m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

72
M A K A L A H KEPERAWATAN NEUROBEHAVIOR PHERIPHERAL NERVE INJURY Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Neurobehavior Disusun oleh : KELOMPOK VI 1 Gatra Satria 131311123047 2 Kristina Blandina Wea 131311123049 3 Maria Nining Kehi 131311123060 4 Andrian Pujo Prastowo 131311123061 5 Hamdan Hariawan 131311123062 6 Ikhwan Nursani 131311123063 i

Transcript of m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

Page 1: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

M A K A L A H KEPERAWATAN NEUROBEHAVIOR

PHERIPHERAL NERVE INJURY

Disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Keperawatan Neurobehavior

Disusun oleh :

KELOMPOK VI

1 Gatra Satria 131311123047

2 Kristina Blandina Wea 131311123049

3 Maria Nining Kehi 131311123060

4 Andrian Pujo Prastowo 131311123061

5 Hamdan Hariawan 131311123062

6 Ikhwan Nursani 131311123063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS

AIRLANGGA SURABAYA

2014

i

Page 2: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan YME, yang telah

melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan

makalah asuhan keperawatan pada pasien dengan

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak

yang telah banyak membantu penyusunan makalah ini:

1. Ibu Tintin Sukartini Skp, M.Kes selaku Fasilitator Mata Kuliah

Neurobihavior yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing

kami dalam penyusunan tugas ini

2. Bpk Abu Bakar,Ns., M.Kep, Sp.Kep.M.B selaku dosen PJMA Mata Kuliah

Keperawatan Neurobihavior yang banyak memberikan bimbingan kepada

kami

3. Teman-teman yang telah banyak memberikan motivasi dan inspirasi yang

membuat kami selalu ingin maju dan berusaha menjadi lebih baik lagi

Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini,

untuk itu kami kritik dan saran sangat Penulis harapkan untuk kesempurnaan

penyusunan makalah yang akan datang

Surabaya, 14 Mei 2014

Penulis

ii

Page 3: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang..................................................................................... 1

1.2.Tujuan Penulisan ................................................................................ 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

2.1.........................................................................................................Mikr

oanatomi .........................................................................................

2.2.........................................................................................................Resp

on Saraf terhadap cedera.................................................................

2.3..................................................................................................................

...............................................................................................

2.4..................................................................................................................

...............................................................................................

2.5..................................................................................................................

...............................................................................................

2.6..................................................................................................................

...............................................................................................

iii

Page 4: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

2.7..................................................................................................................

...............................................................................................

2.8..................................................................................................................

...............................................................................................

B. Proses Keperawatan

2.1.Pengkajian ............................................................................................ 13

2.2.Diagnosa............................................................................................... 14

2.3.Intervensi.............................................................................................. 15

BAB 3 PENUTUP

3.1.Kesimpulan........................................................................................... 27

3.2.Saran..................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 29

iv

Page 5: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cedera saraf sering dianggap sebagai cedera yang kompleks akibat perubahan

fisiologis yang terjadi, penatalaksanaan medis cedera tersebut, dan kemungkinan

rehabilitasi pasien yang lama serta sulit. Salah satu dari jenis cedera saraf adalah

cedera saraf perifer, dimana cedera atau trauma mengenai sistem saraf saraf perifer

mencakup saraf kranial tiga sampai dua belas, saraf spunal dan percabangannya.

Klasifikasi cedera perifer berdasarkan luas kerusakan lapisan jaringan ikat oleh

Seddon dan Sunderland. Penyebab dari cedera perifer berdasarkan mekanisme

cederanya meliputi kompresi saat pasien di atas meja bedah di Rumah sakit, traksi

atau peregangan yang berlebihan contohnya akibat kecelakaan lalu lintas atau saat

pembedahan yang memerlukan tarikan signifikan ekstremitas bawah, dan akibat luka

terbuka dimana disebabkan oleh luka tembus (senjata, kaca dan pisau) (Kneale,

2011).

Cedera saraf perifer merupakan salah satu jenis cedera saraf yang paling

banyak ditemukan dalam unit ortopedik atau trauma .Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh ditemukan data dari populasi trauma dari 5.777 pasien yang

diobati antara 1 Januari 1986, dan 30 November 1996, 162 pasien diidentifikasi

memiliki cedera setidaknya satu dari saraf perifer yang menarik, menghasilkan

prevalensi 2,8%. Dari total 200 pasien dengan cedera diperoleh 162 pasien menderita

cedera saraf perifer, 121 di antaranya berada di ekstremitas atas. Usia pasien rata-rata

adalah 34,6 tahun, dan 83% dari pasien adalah laki-laki dan panjang rata-rata tinggal

di rumah sakit adalah 28 hari. Kecelakaan kendaraan bermotor didominasi (46%)

1

Page 6: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

sebagai penyebab cedera. Yang paling sering mengalami cedera saraf adalah saraf

radial (58 luka), dan pada ekstremitas bawah, saraf peroneal yang paling sering

terluka (39 luka).

Cedera saraf perifer banyak menimbulkan masalah kompleks berkaitan dengan

rehabilitas pada pasien tunadaya berat. Perubahan yang terjadi dapat bersifat jangka

pendek dan jangka panjang, dari perubahan sensasi ringan hingga nyeri kronis berat

tanpa gerakan yang terkendali. Perubahan citra tubuh mungkin bervariasi bergantung

pada kemampuan pasien untuk mengatasinya.

Sebagai salah satu tenaga medis perawat perlu mengetahui perubahan yang

terjadi pada pasien dan memampukan pasien untuk beradaptasi dengan gejala dan

perubahan dalam status fisik, psikologi, sosial dan ekonomi, melalui dukungan dan

asuhan rehabilitasi yang tepat, yang bertujuan membantu mereka agar sedapat

mungkin hidup secara mandiri.

1.2. Tujuan Penulisan

1.2.1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada

pasien dengan cedera saraf perifer (Peripheral Nerve Injury).

1.2.2. Tujuan Khusus

a. Menjelaskan mikroanatomi dan fisiologi saraf perifer

b. Menjelaskan respon cedera pada saraf

c. Menjelaskan defenisi dan klasifikasi dari cedera saraf perifer

d. Menjelaskan etiologi dan patofisiologi dari cedera saraf perifer

e. Menjelaskan manifestasi klinis dan diagnosis dari cedera saraf perifer

2

Page 7: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

f. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dan jenis penatalaksanaan dari cedera

saraf perifer

g. Menjelaskan komplikasi dari cedera saraf perifer

h. Menjelaskan konsep proses keperawatan pada pasien dengan cedera saraf

perifer

3

Page 8: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikroanatomi

Mikroanatomi struktur saraf tampak rumit, namun dapat digambarkan sebagai suatu

rangkaian pipa yang masing – masing dikelilingi selubung. Setiap neuron tersusun

dari badan sel, dendrite multiple, dan biasanya satu akson.

Gambar 2.1 Struktur Sel Saraf

(Wiley&Canada, 1994)

Badan sel mengandung nucleus yang dikelilingi oleh sitoplasma. Dendrit

merupakan bagian penerima dari neuron, dendrite biasanya pendek, runcing dan

bercabang. Akson harus berhubungan dengan badan sel agar dapat berfungsi.

Proyeksi silindris yang tipis dan panjang ini memproses impuls saraf, dengan

4

Page 9: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

mengirimkan impuls dari sinaps ke neuron yang lain, serabut otot, atau sel kelenjar.

Seluruh akson dikelilingi oleh sel Schwann. Sel Schwann mulai membentuk selubung

myelin disekitar akson selama pertumbuhan janin. Setiap sel Schwann berpilin

mengelilingi satu akson untuk membentuk lemak dan protein multilapis yang

melindungi yang disebut selubung myelin; intergritas selubung ini penting untuk

konduksi saraf. Ketika sel Schwann tunggal membungkus beberapa akson, sel ini

membentuk selubung tek bermielin (Tortora & Grabowski, 2003).

Gambar 2. 2 merupakan celah antara dua neuron (Wiley & Canada, 1994)

Di dalam akson terdapat benang – benang halus yang disebut neurofibril.

Bagian ini berfungsi menghantarkan impuls saraf. Akson dibungkus oleh selubung

myelin. Selubung myelin berfungsi sebagai pelindung sel saraf dari tekanan atau luka

serta mempercepat jalannya impuls saraf. Struktur selubung myelin beruas – ruas

sehingga membentuk banyak lekukan. Lekukan antarruas tersebut selaput

penyelubung sel saraf yang disebut neurolema. Ujung akson yang berbentuk kantung

berisi zat kimia asetilkolin (penghantar rangsang) dan kolinesterase (penetral

hubungan pada sinaps). Sinaps merupakan celah antara dua pertemuan sel saraf.

Pertemuan tersebut dapat terjadi antara dendrit – akson, akson – badan sel saraf,

akson – akson, dendrit – dendrit dan dendrit – badan sel saraf.

5

Page 10: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

Gambar 2.3 Letak Epineurium, Perineurium, Endoneurium

(Kneale, 2011)

Akson tertentu dibungkus oleh kolagen, suatu selubung jaringan fibrosa yang

disebut endoneurium. Gugus akson tersusun dalam berkas atau fasikel, dikelilingi

dengan selubung fibrosa besar jaringan ikat yang disebut perineurium. Ruang

perineurium adalah area di antara lapisan endoneurium dan perineurium.

Perlindungan kolagen superficial yang disebut sebagai epineurium, kemudian

mengelilingi kelompok fasikel dan menjadi struktur penyokong saraf yang paling

kuat. Susunan fasikel yang lebih kompleks terdapat pada area proksimal saraf perifer,

bukan pada ujung distal (Hems, 2000).

2.2. Respon Saraf terhadap Cedera

Umumnya, setiap bagian neuron yang terpisah dari nukleusnya akan mengalami

degenerasi dan dihancurkan oleh fagosit. Akan tetapi, akson bermielin mampu

memperbaiki diri bila badan sel utuh dan sel Schwann aktif.

6

Page 11: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

Degenerasi bagian distal akson dan selubung myelin disebut degenerasi

Wallerian. Proses ini terjadi dalam beberapa tahap.

Dua sampai tiga hari setelah cedera, bagian distal saraf yang rusak akan pecah

menjadi fragmen dan selubung myelin menghilang

Gambar 2.3 Respon Saraf dan proses cedera pada saraf

(www.fbnote.com diakses pada tanggal 13 Mei 2014 pukul 13.30 WIB)

Pada hari ke- 7, sel Schwann berlipat ganda melalui mitosis dan fagositosis

debris myelin.

Pada hari ke 25 – 30, debris akson disingkirkan dan sel Schwann tetap berada

dalam pipa endoneurium. Saat Sel – sel Schwann tumbuh bersama, sel

tersebut membentuk pipa yang bergenerasi melintasi area cedera; pipa ini

mengatur setiap pertumbuhan potensial akson baru dari area proksimal hingga

distal. Regenerasi berjalan dengan lambat karena akson dipandu melewati area

7

Page 12: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

yang rusak dengan laju pertumbuhan 1-2 mm per hari. Akhirnya sel Schwann

membentuk selubung myelin baru.

2.3. Defenisi

Peripheral Nerve Injury atau cedera saraf perifer adalah istilah umum yang

digunakan untuk menggambarkan kerusakan saraf di luar otak atau sumsum

tulang belakang (Kneale,2010)

Cedera saraf tepi merupakan suatu progresivitas proses dari tahap iskemia

pada saraf tepi menuju hingga kerusakan bahkan kematian pada sel saraf yang

merupakan kelainan menetap dari neuron sumsum tulang, neuron motorik

batang otak bagian bawah, sensorimotor primer, neuron susunan saraf

autonom perifer dengan kelainan klinis, elektroneurografik dan morfologik

(WHO, techical report series: 1980)

Jadi, cedera saraf merupakan suatu keadaan yang terjadi pada sel saraf tepi/perifer

yang diakibatkan oleh karena trauma dan nontrauma sehingga menyebabkan

reaksi cedera pada saraf dimulai dari tahap iskemia dan berlangsung progres

menuju pada kerusakan hingga kematian sel saraf yang bersifat menetap.

2.4. Klasifikasi

Cedera saraf diklasifikasikan berdasarkan luas kerusakan lapisan jaringan ikat.

Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah klasifikasi Seddon, Professor of

Orthopaedic Surgery, Royal National Orthopaedic Hospital, pada tahun 1942.

Klasifikasi ini membagi cedera saraf ke dalam tiga tipe peningkatan keparahan.

a. Neuropraksia: Saraf Non – Working

Tipe ini merupakan cedera yang cukup ringan, biasanya disebabkan oleh

mekanisme kompresi. Terjadi blok konduksi local yang disertai demielinisasi

local serabut saraf pada area yang rusak. Akson tetap dalam kontinuitas dan

8

Page 13: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

konduksi distal ke lokasi cedera tetap normal. Elminasi penyebab kompresi

memungkinkan penyembuhan total saat sel Schwann memperbaiki

demielinisasi walaupun demielinisasi ini mungkin memerlukan waktu

beberapa hari, minggu, atau bulan untuk pulih.

b. Aksonotmesis: Akson Terpisah

Cedera ini biasanya disebabkan oleh pukulan hebat atau, biasanya diakibatkan

oleh traksi atau cedera regangan pada saraf. Akson dan selubung myelin

secara anatomi terganggu walaupun pipa endoneurium tetap utuh.degenerasi

Wallerian terjadi pada bagian distal yang cedera, yang menyebabkan

hilangnya konduksi saraf. Pemulihan terjadi melalui regenerasi akson dengan

laju 1-2 mm per hari di sepanjang pipa endoneurium yang sama. Prognosis

baik meskipun fungsi sensorik pulih lebih baik daripada fungsi motorik.

c. Neurotmesis: Seluruh Saraf Terpisah

Cedera ini biasanya disebabkan oleh luka tembus akibat cedera traksi energy –

tinggi atau tertusuk pisau atau kaca. Badan saraf rusak total disertai gangguan

pada akson dan struktur jaringan ikat, yang menyebabkan degenerasi

Wallerian. Tidak terjadi pemulihan kecuali perbaikan bedah, bila dianggap

tepat, akan dilakukan. Setelah pembedahan berhasil dilakukan, pemulihan

dapat terjadi dengan laju 1-2 mm per hari, walaupun kualitas pemulihan

meragukan. Saat pipa Endoneurium dan struktur lain terkena, serabut saraf

yang beregenerasi sering pulih dengan sejumlah “miswiring”,yang

menyebabkan penurunan atau gangguan transfer impuls yang selanjutnya

mengganggu inervasi otot dan organ (Hems, 2000).

9

Page 14: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

Gambar 2.4. Jenis cedera saraf perifer menurut Seddon

Juga oleh Sunderland (1952a) telah membagi cedera saraf perifer dalam

klasifikasi sederhana dimana terbagi dalam lima derajat cedera yang berbeda.

Setiap derajat dari penyembuhan perubahan patologis berhubungan dengan

hasil klinis klien. Klasifikasi ini tidak tepat jika sebuah cedera terjadi akibat

traksi atau pada kasus iskemia yang telah menyebar luas (seperti pada

kontraktur Volkmann). Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:

Derajat 1 (first degree injury)

Pada cedera saraf derajat pertama ini berarti terjadi kehilangan

konduksi dari silinder – silinder aksis pada bagian yang mengalami

cedera tanpa adanya kerusakan yang terlalu Nampak jelas dalam

saluran dari struktur – struktur pada badan sel saraf. Cedera pada

derajat pertama ini dapat disebabkan oleh benturan keras yang terjadi

tiba – tiba (contohnya luka tembak atau fraktur) atau akibat tekanan

yang cukup lam (contohnya akibat penggunaan tongkat/krek) dan

akan dianggap sebagai penyebab terjadinya iskemia, perdarahan

10

Page 15: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

ptekia dalam atau dekat dengan percabangan saraf dan atau deformasi

pada aksis silinder.

Gambar 2.5 keadaan saraf pada cedera derajat pertama

Disebut juga neuropraxia, berupa kerusakan pada serabut myelin,

hanya terjadi gangguan kondisi saraf tanpa terjadinya degenrasi

wallerian. Saraf akan sembuh dalam hitungan hari setelah cedera,

atau sampai dengan empat bulan.penyembuhan akan sempurna tanp

ada masalah motorik dan sensorik.

Derajat 2

Disebut juga axonotmesis, terjadi diskotinuitas myelin dan aksonal,

tidak melibatkan jaringan encapsulating, epineurium dan

perineurium, juga akan sembuh sempurna. Bagaimanapun,

penyembuhan akan terjadi lebih lambat daripada cedera tingkat

pertama.

11

Page 16: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

Derajat 3

Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson dan endoneurium.

Cedera juga akan sembuh dengan lambat, tetapi penyembuhannya

hanya sebagian.penyembuhan akan tergantung pada beberapa faktor,

sepertisemakin rusak saraf, semakin lama pula penyembuhan terjadi.

Derajat 4

Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, endoneurium dan

perineurium. Cedera derajat ini terjadi bila terdapat skar pada jaringan

saraf, yang menghalangi penyembuhan.

Derajat 5

Cedera ini melibatkan pemisahan sempurna dari saraf, seperti saraf

yang terpotong. Cedera saraf tingkat empat dan lima memerlukan

tindakan operasi untuk sembuh.

Tabel 2.1 Bentuk pengaruh pada struktur saraf berdsarkan klasifikasi derajatnya

(Sanjeev, 2011)

Derajat cedera saraf Myelin Akson Endoneurium perineurium epineurium

1. Neuropraksia +/- Tidak tidak tidak tidak

1. AxonotmesisYa Ya tidak tidak Tidak

III Ya Ya ya tidak Tidak

12

Page 17: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

IV Ya Ya ya ya Tidak

V. Neurotmesis Ya Ya ya ya Ya

2.5. Etiologi

Dapat dikatakan bahwa penyebab dari cedera saraf adalah beberapa mekanisme –

mekanisme sebagai berikut (Kneale, 2011):

a. Kompresi

Cedera saraf yang paling sering terjadi adalah cedera saraf yang disebabkan

oleh kompresi pada satu saraf atau lebih. Area yang umumnya terkena adalah

saraf median pada terowongan karpal dan saraf ulnar pada terowongan kubital.

Kadang – kadang cedera ini timbul saat di rumah sakit. Misalnya, posisi

pasien di meja bedah dapat menyebabkan kondisi berikut.

Saraf ulnar dapat rusak saat lengan bawah diekstensi dan pronasi atau

ketika siku melintang di dada dalam posisi sangat fleksi.

Saraf radial dapat terjepit di antara pinggir meja dan humerus.

Saraf skiatik dapat rusak bila pasien kurus dan meja tidak diberikan

bantalan yang memadai.

Saraf peronel komunis dapat terjepit oleh kaput fibula jika pasien

dalam posisi litotomi atau antara fibula dan meja bila pasien dalam

posisi lateral.

b. Traksi dan peregangan

Mekanisme ini ditandai dengan cedera pleksus brakialis saat terjadi pergeseran

hebat pada gelang bahu dan peregangan saraf skiatik dalam pembedahan yang

memerlukan penarikan yang signifikan pada ekstremitas bawah (sawyer et al,

13

Page 18: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

2000). Cedera tersebut sulit ditangani karena keparahan cedera saraf mungkin

tidak jelas.

c. Luka terbuka

Bukti klinis cedera saraf harus diperhatikan ketika pasien datang dengan

fraktur majemuk, luka tembak atau luka tembus yang disebabkan oleh senjata

seperti kaca atau pisau.

Sedangkan menurut Funnel (2009) cedera saraf perifer dapat terjadi

akibat tekanan, kompresi, konstriksi atau traksi pada sebuah saraf, atau

sebagai akibat dari fraktur pada tulang, laserasi atau luka penetrasi. Cedera

saraf bisa juga disebabkan oleh suntikan racun atau metabolisme substansi

pada sel saraf.

Menurut Neal, 2010 penyebab dari cedera saraf perifer meliputi:

a. Causes: General

1. Compartment Syndrome

2. Reflex Sympathetic Dystrophy

3. Post-Herpetic Neuralgia

b. Causes: Face :Trigeminal Neuralgia

c. Causes: Upper Extremity, meliputi:

Cervical Spine and Cervicobrachial (Axilla)

1. Cervical Disc Disease

2. Brachial Plexus Buner

Shoulder

1. Shoulde Band Syndrome (Reflex Sympathetic Dystrophy)

2. Quadrilateral Space Syndrome (Axillary Nerve Injury)

3. Long Thoracic Nerve Injury

14

Page 19: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

a. Injury: Direct blow to Shoulder or chronic repetitive overhead

Shoulder traction (e.g. tennis, swimming, baseball)

b. Symptoms: Diffuse Shoulder or Neck Pain with overhead

activity

c. Exam: Forward flexion weakness at Shoulder and Scapular

winging

4. Spinal Accessory Nerve Injury

Elbow and Forearm

1. Cubital Tunnel (Ulnar Nerve)

2. Radial Tunnel (and related Posterior Interosseus Nerve

Syndrome)

Wrist and Hand

1. See Overuse Syndromes of the Hand and Wrist

2. Carpal Tunnel Syndrome (Median Nerve)

3. Ulnar Tunnel Syndrome (Cyclist's Palsy)

4. Handcuff Neuropathy (Radial Nerve)

Causes: Lower Extremity

a. Lumbar spine and buttock

1. Lumbar Disc Disease

2. Piriformis Syndrome (Sciatica)

b. Anterior Pelvis and thigh

1. Ilioinguinal Nerve Compression

2. Meralgia Paresthetica

3. Obturator Nerve Compression

c. Ankle and Foot

15

Page 20: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

1. Tarsal Tunnel

2. Morton's Neuroma

2.6. Patofisiologi

Sistem saraf meliputi saraf perifer di wajah, lengan, kaki, badan, dan beberapa saraf

kranial. Sistem Ini berkomunikasi antara saraf otak dan otot, kulit, organ internal dan

pembuluh darah. Apabila sel saraf perifer mengalami kerusakan terutama pada

selubung mielin, maka perjalanan impuls dari sistem saraf pusat akan terputus dan

tidak ada respon yang ditimbulkan oleh organ efektor. Kerusakan ini dapat

disebabkan oleh Demyelination yakni, kehancuran atau hilangnya selubung mielin.

Ketika myelin mengalami degradasi, konduksi sinyal di sepanjang saraf bisa

terganggu atau hilang dan saraf akhirnya layu. Sistem kekebalan mungkin memainkan

peran penting dalam hal ini terkait dengan penyakit yang diderita, termasuk

peradangan dapat menjadi penyebab karena produksi sitokin yang banyak melalui

regulasi faktor nekrosis tumor (TNF) atau interferon. Jika saraf perifer rusak

kemudian otot disuplai oleh saraf yang tidak menerima informasi dari otak, maka

organ yang hanya dipersarafi oleh saraf perifer menjadi lemah atau

lumpuh. Kerusakan saraf juga berarti bahwa otak tidak menerima informasi dari

tubuh. Hal ini menimbulkan bebrapa sensasi pada tubuh seperti mati rasa, kesemutan

dan nyeri. Tidak seperti tulang belakang, saraf perifer memiliki kemampuan untuk

disembuhkan. Menurut WHO, technical report series 645, 1980 : batasan neuropati

saraf tepi atau kematian saraf perifer adalah kelainan menetap (lebih dari beberapa

jam) dari neuron sumsum tulang, neuron motorik batang otak bagian bawah,

sensorimotor primer, neuron susunan saraf autonom perifer dengan kelainan klinis,

elektroneurografik dan morfologik.

16

Page 21: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

2.7. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala dari jenis cedera saraf perifer ini berdasarkan karakteristik dari

lokasi saraf yang mengalami injuri. Karakteristik cedera saraf perifer meliputi

(Kneale, 2011) adalah sebagai berikut:

1. Sindrom Horner

Kondisi ini, pertama kali dideskripsikan pada tahun 1869 oleh Friedrich

Horner, ahli oftalmologi dari Swiss, terjadi akibat gangguan saraf simpatis

pada batang otak atau kerusakan trunkus simpatis di area servikal. Sindrom ini

biasanya dengan cedera pleksus brakialis, dengan pasien mengalami (Hems,

2000):

Miosis : kontriksi pupil

Ptosis: penurunan kelopak mata atas

Anhidrosis :wajah kering akibat kekurangan keringat

2. Tanda tinel

Ditemukan pada 1917 oleh ahli neurologi dari perancis, Jules Tinel, tanda ini

mengidentifikasi cedera pada trunkus saraf akibat kompresi atau perkusi.

Pasien melaporkan sensai kesemutan pada area kutaneus (distribusi sensorik)

saraf. Tanda ini sering digambarkan sebagai “syok elektrik” atau seperti

“semut merayap di kulit”. Sensasi deskriptif ini disebut sebagai formikasi.

Tanda Tinel progresif, tempat sensai kesemutan meningkat secara bertahap,

berarti baik tanda inimengindikasikan perkembangan regenerasi saraf, namun

tidak selalu berarti bahwa pemulihan total akibat cedera saraf akan terjadi.

17

Page 22: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

3. Fungsi otonom

Ketika saraf perifer terkena, terjadi reaksi vasomotor dan hilangnya keringat

(anhidrosis). Awalnya, area yag terkena berwarna merah muda karena

vasodilatasi, sebelum menjadi pucat, dingin, dan tampak belang. Kondisi ini

dapat menyebar dari area yang masih dipersarafi, disertai atrofi jari dan kuku.

Jika masih berkeringat, kerusakan saraf mungkin tak lengkap.

4. Nyeri Cedera Saraf

Nyeri akut, normal dan nosiseptif disebabkan oleh stimulus intensitas tinggi

pada ujung saraf. Pesan nyeri dibawa via sistem saraf yang utuh, dengan

penyampaian pesan nyeri dari noiseptor melalui serabut C ke medulla spinalis

dan otak. Walaupun penyebab nyeri inflamasi berbeda, pesan dibawa melalui

cara yang sama via serabut C ke medulla spinalis dan otak (Pasero et al, 1999).

Patofisiologi dari mekanisme nyeri neuropatik tidak jelas, namun

meliputi perubahan pada sistem saraf yang menyebabkan produksi impuls

nyeri secara spontan di sepanjang serabut C. Kerusakan sistem saraf perifer

juga dapat menimbulkan perubahan fisiologis, saat sinyal nyeri pada saraf dan

neuron pusat diatur kembali. Serabut A dapat diperbaharui sehingga impuls

non-nyeri yang abnormal seperti tekanan dan sentuhan, menghasilkan

transmisi pesan nyeri ke otak (Birch et al, 1998; Wilson, 2002; Wood, 2003).

Nyeri Neuropatik (Tabel 2.1) merupakan fenomena kompleks, yang

menimbulkan distres pada pasien dan dapat menyulitkan tim pemberi layanan

kesehatan untuk menangani dengan baik.

Tabel 2.1 Istilah Nyeri Neuropatik

Istilah Defenisi

Alodinia Hipersensitivitas terhadap stimulus yang berasal dari

18

Page 23: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

mekanis atau panas yang biasanya tidak

menimbulkan nyeri

Kausalgia Nyeri yang disebabkan oleh cedera pada saraf mayor

umumnya menimbulkan nyeri bakar hebat. Sering

disebut sindrom nyeri regional kompleks 2 (complex

regional pain syndrome 2, CRPS2)

Disaestesia Sensasi normal yang tidak menyenangkan

Hiperalgesia

(hiperpatia )

Respon nyeri yang berlebihan akibat stimulus nyeri

Hiperaestesia Sensitivitas yang berlebihan khususnya pada kulit

Neuralgia Nyeri pada area penyebaran saraf, yang

digambarkan pasien seperti terbakar, berdenyut,

syok elektrik, kesemutan, cepat dan tiba – tiba

meningkat, dan paroksimal saat nyeri memburuk

atau muncul kembali.

Distrofi refleks

simpatis (algodistropi)

Sering disebut sindrom nyeri regional kompleks 1

(complex regional pain syndrome 1, CRPS).

Sindrom ini mencakup siklus nyeri dan disfungsi

yang menyebabkan status hiperaktivitas simpatis

kronis dan pengenalan kondisi awal dan pemutusan

siklus harus dilakukan,

2.8. Diagnosis

Diagnosis akurat mengenai kemunculan dan derajat cedera saraf membutuhkan

pemahaman yang baik tentang anatomi dan fisiologi system saraf perifer. Diagnosis

berdasarkan pada:

19

Page 24: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

Riwayat pasien saat ini, yang penting untuk mengetahui mekanisme cedera

Pemeriksaaan klinis yang mencakup temuan motorik dan sensorik

Pemeriksaan neurologis, misalnya uji konduksi saraf dan elektromiografi.

Uji konduksi saraf dilakukan untuk mengevaluasi respons sensorik dan

motorik saraf perifer disepanjang jalur saraf tersebut. Stimulasi saraf perifer

harus merangsang kontraksi otot yang dipersarafinya. Elektromiografi

digunakan untuk merekam aktivitas motorik saat istirahat dan ketika berupaya

menghasilkan kontraksi otot.

Tabel 2.2 Pengkajian Pemulihan fungsi otot setelah cedera saraf (Medical Research

Council yang dinyatakan oleh Birch et al, 1998)

Fungsi motorik

Mo: tidak ada kontraksi

M1: kembalinya kontraksi yang nyata pada otot proksimal

M2: kembalinya kontraksi yang nyata pada otot proksimal dan

distal

M3: pemulihan otot proksimal dan distal di seluruh otot mayor

utama dengan kekuatan yang cukup untuk bekerja m /elawan

tahanan

M4: kembalinya fungsi seperti pada tahap 3+ kemungkinan

gerakan sinergi dan bebas

M5: pulih total

Fungsi sensorik

S0: Tidak ada sensibilitas pada area otonom

S1: pemulihan nyeri kutaneus profunda pada area otonom saraf

S2: Pemulihan sedikit derajat nyeri dan sentuhan kutaneus

20

Page 25: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

superfisial pada area otonom

S3: pemulihan sedikit derajat nyeri dan sentuhan kutaneus

superfisial pada area otonom dengan hilangnya reaksi berlebihan

sebelumnya.

2.9. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan diagnostic untuk klien dengan cedera saraf perifer (Funnel, 2009),

meliputi :

1. Elektromiografi (EMG)

Elektromiografi dapat memberikan pemantauan secara berkesinambungan

fungsi saraf kranial dan perifer. Jika struktur saraf teriritasi saat manipulasi

operasi, aktivitas elektromiografi akan tampak pada otot yang diinervasi saraf

tersebut. Iritasi ringan menyebabkan aktivitas EMG transien sedangkan cedera

yang lebih serius menyebabkan aktivitas EMG yang lebih panjang.

Elektrokauter dan irigasi cairan salin merupakan etiologi mayor interferensi

EMG. Pemantauan intraoperatif melalui EMG dapat digunakan untuk (1)

mempreservasi fungsi nervus fasialis pada tindakan operatif basis cranii,

misalnya reseksi neuroma akustik, (2) memonitor fungsi nervus kranialis yang

menginervasi otot, yaitu nervus III, IV, VI, IX, X, XI, dan XII, (3) memonitor

fungsi medula spinalis dan akar saraf spinal saat operasi spinal. Elektroda

diletakkan pada otot yang diinervasi oleh saraf yang terancam cedera selama

operasi. Pada operasi stabilisasi vertebra, pedicle screw dapat distimulasi

langsung untuk menentukan ada tidaknya penetrasi ke kanalis spinalis.

Penggunaan agen pelemas otot yang memblok neuromuscular

junction sebaiknya dikontrol sehingga tidak mempengaruhi interpretasi.

Elektromiografi (EMG) studi memungkinkan lokalisasi cedera saraf tepi dan

memberikan informasi tentang prognosis. Tes EMG terdiri dari dua bagian:

studi konduksi saraf (baik motor dan sensorik) dan pemeriksaan jarum

elektroda. Studi ini idealnya harus dilakukan 3 minggu setelah cedera. EMG

Sebuah dilakukan jika pleksus saraf tepi atau cedera saraf akar diduga, untuk

mengkonfirmasi adanya cedera saraf, serta menilai keparahan dan lokasi.

Studi-studi ini biasanya dilakukan oleh ahli saraf.

2. Potensial Aksi Saraf Sensori (SNAP)

21

Page 26: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

Pemeriksaan SNAP membantu menilai tingkat regangan pada cedera pleksus

brakhial. Lesi tingkat akar yang terbatas didaerah preganglion dan tidak

meluas kedaerah postganglion berakibat hilangnya sensori distal lengkap dan

tetap mempertahankan konduksi sensori distal. Yang terakhir ini bertahan

karena kerusakan serabut sensori distal ganglion akar saraf tidak

berdegenerasi. Retensi konduksi sensori dari daerah anestetik dapat diperiksa

dengan merangsang jari pada distribusi C6 (jempol dan telunjuk), C6-7-8 (jari

tengah) dan C8-T1 (kelingking dan jari manis) dan pencatatan saraf median,

radial dan ulnar diproksimal. Adanya potensial aksi saraf sensori campuran

memastikan cedera pre-ganglionik pada distribusi satu akar atau lebih. Karena

distribusi sensori akar didistal tumpang tinduh dengan satu atau lebih akar

lain, sulit menentukan dengan pemeriksaan ini bahwa satu akar, misalnya C6,

adalah suatu cedera preganglionik. Stimulasi telunjuk (bahkan jempol) yang

anestetik dapat menimbulkan SNAP pada distribusi saraf median bila baik

akar C6 atau C7, atau C6 dan C7, rusak pada tingkat preganglionik. Ini

menjadikannya sulit untuk menentukan pada pemeriksaan SNAP apakah

cedera akar C6 terjadi preganglionik. Keadaan ini kurang jelas pada akar C5

karena tidak ada stimulasi noninvasif spesifik atau daerah

pencatatanuntukhantaranini: Penilaian teliti akar sebelah atas dengan

pencatatan SNAP tidak mungkin pada tingkat ini.

3. Somatosensory-Evoked Potential (SSEP)

Pemeriksaan SSEP digunakan menilai tingkat cedera, apakah praganglionik

atau postganglionik, pada lesi pleksus brakhial. Ia bernilai terbatas pada bulan-

bulan

pertama cedera. Pemeriksaan somatosensori berguna pada saat operasi atas

cedera brakhial karena regangan atau kontusi. Bila cedera postganglionik,

stimulasi akar

proksimal dari tingkat cedera membangkitkan potensial somatosensori diatas

tulang belakang servikal (SSP) dan membangkitkan (evoked) respons kortikal

diatas kranium kontralateral (ECR). Bila cedera praganglionik atau pra dan

postganglionik, stimulasi terhadap akar, bahkan didalam atau dekat foramen

intervertebral,tidak akan membangkitkan respons apapun. Reparasi jarang

berhasil. Sayangnya, timbulnya SSP atau ECR mungkin hanya memerlukan

beberapa ratus serabut yang intak antara daerah yang distimulasi dan daerah

perekaman, hingga respons positif hanya memastikan keutuhan minimal saraf

atau akar spinal. ECR negatif lebih penting dari ECR positif.

22

Page 27: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

4. Potensial Aksi Saraf Intrabedah (NAP)

Mencakup pemeriksaan NAP batang saraf pada setiap sisi lesi. Karena

pelacakan yang ideal untuk memutuskan apakah akan mereparasi saraf 8

minggu setelah cedera, NAP menjadi pemeriksaan definitif yang penting bila

dicurigai adanya neuroma yang parah pada kontinuitas dan otot sasaran

pertama berjarak lebih dari 3 inci di bawahnya. Hal penting pada perekaman

NAP adalah:

a) Tampilan neuroma yang parah pada kontinuitas tidak perlu

berhubungan dengan arsitektur internal.

b) Bila akson mempunyai kemampuan melintas lesi, sudah dapat direkam

oleh NAP jauh sebelum akson mampu mencapai target.

c) Tehnik ini terutama berguna pada lesi saraf ekstremitas bawah dimana

otot sasaran pertama terletak 6-8 inci dibawah lesi. Jadi stimulasi saraf

dan EMG tidak dapat memastikan hal ini untuk 6-8 bulan atau lebih,

jadi penting bahwa rencana reseksi diambil sebelum masa tersebut.

Perekaman NAP juga sangat membantu menentukan perluasan lesi pleksus

brakhial dan memberikan indeks atas berapa banyak puntung proksimal dari

lesi akan direseksi. Kebanyakan cedera pleksus brakhial yang dipilih untuk

operasi akan memiliki satu atau lebih elemen keutuhan, namun dengan

sejumlah variabel kerusakan intraneural. Perekaman NAP intrabedah

membantu menentukan akan perlunya reseksi. Disaat operasi, pengamatan

terpenting adalah merekam ada atau tidaknya respons, bukan bentuk atau

bahkan kecepatannya. Respons NAP regeneratif adalah kecil dan biasanya

lambat, sedang yang diakibatkan adanya sisa bagian yang utuh mungkin kecil

namun biasanya lebih cepat atau mempunyai hantaran pada jangkauan normal.

Bila cedera praganglionik tanpa cedera postganglionik, perekaman yang lebih

distal akan memperlihatkan penghantaran cepat, NAP besar, tepat seperti

mendiagnostik tiadanya SSP atau ECR bila akar distimulasi pada tingkat ini.

5. Pemeriksaan Radiologis

Sinar-X Tulang Belakang Servikal dll Fraktura tulang belakang servikal sering

berhubungan dengan cedera regang proksimal yang berat yang tidak dapat

direparasi, paling tidak pada tingkat akar ruas tulang belakang bersangkutan.

Fraktura tulang lain seperti humerus, klavikula, skapula dan/atau iga, bila

diamati memberikan perkiraan kasar atas kekuatan yang menghantam bahu,

lengan atau leher, namun tidak selalu membantu menentukan tingkat atau

luasnya cedera. Kerusakan pleksus biasanya lebih proksimal dibanding sisi

fraktura yang tampak, sering pada tingkat akar. Fraktura humerus tengah

23

Page 28: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

terutama berkaitan dengan cedera saraf radial. Fraktura kominuta radius dan

ulna pada tingkat lengan bawah tengah juga berkaitan dengan cedera saraf

median dan ulner, dan terkadang dengan palsi saraf interosseus posterior.

Komponen peroneal saraf siatik sering, namun tidak selalu, terkena secara

khusus pada dislokasi atau cedera panggul. Fraktura femur bawah dan fraktura

tibial dan fibuler bisa mengenai saraf peroneal dan/atau tibial. Sekali lagi,

cedera saraf mungkin lebih proksimal dari daerah fraktura yang diperkirakan.

Fraktura femur tengah bisa berkaitan dengan cedera regang siatik lebih

keproksimal pada tingkat bokong. Radiograf dada bisa menampakkan elevasi

diafragma yang tidak berfungsi, yang berarti paralisis saraf frenik. Ini tanda

prognosis yang relatif buruk untuk reparasi akar saraf C5 setelah cedera

tertutup, karena biasanya berarti kerusakan proksimal pada tingkat leher.

6. Mielografi

Bisa menjadi bagian penting dalam mengelola pasien dengan cedera regang

pleksus brakhial berat. Biasanya tidak diindikasikan untuk lesi pleksus

ditingkat infra klavikuler atau aksiler (kebanyakan luka tembak pada pleksus),

kecuali ada bukti radiologis kerusakan tulang belakang servikal atau trayeknya

supraklavikuler medial. Meningosel pada tingkat bersangkutan menunjukkan

tenaga yang cukup telah terjadi pada tingkat akar proksimal yang merobek

arakhnoid dan menyebabkan bocornya agen kontras. Ini tidak harus berarti

bahwa akar mengalami avulsi dari kord spinal. Lebih sering adanya

meningosel menunjukkan walau akar mungkin secara kasar masih utuh,

terdapat kerusakan internal yang bermakna pada tingkat yang sangat

proksimal. Sejumlah pasien dengan kerusakan tingkat akar dimana tidak

terdapat meningosel (biasanya ditingkat akar yang lebih atas) dapat direparasi

dengan baik, walau terdapat meningosel pada akar lain (biasanya pada tingkat

yang lebih bawah). Walau demikian, bila terdapat meningosel, paling sering

kerusakan pada proksimal akar, karenanya tidak dapat direparasi. Temuan ini

juga menjadikan bahwa kerusakan pada tingkat lain yang tidak dengan adanya

meningosel adalah sangat proksimal lebih mungkin. Mielografi modern

dengan kontras larut air bisa menampilkan akar-akar pada ruang subarakhnoid,

dan membandingkan sisi terkena dan sisi sehat menentukan daerah disrupsi

akar. Mielografi tetap berguna membantu perencanaan pada cedera pleksus.

7. Tomografi Terkomputer (CT) dan Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI)

Pemaparan tomografi terkomputer dengan kontras intra-tekal dimanfaatkan

pada cedera regang walau terkadang abnormalitas tetap tidak dijumpai karena

irisan biasanya tidak cukup rapat untuk mencakup semua daerah akar pada

setiap tingkat. Akibatnya, mielografi tetap merupakan pemeriksaan radiologis

24

Page 29: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

yang disukai. Pencitraan resonansi magnetik mungkin membantu

menampilkan akar saraf. Pemeriksaan MRI ini hanya memperkuat mielogram

dan tidak menggantikannya. CSS didalam meningosel dapat tampak pada

MRI, namun biasanya kurang jelas bila dibanding mielografi.

8.  Tes konduksi saraf

9.  Nerve biopsi

10.  Spinal tekan

Tes lainnya yang dilakukan tergantung pada penyebab yang dicurigai kondisi,

dan dapat mencakup x-ray, imaging scan, dan tes darah.

2.10.Penatalaksanaan

Dalam mengelola pasien dengan peripheral nerve injury perlu mengetahui

mekanisme cedera, respons patologis, dan  kapasitas regenerasi yang akan terjadi.

Rencana atas  apakah akan dilakukan operasi, bila akan dioperasi, dan  apa yang

dilakukan bila lesi terbuka berdasar pada tidak hanya atas pengertian akan patologi

pemulihan,  namun juga akan beberapa hal yang membatasi regenerasi  neural dalam

arti pemulihan fungsional praktis. Pemeriksaan klinis, pemeriksaan elektrodiagnostik,

dan  pemeriksaan radiologis akan membantu dalam membuat keputusan. Penilaian

Klinis meliputi:

a. Pemeriksaan Motor

Penekanan atas pemeriksaan motor secara klinis untuk  cedera saraf spesifik

adalah tahap terpenting dalam  mengelola semua cedera saraf, adalah

pemeriksaan teliti  anggota, dengan perhatian besar pada semua fungsi motor 

dan sensori. Pemeriksaan harus menentukan apakah  kehilangan distal sisi

cedera lengkap atau tidak. Hanya  ini yang akan menjelaskan pada

pemeriksaan selanjutnya  terjadi perubahan atau tidak. Pemeriksaan motor

adalah cukup sebagai bukti  regenerasi bila pemulihan jelas. Pengamatan

klinis  fungsi motor volunter dapat juga ditentukan dengan  respons motor

25

Page 30: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

terhadap stimulasi. Stimulasi saraf  terutama berguna dalam pengenalan awal

adanya pemulihan peroneal memadai dan mencegah perlunya operasi. Pasien

dengan cedera saraf peroneal tidak mampu  memulai aksi volunter pada otot

peroneal dan tibial anterior (eversi dan dorsifleksi kaki). Ini berlangsung 

beberapa minggu setelah perbaikan elektrofisiologis yang ditunjukkan oleh

kontraksi otot yang kuat pada  stimulasi saraf peroneal:

1) Tepat dibelakang kepala fibula, atau

2) Tepat didalam hamstring lateral, dimana batang saraf mudah

dipalpasi.Penting pertama-tama memastikan bahwa otot yang diamati

berkontraksi  pada distribusi dari saraf yang diharapkan untuk 

distimulasi.

b. Tanda Tinel

Melakukan penekanan pada pertengahan ligamentum carpi transversum

(volare). Positif jika timbul nyeri, yang berarti terdapat. penjepitan saraf

(entrapment). Tanda Tinel positif hanya menunjukkan regenerasi serabut halus

dan tidak menunjukkan apapun tentang kuantitas dan kualitas yang sebenarnya

dari serabut yang baru. Di sisi lain, interupsi saraf total ditunjukkan oleh

tiadanya respons sensori distal (tanda Tinel negatif) setelah waktu yang

memadai telah berlalu untuk terjadinya regenerasi serabut halus (4-6 minggu).

Tanda Tinel negatif lebih bernilai dalam penilaian klinis dibanding tanda Tinel

positif (Ginsberg, 2008)

c. Berkeringat

Kembalinya keringat didaerah otonom menunjukkan regenerasi serabut

simpatis bermakna. Pemulihan ini mungkin mendahului pemulihan motori

atau sensori dalam beberapa minggu atau bulan, karena serabut otonom pulih

26

Page 31: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

dengan cepat. Pemulihan berkeringat tidak selalu berarti akan diikuti fungsi

motori atau sensori.

d. Pemulihan Sensori

Pemulihan sensori sejati adalah tanda yang berguna, terutama bila terjadi

didaerah otonom dimana tumpang tindih saraf berdekatan minimal. Daerah

otonom saraf median adalah permukaan volar dan dorsal telunjuk dan

permukaan volar jempol. Saraf radial tidak mempunyai daerah otonom yang

tegas. Bila terjadi kehilangan sensori pada distribusi ini, biasanya mengenai

sejumput daerah anatomis tertentu. Daerah otonom saraf ulnar adalah

permukaan palmar 11 falang distal kelingking. Daerah otonom saraf tibial

adalah tumit dan sebagian telapak kaki, sedang saraf peroneal adalah tengah

dorsal kaki. Sayangnya pemulihan sensori, bahkan pada daerah otonom, tidak

pasti diikuti pemulihan motori. Sehingga setelah kita ketahui perjalanannya

serta jenis nyeri yang klien alami maka penatalaksanaan tersebut dapat

berdasarkan jenis nyeri yang dirasakan klien. Setelah mengetahui hasil

pemeriksaan klinis maka dapat ditentukan tindakan apa yang harus dijalankan

oleh klien.

Penatalaksanaan medis dan asuhan keperawatan akan berbeda – beda, bergantung

pada penyebab dan jenis cedera. Cedera tertutup berhubungan dengan neuropraksia dan

aksonotmesis; cedera tersebut seharusnya pulih secara spontan karena perbaikan bedah

hanya diperlukan setelah neurotmesis. Bila cedera terbuka, eksplorasi bedah yang cepat

sangat penting disertai dengan perbaikan awal saraf yang terpisah jika memungkinkan;

perbaikan vaskular secara simultan juga juga mungkin diperlukan. Pasien yang ditangani

secara konservatif harus ditindaklanjuti dengan ketat pada beberapa bulan pertama dan

eksplorasi bedah dipertimbangkan hanya bila tidak ada bukti jelas terkait pemulihan saat ini.

27

Page 32: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

1. Penatalaksanaan nyeri neuropatik. Ashbun & Staats (1999) mendefinisikan tujuan

terapi sebagai pengendali nyeri yang dikombinasikan dengan rehabilitasi, yang

memampukan pasien untuk berfungsi sebaik mungkin. Terdapat berbagai model

penanganan, yang dokelompokan menjadi penanganan farmakologis dan non-

farmakologis (Wood, 2003).

Penatalaksanaan farmakologis meliputi penggunaan obat-obat utama dalam

penatalaksanaan nyeri. Banyak pasien menyadari bahwa variasi atau kombinasi obat-

obatan diperlukan untuk situasi yang berbeda.

1. Analgesia sederhana, misalnya parasetamol dan ko-proksamol, memiliki

manfaat terbatas pada nyeri neuropatik.

2. NSAID COX-1 dan COX-2, misalnya ibuprofen, diklofenak, dan rofekoksib,

namun dapat digunakan selama fase inflamasi akut

3. Opioid, misalnya morfin, tramadol, dan dihidrokodein, lebih berguna untuk

nyeri viseral dan kanker, walaupun efek analgesik diperoleh melalui dosis

tinggi.

4. Antidepresan trisiklik, seperti amitriptilin, imipramin dan lofepramin,

umumnya menyebabkan perbaikan pola tidur, alam perasaan, dan ansietas,

namun pemantauan dosis secara cermat sangatlah penting.

5. Antikonvulsan, contohnya karbamazepin, fenitoin, dan gabapentin, tidak

diizinkan di semua negara untuk nyeri neuropatik,namun bermanfaat untuk

jenis syok elektrik.

6. Anestesia lokal, terutama lidokain (lignokain), berguna untuk disastea terus

menerus.

7. Relaksan otot, seperti baklofen dan diazepam, biasanya digunakan untuk nyeri

muskuluskeletal.

28

Page 33: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

8. Blok topikal yang me nggunakan EMLA dan kapsaisin dapat berguna untuk

alodinia.

9. Blok saraf memiliki kualitas yang berbeda-beda dengan data yang tidak

konsisten, yang menunjukkan bahwa efek analgesik sangat sedikit. Blok

tersebut biasanya tidak efektif untuk nyeri neuropatik, namun dapat

digunnakan pada sindrom nyeri regional kompleks (CRPS).

Metode non-farmakologis tidak menggantikan obat-obatan, namun sebagai

penunjang yang meningkatkan penatalaksanaan nyeri pasien secara keseluruhan.

Banyak pasien akan mencoba terapi yang berbeda, dengan mengaksesnya melalui

tim penyedia layanan kesehatan atau secara pribadi.

1. Stimulasi saraf listrik transkutan (transcutaneous electrical nerve stimulation,

TENS) adalah terapi non-invasif dikontrol pasien.

2. Krioanalgesia memberikan pereda nyeri melalui aplikasi dingin. Analgesia ini

harus digunakan dengan hati-hati jika pasien mengalami alodinia termal.

3. Terapi perilaku biasanya melalui program penatalaksanaan nyeri, yang

meliputi fisioterapi, psikoterapi, dan metode edukasi. Terapi ini sering

mencakup penggunaan penatalaksanaan stres, teknin relaksasi, dan modulasi

nyeri seperti imajinasi terbimbing.

4. Ahli terapi alternatif yang menggunakan teknik akupuntur, kiropraktik,

osteopati, homeopati, hipnoterapi, dan refleksologi bertujuan menangangani

pasien secara holistik. Cara ini berguna bagi beberapa pasien, namun tidak

seluruhnya.

29

Page 34: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

Perawat perlu memastikan bahwa nyeri pasien ditangani dengan benar

karena nyeri tersebut dapat menimbulkan perubahan besar pada kualitas hidup

pasien. Penanganan nyeri yang terus-menerus dan buruk menimbulkan beban

sosial yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari yang dijalani pasien

dan beban finansial bai layanan kesehatan serta masyarakat.

2. Pilihan bedah/ Operasi

Pada setiap bedah saraf, pemulihan sempurna ujung saraf di dalam lapisan jaringan yang

sehat dan tanpa tekanan harus dicapai. Terdapat sejumlah pilihan bedah untuk menangani

cedera pleksus, yang bergantung pada diagnosis saraf tertentu. Penatalaksanaan bedah ini

diperlukan setelah terjadi cedera Neurotmesis dengan penyebab seperti fraktur

majemuk, luka tembak atau luka tembus yang disebabkan oleh senjata, seperti kaca dan

pisau (Kneale, 2011).

Menurut Dubuisson (1992) dalam Jurnal artikelnya berjudul indication for peripheral

nerve and brachial plexus surgery bahwa indikasi penangan bedah dari cedera saraf

adalah (1) jika saraf telah tajam dan benar-benar transeksi, harus diperbaiki akut,

terutama jika berada di bagian proksimal.(2) Jika saraf telah nyata terbagi dan tunggul

yang ditemukan memar, maka harus ditempelkan ke bidang yang berdekatan. Sebuah

perbaikan sekunder pada 2 sampai 4 minggu kemudian direkomendasikan. (3) Jika tidak

ada perbaikan pada cedera tertutup di mana saraf kemungkinan besar masih dalam

kontinuitas 2 - 5 bulan, dari bagian proksimal dari defisit neurologis pada saat itu,

eksplorasi bedah harus dilakukan.  (4). Nyeri tidak responsif terhadap perawatan medis

mungkin juga menjadi indikasi untuk operasi pada saraf perifer, terutama jika saraf

terluka perlu diperbaiki karena kehilangan neurologis persisten. (5) Luka Missile

biasanya meninggalkan saraf dalam kontinuitas. Manajemen awal pembedahan

30

Page 35: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

konservatif. Meskipun demikian, banyak dari lesi ini akan nantinya akan membutuhkan

reseksi berdasarkan rekaman NAP.

a. Penjahitan saraf langsung

Ujung saraf harus diletakkan dalam pola kesejajaran yang tepat untuk meminimalkan

crossover atau miswiring selama proses pemulihan dan penyembuhan.panduan dalam

pengaturan posisi saraf diberikan oleh vasikel saraf dan pembuluh darah permukaan;

jahitan dibuat pada lapisan epineurium.

b. Penanduran saraf

Penanduran ini dilakukan bila penjahitan saraf langsung tidak memungkinkan. Bagian

trunkus saraf yang dianggap tidak penting dipotong dan dibuang. Tindakan ini

memungkinkan berbagai pilinan digunakan, yang membentuk ketebalan yang serupa

dengan trunkus saraf yang sedang diperbaiki. Saraf yang biasa dibuang adalah saraf

sural pada tungkai dan saraf kutaneus medial pada lengan bawah. Saraf sural dibentuk

oleh cabang sural kutaneus medial dan lateral dari saraf peroneal komunis. Saraf

tersebut memberikan sensasi pada kulit di belakang dan sisi tungkai bawah yang

berputar mengelilingi belakang sisi lateral pergelangan kaki dan sisi lateral kaki. Saraf

kutaneus medial berasal dari radiks C8 dan T1 dan menyuplai kulit bagian tengah dan

posterior lengan bawah.

c. Transfer saraf

Tindakan ini memungkinkan saraf dipindahkan bersama dengan ikatannya ke medula

spinalis dan diletakkan ke ujung saraf yang kehilangan sambungan medula spinalis.

Setelah menjalani semua prosedur bedah di atas, ekstremitas dimobilisasi untuk

mengurangi tekanan pada gars jahitan. Lama imobilisasi bergantung pada keparahan cedera

dan luasnya pembedahan. Setelah imobilisasi, latihan fisioterapi dimulai untuk

31

Page 36: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

mempertahankan rentang gerak pasif pada semua sendi. Pemantauan klinis akan

mengindikasikan apakah saraf pulih dengan laju yang diharapkan dengan tanda tinel

progresif yang menunjukkan peningkatan sensasi yang bertambah sekitar 1 mm per hari,

yang menandakan kemunculan regenerasi aksonal (Hems, 2000). Mungkin butuh 2 -3 tahun

untuk melihat hasil akhir rekonstruksi pleksus brakialis. Tujuan utama penanganan ini adalah

memulihkan fungsi motorik ke tingkat pemulihan M4 (pada pengkajian pemulihan fungsi

otot tabel 2.2), terutama meningkatkan fleksi siku dan untuk memungkinkannya beragam

intervensi bedah dapat dilakukan.

Transfer tendon. Bermacam – macam otot dapat berfungsi sebagai fleksor siku.

Saraf yang menyuplai otot – otot tersebut harus tetap utuh, namun fungsi otot yang asli

dikorbankan untuk mengganti atau memperbaiki otot yang lain.

Transfer atau transplantasi otot bebas. Prosedur ini dilakukan secara rutin untuk

pemulihan fleksor siku dan ekstensor pergelangan tangan. Bermacam – macam otot yang

digunakan yang meliputi latisimus dorsi, rektus femoris, dan grasilis. Kemudian dua atau tiga

saraf interkosta digunakan untuk mempersarafi otot tersebut.

Atrodesis bahu. Tindakan ini disiapkan untuk bahu yang goyah atau nyeri, posisi

disesuaikan untuk setiap individu.

2.11. Komplikasi

a. Remisi spontan

b. Distrofi reflex simpatik

Penyakit ini diyakini sebagai reaksi berantai abnormal dari sistem saraf

simpatik, yakni sistem tubuh yang mengatur aliran darah di kulit. Penyakit ini

secara spontan bisa hilang dengan sendirinya tapi kalau sudah timbul luar

biasa sakitnya.

32

Page 37: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

c. Kontraktur miogen akibat paralisis otot sebagai akibat keterlambatan

timbulnya kontraktur atrogen

d. Penyakit kaki diabetic akibat anesthesia dan gangguan saraf otonom.

2.12. Proses Keperawatan

a. Pengkajian (Doenges, 2000)

Dasar Data pengkajian pasien:

1) Aktivitas/ Istirahat:

a. Gejala: adanya kelemahan dan paralisis sepanjang trunkus dari

saraf yang mengalami cedera secara progresif.

b. Tanda: kelemahan otot, paralisis flaksid (simetris)

2) Sirkulasi :

a. Gejala :Perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

b. Tanda : Hilangnya sensasi kutaneus, sensasi dalam (deep

sensation)

dan sensasi posisi (position sense). Kulit di daerah yang

diinervasi saraf terjadi pengurangan keringat dan juga

vasodilatasi temporer dengan perabaan hangat dan

kemudian diikuti vasokonstruksi sehingga kulit menjadi

dingin

3) Intregitas Ego:

a. Gejala :perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada

masalah yang dihadapi, perubahan pada tubuhnya

b. Tanda :tampak gelisah dan bingung

4) Elminasi:

33

Page 38: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

a. Gejala : tidak ada perubahan pola elminasi

b. Tanda :pasien dapat BAK/BAB dengan baik namun tidak

dapat melakukannya sendiri karena kelemahan otot ekstremitas

5) Makanan/ Cairan:

a. Gejala :tidak ada masalah pada pola makan dan minum,

b. Tanda :klien dapat menghabiskan porsi makannya.

6) Neurosensori:

a. Gejala : Kebas, kesemutan yang dimulai dari kaki atau jari –

jari kaki dan selnjutnya terus naik (distribusi berdasarkan

trunkus saraf yang cedera. Misalnya cedera pleksus brakialis-

hilangnya sensasi mulai dari tangan dan lengan luar, cedera

saraf ekstremitas atas - (radial, median, ulnar, aksilar,

muskulokutaneus) dan cedera saraf ekstremitas bawah – saraf

skiati, peroneal komunis)

b. Tanda :hilangnya/ menurunnya refleks dan sensasi pada saraf

yang cedera, hilangnya tonus otot pada area cedera, adanya

kelemahan pada otot – otot wajah, terjadi miosis (kontriksi

pupil mata), ptosis (penurunan kelopak mata atas), dan

anhidrosis (wajah kering karena kekurangan keringat).

7) Nyeri/ kenyamanan:

Nyeri nonsepsis dan neuropatik.

8) Pernapasan: tidak mengalami masalah

9) Keamanan: penrunan kekuatan/ tonus otot, paralisis atau paratesia

10) Interaksi Sosial: tidak bermasalah

34

Page 39: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

b. Diagnosa Keperawatan

1) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan paralisis ekstremitas.

2) Nyeri berhubungan dengan perubahan pada system saraf; stimulus intensitas tinggi

pada ujung saraf.

3) Ansietas berhubungan dengan .krisis situasional; perubahan status kesehatan

c. Intervensi Keperawatan

1) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan paralisis

ekstremitas.

Tujuan :Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi

bagian tubuh yang sakit atau kompensasi

Kriteria hasil :Mendemonstrasikan teknik atau perilaku yang memungkinkan

dilkukannya kembali aktivitas.

Intervensi :

1. Letakkan pasien pada posisi tertentu, untuk menghindari kerusakan karena tekanan

R/ Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan

meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagia tubuh

2. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu

perubahan posisi tersebut

R/ Jika ada paralisis atau keterbatasan kognitif pasien harus diubah posisinya secara

teratur dan posisi dari daerah yang sakit hanya dalam jangka waktu yang sangat

terbatas

35

Page 40: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

3. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab, ganti pakaian

yang basah, dan pertahankan pakaian tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan.

R/ Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan resiko terjadinya

ekskoriasi kulit

4. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang

terjadi

R/ Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengarruhi

pilihan intervensi yang akan dilakukan

5. Ajarkan dan motivasi klien untuk latihan rentang gerak pasif. Hindari latihan gerak

aktif selama fase akut.

R/ menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus otot dan meningkatkan mobilisasi

sendi. Catatan : Latihan yang dipaksakan dapat menimbulkan eksaserbasi gejala

yang menyebabkan regresi fisiologis dan emosi. Persendian juga dapat mengalami

flaksid secara total. Memaksimalkan tenaga dan mencegah kelelahan yang

berlebihan.

6. Koordinasikan asuhan yang diberikan dan periode istirahat tanpa gangguan

R/ pengguanaan otot secara berlebihan dapat meningkatkan waktu yang diperlukan

untuk remielinisasi, karenanya dapat memperpanjang waktu penyembuhan

7. Anjurkan untuk melakukan latihan yang terus dikembangkan dan bergantung pada

toleransi secara individual, seperti duduk di sisi tempat tidur dengan sokongan,

bangkit dari kursi dan kemudian ambulasi sesuai kemampuan.

R/ kegiatan pada bagian tubuh yang terkena yang ditingkatkan secara bertahap/

terprogram, meningkatkan fungsi organ secara normal dan memiliki efek psikologis

yang positif.

Kolaborasi:

36

Page 41: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

8. Konfirmasi dengan/ rujuk ke bagian terapi fisik/ terapi okupasi

R/ Bermanfaat dalam menciptakan kekuatan otot secara individual/ latihan

terkondisi dan program latihan berjalan dan mengidentifikasi alat bantu/ brace untuk

mempertahankan mobilisasi dan kemandirian dalam melakukan aaktivitas sehari –

hari.

2) Nyeri berhubungan dengan kerusakan  pada neuron

Tujuan : nyeri berkurang

Kriteria hasil :pasien melaporkan nyeri berkurang, mengungkapkan metode

untuk    meredakan nyeri, mendemostrasikan penggunaan keterampilan,

relaksasi sesuai indikasi untuk situasi individu.

Intervensi:

Mandiri:

1. Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan mengenai nyeri yang dirasakan

R/ Menurunkan perasaan terisolasi, marah dan cemas yang dapat meningkatkan nyeri

tersebut

2. Lakukan perubahan posisi secara teratur. Berikan sokongan dengan bantal, busa, atau

dengan selimut

R/ Membantu menghilangkkan kelelahan dan tegangan otot

3. Berikan kompres hangat atau dingin, mandi dengan air hangat, berikan masase atau

sentuhan sesuai toleransi pasien secara individual

R/ Membantu pasien mendapatkan control perasaan tidak nyaman secara konstan yang

disebabkan oleh parestesia dan menurunkan kekakuan/ nyeri pada otot

Kolaborasi:

4. Berikan obat analgetik sesuai dengan kebutuhan. Hindari penggunaan narkotika

37

Page 42: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

R/ Berguna untuk meninggalkan rasa nyeri ketika merode lain yang telah dicoba tidak

memerikan hasil yang memuaskan

5. Bantu dengan terapi terapi alternatif seperti ultrason, diatermia, dan menggunakan unit

TENS

R/ Bermanfaat dalam menghilangkan ketidaknyuamanan pada otot

3) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional; perubahna status kesehatan

Tujuan :  Menerima dan mendiskusikan rasa cemas

Kriteria hasil :

Mengungkapkan pengetahuan yang akurat tentang situasinya

Mendemonstrasikan rentang perasaan yang tepat dan berkurangnya takut

Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi

Intervensi :

1. Tempatkan pasien dekat ruang perawat, periksa pasien secara teratur. Kaji kembali

kemampuan pasien menggunakan alat penggil lampu secra reguler

R/ memberikan keyakinan bahwa bantuan segera dapat diberikan jika pasien secara

tiba – tiba menjadi tidak memiliki kemampuan

2. Berikan perawatan primer/ hubungna staf perawat yang konsisten

R/ meningkatkan rasa saling percaya pasien dan membantu menurunkan kecemasan

3. Berikan bentuk komunikasi alternatif jika diperlukan

R/ menurunkan perasaan tidak berdaya dan perasaan terisolasi

38

Page 43: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

4. Diskusikan adanya perubahan citra diri, ketakutan akan kehilangan kemampuan yang

menetap, kehilangan fungsi, kematian, masalah mengenai kebutuhan penyembuhan/

perbaikan

R/ membawa perasaan takut secara terbuka, memberikan kesempatan untuk mengkaji

persepsi/ informasi yang salah dari pasien dan memberikan jalan keluar dalam

pemecahan masalah pada keadaan yang diharapkan.

5. Berikan penjelasan singkat mengenai perawatan, rencana perawatan dengan pasien

termasuk orang terdekat

R/ pemahaman yang baik dapat meningkatkan kerjasama pasien dalam kebutuhan

akan melakukan aktivitas. Pelibatan pasien dan orang terdekat dalam perencanaan

asuhan akan dapat mempertahankan beberapa perasaan kontrol terhadap diri atas

kehidupannya yang selanjutnya akan meningkatkan harga diri.

d. Implementasi Keperawatan

e. Evaluasi

1) Klien dapat mempertahankan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit

2) Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dirasakan dan Skala nyeri 0

3) Klien dapat mengontrol kecemasannya

39

Page 44: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Cedera saraf tepi merupakan suatu keadaan yang terjadi pada sel saraf

tepi/perifer yang diakibatkan oleh karena trauma dan nontrauma sehingga

menyebabkan reaksi cedera pada saraf dimulai dari tahap iskemia dan berlangsung

progres menuju pada kerusakan hingga kematian sel saraf yang bersifat menetap.

Klasifikasi berdasarkan seddon terbagi atas 3 jenis yakni Neuropraksia: Saraf Non –

Working, Aksonotmesis: Akson Terpisah dan Neurotmesis: Seluruh Saraf Terpisah

sedangkan berdasarkan sunderland terbagi atas derajat 1 – 5. Penyebab dari cedera

saraf perifer adalah Kompresi, Traksi dan peregangan dan Luka terbuka sedangkan

menurut Neal, 2010 penyebab cedera adalah general (Compartment Syndrome,

Reflex Sympathetic Dystrophy dan Post-Herpetic Neuralgia), Face :Trigeminal

Neuralgia Upper Extremity dan Lower Extremity. Sistem saraf meliputi saraf perifer

di wajah, lengan, kaki, badan, dan beberapa saraf kranial. Sistem Ini berkomunikasi

antara saraf otak dan otot, kulit, organ internal dan pembuluh darah. Apabila sel saraf

perifer mengalami kerusakan terutama pada selubung mielin, maka perjalanan impuls

dari sistem saraf pusat akan terputus dan tidak ada respon yang ditimbulkan oleh

organ efektor. Tanda dan gejala dari jenis cedera saraf perifer ini berdasarkan

karakteristik dari lokasi saraf yang mengalami injuri. Diagnosis akurat mengenai

kemunculan dan derajat cedera saraf membutuhkan pemahaman yang baik tentang

40

Page 45: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

anatomi dan fisiologi system saraf perifer. Pemeriksaan penunjang cedera saraf ini

meliputi Elektromiografi (EMG), Potensial Aksi Saraf Sensori

(SNAP),Somatosensory-Evoked Potential (SSEP), Potensial Aksi Saraf Intrabedah

(NAP), Pemeriksaan Radiologis Mielografi, Tomografi Terkomputer (CT) dan

Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI), dan Tes lainnya yang dilakukan tergantung

pada penyebab yang dicurigai kondisi, dan dapat mencakup x-ray, imaging scan, dan

tes darah. Penatalaksanaan cedera saraf perifer biasanya berdasarkan hasil

pemeriksaan klinis pada pasien dimana penatalaksanaan medis dan asuhan

keperawatan akan berbeda – beda, bergantung pada penyebab dan jenis ceder, dapat

secara farmakologi, nonfarmakologi serta tata laksana bedah. Operasi dengan

pertimbangan – pertimbangan tertentu. Komplikasi yang dapat timbul akibat cedera

adalah remisi spontan, distrofi reflex simpatik, kontraktur miogen dan penyakit kaki

diabetic. Pengakajian khusus cedera ini difokuskan pada neurobehavior pasien, nyeri/

kenyamanan, dan psikologi pasien sebab akibat dari cedera ini mampu memberi

pengaruh multidimensi yang patut diperhatikan betul oleh seorang perawat. Diagnosa

keperwatan prioritas yang dapat muncul dari jenis cedera saraf ini adalah kerusakan

mobilitas fisik, nyeri kronik dan ansietas dengan intervensi tergantung kepada

kemampuan pasien untuk mencapai tujuan setiap implementasi yang perawat berikan.

3.2. Saran 1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa

keperawatan.

2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.

3. Semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi dan

forum terbuka

41

Page 46: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

DAFTAR PUSTAKA

Apley, AG and Solomon, M. (1993). System of Orthopaedics and Fractures, Seventh edit. Butterworth - Heinemann Ltd. Oxford

Russell, Stephen M.(2006). Examination of Peripheral Nerve: An Anatomical Appproach. New York: Thieme medical Publisher

Haymaker, Webb & Barnes Woodhall.(1953). Peripheral Nerve Injury. Principle of Diagnosis. New York: Thieme

Lumenta, Christianto B. (2010). Neurosurgery. London: Spinger

www. Fbnotebook.com

Dubuisson A , Kline DG.( 1992).  Journal Article Neurologis Klinik. Departemen Bedah Saraf, Louisiana State University Medical Center, Rumah Sakit Amal, New Orleans.

 

42

Page 47: m a k a l a h Neuro Sgd Kel.vi_cedera Saraf Perifer

43