Makalah Fosforilasi Oksidatif (1)

41
HEME SPIN RENDAH SITOKROM OKSIDASE C SEBAGAI PENDORONG PROSES POMPA PROTON Oleh: Anne Carolina (20504011) Eka Wulandari (20504012)

Transcript of Makalah Fosforilasi Oksidatif (1)

HEME SPIN RENDAH SITOKROM OKSIDASE C SEBAGAI

PENDORONG PROSES POMPA PROTON

Oleh:

Anne Carolina (20504011)

Eka Wulandari (20504012)

PROGRAM MAGISTER KIMIA

BIDANG KHUSUS BIOKIMIA

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2005

ABSTRAK

Sitokrom c oksidase mitokondria berperan penting dalam respirasi seluler aerob, mereduksi oksigen menghasilkan air, dalam proses kopling dengan pompa hidrogen melewati membran mitokondria dalam. Residu aspartat, Asp-51, yang 0berlokasi dekat permukaan enzim, mengalami perubahan struktur dalam Sinar-X. Hal ini mengindikasikan bahwa residu ini berperan dalam proses pemompaan proton. Meskipun bukti keterlibatan mekanistik dan fungsional dari residu ini dalam proses pemompaan proton belum jelas diperoleh, mutasi Asp-52 Asn dari enzim hati memperlihatkan fungsi pompa proton tanpa mempengaruhi aktivitas reduksi dioksigen. Struktur Sinar-X (pada resolusi 1.8/1.9 Å dalam bentuk teroksidasi dan reduksi penuh) menunjukkan bahwa muatan positif total yang dibentuk selama oksidasi mendorong transport proton aktif dari ruang mitokondria ke Asp-51 melewati enzim lewat saluran air dan jaringan ikatan hidrogen, yang berlokasi di tandem. Selain itu reduksi enzim menginduksi pengeluaran proton dari aspartat ke mitokondria bagian luar. Ikatan peptida dalam jaringan ikatan hidrogen menginhibisi transfer balik proton melalui jaringan. Perubahan redoks dalam kapasitas saluran air, diinduksi oleh gugus hidroksi farnesil etil dari heme spin-rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa fungsi saluran air sama efektifnya dengan daerah pengumpul proton. Hasil infrared mengindikasikan bahwa konformasi Asp-51 dikontrol hanya oleh bentuk oksidasi heme spin rendah. Hasil ini mengindikasikan bahwa heme spin rendah mendorong proses pompa proton.

BAB I

PENDAHULUAN

Sitokrom c oksidase yang berlokasi di bagian dalam membran mitokondria

merupakan enzim kunci pada rantai respirasi organisme aerob. Enzim ini

berfungsi dalam katalisis transfer elektron dari sitokrom c ke oksigen molekular,

sehingga terjadi reduksi menjadi air. Reaksi ini terjadi melalui proses transport,

yaitu melalui pemompaan empat proton melewati membran. Sitokrom c oksidase

memiliki empat kofaktor reaksi redoks yang aktif, yaitu dua atom Cu pembentuk,

dinamakan CuA, suatu heme a spin rendah, serta pusat binuklir heme a3 dan Cu B.

Cu A menerima elektron dari sitokrom c dan elektron ditransfer melalui heme a ke

pusat binuklir tempat terjadinya reduksi oksigen.

Kesetimbangan elektron dicapai dari sitokrom c di luar membran dalam

mitokondria (ruang inter membran) melalui sisi Cu A dan heme spin rendah (heme

a) ke sisi reduksi O2. Proton yang digunakan untuk pembentukan air dari O2,

ditransfer dari membran dalam mitokondria (ruang matriks) melalui dua jaringan

ikatan hidrogen yang disebut jalur K dan D. Selain dalam proses pompa proton,

transfer proton dan elektron ke sisi reduksi O2 menghasilkan perpindahan muatan

positif ke ruang intermembran, yang menghasilkan gaya proton motive yang

diperlukan untuk menggerakkan ATP sintase.

Mutasi residu asam amino di dalam jalur D dapat menyebabkan penurunan

dalam efesiensi pompa proton dan penurunan aktivitas reduksi O2. Pengamatan

menunjukkan bahwa proses yang menyertai pompa proton terjadi melalui jalur

proton untuk membentuk air. Struktur Sinar-X memperlihatkan bahwa sitokrom c

oksidase dari hati sapi dalam bentuk teroksidasi dan tereduksi penuh pada resolusi

2.3 dan 2.35 Å, menunjukkan adanya pergerakan Asp-51 dari subunit I (subunit

paling besar yang mengandung heme a dan sisi reduksi O2) dari interior protein

menuju permukaan inter membran melalui reduksi enzim. Dalam bentuk

teroksidasi, Asp-51 berkontak dengan ruang matriks melalui jaringan ikatan

hidrogen sehingga molekul air dapat melewati ruang dalam matriks (jalur H).

Struktur ini memberikan gambaran bahwa proses pompa proton terjadi pada Asp-

51. Akan tetapi usulan mengenai hal ini belum banyak diterima, karena enzim

bakteri dan tumbuhan tidak mempunyai residu analog Asp-51 (penomoran dalam

sapi) dan juga karena mutasi jalur D menyebabkan penurunan efisiensi pompa

proton dan aktivitas reduksi O2. selain itu tidak ada mekanisme untuk penggerak

pompa proton pada Asp-51 yang menjelaskan. Mutasi Asp-51 memberikan satu

alternatif untuk menjelaskan fungsi Asp-51. Dalam penelitian ini akan dijelaskan

peranan jalur H melalui sisi mutagenesis terarah, struktur Sinar-X dan

spektroskopi infra merah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Semua tahap-tahap enzimatis pada degradasi oksidatif karbohidrat, lemak

dan asam amino didalam sel aerobik menyatu menjadi tahap akhir respirasi sel.

Disini terjadi pengaliran electron dari senyawa organik menuju oksigen,

menghasilkan energi untuk membuat ATP dari ADP dan fosfat. Rantai respirasi

terdiri dari serangkaian protein dengan gugus prostetik yang terikat kuat dan

mampu menerima dan memberikan elektron.

Pada sel eukariot, hampir semua dehidrogenase spesifik yang diperlukan

pada oksidasi piruvat dan bahan bakar lain melalui siklus asam sitrat terletak pada

bagian sebelah dalam mitokondria yaitu matriks. Molekul pemindah electron dari

rantai respirasi dan molekul enzim yang melakukan sintesa ATP dari ADP dan

fosfat terbenam dalam membran sebelah dalam. Bahan bakar siklus asam sitrat

seperti piruvat, harus dipindahkan dari sitosol (tempat dilakukannya sintesis

molekul-molekul tersebut) melalui membran mitokondria ke dalam bagian

matriks disebelah dalam, sebagai tempat aktivitas dehidrogenase.

Demikian pula, ADP yang dibentuk dari ATP selama aktivitas yang

memerlukan energi dari sitosol harus dipindahkan ke dalam matriks mitokondria,

untuk mengikat fosfat kembali, menjadi ATP. ATP baru yang dibentuk harus

dikembalikan ke sitosol.

Jadi membran mitokondria sebelah dalam, merupakan struktur komplek

yang mengandung molekul pembawa electron, sejumlah enzim dan beberapa

system transport membran.

Gambar Proses Fosforilasi Oksidatif dalam Mitokondria

Beberapa jenis gugus pembawa elektron, semuanya berikatan dengan protein.

Golongannya antara lain Nikotinamida adenin dinukleotida (NAD) yang aktif

dengan dehidrogenase; flavin mononukleotida (FMN) pada NADH

dehidrogenase;ubiquinon atau koenzim Q, suatu senyawa kuinon isoprenoid yang

larut dalam lemak, yang berfungsi dalam bentuk ikatannya dengan satu atau lebih

protein; dua jenis protein yang mengandung pusat besi-sulfur (Fe-S) sitokrom;

dan tembaga pada sitokrom aa3.

Senyawa sitokrom adalah protein mengandung besi pemindah elektron dan

berwarna merah atau coklat, yang bekerja secara berurutan untuk mengangkut

elektron dari ubikuinon ke molekul oksigen. Golongan ini merupakan protein

heme, dengan besi yang berada pada kompleks porfirin-besi, atau heme, yang

serupa dengan pada hemoglobin.Terdapat tiga kelas sitokrom, a, b, dan c yang

berbeda dalam spektra absorbsi sinarnya. Setiap jenis sitokrom dalam keadaaan

tereduksinya atau ferro memiliki tiga pita absorbsi yang jelas pada kisaran sinar

tampak.

Sitokrom pada rantai respirasi disusun dalam urutan b c1 aa3. Sitokrom b

berada dalam dua bentuk, menerima elektron dari ubikuinon dan

memindahkannya ke sitokrom c1 yang selanjutnya memberikan elektron yang

diterima ke sitokrom c. Setiap sitokrom berada dalam bentuk feri [Fe(III)]

menerima satu elektron menjadi bentuk fero [Fe(II)]. Pembawa elektron terakhir

adalah sitokrom aa3 atau oksidase sitokrom yang dapat memberikan elektron

langsung ke oksigen untuk menyempurnakan proses transport elektron.

Sitokrom aa3 berbeda dengan sitokrom lain. Protein ini mengandung dua molekul

heme A yang terikat kuat, yang berbeda dari protoheme oada hemoglobin, dalam

cincin porfirinnya, yang memiliki rantai sisi hidrokarbon yang panjang. Lebih

jauh lagi sitokrom aa3 juga mengandung dua atom tembaga yang esensial. Setelah

komponen sitokrom a menerima elektron dari sitokrom c dab tereduksi menjadi

bentuk Fe(II), molekul ini memberikan elektronnya ke sitokrom a3. Sitokrom a3

tereduksi lalu memberikan elektron kepada molekul oksigen. Unsur yang

berpartisipasi dengan kedua gugus heme didalam proses ini adalah kedua atom

tembaga yang terikat, yang mengalami perubahan redoks kupro-kupri [Cu(I)-

Cu(II)] dalam fungsinya. Ini adalah suatu tahap yang kompleks dan penting di

dalam transport elektron, karena ke empat elektron harus diberikan hampir

bersamaan kepada O2 untuk menghasilkan dua H2O, dengan mengambil empat H+

dari medium cair. Dari semua anggota rantai transport elektron, hanya sitokrom

aa3 yang dapat bereaksi langsung dengan oksigen.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Mutagenesis Terarah (Site-directed Mutagenesis)

Jumlah sitokrom c pada mitokodria ditentukan menggunakan western blot.

Sejumlah sampel dijalankan pada on 4–12% Mes NuPage gels (Novex) selama 42

menit pada 200V dan 40C. Kemudian electrotransfer basah ke membran

nitroselulosa menggunakan sistem Novex dengan 5% metanol pada buffer transfer

selama 1 jam pada 30V. Efisiensi transfer dipertegas dengan noda transfer awal

pada gel dan membran menggunakan EasyStain (Novex) and Ponceau S.

Membran residu noda dicuci menggunakan Tris-buffer saline dengan

0.2% Tween- 20 (TBS-T),yang diblok semalam menggunakan 1.5% susu bubuk

pada TBS-T. Sitokrom c ditandai menggunakan imunoglobulin antibodi sitokrom

c oksidasi dari tikus dengan pengenceran 1 : 2000 dengan TBS-T dengan 1,5%

selama 1 hari. Inkubasi selanjutnya menggunakan secondary anti tikus Ig

berikatan dengan horseradish peroxidase (Amersham) pada pengenceran 1:2000

selama 40 menit, pitanya divisualisasikan menggunakan reagen luminol dan film

sinar-x.

3.2 Pemurnian Sitokrom c Oksidase dari Hati Sapi dan Kristalisasi

Penyiapan pemurnian enzim dengan rekristalisasi berulang adalah

pengkondisian kristalisasi enzim yang sangat penting. Kristal dalam bentuk

reduksi penuh dan bentuk reduksi ikatan-CO dimulai dengan merendam bentuk

teroksidasi penuh dengan medium yang mengandung askorbat dan sejumlah

katalitik sitokrom c sebagai sistem pereduksi dan polietilen glikol (PEG 4000)

untuk menstabilkan kristal dibawah atmosfer N2 dan CO.

Difraksi sinar-X dilakukan dengan cara menempatkan kristal pada kapiler

yang sesuai dengan medium perendaman.

Keadaan teroksidasi dan keadaan pengikatan ligan dari enzim dipertegas

dengan spektra absorpsi darikristal ini pada kondisi medium yang sama.

Bentuk azida disiapkan dengan merendam kristal pada keadaan teroksidasi penuh

ke dalam buffer yang mengandung azida dan jumlah PEG 4000 yang sesuai pada

keadaan aerobik. Data intensitas diambil menggunakan radiasi synchroton pada

1.0 Å Photon Factory, Tsukuba, Japan, dengan modified Weissenberg camera

untuk makromolekul.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Mutagenesis Asp-51 dalam Subunit I Hati Sapi Sitokrom c Oksidase

Subunit I Asp-51 digantikan oleh Asn melalui metode pembentukan

hibrid. Vektor ekspresi dibuat untuk memproduksi, di dalam sitosol sel HeLa,

yang mengkode subunit I dari enzim sapi dengan signal targeting mitokondria

pada terminal N- dan ekor heksahistidin pada terminal C-, untuk penentuan

kuantitatif subunit I yang terekspresi. Struktur Sinar-X menunjukkan bahwa

terminal C subunit I mempunyai ruang yang cukup untuk menerima tag (ekor)

His tanpa mempengaruhi konformasi enzim.

Efisiensi produksi enzim hibrid sapi/manusia dievaluasi dengan antibodi

yang spesifik. Seperti yang ditunjukkan oleh analisis western blot dari SDS

mitokondria hati sapi dan Sel HeLa. Antibodi Subunit I sapi menunjukkan pita

yang jelas tapi tidak pada Subunit I manusia (Fig. 1A, garis 1 dan 2). Antibodi

untuk protein manusia hanya bereaksi dengan Subunit I manusia tapi tidak

dengan Subunit I sapi (Fig 1A, garis 3 dan 4).

Gambar 1A. Pengaruh mutasi sub unit I Asp-51 3 Asn (Asp51Asn) pada fungsi sitokrom c oksidase. Mitokondria dari hati sapi (jalur 1 dan 3) dan sel HeLa (jalur 2 dan 4) diperlakukan 4% SDS 3,5M urea dan difraksinasi menggunakan SDS PAGE. 70 gram sampel protein dimasukkan kecuali untuk jalur 1 (20gram protein). Antibodi untuk subunit I sapi digunakan untuk jalur 1 dan 2, antobodi sub unit 1 untuk manusia digunakan jalur 3 dan 4.

Dodesil maltosida melarutkan sitokrom c okidase dari membran

mitokondria tanpa mendenaturasi protein dan menghasilkan pita 210 kDa dari

Sitokrom c oksidase dalam blue native PAGE. Antibodi sapi bereaksi dengan

fraksi 210 kDa dari mitokondria yang larut dalam dodesil maltosida. Fraksi ini

diisolasi dari sel HeLa transfektan gen sapi wild-type (Fig 1B, garis 2).

Gambar 1B. Hasil gel elektroforesis di fraksinasi dengan 1,4% dodesil maltosidesolubilized metokondria dari tiruan-transfektan sel HeLa (jalur 1,4 dan 6) dan dari sel HeLa menempatkan wild type (jalur 2 dan 5) dan sub unit I gen mutan Asp51Asn (jalur 3 dan 7) dari sitokrom c oksidase. Pada jalur 1,2, dan 3,180,90 dan 90 gram protein diberikan secara berturut-turut. Pada jalur 4-7 ditambahkan 70 gram protein. Anyibodi spesifik sub unit I untuk sapi digunakan jalur 1-3 atau manusia pada jalur 4-7.

Fraksi yang berhubungan diambil dari suatu sel transfektan oleh vektor

yang tidak membawa gen subunit I (mock-transfected cell line) tidak

menghasilkan pita yang analog (Fig.1B, garis 1). Disamping itu antibodi manusia

bereaksi dengan fraksi dari mock-transfected cell line (Fig 1B, garis 4 dan 6).

Kemudian hasil menunjukkan bahwa subunit I sapi tersusun oleh subunit

manusia. Keberadaan pita yang lemah dari fraksi 210 kDa mitondria yang larut

dari garis cell transfected gen sapi wild-type (Fig. 1B, garis 5) menunjukkan

bahwa subunit I manusia tidak sempurna digantikan oleh subunit I manusia dalam

cell transfected. Jumlah residu dari nonhibrid enzim ditentukan secara kuantitatif

dengan membandingkan intensitas pita dari pita 210 kDa dari mock-transfected

dan gen wild-type transfected cell seperti dijelaskan dalam metode yaitu menjadi

sekitar 20% (Fig. 1B, garis 4 dan 5). Pita yang ditunjukkan dalam Fig. 1B yaitu

pita blue native PAGE, tidak sejelas pita hasil SDS PAGE. Spektrum sinar

tampak dari mitokondria yang larut dalam dodesil maltosida dan mitokondria

tereduksi penuh dari gen wild-type sel transfektan menunjukkan suatu - pita pada

640 nm, yang karakteristik bagi sitokrom c oksidase natif. Tidak ada komponen

mitokondria yang mempunyai absorbansi signifikan pada 604 nm selain sitokrom

c oksidase.

Selanjutnya, preparasi enzim hibrid yang larut memperlihatkan aktivitas

enzim spesifik (laju oksidasi ferositokrom c per molekul enzim) yang sama tinggi

dengan enzim preparasi yang larut dari sel transfektan tiruan. Spektrum dan

aktivitas enzim dari enzim hibrid memberikan bukti kuat bahwa enzim hibrid

membawa konformasi natif. Sel transfektan dengan gen subunit I yang termutasi

Asp51Asn memperlihatkan efisiensi produksi enzim hibrid yang sama, seperti

halnya sel transfektan gen wild-type pada garis diatas (Fig. 1B, garis 2 dan 3).

Spektrum absorpsi dan aktivitas transfer elektron dari preparasi yang bersifat larut

juga sama identik dengan enzim hibrid wild-type. Hasil ini menunjukkan bahwa

mutasi Asp51Asn tidak mengganggu struktur 3D enzim.

Aktivitas transfer elektron dan pompa proton dari enzim hibrid dalam

mitokondria ditentukan dengan mengukur laju oksidasi sitokrom c dan

pengeluaran elektron oleh preparasi mitoplast dengan keberadaan beberapa reagen

pemblok aktivitas komponen mitokondria lain, termasuk valimisin dan KCl untuk

eliminasi potensial membran. Reaksi dimulai dengan penambahan ferrositokrom

c. Oksidasi ferositokrom c ini kemudian diinhibisi oleh 1mM sianida. Sampel

mitoplast yang mengandung subunit I sapi wild-type mengalami asidifikasi awal

diikuti dengan alkalinisasi yang menyebabkan reduksi oksigen dan proses

pemompaan proton (Fig. 1C, WT).

Gambar 1C Pengeluaran proton oleh sampel mitoplast (44.7g protein) dari sel HeLa transfektan dengan gen wild-type (WT) dan gen subunit I mutan Asp51Asn (D51N) setelah penambahan 8.1 nmol ferositokrom c. perubahan konsentrasi proton dengan keberadaan 10nmol karbonil sianida p-trifluorometoksifenil hidrazon (FCCP) per mg protein mitoplast yang ditunjukkan dengan +FCCP

Kurva yang sama diperoleh dari sampel sel transfektan tiruan (tidak

ditunjukkan). Karbonil sianida p-trifluorometoksi fenilhidrazon (FCCP)

memindahkan asidifikasi awal (Gambar 1C, WT + FCCP). Adaptasi awal

alkalinisasi dengan keberadaan FCCP menunjukkan bahwa alkalinisasi karena

reduksi O2 diabaikan dalam 4 detik pertama. Kemudian kecepatan pengeluaran

proton dapat ditentukan dari fase linear dalam 4 detik pertama setelah inisiasi

reaksi. Perkiraan kuantitatif proton dan elektron yang ditransfer dalam 5 detik

pertama adalah 0.96 nmol proton (Gambar 1C, WT) dan 1.17 nmol ekuivalen

electron. Hal ini berarti perbandingan H+/ e- adalah sekitar 0.82. Tiga pengukuran

lain menggunakan sampel mitoplast, termasuk subunit I wild-type sapi dari garis

sel yang sama, memberikan perbandingan 0.83, 0.58, dan 0.79. Harga ini sama

dengan hasil dari sampel mitoplast yang dibuat dari garis sel trasnfektan tiruan

(0.85 dan 0.82). Selain itu harga yang sama juga ditunjukkan oleh enzim mamalia

lain. Hasil ini juga menunjukkan bahwa konformasi natif enzim ada pada enzim

hibrid. Preparasi mitoplast termasuk juga mutan Asp51Asn dari subunit I sapi

tidak menunjukkan adanya asidifikasi awal (Gambar. 1C, D51N). Asidifikasi juga

tidak terlihat dengan keberadaan FCCP (Fig.1C, D51N + FCCP). Mutan mitoplast

memperlihatkan oksidasi ferrositokrom yang sensitif terhadap sianida pada laju

yang lebih cepat sekitar 70% dari wild-type. Kandungan residu enzim manusia

(sekitar 20%) terlalu rendah untuk mendeteksi proses pompa proton pada kondisi

percobaan ini. Hasil ini dipertegas oleh data yang diperoleh dari garis sel

transfektan gen wild-type dan tiga garis sel transfektan gen mutan Asp51Asn

yang berbeda.

Hipotesis endosimbiosis yang diterima secara luas yaitu bahwa asal

muasal organel menyebutkan gen asal ditransfer ke inti selama evolusi. Subunit I

dan sitokrom b yang memiliki 12 dan 8 transmembran -heliks, dikode oleh DNA

mitokondria oleh semua organisme eukariot. Pemindahan yang terlihat berhasil

dari subunit I ke mitokondria adalah bahwa daerah hidrofobik merupakan alat

yang mencegah subunit I dab sitokrom b mengalami transfer dari genom

mitokondria selama evolusi. Pembentukan sistem ekspresi subunit I tidak

menggunakan metode pembentukan hibrid seperti digunakan disini karena

percobaan untuk pengangkutan apositokrom b (yang lebih kecil dari subunit I) ke

mitokondria tidaklah berhasil.

4.2 Struktur Sinar-X dari Jalur H

Struktur sinar-X dari sitokrom c oksidase bentuk teroksidasi dan tereduksi

penuh pada resolusi 1.8 dan 1.9 Å memperlihatkan bahwa perubahan

konformasional yang besar dari Subunit I Asp-51 terjadi di dekat permukaan sisi

intermembran (Gambar 2A).

Gambar 2A Perubahan konformasional redoks berpasangan dalam Asp-51. penggambaran Spektroskopi jaringan ikatan hidrogen dalam bentuk teroksidsi dan tereduksi penuh (struktur biru)pada resolui 1.8 dan 1.9 Å, dilihat dari sisi intermembran. Dua histidin terikat ke Fea (besi heme a), tidak ditunjukkan.

Perubahan konformosional ini meliputi penyusunan ulang interaksi ikatan

hidrogen (Gambar 2B). Harga pKa dari gugus karbonil dipengaruhi oleh

lingkungannya. Sebagai contoh, pKa asam asetat adalah 4.8 dalam air dan 9.5

dalam methanol. Oleh karenanya lingkungan polar yang non aqueous dari Asp-51

dalam bentuk teroksidasi dihasilkan oleh gugus OH dari dua Ser- dan dua gugus

NH- peptida. Hal ini menunjukkan bahwa Asp-51 hampir seluruhnya terprotonasi

dalam bentuk tereduksi. Gugus karboksil dari residu Asp-51 pada permukaan

molekular inter membran berada dalam aqueous, menunjukkan bahwa gugus

karboksil dalam bentuk deprotonasi.

Gambar 2B.Struktur Ikatan Hidrogen Asp-51 pada keadaan Teroksidasi (kiri) dan keadaan Tereduksi (kanan). Garis tebal menunjukkan permukaan molecular dimana molekul air berada pada ruang intermembran dapat diakses.Perubahan konformasi diinduksi oleh reduksi dari enzim yang diperlihatkan dengan struktur berwarna biru disebelah kanan. Bola berwarna biru (A) dan hitam (B) menggambarkan molekul air. Garis putus-putus menunjukkan ikatan hidrogen. Panah dua menunjukkan kemungkinan pergerakan molekul air dari Arg-38 ke Tyr-71.

Gugus karbonil dari ikatan peptida antara Tyr-440 dan Ser-441

dihubungkan dengan Arg-38 oleh jaringan ikatan hydrogen yang terdiri dari Tyr-

371 dan molekul penarik air kedua (Fig. 2). Molewkul air yang terikat dengan

ikaan hidrohen ke Arg- 38 berlokasi sekitar 4 Å dari Tyr-371. Jarak ini terlalu

jauh untuk membentuk ikatan hydrogen. Molekul air ini kemudian dapat

mendekati Tyr-371 untuk membentuk ikatan hydrogen setelah berpindah dari

Arg-38, yang diindikasikan oleh tanda panah bertitik. Air yang terikat antara tyr-

371 dan gugus karbonil peptida juga terhubung dengan hydrogen ke gugus

propionat dari heme a.

Transfer proton dimungkinkan terjadi melalui ikatan peptida. Ketika

proton ditambahkan ke gugus kmarbonil peptida, akan terbentuk asam imidat [-

C(OH)=N+H-]. Jika gugus penerima proton berlokasi dekat bagian =N+H-, proron

akan diambil untuk membentuk enol dari peptida [-C(OH)=N-]. Stabilitas yang

lebih besar ada pada bentuk keto (-CO-NH-) dibandingkan bentuk enol [-

C(OH)=N-]. Perubahan konformasi dari bentuk ketoenol mengindikasikan

pembalikan ke bentuk keto. Peptida tidak memberikan arah yang karakteristik

transfer protonmelalui peptida yang menghalangi transfer proton dari sisi

intermembran.

Asp-51 dalam bentuk teroksidasi dihubungkan dengan ikatan hydrogen ke

Ser-441 pada permukaanmolekul. Pada tempat itu bentuk reduksi dari jaringan

ikatan hydrogen termasuk air yang terikat antara Asp-51 dan Ser-205

menghubungkan Asp-51 dengan jaringan ikatan hydrogen terbentang ke Arg-38

(Fig 2B). Kemudian Asp-51 dapat dilalui melalui ikatan hydrogen ke kedua sisi

molekul bentuk oksidasi. Transfer proton kebalikan dihalangi oleh ikatan peptida.

Disamping itu struktur sebelumnya pada resolusi 2.3/2.35Å menunjukkan bahwa

Asp-51 dalam bentuk teroksidasi dihubungkan ke ruang matriks oleh jaringan

ikatan hydrogen dan terkubur di dalam permukaan inter membran. Sementara itu

bentuk tereduksi enzim, terdesosiasi dari jaringan ikatan hydrogen dan terpapar ke

ruang intermembran. Model terbaru ini menunjukan bahwa proses pompa proton

didorong oleh perubahan pKadari Asp-51 dan transfer proton tak berarah melalui

ikatan peptida berbeda halnya dengan usulan yang dijelaskan sebelumnya.

Besi heme a yang terikat ke enam nitrogen, (dua dari histidin dan empat

dari forfirin) keduanya dalam bentuk teroksidasi. Dalam bentuk tereduksi , dua

muatan positif Fe2+ dinetralkan oleh dua muatan negatif forfirin. Dalam bentuk

teroksidasi, Fe3+ mempunyai satu muatan positif yang belum ternetralkan.

Relokasi muatan positif ini melalui system electron -forfirin dapat menyebabkan

deprotonasi gugus bersifat asamyang berlokasi dekat heme a. struktur terbaru

Sinar-X menunjukkan bahwa struktur heme a gugus formil adalah coplanar

dengan cincin forfirin dan dapat berkonjugasi dengan system electron -forfirin

dalam kedua bentuk oksidasi. Hal ini konsisten denganbuktin resonansi Raman

yaitu pengaruh bentuk oksidasi besi pada karbonil formil ditunjukkan oleh

pergeseran vibrasional tarikan C-O dari 1610-1650 cm-1dari oksidasi heme a.

Karenanya perubahan dalam bentuk oksidasi heme a dapat diharapkan

mempunyai pengaruh elektrostatik yang signifikan terhadap Arg-38 yang terikat

dengan ikatan hydrogen ke gugus formil, walaupun tidak teradi perubahan

kopnformasional yang disebabkan oleh system Arg-38-formil (Fig 2A). resolusi

terbaru dari struktur Sinar-X tidak cukup untuk meneliti perubahan

konformasional yang diinduksi oleh pengaruh elektrostatik Fea. gugus propionat

heme a yang terhubung dengan ikatan hydrogen ke air yang terperangkap (Fig 2),

dapat memicu transfer proton melewati jaringan ikatan hydrogen, juga oleh

pengaruh elektrostatik dari oksidasi Fea.

Arg-38 yang terhubung dengan ikatan hydrogen ke gugus formil heme a,

dimana molekul air dalam ruang matriks dapat masukmelalui saluran air. Saluran

di dekat ujung formil, secara skematik diperlihatkan dengan garis putus dalam

gambar 3A. ruang yang dapat dilalui air pada saluran, ditentukan oleh perhitungan

permukaan molekul, menunjukkan bahwa saluran memilki 4 lubang, yang

masing-masing cukup besar untuk mengandungsatu sampai tiga molekul air (fg

3B dan ruang bertitik merah dalam Fig 3A. gugus OH dari gugus hidrofarnesiletil

dari heme a terhubung dengan ikatan hydrogen ke Ser-382 dekat saluran airdalam

bentuk oksidasi ( Fig. 3A, struktur merah). Selama reduksi enzim, ikatan

hydrogen OH…Ser-382 diputus , memungkinakn gugus OH dari gugus

hidroksifarnesiletil berotasi 120 dengan pergerakan dari rantai hidrokarbon dekat

gugus OH [-CH(OH)-CH2-CH2-CH=C(CH3)-] dan memungkinkan rotasi 110 dari

gugus OH Ser-382 (Fig.3A, struktur biru), dipasangkan dengan perubahan

konformasional dalam pergantian heliks-X yang termasuk Ser-382, Leu-381 dan

Val-380 (Fig.3A, struktur asam amino merah dan biru dlam Heliks-X). perubahan

kondformasiional ini menyebabkan terbentuknya lubang baru antara gugus

hidroksi farnesiletil dan Heliks-X (Fig 3A, ruang bertitik biru dengan ruang yang

tidak ertitik merah dan Fig. 3B, oval biru). Perubahan konformasional diatur

olehbentuk oksidasi heme a karena ikatan hydrogen OH…Ser-382 yang berlokasi

dekat system electron- forfirin heme a. posisi dan ukuran empat lubang yang

teramati dalam bentuk teroksidasi tidak dipengaruhi secara signifikan selama

reduksi (Fig.3 ruang bertitik biru dan merah). Perubahan konformasional redoks

yang dipasngkan menunjukkan perubahan kapasitas air dalam saluran, yang

sepertinya memberikan kontribusi terhadap kumpulan proton efektif dari ruang

matriks ke Arg-38.

Gambar 3A Struktur Sinar-X dari saluran air jalur H. perubahan konformasional redoks berpasangan dari saluran air. Bagian atas saluran ditunjukkan. Merah dan biru menunjukkan struktur dalam bentuk teroksidasi dan tereduksi. Permukaan bertitik merah dan biru menunjukkan lubang yang dideteksi dalam bentuk teroksidasi dan tereduksi. Garis putus-putus menunjukkan jalur pengubung air ke lubang. Garis bertitik menunjukkan ikatan hidrogen. Bola kecil menunjukkan posisi molekul air yang terikat. His-61 terikat ke Fea dari sisi yang berlawanan dengan heme tidak ditunjukkan.

Gambar 3B Representasi skematik dari perubahan konformasional redoks berpasangan dalam saluran air. Daerah yang diberi kotak disebut daerah A. Bola hitam dan biru menunjukkan molekul air yang terikat. Struktur yang teramati hanya pada bentuk tereduksi yaitu oleh warna biru.

4.3 Analisis FTIR Dari Perubahan Konformasi Reaksi Redoks Yang Berpasangan

FTIR digunakan untuk mengidentifikasi sisi logam redoks-aktif yang

mengatur konformasi Asp-51. Berbeda dengan spektrum FTIR dari keadaan

teroksidasi, enzim keadaan tereduksi pada H2O, Asp-51 memberikan puncak pada

1,738 cm-1 dan 1,585 cm-1, yang memberikan bukti adanya uluran COO model

dari COOH dan COO. Perbedaan spektra pada redoks dengan adanya sianida dan

CO yang juga memberikan pita yang identik pada 1,738 cm-1 dan 1,585 cm-1.

sianida menstabilkan heme a3 pada keadaan teroksidasi. Jadi enzim tereduksi

dengan adanya sianida yang dimiliki oleh heme a3, CuA dan CuB pada keadaan

tereduksi dan heme a3 pada keadaan sianida terikat yang berikatan. Sehingga

spektrum yang berbeda antara enzim teroksidasi pada sianida berikatan dan enzim

tereduksi yang mengikat sianida menghasilkan penjumlahan perbedaan spektra

redoks yang diinduksi oleh heme a, CuA dan CuB. Dengan kata lain, Co

menstabilkan CuB dan heme a3 pada keadaan tereduksi memberikan spektra redoks

yang berbeda yang diinduksi oleh heme a, CuA. Karena itu hasil ini

mengindikasikan bahwa keadaan terprotonasi dari Asp-51 dikendalikan oleh heme

a dan CuA.

Pada titrasi reduksi enzim sapi ini terdapat sianida, dengan penurunan

intensitas dua pita adalah proporsional pada ekuivalen elektron yang ditambahkan.

Tiga elektron ekuivalen dibutuhkan untuk memenuhi eliminasi dari dua pita pada

spektrum yang berbeda. Hasil ini mengindikasikan bahwa spektra infra

merahberubah karena single elektron ekuivalen.

Titrasi redukrif enzim sianida terikat, dimonitor menggunakan keadaan

oksidasi dari tempat logam redoks aktif, heme a, CuA dan CuB. Sehingga jika dua

atau tiga elekron dibutuhkan untuk perubahan spektra infra merah, maja perubahn

spektra tidak akan terlihat dibawah satu atau dua elektron secara ekuivalen.

Karena itu COOH dari Asp-51 dipisahkan selama reduksi hanya satu tempat

logam, selain heme a atau CuA.

Elektron equivalen dari sitokrom c ditransfer dari CuA ke heme a kemudian

dari heme a ke tempat reduksi O2.jadi heme a dapat memberikan tanda sebagai

tempat kontrol logam pada konformasi Asp-51.

4.4 Mekanisme Proton-Pumping

Mekanisme keseluruhan berdasarkan hasil kesimpulan adalah : ketika

heme a berada pada keadaan teroksidasi, Arg-38 terprotonasi pertama walaupun

dibawah muatan positif dari heme a, karena molekul air pada ruang matriks

accessible ke Arg-38 melalui terowongan air.Asp-51 terkubur didalam protein dan

terprotonasi. Selama heme a mengalami reduksi, dimana kehilangan muatan

positif di heme a, Asp-51 keluar ke ruang intermembran dan kapasitas terowongan

air meningkat. Karena itu molekul air akan bergerak ke ruang matriks, ketika

proton pada Asp-51 dilepaskan ke ruang intermembran. Selama heme a

mengalami oksidasi, Asp-51 bergerak ke belakang ke interior protein dan

memperlihatkan muatan positif pada heme a menurunkan afinitas dari formil

oksigen untuk membagi proton dengan Arg-38. penurunan aktivitas promosi

proton transfer dari Arg-38 ke Asp-51. gugus propionat ikatan hidrogen pada air

juga mempercepat proton transfer sepanjang jaringan ikatan hidrogen.

Gambar 4. Mekanisme Proton pumping yang diusulkan. Besi, porfirin dan gugus samping formil dari heme a diperlihatkandengan Fea, Pr dan OCHO.COOH pada Pr menunjukkan satu gugus propionat dari heme a.

Tanda kurung ([ ]1_and [ ]0) menunjukkan jumlah muatan dari enam koordinat heme Warna kotak yang lebih hitam menunjukkan keadaan struktur yang stabil dan keadaan intermediet. Panah tebal menunjukan pengaruh elektrostatik dari jumlah muatan positif heme a dan proton transfer selama heme a mengalami oksidasi. Garis putus-putus menunjukkan ikatan hidrogen yang menghubungkan Arg-38 dengan Asp-51,termasuk ikatan peptida yang menghalangi reverse transfer dari sisi intermembran.

Hasil Arg-38 yang terprotonasi mengekstrak proton dari molekul air pada

terowongan air sebelum kapasitas terowongan air menurun menjadi pemaksaan

keluar OH-. Keikutsertaan gugus formil heme a dan molekul air disekitar proton

pumping sebelumnya telah dianalisa menggunakan resonansi raman.

KESIMPULAN

1. Mutasi Asp-51 Asn dari enzim hati memperlihatkan fungsi pompa proton

tanpa mempengaruhi aktivitas reduksi dioksigen

2. Struktur Sinar-X (pada resolusi 1.8/1.9 Å dalam bentuk teroksidasi dan reduksi

penuh) menunjukkan bahwa muatan positif total yang dibentuk selama

oksidasi mendorong transport proton aktif dari ruang mitokondria ke Asp-51

melewati enzim lewat saluran air dan jaringan ikatan hidrogen, yang berlokasi

di tandem.

3. Hasil infrared mengindikasikan bahwa konformasi Asp-51 dikontrol hanya oleh

bentuk oksidasi heme spin rendah. Hasil ini mengindikasikan bahwa heme

spin rendah mendorong proses pompa proton.

DAFTAR PUSTAKA

Lehninger, L. 1991.Dasar-dasar Biokimia.Alih bahasa : Dr Maggy Thenawidjaja. Edisi kedua.Penerbit Erlangga. Jakarta.

Michel H. 1998. The Mechanism of proton pumping by cytochrome c oxidase.PNAS 95, 12819-12824.

Tsukihara, T., Shimokata, K., Katayama, Y., Shimada H, Muromoto K, Aoyama H, Mochizuki M, Shinzawa K, Yamashita E, Yao M, Ishimura Y, Yoshikawa S. 2003.The Low Spin Heme of Cytochrome c oxidase as the driving element of the proton pumping process.PNAS 100.15304-15309.

Yoshikawa, S., Shinzawa-Itoh, K., Nakashima, R., Yaono, R., Yamashita, E., Inoue, N., Yao, M., Fei, M. J., Libeu, C. P., Mizushima, T., et al. (1998)

Science 280, 1723–1729.