makalah farmasi

31
PENDAHULUAN Latar Belakang L Profesi apoteker di awal abad ke-20 berperan sebagai pembuat dan peracik obat. Namun kemudian secara bertahap peran ini diambil alih oleh industri farmasi, sehingga pada pertengahan tahun 1960-an muncul suatu praktik baru yang disebut farmasi klinik. Kata “klinik”menunjukkan adanya keterlibatan kepentingan pasien ( patient oriented), sehingg seorang apoteker dikatakan menjalankan praktik farmasi klini jika ia dalam memberikan pelayanan farmasi mengambil tanggung jawab dalam upaya tercapainya hasil terapi yang optimal bagi pasien yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup pasien. Konsep ini kemudian pada tahun 1990- an dikenal dengan istilah Pharmaceutical Care. Implementasi Pharmaceutical Care tidak hanya berlaku untuk apoteker yang bekerja di rumah sakit saja tetapi juga bagi apoteker yang bekerja di tempat lain, seperti: apotek, industri farmasi dan institusi lain. Dalam konteks farmasi rumah sakit, pharmaceutical care ditandai dengan kepedulian akan keamanan dan efektifitas obat yang diberikan kepada pasien serta biaya pengobatan yang ekonomis melalui keterlibatan apoteker secara langsung dalam perawatan pasien dari hari ke hari bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain di rumah sakit. Sedangkan di farmasi komunitas, pharmaceutical care diterapkan melalui interaksi langsung apoteker dengan pasien dan keluarga saat mereka berkunjung ke apotek untuk mendapatkan obat. Pekerjaan pharmaceutical care adalah baru, berlawanan dengan pekerjaan apoteker beberapa tahun yang lalu.Banyak apoteker yang belum mau menerima tanggung jawab ini. Menurut mantan Dekan FF Unair Surabaya, peran apoteker belum optimal menyebabkan masyarakat masih

Transcript of makalah farmasi

PENDAHULUANL Latar

Belakang Profesi apoteker di awal abad ke-20 berperan sebagai pembuat dan peracik obat. Namun kemudian secara bertahap peran ini diambil alih oleh industri farmasi, sehingga pada pertengahan tahun 1960-an muncul suatu praktik baru yang disebut farmasi klinik. Kata klinikmenunjukkan adanya keterlibatan kepentingan pasien (patient oriented), sehingga seorang apoteker dikatakan menjalankan praktik farmasi klinik jika ia dalam memberikan pelayanan farmasi mengambil tanggung jawab dalam upaya tercapainya hasil terapi yang optimal bagi pasien yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup pasien. Konsep ini kemudian pada tahun 1990an dikenal dengan istilah Pharmaceutical Care. Implementasi Pharmaceutical Care tidak hanya berlaku untuk apoteker yang bekerja di rumah sakit saja tetapi juga bagi apoteker yang bekerja di tempat lain, seperti: apotek, industri farmasi dan institusi lain. Dalam konteks farmasi rumah sakit, pharmaceutical care ditandai dengan kepedulian akan keamanan dan efektifitas obat yang diberikan kepada pasien serta biaya pengobatan yang ekonomis melalui keterlibatan apoteker secara langsung dalam perawatan pasien dari hari ke hari bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain di rumah sakit. Sedangkan di farmasi komunitas, pharmaceutical care diterapkan melalui interaksi langsung apoteker dengan pasien dan keluarga saat mereka berkunjung ke apotek untuk mendapatkan obat. Pekerjaan pharmaceutical care adalah baru, berlawanan dengan pekerjaan apoteker beberapa tahun yang lalu.Banyak apoteker yang belum mau menerima tanggung jawab ini. Menurut mantan Dekan FF Unair Surabaya, peran apoteker belum optimal menyebabkan masyarakat masih

sering salah obat, apalagi apoteker yang ada di apotek lebih terkesan sebagai pegawai atau asisten apotek, bukan menjalankan profesi apoteker. Asuhan kefarmasian berdampak pada keadaan kesehatan pasien, meningkatkan kualitas dan ketepatan biaya ( cost efective ) dalam sistem kesehatan. Peningkatan ini memberi faedah pada kesehatan individual sehingga mereka akan menikmati kesehatan lebih baik dan akhirnya bermanfaat pada sebagian besar penduduk.Pelayanan apoteker dan keterlibatannya dalam pelayanan yang berfokuskan pada pasien telah memberikan dampak kesehatan dan ekonomi serta mengurangi angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian ( mortality ). Tim pelayanan kesehatan terdiri dari pasien dan semua profesi kesehatan yang bertanggung jawab untuk kepedulian kesehatan pasien. Tim ini perlu didefinisikan secara baik dan perlu kerjasama secara aktif. Apoteker mempunyai peran yang penting dalam tim ini. Mereka akan memerlukan penyesuaian pengetahuan mereka , ketrampilan dan sikap pada peran yang baru ini, dalam mana mengintegrasikan ilmu farmasi dengan aspek klinis pada pelayanan kesehatan pasien, ketrampilan klinis, ketrampilan manajemen dan komunikasi serta kerjasama yang aktif dalam tim medis dan ikut dalam pemecahan masalah obat-obatan. Jika mereka diakui sebagai sebagai anggota penuh tim kesehatan, para apoteker akan butuh untuk mengadopsi sikap essensial dalam kerja profesi kesehatan pada wilayah ; pandangan ( visibility; ), tanggung jawab ( responsibility ), keterjangkauan ( accessibility ) dalam tugas yang diperlukan untuk masyarakat, kepercayaan diri dan orientasi pasien. Peran apoteker terdapat dalam berbagai sektor di dunia dan apoteker sendiri harus memiliki kompetensi , visi dan suara dalam berintegrasi penuh kedalam tim kesehatan.

Disamping itu apoteker juga terlibat administrasi pelayanan kesehatan, penelitian, organisasi kesehatan internasional dan organisasi non pemerintah.Untuk bisa efektif sebagai anggota tim kesehatan, apoteker butuh ketrampilan dan sikap untuk melakukan fungsi-fungsi yang berbeda-beda. Penggunaan sumber daya yang tepat , bermanfaat , aman dan tepat guna seperti SDM, obat-obatan, bahan kimia, perlengkapan, prosedur dan pelayanan harus merupakan dasar kerja dari apoteker. Pada tingkat lokal dan nasional apoteker memainkan peran dalam penyusunan kebijaksanaan obat-obatan. Pencapaian tujuan ini memerlukan kemampuan untuk mengevaluasi, menyintesa informasi dan data serta memutuskan kegiatan yang paling tepat. Seorang tenaga profesi adalah seorang pelayan masyarakat. Karena itu misi profesi apoteker harus dialamatkan pada kebutuhan masyarakat dan pasien individual.Pada suatu waktu, penetapan terapi obat dan pelaksanaannya begitu sederhana, aman dan tidak mahal. Dokter meresepkan dan apoteker meracik obat. Meskipun demikian ada bukti dasar bahwa metoda peresepan dan peracikan demikian tidak selalu aman dan efektif akibat terjadi kesalahan dan obat. Kesalahan memahami indikasi oleh pasien pada penggunaan obat bebas seringkali terjadi. Sebagai contoh pada obat bebas yang mengandung parasetamol, seringkali pada brosur dan kemasan ada tulisan yang berbunyi kurang lebih "Indikasi : dapat menurunkan panas atau demam akibat influenza".Akibatnya setiap anaknya sakit influensa yang disertai panas hanya diberi obat parasetamol yang dibeli dari toko kelontong didekat rumahnya, tanpa diberi obat yang mengindikasikan influenza oleh orang tuanya. Umumnya mereka menganggap parasetamol sebagai obat influenza atau batuk, setelah di edukasi baru mengerti dan sebagian tetap tak mau mengerti. Dan seringkali mereka terlambat dan akan

mendatangi puskesmas, dokter langganannya atau apoteker langganannya setelah penyakitnya berkembang lebih jauh. Di negara-negara maju 4 - 10 % dari semua pasien rawat inap timbul efek samping, terutama di sebabkan penggunaan terapi banyak obat (multiple drug) pada pasien orang tua dan pasien penyakit khronis. Pekerjaan Profesional yang bertanggung jawab adalah issu utama dalam kepedulian kesehatan ( health care ). Dalam hubungan tradisional antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker sebagai peracik obat, penulis resep bertanggung jawab atas hasil farmakoterapinya. Sedanglan farmakoterapi adalah ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada system biologi. Pada waktu yang sama, profesi lain seperti dokter, perawat, bidan, asisten apoteker juga berupaya dengan kompetensinya dan merasa sebagai pemimpin dalam pengobatan.Mahasiswa Farmasi harus di didik dalam memegang tanggung jawab mengelola terapi obat sehingga mereka dapat memelihara dan mengembangkan posisinya dalam dunia kesehatan dan untuk itu harus ada kompensasi atas peran mereka dalam asuhan kefarmasian ( pharmaceutical care ).Dispensing (Asuhan kefarmasian berdampak pada keadaan kesehatan pasien, meningkatkan kualitas dan ketepatan biaya ( cost efective ) dalam sistem kesehatan. Peningkatan ini memberi faedah pada kesehatan individual sehingga mereka akan menikmati kesehatan lebih baik dan akhirnya bermanfaat pada sebagian besar penduduk. Pelayanan apoteker dan keterlibatannya dalam pelayanan yang berfokuskan pada pasien telah memberikan dampak kesehatan dan ekonomi serta mengurangi angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian ( mortality ). Tim pelayanan kesehatan terdiri dari pasien dan semua profesi kesehatan yang bertanggung jawab untuk kepedulian

kesehatan pasien. Tim ini perlu didefinisikan secara baik dan perlu kerjasama secara aktif. Apoteker mempunyai peran yang penting dalam tim ini. Mereka akan memerlukan penyesuaian pengetahuan mereka , ketrampilan dan sikap pada peran yang baru ini, dalam mana mengintegrasikan ilmu farmasi dengan aspek klinis pada pelayanan kesehatan pasien, ketrampilan klinis, ketrampilan manajemen dan komunikasi serta kerjasama yang aktif dalam tim medis dan ikut dalam pemecahan masalah obat-obatan. Jika mereka diakui sebagai sebagai anggota penuh tim kesehatan, para apoteker akan butuh untuk mengadopsi sikap essensial dalam kerja profesi kesehatan pada wilayah ; pandangan ( visibility; ), tanggung jawab ( responsibility ), keterjangkauan ( accessibility ) dalam tugas yang diperlukan untuk masyarakat, kepercayaan diri dan orientasi pasien. Peran apoteker terdapat dalam berbagai sektor di dunia dan apoteker sendiri harus memiliki kompetensi , visi dan suara dalam berintegrasi penuh kedalam tim kesehatan. Disamping itu apoteker juga terlibat administrasi pelayanan kesehatan, penelitian, organisasi kesehatan internasional dan organisasi non pemerintah.Untuk bisa efektif sebagai anggota tim kesehatan, apoteker butuh ketrampilan dan sikap untuk melakukan fungsi-fungsi yang berbeda-beda. Penggunaan sumber daya yang tepat , bermanfaat , aman dan tepat guna seperti SDM, obat-obatan, bahan kimia, perlengkapan, prosedur dan pelayanan harus merupakan dasar kerja dari apoteker. Pada tingkat lokal dan nasional apoteker memainkan peran dalam penyusunan kebijaksanaan obat-obatan. Pencapaian tujuan ini memerlukan kemampuan untuk mengevaluasi, menyintesa informasi dan data serta memutuskan kegiatan yang paling tepat) harus menjadi tanggung jawab apoteker. Meskipun sedikit apoteker yang terlibat langsung dalam dispensing obat-obatan, tapi pada daerah pedesaan apoteker harus memimpin proses dispensing

dan bertanggung jawab atas kualitas obat dan dampak pengobatan.serta merekomendasikan pada anggotanya untuk meningkatkan keamanan dalam pemesanan, pembuatan, peracikan, pelabelan, penyerahan dan penggunaan obat. Pelaksanaan dan praktek dari pharmaceutical care harus di dukung dan di tingkatkan dengan pengukuran, pengkajian dan peningkatan aktifitas apotik , penggunaan kerangka konsep peningkatan kualitas secara berkesinambungan. Dalam banyak kasus kualitas pelayanan kefarmasian dapat ditingkatkan dengan membuat perubahan pada sistem pelayanan kesehatan atau sistem pelayanan kefarmasian tanpa perlu menambah sumber daya. Dalam situasi pelayanan multi disiplin atau dalam wilayah dimana pemberi pelayanan kesehatan lainnya ada dalam jumlah yang sedikit, apoteker diberi tanggung jawab untuk menjadi pemimpin dalan semua hal yang menyangkut kesejahteraan pasien dan masyarakat. Kepemimpinan apoteker melibatkan rasa empati dan kemampuan membuat keputusan , berkomunikasi dan memimpin secara efektif. Seseorang apoteker yang memegang peranan sebagai pemimpin harus mempunyai visi dan kemampuan memimpin. Apoteker harus dapat menggunakan sesuatu yang berdasarkan bukti ( ilmiah , praktek farmasi , sistem kesehatan ) yang efektif dalam memberikan nasehat pada pengguna obat secara rasional dalam tim pelayanan kesehatan.Dengan berbagi pengalaman apoteker dapat juga berkontribusi pada bukti dasar dengan tujuan mengoptimalkan dampak dan perawatan pasien.. Sebagai peneliti , apoteker dapat meningkatkan akses dan informasi yang berhubungan dengan obat pada masyarakat dan tenaga profesi kesehatan lainnya.

2. Rumusan masalah

a. Apakah pengertian pharmaceutical care ? b. Apakan hubungan antara pharmaceutical care dan apoteker ? c. Apa sajakah kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada apoteker ? d. Apa sajakah penyebab peran apoteker belum maksimum ? e. Bagaimanakah cara menghindari kesalahan medis ? 3. Tujuan a. Memahami pengertian pharmaceutical care b. Mengetahui hubungan antara pharmaceutical care dan apoteker c. Mengetahui kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada apoteker d. Mengetahui penyebab peran apoteker belum maksimum e. Mengetahui cara menghindari kesalahan medis 4. Manfaat PEMBAHASAN I. PENGERTIAN PHARMACEUTICAL CARE Pharmaceutical care adalah konsep dasar dalam pekerjaan kefarmasian yang mengisyaratkan bahwa semua praktisi kesehatan harus memberikan tanggung jawab atas dampak pemberian obat pada dan diharapkan meningkatkan kualitas hidup pasien. Hal ini meliputi bermacam-macam pelayanan dan fungsi, beberapa masih baru sebagian sudah lama. Konsep pharmaceutical care juga termasuk komitmen emosional pada kesejahteraan pasien sebagai individu, yang memerlukan dan patut mendapat petunjuk /jasa, keterlibatan

dan perlindungan dari seorang apoteker. Pharmaceutical care dapat ditawarkan pada individual atau masyarakat. Pharmaceutical care juga merupakan komponen dari praktek farmasi yang memerlukan interaksi langsung dari farmasis dengan pasien dengan tujuan kepedulian kepada pasien mengenai kebutuhan yang berkaitan dengan obat. Pharmaceutical care yang berbasiskan masyarakat selalu mengembangkan formula atau daftar obat, memonitor kebijakan apotik, mengembangkan dan mengelola jaringan farmasi (apotik) menyiapkan serta menganalisa laporan penggunaan obat, biaya obat, peninjauan penggunaan obat dan mendidik provider tentang prosedur dan kebijaksanaan obat. Tanpa pharmaceutical care, tidak ada sistem yang mengelola dan memonitor kesakitan karena obat secara efektif. Sakit karena obat bisa terjadi berasal dari daftar obatobatan, atau sejak obat diresepkan, diserahkan atau obat yang sudah tidak layak digunakan. Karena itu pasien butuh pelayanan apoteker pada waktu menerima obat. Pharmaceutical care tidak dalam isolasi pelayanan kesehatan lain. Dia harus di dukung dalam kolaborasi dengan pasien, dokter , para medis dan tenaga pemberi pelayanan lainnya. Adapun 5 tahap proses Pharmaceutical Care : Hubungan yang professional dengan pasien harus terbangun Informasi medik yang spesifik dari pasien haruslah dikumpulkan, diorganisasi, direkam, dipelihara Informasi medik yang spesifik dari pasien haruslah dievaluasi dan rencana terqpi dibangun dengan kerjasama dengan pasien Farmasis harus memastikan bahwa pasien mempunyai semua persediaan, informasi, pengetahuan yangn dibutuhkan

untuk keluar dari perencanaan terapi/sembuh. Farmasis harus meninjau ulang, memonitor dan memodofikasi rencana terapetik sebagaimana yang diperlukan dan sesuai/tepat, dengan persetujuan pasien dan tim kesehatan yang lain. Jangkauan pekerjaan apoteker di apotik saat ini , dirancang berpusat pada pasien dengan semua fungsi-fungsi pengamatan, konseling, pemberian informasi dan monitoring terapi obat sebaik aspek teknis seperti pelayanan farmasi dan pendistribusian obat. Bab ini menguraikan peran baru, ketrampilan dan sikap dimana apoteker membutuhkan sesuatu bila mereka menjadi anggota dari tim kesehatan multi disiplin, sebagai keuntungan tambahan yang dapat membawa mereka pada keprofesionalan. Sebagaimana tujuan akhir dari Pharmaceutical Care adalah meningkatkan kualitas hidup pasien melalui pencapaian hasil terapi yang diinginkan secara optimal, hasil terapi yang diinginkan dapat berupa : - sembuh dari penyakit - hilangnya gejala penyakit - diperlambatnya proses penyakit - pencegahan terhadap suatu penyakit. Pasien yang mendapatkan obat mempunyai risiko untuk mengalami kejadian yang tidak diinginkan baik yang potensial maupun secara nyata dapat mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan, oleh sebab itu peran utama apoteker dibutuhkan dalam Pharmaceutical Care

II. PERANAN APOTEKER DALAM MASYARAKAT Apoteker adalah merupakan posisi ideal untuk mendukung hubungan antara dokter dan pasien dan untuk memberikan informasi kesehatan dan obat-obatan pada masyarakat. Dia harus memiliki ilmu pengetahuan dan rasa percaya diri dalam berintegrasi dengan profesi lain dan masyarakat. Komunikasi itu dapat dilakukan secara verbal ( langsung ) non verbal , mendengarkan dan kemampuan menulis.. Di Indonesia, kenyataan menunjukkan bahwa apoteker

sebagai peran sentral dan bertanggung jawab penuh dalam memberikan informasi obat kepada masyarakat belum melaksanakan dengan baik, bahkan dapat disebut kesenjangan ini terlalu lebar. Berdasarkan hasil wawancara di 19 apotek di Jawa beberapa waktu lalu, terungkap bahwa sekitar 50 persen pengunjung belum pernah bertemu dengan apotekernya, dan hanya 5,3 persen apoteker yang memberikan informasi obat kepada pembeli. Konsep yang menjadi dasar pelayanan kesehatan adalah jaminan kualitas dari pelayanan pasien. 3 unsur jaminan mutu dalam pelayanan kesehatan adalah : struktur, proses dan dampak. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk membantu pendidikan dan pelatihan generasi berikutnya dan masyarakat.. Sumbangan sebagai guru tidak hanya membagi ilmu pengetahuan pada yang lainnya, tapi juga memberi peluang pada praktisi lainnya untuk memperoleh pengetahuan dan menyesuaikan ketrampilan yang telah dimilikinya. Didalam mengembangkan profesi apoteker tidak bisa hanya didasarkan pada apa kata pemilik modal saja atau apoteker saja, tetapi harus didasarkan pada apa yang seharusnya profesi apoteker dapat lakukan. maksudnya, kita harus melihat kenyataan akan apa yang dapat dilakukan dan seharusnya dilakukan oleh seorang apoteker dalam menjalamkan profesinya demi kemajuan pembangunan kesehatan, termasuk kemajuan dalam pendidikan kesehatan masyarakat. Apoteker secara resmi bertanggung jawab atas pasokan dan distribusi obat.selain itu apoteker bertanggung jawab atas pembuatan sejumlah besar produk farmasi seperti larutan antiseptik, dan lain-lain. a

Menurut peraturan yang ada, setiap apotek harus memiliki seorang apoteker yang berlisensi sebagai penanggung jawab apotek. Apoteker yang bekerja sebagai pengelola apotek difokuskan perannya kepada:a. Menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang mutu dan keabsahannya terjamin b. Melayani dan mengawasi peracikan dan penyerahan obat c. Melaksanakan semua peraturan kefarmasian tentang apotek d. Tidak terlibat konspirasi penjualan obat keras ke dokter praktek, toko obat, dan sarana lainnya yang tidak berhak e. Melakukan kerjasama yang baik dengan apotek sekitarnya dalam r rangka meningkatkan pelayanan pada pasien

Fenomena yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa banyak apoteker yang tidak berada di apotek seperti yang seharusnya. Padahal, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP 25), setiap hari seorang apoteker harus berada di apotek untuk melayani masyarakat dan bertanggung jawab atas semua kegiatan manajemen dan kefarmasian yang diselenggarakan di apotek. Selain itu, peraturan Departemen Kesehatan/Dirjen Pelayanan Kefarmasian dan Komunitas mengharuskan adanya dua apoteker jika apotek melayani masyarakat lebih dari 8 jam dan tiga apoteker jika apotek m melayani masyarakat 24 jam.

Selain itu, tanggung jawab apoteker dalam menetapkan terapi obat dengan mencapai tujuan outcome yang nyata kearah peningkatan kualitas hidup pasien antara lain : menyembuhkan penyakit mereduksi/mengeliminasi gejala menahan/memperlambat perkembangan penyakit mencegah penyakit/gejala yang lain : Tidak ada komplikasi atau gangguan lain yangn dimunculkan penyakit menghindarkan atau meminimalkan eso dari treatment

menyediakan terapi yang hemat memelihara kualitas hidup pasien m Peran penting lainnya adalah sebagai narasumber informasi obat. Apoteker bekerja sebagai konsultan spesialis untuk profesi kedokteran, dan dapat memberi nasehat kepada staf keperawatan dan profesi kesehatan lain mengenai semua aspek penggunaan obat, dan memberi konsultasi kepada pasien tentang obatnya bila diminta. Perlu diketahui bahwa dalam pendidikan profesi apoteker memang tidak diajarkan tentang diagnosis penyakit, sehingga untuk masalah ini dokter yang berperan. Walaupun samasama berhubungan dengan obat, namun latar belakang pendidikan kedua bidang tersebut berbeda. Secara umum dapat digambarkan sebagai berikut : dokter mempelajari pasien, seluk-beluk penyakit, dan cara pengobatannya; sedangkan apoteker mempelajari zat-zat apa saja yang dipakai untuk bahan obat, cara penyimpanan, pemakaian, mekanisme kerja obat, dan efek apa saja yang dapat timbul bila obat tersebut digunakan. Karenanya, masalah diagnosa penyakit dan pemberian resep obat dilakukan oleh dokter, sedangkan masalah penyiapan sediaan obat, peracikannya, secara khusus menjadi wewenang apoteker. Jadi peran apoteker tidaklah kecil. Bahkan kerap kali, apoteker mengkonfirmasikan ulang resep obat ke dokter yang membuatnya, bila ia menemukan kejanggalan atau sesuatu yang tidak tepat.Lantas, informasi apa saja yang bisa ditanyakan ke sang apoteker ? Berikut ini beberapa topik pertanyaan yang akan dapat dijawab dengan mudah oleh apoteker :1. Indikasi obat : Apa sajakah indikasi obat ? Penyakit apa sajakah yang dapat diberikan obat tersebut ?2. Kontra indikasi obat : Pada keadaan apa sajakah obat tidak boleh digunakan ? Amankah bila diminum oleh anak balita, ibu hamil, atau penderita lanjut usia ?3. Cara

penyimpanan obat : Perlukah cara khusus menyimpannya ? Berapa lama obat boleh disimpan ?4. Cara pemberian obat : Kapan sebaiknya obat diminum ? Sebelum atau sesudah makan ? Apakah boleh diberikan bersama dengan obat lain, makanan atau susu ?5. Efek samping obat : Adakah efek samping yang mungkin terjadi ? Apa saja yang perlu diwaspadai ? Apa yang harus dilakukan bila efek samping terjadi ?6. Dosis dan jadwal obat : Berapa dosis yang tepat ? Bagaimana bila suatu saat terlupa minum obat ? Berapa lama obat boleh diminum terus menerus ? Apakah obat harus dihabiskan atau boleh dihentikan bila gejala sudah reda ? Tentunya ada begitu banyak lagi pertanyaan yang mungkin ingin diajukan. Tetapi tak perlu khawatir, karena pada umumnya bila hal tersebut berkaitan dengan penggunaan obat, maka apoteker dapat menjelaskannya pada kita. Satu hal yang penting untuk diingat saat sebelum berkonsultasi dengan apoteker adalah riwayat alergi. Pasian harus mengingat-ingat apakah pernah menderita alergi terhadap obat tertentu. Jika memang ada, informasikanlah hal tersebut pada sang apoteker. Ini akan membantunya dalam memberikan rekomendasi obat yang aman dan tidak menyebabkan alergi . Selan itu, sebagai tambahan, ada 6 langkah yang dapat mengamankan pasien. Prinsip benar ini harus dilakukan antara dokter, perawat, apoteker, dan pasien. Yaitu : 1.Benar Pasien Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain

seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya. 2.Benar Obat Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi. Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya. 3.Benar Dosis Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. 4.Benar Cara/Rute Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual,

parenteral, topikal, rektal, inhalasi. Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena. Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata. Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria. Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen. 5.Benar Waktu Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan,

untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat. 6.Benar Dokumentasi Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.

III. KESALAHAN-KESALAHAN YANG SERING TERJADI PADA APOTEKER

Kesalahan memahami indikasi oleh pasien pada penggunaan obat bebas seringkali terjadi. Sebagai contoh pada obat bebas yang mengandung parasetamol, seringkali pada brosur dan kemasan ada tulisan yang berbunyi kurang lebih "Indikasi : dapat menurunkan panas atau demam akibat influenza".Akibatnya setiap anaknya sakit influensa yang disertai panas hanya diberi obat parasetamol yang dibeli dari toko dekat rumah, tanpa diberi obat yang mengindikasikan influenza oleh orang tuanya. Umumnya mereka menganggap parasetamol sebagai obat influenza atau batuk, setelah di edukasi baru mengerti dan sebagian tetap tak mau mengerti. Dan seringkali mereka terlambat dan akan mendatangi puskesmas, dokter langganannya atau apoteker langganannya setelah penyakitnya berkembang lebih jauh. Dalam praktek diapotek, meskipun hanya obat bebas sebaiknya apoteker tetap melakukan edukasi. Seperti hal diatas meski hanya pelayanan terhadap obat bebas apoteker seharusnya mengerti apa kesalahan masyarakat yang sering terjadi terhadap produk yang dibeli. Pada kasus parasetamol seringkali harus kita tanyakan "untuk apa? ada batuk pileknya? dsb". Demikian terhadap obat-obat bebas yang lain, apoteker jangan segan-segan untuk menggali pemahaman pasien tentang obat yang dibeli. Meskipun obat bebas, seringkali brosurnya tidak dibaca, asal ada iklan obat itu dibeli. Kesalahan-kesalahan seperti ini sering terjadi dimasyarakat. Oleh karena itu meskipun obat bebas sebaiknya tetap dilakukan KIE, cuma hambatannya adalah biaya operasioal apotek akan membengkak. Semoga masalah penulisan indikasi pada kemasan obat bebas oleh pabrik obat kedepan didasarkan oleh hal yang lebih simple tetapi jelas. tak perlu dilebih-lebihkan. Dan kesalahan minum obat karena kesalahan pemahaman indikasi sudah terjadi sangat luas dan pada beberapa kasus sulit diedukasi.Tantangan kita sebagai apoteker memang, edukasi merupakan salah satu hal yang

sulit dalam menjalankan profesi apoteker. Apalagi bila kita kurang memahami metode-metode konseling. Seringkali terlihat mudah, tetapi sebenarnya sangat sulit. Salah satu kesulitannya karena edukasi mengharapkan perubahan perilaku kearah penggunaan obat yang lebih rasional oleh masyarakat. Selain karena kesalahan apoteker, perlu dipahami juga beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh pasien. Diantara sebab terbesar hilangnya manfaat obat adalah karena salah dalam penggunaannya. Di bawah ini adalah sejumlah hal penting dari kesalahan-kesalahan itu, bahkan sebagiannya berakibat fatal terhadap badan : 1. Mengkonsumsi obat karena mendapat anjuran teman atau kerabat dekat. Atas dasar ini, akhirnya kita sering bolakbalik ke apotek untuk membeli obat tanpa mengetahui informasi medisnya, dan hanya mengandalkan pengalaman kawan atau kerabat tersebut yang manjur ketika mengkonsumsi obat tersebut. Dan sudah diketahui umum bahwa suatu obat yang cocok (manjur) terhadap seseorang belum tentu cocok buat orang lain, sebab kesembuhan yang dialami oleh orang lain dipengaruhi oleh banyak hal, seperti faktor hereditas, usia, gender, berat badan, stamina tubuh saat dia sakit, dan lain-lain. Berdasarkan hal itu, maka berbeda-beda pula kesembuhan yang dialami oleh penderita, waktu yang diperlukan untuk pengobatan, dosis, dan cara lainnya. Hal semua ini tidak mungkin diketahui kecuali setelah berkonsultasi dengan dokter. Dan bila ia mendatangi apotek, maka apotek akan menyarankannya agar berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Hal ini jika obat yang dibutuhkannya itu memang membutuhkan pengawasan dokter.2. Menyimpan obat-obatan dan zatp zat kimia pada tempat yang mudah dijangkau oleh anakanak, khususnya anak di bawah 5 tahun. Anak pada usia

ini tidak mengetahui bahaya apa yang ada dalam benda yang ia makan (masa anal). Dan data statistik menyatakan bahwa 50 % kasus keracunan terjadi pada anak usia di bawah 5 tahun.3. Tidak memperhatikan a tanggal kadaluwarsa. Setiap obat memiliki tanggal kadaluwarsa sehingga seseorang yang akan mengkomsumsi obat tersebut bisa menggunakannya sebelum tanggal yang tertera pada label obat tersebut. Akan tetapi, jika menggunakannya setelah melewati waktu kadaluwarsamaka manfaatnya tidak begitu optimal, atau malah bisa membuatnya keracunan.4. o Menggunakan obat tetes mata, tetes hidung, tetes telinga setelah sekian lama ia buka hingga melewati masa kadaluwarsa. Banyak orang sakit yang menggunakan obat tetes ini dan terus menggunakannya setelah obat itu ia buka lebih dari setahun. Hal ini akan mengurangi khasiat obat bahkan terkadang bisa menjadi penyakit apabila digunakan. Obat tetes hanya bisa digunakan paling lama 1 bulan setelah dibuka, baik belum atau sudah melewati masa kadaluwarsa (sebagian obat malah menyarankan 24 jam setelah dibuka harus dihabiskan atau dibuang).5. j Terlalu sering ke dokter dan apotek untuk berobat dan mengkonsumsi obat dalam waktu yang pendek, kemudian berhenti kemudian mengkonsumsi obat lainnya. Dan kemungkinan bahayanya perilaku ini adalah pasien tidak memberitahu dokter tentang jenis-jenis obat yang sudah ia gunakan yang mempengaruhi kesehatan pasien karena seringnya mengkonsumsi obat.6. Menggunakan dua jenis s obat tanpa meminta nasihat dokter. Hal ini terkadang menjadikan dua obat itu saling bertolak belakang, mungkin akan mengurangi khasiat obat atau pun hilang sama sekali, atau menambah khasiat salah satunya atau bahkan keduanya yang bisa saja menyebabkan kematian. b 7. Meninggalkan obat dan tidak melanjutkan dalam mengkonsumsinya sesuai waktu yang tentukan oleh dokter. Hal ini biasanya dilakukan pasien karena sekedar

merasa sudah sehat seperti obat anti biotik. Padahal obat anti biotik harus digunakan sampai batas waktu yang disarankan oleh dokter walaupun sudah merasa sudah sehat sebelum habis obat anti biotik tersebut.8. Berhenti s dari mengkonsumsi obat secara langsung setelah merasakan efek sampingnya. Dan sudah diketahui umum bahwasanya setiap obat memiliki efek samping; sebagiannya kecil dan akan hilang dalam beberapa waktu, hal ini tidak membahayakan badan; adapun jika efek sampingnya besar maka harus dikonsultasikan dengan dokter.9. Pasien mengkonsumsi air dalam jumlah banyak d atau meminum-minuman yang mengandung gas, atau meminum sirup ketika mengkonsumsi obat. Hal ini pada umumnya akan mengurangi khasiat obat tersebut. Oleh karena itu seorang pasien disarankan meminum air sebatas keperluannya saja untuk membantunya menyerap obat tersebut, kecuali apabila ada saran dokter. m 10. Sebagian pasien meremehkan dalam mengkonsumsi makanan bersamaan minum obat. Padahal hal ini bisa menyebabkan berkurangnya khasiat obat atau menambah manfaat obat. Misalnya: Beberapa anti biotik akan berkuarang manfaatnya atau khasiatnya jika kita memakan makanan yang mengandung zat kalsium seperti telor dan sebagian susu. Oleh karena itu disarankan agar orang meminum anti biotik satu jam sebelum atau sesudah makan. Oleh karena itu seorang pasien disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau apoteker untuk mengetahui beberapa makanan yang mungkin harus dihindarinya.11. Berlebihan dalam m mengkonsumsi anti biotik dengan membeli obat tanpa sepengetahuan dokter atau berlebih-lebihannya sebagian dokter dalam memberikan anti biotik kepada pasien.

IV. PENYEBAB PERAN APOTEKER BELUM MAKSIMUM Dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 telah diatur tentang peranan profesi apoteker, yakni

pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengem- bangan obat dan obat tradisional. Sejalan dengan itu, pemerintah pun secara spesifik telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tentang tugas dan fungsi apoteker di apotek, yaitu sebagai tempat pengabdian profesi apoteker yang paling sering berhubungan langsung dengan masyarakat dan tempat pelayanan kefarmasian yang dilakukan secara profesional. Keberadaan ini juga diakui dan tertuang dalam Etika Profesi Apoteker, yaitu, Apoteker akan menyampaikan kebenaran informasi obat yang diberikan berdasarkan ilmu pengetahuan yang sesuai dan bertanggung jawab secara profesional dan kemanusiaan. Kalau ternyata dalam realisasinya peran apoteker ini belum memenuhi tugas dan fungsinya, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. f Pertama, umumnya sebagian besar apoteker bukanlah sebagai Pemilik Sarana apotek ( PSA ). Mereka bekerja hanya sebagai penanggungjawab, selebihnya yang berperan aktif adalah PSA. Sehingga bekerja di apotek bukan sebagai pekerjaan pokok tetapi pekerjaan sambilan. Waktu kerja mereka lebih difokuskan dan dicurahkan untuk pekerjaan pokoknya. Maka tak heran bila seorang apoteker bisa bekerja di beberapa tempat atau berwiraswasta. Jam kerja di apotek biasa mereka lakukan setelah waktu kerja pokok mereka selesai, itu pun hanya beberapa jam. Alasan ini sebenarnya sangat manusiawi sekali, karena gaji bekerja di apotek dirasa belum mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Walaupun gaji ini sebenarnya sudah sebanding dengan pekerjaan mereka, pada saat peran

apoteker belum optimal, mereka menjalankan sesuai dengan fungsi dan tugasnya. f Kedua, terjadinya pergeseran fungsi apotek yang orientasinya semakin dominan ke bisnis dibanding orientasi sosial. Pergeseran ini mengakibatkan peran sosial apoteker sebagai pemberi informasi obat kepada pasien tidaklah menjadi penting sepanjang usaha apotek yang dikelolanya tetap survive. Pelayanan cepat dan harga obat yang murah menjadi titik yang strategis. Sehingga kegiatan bisnis disini hampir tak ada bedanya dengan usaha bentuk lain, yang penting untung sebesar-besarnya. Masyarakat sendiri ternyata tidak mempedulikan, yang penting dapat obat murah dan pelayanan cepat. p Ketiga, kurang siapnya apoteker, terutama apoteker lulusan baru, dalam mempersiapkan bekal pengetahuan untuk bekerja di apotek. Cita-cita mereka selama kuliah, inginnya bekerja di industri karena gajinya lebih besar dan jenjang karier menjanjikan. Selain itu pemikiran mereka sudah terpola bahwa kerja di apotek terkesan santai dan tidak membutuhkan jam kerja yang banyak. Bahkan kadang-kadang jadwal kunjungannya tidak tentu. k

V. CARA MENGHINDARAI KESALAHAN MEDIS

Sering kali kita sebagai masyarakat mendengar bahwa pasien sering dirugikan oleh layanan medis. Kesalahan medis terjadi bila sudah direncanakan tetapi tidak seluruhnya membuahkan hasil, atau rencana terapi sudah salah sejak awalnya, sehingga merugikan pihak pasien. Kesalahan medis dapat terjadi di bagian mana saja dari unit layanan medis, seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, praktik dokter, rumah bersalin, atau di apotek, yang bisa menyangkut urusan obat, tindakan bedah, diagnosis, alat periksa, dan laboratorium.Berikut kiat menghindari kesalahan medis agar tidak terjadi:1. Perlu terlibat atau dilibatkan pihak layanan medis untuk setiap keputusan yang akan diambil dalam upaya penyembuhan penyakit. Selama dokter dalam proses pengambilan keputusan, jangan sungkan untuk ikut terlibat atau minta dilibatkan, betapa sederhana pun keputusan yang akan diambil dokter, perawat, atau bidan.2. Tanyakan bahaya atau yang mungkin terjadi andai tidak diberi obat atau tidak dilakukan tindakan. Keputusan dokter seberapa penting, dan seberapa risiko bahaya, serta efek samping yang diperkirakan bakal muncul. Adakah pilihan lain, dan seberapa daruratnya kalau masih ada waktu untuk menunggu. 3. Pastikan kembali bahwa dokter yang merawat mengetahui apa saja yang sudah Anda peroleh, baik dalam hal tindakan maupun obat-obatan sebelumnya. Kalau perlu, ulang kembali apa saja yang sudah diperiksa dan hasilnya, obatnya berapa macam, serta diet apa yang sudah ditempuh.4. Pastikan dokter tahu persis apakah Anda mengidap alergi atau tak tahan terhadap obat-obatan tertentu. Kasus alergi hebat yang bisa mengancam nyawa bisa terjadi pada mereka yang berbakat alergi, misalnya pada kasus sindroma Steven Johnson, kulit sekujur tubuh tumbuh gelembung-gelembung beberapa saat setelah mengonsumsi sejenis obat yang pasien tak tahan menerimanya.5. Jangan sungkan bertanya apa nama obat yang diresepkan. Dengan demikian, jika pihak apotek juga kesulitan membaca resep, Anda bisa membantu. Tak sedikit korban kesalahan membaca

resep, apalagi jika pihak apotek tidak minta konfirmasi kepada dokter.6. Jangan sungkan berdiskusi dengan dokter, kendati dalam praktiknya tak mudah. Paling tidak, bertanya tentang obat yang diresepkan. Pasien berhak tahu untuk apa obat yang diberikan, kenapa harus obat itu, berapa lama harus dikonsumsi, serta efek sampingnya.7. Tanyakan pula apa yang harus dilakukan sekiranya efek samping muncul. Apakah boleh dicampur dengan obat atau diet lain. Makanan, minuman, dan kegiatan apa yang tak dibolehkan sehabis mengonsumsi obat? 8. Tanyakan kepada petugas apotek, apakah obat yang diberikan sesuai dengan resep dokter. Sekiranya ada obat yang diganti, sudahkah pihak dokter diberi tahu?9. Bila kurang mengerti membaca label pada kemasan obat, jangan ragu untuk bertanya. Tidak sedikit pasien yang kurang memahami instruksi yang tertulis pada label obat, seperti 3 X 2 tablet/sehari, atau 4 X 3 tetes telinga kanan/sehari, atau 2 X 2 kapsul/sehari. Kesalahan membaca instruksi akan berarti tidak tepatnya obat digunakan.10. Dalam hal membaca takaran obat, khususnya obat dalam bentuk cairan, yang sering terjadi kesalahan takaran sendok makan, sendok teh, dan berapa kali diminum dalam sehari. Ukuran sendok rumah tangga tidak sama dengan ukuran sendok obat. Lebih baik gunakan sendok obat daripada sendok dapur. Sendok makan obat berarti 15 ml dan sendok teh berarti 10 ml.11. Sebaiknya Anda mencatat peringatan efek samping obat. Efek samping apa saja yang mungkin muncul. Tak semua orang sama respons tubuhnya terhadap obat yang sarna. Ada yang lebih peka atau tak mengganggu, sehingga pengalaman orang lain belum tentu layak didengar.12. Anda yang punya sakit maag sebaiknya waspada jika diberi obat encok atau obat pereda nyeri. Tak salah untuk selalu memberi tahu kondisi lambung setiap berobat ke dokter yang belum mengenal Anda.13. Pikirkan untuk memilih rumah sakit yang sudah berpengalaman dalam tindakan yang harus Anda tempuh. Contohnya, untuk tindakan bedah tulang, carilah rumah sakit yang sudah sering melakukan tindakan tersebut. Tak ada salahnya selalu

meminta pendapat kedua kepada dokter ahli lain.14. Pastikan, saat pulang dari perawatan rumah sakit, kita tidak membawa pulang kuman ganas ke rumah. Caranya, basuh tangan lebih bersih dengan antiseptik saat meninggalkan rumah sakit, termasuk keramas, menukar pakaian rumah sakit, dan langsung berganti pakaian dan mencucinya setiba di rumah. 15. Sebelum pulang dari rumah sakit, tanyakan lebih rinci kepada dokter yang merawat, apa obat yang harus diminum di rumah, sampai berapa lama, dan apa yang harus dilakukan dengan bekas operasi atau bekas tindakan. Apa yang harus dilakukan jika terjadi sesuatu dan kapan kembali kontrol.16. Jika harus menjalani pembedahan, pastikan dokter, perawat, dan petugas kamar bedah tahu bagian tubuh dan sisi mana yang akan dibedah. Tak jarang, operasi lutut sebelah kanan, dokter membedah lutut kiri.17. Bila masih ada yang meragukan atau ada kesangsian terhadap dokter, jangan ragu bertanya ulang sampai jelas benar. Contohnya, apakah pembedahan memang satu-satunya pilihan. Jika tidak dilakukan, apa akibat buruk medisnya? Tak jarang, sehabis dilakukan tindakan bedah atau tindakan medis, keadaan menjadi bertambah buruk.18. Pastikan dokter yang merawat terus memonitor Anda sehabis melakukan tindakan medis karena dokter cenderung berpraktik di lebih satu rumah sakit. Tak jarang komplikasi suatu tindakan luput termonitor sebab dokter sudah tidak berada di tempat lagi. Untuk itu, Anda perlu memiliki informasi jadwal praktik dokter yang merawat Anda setiap hari, untuk jaga-jaga seandainya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.19. Selain dokter yang melakukan tindakan medis, pastikan perawat, petugas kamar bedah, dan semua yang terlibat mengetahui segala hal-ihwal yang sudah dilakukan terhadap Anda. Maksudnya, sekiranya ada hal-hal atau komplikasi yang timbul beberapa waktu setelah tindakan medis, tak sulit untuk menelusurinya. Rekam medis saja sering tidak cukup.20. Pastikan ada yang mendampingi Anda saat komunikasi dengan dokter yang akan melakukan tindakan medis. Dengan demikian, sekiranya terjadi penyimpangan,

kejadian di luar rencana atau prosedur tidak akan sampai menimbulkan salah paham atau kecurigaan.21. Jangan beranggapan semakin banyak tindakan, semakin banyak jenis obat diberikan atau pemeriksaan dilakukan, akan memberikan kebaikan bagi kesehatan. Sebaliknya, seberapa bisa membatasi tindakan medis, terlebih yang bersifat invasif (bedah, tindakan suntikan, pemeriksaan dengan radioaktif, pemeriksaan dengan cairan kontras, pemeriksaan dengan manipulasi bagian dalam tubuh). Kalau boleh tidak dilakukan, sebaiknya tidak dilakukan.22. Betapa mudah dan sederhananya setiap tindakan invasif, seperti memasukkan pipa, selang, atau bahan pemeriksa ke dalam tubuh, selalu ada risiko jeleknya.23. Setiap kali dokter meminta pemeriksaan, baik laboratorium, pemotretan organ, atau apa saja, Anda harus tahu hasilnya. Tentu perlu bertanya sebelum semua anjuran pemeriksaan itu dilakukan, apa tujuannya, dan apa yang diharapkan. Tanpa kabar medis dari dokter, bukan berarti selalu berita baik.24. Pastikan jika dokter melakukan tindakan medis atau pemberian obat penemuan baru atau peralatan medis baru, temuan itu sudah aman dan menempuh uji klinis atau uji aman berdasarkan laporan ilmiah, dan sudah disetujui oleh badan pengawasan obat setempat atau internasional. i

i

SIMPULAN

Pharmaceutical care adalah konsep dasar dalam pekerjaan kefarmasian yang mengisyaratkan bahwa semua praktisi kesehatan harus memberikan tanggung jawab atas dampak pemberian obat pada dan diharapkan meningkatkan kualitas hidup pasien. Pharmaceutical care harus di dukung dalam kolaborasi dengan pasien, dokter , para medis dan tenaga pemberi pelayanan lainnya. Pasien butuh sepenuhnya pelayanan apoteker pada waktu menerima obat. Dan para apoteker pun harus mempunyai

kemampuan untuk meningkatkan dampak pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup pasien dari sumber daya yang tersedia dan posisi mereka sendiri harus terdepan dalam system pelayanan kesehatan. Di pihak masyarakat, telah banyak kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada kerja dan tanggung jawab apoteker. Namun tak sepenuhnya semua itu berasal dari kesalahan mereka. Pasien pun juga harus melakukan prinsip benar dalam mengkonsumsi obat, dan teliti. Alangkah tepat dan bijaksana untuk selalu berusaha sebelum mengonsumsi obat yang dibeli hendaknya tahu betul dan paham tentang segala hal yang berkaitan dengan obat yang akan dipakainya. Masyarakat harus aktif untuk selalu menanyakan kepada apotekernya. Mulailah berusaha sedapat mungkin membeli obat di apotek yang apotekernya memberi waktu untuk berkonsultasi. Karena ini semua untuk melindungi masyarakat itu sendiri dari bahaya pemakaian obat yang kurang tepat, akibat lemahnya pengetahuan tentang obat.

DAFTAR PUSTAKA a. Herfindal, E.T., Gourley, D.R., 2000, Textbook of Therapeutic Drug and Disease Management, 7th Ed., W & W Publs., Philadelphia. b. Allen, L.V., 2002, The Art, Science and Technologynof Pharmaceutical Compounding, APhA, Washington c. Swinghammer, T.I., 2002, Pharmacotherapy Case-book a Patien-Focused Approach, 5th Ed., McGraw-Hill, New York d. Winfield, A.J., Richards, R.M.E., 2004, Pharma-ceutical Practice, 3rd Ed., Livingstone, New York e. WHO, 1996. Good Pharmacy Practice Community and Hospital Pharmacy Settings. (GPP) in

f. ASHP 2001-2002, Best Practices for health-System Pharmacy, Position and Guidance Documents of ASHP. g. ASHP, 2004, AHFS Drug Information h. Anonim, SK Menkes No. 1027/Menkes/SKIX/ 2004