LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LABORATORIUM.docx
-
Upload
jessycan1pam -
Category
Documents
-
view
358 -
download
4
Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LABORATORIUM.docx
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK LABORATORIUM
“Penetapan Profil Protein Cry Dan Tipe Gen Penyandinya
Galur – Galur Bakteri Bacillus thuringiensis”
KELOMPOK 1
FITRI RAHMAWATI 109095000032IRFAN FACHRUROZY 109095000029JESSYCA SHELA R. 109095000004MUTHIA RIZKITA 1090950000NINDA FIRSTRI O. 1090950000QORIMEIFEBRIA R. 1090950000SANDI ACHMAD 1090950000
TIAS LIKA SARI 109095000030YOGI SETIAWAN 109095000038ZULIANI ABIDIN 109095000043
PROGRAM STUDI BIOLOGIFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
2011M/2133H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Maksud dan Tujuan Bakteri Bacillus thuringiensis merupakan bakteri garam positif yang
berbentuk batang. Bakteri ini tersebar secara luas di berbagai Negara. Bakteri
ini termasuk pathogen fakultatif yang dapat hidup di daun tanaman conifer
maupun pada tanah. Apabila kondisi tidak memungkinkan atau tidak
menguntungkan maka bakteri ini akan membentuk fase sporulasi. Saat
sporulasi terjadi tubuhnya akan terdiri dari protein Cry yang termasuk ke
dalam protein kristal kelas endotoksin delta. Apabila serangga memakan
toksin tersebut maka serangga tersebut dapat mati. Oleh karena itu, protein
atau toksin Cry dapat dimanfaatkan sebagai pestisida alami.
Untuk memperoleh bakteri Bacillus thuringiensis yang potensial
sebagai biopestisida, maka perlu dilakukan isolasi bakteri tersebut yang salah
satunya dengan mengisolasinya dari sampel tanah yang berasal dari berbagai
tempat. Setelah proses isolasi, untuk mengidentifikasi keberadaan protein Cry
maka perlu dilakukan tahapan-tahapan berikutnya. Beberapa metode yang
dapat dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan protein Cry tersebut
adalah dengan metode elektroforsis agarose (SDS PAGE), dilanjutkan dengan
metode lowry dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan dengan
HPLC. Oleh karena itu dilakukan praktikum teknik laboratorium inimengenai
bakteri Bacillus thuringiensis yang bertujuan untuk :
1. Mampu menggunakan alat instrumen laboratorium dan mengetahui teknik
laboratorium
2. Mengetahui cara pembuatan medium
3. Untuk mendapatkan isolat bakteri Bacillus thuringiensis beserta protein
kristalnya (protein Cry).
4. Dapat melakukan analisis protein kristal yang dihasilkan oleh Bacillus
thuringiensis, serta melakukan profiling proteinnya.
5. Dapat mengerti dan memahami proses elektroforesis.
B. Landasan Teori Bacillus thuringiensis adalah bakteri gram-positif, berbentuk batang,
aerobik, dan membentuk spora yang tersebar secara luas di berbagai negara.
B. thuringiensis menghasilkan berbagai macam toksin. Toksin-toksin tersebut
adalah α-eksositosin, β-eksositosin, dan σ-endotoksin (protein kristal)
(Dubois dan Lewis, 1981). Bakteri ini termasuk patogen fakultatif dan dapat
hidup di daun tanaman konifer maupun pada tanah. Apabila kondisi
lingkungan tidak menguntungkan maka bakteri ini akan membentuk fase
sporulasi. Saat sporulasi terjadi, tubuhnya akan terdiri dari protein Cry yang
termasuk ke dalam protein kristal kelas endotoksin delta. Apabila serangga
memakan toksin tersebut maka serangga tersebut dapat mati. Oleh karena itu,
protein atau toksin Cry dapat dimanfaatkan sebagai pestisida alami.
B. thuringiensis ditemukan pertama kali pada tahun 1911 sebagai
patogen pada ngengat (flour moth) dari Provinsi Thuringia, Jerman. Bakteri
ini digunakan sebagai produk insektisida komersial pertama kali pada tahun
1938 di Perancis dan kemudian di Amerika Serikat (1950). Pada tahun 1960-
an, produk tersebut telah digantikan dengan galur bakteri yang lebih patogen
dan efektif melawan berbagai jenis insekta.
Keberadaan inklusi paraspora dalam B. thuringiensis telah ditemukan
sejak tahun 1915, namun komposisi protein penyusunnya baru diketahui pada
tahun 1915. Pada tahun 1953, Hannay, mendeteksi struktur kristal pada inklusi
paraspora yang mengandung lebih dari satu macam protein kristal insektisida
(insecticidal crystal protein, ICP) atau disebut juga delta endotoksin.
Berdasarkan komposisi ICP penyusunnya, kristal tersebut dapat membentuk
bipimiramida, kuboid, romdoid datar, atau campuran dari beberapa tipe kristal.
Berbagai macam spesies B. thuringiensis telah diisolasi dari serangga
golongan koleoptera, diptera, dan lepidoptera, baik yang sudah mati ataupun
dalam kondisi sekarat. Bangkai serangga sering mengandung spora dan ICP B.
thuringiensis dalam jumlah besar. Sebagian subspesies juga didapatkan dari
tanah, permukaan daun, dan habitat lainnya. Pada lingkungan dengan kondisi
yang baik dan nutrisi yang cukup, spora bakteri ini dapat terus hidup dan
melanjutkan pertumbuhan vegetatifnya. B. thuringiensis dapat ditemukan pada
berbagai jenis tanaman, termasuk sayuran, kapas, tembakau, dan tanaman
hutan.
B. thuringiensis dibagi menjadi 67 subspesies (hingga tahun 1998)
berdasarkan serotipe dari flagela (H). Ciri khas dari bakteri ini yang
membedakannya dengan spesies Bacillus lainnya adalah kemampuan
membentuk kristal paraspora yang berdekatan dengan endospora selama fase
sporulasi III dan IV. Sebagian besar ICP disandikan oleh DNA plasmid yang
dapat ditransfer melalui konjugasi antargalur B. thuringiensis , maupun
dengan bakteri lain yang berhubungan. Selama pertumbuhan vegetatif terjadi,
berbagai galur B. thuringiensis menghasilkan bermacam-macam antibiotik,
enzim, metabolit, dan toksin, yang dapat merugikan organisme lain. Selain
endotoksin (ICP), sebagian subspesies B. thuringiensis dapat membentuk beta-
eksotoksi yang toksik terhadap sebagian besar makhluk hidup, termasuk
manusia dan insekta.
Protein atau toksin Cry tersebut akan dilepas bersamaan dengan spora
ketika terjadi pemecahan dinding sel. Apabila termakan oleh larva insekta,
maka larva akan menjadi inaktif, makan terhenti, muntah, atau kotorannya
menjadi berair. Bagian kepala serangga akan tampak terlalu besar
dibandingkan ukuran tubuhnya. Selanjutnya, larva menjadi lembek dan mati
dalam hitungan hari atau satu minggu. Bakteri tersebut akan menyebabkan isi
tubuh insekta menjadi berwarna hitam kecoklatan, merah, atau kuning, ketika
membusuk.
Toksin Cry sebenarnya merupakan protoksin, yang harus diaktifkan
terlebih dahulu sebelum memberikan efek negatif. Aktivasi toksin Cry
dilakukan oleh protease usus sehingga terbentuk toksin aktif dengan bobot 60
kDA yang disebut delta-endotoksin. Delta-endotoksin ini diketahui terdiri dari
tiga domain. Toksin tersebut tidak larut pada kondisi normal sehingga tidak
membahayakan manusia, hewan tingkat tinggi, dan sebagian insekta. Namun.
pada kondisi pH tinggi (basa) seperti yang ditemui di dalam usus lepidoptera,
yaitu di atas 9.5, toksin tersebut akan aktif. Selanjutnya, toksin Cry akan
menyebabkan lisis (pemecahan) usus lepidoptera.
B. thuringiensis dapat memproduksi dua jenis toksin, yaitu toksin
kristal (Crystal, Cry) dan toksin sitolitik (cytolytic, Cyt). Toksin Cyt dapat
memperkuat toksin Cry sehingga banyak digunakan untuk meningkatkan
efektivitas dalam mengontrol insekta. Lebih dari 50 gen penyandi toksin Cry
telah disekuens dan digunakan sebagai dasar untuk pengelompokkan gen
berdasarkan kesamaan sekuens penyusunnya. Tabel di bawah ini merupakan
klasifikasi toksin Bt pada tahun 1995.
GenBentuk Kristal
Bobot Protein (kDa)
Insekta yang dipengaruhi
cry I [several subgrup:A(a), A(b), A(c), B, C, D, E, F, G]
bipiramida 130-138 larva lepidoptera
cry II [subgrup A, B, C] kuboid 69-71lepidoptera and
diptera
cry III [subgrup A, B, C]Datar/tidak
teratur73-74 koleoptera
cry IV [subgrup A, B, C, D] bipiramida 73-134 diptera
cry V-IXberbagai macam
35-129 berbagai macam
Cara isolasi Bacillus thuringiensis.
Isolat Bt dapat diisolasi dari tanah, bagian tumbuhan, kotoran hewan, serangga
dan bangkainya dan sumber lain. Salah satu cara isolasi yang cukup efektif adalah
dengan seleksi asetat. Beberapa gram sumber isolat disuspensikan ke dalam media
pertumbuhan bakteri (misal LB (Luria Bertani Agar)) yang mengandung natrium
asetat kemudian dikocok. Media asetat tersebut menghambat pertumbuhan spora Bt
menjadi sel vegetatif. Setelah beberapa jam media tersebut di-panaskan pada suhu
80°C selama beberapa menit. Pemanasan ini akan membunuh sel-sel bakteri atau
mikroorganisme yang sedang tumbuh termasuk spora-spora bakteri lain yang tumbuh.
Kemudian sebagian kecil dari suspensi yang telah dipanaskan diratakan pada media
padat. Koloni-koloni yang tumbuh kemudian dipindahkan ke media sporulasi Bt.
Koloni yang tumbuh pada media ini dicek keberadaan spora atau protein kristalnya
untuk menentukan apakah koloni tersebut termasuk isolat Bt. (Imam, 2009).
Mekanisme Patogenisitas
Mekanisme kerja racun yang dihasilkan oleh Bacillus thuringiensis adalah
sebagai berikut. Setelah Bacillus thuringiensis masuk ke dalam perut larva, maka
kristalnya akan masuk ke dalam usus larva. Kemudian enzim dalam usus akan
memecah kristal dan mengaktifkan komponen insktisida Bt yang disebut δ-
endotoksin. Delta endotoksin berikatan dengan sel yang menempel pada dinding
membran usus dan membentuk lubang pada membran, dan mengganggu
keseimbangan ion dalam usus. Insekta akan berhenti makan dan kelaparan, kemudian
mati. Jika insekta tidak terpengaruh secara langsung oleh kerja δ-endotoksin,
kematian pada insekta terjadi setelah pertumbuhan vegetatif Bt di dalam usus insekta.
Spora tumbuh setelah dinding usus hancur, dan kemudian memproduksi semakin
banyak spora. Infeksi yang semakin meluas pada tubuh insekta menyebabkan
kematian pada insekta tersebut.
Potensi sebagai Bioinsektisida
Untuk bahan dasar bioinsektisida biasanya digunakan sel-sel spora atau
protein kristal Bt dalam bentuk kering atau padatan. Padatan ini dapat
diperoleh dari hasil fermentasi sel-sel Bt yang telah disaring atau diendapkan
dan dikeringkan. Padatan spora dan protein kristal yang diperoleh dapat
dicampur dengan bahan-bahan pembawa, pengemulsi, perekat, perata, dan
lain-lain dalam formulasi bioinsektisida.
Elektroforesis SDS‐PAGE
Elektroforesis merupakan proses bergeraknya molekul bermuatan pada
suatu medan listrik. Kecepatan molekul yang bergerak pada medan listrik
tergantung pada muatan, bentuk dan ukuran. Dengan demikian elektroforesis
dapat digunakan untuk separasi makromolekul (seperti protein dan asam
nukleat). Posisi molekul yang terseparasi pada gel dapat dideteksi dengan
pewarnaan atau autoradiografi, ataupun dilakukan kuantifikasi dengan
densitometer. Elektroforesis untuk makromolekul memerlukan matriks
penyangga untuk mencegah terjadinya difusi karena timbulnya panas dari arus
listrik yang digunakan. Elektroforesis biasanya memerlukan media penyangga
sebagai tempat bemigrasinya molekul-mulekul biologi. Media penyangganya
bermacam-macam tergantung pada tujuan dan bahan yang akan dianalisa.
Media penyangga yang sering dipakai dalam elektroforesis antara lain yaitu
kertas, selulose, asetat dan gel. Gel poliakrilamid dan agarosa merupakan
matriks penyangga yang banyak dipakai untuk separasi protein dan asam
nukleat.
Beberapa faktor mempengaruhi kecepatan migrasi dari molekul protein
yakni:
(Sudarmadji, 1996)
1. Ukuran molekul protein
Migrasi molekul protein berukuran besar lebih lambat daripada migrasi
molekul berukuran kecil.
2. Konsentrasi gel
Migrasi molekul protein pada gel berkosentrasi rendah lebih cepat
daripada migrasi molekul protein yang sama pada gel berkosentrasi
tinggi.
3. Bufer (penyangga) dapat berperan sebagai penstabil medium
pendukung dan dapat mempengaruhi kecepatan gerak senyawa karena
ion sebagai pembawa protein yang bermuatan.
Kekuatan ion yang tinggi dalam bufer akan meningkatkan panas
sehingga aliran listrik menjadi maksimal. Hal ini dapat
mempercepat gerakan molekul protein.
Kekuatan ion rendah dalam bufer akan menurunkan panas sehingga
aliran listrik akan sangat minimal dan migrasi molekul protein
sangat lambat.
4. Medium penyangga
Medium pendukung ideal untuk elektroforesis adalah bahan kimia inert
yang bersifat relatif stabil, mudah ditangani dan mempunyai daya serap
yang baik, sebagai migrasi elektron atau penyaringan berdasarkan
ukuran molekul seperti gel poliakrilamid (Sudarmadji, 1996).
1. Jika ukuran pori dari medium kira-kira sama dengan molekul, maka
molekul yang lebih kecil akan berpindah lebih bebas di dalam
medan listrik, sedangkan molekul yang lebih besar akan dibatasi
dalam migrasinya. Besarnya pori-pori dapat diatur dengan
mengubah konsentrasi penyusun gel poliakrilamidnya yaitu
akrilamid dan bisakrilamid.
5. Kekuatan voltase
1. Voltase yang dipakai rendah (100-500) V, kecepatan migrasi
molekul sebanding dengan tingginya voltase yang digunakan.
2. Voltase yang dipakai tinggi (500-10000) V, mobolitas molekul
meningkat secara lebih tajam dan digunakan untuk memisahkan
senyawa dengan BM rendah serta jenis arus yang dipakai selalu
harus searah (bukan bolak balik).
6. Temperatur medium disaat proses elektroforesis berlangsung. Jika
temperatur tinggi akan mempercepat proses bermigrasinya protein dan
sebaliknya jika temperatur rendah akan mengurangi kekuatan
bermigrasinya protein.
Salah satu metode PAGE yang umumnya digunakan untuk analisa
campuran protein secara kualitatif adalah SDS‐PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate
Polyacrilamide Gel Electroforesis). Prinsip penggunaan metode ini adalah
migrasi komponen akril amida dengan N.N` bisakrilamida. Kisi – kisi tersebut
berfungsi sebagai saringan molekul sehingga konsentrasi atau rasio akrilamid
dengan bisakrilamid dapat diatur untuk mengoptimalkan kondisi migrasi
komponen protein. Metode ini sering digunakan untuk menentukan berat
molekul suatu protein disamping untk memonitor pemurnian protein (Wilson
dan Walker, 2000). SDS‐PAGE dilakukan terhadap protein tak larut dengan
kekuatan ion rendah dan dapat menentukan apakah suatu protein termasuk
monomerik atau oligomerik, menetapkan berat molekul dan jumlah rantai
polipeptida sebagai subunit atau monomer.
Penggunaan SDS-PAGE bertujuan untuk memberikan muatan negatif pada
protein yang akan dianalisa. Protein yang terdenaturasi sempurna akan
mengikat SDS dalam jumlah yang setara dengan berat molekul protein tersebut
(Dunn, 1989). Denaturasi protein dilakukan dengan merebus sampel dalam
buffer yang mengandung β‐merkaptoetanol (berfungsi untuk mereduksi ikatan
disulfide), gliserol dan SDS (Wilson dan Walker, 2000). Muatan asli protein
akan digantikan oleh muatan negatif dari anion yang terikat sehingga kompleks
protein-SDS memiliki rasio muatan per berat molekul yang konstan (Hames,
1987).
Sampel‐sampel enzim yang diinjeksikan ke dalam sumur gel diberi warna
dengan bromphenol biru yang dapat terionisasi. Fungsi pewarna adalah untuk
membantu memonitor jalannya elektroforesis. Berat molekul protein dapat
diketahui dengan membandingkan Rf protein dengan protein standar yang
berat molekulnya telah diketahui (Wilson dan Walker, 2000).
BAB II
EKSPERIMEN
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah laminar air flow,
timbangan analitik, beaker glass, autoklaf, bunsen, erlenmeyer, cawan petri,
tabung reaksi, spatula, ose, hotplate, vortex, magnetic stirrer, mikrotube,
mikro pipet, gelas ukur, tusuk gigi, aluminium foil, refrigerator, tip, kaca
objek, mikroskop, pipet, kaca penutup dan spektrofotometer.
Bahan yang digunakan adalah sampel tanah, larutan buffer, trypton,
yeast extract, bacto agar, tryptose, Na3PO4, MnCl2, stock nutrient, metal salt
solution, larutan Na2CO3, NaOH ,1 N, larutan CuSO4, larutan folin, HCl,
Aquades, MgSO4, Glukosa, CaNO3, Casein hydrosilat, ZnCl3, FeCL3,
Aquabides, degassed acrylamid, larutan tris, HCl, SDS, APS, TEMED.
B. Diagram Alir
1. Pembuatan Buffer
2. Pembuatan Medium T3
100 ml
KH2PO4
44,8 ml
NaOH 0,1 M
+Aquad
es hingga v = 90
ml
190 ml
buffer fosfat
Dituang ke 10
erlenmeyer
@ 10ml
Disterilisasi
dengan
autoklaf
dicampur
3. Pembuatan Medium LB Cawan dan LB Miring
Ditimbang : 3 gram trypton, 2 gram tryptose, 1,5 gram YE, 0,989 gram MnCl2, 19 gram Na3PO4, dan 12 gr bacto agar
Bacto
agar
Na3PO4
MnCl2
Yeast
Extract
Trypton
Tryptose
1 Liter
Aquades
t
Aquadest
Dipanaskan dengan hot plate stirrer
Disterilisasi dengan autoklaf
Dituang sebanyak +20 ml
Dimasukkan ke Lemari Es
Ditimbang : 5 gram trypton, 2,5 gram YE, 5gram NaCl, dan 6 gram bacto agar
Bacto agar
NaCl
Yeast Extra
ct
Trypton
1 Liter
Aquadest
Aquades
t
Dipanaskan dengan hot plate stirrer
Disterilisasi dengan autoklaf
Dituang sebanyak +20 ml
Dimasukkan ke Lemari Es
4. Isolasi Bakteri Dari Sampel Tanah
5. Inokulasi Sampel Tanah
Dimiringkan tabung reaksi
Didiamkan pada suhu ruang
Dituangkan pada tabung reaksi
24 5
31
Sampel tanah
10 ml Buffer Fosfat
Dipanaskan deng
an waterbath
selama 30
menit,
pada suhu 70 C
Dikocok
selama 15
menit
6. Pembuatan NaCl
Inokulasi sampel tanah ke medium
T3 cawan
Inkubasi dalam
inkubator
Inokulasi ke T3 cawan
Di inkubasi kembali
selama 72 jam
Dipindahkan ke
medium LB
miring Pengamatan
mikroskopis
Dipindahkan ke
medium LB
cawan
Dipindahkan ke
medium T3
7. Pemindahan B. thuringiensis dari Media T3 ke mikrotube
8. Pembuatan Larutan Solubasi
Ditim
bang
Serbu
k
NacL
NaCL
Konsentrasi 0,5
MNaCl di
sterilisasi dalam Autoclaf
NaCl di tuang
ke mikritu
be
Aquadest
BT dalam Media T3
Dimasu
kan BT
kedala
m tube
yang
berisika
n NaCl
0,5 M
Di sentrifug
asi(suhu dingin)
Dibuang supernat
anDitamba
hkan NaCl Baru
kedalam Tube.
Di ulangi proses
sentrifugasi
sebanyak 2 kali
9. Lisis Sel
10. Uji Lowry
a. Pembuatan Sampel
SDS
Timbang 0,01 gr/ml
SDS
ß-mercaptoethanol
SDS + ß-mercaptoethanol
Di Sentrif
use
Di panaskan pada air mendidih
selama 10 menit
Supernatan
diambil
Dipindah
Di Sentrif
use
ElektroforesisUji Lowry
b. Penentuan Kadar Protein
50 µL sampel + 950 µL aquades
Diaduk hingga merata
+ 5ml biuret
Dikocok dengan vorteks
Baca pada λ= 780 nm
Didapatkan data
Dikocok dengan vortex
+ Folin 0,5 mL
Inkubasi 10 menit
Inkubasi 30 menit
BSA berbagai konsentrasi+ aquades
Diaduk
hingga
merata
+ 5ml biuret
Dikocok
dengan
vorteks
Baca
pada
λ= 780 nm
Didapatkan data
Dikocok
dengan
vortex
+ Folin 0,5 mL
Inkubasi 10 menit
Inkubasi 30 menit
dimasukkan aquabides
sebanyak 5,4 ml dalam
erlenmeyer
dimasukkan
2 µl 30%
degassed
acrylamide (BIS)
2,5 µl gel
buffer0,1 µl 10 % SDS
Setiap penambaha
n larutan harus di
homogenkan
ditambahkan 50 µl
Ammonium persulfat (APS) 10%
lalu homogenka
n
ditambahkan
TEMED sebanya
k 5 µl lalu
dihomogenkan kembali
diambil 30 µl supernatan
dipindahkan ke
microtube baru 100 µl
ditambahkan 20 µl buffer sample
dihomogenkan
dipanaskan selama 10 menit
dengan suhu 100 ˚C
air
erlenmeyer
gabus
Hot plate
11. Elektroforesis11.1 Preparasi Sampel
11. 2 Preparasi Gel Elektroforesisa. Resolving Gel (6%)
dimasukkan aquabides sebanyak 3,05 ml dalam
erlenmeyer
dimasukkan
0,65 µl
degassed
acrylamide (BIS) 30%
0,1 µl 10 % SDS
ditambahkan 50
µl Ammoni
um persulfat (APS)
10% lalu homoge
nkan
ditambahka
n TEME
D sebanyak 10 µl lalu dihomogenk
an kemb
ali
b. Stacking Gel (2%)
11.3Pembuatan Kolom Gel
11.4 Preparasi Sampel
11.5 Pewarnaan dan Pencucian Gel
dimasuka
n resolving
hingga
tanda
batas
Resolving gel
ditunggu hingga
resolving membek
u
dimasukkan
aquades untuk
meratakan
resolving gel nyadiserap aquades
dgn kertas agar rata
Resolving gel yang telah rata
dimasukkan
stacking gel
sedikit demi
sedikit
ditambahkan
aquades untuk
meratakan stacking
gelSisir Stackin
g gel Resolving gel
dipasang sisir
pembentuk sumur
dibiarkan
hingga
membeku
diangkat gel yang
telah membeku dan dipinda
hkan
dipasang gel pada perangk
at elektrofo
resisdimasukkan larutan buffer ke
tangki elektrofore
sis
dipindahkan sisir
dengan hati-hati
dimasukkan 5 µl
sample protein
pada masing-masing sumur dengan hati-hati
Semua sumur telah
terisi sample protein dipasang
power supply dengan 150
Volt selama 1 jam
C. Rekaman Hasil Pengamatan
Gambar 1. Isolasi Bakteri pada medium T3
dipindahkan gel
kedalam air
dengan hati-hati
dicuci atau dibilas gel
dengan air sampai 2x
Diaiamkan semalaman dalam air
untuk menghilangkan SDS
dipindahkan gel ke page blue
Didiamkan selama
semalaman dengan terus di goyangkan
agar gel terwarnai oleh page
blue
dipindahkan gel ke air
untuk menghilangkan wana page blue
dibilas dengan air
sekali
Kemudian digoyangkan gel dalam air semalaman
sampai pengaruh
warna page blue nya
hilangHasil dari
elektroforesis
Gambar 2. Hasil Pengamatan Mikroskop
Gambar 3. Bakteri BT pada Medium LB
Gambar 4. Hasil Elektroforesis setelah Pewarnaan
BAB III
ANALISIS DATA
Rumus Molaritas
Molaritas = gram /mrvolume
Pengenceran Larutan BSA
M1V1 = M2V2
Persamaan Linear Uji Lowry
Y = 5,032e-03 + 1,613225e-03*X
BAB IV
HASIl DAN PEMBAHASAN
4.1 Isolasi Bakteri4.2 Isolasi Protein4.3 Kuantifikasi Protein dengan Lowry4.4 Karakterisasi Protein dengan Elektorforesis SDS-PAGE
Pada kegiatan pertama dilakukan isolasi bakteri ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya keberadaan bakteri Bacillus thuringiensis dari sampel tanah yang di ambil. Isolat bakteri yang di dapat kemudian diamati dan di analisis keberadaan protein Cry yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Hasil Isolasi Bakteri Bacillus thuringiensis menunjukan dari 32 cawan bakteri yang ditumbuhkan, kemudian dibandingkan dengan kesamaan morfologi, warna, aroma dengan B. thuringiensis pembanding. Dari hasil perbandingan dipilih 24 koloni yang benar-benar mirip dengan B. thuringiensis pembanding untuk ditumbuhkan kembali di media T3 hingga sporulasi. Setelah sporulasi, ke 24 koloni di observasi dengan menggunakan mikroskkop cahaya untuk memastikan adanya bentuk protein kristal.
Menurut….. bakteri B.thuringiensis adalah bakteri yang mengandung protein kristal(dicari lagi sumbernya yang jelas). Jawabannya:Bacillus thuringiensis adalah bakteri gram-positif, berbentuk batang, aerobik, dan membentuk spora yang tersebar secara luas di berbagai negara. B. thuringiensis menghasilkan berbagai macam toksin. Toksin-toksin tersebut adalah α-eksositosin, β-eksositosin, dan σ-endotoksin (protein kristal) (Dubois dan Lewis, 1981).
Dari hasil observasi menggunkan mikroskop didapatkan 16nkoloni yang mengandung protein kristal (Lihat tabel 1).
Tabel 1. Sampel 1 hasil Isolasi Bakteri Bacillus Thuringiensis
No Pengenceran Kelompok Positif1 20 x 2 Bt 42 20 x 2 Bt 23 20 x 3 Bt 34 20 x 3 Bt 5 20 x 3 Bt 8
6 20 x 1 Bt 37 20 x 3 Bt8 20 x 3 Bt 49 20 x 3 Bt 510 20 x 2 Bt 311 20 x 4 Bt 112 20 x 2 Bt 113 20 x 2 Bt 514 20 x 3 Bt 115 20 x 1 Bt 716 20 x 1 Bt 6
Hasil diatas menunjukkan dari 16 sampel yang terdapat protein kristal. Dari ke 16 sampel ini kelompok 1 (tanah berasal dari….) terdapat 3 sampel,kelompok 2 terdapat 5 sampel,kelompok 3 terdapat 7 sampel,dan kelompok 4 terdapat 1
sampel. (Bahas Knp ????). Hal ini mungkin karena pada tanah tersebut hanya sedikit mengandung Bt, atau adanya kesalahan prosedur pada saat isolasi bakteri dari tanah,dan atau bakteri tersebut tidak mampu tumbuh dengan nutrisi yang diberikan.(((((Dicek lagi berdasarkan referensi yang valid)))))))
Setelah didapatkan Bt, Kemudian dilakukan isolasi protein untuk mengeluarkan protein dari bt. Selanjutnya dilakukan uji Lowry untuk kuantitifikasi protein.Hasilnya sebagai berikutTable 2
Berdasarkan table diatas,terdapat 9 sampel yang positif mengandung proteindan 7 sampel tidak mengandung protein. konsentrasi protein yang paling tinggi adalah pada sampel 9,yakni 25,717 ug/ml.Dan paling rendah –9,87…
(((MENGAPA???). Mengapa nilainya sampai minus seian,hal inni karena
kurangnya kalibrasi pada alat,sehingga angka yang ditunjukan jauh dari keakuratan.seharusnya angka 0 pun sudah menunjukan tidak ada protein yang terkandung. Dikarenakan tidak semua sampel mengandung protein,maka
Hasil Uji lowry 1
dilakukan pengulangan isolasi protein dan uji lowry yang bertujuan mendapatkan data yang lebih spesifik.Sampel yang digunakan ada 12 sampel. (Lihat table 2)
Tabel 3.Sampel 2 hasil Isolasi Bakteri Bacillus Thuringiensis
No Pengenceran Kelompok Positif1 20 x 3 Bt 42 5 x 3 Bt 63 20 x 3 Bt 74 5 x 3 Bt 85 20 x 2 Bt 16 5 x 1 Bt 67 20 x 4 Bt 88 20 x 2 Bt 39 5 x 3 Bt 710 5 x 4 Bt 411 5 x 4 Bt 212 5 x Bt
Ke 12 sampel diatas merupakan isolat bakteri yang diambil dari isolat bakteri awal yang disimpan di LB miring. Selanjutnya dilakukan isolasi protein dan uji lowry kembali.
Tabel 4
Berdasarkan hasil uji lowry,semua sampel positif mengandung protein. Sampel yang mengandung protei terbesar terdapat pada sampl C,dengan konsentrasi
1122,98 ug/ml. Hal ini menunjukan….((((Mengapa ???? dibahas))))
Setelah diuji lowry,kemudian dilakukan karakterisasiprotein dengan menggunakan elektroforesis SDS Page menggunakan 12% Sparatin gel dan 14% Stacking gel. Kemudian diwarnai dengan menggunakan 0,1 % Coomassie Brilliant Blue,methanol dan 10% asam asetat. Hasilnya tidak terlihat adanya pita pita protein,yang ada hanya marker. Hal ini karena
(((((Mengapa ???????))))))
Hasil Uji lowry 2
Tidak terbentuknya pita-pita protein pada saat pewarnaan hal ini dimungkinkan pada bakteri Bt sangat sedikit jumlah proteinnya sehingga tidak terbentuk pita-pita atau kemungkinan yang kedua adanya kesalahan dalam pengerjaan elektroforesis.
Gambar 1. Hasil Elektroforesis setelah pewarnaan
Pada saat elektroforesis berlangsung, protein akan bergerak dari
elektroda negatif menuju elektroda positif sampai pada jarak tertentu pada gel
poliakrilamid tergantung pada berat molekulnya. Semakin rendah berat
molekulnya maka semakin jauh pula protein bergerak atau mobilitasnya tinggi.
Sebaliknya protein dengan berat molekul lebih besar akan bergerak pada jarak
yang lebih pendek atau mobilitasnya rendah (Sumitro et al., 1996).
Hasil elektroforesis akan didapatkan pita-pita protein yang
terpisahkan berdasarkan berat molekulnya. Tebal tipisnya pita yang terbentuk
dari pita protein menunjukkan kandungan atau banyaknya protein yang
mempunyai berat molekul yang sama yang berada pada posisi pita yang sama.
Hal ini sejalan dengan prinsip pergerakan molekul bermuatan, yakni molekul
bermuatan dapat bergerak bebas di bawah pengaruh medan listrik, molekul
dengan muatan dan ukuran yang sama akan terakumulasi pada zona atau pita
yang sama atau berdekatan (Sudarmadji, 1996).
Pembahasan tambahan:
Pertemuan 1
1. Media T3 dimasukkan ke lamari es pada suhu 4 derajat celcius untuk menonaktifkan kerja enzim agar tidak ada bakteri yang tumbuh dan nutrisinya tetap terjaga dan tidak hilang.
2. Dipilihnya buffer fosfat dengan pH 6,8 karena Bt hidup optimal pada pH 6,8. (dicari lagi sumber yang valid). Alasan menggunakan buffer fosfat untuk mempertahankan pH dengan formulasi basa lemah dan asam kuat atau sebaliknya.
3. adanya APS dalam pembuatan stacking gel sebagai penginisiasi.
Pertemuan 2
1. bakteri yg sudah dipilih menggunakan mikroskop, ditaruh di lb miring karena lb miring merupakan tempat penyimpanan yang sangat baik. Lb miring itu bagaikan kasur, dia adalah tempat peristirahatan bagi si bakteri. Jika bakteri ingin diaktifkan lagi agar bersporulasi, maka bisa dipindahkan di medium T3.
Pertemuan 3
1. Fungsi beta-merchaptoetanol untuk mereduksi semua ikatan disulgfida pada protein selain itu beta-merchaptoetanol termasuk zat yang mampu melisiskan dinding sel.
2. Pada saat uji lowry, sebelum di sentrifuse microtube didihkan untuk membantu pelisisan dinding sel.
3. Fungsi dari NaCl adalah untuk melisiskan sel, dan membersihkan dari media yang masih terbawa oleh bakteri.
4. fungsi dari sentrifuge pada suhu dingin untuk mencegah bereaksinya enzim protease yang ada pada bakteri tersebut. Tujuan yang lebih penting adalah untuk memisahkan pelet dengan supernatan dan mempercepat lisis sel. Lalu pada suhu dingin unutk mencegah kerusakan struktur protein karena pengaruh perubahan suhu.
DAFTAR PUSTAKA
Dubois, N.R and F.B Lewis. 1981. What is Bacillus thuringiensis. J. Arboricul.
7(9):233-240
biogen.litbang.deptan.go.id.
Dunn, m.J. 1989. Determination of total Protein Concentration. di dalam : Protein
Purification Methods. Harris, E.L.V. dan S. Angal (eds.). IRL Press,
Oxford, England.
Hames BD, Hooper NM. 2000. Biochemistry: The Instant Notess. 2nd edition.
Hongkong: Springger‐Verag.
Imam. 2009. Bacillus thuringiensis, bio insectisida alternatif.
http://thelilacleaf.multiply.com/journal/item/3/Bacillus_thuringiensis_bi
o_insectisida_alternatif?&show_intersitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem.
Diakses pada 26 Desember 2011 pukul 17:00 WIB
Sudarmadji, S., 1996. Teknik Analisa Biokimiawi. Edisi Pertama.Liberty.
Yogyakarta.
Sumitro, S. B, Fatchiyah, Rahayu, Widyarti, dan Arumningtyas. 1996. Kursus
Teknik-Teknik Dasar Analisis Protein dan DNA. Jurusan Biologi
FMIPA Universitas Brawijaya. Malang.
Wilson K. 1994. Protein and enzyme techniques In Practical Biochemistry, (ed.
Wilson K and Walker JM), Cambridge University Press. p.161‐226.