Makalah Trend Dan Isu Emergency
-
Upload
ester-yunita-puspitasari -
Category
Documents
-
view
145 -
download
5
description
Transcript of Makalah Trend Dan Isu Emergency
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Oral hygine termasuk membersihkan mulut, gigi, gusi dan lidah akan
menghapus sekret pada mulut dan oleh karena itu, memberikan rasa nyaman
dan segar pada kebersihan mulut pasien (Cutler C 2005; Grap M, Munro C,
Ashtiani B 2003). Karena penurunan sekresi kelenjar ludah, pada pasien kritis
dengan tingkat kesadaran rendah dan intubasi ventilasi mekanik memerlukan
perawatan mulut ekstra. Air liur merupakan faktor penting dalam kesehatan
mulut (Munro C 2004; Atkinson J, Grisius M 2005; Atkinson J 1994;
Amerongen N 2003), penurunan air liur dan ketidaktepatan dalam melakukan
kebersihan mulut dapat menyebabkan banyak masalah kesehatan pada pasien
kritis (Dennesen P, van der Ven A, Vlasveld M 2003; Grap M, Munro C,
Ashtiani B 2003). Kolonisasi bakteri mulut berkaitan dengan banyak penyakit
seperti gangguan kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronik, dan di ICU,
ventilator associated pneumonia (VAP) (Ranjbar H, Arab M, Abbaszadeh A
2011; Grap M, Munro C, Ashtiani B 2003). Ventilator Associated Pneumonia
adalah sebuah kondisi yang dapat mengancam hidup yang berhubungan
dengan aspirasi sekret orofaringeal atau kebocoran di sekitar pengunci
endotrakeal tube (Abidia RF. 2007; Johnstone L, Spence D 2010; Ranjbar H,
Arab M, Abbaszadeh A 2011).
Obat kumur berfungsi untuk mengurangi plak gigi dan
mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan gigi, menghilangkan bau
mulut tak sedap, untuk memberikan rasa segar di mulut, dan untuk mengobati
radang gusi (Atkinson J 1994; Amerongen N 2003; Abidia RF. 2007).
Chlorhexidine memiliki spektrum antibakteri dan lebih populer daripada obat
kumur yang lain karena kekuatan antibakterinya (Abidia RF. 2007).
Ada beberapa teknik yang berbeda untuk perawatan kesehatan mulut
pasien di ICU. Pengisapan sekresi yang keluar sendiri dari tenggorokan pasien
(suction), obat kumur saja, dan menggunakan sikat gigi adalah teknik utama
untuk melakukan perawatan mulut pasien di ICU. Pengisapan dari sekret saja
pada tenggorokan pasien atau menggunakan obat kumur saja, dan
menggunakan sikat gigi adalah teknik umum yang utama.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana keefektifan penggunaan chlorhexidine mouthwash saja dan
chlorhexidine mouthwash diikuti dengan suction pada oral hygine pasien
kritis?
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui keefektifan penggunaan chlorhexidine mouthwash saja dan
chlorhexidine mouthwash diikuti dengan suction pada oral hygine pasien kritis
1.4. Manfaat
1.4.1. Mahasiswa dapat lebih memahami tentang penggunaan obat kumur yang
efektif untuk kebesihan mulut pada pasien kritis.
1.4.2. Mahasiswa bisa menambah wawasan dan pengetahuan tentang
penggunaan obat kumur yang efektif untuk kebesihan mulut pada pasien
kritis.
BAB II
RESUME
2.1. Abstrak
Tujuan: Oral Hygine merupakan salah satu dari isu-isu utama dalam
nursing care, menjadi hal yang sangat penting bagi pasien–pasien yang
terdaftar di Intensive Care Units (ICU). Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menilai efek dari Chlorhexidine Mouthwash saja dan Chlorhexidine
Mouthwash Diikuti dengan Suction pada Oral Hygine Pasien Kritis.
Materi dan Metode: Dengan desain penelitian semi eksperimental,
terpilih 90 pasien yang terdaftar di ICU. Pasien secara acak dibagi menjadi 2
kelompok. Pada kelompok 1, hanya diaplikasikan 0,2% Chlorhexidine
mouthwash saja, dan pada kelompok 2, diaplikasikan 0,2% Chlorhexidine
mouthwash diikuti dengan oral suctioning. Prosedur ini diulang secara
berurutan selama 7 hari. Status oral hygine dari pasien dinilai bedasarkan Beck
checklist pada hari pertama hingga ke tujuh pasien masuk ICU.
Hasil: Skor oral hygine dari kelompok 1 pada hari pertama hingga hari ke
tujuh masing–masing adalah 12,4 dan 14,3. Pada kelompok 2, skor pada hari
pertama hingga hari ke tujuh masing–masing 11,8 dan 10,5. Status oral hygine
pada kelompok 1 telah menurun pada hari ke tujuh, tetapi pada kelompok 2,
oral hygine telah meningkat pada hari ke tujuh pada aplikasi.
Kesimpulan: kami telah menemukan bahwa menggunakan 0,2%
Chlorhexidine mouthwash saja tidaklah cukup untuk perawatan mulur (oral
care) pada pasien di ICU dan penyedotan sekret pada mulut setelah
penggunaan 0,2% Chlorhexidine mouthwash akan meningkatkan kebersihan
mulut pada pasien kritis.
2.2. Pendahuluan
Oral hygine - termasuk membersihkan mulut, gigi, gusi dan lidah akan
menghapus sekret pada mulut dan oleh karena itu, memberikan rasa nyaman
dan segar pada kebersihan mulut pasien (Cutler C 2005; Grap M, Munro C,
Ashtiani B 2003). Karena penurunan sekresi kelenjar ludah, pada pasien kritis
dengan tingkat kesadaran rendah dan intubasi ventilasi mekanik memerlukan
perawatan mulut ekstra. Air liur merupakan faktor penting dalam kesehatan
mulut (Munro C 2004; Atkinson J, Grisius M 2005; Atkinson J 1994;
Amerongen N 2003), penurunan air liur dan ketidaktepatan dalam melakukan
kebersihan mulut dapat menyebabkan banyak masalah kesehatan pada pasien
kritis (Grap M, Munro C, Ashtiani B 2003; Dennesen P, van der Ven A,
Vlasveld M 2003). Kolonisasi bakteri mulut berkaitan dengan banyak
penyakit seperti gangguan kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronik,
dan di ICU, ventilator associated pneumonia (VAP) (Grap M, Munro C,
Ashtiani B 2003; Ranjbar H, Arab M, Abbaszadeh A 2011). Ventilator
associated pneumonia adalah sebuah kondisi yang dapat mengancam hidup
yang berhubungan dengan aspirasi sekret orofaringeal atau kebocoran di
sekitar pengunci endotrakeal tube (Ranjbar H, Arab M, Abbaszadeh A 2011;
Abidia RF. 2007; Johnstone L, Spence D 2010).
Sebagai salah satu tanggung jawab yang paling penting dari perawat
di ICU, adalah menjaga kebersihan mulut dengan cara menggunakan obat
kumur secara teratur, solusi antiseptik digunakan selama bertahun-tahun
(Ranjbar H, Arab M, Abbaszadeh A 2011; Abidia RF. 2007). Obat kumur
berfungsi untuk mengurangi plak gigi dan mikroorganisme yang
menyebabkan kerusakan gigi, menghilangkan bau mulut tak sedap, untuk
memberikan rasa segar di mulut, dan untuk mengobati radang gusi (Atkinson
J 1994; Amerongen N 2003; Abidia RF. 2007). Chlorhexidine memiliki
spektrum antibakteri dan lebih populer daripada obat kumur yang lain karena
kekuatan antibakterinya (Abidia RF. 2007).
Ada beberapa teknik yang berbeda untuk perawatan kesehatan mulut
pasien di ICU. Pengisapan sekresi yang keluar sendiri dari tenggorokan pasien
(suction), obat kumur saja, dan menggunakan sikat gigi adalah teknik utama
untuk melakukan perawatan mulut pasien di ICU. Pengisapan dari sekret saja
pada tenggorokan pasien atau menggunakan obat kumur saja, dan
menggunakan sikat gigi adalah teknik umum yang utama. Ada kontroversi
mengenai efektivitas teknik ini. Fields et al. (Fields L B. 2008) melaporkan
bahwa menyikat gigi pasien yang sakit kritis setiap 8 jam, dapat menurunkan
kejadian ventilator associated pneumonia ke nol. Ranjbar et al. di Iran
(Ranjbar H, Arab M, Abbaszadeh A 2011) melaporkan bahwa metode utama
untuk menjaga kebersihan mulut harus menggunakan 0,2% larutan
chlorhexidine untuk pasien ICU. Dalam penelitian lain, hasil menunjukkan
bahwa faktor yang paling penting dalam kebersihan mulut adalah sikat gigi
pasien, bukan menggunakan obat kumur (Feider LL, Mitchell P 2010). Dalam
percobaan kontrol secara acak, Panchabhai et al. (Panchabhai TS, Dangayach
NS, Krishnan A 2009), membandingkan pembersihan orofaringeal dengan
0,2% Chlorhexidine dengan kalium permanganat, dan melaporkan bahwa
pembersihan orofaringeal dengan larutan Chlorhexidine 0,2% tidak unggul,
pembersihan mulut dengan kalium permanganat untuk menurun pneumonia
nosokomial. Akhirnya, dalam penelitian yang dilakukan di 2004 oleh Jones et
al. (Jones H, Newton JT 2004), disimpulkan bahwa pendidikan lebih lanjut
tentang pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan menekankan kebutuhan
untuk desain dan menggunakan instrumen untuk penilaian kebersihan mulut.
Sayangnya, ada bukti bahwa kebersihan mulut kurang menarik
perhatian dari perawatan lainnya oleh perawat di Iran, mungkin karena
pekerjaan melelahkan dan lingkungan yang stres dari ICU (Ranjbar H, Arab
M, Abbaszadeh A 2011). Selain itu, penelitian sebelumnya sebagian besar
terfokus pada penggunaan obat kumur untuk mengurangi infeksi pernafasan
daripada memberikan lisan kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membandingkan dua cara menggunakan obat kumur dan pengaruhnya pada
kesehatan mulut pasien di ICU.
2.3. Materi dan Metode
Ini adalah penelitian semi-eksperimental yang dirancang dengan otoritas
dalam tiga bagian dari Shahid Bahonar ICU di Kerman, Iran selama 7 bulan
pertama tahun 2011. Rumah sakit ini memiliki 33 tempat tidur ICU campuran
yang menampung sekitar 1.104 pasien pada tahun 2010 (AhmadiNejad M
2010). Inklusi kriteria penelitian ini adalah: pengguna ventilasi mekanik,
menggunakan tabung endotrakeal, tinggal di ICU selama setidaknya tujuh
hari dan memiliki gigi alami. Pasien dengan operasi dan patah tulang yang
melibatkan rahang dan mulut, kemudian pasien dengan lesi periodontal yang
sudah dikeluarkan.
Informasi demografi pasien termasuk usia, jenis kelamin, dan penyebab
masuk ICU. Pasien pada kedua kelompok menerima perawatan yang sama
dalam aspek lain perawatan dan pengobatan medis seperti endotrakeal
penyedotan, penggunaan inhibitor sekresi asam lambung, obat penenang,
posisi tubuh (kepala tempat tidur ditinggikan 30'), waktu perubahan sirkuit
Ventilator (48 jam), dan rute gizi. Karena status koma pasien dalam penelitian
ini, semua persetujuan tertulis diperoleh dari keluarga pasien.
Sembilan puluh pasien secara acak dibagi menjadi dua kelompok yang
sama. Setelah pasien terdaftar di ICU secara acak dialokasikan ke dalam salah
satu kelompok, kemudian kebersihan mulut pasien diperiksa dan dinilai oleh
seorang perawat yang terlatih menggunakan checklist Beck (JM. 2002).
Pasien dalam kelompok I menerima perawatan mulut dengan 0,2%
chlorhexidine saja sementara pasien dalam kelompok II menerima
chlorhexidine diikuti dengan suction setiap enam jam (empat kali sehari).
Prosedur ini diikuti selama tujuh hari. Pada kelompok II, perawatan ekstra
diberikan untuk mengendalikan tekanan hisap, penggunaan yang tepat dari
kateter suction, waktu hisap dan penggunaan cara-cara steril. Pada hari
ketujuh, status kesehatan oral di tes ulang menggunakan checklist Beck.
No Bagian Skor
1 2 3 4
1. Bibir Pink Sedikit
Kering
Edema
Sedikit
Kering dan
Edema
2 Mukosa Pink Kering
Sedikit
Oedematose
Sedikit
Merah
3
Lidah Pink Sedikit
Kering
Mucosa
Lidah Merah
Ditutupi dengan
partikel
4 Gigi Bersih Kotoran
Sedikit
Kotoran
Moderat
Benar Benar
Kotor
5 Air liur Berlimpah
dan Encer
Banyak Sedikit Kental dan
Sedikit
Rata–rata skor pasien bisa antara 5 dan 20. Semakin sedikit nilai
pasien yang didapat, maka kebersihan mulutnya lebih baik. Validitas
checklist adalah dinilai dengan metode validitas isi oleh 10 anggota
fakultas Kerman Universitas Ilmu Kedokteran. Keandalan diperiksa oleh
Metode reliabilitas antar penilai dan alpha Cronbach adalah 0,81. Data
tersebut dianalisis dengan SPSS (versi 17) dan statistik deskriptif dan
dipasangkan t-test dengan pertimbangan p <0,05 yang diterapkan.
2.4. Hasil
Dari 90 subyek dalam penelitian ini, 71,7% adalah laki-laki. Usia rata-rata
subyek adalah 39,2 tahun (kisaran 18-45). Diagnosa dari pasien yang
tercantum dalam Tabel 1. Rata-rata nilai kebersihan mulut untuk Kelompok 1
adalah 12,4±3,1 pada hari pertama. Dalam kelompok ini, pada hari pertama,
skor tertinggi untuk saliva yaitu 2,36 dan skor terendah untuk gigi yaitu
dengan 1,36. Nilai rata-rata untuk kebersihan mulut kelompok 1 pada hari
ketujuh meningkat menjadi 14,3±2,8. Pada hari ketujuh pasien dalam
kelompok pertama mencapai skor tertinggi untuk mukosa dengan 3.20 dan
skor terendah untuk gigi yaitu dengan 2,27. Dalam kelompok II skor rata-rata
untuk kebersihan mulut adalah 11,8±2,6 pada hari pertama. Dalam kelompok
ini, pada hari pertama skor tertinggi adalah untuk saliva 3,2 dan terendah
untuk bibir dengan 1,91. Rata-rata skor kebersihan menurun menjadi
10,5±2,1 untuk kelompok kedua pada hari ketujuh. Pasien dalam kelompok
ini mencapai skor tertinggi dari 3,70 untuk saliva dan skor minimal 1,62
untuk gigi. Tabel 2 dan 3 menunjukkan hasil skor kebersihan mulut untuk
kedua kelompok. Hasil untuk t-test berpasangan menunjukkan perbedaan
yang signifikan, rata-rata skor kebersihan mulut untuk kelompok I antara hari
ke-1 dan hari ke-7 (P<0,05). Perbedaan ini berarti hasil positif, yang
menunjukkan memburuknya kesehatan mulut pada hari ketujuh dibandingkan
dengan hari pertama mereka yang telah dinilai. Hasil tes ini juga
menunjukkan hasil yang signifikan. Perbedaan rata-rata nilai kebersihan
mulut untuk kelompok II pasien pada hari ke-1 dan ke-7 (P<0,05). Perbedaan
rata-rata ini negatif, yang menunjukkan peningkatan kebersihan mulut pada
hari ke-7 dibandingkan dengan hari pertama (Tabel 4).
Tabel I Daftar Diagnosa Pasien
Diagnosis Grup II(N=45) Grup I(N=45)
Tumor Otak 7(15,5) 8(17,7)
Trauma Multipel 11(24,4) 4(8,8)
Kontusio serebral 7(15,5) 5(11,1)
Diffusi axonal injury 2(4,4) 8(17,7)
Laparatomy 2(4,4) 6(13,3)
Subdural Hemorargik 7(15,5) 9(20)
Lain-lain 9(20) 5(11,1)
Grup I : oral hygiene dengan memberikan clorixidine hanya 0,2%. Grup II: oral
hygiene dengan memberikan clorixidine 0,2% dan suctioning.
Tabel II Skor Oral hygiene hari pertama
Skor Bagian Grup I(N=45) Grup II(N=45)
Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
Bibir 19 9 12 5 1 6 26 12
Mulut 18 8 12 7 3 6 26 10
Lidah 15 10 9 11 12 13 15 5
Gigi 0 2 23 20 0 17 19 9
Saliva 2 17 21 5 18 19 7 1
Grup I : oral hygiene dengan memberikan clorixidine hanya 0,2%. Grup II: oral hygiene
dengan memberikan clorixidine 0,2% dan suctioning.
Tabel III Skor Oral hygiene hari pertama
Skor Bagian Grup I(N=45) Grup II(N=45)
Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1 Skor 4 Skor 3 Skor 2 Skor 1
Bibir 26 2 12 5 1 2 25 17
Mulut 26 7 7 5 2 3 25 15
Lidah 26 7 7 5 10 9 16 10
Gigi 2 20 11 12 1 1 23 20
Saliva 5 19 19 2 16 17 11 1
Grup I : oral hygiene dengan memberikan clorixidine hanya 0,2%. Grup II: oral hygiene
dengan memberikan clorixidine 0,2% dan suctioning.
Tabel IV Perbandingan dari skor Oral Hygiene pada hari ke-1 dan hari ke-7
Grup Skor minggu ke-1 Skor minggu ke -7
Grup I 12,4±2,1 14,3±2,7 +1,9(P<0,05)
Grup II 11,8±2,4 10,5±2,1 -1,3(P<0,05)
Grup I : oral hygiene dengan memberikan clorixidine hanya 0,2%. Grup II: oral hygiene
dengan memberikan clorixidine 0,2% dan suctioning.
2.5. Pembahasan
Tujuan utama dalam perawatan mulut adalah untuk memberikan tingkat
kebersihan untuk mengurangi kolonisasi bakteri mulut, untuk mencegah gigi
berlubang, pembentukan plak dan mencegah aspirasi sekresi orofaringeal
tions. Hasil dari penelitian saat ini, yang membandingkan dua metode
perawatan kesehatan mulut pada pasien sakit kritis, pengisapan sekret setelah
mulut di cuci dengan larutan klorheksidin 0,2% menyebabkan peningkatan
status kesehatan gigi dan mulut pasien.
Ranjbar et al. (Ranjbar H, Arab M, Abbaszadeh A 2011) mempelajari
faktor-faktor yang mempengaruhi rutinitas perawatan oleh perawat di ICU.
Mereka menemukan bahwa mayoritas perawat Iran menggunakan swab dan
0,2% larutan chlorhexidine untuk memberikan tingkat kebersihan oral yang
baik untuk pasien (Ranjbar H, Arab M, Abbaszadeh A 2011) . Selanjutnya,
Feider et al. (Feider LL, Mitchell P 2010) melaporkan bahwa sekitar 97
persen dari perawat menggunakan sikat swab dengan 0,2% chlorhexidine.
Kami menemukan bahwa penerapan 0,2% klorheksidin saja tidak bisa
meningkatkan status kebersihan mulut dan lebih baik untuk menggunakan
suction diikuti oleh obat kumur 0,2% chlorhexidine. temuan ini konsisten
dengan hasil penelitian oleh Bellissimo-Rodrigues et al. (Bellissimo-
Rodrigues F, Bellissimo-Rodrigues WT, Viana JM 2009) dari Brazil yang
melaporkan bahwa penggunaan larutan 0,12% dari chlorhexidine sendiri
untuk membersihkan mulut tidak mencegah Infeksi saluran pernapasan antara
pasien sakit kritis yang dirawat di ICU. Untuk pembersihan yang efektif dari
gigi dan rongga mulut dari pasien yang mengalami sakit kritis. Beberapa studi
telah merekomendasikan penggunaan sikat gigi sebagai metode yang valid ,
tapi manfaat metode ini pada pasien yang diintubasi dipertanyakan. Juga
tampaknya bahwa kombinasi dari obat kumur 0,2% chlorhexidine dengan
suction mungkin tidak hanya berguna untuk meningkatkan kebersihan mulut,
tetapi juga dapat lebih mudah diadaptasi oleh perawat karena merupakan
metode yang lebih mudah. Demikian juga, Feider et al. (Feider LL, Mitchell
P 2010) melaporkan bahwa perawat lebih memilih untuk menggunakan
suction dari pada sikat gigi untuk memberikan perawatan mulut.
Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa, meskipun pasien kami yang
mengalami penyakit kritis, kebanyakan tidak memiliki kebersihan mulut yang
baik pada hari pertama masuk ke unit perawatan intensif. Oleh karena itu,
penting untuk mempertimbangkan kebersihan mulut untuk menyusun rencana
perawatan pada hari pertama, sebaliknya efek samping yang serius dapat
menyebabkan pneumonia.
2.6. Kesimpulan
Perawatan mulut adalah komponen kunci dari perawatan. Namun,
seringkali dianggap sebagai intervensi terutama untuk kenyamanan pasien,
sebuah gagasan yang dapat mempengaruhi prioritas, dan dengan demikian,
menghambat penyediaan. Perawat yang bekerja di ICU, yang bertanggung
jawab untuk perawatan kesehatan mulut pasien, harus lebih memperhatikan
masalah ini dan tidak harus mempertimbangkan perawatan mulut karena
hanya masalah untuk kenyamanan pasien. Sejak perawatan kesehatan oral
pasien di ICU menjadi sangat penting, tampaknya mengembangkan protokol
yang tepat dalam hal ini adalah kebutuhan dasar. Studi ini menunjukkan
bahwa solusi dengan menggunakan Chlorhexidine 0,2% saja tidak memadai
untuk perawatan mulut kesehatan pasien di ICU, dan penyedotan sekresi
tenggorokan setelah melaksanakan obat kumur dengan 0,2% chlorhexidine
dapat memberikan hasil yang lebih baik. Selain itu, metode ini mungkin lebih
berlaku dan mudah beradaptasi daripada menyikat gigi pasien.
BAB III
PEMBAHASAN
Menurut kelompok kami oral hygiene sangat penting karena selain
membersihkan gigi, gusi dan sekret pada mulut juga dapat memberikan rasa
nyaman dan segar pada mulut pasien menggunakan sikat gigi dan obat kumur
adalah teknik utama untu melakukan perawatan mulut pasien dai ICU. Penurunan
sekresi kelenjar ludah pada pasien kritis dengan tingkat kesadaran rendah dan
intubasi ventilasi mekanik memerlukan perawatan mulut ekstra. Air liur
merupakan faktor penting dalam kesehatan mulut, penurunan air liur dan
ketidaktepatan dalam melakukan kebersihan mulut dapat menyebabkan banyak
masalah kesehatan pada pasien kritis.
Masalah kesehatan mulut yang berkaitan dengan penyebaran bakteri mulut
seperti gangguan kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronik, dan di ICU,
ventilator associated pneumonia (VAP). Ventilator associated pneumonia (VAP)
adalah sebuah kondisi yang dapat mengancam hidup yang berhubungan dengan
aspirasi sekret orofaringeal atau kebocoran di sekitar pengunci endotrakeal tube.
Salah satu tanggung jawab yang paling penting dari perawat di ICU adalah
menjaga kebersihan mulut dengan cara menggunakan obat kumur secara teratur.
Obat kumur berfungsi untuk mengurangi plak gigi dan mikroorganisme yang
menyebabkan kerusakan gigi, menghilangkan bau mulut tak sedap, untuk
memberikan rasa segar di mulut, dan untuk mengobati radang gusi.
Penerapan penggunaan larutan 0,2% chloehexidine saja tidak bisa
meningktkan status kebersihan mulut dan lebih baik menggunakan suction
bersamaan dengan obat kumur 0,2% chlorhrxidine. Jadi perawatan mulut pasien
di ICU sangat penting karena dapat memberikan rasa nyaman dan segar pada
mulut pasien sendiri dan juga dapat meningkatkan kebersihan mulut sehingga
mengurangi terjadinya kolonisasi bakteri mulut seperti mencegah gigi berlubang,
pembentukan plak dan mencegah aspirasi sekresi orofaringeal.
Jurnal Pembanding
Untuk melengkapi data penelitian dalam jurnal “The Comparison of the
Effects of Chlorhexidine Mouthwash Alone and Chlorhexidine Mouthwash
Followed By Oral Suctioning on Oral Hygiene of Critically Ill Patients” (Rafiei et
al., 2012) maka kelompok menggunakan jurnal pembanding dengan judul “Effects
of Systematic Oral Care in Critically Ill Patients: A Multicenter Study” (Ames et
al., 2011).
Menurut Ames et al., 2011; Perawatan mulut adalah kegiatan perawatan
dasar yang memberikan bantuan dan kenyamanan bagi pasien yang sakit parah
dan tidak dapat melakukan aktivitas sederhana ini sendiri. Di unit perawatan
kritis, memberikan perawatan mulut untuk pasien yang tidak kooperatif, risiko
tinggi aspirasi, dan pengguna intubasi dapat menjadi sebuah tantangan. Namun,
jika manfaat dari perawatan mulut dapat menghindarkan pasien dari beratnya
resiko. Prosedur perawatan mulut yang tepat, jelas dan terdapat bukti yang
memadai untuk mendukung proses ini sangat diperlukan. Pemberian perawatan
mulut yang sistematis dapat menurunkan kejadian pneumonia dan resiko lainnya,
perawatan oral hygiene harus dianggap sebagai komponen penting dan kritis
keperawatan perawatan kritis. Kecuali untuk investigasi pada pasien bedah
jantung, beberapa penelitian telah menunjukkan manfaat dari perawatan mulut.
Metode penelitian Ames et al. dilakukan dengan metode eksperimen pre
tes post tes dan mengambil sample dari 4 ruang ICU dengan asal rumah sakit yang
berbeda. Dalam penelitian ini Ames et al. memberikan intervensi dengan cara
memberikan edukasi kepada perawat yang melakukan perawatan oral hygine pada
pasien ICU, sebelum intervensi diberikan dilakukan pre tes terhadap status oral
hygine pasien dengan menggunakan APACHE II (The Acute Physiology and
Chronic Health Evaluation), BOAS (Beck Oral Assessment Scale) dan MPS
(Mucosal – Plaque Score). Setelah diberikan intervensi berupa pemberian edukasi
mengenai standar perawatan oral hygine yang benar kepada perawat ICU
dilakukan post tes terhadap status oral hygiene pasien.
Dalam studi multicenter ini dari 116 pasien sakit kritis, skor BOAS lebih
tinggi sebelum intervensi pendidikan, mencerminkan kesehatan mulut yang buruk
bagi pasien yang menerima perawatan mulut berdasarkan standar unit daripada
perawatan mulut yang sistematis. Dibandingkan dengan pasien yang dirawat
dengan perawatan mulut standar unit, pasien yang dirawat dengan perawatan
mulut yang sistematis memiliki skor BOAS signifikan lebih rendah secara
keseluruhan. Ketika pasien kritis dengan skor APACHE II dari 18 atau lebih besar
dibandingkan efek ini perawatan mulut yang sistematis tetap. Secara keseluruhan
dalam penelitian ini, skor APACHE II mencerminkan tingkat moderat keparahan
penyakit; skor tertinggi adalah 35, pada pasien dalam pengobatan kelompok.
Mayoritas (66,4%) dari pasien dalam penelitian ini diintubasi dan menerima
ventilasi mekanis, tetapi banyak pasien tidak diintubasi. Kehadiran pasien non
diintubasi di unit perawatan kritis mencerminkan beberapa disfungsi organ lain
dan tempat kelompok ini berisiko tinggi untuk aspirasi. BOAS yang dimodifikasi
memberikan penilaian yang realistis dan berguna secara klinis integritas oral pada
pasien kritis. 5 sub-skala, air liur, gigi, lidah, bibir, dan mukosa mulut, meliputi
keunikan rongga mulut. Seperti tercermin dalam skor BOAS, hasil keseluruhan
menunjukkan bahwa perawatan mulut yang sistematis dapat meningkatkan
kesehatan mulut pada pasien sakit kritis. Dengan MPS, ukuran yang jauh lebih
banyak digunakan, hanya mukosa dan plak pada gigi dinilai.
Namun, meskipun skor BOAS adalah representasi yang lebih luas dari rongga
mulut, baik BOAS dan MPS berkorelasi positif di semua kali. Penggunaan 2 skor
ini penilaian lisan dapat membantu standarisasi perawatan mulut dengan
menyediakan mekanisme untuk mengukur efek dari intervensi ini keperawatan
penting.
Dalam studi oleh Munro et al, 13 intervensi perawatan, menyikat gigi dan
chlorhexidine pengobatan oral, yang dilakukan oleh personil studi. Metode ini
adalah salah satu yang optimal untuk menggunakan untuk memastikan integritas
intervensi. Dalam penelitian kami, perawat perawatan kritis yang peduli untuk
pasien menyampaikan perawatan mulut. Meskipun bisa diasumsikan bahwa
perawatan mulut diberikan lebih sering dari yang tercatat pada kartu intervensi,
kita tidak memiliki cara untuk mengetahui seberapa sering. Penelitian oleh Munro
et al 13 hanya termasuk pasien yang diobati dengan ventilasi mekanis, sedangkan
Studi kami termasuk pasien sakit kritis yang tidak diintubasi. Karena kurangnya
saluran napas aman, pasien yang tidak diintubasi mungkin berada pada risiko
lebih besar untuk aspirasi dari yang intubasi pasien Temuan lain yang menarik
dari Munro et al adalah bahwa kelompok menyikat gigi memiliki nilai CPIS lebih
tinggi daripada kelompok lain dalam studi mereka karena kelompok menyikat gigi
yang diterima hari tambahan menyikat. Munro et al menyatakan bahwa nilai-nilai
CPIS tinggi ini bisa saja terkait dengan islodgement organisme biofilm plak oleh
menyikat gigi dan masuk berikutnya dari organisme ke paru-paru.
Dalam studi oleh Fitch et al, 10 penilaian kompleks perawatan mulut
digunakan yang mencakup evaluasi dari 9 faktor dalam mulut: inflamasi,
perdarahan, aliran saliva, kandidiasis, plak gigi, bahan purulen, kalkulus, noda,
dan karies. Faktor - faktor ini dinilai dengan menggunakan skala 100 poin. Jelas,
keterbatasan skala ini akan menjadi waktu yang diperlukan untuk mengelola itu.
Karakteristik ini aja akan membuat ukuran penilaian lisan ini kurang dari berguna
dalam lingkungan klinis. Berbagai penelitian, metode yang lebih dapat diandalkan
untuk merekam perawatan mulut yang sistematis harus dilaksanakan. Misalnya,
perawatan bisa disimpan di rekam medis pasien. Air keran digunakan di banyak
unit perawatan kritis untuk menyediakan perawatan mulut. Researchers37-39
telah mencatat bahwa bakteri yang berpotensi patogen yang hadir dalam pasokan
air dari fasilitas pelayanan kesehatan. Berry et al 40 mengakui bahwa air keran
dapat menjadi sumber infeksi nosokomial dan menyatakan bahwa air keran tidak
boleh digunakan sebagai obat kumur untuk pasien sakit kritis, tapi mereka
meninggalkan belum terselesaikan penggunaan air steril sebagai pengganti.
Masalah ini memerlukan studi lebih lanjut. Kekuatan penelitian kami adalah
bahwa kita diuji, dalam pengaturan klinis, 2 langkah penilaian oral, BOAS dan
MPS. Langkah-langkah ini mudah digunakan dan mengajarkan kepada perawat
perawatan kritis. Skor BOAS dan nilai-nilai MPS mencerminkan kondisi rongga
mulut dan dapat digunakan untuk memandu perawatan mulut pada pasien sakit
kritis. Skor BOAS dan nilai-nilai MPS membaik setelah perawat menerapkan
intervensi untuk perawatan mulut yang sistematis. Peningkatan ini terjadi
meskipun kepatuhan konsisten untuk ini intervensi oral. Penelitian di masa depan
harus fokus pada pengujian reliabilitas dan validitas dari langkah-langkah
penilaian lisan. Intervensi perawatan mulut harus diuji untuk keselamatan di
berisiko tinggi pasien sakit kritis sebelum rekomendasi dapat dibuat untuk
mengikuti intervensi dalam perawatan rutin.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Oral hygiene sangat penting karena selain membersihkan gigi, gusi dan
sekret pada mulut juga dapat memberikan rasa nyaman dan segar pada
mulut pasien menggunakan sikat gigi dan obat kumur adalah teknik utama
untu melakukan perawatan mulut pasien dai ICU. Penurunan sekresi
kelenjar ludah pada pasien kritis dengan tingkat kesadaran rendah dan
intubasi ventilasi mekanik memerlukan perawatan mulut ekstra. Air liur
merupakan faktor penting dalam kesehatan mulut, penurunan air liur dan
ketidaktepatan dalam melakukan kebersihan mulut dapat menyebabkan
banyak masalah kesehatan pada pasien kritis.
b. Supaya tindakan oral hygiene yang dilakukan lebih efektif, penggunaan
obat kumur chlorhexidine dalam tindakan oral hygiene perlu
dikombinasikan dengan penggunaan oral suction .
c. Peran perawat dalam melakukan tindakan oral hygiene ini juga sangat
penting. Tindakan oral hygiene yang dilakukan secara sistematis terbukti
mampu memberikan efek yang lebih baik daripada tindakan oral hygiene
yang dilakukan sesuai standar unit saja.
4.2 Saran
a. Bagi Mahasiswa
Perlu adanya pengembangan penelitian lebih lanjut tentang ketepatan
pengaplikasian oral hygine pada pasien kritis di ICU.
b. Bagi Institusi
Makalah ini diharapkan dapat melengkapi sumber kepustakaan sebagai
refrensi dan bahan informasi penting untuk mendukung penyusunana
makalah selanjutnya, khususnya tentang penerapan oral hygine pada
pasien kritis.
DAFTAR PUSTAKA
Abidia RF., 2007. ;8:76-82. Oral Care in the ICU: a review. The Journal of
Contemporary Dental Practice, pp.8:76–82.
AhmadiNejad M, R.H., 2010. 57:10-6. Pressure ulcer incidence in ICU patients
in Bahonar Hospital, Kerman. J Iran Soc Anaesthesiol Intensive Care,
pp.57:10–6.
Amerongen N, veerman E., 2003. Amerongen N, veerman E. Salivia: the defender
of oral cavity. Oral Disease, pp.8:12–22.
Ames, N.J. et al., 2011. Effects of Systematic Oral Care in Critically Ill Patients:
A Multicenter Study. American Journal of Critical Care, 20(5), pp.103–114.
Available at: http://dx.doi.org/10.4037/ajcc2011359.(Jurnal Pembanding)
Atkinson J, W.A., 1994. Atkinson J, Wu A. Salivary gland dysfunction: causes,
symptoms, treatment. Journal of the American Dental Association,
pp.125:409–16.
Atkinson J, Grisius M, M.W., 2005. Atkinson J, Grisius M, Massey W. Salivary
hypofunction and xerostomia: diagnosis and treatment. Dental Clinics of
North America, pp.49:309– 26.
Bellissimo-Rodrigues F, Bellissimo-Rodrigues WT, Viana JM, et al., 2009.
30:952-8. Effectiveness of oral rinse with Chlorhexidine in preventing
nosocomial respiratory tract infections among ICU patients. Infect Control
Hosp Epidemiol, pp.30:952–8.
Cutler C, D.N., 2005. Improving oral care in patients receiving mechanical
ventilation. American Journal of Critical Care. Improving oral care in
patients receiving mechanical ventilation. American Journal of Critical
Care, pp.14:389–94.
Dennesen P, van der Ven A, Vlasveld M, et al., 2003. 31:781-6. Inadequate
salivary flow and poor oral mucosal status in intubated ICU patients.
Critical Care Medicine, pp.31:781–6.
Feider LL, Mitchell P, B.E., 2010. 19:175-83. Oral care practices for orally
intubated critically ill adults. American Journal of Critical Care, pp.19:175–
83.
Fields L B., 2008. 40:291-98. Oral Care Intervention to Reduce Incidence of
Ventilator-Associated Pneumonia in the Neurologic ICU. Journal of
Neuroscience Nursing, pp.40:291–98.
Grap M, Munro C, Ashtiani B, et al., 2003. Oral care interventions in critical care:
frequency and documentation. American Journal of Critical Care. Oral care
interventions in critical care: frequency and documentation. American
Journal of Critical Care, pp.12:113–9.
JM., Y., 2002. 88. The role of a meticulous oral hygiene program in reducing oral
assessment scores, mucosal plaque scores, colonization of dental plaque and
exposition to pathogen colonization that may lead to nosocomial respiratory
infections in a selected ICU patient pop, p.88.
Johnstone L, Spence D, K.-M.J., 2010. 36:85-96. Oral hygiene care in the
pediatric ICU: practice recommendations. Pediatr Nurs, pp.36:85–96.
Jones H, Newton JT, B.E., 2004. 20:69-76. A survey of the oral care practices of
intensive care nurses. Intensive and Critical Care Nursing, pp.20:69–76.
Munro C, G.M., 2004. Munro C, Grap M. Oral health and care in the ICU: State
of the science. American Journal of Critical Care, pp.13:25–33.
Panchabhai TS, Dangayach NS, Krishnan A, et al., 2009. 135:1150-6.
Oropharyngeal cleansing with 0.2% Chlorhexidine for prevention of
nosocomial pneumonia in critically ill patients: an open label randomized
trial with 0.01% potassium permanganate as control. Chest, pp.135:1150–6.
Rafiei, H. et al., 2012. Original Investigation: The Comparison of the Effects of
Chlorhexidine Mouthwash Alone and Chlorhexidine Mouthwash Followed
By Oral Suctioning on Oral Hygiene of Critically Ill Patients. , (9), pp.13–17.
(Jurnal Utama)
Ranjbar H, Arab M, Abbaszadeh A, et al., 2011. Ranjbar H, Arab M, Abbaszadeh
A, et al. Affective Factors on Oral Care and its Documentation in ICUs .
Iranian Journal of Critical Care Nursing, pp.4:45–52.