HIV Farmako

41
TUGAS FARMAKOGENOMIK POLIMORFISME RESEPTOR SITOKIN PADA INFEKSI HIV OLEH : NAMA : SUSILAWATI / N 121 09 505 TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Transcript of HIV Farmako

Page 1: HIV Farmako

TUGAS

FARMAKOGENOMIK

POLIMORFISME RESEPTOR SITOKIN PADA INFEKSI HIV

OLEH :

NAMA : SUSILAWATI / N 121 09 505

TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2011

Page 2: HIV Farmako

BAB I

PENDAHULUAN

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit yang

banyak menarik perhatian dewasa ini. Penyakit ini dikenal pertama kali pada tahun 1981

pada 5 orang homoseksual di Amerika Serikat. Lima tahun setelah itu yaitu pada tahun 1986

baru diketahui bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency

Virus, yang ditandai dengan adanya penekanan sistem imunitas tubuh dengan beberapa

manifestasi klinis, seperti infeksi oportunistik, keganasan dan menurunnya fungsi sistem

saraf pusat. Infeksi virus ini sangat berpengaruh terhadap sistem imunitas, terutama imunitas

seluler yang dipengaruhi oleh sel limfosit T CD4. Human Immunodeficiency Virus

merupakan virus yang termasuk dalam familia retrovirus yaitu kelompok virus berselubung

(envelope virus) yang mempunyai enzim reverse transcriptase, enzim yang dapat mensintesis

kopi DNA dari genon RNA. Virus ini masuk dalam sub familia lentivirus berdasarkan

kesamaan segmen genon, morfologi dan siklus hidupnya. Sub familia lentivirus mempunyai

sifat dapat menyebabkan infeksi laten, mempunyai efek sitopatik yang cepat, perkembangan

penyakit lama dan dapat fatal. (1,2)

Partikel HIV terdiri atas inner core yang mengandung 2 untai DNA identik yang

dikelilingi oleh selubung fosfolipid. Genon HIV mengandung gen env yang mengkode

selubung glikoprotein, gen gag yang mengkode protein core yang terdiri dari protein p17 (BM

17.000) dan p24 (BM 24.000), dan gen pol yang mengkode beberapa enzim yaitu : reverse

transcriptase, integrase dan protease. Enzim-enzim tersebut dibutuhkan dalam proses

replikasi. Selain itu HIV juga mengandung 6 gen lainnya yaitu vpr, vif, rev, nef dan vpu

yang mengatur proses reproduksi virus. Bagian paling infeksius dari HIV adalah selubung

glikoprotein gp 120 (BM 120.000) dan gp 41 (BM 41.000). Kedua glikoprotein tersebut

sangat berperan pada perlekatan virus HIV dengan sel hospes pada proses infeksi (3)

Dua macam reseptor kemokin pada permukaan sel CD4+, yaitu CCR5 dan CXCR4

yang dikenal berperan dalam memfasilitasi masuknya HIV. Reseptor CCR5 banyak terdapat

pada makrofag dan reseptor CXCR4 banyak terdapat pada sel T. Selubung HIV gp120

berikatan dengan gp41 akan menempel pada permukaan molekul CD4+. Pengikatan tersebut

akan mengakibatkan perubahan yang menyebabkan timbulnya daerah pengenalan terhadap

gp120 pada CXCR4 dan CCR5.

AIDS adalah stadium akhir dalam suatu kelainan imunologik dan klinis kontinum

yang dikenal sebagai “spektrum infeksi HIV”. Perjalanan penyakit dimulai saat terjadi

Page 3: HIV Farmako

penularan dan pasien terinfeksi. Tidak semua orang yang terpajan akan terinfeksi (misalnya,

homozigot dengan gen CCR5 mutan).

Page 4: HIV Farmako

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Defenisi HIV

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired immunodeficiency

syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini

bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia, dan

HIV-2 banyak ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan

lentivirus atau retroviridae. Genom virus ini adalah RNA, yang mereplikasi dengan

menggunakan enzim reverse transcriptase untuk menginfeksi sel mamalia (Finch,Moss,

Jeffries dan Anderson, 2007 ). Virus ini akan membunuh limfosit T helper (CD4), yang

menyebabkan hilangnya imunitas yang diperantarai sel. Selain limfosit T helper, sel-sel lain

yang mempunyai protein CD4 pada permukaannya seperti makrofag dan monosit juga dapat

diinfeksi oleh virus ini. Maka berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia yang

mengindikasikan berkurangnya sel-sel darah putih yang berperan dalam sistem pertahanan

tubuh manusia, sehingga ini meningkatkan probabilitas seseorang untuk mendapat infeksi

oportunistik (Levinson, 2008).

II.2 Defenisi AIDS

AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan

menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem

kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Brooks, 2009). Virus HIV ini akan

menyerang sel-sel sistem imun manusia, yaitu sel T dan sel CD4 yang berperan dalam

melawan infeksi dan penyakit dalam tubuh manusia. Virus HIV akan menginvasi sel-sel

ini, dan menggunakan mereka untuk mereplikasi lalu menghancurkannya. Sehingga pada

suatu tahap, tubuh manusia tidak dapat lagi mengatasi infeksi akibat berkurangnya sel

CD4 dan rentan terhadap berbagai jenis penyakit lain. Seseorang didiagnosa mengalami

AIDS apabila sistem pertahanan tubuh terlalu lemah untuk melawan infeksi, di mana infeksi

HIV pada tahap lanjut (AVERT, 2011).

II. 3 EPIDEMIOLOGI INFEKSI HIV

HIV telah menginfeksi hamper 60 juta orang di seluruh dunia dan 40 juta orang saat

ini hidup dengan penyakit ini. Sekitar 95% jumlah tersebut berada di Negara berkembang,

dengan lebih dari 25 juta dari mereka saat ini tinggal di sub-sahara Afrika. Factor resiko yang

Page 5: HIV Farmako

paling penting untuk mendapatkan infeksi HIV dan meninggal akibat komplikasinya adalah

kemiskinan. Penularan virus HIV terjadi melalui kontak langsung dengan cairan tubuh, paling

sering melalui semen dan darah. Penyebaran virus dapat terjadi melalui kontak seksual,

melalui pajanan parenteral (penyalahgunaan obat intravena dan tranfusi), atau melalui

penularan perinatal. Penularan perinatal dapat terjadi selama kehamilan (penularan melalui

plasenta) saat kelahiran atau selama menyusui. Hanya 25% anak yang dilahirkan dari ibu

yang positip HIVyang tidak diobati akan terinfeksi, walaupun angka ini dapat menurun

hingga kurang dari 2% dengan terapi antenatal dan perinatal yang agresif. Lebih dari 70%

infeksi HIV terjadi melalui penularan heteroseksual. Hiv lebih mudah ditularkan dari pria ke

wanita dibandingkan dari wanita ke pria.(4)

II. 4 Respon Imun Infeksi HIV

Sel limfosit CD4 merupakan target utama pada infeksi HIV. Sel ini berfungsi sentral

dalam sistem imun. Pada mulanya sistem imun dapat mengendalikan infeksi HIV, namun

dengan perjalanan dari waktu ke waktu HIV akan menimbulkan penurunan jumlah sel

limfosit CD4,  terganggunya  homeostasis dan fungsi sel-sel lainnya dalam sistem imun

tersebut. Keadaan ini akan  menimbulkan berbagai gejala penyakit dengan spektrum yang

luas. Gejala penyakit  tersebut terutama  merupakan akibat terganggunya fungsi imunitas

seluler, disamping imunitas humoral karena  gangguan sel T helper (TH) untuk   mengaktivasi

sel limfosit B. HIV menimbulkan patologi penyakit melalui beberapa mekanisme, antara lain:

terjadinya defisiensi imun yang menimbulkan infeksi oportunistik,  terjadinya reaksi

autoimun, reaksi hipersensitivitas dan kecenderungan terjadinya malignansi atau keganasan

pada  stadium lanjut. (15)

II. 5. Perlekatan Virus

Virion HIV matang memiliki bentuk hampir bulat (Gbr. 15-3). Selubung luarnya, atau

kapsul viral, terdiri dari lemak lapis-ganda yang mengandung banyak tonjolan protein. Duri-

duri ini terdiri dari dua glikoprotein : gp120 dan gp41. Gp mengacu kepada glikoprotein, dan

angka mengacu kepada masa protein dalam ribuan dalton. Gp120 adalah selubung permukaan

eksternal duri, dan gp41 adalah bagian transmembran. Terdapat suatu protein matriks yang

disebut p17 yang mengelilingi segmen bagian dalam membran virus. Sedangkan inti

dikelilingi oleh suatu protein kapsid yang disebut p24. Di dalam kapsid, p24, terdapat dua

untai RNA identik dan molekul preformed reverse transckiptase, integrase, dan protease yang

Page 6: HIV Farmako

sudah terbentuk. HIV adalah suatu retrovirus, sehingga materi genetik berada dalam bentuk

RNA bukan DNA, Reverse transcriptase adalah enzim yang mentranskripsikan RNA virus

menjadi DNA setelah virus masuk de sel sasaran. Enzim-enzim lain yang menyertai RNA

adalah integrase dan protease. (15)

HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki molekul

reseptor membran CD4 (Gbr. 15-4). Sejauh ini, sasaran yang disukai oleh HIV adalah limfosit

T penolong positif-CD4, atau sel T4 (limfosit CD4+). Gp120 HIV berikatan dengan kuat

dengan limfosit CD4+ sehingga gp41 dapat memerantarai fusi membran virus ke membran

sel. Baru-baru, ini ditemukan bahwa dua koreseptor permukaan sel, CCR5 atau CXCR4

diperlukan, agar glikoprotein gp120 dan gp41 dapat berikatan dengan reseptor CD4+ (Doms,

Peiper, 1997). Koreseptor ini menyebabkan perubahan-perubahan konformasi sehingga gp41

dapat masuk ke membran sel sasaran. Individu yang mewarisi dua salinan defektif gen

reseptor CCR5 (homozigot) resisten terhadap timbulnya AIDS, walaupun berulang kali

terpajan HIV (sekitar 1% orang Amerika keturunan Caucasian). Individu yang heterozigot

untuk gen defektif ini (18 sampai 20%) tidak terlindungi dari AIDS, tetapi awitan penyakit

agak melambat. Belum pernah ditemukan homozigot pada populasi Asia atau Afrika, yang

mungkin dapat membantu menerangkan mengapa mereka lebih rentan terhadap infeksi HIV

(O’Brien, Dean, 1997).

Sel-sel lain yang mungkin rentan terhadap infeksi HIV mencakup monosit dan

makrofag. Monosit dan makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservaor untuk

HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus. HIV bersifat politrofik dan dapat menginfeksi

beragam sel manusia (Levy, 1994), seperti sel natural killer (NK), limfosit B, sel endotel, sel

epitel, sel Langerhans, sel dendritik (terdapat di permukaan mukosa tubuh), sel mikroglia, dan

berbagai jaringan tubuh. Setelah virus berfungsi dengan limfosit CD4+, maka berlangsung

serangkaian proses klompleks yang, apabila berjalan lancar, menyebabkan terbentuknya

partikel-partikel virus baru dari sel yang terinfeksi. Limfosit CD4+ yang terinfeksi mungkin

tetap laten dalam keadaan provirus atau mungkin mengalami siklus-siklus replikasi sehingga

menghasilkan banyak virus. Infeksi limfosit CD4+ juga dapat menimbulkan sipatogenisitas

melalui beragam mekanisme, termasuk apoptosis (kematian sel terprogram), anergi

(pencegahan fusi sel lebih lanjut), atau pembentukan sinsitium (fusi sel). (15)

II. 6. PATOGENESIS INFEKSI HIV

Page 7: HIV Farmako

Mekanisme utama infeksi HIV adalah melalui perlekatan selubung glikoprotein virus

gp 120 pada molekul CD4. Molekul ini merupakan reseptor dengan afinitas paling tinggi

terhadap protein selubung virus. Partikel HIV yang berikatan dengan molekul CD4 kemudian

masuk ke dalam sel hospes melalui fusi antara membran virus dengan membran sel hospes

dengan bantuan gp 41 yang terdapat pada permukaan membrane virus.Molekul CD4 banyak

terdapat pada sel limfosit T helper/ CD4+, narnun sel-sel lain seperti makrofag, monosit, sel

dendritik, sel langerhans, sel stem hematopoetik dan sel mikrogial dapat juga terinfeksi HIV

melalui ingesti kombinasi virus-antibodi atau melalui molekul CD4 yang diekspresikan oleh

sel tersebut (1,3,11)

Infeksi awal HIV terjadi ketika virion berikatan dengan reseptor spesifik pada sel

inang. Limfosit CD4 dan makrofag merupakan sel-sel target primer dari HIV. Glikoprotein

gp120 pada selubung permukaan virus berikatan dengan sel limfosit tersebut dengan afinitas

yang kuat. Ikatan gp120 terhadap CD4 sendiri tidak cukup menghasilkan penetrasi virus,

sehingga dibutuhkan reseptor sekunder atau ko-reseptor. Beberapa reseptor kemokin terutama

reseptor CCR5 dan CXCR4 berperan sebagai reseptor sekunder yang memfasilitasi proses

masuknya virus. Peran reseptor-reseptor kemokin ini sebagai ko-faktor dalam masuknya virus

memperjelas pengertian mengenai proses masuknya virus. Baik makrofag maupun limfosit T

memerlukan ko-reseptor, dimana makrofag CCR5 merupakan ko-reseptornya, sedangkan

CXCR4 merupakan ko-faktor bagi sel T. (10)

Banyak bukti menunjukkan bahwa molekul CD4 memegang peranan penting pada

petogenesis dan efek sitopatik HIV(1) . Percobaan tranfeksi gen yang mengkode molekul

CD4 pada sel tertentu yang tidak mempunyai molekul tersebut, menunjukkan bahwa sel yang

semula resisten terhadap HIV berubah menjadi rentan terhadap infeksi tersebut (3). Efek

sitopatik ini bervariasi pada sel CD4+, narnun paling tinggi pada sel dengan densitas

molekul CD4 permukaan yang paling tinggi yaitu sel limfosit T CD4. Sekali virion HIV

masuk ke dalam sel, maka enzim yang terdapat dalam nukleoprotein menjadi aktif dan

memulai siklus reproduksi virus. Nukleoprotein inti virus menjadi rusak dan genom RNA

virus akan ditranskripsi menjadi DNA untai ganda oleh enzim reverse transcriptase dan

kemudian masuk ke nukleus. Enzim integrase akan mengkatalisa integrasi antara DNA virus

dengan DNA genom dari sel hospes. Bentuk DNA integrasi dari HIV disebut provirus, yang

mampu bertahan dalam bentuk inaktif selama beberapa bulan atau beberapa tahun tanpa

memproduksi virion baru. Itu sebabnya infeksi HIV pada seseorang dapat bersifat laten(1)

dan virus terhindar dari sistem imun hospes (3). Partikel virus yang infeksius akan terbentuk

pada saat sel limfosit T teraktivasi. Aktivasi sel T CD4+ yang telah terinfeksi HIV akan

Page 8: HIV Farmako

mengakibatkan aktivasi provirus juga. Aktivasi ini diawali dengan transkripsi gen struktural

menjadi mRNA kemudian ditranslasikan menjadi protein virus. Karena protein virus

dibentuk dalam sel hospes, maka membran plasma sel hospes akan disisipi oleh glikoprotein

virus yaitu gp 41 dan gp 120. RNA virus dan protein core kemudian akan membentuk

membran dan menggunakan membran plasma sel hospes yang telah dimodifikasi dengan

glikoprotein virus, membentuk selubung virus dalam proses yang dikenal sebagai budding.

Pada beberapa kasus aktivasi provirus HIV dan pembentukan partikel virus baru dapat

menyebabkan lisisnya sel yang terinfeksi (3).Selama periode laten, HIV dapat berada dalam

bentuk provirus yang berintegrasi dengan genom DNA hospes, tanpa mengadakan transkripsi.

Ada beberapa faktor yang dapat mengaktivasi proses transkripsi virus tersebut. Secara in

vitro telah dibuktikan pada sel T yang terinfeksi virus laten, rangsangan TNF (Tumor

Necrosis Factor) dan IL-6 dapat meningkatkan produksi virus yang infeksius. Hal ini penting

karena monosit pada individu yang terinfeksi HIV cenderung melepaskan sitokin dalam

jumlah besar sehingga dapat menyebabkan meningkatnya transkripsi virus. Infeksi beberapa

virus dapat meningkatkan transkripsi provirus DNA pada HIV sehingga berkembang menjadi

AIDS yaitu; HTLV-1, cytomegalovirus, virus herpes simplex, virus Epstein-Barr,

adenovirus, papovirus dan virus hepatitis B(1,3,12,13)

Meskipun berbagai sel dapat menjadi target dari HIV, ada dua target utama infeksi

HIV yaitu sistem imunitas tubuh dan sistem saraf pusat tetapi virion HIV cenderung

menyerang limfosit T. Jumlah limfosit T penting untuk menentukan progresivitas penyakit

infeksi HIV ke AIDS (McCloskey, 1998; Drew, 2001). Limfosit T menjadi sasaran utama

HIV karena memiliki reseptor CD4+ (sel T CD4+). yang merupakan pasangan ideal bagi

gp120 permukaan (surface glycoprotein 120) pada permukaan luar HIV (enveloped) (Schols,

1996; McCloskey, 1998). Molekul CD4+ merupakan reseptor dengan afinitas tinggi terhadap

HIV. Hal tersebut menjelaskan adanya kecenderungan selektif virus terhadap sel T CD4+ dan

sel CD4+ lainnya, yaitu makrofag dan sel dendritik. Selain berikatan dengan sel CD4+,

glikoprotein pada selubung HIV, yaitu gp120 akan berikatan dengan koreseptor pada

permukaan sel untuk memfasilitasi masuknya virus ke dalam sel tersebut. Dua macam

reseptor kemokin pada permukaan sel CD4+, yaitu CCR5 dan CXCR4 yang dikenal berperan

dalam memfasilitasi masuknya HIV. Reseptor CCR5 banyak terdapat pada makrofag dan

reseptor CXCR4 banyak terdapat pada sel T. Selubung HIV gp120 berikatan dengan gp41

akan menempel pada permukaan molekul CD4+. Pengikatan tersebut akan mengakibatkan

perubahan yang menyebabkan timbulnya daerah pengenalan terhadap gp120 pada CXCR4

dan CCR5. Glikoprotein 41 akan mengalami perubahan yang mendorong masuknya sekuens

Page 9: HIV Farmako

peptida gp41 ke dalam membran target yang memfasilitasi fusi virus. Dengan glikoprotein

gp41 transmembran (transmembrane glycoprotein 41), maka akan terjadi fusi antara

permukaan luar dari HIV dengan membran limfosit T CD4+, sedangkan inti (core) HIV

melanjutkan masuk sel sambil membawa enzim reverse transcriptase (Pavlakis, 1997).

Bagian inti HIV yang mengandung RNA (single stranded RNA) akan berusaha membentuk

double stranded DNA dengan bantuan enzim reverse transciptase yang telah dipersiapkan

tersebut, kemudian dengan bantuan DNA polimerase terbentuklah cDNA atau proviral DNA.

Proses berikutnya adalah upaya masuk ke dalam inti limfosit T dengan bantuan enzim

integrase, maka terjadilah rangkaian proses integrasi, transkripsi yang dilanjutkan dengan

translasi protein virus, serta replikasi HIV yang berlipat ganda yang nantinya akan

meninggalkan inti. Setelah mengalami modifikasi, saling kemudian berusaha keluar

menembus membran limfosit (budding) dan virion baru yang terbentuk siap menginfeksi

limfosit T CD4+ berikutnya. Sel yang pecah akan mati, demikian proses ini terus berlangsung

sehingga jumlah limfosit T CD4+ cenderung terus menurun dan perjalanan penyakit

cenderung progresif. (14,15)

II.6 Infeksi dan kematian jaringan

HIV hanya menginfeksi sel-sel yang membawa reseptor membran tertentu yang

memungkinkan virus tersebut berikatan dengannya, salah satunya adalah antigen CD 4.

Antigen permukaan komplementer yang melekat pada virus disebut antigen grup 120 yang

berdekatan dengan reseptor CD4 seperti kunci dan gemboknya. Sel-sel yang membawa

antigen CD4 dan dapat terinfeksi oleh HIV adalah makrofag, sel imun kulit (sel langerhans)

astrosit susunan saraf pusat, dan sel T helper. Sel-sel itu telah dikenali sebelumnya sebagai sel

CD4, sebagian besar makrofag dan sel T helper terkosentrasi di kelenjar limfe, limpa dan

sum-sum tulang, yang bertindak sebagai reservoir besar sel berisi virus. Sel-sel tersebut secara

kontinyu menularkan virus ke sel-sel normal yang melintasi tempat tersebut. Virus akan

mengikat antigen CD4 untuk menginfeksi sel, akan tetapi hal ini tidak cukup untuk

menimbulkan infeksi. Disamping mengikat seseptor CD4, HIV harus mengikat reseptor

permukaan sekunder sebelum virus itu memasuki sel penjamu. Reseptor kemokin pada

makrofag dan sel T helper menjadi tempat pengikatan sekunder untuk HIV. Pada makrofag,

reseptor tersebut adalah reseptor kemokin yang di kenal dengan CCR5, sedangkan pada sel T

helfer, reseptor permukaan ini adalah reseptor kemokin yang dikenal denagn CXCR4.

Page 10: HIV Farmako

Poin penting yang perlu di pahami adalah HIV yang diderita siap mengikat reseptor

CCR5 dan dengan sangat cepat menginfeksi makrofag, tetapi tidak efektif dalam mengikat

reseptor CXCR4. Hal ini berarti bahwa pada tahap awal, HIV menginfeksi makrofag ketika

berada di dalamnya, HIV tidak menghancurkan makrofag namun dapat bertahan didalam sel

tersebut selama bertahun-tahun, bereplikasi secara konstan dan bermutasi dengan sering. Pada

akhirnya, strain yang bermutasi muncul yang memiliki kapasitas yang sama untuk mengikat

reseptor CXCR4 sehinga virus dapat menginfeksi sel T helper dan makrofag. Dengan

pergantian ini, virus segera mati karena HIV membunuh sel T helper yang terinfeksi, sehingga

akhirnya kadar sel T helper dalam darah kurang 200 µl (normalnya sekitar 1000 µl). Pada

kondisi tersebut terjadi infeksi oportunistik dan penyakit yang menyertai AIDS.

HIV menghancurkan sel T helper ketika virus tersebut mengambil alih fungsi genetik

sel dan mulai membentuk komponen virus baru dengan menggunakan enzim ke dua yaitu

protease oleh virus ke dalam sel penjamu. Ketika bereproduksi, HIV menghancurkan sel

penjamu,dengan menghambat kemampuan sel untuk melindungi diri dari radikal bebas atau

dengan membentuk superantigen yang menghancurkan sel tersebut. Ketika HIV bereproduksi

dan membunuh sel T helper, lebih banyak virus di lepaskan ke sirkulasi darah. Virus tersebut

kemudian akan menginfeksi sel lain. Kematian sel T helper juga di sebabkan oleh tingginya

respon imun diperantarai sel menjadi semakin melemah. Sel T dan makrofag juga tidak

berfungsi seiring dengan penurunan kadar sel T. Tidak berfungsinya fungsi imun

memungkinkan mikroorganisme yang berproliferasi bebas secara normal terkontrol,

menyebabkan penyakit dan kematian akibat berbagai infeksi yang menyerang. Tanpa

suvaeilans imun, penderita AIDS dapat terserang kangker yang berpotensi tinggi mengalami

kematian. (5)

II.7 Perjalanan infeksi HIV

Seorang yang terinfeksi HIV dapat tetap memperlihatkan gejala (asimtomatik) selama

8 tahun atau lebih selama infeksi sebagian besar terbatas pada makrofag ketika virus mulai

menyerang sel T helper, kondisi akan memburuk biasanya selama 2 sampai 5 tahun jika tidak

di obati. Individu di diagnosis mengidap AIDS bila jumlah sel T menurun kurang dari 200

sel/µl , atau ketika terjadi infeksi oportunistik kanker atau dimensia AIDS. Perlu di tekankan

bahwa infeksi HIV bukanlah AIDS dan terkadang individu terinfeksi virus dapat bertahan

lebih dari 12 tahun tanpa di temukan tanda tanda terserang AIDS meski tanpa terapi.

Page 11: HIV Farmako

Bagaimanapun, infeksi virus berarti bahwa individu yang bersangkutan menular bagi orang

lain, tampa memandang ada tidaknya gejala-gejala AIDS. (5)

Tanpa terapi antiretroviral, rata-rata waktu infeksi HIV berubah menjadi penyakit

AIDS adalah sekitar 9 hingga 10 tahun dan rata-rata harapan hidup penderita AIDS adalah 9,2

bulan. Bagaimanapun perkembangan klinis masing-masing pasien bervariasi, mulai dari 2

minggu hingga 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit ini,

misalnya kemampuan tubuh untuk melawan HIV yang bekaitan dengan sistem imun tubuh.

Pasien AIDS yang lebih tua mempunyai sistem imun tubuh yang lebih lemah daripada pasien

muda sehingga resiko perkembangan penyakit AIDS menjadi lebih besar. Akses yang sulit

untuk mencapai pelayanan kesehatan dan kehadiran agen infeksi seperti TBC juga dapat

memperburuk perkembangan penyakit. Susunan genetik pasien juga memegang peranan

penting dan beberapa orang resisten terhadap beberapa strain HIV. Individu dengan CCR5-

Δ32 homozigot resisten terhadap infeksi beberapa strain HIV. HIV secara genetik sangat

bervariasi dan mempunyai banyak strain sehingga menyebabkan perbedaan laju

perkembangan penyakit. Penggunaan terapi antiretroviral secara aktif akan memperpanjang

rata-rata waktu perkembangan penyakit dan waktu harapan hidup pasien.(9)

II.8 Gen resistensi AIDS

Setidaknya 10% - 20% yang terpajan kembali HIV tidak akan terinfeksi kembali oleh

virus tersebut, dan beberapa orang yang terinfeksi menjalani masa tanpa gejala yang lama.

Baru-baru ini, ditemukan bahwa beberapa penderita yang resisten terhadap HIV di sebabkan

oleh mutasi yang terdapat pada gen tertentu, termasuk gen yang mengkoding reseptor CCR5.

Secara khusus terbukti bahwa sekitar 10% - 14% orang kaukasia membawa satu gen mutan

CCR5 dan setidaknya 1 % orang kaukasia membawa dua gen mutan ( satu dari setiap orang

tuanya ). Bila mutasi pada gen CCR5 individu adalah homozigot, ia biasanya resisten

terhadap infeksi HIV, sedangkan bila heterozigot dia akan terinfeksi namun awitan AIDS

akan terlambat sekurang-kurangnya 2 – 3 tahun. Derajat resistensi pada populasi selain

kaukasia biasanya lebih rendah, hanya 3 % orang Afrika – Amerika pembawa gen mutan

tunggal yang resisten. Sebenarnya orang Amerika asli, Afrika asli atau Asia tidak membawa

satu pun duplikat gen mutan. 0leh karena itu populasi tersebut sangat rentan terhadap infeksi

HIV di bandingkan orang kaukasia.(5)

Virus HIV menyerang Sel T dan makrofag melalui ikatan virus dan CD4 dengan

bantuan CCR5, ternyata ada sebagian orang kulit putih (bule) dengan presentasi 1-3 % di

Page 12: HIV Farmako

daratan eropa yang secara alami mengalami mutasi gen yang mengekspresikan CCR5 ini,

karena mutasi tersebut maka CCR5 mengalami perubahan sehingga virus HIV tidak bisa

mengadakan ikatan dengan CD4, karena tidak bisa berikatan maka tidak terjadi invasi virus.

Mutasi ini disebut sebagai CCR5 delta 32. Orang dengan satu copy CCR5 delta32 memiliki

ketahanan dan peluang hidup lebih lama jika terserang HIV, sedangkan orang dengan dua

copy CCR5 delta32 (artinya dari bapak dan ibunya sama-sama memiliki mutasi gen ini)

hampir bisa dikatakan kebal terhadap infeksi HIV. (7)

Page 13: HIV Farmako

Stem Sel, sebuah media pemindahan kekebalan tubuh, Stem Sel memungkinkan kita untuk

memodifikasi DNA sehingga bisa memilah hal-hal yang di ekspresikan oleh DNA yang

bermanfaat bagi kesehatan, misalkan untuk memindahkan kekebalan terhadap virus HIV dari

orang yang mengalami mutasi CCR5 delta32 ke orang yang terserang HIV dan bahkan

mungkin ke semua manusia sehingga virus HIV bisa lumpuh. Seorang pasien HIV AIDS

berusia 42 tahun dengan komplikasi leukimia mengalami perkembangan yang sangat

signifikan, bahkan hasil laboratorium menunjukkan bahwa dalam darahnya tidak terdeteksi

virus HIV dan berbagai gejala AIDS yang selama ini di derita juga mengalami penurunan

yang sangat drastis. Perkembangan ini dimulai sejak pasien ini menjalani transplantasi Stem

Sel dari pendonor yang dianggap kebal terhadap HIV 2 tahun sebelumnya. Fakta ini

didasarkan pada sebuah laporan yang di publikasikan di New England Medical Journal.

Menurut Dr. Gero Hutter (ketua tim dokter yang menangani pasien ini), dua tahun setelah

transplantasi tidak didapatkan tanda-tanda HIV AIDS pada pasien ini, padahal selama dua

tahun tersebut tidak menggunakan obat-obat antiretroviral yang biasa digunakan oleh

penderita HIV AIDS lainnya. Hal ini merupakan sebuah loncatan besar dalam dunia

kedokteran. (7)

Page 14: HIV Farmako

BAB III

PENUTUP

Dikenal dua tipe HIV, yaitu HIV-1 yang ditemukan pada tahun 1983 dan HIV-2 yang

ditemukan  pada tahun 1986 pada penderita  AIDS di  Afrika Barat. Epidemi HIV secara

global terutama disebabkan oleh HIV-1,  sedangkan  tipe HIV-2 tidak terlalu luas

penyebarannya, hanya terdapat di Afrika Barat dan beberapa negara Eropa yang mempunyai

hubungan erat dengan Afrika Barat.

MakanyaHIV / AIDS dianggap sebagai pintu gerbang terjadinya penyakit aneh-eneh

lainnya.Virus ini menyerang Sel T dan makrofag melalui ikatan virus dan

CD4 dengan bantuanCCR5, ternyata ada sebagian orang kulit putih (bule)

dengan presentasi 1-3 % di daratan eropay a n g s e c a r a a l a m i m e n g a l a m i

m u t a s i g e n y a n g m e n g e k s p r e s i k a n C C R 5 i n i , k a r e n a m u t a s i tersebut

maka CCR5 mengalami perubahan sehingga virus HIV tidak bisa

mengadakan ikatandengan CD4, karena tidak bisa berikatan maka tidak

terjadi invasi virus. Entah mutasi gen inikarena apa sampai saat ini belum

diketahui, yang jelas orang-orang tersebut memiliki ketahananyang lebih bagus dan

bahkan kebal terhadap virus HIV.Entah mutasi gen ini karena apa sampai saat

ini belum diketahui, yang jelas orang-orangtersebut memiliki ketahanan yang

lebih bagus dan bahkan kebal terhadap virus HIV.Mutasi ini disebut sebagai CCR5

delta 32. Orang dengan satu copy CCR5 delta32 memilikiketahanan dan peluang

hidup lebih lama jika terserang HIV, sedangkan orang dengan dua

copyCCR5 delta32 (artinya dari bapak dan ibunya sama-sama memiliki

mutasi gen ini) hampir bisadikatakan kebal terhadap infeksi HIV.

HIV biasa memakai reseptor CCR5 pada permukaan sel CD4 untuk menginfeksi sel

dan bereproduksi.

Apabila sel tidak memiliki CCR5, atau reseptornya dihambat oleh obat misalnya

maraviroc, biasanya

HIV tidak dapat menginfeksi sel. Sementara sebagian kecil orang dilahirkan dengan

mutasi genetik yang membuat sel mereka tidak membentuk reseptor CCR5, sebagian

Page 15: HIV Farmako

besar orang dengan HIV tidak memiliki mutasi tersebut. Para ilmuwan sudah lama

memikirkan apakah dimungkinkan untuk merekayasa sel CD4 secara genetika agar

berhenti memproduksi reseptor CCR5.

Page 16: HIV Farmako

DAFTAR PUSTAKA

1. Abbas A, Lichtman A, Pober J. Cellular and Molecular Immunology. Philadelphia : WB

Saunders Co 1994; 418-25.

2. Stites D, Terr A, Parslow T. Medical Immunology. Ninth ed. London Prentice Hall Int Inc

1997; 748-55.

3. Kuby J. Immunology. Second Ed. New York : Freeman and Co. 1996; 523-56.

4. Linda J. Heffner Dan Danny J. Schust . Sistem Reproduksi Edisi Kedua Penerbit Erlangga

Medical Series. 2006; 192-103

5.. Robbins & Cotran Dasar Patologis Penyakit Penerbit Buku Kedokteran EGC 2009 hal

157-159

6. J.C.E Underwood. Patologi Umum Dan Sistemik . Edisi 2. Editor Edisi Bahasa Indo Prof.

Dr. Sarjadi, Dr., Sppa. 1999. Hal 169-172

7. Purwati, Nasronudin, Fedik AR. 2009. Transplantasi Allogenic Stem Sel dengan Gene

Terapi delesi 32 CCR5 untuk Terapi HIV/AIDS. Fakultas : TDC Unair

8. Edvine S. Meroketnya HIV/AIDS di Indonesia [homepage on the internet]. c2006

[updated 2006 Apr 27; cited 2006 Jun 8]. Available from: http://www.suarakarya-

online.com/news.html.

9. Ommy Agustriadi, Ida Bagus Sutha. Aspek Pulmonologis Infeksi Oportunistik pada

Infeksi HIV/AIDS. 2008. Hal 223.

10. Borkowsky W. Acquired immunodefficiency syndrome (AIDS) and human

immunodefficiency virus (HIV). In: Katz SL, Gershon AA, Hotez PJ, editors. Krugman’s

infectious diseases of children. 10th edition. St Louis: Mosby-Year Book Inc. 2001; p. 1- 24.

11. Wolther K, Schuitmaker H, Miedema F. Rapid CD4+ T-Cell Turnover HIV 1 Infection:

Paradigm Revisited. J Immunol Today 1998; 19 : 44-7.

12. Benjamini E, Lekowitz S. Immunology : A Short Course. Second ed. New York: Wiley

and Sons 1991; 226-9.

13. Roit I, Brostoff J, Male D. Immunology, Fourth ed. London: Mosby 1996; 16.7-16.8,

21.7.

14. http//: indonesiannursing.com/2008/.../struktur-dan-perkembangbiakkan-hiv.

15. http//: hanamaru-go.blogspot.com/2011/07/respon-imun-infeksi-hiv.html

Page 17: HIV Farmako

BAB I

PENDAHULUAN

Reseptor kemokin adalah sel molekul permukaan yang mengikat

ligan disebut kemokin, sehingga mendorong migrasi

reseptor menuju jaringan luka yang mengeluarkan

kemokin ke dalam aliran darah. Melalui mekanisme ini leukosit akan direkrut ke situs

peradangan . Sebuah molekul permukaan sel inang yang digunakan oleh agen menular

untuk dapat masuk ke dalam sel. Dengan demikian HIV-1 memasuki sel melalui interaksi

yang melibatkan penerimaan kemokin. Jadi yang disebut 'R5' isolat HIV-1 yang

menggunakan kemokin reseptor CCR5 untuk menginfeksi makrofag dan sel T primer, dan

isolat muncul lebih awal setelah serokonversi menunjukkan peran mereka dalam inisiasi

infeksi HIV. Yang akhirnya penggunaan CXCR4 oleh isolat HIV-1 (X4 isolat, yang

menginfeksi utama sel T dan baris sel T) berhubungan erat dengan awal terjadinya AIDS,

meskipun R5 isolat yang bertahan sepanjang seluruh perjalanan infeksi. Peran sentral dalam

CCR5 Infeksi HIV-1 menuntut pemahaman yang jelas tentang hubungan antara reseptor dan

virus, termasuk genetik perubahan dari gen CCR5 yang berperan dalam mengendalikan

infeksi dan perkembangan penyakit.

Page 18: HIV Farmako

VARIASI DIKAWASAN CODING CCR5

Gen reseptor kemokin, CCR5 , Telah menjadi tema sentral dalam studi tentang efek genetik

pada host yang HIV-1 patogenesis sejak penemuan bahwa molekulCCR5 berfungsi sebagai

permukaan sel utama co-reseptor untuk virus. Semakin banyak varian genetik dalam

pengkodean dan peraturan daerah 5 ' CCR5 telah diidentifikasi, beberapa di antaranya

memiliki konsekuensi fungsional untuk HIV-1 patogenesis. Di sini kita meninjau literatur

CCR5 yang menjelaskan CCR5 polimorfisme dan konsekuensi fungsional yang beberapa

varian ini memiliki pada infeksi HIV-1 dan pengembangan menjadi AIDS. Banyaknya CCR5

genetik efek pada penyakit HIV-1 menggarisbawahi pentingnya gen ini dalam mengendalikan

patogenesis AIDS dan menyediakan logika untuk pengembangan strategi terapi yang

menargetkan interaksi HIV-1 amplop dan CCR5 pada pasien HIV-1 terkait penyakit.

VARIASI DI KAWASAN CODING CCR5

Gen CCR5 telah dipetakan ke lengan pendek kromosom 3 di antara sekelompok gen yang

menyandi beberapa kemokin reseptor. Segera setelah CCR5 terbukti berperilaku sebagai co-

reseptor bersama dengan CD4 untuk HIV-1, mutan alel CCR5 32, yang ditandai dengan

penghapusan 32 bp di ekson coding tunggal dari gen, diidentifikasi di Bule (1 4 - 16). CCR5

32 tidak menghasilkan protein fungsional ( 15 ), menjelaskan perlindungan yang hampir

lengkap terhadap Infeksi HIV-1 pada individu homozigot untuk alel tersebut. kasus Langka

infeksi HIV-1 karena tidak adanya CCR5 telah dilaporkan ( 17 -19), yang menunjukkan

bahwa isolat dapat X4 kadang-kadang memulai infeksi HIV-1. Individu homozigot

untuk CCR5 32 tidak menunjukkan gejala klinis dan tampaknya sehat. Sebuah reseptor

kemokin mengikat homolog lainnya sehingga tumpang tindih set ligan kemokin dan dapat

mengkompensasi tidak adanya CCR5 pada individu homozigot untuk CCR5 ( 2 ).

Efek lain dari CCR5 32 termasuk perkembangan lebih lambat untuk AIDS (rata- rata 2-4

tahun) setelah serokonversi HIV-1 dalam heterozigot untuk mutasi (individu 14 ,20-22). Itu

frekuensi CCR5 32 / genotipe + is20% pada Kaukasia, sehingga genotipe ini memiliki

efek signifikan populasi pada pengembangan menjadi AIDS. 32 hasil genotipe / +

Page 19: HIV Farmako

dinyatakan berkurang tingkat CCR5 pada permukaan sel dan ekspresi CCR5 yang rendah

berkorelasi dengan infeksi yang sel T berkurang dengan isolat R5 HIV-1 in vitro ( 23 ).

Bukan hanya dosis gen efek, pembentukan CCR5 32/CCR5 heterocomplexes menyebabkan

CCR5 untuk dipertahankan dalam retikulum endoplasma sehingga ekspesi permukaan sel

berkurang dari molekul wild type (2 4) . 32 / +, genotipe ini juga berhubungan

dengan perlindungan AIDS pada limfoma, keganasan sel B non-Hodgkin (2 5, 26).

Meskipun mekanisme perlindungan ini tidak jelas, sel B melakukan mengekspresikan CCR5

pada permukaan sel mereka, dan RANTES merupakan salah satu ligan kemokin empat CCR5,

adalah mitogenik untuk sel B ( 26) . Ada kemungkinan bahwa RANTES mungkin memainkan

peran dalam limfoma ekspansi melalui CCR5 sebelum surveilans kekebalan tubuh memiliki

kesempatan

untuk menghilangkan sel-sel ganas. Jika demikian, maka berkurang tingkat CCR5 di CCR5

32 / + heterozigot mungkin menguntungkan dengan tidak langsung mengendalikan ekspansi

sel B.

Tambahan wilayah varian coding dari gen CCR5

32 mutasi diperkirakan memiliki occurred700-2000

tahun yang lalu ( 27 , 28) dan sejak saat itu telah meningkat menjadi

frekuensi dari 13% pada beberapa populasi Eropa Utara

( 27 29). Ini tidak terdapat pada populasi di Afrika dan Asia. Peningkatan pesat dalam

frekuensi mutasi ini

selama periode yang relatif singkat menunjukkan bahwa CCR5

Δ 32 mutasi telah dikenakan seleksi positif.

Dua puluh satu alel tambahan wilayah coding CCR5 telah

digambarkan ( 30, 31), dua di antaranya baru-baru ini dapat di identifikasi dan

belum dipublikasikan sebelumnya (S63C dan R319H).

Mutasi mendefinisikan dua alel menyebabkan prematur

penghentian terjemahan (C101X dan 893delC; Tabel 1 ) .

Frekuensi varian adalah 0,04 atau lebih rendah dan, di antara

pasien yang diskrining, tidak ada sampel homozigot untuk salah satu

varian. Dengan demikian, epidemiologi

varian pada infeksi HIV-1 atau pengembangan menjadi AIDS tidak bisa

dievaluasi. Diantara 22 varian total gen CCR5,

Namun, 16 adalah protein mengubah (non-identik) dan hanya

Page 20: HIV Farmako

empat varian yang identik. Dominasi tinggi

kodon-mengubah varian (18/22 atau 82%) adalah konsisten dengan

adaptif akumulasi fungsi-mengubah alel CCR5 ( 32 ).

Masing-masing dari enam varian (I12T, C20S, I42F, L55Q, A73V dan

C101X) dalam kohort dipelajari diidentifikasi pada individu membawa

32 alel pada haplotipe berlawanan (31 , 33). Hanya

jenis tunggal molekul varian CCR5 diekspresikan pada sel

permukaan dari individu-individu sejak CCR5 32 tidak menyandikan

permukaan sel molekul. Individu mengekspresikan C20S, I42F atau

C101X adalah negatif untuk HIV-1, meskipun berisiko tinggi untuk mengalami

telah terkena virus. Individu ini mengekspresikan I12T, A73V,

dan L55Q terinfeksi HIV-1, meskipun dalam kasus I12T,

ada kemungkinan bahwa reseptor kemokin selain CCR5 digunakan

untuk mendapatkan masuk ke sel (lihat di bawah). Sedangkan diamati bahwa

tiga varian CCR5 heterozigot untuk CCR5 32 dapat terhidar dari infeksi HIV-1 , pengaruh

paparan dari varian tentang HIV- 1 infeksi akan diperlukan untuk menyimpulkan bahwa

mereka adalah pelindung. Baru-baru ini, kami menganalisis sinyal ligan ditambah pengaruh

terhadap HIV 1 infeksi selama enam varian yang terjadi secara alami (ditandai dengan

' sebuah 'Pada Tabel 1 ) terletak di dalam ketiga N-terminal dari CCR5

gen, termasuk I42F dan C20S (34 ). Pengikatan CCR5 yang normal

ligan (RANTES, MIP-1 dan MIP-1 untuk varian dengan

substitusi dalam domain ekstraseluler pertama (I12T, C20S dan

A29S) itu sangat berkurang,

sesuai dengan ketidakmampuan dari varian untuk transduce sebuah

chemotactic sinyal untuk ligan yang diperlukan. Para I12T dan C20S

varian juga tidak dapat berfungsi sebagai co-reseptor untuk R5

isolat HIV-1, hal ini menunjukkan bahwa varian ini secara radikal mengubah

konformasi molekul CCR5. Sejak I12T awalnya

diidentifikasi pada individu HIV-1-terinfeksi yang heterozigot

untuk CCR5 32, ada kemungkinan bahwa individu dengan I12T/CCR5-

Δ 32 tidak tahan terhadap R5 infeksi HIV-1 tropik. Atau,

individu ini mungkin telah terinfeksi oleh X4 isolat

HIV-1 menggunakan CXCR4 sebagai portal masuk ( 17 -19). A29S

didukung infeksi HIV-1 in vitro, tetapi gagal untuk mengikat kemokin

Page 21: HIV Farmako

ligan. Para fenotipik menyatakan bahwa efek varian terletak di

domain transmembran pertama dan kedua (I42F, L55Q dan

A73V) cukup berbeda dengan di ekstraseluler pertama

domain, memiliki 4-8-lipat afinitas ditingkatkan untuk kemokin. Ini

varian transduced respon chemotactic untuk RANTES, MIP-1

dan MIP-1 tetapi mereka tidak menunjukkan pelemahan khas

respon pada konsentrasi ligan tinggi, mungkin akibat afinitas ligan yang kuat untuk kemokin.

Sel mengekspresikan

semua tiga varian transmembran didukung infeksi HIV-1.

VARIASI DI KAWASAN PROMOTER DARI CCR5

Variabel ekspresi CCR5

Regulasi ekspresi CCR5 cenderung menjadi kompleks, tetapi sebuah

pemahaman tentang mekanisme pengendalian ekspresi bisa

dari nilai terapeutik yang signifikan dalam pencegahan AIDS ( 35 -39).

Ekspresi CCR5 dibatasi untuk aktif dan sel T,

monosit / makrofag, sel mikroglial (4 0-4 3) dan yang lebih rendah

pada sel B, (26 ). CCR5 sel ekspresi permukaan sangat

variabel bahkan pada individu yang homozigot untuk normal

alel dari gen (CCR5 + / +) (23 ). Meskipun tidak jelas apakah

heterogenitas dalam ekspresi protein berkorelasi dengan perbedaan

Infeksi HIV-1 in vivo, sel mononuklear darah perifer dari

individu dengan genotipe CCR5-+ / 32 tidak mudah

terinfeksi isolat R5 HIV-1 in vitro seperti juga individu dengan

CCR5 + / + ( 15 ). Individu dengan genotipe CCR5-+ / 32

mengekspresikan tingkat yang lebih rendah dari CCR5 berhubungan dengan virus yang relatif

rendah

bebannya (44 ) dan perkembangan lambat untuk AIDS (14,20-22). Demikian

pengamatan telah merangsang studi tentang promotor

wilayah dari gen CCR5 yang ditujukan fungsional, genetik

dan aspek epidemiologi daerah.

Page 22: HIV Farmako

Karakterisasi promotor CCR5

Panjang asli klon genom sebagian CCR5 menunjukkan bahwa

ditentukan satu kerangka baca terbuka (ORF) (45 ). Perbandingan

urutan dengan dua klon cDNA (4 6,4 7) menunjukkan

adanya 1,9 kb intron antara posisi -11 dan -12 relatif

ke awal dari terjemahan. Studi tambahan telah diverifikasi

organisasi CCR5 untuk menyertakan non-coding ekson pendek (43 bp),

sebuah 1,9 kb intron, diikuti oleh ekson yang berisi 11 bp dari 5

UTR dan ORF lengkap (4 8, 49). Menggunakan 5 Mummidi

et al. ( 50 ) dijelaskan ekson belum diterjemahkan dua 5 tambahan satu

intron tambahan. Ekson 2 dan 3 tidak terganggu oleh intron

dan, sesuai dengan laporan lain ( 47 -49), ekson 4 (yang

berisi ORF) dan ekson 3 (ekson 1 di laporan sebelumnya)

ditranskripsi dalam isoform RNA beberapa CCR5. Ada

dua promotor berbeda CCR5, salah satunya terletak hulu

ekson 1 (Pu ), Dan yang lain terletak di daerah hilir

antara intron dan ekson 1 2 (P d ) (50 ). Identifikasi dan

perkiraan lokasi Pd

adalah bersamaan antara semua studi

karakteristik wilayah CCR5 promotor ( 48 -51). Itu

promotor hilir tampaknya jauh lebih kuat dari

hulu promotor dalam baris sel monocytic dan limfositik, sebagai

serta CD4+ Sel T ( 48 -51). Urutan ini mirip dengan motif

konsensus urutan untuk berbagai faktor transkripsi yang

telah diidentifikasi dalam wilayah P d promotor dan analisis beberapa urutan mutasi

menunjukkan pentingnya mereka dalam

transkripsi CCR5 ( 51 ). Dengan demikian, polimorfisme di wilayah ini

berpotensi mengganggu pengikatan faktor transkripsi,

akuntansi untuk beberapa keragaman tersebut dalam ekspresi CCR5

antara individu-individu ( 52) .

Page 23: HIV Farmako

Sistem penomoran beberapa daerah promotor CCR5

telah digunakan di seluruh literatur. Dalam rangka standarisasi

nomenklatur pada lokus ini, sistem penomoran yang pertama

nukleotida dari situs awal terjemahan ditetapkan sebagai posisi 1,

dan nukleotida segera hulu ini sebagai posisi -1,

baru-baru ini diusulkan di CCR5 AIDS simposium diadakan di

NCI-FCRDC, Frederick, MD, pada tanggal 30 April 1999.

Linkage ketidakseimbangan antara daerah promotor CCR5 dan

CCR2-64I

Gen pengkodean CCR1-molekul CCR5 ini terkelompok dalam

p21.3-p24 daerah kromosom 3 ( 13 , 45,53). Seorang yang memiliki

DNA genomik contig di kawasan ini (143.068 bp) adalah

diurutkan sebagai bagian dari Analisis Urutan Genome Lanjutan

Kursus di Cold Spring Harbor Laboratory. Contig menunjukkan bahwa

CCR2 dan CCR5 dipisahkan oleh only14 kb (Gambar 1 ) , menjelaskan

di bagian dekat disekuilibrium linkage lengkap antara dua

gen ( 54) . Varian CCR2-64I dalam transmembran pertama

wilayah CCR2 telah terbukti

memperlambat pengembangan menjadi AIDS (5 4,5 5) dan perlindungan

genetik independen ini diberikan oleh CCR5 32. Rasanya

tidak mungkin bahwa alel CCR2-64I memiliki efek langsung terhadap perkembangan AIDS

karena: (i) CCR2 digunakan sebagai co-reseptor dengan hanya

langka isolat HIV-1 (5 , 6,56), dan (ii) CCR2-64I mengkode

produk yang mengikat ligan kemokin, dan menengahi kedua kalsium

mobilisasi sinyal dan R5 tropik infeksi HIV-1 sebagai

seefisien wild type CCR2 molekul ( 57 ). Observasi

bersama dengan kedekatan fisik CCR2 dan CCR5 telah menyebabkan

spekulasi bahwa CCR2-64I hanya pelacakan oleh hubungan

disekuilibrium varian lain dari CCR5 ( 55) , khususnya sejak

semua CCR2-64I haplotipe bantalan adalah tipe liar atau normal dengan

menghormati ke wilayah coding CCR5 ( 54) . Observasi ini

memberikan dorongan lebih lanjut untuk mempelajari efek variabilitas dalam

Page 24: HIV Farmako

peraturan daerah CCR5.

C → T transisi varian pada posisi 59653 [menurut

GenBank aksesi no. U95626, posisi 927 sesuai dengan

penomoran sistem Mummidi et al (. 50) , dan posisi - 1835

sesuai dengan sistem penomoran baru, yang akan digunakan

seluruh sisa dari tinjauan ini] terletak di intron 2 .

CCR5 ditemukan pada disekuilibrium linkage 100% dengan CCR2-

64I ( 55 ). Meskipun tidak ada data yang menunjukkan peran fungsional dalam

kontrol ekspresi CCR5 telah diamati untuk varian ini

(Diistilahkan sini '-1835T'), bisa menjelaskan efek pada AIDS

perkembangan terlihat pada individu dengan CCR2-64I. Telah

diperiksa 984 orang untuk kedua CCR2-64I dan-1835T

(CCR5P-927T) dan menemukan bahwa semua CCR2-64I-bantalan haplotipe

terkandung-1835T, 1835T tapi-jarang juga ditemukan pada

haplotype yang membawa CCR2 + (16/230) ( 58 ). Sembilan dari mereka

seroconverters dan analisis awal dari sembilan mengisyaratkan ke arah

perlindunga AIDS (relative hazard = 0,49 untuk AIDS-1993

definisi), meskipun signifikansi tidak tercapai. Di sisi lain

tangan,-1835T dengan tidak adanya CCR2-64I dikaitkan dengan

sedikit mempercepat perkembangan penyakit pada studi lain, meskipun

tidak signifikan ( 59 ). Pertanyaannya tidak diselesaikan dan selanjutnya

penelitian yang meneliti hubungan genetika dan potensi fungsional

efek-1835T harus diatasi untuk menentukan apakah ia memiliki

peran melindungi dalam perkembangan AIDS.

Tambahan polimorfisme di wilayah promotor CCR5

Beberapa studi telah membahas kemungkinan bahwa polimorfisme

di wilayah promotor CCR5 dapat menjelaskan beberapa

variabilitas dalam pengembangan menjadi AIDS antara orang HIV-1 yang terinfeksi

individu dengan tingkat mengubah transkripsi CCR5 (55 ,58-60).

Seperti disebutkan dalam bagian sebelumnya, dua penelitian telah membahas

pengaruh variasi pada posisi-1835T (sebelumnya 927) pada

pengembangan menjadi AIDS (5 5,5 9), tapi-1835T adalah dalam hubungan yang kuat

disekuilibrium dengan alel CCR2-64I, sehingga sulit untuk

Page 25: HIV Farmako

menentukan varian dan sangat protektif

Sejumlah varian tambahan dalam 5 CCR5 memiliki

telah diidentifikasi (50 , 58,59) dan tujuh dari empat membedakan

umum daerah alel promotor diidentifikasi di Kaukasia dan

Afrika Amerika sampel (posisi - 2733, -2554, -2459, -2135,

-2132, -2086 Dan - 1835 pada Gambar. 1 dan Tabel 2). Empat alel

bahwa kita sebelumnya CCR5P1, CCR5P2, CCR5P3 dan

CCR5P4 ( 58 ) (Tabel 2) yang diamati pada frekuensi 0,56,

0,085, 0,014 dan 0,354, masing-masing, di Kaukasia. (CCR5P1-P4

awalnya didefinisikan oleh situs varian -, 2554 -2135, -2132,

-2086 Dan - 1835, yang benar-benar membedakan umum empat

alel didefinisikan oleh tujuh posisi yang tercantum di atas) Untuk.

menentukan dampak dari keempat alel pada pengembangan menjadi AIDS,

itu perlu untuk mengidentifikasi haplotipe yang terdiri dari

tetangga varian CCR2 (+ / 64I) dan CCR5 (+ / 32), karena

kedua mengubah tingkat pengembangan menjadi AIDS (14 ,20-22, 54,55). Enam

relatif umum haplotype terdiri dari tiga lokus, (i)

CCR2 coding wilayah varian CCR2 (+ / 64I), (ii) empat

promotor wilayah alel yang terdiri dari varian terletak dari

posisi - 2733 melalui - 1835, dan (iii) coding CCR5

wilayah varian CCR5 (+ / 32), telah diidentifikasi. Para pelindung

alel CCR2-64I dan 32 muncul secara independen pada dua

haplotype yang mengandung alel promotor yang sama, CCR5P1.

Namun, CCR5P1 ditemukan paling sering (f = 0,36) pada

haplotype yang mengandung wild type CCR5 (CCR5 +) dan tipe liar

CCR2 (CCR2-+). Kelangsungan hidup analisis di mana individu adalah

dipartisi oleh genotipe menunjukkan adanya tiga berbeda

kelompok: (i) mereka homozigot untuk haplotype yang CCR2 + - CCR5P1-CCR5 + yang

mengembangkan AIDS paling cepat, (ii) orang-orang

dengan genotipe yang mengandung paling sedikit satu salinan CCR5 32 atau

CCR2-64I, yang telah tertunda lumayan awal terjadinya AIDS, dan (iii)

dengan kombinasi genotipe lainnya yang mengembangkan AIDS

pada tingkat menengah antara rentan dan dilindungi

Page 26: HIV Farmako

genotipe ( 58) . Dengan demikian, homozigositas untuk CCR5P1 dapat menjelaskan

beberapa variabilitas dalam ekspresi CCR5 diketahui terjadi

antara individu-individu yang tidak membawa CCR5 32 mutasi ( 23) .

Hasil yang sangat serupa diamati untuk varian A / G di

posisi - 2459 (posisi 59029 tidak ada aksesi GenBank.

U95626) ( 60) , yang sekarang kita kenal sebagai komponen dari

CCR5P1. Dalam studi ini, individu-individu yang homozigot untuk

-2459G (ditemukan pada CCR5P2-P4) berkembang menjadi AIDS 3-8 tahun

lebih lambat dibanding mereka yang homozigot untuk-2459A

(Ditemukan pada CCR5P1). Dari 417 individu diketik untuk posisi

-. 2459 oleh McDermott et al ( 60 ), 342 juga diketik untuk

CCR5P dalam Martin et al. ( 58 ) belajar. Sayangnya, hasil

dari kedua studi tidak harus dianggap sebagai

konfirmasi karena ada tingkat tinggi tumpang tindih dalam

pasien oleh kedua kelompok dan varian yang diuji

sangat kuat, jika tidak disekuilibrium linkage lengkap.

Kesimpulan sederhana yang bisa ditarik dari yang dijelaskan

data epidemiologi adalah bahwa CCR5P1 (termasuk-2459A) memiliki

lebih efisien promotor aktivitas daripada alel promotor lain,

menyebabkan sejumlah reseptor CCR5 meningkat pada

HIV-1 pada permukaan sel. Kuantitatif analisis CCR5 pada

perifer sel mononuklear darah dari relawan sehat

mewakili dua genotipe yang berbeda, homozigositas untuk

haplotype CCR2 +-CCR5P1-CCR5 + atau homozigositas untuk

CCR2 +-CCR5P4-CCR5, dipelajari untuk perbedaan fungsional

tentang ekspresi CCR5. Sel yang mewakili masing-masing

genotipe tidak bervariasi secara signifikan dalam pengukuran tes (i) berarti

konsentrasi CCR5, (ii) efisiensi mempromosikan sebuah luciferase

reporter membangun, dan (iii) infektivitas oleh R5 atau R5/X4 strain

HIV-1 (58 ). Ada kemungkinan bahwa efek CCR5P1 terlalu lemah untuk

dideteksi oleh kondisi uji yang digunakan, karena cukup halus

hanya untuk diamati epidemiologis di CCR2 +-CCR5P1-

CCR5 homozigot. McDermott et al (. 60) , di sisi lain,

diamati 45% lebih rendah aktivitas promotor dari alel promotor

Page 27: HIV Farmako

berisi 2459G-varian dari itu berisi - 2459A

varian. Promotor CCR5 wilayah segmen yang digunakan dalam gen termasuk semua situs

varian yang dijelaskan oleh

Martin et al. ( 58) , sehingga berikut bahwa alel promotor digunakan dalam

membangun CCR5P1. Jika demikian, ini akan menunjukkan bahwa ada

kemungkinan perbedaan antara CCR5P1 dan lainnya

pada promotor wilayah alel.

Baru-baru ini, telah digunakan gel pergeseran tes untuk menentukan

apakah varian pada setiap posisi lima - 2554 (G / T),

- 2459 (A / G), - 2135 (C / T), - 2086 (A / G) dan - 1835 (C / T)

berbeda dalam kemampuan mereka untuk mengikat faktor nuklir dalam ekstrak sel T

( 52) . Sebuah perbedaan yang jelas dalam mengikat satu atau lebih faktor nuklir

oligonukleotida untuk mewakili varian thetwo pada posisi - 2554

(-2554T ditemukan pada alel P4 dan - 2554G ditemukan pada P1

) alel diamati. Hal ini menarik meskipun kurang dukungan

untuk hipotesis bahwa CCR5 promotor variasi wilayah adalah

bertanggung jawab atas efek epidemiologi diamati dalam AIDS

kohort.

RINGKASAN

Peran sentral dari molekul CCR5 pada infeksi HIV-1 telah menyebabkan

untuk banyak informasi selama 3 tahun terakhir. Karakterisasinya

fungsional dan genetik properti. Mutan CCR5 32 alel

telah terbukti memberikan perlindungan

Infeksi HIV-1 pada hamper seluruh individu homozigot. Heterozigot

individu juga menunjukkan perkembangan lebih lambat untuk AIDS setelah

serokonversi, dan perlindungan dari limfoma terkait AIDS.

Varian tambahan, yang sebagian besar kodon-mengubah, memiliki juga

diidentifikasi, dan analisis fungsional menunjukkan bahwa beberapa

varian ini dapat melindungi terhadap infeksi HIV-1 sebagai akibat dari perubahan dalam

konformasi molekul. Promotor daerah gen CCR5 telah ditandai dengan

beberapa kelompok, dan tampak bahwa polimorfisme di wilayah ini

mungkin memiliki efek pada perkembangan AIDS, mungkin karena

Page 28: HIV Farmako

pengaruh pada tingkat ekspresi CCR5. Studi-studi ini berguna tidak hanya dalam

memprediksi hasil untuk infeksi HIV-1, tetapi juga

dalam mengembangkan strategi terapi baru.

Tabel 1. Variasi genetic gen CCR5

Page 29: HIV Farmako

REFERENSI

1. Murphy, AM (1996) kemokin reseptor: struktur, fungsi dan peran dalam

patogenesis mikroba. Sitokin Growth Factor Rev, 7, 47-64.

2. Premack, BA dan Schall, TJ (1996) reseptor kemokin: gateway untuk

peradangan dan infeksi. Alam Med, 2., 1174-1178.

3. Alkhatib, G., Combadiere, C, Broder, CC, Feng, Y., Kennedy, PE,

Murphy, AM dan Berger, EA (1996) CC CKR5: a RANTES, MIP-1