan normatif
Kurangnya kesadaran individu atas peraturan yang ada di desa
tersebut dan berubahnya perilaku masyarakat yang kurang menjunjung
tinggi nilai-nilai kearifan lokal terkait dengan norma-norma sosial dalam
musyawarah, sehingga dalam pengangkatan dan pelaksanaan tugas
perangkat desa yang ada dan dalam menjalin relasi dengan kepala desa
terkadang belum adanya sinergi dan keserasian. Untuk itulah perlunya
kejelasan aturan, sehingga masing-masing perangkat desa bisa
menjalankan fungsinya dengan baik.
2. Landasan Pembentukan Peraturan Daerah
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU
No. 6 Tahun 2014 tentang Desa;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan
PP No. 43/3014;
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah;
f. Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan dan
Pemberhentian Perangkat Desa;
g. Permendagri No 67 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Permendagri
No 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat
Desa (Berita Negara RI tahun 2017 Nomor 1223)
E. Tujuan dan Sasaran Penulisan
Penulisan naskah akademik ini dimaksudkan untuk memberikan
landasan akademik atas penyusunan Rancangan Perubahan Peraturan
Daerah tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa adalah:
a. Sebagai dasar penyusunan Rancangan Perubahan Peraturan Daerah
tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa sebagai
landasan pengisian perangkat desa.
19
b. Melakukan kajian terhadap arti penting Rancangan Perubahan Peraturan
Daerah tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.
c. Memberikan landasan bagi Daerah untuk melakukan upaya-upaya
perubahan pengaturan perangkat desa dan struktur pemerintah desa
dan tugas pokok fungsi pemerintah desa.
Peraturan Daerah yang hendak disusun ini tentu tidak mungkin
melakukan pengaturan pada semua aspek yang terkait dengan pemerintahan
desa dengan segala aspek yang ada didalamnya, karena ada beberapa aspek
yang belum bisa diatur secara tegas, hal ini dikarenakan karena
mempertimbangkan beberapa faktor, seperti, kapasitas Pemerintahan Desa,
kondisi perangkat desa, serta urgensi hubungan perangkat desa dengan
pemerintahan desa, serta eksekusi penerapannya di lapangan.
Adapun sasaran pengaturan yang hendak dijelaskan dalam
naskah akademik ini mencakup:
a. Memberikan kejelasan perubahan pengaturan terhadap upaya-upaya
untuk mengatur pengisian perangkat desa.
b. Memberikan kejelasan perubahan pengaturan terhadap pengangkatan
dan pemberhentian perangkat desa dan segala tupoksi pemerintah desa.
c. Menghidupkan dan melestarikan kembali kearifan lokal dengan tata nilai
positifnya dalam pengisian perangkat desa dengan menyesuaikan peraturan
yang berlaku.
F. Metode dan Pendekatan Penulisan
1. Metode
a) Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pembentukan hukum (law
making) sekaligus juga merupakan penelitian penerapan hukum (law
application). Yang dimaksud sebagai penelitian pembentukan hukum
karena bertujuan untuk merumuskan prinsip-prinsip/norma hukum
yang menjadi dasar /landasan hukum yang berlaku bagi peristiwa
konkrit sehari-hari. Sedangkan yang dimaksud sebagai penelitian
penerapan hukum karena dalam perumusan prinsip norma tersebut
tidak terlepas dari tindakan menerapkan norma yang ada sebelumnya
20
baik di tingkat pusat (nasional) maupun di tingkat daerah. Sesuai
dengan tujuannya yang hendak membentuk hukum positif, maka
penelitian ini menggunakan metode normatif (doktrinal). Data-data
terutama didasarkan pada kajian literatur (bahan hukum sekunder)
dan studi lapangan (OPD dan desa) melalui FGD, selanjutnya dianalisa
dengan analisa dan argumentasi kualitatif.
b) Jenis dan Alat Pengumpul Data
Data yang dikumpulkan adalah berupa keputusan hukum
(das sollen) yang mengatur mengenai kelembagaan desa yang
sudah ada di Kabupaten Jombang, serta fakta (das sein), yang
merupakan realisasi keputusan hukum atau yang mendasari
pembentukan ketentuan hukum terkait perangkat desa. Keputusan
hukum berupa peraturan-peraturan hukum di tingkat nasional
maupun daerah sampai desa. Data tersebut dikumpulkan melalui
studi kepustakaan yang ditujukan sebagai penggalian informasi
kepustakaan di berbagai perpustakaan maupun lewat internet.
Disamping itu, data diambil melalui Focus Group Discussion
(FGD) stakeholders daerah Kabupaten Jombang dan juga tokoh-
tokoh desa, serta pendapat para ahli yang berkompeten dalam hal
peraturan mengenai perangkat desa dan tupoksinya. Untuk
melengkapi data dan informasi yang dibutuhkan dalam rangka
penyusunan Raperda Pedoman Pengangkatan dan Pemberhentian
Perangkat Desa, maka dilakukan FGD dengan segenap stakeholders
untuk mengumpulkan beberapa informasi terkait hal yang bisa
dijadikan acuan dalam menyusun Raperda.
c) Analisis Data
Analisis data dimulai dengan inventarisasi dan sistematisasi
norma untuk melihat ketentuan yang berkaitan dengan struktur
pemerintah desa dalam hukum nasional maupun peraturan daerah.
Tahap selanjutnya adalah analisis data dengan melakukan eksplikasi
yaitu penjelasan serta evaluasi atau penilaian mengenai hukum positif
baik dalam hukum nasional maupun peraturan daerah yang sesuai
21
dengan kondisi Kabupaten Jombang berkaitan dengan Perubahan
Pedoman Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa Kegiatan
penelitian yang terakhir adalah melakukan preskripsi terhadap
perumusan aturan Perubahan Pedoman Pengangkatan dan
Pemberhentian Perangkat Desa dengan menggunakan analisa kualitatif
yang dirumuskan selain dari studi pustaka juga dari hasil pengkajian
pendapat-pendapat para ahli dan pihak-pihak berkompeten dalam FGD.
2. Pendekatan Penulisan
Dalam penulisan naskah akademik ini, metode dan pendekatan yang
digunakan adalah melalui pengamatan di lapangan dan studi literatur, yang
selanjutnya didiskusikan melalui FGD (forum group discusion) kemudian
dikomunikasikan dalam forum musyawarah dengan lembaga Desa.
Adapun sistematika penulisan naskah akademik ini, adalah
sebagai berikut:
a) Bagian pertama
Sampul depan /cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
b) Bagian Kedua
Bab 1 Pendahuluan : (1) Latar Belakang ; (2) Permasalahan ; (3)
Tujuan dan Sasaran Penulisan ; (4) Metode dan Pendekatan Penulisan;
Bab 2 Kajian teoritis dan Kajian Empiris
Bab 3 Analisis dan Kajian Peraturan Perundang-undangan yang
terkait dengan materi yang akan diatur dalam Peraturan Daerah
tentang Pedomana Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.
Bab 4 Ruang Lingkup Pengaturan Naskah Akademik Peraturan
Daerah : (1) Ketentuan umum; (2) Materi pokok yang akan diatur;
(3) Ketentuan Penutup
c) Bagian Ketiga
Bab 5 Penutup yang menguraikan saran/rekomendasi
d) Bagian Keempat :
Daftar Pustaka
22
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN EMPIRIS
A. Kajian Teoritis
Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen (unit-
unit kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan adanya
pembagian kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-
kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan (koordinasi). Selain itu
struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi pekerjaan,
saluran perintah dan penyampaian laporan
Struktur Organisasi dapat didefinisikan sebagai mekanisme-
mekanisme formal organisasi diolah dan dikelola secara baik. Struktur
organisasi terdiri atas unsur spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi,
sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan dan
ukuran satuan kerja organisasi, demikian juga dalam struktur organisasi
pemerintahan. Dalam prakteknya terdapat beberapa struktur organisasi
yang kurang tepat sebagai berikut:
1. Pengambilan keputusan seringkali terlambat ataupun seringkali
kurang baik.
2. Organisasi tidak mampu bereaksi dengan baik terhadap perubahan
kondisi lingkungan.
3. Dalam organisasi seringkali terjadi pertentangan, sehingga kurang
kondusif untuk mendukung kerja organisasi
Adapun faktor-faktor yang menentukan perancangan struktur
organisasi yang efektif sebagai berikut:
1. Strategi organisasi untuk mewujudkan pencapaian tujuan.
2. Perbedaan teknologi yang digunakan untuk memproduksi output akan
membedakan bentuk struktur organisasi.
3. Kemampuan dan cara berfikir para anggota serta kebutuhan mereka
juga lingkungan sekitarnya perlu dipertimbangkan dalam penyusunan
struktur organisasi.
4. Besarnya organisasi dan satuan kerjanya akan mempengaruhi struktur
organisasi.
23
Berkaitan dengan penyusunan struktur organisasi, maka ada 4
konsep penting sebagai berikut:
1. Departementalisasi adalah pengelompokan dari berbagai aktifitas
kerja suatu organisasi supaya berbagai aktifitas yang sama bisa
digabungkan dalam satu unit kerja.
2. Pembagian kerja, adalah rincian tugas/pekerjaan yang harus dilakukan
seseorang agar setiap orang yang terlibat dalam organisasi bertanggungjawab
melaksanakan aktifitas yang menjadi beban tanggungjawabnya.
3. Aspek koordinasi yaitu proses pengintegrasian beberapa tujuan
aktifitas pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-
bidang fungsional) dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan-
tujuan organisasi. Ini untuk mencegah seseorang berbuat untuk
kepentingannya sendiri.
4. Rentang manajemen atau rentang kendali, adalah kemampuan manajer
untuk melakukan koordinasi secara efektif yang sebagian besar tergantung
kepada sejauhmana kemampuan manajer menjangkau kontrol terhadap
semua bawahan dan jumlah bawahan yang melapor kepadan manajer
yang bertanggung jawab.
Unsur-unsur yang harus diperhatikan dalam penyusunan struktur
organisasi terdiri dari:
1. Spesialisasi kegiatan, sejauhmana fungsi itu terspesialisasi dalam masing-
masing struktur, semakin struktur itu terspesialisasi perannya semakin
bagus sehingga tidak terjadi overlapping tugas antar struktur.
2. Koordinasi kegiatan, adalah upaya untuk mengorganisir dan
mengintegrasikan berbagai kegiatan unit dalam suatu struktur yang
utuh sehingga mempermudah pencapaian tujuan organisasi.
3. Standarisasi kegiatan, bahwa masing-masing struktur organisasi
harus dibuat standarisasi kegiatan sehingga bisa menjadi alat ukur
kinerja masing-masing unit organisasi.
4. Sentralisasi dan desentralisasi pembuatan keputusan, menunjukkan
urusan mana dalam pengambilan keputusan itu sentralistik, dan
urusan apa yang harus melibatkan partisipasi anggota organisasi.
24
5. Ukuran satuan kerja, hal yang kalah pentingnya dalam struktur
organisasi adalah adanya ukuran satuan kerja sebagai pedoman
aparatur dalam menjalankan tugasnya.
Terlepas dari unsure-unsur organisasi bekerja, hal yang penting adalah
bagaimana pengorganisasian fungsi organisasi. Fungsi pengorganisasian
adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan
sumberdaya fisik lain yang dimiliki organisasi untuk menjalankan rencana
yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan organisasi. Dengan kata lain
pengorganisasian adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan
pembagian tugas. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan
pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan
tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan
dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus
mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang
bertanggung jawab atas tugas tersebut, dan pada tingkatan mana keputusan
harus diambil.
Selanjutnya terkait dengan organisasi pemerintah, Weber
mengemukakan karakteristik birokrasi menurut adalah:
− Pembagian kerja yang jelas Hirarki wewenang yang dirumuskan
secara baik.
− Program rasional dalam pencapaian tujuan organisasi.
− Sistem prosedur bagi penanganan situasi kerja.
− Sistem aturan yang mencakup hak-hak dan kewajiban-kewajiban
posisi para pemegang jabatan.
− Hubungan antar pribadi yang bersifat impersonal.
Jadi secara keseluruhan pengorganisasian sebagai salah satu
fungsi manjemen amatlah penting karena tanpa ada langkah ini,
tidaklah terwujud, seperti orgnanisasi, uraian tugas wewenang dan
tanggung jawab,uraian kaitan tugas atau pekerjaan yang satu dengan
pekerjaan yang lain. Sementara itu, sumber-sumber dasar (manusia dan
non manusia) tidak dapat digerakan untuk mencapai tujuan
sebagaimana telah diterapkan atau melalui perencanaan. Dengan
demikian dalam pengisian perangkat desa dalam struktur organisasi
25
pemerintah desa juga harus memperhatikan kaidah dan prinsip
organisasi dengan memperhatikan kondisi riel dari masing-masing desa.
Pemerintah desa sebagai organisasi dengan tipe struktur formal
ialah suatu organisasi yang memiliki struktur yang jelas, pembagian
tugas yang jelas, serta tujuan yang ditetapkan secara jelas. Atau
organisasi yang memiliki struktur (bagan yang menggambarkan
hubungan-hubungan kerja, kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab
antara pejabat dalam suatu organisasi). Atau organisasi yang dengan
sengaja direncanakan dan strukturnya secara jelas disusun. Organisasi
formal harus memiliki tujuan atau sasaran.
Tujuan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
struktur organisasi yang akan dibuat, khususnya struktur pemerintahan
desa yang dimaksud.
Struktur organisasi (desain organisasi) dapat didefinisikan sebagai
mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola.
Struktur organisasi menunjukan kerangka dan susunan perwujudan
pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian
atau posisi-posisi, atau pun orang-orang yang menunjukan kedudukan,
tugas wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam organisasi.
Struktur ini mengandung unsur-unsur spesialis kerja, standarisasi,
koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan
dan besaran (ukuran) satuan kerja.
Konsep Perangkat Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Pengertian pemerintah
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk
membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu.
Dan juga sebagai sistem untuk menjalankan wewenang dan kekuasaan
dalam mengatur kehidupan sosial, ekonomi dan politik, suatu Negara atau
bagian-bagiannya. Menurut Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih (2008
:122) Pemerintah adalah alat bagi Negara dalam menyelenggarakan segala
kepentingan rakyatnya dan merupakan alat juga, dalam mewujudkan tujuan
yang sudah ditetapkan”. Pemerintah adalah pelayan publik yang memiliki
sejumlah kewenangan dan kekuasaan serta tugas dan kewajiban dalam
26
penyelenggaraan pemerintahan. Adapun hakekat pelayanan publik adalah
pemberian pelayanan kepada masyarakat dan pemberian pelayanan publik
tersebut akan dilaksanakan sesuai dengan asas-asas pelayanan publik yang
meliputi transparasi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak,
dan keseimbangan hak dan kewajiban.
Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Pemerintahan
desa sebagai pelaksana kegiatan penyelenggaraan pemerintahan yang terendah
langsung dibawah camat. Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan
subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.
Masalah pemerintahan desa telah diatur dalam Undang-Undang No.6 Tahun
2014 tentang Desa. Susunan organisasi pemerintahan desa terdiri dari kepala
desa, sekretaris desa, kepala dusun, dan kepala urusan.
Kepala desa memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa,
kedudukannya sebagai alat pemerintah daerah terendah langsung di bawah
camat. Tugas kepala desa adalah menjalankan urusan rumah tangga
desanya sendiri, menjalankan urusan pemerintahan, melaksanakan program
pembangunan baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. Penyelenggaraan pemerintah desa termasuk didalam pembinaan
ketentraman wilayah desa, dan keamana, serta ketertiban di wilayah desa.
Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (“Undang-
Undang Desa”), berkaitan dengan pengaturan perangkat desa, maka dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Perangkat Desa terdiri atas:
a. sekretariat Desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.
Perangkat Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
27
Perangkat Desa yang diberhentikan (sebagaimana huruf c) karena:
a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. berhalangan tetap;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat Desa; atau
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian perangkat Desa
diatur dalam Peraturan Pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor
43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 (“PP Desa”).Pemberhentian perangkat
desa yang diatur dalam PP Desa pun serupa dengan UU Desa.
Yang diatur lebih rinci dalam PP Desa adalah mengenai mekanisme
pemberhentian perangkat Desa yakni dalam Pasal 70 PP Desa misalnya yang
menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai kepala Desa dan
perangkat Desa diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pemerintahan dalam negeri. Yaitu Peraturan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2015 tentang
Pengangkatan Dan Pemberhentian Perangkat Desa (“Permendagri 83/2015”).
Dalam Permendagri 83/2015 disebutkan bahwa perangkat Desa
diberhentikan karena:
a. Usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. Dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan keputusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. Berhalangan tetap;
d. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Perangkat Desa; dan
e. Melanggar larangan sebagai perangkat desa.
Ini berarti, baik dalam UU Desa, PP Desa maupun Permendagri
83/2015, tidak ada lagi ketentuan mengenai masa jabatan perangkat desa,
melainkan pembatasan seseorang dapat menjabat sebagai perangkat desa
berdasarkan umur.
Setelah adanya UU Desa, semua peraturan yang terkait langsung
dengan desa wajib menyesuaikan dengan UU Desa sebagaimana diatur
dalam Pasal 119 UU Desa bahwa :
28
“Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
secara langsung dengan Desa wajib mendasarkan dan menyesuaikan
pengaturannya dengan ketentuan Undang-Undang ini”.
Selanjutnya perubahan penting dari Peraturam Menteri Dalam
Negeri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan Permendgri Nomor 85
Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa,
pada intinya menyangkut dua aspek yakni:
Pertama, terkait dengan persyaratan calon perangkat desa tidak dibatasi
hanya untuk satu desa yang bersangkutan, melainkan dari desa manapun
di seluruh Indonesia bisa ikut dalam pendaftaran.
Kedua, pengaturan tentang mutasi perangkat desa, yang intinya bahwa desa
bisa mengadakan pengisian perangkat desa dengan tes penjaringan calon
perangkat, atau desa bisa menyelenggarakan mutasi perangkat desa baik bisa
antar perangkat dalam satu level jabatan, dan/ atau mutasi ke jenjang jabatan
yang lebih tinggi.
Berdasarkan ketentuan baru ini Kabupaten Jombang akan mencoba
mengatur dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengangkatan dan
Pemberhentian Perangkat Desa, dalam bab dan pasal terkait dengan
ketentuan syarat calon perangkat desa dan juga mutasi perangkat desa
di Kabupaten Jombang.
B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip yang Terkait Dengan Penyusunan Norma
1. Asas Kejelasan Tujuan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang
hendak dicapai
2. Asas Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang Tepat adalah bahwa
setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus dibuat
oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-
undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut
dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga
negara atau pejabat yang tidak berwenang.
3. Asas Kesesuaian antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan adalah
bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
29
harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai
dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.
4. Asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan
Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
5. Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan adalah bahwa setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
6. Asas Kejelasan Rumusan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan
Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah,
serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
7. Asas keterbukaan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mulai dari perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan
masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
8. Asas Pengayoman adalah bahwa setiap materi peraturan perundang-
undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan
ketentraman masyarakat.
9. Asas kemanusiaan bahwa setiap materi peraturan perundang-undangan
harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi
manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Indonesia secara proporsional.
10. Asas Kebangsaan adalah bahwa setiap materi peraturan perundang-
undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang
majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
30
11. Asas Kekeluargaan adalah bahwa setiap bahwa setiap materi peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai
mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
12. Asas Kenusantaraan bahwa setiap materi peraturan perundang-
undangan harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
13. Asas Bhinneka Tunggal Ika bahwa setiap materi peraturan perundang-
undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku
dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
14. Asas keadilan adalah bahwa bahwa setiap materi peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional
bagi setiap warga negara.
15. Asas Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan bahwa
setiap materi peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat
hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara
lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
16. Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum bahwa setiap materi peraturan
perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
17. Asas Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan bahwa setiap materi
peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat
dan kepentingan bangsa dan negara.
18. Asas Legalitas yaitu adanya persamaan kedudukan, perlindungan,
dan keadilan di hadapan hukum.
19. Asas Keseimbangan yaitu proses hukum yang ada haruslah menegakkan
hak asasi manusia dan melindungi ketertiban umum.
20. Asas kearifan lokal Kabupaten Jombang.
31
C. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem
Dengan adanya peraturan daerah terkait dengan perubahan Pedoman
Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa di Kabupaten Jombang
pada dasarnya akan lebih melengkapi dan memberikan kepastian hukum,
sekaligus pedoman untuk pembentukan organisasi dan tata kerja
pemerintahan desa bagi Pemerintah Desa dan seluruh pemangku kepentingan
pemerintahan desa di lingkungan Kabupaten Jombang. Selain itu juga
diperlukan untuk memberi ruang partisipasi masyarakat sebagaimana telah
diamanatkan dalam UU No. 12 Tahun 2011 memungkinkan masyarakat
dalam kaitannya dengan hak untuk memberikan masukan secara lisan atau
tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-
undang dan rancangan peraturan daerah.
Kepentingan dan aspirasi masyarakat yang terwadahi dalam
berbagai lembaga kemasyarakatan merupakan salah satu sumber utama
dalam partisipasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa.
Tanpa lembaga-lembaga tersebut, pemerintah desa tentu akan mengalami
kesulitan dalam menggerakkan partisipasi masyarakat dalam berbagai
bentuk partisipasi. Selain itu lembaga-lembaga kemasyarakatan juga
memiliki tanggung jawab sosial dan moral terhadap penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan di desanya.
Akan tetapi kebutuhan Pemerintah Desa akan adanya dukungan
partisipasi dari lembaga-lembaga kemasyarakatan dan tanggungjawab
lembaga-lembaga kemasyarakatan dan penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan itu, seolah mengalami hambatan formal karena
belum adanya pedoman aturan-aturan yang selama ini telah ada dan
diberlakukan. Maka dari itu diperlukan perda yang menjadi pedoman
bagi pengisian perangkat desa dan tata kerja pemerintahan desa, agar
terjalin struktur organisasi pemerintahan desa yang harmonis dan
kondusif di Kabupaten Jombang.
Banyak manfaat yang akan diperoleh pemerintah desa dan lembaga-
lembaga kemasyarakatan di desa, antara lain akan memperoleh kepastian
hukum dan pedoman bagi pengisian kekososngan perangkat desa berdasarkan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Komitmen untuk
32
membentuk struktur pemerintah desa secara legimatimasi dan diterima
warga desa dan bisa relasi antara Pemerintahan Desa dengan lembaga-
lembaga kemasyarakatan perlu dimulai dari Pemerintah Kabupaten, antara
lain dengan perumusan Raperda tentang Perubahan Pedoman Pengangkatan
dan Pemberhentian Perangkat Desa.
33
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERUNDANG UNDANGAN TERKAIT
Hukum sebagai perangkat norma-norma kehidupan dalam bermasyarakat
merupakan salah satu instrumen terciptanya aktivitas segnap stakeholders desa
terlibat secara aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Pada kenyataannya
peraturan perundangan yang mengatur tentang desa yakni Undang-undang Nomor
6 Tahun 2014 Tentang Desa, belum secara khusus mengatur proses pengangkatan
dan pemberhentian perangkat desa secara tuntas, demikian pula dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang tentang
Desa. Untuk itulah perlunya dibuat perda terkait dengan pedoman organisasi dan
tata kerja pemerintahan desa, sehingga akan tercipta pemerintahan desa dan
kelembagaan desa dan masyarakat desa yang bisa bersinergi untuk mengambil
peran masing-masing. Kelembagaan desa merupakan institusi lokal yang sudah
cukup berperan dalam mengorganisir masyarakat, maka harus didorong dengan
peraturan daerah sebagai acuan dan landasan gerak pembentukan organisasi
pemerintah desa dan pengisian perangkat desa.
Pengaturan Pemerintah Indonesia mengenai pedoman organisasi dan tata
kerja Pemerintahan Desa, secara umum diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43
tentang Desa, diatur sebagai berikut:
Pasal 61
(1) Perangkat Desa terdiri atas:
a. sekretariat Desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.
(2) Perangkat Desa berkedudukan sebagai unsur pembantu kepala Desa.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sebagai berikut:
Pasal 48 Perangkat Desa terdiri atas:
a. sekretariat Desa
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.
34
Pasal 49
(1) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 bertugas
membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
(2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala
Desa setelah dikonsultasikan dengan camat atas nama Bupati/ Walikota.
(3) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya perangkat Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada
Kepala Desa.
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tentang Desa,
diatur sebagai berikut:
Pasal 61
(1) Perangkat Desa terdiri atas:
a. sekretariat Desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.
(2) Perangkat Desa berkedudukan sebagai unsur pembantu kepala Desa.
Pasal 62
(1) Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris Desa dibantu oleh unsur
staf sekretariat yang bertugas membantu kepala Desa dalam bidang
administrasi pemerintahan.
(2) (Sekretariat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak
terdiri atas 3 (tiga) bidang urusan.
(3) Ketentuan mengenai bidang urusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 63
(1) Pelaksana kewilayahan merupakan unsur pembantu kepala Desa
sebagai satuan tugas kewilayahan.
(2) Jumlah pelaksana kewilayahanmditentukan secara proporsional antara
pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan dan kemampuan keuangan Desa.
Pasal 64
(1) Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala Desa sebagai
pelaksana tugas operasional.
35
(2) Pelaksana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak
terdiri atas 3 (tiga) seksi.
(3) Ketentuan mengenai pelaksana teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Dalam Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan
dan Pemberhentian Perangkat Desa, sebagai berikut:
Bagian Kesatu Persyaratan Pengangkatan
Pasal 1
(1) Perangkat Desa diangkat oleh Kepala Desa dari warga Desa yang telah
memenuhi persyaratan umum dan khusus.
(2) Persyaratan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai
berikut:
a. Berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang
sederajat;
b. Berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun;
c. Memenuhi kelengkapan persyaratan administrasi.
(3) Persyaratan Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
persyaratan yang bersifat khusus dengan memperhatikan hak asal usul
dan nilai sosial budaya masyarakat setempat dan syarat lainnya.
(4) Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dalam Peraturan Daerah.
Bagian Kedua Pemberhentian
Pasal 2
(1) Kepala Desa memberhentikan Perangkat Desa setelah berkonsultasi
dengan Camat.
(2) Perangkat Desa berhenti karena:
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri; dan
c. Diberhentikan.
36
(3) Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c karena:
a. Usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. Dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan keputusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. Berhalangan tetap;
d. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Perangkat Desa; dan
e. Melanggar larangan sebagai perangkat desa.
(4) Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, dan huruf b, ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa dan
disampaikan kepada Camat atau sebutan lain paling lambat 14 (empat
belas) hari setelah ditetapkan.
(5) Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
wajib dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Camat atau sebutan lain.
(6) Rekomendasi tertulis Camat atau sebutan lain sebagaimana dimaksud
ayat (4) didasarkan pada persyaratan pemberhentian perangkat Desa.
Dari ketentuan menyebutkan bahwa di Desa dapat dibentuk struktur
pemerintah desa. Pembentukan struktur pemerintah desa sebagaimana dimaksud,
ditetapkan dengan Peraturan Desa yang mempunyai tugas membantu Kepala Desa.
Fakta lain di masyarakat desa di Kabupaten Jombang masih cukup
kuatnya budaya patron-klin antara elit pemerintah desa dengan masyarakat
desa, termasuk perangkat desa. Dengan demikian aturan normative sangatlah
penting untuk mendorong bekerjanya pemerintah desa dan lembaga desa.
Karena tidak ada aturan konkrit tentang pedoman organisasi dan tata kerja
pemerintah desa, maka lembaga desa yang ada cenderung menunggu perintah
dan ajakan dari pemerintah desa dalam hal ini Kepala Desa. Dengan adanya
peraturan daerah yang secara khusus mengatur pembentukan struktur
pemerintah desa dan tupoksinya, akan bisa mendorong dan menggerakkan
peran lembaga desa, khususnya lembaga sosial dan lembaga ekonomi desa
dalam setiap proses pengambilan kebijakan desa dan pelaksanaannya.
37
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Dalam konsep negara hukum yang demokratis keberadaan peraturan
perundang-undangan, termasuk Peraturan Daerah dalam pembentukannya
harus didasarkan pada beberapa asas. Menurut Van der Vlies sebagaimana
dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi membedakan 2 (dua) kategori asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut (beginselen van
behoorlijk rcgelgeving), yaitu asas formal dan asas material.
Asas-asas formal meliputi: ( Rudi: 2008)
1. Asas tujuan jelas (Het beginsel van duideijke doelstellin)
2. Asas lembaga yang tepat (Het beginsel van het juiste orgaan)
3. Asas perlunya pengaturan (Het noodzakelijkheid beginsel)
4. Asas dapat dilaksanakan (Het beginsel van uitvoorbaarheid)
5. Asas Konsensus (het beginsel van de consensus)
Asas-asas material meliputi:
1. Asas kejelasan Terminologi dan sistematika (het beginsel van de duiddelijke
terminologie en duidelijke systematiek).
2. Asas bahwa peraturan perundang-undangan mudah dikenali (Het
beginsel van den kenbaarheid)
3. Asas persamaan (Het rechts gelijkheids beginsel)
4. Asas kepastian hukum (Het rechtszekerheids begin sel)
5. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (Het beginsel
van de individuelerechtsbedeling)
Asas-asas ini lebih bersifat normatif, meskipun bukan norma
hukum, karena pertimbangan etik yang masuk ke dalam ranah hukum.
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan ini penting untuk
diterapkan karena dalam era otonomi luas dapat terjadi pembentuk
Peraturan Daerah membuat suatu peraturan atas dasar intuisi sesaat
bukan karena kebutuhan masyarakat. Pada prinsipnya asas pembentukan
38
peraturan perundang-undangan sangat relevan dengan asas umum
administrasi publik yang baik (general principles of good administration).
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 diatur bahwa
Peraturan Daerah yang di dalamnya termasuk adalah Peraturan Desa
dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang meliputi:
1. Kejelasan tujuan: yaitu bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; yaitu adalah bahwa
setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/v
pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang.
Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal
demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan; bahwa dalam Pembentakan
Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi
muatan yang tepat dengan jenis Peraturan. Perundang-undangannya.
4. Dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan
Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, yuridis maupun sosiologis.
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan; yaitu bahwa setiap Peraturan
Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan
dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
6. Kejelasan rumusan; yaitu bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-
undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa
hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
7. Keterbukaan: yaitu bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan,
dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian
seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya
39
untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan
Perundang-undangan.
Selain asas tersebut di atas, dalam pembetukan peraturan
perundang yang sifatnya mengatur, termasuk peraturan daerah, juga
harus memenuhi asas materi muatan sebagaimana diatur meliputi:
1. Asas pengayoman yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan
dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
2. Asas kemanusiaan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan
hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga
negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
3. Asas kebangsaan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa
Indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip
negara kesatuan Republik Indonesia.
4. Asas kekeluargaan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk
mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
5. Asas kenusantaraan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-
undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem
hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
6. Asas Bhinneka Tunggal Ika yaitu bahwa Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk,
agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya
khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam
kehidupan. bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7. Asas keadilan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap
warga negara tanpa kecuali.
40
8. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan yaitu
bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh
berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang,
antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
9. Asas ketertiban dan kepastian hukum yaitu bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban
dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
10. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan yaitu bahwa setiap
materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu
dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Berkaitan dengan asas-asas materi muatan tersebut, ada sisi lain
yang harus dipahami oleh pengemban kewenangan dalam membentuk
Peraturan Daerah. Pengemban kewenangan harus memahami segala
macam seluk beluk dan latar belakang permasalahan dan muatan yang
akan diatur oleh Peraturan Daerah tersebut. Hal ini akan berkait erat
dengan implementasi asas-asas tersebut di atas.
Dalam proses pembentukannya, Peraturan Daerah membutuhkan
partisipasi masyarakat agar hasil akhir dari Peraturan Daerah dapat
memenuhi aspek keberlakuan hukum dan dapat dilaksanakan sesuai
tujuan pembentukannya. Partisipasi masyarakat dalam hal ini dapat berupa
masukan dan sumbang pikiran dalam perumusan substansi pengaturan
Peraturan Daerah. Hal ini sangat sesuai dengan butir-butir konsep
sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Sudikno Mertokusumo bahwa hukum
atau perundang-undangan akan dapat berlaku secara efektif apabila
memenuhi tiga daya laku sekaligus yaitu filosofis, yuridis, dan sosiologis.
Disamping itu juga harus memperhatikan efektifitas/daya lakunya secara
ekonomis dan politis.
Masing-masing unsur atau landasan daya laku tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut: (1) landasan filosofis, maksudnya agar produk
hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah jangan sampai bertentangan
dengan nilai-nilai hakiki ditengah-tengah masyarakat, misalnya agama dan
adat istiadat; (2) daya laku yuridis berarti bahwa perundang-undangan
41
tersebut harus sesuai dengan asas-asas hukum yang berlaku dan dalam
proses penyusunannya sesuai dengan aturan main yang ada. Asas-asas
hukum umum yang dimaksud disini contohnya adalah asas “retroaktif”, “lex
specialis derogat lex generalis”; lex superior derogat lex inferior; dan “lex
posteriori derogat lex priori”; (3) produk-produk hukum yang dibuat harus
memperhatikan unsur sosiologis, sehingga setiap produk hukum yang
mempunyai akibat atau dampak kepada masyarakat dapat diterima oleh
masyarakat secara wajar bahkan spontan; (4) landasan ekonomis, yang
maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah daerah
dapat berlaku sesuai dengan tuntutan ekonomis masyarakat dan mencakup
berbagai hal yang menyangkut kehidupan masyarakat, misalkan kehutanan
dan pelestarian sumberdaya alam; (5) landasan politis, maksudnya agar
produk hukum yang diterbitkan oleh pemerintah daerah dapat berjalan
sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak ditengah-tengah masyarakat.
Tidak dipenuhinya kelima unsur daya laku tersebut diatas akan
berakibat tidak dapat berlakunya hukum dan perundang-undangan secara
efektif. Kebanyakan produk hukum yang ada saat ini hanyalah berlaku
secara yuridis tetapi tidak berlaku secara filosofis dan sosiologis.
Ketidaktaatan asas dan keterbatasan kapasitas daerah dalam penyusunan
produk hukum yang demikian ini yang dalam banyak hal menghambat
pencapaian tujuan otonomi daerah. Dalam hal ini, keterlibatan masyarakat
akan sangat menentukan aspek keberlakuan hukum secara efektif.
Dari pandangan Pound ini dapat disimpulkan bahwa unsur normatif
dan empirik dalam suatu peraturan hukum harus ada; keduanya adalah
sama-sama perlunya. Artinya, hukum yang pada dasarnya adalah gejala-
gejala dan nilai-nilai yang dalam masyarakat sebagai suatu pengalaman
dikonkretisasi dalam suatu norma-norma hukum melalui tangan para ahli-
ahli hukum sebagai hasil rasio yang kemudian dilegalisasi atau
diberlakukan sebagai hukum oleh negara. Yang utama adalah nilai-nilai
keadilan masyarakat harus senantiasa selaras dengan cita-cita keadilan
negara yang dimanifestasikan dalam suatu produk hukum.
42
B. Landasan Sosiologis
Pertama, secara sosiologis, jelas bahwa untuk menciptakan
masyarakat adil dan makmur seperti yang diamanatkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, bangsa Indonesia harus memulai paradigma
pembangunan dari bawah (Desa) karena sebagian besar penduduk Indonesia
beserta segala permasalahannya tinggal di Desa. Tetapi selama ini,
pembangunan cenderung berorientasi pada pertumbuhan dan bias kota.
Sumberdaya ekonomi yang tumbuh di kawasan Desa diambil oleh
kekuatan yang lebih besar, sehingga Desa kehabisan sumberdaya dan
menimbulkan arus urbanisasi penduduk Desa ke kota. Kondisi ini yang
menciptakan ketidakadilan, kemiskinan maupun keterbelakangan senantiasa
melekat pada Desa.
Kedua, ide dan pengaturan kemandirian desa kedepan dimaksudkan
untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan sosial, budaya ekonomi dan
politik Desa. “kemandirian desa” hendak memulihkan basis penghidupan
masyarakat Desa, dan secara sosiologis hendak memperkuat desa sebagai
entitas masyarakat paguyuban yang kuat dan mandiri, mengingat
transformasi desa dari patembayan menjadi paguyuban tidak berjalan
secara alamiah sering dengan perubahan zaman, akibat dari intervensi
negara (struktur kekuasaan yang lebih besar).
Ketiga, pengaturan tentang kemandirian Desa dimaksudkan untuk
merespon proses globalisasi, yang ditandai oleh proses liberalisasi (informasi,
ekonomi, teknologi, budaya, dan lain-lain) dan munculnya pemain-pemain
ekonomi dalam skala global. Dampak globalisasi dan ekploitasi oleh kapitalis
global tidak mungkin dihadapi oleh lokalitas, meskipun dengan otonomi
yang memadai. Tantangan ini memerlukan institusi yang lebih kuat (dalam
hal ini negara) untuk menghadapinya. Oleh karena diperlukan pembagian
tugas dan kewenangan secara rasional pemerintah dan masyarakat agar
dapat masing-masing bisa menjalankan fungsinya. Prinsip dasar yang harus
dipegang erat dalam pembagian tugas dan kewenangan tersebut adalah dan
Desa dapat dibayangkan sebagai kompartemen-kompartemen fleksibel
dalam entitas negara. Berikutnya, ketiganya memiliki misi yang sama yaitu
43
mewujudkan kesejahteraan masyarakat, bahkan yang lebih mendasar
adalah survival ability bangsa.
Perlu diingat bahwa negara tidaklah sekedar agregasi daerah-
daerah atau Desa-Desa yang otonom. (Hastu, 2007). Spirit Desa bertenaga
sosial, berdaulat secara politik, berdaya secara ekonomi dan bermartabat
secara budaya sebenarnya menjadi cita-cita dan fondasi lokal-bawah
yang memperkauat negara-bangsa (Sutoro Eko, 2007; AMAN, 2006).
Maka dari itu mengatur pedoman organisasi dan tata kerja pemerintahan
desa menjadi penting untuk membuktikan komitmen dalam mewujudkan
struktur pemerintahan desa yang mampu mewujudkan kemandirian desa.
C. Landasan Yuridis
Berkaitan dengan landasan yuridis yang dijadikan dasar acuan
penyusunan Raperda Pedomanan Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat
Desa, maka dapat dipaparkan beberapa acuan hukum sebagai berikut:
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2914 tentang Desa, kita
merujuk pada Pasal 118 UU Desa:
(1) Masa jabatan Kepala Desa yang ada pada saat ini tetap berlaku
sampai habis masa jabatannya.
(2) Periodisasi masa jabatan Kepala Desa mengikuti ketentuan Undang-
Undang ini.
(3) Anggota Badan Permusyawaratan Desa yang ada pada saat ini tetap
menjalankan tugas sampai habis masa keanggotaanya.
(4) Periodisasi keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa mengikuti
ketentuan Undang-Undang ini.
(5) Perangkat Desa yang tidak berstatus pegawai negeri sipil tetap
melaksanakan tugas sampai habis masa tugasnya.
(6) Perangkat Desa yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil
melaksanakan tugasnya sampai ditetapkan penempatannya yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ini berarti bagi perangkat desa yang bukan pegawai negeri sipil
(“PNS”), masa jabatannya mengikuti peraturan daerah pada saat
pengangkatannya sebagai perangkat desa. Sedangkan perangkat desa
44
yang berstatus sebagai PNS tetap melaksanakan tugasnya sampai
ditetapkan penempatannya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dalam Pasal 155 diatur
mengenai sekretaris Desa (salah satu perangkat desa), bahwa pada saat PP
Desa ini mulai berlaku, sekretaris Desa yang berstatus sebagai pegawai
negeri sipil tetap menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Sedangkan dalam Permendagri 83/2015 diatur
secara keseluruhan perangkat desa, yaitu perangkat desa yang diangkat
sebelum ditetapkan Permendagri 83/2015 tetap melaksanakan tugas sampai
habis masa tugas berdasarkan surat keputusan pengangkatannya.
Karena tidak ada ketentuan tentang pembentuksan struktur
organisasi pemerintah desa, maka, ketentuan lebih lanjut mengenai
pedoman organisasi dan tata kerja pemerintah desa akan diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan memperhatikan kondisi sosial
budaya masyarakat. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud, sekurang-kurangnya memuat:
a. tata cara pengangkatan;
b. maksud dan tujuan;
c. tugas, fungsi dan kewajiban;
d. kepengurusan;
e. tata kerja;
f. hubungan kerja.
45
BAB V
RUANG LINGKUP PENGATURAN NASKAH AKADEMIK
PERATURAN DAERAH
Bab ini akan memaparkan lebih lanjut mengenai ruang lingkup
pengaturan dalam Rancangan Perubahan Peraturan Daerah tentang Kepala
Desa, Perangkat Desa dan Organisasi Pemerintah Desa.
A. Ketentuan Umum
1. Daerah adalah Kabupaten Jombang.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Jombang.
4. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Daerah.
5. Camat atau sebutan lain adalah pemimpin kecamatan yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/walikota melalui
sekretaris daerah.
6. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat,
hak asal- usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan NKRI.
8. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama
lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
desa.
9. Kepala Desa atau sebutan lain adalah pejabat Pemerintah Desa yang
mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan
rumah tangga Desanya dan melaksanakan tugas dari pemerintah dan
pemerintah daerah.
46
10. Perangkat Desa adalah staf yang membentu kepala desa dalam penyusunan
kebijakan dan koordinasi yang diwadahi dalam sekretariat Desa, dan unsur
pendukung tugas kepala desa dalam pelaksanaan kebijakan yang diwadahi
dalam bentuk pelaksana teknis dan unsur kewilayahan
11. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat dengan
BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
12. Pedukuhan adalah bagian wilayah dalam desa yang merupakan
lingkungan kerja Kepala Desa dan dipimpin seorang Dukuh.
13. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan
Permusyawaratan Desa.
14. Staf adalah pembantu Kepala Urusan dan pembantu Kepala Seksi.
15. Diberhentikan sementara adalah suatu keadaan dimana seseorang
diberhentikan sementara waktu dari jabatannya karena sebab-sebab
tertentu dan masih terbuka kemungkinan bagi yang bersangkutan
untuk diangkat kembali.
16. Diberhentikan tetap untuk selanjutnya disebut diberhentikan adalah suatu
keadaan dimana seseorang diberhentikan dari jabatannya secara tetap.
17. Dusun adalah bagian wilayah dalam desa yang merupakan lingkungan
kerja pelaksanaan Pemerintahan Desa yang dipimpin seorang Kepala
Dukuh.
18. Tokoh masyarakat adalah pemuka dari kalangan masyarakat yang
meliputi pemuka agama, organisasi sosial politik, golongan profesi,
pemuda, perempuan, dan unsur pemuka lain yang berada di desa.
19. Pengisian Perangkat Desa adalah serangkaian proses dalam rangka
mengisi kekosongan jabatan Perangkat Desa melalui ujian tertulis
oleh Panitia Pengisian Perangkat Desa dan atau dengan mutasi.
20. Penjaringan adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh Panitia Pengisian
Perangkat Desa yang meliputi kegiatan penentuan persyaratan,
pengumuman dan pendaftaran Bakal Calon.
47
21. Penyaringan adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh Panitia Pengisian
Perangkat Desa berupa pelaksanaan seleksi bagi Calon sampai dengan
diperolehnya hasil.
22. Panitia Pengisian Perangkat Desa adalah kepanitiaan yang dibentuk
oleh Kepala Desa untuk melaksanakan kegiatan proses penjaringan
dan penyaringan bagi jabatan Perangkat Desa.
23. Bakal Calon Perangkat Desa yang selanjutnya disebut Bakal Calon
adalah penduduk desa Warga Negara Republik Indonesia yang telah
mengajukan permohonan kepada Panitia Pengisian Perangkat Desa
untuk mengikuti pencalonan Perangkat Desa.
24. Calon Perangkat Desa yang selanjutnya disebut Calon adalah Bakal
Calon yang telah melalui penelitian dan memenuhi persyaratan
administrasi oleh Panitia Pengisian Perangkat
25. Calon yang Berhak Mengikuti Ujian Penyaringan yang selanjutnya
disebut Calon yang Berhak Mengikuti Ujian adalah Calon yang
ditetapkan oleh Kepala Desa untuk mengikuti ujian tertulis.
26. Calon yang Lulus dan Memperoleh Nilai Tertinggi adalah Calon yang
Berhak Mengikuti Ujian yang memenuhi batas paling rendah nilai
kelulusan dan memperoleh nilai tertinggi.
27. Mutasi adalah pergeseran kedudukan dan jabatan perangkat desa
baik secara horizontal maupun vertikal dengan pertimbangan kecakapan
dalam tugas.
28. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APBDesa,
adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Desa dengan persetujuan
BPD.
29. Hari adalah hari kerja
B. Ruang Lingkup dan Isi Pengaturan
BAB II RUANG LINGKUP
Dalam bab ini diatur tentang ruang lingkup pengaturan tentang perangkat
desa ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.
BAB III KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, HAK DAN KEWAJIBAN
PERANGKAT DESA
48
Dalam bab ini mengatur tentang kedudukan, tugas, fungsi, hak dan
kewajiban perangkat desa dengan segala persyaratan dan kewenangannya.
BAB IV TATA KERJA
Dalam bab ini diatur tentang hubungan kerja antar perangkat desa
dalam lingkup pemerintahan desa.
BAB V PEMBINAAN PERANGKAT DESA
Dalam bab ini diatur tentang mekanisme pembinaan bagi perangkat desa
dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
BAB VI PENGISIAN PERANGKAT DESA
Dalam bab ini diatur tentang proses dan mekanisme pengisian perangkat
desa dan mutasi perangkat desa.
BAB VII PENYARINGAN
Dalam bab ini akan diatur proses seleksi dan penyaringan calon perangkat
desa dalam rangka pengangkatan perangkat desa.
BAB VIII PENGANGKATAN PERANGKAT DESA
Dalam bab ini diatur tentang prosesi pengangkatan perangkat desa terpilih.
BAB IX BIAYA DAN MASA JABATAN
Dalam bab ini diatur tentang pembiayaan dalam proses seleksi perangkat
desa, dan masa jabatan perangkat desa.
BAB X LARANGAN DAN SANKSI
Dalam bab ini diatur tentang larangan dan sanksi bagi perangkat desa.
BAB XI PEMBERHENTIAN
Dalam bab ini diatur tentang mekanisme pemberhentian bila terjadi
pelanggaran perangkat desa.
BAB XII PEJABAT YANG MEWAKILI DALAM HAL PERANGKAT DESA
BERHALANGAN SEMENTARA ATAU BERHALANGAN TETAP ATAU
PEMBERHENTIAN SEMENTARA ATAU PEMBERHENTIAN
Dalam bab ini diatur tentang pelaksana tugas sementara ketika perangkat
desa diberhentikan.
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN
Dalam bab ini diatur masa peralihan setelah diperlakukan peraturan
daerah yang baru dengan segala konsekuensi.
49
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Alam bai ini diatur tentang masa pemberlakuannya dan memerintahkan
pengundangan di lembaran daerah.
50
BAB VI
PENUTUP
Pada bab ini, akan disampaikan saran dan rekomendasi terkait
penyusunan Rancangan Perubahan Peraturan Daerah tentang Pedoman
Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, yang antara lain sebagai
berikut:
1. Dalam penyusunan Rancangan Perubahan Peraturan Daerah hendaknya
dapat memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat Desa yang
nantinya akan menjadi objek dari peraturan daerah, terutama kelembagaan
kemasyarakatan yang ada, serta pengaturan oleh peraturan daerah
sebelumnya.
2. Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah hendaknya ada
pelibatan dan partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara langsung,
melalui public hearing maupun konsultasi public atas draft Raperda
tersebut. Disamping ada semangat wakil rakyat untuk memberdayakan
masyarakat desa, terutama perangkat desa yang bertugas langsung
melayani warga masyarakat yang akan diatur dalam Rancangan
Peraturan Daerah ini.
3. Dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah hendaknya disiapkan
dan diikuti dengan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah yang nantinya akan ditetapkan.
Dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah hendaknya disiapkan
dan diikuti dengan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah yang nantinya akan ditetapkan.
51
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Pandji, 2001, Perilaku Keorganisasian, Jakarta : Dunia Pustaka
Jaya.
Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, hal. 330,
Hestu Cipto Handoyo. 2008. Prinsip-Prinsip Legal Drafting dan Desain
Naskah Akademik. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
Dharma, Surya, 2005, Manajemen Kinerja, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Maria Farida Indrati S. 2007. Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan
Materi Muatan. Yogyakarta: Kanisius
Mukhyi, Abdul. M & Saputro, Imam, Hadi, 1995. Pengantar Manajemen
Umum.
Jakarta: Gunadarma University
I.C. van der Vlies, Het wetsbegrip en beginselen van behoorlijke regelgeving,
’s-Gravenhage: Vuga 1984 hal 186.
Maria Farida Indrati, S., Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi, dan
Materi Muatan, Jakarta: Kanisius, hlm. 253-254.
Syamsi, Ibnu, 1999, Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen, Yogyakarta:
Bina Aksara.
__________, 1996, Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen, Yogyakarta,
Renika Cipta.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan
dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;
1
BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR … TAHUN 2018
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG
NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG
KEPALA DESA, PERANGKAT DESA DAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI JOMBANG, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 65 ayat (1)
huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Organisasi Pemerintah Desa;
b. bahwa untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi
dalam perkara Nomor 128/PUU-XIII/2015, ketentuan Pasal 50 huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
c. bahwa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa harus dilaksanakan, maka Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Organisasi Pemerintah Desa perlu dilakukan penyesuaian;
2
d. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Organisasi Pemerintah Desa.
Mengingat: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Kabupaten di Lingkungan Provinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (LembaranNegara Republik lndonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036);
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 4);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 6);
3
9. Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa (Berita Negara RI Tahun 2017 Nomor 1223);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JOMBANG
dan BUPATI JOMBANG
MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN
JOMBANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA DESA, PERANGKAT DESA DAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA.
Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kepala Desa,Perangkat Desa dan Organisasi Pemerintah Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Jombang Tahun 2016 Nomor 6 Seri E Nomor 6), diubah sebagai berikut: 1. Pasal 1 tentang Ketentuan Umum terdapat pergeseran angka 10 menjadi
19, angka 11 menjadi 10 dan angka 12 menjadi 20, serta terdapat tambahan 8 angka baru yakni angka 11, 12,13, 14, 15,16, 17 dan18, sehingga Pasal 1 selengkapnya rumusannya sebagai berikut:
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Jombang. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Jombang. 3. Bupati adalah Bupati Jombang. 4. Camat adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan
di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan.
4
5. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
7. Kepala Desa adalah pejabat Pemerintah Desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga desanya dan melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
8. Perangkat Desa adalah unsur penyelenggara pemerintahan desa yang terdiri atas sekretariat desa, pelaksana kewilayahan dan pelaksana teknis.
9. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat dengan BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
10. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
11. Peraturan Kepala Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka pelaksanaan Peraturan Desa.
12. Keputusan Kepala Desa adalah Keputusan Kepala Desa adalah penetapan yang besifat konkrit, individual dan final.
13. Pengisian jabatan perangkat desa adalah serangkaian tahapan kegiatan dan metode untuk menyeleksi calon Perangkat Desa berdasarkan sistim seleksi ataumutasi.
14. Tim Pelaksana adalah Tim Pelaksana pengangkatan Perangkat Desa yang dibentuk oleh Kepala Desa yang berjumlah ganjil terdiri ketua, sekretaris dan anggota,serta melaporkan tugasnya kepada Kepala Desa.
15. Tim Seleksi Calon Perangkat Desa yang selanjutnya disebut Tim Seleksi adalah Tim yang dibentuk oleh Tim Pelaksana untuk melaksanakan ujian seleksi Calon Perangkat Desa yang berjumlah tiga orang, dan menetapkan dua orang Calon Perangkat Desa terbaik berdasarkan nilai yang diperoleh dari serangkaian ujian seleksi Calon Perangkat Desa,serta melaporkan tugasnya kepada Tim Pelaksana.
16. Seleksi adalah pengisian perangkat desa dengan sistem dan mekanisme seleksi tertulis dan praktek berdasar ketentuan yang berlaku.
17. Mutasi Perangkat Desa adalah serangkaian tahapan kegiatan dan metode mutasi untuk mengisi jabatan Perangkat Desa.
18. Tim Mutasi Perangkat Desa yang selajutnya disebut Tim Pelaksana Mutasi adalah Tim yang dibentuk oleh Kepala Desa untuk melaksanakan seleksi mutasi Perangkat Desa dan menetapkan satu orang terbaik dari hasil seleksi mutasi Perangkat Desa, serta melaporkan hasilnya kepada Kepala Desa.
5
19. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa adalah satu sistem dalam kelembagaan dalam pengaturan tugas dan fungsi serta hubungan kerja.
20. Pembinaan adalah pemberian pedoman, standar pelaksanaan, perencanaan, penelitian, pengembangan, bimbingan, pendidikan dan pelatihan, konsultasi, supervisi, monitoring, pengawasan umum dan evaluasi pelaksanaan penyelenggara pemerintahan desa.
2. Ketentuan Bab VII tentang Pengangkatan Perangkat Desa ditambah
dengan ketentuan Pengisian dan Mutasi, dan ada penambahan pasal yaitu Pasal 24, 25, 26, 27, 28 , 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37 dan Pasal 25 lama menjadi 38 sehingga bunyi pasal bab ini menjadi:
BAB VII PENGISIAN, MUTASI, DAN PENGANGKATAN PERANGKAT DESA
Bagian Kesatu
Paragraf Kesatu Pengisian Perangkat Desa
Pasal 24
(1) Pengisian Perangkat Desa dilakukan dengan cara seleksi dan mutasi.
(2) Seleksi Perangkat Desa adalah pengisian perangkat desa dengan
sistem dan mekanisme melalui seleksi tertulis dan praktek berdasar ketentuan yang berlaku.
(3) Pengisian Perangkat Desa melalui seleksi sebagai mana dimaksud pada ayat (2) dengan tahapan: a. penjaringan; dan b. penyaringan.
Pembentukan Panitia Pengisian Perangkat Desa
Pasal 25
(1) Paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan
Perangkat Desa yang bersangkutan, Kepala Desa memproses pengisian Perangkat Desa.
(2) Dalam rangka pengisian Perangkat Desa, Kepala Desa membentuk Panitia Pengisian Perangkat Desa.
(3) Kepala Desa membentuk panitia pengisian perangkat desa untuk seleksi dan/atau mutasi perangkat desa yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
6
(4) Panitia Pengisian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari unsur Perangkat Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan unsur masyarak berjumlah 9 orang dengan susunan keanggotaan sebagai berikut: a. ketua merangkap anggota; b. sekretaris merangkap anggota; c. bendahara merangkap anggota; dan d. anggota.
(5) Penentuan susunan Panitia Pengisian Perangkat Desa dilaksanakan
dengan cara musyawarah mufakat.
(6) Jika musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud ayat (5) tidak tercapai maka, dilakukan pemungutan suara.
(7) Pelantikan,tugas, dan tanggungjawab Panitia Pengisian Perangkat Desa lebih lanjut diatur dengan Peraturan Bupati.
Paragraf Kedua Pengisian Perangkat Desa melalui Seleksi Tertulis
Pasal 26
(1) Seleksi perangkat desa adalah pengisian perangkat desa dengan sistem
seleksi tertulis dan praktik sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Panitia Pengisian Perangkat Desa dapat bekerjasama dengan pihak ketiga.
Pasal 27
(1) Seleksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (1) dilaksanakan oleh Tim Seleksi.
(2) Adapun materi seleksi terdiri dari ujian tulis dan praktek.
(3) Materi ujian tertulis meliputi: a. Pendidikan Pancasila; b. UUD 1945; c. Bahasa Indonesia; d. Pengetahuan Umum; e. Pemerintahan Daerah; f. Pemerintahan Desa; g. Pengetahuan lokal (Desa setempat); dan h. Integritas pribadi.
(4) Materi ujian praktek terdiri dari praktek komputer dan keterampilan
sesuai dengan formasi jabatan yang diisi.
7
Paragraf Ketiga Persyaratan Calon Perangkat Desa Melalui Seleksi
Pasal 28
(1) Calon Perangkat Desa adalah Warga Negara Republik Indonesia dengan
syarat sebagai berikut: a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
c. berpendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat;
d. berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun pada saat ujian tertulis;
e. penduduk desa setempat untuk Sekretaris Desa, Kepala Urusan, Kepala Seksi dan Staf atau penduduk dusun setempat untuk Kepala Dusun, yang terdaftar dan bertempat tinggal paling kurang 1 (satu) tahun terakhir terhitung sebelum diterimanya berkas lamaran oleh Panitia Pengisian Perangkat Desa yang dibuktikan dengan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk dan atau Kartu domisili yang dikeluarkan oleh ketua RT/RW diketahui oleh Kepala Desa; (dihapus)
f. berkelakuan baik yang dibuktikan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK);
g. tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara dengan hukuman badan atau hukuman percobaan;
h. tidak sedang berstatus tersangka atau terdakwa karena tindak pidana kejahatan kesengajaan yang diancam dengan pidana penjara;
i. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
j. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang;
k. sehat dibuktikan dengan Surat Keterangan yang dikeluarkan oleh RSUD atau Puskesmas;
l. Perangkat Desa yang mendaftarkan diri untuk jabatan lain harus mendapatkan izin dari Kepala Desa;
m. Semua calon perangkat desa mendatangani surat pernyataan sanggup bertempat tinggal di wilayah desa yang bersangkutan;
n. Bakal Calon Kepala Dusun harus mendapat dukungan minimal 15 % (lima belas per seratus) dari warga yang memiliki KTP di dusun tersebut;
8
o. Pegawai Negeri Sipil yang mencalonkan diri harus memenuhi persyaratan yang berlaku dan memperoleh Surat Izin dari Pejabat Pembina Kepegawaian dan/atau pejabat yang ditunjuk oleh Bupati;
p. Dalam hal Pegawai Negeri Sipil sebagai mana dimaksud pada huruf o diangkat menjadi Perangkat Desa, yang bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi Perangkat Desa tanpa kehilangan hak sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Paragraf Keempat
Mutasi Perangkat Desa
Pasal 29
(1) Mutasi Perangkat Desa adalah pengisian perangkat desa dari lingkungan perangkat desa dengan prosedur dan sistem yang ditetapkan oleh keputusan kepala desa berdasarkan musyawarah dengan Badan Permusyawartan Desa yang sebelumnya dikonsultasikan dengan camat.
(2) Mutasi Perangkat Desa meliputi vertikal dan horizontal.
(3) Mutasi vertikal adalah proses perpindahan jabatan yang lebih tinggi.
(4) Mutasi Horizontal adalah proses perpindahan jabatan yang setara.
Pasal 30
Kepala Desa membentuk tim mutasi Perangkat Desa yang berjumlah 9 orang dengan mempertimbangkan keterwakilan yang terdiri perangkat desa, BPD, dan kelembagaan desa.
Syarat Mutasi Perangkat Desa
Pasal 31
(1) Perangkat Desa yang diijinkan mengikuti mutasi minimal memiliki pendidikan serendah-rendahnya SMA atau sederajad.
(2) Perangkat Desa yang mengikuti mutasi telah memiliki masa jabatan minimal 4 tahun.
(3) Perangkat Desa mengikuti mutasi memenuhi kecakapan dan ketrampilan yang dibutuhkan pada jabatan yang baru.
(4) Mekanisme mutasi perangkat desa melalui uji kelayakan dan kepatutan yang diatur dalam peraturan bupati.
9
Bagian Kedua Pengangkatan Perangkat Desa
Pasal 32
(1) Perangkat desa yang diangkat adalah calon perangkat yang telah
mengikuti seleksi dan/atau mutasi ditetapkan oleh kepala desa setelah mendapatkan rekomendasi camat.
(2) Mekanisme pengangkatan Perangkat Desa diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Pasal II
(1) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. (2) Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Jombang.
Ditetapkan di Jombang pada tanggal 2018 BUPATI JOMBANG, Cap ttd NYONO SUHARLI WIHANDOKO
Diundangkan di Jombang pada tanggal ................. 2018 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN JOMBANG Cap Ttd ITA TRIWIBAWATI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR... SERI .... NOMOR ...
10
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR TAHUN
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA DESA PERANGKAT DESA
DAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA
I. PENJELASAN UMUM
Dalam rangka memberikan dasar hukum dan untuk memberikan pedoman bagi Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa dalam melakukan Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Perangkat Desa, Pemerintah Kabupaten Jombang telah menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor.... Tahun Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 1 Tahun 2016 tentang sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 65 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Sejalan dengan perkembangan keadaan dan dinamika perubahan peraturan perundang-undangan Nasional, khususnya dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU– XIII/2015, yang dalam amar putusannya menyatakan bahwa Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kepala Desa Perangkat Desa dan Organisasi Pemerintah Desa yang mengacu pada ketentuan Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tersebut, perlu disesuaikan dengan menghapus atau mengubah beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah dimaksud.
Berdasarkan latar belakang pemikiran dan pertimbangan tersebut di atas, maka Pemerintah Kabupaten Jombang memandang perlu untuk segera membentuk Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Jombang Nomor Tahun tentang Perubahan atas Peraturan Daerah atas Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kepala Desa Perangkat Desa dan Organisasi Pemerintah Desa.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I Angka 1
Cukup jelas. Angka 2
Cukup jelas. Pasal II
Cukup jelas.
11
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN NOMOR ...SERI NOMOR