Laporan DTK Farmako

54
LAPORAN HASIL DISKUSI MODUL PENGINDERAAN PEMICU FARMAKOLOGI KELOMPOK DISKUSI 1 1. Ali Mustagi I11108021 2. Arifna Fitriyanti I11111005 3. Magdalena Corry MC I11111026 4. Dede Achmad Basofi I11112011 5. Qurratul Aini I11112021 6. Karolus Sangapta K. I11112026 7. Chandra I11112028 8. Chelsia I11112037 9. Rosalina Oktaviana I11112054 10. Syf. Rizka Maulida I11112059 11. Yehuda Lutfi Wibowo I11112066 12. Anatria Amyra I. I11112078 1

description

dtk Farmako

Transcript of Laporan DTK Farmako

Page 1: Laporan DTK Farmako

LAPORAN HASIL DISKUSI

MODUL PENGINDERAAN

PEMICU FARMAKOLOGI

KELOMPOK DISKUSI 1

1. Ali Mustagi I11108021

2. Arifna Fitriyanti I11111005

3. Magdalena Corry MC I11111026

4. Dede Achmad Basofi I11112011

5. Qurratul Aini I11112021

6. Karolus Sangapta K. I11112026

7. Chandra I11112028

8. Chelsia I11112037

9. Rosalina Oktaviana I11112054

10. Syf. Rizka Maulida I11112059

11. Yehuda Lutfi Wibowo I11112066

12. Anatria Amyra I. I11112078

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2015

1

Page 2: Laporan DTK Farmako

A. Pemicu

Seorang laki-laki berumur 58 tahun datang dengan keluhan pusing disertai

dengan pandangan berputar. Mual ada, muntah ada, batuk tidak ada, sesak tidak

ada, diare tidak ada, kelemahan lengan dan tungkai ada. Kelemahan lengan dan

tungki dirasakan sejak 12 jam yang lalu. Pusing disertai dengan pandangan

berputar dirasakan sejak 2 hari yang lalu.

Status generalis: Tekanan darah 200/100 mmHg. Heart Rate 108x/menit.

Suhu 37O C. Respiratory Rate 24x/menit.

Kepala: Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), leher JVP 5-2

cmH2O, thoraks pulmo vesikular normal, bronkhi (-), wheezing (-), kor mur-mur

positif (mur-mur sistolik di katup aorta), ghallop negatif. Abdomen datar, lemas,

nyeri tekan (+) regio epigastrium. Hepar dan lien tidak teraba, asites (-),

ekstremitas edema (-).

Status neurologikus: Kekuatan otot 55

/ 33

. Refleks fisiologis lengan dan

tungkai kanan normal. Refleks fisiologis lengan dan tungkai kiri meningkat.

Refleks patologis: Babinsky dan Chaddock positif di tungkai kiri. Nervi craniales:

parese N. VII dan N. XII sinistra.

Laboratorium: LDL 300 mg/dL. Trigliserida 400 mg/dL. GDS 400 mg/dL.

SGPT dan SGOT normal. Ureum 80 mg/dL. Kreatinin 2 mg/dL Trombosit

493.000 sel/mm3. Fibrinogen 473.000. Asam urat 9 mg/dL.

Pertanyaan

1. Bagaimana tatalaksana vertigo pada kasus ini?

2. Bila pasien tersebut di atas tidak mengalami kelemahan lengan dan tungkai,

apa sja tatalaksana dari vertigo tersebut?

3. Berikan alasan yang logis dan rasional terhadap terapi yang saudara berikan

pada pasien tersebut.

2

Page 3: Laporan DTK Farmako

B. Pembahasan Teori

1. Vertigo

a. Definisi

Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan

igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari “dizziness” yang

secara defi nitif merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah

perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau

sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan berputar. Vertigo juga dirasakan

sebagai suatu perpindahan linear ataupun miring, tetapi gejala seperti ini lebih

jarang dirasakan.1

b. Epidemiologi

Dari keempat subtipe dizziness, vertigo terjadi pada sekitar 32% kasus,

dan sampai dengan 56,4% pada populasi orang tua. Sementara itu, angka

kejadian vertigo pada anak-anak tidak diketahui,tetapi dari studi yang lebih

baru pada populasi anak sekolah di Skotlandia, dilaporkan sekitar 15% anak

paling tidak pernah merasakan sekali serangan pusing dalam periode satu

tahun. Sebagian besar (hampir 50%) diketahui sebagai “paroxysmal vertigo”

yang disertai dengan gejala-gejala migren (pucat, mual, fonofobia, dan

fotofobia).2

c. Etiologi

Vertigo merupakan suatu gejala, sederet penyebabnya antara lain akibat

kecelakaan,stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu

sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi

dan mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat

di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan

area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga,

3

Page 4: Laporan DTK Farmako

di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam

otaknya sendiri.3

Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi

tentang posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata.

Penyebab umum dari vertigo:4

1. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.

2. Obat-obatan : alkohol, gentamisin.

3. Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis

di dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal

positional

4. Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit maniere,

5. Peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.

6. Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf

vestibularis, sklerosis multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera

pada labirin, persyarafannya atau keduanya.

7. Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena

berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak ( transient ischemic

attack ) pada arteri vertebral dan arteri basiler.

Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler

sampai ke inti nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII

sampai ke korteks.

Berbagai penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo. Penyebab

vertigo serta lokasi lesi:5

a. Labirin, telinga dalam

- vertigo posisional paroksisimal benigna

- pasca trauma

- penyakit menierre

- labirinitis (viral, bakteri)

4

Page 5: Laporan DTK Farmako

- toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)

- oklusi peredaran darah di labirin

- fistula labirin

b. Saraf otak ke VIII

- neuritis iskemik (misalnya pada DM)

- infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)

- neuritis vestibular

- neuroma akustikus

- tumor lain di sudut serebelo-pontin

c. Telinga luar dan tengah

- Otitis media

- Tumor

d. Sentral

Supratentorial

- Trauma

- Epilepsi

Infratentorial

- Insufisiensi vertebrobasiler

e. Obat

Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai

tinitus dan hilangnya pendengaran. Obat-obat itu antara lain

aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau

antineoplasitik yang mengandung platina. Streptomisin lebih bersifat

vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin,

amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik. Antimikroba lain yang

dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid, asam

nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa penghentian

obat bersangkutan dan terapi fisik, penggunaan obat supresan vestibuler

5

Page 6: Laporan DTK Farmako

tidak dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi

vestibluer. Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson

dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan

dengan vertigo

d. Patogenesis

Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang

mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang

sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat

kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan

vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan

impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem

optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis

dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan

vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan

ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor

vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul

kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah

proprioseptik.6

Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi

alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan

proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam

keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul

berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan

bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya

terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer

atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang

gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan

terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping

6

Page 7: Laporan DTK Farmako

itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan

abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/

berjalan dan gejala lainnya.7

e. Gejala Klinis

Vertigo merupakan salah satu bentuk keluhan disines.

Gambaran pada vertigo perifer dan sentral.8

GAMBARAN VERTIGO PERIFER VERTIGO SENTRAL

KLINIK:

Onset Mendadak Insidious

Pola Paroksismal Kontinu, kadang paroksismal

Intensitas Hebat Ringan

Nausea dan muntah Sering Jarang

Tinnitus Sering Jarang

Jatuh pada tes RombergKe sisi lesi, menjauhi

komponen cepat nistagmus

Ke sisi lesi, menuju

komponen cepat nistagmus

Tes Kalori Non reaktif Normal

NISTAGMUS:

Tipe Horizontal/ rotatorik Horizontal/ rotatorik/vertical

Arah komponen cepatArah tetap pada setiap

gerakanArah bervariasi

TES NYLEN B.:

Latensi 3-45 detik Tidak ada

KelelahanAda, makin lemah bila

diulangTidak ada

Fiksasai visual Menghambat vertigo Tidak ada perubahan

Arah nistagmus Tetap Independen

Pengulangan Tidak konsisten konsisten

7

Page 8: Laporan DTK Farmako

Gejala penyerta vertigo:

No. Vertigo Perifer Vertigo Sentral

1 Pandangan gelap Penglihatan ganda

2 Rasa lelah dan stamina menurun Sukar menelan

3 Jantung berdebar Kelumpuhan otot-otot wajah

4 Hilang keseimbangan Sakit kepala yang parah

5 Tidak mampu berkonsentrasi Kesadaran terganggu

6 Perasaan seperti mabuk Tidak mampu berkata-kata

7 Otot terasa sakit Hilang koordinasi

8 Mual dan muntah-muntah Mual dan muntah-muntah

9 Memori dan daya piker menurun Tubuh terasa lemah

10 Sensitif terhadap cahaya terang dan

suara

11 Berkeringat

Perbedaan Durasi gejala untuk berbagai Penyebab verigo9

Durasi episode Kemungkinan Diagnosis

Beberapa detik

Detik sampai menit

Beberapa menit

sampai satu jam

Beberapa jam

Peripheral cause: unilateral loss of vestibular

function; late stages of acute vestibular

neuronitis

Benign paroxysmal positional vertigo;

perilymphatic fistula

Posterior transient ischemic attack;

perilymphatic fistula

Ménière’s disease; perilymphatic fistula from

8

Page 9: Laporan DTK Farmako

Beberapa hari

Beberapa minggu

trauma or surgery; migraine; acoustic neuroma

Early acute vestibular neuronitis*; stroke;

migraine; multiple sclerosis

Psychogenic

f. Pemeriksaan Fisik10

1. Permeriksaan Neurologis

a. Uji Romberg

Pasien berdiri, tangan dilipat di dada, mata ditutup, dapat

dipertajam (Sharp Romberg) dengan memposisikan kaki tandem depan

belakang, lengan dilipat di dada, mata tertutup. Pada orang normal

dapat berdiri lebih dari 30 detik.

b. Tandem Gait

Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan

pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler

perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler

penderita akan cenderung jatuh.

c. Uji Unterberger.

Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di

tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit.

Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar

ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala

dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi

dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini

disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

9

Page 10: Laporan DTK Farmako

2. Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis

a. Uji Dix Hallpike

Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke

belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di

bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan

lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan

nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau

sentral.

Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul

setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1

menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang

beberapa kali (fatigue).

Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-

langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti

semula (non-fatigue).

Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kanan dan kiri

Kepala putar ke samping

10

Page 11: Laporan DTK Farmako

Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke

posisi terlentang)

Kepala harus menggantung ke bawah dari meja periksa

3. Tes Kalori

Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis

semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi

bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing

selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul

dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus

tersebut (normal 90-150 detik).

Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional

preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas

11

Page 12: Laporan DTK Farmako

ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air

dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas

ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.

Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII,

sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.

a. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan

pemeriksaan lain sesuai indikasi.

b. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).

c. Neurofisiologi: Elektroensefalografi(EEG), Elektromiografi

(EMG), Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP).

d. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging

(MRI).

g. Tatalaksana

1. Medikasi10

Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali

merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali

menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi.

Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu.

Beberapa golongan yang sering digunakan :

a. Antihistamin

Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo.

Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat

dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang

mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas anti-kholinergik di

susunan saraf pusat. Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya

dengan kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek samping yang

umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo yang

berat efek samping ini memberikan dampak yang positif

12

Page 13: Laporan DTK Farmako

- Betahistin

Senyawa Betahistin (suatu analog histamin) yang dapat

meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk

mengatasi gejala vertigo. Efek samping Betahistin ialah gangguan di

lambung, rasa enek, dan sesekali “rash” di kulit.

Betahistin Mesylate (Merislon)

Dengan dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali sehari per oral.

Betahistin di Hcl (Betaserc)

Dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet

dibagi dalam beberapa dosis.

- Dimenhidrinat (Dramamine)

Lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Dapat diberi per oral atau

parenteral (suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan

dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping

ialah mengantuk.

- Difhenhidramin Hcl (Benadryl)

Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25

mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga

diberikan parenteral. Efek samping mengantuk.

b. Antagonis Kalsium

Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis

kalsium Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering

digunakan. Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut

vestibular mengandung banyak terowongan kalsium. Namun,

antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti

kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini

berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.

- Cinnarizine (Stugerone)

13

Page 14: Laporan DTK Farmako

Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi

respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah

15 – 30 mg, 3 kali sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah

rasa mengantuk (sedasi), rasa cape, diare atau konstipasi, mulut rasa

kering dan “rash” di kulit.

c. Fenotiazine

Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti

muntah). Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo.

Khlorpromazine (Largactil) dan Prokhlorperazine (Stemetil) sangat

efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh bahan kimiawi namun

kurang berkhasiat terhadap vertigo.

- Promethazine (Phenergan)

Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati

vertigo. Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam. Diberikan dengan

dosis 12,5 mg – 25 mg (1 draze), 4 kali sehari per oral atau

parenteral (suntikan intramuscular atau intravena). Efek samping

yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk), sedangkan efek

samping ekstrapiramidal lebih sedikit disbanding obat Fenotiazine

lainnya.

- Khlorpromazine (Largactil)

Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat

dan akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan

intramuscular atau intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1

tablet) – 50 mg, 3 – 4 kali sehari. Efek samping ialah sedasi

(mengantuk).

d. Obat Simpatomimetik

Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya

obat simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo

ialah efedrin.

14

Page 15: Laporan DTK Farmako

- Efedrin

Lama aktivitas ialah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4

kali sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi

dengan obat anti vertigo lainnya. Efek samping ialah insomnia,

jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi gelisah – gugup.

e. Obat Penenang minor

Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi

kecemasan yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.efek

samping seperti mulut kering dan penglihatan menjadi kabur.

- Lorazepam

Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg

- Diazepam

Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.

f. Obat Antikolinergik

Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas

sistem vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.

- Skopolamin

Skopolamin dapat pula dikombinasi dengan fenotiazine atau

efedrin dan mempunyai khasiat sinergistik. Dosis skopolamin

ialah 0,3 mg – 0,6 mg, 3 – 4 kali sehari.

2. Terapi Fisik11

Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi

gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang dijumpai beberapa

penderita yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini

mungkin disebabkan oleh adanya gangguan lain di susunan saraf pusat

atau didapatkan deficit di sistem visual atau proprioseptifnya. Kadang-

kadang obat tidak banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik

vestibular. Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular,

15

Page 16: Laporan DTK Farmako

membiasakan atau mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan.

Tujuan latihan ialah :

1. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium

untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.

2. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.

3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan

Contoh latihan :

1. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.

2. Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi,

gerak miring).

3. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian

dengan mata tertutup.

4. Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan

mata tertutup.

5. Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang satu

menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).

6. Jalan menaiki dan menuruni lereng.

7. Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.

8. Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan juga

memfiksasi pada objek yang diam.

Brand-Darrof

Ada berbagai macam latihan fisik, salah satunya adalah latihan Brand-

Darrof.

16

Page 17: Laporan DTK Farmako

Keterangan Gambar:

Ambil posisi duduk.

Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian

balik posisi duduk.

Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-

masing gerakan lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan berulang

kali.

Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin bertambah.

2. Stroke

a. Definisi12

Stroke didefinisikan sebagai defisit neurologis dengan onset tiba-tiba

dengan penyebab fokal vaskuler.

b. Etiologi13

1. Trombus

a) Aterosklerosis dalam arteri intrakranial dan interkranial

b) Keadaan yang berkaitan dengan perdarahan intraserebral

c) Arthritis yang disebabkan oleh penyakit kolagen (autoimun) atau

arthritis bakteri

d) Hiperkoagulasi

17

Page 18: Laporan DTK Farmako

e) Seperti polisitemia

f) Trombosis vena serebral

2. Emboli

a) Kerusakan katup karena penyakit jantung rematik

b) Infark miokardial

c) Fibrilasi arteri

d) Endokarditis bakteri dan endokarditis nonbakteri yang dapat

menyebabkan bekuan pada endokardium

3. Perdarahan

a) Perdarahan intraserebral karena hipertensi

b) Perdarahan subarakhnoid

c) Ruptur aneurisma

d) Arteri venous malformation

e) Hipokoagulasi (pada pasien dengan blood dyscrasias)

c. Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab kematian tersering di Negara maju, setelah

penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunan adalah 2 per 100 populasi.

Mayoritas stroke adalah infark serebral.

Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366

rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab

kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian).

Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh

Darussalam dan terendah 0,38% di Papua.

d. Patofisiologi14

1. Stroke non hemoragik

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh

thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena

18

Page 19: Laporan DTK Farmako

berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga

arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi

berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia

akhirnya terjadi infark pada jaringan otak.

Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral

melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan

iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan

neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya

dinding pembuluh darah oleh emboli.

2. Stroke hemoragik

Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke

substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan

komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan

komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan

menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan

herniasi otak sehingga timbul kematian.

Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang

subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak

dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang

atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

e. Faktor resiko

Berikut merupakan faktor-faktor resiko stroke, yang dibagi menjadi 2

jenis faktor yaitu faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable factors) dan

faktor yang tidak dapat dimodifikasi (unmodifiable factors).14

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

a. Usia. Sekitar 30% stroke terjadi pada usia 65 tahun dan 70% terjadi pada

usia 65 tahun atau lebih. Faktor risiko meningkat dua kali lipat untuk setiap

dekade setelah usia 55 tahun.

19

Page 20: Laporan DTK Farmako

b. Jenis kelamin

c. Ras

d. Riwayat keluarga

e. Riwayat stroke/ TIA

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

a. Hipertensi. Setelah usia, hipertensi adalah faktor risiko stroke terkuat.

Faktor risiko meningkat seiring dengan peningkatan tekanan darah. Di

Framingham, faktor risiko relatif stroke untuk peningkatan 10 mmHg

sistolik adalah 1,9 untuk pria dan 1,7 untuk wanita setelah faktor risiko

stroke yang lain dikontrol. Peningkatan tekanan sistolik dan diastolik

atau keduanya mempercepat terjadinya aterosklerosis.

b. Kolesterol. Peningkatan kolesterol menjadi faktor risiko terjadinya

aterosklerosis terutama pada pria di bawah usia 55 tahun. Penurunan

kadar LDL kolesterol menurunkan risiko stroke 10% untuk pengurangan

1 mmol/L dan 17% untuk pengurangan 1,8 mmol/L. Kenaikan kadar

kolesterol yang terdapat pada LDL berkaitan dengan penyakit

aterosklerosis, sedangkan kadar HDL yang tinggi mempunyai efek

protektif. Di samping itu keadaan hipertrigliserida juga dianggap

berkorelasi dengan peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL

yang akan meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis.

c. Merokok

d. Diabetes. Setelah faktor-faktor risiko stroke lainnya telah terkontrol,

diabetes meningkatkan risiko stroke tromboembolik sekitar dua hingga

tiga kali lipat dibandingkan dengan orang tanpa diabetes. Diabetes

merupakan predisposisi terhadap iskemik serebral dengan mempercepat

aterosklerosis pada pembuluh darah besar seperti arteri koroner atau

karotis atau dengan efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.

20

Page 21: Laporan DTK Farmako

e. Penyakit Jantung. Individu dengan penyakit jantung jenis yang mana saja

mempunyai risiko lebih dari dua kali terkena stroke dibandingkan

dengan orang dengan fungsi jantung normal. Penyakit arteri koroner

merupakan indikator kuat keberadaan penyakit vaskular aterosklerotik

dan berpotensi menjadi sumber emboli. Penyakit jantung kongestif,

Penyakit jantung hipertensi Berhubungan dengan peningkatan stroke.

Fibrilasi atrial berperan kuat dalam stroke emboli dan fibrilasi atrial

meningkatkan risiko stroke hingga 17 kali.

f. Obesitas

g. Konsumsi alkohol

h. Stres

i. Peningkatan hematokrit. Peningkatan viskositas menyebabkan symptom

stroke ketika hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas whole

blood adalah sel darah merah, protein plasma, serta fibrinogen. Ketika

viskositas meningkat akibat dari polisitemia, hiperfibrinogenemia atau

paraproteinemia, biasanya akan terjadi simptom seperti sakit kepala,

letargi, tinitus, dan penglihatan kabur. Infark serebral fokal dan oklusi

vena retina serta disfungsi platelet dapat menyebabkan perdarahan

intraserebral dan subaraknoid.

j. Peningkatan kadar fibrinogen dan abnormalitas sistem pembekuan darah.

Peningkatan kadar fibrinogen berpengaruh pada peningkatan risiko

stroke trombotik. Abnormalitas sistem pembekuan darah seperti

defisiensi antitrombin III dan defisiensi protein C dan S pernah

dilaporkan berhubungan dengan venous thrombotic.

k. Kontrasepsi oral

l. Infeksi

m. Homosistinemia atau homosistinuria (bentuk homozigot)

21

Page 22: Laporan DTK Farmako

f. Gejala klinis

Arteri yang Terkena

Tanda dan Gejala

A. serebri anterior

Paralisis ekstremitas bawah kontralateral Gait yang terganggu Paresis ekstremitas atas kontralateral Hilangnya fungsi sensorik pada ekstremitas bawah

kontralateral Sulit membuat keputusan Sulit berkonsentrasi Lambat berpikir Afasia Inkontinensia urin Kelainan kognitif dan afektif

A. serebri media Hemiplegia kontralateral pada wajah dan lengan Terganggunya fungsi sensorik kontralateral Afasia Hemianopia homonim Kesadaran yang berubah-ubah (bingung hingga

koma) Tidak bisa melirik ke arah sisi yang lumpuh Denial pada sisi atau ekstremitas yang lumpuh

(hemiatensi) Paresis vasomotor

A. serebri posterior

Hemianopia homonim beserta kelainan penglihatan lainnya seperti buta warna dan halusinasi

Defisit memori Hilangnya modalitas sensorik Nyeri secara tiba-tiba Tremor Hemiparesis ringan

22

Page 23: Laporan DTK Farmako

Afasia Palsy n. oculomotorius dengan hemiplegia

kontralateralAa. basilaris et vertebralis

Gangguan penglihatan seperti diplopia Distaxia Vertigo Disfagia Disfonia

g. Diagnosis

Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan

utama pasien. Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke

antara lain: hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau

buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang

atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak.

Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM)

Untuk membedakan jenis atau penyebab stroke bisa menggunakan

algoritma stroke Gadjah Mada (ASGM) dan penilaian skor Siriraj.

Pada ASGM hal yang dinilai :

1. Penurunan kesadaran

2. Nyeri kepala

3. Reflek babinski.

Menurut ASGM, jika terdapat 2 atau 3 dari ketiga kriteria tersebut, maka

dapat ditegakkan diagnosis stroke perdarahan ( hemoragik).

Jika hanya didapatkan uji babinski positif atau dari ketiga kriteria tidak ada

yang terpenuhi, maka dapat ditegakkan diagnosis stroke iskemik.

23

Page 24: Laporan DTK Farmako

Versi orisinal:= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan darah diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.Versi disederhanakan:= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah diastolik) – (3 x atheroma) – 12.Kesadaran:Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2Muntah: tidak = 0 ; ya = 1Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)Pembacaan:Skor > 1 : SH

< 1 : SNH0 : Ct-scan< -1: Infark otak

Sensivitas : Untuk perdarahan: 89.3%.Untuk infark: 93.2%.

Ketepatan diagnostic : 90.3%.

Siriraj Hospital Score

P e m e r i k s a a n p e n u n j a n g d i l a k u k a n u n t u k m e n d u k u n g d i a g n o s i s s t r o k e d a n

menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada

penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah,

kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.

Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan

otak adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan

dalam basis kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis

adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti

perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non

kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.

CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke

hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan

stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat

24

Page 25: Laporan DTK Farmako

mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1

cm.

MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih

bisa diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat

mengidentifikasi malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang

menyebabkan perdarahan.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram

(EKG) untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan

iskemia miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.

h. Tatalaksana

Bagan di bawah ini merupakan algoritma tatalaksana stroke dan TIA.15

Kotak dengan sudut-sudut yang melengkung adalah diagnosis, sementara

kotak dengan sudut-sudut yang tajam adalah intervensi terapi.

Gambar : Tatalaksana stroke dan TIA.15

C. Pembahasan Kasus

25

Page 26: Laporan DTK Farmako

1. Interpretasi pemeriksaan

Hasil pemeriksaan Status Keterangan

Tekanan darah 200/100

mmHg.

Hipertensi

Heart Rate 108x/menit. Takikardia

Suhu 37O C. Normal

Respiratory Rate

24x/menit.

Takipnea

Konjungtiva palpebra

pucat (-)

Normal

sklera ikterik (-) Normal

leher JVP 5-2 cmH2O Normal

thoraks pulmo vesikular Normal

ronkhi (-) Normal

wheezing (-) Normal

kor mur-mur positif

(mur-mur sistolik di

katup aorta)

Mungkin ada stenosis

aorta, atau disfungsi

sistolik akibat

peningkatan afterload

jantung.

Stenosis aorta dapat

disebabkan oleh

hiperkolesterolemia dan

arterosklerosis.

ghallop negatif. Normal

Abdomen datar, lemas,

nyeri tekan (+) regio

epigastrium

Mungkin terjadi

permasalahan pada

lambung

Diperlukan tinjauan lebih

lanjut mengenai nyeri

yang dialami.

Hepar dan lien tidak

teraba

Normal

asites (-) Normal

26

Page 27: Laporan DTK Farmako

ekstremitas edema (-). Normal

Kekuatan otot 55

/ 33

Kelemahan otot sebelah

kiri

Ekstremitas kiri pasien

dapat menahan gaya

gravitasi, namun tidak

dapat menahan beban

yang diberikan pemeriksa

Refleks fisiologis lengan

dan tungkai kanan

normal

Normal

Refleks fisiologis lengan

dan tungkai kiri

meningkat. Refleks

patologis: Babinsky dan

Chaddock positif di

tungkai kiri.

Lesi terjadi tipe UMN

Nervi craniales: parese

N. VII dan N. XII

sinistra

Kelainan N VII dan N XII

umum terjadi pada pasien

stroke karena walaupun

secara umum kebanyakan

nervus kranialis

terganggu, namun

mendapatkan inervasi

motorik bilateral dari

korteks serebri

LDL 300 mg/dL Di atas normal Normal <100 mg/dL

Trigliserida 400 mg/dL Di atas normal Normal 120-190 mg/dL

GDS 400 mg/dL Di atas normal Normal

<110-199 mg/dL (vena)

27

Page 28: Laporan DTK Farmako

<90-199 mg/dL (kapiler)

SGPT dan SGOT Normal

Ureum 80 mg/dL Di atas normal Normal 10-50 mg/dL

Kreatinin 2 mg/dL Di atas normal Normal 0,5-1,5 mg/dL

(GFR=34ml/min jika BB

pasien 60 kg)

Trombosit 493.000

sel/mm3

Di atas normal Normal 150.000-400.000

sel/ mm3

Fibrinogen 473.000 1,5-3 g/L

Asam urat 9 mg/dL Di atas normal Normal 3,4-7 mg/dl

2. Tatalaksana pada kasus

Vertigo pada kasus kemungkinan disebabkan oleh vertigo sentral akibat stroke

iskemik. Pada stroke iskemik, yang harus dilakukan sebelum dapat mengambil

diagnosis pasti adalah imaging pada otak, yang dapat dilakukan dengan CT, MRI,

ataupun angiografi. Hal ini dilakukan untuk memastikan jenis dan letak lesi yang

terjadi. Tatalaksana terbaik pada stroke iskemik seharusnya dilakukan pemberian

rTPA pada 3 jam pertama dari onset gejala. Pemberian rTPA setelah 6 jam

bahkan diketahui tidak lagi membawa perbaikan yang signifikan.16

Vertigo central yang terjadi dapat ditangani apabila penyebab terjadinya juga

ditangani. Untuk gejala vertigo itu sendiri, dapat diberikan obat untuk mengurangi

gejala vertigo, walaupun tatalaksana utamanya tetap harus menghilangkan faktor

penyebabnya terlebih dahulu.

Stroke iskemik seringkali berhubungan dengan profil lipid abnormal, dan

terjadi pula pada kasus ini. Hipertensi juga mempersulit tatalaksana dari kasus.

Dalam menurunkan tekanan darah pasien, harus dilakukan secara perlahan,

karena penurunan mendadak yang lebih dari 10% diketahui tidak memperbaiki

outcome pasien stroke.

28

Page 29: Laporan DTK Farmako

Untuk tatalaksana stroke, kami memilih menggunakan piracetam yang

dosisnya telah disesuaikan untuk kreatinin 2 mg/dL, yaitu seperempat dari dosis

lazim, atau 200mg, 3x1 hari. Pengamatan fungsi ginjal perlu terus dilakukan

selama pemberian obat. Piracetam dipilih karena piracetam merupakan agen

nootropic yang juga dapat memengaruhi pengaturan cerebrovascular dan

memiliki efek antitrombotik. Piracetam juga dapat memperbaiki fungsi kognitif.17-

19

Untuk mengatasi hipertensi, diberikan Ramipril, suatu obat antihipertensi

golongan ACE Inhibitor. Selain dapat menurunkan tekanan darah, obat golongan

ACE Inhibitor juga dapat menurunkan kadar gula darah pasien dengan

mekanisme yang belum diketahui, bila dibandingkan dengan penggunaan

antihipertensi golongan ARB, walaupun penggunaan ARB diketahui mengurangi

mortalitas. Ramipril diberikan juga berdasarkan pertimbangan clearance yang <40

mL/menit, sehingga diberikan dosis setengah dari dosis normal, yaitu 1,25 mg

oral 1x1 hari dan dapat ditingkatkan hingga tekanan darah menjadi terkontrol,

dimana dosis maksimum yang diizinkan adalah 5 mg/hari.

Untuk mengatasi dislipidemianya, dapat digunakan Fenoglide (fenofibrat).

Fenoglide ini dapat digunakan pada gangguan fungsi ginjal bila bersihan

kreatininnya masih ≥30mL/min sementara fenofibrat lainnya memiliki syarat

bersihan kreatinin harus ≥50ml/min. Dosis yang ditetapkan adalah 40 mg 1x1 hari

oral, diberikan bersama makanan. Peningkatan dosis hanya boleh dilakukan

dengan pemantauan pada fungsi ginjal pada dosis tersebut. Fenofibrat diketahui

dapat menurunkan kadar LDL dan trigliserida yang berhubungan dengan

peningkatan risiko arterosklerosis.

Untuk tatalaksana simtomatis vertigo, diberikan betahistine yang diduga dapat

mengurangi vertigo dan mengambang akibat hipertensi, dan insufisensi arteri

vertebra-basilar, selain untuk vertigo akibat penyakit Meniere’s. Dosis yang

diberikan adalah 6mg 3x1 hari.

29

Page 30: Laporan DTK Farmako

Pasien tanpa kelemahan lengan dan tungkai mengesampingkan adanya

indikasi stroke. Untuk pasien tanpa stroke, kecurigaan mengarah ke vertigo

perifer. Dalam hal ini diperlukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai vertigo,

sehingga vertigo dapat dibedakan berdasarkan etiologinya. Setelah diketahui

etiologinya, maka vertigo ditangani berdasarkan etiologinya dan simtomatik. Bila

penyebabnya adalah infeksi, maka tangani infeksinya. Pada BPPV (benign

paroxysmal positional vertigo), tatalaksananya cukup mudah dilakukan, hanya

perlu melakukan maneuver tergantung pada kanalis semisirkularis yang terkena,

dan mengedukasi pasien melakukan maneuver recovery sendiri di rumah. Salah

satu BPPV yang paling sering terjadi adalah pada kanalis posterior, sehingga

sering ditatalaksana dengan Epley maneuver.11

Untuk penyakit Meniere’s dan vertigo vestibular lainnya dapat diberikan

betahistine 6mg 3x1 hari dan dapat ditingkatkan hingga 12mg 3x1 hari10 dengan

masih memantau kondisi insufisensi renal yang terjadi pada pasien.

Kondisi hipertensi dan dyslipidemia serta gula darah pasien yang tinggi tetap

harus ditatalaksana sekalipun tidak terjadi stroke. Dengan mempertimbangkan

kondisi insufisensi renal, maka pemberian Ramipril 1,25 mg 1x1 hari (yang

kenaikan dosisnya dipantau menurut tekanan darah serta kondisi ginjal) dan

Fenoglide 40mg 1x1 tetap diberikan.

3. Obat yang digunakan

a. Piracetam17-19

Piracetam merupakan salah satu nootropik yang secara umum mempunyai

potensi neuronal maupun vaskuler. Efek neuronal di antaranya meningkatkan

aktivitas beberapa neurotransmiter serta meningkatkan metabolisme dan

penggunaan glukosa dan oksigen oleh sel-sel otak, sedangkan efek vaskuler

terutama dalam hal perbaikan rheologi darah. Piracetam merupakan derivat

GABA (gamma aminobutyric acid), dan dalam klinis piracetam digunakan

30

Page 31: Laporan DTK Farmako

untuk gangguan keseimbangan (vertigo) atau kondisi yang berhubungan

dengan proses penuaan misalnya gangguan fungsi kognitif.

Piracetam juga digunakan untuk gangguan serebrovaskuler dan gejala

sisanya khususnya afasia dengan dosis sampai dengan 14 gram per hari.

Dengan dosis yang lebih tinggi sekitar 24 gram perhari, ternyata piracetam ini

juga mempunyai efek antikejang. Suatu meta-analisis atas data penelitian

tentang piracetam dari tahun 1972 – 2001 menunjukkan bahwa suplementasi

piracetam memberikan efek lebih baik dibandingkan suplementasi plasebo.

Dalam meta-analisis ini dirangkum 54 studi (3.063 subyek) dengan disain

acak tersamar ganda, 13 studi dengan desain cross-over, dan 39 studi dengan

disain paralel. Parameter evaluasi umumnya menggunakan parameter klinis

terutama The Gottfries Cronholm Rating, dan Global Evaluation.

Hasil meta-analisis ini menunjukkan secara umum terdapat heterogenitas

hasil studi individual. Dengan menggunakan fi xed eff ects model, terlihat

perbaikan pada kelompok piracetam jika dibandingkan dengan kelompok

plasebo (OR 3,35 ; 95% CI 2,70 – 4,17). Studi tersebut menyimpulkan bahwa

berdasarkan metodologi statistik sesuai standar Cochrane Collaboration,

piracetam secara defi nitif statistik memberikan efek lebih superior

dibandingkan plasebo dalam hal parameter global dan perubahan klinis pasien

gangguan fungsi kognitif.

Pada kondisi gangguan ginjal, dosis piracetam akan disesuaikan. Pada

bersihan kreatinin <60 ml/min, dosis adalah setengah dari dosis lazim, dan

pada bersihan kreatinin 20-40 ml/min, dosisnya ¼ dosis lazim.

b. Ramipril

Adalah derivat pyrrolkarboxilat yang dalam hati dihidrolisa menjadi

ramiprilat aktif, yang juga bersifat long-acting. Dosis: hipertensi oral 1 dd 2,5

mg, maksimal 10 mg setelah infark jantung: 2 dd 2,5 mg, maksimal 10 mg

sehari.20

31

Page 32: Laporan DTK Farmako

Ramipril diabsorpsi secara cepat (konsentrasi puncak ramipril dicapai

dalam waktu 1 jam), dan laju absorpsi oral tapi tingkatnya (50% sampai 60%)

berkurang karena adanya makanan. Ramipril dimetabolisme menjadi

ramiprilat dan metabolit non aktif (glukuronida ramipril, glukuronida

ramiprilat, ester diketopiperazin dan asam dikitopiperazin), dan diekskresi

terutama melalui ginjal. Konsentrasi puncak ramiprilat dalam plasma dicapai

sekitar 3 jam. Ramiprilat menunjukkan kinetika eliminasi trifase dengan

waktu paruh 2 sampai 4 jam, 9 sampai 18 jam, dan lebih dari 50 jam.

Eliminasi trifase ini disebabkan oleh distribusi yang ekstensif ke seluruh

jaringan (waktu paruh awal), bersihan ramiprilat bebas dari plasma (waktu

paruh antara), dan dissosiasi ramiprilat dari ACE jaringan (waktu paruh

akhir). Dosis oral ramipril berkisar dari 1,25 sampai 20 mg perhari (dosis

tunggal atau terbagi).21

c. Betahistine22-23

Betahistine merupakan obat golongan analog histamin dengan efek

agonistik lemah pada reseptor histamin H1 dan efek antagonistik lebih poten

pada reseptor histamin H3. Bukti-bukti saat ini menganggap bahwa

betahistine bekerja di sistem saraf pusat dan, secara khusus, di sistem neuron

yang terlibat dalam pemulihan pasca-gangguan vestibular.

Baru-baru ini dilakukan sebuah meta-analisis atas 12 uji klinis acak

tersamar ganda dengan kontrol plasebo yang meneliti betahistine pada

penderita vertigo vestibular atau penyakit Meniere, berdasarkan data yang

dipublikasikan maupun tidak. Endpoint klinis yang dipakai adalah opini

investigator secara keseluruhan terkait respons atas pengobatan gejala-gejala

vertigo, setelah sekurang-kurangnya 1 bulan terapi. Diperkenalkan sebuah

parameter efek baru—kecenderungan luaran (outcome) terapi yang

menguntungkan—dengan odds ratio sebagai ukuran pembanding respons

betahistine dengan plasebo. Untuk masingmasing studi, diestimasikan sebuah

32

Page 33: Laporan DTK Farmako

odds ratio tersendiri (odds ratio spesifi k-studi). Semua, kecuali satu, odds

ratio spesifi k-studi ternyata lebih besar dari 1,0. Artinya, dengan parameter

efek baru tersebut, terdapat bukti adanya efek positif betahistine terahadap

gejala vertigo pada 11 dari 12 studi.

Empat dari 12 studi memperlihatkan efek positif betahistine yang

secara statistik bermakna, dibandingkan plasebo. Odds ratio meta-analisis itu

sendiri sebesar 2,58 (95%CI 1,67-3,99), secara statistik bermakna. Hal ini

berarti bahwa, rata-rata, kecenderungan luaran positif hampir dua kali lebih

tinggi pada pasien yang diterapi dengan betahistine dibanding pasien yang

diberi palsebo. Sub-analisis untuk penyakit Meniere dan vertigo vestibular

juga membuahkan hasil yang bermakna. Untuk penyakit Meniere, odds ratio

meta-analisis terlapor senilai 3,37 (95%CI 2,14-5,29); untuk vertigo

vestibular, odds ratio tercatat sebesar 2,23 (95%CI 1,20- 4,14). Simpulannya,

meta-analisis ini mendukung manfaat terapeutik betahistine terhadap gejala

vertigo, baik pada penyakit Meniere maupun vertigo vestibular.

d. Fenoglide (fenofibrate)

Fenoglide merupakan obat yang dapat menurunkan kadar LDL sekaligus

meningkatkan kadar HDL. Fenoglide juga digunakan untuk mentatalaksana

pasien dengan trigliserida yang tinggi. Fenofibrat lain memberi batasan

bersihan kreatinin harus ≥50ml/min sementara fenoglide memperbolehkan

penggunaan hingga ≥30ml/min.

Fenofibrat merupakan agen hipolipidemik. Berdasarkan waktu paruh,

efisiensi absorbs, dan eliminasi, fenofibrat tidak tampak terakumulasi pada

plasma atau jaringan. Dapat diabsorbsi dengan baik pada pemberian bersama

makanan, dan ditranspor bersama dengan albumin pada aliran darah.

Fenofibrat dimetabolisme oleh ginjal dan hepar, dan 5% nya dalam bentuk

terkonjugasi dengan keton. Waktu paruh plasma pada orang normal adalah 30

jam. Penggunaan pada gagal ginjal harus dipantau.

33

Page 34: Laporan DTK Farmako

Daftar Pustaka

1. Huang Kuo C., Phang L., Chang R. Vertigo. Part 1-Assesement in General

Practice. Australian Family Physician 2008; 37(5):341-7

2. Wahyudi, Kupiya Timbul. 2012. Vertigo. Vol. 39. No. 10. Jakarta: Medical

Departemen PT. Kalbe Farma Tbk.

3. Marril KA. Central Vertigo [Internet]. WebMD LLC. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/794789-clinical#a0217

4. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach that

Needed for establish of Vetigo. pg: 19-23.

5. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment

and Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine

6. Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of American

Family Physician. pg:71:6

7. Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with

Dizziness and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and wilkins)

8. Zahara, Devira. Fisiologi Klinis Sistem Keseimbangan. Departemen THT-KL FK

USU diunduh dari http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-786-

1413682297-bab%20ii.pdf pada 27 Februari 2014

9. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and

vestibular migraine in Journal Nerology pg:333-338

10. Dewanto, George, dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana

Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.

11. Fife TD, et al. (2008). Practice parameter: Therapies for benign paroxysmal

positional vertigo (an evidence-based review). Report of the Quality Standards

Subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology, 70(22):

2067-2074.

12. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi. Edisi 8. Jakarta: Erlangga.2007

34

Page 35: Laporan DTK Farmako

13. Dewanto, George. Dkk. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit

Saraf. Jakarta: EGC.2009

14. Porth CM & Matfin G. Pathophysiology: Concepts of Altered Health States. 8 th

edition. Lippincott Wilkins and Williams; 2009.

15. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrison’s

Neurology in Clinical Medicine. 3rd edition. McGraw-Hill Education; 2013.

16. Jauch EC, Saver JL, et al. Guidline for the Early Management of Patient with

Acute Ischemic Stroke. American Heart Association; 2013.

17. Rang n dales

18. Waegemans T,Wilsher CR, Danniau A, et al. Clinical Effi cacy of Piracetam in

Cognitive Impairment: A Meta-Analysis. Dementia Geriatr Cogn Disord

2002;13:217-224.

19. Vernon MW, Sorkin EM. Piracetam. An Overview of Its Pharmacological

Properties and A Reveiw of Its Therapeutic Use in Senile Cognitive Disorder.

Drug & Aging 1991;1(1):17-35.

20. Tjay, Tan Hoan; Kirana Rahardja; Obat-obat Penting. Edisi.6 . Jakarta: Anggota

IKAPI . 2007.

21. Goodman and Gillman,. Dasar Farmakologi Terapi. Ed.10 . Jakarta: EGC , 2012.

22. Lacour M, van de Heyning PH, Novotny M, Tighilet B. Betahistine in the

treatment of Meniere’s disease. Neuropsychiatric Diasease and Treatment.

2007;3(4):429-40.

23. Nauta JJP. Meta-analysis of clinical studies with betahistine in Meniere’s disease

and vestibular vertigo. European Archives of Oto-Rhino-Laryngology. 2013. DOI

10.1007/s00405-013- 2596-8.

24. Chapman MJ. Pharmacology of Fenofibrate. Am J Med. 83 (5B):21-5.

35