Kliping Pemberdayaan Berbasis Pertanian.docx

download Kliping Pemberdayaan Berbasis Pertanian.docx

of 38

Transcript of Kliping Pemberdayaan Berbasis Pertanian.docx

Kliping Pemberdayaan Berbasis Pertanianhttp://www.kendarinews.com/news/index.php?option=com_content&task=view&id=19960&Itemid=35PEMBERDAYAAN PETANI DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI KERAKYATAN BERBASIS PERTANIAN

Posted by La Taya | Wednesday, 03 August 2011

Oleh: Ir. H. Amri Dayan, SE, M.Sc *)

Pemberdayaan secara umum diartikan membuat lebih berdaya dari sebelumnya, baik dalam hal wewenang, tanggung jawab maupun kemampuan individual yang telah dimiliki petani sebelumnya. Memberdayakan petani berarti meningkatkan kemampuannya dibidang pengetahuan, ketrerampilan dan sikap moral dari petani yang dimaksusud. Pemberdayaan petani mendukung pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis pertanian dalam kerangka pembangunan nasional , diperlukan beberapa persyaratan , yaitu:1. Peningkatan kualitas dan pemberdayaan sumberdaya manusia. Keberhasilan usaha pertanian tidak saja ditentukan oleh faktor-faktor produksi, akan tetapi juga sangat ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusianya, terutama petani dan aparat pertanian.2. Penguatan kelembagaan; Adanya organisasi yang kuat merupakan faktor kunci agar kepentingan petani dapat terakomodasi dalam kebijakan pembangunan. Organisasi atau kelembagaan merupakan wahana untuk meningkatkan kemampuan petani, menganalisis masalah, sehingga kegiatan pengembangan pertanian bisa dilaksanakan secara optimal dan rasional.3. Penguasaan tehnologi ; Penguasan teknologi yang tepat guna juga sangat mempengaruhi efisiensi dari hasil produksi pertanian, baik kualitas maupun kuantitas . dalam era globalisasi ini dimana persaingan sangat ketat, maju mundurnya usaha pertanian sangat dipengaruhi.Konsep pemberdayaan petani secara mendasar berarti menempatkan petani beserta institusi-institusinya sebagai kekuatan dasar bagi pengembangan ekonomi, politik, sosial dan budaya. Menghidupkan kembali berbagai pranata ekonomi petani untuk dihimpun dan diperkuat sehingga dapat berperan sebagai lokomotof bagi kemajuan ekonomi merupakan keharusan untuk dilakukan.

Inilah yang menjadi tujuan dan sasaran pembangunan masyarakat pertanian yaitu membantu mereka agar mampu mengembangkan diri atas dasar inovasi-inovasi yang ada, ditetapkan secara partisipatoris, yang pendekatan metodenya berorientasi pada sasaran pembangunan yang jelas dan hal-hal yang bersifat praktis, baik dalam layanan individu maupun kelompok. Dari uraian diatas terlihat bahwa sasaran strategi pemberdayaan masyarakat pertanian bukanlah sekadar peningkatan pendapatan semata, melainkan berbagai upaya membangun basisbasis ekonomi yang bertumpu pada kebutuhan masyarakat dan sumber daya lokal yang handal. Disamping itu pemberdayaan ekonomi masyarakat tani harus pula diarahkan pada upaya-upaya menciptakan proses-proses ekonomi yang lebih demokratis dan berkeadilan serta menjamin bagi terciptanya kemandirian dan berkelanjutan.

Ekonomi kerakyatan adalah suatu tatanan ekonomi yang berorientasikan pada kepentingan rakyat, Istilah ekonomi kerakyatan telah menjadi opini publik dan banyak diungkapkan dalam berbagai versi. Namun secara umum tetap memiliki kandungan makna yang senada yaitu pemihakan kepada rakyat kecil.

Untuk lebih memahami konsep ekonomi kerakyatan dengan ini disajikan dua definisi yang dipandang relevan dapat dijadikan acuan yaitu :1. Ekonomi kerakyatan adalah ekonomi baik produksi, konsumsi maupun distribusi / perdagangan yang dilakukan oleh rakyat yaitu penduduk yang berpendapatan rendah .2. Ekonomi kerakyatan merupakan kebijaksanaan yang didasarkan pada pembangunan nasional yang difokuskan kepada rakyat kecil yaitu anggota koperasi dan pengusaha kecil Dari uraian kedua definisi tersebut dapat diartikan bahwa ekonomi kerakyatan merupakan suatu paham ekonomi yang lebih menghendaki pertumbuhan tanpa meninggalkan pemerataan serta pembagian penguasaan sumberdaya ekonomi lebih meluas dan merata. Disamping itu, ekonomi kerakyatan memiliki muatan pesan moral dan politik untuk dapat dilaksanakan dalam membela kepentingan eknomi rakyat secara proporsional.

Dengan demikian, semakin jelas bahwa ekonomi kerakyatan mempunyai dimensi yang sangat luas dan mencakup jumlah penduduk yang besar, sehingga masalah-masalah yang berhubungan dengan usaha ekonomi lemah dan usaha berskala kecil serta usaha informal tradisional termasuk usaha pertanian rakyat merupakan bagian dari permasalahan ekonomi rakyat.

Dalam proses pembangunan ekonomi kerakyatan, diperlukan peran aktif para pelaku ekonomi seperti anggota koperasi, petani dan nelayan, pengusaha kecil dan menengah. Pelaku ekonomi ini harus diberikan prioritas dan dukungan sehingga mereka mampu berkembang dan memberi kontribusi nyata dalam menahan gelombang dampak krisis ekonomi yang sedang berlangsung. Langkah strategis yang ditempuh adalah memberdayakan mereka dengan memperkuat struktur permodalannya, serta memberikan pelatihan manajemen dan kewirausahaan, menyediakan akses informasi peluang usaha, peluang pasar dan penerapan teknologi.

Dengan pengembangan ekonomi kerakyatan akan terbentuk lapisan besar masyarakat yang akan membangkitkan kesempatan kerja produktif. Meskipun ekonomi kerakyatan tidak secara langsung berhubungan dengan kepentingan pengusaha besar, namun paling tidak ada dua hal dari ekonomi kerakyatan yang berkaitan dengan kepentingan usaha besar yaitu :1. Ekonomi kerakyatan akan menciptakan lingkungan dunia usaha lebih bersahabat, karena nuansa ketidak adilan yang mencolok akan terhapus dari image rakyat, seiring dengan tercukupinya kebutuhan pokok.2. Ekonomi kerakyatan akan menciptakan kelompok masyarakat yang secara massal berdaya beli lebih tinggi, yang akan dapat mendorong pengadaan barang dan jasa oleh pengusaha besar. Dengan berkembangnya ekonomi kerakyatan, pada gilirannya akan mendorong pula berkembangnya perusahaan besar.

Strategi Penguatan Pemberdaayaan Petani

Beberapa pendekatan dan strategi dalam penguatan peran serta masyarakat pertanian, dapat ditempuh dengan berbagai upaya sebagai berikut (a) Pengembangan produk strategis sesuai dengan kondisi lokal. Yang dimaksud dengan produk strategis ( unggulan ) disini tidak hanya produksi yang ada dimasyarakat seperti laku dipasaran, tetapi juga unggul dalam hal bahan baku dan teknis produksinya, serta memiliki keterkaitan sektoral tinggi; (b) Mengganti pendekatan kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan.. Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin didasarkan atas kewialayah administratif. Pendekatan kewilayahan adminsitratif adalah pendekatan birokrasi/kekuasaan. (c) Membangun kembali kelembagaan masyarakat.. Peran serta masyarakat menjadi mustahil bagi semua upaya pemberdayan masyarakat jika tidak dibarengi munculnya kelembagan soaial, ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh masyarakat sendiri. ; (d) Mengembangkan pengusasaan pengetahuan teknis. Perlu dipahami bersama bahwa desakan modernisasi telah menggusur ilmu pengetahuan dan teknologi lokal dan menciptakan ketergantungan pada input luar serta hilangnya kepercayan diri yang sangat serius. ; (e) Pengembangan kesadaran. Karena peristiwa ekonomi juga merupakan peristiwa politik atau lebih dikenal dengan politik ekonomi, maka tindakan yang hanya berorientasi memberikan bantuan teknis jelas tidak memadai. Yang diperlukan adalah tindakan berbasis pada kesadaran masyarakat untuk membebaskan diri dari belenggu kekuatan ekonomi dan politik yang menghambat proses demokratisasi ekonomi. Pembinaan dan pengembangan masyarakat yang berorientasi pada sasaran merupakan pendekatan yang sangat penting sebagai upaya membangun kesadaran masyarakat ; (f) Membangun jaringan ekonomi strategis. Jaringan strategis akan berfungsi untuk mengambangkan kerja sama dalam mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki kelompok ekonomi satu dengan lainnya, baik dalam bidang produksi, pemasaran, teknologi dan permodalan. Disamping itu jaringan strategis juga akan berfungsi sebagai media pembelajaran sasaran pembangunan masyarakat ; (g) Kontrol kebijakan. Agar kebijakan pemerintah benar-benar mendukung upaya pemberdayaan masyarakat, maka kekuasaan pemerintah harus dikontrol. Sebagai contoh adalah keikutsertaan organisasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang kebijakan pertanian. (h) Menerapkan model pembangunan berkelanjutan.

Potensi terbesar pembangunan ekonomi nasional terdapat pada sektor pertanaian termasuk industri skala kecil dan menengah berbasis pertanian, maka basis pengembangan ekonomi kerakyatan perlu difokuskan pada pengembanngan agribisnis dan agroindustri dipedesaan. Upaya pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis pertanian dan ekonomi skala kecil dan menengah ini perlu diarahkan kepada penciptaan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat pertanian ini berkembang. Dalam implementasinya, langkah-langkah operasional yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut: 1. Restrukturisasi pembangunan nasional dengan menempatkan pertanian sebagai sektor andalan dan penggerak pembangunan nasional.2. Restrukturisasi dalam sektor pertanaian sendiri dengan keberpihakan pada petani, peternak dan nelayan.3. Kebijaksanaan makro ekonomi yang menunjang restrukturisasi perekonomian nasional dan pertanian.4. Pendekatan pembangunan pertanian berbasis keunggulan sumberdaya alam dan penataan kelambagaan pertanian dan pedesaan.5. Prioritas pengembangan SDM pertanian dan investasi sektor pertanian dengan sasaran peningkatan potensi, efisiensi dan daya saing.6. Pegembangan pasca panen, peengembangan produk dan agroindustri dipedesaan sehingga mampu meningkatkan nilai tambah, produktivitas dan pendapatan.7. Dukungan instrumen kebijaksanaan dalam pengembangan sistem komoditas secara komprehensif dan integratif dengan sasaran sasaran peningkatan efisiensi, daya saing dan pendapatan petani

Penumbuhan Dinamika Kelompok Masyarakat Tani

Yang dimaksud dengan dinamika kelompok masyarakat adalah gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dalam melaksanakan seluruh kegiatan baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang terdapat didalam kelompok tersebut berupa peningkatan hasil produksi dan pendapatan usahanya.

Untuk menumbuhkan dinamika kelompok terdapat 10 macam langkah yang disebut 10 jurus kemampuan kelompok yang terdiri atas : Kemampuan untuk menyusun rencana kerja kelompok . Kerjasama anggota didalam kelompok serta kerjasama antar kelompok . Penerapan teknologi tepat guna. Kemampuan untuk memecahkan masalah dan mengatasi keadan darurat. Kemampuan untuk menghimpun modal bagi kepentingan kelompok . Kemampuan untuk mengembangkan perlatan dan fasilitas kelompok . Hubungan yang melembaga dengan koperasi , prosesor, eksportir, perbankan dan instansi yang terkait. Kemampuan untuk meningkatkan produktivitas usaha kelompok. Kemampuan untuk mentaati perjanjian intern kelompok atau dengan pihak lain. Kemampuan untuk melaksanakan kaderisasi calon pemimpin kelompok .

Jika berbagai jenis kegiatan pembinaan ini telah dilaksanakan dengan sistematis dan berkesinambungan, maka diharapkan peranan masyarakat atau kelompok masyarakat tani dalam bidang ekonomi maupun sosial akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan waktu.

*)Penulis adalah Kepala Lembaga Pengabdian Masyarakat Univerditas Muhammadiyah Kendari

http://www.bunghatta.ac.id/artikel/296/pemberdayaan-koperasi-berbasis-agribisnis-di-daera.htmlPEMBERDAYAAN KOPERASI BERBASIS AGRIBISNIS DI DAERAH PEDESAANOleh: Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MPEmail: [email protected] AbstrakPembangunan ekonomi kerakyatan di daerah Riau difokuskan kepada pemberdayaan petani terutama di pedesaan. Untuk pembangunan ekonomi pedesaan pemerintah daerah telah mengembangkan sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan berbasis agriPEMBERDAYAAN KOPERASI BERBASIS AGRIBISNIS DI DAERAH PEDESAANThe Enableness of Agribusiness Based Cooperation in Rural Area

Almasdi SyahzaLembaga Penelitian Universitas RiauJl. Prof. Dr. Muchtar Lufti, Pekanbaru. 28293

PendahuluanSecara kuantitatif pelaksanaan pembangunan di daerah Riau telah mencapai hasil yang cukup baik seperti yang terlihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi. Selama periode 2002-2007 pertumbuhan ekonomi Riau sebesar 8,40%, pertumbuhan yang tinggi ini ditopang oleh sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan. Pada tahun 1996 sektor pertanian sebagai tulang punggung ekonomi rakyat pedesaan Riau hanya mengalami pertumbuhan sebesar 2 % sementara sektor industri melaju sebesar 14 persen. Namun pada tahun 2002 sektor pertanian sudah mulai membaik dengan angka pertumbuhan sebesar 6,06 persen, sedangkan sektor industri 12,47 persen. Selama periode 2002-2007 perumbuhan sektor pertanian cukup baik yaitu sebesar 6,79. Tingginya pertumbuhan sektor pertanian karena ditunjang oleh tanaman perkebunan yang berorientasi ekspor seperti kelapa sawit, karet, kelapa dan sebagainya (Syahza A, 2007a).Pemerintah Daerah Riau dalam memacu pertumbuhan ekonomi ke depan, mencanangkan pembangunan melalui program pemberantasan kemiskinan, kebodohan dan pembangunan infrastruktur (lebih dikenal dengan program K2I). Program K2I ini dilakukan untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh daerah dan pengelolaannya untuk pembangunan yang berkelanjutan. Setiap pembangunan yang dilaksanakan di Daerah Riau harus mengacu kepada Program K2I. Karena pembangunan daerah sangat ditentukan oleh potensi yang dimiliki oleh suatu daerah, maka kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah daerah harus mengacu kepada potensi daerah yang berpeluang untuk dikembangkan, khususnya sektor pertanian. Potensi tersebut antara lain: 1) pengembangan tanaman hortikultura; 2) pengembangan tanaman perkebunan; 3) pengembangan usaha perikanan; 4) pengembangan usaha peternakan; 5) pengembangan usaha pertambangan; 6) pengembangan sektor industri; dan 7) potensi keparawisataan. Pengembangan sektor pertanian dalam arti luas harus diarahkan kepada sistem agribisnis dan agroindustri, karena pendekatan ini akan dapat meningkatkan nilai tambah sektor pertanian, yang pada hakekatnya dapat meningkatkan pendapatan bagi pelaku-pelaku agribisnis dan agroindustri di daerah. Oleh karena itu, dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat, keberpihakan pada pembangunan sektor agribisnis secara nasional perlu disertai dengan suatu mekanisme yang menjamin bahwa manfaat pembangunan dapat dinikmati oleh rakyat.Ketertinggalan pada sektor pertanian khususnya di pedesaan disebabkan kebijakan masa lalu yang melupakan sektor pertanian sebagai dasar keunggulan komparatif maupun kompetitif. Sesungguhnya pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat pedesaan itu sendiri, tetapi juga membangun kekuatan ekonomi Indonesia berdasarkan kepada keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki (Basri. Y.Z, 2003).Ke depan pembangunan ekonomi harus memulainya dari ekonomi pedesaan, karena di pedesaan itu sebagian besar penduduk mencari nafkah dari sektor pertanian. Untuk memajukan ekonomi di daerah sebagai percepatan pembangunan ekonomi yang berbasis kerakyatan, maka perlu dikembangkan koperasi sebagai sokoguru perekonomian masyarakat. Berkembangnya koperasi di daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi di daerah dan sekaligus meningkatkan ekonomi di daerah pedesaan. Untuk itu perlu dilakukan suatu kajian yang dapat memberikan masukan untuk kebijakan pengembangan koperasi di daerah Riau.Di daerah pedesaan bentuk usaha masyarakat pada umumnya pengolahan dari hasil pertanian mereka dalam bentuk usaha kecil atau industri rumah tangga. Dari sisi proses produksi mereka sangat terbatas dalam penguasaan teknologi dan kekurangan modal untuk pengembangan skala usahanya. Begitu juga kekuatan tawar menawar dari hasil produknya sangat rendah. Slah satu untuk meningkatkan kekuatan tawar menawar masyarakat pedesaan adalah melalui lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi.Pemberdayaan masyarakat pedesaan juga harus mampu memberikan perlindungan yang jelas terhadap masyarakat. Upaya perlindungan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang akibat berlakunya mekanisme pasar dan eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah. Dalam hal ini, tampaknya sulit diterapkan mekanisme pasar. Masyarakat desa jelas akan kalah bersaing. Mereka tidak punya apa-apa selain tenaga-tenaga yang pada umumnya kurang terlatih. Dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan, sektor pertanian harus menjadi sasaran utama. Sektor ini harus dijadikan pijakan yang kokoh sehingga di pedesaan bisa tercapai swasembada berbagai produk pertanian, terutama pangan, sebelum memasuki era industrialisasi. Lebih spesifik, ketahanan pangan lokal harus tercapai lebih dahulu (Basri. M, 2007).Untuk mengembangkan usaha agribisnis skala kecil perlu dibentuk koperasi. Tanpa koperasi tidak mungkin agribisnis kecil dapat berkembang. Koperasi inilah yang akan berhubungan dengan pengusaha besar. Dari sisi lain Wijaya. S (2002) mengungkapkan, manfaat berkoperasi: 1) membantu meningkatkan standar sosial ekonomi di daerah dengan memanfaatkan potensi dan penyerapan tenaga kerja; 2) bermanfaat langsung, karena sesuai dengan kehidupan masyarakat pedesaan; dan 3) ekonomi pedesan bisa tumbuh karena koperasi berakar kuat di pedesaan.Tulisan ini mencoba mengidentifikasi bagaimana percepatan pembangunan ekonomi masyarakat melalui pengembangan koperasi berbasis agribisnis di daerah pedesaan. Untuk itu tujuan dari penelitian ini adalah menemukan model percepatan pembangunan ekonomi pedesaan melalui pengembangan koperasi berbasis agribisnis. Setelah penelitian ini dilakukan, diharapkan dapat memberikan masukan kepada pelaku-pelaku bisnis dan pembuat kebijakan pada tingkat kabupaten.

Permasalahan Koperasi di PedesaanDari hasil pengamatan di lapangan ditemukan permasalahan pengembangan koperasi, antara lain: 1) lemahnya kualitas sumberdaya manusia khususnya kualitas manajemen; 2) kegiatan koperasi tidak sesuai dengan kebutuhan anggota sehingga koperasi berjalan atas kehendak pengurus semata, ini berakibat kepada rendahnya partisipasi anggota karena anggota tidak merasakan manfaat sebagai anggota koperasi; 3) masih ditemukan koperasi tidak melibatkan anggota dalam aktifitasnya (koperasi dikendalikan oleh pemilik modal); 4) koperasi masih sebatas penghubung antara anggota dengan mitra kerja (khusus untuk kopersi petani perkebunan kelapa sawit); 5) adanya kegiatan koperasi yang memanfaatkan dukungan pemerintah terhadap keberadaan koperasi bagi kepentingan pribadi (sebagai usaha pribadi); dan 6) koperasi di pedesaan lebih banyak bergerak pada bidang usaha simpan pinjam bukan pada usaha produktif;Secara khusus kelemahan koperasi di pedesaan antara lain: 1) pada penentuan kepengurusan dan manajemen koperasi masih dipengaruhi oleh rasa tenggang rasa sesama masyarakat bukan didasarkan pada kualitas kepemimpinan dan kewirausahaan; 2) budaya manajemen masih bersifat feodalistik paternalistik (pengawasan belum berfungsi). Ini disebabkan karena terbatasnya kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki (khususnya untuk level manajemen). Masih lemahnya jiwa kewirausahaan dan rendahnya tingkat pendidikan pengurus; 3) anggota koperasi di pedesaan pada umumnya sangat heterogen, baik dari sisi budaya, pendidikan, maupun lingkungan sosial ekonominya; 4) usaha yang dilakukan tidak fokus, sehingga tingkat profitabilitas koperasi masih rendah. Akibatnya pengembangan aset koperasi sangat lambat dan koperasi sulit untuk berkembang; 5) masih rendahnya kualitas pelayanan koperasi terhadap anggota maupun non anggota. Ini berakibat rendahnya partisipasi anggota terhadap usaha koperasi; 6) masih lemahnya sistem informasi di tingkat koperasi, terutama informasi harga terhadap komoditas pertanian sehingga akses pasar produk pertanian dan produklainnya masih relatif sempit; 7) belum berperannya koperasi sebagai penyalur sarana produksi pertanian di pedesaan dan sebagai penampung hasil produksi pertanian.Usaha untuk meningkatkan pembangunan ekonomi di pedesaan terutama memacu peningkatan pendapatan masyarakat, koperasi merupakan salah satu alternatif untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. Supaya koperasi bisa tumbuh dan berkembang, maka faktor pendukung juga harus dikembangkan. Hasil pengamatan di lapangan ditemukan beberapa faktor pendukung pembangunan ekonomi daerah melalui pengembangan koperasi, antara lain: 1) potensi masyarakat; 2) pengusaha; 3) lembaga perkreditan; 4) instansi terkait; dan 5) koperasi sebagai badan usaha.

Kebijakan Pembangunan Koperasi dan UKMKoperasi dan usaha kecil-menengah merupakan bentuk dan jenis usaha yang digolongkan dalam ekonomi kerakyatan karena sifatnya mandiri dan merupakan usaha bersama. Ketahanan ekonomi daerah tergantung pada pelaku-pelaku ekonomi, termasuk kinerja koperasi dan usaha kecil-menengah. Untuk itu, kekuatan ekonomi akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik apabila kekuatan sinergi kolektif yang dinaungi oleh koperasi berjalan sebagaimana mestinya.Koperasi di Provinsi Riau pada tahun 2006 berjumlah 4008 unit dan pada tahun 2007 meningkat menjadi berjumlah 4.176 unit. Dari jumlah koperasi tersebut yang dapat digolongkan aktif pada tahun 2006 sebanyak 2.779 unit, sementara pada tahun 2007 meningkat menjadi menjadi 2.791 unit koperasi. Kehidupan koperasi/ usaha kecil dan menengah diupayakan untuk terus dikembangan oleh pemerintah pada masa mendatang melalui penguatan permodalan, pembenahan sistem manajemen, dan perluasan akses pasar (Dinas Koperasi dan UKM Propinsi Riau, 2007).Guna memacu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi kerakyatan di masa datang, maka pemerintah Daerah Riau melalui Dinas Koperasi dan UKM memetapkan arah kebijakan pembangunan bidang Koperasi dan UKM, antara lain: Mengembangkan koperasi dan usaha kecil-menengah melalui pembinaan pengembangan koperasi dan UKM secara umum dalam pelaksanaan ekonomi kerakyatan guna peningkatan pendapatan dan kesejahteraan serta kegiatan-kegiatan produktif yang mempunyai nilai tambah; Meningkatkan dan mengembangkan ekonomi produktif dan efisien dalam bentuk koperasi dan UKM melalui perluasan wawasan pengetahuan, organisasi, manajemen usaha, dan pengalaman untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada anggota masyarakat sehingga dapat meningkatkan keyakinan masyarakat dan dunia usaha lainnya untuk menanamkan investasi pada koperasi dan UKM.

Diskusi dan AnalisisKoperasi merupakan wadah untuk mengembangkan demokrasi yang menghimpun potensi pembangunan dan melaksanakan kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan anggota-anggotanya. Koperasi berfungsi sebagai alat perjuangan ekonomi yang mampu mengelola perekonomian rakyat untuk memperkokoh kehidupan ekonomi nasional berdasarkan azas kekeluargaan.Pengembangan usaha kecil yang telah terbukti mempunyai nilai tambah yang cukup tinggi, diharapkan berkaitan sangat erat dengan kegiatan koperasi, agar nilai tambah tersebut dapat dinikmati oleh anggota dan masyarakat lainnya, sebagai anggota koperasi.Koperasi sangat berperan dalam perekonomian di pedesaan. Dalam strategi pengembangannya, koperasi masih harus memantapkan bidang usaha sendiri. Keberhasilannya dapat dirasakan secara nyata oleh para anggotanya. Para anggota dapat mengukur seberapa jauh pengembangan itu telah berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat. Perhatian pemerintah yang besar dalam membantu pemasaran hasil usaha ditunjukkan oleh dukungannya mengaitkan kegiatan koperasi dalam setiap usaha yang mengarah pada pengembangan koperasi. Walaupun hambatan banyak ditemui, namun dalam proses pelaksanaannya harus dilalui dan ditanggulangi untuk mewujudkan kesejahteraan yang dapat dirasakan oleh semua pihak.Dengan berlakunya otonomi daerah, dunia usaha khususnya koperasi di daerah akan menghadapi suatu perubahan besar yang sangat berpengaruh terhadap iklim berusaha atau persaingan di daerah. Oleh sebab itu, setiap pelaku bisnis di daerah dituntut dapat beradaptasi menghadapi perubahan tersebut. Di suatu sisi perubahan itu akan memberikan kebebasan sepenuhnya bagi daerah dalam menentukan sendiri kegiatan-kegiatan yang produktif dan dapat menghasilkan nilai tambah yang tinggi sehingga dapat memberikan sumbangan terhadap masukan pendapatan asli daerah (PAD). Salah satunya adalah industri-industri dengan bahan baku berasal dari sumberdaya alam daerah tersebut. Diharapkan industri-industri di daerah dapat berkembang dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia sehingga mempunyai daya saing tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Bagi pengusaha setempat, pembangunan dan pengembangan industri-industri tersebut merupakan peluang bisnis besar, baik dalam arti membangun perusahaan di industri tersebut atau perusahaan di sektor-sektor lain yang terkait dengan industri tersebut. Kondisi ini sangat memberikan peluang pengembangan koperasi sebagai mitra kerja bagi usaha kecil dan menengah di daerah.Dari sisi lain, jika tidak ada kesiapan yang matang dari pelaku-pelaku bisnis daerah, maka pemberlakuan otonomi daerah akan menimbulkan ancaman besar bagi mereka untuk dapat bertahan menghadapi persaingan dari luar daerah atau bahkan dari luar negeri. Dengan arti, tantangan yang pasti dihadapi setiap pelaku bisnis di daerah pada masa mendatang adalah bagaimana pelaku bisnis di daerah dapat memanfaatkan kesempatan tersebut sebaik-baiknya.Keuntungan dengan diberlakukannya otonomi daerah bagi pelaku-pelaku bisnis di daerah, antara lain: Pertama, bekerja dengan biaya lebih murah dan mudah karena tidak lagi berurusan dengan birokrasi di pusat. Ini merupakan salah satu dampak positif otonomi daerah untuk peningkatan efisiensi usaha di daerah. Begitu juga dapat menekan biaya pengurusan izin; Kedua, tataniaga nasional pasti tidak ada lagi, dengan syarat pemerintah daerah tidak membuat aturan-aturan tataniaga lokal yang menimbulkan sekat-sekat baru. Ini berarti distorsi dalam distribusi yang selama ini dialami pengusaha-pengusaha daerah akan hilang, yang selanjutnya akan meningkatkan price competitiveness dari produk-produk mereka. Ini juga menjadi tantangan bagi setiap pengusaha daerah, bagaimana mereka dapat meningkatkan daya saing mereka dengan hilangnya distorsi tersebut; Ketiga, mengurangi persaingan dengan perusahaan dengan lobi pusat. Ini artinya pengusaha-pengusaha daerah dapat bersaing di pasar secara langsung, bebas (tanpa campur tangan pemerintah pusat), dan fair dengan pengusaha-pengusaha dari luar. Dalam hal ini tantangan bagi pengusaha daerah adalah, bagaimana mereka dapat meningkatkan kinerja usaha mereka. Paling tidak setara dengan kinerja pengusaha dari luar daerah, agar compettion capability antara pengusaha daerah dan pengusaha dari luar daerah sama; Keempat, mencegah adanya proyek yang datang sekaligus dengan kontraktor. Tantangan bagi setiap pengusaha daerah adalah kemampuan mereka untuk menjadi kontraktor bagi proyek-proyek besar, baik dari pemerintah pusat atau pengusaha dari pusat (Jakarta); dan kelima, kebijakan ekonomi yang sesuai dengan kelebihan daerah masing-masing dapat diambil oleh pemerintah daerah dan pengusaha-pengusaha setempat untuk pertumbuhan yang lebih baik. Tantangan bagi setiap pengusaha daerah adalah bagaimana mereka dapat memanfaatkan lingkungan berusaha yang kondusif yang diciptakan oleh kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah daerah.Untuk melakukan kegiatan bisnis dan mengembangkan skala usaha di daerah bagi pelaku bisnis daerah sangat ditentukan juga oleh dua hal, yaitu: kemampuan berproduksi dan kemampuan meningkatkan daya saing produknya secara relatif terhadap produk-produk serupa dari pesaingnya. Prasarat ini berlaku tidak hanya bagi pengusaha yang melayani pasar nasional atau yang melakukan ekspor, tetapi juga bagi mereka yang melalyani pasar lokal. Jadi, tantangan yang pasti akan dihadapi setiap pelaku bisnis di daerah baik dalam perdagangan antar daerah maupun dalam era perdagngan bebas. Strategi yang harus ditempuh adalah bagaimana pelaku bisnis daerah dapat bersaing atau unggul terhadap pesaing-pesaing mereka. Untuk itu pengusaha terutama pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) harus siap untuk menghadang masa depan usahanya dengan berbagai strategi, antara lain: 1) meningkatkan kualitas dan mutu produk daerah menjadi lebih unggul dari pada produk serupa dari luar daerah; 2) menembus pasar baru atau meningkatkan pangsa pasar atau paling tidak mempertahankannya (strategi jangka pendek); 3) menciptakan kegiatan baru yang produkstif dengan daya saing tinggi; dan 4) mengembangkan usaha tanpa merugikan efisiensi usaha (Syahza. A, 2008)

Pengembangan Koperasi Melalui KemitraanKonsep kemitraan merupakan bagian tanggungjawab sosial perusahaan terhadap lingkungannya sesuai dengan konsep manajemen berdasarkan sasaran atau partisipatif. Perusahaan besar harus bertanggungjawab mengembangkan usaha kecil dan masyarakat pelanggannya, karena pada akhirnya konsep kemitraan yang dapat menjamin eksistensi perusahaan besar terutama untuk jangka panjang. Setiap pihak yang bermitra dengan koperasi, tidak hanya dilakukan sebagai belas kasihan oleh yang kuat terhadap yang lemah, tetapi kemitraan seyogyanya terjalin kinerja karena kehendak bisnis yang dibarengi dengan rasa tanggung jawab sosial yang kuat.Dalam suasana persaingan yang semakin kompetitif, keberadaan usaha koperasi dituntut untuk dapat bersaing dengan pelaku usaha lainnya, karena lembaga ini dianggap cukup repsentatif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Langkah kerjasama dalam bentuk kemitraan usaha merupakan suatu strategi untuk dapat mengembangkan usaha koperasi dan secara moril kerjasama ini sangat diperlukan adanya dukungan yang maksimal dari pihak pengusaha besar melalui paket pembinaan. Harus diakui usaha koperasi ini tidak terlepas dari tantangan dan hambatan, baik dari segi permodalan, sumberdaya manusia, manajemen, minimnya penguasaan teknologi informasi, iklim berusaha, dan distribusi jasa/produk yang dihasilkan.Dalam pembangunan koperasi untuk percepatan ekonomi daerah, sangat perlu adanya kemitraan. Kemitraan yang dimaksud adalah dalam bentuk partisipasi dari semua unsur yang terkait untuk pengembangan koperasi. Pembangunan koperasi didasari oleh adanya potensi di daerah yang dapat mendukung berjalannya koperasi, antara lain: masyarakat, pengusaha (kecil dan menengah), industri rumah tangga, dan untuk daerah pedesaan adanya masyarakat petani. Dengan dasar kebutuhan bersama, potensi ini harus dikembangkan melalui koperasi dan menjadi anggota koperasi pada masing-masing jenis usaha atau kegiatannya. Koperasi dengan manajemen yang baik menjalin kerjasama dalam bentuk mitra kerja dengan lembaga keuangan dan perusahaan. Dari ketiga komponen mitra (koperasi, perusahaan, dan lembaga keuangan) perlu dukungan dari pihak pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Pemerintah sifatnya disini hanya sebagai pemberian jasa berupa pembinaan dan penyuluhan.

Strategi Pengembangan KoperasiPengembangan koperasi tidak terlepas dari perkembangan usaha masyarakat terutama bagi masyarakat ekonomi lemah. Sebagian besar koperasi yang ada baik di kota maupun di daerah pedesaan jenis usahanya lebih dominan berupa simpan pinjam dan usaha pertanian (perkebunan). Khusus untuk jenis industri di pedesaan, pada umumnya jenis usaha yang dilakukan bersifat sederhana dalam bentuk industri rumah tangga. Pembangunan ekonomi pedesaan di masa datang tidak terlepas dari pengembangan usaha yang berbasis ekonomi pedesaan, dalam hal ini akan dikembangkan usaha kecil dan menengah (UKM). Karakteristik yang melekat pada UKM (termasuk mikro) bisa merupakan kelebihan atau kekuatan yang potensial, di sisi lain pada kekuatan tersebut implisit terkandung kekurangan atau kelemahan yang justru menjadi penghambat perkembangannya. Kombinasi dari kekuatan dan kelemahan serta intereaksi keduanya dengan situasi ekternal akan menentukan prospek perkembangan UKM.Dengan adanya kriris ekonomi, menyebabkan pemerintah dan para pengambil kebijaksanaan kembali berpikir ulang tentang arah perekonomian yang selama ini ditempuh. Kini timbul kemauan politik yang kuat untuk membenahi inefisiensi dan mis-alokasi sumberdaya (misallocation of resources) yang terjadi di sektor ril yang selama ini dibiarkan saja terjadi karena kuatnya vested interest para pemburu rente yang menguasai birokrasi pemerintahan. Akibat dari mis-alokasi sumberdaya adalah terabaikannya pembangunan koperasi dan industri kecil menengah (UKM) yang berbasis sumberdaya alam serta sumberdaya pertanian (resource based industries). Banyak industri yang dibangun yang membutuhkan bahan baku dan komponen yang harus diimpor atau industri-industri yang tidak banyak terkait dengan perekonomian lokal sehingga industri ini sangat rentan terhadap gejolak mata nilai uang. Industri-industri jenis ini pada umumnya adalah industri yang berpihak kepada golongan ekonomi kuat (Syahza. A, 2007b).Untuk mewujudkan tujuan pengembangan ekonomi kerakyatan, terutama di sektor industri kecil maka perlu dipersiapkan kebijakan strategis untuk memperbesar atau mempercepat pertumbuhan sektor industri kecil, khususnya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui koperasi. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengembangan koperasi yang terencana dengan baik dan terkait dengan pembangunan sektor ekonomi lainnya terutama di pedesaan.

Paradigma Baru Pemasaran Produk UKM melalui KoperasiUntuk mengatasi masalah pemasaran produk UKM yang dialami oleh pengusaha, maka perlu dipikirkan paradigma baru dalam mengatasi masalah tersebut. Salah satu alternatif pemecahannya adalah memberdayakan lembaga ekonomi pedesaan yaitu koperasi.Untuk mengembangkan UKM perlu dibentuk koperasi. Tanpa koperasi tidak mungkin usaha kecil dapat berkembang. Koperasi inilah yang akan berhubungan dengan pengusaha besar (Syahza. A, 2003). Melalui koperasi masalah yang dihadapi oleh pengusaha di daerah dapat teratasi.Koperasi merupakan badan usaha di pedesaan dan pelaksana penuh sistem pemasaran produk yang dihasilkan oleh UKM. Dari sisi lain koperasi juga merupakan pedagang perantara dari produk yang dihasilkan oleh anggotanya (industri kecil dan industri rumah tangga). Koperasi berfungsi sebagai lembaga pemasaran dari produk UKM. Dalam koperasi dilakukan pengendalian mutu (sortiran, pengolahan, pengepakan, pemberian label, dan penyimpanan) sesuai dengan permintaan dan kebutuhan pasar. Koperasi juga berperan sebagai media informasi pasar, apakah menyangkut dengan peluang pasar, perkembangan harga, dan daya beli pasar. Melalui informasi pasar koperasi harus dapat menciptakan peluang pasar produk-produk UKM, sehingga pengusaha kecil tidak ragu untuk melakukan kegiatan usahanya karena ada jaminan dari koperasi bahwa produk mereka akan ditampung. Kegiatan ini akan merangsang partisipasi anggota terhadap koperasi, yang pada hakikatnya terjadi kesinambungan usaha koperasi.Investasi yang dilakukan oleh koperasi berupa transportasi, mesin pengolah produk (apakah itu agroindustri) di pedesaan, mesin dan alat pengolah harus berupa penanaman modal atas nama anggota. Artinya setiap anggota mempunyai saham kepemilikan aset koperasi. Dengan demikian konsep ekonomi kerakyatan di pedesaan dapat berkembang (Syahza. A, 2002).Koperasi juga berperan sebagai penyedia kredit yang diperoleh dari lembaga perkreditan dan pengusaha. Pemberian kredit ini didasarkan kepada bentuk usaha yang mengembangkan komoditi potensial dan punya peluang pasar. Tingkat pengembalian kredit oleh pengusaha dapat dilakukan melalui pemotongan penjualan hasil kepada koperasi.Kegiatan unit usaha ini akan menimbulkan multiplier effect ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Pada hakikatnya industri kecil dan industri rumah tangga sebagai unit usaha di pedesaan dapat menciptakan peluang usaha dalam kegiatan ekonomi sehingga menyebabkan naiknya pendapatan mayarakat yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.Selain yang diungkapkan di atas, koperasi juga berfungsi sebagai: Pertama, mencarikan alternatif pemecahan masalah pengusaha kecil seperti penyediaan kredit, pembentukan modal bersama melalui tabungan, penyediaan sarana produksi, pelaku agroindustri, memasarkan produk dan sebagainya; Kedua, memberikan kemudahan berupa pelatihan dan pembinaan kepada pengusaha dalam usaha-usaha yang dilakukannya; dan ketiga, pengusaha di pedesaan perlu diorganisir untuk memperkuat posisi tawar-menawarnya dalam menghadapi persaingan dan melakukan kemitraan dengan pihak lain.Dalam era globalisasi pada saat ini dan masa-masa mendatang untuk menyongsong liberalisasi perdagangan peranan pemerintah makin kecil, bahkan kebijaksanaan pajak impor dan subsidi akan dihapuskan bila sampai waktunya. Dengan demikian peranserta pihak swasta, yaitu perusahaan-perusahaan besar sangat diperlukan untuk mengisi dan melengkapi berbagai program pemerintah. Pihak pengusaha yang berada pada posisi yang kuat dapat membantu pengusaha kecil pada posisi yang lemah dalam bentuk jaringan kemitraan.Hubungan ini dapat memberikan keuntungan kepada pengusaha kecil, yaitu: Pertama, transfer teknologi dan penyediaan masukan sehingga pengusaha di pedesaan mampu bersaing dengan produk lain yang dihasilkan dengan menggunakan masukan dan teknologi yang lebih unggul; Kedua, dapat memperoleh informasi dan peluang pasar secara cepat; Ketiga, dapat membuka akses terhadap modal dan pasar; dan keempat, adanya jaminan dan kepastian pasar bagi produk industri kecil dan industri rumah tangga.

DAFTAR RUJUKANBasri. Y.Z., 2003, Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, dalam Usahawan Indonesia No 03/TH.XXXII Maret 2003, Lembaga Manajemen FE-UI, Jakarta: halaman 49-55.Basri M, 2007., Desa dan Kemiskinannya,online, diakses 31 Juli 2007.Dinas Koperasi dan UKM Propinsi Riau, 2007, Pengkajian Peningkatan Daya Saing KUKM yang Berbasi Pada Pengembangan Ekonomi Lokal di Propinsi Riau, Dinas Koperasi, Pekanbaru.Syahza. A,, 2003. Paradigma Baru Pemasaran Produk Pertanian Berbasis Agribisnis di Daerah Riau, dalam Jurnal Ekonomi, TH. VIII/01/2003, Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung: halaman 33-42.Syahza. A., 2004. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Melalui Pengembangan Industri Hilir Berbasis Kelapa Sawit di Daerah Riau, dalam Sosiohumaniora, Vol 6 No 3, November 2004, Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung: halaman 217-231.Syahza. A., 2007a. Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan Berbasis Agribisnis di Daerah Riau, DP2M Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.Syahza. A., 2007b. Percepatan Pemberdayaan Ekonmomi Masyarakat Pedesaan dengan Model Agroestate Berbasis Kelapa Sawit, dalam Jurnal Ekonomi, Th.XII/02/Juli/2007, PPD&I Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara, Jakarta: halaman 106-118.Syahza. A., 2008. Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan Melalui Pemberdayaan Koperasi Berbasis Agribisnis Di Daerah Riau, DP2M Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.Wijaya, NHS. (2002). Membangun Koperasi dari Mimpi Buruknya, dalam Usahawan Indonesia XXXI (07): halaman 28-34.

Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta, angkatan 1981Peneliti dan pengajar di Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas RiauArtikel Ekonomi LainKelapa Sawit, Dampaknya Terhadap Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan di Daerah Riau, oleh Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MPMinggu 03 Mei 2009 - 22:00:41

PENGARUH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU, oleh Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MPSelasa 09 September 2008 - 13:11:36

Dampak Ketidakpastian Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Asean, oleh Antoni., SE., MERabu 23 Januari 2008 - 12:10:45

Penguatan Ekonomi Dalam Negeri dalam Menghadapi Resesi Ekonomi Amerika Serikat, oleh Antoni., SE., MERabu 23 Januari 2008 - 12:10:15

Tantangan Ekonomi Indonesia Menghadapi Globalisasi Ekonomi Tahun 2008, oleh Antoni., SE., MERabu 23 Januari 2008 - 12:09:32

Kelapa Sawit dan Kesejahteraan Petani di Pedesaan Daerah Riau, oleh Almasdi SyahzaSabtu 18 Agustus 2007 - 15:12:06

Dampak Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Multiplier Effect Ekonomi Pedesaan di Riau, oleh Prof. Dr. H. Almasdi Syahza, SE., MPSelasa 07 Agustus 2007 - 11:14:55

Pembangunan Agro Estate Kelapa Sawit Dalam Upaya Percepatan Pemberdayaan Ekonomi Pedesaan, oleh Almasdi SyahzaRabu 01 Agustus 2007 - 12:57:05

Pengembangan Kinerja Usaha Kecil Ditinjau Dari Aspek Pelatihan dan Pengalaman Kerja Pengusaha, oleh Antoni.,SE.,MESenin 19 Maret 2007 - 08:22:36

IRIF dan Siapkah Pemda Sumbar Menjaring Investor ?, oleh Dr.Ir.Agustedi,MSSenin 06 November 2006 - 10:23:21

Pola Pengembangan Lokasi dan Daya Saing Kawasan Ekowisata, oleh Antoni.,SE.,MESelasa 03 Oktober 2006 - 10:31:32

Dampak Hutang Luar Negeri dan Variabel Makro Ekonomi Lainnya Terhadap Perekonomian Indonesia, oleh Antoni.,SE.,MESelasa 03 Oktober 2006 - 10:29:57

Saatnya Melepas Dollar, oleh Endri, SE.MARabu 04 Mei 2005 - 07:41:11

Analisis Penentuan Keputusan Investasi: Studi Kasus Saham PT Lippo Bank Tbk (LPBN), oleh Endri, SE.MASabtu 23 April 2005 - 07:46:14

http://www.neraca.co.id/harian/article/22437/Pemberdayaan.Masyarakat.Berbasis.Usaha.PertanianPemberdayaan Masyarakat Berbasis Usaha PertanianSabtu, 08/12/2012Program CSR sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan akan lebih jauh lebih bermakna bila dikemas dalam bentuk program Community Development (pemberdayaan masyarakat), baik itu dalam bidang perekonomian, bidang pendidikan, bidang sosial budaya, maupun bidang sumber daya pertanian.Hal tersebut dikarenakan setiap masyarakat memiliki potensi atau daya yang bisa dikembangkan untuk diberdayakan. Harapannya, dengan cara mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya, perekonomian masyarakat dapat meningkat.Sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan sekitar, PT. Mekar Unggul Sari (MUS) berkomitmen menjadikan "Program Kerjasama Kemitraan Inti Plasma Melalui Pemberdayaan Masyarakat Yang Berbasis Pada Usaha Pertanian Berkelanjutan", sebagai salah satu program CSR.Awalnya, sasaran utama dari kerjasama kemitraan ini adalah Karyawan PT. MUS yang memiliki lahan dalam luasan pekarangan, namun seiring perkembangannya mencakup ruang lingkup yang lebih luas lagi.Bentuk kerjasama kemitraan ini adalah Kemitraan Inti Plasma, dimana PT. MUS sebagai pihakinti dan karyawan sebagai Petani Plasma. Sistem bagi hasil diterapkan berdasarkan persentase yang telah dimusyawarahkan bersama.Dalam implementasinya, PT. MUS memberikan sarana dan prasarana produksi, berupa pupuk an-organik secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali, bibit tanaman buah komersil sejumlah minimal 2 (dua) bibit dan maksimal 10 (sepuluh) bibit tanaman, monitoring berupa pembimbingan dan evaluasi secara berkala terhadap teknik budidaya dan teknik panen serta pascapanen yang dilakukan oleh Petani Plasma.Program kerjasama kemitraan ini merupakan Angkatan II (kedua) yang nantinya akan diserahkan bibit tanaman sejumlah 17 varietas dalam 170 bibit kepada 17 petani mitra binaan, meliputi 14 karyawan dan 3 petani sekitar. Bibit yang diserahkan, diantaranya terdiri dari Jambu bol harman, mangga aneka jenis, belimbing aneka jenis, rambutan aneka jenis, jambu air aneka jenis, jeruk pamelo, alkesa, dan srikaya new varietas.Sebelumnya, program kerjasama kemitraan Angkatan I (pertama) telah dilaksanakan pada hari Selasa, 12 April 2011, sejumlah 31 karyawan, yang terdiri dari 5 kelompok (Gandoang, Mampir, Babakan, Palasari, Kampung Sawah). Pada kemitraan Angkatan I (pertama) telah diserahkan total 93 bibit, yang terdiri dari abiu, jambu bol harman, jambu biji merah getas, jambu biji super red, belimbing sembiring, dan belimbing malaya.http://kumpulan-skripsi-ku.blogspot.com/2012/10/kajian-pengembangan-kawasan-agropolitan.htmlKajian Pengembangan Kawasan Agropolitan Sebagai Pendekatan Wilayah Dan Pemberdayaan Masyarakat Kota ... (PRT-9) BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangBerdasarkan perubahan lingkungan strategis dan gejolak faktor eksternal, yaitu terjadinya krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997, terbangun wacana memposisikan sektor pertanian sebagai andalan atau penggerak utama pembangunan nasional. Terdapat justifikasi empirik yang cukup kuat untuk memposisikan sektor pertanian (agribisnis) sebagai basis pembangunan nasional sebagai berikut:1. Akibat dampak krisis, ekonomi nasional mengalami kontraksi sebesar 13,68 persen pada tahun 1998, sementara sektor pertanian tetap tumbuh sebesar 0,22 persen. 2. Pada tahun yang sama (1998), terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja nasional sebesar 2,13 persen atau 6.429.530 orang, sedangkan sektor pertanian mampu meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja sebesar 432.350 orang. 3. Sektor pertanian berpotensi progresif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, yang diindikasikan oleh senjang produktivitas sebesar 35,6 persen, pemanfaatan sumberdaya lahan relatif masih rendah sekitar 32,3 persen dan pemanfaatan potensi perairan sekitar 46,7 persen. 4. Sektor pertanian memiliki peran strategis dalam mengatasi permasalahan struktural pembangunan nasional yang ditunjukkan oleh kontribusi kedua terbesar 18,84 persen dalam pembentukan GDP nasional, dominan dalam penyerapan tenaga kerja sebesar 45,0 persen, produktivitas sektor pertanian yang relatif masih rendah (25 persen produktivitas sektor non pertanian), dan masih besarnya pengangguran di daerah pedesaan. 5. Sektor pertanian memiliki kemampuan artikulatif yang tinggi, dimana pangsa pengeluaran konsumsinya 48,01 persen lebih tinggi diban-dingkan rumah tangga non-pertanian, elastisitas pengeluarannya juga lebih besar, dan semua sub-sektor dalam lingkup pertanian termasuk dalam katagori penyerapan tenaga kerja sedang sampai tinggi. 6. Agroindustri kecil yang bergerak di sektor makanan, perikanan dan peternakan merupakan sektor komplemen yang dapat dikembangkan untuk mengartikulasikan sektor pertanian dan merupakan pilar strate-gis pembangunan sektor pertanian andalan. Sektor komplemen ini memiliki intensitas penggunaan tenaga kerja yang tinggi dan produk yang dihasilkan memiliki pangsa dan elastisitas yang tinggi bagi keluarga tani.Pembangunan pertanian di masa sekarang cukup kompleks. Antara lain jumlah penduduk yang besar dan terus bertambah sekitar 1,6% pertahun, pertanian masih dicirikan oleh usaha sekala kecil yang dilaksanakan berjuta-juta petani, peternak dan nelayan, jauh dari pendapatan di sektor lainnya. Menyadari kondisi seperti ini yang diikuti tekat untuk meningkatkan kesejahteraan petani Pemerintah melalui Departemen Pertanian mempunyai kebijakan yaitu peningkatan ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya bahan pangan dan pengembangan Agribisnis, dengan membangun keunggulan kompetitif sesuai kompetensi dan produk unggulan di setiap daerahPengembangan agribisnis merupakan hal penting karena nilai tambah dari semua rangkaian produksi pertanian tercipta pada subsistem budidaya, pemasaran dan pengolahan atau agroindustri pedesaan dapat menjadi fase transisi menuju tranformasi struktural pertanian keproduksi pertanian sesungguhnya. Dalam pengembangan komoditi wilayah harus didasarkan atas keunggulan komparatif lokasi, dengan demikian produk-produk pertanian yang mempunyai karaktristik khusus harus mempunyai orentasi pengembangan yang lebih baik dan manajemen yang tepat untuk mencapai efisiensi yang maksimal (Panggabean, 2000).Pembangunan nasional berwawasan agribisnis perlu difasilitasi sedikitnya oleh dua strategi dasar yaitu: Pendekatan agropolitan dalam pengembangan agribisnis dan Restrukturisasi dan konsolidasi agribisnis. Disamping itu, dalam operasionalisasinya paradigma pembangunan nasional berbasis agribisnis juga perlu difasilitasi dengan sejumlah kebijaksanaan strategis pengembangan agribisnis. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat diselaraskan dimensi pertumbuhan, pemerataan, dan keberlanjutan pembangunan dalam arti luas.Struktur perekonomian wilayah merupakan faktor dasar yang membedakan suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Perbedaan tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi dan potensi suatu wilayah dari segi fisik lingkungan, sosial ekonomi dan kelembagaan. Bagi pembangunan wilayah pedesaan dibutuhkan pusat pertumbuhan yang berfungsi sebagai pusat pasar, pelayanan dan pemukiman penduduk, dan sebagai unsur strategis perencanaan dan pemukiman penduduk, dan sebagai unsur strategis perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pedesaan. Pendekatan pengembangan wilayah pedesaan ini menekankan pada keswadayaan dan kemandirian pembangunan pada tingkat teritorial kecil terkelola. Dimensi utamanya adalah peningkatan produksi melalui diversifikasi ekonomi, perluasan perdagangan wilayah dan antar wilayah, peningkatan kualitas hidup, penerapan prinsip-prinsip sumberdaya dan kemandirian.Pembangunan wilayah dan pemberdayaan masyarakat pertanian melalui pendekatan agropolitan dinilai strategis dalam pengembangan komoditas pertanian berwawasan agribisnis dengan sasaran tercapainya sinergi pengembangan antar sektor dan secara spasial antar desa dan kota dalam mendukung program pengembangan di sektor pertanian. Konsep agropolitan pada dasarnya adalah pengembangan wilayah yang terkelola (Manageble) dengan luasan sekitar 30.000 hektar dan berpenduduk maksimum 600.000 orang. Daerah pedesaan dikembangkan berdasarkan pewilayahan komoditas unggulan utama yang menghasilkan bahan baku pengembangan agroindustri di daerah perkotaan. Struktur agroindustri harus mampu menjamin efisiensi dan daya saing serta bersifat kompetitif.Dalam pendekatan agropolitan wilayah pedesaan didorong untuk membentuk satuan-satuan usaha yang optimal melalui kebijaksanaan perkreditan dan perpajakan. Satuan usaha pengembangan diorganisasikan ke dalam koperasi, perusahaan kecil dan menengah, dengan mempertimbangkan konsepsi pengembangan seperti, Perkembangan kelembagaan usaha dilakukan melalui pengembangan sistem insentif (Effendi, 2003).Berdasarkan kondisi tersebut diatas, perubahan paradigma pendekatan pembangunan harus dilakukan. Pembangunan nasional yang cenderung memfavoritkan pembanguan perkotaan sebagai satu-satunya mesin pertumbuhan (Engine of development) yang handal harus direvisi kembali. Pembangunan pedesaan harus didorong guna mengatasi permasalahan pembangunan yang terjadi. Sejalan dengan itu, pembangunan sumberdaya manusia harus selaras dan seimbang dengan pembangunan fisik atau wilayah. Karena itu, mengacu pada latar belakang di atas maka "Pengembangan Kawasan Agropolitan Sebagai Pendekatan Wilayah dan Pemberdayaan Masyarakat Pertanian" merupakan suatu alternatif solusi pengembangan sektor pertanian yang perlu mendapatkan orentasi perhatian dari berbagi pelaku pembangunan pertanian di Indonesia. http://wonosalam.jombangkab.go.id/index.asp?opsi=news&no=35SOSIALISASI KAWASAN AGROPOLITANDiposkan tanggal 15/11/2010Upaya Kabupaten Jombang dalam mecapai Visi sebagai Kota Agropolitan dilaksanakan dengan mendorong daerah sentra Pertanian sebagai penyangga terciptanya Jombang sebagai Daerah Agropolitan.Sebagai gambaran umum adalah sebagai berikut :* AGROPOLITAN (Agro = pertanian : Politan = kota) adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem & usaha agribisnis sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.

* KAWASAN AGROPOLITAN, terdiri dari Kota Pertanian dan Desa-Desa sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administrasi Pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi yang ada. Dengan kata lain Kawasan Agropolitan adalah Kawasan Agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan.

* PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN, adalah pembangunan ekonomi berbasis pertanian di kawasan agribisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah.

Kawasan Kecamatan Wonosalam dengan letak Geografis yang mendukung upaya peningkatan Pertanian.Beberapa produk unggulan antara lain;A.PETERNAKAN1.Susu sapi Perah2.Susu Kambing3.Sapi Potong4.Ayam

B.PERTANIAN1.Kopi2.Cengkeh3.Kakao4.Salak5.Durian

C.Industri Agribisnis1.Minyak Cengkeh2.Minyak Nilam

Produk unggulan tersebut nantinya akan menjadi Icon Wonosalam sebagai sentra produk pertanian di kabupaten Jombang selain Kecamatan lain .http://youldie-mandar.blogspot.com/2009/06/pengembangan-kawasan-agropolitan-dalam.htmlPENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH YANG BERBASIS RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONALOleh :Ir. Ruchyat Deni Djakapermana, M.EngI. Latar BelakangKesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan serta kemiskinan di perdesaan telah mendorong upaya-upaya pembangungan di kawasan perdesaan. Meskipun demikian, pendekatan pengembangan kawasan perdesaan seringkali dipisahkan dari kawasan perkotaan. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya proses urban bias yaitu pengembangan kawasan perdesaan yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan kawasan kesejahteraan masyarakat perdesaan malah berakibat sebaliknya yaitu tersedotnya potensi perdesaan ke perkotaan baik dari sisi sumber daya manusia, alam, bahkan modal (Douglas, 1986). Kondisi tersebut diatas, ditunjukkan dengan tingginya laju urbanisasi. Data Survey Penduduk Antarsensus (SUPAS) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat urbanisasi di Indonesia dari 37,5% (tahun 1995) menjadi 40,5% (tahun 1998). Proses urbanisasi yang terjadi seringkali mendesak sektor pertanian ditandai dengan konversi lahan kawasan pertanian menjadi kawasan perkotaan, dimana di pantai utara Jawa mencapai kurang lebih 20 %. Konsekuensi logis dari kondisi ini adalah menurunnya produktifitas pertanian.Kondisi ini mengakibatkan Indonesia harus mengimpor produk-produk pertanian untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Tercatat, Indonesia harus mengimpor kedelai sebanyak 1.277.685 ton pada tahun 2000 dengan nilai nominal sebesar US$ 275 juta. Pada tahun yang sama, Indonesia mengimpor sayur-sayuran senilai US$ 62 juta dan buah-buahan senilai US$ 65 juta (Siswono Yudohusodo, 2002). Berdasarkan kondisi tersebut, tidak berarti pembangunan perdesaan menjadi tidak penting, akan tetapi harus dicari solusi untuk mengurangi urban bias. Pengembangan kawasan agropolitan dapat dijadikan alternatif solusi dalam pengembangan kawasan perdesaan tanpa melupakan kawasan perkotaan. Melalui pengembangan agropolitan, diharapkan terjadi interaksi yang kuat antara pusat kawasan agropolitan dengan wilayah produksi pertanian dalam sistem kawasan agropolitan. Melalui pendekatan ini, produk pertanian dari kawasan produksi akan diolah terlebih dahulu di pusat kawasan agropolitan sebelum di jual (ekspor) ke pasar yang lebih luas sehingga nilai tambah tetap berada di kawasan agropolitan.Meskipun demikian, pengembangan kawasan agropolitan sebagai bagian dari pengembangan wilayah nasional tidak bisa terlepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang merupakan matra spasial yang menjadi kesepakatan bersama. RTRWN penting untuk dijadikan alat untuk mengarahkan pengembangan kawasan agropolitan sehingga pengembangan ruang nasional yang terpadu dan sistematis dapat dilaksanakan. Sosialisasi kepada pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan kawasan agropolitan tentang hal ini mutlak diperlukan, sehingga muncul pemahaman bersama tentang pentingnya proses ini untuk mewujudkan pembangunan yang serasi, seimbang, dan terintegrasi.

II. Issue dan Permasalahan Pengembangan Kawasan Perdesaan.1. Menurut UU No. 24/ 1992 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan meliputi kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan adanya penegasan terhadap kedudukan kawasan perdesaan yang berarti penegasan terhadap fungsi dan peran kawasan perdesaan. Selanjutnya, fungsi dan peran kawasan perdesaan ini seharusnya dijabarkan dalam rencana tata ruang wilayah yang akan menjadi acuan pengembangan kawasan perdesaan.2. Selama ini ukuran keberhasilan pembangunan hanya dilihat dari terciptanya laju pertumbuhan perekonomian yang tinggi dimana alat yang dipergunakannya adalah dengan mendorong industrialisasi di kawasan-kawasan perkotaan. Kondisi ini bila ditinjau dari pemerataan pembangunan telah memunculkan kesenjangan antara kawasan perdesaan dan perkotaan karena sektor strategis yang didoroing dalam proses industrialisasi hanya dimiliki oleh sebagian masyarakat (Sonarno, 2003).3. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia yang diperkirakan pada tahun 2035 akan bertambah menjadi dua kali lipat dari jumlah saat ini atau menjadi 400 juta jiwa, telah memunculkan kerisauan akan terjadinya keadaan rawan pangan di masa yang akan datang. Selain itu, dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat terjadi pula peningkatan konsumsi perkapita untuk berbagai jenis pangan, akibatnya dalam waktu 35 tahun yang akan datang Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan pangan yang lebih dari 2 kali lipat jumlah kebutuhan saat ini (Siswono Yudohusodo, 2002).4. Lemahnya dukungan makro ekonomi terhadap pengembangan produk pertanian dapat menjadi hambatan dalam pengembangan kawasan agropolitan. Perlu adanya perlindungan yang serius terhadap kegiatan pertanian melalui stabilisasi harga produk pertanian pada level yang wajar. Lemahnya dukungan kebijakan fiskal dan moneter seperti bebas masuknya produk pertanian impor dengan harga murah dan mahalnya suku bunga kredit pertanian merupakan faktor-faktor yang dapat menghambat pengembangan perdesaan. Pada akhirnya, kondisi ini menjadi disinsentif terhadap usaha pertanian.5. Pada tingkat mikro, masih rendahnya produktifitas dan pemasaran, pertanian, kelembagaan yang tidak kondusif, dan lingkungan permukiman yang masih rendah merupakan permasalahan-permasalahan yang seringkali menjadi hambatan dalam pengembangan perdesaan.6. Kondisi budaya petani lokal yang cenderung subsisten perlu mendapatkan perhatian yang serius apabila ingin merubah budaya tersebut menjadi budaya agribisnis. Tanpa adanya peningkatan pemahaman dan kemampuan petani, akan sulit meningkatkan produktifitas pertanian untuk mendukung pengembangan agroindustri.

III. Konsep Pengembangan Kawasan AgropolitanBerdasarkan issue dan permasalahan pembangunan perdesaan yang terjadi, pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif solusi untuk pengembangan wilayah (perdesaan). Kawasan agropolitan disini diartikan sebagai sistem fungsional desa-desa yang ditunjukkan dari adanya hirarki keruangan desa yakni dengan adanya pusat agropolitan dan desa-desa di sekitarnya membetuk Kawasan Agropolitan. Disamping itu, Kawasan agropolitan ini juga dicirikan dengan kawasan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis di pusat agropolitan yang diharapkan dapat melayani dan mendorong kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya Dalam pengembangannya, kawasan tersebut tidak bisa terlepas dari pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan nasional (RTRWN) dan sistem pusat kegiatan pada tingkat Propinsi (RTRW Propinsi) dan Kabupaten (RTRW Kabupaten). Hal ini disebabkan, rencana tata ruang wilayah merupakan kesepakatan bersama tentang pengaturan ruang wilayah. Terkait dengan Rencana Tata Ruang Nasional (RTRWN), maka pengembangan kawasan agropolitan harus mendukung pengembangan kawasan andalan. Dengan demikian tujuan pembangunan nasional dapat diwujudkan.Disamping itu, pentingnya pengembangan kawasan agropolitan di Indonesia diindikasikan oleh ketersediaan lahan pertanian dan tenaga kerja yang murah, telah terbentuknya kemampuan (skills) dan pengetahuan (knowledge) di sebagian besar petani, jaringan (network) terhadap sektor hulu dan hilir yang sudah terjadi, dan kesiapan pranata (institusi). Kondisi ini menjadikan suatu keuntungan kompetitif (competitive advantage) Indonesia dibandingkan dengan negara lain karena kondisi ini sangat sulit untuk ditiru (coping) (Porter, 1998). Lebih jauh lagi, mengingat pengembangan kawasan agropolitan ini menggunakan potensi lokal, maka konsep ini sangat mendukung perlindungan dan pengembangan budaya sosial local (local social culture).Dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan secara terintegrasi, perlu disusun Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan yang akan menjadi acuan penyusunan program pengembangan. Adapun muatan yang terkandung didalamnya adalah :1. Penetapan pusat agropolitan yang berfungsi sebagai (Douglas, 1986) :a. Pusat perdagangan dan transportasi pertanian (agricultural trade/ transport center).b. Penyedia jasa pendukung pertanian (agricultural support services).c. Pasar konsumen produk non-pertanian (non agricultural consumers market). d. Pusat industri pertanian (agro-based industry). e. Penyedia pekerjaan non pertanian (non-agricultural employment).f. Pusat agropolitan dan hinterlannya terkait dengan sistem permukiman nasional, propinsi, dan kabupaten (RTRW Propinsi/ Kabupaten).2. Penetapan unit-unit kawasa pengembangan yang berfungsi sebagai (Douglas, 1986) :a. Pusat produksi pertanian (agricultural production).b. Intensifikasi pertanian (agricultural intensification).c. Pusat pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang-barang dan jasa non pertanian (rural income and demand for non-agricultural goods and services).d. Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian (cash crop production and agricultural diversification).3. Penetapan sektor unggulan:a. Merupakan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh sektor hilirnya.b. Kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling besar (sesuai dengan kearifan lokal).c. Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi ekspor.

4. Dukungan sistem infrastrukturDukungan infrastruktur yang membentuk struktur ruang yang mendukung pengembangan kawasan agropolitan diantaranya : jaringan jalan, irigasi, sumber-sumber air, dan jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi).5. Dukungan sistem kelembagaan.a. Dukungan kelembagaan pengelola pengembangan kawasan agropolitan yang merupakan bagian dari Pemerintah Daerah dengan fasilitasi Pemerintah Pusat.b. Pengembangan sistem kelembagaan insentif dan disinsentif pengembangan kawasan agropolitan.Melalui keterkaitan tersebut, pusat agropolitan dan kawasan produksi pertanian berinteraksi satu sama lain secara menguntungkan. Dengan adanya pola interaksi ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produksi kawasan agropolitan sehingga pembangunan perdesaan dapat dipacu dan migrasi desa-kota yang terjadi dapat dikendalikan.

IV. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Agropolitan.

1. Kebijakan Pengembangan a. Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berorientasi pada kekuatan pasar (market driven), melalui pemberdayaan masyarakat yang tidak saja diarahkan pada upaya pengembangan usaha budidaya (on-farm) tetapi juga meliputi pengembangan agribisnis hulu (penyediaan sarana pertanian) dan agribisnis hilir (processing dan pemasaran) dan jasa-jasa pendukungnya.b. Memberikan kemudahan melalui penyediaan prasarana dan sarana yang dapat mendukung pengembangan agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan menyeluruh, mulai dari subsistem budidaya (on-farm), subsistem agribisnis hulu, hilir, dan jasa penunjang.c. Agar terjadi sinergi daya pengembangan tenaga kerja, komoditi yang akan dikembangkan hendaknya yang bersifat export base bukan row base, dengan demikian hendaknya konsep pengembangan kawasan agropolitan mencakup agrobisnis, agroprocessing dan agroindustri.d. Diarahkan pada consumer oriented melalui sistem keterkaitan desa dan kota (urban-rural linkage).

2. Strategi Pengembangana. Penyusunan master plan pengembangan kawasan agropolitan yang akan menjadi acuan masing-masing wilayah/ propinsi. Penyusunan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat sehingga program yang disusun lebih akomodatif. Disusun dalam jangka panjang (10 tahun), jangka menengah (5 tahun) dan jangka pendek (1-3 tahun) yang bersifat rintisan dan dan stimultans. Dalam progran jangka pendek setidaknya terdapat out line plan, metriks kegiatan lintas sektor, penanggung jawab kegiatan dan rencana pembiayaan.b. Penetapan Lokasi Agropolitan; kegiatannya dimulai dari usulan penetapan Kabupaten oleh Pemerintah Propinsi, untuk selanjutnya oleh Pemerintah Kabupaten mengusulkan kawasan agropolitan dengan terlebih dahulu melakukan Identifikasi Potensi dan Masalah untuk mengetahui kondisi dan potensi lokasi (komoditas unggulan), antara lain: Potensi SDA, SDM, Kelembagaan, Iklim Usaha, kondisi PSD, dan sebagainya, serta terkait dengan sistem permukiman nasional, propinsi, dan kabupaten.c. Sosialisasi Program Agropolitan; dilakukan kepada seluruh stakeholder yang terkait dengan pengembangan program agropolitan baik di Pusat maupun di Daerah, sehingga pengembangan program agropolitan dapat lebih terpadu dan terintegrasi.

V. Program Pengembangan Kawasan Agropolitan a. Penyiapan Master Plan Kawasan Agropolitan termasuk didalamnya rencana-rencana prasarana dan sarana.b. Dukukungan prasarana dan sarana Kimpraswil (PSK), dengan tahapan : Pada tahun 1 (pertama) dukungan PSK diarahkan pada kawasan-kawasan sentra produksi, terutama pemenuhan kebutuhan air baku, jalan usaha tani, dan pergudangan. Pada tahun ke 2 (kedua) dukungan PSK diprioritaskan untuk meningkatkan nilai tambah dan pemasaran termasuk sarana untuk menjaga kualitas serta pemasaran ke luar kawasan agropolitan. Pada tahun ke 3 (ketiga) dukungan PSK diprioritaskan untuk meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman.c. Pendampingan Pelaksanaan Program; dalam pelaksanaan program agropolitan, masyarakat harus ditempatkan sebagai pelaku utama sedangkan pemerintah berperan memberikan fasilitasi dan pendampingan sehingga mendapatkan keberhasilan yang lebih optimal.d. Pembiayaan Program Agropolitan; pada prinsipnya pembiayaan program agropolitan dilakukan oleh masyarakat, baik petani, pelaku penyedia agroinput, pelaku pengolah hasil, pelaku pemasaran dan pelaku penyedia jasa. Fasilitasi pemerintah melalui dana stimultans untuk mendorong Pemda dan masyarakat diarahkan untuk membiayai prasarana dan sarana yang bersifat publik dan strategis. VI. Dukungan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah

A. Tahun Anggaran 20021. Bantuan teknik Penyusunan Rencana Teknis dan DED 7 kawasan di 7 Propinsi sebagai acuan pengembangan kawasan agropolitan.2. Penyediaan dana stimulan untuk pengembangan prasarana dan sarana yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di kawasan agropolitan.3. Penyelenggaraan sosialisasi program-program pengembangan kawasan agropolitan mulai dari tingkat kawasan dan tingkat kabupaten (7 Propinsi Rintisan), dan sosialisasi program pengembangan kawasan agropolitan di Tingkat Nasional (29 Propinsi) bekerjasama dengan Departemen Pertanian.4. Bantuan teknik Identifikasi dan Penyusunan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di 29 Propinsi, sebagai acuan di dalam pengembangan program pengembangan agropolitan Tahun Anggaran 2003.

B. Tahun Anggaran 20031. Penyiapan Pedoman Penyusunan Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Mengingat pelaksanaannya penyusunan Master Plan akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, untuk memfasilitasi kegiatan tersebut diperlukan adanya satu pedoman.2. Sesuai dengan kesepakatan antara Departemen Pertanian dengan Dep. Kimpraswil, maka dihimbau untuk dapat mengembangkan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan minimal 1 kawasan di setiap Propinsi.3. Penyiapan dukungan sarana dan prasarana wilayah untuk kawasan agropolitan.

VII. Pelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Kawasan Agropolitan Pacet, CianjurDalam tahun anggaran 2002, berdasarkan Kriteria Lokasi Kawasan Agropolitan yang ditetapkan dalam Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Hasil Kaji Tindak Identifikasi Potensi dan Masalah, maka Departemen Pertanian dan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah bersama instansi terkait lainnya di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten, menetapkan salah satu kawasan agropolitan yang dikembangkan yaitu kawasan agropolitan Pacet, Cianjur.

Berdasarkan pengembangan kawasan agropolitan ini, terdapat beberapa hal yang cukup menarik untuk dicermati dan menjadi tantangan untuk pengembangan kawasan agropolitan berikutnya, yaitu:1. Berkembangnya proses pencaloan/ ijon, telah mengakibatkan produk pertanian dikuasai oleh pengijon dan dijual langsung ke pasar yang lebih luas tanpa melalui pusat kawasan agropolitan. Bila praktek ini terus terjadi, maka proses pengembangan kawasan agropolitan sebagai satu kesatuan kawasan antara pusat agropolitan dan pusat produksi akan sulit diwujudkan dan nilai tambah yang diharapkan tidak akan terjadi di kawasan.2. Tingkat produktifitas petani yang cenderung subsisten dan sulit untuk meningkatkan produktifitasnya akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan agroindustri yang membutuhkan dukungan sediaan produk pertanian dalam jumlah besar dan konstan. Perlu adanya pelatihan yang terus menerus sehingga budaya yang bersifat subsisten tersebut dapat dirubah.3. Meskipun ruas-ruas jalan yang ada di kawasan agropolitan Pacet-Cianjur telah mampu menghubungkan antar desa-desa di kawasan agropolitan maupun ke pusat kawasan agropolitan di Cipanas, akan tetapi kondisinya masih banyak yang rusak terutama pada jalan poros desa dan jalan antar desa (lihat gambar 4).4. Fasilitas ekonomi seperti pasar setempat, pasar kaget, dan pasar induk harian (di Cipanas) belum memadai dan mencukupi untuk kebutuhan pemasaran hasil panen (lihat gambar 5).5. Dibutuhkan penjadwalan waktu dan kelembagaan yang terintegrasi. Baik jadwal pemrograman, DED, penyiapan masyarakat, implementasi fisik lapangan, dan kelembagaan wewenang dan penanggung jawab mulai dari institusi pusat sampai dengan desa serta mencakup stakeholder yang terkait baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat.

VIII. PenutupPembangunan kawasan perdesaan tidak bisa dipungkiri merupakan hal yang mutlak dibutuhkan. Hal ini didasari bukan hanya karena terdapatnya ketimpangan antara kawasan perdesaan dengan perkotaan akan tetapi juga mengingat tingginya potensi di kawasan perdesaan yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai alat untuk mendorong pembangunan. Pengembangan kawasan agropolitan menjadi sangat penting dalam kontek pengembangan wilayah mengingat :1. Kawasan dan sektor yang dikembangkan sesuai dengan keunikan lokal.2. Pengembangan kawasan agropolitan dapat meningkatkan pemerataan mengingat sektor yang dipilih merupakan basis aktifitas masyarakat.3. Keberlanjutan dari pengembangan kawasan dan sektor menjadi lebih pasti mengingat sektor yang dipilih mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya.Hal yang perlu digaris bawahi adalah pengembangan kawasan agropolitan tidak bisa terlepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) sebagai matra spasial nasional yang disepakati bersama. Berdasarkan hal tersebut, pengembangan kawasan agropolitan tetap harus mengacu kepada pengembangan kawasan andalan/ terkait dengan pengembangan kawasan andalan. Dengan adanya sinkronisasi tersebut, pembangunan nasional yang serasi, seimbang dan terpadu dapat diwujudkan.

Referensi1. Douglas, Michael, Regional Networks Development, UNHCS-Bappenas, 19862. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Profil Kawasan DPP dan Agropolitan, 2002.3. Direktorat Jenderal Perkotaan dan Perdesaan, Bantuan teknik Penyusunan Rencana Teknis dan DED 7 kawasan di 7 Propinsi, 20024. Porter, Michael, The Competitive Advantage of Nations, Cambridge, 1998.5. Soenarno, Pengembangan Kawasan Agropolitan Dalam Rangka Pengembangan Wilayah, 2003. 6. UU NO 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Nasional, Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN), 1992.7. Yudhohusodo, Siswono, Laporan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, 2002.http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/06/01/perencanaan-wilayah-berbasis-komoditas-unggulan-lokal-369388.htmlPERENCANAAN WILAYAH BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN LOKALREP | 01 June 2011 | 14:11 Dibaca: 435 Komentar: 5 1 Oleh: Liny Tambajong.(Kepala Bidang Perencanaan Wilayah Bappeda Provinsi Sulawesi Utara)Apa yg tidak ada di Bumi Nyiur Melambai?, secara komparatif (comparative advantage) kita unggul karena memiliki sumber daya alam melimpah. Di daratan, kita punya komoditas unggulan Kelapa, cengkeh, pala, hortikultura. Di laut kita punya perikanan tangkap, perikanan budidaya dan rumput laut. Kekuatan kita di darat dan laut adalah suatu potensi unggulan yang belum tergarap secara maksimal (belum kompetitif) dengan kata lain masih di jual dalam bentuk primer product seperti kopra, biji dan fulli pala, ikan beku dan rumput laut kering. Pengolahan lebih lanjut sebagai intermediate dan final product masih dilakukan di daerah lain bahkan di Negara lain. Sehingga nilai tambah terbesar dari komoditas unggulan kita, bukan dinikmati oleh masyarakat Sulawesi Utara. Dengan kata lain petani di daerah sentra-sentra agribisnis hanya menikmati nilai tambah dari subsistem on farm agribisnis yang umumnya relatif kecil. Nilai tambah yang paling besar, yakni pada subsistem agribisnis hulu dan hilir, dinikmati oleh para pedagang atau pengusaha luar daerah. Inilah yang menyebabkan mengapa pendapatan petani tetap rendah dan ekonomi daerah sentra-sentra agribisnis kurang berkembang.Agar pembangunan ekonomi daerah dapat benar-benar dinikmati oleh rakyat, maka sektor-sektor ekonomi yang dikembangkan di setiap daerah haruslah sektor ekonomi yang dapat mendayagunakan sumber daya lokal (foot lose industry) yang terdapat atau dikuasai oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Akibat food chain yang panjang menyebabkan produk olahan komoditas unggulan kita setelah masuk kembali dalam bentuk olahan menjadi lebih mahal dan disisi lain terjadi pemborosan energy. Pemborosan energi bagi ekspor produk kelapa dan turunannya yang setengah jadi dan kembali lagi masuk Indonesia sebagai produk siap pakai dengan harga yang mahal merupakan suatu contoh kasus pemborosan energi penggunaan bahan bakar fosil pada sistem transportasi pangan yang sangat panjang (food miles). Semakin panjang food miles berakibat semakin berjaraknya konsumen dari kegiatan budidaya pertanian dan pengolahan pangan. Isu eco-efisiensi dan efisiensi energi menjadi tantangan dalam mengelola dan menggunakan sumberdaya alam sebagai bahan baku industri di masa datang.Untuk dapat bersaing secara global, setiap daerah perlu merumuskan visi dan misinya sebagai pola sasar perkembangan wilayah yang ada di dalamnya. Perumusan visi dan misi spesifik, unik, tepat dan akurat akan mendorong suatu wilayah meraih keunggulan daya saing yang berkelanjutan (suistanable competitive advantage), berorientasi pada komoditas setempat, pemilihan strategi pertimbangan ekonomi dilengkapi dengan pertimbangan ekologi dan sosialbudaya yang dimilki oleh masyarakat setempat. Secara comparative advantage, maka pengembangan wilayah Sulawesi Utara harus diprioritaskan pada pengembangan faktor-faktor dominan unggul dibanding wilayah lain yang dapat mendorong pertumbuhan wilayah dan menggerakan ekonomi masyarakat setempat.Dengan konsep pengembangan kawasan berdasarkan komoditas unggulan, maka sejak 2003 sampai saat ini Sulawesi Utara sudah memiliki 7 Kawasan Agropolitan dan 3 Kawasan Minapolitan. Agropolitan Modoinding dengan komoditas unggulan hortikultura; Agropolitan Pakakaan (peternakan); Agropolitan Tomohon (florikultura); Agropolitan Dagho (perikanan tangkap); Agropolitan Klabat (perikanan air tawar); Agropolitan Ngaasan (perkebunan kelapa); Agropolitan Dumoga (padi); Minapolitan Tatapaan; Minapolitan Managabata dan Minapolitan Tabukan Selatan dengan komoditas unggulan perikanan tangkap dan budidaya.Namun sampai sejauh ini belum mampu menggerakan petani dan nelayan untuk masuk kedalam agroindustri / home industry pengolahan produk. Hal ini disebabkan karena masih ada beberapa kendala yang dihadapi antara lain keterbatasan infrastruktur.Infrastruktur adalah pendukung bagi kegiatan utama dalam suatu wilayah, mampu menggerakan sektor riil, menyerap tenaga kerja, serta memicu kegiatan produksi. Ketidakmampuan memberikan pelayanan infrastruktur merupakan indikasi kemampuan pemerintah yang semakin terbatas dalam kapasitas pembiayaan. Infrastruktur tidak hanya terbatas pada prasarana dan sarana fisik saja, melainkan mempunyai fungsi yang lebih penting lagi yaitu fungsi jasa pelayanan. Dalam hal ini jasa pelayanan mempunyai tiga dimensi penting yaitu dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Infrastrukur dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu Infrastruktur yang bersifat software seperti: kebijaksanaan, kelembagaan, regulasi, keuangan, penelitian dan pengembangan, tata ruang, dan lain-lain; serta Infrastruktur yang bersifat hardware seperti : jalan, jembatan, irigasi, pasar, pelabuhan, jaringan listrik, telepon, dan lain sebagainya.Secara komprehensif kita perlu mengembangkan infrastruktur yang menunjang system agribisnis pada kawasan. Dengan berkembangnya sistem dan usaha agribisnis maka di kawasan tersebut tidak saja membangun usaha budidaya (on farm) saja tetapi juga off farm-nya yaitu usaha agribisnis hulu (pengadaan sarana pertanian), agribisnis hilir (pengolahan hasil pertanian dan pemasaran) dan jasa penunjangnya, sehingga akan mengurangi kesenjangan kesejahteraan antar wilayah, kesenjangan antara kota dan desa dan kesenjangan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif, serta akan meningkatkan pendapatan asli daerah.Disisi lain pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis serta penguatan kelembagaan petani agar mampu meningkatkan produksi, produktifitas komoditi pertanian serta produk-produk olahan pertanian, merupakan prioritas utama yang harus disiapkan. Kemudian diikuti dengan peningkatan sarana-prasarana meliputi: jaringan jalan termasuk jalan usaha tani (farm road), irigasi, pasar, air bersih, pemanfaatan air limbah, dan pengolahan sampah (zero waste). Dengan demikian akan terjadi peningkatan sarana prasana kesejahteraaan sosial meliputi pendidikan, kesehatan, kebudayaan dan sarana-prasarana umum lainnya seperti listrik, telekomunikasi dan lain sebagainya akibat kesejahterahan semakin meningkat.Dengan adanya pemahaman tentang comparative advantage, maka pengembangan suatu wilayah harus diprioritaskan pada pengembangan faktor-faktor dominan yang secara kuat dapat mendorong pertumbuhan wilayah tersebut. Usaha mencapai visi dan misi suatu wilayah perlu analisis lingkungan eksternal dan internal wilayah yang tepat dan akurat, sehingga kesempatan bersaing (competitive advantage) dapat digali secara mandiri, kreatif, inovatif dengan mengandalkan komoditas unggulan lokal (local commodity advantage), serta pemahaman yang komprehensif agar seluruh aspek yang terkait dapat diintegrasikan secara sempurna. Disinilah dibutuhkan komitmen sharing kegiatan antar stake holder terkait secara vertikal dan horizontal dengan melibatkan tiga pilar pembangunan yaitu masyarakat, pemerintah dan swasta.*http://a-farmer.blogspot.com/2010/05/pengembangan-agribisnis-sebagai.htmlPENGEMBANGAN AGRIBISNIS SEBAGAI TEROBOSAN EKONOMI PEDESAAN 15 Mei 2010 di 10:09 AM | Pengembangan Agribisnis sebagai Terobosan Ekonomi PedesaanAdi Purnama NuraripinLomba Artikel IlmiahBogor Agricultural Univercity www.ipb.ac.id Visi Dinas Pertanian yaitu Terwujudnya Pembangunan Pertanian yang Berorientasi Agribisnis dan Agrowisata . Misi Dinas Pertanian yaitu : (1) Meningkatkan produksi baik kualitas maupun kuantitas berbagai komoditas unggulan yang memiliki daya saing dan nilai ekonomis tinggi, (2) Men kemandirian dan pemberdayaan peran petani, kelembagaan tani dan pengusaha dorong pertanian dalam pembangunan pertanian, (3) Optimalisasi sumber daya alam secara selektif dan berwawasan lingkungan, dan (4) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sumber daya manusia secara optimal. Sedangkan Tujuannya adalah : (1) Meningkatkan tersedianya pangan yang bermutu dalam jumlah yang cukup tersedia dan terjangkau daya beli masyarakat, (2) Meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian, (3) Meningkatkan kemitraan, kelembagaan tani dan pengusaha, (4) Memberdayakan asosiasi komoditi agar lebih berperan, (5) Memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana, (6) Meningkatkan pendapatan petani, (7) Memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, (8) Meningkatkan devisa negara, dan (9) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampila petugas dan petani ( Dinas Pertanian, 2004).

Dalam menjalankan visi misi diatas tentunya diperlukan hal-hal yang bersifat sebagai alternatif, terobosan-terobosan yang fokus sehingga semuanya berjalan sesuai dengan yang di harapkan. Salah satunya adalah terobosan terhadap ekonomi di pedesaan.

Pada tahun 2008 harga pangan melonjak di banyak negara membuat masyarakat miskin tidak mampu membeli makanan dan semakin miskin. Lebih buruk lagi penduduk desa yang bekerja menghasilkan makanan dilanda kelaparan, karena kontrol yang besar dari kegiatan agribisnis. Pada aspek lingkungan, kerusakan terjadi di berbagai belahan dunia akibat banjir, kemarau panjang dan juga tanah longsor yang berdampak pada bidang pertanian. Bahkan berujung ke krisis perubahan iklim dunia yang berpotensi memperburuk produksi pangan yang mungkin menyebabkan kelaparan tersebar semakin luas. Krisis multi dimensi menunjukkan bahwa praktek pertanian konvensional tidak lagi sesuai dengan realitas sekarang. Model konvensional hanya menguntungkan perusahaan agribisnis besar dengan biaya eksternal yang dibayarkan oleh petani kecil, penduduk pedesaan, orang-orang biasa seperti urbanisasi, pekerja migran, malnutritions, kejahatan, dan masalah social dan ekonomi. Maka dari itu, kini dibutuhkan sebuah terobosan baru dalam membangun pradigma sistem pertnian (IPB, 2010).Berikut adalah hal-hal yang memprihatinkan yang ditemukan Menteri Pertanian Anton Apriyantono (LPPM IPB 2009) ketika melakukan kunjungan kerja secara maraton selama enam hari (27 Januari sampai dengan 1 Februari 2009) lintas darat menyusuri daerah-daerah selatan Propinsi Banten, Jawa Barat, dan sebagian daerah utara Jawa Tengah. (1) buruknya prasarana jalan daerah selatan terutama di Daerah Cianjur Selatan, Sukabumi Selatan, Garut Selatan dan Lebak merupakan salah satu faktor penyebab mahalnya sarana produksi, sementara di sisi lain harga produk di tingkat petani sangat rendah di banding daerah lainnya yang lebih maju, (2) hampir semua lahan sawah di daerah selatan adalah lahan tadah hujan, sehingga tanam hanya 1 kali setahun pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau kesulitan air. Di sisi lain aliran sungai di sekitarnya relative banyak. Sentuhan Pemerintah berupa pembangunan bendungan dan irigasi sekunder, akan merubah daerah-daerah selatan ini menjadi sentra-sentra baru yang sangat potensial bagi ketersedian pangan secara nasional, dan (3) para petani di daerah selatan ini sangat antusias menanam padi dan sangat responsive terhadap program-program pertanian yang digulirkan pemerintah baik pusat maupun daerah, sehingga pada musim hujan hampir setiap jengkal tanah ditanami padi sampai ke bukit-bukit, sehingga rawan terjadinya erosi. Sementara banyak lahan-lahan PTPN dan perusahaan swasta di sekitarnya tidak dikelola secara baik.Pengertian AgribisnisAgribisnis pertama kali dikenal di Amerika Serikat pada tahun 1955, ketika Davis (Suparta, 2001) menggunakan istilah agribisnis dalam makalahnya yang disampaikan pada Boston Conference on Distribution. Kemudian Davis dan Golberg menulis buku untuk memasyarakatkan agribisnis dengan judul Conception of Agribussiness pada tahun 1957 di Harvard University, dan memberikan pengertian agribisnis sebagai berikut : Agribusiness is the sum total of all operation involved in the manufacture and distribution of farm supplies, production on the farm, and the storage, processing, and distributions of farm commodities and items made from them .Downey dan Erickson (1992) juga memberikan batasan agribisnis sebagai berikut: Agribisnis meliputi keseluruhan kegiatan manajemen bisnis mulai dari perusahaan yang menghasilkan sarana produksi untuk usahatani, proses produksi pertanian, serta perusahaan yang menangani pengolahan, pengangkutan penyebaran, penjualan secara borongan maupun penjualan eceran produk konsumen akhir . Kedua batasan agrib isnis yang telah dikemukakan, memberikan bahwa agribisnis merupakan suatu sistem. Sebagai konsep, sistem merupakan suatu entitas tersusun dari sekumpulan yang bergerak bersama -sama untuk mencapai tujuan bersama (Amirin, 1996).Konsep agribisnis sebagaimana dikemukakan oleh John H. Davis dan Ray Golberg (Suparta, 2001) bahwa agribisnis meliputi keseluruhan kegiatan manajemen bisnis mulai dari perusahaan yang menghasilkan sarana produksi untuk usahatani, proses produksi pertanian, serta perusahaan yang menangani pengolahan, pengangkutan, penyebaran, penjualan secara borongan maupun penjualan eceran produk kepada konsumen akhir. Konsep agribisnis tersebut sejalan dengan konsep sistem agribisnis (Sutjipta, dkk 1995; Simatupang, 1995; Saragih, 1998; dan Badan Agribisnis, 1995), yakni sekumpulan subsistem yang bergerak bersama-sama dan saling tergantung untuk mencapai tujuan bersama.Agribisnis adalah kegiatan usaha dibidang pertanian yang berwatak bisnis, pelakunya secara konsisten berupaya untuk meraih nilai tambah komersial dan finansial yang berkesinambungan untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar Adjid (1995). Pengertian tersebut menggambarkan agribisnis sebagai suatu perusahaan ( perusahaan agribisnis ).Perilaku AgribisnisDalam penerapan agribisnis, petani diharapkan mampu memiliki wawasan agribisnis, yakni cara pandang terhadap pertanian sebagai lapangan usaha dan lapangan kerja yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi permintaan pasar, dengan tujuan untuk memperoleh nilai tambah yang maksimal secara kompetitif (Adjid, 1995). Ditinjau dari sudut perilaku, wawasan agribisnis tersebut diharapkan mampu menimbulkan sikap dan motivasi petani di era industrialisasi dan globalisasi yang semakin gencar (Departemen Pertanian, 1995).Perilaku petani agribisnis yang diharapkan terbentuk adalah mampu merencanakan dan mengelola usaha sehingga dapat memenuhi permintaan pasar, selalu mengacu kepada efisiensi, mempergunakan teknologi akrab lingkungan, berperilaku wirausaha, mampu melakukan kerjasama sesama petani maupun dengan pengusaha subsistem agribisnis lainnya (Harun, 1995). Paradigma pembangunan pertanian pada dasarnya berorientasi pada manusia, yang meletakkan petani sebagai subjek dan sekaligus objek pembangunan guna mempercepat upaya pemberdayaan ekonomi petani. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk mempersiapkan masyarakt petani menjadi mandiri, dimana pemerintah hanya sebagai stimulator, fasilitator dan dinamisator. Kemandirian merupakan perwujudan dari kemampuan seseorang untuk memanfaatkan potensi dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yang dicirikan oleh kemampuan dan kebebasan menentukan pilihannya yang terbaik (Hubeis, 1996).Peranan AgribisnisKegiatan-kegiatan dalam sistem agribisnis telah memberikan sumbangan yang nyata bagi perekonomian di Indonesia (Sumardjo dalam Kumpulan Makalah Ilmu Pertanian, 2009), yaitu dalam bentuk: (1) hasil produksi pertanian (2) pasar (3) faktor produksi, dan (4) kesempatan kerja. Peranan Agribisnis akan tetap penting di masa-masa pembangunan yang akan datang (Sumardjo dalam Kumpulan Makalah Ilmu Pertanian, 2009). Peranan pertanian atau sub-sistem budidaya cukup nyata terhadap pendapatan nasional maupun dalam penyedia lapangan kerja di masa pembangunan. Hal ini telah mendorong berkembangnya sub-sistem lain, yaitu agroindustri hasil pengolahan pertanian, pemasaran dan sub-sistem jasa penunjang, seperti lembaga keuangan dan penyuluhan atau konsultasi. Diharapkan nantinya terjadi transformasi struktural di Indonesia, yaitu transformasi struktur agribisnis. Agribisnis juga merupakan kegiatan produksi berbasis sumberdaya yang terbesar hal ini sangat penting karena diperkirakan pada masa yang akan datang kegiatan produksi yang berbasis sumber daya (resource base) berpeluang besar mempunyai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif disbanding kegiatan produksi yang bersifat berbasis teknologi atau technological. (Krisnamurthi dan Saragih , 1992) (Sumardjo dalam Kumpulan Makalah Ilmu Pertanian, 2009),Pengembangan sistem agribisnis Pengembangan sistem agribisnis menjadi tuntutan logis dalam perkembangan keadaan perekonomian. Perkembangan permintaan terhadap produk pertanan ternyata tidak hanya dalam hal jumlah, tetapi juga terjadi peningkatan permintaan kesesuaian tempat, waktu, kemasan, pengangkutan, mekanisme pemasaran dan sebagainya. Petani tidak cukup lagi hanya mengetahui bagaimana menghasilkan produk sebaik dan sebanyak ungkin dan kemudian dijual, tetapi perlu pula mengetahui bagaimana seleradan kebutuhan konsumen akhir, termasuk konsumen luar negeri sehingga dapat menghasilkan produk yang sesuai dan laku dijual dengan harga memadai (Sumardjo dalam Kumpulan Makalah Ilmu Pertanian, 2009).

Daftar PustakaSumardjo. 2009. Peranan agribisnis .Kumpulan Makalah Ilmu Pertanian.Bogor: IPB PressKrisnamurthi dan Saragih .1992. Kegiatan Produksi Berbasis Sumberdaya. Kumpulan Makalah Ilmu Pertanian .Bogor: IPB PressSumardjo. 2009. Pengembangan Sistem Agribisnis. Kumpulan Makalah Ilmu Pertanian.Bogor: IPB Press"Adjid.1995. Agribisnis. Sofwanto, A. 2006. ""Adjid, 1995. Penerapan agribisnis. Sofwanto, A. 2006. ""Amirin, 1996.Konsep agribisnis. Sofwanto, A. 2006. ""Dinas Pertanian. 2004. Visi Misi Dinas Pertanian. ""Downey dan Erickson.1992. Batasan Agribisnis. Sofwanto, A. 2006. ""Harun.1995. Perilaku petani agribisnis. Sofwanto, A. 2006. ""Hubeis.1996. Paradigma pembangunan pertanian. Sofwan