Naskah Akademik SINas.pdf
-
Upload
kurnia-aliyanti -
Category
Documents
-
view
183 -
download
0
description
Transcript of Naskah Akademik SINas.pdf
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
1/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
1
NASKAH AKADEMIK
PERUBAHAN
UNDANG UNDANG
NOMOR 18 TAHUN 2002
TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN,PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU
PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
REPUBLIK INDONESIA2012
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
2/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
2
Bab 1
Pendahuluan
1.1. LatarbelakangPertanyaan yang paling mendasar yang perlu dijawab adalah: apa kontribusi teknologi dalam
negeri terhadap pembangunan nasional? Jawaban atas pertanyaan ini akan menjadi tolok ukur
bagi perkembangan Sistem Inovasi Nasional (SINas) di setiap negara, termasuk Indonesia.1
Akan tetapi untuk menjawab pertanyaan sederhana ini, maka perlu didahului dengan
pemahaman yang lebih mendalam tentang anatomi permasalahannya.
Sesungguhnya banyak kelembagaan di Indonesia yang melakukan kegiatan riset. Setiap institusi
pendidikan tinggi wajib melakukan kegiatan riset sebagaimana amanah Tridharma Perguruan
Tinggi. Tiga tugas pokok institusi pendidikan tinggi negeri maupun swasta adalah melakukan
kegiatan pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Selain
instansi pendidikan tinggi, di Indonesia juga terdapat banyak lembaga riset pemerintah dan
non-pemerintah.2
Keberadaan lembaga riset yang banyak, aktivitas riset yang rutin dan masif, serta dukungan
pembiayaan dari berbagai sumber ternyata belum menjadi jaminan bahwa akan mampu
menghasilkan teknologi yang secara langsung dapat ditranslasi menjadi produk barang
dan/atau jasa yang bermanfaat bagi masyarakat. Faktanya, sampai saat ini masih sangat sedikit
teknologi domestik yang dihasilkan oleh akademisi, peneliti, atau perekayasa di dalam negeri
yang diadopsi oleh industri untuk menghasilkan produk barang dan/atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan publik. Tidak banyak juga teknologi yang dikembangkan di dalam negeri yang
digunakan oleh masyarakat, maupun oleh berbagai lembaga pemerintah, baik untuk
peningkatan kualitas pelayanan publik maupun sebagai landasan pembuatan kebijakan dan
regulasi.
Rendahnya adopsi teknologi tersebut antara lain berakar pada kenyataan bahwa intensitas dan
kualitas komunikasi dan interaksi antara lembaga riset atau perguruan tinggi (sebagai aktorpengembang teknologi) dengan industri atau pengguna teknologi lainnya yang masih sangat
terbatas. Hal ini mengakibatkan ketidakpaduan (mismatch) antara teknologi yang dihasilkan
dengan kebutuhan industri atau para pengguna teknologi lainnya. Masalah ini merupakan
masalah yang paling serius dan mendasar (fundamental problem) dalam upaya mewujudkan
1 Sistem Inovasi Nasional adalah sistem aliran teknologi dan informasi antara kelembagaan pengembang-pengguna teknologi,
didukung oleh kelembagaan terkait lainnya, yang menjadi kunci dari proses inovatif pada suatu negara.
2Dibawah koordinasi Kementerian Negara Riset dan Teknologi terdapat 7 kelembagaan yang tugas pokoknya
menyelenggarakan riset atau kegiatan yang terkait dengan implementasi hasil riset. Kelembagaan riset tersebut berstatus
sebagai Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK). Selain LPNK tersebut, pada masing-masing kementerian teknis jugaterdapat Badan Penelitian dan Pengembangan masing-masing. Kelembagaan riset non-pemerintah terdapat di beberapa
industri besar, selain itu juga ada yang berupa lembaga riset independen yang diselenggarakan oleh masyarakat.
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
3/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
3
SINas. UU No. 18 Tahun 2002 menyebutkan sistem nasional penelitian, pengembangan dan
penerapan (litbangrap) iptek bertujuan untuk memperkuat daya dukung iptek untuk
percepatan pencapaian tujuan negara, peningkatan daya saing dan kemandirian bangsa dalam
pergaulan internasional.
Berfungsinya SINas tidak hanya membutuhkan: [1] keberadaan lembaga pengembang teknologi
yang produktif dan berkualitas;3
[2] industri yang dikelola dengan baik dan didukung tenaga
kerja terampil dan/atau terdidik yang produktif serta kelimpahan bahan baku; dan [3] fasilitasi
aktif dari pemerintahan serta kebijakan dan regulasi yang mendukung pewujudan ekosistem
yang kondusif; tetapi juga membutuhkan [4] niat dan motivasi yang tinggi antara pihak
pengembang dan pengguna teknologi untuk berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain
berdasarkan asas kesetaraan dan saling menguntungkan (mutualistik). UU No. 18 Tahun 2002
menyebutkan fungsi dari sistem nasional litbangrap iptek adalah untuk membentuk pola
hubungan yang saling memperkuat antara unsur penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan
iptek dalam satu keseluruhan yang utuh untuk mencapai tujuan sistem nasional litbangrap
iptek.
Paradigma yang lalu menempatkan pihak pengembang teknologi (institusi pendidikan tinggi
dan lembaga riset) secara dominan dalam mewarnai genre teknologi yang dikembangkan.
Pendekatan yang lebih dominan bersifat supply-push ini ternyata gagal dalam mempersuasi
industri dan pihak pengguna lainnya untuk mengadopsi teknologi hasil riset oleh perguruan
tinggi maupun lembaga riset tersebut.
Kegagalan paradigma yang lalu ini perlu disikapi secara cerdas dan objektif, dengan
mengesampingkan kepentingan sektoral ataupun profesi. Tentu perlu telaah komprehensif
terhadap anatomi permasalahan dalam implementasi paradigma supply-push yang kurang
optimal tersebut, selain juga perlu dilakukan pencermatan yang matang terhadap alternatif-
alternatif untuk memperbaiki paradigma lama tersebut.
Kenyataan ini menjadi argumen yang sangat kuat untuk melakukan penelaahan terhadap posisi
SINas Indonesia saat ini dan mencari alternatif pendekatan yang tepat agar pola hubungan
pengembang-pengguna teknologi dapat efektif, efisien, dan produktif menghasilkan produk
barang dan/atau jasa yang dibutuhkan rakyat Indonesia, yang berarti sekaligus secara nyata
akan memberikan kontribusi terhadap pembangunan (perekonomian) nasional.
Upaya mengubah paradigma yang lama dengan paradigma yang baru agar ditekankan pada
pola dan arah hubungan antara pengembang dan pengguna teknologi serta pihak-pihak lain
yang terkait. Secara substansial upaya ini dapat disebut sebagai upaya reorientasi arah dan pola
hubungan antar-aktor dalam sistem nasional litbangrap iptek. Diharapkan dengan melakukan
3Kualitas kelembagaan pengembang teknologi dilihat dari kualitas akademik sumberdaya manusia (SDM) yang
mengawakinya, ketersediaan sarana dan prasarana riset yang canggih dan sesuai dengan kebutuhan fokus riset
yang menjadi tugas pokoknya, ketersediaan dan/atau kemudahan mengakses sumber informasi ilmiah, dan
fasilitas pendukung lainnya untuk menciptakan suasana akademik (academic environment) yang kondusif, sertakemampuannya dalam mendifusikan teknologi yang dihasilkan kepada pengguna potensial.
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
4/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
4
reorientasi sistem nasional litbangrap iptek, maka teknologi domestik yang dihasilkan akan
lebih berpeluang untuk diadopsi oleh para pengguna, terutama industri dan pelaku produksi
lainnya di dalam negeri. Resultan dari adopsi teknologi untuk produksi barang dan/atau jasa ini
adalah peningkatan kontribusi nyata teknologi terhadap pembangunan nasional.
Satu hal yang sangat fundamental yang perlu reorientasi adalah anggapan bahwa masalah
litbangrap iptek merupakan permasalah teknologi yang berkaitan dengan ekonomi
(economically-related technological problems), padahal sesungguhnya penguatan sistem
nasional litbangrap iptek adalah permasalahan ekonomi yang butuh dukungan teknologi untuk
memecahkannya (technologically-related economical problems).
Kemajuan perekonomian sangat tergantung pada kinerja litbangrap iptek-nya, yang pada
prinsipnya adalah tergantung pada kapasitas negara dalam mengembangkan teknologi yang
sesuai dengan kebutuhan nyata dan sesuai pula dengan kapasitas adopsi dari para pengguna
teknologi. Untuk kasus Indonesia, kesadaran akan pentingnya peran teknologi dalampembangunan perekonomian nasional tersurat dari ditetapkannya pengembangan sumberdaya
manusia (SDM) dan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sebagai salah satu dari tiga strategi
utama dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI),
disamping dua strategi utama lainnya, yakni pengembangan potensi ekonomi melalui enam
koridor yang telah ditetapkan dan memperkuat konektivitas nasional.4
Kesesuaian teknologi dengan kebutuhan nyata membuka peluang lebih lebar untuk teknologi
tersebut dapat diadopsi, namun belum sepenuhnya menjamin bahwa sistem nasional
litbangrap iptek akan otomatis terbangun. Ekosistem yang kondusif sangat dibutuhkan untuk
tumbuh-kembang inovasi, terutama dalam bentuk kebijakan dan regulasi yang akomodatif,
yang memudahkan para aktor inovasi untuk berkomunikasi dan berinteraksi serta juga
memudahkan proses adopsi teknologi domestik oleh para pengguna di dalam negeri.
Arahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono5
untuk mengutamakan upaya pemenuhan
kebutuhan (demand) pasar domestik menumbuhkan semangat untuk lebih gigih mewujudkan
sistem nasional penelitian, pengembangan dan penerapan (litbangrap) iptek yang lebih handal.
Penduduk Indonesia yang saat ini (BPS, 2010) telah mencapai 237 juta, merupakan pasar yang
sangat besar dan menjadi target banyak negara asing dalam memasarkan produknya. Para
pengembang teknologi dan industri dalam negeri harus bahu membahu membangun sinergiuntuk tidak membiarkan pasar domestik Indonesia dibanjiri oleh produk dan/atau jasa dari
negara-negara asing.
4Untuk pelaksanaan MP3EI, telah pula diterbitkan Perpres 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang menetapkan tiga kelompok kerja (Pokja), yakni:
Pokja Sinkronisasi dan Perbaikan Regulasi, Pokja Percepatan Pembangunan Infrastruktur, dan Pokja SDM dan
Iptek. Pokja SDM dan Iptek diketuai oleh Menteri Pendidikan Nasional dan wakil ketuanya adalah Menteri
Negara Riset dan Teknologi, dengan anggota dari kementerian PPN/Bappenas, Ristek, Diknas, Nakertrans,
Keuangan, UKM dan Koperasi, serta dari anggota KIN, Kadin, dan ketua asosiasi profesi dan usaha terkait.
5Pada Seminar di Institut Teknologi 10 November Surabaya tanggal 14 Desember 2010.
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
5/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
5
Sinergi pengembang-pengguna teknologi dalam penguatan inovasi nasional merupakan aksi
yang tepat dan sepatutnya dilakukan. Inisiatif inovasi dari Komite Inovasi Nasional yang
ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan,
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), antara lain menyebutkan penguatan
inovasi melalui skema 747 memerlukan pendanaan R&D hingga 1% dari GDP. Skema 747 inimencakup tujuh langkah perbaikan ekosistem inovasi, pengembangan empat wahana
percepatan pertumbuhan ekonomi, dan pencapaian tujuh sasaran visi inovasi 2025.
Peningkatan dukungan pendanaan untuk menunjang program inovasi ini dapat dilaksanakan
secara bertahap sesuai dengan daya dukung pemerintah, BUMN, dan partisipasi badan usaha.
Akan sangat ideal jika Pemerintah mampu mewujudkan tujuh sasaran visi inovasi 2025 melalui
pembentukan ekosistem yang lebih kondusif melalui regulasi dan kebijakan yang tepat. Adanya
peraturan perundang-undangan yang konsisten dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
baik (good governance), sehingga tumbuh-kembang sistem nasional litbangrap iptek dapat
berlangsung secara lebih sehat, produktif, dan berkelanjutan.
1.2. PermasalahanKeberadaan lembaga riset yang banyak, aktivitas riset yang rutin dan masif, serta dukungan
pembiayaan dari berbagai sumber ternyata belum menjadi jaminan bahwa akan mampu
menghasilkan teknologi yang secara langsung dapat ditranslasi menjadi produk barang
dan/atau jasa yang bermanfaat bagi masyarakat. Faktanya, sampai saat ini masih sangat sedikit
teknologi domestik yang dihasilkan oleh akademisi, peneliti, atau perekayasa di dalam negeriyang diadopsi oleh industri untuk menghasilkan produk barang dan/atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan publik. Tidak banyak juga teknologi yang dikembangkan di dalam negeri yang
digunakan oleh masyarakat, maupun oleh berbagai lembaga pemerintah, baik untuk
peningkatan kualitas pelayanan publik maupun sebagai landasan pembuatan kebijakan dan
regulasi.
Hasil penelitian LIPI (Sri Mulatsih dan Prakoso Bhairawa Putera, 2000) terkait dengan sistem
penelitian iptek dan sistem inovasi nasional, antara lain menyimpulkan inovasi masih belum
memenuhi kebutuhan pasar (ekonomi). Interaksi dan koordinasi antar elemen dalam
menghasilkan inovasi masih sangat diperlukan dalam membangun suatu sistem inovasi
nasional. Menurut Benyamin Lakitan (2012), rendahnya adopsi teknologi tersebut antara lain
berakar pada kenyataan bahwa intensitas dan kualitas komunikasi dan interaksi antara
lembaga riset atau perguruan tinggi (sebagai aktor pengembang teknologi) dengan industri
atau pengguna teknologi lainnya yang masih sangat terbatas. Hal ini mengakibatkan
ketidakpaduan (mismatch) antara teknologi yang dihasilkan dengan kebutuhan industri atau
para pengguna teknologi lainnya. Masalah ini merupakan masalah yang paling serius dan
mendasar (fundamental problem) dalam upaya mewujudkan SINas. UU No. 18 Tahun 2002
menyebutkan sistem nasional penelitian, pengembangan dan penerapan (litbangrap) iptek
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
6/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
6
bertujuan untuk memperkuat daya dukung iptek untuk percepatan pencapaian tujuan negara,
peningkatan daya saing dan kemandirian bangsa dalam pergaulan internasional.
1.3. Maksud dan Tujuan Penulisan
Pertanyaan yang fundamental dan filosofis perlu ditranslasi menjadi pertanyaan-pertanyaan
teknis dan operasional agar jawabannya juga menjadi lebih dapat ditindaklanjuti dalam bentuk
aksi nyata yang diharapkan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan nyata yang menjadi
batu sandungan dalam upaya mewujudkan penguatan inovasi secara lebih produktif dan
menyejahterakan rakyat.6
Berbagai persoalan terkait rendahnya kontribusi teknologi di
Indonesia saat ini diyakini berakar pada tidak relevannya teknologi yang dikembangkan dengan
kebutuhan nyata yang dihadapi rakyat, bangsa, dan negara ini.
Persoalan terkait dengan upaya penguatan inovasi tidak dapat disederhanakan secara
berlebihan (over-simplified) hanya menjadi persoalan relevansi teknologi. Disadari betul bahwa
upaya penguatan inovasi nasional merupakan upaya penguatan sistem inovasi yang sangat
kompleks. Banyak aktor yang ikut berperan, dengan derajat dan jenis partisipasi yang berbeda
tentunya. Banyak faktor yang mempengaruhi ekosistem dimana sistem inovasi ditumbuhkan,
termasuk ekonomi, sosio-kultural, hukum, dan politik. Interaksi dari berbagai aktor dan faktor-
faktor yang ikut berpengaruh tersebut yang akan membentuk sistem inovasi nasional yang
lebih kokoh. Selain kompleks, upaya penguatan inovasi juga sensitif terhadap dinamika peran
para aktor dan faktor-faktor pembentuk ekosistem tumbuhnya.
Memahami persoalan dalam upaya penguatan inovasi nasional yang sangat kompleks tersebut,maka penulisan naskah akademik perubahan UU Nomor 18 Tahun 2002 ini dimaksudkan untuk:
[1] Memahami realita dan permasalahan dalam upaya penguatan kemampuan
penguasaan, pemanfaatan dan pemajuan iptek saat ini;
[2] Mencoba merajut sosok ideal SINas Indonesia dalam mewujudkan tujuh sasaran visi
inovasi 2025 secara lebih produktif dan menyejahterakan rakyat;
[3] Mengidentifikasi dan mengantisipasi dinamika perubahan faktor-faktor yang berpotensi
mempengaruhi ekosistem SINas (lingkungan strategis); dan
[4] Mengembangkan konsepsi SINas Indonesia yang realistis yang diyakini mampu
diaktualisasikan untuk mewujudkan sasaran penguatan inovasi.
Penulisan dokumen ini bertujuan untuk digunakan sebagai bahan referensi akademik yang
menjadi dasar pertimbangan perubahan UU No. 18 Tahun 2002, terutama dalam penyusunan
regulasi yang relevan dengan upaya mewujudkan penguatan inovasi yang lebih produktif dan
menyejahterakan rakyat. Sebagai referensi akademik, dokumen cetak biru ini diharapkan
6
Perlu selalu diingat bahwa konsitusi UUD 1945 jelas mengamanahkan bahwa pembangunan ilmu pengetahuandan teknologi harus bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan kemajuan peradaban bangsa (Pasal
31 ayat 5).
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
7/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
7
mampu memberikan informasi yang komprehensif, mutakhir, dan relevan dengan kondisi
Indonesia, serta memberikan kerangka konsepsi yang objektif dan mungkin-dicapai
(achievable) dengan sumberdaya yang dimiliki Indonesia. Informasi ini merupakan langkah
langkah yang diperlukan untuk melakukan perbaikan ekosistem inovasi. Sesuai Perpres No. 32
Tahun 2011 tentang MP3EI, langkah-langkah perbaikan ekosistem inovasi mencakup:
a. pengembangan sistem insentif dan regulasi yang mendukung inovasi dan budayapenggunaan produk dalam negeri;
b. peningkatan kualitas dan fleksibilitas perpindahan sumberdaya manusia;c. pembangunan pusat-pusat inovasi untuk mendukung IKM;d. pembangunan klaster inovasi daerah;e. pengembangan sistem remunerasi peneliti yang lebih baik;f. revitalisasi infrastruktur R&D; dang. pengembangan sistem dan manajemen pendanaan riset yang mendukung inovasi.
Karena tujuannya adalah untuk menjadi landasan dalam pembuatan kebijakan dan/atau
regulasi, maka dokumen cetak biru ini walaupun kental berbasis akademik, namun diupayakan
agar mudah dan enak dibaca dengan gaya bahasa dan penggunaan terminologi yang lebih
bersahabat (reader-friendly), terutama bagi para pembuat kebijakan dan regulasi.
1.4. Metode Penelitian Hukum
Penyusunan Naskah Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan,
dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menggunakan metode pendekatan deskriptif-
analitis. Pendekatan ini menggambarkan berbagai permasalahan secara utuh dan menyeluruh,
selanjutnya dilakukan analisis yang menjadi bagian-bagian sebagai sistem yang terbagi atas sub
sistem-sub sistem dari suatu ekosistem sebagai suatu kesatuan dalam merumuskan
penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan UU Nomor 18
Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
Hasil analisis tersebut menjadi landasan untuk mengidentifikasi peraturan perundang-
undangan yang ada, khususnya hukum tertulis yang berlaku yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan upaya-upaya penguatan inovasi secara nasional.
Selain itu, penelitian ini menggunakan pendekatan secara interdisipliner dan multidisipliner,
dan dengan pendekatan dari segi pengelolaannya secara terpadu. Melalui pendekatan
interdisipliner akan diketahui hukum dan ilmu hukum yang mengatur penguatan inovasi dan
melalui pendekatan multi disipliner akan diketahui ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang
mendukung pengaturan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
8/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
8
Perubahan UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan
Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Metode pendekatan sistemik ini digunakan sebagai konsekuensi dari pengertian dan
pemahaman mengenai kompleksitas penguatan inovasi secara nasional. Penelitian ini harus
pula mendekati permasalahan yang ada dalam upaya peningkatan penguasaan, pemanfaatan
dan pemajuan iptek untuk mendorong inovasi dan difusi teknologi seoptimal mungkin. Oleh
karena itu penelitian ini secara futuristik harus menyangkut upaya pembangunan yang
berkelanjutan dalam sistem hukum yang ada bagi penguatan inovasi nasional.
Pada dasarnya penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan
Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian yuridis normatif. Metode ini menggunakan pendekatan deskriptif-analitis, dengan
data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan hukum primer (peraturan perundang-undanganyang berkaitan dengan perekayasaan, inovasi, maupun difusi teknologi, serta kegiatan
penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi), serta bahan
hukum sekunder maupun tertier (hasil-hasil penelitian, pengkajian, majalah hukum, hasilfocus
group discussion, dan sebagainya) serta data-data yang diperoleh dari para anggota tim
penyusunan naskah akademik.
Tahapan penelitian diawali dengan melakukan inventarisasi hukum, khususnya peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai kegiatan perekayasaan, inovasi, maupun difusi
teknologi, serta kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Data ini selanjutnya dianalisis secara kualitatif berdasarkan norma-norma hukum
yang berlaku dan disusun sebagai bagian dari pengembangan sistem hukum nasional di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi, dan merupakan bahan-bahan hukum dalam mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002
tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.
Sumber hukum materiil masalah perekayasaan, inovasi, maupun difusi teknologi ini mengacu
pada inventarisasi permasalahan, kemudian diupayakan untuk menarik azas-azas hukum dan
rumusan norma yang akan dijadikan acuan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentangPerubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Sedangkan inventarisasi dan
pengolahan data dilakukan melalui:
1. Penelusuran kepustakaan, dengan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan
yang sudah ada dan berlaku di Indonesia termasuk kebijakan inovasi nasional, konvensi
dan traktat internasional yang terkait alih teknologi, maupun yang terkait dengan
perekayasaan, inovasi, maupun difusi teknologi;
2. Mengkaji bahan-bahan seminar, makalah, kertas kerja, maupun putusan pengadilan yangterkait dengan inovasi teknologi;
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
9/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
9
3. Mengkaji Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, termasuk pelaksanaan
peraturan pelaksanaannya, terutama Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005
tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual, dan Hasil Penelitian Pengembangan oleh
Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan; serta Peraturan
Pemerintah Nomor 35 Tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagaian Pendapatan Badan
Usaha untuk Kegiatan Perekayasaan, Inovasi dan Difusi Teknologi. Kajian ini mencakup
bagaimana implementasi, kendala-kendala dalam prakteknya, dan peraturan perundang-
undangan yang terkait; dan
4. Hasil Diskusi atau informasi anggota tim di Kementerian Riset dan Teknologi.
1.5. Sistematika Penulisan
Sesuai dengan maksud penulisan naskah akademik perubahan UU Nomor 18 Tahun 2002 ini
dan tujuan yang hendak dicapai, maka sistematika penulisan dirinci sebagai berikut:
Bab Judul dan Deskripsi Substansi
I Pendahuluan
(UU No. 12/2011: latar belakang, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan naskah akademik,
metode penelitian hukum)
Mencakup tentang latar belakang penulisan naskah akademik perubahan UU
Nomor 18 Tahun 2002, permasalahan, maksud dan tujuan penulisan dokumen,
metode penelitian hukum, serta rincian sistematika penulisan dokumen.
Latar Belakang memberikan informasi awal tentang persoalan pokok yangdihadapi terkait dengan rendahnya kontribusi teknologi terhadap
pembangunan nasional Indonesia, argumen tentang pentingnya upaya
memperkuat inovasi nasional dalam rangka meningkatkan kontribusi
teknologi, terutama untuk meningkatkan produktivitas nasional dan
kesejahteraan. Inisiatif inovasi nasional dari Komite Inovasi Nasional dalam
rangka pencapaian tujuh sasaran inovasi nasional perlu diperkuat melalui
peraturan perundang-undangan. Program penguatan inovasi nasional ini
mencakup tujuh langkah perbaikan ekosistem inovasi, pengembangan empat
wahana percepatan pertumbuhan ekonomi, dan pencapaian tujuh sasaranvisi inovasi 2025.
Permasalahan secara garis besar memberikan gambaran kondisi kegiatanpenelitian, pengembangan, dan penerapan iptek, serta berbagai kendala
dalam upaya memenuhi kebutuhan pasar (ekonomi). Interaksi dan
koordinasi antar elemen dalam menghasilkan inovasi masih sangat
diperlukan dalam membangun suatu sistem inovasi nasional yang lebih
tangguh. Ketidakpaduan (mismatch) antara teknologi yang dihasilkan dengan
kebutuhan industri atau para pengguna teknologi lainnya perlu diperhatikan.
Masalah ini merupakan masalah yang paling serius dan mendasar
(fundamental problem) dalam upaya penguatan inovasi, sehingga
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
10/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
10
Bab Judul dan Deskripsi Substansi
memerlukan perubahan UU No. 18 Tahun 2002.
Maksud dan tujuan penulisan adalah menjelaskan tentang niat yangterkandung dalam penyusunan dokumen naskah akademik ini dankemanfaatan yang dapat diperoleh publik dengan tersedianya dokumen ini.
Metode penelitian hukum memberikan gambaran mengenai metode yangdilakukan di dalam penelitian ini. Metode yang digunakan adalah yuridis
normatif, dengan analisis deskriptif terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan, teori-teori hukum, dan fakta di masyarakat, maupun berbagai
informasi yang relevan dari berbagai narasumber maupun diskusi-diskusi.
Sistematika menjelaskan tentang tata urut penulisan dokumen yangsekaligus juga merinci tentang substansi isi dokumen.
II Inovasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Mencakup kajian teoritis dan kajian implementasi UU No. 18 Tahun 2002.
Kajian teoritis mencakup uraian tentang beberapa konsepsi penting termasuk
makna inovasi, pendekatan kesisteman, penguatan inovasi, dan ekonomi berbasis
pengetahuan (knowledge-base economy); para aktor inovasi nasional yang terdiri
dari aktor pengembang, pengguna, dan aktor penting lainnya yang ikut
menentukan dinamika ekosistem inovasi; dinamika interaksi antar-aktor; dan
upaya penciptaan ekosistem yang kondusif untuk tumbuh kembang inovasi.
Kajian implementasi UU No. 18 Tahun 2002 mencakup:
Analisis Undang-undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem NasionalPenelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
dalam Bingkai Ekonomi Berlandaskan Iptek (Knowledge Based Economy) : Sri
Mulatsih, dan Prakoso Bhairawa Putera, LIPI, 2009.
Seri Diskusi Sistem Inovasi dan Daya Saing - Pengembangan Sistem InovasiDaerah: Perspektif Kebijakan: Tatang A Taufik, BPPT dan Kementerian Riset
dan Teknologi, 2005.
Pengembangan Peraturan untuk Mendukung Unit KomersialisasiKelembagaan Iptek, Kementerian Riset dan Teknologi, 2007.
III Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-undangan Terkait
Untuk menyajikan realita potret peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek di Indonesia saat ini,
maka akan diulas tentang kinerja perekonomian nasional; dilakukan analisis
tentang ekosistem pembangunan nasional, terutama kebijakan-kebijakan yang
secara langsung mempengaruhi tumbuh-kembang inovasi nasional, termasuk
kebijakan maupun peraturan perundang-undangan terkait makro ekonomi,
perindustrian dan perdagangan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan pembangunan
infrastruktur sosial; dan dilakukan pula identifikasi permasalahan dan analisis
efisiensi sistem inovasi terkait orientasi pembangunan inovasi, peran dankontribusi aktor inovasi, ketersediaan dan kesiapan infrastruktur inovasi, dan
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
11/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
11
Bab Judul dan Deskripsi Substansi
peran pemerintah dalam skenario pengembangan SINas.
IV Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis
Menurut UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, penyusunan peraturan perundang-undangan setidaknya harus
memenuhi tiga syarat, yaitu syarat yuridis, sosiologis, dan filosofis. Syarat yuridis,
menurut Hans Kelsen, apabila pembentukannya berdasarkan pada kaidah atau
peraturan yang lebih tinggi (teori Stufenbaunya dari Kelsen). Menurut Kelsen,
efektivitas dari peraturan perundang-undangan harus dibedakan dengan
berlakunya suatu peraturan perundang-undangan, karena efektivitas hukum
merupakan fakta. Syarat kedua adalah syarat sosiologis, yang menekankan pada
efektivitas hukum yang akan dibuat. Menurut teori kekuasaan, hukum berlaku
secara sosiologis karena adanya pemaksaaan berlakunya oleh penguasa; terlepas
apakah masyarakat menerima atau menolaknya. Syarat filosofis apabila peraturan
perundang-undangan yang diterapkan sesuai dengan cita-cita hukum, atau sesuai
dengan nilai positif yang tertinggi, misal cita-cita hukum bangsa Indonesia
sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Secara sosiologis penguatan inovasi nasional dapat memenuhi karakteristik inovasi
yang khas Indonesia yang mencakup: [1] orientasi arah dan prioritas teknologi yang
dikembangkan; [2] skenario interaksi yang intensif dan produktif antara
lembaga/aktor inovasi; [3] relevansi dan produktivitas lembaga pengembang
teknologi; [4] kapasitas adopsi lembaga pengguna teknologi, dan [5] kontribusinya
terhadap pembangunan nasional.
Reorientasi Arah dan Prioritas Riset, kesesuaian teknologi yangdikembangkan dengan kebutuhan pengguna (demand-driven) merupakan
salah satu kunci keberhasilan dalam membangun inovasi nasional. Selain itu,
dalam rangka membangun kemandirian bangsa, teknologi yang
dikembangkan harus pula sesuai dengan potensi sumberdaya nasional;
Interaksi yang Intensif Antar-aktor Inovasi diharapkan mampu mendorongpengembangan SDM yang relevan dengan kebutuhan, membangun
semangat kebersamaan antar aktor inovasi, secara bertahan mengubah
minset pada pengembang teknologi agar lebih berorientasi pada kebutuhan
nyata dan lebih sensitif terhadap persoalan yang dihadapi pengguna
teknologi;
Peningkatan Produktivitas dan Relevansi Teknologi Domestik menjadi isuyang sangat penting. Namun demikian, teknologi yang relevan saja memang
belum cukup menjadi jaminan bahwa teknologi tersebut akan diadopsi
pengguna, karena masih akan tergantung pada kapasitas adopsi pengguna
teknologi; peranan lembaga intermediasi akan sangat berat jika teknologi
yang dikembangkan tidak relevan dengan kebutuhan dan tidak sepadan
dengan kapasitas adopsi pengguna;
Ekosistem Inovasi yang Kondusifdibutuhkan untuk tumbuh-kembang SINas.Ekosistem SINas yang kondusif dapat diwujudkan melalui kebijakan dan
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
12/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
12
Bab Judul dan Deskripsi Substansi
regulasi yang tepat di berbagai sektor yang secara langsung mempengaruhi
kinerja para aktor inovasi dan interaksi antar-aktor tersebut;
Kontribusi terhadap Pembangunan Nasional pada akhirnya akan dievaluasiberdasarkan kontribusi inovasi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat,
disamping sebagai sasaran antaranya adalah pertumbuhan ekonomi,
terbangunnya masyarakat berbasis pengetahuan, dan stabilitas keamanan
nasional.
Secara filosofis penguatan inovasi nasional harus mampu mengantisipasi
perubahan lingkungan strategis. Upaya penguatan inovasi nasional harus bersifat
dinamis menyesuaikan dengan dinamika perubahan lingkungan strategis, baik
pada tingkat global, regional, maupun nasional.
Dinamika Lingkungan Global yang paling penting adalah semakin kentaranyakecenderungan untuk mendorong pengembangan teknologi yang sesuai
dengan kebutuhan nyata, sehingga lebih berpeluang untuk digunakan dalam
proses produksi barang dan/atau jasa. Selanjutnya secara nyata
berkontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian.
Dinamika Lingkungan Regional ASEAN memperlihatkan bahwa posisiIndonesia secara relatif lebih lamban kemajuan pembangunan ipteknya
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Oleh sebab itu, perlu
percepatan dalam mewujudkan dan memperkuat inovasi Indonesia yang
dimulai dengan perubahan mindset para pengembang teknologi dan
meningkatkan peran dunia usaha dalam pembangunan iptek. Dinamika Lingkungan Nasional pada tahun 2011 ini ditandai dengan
diluncurkannya MP3EI yang menempatkan pembangunan iptek sebagai salah
satu strategi utama untuk percepatan dan perluasan pembanguan ekonomi
Indonesia. Pengakuan atas potensi peran iptek ini diharapkan dapat menjadi
momentum yang tepat untuk memperkuat inovasi nasional.
V Jangkauan, Arah Pengaturan dan Ruang Lingkup
Arah dan Jangkauan Pengaturan Penguatan Inovasi NasionalUpaya mewujudkan SINas yang efektif dan produktif dalam mendukung
pembangunan perekonomian membutuhkan peranan pemerintah dalam
menciptakan ekosistem yang kondusif bagi tumbuh kembang SINas tersebut.
Tugas utama pemerintah adalah menyiapkan panggung untuk
pengembangan SINas agar para aktor inovasi secara nyaman dapat
memainkan peranannya masing-masing.
Panggung SINas yang ideal perlu didahului dengan formulasi kebijakan di
berbagai sektor pendukung inovasi nasional yang tepat. Kebijakan yang terkait
secara langsung dan diyakini akan sangat berpengaruh terhadap kinerja SINas
adalah kebijakan ekonomi makro, keuangan, dan perpajakan; kebijakan
perindustrian dan perdagangan; kebijakan riset dan pengembangan teknologi;
kebijakan ketenagakerjaan; kebijakan pendidikan nasional; kebijakan
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
13/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
13
Bab Judul dan Deskripsi Substansi
penyediaan infrastruktur sosial; dan kebijakan dalam rangka mewujudkan tata
kepemerintahan yang baik (good governance). Kebijakan dapat mendukung
arah penguatan inovasi nasional yang mencakup: [1] membangun inovasi
sebagai sistem; [2] revitalisasi lembaga pengembang teknologi; [3]peningkatan kapasitas adopsi lembaga pengguna teknologi; [4] peningkatan
peran lembaga intermediasi; [5] penyiapan S&T Park; [6] membangun pusat
unggulan inovasi; [7] mendorong pembentukan konsorsium inovasi; [8]
revitalisasi DRN; [9] sinkronisasi dan perbaikan regulasi, dan [10] berbasis
sumberdaya dan memenuhi kebutuhan nasional.
Lingkup Materi Rancangan Undang-Undang Perubahan UU No. 18 Tahun2002
Kebijakan inisiatif inovasi 1-747, maupun penentuan arah penguatan SINas
merupakan upaya untuk mendorong kegiatan penelitian, pengembangan, danpenerapan teknologi yang lebih bersifat demand-driven. Dua kebijakan
tersebut, secara garis besar menekankan pada penguatan empat hal, yaitu:
1. penguatan jaringan rantai (interaksi sinergis) institusi publik, lembagaristek, universitas, dan swasta;
2. peningkatan hasil, pendayagunaan, rekayasa inovasi - pengembangan,difusi, dan pemanfaatan teknologi;
3. peningkatan penerapan dan diseminasi hasil penelitian, pengembangan,dan penerapan iptek (temuan/teknologi baru dan produk inovatif yang
mempunyai nilai ekonomi) agar dapat dirasakan masyarakat; dan
4. penguatan inovasi nasional agar diprioritaskan untuk dilakukan di wilayahNKRI.
VI Rangkuman dan Rekomendasi
Merupakan bagian akhir dokumen yang menyajikan rangkuman terkait dengan
unsur dan isu penting dalam penguatan inovasi nasional serta rekomendasi materi
perubahan kebijakan dan/atau regulasi yang ada.
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
14/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
14
Bab 2
Inovasi dan Pertumbuhan Ekonomi
2.1. Kajian Teoritis
2.1.1. Konsepsi Inovasi Nasional
Adanya pemahaman yang tepat tentang terminologi dasar dan konsepsi pokok merupakan
langkah awal yang sangat strategis dan penting untuk dilakukan. Hal ini sangat relevan dalam
memformulasikan kebijakan publik dan/atau regulasi yang secara legal sifatnya mengikat
semua pihak. Pemahaman yang tepat ini sangat diperlukan ketika pokok bahasannya terfokus
pada inovasi, karena kata inovasi sudah sangat populer, digunakan dalam berbagai komunitas,
dikaitkan dengan banyak aspek kehidupan, tetapi dengan interpretasi yang sangat variatif.
Rentang interpretasi itu mulai dari yang sangat longgar, yakni inovasi dipadankan sebatas
sesuatu yang berbeda (dari yang umumnya sudah diketahui) sampai ke definisi akademik yang
lebih teknis dan spesifik. Keadaan menjadi lebih runyam karena di kalangan akademik pun,
definisi inovasi masih beragam. Oleh sebab itu, perlu penegasan tentang apa yang dimaksud
dengan inovasi yang digunakan dalam dokumen naskah akademik ini.
Ketika yang dibahas adalah inovasi, maka pemahaman tentang inovasi sebagai suatu sistemperlu dimantapkan. Pendekatan sistem diperlukan dalam menganalisis maupun dalam
merancang kebijakan inovasi nasional SINas yang paling cocok. Inovasi sebagai suatu sistem
yang kompleks tidak dapat dianalisis dengan cara memutilasi komponen-komponennya untuk
ditelaah secara terpisah; sebaliknya juga tidak bisa dirancang komponen-komponennya secara
parsial baru kemudian dirajut menjadi inovasi nasional. Interaksi dinamis antar-aktor, interaksi
antara aktor inovasi dengan ekosistemnya, serta dinamikan dan kontinyuitas sirkulasi aliran
informasi kebutuhan dan pasokan teknologi merupakan kesatuan utuh yang diperlukan dalam
upaya penguatan inovasi.
Dalam suatu sistem, kebijakan penguatan inovasi secara tersurat mengindikasikan bahwa
sistem inovasi yang dimaksud berada pada level negara. Namun masih perlu dijelaskan bahwa
sistem dimaksud bersifat sentralistik menjadi sebuah sistem tunggal yang besar dan kompleks,
atau terdiri dari banyak sub-sistem sesuai dengan karakteristik persoalan dan potensi
sumberdaya masing-masing satuan wilayah dalam suatu negara yang diikat oleh satu tujuan
kolektif, misalnya untuk menyejahterakan rakyat. Penguatan inovasi yang akan diwujudkan
tentu perlu dijelaskan kepada publik agar publik dapat secara nyata, efektif, dan efisien
memberikan kontribusinya bagi kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia.
Penguatan inovasi nasional haruslah menjadi simpul pengikat antara teknologi dan ekonomi.
Pengembangan teknologi dalam kerangka penguatan inovasi dirancang agar dapat memberikan
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
15/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
15
kontribusi nyata terhadap pertumbuhan perekonomian nasional. Para ekonom era modern
yakin bahwa di saat sekarang dan di masa yang akan datang mesin utama yang akan
mendorong perkembangan perekonomian suatu negara adalah tingkat penguasaan dan
aplikasi dari teknologi yang dikuasai tersebut. Oleh sebab itu, pembangunan perekonomian
harus berbasis pada pengetahuan (knowledge-based economy, disingkat KBE), tidak dapat lagihanya dengan mengandalkan kelimpahan sumberdaya alam.
Pengertian inovasi, konsepsi tentang pendekatan sistem, dan KBE selanjutnya akan ditelaah
secara lebih komprehensif, serta akan pula diberi penegasan pada bab ini tentang pengertian
dan konsepsi dasar yang digunakan dalam dokumen naskah akademik ini. Inovasi merupakan
sebuah kata yang saat ini sedang naik daun. Semua komponen masyarakat menggunakan
kata ini baik dalam komunikasi sosial maupun pada forum yang lebih formal. Persoalannya
adalah walaupun masing-masing pihak menggunakan kata yang sama, namun sangat mungkin
bahwa pihak-pihak tersebut mempunyai pemahaman yang berbeda tentang inovasi.
Inovasi diadopsi dari Bahasa Latin innovatusyang berarti memperbarui. Pada awalnya inovasi
diartikan sebagai suatu proses untuk memperbarui sesuatu yang sudah ada atau menghasilkan
sesuatu yang dianggap baru. Untuk melakukan suatu pembaruan berarti seseorang perlu
mengubah caranya dalam membuat keputusan, melakukan sesuatu dengan metoda yang
berbeda, atau memilih sesuatu yang diluar norma yang berlaku. Inovasi dapat dimaknai sebagai
upaya mengubah nilai-nilai yang selama ini telah menjadi landasan dari suatu sistem. Jika
suatu sistem berubah, maka sangat mungkin akan membuka peluang untuk menghasilkan
sesuatu yang berbeda, atau sesuatu yang sama sekali baru. Inovasi dapat berkaitan dengan
penambahan atas sesuatu yang telah ada, memunculkan unsur yang sama sekali baru, ataumelakukan perubahan cara berpikir yang radikal dan revolusioner. Perubahan tersebut dapat
terlihat dari produk yang dihasilkan, proses untuk menghasilkan produk tersebut, atau struktur
dan fungsi organisasi yang berperan dalam proses produksinya.
Saat ini, inovasi telah menjadi topik yang penting dalam berbagai bidang ilmu, termasuk
ekonomi, bisnis, desain, teknologi, engineering, dan sosiologi. Dalam perspektif ekonomi,
inovasi harus menghasilkan nilai tambah atau peningkatan produktivitas. Walaupun inovasi
lebih sering dikaitkan dengan produk yang dihasilkan, namun dalam perspektif ekonomi, proses
untuk menghasilkan produk tersebut juga sama pentingnya. Proses yang dimulai dari ide,
kemudian ditransformasi menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Inovasi sering dicampur-aduk pengertiannya dengan invensi. Kedua terminologi ini sebetulnya
berbeda, invensi adalah proses atau produk baru yang secara nyata berbeda atau sama sekali
baru dibandingkan dengan proses atau produk serupa yang telah ada; sedangkan inovasi lebih
dilihat dari perspektif kemanfaatan (ekonomi) dari proses dan produk baru yang dihasilkan
tersebut. Ada perumpamaan yang menarik untuk membedakan antara invensi dan inovasi.
Invensi merupakan proses konversi uang menjadi ide; sedangkan inovasi mengubah ide
menjadi uang. Inovator menghasilkan keuntungan finansial dari hasil karyanya; sedangkan
inventor menemukan sesuatu yang baru, namun belum tentu dapat menghasilkan uang darihasil temuannya tersebut. World Bank (2010) menyatakan bahwa what is not disseminated
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
16/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
16
and used, is not an innovation. Berdasarkan ini, maka inovasi harus didiseminasikan (oleh
penghasil) dan dipakai (oleh pengguna), bermakna pula bahwa inovasi harus bermanfaat
(terbukti karena dipakai oleh pengguna). Pengguna dalam konteks ini adalah industri/dunia
usaha, masyarakat awam, atau pemerintah.7
OECD (2005) menggunakan definisi inovasi: An
innovation is the implementation of a new or significantly improved product (good or service),or process, a new marketing method, or a new organizational method in business practices,
workplace organization or external relations.8
Inovasi merupakan implementasi dari suatu
produk, proses, metoda pemasaran, atau metoda organisasi yang baru atau secara signifikan
telah diperbaiki. Produk dapat berupa barang maupun jasa. Metoda organisasi mencakup
praktek bisnis, organisasi kerja, atau hubungan dengan pihak eksternal.
Uraian dan referensi di atas memberikan pemahaman bahwa: [1] inovasi merupakan sesuatu
(produk, proses, cara pemasaran, atau metoda organisasi) yang baru, yang tentunya hanya
dapat terlahirkan dari pemikiran yang kreatif; [2] inovasi selain baru, juga harus pula secara
signifikan lebih baik dari produk, proses, cara pemasaran, atau metoda organisasi yang telah
dikenal sebelumnya; [3] status yang lebih baik ini, membuka peluang bagi produk dan proses
inovatif untuk digunakan dalam berbagai aktivitas manusia, sehingga pada dasarnya inovasi
merupakan sesuatu yang bermanfaat; [4] kemanfaatan suatu produk merupakan prasyarat
untuk komersialisasi atau untuk peningkatan kesejahteraan sosial.
Proses inovasi berlangsung mulai dari munculnya ide di benak para inovator sampai pada
termanfaatkannya produk inovatif tersebut. Proses yang panjang ini hampir selalu melibatkan
banyak aktor, baik yang terlibat secara langsung dalam aliran ide menjadi produk yang
bermanfaat, maupun para aktor yang berperan dalam membangun ekosistem yang kondusifbagi keberlangsungan aliran tersebut. Proses inovatif selalu membentuk suatu sistem yang
kompleks. Oleh sebab itu, penelaahan inovasi harus dilakukan dengan pendekatan sistem, tidak
dapat dilakukan secara linier.
Interaksi antar-aktor dan interaksi antara aktor dengan ekosistem inovasi bersifat sangat
dinamis dan timbal-balik. Telaah secara partial dengan pendekatan linier tak akan mampu
menjelaskan sistem inovasi secara komprehensif dan benar. Dengan demikian, maka sangatlah
penting untuk membekali setiap pihak yang terlibat dalam upaya mewujudkan inovasi nasional
untuk memahami konsepsi pendekatan sistem. Perlu dibedakan antara unsur sistem dengan
lingkungannya (ekosistem). Hal ini perlu untuk membedakan antara penghela endogen
(endogenous drivers), yakni para aktor yang secara langsung menggerakkan inovasi, dengan
penghela eksogen (exogenous drivers), yakni para aktor yang memberikan dukungan dalam
mewujudkan ekosistem yang kondusif untuk tumbuh-kembang inovasi nasional (Bathelt, 2003).
7Bandingkan dengan pengertian inovasi yang digunakan pada UUNo. 18/2002 pada Pasal 1 butir 9 yang saat ini
masih berlaku: Inovasi adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan
mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk
menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi .
Pengertian inovasi versi UUNo. 18/2002 ini dirasakan sudah tidak pas lagi dengan konteks saat ini.
8 OECDs Oslo Manual 2005 Guidelines for Collecting and Interpreting Innovation Data
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
17/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
17
Liu dan White (2001) menggunakan istilah aktor primer dan sekunder. Pemilahan ini hanya
untuk membedakan posisi peran para aktor yang terlibat, tetapi akan keliru jika pembagian ini
berdampak pada pengisolasian sistem dari lingkungannya (Asheim dan Coenen, 2005)
Pendekatan sistem merupakan buah dari pemikiran sistemik (systems thinking). Mingers dan
White (2010) menyatakan bahwa systems thinking is a discipline in its own right, with many
theoretical and methodological developments, but it is also applicable to almost any problem
area because of its generality. Selanjutnya, Mingers dan White (2010) merinci bahwa
pendekatan sistem (systems approach) mencakup: [1] melihat situasi secara holistik (berarti
tidak bersifat reduksionis), sebagai kumpulan elemen yang berinteraksi satu sama lain dalam
suatu lingkungan tertentu; [2] memposisikan hubungan atau interaksi antara elemen lebih
penting dari elemen-elemennya sendiri dalam membentuk perilaku sebuah sistem; [3]
memahami adanya hirarki/jenjang dalam suatu sistem dan mutual casuality dalam masing-
masing jenjang maupun antar-jenjang; dan [4] memahami bahwa manusia akan beraksi sesuai
dengan tujuan dan rasionalitas yang berbeda.
Sistem Inovasi Nasional (SINas) didefinisikan dalam beberapa versi. Freeman (1987)
mendefinisikan SINas sebagai jaringan kelembagaan pemerintah dan/atau swasta yang
melaksanakan dan berinteraksi dalam inisiasi, modifikasi, difusi, dan impor teknologi baru;
sedangkan Lundvall (1992) mendefinisikan SINas sebagai elemen dan hubungan yang interaktif
dalam proses produksi, difusi, dan penggunaan pengetahuan baru yang bernilai ekonomi yang
berada dalam atau berasal dari suatu negara. Definisi yang lebih sederhana dikemukakan oleh
Nelson (1993), yang menyatakan bahwa SINas sebagai sekelompok institusi yang interaksinya
menentukan kinerja inovatif suatu negara. Sementara Patel dan Pavitt (1994) mengambarkanSINas sebagai kelembagaan-kelembagaan nasional dengan struktur dan kompetensinya yang
menentukan laju dan arah pembelajaran teknologi (technological learning) pada suatu negara.
Definisi SINas yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Metcalfe (1995), yakni sebagai
sekumpulan institusi yang secara sendiri dan bersama-sama berkontribusi dalam
pengembangan dan difusi teknologi baru serta memberikan kerangka bagi pemerintah dalam
membuat dan mengimplementasikan kebijakan untuk mempengaruhi proses inovasi. Dengan
kata lain, SINas merupakan suatu sistem keterkaitan antar-kelembagaan untuk menciptakan,
menyimpan, dan mentransfer pengetahuan, ketrampilan, dan artefak untuk melahirkan
teknologi-teknologi baru.
Definisi menurut peraturan perundang-undangan, dapat ditemui dalam Peraturan Presiden
Nomor 32 Tahun 2010 tentang Komite Inovasi Nasional, disebutkan bahwa SINas adalah suatu
jaringan rantai antara institusi publik, lembaga riset dan teknologi, universitas serta sektor
swasta dalam suatu pengaturan kelembagaan yang secara sistemik dan berjangka panjang
dapat mendorong, mendukung, dan menyinergikan kegiatan untuk menghasilkan,
mendayagunakan, merekayasa inovasi-inovasi di berbagai sektor, dan menerapkan serta
mendiseminasikan hasilnya dalam skala nasional agar manfaat nyata temuan dan produk
inovatif dapat dirasakan masyarakat..
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
18/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
18
Berdasarkan berbagai definisi di atas, maka ada beberapa pengertian dasar yang dapat ditarik
berkaitan dengan SINas, yakni: [1] kegiatan yang dicakup adalah pengembangan, difusi, dan
pemanfaatan teknologi; [2] pelakunya terdiri dari beberapa kelembagaan baik pemerintah
maupun swasta- yang berinteraksi satu sama lain secara sinergis; [3] produk yang dihasilkan
adalah teknologi baru yang mempunyai nilai ekonomi; dan [4] ruang lingkup dalammelaksanakan kegiatan inovasi ini adalah negara. Pengertian dasar dalam sistem inovasi
nasional ini diperkuat dalam Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor
246/M/Kp/IX/2011 tentang Arah Penguatan Sistem Inovasi Nasional untuk Meningkatkan
Kontribusi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terhadap Pembangunan Nasional.
Definisi SINas yang diusung pada periode 1980-1990an telah menyebutkan bahwa SINas
mencakup kegiatan difusi dan pemanfaatan teknologi, serta telah menyebutkan bahwa
teknologi yang dimaksud adalah teknologi yang punya potensi untuk dikomersialisasikan.
Namun demikian, adopsi teknologi oleh para pengguna teknologi di banyak negara (terutama
negara-negara berkembang) masih sangat minimal. Oleh sebab itu, kegalauan akan rendahnya
adopsi teknologi tersebut terlihat mewarnai definisi atau deskripsi SINas yang diusung pada
kurun waktu tahun 2000-an, yang memberi ketegasan bahwa teknologi yang dihasilkan harus
berakhir dengan dimanfaatkannya teknologi tersebut oleh para pengguna.
The World Bank (2010) dengan sangat tegas mencanangkan bahwa sesuatu (baca: teknologi)
yang tidak didiseminasikan dan tidak digunakan bukanlah inovasi. Sharif (2010)
mendeskripsikan inovasi sebagai upaya kolektif mengubah ide menjadi sesuatu yang bernilai
(turning idea into values). Prakteknya, inovasi harus diawali dengan menjawab tiga pertanyaan
yang sangat fundamental, yakni: [1] what is possible with technology?[2] what is desirable tothe society? [3] what is viable in the market?
9
Pendekatan dalam upaya penguatan inovasi nasional secara ekstrim dapat dibedakan menjadi
dua, yakni berdasarkan pendekatan supply-push dan pendekatan demand-driven. Pendekatan
supply-push mengutamakan dan dimulai dari proses pengembangan teknologi oleh institusi
pendidikan tinggi dan lembaga riset. Produk teknologi yang dihasilkan kemudian didifusikan
kepada pihak pengguna, terutama industri yang akan memanfaatkannya untuk menghasilkan
produk komersial berupa barang dan jasa. Proses difusi teknologi tersebut dapat melalui atau
tanpa melalui lembaga intermediasi, dapat difasilitasi atau tanpa difasilitasi oleh Pemerintah
atau pihak lain yang kompeten.
Pengembangan inovasi nasional dengan pendekatan demand-driven mengutamakan dan
dimulai dari pemahaman tentang masalah, kebutuhan, dan preferensi masyarakat yang dapat
dideteksi langsung oleh pihak pengembang teknologi maupun melalui mitranya dari komunitas
bisnis. Sinyal kebutuhan masyarakat ini diterjemahkan oleh industri dalam bentuk kebutuhan
teknologi untuk memproduksi barang dan/atau jasa yang sesuai dengan keinginan masyarakat
tersebut. Berdasarkan informasi ini, lembaga riset dan/atau institusi pendidikan tinggi
9 Dicuplik dari keynote address oleh Nawaz Sharif (2010) berjudul Governance of Innovation Systems in the
Current Global Setting, di LIPI, Jakarta
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
19/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
19
mengembangkan teknologi yang relevan dengan kebutuhan. Inovasi yang dikembangkan
melalui pendekatan demand-driven akan lebih berpeluang untuk memberikan kontribusi nyata
terhadap pembangunan perekonomian, karena lebih berpeluang untuk diadopsi industri.
Walaupun demikian, sebagian komunitas akademik dan peneliti menganggap pendekatan
demand-driven akan mengebiri kreativitas ilmiah. Anggapan yang demikian, mengabaikankenyataan bahwa kreativitas sesungguhnya lebih terangsang untuk muncul pada kondisi yang
tidak nyaman, misalnya dalam kondisi serba keterbatasan, di bawah tekanan, dalam
kerangkeng regulasi yang kaku, dan tentu termasuk dalam kondisi keharusan mengembangkan
teknologi sesuai kebutuhan pasar.
Secara teoritis dapat dimunculkan pendekatan yang moderat dan akomodatif, yakni dengan
memadukan pendekatan supply-push dan demand-driven. Akan tetapi, sebagaimana halnya
teori fisika, proses aliran hanya akan terjadi jika ada perbedaan derajat antara posisi asal dan
posisi sasaran. Maknanya, dalam penguatan inovasi, walaupun pendekatan demand-driven
yang dipilih tetapi tidak berarti ruang untuk pendekatan supply-push digusur habis. Pilihan
pendekatan tersebut lebih untuk menjamin agar aliran teknologi dapat terjadi secara
berkesinambungan dan komersialisasi produk yang dihasilkan dapat menjadi pasokan energi
untuk kontinuitas aliran teknologi tersebut.
Sejak tahun 1960-an mulai muncul keyakinan bahwa perbedaan kemajuan perekonomian
antar-negara terkait langsung dengan tingkat penguasaan teknologi dari masing-masing negara
(Fagerberg dan Srholec, 2008). Sebelum periode tersebut, kemajuan perekonomian lebih
banyak dikaitkan dengan jumlah uang yang terakumulasi (accumulated capital) per tenaga
kerja. Keyakinan bahwa ada keterkaitan yang kuat antara kemajuan perekonomian dengantingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan mazhab ekonomi baru,
yakni ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy selanjutnya disingkat KBE)
yang menunjukkan bahwa dalam perkembangannya, ekonomi saat ini semakin bergantung
pada kemajuan pengetahuan dan teknologi, informasi, dan tenaga kerja berketerampilan
tinggi. Untuk dapat memberikan dampak nyata dan langsung, maka sumberdaya ekonomi ini
harus mudah diakses oleh dunia usaha dan para penguna lainnya.10
KBE pada prinsipnya merupakan ekonomi yang secara langsung berbasis pada produksi,
distribusi, dan penggunaan pengetahuan dan informasi. Saat ini banyak upaya yang dilakukan
oleh para ahli ekonomi untuk menjelaskan secara langsung (baik secara teoritis maupun
pengembangan model) tentang kontribusi pengetahuan dan teknologi terhadap pertumbuhan
ekonomi. Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory) mencerminkan upaya untuk
memahami tentang peran pengetahuan dan teknologi dalam mendorong produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi. Investasi di bidang riset dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan,
serta manajerial merupakan determinan penting KBE. Selain besaran nilai investasi untuk
pengembangan pengetahuan dan teknologi, kelancaran distribusi pengetahuan (baik melalui
10
OECD (2005) mendefinisikan ekonomi berbasis pengetahuan sebagai: an expression coined to describe trendsin advanced economic towards greater dependence on knowledge, information, and high skill levels, and the
increasing need for ready access to all of these by the business and public sectors.
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
20/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
20
jalur formal maupun informal) juga merupakan faktor esensial yang mempengaruhi kinerja
perekonomian. Penguasaan pengetahuan dan teknologi yang tinggi tetapi hanya terisolir di
kalangan akademik atau periset semata tidak akan memberikan dampak terhadap kinerja
perekonomian. Intensitas hubungan dan kelancaran aliran pengetahuan dan teknologi antar-
aktor dalam sistem inovasi akan menjadi faktor penentu kinerja perekonomian.
Lapangan kerja dalam konteks KBE akan lebih banyak membutuhkan tenaga kerja dengan
ketrampilan tinggi atau berpendidikan tinggi, mengingat bahwa dinamika perubahan
pengetahuan dan teknologi berlangsung dalam tempo yang cepat. Walaupun demikian,
pendidikan dan ketrampilan tinggi tersebut perlu mempunyai relevansi yang juga tinggi dengan
persoalan dan kebutuhan nyata. Oleh sebab itu, untuk mendukung KBE, institusi pendidikan
tinggi perlu dirancang agar selain mampu menyelenggarakan pendidikan yang secara akademik
berkualitas, juga harus pula memahami persoalan dan kebutuhan nyata agar dapat mengemas
kurikulum yang relevan terhadap persoalan dan kebutuhan nyata tersebut.11
Upaya untuk menaksir kontribusi teknologi terhadap pertumbuhan perekonomian dilakukan
antara lain dengan menghitung Total Factor Productivity (TFP). Namun demikian, tidak semua
pakar ekonomi sependapat bahwa TFP bisa mencerminkan kontribusi teknologi. Kelemahan
teoretis dan ketidakkonsistenan empiris dari hasil perhitungan pada berbagai negara dengan
tingkat kemajuan teknologi yang berbeda menjadi lahan subur untuk perdebatan. Kesimpulan
dari kajian yang dilakukan oleh Lipsey dan Carlaw (2001) patut direnungkan: There is no reason
to believe that changes in TFP in any way measure technological change. Prinsip dasarnya
adalah bahwa teknologi hanya memberikan kontribusi jika digunakan dalam proses produksi
untuk menghasilkan produk barang/jasa yang dibutuhkan konsumen. Adopsi teknologi akanterjadi jika pihak pengembang teknologi memahami kebutuhan pihak pengguna. Dalam konteks
komersialisasi, pengguna yang dimaksud adalah industri yang memahami kebutuhan dan
preferensi konsumen. Produk teknologi yang pengembangannya tidak berorientasi pada
kebutuhan nyata tentu akan sulit dijual ke pengguna. Upaya yang umum dilakukan untuk
merangsang atau mempercepat difusi teknologi adalah membentuk lembaga intermediasi.
Akan tetapi, lembaga intermediasi akan sulit berfungsi efektif jika teknologi yang ditawarkan
adalah sesuatu yang tidak dibutuhkan, atau dibutuhkan tapi kalah handal secara teknis
dan/atau kurang kompetitif secara ekonomi.
Ada kesulitan dalam mengevaluasi ekonomi berbasis pengetahuan, antara lain karena
keterbatasan dan mutu indikator terkait pengetahuan yang saat ini tersedia. Indikator yang
berbasis pada nilai investasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semata
(seperti jumlah belanja riset dan pengembangan, jumlah dan kualitas personel pengembang
teknologi) belum cukup untuk memberikan gambaran tentang kinerja KBE. Indikator dari sisi
keluaran kegiatan riset dan pengembangan serta distribusinya diyakini akan lebih relevan,
11
Elaborasi lebih mendalam mengenai isu ini dapat dibaca pada Lakitan (2009):Kebijakan Pengembangan danImplementasi Sistem Inovasi Nasional: menjembatani pendidikan, riset, industri, dan konsumen. Jurnal
Dinamika Masyarakat 8(1):1501-1516.
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
21/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
21
misalnya data stok pengetahuan dan kelancaran aliran distribusi/difusinya, intensitas interaksi
antara aktor sistem inovasi, serta tingkat ketrampilan dan relevansi pendidikan tenaga kerja.
OECD (1996) mengidentifikasi empat gugus indikator penting yang perlu dikembangkan teknik
pengukurannya (secara statistik) untuk mengevaluasi kinerja KBE, yakni indikator terkait: [1]
knowledge stocks and flows, [2] knowledge rates of return, [3] knowledge networks, dan [4]
knowledge and learning. Gugus indikator [1] memperlihatkan pentingnya mengetahui
penambahan stok pengetahuan per satuan input pada kegiatan riset dan pengembangan, serta
mengetahui kelancaran aliran pengetahuan dan teknologi dari penyedia ke pengguna. Gugus
indikator [2] merupakan indikasi dari besarnya perolehan sosial dan kemanfaatan bagi publik
per satuan input kegiatan riset dan pengembangan. Gugus indikator [3] memberikan indikasi
tentang proses aliran dan intensitas interaksi antara aktor inovasi. Sedangkan gugus indikator
[4] melingkupi indikator human capital, mengukur kemanfaatan bagi publik untuk investasi di
bidang pendidikan dan pelatihan, atau kegiatan lain yang terkait langsung dengan upaya
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
2.1.2. Aktor Inovasi Nasional
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan,
dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU No. 18 Tahun 2002) menggunakan
terminologi kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai aktor inovasi. Nuansa
kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi ini mencakup perguruan tinggi, lembaga
penelitian dan pengembangan, badan usaha, dan lembaga penunjang merupakan aktor-aktorutama dalam inovasi.
12Namun demikian UU No. 18 Tahun 2002 menyebutkan pula perlunya
peran aktif warganegara dalam pelaksanaan kegiatan penguasaan, pemanfaatan, dan
pemajuan iptek.
Kompleksitas penguatan inovasi tercermin antara lain dari banyaknya aktor yang terlibat dan
ikut menentukan atau mempengaruhi kinerja sistem ini. Untuk memudahkan pemahaman dan
agar kompleksitas yang ada tidak mengaburkan esensi dasar dari inovasi, maka ada baiknya
aktor yang banyak tersebut dipilah menjadi: [1] aktor utama (primer) yang terlibat langsung
dalam proses aliran teknologi, mulai dari pengembangannya sampai pada penggunaannya
untuk menghasilkan produk barang dan/atau jasa yang dibutuhkan konsumen; dan [2] aktor
penunjang (sekunder) yang berperan dalam membentuk ekosistem yang kondusif agar aktor-
aktor utama dapat unjuk kinerja secara optimal.
Aktor utama terdiri dari para pengembang/penyedia teknologi, para pengguna teknologi, dan
para pihak yang memfasilitasi dan/atau melakukan intermediasi interaksi dan komunikasi
antara penyedia dan pengguna teknologi. Perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan
pengembangan sebagaimana dimaksud UU No. 18 Tahun 2002 merupakan unsur penting dari
12 Pasal 6 ayat (1) UU No. 18/2002 menetapkan bahwa kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi terdiri atas
unsur perguruan tinggi, lembaga litbang, badan usaha, dan lembaga penunjang .
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
22/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
22
pengembang/penyedia teknologi. Namun demikian pengembang/penyedia teknologi tidak
hanya terbatas pada dua unsur tersebut, tetapi mencakup semua pihak yang secara nyata
melakukan kegiatan pengembangan teknologi, misalnya institusi riset non-pemerintah, unsur
pelaksana riset dan pengembangan pada industri, dan para periset individual.13
OECD (2002) membuat klasifikasi lembaga riset dan pengembangan (R&D) berdasarkan
pengelola, pemegang kendali kebijakannya, penyandang dana, dan orientasi komersialisasi
produk riset yang dihasilkannya (Gambar 1). Berdasarkan kriteria ini maka ada empat
kelompok lembaga R&D, yakni: [1] perguruan tinggi (higher education), [2] lembaga R&D bisnis
(business enterprise), [3] lembaga R&D pemerintah (government), dan [4] lembaga R&D nirlaba
(private non-profit). Pengelompokan ini digunakan dalam mengevaluasi kinerja lembaga riset
dan pengembangan negara-negara dunia.
UU No. 18 Tahun 2002 hanya mengenal dua lembaga pengembang teknologi, yakni perguruan
tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan. Seluruh perguruan tinggi di Indonesia,negeri maupun swasta, mengemban tiga tugas pokok yang dikenal sebagai tridharma
perguruan tinggi, yakni melakukan pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat. Namun demikian, mayoritas perguruan tinggi di Indonesia masih lebih
dominan terkonsentrasi pada kegiatan pendidikan dan pengajaran. Kiprah dan kontribusinya
terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masih belum kentara. Hal ini antara
lain disebabkan karena kegiatan riset masih lebih diposisikan sebagai academic exercises,
belum fokus pada upaya untuk menghasilkan invensi dan inovasi.
Lembaga R&D pemerintah termasuk: [1] Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK,
sebelumnya dikenal sebagai LPND) yang (salah satu) tugas pokok dan fungsinya adalah
melaksanakan kegiatan riset dan pengembangan; dan [2] unit kerja penelitian dan
pengembangan pada kementerian dan pemerintah daerah.
13
Pasal 8 ayat (3) UU No.18/2002 menetapkan lembaga-lembaga yang tergolong sebagai lembaga litbang, yaknidapat berupa organisasi yang berdiri sendiri, atau bagian dari organisasi pemerintah, pemerintah daerah,
perguruan tinggi, badan usaha, lembaga penunjang, dan organisasi masyarakat.
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
23/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
23
Gambar 1. Klasifikasi berdasarkan status formal lembaga riset dan pengembangan
(adaptasi dari OECD, 2002)
Sementara kegiatan riset di perguruan tinggi lebih berorientasi pada pengembangan ilmu
pengetahuan, maka selayaknya riset yang dilaksanakan oleh lembaga R&D pemerintah lebih
fokus pada upaya menyediakan solusi teknologi bagi berbagai permasalahan yang dihadapi
rakyat dan negara dan/atau menyediakan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan nyata
dalam rangka mendukung pembangunan perekonomian nasional, kesejahteraan rakyat, dan
peningkatan peradaban bangsa.14
Banyak industri dan badan usaha lainnya mempunyai unit kerja yang tugas utamanya adalah
melakukan riset dan pengembangan, baik riset untuk mendapatkan informasi kebutuhan dan
selera konsumen yang akan dijadikan dasar dalam pengembangan strategi pemasaran maupun
riset-riset pengembangan produk. Riset yang dilakukan badan usaha jelas berorientasikomersil, walaupun saat ini sering dikemas dengan berbagai bungkus lain dalam rangka
membangun citra perusahaan atau memanfaatkan kecenderungan preferensi konsumen,
misalnya terkait dengan kepedulian mengenai isu lingkungan.
Peningkatan intensitas kegiatan riset oleh badan usaha dapat menjadi indikasi yang positif
tetapi sekaligus juga negatif. Positif dalam konteks pengembangan teknologi akan mengalami
akselerasi mengingat potensi kekuatan dunia usaha dalam membiayai kegiatan riset dan
relevansi teknologi yang dikembangkan juga akan semakin meningkat, karena dunia usaha
14Sesuai dengan amanah konstitusi UUD 1945, tujuan pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kemajuan peradaban bangsa.
Perguruan Tinggi Badan Usaha Lembaga Pemerintah
Lembaga Non-PemerintahPerguruan Tinggi
TIDAK
Apakah secara administratif dikelola
oleh perguruan tinggi?
Apakah dikendalikan atau dominan
dibiayai oleh lembaga non-pemerintah?
Perguruan Tinggi
YA
Lembaga Pemerintah
TIDAK YA
Apakah secara administratif dikelola
oleh perguruan tinggi?
YA
Jika kendali dan pembiayaan dilakukan
oleh pihak yang berbeda, maka statuslembaga riset & pengembangan tersebut
tergantung pada pihak mana yang
dominan membiayainya
TIDAK
Badan Usaha
TIDAK
TIDAK
Perguruan Tinggi
Badan Usaha
YA
Apakah produknya dijual sesuai harga
pasar?
TIDAK
Apakah dikendalikan atau dominan
dibiayai oleh badan usaha?
YA
TIDAK
Apakah dikendalikan atau dominan
dibiayai oleh pemerintah?
YA
Lembaga Riset & Pengembangan
Apakah berada dalam institusi
pendidikan tinggi?
YA
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
24/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
24
tidak akan melakukan kegiatan riset jika tidak ada potensi kemanfaatan hasilnya. Dunia usaha
akan selalu memposisikan biaya riset sebagai bagian dari investasi. Kecenderungan
peningkatan intensitas riset oleh dunia usaha dapat pula menjadi indikasi negatif, apabila
kecenderungan ini merupakan bentuk reaksi dari dunia usaha atas rendahnya relevansi
dan/atau mutu teknologi yang dikembangkan oleh perguruan tinggi dan lembaga risetpemerintah. Bukan rahasia umum bahwa saat ini komunikasi dan interaksi antara para pihak
pengembang teknologi (perguruan tinggi dan lembaga R&D pemerintah) dengan pihak industri
belum terbangun secara intensif. Walaupun saat ini, lembaga R&D yang berorientasi komersial
umumnya masih merupakan unit kerja internal lembaga bisnis, namun cikal-bakal lembaga
R&D komersial yang independen sudah mulai nampak tumbuh. Jurang yang masih
membentang lebar antara perguruan tinggi atau lembaga R&D pemerintah dengan dunia usaha
merupakan peluang untuk tumbuh kembang lembaga R&D independen.
Lembaga R&D swasta nirlaba sudah berkiprah lama di Indonesia dengan sumber pembiayaan
umumnya dari lembaga-lembaga internasional. Lembaga R&D nirlaba ini lebih banyak
berkiprah di ranah ilmu-ilmu sosial, terutama fokus pada isu-isu hangat pada tataran global,
misalnya isu sosial (kesejahteraan rakyat, penyakit menular, pendidikan anak), isu politik dan
pemerintahan (demokratisasi, desentralisasi, hak asasi manusia, korupsi), dan isu lingkungan
(deforestasi, pencemaran/polusi, perubahan iklim).
Badan usaha atau industri merupakan salah satu unsur pengguna teknologi.15
Unsur pengguna
lainnya adalah [1] masyarakat pelaku produksi barang/komoditas/jasa, misalnya petani,
nelayan, peternak, pengrajin; dan [2] pemerintah dalam rangka melaksanakan pelayanan publik
dan untuk menjaga kedaulatan negara. Badan usaha merupakan pengguna teknologi yangbersifat komersial, sedangkan masyarakat dan pemerintah lebih bersifat bauran antara
komersial dan pelayanan publik. Dapat bersifat komersial jika lembaga pengembang
teknologinya bukan merupakan lembaga R&D pemerintah, kegiatannya tidak dibiayai oleh
pemerintah, atau merupakan lembaga R&D asing. Sebaliknya, jika pengembang teknologinya
adalah lembaga R&D pemerintah, atau kegiatan pengembangan teknologi dimaksud
sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah, maka sudah sepatutnya teknologi yang dihasilkan
tersebut dapat digunakan oleh pemerintah dan masyarakat secara bebas. Perlu diingat bahwa
kepemilikan paten lazimnya adalah ditangan pihak yang membiayai kegiatan pengembangan
teknologi yang bersangkutan.
Kapasitas adopsi para pengguna teknologi di Indonesia masih belum besar. Badan usaha di
Indonesia masih dominan bergerak di sektor perdagangan, sehingga kebutuhan dan kapasitas
adopsi teknologinya relatif rendah. Industri produsen barang dan jasa di Indonesia banyak yang
hanya merupakan unit produksi dari sebuah perusahaan multinasional atau hanya bersifat
sebagai penerap teknologi asing yang sudah mapan yang dilaksanakan berdasarkan lisensi yang
diberikan oleh pihak-pihak pengembang teknologi luar negeri. Mengingat pada saat ini segmen
industri besar cenderung lebih bergantung pada teknologi asing (yang mungkin disebabkan
15UU No. 18 Tahun 2002 hanya menyebutkan badan usaha sebagai aktor pengguna teknologi.
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
25/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
25
karena kemampuan teknologi nasional belum memadai untuk memasok kebutuhan teknologi
tersebut atau mungkin karena alasan lain yang bersifat non-teknis), maka pengguna teknologi
domestik yang paling potensial adalah masyarakat awam dan usaha kecil dan menengah
(UKM). Oleh sebab itu, harusnya segmen pengguna ini harus dipasok penuh oleh pengembang
teknologi domestik.
Kenyataannya, teknologi yang dibutuhkan masyarakat awam dan UKM pun belum sepenuhnya
dikuasai oleh teknologi domestik, masih dibanjiri oleh teknologi maupun produk teknologi
asing. Misalnya, kebutuhan alat dan mesin pertanian masih dominan diimpor dari berbagai
negara, terutama Jepang dan Cina. Untungnya benih padi sudah dapat dipenuhi dari hasil riset
dan teknologi dalam negeri. Pemerintah seharusnya menjadi pengguna utama teknologi dalam
negeri, terutama teknologi di bidang pertahanan dan keamanan.16
Disamping untuk
meningkatkan kemandirian bangsa, juga penggunaan teknologi dalam negeri akan
menggairahkan kegiatan pengembangan teknologi itu sendiri, karena secara langsung akan
meningkatkan aliran dana untuk pembiayaannya.
Penduduk Indonesia yang mencapai 237 juta jiwa dan kebutuhan peralatan utama sistem
pertahanan (alutsista) nasional yang besar, mengingat luas wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang sedemikian besar, merupakan dua argumen utama untuk menjadikan
kebutuhan domestik sebagai pasar utama bagi produk teknologi dalam negeri. Orientasi
pengembangan teknologi Indonesia perlu lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan dan
pemecahan persoalan dalam negeri terlebih dahulu, baru setelah pasar domestik dikuasai (dan
teknologi Indonesia sudah lebih kompetitif) maka pertimbangan ekspor teknologi nasional
menjadi lebih layak diupayakan.
Pihak ketiga yang tergolong sebagai aktor utama inovasi adalah para pihak yang berperan
sebagai intermediator atau fasilitator untuk meningkatkan intensitas komunikasi dan interaksi
antara para pengembang dengan para pengguna teknologi. Pada saat ini, peran intermediasi
dan fasilitasi ini diharapkan dimainkan lebih banyak oleh pemerintah. Pemerintah tentunya
dapat membentuk lembaga-lembaga khusus untuk menjalankan fungsi/tugas ini.
Untuk menjalankan peran intermediasi, Kementerian Riset dan Teknologi, misalnya, pernah
mendorong pembentukan lembaga yang dirancang khusus untuk fungsi intermediasi ini, yakni
Business Technology Center (BTC) di 8 lokasi, tersebut di beberapa kota.17
Namun peranintermediasi dari lembaga-lembaga BTC tersebut kelihatannya masih jauh dari harapan,
sebagian penyebabnya berasal dari kapasitas dan kompetensi lembaga yang tidak memadai,
dan sebagian lagi karena teknologi hasil pengembangan dalam negeri yang tidak sesuai dengan
16Sudah ada arahan dari Presiden RI agar kebutuhan teknologi dan produk teknologi di bidang pertahanan dan
keamanan memprioritaskan teknologi dalam negeri sebagai langkah strategis untuk meningkatkan
kemandirian bangsa.
17 Pendirian BTC ini merupakan tidak lanjut rekomendasi dari hasil kajian Periskop yang dilaksanakan pada
tahun 2000 atas kerjasama antara Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia dengan KementerianPendidikan Jerman. Sejak tahun 2010, BTC yang dikelola BPPT telah dilebur masuk ke dalam organisasi BPPT
Engineering.
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
26/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
26
kebutuhan nyata (tidak relevan). Teknologi yang dikembangkan lebih mahal dan/atau kalah
handal dibandingkan dengan teknologi sejenis yang sudah tersedia di pasar.
Untuk penguatan peran intermediasi ini, pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi
juga telah menfasilitasi pendirian Business Innovation Center (BIC) pada tahun 2008.18
Sejak
tahun 2008 tersebut, BIC telah menerbitkan katalog tahunan hasil-hasil riset yang dianggap
berpeluang untuk dikomersialisasikan, melalui serial terbitan buku 100 Inovasi Indonesia
(2008), 101 Inovasi Indonesia (2009), 102 Inovasi Indonesia (2010), dan yang terakhir 103
Inovasi Indonesia (2011). Visi BIC adalah menjadi lembaga intermediasi inovasi bisnis yang
terdepan, dalam menunjang daya saing ekonomi dan bisnis di Indonesia. Hal ini dilakukan
dengan mensinergikan elemen-elemen akademisi, bisnis, dan pemerintah (A-B-G) dalam proses
inovasi, sehingga dalam waktu 10 tahun, kegiatan inovasi di Indonesia akan menjadi unggulan
(benchmark) negara-negara lain di ASEAN.
Sejak 2011, BIC ditempatkan di kawasan Puspiptek Serpong sesuai dengan skenario untukmenjadikan kawasan ini sebagai Science and Technology Park(STP), dimana aktor-aktor utama
inovasi akan difasilitasi untuk berada dalam kawasan yang sama. Kedekatan secara fisik diyakini
akan mampu merangsang aktor-aktor tersebut untuk meningkatkan komunikasi dan
interaksinya. Keterkaitan lembaga-lembaga pengembang, intermediasi, dan pengguna
teknologi di kawasan ini diharapkan dapat menjadi model implementasi Sistem Inovasi
Nasional.
Selain tiga aktor utama inovasi yang telah dijelaskan sebelumnya, juga banyak aktor atau
lembaga pendukung lainnya yang berperan penting dalam membangun inovasi secara lebih
produktif dan berkesinambungan. Lembaga pendukung mencakup lembaga-lembaga yang
mempunyai kewenangan dan/atau kapasitas untuk: [1] membuat regulasi dan/atau kebijakan
terkait tumbuh-kembang inovasi nasional maupun daerah; [2] menyiapkan sumberdaya
manusia yang dibutuhkan untuk aktor penggerak sistem inovasi; [3] memberikan dukungan
finansial bagi para aktor inovasi dalam menjalankan perannya masing-masing; dan [4]
membangun infrastruktur sosial.19
Kelembagaan yang dikategorikan sebagai pendukung adalah lembaga atau aktor yang tidak
terlibat langsung dalam proses pengembangan, difusi, maupun penggunaan teknologi untuk
produksi barang dan/atau jasa yang dibutuhkan publik maupun negara; tetapi berperan nyatadan signifikan dalam mewujudkan ekosistem yang kondusif bagi tumbuh-kembang inovasi.
Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Ministry of
Education, Culture, Sport, Science and Technology, secara resmi disingkat MEXT) Jepang
18Entah mengapa lembaga-lembaga intermediasi yang dibentuk penamaannya selalu menggunakan bahasa
Inggeris, walaupun lebih banyak orientasinya adalah untuk memediasi antara pengembang teknologi nasional
dengan para (calon) pengguna potensial di dalam negeri.19
Lembaga penunjang sebagai salah satu unsur kelembagaan dalam Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan,
dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berfungsi memberikan dukungan dan membentuk iklim yangkondusif bagi penyelenggaraan kegiatan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (UU No. 18 Tahun 2002, Pasal 10 ayat (1)).
http://void%280%29/http://void%280%29/ -
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
27/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
27
menggunakan diagram konseptual untuk memperlihatkan posisi lembaga pendukung atau
penunjang ini (Gambar 2), yakni berupa lembaga-lembaga yang berwenang untuk membuat
kebijakan tentang perekonomian, infrastruktur sosial, pendidikan, ketenagakerjaan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta pajak dan keuangan. Kebijakan-kebijakan ini berperan
menunjang kemantapan panggung (platform) basis pengetahuan untuk interaksi ataukerjasama antara pengembang dengan pengguna teknologi.
Suatu hal yang menarik dari konsepsi ini adalah: [1] fondasi yang paling mendasar dalam
penguatan inovasi adalah lingkungan, budaya, tradisi, dan karakter bangsa; [2] kemantapan
panggung untuk para aktor utama inovasi dalam berkiprah akan tergantung pada dukungan
kebijakan dan regulasi yang relevan; dan [3] secara jelas memperlihatkan bahwa pada akhirnya
kegiatan perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi harus berujung pada produk/barang
dan/atau jasa yang sesuai dengan permintaan pasar. Namun demikian dalam konsepsi MEXT
tersebut, tidak ditampakkan posisi dan peran lembaga intermediasi dalam mewujudkan suatu
sistem inovasi.
Gambar 2. Diagram Konsepsi Sistem Inovasi Nasional (adaptasi dari MEXT, 2002)
Regulasi dan kebijakan yang mendukung upaya penumbuh-kembangan inovasi, antara lain
misalnya: pemberian insentif teknis dan/atau finansial bagi badan usaha yang menggunakan
teknologi nasional dalam kegiatan usahanya; pemberian kompensasi yang sebanding bagi
badan usaha yang berkontribusi dalam pembiayaan kegiatan pengembangan teknologinasional; pemberian prioritas dukungan pembiayaan bagi lembaga dan/atau individu peneliti
Lingkungan, budaya, tradisi, karakter bangsa
Politik dan Ekonomi
Pemerintah
Basis Pengetahuan
Pengembang
Teknologi
Pengguna
TeknologiKerjasama
Pasar
Masyarakat
Kebijakan
Basis Pengetahuan
Industri
Pasar
AKTOR UTAMA
AKTOR PENDUKUNG
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
28/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
28
atau perekayasa yang fokus pada upaya untuk menghasilkan teknologi yang sesuai kebutuhan
dan/atau dapat menjadi solusi bagi permasalahan nasional; pemberian insentif bagi lembaga
intermediasi yang berhasil meningkatkan intensitas komunikasi dan interaksi antara
pengembang dan pengguna teknologi. Memberikan akses yang lebih mudah dalam
pemanfaatan laboratorium pemerintah di berbagai lembaga penelitian dan pengembangan,maupun pengembangan program pendampingan dari para tenaga ahli (peneliti dan
perekayasa) juga dapat menjadi alternatif upaya penumbuh-kembangkan inovasi.
Untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang dapat menggerakkan inovasi, maka institusi
pendidikan (terutama pendidikan tinggi) perlu mengembangkan program studi dan kurikulum
yang relevan dengan sektor atau profesi yang sesuai dengan kebutuhan nyata. Academic
excellence yang sering menjadi jargon pendidikan tinggi harus dibarengi dengan peningkatkan
relevansinya dengan kebutuhan pembangunan dan potensi sumberdaya nasional. Konsepsi
inovasi di Jepang (Gambar 2) dapat dijadikan referensi dalam konteks ini. Kebijakan yang
mendukung dan akses yang terbuka luas untuk mendapatkan sumber pembiayaan merupakan
pra-kondisi yang dibutuhkan dalam upaya penguatan inovasi nasional. Ketersediaan dan akses
ke skim kredit atau bentuk kemudahan lain untuk modal kerja baik bagi pengembang teknologi
maupun industri akan ikut merangsang tumbuh-kembang inovasi.
Venture capital (VC) merupakan salah satu bentuk sumber pembiayaan bagi perusahaan baru
tumbuh (startup companies). VC menjadi opsi sumber pembiayaan bagi perusahaan yang
belum berpengalaman, masih terlalu kecil untuk bisa menarik dana publik melalui pasar modal,
atau masih sulit meyakinkan pihak perbankan untuk mendapatkan pinjaman. Skenario VC yang
umum adalah pemodal memberikan dana awal bagi suatu usaha dan dana tersebutdiperhitungkan sebagai saham pada perusahaan yang bersangkutan. Karena resiko usaha baru
yang tinggi dan investasi butuh waktu 3-7 tahun untuk bisa cair, maka biasanya pemodal selain
mendapat porsi saham yang signifikan, juga ikut mengendalikan kebijakan dan pengambilan
keputusan pada perusahaan tersebut.
Secara umum ada 6 tahap pembiayaan yang mungkin didapat dari VC, yakni: [1] seed money,
pembiayaan yang tidak besar dan dipergunakan untuk membuktikan bahwa ide baru yang
digagas berpotensi untuk menghasilkan produk atau jasa komersial biasanya disediakan oleh
angel investor; [2] start-up, pembiayaan tahap awal untuk dana pemasaran atau
pengembangan produk; [3] First-Round, dana untuk penjualan awal dan biaya produksi; [4]
Second-Round, untuk biaya kerja tahap awal dimana perusahaan sudah mulai menjual produk
tetapi belum memberikan keuntungan; [5] Third-Round, disebut juga mezzanine financing,
untuk biaya pengembangan usaha bagi perusahaan yang mulai memperoleh keuntungan; dan
[6] Fourth-Round, disebut juga bridge financing, digunakan untuk pembiayaan persiapan go
public.
Peran penting infrastruktur sosial sangat sering terabaikan dalam berbagai sektor
pembangunan, berbeda dengan infrastruktur fisik yang telah cukup dipahami peran dan
kontribusinya. Oleh sebab itu, upaya penguatan inovasi tidak boleh mengabaikan peran
-
7/16/2019 Naskah Akademik SINas.pdf
29/185
Naska
hAkademikPerubaha
nUUNo.18Tahun2002
29
infrastruktur sosial ini.20
Sesungguhnya sangat jelas bahwa amanah konstitusi menyatakan
bahwa tujuan pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk menyejahterakan
rakyat dan memajukan peradaban. Tujuan ini hanya akan tercapai jika pembangunan
infrastruktur sosial menjadi bagian esensial dari skenario membangun kemampuan inovasi
nasional. Infrastruktur sosial termasuk sarana dan prasarana kesehatan, pendidikan, seni danbudaya, informasi, olahraga dan rekreasi, perumahan, sarana komunitas/lingkungan, pelatihan
dan kesempatan kerja, hukum dan keamanan publik, layanan tanggap darurat, transportasi
publik, serta dukungan lain u