Lapkas - Pterigium
-
Upload
apriyanto-ompu-mahmud -
Category
Documents
-
view
92 -
download
12
Embed Size (px)
description
Transcript of Lapkas - Pterigium

BAB I
PENDAHULUAN
Pterigium adalah kelainan pada konjungtiva bulbi, pertumbuhan fibrovaskular
konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terdapat pada
celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.
Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea.
Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna
merah. Pterigium sering mengenai kedua mata.1,2,3,4,5,6
ANATOMI
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola
mata terutama kornea.1,7
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari
tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
1

Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan konjungtiva forniks berhubungan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya, sehingga bola mata mudah bergerak.
ETIOPATOFISIOLOGI
Etiologi belum diketahui pasti. Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara
jelas. Namun, pterigium banyak terjadi pada mereka yang banyak menghabiskan waktu di
luar rumah dan banyak terkena panas terik matahari. Faktor resiko terjadinya pterigium
adalah tinggal di daerah yang banyak terkena sinar matahari, daerah yang berdebu, berpasir
atau anginnya besar.
Pterigium Sering ditemukan pada petani, nelayan dan orang – orang yang tinggal di
dekat daerah khatulistiwa. Jarang menyerang anak-anak. Paparan sinar matahari dalam waktu
lama, terutama sinar UV, serta iritasi mata kronis oleh debu dan kekeringan diduga kuat
sebagai penyebab utama pterigium.
Teori yang dikemukakan :4,5,6,7,9
1. Paparan sinar matahari (UV)
Paparan sinar matahari merupakan faktor yang penting dalam perkembangan terjadinya
pterigium. Hal ini menjelaskan mengapa insidennya sangat tinggi pada populasi yang
berada pada daerah dekat equator dan pada orang –orang yang menghabiskan banyak
waktu di lapangan.
2. Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin, debu)
Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah alergen, bahan
kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu, polutan).
UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem sel limbal.
Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta over produksi dan memicu terjadinya
2

peningkatan kolagenasi, migrasi seluler, dan angiogenesis. Selanjutnya perubahan
patologis yang terjadi adalah degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan
fibrovaskuler subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi membran Bowman akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler.
Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata
iritatif, gatal, merah, sensasi benda asing dan mungkin menimbulkan astigmat atau obstruksi
aksis visual yang akan memberikan keluhan gangguan penglihatan.1,5,7,10
Berdasarkan luas perkembangannya diklasifikasikan menjadi:
Berdasarkan progresifitas tumbuhnya :
Stasioner : relatif tidak berkembang lagi (tipis, pucat, atrofi)
Progresif : berkembang lebih besar dalam waktu singkat
Gradasi klinis menurut Youngson
Derajat 1 : Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea.
Derajat 2 : Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea.
Derajat 3 : Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran pupil
mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm).
Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.
GEJALA KLINIS
Mata sering berair dan tampak merah
Merasa seperti ada benda asing
Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium tersebut,
biasanya astigmatisme with the ruleataupun astigmatisme irreguler sehingga
mengganggu penglihatan
3

Pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis visual
sehingga tajam penglihatan menurun
PENATALAKSANAAN
Karena munculnya pterigium akibat paparan lingkungan, penatalaksanaan kasus
dengan tanpa gejala atau iritatif yang sedang dengan kacamata anti UV dan pemberian air
mata buatan/topical lubricating drops. Pasien disarankan untuk menghindari daerah yang
berasap atau berdebu. Pterigium dengan inflamasi atau iritasi diobati dengan kombinasi
dekongestan/antihistamin (seperti Naphcon-A) dan/atau kortikosteroid topikal potensi sedang
(seperti FML, Vexol) 4 kali sehari pada mata yang terkena.7,10
Indikasi operasi eksisi pterigium yaitu karena masalah kosmetik dan atau adanya
gangguan penglihatan, pertumbuhan pterigium yang signifikan (> 3-4 mm), pergerakan bola
mata yang terganggu/terbatas, dan bersifat progresif dari pusat kornea/aksis visual.6,7,10
Operasi mikro eksisi pterigium bertujuan mencapai keadaan yang anatomis, secara
topografi membuat permukaan okuler rata. Teknik operasi yang umum dilakukan adalah
menghilangkan pterigium menggunakan pisau tipis dengan diseksi yang rata menuju limbus.
Meskipun teknik ini lebih disukai dilakukan diseksi ke bawah bare sclera pada limbus, akan
tetapi tidak perlu diseksi eksesif jaringan Tenon, karena kadang menimbulkan perdarahan
akibat trauma terhadap jaringan otot. Setelah eksisi, biasanya dilakukan kauter untuk
hemostasis sclera. Beberapa teknik operasi antara lain :
Bare Sclera : tidak ada jahitan atau menggunakan benang absorbable untuk
melekatkan konjungtiva pada sklera superfisial di depan insersi tendon rektus,
meninggalkan area sklera yang terbuka. (teknik ini menghasilkan tingkat rekurensi
40% - 50%).
4

Simple Closure : tepi bebas dari konjungtiva dilindungi (efektif jika defek
konjungtiva sangat kecil)
Sliding flap : insisi L-shaped dilakukan pada luka sehingga flap konjungtiva langsung
menutup luka tersebut.
Rotational flap : insisi U-shaped dibuat membuat ujung konjungtiva berotasi pada
luka.
Conjunctival graft: graft bebas, biasanya dari konjungtiva bulbar superior dieksisi
sesuai ukuran luka dan dipindahkan kemudian dijahit.
Amnion membran transplantasi : mengurangi frekuensi rekuren pterigium,
mengurangi fibrosis atau scar pada permukaan bola mata dan pada penelitian,
mengungkapkan penekanan TGF–β pada konjungtiva dan fibroblast pterigium.
Lamellar keratoplasty, excimer phototerapeutic keratectomy dan menggunakan
gabungan angiostatic steroid.
DIAGNOSIS BANDING
Pinguekula
Merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva
Pseudopterigium
Merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering terjadi pada
proses penyembuhan tukak kornea
PROGNOSIS
Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Prosedur yang baik
dapat ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari post operasi pasien akan merasa
tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa memulai aktivitasnya.
Bagaimanapun juga, pada beberapa kasus terdapat rekurensi dan risiko ini biasanya karena
pasien yang terus terpapar radiasi sinar matahari, juga beratnya atau derajat pterigium. Pasien
dengan pterygia yang kambuh lagi dapat mengulangi pembedahan eksisi dan grafting.7,10
KOMPLIKASI
Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut:
Gangguan penglihatan
Kemerahan
Iritasi
5

Gangguan pergerakan bola mata
BAB II
STATUS PENDERITA
IDENTITAS PENDERITA
6

Nama : Ny. E. B.
Umur : 71 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/ Bangsa : Minahasa/ Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Tanggal pemeriksaan : 6 Mei 2011
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Rasa terganjal pada kedua mata
Rasa terganjal pada kedua mata dialami penderita sejak ± 3 bulan yang lalu. Awalnya
penderita hanya merasakan rasa terjanggal pada mata kiri kemudian terasa pada kedua mata.
Penderita juga mengeluh rasa gatal pada kedua mata, disertai mata berair dan rasa perih.
Rasa perih terutama dirasakan bila mata penderita terkena cahaya matahari, debu dan angin.
Riwayat trauma pada mata disangkal penderita.
Riwayat sosial, penderita sehari – hari mengendarai motor (naik ojek) tanpa
kacamata.
Riwayat alergi obat disangkal penderita.
Riwayat penyakit dahulu, hipertensi dan DM disangkal penderita. Penderita baru
pertama kali mengalami sakit seperti ini.
PEMERIKSAAN FISIK UMUM
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 78 x/ menit
Suhu badan : 36,7 oC
Jantung dan paru : dbn
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) N
STATUS PSIKIATRI
Sikap : Kooperatif
Ekspresi wajah : Wajar
Respons : Baik
7

STATUS NEUROLOGIS
Motoris : Normal
Sensoris : Normal
Refleks : Refleks fisiologis +/+, refleks patologis –/ –
PEMERIKSAAN KHUSUS/ STATUS OFTALMOLOGIS
PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
Form sense :
Sentral – Distance vision (Snellen Card) : ODS 6/6
Perifer – Tes konfrontasi : tde
Colour sense – tes Ischihara : N/ N
Light sense – pen light : N/ N
Light projection – pen light : N/ N
PEMERIKSAAN OBJEKTIF
Pemeriksaan Bagian Luar
Inspeksi umum :
Edema : –/ –
Hiperemi : –/ –
Sekret : –/ –
Lakrimasi : –/ –
Fotofobia : –/ –
Blefarospasme : –/ –
Posisi bola mata : ortofonia/ ortofonia
Benjolan/ tonjolan : –/ –
Inspeksi khusus :
Supersilia : N/ N
Posisi palpebra : N/ N
Warna palpebra : N/ N
Bentuk palpebra : N/ N
Edema palpebra : –/ –
Pergerakan palpebra : N/ N
8

Ulkus palpebra : –/ –
Tumor palpebra : –/ –
Posisi margo palpebra : N/ N
Ulkus margo palpebra : –/ –
Krusta margo palpebra : –/ –
Silia margo palpebra : N/ N
Skuama margo palpebra : –/ –
Warna konjungtiva palpebra : N/ N
Sekret konjungtiva palpebra : –/ –
Edema konjungtiva palpebra : –/ –
Warna konjungtiva bulbi : Transparan/ transparan
Benjolan konjungtiva bulbi : OSD terdapat jaringan fibrovaskuler berbentuk
segitiga dengan dasar di konjungtiva bulbi dan
puncak telah melewati setengah jarak limbus dan
pupil. Tapi tidak melewati pupil.
P. Darah konjungtiva bulbi : pelebaran –/ –
Injeksi konjungtiva bulbi : –/ –
Forniks konjungtiva : N/ N
Posisi konjungtiva : N/ N
Gerakan konjungtiva : N/ N
Bulbus Okuli :
Warna sklera : hiperemis/ hiperemis
Perdarahan sklera : –/ –
Benjolan sklera : –/ –
Kekeruhan kornea : –/ –
Ulkus kornea : –/ –
Sikatriks kornea : –/ –
Planus kornea : –/ –
9

Arkus senilis kornea : –/ –
Permukaan kornea : Licin/ licin
Reflex kornea : (+) normal/ (+) normal
COA : Cukup dalam/ cukup dalam
Perlekatan iris : –/ –
Warna iris : Coklat kehitaman/ coklat kehitaman
Bentuk pupil : OSD bulat, isokor dengan diameter ± 3 mm
Refleks pupil : RC +/ +
Kekeruhan lensa : –/ –
Palpasi :
Nyeri tekan : –/ –
Tumor : –/ –
TIO digital : N/ N
Pemeriksaan Kamar Gelap
JENIS PEMERIKSAAN OD OS
Obliqus
Ilumination
Kornea Jernih Jernih
COA Cukup dalam Cukup dalam
Iris N N
Lensa (kekeruhan) Jernih Jernih
Direct
Opthalmoscope
Kornea Jernih Jernih
COA Cukup dalam Cukup dalam
Lensa Jernih Jernih
Badan kaca Jernih Jernih
Refleks fundus (+) uniform (+) uniform
P. darah Dbn Dbn
Makula lutea Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)
Silt Lamp Kornea Jernih Jernih
COA Cukup dalam Cukup dalam
Iris N N
Lensa Jernih Jernih
Konjungtiva bulbi N N
10

Tensi Okuli Schiotz : ODS normal/ palpasi
Pupil Distance (PD) : 67/65
RESUME
Seorang wanita, 71 tahun, datang ke poli mata RSUP Prof. Dr. R. D. Kandow, dengan
keluhan utama rasa terganjal pada kedua mata yang dialamsi sejak ± 3 bulan lalu. Gatal (+),
lakrimasi (+), perih (+).
Riwayat sosial, penderita sering beraktivitas di luar rumah dan selalu mengendarai
sepeda motor (naik ojek) tanpa menggunakan kacamana.
St. Oftalmologi, segmen anterior orbita sinistra; pada konjungtiva ditemukan jaringan
fibrovaskuler berbentuk segitiga dengan dasar di konjungtiva bulbi dan puncak telah
melewati setengah jarak limbus dan pupil, tetapi tidak melewati pupil.
DIAGNOSIS
Pterigium grade III ODS
TERAPI
Rencana ekstirpasi pterigium
Confresh ed 3 x 1 gtt ODS
PROGNOSIS
Prognosis ad vitam : bonam
Prognosis ad fungsiovarum : bonam
Prognosis ad canatiovarum : bonam
ANJURAN PEMERIKSAAN
Menggunakan kacamata saat beraktivitas di luar rumah dan mengendarai sepeda
motor
Pakai obat teratur
11

BAB III
DISKUSI
Diagnosis pada kasus ini ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologi. Dimana dari anamnesis didapatkan adanya rasa terganjal pada kedua mata,
disertai mata berair dan rasa gatal. Hal ini sesuai kepustakaan yang menyebutkan bahwa
keluhan subjektif pada penderita pterigium bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai timbul
gejala berupa adanya sesuatu yang mengganjal, mata merah, perih, gatal, panas, sering keluar
air mata dan penurunan ketajaman penglihatan. Mata merah, gatal, sering keluar air mata dan
12

perih dapat terjadi akibat iritasi pada pterigium. Penglihatan kabur terjadi pada pterigium
stadium IV dimana sudah melewati pupil sampai menganggu penglihatan.1,5
Penyebab pterigium yang pasti sampai saat ini belum jelas, tetapi diduga disebabkan
oleh iritasi faktor eksternal, yaitu sinar ultraviolet (UV–A dan UV–B) atau inframerah,
disamping debu, angin dan udara panas. Beberapa teori mengemukakan pendapat yang dapat
dikategorikan, yaitu :
1. Paparan sinar matahari (UV)
2. Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin dan debu)
Faktor ini pula ditemukan pada anamnesis pasien ini. Penderita mengemukakan
sering beraktivitas di luar rumah, menjelaskan adanya paparan sinar matahari. Kemudian
riwayat mengendarai sepeda motor (naik ojek) tanpa mengenakan kacamata, menambah
riwayat paparan angin kencang, debu ataupun polutan.
Pada awalnya pterigium tampak sebagai suatu jaringan dengan banyak pembuluh
darah sehingga warnanya merah, kemudian menjadi suatu membran tipis dan berwarna putih.
Bagian sentral yang melekat pada kornea dapat tumbuh memasuki kornea dan menggantikan
epitel, juga membrana Bowman dengan jaringan elastis dan hialin. Pertumbuhan ini berlanjut
dan mendekati pupil, yang dapat mempermarah gangguan penglihatan pada seorang
penderita pterigium.
Pada pemeriksaan oftalmologi, secara subjektif ditemukan penglihatan kedua mata
penderita masih sama dengan orang normal. Penderita juga tidak ditemukan mengalami buta
warna total maupun parsial. Sedangkan pada pemeriksaan objektif, ditemukan adanya
benjolan pada konjungtiva bulbi kedua mata. Benjolan berupa jaringan fibrovaskuler
berbentuk segitiga dengan dasar pada konjungtiva bulbi dan puncak telah melewati setengah
jarak limbus dan pupil, tapi tidak melewati pupil. Temuan ini sesuai kepustakaan mengarah
pada pterigium derajat III.
Menyatukan semua data, penderita di diagnosis dengan pterigium grade III occulus
dekstra ed sinistra, karena terdapat pada kedua mata dengan puncak sudah melewati setengah
jarak limbus dan pupil, namun belum melewati pupil.
Prinsip penanganan pterigium dapat hanya dengan observasi dan pemberian obat –
obatan jika pterigium masih derajat I atau II. Lebih lanjut, tindakan pembedahan berupa
mikro eksisi dilakukan bertujuan untuk mencapai keadaan anatomis, secara topografi
membuat permukaan okuler rata. Teknik operasi yang dilakukan adalah menghilangkan
pterigium menggunakan pisau tipis dengan diseksi rata menuju limbus.
13

Berbagai teknik operasi untuk pterigium telah dikembangkan. Seperti bare sclera,
simple closure, sliding flap, rotational flap, conjunctival graft dan amnion membran
transplantasi.
Salah satu cara yang paling banyak direkomendasikan adalah dengan teknik
intraoperatif dengan mengunakan Mitomycin C. Mitomycin C adalah antimetabolit yang
ternyata dapat mengatasi pterigium yang kambuh pada pembedahan.
Pada pasien ini, dianjurkan pembedahan berdasarkan pertimbangan, adanya rasa tidak
nyaman yang terus menerus mengganggu pada pasien, kosmetik dan resiko gangguan
penglihatan bila terus dibiarkan.
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi, diantaranya distorsi dan
penglihatan sentral yang berkurang, mata merah, scar (parut) kronis pada konjungtiva dan
kornea.
Pada pasien yang belum eksisi dapat terjadi scar pada otot rektus medial yang dapat
menyebabkan diplopia, setelah eksisi dapat terjadi scar dan disinsersi otot rektus medial yang
juga dapat menyebabkan diplopia. Komplikasi yang paling sering adalah menurunnya tajam
penglihatan dan juga dapat terjadi rekurensi.
Prognosis pada penderita ini adalah dubia ad bonam. Tertunjang dari kepustakaan
yang menyatakan bahwa pada umumnya pterigium bertumbuh secara perlahan dan jarang
sekali menyebabkan kerusakan yang bermakna, terkecuali bila penderita telah berada pada
stadium IV, dimana tindakan pembedahan sekalipun tetap tidak bisa mengembalikan
penglihatan penderita kembali akibat besarnya kemungkinan pembentukan scar yang
mengganggu penglihatan. Karena itu prognosis pasien ini adalah baik.
Pada penderita ini dianjurkan untuk selalu memakai kacamata pelindung atau topi
pelindung bila keluar rumah. Terutama jika sedang bekerja dianjurkan menggunakan proteksi
terhadap matanya.
Diharapkan agar penderita sedapat mungkin menghindari faktor pencetus timbulnya
pterigium seperti sinar matahari, polutan, zat asam, angin kencang dan debu serta rajin
merawat dan menjaga kebersihan kedua mata. Hal ini sesuai kepustakaan bahwa untuk
mencegah pterigium terutama bagi mereka yang sering beraktivitas di luar rumah dapat
menggunakan kacamata atau topi pelindung untuk menghindari kontak dengan sinar
matahari, debu, udara panas dan angin.
14

BAB IV
PENUTUP
Demikianlah telah dibahas suatu laporan kasus dengan judul : Pterigium stadium III
occulus dextra ed sinistra, pada penderita wanita 71 tahun yang datang ke poliklinik mata
BLU RSUP Prof.Dr. R. D. Kandou Manado.
15

DAFTAR PUSTAKA
1. Demartini DR, DW Vastine. Pterygium. In : Abbott RL, editor. Surgical interventions
Corneal and External diseases . Pterigium:. Pada Abbott RL, editor penyakit Bedah.
Intervensi Kornea dan Eksternal. Grune and Straton: Orlando, USA; 1987. Grune dan
Straton: Orlando, USA; 1987.
2. Fong KS, Balakrishnan V, Chee SP, Tan DT. KS Fong, V Balakrishnan, SP Chee,
DT Tan. Refractive change following pterygium surgery. CLAO J 1998;24:115-7.
Bias perubahan setelah operasi pterigium;. CLAO J 1998.
16

3. Maheshwari S. Effect of pterygium excision on pterygium-induced astigmatism.
Indian J Ophthalmol 2003;51:187-8. Maheshwari S. Pengaruh eksisi pterygium pada
pterygium-Silindris diinduksi;. India J Ophthalmol 2003.
4. Hansen A, Norn M. Astigmatism and surface phenomena in pterygium. Acta
Ophthalmol (Copenh) 1980;58:174-81. Hansen A, Norn M. astigmatisma dan
fenomena permukaan di pterigium.. Acta Ophthalmol (Copenh) 1980.
5. Lin A, Stern G. Correlation between pterygium size and induced corneal astigmatism.
Cornea 1998;17:28-30. Lin A, Stern G. Korelasi antara ukuran pterygium dan
astigmatisme kornea diinduksi; Kornea.998.
6. Stern G, Lin A. Effect of pterygium excision on induced corneal topographic
abnormalities. Cornea 1998;17:23-7. Stern G, Lin A. Pengaruh eksisi pterygium pada
kelainan yang disebabkan topografi kornea;. Cornea 1998.
7. Tomidokoro A, Miyata K, Sakaguchi Y, Samejima T, Tokunaga T, Oshika T. Effects
of pterygium on corneal spherical power and astigmatism . Tomidokoro A, Miyata K,
Sakaguchi Y, T Samejima, Tokunaga T, Oshika T. Pengaruh pterygium daya bola
kornea dan astigmatisme. Ophthalmology 2000;107:1568-71. Ophthalmology 2000.
8. Cinal A, Yasar T, Demirok A, Topuz H. The effect of pterygium surgery on corneal
topography. Ophthalmic Surg Lasers 2001;32:35-40. Cinal A, T Yasar, Demirok A,
Topuz H. Pengaruh operasi pterygium pada topografi kornea;. Kedokteran Laser
2001 Surg 40.
9. Yagmar M, Altan A, Ozcan MD, Sari S, Ersoz RT. Yagmar M, Altan A, Ozcan MD,
S Sari, RT Ersoz. Visual acuity and corneal topographic changes related with
pterygium surgery. J Refract Surg 2005;21:166-70. Visual ketajaman dan perubahan
topografi kornea terkait dengan operasi pterigium;. Membiaskan J Surg 2005.
10. Oldenburg JB, Garbus J, McDonnell JM, McDonnell PJ. JB Oldenburg, Garbus J, JM
McDonnell, McDonnell PJ. Conjunctival pterygia. Konjungtiva pterygia. Mechanism
of corneal topographic changes. Cornea 1990;9:200-4. Mekanisme perubahan
topografi kornea;. Cornea 1990 9:200-4
17

18