Manajemen Pasca Operasi Pada Karsinoma Tiroid

18
Manajemen Pasca Operasi pada Karsinoma Tiroid Timothy A. Manzone, MD, JD,Hung Q. Dam, MD, Charles M. Intenzo, MD, Vidya V. Sagar, MDa, Charles J. Schneider, MD, Prakash Seshadri, MD Walaupun pembedahan merupakan terapi utama pada kanker tiroid, manajemen pasca operasi memiliki pengaruh yang besar terhadap morbiditas dan kelangsungan hidup bebas kambuh. Prognosis yang baik pada umumnya dikaitkan dengan manajemen pasca operasi yang efektif setelah operasi yang sesuai. Kelangsungan hidup dari kanker tiroid terdiferensiasi (Differentiated Thyroid Cancer) adalah baik, dengan angka kelangsungan hidup 10 tahun sebesar 93% pada tipe papiler dan 85% pada tipe folikel 1 . Di lain sisi, kekambuhan penyakit (seringnya di kelenjar tiroid ayau nodus cervicalis) relatif sering terjadi dan dapat terjadi pada 20-30% pasien 2 . Tujuan utama dari manajemen pasca operasi adalah (1) meminimalkan kemungkinan terjadinya kekambuhan dan (2) melakukan pengawasan yang optimal sehingga kekambuhan dapat segera ditangani. Artikel ini membahas tentang manajemen pasca operasi yang terfokus pada pasien dewasa dengan DTC yang mencakup sebagian besar dari kanker tiroid. Kemoterapi konvensional hampir tidak memiliki peran pada DTC. Kemampuan yang khas dari sel tiroid terdiferensiasi untuk memusatkan iodine, bersama dengan sensitivitasnya untuk mengatur hormon, menghasilkan situasi manajemen kanker yang berbeda dan sebuah kesempatan yang tak

description

sergery

Transcript of Manajemen Pasca Operasi Pada Karsinoma Tiroid

Page 1: Manajemen Pasca Operasi Pada Karsinoma Tiroid

Manajemen Pasca Operasi pada Karsinoma Tiroid

Timothy A. Manzone, MD, JD,Hung Q. Dam, MD, Charles M. Intenzo, MD, Vidya V. Sagar, MDa, Charles J. Schneider, MD, Prakash Seshadri, MD

Walaupun pembedahan merupakan terapi utama pada kanker tiroid, manajemen pasca

operasi memiliki pengaruh yang besar terhadap morbiditas dan kelangsungan hidup bebas

kambuh. Prognosis yang baik pada umumnya dikaitkan dengan manajemen pasca operasi yang

efektif setelah operasi yang sesuai. Kelangsungan hidup dari kanker tiroid terdiferensiasi

(Differentiated Thyroid Cancer) adalah baik, dengan angka kelangsungan hidup 10 tahun sebesar

93% pada tipe papiler dan 85% pada tipe folikel1. Di lain sisi, kekambuhan penyakit (seringnya

di kelenjar tiroid ayau nodus cervicalis) relatif sering terjadi dan dapat terjadi pada 20-30%

pasien2. Tujuan utama dari manajemen pasca operasi adalah (1) meminimalkan kemungkinan

terjadinya kekambuhan dan (2) melakukan pengawasan yang optimal sehingga kekambuhan

dapat segera ditangani.

Artikel ini membahas tentang manajemen pasca operasi yang terfokus pada pasien

dewasa dengan DTC yang mencakup sebagian besar dari kanker tiroid. Kemoterapi konvensional

hampir tidak memiliki peran pada DTC. Kemampuan yang khas dari sel tiroid terdiferensiasi

untuk memusatkan iodine, bersama dengan sensitivitasnya untuk mengatur hormon,

menghasilkan situasi manajemen kanker yang berbeda dan sebuah kesempatan yang tak

tertandingi untuk menelaah terapi hormonal dan radioterapi yang “ditargetkan”. Evaluasi dan

penatalaksanaan DTC pasca operasi pada umumnya dilakukan oleh dokter ahli endokrin dan

dokter kedokteran nuklir, yang sering sebagai bagian dari tim multi disiplin ilmu. Endokrinologis

mengatur penggantian hormone tiroid atau penekanan/supresi pada thyroid stimulating hormone,

mengawasi petanda endokrin, dan mengkoordinasikan pengawasan. Gokter ahi kedokteran nuklir

menilai pasien dengan kanker tiroid dengan pencitraan dan memberikan target terapi dengan

radioaktif iodine (131I).

Artikel ini memberikan gambaran manajemen pasca operasi DTC pada dewasa, termasuk

penilaian awal pasien dan stratifikasi risiko, pengobatan dengan Thyroid Remnant Ablation

(TRA), manipulasi TSH, dan pengawasan terhadap kekambuhan penyakit. Kami mencatat

beberapa masalah mengenai kasus DTC pada anak-anak. Akhirnya kami membahas secara

Page 2: Manajemen Pasca Operasi Pada Karsinoma Tiroid

singkat manajemen kanker tiroid meduler (Medullary Thyroid Cancer / MTC) dan kanker tiroid

anaplastic (Anaplastic Thyroid Cancer / ATC) ; perbedaan biologis secara menyeluruh penyakit

ini membutuhkan pendekatan yang sangat berbeda dalam penilaian dan penanganan.

Penilaian Awal dan Stratifikasi Risiko

Setelah operasi tiroidektomi selesai, pasien pada umumnya dievaluasi lebih lanjut oleh

endokrinologis. Hampir semua pasien dengan DTC memiliki prognosis yang baik dalam hal

kelangsungan hidup jangka panjang, tetapi memiliki risiko untuk kekambuhan penyakit, yang

seringnya terjadi lokal. Tujuan dari manajemen pasca operasi adalah untuk memperpanjang

kelangsungan bebas kekambuhan, sehingga penilaian risiko kekambuhan merupakan dasar untuk

manajemen pasien. Setiap risiko pasien dinilai berdasarkan usia, histologi tumor (kanker jenis

papiler memiliki prognosis yang paling baik, lalu tipe folikuler, sel Hurtle, dan sebagainya),

ukuran tumor, kelengkapan reseksi, dan keterlibatan limfonodi. Sekitar sepertiga dari DTC (tipe

folikuler dan papiler) mengalami kekambuhan dan sekitar 20% bermetastasis jauh3. Risiko

kekambuhan dapat diprediksi paling baik dengan menggunakan stadium tumor dan histologi

tumor. Banyak pembahasan terkait pokok kekambuhan dalam sistem stadium yang digunakan

dan stadium penyakit dengan sistem tersebut. Karena kemudahan dalam pengguanaan dan

prediktabilitasnya, pada pedoman penatalaksanaan DTC American Thyroid Association tahun

20064 menyetujui model TNM yang dibuat oleh American Joint Commission on Cancer model5.

Pasien dengan DTC dan berusia kurang dari 45 tahun diklasifikasikan sebagai stage I

kecuali bila terdapat metastasis yang jauh; metastasis meningkatkan stage pasien usia muda ke

stadium II5. DTC cenderung mengalami kekambuhan pada pasien yang terdiagnosis lebih awal

(<15 tahun) dan terlambat (>65 tahun) dan pada umumnya terjadi pada 5 tahun pertama setelah

didiagnosis2. Kekambuhan pada umumnya lebih sering terjadi pada tumor yang muncul awal

dengan invasi lokal, metastasis ke limfonodi, dan ukuran tumor yang lebih besar2. Analisis lebih

rinci mengenai faktor risiko kekambuhan membentuk dasar pedoman National Comprehensive

Cancer Network untuk DTC pada tahun 2006 (tabel 1)6.

Tabel 1

Variabel stratifikasi risiko yang mempengaruhi kekambuhan kanker tiroid terdiferensiasi dan

kematian kanter

Page 3: Manajemen Pasca Operasi Pada Karsinoma Tiroid

Faktor prediktif risiko tinggi Faktor prediktif risiko rendah

Variabel pasien

Usia < 15 tahun atau > 45 tahun

Jenis kelamin pria

Riwayat keluarga yang sakit kanker tiroid

Variabel tumor

Diameter tumor > 4 cm

Bilateral

Penyebaran ke ekstra tiroid

Invasi vaskuler (tipe papiler dan folikuler)

Metastasis ke linfonodi cervicalis atau

mediastinalis

Tipe sel tertentu : sel Hurthle, sel kolumner, tall

cell, sclerosis difus, varian insular

Inti sel atipik tertentu, nekrosis, invasi vaskuler

(misal derajat histologis)

Tumor atau metastasis yang sedikit mengandung

iodine atau tidak sama sekali

Metastasis jauh

Variabel pasien

Usia 15-45 tahun

Jenis kelamin wanita

Tidak ada riwayat keluarga yang sakit

kanker tiroid

Variabel tumor

Diameter tumor < 4 cm

Unilateral

Tidak ada penyebaran ke ekstra tiroid

Tidak ada invasi vaskuler

Tidak ada metastasis ke limfonodi

Karsinoma tiroid papiler berkapsul,

mikrokarsinoma papiler, karsinoma

tiroid kistik papiler

Tidak ada inti sel atipik, nekrosis tumor,

dan invasi vaskuler

Tumor atau metastasis yang

mengandung cukup iodin

Tidak ada metastasis yang jauh

Dikutip dari Mazzaferri EL, Kloos RT. Clinical report 128: current approaches to primary therapy for papillary and follicular thyroid cancer. J Clin Endocrinol Metab 2001;86(4):1449; with permission. Copyright 2001, The Endocrine Society

Penilaian risiko terpusat pada patologi tumor dan perluasannya telah dihapuskan. Sebuah

studi multicenter menunjukkan bahwa residual tumor terdapat pada 10,7% jenis papiler, 8,0%

jenis folikuler dan 10,5% neoplasma jenis sel Hurthle7, akan tetapi pada hal ini, kanker tiroid

jenis papiler hanya 4,8% yang menginvasi ke vaskuler, dibandingkan folikuler sebesar 28,7%

Page 4: Manajemen Pasca Operasi Pada Karsinoma Tiroid

dan sel Hurthle sebesar 25,4%7. Operasi ulang juga lebih sering dilakukan pada kanker jenis sel

Hurthle pada seri pembedahan yang lain8.

Penilaian risiko juga harus mengikutsertakan prevalensi kejadian karsinoma tiroid kecil

(small thyroid carcinoma) yang ditemukan secara kebetulan pada spesimen tiroidektomi. Angka

kejadian mikrokarsinoma (<1 cm) telah ditunjukkan pada sebuah seri otopsi menjadi dua kali

lipat dari makrokarsinoma9. Asosiasi Tiroid Amerika (The American Thyroid Association) belum

menentukan bagaimana untuk mengevaluasi pasien ini, tetapi pasien dengan gambaran histologi

yang agresif atau invasi kapsuler atau vaskuler dalam mikrokarsinoma yang tidak terduga perlu

dipertimbangkan sebagai risiko yang lebih tinggi4. Pada gambaran histologis yang agresif dan

adanya invasi, penanganan karsinoma tiroid mikropapiler harus diproses sebagai tumor yang

lebih yang besar.

Penanganan pasca operasi DTC untuk mengurangi risiko kekambuhan penyakit pada

setiap pasien. Kelangsungan bebas kekambuhan pada DTC dapat ditingkatkan melalui

tiroidektomi total, yang dilanjutkan denga TRA dengan radioaktif iodin, dan suplementasi

hormon tiroid jangka panjang yang cukup untuk menghasilkan supresi atau penekanan terhadap

hormon TSH2.

Persiapan ablasi sisa tiroid

TRA dengan 131I dianjurkan pada sebagian besar kasus, karena TRA secara signifikan

dapat menurunkan angka kejadian kekambuhan. Tujuan TRA adalah untuk menghancurkan sel

kanker tiroid yang tersisa pada kelenjar tiroid atau pada daerah metastasis dan menghilangkan

jaringan tiroid normal yang masih tersisa. Alasan dibalik penghancuran lebih lanjut termasuk

hal-hal berikut : (1) pengukuran kadar tiroglobulin (Tg) serum merupakan indikator paling

sensitif pada kekambuhan kanker ketika tidak ada jaringan normal kelenjar tiroid, (2) destruksi

sel tiroid normal yang tersisa mengeliminasi kemungkinan terjadinya transformasi ke malignansi

dan (3) penghancuran terhadap sisa jaringan tiroid meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas

pemindaian radio iodin untuk mendeteksi kekambuhan penyakit maupun ada tidaknya

metastasis10.

Ablasi jaringan tiroid yang tersisa dengan 131I paling efektif dengan di bawah stimulasi

dari peningkatan TSH, karena pengambilan iodine oleh sel tiroid berbanding langsung dengan

Page 5: Manajemen Pasca Operasi Pada Karsinoma Tiroid

kadar serum TSH. Peningkatan TSH didapatkan melalui pengambilan hormon tiroid, yang dapat

meningkatkan TSH serum melalu umpan balik negative sehingga pasien menjadi hipotiroid.

Standar perawatan adalah peningkatan kadar TSH paling sedikit 30 mlU/mL. Setelah

tiroidektomi, hipotiroidisme mudah dicapai hanya dengan menahan penggantian hormon tiroid.

Kadar serum TSH paling sedikit 30 mlU/mL didapatkan sekitar 3 sampai 6 minggu setelah

tiroidektomi total, tergantung dari ukuran sisa. Untuk beberapa alasan kenyamanan, pasien sering

diberikan suplementasi liotironin (Cytomel) selama 1 bulan setelah operasi dan kemudian

menghentikan seluruh pengobatan tiroid selama 2 minggu sebelum pemberian 131I TRA. Pasien

diingatkan bahwa mereka akan merasa tidak nyaman dalam 2 minggu tersebut, tetapi pastikan

bahwa gejalanya (seperti kelelahan, konstipasi, edema, dan intolerasi udara dingin) akan segera

menghilang segera setelah mereka memulai terapi denga levotiroksin. Alternatif potensial

terhadap penghentian hormon tiroid adalah dengan pemberian TSH eksogen dalam bentuk

recombinant human TSH (rh TSH) atau Thyrogen (Genzyme). Beberapa penelitian mendukung

bahwa penggunaan rhTSH dari TRA11, akan tetapi, pengguanaan rh TSH belum mendapatkan

persetujuan dari US Food and Drug Administration dan masih dianggap eksperimental /

percobaan oleh American Thyroid Association4.

Selama 2 minggu sebelum TRA, pasien harus diberikan diet rendah iodin. Diet tipikal

khas orang Amerika mengandung iodin yang cukup untuk bersaing dengan radioaktif iodin

dalam pengambilannya oleh jaringan tiroid yang normal dan ganas. Diet rndah iodin

mengharuskan untuk menghidari makanan laut atau seafood, restaurant, atau makanan kemasan

dan makanan ringan, produk olahan susu, dan garam beriodin. Pasien juga harus memeriksa label

produk, karena penekan batuk, suplemen makanan dan produk lainnya sering mengandung iodin

yang perlu dipertimbangkan. Beberapa endokrinologis mengukur kadar iodin dalam urin untuk

memastikan ada tidaknya deplesi/kekurangan cadangan iodin dalam tubuh.

Target terapi

TRA dengan 131I merupakan bentuk dari “target” radioterapi yang memicu aviditas iodin

dari sel tiroid untuk mengirimkan dosis radiasi dari secara langsung dari 131I ke kelenjar tiroid.

131I merupakan radioaktif dengan isotope iodin ( waktu paruh 8 hari), paling banyak terdapat di

kelenjar tiroid dimana radiasi merusak dan menghancurkan sel. Karena efektivitas TRA

bergantung pada pengambilan iodin oleh sel tiroid, penting untuk memastikan bahwa sel tiroid

Page 6: Manajemen Pasca Operasi Pada Karsinoma Tiroid

manapun masih bersifat mengikat iodin secara kuat. Sebelum TRA hasil pemeriksaan harus

memastikan bahwa pasien memiliki kadar TSH serum lebih dari 30 mlU/mL dan sudah

menjalani diet rendah iodin.

Pada sebagian institusi di dunia, telah mencantumkan bukti empiris kadar fixed-activity

dari 131I. Pendekatan ini dapat dilakukan lebih sering karena kesederhanaannya. Sisa tiroid tanpa

invasike jaringan lunak sekitarnya pada umumnya diberikan 131I sebanyak 100 mCi (3700 MBq).

Untuk tumor yang lebih besar dengan invasi ke jaringan lunak melewati kapsula tiroid, diberikan

dosis 131I yang lebih besar, yaitu sebesar 150 sampai 200 mCi (5500-7400 MBq). Untuk

penyebaran ke limfonodi cervicalis diberikan 150-175 mCi (5550-7350 MBq), tergantung dari

penyebaran penyakitnya. Metastasis ke organ yang lebih jauh (seperti paru-paru, tulang, dan

hepar) diberikan dengan dosis 200 mCi (7400 MBq) atau lebih. Sebuah alternatif dari metode

fixed-activity adalah dengan pendekatan kuantitatif menggunakan dosimetri 131I. Pendekatan

lebih lanjut akan lebih ilmiah karena pemberian 131I dengan dosis spesifik pasien. Dosimetri

kuantitatif termasuk satu dari dua pendekatan, baik dengaan perhitungan batas keamanan atas

dari seluruh tubuh atau kadae paparan radiasi 131I dalam darah, atau perhitungan dari jumlah

radiasi yang harus diberikan ke jaringan target. Dosimetri juga termasuk memberikan dosis kecil

pelacak 131I yang dilanjutkan dengan pemindaian dan pengukuran kadar 131I dalam urin yang

dilakukan beberapa hari. Walaupun dosimetri 131I dihitung dosis 131I spesifik pasien, sebagian

besar pusat kesehatan menggunakan pendekatan fixed-activity karena hal ini membutuhkan

labor/usaha yang lebih sedikit dan lebih nyaman bagi pasien. Metode yang optimal untuk

menentukan dosis TRA 131I (seperti aktivitas secara empiris dengan dosimetri individual) masih

kontroversial dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut2,4,13.

Selama beberapa tahun, hampir seluruh pasien yang menjalani TRA yang masuk ke

rumah sakit untuk menjalani prosedur tersebut, kebuali bila dosis 131I yang diberikan kurang dari

30 mCi. Beberapa pasien ditangani dengan dosis rendah untuk menghindari rawat inap di rumah

sakit. Sejak tahun 1997, the Nuclear Regulatory Commission telah memperbolehkan pasien

untuk pulang setelah TRA asalkan paparan radiasi total ke orang manapun yang melakukan

kontak dengan pasien diharapkan kurang dari dosis maksimum tertentu yang masih

diperbolehkan14. Paparan yang diharapkan ini ditentukan dari perhitungan spesifik setiap pasien

dengan mempertimbangkan dosis 131I yang diresepkan sisa pengambilan tiroid yang diantisipasi,

Page 7: Manajemen Pasca Operasi Pada Karsinoma Tiroid

dan berbagai macam faktor kepemilikan yang menggambarkan transportasi pasien ke rumah

setelah prosedurm level kemandirian dalam kehidupan sehari-hari, dan kemampuan penggunaan

kamar mandi dan tidur secara eksklusif selama 1 sampai 2 malam. Pasien harus diberikan

instruksi secara mendetail tentang pembatasan sosial dan pembuangan kotoran, yang harus

diikuti selama 2 sampai 3 hari setelah pengobatan. Sebagai masalah yang praktis, sebagian besar

prosedur TRA dilakukan melalui rawat jalan, sehingga menghasilkan pengeluaran biaya yang

lebih sedikit dan meningkatkan kenyamanan pasien. Outpatient TRA tidak dapat melakukan hal

ini pada beberapa kondisi seperti bila pasien (1) membutuhkan pendampingan kegiatan fisik

untuk kegiatan sehari-hari, (2) tidak memiliki penggunaan kamar mandi dan kamar tidur secara

eksklusif paling sedikit 24 jam, (3) tinggal di fasilitas perawatan, atau (4) sedang menjalani

dialysis. Kehamilan merupakan kontraindikasi absolut bagi pengobatan dengan 131I.

Pemeriksaan kehamilan harus dilakukan sebelum TRA pada setiap perempuan yang masih dalam

masa reproduktif. Menurut panduan dari The American Thyroid Association, menyarankan

bahwa setiap perempuan yang hamil paling sedikit 6 sampai 12 bulan setelah TRA, perlu

penanganan terutama pada kasus TRA kedua.

Setelah dokter ahli kedokteran nuklir melengkapi konseling pasien dan dokumentasi yang

diperlukanm dosis 131I diberikan secara peroral dalam bentuk sodium iodida baik cair maupun

bentuk kapsul. TRA ditoleransi secara baik oleh sebagian besar pasien, tetapi terdapat beberapa

yang mengalami komplikasi. Hampir 50% pasien yang sedang menjalani TRA merasakan radiasi

sialadenitis yang disebabkan oleh pengambilan 131I oleh kelenjar salivarius. Komplikasi ini pada

umumnya muncul sebagai pperasaan tidak nyaman, metallic taste, menurunnya pengecapan, atau

xerostomia pada sekitar hari ke 5 sampai 7 setelah TRA. Pada umumnya gejala menghilang

tetapi dapat pula menahun atau bahkan menetap. Kemungkinan terjadinya sialadenitis sebanding

dengan dosis 131I yang diberikan, sehingga semakin sering ditemukan pada pasien yang

mendapatkan 131I denga dosis yang lebih tinggi. Pasien disarankan untuk meningkatkan asupan

cairan normal dan menstimulasi kelenjar salivarius secara periodic dengan permen asam dimulai

dari hari setelah pemberian terapi. Permen tersebut akan meningkatkan sekresi saliva dan

menurunkan waktu tinggal dari 131I di kelenjar salivarius.

Efek samping akut lainnya yang sering terjadi dari TRA adalah gastritis yang dipicu oleh

radiasi, pada umumnya bermanifestasi sebagai mual, yang muncul pada sekitar sepertiga pasien.

Page 8: Manajemen Pasca Operasi Pada Karsinoma Tiroid

Hal ini biasanya dimulai sekitar 24 jam setelah pemberian terapi dan berlangsung selama 1

sampai 2 hari, tetapi dapat pula berlangsung lebih lama. Beberapa fasilitas kesehatan

memberikan anti emetik suppositoria secara rutin. Seperti halnya sialadenitism gastritis yang

dipicu oleh radiasi 131I tergantung dari jumalah dosis yang diberikan dan jarang terjadi dengan

hidrasi oral yang baik.

Secara umum, komplikasi lanjut dari terapi 131I terjadi setelah beberapa dosis kumulatif

131I, termasuk supresi sumsum tulang sementara, diskrasia darah, dan sterilitas pria sementara

(jarang permanen). Pada beberapa kasus dengan metastasis jauh ke paru-paru, ditemukan fibrosis

paru-paru yang diinduksi oleh radiasi. Secara keseluruhan komplikasi lanjut dari terapi 131I telah

jarang ditemukan dalam beberapa dekade terakhir sehingga menggunakan modalitas terapi

dengan efektivitas yang lebih tinggi, mungkin karena hanya beberapa pasien yang membutuhkan

pengobatan yang bermacam-macam.

Pemindaian Pasca Ablasi

Sekitar 1 minggu setelah ablasi, secara rutin dilakukan pemindaian iodin seluruh tubuh

(an iodine whole-body pemindaian / WBS) untuk melihat foton yang dikeluarkan dari dosis

ablasi. Pemindaian ini menunjukkan pengambilan 131I oleh jaringan tiroid (normal dan ganas),

dan visualisasi aktivitas sisa merupakan konfirmasi dari penargetan dosis TRA (Gambar 1).

Sekitar 25% dari kasus, pemindaian pasca ablasi mendemonstrasikan lesi-lesi tambahan atau

metastasis tidak terdeteksi dengan WBS diagnostik, karena pemindaian pasca pengobatan

menyediakan gambaran jumlah 131I yang lebih besar. Sebagai hasilnya, pemindaian pasca

pengobatan dapat menjadi indikator prognosis. Pada beberapa instansi, pemindaian ini dapat

mengubah manajemen pasien; visualisasi dari lokasi pengambilan iodin yang tidak diharapkan

dapat mendorong penelitian lain atau pengulangan WBS diagnostik lebih awal dari yang

diharapkan (seperti 6 bulan daripada 12 bulan). Pemindaian pasca ablasi juga bermanfaat pada

beberapa keadaan yang menunjukkan hasil yang negative dengan WBS diagnostik, tetapi kadar

serum Tg meningkat. Pada keadaaan ini, WBS pasca ablasi dilakukan setelah TRA empiris dapat

mengkonfirmasikan target terapi pada kelenjar tiroid, di limfonodi cervicalis, atau metastasis ke

pulmoner. Mengenai WBS diagnostik seharusnya dilakukan sebelum TRA masih kontroversial.

Beberapa pusat penelitian mendapatkan hanya WBS pasca ablasi; tetapi WBS diagnostik

sebelum TRA dapat mengubah manajemen pada beberapa pasien.

Page 9: Manajemen Pasca Operasi Pada Karsinoma Tiroid

Terapi supresi Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

Setelah proses ablasi telah selesai, TSH harus ditekan dengan levotiroksin untuk

mencegah pertumbuhan kanker tiroid. Dosis pengganti yang biasa dapat dimulai pada berat dasar

sekitar 1,6 mg / kg / hari. Pasien yang dipertimbangkan dengan risiko redah (misal, ukuran tumor

yang kecil, tidak ada gangguan atau metastasis, patologi yang tidak beresiko tinggi) seharusnya

tetap menjaga kadar TSHnya diantara 0.1 dan 0.5 mlU/mL. Pasien yang beresiko tinggi

seharusnya memiliki kadar TSH dibawah 0.1 mIU/mL yang dapat ditoleransi tanpa munculnya

gejala hipertiroid. TSH dapat diikuti setiap 6 minggu sekali begitu terapi levotiroksin mulai

diberikan untuk mendapatkan kadar TSH yang diinginkan.

Gambar 1. Gambaran WBS komposit depan dari penelitian berurutan pada seorang wanita 44 tahun, 5 tahun setelah tiroidektomi dengan kanker tipe papiler berukuran 3 cm dengan sebuah limfonodi positif. TSH dimaksimalkan pada dosis 10 mlU/mL walaupun hormon tiroid ditarik. (A) 123I WBS diagnostik menunjukkan pengambilan dalam jumlah besar pada sisa jaringan tersisa yang masih berfungsi (panah). Garis putus-putus menunjukkan kepala dan bahu. (B) WBS pasca ablasi 1 minggu setelah TRA dengan 155 mCi (5735 MBq) 131I memastikan dosis target TRA; aktivitas di hepar (anah putih) menunjukkan metabolism dari radioaktif tiroglobulin (Tg). (C) 131I WBS diagnostic dilakukan saat 9 bulan menunjukkan pengambilan yang normal di mulut, gaster, dan vesica urinaria (panah) tetapi tanpa aktivitas sisa ataupun metastasis.

Page 10: Manajemen Pasca Operasi Pada Karsinoma Tiroid

Pengujian kadar Tiroglobulin

Dalam beberapa tahun terakhir, pengukuran serum Tiroglobulin (Tg) telah menjadi

andalah dalam pengawasan terhadap kekambuhan DTC. Tg merupakan hasil dari protein utama

yang dihasilkan oleh sel tiroid yang berfungsi dan tidak dihasilkan oleh sel lain di tubuh. Jika

seluruh sel tiroid telah dieliminasi, serum Tg seharusnya sangat rendah. Peningkatan kadar serum

Tg (>2 ng/mL) merupakan indikator yang sangat spesifik dan spesifik untuk kekambuhan DTC

setelah TRA4. Serum antibodi anti-Tg juga harus diukur pada setiap pemeriksaan TG, karena

adanya anti bodi Tg (lebih sering positif pada pasien dengan DTC daripada populasi umum)

menyanggah pengujian Tg17. Sensivitas dari pengujian Tg untuk kekambuhan DTC sangat

meningkat ketika diperoleh sebagai suatu Tg yang "terstimulasi" (misal, darah diambil ketika

kadar serum TSH meningkat). Stimulasi TSH dilakukan oleh penarikan hormon tyroid yang lain

atau rhTSH(thyrogen). (Stimulasi TSH juga membutuhkan untuk WBS iodine, sehingga dua

pemeriksaan tersebut dilakukan bersamaan). Pedoman Asosiasi Tiroid Amerika menyarankan

pemeriksaan kadar awal Tg dan antibodi Tg sebelum dilaksanakannya TRA. Walaupun Tg

hampir selalu dapat terdeteksi pada adanya beberapa sisa tiroid yang masih dapat berfungsi,

kadar yang tinggi dapat menunjukkan adanya residual maupun metastasis keganasan4.

Gambar 2. Penelitian berurutan dari seorang wanita 55 tahun dengan karsinoma tiroid tipe papiler 8 minggu setelah tiroidektomi total. (A) WBS dilakukan 48 jam setelah pemberian 5 mCi (185 MBq) secara oral 131I menunjukkan sisa jaringan yang berfungsi (panah panjang), kemungkinan metastasis ke nodus di leher kanan, dan metastasis ke dada bawah bilateral (panah pendek). Pasien mendapat 131I 250 mCi (9250 MBq). (B) WBS pasca ablasi diperoleh 1 minggu

Page 11: Manajemen Pasca Operasi Pada Karsinoma Tiroid

memastikan target TRA. Artefak “bintang” (panah putih) muncul dari energy tinggi dari foton 131I. (C) follow up 1 tahun WBS 131I menunjukkan resolusi yang lengkap dari seluruh lesi.

Pemindaian seluruh tubuh dengan Radioaktif iodin (131I atau 123I)

WBS radioaktif iodin telah lama menjadi alat diagnostik didlam manajemen DTC

walaupun perananannya berkurang dengan adanya pengujian Tg. Sel-sel fungsional tiroid yang

muncul pada WBC karena mereka terkonstrasi pada pelacak radioaktif iodin. Dua isotop

radioaktif (131I and 123I) dapat digunakan. 131I, isotop yang sama digunakan untuk terapi telah

digunakan bertahun-tahun. walaupun 131I bersifat sensitif dan spesifik, radionuklida ini memiliki

kelemahan : 131I energi photon (364 kV) tidak optimal untuk standar perlengkapan pencitraan

obat nuklir dan memancarkan partikel beta 131I, yang lebih merusak jaringan daripada bentuk

radiasi lainnya. Kenyataan' ini menimbulkan topik yang kontroversial dari "stunning tyroid.

"Stunning" mengacu pada kekhawatiran bahwa radiasi dari sebuah dosis diagnostik WBS 131I

merusak sel tyroid dalam penyerapan iodin yang berpotensi menurunkan efektifitas dari dosis

terapi iodin selanjutnya18. Walaupun stunning adalah fenomena yang nyata, hal ini mungkin

tidak benar-benar mengganggu efektifitas terapi. Namun masalah dapat dihindari sepenuhnya

dengan melakukan WBS 123I. 123I lebih mahal dan waktu paruh yang lebih pendek (13 jam)

tetapi menghasilkan gambaran yang sangat baik dan tidak memiliki emisi beta. Penilitian

mengindikasikan bahwa 123I memiliki diagnostik yang dapat sebanding dengan 131I19. Sehingga,

123I telah menggantikan 131I untuk WBS pada beberapa fasilitas kesehatan.

Pengawasan yang pertama WBS 123I biasanya dilakukan untuk pasien yang memiliki

resiko yang rendah untuk terjadinya kekambuhan sekitar 6 sampai 12 bulan setelah TRA. karena

pengambilan iodin bergantung pada TSH, WBS membutuhkan peningkatan serum TSH, yang

dapat dilakukan dengan penarikan hormon tiroid yang dideskripsikan untuk ablasi awal atau

dengan injeksi rhTSH (thyrogen)20. Untuk penelitian tyrogen pasien mendapatkan 0.9 mg rhTSH,

secara intramuskuler setiap hari selama dua hari diikuti dengan pemberian 123I pada hari ketiga

dan pencitraan pada hari keempat. Dengan membolehkan pasien untuk mencapai stimulasi TSH

tanpa menimbulkan gejala hypothyroidism, rhTSH meningkatkan kualitas hidup. Namun, akan

lebih bijaksana untuk menarik hormon tyroid jika ada beberapa antisipasi terkait penanganan 131I

Page 12: Manajemen Pasca Operasi Pada Karsinoma Tiroid

akan dibutuhkan. Penggunaan rhTSH sering disimpan untuk pasien dengan resiko rendah. WBS

juga dioptimalkan dengan diet rendah iodin selama 2 minggu.