Laporan Jurnal Dr Yasa
-
Upload
astri-kartika-sari -
Category
Documents
-
view
247 -
download
1
description
Transcript of Laporan Jurnal Dr Yasa
Intrauterine contraception after cesarean section and during lactation : a systematic review
Latar belakang :
Negara-negara berkembang cenderung memiliki tingkat kelahiran yang tinggi. Dalam
banyak kasus, Negara-negara ini berkeinginan mengurangi tingkat kelahiran itu. Metode
kontrasepsi yang paling efektif adalah reversible long acting (LARC). Penting untuk dapat
menyusui dalam segala situasi, dan terutama di daerah miskin, karna itu penting untuk
kesejahteraan bayi. Wanita yang menyusui perlu menggunakan metode kontrasepsi yang tidak
berpengaruh pada laktasi (masa menyusui). Wanita yang memiliki operasi sesar (SC), baik untuk
kehamilan saat ini atau sebelumnya, juga membutuhkan metode kontrasepsi yang independen
dari prosedur ini. Masa menyusui digunakan sebagai kontrasepsi sebelum munculnya metode
modern, dan populasi tertentu telah menggunakan metode ini sendiri untuk memberi jarak
kelahiran pada anak-anak mereka 3-4 tahun. Selama menyusui, reflek menghisap menghambat
ovulasi. Ini tidak dimediasi melalui prolaktin, yang menghambat ovulasi pada tingkat yang
sangat tinggi karena peristiwa patologis, misalnya , tumor hipofisis. Selama menyusui normal,
elavasi (kenaikan) oksitosin yang disebabkan endorphin dapat menghambat ovulasi. Dalam studi
dengan primata, memblok respon ini dengan nalokson yang menginduksi ovulasi. Sebaliknya,
menghalangi aktivitas prolaktin dengan bromocriptine menghentikanaliran susu, namun tidak
menyebabkan ovulasi jika jalur oksitosin endorphin dipertahankan. Hal ini penting untuk
memastikan bahwa metode kontrasepsi yang digunakan pada wanita menyusui menginduksi
bukan menghambat aktivitas apapun pada saat kontrasepsi untuk laktasi tersedia.
Ulasan ini mengkaji peran kontrasepsi intrauterine sebagai metode LARC dalam dua
kondisi, dan membantu perempuan memberi jarak kelahiran dan mencukupi nutrisi anak-anak
mereka, terutama di negara-negara terbelakang dimana menyusui harus berlangsung karena
sangat penting untuk kesehatan bayi.
Tujuan :
Untuk mengetahui efektifitas dari kontrasepsi IUD tehadap wanita dalam masa menyusui (laktasi) dan seksio sesarea.
1
Material dan Metode :
Penelitian ini adalah review sistematis untuk mengevaluasi kemungkinan komplikasi
pada pengguna IUD saat dimasukkan setelah SC, 6 minggu atau lebih setelah SC. Ini juga
mengevaluasi efek menyusui pada kinerja IUD dan sebaliknya, termasuk faktor-faktor yang
menentukan respon lactatory.
Uji klinis gov : ‘alat kontrasepsi’ , ‘operasi sesar’ dan ‘alat kontrasepsi’, ‘laktasi(menyusui)’.
Studi kami termasuk ulasan makalah dari Januari 1968 sampai Desember 2012. Pencarian
menghasilkan 1,145 makalah secara total, 317 untuk SC “pasca plasenta” dan 62 untuk SC
“interval”, yang dikurangi menjadi 262 dan 44 setelah duplikat dihilangkan. Pencarian untuk
“menyusui” menghasilkan 828 makalah, yang dikurangi menjadi 592.
Hanya makalah-makalah yang menyediakan data yang langsung referable untuk “
operasi sesar (seksio sesaria)” atau “laktasi” (dinilai dari abstrak) dimasukkan, sebagai istilah
yang digunakan secara deskriptif untuk studi IUD yang sangat banyak. Termasuk SC yang
memberikan angka kejadian (yaitu, analisis masalah IUD seperti kehamilan, pendarahan, dan
infeksi), tetapi orang-orang juga menyatakan data indeks Pearl atau persentase dasar, studi
terkontrol dimasukkan. Kriteria yang sama diterapkan pada studi menyusui, kemungkinan terjadi
perubahan kimia karena IUD pada laktasi. Studi angka kejadian diperlukan setidaknya 20 subjek
(satu pengecualian dibuat untuk studi pasca-plasenta dalam pemasangan IUD dengan
19).Kemungkinan studi perubahan kimia karena pemasangan IUD dilaporkan terlepas dari
jumlah subjek. Bahkan nilai untuk kedua studi baik SC dan menyusui terbanding dengan control
apabila memungkinkan, dan dalam satu kasus ditabulasikan secara terpisah. Setelah pengenaan
kriteria ini ada 7 studi interval pasca pemasangan IUD SC, 19 studi pasca-plasenta pemasangan
IUD setelah SC, 7 studi tentang efek dari IUD pada kimia laktasi, 14 studi tentang efek dari IUD
pada laktasi, dan 3 studi tentang angka kejadian IUD pada wanita menyusui. Efek dari IUD pada
laktasi juga diperiksa terhadap kontrol bila memungkinkan .Data diekstrasi oleh salah satu
penulis (NDG) dan selanjutnya diverifikasi secara independen di kemudian hari (PSS).Ringkasan
odds rasio tidak dihitung karena metode variable pelaporan data dan beberapa hasil buruk
kuantitatif dilaporkan.
2
Hasil
Seksio sesarea
Kami menemukan tujuh studi penyisipan Interval (yaitu, penyisipan setidaknya 6 minggu
setelah pengiriman terakhir, baik vaginal atau SC) dari IUD pada wanita yang sebelumnya
memiliki satu SC atau lebih.
Ada lima studi prospektif dan dua retrospektif. Lima dari studi, termasuk satu
retrospektif, menunjukkan hasil. Sayangnya, metode ekspresi angka kejadian baik kumulatif dan
non-kumulatif, membuat perbandingan sulit. Tingkat kehamilan dan tingkat pengeluaran
perangkat untuk masalah medis dilaporkan sebagai di kisaran 0-5 per 100 wanita pertahun.
Jenis IUD dan jumlah subjek di setiap penelitian terdapat pada Tabel 1. Ada satu yang
dilaporkan perforasi, mungkin karena "hyperinvoluted" uterus. Ada satu studi tentang Copper-T
penyisipan pada 76 wanita dengan operasi caesar sebelumnya berikut terminasi bedah
kehamilan. IUD ini dimasukkan pasca-abortum di 8-11 minggu. Penelitian ini dikontrol dan
tingkanya adalah 2,6%. Karena itu tidak selang maupun studi SC pasca-plasenta, tidak muncul
dalam tabel.
3
Ada 19 penelitian dari pemasangan AKDR pada saat SC (pemasangan AKDR pasca-
plasenta dengan sesar) yang memiliki data relatif memadai terhadap prosedur pemasangan IUD.
Studi-studi ini telah dilakukan dengan berbagai jenis IUD selama 40 tahun terakhir. Studi semua
calon dan sebagian besar data adalah dari Republik Rakyat Cina dan Amerika Latin. Ringkasan
dari studi oleh jenis perangkat diberikan pada Tabel 2.
Lima dari studi dikendalikan dengan membandingkan pemasangan setelah SC dengan
penyisipan IUD pada pasien dengan persalinan normal melalui vagina. Dalam semua kasus,
tingkat pengeluaran lebih rendah pada kelompok SC, dan secara signifikan lebih rendah pada
banyak kasus. Penelitian ini dirangkum secara terpisah pada Tabel 3. Selain itu, ada beberapa
yang besar, studi yang tidak dipublikasikan dimana rincian kadang-kadang dikutip dalam teks
sebagai komunikasi pribadi. Hasil daripengamatan ini tidak digunakan, karena mereka tidak
memenuhi kriteria seleksi. Beberapa alasan yang mungkin untuk tingkat besar variasi dalam
hasil-hasil dan implikasi pasca-plasenta pemasangan AKDR setelah SC akan kita bicarakan
nanti.
4
Pengaruh IUD pada laktasi
Ada banyak penelitian, baik terbuka maupun terkendali, pada efek kemungkinan IUD
pada laktasi itu sendiri, dan pada faktor-faktor hormonal yang bertanggung jawab untuk memulai
dan mempertahankan laktasi. Berdasarkan laporan dari galaktorea reversibel dalam dua
pengguna IUD, sejumlah studi yang saling bertentangan tentang peran IUD pada prolaktin,
kortisol, dan metabolisme tembaga dalam AKDR menyusui telah dilakukan.
Hasil studi ini dirangkum dalam Tabel 4. Konsekuensi dari IUD mengubah kadar
prolaktin pada wanita menyusui tampaknya hanya berlangsung sementara. IUD adalah metode
LARC dan jika ingin berguna selama menyusui penting bahwa hal itu menunjukkan tidak
berpengaruh dalam menghambat laktasi. Tidak seperti metode LARC lainnya, mekanisme
kerjanya tidak sistemik (termasuk sistem intrauterin levonorgestrel). Seharusnya tidak
diharapkan memiliki efek pada laktasi (baik positif atau negatif). Studi laktasi pada wanita yang
menggunakan IUD telah di konfirmasi di sini
Selain itu, zat aktif (apakah tembaga atau levonorgestrel) seharusnya tidak berpengaruh
buruk pada kualitas susu yang dihasilkan. Efek dari IUD pada laktasi dan perkembangan bayi
pada pengguna juga telah dipelajari. Ringkasan studi yang menyatakan bahwa tidak ada efek
buruk pada kuantitas dan kualitas produksi susu diberikan pada Tabel 5.
5
Pengaruh menyusui terhadap kinerja IUD
Pemasangan AKDR pada vagina pasca-partum memiliki komplikasi tersendiri. Apakah
menyusui memiliki peran pada tahap ini tidak dapat dibuktikan. Pengaruh laktasi pada
pemasangan AKDR dan kinerja selama 6 minggu pasca pemakaian setuju untuk evaluasi
objektif. Ada tiga studi rinci menggunakan analisis tabel pada efek laktasi terhadap kinerja IUD,
dan ini diberikan dalam Tabel 6. Dua dari ini, menunjukkan peningkatan signifikan tingkat
pengangkatan secara medis untuk yang tidak menyusui atas mereka yang menyusui. Alasan
untuk ini mungkin adanya rasa sakit dan perdarahan yang berkurang saat menyusui karena
amenore laktasi penuh atau parsial (LA) yang mengurangi pendarahan, dan juga kemungkinan
peran sekresi β-endorphin pada wanita menyusui. β-endorphin adalah analgesik kuat alami
yangdiharapkan dapat mengurangi semua jenis nyeri. Tingkat kehamilan dan tingkat pengeluaran
tidak berbeda nyata bagi mereka yang menyusui dan mereka yang tidak.
6
Diskusi
Sejumlah penelitian besar telah mencatat bahwa pemasangan AKDR relatif mudah dan
bebas nyeri pada wanita yang sedang menyusui, dan menyusui yang mengurangi kebutuhan
untuk dilatasi serviks. Sebuah studi dari 6493 wanita juga menemukan bahwa ini sangat jelas
pada wanita dengan amenore laktasi yaitu, saat menyusui, yang akan diharapkan dengan adanya
peningkatan kadar β-endorfin, yang juga membuat penyisipan kurang menyakitkan.
Gaya yang dibutuhkan untuk memasukkan IUD pada wanita menyusui juga lebih rendah
dibandingkan pada wanita non-menyusui untuk Tembaga-T® (Ortho Farmasi, Raritan, NJ,
USA), TCU 380A, ParaGard®, (Teva Pharmaceutical Industries Ltd, Petach Tikva, Israel),
MLCu 250®, 375® (Prosan SA, Arnham, Belanda), dan Nova-T 200® (Bayer, Wuppertal,
Jerman) IUDs.
Risiko perforasi pada pemasangan AKDR pada wanita yang sedang menyusui meningkat
sekitar 10 kali lipat. Hal ini dilaporkan dalam studi tentang Lippes Loop (Ortho Farmasi, Raritan,
NJ, USA), Tembaga 7® (GD Searle dan Co, High Wycombe, Inggris, UK), Dalkon Shield (AH
Robins Company, Richmond, VA , USA), Aman-T-Coil® (Julius Schmidt Laboratories, Little
Falls, NJ, USA), Tembaga-T®, dan Progestasert® (Alza Corporation, Palo Alto, CA, USA)
devices. Tingkat yang dilaporkan dari perforasi telah dikutip sebagai berikut 1 dalam 350, 1
dalam 2.600 pemasangan. Laktasi juga tampaknya menjadi faktor utama dalam perforasi dengan
Mirena® (Bayer, Wuppertal, Jerman). Dari 701 perforasi dilaporkan oleh pusat
pharmacovigilance, 192 (42%) berada di pengguna Mirena® yang menyusui.
Alasan tingginya tingkat pengeluaran dalam sisipan IUD selang setelah SC tidak jelas.
Lima dari tujuh studi interval pemasangan AKDR pada wanita yang sebelumnya telah menjalani
SC menunjukkan tingkat pengeluaran tinggi. Studi ini terutama pada perangkat lama, tidak ada
informasi tentang Mirena®, Nova-T® dan Gyne-Fix® (Contrel Limited, Ghent, Belgia) IUD,
yang umum digunakan saat ini, dan informasi terbatas pada TCU 380A®, patokan saat ini IUD
yang mengandung tembaga. Akan menarik untuk menentukan sikap inserter untuk melihat
apakah ada variasi dalam teknik praktis mereka. Atau, ada kemungkinan bahwa bekas luka rahim
adalah faktor, seperti di kelahiran normal setelah SC (VBAC). Sebuah informasi tentang topik
ini ada di banyak database. Akan bermanfaat untuk mengambil dan memeriksa kembali data ini.
7
Variasi tingkat pengeluaran setelah pasca-plasenta SC dapat dijelaskan dengan sejumlah
besar perangkat yang berbeda dan teknik yang digunakan. Beberapa ide yang menjanjikan sudah
sedang dievaluasi, jadi seharusnya menjadi pilihan yang sangat layak.
Tingkat SC meningkat di seluruh dunia dan sangat cepat dalam beberapa negara.
Sementara tingkat itu sendiri mungkin lebih rendah di sebagian besar negara-negara
berkembang, angka mutlak tinggi karena tingkat kelahiran yang tinggi. Selain itu, kebutuhan
perempuan untuk menyusui di negara-negara sangat penting karena keterbatasan kemampuan
keuangan untuk menggunakan formula pemberian makanan bayi dan menggunakannya secara
memadai ketika mereka diadopsi.
Untuk para wanita untuk dapat ruang yang nyaman secara memadai, penting bahwa
mereka dapat menggunakan metode LARC yang tidak mengganggu menyusui atau ASI, dengan
biaya efektif, dan penggunaan yang tidak bertentangan dengan beberapa konsekuensi dari
melahirkan, misalnya, SC.
Tidak ada satu metode pengendalian kelahiran reversibel, pendek atau long-acting, yang
sempurna dalam hal ini. IUD datang cukup baik, dengan beberapa syarat. Metode LARC
mungkin harus diperkenalkan segera setelah melahirkan, dan tentu saja sebelum ibu
meninggalkan fasilitas karena masalah tindak lanjut. Masalah penyisipan pasca-plasenta dari
IUD setelah kelahiran vagina sudah dikenal, khususnya, pengeluaran perangkat prematur.
Untungnya, tingkat pengeluaran sisipan pasca-plasenta pada SC tampak secara signifikan
lebih rendah daripada ketika IUD digunakan segera setelah melahirkan plasenta secara
pervaginam, membuat penyisipan IUD segera setelah SC ini pilihan yang jauh lebih layak. Ada
banyak alasan untuk ini dan desain IUD terutama untuk tujuan ini harus baik dan dapat
memecahkan masalah pengeluaran dan membuat metode yang sangat praktis seperti LARC.
Agar tidak membahayakan wanita yang pernah melahirkan sesar sebelumnya dalam
penggunaan IUD, kami sarankan perawatan ekstra harus diambil dalam hal ini untuk memastikan
penempatan IUD di fundus. Penyisipan nifas juga membutuhkan keahlian untuk menghindari
pengeluaran berlebihan. IUD baru mungkin lebih sedikit terkait dengan beberapa masalah ini,
dan itu adalah subjek untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa IUD dapat meningkatkan jumlah prolaktin
dan mungkin mempengaruhi laktasi belum dikonfirmasi. Kedua aliran copper-releasing dan
hormon-releasing dari IUD tampaknya tidak berpengaruh pada kuantitas, kualitas, dan durasi
8
saat menyusui. Pada wanita menyusui, angka kejadian pengeluaran IUD, kehamilan, dan
pengambilan secara medis tidak disarankan berbeda dari wanita yang tidak menyusui, dengan
pengecualian bahwa tingkat pengambilan secara medis lebih rendah. Sejumlah penelitian telah
menunjukkan bahwa penyisipan IUD pada wanita menyusui membutuhkan lebih sedikit
pelebaran serviks dan kekuatan yang lebih rendah untuk benar-benar menempatkannya. Hal ini
mungkin karena tingkat sirkulasi yang lebih tinggi β-endorphin dan konsistensi lunak dari
menyusui dan otot rahim terutama saat nifas. Faktor-faktor ini dapat membuat pemasangan lebih
mudah, tetapi mereka juga membuat perforasi lebih mungkin karena inserter akan merasa kurang
tahan terhadap pemasangan dan akseptor akan mengalami sedikit rasa sakit selama prosedur.
Riwayat SC sebelumnya dan adanya laktasi membutuhkan perhatian masing-masing untuk
menghindari masalah pengeluaran dan perforasi. Meskipun masalah ini, baik SC atau menyusui
merupakan kontraindikasi WHO untuk penggunaan IUD.
Kesimpulan
Wanita yang memiliki SC dan/atau menyusui adalah kandidat yang baik untuk
kontrasepsi intrauterin seperti LARCs. Pemasangan AKDR pasca plasenta SC sangat berharga
dan menimbulkan lebih sedikit masalah dari pada setelah melahirkan vagina. Sementara IUD
tidak mempengaruhi laktasi, dan penggunan IUD pada wanita menyusui umumnya kurang
menyakitkan dan dapat ditahan lebih baik, masih ada risiko yang menyertainya, seperti perforasi.
Pada wanita yang sebelumnya memiliki SC, penggunaan IUD dibekas luka rahim
tampaknya terkait dengan risiko yang lebih tinggi dari pengeluaran. Kedua kelompok perempuan
ini dapat menggunakan IUD sebagai metode LARC dalam kondisi yang tepat. Perhatian ekstra
harus diambil ketika menempatkan IUD pada wanita-wanita dalam rangka untuk mencoba dan
mengurangi potensi masalah terkait IUD.
9