MBD Referat

34
BAB I Pendahuluan Tulang adalah organ dan lokasi yang paling sering mengalami metastasis kanker dan menyebabkan morbiditas yang besar, khususnya dari kanker payudara dan kanker prostat karena prevalensinya yang tinggi. Pada pemeriksaan otopsi ± 70% dari pasien yang meninggal akibat kedua kanker tersebut terbukti juga telah mengalami Metastatic Bone Disease (MBD). Karsinoma tiroid, ginjal dan bronkus juga sering mengalami metastase ke tulang, dengan insiden pada pemeriksaan otopsi 30%-40%. Tumor dari saluran pencernaan jarang (±10%) mengalami metastase ke tulang. Pada penelitian di bidang kanker, dapat dilihat bahwa kejadian kanker pada tulang terjadi rata-rata setiap 3 sampai 6 bulan. Selain itu, metastasis kanker ke tulang membatasi fungsi skeletal, sehingga menyebabkan penurunan kualitas hidup dan bahkan kematiannya yang hampir seluruhnya diakibatkan oleh komplikasinya. Prognosis penyakit MBD tergantung pada lokasi kanker primernya, kanker payudara dan kanker prostat mempunyai kelangsungan hidup yang diukur dalam tahun dibandingkan dengan kanker paru-paru, di mana kelangsungan hidup rata-rata hanya dengan hitungan bulan (Plunkett TA dan Rubens RD, 2005) . Adanya penyakit ekstraosseous dan penyebaran serta lamanya bone disease merupakan prediktor prognosis yang kuat. Dewasa ini morbiditas skeletal, progresi penyakit dasar MBD, atau bahkan kematian telah dapat diperkirakan melalui pemeriksaan bone-spesific 1

description

metastase pada tulang sangat banyak terjadi pada kasus ca cervix dan ca paru

Transcript of MBD Referat

Page 1: MBD Referat

BAB I

Pendahuluan

Tulang adalah organ dan lokasi yang paling sering mengalami metastasis kanker dan

menyebabkan morbiditas yang besar, khususnya dari kanker payudara dan kanker prostat karena

prevalensinya yang tinggi. Pada pemeriksaan otopsi ± 70% dari pasien yang meninggal akibat

kedua kanker tersebut terbukti juga telah mengalami Metastatic Bone Disease (MBD).

Karsinoma tiroid, ginjal dan bronkus juga sering mengalami metastase ke tulang, dengan insiden

pada pemeriksaan otopsi 30%-40%. Tumor dari saluran pencernaan jarang (±10%) mengalami

metastase ke tulang.

Pada penelitian di bidang kanker, dapat dilihat bahwa kejadian kanker pada tulang terjadi

rata-rata setiap 3 sampai 6 bulan. Selain itu, metastasis kanker ke tulang membatasi fungsi

skeletal, sehingga menyebabkan penurunan kualitas hidup dan bahkan kematiannya yang hampir

seluruhnya diakibatkan oleh komplikasinya. Prognosis penyakit MBD tergantung pada lokasi

kanker primernya, kanker payudara dan kanker prostat mempunyai kelangsungan hidup yang

diukur dalam tahun dibandingkan dengan kanker paru-paru, di mana kelangsungan hidup rata-

rata hanya dengan hitungan bulan (Plunkett TA dan Rubens RD, 2005) .

Adanya penyakit ekstraosseous dan penyebaran serta lamanya bone disease merupakan

prediktor prognosis yang kuat. Dewasa ini morbiditas skeletal, progresi penyakit dasar MBD,

atau bahkan kematian telah dapat diperkirakan melalui pemeriksaan bone-spesific marker.

Pemahaman yang lebih terhadap prediksi dan prognosis dapat memberikan penanganan yang

lebih personal terhadap pasien dan pembiayaan yang lebih efektif dari sumber daya kesehatan

(Jacofsky DJ, dkk 2004).

MBD saat ini menjadi isu pada bidang orthopaedi dan traumatologi seperti halnya pada

center onkologi. Berdasarkan pedoman dari British Orthopedic Association (BOA), diperkirakan

setiap tahunnya di Inggris terdapat 20.000 kasus, dengan ± 9.000 kasus berhubungan dengan

kanker payudara (Cumming D, dkk, 2008)

1

Page 2: MBD Referat

BAB II

Tinjauan Pustaka

II.1 Epidemiologi

Sekitar 1,2 juta pasien menderita kanker setiap tahunnya di Amerika Serikat, dari jumlah

tersebut sekitar 600 ribu orang mengalami metastasis ke tulang. Sebagai perbandingan, hanya

sekitar 2.700 pasien menderita sarcoma tulang setiap tahun. Kisaran usia pasien dangan sarcoma

berbeda dengan pasien yang menderita metastasis kanker ke tulang. Kebanyakan pasien dengan

metastasis ke tulang berusia diatas 50 tahun, sementara kebanyakan penderita sarcoma

merupakan orang dewasa muda dengan usia dibawah 30 tahun.

Metastasis ke tulang yang paling sering adalah berasal dari karsinoma payudara,

selanjutnya secara berurutan karsinoma prostat, ginjal, paru-paru, tiroid, buli dan traktus

gastrointestinal. Sekitar 10 persen dari kasus metastasis tersebut tidak ditemukan adanya tumor

primer.

Lokasi yang paling sering terjadinya metastasis tulang adalah pada vertebra, pelvis,

femur proksimal, dan humerus. Penyebaran biasanya melalui aliran darah, tetapi kadang-kadang,

tumor visceral menyebar secara langsung ke tulang yang berdekatan (misalnya pelvis atau costa).

Metastasis biasanya osteolitik, dan sering terjadi fraktur patologis. Resorbsi tulang terjadi karena

efek langsung dari sel-sel tumor atau dari tumor-derived faktor yang menstimulasi aktivitas

osteoklastik. Lesi osteoblastic jarang terjadi, biasanya terjadi pada carcinoma prostat.

Primary tumor Incidence of bone metastases (%)Breast 73Prostate 68Thyroid 42Kidney 35Lung 36Gastrointestinal tract

5

Tabel . insidensi metastasis ke tulang dari berbagai macam kanker.

2

Page 3: MBD Referat

II.2 Mekanisme terjadinya MBD

Tipe dari MBD

Metastasis ke tulang memiliki dua macam karakteristik yakni osteolytic dan osteoblastic.

Klasifikasi tersebut menggambarkan suatu keadaan dimana terjadinya disregulasi dari proses

remodeling tulang yang normal. Pasien dapat mengalami baik metastasis osteolytic dan

osteoblastic atau lesi campuran yang mengandung kedua elemen tersebut. Kebanyakan pasien

dengan kanker payudara akan mengalami metastasis tipe osteolytic, walaupun sedikitnya sekitar

15-20% diantaranya akan mengalami metastasis tipe osteoblastic. Sebagai tambahan,

pembentukan tulang sekunder terjadi sebagai respon dari adanya proses destruksi tulang. Proses

reaktif tersebut sangat mudah untuk dideteksi dengan menggunakan scanning tulang, yang

mengidentifikasi tempat terjadinya pembentukan tulang secara aktif. Hanya pada multiple

myeloma terjadi proses tulang lytic secara murni. Lesi yang terjadi pada metastasis kanker

prostat secara dominan merupakan lesi osteoblastik, tetapi juga terjadi peningkatan resorpsi

tulang pada lesi osteoblastic kanker prostat tersebut.

Beberapa faktor mempengaruhi frekuensi terjadinya metastasis ke tulang. Aliran darah

yang sangat tinggi pada daerah sumsum tulang, menjadi predileksi terjadinya metastasis pada

tempat tersebut. lebih jauh lagi, sel tumor memproduksi molekul adhesive yang mengikat secara

erat ke sel stromal dari sumsum tulang dan matriks tulang. Interaksi tersebut menyebabkan sel

tumor meningkatkan produksi factor angiogenesis dan bone-resorpsing yang lebih lanjut lagi

akan meningkatkan pertumbuhannya di tulang. Tulang juga merupakan tempat bagi beberapa

factor pertumbuhan, termasuk didalamnya transforming growth factor, insulin-like growth factor

I dan II, fibroblast growth factor, platelet-derived growth factor, bone morphogenetic proteins,

dan kalsium. Factor-faktor pertumbuhan tersebut, yang dilepaskan dan teraktivasi selama proses

resorpsi tulang, menyediakan tempat yang subur bagi pertumbuhan sel tumor. Hipotesis “seed

and soil” tersebut pertama kali diungkapkan oleh Stephen Paget pada tahun 1889.

Remodelling Tulang Normal

Tulang manusia secara berkelanjutan mangalami pergantian dan remodeling melalui

aktivitas yang melibatkan osteoklas dan osteoblas pada permukaan trabekular dan system

3

Page 4: MBD Referat

haversian. Pada tulang yang normal, terdapat keseimbangan dari rangkaian proses remodelling

tersebut yakni : resorpsi tulang oleh osteoklas, dan kemudian pembentukan tulang oleh osteoblas.

Osteoklas

Osteoklas berasal dari sel-sel precursor monosit dan makrofag yang berdiferensiasi

menjadi osteoklas inaktif. Osteoklas yang teraktivasimeresorbsi tulang dan mengalami apoptosis.

Kedua sel tersebut memproduksi sitokin dan hormone sistemik yang meregulasi pembentukan

dan aktivasi osteoklas. Lingkungan mikro dari tulang memainkan peranan penting dalam

pembentukan osteoklas melalui produksi macrofag colony stimulating factor dan reseptor

activator of nuclear faktork B (RANK) ligand (RANKL) oleh sel-sel atau osteoblas. RANKL,

bagian dari tumor necrosis factor, diekspresikan dipermukaan osteoblas dan sel-sel stromal dan

dilepaskan oleh sel-sel T teraktivasi. Faktor-faktor yang bersifat osteopenic, seperti hormone

paratiroid, 1,25-dihydroxyvitamin D dan prostaglandin menginduksi pembentukan dari osteoklas

dengan meningkatkan ekspresi dari RANKL pada sel-sel stromal sumsum tulang dan osteoblas

daripada secara langsung bekerja pada precursor osteoklas. RANKL mengikat reseptor RANK

pada precursor osteoklas dan menginduksi pembentukan osteoklas melalui sinyal pada nuclear

factor kB dan jalur Jun N-terminal kinase. Bentuk terlarut dari RANKL diproduksi oleh sel T

teraktivasi dapat dideteksi pada cairan sendi hewan dengan arthritis. Pentingnya peran RANKL

pada pembentukan osteoklas digambarkan secara jelasmelalui tehnik rekombinasi homolog

dimana RANKL atau gen RANK pada tikus yang telah dihapus. Pada hewan coba tersebut

mengalami penurunan osteoklas dan sebagai hasilnya terjadinya osteopetrosis. Sebagai

tambahan, perkembangan dari sel B dan sel T mengalami penurunan pada hewan coba tersebut.

Reseptor untuk RANK, osteoprotegerin, secara normal berada pada sumsum tulang.

Osteoprotegerin, bagian dari keluarga reseptor tumor nerosis factor, menghambat terjadinya

diferensiasi dan resorpsi osteoklas secara in vitro dan in vivo. Rasio RANKL terhadap

osteoprotegerin mengatur pembentukan dan aktivitas dari osteoklas. Produksi yang berlebihan

dari osteoprotegerin terbukti mmenyebabkan osteoporosis pada hewan coba, dimana kurangnya

kadar osteoprotegerin menyebabkan osteopenia. Peran dari RANKL yang penting pada destruksi

tulang menyebabkan pengembangan rekombinan osteoprotegerin dan antibody terhadap RANKL

sebagai pengobatan potensial untuk metastasis tulang. Osteoklas meresorbsi tulang dengan

mensekresi protease yang menguraikan matriks tulang dan memproduksi asam yang melepaskan

4

Page 5: MBD Referat

mineral tulang ke ruang ekstraselular dibawah dari perbatasan plasma membrane osteoklas, yang

menghadap ke tulang dan merupakan organela yang meresorbsi dari sel. Perlekatan osteoklas ke

permukaan tulang penting untuk proses resorbsi tulang, karena adanya zat yang mempengaruhi

perlekatan osteoklas yang memblok resorpsi dari tulang. Agen yang mempengaruhi perlekatan

osteoklas ke tulang atau menghambat protease yang diproduksi oleh osteoklas, seperti cathepsin

K, dalam penelitian dan mungkin berguna untuk terapi metastasis tulang.

Osteoblas

Osteoblas merupakan sel pembentuk tulang. Osteoblas berasal dari sel-sel mesenkimal,

yang membentuk osteoblas, adiposit, dan sel-sel otot. Faktor transkripsi yang penting untuk

diferensiaasi osteoblas adalah Runx-2, atau core-binding factor a1 (CBFA1). CBFA1 mengatur

ekspresi semua gen yang berhubungan dengan diferensiasi osteoblas. Pada hewan coba tikus,

yang mengalami kekurangan gen CBFA1 tulang tidak terbentuk. Diferensiasi osteoblas kurang

begitu dipahami daripada diferensiasi osteoklas. Terdapat precursor awal osteoblas yang

memproduksi alkaline phosphatase dan precursor yang lebih terdiferensiasi yang memproduksi

sejumlah osteokalsin dan matriks yang terkalsifikasi. Osteoblas kemudian menjadi osteosit .

Bone Morphometric proteins merupakan factor yang penting yang menstimulasi pertumbuhan

dan diferensiasi dari osteoblas. Seperti ditunjukan pada gambar 2B, banyak factor dapat

mengubah pertumbuhan dan diferensiasi osteoblas, termasuk platelet-derived growth factor,

fibroblast, factor pertumbuhan, dan transforming growth factor b.

5

Page 6: MBD Referat

Metastasis Osteolitik

Pada metastasis osteolitik, destruksi dari tulang lebih dimediasi oleh osteoklas daripada

oleh sel tumor itu sendiri. Akan tetapi, factor-faktor yang bertanggung jawab terhadap aktivasi

osteoklas sangat bervariasi tergantung dari jenis tumornya. Pada Multiple Myeloma, osteoklas

terakumulasi hanya pada permukaan tulang yang teresorbsi berdekatan dengan sel-sel dari

myeloma tersebut, tidak didapatkan osteoklas di area lain dari tulang yang terbebas dari tumor

tersebut. sebagai tambahan dari meningkatnya resorbsi tulang, proses pembentukan tulang

mengalami supresi sehingga lesi tulang pada pasien dengan myeloma hanya bersifat litik.

Beberapa factor osteoklastogenik berhubungan dengan meningkatnya aktivitas osteoklas pada

myeloma. Factor-faktor tersebut diantaranya adalah interleukin-1, interleukin-6,macrophage

6

Page 7: MBD Referat

inflammatory protein, dan RANKL. Interleukin-1 merupakan stimulant poten pada pembentukan

osteoklas, tetapi kadar interleukin-1 yang diproduksi oleh sel myeloma sangatlah rendah.

Beberapa penelitian tidak mendeteksi tingkat dari interleukin-1 pada beberapa tumor myeloma,

menunjukan bahwa interleukin-1 mungkin bukan merupakan mediator utama dari myeoloma

bone disease. Interleukin-6 merupakan factor pertumbuhan atau paling tidak merupakan factor

yang menghambat terjadinya apoptosis pada sel myeloma. Factor tersebut terdapat pada sampel

plasma sumsum tulang dari pasien dengan myeloma. Interleukin-6 merupakan stimulator

potensial pada pembentukan osteoklas dan dapat mengubah pengaruh dari peptide terkait

hormone paratiroid pada pembantukan osteoklas secara in vivo. Tingkat interleukin-6 pada

sumsum tulang tidak secara konsisten berhubungan dengan adanya lesi tulang. Akan tetapi,

ketika sel myeloma menempel pada sel stromal dari sumsum tulang, produksi dari interleukin-6

oleh sel stromal sumsum tulang meningkat. Interleukin-6 nampaknya memiliki peran yang

penting dalam mengubah pertumbuhan atau memperpanjang survival sel myeloma, tetapi

perannya dalam myeloma bone disease maih belum jelas. RANKL adalah mediator utama pada

myeloma bone disease. Beberapa penelitian menunjukan bahwa sel myeloma memproduksi

RANKL, tetapi tidak jelas jumlah dari RANKL yang diproduksi oleh sel myeloma cukup untuk

menginduksi pembentukan osteoklas. Sebaliknya, RANKL mencegah terjadinya apoptosis dari

osteoklas. RANKL diproduksi oleh sel-sel stroma sumsum tulang pada myeloma. Pada kondisi

mikro dari tulang pada myeloma, produksi RANKL meningkat dan produksi osteoprotegerin

secara nyata menurun. Penghambatan terhadap pengikatan RANKL ke reseptor RANK dengan

bentuk soluble dari reseptor RANK atau osteoprotegerin menghambat destruksi tulang pada tikus

dengan myeloma. Semua data tersebut menunjukkan bahwa RANKL adalah mediator utama

pada myeloma bone disease. Macrophage inflammatory protein 1a juga nampaknya merupakan

regulator kunci dari destruksi tulang pada myeloma. Macrophage inflammatory protein 1a

merupakan inductor poten pembentukan osteoklas secara in vitro, secara independen dari

RANKL, dan mengubah pembentukan osteoklas yang terstimulasi oleh RANKL dan interleukin-

6. Pada sekitar 70% pasien, sel myeloma memproduksi Macrophage inflammatory protein 1a

dan kadar dari protein tersebut meningkat pada plasma dari sumsum tulang. Kadar Macrophage

inflammatory protein 1a berkorelasi secara kuat dengan adanya lesi osteolitik, lebih lanjut lagi

microanalisis DNA dari sel-sel myeloma menunjukan bahwa ekspresi dari gen Macrophage

inflammatory protein 1a secara nyata meningkat dan berhubungan dengan bone disease. Lebih

7

Page 8: MBD Referat

jauh lagi, penghambatan ekspresi dari gen Macrophage inflammatory protein 1a atau aktivitas

dari Macrophage inflammatory protein 1a pada hewan coba dengan myeloma akan menurunkan

terjadinya destruksi tulang maupun beban dari tumor myeloma. Macrophage inflammatory

protein 1a juga mungubah interaksi adhesive antaransel-sel myeloma dengan sel-sel stromal

secara up-regulating ekspresi dari b1 integrin pada sel-sel myeloma. Interaksi adhesive antara

sel-sel stromal susmsum tulang dan sel-sel myeloma meningkatkan produksi dari interleukin-6,

RANKL, dan Macrophage inflammatory protein 1a yang lebih jauh lagi akan meningkatkan

destruksi tulang.

Disfungsi Osteoblas pada Myeloma

Lesi tulang pada myeloma bersifat litik, tidak terdapat respon osteoblastik. Fenomena ini

menjelaskan bahwa pada sekitar separuh dari kasus myeloma, scan pada tulang dapat terlihat

normal meskipun terdapat destruksi tulang secara osteolitik yang parah. Dasar dari penurunan

respon osteoblas pada myeloma tidak diketahui. Sel-sel myeloma dapat memproduksi tumor

necrosis factor a, yang akan menghambat pertumbuhan dan diferensiasi dari osteoblas. Akan

tetapi, tumor necrosis factor a tidak dapat dikaitkan secar langsung terhadap terjadinya supresi

pembentukan tulang pada myeloma. Walaupun kokultur dari dua jenis interleukin-6 tergantung

sel myeloma dengan sel-sel osteoblas osteosarkoma akan menurunkan jumlah osteokalsin yang

diproduksi oleh sel tersebut, factor-faktor yang terlibat masih belum bisa diketahui. Pada

penelitian akhir-akhir ini yang dilakukan oleh Tian dan rekan, dengan menggunakan analisis

genemicroarray dan analisis immunohistochemical, menemukan bahwa sel-sel myeloma

mengekspresikan dickkopf 1 (DKK1), antagonis dari Wnt-signaling dan adanya kadar yang

tinggi dari DKK1 berhubungan dengan lesi fokal di tulang pada pasien dengan myeloma. Lebih

jauh lagi mereka menunjukan bahwa serum dari sumsum tulang pada pasien-pasien tersebut yang

mengandung lebih dari 12 ng DKK1 per millimeter akan menghambat diferensiasi osteoblastik

pada sel myoblas tikus. Data tersebut menunjukan bahwa DKK1 mungkin terlibat pada

penghambatan diferensiasi osteoblas pada myeloma. Kemungkinan lebih dari satu factor terlibat

pada supresi dari aktivitas osteoblas pada myeloma; situasi tersebut analog trhadap factor-faktor

multiple yang meningkatkan aktivitas dari osteoklas.

8

Page 9: MBD Referat

II.3 Gambaran Klinis MBD

Pasien biasanya berusia 50-70 tahun, sehingga jika terdapat lesi destruksi pada tulang

pada kelompok usia ini diferensial diagnosis metastasis harus disertakan. Nyeri tulang belakang

merupakan keluhan yang paling sering, bahkan tidak jarang menjadi satu-satunya keluhan. Nyeri

tulang belakang dan nyeri paha pada orang tua (terutama seseorang yang diketahui telah pernah

mendapat pengobatan untuk karsinoma) harus selalu dicurigai.

Kejadian metastasis tulang dapat diketahui melalui pencatatan riwayat penyakit yang

akurat, melakukan pemeriksaan fisik secara rinci, dan pemeriksaan radilogis yang sesuai.

Riwayat nyeri harus menyertakan keterangan tentang nyeri yang harus dinilai oleh dokter,

seperti: onsetnya, radiasi, faktor pemicu dan yang meringankan nyeri, laporan pasien akan

intensitas nyerinya,. Terdapat beberapa metode untuk menggambarkan intensitas nyeri,

diantaranya: Numerical Rating Scale (yang paling umum digunakan), Visual Analog Scale , Iowa

Pain Termometer Scale dan Face Pain Scale. Beberapa faktor dapat menjadi petunjuk yaitu:

1. Nyeri pada MBD onsetnya bertahap, secara progresif menjadi semakin hebat, dan

biasanya nyeri bersifat lokal dan sering muncul di malam hari dan/atau saat weight-

bearing.

2. MBD mayoritas berasal dari kanker payudara, paru-paru, prostat, tiroid dan ginjal.

3. Lokasi penyebaran pada skeletal yang paling umum diantaranya vertebra, pelvis, kosta,

tengkorak, humerus dan femur.

4. Meskipun sekitar 80% dari metastasis mengenai multilevel vertebral, tetapi cenderung

lebih sering ditemui pada regio torakal, diikuti oleh lumbosacral dan cervikal.

5. Nyeri yang berlokasi di daerah occipital atau nuchae menjalar ke posterior tengkorak dan

mengalami eksaserbasi saat leher dalam keadaan fleksi, dapat berhubungan dengan

destruksi atlas (C1).

6. Nyeri yang mengarah pada regio interscapular dapat berhubungan dengan sindrom C7-T1

akibat invasi tumor dari vertebra.

7. Nyeri di crista iliaka atau sacroiliac joint bisa berasal dari level T12 atau L1, sedangkan

rasa nyeri di daerah bokong atau paha belakang yang bertambah ketika berbaring dan

pulih ketika berdiri mungkin merupakan nyeri alih segmen sakral.

9

Page 10: MBD Referat

8. Rasa nyeri yang meningkat dengan cepat dan menjalar pada band-like fashion di sekitar

dada atau perut bisa menunjukkan kompresi epidural yang merupakan suatu keadaan

emergensi oncologic / neorologis. Kompresi spinal cord biasanya disertai oleh kehilangan

sensorik, reflek abnormal reflek, kelemahan, dan disfungsi otonom.

9. Nyeri pada pangkal paha atau lutut bisa berasal dari sendi paha .

Karakteristik nyeri pada MBD dapat somatik (muskuloskeletal), neuropatik (dengan

protopathicand atau fitur epicritic, disebabkan oleh iritasi atau kerusakan saraf akibat serangan

tumor) atau nyeri campuran yang lebih sering terjadi (Buga S dan Sarria JE, 2012).

Beberapa deposit secara klinis tidak memberikan gejala dan ditemukan secara kebetulan

pada saat pemeriksaan x-ray atau bone scanning, atau setelah fraktur patologis. Jika tidak ada

riwayat dan petunjuk klinis yang mengarah pada karsinoma primer, biopsi pada daerah fraktur

sangat penting. Gejala hypercalcaemia dapat terjadi (dan sering luput) pada pasien dengan

skeletal metastasis. Diantaranya anoreksia, mual, haus, polyuria, nyeri perut, lemah dan depresi.

Pada anak-anak umur dibawah 6 tahun,, lesi metastasis yang paling sering dari adrenal

neuroblastoma (Solomon L, dkk 2010). Metastatis ke tulang merupakan penyebab morbiditas

yang paling sering pada pasien dengan kanker stadium lanjut. Frekuensi komplikasi ke tulang

(juga dikenal dengan kejadian terkait tulang) pada beberapa tipe tumor yang mendapat terapi

sistemik standar tanpa bifosfonat ditunjukan pada gambar….. Rata-rata pasien dengan metastasi

akan mengalami kejadian terkait tulang setiap 3-6 bulan. Akan tetapi kejadian dari peristiwa

morbiditas tersebut tidak sering, dengan kejadian terpisah pada sekitar periode dari progresi dan

menjadi lebih sering ketika progresivitas dari penyakitnya menjadi lebih ekstensive dan pilihan

pengobatannya menjadi terbatas.

Hiperkalsemia

Hiperkalsemia paling sering terjadi pada pasien dengan kanker paru sel squamosa, kanker

payudara, dan kanker ginjal, dan pada beberapa keganasan hematologis khususnya myeloma dan

limfoma. Pada kebanyakan kasus, hiperkalsemia merupakan hasil dari destruksi tulang, dan

metastasis yang bersifat osteolitik terdapat pada 80% kasus. Pada kanker payudara, terdapat

hubungan antara hiperkalsemia dan terdapatnya metastasis ke hepar. Kaitan tersebut mungkin

menggambarkan hubungan anatara keterlibatan hepar dan produksi atau penurunan metabolisme

dari factor-faktor humoral yang berefek ke tulang seperti peptide terkait hormon paratiroid atau

10

Page 11: MBD Referat

activator dari reseptor nuclear factor-κB ligand. Sekresi dari factor humoral dan parakrin oleh sel

tumor akan menstimulasi aktivitas dan proliferasi osteoklas, dan disana terdapat peningkatan

nyata terjadinya turnover tulang. Beberapa penelitian menetapkan peran dari hormon paratiroid

terhadap kejadian hiperkalsemia. Kadar dari hormone paratiroid meningkat pada dua per tiga

pasien dengan metastasis ke tulang dan pada semua pasien dengan hiperkalsemia humoral.

Ginjal juga memilii peran terhadap terjadinya hiperkalsemia malignan; sebagai hasil dari

penurunan volume dan hormone paratiroid, reabsorbsi kalsium dari tubulus ginjal meningkat,

yang lebih jauh lagi akan meningkatkan kadar kalsium serum. Tanda dan gejala hiperkalsemia

tidak spesifik, dan klinisi seharusnya memiliki tingkat kecurigaan. Gejala-gejala yang umum

termasuk diantaranya lemas, anoreksia, dan konstipasi. Jika tidak diatasi, peningkatan progresif

dari kadar kalsium serum akan menghasilkan penurunan dari fungsi ginjal dan status mental.

Kematian pada khususnya terjadi sebagai akibat gagal ginjal dan aritmia jantung.

Fraktur Patologis

Destruksi dari tulang yang mengalami metastasis akan menurunkan kemampuan

menahan beban dari tulang dan akan menghasilkan mikro fraktur, yang akan menyebabkan nyeri.

Fraktur terjadi paling sering di tulang-tulang costae dan vertebra. Fraktur yang terjadi pada

tulang panjang atau perluasan epidural tumor ke tulang belakang yang paling sering

menyebabkan disabilitas. Kejadian fraktur tulang panjang memiliki efek yang menentukan

terhadap kualitas hidup pasien dengan kanker stadium lanjut, beberapa usaha sudah dilakukan

untuk memprediksikan lokasi dari fraktur dan untuk mencegah terjadinya fraktur dengan

pembedahan profilaksis. Fraktur paling sering terjadi pada tulang dengan lesi litik yang

digunakan untuk menahan beban. Kerusakan baik pada tulang kortikal maupun tulang trabekular

secaras truktural menjadi penting. Beberapa gambaran radiologis telah diidentifikasi yang

mungkin dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya fraktur, fraktur terjadi jika lesi yang ada

besar dan bersifat litik, dan mengerosi korteks. System scoring diperkenalkan oleh Mirels

berdasarkan lokasi, asal, ukuran dan gejala dari deposit metastasis. Dengan menggunakan system

tersebut, lesi yang memiliki nilai >7 secara umum akan memerlukan intervensi pembedahan,

nilai >10 memiliki resiko terjadinya fraktur sekitar 50%.

11

Page 12: MBD Referat

Kompresi dari saraf spinal atau cauda equine.

Kompresi dari saraf spinal merupakan kegawatan, dan kasus-kasus terduga memerlukan

evaluasi dan penaganan. Nyeri terjadi hamper pada semua pasien, bersifat local pada area

dibawah dari tumor, dan sering mengalami perburukan dengan aktivitas yang meningkatkan

tekanan intradural seperti batuk, bersin,dll. Nyeri sering menjadi lebih buruk pada malam hari,

yang mana menrupakan pola yang berlawanan dengan nyeri akibat penyakit degenerasi.

Mungkin juga akan terdapat nyeri radikular yang menjalar ke anggota tubuh atau sekitar dada

dan perut. Nyeri local biasanya mendahului nyeri radikular dan mungkin akan mendahului

munculnya tanda neurologis lainnya. Kebanyakan pasien dengan kompresi saraf spinal akan

mengalami kelemahan dan paralisis. Perubahan sensoris seperti kesemutan dan kebas pada distal

dari lesi. Retensi urin, inkontinensia, dan impotensi biasanya merupakan manifestasi akhir dari

kompresi saraf spinal. Akan tetapi, lesi pada tingkat conus medularis dapat muncul dengan

terjadinya disfungsi autonomic dari kandung kemih, rectum, dan genitalia.

Instabilitas tulang belakang.

Nyeri boyok merupakan gejala paling sering pada pasien dengan kanker stadium lanjut

dan pada 10% kasus terjadi karena instabilitas tulang belakang. Nyeri dapat teramat parah

berasal dari proses kerusakan mekanis, dan sering kali pasien merasa nyaman ketika berbaring.

Pembedahan untuk menstabilkan kembali tulang belakang seringkali diperlukan untuk

meredakan nyeri., dan walaupun pembedahan tersebut sering dikaitkan dengan tingkat

morbiditas maupun mortalitas yang tinggi, hasil yang baik dapat dicapai dengan pemilihan

pasien yang tepat.

II.4 Gambaran Radiologis MBD

X-rays

Umumnya skeletal deposit berupa osteolytic dan muncul sebagai rarified area di daerah

medula atau moth-eaten appearance pada korteks. Kadang–kadang dapat menjadi penanda

12

Page 13: MBD Referat

destruksi tulang, dengan atau tanpa fraktur patologis. Deposito osteoblastik dicurigai sebagai

karsinoma prostat; pelvis dapat menunjukkan peningkatan densitas yang harus dibedakan dengan

Paget’s disease atau limfoma.

Radioscintigraphy

Scanning tulang dengan radionukleotida, biasanya yang digunakan 99mTc-methylen

diphosponate (99mTc-MDP). Distribusi radioaktifitasnya direkam dengan menggunakan kamera

gamma. Radionukleotida diabsorbsi ke dalam kalsium hidroksiapatit yang dipengaruhi oleh

peningkatan aliran darah lokal dan aktiftas osteoblastik. Merupakan metode yang paling sensitif

(95%) untuk mendeteksi deposit metastasis pada tulang, namun spesifisitasnya kurang.

Perubahan degenerative, infeksi, dan fraktur dapat menjadi positif palsu. Oleh karena itu

diperlukan pencitraan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosa. Pada pemeriksaan awal

dilakukan pemeriksaan foto plain, jika hasilnya terlihat normal namun kecurigaan terhadap

metastasis masih ada, pemeriksaan CT atau MRI dianjurkan. Pada metastasis yang osteolitik

murni dan berkembang secara cepat, bone turnover labil, atau lokasinya avaskuler (cold spot),

mungkin diagnosa terhadap lesi tersebut tidak dapat ditegakkan dengan radioscintigraphy.

13

Page 14: MBD Referat

Gambar 1. Bone scintigraphy .Pemeriksaan staging bone scintigraphy pada pasien

kanker prostat, tampak metastasis pada costa 6 posterior kiri, costa 5 dan 6 lateral kanan,

Thorakal 6, prosesus spinosus lumbal 2, sacrum dan kedua tulang iliaka, dan superior asetabulum

kanan.

Pemeriksaan Khusus

ESR dapat meningkat dan konsentrasi hemoglobin biasanya rendah. Konsentrasi serum

alkali fosfatase sering meningkat, dan pada karsinoma prostat acid fosfatase juga meningkat.

Pasien dengan kanker payudara dapat diskrening dengan pemeriksaan tumor marker associated

antigen.

II.5 Penatalaksanaan MBD

Manajemen umum vertebral dan nonvertebral MBD

Manajemen MBD dan interfensi biasanya bersifat individual. Pada algoritma berikut

dijelaskan mengenai manajemen MBD pada vertebral dan non vertebral. Kebanyakan pasien

ditangani secara paliatif, dan tujuan dari penaganan adalah untuk mengurangi nyeri,

meningkatkan fungsi, dan mencegah komplikasi seperti kompresi spinal cord dan fraktur

patologis. Kombinasi pemberian analgetik / manajemen nyeri, penanganan sistemik, radioterapi,

dan penanganan operatif dengan pendekatan multidisiplin dapat memberikan peluang untuk

tercapainya tujuan dari penanganan pada masing-masing pasien. Terapi medis termasuk

penggunaan bisphosponat dan RANKL inhibitor. Manajemen nyeri dipertimbangkan

penggunaannya sesuai kebutuhan akan analgetik (NSAIDs, opioid, kortikosteroid).

14

Page 15: MBD Referat

15

Page 16: MBD Referat

Gambar 2. Algoritma penanganan vertebral bone metastasis (A), dan nonvertebral

metastasis (B).

External-beam radiation therapy (EBRT) merupakan terapi paliatif yang paling sering

digunakan dan merupakan pilihan yang tepat untuk pasien dengan gejala lokal metastasis

skeletal. Radioterapi dapat mengurangi nyeri dengan menghancurkan sel tumor dan membantu

proses osifikasi pada lesi litik. Sementara stereotactic body radiation therapy (SBRT) merupakan

alat yang digunakan untuk penanganan pasien dengan vertebral metastasis dan secara khusus

dapat membantu seting reirradiation. Teknologi ini dapat memberikan dosis radiasi high

ablation melalui penggunaan radiasi pada target yang tepat dengan dosis minimal pada spinal

cord melalui teknik penyesuaian yang tinggi.

16

Page 17: MBD Referat

Penatalaksanaan

Kadang-kadang, pengobatan radikal (kombinasi kemoterapi, radioterapi dan

pembedahan) yang diberikan pada deposit sekunder soliter, juga memberi manfaat bagi lesi

primer dan dianggap sebagai terapi kuratif. Hal ini terutama untuk renal cell carcinoma soliter,

metastasis tumor payudara dan tiroid; Tapi pada sebagian besar kasus, dan pada kasus sekunder

multipel, sepenuhnya diberikan pengobatan simtomatik. Untuk alasan itu, pencarian tumor

primer secara teliti dapat dihindari, meskipun mungkin ada manfaatnya untuk tumor yang

memerlukan manipulasi hormonal.

Terapi Paliatif

Meskipun prognosisnya buruk, pasien tetap harus dilakukan dengan nyaman, dapat

menikmati sisa hidup, dan meninggal dengan tenang dan damai. Penanganan secara aktif

metastasis skeletal mnafaatnya tidak terlalu besar. Selain itu, pasien memerlukan konselling

simpatik dan bantuan praktis dalam aktifitasnya.

Kontrol nyeri dan aktifitas metastasis

Kebanyakan pasien memerlukan analgesik, tetapi analgetik narkotika yang kuat perlu

diberikan pada nyeri yang hebat. Radioterapi digunakan untuk mengontrol rasa sakit dan

mengurangi perkembangan proses metastasis, kecuali jika ada kontraindikasi secara khusus.

Radioterapi sering dikombinasikan dengan penanganan lain (misalnya : internal fiksasi).

Sekunder deposit dari payudara atau prostat dapat dikontrol dengan terapi hormon: stilboestrol

dan obat-obatan androgenic untuk sekunder dari prostat atau oestrogens untuk karsinoma

payudara. Penyebaran sekunder dari karsinoma payudara kadang-kadang dilakukan oleh

oophorectomy dikombinasikan dengan adrenalectomy atau ablasi hypophyseal.

Tangga penggunaan analgetik menurut World Helath Organization (WHO) paling banyak

digunakan untuk pengobatan nyeri pada kanker, dimana terdapat langkah berdasarkan pada

tingkat keparahan dari nyeri (gambar 2A). Langkah 1 terdiri dari analgetik nonopioid pada nyeri

yang ringan. Anti inflamasi non steroid (NSAID) dan COX-2 inhibitor, asetaminofen, ajuvan dan

senyawa analgesik topikal termasuk dalam kelompok ini. Banyak kontroversi mengenai

pengguanaan NSAID disarankan penggunaannya harus hati-hati, terutama pada orang tua.

17

Page 18: MBD Referat

Ajuvan biasanya berupa obat-obatan yang bukan analgetik, tetapi dapat digunakan dalam

keadaan khusus pada penanganan nyeri. Beberapa antiepilepsi dan antidepresan masuk dalam

terapi lini pertama dalam pengelolaan nyeri neuropatik, dimana yang paling sering digunakan

meliputi gabapentin, pregabalin, dan tricyclic antidepresan (misalnya, amitriptyline,

nortriptyline).

Langkah 2 dengan penggunaan opiod lemah seperti hidrokodon, kodein, dan oxykodon

dosis rendah pada nyeri ringan sampai sedang.Obat lainnya agonis μ reseptor dengan mekanisme

aksi ganda seperti tramadol dan tapentadol. Obat ini mengurangi banyak efek samping dari

opioid murni dan telah menambah efek pada nyeri neuropatik. Propoxyphene (Darvocet Darvon)

telah ditarik dari pasaran karena efek aritmia jantung

Langkah 3 terdiri dari opioid kuat seperti morfin, hydromorphone, fentanyl, oxycodone

dosis tinggi, meperidine, dan methadone. Pada pasien dengan nyeri kanker kronis, kombinasi

short-acting dan long-acting opioid dianjurkan. Long-acting opioid, baik secara farmakologi

long-acting (seperti metadon atau levorphanol) atau sediaan long-acting (sistem slow release

seperti morfin, oxycodone, oxymorphone atau hydromorphone), digunakan untuk terapi dasar

nyeri kanker kronis. Opioid short-acting opioid memerlukan dosis berulang, yang digunakan

untuk penanganan nyeri akut.

18

Page 19: MBD Referat

Gambar 3 (A) : 3 langkah penggunaan analgetik oleh WHO :1986, (B) proposal langkah ke 4

oleh Miguel R. Interventonal treatment of cancer pain; the fourth step in WHO analgesi

ladder?:2000.

Tangga analgetik WHO dimulai pada tahun 1982 sebagai program kesehatan masyarakat

untuk menanganai masalah nyeri kanker yang tidak teratasi, terutama pada tahap akhir

kehidupan. Sebelum pedoman ini dirilis pada tahun 1986, terdapat anyak hambatan yang

mencegah efektiftitas pengobatan nyeri pada kanker, dan deskripsi pasien meninggal dengan

nyeri digambarkan sebagai suatu hal yang kejam dan tidak berperasaan. Sehingga dengan

kemajuan dalam pemahaman analgesik opioid dan dengan adanya bidang khusus yang

mespesialisasi yang dampak besar dalam penggunaan tangga analgetik WHO untuk manajemen

pasien yang mengalami nyeri terkait kanker yang ringan sampai parah.

19

Page 20: MBD Referat

Namun pada faktanya terdapat kegagalan dalam penanganan nyeri pada 10 %- 20% dari

pasien. Pada banyak kasus, tangga analgetik digambarkan sebagai sebuah penyederhanaan dari

sebuah masalah yang kompleks. Untuk itu teknik interventional pada kasus yang tidak berhasil

ditangani dengan analgetik sistemik, baik karena nyeri yang tidak terkendali dan /atau efek

samping dari obat, disebut sebagai langkah keempat dari tangga analgetik (gambar B) Kegagalan

penggunaan analgetik sistemik terkait erat dengan generator nyeri yang spesifik dan terjadi pada

kebanyakan keganasan. Nyeri yang berasal dari neuropatik misalnya, disebut sebagai suatu hal

yang responnya rendah pada penggunaan opiat dan terapi adjuvant konvensional. Teknik

intervensi nyeri dapat digunakan pada kondisi ini, diantaranya prosedur neuroablatif (radio

frequency ablation (RFA), cryoablation, phenol dan alkohol neurolisis), pengunaan kateter

temporer untuk pemberian infus lokal/regional anestesi, neurostimulasi dan stimulasi spinal

cord,infus intra tekal dengan jalur kateter perkutan penggunaan atau implantable drug delivery

systems (IDDS).

Hypercalcaemia

Dapat mempunyai konsekuensi yang serius, termasuk renal asidosis, nephrocalcinosis

penurunan kesadaran dan koma. Penanganan harus dengan memastikan hidrasi yang adekuat,

mengurangi asupan kalsium dan, jika perlu diberikan bifosfonat (Solomon L, dkk 2010).

Penanganan pada fraktur

Pada fraktur diafisis harus selalu harus dilakukan internal fiksasi dan (jika diperlukan)

dilapisi dengan semen methylmethacrylate. Jika terdapat multipel fraktur harus di fiksasi pada

waktu yang sama, walaupun harus dipikirkan juga bahwa dengan multipel intra medullary

nailing risiko fat emboli meningkat. Rasa nyeri berkurang dengan cepat, perawatan menjadi lebih

mudah dan pasien dapat menjalani pengobatan lain tanpa rasa tidak nyaman.

Dalam kebanyakan kasus, intramedullary nailing adalah metode yang paling efektif; pada

fraktur dekat sendi (misalnya distal femur atau proksimal tibia). Kadang memerlukan fiksasi

dengan plate atau blade-plate, dan kadang-kadang penggunaan endoprosthesis. Penanganan

fraktur collum femur paling baik dengan replacement prosthetic : hemiarthroplasty jika pelvis

intak, atau total joint replacement jika acetabulum terlibat. Jika dinding pelvis hancur, dapat

20

Page 21: MBD Referat

direkonstruksi dengan large bone graft, kandang rekonstruksi dengan prosthesis custom made.

Penyinaran pasca operasi sangat penting untuk mencegah perluasan metastasis yang lebih lanjut.

Fiksasi profilaksis

Deposit yang besar dan beresiko mengakibatkan fraktur harus dilakukan fiksasi internal

meskipun tulang masih intak. Jika 50 persen dari korteks tunggal dari tulang panjang (dalam

pemeriksaan radiologis) telah hancur, fraktur patologis harus dianggap sebagai hal yang tak

terhindari. Selain itu, avulsi trochanter minor merupakan indikasi akan terjadinya fraktur tulang

pinggul. Mirels menyusun sistem penilaian untuk mengevaluasi risiko fraktur dan juga sebagai

sebagai arahan apakah fraktur harus difiksasi atau tidak. Skor ≥ 8 menunjukkan risiko tinggi

dan memerlukan internal fiksasi sebelum radioterapi .

Prinsip-prinsip dari fiksasi sama dengan penanganan fraktur pada umumnya.

Radionuklida scanning pre operatif menunjukkan apakah terdapat lesi lain pada tulang tersebut,

sehingga memerlukan fiksasi yang lebih ekstensif dan radioterapi pasca-operasi.

Tabel 2. Sistem Skoring Mirel’s pada MBD

Penanganan MBD pada tulang belakang

MBD pada tulang belakang 40 kali lebih sering dibandingkan semua tumor primer

tulang belakang sendiri . Antara 41-70 % dari semua tumor ganas bermetastasis ke tulang

belakang, terutama pada regio torakal, dan mengenai body vertebra. Tujuan dari penanganan

adalah untuk mengurangi rasa sakit, mempertahankan kemampuan untuk berjalan,

mempertahankan kontinensia urin dan alvi, serta memperpanjang harapan hidup.

21

Page 22: MBD Referat

Fraktur patologis biasanya memerlukan beberapa bentuk support. Jika tulang belakang

masih sepenuhnya stabil, well-fitting brace dianggap sudah cukup. Namun, ketidakstabilan

tulang belakang dapat menyebabkan nyeri yang hebat, sehingga pasien tidak dapat duduk atau

berdiri dengan atau tanpa brace. Keadaan ini merupakan indikasi untuk operasi stabilisasi.

Penilaian sebelum operasi harus mencakup CT atau MRI untuk menentukan apakah menegnai

spinal cord. Jika tulang belakang memerlukan dekompresi harus dikerjakan pada waktu yang

sama. Jika terdapat gejala dan tanda kompresi yang hebat, maka penanganannya bersifat urgent.

Intervensi operasi dilakukan untuk memberikan hasil fungsional yang lebih baik daripada

radioterapi. Pasien dapat berjalan dann kontinensia untuk jangka waktu yang lebih lama dan

tingkat kelangsungan hidupnya dalam 5 tahun ± 18 %. Secara umum, radioterapi saja dilakukan

untuk pasien dengan kompresi jaringan lunak dan sebagai paliatif untuk kasus-kasus yang tidak

dapat dioperasi. Perlu diingingat bahwa pemberian radioterapi tambahan sebelum operasi, telah

menunjukkan peningkatan angka infeksi pascaoperasi.

II.6 Prognosis

Bauer (1995) telah membuat kriteria yang berguna untuk menilai prognosis :

Tabel 3. Kriteria positif Bauer’s untuk survival

Kemampuan survival pada 1 tahun adalah sebagai berikut :

1. Pasien dengan 4 atau 5 kriteria bauer’s, 50 persen masih hidup.

2. Pasien dengan 2 atau 3 kriteria bauer’s, 25 persen masih hidup.

3. Pasien dengan hanya 1 atau tidak ada kriteria, mayoritas bertahan selama kurang dari 6

bulan dan tidak ada yang hidup setelah 1 tahun.

22

Page 23: MBD Referat

Daftar Pustaka

Buga S, dan Sarria JE, The Management of Pain in Metastatic Bone Disease, Cancer Control, 2012, vol 19, No 2, hal: 156-166.

Capanna R dan Campanacci DA. 2005. Textbook of bone Metastases. Indications for the Surgical treatment of Long Bone Metastases. John Wiley and Sons. West Sussex. Hal:135-145

Coleman RE, Clinical Features of Metastatic Bone Disease and Risk of Skeletal Morbidity, Clinical Cancer Research, 2006;12:6243s-6249s. 135-146.

Cumming D, dkk. Metastatic bone disease: the requirement for improvement in amultidisciplinary approach,International Orthipaedics (SICOT), 2009:33:493496.

Jacofsky DJ, dkk, MetastaticDisease to Bone. Hospital Physician, 2004:21-28.

Lipton A, Patophysiologi of Bone Meastases: How This Konowledge May Lead to Therapeutic Intervention. Journal of Supportive Oncology, 2004;2:205-220.

Plunkett TA dan Rubens RD. 2005. Textbook of bone Metastases. Clinical Features and Prognosis of Bone Metastases. John Wiley and Sons. West Sussex. Hal:65-75

Rajarubendra N dan Lawrentschuk N. 2010. Bone Cancer progression andTherapeutic Approaches, Imaging of Bone Metastases. Edisi 1. Elsevier. SanDiego, hal: 269-281.

Schirrmeister H dan Arslandemier C. 2010. Bone cancer Progression and TherapeuticApproach.Edisi 1.Diagnosis of Skeletal Metastases in Malignant ExtraskeletalCancers. Springer. Leipzig. Hal:283-293.

Solomon L. dkk. 2010. Apleys System of Orthopaedics and Fractures, MetastaticBone Disease, Edisi 9. Hodder Arnold. London., hal:216-218

Yu HHM, dkk, Overview of Diagnosis and Management Of Metastatic Disease toBone, Cancer Control, 2012, vol 19, No2, hal : 84-91.

23