Manajemen persediaan farmasi rs
-
Upload
achmad-fauzi-al-amrie -
Category
Documents
-
view
12.988 -
download
10
description
Transcript of Manajemen persediaan farmasi rs
Manajemen Logistik dan Persediaan Farmasi
Rumah Sakit
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
1
MANAJEMEN LOGISTIK DAN FARMASI
I. PENDAHULUAN
Dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan No. 1333/Menkes/SK/XII/19991
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit (RS), menyebutkan bahwa pelayanan farmasi RS
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan RS yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan
farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Pelayanan farmasi
merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan revenue center utama. Hal
tersebut mengingat bahwa lebih dari 90% pelayanan kesehatan di RS menggunakan
perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan
habis, alat kedokteran, dan gas medik), dan 50% dari seluruh pemasukan RS berasal dari
pengelolaan perbekalan farmasi. Untuk itu, jika masalah perbekalan farmasi tidak dikelola
secara cermat dan penuh tanggung jawab maka dapat diprediksi bahwa pendapatan RS
akan mengalami penurunan.
Dengan meningkatnya pengetahuan dan ekonomi masyarakat menyebabkan makin
meningkat pula kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian. Aspek terpenting
dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan penggunaan obat, ini harus termasuk
perencanaan untuk menjamin ketersediaan, keamanan dan keefektifan penggunaan obat.
Mengingat besarnya kontribusi instalasi farmasi dalam kelancaran pelayanan dan juga
merupakan instalasi yang memberikan sumber pemasukan terbesar di RS, maka
perbekalan barang farmasi memerlukan suatu pengelolaan secara cermat dan penuh
tanggung jawab.
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
2
II. TINJAUAN TEORI
Pelayanan farmasi di rumah sakit merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari pelayanan rumah sakit secara keseluruhannya. Pedoman organisasi rumah sakit
umum menyatakan bahwa rumah sakit umum harus melaksanakan beberapa fungsi, satu
diantaranya adalah pelayanan farmasi. Instalasi farmasi di rumah sakit merupakan satu-
satunya unit di rumah sakit yang mengadakan barang farmasi. Mengelola dan
mendisrtibusikannya kepada pasien, bertanggung jawab atas semua barang farmasi yang
beredar di rumah sakit serta bertanggung jawab atas pengadaan dan penyajian informasi
obat yang siap pakai bagi semua pihak di rumah sakit, baik petugas maupun pasien.
Instalasi farmasi di rumah sakit harus memiliki organisasi yang memadai serta di pimpin
oleh seorang apoteker dengan personalia lain meliputi para apoteker, asisten dokter,
tenaga administrasi serta tenaga penunjang medis. Rumah sakit perlu dilengkapi dengan
manajemen farmasi yang sistematis. Manajemen farmasi tentu tidak terlepas dari konsep
umum manajemen logistik, dimana unsurnya meliputi :
• Pengadaan yang berencana
• Pengangkutan eksternal yang terjamin
• distribusi internal yang selamat dan aman
• Pengendalian persediaan yang teliti
Dalam hal pengadaan ada empat faktor penting yang perlu dapat perhatian, yaitu
mutu, jumlah, waktu dan biaya. Sementara itu, empat aspek dalam komponen
pengangkutan adalah pengemasan, pengiriman, serta perencanaan penerimaan barang
yang terencana baik dan dilaksanakan sesuai norma keselamatan, efisiensi dan
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
3
menguntungkan. Secara umum, arus barang di dalam rumah sakit (termasuk barang-
barang farmasi tentunya) meliputi proses penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan
pencatatan.
Untuk merencanakan pengadaan obat, diperlukan suatu metode penghitungan agar
perencanaan pengadaannya dapat menjadi efektif dan efisien. Ada beberapa cara/metode
dalam menganalisis dalam rangka merencanakan pengadaan obat yaitu:
A. SITEM ANALISA PARETO
Untuk menemukan kelompok terkecil yang memiliki dampak terbesar pada hukum
pareto, maka perlu dilakukan analisis ABC. Makna analisis ABC yaitu metode
pengelompokan data, berdasar peringkat nilai tertinggi hingga terendah, yang
terbagi atas 3 kelompok : A, B dan C.
Kelompok A: adalah beberapa jenis obat yang memakai alokasi paling besar (sekitar
80% dari total dana).Kelompok B: adalah beberapa jenis obat yang memakai alokasi
dana sekitar 20% daritotal dana.Kelompok C: adalah beberapa jenis obat yang
memakai alokasi dana sekitar 10% dari total dana.Data yang diperlukan untuk
melakukan analisis Pareto adalah:-Harga patokan tiap jenis obat. Jumlah perkiraan
kebutuhan obat dalam 1 tahun. Hasil analisis Pareto ini dapat menunjukkan
beberapa jenis obat yang menyerap sebagian besar dari alokasi dana.
Informasi yang dihasilkan dapat digunakan dalam upaya menghemat biaya dan
meningkatkan efisiensi misalnya dalam:
• Perencanaan pola pengadaan.
• Pengelolaan stok.
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
4
• Penetapan harga satuan obat.
• Penetapan jadwal pengiriman.
• Pengawssan stok dan lain-lain.
• Monitoring umur pakai obat
Manfaat yang bisa diraih jika berhasil memenuhi pengadaan sesuai kondisi hukum
pareto, antara lain :
• Tidak terjebak pada kondisi bisnis apotek yang tidak teratur
• Memiliki gambaran data untuk mengambil ketepatan perlakuan bisnis
apotek
• Merinci beberapa kelompok produk yang memiliki nilai strategis bagi
bisnis apotek
• Aliran kas terkendali dengan arus yang baik
B. ANALISA VEN
Analisa juga dapat dilakukan dengan metode VEN (Vital, Esensial dan Non
Esensial) untuk koreksi terhadap aspek terapi, yaitu dengan menggolongkan obat
kedalam tiga kategori.Kategori V atau vital yaitu obat yang harus ada yang
diperlukan untuk menyelamatkankehidupan, kategori E atau essensial yaitu obat
yang terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit atau mengurangi pasienan,
kategori N atau non essensial yaitu meliputi berbagai macam obat yang digunakan
untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri, obat yang diragukan manfaatnya
dibanding obat lain yang sejenis.
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
5
• Kelompok V : kelompok obat yang vital antara lain : obat penyelamat, obat
untuk pelayanaan kesehatan pokok, obat untuk mengatasi penyakit-penyakit
penyebab kematian terbesar.
• Kelompok E : kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada
sumber penyebab penyakit.
• Kelompok N : kelompok obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan
biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi
keluhan ringan.
Langkah-langkah menentukan VEN: menyusun kriteria menentukan VEN,
menyediakan data pola penyakit, dan merujuk pada pedoman pengobatan.
Pemantauan status pesanan dilakukan berdasarkan system VEN dengan
memperhatikan nama obat, satuan kemasan, jumlah obat diadakan, obat yang sudah
dan belum diterima.
C. KOMBINASI
Dengan pengadaan barang yang baik maka rumah sakit atau apotek dapat mendapat
keuntungan maksimal dan menghindari banyak kesalahan dan kehilangan suatu
obat. Penggunaan Analisis ABC dalam perencanaan bertujuan untuk melakukan
identifikasi obat menurut nilai pemakaian dan nilai investasi, sehingga manajemen
yang efektif dapat berkonsentrasi pada Obat yang jumlahnya sedikit tetapi
mempunyai nilai investasi yang besar. Tanpa analisis ABC dimungkinkan akan
dilakukan upaya besar untuk mencoba mengatur semua obat dengan prioritas yang
sama sehingga menjadi tidak efektif secara keseluruhan. Dengan pengelompokan
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
6
ini, apabila IFRS mampu mengendalikan obat kelompok A dan B berarti sudah bisa
mengendalikan sekitar 80% – 95% dari nilai obat yang digunakan. Dengan
pengelompokan tersebut maka cara pengelolaan masing-masing akan lebih mudah
sehingga peramalan, pengendalian stok dan keandalan pemasok dapat menjadi lebih
baik. Lalu dengan system analisa VEN, pengadaan barang semakin dapat terkontrol
berdasarkan kepentingan obat itu sendiri disamping aspek ekonomi namun
efektifitas obat tersebut.
Pendekatan dalam menentukan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan berbagai metode.
Diantaranya yaitu:
A. METODE MORBIDITAS/EPIDEMIOLOGI
Yaitu berdasarkan pada penyakit yang ada. Dasarnya adalah jumlah kebutuhan obat yang
digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load), yaitu didasarkan pada penyakit yang
ada di rumahsakit atau yang paling sering muncul dimasyarakat. Metode ini paling
banyak digunakan di rumah sakit.
Tahap-tahap yangdilakukan yaitu:
a) Menentukan beban penyakit
(1) Tentukan beban penyakit periode yang lalu, perkirakanpenyakit yang akan
dihadapi pada periode mendatang.
(2) Lakukan stratifikasi/pengelompokkan masing-masing jenis,misalnya anak atau
dewasa, penyakit ringan, sedang, atauberat, utama atau alternative.
(3) Tentukan prediksi jumlah kasus tiap penyakit dan persentase(prevalensi) tiap
penyakit.
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
7
b) Menentukan pedoman pengobatan
(1) Tentukan pengobatan tiap-tiap penyakit, meliputi nama obat,bentuk sediaan,
dosis, frekuensi, dan durasi pengobatan.
(2) Hitung jumlah kebutuhan tiap obat per episode sakit untukmasing-masing
kelompok penyakit.
c) Menentukan obat dan jumlahnya
(1) Hitung jumlah kebutuhan tiap obat untuk tiap penyakit.
(2) Jumlahkan obat sejenis menurut nama obat, dosis, bentuksediaan, dan lain-
lainPerencanaan dengan menggunakan metode morbiditas ini lebihideal, namun
prasyarat lebih sulit dipenuhi. Sementarakelemahannya yaitu seringkali standar
pengobatan belum tersediaatau belum disepakati dan data morbiditas tidak
akurat.
B. METODE KONSUMSI
Metode konsumsi adalah suatu metode perencanaan obatberdasarkan pada kebutuhan riil
obat pada periode lalu dengan penyesuaian dan koreksi berdasarkan pada penggunaan
obat tahun sebelumnya. Metode ini banyak digunakan di Apotek.
Langkah-langkah yang dilakukan yaitu:
a) Pastikan beberapa kondisi berikut:
(1) Dapatkah diasumsikan pola pengobatan periode yang lalubaik atau rasional?
(2) Apakah suplai obat periode itu cukup dan lancar?
(3) Apakah data stok, distribusi, dan penggunaan obat lengkapdan akurat?
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
8
(4) Apakah banyak terjadi kecelakaan (obat rusak, tumpah,kadaluarsa) dan
kehilangan obat?
(5) Apakah jenis obat yang akan digunakan sama?
b) Lakukan estimasi jumlah kunjungan total untuk periode yang akan datang
(1) Hitung kunjungan pasien rawat inap maupun rawat jalan padaperiode yang lalu
(2) Lakukan estimasi periode yang akan datang dengan memperhatikan:
a)Perubahan populasi daerah cakupan pelayanan,perubahan cakupan pelayanan.
b)Pola morbiditas, kecendrungan perubahan insidensi.
c)Penambahan fasilitas pelayanan.
c) Perhitungan
(1) Tentukan metode konsumsi
(2) Hitung pemakaian tiap jenis obat dalam periode lalu
(3) Koreksi hasil pemakaian tiap jenis obat dalam periode laluterhadap kecelakaan dan
kehilangan obat
(4) Koreksi langkah sebelumnya (koreksi hasil pemakaian tiap jenis obat dalam
periode lalu terhadap kecelakaan dankehilangan obat) terhadap stock out
(5) Lakukan penyesuaian terhadap kesepakatan langkah1 dan 2
(6) Hitung periode yang akan datang untuk tiap jenis obatPerencanaan obat dengan
metode konsumsi akan memakanwaktu lebih banyak tetapi lebih mudah dilakukan,
namun aspekmedik penggunaan obat kurang dapat dipantau. Kelemahannyayaitu
kebiasaan pengobatan yang tidak rasional seolah-olah ditolerir.
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.FarmAchmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
9
C. METODE GABUNGAN,
Metode ini untuk menutupi kelemahan kedua metode diatas dengan menggabungkan
metode-metode tersebut.
SISTEM DISTRIBUSI PERBEKALAN FARMASI
Sistem distribusi yang diterapkan bervariasi antar rumah sakit tergantung pada kebijakan,
kondisi dan keberadaan fisik, personel dan tata ruangmasing-masing rumah sakit. Sistem
distribusi obat di rumah sakit adalahtatanan jaringan sarana, personel, prosedur dan jaminan
mutu yang serasi,terpadu dan berorientasi kepada pasien dalam kegiatan penyampaian
sediaanobat beserta informasinya kepada pasien. Sistem ini meliputi: penghantaransediaan
obat yang telah di-dispensing IFRS ke tempat perawatan pasiendengan keamanan dan
ketepatan obat, ketepatan pasien dan keutuhan mutuobat. Sistem distribusi perbekalan
farmasi dibagi dalam dua metode, yaitu:
a.Metode sentralisasi
Metode sentralisasi merupakan suatu sistem pendistribusian perbekalanfarmasi yang
dipusatkan pada satu tempat yaitu instalasi farmasi sentral.Seluruh kebutuhan perbekalan
farmasi setiap unit pemakai, baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang
dasar ruangan disuplailangsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut.
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
10
b. Metode desentralisasi
Metode desentralisasi merupakan suatu sistem pendistribusian perbekalanfarmasi oleh
cabang IFRS di dekat unit perawatan atau pelayanan.Cabang ini, penyimpanan dan
pendistribusian perbekalan farmasi ruangantidak lagi dilayani oleh instalasi farmasi pusat
pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektifitas
dankeamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.Kegiatan pendistribusian
perbekalan farmasi di rumah sakitbertujuan untuk pelayanan individual dalam proses terapi,
dimanakegiatan pendistribusian ini meliputi:
A. Pendistribusian untuk pasien rawat inap (in patient).
Kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat
inap di rumah sakit yang dapat dilakukan dengan metode sentralisasi dan atau
desentralisasi. Sistem distribusi untuk pasien rawat inap dibagi menjadi empat sistem,
yaitu:
1) Sistem Distribusi Resep Individu
Sistem distribusi resep individu merupakan tatanan kegiatanpenghantaran sediaan obat
oleh IFRS sesuai dengan yang ditulispada order atau resep atas nama Penderita Rawat
Tinggal (PRT)tertentu melalui perawat ke ruang penderita tersebut.Sistem ini umumnya
digunakan oleh rumah sakit kecil danswasta. Sistem ini memfasilitasi metode yang baik
untuk mengaturpembayaran obat pasien dan menyediakan pelayanan pada
pasienberdasarkan resep.Kelebihan menggunakan sistem resep individu adalah :
a) Resep dapat langsung dikaji oleh apoteker, yang juga dapatmemberi
keterangan atau informasi kepada perawat berkaitandengan obat penderita.
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
11
b) Interaksi antara dokter, apoteker, perawat dan pasien.
c) Mempermudah penagihan biaya ke pasien.
d) Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalanfarmasi.
Kekurangan menggunakan sistem resep individu adalah :
a) Obat dapat terlambat sampai ke pasien.
b) Bila obat berlebih pasien harus bayar.
c) Jumlah kebutuhan personil di IFRS meningkat.
d) Terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan padawaktu
penyiapan obat.
2) Sistem Total Floor Stock
Sistem total floor stock adalah kegiatan penghantaran sediaan obatsesuai dengan yang
ditulis dokter pada order obat, yang dipersiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat
dan denganmengambil dosis / unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan
kepada penderita di ruang itu .Pada sistem ini, kebutuhan obat atau barang farmasi
dalam jumlah besar baik untuk kebutuhan dasar ruangan maupun kebutuhan individu
pasien yang diperoleh dari instalasi farmasi disimpan di ruang perawatan. Kebutuhan
obat individu langsung dapat dilayani oleh perawat tanpa harus menebus atau
mengambil ke instalasi farmasi. Kelebihan menggunakan sistem total floor stock adalah:
a) Obat cepat tersedia.
b) Pasien tidak harus membayar obat yang berlebih.
Kekurangan menggunakan sistem totaL floor stock adalah :
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
12
a) Sering terjadi salah obat, baik salah order obat oleh dokter,salah peracikan oleh
perawat maupun salah etiket obat.
b) Membutuhkan tempat penyimpanan yang luas di ruangperawatan
c) Kemungkinan obat hilang dan rusak besar.
d) Menambah beban pekerjaan bagi perawat
3) Sistem Distribusi KombinasiSistem kombinasi ini yaitu merupakan kombinasi
antara system resep individual dengan sistem total floor stock, dimana penyampaian
obat kepada pasien berdasarkan permintaan dokter. Pada sistem ini sebagian obat
disiapkan oleh instalasi farmasi dansebagian lagi disiapkan dari persediaan obat yang
terdapat diruangan. Obat yang disediakan di ruangan adalah obat yang diperlukan oleh
banyak pasien, setiap hari dan biasanya harganya relatif murah mencakup obat resep
atau obat bebas. Sistem initimbul karena banyaknya kekurangan sistem total floor stock.
Kelebihan menggunakan sistem distribusi kombinasi adalah :
a) Semua resep dikaji langsung oleh apoteker.
b) Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker,dokter, perawat dan
pasien.
c) Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien.d) Beban IFRS dapat
berkurang.
Kekurangan menggunakan sistem distribusi kombinasi yaitu:
a) Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepadapasien.
b) Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari persediaan di ruangan).
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
13
4) Sistem Distribusi Unit Dosis (unit dose)
Sistem unit dose adalah obat yang disorder oleh dokter untuk penderita, terdiri atas satu
atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam
jumlahpersediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu, penderita hanya membayar
obat yang dikonsumsi saja Pada prinsipnya sistem ini mirip dengan sistem
individual,resep dibawa ke instalasi farmasi untuk disiapkan. Akan tetapi,resep tersebut
tidak seluruhnya disiapkan seperti halnya padasistem individual, umumnya yang
disiapkan hanya untuk kebutuhan 24 jam. Obat yang disiapkan itu dimasukkan ke dalam
wadah yang warnanya berbeda untuk pemberian pagi, siang danmalam. Setelah diberi
label secukupnya, selanjutnya obat yangtelah disiapkan tersebut tidak diserahkan kepada
pasien, tetapidimasukkan ke dalam trolley / kereta obat khusus untuk unit dose dan
diserahkan kepada perawat.
B. Pendistribusian untuk pasien rawat jalan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor1197/Menkes/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi diRumah Sakit, menyatakan bahwa sistem distribusi untuk
pasien rawat jalan merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit yangdiselenggarakan secara
sentralisasi atau desentralisasi dengan sistemresep perorangan oleh pelayanan farmasi
rumah sakit.
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
14
III. PERMASALAHAN
Berdasarkan wawancara dengan kepala instalasi farmasi dan staf gudang farmasi,
diperoleh informasi bahwa belum ada perencanaan kebutuhan barang farmasi yang
menjadi dasar pengadaan barang. Selama ini, pengadaan obat dilakukan berdasarkan pada
data pemakaian obat rata-rata mingguan, sehingga sering terjadi adanya pembelian obat
yang tidak terencana yang harus disegerakan (cito) dan pembelian ke apotek luar. Hal ini
tentu sangat merugikan RS baik dari segi pelayanan maupun segi keuangan. Perhitungan
stok obat juga masih bermasalah yaitu adanya ketidaksesuaian angka stok akhir antara
stok fisik dengan pencatatan yang dilakukan secara manual maupun dengan sistem
komputer. Sementara itu, masih ada juga dokter yang membuat resep di luar standarisasi
yang telah ditetapkan oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT). Hal ini menjadi salah satu
penyebab terjadinya pembelian obat ke apotek luar ataupun tidak terlayaninya resep
terutama untuk pasien tunai karena ketidaktersediaan obat. Selain itu pada akhir bulan
saat dilakukan stock opname, diperoleh adanya obat dan alat kesehatan habis pakai yang
telah kadaluarsa.
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
15
IV. PEMBAHASAN
1. Formularium atau Standarisasi Obat dan Standar Terapi
Penentuan jenis obat yang akan digunakan disesuaikan dengan standarisasi
obat yang telah ditetapkan oleh KFT. Standarisasi ini dievaluasi setiap tahun untuk
memantau kelancaran pemakaian obat yang telah dipesan oleh user (dokter).
Standarisasi obat ini sangat membantu dalam penyediaan kebutuhan obat. Sebelum
perencanaan pengadaan obat dibuat, obat-obat yang akan diadakan oleh RS
dikonsultasikan terlebih dahulu antara pihak manajemen, apoteker, dan dokter
melalui KFT. Salah satu tugas KFT adalah membuat formularium obat RS, agar
dapat memaksimalkan penggunaan obat secara rasional. Komite Farmasi dan
Terapi (KFT) merupakan penghubung antara medical staff dan pelayanan farmasi
dalam hal penggunaan obat untuk mencapai keamanan dan optimalisasi pelayanan.
Formularium atau standarisasi obat yaitu daftar obat baku yang dipakai
oleh RS dan dipilih secara rasional, serta dilengkapi penjelasan, sehingga
merupakan informasi obat yang lengkap untuk pelayanan medik RS. Berdasarkan
standarisasi obat ini dokter membuat resep yang menjadi dasar pengajuan
pengadaan obat. Users (dokter) yang membuat resep obat di luar dari daftar yang
ada dalam formularium RS mengakibatkan pengadaan obat dan barang farmasi
tidak dapat direncanakan dan diadakan sesuai dengan kebutuhan RS. Sebagai
contoh, item obat tertentu dan obat yang kadaluarsa menumpuk, serta item obat
yang diperlukan tidak tersedia. Penyebab dari adanya dokter yang membuat resep
di luar standarisasi obat yang telah ditetapkan, antara lain:
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
16
1. Kelengkapan obat yang sudah masuk dalam standarisasi belum sepenuhnya
tersedia
2. Obat yang diperlukan belum masuk dalam standarisasi obat
3. Faktor pendekatan dari bagian pemasaran perusahaan obat
Bila peresepan di luar standarisasi tersebut berulang untuk obat yang sama,
instalasi farmasi akan membuat pengajuan ke KFT untuk dimasukkan ke dalam
standarisasi. Selama proses pengajuan dan disetujui oleh KFT, obat tersebut
disediakan terlebih dahulu untuk menghindari pembelian obat ke apotek luar. Form
pengajuan obat baru tersebut minimal Analisis Perencanaan Obat disetujui oleh
dua dokter untuk dapat diajukan ke KFT. Namun dari kenyataan yang ditemui,
instalasi farmasi belum mempunyai standar terapi atau standar pelayanan medis,
yang ada hanya sebatas kesepakatan verbal tiap dokter dalam setiap SMF, sehingga
belum diberlakukan dengan resmi. Standar terapi merupakan hal yang penting dan
dibuat oleh masing-masing SMF di komite medik yang diberlakukan resmi baik
oleh komite medik maupun oleh pihak manajemen RS.
2. Penetapan Kebutuhan Obat dengan Analisis ABC
a. Nilai Pemakaian
Items obat di Instalasi Farmasi dikelompokkan menurut besarnya jumlah
pemakaian dengan sistem 70 – 20 – 10.4 Pengelompokkan obat berdasarkan nilai
pemakaian obat dalam analisis.
Kelompok A: 12,31% dari total item obat di instalasi farmasi dengan jumlah
pemakaian 69,10% dari jumlah pemakaian seluruhnya.
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
17
Kelompok B: 17,48% dari total item obat di instalasi farmasi dengan jumlah
pemakaian 21,04% dari jumlah pemakaian seluruhnya.
Kelompok C: 70,21% dari total item obat di instalasi farmasi dengan jumlah
pemakaian 9,86% dari jumlah pemakaian seluruhnya.
b. Nilai Investasi
Untuk pengelompokkan obat berdasarkan nilai investasi obat dalam analisis ABC,
didapatkan hasil sebagai berikut :
Kelompok A: 7,55% dari total item obat di instalasi farmasi dengan nilai investasi
sebesar 70,16% dari nilai investasi seluruhnya.
Kelompok B: 16,78% dari total item obat di instalasi farmasi dengan nilai investasi
sebesar 20,21% dari nilai investasi seluruhnya.
Kelompok C: 7,55% dari total item obat di instalasi farmasi dengan nilai investasi
sebesar 9,64% dari nilai investasi seluruhnya.
Kelompok A dan B menyerap biaya investasi sebesar 90% dari total investasi
keseluruhan, sehingga memerlukan perhatian khusus pada pengendalian persediaan
agar selalu dapat terkontrol. Stok untuk kedua kelompok ini hendaknya ditekan
serendah mungkin, tetapi frekuensi pembelian dilakukan lebih sering, seperti yang
selama ini dilakukan yaitu setiap minggu. Hanya yang perlu diperhatikan kerja
sama yang baik dengan pihak supplier agar pemesanan dapat dipenuhi tepat waktu,
sehingga tidak terjadi kekosongan persediaan. Analisis ABC ini dapat digunakan,
apalagi bila sudah adanya standarisasi obat. Untuk itu diperlukan kerja sama dan
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
18
koordinasi yang baik dengan unit terkait, misalnya bagian keuangan, logistik,
dokter, serta unit pelayanan lainnya.
3. Stok Akhir dan Kapasitas Gudang
Besarnya persediaan (stok akhir) dan komposisi obat yang dimiliki dapat
diketahui setelah diadakan penyetokan (stock opname) pada setiap periode,
sehingga agar tujuan inventory control tercapai yaitu terciptanya keseimbangan
antara persediaan dan permintaan, maka stock opname harus seimbang dengan
permintaan pada satu periode waktu tertentu. Besarnya stok akhir obat menjadi
dasar pengadaan obat karena dari stok akhir tidak saja diketahui jumlah dan jenis
obat yang diperlukan, tetapi juga diketahui percepatan pergerakan obat, sehingga
kita dapat menentukan obat-obat yang bergerak cepat (laku keras) dapat disediakan
lebih banyak.
Untuk perhitungan stok akhir di instalasi farmasi, sering terjadi
ketidaksesuaian data antara pencatatan manual instalasi farmasi dengan data yang
tercantum di sistem komputerisasi, hingga belum ada penetapan stok. Namun
informasi stok akhir dari instalasi farmasi tetap dijadikan pertimbangan bagi
pengajuan atau pemesanan obat, tetapi yang menjadi pertimbangan utama tetap
pada jumlah pemakaian periode sebelumnya.
Salah satu aspek penting lain yang harus diperhatikan dalam kegiatan
pengadaan obat adalah kapasitas gudang. Fasilitas pendukung kegiatan yang
memadai merupakan salah satu upaya meningkatkan motivasi kerja pegawai dalam
menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Namun, tidak selamanya fasilitas tersebut
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
19
ada di instalasi farmasi. Secara umum sekalipun instalasi farmasi merupakan
revenue center utama RS namun sering fasilitas pelayanannya minim dan
memprihatinkan, misalnya gudang yang tidak memenuhi syarat. Akibatnya,
instalasi farmasi bekerja lambat mengantisipasi keperluan yang urgent dan sulit
berkembang. Hal tersebut dikarenakan kapasitas gudang terkait erat dengan
kegiatan penyimpanan, maka seluruh kegiatan pengelolaan obat menjadi sia-sia
bila proses penyimpanan obat tidak terlaksana dengan baik. Untuk itu maka proses
pengadaan sebaiknya mempertimbangkan kapasitas gudang yang dimiliki RS,
sehingga perubahan mutu obat terjadi karena tidak tepatnya proses penyimpanan
dapat dihindari. Kondisi gudang farmasi yang sedang dalam masa transisi, juga
menjadi pertimbangan dalam proses pengadaan obat, karena masih ada obat yang
tidak disimpan pada tempat yang seharusnya, dikarenakan tempat penyimpanan
yan terbatas.
4. Jumlah Kunjungan dan Pola Penyakit
Idealnya pemilihan obat juga dilakukan setelah mengetahui gambaran pola
penyakit, karakteristik pasien. Sedangkan jumlah kunjungan lebih berpengaruh
terhadap jumlah obat yang harus disediakan. Data atau informasi jumlah
kunjungan tiap-tiap penyakit harus diketahui dengan tepat, sehingga dapat dipakai
sebagai dasar penetapan pengadaan obat, terutama bila kita akan menggunakan
metode epidemiologi. Jumlah kunjungan dan pola penyakit menjadi pertimbangan
bagi pengadaan obat di Instalasi farmasi. Karena pengajuan pengadaan obat
dilakukan setiap minggu, dengan jumlah pemesanan diasumsikan untuk pemakaian
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
20
satu minggu, maka peningkatan atau penurunan jumlah kunjungan, serta adanya
trend penyakit yan ditemukan, secara langsung berpengaruh pada pemakaian.
Namun karena perkiraan jumlah kunjungan dan pola penyakit tidak diperhitungkan
sebelum adanya perubahan jumlah kunjungan dan pola penyakit tersebut,
melainkan pada saat atau setelah trend itu terjadi, yaitu dilihat dari meningkatnya
pemakaian akibatnya pemesanan atau pembelian obat secara cito tidak dapat
dihindari.
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm
21
V. KESIMPULAN
Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan obat di RS yaitu
standarisasi obat atau formularium, anggaran, pemakaian periode sebelumnya, stok
akhir dan kapasitas gudang, lead time dan stok pengaman, jumlah kunjungan dan pola
penyakit, standar terapi, penetapan kebutuhan obat dengan menggunakan ABC Indeks
Kritis. Penggunaan ABC Indek Kritis secara efektif dapat membantu RS dalam
membuat perencanaan obat dengan mempertimbangkan aspek pemakaian, nilai
investasi, kekritisan obat dalam hal penggolongan obat vital, essensial dan
nonessensial. Standar terapi merupakan aspek penting lain dalam perencanaan obat
karena akan menjadi acuan dokter dalam memberikan terapinya.
Achmad Fauzi Al' Amrie, S.Farm