Mendidik_Melalui_Seni.pdf

17
1 Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang. Mendidik Melalui Seni Oleh Julia Universitas Pendidikan Indonesia Abstrak Adalah kenyataan bahwa pendidikan seni memiliki potensi untuk mengubah perilaku atau karakteristik anak-anak khususnya di lingkungan sekolah dasar (SD). Untuk mengembangkan potensi ini, peserta didik perlu digiring untuk mempelajari dan memahami berbagai jenis kesenian yang memiliki kandungan makna atau nilai-nilai kearifan melalui pembelajaran pendidikan seni berbasis seni tradisi lokal. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, sekolah dasar perlu meningkatkan pengajaran pendidikan seni dengan menggunakan paradigma sebagai berikut: materi pelajaran berakar dari budaya lokal bukan dari budaya luar, pelajaran seni diajarkan sebagai upaya memberikan pengalaman estetis bukan usaha mencetak seniman, dan pengajaran materi seni diiringi dengan penanaman nilai atau makna tidak hanya sekedar belajar praktek, sehingga semua materi seni yang diajarkan harus yang mengandung makna, bermakna, dan dibermaknakan. Kata kunci: pendidikan, seni, musik, potensi, nilai, makna. 1. Pendahuluan Pendidikan merupakan salah satu syarat atau ramuan yang utama sebagai bahan pembangun dan pengembang intelektual dan moralitas bangsa. Jika ambruk pendidikannya, maka dapat ambruk pula aspek yang lainnya. Artinya, pendidikan ibarat jantung dalam tubuh yang terus memompa dan menyalurkan darah ke seluruh tubuh. Ketika jantung berhenti bekerja, maka tubuh pun akan terhenti dari aktivitasnya. Hal ini menyiratkan begitu pentingnya peranan pendidikan, sehingga tanpa pendidikan yang berkualitas, sama saja dengan menawarkan ketertinggalan

Transcript of Mendidik_Melalui_Seni.pdf

Page 1: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

1

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

Mendidik Melalui Seni

Oleh Julia

Universitas Pendidikan Indonesia

Abstrak

Adalah kenyataan bahwa pendidikan seni memiliki potensi untuk

mengubah perilaku atau karakteristik anak-anak khususnya di lingkungan

sekolah dasar (SD). Untuk mengembangkan potensi ini, peserta didik perlu

digiring untuk mempelajari dan memahami berbagai jenis kesenian yang

memiliki kandungan makna atau nilai-nilai kearifan melalui pembelajaran

pendidikan seni berbasis seni tradisi lokal. Berdasarkan hasil pengamatan

penulis, sekolah dasar perlu meningkatkan pengajaran pendidikan seni

dengan menggunakan paradigma sebagai berikut: materi pelajaran berakar

dari budaya lokal bukan dari budaya luar, pelajaran seni diajarkan sebagai

upaya memberikan pengalaman estetis bukan usaha mencetak seniman, dan

pengajaran materi seni diiringi dengan penanaman nilai atau makna tidak

hanya sekedar belajar praktek, sehingga semua materi seni yang diajarkan

harus yang mengandung makna, bermakna, dan dibermaknakan.

Kata kunci: pendidikan, seni, musik, potensi, nilai, makna.

1. Pendahuluan

Pendidikan merupakan salah satu syarat atau ramuan yang utama

sebagai bahan pembangun dan pengembang intelektual dan moralitas

bangsa. Jika ambruk pendidikannya, maka dapat ambruk pula aspek yang

lainnya. Artinya, pendidikan ibarat jantung dalam tubuh yang terus

memompa dan menyalurkan darah ke seluruh tubuh. Ketika jantung

berhenti bekerja, maka tubuh pun akan terhenti dari aktivitasnya. Hal ini

menyiratkan begitu pentingnya peranan pendidikan, sehingga tanpa

pendidikan yang berkualitas, sama saja dengan menawarkan ketertinggalan

Page 2: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

2

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

bahkan kehancuran. Dengan kata lain, bangsa yang maju adalah bangsa

yang berpendidikan tinggi, dan lebih utama yakni bangsa yang peduli

terhadap dunia pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan tidak dapat

dipisahkan dari kalangan bangsa-bangsa yang telah maju dan berkembang.

Perkembangan yang dicapai oleh bangsa-bangsa di dunia melalui

pendidikan, merupakan salah satu implikasi dari rumusan tujuan

pendidikan yang tidak hanya terfokus pada pengembangan intelektual, tapi

juga pengembangan moralitas. Artinya, untuk membangun bangsa tidak

cukup dengan mengandalkan pendidikan intelektual, tapi perlu diiringi

dengan pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti. Hal ini senada

dengan pandangan Direktur School Development Center, Thomas Koten

(2007), menurut penuturannya bahwa produk pendidikan tidak hanya

untuk penyiapan tenaga kerja profesional siap pakai yang semata-mata

cerdas secara intelektual, tetapi juga tenaga kerja yang memiliki moralitas.

Dengan demikian, sebagai lembaga yang bersentuhan langsung dengan

pembentukan peserta didik, perhatian pendidikan juga dipusatkan pada

pendidikan moral.

Salah satu bidang pendidikan yang berpotensi untuk mengubah

moralitas peserta didik adalah pendidikan seni. Sebagaimana dikatakan

oleh Dewantara (1962:336), bahwa pendidikan kesenian atau rasa dengan

sendiri menuju kepada pendidikan intelektuil dan akhirnya sampai kepada

pendidikan watak, yakni pendidikan moril atau pendidikan budi pekerti.

Page 3: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

3

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

Dengan kata lain, dengan belajar seni peserta didik digiring untuk

mengkonstruksi diri baik dari segi intelektual maupun moral. Pandangan ini

menyiratkan, bahwa pendidikan seni dapat menggapai dua aspek sekaligus,

diawali dengan pembentukan intelektual dan diakhiri dengan

pembentukan moral. Berbeda dengan bidang lainnya, yang biasanya hanya

terfokus pada satu ranah saja. Ini merupakan sebuah hasil yang luar biasa

dalam dunia pendidikan, karena dengan menggarap satu bidang namun

bisa mendapatkan dua keuntungan.

Upaya pembentukan peserta didik menuju manusia yang cerdas

intelektual dan moral perlu dilakukan sejak dini. Karena menurut para

pakar psikologi masa awal kehidupan merupakan masa-masa yang

menentukan terhadap pembentukan kepribadian. Oleh sebab itu,

pendidikan dasar sebagai wadah yang menjadi pilar bagi peletakkan dasar-

dasar pendidikan peserta didik, memiliki peranan penting dan mengemban

tugas yang cukup berat. Pasalnya, kesalahan dalam mendidik, baik dalam

hal materi, tujuan maupun sistem mendidik, dapat berakibat fatal bagi

perilaku peserta didik di masa depan. Demikian halnya dengan pendidikan

seni, sebagai pendidikan yang merambah pada pengembangan intelektual

dan moral, diperlukan kewaspadaan dan ketepatan dalam realisasinya di

lapangan.

Oleh sebab itu, tulisan ini mencoba untuk mengupas pendidikan seni

khususnya pendidikan seni musik dalam tataran pendidikan dasar, dengan

Page 4: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

4

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

mengacu pada beberapa fenomena dan persoalan yang terjadi di lapangan.

Antara lain (1) pengajaran pendidikan seni musik yang mengacu pada

budaya luar, (2) tujuan pengajaran pendidikan seni musik yang bertumpu

pada pembentukan seniman, dan (3) pengajaran pendidikan seni musik

yang tidak diiringi dengan penanaman nilai/moral. Kajian ini diharapkan

mampu memberikan pencerahan bagi dunia pendidikan seni, yang saat ini

notabene sedang dirundung malang dan giat melakukan perlawanan

terhadap serangan dan hantaman budaya luar yang semakin mewabah dan

mengglobal.

2. Konteks Teoretis

Kesenian adalah sebagian dari kebudayaan yang timbul dan

tumbuhnya sangat berhubungan dengan jiwa perasaan manusia

(Dewantara, 1967:228). Artinya, seni berada pada tataran kebudayaan.

Sementara kebudayaan bentuknya beraneka ragam sesuai dengan adat

daerah setempat yang dipengaruhi oleh karakteristik masyarakatnya. Adat

Sunda berbeda dengan adat Minang, begitu pula adat masyarakat Indonesia

berbeda dengan Masyarakat Amerika, demikian pula adat orang timur akan

berbeda dengan adat orang barat, karena jiwa perasaan orang timur akan

berbeda dengan jiwa perasaan orang barat. Dengan adanya perbedaan

tersebut, maka jelas bahwa pendidikan seni pun perlu diberikan sesuai

dengan adat atau karakteristik masyarakat setempat. Dengan kata lain,

Page 5: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

5

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

masyarakat Indonesia perlu dibekali dengan seni yang lahir atau berasal dari

Indonesia, sebagaimana masyarakat Sunda perlu dibekali dengan seni

tradisional yang lahir dari masyarakat Sunda. Seperti dikemukakan oleh

pakar musik, Dieter Mack (1996:2), bahwa dalam pendidikan terdapat

berbagai kemungkinan untuk mendidik generasi-generasi yang akan datang,

agar mereka mampu untuk berapresiasi segala jenis kesenian, sesuai dengan

budi pekerti individual dan kekayaan latarbelakang lingkungan budayanya.

Pengajaran pendidikan seni perlu dipahami sebagai pendidikan atau

pengalaman estetis, tidak hanya terbatas pada pengajaran praktek atau

pelatihan skill. Begitu pula dalam pendidikan di sekolah-sekolah dasar,

pendidikan musik perlu dipahami sebagai suatu proses pengalaman estetis.

Harry Broudy (1958) menyimpulkan, bahwa konsep estetis dalam

pendidikan musik terletak pada pengalaman estetis. Karena dalam

pengalaman estetis kita dapat merasakan objek dan memahami

karakteristiknya (Elliott, 1995:27). Dengan demikian, titikberat pengajaran

pendidikan seni musik bertumpu pada proses menggali dan berpetualang di

dunia pengalaman, sehingga peserta didik dapat merasakan dan

memahaminya.

Dalam pengajaran pendidikan seni musik perlu dilakukan juga upaya

penggalian nilai-nilai atau pencarian makna. Hal ini bertujuan agar peserta

didik tidak hanya belajar seni musik dari cangkang saja, tapi juga dari isi.

Tatkala peserta didik dapat mengaitkan isi dari pendidikan seni musik

Page 6: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

6

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

dengan pengalaman mereka sendiri, itu berarti mereka menemukan makna.

Menurut Johnson (2006:35), mampu mengerti makna dari pengetahuan

dan keterampilan akan menuntun pada penguasaan pengetahuan dan

keterampilan. Dengan demikian, apabila peserta didik mampu menemukan

dan mengerti makna-makna yang terkandung dalam pendidikan seni

melalui materi-materi pengajaran kesenian yang diberikan, maka tidak

menutup kemungkinan tujuan pendidikan seni yang meliputi dua aspek

pengembangan yakni cerdas secara intelektual dan moral, dapat tercapai

dengan baik.

3. Pembahasan

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pengajaran pendidikan

seni musik di lapangan sekolah dasar, sebagai upaya dalam mencetak

peserta didik yang melek seni tradisi lokal dan mampu menerapkan nilai-

nilai lokal, yakni mencangkup pemahaman terhadap akar budaya lokal,

pemahaman pengajaran seni sebagai pengalaman estetis, dan kemampuan

dalam menemukan dan menerapkan makna-makna yang tersembunyi

dalam seni tradisi lokal.

3.1 Penguatan Akar Budaya

Dalam konteks kebudayaan, manusia yang baik adalah manusia yang

kenal dan paham akan budayanya sendiri. Artinya, tanpa mengenal budaya

Page 7: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

7

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

sendiri maka manusia tidak akan berbudaya sesuai dengan adat, aturan,

atau norma yang berlaku di lingkungan sendiri. Akibatnya, mereka akan

menjadi orang asing di daerahnya sendiri. Hal ini tidak akan terjadi

seandainya pendidikan dapat mengarahkan orang-orang seperti itu sejak

dini. Sebagai contohnya, banyaknya masyarakat Sunda yang tidak mampu

berbahasa Sunda adalah salah satu contoh real dari ketidakberhasilan

pendidikan bahasa sejak dini, baik yang dilakukan di lingkungan sekolah

maupun keluarga, begitu juga banyaknya peserta didik yang terlahir

sebagai suku Sunda dan berdomisili di Tatar Sunda namun tidak mengenal

akan seni tradisi setempat khususnya karawitan Sunda, salah satunya

merupakan bukti dari kegagalan para pendidik seni musik yang lebih

cenderung menerapkan seni berbasis luar negeri daripada seni berbasis

dalam negeri.

Ada beberapa kemungkinan para pendidik seni musik tidak

mengarahkan peserta didik kepada pengenalan seni tradisi atau budaya

setempat. Pertama, kurangnya kompetensi dalam seni tradisi lokal.

Persoalan ini telah lama terngiang di lapangan, yang disayangkan, para

pendidik seni musik yang menyandang predikat ini tidak ada upaya untuk

merenovasi diri. Idealnya, mereka melakukan pergerakan yang mengarah

pada perbaikan kualitas diri, yang diniati sebagai rasa tanggungjawab

pribadi untuk menjaga keutuhan budaya sendiri. Karena telah jelas

Page 8: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

8

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

hukumnya, bahwa perubahan itu mesti dimulai dengan segala usaha

mengubah diri sendiri, apapun resikonya.

Kedua, kurangnya minat untuk menularkan seni tradisi lokal.

Adapun pendidik seni yang mampu dan cukup berkompeten dalam seni

tradisi lokal, namun kehilangan spirit kelokalannya. Tidak jarang penulis

temukan, para pandidik seni musik yang pada awalnya gencar

mengamalkan seni tradisi lokal, kini berubah haluan menjadi misionaris

dalam penyebaran budaya luar. Ada sesuatu yang hilang pada diri mereka,

antara lain memudarnya hubungan emosional atau ikatan psikologis

dengan seni tradisi setempat. Di sini tampak ada yang terlupakan, bahwa

seni tradisi lokal itu bagian dari budaya lokal, dan budaya lokal itu

melahirkan buah-buah kehidupan yang disebut keluhuran budi atau

kearifan. Jadi, orang yang melepaskan ikatan dengan budaya lokal sama

saja dengan melepaskan diri dari kearifan lokal.

Ketiga, kurangnya pendalaman terhadap kekayaan nilai-nilai dalam

seni tradisi lokal. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari banyak etnik

dengan puspa ragam seni tradisinya tentu menawarkan kekayaan nilai-nilai

lokal yang banyak pula. Salah satu kelemahan para pendidik seni musik

adalah terbiasa tidak mempelajari seni tradisi secara tuntas. Yang mereka

pelajari kebanyakan bagian luarnya saja, sementara bagian dalamnya tetap

utuh tidak terjamah. Akibatnya, yang banyak didemonstrasikan hanya

bagian kulitnya saja, sementara nilai-nilai lokalnya yang merupakan intisari,

Page 9: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

9

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

atau sebuah panduan way of live tetap terbungkus utuh dalam

kemasannya.

Dengan situasi dan kondisi seperti di atas, maka upaya untuk

menumbuhkan peserta didik yang berbasic budaya lokal dengan dinaungi

kecerdasan dalam hal intelektual dan moral, dapat berbuah kegagalan.

Oleh karena itu, satu-satunya cara yang mesti ditempuh oleh para pendidik

seni musik yang memiliki predikat seperti disebutkan di atas, yakni kembali

membenahi diri dan menjelma sebagai penanam benih nilai-nilai lokal,

untuk melakukan penguatan akar budaya pada peserta didik. Karena jika

benih yang ditanam tersebut tumbuh mengakar kuat dan pohonnya

menjulang tinggi, maka tidak menutup kemungkinan akan terlahir para

generasi penerus yang berbudaya lokal, namun siap berpetualang untuk

mengarungi samudera kehidupan yang kian mengglobal.

3.2 Pengalaman Estetis

Kekeliruan yang terjadi di kalangan pendidik seni musik di sekolah

dasar, antara lain memandang pengajaran seni musik sebagai upaya

mencetak musisi atau seniman. Sementara itu, tengah terjadi kekeliruan

pemahaman terhadap arti seniman itu sendiri. Pada umumnya, kata

seniman memiliki penyempitan makna sehingga hanya dianalogikan

sebagai seorang “tukang” saja. Misalnya, seniman kacapi dapat berarti

tukang ngacapi (pemain kacapi), dan seniman tari dapat berarti tukang nari

Page 10: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

10

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

(penari). Akibatnya, peserta didik yang sejak dini sengaja diarahkan untuk

menjadi seorang seniman, maka pada akhirnya hanya akan menjadi

seorang tukang saja. Lebih parahnya, karena belajar seni identik dengan

pencalonan menuju seorang seniman, tidak sedikit orang tua yang

melarang anaknya untuk belajar seni khususnya seni musik. Dampaknya,

banyak peserta didik yang kurang mendapatkan pengalaman estetis,

sehingga kurang memiliki kehalusan rasa. Padahal pengalaman estetis dapat

membantu memberikan pegembangan peserta didik baik dari segi

psikomotor, kognitif, maupun afektif.

Menurut Jakob Sumardjo (2000:161), pengalaman estetis merupakan

suatu pengalaman utuh yang melibatkan perasaan, pikiran, penginderaan,

dan berbagai intuisi manusia. Dengan demikian, yang terpenting bagi

peserta didik sekolah dasar bahwa belajar seni musik itu adalah belajar

menggunakan perasaan, pikiran, dan penginderaan. Sementara nilai

instrumennya yang berupa beragam alat musik, hanya sebagai media

pengantar saja menuju gerbang pengalaman estetis. Seperti dikatakan

Alwasilah (2006:120), bahwa puisi, tarian, musik, nyanyian, lukisan, dan

bentuk seni lainnya adalah medium untuk mewadahi emosi dan perasaan

siswa. Tahapan akhir yang mesti dicapai dari pengalaman estetis tersebut

adalah peserta didik dapat menemukan dan memahami benih-benih

kehalusan budi dan keindahan. Jadi, dengan bekal pengalaman seperti ini,

Page 11: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

11

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

mau jadi apapun peserta didik, setidaknya mereka diiringi dengan alunan

keindahan rasa atau kehalusan budi pekerti yang pernah didapatkannya.

Salah satu tujuan dari pengalaman estetis adalah melatih daya sentuh

seseorang secara rasa pada sesuatu. Peserta didik yang lebih banyak

mendapatkan pengalaman estetis tidak menutup kemungkinan akan lebih

peka untuk memberikan penilaian dan merasakan sesuatu dibandingkan

dengan peserta didik yang kurang mendapatkan pengalaman estetis.

Dengan demikian, pendidikan seni dalam tataran pendidikan dasar

memiliki tugas untuk mengantarkan peserta didik menuju gerbang

pengalaman estetis dan menenggelamkan mereka sedalam-dalamnya,

sehingga pada suatu saat nanti mereka dapat menjadi manusia yang

memiliki kecerdasan intelektual dan keindahan moral.

3.3 Menggali Makna

Banyak nilai-nilai kearifan yang dapat digali dan dimaknai dari seni

tradisi. Dalam pendidikan seni musik di pendidikan dasar, penggalian nilai

dapat dilakukan melalui berbagai cara.

Pertama, melalui pembelajaran teks dan kontekstual. Dalam hal ini,

tugas seorang guru adalah menyediakan konteks. Sasarannya adalah

peserta didik dapat memahami teks yang dipelajari untuk kemudian

dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat

disiasati salah satunya dengan mempelajari lagu daerah setempat yang isi

Page 12: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

12

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

rumpaka (lirik) nya berkaitan dengan nilai-nilai kearifan lokal. Berikut salah

satu contoh rumpaka lagu yang memiliki nilai-nilai kearifan.

Reumbeuy Bandungi

Ari reumbeuy, reumbeuy, reumbeuy

Bandung

- Isi lagu pertama menceritakan

bahwa humor atau candaan

orang Bandung (Jawa Barat)

dibarengi dengan kesopanan.

- Isi lagu kedua menceritakan

bahwa orang Bandung gampang

untuk berteman.

Ngareumbeuy dina jambangan

Ari heureuy, heureuy, heureuy

Bandung

Heureuy ge jeung kasopanan

Ari lilin, lilin, lilin Bandung

Geus hurung sok poek deui

Ari ulin, ulin, ulin Bandung

Geus embung sok daek deui

Kedua, melalui apresiasi seni. Apresiasi dilakukan untuk mencari

makna-makna yang tersembunyi di balik pertunjukan seni. Hal ini bersifat

multi tafsir sehingga tugas guru adalah memaknai kembali pertunjukan seni

dengan cara menghubungkannya dengan nilai-nilai kearifan, kemudian

mengkomunikasikannya dengan peserta didik. Berikut salah satu contoh

pemaknaan terhadap salah satu jenis pertunjukan seni tradisi Sunda, yaitu

tembang Sunda Cianjuran.

Page 13: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

13

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

(1) Dalam melaksanakan perannya, para pemain tembang Sunda

harus bermain sesuai dengan tugasnya masing-masing. Hal ini

mencerminkan bahwa dalam budaya Sunda, terdapat suatu aturan yang

menuntut kita untuk pandai menempatkan diri, serta menjaga antara hak

dan kewajiban. Karena, dengan adanya kesalahan dalam penempatan diri,

akan berakhir pada timbulnya permasalahan sehingga tidak tercipta

keharmonisan dalam kehidupan.

(2) Dalam penyajian tembang cianjuran ditemukan sikap saling

menghargai. Dalam hal ini, sebagai cerminan bahwa masyarakat Sunda

adalah masyarakat yang dikenal ramah, someah, hade tata jeung basa, hade

kadulur jeung kabatur. Di mana kalau semua itu dilaksanakan, maka akan

tercipta sikap saling menghargai yang mana sikap tersebut merupakan sikap

masyarakat Sunda yang kenal akan kesundaannya. Namun, atmosfer

masyarakat Sunda zaman sekarang seperti kacang yang lupa pada kulitnya,

dan lama-lama bisa jadi jati kasilih ku junti. Maksudnya, zaman sekarang

banyak masyarakat Sunda yang tidak mengindahkan lagi budaya

kesundaannya, seperti sikap hare-hare hirup dan lupa diri.

(3) Selain sikap saling menghargai, ditemukan adanya kesatuan

pemain yang utuh dalam penyajian tembang Sunda Cianjuran. Hal ini

mencerminkan bahwa budaya Sunda merupakan budaya yang sangat

memerhatikan persatuan dan kesatuan. Artinya, kita sebagai masyarakat

Sunda merupakan suatu masyarakat yang hidup dalam satu adab dan

Page 14: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

14

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

budaya. Oleh karena itu, sudah seyogianya jika kita tetap mempertahankan

adab dan budaya tersebut demi terciptanya persatuan dan kesatuan,

sehingga budaya Sunda tetap hidup dalam masyarakat Sunda. Dengan

begitu, maka keharmonisan di antara masyarakat Sunda pun akan tetap

terpelihara dengan baik.

(4) Dalam penyajian tembang cianjuran harus terdapat

keseimbangan skill di antara para pemainnya. Dalam hal ini mencerminkan

bahwa budaya Sunda merupakan satu budaya yang memerhatikan ikhwal

keseimbangan. Setelah tiga poin di atas menyangkut hubungan manusia

dengan manusia, maka dalam hal ini budaya Sunda merupakan budaya

yang tidak melupakan keseimbangan antara kehidupan dunia dan

kehidupan akhirat. Dengan adanya keseimbangan ini, menunjukkan bahwa

budaya Sunda merupakan budaya yang memiliki nilai-nilai yang sangat

tinggi, karena juga menyangkut kehidupan religi. Artinya, budaya Sunda

memegang teguh nilai-nilai keagamaan.

(5) Para pemain tembang cianjuran dituntut memilik sensitivitas rasa

yang tinggi. Ini merupakan cerminan dari budaya yang menuntut adanya

kepekaan rasa atau alus rasa. Dengan memiliki alus rasa, maka masyarakat

Sunda akan menjadi masyarakat yang silih asah, silih asih, dan silih asuh.

Dengan demikian, kerukunan, kedamaian dan keharmonisan pun akan

tercipta dengan sendirinya. Selain itu, apabila masyarakat Sunda memiliki

alus rasa, maka akan selalu berhati-hati dalam segala ucapan dan

Page 15: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

15

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

perbuatannya, serta akan dapat mengendalikan emosinya dengan baik.

Ketika pada gilirannya itu emosi diubah dan dikemas menjadi keindahan

dalam ucapan dan perbuatan, di situlah letak kesempurnaan manusia

Sunda.

Dari kelima poin di atas, peserta didik dapat memahami bahwa

budaya Sunda merupakan salah satu budaya yang memiliki nilai keluhuran

dan kehalusan.

Ketiga, melalui pemilihan karya seni. Dalam hal ini, guru melakukan

pemilihan terhadap berbagai macam genre seni, untuk dicari yang sesuai

dengan nilai-nilai budaya lokal. Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan

peserta didik, artinya mereka diberi kesempatan untuk ikut melakukan

penilaian. Agar kegiatan ini lebih sistematis, maka pemilihan dapat

dilakukan dengan mengambil prosedur sebagai berikut. (1) tahap eksplorasi.

Pada tahap ini guru dan peserta didik mengumpulkan informasi ihwal

berbagai macam jenis kesenian. (2) tahap klasifikasi. Pada tahap ini guru

dan murid memberikan penilain terhadap semua jenis kesenian, untuk

diambil jenis mana yang sesuai dengan norma-norma setempat. (3) tahap

implementasi. Pada tahap ini, guru dapat mengimplementasikan hasil

klasifikasi dan menerapkannya kepada peserta didik. Dengan cara ini,

peserta didik diharapkan mampu memahami tentang nilai-nilai yang

terkandung dalam berbagai jenis kesenian.

Page 16: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

16

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

4. Kesimpulan

Berdasarkan paparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

sebagai upaya menghasilkan para peserta didik yang memiliki kecerdasan

intelektual dan keindahan moral, salah satunya dapat dilakukan melalui

pengajaran pendidikan seni di sekolah dasar dengan berbasis tradisi lokal.

Oleh sebab itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para pendidik

seni musik khususnya adalah sebagai berikut. Pertama, materi pelajaran

pendidikan seni musik harus berasal dari budaya lokal bukan dari budaya

luar. Kedua, pelajaran seni musik diajarkan sebagai upaya memberikan

pengalaman estetis bukan usaha untuk mencetak seniman secara utuh.

Ketiga, pengajaran materi seni musik harus diiringi dengan penanaman nilai

atau makna tidak hanya sekedar belajar praktek bermusik. Oleh karena itu,

pengajaran seni musik dapat dilakukan dengan jalan mencari atau

mengggali nilai dari berbagai genre seni melalui tiga cara: (1) pembelajaran

teks dan kontekstual. (2) apresiasi seni, dan (3) pemilihan karya seni yang

dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu: tahap eksplorasi, tahap klasifikasi,

dan tahap implementasi. Dengan demikian, diharapkan peserta didik dapat

menjadi generasi penerus yang mampu menanamkan kearifan lokal dan

berwawasan global, sehingga siap sedia dalam menghadapi perubahan atau

perkembangan zaman.

Page 17: Mendidik_Melalui_Seni.pdf

17

Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.

Daftar Pustaka

Alwasilah, A. Chaedar. (2006). Pokoknya Sunda. Bandung: PT. Kiblat Buku

Utama.

Dewantara, Ki Hadjar. (1962). Pendidikan. Yogyakarta: Taman Siswa.

Dewantara, Ki Hadjar. (1967). Kebudayaan. Yogyakarta: Taman Siswa.

Elliot, David. J. (1995). Music Matters. New York: Oxford University Press.

Johnson, Elaine. B. (2006). Contextual Teaching and Learning. Bandung:

Mizan Learning Center.

Koten, Thomas. (2007). “Pendidikan Kecerdasan Emosional”. Media

Indonesia. (10 April 2007).

Mack, Dieter. (1996). Pendidikan Musik: Antara Harapan dan Realitas.

Bandung: University Press IKIP Bandung.

Sumardjo, Jakob. (2000). Filsafat Seni. Bandung: ITB.

i http://datasunda.org/id/SUNDA-LIRIK-KAWIH.php?plet=MZ.