Lapsus Jantung 2

41
BAB I LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien Nama : Ny.N Tanggal Lahir : 01/01/1984 Umur : 32 tahun Agama : Islam Suku : Jawa Status Perkawinan : Menikah Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Renojoyo Kedung Kampil Porong B. Anamnesis Anamnesis dilakukan terhadap pasien 1. Keluhan Utama Sesak 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluh sesak sejak lama namun memberat sejak 1 minggu yang lalu (19 – 04 – 2016). Sesak dirasakan bila pasien berbicara terlalu banyak dan berkurang bila istirahat. Dahulunya sesak hanya dirasakan bila sedang menyapu atau mengepel. Dada juga dirasakan nyeri seperti tertusuk pada dada kiri dan bila menarik nafas terasa nyeri, tapi nyeri tidak dirasakan menjalar ke lengan kiri ataupun leher kiri. Pasien juga mengeluh sering batuk sejak lama, 1

description

gfcgh

Transcript of Lapsus Jantung 2

Page 1: Lapsus Jantung 2

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny.N

Tanggal Lahir : 01/01/1984

Umur : 32 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Renojoyo Kedung Kampil Porong

B. Anamnesis

Anamnesis dilakukan terhadap pasien

1. Keluhan Utama

Sesak

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh sesak sejak lama namun memberat sejak 1 minggu yang lalu (19 – 04 –

2016). Sesak dirasakan bila pasien berbicara terlalu banyak dan berkurang bila istirahat.

Dahulunya sesak hanya dirasakan bila sedang menyapu atau mengepel. Dada juga

dirasakan nyeri seperti tertusuk pada dada kiri dan bila menarik nafas terasa nyeri, tapi

nyeri tidak dirasakan menjalar ke lengan kiri ataupun leher kiri. Pasien juga mengeluh

sering batuk sejak lama, sekali batuk sangat lama kurang lebih 1 jam tanpa henti, tidak

dirasakan adanya dahak, adanya batuk darah disangkal oleh pasien dan lama kelamaan

menjadi sesak. Selain itu dada dirasakan berdebar debar sejak lama sekitar tahun 2013.

Dikatakan bahwa jika tidur harus menggunakan bantal tinggi dan lebih sering dengan

posisi tidur yang sudah dilakukan sangat lama. Saat tidur pasien juga sering tiba tiba

bangun saat tidur malam hari. Badan sering terasa lemas dan nafsu makan dirasakan

menurun sejak 1 minggu yang lalu sehingga berat badan menurun yang awalnya 51 kg

1

Page 2: Lapsus Jantung 2

menjadi 44 kg. didapatkan kaki bengkak saat 1 hari sebelum masuk rumah sakit (25 – 04

– 2016). Pasien mengatakan pernah didiagnosa jantung bocor dan disarankan ganti katup

saat tahun 2014 setelah dilakukan echocardiography lalu dirujuk ke RSUD Soetomo dan

dilakukan echocardiography ulang, dan dilakukan rawat jalan control rutin lalu pasien

memutuskan untuk mengikuti pengobatan tradisional selama 2 th dan mulai merasa baik

lalu lupa untuk control dan mulai timbul batuk yang lama lagi dan sesak. Pasien

mengatakan dahulu saat sebelum menikah sering menderita batuk pilek dan sering sesak

bila terlalu capek. Saat lahir pasien mengatakan lahir secara normal dan cukup bulan.

Pasien mempunyai 1 anak dan dilahirkan secara normal pula.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Dari keterangan pasien dikatakan pasien sering mengalai demam karena infeksi

tenggorok atau nyeri telan.

Pasien mengatakan sudah pernah masuk RSUD Sidoarjo dan RSAL dr. Ramelan dengan

keluhan yang sama sebanyak 2 kali. Sudah pernah melakukan pemeriksaan rekam

jantung dan echocardiography di RSUD Soetomo dan RSUD Sidoarjo. Riwayat

Hipertensi, Diabetes, dan Asma disangkal oleh pasien.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien menderita penyakit dengan keluhan yang sama

Ibu pasien menderita penyakit paru

5. Riwayat Pengobatan

Pasien sudah meminum obat untuk jantung yang didapat saat control ke dokter spesialis

jantung dan pembuluh darah

6. Riwayat Sosial Ekonomi

Riwayat merokok dan minum alcohol disangkal dan jarang makn diluar rumah.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik umum

a. Keadaan umum : Lemah

b. Kesadaran : Compos mentis

c. Vital Sign :

2

Page 3: Lapsus Jantung 2

1) TD : 90/60 mmHg

2) Nadi : 105 x/mnt

3) RR : 28 x/mnt

4) Suhu Axilla : 37,1 ˚ C

d. Kulit : Ikterus (-), Ptechiae (-), Purpura (-), Ekimosis (-)

e. Kelenjar limfe : Tidak ditemukan pembesaran pada limfonodi leher.

f. Otot : Kekuatan otot normal, artrofi (-)

g. Tulang : Tidak ada deformitas.

h. Status Gizi :

1) Berat badan : 41 kg

2) Tinggi badan: 150 cm

3) IMT : 13 %

Kesan : Didapatkan hipotensi, takikardi, takipneu dan status gizi kurang

2. Pemeriksaan Fisik Khusus

a. Kepala

1) Bentuk : Bulat

2) Rambut : Hitam, lurus

3) Mata : Konjungtiva anemis +/+

Sklera ikterus -/-

Oedem palpebra -/-

Reflek cahaya +/+

4) Hidung : Sekret (-), Bau (-), Perdarahan (-), Pernafasan cuping hidung (+)

5) Telinga : Sekret (-), Bau (-), Perdarahan (-)

6) Mulut : Sianosis (+), Bau (-)

b. Leher :

1) Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran pada limfonodi leher

2) Tiroid : Tidak ada pembesaran

3) Kaku kuduk : (-)

4) JVP : 5cm dari angulus ludovici pada sudut 30o dari posisi berbaring

5) Tidak tampak retraksi suprasternal dan kontraksi M. sternocleidomastoideus

c. Thorax

3

Page 4: Lapsus Jantung 2

1) Cor

a) Inspeksi :Ictus cordis tampak

b) Palpasi :Ictus cordis teraba pada ICS V MCL sinistra

left parasternal heave (+)

c) Auskultasi :S1-S2 bervariasi

Opening snap terdengar (intermitten absence)

A2- OS interval bervariasi

Diastolic rumbling di apex grade III-IV, iregular

Lokalisasi : mitral

Jenis murmur : murmur crescendo

Durasi : short duration

Penjalaran: -

2) Pulmo

Aspectus Ventralis Aspectus Dorsalis

Ins Bentuk dada normal

Simetris

Retraksi (-)

Gerak nafas tertinggal (-)

Bentuk dada normal

Simetris

Retraksi (-)

Gerak nafas tertinggal (-)

Per Nyeri tekan (-)

Fremitus raba

N N

N N

N N

Nyeri tekan (-)

Fremitus raba

N N

N N

N N

4

Page 5: Lapsus Jantung 2

Pal Sonor-RedupS S

S S

S S

S R

S S R R

S R

Sonor-RedupS S

S S

S S

R S

R R S S

R S

Aus Suara DasarBV BV

BV BV

V V

V V

V V V V

V V

Wheezing- -

+ +

+ +

+ +

- - - -

- -

Rhonki- -

+ +

+ +

+ +

- - - -

- -

Suara DasarBV BV

BV BV

V V

V V

V V V V

V V

Wheezing- -

+ +

+ +

+ +

- - - -

- -

Rhonki- -

+ +

+ +

+ +

- - - -

- -

5

Page 6: Lapsus Jantung 2

d. Abdomen

1) Inspeksi : Cekung

2) Auskultasi : Bising usus (+) 10x/menit

3) Perkusi : Tympani-redup, batar hepar redup 3 jari dibawah arcus costae.

4) Palpasi : Distended (-), Nyeri tekan (-), Hepatomegali (+) 3 jari dibawah arcus

costae, Splenomegali(-).

e. Ekstermitas

1) Superior : Akral hangat +/+, oedem -/-

2) Inferior : Akral hangat +/+, oedem -/-

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboraturium

Tanggal 26 april 2016

Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Nilai normal

HEMATOLOGI

Hemoglobin 13,2 12-18 gr/dL

Leukosit 11,35 4.8-11.8 103/uL

Hematokrit 39,1 36-46 %

Trombosit 265 150-450 103/uL

GULA DARAH

Glukosa Sewaktu 109 <140 mg/dL mg/dL

ELEKTROLIT

Natrium 124 137-145 mmol/L

Kalium 5,7 3.6-5 mmol/L

Chlorida 93 98-107 mmol/L

FAAL GINJAL

Kreatinin Serum 0,9 0.5-1.1 mg/Dl

BUN 14,5 6-20 mg/dL

6

Page 7: Lapsus Jantung 2

Tanggal 27 April 2016

Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Nilai normal

FAAL HEMOSTASISPPT 15,8 <2 detik dari

controldetik

Control PPT 11,0 9,90 – 13,30 detik

KIMIA KLINIK

Asam Urat 8,2 2,4 – 5,7 mg/dL

Cholestrol Total 128 130 - 220 mg/dL

Trigliserida 77 34 – 143 mg/dL

HDL – Cholestrol 20 48 – 74 mg/dL

LDL - Cholestrol 93 <100 mg/dL

SGOT 78 <32 U/L

SGPT 44 <33 U/L

ELEKTROLIT

Natrium 125 137-145 mmol/L

Kalium 4,0 3.6-5 mmol/L

Chlorida 91 98-107 mmol/L

2. Pemeriksaan EKG

a. Tanggal 26 April 2016 jam 06.50

7

Page 8: Lapsus Jantung 2

Rate : 136 - 187 x/menit

Rhythm: irama sinus takiaritmia

Aksis: deviasi ke kanan (L1(-) dan AVF(+))

Hipertrofi :

Ventrikel kanan : Gelombang R/S > 1(V1 dan V2) = RVH

Gelombang S dalam pada V5 dan V6

ST depresi pada VI-3

Atrium kanan : pada V1 gelombang P meninggi ≥2mm

Pada lead berapapun tinggi gelombang P ≥2.5 mm

b. Tanggal 26 April 2016 jam 09.00

8

Page 9: Lapsus Jantung 2

Rate : 136 - 187 x/menit

Rhythm: irama sinus takiaritmia

Aksis: deviasi ke kanan (L1(-) dan AVF(+))

Hipertrofi :

Ventrikel kanan : Gelombang R/S > 1(V1 dan V2) = RVH

Gelombang S dalam pada V5 dan V6

ST depresi pada VI-3

Atrium kanan : pada V1 gelombang P meninggi ≥2mm

Pada lead berapapun tinggi gelombang P ≥2.5 mm

c. Tanggal 27 April 2016

9

Page 10: Lapsus Jantung 2

Rate : 75 – 78 x/menit

Rhythm: irreguler

Aksis: Tidak ada deviasi

Hipertrofi :

Ventrikel kiri : Gelombang R pada V6 + gelombang S pada V2 > 35 mm

Gelombang S dalam pada V6

Ventrikel kanan : T inversi pada V1

Ischemi : T datar pada LII, LIII, AVF, V1-V4

d. Tanggal 28 April 2016 jam 05.00

10

Page 11: Lapsus Jantung 2

Rate : 71 – 78 x/menit

Rhythm: irreguler

Aksis: Tidak ada deviasi

Hipertrofi :

Ventrikel kiri : Gelombang S dalam pada V2

Ventrikel kanan : ratio R/S <1 pada V6

T inversi pada V1

Ischemi : T Inversi pada V1-V3, ST depresi V2-V3

3. Pemeriksaan Foto Thorax

11

Page 12: Lapsus Jantung 2

Kesimpulan : Kardiomegali dengan kongestif pulmonum

4. Pemeriksaan Echocardiografi

Tahun 2014

Kesan: prolapse katup mitral AML dengan MR berat, AR Trivial, LA dan LV dilatasi,

Fungsi Diastolik LV Abnormal, LVH Eksentrik

Tahun 2015

12

Page 13: Lapsus Jantung 2

Kesan : LA dan LV dilatasi, LVH, MR severe, MS moderate, PR mild, AR mild

E. Resume

Anamnesa : Dyspnea d’effort (+)

Noctulnal dyspnea (+)

Orthopnea (+)

Berdebar- debar

Nyeri dada

Batuk lama

Edema (+)

Berat Badan berkurang

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum : Lemah

Vital sign : Hipotensi,Takikardia, Takipnea

Kepala/Leher : Konjungtiva anemis, Pernapasan Dyspnea

Thorax

13

Page 14: Lapsus Jantung 2

Pulmo : Wheezing, Ronkhi

Cor : Ictus cordis bergeser pada ICS V MCL sinistra

Auskultasi : diastolic rumbling di apex grade III- IV

Abdomen : Hepatomegali (+)

Pemeriksaan Laboratorium

Leukositosis, hiponatremi, hyperkalemia, hipochlorida, Gangguan profil lemak dan gangguan faal hati.

Pemeriksaan EKG

RVH, Iskemi anteroseptal inferior, AF VR moderate, Axiz RAD

Pemeriksaan echocardiography

RHD MS Berat, LA dan LV dilatasi, LVH, , MS moderate, PR mild, AR mild, prolapse

katup mitral AML dengan MR berat, Fungsi Diastolik LV Abnorma.

F. Diagnosis

Etiologi : Penyakit Jantung Reumatic

Anatomis : Mitral Regurgitasi Berat , Mitral Stenosis sedang , aorta regurgitasi sedang,

Pulmonal regurgitasi sedang, Prolaps katup mitral AML

Fungsional : DCFC III

Sekunder : Gangguan Faal Hati dan gangguan profil lemak

G. Planing

1. Planning Terapi

O2 2-4 lpm

Infus PZ 7 tpm

Injeksi Furosemide 1x1 amp

p/o digoxin 2x1

p/o Spironolacton 25 mg 1-0-0

p/o Bisoprolol 2,5 0-0-1/2

p/o alprazolam 1x 1 mg

14

Page 15: Lapsus Jantung 2

p/o Beraprost 2x1

p/o Warfarin 2mg 0-0-1

2. Planing diagnostik

3. Planing Monitoring

a. Vital sign

b. ECG

c. Resiko pendarahan (score:1)

d. Resiko tromboemboli selama satu tahun follow up adalah 0.78%

4. Planing Operatif

Valvuloplasti

5. Planning edukasi

a. Menjelaskan tentang penyakit, pemeriksaan yang perlu dilakukan dan tindakan medis

kepada pasien serta keluarga.

b. Menjelaskan kemungkinan komplikasi dan prognosis kepada pasien dan keluarga

c. Menjelaskan tentang faktor risiko yang perlu dihindari nantinya

H. Prognosis

Dubia ad malam

BAB II

PEMBAHASAN

15

Page 16: Lapsus Jantung 2

A. ETIOLOGI

Daun katup mitral terdiri dari jaringan fibrous tipis dan lentur. Dua buah katup – anterior

dan posterior terbuka oleh pengembangan terhadap dinding ventrikel dan tertutup oleh

aposisi saat tekanan dalam ventrikel kiri lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan atrium

kiri.

Mitral Stenosis terjadi saat daun katup mitral mengalami kekakuan, kalsifikasi atau tidak

mampu sepenuhnya membuka selama fase diastole. Demam rematik bertanggung jawab

terhadap sebagian besar kasus mitral stenosis. Infeksi awal dan sequelae nya menyebabkan

penebalan daun katup mitral dan penggabungan komisura diantara kedua daun katup mitral.

Hal ini juga mempengaruhi korda tendinea sehingga menjadi tebal dan memendek.

Kebanyakan katup pada demam rematik menunjukkan abnormalitas terhadap seluruh struktur

ini. Hanya sedikit pasien dengan kelainan katup demam rematik memiliki gangguan stenosis

mitral murni, kebanyakan pasien memiliki kombinasi dari stenosis dan regurgitasi. Kira- kira

dua diantara tiga kasus mitral stenosis yang terjadi di USA terjadi pada wanita.

Peningkatkan tekanan secara kronis pada atrium kiri yang berhubungan dengan mitral

stenosis menyebabkan hipertrofi atrium kiri dan memiliki predisposisi terjadinya atrial

fibrilasi. Kerusakan katup oleh karena mitral stenosis juga rentan terhadap terjadinya

thrombosis rekuren dan implantasi dari bakteri yang berakhir dengan infektif endokarditis.

Efek hemodinamik dari mitral stenosis kronis termasuk hipertensi arteri dan vena

pulmonalis, hipertrofi dan gagal ventrikel kanan, edema perifer, asites, dan kerusakan hepar

dan sirosis hepar.

Beberapa etiologi yang berkontribusi terhadapa terjadinya mitral stenosis. Termasuk juga

prolaps katup mitral, rheumatic heart disease, cardiomiopati dengan dilatasi ventrikel,

Penyakit jantung iskemia termasuk otot papillary, kardiomiopati iskemia, endokarditis

bakteri atau jamur, dan beberapa penyakit vascular- kolagen. Penyakit dari berbagai

komponen apparatus mitral dapat menyebabkan kegagalan fungsional dari katup.

Pada pasien etiologi terjadinya mitral stenosis adalah demam rematik dimana diawali

dengan adanya riwayat faringitis atau tonsillitis. Dari heteroanamnesa terhadap ibu pasien,

riwayat adanya demam karena infeksi tenggorokan atau nyeri telan disangkal. Riwayat

keluarga dengan keluhan yang sama disangkal. Interval antara episode demam rematik akut

16

Page 17: Lapsus Jantung 2

dan gejala mitral stenosis rata- rata sekita 16 tahun. Kebanyakan pasien tidak ingat pernah

mengalami gejala akut walaupun sekarang pada pasien sudah timbul gejala ganggaun katup.

B. PATOGENESIS

Luas area normal pada potongan cross sectional katup mitral saat diastole adalah 4- 6

cm2. Aliran darah terganggu saat orifisium katup menyempit kurang dari 2 cm2, dimana akan

menciptakan peningkatan gradient tekanan. Area katup yang lebih kecil dari 1 cm2 dianggap

sebagai kegawatan mitral stenosis dan menyebabkan gradient yang melalui katup akan

berakhir dengan peningkatan tekanan atrium kanan secara kronis.

Pasien merasakan efek dari mitral stenosis moderate/sedang (1-2cm2) saat beraktivitas.

Terjadinya stenosis yang berat dapat menyebakan dyspnea eksersi minimal dan paroksismal

nocturnal dyspnea. Pada beberapa kasus onset yang mendadak atau berulangkali pada atrial

fibrilasi menghasilkan gejala pertama namun kadang menyebabkan oedema pulmonary yang

fatal. Saat perkembangan atrial fibrilasi tidak menunjukkan gejala klinis (silent), kejadian

awal dapat berupa stroke atau gejala tromboembolic lainnya. Presentasi klasik dari cor

pulmonal yang parah dengan asites dan edema terlihat pada pasien ini. Penyakit katup mitral

meningkatkan resiko terjadinya endokarditis bacterial, dimana selalu ditentukan dengan

gejala klinis yang semakin memburuk pada pasien dengan penyakit katup mitral yang

sebelummnya dalam keadaan stabil.

Auskultasi pada kasus dengan gejala mitral stenosis dikarakterisasikan dengan suara

jantung pertama yang keras “loud first heart sound” dan opening snap setelah suara jantung

kedua dan murmur diastolic nada rendah dengan aksentuasi presistolic pada pasien dengan

irama sisnus. Opening snap adalah suara yang dihasilkan pembukaan penuh katup mitral

yang terjadi mendadak. Ini dapat menunjukkan tingkat keparahan dari gradient tekanan

melalui katup mitral karena peningkatan tekanan pada atrium kiri menghasilkan pembukaan

yang lebih awal dari katup mitral dibandingkan keadaan normal. Oleh karena itu, semakin

dekat jarak A2 terhadap opening snap maka semakin berat stenosis yang terjadi.

Karakteristik murmur diatolic, rumbling frekuensi rendah pada pasien dengan mitral

stenosis paling baik terdengan pada daerah apex menggunakan bell dengan posisi LLD (Left

Lateral Decubitus). Bising terjadi pada saat proses diastole, dengan aksentuasi yang

terdengar sebagai diastole yang terlambat (late diastole/ presistole) pada pasien irama sinus.

17

Page 18: Lapsus Jantung 2

Murmur ini akan susah terdengar, lemah dan singkat pada mitral stenosis minimal. Oleh

karena itu, kepedulian yang tinggi dibutuhkan terhadap kemungkinan terjadinya mitral

stenosis. Bila murmur belum terdengar saat dilakukan manuver ini maka pasien dapat

melakukan latihan sebelum dilakukan auskultasi. Rangkaian murmur –loud first sound,

opening snap dan diastolic rumble- cukup spesifik untuk menunjukkan terjadinya mitral

stenosis. Murmur yang mirip dengan mitral stenosis termasuk murmur Austin Flint dengan

aorta regusgitasi, murmur diatolic mitral pada pasien dengan kebocoran intracardiac, dan

kadang murmur yang disebabkan mixoma atrium kiri. Meskipun demikian, tidak ada satupun

dari tiga komponen diatas merupakan tanda mitral stenosis klasik.

Elektrocardiografi pada mitral stenosis menunjukkan abnormalitas jarak ST- segmen dan

gelombang T sampai pada bukti dari elektrocardigrafi terhadap terjadinya hipertensi

pulmonal berat dan pembesaran ventrikel kanan. Pola EKG pada pembesaran atrium dan

ventrikel kanan merupakan indikator klasik. Fibliasi atrium umum terjadi pada kasus ini.

18

Page 19: Lapsus Jantung 2

Gambar 1. Patofisiologi dan aspek klinis dari Mitral Stenosis

Banyak penyakit pulmonal yang dapat dibedakan dari penyakit mitral stenosis dengan

pemeriksaan gambaran dada, termasuk radiografi dan CT scan. Saat evaluasi awal

difokuskan terhadap diferensial diagnosis penyakit katup mitral maka echocardiografi

merupakan alat klinis yang paling membantu. Pada penyakit katup mitral rematik,

echocardiografi dapat menunjukkan penebalan, kalsifikasi dan mobilitas yang rendah dari

katup dan penebalan struktur subvalvular. Tingkat stenosis atau regurgitasi katup dapat

dihitung dengan menggunakan dopler ultrasonografi. Saat dibutuhkan, anatomi katup dan

aparatus subvalvular lebih lanjut dapat diketahui melalui transesophageal echocardiografi.

Tujuan dari echocardiografi adalan untuk mengevaluasi tingkat keparahan dari stenosis dan

regurgitasi, mobilitas katup, keikutsertaan struktur subvalvular, tingkat kalsifikasi dan

19

Page 20: Lapsus Jantung 2

mendeteksi thrombus intracardiac. Echocardiografi menyediakan informasi mengenai fungsi

kontraktilitas dari ventrikel kiri dan estimasi yang akurat mengenai tekanan arteri pulmonal

dan fungsi ventrikel kanan. Alat ini juga dapat mengidentifikasi vegetasi bakteri atau jamur,

massa intracardiac ( terutama mixoma atrium kiri) dan kelainan septum intraventrikel, serta

seluruh kondisi yang dapat menjadi komplikasi dari diagnosis penyakit katup mitral.

Kateterisasi jantung diindikasikan terhadap beberapa pasien dengan diagnosis yang

dipertanyakan dan pada beberapa pasien yang akan dilakukan tindakan bedah. Kateterisasi

dilakukan untuk mengukur area katup mitral, elemen kunci dari hemodinamik dimana

mempengaruhi cardiac output dan resistensi sistemik, menetapkan derajat hipertensi

pulmonal dan untuk menentukan kemungkinan adanya penyakit arteri koroner.

C. ASPEK KLINIS

1. Anamnesa

Adanya obstruksi yang signifikan pada pasien dengan mitral stenosis berat dengan

MVA 0.48 cm2 (<2 cm2 ) menyebabkan darah hanya dapat mengalir dari atrium kiri ke

ventrikel kiri hanya jika didorong oleh gradient tekanan atrioventrikel kiri yang

meningkat secara abnormal, dimana merupakan tanda hemodinamik stenosis mitral. Jadi

untuk mempertahankan jumlah curah jantung (cardiac output) yang normal maka tekanan

atrium kiri harus ditingkatkan sehingga akan meningkatkan tekanan vena dan kapiler

pulmonal yang akan mengurangi daya kembang (compliance) paru sehingga akan

menyebabkan dyspnea pada waktu pengerahan tenaga (exertional dyspnea, dyspnea

d’effort.

Pada pasien mengeluh sesak dimana keluhan sudah dirasakan kurang lebih 5

tahun. Awalnya sesak dirasakan saat melakukan aktivitas lama dan berat namun beberapa

bulan terakhir pasien mengeluh lebih sering mengalami sesak sehingga pasien berhenti

bekerja. Hal ini menunjukkan compliance paru yang semakin menurun oleh karena MS

yang memberat. Kadang pasien juga mengeluh kurang nyaman saat tidur karena terasa

sesak. Ini merupan gejala mitral stenosis berat dimana sesak timbul saat tidur malam

(Nocturnal dyspnea). Tingginya tekanan arteri pulmonalis dapat menyebabkan pecahnya

kapiler pulmonal sehingga dapat ditemukan batuk darah (hemoptysis). Pasien

menyangkal semua riwayat pendarahan.

20

Page 21: Lapsus Jantung 2

Dada berdebar- debar juga sudah dirasakan 5 tahun terakhir dan memberat saat

sesak. Hal ini menunjukkan terjadinya atrial fibrilasi dimana terjadi kontraksi atrium

terus menerus untuk memompa darah menuju ventrikel. Peningkatan tekanan arteri

pulmonal menyebabkan kontraksi berlebihan dari ventrikel kanan hal ini akan

menyebakan penebalan ventrikel kanan (hipertofi RV) dimana ditandai dengan precordial

hip meningkat.

Hipertensi pulmonal meningkatkan juga tekanan pada ventrikel kanan dimana

juga akan meningkatkan tekanan pada atrium kiri. Gangguang aliran vena cava superior

dan inferior menyebabkan terjadinya hipertensi porta dimana terjadi pembesar hepar

asites dan Edema shingga pasien mengeluh perut terasa sebah dan teraba keras pada

daerah ulu hati. Pasien mengatakan jika banyak minum air maka perut akan semakin

membesar dan dada tambah berdebar- debar. Berat badan menurun beberapa bulan

terakhir. Pada pasien tidak didapatkan edema.

Riwayat Penyakit Dahulu dari keterangan ibu pasien sejak kecil dikatakan pasien

tidak pernah mengalai demam karena infeksi tenggorok atau nyeri telan. Interval antara

episode demam rematik akut dan gejala mitral stenosis rata- rata sekita 16 tahun.

Kebanyakan pasien tidak ingat pernah mengalami gejala akut walaupun sekarang pada

pasien sudah timbul gejala ganggaun katup.

Riwayat Penyakit Keluarga tidak ada keluarga pasien menderita penyakit dengan

keluhan yang sama.Riwayat Pengobatan, Pasien belum pernah konsumsi obat sebelum

sakit. Riwayat Sosial Ekonomi: Riwayat merokok dan minum alcohol disangkal dan

jarang makan diluar rumah.

Keadaan umum lemah, komposmentis. Status gizi baik, IMT: normal.

Pemeriksaan fisik didapatkan takikardi, takipneu, peningkatan suhu tubuh, konjungtiva

anemis, pernapasan dyspnea, precordial hip teraba, perkusi batas jantung melebar redup 3

cm prasternal dextra, anterior axilla sinistra dan pinggang jantung membesar. Auskultasi

suara bising jantung murmur, bising diastolic. Auskultasi paru terdengan wheezing,

vesikuler menurun ICS 4-5-6 hemithoraks sinistra. Abdomen distended, perkusi hepar

redup 3 jari dibawah arkus costae dan palpasi jantung teraba 3 jari dibawah arcus costae.

Akral dingin pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan Laboratorium: leukositosis dan

gangguan faal hati. Pemeriksaan EKG terdapat sinus takikardi dan atrial fibrilasi.

21

Page 22: Lapsus Jantung 2

Pemeriksaan ekocardiography dengan kesimpulan RHD MS Berat, MR ringan, AR

ringan, TR Ringan dengan PHT sedang.

2. Pemeriksaan Fisik

Pasien datang dengan sesak sehingga pemeriksaan fisik keadaan umum lemah,

didapatkan takikardi, takipneu, peningkatan suhu tubuh, konjungtiva anemis, bibir

sianosis. Sianosis minimal disebabkan adanya gangguan sirkulasi sitemik dimana

penurunan cardiac output menurut karena waktu pengisian ventrikel menjadi lebih

singkat juga disebabka karena takikardia.

Pernapasan dyspnea, precordial hip teraba. Auskultasi suara bising jantung

murmur, bising diastolic. Denyut apical bergeser ke lateral, dorongan kontraksi ventrikel

kanan bagian parasternal dapat dirasakan akibat adanya hipertensi pulmonalis. Auskultasi

dijumpai S1 bervariasi disebabkan akibat terjadinya atrial flutter. Opening snap terdengar

(intermitten absence). Bising diastolic bersifat low pithched, rumbling dan crescendo

presitolik dengan short duration, semakin berat semakin lama bising yang terjadi. A2-OS

interval pendek bervariasi dengan rumble diastolic di apex grade II regular.

Auskultasi paru terdengan wheezing dan ronkhi serta vesikuler menurun ICS 4-5-

6 hemithoraks sinistra. Pasien datang saat sesak dan batuk disertai dahak sehingga

auskultasi didapatkan wheezing dan ronkhi. Abdomen distended, perkusi hepar redup 3

jari dibawah arkus costae dan palpasi jantung teraba 3 jari dibawah arcus costae. Pada

pasien sudah terjadi hipertensi porta yang menyebabkan hepatomegali dan asites.

Gangguan sirkulasi menyebabkan akral dingin pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan

Laboratorium: leukositosis dan gangguan faal hati. Lekositosis didapat karena pasien

demam dengan suhu agak meningkat yang diduga merupakan suatu proses infeksi.

22

Page 23: Lapsus Jantung 2

3. Rontgen

Gambaran Kardiomegali dengan CTR (Cardio Thoraxic Ratuo > 50%)

Gambaran pinggang jantung menghilang dengan ictus cordis bergeser ke kiri,

pembesaran atrium kiri, Hipertensi pulmonal, dilatasi ventrikel kanan dan atrium kanan

serta karina bronkus melebar. Mitral stenosis menyebakan gangguan aliran dari atrium

kiri menuju venrikel kiri sehingga tekanan atrium kiri meningkat. Peningkatan tekanan

pada atrium kiri menghasilkan pembukaan yang lebih awal dari katup mitral

dibandingkan keadaan normal. Hal ini menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal

sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan memompa darah melalui arteri

pulmonal. Peningkatan kontraksi dan beban yang terjadi terus menurus menyebabkan

dilatasi ventrikel kanan. Peningkatan juga terjadi pada atrium kanan yang memompa

darah ke ventrikel kanan sehingga atrium kanan juga mengalami dilatasi dan membesar.

23

Page 24: Lapsus Jantung 2

4. ECG

Rate : 75- 100 x/menit

Rhythm: Ireguler

Aksis: deviasi ke kanan (L1(-) dan AVF(+))

Hipertrofi :

Ventrikel kanan : Gelombang R/S > 1(V1 dan V2) = RVH

Gelombang S dalam pada V5 dan V6

ST depresi pada VI-3

Ventrikel kiri : S di V1 atau V2 : < 25mm

R di V5 atau V6 : < 25 mm

24

Page 25: Lapsus Jantung 2

S di Vka dan R di Vki : < 35mm

Atrium Kiri : Lebar gelombang P ≥1 kotak kecil atau dalamnya ≥ 1 pada V1

P mitral melekuk/ melebar > 3 kotak kecil (normal: < 3 kotak

kecil)

Atrium kanan : pada V1 gelombang P meninggi ≥2mm

Pada lead berapapun tinggi gelombang P ≥2.5 mm

D. TERAPI

Pasien asimtomatis dengan penyakit katup mitral uncomplicated ringan hanya

membutuhkan profilaksis terhadap endokarditis. Pada pasien yang simptomatis, diuretic

dapat membantu mengurangi kongesti pulmonal. Adanya Stenosis mitral maka waktu yang

dibutuhkan untuk pengisian ventrikel menjadi sangat penting. Detak jantung harus

dipertahankan serendah mungkin dengan menggunakan beta bloker ataupu calsiun chaner

blocker misalnya verapamil atau diltiazem. Pasien dengan Fibrilasi atrium harus diterapi

dengan mengguankan anticoagulant warfarin kecuali ada kontraindikasi penggunaan obat.

Kondisi pasien dengan mitral stenosis yang simptomatik dapat ditingkatkan dengan

Percutaneous Balloon Mitral Valvotomy, bedah valvotomy atau penggantian katup mitral.

Berbagai kriteria digunakan untuk mengukur waktu pembedahan, dengan mengukur jarak

dari gejala pada pasien mitral stenosis berat terhadap diagnosis baru dari mitral stenosis berat

pada pasien muda.

Stenosis Katup Mitral

Obstruksi aliran menuju ventrikel kiri melalu katup mitral paling sering terjadi pada

penyakit rematik akut. Rheumatic Heart Disease merupakan penyebab dominan terjadinya

mitral stenosis selain menyebabkan kelainan katup lainnya.

Interval antara episode demam rematik akut dan gejala mitral stenosis rata- rata sekita 16

tahun. Kebanyakan pasien tidak ingat pernah mengalami gejala akut walaupun akhirnya

sekarang pasien mengalami mitral stenosis. Penyatuan komisura antara daun katup anterior

dan posterior merupakan cirri karakteristik terbanyak dari mitral stenosis rheumatic.

Penyatuan, penebalan, dan retraksi dari chordae, penebalan daun katup, dan deposisi kalsium

berkontribusi terhadap proses obstruksi. Keparahan dari ciri- ciri ini telah membentuk

25

Page 26: Lapsus Jantung 2

penilaian kualitatif echocardiografi dimana jumlahnya sudah ditentukan untuk masing-

masing karakteristik. Mobilitas daun katup mitral anterior, adanya penebalan katup atau

adanya parut submitral dan bukti dari kalsifikasi akan memperberat penilaian kualitatif

sehingga mengarah dilakukan tindakan percutaneous valvuloplasty (didiskusikan

berdasarkan indikasi).

Lokasi dari penyatuan komisura dapat membantu memprediksi kesuksesan dilatasi dari

balon. Karena prosedur ini dilakukan dengan merobek komisura yang menagalami fibrosis

yang menyebabkan penyatuan dari katup, bila penyatuan komisura yang terjadi minimal

maka dikatakan bahwa prosedur ini kurang efektif. Jika terdapat kelaian penyatuan katup

komisura dimana hanya terjadi pada satu sisi dari daun katup maka balon yang terinflasi

dapat terdesak oleh bagian daun katup yang tidak menyatu diamana akan meningkatkan

resiko katup atau trauma ventricular. Contohnya bila penyatuan hanya pada bagian septal

dari katup mitral maka akan meningkatkan resiko saat balon yang terinflasi atau

dikembangkan dapat merobek annulus mitral.

Area katup mitral yang diukur dengan planimetri biasanya berkorelasi baik dengan

pembagian area katup menurut dopler. Saat planimetric area lebih luas dibandingkan dengan

pembagian area dopler, maka dikotomi ini memberikan sinya yang menunjukkan terdapat

gradient submitral yang berarti. Menunjukkan bahwa katup tidak memberikan respon yang

baik terhadap Balloon valvuloplasty.

Indikasi Percutaneous Balloon Valvuloplasty

Stenosis katup mitral menyebabkan obstruksi aliran menuju ventrikel kiri dan

menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri. Beberapa aktivitas yang menyebabkan

peningkatan aliran (misalanya olahraga) atau pendeknya waktu diastolic (onset takikardi dan

fibrilasi atrium) meningkatkan gradient mitral. Saat gradient tekanan yang melalui mitral

meingkat, maka timbul gejala dyspnea dan congesti pulmonal. Keputusan untuk dilakukan

tindakan pada mitral stenosis terutama berdasarkan beratnya gejala.

Hipertensi pulmonal yang bertambah berat diduga berasal dari besarnya tekanan pada

atrium kiri itu snediri. Hipertensi pulmonal juga merupakan indikasi dilakukan perbaikan

terhadap katup yang mengalami stenosis. Peningkatan yang signifikan diharapkan setelah

26

Page 27: Lapsus Jantung 2

dilakukan prosedur tindakan. Resistensi vascular pulmonal sangat berkorelasi dengan MVA

(Mitral Valve Area). Resistensi vascular pulmonal dapat meningkat secara proporsional

dibandingkan dengan tekanan kapiler pulmonal. Meskipun, pencetus meningkatnya tekanan

pulmonal yang berlebihan belum diketahui diduga endotelin dan adrenomedulin yang

keduanya merupakan vsokontriktor potent pulmonal yang juga ikut serta dalam proses ini.

Karena hipertensi pulmonal dalam kasus ini dapat menurun melalui tindakan balloon

valvuloplasty, maka hipertensi pulmonal atau gagal jantung kanan walaupun tanpa gejala

kongesti merupakan indikasi dilakukan intervensi pada mitral stenosis.

Apakah diproses melalui penggantian katup atau valvuloplasty tergantung pada

morfologi stenosis dari katup mitral. Beberapa system penilaian echocardiografi telah

menyarankan bahwa system yang paling popular adalah Massachusetts General system

dimana masing- masing dari empat karakteristik diberi tingkat 0 sampai 4 dimana 0 adalah

normal.

Semakin tinggi dari skor, maka semakin kecil kemungkinan di dapat hasil yang

memuaskan melalui dilatasi balon perkutan (percutaneous balloon dilatation). Sistem

scoring ini telah suskses memprediksikan hasil akut di berbagai studi: score lebih dari 8 lebih

diasosiasikan dengan hasil yang kurang optimal. Saat diperlakukan sebagai variabel yang

berulang bagaimanapun hubungan antara score morfologi dan peningkatan baik dalam MVA

atau MVA terakhir setelah dilakukan prosedur menjukkan hubungan yang relative rendah.

Sistem scoring menyamaratakan semua factor, walaupun beberapa factor memiliki gejala

yang lebih berat dengan hasil yang buruk dibandingkan dengan gejala lainnya.

Sebelum dilakukan prosedur pasien harus melakukan transesophageal echocardiografi

untuk memastikan tidak ada thrombus pada atrial dan untuk menyediakan asesmen awal dari

morfologi katup. Jika didapatkan thrombus atrial pasien mendapat warfarin selama 4 sampai

6 minggu dan transesophageal echocardiografi diulang. Prosedur dapat dilakukan bila

thrombus atrial melekat jauh didalam tapi disarankan dilakukan pemecahan terhadap trobus

atrial sebelum prosedur.

Umur pasien atau riwayat pembedahan comisurotomy tidak secara signifikan

mempengaruhi hasil dari prosedur, namun tersedianya morfologi katup cukup

menguntungkan. Secara umum pasien dengan gejala dengan skor morfologi rendah yang

beralasan dan mitral regurgitasi kurang dari 2+ merupakan kandidat dilakukan percutaneous

27

Page 28: Lapsus Jantung 2

mitral valvuloplasty. Pada dasarnya diindikasikan pada semua pasien dengan gejala yang

behubungan dengan mitral stenosis dan memilki kalkulasi MVA kurang dari 1.5cm2.

Kelas I

1. Percutaneous mitral balllon valvotomy efektif terhadap pasien dengan gejala (NYHA

kelas fungsional II, III, IV), dengan MS sedang atau berat dan morfologi katup yang

baik untuk dilakukan Percutaneous mitral balllon valvotomy dan tidak ada thrombus

atrium kiri atau MR sedang atau ringan.

2. Percutaneous mitral balllon valvotomy efektif terhadap pasien dengan gejala MS

sedang atau berat dan morfologi katup yang baik untuk dilakukan Percutaneous

mitral balllon valvotomy yang memiliki hipertensi pulmonal (tekanan arteri systole

>50mmHg saat istirahat atau >60mmHg saat olahraga) dan tidak ada thrombus atrium

kiri atau MR sedang atau ringan.

Kelas II A

Percutaneous mitral balllon valvotomy sangat layak dilakukan pada pasien dengan MS

sedang atau berat yang memiliki katup yang tidak lentur karena sudah mengalami

28

Page 29: Lapsus Jantung 2

kalsifikasi (NYHA kelas fungsional III-IV yang bukan merupakan kandidat pembedahan

atau resiko tinggi bedah).

Kelas IIB

1. Percutaneous mitral balllon valvotomy dapat dipertimbangkan pada pasien

asimtomatik dengan MS sedang atau berat dan morfolaogi katup yang baik untuk

dilakukan Percutaneous mitral balllon valvotomy yang memiliki onset baru

terjadinya fibrilasi atrial dan tidak ada thrombus atrium kiri atau MR sedang atau

ringan.

2. Percutaneous mitral balllon valvotomy dapat dipertimbangkan pada pasien

asimtomatis dengan MVA >1.5 cm2 jika didapatkan bukti hemidinamik yang

sidnifikan dari MS bedasarkan pada tekanan arteri pulmonal >60mmHg, atau rata-

rata MV gradient >15mmHg selama olahraga

3. Percutaneous mitral balllon valvotomy dapat dipertimbangkan sebagai alternative

terhadap bedah pada pasien dengan MS sedang atau berat yang memiliki katup

kalsifikasi yang tidak lentur.

4. ESC merekomendasikan Percutaneous mitral balllon valvotomy untuk pasien yang

pernah mengalami tromboembolisasi, dibutuhkan untuk pembedahan nonjantung dan

pada pasien yang memiliki keiinginan hamil.

Kontraindikasi Percutaneous Balloon Valvuloplasty

Kelas III

1. Percutaneous mitral balllon valvulotomy tidak diindikasikan pada pasien dengan MS

ringan.

2. Percutaneous mitral balllon valvulotomy tidak dilakukan pada MR sedang dan berat

atau adanya thrombus atrium kiri.

29