Makalah Anatomi Fisiologi Manusia

download Makalah Anatomi Fisiologi Manusia

of 48

description

this is about science journal

Transcript of Makalah Anatomi Fisiologi Manusia

MAKALAH ANATOMI FISIOLOGI MANUSIAEFEK-EFEK OBESITAS PADA EMPAT ORGAN TUBUH

KELAS : 2-Fa 5

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG2014KATA PENGANTAR

Makalah ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi tugas Anatomi Fisiologi Manusia. Penulis mengambil judul makalah ini dikarenakan obesitas telah menjadi masalah yang serius di Indonesia dan tidak sedikit seseorang meninggal akibat obesitas. Karena obesitas sangat berpengaruh terhadap segala organ jaringan salah satunya pada vesikel.Obesitas atau kegemukan merupakan suatu keadaan fisiologi dimana lemak disimpan secara berlebihan didalam jaringan tubuh. Seseorang dikatakan mengalami obesitas bila berat badan melebihi 20 % dari berat badan ideal.Disebabkan oleh ketidak seimbangan antara konsumsi dan kebutuhan energy yang dapat berpengaruh terhadap system pernafasan atau respiratory.Penulis mengucapkan terima kasih pada Tuhan YME atas rahmat dankarunia-Nya serta pada para pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik.Dalam penyusunan makalah ini penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Tidak lupa penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Bandung, Mei 2014

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR2BAB I PENDAHULUAN31.1 PENDAHULUAN4 1.1.1 LATAR BELAKANG 41.2 RUMUSAN MASALAH 51.3 TUJUAN 6BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 EFEK OBESITAS PADA RESPIRATORY72.1 EFEK OBESITAS PADA VESIKEL 142.1 EFEK OBESITAS PADA JARINGAN ADIPOSA 242.1 EFEK OBESITAS PADA SUSUNAN SYARAF PUSAT 28BAB III PENUTUP3.1 KESIMPULAN473.2 DAFTAR PUSTAKA 48

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangObesitas atau kegemukan merupakan suatu keadaan fisiologis dimana lemak disimpan secara berlebihan didalam jaringan tubuh. Seseorang dikatakan mengalami obesitas bila berat badan melebihi 10 % dari berat badan ideal.Obesitas adalah merupakan permasalahan sejak zaman dahulu kala. Keadaan ini merupakan salah satu kelainan metabolisme tubuh manusia yang sudah lama tercatat dalam sejarah.Obesitas menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi psikososial maupun masalah medis, Orang yang obes mempunyai banyak kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik sehari-hari. Dari sudut medis penderita obesitas akan lebih beresiko untuk sakit, karena terganggunya system metabolism pada tubuh. Resiko yang mungkin dapat dialami penderita obesitas adalah permasalahan pada system pernafasan atau system respiratory.Secara umum, kegemukan (obesitas) disebabkan oleh tidak seimbangnya pengkonsumsian karbohidrat yang terlalu berlebihan dan pengaturan pola makan yang tidak baik. Kondisi ini akibat interaksi beberapa faktor, yaitu keluarga, penggunaan energi, dan keturunan. Zainun Mutadin, (2002) mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab obesitas diantaranya adalah faktor genetik, faktor kesehatan, faktor psikologis, faktor kurang gerak/olahraga, dan faktor lingkungan. Namun, berdasarkan hasil penelitian Badan Obesitas Internasional atau biasa dikenal dengan sebutan International Task Force (ITF), sebuah badan WHO yang mengurusi anak yang kegemukan, menyatakan bahwa 80% anak obesitas dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sedangkan 30% nya dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor lingkungan tersebut disebabkan oleh persepsi orang tua yang menganggap bahwa anak gemuk itu lucu dan ceria, yang dapat diartikan pasti sehat sehingga hal ini menjadi penyebab obesitas pada saat dewasa. Mereka juga tidak menyadari bahwa aktifitas dan pola makan mereka ditiru oleh anak anak mereka, misal pola makan bapak dan ibunya tidak teratur maka pola makan anak mereka pun akan sama, karena di lingkungan itu tidak menyediakan makanan yang tinggi energi, bahkan aktifitas dalam keluarga juga mendukung.Keadaan seperti ini juga didukung oleh perkembangan teknologi di bidang makanan dengan diketemukannya makanan siap saji. Secara keseluruhan makanan siap saji mempunyai dampak positif yaitu berupa kepraktisan sehingga menarik untuk dinikmati oleh sebagian masyarakat dengan kemasan kemasan yang menarik. Meskipun demikian teknologi makanan yang siap saji tersebut mempunyai dampak negatif yang terkadang jauh lebih besar dari dampak positifnya.Gaya hidup masyarakat perkotaan mengalami berbagai perubahan yang sangat cepat sebagai akibat adanya kemajuan di bidang teknologi dan pengaruh globalisasi. Percepatan di bidang teknologi dan globalisasi sulit diatasi dengan cepat, karena hal ini berkaitan erat dengan perilaku individu. Gaya hidup cenderung kurang gerak dan pola makan pun terabaikan. Pola makan yang tidak baik yang tidak sesuai dengan waktu, jumlah dan jenisnya merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya obesitas pada anak, karena anak anak biasanya cenderung mengikuti perilaku dari orang tua mereka. Akibat lebih jauh dari gaya hidup ini mengakibatkan kehidupan masyarakat termasuk kehidupan individu menjadi semakin rentan terhadap berbagai penyakit dan bisa menyebabkan obesitas. Selain itu obesitas pada masa anak berisiko tinggi menjadi obesitas dimasa dewasa dan berpotensi mengalami berbagai penyebab kematian antara lain penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, dan lain-lain. Keadaan seperti ini tentunya memerlukan upaya untuk meluruskannya. Salah satunya dengan melakukan berbagai penerangan mengenai betapa pentingnya keseimbangan kebutuhan nutrisi bagi tubuh dan mengatur pola makan pada anak untuk mencegah obesitas sejak dini. Oleh karena itu pentingnya media kampanye untuk mensosialisasikan pentingnya pola makan yang sesuai dengan porsi yang seimbang sangatlah penting.1.2 Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah dalam makalah yang kami tulis adalah :1. Apa yang dimaksud obesitas, dan bagaimana pengukuran obesitas?2. Seperti apa epidemiologi obesitas, dan bagaimana pencegahannya?3. Efek apa saja yang ditimbulkan akibat obesitas pada system respiratory?4. Efek apa saja yag ditimbulkan akibat obesitas pada vesikel?5. Efek apa saja yang ditimbulkan akibat obesitas pada system adipose viseral?6. Bagaimana mekanisme terjadinya Obesitas ?7. Penyakit-penyakit apa saja yang timbul akibat obesitas?8. Efek obesitas terhadap Sususnan Saraf Pusat ?

1.3 Tujuan PenulisanPenulisan makalah bertujuan untuk :1. Mengetahui apa itu obesitas, dan cara pengukuran obesitas.2. Mengetahui epidemiologi dan pencegahan obesitas.3. Mengetahui efek obesitas terhadap system respiratory.4. Mengetahui efek obesitas terhadap vesikel.5. Mengetahui efek obesitas terhadap adipose visceral.6. Mengetahui efek obesitas terhadap susunan syaraf pusat.

BAB IIPEMBAHASAN MASALAHEFEK OBESITAS PADA RESPIRATORY

2.1 Pengertian Obesitas Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi di mana perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian-bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita karena lemak (Barrett et al., 2010). Menurut Flier (2008), seseorang dinyatakan mengalami obesitas dengan keadaan di mana massa sel lemak berlebihan serta tidak hanya berdasarkan berat badan saja karena pada orang-orang dengan massa otot besar dapat dianggap overweight tanpa peningkatan sel-sel lemak. Selain itu, menurut Sidartawan (2006), secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa. Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik.

2.2 Pengukuran Obesitas Untuk menentukan apakah seseorang menderita obesitas atau tidak, ada berbagai cara yang bisa digunakan. Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) atau dikenal juga dengan Quetelet Index, merupakan salah satu cara yang sering digunakan. Cara mengukur IMT, yaitu BB/TB2, di mana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam meter (Hamdy, 2012). Menurut WHO (2000), seseorang dikatakan obesitas jika nilai IMT 30 kg/m2. Sedangkan menurut Kriteria Asia Pasifik (2000), dikatakan obesitas jika IMT 25 kg/m2 (Sidartawan, 2006).Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa berdasarkan IMT menurut WHO (2000), dapat dilihat pada Tabel 2.1. Sedangkan klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT dan lingkar perut menurut Kriteria Asia Pasifik (2000), dapat dilihat pada Tabel 2.2 (Sidartawan, 2006).

Cara lain untuk menilai obesitas adalah dengan mengukur lingkar perut (LP). WHO menganjurkan LP sebaiknya diukur di pertengahan pada batas bawah iga dan krista iliaka, dengan menggunakan ukuran pita secara horizontal pada saat akhir ekspirasi dengan kedua tungkai dilebarkan 20-30 cm. Subjek diminta untuk tidak menahan perutnya. Menurut kriteria Asia Pasifik (2000), pria dengan LP 90 cmdan wanita dengan LP 80 cm masuk kategori obesitas (Sidartawan, 2006). Menurut Deurenberg (2000), pemeriksaan obesitas juga bisa dilakukan dengan cara mengukur persentase lemak tubuh secara tidak langsung. Obesitas menunjukkan suatu kondisi di mana terdapat simpanan jaringan lemak yang berlebih pada tubuh. Pada keadaan normal, persentase lemak tubuh pada pria adalah sekitar 15-20%, sedangkan pada wanita sekitar 25-30%. Rumus untuk mengukur persentase lemak tubuh, yaitu sebagai berikut: Lemak tubuh dewasa = (1,20 x IMT) + (0,23 x USIA) (10,8 x JENIS KELAMIN) 5,4 JENIS KELAMIN : Pria = 1; Wanita = 0. Berdasarkan rumus di atas, maka seseorang disebut obesitas bila, persentase lemak tubuh pada pria >25% dan pada wanita >33%.2.3 Epidemiologi ObesitasMenurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) (2010) pada laporan Riskesdas, prevalensi penduduk usia dewasa menurut status IMT di masing-masing provinsi di Indonesia tahun 2007, secara nasional dapat dilihat masalah gizi pada penduduk dewasa di atas 18 tahun adalah: 12,6% kurus, dan 21,7% gabungan kategori berat badan lebih dan obese, yang bisa juga disebut obesitas. Permasalahan gizi pada orang dewasa cenderung lebih dominan untuk kelebihan berat badan. Prevalensi tertinggi untuk obesitas adalah di Provinsi Sulawesi Utara (37,1%), dan yang terendah adalah 13,0 persen di provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pada tahun 2010, Balitbangkes juga menampilkan hasil tabulasi silang status gizi penduduk dewasa menurut IMT dengan beberapa variabel karakteristik responden. Dari data tersebut terlihat bahwa prevalensi obesitas cenderung mulai

2.4 Pencegahan dan Penatalaksanaan Obesitas Obesitas dapat dicegah dan ditatalaksana dengan cara manajemen gaya hidup. Terdapat tiga elemen dari gaya hidup yang harus diperhatikan untuk pencegahan dan penatalaksanaan obesitas, yaitu diet sehari-hari yang sehat, aktivitas fisik yang teratur, dan modifikasi prilaku untuk menetapkan prilaku hidup sehat (Flier, 2008). Secara paradigma, penyebab obesitas adalah ketidakseimbangan antara asupan energi dengan energi yang digunakan (Hamdy, 2012). Obesitas terjadi jika, selama periode waktu tertentu, kilokalori yang masuk melalui makanan lebih banyak daripada yang digunakan untuk menunjang kebutuhan energi tubuh, dan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai trigliserida di jaringan lemak (Sherwood, 2001). Oleh karena itu, pasien harus tahu bagaimana dan kapan energi dikonsumsi (diet), digunakan (aktivitas fisik), dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (modifikasi prilaku). Suatu penelitian menunjukkan bahwa manajemen gaya hidup dapat menurunkan berat badan sekitar 3-5 kg dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapatkan penatalaksanaan dan perhatian apapun (Flier, 2008). Fokus primer dari terapi diet pada pasien obesitas adalah menurunkan konsumsi kalori pasien. National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) guidelines merekomendasikan terapi awal dengan penurunan kalori sebesar 500-1000 kkal/hari dari diet sehari-hari pasien. Terapi awal ini dapat menurunkan sekitar 1-2 pound per minggu dari berat badan pasien. Penurunan konsumsi kalori pada pasien dapat diganti dengan diet lain yang lebih dianjurkan seperti makanan dalam porsi kecil, buah-buahan, sayur-sayuran, gandum, dan lain-lain. Selain itu, American College of Sports Medicine juga merekomendasikan pada pasien overweight dan obesitas untuk melakukan aktivitas fisik sedang selama 150 menit per minggu sebagai target utama dalam menurunkan berat badan. Akan tetapi, untuk pasien yang membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menurunkan berat badan, dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik yang lebih berat selama 200-300 menit per minggu. Selain itu, terapi prilaku juga berguna untuk mengubah prilaku pasien dalam diet sehari-hari dan aktivitas pasien sebelumnya dan menetapkan prilaku hidup sehat seperti diet sehat dan aktivitas fisik yang teratur (Flier, 2008). Untuk pasien yang memiliki IMT 30 kg/m2 atau IMT 27 kg/m2 dengan penyakit penyerta yang berhubungan dengan keadaan obesitasnya, pasien dapat diberi farmakoterapi. Sedangkan pada pasien yang IMT-nya sudah 40 kg/m2 atau IMT 35 kg/m2 disertai kondisi medis yang serius, tindakan bedah bisa dipertimbangkan untuk menurunkan berat badan (Flier, 2008).

2.5 Sistem Pernapasan saat Tidur Pada orang normal, fungsi respirasi akan menurun selama tidur karena adanya hipoventilasi alveolar. Frekuensi pernapasan dan ventilasi mengalami perubahan saat tidur dan berbeda untuk masing-masing NREM sleep dan REM sleep. Selama NREM sleep, ventilasi akan menurun dan volume tidal juga menurun sehingga frekuensi napas juga ikut menurun. Ventilasi selama REM sleep juga menurun dibandingkan saat kondisi bangun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ventilasi selama REM sleep sedikit lebih tinggi dari NREM sleep (0,9-7,1%). Akan tetapi beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa ventilasi selama REM sleep selanjutnya menjadi menurun. Oleh karena itu, ventilasi selama REM sleep bervariasi pada tiap orang. Frekuensi napas bisa bertambah cepat, dangkal, dan tak menentu sesuai dengan variasi ventilasi selama REM sleep tiap orang (Pack, 2008).Otot-otot saluran napas atas bertanggung jawab untuk menjaga patensi jalan napas saat bernapas. Saraf yang mengontrol otot-otot ini berasal dari daerah yang sama dari batang otak yang juga bertanggung jawab untuk mengendalikan otot-otot diafragma dan interkostal. Oleh sebab itu, otot-otot saluran napas atas bekerja seirama dengan pernapasan (Lapinsky et al., 1997). Penurunan fungsi respirasi yang terjadi selama tidur pada orang normal adalah akibat meningkatnya tahanan atau resistensi dari saluran napas atas yang disertai dengan penurunan tonus otot genioglossus, soft palate, diafragma, dan interkostal. Penurunan mucocilliary clearance dan refleks batuk juga terjadi selama tidur sehingga akan menyebabkan retensi sputum. Keadaan ini kurang berpengaruh terhadap orang normal, tetapi merupakan keadaan yang mengancam jiwa pada penderita asma, PPOK, sleep apnea atau keadaan kelainan sistem pernapasan yang lain (Pack, 2008). Pada penderita OSA, tahanan atau resistensi saluran napas atas meningkat 10 kali lipat dibandingkan dengan orang normal yang hanya meningkat 2-4 kali lipat. Sehingga pada keadaan tidur, sistem respirasi penderita OSA akan mendapat tambahan beban mekanik yang disebabkan oleh peningkatan tahanan saluran napas atas. Peningkatan tahanan saluran napas atas yang progresif menyebabkan penurunan atau penghentian aliran udara sehingga saturasi oksihemoglobin (SaO2) mengalami penurunan. Keadaan seperti adanya hambatan jalan napas, peningkatan resistensi saluran napas atas, hipoksia, dan hypercapnia merupakan stimulus dari sistem pernapasan yang dapat memicu keadaan terbangun dari tidur (Arifin et al., 2010).Oleh sebab itu, pada penderita OSA sering terjadi episode terbangun yang berulang dan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan pada siang hari. Hal ini dapat mengurangi kualitas tidur, mengganggu aktivitas pada siang hari, mengakibatkan defisit pada neurokognitif serta menimbulkan kondisi medis yang sangat lemah seperti hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes dengan resistensi insulin, depresi, dan kecelakaan yang berhubungan dengan rasa kantuk (Downey, 2012).

2.6 Gangguan Pernapasaan saat Tidur Gangguan pernapasan saat tidur atau lebih dikenal dengan nama Sleep Disordered Breathing (SDB) menggambarkan abnormalitas respirasi selama tidur. SDB terjadi jika ada episode berulang penghentian aliran udara (apnea) atau penurunan aliran udara (hypopnea) selama tidur disertai dengan adanya fragmentasi tidur, sering terbangun, dan penurunan saturasi oksigen. SDB memiliki suatu spektrum perjalanan penyakit dari mendengkur menjadi obesity hypoventilation syndrome sehingga disebut SDB syndromes (Rodriguez & Berggren, 2006).

Gambar 2.4. Sleep Disordered Breathing Syndromes (Rodriguez & Berggren, 2006)Mendengkur disebabkan oleh adanya turbulensi udara karena kolapsnya sebagian jalan napas. Jika penyakit sudah mencapai tingkat severe sleep apnea, hal ini akan meningkatkan mortilitas hingga 10% berhubungan dengan penyakit kardiovaskular seperti stroke, myocardial infarction, dan arrythmia. Severe sleep apnea syndrome juga berhubungan erat dengan peningkatan IMT (Rodriguez & Berggren, 2006). Obesity hypoventilation syndrome merupakan gangguan pernapasan saat tidur atau SDB yang paling berat dan dikarakteristik dengan chronic alveolar hypoventilation, obesitas, daytime hypercapnia (PaCO2 >45mmHg). Hal ini dapat bermanifestasi menjadi hipertensi pulmonar dan gagal jantung kanan (Welch, 2008).

BAB IIPEMBAHASAN MASALAHEFEK OBESITAS PADA VESIKEL2.1.1 Definisi ObesitasObesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas.Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas. Obesitas dibagi menjadi 3 kelompok :a) Obesitas ringan: kelebihan berat badan 20 40%b) Obesitas sedang: kelebihan berat badan 41 100%c) Obestas berat: kelebihan berat badan >100%Perhatian tidak hanya ditujukan kepada jumlah lemak yang ditimbun, tetapi juga kepada lokasi penimbunan lemak tubuh. Pola penyebaran lemak tubuh pada pria dan wanita cenderung berbeda. Wanita cenderung menimbun lemaknya di pinggul dan bokong, sehingga memberikan gambaran seperti buah pir. Sedangkan pada pria biasanya lemak menimbun di sekitar perut, sehingga memberikan gambaran seperti buah apel. Tetapi hal tersebut bukan merupakan sesuatu yang mutlak, kadang pada beberapa pria tampak seperti buah pir dan beberapa wanita tampak seperti buah apel, terutama setelah masa menopause.Seseorang yang lemaknya banyak tertimbun di perut mungkin akan lebih mudah mengalami berbagai masalah kesehatan yang berhubungan dengan obesitas. Mereka memiliki risiko yang lebih tinggi. Gambaran buah pir lebih baik dibandingkan dengan gambaran buah apel.

2.1.2 Etiologi ObesitasSecara garis besar dapat disebabkan oleh beberapa factor, yaitu :a. Faktor GenetikObesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetic. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.b. Faktor LingkunganGen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.c. Faktor PsikisApa yang ada didalam pikiran seseorang bisa memengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Misalnya orang yang stress cendrung memilih banyak makan, dengan anggapan dengan makan tersebut stress nya sedikit berkurang.Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan social.Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma makan pada malam hari). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan. Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada malam hari, adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam hari.d. Factor kesehatanBeberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas diantaranya; Hipotiroidisme, Sindroma Cushing, Sindroma Prader- Willi, dan beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseotang banyak makan.e. Obat- obatanObat- obatan tertentu ( misalnya steroid dan beberapa anti- depresi) bisa menyebabkan penambahan berat badan.f. Faktor perkembanganPenambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.g. Aktifitas fisikKurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.

2.1.3 Teknik PengukuranPengukuran lemak tubuh, massa dan distribusinya memerlukan berbagai tekhnik dan belum ada pengukuran yang 100% memuaskan. Seringkali diperlukan kombinasi pengukuran untu menentukan resiko suatu penyakit. Perhitungan secara langsung menggunakan densitometry, cairan tubuh total, kalium tubuh total dan uptake of lipid- soluble inert gases. Secara tidak lagsung cadangan lemak dapat dinilai dengan mengukur ketebalan lipatan kulit dan Indeks Massa Tubuh.Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak dibawah kulita dilakukan beberapa pada bagian tubuh, misalnya pada bagian lengan atas, lengan bawah, subscapular, midaxillary, pectoral, abdominal, suprailiaka.2.1.4 Indeks Massa TubuhSalah satu cara penentuan obesitas adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT dapat menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan secara sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannta hanya membutuhkan 2 data, yaitu berat badan dan tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan latihan.Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa berdasarkan IMT menurut WHO (2000), dapat dilihat pada Tabel 2.1. Sedangkan klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan IMT dan lingkar perut menurut Kriteria Asia Pasifik (2000), dapat dilihat pada Tabel 2.2 (Sidartawan, 2006).

Cara Cara lain untuk menilai obesitas adalah dengan mengukur lingkar perut (LP). WHO menganjurkan LP sebaiknya diukur di pertengahan pada batas bawah iga dan krista iliaka, dengan menggunakan ukuran pita secara horizontal pada saat akhir ekspirasi dengan kedua tungkai dilebarkan 20-30 cm. Subjek diminta untuk tidak menahan perutnya. Menurut kriteria Asia Pasifik (2000), pria dengan LP 90 cmdan wanita dengan LP 80 cm masuk kategori obesitas (Sidartawan, 2006). Menurut Deurenberg (2000), pemeriksaan obesitas juga bisa dilakukan dengan cara mengukur persentase lemak tubuh secara tidak langsung. Obesitas menunjukkan suatu kondisi di mana terdapat simpanan jaringan lemak yang berlebih pada tubuh. Pada keadaan normal, persentase lemak tubuh pada pria adalah sekitar 15-20%, sedangkan pada wanita sekitar 25-30%. Rumus untuk mengukur persentase lemak tubuh, yaitu sebagai berikut: Lemak tubuh dewasa = (1,20 x IMT) + (0,23 x USIA) (10,8 x JENIS KELAMIN) 5,4 JENIS KELAMIN : Pria = 1; Wanita = 0. Berdasarkan rumus di atas, maka seseorang disebut obesitas bila, persentase lemak tubuh pada pria >25% dan pada wanita >33%.2.1.5 Jenis Obesitasa. Tipe AndroidKegemukan tipe ini ditandai dengan penumpukan lemak yang berlebihan dibagian tubuh sebelah atas yaitu disekitar dada, bahu, leher, dan muka. Pada muka ini lebih mudah menurunkan berat badan disbanding tipe genoid ( tipe buah pir ) asal bersamaan dengan diet dan olahraga yang tepat.b. Tipe Genoid Pada tipe ini lemak tertimun dibagian tubuh sebelah bawah yaitu disekitar perut, pinggul, paha, pantat, dan umumnya banyak ditemui pada wanita yang lebih sukar untuk menurunkan berat badan.2.1.6 Pencegahan dan Penatalaksanaan ObesitasObesitas dapat dicegah dan ditatalaksana dengan cara manajemen gaya hidup. Terdapat tiga elemen dari gaya hidup yang harus diperhatikan untuk pencegahan dan penatalaksanaan obesitas, yaitu diet sehari-hari yang sehat, aktivitas fisik yang teratur, dan modifikasi prilaku untuk menetapkan prilaku hidup sehat (Flier, 2008). Secara paradigma, penyebab obesitas adalah ketidakseimbangan antara asupan energi dengan energi yang digunakan (Hamdy, 2012). Obesitas terjadi jika, selama periode waktu tertentu, kilokalori yang masuk melalui makanan lebih banyak daripada yang digunakan untuk menunjang kebutuhan energi tubuh, dan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai trigliserida di jaringan lemak (Sherwood, 2001). Oleh karena itu, pasien harus tahu bagaimana dan kapan energi dikonsumsi (diet), digunakan (aktivitas fisik), dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (modifikasi prilaku). Suatu penelitian menunjukkan bahwa manajemen gaya hidup dapat menurunkan berat badan sekitar 3-5 kg dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapatkan penatalaksanaan dan perhatian apapun (Flier, 2008). Fokus primer dari terapi diet pada pasien obesitas adalah menurunkan konsumsi kalori pasien. National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) guidelines merekomendasikan terapi awal dengan penurunan kalori sebesar 500-1000 kkal/hari dari diet sehari-hari pasien. Terapi awal ini dapat menurunkan sekitar 1-2 pound per minggu dari berat badan pasien. Penurunan konsumsi kalori pada pasien dapat diganti dengan diet lain yang lebih dianjurkan seperti makanan dalam porsi kecil, buah-buahan, sayur-sayuran, gandum, dan lain-lain. Selain itu, American College of Sports Medicine juga merekomendasikan pada pasien overweight dan obesitas untuk melakukan aktivitas fisik sedang selama 150 menit per minggu sebagai target utama dalam menurunkan berat badan. Akan tetapi, untuk pasien yang membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menurunkan berat badan, dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik yang lebih berat selama 200-300 menit per minggu. Selain itu, terapi prilaku juga berguna untuk mengubah prilaku pasien dalam diet sehari-hari dan aktivitas pasien sebelumnya dan menetapkan prilaku hidup sehat seperti diet sehat dan aktivitas fisik yang teratur (Flier, 2008). Untuk pasien yang memiliki IMT 30 kg/m2 atau IMT 27 kg/m2 dengan penyakit penyerta yang berhubungan dengan keadaan obesitasnya, pasien dapat diberi farmakoterapi. Sedangkan pada pasien yang IMT-nya sudah 40 kg/m2 atau IMT 35 kg/m2 disertai kondisi medis yang serius, tindakan bedah bisa dipertimbangkan untuk menurunkan berat badan (Flier, 2008).

2.2 Penyakit Perlemakan Hati Non AlkoholPenyakit hati non alcohol atau Non- alcoholic fatty liver disease (NAFLD) adalah kumpulan gangguan hati yang ditandai dengan perlemakan hati makrovesikular, fibrosis, sirosis dan tanpa adanya hubungan dengan konsumsi alcohol. Penyakit perlemakan hati non alcohol berhubungan dengan sindrom metabolic atau sindrom resistensi insulin yang terdiri dari obesitas, diabetes mellitus tipe 2, dislipidemi dan resitensi insulin. Penyakit perlemakan hati non alcohol merupakan masalah kesehatan pada anak maupun dewasa yang obesitas. Prevalensi penyakit perlemakan hati non alkohol meningkat bersamaan dengan meningkatnya pandemi obesitas.Penyakit perlemakan hati non alkohol kini diketahui sebagai salah satu bentuk penyakit hati kronik di negara negara berkembang dengan prevalensi 10%-24% dari seluruh populasi.5 Prevalensi penyakit perlemakan hati non alkohol 30%-100% padal laki laki sedangkan 52,8% pada anak yang obesitas. Penelitian Wilson dkk menunjukkan bahwa penyakit perlemakan hati non alcohol berhubungan kuat dengan obesitas. Penelitian Arthur mendapatkan bahwa semua anak obesitas menderita penyakit perlemakan hati non alkohol. Penelitian Cullough mendapatkan 53% anak obesitas menderita perlemakan hati non alkohol. Prevalensi penyakit perlemakan hati non alcohol tertinggi adalah pada usia 40 49 tahun. Penyakit perlemakan hati non alkohol akan berlanjut menjadi fibrosis atau sirosis hepatis 15%-50% dan mortalitas 10%. Dari keseluruhan pasien dengan penyakit perlemakan hati non alkohol, 5% berkembang menjadi sirosis hepatis dalam kurun waktu 7 tahun dan 1,7% meninggal karena sirosis hepatis. Penyakit perlemakan hati non alkohol dapat dideteksi dengan ultrasonografi. Ultrasonografi memiliki sensitivitas 94% dan spesifisitas 84% untukmendeteksi penyakit perlemakan hati non alkohol yang akan memberikan gambaran peningkatan echogenisitas berupa bright liver.Penyakit perlemakan hati non alkohol berhubungan kuat dengan obesitas. Pada obesitas terjadi penurunan kadar adiponektin yang akan menyebabkan penurunan daya proteksi hati terhadap lemak sehingga terjadi resistensi insulin yang dinilai dari Homeostasis Model Assessment (HOMA). Adiponektin adalah factor protektif untuk terjadinya penyakit perlemakan hati non alkohol pada obesitas. Adiponektin atau plasma protein 244-asam amino yang disekresikan dari jaringan lemak.Pada tahun 1980 Ludwig dkk memberi nama nonalcoholic steatohepatitis (NASH) untuk sekelompok kelainan hati yang secara histopatologi tidak dapat dibedakan dengan perlemakan hati akibat alkohol tetapi terjadi pada pasien bukan peminum alkohol. Penyakit hati yang ditunjukkan oleh Ludwig dkk tersebut mempunyai hubungan dengan obesitas dan diabetes melitus. Secara klinik tanda yang sering dijumpai adalah hepatomegali dan gangguan faal hati ringan. Penelitian- penelitian selanjutnya membuktikan bahwa NASH merupakan satu bagian dari kelainan hati yang lebih luas yang disebut Penyakit perlemakan hati non alkohol. Pada mulanya penyakit perlemakan hati non alkohol dianggap sebagai penyakit yang ringan, tetapi anggapan itu ternyata salah. Powell (1990), sebagian pasien penyakit perlemakan hati non alkohol yang diteliti, pada pemeriksaan histopatologi menunjukkan fibrosis yang luas, sirosis hati bnahkan karsinoma hepatoseluler. Selain dapat berlanjut menjadi penyakit hati yang berat dan irreversibel, penyakit perlemakan hati non alkohol juga mempunyai prevalensi yang tinggi dan menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat.Penyakit perlemakan hati non alcohol telah berkembang sebagai salah satu penyebab penyakit hati kronik. Sindrom metabolic memiliki gambaran berupa obesitas, hiperinsulinemia, ressisten insulin, DM Tipe 2, dislipidemia, dan hipertensi. Penyakit perlemaka hati non alcohol berhubungan kuat dengan obesitas. DM Tipe 2 dan dilipidemia.Selain factor tersebut diatas, ada beberapa factor yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit perlemaka hati non alcohol antara lain genetic, umur, jenis kelamin dan obesitas. Ada beberapa kandidat gen yang berpengaruh pada penyakit perlemakan hati non alcohol antara lain adalah SOD-1, UCP-2, PPAR-, CYPE2E1, CYP4A.Penyakit perlemakan hati non alcohol merupakan penyakit hati yang paling sering ditemui pada orag Amerika dewasa. Obesitas diketahui sebagai factor resiko penyakit tersebut. Meski demikian, penyakit ini juga dapat terjadi pada DM Tipe 2, dislipidemi, dan hipertensi. Diagnosis penyakit ini memerlukan bukti adanya perubahan perlemakan pada hati tanpa adanya riwayat konsumsi alcohol berlebihan. Berdasarkan definisi, konsumsi alcohol, sehingga digunakan kategori dalam mengkonsumsi alcohol apabila dalam sehari lebih dua gelas. Spectrum histoogis pernyakit ini membentang dari sekedar gambaran steatosis sederhana, jinak sampai steatosis dengan adanya inflamasi dan kerusaknan hepatoseluler, dengan komplikasi berupa fibrosis progresis dan sirosis.Resistensi terhadap hormone leptin akibat dari adiposity juga berperan dalam pembentukan perlemakan hati. Adapun peranan leptin adalah melindungi jaringan selain jaringan adipose terhadap perlemakan dan lipotoksisitas selama terjadi kelebihan karbohidrat. Selama terjadi peningkatan lemak hati maka hati akan semakin resisten pada insulin. Pada prinsipnya hal tersebut terjadi akibat peningkatan konsentrasi asam lemak tak jenuh (PUFA) intraseluler dan akibat TNF- yang diaktivasi oleh karena jaringan adipose menghambat kB kinase pada heposit. Selain itu endotoksin dari usus melalui stimulasi pelepasan TNF- oleh sel- sel kupffer. Selanjutnya terjadi peningkatan FFA dalam mitokondria dan dioksidasi oleh peroxisome proliferator activated receptor / PPAR. Peningkatan kadar TNF- di hati akan meningkatkan pembentukan reative oxygen species (ROS) selama oksidase FFA di mitokondria dengan cara mengganggu aliran elektron disepanjang mitokondria. Peningkatan regulasi enzim oksidase FFA oleh PPAR dan resitensi insulin akan menyebabkan stress oksidatif. Adanya stress oksidatif merupakan teori The second Hits. Kedua teori tersebut menyebabkan peroksidasi lipid, peningkatan ROS , TNF- dan resitensi insulin yang akhirnya akan menyebabkan kematian hepatosit. Peningkatan Uncoupling protein 2 (UCP-2) oleh ROS, FFA dan TNF- bersamaan dengan asam dikarboksilat yang dihasilkan oleh oksidasi mikrosomal, akan menyebabkan penurunan Adenosin Trifosfat (ATP) dan perubahan permeabilitas membran. Efek ini akan menyebabkan nekrosis dan apoptosis hati. Apoptosis merupakan petanda adanya lipotoksisitas.Pada obesitas akan terjadi penurunan ekspresi proliferatoractivated receptor coactivator-1 (PGC-1) dan nuclear respiratory factor-1 (NRF-1) otot dan membatasi kapasitas fosforilasi oksidatif dan katabolisme lemak. Asupan makanan yang berlebihan akan menyebabkan akumulasi FFA dan perlemakan intramioseluler berhubungan dengan stress seluler, aktivasi protein kinase C- (PKC-) dan c-Jun N-terminal kinase (JNK) yang akan memblokade sinyal insulin.Penurunan ekspresi GLUT-4 pada membran plasma menghambat uptake glukosa oleh otot dan meningkatkan glukosa darah. Asupan makanan yang berlebihan danoksidasi lemak yang kurang pada otot menyebabkan akumulasi vesikel vesikel lemak di miosit. Lemak intramioseluler selanjutnya dapat mengganggu fungsi mitokondria dalam miosit melalui efek lipotoksik.

Gambar 1. Lipogenesis dalam hepatositResistensi insulin meningkatkan lipogenesis hati dan menyebabkan perlemakan hati. Resistensi insulin pada adiposity mejaga Hormone-sensitive lipase (HSL) tetap aktif selama makan sehingga meningkatkan lipolisis adiposit. Kadar FFA tinggi dapat mempertahankan ambilan FFA hepatosit meskipun kadar FFA hepatosit tinggi. Resistensi insulin miosit menyebabkan tingginya insulin. Kadar insulin yang tinggi meningkatkan ekpresi sterol regulatory element binding protein-1c (SREBP-1c) sedangkan kadar glukosa yang tinggi mengaktivasi carbohydrate response element -binding protein (CREBP). Keduanya akan meningkatkan ekpresi gen genpembentuk lipid sehingga meningkatkan sintesis FFA hati. Kadar FFA yang meningkat sebanding dengan penimbunan trigliserid (TG) yang membentuk lemak makrovesikuler yang mempunyai vacuola yang besar dalam hepatosit. Peningkatan kadar FFA menyebabkan penurunan sensitivitas carnitine palmitoyl transferase-1 (CPT-1) terhadap efek inhibisi malonyl-coenzym A (melonyl-CoA) dan induksi Uncoupling protein 2 (UCP-2) dapat menggabungkan masing masing efeknya untuk meningkatkan ambilan dan oksidasi FFA mitokondria. Peningkatan TG hepatosit berkaitan dengan kenaikan sekresi TG meskipun sekresi apolipoprotein B (Apo B) menurun pada perlemakan hati berat yang kemungkinan disebabkan karena degradasi Apo B yang diperantarai insulin dalam hepatosit.AnfismanPage 48

BAB IIPEMBAHASAN MASALAHEFEK OBESITAS PADA ADIPOSA VISERAL

2.1 Pengertian Obesitas Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi di mana perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian-bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita karena lemak (Barrett et al., 2010). Menurut Flier (2008), seseorang dinyatakan mengalami obesitas dengan keadaan di mana massa sel lemak berlebihan serta tidak hanya berdasarkan berat badan saja karena pada orang-orang dengan massa otot besar dapat dianggap overweight tanpa peningkatan sel-sel lemak. Selain itu, menurut Sidartawan (2006), secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa. Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik.Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas.Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas. Obesitas dibagi menjadi 3 kelompok :a) Obesitas ringan: kelebihan berat badan 20 40%b) Obesitas sedang: kelebihan berat badan 41 100%c) Obestas berat: kelebihan berat badan >100%Perhatian tidak hanya ditujukan kepada jumlah lemak yang ditimbun, tetapi juga kepada lokasi penimbunan lemak tubuh. Pola penyebaran lemak tubuh pada pria dan wanita cenderung berbeda. Wanita cenderung menimbun lemaknya di pinggul dan bokong, sehingga memberikan gambaran seperti buah pir. Sedangkan pada pria biasanya lemak menimbun di sekitar perut, sehingga memberikan gambaran seperti buah apel. Tetapi hal tersebut bukan merupakan sesuatu yang mutlak, kadang pada beberapa pria tampak seperti buah pir dan beberapa wanita tampak seperti buah apel, terutama setelah masa menopause.2.2 Efek Obesitas Pada Jaringan AdiposaAktivasi SNS, suatu komponen regulasi yang bertanggung jawab terhadap stimuli stress yang berbeda, dengan jelas berhubungan dengan inisiasi dan maintenance hipertensi. Dipihak satu pihak, peningkatan sympathoativasi terhadap pembuluh-pembuluh darah memicu vasokonstriksi perifer dan dipihak lain, memperbesar flux simpatetik terhadap ginjal yang memicu produksi renin, demikian juga peningkatan reabsorbsi sodium.27 Mekanisme-mekanisme molekular memicu aktivasi SNS yang telah diuraikan sebelumnya, dan leptin teridentifikasi sebagai kompoen kunci yang menghubungkan jaringan adiposa dan aktifitas simpatetik. Fakta tambahan terhadap peningkatan nafsu makan, leptin terlihat meningkatkan sympathetic outflow melalui suatu melanocortin-dependent pathway diantara hipotalamus.28 Lebih jauh lagi, pada tikus, insulin juga diketahui juga meningkatkan sympathetic outflow terhadap pembuluh darah, glandula adrenal, dan ginjal.29 Oleh karena itu, fakta-fakta menduga bahwa satu sistem regulasi yang hebat meregulasi sistem kontrol aktifitas autonomik sistem saraf, dimana aktifitas metabolik memiliki hubungan erat dan feedback loop.Fakta yang ada menduga bahwa, dibawah penurunan tekanan darah yagn diakibatkan oleh blokade reseptor angiotensin, efek menguntungkan terhadap sensitisasi insulin terjadi dengan inhibisi RAS pathway. Faktanya, studi-studi klinik menunjukkan bahwa penanganan dengan RAS blocker meningkatkan level adiponectin, suatu insulin sensitizer.30 Perhatian terbesar, pemberian Ang II pada tikus memperlihatkan penurunan level adiponektin sirkulasi. Dipercaya bahwa, melalui peningkatan spesies reaktif oksigen, Ang II menekan produksi adiponectin melalui adiposit.31 Selain itu, adiponectin adiponektin diketahui menghambat aktivasi SNS, dan, sebaliknya, stimulasi SNS akan menahan ekspresi adiponectin. Terpisah dari efek mediasi sentral adiponectin, mekanisme lain dapat menjelaskan peranannya pada hipertensi, oleh karena telah diusulkan sebagai regulator penting aktifitas endothelial. Sesudah ikatannya dengan reseptor endotelial, penekanan adiponectin, melalui berbagai pathway pensignalan hilir, meningkatkan secara penuh aktifitas NO synthase endotelial. Oleh karena itu, penelitian pada manusia menunjukkan bahwa adiponectin sebaliknya berhubungan dengan respon vasodilator endotelial2.3 Obesitaas Viseral dan HipertensiHipertensi, suatu faktor resiko kardiovaskuler utama, yang erat hubungannya dengan obesitas. Tentu saja,diperkirakan terjadi kasus hipertensi terjadi antara 65% dan 78% penderita obesitas. Aktivasi RAS padahipertensi diketahui dengan baik diduga berperan dalam resistensi insulin.Yang penting,penemuan bahwa jaringan adiposa selain liver sebagai sumber ekstra angiotensinogen (AGN), memberikontribusi memunculkan berbagai penelitian yang dalam usaha untuk menemukan mekanisme spesifik yangterlibat dalam obesity-associatedhipertensi. Faktanya, renin diproduksi oleh ginjal memungkinkantransformasi AGN menjadi angiotensin (Ang) I dan kemudian, melalui kerja angiotensin-converting enzyme (ACE), Ang I dirubah menjadi Ang II, suatu vasokonstriktor kuat. Dari catatan, angiotensin II type 1 receptor(AR-1) diekspresi oleh adiposit, dimana adiposit akan mendesak fungsi penting potensialnya. Faktanya,differensiasi preadipocyte menjadi adipocyte dihambat oleh Ang II. Dengan demikian, melalui peranannyadengan differensiasi preadipocyte, Ang II memberi kontribusi terhadap pembentukan adiposit besar dandisfungsional. Dalam fungsinya, ekspresi AGN meningkat dalam adiposit besar dan dengan demikian didugabahwa suatu lingkaran setan antara RAS dan jaringan adiposa disfungsional terlibat pada obesity-associatedhipertensi. Bertambahnya fakta yang menunjukkan bahwa adiposit besar menjadi penyebab peningkatna levelleptin, speises-spesies reaktifoksigan,dansitkon proinflammatory.Lebih jauh lagi, akumulasi dari lemakektopik dan perkembangan resistensi insulin bekerja bersama dalam kapasitas insufisiensi dari adipositberukuran lebih untuk mengambil alih dengan tepat kelebihan intake energi. Yang penting, depot adiposadengan adioposti besar terinfiltrasi oleh magrofag, yang memiliki komunikasi timbal balik dengan sel-sellemak. Jadi, FFA dilepaskan oleh adiposit memicu produksi tumor necrosis factoroleh makrofag, dalamperanannya, menginduksi produksi interleukin-6 oleh sel lemakYang menarik, walaupun hubungan kausaltidak jelas digambarkan sebelumnya, suatu studi ekspreimental telah memperlihatkan suatu respon hipertensiftumpul terhadap stress psikologi pada interleukin-6 tikus.

BAB IIPEMBAHASAN MASALAHEFEK OBESITAS PADA SUSUNAN SYARAF PUSAT

2.1.Pengertian ObesitasSecara umum dapat dikatakan bahwa kegemukan adalah dampak dari konsumsi energy yang berlebihan, dimana energy yang berlebihan tersebut dapat disimpan didalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari waktu ke waktu badan akan bertambah berat disamping faktor kelebihan konsumsi energi, faktor keturunan juga mempunyai andil dalam kegemukan (muchatadi, 2001).Obesitas adalah refleksi ketidakseimbangan konsumsi dan pengeluaran energi, penyebabnya ada yang bersifat Eksogenetis dan Endogenous.Penyebab Eksogenetis misalnya kegemaran makan secara berlebihan terutama makanan tinggi kalori tanpa diimbangi oleh aktivitas fisik yang cukup sehingga surflus energinya disimpan sebagai lemak tubuh (khomsan, 2004).Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan.Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya.Dari segi obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan supkutan (bawah kulit) sekitar organ tubuh yang kadang terjadi peluasan kedalam jaringan organnya, dari segi ilmu gizi obesitas, penimbun trigliseida yang berlebihan di jaringan-jaringan tubuh.Para dokter-dokter memiliki definisi tersendiri tentang obesitas, di antaranya yaitu:a. Suatu kondisi dimana lemak tubuh berada dalam jumlah yang berlebihanb. Suatu penyakit kronik yang dapat diobatic. Suatu penyakit epidemik (mewabah)d. Suatu kondisi yang berhubungan dengan penyakit-penyakit lain dan dapat menurunkan kualitas hidupe. Penanganan obesitas membutuhkan biaya perawatan yang sangat tinggiObesitas terjadi karena energi intake lebih besar dari energi expenditure. Apapun penyebabnya, yang menjadikan seseorang obesitas pada dasarnya adalah energi intake atau masukan yang didapat dari makanan atau lainnya lebih besar dibandingkan energi expenditure atau energi yang dikeluarkan.

2.2. Akibat ObesitasObesitas juga dapat meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit menahun seperti:a. Penyakit Jantung Koronerb. Tekanan Darah Tinggic. Diabetes Melitus (tipe 2)d. Gangguan Pernapasane. Stroke

2.3. Tipe-Tipe pada ObesitasTipe pada obesitas dapat dibedakan menjadi 2 klasifikasi, yaitu Tipe obesitas berdasarkan bentuk tubuh dan Tipe obesitas berdasarkan keadaan sel lemak.1. Tipe Obesitas Berdasarkan Bentuk Tubuha. Obesitas tipe buah apel (Apple Shape)Type seperti ini biasanya terdapat pada pria. dimana lemak tertumpuk di sekitar perut. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan tipe buah pear (Gynoid),b. Obesitas tipe buah pear (Gynoid)Tipe ini cenderung dimiliki oleh wanita, lemak yang ada disimpan di sekitar pinggul dan bokong. Resiko terhadap penyakit pada tipe gynoid umumnya kecil.c. Tipe Ovid (Bentuk Kotak Buah) Ciri dari tipe ini adalah "besar di seluruh bagian badan". Tipe Ovid umumnya terdapat pada orang-orang yang gemuk secara genetik.2. Tipe Obesitas Berdasarkan Keadaan Sel Lemaka. Obesitas Tipe Hyperplastik Obesitas terjadi karena jumlah sel lemak yang lebih banyak dibandingkan keadaan normal.b. Obesitas Tipe HypertropikObesitas terjadi karena ukuran sel lemak menjadi lebih besar dibandingkan keadaan normal,tetapi jumlah sel tidak bertambah banyak dari normal.c. Obesitas Tipe Hyperplastik Dan HypertropikObesitas terjadi karena jumlah dan ukuran sel lemak melebihi normal. Pembentukan sel lemak baru terjadi segera setelah derajat hypertropi mencapai maksimal dengan perantaraan suatu sinyal yang dikeluarkan oleh sel lemak yang mengalami hypertropik.

2.4. Patofisiologi ObesitasSecara umum obesitas dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kalori, yang diakibatkan asupan energy yang jauh melebihi kebutuhan tubuh.Pada bayi (infant), penumpukan lemak terjadi akibat pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini, terutama apabila makanan tersebut memiliki kandungan karbohidrat, lemak, dan protein yang tinggi.Pada masa anak-anak dan dewasa, asupan energy bergantung pada diet seseorang.Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak.Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%). Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi, dan regulasi sekresi hormon.Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose, usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar.Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi.Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan.Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan. Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, lingkungan, dan sinyal psikologis.Mekanisme ini dirangsang oleh respon metabolic yang berpusat pada hipotalamus.Mekanisme neurohumoral ini dapat dibagi menjadi 3 komponen.a. Sistem Perifer/Sistem Aferen Merupakan sistem yang menyalurkan sinyal dari berbagai tempat.Komponen utamanya adalah leptin dan adiponektin (dari jaringan adiposa), ghrelin (dari lambung), peptide YY (dari ileum dan colon), serta insulin (dari pankreas).b. Nukleus Arkuatus dalam hipotalamus Merupakan sistem yang memproses dan mengintegrasikan sinyal periferal dan menghasilkan sinyal eferen kepada 2 jenis neuron orde pertama, yaitu (a) POMC (pro-opiomelanocortin) dan CART (cocaine and amphetamine-regulated transcripts) neuron, (b) neuropeptida Y (NPY) dan AgRP (Agouli-relate peptide). Neuron orde pertama ini akan berkomunikasi dengan neuron orde kedua. c. Sistem Eferen Merupakan sistem yang menerima sinyal yang diberikan neuron orde pertama dari hipotalamus untuk mengontrol asupan makanan dan penggunaan energi. Hipotalamus juga berkomunikasi dengan otak depan dan otak tengah untuk mengontrol system saraf otonom. Neuron POMC dan CART meningkatkan penggunaan energi dan penurunan berat badan dengan menghailkan MSH (-Melanocyte Stimulating Hormone), serta mengaktifkan reseptor melanokortin nomor 3 dan 4 (MC3/4R) sebagai neuron orde ke-2 sebagai efek anoreksigenik.Sedangkan neuron NYP dan AgRP merangsang lapar (food intake) dan peningkatan berat badan dengan mengaktifkan reseptor Y1/5 pada neuron orde ke-2nya sebagai efek oreksigenik.

Gambar 1. pengaturan keseimbangan energi. Jaringan lemak menghasilkan sinyal aferen yang mengaktifkan hipotalamus untuk mengatur nafsu makan dan kekentyangan. Sinyal ini mengnurunkan intake makanan dan menghambat siklus anabolik, dan mengaktifkan pemakaian energi dan mengaktifkan siklus katabolik.

Gambar 2. Jalur neurohumoral di hipotalamus yang mengatur kesetimbangan energi. Terlihat POMC dan CART sebagai neuron anoreksigenik, dan serta NPY dan AgRP sebagai neuron oreksigenik di hipotalamus bagian nukleud arkuatus.

Metode menentukan apakah ada obesitas :1. Perbandingan berat dengan tabel berat badan yang diinginkan menurut tinggi2. Indeks masa tubuh (BMI) > 27,8 untuk laki-laki / 27,3 untuk wanita.Formula BMI adalah berat (kg) : tinggi (m).3. Pengukuran lemak supkutan, lipat kulit triseps 18,6 mm untuk laki-laki, 25,1 mmuntuk wanita telah dipergunakan sebagai indikator obesitas.

2.5. Etiologi1) Genetik : Anak-anak dari orangtua obes cenderung 3-8 kali menjadi obesitas dibandingkan dari orangtua berat badan normal, walaupun mereka tidak dibesarkan oleh orangtua kandung.2) Lingkungan : Pengaruh keluarga (ex: penggunaan makanan sebagai hadiah, tidak boleh makan makanan pencuci mulut sebelum semua makanan dipiring habis). Membantu pengembangan kebiasaan makan yang dapat menyebabkan obesitas.3) Psikologi : Makan berlebihan dapat terjadi sebagai respon terhadap kesepian, berduka/depresi, dapat merupakan respon terhadap rangsangan dari luar, ex: Iklan makanan/kenyataan bahwa ini adalah waktu makan.4) Fisiologi : Energi yang dikeluarkan menurun dengan bertambahnya usia, dan ini sering menyebabkan peningkatan berat badan pada usia pertengahan, Ex: kelainan endokrin / seperti Hipotiroidy bertanggung jawab untuk obesitas.Adapun penyebab dasarnya faktor etiologi primer dari obesitas adalah konsumsi kalori yang berlebihan dari energy yang dibutuhkan (mary coutney moore, 1994).Kegemukan disebabkan oleh ketidak imbangan kalori yang masuk dibanding yang keluar. Kalori diperoleh dari makanan sedangkan pengeluarannya melalui aktivitas tubuh dan olah raga. Kalori terbanyak (60-70%) dipakai oleh tubuh untuk kehidupan dasar seperti bernafas, jantung berdenyut dan fungsi dasar sel. Besarnya kebutuhan kalori dasar ini ditentukan oleh genetik atau keturunan. Namun aktifitas fisik dan olah raga dapat meningkatkan jumlah penggunaan kalori keseluruhan.Jadi ketidak imbangan kalori ini dapat ditentukan oleh faktor keturunan tapi dipicu oleh pola hidup dan lingkungan. Kebiasaan hidup santai, malas bergerak, selalu dibantu oleh orang lain (pembantu/supir) atau alat (remote/ handphone/ eskalator/ kendaraan) dan makan berlebihan akan meningkatkan asupan dan menurunkan luaran kalori.

2.6. Gejala ObesitasPenimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan.Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk.Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki).Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit.Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak.Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki.Kegemukan dapat diketahui dengan mengukur jumlah lemak seluruh tubuh menggunakan alat impedans atau mengukur ketebalan lemak di tempat-tempat tertentu menggunakan alat kaliper. Selain itu lemak di sekitar perut dapat diukur dengan menggunakan meteran. Secara sederhana kegemukan dapat dihitung dengan menghitung Indeks Massa Tubuh, yaitu membagi berat badan (kg) dengan tinggi badan dikuadratkan (m2)

Atau IMT =BB/(TBxTB)..

Perhitungan ini tidak berlaku bagi atlet, ibu hamil dan anak-anak

2.7. Jenis-Jenis ObesitasObesitas biasanya didefinisikan sebagai kelebihan berat lebih dari 120% dari berat badan ideal (BBI) atau berat badan yang diinginkan. Ada 3 derajat obesitas yaitu:a. Ringan 120% - 140% BBIb. Sedang 141% - 200% BBIc. Berat/Abnormal >200% BBI

2.8. Faktor Yang Mempengaruhi ObesitasFaktor makanan ini merupakan yang terpenting untuk terjadinya kegemukan baik sebagai penyebab tunggal maupun penyakit lainnya. Ketidakseimbangan antara masukan kaliori dan pemakaian dapat disebabkan banyak faktor, antara lain:1. Aktifitas FisikPada umumnya seseorang yang gemuk kurang aktif daripada seseorang dengan berat badan normal.Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental serta memanfaatkan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari.Aktifitas fisik secara teratur yang dilakukan paling sedikit 30 menit/hari.Jika lebih banyak waktu yang dipergunakan untuk beraktifitas fisik, maka manfaat yang diperoleh juga lebih banyak (admin, 2008).2. Meningkatnya konsumsi zat gizi (asupan makanan)Terutama zat gizi makro yang menyebabkan kegemukan bila dimakan secara berlebihan, zat gizi ini akan disimpan dalam bentuk lemak tubuh dan akan meningkatkan berat badan secara keseluruhan. Adapun zat gizi makro yang dapat mempengaruhi kenaikan berat badan jika dikonsumsi berlebihan antara lain:a. KarbohidratKarbohidrat memang merupakan peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relative murah.Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Fungsi utama karbohidrat adalah Sumber energi pemberi rasa manis dari makanan, penghemat protein, mengatur metabolisme lemak, membantu pengeluaran feces (altemaster, 2003).Dalam diet seimbang, dianjurkan 50-60 % kebutuhan kalori berasal dari karbohidrat, kegunaan utama energi.Kegunaan lainnya sebagai energy cadangan, komponen struktur sel, dan sumber serat (Sayogo, 2006).b. ProteinProtein adalah molekul makro dan merupakan bagian terbesar setelah air. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptide. Protein ini mempunyai fungsi khusus yang tidak tergantikan oleh zat lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.Kebutuhan protein remaja berkisar antara 44-59 gr/hari.Tergantung pada jenis kelamin dan umur.Protein juga menyuplai sekitar 12-14% asupan energi selama masa anak dan remaja (Suandi, 2003).c. LemakLemak merupakan salah satu zat gizi makro yang berfungsi sebagai sumber energi, lemak juga menghasilkan 9 kal/gr nya, sebagai pelumas yaitu membantu pengeluaran sisa-sisa pencernaan dan metabolism, memelihara suhu tubuh dan pelindung organ-organ vital. Depkes RI menganjurkan untuk mengkonsumsi lemak kurang dari 25% total energi per hari (Sayogo, 2006).Faktor-faktor lain dapat dibagi menjadi tiga faktor, yaitu:a. Faktor genetik. Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.

b. Faktor lingkungan. Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.

c. Faktor psikis. Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif.Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial.

d. Faktor kesehatan.Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya: 1. Hipotiroidisme2. Sindroma Cushing3. Sindroma Prader-Willi4. Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.

3. Faktor obat-obatan.Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa menyebabkan penambahan berat badan.

4. Faktor perkembangan .Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh.Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.

5. Aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur.Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas. Adapun faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam obesitas adalah gaya hidup dan konsumsi pangan, gaya hidup sendetari (unsur gerak fisik sangat minim), beban mental (stress) dan lingkungan. Seseorang dapat dikatakan obesitas jika berat badan pada laki-laki melebihi 15% dan wanita melebihi 20% dari berat badan ideal menurut umurnya. Pada orang yang menderita obesitas, organ-organ tubuh harus bekerja lebih berat, karena harus membawa kelebihan berat badan yang tidak memberikan manfaat langsung, dan karena itu akan merasa lebih gerah.Resiko Kesehatan yang berhubungan dengan Obesitas.NOHal/Tipe MasalahSimtom

1KardiovaskulerHipertensi: Jantung Koroner, vena varicose, sindrom pickwickian

2Endokrin dan reproduktifNon-DM (tergantung insulin), Amenore, Infertilitas, Pre-Eklampsia

3GastrointestinalKolesistitis dan Kolelitiasis, Fatty Liver

4Psikiatri dan SosialDiskriminasi

5Muskuloskeletal & DermisOsteoarthritis, iritasi, infeksi (lipatan kulit, striae)

6KeganasanKanker Kolon, Rectum, Prostat, empedu, Buah dada, Uterus, Ovarium

2.9. Cara Penanganan ObesitasPembatasan asupan kalori dan peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen yang paling penting dalam pengaturan berat badan.Kedua komponen ini juga penting dalam mempertahankan berat badan setelah terjadi penurunan berat badan.Harus dilakukan perubahan dalam pola aktivitas fisik dan mulai menjalani kebiasaan makan yang sehat.Langkah awal dalam mengobati obesitas adalah menaksir lemak tubuh penderita dan resiko kesehatannya dengan cara menghitung BMI. Resiko kesehatan yang berhubungan dengan obesitas akan meningkat sejalan dengan meningkatnya angka BMI :1. Resiko rendah : BMI < 27 2. Resiko menengah : BMI 27-30 3. Resiko tinggi : BMI 30-35 4. Resiko sangat tinggi : BMI 35-40 5. Resiko sangat sangat tinggi : BMI 40 atau lebih. Jenis dan beratnya latihan, serta jumlah pembatasan kalori pada setiap penderita berbeda-beda dan obat yang diberikan disesuaikan dengan keadaan penderita.1. Penderita dengan resiko kesehatan rendah, menjalani diet sedang (1200-1500 kalori/hari untuk wanita, 1400-2000 kalori/hari untuk pria) disertai dengan olah raga.2. Penderita dengan resiko kesehatan menengah, menjalani diet rendah kalori (800-1200 kalori/hari untuk wanita, 1000-1400 kalori/hari untuk pria) disertai olah raga. 3. Penderita dengan resiko kesehatan tinggi atau sangat tinggi, mendapatkan obat anti-obesitas disertai diet rendah kalori dan olah raga.

Memilih program penurunan berat badan yang aman dan berhasil. Unsur-unsur yang harus dipertimbangkan dalam memilih suatu program penurunan berat badan :a. Diet harus aman dan memenuhi semua kebutuhan harian yang dianjurkan (vitamin, mineral dan protein). Diet untuk menurunkan berat badan harus rendah kalori. b. Program penurunan berat badan harus diarahkan kepada penurunan berat badan secara perlahan dan stabil. c. Sebelum sebuah program penurunan berat badan dimulai, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh. d. Program yang diikuti harus meliputi pemeliharaan berat badan setelah penurunan berat badan tercapai. Pemeliharaan berat badan merupakan bagian tersulit dari pengendalian berat badan. Program yang dipilih harus meliputi perubahan kebiasaan makan dan aktivitas fisik yang permanen, untuk merubah gaya hidup yang pada masa lalu menyokong terjadinya penambahan berat badan. Program ini harus menyelenggarakan perubahan perilaku, termasuk pendidikan dalam kebiasaan makan yang sehat dan rencana jangka panjang untuk mengatasi masalah berat badan.

Skema di atas merupakan algoritma penanganan obesitas pada dewasa. Penanganan obesitas tidak memerlukan farmakoterapi selama orang tersebut mendapatkan hasil yang mencukupi (penurunan berat badan > 0,5 kg perminggu setelah perubahan gaya hidup). Pilihan obat yang dapat digunakan pun sangat terbatas karena banyaknya efek samping yang berbahaya dengan konsumsinya. Secara garis besar ada tiga tahap utama dalam perubahan gaya hidup pasien obesitas yaitu :1. Peningkatan aktivitas fisik, sehingga pengeluaran energi akan meningkat juga. Aktivitas fisik ditingkatkan secara gradual bagi pasien obesitas dan dapat berbentuk dalam berbagai hal, diantaranya berjalan, berkebun, hingga olahraga tim/individual. Targetnya adalah mengerjakan minimal 30 menit kegiatan fisik sedang tiap harinya.2. Terapi kebiasaan. Terapi ini dapat membantu perubahan dalam asupan makanan pasien obesitas. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain : self-monitoring, manajemen stres, dan dukungan sosial. Terapi ini dimaksudkan pula untuk membantu pasien tersebut beradaptasi dengan perubahan diet dan aktivitasnya.3. Modifikasi diet. Asupan kalori pasien harus dikurangi sekitar 500-1000 kalori dari levelnya sekarang, dengan batas terendah adalah asupan 800 kkal/hari. Umumnya digunakan kisaran 1000-1200 kkal/hari untuk wanita dan 1200-1600 kkal/hari untuk pria.

2.10. Obat-Obatan Yang Menstimulasi Sistem SarafDipublish Oleh: Sunardi (Residensi Sp.KMB)Deskripsi/penjelasan topikObat-obatan stimulan sistem saraf pusat adalah obat-obatan yang dapat bereaksi secara langsung ataupun secara tidak langsung pada SSP.Yang termasuk obat stimulan SSP adalah amphetamine, methylphenidate, pemoline dan cocaine. Stimulan yang paling ideal dan paling sering digunakan adalah dextroamphetamine (Dexedrine) .Namun Wibowo dan Gofir menyebutkan bahwa obat-obatan stimulan SSP memiliki efek sebagai berikut :1. AmfetaminMempengaruhi dopamin dan norepinefrin: pelepasan dopamin dan norepineprin dari neuron prasinap Efek agonis pada pasca sinaptik Menghambat katabolisme katekolamin2. Metilfenidat Menambah aktivitas katekolamin sentral, dopaminergik sentral Beraaksi primer pada pool neurotransmiter katekolaminergik (karena itu bermanfaat juga pada Parkinsonisme) Menurunkan gejala hiperkinesia, agresivitas dan impulsivitas3. Pemolin Menaikkan aktivitas katekolamin sentral Menaikkan sintesis dopamin dan konsentrasi dopamin Memperbaiki learning performance, atensi dan menurunkan impulsivitas4. Amfetamin dan dextroamfetamin:Dewasa: Narcolepsi PO 5-60 mg/hAnak lebih 6 thn: narcolepsi PO 5 mg/h saat awal, 5 mg/mg untuk dosis efektif.Sedangkan ADHD: PO 5 mg sekali 2 kali sehari awal, meningkat 5 mg/hr interval seminggu. Untuk anak-anak 3-5 tahun : ADHD PO 2,5 mg/hr meningkat 2,5 mg/h dalam seminggu.5. MethamfetaminDewasa : sama dengan amfetaminAnak dibawah dan lebih dari 6 tahun narkolepsi tdak diberikan ADHD sama dengan amfetamin.6. Methilfenidate (Ritalin)Secara kimiawi berhubungan dengan amfetamin dan digunakan untuk menangani ADHD pada anak dan narcolepsi pada orang dewasa. Ritalin lebih poten daripada kafein dan kurang poten dibandingkan dengan amfetamin. Pada dewasa narcolepsi PO 10-60 mg/hr dalam 2 dosis (20-30mg/hr). Anak 6 tahun dan usila : ADHD diberikn 5 mg twice a day meningkat menjadi 5-10 mg interval seminggu dan maksimum 60 mg/hari.7. PemolineAnak diatas 6 tahun diberikan 37,5 mg/hr PO dan meningkat 18,75 mg setiap interval seminggu dan maksimum dosis 112,5 mg/hri.Stimulan yang diberikan short term ( 1 sampai 2 minggu) menyebabkan euphoria, optimism, perasaan senang secara umum dan meningkatkan perhatian. Efek lain yang mungkin muncul adalah anoreksia, insomnia, ansietas, iritabilitas, mengurangi kelelahan, meningkatkan tekanan darah, menurunkan depresi.Pada penggunaan jangka panjang, amfetamin dapat menyebabkan waham, halusinasi, gangguan afek, aktivitas motorik berulang, dan nafsu makan berkurang. Sedangkan Pemberian obat dosis tinggi secara berulang dapat menyebabkan pasien mengalami paranoid, peningkatan temperatur tubuh dan irama jantung irreguler bahkan dapat mengalami gagal jantung atau serangan yang mematikan.Pemberian amfetamin berulang dalam jangka waktu lama menyebabkan berkurangnya cadangan katekolamin (prekursor norepinefrin, dopamin dan serotonin. 8. MetamfetaminJuga dapat menyebabkan terjadi pengurangan kepadatan dan jumlah neuron dilobus frontalis dan ganglia basalis.9. Amfetamin Dikonsumsi melalui oral, dihisap, supositoria dan dapat melalui injeksi.Pengaruh amfetamin tergantung pada jenis, jumlah dan cara menggunakannya. Dosis rendah sampai dosis sedang amfetamin adalah 5 50 mg dan dikonsumsi oral. Dosis tinggi obat adalah lebih dari 100 mg biasanya intra vena. Untuk dextroamfetamin dosis rendah adalah 2,5-20 mg sedangkan dosis tinggi adalah 50 mg. Dosis toksis amfetamin sangat bervariasi. Reaksi hebat dapat terjadi pada dosis 20-30 mg10. DextroamphetamineEfek Dextroamphetamine dimulai sekitar 60 sampai 90 menit pasca pemberian dan mencapai puncaknya sekitar 2 sampai 3 jam. Obat ini dimetabolisme dihati dan sebagian dibuang melalui urine, dengan proses selama 12 sampai 24 jam.Kontraindikasi obat ini adalah arteriosklerosis, penyakit jantung simptomatik, hipertensi moderate-severe, hipertiroid, hipersensitifitas, glaukoma atau riwayat penyalahgunaan obat. Obat ini kontraindikasi pada 14 hari pertama setelah menghentikan penggunaan obat monoamine oxidase inhibitor (MAOI) karena therapi MAOI merupakan predisposisi terjadinya peningkatan tekanan darah. Oleh karena itu pasien harus diobservasi untuk mencegah terjadinya hipertensi krisis. Pasien yang mengkonsumsi dextroamphetamin akan beresiko mengalami hipertensi, peningkatan tekanan intraokular, atau penyalahgunaan obat.Stimulan tidak dapat dicampur dengan antidepresan atau obat over-the- counter (OTC) yang berisi dekongestan karena antidepresan dapat mempengaruhi efek stimulan dan kombinasi stimulan dengan dekongestan dapat menyebabkan terjadinya hipertensi yang membahayakan pasien dan dapat menyebabkan terjadinya irama jantung ireguler.Pengawasan yang ketat terhadap pertumbuhan dan perkembangan perlu diberikan pada anak-anak yang mengkonsumsi amfetamin karena amfetamin meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan. Demikian pula pada ibu hamil, amfetamin tidak dapat diberikan pada ibu hamil trimester pertama dan tidak diberikan pada ibu laktasi untuk mencegah abnormalitas pertumbuhan janin dan iritabilitas saat menyusui bayi.

2.11. Fisiologi/patologi obat stimulan SSPA. Anatomi dan FisiologiCNS adalah organ yang bertanggung jawab dalam sistem kontrol dan penjagaan fungsifungsi kesadaran dan vegetatif yaitu selera makan, rasa kenyang, atensi, arousal, aktifitas dan respirasi. Hipotalamus merupakan mediasi untuk rasa lapar (selera makan) dan rasa kenyang. Mekanisme tidur dan bangun serta RAS (Reticular activating system ) diatur di Pons. Sedangkan kontrol respirasi terjadi di pons dan medulla.Obat stimulan mempengaruhi dopamin pada VTA (Ventral Tegmental Area) yang terletak pada bagian ventral otak tengah, NAc (Nucleus Accumbens) yang terletak pada bagian ventral otak depan, dan korteks prefrontal. . Stimulan SSP dapat memprofokasi kuat terjadinya peningkatan neurotransmiter dopamin, melepaskan norepinefrin walaupun tidak sekuat dopamin. Beberapa derivat amfetamin juga mempunyai potensi untuk melepaskan serotonin. Stimulant juga menurunkan reuptake neurotransmiter atau menghambat enzim post sinap yang menghasilkan tinginya respon postsinap, dan meningkatkan kesadaran. Mekanisme yang sama terjadi pada sistem saraf simpatis dimana obat seperti amfetamin bereaksi tidak langsung sebagaiagonist adrenergik.

B. PathofisiologiDextroamphetamin mempunyai struktur kimia yang sama dengan tubuh yaitu monoamine sehingga pemberian dextroamphetamin menyebabkan meningkatnya jumlah kimiawi di otak yang akhirnya dapat menstimulasi keluarnya norepinefrin dan pada dosis tinggi menstimulasi dopamin. Kondisi ini menyebabkan terjadinya konstriksi pembuluh darah, peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, peningkatan glukosa darah dan system respirasi. Peningkatan dopamin akan menyebabkan ephoria pada pasien.Stimulan SSP indikasi untuk bermacam-macam penyakit dan kondisi seperti narcolepsy, ADHD, obesitas, dan stimulasi respirasi.Narcolepsi adalah kondisi neurologis yang ditandai dengan gejala Tidur gelombang cepat/ Rapid-Eye-Movement (REM). Gangguan tidur REM dapat berupa kataplexy (kehilangan kontrol motorik secara tiba-tiba dan singkat), paralisis tidur, halusinasi hipnagogik, tidur abnormal-waktu timbulnya periode REM, dan gangguan tidur siang.Obesitas adalah kondisi dimana berat badan 20 % atau lebih dari berat badan ideal. Parameter obesitas: Triceps skinfold measurements (TSF), lingkar lengan, lingkar ottn lengan, dan Body Mass Index (BMI). Pengaturan berat dipengaruhi oleh banyak factor yaitu hipotalamic Pituitary Axis (HPA), sistem leptin, insulin, neuropeptida Y, dan system saraf otonom. Penanganan obesitas adalah dengan memperbaiki pola makan, olah raga dan terapi farmakologis untuk menurunkan selera makan.. Obat yang digunakan adalah 5HT (5 hidroksi triptofan) dan reuptake norepinephrine inhibitor (sibutramine), stimulant (methylphenidate), lipase inhibitor (orlistat), selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs) seperti fluoxetine, dan agonist serotonin (phentermine).

BAB IIIKESIMPULAN

Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan.kegemukan adalah dampak dari konsumsi energy yang berlebihan, dimana energy yang berlebihan tersebut dapat disimpan didalam tubuh sebagai lemak, sehingga akibatnya dari waktu ke waktu badan akan bertambah berat disamping faktor kelebihan konsumsi energi, faktor keturunan juga mempunyai andil dalam kegemukan.Obesitas dapat dipengaruhi oleh berbagai factor yang dapat menyebabkan efek buruk pada organ tubuh lain. Diantaranya system respiratori, vesikel, adipose visceral dan susunan syaraf pusat (SSP).

BAB IVDAFTAR PUSTAKA

1. Obesitas visceral dan hubungannya antara inflamasi hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Jurnal penelitian hipertensi, 2009;53:5772. Lemak visceral dan inflamasi medical journal 2011/073. Respiratory.usu.ac.id4. E-book obesitas BAB II 5. Khozam, Ali. 2005. Pengantar gizi untuk kesehatan. Bogor : IPB Press6. Manuaba, I.A, 2004 Dampak Buruk Obesitas