lapkas syandri
-
Upload
syandri-agus-rizki -
Category
Documents
-
view
26 -
download
3
Transcript of lapkas syandri
Stase Interna RSIJ Cempaka putih
LAPORAN KASUS
SYANDRIAGUS RIZKI ( 2009730050)Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Stase Ilmu Kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura
Pembimbing: dr. A.Fachron, Sp.PD
Dispepsia dengan Diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi
P R O G R A M S T U D I P E N D I D I K A N D O K T E R F A K U L T A S K E D O K T E R A N D A N K E S E H A T A N U N I V E R S I T A S M U H A M M A D I Y A H J A K A R T A
2 0 1 4
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. Dahlia
Usia : 74 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln. Kayu manis 1. Matraman
Masuk RS : 31 Desember 2013
No. RM : 074100
Ruangan : Marwah Bawah
dr. yang merawat : dr. Adri Rifai Sp.PD
ANAMNESIS (autoanamnesis dan alloanamnesis) 30/12/13
Keluhan utama
Muntah-muntah sejak 2 hari SMRS
Keluhan tambahan
Sakit perut, kesemutan pada kaki, mual, kepala pusing, lemas
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan muntah-muntah sejak 2 hari SMRS. Muntah dirasakan sebanyak 5x dalam sehari, muntah dirasakan sehabis makan dan minum, muntah berisikian cairan berwarna putih, jika sehabis makan muntahan berisikan makanan, muntah tidak menyembur dan tidak berisikan darah, sebelum muntah disertai dengan mual. Os juga mengeluhkan terdapat sakit perut pada perut bagian tengahnya. Os pada saat ini merasakan lemas pada tubuhnya, nafsu makan menjadi menurun. Os juga sering mengeluh sering terasa kesemutan pada bagian kakinya, tengkuk leher terasa pegal dan berat. Pandangan berkunang-kunang (-), batuk dan pilek disangkal. Pada BAB dan BAK nya tidak terdapat keluhan
Riwayat penyakit dahuluo Os mengaku mempunyai riwayat DM sejak 25 tahun yang lalu, Os mengaku
rajin kontrol dengan Prof. Iskandar dan mendapatkan terapi insulin 25 ui/hr
o Os mengaku mempunyai Riwayat Hipertensi sejak 4 tahun yang lalu. Os juga mengaku rajin kontrol dan mendapatkan obat captopril 12.5mg 1x1 sehari
o Riwayat maag disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Os tidak mengetahui riwayat penyakit pada keluarganya
Riwayat pengobatan
Sehari-hari os menggunakan insulin inj 25 ui pada pagi hari
Riwayat psikososial
Sebelum Os mengalami hal seperti ini Os minum kopi dahulu, Os juga mengaku suka makanan yang pedas pedas dan asam. Merokok disangkal, minuman beralkohol disangkal
Riwayat alergi
Os menyangkal adanya riwayat alergi terhadap obat, makanan, dan debu
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang Kesadaran : compos mentis Status Gizi :
BB sebelum sakit : 47 kg
BB sesudah sakit : 47 kg
Tinggi Badan : 152 cm
Status gizi : 20.34 = normoweight
Tanda vital : Tekanan Darah = 1400/90 mmHg
Nadi = 92x/menit, reguler, kuat angkat
Pernapasan = 20 x/menit
Suhu = 36.70C
Status generalis
1. Kepala dan wajaho Rambut
1. Warna : putih2. Rontok : (-)3. Distribusi : merata
o Telinga
normotia otorea (-) serumen (-)
o Hidung
normonasi deviasi septum (-) sekret (-)
o Mata Konjungtiva anemis : + + Sklera ikterik : - - kelopak mata cekung : - -
o Mulut
Bibir dan mukosa
a. Merah : (-)b. Pucat : (-)c. Sianosis : (-)d. Bibir kering : (+)
Gigi : Caries (-) Lidah
a. Kotor : (-)b. Tremor : (-)
2. Leher
Pembesaran KGB : (-)
JVP tidak meningkat
3. Thorax
Paru-paru
I : Bentuk dan pergerakan dada simetris, retraksi (-)
P : vocal fremitus sama di paru kanan dan kiri
P : perkusi sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler, Wheezing -/-, ronkhi -/-
Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
P : - Batas jantung atas pada ICS II linea midcalvicula sinistra
- Batas kanan jantung pada ICS IV parasternal dextra
- Batas kiri jantung di ICS V linea midclavicula sinistra
A : BJ I & II normal, murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
I : Tampak cembung, scar (-)
A : Bising usus (+) normal
P : Suara Tymphani di seluruh kuadran abdomen
P : NT epigastrium (+)
5. Ekstremitas
Akral tangan dan kaki hangat, sianosis (-)
Udema (-), CRT < 2“
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 11.4 12 – 16 g/dL
Hematokrit 30 37 – 47 %
Eritrosit 4.5 4,2 – 5,4
Leukosit 6.7 4,8 – 10,8
Trombosit 236 150 – 450
MCV 72 80 – 94 fL
MCH 28 27 – 31 pg
MCHC 36 33 – 37 %
Kimia klinik
Glukosa darah sewaktu 279 <200 mg/dl
Natrium 116 135 – 153 mEq/L
Kalium 2.7 3.5 – 5.1 mEq/L
Clorida 81 98 – 109 mEq/L
RESUME
Ny. D usia 74 tahun, datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 2 hari SMRS muntah sebanyak 5x dalam sehari, muntah berisikan cairan, muntah tidak menyembur, nausea (+), nyeri perut (+), lemas, nafsu makan menurun, Os menderita DM sejak 15 tahun yang lalu, terkontrol dengan baik, tengkuk leher terasa berat dan pusing.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan, tampak sakit sedang, TD : 140/90 mmHg, Nadi : 92x/mnt, RR : 20x/mnt, suhu : 36.7 C abdomen agak cembung konjungtiva anemis +/+ dan nyeri tekan epigastrium (+)
Pada pemeriksaan lab ditemukan Hb : 11.4 g/dl, GDS : 279 mg/dl, Na : 116 mEq/L, Kalium : 2.7 mEq/L, Cl : 81 mEq/L
DAFTAR MASALAH
1. Hiperglikemia2. Hipertensi3. Dispepsia4. Hiponatremia5. Hipokalemia
ASSESMENT
Hiperglikemiao S : pruritus (+), menderita DM sejak 25 tahun yang lalu, saat ini menggunakan
insulin 25 ui setiap pagi hario O : GDS : 279 mg/dlo A : Hiperglikemia e.c DM tipe 2o P : lanjutkan terapi insulin
Dispepsiao S : muntah-muntah sejak 2 hari smrs, muntah 5x dalam sehari berwarna putih,
mual (+). lemas (+), nyeri pada bagian abdomen (+), nafsu makan menuruno O : NTE (+)o A : Dispepsiao P : Ondansentron inj : 3x1
Ranitidin inj : 3x1
Hipertensio S : nyeri pada bagian tengkuk lehero O : TD : 140/90 mmHgo A : Hipertensi grade Io P : Captopril 12.5 mg 1x1
Hiponatremiao S : -o O : Na =116 mEq/Lo A : hiponatremia e.c dispepsiao P : IVRD Nacl 500ml/8jam
Hipokalemiao S : -o O : Ka = 2.7mEq/Lo A : Hipokalemia e.c dispepsiao P : koreksi kalium 25 mEq/L dalam RL500cc/24 jam dan disarankan makan
buah pisang
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA “HIPERTENSI”
a. Definisi
Penyakit darah tinggi atau Hipertensi (Hypertension) adalah suatu keadaan di mana
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh
angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah
menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa
(sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.
b. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII
Kategori TD Sistolik TD Diastolik
Normal < 120 mmHg dan < 80 mmhg
Prehipertensi 120-139 mmHg atau 80-89 mmHg
Hipertensi Stadium 1 140-159 mmHg atau 90-99 mmHg
Hipertensi Stadium 2 ≥ 160 mmHg atau ≥ 100 mmHg
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih,
tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran
normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya
usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus
meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60
tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Dalam pasien
dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah menunjukkan bahwa
tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor risiko dan sebaiknya
diberikan perawatan.
c. Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya
penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan
pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan
meningkatnya tekanan darah.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada
kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin
(noradrenalin).
Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres,
alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang
memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan
darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan
kembali normal.
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1.Penyakit Ginjal
o Stenosis arteri renalis
o Pielonefritis
o Glomerulonefritis
o Tumor-tumor ginjal
o Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
o Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
o Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2.Kelainan Hormonal
o Hiperaldosteronisme
o Sindroma Cushing
o Feokromositoma
3.Obat-obatan
o Pil KB
o Kortikosteroid
o Siklosporin
o Eritropoietin
o Kokain
o Penyalahgunaan alkohol
o kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4.Penyebab Lainnya
o Koartasio aorta
o Preeklamsi pada kehamilan
o Porfiria intermiten akut
o Keracunan timbal akut.
d. Epidemiologi
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi
usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan
bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan
diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia >65 tahun. Selain itu,
pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam dekade terakhir tidak
menunjukkan kemajuan lagi dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari
seluruh pasien hipertensi.
e. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula
spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Korteks adrenal mengsekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal.
otoregulasi
HIPERTENSI = PENINGKATAN CURAH JANTUNG dan/atau PENINGKATAN TAHANAN PERIFER
TD = CURAH JANTUNG x TAHANAN PERIFER
Hipertrofi struktural
Konstriksi fungsionil
Kontraktilitas ↑Preload ↑
Konstriksi venaVolume cairan
↑
hiperinsulinemiaPerubahan membral sel
Renin-angiotensin
berlebih
Aktivitas berlebih saraf
simpatis
Penurunan permukaan
filtrasi
Retensi natrium ginjal
BAHAN-BAHAN DARI
ENDOTELOBESITASPERUBAHAN
GENETISSTRESSJUMLAH NEFRON
BERKURANG
ASUPAN GARAM
BERLEBIH
f. Gejala Klinik
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja
terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
sakit kepala
kelelahan
mual
muntah
sesak nafas
gelisah
pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif,
yang memerlukan penanganan segera.
g. Penatalaksanaan
1. Diet Penyakit Darah Tinggi (Hipertensi)
Kandungan garam (Sodium/Natrium)Seseorang yang mengidap penyakit darah
tinggi sebaiknya mengontrol diri dalam mengkonsumsi asin-asinan garam, ada
beberapa tips yang bisa dilakukan untuk pengontrolan diet sodium/natrium ini :
- Jangan meletakkan garam diatas meja makan
- Pilih jumlah kandungan sodium rendah saat membeli makan
- Batasi konsumsi daging dan keju
- Hindari cemilan yang asin-asin
- Kurangi pemakaian saos yang umumnya memiliki kandungan sodium
Kandungan Potasium/KaliumSuplements potasium 2-4 gram perhari dapat
membantu penurunan tekanan darah, Potasium umumnya bayak didapati pada
beberapa buah-buahan dan sayuran. Buah dan sayuran yang mengandung potasium
dan baik untuk di konsumsi penderita tekanan darah tinggi antara lain semangka,
alpukat, melon, buah pare, labu siam, bligo, labu parang/labu, mentimun, lidah
buaya, seledri, bawang dan bawang putih. Selain itu, makanan yang mengandung
unsur omega-3 sagat dikenal efektif dalam membantu penurunan tekanan darah
(hipertensi).
2. Farmakologi
Pengobatan hipertensi biasanya dikombinasikan dengan beberapa obat;
Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing)
sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi
lebih ringan.
Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja
pada saat kita beraktivitas ).
Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung.
Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan
pernapasan seperti asma bronkial.
Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes
melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar
gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya).
Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga
pemberian obat harus hati-hati.
Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek
samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan
pusing.
Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin
timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi
jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan
Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan
muntah.
Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk
dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah :
sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya
hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.
Jenis – jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh
JNC 7
Diuretika : Thiazide atau Aldosterone antagonist
Beta blocker (BB)
Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
- Diuretika dan ACEI atau ARB
- CCB dan BB
- CCB dan Diuretika
- AB dan BB
h. Komplikasi
Payah jantung
Perdarahan otak
Hipertensi maligna: hipertensi berat yang disertai kelainan retina, ginjal dan serebral
Hipertensi ensefalopati: komplikasi hipertensi maligna dengan gangguan otak
i. Prognosis
Pada umumnya hipertensi merupakan penyakit seumur hidup.
DIABETES MELITUS
Definisi
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf,
jantung dan pembuluh darah. WHO telah merumuskan sebelumnya bahwa DM merupakan
sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara
umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomic dan kimiawi akibat dari
sejumlah faktor di mana didapat difisiensi insulin absolute atau relative dan gangguan fungsi
insulin.
Epidemiologi
Secara epidemiologic diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai
terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan
mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyatakan bahwa
dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena
terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara
epidemiologi diperkirakan adalah : bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya
distiribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia.
Klasifikasi DM
1. DM tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa
tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsi).
2. DM tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu:
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes
tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II
yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang
tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
Patofisilogi
Gejala Klinis
Gejala umum yang muncul pada DM adalah poliuria, polidipsia, polifagi, pruritus, parastesi,
penurunan berat badan, kelelahan, kelemahan, penglihatan kabur, sering infeksi superfisial,
dan penyembuhan luka yang buruk
Diagnosis
1. Anamnesis
2. Laboratorium
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menentukan
diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang di ambil dan cara pemeriksaan yang
di pakai. Untuk diagnose, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan
cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostic DM
dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan
penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai
risiko DM
Terapi
Farmakologis
- Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
- Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
- Penghambat glukoneogenesis (metformin)
- Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
Non farmakologi
- Edukasi
- Diet rendah karbohiodrat
- Olahraga yang teratur
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari DM adalah :
1. Mikroangiopati diabetik
- Nefropati diabetik
- Retinopati diabetik
- Kardiomiopati diabetik
2. Makroangiopati diabetik
- Penyakit jantung koroner
- CVA (cerebrovascular accident )
- Ulkus/gangren/osteomielitis di tungkai bawah
3. Neuropati diabetic
DISPEPSIA
PENDAHULUAN
Keluhan pada pasien gastrointestinal (GIT) dapat berkaitan dengan gangguan lokal / intra lumen saluran cerna ataupun penyakit sistemik. Sakit perut yang dirasakan pasien harus dijabarkan dan diinterpretasikan dengan baik oleh dokter apakah yang dirasakan pasien itu nyeri epigastrik, kolik bilier, kolik usus atau suatu nyeri akibat suatu rangsang peritoneal.
DEFINISI
Dispepsia merupakan suatu kumpulan gejala / sindrom yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, rasa perut penuh / begah. Keluhan ini tidak selalu semua ada pada setiap pasien, dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat berganti atau bervariasai baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya. Jadi dispepsia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu sindrom yang harus dicari penyebabnya.
ETIOLOGI
gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster / duodenum, gastritis, tumor, infeksi H. pylori
obat obatan : anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin, dsb
penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier : hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik penyakit sistemik : diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner bersifat fungsional : yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti
adanya kelainan / gangguan organik / struktur biokimia. Tipe ini dikenal sebagai dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus
DISFAGIA
Merupakan sensasi gangguan pasase makanan dari mulut ke lambung. Pasien mengeluh sulit menelan atau makanan terasa mengganjal di leher / dada atau makanan terasa tidak turun ke lambung. Harus dibedakan dengan odinofagia (nyeri waktu menelan).
Disfagia dapat disebabkan oleh gangguan pada masing masing fase menelan yaitu orofaringeal berupa adanya regurgitasi ke hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit untuk mulai menelan, sedangkan fase esofageal, pasien mampu menelan tapi terasa bahwa yang ditelan tetap terasa mengganjal atau tidak mau turun serta sering disertai nyeri retrosternal. Disfagia yang terjadi pada awalnya terutama pada waktu makan makanan padat dan secara progresif terjadi pada waktu makan makanan cair, diperkirakan bahwa penyebabnya adalah kelainan mekanik atau struktural. Sedangkan bila gabungan makanan padat dan cair diperkirakan penyebabknya neuromuskular. Bila keluhan semakin berat, sangat dicurigai adanya proses keganasan.
ETIOLOGI.
Fase orofaringeal: penyakit serebrovaskuler, miastenia gravis, kelainan muskular, tumor, divertikulum Zenker, gangguan motilitas / sfingter esofagus atas. Fase esofageal: inflamasi, striktur esofagus, tumor, ring / web, penekanan dari luar esofagus, akalasia, spasme esofagus difus, skleroderma.
PENDEKATAN DIAGNOSTIK. esofagogastroskopi barium meal manometri esofagus
MUAL DAN MUNTAHPada umumnya keluhan ini merupakan bagian dari sindroma dispepsia.
ETIOLOGI. Obat obatan (OAINS, digoksin, eritromisin). Gangguan SSP (tumor,pendarahan intra-
kranial, infeksi, motion sickness, gangguan psikiatrik, gangguan labirin). Gangguan GIT dan peritoneal (gastric aoutlet obstruction, obstruksi usus halus, gastroparesis, pankreatitis, kolesistitis, hepatitis akut). Gangguan metabolik endokrin (uremia, ketoasidosis, diabetik, penyakit tiroid).
PENDEKATAN DIAGNOSTIK. Setiap kasus muntah harus dinilai keadaan sistemik yang menyertai (uremia,
kehamilan, status nutrisi, diabetes melitus) serta adanya gangguan aspek neurologi. Muntah yang disertai nyeri perut yang hebat harus diwaspadai adanya rangsang peritoneum, obstruksi intestinal akut atau penyakit pankreatobilier. Korelasi dengan waktu makan juga dapat menuntun ke arah penyebab (psikogenik, gastroparesis, tukak peptik yang menimbulkan obstruksi, akalasia). Lab biasanya merupakan dampak muntah atau menggambarkan penyakit sistemik dasarnya. Aspirasi melalui selang nasogastrik yang memperlihatkan banyak residu lambung, memungkinkan adanya obstruksi (organik / fungsional). Esofagogastroskopi. Barium meal. Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab dasarnya
NYERI PERUTDapat merupakan variasi kondisi dari yang bersifat sangat ringan sampai fatal. Dapat
merupakan nyeri viseral abdomen akibat rangsang mekanik (regangan, spasme) atau kimiawi (inflamasi, iskemia). Nyeri viseral bersifat tumpul, rasa terbakar dan samar lokasinya. Sedangkan nyeri peritooneum parietal lebih bersifat tajam dan lokasinya lebih jelas. Reffered pain adalah ketika serat nyeri viseral dan serat somatik berada pada satu tingkat di susunan saraf spinal.
Etiologi.Inflamasi peritoneum parietal (perforasi, peritonitis, apendisitis, divertikulitis,
pankreatitis, kolesistitis). Kelainan mukosa viseral (tukak peptik, IBD, kolitis infeksi, esofagitis). Obstruksi viseral (ileus obstruksi, kolik bilier atau renal karena batu). Regangan kapsula organ (hepatitis, kista ovarium, pielonefritis). Gangguan vaskular (iskemia atau infark intestinal). Gangguan motilitas (IBS, dispepsia fungsional). Ekstra abdominal (herpes, trauma muskuloskeletal, infark miokard dan paru). Pendekatan Diagnostik.
berdasarkan lokasi nyeriLokasi nyeri Dugaan sumber nyeriEpigastrium Gaster, pankreas, duodenum
Periumbilikalis Usus halus, duodenumKuadran kanan atas Hati, duodenum, kandung empeduKuadran kiri atas Pankreas, limpa, gaster, kolon, ginjal
kualitas nyeriPada dasarnya harus dibedakan rasa nyeri kolik (obstruksi intestinal, bilier), rasa nyeri tumpul (batu ginjal), rasa seperti diremas (kolesistitis), rasa panas (esofagitis), nyeri tumpul dan menetap (apendisitis).
intensitas nyeriPada yang akut dari yang paling berat adalah perforasi ulkus, pankreatitis akut, ginjal,ileus obstruksi, kolesistitis, apendisitis, tukak peptik, gastroenteritis dan esofagitis.
faktor yang mencetuskan dan meringankan nyeriJika nyeri perut dapat diringankan dengan antasid dapat diperkirakan penderita tukak peptik (terutama tukak duodenum). Nyeri pada penyakit pankreas sering terjadi setelah makan dan juga pada iskemia intestinal. Pada penyakit kolon, rasa nyeri berkurang setelah buang air besar.
harus juga ditelusuri gejala sistemik lain yang menyertai pemeriksaan penunjang berupa laboratorium, radiologi dan endoskopi sesuai indikasi
penyakit yang diduga mendasarinya
DISPEPSIA FUNGSIONAL
DEFINISIDalam konsensus Roma III (tahun 2006) yang khusus membicarakan tentang kelainan
gastrointestinal fungsional, dispepsia fungsional didefinisikan:1. adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, nyeri ulu
hati, epigastrik, rasa terbakar di epigastrium2. tidak ada bukti kelainan struktural (ermasuk di dalamnya pemeriksaan endoskopi
saluran cerna bagian atas) yang dapat menerangkan penyebab keluhan3. keluhan terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum diagnosis
ditegakkanSeperti dalam algoritme penanganan dispepsia, bahwa bila ada alarm symptoms seperti penurunan berat badan, anemia, melena, muntah yang prominen, merupakan petunjuk awal akan kemungkinan adanya penyebab organik yang membutuhkan pemeriksaan penunjang diagnostik secara lebih intensif seperti endoskopi dan sebagainya. Pengobatan dispepsia dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. dispepsia tipe ulkus, dimana yang lebih dominan adalah nyeri epigastrik2. dispepsia tipe seperti dismotilitas, dimana yang lebih dominan adalah keluhan
kembung, mual, muntah, rasa penuh, cepat kenyang3. dispepsia tipe non spesifik, dimana tidak ada keluhan yang dominan
PATOFISIOLOGIProses patofisiologi yang paling banyak dibicarakan dan potensial untuk dispepsia
fungsional adalah hipotesis asam lambung dan inflamasi, hipotesis gangguan motorik, hipotesis hipersensitivitas viseral, serta hipotesis tentang adanya gangguan psikologik atau psikiatrik.
Sekresi asam lambung. Umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal maupun
dengan stimulasi pentagastrin, yang rata rata normal. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.
Dismotilitas Gastrointestinal. Pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung, adanya
hipomotilitas antrum, gangguan akomodasi lambung waktu makan dan hipersensitivitas viseral. Pemeriksaan manometriantro-duodenal memperlihatkan adanya abnormalitas dalam bentuk post antral hipomotilitas post prandial dan disfungsi motorik usus halus. Pada kasus dispepsia fungsional yang mengalami perlambatan pengosongan lambung berkorelasi dengan keluhan mual, muntah dan rasa penuh di ulu hati. Sedangkan kasus dengan hipersensitivitas terhadap distensi lambung biasanya pasien mengeluh nyeri, sendawa dan adanyapenurunan berat badan. Rasa cepat kenyang ditemukan pada kasus yang mengalami gangguan akomodasi lambung waktu makan. Pada keadaan normal, waktu makanan masuk lambung terjadi relaksasi fundus dankorpus gaster tanpa meningkatkan tekanan dalam lambung.
GAMBARAN KLINISDikelompokkan berdasarkan keluhan yang dominan:
1. bila nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri pada malam hari dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe ulkus
2. bila kembung, mual, cepat kenyang merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan, dikategotikan sebagai dispepsia fungsional tipe dismotilitas
3. bila tidak ada keluhan yang bersifat dominan, dikategorikan sebagai dispepsia non-spesifik
PENUNJANG DIAGNOSTIKPada dasarnya dilakukan untuk mengeksklusi gangguan organik atau biokimia.
Pemeriksaan lab (gula darah, fungsi tiroid, fungsi pankreas dsb), radiologoo (barium meal, USG) dan endoskopi merupakan langkah paling penting untuk mengeksklusi penyebab oranik atau biokimia.
TERAPI
Diet. Prinsip dasar adalah menghindari makanan pencetus seperti pedas, asam, tinggi lemak
dan kopi. Bila keluhan cepat kenyang, dapat dianjurkan untuk makan porsi kecil tapi sering dan rendah lemak.Antasid.
Merupakan obat yang paling umum dikonsumsi oleh penderita dispepsia tapi dalam studi analisis, obat ini tidak lebih umum dari plasebo. Penyekat H2 Reseptor.
Obat ini juga umum diberikan pada penderita dispepsia. Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri ulu hati.Penghambat Pompa Proton.
Respon terbaik terlihat pada kelompok dispepsia fungsional tipe ulkus.Sitoproteksi.
Misalnya misoprostol dan sukralfat.
Prokinetik.Misalnya metoklopramid, domperidon dan cisapride. Dalam studi analisis didapatkan
bahwa domperidon dan cisapride lebih efektif dari plasebo untuk mengurangi nyeri epiastrik, cepat kenyang, distensi abdomen dan mual. Metoklopramid cukup baik untuk dispepsia fungsional tetapi memiliki efek ekstrtapiramidalnya. Cisapride beraksi pada pengosongan lambung dan disritmia lambung dan penggunaannya diawasi karena efek sampingnya terhadap jantung yaitu perpanjangan Q-T.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas Berdasarkan Gejala. Jakarta : Balai Husada. 2001.
Mubin, Halim. Buku Panduan Praktis : Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007.
Sudoyo, W. Aru. et. al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.Jakarta: Internal Publishing. 2009.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Jakarta: Internal Publishing. 2009.
Haznam.M.W,Endokrinologi Edisi IV.Bandung: Angkasa Offset. 2005
PERKENI. Konsensus pengelolaan Dislipidemia pada Diabetes Melitus di Indonesia. 2006
Guyton AC, Hall JE.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. E d 9.Egc. Jakarta. 1997