Laporan Baru Ag Rlbm

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah atau sampah yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan karena pembuangan sampah atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah atau sampah juga merupakan suatu bahan yang tidak berarti dan tidak berharga, tapi kita tidak mengetahui bahwa limbah juga bisa menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat jika diproses secara baik dan benar. Limbah atau sampah juga bisa berarti sesuatu yang tidak berguna dan dibuang oleh kebanyakan orang, mereka menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu lama maka akan menyebabkan penyakit padahal dengan pengolahan sampah secara benar maka bisa menjadikan sampah ini menjadi benda ekonomis. Tidak ada teknologi yang dapat mengolah sampah tanpa meninggalkan sisa. Oleh sebab itu, pengolahan sampah selalu membutuhkan lahan sebagai tempat pembuangan akhir (TPA). Prinsip asal buang sampah tanpa memilah-milah dan mengolahnya terlebih dahulu selain akan menghabiskan lahan yang sangat luas sebagai tempat pembuangan akhir, juga merupakan pemborosan energi dan bahan baku yang sangat terbatas tersedia di alam. Sebaliknya mengolah dan menggunakan sampah sebagai bahan baku sekunder dalam proses produksi adalah suatu penghematan bahan baku, energi dan 1

Transcript of Laporan Baru Ag Rlbm

Page 1: Laporan Baru Ag Rlbm

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah atau sampah yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan karena

pembuangan sampah atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah atau sampah juga

merupakan suatu bahan yang tidak berarti dan tidak berharga, tapi kita tidak

mengetahui bahwa limbah juga bisa menjadi sesuatu yang berguna dan

bermanfaat jika diproses secara baik dan benar. Limbah atau sampah juga bisa

berarti sesuatu yang tidak berguna dan dibuang oleh kebanyakan orang, mereka

menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu

lama maka akan menyebabkan penyakit padahal dengan pengolahan sampah

secara benar maka bisa menjadikan sampah ini menjadi benda ekonomis.

Tidak ada teknologi yang dapat mengolah sampah tanpa meninggalkan

sisa. Oleh sebab itu, pengolahan sampah selalu membutuhkan lahan sebagai

tempat pembuangan akhir (TPA). Prinsip asal buang sampah tanpa memilah-

milah dan mengolahnya terlebih dahulu selain akan menghabiskan lahan yang

sangat luas sebagai tempat pembuangan akhir, juga merupakan pemborosan

energi dan bahan baku yang sangat terbatas tersedia di alam. Sebaliknya

mengolah dan menggunakan sampah sebagai bahan baku sekunder dalam proses

produksi adalah suatu penghematan bahan baku, energi dan sekaligus mengurangi

pencemaran lingkungan (Sidik, 1985).

Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa

yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi sehingga diperlakukannya sebagai

barang buangan yaitu sampah dan limbah. Istilah buangan, sampah dan limbah

memang mempunyai pengertian yang berbeda, namun karena perbedaannya

sangat tipis, sehingga ketiga istilah ini sering dicampuradukkan. Misalnya, istilah

sampah seringkali disebut dengan istilah limbah padat atau buangan padat

walaupun sebenarnya kurang tepat (Hadiwijoto, 1983).

Pengelolaan sampah adalah salah satu kebutuhan untuk setiap daerah.

Sejalan dengan proses desentralisasi pembangunan yang di dalamnya terkandung

tujuan dari pelaksanaan pembangunan dengan pendekatan pengembangan dan

penataan wilayah perlu terus ditingkatkan. Hal tersebut dimaksudkan agar

1

Page 2: Laporan Baru Ag Rlbm

pembangunan daerah dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam

pemanfaatan dan sumber dana pembangunan daerah. Dalam rangka itu

pengolahan sampah di perkotaan perlu dilakukan sebagai salah satu upaya yang

diharapkan menghasilkan manfaat yang berkelanjutan (sustainable) (Bakri, 1992).

Persoalan sampah perlu segera mendapatkan antisipasi dari Pemerintah,

terkait sebelum hal tersebut menjadi masalah yang cukup serius dalam kehidupan

kota. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu tindakan agar persoalan sampah bisa

sedikit berkurang. Begitu juga dengan persoalaan sampah di fakultas Teknik

sendiri khususnya untuk sampah organik yaitu sampah-sampah dedaunan.

Sampah-sampah organik ini dibiarkan begitu saja tanpa dilakukan perngolahan.

Oleh karena itu pada kesempatan kali ini kami ingin membantu untuk

memberikan solusi bagi Fakultas Teknik agar sampah-sampah tersebut bisa diolah

dengan cara membuat kompos aerob.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka pengolahan limbah dapat dilakukan

dengan skala laboratorium yaitu dengan membuat kompos secara aerob.

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Membuat kompos dari sampah organik daun kering yang berada disekitar

Fakultas Teknik.

2. Memberikan sebuah solusi terhadap pengolahan limbah organik berskala

rumah tangga.

1.4 Manfaat

Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:

1. Mengurangi volume/ukuran sampah organik yang berada di area Fakultas

Teknik.

2. Mengurangi kebutuhan lahan sebagai tempat penimbunan sampah.

2

Page 3: Laporan Baru Ag Rlbm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sampah

Limbah atau sampah yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan karena

pembuangan sampah atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah atau sampah juga

merupakan suatu bahan yang tidak berarti dan tidak berharga, tapi kita tidak

mengetahui bahwa limbah juga bisa menjadi sesuatu yang berguna dan

bermanfaat jika diproses secara baik dan benar. Limbah atau sampah juga bisa

berarti sesuatu yang tidak berguna dan dibuang oleh kebanyakan orang, mereka

menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu

lama maka akan menyebabkan penyakit padahal dengan pengolahan sampah

secara benar maka bisa menjadikan sampah ini menjadi benda ekonomis.

Metode pengelolaan sampah tergantung oleh tipe zat sampah dan tanah yg

digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area. Pengolahan sampah dapat

dilakukan dengan metode penggunaan kembali yang disebut daur ulang.Sampah

yang didaur ulang ialah sampah yang memiliki nilai sehingga menjadi peluang

usaha seperti pupuk kompos. Ada beberapa cara daur ulang , pertama adalah

mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari

bahan yang bisa dibakar untuk membangkitkan listrik. Seperti zat tanaman , sisa

makanan atau kertas , bisa diolah dengan menggunakan proses biologis untuk

kompos, atau dikenal dengan istilah pengkomposan.Hasilnya adalah kompos yang

bisa digunakan sebagai pupuk dan gas methana yang bisa digunakan untuk

membangkitkan listrik.

Faktor – faktor yang perlu kita perhatikan sebelum kita mengolah sampah

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Jumlah Limbah

Sedikit dapat dengan mudah kita tangani sendiri. Banyak dapat

membutuhkan penanganan khusus tempat dan sarana pembuangan.

2. Sifat fisik dan kimia limbah

Sifat fisik mempengaruhi pilihan tempat pembuangan, sarana

penggankutan dan pilihan pengolahannya. Sifat kimia dari limbah padat

3

Page 4: Laporan Baru Ag Rlbm

akan merusak dan mencemari lingkungan dengan cara membentuk

senyawa-senyawa baru.

3. Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Karena lingkungan ada yang peka atau tidak peka terhadap pencemaran,

maka perlu kita perhatikan tempat pembuangan akhir (TPA), unsur yang

akan terkena, dan tingkat pencemaran yang akan timbul.

4. Tujuan akhir dari pengolahan

Terdapat tujuan akhir dari pengolahan yaitu bersifat ekonomis dan bersifat

non-ekonomis. Tujuan pengolahan yang bersifat ekonomis adalah dengan

meningkatkan efisiensi pabrik secara menyeluruh dan mengambil kembali

bahan yang masih berguna untuk di daur ulang atau di manfaat lain.

Sedangkan tujuan pengolahan yang bersifat non-ekonomis adalah untuk

mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.

2.1.1 Jenis dan Karakteristik Sampah

2.1.1.1 Jenis Sampah

Pada prinsipnya sampah dibagi menjadi sampah padat, sampah cair

dan sampah dalam bentuk gas (fume, smoke). Sampah padat dapat dibagi

menjadi beberapa jenis yaitu :

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya

a. Sampah Anorganik misalnya : logam-logam, pecahan gelas, dan

plastik

b. Sampah Organik misalnya : sisa makanan, sisa pembungkus dan

sebagainya

2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar

a. Mudah terbakar misalnya : kertas, plastik, kain, kayu

b. Tidak mudah terbakar misalnya : kaleng, besi, gelas

3. Berdasarkan dapat tidaknya membusuk

a. Mudah membusuk misalnya : sisa makanan, potongan daging

4

Page 5: Laporan Baru Ag Rlbm

b. Sukar membusuk misalnya : plastik, kaleng, kaca (Dainur, 1995)

2.1.1.2 Karakteristik Sampah

1. Garbage yaitu jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan

atau sayuran dari hasil pengolahan yang sebagian besar terdiri dari zat-zat

yang mudah membusuk, lembab, dan mengandung sejumlah air bebas.

2. Rubbish terdiri dari sampah yang dapat terbakar atau yang tidak dapat

terbakar yang berasal dari rumah-rumah, pusat-pusat perdagangan, kantor-

kantor, tapi yang tidak termasuk garbage.

3. Ashes (Abu) yaitu sisa-sisa pembakaran dari zat-zat yang mudah terbakar

baik dirumah, dikantor, industri.

4. “Street Sweeping” (Sampah Jalanan) berasal dari pembersihan jalan dan

trotoar baik dengan tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin yang

terdiri dari kertas-kertas, daun-daunan.

5. “Dead Animal” (Bangkai Binatang) yaitu bangkai-bangkai yang mati

karena alam, penyakit atau kecelakaan.

6. Houshold Refuse yaitu sampah yang terdiri dari rubbish, garbage, ashes,

yang berasal dari perumahan.

7. Abandonded Vehicles (Bangkai Kendaraan) yaitu bangkai- bangkai mobil,

truk, kereta api.

8. Sampah Industri terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri-

industri, pengolahan hasil bumi.

9. Demolition Wastes yaitu sampah yang berasal dari pembongkaran gedung.

10. Construction Wastes yaitu sampah yang berasal dari sisa pembangunan,

perbaikan dan pembaharuan gedung-gedung.

11. Sewage Solid terdiri dari benda-benda kasar yang umumnya zat organik

hasil saringan pada pintu masuk suatu pusat pengelolahan air buangan.

5

Page 6: Laporan Baru Ag Rlbm

12. Sampah khusus yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus

misalnya kaleng-kaleng cat, zat radiokatif. (Mukono, 2006)

2.2 Kompos

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran

bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai

macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau

anaerobic. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik

mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang

memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah

mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk

lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang,

pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator

pengomposan.

Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-

rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan

merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk

dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang

dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan

lepasnya gas metana ke udara. 

Sampah organik adalah sampah yang bisa mengalami pelapukan

(dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau (sering

disebut dengan kompos). Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan

organik seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, sampah,rumput, dan bahan lain

yang sejenis yang proses pelapukannya dipercepat oleh bantuan manusia. Sampah

pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan,

jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik sehingga

lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat

beragam, tetapi secara umum minimal 75% terdiri dari sampah organik dan

sisanya anorganik.

Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam

dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses

pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk

6

Page 7: Laporan Baru Ag Rlbm

mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-

teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang,

maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan

didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami.

Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat

berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi

sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic,

seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik

industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.

Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan

murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit.

Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri

dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan

mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan

organik.

Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat

dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya

untuk.memperbaiki.sifat kimia, fisika dan biologi tanah,.sehingga.produksi tan

aman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah

dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali

tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan

penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media

tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia. Bahan baku pengomposan

adalah semua material orgaengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran

hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian.

2.2.1 Kompos Aerob dan Anaerob

Secara alami, proses pembusukan berjalan dalam kondisi aerobik dan

anaerobik secara bergantian. Hal inilah yang menyebabkan proses pembusukan

relatif lambat. Hasil akhir pembusukan buatan yang dilakukan oleh manusia

secara aerobik maupun anaerobik, disebut kompos. Pembuatan kompos aerobik

dilakukan di tempat yang terbuka karena mikroorganisme yang berperan dalam

proses tersebut membutuhkan oksigen. Sementara pembuatan kompos anaerobik

7

Page 8: Laporan Baru Ag Rlbm

dapat dilakukan di tempat tertutup karena mikroorganisme yang berperan tidak

membutuhkan oksigen dalam kehidupannya.

2.2.2 Prinsip Pembuatan Kompos

2.2.2.1 Aerobik

Pengomposan aerobik berjalan dengan kondisi terbuka. Dalam hal ini, bebas

bersentuhan langsung dengan bahan kompos. Pengontrolan terhadap kadar air,

suhu, pH, kelembapan, ukuran bahan, volume tumpukan bahan, dan pemilahan

bahan perlu dilakukan secara intensif untuk mempertahankan proses

pengomposan agar stabil sehingga diperoleh proses pengomposan yang optimal,

kualitas maupun kecepatannya.

Faktor kualitas dan kecepatan sangat menentukan kredibiltas perusahaan

yang bergerak di bidang komposting karena hal ini mempengaruhi biaya

operasional dan penentuan target perusahaan. Pengomposan metode aerobik tanpa

bantuan aktivator dapat berlangsung selama 40-55 hari. Hasil akhir pengomposan

aerobik berupa bahan yang menyerupai tanah berwarna hitam dan kecokelatan,

remah dan gembur, suhunya normal, dan cenderung komstan atau tetap. Apabila

bentukanya sudah seperti ini maka kompos aerobik siap digunajan pada tanaman

atau dikemas dalam wadah.

2.2.2.2 Anaerobik

Pengomposan anaerobik terjadi tanpa bantuan udara atau oksigen sedikit

pun. Dengan demikian, dalam pembuatannya selain membutuhkan bangunan

khusus yang tertutuo rapat. Sebenarnya pembuatan kompos secara anaerobik ini

tidak jauh berbeda dengan pembuatan biogas atau pembuatan septi tank. Hasil

pengomposan anaerobik berupa CH4, H2S, H2, CO2, asam asetat, asam butirat,

asam laktat, etanol, metanol dan hasil sampingan berupa lumpu. Lumpur inilah

yang akan dijadikan sebagai pupuk atau kompos.

Kegiatan operasional sehari-hari pada pengomposan secara anaerobik

tidak sesibuk pengomposan secara aerobik. Meskipun demikian, biaya awal serta

pembuatan bak fermentasi lebih rumit dan lebih mahal daripada pembuatan

kompos secara aerobik. Kontrol yang harus dilakukan pada proses ini adalah pH

8

Page 9: Laporan Baru Ag Rlbm

dan suhu. Kadar airnya diupayakan dalam kondisi basah atau tergenang. Kontrol

pH dan suhu harus dilakukan karena pembuatan kompos anaerobik berlangsung

dengan bantuan bakteri pembentu gas metan yang sangat rentan dengan kondisi

pH dan suhu. Bakteri metan akan keracunan serta berhenti baraktivitas pada pH

kurang dari 6,2. Kontrol suhu untuk daerah tropis seperti Indonesia mungkin

dapat ditiadakan karena suhu ideal dapat tercipta dengan mengatur desain bak

fermentasi.

Bakteri yang berperan dalam pengomposan anaerobik yaitu :

Bakteri pembentuk senyawa asam : pseudomonas, lavobacterium,

Escherichia, Aerobacter.

Bakteri pembentuk gas metan, karbondioksida, hidrogen sulfida, hidrogen

dan nitrogen: Methanolbacterium omelianskii, Methanolbacterium

sohngenii, Methanolbacterium suboxydans, Methanolbacterium

propionicum, Methanolbacterium formicum, Methanolbacterium

ruminantium, Methanobacterium mazei.

Pengomposan anaerobik berpeluang baguss diterapkan pada jenis samoah

berprotein tunggu yang biasanya terdapat dalam buangan sampah rumah tangga,

pasar, restoran, pemotongan hewan, atau hotel. Pengomposan anaerobik juga

memungkinkan untuk menampung sampah organik secara kontinyu setiap hari.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengomposan anaerobik

menyangkut rasio C/N, ukuran bahan, kadar air (Rh), derajat kesamaan (pH),

temperatur (suhu) dan aerasi.

2.2.3 Teknik Pembuatan Kompos

2.2.3.1 Aerobik

Teknik pengomposan yang lazim digunakan dan sering dipublikasikan

adalah secara aerobik, yaitu pengomposan dengan memanfaatkan bakteri aerobik.

Teknologinya terfokus pada cara agar bakteri aerobik ini dapat bertahan hidup

serta bekerja lebih baik, lebih efektif, dan lebih efisien. Persyaratan mutlak untuk

mempertahankan kehidupannya adalah dengan mengatur sirkulasi udara di dalam

bahan atau menyediakan udara yang cukup dalam proses pembuatannya.

9

Page 10: Laporan Baru Ag Rlbm

2.2.3.2 Anaerobik

Pada dasarnya, pembuatan kompos anaerobik dilakukan di tempat yang

tertutup rapat. Mikroorganisme yang berperan tidak membutuhkan oksigen dalam

kehidupannua sehingga teknik pengomposan ini terjadi tanpa bantuan udara atau

oksigen sedikit pun. Pengomposan anaerobik dapat dilakukan dengan beberapa

alternatif yaitu tipe trench ( model parit), menggunakan drum bekas, atau dengan

bantuan EM-4.

2.3.4 Manfaat Kompos

Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan

bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk

mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat

bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini

membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba

tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.

Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik

kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil

panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.

Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:

Aspek Ekonomi :

1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah

2. Mengurangi volume/ukuran limbah

3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya

Aspek Lingkungan :

1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas

metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di

tempat pembuangan sampah.

2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

Aspek bagi tanah/tanaman:

1. Meningkatkan kesuburan tanah

2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah

10

Page 11: Laporan Baru Ag Rlbm

3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah

4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah

5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)

6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman

7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman

8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang

granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air.

Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas

mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu

seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah

meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh

tanaman (Gaur, 1980).

Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan

pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos

memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada

kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman

yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik

dibandingkan dengan NPK.

11

Page 12: Laporan Baru Ag Rlbm

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Pembuatan kompos secara aerob dimulai sejak awal bulan April 2012

dengan skala kecil atau skala rumah tangga. Praktek akan dilakukan di

Laboratorium Teknik Lingkungan.

3.2 Alat dan Bahan

Pembuatan kompos secara aerob untuk skala rumah tangga akan dilakukan

dengan alat sebagai berikut :

3.2.1 Alat

Berikut ini barang-barang yang digunakan dalam pembuatan alat

komposter sederhana skala rumah tangga yaitu Tong, besi penahan.

Selain itu pada proses pembuatan alat komposter sederhana skala rumah

tangga ini dibutuhkan beberapa alat penunjang seperti palu,gergaji dan bor.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kompos yaitu Sampah

Organik (daun-daun kering), cat minyak dan EM4.

3.3 Gambar Alat

Gambar 3.1. Bak Komposter secara Aerob

12

Page 13: Laporan Baru Ag Rlbm

3.4 Cara Kerja

Sampah organik dicacah

Sampah yang sudah dicacah tersebut dimasukkan kedalam drum

Sampah disemprot kemudian di aduk-aduk dan didiamkan untuk proses

pengomposan

3.5 Diagram Alir

3.6 Proses Pembuatan Alat

a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk membuat/merangkai

komposter drum

b. Potong bagian tengah drum. Lubangi bagian bawah, samping kiri dan

kanan drum dengan menggunakan solder hingga diperoleh lubang sebagai

tempat sirkulasi udara.

c. Buatkan alas atau dudukan komposter yang terbuat dari besi agar

komposter tidak rusak karena adanya banjir. 

d. Setelah tempatnya selesai,letakkan komposter drum di atas dudukan

tersebut.

3.7 Proses Pembuatan kompos

1. Pemilahan Sampah

Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik pemilahan harus

dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses

dan mutu kompos yang dihasilkan

13

Survey barang

Pembuatan proposal

Pembuatan alat

Pembuatan kompos

Hasil

Page 14: Laporan Baru Ag Rlbm

2. Pengecil Ukuran Sampah

Pengecil ukuran dilakukan supaya sampah dapat dengan mudah dan

cepat didekomposisi menjadi kompos.

3. Penyusunan Tumpukan

Sampah organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecilan

ukuran kemudian dimasukkan ke dalam tong.

4. Penyiraman

Penyiraman pertama dilakukan dengan menyiram EM4 ke tumpukan

sampah daun kering tersebut sebagai starter bakteri agar sampah dapat

cepat terdekomposisi. Setelah itu setiap hari di semprot dengan air

biasa supaya sampah tersebut terjaga kelembabannya.

5. Pengadukan

Pengadukan dilakukarn terhadap bahan baku dan tumpukan yang

terlalu kering (kelembapan kurang dari 50%). Suhu pada pembuatan

kompos ini harus tetap terjaga dalam kondisi panas sekitar 40 – 70’ C.

6. Pematangan

Pengomposan berjalan selama 1 hingga 2 bulan, suhu tumpukan akan

semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan. Pada saat itu

tumpukan sampah seharusnya telah lapuk, berwarna coklat tua atau

kehitaman pertanda kompos telah jadi. Akan tetapi pada pembuatan

kompos ini tidak berhasil dilakukan.

14

Page 15: Laporan Baru Ag Rlbm

 

MARET APRIL MEI JUNI

I II III IV V VI VII I II III IV V VIVI

II II III IV V VI VII I II III IV V VI VII

minggu 1                                                  

minggu 2                                                        

minggu 3                                                        

minggu 4                                                        

  pembutan alat

  pengumpulan bahan

proses pengomposan

Penulisan Laporan

3.8 Rencana Kegiatan dan Rencana Biaya

3.8.1 Rencana Kerja

15

Page 16: Laporan Baru Ag Rlbm

3.9 Rincian Biaya

Penelitian ini memperlukan dana untuk penyediaan alat dan bahan

seperti yang terinci seperti dibawah ini :

No Barang Banyak Barang Harga Barang (Rp) Total Harga (Rp)

1 Tong 1 buah 120.000 120.0002 Cat Minyak 1 kaleng 45.000 45.0003 Besi penahan 2 buah 12.000 24.0004 Kawat kasa 1M2 18.000 18.0005 EM4 1 buah 25.000 25.000

JUMLAH (Rp) 232.000Sumber : Hasil Penelitian

Barang-barang yag telah tersedia sebelumnya tidak dilakukan pembelian kembali.

Pembuatan alat ini sebagian menggunakan barang-barang yang tidak digunakan

lagi tetapi masih layak untuk digunakan.

16

Page 17: Laporan Baru Ag Rlbm

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan

Pembuatan alat komposter sederhana dengan skala rumah tangga

dirancang secara terbuka sebagai tempat pengomposan. Pada proses

pengomposan secara aerobik mikroorganisme yang berperan dalam proses

tersebut membutuhkan oksigen. Dalam hal ini, bebas bersentuhan langsung

dengan bahan kompos. Proses pembuatan kompos ini dilakukan pada bulan april

2012 dengan volume sampah yang dihasilkan dari daun kering tersebut 2 kg.

Sampah dedaunan kering yang telah didapat dipotong-potong kecil secara manual

gunanya agar dapat mempercepat proses pembusukan kompos tersebut. Setelah

daun mendapatkan hasil potongan yang diinginkan daun-daun tersebut

dimasukkan kedalam komposter yang terbuat dari drum. Pada proses

pengomposan aerobik dibutuhkan bahan EM4 (effective microorganism 4) berupa

larutan cair berwarna kuning kecoklatan. Microorganisme efektif atau EM adalah

suatu kultur campuran berbagai mikroorganisme yang bermanfaat (terutama

bakteri fotosintesis , bakteri asam laktat, ragi, Actinomycetes dan jamur peragian)

yang dapat digunakan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba

tanah dan dapat memperbaiki pertumbuhan serta jumlah mutu hasil tanah. EM4

ini dicampur pada awal pembuatan kompos sebagai starter mikroorganisme.

Pada proses pembuatan sampah yang diolah menjadi kompos tersebut

tidak adanya dekomposisi/pembusukan yang terjadi sehingga proses

pengomposan yang dihasilkan tidak berhasil. Ketidakberhasilan ini disebabkan

karena tidak terkontrolnya faktor-faktor sebagai pemicu proses pengomposan

seperti kadar air, suhu, pH, kelembaban, ukuran bahan, rasio C/N, aerasi, dan

pengecilan bahan perlu dilakukan secara intensif untuk mempertahankan proses

pengomposan agar stabil sehingga diperoleh proses pengomposan yang optimal.

Disini kami juga menambahkan kompos yang telah jadi ke atas kompos yang

kami buat, gunanya sebagai starter pembentukan kompos lagi. Akan tetapi juga

tidak mengalami perubahan apa-apa sehingga tidak dapat dipastikan volume

sampah yang terjadi setelah proses pengomposan.

17

Page 18: Laporan Baru Ag Rlbm

Berikut dibawah ini gambar dari kondisi sampah:

Gambar 4.1 Kondisi Awal Sampah

Gambar 4.2 Kondisi Sampah Sampah Setelah Proses Pengomposan

18

Page 19: Laporan Baru Ag Rlbm

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari laporan ini adalah :

1. Hasil dari kegiatan penelitian ini adalah kompos yang dibuat dari sampah

organik yaitu dedaunan kering.

2. Tidak berhasilnya pembuatan kompos ini disebabkan karena kurang

terkontrolnya kadar air, suhu, pH, kelembaban, ukuran bahan, rasio C/N,

aerasi, dan pengecilan bahan.

3. Komposter bisa dijadikan sebagai solusi utama untuk mengurangi

timbulan sampah skala rumah tangga.

4. Volume sampah daun kering sebelum dijadikan kompos sebesar 2 kg,

sedangkan volume sampah yang telah dijadikan kompos tidak dapat

diketahui besarnya. Hal ini di sebabkan karena tidak berhasilnya kompos

yang akan dibuat.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diambil adalah :

- Sebaiknya dalam pemotongan sampah organik harus diperhatikan besar

kecilnya ukuran dari sampah tersebut.

19

Page 20: Laporan Baru Ag Rlbm

DAFTAR PUSTAKA

Bakri, A. R..1992.”Pengelolaan Sampah Pemukiman dan Partisipasi Masyarakat

dalam Pelaksanaannya di Kota Administratif Depok”. Tesis

Program Pascasarjana IPB.

Dainur,1992.”Ilmu Kesehatan Masyarakat”. Widya Medika. Jakarta

Hadiwijoto, S.1983.”Penanganan dan Pemanfaatan Sampah”.Penerbit Yayasan

Idayu. Jakarta.

Mukono, 2006.“Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan”. Airlangga University

Press, Surabaya.

Sidik, M.A,. 1985.”Tehnologi Pemusnahan Sampah dengan Incinerator dan

Landfill”. Jakarta: Direktorat Riset Operasi dan Manajemen. Deputi

Bidang Analisa Sistem Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

20