makalah farmasi rhinitis

download makalah farmasi rhinitis

of 22

description

obat obat rhinitis akut

Transcript of makalah farmasi rhinitis

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    1/22

    MAKALAH FARMASI

    INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT:

    RHINITIS AKUT

    Oleh :

    Isna Noor Rakhmawati

    G99141089

    Pembimbing:

    Dyah Poerwohastuti, S.Farm., Apt

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

    SURAKARTA

    2014

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    2/22

    2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Infeksi pada saluran napas akut merupakan penyakit yang umum terjadi

    pada masyarakat, yang juga merupakan salah satu penyakit penyebab kematian

    tertinggi pada balita dan penyebab kematian bayi kedua setelah gangguan

    perinatal (WHO, 2008). Salah satu infeksi saluran napas akut yang paling sering

    terjadi adalah rhinitis akut.

    Rhinitis akut adalah radang akut mukosa nasi yang ditandai dengan gejala-

    gejala rhinorea, obstruksi nasi, bersin-bersin dan disertai gejala umum malaise dan

    suhu tubuh naik (Adams dkk, 2007). Tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis akut

    selain istirahat dan pemberian obat-obat simptomatis seperti analgetika, antipiretik

    dan dekongestan. Antibiotik hanya diberikan bila terdapat infeksi sekunder oleh

    bakteri (Soepardi dkk, 2007).

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    3/22

    3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A.

    INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

    1. Definisi

    Istilah ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut diadaptasi dari

    istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah

    ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut.

    Infeksi adalah masuk dan berkembangbiaknya agen infeksi pada jaringan

    tubuh manusia yang berakibat terjadinya kerusakan sel atau jaringan yang

    patologis. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga

    alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah

    dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14

    hari. Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat

    berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis tanda dan gejala akut

    akibat infeksi terjadi di setiap bagian saluran pernafasan tidak lebih dari 14

    hari (WHO, 2008).

    2. Klasifikasi

    i. Klasifikasi Berdasar Lokasi Anatomis

    Berdasarkan lokasi anatomis (WHO, 2008);

    1)Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Atas (ISPaA)

    Infeksi yang menyerang hidung sampai epiglotis, misalnya

    rhinitis akut, faringitis akut, sinusitus akut dan sebagainya.

    2)

    Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Bawah (ISPbA).Dinamakan sesuai dengan organ saluran pernafasan mulai

    dari bagian bawah epiglotis sampai alveoli paru misalnya trakhetis,

    bronkhitis akut, pneumoni dan sebagainya.

    Infeksi Saluran Pernapasan bawah Akut (ISPbA)

    dikelompokkan dalam dua kelompok umur yaitu (1) pneumonia

    pada anak umur 2 bulan hingga 5 tahun dan (2) pneumonia pada

    bayi muda yang berumur kurang dari dua bulan.

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    4/22

    4

    a)Pneumonia pada anak umur 2 bulan hingga 5 tahun

    Klasifikasi pneumonia pada anak umur 2 bulan hingga 5

    tahun dengan gejala klinisnya terdiri dari:

    a.1.

    Pneumonia sangat berat, batuk atau kesulitan bernapas yang

    disertai dengan sinusitis sental, tidak dapat minum, adanya

    tarikan dinding dada.

    a.2. Pneumonia berat, batuk atau kesulitan bernapas, tarikan

    dinding dada tanpa disertai sianosis dan dapat minum.

    a.3.

    Pneumonia, batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan

    cepat tanpa penarikan dinding dada.

    a.4.

    Bukan pneumonia, batuk atau kesulitan bernapas tanpa

    pernapasan cepat atau penarikan dinding dada.

    b)Pneumonia pada bayi muda yang berumur kurang dari 2 bulan

    Klasifikasi pneumonia pada bayi muda yang berumur

    kurang dari 2 bulan terdiri dari:

    b.1. Pneumonia berat. Pada kelompok umur ini gambaran klinis

    pneumonia, sepsis dan meningitis dapat disertai gejala

    klinis pernapasan yang tidak spesifik untuk masing-masing

    infeksi,maka gejala klinis yang tampak dapat saja diduga

    salah satu dari tiga infeksi serius tersebut, yaitu: berhenti

    menyusu, kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit

    bangun, stidor pada anak yang tenang, mengi (wheezing),

    demam (380C) atau suhu tubuh yang rendah (dibawah

    35,50 C), pernapasan cepat, penarikan dinding dada,

    sianosis sentral, serangan apnea, distensi abdomen danabdomen tegang.

    b.2. Bukan pneumonia. Jika bernapas dengan frekuensi kurang

    dari 60 kali permenit dan tidak terdapat tanda pneumonia.

    ii. Klasifikasi ISPA pada Batita

    1)Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernafas yang disertai

    dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan

    dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    5/22

    5

    2)Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernafas dan penarikan

    dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.

    3)

    Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan pernafasan cepat

    tanpa penarikan dinding dada. Pernafasan cepat adalah 40 kali per

    menit atau lebih pada usia 12 bulan hingga 5 tahun.

    4)

    Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan

    bernafas) tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.

    3. Etiologi

    Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.

    Bakteri penyebab ISPA misalnya dari genus Streptococcus, Haemophylus,

    Stafilococcus, Pneumococcus, Bordetella, dan Corynebakterium. Virus

    penyebab ISPA antara lain grupMixovirus (virus influenza, parainfluenza,

    respiratory syncytial virus), Enterovirus (Coxsackie virus, echovirus),

    Adenovirus, Rhinovirus, Herpesvirus, Sitomegalovirus, virus Epstein-Barr.

    Jamur penyebab ISPA antara lain Aspergillus sp, Candidia albicans,

    Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis,

    Cryptococcus neoformans.

    Selain itu juga ISPA dapat disebabkan oleh karena inspirasi asap

    kendaraan bermotor, Bahan Bakar Minyak/BBM biasanya minyak tanah

    dan, cairan amonium pada saat lahir.

    4. Gejala

    Penyakit ISPA meliputi hidung, telinga, tenggorokan (faring),

    trakhea, bronkus dan paru. Tanda dan gejala penyakit ISPA pada anakdapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala seperti batuk,

    kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit telinga.

    Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan

    seperti batuk dan pilek tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik.

    Namun sebagian anak akan menderita radang paru (pneumonia) bila

    infeksi paru ini tidak diobati dengan anti biotik akan menyebabkan

    kematian.

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    6/22

    6

    i. Gejala dari ISPA Ringan

    Seseorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan

    satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

    1)

    Batuk

    2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan

    suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis)

    3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung

    4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C

    ii. Gejala dari ISPA Sedang

    Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai

    gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai

    berikut:

    1) Pernafasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu : untuk

    kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per

    menit atau lebih dan kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun :

    frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk umur 2 - < 12 bulan dan

    40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan -

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    7/22

    7

    5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

    6) Tenggorokan berwarna merah

    5.

    Cara Penularan

    Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah

    tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh

    karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golonganAir Borne Disease.

    Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang

    terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda

    terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula

    menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang

    sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang

    mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.

    Adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol yakni

    suatu suspensi yang melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit

    penyakit atau hanya sebagian daripadanya. Adapun bentuk aerosol dari

    penyebab penyakit tersebut ada dua, yakni droplet nuclei dan dust.

    Droplet nuclei adalah partikel yang sangat kecil sebagai sisa droplet

    yang mengering. Pembentukannya dapat melalui berbagai cara, antara lain

    dengan melalui evaporasi droplet yang dibatukkan atau yang dibersinkan

    ke udara. Droplet nuclei juga dapat terbentuk dari aerolisasi materi-materi

    penyebab infeksi di dalam laboratorium. Karena ukurannya yang sangat

    kecil, bentuk ini dapat tetap berada di udara untuk waktu yang cukup lama

    dan dapat diisap pada waktu bernafas dan masuk ke alat pernafasan.

    Dust adalah bentuk partikel dengan berbagai ukuran sebagai hasildari resuspensi partikel yang menempel di lantai, di tempat tidur serta yang

    tertiup angin bersama debu lantai/tanah.

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    8/22

    8

    B. RHINITIS AKUT

    1. Definisi

    Rhinitis akut adalah radang akut mukosa nasi yang ditandai dengan

    gejala-gejala rhinorea, obstruksi nasi, bersin-bersin dan disertai gejala

    umum malaise dan suhu tubuh naik (Adams et al, 2007).

    2. Etiologi

    Rhinitis disebabkan oleh infeksi virus (Rhinovirus, Myxovirus, virus

    Coxsakie dan virus ECHO) atau infeksi bakteri terutama Haemophylus

    Influensa, Steptococcus, Pneumococcus, dan sebagainya (Adams, 2007;

    Sobol, 2007; Soepardi, 2007).

    Di samping virulensi, faktor predisposisi memegang peranan penting

    yaitu faktor eksternal atau lingkungan yang terpenting adalah faktor dingin

    atau perubahan temperatur dari panas ke dingin yang mendadak, dan

    faktor internal meliputi daya tahan tubuh yang menurun dan daya tahan

    lokal cavum nasi (Moore, 2003).

    3. Patofisiologi

    Pada rhinitis terjadi perubahan pada mukosa nasi meliputi stadium

    permulaan yang diikuti stadium resolusi. Pada stadium permulaan terjadi

    vasokonstrinsik yang akan diikuti vasodilatasi, udem dan meningkatnya

    aktifitas kelenjar seromucious dan goblet sel, kemudian terjadi infiltrasi

    leukosit dan desguamasi epitel. Secret mula-mula encer, jernih kemudian

    berubah menjadi kental dan lekat (mukoid) berwarna kuning mengandung

    nanah dan bakteri (makopurulent). Toksin yang berbentuk terbentuk

    terserap dalam darah dan lymphe, menimbulkan gejala-gejala umum. Pada

    stadium resolusi terjadi proliferasi sel epithel yang telah rusak dan mukosamenjadi normal kembali (Adams, 2007; Dhingran, 2007; Rolla, 2009).

    4. Stadium dan Gejala

    Stadium rhinitis akut adalah sebagai berikut :

    a.

    Stadium prodormal / iskemik

    Berlangsung beberapa jam sesudah masa inkubasi 1-3 hari, dengan

    gejala panas, kering, gatal pada hidung serta bersinbersin

    b.

    Stadium hiperemi / katharal

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    9/22

    9

    Ditandai dengan hidung tersumbat, ingus encer, demam dan nyeri

    kepala.

    c.

    Stadium infeksi sekunder

    Dalam stadium ini, sumbatan hidung semakin memberat, sekret

    menjadi kuning dan lebih kental.

    d.

    Stadium resolusi/convalescence

    Akan terjadi kesembuhan setelah 510 hari (Adams, 2007).

    Gejala awal rhinitis akut pada stadium prodromal memang mirip

    dengan rhinitis alergika tetapi yang memebedakannya antara lain adanya

    gejala umum pada rhinitis akut dan sekret yang kemudian berubah menjadi

    kental pada rhinits akut (Dhigran, 2007; Soepardi, 2007).

    5. Tatalaksana

    Tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis akut selain istirahat dan

    pemberian obat-obat simptomatis seperti analgetika, antipiretik dan

    dekongestan. Antibiotik hanya diberikan bila terdapat infeksi sekunder

    oleh bakteri (Soepardi dkk, 2007)

    6. Prognosis

    Ad vitam : bonam

    Ad functional : bonam

    Ad sanam : bonam.

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    10/22

    10

    BAB III

    ILUSTRASI KASUS

    A.

    ANAMNESIS

    1. Identitas Pasien

    a.

    Nama : Nn. AR

    b. Umur : 20 tahun

    c. Jenis Kelamin : Perempuan

    d.

    Agama : Islam

    e. Alamat : Manahan, Surakarta

    f.

    Pekerjaan : Mahasiswa

    g. Suku/ras : Jawa

    h. No. RM : 012538xx

    i. Tanggal Pemeriksaan : 15 Juli 2014

    2. Keluhan Utama

    Pasien datang dengan keluhan hidung buntu.

    3.

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang dengan keluhan hidung buntu di kedua sisi sejak 2 hari

    sebelum diperiksa. Keluhan hidung buntu makin lama makin memberat

    dan membuat pasien kesulitan bernafas melalui hidung ketika posisi badan

    sedang terlentang/saat akan tidur. Untuk bernafas melalui hidung pasien

    harus merubah posisi menjadi duduk tegak terlebih dahulu. Pasien belum

    pernah memeriksakan maupun memberikan penanganan ataupun

    pengobatan terhadap keluhan hidung buntu.Keluhan hidung buntu pada pasien disertai dengan keluar cairan /

    ingus berwarna putih bening, tidak berbau dan konsistensinya cair. Ingus

    keluar terus menerus dari kedua lubang hidung dan makin lama makin

    banyak. Pasien juga mengeluhkan sering bersin-bersin sejak 4 hari

    sebelum diperiksa. Selain itu pasien juga merasa penciumannya terganggu.

    Nyeri pada daerah sekitar hidung, pipi, nyeri di belakang mata dan dahi

    tidak dirasakan. Pasien mengalami demam dan sakit kepala sejak 4 hari

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    11/22

    11

    sebelum diperiksa. Demam dirasakan terus menerus, sedangkan sakit

    kepala dirasakan hilang timbul. Batuk (-), nyeri tenggorok (-), nyeri ketika

    menelan (-), keluhan di telinga (-), terasa ada cairan di tenggorok (-).

    4.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Riwayat alergi : disangkal

    Riwayat asma : disangkal

    Riwayat penyakit lain (hipertensi, DM) : disangkal

    Riwayat trauma di bagian kepala : disangkal

    Riwayat operasi di bagian THT-KL : disangkal

    5. Lingkungan

    Saat ini di keluarga dan lingkungan tidak ada yang menderita gejala

    yang sama. Namun beberapa teman di kampus pasien juga mengalami

    gejala yang sama.

    6. Gaya Hidup

    Diet : rutin, 3 kali sehari

    Olah raga : jarang, 1-3 kali per bulan

    Istirahat : tidur < 6 jam sehari

    Merokok : disangkal

    Konsumsi alkohol : disangkal

    Konsumsi NAPZA : disangkal

    B. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

    Kesadaran : GSC E4 V5 M6, composmentis

    Keadaan umum : Tampak sakit ringan

    Tanda vitalTekanan darah : 110 / 70 mmHg

    Frekuensi nadi : 72 kali/menit

    Frekuensi napas : 16 kali/menit

    Suhu : 37,6oC

    Thoraks : Pengembangan dinding dada simetris kanan-kiri,

    retraksi dinding dada (-)

    Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, bising (-)

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    12/22

    12

    Paru : Suara dasar vesikuler (+/+), sonor/sonor, suara

    tambahan (-)

    Abdomen : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, bising

    usus dalam batas normal.

    C. PEMERIKSAAN THTKL

    1. Telinga

    Dextra Sinistra

    Daun telinga

    Canalis auricularis

    Membrane timpani

    Tragus pain

    Hearing loss

    Discharge

    Normotia

    Lapang

    Intak

    -

    -

    -

    Normotia

    Lapang

    Intak

    -

    -

    -

    Tes Pendengaran:

    Pemeriksaan Rinne

    Pemeriksaan Weber

    Pemeriksaan

    Swabach

    + / +

    Tidak ada lateralisasi

    Kanan dan kiri sama dengan pemeriksa

    2. Hidung

    Dextra Sinistra

    Cavum nasi

    Discharge

    Concha inferior

    Meatus nasi medius

    Meatus nasi inferior

    Septum nasi

    Provokasi lesi

    Sempit

    +, serous

    Hipertrofi

    Sde

    Sde

    Deviasi (-)

    -

    Sempit

    +, serous

    Hipertrofi

    Sde

    Sde

    Deviasi (-)

    -

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    13/22

    13

    Nyeri pada daerah

    Sinus frontalis

    Sinus maksilaris

    Sinus sfenoidalis

    Sinus ethmoidalis

    Os nasal

    -

    -

    -

    -

    Krepitasi (-)

    -

    -

    -

    -

    Krepitasi (-)

    3. Mulut

    a. Bibir : kelembaban cukup, sianosis (-), nodul (-)

    b. Ginggiva : udem (-), anemis (-), perdarahan (-)

    c. Gigi : gigi karies (-), gigi tanggal (-)

    d. Lidah : papil lidah atrofi (-),geographic tongue(-)

    e. KGB : pembesaran (-), nyeri tekan (-).

    4. Tenggorok

    Dextra Sinistra

    Tonsil

    Faring

    Adenoid

    Lain-lain

    T1, hiperemis (-)

    DPP tenang

    Hipertrofi (-)

    Uvula di tengah

    T1, hiperemis (-)

    DPP tenang

    Hipertrofi (-)

    Uvula di tengah

    D. DIAGNOSIS BANDING

    Rhinitis akut

    Rhinitis vasomotorik

    Rhinitis alergi

    E. DIAGNOSIS

    Rhinitis akut

    F. RENCANA PENANGANAN

    Skin prick testsetelah 5 hari bebas obat untuk mengetahui alergi.

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    14/22

    14

    G. TATA LAKSANA

    Non Medikamentosa

    Edukasi pasien untuk merubah gaya hidup menjadi lebih sehat dan

    perbanyak istirahat.

    Edukasi pasien bahwa penyakit yang diderita merupakan self limiting

    dissease dan obat yang diberikan hanya mengurangi gejala, bukan

    menghilangkan penyebab. Bila keluhan tidak membaik dalam 5 hari,

    kontrol ke dokter untuk evaluasi obat dan gejala penyakit dan rencana

    penanganan.

    Medikamentosa

    Resep medikamentosa

    Puskesmas Manahan

    Manahan, Surakarta

    15 Juli 2014

    Dokter : dr. Isna Noor R

    R/ Parasetamol mg 500

    Nalgestan tab I

    M.f.l.a pulv da in cap dtd No. XV

    prn (1-3) dd cap I p.c

    Pro : Nn. AR (20 tahun)

    Alamat: Manahan, Surakarta

    H. PROGNOSIS

    Ad vitam : bonam

    Ad fungtionam : bonam

    Ad sanam : bonam.

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    15/22

    15

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    A.

    NALGESTAN

    1. FENILPROPANOLAMIN

    1.Pengertian

    Fenilpropanolamin adalah obat golongan adrenergic agonis yang

    digunakan sebagai dekongestan karena memiliki efek vasokonstritor

    yang dihasilkan dari efek alfa adrenergic. Efek yang ditimbulkan

    mirip perangsangan saraf adrenergik. Sebagai obat adrenergic yang

    bekerja langsung pada reseptor adrenergic di membrane sel efektor

    2.Farmakodinamik

    Fenilpropanolamin adalah simpatomimetik kerja tak langsung

    yang memiliki mekanisme aksi yang sama dengan efedrin tapi kurang

    aktif sebagai stimulant di CNS.

    Fenilpropanolamin efektif bila

    diberikan secara oral masa kerja panjang, tetapi efek pada

    perangsangan di SSP kurang. Fenilpropanolamin berkeja pada

    reseptor ,1,dan 2. Efek perifer melalui kerja langsung dan melaluipelepasan NE endogen. Efek kardiovaskular sama pada efek epinefrin.

    Tekanan sistolik meningkat dan biasanya tekanan diastolik juga

    meningkat.

    3.Farmakokinetik

    Pada pemberian oral obat ini cepat diabsorbsi dari traktus

    gastrointestinal,konsentrasi plasma dicapai sekitar 1 sampai 2 jam

    setelah dosis oral. Fenilpropanolamin di metabolisme di hati dalambentuk metabolit aktif hidroxilat dan 80% - 90% diekskresikan tidak

    dalam bentuk lain ( tidak berubah) di urin dalam waktu 24 jam.

    4.Indikasi

    Fenilpropanolamin diberikan untuk meringankan gejala hidung

    tersumbat yang disebakan oleh alergi atau flu.

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    16/22

    16

    5.Kontra Indikasi

    Dikontraindikasikan untuk pasien yang mengunakan bersamaan

    dengan penghambat MAO, aterosklerosis, hipertensi, hipersensitif

    pada simpatomimetika.

    6.Efek Samping

    Kegelisahan, kelelahan, insomnia, kepeningan, mual,

    hipertensi,tachycardia, arrhythmias.

    7.Posologi

    Dosis dewasa adalah 25 mg setiap 6 jam, dosis maksimal adalah

    100 mg perhari. Dosis untuk anak 2- 6 tahun 6,25 per 4 jam, jangan

    lebih dari 37,5 mg

    dalam 24 jam. Dosis anak usia 6-12 tahun adalah

    12,5 mg per 4 jam , tidakmelebihi 75 mg per 24 jam

    2. CHLORPHENIRAMINE MALEAT

    1.Pengertian

    CTM (Chlorpheniramin Maleat) merupakan golongan antagonis

    reseptor-H1 (H1-blokers atau antihistaminika) generasi pertama yang

    bekerja mengantagonis histamin dengan jalan memblok reseptor H1di

    otot licin dari dinding pembuluh, bonchi, saluran cerna, kandung

    kemih, dan rahim. Antihistamin H1 merupakan obat yang dapat

    menanggulangi gejala hipersensitivitas secara efektif, terutama bersin

    dan gatal-gatal di mata (Tjay dan Rahardja, 2007).

    2.Farmakodinamik

    Chlorpheniramine mengikat reseptor H1 dengan cara antagonis

    kompetitif reversible pada sel efektor di saluran gastrointestinal,pembuluh darah dan saluran pernapasan (Katzung, 2001).

    3.Farmakokinetik

    Chlorpeniramine maleat diabsorpsi baik melalui pemakaian oral,

    walaupun obat ini mengalami metabolisme substansial pada mukosa

    gastrointestinal sebelum diabsorpsi dan mengalami reaksi first pass

    metabolisme di hati. Data menunjukkan sebesar 25 45% dan 35

    60% dosis tunggal peroral Chlorpeniramine maleat tablet dan sediaan

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    17/22

    17

    cair berturut turut melewati sirkulasi sistemik sebagai obat tak

    berubah (parent drug). Bioavaibilitas sediaan lepas lambat dari obat

    ini dikurangi dengan membandingkan bioavaibilitas pada sediaan

    tablet dan cair Chlorpeniramine maleat (Mc Evoy, 2002).

    Chlorpeniramine maleat diabsorpsi relatif lambat dari saluaran

    pencernaan, konsentrasi puncak plasma diketahui sekitar 2,5 sampai 6

    jam setelah dosis per oral (Sweetman, 2002).

    Pada orang dewasa dengan fungsi ginjal dan hati yang normal,

    waktu paruh eliminasi chlorpeniramine maleat yaitu 1243 jam, pada

    anak anak dengan fungsi hati dan ginjal yang normal, waktu paruh

    eliminasinya antara 9,6 13,1 jam. Pada pasien dengan kerusakan

    ginjal kronis dengan hemodialisis, waktu paruh chlorpeniramine

    maleat antara 280330 jam (McEvoy, 2002).

    Chlorpeniramine maleat terdistribusi pada saliva dan sejumlah

    kecil obat maupun metabolitnya terdistribusi ke empedu. Secara

    invitro, chlorpeniramine maleat kirakira terikat pada protein plasma

    sebesar 6972% (McEvoy, 2002).

    Chlorpeniramine dan metabolitmetabolitnya diekskresi secaralengkap melalui urin. Ekskresi melalui urin dari chlorpeniramine dan

    metabolit metabolitnya yang merupakan hasil dari N-dealkilasi

    bervariasi terhadap pH urin dan aliran urin. Penelitian menunjukkan

    pada orang sehat dengan fungsi ginjal dan hati yang normal

    menunjukkan 20% dari dosis tunggal peroral diekskresikan melalui

    urin dalam bentuk tak berubah, 20% sebagai

    monodesmetilchlorpeniramine, dan 5% sebagaididesmetilchlorpeniramin (McEvoy, 2002).

    4.Indikasi

    Pengobatan pada gejala-gejala alergis, seperti: bersin, rinorrhea,

    urticaria, pruritis, dll.

    5.Kontra Indikasi

    a. Pada pasien dengan hipersensitif terhadap antihistamin.

    b.

    Pada pasien dengan glaukoma sudut sempit.

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    18/22

    18

    c. Pada pasien dengan riwayat asma .

    d. Pada pasien dengan terapi obat golongan MAOIs.

    e.

    Pada neonatal dan ibu menyusui (McEvoy, 2002)

    6.Efek Samping

    Pada sistem pencernaan dapat menyebabkan mual, muntah,

    diare, anoreksia. Pada sistem pernapasan, obat ini dapat menekan

    sistem pernapasan dan mengentalkan sekresi bronkial.. Pada saluran

    kencing, menimbulkan penurunan sekresi urin. Pada ginjal dapat

    menyebabkan poliuria dan pada sistem sirkulasi sitemik dapat

    mengakibatkan bradikardia (Katzung, 2001). Menyebabkan sedatif

    ringan yang disebabkan oleh depresi SSP dan daya anti kolinergis

    (Tjay dan Rahardja, 2007).

    B. PARASETAMOL

    1. Pengertian

    Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik

    dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem

    Syaraf Pusat (SSP) . Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara

    baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun

    kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter

    atau yang dijual bebas. (Darsono, 2002)

    2. Farmakodinamik

    Efek analgesik Parasetamol serupa dengan Salisilat yaitu

    menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. (Gunawan,

    2007). Secara sentral diduga Parasetamol bekerja pada hipotalamussedangkan secara perifer, menghambat pembentukan prostaglandin di

    tempat inflamasi, mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap

    rangsang mekanik atau kimiawi. Efek antipiretik dapat menurunkan suhu

    demam. Pada keadaan demam, diduga termostat di hipotalamus terganggu

    sehingga suhu badan lebih tinggi.

    Parasetamol bekerja dengan mengembalikan fungsi termostat ke

    keadaan normal. Pembentukan panas tidak dihambat tetapi hilangnya

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    19/22

    19

    panas dipermudah dengan bertambahnya aliran darah ke perifer dan

    pengeluaran keringat. Efek penurunan suhu demam diduga terjadi karena

    penghambatan terbentuknya prostaglandin (Zubaidi, 1980).

    Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui penghambatan

    siklooksigenase. Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga

    konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat

    menghambat siklooksigenase secara berbeda. Parasetamol menghambat

    siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang

    menyebabkan Parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek

    pada pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan

    pada siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya

    menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang.

    Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung

    prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa

    prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini

    menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa

    prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan akibat pemberian

    prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh

    sebab lain, seperti latihan fisik. (Gunawan, 2007)

    Parasetamol mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak

    mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi serta

    peradangan lambung. Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat

    yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat inflamasi terdapat

    lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti inflamasinya tidak

    bermakna. (Katzung, 2001)3. Farmakokinetik

    Parasetamol diabsorpsi dengan cepat dan hamper sempurna

    dalam saluran cerna. Konsentrasi dalam plasma mencapai puncak

    dalam 30 sampai 60 menit, waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam.

    Indeks terapi parasetamol berada diantara 5-20g/ml. Parasetamol

    sedikit terikat dengan protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh

    enzim mikrosom hati. Sebagian parasetamol (80%) dikonjugasi dengan

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    20/22

    20

    asam glukuronat dan sebagian kecillainnya dengan asam sulfat, yang

    secara farmakologi tidak aktif (Katzung,2001).

    Kurang dari 5% parasetamol diekskresikan dalam bentuk tidak

    berubah. Parasetamol mengalami metabolism menghasilkan suatu

    metabolit minor tetapi sangat aktif dan penting pada dosis besar yaitu

    NAPQI karena toksik terhadap hati dan ginjal. Pada jumlah toksik atau

    adanya penyakit hati, waktu paruhnya meningkat menjadi dua kali lipat

    atau lebih (Katzung, 2001).

    4. Indikasi

    Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan

    demam dan nyeri sebagai antipiretik dan analgetik. Parasetamol digunakan

    bagi nyeri yang ringan sampai sedang (Gunawan, 2007).

    5. Kontraindikasi

    Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita hipersensitif

    terhadap obat ini. (Gunawan, 2007)

    6. Efek Samping

    Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jarang terjadi.

    Manifestasinya berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat

    berupa demam dan lesi pada mukosa.

    Fenasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada

    pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme

    autoimmune, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal.

    Methemoglobinemia dan Sulfhemoglobinemia jarng menimbulkan

    masalah pada dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi

    met-Hb. Methemoglobinemia baru merupakan masalah pada takar lajak.Insidens nefropati analgesik berbanding lurus dengan penggunaan

    Fenasetin. Tetapi karena Fenasetin jarang digunakan sebagai obat tunggal,

    hubungan sebab akibat sukar disimpulkan. Eksperimen pada hewan coba

    menunjukkan bahwa gangguan ginjal lebih mudah terjadi akibat Asetosal

    daripada Fenasetin. Penggunaan semua jenis analgesik dosis besar secara

    menahun terutama dalam kombinasi dapat menyebabkan nefropati

    analgetik.

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    21/22

    21

    7. Sediaan dan Posologi

    Parasetamol tersedi sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500mg

    atau sirup yang mengandung 120mg/5ml. Selain itu Parasetamol terdapat

    sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan.

    Dosis Parasetamol untuk dewasa 300mg-1g per kali, dengan maksimum 4g

    per hari, untuk anak 6-12 tahun: 150-300 mg/kali, dengan maksimum

    1,2g/hari. Untuk anak 1-6 tahun: 60mg/kali, pada keduanya diberikan

    maksimum 6 kali sehari (Gunawan, 2007)

    C. INTERAKSI OBAT

    Pasien diberi terapi medikamentosa Parasetamol 500 mg dan Nalgestan

    1 tablet yang dicampur dan dijadikan satu dalam wadah kapsul. Tiap tablet

    Nalgestan mengandung fenilpropanolamin hidroklorida 15 mg dan

    chlorpheniramine maleat 2 mg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika

    parasetamol dan fenilpropanolamin hidroklorida diberikan bersama maka

    kadar puncak dalam plasma kedua obat tersebut lebih kecil, sedangkan t1/2

    fenilpropanolamin hidroklorida lebih besar dari pada jika diberikan secara

    tersendiri (Rusdiana dkk, 2012).

  • 5/21/2018 makalah farmasi rhinitis

    22/22

    22

    DAFTAR PUSTAKA

    Adams GL, Boies LR, Higler PH (2007). Buku ajar penyakit THT.Edisi VI.

    Jakarta: EGC.

    Darsono L (2002). Diagnosis dan terapi intoksikasi salisilat dan parasetamol.

    http://cls.maranatha.edu. Diakses tanggal 16 Juli 2014.

    Dhingran PL (2007) Disease of ear nose and throat. 4th Ed. New Delhi, India:

    Elsevier.

    Katzung BG (2001). Farmakologi dasar dan klinik. Buku 1. Jakarta : Salemba

    Medika.

    McEvoy A dan Gerald K (2002). AHFS Drug Book 4, American Society ofHealth System Pharmacist.

    Moore KL, Anne AMR (2003). Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates.

    Rolla LT (2009). Acute rhinitis. The eclectic practice of medicine. HenriettesHerbal.

    Rusdiana T, Sjuib F, Asyarie S. 2012. Interaksi farmakokinetik kombinasi obat

    parasetamol dan fenilpropanolamin hidroklorida sebagai komponen obat flu.

    Bandung: Unpad.

    Sobol SE (2007). Sinusitis acute medical treatment.http://www.emedicine.com/

    ent/topic377.htm.Diakses tanggal 16 Juli 2014.

    Soepardi EA (2007). Buku ajar ilmu penyakit telinga, hidung, tenggorokkan,

    kepala, leher. Edisi VI. Jakarta : FK UI.

    Sweetman SC (2002). Martindale The Complete Drug Reference Thirty-Third

    Edition. London Chicago: Pharmaceutical Press.

    Tjay TH dan Rahardja K (2007). Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan danEfek-Efek Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Computindo.

    WHO (2002). Infeksi saluran pernapasan akut.

    http://www.emedicine.com/%20ent/topic377.htmhttp://www.emedicine.com/%20ent/topic377.htmhttp://www.emedicine.com/%20ent/topic377.htmhttp://www.emedicine.com/%20ent/topic377.htmhttp://www.emedicine.com/%20ent/topic377.htmhttp://www.emedicine.com/%20ent/topic377.htm