NASKAH AKADEMIK - repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/785/1/NA & RAPERDA_KABUPATEN PASER.pdf · Naskah...
Transcript of NASKAH AKADEMIK - repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/785/1/NA & RAPERDA_KABUPATEN PASER.pdf · Naskah...
NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA
Tim Penyusun:
1. Drs. Jaka Triwidaryanta, M.Si 2. Dr. Supardal, M.Si 3. Dra. Widati, lic.rer.reg 4. Drs. RY.Gatot Raditya, M.Si 5. Dra. MC.Candra Rusmala Dibyorini, M.Si
KERJASAMA:
PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (P3M) SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA DENGAN
BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAHAN DESA KABUPATEN PASER
2016
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur alhamdulillah, penyusunan Naskah Akademik dan
draft Raperda Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur tentang Pengangkatan
dan Pemberhentian Perangkat Desa telah dapat kami selesaikan. Penyusunan Naskah
Akademik ini merupakan perwujudan kerjasama antara Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Paser dengan Pusat
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
Naskah Akademik dan draft Raperda tentang Pengangkatan dan Pemberhentian
Perangkat Desa ini disusun dengan mengacu pada ketentuan Permendagri Nomor 80
Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Disamping itu juga informasi
dari stakeholder Kabupaten Paser di himpun melalui Focus Group Discussion (FGD) terkait
dengan bidang Pemerintahan Desa, sehingga bisa diketahui konteks Pemerintahan dan
regulasi yang ada di Kabupaten Paser. Dengan demikian hasil penyusunan Naskah
Akademik diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan yang berkaitan dengan
Pengangkatan Perangkat Desa melaui draft rancangan peraturan daerah.
Tim Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” mengakui bahwa Naskah Akademik dan draft
Raperda ini masih belum sempurna, untuk itu masukan yang konstruktif guna
penyempurnaan naskah ini sangat diharapkan. Dalam kesempatan ini juga kami
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : Pemerintah
Daerah Kabupaten Paser, khususnya Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Paser yang telah memberikan kepercayaan untuk
tugas ini. Demikian juga kepada segenap Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait yang
telah memberikan masukan dalam penyusunan Naskah Akademik dan draft Raperda,
kepada segenap stakeholders Kabupaten Paser terkait yang telah memberikan data dan
informasi yang kami butuhkan, sehingga naskah akademik dan Raperda ini bisa selesai.
Penyusun
Tim P3M
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. .1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Profil Kabupaten Paser .................................................................... 5
C. Dasar Pemikiran ........................................................................... 11
D. Identifikasi Masalah ..................................................................... 12
E. Tujuan dan Sasaran Penulisan .................................................... 13
F. Metode dan Pendekatan Penulisan .............................................. 14
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN EMPIRIS ..................................................... 17
A. Kajian Teoritis ............................................................................... 17
B. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan
Norma ............................................................................................. 24
C. Kajian terhadap Implikasi Penerapan Sistem ................................. 26
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT .... 28
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS...................... 33
A. Dasar Filosofis ............................................................................... 38
B. Dasar Sosiologis ............................................................................. 38
C. Landasan Yuridis .......................................................................... 39
BAB V RUANG LINGKUP PENGATURAN NASKAH AKADEMIK PERATURAN
DAERAH ............................................................................................ . 42
A. Ketentuan Umum .......................................................................... 42
B. Ruang Lingkup dan Isi Pengaturan ............................................... 44
BAB VI PENUTUP ........................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 47
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
disebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan/ atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tersebut Desa memiliki: a). Kewenangan berdasarkan atas asal usul; b).
Kewenangan lokal beskala Desa; c). Kewenangan yang ditugaskan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota; dan d). Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewenangan berdasarkan atas asal usul sering disebut juga sebagai
“hak purba”, “hak tradisional”, “hak bawaan” atau “hak asli”. Istilah-istilah
tersebut memiliki kesamaan, yang pada dasarnya mencakup dua hal yaitu:
1. Hak-hak asli masa lalu yang telah ada sebelum lahir NKRI pada tahun
1945 dan tetap dibawa dan dijalankan oleh Desa setelah lahir NKRI
sampai sekarang. Misalnya tanah Bengkok di Jawa dan tanah ulayat/
adat di luar Jawa.
2. Hak-hak asli yang muncul dari prakarsa desa yang bersangkutan atupun
prakarsa dari masyarakat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perudangan yang berlaku. Misalnya Pasar Desa,
Tambatan perahu yang dibangun atas prakarsa desa.
2
Kewenangan lokal berskala desa terkait dengan kepentingan
masyarakat setempat yang sudah dijalankan oleh desa atau mampu
dijalankan oleh desa, karena muncul dari prakarsa masyarakat. Kewenangan
lokal adalah kewenangan yang lahir karena prakarsa dari desa sesuai dengan
kemampuan, kebutuhan, dan kondisi lokal desa. Kewenangan yang terkait
dengan kepentingan masyarakat ini mempunyai cakupan yang relatif kecil
dalam lingkup desa, yang berkaitan sangat dekat dengan kebutuhan hidup
sehari-hari warga desa, dan tidak mempunyai dampak keluar dan kebijakan
makro yang luas. Jenis kewenangan lokal berskala desa ini merupakan
turunan dari konsep subsidiaritas, yang berarti bahwa baik masalah maupun
urusan berskala lokal yang sangat dekat dengan masyarakat sebaiknya
diputuskan dan diselesaikan oleh organisasi lokal yang dalam hal ini adalah
desa, tanpa harus ditangani oleh organisasi yang lebih tinggi.
Kewenangan penugasan seperti tugas pembantuan tidak berarti
pengaturan tentang penyerahan dan/ atau pelimpahan kewenangan secara
permanen yang dirumuskan dalam peraturan pemerintah, peraturan
menteri, maupun peraturan daerah. Pemerintah supra desa dapat
memberikan penugasan kepada desa dengan memberi surat tugas kepada
kepala desa untuk membantu penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan,
publik, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Pemberi tugas
mempunyai kewenangan dan tanggung jawab, sementara desa berposisi
mengurus dan membantu tugas yang diberikan. Atas tugas itu, pemberi
tugas menyertakan biaya kepada desa. Penugasan semacam ini didasarkan
kepada beberapa pertimbangan:
a. Pemerintah menghadapi keterbatasan sumber daya untuk menyelenggarakan
tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan yang menjangkau ke seluruh
pelosok masyarakat dan setiap rumah tangga;
b. Desa lebih dekat, tahu, dan mampu menjangkau pelayanan kepada
masyarakat;
c. Pelaksanaan tugas ke level bawah lebih efisien (berbiaya murah)
dan efektif (tepat sasaran) jika dilakukan oleh desa daripada
dilakukan sendiri oleh aparat pemerintah.
3
Kewenangan penugasan lain, dalam hal ini peraturan
perundang-udangan yang dimaksud adalah berbagai undang-undang
sektoral yang bersentuhan dengan desa. Namun kewenangan lain dalam
hal ini tidak bermakna “mengatur”, melainkan bermakna “mengurus”
atau mengelola, menjalankan, melaksanakan, dan menikmati.
Pemerintah juga mengakui adanya kemandirian yang dimiliki oleh
Desa, yakni semacam hak Wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan rumah tangganya. Pemerintahan dan kepentingan
masyarakat berdasarkan hak asal usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada
pada masyarakat setempat diberi ruang tetap eksis dalam rangka mendorong
pelaksanaan pemerintahan, pelayanan publik dan pembangunan desa.
Beberapa kewenangan Kepala Desa seperti yang tercantum dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa, adalah
menetapkan Peraturan Desa dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa). Peraturan Desa yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan Desa atau sebagai penjabaran lebih lanjut dari Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial
budaya masyarakat setempat. Selanjutnya dijelaskan bahwa Peraturan Desa
yang dibuat dilarang bertentangan dengan Kepentingan umum dan atau
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Terkait dengan hubungan kerja antara Kepala Desa dengan BPD
dalam prakteknya menimbulkan dinamika hubungan tersendiri. Karena
banyak ditemukan berbagai persoalan menunjukkan disharmonisasi
hubungan kelembagaan diantara keduanya. Hal ini terjadi karena ketidak
jelasan hubungan keduanya, karena di dalam UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, BPD bukan lagi sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
Desa, melainkan hanya lembaga desa yang ikut menjalankan fungsi
pemerintahan Desa. Pasal 55 ayat (1) menegaskan BPD mempunyai fungsi
membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala
Desa. Dengan demikian kedudukan BPD bukan sebagai badan yang harus
menyetujui Rancangan Peraturan Kepala Desa menjadi Peraturan Desa.
4
Selain itu masih terdapat lembaga-lembaga kemasyarakatan
seperti LPMD, RT/RW, PKK, dan lain-lain yang turut memberikan
kontribusi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
desa. Sinergisitas antara Pemerintah Desa, BPD dan lembaga-lembaga
kemasyarakatan di desa, tentu akan memberikan iklim kondusif bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. Hal ini juga
terkait dengan konsep ketata-pemerintahan yang baik, dimana relasi
antara berbagai komponen governance menjadi kunci terwujudnya good
governance di tingkat lokal.
Untuk itulah dibutuhkan keberanian daerah kabupaten mengatur
Pedoman pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, karena perangkat
desa akan sangat membantu tugas kepala desa dan pemerintah desa, sehingga
ada pedoman bagi desa untuk mengisi kekosongan perangkat desa. Hal ini
disadari penting karena kewenangan Desa untuk mengisi perangkat desa
mempunyai landasan hukum yang kuat yakni Peraturan Daerah, karena Desa
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri, termasuk mengisi perangkat desa.
Kewenangan Daerah mengatur pedoman pengangkatan dan
pemberhentian perangkat desa didasarkan pada : Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, dan
Dalam Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan
Pemberhentian Perangkat Desa.
Untuk itulah urgensinya peraturan daerah yang mengatur tentang
pedoman pengisian perangkat desa dan pemberhentian perangkat Desa,
sehingga bisa dijadikan acuan dan pedoman bagi desa dalam mengisi
perangkat desa dan struktur organisasi pemerintah desa. Demikian pula
menyangkut hubungan kerja dan tata kerja pemerintah desa. Dengan Perda
yang akan dirumuskan ketentuan dan mekanisme pengisian perangkat desa,
selama tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan yang di atasnya.
Selain itu masih banyak pula persoalan organisasi pemerintah
desa yang perlu mendapat perhatian, diantaranya sebagai berikut:
5
Kelembagaan dan organisasi pemerintah desa belum sepenuhnya tertata
dengan baik, termasuk kerangka regulasinya.
Pemahaman tupoksi dari aparatur desa yang masih rendah, sehingga
berjalannya pelaksanaan tugas pemerintahan desa belum optimal.
Perubahan struktur organisasi pemerintah desa yang baru jangan sampai
mengorbankan aparat desa yang sudah ada menurut struktur yang lama.
Untuk itulah perlunya pengaturan tentang proses dan mekanisme
pengangkatan perangkat desa yang sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa. dengan demikian akan memberikan kepastian dan dasar hukum
bagi desa dalam mengisi kekosongan perangkat desa di desa masing-masing.
B. Profil Kabupaten Paser
1. Kondisi Umum Kabupaten Paser atau sebelumnya dikenal dengan sebutan
Pasir merupakan kabupaten paling selatan di Kalimantan Timur. Wilayah
penempatan Pengajar Muda terletak di tiga kecamatan yakni Tanah
Grogot, Paser Belengkong dan Tanjung Harapan. Tiga kecamatan terbagi
dalam dua topografi berbeda; darat dan pesisir. Wilayah pesisir
(Kecamatan Tanah Grogot dan Tanjung Harapan) terletak di pinggir
pantai dengan mata pencaharian utama penduduk adalah nelayan.
Rumah-rumah di pesisir dibangun di atas pancang kayu yang tinggi guna
mengantisipasi jika air pasang.
Di wilayah darat (Kecamatan Paser Belengkong), beberapa
wilayah Pengajar Muda dilewati oleh Sungai Kandilo, sungai terpanjang
kedua di Paser setelah Sungai Pasir, dan menggunakan perahu dalam
kegiatan sehari-hari sedangkan beberapa wilayah lainnya bisa dilalui
kendaraan roda dengan keadaan jalan yang terbatas. Sinyal dan listrik
sangat terbatas, baik di darat dan pesisir dan biasanya listrik baru tersedia
dari pukul 18.00 – 22.00 tergantung dari ketersediaan bahan bakar.
Kabupaten Paser dihuni oleh berbagai suku seperti Paser,
Bugis, Jawa, Bajo, Banjar dan Madura. Suku asli adalah Suku Paser
6
sedangkan Suku Bugis dan Bajo merupakan suku pendatang yang
biasanya bekerja sebagai nelayan. Suku Jawa merupakan transmigran
yang banyak bekerja di bagian perkebunan dan pertanian. Hubungan
antar suku cukup baik walaupun dalam skala kecil masih terdapat
konflik-konflik yang biasanya tidak terlalu serius. Mayoritas penduduk
Paser beragama Islam dan secara simbolik ditampilkan dalam busana
dan acara-acara formal. Karakter masyarakat di bagian pesisir biasanya
keras dan agak menutup diri terutama kepada pendatang.
2. Keadaan Geografis
Kabupaten Paser merupakan wilayah Propinsi Kalimantan
Timur yang terletak paling Selatan, tepatnya pada posisi 0045’18,37”-
2027’20,82” Lintang Selatan dan 115036’14,5” 166057’35,03” Bujur Timur.
Batas wilayah Kabupaten Paser meliputi sebelah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat dan Kutai Kartanegara,
sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara dan
Selat Makasar, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kota Baru
Propinsi Kalimantan Selatan, dan sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Tabalong Propinsi Kalimantan Selatan.
Luas Wilayah Kabupaten Paser adalah seluas 11.603,94 Km2.
Luas ini terdistribusi ke 10 (sepuluh) kecamatan dengan 144 desa /
kelurahan. Kecamatan yang memiliki luas wilayah cukup luas adalah
Kecamatan Long Kali dengan luas 2.385,39 Km2 dan yang tersempit
adalah Kecamatan Tanah Grogot dengan luas 335,58 Km2.
Jumlah penduduk Kabupaten Paser dari tahun ke tahun
terus mengalami kenaikan yan cukup berarti. Pada tahun 2012,
jumlah penduduk Kabupaten Paser mencapai 247.612 jiwa dan
bertambah menjadi 256.312 jiwa pada tahun 2013. Penduduk
Kabupaten Paser masih mengelompok pada wilayah – wilayah yang
jaraknya cukup dekat dengan ibu kota kabupaten. Lebih dari 28
persen penduduk Kabupaten Paser bertempat tinggal di kecamatan
7
yang terletak di ibu kota kabupaten, yaitu Kecamatan Tanah Grogot.
Sedang sisanya tidak merata tersebar di 9 kecamatan.
Sebelum adanya pemekaran kabupaten, Kabupaten Paser
memiliki 12 Kecamatan, termasuk Kecamatan Penajam, dan Kecamatan
Sepaku. Pada saat Pemekaran Kabupaten, Kabupaten Induk adalah
Kabupaten Paser sedangkan Pemekaran adalah Kabupaten Penajam
Paser Utara (termasuk Kecamatan Sepaku) dengan Ibukotanya Penajam.
Setelah pemekaran tersebut, Kabupaten Paser hanya
memiliki 8 Kecamatan, dan pada tahun 2003 lalu terjadi pemekaran
Kecamatan Tanjung Aru menjadi Tanjung Harapan dan Batu Engau
dan Kecamatan Batu Sopang menjadi Kecamatan Muara Samu dan
Kecamatan Batu Sopang. Pusat Pemerintahan berada di Kota Tanah
Grogot sekaligus sebagai pusat ibukota Kabupaten Paser.
Sepuluh Kecamatan di Kabupaten Paser, yaitu:
1. Batu Sopang
2. Muara Samu
3. Batu Engau
4. Tanjung Harapan
5. Pasir Belengkong
6. Tanah Grogot
7. Kuaro
8. Longikis
9. Muara Komam
10. Longkali
3. Topografi
Secara topografi, Kabupaten Paser terdiri dari dua bagian, yaitu
bagian imur dan bagian barat. Bagian timur Kabupaten Paser merupakan
daerah ataran rendah, landai dan bergelombang. Daerah tersebut
terbentang dari utara hingga selatan dengan lebih melebar di bagian selatan,
serta terdiri ari rawa-rawa dan daerah aliran sungai; dengan jalan Negara
Penajam - Kuaro - Kerang Daro sebagai batas topografi. Selanjutnya, bagian
8
barat merupakan daerah yang bergelombang, berbukit dan bergunung,
yang terbentang hingga ke perbatasan propinsi Kalimantan Selatan. Pada
wilayah ersebut terdapat beberapa buah gunung, yaitu Gunung Serumpaka
(1.380 m2), Gunung Lumut (1.233 m2), Gunung Narujan dan Gunung Halat
(Pemerintah Kabupaten Paser, 2002).
Lahan yang dapat digunakan untuk kegiatan agribisnis
di Kabupaten Paser bertipe ultisol, inseptisol, oxisol, alfisol, histosol,
spodosol dan entisol, yang sebagian besar berada pada daerah dengan
kemiringan antara 8 persen hingga 13 persen, dengan luas totalnya adalah
252.470 hektar. Luas lahan tersebut sebenarnya lebih sempit daripada
luas lahan dengan kemiringan 0 persen hingga 7 persen. Meskipun
demikian, karena lahan dengan kemiringan 0 persen hingga 7 persen
tersebut sebagian besar merupakan hutan bakau, kawasan itu hanya
dapat dipergunakan untuk lahan konservasi. Berdasarkan tipe dan kondisi
tanah serta kemiringan lahan, maka terdapat beberapa komoditi yang
dapat dikembangkan dengan baik di daerah Kabupaten Paser. Komoditi-
komoditi tersebut digolongkan ke dalam 12 kelompok tanaman, yaitu
kelompok tanaman serealia (padi dan jagung), umbi-umbian (ubi jalar dan
ubi kayu), kacang-kacangan (kacang panjang, kacang tanah, kacang
kedelai dan kacang hijau), tebu, tembakau, serat (abaca), sayur-sayuran
(kubis, cabe, paprika, tomat, timun, terung dan bawang), penghasil minyak
(kelapa sawit, kelapa dan kacang tanah), penyegar (kakao), buah (nenas,
sirsak, rambutan, durian, pisang, pepaya, duku, jambu biji, manggis,
kuini, cempedak, jambu, alpukat dan salak), karet dan merica.
4. Demografis
Pemerintah Kabupaten Paser (2007) melaporkan bahwa
pada tahun 2006 penduduk di Kabupaten tersebut berjumlah
185.051 jiwa, atau mengalami peningkatan dari 168.521 jiwa pada
tahun 2002, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,37
persen per tahun. Penyebaran penduduk di Kabupaten tersebut tidak
merata, karena sebagian besar memilih untuk tinggal di sekitar
9
pantai, daerah aliran sungai, unit permukiman transmigrasi, daerah
perkotaan serta lebih terkonsentrasi di kecamatan-kecamatan yang
potensi pengembangannya lebih baik. Kecamatan Tanah Grogot dan
Kecamatan Long Ikis memiliki kepadatan lebih tinggi daripada
kecamatan-kecamatan lainnya, yaitu 142 jiwa per km2 dan 27 jiwa
per km2. Di lain pihak, Kecamatan Muara Samu, Tanjung Harapan
dan Muara Komam termasuk ke dalam kelompok kecamatan yang
kepadatan penduduknya masih rendah.
Kependudukan merupakan faktor yang sangat strategis dalam
kerangka pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan kependudukan
atau dalam hal ini adalah penduduk, merupakan pusat dari seluruh
kebijakan dan program pembangunan yang akan dilakukan. Masalah
kependudukan memiliki posisi yang sangat penting bagi pembangunan
daerah, sehingga data kependudukan sangat diperlukan sebagai penentu
kebijakan maupun perencanaan program. Lebih luas lagi data
kependudukan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi kegiatan yang lalu
dan yang sedang berjalan, bahkan dapat memperkirakan bentuk dan
volume kegiatan yang akan dilakukan di masa yang akan datang. Pada
tahun 2014 ini BPS Kabupaten Paser melakukan perapihan data proyeksi
penduduk. Perapihan ini dilakukan untuk mengevaluasi hasil proyeksi
penduduk tahun 2010 – 2014. Selama kurun waktu lima tahun terakhir,
perkembangan penduduk Kabupaten Paser mengalami kenaikan. Jumlah
penduduk pada tahun 2010 tercatat 231.688 jiwa dan pada tahun 2014
mencapai 256.175 jiwa. Selama kurun waktu lima tahun terakhir,
penduduk Kabupaten Paser bertambah sekitar 24.487 jiwa. Dan jika
dihitung rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Paser tahun
2014 tercatat 22,08 orang/km2. Pola penyebaran penduduk Kabupaten
Paser menurut luas wilayah per kecamatan masih timpang sehingga
menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat kepadatan penduduk antar
kecamatan. Pada tahun 2014 sebagian besar penduduk Kabupaten Paser
berada ibukota kabupaten atau Kecamatan Tanah Grogot dengan interval
10
kepadatan penduduk 197,85 jiwa/km2, sedangkan di kecamatan –
kecamatan lainnya berada pada kisaran 6,20 – 36,06 jiwa/km2.
Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah usaha manusia dalam
rangka meningkatkan kualitas sumber daya dirinya untuk menuju
masyarakat yang dewasa dan mandiri. Saat ini kepedulian masyarakat
terhadap pendidikan semakin tinggi seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar
bagi penduduk dan sebagai sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan
keterampilan serta merupakan prasyarat mutlak dalam pembentukan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Sesuai dengan amanat
yang diemban negara, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD
1945 adalah usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka
pendidikan mutlak sebagai prioritas pembangunan. Pendidikan formal
merupakan suatu proses yang berjenjang dari SD hingga perguruan
tinggi. Untuk menunjang keberhasilan pembangunan bidang pendidikan,
pendidikan formal yang umumnya diselenggarakan di sekolah-sekolah,
tidak hanya dibawahi oleh Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) saja, tetapi
ada juga yang dibawahi oleh Departemen di luar Depdiknas, seperti
Departemen Agama, Departemen Kesehatan, Departemen Sosial,
Departemen Pertanian, dan lain-lain. Pada tahun 2014 jumlah sekolah
dari berbagai jenjang pendidikan baik negeri maupun swasta di
Kabupaten Paser tercatat 501 sekolah, yang terdiri dari 143 buah TK, 231
buah untuk tingkat SD/MI/SDLB, 83 untuk tingkat SMP/MTS/SMPLB,
dan 40 untuk tingkat SMA/SMK/MA. Sedangkan untuk tingkat
perguruan tinggi ada sebanyak 4 perguruan tinggi. Perbandingan atau
rasio antara guru dan murid menggambarkan beban yang harus dihadapi
seorang guru dalam mengajar. Pada tahun 2014 rasio antara guru dan
murid untuk masing – masing jenjang pendidikan adalah 14,16 untuk
tingkat SD/SDLB, sebesar 12,29 untuk jenjang SMP/SMPLB, dan untuk
SMA/SMK/MA sebesar 9,09. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada
tingkat SD beban guru relatif lebih berat dibanding jenjang pendidikan
yang lebih tinggi, karena satu orang guru dalam mengajar harus
11
menghadapi 14 orang murid. Pada dasarnya pendidikan yang
diupayakan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi juga
masyarakat dan keluarga. Banyaknya penduduk yang mendapatkan
pendidikan di sekolah merupakan indikator tersedianya tenaga terdidik
atau sumber daya manusia terdidik yang tersedia saat ini. Pada tahun
2014, persentase penduduk Kabupaten Paser usia 10 tahun ke atas yang
tidak/belum pernah sekolah mengalami penurunan dibanding tahun
2012 dan 2013. Persentase penduduk Kabupaten Paser usia 10 tahun ke
atas yang tidak/belum pernah sekolah tahun 2014 adalah sebesar 2,84
persen, sementara itu yang berstatus masih sekolah ada sebesar 22,17
persen selebihnya 74,99 persen berstatus tidak bersekolah lagi
Indikator lain yang juga dapat digunakan untuk
menggambarkan kemajuan di bidang pendidikan adalah persentase
penduduk yang menamatkan sekolah pada jenjang tertentu. Berdasarkan
grafik 8.2 dapat dilihat bahwa pada tahun 2014, sebesar 32,83 persen
penduduk Kabupaten Paser yang berumur 10 tahun ke atas tamat
SD/MI/Sederajat, sementara itu penduduk Kabupaten Paser yang berumur
10 tahun ke atas yang tamat SMP Umum/Kejuruan/Sederajat sebesar
14,47 persen, tamat SMA Umum/Kejuruan/Sederajat sebesar 23,18 persen
dan tamat Diploma/Sarjana sebesar 5,7 persen. Serta masih ada penduduk
Kabupaten Paser usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum sekolah/belum
punya ijazah SD yaitu sebesar 23,82 persen.
C. Dasar Pemikiran
Dewasa ini relasi yang harmonis antara berbagai komponen pilar-
pilar pemerintahan dalam bingkai good governance (pemerintah, lembaga-
lembaga masyarakat sipil dan lembaga-lembaga ekonomi) di semua level
pemerintahan sangat dibutuhkan, termasuk di lingkungan pemerintahan
desa. Keharmonisan hubungan itu sangat dibutuhkan, terutama dalam
proses pembentukan kebijakan dan rekrutmen perangkat desa.
Sementara di sisi lain kebiasaan menunggu aturan pelaksanaan yang
terperinci dan jelas sudah membudaya di berbagai lini pemerintahan, sehingga
12
aturan-aturan normatif dan tidak jelas tentu menimbulkan ketidak-pastian bagi
pemerintah desa untuk melaksanakannya. Demikian pula dalam hal tata-
hubungan antara berbagai lembaga kemasyarakatan di desa dengan Pemerintah
Desa, sehingga keterlibatannya belum tentu dioptimalkan oleh pihak Pemerintah
Desa, dengan dalih “aturannya tidak jelas”. Maka dari itu gagasan Kantor
Pemberdayaan Pemerintahan Desa Perempuan dan Keluarga Berencana
Kabupaten Paser untuk merumuskan Raperda tentang “Pengangkatan dan
Pemberhentian Perangkat Desa” merupakan suatu gagasan yang tepat dalam
rangka memberikan arah dan pedoman dalam pengisian perangkat desa dan
penataan struktur pemerintah desa, tanpa berpotensi untuk melakukan
intervensi dan formalisasi struktur pemerintah di desa.
D. Indentifikasi Masalah
1. Permasalahan Yang Dihadapi Dari hasil pengamatan dan diskusi dengan beberapa perangkat
daerah dan tokoh masyarakat desa, dapat ditemukan berbagai permasalahan
yang terkait dengan perangkat desa. Secara umum permasalahan tersebut
sebagai berikut:
a. Belum adanya pedoman pengangkatan dan pemberhentian perangkat
desa sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
sehingga tidak ada kejelasan payung hukum dan landasan hukum yang
kuat bagi desa dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa.
b. Ketentuan yang ada terkait dengan pengangkatan dan pemberhentian
perangkat desa tiak bisa lagi dipergunakan karena tidak sesuai lagi
dengan semangat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Desa.
c. Belum adanya pengaturan relasi perangkat desa dengan pemerintah desa,
sehingga pelaksanaan tupoksinya belum berjalan secara baik, sehingga
konteks relasi dan menjalankan peran masih stagnan dan normatif.
Kurangnya kesadaran individu atas peraturan yang ada di desa
tersebut dan berubahnya perilaku masyarakat yang kurang menjunjung
tinggi nilai-nilai kearifan lokal terkait dengan norma-norma sosial dalam
13
musyawarah, sehingga dalam pelaksanaan tugas perangkat desa yang ada
dan dalam menjalin relasi dengan kepala desa terkadang belum adanya
sinergi dan keserasian. Untuk itulah perlunya kejelasan aturan, sehingga
masing-masing perangkat desa bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
2. Landasan Pembentukan Peraturan Daerah
a. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-
Daerah Provinsi Kalimantan Timur;
b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pemekaran Kabupaten
Paser;
c. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan
PP No. 43/3014;
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah;
h. Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan
Pemberhentian Perangkat Desa.
E. Tujuan dan Sasaran Penulisan
Penulisan naskah akademik ini dimaksudkan untuk memberikan
landasan akademik atas penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa adalah:
a. Sebagai dasar penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa sebagai landasan
pengisian perangkat desa.
b. Melakukan kajian terhadap arti penting Rancangan Peraturan
Daerah tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.
14
c. Memberikan landasan bagi Daerah untuk melakukan upaya-upaya
pengaturan perangkat desa dan struktur pemerintah desa dan tugas
pokok fungsi pemerintah desa.
Peraturan Daerah yang hendak disusun ini tentu tidak
mungkin melakukan pengaturan pada semua aspek yang terkait dengan
pemerintahan desa dengan segala aspek yang ada didalamnya , karena
ada beberapa aspek yang belum bisa diatur secara tegas, hal ini
dikarenakan karena mempertimbangkan beberapa faktor, seperti,
kapasitas Pemerintahan Desa, kondisi perangkat desa, serta urgensi
hubungan perangkat desa dengan pemerintahan desa, serta ekesekusi
penerapannya di lapangan.
Adapun sasaran pengaturan yang hendak dijelaskan dalam
naskah akademik ini mencakup:
a. Memberikan kejelasan pengaturan terhadap upaya-upaya untuk
mengatur pengisian perangkat desa.
b. Memberikan kejelasan pengaturan terhadap pengangkatan dan
pemberhentian perangkat desa dan segala tupoksi pemerintah desa.
c. Menghidupkan dan melestarikan kembali kearifan lokal dengan tata
nilai positifnya dalam pengisian perangkat desa.
F. Metode dan Pendekatan Penulisan
1. Metode a) Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pembentukan hukum (law
making) sekaligus juga merupakan penelitian penerapan hukum (law
application). Yang dimaksud sebagai penelitian pembentukan hukum
karena bertujuan untuk merumuskan prinsip-prinsip/norma hukum yang
menjadi dasar/landasan hukum yang berlaku bagi peristiwa konkrit
sehari-hari. Sedangkan dimaksud sebagai penelitian penerapan hukum
karena dalam perumusan prinsip norma tersebut tidak terlepas dari
tindakan menerapkan norma yang ada sebelumnya baik di tingkat pusat
15
(nasional) maupun di tingkat daerah. Sesuai dengan tujuannya yang hendak
membentuk hukum positif, maka penelitian ini menggunakan metode
normatif (doktrinal). Data-data terutama didasarkan pada kajian literatur
(bahan hukum sekunder) dan studi lapangan (SKPD dan desa) melalui FGD,
selanjutnya dianalisa dengan analisa dan argumentasi kualitatif.
b) Jenis dan Alat Pengumpul Data
Data yang dikumpulkan adalah berupa keputusan hukum (das
sollen) yang mengatur mengenai kelembagaan desa yang sudah ada di
Kabupaten Paser, serta fakta (das sein), yang merupakan realisasi
keputusan hukum atau yang mendasari pembentukan ketentuan hukum
terkait perangkat desa. Keputusan hukum berupa peraturan-peraturan
hukum di tingkat nasional maupun daerah sampai desa. Data tersebut
dikumpulkan melalui studi kepustakaan yang ditujukan sebagai penggalian
informasi kepustakaan di berbagai perpustakaan maupun lewat internet.
Disamping itu, data diambil melalui Focus Group Discussion
(FGD) stakeholders daerah Kabupaten Paser dan juga tokoh-tokoh desa,
serta pendapat para ahli yang berkompeten dalam hal peraturan
mengenai perangkat desa dan tupoksinya. Untuk melengkapi data dan
informasi yang dibutuhkan dalam rangka penyusunan Raperda
Pedoman Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, maka
dilakukan FGD \ untuk mengumpulkan beberapa informasi terkait hal
yang bisa dijadikan acuan dalam menyusun Raperda.
c) Analisis Data
Analisis data dimulai dengan inventarisasi dan sistematisasi
norma untuk melihat ketentuan yang berkaitan dengan struktur
pemerintah desa dalam hukum nasional maupun peraturan daerah.
Tahap selanjutnya adalah analisis data dengan melakukan eksplikasi
yaitu penjelasan serta evaluasi atau penilaian mengenai hukum
positif baik dalam hukum nasional maupun peraturan daerah yang
sesuai dengan kondisi Kabupaten Paser berkaitan dengan Pedoman
16
Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa Kegiatan penelitian
yang terakhir adalah melakukan preskripsi terhadap perumusan
aturan Pedoman Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa
dengan menggunakan analisa kualitatif yang dirumuskan selain dari
studi pustaka juga dari hasil pengkajian pendapat-pendapat para ahli
dan pihak-pihak berkompeten dalam FGD.
2. Pendekatan Penulisan
Dalam penulisan naskah akademik ini, metode dan pendekatan
yang digunakan adalah melalui pengamatan di lapangan dan studi literatur,
yang selanjutnya didiskusikan melalui FGD (forum group discusion) kemudian
dikomunikasikan dalam forum musyawarah dengan lembaga Desa.
Adapun sistematika penulisan naskah akademik ini, adalah
sebagai berikut:
a) Bagian pertama
Sampul depan /cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
b) Bagian Kedua
Bab 1 Pendahuluan: (1) Latar Belakang; (2) Permasalahan; (3) Tujuan
dan Sasaran Penulisan; (4) Metode dan Pendekatan Penulisan.
Bab 2 Kajian teoritis dan Kajian Empiris Bab 3 Analisis dan Kajian Peraturan Perundang-undangan yang
terkait dengan materi yang akan diatur dalam Peraturan Daerah
tentang Pedomana Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.
Bab 4 Ruang Lingkup Pengaturan Naskah Akademik Peraturan
Daerah: (1) Ketentuan umum ; (2) Materi pokok yang akan diatur; (3)
Ketentuan Penutup.
c) Bagian Ketiga
Bab 5 Penutup yang menguraikan saran/rekomendasi
d) Bagian Keempat
Daftar Pustaka
17
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN EMPIRIS
A. Kajian Teoritis Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen
(unit-unit kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan
adanya pembagian kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau
kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan (koordinasi).
Selain itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi
pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan.
Struktur Organisasi dapat didefinisikan sebagai mekanisme-
mekanisme formal organisasi diolah dan dikelola secara baik. Struktur
organisasi terdiri atas unsur spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi,
sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan dan ukuran
satuan kerja organisasi, demikian juga dalam struktur organisasi
pemerintahan. Dalam prakteknya terdapat beberapa struktur organisasi
yang kurang tepat sebagai berikut:
1. Pengambilan keputusan seringkali terlambat ataupun seringkali kurang baik.
2. Organisasi tidak mampu bereaksi dengan baik terhadap perubahan
kondisi lingkungan.
3. Dalam organisasi seringkali terjadi pertentangan, sehingga kurang
kondusif untuk mendukung kerja organisasi
Adapun faktor-faktor yang menentukan perancangan struktur
organisasi yang efektif sebagai berikut:
1. Strategi organisasi untuk mewujudkan pencapaian tujuan.
2. Perbedaan teknologi yang digunakan untuk memproduksi output akan
membedakan bentuk struktur organisasi.
3. Kemampuan dan cara berfikir para anggota serta kebutuhan mereka
juga lingkungan sekitarnya perlu dipertimbangkan dalam penyusunan
struktur organisasi.
18
4. Besarnya organisasi dan satuan kerjanya akan mempengaruhi struktur
organisasi.
Berkaitan dengan penyusunan struktur organisasi, maka ada
4 konsep penting sebagai berikut:
1. Departementalisasi adalah pengelompokan dari berbagai aktifitas kerja
suatu organisasi supaya berbagai aktifitas yang sama bisa digabungkan
dalam satu unit kerja.
2. Pembagian kerja, adalah rincian tugas/pekerjaan yang harus dilakukan
seseorang agar setiap orang yang terlibat dalam organisasi bertanggungjawab
melaksanakan aktifitas yang menjadi beban tanggungjawabnya.
3. Aspek koordinasi yaitu proses pengintegrasian beberapa tujuan aktifitas pada
satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional)
dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Ini untuk
mencegah seseorang berbuat untuk kepentingannya sendiri.
4. Rentang manajemen atau rentang kendali, adalah kemampuan manajer
untuk melakukan koordinasi secara efektif yang sebagian besar tergantung
kepada sejauhmana kemampuan manajer menjangkau control terhadap
semua bawahan dan jumlah bawahan yang melapor kepadan manajer
yang bertanggung jawab.
Unsur-unsur yang harus diperhatikan dalam penyusunan
struktur organisasi terdiri dari:
1. Spesialisasi kegiatan, sejauhmana fungsi itu terspesialisasi dalam masing-
masing struktur, semakin struktur itu terspesialisasi perannya semakin
bagus sehingga tidak terjadi overlapping tugas antar struktur.
2. Koordinasi kegiatan, adalah upaya untuk mengorganisir dan
mengintegrasikan berbagai kegiatan unit dalam suatu struktur yang
utuh sehingga mempermudah pencapaian tujuan organisasi.
3. Standarisasi kegiatan, bahwa masing-masing struktur organisasi
harus dibuat standarisasi kegiatan sehingga bisa menjadi alat ukur
kinerja masing-masing unit organisasi.
19
4. Sentralisasi dan desentralisasi pembuatan keputusan, menunjukkan
urusan mana dalam pengambilan keputusan itu sentralistik, dan
urusan apa yang harus melibatkan partisipasi anggota organisasi.
5. Ukuran satuan kerja, hal yang kalah pentingnya dalam struktur
organisasi adalah adanya ukuran satuan kerja sebagai pedoman
aparatur dalam menjalankan tugasnya.
Terlepas dari unsur-unsur organisasi bekerja, hal yang penting adalah
bagaimana pengorganisasian fungsi organisasi. Fungsi pengorganisasian adalah
suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumberdaya fisik lain
yang dimiliki organisasi untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta
menggapai tujuan organisasi. Dengan kata lain pengorganisasian adalah fungsi
manajemen yang berhubungan dengan pembagian tugas. Pengorganisasian
mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang
yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi
tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa
yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-
tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut,
dan pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
Selanjutnya terkait dengan organisasi pemerintah, Weber
mengemukakan karakteristik birokrasi menurut adalah:
Pembagian kerja yang jelas.
Hirarki wewenang yang dirumuskan secara baik.
Program rasional dalam pencapaian tujuan organisasi.
Sistem prosedur bagi penanganan situasi kerja.
Sistem aturan yang mencakup hak-hak dan kewajiban-kewajiban
posisi para pemegang jabatan.
Hubungan antar pribadi yang bersifat impersonal.
Jadi secara keseluruhan pengorganisasian sebagai salah satu fungsi
manjemen amatlah penting karena tanpa ada langkah ini, tidaklah terwujud,
seperti orgnanisasi, uraian tugas wewenang dan tanggung jawab,uraian kaitan
tugas atau pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lain. Sementara itu,
20
sumber-sumber dasar (manusia dan non manusia) tidak dapat digerakan untuk
mencapai tujuan sebagaimana telah diterapkan atau melalui perencanaan.
Dengan demikian dalam pengisian perangkat desa dalam struktur organisasi
pemerintah desa juga harus memperhatikan kaidah dan prinsip organisasi
dengan memperhatikan kondisi riel dari masing-masing desa.
Pemerintah desa sebagai organisasi dengan tipe struktur formal
ialah suatu organisasi yang memiliki struktur yang jelas, pembagian tugas yang
jelas, serta tujuan yang ditetapkan secara jelas. Atau organisasi yang memiliki
struktur (bagan yang menggambarkan hubungan-hubungan kerja, kekuasaan,
wewenang dan tanggung jawab antara pejabat dalam suatu organisasi). Atau
organisasi yang dengan sengaja direncanakan dan strukturnya secara jelas
disusun. Organisasi formal harus memiliki tujuan atau sasaran.
Tujuan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
struktur organisasi yang akan dibuat, khususnya struktur pemerintahan
desa yang dimaksud.
Struktur organisasi (desain organisasi) dapat didefinisikan sebagai
mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola. Struktur
organisasi menunjukan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap
hubungan-hubungan diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi,
atau pun orang-orang yang menunjukan kedudukan, tugas wewenang dan
tanggung jawab yang berbeda-beda dalam organisasi. Struktur ini mengandung
unsur-unsur spesialis kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau
desentralisasi dalam pembuatan keputusan dan besaran (ukuran) satuan kerja.
1. Konsep Perangkat Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
a) Pengertian Pemerintah
Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk
membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah
tertentu. Dan juga sebagai sistem untuk menjalankan wewenang dan
kekuasaan dalam mengatur kehidupan sosial, ekonomi dan politik, suatu
Negara atau bagian-bagiannya. Menurut Moh. Kusnardi dan Bintan R.
Saragih (2008 :122) Pemerintah adalah alat bagi Negara dalam
21
menyelenggarakan segala kepentingan rakyatnya dan merupakan alat
juga, dalam mewujudkan tujuan yang sudah ditetapkan”. Pemerintah
adalah pelayan publik yang memiliki sejumlah kewenangan dan
kekuasaan serta tugas dan kewajiban dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Adapun hakekat pelayanan publik adalah pemberian
pelayanan kepada masyarakat dan pemberian pelayanan publik tersebut
akan dilaksanakan sesuai dengan asas-asas pelayanan publik yang
meliputi transparasi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan
hak, dan keseimbangan hak dan kewajiban.
Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat
istimewa. Pemerintahan desa sebagai pelaksana kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan yang terendah langsung dibawah camat. Penyelenggaraan
pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan
pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya. Masalah pemerintahan desa telah
diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Susunan
organisasi pemerintahan desa terdiri dari kepala desa, sekretaris desa,
kepala dusun, dan kepala urusan.
Kepala desa memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa,
kedudukannya sebagai alat pemerintah daerah terendah langsung di
bawah camat. Tugas kepala desa adalah menjalankan urusan rumah
tangga desanya sendiri, menjalankan urusan pemerintahan,
melaksanakan program pembangunan baik yang berasal dari
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Penyelenggaraan
pemerintah desa termasuk didalam pembinaan ketentraman wilayah
desa, dan keamana, serta ketertiban di wilayah desa.
Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
(“UU Desa”), berkaitan dengan pengaturan perangkat desa, maka
dapat dijelaskan sebagai berikut:
22
Perangkat Desa terdiri atas:
a. sekretariat desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.
Perangkat Desa berhenti karena
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
Perangkat Desa yang diberhentikan (sebagaimana huruf c) karena:
a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. berhalangan tetap;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat Desa; atau
d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian
perangkat Desa diatur dalam Peraturan Pemerintah, yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 (“PP
Desa”). Pemberhentian perangkat desa yang diatur dalam PP Desa
pun serupa dengan UU Desa.
Yang diatur lebih rinci dalam PP Desa adalah mengenai
mekanisme pemberhentian perangkat Desa yakni dalam Pasal 70 PP
Desa misalnya yang menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut
mengenai kepala Desa dan perangkat Desa diatur dalam peraturan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pemerintahan dalam negeri. Yaitu Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan
Dan Pemberhentian Perangkat Desa (“Permendagri 83/ 2015”).
23
Dalam Permendagri 83/ 2015 disebutkan bahwa perangkat
Desa diberhentikan karena:
a. Usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. Dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan keputusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. Berhalangan tetap;
d. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Perangkat Desa; dan
e. Melanggar larangan sebagai perangkat desa.
Ini berarti, baik dalam UU Desa, PP Desa maupun
Permendagri 83/2015, tidak ada lagi ketentuan mengenai masa jabatan
perangkat desa, melainkan pembatasan seseorang dapat menjabat
sebagai perangkat desa berdasarkan umur.
Setelah adanya UU Desa, semua peraturan yang terkait
langsung dengan desa wajib menyesuaikan dengan UU Desa
sebagaimana diatur dalam Pasal 119 UU tentang Desa bahwa:
“Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan secara langsung dengan Desa wajib mendasarkan dan
menyesuaikan pengaturannya dengan ketentuan Undang-Undang ini.”
Sebagai contoh peraturan daerah yang telah menyesuaikan
dengan UU tentang Desa adalah Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan
Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perangkat Desa (“Perda Kuningan
13/2015”). Dalam Perda Kuningan 13/2015 disebutkan bahwa
perangkat desa diberhentikan, salah satunya karena usia telah genap 60
(enam puluh) tahun. Contoh lainnya adalah Peraturan Daerah Kabupaten
Indragiri Hilir Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan
Pemberhentian Perangkat Desa (“Perda Indragiri 4/2015”). Dalam Pasal
42 Perda Indragiri 4/2015 disebutkan bahwa masa jabatan perangkat
desa berakhir pada usia 60 (enam puluh) tahun.
24
B. Kajian Terhadap Asas / Prinsip yang Terkait Dengan Penyusunan Norma
1. Asas Kejelasan Tujuan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang
hendak dicapai.
2. Asas Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang Tepat adalah bahwa
setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus dibuat
oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-
undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut
dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga
negara atau pejabat yang tidak berwenang.
3. Asas Kesesuaian antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan adalah
bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat
sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.
4. Asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas
Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik
secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
5. Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan adalah bahwa setiap
pembentukan peraturan perundang-undangan harus karena
memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6. Asas Kejelasan Rumusan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan
Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah,
serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
7. Asas keterbukaan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mulai dari perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat
25
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan
masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
8. Asas Pengayoman adalah bahwa setiap materi peraturan perundang-
undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan
ketentraman masyarakat.
9. Asas kemanusiaan bahwa setiap materi peraturan perundang-
undangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan
hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara
dan penduduk Indonesia secara proporsional.
10. Asas Kebangsaan adalah bahwa setiap materi peraturan perundang-
undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia
yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
11. Asas Kekeluargaan adalah bahwa setiap bahwa setiap materi
peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah
untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
12. Asas Kenusantaraan bahwa setiap materi peraturan perundang-
undangan harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem
hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
13. Asas Bhinneka Tunggal Ika bahwa setiap materi peraturan
perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk,
agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
14. Asas keadilan adalah bahwa bahwa setiap materi peraturan perundang-
undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi
setiap warga negara.
15. Asas Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan bahwa
setiap materi peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat
26
hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara
lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
16. Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum bahwa setiap materi peraturan
perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
17. Asas Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan bahwa setiap materi
peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat
dan kepentingan bangsa dan negara.
18. Asas Legalitas yaitu adanya persamaan kedudukan, perlindungan,
dan keadilan di hadapan hukum.
19. Asas Keseimbangan yaitu proses hukum yang ada haruslah menegakkan
hak asasi manusia dan melindungi ketertiban umum.
20. Asas kearifan lokal Kabupaten Paser.
C. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem
Dengan adanya peraturan daerah terkait dengan Pedoman
Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa di Kabupaten Paser pada
dasarnya akan lebih melengkapi dan memberikan kepastian hukum, sekaligus
pedoman untuk pembentukan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa bagi
Pemerintah Desa dan seluruh pemangku kepentingan pemerintahan desa di
lingkungan Kabupaten Paser. Selain itu juga diperlukan untuk memberi ruang
partisipasi masyarakat sebagaimana telah diamanatkan dalam UU No. 12 tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan memungkinkan
masyarakat dalam kaitannya dengan hak untuk memberikan masukan secara
lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan
undang-undang dan rancangan peraturan daerah.
Kepentingan dan aspirasi masyarakat yang terwadahi dalam
berbagai lembaga kemasyarakatan merupakan salah satu sumber utama
dalam partisipasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa.
Tanpa lembaga-lembaga tersebut, pemerintah desa tentu akan mengalami
kesulitan dalam menggerakkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bentuk
27
partisipasi. Selain itu lembaga-lembaga kemasyarakatan juga memiliki
tanggung jawab sosial dan moral terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di desanya.
Akan tetapi kebutuhan Pemerintah Desa akan adanya dukungan
partisipasi dari lembaga-lembaga kemasyarakatan dan tanggungjawab
lembaga-lembaga kemasyarakatan dan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan itu, seolah mengalami hambatan formal karena belum adanya
pedoman aturan-aturan yang selama ini telah ada dan diberlakukan. Maka
dari itu diperlukan perda yang menjadi pedoman bagi pembentukan
organisasi dan tata kerja pemerintahan desa, agar terjalin struktur organisasi
pemerintahan desa yang harmonis dan kondusif di Kabupaten Paser.
Banyak manfaat yang akan pemerintah desa dan lembaga-lembaga
kemasyarakatan di desa, antara lain akan memperoleh kepastian hukum dan
pedoman bagi Pemerintah Desa dalam membentuk struktur pemerintahan
desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Komitmen untuk membentuk struktur pemerintah desa dan relasi antara
Pemerintahan Desa dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan perlu dimulai
dari Pemerintah Kabupaten, antara lain dengan perumusan Raperda tentang
Pedoman Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.
28
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERUNDANG UNDANGAN TERKAIT
Hukum sebagai perangkat norma-norma kehidupan dalam
bermasyarakat merupakan salah satu instrumen terciptanya aktivitas
segenap stakeholders desa terlibat secara aktif dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa. Pada kenyataannya peraturan perundangan yang
mengatur tentang desa yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa, belum secara khusus mengatur proses pengangkatan dan
pemberhentian perangkat desa secara tuntas, demikian pula dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-
undang tentang Desa. Untuk itulah perlunya dibuat perda terkait dengan
pedoman organisasi dan tata kerja pemerintahan desa, sehingga akan
tercipta pemerintahan desa dan kelembagaan desa dan masyarakat desa
yang bisa bersinergi untuk mengambil peran masing-masing. Kelembagaan
desa merupakan institusi lokal yang sudah cukup berperan dalam
mengorganisir masyarakat, maka harus didorong dengan peraturan daerah
sebagai acuan dan landasan gerak pembentukan organisasi pemerintah desa
dan pengisian perangkat desa.
Pengaturan Pemerintah Indonesia mengenai pedoman organisasi
dan tata kerja Pemerintahan Desa, secara umum diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 43 tahun 2014. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tentang Desa, diatur sebagai berikut:
Pasal 61
(1) Perangkat Desa terdiri atas:
a. sekretariat desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.
(2) Perangkat Desa berkedudukan sebagai unsur pembantu kepala Desa.
29
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa, sebagai
berikut:
Pasal 48 Perangkat Desa terdiri atas:
a. sekretariat desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.
Pasal 49
(1) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 bertugas
membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
(2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat
oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan camat atas
nama Bupati/ Walikota.
(3) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya perangkat Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada
Kepala Desa.
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tentang Desa,
diatur sebagai berikut:
Pasal 61
(1) Perangkat Desa terdiri atas:
a. sekretariat Desa;
b. pelaksana kewilayahan; dan
c. pelaksana teknis.
(2) Perangkat Desa berkedudukan sebagai unsur pembantu kepala Desa.
Pasal 62
(1) Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris desa dibantu oleh unsur
staf sekretariat yang bertugas membantu kepala Desa dalam bidang
administrasi pemerintahan.
(2) Sekretariat desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
banyak terdiri atas 3 (tiga) bidang urusan.
30
(3) Ketentuan mengenai bidang urusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 63
(1) Pelaksana kewilayahan merupakan unsur pembantu kepala Desa
sebagai satuan tugas kewilayahan.
(2) Jumlah pelaksana kewilayahan ditentukan secara proporsional
antara pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan dan kemampuan
keuangan Desa.
Pasal 64
(1) Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala Desa
sebagai pelaksana tugas operasional.
(2) Pelaksana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi.
(3) Ketentuan mengenai pelaksana teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Dalam Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan
dan Pemberhentian Perangkat Desa, sebagai berikut:
Bagian Kesatu
Persyaratan Pengangkatan
Pasal 1
(1) Perangkat Desa diangkat oleh Kepala Desa dari warga Desa yang
telah memenuhi persyaratan umum dan khusus.
(2) Persyaratan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebagai berikut:
a. Berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau
yang sederajat;
b. Berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun;
31
c. Terdaftar sebagai penduduk Desa dan bertempat tinggal di Desa
paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran; dan
d. Memenuhi kelengkapan persyaratan administrasi.
(3) Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
persyaratan yang bersifat khusus dengan memperhatikan hak asal
usul dan nilai sosial budaya masyarakat setempat dan syarat lainnya.
(4) Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dalam Peraturan Daerah.
Bagian Kesatu
Pemberhentian
Pasal 2
(1) Kepala Desa memberhentikan Perangkat Desa setelah berkonsultasi
dengan Camat.
(2) Perangkat Desa berhenti karena:
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri; dan
c. Diberhentikan.
(3) Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c karena:
a. Usia telah genap 60 (enam puluh) tahun;
b. Dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan keputusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. Berhalangan tetap;
d. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Perangkat Desa; dan
e. Melanggar larangan sebagai perangkat desa.
(4) Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, dan huruf b, ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa dan
disampaikan kepada Camat atau sebutan lain paling lambat 14 (empat
belas) hari setelah ditetapkan.
32
(5) Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c wajib dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Camat atau sebutan lain.
(6) Rekomendasi tertulis Camat atau sebutan lain sebagaimana dimaksud
ayat (4) didasarkan pada persyaratan pemberhentian perangkat Desa.
Dari ketentuan menyebutkan bahwa di Desa dapat dibentuk struktur
pemerintah desa. Pembentukan struktur pemerintah desa sebagaimana dimaksud,
ditetapkan dengan Peraturan Desa yang mempunyai tugas membantu Kepala Desa.
Fakta lain di masyarakat desa di Kabupaten Paser masih cukup
kuatnya budaya patron-klin antara elit pemerintah desa dengan masyarakat
desa, termasuk perangkat desa. Dengan demikian aturan normative sangatlah
penting untuk mendorong bekerjanya pemerintah desa dan lembaga desa.
Karena tidak ada aturan konkrit tentang pedoman organisasi dan tata kerja
pemerintah desa, maka lembaga desa yang ada cenderung menunggu perintah
dan ajakan dari pemerintah desa dalam hal ini Kepala Desa. Dengan adanya
peraturan daerah yang secara khusus mengatur pembentukan struktur
pemerintah desa dan tupoksinya, akan bisa mendorong dan menggerakan pera
lembaga desa, khususnya lembaga social dan lembaga ekonomi desa dalam
setiap proses pengambilan kebijakan desa dan pelaksanaannya.
33
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS A. Landasan Filosofis
Dalam konsep negara hukum yang demokratis keberadaan
peraturan perundang-undangan, termasuk Peraturan Daerah dalam
pembentukannya harus didasarkan pada beberapa asas. Menurut Van der
Vlies sebagaimana dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi membedakan 2 (dua)
kategori asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut
(beginselen van behoorlijk rcgelgeving), yaitu asas formal dan asas material.
Asas-asas formal meliputi: ( Rudi: 2008)
1. Asas tujuan jelas (Het beginsel van duideijke doelstellin)
2. Asas lembaga yang tepat (Het beginsel van het juiste orgaan)
3. Asas perlunya pengaturan (Het noodzakelijkheid beginsel)
4. Asas dapat dilaksanakan (Het beginsel van uitvoorbaarheid)
5. Asas Konsensus (het beginsel van de consensus)
Asas-asas material meliputi:
1. Asas kejelasan Terminologi dan sistematika (het beginsel van de
duiddelijke terminologie en duidelijke systematiek).
2. Asas bahwa peraturan perundang-undangan mudah dikenali (Het
beginsel van den kenbaarheid)
3. Asas persamaan (Het rechts gelijkheids beginsel)
4. Asas kepastian hukum (Het rechtszekerheids begin sel)
5. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (Het
beginsel van de individuelerechtsbedeling)
Asas-asas ini lebih bersifat normatif, meskipun bukan norma
hukum, karena pertimbangan etik yang masuk ke dalam ranah hukum.
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan ini penting
untuk diterapkan karena dalam era otonomi luas dapat terjadi
34
pembentuk Peraturan Daerah membuat suatu peraturan atas dasar
intuisi sesaat bukan karena kebutuhan masyarakat. Pada prinsipnya
asas pembentukan peraturan perundang-undangan sangat relevan
dengan asas umum administrasi publik yang baik (general principles of
good administration).
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 diatur bahwa
Peraturan Daerah yang di dalamnya termasuk adalah Peraturan Desa
dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang meliputi:
1. Kejelasan tujuan: yaitu bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; yaitu adalah bahwa setiap
jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat
Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan
Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,
apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan; bahwa dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan.
Perundang-undangannya.
4. Dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan
Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, yuridis maupun sosiologis.
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan; yaitu bahwa setiap Peraturan Perundang-
undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat
dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6. Kejelasan rumusan; yaitu bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-
undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa
35
hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
7. Keterbukaan: yaitu bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan,
dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian
seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya
untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan
Perundang-undangan.
Selain asas tersebut di atas, dalam pembetukan peraturan
perundang yang sifatnya mengatur, termasuk peraturan daerah, juga
harus memenuhi asas materi muatan sebagaimana diatur meliputi:
1. Asas pengayoman yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan
dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
2. Asas kemanusiaan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan
penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
3. Asas kebangsaan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa
Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga
prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
4. Asas kekeluargaan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk
mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
5. Asas kenusantaraan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan
seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-
undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem
hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
36
6. Asas Bhinneka Tunggal Ika yaitu bahwa Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk,
agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya
khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam
kehidupan. bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7. Asas keadilan yaitu bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi
setiap warga negara tanpa kecuali.
8. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan yaitu bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi
hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain,
agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
9. Asas ketertiban dan kepastian hukum yaitu bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban
dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
10. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan yaitu bahwa setiap
materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan
individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Berkaitan dengan asas-asas materi muatan tersebut, ada sisi
lain yang harus dipahami oleh pengemban kewenangan dalam membentuk
Peraturan Daerah. Pengemban kewenangan harus memahami segala
macam seluk beluk dan latar belakang permasalahan dan muatan yang
akan diatur oleh Peraturan Daerah tersebut. Hal ini akan berkait erat
dengan implementasi asas-asas tersebut di atas.
Dalam proses pembentukannya, Peraturan Daerah membutuhkan
partisipasi masyarakat agar hasil akhir dari Peraturan Daerah dapat
memenuhi aspek keberlakuan hukum dan dapat dilaksanakan sesuai tujuan
pembentukannya. Partisipasi masyarakat dalam hal ini dapat berupa
masukan dan sumbang pikiran dalam perumusan substansi pengaturan
Peraturan Daerah. Hal ini sangat sesuai dengan butir-butir konsep
37
sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Sudikno Mertokusumo bahwa hukum
atau perundang-undangan akan dapat berlaku secara efektif apabila
memenuhi tiga daya laku sekaligus yaitu filosofis, yuridis, dan sosiologis.
Disamping itu juga harus memperhatikan efektifitas/daya lakunya secara
ekonomis dan politis.
Masing-masing unsur atau landasan daya laku tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut: (1) landasan filosofis, maksudnya agar produk
hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah jangan sampai
bertentangan dengan nilai-nilai hakiki ditengah-tengah masyarakat,
misalnya agama dan adat istiadat; (2) daya laku yuridis berarti bahwa
perundang-undangan tersebut harus sesuai dengan asas-asas hukum
yang berlaku dan dalam proses penyusunannya sesuai dengan aturan
main yang ada. Asas-asas hukum umum yang dimaksud disini contohnya
adalah asas “retroaktif”, “lex specialis derogat lex generalis”; lex superior
derogat lex inferior; dan “lex posteriori derogat lex priori”; (3) produk-produk
hukum yang dibuat harus memperhatikan unsur sosiologis, sehingga
setiap produk hukum yang mempunyai akibat atau dampak kepada
masyarakat dapat diterima oleh masyarakat secara wajar bahkan spontan;
(4) landasan ekonomis, yang maksudnya agar produk hukum yang
diterbitkan oleh Pemerintah daerah dapat berlaku sesuai dengan tuntutan
ekonomis masyarakat dan mencakup berbagai hal yang menyangkut
kehidupan masyarakat, misalkan kehutanan dan pelestarian sumberdaya
alam; (5) landasan politis, maksudnya agar produk hukum yang
diterbitkan oleh pemerintah daerah dapat berjalan sesuai dengan tujuan
tanpa menimbulkan gejolak ditengah-tengah masyarakat.
Tidak dipenuhinya kelima unsur daya laku tersebut diatas akan
berakibat tidak dapat berlakunya hukum dan perundang-undangan secara
efektif. Kebanyakan produk hukum yang ada saat ini hanyalah berlaku
secara yuridis tetapi tidak berlaku secara filosofis dan sosiologis.
Ketidaktaatan asas dan keterbatasan kapasitas daerah dalam penyusunan
produk hukum yang demikian ini yang dalam banyak hal menghambat
38
pencapaian tujuan otonomi daerah. Dalam hal ini, keterlibatan masyarakat
akan sangat menentukan aspek keberlakuan hukum secara efektif.
Dari pandangan Pound ini dapat disimpulkan bahwa unsur
normatif dan empirik dalam suatu peraturan hukum harus ada;
keduanya adalah sama-sama perlunya. Artinya, hukum yang pada
dasarnya adalah gejala-gejala dan nilai-nilai yang dalam masyarakat
sebagai suatu pengalaman dikonkretisasi dalam suatu norma-norma
hukum melalui tangan para ahli-ahli hukum sebagai hasil rasio yang
kemudian dilegalisasi atau diberlakukan sebagai hukum oleh negara.
Yang utama adalah nilai-nilai keadilan masyarakat harus senantiasa
selaras dengan cita-cita keadilan negara yang dimanifestasikan dalam
suatu produk hukum.
B. Landasan Sosiologis
Pertama, secara sosiologis, jelas bahwa untuk menciptakan
masyarakat adil dan makmur seperti yang diamanatkan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bangsa Indonesia harus
memulai paradigma pembangunan dari bawah (Desa) karena sebagian
besar penduduk Indonesia beserta segala permasalahannya tinggal di
Desa. Tetapi selama ini, pembangunan cenderung berorientasi pada
pertumbuhan dan biasanya di kota. Sumberdaya ekonomi yang tumbuh
di kawasan Desa diambil oleh kekuatan yang lebih besar, sehingga Desa
kehabisan sumberdaya dan menimbulkan arus urbanisasi penduduk
Desa ke kota. Kondisi ini yang menciptakan ketidakadilan, kemiskinan
maupun keterbelakangan senantiasa melekat pada Desa.
Kedua, ide dan pengaturan kemandirian desa kedepan
dimaksudkan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan sosial, budaya
ekonomi dan politik Desa. “kemandirian desa” hendak memulihkan basis
penghidupan masyarakat Desa, dan secara sosiologis hendak memperkuat
desa sebagai entitas masyarakat paguyuban yang kuat dan mandiri,
mengingat transformasi desa dari patembayan menjadi paguyuban tidak
39
berjalan secara alamiah sering dengan perubahan zaman, akibat dari
intervensi negara (struktur kekuasaan yang lebih besar).
Ketiga, pengaturan tentang kemandirian Desa dimaksudkan
untuk merespon proses globalisasi, yang ditandai oleh proses liberalisasi
(informasi, ekonomi, teknologi, budaya, dan lain-lain) dan munculnya
pemain-pemain ekonomi dalam skala global. Dampak globalisasi dan
ekploitasi oleh kapitalis global tidak mungkin dihadapi oleh lokalitas,
meskipun dengan otonomi yang memadai. Tantangan ini memerlukan
institusi yang lebih kuat (dalam hal ini negara) untuk menghadapinya.
Oleh karena diperlukan pembagian tugas dan kewenangan secara rasional
pemerintah dan masyarakat agar dapat masing-masing bisa menjalankan
fungsinya. Prinsip dasar yang harus dipegang erat dalam pembagian tugas
dan kewenangan tersebut adalah dan Desa dapat dibayangkan sebagai
kompartemen-kompartemen fleksibel dalam entitas negara. Berikutnya,
ketiganya memiliki misi yang sama yaitu mewujudkan kesejahteraan
masyarakat, bahkan yang lebih mendasar adalah survival ability bangsa.
Perlu diingat bahwa negara tidaklah sekedar agregasi daerah-
daerah atau Desa-Desa yang otonom. (Hastu, 2007). Spirit Desa bertenaga
sosial, berdaulat secara politik, berdaya secara ekonomi dan bermartabat
secara budaya sebenarnya menjadi cita-cita dan fondasi lokal-bawah yang
memperkauat negara-bangsa (Sutoro Eko, 2007; AMAN, 2006). Maka dari
itu mengatur pedoman organisasi dan tata kerja pemerintahan desa
menjadi penting untuk membuktikan komitmen dalam mewujudkan
struktur pemerintahan desa yang mampu mewujudkan kemandirian desa.
C. Landasan Yuridis
Berkaitan dengan landasan yuridis yang dijadikan dasar acuan
penyusunan Raperda Pedomanan Pengangkatan dan Pemberhentian
Perangkat Desa, maka dapat dipaparkan beberapa acuan hukum sebagai
berikut:
40
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kita
merujuk pada Pasal 118 UU Desa:
(1) Masa jabatan Kepala Desa yang ada pada saat ini tetap berlaku
sampai habis masa jabatannya.
(2) Periodisasi masa jabatan Kepala Desa mengikuti ketentuan Undang-
Undang ini.
(3) Anggota Badan Permusyawaratan Desa yang ada pada saat ini
tetap menjalankan tugas sampai habis masa keanggotaanya.
(4) Periodisasi keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa mengikuti
ketentuan Undang-Undang ini.
(5) Perangkat Desa yang tidak berstatus pegawai negeri sipil tetap
melaksanakan tugas sampai habis masa tugasnya.
(6) Perangkat Desa yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil
melaksanakan tugasnya sampai ditetapkan penempatannya yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ini berarti bagi perangkat desa yang bukan pegawai negeri
sipil (“PNS”), masa jabatannya mengikuti peraturan daerah pada saat
pengangkatannya sebagai perangkat desa. Sedangkan perangkat desa
yang berstatus sebagai PNS tetap melaksanakan tugasnya sampai
ditetapkan penempatannya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dalam Pasal 155 diatur
mengenai sekretaris Desa (salah satu perangkat desa), bahwa pada saat PP
Desa ini mulai berlaku, sekretaris Desa yang berstatus sebagai pegawai negeri
sipil tetap menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Sedangkan dalam Permendagri 83/2015 diatur secara
keseluruhan perangkat desa, yaitu perangkat desa yang diangkat sebelum
ditetapkan Permendagri 83/2015 tetap melaksanakan tugas sampai habis
masa tugas berdasarkan surat keputusan pengangkatannya.
Karena tidak ada ketentuan tentang pembentuksan struktur
organisasi pemerintah desa, maka, ketentuan lebih lanjut mengenai
41
pedoman organisasi dan tata kerja pemerintah desa akan diatur
dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan memperhatikan
kondisi sosial budaya masyarakat. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud, sekurang-kurangnya memuat:
a. Tata cara pengangkatan;
b. maksud dan tujuan;
c. tugas, fungsi dan kewajiban;
d. kepengurusan;
e. tata kerja;
f. hubungan kerja.
42
BAB V RUANG LINGKUP PENGATURAN NASKAH AKADEMIK
PERATURAN DAERAH
Bab ini akan memaparkan lebih lanjut mengenai ruang lingkup
pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Pedoman Pengangkatan
dan Pemberhentian Perangkat Desa .
A. Ketentuan Umum 1. Daerah adalah Kabupaten Paser.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Paser.
4. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Daerah.
5. Camat adalah pimpinan Kecamatan sebagai unsur perangkat Daerah.
6. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal- usul dan /atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu Perangkat Desa sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
9. Kepala Desa adalah pimpinan Pemerintah Desa.
10. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat dengan
BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
11. Perangkat Desa adalah pembantu Kepala Desa yang terdiri dari
Sekretaris Desa, Kepala Urusan, Kepala Seksi, Dukuh, dan Staf.
43
12. Pedukuhan adalah bagian wilayah dalam desa yang merupakan
lingkungan kerja Kepala Desa dan dipimpin seorang Dukuh.
13. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan
Permusyawaratan Desa.
14. Staf adalah pembantu Kepala Urusan dan pembantu Kepala Seksi.
15. Diberhentikan sementara adalah suatu keadaan dimana seseorang
diberhentikan sementara waktu dari jabatannya karena sebab-sebab
tertentu dan masih terbuka kemungkinan bagi yang bersangkutan
untuk diangkat kembali.
16. Diberhentikan tetap untuk selanjutnya disebut diberhentikan adalah suatu
keadaan dimana seseorang diberhentikan dari jabatannya secara tetap.
17. Dusun adalah bagian wilayah dalam desa yang merupakan lingkungan kerja
pelaksanaan Pemerintahan Desa yang dipimpin seorang Kepala Dusun.
18. Tokoh masyarakat adalah pemuka dari kalangan masyarakat yang
meliputi pemuka agama, organisasi sosial politik, golongan profesi,
pemuda, perempuan, dan unsur pemuka lain yang berada di desa.
19. Pengisian Perangkat Desa adalah serangkaian proses dalam rangka
mengisi kekosongan jabatan Perangkat Desa melalui ujian tertulis
oleh Panitia Pengisian Perangkat Desa.
20. Penjaringan adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh Panitia Pengisian
Perangkat Desa yang meliputi kegiatan penentuan persyaratan,
pengumuman dan pendaftaran Bakal Calon.
21. Penyaringan adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh Panitia
Pengisian Perangkat Desa berupa pelaksanaan seleksi bagi Calon
sampai dengan diperolehnya hasil.
22. Panitia Pengisian Perangkat Desa adalah kepanitiaan yang dibentuk
oleh Kepala Desa untuk melaksanakan kegiatan proses penjaringan
dan penyaringan bagi jabatan Perangkat Desa.
23. Bakal Calon Perangkat Desa yang selanjutnya disebut Bakal Calon
adalah penduduk desa Warga Negara Republik Indonesia yang telah
44
mengajukan permohonan kepada Panitia Pengisian Perangkat Desa
untuk mengikuti pencalonan Perangkat Desa.
24. Calon Perangkat Desa yang selanjutnya disebut Calon adalah Bakal
Calon yang telah melalui penelitian dan memenuhi persyaratan
administrasi oleh Panitia Pengisian Perangkat
25. Calon yang Berhak Mengikuti Ujian Penyaringan yang selanjutnya
disebut Calon yang Berhak Mengikuti Ujian adalah Calon yang
ditetapkan oleh Kepala Desa untuk mengikuti ujian tertulis.
26. Calon yang Lulus dan Memperoleh Nilai Tertinggi adalah Calon
yang Berhak Mengikuti Ujian yang memenuhi batas paling rendah
nilai kelulusan dan memperoleh nilai tertinggi.
27. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB
Desa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Desa dengan
persetujuan BPD.
28. Hari adalah hari kerja.
B. Ruang Lingkup dan Isi Pengaturan
BAB II RUANG LINGKUP
Dalam bab ini diatur tentang ruang lingkup pengaturan tentang perangkat
desa ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.
BAB III KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, HAK DAN KEWAJIBAN
PERANGKAT DESA
Dalam bab ini mengatur tentang kedudukan, tugas, fungsi, hak dan
kewajiban perangkat desa dengan segala persyaratan dan kewenangannya.
BAB IV TATA KERJA
Dalam bab ini diatur tentang hubungan kerja antar perangkat desa
dalam lingkup pemerintahan desa.
BAB V PEMBINAAN PERANGKAT DESA
Dalam bab ini diatur tentang mekanisme pembinaan bagi perangkat
desa dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
45
BAB VI PENGISIAN PERANGKAT DESA
Dalam bab ini diatur tentang proses dan mekanisme pengisian
perangkat desa.
BAB VII PENYARINGAN
Dalam bab ini akan diatur proses seleksi dan penyaringan calon perangkat
desa dalam rangka pengangkatan perangkat desa.
BAB VIII PENGANGKATAN PERANGKAT DESA
Dalam bab ini diatur tentang prosesi pengangkatan perangkat desa terpilih.
BAB IX BIAYA DAN MASA JABATAN
Dalam bab ini diatur tentang pembiayaan dalam proses seleksi perangkat
desa, dan masa jabatan perangkat desa.
BAB X LARANGAN DAN SANKSI
Dalam bab ini diatur tentang larangan dan sanksi bagi perangkat desa.
BAB XI PEMBERHENTIAN
Dalam bab ini diatur tentang mekanisme pemberhentian bila terjadi
pelanggaran perangkat desa.
BAB XII PEJABAT YANG MEWAKILI DALAM HAL PERANGKAT DESA
BERHALANGAN SEMENTARA ATAU BERHALANGAN TETAP
ATAU PEMBERHENTIAN SEMENTARA ATAU PEMBERHENTIAN
Dalam bab ini diatur tentang pelaksana tugas sementara ketika
perangkat desa diberhentikan.
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN
Dalam bab ini diatur masa peralihan setelah diperlakukan peraturan
daerah yang baru dengan segala konsekuensi.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Alam bai ini diatur tentang masa pemberlakuannya dan memerintahkan
pengundangan di lembaran daerah.
46
BAB VI PENUTUP
Pada bab ini, akan disampaikan saran dan rekomendasi terkait
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pedoman Pengangkatan
dan Pemberhentian Perangkat Desa, yang antara lain sebagai berikut :
1. Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah hendaknya dapat
memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat Desa yang nantinya
akan menjadi objek dari peraturan daerah, terutama kelembagaan
kemasyarakatan yang ada, serta pengaturan oleh peraturan daerah
sebelumnya (Perda Paser).
2. Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah hendaknya ada pelibatan
dan partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara langsung, melalui public
hearing maupun konsultasi publik atas draft Raperda tersebut. Disamping
ada semangat wakil rakyat untuk memberdayakan masyarakat desa,
terutama perangkat desa yang bertugas langsung melayani warga
masyarakat yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah ini.
3. Dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah hendaknya disiapkan dan
diikuti dengan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah yang nantinya akan ditetapkan.
Dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah hendaknya disiapkan dan
diikuti dengan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah yang nantinya akan ditetapkan.
47
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Pandji, 2001, Perilaku Keorganisasian, Jakarta : Dunia Pustaka
Jaya.
B. Hestu Cipto Handoyo. 2008. Prinsip-Prinsip Legal Drafting dan Desain Naskah
Akademik. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Dharma, Surya, 2005, Manajemen Kinerja, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Maria Farida Indrati S. 2007. Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi,
dan Materi Muatan. Yogyakarta: Kanisius
Mukhyi, Abdul. M & Saputro, Imam, Hadi, 1995. Pengantar Manajemen
Umum. Jakarta: Gunadarma University
I.C. van der Vlies, Het wetsbegrip en beginselen van behoorlijke
regelgeving, ’s-Gravenhage: Vuga 1984 hal 186 seperti dikutip oleh
A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik
Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, hal. 330,
dalam Maria Farida Indrati, S., Ilmu Perundang-undangan, Jenis,
Fungsi, dan Materi Muatan, Jakarta: Kanisius, hlm. 253-254.
I.C. van der Vlies, Het wetsbegrip en beginselen van behoorlijke
regelgeving, ’s-Gravenhage: Vuga 1984 hal 186 seperti dikutip oleh
A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik
Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, hal. 330,
dalam Maria Farida Indrati, S., Ilmu Perundang-undangan, Jenis,
Fungsi, dan Materi Muatan, Jakarta: Kanisius, hlm. 253-254.
Syamsi, Ibnu, 1999, Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen, Yogyakarta:
Bina Aksara.
__________, 1996, Pokok-pokok Organisasi dan Manajemen, Yogyakarta,
Renika Cipta.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Desa.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan.
48
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737).
Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan
dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan.
BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR ........TAHUN 2017
TENTANG
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PASER,
Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.
Mengingat: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia) Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820);
3. Undang–Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
2
4. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASER
dan BUPATI PASER
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Paser. 2. Bupati adalah Bupati Kabupaten Paser. 3. Camat adalah pemimpin kecamatan yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. 4. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hal asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3
5. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
7. Kepala Desa adalah pejabat Pemerintah Desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga desanya dan melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
8. Perangkat Desa adalah unsur staf yang membantu Kepala Desa dalam penyusunan kebijakan dan koordinasi yang diwadahi dalam Sekretariat Desa dan unsur pendukung tugas Kepala Desa dalam pelaksanaan kebijakan yang diwadahi dalam bentuk pelaksana teknis dan unsur kewilayahan.
9. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara secara tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, yang selanjutnya disebut APB Desa adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
11. Tim Seleksi Perangkat Desa yang selanjutnya disebut Tim Seleksi adalah Tim yang dibentuk oleh Kepala Desa yang bertugas melaksanakan proses penjaringan dan penyaringan Perangkat Desa.
12. Penjaringan adalah kegiatan yang dilaksnakan oleh Tim Seleksi untuk mendapatkan bakal calon Perangkat Desa.
13. Penyaringan adalah adalah kegiatan yang dilaksnakan oleh Tim Seleksi untuk mendapatkan calon Perangkat Desa.
14. Calon Perangkat Desa adalah orang yang ditetapkan dari hasil proses penjaringan dan penyaringan yang telah memenuhi persyaratan.
15. Penghasilan Tetap Perangkat Desa adalah pendapatan atau gaji yang berhak diterima oleh setiap orang setelah diangkat dan dilantik sebagai Perangkat Desa oleh pejabat yang berwenang.
16. Hari adalah hari kerja.
BAB II PENGISIAN JABATAN PERANGKAT DESA
Bagian Kesatu
Mekanisme Pengisian Jabatan Perangkat Desa
Pasal 2
(1) Pengisian jabatan Perangkat Desa dilakukan melalui mekanisme Penjaringan dan Penyaringan.
(2) Pelaksanaan Penjaringan dan Penyaringan bakal Calon Perangkat
Desa dilaksanakan 2 (dua) bulan sebelum masa jabatan Perangkat Desa berakhir atau paling lama 2 (dua) bulan setelah jabatan Perangkat Desa kosong atau diberhentikan.
4
(3) Pelaksanaan Penjaringan dan Penyaringan bakal Calon Perangkat Desa sebagaimana dimaksud ayat (2) melalui tahapan sebagai berikut: a. pendaftaran dan penelitian administrasi; dan b. ujian seleksi kompetensi.
Bagian Kedua Persiapan
Pasal 3
(1) Dalam rangka pengisian jabatan Perangkat Desa, Kepala Desa wajib
berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Camat.
(2) Dalam hal pengisian formasi jabatan Perangkat Desa, Kepala Desa menetapkan formasi jabatan Perangkat Desa yang lowong dengan Keputusan Kepala Desa.
Bagian Ketiga
Pembentukan Tim Seleksi
Pasal 4
(1) Untuk melaksanakan tahapan Penjaringan dan Penyaringan pengisian bakal Calon Perangkat Desa sebagimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Kepala Desa membentuk Tim Seleksi.
(2) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Desa.
(3) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berjumlah ganjil dan paling banyak berjumlah 7 (tujuh) orang, terdiri atas unsur Perangkat Desa, unsur lembaga kemasyarakatan Desa dan unsur tokoh masyarakat Desa setempat, dengan susunan keanggotaan sebagai berikut: a. ketua merangkap anggota; b. sekretaris merangkap anggota; dan c. anggota.
(4) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memperhatikan
keterwakilan unsur perempuan.
(5) Penentuan keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilaksanakan secara musyawarah mufakat dan proporsional dengan melibatkan lebih banyak peran serta masyarakat.
(6) Tim Seleksi mempunyai tugas:
a. menyusun rencana dan kebutuhan biaya kegiatan; b. menetapkan jadual pelaksanaan pencalonan; c. mengadakan sosialisasi dan pengumuman pengisian formasi jabatan
Perangkat Desa;
5
d. melakukan penjaringan dan penyaringan persyaratan administrasi; e. menerima berkas administrasi pendaftaran bakal calon; f. meneliti persyaratan administrasi bakal calon; g. membuat Berita Acara bakal Calon Perangkat Desa dan
mengumumkannya secara terbuka; h. menerima dan meneliti keberatan masyarakat terhadap bakal calon; i. melaksanakan tahapan seleksi calon Perangkat Desa; j. membuat Berita Acara Penetapan Calon Perangkat Desa dan
mengumumkannya secara terbuka; k. mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
pelaksanaan tahapan pengisian Perangkat Desa; dan l. membuat/menyusun laporan pelaksanaan kegiatan pengisian
jabatan Perangkat Desa.
(7) untuk kelancaran Tahapan ujian seleksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) huruf i, panitia dapat melibatkan unsur pemerintah daerah.
(8) Dalam pelaksanaan tugas Tim Seleksi sebagimana dimaksud pada ayat (6) huruf i dapat meminta bantuan kepada instansi terkait.
(9) Tugas Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, harus mendapat persetujuan dari Kepala Desa dan wajib dikonsultasikan kepada Camat.
(10) Untuk keperluan administrasi, Tim Seleksi dapat mengunakan cap/ stempel sendiri.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Kepala Desa.
Pasal 5
(1) Tim Seleksi dilarang menerima sesuatu atau janji dalam bentuk apapun yang dapat mempengaruhi pelaksanaan proses Penjaringan dan Penyaringan Calon Perangkat Desa.
(2) Dalam hal Tim Seleksi terbukti menerima sesuatu atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa memberhentikan keanggotaannya dan mengangkat penggantinya dari unsur yang sama dengan Keputusan Kepala Desa.
(3) Dalam hal anggota Tim Seleksi mengundurkan diri atau disebabkan dengan alasan tertentu yang menyebabkan berhalangan tetap, Kepala Desa memberhentikan keanggotaannya dan mengangkat penggantinya dari unsur yang sama dengan Keputusan Kepala Desa.
6
(4) Dalam hal anggota Tim Seleksi ada yang mempunyai hubungan kekeluargaan sebagai orang tua termasuk mertua, anak termasuk menantu, saudara seibu dan/ atau seayah termasuk ipar, dan suami/ istri dengan Bakal Calon, maka Kepala Desa memberhentikan dan mengganti keanggotaannya dengan personil lain sekaligus menentukan susunan keanggotaan yang dituangkan dalam Keputusan Kepala Desa.
(5) Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilakukan melalui mekanisme musyawarah mufakat dengan mengadakan rapat yang mengundang seluruh anggota Tim Seleksi, unsur Perangkat Desa, unsur lembaga kemasyarakatan Desa, dan unsur Tokoh Masyarakat.
(6) Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) disampaikan kepada anggota Tim Seleksi paling lambat 1 (satu) Hari setelah tanggal penetapan.
Bagian Keempat
Persyaratan Calon Perangkat Desa
Pasal 6
(1) Setiap Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus, mempunyai kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi Perangkat Desa.
(2) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang sederajat;
b. berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun; dan
c. memenuhi kelengkapan persyaratan administrasi.
(3) Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. sanggup bekerja sama dengan Kepala Desa; b. khusus calon Kepala Dusun yang diangkat dan ditetapkan oleh
Kepala Desa menjadi Kepala Dusun wajib bertempat tinggal di dusun yang menjadi wilayah kerjanya;
c. anggota Badan Permusyawatan Desa yang mendaftarkan diri sebagai bakal Calon Perangkat Desa harus mengundurkan diri dari keanggotaan Badan Permusyawatan Desa setelah ditetapkan menjadi perangkat desa; dan
d. memiliki pengetahuan dan keterampilan dibidang administrasi perkantoran, keuangan, pemerintahan, perencanaan, hubungan masyarakat.
7
(4) Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, sampai dengan huruf f dibuat dalam bentuk pernyataan tertulis bermaterai secukupnya dan ditandatangani, selanjutnya dilampirkan pada saat pengajuan pendaftaran.
Pasal 7
Kelengkapan persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c meliputi: a. asli dan fotocopy surat permohonan menjadi Perangkat Desa yang dibuat
oleh yang bersangkutan di atas kertas bermaterai cukup bagi Perangkat Desa yang diproses melalui Penjaringan dan Penyaringan; (sesuai Pasal 3 Permendagri No. 67/2017 tentang perubahan Permendagri No. 83/2015)
b. fotokopi ijazah pendidikan formal dari tingkat dasar sampai dengan ijazah terakhir yang dilegalisasi oleh pejabat berwenang;
c. asli dan fotokopi Kartu Tanda Penduduk dan Surat keterangan tanda penduduk (sesuai Pasal 3 Permendagri No. 67/ 2017 tentang perubahan Permendagri No. 83/2015);
d. fotokopi akte kelahiran atau surat keterangan kenal lahir yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
e. fotokopi kartu keluarga yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang; f. asli dan fotokopi Surat Keterangan Bebas Narkoba dari Rumah Sakit
Pemerintah/Kepolisian; g. asli dan fotokopi Surat Pernyataan Bukan Pengurus Partai Politik
bermeterai cukup; h. asli dan fotokopi surat pernyataan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang dibuat di atas kertas bermaterai dan ditandatangani oleh Calon Perangkat Desa;
i. asli dan fotokopi surat pernyataan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika, yang dibuat di atas kertas bermaterai cukup dan ditandatangani oleh Calon Perangkat Desa;
j. asli dan fotokopi surat keterangan berbadan sehat dari Rumah Sakit Pemerintah atau dari Puskesmas;
k. asli dan fotokopi surat keterangan catatan kepolisian; l. asli dan fotokopi surat keterangan dari Ketua Pengadilan bahwa
tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara hukuman badan atau hukuman percobaan atau tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih;
m. khusus calon Kepala Dusun, asli dan fotocopy surat dukungan dilampiri fotokopi kartu tanda penduduk dari penduduk desa yang berada di Dusun setempat paling sedikit 15% (lima belas persen) dan/atau Berita Acara musyawarah Rukun Tetangga/Rukun Warga dusun setempat.
n. asli dan fotokopi surat izin dari Pejabat Pembina Kepegawaian bagi PNS;
8
o. asli dan fotokopi surat izin dari Kepala Desa bagi Perangkat Desa dan Staf Desa; dan
p. asli dan fotokopi pernyataan mengundurkan diri dari keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa dan/atau asli dan fotokopi Keputusan Bupati tentang pemberhentian yang bersangkutan dari keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa.
Bagian Kelima
Pendaftaran Calon Perangkat Desa
Pasal 8
(1) Tim Seleksi mengadakan pengumuman formasi Calon Perangkat Desa yang akan diisi secara terbuka melalui papan pengumuman yang berada di Desa setempat.
(2) Pengumuman sebagimana dimaksud pada ayat (1), harus memuat:
a. nama formasi jabatan Perangkat Desa yang akan diisi; b. persyaratan umum dan khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3); c. dokumen persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7; d. tahapan dan jadwal pelaksanaan kegiatan seleksi; dan e. batas waktu penyampaian dan pengumpulan dokumen administrasi
lamaran.
Pasal 9
(1) Pendaftaran bakal Calon Perangkat Desa dilaksanakan selama 14 (empat belas) Hari.
(2) Dalam hal pendaftaran, apabila sampai batas akhir jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ternyata pendaftar bakal Calon Perangkat Desa yang memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) orang untuk formasi jabatan Perangkat Desa yang akan diisi, maka Tim Seleksi memperpanjang waktu pendaftaran selama 5 (lima) Hari.
(3) Dalam hal sampai batas akhir perpanjangan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya terdapat 1 (satu) orang pendaftar bakal Calon Perangkat Desa yang memenuhi persyaratan untuk formasi jabatan Perangkat Desa yang akan diisi, maka Penjaringan dan Penyaringan formasi jabatan Perangkat Desa yang akan diisi ditunda paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 10
(1) Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi persyaratan umum dan
persyaratan khusus bakal Calon Perangkat Desa hanya diperbolehkan mendaftar untuk 1 (satu) formasi jabatan Perangkat Desa.
9
(2) Pendaftaran bakal Calon Perangkat Desa dengan cara mengajukan surat lamaran secara tertulis kepada Kepala Desa melalui Tim Seleksi dengan melampirkan persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(3) Tim Seleksi menerima dan meneliti berkas persyaratan administrasi pendaftaran bakal Calon Perangkat Desa.
(4) Dalam hal menerima dan meneliti sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), jika belum lengkap Tim Seleksi mengembalikan berkas persyaratan administrasi kepada pendaftar bakal Calon Perangkat Desa untuk dilengkapi sampai dengan berakhirnya batas waktu pendaftaran.
(5) Tim Seleksi membuat Berita Acara penetapan bakal Calon Perangkat
Desa menjadi Calon Perangkat Desa paling lambat 3 (tiga) Hari setelah berakhirnya batas waktu pendaftaran, dan mengumumkannya paling lambat 1 (satu) Hari setelah ditetapkan.
(6) Jumlah Calon Perangkat Desa yang ditetapkan oleh Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling sedikit 2 (dua) orang untuk setiap formasi jabatan Perangkat Desa.
(7) Sebelum menetapkan bakal Calon Perangkat Desa menjadi Calon
Perangkat Desa, Tim Seleksi beserta Kepala Desa wajib berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Camat.
(8) Bakal Calon Perangkat Desa yang telah ditetapkan oleh Tim Seleksi menjadi Calon Perangkat Desa wajib mengikuti tahapan Penjaringan dan Penyaringan selanjutnya.
(9) Tim Seleksi menyampaikan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Kepala Desa sebagai laporan 1 (satu) Hari setelah ditetapkan.
Pasal 11
Dalam hal anggota Tim Seleksi turut serta mendaftarkan diri sebagai bakal Calon Perangkat Desa, wajib mengundurkan diri dari keanggotaan Tim Seleksi.
Pasal 12
Bakal Calon Perangkat Desa atau Calon Perangkat Desa dilarang memberikan sesuatu atau janji dalam bentuk apapun kepada Tim Seleksi atau pihak lain yang dapat mempengaruhi proses Penjaringan dan Penyaringan Calon Perangkat Desa.
10
Bagian Keenam Penyampaian Keberatan Terhadap Calon Perangkat Desa
Pasal 13
(1) Masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan Desa setempat
dapat menyampaikan keberatan terhadap Calon Perangkat Desa yang telah ditetapkan oleh Tim Seleksi.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Tim Seleksi dalam bentuk tertulis dengan menyebutkan identitas pengirim secara jelas dan lengkap, paling lambat 3 (tiga) Hari sejak penetapan Calon Perangkat Desa.
(3) Penyampaian keberatan yang melebihi batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipertimbangkan dan tidak mempengaruhi hasil seleksi.
(4) Tim Seleksi wajib meneliti kebenaran atas keberatan masyarakat dan dituangkan dalam Berita Acara.
(5) Batas waktu penelitian atas keberatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 10 (sepuluh) Hari dari batas terakhir penyampaian keberatan.
(6) Berita Acara sebagaimana dimaksud ayat (4) menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi Tim Seleksi untuk mengambil keputusan dan menetapkan Calon Perangkat Desa.
Pasal 14
(1) Bakal Calon Perangkat Desa yang telah ditetapkan oleh Panitia Seleksi
menjadi Calon Perangkat Desa tidak diperkenankan mengundurkan diri dari formasi jabatan Perangkat Desa yang akan diisi.
(2) Dalam hal Calon Perangkat Desa mengundurkan diri sebagaimana dimaksud ayat (1), dikenakan denda administrasi sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(3) Denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi pendapatan Desa dicatat dan dipergunakan oleh Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal terdapat Calon Perangkat Desa mengundurkan diri sebagaimana dimaksud ayat (1), proses Penjaringan dan Penyaringan formasi jabatan Perangkat Desa yang akan diisi ditunda paling lama 1 (satu) tahun.
11
BAB III SELEKSI CALON PERANGKAT DESA
Bagian Kesatu
Pelaksanaan Ujian Seleksi
Pasal 15
(1) Setiap Calon Perangkat Desa wajib mengikuti tahapan ujian seleksi kompetensi.
(2) Tahapan ujian seleksi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas: a. ujian tertulis; b. ujian praktik; dan c. wawancara.
(3) Tim Seleksi berkoordinasi dengan Camat untuk menetapkan bobot
nilai setiap tahapan ujian seleksi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang selanjutnya dimuat dalam Berita Acara.
(4) Dalam rangka transparansi dan akuntabel selama berlangsungnya proses pelaksanaan tahapan ujian seleksi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) difasilitasi oleh Camat.
Pasal 16
(1) Ujian seleksi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan Tim Seleksi.
(2) Materi soal seleksi ujian tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a, meliputi dibidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
(3) Seleksi ujian praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b, yaitu praktik mengoperasikan komputer.
(4) Wawancara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c, dilakukan dalam rangka mengukur kecakapan individu Calon Perangkat Desa.
Pasal 17
(1) Panitia seleksi wajib mengamankan dan menjaga kerahasiaan materi ujian tertulis.
(2) Pemeriksaan hasil ujian seleksi tertulis dilakukan Tim Seleksi pada
Hari yang sama setelah selesai ujian seleksi dilaksanakan.
12
Pasal 18
(1) Calon Perangkat Desa yang dinyatakan lulus ujian seleksi kompetensi merupakan Calon Perangkat Desa yang mengikuti seluruh tahapan ujian seleksi dan dipilih paling banyak 2 (dua) orang Calon Perangkat Desa yang memperoleh peringkat teratas untuk setiap formasi Jabatan Perangkat Desa yang akan diisi.
(2) Tim Seleksi membuat Berita Acara hasil ujian seleksi kopetensi untuk
disampaikan kepada Kepala Desa dan selanjutnya diumumkan kepada masyarakat secara terbuka.
Pasal 19
Tim Seleksi melaporkan seluruh rangkaian pelaksanaan kegiatan Penjaringan dan Penyaringan Calon Perangkat Desa kepada Kepala Desa disertai dengan penyampaian Berita Acara hasil ujian seleksi paling lambat 3 (tiga) Hari setalah ditetapkannya Calon Perangkat Desa.
Bagian Kedua Pengangkatan
Pasal 20
(1) Hasil Penjaringan dan Penyaringan seleksi Calon Perangkat Desa
dikonsultasikan oleh Kepala Desa kepada Camat untuk mendapatkan rekomendasi tertulis Calon Perangkat Desa yang akan diangkat menjadi Perangkat Desa, paling lambat 3 (tiga) hari setelah diterimanya Berita Acara hasil ujian seleksi kopetensi Calon Perangkat Desa.
(2) Camat memberikan rekomendasi tertulis kepada Kepala Desa paling
lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak diterimanya surat permohonan konsultasi pengangkatan Calon Perangkat Desa.
(3) Rekomendasi yang diberikan Camat berupa persetujuan atau penolakan berdasarkan persyaratan yang ditentukan dan berpedoman pada: a. persyaratan umum dan persyaratan khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3); b. kelengkapan persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7; dan c. hasil ujian kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).
(4) Dalam hal proses pelaksanaan Penjaringan dan Penyaringan Calon
Perangkat Desa sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Camat memberikan rekomendasi yang berisi persetujuan terhadap Calon Perangkat Desa yang akan diangkat menjadi Perangkat Desa.
13
(5) Berdasarkan identifikasi Camat dalam hal proses pelaksanaan Penjaringan dan Penyaringan Calon Perangkat Desa tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Camat memberikan rekomendasi yang berisi penolakan terhadap Calon Perangkat Desa yang akan diangkat menjadi Perangkat Desa.
(6) Dalam hal rekomendasi Camat berisi persetujuan, Kepala Desa
menerbitkan Keputusan Kepala Desa tentang Pengangkatan Perangkat Desa.
(7) Dalam hal rekomendasi Camat berisi penolakan, maka Kepala Desa melakukan Penjaringan dan Penyaringan kembali paling lambat 1 (satu) tahun.
(8) Jika rekomendasi Camat berisi penolakan, berdasarkan kewenangannya
Kepala Desa tetap menerbitkan Keputusan Kepala Desa tentang penetapan dan pengangkatan Perangkat Desa, Keputusan Kepala Desa tersebut dinyatakan batal demi hukum.
Pasal 21
PNS Daerah yang terpilih dan diangkat menjadi Perangkat Desa, dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi Perangkat Desa tanpa kehilangan hak sebagai PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pelantikan dan Serah Terima Jabatan
Pasal 22
(1) Sebelum memangku jabatannya, Perangkat Desa dilantik oleh Kepala Desa dan wajib mengucapkan sumpah/janji sebagai berikut: “Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Perangkat Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya dan seadil adilnya; Bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai Dasar Negara; Bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi Desa, Daerah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
(2) Pengambilan sumpah/janji dan pelantikan Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disaksikan oleh Camat dan paling sedikit 2 (dua) orang saksi dari unsur tokoh masyarakat Desa setempat.
14
(3) Pelaksanaan pelantikan Perangkat Desa dituangkan dalam Berita Acara Pengambilan Sumpah/Janji dan ditandatangani oleh pejabat yang melantik, pejabat yang dilantik dan para saksi.
(4) Susunan acara pelantikan dan pengambilan sumpah/janji Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pembacaan Keputusan Kepala Desa tentang Pengangkatan
Perangkat Desa; b. pengambilan sumpah/janji jabatan oleh Kepala Desa; c. penandatanganan berita acara pengambilan sumpah/janji; d. kata pelantikan oleh Kepala Desa; e. sambutan Camat; f. sambutan Kepala Desa; dan g. pembacaan doa.
(5) Pelaksanaan Pengambilan Sumpah/Janji dan Pelantikan Perangkat
Desa dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah ditetapkan Keputusan Pengangkatan Perangkat Desa oleh Kepala Desa.
(6) Serah Terima Jabatan Perangkat Desa dilaksanakan dihadapan Kepala
Desa dengan menandatangani Berita Acara Serah Terima Jabatan.
(7) Serah terima jabatan dari pejabat lama kepada pejabat baru dilaksanakan pada saat setelah pelantikan dihadapan Kepala Desa.
BAB IV BIAYA DAN MASA JABATAN PERANGKAT DESA
Pasal 23
Biaya pengisian Perangkat Desa sampai dengan pelantikan Perangkat Desa bersumber dari APB Desa.
Pasal 24
Masa jabatan Perangkat Desa sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun.
BAB V STAF PERANGKAT DESA
Pasal 25
Hasil rapat harmon dengan kantor wilayah: (1) Kepala Desa dapat mengangkat unsur staf Perangkat Desa.
15
(2) Unsur staf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk membantu Kepala Urusan, Kepala Seksi, dan Kepala Kewilayahan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan Desa.
(3) Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian staf Perangkat desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati
BAB VI KEWAJIBAN DAN LARANGAN PERANGKAT DESA DAN STAF
PERANGKAT DESA
Bagian Kesatu Kewajiban
Pasal 26
Setiap Perangkat Desa dan Staf Perangkat Desa wajib: a. mengucapkan sumpah/janji jabatan; b. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah;
c. menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan; d. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas serta wewenangnya; e. melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang bersih dan
bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme; f. menyelenggarakan administrasi pemerintahan yang baik. g. menjunjung tinggi kehormatan negara dan Pemerintah; h. mengutamakan kepentingan negara dari pada kepentingan sendiri,
seseorang, dan/atau golongan; i. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan
negara; j. melaporkan dengan segera kepada Kepala Desa dan/atau unsur terkait
apabila mengetahui ada hal-hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara;
k. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja; l. menggunakan dan memelihara aset Desa dengan sebaik-baiknya; m. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat; n. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas; dan o. melestarikan seni dan budaya nusantara.
Bagian Kedua
Larangan
Pasal 27
Setiap Perangkat Desa dan Staf Perangkat Desa dilarang: a. merugikan kepentingan umum;
16
b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya; d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan
masyarakat tertentu; e. melakukan tindakan yang dapat meresahkan sekelompok masyarakat
Desa; f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang,
dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
g. menjadi pengurus partai politik; h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang; i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan
Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat DaerahKabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala Daerah;
k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan l. meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) Hari kerja secara berturut-
turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 28
(1) Perangkat Desa dan Staf Perangkat Desa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
(2) Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu antara teguran kesatu dengan teguran kedua dan teguran ketiga paling singkat 10 (sepuluh) Hari dan paling lama 15 (lima belas) Hari.
(3) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diindahkan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
(4) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk Staf Perangkat Desa diatur dalam Peraturan Kepala Desa.
17
BAB VII PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA
Bagian Kesatu
Pemberhentian Perangkat Desa
Pasal 29
(1) Perangkat Desa berhenti karena: a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; dan c. diberhentikan.
(2) Perangkat Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c karena: a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun; b. dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan keputusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; c. berhalangan tetap; d. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Perangkat Desa; dan e. melanggar larangan sebagai Perangkat Desa.
(3) Dalam hal Pemberhentian Perangkat Desa, Kepala Desa terlebih
dahulu melakukan konsultasi secara tertulis kepada Camat.
(4) Camat memberikan rekomendasi tertulis yang berisi persetujuan pemberhentian jika usul pemberhentian Perangkat Desa sudah sesuai dengan persyaratan pemberhentian Perangkat Desa.
(5) Berdasarkan identifikasi Camat, apabila dalam usulan proses pemberhentian Perangkat Desa tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, Camat memberikan rekomendasi yang berisi penolakan pemberhentian Perangkat Desa.
(6) Rekomendasi tertulis Camat menjadi dasar Kepala Desa dalam pemberhentian Perangkat Desa.
(7) Pemberhentian Perangkat Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
(8) Keputusan Kepala Desa tentang Pemberhentian Perangkat Desa paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak dikeluarkannya rekomendasi tertulis dari Camat.
(9) Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan kepada Camat paling lambat 14 (empat belas) Hari setelah ditetapkan.
18
Bagian Kedua Pemberhentian Sementara
Pasal 30
(1) Perangkat Desa diberhentikan sementara oleh Kepala Desa, karena:
a. ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan atau tindak pidana terhadap keamanan negara; (sesuai ketentuan angka 5 Pasal 6 ayat (2) huruf a Permendagri No. 67/2017 tentang Perubahan Permendagri No. 83/2015.)
b. dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di pengadilan; (sesuai ketentuan angka 5 Pasal 6 ayat (2) huruf b Permendagri No. 67/2017 tentang Perubahan Permendagri No. 83/2015.)
c. tertangkap tangan dan ditahan; dan d. melanggar larangan sebagai Perangkat Desa yang diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perangkat Desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan diputus bebas atau tidak terbukti bersalah oleh keputusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikembalikan kepada jabatan semula.
(3) Pemberhentian sementara Perangkat Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Desa setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan Camat.
Pasal 31
(1) Perangkat Desa dan Staf Perangkat Desa yang melakukan tindak pidana
dan dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap diberhentikan oleh Kepala Desa.
(2) Perangkat Desa dan Staf Perangkat Desa yang melakukan tindak
pidana dan dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana umum dapat tidak diberhentikan apabila: a. amar putusan pengadilan menetapkan hukuman yang dijatuhkan
oleh Hakim berupa hukuman percobaan; dan/atau b. pidana umum yang dilakukan tidak dengan berencana dan
hukuman yang dijatuhkan oleh Hakim kurang dari 3 (tiga) bulan.
Pasal 32
Ketentuan mengenai tata cara pemberhentian Perangkat Desa diatur dengan Peraturan Bupati.
19
Bagian Ketiga Rotasi Jabatan Perangkat Desa
Pasal 33
(1) Dalam rangka penyegaran atau meningkatkan pengetahuan dan
pengalaman keja Perangkat Desa, Kepala Desa dapat melakukan rotasi jabatan atau perubahan posisi jabatan antar Perangkat Desa.
(2) Rotasi jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. dari jabatan Kepala Urusan menjadi jabatan Kepala Urusan yang lain; b. dari jabatan Kepala Seksi menjadi jabatan Kepala Seksi yang lain; c. dari jabatan Kepala Urusan menjadi jabatan Kepala Seksi; d. dari jabatan Kepala Seksi menjadi jabatan Kepala Urusan; e. dari jabatan Kepala Dusun menjadi jabatan Kepala Seksi/Kepala
Urusan; f. dari jabatan Sekretaris Desa menjadi jabatan Kepala Seksi/Kepala
Urusan; dan g. dari jabatan Kepala Urusan, Kepala Seksi, dan Kepala Dusun menjadi
jabatan Sekretaris Desa.
(3) Sebelum melakukan rotasi jabatan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Desa terlebih dahulu berkonsultasi dengan Camat.
(4) Pemberian rekomendasi oleh Camat sebagaimana dimaksud Pasal 20
ayat (4) berlaku mutatis mutandis terhadap rotasi Perangakat Desa
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai rotasi jabatan atau perubahan posisi Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
BAB VIII KEKOSONGAN JABATAN PERANGKAT DESA
Pasal 34
Dalam hal Perangkat Desa berhalangan menjalankan tugasnya, Kepala Desa berwenang mengangkat Pelaksana Tugas atau Pelaksana Harian untuk melaksanakan tugas.
Pasal 35
(1) Dalam hal Perangkat Desa berhalangan tetap sehingga terjadi
kekosongan jabatan Perangkat Desa, untuk tetap menjamin kelancaran pelaksanaan tugas, Kepala Desa mengangkat Pelaksana Tugas yang memiliki posisi jabatan dari unsur yang sama.
20
(2) Dalam hal Perangkat Desa berhalangan sementara paling sedikit 7 (tujuh) Hari maka untuk tetap menjamin kelancaran pelaksanaan tugas, Kepala Desa mengangkat Pelaksana Harian dengan batasan kewenangan tertentu.
Pasal 36
(1) Pengangkatan Pelaksana Tugas dan Pelaksana Harian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ditetapkan oleh Kepala Desa dengan Surat Perintah Tugas yang tembusannya disampaikan kepada Bupati melalui Camat paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal Surat Keputusan diterbitkan.
(2) Surat Perintah Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menyebutkan tugas yang dilakukan selama diangkat sebagai Pelaksana Harian atau Pelaksana Tugas.
(3) Perangkat Desa yang diangkat sebagai Pelaksana Tugas atau Pelaksana Harian tidak dibebaskan dari jabatan definitifnya dan tetap melaksanakan tugas dalam jabatan definitifnya.
(4) Perangkat Desa yang diangkat sebagai Pelaksana Tugas atau Pelaksana Harian tidak diberikan tunjangan jabatan dalam kedudukannya sebagai Pelaksana Tugas atau Pelaksana Harian dan tunjangan jabatannya tetap dibayarkan sesuai dengan jabatan definitifnya.
(5) Dalam hal menjalankan tugasnya, Pelaksana Tugas atau Pelaksana
Harian tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, dan alokasi anggaran.
BAB IX PAKAIAN DINAS DAN ATRIBUT PERANGKAT DESA
Pasal 37
(1) Perangkat Desa wajib mengenakan pakaian dinas berikut atribut lengkap.
(2) Pakaian dinas dan atribut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pakaian seragam yang dipakai untuk menunjukan identitas Perangkat Desa dalam melaksanakan tugas.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian dinas dan atribut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
21
BAB X KESEJAHTERAAN PERANGKAT DESA
Pasal 38
(1) Selain Penghasilan Tetapi Perangkat Desa menerima jaminan
kesehatan dan dapat menerima tunjangan tambahan penghasilan dan penerimaan lainnya yang sah dengan memperhatikan masa kerja dan Jabatan Perangkat Desa.
(2) Jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (sesuai ketentuan angka 7 Pasal 10 ayat (2) Permendagri No. 67/2017 tentang Perubahan Permendagri No. 83/2015.)
(3) PNS yang terpilih dan diangkat menjadi Perangkat Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, selain mendapatkan haknya sebagai PNS, mendapatkan tunjangan Perangkat Desa dan pendapatan lainnya yang sah yang bersumber dari APB Des. (sesuai ketentuan angka 8 Pasal 10A ayat (2) Permendagri No. 67/2017 tentang Perubahan Permendagri No. 83/2015.)
(4) Besaran nilai Penghasilan Tetap Perangkat Desa ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
BAB XI PENINGKATAN KAPASITAS APARATUR DESA
Pasal 39
(1) Bupati melalui Perangkat Daerah terkait melaksanakan pembinaan
dan pengawasan dalam rangka peningkatan kapasitas Perangkat Desa.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan metode sosialisasi, pendampingan dan pelatihan.
(3) Perangkat Desa dan staf Perangkat Desa yang telah diangkat dengan Keputusan Kepala Desa wajib mengikuti pelatihan awal masa tugas dan program pelatihan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Desa.
(4) Biaya pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada APBN, APBD Provinsi, APBD, dan APB Desa, dan sumber lain yang sah.
22
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 40
(1) Perangkat Desa yang sudah ada pada saat berlakunya Peraturan
Daerah ini, tetap melaksanakan tugasnya sampai berakhirnya masa tugas berdasarkan Surat Keputusan pengangkatannya.
(2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah habis masa tugasnya dan berusia kurang dari 60 (enam puluh) tahun dapat diangkat kembali sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a.
(3) Sekretaris Desa yang bersetatus PNS yang sudah ada pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, tetap melaksanakan tugasnya sampai ditetapkan penempatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau ketentuan lain yang ditetapkan.
BAB XIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Paser Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perangkat Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Paser Tahun 2008 Nomor 10), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 42
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Paser.
Ditetapkan di Tana Paser pada tanggal ……………………
BUPATI PASER,
ttd
YUSRIANSYAH SYARKARWI
23
Diundangkan di Tana Paser pada tanggal …………………………….. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PASER,
Ttd
AJI SAYID FATHUR RAHMAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASER TAHUN .... NOMOR ….. NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (....C/....)