Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.4,. September 2012 ISSN...
Transcript of Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.4,. September 2012 ISSN...
Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.4,. September 2012 ISSN : 2087-1899
ii
Jurnal
Sosio Humaniora
PENANGGUNGJAWAB Kepala LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Ketua Umum :
Dr. Ir. Ch Wariyah, MP
Sekretaris : Awan Santosa, SE., M.Sc
Dewan Redaksi :
Dr. Kamsih Astuti, MA Dr. Hermayawati, M.Pd
Penyunting Pelaksana : Tutut Dwi Astuti, SE., M.Si Dra Indra Ratna KW, M.Si
Restu Arini, S,Pd Sumiyarsih, SE., M.Si
Pelaksana Administrasi :
Gandung Sunardi Hartini
Guest Editor :
Prof. Dr. Bimo Walgito
Alamat Redaksi/Sirkulasi : LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Jl. Wates Km 10 Yogyakarta Tlpn (0274) 6498212 Pesawat 133 Fax (0274) 6498213
E-Mail : [email protected]
Jurnal yang memuat ringkasan hasil penelitian ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta, terbit dua kali setiap tahun. Redaksi menerima naskah hasil penelitian, yang belum pernah dipublikasikan baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Naskah harus ditulis sesuai dengan format di Jurnal Sosio Humaniora dan harus diterima oleh redaksi paling lambat dua bulan sebelum terbit.
Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.4,. September 2012 ISSN : 2087-1899
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNya, sehingga Jurnal Sosio
Humaniora Volume 3, No. 4, September 2012 dapat kami terbitkan. Redaksi mengucapkan
terima kasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada para penulis yang telah berbagi
pengetahuan dari hasil penelitian, untuk dipublikasikan dan dibaca oleh pemangku
kepentingan, sehingga memberikan kemanfaatan yang lebih besar bagi perkembangan
IPTEKS.
Pada jurnal Sosio Humaniora edisi September 2012, disajikan beberapa hasil penelitian
di bidang Psikologi, Ekonomi, dan Sistem Informasi, yang implementasinya dapat dilaksanakan
di perusahaan, institusi pendidikan maupun industri kecil. Diharapkan, melalui publikasi ini, hasil
penelitian dapat memberikan manfaat bagi masyarakat terkait, sehingga menghasilkan
outcome positif bagi lembaga utamanya Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Redaksi menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam penyajian artikel
dalam jurnal yang kami terbitkan. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan, agar
penerbitan mendatang menjadi semakin baik. Atas perhatian dan partisipasi semua pihak
redaksi mengucapkan terima kasih.
Yogyakarta, September 2012 Redaksi
Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.4,. September 2012 ISSN : 2087-1899
iv
DAFTAR ISI Hal
Kata Pengantar iii Daftar Isi iv
PENGARUH KOMITMEN TERHADAP KEPERCAYAAN
STUDY PADA MAHASISWA PADA UNIVERSITAS “X” 1-7
Haryanto Aris, SE.,S.Kom.,MM.,MSi.
ANALISIS PENGARUH RELEVANSI STRATEGIS TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN KINERJA TIDAK BERWUJUD SEBAGAI VARIABEL MEDIASI 8-14 Rochyawati, Fety,SE.,M.Si. PERAN PENGUATAN SISTEM INFORMASI PADA METODE STRATEGI DAN PENDORONG INOVASI PADA KINERJA PERUSAHAAN 15-26 Asep Rokhyadi
MENINGKATKAN KINERJA UMKM INDUSTRI KREATIF MELALUI PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN ORIENTASI PASAR: KAJIAN PADA PERAN SERTA WIRAUSAHA WANITA DI KECAMATAN MOYUDAN, KABUPATEN SLEMAN, PROPINSI DIY 27-39 Gumirlang Wicaksono Audita Nuvriasari
PROFIL PERSEPSI TERHADAP COMPUTER BASED TEST PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA 40-47 Ranni Merli Safitri
HUBUNGAN DUKUNGAN ATASAN DENGAN NILAI POSITIF PEKERJAAN-KELUARGA PADA IBU YANG BEKERJA 48-57 Triana Noor Edwina Dewayani Soeharto EVALUASI KUALITAS TES PSIKOLOGI KEPRIBADIAN I 58-73 Muhammad Wahyu Kuncoro MODEL PENYELENGGARAAN EKONOMI KERAKYATAN DI KOTA YOGYAKARTA BERBASIS INDEKS DEMOKRASI EKONOMI 74-92 Awan Santosa
Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.4,. September 2012 ISSN : 2087-1899
v
Pengaruh EVA (Economic Value Added), ROE (Return On Equity) dan EPS (Earning Per share) Terhadap Harga Saham (Studi Kasus :PT Kimia Farma Tbk periode tahun 2001 – 2010) 93-107 Drs Subarjo M.Si
PEDOMAN PENULISAN NASKAH 108
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
1
PENGARUH KEPERCAYAAN TERHADAP KOMITMEN
STUDY PADA MAHASISWA PADA UNIVERSITAS “X”
Oleh:
Haryanto Aris
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AUB Surakarta – Jawa Tengah
Email: [email protected]
Abstract
This study aimed to determine the effect of trust on commitment only between superiors and
subordinates, in this case, between faculty and students. The study was conducted at a
university "X" in Surakarta - Central Java Respondents 100 students. From the research results
using simple regression analysis found that there is a very strong influence of trust and
commitment. The results of this research as well as to test the assumptions of classical as ,
heteroscedasticity and autocorrelation
Key word: Trust, commitment.
PENDAHULUAN
Bagaimana kepercayaan itu muncul,
diperlukan kiat yang baik untuk
mencapainya, dimana dibutuhkan
kapabilitas pemberdayaan karyawan yang
sangat baik dengan konsep strategis antara
personal, tugas, teknologi, proses informasi,
penghargaan dan struktur organisasi, yang
kesemuanya harus sejalan sebelum
organisasi bekerja secara efisie (Sahoo,
2011), Kapabilitas kepercayaan ini akan
mencapai komitmen organisasi jika
penetapan tujuan, keterlibatan karyawan,
penempatan kerja, dilaksanakan dengan
cara yang positif (Ashraf, 2012).
Komitmen yang baik, dimana
pemimpin harus mengakselerasikan
hubungan manajemen dengan rekan /
bawahan, kepemimpinan dan budaya, dan
pemimpin yang baik adalah sebagai
komunikator, inovator, delegator, dan
pelatih (coach) bagi bawahannya (Wynne,
1990). Hal ini mutlak dibutuhkan jika tidak
tentu akan menimbulkan konflik.
Karenanya, sebelum konflik tersebut
mencuat kepermukaan, diperlukan kualitas
pelayanan yang berdampak pada hasil
kepercayaan, diferensiasi dan
hubungannya dengan outcame.
kepercayaan telah menjadi pendorong
diferensiasi. Diferensiasi, pada gilirannya,
mendorong komitmen yang akhirnya
berdampak pada
kepuasan dan word of mouth yang
positif (Chenet, 2010). Disamping itu
diperlukan pengelolaan faktor-faktor yang
menyebabkan "mediator" dalam bentuk
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
2
kepercayaan karyawan dan komitmen
organisasi, dimana penekankan pada
fleksibilitas dan orientasi pelanggan, akan
sangat mempengaruhi komitmen organisasi
dan sementara hubungan kepercayaan
dengan karyawan harus melalui strategi
internal yang sesuai (Iverson,1996). Untuk
memulai itu, cara mengelola kepercayaan,
eksekutif harus mengambil tiga langkah
awal, yaitu mengidentifikasi inti keyakinan,
meminta orang lain apa yang mereka
percaya, keyakinan merek, (Razeghi,2006).
Perihal kepercayaan terhadap komitmen ini
manjadi pemicu munculnya keseimbangan
kualitas, sehingga menarik jika diterapkan
pada dunia pendidikan, dalam ini penyedia
jasa pendidikan bisa dipandang sebagai
sebuah unit oraganisasi yang dalam
manajemen pengelolaan juga bisa
memperhatikan beberapa kajian teori
tentang organisasi. Mahasiswa sebagai
stakeholder utama dalam dunia penyedia
jasa pendidikan harus memandang
mahasiswa sebagai pelanggan yang perlu
untuk diperhatikan untuk mencapai tingkat
kepuasan pelanggan yang tinggi. Berdasar
pada latar belakang tersebut diatas, maka
dipandang perlu menelaah lebih mendalam,
bagaimana pengaruh antara komitmen
terhadap kepercayaan di lingkup pendidikan
tinggi. Sample penelitian ini dilakukan pada
suatu universitas “x” yang cukup ternama di
Surakarta. Dalam penelitian ini peneliti ingin
melihat bagaimana hubungan antara
kepercayaan dan komitmen dalam
lingkungan perguruan tinggi karena
perguruan tinggi sebagai penyedia jasa
pendidikan merpakan sebuah entitas atau
organisasi dan mahasiswa sebagai
stakeholde utama dalam perguruan tinggi
merupkan konsumen utama dalam
perguruan tinggi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian
terapan (applied research). Jumlah variabel
dalam penelitian ini 4 (empat) variabel yakni
Komitmen Pengampu (KP), Kapabilitas
Kepercayaan (KK), Kapabilitas Keadilan
(K), dan Komitmen Mahasiswa (KM). jika
dikalikan 20 maka hasilnya adalah 80
responden, dibulatkan menjadi 100.
Komitmen organisasi diukur dengan
instrumen yang dikembangkan oleh Porter
et al. (1974), sementara kepercayaan
menggunakan model dari Vanhala (2011).
Pengukuran ini menggunakan skala 5 poin
skala likert (Oh,2006).
Uji reliabilitas dapat diukur dengan
koefisien Cronbach’s alpha, Item-Total
Correlation minimal 0,3 dinyatakan reliable
(Nunnally, J. and Bernstein, H.,1994).
Validitas konvergen diindikasikan dengan
nilai dari butir-butir pertanyaan yang
mengukur konsep yang sama akan memiliki
korelasi tinggi yaitu lebih besar dari 0,4
(Hair, et al., 2006).
Pengujian asumsi klasik dengan pertama,
multikolinieritas dilihat dari nilai toleransi
dan Variance Inflation factor (VIF), menurut
Ghozali (2009) dinyatakan bahwa tidak
terdapat multikolinearitas jikalau nilai
toleransi diatas 0,1 atau VIF tidak lebih dari
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
3
10. Kedua, uji heteroskedastisitas,
pengujian ini dengan menggunakan uji
Glejser, guna melihat homogenitas data
crossection tersebut dilakukan dengan
mengabsolutkan nilai residual dan dijadikan
variabel dependent / terikat yang
diregresikan bersama dengan variabel
independent / bebas. Ketiga, autokorelasi,
pengujian ini dengan menggunakan uji
Durbin Watson test, pengujian ini bertujuan
untuk menguji apakah dalam suatu model
regresi ada korelasi antar kesalahan
pengganggu (residual) pada periode t
dengan kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya).
Adapaun analisis yang dipakai
adalah Analisis regresi linear tunggal
digunakan karena variabel bebas dan
terikat hanya ada satu (1) dalam penelitian.
Untuk pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan bantuan program SPSS versi
16.
Model penelitian ini:
HASIL PENELITIAN
Pada tahap awal, yaitu reliabilitas,
pengujian reliabilitas dengan Corrected
Item-Total Correlation dan Internal
Consistency (cronbach Alfa) dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1. Initial Factor Analisis Reliabilitas
Variabel Penelitian
Item Penelitian (Corrected Item-Total Correlation)
Internal Consistency
(cronbach Alfa)
KP1 0,740 KP2 0,321* KP3 0,735 KP4 0,781
Komitmen Pengampu (KP)
KP5 0,553*
0,756
KM1 0,507* KM2 0,556* KM3 0,541* KM4 0,563*
Komitmen Mahasiswa
(KM)
KM5 0,469*
0,778
KK1 0,789 KK2 0,766 KK3 0,499* KK4 0,787
Kapabilitas Kepercayaan
(KK)
KK5 0,597*
0,765
KKed1 0,376* KKed2 0,259*
Kapabilitas Keadilan (KKed)
KKed3 0,419* 0,645
Kepercayaa
nn
komitme
n
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
4
Terdapat 12 indikator yang tidak
reliable, sehingga dilakukan perhitungan
kembali dengan tidak melibatkan variabel
yang tidak reliable, dan dihasilkan seperti
pada tabel 2.
Tabel 2. Final Factor Analisis Reliabilitas.
Variabel Penelitian
Item Penelitian (Corrected Item-Total Correlation)
Internal Consistency
(cronbach Alfa)
KP1 0,776 KP3 0,834
Komitmen Pengampu (KP)
KP4 0,806 0,869
KK1 0,758 KK2 0,865
Kapabilitas Kepercayaan
(KK) KK4 0,712 0,842
Sehingga bila disimpulkan item kuisioner
sebagai final factor, komitmen pengampu
(KP) dan komitmen kepercayaan (KK) layak
digunakan sebagai kuisisoner yang sahih.
Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Variabel Penelitian
No Variabel Jumlah Butir Jumlah Butir Koefisien Alfa
Pertanyaan Reliabel Cronbach 1. Komitmen Pengampu (KP) 5 3 0,869 2. Komitmen Mahasiswa (KM) 5 0 3. Kapabilitas Kepercayaan (KK) 5 3 0,842 4. Kapabilitas Keadilan (K) 3 0
Sumber data: Primer, diolah 2012.
Pada pengujian asumsi klasik, semua
indikator pada posisi yang sudah tidak
terindikasikan gejala asumsi klasik. Uji
Heteroskedastisitas, variabel kepercayaan
tidak signifikan yaitu pada 0,315 sehingga
dapat disimpulkan terdapat tidak gejala
heteroskedastisitas. Dan terakhir
autokorelasi, dengan α = 5 % menghasilkan
DW hitung 2,089 dimana, dengan sample
100 dan variabel independen 2 menjadi
Durbin Upper (du) adalah 1,748 dan Durbin
Lower (dl) adalah 1,789. Sehingga nilai DW
hitung sebesar 2,089 berada diantara dl dan
du, sehingga dapat disimpulkan model ini
tidak terdapat gejala autokorelasi.
Berdasarkan pengujian regrsi linear tunggal,
menunjukkan bahwa variabel kepercayaan
berpengaruh positif dan signifikan (β=0,634;
t=7,659; p<0,01) pada komitmen. Bila
diartikan secara harfiah berarti bahwa setiap
satu satuan kepercayaan akan
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
5
meningkatkan komitmen sebesar 0,634
satuan.
Hasil juga memperlihatkan bahwa analisis
regresi, yaitu menunjukkan goodness of fit
yang baik (F= 71,068; p<0,01). Hal tersebut
menunjukkan bahwa model tersebut dapat
menjelaskan fenomena yang diuji dengan
baik. Di samping itu, ditunjukkan juga
bahwa nilai adjusted R2=0,478 berarti
variasi komitmen organisasi dapat
dijelaskan oleh kepercayaan sebesar 47,8
% sedangkan selebihnya oleh variasi
variabel lain di luar model tersebut.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang kuat dan positif
antara kepercayaan terhadap komitmen.
Hasil penelitian ini memberikan gambaran
yang jelas dan perlu dilakukan pembahasan
yang mendalam atas komitmen dari para
pengampu matakuliah dimata mahasiswa,
karena amatlah penting, bila ditelaah lebih
mendalam terhadap hasil penelitian ini,
memberikan model sebagai peran
profesional yang akan membawa
mahasiswa pada motivasi positif.
Disamping itu issue dosen yang “kosong”
akan sangat mengganggu motivasi ini,
karenanya issue ini haruslah makin
dikurangi bahkan ditiadakan. Hal ini akan
mengakibatkan komunikasi yang buruk
diantara mahasiswa dan dosen, dimana
komunikasi sangat dipengaruhi oleh gaya
individu seorang dosen (Richard
B,R.,1999), karena sangat dipengaruhi
inilah seorang dosen harus memiliki
komunikasi yang baik dan efektif.
Kebanggan juga menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dimana dosen yang memiliki
kemampuan dan prestasi diluar kampus,
sangat dibanggakan para mahasiswa.
Sementara itu dari penelitian ini pula
menggambarkan bahwa, komitmen antar
mahasiswa itu sendiri tidaklah menjadi
acuan utama, hal ini berarti bisa saja
mahasiswa tingkat kooperatifnya kurang
alias cenderung individualistis, terkecuali
ada tugas dari dosen.
Tingkat kepercayaan mahasiswa Univeritas
“X” khususnya, menaruh kepercayaan yang
sangat tinggi pada aktifitas,
keberlangsungan Proses Belajar Mengajar
(PBM), manajemen dan personalia,
kehandalan teknis serta keunggulan
bersaing Univeritas “X”.
Akan tetapi, beberapa hal yang perlu
dicermati tentang persepsi kepercayaan
dikalangan mahasiswa ini adalah, cukup
banyak sumber daya (dosen) yang belum
mampu mempraktekkan keilmuannya,
padahal pengalaman staf pengajar akan
meningkatkan motivasi mahasiswa dalam
PBM (Rowley, 1996). Belum pula civitas
akademika menjalankan sepenuhnya
kegiatan yang normative di kampus, serta
belum adanya komunikasi yang intensif
diantara civitas akademika Univeritas “X”.
Hal ini perlu dicermati mengingat bahwa
tata pamong (good governance) dan dosen
perlu memberikan perhatian pada
penghargaan dalam hal kinerja individu
mahasiswa, membangun hubungan yang
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
6
jelas antara usaha, kinerja dan
penghargaan, dan yang penting adalah
menetapkan prosedur untuk mengevaluasi
tingkat kinerja individu mahasiswa (L.J.
Mullins, 1985). Padahal menurut penelitian
oleh Min,S., et al (2012), terdapat empat
jenis motivasi mahasiswa untuk kuliah yakni
akademik dan pendidikan, pandangan
kedepan dan karir, kesenangan dan
pengalaman, dan yang terakhir kerja.
Keempat motivasi ini menjadi penting
tatkala mahasiswa menjadikannya proses
dan tujuan dari sebuah perkuliahan.
KESIMPULAN
Terdapat pengaruh yang kuat dan positif
antara kepercayaan terhadap komitmen.
Komitmen dari para pengampu matakuliah
dimata mahasiswa amatlah penting, dimana
dalam memberikan model sebagai peran
profesional yang akan membawa
mahasiswa pada motivasi positif.
Sementara, kepercayaan akan memberikan
pengaruh yang besar terhadap komitmen.
Karenanya, Tingkat kepercayaan
mahasiswa Univeritas “X” khususnya,
menaruh kepercayaan yang sangat tinggi
pada aktifitas, keberlangsungan Proses
Belajar Mengajar (PBM), manajemen dan
personalia, kehandalan teknis serta
keunggulan bersaing Univeritas “X”.
Akan tetapi, beberapa hal yang perlu
dicermati tentang persepsi kepercayaan
dikalangan mahasiswa ini adalah, cukup
banyak sumber daya (dosen) yang belum
mampu mempraktekkan keilmuannya,
padahal pengalaman staf pengajar akan
meningkatkan motivasi mahasiswa dalam
PBM (Rowley, 1996).
DAFTAR PUSTAKA
Ashraf,Z., Abuzar,M.J., Muhammad,T.S.,
and Muhammad,A.K., (2012),
Increasing Employee
Organizational Commitment by
Correlating Goal Setting, Employee
Engagement and Optimism at
Workplace, European Journal of
Business and Management, Vol 4,
No.2
Chenet,P., Tracey,S.,D., and Don O’S.,
(2010), Service quality, trust,
commitment and service
differentiation in business
relationships, Journal of Services
Marketing, Vol.24 Iss.5,pp. 336–
346.
Ghozali, I., (2009). “Ekonometrika, teori,
konsep and aplikasi dengan SPSS
17“, Program Doktor Ilmu Ekonomi
Universitas Diponegoro, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Hair, J. F. Jr., W. C. Black, B. J. Babin, R. E.
Anderson and R. L. Tatham,
(2006), Multivariate Data Analysis,
Ed.6, New Jersey: Prentice Hall,
Pearson Education, Inc.
Iverson,R.,D., Colin S. McL., and Peter J.E.,
(1996) "The role of employee
commitment and trust in service
relationships", Marketing
Intelligence & Planning, Vol. 14 Iss:
3, pp.36 – 44.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
7
L.J. Mullins, (1985) "The Process of
Motivation", Industrial Management
& Data Systems, Vol. 85 No. 3/4,
pp.5 - 8.
Min,S., Chey,C.K., Boon,L.T., (2012),
“Motives, Expectations,
Perceptions and Satisfaction of
International Students Pursuing
Private Higher Education in
Singapore”, International Journal of
Marketing Studies; Vol. 4, No. 6,
pp. 122-138.
Nunnally, J. C., & Bernstein, I. H. (1994).
“Psychometric theory“ (3rd ed.).
New York, NY: McGraw-Hill.
Oh, D. (2006), “Complaining intentions and
their relationships to complaining
behavior of academic library users
in South Korea”, Library
Management, Vol. 27 No. 3, pp.
168-89.
Porter, L. W., Mowday, R. T., and Steers, R.
M., (1979). The Measurement Of
Organizational Commitment,
Journal Of Vocational Behavior,
Vol. 14, Pp.224-247.
Razeghi, A., (2006) "Leading through belief:
managing the power of hope",
Strategy & Leadership, Vol. 34 Iss:
5, pp.49 – 51
Rowley,J., (1996), "Motivation and
academic staff in higher education",
Quality Assurance in Education,
Vol. 4 No. 3 pp. 11 – 16.
Sahoo,C.K., and Sitaram D., (2011),
Employee Empowerment A
Strategy towards Workplace
Commitment, European Journal of
Business and Management, Vol 3,
No 11.
Vanhala,M., Puumalainen,K., Blomqvist,K.,
(2011), Impersonal trust The
development of the construct and
the scale, Personnel Review, Vol.
40 No. 4, pp. 485-513.
Wynne, B., (1990), Leadership and
Excellence, Management Decision,
Vol. 28 Iss: 1.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
8
ANALISIS PENGARUH RELEVANSI STRATEGIS TERHADAP KINERJA KEUANGAN
DENGAN KINERJA TIDAK BERWUJUD SEBAGAI VARIABEL MEDIASI
Rochyawati, Fety,SE.,M.Si.
Akademi Bank YAPIS Merauke Papua
Email: [email protected]
Abstract
Conducted a research study to determine how strategic relevance can be affect the financial performance with the performance of intangible performance mediation. This study was also carried out in the sector of Small and Medium Enterprises (SMEs) in Merauke - Papua, using Structural Equation Modeling (SEM). The results obtained indicate that the strategic relevance affects financial performance, and the performance of intangible mediate the effect of strategic relevance to financial performance.
Key word: relevance of strategic, intangible performance, financial performance.
PENDAHULUAN
Usaha kecil menengah dalam
perkembangannya masih menghadapi
berbagai persoalan yang perlu mendapat
perhatian dari berbagai pihak antara lain
(Speakman, 1998): (a). Rendahnya
produktivitas, sumber daya manusia dan
manajemen yang belum profesional, kurang
tanggap terhadap perubahan teknologi dan
kurangnya permodalan, (b). Akses pasar
yang belum memadai, termasuk di
dalamnya jaringan distribusi yang berfungsi
sebagai jalur pemasaran belum berjalan
efisien, (c). Belum adanya tanda-tanda
membaiknya perekonomian nasional, (d).
Tantangan dari perkembangan
perdagangan bebas baik dalam rangka
kerjasama AFTA, APEC, dan GATT/ WTO
yang akan membawa dampak pada
peningkatan persaingan usaha.
Berbagai persoalan di atas dapat diatasi
apabila para pengusaha kecil dan
menengah mampu mengembangkan
usahanya secara kreatif dan inovatif dengan
selalu berorientasi pada pasar, peningkatan
kualitas, produktivitas dan daya saing
dengan memanfaatkan sumber daya yang
ada dan selalu mengikuti perkembangan
informasi dan teknologi. Oleh karena itu
perlu kebijakan pembinaan dan
pengembangan usaha kecil dan menengah
yang dapat mendorong ke arah yang lebih
maju dan mandiri serta mampu
meningkatkan perannya dalam
perekonomian nasional (Srivasta, 2001).
Anderson (1990), melalui penelitianya
menerangkan tentang hubungan antara
perkembangan usaha kecil dan menengah
dengan laju pertumbuhan atau tingkat
pengembangan ekonomi suatu wilayah
yang kemudian dikenal dengan sebutan
”stage theory”. Menurut Anderson (1990)
teori tersebut menjelaskan bahwa: (a).
Negara yang tingkat ekonominya masih
terbelakang, tingkat pendapatan riil per
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
9
kapita rendah pada industri rumah tangga
tersebut sangat dominan (berdasar tingkat
penyerapan tenaga kerja), (b). Pada negara
yang sudah maju tingkat pembangunan
ekonominya, tingkat pendapatan riil per
kapita tinggi pada industri kecil dan
terutama industri skala menengah besar
lebih dominan.
Organisasi yang baik adalah yang
memiliki tujuan jelas berdasarkan visi dan
misi yang disepakati pendirinya. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan
cara untuk mencapainya yang lazim disebut
sebagai strategi. Selanjutnya disusun
rencana (plan), kebijakan (policies) hingga
pencapaian dan program aksi. Faktor
lingkungan berperan penting bagi
perusahaan terutama dalam pemilihan arah
dan formulasi strategi perusahaan. Adanya
perubahan dalam lingkungan baik internal
ataupun eksternal menuntut kapabilitas
perusahaan untuk dapat beradaptasi
dengan perubahan tersebut agar
kelangsungan hidup (survival) perusahaan
tetap bertahan. Sementara itu perencanaan
merupakan suatu alat untuk melakukan
adaptasi dan juga merupakan faktor
penentu bagi kinerja perusahaan sehingga
diharapkan menciptakan keunggulan
bersaing.
Dalam era pengetahuan saat ini,
kemampuan suatu produk dan perusahaan
untuk bisa bertahan atau tidak dalam
persaingan sangat tergantung pada
kapasitas untuk mengelola asset intangible,
pengetahuan, dan kapabilitas inovasi
secara efektif dan efisien menjadi nilai
penting bagi pengendali aktivitas
perusahaan. Perkembangan pengetahuan
mengindikasikan adanya suatu variabel
baru yang diperkenalkan ketika
mengembangkan dan menganalisa rantai
nilai dan strategi perusahaan. Perubahan
orientasi strategi dalam aset pengetahuan
memerlukan pemahaman bahwa
penciptaan keunggulan kompetitif
perusahaan sangat tergantung pada
kemampuan perusahaan untuk
menciptakan, menggunakan, mentransfer,
dan memanfaatkan aset-aset intangible
yang bersifat langka, tidak dapat
diperdagangkan dan sangat sulit untuk
ditiru. Melalui penilaian modal intelektual,
perusahaan dapat mengelola dan
mengembangkan aset yang dimiliki
sehingga bermanfaat bagi upaya
pencapaian keunggulan kompetitif
berkelanjutan. Dalam hal ini jaringan bisnis
dianggap sebagai alat untuk membangun
keunggulan kompetitif dalam sebuah
perusahaan, menurut aspek yang berbasis
sumber daya, jaringan tidak hanya secara
khusus mendukung generasi pengetahuan
tetapi juga pengetahuan hubungan yang
didistribusikan kepada mitra bisnis.
Sebaliknya, pada aspek yang berbasis
pemasaran menekankan bahwa konsumen
menghendaki pelayanan yang memuaskan
serta dilayani oleh organisasi yang lebih
fleksibel dan terdistribusi. Namun dalam hal
ini faktor kinerja tidak berwujud seperti
pengetahuan, hubungan pelanggan,
inovasi, dan lain-lain memainkan peran
utama dalam keberhasilan suatu jaringan
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
10
(Das et al., 2003). Inilah relevansi strategis
yang dapat meningkatkan kinerja
perusahaan. Tentu saja faktor mediasi
makin menjelaskan keterikatan diantara
kedua faktor tersebut.
METODE PENELITIAN
Adapun metode yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah dengan metode
Structural Equation Modelling (SEM)
dengan software AMOS 16, dimana kinerja
tidak berwujud (intangible good’s) sebagai
variabel mediasi, variabel dependent adalah
relevansi strategis dan variabel independen
adalah kinerja perusahaan. Ketiga variabel
tersebut diadopsi dari Moeller,K. (2009).
Dalam penelitian ini terdapat 2 model, yaitu
(1) pengaruh relevansi strategis pada
kinerja perusahaan, dan (2). Relevansi
strategis dan kinerja tidak berwujud pada
kinerja perusahaan. Adapun model
penelitian ini:
(1)
Relevansi Strategis Kinerja Tidak Berwujud Kinerja Perusahaan
(2) (2)
Studi ini dilakukan pada 10 sektor Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) yang ada di
Kabupaten Merauke-Papua. Dengan skala
likert 5 poin, dimana 1 mengarah pada tidak
baik dan 5 mengarah pada sangat baik.
Pengukuran Model fit dilakukan dengan
menggunakan beberapa indicator sebagai
berikut (Smith, Cunningham and Coote,
2006):
1) Chy Square (χ2) pada ∂ = 0,05 atau 5 %
2) Goodness of Fit (GFI) = 95 % (0,90 –
0,95 = Fit)
3) Standardised Root Mean-square
Residual (SRMR) = < 0,05
4) Root Mean-Square Error of
Approximation (RMSEA) = < 0,05 (0,05 –
0,08=Fit)
5) Comparative Fit Index (CFI) = 95 % (0,90
– 0,95 = Fit)
6) Tucker Lewis Index (TLI) = TLI > 0.95
(0.90 – 0.95 = Fit)
7) Bollen-Stine p-value p > 0.05
Namun sebelum dilakukan metode SEM,
terlebih dahulu mengukur presisi data
dengan uji reliabilitas dan validitas data.
PEMBAHASAN
Pembahasan dilakukan dengan lebih
dahulu mengeksplorasi pengujian reliebilitas
dan validitas, dimana hasil yang diperoleh
dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
11
Tabel 1. Uji Reliabilitas
Variabel Item Pertanyaan Cronbch Alfa Keterangan
Relevansi Strategis (RS) RS1 0,858 Reliabel RS2 0,838 Reliabel RS3 0,845 Reliabel Kinerja Tidak Berwujud KTB1 0,823 Reliabel (KTB) KTB2 0,821 Reliabel KTB3 0,823 Reliabel KTB4 0,816 Reliabel KTB5 0,820 Reliabel KTB6 0,822 Reliabel KTB7 0,829 Reliabel Kinerja Keuangan (KK) KK1 0,832 Reliabel KK2 0,826 Reliabel KK3 0,819 Reliabel
Pada penelitian ini hasil uji
reliabilitas pada semua pertanyaan adalah
reliabel, karena nilai skor dalam Cronbach's
Alpha if Item Deleted dalam pengujian
reabilitas lebih besar dari 0,7 pada semua
item pertanyaan dalam kuesioner.
Tabel 2. Uji Validitas
Variabel Item Pertanyaan Corrected item Keterangan Total Correlation
Relevansi Strategis (RS) RS1 -0,154 Tidak Valid RS2 0,456 Valid RS3 0,555 Valid Kinerja Tidak Berwujud KTB1 0,235 Valid (KTB) KTB2 0,197 Valid KTB3 0,365 Valid KTB4 0,654 Valid KTB5 0,666 Valid KTB6 0,542 Valid KTB7 0,589 Valid Kinerja Keuangan (KK) KK1 0,774 Valid KK2 0,729 Valid KK3 0,620 Valid
dengan membandingkan Table Nilai r
Product Moment yaitu pada jumlah
responden 10 dengan tarap signifikan 5%
sehingga terletak pada nilai 0,193.
Sedangkan dalam table 2 terdapat 1 item
pertanyaan yang tidak valid karena nilai
skornya lebih kecil dari 0,193 yaitu pada
item RS1 dengan pertanyaan jika kontrak
kerja akan berakhir apakah aka ada
kesulitan dalam pembagian hasil usaha/
keuntungan. 1 item pertanyaan ini tidak
valid karena objek penelitian berupa UKM
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
12
milik pribadi sehingga tidak ada proses
pembagiaan hasil usaha/ keuntungan pada
pihak lain.
Analisis model fit
1) Chy Square (χ2) pada ∂ = 0,05 atau 5 %
2) Goodness of Fit (GFI) = 95 % (0,90 –
0,95 = Fit). Penelitian ini 0,956
3) Standardised Root Mean-square
Residual (SRMR) = < 0,05
4) Root Mean-Square Error of
Approximation (RMSEA) = < 0,05 (0,05 –
0,08=Fit). Dalam penelitian ini 0,000
5) Comparative Fit Index (CFI) = 95 % (0,90
– 0,95 = Fit). Penelitian ini 0,996
6) Tucker Lewis Index (TLI) = TLI > 0.95
(0.90 – 0.95 = Fit). Penelitian ini 1,139
7) Bollen-Stine p-value p > 0.05. Penelitian
ini 5,99
Bardasarkan analisis model fit
menunjukkan bahwa model dalam
penelitian ini adalah fit karena nilai CFI dan
TLI lebih dari angka yang direkomendasikan
≥0,95, yaitu 0,996 pada CFI dan 1,139 pada
TLI. Nilai RMSEA unutk memperbaiki
kecenderungan statistik Chi Square yang
menolak model dngan jumlah sampel yang
besar, dengan nilai yang direkomendasikan
adalah 0,05 – 0,08 untuk ukuran yang
diterima. Sedangkan pada tabel RMSEA
menunjukkan angka 0,000 sehingga dapat
dikatakan model pada penelitian ini sanagt
baik karena hasilnya kurang dari 0,08.
Begitu pula dengan uji chy square, GFI dan
Bollen stine menunjukkan model telah fit.
Analisis SEM secara visual dapat
diperoleh gambaran dibawah:
Gambar 1. Analisis SEM
(0,534;0,042)
Relevansi Strategis Kinerja Tidak Berwujud Kinerja Perusahaan
(0,222;0,044) (5,999;0,001)
Dapat ditarik benang merah bahwa
pada model 1 ditunjukkan bahwa pengaruh
antara relevansi strategis dengan kinerja
perusahaan berpengaruh kuat dengan alfa
5% dengan koefisien 0,534. Sementara itu
dengan model 2 dengan kinerja tidak
berwujud sebagai variabel mediasi
menghasilkan pengaruh yang lebih kuat
pada kinerja tidak berwujud terhadap
kinerja perusahaan, dimana dengan alfa 1
% dan koefisien 5,999. Model ini juga bisa
dilihat bahwa relevansi strategis
berpengaruh terhadap kinerja tidak
berwujud dengan alfa 5 % dan koefisien
0,222.
Semakin besar Relevansi Strategis
(RS) perusahaan kepada mitra, maka
semakin tinggi Kinerja Tidak Berwujud
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
13
(KTB) perusahaan diterima, hal ini
dikarenakan strategi mitra kerja yang terikat
kuat dengan perusahaan, perkembangan
usaha yang baik, pembagian laba yang adil,
serta kontrak kerja dengan mitra kerja yang
dijalankan dengan baik, akan
mempengaruhi Kinerja Tidak Berwujud
(KTB) perusahaan, hal ini dikarenakan
hubungan kerja dapat mempengaruhi
tingkat komitmen karyawan terhadap
perusahaan. Karyawan yang berkomitmen
maka akan memberikan hasil kinerja yang
tinggi, berupa memberikan ide-ide atau
gagasan kreatif untuk kemajuan
perusahaan. semakin tinggi Kinerja Tidak
Berwujud (KTB) perusahaan, maka
semakin tinggi Kinerja Keuangan (KK)
perusahaan diterima, hal ini dikarenakan
semakin tinggi tingkat kecerdasan
seseorang, tingkat pengetahuan yang tinggi
dan SDM yang berkualitas, akan
menghasilkan keunggulan kompetitif bagi
perusahaan karena SDM yang berkualitas
dapat memberikan ide-ide kreatif, inovasi-
inovasi baru seperti: produk, layanan,
proses, yang bisa menjadikan perusahaan
lebih maju dan berkembang, selain itu
perbaikan sistem pelayanan pembelian,
sistem manajemen, perbaikan tingkat
volume penjualan dan lokasi usaha juga
berpengaruh signifikan terhadap tingkat
profitabilitas perusahaan, sehingga hal ini
akan berdampak pada semakin tingginya
Kinerja Keuangan (KK) perusahaan.
KESIMPULAN
Semakin besar Relevansi Strategis
(RS) perusahaan kepada mitra, maka
semakin tinggi Kinerja Tidak Berwujud
(KTB) perusahaan diterima, hal ini
dikarenakan strategi mitra kerja yang terikat
kuat dengan perusahaan, perkembangan
usaha yang baik, pembagian laba yang adil,
serta kontrak kerja dengan mitra kerja yang
dijalankan dengan baik. Karyawan yang
berkomitmen maka akan memberikan hasil
kinerja yang tinggi, berupa memberikan ide-
ide atau gagasan kreatif untuk kemajuan
perusahaan. semakin tinggi Kinerja Tidak
Berwujud (KTB) perusahaan, maka semakin
tinggi Kinerja Keuangan (KK) perusahaan
yang diterima, hal ini dikarenakan semakin
tinggi tingkat kecerdasan seseorang, tingkat
pengetahuan yang tinggi dan SDM yang
berkualitas, akan menghasilkan keunggulan
kompetitif bagi perusahaan karena SDM
yang berkualitas dapat memberikan ide-ide
kreatif, inovasi- inovasi baru seperti produk,
layanan, proses, yang bisa menjadikan
perusahaan lebih maju dan berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J.C. and Narus, J.A. (1990), “A
model of distributor firm and
manufacturer working
partnerships”, Journal of
Marketing, Vol. 54 No. 1, pp. 42-
58.
Das, S., Sen, P.K. and Sengupta, S. (2003),
“Strategic alliances: a valuable
way to manage intellectual
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
14
capital?”, Journal of Intellectual
Capital, Vol. 4 No. 1, pp. 10-19.
Moeller, K., (2009), Intangible and financial
performance: causes and
effects, Journal of Intellectual
Capital, Vol. 10 No. 2, pp. 224-
245.
Smith, Cunningham and Coote, (2006),
Structural Equation Modelling,
AUS Press University.
Spekman, R.E., Forbes, T.M. III, Isabella,
L.A. and MacAvoy, T.C. (1998),
“Alliance management: a view
to the past and look to the
future”, Journal of Management
Studies, Vol. 35 No. 3, pp. 747-
72.
Srivastava, R.K., Fahey, L. and
Christensen, H.K. (2001), “The
resource based view and
marketing: the role of market-
based assets in gaining
competitive advantage”, Journal
of Management, Vol. 27 No. 6,
pp. 777-802.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
15
PERAN PENGUATAN SISTEM INFORMASI PADA METODE STRATEGI DAN PENDORONG
INOVASI PADA KINERJA PERUSAHAAN
Asep Rokhyadi
Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta
email : asep.rokhyadi @gmail.com
Abstract
This study was conducted to determine how the information system can strengthen the innovation strategy method and driving of the innovation in the firm performance. The method of research conducted with the involvement of the respondent companies large and medium processing manufacture in Yogyakarta province, the number of respondents 138 companies. With multiple regression analysis and regression analysis moderation done, but first the normality test, the validity and reliability as well as the classical assumptions. The results yield information that there is influence between innovation strategies method and driving of innovation to firm performance. Similarly, of the information systems strengthening innovation strategy and driving innovation to firm performance. Key words: strategy, innovation strategy, information systems, strategy methods, driving
innovation.
PENDAHULUAN
Permintaan produk dan jasa
menjadikan strategi inovasi berada pada
tantangan baru dalam organisasi.
Organisasi harusdiperkaya dengan
pengetahuan eksternal yang up date, yang
diperoleh baik dari karyawan atau top
manajemen yang terkait tujuan organisasi
dengan kolaborasi diantara mereka
(Broring, S. dan P.Herzog, 2008). Salah
satu cara untuk memperoleh pengetahuan
dengan efisien adalah melibatkan
pelanggan dalam proses pengembangan
strategi inovasi. Memanfaatkan kreativitas
pelanggan dan kemampuan strategi inovasi
memiliki banyak potensi untuk
pengembangan produk baru (Hippel, V.E.,
2005). Hal senada seperti yang
dikemukakan Heiskanen.E., et al. (2007)
bahwa pendekatan yang terbuka diperlukan
untuk pengujian konsep strategi inovasi
dengan tujuan untuk mendorong pengguna
mengevaluasi konsep yang lebih kritis,
dengan melibatkan lebih banyak pelanggan
ke proses yang mungkin juga hambatan
untuk mengadopsi strategi inovasi baru.
Namun, secara individu, pelanggan
mungkin tidak mampu menciptakan yang
terbaik, pandangan mereka tentang produk
terbatas pada perspektif tertentu. Penelitian
terdahulu telah menunjukkan bahwa
pemikiran kolektif adalah penting agar dapat
memaksimalkan efisiensi inovasi individu
(Thrift.N.,2006). Inovasi individu dalam
organisasi lambat laun akan menciptakan
inovasi dalam skala organisasi atau industri,
karena akan menjadi proses pembelajaran
organisasi (Srivastava, P dan Frankwick,
GL, 2011). Penelitian Jafari, M.,et al., (2011)
menyatakan bahwa penerapan
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
16
pengetahuan akan menciptakan kehilangan
pengetahuan (knowledge) setelah
penerapannya ke dalam model dalam satu
tahun sebesar 88 pct(%), hal ini mutlak
dibutuhkan proses pembelajaran yang terus
menerus. Apabila hal ini menjadi budaya
organisasi maka akan menjadi penentu
strategi inovasi bagi perusahaan (Julia
C.N., et al, 2011). Dalam penelitian lain juga
dikuatkan bahwa dengan kecepatan
(speed) sangat berpengaruh terhadap
proses inovasi perusahaan (Banu, A.,G.,
dan Grant,M., 2011).
Hasil peneltian terdahulu
menunjukkan beragamnya hasil penelitian
seperti simpulan beberapa peneliti dimana
tidak ada pengaruh antara strategi inovasi
dengan kinerja perusahaan (Xiaosong,
D.P.,et al.,2011 ; Zhang,M.J., 2011; Craig.J.
dan Clay,D., 2006). Hasil penelitian lain juga
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
yang lemah antara strategi inovasi dengan
kinerja perusahaan (Daniel.I.P, et al. 2004),
peneliti Murat, I.A., dan B. Baki (2011);
Varis, M. dan Littunen, H (2010); Tung, J.,
(2012) menunjukkan hasil bahwa terdapat
pengaruh yang positif antara strategi inovasi
dengan kinerja perusahaan dan yang
terakhir Theyel, G., (2000); Joaquı´n A., et
al. (2006) menunjukkan pengaruh yang kuat
antara strategi inovasi dengan kinerja
perusahaan.Selengkapnya perbedaan
tersebut diuraikan secara singkat pada tabel
1 dibawah ini.
Tabel 1. Berbagai Simpulan Para Peneliti Tentang Strategi Inovasi Pada Kinerja Perusahaan
Kesimpulan Peneliti Tidak Ada Pengaruh Xiaosong, D.P., et al., (2011); Zhang,M.J.
(2011); Craig,J., dan D.Clay, (2006) Berpengaruh Lemah Daniel.I.P., et al. (2004); Berpengaruh positif
Murat, I.A., dan B. Baki (2011); Varis, M. dan Littunen, H (2010); Tung, J.,(2012)
Berpengaruh Kuat Theyel, G., (2000); Joaquı´n.A.,et al. (2006);
Berdasarkan beberapa simpulan
dari para peneliti pada tabel 1 menunjukkan
masih adanya kesenjangan penelitian (gap
research) yaitu, penelitian tentang strategi
inovasi dan kinerja perusahaan masih
dalam posisi yang belum simpul.Hal ini
menunjukkan bahwa berbagai hasil
penelitian ini masih memiliki banyak
peluang untuk diteliti lebih lanjut dan
kemungkinan belum banyak digunakannya
variabel pendukung ataupun variabel
kontingensi dalam menyelesaikan penelitian
ini dengan tujuan meningkatkan kinerja
perusahaan. Namun demikian, berbagai
penelitian diatas walaupun masih memiliki
hasil penelitian yang beragam dan belum
simpul, banyak pula peneliti yang telah
berusaha menjembatani untuk
memecahkan permasalahan tersebut
dengan variabel kontingensi sebagai
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
17
variabel moderasi antara strategi inovasi
dengan kinerja perusahaan, dengan
maksud agar hasil penelitian tersebut
memberikan dampak yang makin kuat
antara variabel strategi inovasi dengan
variabel kinerja perusahaan, seperti ukuran
perusahaan (size) (Niu. P, et al., 2010);
Hung,K.T, et al.,2008; Craig.J. dan
D.Clay,2006) karakteristik perusahaan
(Theyel, G., 2000), kapabilitas perusahaan
(Xiaosong, D.P.,et al.,2011). Pada tabel 2
diuraikan secara singkat atas penyataan
tersebut.
Tabel 2. Beberapa Variabel Moderasi dan Penyebab Belum Tersimpulkannya Temuan
Penelitian Tentang PengaruhStrategi Innovasi PadaKinerja Perusahaan
Variabel Moderasi Kesimpulan Peneliti Ukuran perusahaan Terdapat pengaruh yang positif
Antara strategi inovasi dan kinerja Perusahaan
Niu.P, et al. (2010);Hung, K.T.et al.(2008)
Tidak ada pengaruh antara strategi inovasi dan kinerja Perusahaan
Craig.J.dan D.Clay (2006)
Karakteristik perusahaan Terdapat pengaruh yang sangat signifikan antara strategi inovasi dan kinerja perusahaan
Theyel,G., (2000)
Kapabilitas Perusahaan Tidak ada pengaruh antara strategi Inovasidengan kinerja perusahaan
Xiaosong, D.P., et al.,(2011)
Mengingat berbagai variabel
kontingensi telah diterapkan oleh beberapa
peneliti (tabel diatas) dan menghasilkan
beberapa macam hasil penelitian pula, hal
ini menunjukkan bahwa belum fit-nya suatu
strategi inovasi, sehingga masih diperlukan
pencarian atas pemecahan tersebut
dengan tepat. Namun demikian fenomena
apa yang tepat dapat diterapkan sebagai
variabel kontingensi agar mencapai kinerja
perusahaan yang baik dan stabil? Menurut
Zhang,M.J., (2011), sistem informasi mutlak
diperlukan dalam meningkatkan proses
strategi inovasi untuk meningkatkan kinerja
perusahaan. Berdasar pada uraian
tersebut, penulis mencoba menggunakan
variabel ini yaitu sistem informasi inovasi
dengan harapan variabel ini yang akan
dijadikan variabel moderasi, akan
menguatkan antara variabel strategi inovasi
dengan kinerja perusahaan dan serta
menjadikan sebaran khasanah ilmu
pengetahuan yang makin luas dan
memberikan wacana lain yang
berkesinambungan.
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian ini adalah di
wilayah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) dengan 390 responden
namun hanya 138 responden (35,4 %) yang
diperoleh dari“Direktori Industri Pengolahan
Besar dan Sedang dari Biro Pusat Statistik
(BPS) tahun 2010 di D.I.Yogyakarta” yang
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
18
diterbitkan oleh BPS (Biro Pusat Statistik)
tahun 2010.
Peubah yang diamati/diukur,
Penelitian ini menggunakan tiga (3) variabel
yang terdiri dari variabel strategi inovasi(I)
sebagai variabel dependent, variabel
kinerja perusahaan (KP) sebagai variabel
independent dan variabel sistem informasi
inovasi (SI) sebagai variabel moderasi, dari
keseluruhan variabel tersebut terdapat 26
butir pertanyaan. Setiap butir pertanyaan
dalam peubah /variabel penelitian diukur
dengan skala likert 5 poin yang mana 1
menunjukkan arah tidak setuju dan 5
menunjukkan arah sangat setuju.
Variabel Strategi inovasi (I), Variabel ini
mengadopsi pengukuran strategi inovasi
dari Filippetti, A., (2011) yang terdiri dari 2
indikator yakni metode inovasi (I1) serta
pendorong strategi inovasi (I2). Secara
keseluruhan indikator tersebut terdiri dari 11
butir pertanyaan.
Variabel Kinerja Perusahaan (KP), variabel
ini mengadopsi pengukuran dari Murat,
I.A.,dan B.Baki, (2011) yang terdiri dari 3
indikator yakni ROA (Return on Asset), ROS
(Return on Sales) dan ROI (Return on
Investment).
Variabel Sistem Informasi (SI), Variabel ini
mengadopsi pengukuran dari Zhang,M.J.,
(2011) yang terdiri dari 6 indikator yang
secara keseluruhan indikator tersebut juga
memuat 6 butir pertanyaan yakni
mengurangi biaya produk / jasa (SI1),
Mengurangi biaya memodifikasi atau
menambahkan fitur untuk produk yang
sudah ada / jasa (SI2), Mengurangi biaya
merancang produk baru / jasa (SI3),
memberikan kesempatan inovasi yang unik
untuk produk / jasa (SI4), kesinambungan
informasi dengan produk / jasa(SI5) dan
terakhir membangun sistem informasi ke
dalam produk / jasa yang ada untuk
meningkatkan nilai produk/jasa (SI6). Untuk
lebih memudahkan pemahaman, model
penelitian berikut, adalah gambaran
penelitian ini.
Gambar 1. Model Penelitian
Strategi Inovasi (I)
Metode Inovasi (I1)
Pendorong Inovasi (I2) Kinerja Perusah
(KP)
Sistem Informasi (SI)
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
19
Adapun model dalam penelitian ini
menggunakan model Regresi dengan
teknik analisis Moderated Regression
Analysis (MRA) dimana variabel strategi
inovasi dan kinerja perusahaan
dihubungkan secara langsung, sementara
variabel moderasi merupakan model
struktur yang menghubungkan secara tidak
langsung terhadap variabel strategi inovasi
dan kinerja perusahaan.
Uji reliabilitas adalah untuk melihat stabilitas
dan konsistensi suatu pengukuran yang
dilakukan dalam penelitian sehingga sering
juga disebut dengan pengukuran akurasi,
Uji reliabilitas dapat diukur dengan koefisien
Cronbach’s alpha. Instrumen penelitian
disebut handal bila pengujian tersebut
menunjukkan alpha lebih dari 0,7
(Sekaran.U., 352, 2010).
Uji validitas dalam penelitian ini
meliputi validitas konstrak yang
menunjukkan sejauh mana suatu tes
mengungkapkan suatu trait atau konstrak
teoritis yang hendak diukurnya dengan
menggunakan analisis faktor. Validitas
konstrak diindikasikan dengan nilai dari
butir-butir pertanyaan yang mengukur
konsep yang sama akan memiliki korelasi
tinggi yaitu lebih besar dari 0,4 (Hair, et al.,
2006).
Pengujian asumsi klasik juga
dilakukan pada penelitian ini berupa
pengujian normalitas menggunakan
Kolmogorov-Smirnov Test. Uji ini dilakukan
dengan analisis test non parametric dengn
1 sample KS. Pengujian adanya
multikolinieritas dilihat dari nilai toleransi
dan Variance Inflation Factor (VIF).
Pengujian heteroskedastik menggunakan uji
grafik, guna melihat homogenitas data
crossection tersebut dilakukan dengan
melihat sebaran data yang merata diantara
SPRED pada absis dan ZPRED pada
ordinat. Pengujian autokorelasi dengan
menggunakan uji Durbin Watson test.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Validitas, uji ini menggunakan
metode Keiser Meyer-Olkin (KMO),
Measure Sampling Adequacy menunjukkan
nilai sebesar 0,821 hal ini berarti bahwa
memperlihatkan instrumen ini valid karena
nilai KMO ini melebihi dari konstrain 0,5.
Sementara itu pula dikuatkan dengan nilai
Bartlett’s test sebesar 1479 dengan
probabilitas signifikansi 0,000 sehingga
dapat disimpulkan instrumen ini telah
memenuhi syarat valid.
Uji Reliabilitas, uji ini menggunakan
Squared Multiple Correlation melalui uji
skala reliability analysis, dan dihasilkan
cronbach alfa. Dari perhitungan
menunjukkan bahwa semua konstruk
ternyata menghasilkan nilai diatas 0,7
sehingga semua konstruk reliable.Dengan
demikian semua variabel dapat dinyatakan
reliabel karena sesuai yang disyaratkan
oleh Hair et al. (2006).
Uji Normalitas, dengan
menggunakan metode Kolmogorof Smirnov
menunjukkan bahwa model penelitian ini
adalah normal, karena signifikansi berada
pada nilai 0,209 ( > 0.05) sehingga dapat
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
20
disimpulkan bahwa dengan metode ini tidak
signifikan dengan arti bahwa dengan
menggunakan unstandardized residual-nya
menunjukkan bahwa model telah
terdistribusi secara normal.
Uji Multikolinieritas, Uji ini dilakukan
bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya korelasi
yang tinggi atau sempurna antar variabel
independent.Pengujian adanya
multikolinieritas dilihat dari nilai toleransi
dan Variance Inflation Factor (VIF), yang
menurut Ghozali (2009) dinyatakan bahwa
tidak terdapat multikolinearitas jikalau nilai
toleransi diatas 0,1 atau VIF tidak lebih dari
10, sehingga hasil perhitungan
menunjukkan bahwa nilai VIF berada
diantara 3,1 hingga 4,562 jadi dapat
disimpulkan bahwa model dalam penelitian
ini adalah tidak terdapat multikolinearitas
antar variabel independent.
Uji Heteroskedastisitas, Pengujian
dengan metode grafik scatter plot
menunjukkan adanya sebaran data diatas 0
dan dibawahnya, pengujian ini didapatkan
dari standardized predicted value dengan
standardized residualnya. Jika dalam grafik
tidak terjadi sebaran data maka terjadi
heteroskedastisitas, begitu pula sebaliknya.
Uji Autokorelasi, menggunakan metode
Durbin Watson test menunjukkan bahwa
nilainya 2,072 sehingga nilai ini berada
pada posisi tidak ada autokorelasi positif
atau negatif (Ghozali, 2009, 79-82), karena
dengan 5 variabel bebas dengan n = 138
serta α = 5 % diperoleh tabel Durbin Watson
test dengan du = 1,665 dl = 1,802 sehingga
dapat disimpulkan bahwa dalam model
penelitian ini tidak terdapat autokorelasi.
Selanjutnya, hasil pengujian model
dalam penelitian dilakukan dengan dua (2)
tahapan dimana yang pertama dilakukan
dengan pengujian regresi dan pada tahap
ke dua dilakukan dengan pengaruh regresi
moderasi. Berikut ini adalah rekapitulasi dari
hasil pengujian hipotesis dari kedua
tahapan tersebut.
Tabel 3. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis
Variabel Model Regresi Model Regresi Moderasi β t β t Metode Inovasi (I1) 0,369 2,040* Pendorong Inovasi (I2) 0,636 5,951* SI*I1 1,004 2,910* SI*I2 0,360 2,998* F test 27,648 18,946 R2 0,512 0,623 Adj R2 0,493 0,590
Variabel Dependent = Kinerja Perusahaan (KP)
Variabel Moderasi = Sistem Informasi Inovasi (SI)
* p<0,05
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
21
Tabel 3 kolom model regresi
memperlihatkan bahwa analisis regresi
model pengaruh langsung, yaitu pengaruh
strategi inovasi (I) pada kinerja perusahaan
menunjukkan goodness of fit yang baik (F =
27,648; p<0,05). Hal tersebut menunjukkan
bahwa model tersebut dapat menjelaskan
fenomena yang diuji dengan baik. Di
samping itu, ditunjukkan bahwa nilai
adjusted R2 = 0,493 berarti variasi kinerja
perusahaan dapat dijelaskan oleh Metode
inovasi (I1) dan Pendorong inovasi (I2)
sebesar 49,3 % sedangkan selebihnya oleh
variasi variabel lain di luar model tersebut.
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa
variabel independen berpengaruh secara
signifikan pada kinerja organisasional
(p<0,05). Dimana metode inovasi (I1)
berpengaruh positif pada kinerja
perusahaan (β=0,369; t=2,040; p<0,05),
dan Pendorong Inovasi (I2) berpengaruh
positif pada kinerja Perusahaan (β=0,636;
t=5,961; p<0,05).
Pengujian terhadap sistem informasi
inovasi sebagai pemoderasi pengaruh
staregi inovasi pada kinerja perusahaan
menggunakan analisis regresi moderasi
yang ditunjukkan pada Tabel 3
menunjukkan bahwa goodness of fit yang
baik (F= 18,946; p<0,05). Hal tersebut
berarti, bahwa model dapat menjelaskan
fenomena yang diuji dengan baik. Di
samping itu, ditunjukkan bahwa nilai
adjusted R2=0,590, maka variasi kinerja
perusahaan dapat dijelaskan oleh variabel
independen sebesar 59,0% sedangkan
selebihnya oleh variasi variabel lain di luar
model tersebut.
Analisis regresi moderasian sistem
informasi inovasi (SI) menunjukkan hasil
bahwa interaksi SixI1 (β=1,004; t=2,910;
p<0,05) juga signifikan maka sistem
informasi memperkuat dan positif antara
metode inovasi dan kinerja perusahaan,
yang terakhir iteraksi SixI2 (β=0,360;
t=2,998; p<0,05) signifikan, maka sistem
informasi memperkuat dan positif antara
pendorong inovasi dan kinerja perusahaan.
SARAN
Dari penelitian diatas, metode
inovasi dan pendorongnya makin kiat jika
berinteraksi dengan system informasi.
System informasi itu sendiri selayaknya
seperti kolaborasi aktifitas. sumber
kolaborasi inovasi seperti halnya inovasi
pemasaran dan inovasi organisasi seperti
pengetahuan manajemen, tata letak
organisasi ataupun relasi eksternalitas,
mutlak diperlukan. Kolaborasi aktifitas
seperti transfer IPTEK dan dinamika
eksternalitas usaha akan menciptakan
perubahan dalam inovasi, untuk itu perlu
kiranya memperkuat inovasi dengan
melibatkan konsumen dan calon konsumen,
karena konsumen akan makin cepat
mengadopsi barang dan jasa jika sesuai
dengan motivasi dan pengalaman masa lalu
mereka (Thøgersen, J., et al, (2010).
Bahkan dengan tindakan nyata seperti
Corporate Social Responsibility (CSR) akan
memberikan dampak yang lebih nyata atas
aktualisasi dukungan terhadap konsumen
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
22
(Green, T., and J., Peloza, 2011). Sehingga
inovasi membutuhkan telah lebih jauh untuk
mencapai goodwill perusahaan dalam
jangka menengah dan panjang. Untuk itu
perlu kiranya meningkatkan kapabilitas
perusahaan dengan memahami faktor
pendorong munculnya percepatan adopsi
konsumen atas inovasi dengan visi inovasi,
tinjauan masa depan, penetapan tujuan
inovasi (dengan melibatkan karyawan dan
penciptaan produk bisnis yang berbeda dari
biasanya), empowerment, komunikasi dan
jaringan serta peer recognition yaitu
pengakuan dari perbagai intitusi penilai
(Filipczak.B., 1997).
DAFTAR PUSTAKA
Alm, H. dan M.McKelvey, (2000), “When
and why does cooperation
positively or negatively affect
innovation? An exploration into
turbulent waters”, Discussion
Paper 39, Centre for Research on
Innovation and Competition
(CRIC), Manchester, November.
Amara, N. dan R.Landry, (2005) “Sources
of information as determinants of
novelty of innovation in
manufacturing firms: evidence from
the 1999 Statistics Canada
innovation survey”, Technovation,
Vol. 25(3), pp. 245-304.
Banu A.,G., dan M.Grant, (2011),
“Innovation speed and radicalness:
are they inversely related ?”,
Management Decision, Vol. 49 (4),
pp. 533-547.
Broring, S. dan P.Herzog, (2008),
“Organizing new business
development: open innovation at
Degussa”, European Journal of
Innovation Management, Vol. 11
(3), pp. 330-378.
Calantone, R.J., S.K.Vickery dan C.Droge,
(1995), “Business performance and
strategic new product development
activities: an empirical
investigation”, Journal of Product
Innovation Management, Vol. 12,
pp. 214-237.
Christmann, P. danG.Taylor,(2002)
‘‘Globalization and the
environment: strategies for
international voluntary
environmental initiatives’’,Academy
of Management Executive, Vol.16
(3), pp. 121-146.
Craig.J. dan D., Clay, (2006),“The Natural
Environment, Innovation, and Firm
Performance: A Comparative
Study”, Family Business Review,
Vol. 19 (4), pp. 275-288.
Daniel, I.P., D.J.Powerand
A.S.Sohal,(2004),“The role of
trading partner relationships in
determining innovation
performance: an empirical
examination”, European Journal of
Innovation Management, Vol. 7 (3),
pp. 178-186.
Darnall, N. danJ.,Carmin,(2005), ‘‘Greener
and cleaner? The signalling
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
23
accuracy of US voluntary
environmental programs’’, Policy
Sciences, Vol.38 (2), pp. 71-90.
Dosi, G., (1988), “Sources, procedures and
microeconomic effects of
innovation”, Journal of Economic
Literature, Vol. 26 (3), pp. 1120-
1191.
Filipczak. B., (1997), “Innovation drivers”,
Training, May, Vol.34 (5), pp. 36.
Filippetti, A., (2011), “Innovation modes and
design as asource of innovation: a
firm-levelanalysis”, European
Journal of Innovation Management,
Vol. 14 (1), pp. 5-26.
Freel, M.S. dan P.J.A.Robson. (2004),
“Small firm innovation, growth and
performance”, International Small
Business Journal, Vol. 22 (6), pp.
561-636.
Freel, M.S., (2005), “Patterns of innovation
and skills in small firms”,
Technovation, Vol. 25 (2), pp. 123-
157.
Ghozali, I., (2009), “Ekonometrika, teori,
konsep dan aplikasi dengan SPSS
17”, Program Doktor Ilmu Ekonomi
Universitas Diponegoro, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Green, T., and J., Peloza, (2011), “How
does corporate social responsibility
create value for consumers?”,
Journal of Consumer Marketing,
Vol.28(1), pp.48–56.
Hair, J. F. Jr., W. C. Black, B. J. Babin, R.
E. Anderson dan R. L. Tatham,
2006. “Multivariate Data Analysis”,
Ed.6, New Jersey: Prentice Hall,
Pearson Education, Inc.
Hamel, G., Y.Doz dan C.K.Prahalad. (1989),
“Collaborate with your competitors
and win”, Harvard Business
Review, Vol. 67 (1), pp. 133-142.
Hargadon, A. dan B.Bechky, (2006), “When
collections of creatives become
creative collective – a field study of
problem solving at work”,
Organization Science, Vol. 17 (4),
pp. 484-500.
Heiskanen, E., K.Hyvonen, M.Niva,
M.Pantzar, P.Timonen dan
J.Varjonen. (2007), “User
involvement in radical innovation:
are consumers conservative?”,
European Journal of Innovation
Management, Vol. 10 (4), pp. 489-
509.
Hippel, V.E., (2005), “Democratizing
Innovation”, The MIT Press,
Cambridge, MA.
Hung,K.T, Christine.C dan Ming.Yi.C.,
(2008),“Does matching pay policy
with innovation strategy really
improve firm performance? An
examination of technology-based
service firms”, Personnel Review,
Vol. 37 (3), pp.300-316.
Jafari,M., R.Jalal, M.M.Mohammad dan
H.Atefe, (2011), “Development and
evaluation of a knowledge risk
management model for project-
based organizations ; A multi-stage
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
24
study”, Management Decision, Vol.
49 (3), pp. 309-329.
Joaquı´n,A., R.Lapiedra dan R.Chiva,
(2006), “A measurement scale for
product innovation performance”,
European Journal of Innovation,
Management, Vol. 9 N(4), pp. 333-
346.
Julia C.N, Valencia, D.Jime´nez-Jime´nez
dan R.S.Valle, (2011), “Innovation
or imitation ? The role of
organizational culture”,
Management Decision, Vol. 49 (1),
pp. 55-72.
Lechner, C. dan M.Dowling, (2003), “Firm
networks: external relationships as
sources for the growth and
competitiveness of entrepreneurial
firms”, Entrepreneurship &
Regional Development, Vol. 15 (1),
Hal. 1-26.
Littunen, H. dan M.Virtanen, (2009),
“Differentiating factors of venture
growth: from statics to dynamics”,
International Journal of
Entrepreneurial Behaviour &
Research, Vol. 15 (6), pp. 535-589.
Lundvall, B.A, (1992), “National Systems of
Innovation: Towards a Theory of
Innovation and Interactive
Learning”, Pinter, London.
Massa, S. dan S.Testa, (2008), “Innovation
and SMEs: misaligned
perspectives and goals among
entrepreneurs, academics, and
policy makers”, Technovation, Vol.
28 (7), pp. 393-407.
Murat, I.A., danB.Birdogan,
(2011),“Antecedents and
performance impacts of product
versus process innovation,
European Journal of Innovation”,
Management, Vol. 14 (2), pp.172-
206.
Nas,S.O. dan A.Leppalahti, (1997),
“Innovation, firm profitability and
growth”, Report R-01/1997, Studies
in Technology, Innovation and
Economic Policy (STEP), Oslo,
May.
Niu.P., F.Xie dan T.Leonard,
(2010),“Empirical study of the
relations between the knowledge
base and innovation performance
of an economy”, Journal of
Knowledge-based, Innovation in
China, Vol. 2 (2), pp.171-185.
Nohria, N. dan R.G.Eccles, (1992), “Face-to
face: making network organizations
work”, in Nohria, N. and
R.G.Eccles. (Eds), Networks and
Organizations: Structure, Form,
and Action”, Harvard Business
School Press, Boston, MA, Hal.
288-308.
Nonaka, I. dan H.Takeuchi, (1995), “The
Knowledge-Creating Company:
How Japanese Companies Create
the Dynamics of Innovation”,
Oxford University Press, New York,
NY.
Piller, F., (2004) “Mass customization:
reflections on the state of the
concept”, International Journal of
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
25
Flexible Manufacturing Systems,
Vol. 16 (4), pp. 313-347.
Powell, W.W. dan S.Grodal, (2005),
“Networks of innovators”, in
Fagerberg, J., Mowery, D.C. and
Nelson, R.R. (Eds), The Oxford
Handbook of Innovation, Oxford
University Press, Oxford, pp. 56-
85.
Santamarıa, L., M.J.Nieto dan G.A.Barge,
(2009), “Beyond formal R&D:
taking advantage of other sources
of innovation in low- and medium-
technology industries”, Research
Policy, Vol. 38 (3), pp. 507-524.
Sekaran, U., (2010), “Research methods for
business: A skill building
approach”, 6th Edition, United
States of America: John Wiley and
Sons, Inc.
Senyard,J., B.Ted, S.Paul and D.Per,
(2011), “Bricolage As A Path To
Innovation For Resource
Constrained New Firms”, Academy
of Management Annual Meeting
Proceedings, p1-5, 5p; DOI:
10.5465/AMBPP.2011. 65869700
Srivastava, P., dan G.L.Frankwick, (2011),
“Environment, management
attitude, and organizational
learning in alliances”, Management
Decision, Vol. 49 (1), pp. 156-166
Teece, D.J., G.Pisano dan A.Shuen, (1997),
“Dynamic capabilities and strategic
management”, Strategic
Management Journal, Vol. 18 (7),
pp. 509-542.
Theyel, G., (2000),“Management practices
for environmental innovation and
performance”, International Journal
of Operations & Production
Management, Vol. 20 (2), pp. 249-
266.
Thøgersen, J., P., Haugaard., and
A.,Olesen., (2010), “Consumer
responses to ecolabels” European
Journal of Marketing, Vol. 44
(11/12), pp.1787-1810.
Thrift, N., (2006), “Re-inventing invention:
new tendencies in capitalist
commodification”, Economy and
Society, Vol. 35 (2), pp. 279-306.
Tidd, J., J.Bessant dan K.Pavitt, (2002),
“Learning through alliances”, in
Henry, J. and Mayle, D. (Eds),
Managing Innovation and Change,
2nd ed., Sage, London, pp. 167-
255.
Todtling, F dan A.Kaufmann, (1999),
“Innovation systems in regions of
Europe – a comparative
perspective”, European Planning
Studies, Vol. 7 (6), pp. 699-717.
Tung, J., (2012),“A Study Of Product
Innovation On Firm Performance,
The International”Journal Of
Organizational Innovation Vol 4 (3),
pp. 84 – 97.
Varis, M. dan Littunen, H, (2010),“Types of
innovation, sources of information
and performance in entrepreneurial
SMEs”, European Journal of
Innovation Management, Vol. 13
(2), pp.128-154.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
26
Watson, J. (2007), “Modeling the
relationship between networking
and firm performance”, Journal of
Business Venturing, Vol. 22 (6),
pp. 852-926.
Wheelwright, S.C. dan K.B.Clark, (1992),
“Revolutionizing Product
Development – Quantum Leaps in
Speed”, Efficiency, and Quality,
The Free Press, New York, NY.
Wikstrom, S., (1996), “The customer as co-
producer”, European Journal of
Marketing, Vol. 30 (4), pp. 6-19.
Xiaosong, D.P., G.S.,Roger dan
S.,Rachna.(2011),“Competitive
priorities, plant improvement and
innovation capabilities, and
operational performance”,
International Journal of Operations
& Production Management, Vol. 31
(5), pp. 484-510.
Zhan, Q. dan W.J.Doll, (2001), “The fuzzy
front end and succes of new
product development causal
model”, European Journal of
Innovation Management, Vol. 4 (2),
pp. 95-112.
Zhang, J.danD.Yanling,(2010),“The impact
of different types of market
orientation on product innovation
performance”, Management
Decision, Vol. 48 (6), pp.849-867.
Zhang,M.J., (2011),“Firm-level performance
impact of IS support for product
innovation”, European Journal of
Innovation, Management, Vol. 14
(1), pp. 118-132.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
27
MENINGKATKAN KINERJA UMKM INDUSTRI KREATIF MELALUI PENGEMBANGAN
KEWIRAUSAHAAN DAN ORIENTASI PASAR: KAJIAN PADA PERAN SERTA WIRAUSAHA
WANITA DI KECAMATAN MOYUDAN, KABUPATEN SLEMAN, PROPINSI DIY
Gumirlang Wicaksono Audita Nuvriasari
Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta
ABSTRACT
The aim of this research to identify problem in order to developing Micro Small Medium Enterprises, this research focus on the role of woman entrepreneur in creative industry at Sumber Rahayu, Moyudan, Sleman, DIY. This research also reviews the influence of market and entrepreneur orientation in woman entrepreneur in order to increase the performance of creative industry. The output of this research will used as the reference to make a recommendation for policy and strategy related with developing market and entrepreneur orientation to develop performance of Micro Small, Medium Enterprises. Sampling method used in this research by taking 40 respondents, the respondent are woman entrepreneur in creative industry especially fashion and handicraft in Sumber Rahayu, Moyudan, Sleman. The methods of analysis used in this research are descriptive and inferential. Based on this research most of the problem are faced by Micro Small Medium Enterprises related with capital aspect, marketing aspect, and human resources. The inferential analysis shows the positive correlation between entrepreneur orientation and market orientation to business performance of Micro Small Medium Enterprises partially and simultaneously.
Keywords: Creative Industry, Market Orientation, Entrepreneur Orientation, Business Performance.
A. Pendahuluan
Merupakan suatu realitas bahwa
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
adalah sektor ekonomi nasional yang paling
strategis dan menyangkut hajat hidup orang
banyak sehingga menjadi tulang punggung
perekonomian nasional. UMKM juga
merupakan kelompok pelaku ekonomi
terbesar dalam perekonomian di Indonesia
dan telah terbukti menjadi kunci pengaman
perekonomian nasional dalam masa krisis
ekonomi serta menjadi desiminator
pertumbuhan ekonomi pasca krisis.
Didasarkan atas kondisi tersebut,
pemerintah pada tahun 2009
mencanangkan tahun industri kreatif yang
diyakini merupakan industri penggerak
sektor riil ditengah ancaman melambatnya
perekonomian akibat krisis global. Melalui
Inpres No. 6 tahun 2009 mengenai
pengembangan industri kreatif kepada 28
instansi pemerintah pusat dan daerah untuk
mendukung kebijakan pengembangan
industri kreatif tahun 2009 – 2015 yakni
pengembangan kegiatan ekonomi
berdasarkan pada kreatifitas, keterampilan,
bakat individu yang bernilai ekonomi dan
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
28
berpengaruh pada kesejahteraan
masyarakat Indonesia.
Industri kreatif sebagai pilar utama
dalam mengembangkan sektor ekonomi
kreatif akan memberikan dampak positip
bagi kehidupan masyarakat Yogyakarta
mengingat Yogyakarta sedang mengalami
transformasi sosial yang begitu cepat dari
agraris ke semi industri terutama industri
kreatif. Disamping itu Yogyakarta sarat
akan sumber daya manusia yang berbakat
dan kaya akan kreatifitas. Prospek industri
kreatif di DIY sangat besar dikarenakan
kondisi di DIY yang sangat kondusif bagi
pengembangan industri kreatif khususnya
fashion, kerajinan dan teknologi informatika.
Hal ini dimungkinkan karena posisi DIY
sebagai pusat seni dan budaya yang juga
ditunjang sebagai pusat pendidikan yang
mampu menghasilkan tenaga kerja kreatif
dalam jumlah yang sangat potensial.
Pemerintah daerah juga mengeluarkan
berbagai kebijakan dan program yang
sangat mendukung bagi pengembangan
industri kreatif.
Perkembangan potensi industri
kreatif di DIY pada tahun 2010 menurut
Polin Napitupulu dari Disperindag DIY nilai
produksinya telah mencapai Rp. 1,7 Trilyun.
Kondisi saati ini menunjukkan bahwa
peluang industri kreatif baik di dalam
maupun di luar negeri masih sangat besar
dan dan pangsa pasar yang dijanjikan
untuk industri kreatif masih sangat terbuka
lebar dan memiliki kecenderungan semakin
meningkat.
Pelaku UMKM industri kreatif di
Yogyakarta tidak hanya di dominasi oleh
kaum laki-laki akan tetapi kaum wanita juga
potensial untuk melakukan berbagai
kegiatan produktif yang menghasilkan dan
dapat membantu ekonomi keluarga dan
lebih luas lagi bagi ekonomi nasional,
apalagi potensi tersebut menyebar di
berbagai bidang termasuk dalam bidang
industri kreatif. UMKM yang dikelola oleh
wanita memberikan kontribusi yang sangat
strategis meskipun belum seimbang dengan
perhatian dan pengakuan yang diberikan
baik oleh pemerintah maupun keluarga.
Kecamatan Moyudan merupakan
salah satu sentra industri potensial di DIY
khususnya di bidang kerajinan tenun dan
kerajinan tangan. Kecamatan Moyudan
memiliki 4 (empat) desa yang menjadi
sentra pengembangan industri kreatif, yakni
Sumberagung, Sumberarum,
Sumberrahayu, dan Sumbersari. Khusus di
Desa Sumberrahayu telah dicanangkan
oleh Pemerintah Kabupaten Sleman
sebagai desa wisata. Berdasarkan hasil
survei awal oleh pengusul penelitian dapat
dijelaskan bahwa secara rata-rata tiap
dusun di setiap desa memiliki 30 sampai
dengan 50 pengrajin dan rata-rata pelaku
usaha adalah kaum wanita.
B. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini sektor industri
kreatif akan dibatasi pada 2 (dua) sektor
industri kreatif yang memberikan kontribusi
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
29
pada pertumbuhan ekonomi nasional yakni:
(1) fesyen dengan kontribusi 29,85% dan
(2). Kerajinan dengan kontribusi sebesar
18,38% (Simatupang, 2008). Pada kedua
sektor tersebut keterlibatan peran serta
wanita juga tinggi. Disamping itu sektor
industri fesyen dan kerajinan merupakan
sektor yang paling potensial untuk
dikembangkan di DIY.
Adapun dalam penelitian ini dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa sajakah yang
menjadi kendala bagi wirausaha
wanita dalam pengembangan
UMKM di sektor industri kreatif,
Kecamatan Moyudan, Kabupaten
Sleman, Propinsi DIY.
2. Bagaimanakah pengaruh
pengembangan orientasi
kewirausahaan dan orientasi pasar
pada wirausaha wanita terhadap
kinerja UMKM Industri Kreatif di
Kecamatan Moyudan, Kabupaten
Sleman, Propinsi DIY
3. Orientasi manakah yang paling
dominan mempengaruhi kinerja
UMKM Industri Kreatif di Kecamatan
Moyudan, Kabupaten Sleman,
Propinsi DIY
4. Bagaimanakah upaya untuk
meningkatkan kinerja UMKM
Industri Kreatif di Kecamatan
Moyudan, Kabupaten Sleman,
Propinsi DIY
c. Landasan Teori
1. Orientasi Pasar
Orientasi pasar dinilai sebagai salah
satu elemen kunci untuk mencapai kinerja
perusahaan. Orientasi pasar sangat penting
dalam manajemen pemasaran modern
(Narver dan Slater, 1990). Perusahaan yang
berorientasi pasar dinilai memiliki
pengetahuan tentang pasar yang lebih
tinggi serta memiliki kemampuan
berhubungan dengan pelanggan lebih baik,
kemampuan ini dipandang mampu
menjamin perusahaan untuk memperoleh
keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perusahaan yang kurang
berorientasi pasar (Day, 1994).
Orientasi pasar (Market Orientation)
menurut Jaworski dan Kohli (1993) dalam
Tjiptono, Chandra, Diana (2004) merupakan
perspektif organisasional yang mendorong
tiga aspek utama yakni: (1) upaya
pengumpulan intelegensi pasar secara
sistematik dengan sumber utama pelanggan
dan pesaing, (2) penyebaran intelegensi
pasar kepada semua unit atau departemen
dalam organisasi dan (3). Respon
organisasi terkoordinasi dan menyeluruh
terhadap intelegensi pasar.
Orientasi pasar (Market Orientation)
menurut Narver dan Slater (1990)
didefinisikan sebagai budaya organisasi
yang paling efektif dan efisien dalam
menciptakan perilaku yang penting bagi
penciptaan nilai yang unggul bagi
konsumen dan akan menjadi kinerja yang
unggul bagi bisnis. Dalam lingkup usaha
kecil, orientasi pemasaran dapat
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
30
dikembangkan dalam 3 komponen yakni:
orientasi konsumen, orientasi pesaing, dan
koordinasi yang saling terkait. Orientasi
konsumen merupakan budaya organisasi
yang senatiasa mencari informasi tentang
kebutuhan dan keinginan konsumen serta
berusaha memenuhinya. Orientasi pesaing
merupakan budaya perusahaan yang
senatiasa mencari informasi tentang
strategi dan produk yang ditawarkan oleh
pesaing dalam rangka memenangkan
persaingan. Koordinasi fungsi yang saling
terkait ditunjunjukkan melalui desiminasi
informasi pasar kepada anggota organisasi
maupun keterlibatan SDM dalam kegiatan
pemasaran dan pengembangan produk
baru.
2. Orientasi Kewirausahaan
Orientasi kewirausahaan merupakan
suatu konstruk yang multidimensi meliputi
dimensi inovasi, pengambilan resiko dan
sikap proaktif (Morris and Paul, 1987; Miller,
1983). Proaktif merupakan aspek dari
wirausahawan, sedangkan pengambilan
resiko ditunjukan melalui pengambilan
resiko sosial, personal dan psikologis yang
kesemuanya merupakan resiko strategis.
Orientasi kewirausahaan dapat ditunjukkan
pula melalui 4 komponen yakni kesiapan
menghadapi situasi ketidakpastian,
kemampuan mengkalulasi resiko,
tanggungjawab personal dan kemampuan
menyelesaikan permasalahan usaha
(Sagie, Abraham, Elizur, 1999). Orientasi
kewirausahaan akan memberikan kontribusi
yang positip terhadap penciptaan
keunggulan bersaing melalui peningkatan
kinerja usaha (Covin and Slevin, 1989;
Miller 1983).
Orientasi kewirausahaan
mencerminkan ciri dan karakteristik dari
wirausaha yang meliputi: rasa kepercayaan
diri dalam menjalankan usaha, orientasi
pada tugas dan hasil, pengambil resiko, jiwa
kepemimpinan, keorisinilan dan orientasi
pada masa depan (Yusanto dan
Widjajakusuma, 2002). Lumpkin dan Dess
(2006) menyatakan bahwa kunci utama dari
dimensi orientasi kewirausahaan adalah
meliputi tindakan yang dapat dilakukan
secara bebas atau tidak bergantung pada
pihak lain, artinya adanya kehendak untuk
mengadakan pembaharuan dan bersedia
menanggung resiko, cenderung lebih
agresif dari pesaing, serta proaktif dalam
usaha melihat atau meramalkan dan
mengantisipasi peluang yang ada di pasar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
dimensi kunci dari orientasi kewirausahaan
termasuk kemauan untuk mandiri
(autonomy), keinginan melakukan inovasi
(innovativeness), kecenderungan untuk
bersikap agresif terhadap pesaing
(competitive aggressiveness), dan bersikap
proaktif terhadap peluang pasar
(proactiveness).
3. Kinerja Usaha
Kinerja usaha merupakan fungsi
hasil-hasil kegiatan yang ada dalam suatu
perusahaan yang dipengaruhi oleh faktor
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
31
intern dan ekteren dalam mencapai tujuan
yang ditetapkan selama periode waktu
tertentu. Adapun sejumlah fungsi kegiatan
yang terkait dengan kinerja organisasi
meliputi: strategi perusahaan, pemasaran,
operasional, keuangan dan sumber daya
manusia.
Menurut Mwita (2003) dalam Karim
(2007) kinerja mencakup beberapa variabel
yang berkaitan dan tidak dapat dipisahkan:
input, perilaku-perilaku (proses), output-
output, dan outcome-outcome (nilai tambah
atau dampak). Pengukuran kinerja
(performance) merupakan salah satu upaya
supaya dapat dilakukan sumberdaya secara
efektif dan dapat memberikan arah pada
pengambilan keputusan strategis yang
menyangkut perkembangan suatu
organisasi pada masa yang akan datang
(Mulyadi, 2006). Pada umumnya kinerja
organisasi diukur dengan satu atau lebih
pengukuran sebagai berikut: (1)
keberhasilan produk baru, (2) profitabilitas,
(3) market share, (4) kinerja organisasi
akhir secara keseluruhan (profitabilitas,
penjualan, pertumbuhan penjualan, Return
on Investement [ROI], keberhasilan produk
baru, market share) dan (5) kinerja
organisasi antara secara keseluruhan
(kepuasan pelanggan, kepuasan karyawan,
retensi konsumen, pelayanan konsumen,
persepsi kualitas produk).
E. Metodologi Penelitian
Penelitian dilakukan di sentra
UMKM industri kreatif di Desa
Sumberrahayu, Kecamatan Moyudan,
Kabupaten Sleman, Propinsi DIY dengan
subyek penelitian adalah pelaku usaha
wanita di bidang fesyen dan kerajinan.
Teknik pengambilan sampel dengan
convinience sampling dengan jumlah
sampel sebanyak 40 responden.
Variabel penelitian yang berupa
orientasi kewirausahaan (X1) diadopsi dan
dimodifikasi dari model yang dikembangkan
oleh Morris and Paul (1987) dan Miller
(1983) yang meliputi dimensi inovasi,
pengambilan resiko dan sikap proaktif.
Variabel Orientasi Pasar (X2)
diadopsi dan dimodifikasi dari penelitian Li,
Zhao, Tan, Liu (2008), meliputi 3 dimensi
yakni: orientasi konsumen, pesaing, dan
koordinasi antar fungsi. Orientasi konsumen
meliputi: (1) penciptaan kepuasan
konsumen, (2) pemahaman terhadap
kebutuhan konsumen, (3) upaya
meningkatkan nilai produk yang ditawarkan
pada konsumen, (4) memberikan layanan
purna jual/layanan pendukung. Orientasi
pesaing meliputi: (1) merespon dengan
cepat ”serangan” pesaing, (2) pimpinan
mendiskusikan dengan pekerja tentang
kekuatan pesaing dan strategi untuk
menghadapi persaingan, (3) aktif memantau
strategi pesaing, (4) meningkatkan
keunggulan bersaing melalui target
konsumen. Koordinasi antar fungsi, meliputi:
(1) membagi informasi tentang konsumen
kepada semua fungsi yang ada pada
lingkup usaha, (2) semua SDM mengetahui
informasi pasar, (3) memberikan kontribusi
guna peningkatan nilai bagi pelanggan, (4)
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
32
SDM terlibat dalam pengembangan produk
baru.
Variabel Kinerja UMKM (Y) meliputi
kinerja dalam arti kualitatif yang ditunjukkan
melalui tata kelola usaha yang meliputi
aspek produksi, pemasaran, keuangan dan
sumber daya manusia.
Pengukuran variabel penelitian
menggunakan skala likert berjenjang 4
dengan alternatif jawaban ”Sangat Tidak
Setuju” sampai dengan ”Sangat Setuju”
untuk variabel orientasi kewirausahaan dan
untuk variabel orientasi pasar dan orientasi
kinerja menggunakan alternatif jawaban
”Tidak Pernah” sampai dengan ”Selalu”.
Alat analisis dalam penelitian ini
menggunakan alat statistik deskriptif (mean
aritmathic) dan untuk pengujian hipotesa
menggunakan alat statistik inferensial.
F. Hasil Analisis dan Pembahasan
1. Deskripsi Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah
wirausaha wanita pada UMKM Industri
Kreatif di bidang fesyen dan kerajinan yang
berada di Desa Sumberrahayu, Kecamatan
Moyudan, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY.
Adapun sampel penelitian sebanyak 40
responden dengan deskripsi umum seperti
pada tabel berikut:
2. Kinerja Usaha Secara Kuantitatif
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan kepada 40 responden rata-rata
produksi per tahun masuk dalam kategori
rendah yaitu 355 unit per tahun. Hal ini
dikarenakan pelaku usaha kurang fokus
dalam menjalankan usahanya mengingat
kondisi masyarakat di Desa Sumberrahayu
yang bersifat agraris dimana sebagian
besar berprofesi sebagai petani dan
peternak ikut mempengaruhi produktifitas
usaha khususnya pada masa tanam dan
masa panen. Disamping itu juga belum
menerapkan teknologi baru guna
menunjang operasional perusahaan,
sebagian besar alat-alat produksi yang
digunakan masih mengunakan peralatan
tradisional sehingga memiliki keterbatasan
dalam menghasilkan produk dalam jumlah
yang besar.
Rata-rata pejualan per tahun bisa di
kategorikan dalam kategori rendah yaitu
sebesar Rp.65.497.500 per tahun, hal itu
disebabkan karena pangsa pasarnya masih
sangat terbatas untuk wilayah DIY-Jateng.
Kegiatan pemasaran selama ini cenderung
bersifat konvensional dan belum
menggunakan teknologi informasi untuk
mendukung usahanya. Hal ini juga
dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan
keterampilan terhadap penguasaan
teknologi informasi.
Rata-rata perolehan laba per tahun
bisa di kategorikan ke dalam kategori tinggi
dikarenakan rasio keuntungan mencapai
51% dari omset penjualan, tingginya rasio
keuntungan dari penjualan produk-produk
industri kreatif disebabkan karena dalam
dunia industri kreatif bahan baku bukan
merupakan sumber biaya utama tetapi
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
33
kreatifitas dan skill dari wirausahawan yang
menjadi kekuatan utama dalam industri ini.
Mayoritas UMKM di desa Sumberrahayu
masih ditangani langsung oleh pemiliknya
sehingga mereka tidak perlu mengeluarkan
banyak biaya untuk menggaji tenaga ahli
untuk menunjang proses produksinya.
4. Deskripsi Orientasi Kewirausahaan
a. Dimensi Inovasi
Penerapan inovasi yang dilakukan
oleh responden telah diimplementasikan
dengan cukup baik, meliputi : inovasi
produk, inovasi cara kerja atau proses
produksi, inovasi dalam proses bisnis dan
innovasi dalam sistem pemasaran.
Meskipun demikian implementasi dimensi
inovasi yang dilakukan oleh responden
belum banyak melibatkan teknologi sebagai
dimensi inovasi tetapi lebih banyak
menggunakan tenaga dan pemikiran kreatif
dalam melakukan proses inovasi. terlihat
jelas kendala responden dalam
pemanfaatan teknologi masih kurang, baik
itu kurang pahamnya responden dalam
teknologi atau faktor dari kegunaannya
dalam usaha, bahkan kurangnya dana
dalam menggunakannya.
b. Pengambilan Resiko
Penilaian sebagaian besar
responden terhadap dimensi pengambilan
resiko secara rata-rata adalah pelaku
UMKM mampu melaksanakan manajemen
resiko dengan baik hal itu dapat dilihat dari
hasil penelitian dimensi pengambilan resiko
yaitu: kesiapan dalam menghadapi situasi
yang tidak pasti (mean: 3,23), melakukan
kalkulasi dan perhitungan resiko (mean:
3,18), pertanggung jawaban terhadap
timbulnya resiko (mean: 3,15), kemampuan
dalam menyelesaikan masalah yang timbul
(mean: 3,33). Dalam dimensi pengambilan
resiko ini responden masih mengandalkan
pengalaman dan intuisi dalam proses
pengambilan keputusan, mereka belum
melibatkan data dan alat analisa yang biasa
digunakan dalam proses pengambilan
keputusan seperti yang umum dilakukan
oleh perusahaan.
c. Sikap Proaktif
Sikap proaktif sudah diterapkan oleh
wirausaha wanita di bidang UMKM Industri
Kreatif yang ada di Desa Sumberrahayu hal
ini terlihat dari hasil penelitian pada sikap
proaktif dimana pelaku usaha memiliki
kepercayaan diri dalam menjalankan usaha
(mean: 3,28), berorientasi pada
kelangsungan usaha (mean: 3,40), tanggap
terhadap perubahan lingkungan (mean:
3,30), dan aktif menjalin kemitraan dengan
pihak terkait (mean: 3,33). Sikap proaktif
diharapkan mampu meningkatkan daya
saing dan memperluas pangsa pasar.
5. Deskripsi Orientasi Pasar
a. Orientasi Konsumen
Dalam menjalankan usahanya para
pelaku usaha industri kreatif di Desa
Sumberrahayu banyak melibatkan masukan
konsumen dalam proses bisnisnya sehingga
konsumen bukan hanya menjadi objek
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
34
tetapi juga bertindak sebagai subjek dalam
pemasaran. Meskipun demikian
pendekatan kepada konsumen masih
bersifat sederhana dan cenderung
konvensional. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan dalam dimensi orientasi
pasar, pelaku UMKM selalu berusaha untuk
menciptakan kepuasan konsumen (mean:
3,60 ), para pelaku usaha juga
mendengarkan masukan dan memahami
kebutuan konsumen (mean: 3,61), mereka
juga berusaha meningkatkan nilai kualitas
produknya sesuai dengan keinginan
konsumen (mean: 3,5), dan memberikan
layanan purna jual dan layanan pendukung
bagi konsumen (mean: 3,29). Walaupun
sebagian besar pelaku usaha sangat
memperhatikan kepuasan konsumen tetapi
mereka belum memiliki rencana dan alat
yang sistematis untuk mengukur dan
menganalisa kepuasan konsumen.
b. Orientasi Pesaing
Wirausaha wanita di bidang UMKM
Industri Kreatif di Dusun Sumberrahayu
kurang memperhatikan pesaing-pesaing
yang memiliki bidang industri yang sama.
Meskipun demikian kegiatan monitoring
terhadap aktivitas pesaing juga masih
bersifat sederhana mengingat umumnya
pesaing sejenis berlokasi di lingkungan
yang sama. Seringkali antar pelaku usaha
juga memposisikan diri sebagai mitra dan
bukan pesaing. Hal ini disebabkan karena
kultur yang telah tercipta dimana antar
pelaku usaha justru saling membantu,
seperti pabila ada pelaku usaha yang tidak
dapat memenuhi pesanan produk maka
akan dibantu oleh pelaku usaha lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang
meliputi respon terhadap ”serangan”
pesaing adalah kurang responsif (mean:
2,80), kurangnya kemampuan dalam
menganalisa keunggulan dan cara
menghadapi pesaing (mean: 2,90), belum
secara maksimal melakukan pantauan
terhadap strategi yang dilakukan pesaing
(mean: 2,80), dan memilik upaya untuk
meningkatkan keunggulan bersaing (mean:
3,2). Dikarenakan keterbatasan dalam
penggunaan teknologi informasi
pengamatan dan analisa persaing masih
menjangkau area yang sangat terbatas di
wilayah DIY-Jateng sehingga mereka belum
banyak mengetahui strategi dari pesaing
yang berasal dari luar daerah maupun luar
negri.
c. Koordinasi Antar Fungsi
Dalan menjalankan usahanya sudah
melaksanakan koordinasi antar fungsi
dengan baik. Hal ini mengingat skala usaha
yang masih relatif kecil (Mikro dan Kecil)
serta kepemilikan usaha yang bersifat
perseorangan sehingga mempermudah
dalam pengelolaan usaha dikarenakan
masih sangat sederhana dan minimnya
tingkat kompleksitas usaha yang ada.
Kondisi yang demikian sangat
mempermudah bagi pelaku usaha untuk
melakukan koordinasi antar fungsi yang
antara lain meliputi: desiminasi informasi
tentang konsumen kepada anggota
organisasi (mean: 3,15), semua SDM pada
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
35
UMKM mengetahui informasi tentang
konsumen yang dilayani ( mean: 3,29),
adanya koordinasi untuk memberikan
kontribusi dalam peningkatan nilai produk
dan layanan bagi konsumen (mean: 2,92),
serta adanya keterlibatan SDM dalam
pemasaran dan pengembangan produk
baru (mean: 3,06).
6. Deskripsi Kinerja Usaha Secara
Kualitatif
Perkembangan UMKM di Desa
Sumberrahayu berkembang cukup pesat
pada beberapa tahun terakhir ini. Terutama
setelah dicanangkannya sebagai desa
wisata oleh pemerintah Kabupaten Sleman
yang juga menjadi salah satu faktor
pendorong kunjungan wisatawan domestic
dan non domestik di wilayah ini.
Perkembangan tersebut antara lain
meliputi: penyerapan tenaga kerja,
pembentukan nilai produksi dan
penyerapan investasi UMKM yang juga
memegang peranan penting dalam
perekonomian desa.
Berdasarkan penelitian kinerja
usaha secara kualitatif baik pada aspek
produksi, pemasaran, tata kelola keuangan
dan pengelolaan sumber daya manusia
belum dapat tercapai secara maksimal. Hal
tersebut antara lain disebabkan oleh
keterbatasan dalam perencanaan kegiatan
pemasaran seperti: belum tersusunnya
target penjualan, perencanaan pemasaran
dan produksi yang bersifat rutin. Disamping
itu tata kelola administrasi keuangan juga
belum dilakukan secara jelas dan tertib
karena adanya kecenderungan untuk tidak
melakukan pemilahan antara keuangan
keluarga dan keuangan usaha yang
disebabkan status kepemilikan usaha
bersifat perseorangan. Kinerja usaha juga
belum dapat dicapai secara maksimal
dikarenakan masih terbatasnya dalam
pemanfaatan teknologi produksi yang
bersifat modern mengingat mayoritas
pelaku usaha masih menggunakan
peralatan yang bersifat konvensional
sehingga berdampak pada jumlah produksi
yang terbatas. Pengelolaan SDM juga
dilakukan secara sederhana dan
kekeluargaan sehingga kurang mendorong
peningkatan kinerja usaha.
G. Kesimpulan dan Rekomendasi
Wirausaha wanita dalam mengelola
usahanya telah mendasarkan pada dimensi
inovasi, dimensi pengambilan resiko dan
sikap proaktif dalam pengembangan usaha.
Meskipun implementasi inovasi belum
maksimal akan tetapi pelaku usaha secara
terus menerus berupaya untuk
meningkatkan inovasi baik dari sisi
pengembangan produk, cara kerja maupun
sistem pemsaran. Sejumlah upaya yang
dilakukan antara lain dengan terlibat secara
aktif pada kegiatan pembinaan dan
pendampingan UMKM yang dilakukan oleh
instansi pemerintah maupun swasta. Akan
tetapi dalam upaya pengembangan inovasi
produk, sistem kerja maupun sistem
pemasaran, para pelaku usaha masih
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
36
terkendala dengan kemampuan sumber
daya manusia yang ada mengingat SDM
yang terlibat dalam pengelolaan UMKM
rata-rata kurang memiliki pemahaman yang
baik di bidang bisnis atau tata kelola usaha.
Inovasi pada sistem pemasaran juga masih
bersifat konvensional dimana sebagian
besar pelaku usaha belum memanfaatkan
teknologi informasi dalam memasarkan
produknya.
Dalam pengambilan resiko usaha,
para pelaku usaha cukup siap mengatasi
resiko yang mungkin timbul. Hal ini sangat
beralasan mengingat pelaku usaha masih
menjalankan bisnisnya dalam skala kecil
sehingga nilai investasi yang digunakan
untuk mengelola usaha juga kecil sehingga
resiko usaha dapat diminimalkan. Sikap
proaktif dari wirausaha wanita dalam
mengelola usahanya ditunjukkan dengan
komitmen untuk terus menjalankan dan
mengembangkan usaha. Hal ini antara lain
ditunjukkan dari kesediaan untuk mengikuti
kegiatan pembinaan usaha dan menjalin
kerjasama dengan sejumlah mitra seperti:
pelaku usaha dengan skala yang lebih
besar yang bersedia menjadi partner dalam
pemasaran produk, lembaga koperasi dan
perbankan untuk mendapatkan tambahan
pinjaman modal usaha.
Orientasi pasar ditunjukkan melalui
orientasi konsumen, orientasi pesaing dan
koordinasi antar fungsi. Orientasi konsumen
ditunjukkan oleh para pelaku UMKM
dengan menghasilkan produk sesuai
dengan selera konsumen, memperhatikan
kualitas produk yang dihasilkan dan
memberikan pelayanan yang baik pada
konsumen. Mengingat skala usaha dari
sebagian besar responden masih dalam
kategori mikro dan kecil maka sifat
pelayanan yang diberikan pada konsumen
cenderung bersifat konvensional dan belum
memanfaatkan teknologi informasi sebagai
pendukung layanan. Upaya menghasilkan
produk agar sesuai dengan selera pasar
dilakukan dengan mengikuti permintaan
konsumen (melalui sistem pesanan)
maupun dengan secara aktif mencari
informasi tentang produk-produk yang
diminati pasar. Informasi ini juga diperoleh
melalui pertukaran informasi antar kelompok
paguyuban pengrajin.
Orientasi persaingan secara umum
lebih disikapi secara sederhana oleh pelaku
usaha mengingat pada lingkup usaha mikro
dan kecil kecenderungan persaingan tidak
begitu ketat bahkan dalam pelaksanaan
usahanya mereka cenderung untuk saling
membantu. Sebagai salah satu contoh
apabila ada salah satu pengrajin yang
mendapatkan pesanan dalam kuantitas
yang cukup besar dengan tenggang waktu
yang sempit maka pengrajin lainnya akan
membantu dalam memenuhi kekurangan
pesanan. Meskipun demikian pelaku usaha
tetap berusaha untuk memantau kegiatan
pelaku usaha sejenis dan berusaha
menciptakan keunggulan bersaing pada
biddang usahanya seperti: menghasilkan
produk dengan kualitas baik, memenuhi
pesanan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, menetapkan harga yang
bersaing dan lain-lain. Koordinasi antar
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
37
fungsi berjalan dengan baik mengingat
jumlah SDM yang masih sangat terbatas
dan skala usaha yang masih kecil sehingga
keterlibatan SDM yang ada juga tinggi
khususnya dalam bidang produksi maupun
pemasaran produk. Tata kelola usaha
umumnya masih bersifat sederhana dan
cenderung kekeluargaan dimana sebagian
besar kepemilikan usaha masaih berstatus
perseorangan sehingga dalam
pengendalian usaha masih mudah
dilakukan.
Dengan pengelolaan usaha yang
setidaknya telah mendasarkan pada
orientasi kewirausahaan dan orientasi pasar
maka mampu mendorong wirausaha wanita
di bidang UMKM industri kreatif untuk
meningkatkan kinerja usahanya. Dengan
kata lain semakin baik pengimplementasian
orientasi kewirausahaan dan orientasi pasar
dalam tata kelola usaha maka akan
semakin meningkat kinerja usaha yang
dihasilkan
Dengan adanya sejumlah kendala
tersebut maka perlu direkomendasikan
upaya atau strategi untuk meningkatkan
kinerja UMKM Industri Kreatif antara lain
dengan cara:
1. Guna meningkatkan kinerja UMKM
pada aspek pemasaran dapat
dilakukan dengan cara memperluas
wilayah pemasaran maupun akses
pasar dengan cara memanfaatkan
teknologi informasi seperti internet
untuk mengetahui berbagai macam
informasi pasar. Disamping itu
dengan pemanfaat TI dapat terjalin
hubungan dengan calon konsumen
diberbagai wilayah. Menyadari
bahwa dalam penguasaan teknologi
informasi masih sangat terbatas
maka perlu adanya upaya
pendampingan dan pembimbingan
dari berbagai pihak salah satunya
adalah perguruan tinggi. Disamping
itu pihak perguruan tinggi atau
instansi lainnya dapat membantu
UMKM dengan membuatkan website
khusus sehingga dapat dijadikan
sarana untuk mengenalkan produk,
memperluas pasar, mengetahui
informasi pesaing dan pasar,
peningkatan aktivitas transaksi
penjualan dan lain-lain. Upaya untuk
secara agresif memperkenalkan
produk juga dapat dilakukan dengan
mengikuti kegiatan pameran baik
secara mandiri maupun sebagai
mitra binaan dari instansi pemerintah
atau swasta.
2. Peningkatan kinerja UMKM dari
aspek sumber daya manusia dapat
dilakukan dengan secara aktif
mengikuti kegiatan-kegiatan
pelatihan yang diselenggarakan oleh
instansi pemerintah maupun swasta
untuk meningkatkan motivasi dan
etos kerja pelaku UMKM.
DAFTAR PUSTAKA
Amario, Ruiz (2008), Market Orientation and
Internationalization in Small and
Medium Sized Enterprises, Journal
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
38
of Small Business Management,
Milwaukee: Oct 2008, Vol. 46, Iss 4,
Pg. 485
Daridre, Conde (1994), The Export
Orientation of Canadian Female
Entrepreneur in New Brunswick,
Women In Management Review,
Bradford: 1994, Vol. 9, Iss 5, pg. 20
Ghozali, I. (2001), Aplikasi Analisis
Multivariat dengan Program SPSS,
Semarang: BP Universitas
Diponegoro.
Lie, Zhao, Tan, Liu (2008), Moderating
Effects Of Entrepreneurial
Orientation on Market Orientation-
Performance Linkage: Evidance
From Chinase Small Firms, Journal
of Small Business Management,
Milwaukee, Jan 2008, Vol. 46, Iss 1,
pg 113
Karim,S (2007), Analisis Pengaruh
Kewirausahaan Korporasi Terhadap
Kinerja Perusahaan Pada Pabrik
Pengolahan Crumb Rubber di
Palembang, Jurnal Manajemen dan
Bisnis, Universitas Sriwijaya, Vol. 5
No. 7
Kohli, AK dan Jaworski, BJ (1990), Market
Orientation, The Construct,
Research Propositions, and
Managerial Implication, Journal of
Marketing, Vol. 54, Iss 2. Pg. 1- 18
Lumpkin, G.T. & Dess, G.G, (2001) Linking
Two Dimensions of Entrepreneurial
Orientation to Firm Performance:
The Moderating Role of Environment
and Industry Life Cycle, Journal of
Business Venturing, Vol.16.
Lumpkin, G.T. & Dess, G.G, (1996),
Clarifying the Entrepreneurial
Orientation Construct and Linking it
to Performance. Academy of
Management Review, Vol. 21(1).
Morris, Miyasaki, Watters, Coombes (2006),
The Dilema of Growth:
Understanding Venture Size Choice
of Women Entrepreneur, Journal of
Small Business Management,
Milwaukee, Aprll 2006, Vol. 44, Iss.
2, pg.221
Mustafa, Z., 20055, Pengantar Statistik
Terapan Untuk Ekonomi, Yogyakarta:
BPFE UII
Runyan, Droge, Swinney (2008),
Entrepreneurial Orientation versus
Small Business Orientation: What
Are Their Relationship to Firm
Performance?, Journal of Small
Business Management, Milwaukee:
Oct 2008, Vol 46, Iss 4, pg 567.
Sagie, Abraham, Elizur (1999),
Achievement Motive an
Entrepreneurial Orientation: A
Structrural Analysis, Journal of
Organizational Behavior, Chichester:
May, 1999, Vol. 20, Iss. 3, pg. 375
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
39
Sels, Winne, Delmote, dkk (2006), Linking
HRM and Small Business
Performance: An Examination of
The Impact of HRM Intensity On The
Productivity and Financial
Performance Of Small Business,
Small Business Economics, pgs 83-
101
Simatupang, M (2008), Perkembangan
Industri KreatifStudi Peran Serta
Wanita Dalam Pengembangan
Usaha Kecil Menengah dan
Koperasi, Jurnal Pengkajian
Koperasi dan UKM, Nomor 1 Tahun
2006
Tjiptono, Chandra, Diana (2004), Marketing
Scales, Yogyakarta: andi Offset
Yusanto dan Widjajakusuma (2002).
Menggangas Bisnis Islami, Jakarta:
Gama Insani Press
www.bps.go.id
www.jogjabiz.web.id
www.indonesiakreatif.net
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
40
PROFIL PERSEPSI TERHADAP COMPUTER BASED TEST PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
Ranni Merli Safitri Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Abstract
This study aimed to have profile of learning achievement computer based test perception of the Faculty of Psychology students, University Mercu Buana Yogyakarta. Perception will be revealed in this study, especially the perception of the test function as a tool for improvements in teaching, strengthening learners' motivation, increase self-understanding of participants, and provide feedback on the effectiveness of teaching process. This research subjected the students of the Faculty of Psychology, University of Yogyakarta Mercu Buana totaling 108 people, were obtained by cluster random sampling method. The research is exploratory, so that methods of data analysis used the statistical method in the form of descriptive percentage frequency.
The results reveal that the total perception of learning achievement computer based test of students of the Faculty of Psychology, University of Yogyakarta Yogyakarta tend to be positive. Similarly to the perception of computer based test according to functions that used aspects of the perception scale computer based test is used as a means of collecting data.
Furthermore, by sex, there is almost the same average between male students and female. Based on the organization of classes, i.e. regular and regular evening class, also showed similar results.
Key words: Computer based test, perception profile
PENDAHULUAN
Salah satu fungsi perguruan tingi yang
merupakan lembaga pendidikan tertinggi di
Indonesia yaitu menyiapkan calon-calon
pemimpin di masa mendatang yang
berkualitas dan sanggup menjawab
tantangan zaman. Soelistyo (dalam Safitri,
2002) menyatakan bahwa salah satu fungsi
prguruan tinggi yang sangat penting adalah
menyiapkan manusia pembangunan yang
berkemampuan tingi sebagai ahli yang
terampil dalam bidangnya. Kenyataan
menunjukkan bahwa sebagian besar
jabatan-jabatan yang penting di suatu
Negara pada umumnya dipegang oleh
orang-orang yang memperoleh pendidikan
di perguruan tinggi.
Dalam bidang pendidikan, yang
digunakan sebagai ukuran untuk
mengetahui sejauh mana anak didik telah
menguasai materi pelajaran yang sudah
diajarkan dan dipelajari adalah hasil belajar
atau prestasi belajar (Masrun dan
Martaniah, 1973). Hasil belajar ini diukur
sebagian besar dengan menggunakan tes
hasil belajar. Suryabrata (1987, b)
menyatakan bahwa untuk mengetahui
proses belajar anak didik, pendidik harus
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
41
melakukan pengukuran dan evaluasi. Hal
ini mutlak dilakukan karena pada saat
tertentu pendidik harus membuat keputusan
pendidikan. Tes prestasi belajar mempunyai
banyak fungsi yang antara lain adalah
untuk memperbesar pemahaman diri
peserta, dan menyediakan umpan balik
tentang efektifitas pengajaran (Depdikbud,
1987)
Namun demikian, pada kenyataannya
banyak kendala yang membuat tes prestasi
belajar ini tidak mampu memenuhi
fungsinya. Salah satu penyebabnya berasal
dari peserta didik (testee), yaitu persepsi
mereka terhadap computer based test
prestasi belajar. Persepsi merupakan
proses penginderaan yang dilakukan oleh
individu terhadap stimulus, kemudian
diorganisasikan sehingga individu
menyadari dan mengerti tentang apa yang
dilihat (Davidoff,1991).
Hasil observasi dan wawancara peneliti
menunjukkan bahwa menurut mereka tes
hasil belajar tersebut hanya merupakan
sesuatu yang merepotkan, bahkan suatu
ancaman, sumber stress, suatu rutinitas,
bukan merupakan gambaran dari hasil
belajar mereka selama ini. Kenyataan ini
memperlihatkan bahwa masih banyak
peserta didik yang mempunyai persepsi
yang negatif terhadap computer based test
prestasi belajar. Hal ini pada akhirnya akan
mempengaruhi perilaku mereka dalam
mengerjakan tes, sehingga persepsi yang
negatif terhadap computer based test
prestasi belajar inilah yang membuat suatu
tes gagal memenuhi fungsinya.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan
suatu pertanyaan bagaimanakah gambaran
atau profil persepsi terhadap computer
based test prestasi belajar pada mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana
Yogyakarta. Persepsi yang akan diungkap
dalam penelitian ini terutama persepsi
terhadap fungsi tes sebagai alat untuk
mengadakan perbaikan dalam pengajaran,
memperkuat motivasi belajar peserta didik,
memperbesar pemehaman diri peserta, dan
menyediakan umpan balik tentang
efektifitas pengajaran.
Suryabrata (1987, b), menyatakan bahwa
untuk mengetahui proses belajar anak didik
pendidik harus melakukan pengukuran dan
evaluasi. Hal ini mutlak dilakukan karena
pada saat tertentu pendidik harus membuat
keputusan pendidikan. Pada waktu
membuat keputusan yang bujaksana
diperlukan suatu informasi yang akurat dan
relevan. Oleh karana itu tes mutlak
diperlukan dalam pendidikan, khususnya
dalam proses belajar mengajar. Menurut
Anastasi (1990) tes prestasi belajar adalah
tes yang mengukur pengetahuan yang
dimiliki seseorang sebagai akibat adanya
program pendidikan maupun program
pelatihan. Melalui tes prestasi belajar dapat
diperoleh informasi mengenai perbedaan
kemajuan atau tambahan pengetahuan
antar peserta didik. Informasi yang
diperoleh melalui kegiatan tes prestasi
sangat berguna untuk menentukan tahap
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
42
proses belajar berikutnya, baik ditinjau dari
daya serap peserta didik sehubungan
dengan pokok bahasan atau bahan
pelajaran yang diberikan pendidik kepada
mereka.
Menurut Ebel (dalam Azwar, 1987)
fungsi tes prestasi belajar adalah mengukur
prestasi belajar siswa, dan memberikan
kontribusi atau sumbangan terhadap
program pengajaran, serta motivasi siswa
dalam belajar. Tes prestasi belajar
mempunyai peranan yang sangat besar di
bidang pendidikan karena mempunyai
fungsi, yaitu : (1) sebagai alat untuk
mengadakan perbaikan dalam pengajaran,
(2) memperkuat motivasi belajar peserta
didik, (3) memperbesar pemahaman diri
peserta, (4) menyediakan umpan balik
tentang efektifitas pengejaran, dan (5)
memperbesar retensi serta transfer belajar
(Depdikbud, 1997). Masrun dan Martaniah
(1973), menyatakan kegunaan dan tujuan
pengukuran dan penilaian dalam
pendidikan meliputi: (1) mengukur hasil
perbuatan belajar, (2) mengadakan
evaluasi terhadap perbuatan belajar, (3)
sebagai alat untuk menimbulkan motivasi,
(4) menyadarkan anak pada
kemampuannya, (5) sebagai petunjuk
usaha belajar, dan (6) dapat dijadikan dasar
dalam memberikan penghargaan.
Persepsi merupakan bagian dalam
memahami dan mengenal objek yang
diawali dengan proses penginderaan.
Persepsi dalam arti sempit adalah
penglihatan atau bagaimana cara
seseorang melihat sesuatu, sedangkan
dalam arti luas adalah pandangan atau
pengertian bagaimana seseorang
memandang atau mengartikan sesuatu
(Leavitt, 1992). Dafidoff (1991) menyatakan
bahwa persepsi merupakan proses
penginderaan yang dilakukan oleh individu
terhadap stimulus, kemudia diorganisasikan
sehingga individu menyadari dan mengerti
tentang apa yang dilihat. Proses persepsi
dedahului dengan adanya penginderaan
yaitu suatu proses diterimanya stimulus oleh
individu melalui alat reseptornya yang
kemudian dibawa ke pusat otak untuk diberi
arti atau makna.
Menurut Walgito (2002), dalam persepsi
terkandung pengertian adanya proses
penginderaan yang yang dilakukan oleh
panca indera, kemudian stimulus yang
diterima lalu diolah dan diinterpretasikan
sehingga individu mengerti dan menyadari
apa yang diindera itu. Jadi persepsi
seseorang terhadap sesuatu akan sangat
dipengaruhi oleh banyak factor, antara lain
status dan sekaligus hubungan antara yang
mempersepsi dengan yang dipersepsi.
Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa
persepsi terhadap computer based test hasil
belajar adalah proses penerimaan,
pengorganisasian dan penginterpretasian
mahasiswa terhadap computer based test
prestasi belajar sebagai alat untuk
mengadakan perbaikan dalam pengajaran,
memperkuat motivasi belajar peserta didik,
memperbesar pemehaman diri peserta, dan
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
43
menyediakan umpan balik tentang
efektifitas pengajaran.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
memperoleh gambaran atau profil persepsi
terhadap computer based test prestasi
belajar pada mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
METODE
Variabel dalam penelitian ini yaitu
persepsi terhadap computer based test
prestasi belajar. Persepsi terhadap
computer based test hasil belajar adalah
proses penerimaan, pengorganisasian dan
penginterpretasian mahasiswa terhadap
computer based test prestasi belajar
sebagai alat untuk mengadakan perbaikan
dalam pengajaran, memperkuat motivasi
belajar peserta didik, memperbesar
pemehaman diri peserta, dan menyediakan
umpan balik tentang efektifitas pengajaran.
Subjek yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
berjumlah 108 orang, yang diperoleh
dengan metode cluster random sampling.
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode eksploratif yaitu
menjelajahi apa saja yang perlu dicari dan
bukannya memprediksikan relasi yang
dicari dan ditemukan (Katz dakam Kerliger,
1986). Sedangkan metode pengumpulan
data dilakukan dengan metode skala yaitu
skala persepsi terhadap computer based
test dengan aspek-aspek persepsi terhadap
computer based test sebagai alat untuk
mengadakan perbaikan dalam pengajaran,
memperkuat motivasi belajar peserta didik,
memperbesar pemehaman diri peserta, dan
menyediakan umpan balik tentang
efektifitas pengajaran.
Metode pengumpulan data dilakukan
dengan metode skala yaitu skala persepsi
terhadap computer based test dengan
aspek-aspek persepsi terhadap computer
based test sebagai alat untuk mengadakan
perbaikan dalam pengajaran, memperkuat
motivasi belajar peserta didik, memperbesar
pemahaman diri peserta, dan menyediakan
umpan balik tentang efektifitas pengajaran.
Skala tersebut disusun berdasarkan skala
Likert, terdiri dari 12 aitem favorable dan
aitem unfavourable sebanyak 11 aitem.
Skala dalam penelitian ini disusun sendiri
oleh peneliti dengan menggunakan empat
alternative jawaban, yaitu: SS (Sangat
Sesuai), S (sesuai), TS (Tidak Sesuai), dan
STS (Sangat Tidak Sesuai). Penggunaan
empat alternative jawaban ini dimaksudkan
untuk menghilangkan kelemahan yang
terdapat dalam lima alternative jawaban
yaitu kecenderungan subjek memilih
jawaban ke tengah atau netral (Hadi, 2000).
Skala persepsi terhadap computer based
test memiliki koefisien daya beda aitem
berkisar antara 0,208 – 0,502 dan koefisien
reliabilitas Alpha sebesar 0,730.
HASIL DAN DISKUSI
Hasil analisis data memperlihatkan
bahwa rerata skor total secara empirik
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
44
sebesar 44,05 lebih tinggi daripada skor
total hipotetiknya yang sebesar 37,5.
Namun apabila dilihat standar deviasi
hipotetik yang sebesar 7,5, maka
berdasarkan skor total, mahasiwa fakultas
psikologi Universitas Mercu Buana
Yogyakarta memiliki persepsi terhadap
computer based test dalam tingkatan yang
sedang.
Rerata empirik skor aspek mengadakan
perbaikan dalam pengajaran sebesar 8,79
lebih besar daripada rerata skor
hipotetiknya sebesar 7,5. Namun dengan
memperhitungkan standar deviasi hipotetik
yang sebesar 1,5, maka untuk skor aspek
mengadakan perbaikan dalam pengajaran
mahasiwa fakultas psikologi Universitas
Mercu Buana Yogyakarta memiliki persepsi
terhadap computer based test dalam
tingkatan yang sedang.
Rerata empirik skor aspek memperkuat
motivasi belajar peserta didik sebesar 16,41
lebih besar daripada rerata skor
hipotetiknya sebesar 12,5. Dengan
memperhitungkan standar deviasi hipotetik
yang sebesar 2,5, maka untuk skor aspek
memperkuat motivasi belajar peserta didik
mahasiwa fakultas psikologi Universitas
Mercu Buana Yogyakarta memiliki persepsi
terhadap computer based test dalam
tingkatan yang tinggi.
Rerata empirik skor aspek memperbesar
pemahaman diri peserta sebesar 11,59
lebih besar daripada rerata skor
hipotetiknya sebesar 10. Namun dengan
memperhitungkan standar deviasi hipotetik
yang sebesar 2, maka untuk skor aspek
memperbesar pemahaman diri peserta
mahasiwa fakultas psikologi Universitas
Mercu Buana Yogyakarta memiliki persepsi
terhadap computer based test dalam
tingkatan yang sedang.
Rerata empirik skor aspek menyediakan
umpan balik tentang efektifitas pengajaran
sebesar 7,21 lebih kecil daripada rerata skor
hipotetiknya sebesar 7,5. Namun dengan
memperhitungkan standar deviasi hipotetik
yang sebesar 1,5, maka untuk skor aspek
menyediakan umpan balik tentang
efektifitas pengajaran mahasiwa fakultas
psikologi Universitas Mercu Buana
Yogyakarta memiliki persepsi terhadap
computer based test dalam tingkatan yang
sedang.
Rerata skor total secara empirik untuk
laki-laki sebesar 43,87 lebih tinggi daripada
skor total hipotetiknya yang sebesar 37,5.
Demikian juga rerata skor total empiric
untuk perempuan yang sebesar 44,66.
Namun apabila dilihat standar deviasi
hipotetik yang sebesar 7,5, maka
berdasarkan skor total, mahasiwa fakultas
psikologi Universitas Mercu Buana
Yogyakarta baik laki-laki maupun
perempuan memiliki persepsi terhadap
computer based test dalam tingkatan yang
sedang.
Rerata skor total secara empirik untuk
kelas reguler sebesar 44,15 lebih tinggi
daripada skor total hipotetiknya yang
sebesar 37,5. Demikian juga rerata skor
total empiric untuk kelas regular malam
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
45
yang sebesar 44,16. Namun apabila dilihat
standar deviasi hipotetik yang sebesar 7,5,
maka berdasarkan skor total, mahasiwa
fakultas psikologi Universitas Mercu Buana
Yogyakarta baik kelas reguler maupun
kelas regular malam memiliki persepsi
terhadap computer based test dalam
tingkatan yang sedang.
Deskripsi data memperlihatkan bahwa
subjek, yaitu mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Mercu Buana Yogyakarta,
secara umum mempunyai persepsi
terhadap computer based test pada
tingkatan sedang, yaitu bahwa sebagian
besar subjek menilai tes secara positif. Ini
berarti menurut subjek tes prestasi belajar
yang mereka jalani memang masih dapat
menjalankan fungsinya sebagai alat untuk
mengadakan perbaikan dalam pengajaran,
memperkuat motivasi belajar peserta didik,
memperbesar pemahaman diri peserta, dan
menyediakan umpan balik tentang
efektifitas pengajaran.
Fungsi tes sebagai alat untuk
mengadakan perbaikan dalam pengajaran
cenderung dipersepsi secara positif oleh
subjek. Hal ini ditunjukkan oleh sebagian
besar subjek yang menilai bahwa
pengawasan ujian yang ketat sangat
diperlukan ketika ujian agar tidak ada yang
bisa berbuat curang, kemudian walaupun
suatu mata kuliah sudah mempunyai tugas
besar atau praktikum, ujian masih
diperlukan sebagai sumber penilaian.
Selain itu subjek merasaa bahwa mereka
lebih menyukai menjawab soal ujian
daripada mengerjakan tugas.
Sebagai alat untuk memperkuat motivasi
belajar peserta didik, fungsi tes juga
dipersepsi cenderung positif oleh subjek.
Sebagian besar subjek memberikan
penilaian bahwa nilai ujiannya merupakan
salah satu faktor penentu masa depannya,
subjek merasa mereka perlu belajar lebih
rajin ketika dalam masa ujian. Selain itu
mereka juga tidak menganggap bahwa
berbuat curang ketika ujian merupakan hal
yang biasa. Mereka juga berpendapat
bahwa apabila ujian mereka di suatu
semester berhasil baik, maka mereka
berusaha untuk berbuat yang sama untuk
semester berikutnya.
Subjek menilai bahwa tes diperlukan
untuk mengetahui pemahaman mereka
pada suatu mata kuliah karena tes
merupaka ajang tempat mereka
menunjukkan kemampuannya secara
individu tanpa terpengaruh oleh dosen atau
teman-temannya. Selain itu dengan
mengerjakan soal-soal ujian membuat
mereka lebih memahami materi mata kuliah
yang telah diajarkan. Penilaian-penilaian ini
merupakan cerminan dari persepsi subjek
yang positif pada fungsi tes sebagai alat
untuk memperbesar pemahaman diri
peserta.
Hasil ujian yang baik belum tentu
merupakan gambaran tentang dosen
pengampu yang juga baik, cara mengajar
dosen tidak berpengaruh pada semangat
mengikuti ujian, serta bahwa aktifitas
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
46
mahasiswa di dalam kelas tidak selalu
dapat tercermin pada nilai ujiannya
merupakan penilaian-penilaian yang
menunjukkan persepsi mereka yang
cenderung negatif untuk fungsi tes sebagai
alat untuk menyediakan umpan balik
tentang efektifitas pengajaran.
Fakultas Psikologi Universitas Mercu
Buana Yogyakarta mempunyai dua
penyelenggaraan. Kelas regular yang
diselenggarakan pada pagi hari dan hampir
seluruh mahasiswanya merupakan fresh
garaduater dan belum bekerja, dan kelas
regular malam yang diselenggarakan sore
sampai malam hari, di mana hampir seluruh
mahasiswanya merupakan karyawan atau
orang yang sudah bekerja. Asumsi bahwa
orang bekerja yang kuliah hanya
menginginkan ijazah saja tanpa peduli
dengan proses perkuliahan tampaknya
dapat dipatahkan dengan hasil yang
menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa
regular malam terhadap computer based
test dengan rerata 44,46 ternyata
cenderung positif dan tidak berbeda dengan
persepsi mahasiswa kelas regular pagi
dengan rerata sebesar 44,15.
Berdasarkan jenis kelamin, tidak ada
perbedaan persepsi antara mahasiswa laki-
laki dan perempuan. Kedua kelompok
tersebut memiliki rerata yang hampir sama,
yaitu 43,87 untuk laki-laki dan 44,66 untuk
perempuan. Kedua kelompok tersebut
memiliki persepsi yang juga cenderung
positif terhadap computer based test
prestasi belajar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian di atas dapat
disimpulkan bahwa mahasiswa Fakultas
Psikologi Universitas Mercu Buana
Yogyakarta mempunyai persepsi yang
cenderung positif terhadap computer based
test prestasi belajar dalam memenuhi
fungsinya sebagai alat untuk mengadakan
perbaikan dalam pengajaran, memperkuat
motivasi belajar peserta didik, dan
memperbesar pemahaman diri peserta.
Namun mempunyai persepsi yang
cenderung negatif pada fungsi tes sebagai
alat untuk menyediakan umpan balik
tentang efektifitas pengajaran.
Selain itu berdasarkan kelas
penyelenggaraan, baik kelas regular
maupun kelas regular malam, semua
mahasiswa mempunyai persepsi yang
cenderung positif terhadap computer based
test. Hasil yang sama juga ditemukan pada
mahasiswa laki-laki dan perempuan yang
juga mempunyai persepsi yang cenderung
positif terhadap prestasi belajar.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti
memberikan saran kepada pihak Institusi
dalam hal ini Fakultas Psikologi Universitas
Mercu Buana agar dapat lebih
meningkatkan proses belajar mengajar
salah satunya dengan meningkatkan
kualitas tes baik dari segi administrasi
maupun bentuk dan isi tes tersebut.
Bagi mahasiswa, disarankan agar
benar-benar menganggap tes sebagai alat
untuk mengetahui kemampuan dan
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
47
pemahaman mereka bukan sekedar alat
untuk mendapatkan nilai sehingga tes
dapat memenuhi fungsinya.
DAFTAR PUSTAKA
Anastasi, A. & Urbina, S. 1998. Tes
Psikologi, Edisi Bahasa Indonesia
Jilid 1. Jakarta : Simon & Schuster
(Asia) Pte. Ltd.
Azwar, S. 1996. Tes Prestasi Fungi dan
Pengembangan pengukuran
prestasi belajar. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar Offset.
Dafidoff, L. L. 1991. Psikologi Suatu
Pengantar, Edisi ketoga. Jakarta :
Penerbit Erlangga
Depdikbud. 1997. Pengelola Pengujian Bagi
Guru Mata Pelajaran. Jakarta :
Ditjen Dikdasmen, Direktorat
Dikdasmen
Kerlinger, N. F. 1986. Foundations of
Behavioral Research. New York :
Holt, Rinehart and Wilson
Leavitt, H. J. 1992. Psikologi Manajemen.
Diterjemahkan oleh : Zarkasi.
Jakarta : Penerbit Erlangga
Masrun & Martaniah, S. M,. 1973. Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta : yayasan
penerbitan Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada.
Robbins, S. P. 1998. Organizational
Behavoir : Concepts, Controersies
and Applications. New Jersey :
Prentice Hall International, Inc
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
48
HUBUNGAN DUKUNGAN ATASAN DENGAN NILAI POSITIF PEKERJAAN-KELUARGA PADA IBU YANG BEKERJA
Triana Noor Edwina Dewayani Soeharto Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta
ABSTRACT
This study aimed to examine the relation between supervisor support and work-family
enhancement on working mothers. The hypothesis was proposed: there was positive correlation
between supervisor support and work-family enhancement on working mothers. Characteristics
of research subjects in this study: (1) subjects lived together with her husband and had children
under the age of 12 years who lived with the subject, (2) working full time. Data collection tool
used in this study: work-family enhancement scale and the scale of supervisor support .
Techniques of analysis in this research using product moment correlation techniques. The
results showed positive correlation bettween the supervisor's support and work-family
enhancement on working mothers.
Keywords: support of superviosor, work-family enhancement
A. PENDAHULUAN
Sejak awal tahun 1950, penelitian
tentang masalah pekerjaan dan keluarga
telah dilakukan tetapi fokus penelitian lebih
banyak dilakukan untuk meneliti masalah
work-family conflict (konflik pekerjaan-
keluarga) yang terdiri dari dua komponen
yaitu Work interfering with family dan family
interfering with work. Penelitian sekarang
mulai meneliti tentang work-family
enhancement yang juga terdiri dari dua
komponen yaitu work to family facilitation
dan family to work facilitation. Ada
beberapa istilah yang dipakai untuk
menjelaskan work-family enhancement
yaitu work-family enrichment, work-family
interface, work-family facilitation, positive
work-family spillover (Washington, 2006).
Penelitian ini akan menggunakan istilah
nilai positif pekerjaan-keluarga yang berasal
dari istilah work-family enhancement. Untuk
selanjutnya istilah nilai positif pekejaan-
keluarga akan digunakan di dalam
penelitian ini.
Konsep nilai positif pekejaan-
keluarga mengacu pada konsep multiple
role, pengalaman pada peran yang satu
akan meningkatkan kemampuan untuk
menjalankan peran yang lain (Greenhaus
dan Powell, 2006). Peran yang dilakukan
seseorang antara lain peran dalam
pekerjaan : sebagai pekerja dan peran
dalam keluarga : sebagai suami/istri atau
ayah/ibu (Voydanoff, 2002) Nilai positif
pekejaan-keluarga adalah keterlibatan
dalam menjalankan peran di tempat kerja
atau di rumah akan meningkatkan
kemampuan atau ketrampilan melakukan
peran di rumah atau di tempat kerja (Frone,
2003). Wadsworth dan Owens (2007)
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
49
mengartikan nilai positif pekerjaan-keluarga
sebagai bentuk pengalaman pada suatu
peran yang akan memperkaya peran yang
lain.
Frone (2003) menjelaskan bahwa
sikap, emosi positif, ketrampilan dan
perilaku dalam masing-masing peran akan
saling mempengaruhi. Menurut Hill (2005) ;
Kinnunen, dkk. (2006) ; MacDermid, dkk.
(2000), dimensi dari nilai positif pekerjaan-
keluarga adalah suasana hati yang positif,
keahlian, waktu, energi, dan perilaku.
Berdasarkan pendapat di atas penelitian ini
akan mengacu pada pendapat Frone
(2003); Hill (2005); Kinnunen, dkk. (2006) ;
MacDermid, dkk. (2000) bahwa nilai positif
pekerjaan-keluarga adalah suasana hati
yang positif, keahlian, waktu, energi, dan
perilaku dalam menjalankan peran di
tempat kerja akan mendukung peran
individu di rumah serta sikap, emosi yang
positif, ketrampilan dan perilaku dalam
menjalankan peran di rumah akan
mendukung peran individu dalam bekerja.
Penelitian tentang nilai positif
pekerjaan-keluarga dilakukan untuk melihat
peran dalam pekerjaan dan peran dalam
keluarga yang dapat saling memperkaya.
Selain itu jumlah pekerja yang bekerja
sebagai karyawan di Indonesia terus
meningkat sehingga penelitian ini perlu
dilakukan untuk meneliti permasalahan
yang dialami pekerja yaitu nilai positif
pekerjaan-keluarga. Di DIY penduduk
yang bekerja dengan status
karyawan/pegawai di bulan Agustus 2011
menunjukkan jumlah laki-laki yang bekerja
sebanyak 1.002.000 sedangkan
perempuan sebanyak 796.542 (Sumber:
BPS, Survey Angkatan Kerja Nasional,
2011 diolah Pusdatinaker).
Data di atas menunjukkan baik pria
dan wanita pada saat ini mempunyai
peluang yang sama untuk bekerja. Hal ini
akan berdampak pada kehidupan keluarga
para pekerja tersebut. Dampak yang
ditimbulkan dari ibu yang bekerja tidak
selalu berdampak negatif tetapi juga
berdampak positif apabila pengalaman pada
suatu peran yang akan memperkaya peran
yang lain. Berdasarkan penelitian Grzywacz
(dalam Washington, 2006) diketemukan
bahwa dampak positif pekerjaan-keluarga
ini lebih dirasakan oleh ibu yang bekerja
dan sudah menikah. Ibu bekerja yang
menikah ditemukan mengalami nilai positif
pekerjaan-keluarga daripada pekerja yang
tidak menikah karena ibu yang bekerja ini
memperoleh keuntungan dari peran yang
dijalankan dalam keluarga yaitu sebagai istri
atau ibu, peran yang dijalankan dalam
keluarga tersebut akan mempermudah
pekerja menjalankan peran di tempat kerja
(Grzywacz dalam Washington, 2006).
Dampak yang ditimbulkan dari peran
sebagai istri, ibu atau pekerja dapat positif
apabila pekerja mengalami nilai positif
pekerjaan-keluarga yang tinggi. Manfaat
dari berbagai peran memberikan bukti
bahwa peran ganda meningkatkan mental,
fisik dan hubungan kesehatan pekerja
(Barnett & Hyde, 2001) Selain itu, tampak
bahwa ada efek penyangga, seperti
kepuasan dalam satu peran mungkin
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
50
penyangga stres atau ketidakpuasan yang
berkembang dari peran yang lain.
Penelitian Tiedje, dkk. (1990) menunjukkan
nilai positif pekerjaan-keluarga tinggi pada
perempuan yang bekerja berkaitan dengan
rendahnya depresi dan meningkatnya
kepuasan (kepuasan kerja, kepuasan
perkawinan dan kepuasan sebagai
orangtua). Sebaliknya, perempuan yang
bekerja yang mengalami nilai positif
pekerjaan-keluarga rendah akan mengalami
depresi dan menurunkan kepuasan kerja,
kepuasan perkawinan dan kepuasan
sebagai orangtua (Tiedje, dkk., 1990).
Berdasarkan penejelasan di atas
maka peneliti menyimpulkan penelitian
tentang nilai positif pekerjaan-keluarga
perlu dilakukan karena melihat manfaat nilai
positif pekerjaan-keluarga bagi ibu yang
bekerja.
Penelitian tentang nilai positif
pekerjaan-keluarga telah dilakukan sejak
tahun 1974 oleh Sieber (dalam Balmforth &
Gardner, 2006). Balmforth & Gardner
(2006) mengatakan nilai positif pekerjaan-
keluarga terjadi ketika peran yang dilakukan
dalam pekerjaan dan peran yang dilakukan
dalam keluarga saling memberikan
konstribusi positif dan keuntungan.
Nilai positif pekerjaan-keluarga pada
suami yang bekerja dapat dipengaruhi
dukungan sosial antara lain dukungan
atasan. Pengertian dukungan sosial
menurut Winnubst dan Schabracq dalam
Schabracq,dkk (1996) adalah pemberian
informasi, pemberian bantuan atau materi
yang didapat dari hubungan sosial yang
akrab atau keberadaan orang lain yang
membuat seseorang merasa diperhatikan
dan dicintai sehingga membantu
keberhasilan seseorang menyelesaikan
masalahnya. Sumber dukungan sosial
adalah orang-orang yang berada di sekitar
dan kehadirannya sangat berarti bagi
ibu/pria yang bekerja..
Penelitian yang dilakukan Voydanoff
(2004) menunjukkan bahwa dukungan dari
atasan akan meningkatkan nilai positif
pekerjaan-keluarga. Penelitian ini didukung
oleh penelitian Wadsworth & Owens (2007)
menunjukkan perlunya dukungan sosial
untuk meningkatkan nilai positif pekerjaan-
keluarga, dukungan dari tempat kerja yaitu
atasan akan berpengaruh positif terhadap
nilai positif pekerjaan-keluarga. Friedman &
Greenhaus (2000) menemukan dukungan
dari tempat kerja yaitu atasan dan rekan
kerja berpengaruh positif terhadap
kepuasan kerja dengan dimediasi oleh nilai
positif pekerjaan-keluarga.
Berdasarkan uraian di atas maka
penelitian ini mengajukan rumusan masalah
: apakah ada hubungan antara dukungan
atasan dengan nilai positif pekerjaan-
keluarga pada ibu yang bekerja?
Penelitian ini bertujuan untuk
mengkaji hubungan antara dukungan
atasan dengan nilai positif pekerjaan-
keluarga pada ibu yang bekerja. Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat
secara teoritis sebagai kajian teoritis untuk
melihat hubungan antara dukungan atasan
dengan nilai positif pekerjaan-keluarga pada
ibu yang bekerja karena tanpa mengetahui
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
51
dengan baik proses yang terjadi dalam
hubungan pekerjaan-keluarga akan sulit
untuk membantu ibu yang bekerja
mengalami keseimbangan antara pekerjaan
dan keluarga. Secara praktis, diharapkan
penelitian ini dapat menambah wawasan
berpikir para ibu yang bekerja akan
pentingnya pencapaian nilai positif
pekerjan-keluarga.
Balmforth & Gardner (2006)
mengatakan nilai positif pekerjaan-keluarga
terjadi ketika peran yang dilakukan dalam
pekerjaan dan peran yang dilakukan dalam
keluarga saling memberikan konstribusi
positif dan keuntungan. Nilai positif
pekerjaan-keluarga diartikan oleh Frone
(2003) sebagai bentuk multiple role, peran
dalam pekerjaan dan keluarga akan saling
mempengaruhi.
Menurut Frone (2003) nilai positif
pekerjaan dan keluarga mempunyai dua
dimensi: pertama, Work enhancement of
family (WFE) : nilai positif pekerjaan
terhadap keluarga terjadi apabila
pengalaman dalam menjalankan peran
dalam pekerjaan dapat mempermudah
menjalankan peran dalam keluarga atau
dapat meningkatkan kualitas kehidupan
keluarga. Kedua, family enhancement of
work (FWE): nilai positif keluarga terhadap
pekerjaan terjadi apabila pengalaman
dalam menjalan peran dalam keluarga
dapat mempermudah menjalankan peran
dalam pekerjaan atau dapat meningkatkan
kualitas kerja (Greenhaus & Powell, 2006).
Penelitian ini mendasarkan pada
teori role enhancement dan teori gender.
Teori role enhancement ini menyatakan
bahwa beberapa peran yang dilakukan
seseorang akan menghasilkan hal yang
positif. Teori ini mendasarkan pada
pandangan bahwa keterlibatan pada
berbagai peran akan meningkatkan energi
dan memberikan pengalaman yang
memperkaya seseorang (Kinnunen, dkk,
2006). Teori gender dipakai untuk
menjelaskan penelitian tentang nilai positif
pekerjaan terhadap keluarga karena antara
pria dan ibu mengalami pengalaman yang
berbeda tentang masalah pekerjaan dan
keluarga (Greenhaus dan Powell,2006).
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian
ini ingin melihat nilai positif pekerjaan
terhadap keluarga yang dialami oleh ibu
yang bekerja dan sudah menikah.
Ada beberapa faktor yang
mendukung nilai positif pekerjaan-keluarga
antara lain dukungan dari tempat kerja.
Hasil penelitian yang dilakukan Voydanoff
(2002); Voydanoff (2005); Wadsworth dan
Owens (2007) menunjukkan ada pengaruh
dukungan dari tempat kerja yaitu atasan
dan rekan kerja terhadap nilai positif
pekerjaan-keluarga. Pekerja yang
memperoleh dukungan dari atasan antara
lain dengan membicarakan masalah yang
dialami akan membantu pekerja mengatasi
masalah. Dukungan dari tempat kerja
merupakan salah satu bentuk dari
dukungan sosial.
Pengertian dukungan sosial menurut
Winnubst dan Schabracq dalam
Schabracq,dkk (1996) adalah pemberian
informasi, pemberian bantuan atau materi
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
52
yang didapat dari hubungan sosial yang
akrab atau keberadaan orang lain membuat
seseorang merasa diperhatikan dan dicintai
sehingga membantu keberhasilan
seseorang menyelesaikan masalahnya.
Konsep dukungan sosial yang dipakai
adalah dukungan yang dipersepsi atau
dirasakan, dinilai atau diinterpretasi,
seseorang merasa memperoleh dukungan
dan merasa ada sejumlah orang yang
dapat diandalkan pada saat dibutuhkan
sehingga seseorang akan mengatasi
masalahnya berdasarkan persepsi
dukungan sosial yang dimiliki.
Menurut Winnubst dan Schabracq
dalam Schabracq,dkk (1996), ada 4
demensi dukungan sosial yaitu (1)
dukungan emosional : seseorang
membutuhkan empati,cinta, kepercayaan,
yang di dalamnya terdapat pengertian dan
rasa percaya, (2) dukungan informatif :
dukungan yang berupa informasi, nasihat,
dan petunjuk yang diberikan untuk
menambah pengetahuan seseorang dalam
mencari jalan keluar pemecahan
masalah.(3) dukungan instrumental :
pemberian dukungan yang berupa materi,
pemberian kesempatan dan peluang, (4)
penilaian positif: pemberian penghargaan,
umpan balik mengenai hasil atau prestasi
dan kritik yang membangun.
Banyak sumber dukungan yang
berpotensi memberikan dukungan sosial
bagi ibu yang bekerja. Sumber dukungan
sosial adalah orang-orang yang berada
disekitar dan kehadirannya sangat berarti
bagi ibu yang bekerja. Dukungan yang
diterima dari atasan sangat penting artinya
bagi ibu yang bekerja untuk meningkatkan
nilai positif pekerjaan-keluarga, dukungan
emosi dan instrumental yang diperoleh dari
atasan akan meningkatkan nilai positif
pekerjaan-keluarga (Voydanoff ,2004).
Berdasarkan tinjauan teoritis,
diusulkan hipotesis. Hipotesis penelitian ini
adalah ada hubungan positif antara
dukungan atasan dengan nilai positif
pekerjaan-keluarga pada ibu yang bekerja.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini melibatkan sejumlah
variabel sebagai berikut :
1. Nilai Positif Pekerjaan-
Keluarga dalam penelitian ini terdiri dari :
a. Nilai positif pekerjaan-
keluarga dalam penelitian ini adalah
pengalaman dalam menjalankan peran
dalam pekerjaan dapat mempermudah
menjalankan peran dalam keluarga atau
dapat meningkatkan kualitas kehidupan
keluarga (Frone, 2003; Voydanoff, 2001).
Indikator dari nilai positif pekerjaan-
keluarga adalah suasana hati yang positif,
keahlian atau keterampilan, waktu, energi,
dan perilaku dalam menjalankan peran
dalam pekerjaan akan mendukung peran
individu dalam keluarga (Kinnunen, dkk.,
2006). Tinggi rendahnya nilai positif
pekerjaan-keluarga dalam penelitian ini
tercermin melalui skor yang diperoleh
subjek, semakin tinggi skor yang dicapai
maka semakin tinggi nilai positif pekerjaan-
keluarga.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
53
b. Nilai positif keluarga-
pekerjaan dalam penelitian ini adalah
pengalaman dalam menjalankan peran
dalam keluarga dapat mempermudah
menjalankan peran dalam pekerjaan atau
dapat meningkatkan kualitas kehidupan
pekerjaan (Frone, 2003; Voydanoff, 2001).
Indikator dari nilai positif keluarga-pekerjaan
adalah suasana hati yang positif, keahlian
atau keterampilan, waktu, energi, dan
perilaku dalam menjalankan peran di rumah
akan mendukung peran individu dalam
bekerja (Kinnunen, dkk., 2006). Tinggi
rendahnya nilai positif keluarga-pekerjaan
dalam penelitian ini tercermin melalui skor
yang diperoleh subjek, semakin tinggi skor
yang dicapai maka semakin tinggi nilai
positif keluarga-pekerjaan.
2. Dukungan atasan adalah
pemberian dukungan dari atasan yang
dirasakan ibu yang bekerja berupa
dukungan emosi, instrumental, informasi
dan penilaian positif (Winnubst dan
Schabracq dalam Schabracq, dkk., 1996).
Dukungan ini diungkap dengan skala
dukungan atasan yang disusun menurut
Winnubst dan Schabracq dalam Schabracq,
dkk. (1996). Ada 4 dimensi yaitu (1)
dukungan emosional, (2) dukungan
informatif, (3) dukungan instrumental, (4)
penilaian positif. Tinggi rendahnya
dukungan atasan dalam penelitian ini
tercermin melalui skor yang diperoleh
subjek dalam mengerjakan Skala Dukungan
atasan. Semakin tinggi skor yang dicapai,
semakin tinggi dukungan atasan yang
dirasakan subjek.
Skala nilai positif pekerjaan-keluarga
dan skala dukungan atasan diuji cobakan
pada 38 perempuan yang bekerja di wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil dari
pengujian terhadap validitas dan reliabilitas
Skala nilai positif pekerjaan-keluarga
menghasilkan 16 aitem yang valid dari 20
aitem yang diujicobakan,. Koefisien validitas
bergerak antara 0,320 sampai dengan
0,547 sedangkan untuk pengujian
reliabilitas menggunakan reliabilitas alpha,
menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar
0,839. Hasil dari pengujian terhadap
validitas dan reliabilitas Skala dukungan
atasan menghasilkan 21 aitem yang valid
dari 22 aitem yang diujicobakan,. Koefisien
validitas bergerak antara 0,320 sampai
dengan 0,716 sedangkan untuk pengujian
reliabilitas menggunakan reliabilitas alpha,
menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar
0,880.
Karakteristik subyek penelitian
dalam penelitian ini adalah ibu yang
bekerja, berusia 21;0-40;0 (masa dewasa),
menikah dan tinggal bersama dengan
suami, mempunyai anak yang tinggal
bersama dengan subyek. Jumlah subyek
dalam penelitian ini adalah 94 subyek.
Pengujian
hubungan antara dukungan atasan dengan
nilai positif pekerjaan-keluarga pada ibu
yang bekerja lebih lanjut akan dikaji dalam
pendekatan kuantitatif dengan
menggunakan metode analisis korelasi
product moment.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
54
C. HASIL PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis korelasi
product moment, diperoleh koefisien
korelasi antara dukungan atasan dengan
nilai positif pekerjaan-keluarga sebesar rxy
= 0, 518 ( p < 0,01 ). Hal ini menunjukkan
bahwa hipotesis dalam penelitian ini
diterima. Artinya semakin tinggi dukungan
atasan maka akan diikuti pula dengan
semakin meningkatnya nilai positif
pekerjaan-keluarga. Koefisien determinasi
yang diperoleh sebesar = 0,26 , artinya
dukungan atasan mempengaruhi nilai
positif pekerjaan-keluarga sebesar 26%
sedangkan sisanya 74% dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak dilibatkan dalam
penelitian ini.
Berdasarkan hasil analisis data
dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan
positif yang signifikan antara dukungan
atasan dengan nilai positif pekerjaan-
keluarga pada ibu yang bekerja. Artinya,
semakin tinggi dukungan atasan maka
semakin tinggi pula nilai positif pekerjaan-
keluarga pada ibu yang bekerja, sebaliknya
semakin rendah dukungan atasan maka
nilai positif pekerjaan-keluarga pada ibu
yang bekerja juga semakin rendah. Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa
dukungan atasan merupakan salah satu
faktor yang dapat meningkatkan nilai positif
pekerjaan-keluarga pada ibu yang bekerja.
Perempuan dapat mempunyai
berbagai peran pada saat yang bersamaan:
ibu, istri, dan pekerja. Kombinasi
antarperan tersebut dapat menimbulkan
nilai pekerjaan-keluarga yaitu nilai positif
pekerjaan-keluarga (nilai positif dari peran di
pekerjaan ke peran di keluarga). Nilai positif
pekerjaan-keluarga diartikan oleh Frone
(2003) sebagai bentuk peran ganda, peran
dalam pekerjaan dan keluarga akan saling
mempengaruhi. Pengalaman dalam
menjalankan peran dalam
pekerjaan/keluarga dapat mempermudah
menjalankan peran dalam
keluarga/pekerjaan atau dapat
meningkatkan kualitas kehidupan
keluarga/pekerjaan (Frone, 2003;
Voydanoff, 2001).
Berdasarkan penelitian Grzywacz
(dalam Washington, 2006) diketemukan
bahwa dampak positif pekerjaan-keluarga
ini lebih dirasakan oleh perempuan yang
bekerja dan sudah menikah. Perempuan
yang bekerja tersebut ditemukan mengalami
nilai positif pekerjaan-keluarga daripada
pekerja yang tidak menikah karena
perempuan yang bekerja ini memperoleh
keuntungan dari peran yang dijalankan
dalam keluarga yaitu sebagai istri atau ibu,
peran yang dijalankan dalam keluarga
tersebut akan mempermudah pekerja
menjalankan peran di tempat kerja
(Grzywacz dalam Washington, 2006).
Pasangan bekerja yang menikah
ditemukan mengalami nilai positif
pekerjaan-keluarga daripada pekerja yang
tidak menikah karena pasangan yang
bekerja ini memperoleh keuntungan dari
peran yang dijalankan dalam keluarga yaitu
peran yang dilakukan di rumah seperti
sebagai ayah/ibu atau suami/istri akan
mempermudah pekerja menjalankan peran
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
55
di tempat kerja (Grzywacz dalam
Washington, 2006)
Penelitian ini mendasarkan pada
teori role enhancement dan teori gender.
Teori role enhancement ini menyatakan
bahwa beberapa peran yang dilakukan
seseorang akan menghasilkan hal yang
positif. Teori ini mendasarkan pada
pandangan bahwa keterlibatan pada
berbagai peran akan meningkatkan energi
dan memberikan pengalaman yang
memperkaya seseorang (Kinnunen, dkk,
2006). Teori gender dipakai untuk
menjelaskan penelitian tentang nilai positif
pekerjaan terhadap keluarga karena antara
pria dan perempuan mengalami
pengalaman yang berbeda tentang
masalah pekerjaan dan keluarga
(Greenhaus dan Powell, 2006).
Nilai positif pekerjaan-keluarga pada
perempuan yang bekerja dapat ditingkatkan
dengan adanya dukungan sosial antara lain
dukungan dari tempat kerja (Aycan dan
Eskin, 2005; Judge dan Colquitt, 2004).
Sumber dukungan sosial adalah orang-
orang yang berada disekitar ibu yang
bekerja dan kehadirannya sangat berarti.
Konsep dukungan sosial yang dipakai
adalah dukungan yang dipersepsi atau
dirasakan, dinilai atau diinterpretasi,
seseorang merasa memperoleh dukungan
dan merasa ada sejumlah orang yang
dapat diandalkan pada saat dibutuhkan
sehingga seseorang akan mengatasi
masalahnya berdasarkan persepsi
dukungan sosial yang dimiliki.
Hasil penelitian yang dilakukan
Voydanoff (2002); Voydanoff (2005);
Wadsworth dan Owens (2007)
menunjukkan ada pengaruh dukungan dari
tempat kerja yaitu atasan dan rekan kerja
terhadap nilai positif pekerjaan-keluarga.
Pekerja yang memperoleh dukungan dari
atasan antara lain dengan membicarakan
masalah yang dialami akan membantu
pekerja mengatasi masalah. Dukungan dari
atasan seperti memberi aturan kerja yang
tidak kaku, kesediaan atasan untuk
mendengarkan masalah kerja atau masalah
pribadi meningkatkan nilai positif pekerjaan-
keluarga (Voydanoff, 2004).
Wadsworth dan Owens (2007)
menunjukkan perlunya dukungan sosial
untuk meningkatkan nilai positif pekerjaan-
keluarga, dukungan dari keluarga yaitu
suami dan dukungan dari tempat kerja yaitu
atasan dan rekan kerja akan berpengaruh
positif terhadap nilai positif pekerjaan-
keluarga. Penelitian Hennessy (2007) pada
161 perempuan yang bekerja, menikah dan
mempunyai anak berusia dibawah 18 tahun
menunjukkan perlunya dukungan dari
teman kerja untuk meningkatkan nilai positif
pekerjaan-keluarga
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan ada hubungan positif antara
dukungan suami dengan nilai positif
pekerjaan-keluarga pada ibu yang bekerja.
Dukungan atasan yang diterima ibu yang
bekerja dari pasangan akan mempengaruhi
nilai positif pekerjaan-keluarga.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
56
D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan pada penelitian ini
menunjukkan ada hubungan positif antara
dukungan atasan dengan nilai positif
pekerjaan-keluarga pada ibu yang bekerja.
Hal tersebut berarti nilai positif pekerjaan-
keluarga pada ibu yang bekerja dapat
ditingkatkan dengan adanya dukungan
atasan.
DAFTAR PUSTAKA
Adams,A.G.,King,A.L.,& King,D.W.1996.
Relationship of Job and Family
Involment, Family Social Support,
and Work-Family Conflict With Job
and Life Satisfaction. Journal of
Applied Psychology,81.(4),411-420.
Aycan,Z. & Eskin, M. 2005. Relative
Contributions of Childcare, Spousal
Support, and Organizational Support
in Reducing Work-Family Conflict for
Men and Women:The Case of
Turkey. Sex Roles,53.(7/8), 453-
471.
Badan Pusat Statististik. 2011. Keadaan
Angkatan Kerja di Indonesia.
Jakarta: CV.Petratama Persada.
Bartley, S. J., Judge,W.& Judge,S. 2007.
Antesedents of Marital Happiness
and Career Satisfaction : An
Empirical Study of Dual-Career
Managers.Scientific Journals
International,1(1).
Balmforth, K. & Gardner, D. 2006.
Conlict and Facilitation between
Work and Family : Realizing the
Outcomes for Organizations. New
Zealand Journal of Psychology. 35.
(2).69-76.
Belsky,J., Perry-Jenkin, M. & Crouter,
A.C. 1985. The Work-Family
Interface and Marital Change Across
the Transition to Parenthood.
Journal of Family Issues. 6. 205-220.
Crouter, A.C. 1984. Spillover from Family
to Work : The Neglected Side of the
Work- Family Interface. Human
Relations. 37. (6). 425-442.
Ezsa, M & Deckman, M.1996. Balancing
Work and Family Resposibilities:
Flextime and Care in the Federal
Goverment. Public Administration
Review,56(2),174-179.
DeGenova.M.K.& Rice.F.P.2005.
Intimate Relationships, Marriages,
and Families. Boston: The McGraw-
Hill.
Frone, M.R.2003. Work-Family Balance
dalam Quick,J.M & Tetric,L.E.
Handbook of Occupational Health
Psychology. Washington,DC:
American Psychological Association
Greenhaus, J.H. & Powell,G.N. 2006.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
57
When Work and Family Are Allies :
A Theory of Work-Family
Enrichment. Academy of
Management Review. 31. (1). 72-92
Grzywacz, J. & Mark, N. (2000).
Reconceptualizing the Work-Family
Interface: An Ecological Perspective
on The Correlates of Positive and
Negative Spillover. Journal of
Occupational Health Psychology. 5.
111-126
Hill, E.J. 2005. Work-family Facilition and
Conflict, Working Fathers and
Mothers, Work- family Stressors and
Support. Journal of Family Issues.
26. 793-819.
Kinnunen,U.,Feldt,T., Geurts, S. &
Pulkkinen, L. 2006. Types of Work-
Family Interface: Well-being
Correlates of negative and positive
Spillover between work and Family.
Scandinavian Journal of
Psychology. 47. 149-162.
Levy,P.E. 2003.Industrial/Organizational
Psychology: Understanding The
Workplace. New York: Houghton
Mifflin Company.
Santrock,J.W.2002. Adolescence.
Illionis:McGraw Hill..
Saltzstein, A. L., Ting, Y. & Saltzstein,
G.H .2001. Work-Famiy Balance
and Job Satisfaction:The Impact of
Family-Friendly Policies on Attitudes
of Federal Government Employes.
Public Administration Review,61
(4).
Schultz,D.P, & Schultz,S.E.1994.
Psychology and Work Today:An
Introduction to Industrial and
Organization Psychology. New York:
Macmillan .
Voydanoff, P. 2004. The Effects of Work
Demands and Resources on Work-
to-Family Conflict and Facilitation.
Journal of Marriage and the
Famil.66,398-412.
Wadsworth.L. L. & Owens,B.P. 2007.
The Effects of Social Support on
Work-Family Enhancement and
Work-Family Conflict in the Public
Sector. Public Administration
Revi,67(1),75-85.
Washington. F. D. 2006. The
Relationship between Optimistm
and Work-Family Enrichment and
Their Influence on Psychological
Well-Being. Thesis. Drexel
University.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
58
EVALUASI KUALITAS TES PSIKOLOGI KEPRIBADIAN I
Muhammad Wahyu Kuncoro Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta
(email : [email protected])
Abstract
This study aims to determine how well the items of the exam in the personality
psychology test. In this study, the statistical methods were used to identify the item difficulty,
which is a measure of the proportion of examinees who responded to an item correctly, and the
item discrimination, which is a measure of how well the item discriminates between examinees.
An additional analysis that is the distractor analysis. The distractor analysis provides a measure
of how well each of the incorrect options contributes to the quality of a multiple choice item.
By using The Iteman Program showed that the 60 analyzed items were well enough and can
be used. A total of 46 items has an Easy and Medium of The item difficulty index. In addition
there are about 44 items with good and very good of the item discrimination index and about 57
points aitem already possess the characteristics of a good. The reliability coefficient alpha of this
personality test is 0.898, so it is considered to have good reliability.
Pendahuluan
Masalah pendidikan merupakan
suatu masalah yang sangat penting, karena
melalui pendidikan kita akan mendapatkan
insan-insan yang berkualitas bagi
pembangunan bangsa. Tingkat pendidikan
suatu negara akan menentukan kemajuan
suatu bangsa.
Stiggins (1994) mengemukakan
bahwa pendidikan sangat berperan dalam
membentuk masa depan individu dan
masyarakat, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan, bidang seni, bidang oleh raga
maupun bidang lain.
Kualitas pendidikan ditunjukkan oleh
peningkatan kualitas proses dan hasil
pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan
yang berkualitas akan menghasilkan tenaga
terampil dan ahli yang sangat dibutuhkan
dalam pembangunan yang terus
berkembang.
Prestasi belajar sebagai salah satu
tolok ukur peningkatan mutu pendidikan,
termasuk pendidikan tinggi. Para pengelola
pedidikan telah melakukan berbagai usaha
untuk memperbaiki dan meningkatkan
prestasi belajar mahasiswa. Usaha-usaha
tersebut antara lain : melalui perbaikan
kurikulum, penyetaraan kualitas pengajar,
penambahan fasilitas pelajaran dan lain-lain
(Rustaman, 2003).
Menurut Azwar (2002) prestasi
belajar merupakan indikator utama dari
proses belajar, sebagaimana dari nilai yang
diperoleh. Demikian juga Masrun dan
Martaniah (1976) menyatakan bahwa
prestasi belajar dipakai sebagai ukuran
untuk mengetahui hasil kegiatan belajar,
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
59
yaitu sejauhmana siswa dapat menguasai
bahan pelajaran yang telah diajarkan.
Evaluasi merupakan salah satu
rangkaian kegiatan dalam meningkatkan
kualitas, kinerja atau produktivitas suatu
lembaga dalam melaksanakan programnya
Mardapi (2008). Oleh karena itu, evaluasi
merupakan salah satu subsistem yang
penting dalam sistem pendidikan. Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional,
evaluasi diatur dalam Bab XVI Pasal 57,58,
dan 59. Pelaksanaan evaluasi bertujuan
untuk mengukur dan mengendalikan mutu
pendidikan.
Bentuk tes yang digunakan
diantaranya berupa tes tertulis (paper and
pencil test). Tes tertulis merupakan teknik
penilaian yang seringkali digunakan untuk
menilai prestasi belajar siswa. Melalui tes
prestasi belajar, dapat diperoleh informasi
yang dapat menggambarkan kemampuan
siswa (Stiggins, 1994)). Oleh karena itu,
pengelolaan ujian dan mutu bahan ujian
yang digunakan perlu mendapat perhatian
agar hasil tes dapat mencerminkan
kemampuan siswa yang sebenarnya.
Secara sederhana Allen & Yen
(1979) menyebut tes sebagai perangkat
untuk memperoleh sampel suatu perilaku
individu. Ahli pengukuran yang lain, Djaali
(2006) menyatakan tes adalah suatu cara
atau alat untuk mengadakan penilaian yang
berbentuk suatu tugas atau serangkain
tugas yang harus dikerjakan oleh siswa
atau sekelompok siswa sehingga
menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau
prestasi siswa sebagai peserta didik.
Pada saat ini peneliti adalah dosen
pengampu mata kuliah psikologi
kepribadian, sebagai salah satu mata kuliah
wajib dalam kurikulum program studi
psikologi. Selama ini peneliti telah
menggunakan tes pilihan ganda sebagai
bahan ujian mid dan akhir pada mata kuliah
psikologi kepribadian.
Butir-butir soal yang disusun lebih
mendasarkan pada pengungkapan
kompetensi mahasiswa berdasarkan Satuan
Acara Perkuliahan (SAP) yang telah
ditetapkan dalam RPKPS.
Sehubungan dengan
penyelenggaraan evaluasi dalam
pendidikan, maka pengampu mata kuliah
(dosen) bertanggungjawab pada kualitas
perangkat tes yang digunakan dalam
evaluasi, termasuk di dalamnya perangkat
tes psikologi kepribadian 1.
Untuk menjamin kualitas tes
psikologi kepribadian diperlukan
pengembangan bank soal. Bank soal yang
biasa dikenal pendidik didefinisikan sebagai
kumpulan dari butir-butir tes. Namun bank
soal tidak hanya mengacu pada
sekumpulan soal-soal saja. Bank soal
mengacu pada proses pengumpulan soal-
soal, pemantauan dan penyimpanannya
dengan informasi yang terkait sehingga
mempermudah pengambilannya untuk
merakit soal-soal (Thorndike, 1982).
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
60
Permasalahan yang diajukan adalah
bahwa sampai saat ini peneliti dan
sekaligus pengampu mata kuliah psikologi
kepribadian 1 belum memiliki bank soal
tersebut.
Terkait dengan permasalahan di
atas, maka tujuan penelitian ini adalah
menguji kualitas tes kepribadian 1 melalui
analisis butir soal yang meliputi indeks
kesukaran (p), daya beda (d), dan distribusi
respons.
Manfaat dari hasil studi ini adalah
memberikan informasi empiris guna
melakukan revisi terhadap aitem bilamana
diperlukan dan guna meningkatkan kualitas
tes yang pada gilirannya akan
meningkatkan validitas hasil pengukuran
tes psikologi kepribadian 1 dan sekaligus
untuk menyusun bank soal
Evaluasi Kualitas Tes Psikologi
Kepribadian 1
Tes (test) merupakan suatu alat
penilaian dalam bentuk tulisan untuk
mencatat atau mengamati prestasi siswa
yang sejalan dengan target penilaian
(Jacobs & Chase, 1992). Jawaban yang
diharapkan dalam tes menurut Mardapi
(2008) dapat secara tertulis, lisan, atau
perbuatan. Menurut Zainul dan Nasution
(2001) tes didefinisikan sebagai pertanyaan
atau tugas atau seperangkat tugas yang
direncanakan untuk memperoleh informasi
tentang suatu atribut pendidikan atau suatu
atribut psikologis tertentu.
Setiap butir pertanyaan atau tugas
tersebut mempunyai jawaban atau
ketentuan yang dianggap benar. Dengan
demikian apabila suatu tugas atau
pertanyaan menuntut harus dikerjakan oleh
seseorang, tetapi tidak ada jawaban atau
cara pengerjaan yang benar dan salah
maka tugas atau pertanyaan tersebut
bukanlah tes. Tes merupakan salah satu
upaya pengukuran terencana yang
digunakan oleh guru untuk mencoba
menciptakan kesempatan bagi siswa dalam
memperlihatkan prestasi mereka yang
berkaitan dengan tujuan yang telah
ditentukan (Gronlund, 1981).
Tes terdiri atas sejumlah soal yang
harus dikerjakan siswa. Setiap soal dalam
tes menghadapkan siswa pada suatu tugas
dan menyediakan kondisi bagi siswa untuk
menanggapi tugas atau soal tersebut. Tes
menurut Arikunto dan Jabar (2004)
merupakan alat atau prosedur yang
digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dengan menggunakan
cara atau aturan yang telah ditentukan.
Dalam hal ini harus dibedakan pengertian
antara tes, testing, testee, tester.
Testing adalah saat pada waktu tes
tersebut dilaksanakan (saat pengambilan
tes). Sementara itu Ebel (1972) menyatakan
bahwa testing menunjukkan proses
pelaksanaan tes. Testee adalah responden
yang mengerjakan tes. Mereka inilah yang
akan dinilai atau diukur kemampuannya.
Sedangkan Tester adalah seseorang yang
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
61
diserahi tugas untuk melaksanakan
pengambilan tes kepada responden.
Dewasa ini tes masih merupakan
alat evaluasi yang umum digunakan untuk
mengukur keberhasilan siswa dalam
mencapai tujuan pendidikan dan
pengajaran (Subekti & Firman, 1989). Tes
yang baik harus memenuhi beberapa
kriteria berdasarkan karakteristik butir soal
antara lain meliputi indeks kesukaran (p),
daya beda (d), dan distribusi respons.
Tes Psikologi Kepribadian 1 adalah
sebuah tes prestasi belajar untuk
mendapatkan data, yang merupakan
informasi untuk melihat seberapa banyak
pengetahuan yang telah dimiliki dan
dikuasai oleh mahasiswa sebagai akibat
dari pendidikan dan pelatihan yang
diperoleh di dalam perkuliahan selama
setengah atau satu semester.
Berdasarkan uraian tersebut di atas,
maka evaluasi kualitas tes psikologi
kepribadian 1 adalah upaya peninjauan
kualitas butir-butir soal yang mengukur
keberhasilan mahasiswa dalam menguasai
materi-materi pengetahuan mata kuliah
psikologi kepribadian 1,sehingga diperoleh
informasi tentang indeks kesukaran (p),
daya beda (d), dan distribusi respons setiap
butir soal tersebut.
Tes, pengukuran, asesmen dan evaluasi
Rustaman (2003) mengungkapkan
bahwa asesmen lebih ditekankan pada
penilaian proses. Sementara itu evaluasi
lebih ditekankan pada hasil belajar. Apabila
dilihat dari keberpihakannya, menurut
Stiggins (1993) asesmen lebih berpihak
kepada kepentingan siswa. Siswa dalam hal
ini menggunakan hasil asesmen untuk
merefleksikan kekuatan, kelemahan, dan
perbaikan belajar.
Sementara itu evaluasi menurut
Rustaman (2003) lebih berpihak kepada
kepentingan evaluator. Yulaelawati (2004)
mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan
antara evaluasi dengan asesmen. Evaluasi
(evaluation) merupakan penilaian program
pendidikan secara menyeluruh. Evaluasi
pendidikan lebih bersifat makro, meluas,
dan menyeluruh. Evaluasi program
menelaah komponen-komponen yang saling
berkaitan tentang perencanaan,
pelaksanaan, dan pemantauan. Sementara
itu asesmen merupakan penilaian dalam
scope yang lebih sempit (lebih mikro) bila
dibandingkan dengan evaluasi. Seperti
dikemukakan oleh Kumano (2001) asesmen
hanya menyangkut kompetensi siswa dan
perbaikan program pembelajaran.
Harlen (1982) mengungkapkan
perbedaan antara asesmen dan evaluasi
dalam hal metode. Evaluasi dinyatakan
menggunakan kriteria dan metode yang
bervariasi. Asesmen dalam hal ini hanya
merupakan salah satu dari metode yang
dipilih untuk evaluasi tersebut. Selain dari
itu, subyek untuk asesmen hanya siswa,
sementara itu subyek evaluasi lebih luas
dan beragam seperti siswa, guru, materi,
organisasi, dll.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
62
Yulaelawati (2004) menekankan
kembali bahwa scope asesmen hanya
mencakup kompetensi lulusan dan
perbaikan cara belajar siswa. Jadi
hubungannya lebih pada peserta didik.
Ruang lingkup evaluasi yang lebih luas
ditunjukkan dengan cakupannya yang
meliputi isi atau substansi, proses
pelaksanaan program pendidikan,
kompetensi lulusan, pengadaan dan
peningkatan tenaga kependidikan,
manajemen pendidikan, sarana dan
prasarana, dan pembiayaan.
Pengukuran, Tes, dan evaluasi
dalam pendidikan berperan dalam seleksi,
penempatan, diagnosa, remedial, umpan
balik, memotivasi dan membimbing. Baik
tes maupun pengukuran keduanya terkait
dan menjadi bagian istilah evaluasi. Meski
begitu, terdapat perbedaan makna antara
mengukur dan mengevaluasi. Mengukur
adalah membandingkan sesuatu dengan
satu ukuran tertentu. Dengan demikian
pengukuran bersifat kuantitatif. Sementara
itu evaluasi adalah pengambilan suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan
ukuran baik-buruk. Dengan demikian
pengambilan keputusan tersebut lebih
bersifat kualitatif (Arikunto,2003; Zainul &
Nasution, 2001).
Setiap butir pertanyaan atau tugas
dalam tes harus selalu direncanakan dan
mempunyai jawaban atau ketentuan yang
dianggap benar (Jacobs & Chase, 1992).
Sementara itu tugas ataupun pertanyaan
dalam kegiatan pengukuran (measurement)
tidak selalu memiliki jawaban atau cara
pengerjaan yang benar atau salah karena
measurement dapat dilakukan melalui alat
ukur non-tes. Maka tugas atau pertanyaan
tersebut bukanlah tes. Selain dari itu, tes
mengharuskan subyek untuk menjawab
atau mengerjakan tugas, sementara itu
pengukuran (measurement) tidak selalu
menuntut jawaban atau pengerjaan tugas.
Menurut Kumano (2001)
mengungkapkan bahwa meskipun terdapat
perbedaan makna/pengertian, asesmen dan
evaluasi memiliki hubungan. Hubungan
antara asesmen dan evaluasi tersebut
digambarkan sebagai berikut, “ Evaluasi
adalah untuk mengevaluasi data yang
diperoleh melalui pengukuran. Pengukuran
adalah proses pengumpulan data yang
menunjukkan perkembangan dari proses
belajar.
Menurut Zainul & Nasution (2001)
Hubungan antara tes, pengukuran, dan
evaluasi adalah sebagai berikut. Evaluasi
belajar baru dapat dilakukan dengan baik
dan benar apabila menggunakan informasi
yang diperoleh melalui pengukuran yang
menggunakan tes sebagai alat ukurnya.
Akan tetapi tentu saja tes hanya merupakan
salah satu alat ukur yang dapat digunakan
karena informasi tentang hasil belajar
tersebut dapat pula diperoleh tidak melalui
tes, misalnya menggunakan alat ukur non
tes seperti observasi, skala rating, dan lain-
lain.
Zainul dan Nasution (2001)
menyatakan bahwa guru mengukur
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
63
berbagai kemampuan siswa. Apabila guru
melangkah lebih jauh dalam
menginterpretasikan skor sebagai hasil
pengukuran tersebut dengan menggunakan
standar tertentu untuk menentukan nilai
atas dasar pertimbangan tertentu, maka
kegiatan guru tersebut telah melangkah
lebih jauh menjadi evaluasi.
Tes Pilihan Ganda
Untuk mengukur seberapa jauh
tujuan-tujuan pengajaran telah tercapai,
dapat dilakukan dengan evaluasi, dalam hal
ini evaluasi hasil belajar. Alat ukur untuk
mengevaluasi hasil belajar tersebut di
gunakan tes.Tes adalah cara (yang dapat
dipergunakan)atau prosedur yang (yang
perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran
dan penilaian di bidang pendidikan.
Menurut Suharsimi (2003) tes yang
baik harus mempunyai syarat-syarat
sebagai berikut:1) Harus efisien
(Parsimony) 2) Harus baku (Standardize) 3)
Mempunyai norma 4) Objektif 5) Valid
(Sahih) 6) Reliabel (Andal) Oleh sebab itu
untuk memperoleh tes yang baik, tes
tersebut harus di ujicobakan terlebih dahulu
dan hasilnya dianalisis sehingga memenuhi
syarat-syarat tersebut di atas.
Salah satu bentuk tes hasil belajar
adalah Tes Pilihan Ganda. Tes pilihan
ganda adalah bentuk tes obyektif yang
mempunyai ciri utama kunci jawaban jelas
dan pasti sehingga hasilnya dapat diskor
secara obyektif.
Seperti yang dikatakan Suharsimi
(2003) bahwa soal pilihan ganda terdiri dari
pernyataan dan pertanyaan yang harus
dijawab oleh siswa atau melengkapi dengan
memilih salah satu dari beberapa alternatif
yang tersedia. Satu di antaranya adalah
yang paling benar, lainnya disebut
pengecoh
Menurut Muhajir ( dalam Chabib,
2001) mengatakan bahwa pengertian Tes
Pilihan Ganda merupakan tes objektif
dimana masing-masing item disediakan
lebih dari dua kemungkinan jawaban, dan
hanya satu dari pilihan-pilihan tersebut yang
benar atau yang paling benar.
Sedangkan keunggulan tes pilihan
ganda menurut Azwar (2005) sebagai
berikut : (1) Kompherhensif, karena dalam
waktu tes yang singkat dapat memuat lebih
banyak item. (2) Pemeriksaan jawaban dan
pemberian skornya mudah dan cepat (3)
Penggunaan lembar jawaban menjadikan
tes efisien dan hemat bahan. (4) Kualitas
item dapat dianalisi secara empirik (5)
Objektifitasnya tinggi. (6) Umumnya
memiliki reabilitas yang memuaskan.
Disamping keunggulan tes pilihan
ganda mempunyai kelemahan sebagai
berikut : (1) Pembuatannya sulit dan
memakan banyak waktu dan tenaga (2)
Tidak mudah ditulis untuk mengungkapkan
tingkat kompetensi tinggi. (3) Ada
kemungkinan jawaban benar semata-mata
karena tebakan.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
64
Langkah – langkah Menganalisis Tes
a. Menghitung Indeks kesukaran
Hasil tes setelah diperiksa di beri
skor untuk jawaban benar 1 dan untuk
jawaban salah 0. Skor yang diperoleh di
urut dari skor yang paling tinggi ke skor
yang paling rendah serta di bagi 2 menjadi
kelompok atas dan kelompok bawah.
Hitung Indeks Kesukaran Butir (IKB)
/ p dengan formula:
IKB =T/R ´X 100%
Ket :
IKB atau p = Indeks Kesukaran Item, R =
jumlah responden yang menjawab
benar,dan
T = jumlah responden seluruhnya.
Indeks Kesukaran Butir (IKB) dapat
bernilai 0,00-1,00.
Biasanya kategori Indeks Kesukaran Butir
adalah sebagai berikut :
0,00 - 0,20 adalah sangat sukar,
0,20 - 0,40 sukar,
0,40 - 0,60 sedang,
0,60 - 0,80 mudah, dan
0,80-1,00 sangat mudah.
Biasanya butir yang ditoleransi sebagai tes
standar adalah yang memiliki IKB = 0,30-
0,70.
Bila ada butir soal yang hampir tidak
ada peserta tes yang menjawab benar
maka butir soal tersebut dikatakan butir
yang sukar, dan sebaliknya bila hampir
semua peserta tes menjawab benar maka
butir tersebut dikatakan mudah. Dari hasil
perhitungan indeks kesukaran maka
kemungkinan tidak semua soal dapat
terambil. Soal yang mempunyai indeks
kesukaran sedang yang dapat di ambil.
Kelemahan utama indeks kesukaran
soal seperti ini ialah bahwa antara indeks
kesukaran soal dan taraf kesukaran soal
mempunyai hubungan yang berlawanan
arah, artinya makin tinggi indeks
kesukarannya, maka makin rendahlah taraf
kesukarannya. Dalam hal pengukuran yang
bertujuan untuk membedakan subyek yang
satu dengan yang lainnya dalam hal
kompetensi mereka mengenai sesuatu mata
pengetahuan, kebanyakan ahli berpendapat
bahwa tes yang terbaik adalah tes yang
terdiri dari soal-soal yang mempunyai taraf
kesukaran sedang dan rentang distribusi
kesukarannya yang kecil.
b. Menghitung daya beda
Menurut Suryabrata (2000) daya
pembeda soal diukur dari kesesuaian soal
itu dengan keseluruhan tes dalam
membedakan antara mereka yang tinggi
kemampuannya dan mereka yang rendah
kemampuannya dalam hal yang diukur oleh
tes yang bersangkutan. Teknik yang banyak
digunakan untuk mengukur daya pembeda
itu adalah korelasi antara skor pada soal
tertentu dengan skor total. Rumus korelasi
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
65
biserial yang paling banyak digunakan
adalah :
Dengan keterangan :
bX : rata –rata skor kriteria subyek yang
memilih jawaban benar
X s : rata-rata skor kriteria subyek yang
menjawab salah
tS : simpangan baku skor kriteria semua
subyek
p : proporsi subyek yang menjawab benar
terhadap semua subyek
y : ordinat dalam kurve normal yang
membagi menjadi p dan 1-p
Suatu butir soal harus dapat
membedakan kelompok yang pandai
dengan kelompok yang lemah dalam hal ini
kelompok atas dan kelompok bawah.
Klasifikasi daya beda adalah sebagai
berikut: 1) daya beda ≤ 0 (negatif), 2) 0,00-
0,20 jelek 3) 0,21-0,20 cukup, 4) 0,41-0,71
baik, 0,71-1,00 baik sekali. Soal-soal
dengan klafisifisi daya beda jelek dan
negatif di buang, yang di ambil klasifikasi
cukup, baik, dan baik sekali.
Dalam analisis ini daya beda
dianggap memuaskan bila mencapai angka
0,25. Angka ini lebih tinggi dibanding
rekomendasi Thorndike sebesar 0,20
(2005) dan rekomendasi ahli lain (Crocker &
Algina, 1986) dan masih jauh lebih tinggi
daripada yang disarankan oleh Kehoe yaitu
0,15 (Kehoe, 1997).
c. Analisis distraktor (pengecoh)
Analisis distraktor di perlukan hanya
untuk pembuat soal. Selain menghitung
indeks kesukaran dan daya beda dalam
analisis butir juga perlu di ketahui apakah
distraktor atau pengecoh yang di sediakan
tepat atau tidak benar. Apakah semua
pilihan yang disediakan dipilih semua
karena dianggap betul, jawaban terkumpul
pada pilihan tertentu atau pilihan yang sama
sekali tidak ada pemilihnya.
Indikator lain mengenai efektivitas
distraktor ditampakkan oleh koefisien r-
pointbiserial bagi masing-masing distraktor.
Suatu distraktor yang efektif adalah yang
memiliki koefisien rpbis
negatif. Semakin
besar harga negatif rpbis
menunjukkan
bahwa fungsi distraktor semakin efektif
sedangkan rpbis
yang berada di sekitar nol
berarti distraktor tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Pada aitem-aitem
yang sulit, yaitu yang persentase subjek
menjawab benar sangat kecil, interpretasi
efektivitas distraktor tidak dapat semata-
mata disandarkan pada angka statistik rpbis
namun harus disertai dengan pertimbangan
mengenai distribusi peluang subjek yang
menjawab salah pada aitem yang
bersangkutan.
y
pp
S
XX
t
sbbisr )1( −
×−
=
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
66
d. Blue Print Tes Psikologi Kepribadian
1
Gay (1987) menyatakan bahwa
validitas isi (content validity) adalah derajat
pengukuran yang mencerminkan domain isi
yang diharapkan. Validitas isi penting untuk
tes hasil belajar (achievement test). Suatu
skor kurang bahkan tidak mencerminkan
hasil belajar siswa apabila instrumen tidak
mampu mengukur secara komprehensif apa
yang telah dipelajari oleh siswa.
Prosedur yang hendak ditempuh
agar suatu tes hasil belajar mampu
mencerminkan domain isi secara
komprehensif adalah dengan menyusun
kisi-kisi tes.
METODE PENELITIAN
a. Variabel-variabel Penelitian
Variabel dalam analisis aitem
adalah skor aitem tes psikologi kepribadian
1 yang meliputi akhir semerster. Aitem –
aitem berupa soal pilihan ganda dengan 4
pilihan jawaban yaitu a, b, c, dan d dengan
satu kunci jawaban. Skor aitem merupakan
skor dikotomi, yaitu 1 untuk jawaban yang
benar dan 0 untuk jawaban yang salah.
b. Metode Pengumpulan Data
Data penelitian berupa skor aitem
dan skor tes psikologi kepribadian 1 dari
mahasiswa Program Studi Psikologi UMBY
yang mengikuti ujian akhir semester mata
kuliah Psikologi Kepribadian1 Semester
Genap T.A. 2011/2012.
Aitem yang diujikan berjumlah 60
butir soal, dengan durasi waktu
mengerjakan 65 menit. Soal-soal dikerjakan
secara individual dan bersifat tertutup.
Penelitian dilaksanakan pada 23 Juli 2012.
c. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah para
mahasiswa Universitas Mercu Buana
Yogyakarta yang mengikuti ujian akhir
pada mata kuliah psikologi kepribadian
1 berjumlah 70 mahasiswa.
d. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam
penelitian ini, selanjutnya dianalisis secara
secara kuantitatif (empiris) dengan bantuan
program Item and Test Analysis (ITEMAN)
Versi 3.00. Analisis ini akan menghasilkan
karakteristik butir soal dan perangkat tes
berupa statistik. Statistik butir tes, meliputi:
(1) tingkat kesukaran, (2) daya beda, dan
(3) efektivitas distraktor.
Pada saat memasukkan data/skor
subyek ke dalam program ITEMAN, maka
pilihan jawaban a diubah menjadi 1, b
menjadi 2, c menjadi 3 dan d menjadi 4).
Hal ini untuk memudahkan dalam input
data.
DISKUSI
a. Deskripsi data penelitian
Berdasarkan hasil pengambilan data
yang dilakukan pada subjek penelitian
sebanyak 70 orang, diperoleh gambaran
data sebagai berikut :
Tabel 1.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
67
Deskripsi data (N=70 Subyek)
Jumlah aitem
(N of aitem)
60 butir
Jumlah subyek
(N of
examinees)
70
mahasiswa
Rerata 34,814
Varian 106,923
Standar
deviasi
10,340
Minimum 15
Maksimum 59
Alpha 0,898
b. Hasil hitung Indeks Kesukaran Butir
Hasil indeks kesukaran aitem dalam
program ITEMAN ditunjukkan oleh Prop.
Correct yaitu Proporsi mahasiswa yang
menjawab benar butir tes. Nilai ekstrem
mendekati nol atau satu menunjukkan
bahwa butir soal tersebut terlalu sukar atau
terlalu mudah untuk peserta tes. Indeks ini
disebut juga indeks tingkat kesukaran soal
secara klasikal.
Berdasarkan hasil analisis data
yang dilakukan pada subjek penelitian
sebanyak 70 orang dengan 60 butir,
diperoleh gambaran data sebagai berikut
yang tercantum pada tabel 2.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
68
Tabel 2.
Indeks Kesukaran Butir (IKB)
No. soal IKB No. soal IKB No. soal IKB
1 0.886 21 0.371 41 0.643
2 0.186 22 0.600 42 0.600
3 0.700 23 0.686 43 0.586
4 0.671 24 0.414 44 0.557
5 0.471 25 0.543 45 0.443
6 0.400 26 0.957 46 0.443
7 0.557 27 0.629 47 0.514
8 0.729 28 0.800 48 0.757
9 0.443 29 0.757 49 0.571
10 0.643 30 0.500 50 0.957
11 0.571 31 0.629 51 0.543
12 0.043 32 0.586 52 0.686
13 0.871 33 0.843 53 0.229
14 0.800 34 0.686 54 0.386
15 0.229 35 0.586 55 0.657
16 0.571 36 0.600 56 0.771
17 0.586 37 0.443 57 0.700
18 0.700 38 0.157 58 0.571
19 0.343 39 0.686 59 0.457
20 0.629 40 0.729 60 0.514
Berdasarkan Indeks Kesukaran Butir
(IKB) tersebut maka didapatkan aitem
dengan kategori sangat sukar (3 aitem),
sukar (5 aitem), sedang (23 aitem), mudah
(22 aitem), dan sangat mudah (7 aitem).
Biasanya butir yang ditoleransi sebagai tes
standar adalah yang memiliki IKB = 0,30-
0,70, dalam hal ini didapatkan sebanyak 43
aitem.
Ditinjau dari tujuan pelaksanaan tes,
perlu diperhatikan bahwa soal yang sangat
mudah atau sangat sukar mungkin memang
kurang memberikan informasi yang berguna
bagi peserta tes pada umumnya, di
antaranya kemungkinan karena belum
berfungsinya pengecoh dengan baik,
namun demikian pada soal yang terlalu
mudah atau terlalu sukar ini, apabila
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
69
pengecohnya berfungsi dengan baik yakni
Prop Endorsing memenuhi ( >0,05 ) serta
daya pembedanya negatif maka soal
tersebut masih memenuhi untuk diterima
sebagai salah satu alternatif untuk disimpan
dalam bank soal.
Demikian pula pada butir soal yang
memiliki IKB sangat sukar atau sangat
mudah, dapat tetap digunakan untuk
mengetahui sebaran tingkat penguasaan
materi siswa. Misalnya dalam tes yang
bertujuan untuk evaluasi formatif.
c. Hasil hitung Indeks Daya Beda Butir
Berdasarkan hasil analisis data yang
dilakukan pada subjek penelitian sebanyak
70 orang dengan 60 butir, diperoleh
gambaran data IDB sebagai berikut yang
tercantum pada tabel 3
Tabel 3.
Indeks Daya Beda (IDB)
No. soal IDB No. soal IDB No. soal IDB
1 0.180 21 0.351 41 0.555
2 0.129 22 0.434 42 0.594
3 0.184 23 0.321 43 0.518
4 0.514 24 0.352 44 0.346
5 0.142 25 0.219 45 0.280
6 0.068 26 0.126 46 0.472
7 0.384 27 0.318 47 0.654
8 0.331 28 0.367 48 0.541
9 0.539 29 0.418 49 0.431
10 0.301 30 0.496 50 0.235
11 0.462 31 0.258 51 0.613
12 0.058 32 0.459 52 0.309
13 0.455 33 0.448 53 0.108
14 0.316 34 0.512 54 0.497
15 0.395 35 0.582 55 0.156
16 0.610 36 0.558 56 0.332
17 0.366 37 0.628 57 0.462
18 0.308 38 0.224 58 0.096
19 0.284 39 0.300 59 0.396
20 0.447 40 0.508 60 0.347
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
70
Hasil evaluasi IDB, diperoleh aitem dengan
dengan kategori : jelek (10aitem), perlu
perbaikan (6 aitem), bagus (18 aitem), dan
bagus sekali (26 aitem).
Daya diskriminasi yang baik
memang pada umumnya terdapat pada
aitem yang tidak terlalu mudah dan juga
tidak terlalu sukar, yaitu apabila harga p
berkisar antara 0,40 sampai dengan 0,60.
Berdasarkan kategori tersebut,
maka sangat perlu dilakukan peninjauan
ulang terhadap butir-butir soal yang masuk
dalam kategori jelek dan perlu perbaikan.
d. Hasil hitung efektivitas distraktor
(pengecoh)
Indikator lain mengenai efektivitas
distraktor ditampakkan oleh koefisien r-
pointbiserial bagi masing-masing distraktor.
Suatu distraktor yang efektif adalah yang
memiliki koefisien rpbis
negatif. Semakin
besar harga negatif rpbis
menunjukkan
bahwa fungsi distraktor semakin efektif
sedangkan rpbis
yang berada di sekitar nol
berarti distraktor tidak berfungsi
sebagaimana mestinya.
Pada aitem-aitem yang sulit, yaitu
yang persentase subjek menjawab benar
sangat kecil, interpretasi efektivitas
distraktor tidak dapat semata-mata
disandarkan pada angka statistik rpbis
namun
harus disertai dengan pertimbangan
mengenai distribusi peluang subjek yang
menjawab salah pada aitem yang
bersangkutan.
Ditinjau dari distribusi jawaban yaitu
persentase peserta tes merespons alternatif
jawaban, semua pengecoh telah berfungsi
dengan baik. Dapat dilihat pada kolom Prop
Endorsing, tampak bahwa pada masing
masing alternatif jawaban sebagian besar
ada yang memilih.
Berdasarkan indeks Point biserial
(pada alternative statistics), diperoleh
masing-masing alternatif pengecoh memiliki
angka negatif dan memiliki presentasi yang
baik dalam hal jumlah pemilih. Namun
demikian terdapat beberapa nomor butir
yang mendapatkan peringatan dari hasil
ITEMAN, yaitu butir nomor : 6, 12 dan 58.
Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Analisis distraktor (6, 12, 58)
No. butir Alternatif Jawaban
Point Biserial Porp. Endorsing Prop. Kunci
6 1 0,196 0,30 0,40
12 4 0,102 0,20 0,043
58 1 0,247 0,186 0,571
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
71
Berdasarkan data tersebut di
atas, butir soal no 6, memiliki pengecoh
yang tidak efektif, yaitu alternatif 1 (atau
a). pengecoh tersebut memiliki indeks
Point biserial positif dan dipilih oleh 30%
hampir setara dengan kunci (40%).
Artinya bahwa alternatif ini justru lebih
banyak dipilih oleh kelompok yang tinggi
(pandai) dari pada kelompok rendah.
Demikian juga butir soal nomor 12,
menunjukkan pada alternatif 4 (atau d),
memiliki indeks point biserial positif dan
dipilih 20% lebih banyak dari kunci jawaban
(4,3%). Artinya pengecoh 4 (atau d) kurang
efektif karena kelompok tinggi banyak yang
memilihnya dari pada kunci jawaban.
Butir soal nomor 58 memiliki
karakteristik yang mirip dengan butir soal
nomor 6 pada alternatif 1 (a).
Oleh karena itu sangat perlu
dilakukan penggantian alternatif
jawaban pada alternatif-alternatif
tersebut di atas.
e. Reliabilitas
Sebenarnya tidak terdapat suatu
ukuran yang pasti mengenai berapa
tinggi koefisien reliabilitas. Reliabilitas
yang baik tergantung pada tujuan atau
kegunaan tes. Menurut Suryabrata
(2000) menyatakan bahwa kebanyakan
tes-tes di bidang pendidikan pada
umumnya memiliki koefisien reliabilitas
minimal 0,8 untuk populasi yang sesuai.
Reliabilitas paket butir-butir soal
tes kepribadian 1 ini memiliki koefisien
reliabilitas alpha sebesar ; 0,898,
sehingga dianggap memiliki reliabilitas
yang baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil analisis butir soal dengan
menggunakan program iteman
berdasarkan Statistik butir soal
(Prop.corret, Point biser, dan Point biser
(alt statis)) dan Statistik tes (koefisien
reliabilitas alpha) menunjukkan bahwa
dari 60 butir soal yang dianalisis cukup
baik dan dapat digunakan. Sebanyak
43 aitem memiliki IKB standar yaitu
berkisar 0,30-0,70, dan terdapat 44 butir
soal yang memiliki IDB Bagus dan
Sangat bagus.
Terkait dengan efektifitas distraktor,
maka sebanyak 57 butir aitem telah miliki
karakteristik distraktor yang bagus.
Analisis butir soal dengan
menggunakan program iteman sangat
cepat dan tepat untuk digunakan sebagai
kesimpulan analisis akhir dari suatu butir
soal atau tes secara keseluruhan apakah
layak digunakan atau tidak. Hal ini penting
untuk peningkatan kualitas pembelajaran
sebagai acuan untuk menganalisa secara
cepat, tepat agar menghasilkan suatu alat
evaluasi yang baik.
Penelitian ini menghasilkan suatu
analisis butir soal yang murah, tepat dan
cepat karena menggunakan program
computer yang direkomendasikan untuk
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
72
diinterpretasikan pada soal-soal tes yang
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, M.J., & Yen, W.M. 1979. Intrduction
to measurement theory. Monterey:
Brooks/Cole Publishing Company.
Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi
Program Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara
Azwar, S. 2002. Tes Prestasi. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Azwar, S .2005. Dasar-dasar psikometri
(Edisi 1). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Chabib,M. 2001. Teknik Evaluasi
Pendidikan, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Crocker, L. & Algina, J. (1986). Introduction
to Classical and Modern Test,
Theory_. New York: Holt, Rinehart
and Winston, Inc.
Djaali. 2006. Hasil belajar evaluasi dalam
evaluasi pendidikan: Konsep dan
aplikasi. Jakarta: Uhamka Press.
Ebel, RL. (1972). Essential of educational
measurement and evaluating in
education and psycology. New
York: Holt, Rine hart, and Winston.
Inc.
Gay, L. R. 1987. Education research,
Competencies for analysis and
application. Third edition.
Columbus: Merrill Publishing
Company.
Gronlund, NE. (1981). Measurement and
evaluating in teaching. New
York:Macmillan Publishing Co., Inc.
Harlen, W. 1983. Guides to Assessment in
Education Science. London:
Macmillan Education
Jacobs & Chase. 1992. Developing and
Using test Effectively. San
Fransisco: Jossey-Bass Publishers.
Kehoe, J. 1997. Basic item analysis for
multiple-choice tests. ERIC Digest.
http://www.ericdigests.org/1997-
1/basic.html
Kumano, Y. 2001. Authentic Assessment
and Portfolio Assessment-Its
Theory and Practice. Japan:
Shizuoka University.
Mardapi, D. 2008. Teknik penyusunan
instrument tes dan nontes.
Yogyakarta: Mitra Cendekia Press.
Masrun & Martaniah. 1976. Psikologi
Pendidikan : Seri Pedagogik dan
Psikologi. Yogyakarta : Yayasan
Penerbitan Fakultas Psikologi
UGM.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
73
Rustaman,N. 2003. Asesmen Pendidikan
IPA. Makalah penataran guru-guru
NTT di Jurusan pendidikan Biologi.
Stiggins, R.J. 1994. Student-Centered
Classroom Assessment. New York
: Macmillan College Publishing
Company
Subekti, R. & Firman, H. 1989. Evaluasi
Hasil Belajar dan Pengajaran
Remedial. Jakarta: UT.
Suharsimi.2003.Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan(edisi revisi). Jakarta.
Penerbit Bumi Aksara.
Suryabrata, S. 2000. Pengembangan alat
ukur psikologis. Yogyakarta :
Penerbit Andi.
Thorndike, R.L. 1982. Applied
Psychometrics. Boston : Houghton
Mifflin.
Thorndike, R.M. 2005. Measurement and
evaluation in psychology and
education (7th ed). New Jersey:
Pearson Education, Inc.
Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: Pakar Raya
Jakarta.
Zainul, A. (2001). Alternative assessment.
Jakarta: Dirjen Dikt
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
74
MODEL PENYELENGGARAAN EKONOMI KERAKYATAN DI KOTA YOGYAKARTA
BERBASIS INDEKS DEMOKRASI EKONOMI
Awan Santosa Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta
Abstract
This study aims to arrange model of economic democracy implementation in Yogyakarta
City. Model arrangement based on Index of Economic Democracy and various research method
such as legal and planning document review. Modelling result there are three dimention for
economic democracy implementation in Yogyakarta, here are intellectual, institutional, and
material capital democratization. Yogyakarta City must develop center for economic democracy
consist of budgeting, financing, trading, training, social safety, and cooperative center.
Keywords: economic democracy, social and material capital
1.1. Latar Belakang
Konsep demokrasi ekonomi atau
ekonomi kerakyatan sudah lama dipikirkan
dan dikembangkan secara khusus oleh
pakar ekonomi di dalam maupun di luar
negeri dengan berbagai varian pengertian
dan ciri-cirinya (Douglas (1920), Carnoy
(1980), Dahl (1985), Poole (1987), dan
Smith (2000)). Konsep ini bahkan sudah
dipikirkan ekonom Indonesia, khususnya M.
Hatta, sejak tahun 1930 yang kemudian
dirumuskan ke dalam konstitusi (Pasal 33
UUD 1945). Konsep ini terus dikembangkan
oleh ekonom-ekonom Indonesia dengan
berbagai ragam terminologi (Mubyarto
(1980), Swasono (1987), Arief (2000), dan
Baswir (2002).
Namun perkembangan pemikiran ke
arah demokrasi ekonomi ini tidak diikuti
perkembangan bangunan konsep, teori,
dan operasionalisasi demokrasi ekonomi.
Sampai saat ini belum ada suatu indikator
yang menjadi ukuran penyelenggaraan
demokrasi ekonomi baik di dalam maupun
luar negeri. Demokrasi ekonomi masih
sebatas konsep yang besifat filosofis,
normatif, dan politis. Belum tersedianya
model dan alat ukur ini menjadikan agenda-
agenda pembangunan daerah yang
berbasis demokrasi ekonomi terlalu abstrak
dan tidak memiliki arah yang jelas.
Kondisi ini tidak terlepas dari bias
konseptual di mana pemahaman publik
terhadap demokrasi terdistorsi hanya
sebatas demokrasi pada dimensi politik
(demokrasi politik). Kondisi yang
merupakan fenomena global ini mendorong
ketimpangan perkembangan konsepsi
demokrasi di dunia, terutama di negara-
negara bekas jajahan seperti halnya
Indonesia. Saat ini terdapat setidaknya
delapan Indeks Demokrasi Politik yang
mengukur kebebasan politik, pemilu,
partisipasi rakyat, dan fungsi lembaga
negara (Ericcson & Lane, 2002). Baru
tataran demokrasi politik inilah yang
dikorelasikan dengan indikator sosial-
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
75
ekonomi seperti pertumbuhan dan
pembangunan manusia.
Korelasi tersebut dapat ditemukan pada
berbagai model yang dikembangkan
berdasar studi empiris di negara-negara
tertentu. Model “Virtuous Trangle” melihat
bahwa pembangunan manusia akan
menjadi jalan bagi terciptanya pertumbuhan
ekonomi dan demokrasi yang selanjutnya
akan berkorelasi positif satu sama lain
(UNSFIR dalam Kuncoro, 2004). Selain itu
terdapat model “Cruel Choice plus Trickle
Down” yang meletakkan pertumbuhan
ekonomi sebagai prasyarat munculnya
demokrasi dan pembangunan manusia
(ibid).
Adapun model pertumbuhan endogen
dan demokrasi versi Barro melihat posisi
pembangunan manusia sebagai variabel
paling penting dalam menunjang terjadinya
pertumbuhan ekonomi yang akan menjadi
prasyarat bagi berkembangnya demokrasi.
Model yang agak berbeda dikembangkan
oleh Balla, di mana demokrasi justru
menjadi pilar kunci bagi terwujudnya
pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya
akan menghasilkan perbaikan kualitas
pembangunan manusia di suatu negara
(ibid).
Sementara itu, indikator spesifik yang
sudah ada justru tersedia untuk mengukur
liberalisasi ekonomi dunia, yaitu Index of
Economic Freedom (The Heritage
Foundation, 1980). Indeks ini mengukur
derajat kebebasan ekonomi yang
berorientasi pada kemakmuran individual
melalui kebebasan dalam bisnis, fiskal,
moneter, perdagangan, investasi,
keuangan, pemerintahan, korupsi, HAKI,
dan kebebasan buruh. Indeks ini sudah
menjadi variabel bebas yang dikorelasikan
dengan GDP perkapita, pengangguran, dan
inflasi.
Ketiadaan model operasional Ekonomi
kerakyatan menjadi masalah di tengah
adanya fenomena ketimpangan dan
ketidakadilan sosial-ekonomi di Indonesia
saat ini. Permasalahan yang mendasar
adalah ketiadaan dasar bagi pemerintah
untuk terus mengembangkan strategi
kebijakan yang berbasis pada ekonomi
kerakyatan. Berdasar landasan normatif-
konseptual dan realitas objektif kekinian
tersebut muncul kebutuhan baik di ranah
pengembangan ilmu (teoritis) maupun
praktis, untuk memformulasikan model
pengukuran derajat Ekonomi kerakyatan di
Indonesia, yang secara khusus dapat
diterapkan pada setiap daerah di Indonesia.
Model ini dapat digunakan sebagai
dasar indikator komprehensif yang dapat
dijadikan sebagai acuan penyelenggaraan
dan penilaian derajat keberhasilan
pemerintah daerah dalam menjalankan
strategi kebijakan yang memihak kepada
rakyat. Bagi pemerintah Kabupaten/Kota di
Indonesia hasil dari pemodelan ini dapat
digunakan sebagai dasar untuk terus
mengembangkan strategi kebijakan yang
dapat mewujudkan kesejahteraan bagi
masyarakat sesuai dengan visi dan misi
pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
76
Penelitian ini menjadikan Kota Yogyakarta
sebagai pemodelan ekonomi kerakyatan
yang harapannya dapat dikembangkan di
daerah lain di Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah
Sebagai salah satu daerah perkotaan,
Pemerintah Kota Yogyakarta mempunyai
peranan besar dalam peningkatan
pertumbuhan ekonomi melalui
pengembangan ekonomi kerakyatan.
Pengembangan ekonomi kerakyatan akan
membantu Pemerintah Kota Yogyakarta
dalam mewujudkan kesejahteraan warga
kota. Gagasan ekonomi kerakyatan
dikembangkan sebagai upaya alternatif dari
para ahli ekonomi Indonesia untuk
menjawab kegagalan yang dialami oleh
negara negara berkembang termasuk
Indonesia dalam menerapkan teori
pertumbuhan.
Penerapan teori pertumbuhan yang telah
membawa kesuksesan di negara negara
kawasan Eropa ternyata telah menimbulkan
kenyataan lain di sejumlah bangsa yang
berbeda. Salah satu harapan agar hasil dari
pertumbuhan tersebut bisa dinikmati sampai
pada lapisan masyarakat paling bawah,
ternyata banyak rakyat di lapisan bawah
tidak selalu dapat menikmati cucuran hasil
pembangunan yang diharapkan itu. Bahkan
di kebanyakan negara negara yang sedang
berkembang, kesenjangan sosial ekonomi
semakin melebar. Dari pengalaman ini,
akhirnya dikembangkan berbagai alternatif
terhadap konsep pembangunan yang
bertumpu pada pertumbuhan.
Pertumbuhan ekonomi tetap merupakan
pertimbangan prioritas, tetapi
pelaksanaannya harus serasi dengan
pembangunan nasional yang berintikan
pada manusia pelakunya. Dengan demikian
Ekonomi kerakyatan berbasis ekonomi
jaringan harus mengadopsi teknologi tinggi
sebagai faktor pemberi nilai tambah
terbesar dari proses ekonomi itu sendiri.
Faktor skala ekonomi dan efisien yang akan
menjadi dasar kompetisi bebas menuntut
keterlibatan jaringan ekonomi rakyat, yakni
berbagai sentra-sentra kemandirian
ekonomi rakyat, skala besar kemandirian
ekonomi rakyat, skala besar dengan pola
pengelolaan yang menganut model siklus
terpendek dalam bentuk yang sering
disebut dengan pembeli .
1.3. Tujuan Penelitian
1). Memaparkan penerapan Demokrasi
Ekonomi di Kota Yogyakarta, Propinsi
D.I. Yogyakarta pada tahun 2009/2010
2). Menyusun model strategi
implementasi dalam bentuk konsep dan
lembaga pelaksana dalam menjalankan
program pengembangan ekonomi
kerakyatan di Kota Yogyakarta.
2). Merumuskan analisis terhadap
kebijakan kebijakan pengembangan
ekonomi kerakyatan di kota Yogyakarta.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
77
1.4. Manfaat Penelitian
1) Hasil penelitian ini dapat menjadi
panduan pengukuran tingkat
penerapan demokrasi ekonomi bagi
daerah lain di Indonesia, yang
kemudian dapat diperbandingkan
dengan dan dievaluasi
perkembangannya dari tahun ke
tahun.
2) Hasil penelitian ini dapat menjadi
temuan variabel baru yang dapat
dikorelasikan (menjelaskan)
berbagai fenomena ekonomi daerah
di Kota Yogyakarta dan daerah
lainnya seperti halnya kemiskinan,
ketimpangan, pengangguran, inflasi,
pendapatan riil (perkapita),
pertumbuhan, dan variabel makro-
ekonomi lain di Indonesia.
3) Hasil penelitian ini dapat menjadi
sarana mendorong
pengarusutamaan aspek
pemerataan dan keadilan dalam
pembangunan ekonomi selain aspek
pertumbuhan dan efisiensi di Kota
Yogyakarta dan daerah lain di
seluruh Indonesia.
1.5. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang
digunakan adalah metode penelitian
deskriptif dengan pengelompokan data
yang bersifat kualitatif. Metode ini
menggambarkan obyek penelitian
berdasarkan fakta-fakta yang ada dan
sedang berlangsung dengan jalan
mengumpulkan, menyusun dan
menjelaskan data yang diperoleh untuk
kemudian dianalisis sesuai dengan teori
yang ada. Obyek yang akan diteliti yaitu
pengembangan ekonomi kerakyatan Kota
Yogyakarta, dengan unit analisis pada level
organisasi Pemerintah Kota Yogyakarta.
Beberapa metode pengumpulan
data dalam penelitian kualitatif, yaitu:
1) Wawancara
Wawancara merupakan alat re-
cheking atau pembuktian terhadap
informasi atau keterangan yang diperoleh
sebelumnya. Tehnik wawancara yang
digunakan dalam penelitian kualitatif adalah
wawancara mendalam. Wawancara
mendalam (in–depth interview) adalah
proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan informan atau orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman (guide)
wawancara, di mana pewawancara dan
informan terlibat dalam kehidupan sosial
yang relatif lama.
2) Dokumen
Sejumlah besar fakta dan data
tersimpan dalam bahan yang berbentuk
dokumentasi. Sebagian besar data yang
tersedia adalah berbentuk surat-surat,
catatan harian, cenderamata, laporan,
artefak, foto, dan sebagainya. Sifat utama
data ini tak terbatas pada ruang dan waktu
sehingga memberi peluang kepada peneliti
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
78
untuk mengetahui hal-hal yang pernah
terjadi di waktu silam. Secara detail bahan
dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu
otobiografi, surat-surat pribadi, buku atau
catatan harian, memorial, klipping, dokumen
pemerintah atau swasta, data di server dan
flashdisk, data tersimpan di website, dan
lain-lain.
3) Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) adalah
teknik pengumpulan data yang umumnya
dilakukan pada penelitian kualitatif dengan
tujuan menemukan makna sebuah tema
menurut pemahaman sebuah kelompok.
Teknik ini digunakan untuk mengungkap
pemaknaan dari suatu kalompok
berdasarkan hasil diskusi yang terpusat
pada suatu permasalahan tertentu. FGD
juga dimaksudkan untuk menghindari
pemaknaan yang salah dari seorang
peneliti terhadap fokus masalah yang
sedang diteliti.
4) Pengukuran Indeks Demokrasi
Ekonomi
Penelitian ini menggunakan alat
analisis Indeks Demokrasi Ekonomi (IDE)
yang diformulasikan dari penelitian Awan
Santosa (2009) bersama 10 ahli demokrasi
ekonomi Indonesia dengan metode Delphi.
Variabel yang dinilai sesuai oleh para-ahli
dan mencapai nilai skor di atas batas
minimum persetujuan, sehingga dapat
dijadikan sebagai unsur penyusun Indeks
Demokrasi Ekonomi Indonesia (IDEI)
adalah sebanyak 21 variabel yang terbagi
dalam 3 Dimensi, yaitu:
A. Dimensi Demokrasi Produksi
B. Dimensi Demokrasi Alokasi dan
Konsumsi
C. Dimensi Demokrasi Penguasaan
Faktor Produksi
1.6. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1.6.1. Profil Ekonomi Kerakyatan Kota
Yogyakarta
Ekonomi kerakyatan sepertihalnya
tertuang dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945
adalah sebuah sistem, yang dibedakan
tegas dengan ekonomi rakyat atau UMKM
yang hanya merujuk pada aktor pelaku
ekonomi. Sebagai sebuah sistem ekonomi,
maka ekonomi kerakyatan mencakup
dimensi produksi (termasuk penguasaan
faktor produksi), distribusi, dan konsumsi.
Dalam penjelasan Pasal 33 ayat (1)
disebutkan bahwa ekonomi kerakyatan
adalah (sistem) perekonomian yang disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan, di mana produksi dikerjakan
oleh semua (Pasal 27 ayat 2), untuk semua
(Pasal 23, 31, dan 34), di bawah pimpinan
dan atau penilikan anggota-anggota
masyarakat (Pasal 18 dan 28).
Oleh karenanya, urgensi ekonomi
kerakyatan di samping didasarkan pada
amanat konstitusi di atas, diperkuat juga
dengan beberapa kondisi empiris (realitas)
sosial-ekonomi makro penyelenggaraan
ekonomi kerakyatan di Kota Yogyakarta
sebagai berikut:
Pertama, tingkat pengangguran
terbuka di Kota Yogyakarta masih sebesar
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
79
18,241 orang atau sebesar 6,21%, yang
berarti belum sepenuhnya warga terlibat
dalam proses produksi daerah. Data lain
menyebutkan bahwa baru 58,8% usia kerja
yang sepenuhnya bekerja, sehingga dapat
diperkirakan pengangguran tersembunyi di
Kota Yogyakarta masih cukup tinggi. Pun,
mayoritas warga bekerja di sektor
perdagangan dengan share terhadap PDRB
25%, didominasi subsector perdagangan
besar, hotel, dan restoran, dan bekerja di
sektor jasa dengan share 20%, di dominasi
sektor jasa layanan pemerintahan. Hal ini
mengindikasikan begitu banyak warga
bekerja dengan hasil yang belum layak bagi
kemanusiaan. Data menunjukkan kinerja
pengangguran di Kota Yogyakarta. Dalam
kurun waktu tiga tahun (2008-2010) terjadi
penurunan angka pengangguran sebesar
2,73% dari 7,13% pada tahun 2008 menjadi
4,4% pada tahun 2010.
Kedua, jumlah penduduk miskin
masih sebanyak 54.530 jiwa atau sebesar
8,2% dari total penduduk pada tahun 2011,
dengan jumlah keluarga (KK) miskin
sebanyak 17.016 KK atau sebesar 12,38%.
Nilai ini dengan garis kemiskinan sebesar
Rp. 210.000,-/orang/bulan, sehingga jika
menggunakan garis kemiskinan Bank Dunia
($US 2/orang/hari) maka dapat diperkirakan
tingkat kemiskinan di Kota Yogyakarta
sebesar 33% dan KK miskin sebanyak 49%.
Kondisi ini berlangsung di tengah
ketimpangan struktural dan over produksi di
Kota Yogyakarta, di mana terdapat
dominasi subsector usaha besar di sektor
perdagangan, hotel, restoran, jasa,
pengangkutan, dan industri pengolahan.
Sementara itu, sektor perhotelan
yang kian banyak dibangun di Kota
Yogyakarta didominasi oleh usaha
(pemodal) besar. Demikian halnya sektor
perdagangan Kota Yogyakarta pun juga
didominasi oleh distributor dan pemodal
besar. Sementara masyarakat dan
komunitas rakyat di Kota Yogyakarta belum
terlibat dan atau memanfaatkan
sepenuhnya potensi dan peluang sektor
pariwisata dan perdagangan. Keterlibatan
rakyat masih pada kegiatan-kegiatan
ekonomi dan usaha yang marjinal dan
informal.
Ketiga, tingkat ketergantungan
fiskal terhadap pemerintah pusat yang
masih tinggi pula, di mana DAU meliputi
59,4% APBD, DBHBP sebesar 9,27%,
sedangkan PAD adalah sebesar 21,86%.
Dalam hal ini perekonomian belum
sepenuhnya mandiri dan di bawah pimpinan
dan atau penilikan anggota-anggota
masyarakat Kota Yogyakarta. PAD yang
cukup tinggi dapat menandakan
berkembangnya ekonomi dan industri
kreatif di Kota Yogyakarta, namun dapat
pula mengindikasikan masih banyaknya
biaya yang dibebankan pemerintah kepada
masyarakat (ekonomi rakyat) sepertihalnya
pajak dan retribusi daerah. Seperti halnya
nilai retribusi pedagang dari 33 pasar
tradisional di Kota Yogyakarta yang
mencapai Rp. 13 milyar pada tahun 2011.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
80
Dalam hal ini justru rakyat kecil (pedagang)
yang membiayai jalannya pemerintahan.
Keempat, kapasitas fiskal untuk
mendorong transformasi kinerja dan struktur
sosial-ekonomi Kota Yogyakarta yang
masih terbatas, di mana nilai APBD tahun
2010 sebesar 66% dialokasikan untuk
belanja pegawai, 20% untuk belanja barang
dan jasa, sedangkan untuk belanja hibah,
bantuan sosial, dan belanja modal sebesar
14%. Berdasar data ini maka struktur APBD
Kota Yogyakarta belum dapat menjadi
tumpuan bagi penyelenggaraan ekonomi
kerakyatan karena alokasi untuk
menerapkan sistem jaminan lapangan kerja,
sistem jaminan sosial (pendidikan dan
kesehatan), dan sistem jaminan produksi
dan pasar bagi seluruh warga masyarakat
Kota Yogyakarta tanpa terkecuali masih
terlalu kecil.
Kelima, omset UKM baru sebesar
20,6% dari total omset pelaku usaha di Kota
Yogyakarta, yang dengan peranan APBD
Pemerintah Kota Yogyakarta sebesar 25%
dari nilai PDRB maka dapat diperkirakan
peranan sektor swasta besar yang
dominan, lebih dari 50%. Kontribusi
koperasi jauh lebih kecil lagi karena rata-
rata baru 20% dari UKM yang menjadi
bagian dari usaha koperasi. Nilai investasi
industri kecil di Kota Yogyakarta pada tahun
2011 juga baru sebesar Rp. 170,69 milyar,
atau senilai 1,3% dari total PDRB Kota
Yogyakarta sebesar Rp. 12 trilyun.
Keenam, kondisi perkembangan
koperasi di Kota Yogyakarta secara
kuantitaif dan kualitatif juga masih belum
sepenuhnya mengarah pada sistem
ekonomi kerakyatan. Pada akhir Desember
2011 jumlah koperasi aktif sebanyak 447
dari 550 koperasi yang terdaftar, dengan
jumlah anggota yang baru sejumlah 50.280
orang atau hanya 7,3% dari total anggota
koperasi di Propinsi DIY yang sebanyak
688.326 orang. Koperasi belum menjadi
basis ekonomi masyarakat karena
kualitasnya masih jauh dari idealita sesuai
dengan prinsip-prinsip koperasi Indonesia
dan dunia.Jumlah koperasi pada tahun
2011 adalah 511 koperasi. Dari jumlah
tersebut 81% atau 448 koperasi bersifat
aktif, sedangkan sisanya pasif. Koperasi
merupakah soko guru perekonomian yang
didasarkan pada ekonomi kerakyatan.
Ketidaksesuaian dengan prinsip
koperasi dan UU Koperasi tersebut
ditunjukkan dengan lebih banyaknya
koperasi yang hanya dimiliki oleh segelintir
pemodal saja, semisal di hampir semua
koperasi angkuta kota. Koperasi yang
seperti ini lebih tepat disebut sebagai
“persekutuan majikan”, yang menempatkan
orang-orang yang terlibat di dalamnya
sebagai buruh dan atau konsumen saja.
Padahal dalam koperasi seharusnya
pelanggan dan pekerja adalah sekaligus
pemilik, serta keanggotaannya bersifat
terbuka dan sukarela.
Ketidaksesuaian dengan prinsip
dasar tersebut berimplikasi selain pada
minimnya jumlah dan partisipasi anggota,
juga pada kecilnya volume usaha (omset)
usaha koperasi di Kota Yogyakarta. Per 31
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
81
Desember 2011 volume usaha koperasi di
Kota Yogyakarta baru sebesar Rp. 307
milyar trilyun atau hanya 2,36% dari total
PDRB Kota Yogyakarta yang sebesar Rp.
12,96 trilyun pada tahun yang sama.
Kondisi inipun tidak dapat mewakili
sepenuhnya kinerja koperasi rakyat
(koperasi sejati), karena koperasi yang
paling banyak dikembangkan di Kota
Yogyakarta adalah koperasi pegawai,
koperasi karyawan swasta, KSU, dan
koperasi simpan pinjam, yang tidak dimiliki
secara luas oleh masyarakat kebanyakan.
Terlebih lagi pada tahun yang sama nilai
SHU yang dapat dibagikan kepada seluruh
anggota koperasi di Kota Yogyakarta baru
sebesar Rp. 18,19 milyar, atau baru senilai
5,9% dari total omset koperasi di Kota
Yogyakarta.
Ketujuh, partispasi pekerja Kota
Yogyakarta belum memadai, di mana baru
terdapat 157 perusahaan yang memiliki
serikat pekerja dari keseluruhan
perusahaan di Kota Yogyakarta yang
berjumlah 1.211 unit, dengan jumlah
anggota serikat pekerja baru sebanyak
12.385 orang. Jumlah anggota ini bahkan
kalah besar dibanding jumlah pencari kerja
di kota Yogyakarta, dan sangat tidak
signifikan dari segi jumlah dibanding total
pekerja keseluruhan di Kota Yogyakarta
yang berjumlah 200.000 lebih. Terlebih
belum ada perusahaan di Kota Yogyakarta
yang menerapkan pola kepemilikan saham
oleh pekerja (employee share ownership
program/ESOP).
Kedelapan, jenjang pendidikan
tinggi masih menjadi barang mahal bagi
sebagian warga Kota Yogyakarta yang
berimplikasi pada lemahnya penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi oleh kaum
marjinal di Kota Yogyakarta. Pun
pendidikan yang berkembang pesat di Kota
Yogyakarta dan sekitarnya bukan
pendidikan yang berwatak progresif dan
berorientasi pada keberdayaan ekonomi
rakyat sehingga belum sepenuhnya mampu
memecahkan persoalan kesejahteraan
yang dihadapi mereka.
Warga Yogyakarta yang
menamatkan pendidikan sampai dengan
Perguruan Tinggi pada tahun 2010 adalah
sebanyak 7,3%, lebih rendah di banding
tahun 2008 yang sebanyak 10,4%. Padahal
Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman
merupakan sentra pendidikan tinggi bukan
hanya di Propinsi DIY melainkan juga
Indonesia. Sementara itu pendidikan
informal bagi pelaku ekonomi rakyat di
sektor basis Kota Yogyakarta yaitu
perdagangan kecil, jasa informal, industri
dan angkutan rakyat belum banyak
dikembangkan secara sistematis
berkelanjutan.
Kesembilan, kebebasan politik
pasca reformasi belum diikuti keberadaan
dan keberdayaan serikat-serikat ekonomi
rakyat kota Yogyakarta yang dapat menjadi
alat perbaikan taraf kesejahteraan mereka.
Masih terlalu banyak pelaku-pelaku
ekonomi marjinal yang belum terasosiasi
dengan baik, sepertihalnya tukang becak,
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
82
pemulung, pedagang asongan, industri
rakyat, dan sebagainya. Pun serikat-serikat
ekonomi yang ada di Kota Yogyakarta
sepertihalnya koperasi rakyat dan serikat
pekerja masih berada di posisi marjinal,
belum setanding dengan kekuatan pemodal
(korporasi besar).
Kesepuluh, modal sosial ekonomi
rakyat Kota Yogyakarta justru melemah
seiring dengan massifnya penetrasi modal
besar (internasional) dalam bentuk
hypermarket (mal) dan ritel (minimarket)
yang menggantikan pasar tradisional dan
toko kelontong warga. Dalam pada itu,
anggota masyarakat Yogyakarta pun tidak
lagi sanggup membendung ekspansi bisnis
hiburan di pusat-pusat kota yang
menggerus modalitas spiritual pen-cirikhas
Yogyakarta sebagai kota budaya. Sektor
ekonomi rakyat di Kota Yogyakarta
umumnya masih terjerat persoalan
mendasar lemahnya penguasaan atas alat
produksi seperti keterbatasan lahan, modal,
IPTEK, dan pemasaran. Untuk memenuhi
itu semua mereka masih harus bergantung
pada perusahaan besar, tengkulak, dan
sebagian pelepas uang.
Merujuk pada berbagai persoalan
makro ekonomi daerah di atas, maka
terlihat bahwa kinerja sektor jasa sebagai
penyerap tenaga kerja terbesar yang masih
rendah. Kondisi ini juga terkait dengan
masih lemahnya keterkaitan (integrasi) dan
jejering (networking) antarsektor yang
menjadi landasan implementasi konsepsi
usaha bersama”(ko-operasi) dalam
perekonomian daerah.
Konsepsi penyelenggaraan ekonomi
kerakyatan di Kota Yogyakarta menjadi
makin urgen mengingat indikator sasaran
ekonomi kerakyatan yang tercantum dalam
dokumen RPJMD Kota Yogyakarta 2012-
2017 hanyalah peningkatan jumlah koperasi
aktif dan UMKM, serta pengawasan
keamanan pangan. Indikator ini tentu saja
sangat jauh dari yang dikonsepsikan dalam
ekonomi kerakyatan.
1.6.2. Ekonomi Kerakyatan dalam
Dokumen Perencanaan Kota
Yogyakarta
Kota Yogyakarta merupakan salah
satu daerah yang mempunyai komitmen
terhadap konsep ekonomi kerakyatan. Hal
ini tertuang dalam dokumen perencanaan
(RPJMD 2012-2016) yang salam visinya
secara tegas dan eksplisit menyebutkan
kata “ekonomi kerakyatan” yang belum ada
pada RPJMD 2007-2011. Keberpihakan
tersebut dapat dilihat pada visi, misi, tujuan
dan sasaran, srategi umum, serta strategi
dan arah kebijakan.
Visi Kota Yogyakarta yang berbunyi
“Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai
kota pendidikan berkualitas, berkarakter
dan inklusif, pariwisata berbasis budaya,
dan pusat pelayanan jasa, yang
berwawasan lingkungan dan ekonomi
kerakyatan”. Penjelasan ekonomi
kerakyatan dalam visi tersebut adalah:
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
83
1) mendorong dan memfasilitasi
berjalannya ekonomi
kerakyatan yang berkualitas,
berkelanjutan, berbasis
wilayah, dan berpihak
kepada masyarakat Kota
Yogyakarta;
2) ekonomi kerakyatan yang
dimaksud adalah
perekonomian yang
senantiasa menyelaraskan
antara kondisi dan potensi
daerah dengan kinerja
ekonomi;
3) dan ekonomi daerah akan
tumbuh dan berkembang,
berbasis pada ekonomi
rakyat dan mampu
memberikan dampak nyata
kepada rakyat.
Visi tersebut kemudian dijabarkan
menjadi beberapa misi, yaitu:
1) mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik dan bersih;
2) mewujudkan pelayanan
publik yang berkualitas;
3) mewujudkan
pemberdayaan masyarakat dengan
gerakan Segoro Amarto;
4) dan mewujudkan daya saing
daerah yang kuat.
Penjelasan ekonomi kerakyatan
dalam misi tersebut adalah:
1) mengembangkan ekonomi
kerakyatan;
2) memperkuat masyarakat
Kota Yogyakarta yang
toleran, inklusif, bermoral,
beretika, beradab dan
berbudaya;
3) serta memasyarakatkan dan
membudayakan gerakan
Segoro Amarto.
Dari misi 3 dikembangkan menjadi
tujuan dan sasaran, yaitu:
1) terwujudnya peningkatan
kualitas ekonomi masyarakat;
2) terwujudnya peningkatan
kualitas sosial masyarakat.
Selanjutnya, dijabarkan dalam
strategi umum 3, yang terdiri dari:
1) mendorong dan memfasilitasi
berjalannya ekonomi
kerakyatan yang berkualitas,
berkelanjutan, berbasis
wilayah, dan berpihak
kepada masyarakat Kota
Yogyakarta;
2) ekonomi kerakyatan yang
dimaksud adalah
perekonomian yang
senantiasa menyelaraskan
antara kondisi dan potensi
daerah dengan kinerja
ekonomi;
3) fokusnya adalah
menggerakkan
perekonomian yang mampu
mengurangi angka
kemiskinan dan memperluas
lapangan kerja, serta
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
84
mendorong terjadinya
pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas;
4) dan dengan ini diharapkan
ekonomi daerah akan
tumbuh dan berkembang,
berbasis pada ekonomi
rakyat dan mampu
memberikan dampak nyata
kepada rakyat.
Strategi tersebut dijabarkan dalam
arah dan kebijakan seperti di bawah ini.
1) Peningkatan ekonomi
masyarakat berbasis ekonomi
kerakyatan.
a) Meningkatkan pembinaan
koperasi dan lembaga
keuangan mikro.
b) Meningkatkan kualitas
sumber daya pelaku UMKM
melalui fasilitasi permodalan,
promosi, kerjasama usaha
dan informasi usaha.
c) Menumbuhkembangkan jiwa
kewirausahaan di
masyarakat.
d) Meningkatkan ketahanan
pangan dan pengawasan
kualitas bahan makanan.
2) Peningkatan pemberdayaan
masyarakat yang berafirmatif
gender.
a) Meningkatkan pemberdayaan
masyarakat berbasis
kewilayahan.
b) Meningkatkan
pemberdayaan, kualitas
hidup serta perlindungan
perempuan dan anak
c) Meningkatkan
pemberdayaan, kualitas.
d) hidup serta perlindungan
perempuan dan anak.
1.6.3. Strategi Pengembangan
Ekonomi Kerakyatan
Strategi menunjukkan awalan, arah,
dan penekanan dalam pengembangan
ekonomi kerakyatan di Kota Yogyakarta.
Sesuai dengan realitas makro ekonomi
daerah di atas, maka strategi tersebut akan
meliputi:
Pertama, peningkatan kinerja sektor
perdagangan kecil (pasar tradisional),
angkutan rakyat, jasa informal, dan industri
rakyat di Kota Yogyakarta sehingga mampu
memberikan nilai tambah yang layak bagi
peningkatan kesejahteraan mayoritas
ekonomi rakyat yang bergiat di sektor
tersebut. Hal ini dapat dilakukan melalui
penguatan asosiasi (kooperasi) pelaku
sektor perdagangan dan jasa, diversifikasi
bisnis layanan perdagangan dan jasa, dan
integrasi (interkoneksi) sektor perdagangan
dan jasa dengan sektor lainnya (industri,
pariwisata, pertanian, dan pengangkutan).
Dalam hal ini kiranya Yogyakarta perlu
belajar dari pusat pengembangan ekonomi
kerakyatan berbasis sektor jasa di Emilia
Romagna, Italia sebagai benchmark.
Kinerja sektor jasa di Emilia
Romagna bertumpu pada koperasi-koperasi
sosial (social cooperatives) yang melayani
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
85
berbagai macam jasa di sektor sosial,
pendidikan, kesehatan, bagi penyandang
cacat, manula, pemuda, dan kelompok
marjinal. Koperasi sosial yang bekerja sama
dengan Pemerintah Daerah, Asosiasi
Buruh, relawan, dan pengguna jasa ini
bahkan sudah menguasai 85% dari seluruh
distribusi jasa sosial ke masyarakat Emilia
Romagna. Sektor jasa juga diperkuat
melalui kerjasama (jejaring)
antarperusahaan mikro (usaha
mikro/koperasi) ke dalam asosiasi yang
menyediakan jasa layanan administratif,
koordinasi pembelian dan kredit, serta
konsultasi teknis bagi mereka.
Di samping itu, terdapat perusahaan
jasa yang dikelola bersama bernama
ERVET yang mengelola sistem layanan
jasa kepada usaha mikro/koperasi, di mana
tugasnya adalah membuat analisis SWOT
yang mereka butuhkan termasuk jasa
layanan, infrastruktur, dan berbagai
kebutuhan usaha mikro. ERVET berfungsi
sebagai pusat jasa penciptaan jaringan
(kemitraan) antarindustri, jasa transfer
teknologi, manajemen baru, dan layanan
pemasaran kepada sektor khusus berbasis
wilayah dan bisnis tertentu.
ERVET juga mengembangkan pusat
jasa sesuai spesialisasi bisnis melalui
beberapa cabang usaha jasanya, yaitu
CITER untuk fashion dan tekstile, CERCAL
untuk footwear, QUASCO untuk bangunan
dan konstruksi, CENTROCERAMICO untuk
mechanical, CESMA untuk mesin pertanian,
dan CESTER untuk teknologi dan
internasionalisasi. Jasa yang disediakan
untuk berbagai industri tersebut meliputi
jasa proses produksi, R&D, konsultasi, jasa
teknis, dan pengembangan bisnis.
Sementara itu dibentuk pula CAN
(Konfederasi Nasional Usaha Kecil) yang
menyediakan dan memfasilitasi (brokers)
jasa layanan keuangan, legal, pembukuan,
pencarian (penempatan) tenaga kerja,
nasihat pemasaran, ekspor, dan kemitraan
untuk usaha mikro/kecil di Emilia Romagna.
Kedua, peningkatan kinerja industri
rakyat berbasis pertanian (agroindustri) dan
kerajinan di Kota Yogyakarta untuk
mengoptimalkan nilai tambah bahan
mentah pertanian, share yang dinikmati
pengrajin, petani, dan lapangan kerja baru
yang dapat dibuka. Hal ini dilakukan melalui
pemberdayaan koperasi rakyat, aplikasi
teknologi kerajinan dan pangan lokal, serta
penyediaan, modifikasi, dan optimalisasi)
trading house (outlet pasar) bagi aneka
olahan produk kerajinan dan pertanian.
Ketiga, pengembangan koperasi
sejati dan peningkatan kemitraan
antarkoperasi baik di sektor yang sama
maupun lintas sektoral di Kota Yogyakarta.
Keberadaan ratusan unit koperasi aktif
menjadi potensi dan kekuatan sosial-
ekonomi luar biasa apabila dapat terajut ko-
operasi baik formal maupun informal
diantara mereka. Hal ini dapat dilakukan
melalui berbagai model kemitraan
(partnership-MoU) antara koperasi produksi
(koperasi petani, koperasi pengrajin,
koperasi industri, dsb), koperasi kredit
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
86
(KSP), koperasi retail (Koppas), koperasi
jasa, dan koperasi konsumsi (koperasi
karyawan, KPRI, dsb).
Keberadaan Konfederasi Koperasi
Kota Yogyakarta perlu dipertimbangkan bila
diperlukan sebagai simpul kemitraan dan
perajut kemitraan antara koperasi –
khususnya koperasi jasa sosial- dengan
pelaku usaha lainnya sepertihalnya BUMD,
lembaga keuangan, dan perusahaan
swasta (industri),
Keempat, pengukuran Indeks
Demokrasi Ekonomi (IDE) yang diperlukan
untuk mengevaluasi derajat penerapan
ekonomi kerakyatan Kota Yogyakarta
setidaknya setiap 2/3 tahun sekali. Sebagai
alat ukur dapat digunakan IDE hasil
penelitian penulis yang terdiri dari tiga
dimensi dan 21 variabel, dengan formulasi:
IDE = DP + DAK + DPFP, di mana DP
adalah Demokrasi Produksi, DAK adalah
Demokrasi Alokasi dan Konsumsi, serta
DPFP adalah Demokrasi Penguasaan
Faktor Produksi.
Kelima, pembangunan Sentra
Ekonomi Kerakyatan di daerah beserta
model-model serupa di semua kelurahan
(kecamatan) di Kota Yogyakarta. Hal ini
dilakukan sebagai salah satu strategi
akselerasi dalam aplikasi dan
pengembangan ekonomi kerakyatan di Kota
Yogyakarta yang selanjutnya akan
diuraikan di bawah ini.
1.6.4. Membangun Sentra Ekonomi
Kerakyatan (Ekora Center)
Pembangunan Sentra Ekonomi
Kerakyatan (Sentra Ekora) dilakukan untuk
memfokuskan arah pembangunan wilayah,
sektor, dan aktor ekonomi di Kota
Yogyakarta pada agenda ekonomi
kerakyatan yaitu peningkatan derajat
kontrol dan partisipasi ekonomi warga
melalui demokratisasi modal material,
intelektual, dan institusional. Oleh
karenanya, Sentra Ekora menggunakan
pendekatan lintas wilayah, lintas sektoral,
dan lintas pelaku, sehingga benar-benar
berdasar dan mengarah pada konsepsi
usaha bersama.
Sentra Ekora diwujudkan dalam
lingkup kelurahan melalui pembangunan
Sentra Ekora Kelurahan yang sekurang-
kurangnya mengelola production house,
trading house, dan training house, baik
melalui koperasi, BUMDes, maupun klaster
(sentra) industri kecil-rumah tangga dan
asosiasi usaha mikro lain yang ada di
kelurahan setempat. Untuk itu perlu
penguatan kelembagaan ekonomi rakyat
(koperasi), teknologi pengolahan bahan
baku lokal, SDM, dan sektor bisnis yang
akan dikembangkan.
Dalam lingkup daerah (Kota) maka
Sentra Ekora diwujudkan melalui
pembangunan Ekora Center, sebagai single
window ekonomi kerakyatan Kota
Yogyakarta yaitu sebuah area dan
bangunan yang menjadi pusat partisipasi
penyusunan APBD (Budgetting Center),
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
87
permodalan lokal (Local Financing Center),
Bisnis dan Perdagangan (Business &
Trading Center), inovasi teknologi dan
pelatihan ekonomi kerakyatan (Innovation &
Training Center), jaminan sosial (Social
Safety Center), dan gerakan koperasi
(Cooperative Center).
Ekora Center ini ditopang dan
memiliki keterkaitan formal dengan Sentra
Ekora dan berbagai elemen kelembagaan
usaha bersama (ko-operasi) yang terdapat
di tiap-tiap kelurahan (kecamatan). Sebagai
manifestasi usaha bersama maka
kepemilikan, pengambilan keputusan, dan
tanggung jawab (pengawasan) Ekora
Center dilakukan secara kolektif oleh
Pemkot, Sentra Ekora Kelurahan, dan
berbagai elemen usaha bersama lain
sepertihalnya asosiasi bisnis, serikat
pekerja, koperasi, dengan ketentuan dan
mekanisme yang diatur bersama
Gambar 1.1 Model Sentra Ekonomi Kerakyatan Kota Yogyakarta
Sentra
Ekora Kota
Sentra Ekora
Kecamatan
Sentra
Ekora
Kelurahan
Ekora Center
Budgetting
Trading
Social Cooperativ
Training
Financing
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
88
Ekora Center berfungsi sebagai
simpul pengubung antarsentra ekora
kelurahan, dan antara sentra ekora
kelurahan dan warga Kota Yogyakarta
dengan Pemkot Yogyakarta, BUMD,
konsumen, dan berbagai elemen lainnya.
Ekora Center harus mewadahi supply
produksi ekonomi rakyat (usaha mikro),
peran pedagang tradisional, dan koperasi
Kota Yogyakarta. Keberadaan Ekora Center
adalah untuk menjadi penyedia jasa
layanan (fasilitasi) bagi pengembangan
usaha mereka dan bukannya menggantikan
posisi atau bahkan meminggirkan mereka.
Tabel 1.1 Gambaran Fungsi Dalam Sentra Ekonomi Kerakyatan
Lingkup Sentra Elemen Sentra Fungsi Kelurahan Production House Koordinasi penyediaan alat produksi
(modal, bahan mentah, dsb), pengolahan bahan baku, kemitraan antarprodusen, pemberdayaan koperasi, pelibatan perempuan, dsb
Kelurahan Trading House Koordinasi pembelian alat produksi dan kebutuhan sehari-hari, serta penjualan hasil produksi secara kolektif, outlet pasar bagi aneka produk olahan pertanian, dsb
Kelurahan Training House Koordinasi pelatihan aplikasi teknologi, inovasi kelembagaan (koperasi), perencanaan pembangunan desa, aplikasi ekonomi kerakyatan, keahlian teknis, dsb
Daerah (Ekora Center)
Budgetting Center Pusat pelibatan warga dan parapihak Sentra Ekora (khususnya usaha mikro/koperasi) dalam penyusunan APBD (perencanaan anggaran), dsb
Daerah (Ekora Center)
Local Financing Center
Pusat penyediaan informasi, konsultasi, kemitraan, dan sumber permodalan dari lembaga keuangan lokal bagi usaha mikro/koperasi
Daerah (Ekora Center)
Business & Trading Center
Pusat konsultasi bisnis dan outlet pasar (penjualan) bagi semua produk Sentra Ekora Kelurahan, usaha mikro/koperasi, dan pedagang kecil khas Yogyakarta.
Daerah (Ekora Center)
Innovation & Training Center
Pusat inovasi dan pelatihan aplikasi teknologi pertanian, industri, jasa, perencanaan ekonomi daerah, dan aplikasi ekonomi kerakyatan
Daerah (Ekora Center)
Social Safety Center Pusat informasi, konsultasi, dan penyediaan jasa/ layanan jaminan sosial (pendikan, kesehatan, fakir miskin, anak terlantar, kelompok marjinal, dsb)
Daerah (Ekora Center)
Cooperative Center Pusat kemitraan antarkoperasi, perencanaan bisnis bersama koperasi, pengembangan asosiasi usaha dan jejaring antarsentra ekora dan antarpelaku usaha mikro di Kota Yogyakarta
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
89
Sebagian konsep ini tentu sudah
berkembang di Kota Yogyakarta walaupun
belum sepenuhnya mengarah pada
transformasi struktural dan model usaha
bersama yang mencerminkan kepemilikan,
penentuan, dan tanggung jawab kolektif,
serta bersifat lintas wilayah, lintas sektoral,
dan lintas pelaku. Oleh karenanya,
sinergitas sebagai modal sosial ekonomi
kerakyatan yang diwujudkan dalam
konsepsi Sentra Ekonomi Kerakyatan perlu
dikembangkan melalui langkah-langkah
nyata yang diuraikan di bagian akhir paper
ini.
1.7. Kesimpulan dan Rekomendasi
1.7.1. Kesimpulan
Peningkatan kesejahteraan rakyat
dalam rangka sistem ekonomi kerakyatan
tidak didasarkan pada paradigma lokomotif,
melainkan pada paradigma fondasi. Artinya,
peningkatan kesejahteraan rakyat dalam
rangka sistem ekonomi kerakyatan tidak lagi
bertumpu pada dominasi pemerintah pusat,
pasar ekspor, modal asing, dan perusahaan
konglomerasi, melainkan pada kekuatan
pemerintah daerah, sumberdaya domestik,
partisipasi para pekerja, usaha industri
rakyat, serta pada pengembangan koperasi
sejati, yaitu yang berfungsi sebagai fondasi
penguatan ekonomi rakyat Kota Yogyakarta.
Di tengah-tengah situasi
perekonomian dunia yang dikuasai oleh
kekuatan kapitalisme kasino seperti saat ini,
kekuatan pemerintah daerah, sumberdaya
dan pasar domestik, partisipasi para
pekerja, usaha-usaha industri rakyat, serta
jaringan koperasi sejati, sangat diperlukan
sebagai fondasi tahan gempa keberlanjutan
perekonomian Kota Yogyakarta. Di atas
fondasi ekonomi tahan gempa itulah
selanjutnya sistem ekonomi kerakyatan
yang berkeadilan, partisipatif, dan
berkelanjutan akan diselenggarakan.
Sejalan dengan perspektif ekonomi
kerakyatan tersebut, maka beberapa
agenda demokratisasi modal perlu
dikerjakan sebagai pilar operasional
pengembangan ekonomi kerakyatan di Kota
Yogyakarta, yaitu:
Pertama, demokratisasi modal
intelektual dilakukan dengan mempermurah
biaya pendidikan tinggi, membangun watak
pendidikan tinggi di Yogyakarta sehingga
lebih ideologis, kontekstual, dan
berorientasi pada keberdayaan petani,
buruh, dan sektor ekonomi rakyat marjinal
lainnya. Perlu juga dikembangkan training
house di kampung-kampung, pasar-pasar,
dan komunitas masyarakat lainnya, yang
dikelola secara swadaya-kolektif sebagai
alat pengambilalihan kuasa ilmu
pengetahuan dan teknologi oleh
masyarakat luas.
Kedua, demokrasi modal
institusional dilakukan melalui peningkatan
peran Koperasi dan Serikat Pekerja,
pembentukan dan peningkatan peran
serikat-serikat ekonomi kelompok marjinal
sepertihalnya tukang becak, pemulung,
buruh tani penggarap, pedagang asongan,
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
90
pedagang kecil, dan sebagainya, serta
memperkuat jejaring di antara serikat
ekonomi rakyat tersebut. Secara khusus
penguatan kerjasama keanggotaan,
kemitraan, permodalan, dan penguasaan
IPTEK oleh koperasi dapat dilakukan
melalui pendirian Bursa Kooperasi
Yogyakarta, sebagai institusi alternatif dari
Pasar Modal (Bursa Efek Indonesia). Di
samping itu perlu fasilitasi MoU antara
koperasi tani di desa dengan koperasi
karyawan (serikat buruh) di kota dalam
pembelian produk-produk pertanian.
Ketiga, demokratisasi modal
material dilakukan melalui aplikasi pro-poor
budgeting untuk meningkatkan kinerja
layanan publik dan memperbesar proporsi
APBD untuk perluasan skim jaminan sosial
bagi warga Kota Yogyakarta. Di samping
itu, perlu dukungan permodalan bagi sektor
informal, dan fasilitasi perluasan akses
pasar ekonomi rakyat melalui revitalisasi
pasar tradisional, pembatasan ekspansi
ritel, dan pembuatan minimarket milik
serikat buruh atau koperasi di Yogyakarta di
tempat strategis (pusat kota).
1.7.2. Rekomendasi
Beberapa langkah nyata perlu
dilakukan untuk mewujudkan berbagai
gagasan, konsep, startegi di atas, yang
dalam hal ini melibatkan parapihak ekonomi
kerakyatan daerah sepertihalnya
Pemerintah Kota, DPRD, Pemerintah
Kecamatan/Kelurahan, Koperasi, Asosiasi
Usaha, LSM, media massa, ormas,
perusahaan swasta, serikat pekerja, dan
berbagai elemen lain di Kota Yogyakarta.
Beberapa langkah yang perlu ditempuh
parapihak tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, perencanaan aplikasi dan
pengembangan ekonomi kerakyatan di Kota
Yogyakarta, yang dituangkan dalam
RPJMD atau Rencana Kerja Tahunan,
penyusunan Rencana Strategis
Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Kota
Yogyakarta yang sudah memuat
perencanaan program dan kegiatan yang
dapat dibiayai APBD. Proses perencanaan
dan dokumentasi ini dilakukan pada tahun
pertama.
Kedua, pelaksanaan dilakukan
melalui pembuatan payung hukum (Perda
atau SK Walikota), penganggaran berbagai
program di APBD, dan pembentukan Tim
Adhoc parapihak (semisal Tim
Pengembangan Ekonomi Kerakyatan-
TIPEKA) untuk mempertegas komitmen
pemerintah dan DPRD, serta pelaksanaan
berbagai program yang dapat dimulai pada
akhir tahun kedua, termasuk realisasi
pembangunan Sentra Ekonomi Kerakyatan
(Ekora Center) Kota Yogyakarta.
Ketiga, monitoring dan evaluasi
pelaksanaan pengembangan ekonomi
kerakyatan di Kota Yogyakarta, di mana
proses evaluasi dimulai pada tahun ketiga
dan selanjutnya monev internal setiap akhir
tahun dengan pengukuran Indeks
Demokrasi Ekonomi (IDE) Kota Yogyakarta
setiap 2 tahun sekali.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
91
Partisipasi parapihak sangat
menentukan keberhasilan agenda ini
sejalan dengan hakekat pengembangan
ekonomi kerakyatan untuk meningkatkan
partisipasi dan kontrol warga Kota
Yogyakarta atas jalannya perekonomian
daerah. Tidaklah berlebihan jika
mengidealkan kondisi daerah sepertihalnya
di Emilia Romagna, Italia di mana
duapertiga (60%) warga adalah pegiat
koperasi, 45% PDRB dihasilkan dari
koperasi, 85% jasa sosial didistribusikan
oleh koperasi, dan terdapat pusat
pendidikan (universitas) –University of
Bologna- yang berorietasi pada
keberdayaan ekonomi rakyat dan koperasi.
Keberadaan Sentra Ekonomi
Kerakyatan Kota Yogyakarta, sebagai
pelopor model pengembangan ekonomi
kerakyatan di Indonesia dalam satu area
(bangunan) fisik yang terintegrasi
(terhubung) dengan model serupa di
kelurahan-kelurahan mudah-mudahan akan
menginspirasi daerah lain untuk berbuat
yang serupa.
DAFTAR PUSTAKA
Baswir, Revrisond (1995), Tiada Ekonomi Kerakyatan Tanpa Kedaulatan Rakyat, dalam
Baswir (1997), Agenda Ekonomi Kerakyatan,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta
_______________ (1999a), Dari Ekonomi
Rakyat ke Ekonomi Kerakyatan, HU
Jawa Pos, Surabaya, 25 Januari
_______________ (1999b), Menuju Politik
Pembangunan Kerakyatan, Jurnal
Bisnis dan Ekonomi Politik, Indef,
Jakarta, Vol. 3 Nomor 2
_______________ (2000), Koperasi dan Kekuasaan Dalam Era Orde Baru, HU Kompas, Jakarta, 1 Januari
_______________ (2002), Demokrasi Ekonomi dan Bung Hatta, dalam Sri-Edy Swasono, Bung Hatta Bapak Kedaulatan Rakyat, Yayasan Hatta, Jakarta
_______________ (2011), Manifesto Ekonomi Kerakyatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Dahl, Robert A. (1992), Demokrasi Ekonomi:
Sebuah Pengantar
(diterjemahkanoleh Ahmad Setiawan
Abadi), Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta,
Djojohadikusumo, Sumitro (1996),
Mengungkap 30 Persen Kebocoran
Anggaran, Harian Umum Republika,
Jakarta, 12 Januari
Goerge, Susan (1999), A Short History of Neoliberalism: Twenty Years of Elite
Economics and Emerging Opportunities For Structural Change,
http://www.milleniumround.org Hamid, Edy Suandi. (2005). Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: UII Press. Hamid, Edy Suandi. (2004). Sistem
Ekonomi, Utang Luar Negeri, dan Politik-Ekonomi, Yogyakarta: UII Press.
Hatta, Mohammad (1928), Indonesia
Merdeka, diterbitkan kembali tahun 1976, Bulan Bintang, Jakarta
_______________ (1932), Ke Arah Indonesia Merdeka, diterbitkan kembali dalam bentuk edisi khusus tahun 1994, Dekopin, Jakarta
________________ (1933), Ekonomi Rakyat, dalam Hatta, Kumpulan Karangan Jilid 3,
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
92
Balai Buku Indonesia, Jakarta, 1954 _______________ (1934), Ekonomi Rakyat
Dalam Bahaya, dalam Hatta, Kumpulan Karangan, Jilid 3, Balai Buku Indonesia, Jakarta, 1954
_______________ (1952), Amanat Hari Koperasi Kedua, dalam Hatta, Kumpulan Karangan Jilid 3, Balai Buku Indonesia, Jakarta, 1954
_______________ (1960), Demokrasi Kita, disunting dalam Swasono dan Ridjal (1992), UI Press, Jakarta
_______________ (1980), Berpartisipasi Dalam Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia, Yayasan Idayu, Jakarta
_______________ (1981), Indonesian Patriot (memoirs), disunting oleh CLM Penders, MA, PhD., Gunung Agung, Singapura
Hudiyanto. (2004). Ke luar dari Ayun Pendulum Kapitalisme-Sosialisme.
Yogyakarta: UMY Press. Hudiyanto. (2001). Ekonomi Indonesia:
Sistem dan Kebijakan. Yogyakarta: PPE UMY.
Hudson, Michael (2003), Super Imperialism:
The Origin and Fundamentals of US World Dominance, Pluto Press, London
Kota Yogyakarta, 2012, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Yogyakarta 2012-2016
______________, berbagai tahun, Data
dari Berbagai Dinas yang Relevan, Tidak Diterbitkan
Legge, J.D. (1993), Kaum Intelektual dan
Perjuangan Kemerdekaan: Peranan kelompok Sjahrir, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta
Mrazek, Rudolf (1996), Sjahrir: Politik dan
Pengasingan di Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Noer, Deliar (1991), Mohammad Hatta: Biografi Politik, LP3ES, Jakarta
Mubyarto (1979), Gagasan dan Metode Berpikir Tokoh-tokoh Besar Ekonomi dan Penerapannya Bagi Kemajuan Kemanusiaan (Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam
Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta, 19 Maret 1979)
Mutis, Thoby, 2002, Cakrawala Demokrasi Ekonomi, Tiara Wacana, Yogyakarta
Perkins, John (2004), Confession on An
Economic Hit Man, Berret- Koehler Publishers, Inc., San Fransisco
Poole, Michael, 1987, The Origin of Economic Democracy, Routledge,
London Rachbini, Didik J, 2001, Politik Ekonomi Baru Menuju Demokrasi Ekonomi, Grasindo, Jakarta
Santosa, Awan (2009), Ekonomi
Kerakyatan: Urgensi, Konsep, dan Aplikasi, Sekra-UMBY Press, Yogyakarta
Smith, J.W., 2000, Economic Democracy:
Political Struggle in Twenty-first Centuries, New York, M.E. Sharpe.
Svante, Erricson & Jan-Eric Lane, 2002, Demokratisasi Pertumbuhan, RajaGarfindo, Jakarta
Swasono, Sri Edi, 1987, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, UI Press, Jakarta
Williams, 2002, Bologna and Emilia Romagna: A Model of Economic Democracy, diakses di internet tanggal 12/8/07 jam 09.49 WIB.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
93
Pengaruh EVA (Economic Value Added), ROE (Return On Equity) dan
EPS (Earning Per share) Terhadap Harga Saham
(Studi Kasus :PT Kimia Farma Tbk periode tahun 2001 – 2010)
Subarjo Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta
ABSTRACT
The purpose of this research is reference for company pay more attention the fundamental
factor in assessing the impact on the company’stock price and ultimately be able provide
prospaerity fos stakeholders. Fundamental of factors such as economic value added, return on
equity and earning per share don’t effect to stock prices. It is the investor or broker more
transaction basd on technical analysis. However. It can be seen from the absence of the
influence of fundamental variable partially to changes in stock changes in stock prices in
Indonesian Stock Exchange.
Keywords : economic value added, return on equity, earning per share
I. PENDAHULUAN
Pasar modal merupakan sarana
melakukan investasi, yaitu memungkinkan
para pemodal (investor) untuk melakukan
diversifikasi investasi, membentuk portofolio
sesuai dengan resiko yang bersedia
mereka tanggung dan tingkat keuntungan
yang diharapkan..Laporan keuangan
digunakan perusahaan sebagai salah satu
alat mengukur kinerja perusahaannya.
Selain itu, laporan keuangan dapat
digunakan untuk mengetahui perubahan
dari tahun ke tahun, serta dapat digunakan
juga untuk mengetahui perkembangan
perusahaan. Kemampuan perusahaan
menghasilkan laba dalam kegiatan
operasinya merupakan fokus utama dalam
penilaian kinerja perusahaan karena laba
merupakan indikator kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban
kepada para penyandang dana danjuga
merupakan elemen dalam penciptaan nilai
perusahaan yang menunjukkan prospek
perusahaan di masa yang akan datang,
karena nilai perusahaan merupakan ukuran
keberhasilan dalam pelaksanaan fungsi –
fungsi keuangan. Pencapaian laba
dipengaruhi beberapa faktor, baik internal
maupun eksternal. Agar tujuan dapat
dicapai, maka diusahakan agar sumber
daya dimanfaatkan secara efektif dan
efisien. Salah satu informasi yang penting
bagi pemakai (yang berkaitan dengan
laporan keuangan) yaitu informasi
profitabilitas perusahaan. Profitabilitas suatu
perusahaan bisa diidentifikasikan dengan
besarnya laba yang diperoleh pada suatu
periode tertentu. Para pemakai sering
menggunakan informasi profitabilitas
perusahaan yang berasal dari
laporankeuangan sebagai indikator utama
untuk landasan dalam pengambilan
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
94
keputusan berinvestasi, dan rasio
profitabilitas dapat menunjukkan
keberhasilan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan. Tingkat
profitabilitas diukur dari beberapa aspek,
yaitu berdasarkan ROS (Return On Sales),
EPS (Earning Per Share), ROA (Return On
Asset), maupun ROE (Return On Equity)
Pengukuran yang hanya
menganalisa laporan keuangan memiliki
kelemahan utama yaitu mengabaikan
adanya biaya modal, sehingga sulit untuk
mengetahui apakah suatu perusahaan telah
berhasil menciptakan nilai atau tidak. Untuk
mengatasi kelemahan tersebut telah
dikembangkan konsep baru yaitu EVA
(Economic Value Added ). EVA juga
merupakan ukuran kinerja yang secara
langsung berhubungan dengan kekayaan
pemegang saham dari waktu ke waktu, oleh
karena itu meskipun melibatkan
perhitungan yang tidak sederhana sangat
penting bagi investor untuk memahami
konsep EVA. Biaya modal merupakan
merupakan aspek yang paling khusus dan
penting dalam EVA. Berdasarkan akuntansi
konvensional, banyak perusahaan yang
terlihat menguntungkan padahal
kenyataanya tidak demikian. Analisis EVA
dapat memperkecil resiko manipulasi
laporan keuangan oleh manajemen.
EVA menunjukan jumlah kekayaan
berupa uang yang diciptakan atau di
habiskan oleh perusahaan dalam setiap
periode pelaporan. Dengan kata lain, EVA
merupakan cara pemegang saham
menentukan seberapa besar laba yang
mereka inginkan. Dengan penerapan
konsep EVA manajer keuangan dipaksa
untuk dapat menggabungkan dua prinsip
dasar keuangan dalam perusahaan yaitu
mereka harus memaksimumkan kekayaan
pemegang saham dan sekaligus
meningkatkan nilai perusahaan yang dapat
dilihat dari sejauh mana investor berharap
laba dimasa depan melebihi dari biaya
modal. Menurut definisi, peningkatan EVA
secara terus–menerus akan membawa
peningkatan nilai pasar bagi perusahaan.
Pendekatan ini terbukti efektif pada seluruh
jenis organisasi, dari perusahaan mulai
tumbuh sampai dengan perusahaan yang
berubah haluan. Hal ini karena tingkat EVA
bukanlah yang terpenting, kinerja saat ini
sudah tercermin dalam harga saham, ini
merupakan perbaikan berkelanjutan dari
EVA yang selanjutnya akan memberi
peningkatan kekayaan para pemegang
saham. Keunggulan lain dari EVA adalah
bahwa secara konseptual cukup sederhana
dan mudah dijelaskan pada para manajer
yang tidak memiliki dasar keuangan
sekalipun hanya saja dalam perhitungannya
agak rumit karena harus menghitung
terlebih dahulu beberapa rumus yang belum
tentu tercantum dalam laporan keuangan.
A. Rumusan Masalah
1. Apakah EVA (Economic Value
Added), ROE (Return On Equity),
EPS (Earning Per share)
berpengaruh terhadap harga saham
pada perusahaan Kimia Farma Tbk?
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
95
2. Diantara ketiga variabel independen,
faktor mana yang paling dominan
terhadap harga saham
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh
Economic Value Added, ROE, dan
EPS terhadap harga saham
perusahaan Kimia Farma Tbk Tahun
2001-2010.
2. Untuk mengetahui manakah
diantara Economic Value Added,
ROE, dan EPS yang berpengaruh
paling dominan terhadap harga
saham perusahaan Kimia Farma
Tbk Tahun 2001-2010.
C. Manfaat Penelitian
1. Memberi masukan bagi manajemen
dalam menilai kinerja perusahaan.
2. Menambah wawasan pengetahuan
tentang pengukuran kinerja,
terutama tentang EVA.
3. Memberi kontribusi bagi manajer
dalam menentukan suatu alat
pengukur kinerja perusahaan
4. Untuk memperkenalkan kepada
masyarakat khususnya investor
tentangkonsep pengukuran kinerja
perusahaan dengan metode EVA
II. KERANGKA PENELITIAN
Dari alur kerangka penelitian diatas dapat
menjelaskan bahwa apakah variabel
dependen (Return on Equity, Earning Per
Share dan Economic Value added) dapat
berpengaruh terhadap variabel variabel
independen (Harga Saham)
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan sumber data
Dalam penelitian ini jenis data yang
digunakan adalah Data
Sekunder,dimana merupakan data
yang diperoleh dari dokumen-dokumen
dan berbagai macam literatur yang
diperoleh dari sumber pojok Bursa Efek
Indonesia (Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta).
B. Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah
laporan keuangan dari berdirinya PT
Kimia Farma Tbk sampai saat ini.
Dalam penelitian ini sampel yang
digunakan adalah data yang lengkap
Return on Equity (X1)
Harga Saham ( Y ) Earning Per Share (X2)
Economic Value added (X3)
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
96
selama periode pengamatan 2001-
2010 dengan faktor-faktor yang diteliti
yaitu Economic Value Added (EVA),
Return on Equity (ROE), dan Earning
Per Share (EPS) serta Harga saham.
C. Metode Analisis Data
1. Uji Asumsi Klasik
• Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan
untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel tak
bebasnya ( variabel dependent)
dan variabel bebas (independent)
keduanya memiliki distribusi
normal atau tidak. Untuk
mengetahui sebaran data yang
diperoleh, haruslah dilakukan
ujian normalitas terhadap data
yang bersangkutan. Model
regresi yang baik adalah memiliki
distribusi normal, keadaan data
yang terdistribusi normal
merupakan sebuah syarat yang
harus dipenuhi. Untuk
mendeteksi apakah residualnya
berdistribusi normal atau tidak
dengan membandingkan nilai
Jarque Bera dengan X2 tabel
(rahmanta,2009) yaitu :
a. Jika nilai JB > X2tabel maka
residualnya berdistribusi tidak
normal
b. Jika nilai JB < X2tabel maka
residualnya berdistribusi
normal
• Uji Korelasi
Uji asumsi klasik korelasi
yaitu korelasi yang terjadi
diantara variabel pada suatu
pengamatan dengan pengamatan
lain pada model regresi. Untuk
mendeteksiadanya serial korelasi
dengan membandingkan nilai X2
hitung dengan X2 yaitu :
a. Jika nilai X2 hitung > X2 tabel
maka hipotesis yang
menyatakan bahwa penelitian
bebas dari masalah serial
korelasi ditolak
b. Jika nilai X2 hitung > X2 tabel
maka hipotesis yang
menyatakan bahwa penelitian
bebas dari masalah serial
korelasi ditolak
• Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas
dimaksudkan untuk menguji
apakah model regresi yang
digunakan ditemukan adanya
korelasi antar variabel
bebasnya(rahmanta 2009).
Apabila terjadi korelasi antar
variabel bebas maka terdapat
multikolinieritas pada model
regresi tersebut. ketentuan : Bila
Ra < Rb,Rc,Rd dan Re maka
penelitian initidak ditemukan
adanya multikolinieritas
sedangkan bila Ra > Rb,Rc,Rd
dan Re maka penelitian ini
ditemukan multikolinieritas.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
97
• Uji Heterokesdastisitas
Uji Heteroskedastisitas
ditujukan untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varience dan
residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap,
maka disebut homoskedastisitas
dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Apabila nilai
X2 (nilai r square) > nilai X2 tabel,
dengan derajat kepercayaan
sebesar 5% untuk cross ters
maupun no cross terms maka
dapat disimpulkan bahwa
penelitian diatas tidak lolos uji
heterokesdastisitas dan
sebaliknya.
2. Uji Regresi
• Analisis Regresi Linier
Metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis regresi berganda.
Regresi berganda digunakan untuk
meramalkan pengaruh dua variabel
prediktor atau lebih terhadap satu
variabel kriterium atau untuk
membuktikan ada atau tidaknya
hubungan fungsional antara dua
buah variabel bebas (X) atau lebih
dengan sebuah variabel terikat (Y).
Analisis berganda dalam
penelitian ini digunakan untuk
mengetahui pengaruh EVA
(Economic Value Added), ROA
(Return On Asset), ROE (Return
On Equity), EPS (Earning Per
share) terhadap Harga Saham
pada PT. Merck Indonesia Tbk.
Tahun 1999-2010.
Adapun bentuk persamaan Regresi
Linier Berganda adalah sebagai
berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b3X3
+e
Dimana :
Y = Harga saham
a = Konstanta
X1 = ROE (Return On Equity),
X2 = EPS (Earning Per Share)
X3 = EVA (Economic Value
Added)
b = Koefisien determinasi
variabel independent
e = Error
Untuk mengetahui tingkat kebenaran
selanjutnya maka dilakuakan pengujian t-
test, f-test
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari rekapitulasi data observasi didapat
sebagai berikut :
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
98
Rekapitulasi Data Penelitian
Tahun Harga Saham Return on equity Earning Per Share Economic Value Added
2001 215 18.02 24 649.49
2002 185 5.23 6 987.96
2003 210 7.66 9 314.24
2004 205 9.55 14 614.57
2005 145 6.26 10 355.34
2006 165 5.05 8 1019.63
2007 305 5.75 9 998.99
2008 76 5.84 10 909.82
2009 127 6.28 11 534.05
2010 159 5.76 13 429.2
Sumber : Data perhitungan
A. Analisis Uji Regresi
Analisis regresi linier berganda ini
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh dan variabel bebas (ROE,EPS
dan EVA) terhadap variabel terikat (harga
saham). Sehingga setelah diolah melalui
eviews didapat hasil sebagai berikut :
Dependent Variable:Harga Saham Method: Least Squares Date: 01/14/12 Time: 09:09 Sample: 2001 2010 Included observations: 10
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 256.5634 69.02497 3.716965 0.0099
ROE 21.18717 13.73546 1.542516 0.1739 EPS -14.05849 10.74969 -1.307804 0.2388 EVA -0.136393 0.082729 -1.648669 0.1503
R-squared 0.423675 Mean dependent var 179.2000
Adjusted R-squared 0.135512 S.D. dependent var 61.38186 S.E. of regression 57.07152 Akaike info criterion 11.21566 Sum squared resid 19542.95 Schwarz criterion 11.33670 Log likelihood -52.07831 Hannan-Quinn criter. 11.08289 F-statistic 1.470264 Durbin-Watson stat 2.765751 Prob(F-statistic) 0.314082
Dari olah data diatas didapat
informasi persamaan regresi sebesar
Y = 256.5634+ 21.18717 x1 -
14.05849 x2 - 0.136393 x3 + e.
Standar error sebesar 69.02497,
13.73546, 10.74969 dan 0.082729
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
99
serta n = 10 dan df = 3 (tabel f
sebesar 3.71). Melalui program
Eviews dapat diestimasikan nilai R2 =
0.423675 berarti menandakan bahwa
variasi dari perubahan nilai Harga
saham (Y) mampu dijelaskan secara
serentak oleh variabel-variabel
independen (Return on Equity,
Earning Per Share dan Economiv
Value Added) sebesar 42.36%.
sedangkan sisanya sebesar 57.64%
dijelaskan oleh factor lain yang tidak
masuk dalam penelitian ini.
Selanjutnya semua variabel
independen (Return on Equity,
Earning Per Share dan Economiv
Value Added) perlu diintepretasikan
apakah sesuai dengan kriteria
ekonomi.
Selanjunya pengujian secara
parsial untuk menentukan signifikan
atau tidak signifikan masing-masing
koefisien regresi secara individu
terhadap variabel Harga saham
didapat antara lain :
1. Dari ketiga variabel independen
tersebut, didapat bahwa ketiga
variabel independen (Return on
Equity, Earning Per Share dan
Economiv Value Added) tidak
berpengaruh signifikan terhadap
harga saham. Hal ini ditandai
bahwa t-stat untuk koefisien
regresi masing-masing variabel
independen tampak lebih besar
dibandingkan t-tabel pada level
5% dan degree of freedom
sebesar 10. Untuk variabel ROE
dengan t-stat = 1.542 < t tabel
(0.05, 10)= 2.571. kemudian
variabel EPS dengan t-stat = -
1.307 > t tabel (0.05, 10)= -2.571
serta PBV dengan t-stat = 1.648 >
t tabel (0.05, 10)= - 2.571.
2. Untuk pengujian serentak secara
bersama-sama, ada tidaknya
pengaruh yang signifikan secara
bersama-sama, pengujian ini
melibatkan keempat variabel
(Return on Equity, Earning Per
Share dan Economiv Value
Added) dengan variabel harga
saham. Dari hasil pengujian
secara serentak menggunakan
distribusi F yaitu membandingkan
antara F-Stat dengan F-tabel.
Hasil melalui program Eviews 6
diperoleh nilai F- Stat = 1.470 < F-
tabel (df :3,10) = 3.71. sehingga
dapat disimpulkan bahwa variabel
independen (Return on Equity,
Earning Per Share dan Economiv
Value Added) secara serentak
tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perubahan
variabel return on equity.
Selanjutnya untuk pengujian
kenormalan data menggunakan
uji asumsi klasik.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
100
B. Analisis Asumsi Klasik
1. Uji Korelasi
Uji korelasi merupakan uji yang
mengukur untuk hubungan antar
variabel. Selanjutnya setelah diolah
didapat hasil olahan data sebagai
berikut :
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 2.946547 Prob. F(2,4) 0.1635
Obs*R-squared 5.956776 Prob. Chi-Square(2) 0.0509
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 01/14/12 Time: 09:41 Sample: 2001 2010 Included observations: 10 Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -33.44277 55.52310 -0.602322 0.5794
ROE 6.602990 11.05779 0.597135 0.5826 EPS -5.157304 8.669376 -0.594888 0.5839 EVA 0.073905 0.071276 1.036877 0.3584
RESID(-1) -0.860534 0.397234 -2.166312 0.0962 RESID(-2) -0.787363 0.390859 -2.014440 0.1142
R-squared 0.595678 Mean dependent var -6.39E-15
Adjusted R-squared 0.090275 S.D. dependent var 46.59870 S.E. of regression 44.44562 Akaike info criterion 10.71012 Sum squared resid 7901.653 Schwarz criterion 10.89167 Log likelihood -47.55060 Hannan-Quinn criter. 10.51096 F-statistic 1.178619 Durbin-Watson stat 2.148682 Prob(F-statistic) 0.449321
Untuk mendeteksi adanya serial
korelasi dengan membandingkan
nilai X2 hitung dengan X2 yaitu :
c. Jika nilai X2 hitung > X2 tabel
maka hipotesis yang
menyatakan bahwa penelitian
bebas dari masalah serial
korelasi ditolak
d. Jika nilai X2 hitung < X2 tabel
maka hipotesis yang
menyatakan bahwa penelitian
bebas dari masalah serial
korelasi diterima
Analisis didapat, nilai R square
5.956 dan X2 tabel yang disesuaikan
dengan jumlah lagnya = 2 dan
signifikansi 5% adalah sebesar 6.23.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
101
karena 5.956 < 6.23 maka dapat
disimpulkan model diatas bebas dari
masalah korelasi.
2. Uji Normalitas
Dari hasil data olah metode eviews
6 untuk menguji kenormalan
distribusi data, sehingga didapat uji
normalitas didapat hasil sebagai
berikut :
0
1
2
3
4
-75 -50 -25 0 25 50 75 100
Series: ResidualsSample 2001 2010Observations 10
Mean -6.39e-15Median -6.291571Maximum 96.78122Minimum -55.14425Std. Dev. 46.59870Skewness 0.749076Kurtosis 2.775442
Jarque-Bera 0.956203Probability 0.619959
Untuk mendeteksi apakah
residualnya berdistribusi normal atau
tidak dengan membandingkan nilai
Jarque Bera dengan X2 tabel yaitu :
c. Jika nilai JB > X2tabel maka
residualnya berdistribusi tidak
normal
d. Jika nilai JB < X2tabel maka
residualnya berdistribusi normal
Analisis Hasil Output bahwa nilai JB
sebesar 0.1849. karena 0.956< 6.23
maka dapat disimpulkan bahwa
residual dari penelitian diatas
berdistribusi normal.
3 Uji Linieritas
Uji linieritas adalah keadaan dimana
hubungan antara variabel
dependen(harga saham) dengan
variabel independen bersifat linier
(garis lurus) dalam range variabel
independen tertentu. Dari hasil olah
data eviews didapat data olah sebagai
berikut :
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
102
Ramsey RESET Test: F-statistic 0.615396 Prob. F(1,5) 0.4683
Log likelihood ratio 1.160742 Prob. Chi-Square(1) 0.2813
Test Equation: Dependent Variable: Harga saham Method: Least Squares Date: 01/14/12 Time: 09:59 Sample: 2001 2010 Included observations: 10
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 828.3360 732.3469 1.131070 0.3093
ROE 93.32781 93.05035 1.002982 0.3619 EPS -62.42202 62.64443 -0.996450 0.3648 EVA -0.588022 0.582027 -1.010300 0.3587
FITTED^2 -0.009237 0.011775 -0.784472 0.4683 R-squared 0.486835 Mean dependent var 179.2000
Adjusted R-squared 0.076303 S.D. dependent var 61.38186 S.E. of regression 58.99360 Akaike info criterion 11.29959 Sum squared resid 17401.22 Schwarz criterion 11.45088 Log likelihood -51.49794 Hannan-Quinn criter. 11.13362 F-statistic 1.185863 Durbin-Watson stat 2.425000 Prob(F-statistic) 0.418240
Untuk mendeteksi apakah model
linier atau tidak dengan
membandingkan F-Statistik
dengan F-Tabel yaitu :
a. Jika nilai F-Statistik > F-Tabel
maka hipotesis yang
menyatakan model linier
adalah ditolak.
b. Jika nilai F- Statistik < F
tabel,maka hipotesis yang
menyatakan model linier
adalah diterima
Analisis hasil output bahwa nilai F
statistic sebesar 0.05 kemudian
dibandingkan dengan F tabel
(0.05(3) (10)) sebesar 3.71,
sehingga didapat F-stat : 1.18 < F
tabel : 3.71. berarti nilai F statistic
< Ftabel maka didapatkan model
hubungan berupa linier.
4. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dilakukan
untuk melihat adanya keterkaitan
antara variabel independen, atau
dengan kata lain setiap variabel
independen dijelaskan oleh variabel
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
103
independen lainnya.Tahapan
penguian melalui program eviews
dengan pendekatan korelasi parsial
dengan tahapan sebagai berikut :
Hasil estimasi regresi untuk
persamaan kedua untuk ROE
Dependent Variable: ROE Method: Least Squares Date: 01/14/12 Time: 10:11 Sample: 2001 2010 Included observations: 10
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1.479252 1.815236 -0.814909 0.4420
EPS 0.731813 0.104847 6.979842 0.0002 EVA 0.001201 0.002231 0.538300 0.6071
R-squared 0.874813 Mean dependent var 7.540000
Adjusted R-squared 0.839046 S.D. dependent var 3.914497 S.E. of regression 1.570461 Akaike info criterion 3.983941 Sum squared resid 17.26444 Schwarz criterion 4.074716 Log likelihood -16.91970 Hannan-Quinn criter. 3.884360 F-statistic 24.45825 Durbin-Watson stat 0.635623 Prob(F-statistic) 0.000694
Hasil estimasi regresi untuk persamaan kedua untuk EPS
Dependent Variable: EPS Method: Least Squares Date: 01/14/12 Time: 10:12 Sample: 2001 2010 Included observations: 10
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 3.219683 2.099806 1.533324 0.1691
ROE 1.194797 0.171178 6.979842 0.0002 EVA -0.001470 0.002855 -0.514979 0.6224
R-squared 0.874390 Mean dependent var 11.40000
Adjusted R-squared 0.838502 S.D. dependent var 4.993329 S.E. of regression 2.006663 Akaike info criterion 4.474148 Sum squared resid 28.18686 Schwarz criterion 4.564924 Log likelihood -19.37074 Hannan-Quinn criter. 4.374567 F-statistic 24.36404 Durbin-Watson stat 0.900158 Prob(F-statistic) 0.000702
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
104
Hasil estimasi regresi untuk persamaan kedua untuk EVA
Dependent Variable: EVA Method: Least Squares Date: 01/14/12 Time: 10:13 Sample: 2001 2010 Included observations: 10
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 596.8549 220.3566 2.708586 0.0303
ROE 33.10180 61.49317 0.538300 0.6071 EPS -24.82574 48.20729 -0.514979 0.6224
R-squared 0.839920 Mean dependent var 563.4290
Adjusted R-squared -0.234388 S.D. dependent var 234.6849 S.E. of regression 260.7420 Akaike info criterion 14.20826 Sum squared resid 475904.6 Schwarz criterion 14.29904 Log likelihood -68.04132 Hannan-Quinn criter. 14.10868 F-statistic 0.145531 Durbin-Watson stat 2.787902 Prob(F-statistic) 0.867112
Dari pengolahan data
eviews diatas didapat kan
beberapa persamaan antara
lain :
untuk persamaan 1 nilai r square
adalah sebesar 0.423675
selanjutnya disebut Ra
untuk persamaan 2 nilai r square
adalah sebesar 0.874813
selanjutnya disebut Rb
untuk persamaan 3 nilai r square
adalah sebesar 0.874390
selanjutnya disebut Rc
untuk persamaan 4 nilai r square
adalah sebesar 0.839920
selanjutnya disebut Rd
ketentuan : Bila Ra < Rb,Rc,Rd
dan Re maka penelitian ini tidak
ditemukan adanya multikolinieritas
sedangkan bila Ra > Rb,Rc,Rd dan
Re maka penelitian ini ditemukan
multikolinieritas
dari penjelasan diatas didapat
bahwa (0.423675 ) < (0.874813 ;
0.874390 ; 0.839920 ) sehingga
menunjukkan bahwa Ra < Rb,Rc,
Rd dan Re maka dalam model
penelitian ini tidak ditemukan
adanya multikolinieritas.
5. Uji Heterokesdastisitas
Uji heterokedastisitas dilakukan
untuk melihat apakah ada data yang
menyimpang terlalu jauh (outlayer).
Ada tidaknya heterokedastisitas
dilihat dari nilai signifikansi. Dari
hasil pengolahan eviews didapat
nilai data olah menggunakan uji
glejser sebagai berikut :
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
105
Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic 2.266903 Prob. F(3,6) 0.1810
Obs*R-squared 5.312760 Prob. Chi-Square(3) 0.1503 Scaled explained SS 4.188469 Prob. Chi-Square(3) 0.2418
Test Equation: Dependent Variable: ARESID Method: Least Squares Date: 01/14/12 Time: 10:40 Sample: 2001 2010 Included observations: 10
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 285.8849 149.1863 1.916295 0.1038
SER02 41.66299 29.68697 1.403410 0.2101 SER03 -45.64569 23.23372 -1.964631 0.0971 SER04 0.156201 0.178806 0.873578 0.4159
R-squared 0.531276 Mean dependent var 167.6712
Adjusted R-squared 0.296914 S.D. dependent var 147.1085 S.E. of regression 123.3508 Akaike info criterion 12.75712 Sum squared resid 91292.59 Schwarz criterion 12.87815 Log likelihood -59.78558 Hannan-Quinn criter. 12.62434 F-statistic 2.266903 Durbin-Watson stat 3.010618 Prob(F-statistic) 0.180977
Apabila nilai X2 (nilai r square) >
nilai X2 tabel, dengan derajat
kepercayaan sebesar 5% untuk
uji glejser maka dapat
disimpulkan bahwa penelitian
diatas tidak lolos uji
heterokesdastisitas. Dari
analisis data olah diatas
berdasarkan tabel, bahwa nilai
obs* R square untuk hasil
estimasi uji glejser adalah
sebesar 5.312760 dengan nilai
derajat kepercayaan sebesar
6.23. karena nilai X2 hitung (nilai
Obs*r square) < nilai X2
tabel,untuk cross terms dapat
disimpulkan bahwa metode
penelitian diatas lolos atau
bebas dari masalah
heterokesdastisitas.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari analisis data
dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
a. Variabel Return on Equity,
Earning Per Share dan Economiv
Value Added secara serentak
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
106
tidak berpengaruh terhadap
harga saham pada PT Kimia
Farma di Bursa Efek Jakarta
pada signifikasi 5%. Hal ini
didukung dengan temuan
(Sholikhah dan Rina, 2004) yang
meneliti pengaruh EVA dan
profitabilitas perusahaan
terhadap return perusahaan
rokok yang listing di BEJ dan
hasilnya tidak menemukan
adanya pengaruh antara EVA
dan profitabilitas terhadap return;
b. Hanya variable Return on Equity
yang berpengaruh signifikan
pada taraf 5% dengan koefisien
eviews 21.187 terhadap harga
saham, sedangkan variabel yang
lain tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap harga saham
selama 10 tahun perusahaan PT
Kimia Farma;
c. Tidak signifikannya variabel
Return on Equity, Earning Per
Share dan Economic Value
Added terhadap harga saham
dikarenakan para investor ataupun
broker lebih mendasarkan
transakasinya pada analisis
teknikal. Hal ini dapat dilihat dari
tidak adanya pengaruh variabel-
variabel fundamental secara
parsial terhadap perubahan harga
saham di Bursa Efek Indonesia.
B. Saran
1. Untuk peneliti yang tertarik dengan
tema yang sama bisa
dikembangkan dengan menambah
jumlah data yang diteliti sehingga
hasil yang diperoleh lebih dapat
mencerminkan kondisi sebenarnya
di Bursa Efek Indonesia ;
2. Bagi investor yang melakukan
transaksi di Bursa Efek Indonesia
hendaknya juga menggunakan
dasar analisis fundamental
khususnya mencermati kinerja
perusahaan dalam menentukan
portofolio investasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Agnes, S., 2001, Analisis Kinerja Keuangan
dan Perencanaan Keuangan
Perusahaan. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Aliman., 2000, Modul Ekonometrika
Terapan. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Husnan, Suad., 2003, Dasar-dasar Teori
Portofolio dan Analisis Sekuritas.
Cetakan ketiga, Unit Penerbit dan
Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta.
Halim, Abdul., 2003, Analisis Investasi.
Cetakan pertama, Salemba
Empat,Jakarta.Lehn, Kenneth. And
Mahkija, A.K., 1998, EVA & MVA : as
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
107
Performance Measures and Signals
for Strategic Change. June, Fortune.
Handoko,Wahyu. 2008,Pengaruh
EVA,ROA,ROE dan EPS terhadap
Perubahan Harga Saham perusahaan
kategori LQ 45 di Bursa Efek
Jakarta;Skripsi
Mamduh, M.H., dan Halim, Abdul., 2000,
Analisis Laporan Keuangan. UPP
AMP YKPN, Yogyakarta.
Pojok Bursa Efek UMY, Indonesian Capital
Market Directory (ICMD), PT Kimia
Farma Tbk 1999-2010. Yogyakarta
Riyanto, Bambang., 2000, Dasar-dasar
Pembelanjaan Perusahaan. Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
Rahmanta, 2009, Aplikasi Eviews dalam
Ekonometrika.Modul.Universitas
Sumatera Utara
Rohmah, S.N. dan Trisnawati, R., 2004,
Pengaruh Economic Value Added dan
Profitabilitas Perusahaan Terhadap
Return Pemegang Saham
Perusahaan Rokok: Studi Pada Bursa
Efek Jakarta . Empirika, vol.17 No.1.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Rousana, Mike., 1997, Memanfaatkan EVA
Untuk Menilai Perusahaan di Pasar
Modal. Usahawan, No. 4 Thn XXVI,
April, 1997.
Tandelilin, Eduardus., 2001, Analisis
Investasi dan Manajemen Portofolio.
BPFE, Yogyakarta.
Teuku, Mirza dan Imbuh, S., 1997, Konsep
Economic Value Added: Pendekatan
Menentukan Nilai Riil Perusahaan dan
Kinerja Riil Manajemen. Usahawan,
No. 01 th XXVIII, Januari hal 37-40.
Tunggal, A.W., 2001, Memahami Konsep
(EVA) dan VBM (Value Based
Management). Harvindo, Jakarta.
Utomo, dan Linawati, Lisa., 1999, Economic
Value Added Sebagai Ukuran
Keberhasilan Kinerja Manajemen
Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan
keuangan, Vol. 1(1):28 – 42.
Widarti., 2004, Analisis Economic Value
Added Untuk Mengetahui Kinerja
Keuangan Pada Perusahaan Industri
Rokok Yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. Yogyakarta.
Young, S. David and Stephen F. O Byrne.,
2001, EVA dan Manajemen
Berdasarkan Nilai : Panduan Praktis
untuk Implementasi. Terjemahan Lusy
Widjaja. Cetakan pertama, Salemba
Empat, Jakarta.
Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899
108
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
Naskah yang diterima merupakan
hasil penelitian, naskah ditulis dalam
bahasa Indonesia, diketik dengan computer
program MS. Word, front Arial size 11.
Jarak antar baris 2 spasi maksimal 15
halaman termasuk garfik, gambar dan tabel.
Naskah diserahkan dalam bentuk print-out
dan CD; dibuat dengan jarak tepi cukup
untuk koreksi.
Gambar (gambar garis maupun foto)
dan tabel diberi nomor urut sesuai dengan
letaknya. Masing-masing diberi keterangan
singkat dengan nomor urut dan dituliskan
diluar bidang gambar yang akan dicetak.
Nama ilmiah dicetak miring atau
diberi garis bawah. Rumus persamaan ilmu
pasti, simbol dan lambang semiotik ditulis
dengan jelas. Susunan urutan naskah
ditulis sebagai berikut :
1. Judul dalam bahasa Indonesia.
2. Nama penulis tanpa gelar diikuti
alamat instansi.
3. Abstract dalam bahasa Inggris, tidak
lebih 250 kata.
4. Materi dan Metode.
5. Hasil dan Pembahasan.
6. Kesimpulan.
7. Ucapan terima kasih kalau ada.
8. Daftar pustaka ditulis menggunakan
sistem nama, tahun dan disusun
secara abjad
Beberapa contoh :
Buku :
Mayer, A.M. and A.P. Mayber. 1989. The
Germation of Seeds. Pergamon Press.
270 p.
Artikel dalam buku :
Abdulbaki, A.A. And J.D. Anderson. 1972.
Physiological and Biochemical
Deteration of Seeds. P. 283-309. In.
T.T.Kozlowski (Ed) Seed Biology Vol. 3.
Acad. Press. New York.
Artikel dalam majalah atau jurnal :
Harrison, S.K., C.S. Wiliams, and L.M. Wax.
1985. Interference and Control of Giant
Foxtail (Setaria faberi, Herrm) in
Soybean (Glicine max). Weed Science
33: 203-208.
Prosiding :
Kobayasshi,J. Genetic engineering of
Insect Viruses: Recobinant
baculoviruses. P. 37-39. in: Triharso, S.
Somowiyarjo, K.H. Nitimulyo, and B.
Sarjono (eds.), Biotechnology for
Agricultural Viruses. Mada University
Press. Yogyakarta.
Redaksi berhak menyusun naskah
agar sesuai dengan peraturan pemuatan
naskah atau mengembalikanya untuk
diperbaiki, atau menolak naskah yang
bersangkutan. Naskah yang dimuat
dikenakan biaya percetakan sebesar Rp
100.000,- dan penulis menerima 1 eks hasil
cetakan.