ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA-ASMA
-
Upload
anita-pramudya -
Category
Documents
-
view
168 -
download
8
description
Transcript of ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA-ASMA
ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA
ASMA
Oleh :
Anita Pramudya 13151002
Fitria Wahyu Pratiwi 13151011
Inggit Puspita Riani 13151019
Mudrika Sari 13151025
Ratih Kharismawati 13151033
SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG
2015
A. DEFINISI ASMA
Menurut Nelson (2007) asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronis
yang terjadi di salur pernafasan sehingga menyebabkan penyempitan pada saluran
pernafasan tersebut. Asma merupakan sindrom yang kompleks dengan
karakteristik obstruksi jalan nafas, hiperresponsif bronkus dan inflamasi pada
salur pernafasan (Busse dan Lemanske, 2001). Asma menyerang kesemua bangsa
dan etnik di seluruh dunia dan pada semua peringkat usia, dengan prevalensi anak
laki-laki lebih banyak berbanding anak perempuan dan setelah pubertas, asma
lebih banyak menyerang wanita berbanding pria (Fanta, 2009). Penyakit asma
paling banyak terjadi pada anak – anak dan berpotrnsi mengganggu pertumbuhan
dan perkembangannya, asma dapat menyebabkan infeksi.
Penyebab infeksi biasanya karena adanya kuman yang dapat berupa bakteri
atau pun virus. Infeksi pada asma terjadi pada permukaan dalam saluran nafas
karena adanya virus influenza yang penyebarannya melalui udara. Infeksi terjadi
karena bakteri biasanya disebabkan oleh bakteri pnemococus, staphylococus, dan
streptococcus. Sebenarnya, bakteri ini ada yang hidup normal dalam tubuh,
namun jika kondisi tubuh menurun bakteri tersebut akan berubah menjadi jahat
dan menyebabkan infeksi. Kuman tersebut menyebabkan sakit di dalam tubuh
yang berupa radang. Oleh karena itu, virus yang masuk ke dalam tubuh
penyandang asma sering menimbulkan serangan asma. Hal ini dikarenakan
protein – protein virus melalui mekanisme reaksi antigen, antibodi menyebabkan
hipersensitif saluran napas sehingga timbul serangan asma.
Definisi asma menurut beberapa ahli yaitu asma adalah penyakit paru dengan
karakteristik :
1. Obstruksi saluran nafas yang refersible (tetapi tidak lengkap pada beberapa
pasien) baik secara spontan maupun dengan pengobatan.
2. Inflamasi saluran nafas
3. Peningkatan respon saluran nafas terhadap berbagai rangsangan.
B. PATOGENESIS ASMA
Serangan asma disebabkan oleh peradangan steril kronis dari saluran napas
dengan sel mast dan granulosit eosinofil sebagai pemeran penting. Pada orang-
orang yang peka terjadi obstruksi saluran napas yang difus dan reversible.
Disamping itu juga terdapat hiperreaktivitas bronchi terhadap berbagai stimuli
(a)spesifik yang dapat memicu serangan. Stimulus terkenal adalah zat-zat alergen,
terutama partikel-partikel tinja atau tungau, pollen, spora, jamur (Aspergillus
fumigatus), zat-zat perangsang (asam dan SO2 dari polusi kendaraan, asam rokok,
uap, dan debu). Begitu pula pada hawa dingin (kering) , emosi, kelelahan, dan
infeksi virus (misalnya rhinovirus, virus parainfluenza), juga obat-obat tertentu
(asetosal, β-blockers, dan NSAIDs).
Pada serangan yang hbat penyaluran udara dan oksigen ke darah menjadi
sedemikian lemah, sehingga penderita membiru kulitnya (cyanosis). Sebaliknya
pengeluaran napas dipersulit dengan meningkatnya produksinya CO2dalam darah,
yang memperkuat perasaan engap dan kecemasan. Selain itu kontak dengan zat-
zat tertentu (misalnya bahan kimia) di lingungan pekerjaan (industri) dapat
memicu terjadinya asma yang bertalian dengan pekerjaan (occupational asthma).
Hal ini disebabkan karena zat-zat tersebut dapat menimbulkan antibodi IgE
spesifik.
Peranan leukosit di membran mukosa saluran napas dan alveoli terdapat
banyak makrofag dan limfosit. Makrofag berperan penting pada peningkatan
pertama alergen dan penyajiannya kepada limfosit. Makrofag juga dapat
melepaskan mediator peradangan seperti prostaglandin, tromboksan, leukotrien
dan PAF (platelet activing factor). T-Heler sel (melepaskan sitokinnya antara lain
interleukin IL-3 dan IL-5, yang mungkinan berperan CD4+) penting pada migrasi
dan aktivasi sel mast dan granulosit. Lagi pula IL-4 mendorong limfosit B untuk
membentuk IgE. Aktivitas makrofag dan limfosit tersebut dihambat oleh
kortikosteroida, tetapi tidak oleh andrenergika.
Pada penderita asma sel mast bertambah banyak sel-sel epitel serta mukosa
dan melepaskan mediator vasoaktif kuat pula, seperti histamin, serotonin dan
brandikinin, yang mencetuskan reaksi asma akut. Prostaglandin dan leukotrein
mulai dibentuk untuk selanjutnya dilepaskan. Diperkirakan bahwa sel must dapat
didegranulasi pula oleh serangan aspesifik, misalnya pada waktu hawa dingin
pelat darah bisa menggumpal yang berakibat terbentuknya IgE (atau IgM).
Mediator (zat perantara) yang berkhasiat vasokonstriktif pada otot polos selain
prostaglandin dan leukotrein, juga mencakup neuropeptida dan PAF. LTB4 dan
PAF berdaya menstimulir kemotaksis, artinya dapat menarik granulosit ke tempat
peradangan. Senyawa ini memegang peran penting pada proses pathogenesis
asma, yang mekanisme eksaknya belum diketahui.
Pada gangguan asma HRB berperan sentral, ehingga suatu ukuran bagi HR
yang meningkat adalah variabelitas dari nilai PEF (peak expiratory flow), untuk
menentukan PEF digunakan suatu tabung khusus yang berdiameter ± 4 cm
berskala yang berisi suatu pelocok (serupa piston yang bergerak keluar masuk).
Pasien meniupp ke dalam tabung hingga pelocok didorong ke depan dan lalu pada
dinding tabung terdapat dibaca volume hembusan napasnya. Pada asma ringan,
variabilitas PEF asalah <20%, sedangkan asma berat menunjukkan nilai sampai
30%.
Sampai saat ini patogenesis etiologi asma belum diketahui dengan pasti,
namun berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah
inflamasi dan respons saluran napas yang berlebihan.
1. Asma sebagai penyakit inflamasi
Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran napas.
Inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi) dan rubor
(kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor
(rasa sakit karena rangsangan sensoris), dan functio laesa (fungsi yang
terganggu). Ternyata syarat – syarat tersebut dijumpai pada asma tanpa
membedakan penyebab baik alergik atau non-alergik. Seperti telah
dikemukakan di atas baik asma alergik maupun non-alergik dijumpai adanya
inflamasi dan hiprerreaktivitas saluran napas. Oleh karena itu paling tidak
dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur imunologis yang
terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf outonom. Pada jalur IgE,
masuknya jalur alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen
Presenting Cell=sel penyaji antigen), untuk selanjutnya hasil olahan alegen
akan dikomunikasikan kepada sel Th (T penolong). Sel T inilah yang akan
memberikan intruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel- sel plasma
membentuk IgE serta sel – sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel
epitel, eusinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan
mediator inflamasi. Mediator – mediator inflamasi seperti histamin,
prostagladin, leukotrin, dll akan mempengaruhi organ – organ sasaran
sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vascular, edema
saluran napas infiltrasi sel – sel radang, sekresi mukus dan fibrosis sub epitel
sehingga menimbulkan hiperreaktivitas saluran napas (HSN).
2. Hiperreaktivitas saluran napas
Yang membedakan asma dengan orang normal adalah sifat saluran napas
pasien asma yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti iritan
(debu), zat kimia (histamin, metakolin) dan fisis (kegiatan jasmani). Berbagai
keadaan yang dapat meningkatkan hiperreaktivitas saluran napas seseorang
adalah :
a. Inflamasi saluran napas
Pada pasien asma terdapat peningkatan respons saraf parasimpatolotik.
b. Gangguan intrinsik
Berperan dalam Otot polos saluran napas dan hipertofi otot polos
dalam saluran napas diduga HSN
c. Obstruksi sauran napas
Sel-sel inflamasi serta mediator kimia yang dikeluaran terbukti berkaitan
erat dengan gejala asma dan HSN.
d. Kerusakan epitel
Salah satu konsekuensi inflamasi adalah kerusakan epitel berat atau
ringan. Kerusakan sel-sel epitel bronkus akan mengakibatkan
bronkokontriksi lebih mudah terjadi.
e. Mekanisme neurologis.
C. ETIOLOGI ASMA
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui.Suatu hal yang
yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomenahiperaktivitas bronkus.
Bronkus penderita asma sangat peka terhadaprangsangan imunologi maupun non
imunologi. Adapun rangsangan ataufaktor pencetus yang sering menimbulkan
Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan olehalergen
atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulubinatang.
2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,seperti
common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, danpolutan
lingkungan dapat mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristikdari
bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002). Ada beberapa hal
yang merupakan faktor predisposisi danpresipitasi timbulnya serangan
Asma Bronkhial yaitu :
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belumdiketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderitadengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat jugamenderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini,penderita sangat mudah terkena penyakit
Asma Bronkhial jikaterpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersensitivitas saluranpernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,bakteri dan
polusi
b) Ingestan : yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
c. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin seringmempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dinginmerupakan faktor pemicu
terjadinya serangan Asma. Kadang-kadangserangan berhubungan dengan
musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
d. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetusserangan Asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala Asma yang timbul harus segera diobati penderita Asma yang
mengalami stres ataugangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikanmasalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala belum bisa diobati.
e. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan Asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.Misalnya orang yang bekerja
di laboratorium hewan, industritekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.
Gejala ini membaik padawaktu libur atau cuti.
f. Olah raga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita Asma akan mendapat seranganjika melakukan
aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Laricepat paling mudah
menimbulkan serangan Asma. Seranganasma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesaiaktifitas tersebu.
D. GEJALA
Serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang
berbunyi, batuk, dan sesak nafas. Dilain waktu, suatu serangan asma terjadi secara
perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Gejala awal
pada anak-anak bisa berupa gatal di dada atau leher. Batuk kering di malam hari
atau ketika melakukan olahraga juga bisa merupakan gejala. Selama serangan
asma sesak nafas bisa menjadi semakin berat sehingga timbul rasa cemas. Sebagai
reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.
Pada serangan yang sangat berat penderita menjadi sulit untuk berbicara.
Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh.
Kadang, beberapa alveoli (kantong udara di paru – patu) bisa pecah menyebabkan
udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di
sekitar organ dada.hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.
Secara spesifik, gejala asma adalah sebagai berikut :
1. Nafas berbunyi “ngik – ngik”
2. Batuk-batuk
3. Dahak yang bertambah banyak atau berbau dan berubah warna kuning
pada terjadinya serangan dan kuning saat terjadi infeksi.
4. Sesak dada
5. Susah berbicara dan konsentrasi
6. Pundak membungkuk
7. Bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula dari mulut
E. KLASIFIKASI
Pembagian asma dibedakan menjadi :
1. Asma ekstrensik atopik
2. Asma ekstrinsik non-atopik
3. Asma kriptogen
4. Asma karena kegiatan jasmani
5. Asma yang berkaitan dengan penyakit bronko pulmoner
6. Lain – lain
F. PEMERIKSAAN FISIS
Penemuan tanda pada pemeriksaan fisis pasien asma, tergantung dari derajat
obstruksi saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada,
pernafasan cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada pasien asma. Tetapi pada
pasien bukan asma mempunyai mengi, oleh karena itu perlu pemeriksaan lanjutan.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Spirometri
Cara yang palig cepat dan sederhana menegakkan diagnosis asma
adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan ini
dilkukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilaor hirup. Penngkatan
VEP1 atau KVP sebanyak ≥ 20% menunjukkan diagnosis asma.
Pemeriksaan spirometri seain penting untuk diagnosis juga penting untuk
menilai beratnya obsrtuksi dan efek pengobatan.
2. Uji provokasi bronkus
Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menujukkan adanya
hiperreaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa
cara untuk melakukan uji provokasi sepeti dengan histamin, metakolin,
kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik, dan bahkan
dengan aqua destilata. Penurunan VEP1 sebesar 20% dianggap bermakna.
3. Pemeriksaan sputum
Spuktum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan
neutrofil sangat dominan pada bronchits kronik. Selain untuk melihat
adanya eosinofil, kristal Charcot-leyden dan Spiral Curschman,
pemeriksaan ini peenting untuk melihat adanya miselium Aspergilus
fumigatus.
4. Pemeriksaan eosinofil total
Jumlah eusinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien
asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkitis
kronik. Pemeriksaan ini juga dapat dipakai sebagai patokan untuk
menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan pasien
asma.
5. Uji kulit
Tujuan uji kulit untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik dalam
tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji alergen yang positif
tidak sselalu merupakan penyebab asma atau sebaliknya.
6. Pemeriksaan kadar IgE total dan spesifik dalam sputum
Kegunaan pemeriksaan IgE total untuk menyokong adanya atopi.
Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna bila uji kulit tidak dapat
dilakukan atau hasil kurang dipercaya.
7. Foto dada
Uji ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran
napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau
komplikasi asma seperti pneurnotoraks. Pneumomediastinum, atelektasis,
dan lain-lain.
8. Analisis gas darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma berat. Pada fase awal terjadi
hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2< 35 mmHg) kemudian pada stadium
yang lebih berat PaCO2justru mendekati normal sampai normokapnia.
Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadi hiperkapnia (PaCO2≥ 45
mmHg), hipoksemia, dan asidosis respiratorik.
H. PENGOBATAN
1. Mencegah ikatan alergen – IgE
Hiposensitisasi, dengan menyuntikkan dosis kecil alergen yang
dosisnya makin ditingkatkan diharapkan tubuh akan membentuk IgG
(blocking antibody) yang akan mencegah ikatan alergen dengan IgE
dengan sel mast. Efek hiposensitisasi pada orang dewasa saat ini masih
diragukan.
2. Mencegah penglepasan mediator
Premedikasi dengan natrium kromolin dapat mencegah spasme bronkus
yang dicetus oleh alergen. Natium kromolin mekanisme kerjanya diduga
mencegah penglepasan mediator dari mastosit. Obat tersebut tidak dapat
mengatasi spasme bronkus yang telah terjadi, oleh karena itu hanya
dipakai sebagai obat provilaktik pada terapi pemeliharaan. Natrium
kroolin efektif untuk asma anak karena alergi., meskipun efektif pada
sebagan pasien asma intrinsik dan asma karena kegiatan jasmani. Obat
golongan agonis beta 2 maupun teofilin selain bersifat sebagai
bronkodilator juga dapat mencegah penglepasan mediator.
3. Melebarkan saluran napas dengan bronkodilator
a. Simpatomimetik
b. Aminofilin dipakai sewaktu serangan asma akut. Diberikan dosis awal,
diikuti dengan dosis pemeliharaan.
c. Kortikosteroid, bukan temasuk obat bronkodilator tetapi secara tidak
langsung dapat melebarkan saluran napas. Dipakai pada serangan asma
akut atau terapi pemeliharaan.
d. Antikolinergik (ipatropium bromida) terutama dipakai sebagai
suplemen bronkodilator agonis beta 2.
4. Mengurangi respon dengan jalan meredam inflamasi saluran napas
Asma yang ringan maupun berat menunjukkan adanya inflamasi pada
saluran napas, secara histopatologis ditemukan adanya infiltrasi sel sel
radang serta mediator inflamasi di tempat tersebut. Implikasi terapi proses
inflamasi di atas adalah meredam inflamasi yang ada baik dengan natrium
kromolin atau secara lebih poten dengan kortikosteroid baik oral,
parenteral atau inhalasi seperti pada asma akut atau kronik.
PENGOBATAN ASMA MENURUT GINA (Global Initiativ for Asthma)
Ada 6 komponen dalam pengobatan asma, antara lain :
1. Penyuluhan kepada pasien
2. Penilaian derajat beratnya asma
3. Pencegahan dan pengendalian faktor pencetus serangan
4. Perencanaan obat jangka panjang
Ada 3 hal yang dipertimbangkan dalam merencanakan obat jangka panjang:
1. Obat – obat anti asma
Obat pencegah asma, contohnya kortikosteroid hirup dan sistemik,
natrium kromolin, natrium nedokromil, teofilin lepas lambat, agonis beta 2
kerja panjang hirup dan oral serta obat anti alergi. Obat penghilang gejala,
yaitu obat – obat yang dapat merelaksasi bronkokontriksi dan gejala –
gejala akut yang menyertainya dengan segera. Termasuk dalam golongan
ini adalah agonis beta 2 hirup (fenoterol, salbutamol, terbutalin,
prokaterol) merupakan obat terpilih untuk gejala asma akut serta bila
diberikan sebelum kegiatan jasmani, dapat mencegah serangan asma
karena kegiatan jasmani. Agonis 2 hirup juga dipakai sebagai penghilang
gejala pada asma episodik.
2. Pengobatan farmakologis berdasarkan anak tangga
Tabel1. Pengobatan Asma Jangka Panjang Menurut Sistem Anak Tangga
Tahap Pencegah Penghilang
1. Asma intermiten
Agonis beta 2 hirup (kerja pendek) bila ada gejala, tetapi kurang dari satu kali minggu.
Intensitas pengobatan tergantung beratnya serangan. Agonis beta 2 hirup atau Na-kromolin sebelum kegiatan jasmani atau perjalanan alergen.
2. Asma persisten ringan
Setiap hari Kortikosteroid hirup 200-
500mg atau Na Kromolin atau nedrokromi atau teofilin lepas lambat
Dosis kortikosteroid dapat dinaikkan menjadi 800mg atau ditambahkan bronkodilator kerja panjang (oral atau hirup)
Agonis beta 2 hirup (kerja pendek) tidak melebihi 3-4 kali/hari
3. Asma persisten sedang
Setiap hari Kortikosteroid hirup 800-
2000 mcg Bronkodilator : kerja
panjang, terutama bila ada gejala malam baik agonis beta 2 hirup jangka panjang atau teofilin lepas lambat atau agonis beta 2 kerja panjang
Agonis beta 2 hirup (kerja pendek) tidak melebihi 3-4 kali/hari
4. Asma persisten berat
Setiap hari Kortikosteroid hirup 800-
2000mcg atau lebih Bronkodilatr kerja
panjang Kortikosteroid oral
Agonis beta 2 hirup (kerja pendek) bila ada gejala
3. Pengobatan asma berdasarkan sistem wilayah bagi pasien
Sistem pengobatan ini digunakan untuk memudahkan pasien
mengetahui perjalanan dan kronisitas asma, memantau kondisi
penyakitnya, mengenal tanda-tanda dini serangan asma dan dapat
bertindak segera mengatasi kondisi tersebut.
Terdapat nilai APE (peak flow meter), sebagai berikut :
a. Hijau, berarti aman. Nilai APE luasnya 80-100% nilai prediksi,
variable kurang dari 20%. Tidur dan aktifitas tidak terganggu. Bila
dalam 3 bulan tetap hijau, pengobatan ini diturunkan ke tahap yang
lebih rendah.
b. Kuning, berarti hati – hati. Nilai APE 60-80% nilai prediksi,
variabilitas APE 20-30%. Geala asma masih normal, terbangun
malam karena asma, aktivitas terganggu.
c. Merah, berarti bahaya. Nilai APE di bawah 60% nilai prediksi. Bila
agonis beta 2 hirup tidak memberikan respons, segera mencari
pertolongan dokter. Bila dengan agonis beta 2 hirup membaik,
masuk ke daerah kuning.
4. Merencanakan pengobatan asma akut (serangan asma)
Serangan asma ditandai dengan gejala sesak napas, batuk, mengi, atau
kombinasi dari gejala – gejala tersebut.
Tujuan pengobatan asma sebagai berikut :
a. Menghilangkan obstruksi saluran napas dengan segera
b. Mengatasi hipoksemia
c. Mengembalikan fungsi paru ke arah normal secepat mungkin
d. Mencegah terjadinya serangan berikutnya
e. Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya mengenai
cara – cara mengatasi dan mencegah serangan asma.
Pasien harus segera dirujuk apabila :
a. Pasien dengan resiko tinggi untuk kematian karena asma
b. Serangan asma berat APE < 60% nilai prediksi
c. Respons bronkodilator tidak segera, dan bila ada respons hanya
bertahan kurang dari 3 jam.
d. Tidak ada perbaikan dalam waktu 2-6 jam setelah mendapat
pengobatan kortikosteroid.
e. Gejala asma makin memburuk.
Tabel 2. Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma
Ringan Sedang Berat
AktivitasDapat berjalan
Dapat berbaringJalan terbatas
Lebih suka duduk
Sukar berjalanDuduk
membungkuk ke depan
Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kata
KesadaranMungkin terganggu
Biasanya terganggu
Biasanya terganggu
frekuensi napas Meningkat Meningkat Sering >30 menit
Retraksi otot-otot bantu napas
Umumnya tidak ada
Kadang kala ada Ada
MengiLemah sampai
sedangKeras Keras
Frekuensi nadi < 100 100-120 >120
Pulpus paradoksus
Tidak ada (< 10 mmHg)
Mungkin ada (10- 25 mmHg)
Sering ada (>25 mmHg)
APE sesudah bronkodilator (% prediksi)
>80% 60-80% <60%m
PaCO2 >45mmHg <45 mmHg >45 mmHgSaO2 >95% 91-95% <90%
5. Berobat secara teratur
Untuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan, pasien asma
pada umumnya memerlukan pengawasan yang teratur dari tenaga
kesehatan. Adakalanya diperlukan rujukan kepada dokter ahli, khususnya
pada keadaan – keadaan berikut :
1) asma pasien seperti sinusitis polip hidung, aspergilosis, rinitis berat.
2) Pemeriksaan penunjang diagnostik Pasien dengan riwayat serangan
asma berat yang mengancam jiwa atau pasien yang diragukan
kemampuan mengatasi asmanya.
3) Tanda dan gejala asma tidak khas atau ada masalah dalam diagnosis
banding
4) Hal – hal yang dapat memperberat (uji kulit, rinoskopi, uji aal paru, uji
provokasi).
5) Pasien tidak memberikan respons pengobatan yang optimal
6) Pasien yang termasuk tahap 3 dan 4 menurut klasifikasi pengobatan
asma jangka panjang.
7) Pasien yang memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai
imunoterapi, komplikasi terapi, ketidaktaatan berobat dan ingin
berhenti merokok
8) Asma dengan keadaan-keadaan khusus seperti kehamilan, operasi,
aktivitas isis, sinusitis, rinitis, polip hidung, asma karena pekerjaan,
infeksi paru, refluks gastroesofagitis dan aspirin induced asthma.
DAFTAR PUSTAKA
Busse, W.W., Lemanske, R.F. Asthma. N Engl J Med. 2001;344:350. Available
from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/344/5/350. [Accessed 25
Oktober 2015]
Cockrill, B.A., Mandel, J., Weinberg, S.E., 2008. Principles of Pulmonary
Medicine. Fifth Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Cook, D.G., Strachan, D.P. Health effects of passive smoking. 6. Parental
smoking and childhood asthma: longitudinal and case-control
studies.1998;53:204-212. Dalam : Eder, W., Ege, M.J. dan Mutius, E.V.
The Asthma Epidemic. Engl J Med. 2006;355:2226. Available from:
http://content.nejm.org/cgi/content/full/355/21/2226. [Accessed 25
Oktober 2015]
Covar R.A., Leung Y.M., Liu, A.H., Spahn, J.D., 2007. Childhood Asthma. In:
Behrman, R.E., Jenson, H.B., Kliegman, R.M., Stanton, B.F., 18thed.
Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Saunders Elsevier, 953-969.
Fanta, C.H. Asthma. N Engl J Med. 2009;360:1002. Available from :
http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/10/1002. [Accessed 25
Oktober 2015]
Martinez, F.D., Patino, C.M. Interactions between genes and environment in the
development of asthma. 2001;56:279-286. Dalam : Martinez, F.D. Toward
Asthma Prevention — Does All That Really Matters Happen before We
Learn to Read? N Engl J Med. 2003;349:1473. Available from:
http://content.nejm.org/cgi/content/full/349/15/1473. [Accessed 25
Oktober 2015]
Tjay, Drs. Tan Hoan dkk. 2007. Obat-obat Penting Ed.IV. Jakarta: PT. Elex Meda
Komputindo.