Laporan Hubungan Sanitasi dan Status Gizi Balita

11
1 HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DAN KEJADIAN PENYAKIT DIARE PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS BERBAH KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA Delvina Mariance Da Ona 1 , Ariyanto Nugroho 2 , Siti Wahyuningsih 3 INTISARI Latar Belakang: Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat kesakitan dan kematian yang tinggi dan juga merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Setiap tahunnya 1,5 juta anak meninggal dunia karena diare. Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami buang air besar yang sering dan masih memiliki kandungan air berlebihan. Diare berbahaya karena dapat menyebabkan kurang gizi bahkan sampai pada kematian. Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi faktor resiko terhadap penyakit diare. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dan kejadian penyakit diare pada balita dengan status gizi balita. Metode Penelitian: Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Berbah, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Penelitian menggunakan metode penelitian case control dengan pendekatan restropective. Subjek penelitian adalah balita diare dan tidak diare usia 0-5 tahun. Hasil: Diketahui sanitasi lingkungan rumah dengan kategori rumah tidak sehat yaitu 10 rumah (50%) lebih banyak pada balita yang mengalami diare. Sedangkan kelompok kontrol yaitu balita yang tidak mengalami diare lebih banyak tinggal di rumah dengan sanitasi lingkungan rumah dengan kategori sehat yaitu 12 rumah (60%). Status gizi pada balita diare dan tidak diare sebagian besar mempunyai status gizi baik yaitu 19 balita diare (95%) dan 17 balita tidak diare (85%). Uji Chi-square untuk mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian penyakit diare, diperoleh hasil nilai p= 0,751(p>0,05). Uji Fisher’s Exact Test untuk mengetahui hubungan kejadian penyakit diare dengan status gizi balita, diperoleh hasil nilai p= 0,605 (p>0,05). Kesimpulan:Tidak ada hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian penyakit diare pada balita. Tidak ada hubungan antara kejadian penyakit diare pada balita dengan status gizi balita. Kata Kunci: Sanitasi lingkungan rumah, kejadian diare, status gizi balita. 1 Mahasiswa Ilmu Gizi Universitas Respati Yogyakarta 2 Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Yogyakarta 3 Dosen Ilmu Gizi Universitas Respati Yogyakarta

description

Laporan Hubungan Sanitasi dan Status Gizi Balita

Transcript of Laporan Hubungan Sanitasi dan Status Gizi Balita

Page 1: Laporan Hubungan Sanitasi dan Status Gizi Balita

1

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DAN

KEJADIAN PENYAKIT DIARE PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI

BALITA DI PUSKESMAS BERBAH KECAMATAN BERBAH

KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

Delvina Mariance Da Ona1, Ariyanto Nugroho

2, Siti Wahyuningsih

3

INTISARI

Latar Belakang: Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat kesakitan dan kematian yang

tinggi dan juga merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi

segala umur. Setiap tahunnya 1,5 juta anak meninggal dunia karena diare. Diare adalah sebuah penyakit di mana

penderita mengalami buang air besar yang sering dan masih memiliki kandungan air berlebihan. Diare berbahaya

karena dapat menyebabkan kurang gizi bahkan sampai pada kematian. Penyediaan air bersih dan sanitasi

lingkungan yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi faktor resiko terhadap penyakit diare.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dan kejadian

penyakit diare pada balita dengan status gizi balita.

Metode Penelitian: Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Berbah, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman,

Yogyakarta. Penelitian menggunakan metode penelitian case control dengan pendekatan restropective. Subjek

penelitian adalah balita diare dan tidak diare usia 0-5 tahun.

Hasil: Diketahui sanitasi lingkungan rumah dengan kategori rumah tidak sehat yaitu 10 rumah (50%) lebih banyak

pada balita yang mengalami diare. Sedangkan kelompok kontrol yaitu balita yang tidak mengalami diare lebih

banyak tinggal di rumah dengan sanitasi lingkungan rumah dengan kategori sehat yaitu 12 rumah (60%). Status gizi

pada balita diare dan tidak diare sebagian besar mempunyai status gizi baik yaitu 19 balita diare (95%) dan 17 balita

tidak diare (85%). Uji Chi-square untuk mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian

penyakit diare, diperoleh hasil nilai p= 0,751(p>0,05). Uji Fisher’s Exact Test untuk mengetahui hubungan kejadian

penyakit diare dengan status gizi balita, diperoleh hasil nilai p= 0,605 (p>0,05).

Kesimpulan:Tidak ada hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian penyakit diare pada balita.

Tidak ada hubungan antara kejadian penyakit diare pada balita dengan status gizi balita.

Kata Kunci: Sanitasi lingkungan rumah, kejadian diare, status gizi balita.

1

Mahasiswa Ilmu Gizi Universitas Respati Yogyakarta

2 Dosen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Yogyakarta

3 Dosen Ilmu Gizi Universitas Respati Yogyakarta

Page 2: Laporan Hubungan Sanitasi dan Status Gizi Balita

2

ASSOCIATION BETWEEN HOME ENVIRONMENTAL SANITATION

AND DIARRHEA DISEASE OCCURENCE IN TODDLER WITH

TODDLER’S NUTRITIONAL STATUS AT BERBAH COMMUNITY

HEALTH CENTER, BERBAH SUBDISTRICT, SLEMAN REGENCY,

YOGYAKARTA

Delvina Mariance Da Ona1, Ariyanto Nugroho

2, Siti Wahyuningsih

3

ABSTRACT

Background : Diarrhea disease is still becoming the global health problem due to its high morbidity and mortality

rate; it is also the second, third, and fifth leading cause of death in the world in toddlers (children under five years

old), infants, and all ages, respectively. An estimated 1.5 million children die from diarrhea every year. Diarrhea is

a disease in which patients experience frequent bowel movements and the stools still contain excessive amount of

water. Diarrhea is dangerous because it can result in nutrition deficiency, even leading to death. Inadequate clean

water supply and environmental sanitation can be the risk factors for diarrhea disease.

Objective : The objective of this study was to know the associations between home environmental sanitation and

diarrhea disease occurence in toddler with toddler’s nutritional status.

Methods : This study was conducted at Berbah Community Health Center, Berbah Subdistrict, Sleman Regency,

Yogyakarta. This study used case control method with retrospective approach. Subject of study was children with

and without diarrea, 0-5 years of age.

Results : In the analysis of home environmental sanitation, there were 10 (50%) homes in the category of unhealthy

home in diarrhea group,which was greater than that in the control group (40%). Meanwhile, the number of homes in

the category of healthy home was greater in control group than that in diarrhea group. It was 12 (60%) homes in

control group compared to 10 (50%) homes in diarrhea group. In the analysis of nutritional status, most toddlers

with and without diarrhea had good nutritional status, there were 19 (95%) toddlers with diarrhea and 17 (85%)

toddlers without diarrhea. Chi-square test to know the association between home environmental sanitation and

diarrhea disease accurence showed p= 0.751 (p>0.05). Fisher’s Exact Test to know the association between diarrhea

disease occurence and toddler’s nutritional status showed

p= 0.605 (p>0.05).

Conclusions : Home environmental sanitation is not associated with diarrhea disease in toddler. Diarrhea disease

occurence in toddler is not associated with toddler’s nutrirional status.

Key words : home environmental sanitation, diarrhea occurrence, toddler’s nutritional status

1

Student at Nutrition Science Study Program, Universitas Respati Yogyakarta

2 Lecturer at Public Health Science Study Program, Universitas Respati Yogyakarta

3 Lecturer at Nutrition Science Study Program, Universitas Respati Yogyakarta

Page 3: Laporan Hubungan Sanitasi dan Status Gizi Balita

3

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat kesakitan dan kematian yang tinggi di

berbagai negara terutama di negara berkembang, dan sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka

kesakitan dan kematian anak di dunia.1Menurut data United Nations Children's Fund (UNICEF) pada tahun

2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi

segala umur. Setiap tahunnya 1,5 juta anak meninggal dunia karena diare.

Kontruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor resiko

sumber penularan berbagai jenis penyakit. Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi

syarat dapat menjadi faktor resiko terhadap penyakit diare dan cacingan. 2

Diare akan menjadi lebih serius pada orang yang mengalami kurang gizi, sebab diare dapat

menyebabkan kurang gizi dan dapat memperburuk keadaan kurang gizi yang sudah ada, karena selama diare

tersebut dapat terjadi zat gizi hilang dari tubuh, membuat orang tidak lapar. Di dalam kelompok masyarakat

Indonesia yang paling peka terhadap gizi adalah balita yaitu usia 0 sampai dengan 5 tahun karena pada usia

tersebut sangat rentan terhadap penyakit seperti penyakit menular dan penyakit infeksi salah satunya adalah

diare. Diare sering terjadi pada anak, terutama pada usia 0 sampai dengan 2 tahun yang biasanya minum susu

dan makan makanan formula. Diare berbahaya karena dapat menyebabkan kurang gizi bahkan sampai pada

kematian.3

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2010, angka

kejadian diare pada balita di Provinsi DI Yogyakarta yang ditemukan di sarana kesehatan misalnya yang

ditemukan di Rumah Sakit, Puskesmas sebesar 38.939 orang dan yang meninggal 5 orang. Sedangkan jumlah

penderita diare yang ditemukan Kader sebesar 467 orang dan yang meninggal 1 orang.

Berdasarkan data dari Puskesmas Berbah Yogyakarta, pada tahun 2010 pasien diare yang berkunjung

ke puskesmas sebanyak 183 balita. Sedangkan pada tahun 2011, pasien diare yang berkunjung ke puskesmas

sebanyak 241 balita. Hal ini menunjukkan terjadi kenaikan angka kejadian diare pada balita sebesar 13,67%.

Rumah sehat di wilayah kecamatan Berbah sebesar 88,7%, dan non sehat sebesar 11,3%. Balita gizi kurang

pada tahun 2010 sebesar 9,72%, gizi baik 90,28%. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan

antara sanitasi lingkungan rumah dan kejadian penyakit diare pada balita dengan status gizi balita di

Puskesmas Berbah, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Page 4: Laporan Hubungan Sanitasi dan Status Gizi Balita

4

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian case control dengan menggunakan pendekatan

restropective. Penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Berbah, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman,

Yogyakarta dan pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2012. Populasi dalam

penelitian ini adalah balita diare di wilayah Puskesmas Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Yogyakarta

pada bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Subjek penelitian adalah anak balita usia 0-5 tahun yang

mengalami diare, dan sebagai responden adalah ibu yang memiliki balita usia 0-5 tahun. Subjek penelitian

terdiri dari 2 kriteria yaitu : (a) Kelas kasus; balita yang mengalami diare yang diambil berdasarkan data

rekam medis Puskesmas Berbah, dan (b) kelas kontrol yaitu; balita yang tidak mengalami kejadian penyakit

diare yang berada di sekitar rumah balita yang diare. Total sampelnya 40 balita. Perbandingan kelas kasus dan

kelas kontrol yaitu 1 : 1. Teknik pengambilan subjek penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling.

Variabel yang diamati adalah: (1) variabel bebas yaitu: sanitasi lingkungan rumah, kejadian diare pada balita,

dan variabel terikat yaitu: status gizi balita.

Teknik pengumpulan data terdiri dari: (1) Data primer meliputi: data identitas subjek dan responden,

data berat badan balita, data mengenai sanitasi lingkungan rumah, (2) data sekunder yang meliputi: gambaran

umum wilayah penelitian dan data rekam medis Puskesmas Berbah mengenai balita yang mengalami diare.

Adapun instrumen dalam penelitian ini meliputi: formulir data subjek penelitian untuk mendapatkan data

mengenai identitas subjek dan responden, data berat badan balita, check list mengenai sanitasi lingkungan

rumah, alat tulis kantor, timbangan bayi, dacin kapasitas 25 kg, serta perangkat keras dan perangkat lunak

komputer. Analisis data yang digunakan adalah analisis bivariat dengan uji statistik yang digunakan adalah uji

chi-square.

Page 5: Laporan Hubungan Sanitasi dan Status Gizi Balita

5

HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Berbah Kabupaten Sleman Yogyakarta. Luas wilayah

Kecamatan Berbah sebesar 22.985.000 Ha. Satu kecamatan terdiri dari 1 Puskesmas. Oleh karena itu wilayah

kerja Puskesmas Berbah meliputi wilayah kecamatan. Wilayah kerja Puskesmas Berbah terdiri dari 4 desa,

yaitu : Desa Jogotirto, Desa Kalitirto, Desa Tegaltirto, dan Desa Sendangtirto.

2. Karakteristik Balita

Jumlah balita dalam penelitian ini sebanyak 40 orang yang terdiri dari 20 orang untuk kelompok kasus

dan 20 orang untuk kelompok kontrol. Kelompok kasus adalah balita yang mengalami diare.

Kelompok kontrol adalah balita yang tidak mengalami diare yang berada di sekitar rumah balita yang

diare. Karakteristik balita meliputi jenis kelamin, umur dan berat badan. Distribusi frekuensi balita berdasarkan

karakteristik disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Balita Berdasarkan Karakteristik

Karakteristik Kasus Kontrol

Frekuensi % Frekuensi %

Jenis kelamin

Laki-laki

Perempuan

12

8

60

40

4

16

20

80

Total 20 100 20 100

Umur

< 1 tahun

1-3 tahun

> 3 tahun

2

11

7

10

55

35

5

10

5

25

50

25

Total 20 100 20 100

Berat Badan

3-10 kg

10-15 kg

15-25 kg

6

9

5

30

45

25

10

8

2

50

40

10

Total 20 100 20 100

Sumber: Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa balita pada kelompok kasus yang berjenis kelamin laki-laki

lebih banyak dari pada perempuan yaitu sebanyak 12 balita (60%), dan perempuan 8 balita (40%). Kelompok

kontrol lebih banyak pada balita yang berjenis kelamin perempuan dari pada laki-laki, yaitu sebanyak 16 balita

(80%) dan laki-laki sebanyak 4 balita (20%).

Balita diare dan balita tidak diare lebih banyak pada balita dengan golongan umur 1-3 tahun yaitu 11

balita (55%) dan 10 balita (50%). Balita yang mengalami diare paling banyak mempunyai berat badan 10-15

kg yaitu sebanyak 9 balita (45%), dan kelompok kontrol yaitu balita yang tidak diare paling banyak

mempunyai badan 3-10 kg sebanyak 10 balita (50%).

Page 6: Laporan Hubungan Sanitasi dan Status Gizi Balita

6

3. Karakteristik Ibu Balita

Beberapa karakteristik responden yang diamati meliputi umur, pendidikan dan pekerjaan. Distribusi

frekuensi kejadian diare berdasarkan karakteristik ibu disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Berdasarkan Karakteristik Ibu

Karakteristik Kasus Kontrol

Frekuensi % Frekuensi %

Umur

< 20 tahun

20-35 tahun

>35 tahun

1

15

4

5

75

20

1

16

3

5

80

15

Total 20 100 20 100

Pendidikan

SD

SMP

SMA

PT

0

6

11

3

0

30

55

15

\

2

5

10

3

10

25

50

15

Total 20 100 20 100

Pekerjaan

Bekerja

Tidak Bekerja

6

14

30

70

4

16

20

80

Total 20 100 20 100

Sumber: Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa umur ibu yang mempunyai balita diare dan tidak diare hampir sama

yaitu pada golongan umur 20-35 tahun yaitu 15 orang (75%), dan 16 orang (80%).

Sebagian besar ibu balita pendidikan terakhirnya SMA. Ibu yang mempunyai balita diare pendidikan

terakhirnya SMA dan PT lebih banyak dibandingkan ibu yang mempunyai balita tidak diare yaitu 14 orang

(70%) ibu balita diare dan 13 orang (65%) ibu balita yang tidak mengalami diare.

Ditribusi kejadiaan diare pada balita berdasarkan pekerjaan ibu paling banyak adalah tidak bekerja pada

kelompok kasus 14 orang (70%) dan kelompok kontrol 16 orang (80%). Ibu yang bekerja lebih banyak pada

kelompok kasus yaitu 6 orang (30%) daripada kelompok kontrol yaitu 4 orang (20%).

4. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita

Tabel 3. Analisis Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Diare pada Balita Sanitasi Rumah Kasus

Kontrol X2 P Value

Frekuensi % Frekuensi %

Rumah sehat 10 50 12 60

0,404

0,751 Rumah Tidak Sehat 10 50 8 40

Total 20 100 20 100

Sumber: Data Primer, 2012

Page 7: Laporan Hubungan Sanitasi dan Status Gizi Balita

7

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa kelompok kasus yaitu balita diare lebih banyak tinggal di

rumah dengan sanitasi lingkungan rumah dengan kategori rumah tidak sehat yaitu 10 rumah (50%). Sedangkan

kelompok kontrol yaitu balita yang tidak mengalami diare lebih banyak tinggal di rumah dengan sanitasi

lingkungan rumah dengan kategori sehat yaitu 12 rumah (60%).

Hasil uji Chi-square diperoleh x2 = 0,404 dan nilai p= 0,751 (p>0,05). Adapun besarnya Chi-square tabel

pada df = 1 didapatkan sebesar 3,84. Nilai Chi-square lebih kecil daripada nilai Chi-square tabel (0,404 <

3,84) dan signifikasi hitung yang lebih besar dari nilai signifikan 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian penyakit diare pada balita.

Penelitian sanitasi lingkungan rumah meliputi komponen rumah, sarana sanitasi, perilaku penghuni.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Balita berdasarkan Sanitasi Lingkungan Rumah

Sanitasi Rumah Kasus Kontrol

Frekuensi % Frekuensi %

Komponen Rumah

Sehat

Tidak Sehat

3

17

15

85

5

15

25

75

Total 20 100 20 100

Sarana Sanitasi

Sehat

Tidak Sehat

4

16

20

80

8

12

40

60

Total 20 100 20 100

Perilaku Penghuni

Sehat

Tidak Sehat

12

8

60

40

15

5

75

25

Total 20 100 20 100

Sumber: Data Primer, 2012

Berdasarkan tabel 4, dapat diketahui komponen rumah yang termasuk kategori tidak sehat lebih banyak

pada kelompok kasus yaitu 17 rumah (85%) dan kelompok kontrol 15 rumah (75%).

Sarana sanitasi lingkungan rumah yang termasuk kategori sehat lebih banyak pada kelompok kontol yaitu

balita yang tidak diare sebesar 8 rumah (40%) dan rumah tidak sehat paling banyak pada kelompok kasus yaitu

balita diare sebesar 16 rumah (80%).

Perilaku penghuni yang termasuk kategori sehat lebih banyak pada kelompok kontol yaitu balita yang

tidak diare sebesar 15 rumah (75%) dan tidak sehat paling banyak pada kelompok kasus yaitu balita diare

sebesar 8 rumah (40%).

1. Hubungan Kejadian Penyakit Diare dengan Status Gizi Balita Tabel 5. Analisis Hubungan Kejadian Penyakit Diare dengan Status Gizi Balita

Kejadian

Diare

Status Gizi Total

X2

P Value

Kurang Baik

Frekuensi % Frekuensi %

Ya 1 5 19 95 20

1,111

0,605 Tidak 3 15 17 85 20

Total 4 10 36 90 40

Sumber: Data Primer, 2012

Page 8: Laporan Hubungan Sanitasi dan Status Gizi Balita

8

Pada tabel 5, menunjukkan bahwa balita diare yang mempunyai status gizi baik sebanyak 19 balita (95%),

dan status gizi kurang 1 balita (5%). Balita yang tidak diare mempunyai status gizi baik sebanyak 17 balita

(85%), dan status gizi kurang sebanyak 3 balita (15%).

Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai Fisher’s Exact Test sebesar 1,111 dengan nilai p sebesar 0,605

(p> 0,05). Adapun besarnya Chi-square tabel pada df = 1 didapatkan sebesar 3,84. Nilai Fisher’s Exact Test

lebih kecil daripada nilai Chi-square tabel (1,111 < 3,84) dan signifikasi hitung yang lebih besar dari nilai

signifikan 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi balita dengan

kejadian penyakit diare.

PEMBAHASAN

1. Karakteristik balita

Hasil penelitian menunjukan kejadian diare lebih banyak pada balita laki-laki yaitu sebanyak 12 balita

(60%) daripada balita perempuan. resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada laki-

laki karena aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi.4

Kejadian diare pada balita lebih banyak pada golongan umur 1-3 tahun sebanyak 11 balita (55%). Balita

yang tidak diare juga lebih banyak pada golongan umur 1-3 tahun yaitu 10 balita (50%). Tingginya angka

kejadian pada kelompok umur ini disebabkan kekebalan alami pada anak di bawah umur 24 bulan belum

terbentuk. Hal ini dapat terjadi karena penyapihan atau pemberian makanan tambahan (susu botol dan makanan

campuran) yang dimulai ketika umur anak kurang dari 24 bulan, sehingga anak sudah terpapar pada pengganti

air susu ibu dan makanan tambahan yang kemungkinan pengolahan dan penyajiannya kurang higienis. 5

2. Karakteristik ibu balita

Berdasarkan hasil penelitian, ibu balita yang diare dan balita yang tidak diare lebih banyak pada golongan

umur 20-35 tahun, dan pendidikan terakirnya SMA. Tingkat pendidikan seseorang dapat meningkatkan

pengetahuannya tentang kesehatan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tingkat

pendidikan. Pendidikan memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. 6

Berdasarkan jenis pekerjaan ibu balita untuk kelompok balita yang diare dan yang tidak diare mayoritas

tidak bekerja yaitu 14 orang (70%) dan 16 orang (80%). Ibu bekerja kemungkinan anaknya mempunyai resiko

yang lebih kecil terkena diare dibandingkan ibu yang tidak bekerja.7

3. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita

Hasil penelitian yang telah dilakukan terlihat bahwa balita yang tinggal di rumah dengan sanitasi

lingkungan rumah tidak sehat lebih banyak pada balita diare yaitu 10 rumah (50%) dibandingkan balita tidak

diare yaitu 8 rumah (40%).

Hasil uji Chi-square diperoleh nilai p= 0,751 (p>0,05), yang artinya tidak ada hubungan antara sanitasi

lingkungan rumah dengan kejadian penyakit diare pada balita.

Page 9: Laporan Hubungan Sanitasi dan Status Gizi Balita

9

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Handayani (2007), melakukan penelitian tentang hubungan

pribadi ibu dan sanitasi lingkungan dengan diare pada balita di Wilayah kerja Puskesmas Tempel I Kecamatan

Tempel Kabupaten Sleman. Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan sanitasi lingkungan dengan diare

pada balita. Diare pada balita tidak hanya terkait dengan sanitasi lingkungan saja melainkan ada faktor lain yang

terkait dengan diare pada balita. Faktor tersebut antara lain faktor sosial ekonomi. Mereka yang berstatus

ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan

seseorang untuk terkena diare. 8

Penilaian terhadap sanitasi lingkungan rumah dilakukan dengan pengamatan langsung yang meliputi

komponen rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni.

4. Hubungan Kejadian Penyakit Diare pada Balita dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai Fisher’s Exact Test sebesar 1,111 dengan nilai p value sebesar

0,605 (p> 0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan antara kejadian penyakit diare dengan status gizi

balita.

Hasil penelitian ini berbeda dengan Alpiah (2011) melakukan penelitian tentang hubungan kejadian diare

dengan status gizi balita usia 12-60 bulan di Posyandu Pogung Kidul wilayah Puskesmas Mlati Sleman

Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kejadian diare dengan

status gizi balita yakni apabila balita sering mengalami riwayat kejadian diare, maka status gizinya menjadi

kurang.

Diare adalah sebuah penyakit dimana penderita mengalami rangsangan buang air besar yang terus

menerus dengan tinja atau feces yang masih memiliki kandungan air berlebihan. 9

Hasil penelitian ini berbeda

dengan teori dimana selama anak diare, terjadi penurunan asupan makanan, penurunan penyerapan zat-zat

makanan (nutrisi), dan peningkatan kebutuhan nutrisi. Hal ini secara bersama-sama seringkali menyebabkan

penurunan berat badan anak selama diare dan setelah diare. Selanjutnya dapat menyebabkan kegagalan atau

tertahannya pertumbuhan anak atau anak mengalami gangguan gizi. 10

Berdasarkan hasil penelitian tidak terdapat hubungan antara kejadian penyakit diare dengan status gizi

balita, hal ini disebabkan karena anak balita yang sakit diare memperoleh asupan makan yang baik atau lebih

dari orang tua sehingga tidak berpengaruh terhadap status gizi anak yang sedang sakit. Seringkali dalam

kehidupan sehari-hari anak yang sakit cenderung mendapat perhatian yang khusus dari orang tua terutama dalam

segi makanan, yakni lebih enak, bergizi tinggi dan membawa anaknya ke tenaga kesehatan untuk berobat, hal

tersebut juga dapat menyebabkan status gizi anak yang sakit tetap baik.

Page 10: Laporan Hubungan Sanitasi dan Status Gizi Balita

10

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui sanitasi lingkungan rumah termasuk kategori rumah tidak sehat

sebesar 90%. Status gizi balita kurang lebih banyak pada balita yang tidak diare yaitu sebesar 15%. Tidak ada

hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian penyakit diare pada balita di Puskesmas Berbah,

Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman Yogyakarta. Tidak ada hubungan kejadian penyakit diare dengan status gizi

balita di Puskesmas Berbah, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman Yogyakarta.

SARAN

Saran yang diberikan oleh penulis sehubungan dengan penelitian ini adalah :

1. Bagi Puskesmas

Penyuluhan mengenai rumah sehat kepada masyarakat oleh tenaga kesehatan.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara

sanitasi lingkungan rumah dan kejadian penyakit diare pada balita dengan status gizi balita dengan

menggunakan metode penelitian yang lain sehingga memperoleh hasil yang lebih baik.

Page 11: Laporan Hubungan Sanitasi dan Status Gizi Balita

11

DAFTAR PUSTAKA 1. Agtini, M. 2011. Bulentin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, volume 2,

Triwulan 2.

2. Gunawan, dkk. 2003. Petunjuk Teknis Penilaian Rumah Sehat Propinsi DIY.

3. Suharti, W. 2000. Status Gizi dan Karakteristik Balita Diare di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. H. Soemarno

Sosroatmodjo Kuala Kapuas Kalimantan Tengah. KTI, Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

4. Hamisah, I. 2011. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare Akut pada Balita di Kabupaten Klaten. Tesis,

Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

5. Palupi, A., Hadi, H., Soenarti, S.S. 2009. Status Gizi dan Hubungannya dengan Kejadian Diare pada Anak Diare

Akut di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Volume 6 No.1.

6. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-Prinsip Dasar,

Jakarta: Rineka Cipta.

7. Hayati, I.S. 2005. Hubungan Status Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Diare pada Anak di bawah Tiga Tahun

(BATITA). TESIS, Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

8. Soemirat, J. 2005. Epidemiologi Lingkungan.UGM, Yogyakarta.

9. Novel, S.S. 2011. Ensklopedia Penyakit Menular dan Infeksi.Yogyakarta: Familia Pustaka Keluarga.

10. Widjaja, M. 2002. Kesehatan Anak; Mengatasi Diare Dan Keracunan Pada Balita, Jakarta: Kawan Pustaka.

11. Nursalam, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta: Salemba.