Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.4,. September 2012 ISSN...

114

Transcript of Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.4,. September 2012 ISSN...

Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.4,. September 2012 ISSN : 2087-1899

ii

Jurnal

Sosio Humaniora

PENANGGUNGJAWAB Kepala LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Ketua Umum :

Dr. Ir. Ch Wariyah, MP

Sekretaris : Awan Santosa, SE., M.Sc

Dewan Redaksi :

Dr. Kamsih Astuti, MA Dr. Hermayawati, M.Pd

Penyunting Pelaksana : Tutut Dwi Astuti, SE., M.Si Dra Indra Ratna KW, M.Si

Restu Arini, S,Pd Sumiyarsih, SE., M.Si

Pelaksana Administrasi :

Gandung Sunardi Hartini

Guest Editor :

Prof. Dr. Bimo Walgito

Alamat Redaksi/Sirkulasi : LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Jl. Wates Km 10 Yogyakarta Tlpn (0274) 6498212 Pesawat 133 Fax (0274) 6498213

E-Mail : [email protected]

Jurnal yang memuat ringkasan hasil penelitian ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta, terbit dua kali setiap tahun. Redaksi menerima naskah hasil penelitian, yang belum pernah dipublikasikan baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Naskah harus ditulis sesuai dengan format di Jurnal Sosio Humaniora dan harus diterima oleh redaksi paling lambat dua bulan sebelum terbit.

Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.4,. September 2012 ISSN : 2087-1899

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNya, sehingga Jurnal Sosio

Humaniora Volume 3, No. 4, September 2012 dapat kami terbitkan. Redaksi mengucapkan

terima kasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada para penulis yang telah berbagi

pengetahuan dari hasil penelitian, untuk dipublikasikan dan dibaca oleh pemangku

kepentingan, sehingga memberikan kemanfaatan yang lebih besar bagi perkembangan

IPTEKS.

Pada jurnal Sosio Humaniora edisi September 2012, disajikan beberapa hasil penelitian

di bidang Psikologi, Ekonomi, dan Sistem Informasi, yang implementasinya dapat dilaksanakan

di perusahaan, institusi pendidikan maupun industri kecil. Diharapkan, melalui publikasi ini, hasil

penelitian dapat memberikan manfaat bagi masyarakat terkait, sehingga menghasilkan

outcome positif bagi lembaga utamanya Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

Redaksi menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam penyajian artikel

dalam jurnal yang kami terbitkan. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan, agar

penerbitan mendatang menjadi semakin baik. Atas perhatian dan partisipasi semua pihak

redaksi mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, September 2012 Redaksi

Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.4,. September 2012 ISSN : 2087-1899

iv

DAFTAR ISI Hal

Kata Pengantar iii Daftar Isi iv

PENGARUH KOMITMEN TERHADAP KEPERCAYAAN

STUDY PADA MAHASISWA PADA UNIVERSITAS “X” 1-7

Haryanto Aris, SE.,S.Kom.,MM.,MSi.

ANALISIS PENGARUH RELEVANSI STRATEGIS TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN KINERJA TIDAK BERWUJUD SEBAGAI VARIABEL MEDIASI 8-14 Rochyawati, Fety,SE.,M.Si. PERAN PENGUATAN SISTEM INFORMASI PADA METODE STRATEGI DAN PENDORONG INOVASI PADA KINERJA PERUSAHAAN 15-26 Asep Rokhyadi

MENINGKATKAN KINERJA UMKM INDUSTRI KREATIF MELALUI PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN ORIENTASI PASAR: KAJIAN PADA PERAN SERTA WIRAUSAHA WANITA DI KECAMATAN MOYUDAN, KABUPATEN SLEMAN, PROPINSI DIY 27-39 Gumirlang Wicaksono Audita Nuvriasari

PROFIL PERSEPSI TERHADAP COMPUTER BASED TEST PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA 40-47 Ranni Merli Safitri

HUBUNGAN DUKUNGAN ATASAN DENGAN NILAI POSITIF PEKERJAAN-KELUARGA PADA IBU YANG BEKERJA 48-57 Triana Noor Edwina Dewayani Soeharto EVALUASI KUALITAS TES PSIKOLOGI KEPRIBADIAN I 58-73 Muhammad Wahyu Kuncoro MODEL PENYELENGGARAAN EKONOMI KERAKYATAN DI KOTA YOGYAKARTA BERBASIS INDEKS DEMOKRASI EKONOMI 74-92 Awan Santosa

Jurnal Sosio Humaniora Vol.3 No.4,. September 2012 ISSN : 2087-1899

v

Pengaruh EVA (Economic Value Added), ROE (Return On Equity) dan EPS (Earning Per share) Terhadap Harga Saham (Studi Kasus :PT Kimia Farma Tbk periode tahun 2001 – 2010) 93-107 Drs Subarjo M.Si

PEDOMAN PENULISAN NASKAH 108

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

1

PENGARUH KEPERCAYAAN TERHADAP KOMITMEN

STUDY PADA MAHASISWA PADA UNIVERSITAS “X”

Oleh:

Haryanto Aris

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi AUB Surakarta – Jawa Tengah

Email: [email protected]

Abstract

This study aimed to determine the effect of trust on commitment only between superiors and

subordinates, in this case, between faculty and students. The study was conducted at a

university "X" in Surakarta - Central Java Respondents 100 students. From the research results

using simple regression analysis found that there is a very strong influence of trust and

commitment. The results of this research as well as to test the assumptions of classical as ,

heteroscedasticity and autocorrelation

Key word: Trust, commitment.

PENDAHULUAN

Bagaimana kepercayaan itu muncul,

diperlukan kiat yang baik untuk

mencapainya, dimana dibutuhkan

kapabilitas pemberdayaan karyawan yang

sangat baik dengan konsep strategis antara

personal, tugas, teknologi, proses informasi,

penghargaan dan struktur organisasi, yang

kesemuanya harus sejalan sebelum

organisasi bekerja secara efisie (Sahoo,

2011), Kapabilitas kepercayaan ini akan

mencapai komitmen organisasi jika

penetapan tujuan, keterlibatan karyawan,

penempatan kerja, dilaksanakan dengan

cara yang positif (Ashraf, 2012).

Komitmen yang baik, dimana

pemimpin harus mengakselerasikan

hubungan manajemen dengan rekan /

bawahan, kepemimpinan dan budaya, dan

pemimpin yang baik adalah sebagai

komunikator, inovator, delegator, dan

pelatih (coach) bagi bawahannya (Wynne,

1990). Hal ini mutlak dibutuhkan jika tidak

tentu akan menimbulkan konflik.

Karenanya, sebelum konflik tersebut

mencuat kepermukaan, diperlukan kualitas

pelayanan yang berdampak pada hasil

kepercayaan, diferensiasi dan

hubungannya dengan outcame.

kepercayaan telah menjadi pendorong

diferensiasi. Diferensiasi, pada gilirannya,

mendorong komitmen yang akhirnya

berdampak pada

kepuasan dan word of mouth yang

positif (Chenet, 2010). Disamping itu

diperlukan pengelolaan faktor-faktor yang

menyebabkan "mediator" dalam bentuk

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

2

kepercayaan karyawan dan komitmen

organisasi, dimana penekankan pada

fleksibilitas dan orientasi pelanggan, akan

sangat mempengaruhi komitmen organisasi

dan sementara hubungan kepercayaan

dengan karyawan harus melalui strategi

internal yang sesuai (Iverson,1996). Untuk

memulai itu, cara mengelola kepercayaan,

eksekutif harus mengambil tiga langkah

awal, yaitu mengidentifikasi inti keyakinan,

meminta orang lain apa yang mereka

percaya, keyakinan merek, (Razeghi,2006).

Perihal kepercayaan terhadap komitmen ini

manjadi pemicu munculnya keseimbangan

kualitas, sehingga menarik jika diterapkan

pada dunia pendidikan, dalam ini penyedia

jasa pendidikan bisa dipandang sebagai

sebuah unit oraganisasi yang dalam

manajemen pengelolaan juga bisa

memperhatikan beberapa kajian teori

tentang organisasi. Mahasiswa sebagai

stakeholder utama dalam dunia penyedia

jasa pendidikan harus memandang

mahasiswa sebagai pelanggan yang perlu

untuk diperhatikan untuk mencapai tingkat

kepuasan pelanggan yang tinggi. Berdasar

pada latar belakang tersebut diatas, maka

dipandang perlu menelaah lebih mendalam,

bagaimana pengaruh antara komitmen

terhadap kepercayaan di lingkup pendidikan

tinggi. Sample penelitian ini dilakukan pada

suatu universitas “x” yang cukup ternama di

Surakarta. Dalam penelitian ini peneliti ingin

melihat bagaimana hubungan antara

kepercayaan dan komitmen dalam

lingkungan perguruan tinggi karena

perguruan tinggi sebagai penyedia jasa

pendidikan merpakan sebuah entitas atau

organisasi dan mahasiswa sebagai

stakeholde utama dalam perguruan tinggi

merupkan konsumen utama dalam

perguruan tinggi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian

terapan (applied research). Jumlah variabel

dalam penelitian ini 4 (empat) variabel yakni

Komitmen Pengampu (KP), Kapabilitas

Kepercayaan (KK), Kapabilitas Keadilan

(K), dan Komitmen Mahasiswa (KM). jika

dikalikan 20 maka hasilnya adalah 80

responden, dibulatkan menjadi 100.

Komitmen organisasi diukur dengan

instrumen yang dikembangkan oleh Porter

et al. (1974), sementara kepercayaan

menggunakan model dari Vanhala (2011).

Pengukuran ini menggunakan skala 5 poin

skala likert (Oh,2006).

Uji reliabilitas dapat diukur dengan

koefisien Cronbach’s alpha, Item-Total

Correlation minimal 0,3 dinyatakan reliable

(Nunnally, J. and Bernstein, H.,1994).

Validitas konvergen diindikasikan dengan

nilai dari butir-butir pertanyaan yang

mengukur konsep yang sama akan memiliki

korelasi tinggi yaitu lebih besar dari 0,4

(Hair, et al., 2006).

Pengujian asumsi klasik dengan pertama,

multikolinieritas dilihat dari nilai toleransi

dan Variance Inflation factor (VIF), menurut

Ghozali (2009) dinyatakan bahwa tidak

terdapat multikolinearitas jikalau nilai

toleransi diatas 0,1 atau VIF tidak lebih dari

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

3

10. Kedua, uji heteroskedastisitas,

pengujian ini dengan menggunakan uji

Glejser, guna melihat homogenitas data

crossection tersebut dilakukan dengan

mengabsolutkan nilai residual dan dijadikan

variabel dependent / terikat yang

diregresikan bersama dengan variabel

independent / bebas. Ketiga, autokorelasi,

pengujian ini dengan menggunakan uji

Durbin Watson test, pengujian ini bertujuan

untuk menguji apakah dalam suatu model

regresi ada korelasi antar kesalahan

pengganggu (residual) pada periode t

dengan kesalahan pada periode t-1

(sebelumnya).

Adapaun analisis yang dipakai

adalah Analisis regresi linear tunggal

digunakan karena variabel bebas dan

terikat hanya ada satu (1) dalam penelitian.

Untuk pengolahan data dalam penelitian ini

menggunakan bantuan program SPSS versi

16.

Model penelitian ini:

HASIL PENELITIAN

Pada tahap awal, yaitu reliabilitas,

pengujian reliabilitas dengan Corrected

Item-Total Correlation dan Internal

Consistency (cronbach Alfa) dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1. Initial Factor Analisis Reliabilitas

Variabel Penelitian

Item Penelitian (Corrected Item-Total Correlation)

Internal Consistency

(cronbach Alfa)

KP1 0,740 KP2 0,321* KP3 0,735 KP4 0,781

Komitmen Pengampu (KP)

KP5 0,553*

0,756

KM1 0,507* KM2 0,556* KM3 0,541* KM4 0,563*

Komitmen Mahasiswa

(KM)

KM5 0,469*

0,778

KK1 0,789 KK2 0,766 KK3 0,499* KK4 0,787

Kapabilitas Kepercayaan

(KK)

KK5 0,597*

0,765

KKed1 0,376* KKed2 0,259*

Kapabilitas Keadilan (KKed)

KKed3 0,419* 0,645

Kepercayaa

nn

komitme

n

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

4

Terdapat 12 indikator yang tidak

reliable, sehingga dilakukan perhitungan

kembali dengan tidak melibatkan variabel

yang tidak reliable, dan dihasilkan seperti

pada tabel 2.

Tabel 2. Final Factor Analisis Reliabilitas.

Variabel Penelitian

Item Penelitian (Corrected Item-Total Correlation)

Internal Consistency

(cronbach Alfa)

KP1 0,776 KP3 0,834

Komitmen Pengampu (KP)

KP4 0,806 0,869

KK1 0,758 KK2 0,865

Kapabilitas Kepercayaan

(KK) KK4 0,712 0,842

Sehingga bila disimpulkan item kuisioner

sebagai final factor, komitmen pengampu

(KP) dan komitmen kepercayaan (KK) layak

digunakan sebagai kuisisoner yang sahih.

Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Variabel Penelitian

No Variabel Jumlah Butir Jumlah Butir Koefisien Alfa

Pertanyaan Reliabel Cronbach 1. Komitmen Pengampu (KP) 5 3 0,869 2. Komitmen Mahasiswa (KM) 5 0 3. Kapabilitas Kepercayaan (KK) 5 3 0,842 4. Kapabilitas Keadilan (K) 3 0

Sumber data: Primer, diolah 2012.

Pada pengujian asumsi klasik, semua

indikator pada posisi yang sudah tidak

terindikasikan gejala asumsi klasik. Uji

Heteroskedastisitas, variabel kepercayaan

tidak signifikan yaitu pada 0,315 sehingga

dapat disimpulkan terdapat tidak gejala

heteroskedastisitas. Dan terakhir

autokorelasi, dengan α = 5 % menghasilkan

DW hitung 2,089 dimana, dengan sample

100 dan variabel independen 2 menjadi

Durbin Upper (du) adalah 1,748 dan Durbin

Lower (dl) adalah 1,789. Sehingga nilai DW

hitung sebesar 2,089 berada diantara dl dan

du, sehingga dapat disimpulkan model ini

tidak terdapat gejala autokorelasi.

Berdasarkan pengujian regrsi linear tunggal,

menunjukkan bahwa variabel kepercayaan

berpengaruh positif dan signifikan (β=0,634;

t=7,659; p<0,01) pada komitmen. Bila

diartikan secara harfiah berarti bahwa setiap

satu satuan kepercayaan akan

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

5

meningkatkan komitmen sebesar 0,634

satuan.

Hasil juga memperlihatkan bahwa analisis

regresi, yaitu menunjukkan goodness of fit

yang baik (F= 71,068; p<0,01). Hal tersebut

menunjukkan bahwa model tersebut dapat

menjelaskan fenomena yang diuji dengan

baik. Di samping itu, ditunjukkan juga

bahwa nilai adjusted R2=0,478 berarti

variasi komitmen organisasi dapat

dijelaskan oleh kepercayaan sebesar 47,8

% sedangkan selebihnya oleh variasi

variabel lain di luar model tersebut.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh yang kuat dan positif

antara kepercayaan terhadap komitmen.

Hasil penelitian ini memberikan gambaran

yang jelas dan perlu dilakukan pembahasan

yang mendalam atas komitmen dari para

pengampu matakuliah dimata mahasiswa,

karena amatlah penting, bila ditelaah lebih

mendalam terhadap hasil penelitian ini,

memberikan model sebagai peran

profesional yang akan membawa

mahasiswa pada motivasi positif.

Disamping itu issue dosen yang “kosong”

akan sangat mengganggu motivasi ini,

karenanya issue ini haruslah makin

dikurangi bahkan ditiadakan. Hal ini akan

mengakibatkan komunikasi yang buruk

diantara mahasiswa dan dosen, dimana

komunikasi sangat dipengaruhi oleh gaya

individu seorang dosen (Richard

B,R.,1999), karena sangat dipengaruhi

inilah seorang dosen harus memiliki

komunikasi yang baik dan efektif.

Kebanggan juga menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dimana dosen yang memiliki

kemampuan dan prestasi diluar kampus,

sangat dibanggakan para mahasiswa.

Sementara itu dari penelitian ini pula

menggambarkan bahwa, komitmen antar

mahasiswa itu sendiri tidaklah menjadi

acuan utama, hal ini berarti bisa saja

mahasiswa tingkat kooperatifnya kurang

alias cenderung individualistis, terkecuali

ada tugas dari dosen.

Tingkat kepercayaan mahasiswa Univeritas

“X” khususnya, menaruh kepercayaan yang

sangat tinggi pada aktifitas,

keberlangsungan Proses Belajar Mengajar

(PBM), manajemen dan personalia,

kehandalan teknis serta keunggulan

bersaing Univeritas “X”.

Akan tetapi, beberapa hal yang perlu

dicermati tentang persepsi kepercayaan

dikalangan mahasiswa ini adalah, cukup

banyak sumber daya (dosen) yang belum

mampu mempraktekkan keilmuannya,

padahal pengalaman staf pengajar akan

meningkatkan motivasi mahasiswa dalam

PBM (Rowley, 1996). Belum pula civitas

akademika menjalankan sepenuhnya

kegiatan yang normative di kampus, serta

belum adanya komunikasi yang intensif

diantara civitas akademika Univeritas “X”.

Hal ini perlu dicermati mengingat bahwa

tata pamong (good governance) dan dosen

perlu memberikan perhatian pada

penghargaan dalam hal kinerja individu

mahasiswa, membangun hubungan yang

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

6

jelas antara usaha, kinerja dan

penghargaan, dan yang penting adalah

menetapkan prosedur untuk mengevaluasi

tingkat kinerja individu mahasiswa (L.J.

Mullins, 1985). Padahal menurut penelitian

oleh Min,S., et al (2012), terdapat empat

jenis motivasi mahasiswa untuk kuliah yakni

akademik dan pendidikan, pandangan

kedepan dan karir, kesenangan dan

pengalaman, dan yang terakhir kerja.

Keempat motivasi ini menjadi penting

tatkala mahasiswa menjadikannya proses

dan tujuan dari sebuah perkuliahan.

KESIMPULAN

Terdapat pengaruh yang kuat dan positif

antara kepercayaan terhadap komitmen.

Komitmen dari para pengampu matakuliah

dimata mahasiswa amatlah penting, dimana

dalam memberikan model sebagai peran

profesional yang akan membawa

mahasiswa pada motivasi positif.

Sementara, kepercayaan akan memberikan

pengaruh yang besar terhadap komitmen.

Karenanya, Tingkat kepercayaan

mahasiswa Univeritas “X” khususnya,

menaruh kepercayaan yang sangat tinggi

pada aktifitas, keberlangsungan Proses

Belajar Mengajar (PBM), manajemen dan

personalia, kehandalan teknis serta

keunggulan bersaing Univeritas “X”.

Akan tetapi, beberapa hal yang perlu

dicermati tentang persepsi kepercayaan

dikalangan mahasiswa ini adalah, cukup

banyak sumber daya (dosen) yang belum

mampu mempraktekkan keilmuannya,

padahal pengalaman staf pengajar akan

meningkatkan motivasi mahasiswa dalam

PBM (Rowley, 1996).

DAFTAR PUSTAKA

Ashraf,Z., Abuzar,M.J., Muhammad,T.S.,

and Muhammad,A.K., (2012),

Increasing Employee

Organizational Commitment by

Correlating Goal Setting, Employee

Engagement and Optimism at

Workplace, European Journal of

Business and Management, Vol 4,

No.2

Chenet,P., Tracey,S.,D., and Don O’S.,

(2010), Service quality, trust,

commitment and service

differentiation in business

relationships, Journal of Services

Marketing, Vol.24 Iss.5,pp. 336–

346.

Ghozali, I., (2009). “Ekonometrika, teori,

konsep and aplikasi dengan SPSS

17“, Program Doktor Ilmu Ekonomi

Universitas Diponegoro, Badan

Penerbit Universitas Diponegoro,

Semarang.

Hair, J. F. Jr., W. C. Black, B. J. Babin, R. E.

Anderson and R. L. Tatham,

(2006), Multivariate Data Analysis,

Ed.6, New Jersey: Prentice Hall,

Pearson Education, Inc.

Iverson,R.,D., Colin S. McL., and Peter J.E.,

(1996) "The role of employee

commitment and trust in service

relationships", Marketing

Intelligence & Planning, Vol. 14 Iss:

3, pp.36 – 44.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

7

L.J. Mullins, (1985) "The Process of

Motivation", Industrial Management

& Data Systems, Vol. 85 No. 3/4,

pp.5 - 8.

Min,S., Chey,C.K., Boon,L.T., (2012),

“Motives, Expectations,

Perceptions and Satisfaction of

International Students Pursuing

Private Higher Education in

Singapore”, International Journal of

Marketing Studies; Vol. 4, No. 6,

pp. 122-138.

Nunnally, J. C., & Bernstein, I. H. (1994).

“Psychometric theory“ (3rd ed.).

New York, NY: McGraw-Hill.

Oh, D. (2006), “Complaining intentions and

their relationships to complaining

behavior of academic library users

in South Korea”, Library

Management, Vol. 27 No. 3, pp.

168-89.

Porter, L. W., Mowday, R. T., and Steers, R.

M., (1979). The Measurement Of

Organizational Commitment,

Journal Of Vocational Behavior,

Vol. 14, Pp.224-247.

Razeghi, A., (2006) "Leading through belief:

managing the power of hope",

Strategy & Leadership, Vol. 34 Iss:

5, pp.49 – 51

Rowley,J., (1996), "Motivation and

academic staff in higher education",

Quality Assurance in Education,

Vol. 4 No. 3 pp. 11 – 16.

Sahoo,C.K., and Sitaram D., (2011),

Employee Empowerment A

Strategy towards Workplace

Commitment, European Journal of

Business and Management, Vol 3,

No 11.

Vanhala,M., Puumalainen,K., Blomqvist,K.,

(2011), Impersonal trust The

development of the construct and

the scale, Personnel Review, Vol.

40 No. 4, pp. 485-513.

Wynne, B., (1990), Leadership and

Excellence, Management Decision,

Vol. 28 Iss: 1.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

8

ANALISIS PENGARUH RELEVANSI STRATEGIS TERHADAP KINERJA KEUANGAN

DENGAN KINERJA TIDAK BERWUJUD SEBAGAI VARIABEL MEDIASI

Rochyawati, Fety,SE.,M.Si.

Akademi Bank YAPIS Merauke Papua

Email: [email protected]

Abstract

Conducted a research study to determine how strategic relevance can be affect the financial performance with the performance of intangible performance mediation. This study was also carried out in the sector of Small and Medium Enterprises (SMEs) in Merauke - Papua, using Structural Equation Modeling (SEM). The results obtained indicate that the strategic relevance affects financial performance, and the performance of intangible mediate the effect of strategic relevance to financial performance.

Key word: relevance of strategic, intangible performance, financial performance.

PENDAHULUAN

Usaha kecil menengah dalam

perkembangannya masih menghadapi

berbagai persoalan yang perlu mendapat

perhatian dari berbagai pihak antara lain

(Speakman, 1998): (a). Rendahnya

produktivitas, sumber daya manusia dan

manajemen yang belum profesional, kurang

tanggap terhadap perubahan teknologi dan

kurangnya permodalan, (b). Akses pasar

yang belum memadai, termasuk di

dalamnya jaringan distribusi yang berfungsi

sebagai jalur pemasaran belum berjalan

efisien, (c). Belum adanya tanda-tanda

membaiknya perekonomian nasional, (d).

Tantangan dari perkembangan

perdagangan bebas baik dalam rangka

kerjasama AFTA, APEC, dan GATT/ WTO

yang akan membawa dampak pada

peningkatan persaingan usaha.

Berbagai persoalan di atas dapat diatasi

apabila para pengusaha kecil dan

menengah mampu mengembangkan

usahanya secara kreatif dan inovatif dengan

selalu berorientasi pada pasar, peningkatan

kualitas, produktivitas dan daya saing

dengan memanfaatkan sumber daya yang

ada dan selalu mengikuti perkembangan

informasi dan teknologi. Oleh karena itu

perlu kebijakan pembinaan dan

pengembangan usaha kecil dan menengah

yang dapat mendorong ke arah yang lebih

maju dan mandiri serta mampu

meningkatkan perannya dalam

perekonomian nasional (Srivasta, 2001).

Anderson (1990), melalui penelitianya

menerangkan tentang hubungan antara

perkembangan usaha kecil dan menengah

dengan laju pertumbuhan atau tingkat

pengembangan ekonomi suatu wilayah

yang kemudian dikenal dengan sebutan

”stage theory”. Menurut Anderson (1990)

teori tersebut menjelaskan bahwa: (a).

Negara yang tingkat ekonominya masih

terbelakang, tingkat pendapatan riil per

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

9

kapita rendah pada industri rumah tangga

tersebut sangat dominan (berdasar tingkat

penyerapan tenaga kerja), (b). Pada negara

yang sudah maju tingkat pembangunan

ekonominya, tingkat pendapatan riil per

kapita tinggi pada industri kecil dan

terutama industri skala menengah besar

lebih dominan.

Organisasi yang baik adalah yang

memiliki tujuan jelas berdasarkan visi dan

misi yang disepakati pendirinya. Untuk

mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan

cara untuk mencapainya yang lazim disebut

sebagai strategi. Selanjutnya disusun

rencana (plan), kebijakan (policies) hingga

pencapaian dan program aksi. Faktor

lingkungan berperan penting bagi

perusahaan terutama dalam pemilihan arah

dan formulasi strategi perusahaan. Adanya

perubahan dalam lingkungan baik internal

ataupun eksternal menuntut kapabilitas

perusahaan untuk dapat beradaptasi

dengan perubahan tersebut agar

kelangsungan hidup (survival) perusahaan

tetap bertahan. Sementara itu perencanaan

merupakan suatu alat untuk melakukan

adaptasi dan juga merupakan faktor

penentu bagi kinerja perusahaan sehingga

diharapkan menciptakan keunggulan

bersaing.

Dalam era pengetahuan saat ini,

kemampuan suatu produk dan perusahaan

untuk bisa bertahan atau tidak dalam

persaingan sangat tergantung pada

kapasitas untuk mengelola asset intangible,

pengetahuan, dan kapabilitas inovasi

secara efektif dan efisien menjadi nilai

penting bagi pengendali aktivitas

perusahaan. Perkembangan pengetahuan

mengindikasikan adanya suatu variabel

baru yang diperkenalkan ketika

mengembangkan dan menganalisa rantai

nilai dan strategi perusahaan. Perubahan

orientasi strategi dalam aset pengetahuan

memerlukan pemahaman bahwa

penciptaan keunggulan kompetitif

perusahaan sangat tergantung pada

kemampuan perusahaan untuk

menciptakan, menggunakan, mentransfer,

dan memanfaatkan aset-aset intangible

yang bersifat langka, tidak dapat

diperdagangkan dan sangat sulit untuk

ditiru. Melalui penilaian modal intelektual,

perusahaan dapat mengelola dan

mengembangkan aset yang dimiliki

sehingga bermanfaat bagi upaya

pencapaian keunggulan kompetitif

berkelanjutan. Dalam hal ini jaringan bisnis

dianggap sebagai alat untuk membangun

keunggulan kompetitif dalam sebuah

perusahaan, menurut aspek yang berbasis

sumber daya, jaringan tidak hanya secara

khusus mendukung generasi pengetahuan

tetapi juga pengetahuan hubungan yang

didistribusikan kepada mitra bisnis.

Sebaliknya, pada aspek yang berbasis

pemasaran menekankan bahwa konsumen

menghendaki pelayanan yang memuaskan

serta dilayani oleh organisasi yang lebih

fleksibel dan terdistribusi. Namun dalam hal

ini faktor kinerja tidak berwujud seperti

pengetahuan, hubungan pelanggan,

inovasi, dan lain-lain memainkan peran

utama dalam keberhasilan suatu jaringan

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

10

(Das et al., 2003). Inilah relevansi strategis

yang dapat meningkatkan kinerja

perusahaan. Tentu saja faktor mediasi

makin menjelaskan keterikatan diantara

kedua faktor tersebut.

METODE PENELITIAN

Adapun metode yang dipergunakan

dalam penelitian ini adalah dengan metode

Structural Equation Modelling (SEM)

dengan software AMOS 16, dimana kinerja

tidak berwujud (intangible good’s) sebagai

variabel mediasi, variabel dependent adalah

relevansi strategis dan variabel independen

adalah kinerja perusahaan. Ketiga variabel

tersebut diadopsi dari Moeller,K. (2009).

Dalam penelitian ini terdapat 2 model, yaitu

(1) pengaruh relevansi strategis pada

kinerja perusahaan, dan (2). Relevansi

strategis dan kinerja tidak berwujud pada

kinerja perusahaan. Adapun model

penelitian ini:

(1)

Relevansi Strategis Kinerja Tidak Berwujud Kinerja Perusahaan

(2) (2)

Studi ini dilakukan pada 10 sektor Usaha

Kecil dan Menengah (UKM) yang ada di

Kabupaten Merauke-Papua. Dengan skala

likert 5 poin, dimana 1 mengarah pada tidak

baik dan 5 mengarah pada sangat baik.

Pengukuran Model fit dilakukan dengan

menggunakan beberapa indicator sebagai

berikut (Smith, Cunningham and Coote,

2006):

1) Chy Square (χ2) pada ∂ = 0,05 atau 5 %

2) Goodness of Fit (GFI) = 95 % (0,90 –

0,95 = Fit)

3) Standardised Root Mean-square

Residual (SRMR) = < 0,05

4) Root Mean-Square Error of

Approximation (RMSEA) = < 0,05 (0,05 –

0,08=Fit)

5) Comparative Fit Index (CFI) = 95 % (0,90

– 0,95 = Fit)

6) Tucker Lewis Index (TLI) = TLI > 0.95

(0.90 – 0.95 = Fit)

7) Bollen-Stine p-value p > 0.05

Namun sebelum dilakukan metode SEM,

terlebih dahulu mengukur presisi data

dengan uji reliabilitas dan validitas data.

PEMBAHASAN

Pembahasan dilakukan dengan lebih

dahulu mengeksplorasi pengujian reliebilitas

dan validitas, dimana hasil yang diperoleh

dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

11

Tabel 1. Uji Reliabilitas

Variabel Item Pertanyaan Cronbch Alfa Keterangan

Relevansi Strategis (RS) RS1 0,858 Reliabel RS2 0,838 Reliabel RS3 0,845 Reliabel Kinerja Tidak Berwujud KTB1 0,823 Reliabel (KTB) KTB2 0,821 Reliabel KTB3 0,823 Reliabel KTB4 0,816 Reliabel KTB5 0,820 Reliabel KTB6 0,822 Reliabel KTB7 0,829 Reliabel Kinerja Keuangan (KK) KK1 0,832 Reliabel KK2 0,826 Reliabel KK3 0,819 Reliabel

Pada penelitian ini hasil uji

reliabilitas pada semua pertanyaan adalah

reliabel, karena nilai skor dalam Cronbach's

Alpha if Item Deleted dalam pengujian

reabilitas lebih besar dari 0,7 pada semua

item pertanyaan dalam kuesioner.

Tabel 2. Uji Validitas

Variabel Item Pertanyaan Corrected item Keterangan Total Correlation

Relevansi Strategis (RS) RS1 -0,154 Tidak Valid RS2 0,456 Valid RS3 0,555 Valid Kinerja Tidak Berwujud KTB1 0,235 Valid (KTB) KTB2 0,197 Valid KTB3 0,365 Valid KTB4 0,654 Valid KTB5 0,666 Valid KTB6 0,542 Valid KTB7 0,589 Valid Kinerja Keuangan (KK) KK1 0,774 Valid KK2 0,729 Valid KK3 0,620 Valid

dengan membandingkan Table Nilai r

Product Moment yaitu pada jumlah

responden 10 dengan tarap signifikan 5%

sehingga terletak pada nilai 0,193.

Sedangkan dalam table 2 terdapat 1 item

pertanyaan yang tidak valid karena nilai

skornya lebih kecil dari 0,193 yaitu pada

item RS1 dengan pertanyaan jika kontrak

kerja akan berakhir apakah aka ada

kesulitan dalam pembagian hasil usaha/

keuntungan. 1 item pertanyaan ini tidak

valid karena objek penelitian berupa UKM

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

12

milik pribadi sehingga tidak ada proses

pembagiaan hasil usaha/ keuntungan pada

pihak lain.

Analisis model fit

1) Chy Square (χ2) pada ∂ = 0,05 atau 5 %

2) Goodness of Fit (GFI) = 95 % (0,90 –

0,95 = Fit). Penelitian ini 0,956

3) Standardised Root Mean-square

Residual (SRMR) = < 0,05

4) Root Mean-Square Error of

Approximation (RMSEA) = < 0,05 (0,05 –

0,08=Fit). Dalam penelitian ini 0,000

5) Comparative Fit Index (CFI) = 95 % (0,90

– 0,95 = Fit). Penelitian ini 0,996

6) Tucker Lewis Index (TLI) = TLI > 0.95

(0.90 – 0.95 = Fit). Penelitian ini 1,139

7) Bollen-Stine p-value p > 0.05. Penelitian

ini 5,99

Bardasarkan analisis model fit

menunjukkan bahwa model dalam

penelitian ini adalah fit karena nilai CFI dan

TLI lebih dari angka yang direkomendasikan

≥0,95, yaitu 0,996 pada CFI dan 1,139 pada

TLI. Nilai RMSEA unutk memperbaiki

kecenderungan statistik Chi Square yang

menolak model dngan jumlah sampel yang

besar, dengan nilai yang direkomendasikan

adalah 0,05 – 0,08 untuk ukuran yang

diterima. Sedangkan pada tabel RMSEA

menunjukkan angka 0,000 sehingga dapat

dikatakan model pada penelitian ini sanagt

baik karena hasilnya kurang dari 0,08.

Begitu pula dengan uji chy square, GFI dan

Bollen stine menunjukkan model telah fit.

Analisis SEM secara visual dapat

diperoleh gambaran dibawah:

Gambar 1. Analisis SEM

(0,534;0,042)

Relevansi Strategis Kinerja Tidak Berwujud Kinerja Perusahaan

(0,222;0,044) (5,999;0,001)

Dapat ditarik benang merah bahwa

pada model 1 ditunjukkan bahwa pengaruh

antara relevansi strategis dengan kinerja

perusahaan berpengaruh kuat dengan alfa

5% dengan koefisien 0,534. Sementara itu

dengan model 2 dengan kinerja tidak

berwujud sebagai variabel mediasi

menghasilkan pengaruh yang lebih kuat

pada kinerja tidak berwujud terhadap

kinerja perusahaan, dimana dengan alfa 1

% dan koefisien 5,999. Model ini juga bisa

dilihat bahwa relevansi strategis

berpengaruh terhadap kinerja tidak

berwujud dengan alfa 5 % dan koefisien

0,222.

Semakin besar Relevansi Strategis

(RS) perusahaan kepada mitra, maka

semakin tinggi Kinerja Tidak Berwujud

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

13

(KTB) perusahaan diterima, hal ini

dikarenakan strategi mitra kerja yang terikat

kuat dengan perusahaan, perkembangan

usaha yang baik, pembagian laba yang adil,

serta kontrak kerja dengan mitra kerja yang

dijalankan dengan baik, akan

mempengaruhi Kinerja Tidak Berwujud

(KTB) perusahaan, hal ini dikarenakan

hubungan kerja dapat mempengaruhi

tingkat komitmen karyawan terhadap

perusahaan. Karyawan yang berkomitmen

maka akan memberikan hasil kinerja yang

tinggi, berupa memberikan ide-ide atau

gagasan kreatif untuk kemajuan

perusahaan. semakin tinggi Kinerja Tidak

Berwujud (KTB) perusahaan, maka

semakin tinggi Kinerja Keuangan (KK)

perusahaan diterima, hal ini dikarenakan

semakin tinggi tingkat kecerdasan

seseorang, tingkat pengetahuan yang tinggi

dan SDM yang berkualitas, akan

menghasilkan keunggulan kompetitif bagi

perusahaan karena SDM yang berkualitas

dapat memberikan ide-ide kreatif, inovasi-

inovasi baru seperti: produk, layanan,

proses, yang bisa menjadikan perusahaan

lebih maju dan berkembang, selain itu

perbaikan sistem pelayanan pembelian,

sistem manajemen, perbaikan tingkat

volume penjualan dan lokasi usaha juga

berpengaruh signifikan terhadap tingkat

profitabilitas perusahaan, sehingga hal ini

akan berdampak pada semakin tingginya

Kinerja Keuangan (KK) perusahaan.

KESIMPULAN

Semakin besar Relevansi Strategis

(RS) perusahaan kepada mitra, maka

semakin tinggi Kinerja Tidak Berwujud

(KTB) perusahaan diterima, hal ini

dikarenakan strategi mitra kerja yang terikat

kuat dengan perusahaan, perkembangan

usaha yang baik, pembagian laba yang adil,

serta kontrak kerja dengan mitra kerja yang

dijalankan dengan baik. Karyawan yang

berkomitmen maka akan memberikan hasil

kinerja yang tinggi, berupa memberikan ide-

ide atau gagasan kreatif untuk kemajuan

perusahaan. semakin tinggi Kinerja Tidak

Berwujud (KTB) perusahaan, maka semakin

tinggi Kinerja Keuangan (KK) perusahaan

yang diterima, hal ini dikarenakan semakin

tinggi tingkat kecerdasan seseorang, tingkat

pengetahuan yang tinggi dan SDM yang

berkualitas, akan menghasilkan keunggulan

kompetitif bagi perusahaan karena SDM

yang berkualitas dapat memberikan ide-ide

kreatif, inovasi- inovasi baru seperti produk,

layanan, proses, yang bisa menjadikan

perusahaan lebih maju dan berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J.C. and Narus, J.A. (1990), “A

model of distributor firm and

manufacturer working

partnerships”, Journal of

Marketing, Vol. 54 No. 1, pp. 42-

58.

Das, S., Sen, P.K. and Sengupta, S. (2003),

“Strategic alliances: a valuable

way to manage intellectual

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

14

capital?”, Journal of Intellectual

Capital, Vol. 4 No. 1, pp. 10-19.

Moeller, K., (2009), Intangible and financial

performance: causes and

effects, Journal of Intellectual

Capital, Vol. 10 No. 2, pp. 224-

245.

Smith, Cunningham and Coote, (2006),

Structural Equation Modelling,

AUS Press University.

Spekman, R.E., Forbes, T.M. III, Isabella,

L.A. and MacAvoy, T.C. (1998),

“Alliance management: a view

to the past and look to the

future”, Journal of Management

Studies, Vol. 35 No. 3, pp. 747-

72.

Srivastava, R.K., Fahey, L. and

Christensen, H.K. (2001), “The

resource based view and

marketing: the role of market-

based assets in gaining

competitive advantage”, Journal

of Management, Vol. 27 No. 6,

pp. 777-802.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

15

PERAN PENGUATAN SISTEM INFORMASI PADA METODE STRATEGI DAN PENDORONG

INOVASI PADA KINERJA PERUSAHAAN

Asep Rokhyadi

Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

email : asep.rokhyadi @gmail.com

Abstract

This study was conducted to determine how the information system can strengthen the innovation strategy method and driving of the innovation in the firm performance. The method of research conducted with the involvement of the respondent companies large and medium processing manufacture in Yogyakarta province, the number of respondents 138 companies. With multiple regression analysis and regression analysis moderation done, but first the normality test, the validity and reliability as well as the classical assumptions. The results yield information that there is influence between innovation strategies method and driving of innovation to firm performance. Similarly, of the information systems strengthening innovation strategy and driving innovation to firm performance. Key words: strategy, innovation strategy, information systems, strategy methods, driving

innovation.

PENDAHULUAN

Permintaan produk dan jasa

menjadikan strategi inovasi berada pada

tantangan baru dalam organisasi.

Organisasi harusdiperkaya dengan

pengetahuan eksternal yang up date, yang

diperoleh baik dari karyawan atau top

manajemen yang terkait tujuan organisasi

dengan kolaborasi diantara mereka

(Broring, S. dan P.Herzog, 2008). Salah

satu cara untuk memperoleh pengetahuan

dengan efisien adalah melibatkan

pelanggan dalam proses pengembangan

strategi inovasi. Memanfaatkan kreativitas

pelanggan dan kemampuan strategi inovasi

memiliki banyak potensi untuk

pengembangan produk baru (Hippel, V.E.,

2005). Hal senada seperti yang

dikemukakan Heiskanen.E., et al. (2007)

bahwa pendekatan yang terbuka diperlukan

untuk pengujian konsep strategi inovasi

dengan tujuan untuk mendorong pengguna

mengevaluasi konsep yang lebih kritis,

dengan melibatkan lebih banyak pelanggan

ke proses yang mungkin juga hambatan

untuk mengadopsi strategi inovasi baru.

Namun, secara individu, pelanggan

mungkin tidak mampu menciptakan yang

terbaik, pandangan mereka tentang produk

terbatas pada perspektif tertentu. Penelitian

terdahulu telah menunjukkan bahwa

pemikiran kolektif adalah penting agar dapat

memaksimalkan efisiensi inovasi individu

(Thrift.N.,2006). Inovasi individu dalam

organisasi lambat laun akan menciptakan

inovasi dalam skala organisasi atau industri,

karena akan menjadi proses pembelajaran

organisasi (Srivastava, P dan Frankwick,

GL, 2011). Penelitian Jafari, M.,et al., (2011)

menyatakan bahwa penerapan

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

16

pengetahuan akan menciptakan kehilangan

pengetahuan (knowledge) setelah

penerapannya ke dalam model dalam satu

tahun sebesar 88 pct(%), hal ini mutlak

dibutuhkan proses pembelajaran yang terus

menerus. Apabila hal ini menjadi budaya

organisasi maka akan menjadi penentu

strategi inovasi bagi perusahaan (Julia

C.N., et al, 2011). Dalam penelitian lain juga

dikuatkan bahwa dengan kecepatan

(speed) sangat berpengaruh terhadap

proses inovasi perusahaan (Banu, A.,G.,

dan Grant,M., 2011).

Hasil peneltian terdahulu

menunjukkan beragamnya hasil penelitian

seperti simpulan beberapa peneliti dimana

tidak ada pengaruh antara strategi inovasi

dengan kinerja perusahaan (Xiaosong,

D.P.,et al.,2011 ; Zhang,M.J., 2011; Craig.J.

dan Clay,D., 2006). Hasil penelitian lain juga

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

yang lemah antara strategi inovasi dengan

kinerja perusahaan (Daniel.I.P, et al. 2004),

peneliti Murat, I.A., dan B. Baki (2011);

Varis, M. dan Littunen, H (2010); Tung, J.,

(2012) menunjukkan hasil bahwa terdapat

pengaruh yang positif antara strategi inovasi

dengan kinerja perusahaan dan yang

terakhir Theyel, G., (2000); Joaquı´n A., et

al. (2006) menunjukkan pengaruh yang kuat

antara strategi inovasi dengan kinerja

perusahaan.Selengkapnya perbedaan

tersebut diuraikan secara singkat pada tabel

1 dibawah ini.

Tabel 1. Berbagai Simpulan Para Peneliti Tentang Strategi Inovasi Pada Kinerja Perusahaan

Kesimpulan Peneliti Tidak Ada Pengaruh Xiaosong, D.P., et al., (2011); Zhang,M.J.

(2011); Craig,J., dan D.Clay, (2006) Berpengaruh Lemah Daniel.I.P., et al. (2004); Berpengaruh positif

Murat, I.A., dan B. Baki (2011); Varis, M. dan Littunen, H (2010); Tung, J.,(2012)

Berpengaruh Kuat Theyel, G., (2000); Joaquı´n.A.,et al. (2006);

Berdasarkan beberapa simpulan

dari para peneliti pada tabel 1 menunjukkan

masih adanya kesenjangan penelitian (gap

research) yaitu, penelitian tentang strategi

inovasi dan kinerja perusahaan masih

dalam posisi yang belum simpul.Hal ini

menunjukkan bahwa berbagai hasil

penelitian ini masih memiliki banyak

peluang untuk diteliti lebih lanjut dan

kemungkinan belum banyak digunakannya

variabel pendukung ataupun variabel

kontingensi dalam menyelesaikan penelitian

ini dengan tujuan meningkatkan kinerja

perusahaan. Namun demikian, berbagai

penelitian diatas walaupun masih memiliki

hasil penelitian yang beragam dan belum

simpul, banyak pula peneliti yang telah

berusaha menjembatani untuk

memecahkan permasalahan tersebut

dengan variabel kontingensi sebagai

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

17

variabel moderasi antara strategi inovasi

dengan kinerja perusahaan, dengan

maksud agar hasil penelitian tersebut

memberikan dampak yang makin kuat

antara variabel strategi inovasi dengan

variabel kinerja perusahaan, seperti ukuran

perusahaan (size) (Niu. P, et al., 2010);

Hung,K.T, et al.,2008; Craig.J. dan

D.Clay,2006) karakteristik perusahaan

(Theyel, G., 2000), kapabilitas perusahaan

(Xiaosong, D.P.,et al.,2011). Pada tabel 2

diuraikan secara singkat atas penyataan

tersebut.

Tabel 2. Beberapa Variabel Moderasi dan Penyebab Belum Tersimpulkannya Temuan

Penelitian Tentang PengaruhStrategi Innovasi PadaKinerja Perusahaan

Variabel Moderasi Kesimpulan Peneliti Ukuran perusahaan Terdapat pengaruh yang positif

Antara strategi inovasi dan kinerja Perusahaan

Niu.P, et al. (2010);Hung, K.T.et al.(2008)

Tidak ada pengaruh antara strategi inovasi dan kinerja Perusahaan

Craig.J.dan D.Clay (2006)

Karakteristik perusahaan Terdapat pengaruh yang sangat signifikan antara strategi inovasi dan kinerja perusahaan

Theyel,G., (2000)

Kapabilitas Perusahaan Tidak ada pengaruh antara strategi Inovasidengan kinerja perusahaan

Xiaosong, D.P., et al.,(2011)

Mengingat berbagai variabel

kontingensi telah diterapkan oleh beberapa

peneliti (tabel diatas) dan menghasilkan

beberapa macam hasil penelitian pula, hal

ini menunjukkan bahwa belum fit-nya suatu

strategi inovasi, sehingga masih diperlukan

pencarian atas pemecahan tersebut

dengan tepat. Namun demikian fenomena

apa yang tepat dapat diterapkan sebagai

variabel kontingensi agar mencapai kinerja

perusahaan yang baik dan stabil? Menurut

Zhang,M.J., (2011), sistem informasi mutlak

diperlukan dalam meningkatkan proses

strategi inovasi untuk meningkatkan kinerja

perusahaan. Berdasar pada uraian

tersebut, penulis mencoba menggunakan

variabel ini yaitu sistem informasi inovasi

dengan harapan variabel ini yang akan

dijadikan variabel moderasi, akan

menguatkan antara variabel strategi inovasi

dengan kinerja perusahaan dan serta

menjadikan sebaran khasanah ilmu

pengetahuan yang makin luas dan

memberikan wacana lain yang

berkesinambungan.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ini adalah di

wilayah Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY) dengan 390 responden

namun hanya 138 responden (35,4 %) yang

diperoleh dari“Direktori Industri Pengolahan

Besar dan Sedang dari Biro Pusat Statistik

(BPS) tahun 2010 di D.I.Yogyakarta” yang

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

18

diterbitkan oleh BPS (Biro Pusat Statistik)

tahun 2010.

Peubah yang diamati/diukur,

Penelitian ini menggunakan tiga (3) variabel

yang terdiri dari variabel strategi inovasi(I)

sebagai variabel dependent, variabel

kinerja perusahaan (KP) sebagai variabel

independent dan variabel sistem informasi

inovasi (SI) sebagai variabel moderasi, dari

keseluruhan variabel tersebut terdapat 26

butir pertanyaan. Setiap butir pertanyaan

dalam peubah /variabel penelitian diukur

dengan skala likert 5 poin yang mana 1

menunjukkan arah tidak setuju dan 5

menunjukkan arah sangat setuju.

Variabel Strategi inovasi (I), Variabel ini

mengadopsi pengukuran strategi inovasi

dari Filippetti, A., (2011) yang terdiri dari 2

indikator yakni metode inovasi (I1) serta

pendorong strategi inovasi (I2). Secara

keseluruhan indikator tersebut terdiri dari 11

butir pertanyaan.

Variabel Kinerja Perusahaan (KP), variabel

ini mengadopsi pengukuran dari Murat,

I.A.,dan B.Baki, (2011) yang terdiri dari 3

indikator yakni ROA (Return on Asset), ROS

(Return on Sales) dan ROI (Return on

Investment).

Variabel Sistem Informasi (SI), Variabel ini

mengadopsi pengukuran dari Zhang,M.J.,

(2011) yang terdiri dari 6 indikator yang

secara keseluruhan indikator tersebut juga

memuat 6 butir pertanyaan yakni

mengurangi biaya produk / jasa (SI1),

Mengurangi biaya memodifikasi atau

menambahkan fitur untuk produk yang

sudah ada / jasa (SI2), Mengurangi biaya

merancang produk baru / jasa (SI3),

memberikan kesempatan inovasi yang unik

untuk produk / jasa (SI4), kesinambungan

informasi dengan produk / jasa(SI5) dan

terakhir membangun sistem informasi ke

dalam produk / jasa yang ada untuk

meningkatkan nilai produk/jasa (SI6). Untuk

lebih memudahkan pemahaman, model

penelitian berikut, adalah gambaran

penelitian ini.

Gambar 1. Model Penelitian

Strategi Inovasi (I)

Metode Inovasi (I1)

Pendorong Inovasi (I2) Kinerja Perusah

(KP)

Sistem Informasi (SI)

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

19

Adapun model dalam penelitian ini

menggunakan model Regresi dengan

teknik analisis Moderated Regression

Analysis (MRA) dimana variabel strategi

inovasi dan kinerja perusahaan

dihubungkan secara langsung, sementara

variabel moderasi merupakan model

struktur yang menghubungkan secara tidak

langsung terhadap variabel strategi inovasi

dan kinerja perusahaan.

Uji reliabilitas adalah untuk melihat stabilitas

dan konsistensi suatu pengukuran yang

dilakukan dalam penelitian sehingga sering

juga disebut dengan pengukuran akurasi,

Uji reliabilitas dapat diukur dengan koefisien

Cronbach’s alpha. Instrumen penelitian

disebut handal bila pengujian tersebut

menunjukkan alpha lebih dari 0,7

(Sekaran.U., 352, 2010).

Uji validitas dalam penelitian ini

meliputi validitas konstrak yang

menunjukkan sejauh mana suatu tes

mengungkapkan suatu trait atau konstrak

teoritis yang hendak diukurnya dengan

menggunakan analisis faktor. Validitas

konstrak diindikasikan dengan nilai dari

butir-butir pertanyaan yang mengukur

konsep yang sama akan memiliki korelasi

tinggi yaitu lebih besar dari 0,4 (Hair, et al.,

2006).

Pengujian asumsi klasik juga

dilakukan pada penelitian ini berupa

pengujian normalitas menggunakan

Kolmogorov-Smirnov Test. Uji ini dilakukan

dengan analisis test non parametric dengn

1 sample KS. Pengujian adanya

multikolinieritas dilihat dari nilai toleransi

dan Variance Inflation Factor (VIF).

Pengujian heteroskedastik menggunakan uji

grafik, guna melihat homogenitas data

crossection tersebut dilakukan dengan

melihat sebaran data yang merata diantara

SPRED pada absis dan ZPRED pada

ordinat. Pengujian autokorelasi dengan

menggunakan uji Durbin Watson test.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Validitas, uji ini menggunakan

metode Keiser Meyer-Olkin (KMO),

Measure Sampling Adequacy menunjukkan

nilai sebesar 0,821 hal ini berarti bahwa

memperlihatkan instrumen ini valid karena

nilai KMO ini melebihi dari konstrain 0,5.

Sementara itu pula dikuatkan dengan nilai

Bartlett’s test sebesar 1479 dengan

probabilitas signifikansi 0,000 sehingga

dapat disimpulkan instrumen ini telah

memenuhi syarat valid.

Uji Reliabilitas, uji ini menggunakan

Squared Multiple Correlation melalui uji

skala reliability analysis, dan dihasilkan

cronbach alfa. Dari perhitungan

menunjukkan bahwa semua konstruk

ternyata menghasilkan nilai diatas 0,7

sehingga semua konstruk reliable.Dengan

demikian semua variabel dapat dinyatakan

reliabel karena sesuai yang disyaratkan

oleh Hair et al. (2006).

Uji Normalitas, dengan

menggunakan metode Kolmogorof Smirnov

menunjukkan bahwa model penelitian ini

adalah normal, karena signifikansi berada

pada nilai 0,209 ( > 0.05) sehingga dapat

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

20

disimpulkan bahwa dengan metode ini tidak

signifikan dengan arti bahwa dengan

menggunakan unstandardized residual-nya

menunjukkan bahwa model telah

terdistribusi secara normal.

Uji Multikolinieritas, Uji ini dilakukan

bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi ditemukan adanya korelasi

yang tinggi atau sempurna antar variabel

independent.Pengujian adanya

multikolinieritas dilihat dari nilai toleransi

dan Variance Inflation Factor (VIF), yang

menurut Ghozali (2009) dinyatakan bahwa

tidak terdapat multikolinearitas jikalau nilai

toleransi diatas 0,1 atau VIF tidak lebih dari

10, sehingga hasil perhitungan

menunjukkan bahwa nilai VIF berada

diantara 3,1 hingga 4,562 jadi dapat

disimpulkan bahwa model dalam penelitian

ini adalah tidak terdapat multikolinearitas

antar variabel independent.

Uji Heteroskedastisitas, Pengujian

dengan metode grafik scatter plot

menunjukkan adanya sebaran data diatas 0

dan dibawahnya, pengujian ini didapatkan

dari standardized predicted value dengan

standardized residualnya. Jika dalam grafik

tidak terjadi sebaran data maka terjadi

heteroskedastisitas, begitu pula sebaliknya.

Uji Autokorelasi, menggunakan metode

Durbin Watson test menunjukkan bahwa

nilainya 2,072 sehingga nilai ini berada

pada posisi tidak ada autokorelasi positif

atau negatif (Ghozali, 2009, 79-82), karena

dengan 5 variabel bebas dengan n = 138

serta α = 5 % diperoleh tabel Durbin Watson

test dengan du = 1,665 dl = 1,802 sehingga

dapat disimpulkan bahwa dalam model

penelitian ini tidak terdapat autokorelasi.

Selanjutnya, hasil pengujian model

dalam penelitian dilakukan dengan dua (2)

tahapan dimana yang pertama dilakukan

dengan pengujian regresi dan pada tahap

ke dua dilakukan dengan pengaruh regresi

moderasi. Berikut ini adalah rekapitulasi dari

hasil pengujian hipotesis dari kedua

tahapan tersebut.

Tabel 3. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis

Variabel Model Regresi Model Regresi Moderasi β t β t Metode Inovasi (I1) 0,369 2,040* Pendorong Inovasi (I2) 0,636 5,951* SI*I1 1,004 2,910* SI*I2 0,360 2,998* F test 27,648 18,946 R2 0,512 0,623 Adj R2 0,493 0,590

Variabel Dependent = Kinerja Perusahaan (KP)

Variabel Moderasi = Sistem Informasi Inovasi (SI)

* p<0,05

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

21

Tabel 3 kolom model regresi

memperlihatkan bahwa analisis regresi

model pengaruh langsung, yaitu pengaruh

strategi inovasi (I) pada kinerja perusahaan

menunjukkan goodness of fit yang baik (F =

27,648; p<0,05). Hal tersebut menunjukkan

bahwa model tersebut dapat menjelaskan

fenomena yang diuji dengan baik. Di

samping itu, ditunjukkan bahwa nilai

adjusted R2 = 0,493 berarti variasi kinerja

perusahaan dapat dijelaskan oleh Metode

inovasi (I1) dan Pendorong inovasi (I2)

sebesar 49,3 % sedangkan selebihnya oleh

variasi variabel lain di luar model tersebut.

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa

variabel independen berpengaruh secara

signifikan pada kinerja organisasional

(p<0,05). Dimana metode inovasi (I1)

berpengaruh positif pada kinerja

perusahaan (β=0,369; t=2,040; p<0,05),

dan Pendorong Inovasi (I2) berpengaruh

positif pada kinerja Perusahaan (β=0,636;

t=5,961; p<0,05).

Pengujian terhadap sistem informasi

inovasi sebagai pemoderasi pengaruh

staregi inovasi pada kinerja perusahaan

menggunakan analisis regresi moderasi

yang ditunjukkan pada Tabel 3

menunjukkan bahwa goodness of fit yang

baik (F= 18,946; p<0,05). Hal tersebut

berarti, bahwa model dapat menjelaskan

fenomena yang diuji dengan baik. Di

samping itu, ditunjukkan bahwa nilai

adjusted R2=0,590, maka variasi kinerja

perusahaan dapat dijelaskan oleh variabel

independen sebesar 59,0% sedangkan

selebihnya oleh variasi variabel lain di luar

model tersebut.

Analisis regresi moderasian sistem

informasi inovasi (SI) menunjukkan hasil

bahwa interaksi SixI1 (β=1,004; t=2,910;

p<0,05) juga signifikan maka sistem

informasi memperkuat dan positif antara

metode inovasi dan kinerja perusahaan,

yang terakhir iteraksi SixI2 (β=0,360;

t=2,998; p<0,05) signifikan, maka sistem

informasi memperkuat dan positif antara

pendorong inovasi dan kinerja perusahaan.

SARAN

Dari penelitian diatas, metode

inovasi dan pendorongnya makin kiat jika

berinteraksi dengan system informasi.

System informasi itu sendiri selayaknya

seperti kolaborasi aktifitas. sumber

kolaborasi inovasi seperti halnya inovasi

pemasaran dan inovasi organisasi seperti

pengetahuan manajemen, tata letak

organisasi ataupun relasi eksternalitas,

mutlak diperlukan. Kolaborasi aktifitas

seperti transfer IPTEK dan dinamika

eksternalitas usaha akan menciptakan

perubahan dalam inovasi, untuk itu perlu

kiranya memperkuat inovasi dengan

melibatkan konsumen dan calon konsumen,

karena konsumen akan makin cepat

mengadopsi barang dan jasa jika sesuai

dengan motivasi dan pengalaman masa lalu

mereka (Thøgersen, J., et al, (2010).

Bahkan dengan tindakan nyata seperti

Corporate Social Responsibility (CSR) akan

memberikan dampak yang lebih nyata atas

aktualisasi dukungan terhadap konsumen

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

22

(Green, T., and J., Peloza, 2011). Sehingga

inovasi membutuhkan telah lebih jauh untuk

mencapai goodwill perusahaan dalam

jangka menengah dan panjang. Untuk itu

perlu kiranya meningkatkan kapabilitas

perusahaan dengan memahami faktor

pendorong munculnya percepatan adopsi

konsumen atas inovasi dengan visi inovasi,

tinjauan masa depan, penetapan tujuan

inovasi (dengan melibatkan karyawan dan

penciptaan produk bisnis yang berbeda dari

biasanya), empowerment, komunikasi dan

jaringan serta peer recognition yaitu

pengakuan dari perbagai intitusi penilai

(Filipczak.B., 1997).

DAFTAR PUSTAKA

Alm, H. dan M.McKelvey, (2000), “When

and why does cooperation

positively or negatively affect

innovation? An exploration into

turbulent waters”, Discussion

Paper 39, Centre for Research on

Innovation and Competition

(CRIC), Manchester, November.

Amara, N. dan R.Landry, (2005) “Sources

of information as determinants of

novelty of innovation in

manufacturing firms: evidence from

the 1999 Statistics Canada

innovation survey”, Technovation,

Vol. 25(3), pp. 245-304.

Banu A.,G., dan M.Grant, (2011),

“Innovation speed and radicalness:

are they inversely related ?”,

Management Decision, Vol. 49 (4),

pp. 533-547.

Broring, S. dan P.Herzog, (2008),

“Organizing new business

development: open innovation at

Degussa”, European Journal of

Innovation Management, Vol. 11

(3), pp. 330-378.

Calantone, R.J., S.K.Vickery dan C.Droge,

(1995), “Business performance and

strategic new product development

activities: an empirical

investigation”, Journal of Product

Innovation Management, Vol. 12,

pp. 214-237.

Christmann, P. danG.Taylor,(2002)

‘‘Globalization and the

environment: strategies for

international voluntary

environmental initiatives’’,Academy

of Management Executive, Vol.16

(3), pp. 121-146.

Craig.J. dan D., Clay, (2006),“The Natural

Environment, Innovation, and Firm

Performance: A Comparative

Study”, Family Business Review,

Vol. 19 (4), pp. 275-288.

Daniel, I.P., D.J.Powerand

A.S.Sohal,(2004),“The role of

trading partner relationships in

determining innovation

performance: an empirical

examination”, European Journal of

Innovation Management, Vol. 7 (3),

pp. 178-186.

Darnall, N. danJ.,Carmin,(2005), ‘‘Greener

and cleaner? The signalling

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

23

accuracy of US voluntary

environmental programs’’, Policy

Sciences, Vol.38 (2), pp. 71-90.

Dosi, G., (1988), “Sources, procedures and

microeconomic effects of

innovation”, Journal of Economic

Literature, Vol. 26 (3), pp. 1120-

1191.

Filipczak. B., (1997), “Innovation drivers”,

Training, May, Vol.34 (5), pp. 36.

Filippetti, A., (2011), “Innovation modes and

design as asource of innovation: a

firm-levelanalysis”, European

Journal of Innovation Management,

Vol. 14 (1), pp. 5-26.

Freel, M.S. dan P.J.A.Robson. (2004),

“Small firm innovation, growth and

performance”, International Small

Business Journal, Vol. 22 (6), pp.

561-636.

Freel, M.S., (2005), “Patterns of innovation

and skills in small firms”,

Technovation, Vol. 25 (2), pp. 123-

157.

Ghozali, I., (2009), “Ekonometrika, teori,

konsep dan aplikasi dengan SPSS

17”, Program Doktor Ilmu Ekonomi

Universitas Diponegoro, Badan

Penerbit Universitas Diponegoro,

Semarang.

Green, T., and J., Peloza, (2011), “How

does corporate social responsibility

create value for consumers?”,

Journal of Consumer Marketing,

Vol.28(1), pp.48–56.

Hair, J. F. Jr., W. C. Black, B. J. Babin, R.

E. Anderson dan R. L. Tatham,

2006. “Multivariate Data Analysis”,

Ed.6, New Jersey: Prentice Hall,

Pearson Education, Inc.

Hamel, G., Y.Doz dan C.K.Prahalad. (1989),

“Collaborate with your competitors

and win”, Harvard Business

Review, Vol. 67 (1), pp. 133-142.

Hargadon, A. dan B.Bechky, (2006), “When

collections of creatives become

creative collective – a field study of

problem solving at work”,

Organization Science, Vol. 17 (4),

pp. 484-500.

Heiskanen, E., K.Hyvonen, M.Niva,

M.Pantzar, P.Timonen dan

J.Varjonen. (2007), “User

involvement in radical innovation:

are consumers conservative?”,

European Journal of Innovation

Management, Vol. 10 (4), pp. 489-

509.

Hippel, V.E., (2005), “Democratizing

Innovation”, The MIT Press,

Cambridge, MA.

Hung,K.T, Christine.C dan Ming.Yi.C.,

(2008),“Does matching pay policy

with innovation strategy really

improve firm performance? An

examination of technology-based

service firms”, Personnel Review,

Vol. 37 (3), pp.300-316.

Jafari,M., R.Jalal, M.M.Mohammad dan

H.Atefe, (2011), “Development and

evaluation of a knowledge risk

management model for project-

based organizations ; A multi-stage

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

24

study”, Management Decision, Vol.

49 (3), pp. 309-329.

Joaquı´n,A., R.Lapiedra dan R.Chiva,

(2006), “A measurement scale for

product innovation performance”,

European Journal of Innovation,

Management, Vol. 9 N(4), pp. 333-

346.

Julia C.N, Valencia, D.Jime´nez-Jime´nez

dan R.S.Valle, (2011), “Innovation

or imitation ? The role of

organizational culture”,

Management Decision, Vol. 49 (1),

pp. 55-72.

Lechner, C. dan M.Dowling, (2003), “Firm

networks: external relationships as

sources for the growth and

competitiveness of entrepreneurial

firms”, Entrepreneurship &

Regional Development, Vol. 15 (1),

Hal. 1-26.

Littunen, H. dan M.Virtanen, (2009),

“Differentiating factors of venture

growth: from statics to dynamics”,

International Journal of

Entrepreneurial Behaviour &

Research, Vol. 15 (6), pp. 535-589.

Lundvall, B.A, (1992), “National Systems of

Innovation: Towards a Theory of

Innovation and Interactive

Learning”, Pinter, London.

Massa, S. dan S.Testa, (2008), “Innovation

and SMEs: misaligned

perspectives and goals among

entrepreneurs, academics, and

policy makers”, Technovation, Vol.

28 (7), pp. 393-407.

Murat, I.A., danB.Birdogan,

(2011),“Antecedents and

performance impacts of product

versus process innovation,

European Journal of Innovation”,

Management, Vol. 14 (2), pp.172-

206.

Nas,S.O. dan A.Leppalahti, (1997),

“Innovation, firm profitability and

growth”, Report R-01/1997, Studies

in Technology, Innovation and

Economic Policy (STEP), Oslo,

May.

Niu.P., F.Xie dan T.Leonard,

(2010),“Empirical study of the

relations between the knowledge

base and innovation performance

of an economy”, Journal of

Knowledge-based, Innovation in

China, Vol. 2 (2), pp.171-185.

Nohria, N. dan R.G.Eccles, (1992), “Face-to

face: making network organizations

work”, in Nohria, N. and

R.G.Eccles. (Eds), Networks and

Organizations: Structure, Form,

and Action”, Harvard Business

School Press, Boston, MA, Hal.

288-308.

Nonaka, I. dan H.Takeuchi, (1995), “The

Knowledge-Creating Company:

How Japanese Companies Create

the Dynamics of Innovation”,

Oxford University Press, New York,

NY.

Piller, F., (2004) “Mass customization:

reflections on the state of the

concept”, International Journal of

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

25

Flexible Manufacturing Systems,

Vol. 16 (4), pp. 313-347.

Powell, W.W. dan S.Grodal, (2005),

“Networks of innovators”, in

Fagerberg, J., Mowery, D.C. and

Nelson, R.R. (Eds), The Oxford

Handbook of Innovation, Oxford

University Press, Oxford, pp. 56-

85.

Santamarıa, L., M.J.Nieto dan G.A.Barge,

(2009), “Beyond formal R&D:

taking advantage of other sources

of innovation in low- and medium-

technology industries”, Research

Policy, Vol. 38 (3), pp. 507-524.

Sekaran, U., (2010), “Research methods for

business: A skill building

approach”, 6th Edition, United

States of America: John Wiley and

Sons, Inc.

Senyard,J., B.Ted, S.Paul and D.Per,

(2011), “Bricolage As A Path To

Innovation For Resource

Constrained New Firms”, Academy

of Management Annual Meeting

Proceedings, p1-5, 5p; DOI:

10.5465/AMBPP.2011. 65869700

Srivastava, P., dan G.L.Frankwick, (2011),

“Environment, management

attitude, and organizational

learning in alliances”, Management

Decision, Vol. 49 (1), pp. 156-166

Teece, D.J., G.Pisano dan A.Shuen, (1997),

“Dynamic capabilities and strategic

management”, Strategic

Management Journal, Vol. 18 (7),

pp. 509-542.

Theyel, G., (2000),“Management practices

for environmental innovation and

performance”, International Journal

of Operations & Production

Management, Vol. 20 (2), pp. 249-

266.

Thøgersen, J., P., Haugaard., and

A.,Olesen., (2010), “Consumer

responses to ecolabels” European

Journal of Marketing, Vol. 44

(11/12), pp.1787-1810.

Thrift, N., (2006), “Re-inventing invention:

new tendencies in capitalist

commodification”, Economy and

Society, Vol. 35 (2), pp. 279-306.

Tidd, J., J.Bessant dan K.Pavitt, (2002),

“Learning through alliances”, in

Henry, J. and Mayle, D. (Eds),

Managing Innovation and Change,

2nd ed., Sage, London, pp. 167-

255.

Todtling, F dan A.Kaufmann, (1999),

“Innovation systems in regions of

Europe – a comparative

perspective”, European Planning

Studies, Vol. 7 (6), pp. 699-717.

Tung, J., (2012),“A Study Of Product

Innovation On Firm Performance,

The International”Journal Of

Organizational Innovation Vol 4 (3),

pp. 84 – 97.

Varis, M. dan Littunen, H, (2010),“Types of

innovation, sources of information

and performance in entrepreneurial

SMEs”, European Journal of

Innovation Management, Vol. 13

(2), pp.128-154.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

26

Watson, J. (2007), “Modeling the

relationship between networking

and firm performance”, Journal of

Business Venturing, Vol. 22 (6),

pp. 852-926.

Wheelwright, S.C. dan K.B.Clark, (1992),

“Revolutionizing Product

Development – Quantum Leaps in

Speed”, Efficiency, and Quality,

The Free Press, New York, NY.

Wikstrom, S., (1996), “The customer as co-

producer”, European Journal of

Marketing, Vol. 30 (4), pp. 6-19.

Xiaosong, D.P., G.S.,Roger dan

S.,Rachna.(2011),“Competitive

priorities, plant improvement and

innovation capabilities, and

operational performance”,

International Journal of Operations

& Production Management, Vol. 31

(5), pp. 484-510.

Zhan, Q. dan W.J.Doll, (2001), “The fuzzy

front end and succes of new

product development causal

model”, European Journal of

Innovation Management, Vol. 4 (2),

pp. 95-112.

Zhang, J.danD.Yanling,(2010),“The impact

of different types of market

orientation on product innovation

performance”, Management

Decision, Vol. 48 (6), pp.849-867.

Zhang,M.J., (2011),“Firm-level performance

impact of IS support for product

innovation”, European Journal of

Innovation, Management, Vol. 14

(1), pp. 118-132.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

27

MENINGKATKAN KINERJA UMKM INDUSTRI KREATIF MELALUI PENGEMBANGAN

KEWIRAUSAHAAN DAN ORIENTASI PASAR: KAJIAN PADA PERAN SERTA WIRAUSAHA

WANITA DI KECAMATAN MOYUDAN, KABUPATEN SLEMAN, PROPINSI DIY

Gumirlang Wicaksono Audita Nuvriasari

Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT

The aim of this research to identify problem in order to developing Micro Small Medium Enterprises, this research focus on the role of woman entrepreneur in creative industry at Sumber Rahayu, Moyudan, Sleman, DIY. This research also reviews the influence of market and entrepreneur orientation in woman entrepreneur in order to increase the performance of creative industry. The output of this research will used as the reference to make a recommendation for policy and strategy related with developing market and entrepreneur orientation to develop performance of Micro Small, Medium Enterprises. Sampling method used in this research by taking 40 respondents, the respondent are woman entrepreneur in creative industry especially fashion and handicraft in Sumber Rahayu, Moyudan, Sleman. The methods of analysis used in this research are descriptive and inferential. Based on this research most of the problem are faced by Micro Small Medium Enterprises related with capital aspect, marketing aspect, and human resources. The inferential analysis shows the positive correlation between entrepreneur orientation and market orientation to business performance of Micro Small Medium Enterprises partially and simultaneously.

Keywords: Creative Industry, Market Orientation, Entrepreneur Orientation, Business Performance.

A. Pendahuluan

Merupakan suatu realitas bahwa

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

adalah sektor ekonomi nasional yang paling

strategis dan menyangkut hajat hidup orang

banyak sehingga menjadi tulang punggung

perekonomian nasional. UMKM juga

merupakan kelompok pelaku ekonomi

terbesar dalam perekonomian di Indonesia

dan telah terbukti menjadi kunci pengaman

perekonomian nasional dalam masa krisis

ekonomi serta menjadi desiminator

pertumbuhan ekonomi pasca krisis.

Didasarkan atas kondisi tersebut,

pemerintah pada tahun 2009

mencanangkan tahun industri kreatif yang

diyakini merupakan industri penggerak

sektor riil ditengah ancaman melambatnya

perekonomian akibat krisis global. Melalui

Inpres No. 6 tahun 2009 mengenai

pengembangan industri kreatif kepada 28

instansi pemerintah pusat dan daerah untuk

mendukung kebijakan pengembangan

industri kreatif tahun 2009 – 2015 yakni

pengembangan kegiatan ekonomi

berdasarkan pada kreatifitas, keterampilan,

bakat individu yang bernilai ekonomi dan

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

28

berpengaruh pada kesejahteraan

masyarakat Indonesia.

Industri kreatif sebagai pilar utama

dalam mengembangkan sektor ekonomi

kreatif akan memberikan dampak positip

bagi kehidupan masyarakat Yogyakarta

mengingat Yogyakarta sedang mengalami

transformasi sosial yang begitu cepat dari

agraris ke semi industri terutama industri

kreatif. Disamping itu Yogyakarta sarat

akan sumber daya manusia yang berbakat

dan kaya akan kreatifitas. Prospek industri

kreatif di DIY sangat besar dikarenakan

kondisi di DIY yang sangat kondusif bagi

pengembangan industri kreatif khususnya

fashion, kerajinan dan teknologi informatika.

Hal ini dimungkinkan karena posisi DIY

sebagai pusat seni dan budaya yang juga

ditunjang sebagai pusat pendidikan yang

mampu menghasilkan tenaga kerja kreatif

dalam jumlah yang sangat potensial.

Pemerintah daerah juga mengeluarkan

berbagai kebijakan dan program yang

sangat mendukung bagi pengembangan

industri kreatif.

Perkembangan potensi industri

kreatif di DIY pada tahun 2010 menurut

Polin Napitupulu dari Disperindag DIY nilai

produksinya telah mencapai Rp. 1,7 Trilyun.

Kondisi saati ini menunjukkan bahwa

peluang industri kreatif baik di dalam

maupun di luar negeri masih sangat besar

dan dan pangsa pasar yang dijanjikan

untuk industri kreatif masih sangat terbuka

lebar dan memiliki kecenderungan semakin

meningkat.

Pelaku UMKM industri kreatif di

Yogyakarta tidak hanya di dominasi oleh

kaum laki-laki akan tetapi kaum wanita juga

potensial untuk melakukan berbagai

kegiatan produktif yang menghasilkan dan

dapat membantu ekonomi keluarga dan

lebih luas lagi bagi ekonomi nasional,

apalagi potensi tersebut menyebar di

berbagai bidang termasuk dalam bidang

industri kreatif. UMKM yang dikelola oleh

wanita memberikan kontribusi yang sangat

strategis meskipun belum seimbang dengan

perhatian dan pengakuan yang diberikan

baik oleh pemerintah maupun keluarga.

Kecamatan Moyudan merupakan

salah satu sentra industri potensial di DIY

khususnya di bidang kerajinan tenun dan

kerajinan tangan. Kecamatan Moyudan

memiliki 4 (empat) desa yang menjadi

sentra pengembangan industri kreatif, yakni

Sumberagung, Sumberarum,

Sumberrahayu, dan Sumbersari. Khusus di

Desa Sumberrahayu telah dicanangkan

oleh Pemerintah Kabupaten Sleman

sebagai desa wisata. Berdasarkan hasil

survei awal oleh pengusul penelitian dapat

dijelaskan bahwa secara rata-rata tiap

dusun di setiap desa memiliki 30 sampai

dengan 50 pengrajin dan rata-rata pelaku

usaha adalah kaum wanita.

B. Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini sektor industri

kreatif akan dibatasi pada 2 (dua) sektor

industri kreatif yang memberikan kontribusi

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

29

pada pertumbuhan ekonomi nasional yakni:

(1) fesyen dengan kontribusi 29,85% dan

(2). Kerajinan dengan kontribusi sebesar

18,38% (Simatupang, 2008). Pada kedua

sektor tersebut keterlibatan peran serta

wanita juga tinggi. Disamping itu sektor

industri fesyen dan kerajinan merupakan

sektor yang paling potensial untuk

dikembangkan di DIY.

Adapun dalam penelitian ini dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa sajakah yang

menjadi kendala bagi wirausaha

wanita dalam pengembangan

UMKM di sektor industri kreatif,

Kecamatan Moyudan, Kabupaten

Sleman, Propinsi DIY.

2. Bagaimanakah pengaruh

pengembangan orientasi

kewirausahaan dan orientasi pasar

pada wirausaha wanita terhadap

kinerja UMKM Industri Kreatif di

Kecamatan Moyudan, Kabupaten

Sleman, Propinsi DIY

3. Orientasi manakah yang paling

dominan mempengaruhi kinerja

UMKM Industri Kreatif di Kecamatan

Moyudan, Kabupaten Sleman,

Propinsi DIY

4. Bagaimanakah upaya untuk

meningkatkan kinerja UMKM

Industri Kreatif di Kecamatan

Moyudan, Kabupaten Sleman,

Propinsi DIY

c. Landasan Teori

1. Orientasi Pasar

Orientasi pasar dinilai sebagai salah

satu elemen kunci untuk mencapai kinerja

perusahaan. Orientasi pasar sangat penting

dalam manajemen pemasaran modern

(Narver dan Slater, 1990). Perusahaan yang

berorientasi pasar dinilai memiliki

pengetahuan tentang pasar yang lebih

tinggi serta memiliki kemampuan

berhubungan dengan pelanggan lebih baik,

kemampuan ini dipandang mampu

menjamin perusahaan untuk memperoleh

keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan perusahaan yang kurang

berorientasi pasar (Day, 1994).

Orientasi pasar (Market Orientation)

menurut Jaworski dan Kohli (1993) dalam

Tjiptono, Chandra, Diana (2004) merupakan

perspektif organisasional yang mendorong

tiga aspek utama yakni: (1) upaya

pengumpulan intelegensi pasar secara

sistematik dengan sumber utama pelanggan

dan pesaing, (2) penyebaran intelegensi

pasar kepada semua unit atau departemen

dalam organisasi dan (3). Respon

organisasi terkoordinasi dan menyeluruh

terhadap intelegensi pasar.

Orientasi pasar (Market Orientation)

menurut Narver dan Slater (1990)

didefinisikan sebagai budaya organisasi

yang paling efektif dan efisien dalam

menciptakan perilaku yang penting bagi

penciptaan nilai yang unggul bagi

konsumen dan akan menjadi kinerja yang

unggul bagi bisnis. Dalam lingkup usaha

kecil, orientasi pemasaran dapat

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

30

dikembangkan dalam 3 komponen yakni:

orientasi konsumen, orientasi pesaing, dan

koordinasi yang saling terkait. Orientasi

konsumen merupakan budaya organisasi

yang senatiasa mencari informasi tentang

kebutuhan dan keinginan konsumen serta

berusaha memenuhinya. Orientasi pesaing

merupakan budaya perusahaan yang

senatiasa mencari informasi tentang

strategi dan produk yang ditawarkan oleh

pesaing dalam rangka memenangkan

persaingan. Koordinasi fungsi yang saling

terkait ditunjunjukkan melalui desiminasi

informasi pasar kepada anggota organisasi

maupun keterlibatan SDM dalam kegiatan

pemasaran dan pengembangan produk

baru.

2. Orientasi Kewirausahaan

Orientasi kewirausahaan merupakan

suatu konstruk yang multidimensi meliputi

dimensi inovasi, pengambilan resiko dan

sikap proaktif (Morris and Paul, 1987; Miller,

1983). Proaktif merupakan aspek dari

wirausahawan, sedangkan pengambilan

resiko ditunjukan melalui pengambilan

resiko sosial, personal dan psikologis yang

kesemuanya merupakan resiko strategis.

Orientasi kewirausahaan dapat ditunjukkan

pula melalui 4 komponen yakni kesiapan

menghadapi situasi ketidakpastian,

kemampuan mengkalulasi resiko,

tanggungjawab personal dan kemampuan

menyelesaikan permasalahan usaha

(Sagie, Abraham, Elizur, 1999). Orientasi

kewirausahaan akan memberikan kontribusi

yang positip terhadap penciptaan

keunggulan bersaing melalui peningkatan

kinerja usaha (Covin and Slevin, 1989;

Miller 1983).

Orientasi kewirausahaan

mencerminkan ciri dan karakteristik dari

wirausaha yang meliputi: rasa kepercayaan

diri dalam menjalankan usaha, orientasi

pada tugas dan hasil, pengambil resiko, jiwa

kepemimpinan, keorisinilan dan orientasi

pada masa depan (Yusanto dan

Widjajakusuma, 2002). Lumpkin dan Dess

(2006) menyatakan bahwa kunci utama dari

dimensi orientasi kewirausahaan adalah

meliputi tindakan yang dapat dilakukan

secara bebas atau tidak bergantung pada

pihak lain, artinya adanya kehendak untuk

mengadakan pembaharuan dan bersedia

menanggung resiko, cenderung lebih

agresif dari pesaing, serta proaktif dalam

usaha melihat atau meramalkan dan

mengantisipasi peluang yang ada di pasar.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

dimensi kunci dari orientasi kewirausahaan

termasuk kemauan untuk mandiri

(autonomy), keinginan melakukan inovasi

(innovativeness), kecenderungan untuk

bersikap agresif terhadap pesaing

(competitive aggressiveness), dan bersikap

proaktif terhadap peluang pasar

(proactiveness).

3. Kinerja Usaha

Kinerja usaha merupakan fungsi

hasil-hasil kegiatan yang ada dalam suatu

perusahaan yang dipengaruhi oleh faktor

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

31

intern dan ekteren dalam mencapai tujuan

yang ditetapkan selama periode waktu

tertentu. Adapun sejumlah fungsi kegiatan

yang terkait dengan kinerja organisasi

meliputi: strategi perusahaan, pemasaran,

operasional, keuangan dan sumber daya

manusia.

Menurut Mwita (2003) dalam Karim

(2007) kinerja mencakup beberapa variabel

yang berkaitan dan tidak dapat dipisahkan:

input, perilaku-perilaku (proses), output-

output, dan outcome-outcome (nilai tambah

atau dampak). Pengukuran kinerja

(performance) merupakan salah satu upaya

supaya dapat dilakukan sumberdaya secara

efektif dan dapat memberikan arah pada

pengambilan keputusan strategis yang

menyangkut perkembangan suatu

organisasi pada masa yang akan datang

(Mulyadi, 2006). Pada umumnya kinerja

organisasi diukur dengan satu atau lebih

pengukuran sebagai berikut: (1)

keberhasilan produk baru, (2) profitabilitas,

(3) market share, (4) kinerja organisasi

akhir secara keseluruhan (profitabilitas,

penjualan, pertumbuhan penjualan, Return

on Investement [ROI], keberhasilan produk

baru, market share) dan (5) kinerja

organisasi antara secara keseluruhan

(kepuasan pelanggan, kepuasan karyawan,

retensi konsumen, pelayanan konsumen,

persepsi kualitas produk).

E. Metodologi Penelitian

Penelitian dilakukan di sentra

UMKM industri kreatif di Desa

Sumberrahayu, Kecamatan Moyudan,

Kabupaten Sleman, Propinsi DIY dengan

subyek penelitian adalah pelaku usaha

wanita di bidang fesyen dan kerajinan.

Teknik pengambilan sampel dengan

convinience sampling dengan jumlah

sampel sebanyak 40 responden.

Variabel penelitian yang berupa

orientasi kewirausahaan (X1) diadopsi dan

dimodifikasi dari model yang dikembangkan

oleh Morris and Paul (1987) dan Miller

(1983) yang meliputi dimensi inovasi,

pengambilan resiko dan sikap proaktif.

Variabel Orientasi Pasar (X2)

diadopsi dan dimodifikasi dari penelitian Li,

Zhao, Tan, Liu (2008), meliputi 3 dimensi

yakni: orientasi konsumen, pesaing, dan

koordinasi antar fungsi. Orientasi konsumen

meliputi: (1) penciptaan kepuasan

konsumen, (2) pemahaman terhadap

kebutuhan konsumen, (3) upaya

meningkatkan nilai produk yang ditawarkan

pada konsumen, (4) memberikan layanan

purna jual/layanan pendukung. Orientasi

pesaing meliputi: (1) merespon dengan

cepat ”serangan” pesaing, (2) pimpinan

mendiskusikan dengan pekerja tentang

kekuatan pesaing dan strategi untuk

menghadapi persaingan, (3) aktif memantau

strategi pesaing, (4) meningkatkan

keunggulan bersaing melalui target

konsumen. Koordinasi antar fungsi, meliputi:

(1) membagi informasi tentang konsumen

kepada semua fungsi yang ada pada

lingkup usaha, (2) semua SDM mengetahui

informasi pasar, (3) memberikan kontribusi

guna peningkatan nilai bagi pelanggan, (4)

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

32

SDM terlibat dalam pengembangan produk

baru.

Variabel Kinerja UMKM (Y) meliputi

kinerja dalam arti kualitatif yang ditunjukkan

melalui tata kelola usaha yang meliputi

aspek produksi, pemasaran, keuangan dan

sumber daya manusia.

Pengukuran variabel penelitian

menggunakan skala likert berjenjang 4

dengan alternatif jawaban ”Sangat Tidak

Setuju” sampai dengan ”Sangat Setuju”

untuk variabel orientasi kewirausahaan dan

untuk variabel orientasi pasar dan orientasi

kinerja menggunakan alternatif jawaban

”Tidak Pernah” sampai dengan ”Selalu”.

Alat analisis dalam penelitian ini

menggunakan alat statistik deskriptif (mean

aritmathic) dan untuk pengujian hipotesa

menggunakan alat statistik inferensial.

F. Hasil Analisis dan Pembahasan

1. Deskripsi Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah

wirausaha wanita pada UMKM Industri

Kreatif di bidang fesyen dan kerajinan yang

berada di Desa Sumberrahayu, Kecamatan

Moyudan, Kabupaten Sleman, Propinsi DIY.

Adapun sampel penelitian sebanyak 40

responden dengan deskripsi umum seperti

pada tabel berikut:

2. Kinerja Usaha Secara Kuantitatif

Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan kepada 40 responden rata-rata

produksi per tahun masuk dalam kategori

rendah yaitu 355 unit per tahun. Hal ini

dikarenakan pelaku usaha kurang fokus

dalam menjalankan usahanya mengingat

kondisi masyarakat di Desa Sumberrahayu

yang bersifat agraris dimana sebagian

besar berprofesi sebagai petani dan

peternak ikut mempengaruhi produktifitas

usaha khususnya pada masa tanam dan

masa panen. Disamping itu juga belum

menerapkan teknologi baru guna

menunjang operasional perusahaan,

sebagian besar alat-alat produksi yang

digunakan masih mengunakan peralatan

tradisional sehingga memiliki keterbatasan

dalam menghasilkan produk dalam jumlah

yang besar.

Rata-rata pejualan per tahun bisa di

kategorikan dalam kategori rendah yaitu

sebesar Rp.65.497.500 per tahun, hal itu

disebabkan karena pangsa pasarnya masih

sangat terbatas untuk wilayah DIY-Jateng.

Kegiatan pemasaran selama ini cenderung

bersifat konvensional dan belum

menggunakan teknologi informasi untuk

mendukung usahanya. Hal ini juga

dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan

keterampilan terhadap penguasaan

teknologi informasi.

Rata-rata perolehan laba per tahun

bisa di kategorikan ke dalam kategori tinggi

dikarenakan rasio keuntungan mencapai

51% dari omset penjualan, tingginya rasio

keuntungan dari penjualan produk-produk

industri kreatif disebabkan karena dalam

dunia industri kreatif bahan baku bukan

merupakan sumber biaya utama tetapi

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

33

kreatifitas dan skill dari wirausahawan yang

menjadi kekuatan utama dalam industri ini.

Mayoritas UMKM di desa Sumberrahayu

masih ditangani langsung oleh pemiliknya

sehingga mereka tidak perlu mengeluarkan

banyak biaya untuk menggaji tenaga ahli

untuk menunjang proses produksinya.

4. Deskripsi Orientasi Kewirausahaan

a. Dimensi Inovasi

Penerapan inovasi yang dilakukan

oleh responden telah diimplementasikan

dengan cukup baik, meliputi : inovasi

produk, inovasi cara kerja atau proses

produksi, inovasi dalam proses bisnis dan

innovasi dalam sistem pemasaran.

Meskipun demikian implementasi dimensi

inovasi yang dilakukan oleh responden

belum banyak melibatkan teknologi sebagai

dimensi inovasi tetapi lebih banyak

menggunakan tenaga dan pemikiran kreatif

dalam melakukan proses inovasi. terlihat

jelas kendala responden dalam

pemanfaatan teknologi masih kurang, baik

itu kurang pahamnya responden dalam

teknologi atau faktor dari kegunaannya

dalam usaha, bahkan kurangnya dana

dalam menggunakannya.

b. Pengambilan Resiko

Penilaian sebagaian besar

responden terhadap dimensi pengambilan

resiko secara rata-rata adalah pelaku

UMKM mampu melaksanakan manajemen

resiko dengan baik hal itu dapat dilihat dari

hasil penelitian dimensi pengambilan resiko

yaitu: kesiapan dalam menghadapi situasi

yang tidak pasti (mean: 3,23), melakukan

kalkulasi dan perhitungan resiko (mean:

3,18), pertanggung jawaban terhadap

timbulnya resiko (mean: 3,15), kemampuan

dalam menyelesaikan masalah yang timbul

(mean: 3,33). Dalam dimensi pengambilan

resiko ini responden masih mengandalkan

pengalaman dan intuisi dalam proses

pengambilan keputusan, mereka belum

melibatkan data dan alat analisa yang biasa

digunakan dalam proses pengambilan

keputusan seperti yang umum dilakukan

oleh perusahaan.

c. Sikap Proaktif

Sikap proaktif sudah diterapkan oleh

wirausaha wanita di bidang UMKM Industri

Kreatif yang ada di Desa Sumberrahayu hal

ini terlihat dari hasil penelitian pada sikap

proaktif dimana pelaku usaha memiliki

kepercayaan diri dalam menjalankan usaha

(mean: 3,28), berorientasi pada

kelangsungan usaha (mean: 3,40), tanggap

terhadap perubahan lingkungan (mean:

3,30), dan aktif menjalin kemitraan dengan

pihak terkait (mean: 3,33). Sikap proaktif

diharapkan mampu meningkatkan daya

saing dan memperluas pangsa pasar.

5. Deskripsi Orientasi Pasar

a. Orientasi Konsumen

Dalam menjalankan usahanya para

pelaku usaha industri kreatif di Desa

Sumberrahayu banyak melibatkan masukan

konsumen dalam proses bisnisnya sehingga

konsumen bukan hanya menjadi objek

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

34

tetapi juga bertindak sebagai subjek dalam

pemasaran. Meskipun demikian

pendekatan kepada konsumen masih

bersifat sederhana dan cenderung

konvensional. Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan dalam dimensi orientasi

pasar, pelaku UMKM selalu berusaha untuk

menciptakan kepuasan konsumen (mean:

3,60 ), para pelaku usaha juga

mendengarkan masukan dan memahami

kebutuan konsumen (mean: 3,61), mereka

juga berusaha meningkatkan nilai kualitas

produknya sesuai dengan keinginan

konsumen (mean: 3,5), dan memberikan

layanan purna jual dan layanan pendukung

bagi konsumen (mean: 3,29). Walaupun

sebagian besar pelaku usaha sangat

memperhatikan kepuasan konsumen tetapi

mereka belum memiliki rencana dan alat

yang sistematis untuk mengukur dan

menganalisa kepuasan konsumen.

b. Orientasi Pesaing

Wirausaha wanita di bidang UMKM

Industri Kreatif di Dusun Sumberrahayu

kurang memperhatikan pesaing-pesaing

yang memiliki bidang industri yang sama.

Meskipun demikian kegiatan monitoring

terhadap aktivitas pesaing juga masih

bersifat sederhana mengingat umumnya

pesaing sejenis berlokasi di lingkungan

yang sama. Seringkali antar pelaku usaha

juga memposisikan diri sebagai mitra dan

bukan pesaing. Hal ini disebabkan karena

kultur yang telah tercipta dimana antar

pelaku usaha justru saling membantu,

seperti pabila ada pelaku usaha yang tidak

dapat memenuhi pesanan produk maka

akan dibantu oleh pelaku usaha lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang

meliputi respon terhadap ”serangan”

pesaing adalah kurang responsif (mean:

2,80), kurangnya kemampuan dalam

menganalisa keunggulan dan cara

menghadapi pesaing (mean: 2,90), belum

secara maksimal melakukan pantauan

terhadap strategi yang dilakukan pesaing

(mean: 2,80), dan memilik upaya untuk

meningkatkan keunggulan bersaing (mean:

3,2). Dikarenakan keterbatasan dalam

penggunaan teknologi informasi

pengamatan dan analisa persaing masih

menjangkau area yang sangat terbatas di

wilayah DIY-Jateng sehingga mereka belum

banyak mengetahui strategi dari pesaing

yang berasal dari luar daerah maupun luar

negri.

c. Koordinasi Antar Fungsi

Dalan menjalankan usahanya sudah

melaksanakan koordinasi antar fungsi

dengan baik. Hal ini mengingat skala usaha

yang masih relatif kecil (Mikro dan Kecil)

serta kepemilikan usaha yang bersifat

perseorangan sehingga mempermudah

dalam pengelolaan usaha dikarenakan

masih sangat sederhana dan minimnya

tingkat kompleksitas usaha yang ada.

Kondisi yang demikian sangat

mempermudah bagi pelaku usaha untuk

melakukan koordinasi antar fungsi yang

antara lain meliputi: desiminasi informasi

tentang konsumen kepada anggota

organisasi (mean: 3,15), semua SDM pada

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

35

UMKM mengetahui informasi tentang

konsumen yang dilayani ( mean: 3,29),

adanya koordinasi untuk memberikan

kontribusi dalam peningkatan nilai produk

dan layanan bagi konsumen (mean: 2,92),

serta adanya keterlibatan SDM dalam

pemasaran dan pengembangan produk

baru (mean: 3,06).

6. Deskripsi Kinerja Usaha Secara

Kualitatif

Perkembangan UMKM di Desa

Sumberrahayu berkembang cukup pesat

pada beberapa tahun terakhir ini. Terutama

setelah dicanangkannya sebagai desa

wisata oleh pemerintah Kabupaten Sleman

yang juga menjadi salah satu faktor

pendorong kunjungan wisatawan domestic

dan non domestik di wilayah ini.

Perkembangan tersebut antara lain

meliputi: penyerapan tenaga kerja,

pembentukan nilai produksi dan

penyerapan investasi UMKM yang juga

memegang peranan penting dalam

perekonomian desa.

Berdasarkan penelitian kinerja

usaha secara kualitatif baik pada aspek

produksi, pemasaran, tata kelola keuangan

dan pengelolaan sumber daya manusia

belum dapat tercapai secara maksimal. Hal

tersebut antara lain disebabkan oleh

keterbatasan dalam perencanaan kegiatan

pemasaran seperti: belum tersusunnya

target penjualan, perencanaan pemasaran

dan produksi yang bersifat rutin. Disamping

itu tata kelola administrasi keuangan juga

belum dilakukan secara jelas dan tertib

karena adanya kecenderungan untuk tidak

melakukan pemilahan antara keuangan

keluarga dan keuangan usaha yang

disebabkan status kepemilikan usaha

bersifat perseorangan. Kinerja usaha juga

belum dapat dicapai secara maksimal

dikarenakan masih terbatasnya dalam

pemanfaatan teknologi produksi yang

bersifat modern mengingat mayoritas

pelaku usaha masih menggunakan

peralatan yang bersifat konvensional

sehingga berdampak pada jumlah produksi

yang terbatas. Pengelolaan SDM juga

dilakukan secara sederhana dan

kekeluargaan sehingga kurang mendorong

peningkatan kinerja usaha.

G. Kesimpulan dan Rekomendasi

Wirausaha wanita dalam mengelola

usahanya telah mendasarkan pada dimensi

inovasi, dimensi pengambilan resiko dan

sikap proaktif dalam pengembangan usaha.

Meskipun implementasi inovasi belum

maksimal akan tetapi pelaku usaha secara

terus menerus berupaya untuk

meningkatkan inovasi baik dari sisi

pengembangan produk, cara kerja maupun

sistem pemsaran. Sejumlah upaya yang

dilakukan antara lain dengan terlibat secara

aktif pada kegiatan pembinaan dan

pendampingan UMKM yang dilakukan oleh

instansi pemerintah maupun swasta. Akan

tetapi dalam upaya pengembangan inovasi

produk, sistem kerja maupun sistem

pemasaran, para pelaku usaha masih

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

36

terkendala dengan kemampuan sumber

daya manusia yang ada mengingat SDM

yang terlibat dalam pengelolaan UMKM

rata-rata kurang memiliki pemahaman yang

baik di bidang bisnis atau tata kelola usaha.

Inovasi pada sistem pemasaran juga masih

bersifat konvensional dimana sebagian

besar pelaku usaha belum memanfaatkan

teknologi informasi dalam memasarkan

produknya.

Dalam pengambilan resiko usaha,

para pelaku usaha cukup siap mengatasi

resiko yang mungkin timbul. Hal ini sangat

beralasan mengingat pelaku usaha masih

menjalankan bisnisnya dalam skala kecil

sehingga nilai investasi yang digunakan

untuk mengelola usaha juga kecil sehingga

resiko usaha dapat diminimalkan. Sikap

proaktif dari wirausaha wanita dalam

mengelola usahanya ditunjukkan dengan

komitmen untuk terus menjalankan dan

mengembangkan usaha. Hal ini antara lain

ditunjukkan dari kesediaan untuk mengikuti

kegiatan pembinaan usaha dan menjalin

kerjasama dengan sejumlah mitra seperti:

pelaku usaha dengan skala yang lebih

besar yang bersedia menjadi partner dalam

pemasaran produk, lembaga koperasi dan

perbankan untuk mendapatkan tambahan

pinjaman modal usaha.

Orientasi pasar ditunjukkan melalui

orientasi konsumen, orientasi pesaing dan

koordinasi antar fungsi. Orientasi konsumen

ditunjukkan oleh para pelaku UMKM

dengan menghasilkan produk sesuai

dengan selera konsumen, memperhatikan

kualitas produk yang dihasilkan dan

memberikan pelayanan yang baik pada

konsumen. Mengingat skala usaha dari

sebagian besar responden masih dalam

kategori mikro dan kecil maka sifat

pelayanan yang diberikan pada konsumen

cenderung bersifat konvensional dan belum

memanfaatkan teknologi informasi sebagai

pendukung layanan. Upaya menghasilkan

produk agar sesuai dengan selera pasar

dilakukan dengan mengikuti permintaan

konsumen (melalui sistem pesanan)

maupun dengan secara aktif mencari

informasi tentang produk-produk yang

diminati pasar. Informasi ini juga diperoleh

melalui pertukaran informasi antar kelompok

paguyuban pengrajin.

Orientasi persaingan secara umum

lebih disikapi secara sederhana oleh pelaku

usaha mengingat pada lingkup usaha mikro

dan kecil kecenderungan persaingan tidak

begitu ketat bahkan dalam pelaksanaan

usahanya mereka cenderung untuk saling

membantu. Sebagai salah satu contoh

apabila ada salah satu pengrajin yang

mendapatkan pesanan dalam kuantitas

yang cukup besar dengan tenggang waktu

yang sempit maka pengrajin lainnya akan

membantu dalam memenuhi kekurangan

pesanan. Meskipun demikian pelaku usaha

tetap berusaha untuk memantau kegiatan

pelaku usaha sejenis dan berusaha

menciptakan keunggulan bersaing pada

biddang usahanya seperti: menghasilkan

produk dengan kualitas baik, memenuhi

pesanan sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan, menetapkan harga yang

bersaing dan lain-lain. Koordinasi antar

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

37

fungsi berjalan dengan baik mengingat

jumlah SDM yang masih sangat terbatas

dan skala usaha yang masih kecil sehingga

keterlibatan SDM yang ada juga tinggi

khususnya dalam bidang produksi maupun

pemasaran produk. Tata kelola usaha

umumnya masih bersifat sederhana dan

cenderung kekeluargaan dimana sebagian

besar kepemilikan usaha masaih berstatus

perseorangan sehingga dalam

pengendalian usaha masih mudah

dilakukan.

Dengan pengelolaan usaha yang

setidaknya telah mendasarkan pada

orientasi kewirausahaan dan orientasi pasar

maka mampu mendorong wirausaha wanita

di bidang UMKM industri kreatif untuk

meningkatkan kinerja usahanya. Dengan

kata lain semakin baik pengimplementasian

orientasi kewirausahaan dan orientasi pasar

dalam tata kelola usaha maka akan

semakin meningkat kinerja usaha yang

dihasilkan

Dengan adanya sejumlah kendala

tersebut maka perlu direkomendasikan

upaya atau strategi untuk meningkatkan

kinerja UMKM Industri Kreatif antara lain

dengan cara:

1. Guna meningkatkan kinerja UMKM

pada aspek pemasaran dapat

dilakukan dengan cara memperluas

wilayah pemasaran maupun akses

pasar dengan cara memanfaatkan

teknologi informasi seperti internet

untuk mengetahui berbagai macam

informasi pasar. Disamping itu

dengan pemanfaat TI dapat terjalin

hubungan dengan calon konsumen

diberbagai wilayah. Menyadari

bahwa dalam penguasaan teknologi

informasi masih sangat terbatas

maka perlu adanya upaya

pendampingan dan pembimbingan

dari berbagai pihak salah satunya

adalah perguruan tinggi. Disamping

itu pihak perguruan tinggi atau

instansi lainnya dapat membantu

UMKM dengan membuatkan website

khusus sehingga dapat dijadikan

sarana untuk mengenalkan produk,

memperluas pasar, mengetahui

informasi pesaing dan pasar,

peningkatan aktivitas transaksi

penjualan dan lain-lain. Upaya untuk

secara agresif memperkenalkan

produk juga dapat dilakukan dengan

mengikuti kegiatan pameran baik

secara mandiri maupun sebagai

mitra binaan dari instansi pemerintah

atau swasta.

2. Peningkatan kinerja UMKM dari

aspek sumber daya manusia dapat

dilakukan dengan secara aktif

mengikuti kegiatan-kegiatan

pelatihan yang diselenggarakan oleh

instansi pemerintah maupun swasta

untuk meningkatkan motivasi dan

etos kerja pelaku UMKM.

DAFTAR PUSTAKA

Amario, Ruiz (2008), Market Orientation and

Internationalization in Small and

Medium Sized Enterprises, Journal

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

38

of Small Business Management,

Milwaukee: Oct 2008, Vol. 46, Iss 4,

Pg. 485

Daridre, Conde (1994), The Export

Orientation of Canadian Female

Entrepreneur in New Brunswick,

Women In Management Review,

Bradford: 1994, Vol. 9, Iss 5, pg. 20

Ghozali, I. (2001), Aplikasi Analisis

Multivariat dengan Program SPSS,

Semarang: BP Universitas

Diponegoro.

Lie, Zhao, Tan, Liu (2008), Moderating

Effects Of Entrepreneurial

Orientation on Market Orientation-

Performance Linkage: Evidance

From Chinase Small Firms, Journal

of Small Business Management,

Milwaukee, Jan 2008, Vol. 46, Iss 1,

pg 113

Karim,S (2007), Analisis Pengaruh

Kewirausahaan Korporasi Terhadap

Kinerja Perusahaan Pada Pabrik

Pengolahan Crumb Rubber di

Palembang, Jurnal Manajemen dan

Bisnis, Universitas Sriwijaya, Vol. 5

No. 7

Kohli, AK dan Jaworski, BJ (1990), Market

Orientation, The Construct,

Research Propositions, and

Managerial Implication, Journal of

Marketing, Vol. 54, Iss 2. Pg. 1- 18

Lumpkin, G.T. & Dess, G.G, (2001) Linking

Two Dimensions of Entrepreneurial

Orientation to Firm Performance:

The Moderating Role of Environment

and Industry Life Cycle, Journal of

Business Venturing, Vol.16.

Lumpkin, G.T. & Dess, G.G, (1996),

Clarifying the Entrepreneurial

Orientation Construct and Linking it

to Performance. Academy of

Management Review, Vol. 21(1).

Morris, Miyasaki, Watters, Coombes (2006),

The Dilema of Growth:

Understanding Venture Size Choice

of Women Entrepreneur, Journal of

Small Business Management,

Milwaukee, Aprll 2006, Vol. 44, Iss.

2, pg.221

Mustafa, Z., 20055, Pengantar Statistik

Terapan Untuk Ekonomi, Yogyakarta:

BPFE UII

Runyan, Droge, Swinney (2008),

Entrepreneurial Orientation versus

Small Business Orientation: What

Are Their Relationship to Firm

Performance?, Journal of Small

Business Management, Milwaukee:

Oct 2008, Vol 46, Iss 4, pg 567.

Sagie, Abraham, Elizur (1999),

Achievement Motive an

Entrepreneurial Orientation: A

Structrural Analysis, Journal of

Organizational Behavior, Chichester:

May, 1999, Vol. 20, Iss. 3, pg. 375

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

39

Sels, Winne, Delmote, dkk (2006), Linking

HRM and Small Business

Performance: An Examination of

The Impact of HRM Intensity On The

Productivity and Financial

Performance Of Small Business,

Small Business Economics, pgs 83-

101

Simatupang, M (2008), Perkembangan

Industri KreatifStudi Peran Serta

Wanita Dalam Pengembangan

Usaha Kecil Menengah dan

Koperasi, Jurnal Pengkajian

Koperasi dan UKM, Nomor 1 Tahun

2006

Tjiptono, Chandra, Diana (2004), Marketing

Scales, Yogyakarta: andi Offset

Yusanto dan Widjajakusuma (2002).

Menggangas Bisnis Islami, Jakarta:

Gama Insani Press

www.bps.go.id

www.jogjabiz.web.id

www.indonesiakreatif.net

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

40

PROFIL PERSEPSI TERHADAP COMPUTER BASED TEST PRESTASI BELAJAR PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

Ranni Merli Safitri Program Studi Psikologi

Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Abstract

This study aimed to have profile of learning achievement computer based test perception of the Faculty of Psychology students, University Mercu Buana Yogyakarta. Perception will be revealed in this study, especially the perception of the test function as a tool for improvements in teaching, strengthening learners' motivation, increase self-understanding of participants, and provide feedback on the effectiveness of teaching process. This research subjected the students of the Faculty of Psychology, University of Yogyakarta Mercu Buana totaling 108 people, were obtained by cluster random sampling method. The research is exploratory, so that methods of data analysis used the statistical method in the form of descriptive percentage frequency.

The results reveal that the total perception of learning achievement computer based test of students of the Faculty of Psychology, University of Yogyakarta Yogyakarta tend to be positive. Similarly to the perception of computer based test according to functions that used aspects of the perception scale computer based test is used as a means of collecting data.

Furthermore, by sex, there is almost the same average between male students and female. Based on the organization of classes, i.e. regular and regular evening class, also showed similar results.

Key words: Computer based test, perception profile

PENDAHULUAN

Salah satu fungsi perguruan tingi yang

merupakan lembaga pendidikan tertinggi di

Indonesia yaitu menyiapkan calon-calon

pemimpin di masa mendatang yang

berkualitas dan sanggup menjawab

tantangan zaman. Soelistyo (dalam Safitri,

2002) menyatakan bahwa salah satu fungsi

prguruan tinggi yang sangat penting adalah

menyiapkan manusia pembangunan yang

berkemampuan tingi sebagai ahli yang

terampil dalam bidangnya. Kenyataan

menunjukkan bahwa sebagian besar

jabatan-jabatan yang penting di suatu

Negara pada umumnya dipegang oleh

orang-orang yang memperoleh pendidikan

di perguruan tinggi.

Dalam bidang pendidikan, yang

digunakan sebagai ukuran untuk

mengetahui sejauh mana anak didik telah

menguasai materi pelajaran yang sudah

diajarkan dan dipelajari adalah hasil belajar

atau prestasi belajar (Masrun dan

Martaniah, 1973). Hasil belajar ini diukur

sebagian besar dengan menggunakan tes

hasil belajar. Suryabrata (1987, b)

menyatakan bahwa untuk mengetahui

proses belajar anak didik, pendidik harus

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

41

melakukan pengukuran dan evaluasi. Hal

ini mutlak dilakukan karena pada saat

tertentu pendidik harus membuat keputusan

pendidikan. Tes prestasi belajar mempunyai

banyak fungsi yang antara lain adalah

untuk memperbesar pemahaman diri

peserta, dan menyediakan umpan balik

tentang efektifitas pengajaran (Depdikbud,

1987)

Namun demikian, pada kenyataannya

banyak kendala yang membuat tes prestasi

belajar ini tidak mampu memenuhi

fungsinya. Salah satu penyebabnya berasal

dari peserta didik (testee), yaitu persepsi

mereka terhadap computer based test

prestasi belajar. Persepsi merupakan

proses penginderaan yang dilakukan oleh

individu terhadap stimulus, kemudian

diorganisasikan sehingga individu

menyadari dan mengerti tentang apa yang

dilihat (Davidoff,1991).

Hasil observasi dan wawancara peneliti

menunjukkan bahwa menurut mereka tes

hasil belajar tersebut hanya merupakan

sesuatu yang merepotkan, bahkan suatu

ancaman, sumber stress, suatu rutinitas,

bukan merupakan gambaran dari hasil

belajar mereka selama ini. Kenyataan ini

memperlihatkan bahwa masih banyak

peserta didik yang mempunyai persepsi

yang negatif terhadap computer based test

prestasi belajar. Hal ini pada akhirnya akan

mempengaruhi perilaku mereka dalam

mengerjakan tes, sehingga persepsi yang

negatif terhadap computer based test

prestasi belajar inilah yang membuat suatu

tes gagal memenuhi fungsinya.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan

suatu pertanyaan bagaimanakah gambaran

atau profil persepsi terhadap computer

based test prestasi belajar pada mahasiswa

Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana

Yogyakarta. Persepsi yang akan diungkap

dalam penelitian ini terutama persepsi

terhadap fungsi tes sebagai alat untuk

mengadakan perbaikan dalam pengajaran,

memperkuat motivasi belajar peserta didik,

memperbesar pemehaman diri peserta, dan

menyediakan umpan balik tentang

efektifitas pengajaran.

Suryabrata (1987, b), menyatakan bahwa

untuk mengetahui proses belajar anak didik

pendidik harus melakukan pengukuran dan

evaluasi. Hal ini mutlak dilakukan karena

pada saat tertentu pendidik harus membuat

keputusan pendidikan. Pada waktu

membuat keputusan yang bujaksana

diperlukan suatu informasi yang akurat dan

relevan. Oleh karana itu tes mutlak

diperlukan dalam pendidikan, khususnya

dalam proses belajar mengajar. Menurut

Anastasi (1990) tes prestasi belajar adalah

tes yang mengukur pengetahuan yang

dimiliki seseorang sebagai akibat adanya

program pendidikan maupun program

pelatihan. Melalui tes prestasi belajar dapat

diperoleh informasi mengenai perbedaan

kemajuan atau tambahan pengetahuan

antar peserta didik. Informasi yang

diperoleh melalui kegiatan tes prestasi

sangat berguna untuk menentukan tahap

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

42

proses belajar berikutnya, baik ditinjau dari

daya serap peserta didik sehubungan

dengan pokok bahasan atau bahan

pelajaran yang diberikan pendidik kepada

mereka.

Menurut Ebel (dalam Azwar, 1987)

fungsi tes prestasi belajar adalah mengukur

prestasi belajar siswa, dan memberikan

kontribusi atau sumbangan terhadap

program pengajaran, serta motivasi siswa

dalam belajar. Tes prestasi belajar

mempunyai peranan yang sangat besar di

bidang pendidikan karena mempunyai

fungsi, yaitu : (1) sebagai alat untuk

mengadakan perbaikan dalam pengajaran,

(2) memperkuat motivasi belajar peserta

didik, (3) memperbesar pemahaman diri

peserta, (4) menyediakan umpan balik

tentang efektifitas pengejaran, dan (5)

memperbesar retensi serta transfer belajar

(Depdikbud, 1997). Masrun dan Martaniah

(1973), menyatakan kegunaan dan tujuan

pengukuran dan penilaian dalam

pendidikan meliputi: (1) mengukur hasil

perbuatan belajar, (2) mengadakan

evaluasi terhadap perbuatan belajar, (3)

sebagai alat untuk menimbulkan motivasi,

(4) menyadarkan anak pada

kemampuannya, (5) sebagai petunjuk

usaha belajar, dan (6) dapat dijadikan dasar

dalam memberikan penghargaan.

Persepsi merupakan bagian dalam

memahami dan mengenal objek yang

diawali dengan proses penginderaan.

Persepsi dalam arti sempit adalah

penglihatan atau bagaimana cara

seseorang melihat sesuatu, sedangkan

dalam arti luas adalah pandangan atau

pengertian bagaimana seseorang

memandang atau mengartikan sesuatu

(Leavitt, 1992). Dafidoff (1991) menyatakan

bahwa persepsi merupakan proses

penginderaan yang dilakukan oleh individu

terhadap stimulus, kemudia diorganisasikan

sehingga individu menyadari dan mengerti

tentang apa yang dilihat. Proses persepsi

dedahului dengan adanya penginderaan

yaitu suatu proses diterimanya stimulus oleh

individu melalui alat reseptornya yang

kemudian dibawa ke pusat otak untuk diberi

arti atau makna.

Menurut Walgito (2002), dalam persepsi

terkandung pengertian adanya proses

penginderaan yang yang dilakukan oleh

panca indera, kemudian stimulus yang

diterima lalu diolah dan diinterpretasikan

sehingga individu mengerti dan menyadari

apa yang diindera itu. Jadi persepsi

seseorang terhadap sesuatu akan sangat

dipengaruhi oleh banyak factor, antara lain

status dan sekaligus hubungan antara yang

mempersepsi dengan yang dipersepsi.

Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa

persepsi terhadap computer based test hasil

belajar adalah proses penerimaan,

pengorganisasian dan penginterpretasian

mahasiswa terhadap computer based test

prestasi belajar sebagai alat untuk

mengadakan perbaikan dalam pengajaran,

memperkuat motivasi belajar peserta didik,

memperbesar pemehaman diri peserta, dan

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

43

menyediakan umpan balik tentang

efektifitas pengajaran.

Tujuan penelitian ini adalah untuk

memperoleh gambaran atau profil persepsi

terhadap computer based test prestasi

belajar pada mahasiswa Fakultas Psikologi

Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

METODE

Variabel dalam penelitian ini yaitu

persepsi terhadap computer based test

prestasi belajar. Persepsi terhadap

computer based test hasil belajar adalah

proses penerimaan, pengorganisasian dan

penginterpretasian mahasiswa terhadap

computer based test prestasi belajar

sebagai alat untuk mengadakan perbaikan

dalam pengajaran, memperkuat motivasi

belajar peserta didik, memperbesar

pemehaman diri peserta, dan menyediakan

umpan balik tentang efektifitas pengajaran.

Subjek yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu mahasiswa Fakultas Psikologi

Universitas Mercu Buana Yogyakarta

berjumlah 108 orang, yang diperoleh

dengan metode cluster random sampling.

Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode eksploratif yaitu

menjelajahi apa saja yang perlu dicari dan

bukannya memprediksikan relasi yang

dicari dan ditemukan (Katz dakam Kerliger,

1986). Sedangkan metode pengumpulan

data dilakukan dengan metode skala yaitu

skala persepsi terhadap computer based

test dengan aspek-aspek persepsi terhadap

computer based test sebagai alat untuk

mengadakan perbaikan dalam pengajaran,

memperkuat motivasi belajar peserta didik,

memperbesar pemehaman diri peserta, dan

menyediakan umpan balik tentang

efektifitas pengajaran.

Metode pengumpulan data dilakukan

dengan metode skala yaitu skala persepsi

terhadap computer based test dengan

aspek-aspek persepsi terhadap computer

based test sebagai alat untuk mengadakan

perbaikan dalam pengajaran, memperkuat

motivasi belajar peserta didik, memperbesar

pemahaman diri peserta, dan menyediakan

umpan balik tentang efektifitas pengajaran.

Skala tersebut disusun berdasarkan skala

Likert, terdiri dari 12 aitem favorable dan

aitem unfavourable sebanyak 11 aitem.

Skala dalam penelitian ini disusun sendiri

oleh peneliti dengan menggunakan empat

alternative jawaban, yaitu: SS (Sangat

Sesuai), S (sesuai), TS (Tidak Sesuai), dan

STS (Sangat Tidak Sesuai). Penggunaan

empat alternative jawaban ini dimaksudkan

untuk menghilangkan kelemahan yang

terdapat dalam lima alternative jawaban

yaitu kecenderungan subjek memilih

jawaban ke tengah atau netral (Hadi, 2000).

Skala persepsi terhadap computer based

test memiliki koefisien daya beda aitem

berkisar antara 0,208 – 0,502 dan koefisien

reliabilitas Alpha sebesar 0,730.

HASIL DAN DISKUSI

Hasil analisis data memperlihatkan

bahwa rerata skor total secara empirik

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

44

sebesar 44,05 lebih tinggi daripada skor

total hipotetiknya yang sebesar 37,5.

Namun apabila dilihat standar deviasi

hipotetik yang sebesar 7,5, maka

berdasarkan skor total, mahasiwa fakultas

psikologi Universitas Mercu Buana

Yogyakarta memiliki persepsi terhadap

computer based test dalam tingkatan yang

sedang.

Rerata empirik skor aspek mengadakan

perbaikan dalam pengajaran sebesar 8,79

lebih besar daripada rerata skor

hipotetiknya sebesar 7,5. Namun dengan

memperhitungkan standar deviasi hipotetik

yang sebesar 1,5, maka untuk skor aspek

mengadakan perbaikan dalam pengajaran

mahasiwa fakultas psikologi Universitas

Mercu Buana Yogyakarta memiliki persepsi

terhadap computer based test dalam

tingkatan yang sedang.

Rerata empirik skor aspek memperkuat

motivasi belajar peserta didik sebesar 16,41

lebih besar daripada rerata skor

hipotetiknya sebesar 12,5. Dengan

memperhitungkan standar deviasi hipotetik

yang sebesar 2,5, maka untuk skor aspek

memperkuat motivasi belajar peserta didik

mahasiwa fakultas psikologi Universitas

Mercu Buana Yogyakarta memiliki persepsi

terhadap computer based test dalam

tingkatan yang tinggi.

Rerata empirik skor aspek memperbesar

pemahaman diri peserta sebesar 11,59

lebih besar daripada rerata skor

hipotetiknya sebesar 10. Namun dengan

memperhitungkan standar deviasi hipotetik

yang sebesar 2, maka untuk skor aspek

memperbesar pemahaman diri peserta

mahasiwa fakultas psikologi Universitas

Mercu Buana Yogyakarta memiliki persepsi

terhadap computer based test dalam

tingkatan yang sedang.

Rerata empirik skor aspek menyediakan

umpan balik tentang efektifitas pengajaran

sebesar 7,21 lebih kecil daripada rerata skor

hipotetiknya sebesar 7,5. Namun dengan

memperhitungkan standar deviasi hipotetik

yang sebesar 1,5, maka untuk skor aspek

menyediakan umpan balik tentang

efektifitas pengajaran mahasiwa fakultas

psikologi Universitas Mercu Buana

Yogyakarta memiliki persepsi terhadap

computer based test dalam tingkatan yang

sedang.

Rerata skor total secara empirik untuk

laki-laki sebesar 43,87 lebih tinggi daripada

skor total hipotetiknya yang sebesar 37,5.

Demikian juga rerata skor total empiric

untuk perempuan yang sebesar 44,66.

Namun apabila dilihat standar deviasi

hipotetik yang sebesar 7,5, maka

berdasarkan skor total, mahasiwa fakultas

psikologi Universitas Mercu Buana

Yogyakarta baik laki-laki maupun

perempuan memiliki persepsi terhadap

computer based test dalam tingkatan yang

sedang.

Rerata skor total secara empirik untuk

kelas reguler sebesar 44,15 lebih tinggi

daripada skor total hipotetiknya yang

sebesar 37,5. Demikian juga rerata skor

total empiric untuk kelas regular malam

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

45

yang sebesar 44,16. Namun apabila dilihat

standar deviasi hipotetik yang sebesar 7,5,

maka berdasarkan skor total, mahasiwa

fakultas psikologi Universitas Mercu Buana

Yogyakarta baik kelas reguler maupun

kelas regular malam memiliki persepsi

terhadap computer based test dalam

tingkatan yang sedang.

Deskripsi data memperlihatkan bahwa

subjek, yaitu mahasiswa Fakultas Psikologi

Universitas Mercu Buana Yogyakarta,

secara umum mempunyai persepsi

terhadap computer based test pada

tingkatan sedang, yaitu bahwa sebagian

besar subjek menilai tes secara positif. Ini

berarti menurut subjek tes prestasi belajar

yang mereka jalani memang masih dapat

menjalankan fungsinya sebagai alat untuk

mengadakan perbaikan dalam pengajaran,

memperkuat motivasi belajar peserta didik,

memperbesar pemahaman diri peserta, dan

menyediakan umpan balik tentang

efektifitas pengajaran.

Fungsi tes sebagai alat untuk

mengadakan perbaikan dalam pengajaran

cenderung dipersepsi secara positif oleh

subjek. Hal ini ditunjukkan oleh sebagian

besar subjek yang menilai bahwa

pengawasan ujian yang ketat sangat

diperlukan ketika ujian agar tidak ada yang

bisa berbuat curang, kemudian walaupun

suatu mata kuliah sudah mempunyai tugas

besar atau praktikum, ujian masih

diperlukan sebagai sumber penilaian.

Selain itu subjek merasaa bahwa mereka

lebih menyukai menjawab soal ujian

daripada mengerjakan tugas.

Sebagai alat untuk memperkuat motivasi

belajar peserta didik, fungsi tes juga

dipersepsi cenderung positif oleh subjek.

Sebagian besar subjek memberikan

penilaian bahwa nilai ujiannya merupakan

salah satu faktor penentu masa depannya,

subjek merasa mereka perlu belajar lebih

rajin ketika dalam masa ujian. Selain itu

mereka juga tidak menganggap bahwa

berbuat curang ketika ujian merupakan hal

yang biasa. Mereka juga berpendapat

bahwa apabila ujian mereka di suatu

semester berhasil baik, maka mereka

berusaha untuk berbuat yang sama untuk

semester berikutnya.

Subjek menilai bahwa tes diperlukan

untuk mengetahui pemahaman mereka

pada suatu mata kuliah karena tes

merupaka ajang tempat mereka

menunjukkan kemampuannya secara

individu tanpa terpengaruh oleh dosen atau

teman-temannya. Selain itu dengan

mengerjakan soal-soal ujian membuat

mereka lebih memahami materi mata kuliah

yang telah diajarkan. Penilaian-penilaian ini

merupakan cerminan dari persepsi subjek

yang positif pada fungsi tes sebagai alat

untuk memperbesar pemahaman diri

peserta.

Hasil ujian yang baik belum tentu

merupakan gambaran tentang dosen

pengampu yang juga baik, cara mengajar

dosen tidak berpengaruh pada semangat

mengikuti ujian, serta bahwa aktifitas

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

46

mahasiswa di dalam kelas tidak selalu

dapat tercermin pada nilai ujiannya

merupakan penilaian-penilaian yang

menunjukkan persepsi mereka yang

cenderung negatif untuk fungsi tes sebagai

alat untuk menyediakan umpan balik

tentang efektifitas pengajaran.

Fakultas Psikologi Universitas Mercu

Buana Yogyakarta mempunyai dua

penyelenggaraan. Kelas regular yang

diselenggarakan pada pagi hari dan hampir

seluruh mahasiswanya merupakan fresh

garaduater dan belum bekerja, dan kelas

regular malam yang diselenggarakan sore

sampai malam hari, di mana hampir seluruh

mahasiswanya merupakan karyawan atau

orang yang sudah bekerja. Asumsi bahwa

orang bekerja yang kuliah hanya

menginginkan ijazah saja tanpa peduli

dengan proses perkuliahan tampaknya

dapat dipatahkan dengan hasil yang

menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa

regular malam terhadap computer based

test dengan rerata 44,46 ternyata

cenderung positif dan tidak berbeda dengan

persepsi mahasiswa kelas regular pagi

dengan rerata sebesar 44,15.

Berdasarkan jenis kelamin, tidak ada

perbedaan persepsi antara mahasiswa laki-

laki dan perempuan. Kedua kelompok

tersebut memiliki rerata yang hampir sama,

yaitu 43,87 untuk laki-laki dan 44,66 untuk

perempuan. Kedua kelompok tersebut

memiliki persepsi yang juga cenderung

positif terhadap computer based test

prestasi belajar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian di atas dapat

disimpulkan bahwa mahasiswa Fakultas

Psikologi Universitas Mercu Buana

Yogyakarta mempunyai persepsi yang

cenderung positif terhadap computer based

test prestasi belajar dalam memenuhi

fungsinya sebagai alat untuk mengadakan

perbaikan dalam pengajaran, memperkuat

motivasi belajar peserta didik, dan

memperbesar pemahaman diri peserta.

Namun mempunyai persepsi yang

cenderung negatif pada fungsi tes sebagai

alat untuk menyediakan umpan balik

tentang efektifitas pengajaran.

Selain itu berdasarkan kelas

penyelenggaraan, baik kelas regular

maupun kelas regular malam, semua

mahasiswa mempunyai persepsi yang

cenderung positif terhadap computer based

test. Hasil yang sama juga ditemukan pada

mahasiswa laki-laki dan perempuan yang

juga mempunyai persepsi yang cenderung

positif terhadap prestasi belajar.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti

memberikan saran kepada pihak Institusi

dalam hal ini Fakultas Psikologi Universitas

Mercu Buana agar dapat lebih

meningkatkan proses belajar mengajar

salah satunya dengan meningkatkan

kualitas tes baik dari segi administrasi

maupun bentuk dan isi tes tersebut.

Bagi mahasiswa, disarankan agar

benar-benar menganggap tes sebagai alat

untuk mengetahui kemampuan dan

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

47

pemahaman mereka bukan sekedar alat

untuk mendapatkan nilai sehingga tes

dapat memenuhi fungsinya.

DAFTAR PUSTAKA

Anastasi, A. & Urbina, S. 1998. Tes

Psikologi, Edisi Bahasa Indonesia

Jilid 1. Jakarta : Simon & Schuster

(Asia) Pte. Ltd.

Azwar, S. 1996. Tes Prestasi Fungi dan

Pengembangan pengukuran

prestasi belajar. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar Offset.

Dafidoff, L. L. 1991. Psikologi Suatu

Pengantar, Edisi ketoga. Jakarta :

Penerbit Erlangga

Depdikbud. 1997. Pengelola Pengujian Bagi

Guru Mata Pelajaran. Jakarta :

Ditjen Dikdasmen, Direktorat

Dikdasmen

Kerlinger, N. F. 1986. Foundations of

Behavioral Research. New York :

Holt, Rinehart and Wilson

Leavitt, H. J. 1992. Psikologi Manajemen.

Diterjemahkan oleh : Zarkasi.

Jakarta : Penerbit Erlangga

Masrun & Martaniah, S. M,. 1973. Psikologi

Pendidikan. Yogyakarta : yayasan

penerbitan Fakultas Psikologi

Universitas Gadjah Mada.

Robbins, S. P. 1998. Organizational

Behavoir : Concepts, Controersies

and Applications. New Jersey :

Prentice Hall International, Inc

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

48

HUBUNGAN DUKUNGAN ATASAN DENGAN NILAI POSITIF PEKERJAAN-KELUARGA PADA IBU YANG BEKERJA

Triana Noor Edwina Dewayani Soeharto Program Studi Psikologi

Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT

This study aimed to examine the relation between supervisor support and work-family

enhancement on working mothers. The hypothesis was proposed: there was positive correlation

between supervisor support and work-family enhancement on working mothers. Characteristics

of research subjects in this study: (1) subjects lived together with her husband and had children

under the age of 12 years who lived with the subject, (2) working full time. Data collection tool

used in this study: work-family enhancement scale and the scale of supervisor support .

Techniques of analysis in this research using product moment correlation techniques. The

results showed positive correlation bettween the supervisor's support and work-family

enhancement on working mothers.

Keywords: support of superviosor, work-family enhancement

A. PENDAHULUAN

Sejak awal tahun 1950, penelitian

tentang masalah pekerjaan dan keluarga

telah dilakukan tetapi fokus penelitian lebih

banyak dilakukan untuk meneliti masalah

work-family conflict (konflik pekerjaan-

keluarga) yang terdiri dari dua komponen

yaitu Work interfering with family dan family

interfering with work. Penelitian sekarang

mulai meneliti tentang work-family

enhancement yang juga terdiri dari dua

komponen yaitu work to family facilitation

dan family to work facilitation. Ada

beberapa istilah yang dipakai untuk

menjelaskan work-family enhancement

yaitu work-family enrichment, work-family

interface, work-family facilitation, positive

work-family spillover (Washington, 2006).

Penelitian ini akan menggunakan istilah

nilai positif pekerjaan-keluarga yang berasal

dari istilah work-family enhancement. Untuk

selanjutnya istilah nilai positif pekejaan-

keluarga akan digunakan di dalam

penelitian ini.

Konsep nilai positif pekejaan-

keluarga mengacu pada konsep multiple

role, pengalaman pada peran yang satu

akan meningkatkan kemampuan untuk

menjalankan peran yang lain (Greenhaus

dan Powell, 2006). Peran yang dilakukan

seseorang antara lain peran dalam

pekerjaan : sebagai pekerja dan peran

dalam keluarga : sebagai suami/istri atau

ayah/ibu (Voydanoff, 2002) Nilai positif

pekejaan-keluarga adalah keterlibatan

dalam menjalankan peran di tempat kerja

atau di rumah akan meningkatkan

kemampuan atau ketrampilan melakukan

peran di rumah atau di tempat kerja (Frone,

2003). Wadsworth dan Owens (2007)

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

49

mengartikan nilai positif pekerjaan-keluarga

sebagai bentuk pengalaman pada suatu

peran yang akan memperkaya peran yang

lain.

Frone (2003) menjelaskan bahwa

sikap, emosi positif, ketrampilan dan

perilaku dalam masing-masing peran akan

saling mempengaruhi. Menurut Hill (2005) ;

Kinnunen, dkk. (2006) ; MacDermid, dkk.

(2000), dimensi dari nilai positif pekerjaan-

keluarga adalah suasana hati yang positif,

keahlian, waktu, energi, dan perilaku.

Berdasarkan pendapat di atas penelitian ini

akan mengacu pada pendapat Frone

(2003); Hill (2005); Kinnunen, dkk. (2006) ;

MacDermid, dkk. (2000) bahwa nilai positif

pekerjaan-keluarga adalah suasana hati

yang positif, keahlian, waktu, energi, dan

perilaku dalam menjalankan peran di

tempat kerja akan mendukung peran

individu di rumah serta sikap, emosi yang

positif, ketrampilan dan perilaku dalam

menjalankan peran di rumah akan

mendukung peran individu dalam bekerja.

Penelitian tentang nilai positif

pekerjaan-keluarga dilakukan untuk melihat

peran dalam pekerjaan dan peran dalam

keluarga yang dapat saling memperkaya.

Selain itu jumlah pekerja yang bekerja

sebagai karyawan di Indonesia terus

meningkat sehingga penelitian ini perlu

dilakukan untuk meneliti permasalahan

yang dialami pekerja yaitu nilai positif

pekerjaan-keluarga. Di DIY penduduk

yang bekerja dengan status

karyawan/pegawai di bulan Agustus 2011

menunjukkan jumlah laki-laki yang bekerja

sebanyak 1.002.000 sedangkan

perempuan sebanyak 796.542 (Sumber:

BPS, Survey Angkatan Kerja Nasional,

2011 diolah Pusdatinaker).

Data di atas menunjukkan baik pria

dan wanita pada saat ini mempunyai

peluang yang sama untuk bekerja. Hal ini

akan berdampak pada kehidupan keluarga

para pekerja tersebut. Dampak yang

ditimbulkan dari ibu yang bekerja tidak

selalu berdampak negatif tetapi juga

berdampak positif apabila pengalaman pada

suatu peran yang akan memperkaya peran

yang lain. Berdasarkan penelitian Grzywacz

(dalam Washington, 2006) diketemukan

bahwa dampak positif pekerjaan-keluarga

ini lebih dirasakan oleh ibu yang bekerja

dan sudah menikah. Ibu bekerja yang

menikah ditemukan mengalami nilai positif

pekerjaan-keluarga daripada pekerja yang

tidak menikah karena ibu yang bekerja ini

memperoleh keuntungan dari peran yang

dijalankan dalam keluarga yaitu sebagai istri

atau ibu, peran yang dijalankan dalam

keluarga tersebut akan mempermudah

pekerja menjalankan peran di tempat kerja

(Grzywacz dalam Washington, 2006).

Dampak yang ditimbulkan dari peran

sebagai istri, ibu atau pekerja dapat positif

apabila pekerja mengalami nilai positif

pekerjaan-keluarga yang tinggi. Manfaat

dari berbagai peran memberikan bukti

bahwa peran ganda meningkatkan mental,

fisik dan hubungan kesehatan pekerja

(Barnett & Hyde, 2001) Selain itu, tampak

bahwa ada efek penyangga, seperti

kepuasan dalam satu peran mungkin

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

50

penyangga stres atau ketidakpuasan yang

berkembang dari peran yang lain.

Penelitian Tiedje, dkk. (1990) menunjukkan

nilai positif pekerjaan-keluarga tinggi pada

perempuan yang bekerja berkaitan dengan

rendahnya depresi dan meningkatnya

kepuasan (kepuasan kerja, kepuasan

perkawinan dan kepuasan sebagai

orangtua). Sebaliknya, perempuan yang

bekerja yang mengalami nilai positif

pekerjaan-keluarga rendah akan mengalami

depresi dan menurunkan kepuasan kerja,

kepuasan perkawinan dan kepuasan

sebagai orangtua (Tiedje, dkk., 1990).

Berdasarkan penejelasan di atas

maka peneliti menyimpulkan penelitian

tentang nilai positif pekerjaan-keluarga

perlu dilakukan karena melihat manfaat nilai

positif pekerjaan-keluarga bagi ibu yang

bekerja.

Penelitian tentang nilai positif

pekerjaan-keluarga telah dilakukan sejak

tahun 1974 oleh Sieber (dalam Balmforth &

Gardner, 2006). Balmforth & Gardner

(2006) mengatakan nilai positif pekerjaan-

keluarga terjadi ketika peran yang dilakukan

dalam pekerjaan dan peran yang dilakukan

dalam keluarga saling memberikan

konstribusi positif dan keuntungan.

Nilai positif pekerjaan-keluarga pada

suami yang bekerja dapat dipengaruhi

dukungan sosial antara lain dukungan

atasan. Pengertian dukungan sosial

menurut Winnubst dan Schabracq dalam

Schabracq,dkk (1996) adalah pemberian

informasi, pemberian bantuan atau materi

yang didapat dari hubungan sosial yang

akrab atau keberadaan orang lain yang

membuat seseorang merasa diperhatikan

dan dicintai sehingga membantu

keberhasilan seseorang menyelesaikan

masalahnya. Sumber dukungan sosial

adalah orang-orang yang berada di sekitar

dan kehadirannya sangat berarti bagi

ibu/pria yang bekerja..

Penelitian yang dilakukan Voydanoff

(2004) menunjukkan bahwa dukungan dari

atasan akan meningkatkan nilai positif

pekerjaan-keluarga. Penelitian ini didukung

oleh penelitian Wadsworth & Owens (2007)

menunjukkan perlunya dukungan sosial

untuk meningkatkan nilai positif pekerjaan-

keluarga, dukungan dari tempat kerja yaitu

atasan akan berpengaruh positif terhadap

nilai positif pekerjaan-keluarga. Friedman &

Greenhaus (2000) menemukan dukungan

dari tempat kerja yaitu atasan dan rekan

kerja berpengaruh positif terhadap

kepuasan kerja dengan dimediasi oleh nilai

positif pekerjaan-keluarga.

Berdasarkan uraian di atas maka

penelitian ini mengajukan rumusan masalah

: apakah ada hubungan antara dukungan

atasan dengan nilai positif pekerjaan-

keluarga pada ibu yang bekerja?

Penelitian ini bertujuan untuk

mengkaji hubungan antara dukungan

atasan dengan nilai positif pekerjaan-

keluarga pada ibu yang bekerja. Penelitian

ini diharapkan dapat memberikan manfaat

secara teoritis sebagai kajian teoritis untuk

melihat hubungan antara dukungan atasan

dengan nilai positif pekerjaan-keluarga pada

ibu yang bekerja karena tanpa mengetahui

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

51

dengan baik proses yang terjadi dalam

hubungan pekerjaan-keluarga akan sulit

untuk membantu ibu yang bekerja

mengalami keseimbangan antara pekerjaan

dan keluarga. Secara praktis, diharapkan

penelitian ini dapat menambah wawasan

berpikir para ibu yang bekerja akan

pentingnya pencapaian nilai positif

pekerjan-keluarga.

Balmforth & Gardner (2006)

mengatakan nilai positif pekerjaan-keluarga

terjadi ketika peran yang dilakukan dalam

pekerjaan dan peran yang dilakukan dalam

keluarga saling memberikan konstribusi

positif dan keuntungan. Nilai positif

pekerjaan-keluarga diartikan oleh Frone

(2003) sebagai bentuk multiple role, peran

dalam pekerjaan dan keluarga akan saling

mempengaruhi.

Menurut Frone (2003) nilai positif

pekerjaan dan keluarga mempunyai dua

dimensi: pertama, Work enhancement of

family (WFE) : nilai positif pekerjaan

terhadap keluarga terjadi apabila

pengalaman dalam menjalankan peran

dalam pekerjaan dapat mempermudah

menjalankan peran dalam keluarga atau

dapat meningkatkan kualitas kehidupan

keluarga. Kedua, family enhancement of

work (FWE): nilai positif keluarga terhadap

pekerjaan terjadi apabila pengalaman

dalam menjalan peran dalam keluarga

dapat mempermudah menjalankan peran

dalam pekerjaan atau dapat meningkatkan

kualitas kerja (Greenhaus & Powell, 2006).

Penelitian ini mendasarkan pada

teori role enhancement dan teori gender.

Teori role enhancement ini menyatakan

bahwa beberapa peran yang dilakukan

seseorang akan menghasilkan hal yang

positif. Teori ini mendasarkan pada

pandangan bahwa keterlibatan pada

berbagai peran akan meningkatkan energi

dan memberikan pengalaman yang

memperkaya seseorang (Kinnunen, dkk,

2006). Teori gender dipakai untuk

menjelaskan penelitian tentang nilai positif

pekerjaan terhadap keluarga karena antara

pria dan ibu mengalami pengalaman yang

berbeda tentang masalah pekerjaan dan

keluarga (Greenhaus dan Powell,2006).

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian

ini ingin melihat nilai positif pekerjaan

terhadap keluarga yang dialami oleh ibu

yang bekerja dan sudah menikah.

Ada beberapa faktor yang

mendukung nilai positif pekerjaan-keluarga

antara lain dukungan dari tempat kerja.

Hasil penelitian yang dilakukan Voydanoff

(2002); Voydanoff (2005); Wadsworth dan

Owens (2007) menunjukkan ada pengaruh

dukungan dari tempat kerja yaitu atasan

dan rekan kerja terhadap nilai positif

pekerjaan-keluarga. Pekerja yang

memperoleh dukungan dari atasan antara

lain dengan membicarakan masalah yang

dialami akan membantu pekerja mengatasi

masalah. Dukungan dari tempat kerja

merupakan salah satu bentuk dari

dukungan sosial.

Pengertian dukungan sosial menurut

Winnubst dan Schabracq dalam

Schabracq,dkk (1996) adalah pemberian

informasi, pemberian bantuan atau materi

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

52

yang didapat dari hubungan sosial yang

akrab atau keberadaan orang lain membuat

seseorang merasa diperhatikan dan dicintai

sehingga membantu keberhasilan

seseorang menyelesaikan masalahnya.

Konsep dukungan sosial yang dipakai

adalah dukungan yang dipersepsi atau

dirasakan, dinilai atau diinterpretasi,

seseorang merasa memperoleh dukungan

dan merasa ada sejumlah orang yang

dapat diandalkan pada saat dibutuhkan

sehingga seseorang akan mengatasi

masalahnya berdasarkan persepsi

dukungan sosial yang dimiliki.

Menurut Winnubst dan Schabracq

dalam Schabracq,dkk (1996), ada 4

demensi dukungan sosial yaitu (1)

dukungan emosional : seseorang

membutuhkan empati,cinta, kepercayaan,

yang di dalamnya terdapat pengertian dan

rasa percaya, (2) dukungan informatif :

dukungan yang berupa informasi, nasihat,

dan petunjuk yang diberikan untuk

menambah pengetahuan seseorang dalam

mencari jalan keluar pemecahan

masalah.(3) dukungan instrumental :

pemberian dukungan yang berupa materi,

pemberian kesempatan dan peluang, (4)

penilaian positif: pemberian penghargaan,

umpan balik mengenai hasil atau prestasi

dan kritik yang membangun.

Banyak sumber dukungan yang

berpotensi memberikan dukungan sosial

bagi ibu yang bekerja. Sumber dukungan

sosial adalah orang-orang yang berada

disekitar dan kehadirannya sangat berarti

bagi ibu yang bekerja. Dukungan yang

diterima dari atasan sangat penting artinya

bagi ibu yang bekerja untuk meningkatkan

nilai positif pekerjaan-keluarga, dukungan

emosi dan instrumental yang diperoleh dari

atasan akan meningkatkan nilai positif

pekerjaan-keluarga (Voydanoff ,2004).

Berdasarkan tinjauan teoritis,

diusulkan hipotesis. Hipotesis penelitian ini

adalah ada hubungan positif antara

dukungan atasan dengan nilai positif

pekerjaan-keluarga pada ibu yang bekerja.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini melibatkan sejumlah

variabel sebagai berikut :

1. Nilai Positif Pekerjaan-

Keluarga dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Nilai positif pekerjaan-

keluarga dalam penelitian ini adalah

pengalaman dalam menjalankan peran

dalam pekerjaan dapat mempermudah

menjalankan peran dalam keluarga atau

dapat meningkatkan kualitas kehidupan

keluarga (Frone, 2003; Voydanoff, 2001).

Indikator dari nilai positif pekerjaan-

keluarga adalah suasana hati yang positif,

keahlian atau keterampilan, waktu, energi,

dan perilaku dalam menjalankan peran

dalam pekerjaan akan mendukung peran

individu dalam keluarga (Kinnunen, dkk.,

2006). Tinggi rendahnya nilai positif

pekerjaan-keluarga dalam penelitian ini

tercermin melalui skor yang diperoleh

subjek, semakin tinggi skor yang dicapai

maka semakin tinggi nilai positif pekerjaan-

keluarga.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

53

b. Nilai positif keluarga-

pekerjaan dalam penelitian ini adalah

pengalaman dalam menjalankan peran

dalam keluarga dapat mempermudah

menjalankan peran dalam pekerjaan atau

dapat meningkatkan kualitas kehidupan

pekerjaan (Frone, 2003; Voydanoff, 2001).

Indikator dari nilai positif keluarga-pekerjaan

adalah suasana hati yang positif, keahlian

atau keterampilan, waktu, energi, dan

perilaku dalam menjalankan peran di rumah

akan mendukung peran individu dalam

bekerja (Kinnunen, dkk., 2006). Tinggi

rendahnya nilai positif keluarga-pekerjaan

dalam penelitian ini tercermin melalui skor

yang diperoleh subjek, semakin tinggi skor

yang dicapai maka semakin tinggi nilai

positif keluarga-pekerjaan.

2. Dukungan atasan adalah

pemberian dukungan dari atasan yang

dirasakan ibu yang bekerja berupa

dukungan emosi, instrumental, informasi

dan penilaian positif (Winnubst dan

Schabracq dalam Schabracq, dkk., 1996).

Dukungan ini diungkap dengan skala

dukungan atasan yang disusun menurut

Winnubst dan Schabracq dalam Schabracq,

dkk. (1996). Ada 4 dimensi yaitu (1)

dukungan emosional, (2) dukungan

informatif, (3) dukungan instrumental, (4)

penilaian positif. Tinggi rendahnya

dukungan atasan dalam penelitian ini

tercermin melalui skor yang diperoleh

subjek dalam mengerjakan Skala Dukungan

atasan. Semakin tinggi skor yang dicapai,

semakin tinggi dukungan atasan yang

dirasakan subjek.

Skala nilai positif pekerjaan-keluarga

dan skala dukungan atasan diuji cobakan

pada 38 perempuan yang bekerja di wilayah

Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil dari

pengujian terhadap validitas dan reliabilitas

Skala nilai positif pekerjaan-keluarga

menghasilkan 16 aitem yang valid dari 20

aitem yang diujicobakan,. Koefisien validitas

bergerak antara 0,320 sampai dengan

0,547 sedangkan untuk pengujian

reliabilitas menggunakan reliabilitas alpha,

menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar

0,839. Hasil dari pengujian terhadap

validitas dan reliabilitas Skala dukungan

atasan menghasilkan 21 aitem yang valid

dari 22 aitem yang diujicobakan,. Koefisien

validitas bergerak antara 0,320 sampai

dengan 0,716 sedangkan untuk pengujian

reliabilitas menggunakan reliabilitas alpha,

menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar

0,880.

Karakteristik subyek penelitian

dalam penelitian ini adalah ibu yang

bekerja, berusia 21;0-40;0 (masa dewasa),

menikah dan tinggal bersama dengan

suami, mempunyai anak yang tinggal

bersama dengan subyek. Jumlah subyek

dalam penelitian ini adalah 94 subyek.

Pengujian

hubungan antara dukungan atasan dengan

nilai positif pekerjaan-keluarga pada ibu

yang bekerja lebih lanjut akan dikaji dalam

pendekatan kuantitatif dengan

menggunakan metode analisis korelasi

product moment.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

54

C. HASIL PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis korelasi

product moment, diperoleh koefisien

korelasi antara dukungan atasan dengan

nilai positif pekerjaan-keluarga sebesar rxy

= 0, 518 ( p < 0,01 ). Hal ini menunjukkan

bahwa hipotesis dalam penelitian ini

diterima. Artinya semakin tinggi dukungan

atasan maka akan diikuti pula dengan

semakin meningkatnya nilai positif

pekerjaan-keluarga. Koefisien determinasi

yang diperoleh sebesar = 0,26 , artinya

dukungan atasan mempengaruhi nilai

positif pekerjaan-keluarga sebesar 26%

sedangkan sisanya 74% dipengaruhi oleh

variabel lain yang tidak dilibatkan dalam

penelitian ini.

Berdasarkan hasil analisis data

dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan

positif yang signifikan antara dukungan

atasan dengan nilai positif pekerjaan-

keluarga pada ibu yang bekerja. Artinya,

semakin tinggi dukungan atasan maka

semakin tinggi pula nilai positif pekerjaan-

keluarga pada ibu yang bekerja, sebaliknya

semakin rendah dukungan atasan maka

nilai positif pekerjaan-keluarga pada ibu

yang bekerja juga semakin rendah. Hasil

penelitian ini membuktikan bahwa

dukungan atasan merupakan salah satu

faktor yang dapat meningkatkan nilai positif

pekerjaan-keluarga pada ibu yang bekerja.

Perempuan dapat mempunyai

berbagai peran pada saat yang bersamaan:

ibu, istri, dan pekerja. Kombinasi

antarperan tersebut dapat menimbulkan

nilai pekerjaan-keluarga yaitu nilai positif

pekerjaan-keluarga (nilai positif dari peran di

pekerjaan ke peran di keluarga). Nilai positif

pekerjaan-keluarga diartikan oleh Frone

(2003) sebagai bentuk peran ganda, peran

dalam pekerjaan dan keluarga akan saling

mempengaruhi. Pengalaman dalam

menjalankan peran dalam

pekerjaan/keluarga dapat mempermudah

menjalankan peran dalam

keluarga/pekerjaan atau dapat

meningkatkan kualitas kehidupan

keluarga/pekerjaan (Frone, 2003;

Voydanoff, 2001).

Berdasarkan penelitian Grzywacz

(dalam Washington, 2006) diketemukan

bahwa dampak positif pekerjaan-keluarga

ini lebih dirasakan oleh perempuan yang

bekerja dan sudah menikah. Perempuan

yang bekerja tersebut ditemukan mengalami

nilai positif pekerjaan-keluarga daripada

pekerja yang tidak menikah karena

perempuan yang bekerja ini memperoleh

keuntungan dari peran yang dijalankan

dalam keluarga yaitu sebagai istri atau ibu,

peran yang dijalankan dalam keluarga

tersebut akan mempermudah pekerja

menjalankan peran di tempat kerja

(Grzywacz dalam Washington, 2006).

Pasangan bekerja yang menikah

ditemukan mengalami nilai positif

pekerjaan-keluarga daripada pekerja yang

tidak menikah karena pasangan yang

bekerja ini memperoleh keuntungan dari

peran yang dijalankan dalam keluarga yaitu

peran yang dilakukan di rumah seperti

sebagai ayah/ibu atau suami/istri akan

mempermudah pekerja menjalankan peran

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

55

di tempat kerja (Grzywacz dalam

Washington, 2006)

Penelitian ini mendasarkan pada

teori role enhancement dan teori gender.

Teori role enhancement ini menyatakan

bahwa beberapa peran yang dilakukan

seseorang akan menghasilkan hal yang

positif. Teori ini mendasarkan pada

pandangan bahwa keterlibatan pada

berbagai peran akan meningkatkan energi

dan memberikan pengalaman yang

memperkaya seseorang (Kinnunen, dkk,

2006). Teori gender dipakai untuk

menjelaskan penelitian tentang nilai positif

pekerjaan terhadap keluarga karena antara

pria dan perempuan mengalami

pengalaman yang berbeda tentang

masalah pekerjaan dan keluarga

(Greenhaus dan Powell, 2006).

Nilai positif pekerjaan-keluarga pada

perempuan yang bekerja dapat ditingkatkan

dengan adanya dukungan sosial antara lain

dukungan dari tempat kerja (Aycan dan

Eskin, 2005; Judge dan Colquitt, 2004).

Sumber dukungan sosial adalah orang-

orang yang berada disekitar ibu yang

bekerja dan kehadirannya sangat berarti.

Konsep dukungan sosial yang dipakai

adalah dukungan yang dipersepsi atau

dirasakan, dinilai atau diinterpretasi,

seseorang merasa memperoleh dukungan

dan merasa ada sejumlah orang yang

dapat diandalkan pada saat dibutuhkan

sehingga seseorang akan mengatasi

masalahnya berdasarkan persepsi

dukungan sosial yang dimiliki.

Hasil penelitian yang dilakukan

Voydanoff (2002); Voydanoff (2005);

Wadsworth dan Owens (2007)

menunjukkan ada pengaruh dukungan dari

tempat kerja yaitu atasan dan rekan kerja

terhadap nilai positif pekerjaan-keluarga.

Pekerja yang memperoleh dukungan dari

atasan antara lain dengan membicarakan

masalah yang dialami akan membantu

pekerja mengatasi masalah. Dukungan dari

atasan seperti memberi aturan kerja yang

tidak kaku, kesediaan atasan untuk

mendengarkan masalah kerja atau masalah

pribadi meningkatkan nilai positif pekerjaan-

keluarga (Voydanoff, 2004).

Wadsworth dan Owens (2007)

menunjukkan perlunya dukungan sosial

untuk meningkatkan nilai positif pekerjaan-

keluarga, dukungan dari keluarga yaitu

suami dan dukungan dari tempat kerja yaitu

atasan dan rekan kerja akan berpengaruh

positif terhadap nilai positif pekerjaan-

keluarga. Penelitian Hennessy (2007) pada

161 perempuan yang bekerja, menikah dan

mempunyai anak berusia dibawah 18 tahun

menunjukkan perlunya dukungan dari

teman kerja untuk meningkatkan nilai positif

pekerjaan-keluarga

Berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan ada hubungan positif antara

dukungan suami dengan nilai positif

pekerjaan-keluarga pada ibu yang bekerja.

Dukungan atasan yang diterima ibu yang

bekerja dari pasangan akan mempengaruhi

nilai positif pekerjaan-keluarga.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

56

D. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan

pembahasan pada penelitian ini

menunjukkan ada hubungan positif antara

dukungan atasan dengan nilai positif

pekerjaan-keluarga pada ibu yang bekerja.

Hal tersebut berarti nilai positif pekerjaan-

keluarga pada ibu yang bekerja dapat

ditingkatkan dengan adanya dukungan

atasan.

DAFTAR PUSTAKA

Adams,A.G.,King,A.L.,& King,D.W.1996.

Relationship of Job and Family

Involment, Family Social Support,

and Work-Family Conflict With Job

and Life Satisfaction. Journal of

Applied Psychology,81.(4),411-420.

Aycan,Z. & Eskin, M. 2005. Relative

Contributions of Childcare, Spousal

Support, and Organizational Support

in Reducing Work-Family Conflict for

Men and Women:The Case of

Turkey. Sex Roles,53.(7/8), 453-

471.

Badan Pusat Statististik. 2011. Keadaan

Angkatan Kerja di Indonesia.

Jakarta: CV.Petratama Persada.

Bartley, S. J., Judge,W.& Judge,S. 2007.

Antesedents of Marital Happiness

and Career Satisfaction : An

Empirical Study of Dual-Career

Managers.Scientific Journals

International,1(1).

Balmforth, K. & Gardner, D. 2006.

Conlict and Facilitation between

Work and Family : Realizing the

Outcomes for Organizations. New

Zealand Journal of Psychology. 35.

(2).69-76.

Belsky,J., Perry-Jenkin, M. & Crouter,

A.C. 1985. The Work-Family

Interface and Marital Change Across

the Transition to Parenthood.

Journal of Family Issues. 6. 205-220.

Crouter, A.C. 1984. Spillover from Family

to Work : The Neglected Side of the

Work- Family Interface. Human

Relations. 37. (6). 425-442.

Ezsa, M & Deckman, M.1996. Balancing

Work and Family Resposibilities:

Flextime and Care in the Federal

Goverment. Public Administration

Review,56(2),174-179.

DeGenova.M.K.& Rice.F.P.2005.

Intimate Relationships, Marriages,

and Families. Boston: The McGraw-

Hill.

Frone, M.R.2003. Work-Family Balance

dalam Quick,J.M & Tetric,L.E.

Handbook of Occupational Health

Psychology. Washington,DC:

American Psychological Association

Greenhaus, J.H. & Powell,G.N. 2006.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

57

When Work and Family Are Allies :

A Theory of Work-Family

Enrichment. Academy of

Management Review. 31. (1). 72-92

Grzywacz, J. & Mark, N. (2000).

Reconceptualizing the Work-Family

Interface: An Ecological Perspective

on The Correlates of Positive and

Negative Spillover. Journal of

Occupational Health Psychology. 5.

111-126

Hill, E.J. 2005. Work-family Facilition and

Conflict, Working Fathers and

Mothers, Work- family Stressors and

Support. Journal of Family Issues.

26. 793-819.

Kinnunen,U.,Feldt,T., Geurts, S. &

Pulkkinen, L. 2006. Types of Work-

Family Interface: Well-being

Correlates of negative and positive

Spillover between work and Family.

Scandinavian Journal of

Psychology. 47. 149-162.

Levy,P.E. 2003.Industrial/Organizational

Psychology: Understanding The

Workplace. New York: Houghton

Mifflin Company.

Santrock,J.W.2002. Adolescence.

Illionis:McGraw Hill..

Saltzstein, A. L., Ting, Y. & Saltzstein,

G.H .2001. Work-Famiy Balance

and Job Satisfaction:The Impact of

Family-Friendly Policies on Attitudes

of Federal Government Employes.

Public Administration Review,61

(4).

Schultz,D.P, & Schultz,S.E.1994.

Psychology and Work Today:An

Introduction to Industrial and

Organization Psychology. New York:

Macmillan .

Voydanoff, P. 2004. The Effects of Work

Demands and Resources on Work-

to-Family Conflict and Facilitation.

Journal of Marriage and the

Famil.66,398-412.

Wadsworth.L. L. & Owens,B.P. 2007.

The Effects of Social Support on

Work-Family Enhancement and

Work-Family Conflict in the Public

Sector. Public Administration

Revi,67(1),75-85.

Washington. F. D. 2006. The

Relationship between Optimistm

and Work-Family Enrichment and

Their Influence on Psychological

Well-Being. Thesis. Drexel

University.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

58

EVALUASI KUALITAS TES PSIKOLOGI KEPRIBADIAN I

Muhammad Wahyu Kuncoro Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

(email : [email protected])

Abstract

This study aims to determine how well the items of the exam in the personality

psychology test. In this study, the statistical methods were used to identify the item difficulty,

which is a measure of the proportion of examinees who responded to an item correctly, and the

item discrimination, which is a measure of how well the item discriminates between examinees.

An additional analysis that is the distractor analysis. The distractor analysis provides a measure

of how well each of the incorrect options contributes to the quality of a multiple choice item.

By using The Iteman Program showed that the 60 analyzed items were well enough and can

be used. A total of 46 items has an Easy and Medium of The item difficulty index. In addition

there are about 44 items with good and very good of the item discrimination index and about 57

points aitem already possess the characteristics of a good. The reliability coefficient alpha of this

personality test is 0.898, so it is considered to have good reliability.

Pendahuluan

Masalah pendidikan merupakan

suatu masalah yang sangat penting, karena

melalui pendidikan kita akan mendapatkan

insan-insan yang berkualitas bagi

pembangunan bangsa. Tingkat pendidikan

suatu negara akan menentukan kemajuan

suatu bangsa.

Stiggins (1994) mengemukakan

bahwa pendidikan sangat berperan dalam

membentuk masa depan individu dan

masyarakat, baik dalam bidang ilmu

pengetahuan, bidang seni, bidang oleh raga

maupun bidang lain.

Kualitas pendidikan ditunjukkan oleh

peningkatan kualitas proses dan hasil

pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan

yang berkualitas akan menghasilkan tenaga

terampil dan ahli yang sangat dibutuhkan

dalam pembangunan yang terus

berkembang.

Prestasi belajar sebagai salah satu

tolok ukur peningkatan mutu pendidikan,

termasuk pendidikan tinggi. Para pengelola

pedidikan telah melakukan berbagai usaha

untuk memperbaiki dan meningkatkan

prestasi belajar mahasiswa. Usaha-usaha

tersebut antara lain : melalui perbaikan

kurikulum, penyetaraan kualitas pengajar,

penambahan fasilitas pelajaran dan lain-lain

(Rustaman, 2003).

Menurut Azwar (2002) prestasi

belajar merupakan indikator utama dari

proses belajar, sebagaimana dari nilai yang

diperoleh. Demikian juga Masrun dan

Martaniah (1976) menyatakan bahwa

prestasi belajar dipakai sebagai ukuran

untuk mengetahui hasil kegiatan belajar,

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

59

yaitu sejauhmana siswa dapat menguasai

bahan pelajaran yang telah diajarkan.

Evaluasi merupakan salah satu

rangkaian kegiatan dalam meningkatkan

kualitas, kinerja atau produktivitas suatu

lembaga dalam melaksanakan programnya

Mardapi (2008). Oleh karena itu, evaluasi

merupakan salah satu subsistem yang

penting dalam sistem pendidikan. Dalam

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional,

evaluasi diatur dalam Bab XVI Pasal 57,58,

dan 59. Pelaksanaan evaluasi bertujuan

untuk mengukur dan mengendalikan mutu

pendidikan.

Bentuk tes yang digunakan

diantaranya berupa tes tertulis (paper and

pencil test). Tes tertulis merupakan teknik

penilaian yang seringkali digunakan untuk

menilai prestasi belajar siswa. Melalui tes

prestasi belajar, dapat diperoleh informasi

yang dapat menggambarkan kemampuan

siswa (Stiggins, 1994)). Oleh karena itu,

pengelolaan ujian dan mutu bahan ujian

yang digunakan perlu mendapat perhatian

agar hasil tes dapat mencerminkan

kemampuan siswa yang sebenarnya.

Secara sederhana Allen & Yen

(1979) menyebut tes sebagai perangkat

untuk memperoleh sampel suatu perilaku

individu. Ahli pengukuran yang lain, Djaali

(2006) menyatakan tes adalah suatu cara

atau alat untuk mengadakan penilaian yang

berbentuk suatu tugas atau serangkain

tugas yang harus dikerjakan oleh siswa

atau sekelompok siswa sehingga

menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau

prestasi siswa sebagai peserta didik.

Pada saat ini peneliti adalah dosen

pengampu mata kuliah psikologi

kepribadian, sebagai salah satu mata kuliah

wajib dalam kurikulum program studi

psikologi. Selama ini peneliti telah

menggunakan tes pilihan ganda sebagai

bahan ujian mid dan akhir pada mata kuliah

psikologi kepribadian.

Butir-butir soal yang disusun lebih

mendasarkan pada pengungkapan

kompetensi mahasiswa berdasarkan Satuan

Acara Perkuliahan (SAP) yang telah

ditetapkan dalam RPKPS.

Sehubungan dengan

penyelenggaraan evaluasi dalam

pendidikan, maka pengampu mata kuliah

(dosen) bertanggungjawab pada kualitas

perangkat tes yang digunakan dalam

evaluasi, termasuk di dalamnya perangkat

tes psikologi kepribadian 1.

Untuk menjamin kualitas tes

psikologi kepribadian diperlukan

pengembangan bank soal. Bank soal yang

biasa dikenal pendidik didefinisikan sebagai

kumpulan dari butir-butir tes. Namun bank

soal tidak hanya mengacu pada

sekumpulan soal-soal saja. Bank soal

mengacu pada proses pengumpulan soal-

soal, pemantauan dan penyimpanannya

dengan informasi yang terkait sehingga

mempermudah pengambilannya untuk

merakit soal-soal (Thorndike, 1982).

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

60

Permasalahan yang diajukan adalah

bahwa sampai saat ini peneliti dan

sekaligus pengampu mata kuliah psikologi

kepribadian 1 belum memiliki bank soal

tersebut.

Terkait dengan permasalahan di

atas, maka tujuan penelitian ini adalah

menguji kualitas tes kepribadian 1 melalui

analisis butir soal yang meliputi indeks

kesukaran (p), daya beda (d), dan distribusi

respons.

Manfaat dari hasil studi ini adalah

memberikan informasi empiris guna

melakukan revisi terhadap aitem bilamana

diperlukan dan guna meningkatkan kualitas

tes yang pada gilirannya akan

meningkatkan validitas hasil pengukuran

tes psikologi kepribadian 1 dan sekaligus

untuk menyusun bank soal

Evaluasi Kualitas Tes Psikologi

Kepribadian 1

Tes (test) merupakan suatu alat

penilaian dalam bentuk tulisan untuk

mencatat atau mengamati prestasi siswa

yang sejalan dengan target penilaian

(Jacobs & Chase, 1992). Jawaban yang

diharapkan dalam tes menurut Mardapi

(2008) dapat secara tertulis, lisan, atau

perbuatan. Menurut Zainul dan Nasution

(2001) tes didefinisikan sebagai pertanyaan

atau tugas atau seperangkat tugas yang

direncanakan untuk memperoleh informasi

tentang suatu atribut pendidikan atau suatu

atribut psikologis tertentu.

Setiap butir pertanyaan atau tugas

tersebut mempunyai jawaban atau

ketentuan yang dianggap benar. Dengan

demikian apabila suatu tugas atau

pertanyaan menuntut harus dikerjakan oleh

seseorang, tetapi tidak ada jawaban atau

cara pengerjaan yang benar dan salah

maka tugas atau pertanyaan tersebut

bukanlah tes. Tes merupakan salah satu

upaya pengukuran terencana yang

digunakan oleh guru untuk mencoba

menciptakan kesempatan bagi siswa dalam

memperlihatkan prestasi mereka yang

berkaitan dengan tujuan yang telah

ditentukan (Gronlund, 1981).

Tes terdiri atas sejumlah soal yang

harus dikerjakan siswa. Setiap soal dalam

tes menghadapkan siswa pada suatu tugas

dan menyediakan kondisi bagi siswa untuk

menanggapi tugas atau soal tersebut. Tes

menurut Arikunto dan Jabar (2004)

merupakan alat atau prosedur yang

digunakan untuk mengetahui atau

mengukur sesuatu dengan menggunakan

cara atau aturan yang telah ditentukan.

Dalam hal ini harus dibedakan pengertian

antara tes, testing, testee, tester.

Testing adalah saat pada waktu tes

tersebut dilaksanakan (saat pengambilan

tes). Sementara itu Ebel (1972) menyatakan

bahwa testing menunjukkan proses

pelaksanaan tes. Testee adalah responden

yang mengerjakan tes. Mereka inilah yang

akan dinilai atau diukur kemampuannya.

Sedangkan Tester adalah seseorang yang

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

61

diserahi tugas untuk melaksanakan

pengambilan tes kepada responden.

Dewasa ini tes masih merupakan

alat evaluasi yang umum digunakan untuk

mengukur keberhasilan siswa dalam

mencapai tujuan pendidikan dan

pengajaran (Subekti & Firman, 1989). Tes

yang baik harus memenuhi beberapa

kriteria berdasarkan karakteristik butir soal

antara lain meliputi indeks kesukaran (p),

daya beda (d), dan distribusi respons.

Tes Psikologi Kepribadian 1 adalah

sebuah tes prestasi belajar untuk

mendapatkan data, yang merupakan

informasi untuk melihat seberapa banyak

pengetahuan yang telah dimiliki dan

dikuasai oleh mahasiswa sebagai akibat

dari pendidikan dan pelatihan yang

diperoleh di dalam perkuliahan selama

setengah atau satu semester.

Berdasarkan uraian tersebut di atas,

maka evaluasi kualitas tes psikologi

kepribadian 1 adalah upaya peninjauan

kualitas butir-butir soal yang mengukur

keberhasilan mahasiswa dalam menguasai

materi-materi pengetahuan mata kuliah

psikologi kepribadian 1,sehingga diperoleh

informasi tentang indeks kesukaran (p),

daya beda (d), dan distribusi respons setiap

butir soal tersebut.

Tes, pengukuran, asesmen dan evaluasi

Rustaman (2003) mengungkapkan

bahwa asesmen lebih ditekankan pada

penilaian proses. Sementara itu evaluasi

lebih ditekankan pada hasil belajar. Apabila

dilihat dari keberpihakannya, menurut

Stiggins (1993) asesmen lebih berpihak

kepada kepentingan siswa. Siswa dalam hal

ini menggunakan hasil asesmen untuk

merefleksikan kekuatan, kelemahan, dan

perbaikan belajar.

Sementara itu evaluasi menurut

Rustaman (2003) lebih berpihak kepada

kepentingan evaluator. Yulaelawati (2004)

mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan

antara evaluasi dengan asesmen. Evaluasi

(evaluation) merupakan penilaian program

pendidikan secara menyeluruh. Evaluasi

pendidikan lebih bersifat makro, meluas,

dan menyeluruh. Evaluasi program

menelaah komponen-komponen yang saling

berkaitan tentang perencanaan,

pelaksanaan, dan pemantauan. Sementara

itu asesmen merupakan penilaian dalam

scope yang lebih sempit (lebih mikro) bila

dibandingkan dengan evaluasi. Seperti

dikemukakan oleh Kumano (2001) asesmen

hanya menyangkut kompetensi siswa dan

perbaikan program pembelajaran.

Harlen (1982) mengungkapkan

perbedaan antara asesmen dan evaluasi

dalam hal metode. Evaluasi dinyatakan

menggunakan kriteria dan metode yang

bervariasi. Asesmen dalam hal ini hanya

merupakan salah satu dari metode yang

dipilih untuk evaluasi tersebut. Selain dari

itu, subyek untuk asesmen hanya siswa,

sementara itu subyek evaluasi lebih luas

dan beragam seperti siswa, guru, materi,

organisasi, dll.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

62

Yulaelawati (2004) menekankan

kembali bahwa scope asesmen hanya

mencakup kompetensi lulusan dan

perbaikan cara belajar siswa. Jadi

hubungannya lebih pada peserta didik.

Ruang lingkup evaluasi yang lebih luas

ditunjukkan dengan cakupannya yang

meliputi isi atau substansi, proses

pelaksanaan program pendidikan,

kompetensi lulusan, pengadaan dan

peningkatan tenaga kependidikan,

manajemen pendidikan, sarana dan

prasarana, dan pembiayaan.

Pengukuran, Tes, dan evaluasi

dalam pendidikan berperan dalam seleksi,

penempatan, diagnosa, remedial, umpan

balik, memotivasi dan membimbing. Baik

tes maupun pengukuran keduanya terkait

dan menjadi bagian istilah evaluasi. Meski

begitu, terdapat perbedaan makna antara

mengukur dan mengevaluasi. Mengukur

adalah membandingkan sesuatu dengan

satu ukuran tertentu. Dengan demikian

pengukuran bersifat kuantitatif. Sementara

itu evaluasi adalah pengambilan suatu

keputusan terhadap sesuatu dengan

ukuran baik-buruk. Dengan demikian

pengambilan keputusan tersebut lebih

bersifat kualitatif (Arikunto,2003; Zainul &

Nasution, 2001).

Setiap butir pertanyaan atau tugas

dalam tes harus selalu direncanakan dan

mempunyai jawaban atau ketentuan yang

dianggap benar (Jacobs & Chase, 1992).

Sementara itu tugas ataupun pertanyaan

dalam kegiatan pengukuran (measurement)

tidak selalu memiliki jawaban atau cara

pengerjaan yang benar atau salah karena

measurement dapat dilakukan melalui alat

ukur non-tes. Maka tugas atau pertanyaan

tersebut bukanlah tes. Selain dari itu, tes

mengharuskan subyek untuk menjawab

atau mengerjakan tugas, sementara itu

pengukuran (measurement) tidak selalu

menuntut jawaban atau pengerjaan tugas.

Menurut Kumano (2001)

mengungkapkan bahwa meskipun terdapat

perbedaan makna/pengertian, asesmen dan

evaluasi memiliki hubungan. Hubungan

antara asesmen dan evaluasi tersebut

digambarkan sebagai berikut, “ Evaluasi

adalah untuk mengevaluasi data yang

diperoleh melalui pengukuran. Pengukuran

adalah proses pengumpulan data yang

menunjukkan perkembangan dari proses

belajar.

Menurut Zainul & Nasution (2001)

Hubungan antara tes, pengukuran, dan

evaluasi adalah sebagai berikut. Evaluasi

belajar baru dapat dilakukan dengan baik

dan benar apabila menggunakan informasi

yang diperoleh melalui pengukuran yang

menggunakan tes sebagai alat ukurnya.

Akan tetapi tentu saja tes hanya merupakan

salah satu alat ukur yang dapat digunakan

karena informasi tentang hasil belajar

tersebut dapat pula diperoleh tidak melalui

tes, misalnya menggunakan alat ukur non

tes seperti observasi, skala rating, dan lain-

lain.

Zainul dan Nasution (2001)

menyatakan bahwa guru mengukur

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

63

berbagai kemampuan siswa. Apabila guru

melangkah lebih jauh dalam

menginterpretasikan skor sebagai hasil

pengukuran tersebut dengan menggunakan

standar tertentu untuk menentukan nilai

atas dasar pertimbangan tertentu, maka

kegiatan guru tersebut telah melangkah

lebih jauh menjadi evaluasi.

Tes Pilihan Ganda

Untuk mengukur seberapa jauh

tujuan-tujuan pengajaran telah tercapai,

dapat dilakukan dengan evaluasi, dalam hal

ini evaluasi hasil belajar. Alat ukur untuk

mengevaluasi hasil belajar tersebut di

gunakan tes.Tes adalah cara (yang dapat

dipergunakan)atau prosedur yang (yang

perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran

dan penilaian di bidang pendidikan.

Menurut Suharsimi (2003) tes yang

baik harus mempunyai syarat-syarat

sebagai berikut:1) Harus efisien

(Parsimony) 2) Harus baku (Standardize) 3)

Mempunyai norma 4) Objektif 5) Valid

(Sahih) 6) Reliabel (Andal) Oleh sebab itu

untuk memperoleh tes yang baik, tes

tersebut harus di ujicobakan terlebih dahulu

dan hasilnya dianalisis sehingga memenuhi

syarat-syarat tersebut di atas.

Salah satu bentuk tes hasil belajar

adalah Tes Pilihan Ganda. Tes pilihan

ganda adalah bentuk tes obyektif yang

mempunyai ciri utama kunci jawaban jelas

dan pasti sehingga hasilnya dapat diskor

secara obyektif.

Seperti yang dikatakan Suharsimi

(2003) bahwa soal pilihan ganda terdiri dari

pernyataan dan pertanyaan yang harus

dijawab oleh siswa atau melengkapi dengan

memilih salah satu dari beberapa alternatif

yang tersedia. Satu di antaranya adalah

yang paling benar, lainnya disebut

pengecoh

Menurut Muhajir ( dalam Chabib,

2001) mengatakan bahwa pengertian Tes

Pilihan Ganda merupakan tes objektif

dimana masing-masing item disediakan

lebih dari dua kemungkinan jawaban, dan

hanya satu dari pilihan-pilihan tersebut yang

benar atau yang paling benar.

Sedangkan keunggulan tes pilihan

ganda menurut Azwar (2005) sebagai

berikut : (1) Kompherhensif, karena dalam

waktu tes yang singkat dapat memuat lebih

banyak item. (2) Pemeriksaan jawaban dan

pemberian skornya mudah dan cepat (3)

Penggunaan lembar jawaban menjadikan

tes efisien dan hemat bahan. (4) Kualitas

item dapat dianalisi secara empirik (5)

Objektifitasnya tinggi. (6) Umumnya

memiliki reabilitas yang memuaskan.

Disamping keunggulan tes pilihan

ganda mempunyai kelemahan sebagai

berikut : (1) Pembuatannya sulit dan

memakan banyak waktu dan tenaga (2)

Tidak mudah ditulis untuk mengungkapkan

tingkat kompetensi tinggi. (3) Ada

kemungkinan jawaban benar semata-mata

karena tebakan.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

64

Langkah – langkah Menganalisis Tes

a. Menghitung Indeks kesukaran

Hasil tes setelah diperiksa di beri

skor untuk jawaban benar 1 dan untuk

jawaban salah 0. Skor yang diperoleh di

urut dari skor yang paling tinggi ke skor

yang paling rendah serta di bagi 2 menjadi

kelompok atas dan kelompok bawah.

Hitung Indeks Kesukaran Butir (IKB)

/ p dengan formula:

IKB =T/R ´X 100%

Ket :

IKB atau p = Indeks Kesukaran Item, R =

jumlah responden yang menjawab

benar,dan

T = jumlah responden seluruhnya.

Indeks Kesukaran Butir (IKB) dapat

bernilai 0,00-1,00.

Biasanya kategori Indeks Kesukaran Butir

adalah sebagai berikut :

0,00 - 0,20 adalah sangat sukar,

0,20 - 0,40 sukar,

0,40 - 0,60 sedang,

0,60 - 0,80 mudah, dan

0,80-1,00 sangat mudah.

Biasanya butir yang ditoleransi sebagai tes

standar adalah yang memiliki IKB = 0,30-

0,70.

Bila ada butir soal yang hampir tidak

ada peserta tes yang menjawab benar

maka butir soal tersebut dikatakan butir

yang sukar, dan sebaliknya bila hampir

semua peserta tes menjawab benar maka

butir tersebut dikatakan mudah. Dari hasil

perhitungan indeks kesukaran maka

kemungkinan tidak semua soal dapat

terambil. Soal yang mempunyai indeks

kesukaran sedang yang dapat di ambil.

Kelemahan utama indeks kesukaran

soal seperti ini ialah bahwa antara indeks

kesukaran soal dan taraf kesukaran soal

mempunyai hubungan yang berlawanan

arah, artinya makin tinggi indeks

kesukarannya, maka makin rendahlah taraf

kesukarannya. Dalam hal pengukuran yang

bertujuan untuk membedakan subyek yang

satu dengan yang lainnya dalam hal

kompetensi mereka mengenai sesuatu mata

pengetahuan, kebanyakan ahli berpendapat

bahwa tes yang terbaik adalah tes yang

terdiri dari soal-soal yang mempunyai taraf

kesukaran sedang dan rentang distribusi

kesukarannya yang kecil.

b. Menghitung daya beda

Menurut Suryabrata (2000) daya

pembeda soal diukur dari kesesuaian soal

itu dengan keseluruhan tes dalam

membedakan antara mereka yang tinggi

kemampuannya dan mereka yang rendah

kemampuannya dalam hal yang diukur oleh

tes yang bersangkutan. Teknik yang banyak

digunakan untuk mengukur daya pembeda

itu adalah korelasi antara skor pada soal

tertentu dengan skor total. Rumus korelasi

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

65

biserial yang paling banyak digunakan

adalah :

Dengan keterangan :

bX : rata –rata skor kriteria subyek yang

memilih jawaban benar

X s : rata-rata skor kriteria subyek yang

menjawab salah

tS : simpangan baku skor kriteria semua

subyek

p : proporsi subyek yang menjawab benar

terhadap semua subyek

y : ordinat dalam kurve normal yang

membagi menjadi p dan 1-p

Suatu butir soal harus dapat

membedakan kelompok yang pandai

dengan kelompok yang lemah dalam hal ini

kelompok atas dan kelompok bawah.

Klasifikasi daya beda adalah sebagai

berikut: 1) daya beda ≤ 0 (negatif), 2) 0,00-

0,20 jelek 3) 0,21-0,20 cukup, 4) 0,41-0,71

baik, 0,71-1,00 baik sekali. Soal-soal

dengan klafisifisi daya beda jelek dan

negatif di buang, yang di ambil klasifikasi

cukup, baik, dan baik sekali.

Dalam analisis ini daya beda

dianggap memuaskan bila mencapai angka

0,25. Angka ini lebih tinggi dibanding

rekomendasi Thorndike sebesar 0,20

(2005) dan rekomendasi ahli lain (Crocker &

Algina, 1986) dan masih jauh lebih tinggi

daripada yang disarankan oleh Kehoe yaitu

0,15 (Kehoe, 1997).

c. Analisis distraktor (pengecoh)

Analisis distraktor di perlukan hanya

untuk pembuat soal. Selain menghitung

indeks kesukaran dan daya beda dalam

analisis butir juga perlu di ketahui apakah

distraktor atau pengecoh yang di sediakan

tepat atau tidak benar. Apakah semua

pilihan yang disediakan dipilih semua

karena dianggap betul, jawaban terkumpul

pada pilihan tertentu atau pilihan yang sama

sekali tidak ada pemilihnya.

Indikator lain mengenai efektivitas

distraktor ditampakkan oleh koefisien r-

pointbiserial bagi masing-masing distraktor.

Suatu distraktor yang efektif adalah yang

memiliki koefisien rpbis

negatif. Semakin

besar harga negatif rpbis

menunjukkan

bahwa fungsi distraktor semakin efektif

sedangkan rpbis

yang berada di sekitar nol

berarti distraktor tidak berfungsi

sebagaimana mestinya. Pada aitem-aitem

yang sulit, yaitu yang persentase subjek

menjawab benar sangat kecil, interpretasi

efektivitas distraktor tidak dapat semata-

mata disandarkan pada angka statistik rpbis

namun harus disertai dengan pertimbangan

mengenai distribusi peluang subjek yang

menjawab salah pada aitem yang

bersangkutan.

y

pp

S

XX

t

sbbisr )1( −

×−

=

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

66

d. Blue Print Tes Psikologi Kepribadian

1

Gay (1987) menyatakan bahwa

validitas isi (content validity) adalah derajat

pengukuran yang mencerminkan domain isi

yang diharapkan. Validitas isi penting untuk

tes hasil belajar (achievement test). Suatu

skor kurang bahkan tidak mencerminkan

hasil belajar siswa apabila instrumen tidak

mampu mengukur secara komprehensif apa

yang telah dipelajari oleh siswa.

Prosedur yang hendak ditempuh

agar suatu tes hasil belajar mampu

mencerminkan domain isi secara

komprehensif adalah dengan menyusun

kisi-kisi tes.

METODE PENELITIAN

a. Variabel-variabel Penelitian

Variabel dalam analisis aitem

adalah skor aitem tes psikologi kepribadian

1 yang meliputi akhir semerster. Aitem –

aitem berupa soal pilihan ganda dengan 4

pilihan jawaban yaitu a, b, c, dan d dengan

satu kunci jawaban. Skor aitem merupakan

skor dikotomi, yaitu 1 untuk jawaban yang

benar dan 0 untuk jawaban yang salah.

b. Metode Pengumpulan Data

Data penelitian berupa skor aitem

dan skor tes psikologi kepribadian 1 dari

mahasiswa Program Studi Psikologi UMBY

yang mengikuti ujian akhir semester mata

kuliah Psikologi Kepribadian1 Semester

Genap T.A. 2011/2012.

Aitem yang diujikan berjumlah 60

butir soal, dengan durasi waktu

mengerjakan 65 menit. Soal-soal dikerjakan

secara individual dan bersifat tertutup.

Penelitian dilaksanakan pada 23 Juli 2012.

c. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah para

mahasiswa Universitas Mercu Buana

Yogyakarta yang mengikuti ujian akhir

pada mata kuliah psikologi kepribadian

1 berjumlah 70 mahasiswa.

d. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dalam

penelitian ini, selanjutnya dianalisis secara

secara kuantitatif (empiris) dengan bantuan

program Item and Test Analysis (ITEMAN)

Versi 3.00. Analisis ini akan menghasilkan

karakteristik butir soal dan perangkat tes

berupa statistik. Statistik butir tes, meliputi:

(1) tingkat kesukaran, (2) daya beda, dan

(3) efektivitas distraktor.

Pada saat memasukkan data/skor

subyek ke dalam program ITEMAN, maka

pilihan jawaban a diubah menjadi 1, b

menjadi 2, c menjadi 3 dan d menjadi 4).

Hal ini untuk memudahkan dalam input

data.

DISKUSI

a. Deskripsi data penelitian

Berdasarkan hasil pengambilan data

yang dilakukan pada subjek penelitian

sebanyak 70 orang, diperoleh gambaran

data sebagai berikut :

Tabel 1.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

67

Deskripsi data (N=70 Subyek)

Jumlah aitem

(N of aitem)

60 butir

Jumlah subyek

(N of

examinees)

70

mahasiswa

Rerata 34,814

Varian 106,923

Standar

deviasi

10,340

Minimum 15

Maksimum 59

Alpha 0,898

b. Hasil hitung Indeks Kesukaran Butir

Hasil indeks kesukaran aitem dalam

program ITEMAN ditunjukkan oleh Prop.

Correct yaitu Proporsi mahasiswa yang

menjawab benar butir tes. Nilai ekstrem

mendekati nol atau satu menunjukkan

bahwa butir soal tersebut terlalu sukar atau

terlalu mudah untuk peserta tes. Indeks ini

disebut juga indeks tingkat kesukaran soal

secara klasikal.

Berdasarkan hasil analisis data

yang dilakukan pada subjek penelitian

sebanyak 70 orang dengan 60 butir,

diperoleh gambaran data sebagai berikut

yang tercantum pada tabel 2.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

68

Tabel 2.

Indeks Kesukaran Butir (IKB)

No. soal IKB No. soal IKB No. soal IKB

1 0.886 21 0.371 41 0.643

2 0.186 22 0.600 42 0.600

3 0.700 23 0.686 43 0.586

4 0.671 24 0.414 44 0.557

5 0.471 25 0.543 45 0.443

6 0.400 26 0.957 46 0.443

7 0.557 27 0.629 47 0.514

8 0.729 28 0.800 48 0.757

9 0.443 29 0.757 49 0.571

10 0.643 30 0.500 50 0.957

11 0.571 31 0.629 51 0.543

12 0.043 32 0.586 52 0.686

13 0.871 33 0.843 53 0.229

14 0.800 34 0.686 54 0.386

15 0.229 35 0.586 55 0.657

16 0.571 36 0.600 56 0.771

17 0.586 37 0.443 57 0.700

18 0.700 38 0.157 58 0.571

19 0.343 39 0.686 59 0.457

20 0.629 40 0.729 60 0.514

Berdasarkan Indeks Kesukaran Butir

(IKB) tersebut maka didapatkan aitem

dengan kategori sangat sukar (3 aitem),

sukar (5 aitem), sedang (23 aitem), mudah

(22 aitem), dan sangat mudah (7 aitem).

Biasanya butir yang ditoleransi sebagai tes

standar adalah yang memiliki IKB = 0,30-

0,70, dalam hal ini didapatkan sebanyak 43

aitem.

Ditinjau dari tujuan pelaksanaan tes,

perlu diperhatikan bahwa soal yang sangat

mudah atau sangat sukar mungkin memang

kurang memberikan informasi yang berguna

bagi peserta tes pada umumnya, di

antaranya kemungkinan karena belum

berfungsinya pengecoh dengan baik,

namun demikian pada soal yang terlalu

mudah atau terlalu sukar ini, apabila

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

69

pengecohnya berfungsi dengan baik yakni

Prop Endorsing memenuhi ( >0,05 ) serta

daya pembedanya negatif maka soal

tersebut masih memenuhi untuk diterima

sebagai salah satu alternatif untuk disimpan

dalam bank soal.

Demikian pula pada butir soal yang

memiliki IKB sangat sukar atau sangat

mudah, dapat tetap digunakan untuk

mengetahui sebaran tingkat penguasaan

materi siswa. Misalnya dalam tes yang

bertujuan untuk evaluasi formatif.

c. Hasil hitung Indeks Daya Beda Butir

Berdasarkan hasil analisis data yang

dilakukan pada subjek penelitian sebanyak

70 orang dengan 60 butir, diperoleh

gambaran data IDB sebagai berikut yang

tercantum pada tabel 3

Tabel 3.

Indeks Daya Beda (IDB)

No. soal IDB No. soal IDB No. soal IDB

1 0.180 21 0.351 41 0.555

2 0.129 22 0.434 42 0.594

3 0.184 23 0.321 43 0.518

4 0.514 24 0.352 44 0.346

5 0.142 25 0.219 45 0.280

6 0.068 26 0.126 46 0.472

7 0.384 27 0.318 47 0.654

8 0.331 28 0.367 48 0.541

9 0.539 29 0.418 49 0.431

10 0.301 30 0.496 50 0.235

11 0.462 31 0.258 51 0.613

12 0.058 32 0.459 52 0.309

13 0.455 33 0.448 53 0.108

14 0.316 34 0.512 54 0.497

15 0.395 35 0.582 55 0.156

16 0.610 36 0.558 56 0.332

17 0.366 37 0.628 57 0.462

18 0.308 38 0.224 58 0.096

19 0.284 39 0.300 59 0.396

20 0.447 40 0.508 60 0.347

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

70

Hasil evaluasi IDB, diperoleh aitem dengan

dengan kategori : jelek (10aitem), perlu

perbaikan (6 aitem), bagus (18 aitem), dan

bagus sekali (26 aitem).

Daya diskriminasi yang baik

memang pada umumnya terdapat pada

aitem yang tidak terlalu mudah dan juga

tidak terlalu sukar, yaitu apabila harga p

berkisar antara 0,40 sampai dengan 0,60.

Berdasarkan kategori tersebut,

maka sangat perlu dilakukan peninjauan

ulang terhadap butir-butir soal yang masuk

dalam kategori jelek dan perlu perbaikan.

d. Hasil hitung efektivitas distraktor

(pengecoh)

Indikator lain mengenai efektivitas

distraktor ditampakkan oleh koefisien r-

pointbiserial bagi masing-masing distraktor.

Suatu distraktor yang efektif adalah yang

memiliki koefisien rpbis

negatif. Semakin

besar harga negatif rpbis

menunjukkan

bahwa fungsi distraktor semakin efektif

sedangkan rpbis

yang berada di sekitar nol

berarti distraktor tidak berfungsi

sebagaimana mestinya.

Pada aitem-aitem yang sulit, yaitu

yang persentase subjek menjawab benar

sangat kecil, interpretasi efektivitas

distraktor tidak dapat semata-mata

disandarkan pada angka statistik rpbis

namun

harus disertai dengan pertimbangan

mengenai distribusi peluang subjek yang

menjawab salah pada aitem yang

bersangkutan.

Ditinjau dari distribusi jawaban yaitu

persentase peserta tes merespons alternatif

jawaban, semua pengecoh telah berfungsi

dengan baik. Dapat dilihat pada kolom Prop

Endorsing, tampak bahwa pada masing

masing alternatif jawaban sebagian besar

ada yang memilih.

Berdasarkan indeks Point biserial

(pada alternative statistics), diperoleh

masing-masing alternatif pengecoh memiliki

angka negatif dan memiliki presentasi yang

baik dalam hal jumlah pemilih. Namun

demikian terdapat beberapa nomor butir

yang mendapatkan peringatan dari hasil

ITEMAN, yaitu butir nomor : 6, 12 dan 58.

Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4 Analisis distraktor (6, 12, 58)

No. butir Alternatif Jawaban

Point Biserial Porp. Endorsing Prop. Kunci

6 1 0,196 0,30 0,40

12 4 0,102 0,20 0,043

58 1 0,247 0,186 0,571

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

71

Berdasarkan data tersebut di

atas, butir soal no 6, memiliki pengecoh

yang tidak efektif, yaitu alternatif 1 (atau

a). pengecoh tersebut memiliki indeks

Point biserial positif dan dipilih oleh 30%

hampir setara dengan kunci (40%).

Artinya bahwa alternatif ini justru lebih

banyak dipilih oleh kelompok yang tinggi

(pandai) dari pada kelompok rendah.

Demikian juga butir soal nomor 12,

menunjukkan pada alternatif 4 (atau d),

memiliki indeks point biserial positif dan

dipilih 20% lebih banyak dari kunci jawaban

(4,3%). Artinya pengecoh 4 (atau d) kurang

efektif karena kelompok tinggi banyak yang

memilihnya dari pada kunci jawaban.

Butir soal nomor 58 memiliki

karakteristik yang mirip dengan butir soal

nomor 6 pada alternatif 1 (a).

Oleh karena itu sangat perlu

dilakukan penggantian alternatif

jawaban pada alternatif-alternatif

tersebut di atas.

e. Reliabilitas

Sebenarnya tidak terdapat suatu

ukuran yang pasti mengenai berapa

tinggi koefisien reliabilitas. Reliabilitas

yang baik tergantung pada tujuan atau

kegunaan tes. Menurut Suryabrata

(2000) menyatakan bahwa kebanyakan

tes-tes di bidang pendidikan pada

umumnya memiliki koefisien reliabilitas

minimal 0,8 untuk populasi yang sesuai.

Reliabilitas paket butir-butir soal

tes kepribadian 1 ini memiliki koefisien

reliabilitas alpha sebesar ; 0,898,

sehingga dianggap memiliki reliabilitas

yang baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil analisis butir soal dengan

menggunakan program iteman

berdasarkan Statistik butir soal

(Prop.corret, Point biser, dan Point biser

(alt statis)) dan Statistik tes (koefisien

reliabilitas alpha) menunjukkan bahwa

dari 60 butir soal yang dianalisis cukup

baik dan dapat digunakan. Sebanyak

43 aitem memiliki IKB standar yaitu

berkisar 0,30-0,70, dan terdapat 44 butir

soal yang memiliki IDB Bagus dan

Sangat bagus.

Terkait dengan efektifitas distraktor,

maka sebanyak 57 butir aitem telah miliki

karakteristik distraktor yang bagus.

Analisis butir soal dengan

menggunakan program iteman sangat

cepat dan tepat untuk digunakan sebagai

kesimpulan analisis akhir dari suatu butir

soal atau tes secara keseluruhan apakah

layak digunakan atau tidak. Hal ini penting

untuk peningkatan kualitas pembelajaran

sebagai acuan untuk menganalisa secara

cepat, tepat agar menghasilkan suatu alat

evaluasi yang baik.

Penelitian ini menghasilkan suatu

analisis butir soal yang murah, tepat dan

cepat karena menggunakan program

computer yang direkomendasikan untuk

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

72

diinterpretasikan pada soal-soal tes yang

lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, M.J., & Yen, W.M. 1979. Intrduction

to measurement theory. Monterey:

Brooks/Cole Publishing Company.

Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi

Program Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara

Azwar, S. 2002. Tes Prestasi. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Azwar, S .2005. Dasar-dasar psikometri

(Edisi 1). Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Chabib,M. 2001. Teknik Evaluasi

Pendidikan, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Crocker, L. & Algina, J. (1986). Introduction

to Classical and Modern Test,

Theory_. New York: Holt, Rinehart

and Winston, Inc.

Djaali. 2006. Hasil belajar evaluasi dalam

evaluasi pendidikan: Konsep dan

aplikasi. Jakarta: Uhamka Press.

Ebel, RL. (1972). Essential of educational

measurement and evaluating in

education and psycology. New

York: Holt, Rine hart, and Winston.

Inc.

Gay, L. R. 1987. Education research,

Competencies for analysis and

application. Third edition.

Columbus: Merrill Publishing

Company.

Gronlund, NE. (1981). Measurement and

evaluating in teaching. New

York:Macmillan Publishing Co., Inc.

Harlen, W. 1983. Guides to Assessment in

Education Science. London:

Macmillan Education

Jacobs & Chase. 1992. Developing and

Using test Effectively. San

Fransisco: Jossey-Bass Publishers.

Kehoe, J. 1997. Basic item analysis for

multiple-choice tests. ERIC Digest.

http://www.ericdigests.org/1997-

1/basic.html

Kumano, Y. 2001. Authentic Assessment

and Portfolio Assessment-Its

Theory and Practice. Japan:

Shizuoka University.

Mardapi, D. 2008. Teknik penyusunan

instrument tes dan nontes.

Yogyakarta: Mitra Cendekia Press.

Masrun & Martaniah. 1976. Psikologi

Pendidikan : Seri Pedagogik dan

Psikologi. Yogyakarta : Yayasan

Penerbitan Fakultas Psikologi

UGM.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

73

Rustaman,N. 2003. Asesmen Pendidikan

IPA. Makalah penataran guru-guru

NTT di Jurusan pendidikan Biologi.

Stiggins, R.J. 1994. Student-Centered

Classroom Assessment. New York

: Macmillan College Publishing

Company

Subekti, R. & Firman, H. 1989. Evaluasi

Hasil Belajar dan Pengajaran

Remedial. Jakarta: UT.

Suharsimi.2003.Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan(edisi revisi). Jakarta.

Penerbit Bumi Aksara.

Suryabrata, S. 2000. Pengembangan alat

ukur psikologis. Yogyakarta :

Penerbit Andi.

Thorndike, R.L. 1982. Applied

Psychometrics. Boston : Houghton

Mifflin.

Thorndike, R.M. 2005. Measurement and

evaluation in psychology and

education (7th ed). New Jersey:

Pearson Education, Inc.

Yulaelawati, E. 2004. Kurikulum dan

Pembelajaran. Jakarta: Pakar Raya

Jakarta.

Zainul, A. (2001). Alternative assessment.

Jakarta: Dirjen Dikt

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

74

MODEL PENYELENGGARAAN EKONOMI KERAKYATAN DI KOTA YOGYAKARTA

BERBASIS INDEKS DEMOKRASI EKONOMI

Awan Santosa Program Studi Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Abstract

This study aims to arrange model of economic democracy implementation in Yogyakarta

City. Model arrangement based on Index of Economic Democracy and various research method

such as legal and planning document review. Modelling result there are three dimention for

economic democracy implementation in Yogyakarta, here are intellectual, institutional, and

material capital democratization. Yogyakarta City must develop center for economic democracy

consist of budgeting, financing, trading, training, social safety, and cooperative center.

Keywords: economic democracy, social and material capital

1.1. Latar Belakang

Konsep demokrasi ekonomi atau

ekonomi kerakyatan sudah lama dipikirkan

dan dikembangkan secara khusus oleh

pakar ekonomi di dalam maupun di luar

negeri dengan berbagai varian pengertian

dan ciri-cirinya (Douglas (1920), Carnoy

(1980), Dahl (1985), Poole (1987), dan

Smith (2000)). Konsep ini bahkan sudah

dipikirkan ekonom Indonesia, khususnya M.

Hatta, sejak tahun 1930 yang kemudian

dirumuskan ke dalam konstitusi (Pasal 33

UUD 1945). Konsep ini terus dikembangkan

oleh ekonom-ekonom Indonesia dengan

berbagai ragam terminologi (Mubyarto

(1980), Swasono (1987), Arief (2000), dan

Baswir (2002).

Namun perkembangan pemikiran ke

arah demokrasi ekonomi ini tidak diikuti

perkembangan bangunan konsep, teori,

dan operasionalisasi demokrasi ekonomi.

Sampai saat ini belum ada suatu indikator

yang menjadi ukuran penyelenggaraan

demokrasi ekonomi baik di dalam maupun

luar negeri. Demokrasi ekonomi masih

sebatas konsep yang besifat filosofis,

normatif, dan politis. Belum tersedianya

model dan alat ukur ini menjadikan agenda-

agenda pembangunan daerah yang

berbasis demokrasi ekonomi terlalu abstrak

dan tidak memiliki arah yang jelas.

Kondisi ini tidak terlepas dari bias

konseptual di mana pemahaman publik

terhadap demokrasi terdistorsi hanya

sebatas demokrasi pada dimensi politik

(demokrasi politik). Kondisi yang

merupakan fenomena global ini mendorong

ketimpangan perkembangan konsepsi

demokrasi di dunia, terutama di negara-

negara bekas jajahan seperti halnya

Indonesia. Saat ini terdapat setidaknya

delapan Indeks Demokrasi Politik yang

mengukur kebebasan politik, pemilu,

partisipasi rakyat, dan fungsi lembaga

negara (Ericcson & Lane, 2002). Baru

tataran demokrasi politik inilah yang

dikorelasikan dengan indikator sosial-

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

75

ekonomi seperti pertumbuhan dan

pembangunan manusia.

Korelasi tersebut dapat ditemukan pada

berbagai model yang dikembangkan

berdasar studi empiris di negara-negara

tertentu. Model “Virtuous Trangle” melihat

bahwa pembangunan manusia akan

menjadi jalan bagi terciptanya pertumbuhan

ekonomi dan demokrasi yang selanjutnya

akan berkorelasi positif satu sama lain

(UNSFIR dalam Kuncoro, 2004). Selain itu

terdapat model “Cruel Choice plus Trickle

Down” yang meletakkan pertumbuhan

ekonomi sebagai prasyarat munculnya

demokrasi dan pembangunan manusia

(ibid).

Adapun model pertumbuhan endogen

dan demokrasi versi Barro melihat posisi

pembangunan manusia sebagai variabel

paling penting dalam menunjang terjadinya

pertumbuhan ekonomi yang akan menjadi

prasyarat bagi berkembangnya demokrasi.

Model yang agak berbeda dikembangkan

oleh Balla, di mana demokrasi justru

menjadi pilar kunci bagi terwujudnya

pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya

akan menghasilkan perbaikan kualitas

pembangunan manusia di suatu negara

(ibid).

Sementara itu, indikator spesifik yang

sudah ada justru tersedia untuk mengukur

liberalisasi ekonomi dunia, yaitu Index of

Economic Freedom (The Heritage

Foundation, 1980). Indeks ini mengukur

derajat kebebasan ekonomi yang

berorientasi pada kemakmuran individual

melalui kebebasan dalam bisnis, fiskal,

moneter, perdagangan, investasi,

keuangan, pemerintahan, korupsi, HAKI,

dan kebebasan buruh. Indeks ini sudah

menjadi variabel bebas yang dikorelasikan

dengan GDP perkapita, pengangguran, dan

inflasi.

Ketiadaan model operasional Ekonomi

kerakyatan menjadi masalah di tengah

adanya fenomena ketimpangan dan

ketidakadilan sosial-ekonomi di Indonesia

saat ini. Permasalahan yang mendasar

adalah ketiadaan dasar bagi pemerintah

untuk terus mengembangkan strategi

kebijakan yang berbasis pada ekonomi

kerakyatan. Berdasar landasan normatif-

konseptual dan realitas objektif kekinian

tersebut muncul kebutuhan baik di ranah

pengembangan ilmu (teoritis) maupun

praktis, untuk memformulasikan model

pengukuran derajat Ekonomi kerakyatan di

Indonesia, yang secara khusus dapat

diterapkan pada setiap daerah di Indonesia.

Model ini dapat digunakan sebagai

dasar indikator komprehensif yang dapat

dijadikan sebagai acuan penyelenggaraan

dan penilaian derajat keberhasilan

pemerintah daerah dalam menjalankan

strategi kebijakan yang memihak kepada

rakyat. Bagi pemerintah Kabupaten/Kota di

Indonesia hasil dari pemodelan ini dapat

digunakan sebagai dasar untuk terus

mengembangkan strategi kebijakan yang

dapat mewujudkan kesejahteraan bagi

masyarakat sesuai dengan visi dan misi

pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

76

Penelitian ini menjadikan Kota Yogyakarta

sebagai pemodelan ekonomi kerakyatan

yang harapannya dapat dikembangkan di

daerah lain di Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Sebagai salah satu daerah perkotaan,

Pemerintah Kota Yogyakarta mempunyai

peranan besar dalam peningkatan

pertumbuhan ekonomi melalui

pengembangan ekonomi kerakyatan.

Pengembangan ekonomi kerakyatan akan

membantu Pemerintah Kota Yogyakarta

dalam mewujudkan kesejahteraan warga

kota. Gagasan ekonomi kerakyatan

dikembangkan sebagai upaya alternatif dari

para ahli ekonomi Indonesia untuk

menjawab kegagalan yang dialami oleh

negara negara berkembang termasuk

Indonesia dalam menerapkan teori

pertumbuhan.

Penerapan teori pertumbuhan yang telah

membawa kesuksesan di negara negara

kawasan Eropa ternyata telah menimbulkan

kenyataan lain di sejumlah bangsa yang

berbeda. Salah satu harapan agar hasil dari

pertumbuhan tersebut bisa dinikmati sampai

pada lapisan masyarakat paling bawah,

ternyata banyak rakyat di lapisan bawah

tidak selalu dapat menikmati cucuran hasil

pembangunan yang diharapkan itu. Bahkan

di kebanyakan negara negara yang sedang

berkembang, kesenjangan sosial ekonomi

semakin melebar. Dari pengalaman ini,

akhirnya dikembangkan berbagai alternatif

terhadap konsep pembangunan yang

bertumpu pada pertumbuhan.

Pertumbuhan ekonomi tetap merupakan

pertimbangan prioritas, tetapi

pelaksanaannya harus serasi dengan

pembangunan nasional yang berintikan

pada manusia pelakunya. Dengan demikian

Ekonomi kerakyatan berbasis ekonomi

jaringan harus mengadopsi teknologi tinggi

sebagai faktor pemberi nilai tambah

terbesar dari proses ekonomi itu sendiri.

Faktor skala ekonomi dan efisien yang akan

menjadi dasar kompetisi bebas menuntut

keterlibatan jaringan ekonomi rakyat, yakni

berbagai sentra-sentra kemandirian

ekonomi rakyat, skala besar kemandirian

ekonomi rakyat, skala besar dengan pola

pengelolaan yang menganut model siklus

terpendek dalam bentuk yang sering

disebut dengan pembeli .

1.3. Tujuan Penelitian

1). Memaparkan penerapan Demokrasi

Ekonomi di Kota Yogyakarta, Propinsi

D.I. Yogyakarta pada tahun 2009/2010

2). Menyusun model strategi

implementasi dalam bentuk konsep dan

lembaga pelaksana dalam menjalankan

program pengembangan ekonomi

kerakyatan di Kota Yogyakarta.

2). Merumuskan analisis terhadap

kebijakan kebijakan pengembangan

ekonomi kerakyatan di kota Yogyakarta.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

77

1.4. Manfaat Penelitian

1) Hasil penelitian ini dapat menjadi

panduan pengukuran tingkat

penerapan demokrasi ekonomi bagi

daerah lain di Indonesia, yang

kemudian dapat diperbandingkan

dengan dan dievaluasi

perkembangannya dari tahun ke

tahun.

2) Hasil penelitian ini dapat menjadi

temuan variabel baru yang dapat

dikorelasikan (menjelaskan)

berbagai fenomena ekonomi daerah

di Kota Yogyakarta dan daerah

lainnya seperti halnya kemiskinan,

ketimpangan, pengangguran, inflasi,

pendapatan riil (perkapita),

pertumbuhan, dan variabel makro-

ekonomi lain di Indonesia.

3) Hasil penelitian ini dapat menjadi

sarana mendorong

pengarusutamaan aspek

pemerataan dan keadilan dalam

pembangunan ekonomi selain aspek

pertumbuhan dan efisiensi di Kota

Yogyakarta dan daerah lain di

seluruh Indonesia.

1.5. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang

digunakan adalah metode penelitian

deskriptif dengan pengelompokan data

yang bersifat kualitatif. Metode ini

menggambarkan obyek penelitian

berdasarkan fakta-fakta yang ada dan

sedang berlangsung dengan jalan

mengumpulkan, menyusun dan

menjelaskan data yang diperoleh untuk

kemudian dianalisis sesuai dengan teori

yang ada. Obyek yang akan diteliti yaitu

pengembangan ekonomi kerakyatan Kota

Yogyakarta, dengan unit analisis pada level

organisasi Pemerintah Kota Yogyakarta.

Beberapa metode pengumpulan

data dalam penelitian kualitatif, yaitu:

1) Wawancara

Wawancara merupakan alat re-

cheking atau pembuktian terhadap

informasi atau keterangan yang diperoleh

sebelumnya. Tehnik wawancara yang

digunakan dalam penelitian kualitatif adalah

wawancara mendalam. Wawancara

mendalam (in–depth interview) adalah

proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab

sambil bertatap muka antara pewawancara

dengan informan atau orang yang

diwawancarai, dengan atau tanpa

menggunakan pedoman (guide)

wawancara, di mana pewawancara dan

informan terlibat dalam kehidupan sosial

yang relatif lama.

2) Dokumen

Sejumlah besar fakta dan data

tersimpan dalam bahan yang berbentuk

dokumentasi. Sebagian besar data yang

tersedia adalah berbentuk surat-surat,

catatan harian, cenderamata, laporan,

artefak, foto, dan sebagainya. Sifat utama

data ini tak terbatas pada ruang dan waktu

sehingga memberi peluang kepada peneliti

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

78

untuk mengetahui hal-hal yang pernah

terjadi di waktu silam. Secara detail bahan

dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu

otobiografi, surat-surat pribadi, buku atau

catatan harian, memorial, klipping, dokumen

pemerintah atau swasta, data di server dan

flashdisk, data tersimpan di website, dan

lain-lain.

3) Focus Group Discussion (FGD)

Focus Group Discussion (FGD) adalah

teknik pengumpulan data yang umumnya

dilakukan pada penelitian kualitatif dengan

tujuan menemukan makna sebuah tema

menurut pemahaman sebuah kelompok.

Teknik ini digunakan untuk mengungkap

pemaknaan dari suatu kalompok

berdasarkan hasil diskusi yang terpusat

pada suatu permasalahan tertentu. FGD

juga dimaksudkan untuk menghindari

pemaknaan yang salah dari seorang

peneliti terhadap fokus masalah yang

sedang diteliti.

4) Pengukuran Indeks Demokrasi

Ekonomi

Penelitian ini menggunakan alat

analisis Indeks Demokrasi Ekonomi (IDE)

yang diformulasikan dari penelitian Awan

Santosa (2009) bersama 10 ahli demokrasi

ekonomi Indonesia dengan metode Delphi.

Variabel yang dinilai sesuai oleh para-ahli

dan mencapai nilai skor di atas batas

minimum persetujuan, sehingga dapat

dijadikan sebagai unsur penyusun Indeks

Demokrasi Ekonomi Indonesia (IDEI)

adalah sebanyak 21 variabel yang terbagi

dalam 3 Dimensi, yaitu:

A. Dimensi Demokrasi Produksi

B. Dimensi Demokrasi Alokasi dan

Konsumsi

C. Dimensi Demokrasi Penguasaan

Faktor Produksi

1.6. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1.6.1. Profil Ekonomi Kerakyatan Kota

Yogyakarta

Ekonomi kerakyatan sepertihalnya

tertuang dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945

adalah sebuah sistem, yang dibedakan

tegas dengan ekonomi rakyat atau UMKM

yang hanya merujuk pada aktor pelaku

ekonomi. Sebagai sebuah sistem ekonomi,

maka ekonomi kerakyatan mencakup

dimensi produksi (termasuk penguasaan

faktor produksi), distribusi, dan konsumsi.

Dalam penjelasan Pasal 33 ayat (1)

disebutkan bahwa ekonomi kerakyatan

adalah (sistem) perekonomian yang disusun

sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan, di mana produksi dikerjakan

oleh semua (Pasal 27 ayat 2), untuk semua

(Pasal 23, 31, dan 34), di bawah pimpinan

dan atau penilikan anggota-anggota

masyarakat (Pasal 18 dan 28).

Oleh karenanya, urgensi ekonomi

kerakyatan di samping didasarkan pada

amanat konstitusi di atas, diperkuat juga

dengan beberapa kondisi empiris (realitas)

sosial-ekonomi makro penyelenggaraan

ekonomi kerakyatan di Kota Yogyakarta

sebagai berikut:

Pertama, tingkat pengangguran

terbuka di Kota Yogyakarta masih sebesar

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

79

18,241 orang atau sebesar 6,21%, yang

berarti belum sepenuhnya warga terlibat

dalam proses produksi daerah. Data lain

menyebutkan bahwa baru 58,8% usia kerja

yang sepenuhnya bekerja, sehingga dapat

diperkirakan pengangguran tersembunyi di

Kota Yogyakarta masih cukup tinggi. Pun,

mayoritas warga bekerja di sektor

perdagangan dengan share terhadap PDRB

25%, didominasi subsector perdagangan

besar, hotel, dan restoran, dan bekerja di

sektor jasa dengan share 20%, di dominasi

sektor jasa layanan pemerintahan. Hal ini

mengindikasikan begitu banyak warga

bekerja dengan hasil yang belum layak bagi

kemanusiaan. Data menunjukkan kinerja

pengangguran di Kota Yogyakarta. Dalam

kurun waktu tiga tahun (2008-2010) terjadi

penurunan angka pengangguran sebesar

2,73% dari 7,13% pada tahun 2008 menjadi

4,4% pada tahun 2010.

Kedua, jumlah penduduk miskin

masih sebanyak 54.530 jiwa atau sebesar

8,2% dari total penduduk pada tahun 2011,

dengan jumlah keluarga (KK) miskin

sebanyak 17.016 KK atau sebesar 12,38%.

Nilai ini dengan garis kemiskinan sebesar

Rp. 210.000,-/orang/bulan, sehingga jika

menggunakan garis kemiskinan Bank Dunia

($US 2/orang/hari) maka dapat diperkirakan

tingkat kemiskinan di Kota Yogyakarta

sebesar 33% dan KK miskin sebanyak 49%.

Kondisi ini berlangsung di tengah

ketimpangan struktural dan over produksi di

Kota Yogyakarta, di mana terdapat

dominasi subsector usaha besar di sektor

perdagangan, hotel, restoran, jasa,

pengangkutan, dan industri pengolahan.

Sementara itu, sektor perhotelan

yang kian banyak dibangun di Kota

Yogyakarta didominasi oleh usaha

(pemodal) besar. Demikian halnya sektor

perdagangan Kota Yogyakarta pun juga

didominasi oleh distributor dan pemodal

besar. Sementara masyarakat dan

komunitas rakyat di Kota Yogyakarta belum

terlibat dan atau memanfaatkan

sepenuhnya potensi dan peluang sektor

pariwisata dan perdagangan. Keterlibatan

rakyat masih pada kegiatan-kegiatan

ekonomi dan usaha yang marjinal dan

informal.

Ketiga, tingkat ketergantungan

fiskal terhadap pemerintah pusat yang

masih tinggi pula, di mana DAU meliputi

59,4% APBD, DBHBP sebesar 9,27%,

sedangkan PAD adalah sebesar 21,86%.

Dalam hal ini perekonomian belum

sepenuhnya mandiri dan di bawah pimpinan

dan atau penilikan anggota-anggota

masyarakat Kota Yogyakarta. PAD yang

cukup tinggi dapat menandakan

berkembangnya ekonomi dan industri

kreatif di Kota Yogyakarta, namun dapat

pula mengindikasikan masih banyaknya

biaya yang dibebankan pemerintah kepada

masyarakat (ekonomi rakyat) sepertihalnya

pajak dan retribusi daerah. Seperti halnya

nilai retribusi pedagang dari 33 pasar

tradisional di Kota Yogyakarta yang

mencapai Rp. 13 milyar pada tahun 2011.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

80

Dalam hal ini justru rakyat kecil (pedagang)

yang membiayai jalannya pemerintahan.

Keempat, kapasitas fiskal untuk

mendorong transformasi kinerja dan struktur

sosial-ekonomi Kota Yogyakarta yang

masih terbatas, di mana nilai APBD tahun

2010 sebesar 66% dialokasikan untuk

belanja pegawai, 20% untuk belanja barang

dan jasa, sedangkan untuk belanja hibah,

bantuan sosial, dan belanja modal sebesar

14%. Berdasar data ini maka struktur APBD

Kota Yogyakarta belum dapat menjadi

tumpuan bagi penyelenggaraan ekonomi

kerakyatan karena alokasi untuk

menerapkan sistem jaminan lapangan kerja,

sistem jaminan sosial (pendidikan dan

kesehatan), dan sistem jaminan produksi

dan pasar bagi seluruh warga masyarakat

Kota Yogyakarta tanpa terkecuali masih

terlalu kecil.

Kelima, omset UKM baru sebesar

20,6% dari total omset pelaku usaha di Kota

Yogyakarta, yang dengan peranan APBD

Pemerintah Kota Yogyakarta sebesar 25%

dari nilai PDRB maka dapat diperkirakan

peranan sektor swasta besar yang

dominan, lebih dari 50%. Kontribusi

koperasi jauh lebih kecil lagi karena rata-

rata baru 20% dari UKM yang menjadi

bagian dari usaha koperasi. Nilai investasi

industri kecil di Kota Yogyakarta pada tahun

2011 juga baru sebesar Rp. 170,69 milyar,

atau senilai 1,3% dari total PDRB Kota

Yogyakarta sebesar Rp. 12 trilyun.

Keenam, kondisi perkembangan

koperasi di Kota Yogyakarta secara

kuantitaif dan kualitatif juga masih belum

sepenuhnya mengarah pada sistem

ekonomi kerakyatan. Pada akhir Desember

2011 jumlah koperasi aktif sebanyak 447

dari 550 koperasi yang terdaftar, dengan

jumlah anggota yang baru sejumlah 50.280

orang atau hanya 7,3% dari total anggota

koperasi di Propinsi DIY yang sebanyak

688.326 orang. Koperasi belum menjadi

basis ekonomi masyarakat karena

kualitasnya masih jauh dari idealita sesuai

dengan prinsip-prinsip koperasi Indonesia

dan dunia.Jumlah koperasi pada tahun

2011 adalah 511 koperasi. Dari jumlah

tersebut 81% atau 448 koperasi bersifat

aktif, sedangkan sisanya pasif. Koperasi

merupakah soko guru perekonomian yang

didasarkan pada ekonomi kerakyatan.

Ketidaksesuaian dengan prinsip

koperasi dan UU Koperasi tersebut

ditunjukkan dengan lebih banyaknya

koperasi yang hanya dimiliki oleh segelintir

pemodal saja, semisal di hampir semua

koperasi angkuta kota. Koperasi yang

seperti ini lebih tepat disebut sebagai

“persekutuan majikan”, yang menempatkan

orang-orang yang terlibat di dalamnya

sebagai buruh dan atau konsumen saja.

Padahal dalam koperasi seharusnya

pelanggan dan pekerja adalah sekaligus

pemilik, serta keanggotaannya bersifat

terbuka dan sukarela.

Ketidaksesuaian dengan prinsip

dasar tersebut berimplikasi selain pada

minimnya jumlah dan partisipasi anggota,

juga pada kecilnya volume usaha (omset)

usaha koperasi di Kota Yogyakarta. Per 31

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

81

Desember 2011 volume usaha koperasi di

Kota Yogyakarta baru sebesar Rp. 307

milyar trilyun atau hanya 2,36% dari total

PDRB Kota Yogyakarta yang sebesar Rp.

12,96 trilyun pada tahun yang sama.

Kondisi inipun tidak dapat mewakili

sepenuhnya kinerja koperasi rakyat

(koperasi sejati), karena koperasi yang

paling banyak dikembangkan di Kota

Yogyakarta adalah koperasi pegawai,

koperasi karyawan swasta, KSU, dan

koperasi simpan pinjam, yang tidak dimiliki

secara luas oleh masyarakat kebanyakan.

Terlebih lagi pada tahun yang sama nilai

SHU yang dapat dibagikan kepada seluruh

anggota koperasi di Kota Yogyakarta baru

sebesar Rp. 18,19 milyar, atau baru senilai

5,9% dari total omset koperasi di Kota

Yogyakarta.

Ketujuh, partispasi pekerja Kota

Yogyakarta belum memadai, di mana baru

terdapat 157 perusahaan yang memiliki

serikat pekerja dari keseluruhan

perusahaan di Kota Yogyakarta yang

berjumlah 1.211 unit, dengan jumlah

anggota serikat pekerja baru sebanyak

12.385 orang. Jumlah anggota ini bahkan

kalah besar dibanding jumlah pencari kerja

di kota Yogyakarta, dan sangat tidak

signifikan dari segi jumlah dibanding total

pekerja keseluruhan di Kota Yogyakarta

yang berjumlah 200.000 lebih. Terlebih

belum ada perusahaan di Kota Yogyakarta

yang menerapkan pola kepemilikan saham

oleh pekerja (employee share ownership

program/ESOP).

Kedelapan, jenjang pendidikan

tinggi masih menjadi barang mahal bagi

sebagian warga Kota Yogyakarta yang

berimplikasi pada lemahnya penguasaan

ilmu pengetahuan dan teknologi oleh kaum

marjinal di Kota Yogyakarta. Pun

pendidikan yang berkembang pesat di Kota

Yogyakarta dan sekitarnya bukan

pendidikan yang berwatak progresif dan

berorientasi pada keberdayaan ekonomi

rakyat sehingga belum sepenuhnya mampu

memecahkan persoalan kesejahteraan

yang dihadapi mereka.

Warga Yogyakarta yang

menamatkan pendidikan sampai dengan

Perguruan Tinggi pada tahun 2010 adalah

sebanyak 7,3%, lebih rendah di banding

tahun 2008 yang sebanyak 10,4%. Padahal

Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman

merupakan sentra pendidikan tinggi bukan

hanya di Propinsi DIY melainkan juga

Indonesia. Sementara itu pendidikan

informal bagi pelaku ekonomi rakyat di

sektor basis Kota Yogyakarta yaitu

perdagangan kecil, jasa informal, industri

dan angkutan rakyat belum banyak

dikembangkan secara sistematis

berkelanjutan.

Kesembilan, kebebasan politik

pasca reformasi belum diikuti keberadaan

dan keberdayaan serikat-serikat ekonomi

rakyat kota Yogyakarta yang dapat menjadi

alat perbaikan taraf kesejahteraan mereka.

Masih terlalu banyak pelaku-pelaku

ekonomi marjinal yang belum terasosiasi

dengan baik, sepertihalnya tukang becak,

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

82

pemulung, pedagang asongan, industri

rakyat, dan sebagainya. Pun serikat-serikat

ekonomi yang ada di Kota Yogyakarta

sepertihalnya koperasi rakyat dan serikat

pekerja masih berada di posisi marjinal,

belum setanding dengan kekuatan pemodal

(korporasi besar).

Kesepuluh, modal sosial ekonomi

rakyat Kota Yogyakarta justru melemah

seiring dengan massifnya penetrasi modal

besar (internasional) dalam bentuk

hypermarket (mal) dan ritel (minimarket)

yang menggantikan pasar tradisional dan

toko kelontong warga. Dalam pada itu,

anggota masyarakat Yogyakarta pun tidak

lagi sanggup membendung ekspansi bisnis

hiburan di pusat-pusat kota yang

menggerus modalitas spiritual pen-cirikhas

Yogyakarta sebagai kota budaya. Sektor

ekonomi rakyat di Kota Yogyakarta

umumnya masih terjerat persoalan

mendasar lemahnya penguasaan atas alat

produksi seperti keterbatasan lahan, modal,

IPTEK, dan pemasaran. Untuk memenuhi

itu semua mereka masih harus bergantung

pada perusahaan besar, tengkulak, dan

sebagian pelepas uang.

Merujuk pada berbagai persoalan

makro ekonomi daerah di atas, maka

terlihat bahwa kinerja sektor jasa sebagai

penyerap tenaga kerja terbesar yang masih

rendah. Kondisi ini juga terkait dengan

masih lemahnya keterkaitan (integrasi) dan

jejering (networking) antarsektor yang

menjadi landasan implementasi konsepsi

usaha bersama”(ko-operasi) dalam

perekonomian daerah.

Konsepsi penyelenggaraan ekonomi

kerakyatan di Kota Yogyakarta menjadi

makin urgen mengingat indikator sasaran

ekonomi kerakyatan yang tercantum dalam

dokumen RPJMD Kota Yogyakarta 2012-

2017 hanyalah peningkatan jumlah koperasi

aktif dan UMKM, serta pengawasan

keamanan pangan. Indikator ini tentu saja

sangat jauh dari yang dikonsepsikan dalam

ekonomi kerakyatan.

1.6.2. Ekonomi Kerakyatan dalam

Dokumen Perencanaan Kota

Yogyakarta

Kota Yogyakarta merupakan salah

satu daerah yang mempunyai komitmen

terhadap konsep ekonomi kerakyatan. Hal

ini tertuang dalam dokumen perencanaan

(RPJMD 2012-2016) yang salam visinya

secara tegas dan eksplisit menyebutkan

kata “ekonomi kerakyatan” yang belum ada

pada RPJMD 2007-2011. Keberpihakan

tersebut dapat dilihat pada visi, misi, tujuan

dan sasaran, srategi umum, serta strategi

dan arah kebijakan.

Visi Kota Yogyakarta yang berbunyi

“Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai

kota pendidikan berkualitas, berkarakter

dan inklusif, pariwisata berbasis budaya,

dan pusat pelayanan jasa, yang

berwawasan lingkungan dan ekonomi

kerakyatan”. Penjelasan ekonomi

kerakyatan dalam visi tersebut adalah:

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

83

1) mendorong dan memfasilitasi

berjalannya ekonomi

kerakyatan yang berkualitas,

berkelanjutan, berbasis

wilayah, dan berpihak

kepada masyarakat Kota

Yogyakarta;

2) ekonomi kerakyatan yang

dimaksud adalah

perekonomian yang

senantiasa menyelaraskan

antara kondisi dan potensi

daerah dengan kinerja

ekonomi;

3) dan ekonomi daerah akan

tumbuh dan berkembang,

berbasis pada ekonomi

rakyat dan mampu

memberikan dampak nyata

kepada rakyat.

Visi tersebut kemudian dijabarkan

menjadi beberapa misi, yaitu:

1) mewujudkan tata kelola

pemerintahan yang baik dan bersih;

2) mewujudkan pelayanan

publik yang berkualitas;

3) mewujudkan

pemberdayaan masyarakat dengan

gerakan Segoro Amarto;

4) dan mewujudkan daya saing

daerah yang kuat.

Penjelasan ekonomi kerakyatan

dalam misi tersebut adalah:

1) mengembangkan ekonomi

kerakyatan;

2) memperkuat masyarakat

Kota Yogyakarta yang

toleran, inklusif, bermoral,

beretika, beradab dan

berbudaya;

3) serta memasyarakatkan dan

membudayakan gerakan

Segoro Amarto.

Dari misi 3 dikembangkan menjadi

tujuan dan sasaran, yaitu:

1) terwujudnya peningkatan

kualitas ekonomi masyarakat;

2) terwujudnya peningkatan

kualitas sosial masyarakat.

Selanjutnya, dijabarkan dalam

strategi umum 3, yang terdiri dari:

1) mendorong dan memfasilitasi

berjalannya ekonomi

kerakyatan yang berkualitas,

berkelanjutan, berbasis

wilayah, dan berpihak

kepada masyarakat Kota

Yogyakarta;

2) ekonomi kerakyatan yang

dimaksud adalah

perekonomian yang

senantiasa menyelaraskan

antara kondisi dan potensi

daerah dengan kinerja

ekonomi;

3) fokusnya adalah

menggerakkan

perekonomian yang mampu

mengurangi angka

kemiskinan dan memperluas

lapangan kerja, serta

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

84

mendorong terjadinya

pertumbuhan ekonomi yang

berkualitas;

4) dan dengan ini diharapkan

ekonomi daerah akan

tumbuh dan berkembang,

berbasis pada ekonomi

rakyat dan mampu

memberikan dampak nyata

kepada rakyat.

Strategi tersebut dijabarkan dalam

arah dan kebijakan seperti di bawah ini.

1) Peningkatan ekonomi

masyarakat berbasis ekonomi

kerakyatan.

a) Meningkatkan pembinaan

koperasi dan lembaga

keuangan mikro.

b) Meningkatkan kualitas

sumber daya pelaku UMKM

melalui fasilitasi permodalan,

promosi, kerjasama usaha

dan informasi usaha.

c) Menumbuhkembangkan jiwa

kewirausahaan di

masyarakat.

d) Meningkatkan ketahanan

pangan dan pengawasan

kualitas bahan makanan.

2) Peningkatan pemberdayaan

masyarakat yang berafirmatif

gender.

a) Meningkatkan pemberdayaan

masyarakat berbasis

kewilayahan.

b) Meningkatkan

pemberdayaan, kualitas

hidup serta perlindungan

perempuan dan anak

c) Meningkatkan

pemberdayaan, kualitas.

d) hidup serta perlindungan

perempuan dan anak.

1.6.3. Strategi Pengembangan

Ekonomi Kerakyatan

Strategi menunjukkan awalan, arah,

dan penekanan dalam pengembangan

ekonomi kerakyatan di Kota Yogyakarta.

Sesuai dengan realitas makro ekonomi

daerah di atas, maka strategi tersebut akan

meliputi:

Pertama, peningkatan kinerja sektor

perdagangan kecil (pasar tradisional),

angkutan rakyat, jasa informal, dan industri

rakyat di Kota Yogyakarta sehingga mampu

memberikan nilai tambah yang layak bagi

peningkatan kesejahteraan mayoritas

ekonomi rakyat yang bergiat di sektor

tersebut. Hal ini dapat dilakukan melalui

penguatan asosiasi (kooperasi) pelaku

sektor perdagangan dan jasa, diversifikasi

bisnis layanan perdagangan dan jasa, dan

integrasi (interkoneksi) sektor perdagangan

dan jasa dengan sektor lainnya (industri,

pariwisata, pertanian, dan pengangkutan).

Dalam hal ini kiranya Yogyakarta perlu

belajar dari pusat pengembangan ekonomi

kerakyatan berbasis sektor jasa di Emilia

Romagna, Italia sebagai benchmark.

Kinerja sektor jasa di Emilia

Romagna bertumpu pada koperasi-koperasi

sosial (social cooperatives) yang melayani

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

85

berbagai macam jasa di sektor sosial,

pendidikan, kesehatan, bagi penyandang

cacat, manula, pemuda, dan kelompok

marjinal. Koperasi sosial yang bekerja sama

dengan Pemerintah Daerah, Asosiasi

Buruh, relawan, dan pengguna jasa ini

bahkan sudah menguasai 85% dari seluruh

distribusi jasa sosial ke masyarakat Emilia

Romagna. Sektor jasa juga diperkuat

melalui kerjasama (jejaring)

antarperusahaan mikro (usaha

mikro/koperasi) ke dalam asosiasi yang

menyediakan jasa layanan administratif,

koordinasi pembelian dan kredit, serta

konsultasi teknis bagi mereka.

Di samping itu, terdapat perusahaan

jasa yang dikelola bersama bernama

ERVET yang mengelola sistem layanan

jasa kepada usaha mikro/koperasi, di mana

tugasnya adalah membuat analisis SWOT

yang mereka butuhkan termasuk jasa

layanan, infrastruktur, dan berbagai

kebutuhan usaha mikro. ERVET berfungsi

sebagai pusat jasa penciptaan jaringan

(kemitraan) antarindustri, jasa transfer

teknologi, manajemen baru, dan layanan

pemasaran kepada sektor khusus berbasis

wilayah dan bisnis tertentu.

ERVET juga mengembangkan pusat

jasa sesuai spesialisasi bisnis melalui

beberapa cabang usaha jasanya, yaitu

CITER untuk fashion dan tekstile, CERCAL

untuk footwear, QUASCO untuk bangunan

dan konstruksi, CENTROCERAMICO untuk

mechanical, CESMA untuk mesin pertanian,

dan CESTER untuk teknologi dan

internasionalisasi. Jasa yang disediakan

untuk berbagai industri tersebut meliputi

jasa proses produksi, R&D, konsultasi, jasa

teknis, dan pengembangan bisnis.

Sementara itu dibentuk pula CAN

(Konfederasi Nasional Usaha Kecil) yang

menyediakan dan memfasilitasi (brokers)

jasa layanan keuangan, legal, pembukuan,

pencarian (penempatan) tenaga kerja,

nasihat pemasaran, ekspor, dan kemitraan

untuk usaha mikro/kecil di Emilia Romagna.

Kedua, peningkatan kinerja industri

rakyat berbasis pertanian (agroindustri) dan

kerajinan di Kota Yogyakarta untuk

mengoptimalkan nilai tambah bahan

mentah pertanian, share yang dinikmati

pengrajin, petani, dan lapangan kerja baru

yang dapat dibuka. Hal ini dilakukan melalui

pemberdayaan koperasi rakyat, aplikasi

teknologi kerajinan dan pangan lokal, serta

penyediaan, modifikasi, dan optimalisasi)

trading house (outlet pasar) bagi aneka

olahan produk kerajinan dan pertanian.

Ketiga, pengembangan koperasi

sejati dan peningkatan kemitraan

antarkoperasi baik di sektor yang sama

maupun lintas sektoral di Kota Yogyakarta.

Keberadaan ratusan unit koperasi aktif

menjadi potensi dan kekuatan sosial-

ekonomi luar biasa apabila dapat terajut ko-

operasi baik formal maupun informal

diantara mereka. Hal ini dapat dilakukan

melalui berbagai model kemitraan

(partnership-MoU) antara koperasi produksi

(koperasi petani, koperasi pengrajin,

koperasi industri, dsb), koperasi kredit

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

86

(KSP), koperasi retail (Koppas), koperasi

jasa, dan koperasi konsumsi (koperasi

karyawan, KPRI, dsb).

Keberadaan Konfederasi Koperasi

Kota Yogyakarta perlu dipertimbangkan bila

diperlukan sebagai simpul kemitraan dan

perajut kemitraan antara koperasi –

khususnya koperasi jasa sosial- dengan

pelaku usaha lainnya sepertihalnya BUMD,

lembaga keuangan, dan perusahaan

swasta (industri),

Keempat, pengukuran Indeks

Demokrasi Ekonomi (IDE) yang diperlukan

untuk mengevaluasi derajat penerapan

ekonomi kerakyatan Kota Yogyakarta

setidaknya setiap 2/3 tahun sekali. Sebagai

alat ukur dapat digunakan IDE hasil

penelitian penulis yang terdiri dari tiga

dimensi dan 21 variabel, dengan formulasi:

IDE = DP + DAK + DPFP, di mana DP

adalah Demokrasi Produksi, DAK adalah

Demokrasi Alokasi dan Konsumsi, serta

DPFP adalah Demokrasi Penguasaan

Faktor Produksi.

Kelima, pembangunan Sentra

Ekonomi Kerakyatan di daerah beserta

model-model serupa di semua kelurahan

(kecamatan) di Kota Yogyakarta. Hal ini

dilakukan sebagai salah satu strategi

akselerasi dalam aplikasi dan

pengembangan ekonomi kerakyatan di Kota

Yogyakarta yang selanjutnya akan

diuraikan di bawah ini.

1.6.4. Membangun Sentra Ekonomi

Kerakyatan (Ekora Center)

Pembangunan Sentra Ekonomi

Kerakyatan (Sentra Ekora) dilakukan untuk

memfokuskan arah pembangunan wilayah,

sektor, dan aktor ekonomi di Kota

Yogyakarta pada agenda ekonomi

kerakyatan yaitu peningkatan derajat

kontrol dan partisipasi ekonomi warga

melalui demokratisasi modal material,

intelektual, dan institusional. Oleh

karenanya, Sentra Ekora menggunakan

pendekatan lintas wilayah, lintas sektoral,

dan lintas pelaku, sehingga benar-benar

berdasar dan mengarah pada konsepsi

usaha bersama.

Sentra Ekora diwujudkan dalam

lingkup kelurahan melalui pembangunan

Sentra Ekora Kelurahan yang sekurang-

kurangnya mengelola production house,

trading house, dan training house, baik

melalui koperasi, BUMDes, maupun klaster

(sentra) industri kecil-rumah tangga dan

asosiasi usaha mikro lain yang ada di

kelurahan setempat. Untuk itu perlu

penguatan kelembagaan ekonomi rakyat

(koperasi), teknologi pengolahan bahan

baku lokal, SDM, dan sektor bisnis yang

akan dikembangkan.

Dalam lingkup daerah (Kota) maka

Sentra Ekora diwujudkan melalui

pembangunan Ekora Center, sebagai single

window ekonomi kerakyatan Kota

Yogyakarta yaitu sebuah area dan

bangunan yang menjadi pusat partisipasi

penyusunan APBD (Budgetting Center),

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

87

permodalan lokal (Local Financing Center),

Bisnis dan Perdagangan (Business &

Trading Center), inovasi teknologi dan

pelatihan ekonomi kerakyatan (Innovation &

Training Center), jaminan sosial (Social

Safety Center), dan gerakan koperasi

(Cooperative Center).

Ekora Center ini ditopang dan

memiliki keterkaitan formal dengan Sentra

Ekora dan berbagai elemen kelembagaan

usaha bersama (ko-operasi) yang terdapat

di tiap-tiap kelurahan (kecamatan). Sebagai

manifestasi usaha bersama maka

kepemilikan, pengambilan keputusan, dan

tanggung jawab (pengawasan) Ekora

Center dilakukan secara kolektif oleh

Pemkot, Sentra Ekora Kelurahan, dan

berbagai elemen usaha bersama lain

sepertihalnya asosiasi bisnis, serikat

pekerja, koperasi, dengan ketentuan dan

mekanisme yang diatur bersama

Gambar 1.1 Model Sentra Ekonomi Kerakyatan Kota Yogyakarta

Sentra

Ekora Kota

Sentra Ekora

Kecamatan

Sentra

Ekora

Kelurahan

Ekora Center

Budgetting

Trading

Social Cooperativ

Training

Financing

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

88

Ekora Center berfungsi sebagai

simpul pengubung antarsentra ekora

kelurahan, dan antara sentra ekora

kelurahan dan warga Kota Yogyakarta

dengan Pemkot Yogyakarta, BUMD,

konsumen, dan berbagai elemen lainnya.

Ekora Center harus mewadahi supply

produksi ekonomi rakyat (usaha mikro),

peran pedagang tradisional, dan koperasi

Kota Yogyakarta. Keberadaan Ekora Center

adalah untuk menjadi penyedia jasa

layanan (fasilitasi) bagi pengembangan

usaha mereka dan bukannya menggantikan

posisi atau bahkan meminggirkan mereka.

Tabel 1.1 Gambaran Fungsi Dalam Sentra Ekonomi Kerakyatan

Lingkup Sentra Elemen Sentra Fungsi Kelurahan Production House Koordinasi penyediaan alat produksi

(modal, bahan mentah, dsb), pengolahan bahan baku, kemitraan antarprodusen, pemberdayaan koperasi, pelibatan perempuan, dsb

Kelurahan Trading House Koordinasi pembelian alat produksi dan kebutuhan sehari-hari, serta penjualan hasil produksi secara kolektif, outlet pasar bagi aneka produk olahan pertanian, dsb

Kelurahan Training House Koordinasi pelatihan aplikasi teknologi, inovasi kelembagaan (koperasi), perencanaan pembangunan desa, aplikasi ekonomi kerakyatan, keahlian teknis, dsb

Daerah (Ekora Center)

Budgetting Center Pusat pelibatan warga dan parapihak Sentra Ekora (khususnya usaha mikro/koperasi) dalam penyusunan APBD (perencanaan anggaran), dsb

Daerah (Ekora Center)

Local Financing Center

Pusat penyediaan informasi, konsultasi, kemitraan, dan sumber permodalan dari lembaga keuangan lokal bagi usaha mikro/koperasi

Daerah (Ekora Center)

Business & Trading Center

Pusat konsultasi bisnis dan outlet pasar (penjualan) bagi semua produk Sentra Ekora Kelurahan, usaha mikro/koperasi, dan pedagang kecil khas Yogyakarta.

Daerah (Ekora Center)

Innovation & Training Center

Pusat inovasi dan pelatihan aplikasi teknologi pertanian, industri, jasa, perencanaan ekonomi daerah, dan aplikasi ekonomi kerakyatan

Daerah (Ekora Center)

Social Safety Center Pusat informasi, konsultasi, dan penyediaan jasa/ layanan jaminan sosial (pendikan, kesehatan, fakir miskin, anak terlantar, kelompok marjinal, dsb)

Daerah (Ekora Center)

Cooperative Center Pusat kemitraan antarkoperasi, perencanaan bisnis bersama koperasi, pengembangan asosiasi usaha dan jejaring antarsentra ekora dan antarpelaku usaha mikro di Kota Yogyakarta

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

89

Sebagian konsep ini tentu sudah

berkembang di Kota Yogyakarta walaupun

belum sepenuhnya mengarah pada

transformasi struktural dan model usaha

bersama yang mencerminkan kepemilikan,

penentuan, dan tanggung jawab kolektif,

serta bersifat lintas wilayah, lintas sektoral,

dan lintas pelaku. Oleh karenanya,

sinergitas sebagai modal sosial ekonomi

kerakyatan yang diwujudkan dalam

konsepsi Sentra Ekonomi Kerakyatan perlu

dikembangkan melalui langkah-langkah

nyata yang diuraikan di bagian akhir paper

ini.

1.7. Kesimpulan dan Rekomendasi

1.7.1. Kesimpulan

Peningkatan kesejahteraan rakyat

dalam rangka sistem ekonomi kerakyatan

tidak didasarkan pada paradigma lokomotif,

melainkan pada paradigma fondasi. Artinya,

peningkatan kesejahteraan rakyat dalam

rangka sistem ekonomi kerakyatan tidak lagi

bertumpu pada dominasi pemerintah pusat,

pasar ekspor, modal asing, dan perusahaan

konglomerasi, melainkan pada kekuatan

pemerintah daerah, sumberdaya domestik,

partisipasi para pekerja, usaha industri

rakyat, serta pada pengembangan koperasi

sejati, yaitu yang berfungsi sebagai fondasi

penguatan ekonomi rakyat Kota Yogyakarta.

Di tengah-tengah situasi

perekonomian dunia yang dikuasai oleh

kekuatan kapitalisme kasino seperti saat ini,

kekuatan pemerintah daerah, sumberdaya

dan pasar domestik, partisipasi para

pekerja, usaha-usaha industri rakyat, serta

jaringan koperasi sejati, sangat diperlukan

sebagai fondasi tahan gempa keberlanjutan

perekonomian Kota Yogyakarta. Di atas

fondasi ekonomi tahan gempa itulah

selanjutnya sistem ekonomi kerakyatan

yang berkeadilan, partisipatif, dan

berkelanjutan akan diselenggarakan.

Sejalan dengan perspektif ekonomi

kerakyatan tersebut, maka beberapa

agenda demokratisasi modal perlu

dikerjakan sebagai pilar operasional

pengembangan ekonomi kerakyatan di Kota

Yogyakarta, yaitu:

Pertama, demokratisasi modal

intelektual dilakukan dengan mempermurah

biaya pendidikan tinggi, membangun watak

pendidikan tinggi di Yogyakarta sehingga

lebih ideologis, kontekstual, dan

berorientasi pada keberdayaan petani,

buruh, dan sektor ekonomi rakyat marjinal

lainnya. Perlu juga dikembangkan training

house di kampung-kampung, pasar-pasar,

dan komunitas masyarakat lainnya, yang

dikelola secara swadaya-kolektif sebagai

alat pengambilalihan kuasa ilmu

pengetahuan dan teknologi oleh

masyarakat luas.

Kedua, demokrasi modal

institusional dilakukan melalui peningkatan

peran Koperasi dan Serikat Pekerja,

pembentukan dan peningkatan peran

serikat-serikat ekonomi kelompok marjinal

sepertihalnya tukang becak, pemulung,

buruh tani penggarap, pedagang asongan,

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

90

pedagang kecil, dan sebagainya, serta

memperkuat jejaring di antara serikat

ekonomi rakyat tersebut. Secara khusus

penguatan kerjasama keanggotaan,

kemitraan, permodalan, dan penguasaan

IPTEK oleh koperasi dapat dilakukan

melalui pendirian Bursa Kooperasi

Yogyakarta, sebagai institusi alternatif dari

Pasar Modal (Bursa Efek Indonesia). Di

samping itu perlu fasilitasi MoU antara

koperasi tani di desa dengan koperasi

karyawan (serikat buruh) di kota dalam

pembelian produk-produk pertanian.

Ketiga, demokratisasi modal

material dilakukan melalui aplikasi pro-poor

budgeting untuk meningkatkan kinerja

layanan publik dan memperbesar proporsi

APBD untuk perluasan skim jaminan sosial

bagi warga Kota Yogyakarta. Di samping

itu, perlu dukungan permodalan bagi sektor

informal, dan fasilitasi perluasan akses

pasar ekonomi rakyat melalui revitalisasi

pasar tradisional, pembatasan ekspansi

ritel, dan pembuatan minimarket milik

serikat buruh atau koperasi di Yogyakarta di

tempat strategis (pusat kota).

1.7.2. Rekomendasi

Beberapa langkah nyata perlu

dilakukan untuk mewujudkan berbagai

gagasan, konsep, startegi di atas, yang

dalam hal ini melibatkan parapihak ekonomi

kerakyatan daerah sepertihalnya

Pemerintah Kota, DPRD, Pemerintah

Kecamatan/Kelurahan, Koperasi, Asosiasi

Usaha, LSM, media massa, ormas,

perusahaan swasta, serikat pekerja, dan

berbagai elemen lain di Kota Yogyakarta.

Beberapa langkah yang perlu ditempuh

parapihak tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, perencanaan aplikasi dan

pengembangan ekonomi kerakyatan di Kota

Yogyakarta, yang dituangkan dalam

RPJMD atau Rencana Kerja Tahunan,

penyusunan Rencana Strategis

Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Kota

Yogyakarta yang sudah memuat

perencanaan program dan kegiatan yang

dapat dibiayai APBD. Proses perencanaan

dan dokumentasi ini dilakukan pada tahun

pertama.

Kedua, pelaksanaan dilakukan

melalui pembuatan payung hukum (Perda

atau SK Walikota), penganggaran berbagai

program di APBD, dan pembentukan Tim

Adhoc parapihak (semisal Tim

Pengembangan Ekonomi Kerakyatan-

TIPEKA) untuk mempertegas komitmen

pemerintah dan DPRD, serta pelaksanaan

berbagai program yang dapat dimulai pada

akhir tahun kedua, termasuk realisasi

pembangunan Sentra Ekonomi Kerakyatan

(Ekora Center) Kota Yogyakarta.

Ketiga, monitoring dan evaluasi

pelaksanaan pengembangan ekonomi

kerakyatan di Kota Yogyakarta, di mana

proses evaluasi dimulai pada tahun ketiga

dan selanjutnya monev internal setiap akhir

tahun dengan pengukuran Indeks

Demokrasi Ekonomi (IDE) Kota Yogyakarta

setiap 2 tahun sekali.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

91

Partisipasi parapihak sangat

menentukan keberhasilan agenda ini

sejalan dengan hakekat pengembangan

ekonomi kerakyatan untuk meningkatkan

partisipasi dan kontrol warga Kota

Yogyakarta atas jalannya perekonomian

daerah. Tidaklah berlebihan jika

mengidealkan kondisi daerah sepertihalnya

di Emilia Romagna, Italia di mana

duapertiga (60%) warga adalah pegiat

koperasi, 45% PDRB dihasilkan dari

koperasi, 85% jasa sosial didistribusikan

oleh koperasi, dan terdapat pusat

pendidikan (universitas) –University of

Bologna- yang berorietasi pada

keberdayaan ekonomi rakyat dan koperasi.

Keberadaan Sentra Ekonomi

Kerakyatan Kota Yogyakarta, sebagai

pelopor model pengembangan ekonomi

kerakyatan di Indonesia dalam satu area

(bangunan) fisik yang terintegrasi

(terhubung) dengan model serupa di

kelurahan-kelurahan mudah-mudahan akan

menginspirasi daerah lain untuk berbuat

yang serupa.

DAFTAR PUSTAKA

Baswir, Revrisond (1995), Tiada Ekonomi Kerakyatan Tanpa Kedaulatan Rakyat, dalam

Baswir (1997), Agenda Ekonomi Kerakyatan,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta

_______________ (1999a), Dari Ekonomi

Rakyat ke Ekonomi Kerakyatan, HU

Jawa Pos, Surabaya, 25 Januari

_______________ (1999b), Menuju Politik

Pembangunan Kerakyatan, Jurnal

Bisnis dan Ekonomi Politik, Indef,

Jakarta, Vol. 3 Nomor 2

_______________ (2000), Koperasi dan Kekuasaan Dalam Era Orde Baru, HU Kompas, Jakarta, 1 Januari

_______________ (2002), Demokrasi Ekonomi dan Bung Hatta, dalam Sri-Edy Swasono, Bung Hatta Bapak Kedaulatan Rakyat, Yayasan Hatta, Jakarta

_______________ (2011), Manifesto Ekonomi Kerakyatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Dahl, Robert A. (1992), Demokrasi Ekonomi:

Sebuah Pengantar

(diterjemahkanoleh Ahmad Setiawan

Abadi), Yayasan Obor Indonesia,

Jakarta,

Djojohadikusumo, Sumitro (1996),

Mengungkap 30 Persen Kebocoran

Anggaran, Harian Umum Republika,

Jakarta, 12 Januari

Goerge, Susan (1999), A Short History of Neoliberalism: Twenty Years of Elite

Economics and Emerging Opportunities For Structural Change,

http://www.milleniumround.org Hamid, Edy Suandi. (2005). Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: UII Press. Hamid, Edy Suandi. (2004). Sistem

Ekonomi, Utang Luar Negeri, dan Politik-Ekonomi, Yogyakarta: UII Press.

Hatta, Mohammad (1928), Indonesia

Merdeka, diterbitkan kembali tahun 1976, Bulan Bintang, Jakarta

_______________ (1932), Ke Arah Indonesia Merdeka, diterbitkan kembali dalam bentuk edisi khusus tahun 1994, Dekopin, Jakarta

________________ (1933), Ekonomi Rakyat, dalam Hatta, Kumpulan Karangan Jilid 3,

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

92

Balai Buku Indonesia, Jakarta, 1954 _______________ (1934), Ekonomi Rakyat

Dalam Bahaya, dalam Hatta, Kumpulan Karangan, Jilid 3, Balai Buku Indonesia, Jakarta, 1954

_______________ (1952), Amanat Hari Koperasi Kedua, dalam Hatta, Kumpulan Karangan Jilid 3, Balai Buku Indonesia, Jakarta, 1954

_______________ (1960), Demokrasi Kita, disunting dalam Swasono dan Ridjal (1992), UI Press, Jakarta

_______________ (1980), Berpartisipasi Dalam Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia, Yayasan Idayu, Jakarta

_______________ (1981), Indonesian Patriot (memoirs), disunting oleh CLM Penders, MA, PhD., Gunung Agung, Singapura

Hudiyanto. (2004). Ke luar dari Ayun Pendulum Kapitalisme-Sosialisme.

Yogyakarta: UMY Press. Hudiyanto. (2001). Ekonomi Indonesia:

Sistem dan Kebijakan. Yogyakarta: PPE UMY.

Hudson, Michael (2003), Super Imperialism:

The Origin and Fundamentals of US World Dominance, Pluto Press, London

Kota Yogyakarta, 2012, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Yogyakarta 2012-2016

______________, berbagai tahun, Data

dari Berbagai Dinas yang Relevan, Tidak Diterbitkan

Legge, J.D. (1993), Kaum Intelektual dan

Perjuangan Kemerdekaan: Peranan kelompok Sjahrir, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta

Mrazek, Rudolf (1996), Sjahrir: Politik dan

Pengasingan di Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Noer, Deliar (1991), Mohammad Hatta: Biografi Politik, LP3ES, Jakarta

Mubyarto (1979), Gagasan dan Metode Berpikir Tokoh-tokoh Besar Ekonomi dan Penerapannya Bagi Kemajuan Kemanusiaan (Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam

Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta, 19 Maret 1979)

Mutis, Thoby, 2002, Cakrawala Demokrasi Ekonomi, Tiara Wacana, Yogyakarta

Perkins, John (2004), Confession on An

Economic Hit Man, Berret- Koehler Publishers, Inc., San Fransisco

Poole, Michael, 1987, The Origin of Economic Democracy, Routledge,

London Rachbini, Didik J, 2001, Politik Ekonomi Baru Menuju Demokrasi Ekonomi, Grasindo, Jakarta

Santosa, Awan (2009), Ekonomi

Kerakyatan: Urgensi, Konsep, dan Aplikasi, Sekra-UMBY Press, Yogyakarta

Smith, J.W., 2000, Economic Democracy:

Political Struggle in Twenty-first Centuries, New York, M.E. Sharpe.

Svante, Erricson & Jan-Eric Lane, 2002, Demokratisasi Pertumbuhan, RajaGarfindo, Jakarta

Swasono, Sri Edi, 1987, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, UI Press, Jakarta

Williams, 2002, Bologna and Emilia Romagna: A Model of Economic Democracy, diakses di internet tanggal 12/8/07 jam 09.49 WIB.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

93

Pengaruh EVA (Economic Value Added), ROE (Return On Equity) dan

EPS (Earning Per share) Terhadap Harga Saham

(Studi Kasus :PT Kimia Farma Tbk periode tahun 2001 – 2010)

Subarjo Program Studi Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT

The purpose of this research is reference for company pay more attention the fundamental

factor in assessing the impact on the company’stock price and ultimately be able provide

prospaerity fos stakeholders. Fundamental of factors such as economic value added, return on

equity and earning per share don’t effect to stock prices. It is the investor or broker more

transaction basd on technical analysis. However. It can be seen from the absence of the

influence of fundamental variable partially to changes in stock changes in stock prices in

Indonesian Stock Exchange.

Keywords : economic value added, return on equity, earning per share

I. PENDAHULUAN

Pasar modal merupakan sarana

melakukan investasi, yaitu memungkinkan

para pemodal (investor) untuk melakukan

diversifikasi investasi, membentuk portofolio

sesuai dengan resiko yang bersedia

mereka tanggung dan tingkat keuntungan

yang diharapkan..Laporan keuangan

digunakan perusahaan sebagai salah satu

alat mengukur kinerja perusahaannya.

Selain itu, laporan keuangan dapat

digunakan untuk mengetahui perubahan

dari tahun ke tahun, serta dapat digunakan

juga untuk mengetahui perkembangan

perusahaan. Kemampuan perusahaan

menghasilkan laba dalam kegiatan

operasinya merupakan fokus utama dalam

penilaian kinerja perusahaan karena laba

merupakan indikator kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajiban

kepada para penyandang dana danjuga

merupakan elemen dalam penciptaan nilai

perusahaan yang menunjukkan prospek

perusahaan di masa yang akan datang,

karena nilai perusahaan merupakan ukuran

keberhasilan dalam pelaksanaan fungsi –

fungsi keuangan. Pencapaian laba

dipengaruhi beberapa faktor, baik internal

maupun eksternal. Agar tujuan dapat

dicapai, maka diusahakan agar sumber

daya dimanfaatkan secara efektif dan

efisien. Salah satu informasi yang penting

bagi pemakai (yang berkaitan dengan

laporan keuangan) yaitu informasi

profitabilitas perusahaan. Profitabilitas suatu

perusahaan bisa diidentifikasikan dengan

besarnya laba yang diperoleh pada suatu

periode tertentu. Para pemakai sering

menggunakan informasi profitabilitas

perusahaan yang berasal dari

laporankeuangan sebagai indikator utama

untuk landasan dalam pengambilan

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

94

keputusan berinvestasi, dan rasio

profitabilitas dapat menunjukkan

keberhasilan perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan. Tingkat

profitabilitas diukur dari beberapa aspek,

yaitu berdasarkan ROS (Return On Sales),

EPS (Earning Per Share), ROA (Return On

Asset), maupun ROE (Return On Equity)

Pengukuran yang hanya

menganalisa laporan keuangan memiliki

kelemahan utama yaitu mengabaikan

adanya biaya modal, sehingga sulit untuk

mengetahui apakah suatu perusahaan telah

berhasil menciptakan nilai atau tidak. Untuk

mengatasi kelemahan tersebut telah

dikembangkan konsep baru yaitu EVA

(Economic Value Added ). EVA juga

merupakan ukuran kinerja yang secara

langsung berhubungan dengan kekayaan

pemegang saham dari waktu ke waktu, oleh

karena itu meskipun melibatkan

perhitungan yang tidak sederhana sangat

penting bagi investor untuk memahami

konsep EVA. Biaya modal merupakan

merupakan aspek yang paling khusus dan

penting dalam EVA. Berdasarkan akuntansi

konvensional, banyak perusahaan yang

terlihat menguntungkan padahal

kenyataanya tidak demikian. Analisis EVA

dapat memperkecil resiko manipulasi

laporan keuangan oleh manajemen.

EVA menunjukan jumlah kekayaan

berupa uang yang diciptakan atau di

habiskan oleh perusahaan dalam setiap

periode pelaporan. Dengan kata lain, EVA

merupakan cara pemegang saham

menentukan seberapa besar laba yang

mereka inginkan. Dengan penerapan

konsep EVA manajer keuangan dipaksa

untuk dapat menggabungkan dua prinsip

dasar keuangan dalam perusahaan yaitu

mereka harus memaksimumkan kekayaan

pemegang saham dan sekaligus

meningkatkan nilai perusahaan yang dapat

dilihat dari sejauh mana investor berharap

laba dimasa depan melebihi dari biaya

modal. Menurut definisi, peningkatan EVA

secara terus–menerus akan membawa

peningkatan nilai pasar bagi perusahaan.

Pendekatan ini terbukti efektif pada seluruh

jenis organisasi, dari perusahaan mulai

tumbuh sampai dengan perusahaan yang

berubah haluan. Hal ini karena tingkat EVA

bukanlah yang terpenting, kinerja saat ini

sudah tercermin dalam harga saham, ini

merupakan perbaikan berkelanjutan dari

EVA yang selanjutnya akan memberi

peningkatan kekayaan para pemegang

saham. Keunggulan lain dari EVA adalah

bahwa secara konseptual cukup sederhana

dan mudah dijelaskan pada para manajer

yang tidak memiliki dasar keuangan

sekalipun hanya saja dalam perhitungannya

agak rumit karena harus menghitung

terlebih dahulu beberapa rumus yang belum

tentu tercantum dalam laporan keuangan.

A. Rumusan Masalah

1. Apakah EVA (Economic Value

Added), ROE (Return On Equity),

EPS (Earning Per share)

berpengaruh terhadap harga saham

pada perusahaan Kimia Farma Tbk?

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

95

2. Diantara ketiga variabel independen,

faktor mana yang paling dominan

terhadap harga saham

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh

Economic Value Added, ROE, dan

EPS terhadap harga saham

perusahaan Kimia Farma Tbk Tahun

2001-2010.

2. Untuk mengetahui manakah

diantara Economic Value Added,

ROE, dan EPS yang berpengaruh

paling dominan terhadap harga

saham perusahaan Kimia Farma

Tbk Tahun 2001-2010.

C. Manfaat Penelitian

1. Memberi masukan bagi manajemen

dalam menilai kinerja perusahaan.

2. Menambah wawasan pengetahuan

tentang pengukuran kinerja,

terutama tentang EVA.

3. Memberi kontribusi bagi manajer

dalam menentukan suatu alat

pengukur kinerja perusahaan

4. Untuk memperkenalkan kepada

masyarakat khususnya investor

tentangkonsep pengukuran kinerja

perusahaan dengan metode EVA

II. KERANGKA PENELITIAN

Dari alur kerangka penelitian diatas dapat

menjelaskan bahwa apakah variabel

dependen (Return on Equity, Earning Per

Share dan Economic Value added) dapat

berpengaruh terhadap variabel variabel

independen (Harga Saham)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan sumber data

Dalam penelitian ini jenis data yang

digunakan adalah Data

Sekunder,dimana merupakan data

yang diperoleh dari dokumen-dokumen

dan berbagai macam literatur yang

diperoleh dari sumber pojok Bursa Efek

Indonesia (Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta).

B. Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah

laporan keuangan dari berdirinya PT

Kimia Farma Tbk sampai saat ini.

Dalam penelitian ini sampel yang

digunakan adalah data yang lengkap

Return on Equity (X1)

Harga Saham ( Y ) Earning Per Share (X2)

Economic Value added (X3)

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

96

selama periode pengamatan 2001-

2010 dengan faktor-faktor yang diteliti

yaitu Economic Value Added (EVA),

Return on Equity (ROE), dan Earning

Per Share (EPS) serta Harga saham.

C. Metode Analisis Data

1. Uji Asumsi Klasik

• Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan

untuk menguji apakah dalam

model regresi, variabel tak

bebasnya ( variabel dependent)

dan variabel bebas (independent)

keduanya memiliki distribusi

normal atau tidak. Untuk

mengetahui sebaran data yang

diperoleh, haruslah dilakukan

ujian normalitas terhadap data

yang bersangkutan. Model

regresi yang baik adalah memiliki

distribusi normal, keadaan data

yang terdistribusi normal

merupakan sebuah syarat yang

harus dipenuhi. Untuk

mendeteksi apakah residualnya

berdistribusi normal atau tidak

dengan membandingkan nilai

Jarque Bera dengan X2 tabel

(rahmanta,2009) yaitu :

a. Jika nilai JB > X2tabel maka

residualnya berdistribusi tidak

normal

b. Jika nilai JB < X2tabel maka

residualnya berdistribusi

normal

• Uji Korelasi

Uji asumsi klasik korelasi

yaitu korelasi yang terjadi

diantara variabel pada suatu

pengamatan dengan pengamatan

lain pada model regresi. Untuk

mendeteksiadanya serial korelasi

dengan membandingkan nilai X2

hitung dengan X2 yaitu :

a. Jika nilai X2 hitung > X2 tabel

maka hipotesis yang

menyatakan bahwa penelitian

bebas dari masalah serial

korelasi ditolak

b. Jika nilai X2 hitung > X2 tabel

maka hipotesis yang

menyatakan bahwa penelitian

bebas dari masalah serial

korelasi ditolak

• Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas

dimaksudkan untuk menguji

apakah model regresi yang

digunakan ditemukan adanya

korelasi antar variabel

bebasnya(rahmanta 2009).

Apabila terjadi korelasi antar

variabel bebas maka terdapat

multikolinieritas pada model

regresi tersebut. ketentuan : Bila

Ra < Rb,Rc,Rd dan Re maka

penelitian initidak ditemukan

adanya multikolinieritas

sedangkan bila Ra > Rb,Rc,Rd

dan Re maka penelitian ini

ditemukan multikolinieritas.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

97

• Uji Heterokesdastisitas

Uji Heteroskedastisitas

ditujukan untuk menguji apakah

dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan varience dan

residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain tetap,

maka disebut homoskedastisitas

dan jika berbeda disebut

heteroskedastisitas. Apabila nilai

X2 (nilai r square) > nilai X2 tabel,

dengan derajat kepercayaan

sebesar 5% untuk cross ters

maupun no cross terms maka

dapat disimpulkan bahwa

penelitian diatas tidak lolos uji

heterokesdastisitas dan

sebaliknya.

2. Uji Regresi

• Analisis Regresi Linier

Metode analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini

adalah analisis regresi berganda.

Regresi berganda digunakan untuk

meramalkan pengaruh dua variabel

prediktor atau lebih terhadap satu

variabel kriterium atau untuk

membuktikan ada atau tidaknya

hubungan fungsional antara dua

buah variabel bebas (X) atau lebih

dengan sebuah variabel terikat (Y).

Analisis berganda dalam

penelitian ini digunakan untuk

mengetahui pengaruh EVA

(Economic Value Added), ROA

(Return On Asset), ROE (Return

On Equity), EPS (Earning Per

share) terhadap Harga Saham

pada PT. Merck Indonesia Tbk.

Tahun 1999-2010.

Adapun bentuk persamaan Regresi

Linier Berganda adalah sebagai

berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b3X3

+e

Dimana :

Y = Harga saham

a = Konstanta

X1 = ROE (Return On Equity),

X2 = EPS (Earning Per Share)

X3 = EVA (Economic Value

Added)

b = Koefisien determinasi

variabel independent

e = Error

Untuk mengetahui tingkat kebenaran

selanjutnya maka dilakuakan pengujian t-

test, f-test

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari rekapitulasi data observasi didapat

sebagai berikut :

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

98

Rekapitulasi Data Penelitian

Tahun Harga Saham Return on equity Earning Per Share Economic Value Added

2001 215 18.02 24 649.49

2002 185 5.23 6 987.96

2003 210 7.66 9 314.24

2004 205 9.55 14 614.57

2005 145 6.26 10 355.34

2006 165 5.05 8 1019.63

2007 305 5.75 9 998.99

2008 76 5.84 10 909.82

2009 127 6.28 11 534.05

2010 159 5.76 13 429.2

Sumber : Data perhitungan

A. Analisis Uji Regresi

Analisis regresi linier berganda ini

digunakan untuk mengetahui ada tidaknya

pengaruh dan variabel bebas (ROE,EPS

dan EVA) terhadap variabel terikat (harga

saham). Sehingga setelah diolah melalui

eviews didapat hasil sebagai berikut :

Dependent Variable:Harga Saham Method: Least Squares Date: 01/14/12 Time: 09:09 Sample: 2001 2010 Included observations: 10

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 256.5634 69.02497 3.716965 0.0099

ROE 21.18717 13.73546 1.542516 0.1739 EPS -14.05849 10.74969 -1.307804 0.2388 EVA -0.136393 0.082729 -1.648669 0.1503

R-squared 0.423675 Mean dependent var 179.2000

Adjusted R-squared 0.135512 S.D. dependent var 61.38186 S.E. of regression 57.07152 Akaike info criterion 11.21566 Sum squared resid 19542.95 Schwarz criterion 11.33670 Log likelihood -52.07831 Hannan-Quinn criter. 11.08289 F-statistic 1.470264 Durbin-Watson stat 2.765751 Prob(F-statistic) 0.314082

Dari olah data diatas didapat

informasi persamaan regresi sebesar

Y = 256.5634+ 21.18717 x1 -

14.05849 x2 - 0.136393 x3 + e.

Standar error sebesar 69.02497,

13.73546, 10.74969 dan 0.082729

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

99

serta n = 10 dan df = 3 (tabel f

sebesar 3.71). Melalui program

Eviews dapat diestimasikan nilai R2 =

0.423675 berarti menandakan bahwa

variasi dari perubahan nilai Harga

saham (Y) mampu dijelaskan secara

serentak oleh variabel-variabel

independen (Return on Equity,

Earning Per Share dan Economiv

Value Added) sebesar 42.36%.

sedangkan sisanya sebesar 57.64%

dijelaskan oleh factor lain yang tidak

masuk dalam penelitian ini.

Selanjutnya semua variabel

independen (Return on Equity,

Earning Per Share dan Economiv

Value Added) perlu diintepretasikan

apakah sesuai dengan kriteria

ekonomi.

Selanjunya pengujian secara

parsial untuk menentukan signifikan

atau tidak signifikan masing-masing

koefisien regresi secara individu

terhadap variabel Harga saham

didapat antara lain :

1. Dari ketiga variabel independen

tersebut, didapat bahwa ketiga

variabel independen (Return on

Equity, Earning Per Share dan

Economiv Value Added) tidak

berpengaruh signifikan terhadap

harga saham. Hal ini ditandai

bahwa t-stat untuk koefisien

regresi masing-masing variabel

independen tampak lebih besar

dibandingkan t-tabel pada level

5% dan degree of freedom

sebesar 10. Untuk variabel ROE

dengan t-stat = 1.542 < t tabel

(0.05, 10)= 2.571. kemudian

variabel EPS dengan t-stat = -

1.307 > t tabel (0.05, 10)= -2.571

serta PBV dengan t-stat = 1.648 >

t tabel (0.05, 10)= - 2.571.

2. Untuk pengujian serentak secara

bersama-sama, ada tidaknya

pengaruh yang signifikan secara

bersama-sama, pengujian ini

melibatkan keempat variabel

(Return on Equity, Earning Per

Share dan Economiv Value

Added) dengan variabel harga

saham. Dari hasil pengujian

secara serentak menggunakan

distribusi F yaitu membandingkan

antara F-Stat dengan F-tabel.

Hasil melalui program Eviews 6

diperoleh nilai F- Stat = 1.470 < F-

tabel (df :3,10) = 3.71. sehingga

dapat disimpulkan bahwa variabel

independen (Return on Equity,

Earning Per Share dan Economiv

Value Added) secara serentak

tidak mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap perubahan

variabel return on equity.

Selanjutnya untuk pengujian

kenormalan data menggunakan

uji asumsi klasik.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

100

B. Analisis Asumsi Klasik

1. Uji Korelasi

Uji korelasi merupakan uji yang

mengukur untuk hubungan antar

variabel. Selanjutnya setelah diolah

didapat hasil olahan data sebagai

berikut :

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 2.946547 Prob. F(2,4) 0.1635

Obs*R-squared 5.956776 Prob. Chi-Square(2) 0.0509

Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 01/14/12 Time: 09:41 Sample: 2001 2010 Included observations: 10 Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -33.44277 55.52310 -0.602322 0.5794

ROE 6.602990 11.05779 0.597135 0.5826 EPS -5.157304 8.669376 -0.594888 0.5839 EVA 0.073905 0.071276 1.036877 0.3584

RESID(-1) -0.860534 0.397234 -2.166312 0.0962 RESID(-2) -0.787363 0.390859 -2.014440 0.1142

R-squared 0.595678 Mean dependent var -6.39E-15

Adjusted R-squared 0.090275 S.D. dependent var 46.59870 S.E. of regression 44.44562 Akaike info criterion 10.71012 Sum squared resid 7901.653 Schwarz criterion 10.89167 Log likelihood -47.55060 Hannan-Quinn criter. 10.51096 F-statistic 1.178619 Durbin-Watson stat 2.148682 Prob(F-statistic) 0.449321

Untuk mendeteksi adanya serial

korelasi dengan membandingkan

nilai X2 hitung dengan X2 yaitu :

c. Jika nilai X2 hitung > X2 tabel

maka hipotesis yang

menyatakan bahwa penelitian

bebas dari masalah serial

korelasi ditolak

d. Jika nilai X2 hitung < X2 tabel

maka hipotesis yang

menyatakan bahwa penelitian

bebas dari masalah serial

korelasi diterima

Analisis didapat, nilai R square

5.956 dan X2 tabel yang disesuaikan

dengan jumlah lagnya = 2 dan

signifikansi 5% adalah sebesar 6.23.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

101

karena 5.956 < 6.23 maka dapat

disimpulkan model diatas bebas dari

masalah korelasi.

2. Uji Normalitas

Dari hasil data olah metode eviews

6 untuk menguji kenormalan

distribusi data, sehingga didapat uji

normalitas didapat hasil sebagai

berikut :

0

1

2

3

4

-75 -50 -25 0 25 50 75 100

Series: ResidualsSample 2001 2010Observations 10

Mean -6.39e-15Median -6.291571Maximum 96.78122Minimum -55.14425Std. Dev. 46.59870Skewness 0.749076Kurtosis 2.775442

Jarque-Bera 0.956203Probability 0.619959

Untuk mendeteksi apakah

residualnya berdistribusi normal atau

tidak dengan membandingkan nilai

Jarque Bera dengan X2 tabel yaitu :

c. Jika nilai JB > X2tabel maka

residualnya berdistribusi tidak

normal

d. Jika nilai JB < X2tabel maka

residualnya berdistribusi normal

Analisis Hasil Output bahwa nilai JB

sebesar 0.1849. karena 0.956< 6.23

maka dapat disimpulkan bahwa

residual dari penelitian diatas

berdistribusi normal.

3 Uji Linieritas

Uji linieritas adalah keadaan dimana

hubungan antara variabel

dependen(harga saham) dengan

variabel independen bersifat linier

(garis lurus) dalam range variabel

independen tertentu. Dari hasil olah

data eviews didapat data olah sebagai

berikut :

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

102

Ramsey RESET Test: F-statistic 0.615396 Prob. F(1,5) 0.4683

Log likelihood ratio 1.160742 Prob. Chi-Square(1) 0.2813

Test Equation: Dependent Variable: Harga saham Method: Least Squares Date: 01/14/12 Time: 09:59 Sample: 2001 2010 Included observations: 10

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 828.3360 732.3469 1.131070 0.3093

ROE 93.32781 93.05035 1.002982 0.3619 EPS -62.42202 62.64443 -0.996450 0.3648 EVA -0.588022 0.582027 -1.010300 0.3587

FITTED^2 -0.009237 0.011775 -0.784472 0.4683 R-squared 0.486835 Mean dependent var 179.2000

Adjusted R-squared 0.076303 S.D. dependent var 61.38186 S.E. of regression 58.99360 Akaike info criterion 11.29959 Sum squared resid 17401.22 Schwarz criterion 11.45088 Log likelihood -51.49794 Hannan-Quinn criter. 11.13362 F-statistic 1.185863 Durbin-Watson stat 2.425000 Prob(F-statistic) 0.418240

Untuk mendeteksi apakah model

linier atau tidak dengan

membandingkan F-Statistik

dengan F-Tabel yaitu :

a. Jika nilai F-Statistik > F-Tabel

maka hipotesis yang

menyatakan model linier

adalah ditolak.

b. Jika nilai F- Statistik < F

tabel,maka hipotesis yang

menyatakan model linier

adalah diterima

Analisis hasil output bahwa nilai F

statistic sebesar 0.05 kemudian

dibandingkan dengan F tabel

(0.05(3) (10)) sebesar 3.71,

sehingga didapat F-stat : 1.18 < F

tabel : 3.71. berarti nilai F statistic

< Ftabel maka didapatkan model

hubungan berupa linier.

4. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas dilakukan

untuk melihat adanya keterkaitan

antara variabel independen, atau

dengan kata lain setiap variabel

independen dijelaskan oleh variabel

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

103

independen lainnya.Tahapan

penguian melalui program eviews

dengan pendekatan korelasi parsial

dengan tahapan sebagai berikut :

Hasil estimasi regresi untuk

persamaan kedua untuk ROE

Dependent Variable: ROE Method: Least Squares Date: 01/14/12 Time: 10:11 Sample: 2001 2010 Included observations: 10

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1.479252 1.815236 -0.814909 0.4420

EPS 0.731813 0.104847 6.979842 0.0002 EVA 0.001201 0.002231 0.538300 0.6071

R-squared 0.874813 Mean dependent var 7.540000

Adjusted R-squared 0.839046 S.D. dependent var 3.914497 S.E. of regression 1.570461 Akaike info criterion 3.983941 Sum squared resid 17.26444 Schwarz criterion 4.074716 Log likelihood -16.91970 Hannan-Quinn criter. 3.884360 F-statistic 24.45825 Durbin-Watson stat 0.635623 Prob(F-statistic) 0.000694

Hasil estimasi regresi untuk persamaan kedua untuk EPS

Dependent Variable: EPS Method: Least Squares Date: 01/14/12 Time: 10:12 Sample: 2001 2010 Included observations: 10

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 3.219683 2.099806 1.533324 0.1691

ROE 1.194797 0.171178 6.979842 0.0002 EVA -0.001470 0.002855 -0.514979 0.6224

R-squared 0.874390 Mean dependent var 11.40000

Adjusted R-squared 0.838502 S.D. dependent var 4.993329 S.E. of regression 2.006663 Akaike info criterion 4.474148 Sum squared resid 28.18686 Schwarz criterion 4.564924 Log likelihood -19.37074 Hannan-Quinn criter. 4.374567 F-statistic 24.36404 Durbin-Watson stat 0.900158 Prob(F-statistic) 0.000702

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

104

Hasil estimasi regresi untuk persamaan kedua untuk EVA

Dependent Variable: EVA Method: Least Squares Date: 01/14/12 Time: 10:13 Sample: 2001 2010 Included observations: 10

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 596.8549 220.3566 2.708586 0.0303

ROE 33.10180 61.49317 0.538300 0.6071 EPS -24.82574 48.20729 -0.514979 0.6224

R-squared 0.839920 Mean dependent var 563.4290

Adjusted R-squared -0.234388 S.D. dependent var 234.6849 S.E. of regression 260.7420 Akaike info criterion 14.20826 Sum squared resid 475904.6 Schwarz criterion 14.29904 Log likelihood -68.04132 Hannan-Quinn criter. 14.10868 F-statistic 0.145531 Durbin-Watson stat 2.787902 Prob(F-statistic) 0.867112

Dari pengolahan data

eviews diatas didapat kan

beberapa persamaan antara

lain :

untuk persamaan 1 nilai r square

adalah sebesar 0.423675

selanjutnya disebut Ra

untuk persamaan 2 nilai r square

adalah sebesar 0.874813

selanjutnya disebut Rb

untuk persamaan 3 nilai r square

adalah sebesar 0.874390

selanjutnya disebut Rc

untuk persamaan 4 nilai r square

adalah sebesar 0.839920

selanjutnya disebut Rd

ketentuan : Bila Ra < Rb,Rc,Rd

dan Re maka penelitian ini tidak

ditemukan adanya multikolinieritas

sedangkan bila Ra > Rb,Rc,Rd dan

Re maka penelitian ini ditemukan

multikolinieritas

dari penjelasan diatas didapat

bahwa (0.423675 ) < (0.874813 ;

0.874390 ; 0.839920 ) sehingga

menunjukkan bahwa Ra < Rb,Rc,

Rd dan Re maka dalam model

penelitian ini tidak ditemukan

adanya multikolinieritas.

5. Uji Heterokesdastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan

untuk melihat apakah ada data yang

menyimpang terlalu jauh (outlayer).

Ada tidaknya heterokedastisitas

dilihat dari nilai signifikansi. Dari

hasil pengolahan eviews didapat

nilai data olah menggunakan uji

glejser sebagai berikut :

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

105

Heteroskedasticity Test: Glejser F-statistic 2.266903 Prob. F(3,6) 0.1810

Obs*R-squared 5.312760 Prob. Chi-Square(3) 0.1503 Scaled explained SS 4.188469 Prob. Chi-Square(3) 0.2418

Test Equation: Dependent Variable: ARESID Method: Least Squares Date: 01/14/12 Time: 10:40 Sample: 2001 2010 Included observations: 10

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 285.8849 149.1863 1.916295 0.1038

SER02 41.66299 29.68697 1.403410 0.2101 SER03 -45.64569 23.23372 -1.964631 0.0971 SER04 0.156201 0.178806 0.873578 0.4159

R-squared 0.531276 Mean dependent var 167.6712

Adjusted R-squared 0.296914 S.D. dependent var 147.1085 S.E. of regression 123.3508 Akaike info criterion 12.75712 Sum squared resid 91292.59 Schwarz criterion 12.87815 Log likelihood -59.78558 Hannan-Quinn criter. 12.62434 F-statistic 2.266903 Durbin-Watson stat 3.010618 Prob(F-statistic) 0.180977

Apabila nilai X2 (nilai r square) >

nilai X2 tabel, dengan derajat

kepercayaan sebesar 5% untuk

uji glejser maka dapat

disimpulkan bahwa penelitian

diatas tidak lolos uji

heterokesdastisitas. Dari

analisis data olah diatas

berdasarkan tabel, bahwa nilai

obs* R square untuk hasil

estimasi uji glejser adalah

sebesar 5.312760 dengan nilai

derajat kepercayaan sebesar

6.23. karena nilai X2 hitung (nilai

Obs*r square) < nilai X2

tabel,untuk cross terms dapat

disimpulkan bahwa metode

penelitian diatas lolos atau

bebas dari masalah

heterokesdastisitas.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari analisis data

dan pembahasan maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

a. Variabel Return on Equity,

Earning Per Share dan Economiv

Value Added secara serentak

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

106

tidak berpengaruh terhadap

harga saham pada PT Kimia

Farma di Bursa Efek Jakarta

pada signifikasi 5%. Hal ini

didukung dengan temuan

(Sholikhah dan Rina, 2004) yang

meneliti pengaruh EVA dan

profitabilitas perusahaan

terhadap return perusahaan

rokok yang listing di BEJ dan

hasilnya tidak menemukan

adanya pengaruh antara EVA

dan profitabilitas terhadap return;

b. Hanya variable Return on Equity

yang berpengaruh signifikan

pada taraf 5% dengan koefisien

eviews 21.187 terhadap harga

saham, sedangkan variabel yang

lain tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap harga saham

selama 10 tahun perusahaan PT

Kimia Farma;

c. Tidak signifikannya variabel

Return on Equity, Earning Per

Share dan Economic Value

Added terhadap harga saham

dikarenakan para investor ataupun

broker lebih mendasarkan

transakasinya pada analisis

teknikal. Hal ini dapat dilihat dari

tidak adanya pengaruh variabel-

variabel fundamental secara

parsial terhadap perubahan harga

saham di Bursa Efek Indonesia.

B. Saran

1. Untuk peneliti yang tertarik dengan

tema yang sama bisa

dikembangkan dengan menambah

jumlah data yang diteliti sehingga

hasil yang diperoleh lebih dapat

mencerminkan kondisi sebenarnya

di Bursa Efek Indonesia ;

2. Bagi investor yang melakukan

transaksi di Bursa Efek Indonesia

hendaknya juga menggunakan

dasar analisis fundamental

khususnya mencermati kinerja

perusahaan dalam menentukan

portofolio investasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Agnes, S., 2001, Analisis Kinerja Keuangan

dan Perencanaan Keuangan

Perusahaan. PT. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Aliman., 2000, Modul Ekonometrika

Terapan. Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Husnan, Suad., 2003, Dasar-dasar Teori

Portofolio dan Analisis Sekuritas.

Cetakan ketiga, Unit Penerbit dan

Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta.

Halim, Abdul., 2003, Analisis Investasi.

Cetakan pertama, Salemba

Empat,Jakarta.Lehn, Kenneth. And

Mahkija, A.K., 1998, EVA & MVA : as

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

107

Performance Measures and Signals

for Strategic Change. June, Fortune.

Handoko,Wahyu. 2008,Pengaruh

EVA,ROA,ROE dan EPS terhadap

Perubahan Harga Saham perusahaan

kategori LQ 45 di Bursa Efek

Jakarta;Skripsi

Mamduh, M.H., dan Halim, Abdul., 2000,

Analisis Laporan Keuangan. UPP

AMP YKPN, Yogyakarta.

Pojok Bursa Efek UMY, Indonesian Capital

Market Directory (ICMD), PT Kimia

Farma Tbk 1999-2010. Yogyakarta

Riyanto, Bambang., 2000, Dasar-dasar

Pembelanjaan Perusahaan. Gajah

Mada University Press, Yogyakarta.

Rahmanta, 2009, Aplikasi Eviews dalam

Ekonometrika.Modul.Universitas

Sumatera Utara

Rohmah, S.N. dan Trisnawati, R., 2004,

Pengaruh Economic Value Added dan

Profitabilitas Perusahaan Terhadap

Return Pemegang Saham

Perusahaan Rokok: Studi Pada Bursa

Efek Jakarta . Empirika, vol.17 No.1.

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Rousana, Mike., 1997, Memanfaatkan EVA

Untuk Menilai Perusahaan di Pasar

Modal. Usahawan, No. 4 Thn XXVI,

April, 1997.

Tandelilin, Eduardus., 2001, Analisis

Investasi dan Manajemen Portofolio.

BPFE, Yogyakarta.

Teuku, Mirza dan Imbuh, S., 1997, Konsep

Economic Value Added: Pendekatan

Menentukan Nilai Riil Perusahaan dan

Kinerja Riil Manajemen. Usahawan,

No. 01 th XXVIII, Januari hal 37-40.

Tunggal, A.W., 2001, Memahami Konsep

(EVA) dan VBM (Value Based

Management). Harvindo, Jakarta.

Utomo, dan Linawati, Lisa., 1999, Economic

Value Added Sebagai Ukuran

Keberhasilan Kinerja Manajemen

Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan

keuangan, Vol. 1(1):28 – 42.

Widarti., 2004, Analisis Economic Value

Added Untuk Mengetahui Kinerja

Keuangan Pada Perusahaan Industri

Rokok Yang Terdaftar di Bursa Efek

Jakarta. Yogyakarta.

Young, S. David and Stephen F. O Byrne.,

2001, EVA dan Manajemen

Berdasarkan Nilai : Panduan Praktis

untuk Implementasi. Terjemahan Lusy

Widjaja. Cetakan pertama, Salemba

Empat, Jakarta.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

108

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

Naskah yang diterima merupakan

hasil penelitian, naskah ditulis dalam

bahasa Indonesia, diketik dengan computer

program MS. Word, front Arial size 11.

Jarak antar baris 2 spasi maksimal 15

halaman termasuk garfik, gambar dan tabel.

Naskah diserahkan dalam bentuk print-out

dan CD; dibuat dengan jarak tepi cukup

untuk koreksi.

Gambar (gambar garis maupun foto)

dan tabel diberi nomor urut sesuai dengan

letaknya. Masing-masing diberi keterangan

singkat dengan nomor urut dan dituliskan

diluar bidang gambar yang akan dicetak.

Nama ilmiah dicetak miring atau

diberi garis bawah. Rumus persamaan ilmu

pasti, simbol dan lambang semiotik ditulis

dengan jelas. Susunan urutan naskah

ditulis sebagai berikut :

1. Judul dalam bahasa Indonesia.

2. Nama penulis tanpa gelar diikuti

alamat instansi.

3. Abstract dalam bahasa Inggris, tidak

lebih 250 kata.

4. Materi dan Metode.

5. Hasil dan Pembahasan.

6. Kesimpulan.

7. Ucapan terima kasih kalau ada.

8. Daftar pustaka ditulis menggunakan

sistem nama, tahun dan disusun

secara abjad

Beberapa contoh :

Buku :

Mayer, A.M. and A.P. Mayber. 1989. The

Germation of Seeds. Pergamon Press.

270 p.

Artikel dalam buku :

Abdulbaki, A.A. And J.D. Anderson. 1972.

Physiological and Biochemical

Deteration of Seeds. P. 283-309. In.

T.T.Kozlowski (Ed) Seed Biology Vol. 3.

Acad. Press. New York.

Artikel dalam majalah atau jurnal :

Harrison, S.K., C.S. Wiliams, and L.M. Wax.

1985. Interference and Control of Giant

Foxtail (Setaria faberi, Herrm) in

Soybean (Glicine max). Weed Science

33: 203-208.

Prosiding :

Kobayasshi,J. Genetic engineering of

Insect Viruses: Recobinant

baculoviruses. P. 37-39. in: Triharso, S.

Somowiyarjo, K.H. Nitimulyo, and B.

Sarjono (eds.), Biotechnology for

Agricultural Viruses. Mada University

Press. Yogyakarta.

Redaksi berhak menyusun naskah

agar sesuai dengan peraturan pemuatan

naskah atau mengembalikanya untuk

diperbaiki, atau menolak naskah yang

bersangkutan. Naskah yang dimuat

dikenakan biaya percetakan sebesar Rp

100.000,- dan penulis menerima 1 eks hasil

cetakan.

Jurnal Sosio Humaniora Vol. 3 No. 4, September 2012 ISSN : 2087-1899

109