Mendidik_Melalui_Seni.pdf
-
Upload
cv-rezita-rezki-permana -
Category
Documents
-
view
224 -
download
0
Transcript of Mendidik_Melalui_Seni.pdf
1
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
Mendidik Melalui Seni
Oleh Julia
Universitas Pendidikan Indonesia
Abstrak
Adalah kenyataan bahwa pendidikan seni memiliki potensi untuk
mengubah perilaku atau karakteristik anak-anak khususnya di lingkungan
sekolah dasar (SD). Untuk mengembangkan potensi ini, peserta didik perlu
digiring untuk mempelajari dan memahami berbagai jenis kesenian yang
memiliki kandungan makna atau nilai-nilai kearifan melalui pembelajaran
pendidikan seni berbasis seni tradisi lokal. Berdasarkan hasil pengamatan
penulis, sekolah dasar perlu meningkatkan pengajaran pendidikan seni
dengan menggunakan paradigma sebagai berikut: materi pelajaran berakar
dari budaya lokal bukan dari budaya luar, pelajaran seni diajarkan sebagai
upaya memberikan pengalaman estetis bukan usaha mencetak seniman, dan
pengajaran materi seni diiringi dengan penanaman nilai atau makna tidak
hanya sekedar belajar praktek, sehingga semua materi seni yang diajarkan
harus yang mengandung makna, bermakna, dan dibermaknakan.
Kata kunci: pendidikan, seni, musik, potensi, nilai, makna.
1. Pendahuluan
Pendidikan merupakan salah satu syarat atau ramuan yang utama
sebagai bahan pembangun dan pengembang intelektual dan moralitas
bangsa. Jika ambruk pendidikannya, maka dapat ambruk pula aspek yang
lainnya. Artinya, pendidikan ibarat jantung dalam tubuh yang terus
memompa dan menyalurkan darah ke seluruh tubuh. Ketika jantung
berhenti bekerja, maka tubuh pun akan terhenti dari aktivitasnya. Hal ini
menyiratkan begitu pentingnya peranan pendidikan, sehingga tanpa
pendidikan yang berkualitas, sama saja dengan menawarkan ketertinggalan
2
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
bahkan kehancuran. Dengan kata lain, bangsa yang maju adalah bangsa
yang berpendidikan tinggi, dan lebih utama yakni bangsa yang peduli
terhadap dunia pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari kalangan bangsa-bangsa yang telah maju dan berkembang.
Perkembangan yang dicapai oleh bangsa-bangsa di dunia melalui
pendidikan, merupakan salah satu implikasi dari rumusan tujuan
pendidikan yang tidak hanya terfokus pada pengembangan intelektual, tapi
juga pengembangan moralitas. Artinya, untuk membangun bangsa tidak
cukup dengan mengandalkan pendidikan intelektual, tapi perlu diiringi
dengan pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti. Hal ini senada
dengan pandangan Direktur School Development Center, Thomas Koten
(2007), menurut penuturannya bahwa produk pendidikan tidak hanya
untuk penyiapan tenaga kerja profesional siap pakai yang semata-mata
cerdas secara intelektual, tetapi juga tenaga kerja yang memiliki moralitas.
Dengan demikian, sebagai lembaga yang bersentuhan langsung dengan
pembentukan peserta didik, perhatian pendidikan juga dipusatkan pada
pendidikan moral.
Salah satu bidang pendidikan yang berpotensi untuk mengubah
moralitas peserta didik adalah pendidikan seni. Sebagaimana dikatakan
oleh Dewantara (1962:336), bahwa pendidikan kesenian atau rasa dengan
sendiri menuju kepada pendidikan intelektuil dan akhirnya sampai kepada
pendidikan watak, yakni pendidikan moril atau pendidikan budi pekerti.
3
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
Dengan kata lain, dengan belajar seni peserta didik digiring untuk
mengkonstruksi diri baik dari segi intelektual maupun moral. Pandangan ini
menyiratkan, bahwa pendidikan seni dapat menggapai dua aspek sekaligus,
diawali dengan pembentukan intelektual dan diakhiri dengan
pembentukan moral. Berbeda dengan bidang lainnya, yang biasanya hanya
terfokus pada satu ranah saja. Ini merupakan sebuah hasil yang luar biasa
dalam dunia pendidikan, karena dengan menggarap satu bidang namun
bisa mendapatkan dua keuntungan.
Upaya pembentukan peserta didik menuju manusia yang cerdas
intelektual dan moral perlu dilakukan sejak dini. Karena menurut para
pakar psikologi masa awal kehidupan merupakan masa-masa yang
menentukan terhadap pembentukan kepribadian. Oleh sebab itu,
pendidikan dasar sebagai wadah yang menjadi pilar bagi peletakkan dasar-
dasar pendidikan peserta didik, memiliki peranan penting dan mengemban
tugas yang cukup berat. Pasalnya, kesalahan dalam mendidik, baik dalam
hal materi, tujuan maupun sistem mendidik, dapat berakibat fatal bagi
perilaku peserta didik di masa depan. Demikian halnya dengan pendidikan
seni, sebagai pendidikan yang merambah pada pengembangan intelektual
dan moral, diperlukan kewaspadaan dan ketepatan dalam realisasinya di
lapangan.
Oleh sebab itu, tulisan ini mencoba untuk mengupas pendidikan seni
khususnya pendidikan seni musik dalam tataran pendidikan dasar, dengan
4
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
mengacu pada beberapa fenomena dan persoalan yang terjadi di lapangan.
Antara lain (1) pengajaran pendidikan seni musik yang mengacu pada
budaya luar, (2) tujuan pengajaran pendidikan seni musik yang bertumpu
pada pembentukan seniman, dan (3) pengajaran pendidikan seni musik
yang tidak diiringi dengan penanaman nilai/moral. Kajian ini diharapkan
mampu memberikan pencerahan bagi dunia pendidikan seni, yang saat ini
notabene sedang dirundung malang dan giat melakukan perlawanan
terhadap serangan dan hantaman budaya luar yang semakin mewabah dan
mengglobal.
2. Konteks Teoretis
Kesenian adalah sebagian dari kebudayaan yang timbul dan
tumbuhnya sangat berhubungan dengan jiwa perasaan manusia
(Dewantara, 1967:228). Artinya, seni berada pada tataran kebudayaan.
Sementara kebudayaan bentuknya beraneka ragam sesuai dengan adat
daerah setempat yang dipengaruhi oleh karakteristik masyarakatnya. Adat
Sunda berbeda dengan adat Minang, begitu pula adat masyarakat Indonesia
berbeda dengan Masyarakat Amerika, demikian pula adat orang timur akan
berbeda dengan adat orang barat, karena jiwa perasaan orang timur akan
berbeda dengan jiwa perasaan orang barat. Dengan adanya perbedaan
tersebut, maka jelas bahwa pendidikan seni pun perlu diberikan sesuai
dengan adat atau karakteristik masyarakat setempat. Dengan kata lain,
5
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
masyarakat Indonesia perlu dibekali dengan seni yang lahir atau berasal dari
Indonesia, sebagaimana masyarakat Sunda perlu dibekali dengan seni
tradisional yang lahir dari masyarakat Sunda. Seperti dikemukakan oleh
pakar musik, Dieter Mack (1996:2), bahwa dalam pendidikan terdapat
berbagai kemungkinan untuk mendidik generasi-generasi yang akan datang,
agar mereka mampu untuk berapresiasi segala jenis kesenian, sesuai dengan
budi pekerti individual dan kekayaan latarbelakang lingkungan budayanya.
Pengajaran pendidikan seni perlu dipahami sebagai pendidikan atau
pengalaman estetis, tidak hanya terbatas pada pengajaran praktek atau
pelatihan skill. Begitu pula dalam pendidikan di sekolah-sekolah dasar,
pendidikan musik perlu dipahami sebagai suatu proses pengalaman estetis.
Harry Broudy (1958) menyimpulkan, bahwa konsep estetis dalam
pendidikan musik terletak pada pengalaman estetis. Karena dalam
pengalaman estetis kita dapat merasakan objek dan memahami
karakteristiknya (Elliott, 1995:27). Dengan demikian, titikberat pengajaran
pendidikan seni musik bertumpu pada proses menggali dan berpetualang di
dunia pengalaman, sehingga peserta didik dapat merasakan dan
memahaminya.
Dalam pengajaran pendidikan seni musik perlu dilakukan juga upaya
penggalian nilai-nilai atau pencarian makna. Hal ini bertujuan agar peserta
didik tidak hanya belajar seni musik dari cangkang saja, tapi juga dari isi.
Tatkala peserta didik dapat mengaitkan isi dari pendidikan seni musik
6
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
dengan pengalaman mereka sendiri, itu berarti mereka menemukan makna.
Menurut Johnson (2006:35), mampu mengerti makna dari pengetahuan
dan keterampilan akan menuntun pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan. Dengan demikian, apabila peserta didik mampu menemukan
dan mengerti makna-makna yang terkandung dalam pendidikan seni
melalui materi-materi pengajaran kesenian yang diberikan, maka tidak
menutup kemungkinan tujuan pendidikan seni yang meliputi dua aspek
pengembangan yakni cerdas secara intelektual dan moral, dapat tercapai
dengan baik.
3. Pembahasan
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pengajaran pendidikan
seni musik di lapangan sekolah dasar, sebagai upaya dalam mencetak
peserta didik yang melek seni tradisi lokal dan mampu menerapkan nilai-
nilai lokal, yakni mencangkup pemahaman terhadap akar budaya lokal,
pemahaman pengajaran seni sebagai pengalaman estetis, dan kemampuan
dalam menemukan dan menerapkan makna-makna yang tersembunyi
dalam seni tradisi lokal.
3.1 Penguatan Akar Budaya
Dalam konteks kebudayaan, manusia yang baik adalah manusia yang
kenal dan paham akan budayanya sendiri. Artinya, tanpa mengenal budaya
7
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
sendiri maka manusia tidak akan berbudaya sesuai dengan adat, aturan,
atau norma yang berlaku di lingkungan sendiri. Akibatnya, mereka akan
menjadi orang asing di daerahnya sendiri. Hal ini tidak akan terjadi
seandainya pendidikan dapat mengarahkan orang-orang seperti itu sejak
dini. Sebagai contohnya, banyaknya masyarakat Sunda yang tidak mampu
berbahasa Sunda adalah salah satu contoh real dari ketidakberhasilan
pendidikan bahasa sejak dini, baik yang dilakukan di lingkungan sekolah
maupun keluarga, begitu juga banyaknya peserta didik yang terlahir
sebagai suku Sunda dan berdomisili di Tatar Sunda namun tidak mengenal
akan seni tradisi setempat khususnya karawitan Sunda, salah satunya
merupakan bukti dari kegagalan para pendidik seni musik yang lebih
cenderung menerapkan seni berbasis luar negeri daripada seni berbasis
dalam negeri.
Ada beberapa kemungkinan para pendidik seni musik tidak
mengarahkan peserta didik kepada pengenalan seni tradisi atau budaya
setempat. Pertama, kurangnya kompetensi dalam seni tradisi lokal.
Persoalan ini telah lama terngiang di lapangan, yang disayangkan, para
pendidik seni musik yang menyandang predikat ini tidak ada upaya untuk
merenovasi diri. Idealnya, mereka melakukan pergerakan yang mengarah
pada perbaikan kualitas diri, yang diniati sebagai rasa tanggungjawab
pribadi untuk menjaga keutuhan budaya sendiri. Karena telah jelas
8
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
hukumnya, bahwa perubahan itu mesti dimulai dengan segala usaha
mengubah diri sendiri, apapun resikonya.
Kedua, kurangnya minat untuk menularkan seni tradisi lokal.
Adapun pendidik seni yang mampu dan cukup berkompeten dalam seni
tradisi lokal, namun kehilangan spirit kelokalannya. Tidak jarang penulis
temukan, para pandidik seni musik yang pada awalnya gencar
mengamalkan seni tradisi lokal, kini berubah haluan menjadi misionaris
dalam penyebaran budaya luar. Ada sesuatu yang hilang pada diri mereka,
antara lain memudarnya hubungan emosional atau ikatan psikologis
dengan seni tradisi setempat. Di sini tampak ada yang terlupakan, bahwa
seni tradisi lokal itu bagian dari budaya lokal, dan budaya lokal itu
melahirkan buah-buah kehidupan yang disebut keluhuran budi atau
kearifan. Jadi, orang yang melepaskan ikatan dengan budaya lokal sama
saja dengan melepaskan diri dari kearifan lokal.
Ketiga, kurangnya pendalaman terhadap kekayaan nilai-nilai dalam
seni tradisi lokal. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari banyak etnik
dengan puspa ragam seni tradisinya tentu menawarkan kekayaan nilai-nilai
lokal yang banyak pula. Salah satu kelemahan para pendidik seni musik
adalah terbiasa tidak mempelajari seni tradisi secara tuntas. Yang mereka
pelajari kebanyakan bagian luarnya saja, sementara bagian dalamnya tetap
utuh tidak terjamah. Akibatnya, yang banyak didemonstrasikan hanya
bagian kulitnya saja, sementara nilai-nilai lokalnya yang merupakan intisari,
9
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
atau sebuah panduan way of live tetap terbungkus utuh dalam
kemasannya.
Dengan situasi dan kondisi seperti di atas, maka upaya untuk
menumbuhkan peserta didik yang berbasic budaya lokal dengan dinaungi
kecerdasan dalam hal intelektual dan moral, dapat berbuah kegagalan.
Oleh karena itu, satu-satunya cara yang mesti ditempuh oleh para pendidik
seni musik yang memiliki predikat seperti disebutkan di atas, yakni kembali
membenahi diri dan menjelma sebagai penanam benih nilai-nilai lokal,
untuk melakukan penguatan akar budaya pada peserta didik. Karena jika
benih yang ditanam tersebut tumbuh mengakar kuat dan pohonnya
menjulang tinggi, maka tidak menutup kemungkinan akan terlahir para
generasi penerus yang berbudaya lokal, namun siap berpetualang untuk
mengarungi samudera kehidupan yang kian mengglobal.
3.2 Pengalaman Estetis
Kekeliruan yang terjadi di kalangan pendidik seni musik di sekolah
dasar, antara lain memandang pengajaran seni musik sebagai upaya
mencetak musisi atau seniman. Sementara itu, tengah terjadi kekeliruan
pemahaman terhadap arti seniman itu sendiri. Pada umumnya, kata
seniman memiliki penyempitan makna sehingga hanya dianalogikan
sebagai seorang “tukang” saja. Misalnya, seniman kacapi dapat berarti
tukang ngacapi (pemain kacapi), dan seniman tari dapat berarti tukang nari
10
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
(penari). Akibatnya, peserta didik yang sejak dini sengaja diarahkan untuk
menjadi seorang seniman, maka pada akhirnya hanya akan menjadi
seorang tukang saja. Lebih parahnya, karena belajar seni identik dengan
pencalonan menuju seorang seniman, tidak sedikit orang tua yang
melarang anaknya untuk belajar seni khususnya seni musik. Dampaknya,
banyak peserta didik yang kurang mendapatkan pengalaman estetis,
sehingga kurang memiliki kehalusan rasa. Padahal pengalaman estetis dapat
membantu memberikan pegembangan peserta didik baik dari segi
psikomotor, kognitif, maupun afektif.
Menurut Jakob Sumardjo (2000:161), pengalaman estetis merupakan
suatu pengalaman utuh yang melibatkan perasaan, pikiran, penginderaan,
dan berbagai intuisi manusia. Dengan demikian, yang terpenting bagi
peserta didik sekolah dasar bahwa belajar seni musik itu adalah belajar
menggunakan perasaan, pikiran, dan penginderaan. Sementara nilai
instrumennya yang berupa beragam alat musik, hanya sebagai media
pengantar saja menuju gerbang pengalaman estetis. Seperti dikatakan
Alwasilah (2006:120), bahwa puisi, tarian, musik, nyanyian, lukisan, dan
bentuk seni lainnya adalah medium untuk mewadahi emosi dan perasaan
siswa. Tahapan akhir yang mesti dicapai dari pengalaman estetis tersebut
adalah peserta didik dapat menemukan dan memahami benih-benih
kehalusan budi dan keindahan. Jadi, dengan bekal pengalaman seperti ini,
11
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
mau jadi apapun peserta didik, setidaknya mereka diiringi dengan alunan
keindahan rasa atau kehalusan budi pekerti yang pernah didapatkannya.
Salah satu tujuan dari pengalaman estetis adalah melatih daya sentuh
seseorang secara rasa pada sesuatu. Peserta didik yang lebih banyak
mendapatkan pengalaman estetis tidak menutup kemungkinan akan lebih
peka untuk memberikan penilaian dan merasakan sesuatu dibandingkan
dengan peserta didik yang kurang mendapatkan pengalaman estetis.
Dengan demikian, pendidikan seni dalam tataran pendidikan dasar
memiliki tugas untuk mengantarkan peserta didik menuju gerbang
pengalaman estetis dan menenggelamkan mereka sedalam-dalamnya,
sehingga pada suatu saat nanti mereka dapat menjadi manusia yang
memiliki kecerdasan intelektual dan keindahan moral.
3.3 Menggali Makna
Banyak nilai-nilai kearifan yang dapat digali dan dimaknai dari seni
tradisi. Dalam pendidikan seni musik di pendidikan dasar, penggalian nilai
dapat dilakukan melalui berbagai cara.
Pertama, melalui pembelajaran teks dan kontekstual. Dalam hal ini,
tugas seorang guru adalah menyediakan konteks. Sasarannya adalah
peserta didik dapat memahami teks yang dipelajari untuk kemudian
dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat
disiasati salah satunya dengan mempelajari lagu daerah setempat yang isi
12
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
rumpaka (lirik) nya berkaitan dengan nilai-nilai kearifan lokal. Berikut salah
satu contoh rumpaka lagu yang memiliki nilai-nilai kearifan.
Reumbeuy Bandungi
Ari reumbeuy, reumbeuy, reumbeuy
Bandung
- Isi lagu pertama menceritakan
bahwa humor atau candaan
orang Bandung (Jawa Barat)
dibarengi dengan kesopanan.
- Isi lagu kedua menceritakan
bahwa orang Bandung gampang
untuk berteman.
Ngareumbeuy dina jambangan
Ari heureuy, heureuy, heureuy
Bandung
Heureuy ge jeung kasopanan
Ari lilin, lilin, lilin Bandung
Geus hurung sok poek deui
Ari ulin, ulin, ulin Bandung
Geus embung sok daek deui
Kedua, melalui apresiasi seni. Apresiasi dilakukan untuk mencari
makna-makna yang tersembunyi di balik pertunjukan seni. Hal ini bersifat
multi tafsir sehingga tugas guru adalah memaknai kembali pertunjukan seni
dengan cara menghubungkannya dengan nilai-nilai kearifan, kemudian
mengkomunikasikannya dengan peserta didik. Berikut salah satu contoh
pemaknaan terhadap salah satu jenis pertunjukan seni tradisi Sunda, yaitu
tembang Sunda Cianjuran.
13
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
(1) Dalam melaksanakan perannya, para pemain tembang Sunda
harus bermain sesuai dengan tugasnya masing-masing. Hal ini
mencerminkan bahwa dalam budaya Sunda, terdapat suatu aturan yang
menuntut kita untuk pandai menempatkan diri, serta menjaga antara hak
dan kewajiban. Karena, dengan adanya kesalahan dalam penempatan diri,
akan berakhir pada timbulnya permasalahan sehingga tidak tercipta
keharmonisan dalam kehidupan.
(2) Dalam penyajian tembang cianjuran ditemukan sikap saling
menghargai. Dalam hal ini, sebagai cerminan bahwa masyarakat Sunda
adalah masyarakat yang dikenal ramah, someah, hade tata jeung basa, hade
kadulur jeung kabatur. Di mana kalau semua itu dilaksanakan, maka akan
tercipta sikap saling menghargai yang mana sikap tersebut merupakan sikap
masyarakat Sunda yang kenal akan kesundaannya. Namun, atmosfer
masyarakat Sunda zaman sekarang seperti kacang yang lupa pada kulitnya,
dan lama-lama bisa jadi jati kasilih ku junti. Maksudnya, zaman sekarang
banyak masyarakat Sunda yang tidak mengindahkan lagi budaya
kesundaannya, seperti sikap hare-hare hirup dan lupa diri.
(3) Selain sikap saling menghargai, ditemukan adanya kesatuan
pemain yang utuh dalam penyajian tembang Sunda Cianjuran. Hal ini
mencerminkan bahwa budaya Sunda merupakan budaya yang sangat
memerhatikan persatuan dan kesatuan. Artinya, kita sebagai masyarakat
Sunda merupakan suatu masyarakat yang hidup dalam satu adab dan
14
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
budaya. Oleh karena itu, sudah seyogianya jika kita tetap mempertahankan
adab dan budaya tersebut demi terciptanya persatuan dan kesatuan,
sehingga budaya Sunda tetap hidup dalam masyarakat Sunda. Dengan
begitu, maka keharmonisan di antara masyarakat Sunda pun akan tetap
terpelihara dengan baik.
(4) Dalam penyajian tembang cianjuran harus terdapat
keseimbangan skill di antara para pemainnya. Dalam hal ini mencerminkan
bahwa budaya Sunda merupakan satu budaya yang memerhatikan ikhwal
keseimbangan. Setelah tiga poin di atas menyangkut hubungan manusia
dengan manusia, maka dalam hal ini budaya Sunda merupakan budaya
yang tidak melupakan keseimbangan antara kehidupan dunia dan
kehidupan akhirat. Dengan adanya keseimbangan ini, menunjukkan bahwa
budaya Sunda merupakan budaya yang memiliki nilai-nilai yang sangat
tinggi, karena juga menyangkut kehidupan religi. Artinya, budaya Sunda
memegang teguh nilai-nilai keagamaan.
(5) Para pemain tembang cianjuran dituntut memilik sensitivitas rasa
yang tinggi. Ini merupakan cerminan dari budaya yang menuntut adanya
kepekaan rasa atau alus rasa. Dengan memiliki alus rasa, maka masyarakat
Sunda akan menjadi masyarakat yang silih asah, silih asih, dan silih asuh.
Dengan demikian, kerukunan, kedamaian dan keharmonisan pun akan
tercipta dengan sendirinya. Selain itu, apabila masyarakat Sunda memiliki
alus rasa, maka akan selalu berhati-hati dalam segala ucapan dan
15
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
perbuatannya, serta akan dapat mengendalikan emosinya dengan baik.
Ketika pada gilirannya itu emosi diubah dan dikemas menjadi keindahan
dalam ucapan dan perbuatan, di situlah letak kesempurnaan manusia
Sunda.
Dari kelima poin di atas, peserta didik dapat memahami bahwa
budaya Sunda merupakan salah satu budaya yang memiliki nilai keluhuran
dan kehalusan.
Ketiga, melalui pemilihan karya seni. Dalam hal ini, guru melakukan
pemilihan terhadap berbagai macam genre seni, untuk dicari yang sesuai
dengan nilai-nilai budaya lokal. Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan
peserta didik, artinya mereka diberi kesempatan untuk ikut melakukan
penilaian. Agar kegiatan ini lebih sistematis, maka pemilihan dapat
dilakukan dengan mengambil prosedur sebagai berikut. (1) tahap eksplorasi.
Pada tahap ini guru dan peserta didik mengumpulkan informasi ihwal
berbagai macam jenis kesenian. (2) tahap klasifikasi. Pada tahap ini guru
dan murid memberikan penilain terhadap semua jenis kesenian, untuk
diambil jenis mana yang sesuai dengan norma-norma setempat. (3) tahap
implementasi. Pada tahap ini, guru dapat mengimplementasikan hasil
klasifikasi dan menerapkannya kepada peserta didik. Dengan cara ini,
peserta didik diharapkan mampu memahami tentang nilai-nilai yang
terkandung dalam berbagai jenis kesenian.
16
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
4. Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
sebagai upaya menghasilkan para peserta didik yang memiliki kecerdasan
intelektual dan keindahan moral, salah satunya dapat dilakukan melalui
pengajaran pendidikan seni di sekolah dasar dengan berbasis tradisi lokal.
Oleh sebab itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para pendidik
seni musik khususnya adalah sebagai berikut. Pertama, materi pelajaran
pendidikan seni musik harus berasal dari budaya lokal bukan dari budaya
luar. Kedua, pelajaran seni musik diajarkan sebagai upaya memberikan
pengalaman estetis bukan usaha untuk mencetak seniman secara utuh.
Ketiga, pengajaran materi seni musik harus diiringi dengan penanaman nilai
atau makna tidak hanya sekedar belajar praktek bermusik. Oleh karena itu,
pengajaran seni musik dapat dilakukan dengan jalan mencari atau
mengggali nilai dari berbagai genre seni melalui tiga cara: (1) pembelajaran
teks dan kontekstual. (2) apresiasi seni, dan (3) pemilihan karya seni yang
dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu: tahap eksplorasi, tahap klasifikasi,
dan tahap implementasi. Dengan demikian, diharapkan peserta didik dapat
menjadi generasi penerus yang mampu menanamkan kearifan lokal dan
berwawasan global, sehingga siap sedia dalam menghadapi perubahan atau
perkembangan zaman.
17
Disajikan pada Konferensi Internasional Pendidikan Dasar tahun 2009 di UPI Kampus Sumedang.
Daftar Pustaka
Alwasilah, A. Chaedar. (2006). Pokoknya Sunda. Bandung: PT. Kiblat Buku
Utama.
Dewantara, Ki Hadjar. (1962). Pendidikan. Yogyakarta: Taman Siswa.
Dewantara, Ki Hadjar. (1967). Kebudayaan. Yogyakarta: Taman Siswa.
Elliot, David. J. (1995). Music Matters. New York: Oxford University Press.
Johnson, Elaine. B. (2006). Contextual Teaching and Learning. Bandung:
Mizan Learning Center.
Koten, Thomas. (2007). “Pendidikan Kecerdasan Emosional”. Media
Indonesia. (10 April 2007).
Mack, Dieter. (1996). Pendidikan Musik: Antara Harapan dan Realitas.
Bandung: University Press IKIP Bandung.
Sumardjo, Jakob. (2000). Filsafat Seni. Bandung: ITB.
i http://datasunda.org/id/SUNDA-LIRIK-KAWIH.php?plet=MZ.