makalah suspensi

15
BAB I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Salah satu cara untuk mengatasi jerawat digunakan suspensi dengan komponen yang sesuai sehingga dihasilkan suatu formulasi yang tepat. Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog perlahan – lahan, endapan harus terdispersi kembali. Dapat di tambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah di gojog dan di tuang . Dalam pembuatan suspensi harus diperhatikan beberapa faktor antara lain sifat partikel terdispersi (derajat pembasahan partikel), Zat pembasah, Medium pendispersi serta komponen – komponen formulasi seperti pewarna, pengaroma, pemberi rasa dan pengawet yang digunakan. Suspensi harus dikemas dalam wadah yang memadai di atas cairan sehigga dapat dikocok dan mudah dituang. Pada etiket harus tertera “Kocok dahulu dan di simpan dalam wadah tertutup baik dan disimpan di tempat yang sejuk “. Sulfur dan resorsin merupakan komponen yang banyak digunakan dalam formulasi obat jerawat. Sulfur diindikasikan untuk pengobatan topical acne vulgaris (mengatasi masalah jerawat), ance rosarea, dermatitis seborrheic. Sulfur memiliki khasiat bakterisid dan fungisid lemah berdasarkan

description

makalah suspensi

Transcript of makalah suspensi

Page 1: makalah suspensi

BAB I. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Salah satu cara untuk mengatasi jerawat digunakan suspensi dengan komponen yang

sesuai sehingga dihasilkan suatu formulasi yang tepat. Suspensi adalah sediaan yang

mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan

pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog

perlahan – lahan, endapan harus terdispersi kembali. Dapat di tambahkan zat tambahan untuk

menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah di gojog

dan di tuang .

Dalam pembuatan suspensi harus diperhatikan beberapa faktor antara lain sifat partikel

terdispersi (derajat pembasahan partikel), Zat pembasah, Medium pendispersi serta komponen –

komponen formulasi seperti pewarna, pengaroma, pemberi rasa dan pengawet yang digunakan.

Suspensi harus dikemas dalam wadah yang memadai di atas cairan sehigga dapat dikocok dan

mudah dituang. Pada etiket harus tertera “Kocok dahulu dan di simpan dalam wadah tertutup

baik dan disimpan di tempat yang sejuk “.

Sulfur dan resorsin merupakan komponen yang banyak digunakan dalam formulasi obat

jerawat. Sulfur diindikasikan untuk pengobatan topical acne vulgaris (mengatasi masalah

jerawat), ance rosarea, dermatitis seborrheic. Sulfur memiliki khasiat bakterisid dan

fungisid lemah berdasarkan dioksidasinya menjadi asam pentathionat (H2S5O6) oleh

kuman tertentu dikulit. Zat ini juga bersifat keratolitis( melarutkan kulit tanduk),

sehingga banyak digunakan bersama asam salisilat dalam salep dan lotion (2-10%) untuk

pengobatan jerawat dan kudis. Sulfur precipitatum adalah yang paling aktif, karena

serbuknya yang terhalus. Dahulu zat ini digunakan sebagai laksans lemah berkat

perombakan dalam usus menjadi sulfide (natrium/kalium) yang merangsang peristaltic

usus (Tjay dan Rahardja, 2008). Scabies merupakan infeksi parasit pada kulit yang

disebabkan oleh Sarcoptes scabiei (kompedia). Sedangkan pemeriannya menurut FI

merupakan serbuk yang sangat halus , amorf, putih, kuning tak berasa, tak berbau (FI IV

hal 77) dimana kelarutannya praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam

Page 2: makalah suspensi

karbon disulfida, sukar larut dalam minyak zaitun, praktis tidak larut dalam etanol (FI III

hal 771). Praktis tidak larut dalam air dan alkohol, larut dalam karbon disulfida, larut

dalam 60 bagian klorofom, 600 bagian eter, 100 bagian minyak zaitun, larut dalam

petroleum , minyak terpentin, dan dalam alkali hidroksida (Martindale hal 504) zat aktif

ini banyak dipilih untuk pengatasan jerawat sebab bentuk sulfur yang paling halus

sebagai antiseptik lemah dapat mengadakan pengelupasan kulit (peeling) atau

mengeringkan jerawat. Bersifat komedogenik dan komedolitik serta sebagai counter

iritant yang efektif dengan efek samping minimal. Sedangkan resorsin merupakan serbuk

atau hablur bentuk jarum putih, bau khas lunak, rasa manis diikuti pahit, oleh pengaruh

cahaya atau udara, bebrwarna agak merah muda (FI IV hal 740). Dimana resorsin ini

Merupakan derivat dari senyawa fenol yang berkhasiat sebagai antiseptik, keratolitik, dan

bekerja dengan mengendapkan protein yang terdapat pada sel bakteri. Mudah larut dalam

air, atanol, gliserol, dan eter. Efek karatolitikum dari resorsinol digunakan untuk

mengelupaskan kulit setelah jerawat kering tetapi dapat menyebabkan iritasi ringan dan

hipersensitifitas yang dapat memutihkan jerawat yang menghitam.

TUJUAN PEMBUATAN FORMULASI

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca, khususnya mahasiswa

dapat membuat sediaan suspensi dan mengetahui bagaimana menjaga stabilitas sediaan suspensi

serta mengetahui cara untuk melakukan penilaian stabilitas suspensi. Selain itu makalah ini juga

dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Teknologi sediaan semi solid dan

liquid program S1 Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional.

PEMBATASAN MASALAH

Suspense obat jerawat yang digunakan merupakan suspense yang diperoleh dari

perpaduan bahan dengan kadar yang sesuai. Bahan utama yang digunakan sebagai antiskabies

adalah sulfur dan sebagai keratolikum digunakan resorsinol.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

1. Farmakope Indonesia IV Th. 1995, hal 17

Page 3: makalah suspensi

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi

dalam fase cair.

2. Farmakope Indonesia IV Th. 1995, hal 18

Suspensi Oral : sediaaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam

pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan

oral.

3. Farmakope Indonesia III, Th. 1979, hal  32

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan

tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.

4. USP XXVII, 2004, hal 2587

Suspensi oral: sediaan cair  yang menggunakan partikel-partikel padat terdispersi dalam

suatu pembawa cair dengan flavouring agent yang cocok yang dimaksudkan untuk

pemberian oral.

Suspensi topikal: sediaan cair yang mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi

dalam suatu pembawa cair yang dimaksudkan untuk pemakaian pada kulit.

Suspensi otic: sediaan cair yang mengandung partikel-partikel mikro dengan maksud

ditanamkan  di luar telinga.

5. Fornas Edisi 2 Th. 1978 hal 333

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan

terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari obat

dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan terdispersikan

sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan.  Yang pertama berupa suspensi jadi,

sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk suspensi yang harus disuspensikan lebih

dahulu sebelum digunakan.

B. Keuntungan dan Kekurangan Sediaan  (RPS ed. 18, vol 3, 1538-1539)

Keuntungan :

1. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet / kapsul, terutama anak-anak.

2. Homogenitas tinggi

3. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet / kapsul (karena luas permukaan kontak antara zat

aktif dan saluran cerna meningkat).

4. Dapat menutupi rasa tidak enak / pahit obat (dari larut / tidaknya).

Page 4: makalah suspensi

5. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.

Kekurangan

1. Kestabilan rendah (pertumbuhan kristal jika jenuh, degradasi, dll)

2. Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya

turun.

3. Alirannya menyebabkan sukar dituang

4. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan

5. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cacking,

flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi / perubahan temperatur.

Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang diinginkan.

C. Macam-macam Suspensi Berdasarkan Penggunaan (FI IV, 1995, hal 18)

1. Suspensi oral, sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa

cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oral.

2. Suspensi topikal, sediaan cair mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi dalam

pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.

3. Suspensi tetes telinga, sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan

untuk diteteskan pada telinga bagian luar.

4. Suspensi optalmik, sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi

dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.

Syarat suspensi optalmik:

1. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi

dan atau goresan pada kornea.

2. Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau

penggumpalan.

Berdasarkan Istilah

1. Susu, untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air yang ditujukan untuk

pemakaian oral.  (contoh : Susu Magnesia)

2. Magma, suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur, jika zat padatnya

mempunyai kecenderungan terhidrasi dan teragregasi kuat yang menghasilkan

konsistensi seperti gel dan sifat reologi tiksotropik (contoh : Magma Bentonit).

Page 5: makalah suspensi

3. Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit (contoh :

Lotio Kalamin)

Berdasarkan Sifat  (Diktat kuliah Likuida dan Semisolida, hal 102-104)

1. Suspensi Deflokulasi

Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan sedimentasi

bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya akan lambat.

Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-masing partikel

menyelip diantara sesamanya pada waktu mengendap.

Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan sedimentasi

partikel yang halus sangat lambat.

Keunggulannya : sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif homogen

pada waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang lambat.

Kekurangannya : apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi karena

terbentuk masa yang kompak.

Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi tetapi tidak

dapat dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu paronya.

2. Suspensi Flokulasi

Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat terjadinya

sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk oleh kelompok

partikel sehingga ukurang agregat relatif besar.

Cairan supernatan pada sistem deflokulasi cepat sekali bening yang disebabkan

flokul-flokul yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang bermacam-

macam.

Keunggulannya :sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan mudah

diredispersi.

Kekurangannya : dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena kecepatan

sedimentasinya tinggi.

Flokulasi dapat dikendalikan dengan :

- Kombinasi ukuran partikel

- Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.

- Penambahan polimer mempengaruhi hubungan/ struktur partikel dalam suspensi.

Page 6: makalah suspensi

D. Syarat Suspensi

1. FI IV, 1995, hal 18

a. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara iv dan intratekal

b. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus mengandung zat

antimikroba.

c. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan

d. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.

2. FI III, 1979, hal 32

a. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap

b. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali

c. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi

d. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.

e. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensoid

tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.(Ansel, 356)

3. Fornas Edisi 2, 1978, hal 333

Pada pembuatan suspensi, untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi dan jasad

renik lainnya, dapat ditambahkan zat pengawet yang cocok terutama untuk suspensi yang

akan diwadahkan dalam wadah satuan ganda atau wadah dosis ganda.

E. Penggunaan Suspensi dalam Farmasi

(Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design, Michael E. Aulton, hlm 270 :

Diktat Teknologi Farmasi Liquida dan Semisolid, DR. Goeswin Agoes, hlm 89 – 90)

1. Beberapa orang terutama anak-anak sukar menelan obat yang berbentuk tablet / zat

padat.  Oleh karena itu diusahakan dalam bentuk larutan.  Kalau zat berkhasiat tidak larut

dalam air, maka bentuk suspensi-dimana zat aktif tidak larut-terdispersi dalam medium

cair merupakan suatu alternatif.

2. Mengurangi proses penguraian zat aktif didalam air.  Untuk zat yang sangat mudah

terurai dalam air, dibuat bentuk yang tidak larut.  Dengan demikian, penguraian dapat

dicegah.  Contoh  :  untuk menstabilkan Oxytetrasiklin HCl di dalam sediaan cair,

dipakai dipakai garam Ca karena sifat Oxytetrasiklin yang mudah sekali terhidrolisis di

dalam air.

Page 7: makalah suspensi

3. Kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat dipersingkat dengan mengencerkan

zat padat medium dispersi pada saat akan digunakan.  Contoh : Ampisilin dikemas dalam

bentuk granul, kemudian pada saat akan dipakai disuspensikan dahulu dalam medim

pendispersi.  Dengan demikian  maka stabilitas ampisilin untuk 7 hari pada temperatur

kamar masih dapat dipenuhi.

4. Apabila zat aktif sangat tidak stabil dalam air, maka digunakan medium non-air sebagai

medium pendispersi.  Contoh  :  Injeksi Penisilin dalam minyak dan Phenoxy penisilin

dalam minyak kelapa untuk oral.

5. Sediaan suspensi yang terdiri dari partikel halus yang terdispersi dapat menaikkan luas

permukaan di dalam saluran pencernaan, sehingga dapat mengabsorpsi toksin-toksin atau

menetralkan asam yang diproduksi oleh lambung.  Contoh Kaolin, Mg-Karbonat, Mg-

Trisilikat. (antasida/Clays)

6. Sifat adsorpsi daripada serbuk halus yang terdispersi dapat digunakan untuk sediaan yang

berbentuk inhalasi.  Zat yang mudah menguap seperti mentol, Ol. Eucaliptus, ditahan

dengan menambah Mg-Karbonat yang dapat mengadsorpsi tersebut.

7. Dapat menutup rasa zat berkhasiat yang tidak enak atau pahit dengan lebih baik

dibandingkan dalam bentuk larutan.  Untuk suspensi Kloramfenikol dipakai

Kloramfenikol Palmitas yang rasanya tidak pahit.

8. Suspensi BaSO4 untuk kontras dalam pemeriksaan X-Ray.

9. Suspensi untuk sediaan bentuk aerosol.

F. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Suspensi (Lachman Practice, 479-491)

1. Kecepatan sedimentasi (Hk. Stokes)

Untuk sediaan farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai sebagai pegangan

supaya suspensi stabil, tidak cepat mengendap, maka :

a. Perbedaan antara fase terdispersi dan fase pendispersi harus kecil, dapat

menggunakan sorbitol atau sukrosa.  BJ medium meningkat.

b. Diameter partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan blender / koloid mill

c. Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent.

2. Pembasahan serbuk

Untuk menurunkan tegangan permukaan, dipakai wetting agent atau surfaktan, misal:

span dan tween.

Page 8: makalah suspensi

3. Floatasi (terapung), disebabkan oleh :

a. Perbedaan densitas

b. Partikel padat hanya sebagian terbasahi dan tetap pada permukaan

c. Adanya adsorpsi gas pada permukaan zat padat.  Hal ini dapat diatasi dengan

penambahan humektan. Humektan ialah zat yang digunakan untuk membasahi zat

padat.  Mekanisme humektan :  mengganti lapisan udara yang ada di permukaan

partikel sehingga zat mudah terbasahi.  Contoh : gliserin, propilenglikol.

4. Pertumbuhan kristal

Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan jenuh.  Bila terjadi

perubahan suhu dapat terjadi pertumbuhan kristal.  Ini dapat dihalangi dengan

penambahan surfaktan. Adanya polimorfisme dapat mempercepat pertumbuhan kristal.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kristalisasi (Disperse system, Vol. I, 158)

a. gunakan partikel dengan range ukuran yang sempit

b. pilih bentuk kristal obat yang stabil

c. cegah penggunaan alat yang membutuhkan energi besar untuk pengecilan ukuran

partikel

d. gunakan pembasah

e. gunakan colloidal pelindung seperti gelatin, gums, dan lain-lain yang akan

membentuk lapisan pelindung pada partikel

f. viskositas ditingkatkan

g. cegah perubahan suhu yang ekstrim

Hal-hal yang memicu terbentuknya kristal (Disperse system, Vol. I, 158)

a. keadaan super jenuh

b. pendinginan yang ekstrim dan pengadukan yang cepat

c. sifat aliran pelarut yang dapat mengkristalkan zat aktif, dalam ukuran dan bentuk

yang bervariasi

d. keberadaan cosolutes, cosolvent, dan absorbent

e. kondisi saat proses pembuatan.

5. Pengaruh gula (sukrosa)

a. Suspending agent dengan larutan gula : viskositas akan naik

Page 9: makalah suspensi

b. Adanya batas konsentrasi gula dalam campuran dengan suspending agent.  Bila batas

ini dilalui polimer akan menurun.

c. Konsentrasi gula yang besar juga dapat menyebabkan kristalisasi yang cepat

d. Gula cair 25 % mudah ditumbuhi bakteri, perlu pengawet. (tidak lebih dari 30 %;

hati-hati cap locking)

e. Hati-hati jika ada alkohol dalam suspensi

6. Metode dispersi : Deflokulasi dan Flokulasi            

7. Pengaruh alat-alat pendispersi, menyebabkan :

a. Variasi pada ukuran partikel berhubungan dengan RPM Shearing Force.

b. Variasi pada sifat-sifat suspensi.

c. Variasi pada viskositas pembawa, berhubungan dengan hidratasi suspending agen.

G. Evaluasi

1. Evaluasi Fisika

a. Distribusi ukuran partikel

b. Homogenitas

c. Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi

d. BJ sediaan dengan piknometer

e. Sifat aliran dan viskositas dengan viskosimeter Brookfield

f. Volume terpindahkan

g. Penetapan pH

Partikel

Dispersi homogen

+wetting agent

Suspensi deflokulasi

Suspending agent (non-elektrolit)

+ zat untuk flokulasi

Suspensi terflokulasi

Suspensi terflokulasi

+ suspending agent

+ zat untuk flokulasi

Page 10: makalah suspensi

h. Kadar air

i. Penetapan waktu rekonstitusi

2. Evaluasi Kimia

a. Keseragaman sediaan

b. Penetapan kadar

c. Identifikasi

d. Penetapan kapasitas penetralan asam (KPA) hanya untuk sediaan suspense antasida

3. Evaluasi Biologi

a. Uji potensi (untuk antibiotik)

b. Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida)

c. Uji efektivitas pengawet