Pembelajaran dengan Model Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

61
UNIVERSITAS SOSIAL (EMPOWERING OF SOCIETY BASED LEARNING) : SOLUSI MENINGKATKAN SKILL DAN EXPERTISE MAHASISWA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (AEC) 2015 KARYA TULIS ILMIAH Naskah Karya Tulis ini disusun dalam Rangka Mengikuti Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Program Studi Pendidikan Ekonomi Ditulis Oleh Defina Nurzamzam 1204344/Angkatan 2012

description

Pendidikan

Transcript of Pembelajaran dengan Model Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

UNIVERSITAS SOSIAL (EMPOWERING OF SOCIETY BASED LEARNING) : SOLUSI MENINGKATKAN SKILL DAN EXPERTISE MAHASISWA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (AEC) 2015

KARYA TULIS ILMIAH

Naskah Karya Tulis ini disusun dalam Rangka Mengikuti Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Program Studi Pendidikan Ekonomi

Ditulis Oleh

Defina Nurzamzam 1204344/Angkatan 2012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMIFAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA20152

LEMBAR PENGESAHAN

Universitas Sosial (Empowering Of Society Based Learning) : Solusi Meningkatkan Keterampilan (Skill) dan Keahlian (expertise) Mahasiswa Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 20151. Judul Karya Tulis :

2. Ketua Pelaksana : a. Nama Lengkap : Defina Nurzamzam b. NIM : 1204344c. Jurusan/Fakultas : Pendidikan Ekonomi/FPEBd. Perguruan Tinggi : Universitas Pendidikan Indonesiae. Alamat Rumah : Gegerkalong Girang Gang.Darmawinata No.06f. No. Telp/ Hp : 085775484728g. E-mail : [email protected], 09 April 2015Penulis

Defina NurzamzamNIM. 1204344

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan inayah-Nya dimana penulis telah diberi kesehatan fisik dan mental serta jalan pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul Universitas Sosial (Empowering Of Society Based Learning) : Solusi Meningkatkan Skill dan Expertise Mahasiswa Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2015 sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penulis menyadari bahwa dalam karya tulis ini masih banyak sekali kekurang-kekurangan yang perlu penyempurnaan baik penulisannya maupun dari segi bahasanya. Hal tersebut akibat minimnya pengetahuan penulis namun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga penulis menyadari akan titik lemah penulis yang sesungguhnya. Atas dasar kekurangan tersebut maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah ikhlas membantu dalam bantuan spiritual sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan oleh penulis. Demikianlah karya tulis ini penulis buat mudah-mudahan bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri maupun bagi yang membaca pada umumnya, Amin.

Bandung, 31 Maret 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiDAFTAR GAMBARivABSTRAKSIvBAB I1PENDAHULUAN1A.Latar Belakang Masalah1B.Rumusan Masalah4C.Tujuan Penulisan5D.Manfaat Penulisan5BAB II6TINJAUAN PUSTAKA6A.Konsep Dasar Keterampilan atau Skills dan Keahlian atau Expertise6B.Pembelajaran Pengalaman Langsung (Model Kolb)7C.Konsep Pendidikan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of Society Based Learning)11D.Konsep Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community)12BAB III15METODE PENULISAN15A.Jenis Penelitian15B.Teknik dan Prosedur Penelitian15C.Jenis Data dan analisis15BAB IV17PEMBAHASAN17A.Tingkat Keterampilan (Skills) dan Keahlian (Expertise) Mahasiswa FPEB UPI17B.Permasalahan dan Tantangan Pembelajaran Yang Dihadapi Mahasiswa FPEB UPI19C.Implementasi Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of People)211.Deskripsi Konsep Universitas Sosial, Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of Society Based learning)222.Pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of Society Based Learning)23BAB V29PENUTUP29A.Kesimpulan29B.Saran30DAFTAR PUSTAKAviLAMPIRANviLAMPIRAN 1viKuesioner Penelitianvi

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1Model pembelajaran dua-dimensi Kolb9Gambar 2 Mahasiswa FPEB UPI Yang Memiliki Soft Skill18Gambar 3 Pentingnya Soft Skill Yang Harus Dimiliki Mahasiswa18Gambar 4 Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Pembelajaran Di Kelas20Gambar 5 Tingkat Efektivitas Pembelajaran di Kelas20Gambar 6 Pengaruh Pembelajaran di Kelas Terhadap Hard Skill Mahasiswa21Gambar 7 Pengaruh Pembelajaran di Kelas Terhadap Soft Skill Mahasiswa21Gambar 8 Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Tentang Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat22Gambar 9 Pentingnya Melakukan Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat22Gaambar 10Model Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of Society based Learning)24Gambar 11Alur Universitas Sosial, Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of People)27

ABSTRAKSI

Masyarakat yang berpendidikan tinggi akan memiliki keterampilan (skills) dan keahlian (expertise) yang tinggi pula. Namun faktanya jumlah pengangguran terdidik di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan data BPS, walaupun angkanya semakin menurun, namun jumlah pengangguran terdidik masih tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh keterampilan (skill) dan keahlian (expertise) yang dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi tidak sesuai dengan kompetensi yang diharapkan oleh dunia kerja. Perguruan Tinggi haruslah memberikan pembelaaran yang menyeimbangkan hard skill dan soft skill. Namun banyak mahasiswa yang hanya memiliki hard skill yang tinggi tanpa diimbangi oleh soft skill yang tinggi pula. Ditambah dengan adanya pembelakuan ASEAN Economic Community (AEC) yang akan diberlakukan mulai akhir tahun 2015, maka dunia pendidikan khususnya mahasiswa menghadapi tantangan yang besar bagaimana menyiapkan kompetensi diri untuk dapat bersaing dengan masyarakat ASEAN. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dengan dilakukan pembelajaran yang memprioritaskan soft skill, yaitu mahasiswa dapat melakukan pembelajaran langsung di masyarakat. Sehingga hal tersebut menuntut mahasiswa untuk memiliki keterampilan kepemimpinan, komunikasi, problem solving, dan interaksi sosial yang baik.Universitas Sosial merupakan program pembelajaran yang dilakukan oleh mahasiswa dengan berbasis kepada pemberdayaan potensi masyarakat. Dimana selain pembelajaran tersebut untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian mahasiswa, tapi juga untuk dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat dan menggali potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Program ini dilakukan oleh Tim Pemberdaya yang dibentuk dari masing-masing program studi kemudian setiap tim pemberdaya ditugaskan kepada satu desa. Di dalam satu desa tersebut terdapat beberapa tim pemberdaya sesuai dengan keahlian bidang studinya masing-masing. Semua tim pemberdaya berkolaborasi untuk dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan membantu menggali potensi yang dimiliki.Keyword : Model Pembelajaran, Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of Society Based Learning), Universitas Sosial.

ABSTRACT

Highly educated society will have the skills (skills) and skills (expertise) is also high. But in fact, the number of unemployed educated in Indonesia is still high. Based on BPS data, although the number has declined, but the number of educated unemployment is still high. It is caused by skills (skills) and skills (expertise) owned by college graduates are not in accordance with the competencies expected by the world of work. Universities must provide the balance pembelaaran hard skills and soft skills. However, many students who only have a high hard skills being offset by higher soft skills.Coupled with the ASEAN Economic Community (AEC) determination which will be put into effect from the end of 2015, the world of education, especially students face a huge challenge of how to prepare yourself for competence can compete with the ASEAN community. To overcome these problems then the learning is done prioritize soft skills, such as students can do hands-on learning in the community. So that it requires students to have leadership skills, communication, problem solving, and good social interaction.Social University is a learning program that is conducted by the student with the empowerment potential of community based. Where in addition to learning to improve student skills and expertise, but also to be able to help resolve problems that occur in the community and explore the potential of the community. The program is conducted by a team Empowering formed from each of the courses and then each team is assigned to one community empowerment. In the village there are a few teams I noticed in accordance with the expertise of each field of study. All team noticed collaborate to help solve the problems faced by the community and help explore its potential.Keyword: Learning Model, Empowering of Society Based Learning, Social University.BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahDi era globalisasi sekarang, pendidikan menjadi suatu keharusan, karena tuntutan dari dunia kerja yang meminta kompetensi yang tinggi bagi para tenaga kerja. Tidak hanya dari segi akademik, tapi juga dalam aspek keterampilan dan keahlian. hal terseut menjadi tantangan bagi tenaga kerja Indonesia untuk terus meningkatkan tingkat pendidikannya dan keterampilan yang dimilikinya. Bowen, dan Hobson (1974:20, pendidikan adalah investasi utama dan penting dalam menciptakan human capital. Namun faktanya terdapat berbagai masalah yang terjadi di dunia pendidikan, baik dalam skala makro maupun mikro (satuan pendidikan). Termasuk Perguruan Tinggi dalam hal menghasilkan lulusannya, akibat dari hubungan antara tiga unsur yaitu perubahan, adaptasi dan perbedaan. Perubahan dunia usaha dari sektor agraris ke sektor industri berikut diikuti dengan arus informasi tidak diiringi dengan kecepatan adaptasi pendidikan terhadap perbedaan sistem pendidikan dan lingkungannya. Konsekuensi perbedaan antara sistem pendidikan dengan lingkungannya adalah inti dari krisis pendidikan tersebut ( Coombs, 1985 :5 ). Tabel 1.Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tahun 2010-2014No.Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan20102011201220132014

1Tidak/belum pernah sekolah 163 954 205 388 85 374 81 432 74 898

2Belum/tidak tamat SD 616 104 737 610 512 041 489 152 389 550

3SD1 387 2201 241 8821 452 0471 347 5551 229 652

4SLTP1 624 6662 138 8641 714 7761 689 6431 566 838

5SLTA Umum2 148 7402 376 2541 867 7551 925 6601 962 786

6SLTA Kejuruan1 188 3971 161 3621 067 0091 258 2011 332 521

7Diploma I,II,III/Akademi 442 281 276 816 200 028 185 103193 517

8Universitas 683 064 543 216 445 836 434 185 495 143

Total8 254 4268 681 3927 344 8667 410 9317 244 905

Sumber : BPS Indonesia Tahun 2010-20141

Terbukti walaupun kemajuan pembangunan telah menghasilkan banyak tenaga terdidik (sarjana), namun kondisi belum sepenuhnya menggembirakan, karena masih ditandai oleh besarnya angka pengangguran (Alma,2000). Dari data BPS diatas, walaupun pengangguran dari jenjang pendidikan Diploma dan Universitas terus menurun dari tahun 2010-2014 namun angkanya cukup tinggi. Hal tersebut terjadi karena diduga terdapat banyak kelemahan di dalam sistem pendidikan nasional (Sisdiknas), dimana proses pendidikan di perguruan tinggi belum mampu mendorong bahkan mengembangkan mahasiswa dan alumninya dengan menumbuhkan sesuatu yang bermuatan nilai tertentu, dan meluluskan sarjana yang berkarakter dengan sikap dan perilaku yang memiliki ketrampilan plus, salah satu pola pikir yang berkaitan dengan nilai kemandirian. Oleh karena itu, hampir semua negara di dunia menghadapi tantangan untuk melaksanakan pembaharuan, dan beradaptasi sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan (Zamroni, 2000:19). Untuk itu, pemerintah merumuskan kebijakan dalam menyelesaikan masalah tersebut dengan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010-2014 yang didasarkan Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) 2005- 2025, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, serta Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Kesemuanya diharapkan sebagai payung hukum dan petunjuk pelaksanaan atau teknis dalam merevitalisasi di bidang pendidikan. Renstra Kemendiknas 2010-2014 mengacu pada visi RPJMN 2010-2014 yaitu menjadikan Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan ; dengan arahan Presiden untuk memperhatikan aspek change and continuity, de-bottlenecking, dan enhancement, dalam program pembangunan pendidikan. Erat kaitan dengan arahan presiden, pendidikan di Indonesia, mutu / kualitas merupakan salah satu tema pokok, selain pemerataan, dan efisiensi di mana banyak diskursus oleh para pakar pendidikan. Gass, (1984:7), menyatakan pendidikan telah menjadi penghambat pembangunan ekonomi dan teknologi, dengan munculnya berbagai kesenjangan : kultural, sosial, dan khususnya kesenjangan vokasional dalam bentuk melimpahnya pengangguran terdidik, yang mencari pekerjaan (data Tabel 1). Di samping itu, berbagai problem yang muncul di masyarakat, berupa ketimpangan antara kualitas pendidikan yang dihasilkan lembaga pendidikan tinggi dan kualifikasi berikut spesialisasi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia kerja merupakan refleksi adanya kelemahan yang mendasar dalam dunia PT. Pendidikan tidak bisa dilihat sebagai suatu dunia tersendiri, melainkan pendidikan secara umum harus dipandang dan diberlakukan sebagai bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, proses pendidikan secara umum harus memiliki keterkaitan dan kesepadanan secara mendasar serta berkesinambungan dengan proses yang berlangsung di dunia kerja (Zamroni, 2000: 10).Terkait dengan definisi mutu pendidikan, Ace Suryadi dan Dasim Budimansyah, (2009:202) mengatakan bahwa pendidikan yang bermutu ialah yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dasar untuk belajar sehingga dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor dalam pembaharuan dan perubahan. Dalam pengertian ini, mutu pendidikan tidak dapat dipisahkan dari konsep efisiensi, efektivitas, keadilan, dan pemerataan. Perguruan tinggi seperti diketahui bersama sebagai lembaga tempat terjadinya proses sosialisasi dan kulturalisasi berbagai sikap dan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh manusia terdidik untuk menjadi anggota masyarakat yang kreatif, konstruktif, dan produktif ( Balitbang, 2007: 89). Namun, kondisi satuan pendidikan (sekolah maupun Perguruan Tinggi ) selama ini, seperti dinyatakan Muchtar Buchori, (dalam Cholisin, 2007) hanyalah memberi kemampuan untuk menghafal dan daya ingat untuk menguasai materi yang diberikan semata serta tidak mengembangkan kemandirian peserta didik. Hasilnya pendidikan kita tidak mempunyai makna. Oleh karena itu, satuan pendidikan harus memenuhi tiga aspek, yaitu pengetahuan, ketrampilan (skill), dan membentuk karakter. Aspek pengetahuan yang dikembangkan seharusnya dapat menunjang kebutuhan ketrampilan (skill) yang terus berubah. Pentingnya materi perkuliahan yang dikuasai mahasiswa harus bisa mengikuti perkembangan kehidupan, kapan dan dimana pun.Ditambah dengan adanya kebijakan Free Trade Area yang disepakati oleh negara-negara ASEAN yaitu ASEAN Economic Community (AEC) yang akan berlaku akhir tahun ini yaitu bulan Desember 2015. Membuat dunia pendidikan Indonesia harus siap dan mampu mengahasilkan lulusan yang credible dan competent sehingga dapat bersaing dengan tenaga kerja terdidik negara-negara ASEAN yang lain. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand. Laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO), MEA dapat menciptakan 14 juta lapangan kerja tambahan atau mengalami kenaikan 41 persen pada 2015 karena semakin bebasnya pergerakan tenaga kerja terampil. Pertumbuhan ekonomi regional pun bisa terdongkrak menjadi 7 persen. Namun demikian, Indonesia kemungkinan tidak banyak diuntungkan. Taksiran lapangan kerja baru hanya mencapai 1,9 juta atau 1,3 persen dari total pekerja. Sementara ILO memperkirakan permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan meningkat 22 persen atau 38 juta dan tenaga kerja level rendah meningkat 24 persen atau 12 juta. Menurut kajian tersebut, sekitar setengah dari tenaga kerja sangat terampil diramalkan akan bekerja di Indonesia. Sayangnya, sebagian besar lapangan pekerjaan itu justru akan diperebutkan oleh calon pekerja yang kurang terlatih dan minim pendidikan. Akibatnya, kesenjangan kecakapan itu akan mengurangi produktivitas dan daya saing Indonesia.Berdasarkan Berita Resmi statistik 2012, Indonesia memiliki 10,3 juta tenaga kerja berpendidikan tinggi, namun daya saing tenaga kerja Indonesia dibawah negara-negara ASEAN. Survei Asian productivity Organization 2004, dari setiap 1000 tenaga kerja Indonesia hanya 4,3 persen yang terampil dibandingkan dengan Filipina (8,3 persen) Malaysia (32,6 persen) dan Singapura (34,7 persen). (http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/31/1448290/Tak.Benahi.Kualitas.Kita.Kalah. Fakta bahwa tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia menduduki posisi-posisi strategis. Data Bank Indonesia (Laporan survey tenaga kerja asing di Indonesia tahun 2009) mayoritas tenaga kerja asing di Indonesia berpendidikan Strata 1 (S1) dan memiliki pengalaman kerja kurang dari 1 tahun hingga lebih dari 1 tahun. Sebagian besar tenaga kerja asing bekerja sebagai professional atau teknisi dengan rata-rata gaji yang diterima sangat tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja lokal. Mengacu pada permasalahan tersebut, maka penulis memilih judul Universitas Sosial (Empowering Of Society Based Learning) : Solusi Meningkatkan Skills dan Expertise Mahasiswa Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2015.B. Rumusan MasalahBertitik tolak dari latar belakang masalah, maka dirumuskanlah perumusan masalah sebagai berikut :1. Bagaimana perkembangan tingkat keterampilan dan keahlian mahasiswa perguruan tinggi saat ini ?2. Bagaimana permasalahan dan tantangan pembelajaran yang dihadapi oleh mahasiswa ?3. Bagaimana implementasi model pembelajaran berbasis masyarakat (Empowering of People) dengan program Universitas Masyarakat (University of Society) ?

C. Tujuan PenulisanBerdasarkan kepada rumusan masalah tersebut, maka penulisan makalah ini bertujuan untuk :1. Mengetahui perkembangan tingkat keterampilan dan keahlian mahasiswa di perguruan tinggi saat ini.2. Mengetahui permasalahan dan tantangan pembelajaran yang dihadapi oleh mahasiswa.3. Mengetahui implementasi model pembelajaran berbasis masyarakat (Empowering of People) dengan program Universitas Masyarakat (University of Society)

D. Manfaat PenulisanDalam penyusunan karya tulis ini, terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh antara lain :1. Untuk penulis, memberikan pengetahuan tentang model pembelajaran pemberdayaan masyarakat (Empowering of People) sebagai solusi untuk meningkatkan skill dan ekspertasi mahasiswa serta pemberdayaan potensi masyarakat.2. Untuk mahasiswa perguruan tinggi, diperoleh strategi dan sarana dalam meningkatkan skill dan ekpertarisnya melalui pengabdian kepada masyarakat.3. Untuk masyarakat, diperoleh pengetahuan dan bantuan tenaga professional dalam mengembangkan dan meningkatkan potensi daerahnya.4. Untuk perguruan tinggi, diperoleh solusi atau masukan metode pembelaaran untuk meningkatkan skill dan ekspertaris mahasiswa melalui pengabdian kepada masyarakat.

5

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Keterampilan atau Skills dan Keahlian atau ExpertiseSoftkills merupakan keterampilan dan kecakapan hidup, baik dengan diri sendiri, berkelompok atau bermasyarakat serta dengan Sang Pencipta. (Elfindri et al., 2010) Secara garis besar softskills merupakan gabungan kemampuan intrapersonal dan kemampuan interpersonal. Kemampuan intrapersonal meliputi kesadaran diri atau self awareness (mencakup kepercayaan diri, penilaian diri, sifat dan preferensi, serta kesadaran emosional), serta kemampuan diri atau self skill (perkembangan diri, pengendalian diri, kepercayaan, kekhawatiran, manajemen waktu, proaktivitas, dan hati nurani). Sementara itu, kemampuan interpersonal meliputi kesadaran sosial atau social awareness (kesadaran politik, mengembangkan orang lain, memanfaatkan keragaman, orientasi pelayanan, dan empati) dan kemampuan sosial atau social skill (kemampuan kepemimpinan, pengaruh, komunikasi, manajemen konflik, kerjasama, sinergi dan kemampuan berorganisasi). (Goleman, 2005).Pengertian softskills seperti yang dimuat pada wikipedia.com 2011 Soft skills is a sociological term relating to a persons EQ (Emotional Intelligence Quotient), the cluster of personality traits, social graces, communication, language, personal habits, friendliness, and optimism that characterize relationships with other people. Soft skills complement hard skills (part of a persons IQ), which are the occupational requirements of a job and many other activities. Softskills adalah sebuah istilah kemasyarakatan atau sosiologi untuk menunjukkan tingkat EQ seseorang, yang terdiri dari kelompok sifat kepribadian, diterima oleh masyarakat, komunikasi, bahasa, kebiasaan seseorang, keramahan, dan optimisme yang mencirikan hubungan dengan orang lain. Soft Skills merupakan komplemen dari hardskills (IQ seseorang) yang merupakan syarat dari sebuah pekerjaan.

Sedangkan Keahlian (expertise) adalah pengetahuan yang mendalam tentang suatu masalah tertentu, dimana keahlian bisa diperoleh dari pelatihan/ pendidikan, membaca dan pengalaman dunia nyata. Ada dua macam pengetahuan yaitu pengetahuan dari sumber yang ahli dan pengetahuan dari sumber yang tidak ahli. Pengetahuan dari sumber yang ahli dapat digunakan untuk mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Ahli (experts) adalah seorang yang memiliki keahlian tentang suatu hal dalam tingkatan tertentu, 6

ahli dapat menggunakan suatu permasalahan yang ditetapkan dengan beberapa cara yang berubah-ubah dan merubahnya kedalam bentuk yang dapat dipergunakan oleh dirinya sendiri dengan cepat dan cara pemecahan yang mengesankan. Ahli seharusnya dapat untuk menjelaskan hasil yang diperoleh, mempelajari sesuatu yang baru tentang domain masalah, merestrukturisasi pengetahuan kapan saja yang diperlukan dan menentukan apakah keahlian mereka relevan atau saling berhubungan.

B. Pembelajaran Pengalaman Langsung (Model Kolb)Teori pembelajaran pengalaman Kolb (1984) menyatakan bahawa idea bukanlah satu unsur pemikiran yang tidak boleh diubah tetapi ia terbentuk dan dibentuk semula melalui pengalaman. Oleh itu, pembelajaran adalah satu proses di mana konsep sentiasa diubahsuai oleh pengalaman. Atherton (2002) mengemukakan bahwa dalam konteks belajar pembelajaran berbasis pengalaman dapat dideskripsikan sebagai proses pengalaman pebelajar yang direfleksikan secara mendalam sehingga dapat muncul pemahaman baru atau proses belajar. Pembelajaran berbasis pengalaman memanfaatkan pengalaman baru dan reaksi pebelajar terhadap pengalamannya untuk membangun pemahaman dan transfer pengetahuan, keterampilan serta sikap. Model pembelajaran berbasis pengalaman mendefinisikan belajar sebagai proses mengkonstruksi pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Menurut Mardana (2005) belajar dari pengalaman mencakup keterkaitan antara berbuat dan berpikir. Jika seseorang terlibat aktif dalam proses belajar maka orang itu akan belajar jauh lebih baik. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar tersebut pembelajar secara aktif berpikir tentang apa yang dipelajari dan kemudian bagaimana menerapkan apa yang telah dipelajari dalam situasi nyata.Kolb (1994) mengemukakan bahwa model pembelajaran berbasis pengalaman memiliki empat tahapan yakni:1. Pengalaman Konkret (Concrete Experience)2. Refleksi Observasi (Reflective Observation)3. Konseptualisasi Abstrak (Abstract Conceptaulization)4. Eksperimen (experiment)Siklus belajar menurut pembelajaran berbasis pengalaman dimulai dari sebuah pengalaman konkrit dilanjutkan dengan proses refleksi dan observasi terhadap pengalaman tersebut. Hasil refleksi ini akan diasimilasi/diakomodasi dalam struktur kognitif (konseptualisasi abstrak) dan selanjutnya dirumuskan suatu hipotesis baru untuk diuji kembali pada situasi baru (eksperimen). Hasil dari tahap eksperimen akan menuntun kembali pebelajar menuju tahap pengalaman konkret. Lebih rinci tahapan-tahapan dari model pembelajaran berbasis pengalaman dijelaskan sebagai berikut :1. Pengalaman konkretPada tahap ini pebelajar disediakan aktivitas yang mendorong mereka melakukan aktivitas. Aktivitas ini bisa berangkat dari suatu pengalaman yang pernah dialami sebelumnya baik formal maupun in formal atau situasi yang realistik. Aktivitas yang disediakan bisa di dalam ataupun di luar kelas dan dikerjakan oleh pribadi atau kelompok.2. Refleksi observasiPada tahap ini pebelajar mengamati pengalaman dari aktivitas matematika yang dilakukan dengan menggunakan panca indera maupun dengan bantuan alat peraga. Selanjutnya pebelajar merefleksikan pengalamannya dan dari hasil refleksi ini mereka menarik pelajaran. Dalam hal ini proses refleksi akan terjadi bila guru mampu mendorong siswa untuk mendeskripsikan kembali pengalaman yang diperolehnya, mengkomunikasikan kembali dan belajar dari pengalaman tersebut.3. Konseptualisasi abstrakSetelah melakukan observasi dan refleksi, maka pada tahap konseptualisasi abstrak pebelajar mulai mencari alasan, hubungan timbal balik dari pengalaman yang diperolehnya. Selanjutnya pebelajar mulai mengkonseptualisasi suatu teori atau model dari pengalaman yang diperoleh dan mengintegrasikan dengan pengalaman sebelumnya. Pada fase ini dapat ditentukan apakah terjadi pemahaman baru atau proses belajar pada diri pebelajar atau tidak. Jika terjadi proses belajar, maka :a. pebelajar akan mampu mengungkapkan aturan-aturan umum untuk mendeskripsikan pengalaman tersebut.b. pebelajar menggunakan model yang ada untuk menarik simpulan terhadap pengalaman yang diperoleh,c. pebelajar mampu menerapkan teori yang terabstraksi untuk menjelaskan pengalaman tersebut.4. Eksperimen Aktifaskan pengalaman tersebut. 4. Eksperimen Aktif. Pada tahap ini pebelajar mencoba merencanakan bagaimana menguji keampuhan model atau teori untuk menjelaskan pengalaman baru yang akan diperoleh selanjutnya (Kolb, dalam Mardana, 2005). Pada tahap eksperimen aktif akan terjadi proses belajar bermakna karena pengalaman yang diperoleh pebelajar sebelumnya dapat diterapkan pada pengalaman atau situasi problematika yang baru.Pembelajaran berbasis pengalaman terjadi ketika pebelajar :1. berpartisipasi dalam suatu aktivitas2. menyelidiki secara kritis aktivitas pengalaman untuk diklarifikasi3. menarik pemahaman yang berguna dari analisis terhadap pengalaman yang diperoleh4. menggunakan pengalaman yang telah diperoleh untuk bekerja pada situasi yang baru.

Pengalaman KonkretEksperimentasi AktifKonseptual AbstrakRefleksi ObservasiAkomodatorKonvergerAsimilatorDiverger

Gambar 1. Model pembelajaran dua-dimensi Kolb

Dalam tahap di atas, proses belajar dimulai dari pengalaman konkrit yang dialami seseorang. Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Dalam proses refleksi seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dialaminya. Refleksi ini menjadi dasar proses konseptualisasi atau proses pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami serta prakiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi atau konteks yang lain (baru). Proses implementasi (experiment) merupakan situasi dan konteks yang memungkinkan penerapan konsep yang sudah dikuasai. Kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata kemudian direfleksikan dengan mengkaji ulang apa yang telah dilakukannya tersebut. Pengalaman yang telah direfleksikan kemudian diatur kembali sehingga membentuk pengertianpengertian baru atau konsep-konsep abstrak yang akan menjadi petunjuk bagi terciptanya pengalaman atau perilaku-perilaku baru. Proses pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking action). Tabel 2. Kemampuan Mahasiswa Dalam Proses Belajar Pengalaman Langsung (Experiential Learning Theory)KemampuanUraianPengutamaan

Concrete experience (CE)Siswa melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baruFeeling (perasaan)

Reflection observation (RO)Siswa mengobservasi dan merefleksi atau memikirkan pengalamannya dari berbagai segiWatching (mengamati)

Abstract conceptualization (AC)Siswa menciptakan konsepkonsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat.Thinking (berpikir)

Active Experimentation (AE)Siswa menggunakan teori untuk memecahkan masalah-masalah dan mengambil keputusan.Doing (berbuat)

Dalam proses belajar model Kolb ini terdapat dua dimensi. Pertama, pengalaman langsung yang konkrit (CE) pada satu pihak dan konseptualisasi abstrak (AC) pada pihak lain. Kedua, eksperimen aktif (AE) pada satu pihak dan observasi refleksi (RO) pada pihak lain. Individu selalu mencari kemampuan belajar tertentu dalam situasi tertentu. Jadi, individu dapat beralih dari pelaku (AE) menjadi pengamat (RO) dan dari keterlibatan langsung (CE) menjadi analisis abstrak (AC).C. Konsep Pendidikan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of Society Based Learning)Terdapat berbagai perspektif mengenai pengertian pemberdayaan masyarakat, yaitu : Pertama, pemberdayaan pada dasarnya adalah memberikan kekuatan kepada pihak yang kurang atau tidak berdaya (powerless) agar dapat memilliki kekuatan yang menjadi modal dasar aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia. Pemberdayaan yang dimaksud tidak hanya mengarah pada individu semata, tapi juga kolektif (Harry Hikmat, 2001: 46-48). Pengertian ini kurang lebih sama dengan pendapat Payne dan Shardlow mengenai tujuan pemberdayaan. Menurut Payne, tujuan utama pemberdayaan adalah membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan, yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Sedangkan Shardlow menyimpulkan bahwa pemberdayaan menyangkut permasalahan bagaimana individu, kelompok ataupun masyarakat berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. (Rukminto Adi, 2002: 162-163) .Kedua, pemberdayaan masyarakat tidak hanya menyangkut aspek ekonomi. Ada berbagai macam pemberdayaan, antara lain: pemberdayaan bidang politik, bidang ekonomi, bidang hukum, bidang sosial, bidang budaya, bidang ekologi, dan pemberdayaan bidang spiritual. Meskipun tujuan dari masing-masing pemberdayaan mungkin berbeda, namun untuk keberhasilan pemberdayaan yang menyeluruh, berbagai macam bentuk pemberdayaan tersebut seharusnya dapat dipadukan dan saling melengkapi. (James William Lie, 1995: 132: Rukminto Adi, 2002: 163-165).Ketiga, pemberdayaan yang sepenuhnya melibatkan partisipasi masyarakat atau masyarakat menjadi pilihan yang paling menguntungkan di masa yang akan datang. Hal ini setidaknya didasari berbagai potensi yang dimilikinya, seperti dinyatakan oleh David Osborne dan Ted Gabler, antara lain (Osborne and Gabler, 1993); warga masyarakat akan memberikan komitmen yang lebih besar; masyarakat mengetahui permasalahan yang dihadapi warganya secara lebih mendalam; masyarakat lebih mampu memberikan penyelesaian setiap masalah yang lebih mendasar.Keempat, konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian pembanguan masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada manusia (community based development) Kartasastima (1996) mejelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan keberdayaan masyarakat, yaitu kemapuan individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat yang sebagian besar anggotanya sehat fisik dan mental, terdidik kuat, dan inovatif tentunya memiliki keberdayaan yang tinggi. Keberdayaan masyarakat adalah unsur-unsur yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai tujuan. Sedangkan memberdayakan masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan martabat masyarakat yang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Untuk itu, pendidikan yang berbasis memberdayakan masyarakat (Empowering of People) yaitu pendidikan yang dilakukan dengan memberikan bantuan kepada masyarakat menyangkut semua aspek mulai dari ekonomi, politik, hukum, sosial, budaya, ekologi dan spiritual dengan tujuan pembangunan atau kesejahteraan masyarakat.D. Konsep Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community)Asean Economic Community adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN yaitu adanya system perdagangan bebas antara Negara-negara ASEAN. Indonesia termasuk salah satu Negara dari sepuluh Negara yang telah menyepakati perjanjian MEA atau ASEAN Economic Community (AEC) dalam kegiatan Cebu declaration on the Acceleration of the establishment of an ASEAN Community by 2015 yang telah ditandatangani oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, tanggal 13 Januari 2000. Para pemimpin ASEAN juga menyepakati percepatan pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) dari tahun 2020 menjadi tahun 2015.Keputusan untuk mempercepat pembentukan AEC menjadi 2015 ditetapkan dalam rangka memperkuat daya saing asean dalam menghadapi kompetisi global seperti dengan India dan China. Selain itu beberapa pertimbangan yang mendasari hal tersebut adalah:1) Potensi penurunan biaya produksi di ASEAN sebesar 10-20 persenuntuk barang knsumsi sebagai dampak integrasi ekonomi.2) Meningkatkan kemampuan kawasan dengan implementasi standard dan praktik internasional, Hak kekayaan intelektual (HAKI) dan adanya persaingan.Pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia dilaksanakan pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN, mereka sepakat untuk mengembangkan ASEAN Economic Community Blueprint yang merupakan pedoman bagi Negara- Negara anggota ASEAN untuk mencapai AEC 2015.Sebagaimana digariskan dalam AEC Blueprint, seluruh Negara ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan barang,jasa,investasi,tenaga kerja terampil secara bebas dan arus modal yang lebih bebas.Dalam melaksanakan proses integrasi ekonomi ASEAN menuju AEC 2015 dibentuklah struktur kelembagaan ASEAN yang terdiri dari ASEAN Summit, ASEAN Coordinationcouncil, ASEAN Community Council, ASEAN Economic minister, ASEAN Free trade Area Council, Asean Investmen Area Council, Senior Economic Officials Meeting, dan Coordinating Committee. Peluang yang akan didapatkan Indonesia melalui ASEAN Economic community yaitu : 1) Manfaat integrasi ekonomi Manfaat integrasi ekonomi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui pembukaan dan pembentukan pasar yang lebih besar, dorongan peningkatan efisiensi dan daya saing, serta pembukaan peluang penyerapan tenaga kerja di kawasan ASEAN.2) Pasar Potensial Dunia Perwujudan AEC di tahun 2015 akan menempatkan ASEAn sebagai kawasan pasar terbesar ke-3 didunia yang didukung oleh jumlah penduduk ke-3 terbesar didunia setelah China dan India.3) Negara PengeksporAsean dikenal sebagai Negara pengekspor, baik produk berbasis sumber daya alam maupun produk elektronik. Prospek perekonomian yang cukup baik akan membuat ASEAN menjadi tempat tujuan investasi.4) Sektor Jasa TerbukaDibidang jasa, ASEAN memilliki kondisi yang memungkinkan agar pengembangan sector jasa dapat dibuka seluas-luasnya.Sedangkan tantangan yang akan dihadapi Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic community adalah: 1) Laju Peningkatan Ekspor dan ImporKinerja ekspor selama periode 2004-2008 berada diurutan ke-4 setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand, dan impor tertinggi ke-3 setelah Singapura dan Malaysia. Hal tersebut akan membawa dampak yang sangat serius kedepannya karena teah mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia yang deficit terhadap beberapa Negara ASEAN.2) Daya Saing SDMKemampuan bersaing SDM tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan baik secara formal maupun informal.

14

BAB IIIMETODE PENULISAN

A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif (descriptive research) dengan pendekatan kualitatif, sehingga data-data yang penulis gunakan dalam karya tulis ini berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati dan didukung dengan studi kepustakaan berdasarkan pendalaman kajian pustaka berupa data dan angka.B. Teknik dan Prosedur PenelitianTeknik penulisan yang dilakukan penulis dalam karya tulis ini dimulai dengan memahami beberapa data sehingga dapat memberikan deskripsi tentang masalah yang dianalisis. Sesuai dengan jenis penelitian yang penulis gunakan yakni pendekatan kualitatif dengan menguraikan, menjabarkan, dan merangkai variabel-variabel yang diteliti menjadi sebuah untaian kata-kata dalam setiap bagian pembahasan. Prosedur penulisan karya tulis ilmiah ini adalah : 1. Identifikasi masalah yang berkembang di mayarakat. 2. Pencarian data dan/atau informasi dari sumber terpercaya. 3. Penyusunan penulisan dirancang secara sistematis dan runtut. 4. Pencarian kajian pustaka atau hasil kajian pustaka yang didukung oleh hasil pengamatan dan/atau wawancara. 5. Karya tulis dianalisis-sintesis, kesimpulan dan rekomendasi. C. Jenis Data dan analisisData yang digunakan dalam penelitian ini termasuk jenis data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi literatur. Teknik dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisis beberapa literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Data-data yang relevan tersebut dapat berupa buku, majalah, artikel, makalah, jurnal penelitian, dan surat kabar yang memiliki relevansi terhadap permasalahan yang dikaji. Data-data tersebut dapat diperoleh dari beberapa media, baik media cetak maupun media elektronik.

15

Data diperoleh dengan cara mempelajari literatur dan melakukan diskusi untuk memperkuat argumen dan pemahaman terhadap permasalahan yang diangkat. Metode diskusi merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan pertukaran pikiran dengan orang yang memilki kompetensi tentang topik yang diangkat. Dengan demikian, proses analisis yang merupakan hasil pengumpulan data ini hanya sebatas data yang dapat diperoleh. 16

Setelah data terkumpul, selanjutnya diikuti dengan kegiatan pengolahan data (data processing). Data yang relevan akan digunakan sebagai rujukan dalam pembahasan. Setelah proses pengolahan data, berikutnya adalah menganalisis data dan menginterpretasikannya. Data hasil analisis tersebut diinterpretasikan atau disimpulkan untuk menjawab keseluruhan masalah yang diteliti. Agar hasil analisis ini memperoleh kebenaran yang ilmiah, maka analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa tahapan yaitu tahap penyajian bukti atau fakta (skeptik), memperhatikan permasalahan yang relevan (analitik), dan tahap menimbang secara obyektif untuk berpikir logis (Narbuko, Achmad, 2004:6).

BAB IVPEMBAHASAN

Pembahasan yang akan disampaikan oleh penulis merupakan hasil dari pengamatan, tinjauan pustaka dan hasil kuesioner dari responden. Mengenai materi pembahasan tidak akan terlepas dari perumusan masalah yakni bagaimana perkembangan tingkat keterampilan (skills) dan keahlian (expertise) mahasiswa perguruan tinggi saat ini, bagaimana permasalahan dan tantangan pembelajaran yang dihadapi oleh mahasiswa dan bagaimana implementasi model pembelajaran berbasis pemberdayaan masyarakat (Empowering of Society Based Learning) dengan program Universitas Sosial (University of Social) dalam meningkatkan skills dan expertise mahasiswa.A. Tingkat Keterampilan (Skills) dan Keahlian (Expertise) Mahasiswa FPEB UPISeperti menurut Bowen, dan Hobson (1974:20), pendidikan adalah investasi utama dan penting dalam menciptakan human capital. karena itu, proses pendidikan secara umum harus memiliki keterkaitan dan kesepadanan secara mendasar serta berkesinambungan dengan proses yang berlangsung di dunia kerja (Zamroni, 2000: 10). Namun faktanya, proses pembelajran di perguruan tinggi hanya mengedepankan aspek kognitif saja. Senada dengan pendapat Muchtar Buchori, (dalam Cholisin, 2007) pendidikan yang berlangsung di perguruan tinggi hanyalah memberi kemampuan untuk menghafal dan daya ingat untuk menguasai materi yang diberikan semata serta tidak mengembangkan kemandirian peserta didik. Hasilnya pendidikan kita tidak mempunyai makna. Oleh karena itu, satuan pendidikan harus memenuhi tiga aspek, yaitu pengetahuan, ketrampilan (skill), dan membentuk karakter. Aspek pengetahuan yang dikembangkan seharusnya dapat menunjang kebutuhan ketrampilan (skill) yang terus berubah. Pentingnya materi perkuliahan yang dikuasai mahasiswa harus bisa mengikuti perkembangan kehidupan, kapan dan dimana pun.Ditambah dengan akan diberlakukannya ASEAN Economic Community (AEC) pada akhir tahun 2015, menjadi tantangan bagi dunia pendidikan khususnya mahasiswa untuk dapat menjadi pribadi yang kreatiif, inovatif, dan kompeten karena kompetitivitas yang akan dihadapi dengan penduduk negara-negara ASEAN lain. Berikut ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis :

17

Gambar 2. Mahasiswa FPEB UPI Yang Memiliki Soft Skill

Dari 84 responden sebanyak 34,52 % merasa tidak memiliki soft skill yaitu berupa kepercayaan diri, penilaian diri, kesadaran emosional, pengendalian diri, perkembangan diri, manajemen waktu, orientasi pelayanan, empati, kepemimpinan, komunikasi, kerjasama, dan kemampuan berorganisasi. Sedangkan yang mengatakan iya memiliki soft skill hanya 17,86 %. Yang lebih menghawatirkan yaitu yang masih ragu-ragu dengan potensi dirinya yaitu sebanyak 47, 62 %, merupakan yang paling banyak.Hal tersebut terjadi karena kurangnya pembelajaran yang dilakukan dengan berorientasi soft skill. Fakta yang terjadi, mahasiswa hanya mendapatkan pengetahuan dan teori yang meningkatkan hard skillnya tanpa meningkatkan soft skill nya. Gambar 3. Pentingnya Soft Skill Yang Harus Dimiliki Mahasiswa

Sebanyak 53,57 % dari 84 responden mengatakan bahwa soft skill sangat penting untuk dimiliki oleh mahasiswa. 25 % mengatakan ragu-ragu dan 9,52 % mengatakan tidak. Mahasiswa menyadari bahwa setelah lulus dari bangku perkuliahan, soft skill sangat penting dalam menyiapkan dirinya baik di dalam masyarakat maupun di dunia kerja. B. Permasalahan dan Tantangan Pembelajaran Yang Dihadapi Mahasiswa FPEB UPIDalam praksis pembelajaran dijumpai kondisi sebagaimana dinyatakan Al Rasyid (2010) dan Rachman (2012) bahwasanya pendidikan di Indonesia ternyata masih berkutat pada pendidikan gaya hard skill saja, yaitu penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang keilmuan yang dipelajari (Furhan, 2011), atau menjadikan aspek kognitif sebagai tujuan dari proses belajar-mengajar (Zulkhairi, 2012). Proses pembelajaran berorientasi pada hard skill menekankan peran guru atau dosen sebagai pemilik kelas (teacher center) dengan tugas mengajar (teaching), yaitu mentransfer pengetahuan. Bahkan secara ekstrim dinyatakan, kondisi yang ada dalam proses pembelajaran adalah hard skill, tidak ada pembelajaran soft skill. Guru sebagai ahli dalam bidang ilmu dan juga contoh atau model nyata dari pribadi yang ideal. Sedangkan siswa merupakan penerima pengajaran yang baik, yang sesungguhnya sebagai penerima informasi yang pasif (Sulistyo, 2009). Sailah (2008) menyatakan bahwa dalam praktek sistem pendidikan Indonesia saat ini khususnya di perguruan tinggi, porsi pengembangan soft skills hanya diberikan rata-rata 10% saja dalam kurikulumnya, sementara itu 90% nya berisi hard skills. Dengan begitu, tidak heran jika rata-rata mahasiswa perguruan tinggi di Indonesia hanya berorientasi pada nilai tanpa memperhatikan kompetensi, keterampilan dan keahlian yang dimilikinya. Mahasiswa yang ingin memiliki keahlian yang tinggi didalam bidang yang diminatinya harus menempuh pendidikan profesi. Dan itu pun hanya untuk beberapa bidang, seperti kedokteran, notaries, akuntan, guru, psikologi, dan sebagainya. Permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa yaitu sistem pendidikan yang lebih mengedepankan hardskill dibandingkan softskill. Untuk itu bagaimana perguruan tinggi dapat memfasilitasi para mahasiswa untuk lebih menggali keterampilan dan keahlian sesuai bidang atau jurusan nya masing-masing. Dan bagaimana mahasiswa dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat dengan kompetensi yang dimilikinya. Berikut hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis :Gambar 4. Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Pembelajaran Di Kelas

Gambar 5. Tingkat Efektivitas Pembelajaran di Kelas

Dari 84 responden sebanyak 57,14 % merasa tidak puas dengan pembelajaran yang terjadi di kelas dan sebanyak 44,05 % merasa pembelajaran yang dilakukan di kelas tidak efektif. Sebanyak 32,14 % dan 35,71 mengatakan ragu-ragu mengenai tingkat kepuasan dan efektivitas pembelajaran di kelas. Sisanya 10,71 % dan 20,24 % mengatakan puas dan pembelajaran di kelas efektif. Dari hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa, setengah dari mahasiswa Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis merasa pembelajaran yang terjadi di kelas tidak efektif dalam memberikan skill yang harus disiapkannya untuk menghadapi dunia kerja.

Gambar 6. Pengaruh Pembelajaran di Kelas Terhadap Hard Skill Mahasiswa

Gambar 7. Pengaruh Pembelajaran di Kelas Terhadap Soft Skill Mahasiswa

Sebanyak 47,62 % dari responden mengatakan bahwa pembelajaran yang terjadi di kelas meningkatkan hard skill mahasiswa dan sebanyak 50 % mengatakan tidak meningkatkan soft skill yang harus dimiliki mahasiswa. Sebanyak 36,90 % dan 32,14 % ragu-ragu terhadap hard skill dan soft skill yang ditingkatkan di dalam pembelajaran. Sebanyak 15,48 % dan 17,86 % mengatakan bahwa pembelajaran yang terjadi tidak hanya meningkatkan hard skill saja, tapi juga soft skill.

C. Implementasi Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of People)Gambar 8. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Tentang Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

Gambar 9. Pentingnya Melakukan Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

Sebanyak 52,38 % responden dari 84 responden mengatakan mengetahui tentang pembelajaran berbasis pemberdayaan masyarakat dan sangat penting bagi mahasiswa untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat sebagai bentuk tugas mahasiswa dan untuk meningkatkan soft skill dengan pembelajaran langsung di dalam masyarakat. 23,18 % dan 17,86 % responden ragu-ragu terhadap pernyataan diatas. Sebanyak 23,81 % dan 29,76 % mengatakan tidak mengetahui tentang pembelajaran berbasis pemberdayaan masyarakat (Empowering of Society Based Learning) dan dinilainya pembelajaran tersebut tidak menunjang dalam meningkatkan soft skill mahasiswa.

1. Deskripsi Konsep Universitas Sosial, Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of Society Based learning)

Universitas Sosial merupakan nama program pembelajaran dengan bentuk pelatihan sebagai bentuk pengabdian yang dilakukan oleh mahasiswa dengan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat (empowering of society). Konsep Universitas disini maksudnya yaitu masing-masing kelompok dari setiap program studi berkumpul di dalam suatu masyarakat atau desa untuk melakukan kajian terhadap masalah yang dihadapi oleh suatu desa, kemudian memberikan solusi yang efektif dan dampak positif terhadap desa tersebut. Program ini dilakukan secara kolaboratif dan sinergis oleh mahasiswa dari masing-masing program studi. Program ini akan dilakukan atau diaplikasikan oleh semua mahasiswa tingkat dua (semester 4) bekerjasama dengan Dosen, Program Studi, Fakultas, Bidang Kemahasiswaan dan Rektor atau Universitas. Tujuan Pelaksanaan program ini yaitu untuk memfasilitasi mahasiswa dalam meningkatkan keterampilan yang dimilikinya berupa soft skill dan memperdalam hard skill yang diterima melalui pembelajaran di kelas. Selain itu, pelaksanaan program ini juga akan memberikan dampak yang besar kepada masyarakat melalui pemberdayaan berbagai aspek kehidupan yang dilakukan oleh mahasiswa, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, kewirausahaan, pertanian, dan lain sebagainya. Mahasiswa dari setiap program studi masing-masing dapat melakukan perubahan kepada desa yang membutuhkan bantuan dengan solusi yang ditawarkan, tentu solusi tersebut berdasarkan hasil observasi, analisis, dan studi empirik yang dilakukan.2. Pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of Society Based Learning)Universitas Sosial diaplikasikan oleh semua mahasiswa tingkat dua semester 4 masing-masing program studi. Setiap program studi membagi kelompok mahasiswa yang akan melakukan pemberdayaan masyarakat, kelompok tersebut disebut Tim Pemberdaya. Setiap Dosen membimbing beberapa kelompok Tim Pemberdaya. Kemudian setiap kelompok Tim Pemberdaya mendapatkan satu Desa Pemberdayaan ditentukan oleh keputusan program studi masing-masing. Desa-Desa Pemberdayaan tersebut merupakan hasil keputusan dari universitas yang merupakan desa-desa yang membutuhkan bantuan atau pemberdayaan. Selanjutnya setiap Tim Pemberdaya dari setiap program studi melakukan pemberdayaan masyarakat dengan lang-langkah sebagai berikut :

a. Pengenalanb. Identifikasi Masalahc. Analisis Faktor Penyebabd. Pemberian Solusie. Pelaksanaan Program Solusif. Penggalian Potensi Lokal Masyarakatg. Evaluasih. Pendampingan (Mentoring)

Pelaksanaan Program SolusiEvaluasiIdentifikasi MasalahPencarian SolusiAnalisis Faktor PenyebabPengenalanPenggalian Potensi Lokal DesaPendampingan

Gambar 10. Model Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of Society based Learning)Penjelasan Langkah-Langkah dari proses pemberdayaan :a. Pengenalan Pada tahap ini, Tim Pemberdaya dan Dosen Pembimbing melakukan pengenalan kepada pejabat pemerintah desa setempat seperti Kepala Desa, Aparatur Desa, Tokoh masyarakat, lingkungan desa, masyarakat setempat dan Tim Pemberdaya dari program studi lain.b. Identifikasi MasalahSetiap Tim Pemberdaya melakukan analisis terkait masalah yang dihadapi oleh desa pemberdayaan sesuai dengan keahlian atau program studi masing-masing. Contoh : Tim Pemberdaya program studi pendidikan mengidentifikasi permasalahan pendidikan yang terjadi di dalam masyarakat tersebut, begitu pula dengan tim pemberdaya yang lain. Tahap identifikasi masalah, tim pemberdaya dibantu oleh pejabat desa dan masyarakat dengan mewawancarai dan survei lapangan mengenai permasalahan yang dihadapi.c. Analisis Faktor PenyebabSetiap tim pemberdaya melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat. Tahap ini, tim pemberdaya dapat meminta bantuan masyarakat atau dapat dilakukan dengan diskusi internal kelompok.d. Pemberian SolusiSetelah mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat, Tim Pemberdaya melakukan bimbingan kepada Dosen Pembimbing dengan melaporkan hasil identifikasi masalah dan faktor penyebab permasalahan untuk bersam-sama mencari solusi yang efektif untuk permasalahan tersebut. Kemudian melakukan presentasi kepada pejabat desa dengan menawarkan solusi yang telah dirumuskan. Presentasi solusi ini dilakukan secara kolaboratif oleh semua tim pemberdaya yang ada di desa terkait masing-masing aspek permasalahan.e. Pelaksanaan Program SolusiSetelah Tim Pemberdaya melakukan bimbingan dengan Dosen Pembimbing untuk merumuskan solusi-solusi efektif yang akan dilaksanakan, selanjutnya Tim Pemberdaya melakukan program solusi yang telah direncanakan bekerja sama dengan pejabat desa dan masyarakat setempat. f. Penggalian Potensi Lokal MasyarakatSetiap daerah atau desa memiliki kelebihan, keunggulan dan potensi masing-masing. Untuk itu, semua Tim Pemberdaya dari masing-masing program studi melakukan kolaborasi dengan bimbingan dari Dosen Pembimbing untuk menggali potensi yang dimiliki oleh masyarakat, kemudian dikembangkan bersama-sama masyarakat dan pejabat desa. Program penggalian potensi ini dapat dilakukan dengan memfokuskan program yang menjadi keunggulan masyarakat. Contoh : desa yang memiliki potensi ukiran, maka akan dilakukan program untuk mengembangkan keterampilan masyarakat dalam menghasilkan ukiran yang bernilai ekonomi tinggi. Tentu saja program ini dilakukan bekerja sama dengan pejabat desa dan masyarakat.g. EvaluasiSetiap tim pemberdaya melakukan evaluasi terhadap program yang dilakukannya masing-masing terkait kekurangan dan kesalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program. Evaluasi ini dilakukan oleh setiap tim pemberdaya masing-masing program studi. h. Pendampingan (Mentoring)Program pendampingan dilakukan kepada semua program-program yang telah dilakukan oleh semua tim pemberdaya dengan tujuan untuk mengawasi program yang telah berjalan, melakukan perbaikan atas evaluasi program dan membimbing dalam perkembangan program kegiatan. Pendampingan ini dilakukan oleh setiap tim pemberdaya maupun secara kolaboratif oleh semua tim pemberdaya dengan bimbingan dari dosen pembimbing.i. Pelaporan (Report)Tahap yang terakhir yaitu menyusun laporan secara lengkap terkait dengan program kegiatan yang sudah dilakukan mulai dari deskripsi desa, permasalahan, faktor penyebab, pencarian solusi, pelaksanaan program, evaluasi kegiatan, dan pendampingan yang dilakukan. Pelaporan ini dilakukan oleh masing-masing tim pemberdaya setiap program studi.

Rektor Universitas Pendidikan IndonesiaWakil rektor Bidang KemahasiswaanFPOKSemua Program Studi Masing-Masing FakultasPembentukan Tim pemberdaya masing-masing prodiPembentukan Gabungan Tim pemberdaya setiap DesaPemberdayaanPra kegiatanPelaksanaan pemberdayaan MasyarakatEvaluasiMentoringPelaporanFPIPSFPMIPAFIPFPEBFPTKFPBS

Gambar 11. Alur Universitas Sosial, Pembelajaran Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Empowering of People)

Program Universitas Sosial berada dibawah tanggung jawab langsung Rektor Universitas. Rektor memberikan Surat Keputusan (SK) kepada Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, kemudian diberikan kepada Dekan masing-masing Fakultas, dan berakhir di Ketua Prodi masing-masing fakultas. Setelah itu dilakukan pembentukan Tim Pemberdaya di program studi masing-masing semua fakultas, setiap Tim Pemberdaya terdiri dari 5 orang. Kemudian program studi memutuskan desa pemberdayaan untuk setiap tim pemberdaya dan penentuan dosen pembimbing bagi tim pemberdaya. Dari penentuan desa pemberdayaan, maka tim pemberdaya satu program studi akan bergabung dengan tim pemberdaya program studi lain. Selanjutnya gabungan tim pemberdaya tersebut bertanggung jawab untuk melakukan pemberdayaan di desa yang sudah ditentukan. Setiap tim pemberdaya dari setiap program studi berkolaboratif bersama-sama dalam melakukan pemberdayaan sesuai dengan keahlian bidang program studinya masing-masing.28

Program ini dapat meningkatkan soft skill mahasiswa dengan melakukan pembelajaran langsung di masyarakat, karena pembelajaran pengakaman langsung yang dialaminya maka mahasiswa dituntut untuk memiliki keterampilan kepemimpinan, komunikasi, kepercayaan diri, problem solving, interaksi sosial yang tinggi.

BAB VPENUTUP

A. KesimpulanMasyarakat yang memiliki pendidikan yang tinggi menjadi indikator mempunyai keterampilan (skills) dan keahlian (expertise) yang tinggi pula. Namun tidak sedikit mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi yang bingung terhadap kompetensi yang dimilikinya bahkan menjadi pengangguran karena kompetensi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan dan dunia kerja. Keterampilan dan keahlian akan berdampak pada derajat kesejahteraan kehidupan. Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index Indonesia menggambarkan tingkat kesejahteraan manusia dari berbagai aspek, salah satunya pendidikan. Pada tahun 2011, IPM Indonesia berada di posisi 124 dari 187 negara (Data survei UNDP). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kompetensi penduduk Indonesia sangat rendah.Pembelajaran yang terjadi di perguruan tinggi masih hanya berorientasi pada aspek kognitif semata, sehingga tidak heran keterampilan dan keahlian mahasiswa sangat rendah. Kurangnya kesempatan untuk memperaktekan langsung pengetahuan yang didapatnya dikelas menjadi permasalahan yang dihadapi mahasiswa. Sistem pendidikan yang berlaku masih memprioritaskan hardskill dibandingkan softskill. Padahal 80 % kkeberhasilan seseorang ditentukan oleh softskillnya. Tantangan yang dihadapi yaitu semakin kompetitifnya dunia pendidikan dan dunia kerja. Untuk itu, mahasiswa dituntut untuk memiliki kompetensi yang tinggi.

Universitas Masyarakat adalah model pembelajaran berbasis pemberdayaan masyarakat (empowering of people) guna meningkatkan skiils dan expertise mahasiswa dengan studi lapangan langsung dimasyarakat mulai dari mengidentifikasi permasalahan yang terjadi, sampai dengan pelaksanaan program atau kegiatan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dan evaluasi kegiatan. Model pembelajaran tersebut dilaksanakan selain sebagai wahana bagi mahasiswa untuk mengasah keterampilan dan keahlian nya, juga sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat.29

B. SaranElemen kehidupan sangat kompleks dan berubah dengan cepat, begitupun dengan dunia pendidikan. Maka perlu dilakukan inovasi secara berkelanjutan model pembelajaran di perguruan tinggi guna meningkatkan keterampilan dan keahlian mahasiswa yang berbasis pada pemberdayaan dan pengabdian kepada masyarakat.

30

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (2009) Data Pengangguran Terbuka. www.bps.go.idElfindri et al. 2010. Softskills untuk pendidik. Baduose Media.Goleman, Daniel. 2005. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Media.R. Harry Hikmat. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press.Isbandi Rukminto Adi. 2002. Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI.James William Ife.1995. Community Development: Creating Community Alternatives Vision and Analysis. Melbourne: Longman Australia Pty Ltd.David Osborne and Ted Gabler. 1993. Reinventing Government. A Plume Book..UNDP : Human Development Report 2011.www.wikipedia.comUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

LAMPIRANLAMPIRAN 1Kuesioner Penelitian

UNIVERSITAS SOSIAL (EMPOWERING OF SOCIETY BASED LEARNING) : SOLUSI MENINGKATKAN SKILL DAN EXPERTISE MAHASISWA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (AEC) 2015Nama:Pekerjaan:Jenis Kelamin:Umur:1 Apakah anda puas dengan model pembelajaran yang diterapkan di kelas selama ini ? a. Yab. Raguc. Tidak2. Menurut anda efektif atau tidak metode pembelajaran yang diterapkan di kelas ?a. Yab. Raguc. Tidak3. Apakah pembelajaran di kelas meningkatkan hard skill anda ?a. Yab. Raguc. Tidak4. Apakah pembelajaran di kelas meningkatkan soft skill anda ?a. Yab. Raguc. Tidak5. Apakah anda memiliki keterampilan soft skill ?a. Yab. Raguc. Tidak6. Menurut anda penting atau tidak keterampilan soft skill ?a. Yab. Raguc. Tidak7. Apakah anda tahu model pembelajaran berbasis pemberdayaan masyarakat ?a. Yab. Raguc. Tidak8. Menurut anda penting atau tidak mahasiswa melakukan pengabdian (sevice) kepada masyarakat ?a. Yab. Raguc. Tidak