LAPORAN KASUSINDAH BARU

download LAPORAN KASUSINDAH BARU

of 27

Transcript of LAPORAN KASUSINDAH BARU

Laporan Kasus

MULTI DRUG RESISTANCE (MDR)

PADA HOSPITAL ACQUIRED PNEUMONIA(Klebsiella pneumoniae)

Oleh :

Indah Prasetya Putri

0808151325

Pembimbing :

dr. Dewi Robinar, Sp.A, IBCLC

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

2013

PENDAHULUAN

Rumah Sakit dan Unit Perawatan Instensif (ICU) merupakan suatu tempat yang sempurna sebagai tempat berkembangnya (breeding ground) bakteri yang resisten atau multiresisten antibiotik. Hal ini dapat disebabkan karena penggunaan alat yang invasif, kontak yang sering antara staff rumah sakit dengan pasien sehingga memudahkan transmisi infeksi, intensitas penggunaan antibiotik yang tinggi serta penggunaan antibiotik empiris yang berlebihan. Apalagi sangat dipermudah dengan kondisi pasien yang memiliki penyakit berat atau dalam keadaan imunokompromais.1,2

Infeksi bakteri gram negatif diketahui mempunyai tingkat resistensi yang tinggi karena memiliki mekanisme resistensi yang multipel. Salah satunya terhadap antibiotik dengan golongan B-lactam karena bakteri gram negatif menghasilkan enzim B-lactamase.3,4Adapun bakteri gram negatif yang paling sering diisolasi dari ICU anak yaitu Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Enterobacter cloacae dan Klebsiella pneumoniae. Sumber bakteremia tersering adalah infeksi saluran kemih (ISK) dan pneumonia.5Klebsiella pneumoniae merupakan penyebab tersering dari infeksi nosokomial atau dikenal dengan Hospital Acquired Pneumonia (HAP), Klebsiella sp seringkali bersifat multi drug resistance. Prevalensi Klebsiela pneumoniae penghasil extended spectrum B-lactamase diantara isolat rumah sakit bervariasi, seperti di Amerika Latin 45%, 25% di Pasifik Barat, 23% di Eropa, 8% di Amerika Serikat dan 5 % di Kanada.6

Data dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) National Nosocomial Infection Surveilans (NNIS) antara tahun 1992-1997 menunjukkan infeksi yang didapatkan dari ICU. Pada 7,8% dari seluruh pasien yang dirawat. ISK (31%) merupakan infeksi tersering, 95% kasus diantaranya mendapat kateterisasi, 86% kasus pneumonia yang berhubungan dengan Ventilator Associated Pneumonia (VAP). Penyakit ini merupakan penyakit yang angka kejadiannya lebih tinggi (27%) dari seluruh infeksi nosokomial, sedangkan Bloodstream Infection (BSI) mewakili 19% (18,2% terbukti secara laboratorik, 0,8% didapatkan sepsis secara klinik).7TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Klebsiella pneumoniaeKlebsiella pneumoniae merupakan salah satu bakteri yang termasuk golongan bakteri gram negatif yang berbentu batang (basil). Klebsiella pneumoniae tidak dapat melakukan pergerakan (non motil). Berdasarkan kebutuhanya akan oksigen, Klebsiella pneumoniae tergolong bakteri fakultatif anaerob. Klebsiella pneumoniae banyak ditemukan di mulut, kulit dan gastrointestinal, namun habitat alami dari Klebsiella pneumoniae adalah tanah.8

INCLUDEPICTURE "http://www.idchula.org/wp-content/gallery/klebsiella_pneumoniae/img_5892.jpg" \* MERGEFORMATINET

Gambar 2.1 Klebsiella pneumoniae. Kultur darah (kiri), Gambaran mikroskopik (kanan)

Klebsiella pneumoniae dapat menyebabkan pneumonia bakterial. Klebsiella pneumoniae banyak terdapat dalam saluran nafas dan feses sekitar 5 % orang normal. Klebsiella pneumoniae dapat menyebabkan konsolidasi luas disertai nekrosis hemoragik pada paru-paru. Klebsiella pneumoniae sering menyebabkan infeksi saluran kemih dan bakteremia dengan lesi fokal pada pasien yang lemah.8 Klebsiella pneumoniae menduduki ranking kedua setelah E.coli untuk infeksi saluran kemih dan merupakan suatu opportunistic pathogen untuk pasien yang memiliki penyakit yang berat atau berada dalam kondisi imunokompromais.91.2 Pneumonia nosokomial (Hospital Acquired Pneumonia)Penyakit utama yang ditimbulkan oleh bakteri Klebsiella pneumoniae ini adalah pneumonia. Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit.10 Pneumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di dalam alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran. Dengan demikian flora endogen menjadi patogen ketika memasuki saluran pernafasan. Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi inflamasi dan terisi oleh cairan.11Cara penularan ( infeksi ) dari Klebsiella pneumoniae pada pasien rawat inap dapat melalui tiga cara, yaitu Aspirasi cairan gaster atau orofaring yang mengandung koloni kuman patogen, penyebaran kuman secara hematogen ke paru serta penyebaran melalui udara oleh aerosol atau droplet yang mengandung mikroba.101.3 Faktor prediposisi pneumonia nosokomial

Faktor predisposisi untuk terjadinya pneumonia nosokomial dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor yang berasal dari diri sendiri (faktor endogen) dan faktor yang berasal dari luar (faktor eksogen). Adapun yang termasuk faktor endogen dan faktor eksogen yang dimaksud dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 10

Gambar 2.2 Skema yang menggambarkan faktor predisposisi dari pneumonia nosokomial

1.4 Mekanisme Resistensi Klebsiella pneumoniaeGen pembawa resistensi bakteri berada pada plasmid, transposon, dan kromosom. plasmid maupun transposon merupakan komponen ekstra-kromosom dan berfungsi sebagai pembawa gen resistensi pada bakteri Gram positif maupun negatif. Satu sel bakteri dapat mengandung beberapa plasmid yang sama atau lebih dari satu jenis plasmid yang berbeda. Plasmid konjugatif di dalam suatu bakteri dapat mentransfer dirinya sendiri ke bakteri lain (spesies dapat sama/berbeda). Transposon dalam sel bakteri dapat melompat (hop) pada kromosom atau plasmid pada bakteri yang sama atau berbeda spesies. Transposon tidak dapat replikasi sendiri, tetapi harus pada replikon seperti kromosom dan plasmid. Kromosom yang telah ditempel oleh transposon (terjadi sekuens insersi) akan berperan pada mekanisme resistensi apabila bakteri tersebut membelah diri. Adanya plasmid dan transposon memungkinkan terjadinya isolat yang multiresisten.3 Resistensi bakteri tidak hanya terjadi terhadap antibiotik yang diberikan, tetapi juga terhadap antibiotik lain disebut sebagai multidrug resistance.11

Gambar 2.3 Transfer resistensi antibiotik

Golongan karbapenem dan sefalosporin generasi ke-empat dengan molekul yang kecil, dikenal mempunyai muatan lebih positif (muatan zwiterionik), sehingga bersifat lebih hidrofilik dan dapat melalui porin pada membran luar bakteri Gram negatif dengan mudah. Keadaan tersebut menyebabkan penetrasi antibiotik sangat baik dan tidak sempat dihidrolisis oleh enzim b-laktamase yang diproduksi oleh bakteri.31.5 Diagnosis pneumonia nosokomial

Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta), diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :

1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit

2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar : Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif

Ditambah 2 diantara kriteria berikut: suhu tubuh > 380C sekret purulen

leukositosis

1.6 Penatalaksanaan pneumonia nosokomial

Adapun alur penatalaksanaan dari pasien pneumonia nosokomial (HAP) dan VAP adalah sebagai berikut :12

Gambar 2.4 Ringkasan penatalaksanaan pasien HAP-VAP1.7 Terapi antibiotikBeberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial adalah :13,14a. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat.

b. Terapi awal antibiotik secara empiris yang digunakan pada kasus yang berat dibutuhkan dosis yang adekuat untuk menjamin keefektivan yang maksimal. Pemberian terapi empiris diberikan intravena dengan respon klinis dan fungsi saluran cerna baik.

c. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang berasal dari saluran nafas bawah dan ada perbaikan respon klinis.

d. Kombinasi antibiotik yang diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR

e. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam kecuali jika keadaan klinis makin memburuk

f. Data mikroba dan sensivitas dapat digunakan untuk mengubah pilihan empiric apabila respon klinis awal kurang memuaskan. Modikasi pemberian atibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi ktelah memberikan hasil yang memuaskan.

Gambar 2.5. Skema terapi empirik untuk HAP dan VAPTabel 2.1. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP untuk semua derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu ATS / IDSA 2004) 15,16

Tabel 2.2 Dosis antibiotik intravena awal secara empirik untuk HAP dan VAP pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu pada ATS/IDSA 2004)15,16

h. Intervensi menurunkan resisten terhadap antibiotik

Beberapa strategi pemakaian antibiotik untuk mengontrol resistensi ditujukan langsung dengan membatasi dan memberlakukan protokol penggunaan antibiotik. Usaha ini untuk menurunkan tren peningkatan resistensi terhadap antibiotik. Goldmann dkk membuat suatu konsensus strategi untuk menghindari penyebaran bakteri resisten antibiotik di rumah sakit, yang dipegang oleh dua tim multidisiplin. Tim pertama bertanggung jawab terhadap lima strategi pertama yang bertujuan mengoptimalkan penggunaan antibiotik. Sedangkan tim kedua bertanggung jawab terhadap lima strategi kedua yang bertujuan untuk deteksi, pelaporan, dan mencegah transmisi organisme resisten antibiotik. Strategi yang diputuskan oleh Society for Healthcare Epidemiology of America/Infectious Disease Society of America (SHEA) consensus workshop, terdiri dari lima strategi yang bertujuan menurunkan resistensi bakteri dengan rotasi, restriksi atau kombinasi antibiotik, penggunaan antibiotik rasional dan mencegah resistensi.17Dalam hal penyebaran infeksi, beberapa hal yang bermain dalam patofisiologi infeksi nosokomial ini selalu mengambil perannya masing-masing, meliputi koloniasi pasien oleh isolat yang potensial sangat patogen, mikroorganisme berasal dari sumber endogen maupun eksogen yang terdiri dari strain yang mutan dan resisten serta faktor penyakit yang mendasari cukup berat atau status imunokompromais, maka pasien dengan sakit berat ataupun yang masih dalam keadaan imunokompromais sangat rentan terhadap kolonisasi yang cepat dari isolat nosokomial.171.8 Isolation precaution

Adapun prevalensi pasien baik dewasa maupun neonatus yang dirujuk ke ICU sudah terkolonisasi mikroba dengan infeksi pada saat masuk. CDC telah mengeluarkan protokol isolation precaution yang bertujuan untuk mengurangi jumlah transmisi infeksi yang dapat timbul melalui droplet airborne, droplet partikel besar maupun kontak langsung.71.9 Kewaspadaan universal

Beberapa hal yang berpengaruh terhadap kewaspadaan untuk memutus jalur transmisi infeksi nosokomial ini, yaitu mengetahui transmission based precaution dan mematuhinya. Adapun transmission based precaution dijelaskan pada tabel dibawah ini:7Tabel. 2.3 Transmission based precaution2. Ensefalopati hipoksik iskemik2.1 Definisi

Ensefalopati adalah istilah klinis tanpa menyebutkan etiologi dimana bayi mengalami gangguan tingkat kesadaran pada waktu dilakukan pemeriksaan. Ensefalopati hipoksik iskemik adalah suatu sindrom yang ditandai dengan kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena adanya cedera otak yang akut yang disebabkan karena asfiksia.182.2 Etiologi

Bermacam-macam penyebab yang dapat menyebab asfiksia perinatal yaitu:1) Gangguan oksigenasi pada ibu hamil. 2) penurunan aliran darah dari ibu ke plasenta atau dari ibu ke plasenta atau dari plasenta ke fetus, 3) gangguan pertukaran gas yang melalui plasenta atau fetus. 4) peningkatan kebutuhan fetal oksigen. Faktor resiko yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal yaitu faktor maternal, plasenta tali pusat dan fetus/neonatus.182.3 Manifestasi klinis

Sarnat membagi ensefalopati hipoksik iskemik pada neonates yang umur kehamilannya > 36 minggu. American Medical Association pada tahun1976 menerbitkan modifikasi pembagian ensefalopati hipoksik iskemik menurut Sarnat pada bayi aterm yang sampai sekarang masih dipergunakan.Tabel 2.4 Pembagian ensefalopati hipoksik iskemik pada bayi aterm

Tanda klinisStadium1 (ringan)Stadium 2 (sedang)Stadium 3 (berat)

Tingkat KesadaranHyperalertLetargiStupor,Koma

Tonus OtotNormalHipotonikFlacid

PosturNormalFlexiDecebrate

Refleks tendonHiperaktifHiperaktifTidak ada

MioklonusTampakTampakTidak Tampak

Refleks MoroKuatlemahTidak ada

PupilMidriasisMiosisTidak sama

KejangTidak adaseringDesebrasi

EEGnormalVoltase rendah sampai bangkitan kejang Burst suppression ke isoelektrik

Lamanya hasil