Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086...

84
Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719 i

Transcript of Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086...

Page 1: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

i

Page 2: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

ii

Jurnal AgriSains

PENANGGUNGJAWAB Ketua LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Ketua Umum :

Dr. Ir. Ch Wariyah, MP

Sekretaris : Awan Santosa, SE., M.Sc

Dewan Redaksi :

Dr. Ir. Wisnu Adi Yulianto MP Dr. Ir. Sri Hartati Candra Dewi, MP

Dr. Ir Bambang Nugroho MP

Penyunting Pelaksana : Ir. Wafit Dinarto, M.Si Ir. Nur Rasminati, MP

Pelaksana Administrasi :

Gandung Sunardi Hartini

Alamat Redaksi/Sirkulasi : LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Jl. Wates Km 10 Yogyakarta Tlpn (0274) 6498212 Pesawat 133 Fax (0274) 6498213

E-Mail : [email protected]

Jurnal yang memuat artikel hasil penelitian ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta, terbit dua kali setiap tahun. Redaksi menerima naskah hasil penelitian, yang belum pernah dipublikasikan baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Naskah harus ditulis sesuai dengan format di Jurnal AgriSains dan harus diterima oleh redaksi paling lambat dua bulan sebelum terbit.

Page 3: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya, Jurnal

Agrisains Volume 4, No. 5, September 2012 dapat diterbitkan. Redaksi mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada pada penulis atas partisipasi untuk berbagi pengetahuan

dari hasil penelitian melalui publikasi di jurnal Agrisains. Dengan demikian desiminasi hasil

penelitian dapat dilakukan dengan baik. Artikel tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi pengembangan IPTEKS.

Pada jurnal Agrisains edisi September 2012, disajikan beberapa hasil penelitian yang

berorientasi pada peningkatan ketahanan pangan utamanya di bidang peternakan dan

agroteknologi. Sesuai P2KP atau Program Peniningkatan Ketahanan Pangan yang

dicanangkan pemerintah, artikel di bidang Peternakan dan Agroteknologi dapat

diimplementasikan untuk meningkatkan sumber daya lokal.

Redaksi menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam penyajian artikel

dalam jurnal yang diterbitkan. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan, agar penerbitan

mendatang menjadi semakin baik. Atas perhatian dan partisipasi semua pihak redaksi

mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, September 2012 Redaksi

Page 4: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

iv

DAFTAR ISI Hal

Kata Pengantar iii Daftar Isi iv ESTIMASI PARAMETER GENETIK DAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI PERFORMANS PERTUMBUHAN KAMBING RAMBON.......................................................1-16 GENETIC PARAMETER AND PRODUCING ABILITY FOR GROWTH TRAITS OF RAMBON GOAT Sulastri*), Sumadi**), Tety Hartatik**), dan Nono Ngadiyono**)

POTENSI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) SIAP TANAK SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF BERKALSIUM..............................................................17-34 Chatarina Wariyah RESPON MACAM PUPUK DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI DALAM S R I (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)………………………………………………………...35-50 Bambang Sriwijaya Anggit Bimanyu KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER ....................................................................................................51-58 Niken Astuti KORELASI ANTARA KADAR GLIKOGEN, ASAM LAKTAT, pH DAGING DAN SUSUT MASAK DAGING DOMBA SETELAH PENGANGKUTAN...............................................................................................59-70 Sri Hartati Candra Dewi PERAN ABA DAN PROLINA DALAM MEKANISME ADAPTASI TANAMAN BAWANG MERAH TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DI TANAH PASIR PANTAI....................................................................................................71-78 F. Didiet Heru Swasono PEDOMAN PENULISAN NASKAH…………………………………………………………………..79

Page 5: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

1

ESTIMASI PARAMETER GENETIK DAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI PERFORMANS PERTUMBUHAN KAMBING RAMBON

GENETIC PARAMETER AND PRODUCING ABILITY

FOR GROWTH TRAITS OF RAMBON GOAT

Sulastri*), Sumadi**), Tety Hartatik**), dan Nono Ngadiyono**)

*) Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ilmu Peternakan (Fakultas Peternakan) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,

Bandar Lampung) (Handphone:089631336577, email:[email protected]) **) Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Handphone:081328832260, email:profsumadi @yahoo.co.id)

ABSTACT The research was conducted at Lestari farmer group located at Southern Metro

subdistrict, Metro city, Lampung province to study the effectivity of mass selection by estimating genetic parameter for growth performance at birth, weaning, yearling and to study producing ability of buck, does, male, and female individuals by estimating breeding value (BV) and Most Probable Producing Ability (MPPA). Recording of pedigree and growth performance of 260 heads of 10 bucks were used to estimate heritability and genetic correlation value, that of 78 does to estimate repeatability value. Survey method were used in this research. Variables observed were body weight and body measurement (body length, body height, chest girth, hip height, ear length, and ear width). Heritability value were estimated by variance analysis of halfsib correlation method, repeatability value by variance analysis of intraclass correlation method, genetic correlation by covariance analysis of halfsib correlation. Heritability and ripitability value were medium, genetic correlation value were positive and medium grade. Heritability and ripitability for yearling weight 0,18±0,01 and 0,19±0,04, respectively. Buck number II (absolute BV 29.91 kg), male goat number II.21 (absolute BV 29.35 kg), female goat number II.16 (absolute BV 26.15 kg), doe number 21 (MPPA 29,14 kg). Its conclusion that mass selection were effetive to improve growth performance, bucks and does possessing high production ability transmitted their genetic to their offspring.

Key words: Heritability, Repeatability, Breeding Value, Most Probable Producing Ability

PENDAHULUAN

Kambing Rambon merupakan hasil

persilangan antara kambing Peranakan

Etawah (PE) jantan dengan Kacang betina

sehingga kandungan genetik kambing

Kacang dalam kambing Rambon lebih tinggi

daripada kambing PE (Djajanegara dan

Misniwaty, 2005). Kambing Rambon dikenal

juga dengan nama kambing Jawarandu

atau Bligon. Penampilan kambing Bligon

lebih mirip dengan kambing Kacang

(Hardjosubroto, 1994; Devendra dan Burns;

1994; Batubara et al. 2009).

Kambing Rambon banyak dipelihara

masyarakat Kecamatan Metro Selatan, Kota

Metro, Provinsi Lampung. Keunggulannya

Page 6: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

2

terletak pada pertumbuhannya yang cepat

dan tingkat kesuburannya tinggi. Kedua

sifat tersebut diwariskan oleh kambing

Kacang. Postur tubuhnya yang lebih tinggi

daripada kambing Kacang merupakan hasil

pewarisan dari tubuh kambing PE.

Kambing Rambon sangat diminati

pedagang daging karena harga kambing

per berat hidup murah namun harga

dagingnya sama dengan bangsa kambing

lainnya.

Penjualan dan pemotongan kambing

Rambon yang tinggi di Kota Metro

dikhawatirkan dapat menurunkan populasi

dan produksi daging kambing karena tidak

adanya program pemuliabiakan pada

kambing Rambon. Program pemuliabiakan

ternak kambing dapat dilakukan melalui

seleksi atau pengaturan perkawinan.

Seleksi merupakan program pemuliabiakan

yang efektif apabila parameter genetik

(heritabilitas, ripitabilitas, dan korelasi

genetik) suatu sifat berkisar antara sedang

sampai tinggi. Sifat yang ekonomis pada

kambing Rambon adalah performans

pertumbuhan.

Seleksi ternak jantan dewasa, individu

jantan dan betina muda dapat dilakukan

berdasarkan Nilai Pemuliaan (NP). Seleksi

induk dilakukan berdasarkan nilai Most

Probable Producing Ability (MPPA). Nilai

Pemuliaan adalah penilaian terhadap mutu

genetik ternak untuk sifat tertentu yang

diberikan secara relatif atas dasar

kedudukannya di dalam populasi

(Hardjosubroto, 1994). Nilai MPPA adalah

penduga secara maksimum kemampuan

berproduksinya seekor hewan betina

berdasarkan catatan performans yang

sudah ada (Hardjosubroto, 1994). Kedua

nilai tersebut merupakan digunakan untuk

evaluasi kemampuan berproduksi ternak.

Ternak jantan dan betina dewasa dengan

kemampuan berproduksi tinggi diharapkan

memiliki kemampuan untuk mewariskan

keunggulannya pada keturunannya.

MATERI DAN METODA

MATERI Penelitian dilakukan pada bulan

Januari sampai Mei 2012 di Kecamatan

Metro Selatan, Kota Metro, Provinsi

Lampung. Materi penelitian berupa

recording kambing Rambon milik kelompok

tani Lestari di Kecamatan Metro Selatan

yang meliputi silsilah, tanggal lahir, umur

induk saat melahirkan, tipe kelahiran ternak,

jenis kelamin individu, berat lahir, berat

sapih, dan berat setahunan kambing.

Catatan pertumbuhan 260 ekor anak dari

10 ekor pejantan digunakan untuk estimasi

heritabilitas dan korelasi genetik antar sifat,

masing-masing dengan analisis

keragaman dan peragam metode korelasi

saudara tiri sebapak. Catatan pertumbuhan

dari 78 ekor induk yang sudah mengalami 3

sampai 6 kelahiran digunakan untuk

estimasi ripitabilitas dengan metode korelasi

dalam kelas. Kambing-kambing yang

datanya digunakan untuk estimasi adalah

kambing yang lahir dari tahun 2007 sampai

2010.

Page 7: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

3

Peubah yang diamati meliputi berat

lahir (BL) dan ukuran-ukuran tubuh saat

lahir (UTL), berat sapih (BS) dan ukuran-

ukuran tubuh saat sapih (UTS), berat

setahunan (BSt) dan ukuran-ukuran tubuh

saat umur setahun (UTSt). Ukuran-ukuran

tubuh yang diamati meliputi tinggi badan

(TB), panjang badan (PB), lingkar dada

(LD), tinggi pinggul (TP), panjang telinga

(PT), dan lebar lebar telinga (LT).

Koreksi Data Performans Pertumbuhan

Data-data berat badan dan

ukuran-ukuran tubuh dilakukan

penyesuaian terhadap beberapa faktor

untuk memperoleh berat badan dan ukuran-

ukuran tubuh terkoreksi dengan

menggunakan rumus-rumus sesuai

rekomendasi Hardjosubroto (1994).

Penyesuaian dilakukan terhadap jenis

kelamin jantan melalui faktor koreksi jenis

kelamin (FKJK), terhadap tipe kelahiran

tunggal melalui faktor koreksi tipe kelahiran

tunggal (FKTL), dan umur induk 5 tahun (60

bulan) dengan melakui faktor koreksi umur

induk (FKUI).

Nilai FKJK (Tabel 1) diperoleh dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

betina

jantan

XX

=FKJK

Keterangan: jantanX =Rata-rata BL/BS/BSt/UT

kambing jantan, betinaX = Rata-rata

BL/BS/BSt/UT kambing betina.

Nilai FKTL diperoleh dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

FKTL=TK

TT

XX

Keterangan: TTX = Rata-rata BL/BS/BSt/UT

tipe kelahiran tunggal, TKX = Rata-rata

BL/BS/BSt/UT tipe kelahiran kembar dua.

Nilai FKUI (Tabel 2) diperoleh dengan

rumus sebagai berikut:

P(n)

P(60)

XX

=FKUI

PS(60)X = Rata-rata BS/UTS yang

induknya berumur 60 bulan pada saat

melahirkan.

PS(n)X = Rata-rata BS/UTS cempe saat

sapih yang induknya berumur n bulan

(n=12, 18, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 72 bulan)

Nilai FKUI terdapat padaTabel 3 .

Data berat lahir terkoreksi (BLT)

dan ukuran-ukuran tubuh saat lahir

terkoreksi (UTLT) dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

a. BLT=(BL)(FKJK)(FKTL)

Keterangan: BLT=berat lahir terkoreksi,

BL=berat lahir, FKJK=faktor koreksi

jenis kelamin, FKTL=faktor koreksi tipe

kelahiran

b. UTLT=(UTL)(FKJK)(FKTL)

Keterangan:UTLT=ukuran-ukuran tubuh

saat lahir terkoreksi, UTL= ukuran tubuh

saat lahir.

Page 8: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

4

Data berat sapih terkoreksi (BST)

dan ukuran-ukuran tubuh saat sapih (UTST)

terkoreksi dihitung dengan rumus-rumus

sebagai berikut:

a.

)L)(FKUI(FKJK)(FKTx120USBL-BS

+(BL=BST

Keterangan : BST=berat sapih terkoreksi,

BS=berat sapih, FKJK=faktor koreksi jenis

kelamin, FKTL=faktor koreksi tipe kelahiran

FKUI=faktor koreksi umur induk

b.

L)(FKUI)(FKJK)(FKTx120USUTL-UTS+(UTL=TSTU

Keterangan: UTST=ukuran tubuh saat sapih

terkoreksi, UTS=ukuran tubuh saat sapih

Data berat setahunan terkoreksi

(BStT) dan ukuran-ukuran tubuh saat umur

setahun terkoreksi (UTStT) dihitung

dengan rumus-rumus sebagai berikut:

a. (FKJK)x245TWBS-BSt+(BS=BStT

Keterangan : BStT=berat setahunan

terkoreksi, BSt=berat setahunan,

FKJK=faktor koreksi jenis kelamin,

TW=tenggang waktu antara umur

penimbangan BSt dengan BS

b.

(FKJK)x245TWUTS-UTSt+(UTS=UTStT

Keterangan: UTStT=ukuran tubuh saat

umur setahun terkoreksi, UTSt=ukuran

tubuh saat umur setahun

Tabel 1. Faktor koreksi jenis kelamin untuk berat badan dan

ukuran-ukuran tubuh pada saat lahir, sapih, dan setahunan

No. Sifat Performans pertumbuhan

Lahir Sapih Setahunan

Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

1 Berat badan 1,00 1,02 1,00 1,04 1,00 1,06

2 Panjang badan 1,00 1,03 1,00 1,06 1,00 1,09

3 Tinggi badan 1,00 1,03 1,00 1,06 1,00 1,09

4 Lingkar dada 1,00 1,03 1,00 1,05 1,00 1,08

5 Tinggi pinggul 1,00 1,02 1,00 1,05 1,00 1,08

6 Panjang telinga 1,00 1,05 1,00 1,02 1,00 1,02

7 Lebar telinga 1,00 1,02 1,00 1,02 1,00 1,03

Page 9: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

5

Tabel 2. Faktor koreksi tipe kelahiran untuk berat badan dan

ukuran-ukuran tubuh pada saat lahir dan sapih

No. Sifat Performans pertumbuhan

Lahir Sapih

Tunggal Kembar dua Tunggal Kembar dua

1 Berat badan 1,00 1,10 1,00 1,14

2 Panjang badan 1,00 1,14 1,00 1,16

3 Tinggi badan 1,00 1,13 1,00 1,15

4 Lingkar dada 1,00 1,14 1,00 1,17

5 Tinggi pinggul 1,00 1,12 1,00 1,15

6 Panjang telinga 1,00 1,02 1,00 1,04

7 Lebar telinga 1,00 1,03 1,00 1,04

Estimasi heritabilitas

Data performans terkoreksi

dikelompokkan berdasarkan kelompok tetua

jantan untuk melakukan estimasi

heritabilitas dengan analisis keragaman

metode korelasi saudara tiri sebapak sesuai

rekomendasi Becker (1992). Data yang

diperoleh dianalisis dengan model statistik:

ikiik e+α+μ=Y (Yik=mean, iα =pengaruh

pejantan ke-i, ike =simpangan genetik dan

lingkungan yang memengaruhi individu

dalam kelompok pejantan). Seluruh

pengaruh bersifat acak, normal, dengan

harapan nol.

Estimasi heritabilitas dihitung dengan

rumus:

2w

2s

2s2

s σ+σ4σ

=h

Salah baku (standard error) estimasi

heritabilitas dihitung dengan rumus:

1)-1)(S-k(k1)t)-(k+(1t)-2(1

4=)S.E(h22

2S

t=korelasi dalam kelas (intraclass

correlation)

2w

2s

2s

σ+σσ

=t

Estimasi ripitabilitas Data dikelompokkan per paritas per

induk untuk menghitung estimasi ripitabilitas

dengan metode intraclass correlation sesuai

rekomendasi Becker (1992). Data yang

diperoleh dianalisis dengan model

matematik: kmkkm θ+α+μ=Y (Ykm=Hasil

pengamatan ke-m pada individu ke-k,

µ=rata-rata performans populasi,

αk=pengaruh individu ke-k, ekm=pengaruh

lingkungan tidak terkontrol). Estimasi

ripitabilitas (R) dihitung dengan rumus:

2E

2W

2W

σ+σσ

=R

Page 10: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

6

Standard error (S.E.) atau salah baku

estimasi ripitabilitas dihitung dengan

rumus:

S.E. (R) = 1)-1)(N-k(k1)R)-(k+(1R)-2(1 22

Estimasi korelasi genetik Data dua sifat masing-masing

dikelompokkan per tetua jantan untuk

menghitung estimasi korelasi genetik.

dengan analisis keragaman metode korelasi

saudara tiri sebapak sesuai rekomendasi

Becker (1992).

stimasi korelasi genetik (rG) dihitung

dengan rumus:

))(4σ(4σ

4cov=r

2S(Y)

2S(X)

SG

Rumus standard error (S.E.) atau salah

baku korelasi genetik (rG):

)var(r=)S.E.(r GG Estimasi kemampuan berproduksi

Kemampuan berproduksi yang

diestimasi antara lain nilai pemuliaan (NP)

absolut pejantan berdasarkan berat

setahunan anak dengan rumus sebagai

berikut:

P+))P-P(1)h-(n+1

nh(=NP 2

2

Keterangan:

NP= Nilai Pemuliaan, n =jumlah anak per

pejantan, h2=heritabilitas berat setahunan,

P =rata-rata berat badan anak per pejantan,

P =rata-rata berat badan populasi

Nilai Pemuliaan absolut (NP) anak

jantan dan betina pada umur tertentu

dihitung dengan rumus sesuai

rekomendasi Hardjosubroto (1994) sebagai

berikut:

P+))P-(P(h=NP 2

Keterangan : NP = Nilai Pemuliaan, h2 =

heritabilitas berat badan, P=berat badan

individu, P =rata-rata berat badan populasi.

Kemampuan berproduksi induk

diestimasi dengan nilai MPPA (Most

Probable Producing Ability) absolut

berdasarkan berat setahunan anak dihitung

dengan rumus sesuai rekomendasi

Hardjosubroto (1994) sebagai berikut:

P+))P-P((=MPPA 1)r-(n+1nr

Keterangan: n =jumlah pengukuran per

induk, r=ripitabilitas berat badan, P =rata-

rata berat setahunan anak per induk,

P =rata-rata berat setahunan populasi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Estimasi Heritabilitas Berat Badan dan Ukuran-Ukuran Tubuh

Estimasi heritabilitas dan ripitabilitas

berat lahir dan ukuran-ukuran tubuh pada

saat lahir paling rendah, namun meningkat

pada performans saat sapih, dan semakin

meningkat lagi pada performans umur

setahun (Tabel 4). Estimasi parameter

genetik termasuk kelas sedang apabila

nilainya 0,10 sampai dengan 0,30 (Warwick

et al., 1990).

Page 11: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

7

Tabel 4. Performans pertumbuhan kambing Rambon dan nilai heritabilitas dan ripitabilitas

masing-masing sifat

Performans

pertumbuhan

Rata-rata Parameter genetik No

.

Heritabilitas Ripitabilitas

1 Lahir

a. Berat lahir 2,36±0,98 kg 0,14±0,07 0,19±0,03

b. Tinggi badan 20.12±2,03 cm 0,13±0,03 0,15±0,02

c. Panjang badan 20.22±2,88 cm 0,16±0,01 0,19±0,08

d. Lingkar dada 23,23±2,01 cm 0,15±0,06 0,12±0,01

e. Tinggi pinggul 22.01±2,02 cm 0,15±0,02 0,13±0,01

f. Panjang telinga 8,12±1,61 cm 0,10±0,03 0,12±0,01

g. Lebar telinga 4,70±0,145 cm 0,11±0,05 0,10±0,03

Jumlah ternak 286 ekor

2 Sapih

a. Berat sapih 10,56±1,78 kg 0,22±0,08 0,25±0,09

b. Tinggi badan 34,79±3,02 cm 0,23±0,00 0,24±0,06

c. Panjang badan 37,99±3,02 cm 0,21±0,07 0,25±0,09

d. Lingkar dada 36,11±3,77 cm 0,22±0,02 0,25±0,08

e. Tinggi pinggul 38,22±3,77 cm 0,23±0,14 0,26±0,09

f. Panjang telinga 12,16±1,90 cm 0,11±0,00 0,16±0,02

g. Lebar telinga 7,88±0,11 cm 0,12±0,02 0,15±0,04

Jumlah ternak 286 ekor

3 Setahun

a. Berat setahunan 27,88±2,33 kg 0,23±0,07 0,30±0,08

b. Tinggi badan 53,35±2,01 cm 0,24±0,08 0,27±0,09

c. Panjang badan 52,99±3,01 cm 0,21±0,05 0,30±0,05

d. Lingkar dada 56,62±3,34 cm 0,22±0,02 0,24±0,05

e. Tinggi pinggul 49,34±4,46 cm 0,23±0,05 0,28±0,08

f. Panjang telinga 16,32±2,02 cm 0,11±0,02 0,14±0,05

g. Lebar telinga 8,34±2,00 cm 0,12±0,03 0,15±0,04

Jumlah ternak 286 ekor

Heritabilitas pada performans

pertumbuhan seluruhnya termasuk kelas

sedang sehingga sifat-sifat tersebut efektif

untuk ditingkatkan melalui seleksi. Seleksi

pada performans pertumbuhan saat lahir

mengakibatkan dystocia sehingga tidak

Page 12: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

8

dianjurkan (Hamed et al., 2009; Warwick et

al., 1990). Heritabilitas performans

pertumbuhan paling rendah dibandingkan

pada saat sapih dan umur setahun karena

sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor

maternal yang diberikan induk pada saat

fetus berada dalam kandungan induk

(Mandal et al., 2006; Yang et al., 2009).

Beberapa peneliti melaporkan

bahwa estimasi berat lahir 0,19 pada

kambing Boer (Zhang et al., 2008), 0,17

pada kambing Boer (Zhang et al., 2009),

0,80 pada kambing Boerawa (Beyleto et al.,

2010), 0,30 pada kambing Kacang, 0,27

pada kambing Boer (Elieser, 2012), panjang

badan, tinggi badan, dan lingkar dada pada

saat lahir pada kambing Boer masing-

masing 0, 14, 0,24 dan 0,25 (Zhang et al.,

2008)

Estimasi heritabilitas berat sapih

pada beberapa bangsa kambing juga

dilaporkan termasuk kelas sedang bahkan

tinggi. Heritabilitas performans

pertumbuhan yang bernilai sedang

menunjukkan bahwa korelasi antara penotip

dengan genetik berderajat sedang sehingga

performans pertumbuhan cukup akurat

untuk menduga mutu genetik ternak

(Warwick et al., 1990; Al-Shorepy, 2001).

Beberapa peneliti melaporkan

bahwa estimasi heritabilitas berat sapih

kambing Kacang dengan metode hubungan

saudara tiri sebapak 0,36 (Elieser, 2012),

pada kambing Boerawa dengan metode

hubungan saudara tiri sebapak 0,30, dan

dengan metode pola tersarang 0,63

(Beyleto et al., 2010), pada kambing

Boerawa G1 0,25 yang diestimasi dengan

metode hubungan saudara tiri sebapak (

Dakhlan and Sulastri, 2006) dan 0,19 yang

diestimasi dengan metode regresi induk-

anak (Sulastri dan Qisthon, 2007), 0,22

pada kambing Boer (Zhang et al., 2009).

Berat sapih merupakan indikator

potensi pertumbuhan individu yang baik,

produksi susu induk yang baik, dan sifat

keindukan yang baik (Hamed et al. , 2009).

Seleksi pada sifat pertumbuhan saat sapih

juga mernghasilkan peningkatan fertilitas,

kesuburan, ketahanan hidup cempe dari

lahir sampai sapih, dan ketahanan hidup

induk dari masa perkawinan sampai

menyapih anaknya (Zhang et al., 2009).

Keragaman maternal yang

merupakan bagian dari keragaman

lingkungan berpengaruh terhadap

performans pertumbuhan saat sapih

sehingga berat sapih bukan merupakan

kriteria seleksi yang tepat. Performans

pertumbuhan umur 24 minggu (6 bulan)

merupakan kriteria seleksi yang lebih tepat

daripada berat sapih karena performans

pertumbuhan pada umur 24 minggu sudah

tidak dipengaruhi oleh faktor maternal (Das

et al., 2005).

Estimasi heritabilitas panjang dan

lebar telinga saat lahir, sapih, dan umur

setahun termasuk kelas sedang tetapi lebih

rendah daripada heritabilitas berat badan

dan ukuran-ukuran tubuh lainnya. Hal

tersebut menunjukkan bahwa seleksi tidak

efektif dilakukan terhadap ukuran telinga.

Page 13: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

9

Panjang dan lebar telinga bukan

merupakan sifat ekonomis tetapi menjadi

salah satu ciri yang menandai karakteristik

suatu bangsa atau rumpun.

Estimasi heritabilitas berat badan

dan ukuran-ukuran tubuh saat umur

setahun lebih tinggi daripada saat sapih dan

lahir. Semakin meningkatnya umur kambing

terjadi penurunan hubungan antara induk

dengan cempe sehingga performans

pertumbuhan yang terukur merupakan hasil

ekspresi genetik aditif individu itu sendiri

(Das et al, 2005; Mohammadi et al., 2012).

Estimasi Ripitabilitas Berat Badan dan Ukuran-Ukuran Tubuh

Estimasi ripitabilitas performans

pertumbuhan kambing Rambon termasuk

kelas sedang dan menunjukkan

peningkatan seiring dengan meningkatnya

umur kambing (Tabel 4). Hal tersebut

disebabkan oleh semakin rendahnya

keragaman lingkungan temporer yang

berpengaruh terhadap keragaman penotipik

seiring dengan meningkatnya umur

kambing. Keragaman lingkungan temporer

terbesar terdapat pada performans

pertumbuhan saat lahir karena cempe yang

masih dalam tahapan fetus sangat

dipengaruhi oleh keragaman lingkungan

temporer yang berasal dari induk.

Keragaman lingkungan maternal

memperbesar keragaman lingkungan

temporer karena induk juga dipengaruhi

oleh keragaman lingkungan temporer yang

antara lain berasal dari pakan dan kondisi

lingkungan yang secara langsung

berpengaruh terhadap penotip

induk.Tingginya keragaman lingkungan

temporer tersebut menutup keragaman

genetik total dan lingkungan permanen.

Estimasi ripitabilitas pada

performans pertumbuhan saat sapih

semakin meningkat karena cempe-cempe

sudah mulai belajar makan sendiri dan

sudah tidak sepenuhnya tergantung pada

induk seperti pada saat masih dalam

kandungan induk. Hal tersebut menurunkan

keragaman lingkungan temporer sehingga

semakin meningkatkan pengaruh

keragaman genetik total dan lingkungan

permanen.

Estimasi ripitabilitas tertinggi dicapai

pada saat umur setahun karena keragaman

lingkungan temporer yang berpengaruh

hanya berasal dari lingkungan eksternal

dan sudah tidak dipengaruhi oleh

keragaman lingkungan yang berasal dari

induk. Rendahnya keragaman lingkungan

temporer semakin meningkatkan

keragaman genetik total dan keragaman

lingkungan permanen yang berakibat pada

meningkatnya nilai ripitabilitas. Keragaman

genetik total tersebut meliputi keragaman

genetik aditif, dominan, dan epistasis yang

diwariskan dari induk dan tetrua jantan

dengan proporsi masing-masing separuh

bagian.

Peneliti lain melaporkan bahwa

estimasi ripitabilitas berat lahir pada

populasi kambing Black Bengal 0,47

(Faruque et al., 2010), kambing Boer 0,20

Page 14: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

10

(Das et al., 2005), pada kambing PE 0,41

yang diestimasi dengan metode korelasi

dalam kelas dan 0,49 yang diestimasi

dengan metode korelasi antar kelas

(Sulastri et al., 2002), kambing Kacang 0,44

dengan metode korelasi dan 0,45 dengan

metode regresi (Elieser, 2012), 0,80 apabila

diestimasi dengan metode korelasi dalam

kelas dan 0,42 apabila diestimasi dengan

metode korelasi antar kelas (Beyleto et al.,

2010). Estimasi ripitabilitas berat sapih

kambing Boer 0,18 (Das et al., 2005),

kambing Boerawa G1, 0,45 yang diestimasi

dengan metode korelasi dalam kelas dan

0,13 yang diestimasi dengan metode

korelasi antar kelas (Sulastri dan Qishon .,

2009), kambing Kacang 0,30 dengan

metode korelasi dan 0,40 dengan metode

regresi (Elieser,2012). Estimasi ripitabilitas

berat setahunan kambing Boerawa yang

diestimasi dengan metode korelasi dalam

kelas maupun antar kelas sama-sama 0,30

(Beyleto et al., 2010), 0,28 (Oktora et al.,

2006).

Nilai Pemuliaan Absolut Pejantan Berdasarkan Berat Setahunan Anak

Pejantan Rambon terbaik adalah

nomor II (NP absolut 29,91 kg) seperti

terdapat pada Tabel 5. Pejantan dengan NP

absolut tertinggi tersebut mewariskan

separuh nilai pemuliaannya kepada anak-

anaknya dan separuh bagian lainnya.

Tabel 5 Sepuluh ekor individu dengan Nilai Pemuliaan absolut berat setahunan terbaik dan

MPPA berat setahunan terbaik

Ranking No.

pejantan

NP

(kg)

No.

individu

jantan

NP

(kg)

No.

individu

betina

NP

(kg)

No.

induk

MPPA

(kg)

1 II 29,91 II.21 29,35 II.16 26,15 21 29,14

2 III 29,85 II.17 29,33 I.23 26,03 47 28,68

3 X 29,80 V.21 29,35 II.8 25,98 50 28,57

4 V 29,67 X.9 28,37 V.4 25,97 61 28,42

5 VI 29,59 III.21 28,35 VI.3 25,95 40 28,39

6 VIII 29,54 V.5 27,94 II.22 25,94 78 28,30

7 IX 29,08 VII.14 27,93 IV.1 25,93 51 28,26

8 VII 29,03 VII.1 27,92 VI.19 25,93 66 28,22

9 IV 28,95 II.12 27,91 II.9 25,92 5 28,17

10 I 28,76 II.2 27,90 VI.4 25,91 25 28,16

Page 15: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

11

Anak-anak jantan dan betina yang

dihasilkannya juga menunjukkan NP

absolut berat setahunan tertinggi baik pada

anak jantan maupun anak betina. Anak

jantan dan betina dari pejantan nomor II

merupakan individu-individu dengan

dengan NP yang tinggi anak nomor II.21,

II.17, II.12, II.2 pada jantan dan II.16, II.8,

II.22, II,29 pada betina.

Nilai Most Probable Producing Ability Induk

Induk-induk yang memiliki nilai MPPA

berat setahunan absolut tinggi mampu

melahirkan cempe dengan berat setahunan

yang lebih tinggi daripada berat setahunan

cempe yang dilahirkan induk-induk lain.

Keturunan dari induk dengan nilai

MPPA berat setahunan absolut yang tinggi

dapat dipilih sebagai calon tetua karena

anak-anak dari induk tersebut mewarisi

berat setahunan yang tinggi dan

kemungkinan memiliki kemampuan yang

tinggi pula dalam mengulang prestasinya

untuk menghasilkan berat setahunan anak

yang tinggi pada setiap paritas.

Nilai MPPA dapat dihitung secara

relatif sehingga diperoleh nilai MPPA positif

dan negatif. Nilai MPPA berat sapih relatif

tertinggi pada kambing Kacang

betina yang menghasilkan anak kambing

Boerka-1 sebesar +1,75 kg, pada kambing

Kacang betina yang melahirkan cempe

Kacang sebesar +1,26 kg,

kambing Boerka betina yang melahirkan

cempe BC (backcross) Boer sebesar +0,78

kg (Elieser, 2012).

Estimasi Korelasi Genetik Berat Badan

dan Ukuran-ukuran Tubuh

Korelasi genetik antara BL dengan

UTL, BS dengan UTS, dan BSt dengan

UTSt menunjukkan arah positip dan

berderajat tinggi sehingga menunjukkan

hubungan yang erat antar peubah (Tabel

6). Hal tersebut disebabkan oleh karena

antar sifat-sifat pada umur yang sama

dikontrol oleh gen-gen yang sama pada

waktu yang bersamaan sehingga

memperkecil peragam lingkungan dan

sebaliknya meningkatkan peragam genetik

aditif. Estimasi korelasi genetik aditif dan

penotipik pada performans pertumbuhan

bernilai positif dan tinggi sehingga

menunjukkan tidak adanya antagonisme

antara sifat-sifat pertumbuhan pada saat

lahir (Zhang et al., 2008).

Berdasarkan arah dan derajat

korelasi genetik tersebut, maka

peningkatan BS maupun BSt dapat

ditempuh melalui seleksi terhadap ukuran-

ukuran tubuh pada tahap umur yang sama.

Performans pertumbuhan saat lahir dengan

saat sapih lebih erat daripada dengan

performans pertumbuhan saat umur

setahun. Hal tersebut disebabkan saat lahir

dengan saat sapih memiliki kesamaan

pengaruh keragaman maternal walaupun

dengan kapasitas yang berbeda.

Keragaman non genetik yang berasal dari

Page 16: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

12

maternal berpengaruh lebih besar terhadap

performans saat lahir daripada saat sapih.

Kesamaan tersebut menghasilkan peragam

lingkungan yang lebih kecil sehingga

menghasilkan peragam genetik aditif yang

lebih besar.

Tabel 6. Korelasi genetik antar performans pertumbuhan

Sifat 1 Sifat 2 BL BS BSt

Lahir (L) TBL 0.22±0.0

9 PBL 0.21±0.0

8 LDL 0.20±0.0

8 TPL 0.22±0.0

9 PjTlL 0.19±0.0

8 LbTlL 0.17±0.0

7

Sapih (S) BS 0,18±0,0

5 TBS 0,17±0,0

6 0,25±0,09 PBS 0,16±0,0

5 0,24±0,07 LDS 0,16±0,0

7 0,26±0,06 TPS 0,17±0,0

7 0,26±0,10 PjTlS 0,09±0,0

2 0,18±0,10 LbTlS 0,08±0,0

3 0,17±0,08 Setahun (St) BSt 0,09±0,0

2 0,22±0,05

TBSt 0.10±0.04 0,21±0,05 0,23±0,07

PBSt 0.10±0.01 0,20±0,10 0,25±0,02

LDSt 0.09±0.03 0,20±0,08 0,23±0,03

TPSt 0.08±0.00 0,21±0,09 0,21±0,12

PjTlSt 0.07±0.02 0,06±0,03 0,20±0,00

LbTlSt 0.06±0.01 0,05±0,02 0,20±0,00

Page 17: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

13

Performans pertumbuhan saat umur

setahun sudah tidak dipengaruhi oleh

keragaman non genetik yang berasal dari

induk sehingga memperbesar peragam non

genetik antara performans pertumbuhan

saat lahir dengan saat umur setahun.

Peragam non genetik atau peragam

lingkungan yang lebih besar mengakibatkan

rendahnya peragam genetik aditif antara

performans pertumbuhan saat lahir dengan

saat umur setahun.

Estimasi korelasi genetik yang

bernilai positip dan berderajat sedang

antara sifat lahir dengan sapih maupun

dengan setahunan menunjukkan bahwa

seleksi pada performans pertumbuhan saat

lahir akan menghasilkan peningkatan pada

performans pertumbuhan saat sapih dan

setahun. Seleksi terhadap performans

pertumbuhan saat lahir tidak dianjurkan

untuk menghindari kejadian dystocia

walaupun menghasilkan respons seleksi

berkorelasi pada performans pertumbuhan

saat sapih maupun setahunan.

Korelasi genetik antara berat lahir

dengan panjang badan saat lahir 0,83,

berat lahir dengan tinggi badan saat lahir

0,88 , dan antara berat lahir dengan lingkar

dada saat lahir 0,94 pada kambing Boer

(Zhang et al., 2008), antara berat badan

umur 3 bulan dan 6 bulan pada kambing

Kacang 0,47 dan pada kambing Boer 0,64,

antara berat badan umur 3 bulan dengan 12

bulan pada kambing Kacang 0,14 dan pada

Boer 0,23, antara nerat badan umur 6 bulan

dengan 12 bulan pada kambing Kacang

0,24 dan pada Boer 0,70 (Elieser, 2012).

Korelasi genetik antara berat lahir dengan

berat sapih pada kambing Boerawa yang

diestimasi dengan metode pola tersarang

0,57, dengan metode korelasi saudara tiri

sebapak 0,50, antara berat sapih dengan

berat setahunan yang diestimasi dengan

pola tersarang 0,60 dan dengan metode

hubungan saudara tiri sebapak 0,44, antara

berat lahir dengan berat setahunan yang

diestimasi dengan pola tersarang 0,14 dan

dengan metode hubungan saudara tiri

sebapak 0,21 (Beyleto et al., 2010).,

Estimasi korelasi genetik antara

berat sapih dengan berat setahunan pada

kambing Boerawa yang diestimasi dengan

metode pola tersarang 0,60 dan dengan

metode korelasi saudara tiri sebapak 0,44,

antara berat lahir dengan berat setahunan

yang yang diestimasi dengan metode pola

tersarang 0,14 dan dengan metode korelasi

saudara tiri sebapak 0,21 (Beyleto et al.,

2010).

KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan

disimpulkan bahwa seleksi individu

merupakan tindakan yang efektif untuk

meningkatkan performans pertumbuhan

pada kambing Rambon. Selain itu, pejantan

dan induk dengan kemampuan berproduksi

tinggi mewariskan keunggulannya pada

anak-anaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Shorepy, S. A. 2001. Estimates of

genetic parameters for direct and

Page 18: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

14

maternal effects on birth weight of

local sheep in United Arab Emirates,

Small Rumin. Res. 39 (2001), pp.

219–224.

Batubara, A. M. Doloksaribu, dan B.

Tiesnamurti. 2009. Potensi

keragaman sumberdaya genetik

kambing lokal Indonesia. Lokakarya

Nasional Pengelolaan dan

Perlindungan Sumber Daya Genetik

di Indonesia: Manfaat Ekonomi

untuk Mewujudkan Ketahanan

Nasional.

Becker, W. A. 1992. Manual of Quantitative

Genetics. Fifth Edition. Academic

Enterprises. Pullman. USA.

Beyleto, V. Y., Sumadi, dan T. Hartatik.

2010. Estimasi parameter genetik

sifat pertumbuhan kambing

Boerawa di Kabupaten

Tanggamus,Provinsi Lampung.

Buletin Peternakan Vol. 34(3):138-

144. Oktober 2010.

Das, S. M., J.E.O Rege, and M. Shibre. 2005. Phenotypic and genetic parameters of growth traits of

Blended goats at Malya, Tanzania, http://www.ilri.cgiar.org/InfoServ/ Webpub/fulldocs/

AnGenResCD/docs/X5473B/X5473

B0J.HTM ( Diakses 10 Januari 2012).

Devendra, C. dan M, Burns. 1994. Produksi

Kambing di Daerah Tropis. Penerbit

ITB.Bandung.

Djajanegara, A. dan A. Misniwaty. 2005.

Pengembangan usaha kambing

dalam konteks sosial-budaya

masyarakat. Lokakarya Nasional

Kambing Potong. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Peternakan.

Bogor. Indonesia.

Elieser, S. 2012. Performan Hasil

Persilangan antara Kambing Boer

dan Kacang sebagai Dasar

Pembentukan Kambing Komposit.

Disertasi. Program Pascasarjana.

Fakultas Peternakan. Universitas

Gadjah Mada. Yogyakarta.

Falconer, R. D. and T. F. C. Mackay. 1996.

Introduction to Quantitative

Genetics. Longman, Malaysia.

Faruque, S., S. A. Chowdhury, N. U.

Siddiquee, and M. A. Afroz. 2010.

Performance and genetic

parameters of economically

important traits of Black Bengal goat.

.J. Bangladesh Agril. Univ. 8(1): 67–

78, 2010 ISSN 1810-3030

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi

Pemuliabiakan Ternak di Lapangan.

PT Grasindo. Jakarta

Page 19: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

15

Haque, N., S. S. Husain, M.A.M.Y.

Khandoker and A.S. Apu. 2012.

Selection of Black Bengal breeding

bucks based on progeny growth

performance at nucleus breeding

flocks. Irials. September 2012.

Volume 1, Issue 4.

Hamed, A., M. M. Mabrouk, I. Shaat, and S.

Bata. 2009. Estimation of genetic

parameters and some nongenetic

factors for litter size at birth and

weaning and milk yield traits in

Zaraibi goats. Egyptian Journal of

Sheep & Goat Sciences, Vol. 4 (2),

2009, 55-64.

Mandal, A., F.W.C. Neser, P.K. Rout, R.

Roy and D.R. Notter. 2006.

Estimation of direct and maternal

(co)variance components for pre-

weaning growth traits in

Muzaffarnagari sheep, Livest. Sci. 99

(2006), pp. 79–89.

Mohammadi, H., M. M. Shahrebabak, and

H. M. Shahrebabak. 2012. Genetic

parameter estimates for growth traits

and prolificacy in Raeini Cashmere

goats. Trop Anim Health Prod (2012)

44:1213–1220 DOI 10.1007/s11250-

011-0059-z

Mugambi, J. N., J.W. Wakhungu, B.O.

Inyangala, W.B. Muhuyi and T.

Muasya. 2007. Evaluation of the

performance of the Kenya Dual

Purpose Goat composites: additive

and non-additive genetic

parameters, Small Rumin. Res. 72

(2007), pp. 149–156.

Oktora, R. 2006. Estimasi parameter

genetik sifat-sifat pertumbuhan

kambing Boerawa di Desa

Campang, Kecamatan Gisting,

Kabupaten Tanggmus. Skripsi.

Fakultas Pertanian Universitas

Lampung. Bandarlampung.

Sulastri, Sumadi, dan W. Hardjosubroto.

2002. Estimasi parameter genetik

sifat-sifat pertumbuhan kambing

Peranakan Etawah di Unit

Pelaksana Teknis Ternak Singosari,

Malang, Jawa Timur. Agrosains.

Volume 15 (3), September 2002.

Program Pascasarjana. Universitas

Gadjah Mada. Yogyakarta

Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W.

Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan

Ternak. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta

Yang, C-Y., Zhang, Y. D-Q Xu, X Li, J. Sue

and L-G. Yang. 2009. Genetic and

phenotypic parameter estimates for

growth traits in Boer goat. Copyright

© 2009 Elsevier B.V. All rights

reserved

Page 20: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

16

Zhang, C.Y., L.G. Yang and Z. Shen. 2008.

Variance components and genetic

parameters for weight and size at

birth in the Boer goat, Livest. Sci.

115 (2008), pp. 73–79.

Zhang, C.Y., Y. Chang, De-Qing, Xiang Li,

Jie Su, Li-Guo Yang. 2009. Genetic

and phenotypic parameter estimates

for growth traits in Boer goat. Livest.

Sc. 124, 66 – 71.

Page 21: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

17

POTENSI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) SIAP TANAK SEBAGAI PANGAN ALTERNATIF BERKALSIUM

Chatarina Wariyah Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri,

Universitas Mercu Buana Yogyakarta,Jl. Wates Km 10 Yogyakarta 55753 E-mail : [email protected]

ABSTACT Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) included in tubers that potential as carbohydrate

source. The problems in using kimpul as an alternative staple food are impractical, less favored and their acrid taste. However, the calcium content ( Ca2+ ) of kimpul is low, while the phosphorus (P) is quite high, the ideal ratio of Ca2+/P in food to maintain of bone is 2/1. The purpose of this research was to produce quick-cooking of calcium-fortified kimpul with high acceptability. The research consists of 5 steps e.i. 1) processing of calcium-fortified quick cooking kimpul with variations of slice size and heating time, 2) to evaluate the physical properties (texture, color) of calcium-fortified quick cooking kimpul, 3) to determine the optimum processing conditions based on the acceptability before and after cooking, and 4) to evaluate the chemical properties (Ca2+ content, starch, moisture and ash) of calcium-fortified quick cooking kimpul with high acceptability. The results showed that the processing of kimpul into calcium-fortified quick cooking kimpul could produce high acceptability product. Specifically, the larger slice size, the harder texture of the product. The preferred kimpul texture was that sliced with size of 1.00 and 2.00 mm with heating time of 20 and 25 minutes. The colour of calcium-fortified quick cooking kimpul was not significantly differences. The acceptable calcium-fortified quick cooking kimpul was that processed with slice size of 1.00 - 2.00 mm and heating time of 20 minutes.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini ketahanan pangan nasional

masih kurang tangguh, karena masih

mengandalkan beras dan terigu sebagai

makanan pokok. Beras masih menjadi

komoditi utama penopang ketahanan

pangan nasional, karena merupakan

makanan pokok bagi mayoritas (95 persen)

penduduk Indonesia, sehingga

ketergantungan pada negara lain masih

cukup besar. Untuk mengurangi

ketergantungan pada negara lain, perlu

dilakukan diversifikasi makanan pokok dan

upaya peningkatan produksi pangan

dengan cara mengembangkan dan

memanfaatkan keanekaragaman hayati

yang ada. Kimpul (Xanthosoma

sagittifolium) adalah sejenis umbi–umbian

sumber karbohidrat yang sangat potensial.

Menurut Sefa-Dedeh et al. (2004),

kandungan karbohidrat kimpul utamanya

adalah pati yaitu sekitar 36%. Kimpul

merupakan tanaman yang mudah ditanam,

sehingga sangat layak untuk

dikembangkan. Umumnya kimpul ditanam

sebagai tanaman sela diantara tanaman

palawija lain atau di pekarangan. Umbi

kimpul biasanya diolah secara sederhana

dengan dikukus, direbus atau dengan

sedikit variasi dibuat berbagai produk

Page 22: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

18

olahan antara lain getuk, keripik, perkedel

dan sebagainya (Anggarwulan et al., 2008).

Sebagai pangan sumber karbohidrat,

produksi kimpul dapat mencapai 4-5 ton/Ha

(Anonim, 2010), sehingga berpotensi untuk

dikembangkan menjadi pangan alternatif

pengganti beras, mengingat produksi beras

saat ini 62,56 ton GKG (Gabah Kering

Giling) (Anonim, 2009a), dan dengan

jumlah tersebut Indonesia masih harus

mengimpor beras sebagai cadangan

sebanyak 0,8 juta ton atau dalam bentuk

GKG sebanyak 1,3 juta ton (Anonim,

2009b). Kebutuhan beras akan semakin

bertambah dengan meningkatnya jumlah

penduduk dan berkurangnya lahan

penanaman padi.

Selain sumber karbohidrat, kimpul juga

banyak mengandung mineral seperti K, Zn,

Mg, P dan Ca. Menurut Sefa-Dedeh (2004),

kadar mineral tersebut berturut-turut

sebanyak 763-1451; 17-51,9; 46,7-85,0;

41,6-63,1 dan 4,68-24,3 g/100g. Kalsium

(Ca2+) termasuk mineral dengan jumlah

yang paling rendah, sedangkan fosfor (P)

cukup tinggi. Padahal dalam bahan pangan,

rasio ideal Ca2+/P agar dapat digunakan

untuk pemeliharaan tulang adalah 2/1

(Brody (1994). Kalsium merupakan zat gizi

mikro yang termasuk dalam kelompok

makro mineral esensial dalam tubuh.

Walaupun belum merupakan masalah gizi

utama, namun kekurangan kalsium dapat

menyebabkan timbulnya beberapa penyakit

terkait dengan fungsi kalsium seperti

osteoporosis, kekakuan otot (tetani), kram

dan gangguan pembekuan darah

(Linder,1991). Menurut Anonim (2005)

jumlah penderita osteoporosis di Indonesia

saat ini sudah mencapai 19,7%. Dengan

bertambahnya usia harapan hidup dan

jumlah wanita pramenopause, diperkirakan

jumlah tersebut akan semakin bertambah.

Di Indonesia, usia harapan hidup meningkat

dari 64,71 tahun menjadi 67,68 tahun pada

tahun 1995-2005, sehingga diperkirakan

proporsi penduduk lanjut usia mencapai

8,4% atau 18,4 juta jiwa (Anonim, 2005).

Sebagai konsekuensinya, negara kita

menghadapi masalah-masalah penyakit

yang ditimbulkan akibat lanjut usia antara

lain osteoporosis. Selain itu jumlah wanita

menjelang menopause (pada usia sekitar

50 tahun) yang riskan terhadap

osteoporosis sebanyak 11% dari populasi,

jumlah tersebut diperkirakan meningkat

menjadi 14% pada tahun 2015 (Anonim,

2006). Di Indonesia konsumsi kalsium rata-

rata baru mencapai 254 mg/ hari-orang

(Anonim, 2004). Padahal angka anjuran

kecukupan asupan kalsium sebesar 800-

1200 mg/hari-orang dewasa. Menurut hasil

Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi

(WKNPG) tahun 2004, dianjurkan asupan

kalsium sebesar 800 mg /hari-orang

(Kartono dan Soekarti, 2004). Mengingat

dampak defisiensi kalsium yang nyata,

maka perlu segera dikembangkan produk

pangan alternatif berkalsium yang dapat

menjangkau masyarakat luas, sehingga

asupan rata-rata kalsium dapat tercukupi.

Permasalahan lain terkait dengan

pemanfaatan kimpul sebagai pangan

alternatif pengganti beras adalah

Page 23: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

19

penggunaan dalam bentuk umbi sangatlah

tidak praktis, kurang disukai serta adanya

acrid taste. Sebagai makanan pokok

pengganti beras, maka setidaknya bentuk

dan citarasa kimpul hendaknya setara

dengan beras. Menurut Sefa-Dedeh et al.

(2004), acrid taste (pedas, tajam) pada

kimpul terutama disebabkan karena adanya

senyawa oksalat. Senyawa tersebut dapat

dihilangkan dengan proses pengirisan

selanjutnya dikeringkan. Oleh karena perlu

dilakukan penelitian pembuatan kimpul

dalam bentuk siap tanak dengan ukuran

mirip beras agar disukai, sekaligus upaya

menghilangkan acrid taste yang tidak

dikehendaki. Tujuan penelitian ini adalah

menghasilkan kimpul siap tanak berkalsium

yang disukai. Dengan demikian apabila

penelitian ini dilakukan akan memberikan

manfaat sebagai pangan alternatif

pengganti beras dan dengan

mengkonsumsi kimpul-siap tanak

berkalsium, asupan kalsium dapat

terpenuhi, terjangkau masyarakat luas dan

bermanfaat bagi kesehatan.

METODE PENELITIAN

Bahan Umbi kimpul yang akan digunakan

untuk penelitian adalah kimpul dengan

daging berwarna putih dengan tingkat

kematangan optimum yang akan dibeli di

pasar tradisional di wilayah kota

Yogyakarta. Sebelum digunakan kimpul

dianalisis kadar air, dan pati dengan

metode Direct Acid Hydrolysis (AOAC,

1990), analisis kadar Ca2+ dengan metode

titrasi (Watson ,1996) dan amilosa dengan

metode pengikatan iod (Juliano, 1971).

Bahan kimia untuk analisis kimia semuanya

dengan kualifikasi pro analysis (p.a) dari

Merck. Garam kalsium yang digunakan

untuk fortifikasi adalah Ca-glukonat

(Brataco Chemika).

Jalannya Penelitian Penelitian bertujuan untuk

menghasilkan kimpul-siap tanak berkalsium

dengan akseptabilitas tinggi. Penelitian

terdiri dari 5 tahap yaitu: 1) pengolahan

kimpul-siap tanak berkalsium, dengan

variasi ukuran irisan umbi kimpul, lama

pemanasan, 2) mengevaluasi sifat fisik

(tekstur, warna) kimpul-siap tanak

berkalsium, 3) menentukan kondisi optimum

pengolahan berdasarkan akseptabilitas

kimpul-siap tanak berkalsium sebelum dan

setelah penanakan, 4) mengevaluasi sifat

kimia (kadar Ca2+, pati, air dan abu) kimpul-

siap tanak berkalsium dengan

akseptabilitas tinggi (hasil Tahap 2).

1. Pengolahan kimpul-siap tanak

berkalsium

Proses pembuatan kimpul-siap tanak

berkalsium (KSTB) mengacu pada

penelitian sebelumnya (Wariyah et al.,

2008b) yang dimodifikasi dengan perlakuan

pendahuluan. Tahapnya meliputi: perlakuan

pendahuluan, perendaman dalam larutan

Ca-glukonat pada suhu 80oC pada rasio

kimpul/larutan Ca2+ 1/1,5; penirisan dan

pengeringan cabinet drier pada suhu 50oC

sampai kadar air 10-11%. Perlakuan

Page 24: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

20

pendahuluan yang dilakukan pada kimpul

adalah pengupasan, blansing dan

pengecilan menggunakan parutan keju dan

kelapa. Ukuran bergradasi dengan variasi

pada kecil (parutan keju), kecil, sedang,

besar (ukuran parutan kelapa).

Perendaman irisan kimpul dalam larutan

Ca-glukonat sampai mencapai kadar Ca2+

kimpul-siap tanak sekitar 100 mg/100g bk

(berdasarkan perhitungan AKG Ca2+). Lama

perendaman bervariasi (20, 25 dan 30

menit) atau sampai mencapai

pragelatinisasi yang masih akseptabel.

KSTB dari seluruh variasi perlakuan, diuji

sifat fisik (tekstur, warna) pada Tahap 2 dan

akseptabilitasnya pada Tahap 3 untuk

menentukan kondisi optimum pengolahan

kimpul-siap tanak berkalsium.

2. Pengujian sifat fisik (tekstur dan warna)

kimpul-siap tanak berkalsium

Dari penelitian Tahap 1 diperoleh

sampel kimpul-siap tanak berkalsium

dengan variasi: lama perendaman, ukuran

irisan kimpul dan konsentrasi Ca-glukonat.

Semua sampel dievaluasi sifat fisik tekstur

dan warna sebagai dasar penetapan

akseptabilitas kimpul-siap tanak yang diuji

pada Tahap 2. Tekstur dengan Hardness

Tester, warna dengan Color Reader

Lavibond Tintometer Model F. Pada uji

tekstur dilakukan pada KSTB sebelum dan

setelah tanak.

3. Penentuan kondisi optimum pengolahan

berdasarkan akseptabilitas kimpul-siap

tanak berkalsium

Kondisi optimum fortifikasi ditentukan

berdasarkan akseptabilitas kimpul-siap

tanak berkalsium dan cooking qualitynya

(sifat inderawi setelah ditanak). Pengujian

inderawi dilakukan dengan metode Hedonic

Test (Krammer dan Twigg, 1970)

berdasarkan tingkat kesukaan terhadap

bau, warna, tekstur, dan kesukaan

keseluruhan kimpul-siap tanak berkalsium.

Sedangkan cooking quality diuji pada

kimpul-siap tanak yang telah ditanak

menggunakan rice cooker atau penanak

nasi biasa. Sifat inderawi yang diuji meliputi

bau, warna, tekstur (kelunakan dan

kelengketan), rasa dan citarasa. Data yang

diperoleh secara statistik untuk

mendapatkan kimpul-siap tanak berkalsium

dengan akseptabilitas tinggi dari proses

pengolahan yang telah dilakukan.

4. Evaluasi sifat kimia kimpul-siap tanak

berkalsium

Analisis kimia terhadap kimpul-siap

tanak berkalsium dengan akseptabilitas

tinggi meliputi kadar Ca2+, air. Analisis Ca2+

menggunakan metode titrasi (Watson,

1996), amilosa (Juliano dan pati dengan

metode hidrolisis asam (AOAC, 1990).

Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan

pada penelitian ini adalah Rancangan Acak

Lengkap (Gacula dan Singh, 1984) dengan

faktor ukuran irisan umbi kimpul, lama

pemanasan. Selanjutnya dilakukan analisis

varian dan apabila terdapat perbedaan

Page 25: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

21

yang nyata dilanjutkan dengan uji beda

nyata terkecil pada p< 5%.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bahan Dasar

Berdasarkan hasil analisis umbi

kimpul meliputi kadar pati, kadar amilosa

dan kadar kalsium didapatkan hasil seperti

yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kadar pati, amilosa dan kalsium

oksalat umbi kimpul

Bahan Kadar amilosa (%wb)

Kadar pati

(% wb)

Kadar air

(%wb)

Kadar Ca mg/

100g bahan

Umbi

kimpul

10,39 25,50 84,87 28,34

Hasil didapatkan dari 2 kali ulangan

percobaan dan 2 ulangan analisis.

Tabel 1 menunjukkan kandungan pati

yang hampir sama dengan Elevina (2000)

yaitu Xanthosoma saggitifolium,

Colocassiaesculenta, dan Ipomoea

batataare memiliki kandungan pati antara

23,8-30,0%, 22,0-40,3%, dan 22-28%.

Varietas umbi Xanthosoma saggitifolium,

Colocassiaesculenta dan Ipomoea

batataare yang merupakan umbi tropis yang

dapat berpotensi diubah menjadi tepung

atau pati karena umbi tersebut menyimpan

kandungan pati yang tinggi. Berdasarkan

Tabel 1 dapat diketahui bahwa kandungan

amilosa dan kandungan kalsium umbi

kimpul yaitu untuk kandungan amilosa

menunjukkan nilai 10,39 % (wb) dan 28,34

mg/100g bahan. Menurut Tutut (2005),

kadar amilosa kimpul yaitu sebesar 7,86 %

(wb) atau 21,92 % db, dan kandungan

kalsium oksalat menunjukkan 56,68

mgCa/100 g bahan (%wb). Hasil analisis

kadar kalsium oksalat menurut Onayemi

dan Nwigwe (1987) yaitu kadar kalsium

oksalat sebesar 443-842 mg/100 g bahan.

Coursey (1968), menyatakan bahwa

komposisi komponen makanan tergantung

pada varietas, lokasi, musim, metode

pengolahan dan penyimpanan.

Kimpul Siap Tanak Berkalsium Kadar air

Hasil analisis kadar air kimpul siap

tanak berkalsium disajikan pada Tabel 2.

Page 26: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

22

Tabel 2. Kadar air kimpul siap tanak berkalsium

Ukuran irisan Lama perebusan (menit) Kadar air (%wb)

20 8,74

25 8,53

Ukuran irisan I ±

1 mm

30 8,65

20 8,88

25 8,48

Ukuran irisan II ±

2 mm

30 8,71

20 8,84

25 9,37

Ukuran irisan III ±

2,75 mm

30 8,52

20 8,59

25 8,55

Ukuran irisan IV

± 22,25 mm

30 8,72

* Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 2 ulangan analisis dan 2 ulangan percobaan.

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa

kadar air kimpul siap tanak berkalsium

antara 8,48 -9,37 %. Pada penelitian ini

digunakan pengeringan bahan untuk

mencapai kadar air ± 9 % (Syarief dkk,

1987) oleh karena itu rata-rata kadar air

kimpul siap tanak semuanya mendekati

kadar air 9 %.

Tekstur

Pengujian tekstur kimpul siap tanak

berkalsium dilakukan secara obyektif

digunakan alat Hardness Tester, yang

dinyatakan dalam kg yaitu beban maksimal

yang dibutuhkan untuk menekan bahan

sampai pecah. Hasil analisis pengujian

tekstur dengan Hardness Tester disajikan

dalam Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui

bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara

ukuran irisan dan lama pemanasan

terhadap tekstur kimpul siap tanak

beraklsium. Pemanasan tidaj berpengaruh

nyata, akan tetapi ukuran irisan kimpul pada

berpengaruh terhadap tekstur kimpul siap

tanak berkalsium yang dihasilkan.

Secara umum, semakin besar

ukuran irisan tekstur kimpul siap tanak

berkalsium semakin keras. Hal ini mungkin

dikarenakan ketebalan ukuran irisan

menghasilkan struktur bahan kompak

sehingga menyebabkan tekstur kimpul siap

tanak menjadi keras. Tekstur kimpul siap

tanak berkalsium semakin keras dapat juga

disebabkan karena terjadinya proses

retrogradasi pati.

Page 27: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

23

Tabel 3. Tekstur kimpul siap tanak berkalsium (kg)

Ukuran irisan Lama perebusan (menit) Tekstur (gaya yang dapat

ditahan) (kg)

20 0,67

25 0,96

Ukuran irisan I ±

1,00 mm

30 0,88

20 1,63

25 1,55

Ukuran irisan II ±

2,00 mm

30 2,04

20 1,30

25 1,25

Ukuran irisan III ±

2,75 mm

30 1,76

20 2,59

25 2,55

Ukuran irisan IV ±

22,25 mm

30 2,21

* Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 6 ulangan pengukuran dan 2 ulangan percobaan.

Menurut Kadan dkk, (2001) dan Yu dkk,

(2010), retrogradasi pati mungkin

menyebabkan tekstur produk keras, yang

tidak diinginkan. Namun, selama

retrogradasi gelatinisasi pati rantai polimer

yang reassociated menjadi struktur yang

lebih teratur atau lebih kristal, dan keras.

Semakin lama pemanasan, gelatinisasi

semakin tinggi, sehingga tekstur juga

semakin keras.

Warna

Pengukuran warna secara objektif

dilakukan dengan menggunakan alat

Lovibond tintometer diamati berdasarkan

parameter merah (red), kuning (yellow), biru

(blue), kecerahan (brightness). Hasil

pengukuran warna kimpul siap tanak

disajikan pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa

ukuran irisan tidak berpengaruh nyata dan

lama perebusan berpengaruh nyata

terhadap warna merah (red) pada pengujian

warna kimpul siap tanak yang dihasilkan.

Nilai red menunjukkan tingkat kegelapan

produk, semakin tinggi nilai red, maka

bahan akan semakin tampak lebih gelap.

Warna yang gelap bisa disebabkan karena

suhu yang digunakan pada proses

pengeringan pada bahan menyebabkan

terjadinya reaksi pencoklatan, karena umbi

kimpul sendiri terdapat gula reduksi dan

protein.

Page 28: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

24

Tabel 4. Pengujian warna kimpul siap tanak berkalsium

Ukuran Irisan Lama

perebusan

(menit)

Red Yellow Blue Brightness

20 1,35 1,90 0,95 0,56

25 1,35 1,85 0,95 0,50

Ukuran irisan I

± 1,00 mm

30 1,30 1,93 0,95 0,93

20 1,35 1,90 0,95 0,62

25 1,30 1,90 0,95 0,60

Ukuran irisan II

± 2,00 mm

30 1,30 1,95 0,95 0,52

20 1,35 1,90 0,95 0,49

25 1,30 1,88 0,95 0,65

Ukuran irisan

III ± 2,75 mm

30 1,30 1,90 0,95 0,50

20 1,40 1,85 0,95 0,70

25 1,30 1,90 0,95 0,65

Ukuran irisan

IV ± 22,25 mm

30 1,30 1,90 0,95 0,63

* Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata berdasarkan uji DMRT pada α 5%.

* Angka tersebut merupakan hasil rerata dari 2 ulangan analisis dan 2 ulangan percobaan.

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui

bahwa ukuran irisan dan lama perebusan

tidak berpengaruh nyata terhadap warna

biru (blue) pada pengujian warna kimpul

siap tanak yang dihasilkan. Secara umum,

warna blue menunjukkan nilai yang rendah.

Nilai blue menunjukkan tingkat kepekatan

produk, semakin tinggi nilai blue maka

bahan akan semakin tampak lebih pekat.

Kepekatan produk disebabkan karena

terjadinya reaksi pencoklatan.

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui

bahwa ukuran irisan tidak berpengaruh

nyata terhadap warna kuning (yellow) pada

pengujian warna kimpul siap tanak yang

dihasilkan, namun pemanasan berpengaruh

nyata. Secara umum, warna kimpul siap

tanak yang dihasilkan semuanya berwarna

kuning kecoklatan, jadi untuk pengujian

warna untuk parameter kuning (yellow) tidak

berpengaruh nyata terhadap warna kimpul

siap tanak. Hal ini karena suhu yang

digunakan untuk setiap perlakuan sama

yaitu 900C. Nilai yellow yang tinggi

menunjukkan warna produk semakin kuning

atau coklat. Proses pengeringan pada

bahan menyebabkan terjadinya reaksi

pencoklatan secara non enzimatis yaitu

reaksi Millard karena adanya kenaikan suhu

pada proses pengeringan. Reaksi Millard

terjadi karena adanya gula reduksi yang

bereaksi dengan gugus amina primer

(Sirkorski, 2007).

Page 29: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

25

Dari Tabel 4 diketahui bahwa ukuran

irisan berpengaruh nyata terhadap warna

kecerahan (Brightness) pada pengujian

warna kimpul siap tanak yang dihasilkan.

Semakin besar ukuran irisan warna kimpul

siap tanak berwarna putih, hal ini karena

luas permukaan bahan kecil sehingga

gelatinisasi lebih lambat. Mackenney dan

Little (1962) menyatakan bahwa nilai dari

pengukuran warna terhadap Brightness

yang paling rendah menunjukkan ketidak

cerahan atau suram.

Tingkat kesukaan beras siap tanak berkalsium

Uji kesukaan merupakan respon dari

panelis yang berupa penilaian terhadap

produk yang disukai atau tidak disukai. Uji

kesukaan dilakukan untuk mengetahui

tingkat kesukaan panelis terhadap kimpul

siap tanak berkalsium. Pengujian tingkat

kesukaan ini dilakukan pada beras kimpul

siap tanak dan nasi kimpul siap tanak. Uji

kesukaan ini menggunakan Hedonic Scale

Scoring Test yang disajikan dalam Tabel 5

dan 6.

Tabel 5. Tingkat kesukaan beras kimpul siap tanak berkalsium

Sampel Lama

Pemanasan

(menit)

Bau Warna Tekstur Keselu-

ruhan

20 2,60a 3,00ab 3,05a 3,15 ab

25 4,25c 3,95bcd 4,35bc 4,00bc

Ukuran irisan I

± 1,00 mm

30 3,25ab 2,80ab 3,35ab 3,35 ab

20 3,00ab 3,05ab 3,25 ab 3,00a

25 4,20c 4,65d 4,15abc 4,40c

Ukuran irisan II

± 2,00 mm

30 2,90ab 3,65abc 3,55 abc 3,45 ab

20 3,35bc 2,90a 3,40 ab 3,40 ab

25 3,20ab 3,78abc 3,90 abc 3,80 abc

Ukuran irisan

III ± 2,75 mm

30 3,25ab 2,85a 4,55c 3,70 abc

20 3,15ab 4,05cd 3,35 ab 4,00bc

25 3,40b 2,85a 3,35 ab 3,20 ab

Ukuran irisan

IV ± 22,25 mm

30 3,35bc 2,85a 3,25 ab 3,35 ab

* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan tidak berbeda nyata.

* Nilai semakin kecil menunjukkan semakin disukai.

Pengujian tingkat kesukaan beras

kimpul siap tanak dilakukan dengan

menggunakan parameter bau, warna,

tekstur, dan keseluruhan serta

menggunakan skala penilaian dengan

menggunakan angka 1 sampai 7. Angka 1

menunjukkan sangat suka dan angka 7

menunjukkan nilai sangat tidak suka. Hasil

Page 30: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

26

uji kesukaan beras kimpul siap tanak

disajikan pada Tabel 5.

a. Bau

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui

bahwa ukuran irisan berpengaruh nyata

pada tingkat kesukaan panelis terhadap

bau kimpul siap tanak yang dihasilkan.

Ukuran sedang kimpul siap tanak semakin

disukai panelis. Hal ini mungkin karena

ukuran irisan kimpul yang masih berukuran

agak besar jadi tidak banyak senyawa yang

hilang pada saat proses pengolahan. Dari

Tabel 5 diketahui bahwa lama perebusan

berpengaruh nyata terhadap tingkat

kesukaan panelis pada bau kimpul siap

tanak. Secara umum, semakin lama

perebusan aroma kimpul siap tanak

semakin disukai panelis. Hal ini mungkin

disebabkan karena semakin lama

perebusan zat-zat yang terkandung dalam

bahan akan menguap.

b. Warna

Warna merupakan faktor yang

penting dalam menilai mutu bahan pangan.

Warna biasanya tampil lebih dahulu dalam

menilai mutu bahan pangan dan kadang

sangat menentukan sebelum faktor-faktor

yang lain seperti rasa, tekstur, dan nilai gizi.

Warna bahan makanan tergantung

kenampakan dan kemampuan bahan

pangan untuk memantulkan menyerap atau

meneruskan sinar tampak. Disamping itu

ada faktor-faktor lain misalnya sifat

fisiologis, tetapi sebelum faktor-faktor lain

dipertimbangkan, secara visual faktor warna

lebih dahulu dan kadang-kadang sangat

menentukan (Winarno, 1993)

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui

bahwa ukuran irisan berpengaruh nyata

pada tingkat kesukaan panelis terhadap

warna kimpul siap tanak berkalsium yang

dihasilkan. Semakin kecil ukuran irisan

warna kimpul siap tanak semakin berwarna

opak atau transparan, hal ini karena luas

permukaan bahan semakin besar jadi

semakin cepat terjadi gelatinisasi pati.

Sebaliknya semakin besar ukuran irisan

warna kimpul siap tanak berwarna putih, hal

ini karena luas permukaan bahan kecil

sehingga gelatinisasi lebih lambat.

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa

lama perebusan berpengaruh nyata

terhadap tingkat kesukaan panelis pada

warna kimpul siap tanak yang dihasilkan.

Secara umum, semakin lama perebusan

warna kimpul siap tanak semakin cerah. Hal

ini disebabkan karena terjadinya proses

pra-gelatinisasi sehingga menyebabkan

kimpul siap tanak berwarna cerah. Hasil ini

juga sama pada pengukuran warna kimpul

siap tanak menggunakan Lovibond

Tintometer yang ditunjukkan pada Tabel 4,

dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa semakin

lama perebusan, kecerahan (Brightness)

nilainya semakin tinggi yang menunjukkan

warna kimpul siap tanak lebih cerah.

c. Tekstur

Tekstur suatu produk pangan sangat

berhubungan dengan kenampakannya dan

juga dapat dievaluasi dengan gigitan

didalam mulut, dan juga sentuhan tangan

Page 31: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

27

(Mo William, 1997). Menurut Matz (1962)

tekstur produk tergantung pada

kekompakan partikel-partikel penyusunnya,

bentuk, kekukuhan, dan keseragaman

partikel-partikel penyusunnya. Berdasarkan

Tabel 5 dapat diketahui bahwa ukuran

irisan dan lama perebusan pada

pengolahan kimpul siap tanak tidak

berpengaruh nyata terhadap tekstur kimpul

siap tanak yang dihasilkan. Hal ini mungkin

karena secara visual, panelis menganggap

sama tekstur kimpul siap tanak yang

disajikan. Walaupun semakin besar ukuran

irisan dan semakin sebentar perebusan

tekstur kimpul siap tanak tidak disukai

panelis, tetapi seluruh sempel masih berada

dalam skala agak suka disukai.

d. Kesukaan keseluruhan

Kesukaan keseluruhan merupakan

penilaian yang didasarkan pada gabungan

penilaian terhadap bau, warna, tekstur dari

kimpul siap tanak yang dihasilkan.

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa

ukuran irisan dan lama perebusan

berpengaruh nyata terhadap kesukaan

keseluruhan kimpul siap tanak yang

dihasilkan. Semakin besar ukuran irisan dan

semakin lama perebusan dihasilkan kimpul

siap tanak yang semakin disukai panelis.

Hal ini mungkin karena kimpul siap tanak

yang dihasilkan memiliki warna yang cerah,

teksturnya tidak keras (rapuh) dan

aromanya masih khas umbi kimpul

sehingga disukai panelis.

Tingkat kesukaan nasi kimpul siap tanak

Pengujian tingkat kesukaan nasi kimpul

siap tanak dilakukan dengan menggunakan

parameter bau, warna, kelengketan, rasa

dan keseluruhan serta menggunakan skala

penilaian dengan angka 1 sampai 7,

dimana nilai 1 menunjukan sangat suka dan

nilai 7 menunjukan nilai sangat tidak suka.

Hasil uji kesukaan nasi kimpul siap tanak

disajikan pada Tabel 6.

a. Bau

Aroma dapat didefinisikan sebagai

sesuatu yang diamati dengan indera

pembau, untuk dapat menghasilkan bau

zat-zat harus dapat menguap, sedikit larut

dalam air dan lemak. Pengujian terhadap

bau atau aroma dianggap penting karena

cepat memberikan hasil penilaian terhadap

produk diterima atau ditidaknya produk

tersebut, selain itu juga dapat dipakai

sebagai indikator terjadinya kerusakan pada

produk.

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui

bahwa ukuran irisan dan lama perebusan

berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan

panelis terhadap bau nasi kimpul siap

tanak. Secara umum, semakin kecil ukuran

irisan dan semakin sebentar perebusan,

aromanya semakin disukai, tetapi tidak

beda nyata. Hal ini berarti perlakuan ukuran

irisan dan perebusan dengan waktu yang

beda tidak mempengaruhi nasi kimpul siap

tanak yang dihasilkan.

Page 32: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

28

Tabel 6. Tingkat kesukaan nasi kimpul siap tanak

* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukan tidak berbeda nyata.

* Nilai semakin kecil menunjukan semakin disukai.

b. Warna

Warna adalah parameter pertama yang

dinilai dalam uji kesukaan sebab konsumen

pertama kali melihat produk dari warnanya

sehingga warna dianggap kesan pertama

dalam penilaian. Proses pengeringan dalam

pengolahan kimpul siap tanak ternyata

berpengaruh terhadap perubahan warna

karena adanya proses pra-gelatinisasi.

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui

bahwa ukuran irisan dan lama perebusan

tidak berpengaruh nyata pada tingkat

kesukaan panelis terhadap warna nasi

kimpul siap tanak. Hal ini mungkin karena

secara visual, panelis menganggap sama

warna nasi kimpul siap tanak yang

disajikan. Walaupun semakin besar ukuran

irisan dan semakin sebentar perebusan,

warnanya semakin disukai panelis, tetapi

ukuran irisan dan lama perebusan tidak

mempengaruhi warna nasi kimpul siap

tanak yang dihasilkan. Jika dilihat dari Tabel

5 pada pengukuran warna menggunakan

lovibond tintometer, warna kimpul siap

tanak dengan perlakuan ukuran irisan dan

lama perebusan untuk pengukuran

parameter warna kuning menunjukkan

warna yang beda, hal ini ternyata tidak

mempengaruhi warna kimpul siap tanak

berkalsium secara inderawi yang dihasilkan.

c. Kelengketan

Pengukuran kelengketan didasarkan

gaya yang diperlukan untuk mengatasi gaya

tarik-menarik antara permukaan bahan

dengan permukaan lain yang bersentuhan

dengan bahan tersebut (gigi, langit-langit

mulut, lidah, pembungkus). Dari Tabel 6

dapat diketahui bahwa ukuran irisan dan

lama perebusan pada pengolahan kimpul

siap tanak berpengaruh nyata pada tingkat

kesukaan panelis terhadap kelengketan

nasi kimpul siap tanak yang dihasilkan.

Sampel Lama pemanasan

(menit)

Bau Warna Keleng- ketan

Rasa Keselu- ruhan

20 3,18bc 3,00 3,06 3,00 2,82

Ukuran irisan I ± 1

mm

Ukuran irisan II ± 2 mm

25 2,41a 2,53 2,88 3,00 2,71

Ukuran irisan

III ± 2,75 mm

20

30

3,24c

2,59ab

3,00

2,76

2,88

3,47

3,12

3,00

3,29

3,00

Page 33: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

29

Semakin kecil ukuran irisan dan lama

perebusan, kelengketan nasi kimpul siap

tanak semakin disukai. Hal ini disebabkan

karena suhu yang tinggi pada saat terjadi

gelatinisasi pati, granula pati akan

mengalami pembengkakan kemudian akan

membentuk struktur yang kompak.

Kelengketan atau kepulenan nasi

dipengaruhi oleh kandungan amilosa pada

bahan. Menurut Damarjati (1983)

kepulenan nasi memiliki kolerasi negatif

dengan kadar amilosa, nasi dengan

kepulenan rendah selalu memiliki kadar

amilosa tinggi.

d. Rasa

Parameter warna merupakan atribut

mutu yang didapat dari sensasi yang dapat

dirasakan didalam mulut. Rasa dipengaruhi

oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan

interaksi komponen rasa yang lain (Karel

dan Lund, 2003). Pada dasarnya indera

perasa manusia hanya dapat merasakan

empat dasar rasa yaitu manis, asin, pahit,

asam (deMan, 1999). Dari Tabel 6 dapat

diketahui bahwa ukuran irisan dan lama

perebusan pada pengolahan kimpul siap

tanak berpengaruh nyata pada tingkat

kesukaan panelis terhadap rasa nasi kimpul

siap tanak yang dihasilkan. Secara umum,

disebabkan karena pengecilan ukuran irisan

dan semakin lama perebusan

menyebabkan berkurangnya kandungan

kalsium oksalat sehingga rasa acrid pada

nasi kimpul siap tanak berkurang.

e. Keseluruhan

Dari sifat sensoris secara keseluruhan

dilakukan untuk mengetahui respon panelis

terhadap sifat nasi kimpul siap tanak secara

keseluruhan. Kesukaan keseluruhan

merupakan penilaian gabungan yang

didasarkan pada penilaian terhadap bau,

warna, kelengketan, dan rasa kimpul yang

dihasilkan. Dari Tabel 6 dapat diketahui

bahwa ukuran irisan dan lama perebusan

pada pengolahan kimpul siap tanak

berkalsium tidak berpengaruh nyata pada

tingkat kesukaan panelis terhadap

kesukaan keseluruhan nasi kimpul siap

tanak yang dihasilkan. Hal ini mungkin

karena nasi kimpul siap tanak masih berbau

khas kimpul, warna nasi kimpul siap tanak

yang cerah, nasi tidak terlalu lengket karena

kimpul siap tanak memiliki kadar amilosa

setara dengan kelompok beras beramilosa

rendah dan rasanya agak manis serta rasa

acrid pada nasi kimpul siap tanak

berkurang.

Kadar pati, amilosa dan kalsium kimpul siap tanak berkalsium

a. Kadar pati

Pati merupakan zat hidrat arang yang

tersusun dari unit-unit glukosa. Kandungan

terbesar dari butir beras adalah pati.

Dimana pati tersusun oleh 2 komponen

utama yaitu amilosa dan amilopektin. Rasio

perbandingan jumlah amilosa dan

amilopektin dalam beras menentukan

tingkat kepulenan nasi yang dihasilkan.

Hasil analisis kadar pati, kadar amilosa dan

kadar kalsium kimpul siap tanak berkalsium

adalah kadar pati pada kimpul siap tanak

Page 34: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

30

yang disukai panelis yaitu 67,64 (% wb)

atau 182,81 (% db), hasil ini lebih tinggi

dibandingkan dengan kadar pati umbi

kimpul yaitu sebesar 25,50 (% wb) atau

68,91 (% db). Perbedaan ini disebabkan

karena adanya proses gelatinisasi pada

proses perebusan, suhu dan waktu yang

digunakan pada perebusan menyebabkan

pati tergelatinisasi menjadi lebih lengkap.

Suhu yang digunakan yaitu 90 0C.

Kadar amilosa memiliki hubungan erat

terhadap tekstur nasi. Beras berkadar

amilosa sedang menghasilkan nasi yang

lunak, sedangkan beras berkadar amilosa

tinggi menghasilkan nasi yang pera dan

tidak lengket (Juliano 1979). Kadar amilosa

beras dikelompokkan menjadi 3 yaitu

kelompok amilosa rendah (<10-<20%),

sedang (20-25%) dan tinggi (>25%) (Juliano

1972). Kadar amilosa kimpul siap tanak

sebesar 13,10 % wb atau 34,96 % db.

Kadar amilosa dalam penelitian ini hampir

sama yang disampaikan oleh Louis, dkk

(2008) kandungan amilosa kimpul

(Xanthosoma sagittifolium) sebesar 33.30

%.

Kadar amilosa kimpul siap tanak

berkalsium setara dengan kelompok beras

beramilosa rendah, semakin tinggi kadar

amilosa yang terkandung dalam bahan

menyebabkan nasi akan semakin keras

karena nasi yang dihasilkan dalam

penanakan akan mengalami

pengembangan volume yang besar dan

nasi tidak mudah pecah serta bila

didinginkan nasi akan mengeras.

b. Kadar kalsium

Kadar kalsium pada kimpul siap tanak

berkalsium antara 90 – 130 mg/100g

bahan. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan

dengan umbi kimpul yaitu sebesar 28,53 mg

Ca/100gr bahan. Artinya bahwa fortifikasi

pada kimpul mampu meningkatnkan kadar

Ca dalam kimpul sipa tanak berkalsium.

Hasil diharapkan dapat meningkatkan

asupan kalsium pengkonsumsi apabila

digunakan sebagai pangan alternatif

pengganti beras.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan, secara umum dapat disimpulkan

bahwa pengolahan umbi menjadi kimpul

siap tanak berkalsium dapat menghasilkan

pangan alternatif yang disukai. Secara

khusus kesimpulannya adalah :

1. Semakin besar ukuran irisan, tekstur

kimpul siap tanak berkalsium semakin

keras. Tekstur yang paling disukai

adalah yang diolah dengan ukuran irisan

I dan 2 dengan lama pemanasan 20 dan

25 menit.

2. Warna kimpul siap tanak berkalsium

tidak menunjukkan perbedaan yang

nyata pada variasi ukuran irisan dan

lama pemanasan. Warna kimpul

berkalsium cerah dan disukai panelis.

3. Kimpul siap tanak dengan ukuran irisan

II ± 2,00 mm dan lama perebusan 20

menit dan ukuran I denganlama

perebusan 20 menit menghasilkan

Page 35: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

31

kimpul siap tanak berkalsium yang

disukai.

DAFTAR PUSTAKA

Anggarwulan, E., Solichatun, W.

Mudyantini. 2008. Karakter

Fisiologi Kimpul (Xanthosoma

sagittifolium (L) Schott) Pada

Variasi Naungan dan Ketersediaan

Air. Biodiversitas. Volume 9. 4 :

264-268.

Anonim. 2004. Osteoporosis Keropos

Tulang yang makin Populer. IDI

Online.Org.

file://A:\Osteoporosis%20I.htm.

Anonim. 2005. 1 Dari 3 Wanita dan 1 Dari 3

Pria Memiliki Kecenderungan

Menderita Osteoporosis.

http://www.depkes.go.id/index.

Anonim. 2006. Menkes Canangkan Bulan

Osteoporosis. Gizi.net. Nutrition

Network.

File://Bulan%20Osteoporosis.htm.

Anonim, 2009a. Angka Tetap (ATAP)

Produksi Padi Tahun 2008.

www.bps.go.id. Diakses 4 April

2010.

Anonim. 2009b. Indonesia Impor Beras.

www.matanews.com. Diakses 4

April 2010.

Anonim. 2010. Umbi-umbian

(Talas).www.deptan.go/ditjentan/a

dmin/rb/ talas.pdf

AOAC. 1990. Officials Methods of Analysis

Association Official Agricultural

Chemistry. Washington D.C.

Brody, T. 1994. Nutritional Biochemistry.

Academic Press. San Diego.

New York.

Bauernfeind J.C. and P.A. Lachance. 1991.

Nutrient Additions to Food :

Nutritional, Technological and

Regulatory Aspect. Food and

Nutrition Press, Inc. Trumbull,

Connecticut, USA.

deMan, J.M., 1999. Principles of Food

Chemistry. Aspen Publisher, Inc.,

Gaithersburg, Maryland.

Eledah, J.I. 2005. Calcium Chloride-

Fortified Beverage : Threshold,

Consumer Acceptability and

Calcium Bioavailability. A thesis

submitted to the Graduate Faculty

of North Carolina State University,

Deparment of Food Science,

Raleigh.

Elevina, E.P.S., 2000. Determination of the

correlation between amylase and

phosphorus content and

gelatinization profile of starches

and flours obtained from edible

tropical tubers using Differential

Page 36: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

32

Scanning Calorimetry and Atomic

Absorption Spectroscopy. The

Graduate College University of

Wisconsin-Stout Menomonie. WI

54751.

Fennema, O.R. 1996. Principles of Food

Science. Marcell Dekker Inc. New

York.

Fujita,T., M. Fukase, H. Miyamoto, T.

Matsumoto and T. Ohue. 1990.

Increase of Bone Mineral Density

by Calcium Supplement with

Oyster Shell Electrolysate. Bone

Mineral.11 : 85-91.

Gacula, M.C. dan J. Singh, 1984. Statistical

Methods in Food and Consumer

Research. Academic Press, Inc.

Orlando. San Diego. New York.

London.

Haines, C.J., T.K.H. Chung, P.C. Leung,

S.Y.C. Hsu and

D.H.Y.Leung.1995. Calcium

Supplementation and Bone

Mineral Density in

Postmenopausal Women Using

Estrogen Replacement Therapy.

Bone. Volume 16. 5 : 529-531.

Hettiarachchy, N.S., R. Gnanasambandam

dan M.H. Lee. 1996. Calcium

Fortification of Rice : Distribution

and Retention. J. Food Science. 1.

61 : 195-197.

Iwuoha, C.I. and F.A. Kalu. 1995. Calcium

Oxalate and Physico-Chemical

Properties of Cocoyam (Colocasia

esculenta and Xanthosoma

sagittifolium) Tuber Flours as

Affected by Processing. Food

Chemistry. 54 : 61-66.

Juliano, B.O. 1971. A Simplified Assay for

Milled Rice Amylose. Cereal

Science Today. 16: 334 – 340.

Kadan, R.S., Robinson, M.G., Thibodeaux,

D.P., Pepperman Jr., A.B., 2001.

Texture and other physicochemical

properties of whole rice bread.

Journal of Food Science 66, 940–

944.

Kartono,D dan M. Soekarti. 2004. Angka

Kecukupan Gizi Mineral : Kalsium,

fosfor, magnesium, Besi, Yodium,

Seng, Selenium, mangan dan

Flour. Widya Karya Nasional

Pangan dan Gizi VIII. LIPI.

Jakarta.

Krammer, A.A. and B.A. Twigg. 1970.

Fundamental of Quality Control for

the Food Industry. The AVI

Publishing Company, Inc.

Westport, Connecticut.

Lee, M.H., Hettiarachchy, N.S., R.

Gnanasambandam, and R.W.

McNew. 1995. Physicochemical

Page 37: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

33

Properties of Calcium-Fortified

Rice. Cereal Chem. 72 : 352-355.

Martin, B.R., C.M. Weaver, R.P. Heaney,

P.T. Packard and D.L. Smith.

2002. Calcium Absorption from

Three Salt and Ca SO4-Fortified

Bread in Premenopausal Women.

J. Agric. Food Chem. -. 50 : 3874-

3876.

Matz, S.A., 1962. Food Tekstur. The A VI

Publishing Comapany, Inc. West

Port, Connectitut.

McCarthy, J.T. and R. Kumar. 2004.

Divalent Cation Metabolism :

Calcium. www.kidneyatlas.org.

Mo William, M., 1997. Food Experimental

Prespective. Prentie-Hall, Inc. New

Jersey, U.S.A.

Nwokocha,L.M., N.A. Aviara, C. Senan and

P.A. William. 2009. A Comparative

Study of Some Properties of

Cassava (Manihot esculenta,

Crantz) and Cocoyam (Colocasia

esculenta, Linn) Starches.

Carbohydrate Polymers. 76 : 362-

367.

Octavianti, S dan M. Solikhah. 2009.

Pemenuhan Ketahanan Pangan

Melalui Pengembangan Pati

Termodifikasi dan Berkonsentrat

Protein Secara Enzimatis Berbasis

Umbi-umbian Lokal. FKIP. UNS.

Surakarta.

Sefa-Dedeh,S., E.K. Agyir-Sackey. 2004.

Chemical Composition and the

Effect of Processing on Oxalate

Content of Cocoyam Xanthosoma

sagittifolium and Colocasia

esculenta Cormes. Food

Chemistry. 85 : 479-487.

Sirkorski, Z.E.J., Pokorny dan S.

Damodaran, 2007. Fenema’s Food

Chemistry 4th Edition : Physical and

Chemycal Interactin of Component

In Food System. CRC Press. Boca

Raton. London. New York.

Smith, T. 1995. Complete Family Health

Encyclopedia. Dorling Kindersley,

London. New York, Stuttgard,

Moscow.

Suitor, C.J. dan M.F. Crowley, 1984.

Nutrition Principles and Application

in Health Promotion. J.B.

Lippincott Company. Philadelphia.

Suyitno dan Ch. Wariyah. 2004. Metode

Pengolahan Beras Siap Tanak

Berkalsium Tinggi untuk Nasi

Putih, Nasi Gurih dan Nasi Kuning.

Program Oleh paten. Kementerian

Riset dan Teknologi Republik

Indonesia. Dalam proses

pendaftaran ke Departemen

Kehakiman Republik Indonesia.

Page 38: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

34

Suyitno dan Ch. Wariyah, 2005. Optimasi

Pengeringan Beras Siap Tanak.

Laporan Penelitian. Pusat Studi

Pangan dan Gizi. UGM.

Yogyakarta.

Walker, A.F. and B.A. Rolls. 1992. Nutrition

and The Consumer : Issues in

Nutrition and Toxicology 1.

Elsevier Applied Science, London

and New York.

Wariyah, Ch., C. Anwar, M. Astuti dan

Supriyadi. 2008a. Calcium

Absorption Kinetic on Indonesian

Rice. Indonesian Journal of

Chemistry. 8 : 252-257.

Wariyah, Ch., C. Anwar, M. Astuti dan

Supriyadi. 2008b. Sifat Fisik dan

Akseptabilitas Beras Berkalsium.

Agritech, 28:34-42.

Wariyah, Ch. 2009. Bioavailabilitas Kalsium

dalam Beras Berkalsium. Laporan

Penelitian. Universitas Mercu

Buana. Yogyakarta.

Watson, C.A. 1996. Official and

Standardized Methods of Analysis,

3rd edn. The Royal Society of

Chemistry, Thomas Graham House,

Science Park, Cambridge.

Widowati. S. 2010. Karakteristik Beras

Instan Fungsional dan Peranannya

dalam Menghambat Kerusakan

Pankreas. www.bulog.go.id. Diakses

4 April 2010.

William,P.A., N.A. Aviara, L.M. Nowkocha,

C. Senan. 2008. A Comparative

Study of Some Properties of

Cassava (Manihot esculenta,

Crantz) and Cocoyam (Colocasia

esculenta, Linn) Starches. Material

Science Research Centre. Centre

for Water Soluble Polymer.

http://epubs.glyndwr.ac.uk/ewsp/1.

diakses 25 Januari 2010.

Winarno, F.G., 1983. Kimia Pangan Dan

Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.

Yu, S., Ma, Y., Liu, T., Menager, L., Sun,

D.W., 2010. Impact of cooling rates

on the staling behavior of cooked

rice during storage. Journal of

Food Engineering 96, 416–420.

Page 39: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

35

RESPON MACAM PUPUK DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI DALAM S R I

(SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)

Bambang Sriwijaya Anggit Bimanyu

Program Studi Agroteknologi, Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl.

Wates Km 10 Yogyakarta 55753 e-mail: [email protected]

ABSTRACT

Research of Response of Kinds Fertilizer and Varieties of Rice Growth and Yield In System of Rice Intensification aims to find response range of fertilizers and the varieties of the growth and yield of rice in System of Rice Intensification. Research has been carried out in the villages of Margokaton, Seyegan, Sleman Regency in November 2009 until March 2010. The height of a place of 300 meters above sea level with a type of soil regosol. Research is 3 X 3 factorial experiment that compiled using Randomized Completele Block Design with three replicates. The first factor of fertilizer that organic fertilizers, inorganic fertilizers, organic fertilizers and combination with inorganic fertilizers. The second factor is the local varieties of rice varieties (Rojolele) and hybrid varieties (Ceherang and IR-64). The result showed that the treatment combination of organic fertilizer with inorganic fertilizers provide growth and better yield compared to the treatment of organic fertilizer and inorganic fertilizers. Varieties rojolele give quantity and quality results better than varieties IR 64 and Ciherang

Keywords: SRI (System of Rice Intensification), Variety, Fertilizer

PENDAHULUAN

Beras di Indonesia merupakan salah

satu bahan pangan pokok. Permintaan

terhadap beras sebagai makanan utama

sebagian besar penduduk Indonesia

mengalami peningkatan sebesar 2,23% per

tahun, dan proyeksi permintaan beras pada

tahun 2010 sekitar 41,50 juta ton (Swastika

et al., 2000). Selanjutnya dikatakan bahwa

defisit beras akan meningkat sekitar 13,50%

per tahun (12,78 juta ton pada tahun 2010)

apabila tidak dilakukan peningkatan

produktivitas dan perluasan areal panen.

Kebutuhan pangan berupa beras di

Indonesia dalam satu tahun sebanyak

34.000.000 ton. Untuk memenuhi

kebutuhan beras tersebut diperlukan suatu

panen padi yang sempurna, tanpa ada

kegagalan–kegagalan. Pada kondisi normal

untuk memenuhi kebutuhan pangan di

Indonesia memerlukan import beras

sebanyak tidak kurang dari 2.000.000 ton

per tahun (Kusbiantoro, 2003).

Berbagai kalangan di tingkat

nasional, regional maupun internasional

memandang bahwa isu tentang kelangkaan

Page 40: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

36

dan krisis pangan (food crisis) serta

perubahan iklim global (global climate

changes) merupakan salah satu inti

persoalan di bidang pertanian dan sumber

daya yang perlu mendapatkan perhatian

dengan sangat serius. Dampak pemanasan

global serta praktek produksi pertanian

yang eksploitatif sangat mengancam

produksi dan ketersediaan pangan.

Lembaga internasional termasuk badan

pangan dunia serta pembuat kebijakan

pertanian nasional telah mengusulkan

berbagai strategi dalam rangka mengatasi

persoalan pangan dan lingkungan yang

semakin rumit (Subejo, 2009).

Menteri Pertanian (1998)

menyatakan bahwa peluang peningkatan

produktivitas padi masih memungkinkan,

karena hingga saat ini rata–rata

produktivitas yang dicapai di tingkat petani

masih di bawah potensi hasil atau hasil

penelitian. Adanya kesenjangan hasil

tersebut mengindikasikan bahwa

penerapan teknologi di tingkat petani masih

belum optimal sesuai anjuran.

Herre & White (1997) menyatakan

bahwa peningkatan produksi padi dapat

dilakukan melalui perbaikan di bidang

nutrisi tanaman, yaitu melalui pemupukan.

Pemupukan senantiasa dilakukan dan

menjadikan pupuk sebagai sarana vital

untuk peningkatan hasil padi.

Pemakaian pupuk anorganik

secara intensif dan penggunaan bahan

organik yang terabaikan untuk mengejar

hasil yang tinggi, menyebabkan bahan

organik tanah menurun.

Selain itu tidak semua jenis padi

cocok untuk dibudidayakan secara organik.

Padi hibrida kurang cocok ditanam secara

organik karena diperoleh melalui proses

pemuliaan di laboratorium. Walaupun

merupakan varietas unggul tahan hama dan

penyakit tertentu, tetapi umumnya padi

hibrida hanya dapat tumbuh dan

berproduksi optimal bila disertai dengan

aplikasi pupuk kimia dalam jumlah yang

banyak (Andoko, 2008).

Varietas padi yang cocok ditanam

secara organik hanyalah jenis atau varietas

lokal; antara lain Rojolele, Menthik, Pandan,

dan Lestari. Agar produksi optimal jenis

padi ini tidak menuntut penggunaan pupuk

kimia.

Tanaman padi sebenarnya

mempunyai potensi yang besar untuk

meberikan hasil yang tinggi. Ini hanya dapat

dicapai bila tanaman dengan kondisi yang

baik untuk pertumbuhannya. Hal ini dapat

dilakukan melalui proses pengelolaan air,

tanah, dan tanaman. System of Rice

Intensification (SRI) adalah suatu cara

budidaya tanaman padi yang intensif dan

efisien dengan proses manajemen sistem

perakaran yang berbasis pada pengelolaan

air, tanah, dan tanaman. Dalam SRI

tanaman diperlakukan sebagai organisme

hidup sebagaimana mestinya, tidak

diperlakukan seperti mesin yang dapat

dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam

Page 41: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

37

tanaman dikembangkan dengan cara

memberikan kondisi yang sesuai untuk

pertumbuhannya (Sutaryat, 2008).

Berdasarkan teknik SRI tanaman

padi tidak dianggap sebagai tanaman air,

tetapi dalam pertumbuhannya

membutuhkan air. Oleh karena itu tanaman

padi ditanam pada kondisi tanah yang tidak

tergenang dengan tujuan menyediakan

oksigen lebih banyak di dalam tanah yang

kemudian dimanfaatkan oleh akar. Pada

kondisi tidak tergenang maka akar akan

tumbuh lebih subur dan besar, dapat

menyerap nutrisi lebih banyak sehingga

mendorong tumbuhnya tunas yang optimal.

Metode ini menggunakan benih

dan input yang lebih sedikit dibandingkan

metode tradisional (misalnya air) atau

metode yang lebih modern (pemakaian

pupuk dan asupan kimiawi) (Las et al.,

1999).

Budidaya model SRI merupakan

sistem produksi pertanian yang holistik dan

terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan

produktivitas agroekosistem secara alami,

sehingga mampu menghasilkan pangan

yang cukup berkualitas dan berkelanjutan.

Sehubungan dengan hal itu model

pertanian SRI ini dapat dijadikan salah satu

pilihan model untuk dibangun dan

dikembangkan, karena penggunaan air

yang hemat merupakan salah satu langkah

dalam mengantisipasi krisis air.

Menanam padi dengan cara SRI

dapat meningkatkan produktivitas secara

nyata. Uji coba petani di beberapa daerah

misalnya di Ciamis, Garut, dan Tasik

memberikan hasil berturut–turut mulai dari

9,4 ton/ha, 11 ton/ha, dan 11,2 ton/ha;

bahkan terakhir ada yang mencapai 12,5

ton/ha. Demikian juga ujicoba pemula di

Cianjur, Bekasi, Sukabumi, dan Bandung

selalu di atas 8 ton/ha; meskipun dalam

penerapannya masih jauh dari sempurna.

Cara SRI juga meningkatkan kualitas bulir

padi yang dihasilkan. Produk beras rasanya

lebih pulen dan lebih tahan untuk disimpan

(Sutaryat, 2008).

Dalam mengelola usaha pertanian

setiap petani berusaha agar hasil yang

diperoleh maksimum. Untuk itu petani

diharapkan mampu melakukan inovasi baru,

yaitu memadukan sistem budidaya SRI

dengan pemakaian pupuk organik dan

anorganik.

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh jenis pupuk organik

dan anorganik serta campuran keduanya

terhadap pertumbuhan dan hasil padi

varietas Ciherang, IR–64, dan Rojolele

dalam System of Rice Intensification (SRI).

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Dusun

Susukan, Desa Margokaton, Kecamatan

Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah

Istimewa Yogyakarta pada bulan November

2009 sampai dengan Juni 2010. Tempat

penelitian terletak pada ketinggian 300 m di

Page 42: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

38

atas permukaan laut, dengan jenis tanah

Regosol.

Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini meliputi benih padi yang terdiri

atas 3 varietas (Ciherang, IR-64 dan

Rojolele), pupuk organik (pupuk kandang

sapi), pupuk anorganik (Urea, SP-36, KCl).

Alat yang digunakan dalam

penelitian ini antara lain timbangan,

sprayer, penggaris, role meter, oven.

Penelitian merupakan percobaan

faktorial 3 X 3, yaitu faktor pertama jenis

pupuk yang terdiri atas 3 aras, yaitu (P1)

Pupuk organik, (P2) Pupuk anorganik, (P3)

Pupuk organik dan anorganik. Faktor kedua

macam varietas padi yang terdiri atas 3

aras, yaitu (V1) Varietas Ciherang, (V2)

Varietas IR-64, dan (V3) Varietas Rojolele.

Dari kedua faktor tersebut menghasilkan

9 kombinasi perlakuan, yaitu:

P1V1 P1V2 P1V3

P2V1 P2V2 P2V3

P3V1 P3V2 P3V3

Percobaan disusun dalam

Rancangan Acak Kelompok Lengkap

dengan 3 ulangan, sehingga terdapat 27

petak perlakuan.

Pelaksanaan Penelitian

1. Pembibitan

a. Persiapan benih

Gabah calon benih padi diseleksi

dengan direndam air garam.

Kepekatan air garam diukur

dengan memasukkan telur itik

mentah ke dalam air garam.

Garam yang digunakan garam

grosok (kasar). Berat telur itik

segar 62,5 gram. Garam 650

gram dilarutkan ke dalam air 4

liter. Gabah calon benih

dimasukkan ke dalam air garam,

gabah yang tenggelam dipakai

untuk benih sedangkan yang

terapung tidak digunakan. Benih

hasil seleksi di cuci kemudian

direndam air bersih selama 48

jam. Setelah 48 jam benih

diangkat dan dicuci dengan air

bersih, kemudian

dikeringanginkan selama 24 jam

(Fakultas Teknologi Pertanian

UGM, 2009).

b. Persemaian

Benih ditanam pada besek.

Kebutuhan benih untuk satu

besek ukuran 15 X 15 cm

sebanyak kurang lebih 5 gram.

Tanah sebagai media tumbuh

dicampur dengan pupuk organik

perbandingan 1 : 1. Besek

dilapisi daun pada dasarnya

setinggi kurang lebih setengah

besek. Tanah yang telah

dicampur dengan pupuk organik

dimasukkan ke dalam besek,

selanjutnya ditaburkan benih ke

Page 43: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

39

dalam media persemaian dan

ditutup dengan abu dan jerami.

Benih yang disebar tidak boleh

tumpang tindih. Penyiraman

dilakukan 2 kali sehari. Pada

umur 5 hari jerami diangkat,

karena benih sudah mulai

tumbuh. Bibit siap tanam pada

umur14 hari.

2. Persiapan Lahan

Persiapan lahan dimulai dengan

membersihkan sisa–sisa tanaman,

selanjutnya tanah diolah. Lahan

dibuat petakan–petakan dengan

ukuran 3 m X 3 m sebanyak 27

petak, dan sekeliling petak penelitian

dibuat saluran irigasi untuk keluar

dan masuknya air. Saluran air

masuk dan keluar dibuat sendiri–

sendiri untuk setiap petaknya,

sehingga air tidak masuk ke dalam

petak–petak yang lain,

Pengolahan tanah ini dibagi menjadi

tiga tahap:

Tahap I. Pembalikan tanah

dilakukan pada 20 hari sebelum

tanam dengan mencangkul. Hal ini

untuk mendapatkan kedalaman

tanah sesuai dengan kebutuhan

tanaman.

Tahap II. Dilakukan pada 15 hari

sebelum tanam dengan

mencangkul. Pada tahap ini

sekaligus dilakukan pemberian

pupuk kandang. Pupuk kandang

ditabur dan dibenamkan ke dalam

tanah dengan kondisi air macak–

macak. Ini dilakukan pada petak

penelitian yang menggunakan pupuk

organik dan campuran pupuk

organik dengan anorganik.

Tahap III. Penghalusan dan

perataan tanah dilakukan pada tiga

hari sebelum tanam dengan kondisi

air macak–macak.

3. Penanaman

Bibit padi ditanam pada umur 14 hari

setelah semai, sekam dibiarkan

menempel dengan akar tunas. Pada

sekam masih tersedia makanan

sebagai sumber energi yang

penting bagi bibit muda. Jumlah

bibit per lubang hanya satu. Bibit

harus di tanam secepat mungkin,

sekitar setengah jam dari media

persemaian. Benih ditanam dangkal

dengan perakaran horizontal seperti

huruf L. Jika akar tertekuk ke atas,

benih memerlukan energi besar

dalam pertumbuhan kembali, dan

akar baru akan tumbuh dari

ujungnya. Benih ditanam dengan

jarak tanam 22 cm X 22 cm.

4. Pemeliharaan

a. Penyiangan

Pembersihan gulma dilakukan

dengan tangan dan

menggunakan alat sederhana.

Penyiangan pertama pada umur

tanaman 15 Hari Setelah Tanam

Page 44: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

40

(HST), penyiangan kedua 25

HST, penyiangan ketiga 35 HST,

penyiangan keempat 45 HST

dan penyiangan yang terakhir 65

HST.

b. Pemupukan

1) Perlakuan pupuk organik.

Pupuk diberikan bersamaan

dengan pengolahan tanah

kedua, yaitu 15 hari sebelum

tanam dengan dosis 10 ton/ha

(9 kg/9 m2). Cara

pemberiannya dengan disebar

merata ke seluruh permukaan

tanah. Setelah disebarkan

pupuk dibiarkan selama empat

hari. Selanjutnya tanah di

cangkul sehingga pupuk

tersebut dapat menyatu

dengan tanah.

2) Perlakuan pupuk anorganik.

Pupuk anorganik diberikan

sebanyak 2 kali, masing–

masing setelah penyiangan

pertama (ketika tanaman padi

berumur 3 minggu) dan

penyiangan ketiga (ketika

tanaman padi berumur 7

minggu) dengan cara disebar.

Dosis pemupukan: Urea 250

kg/ha (0,225 kg/9 m2), SP-36

100 kg/ha (0,09 kg/9 m2), dan

KCl 50 kg/ha (0,045 kg/9 m2).

3) Perlakuan pupuk organik dan

pupuk anorganik. Pupuk

organik digunakan sebagai

pupuk dasar yang diberikan 15

hari sebelum tanam. Cara

pemberiannya dengan cara

disebar keseluruh permukaan

tanah dengan dosis 10 ton/ha

(9 kg/9 m2). Untuk selanjutnya

setelah masa tanam

pemupukan menggunakan

pupuk anorganik dengan dosis

Urea 250 kg/ha (0,225 kg/9

m2), SP-36 100 kg/ha (0,09

kg/9 m2), dan KCl 50 kg/ha

(0,045 kg/9 m2). Pemberian

pupuk ini dilakukan sebanyak

2 kali masing– masing setelah

penyiangan pertama (ketika

tanaman padi berumur 3

minggu) dan penyiangan

ketiga (ketika tanaman padi

berumur 7 minggu) dengan

cara disebar.

c. Pengairan atau irigasi

Waktu pengolahan tanah

keadaan air macak–macak, ini

adalah cara SRI dalam

penggunaan sedikit air. Umur

padi 1 sampai 8 HST keadaan

tanah lembab (tidak digenang),

umur 9 HST digenang 3 cm

untuk memudahkan penyiangan

I, setelah itu tanah dibiarkan

lembab sampai umur 18 HST.

Pada umur 19 HST tanaman

digenangi untuk penyiangan II,

selanjutnya pengeringan

kembali. Demikian selanjutnya

dengan interval waktu yang

Page 45: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

41

sama sampai tanaman

berbunga. Pada saat tanaman

berbunga digenang kembali

setinggi 3 cm sampai pada

masak susu, lalu dikeringkan

kembali sampai menjelang

panen.

5. Pemungutan hasil panen

Pemungutan hasil dilakukan setelah

gabah masak yang ditandai dengan

bulir padi menguning. Pemanenan

dilakukan setelah tanaman berumur

kurang lebih 110 HST atau sesuai

umur masing – masing varietas padi.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan untuk

memperoleh data-data sebagai

berikut:

1. Variabel pertumbuhan meliputi tinggi

tanaman, jumlah anakan total, saat

berbunga, bobot kering tanaman per

rumpun. Pengamatan dilakukan

mulai umur 2 minggu sampai

dengan 6 minggu setelah tanam

untuk variabel tinggi tanaman dan

jumlah anakan total, sedangkan

berat kering tanaman ditimbang

pada saat berbunga. Saat berbunga

diamati dengan menghitung jumlah

hari mulai tanam sampai dengan

tercapainya 50% populasi tiap unit

percobaan berbunga.

2. Variabel hasil meliputi panjang

malai, jumlah gabah isi per malai,

bobot 1000 biji pada kadar air 16 %,

bobot gabah kering isi per rumpun,

bobot gabah segar per petak.

Pengamatan dilakukan setelah

tanaman dipanen.

Analisis Data

Data dianalisis dengan sidik ragam

pada jenjang nyata 5 %. Apabila terdapat

beda nyata dilanjutkan dengan Duncan’s

Multiple Range Test (DMRT) pada jenjang

nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil 1. Tinggi tanaman

Hasil analisis tinggi tanaman

minggu ke 2, 4, dan 6 tidak ada beda nyata

dan tidak terjadi interaksi antara perlakuan

jenis pupuk dan macam varietas. Purata

tinggi tanaman minggu ke 2, 4, dan 6

setelah tanam disajikan pada Tabel 1 dan

Tabel 2.

Page 46: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

42

Tabel 1. Purata tinggi tanaman (cm) minggu ke 2, 4, 6 setelah tanam pada perlakuan jenis

pupuk

Tinggi Tanaman Minggu ke Pupuk

2 4 6

Organik 27,29 p 56,51 p 72,00 p

Anorganik 29,21 p 55,66 p 75,98 p

Organik&anorganik 27,98 p 56,79 p 75,33 p

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji F pada taraf 5%.

Tabel 2. Purata tinggi tanaman (cm) minggu ke 2, 4, 6 setelah tanam pada perlakuan macam

varietas

Tinggi Tanaman Minggu ke Pupuk

2 4 6

Ciherang 28,36 a 56,70 a 74,68 a

IR-64 28,26 a 56,38 a 72,84 a

Rojolele 27,85 a 55,88 a 75,78 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji F pada taraf 5%.

2. Jumlah anakan

Hasil analisis jumlah anakan minggu

ke 2, 4, 6 tidak ada beda nyata dan tidak

terjadi interaksi antara perlakuan jenis

pupuk dan macam varietas. Purata jumlah

anakan minggu ke 2, 4, 6 setelah tanam

disajikan pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Purata jumlah anakan (batang) minggu ke 2, 4, 6 setelah tanam pada perlakuan jenis

pupuk

Tinggi Tanaman Minggu ke Pupuk

2 4 6

Organik 4,48 p 21,07 p 29,85 p

Anorganik 5,41 p 23,00 p 30,63 p

Organik&anorganik 5,00 p 23,07 p 31,22 p

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji F pada taraf 5%.

Page 47: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

43

Tabel 4. Purata jumlah anakan (batang) minggu ke 2, 4, 6 setelah tanam pada perlakuan

macam varietas

Tinggi Tanaman Minggu ke Pupuk

2 4 6

Ciherang 5,26 a 22,44 a 28,48 a

IR-64 5,07 a 23,44 a 33,19 a

Rojolele 4,56 a 21,26 a 30,04 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji F pada taraf 5%.

3. Saat berbunga

Hasil analisis saat berbunga ada

beda nyata. Perlakuan jenis pupuk dan

macam varietas terjadi interaksi. Hasil

Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) saat

berbunga disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Purata saat berbunga (hari)

Varietas Pupuk

Ciherang IR-64 Rojolele Rata-rata

Organik 69,67 de 56,33 f 77,33 a 67,78

Anorganik 69,33 e 55,67 f 76,00 b 67,00

Organik&anorganik 70,33 d 56,33 f 74,67 c 67,11

Rata-rata 69,78 56,11 76,00

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut DMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa

saat berbunga tanaman padi varietas IR –

64 pada berbagai perlakuan pupuk lebih

cepat dari varietas Ciherang maupun

varietas Rojolele. Sedangkan varietas

Ciherang lebih cepat dari varietas Rojolele.

Varietas IR – 64 dengan berbagai macam

pupuk tidak beda nyata.

4. Bobot kering tanaman per rumpun

Hasil analisis bobot kering

tanaman per rumpun ada beda nyata dan

tidak terjadi interaksi antara perlakuan jenis

pupuk dan macam varietas. Hasil DMRT

bobot kering tanaman per rumpun disajikan

pada Tabel 6.

Page 48: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

44

Tabel 6. Purata bobot kering tanaman per rumpun (g)

Varietas Pupuk

Ciherang IR-64 Rojolele Rata-rata

Organik 47,83 60,55 42,03 50,14 q

Anorganik 42,75 36,72 62,29 47,25 q

Organik&anorganik 84,79 56,57 89,25 76,87 p

Rata-rata 58,46 a 51,28 a 64,52 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut DMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 6 menunjukkan

bahwa perlakuan pemberian pupuk

kombinasi organik dan anorganik untuk

bobot kering tanaman lebih baik

dibandingkan perlakuan pemberian pupuk

organik maupun pupuk anorganik.

5. Panjang malai

Hasil analisis panjang malai tidak

ada beda nyata dan tidak terjadi interaksi

antara perlakuan jenis pupuk dan macam

varietas. Purata panjang malai disajikan

pada Tabel 7.

Tabel 7. Purata panjang malai (cm)

Varietas Pupuk

Ciherang IR-64 Rojolele Rata-rata

Organik 56,79 56,39 58,03 57,07 p

Anorganik 64,18 61,64 59,90 61,91 p

Organik&anorganik 66,15 69,19 66,63 67,32 p

Rata-rata 62,37 a 62,40 a 61,52 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji F pada taraf 5%.

6. Jumlah gabah isi per malai

Hasil analisis jumlah gabah isi per

malai tidak ada beda nyata dan perlakuan

jenis pupuk dan macam varietas tidak

terjadi interaksi. Purata jumlah gabah isi per

malai disajikan pada Tabel 8.

Page 49: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

45

7. Bobot 1000 biji padi

Hasil analisis bobot 1000 biji padi

ada beda nyata dan tidak terjadi interaksi

antara perlakuan jenis pupuk dan macam

varietas. Hasil DMRT bobot 1000 biji padi

disajikan pada Tabel 9.

Tabel 8. Purata jumlah gabah isi per malai (biji)

Varietas Pupuk

Ciherang IR-64 Rojolele Rata-rata

Organik 76,50 69,95 65,96 70,80 p

Anorganik 83,37 87,18 87,54 86,03 p

Organik&anorganik 93,20 98,68 103,14 98,34 p

Rata-rata 84,36 a 85,27 a 85,55 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji F pada taraf 5%.

Tabel 9. Purata bobot 1000 biji (g)

Varietas Pupuk

Ciherang IR-64 Rojolele Rata-rata

Organik 27,67 27,13 25,55 26,79 p

Anorganik 28,22 27,63 25,58 27,15 p

Organik&anorganik 28,05 28,37 26,19 27,54 p

Rata-rata 27,98 a 27,72 a 25,78 b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut DMRT pada taraf 5%.

Hasil analisis bobot 1000 biji padi

ada beda nyata dan tidak terjadi interaksi

antara perlakuan jenis pupuk dan macam

varietas. Hasil DMRT bobot 1000 biji padi

disajikan pada Tabel 9.

Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa

bobot 1000 biji padi varietas Ciherang dan

varietas IR – 64 lebih berat dibandingkan

dengan varietas Rojolele.

8. Bobot gabah kering isi per rumpun

Hasil analisis bobot gabah kering

isi per rumpun tidak ada beda nyata dan

tidak terjadi interaksi antara perlakuan jenis

pupuk dan macam varietas. Purata bobot

gabah kering isi per rumpun disajikan pada

Tabel 10.

Page 50: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

46

Tabel 10. Purata bobot gabah kering isi per rumpun (g)

Varietas Pupuk

Ciherang IR-64 Rojolele Rata-rata

Organik 32,95 27,55 22,58 27,69 p

Anorganik 32,72 24,65 34,15 30,51 p

Organik&anorganik 38,16 34,11 41,70 37,99 p

Rata-rata 34,61 a 28,77 a 32,81 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut Uji F pada taraf 5%.

9. Bobot gabah segar per petak

Hasil analisis bobot gabah segar

per petak ada beda nyata dan tidak terjadi

interaksi antara perlakuan jenis pupuk dan

macam varietas. Hasil DMRT bobot gabah

segar per petak disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Purata bobot gabah segar per petak (kg)

Varietas Pupuk

Ciherang IR-64 Rojolele Rata-rata

Organik 4,00 3,75 5,08 4,28 q

Anorganik 5,17 4,67 4,92 4,92 p

Organik&anorganik 5,25 4,42 5,25 4,97 p

Rata-rata 4,81 ab 4,28 ab 5,08 a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut DMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 11 menunjukkan

bahwa bobot segar gabah per petak untuk

macam varietas cenderung sama berat.

Sedangkan pada perlakuan pupuk

anorganik dan pupuk kombinasi organik

dan anorganik menunjukkan hasil yang

lebih berat dibandingkan dengan perlakuan

pupuk organik.

PEMBAHASAN Pada tinggi tanaman dan jumlah

anakan umur 2, 4, dan 6 minggu jenis

pupuk dan macam varietas tidak terjadi

interaksi. Tetapi kalau dibandingkan hasil

percobaan dengan diskripsi tanaman padi

masing-masing varietas hasilnya akan

berbeda. Pada diskripsi tinggi tanaman

maksimal untuk varietas Ciherang 115 cm,

Page 51: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

47

IR-64 85 cm, dan Rojolele 155 cm;

sedangkan hasil percobaan tinggi tanaman

rata-rata untuk varietas Ciherang 74,68 cm,

IR-64 72,84 cm, Rojolele 75,78 cm. Ini

menunjukkan bahwa varietas IR-64 lebih

respon terhadap pemupukan di bandingkan

dengan vrietas yang lainnya. Varietas IR-64

merupakan varietas unggul nasional,

Rojolele varietas lokal, dan Ciherang

varietas hibrida. Andoko, (2008)

mengatakan, padi varietas unggul tahan

hama dan penyakit tertentu, tetapi

umumnya padi hibrida hanya dapat tumbuh

dan berproduksi optimal bila disertai

dengan aplikasi pupuk kimia dalam jumlah

banyak. Tanpa pupuk kimia padi tersebut

tidak akan tumbuh subur dan berproduksi

optimal.

Jumlah anakan pada diskripsi untuk

varietas Ciherang 17 batang, IR-64 banyak,

Rojolele 9 batang; hasil percobaan

Ciherang 28,48 batang, IR-64 33,19

batang, Rojolele 30,04 batang. Ini

membuktikan bahwa sistem tanam SRI bisa

meningkatkan jumlah anakan untuk

tanaman padi. Hal ini bisa kita lihat semua

varietas jumlah anakannya lebih banyak

dari diskripsi, terutama varietas Rojolele.

Sutaryat (2008) mengatakan, bahwa pada

teknik SRI tanaman padi tidak dianggap

sebagai tanaman air tetapi dalam

pertumbuhannya membutuhkan air. Oleh

karena itu tanaman padi ditanam pada

kondisi tanah yang tidak tergenang dengan

tujuan menyediakan oksigen lebih banyak

di dalam tanah yang kemudian

dimanfaatkan oleh akar. Pada kondisi tidak

tergenang maka akar akan tumbuh lebih

subur dan besar, dapat menyerap nutrisi

lebih banyak sehingga mendorong

tumbuhnya tunas yang optimal.

Saat berbunga tanaman terjadi

interaksi antara perlakuan jenis pupuk dan

macam varietas. Saat berbunga varietas

IR–64 dan Ciherang tidak begitu

terpengaruh dengan perlakuan jenis pupuk,

namun IR-64 lebih cepat dari Ciherang; dan

yang paling lama Rojolele. Hal ini terlihat

bahwa varietas unggul IR–64 dan Ciherang

lebih kuat secara genetik responnya

terhadap pemberian pupuk dibandingkan

Rojolele. Bisa juga disebabkan karena sifat

genetis yang berkaitan dengan umur

tanaman. Tanaman yang umurnya pendek

saat berbunganya lebih cepat daripada

tanaman yang umurnya panjang. Ini sesuai

dengan diskripsi tanaman padi; Varietas IR–

64 umur panennya 115 hari, Ciherang 116-

125, hari, dan Rojolele 155 hari.

Macam varietas tidak berpengaruh

terhadap bobot kering tanaman, sedangkan

jenis pupuk berpengaruh. Pupuk organik

dan anorganik pengaruhnya sama, tetapi

setelah keduanya dicampur bobot

keringnya menjadi meningkat. Hal Ini dapat

terjadi karena penambahan pupuk organik

dapat memperbaiki struktur tanah, dan

meningkatkan penyerapan air. Pengaruh

lebih lanjut meningkatkan penyerapan

unsur hara oleh tanaman, yang

mengakibatkan pertumbuhan tanaman

menjadi lebih baik. Tanaman yang

Page 52: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

48

pertumbuhannya baik dapat melakukan

fotosintisis yang lebih baik, sehingga

fotosintat yang dihasilkan menjadi lebih

banyak. Bobot kering tanaman merupakan

hasil dari proses fotosintesis yang tidak lain

adalah fotosintat, sehingga naiknya

fotosintat sama juga naiknya bobot kering

tanaman. Adiningsih (1984 dan Rochayati,

1988) mengatakan, penambahan bahan

organik merupakan suatu tindakan

perbaikan lingkungan tumbuh tanaman

yang antara lain dapat meningkatkan

efisiensi pupuk, meningkatkan produktivitas

tanah dan mengurangi kebutuhan pupuk

terutama pupuk K. Sutanto (2002)

mengatakan, pupuk organik merupakan

bahan pembenah tanah yang paling baik

dibanding bahan pembenah lainnya. Selain

itu juga mengandung unsur mikro dan

mampu meningkatkan kelembaban tanah

dan memperbaiki pengatusan dakhil

(internal drainage).

Perlakuan jenis pupuk dan macam

varietas tidak berpengaruh terhadap

panjang malai. Hal ini diduga karena

adanya sifat genetis masing–masing

varietas tanaman padi. Begitu pula pada

jumlah gabah isi per malai dan bobot gabah

kering isi per rumpun

Perlakuan jenis pupuk tidak

mempengaruhi bobot 1000 biji, tetapi

macam varietas berpengaruh. Kedua

perlakuan tidak terjadi interaksi. Hal

tersebut disebabkan karena pengaruh

genetik tanaman yang melekat pada setiap

varietas. Pertumbuhan biji membutuhkan

nutrisi dan mineral yang cukup, sehingga

menyebabkan terjadinya mobilisasi dan

transport dari bagian vegetatif ketempat

perkembangan buah dan biji (Gardner et

al., 1991).

Pada bobot gabah kering isi per

rumpun perlakuan jenis pupuk dan macam

varietas tidak berpengaruh dan tidak terjadi

interaksi. Mulai pembungaan sampai

dengan pembuahan dikendalikan oleh

lingkungan; terutama fotoperiodesitas,

temperatur, dan oleh faktor genetik

(internal), terutama pengaturan tumbuhan,

hasil fotosintesis, dan pasokan nutrient

(misalnya nitrogen) (Gardner et al., 1991).

Hasil analisis bobot gabah segar

per petak ada pengaruh pada perlakuan

jenis pupuk dan macam varietas. Kedua

perlakuan tidak terjadi interaksi. Pada

pupuk organik bobotnya paling tinggi

dibandingkan dengan pupuk anorganik dan

kombinasi organik dengan anorganik. Untuk

macam varietas pengaruhnya cenderung

sama. Hal tersebut disebabkan karena

pupuk yang diberikan mempunyai pengaruh

pada sifat fisik tanah, sehingga penguraian–

penguraian yang terjadi mempertinggi kadar

bunga tanah yang dapat memperbaiki

struktur tanah, menjadikan tanah mudah

diolah dan terisi oksigen yang cukup. Pupuk

yang diberikan mampu membentuk bunga

tanah yang dapat meningkatkan daya

penahan air. Tanah akan mampu menahan

banyak air sehingga terbentuk air tanah

yang bermanfaat, karena akan

memudahkan akar – akar tanaman

Page 53: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

49

menyerap unsur hara bagi pertumbuhan

dan perkembangan tanaman.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan

pembahasan dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Kombinasi pupuk organik dengan

pupuk anorganik memberikan

pertumbuhan dan hasil yang lebih

baik dibandingkan dengan perlakuan

pupuk organik dan pupuk anorganik.

2. Varietas Rojolele memberikan

kuantitas maupun kualitas hasil yang

lebih baik dibanding dengan varietas

IR–64 maupun Ciherang.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, S J. 1984. Pengaruh Beberapa

Faktor Terhadap Penyediaan Kalium

Tanah Sawah Daerah Sukabumi dan

Bogor. Disertasi Fakultas

Pascasarjana IPB, Bogor.

Andoko, A. 2008. Budidaya Padi Secara

Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

David, Christine C. and Keijiro Otsuka.

1994. Modern Rice Technology and

Income Distribution in Asia. Lynne

Rienner Publishers/International Rice

Research Institute (IRRI).

Gardner.F.P, R.B Pearce, R.L Mitchell.

1991, Fisiologi Tanaman Budidaya

(Terjemahan), Universitas Indonesia,

Jakarta

Gomez, K.A. & A.A. Gomez. 1995.

Prosedur Statistika untuk Penelitian

Pertanian (Terjemahan A.

Sjamsuddin & J.S. Baharsyah). Edisi

Kedua. UI Press, Jakarta.

Herre. E. A. & W. C. White. 1997. Profil

Pasar dalam O.P. Englestad (editor).

Teknologi dan Penggunaan Pupuk.

Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta. 1-6 hal.

Kusbiantoro, B. 2003. Budidaya Padi

dengan Model Singgang Replanting,

Seminar "Upaya Mengatasi

Instabilitas Ekonomi dan Iceamanan

Akibat Adanya Potensi Kekurangan

Air". 23 Maret 2003. Karawang

Menteri Pertanian. 1998. Kebijaksanaan

Peningkatan Produksi Padi Nasional.

Seminar Nasional Peningkatan

Produksi Padi Nasional melalui

Sistem Tabela Padi Sawah dan

Pemanfaatan Lahan Kurang Produktif

Bandar Lampung, Dalam Seminar

Nasional yang dilaksanakan di

Bandar Lampung tanggal 9 – 10

Desember 1998. 17 p.

Rochayati, Sri. 1988. Peranan Bahan

Organik dalam Meningkatkan

Efisiensi Pupuk dan Produktivitas

Tanah. Dalam M. Sudjadi (eds.) Pros.

Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk.

Puslittan, Bogor. Hal 161-181.

Page 54: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

50

Subejo, M Nastul Pradana 2009.

Indonesian Agricultural Science

Association/IASA http://www.iasa-

pusat.org/latest/perangkap-malthus-

pertarungan-ledakan-penduduk-dan-

pangan.html. Juni 2009.

Sutanto, Rachman. 2002. Pertanian

Organik Menuju Pertanian Alternatif

dan Berkelanjutan. Kanisius,

Yogyakarta. Hal 35 – 37.

Sutaryat, A., 2008, Sistem Pengelolaan

Pertanian Ramah Lingkungan

dengan Metoda System of Rice

Intensification (SRI), Lembaga

Pertanian Sehat, Bogor.

Swastika, D.K.S, P.U. Hadi, dan Nyak

Ilham. 2000. Proyeksi Penawaran

dan Permintaan Komoditas Tanaman

Pangan 2000-10. Pusat Penelitian

Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. 13

hal.

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas

Gadjah Mada. 2009. Rencana Kajian

UGM : Teknologi Tanam Padi Hemat

Air Metode SRI 200 –2011.

Yogyakarta.

Badan Litbang Pertanian. 1998. Laporan

Hasil Penelitian Optimalisasi

Pemanfaatan Sumberdaya Alam dan

Teknologi untuk Pengembangan

Sektor Pertanian dalam Pelita VII.

Puslittanak, Bogor. 386 hal.

Page 55: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

51

KINERJA AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER

Niken Astuti Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, Univ. Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT

This research was conducted to investigate the effect of ration based on broiler concentrate on performance include feed intake, average daily gain, and feed conversion. The material were used 60 native chicken divided into 12 cages randomly of four treatments, each treatment consisted of three replications. The treatment were R1 (concentrate broiler100%), R2 (concentrate broiler 75%) , R3 (concentrate broiler 50%) and R4 (concentrate broiler 25%). One way completely randomized design was used. The variable were analyzed by analysis of variance and the significant result tested by Duncan’s New Multiple Range Test. The result showed that the feed intake on concentrate broiler 75 and 100% was not significant different, the same result on average daily gain and feed conversion. The lower native chicken performance was showed on ration based on concentrate broiler 25 and 50%. It was concluded that concentrate broiler can be used in ration up to 75% . Key words : Native chicken, performance, concentrate broiler.

PENDAHULUAN

Ayam kampung merupakan salah satu

ternak unggas yang sangat berperan dalam

meningkatkan ketahanan pangan nasional

yaitu sebagai sumber gizi masyarakat

khususnya sebagai sumber protein hewani

baik dari telur maupun dagingnya.

Meskipun belum secepat ayam ras tetapi

ayam kampung di masa mendatang cukup

potensial untuk dikembangkan sebagai

usaha agrobisnis. Agribisnis perunggasan

sebagai sumber lapangan pekerjaan,

sebagai peningkat income dari masyarakat

peternak, sebagai peningkat income mata

rantai agribisnis peternakan seperti jagung,

dedak (bekatul), distribusi, restoran, warung

dan lain-lain.

Investasi di bisnis perunggasan

pada tahun 2010 untuk bibit, pakan,

budidaya dan obat/additif berturut-turut

diperkirakan sebesar 9,25; 15 dan 3,5

trilyun. Terlihat bahwa biaya investasi untuk

pakan adalah lebih besar dibanding dengan

investasi yang lain hampir mendekati 50%

dari total biaya investasi bisnis

perunggasan sehingga strategi dan efisiensi

pakan sangat diperlukan agar tercapai

produksi yang optimal.

Peranan ayam kampung sebagai

penyedia daging dan telur untuk memenuhi

konsumsi protein hewani sangat berarti

terutama bagi masyarakat pedesaan.

Populasi ayam kampung pada tahun 2008

adalah 290.803.000 ekor atau mengalami

kenaikan 6,81% dari tahun 2007 sedang

produksi telur mencapai 96.000 ton

pertahun atau 31,34% dari total produksi

telur dalam negeri. Kontribusi daging dari

Page 56: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

52

berbagai jenis ternak menunjukkan bahwa

peranan daging unggas semakin meningkat

sampai 64,7% pada tahun 2008 dan 16,3%

(352,7 ribu ton) berasal dari unggas lokal.

Perubahan ini disebabkan semakin

meningkatnya industri perunggasan

nasional (Anonimus, 2009).

Ayam kampung yang dilepas bebas

biasanya mempunyai tingkat kekebalan

yang tinggi dan menghemat biaya makanan

Umumnya ayam cukup diberi makan pagi

hari saat akan dilepas berupa sisa-sisa

makanan dan tambahan bekatul

secukupnya. Selebihnya ayam dianggap

dapat mencari makan sendiri disekitar

rumah (Sarwono, 1995). Lebih lanjut

dijelaskan bahwa ayam kampung

mempunyai kelemahan di antaranya yaitu

ayam lambat untuk berkembang lebih

banyak, karena tingkat kematian pada anak

ayam relatif lebih tinggi, waktu mengasuh

terlalu lama yang berarti mengurangi

produktifitas. Kendali akan keberadaan

ayam kurang, sehingga kemungkinan

dimangsa predator maupun hilang lebih

tinggi.

Cara pemeliharaan yang demikian

kurang baik sehingga perlu dilakukan upaya

untuk memperbaikinya antara lain dengan

pemeliharaan secara intensif menggunakan

kandang panggung dan pakan komersial.

Penggunaan konsentrat broiler sebagai

pakan komersial sudah banyak dilakukan

oleh peternak ayam kampung, namun

demikian sampai berapa persen

penggunaan konsentrat broiler ini dapat

digunakan dalam ransum agar kinerja

ayam kampung optimal belum banyak

diketahui oleh peternak. Oleh karena itu

penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

kinerja ayam kampung dengan ransum

berbasis konsentrat broiler.

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dusun

Srontakan, Desa Argomulyo, Kecamatan

Sedayu, Kabupaten Bantul, Yogyakarta dari

bulan Maret 2012 sampai Oktober 2012.

Materi Penelitian

Ayam kampung:

Penelitian menggunakan anak ayam

kampung berumur 2 minggu sebanyak 60

ekor dengan empat perlakuan dipelihara

selama 8 minggu.

Vaksin dan Obat-obatan :

Vaksin yang digunakan untuk

penelitian adalah Vaksin Newcastle

Disease (ND) merk Medivac Lasota dosis

untuk 100 ekor ayam. Pemberian vaksin

dilakukan dua kali pertama saat ayam

berumur empat hari diberikan dengan cara

tetes mata, kedua pada saat ayam berumur

mpat minggu diberikan melalui air minum.

Program pengobatan dilakukan jika ayam

sudah terkena penyakit.

Vitamin

Page 57: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

53

Vitamin yang digunakan untuk

menjaga keseimbangan tubuh ayam adalah

Vita Chick dengan dosis 1g/800 ml air

setiap hari.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan untuk

penelitian berupa kandang kelompok

sebanyak 12 buah yang terbuat dari

kayu/bambu dengan ukuran panjang 80 cm

lebar 60 cm dan tinggi 40 cm. Kandang

dilengkapi dengan tempat pakan dan

minum serta alat untuk membersihkan

kandang dan lantai kandang.

Timbangan

Timbangan analitik Ohouse dengan

kapasitas 2610 gram kepekaan 0,1 gram

digunakan dalam penelitian ini untuk

menimbang pakan dan ayam.

Ransum Penelitian

Sebelum pakan perlakuan diberikan

ayam berumur satu hari sampai umur dua

minggu diberi pakan BR1. Setelahnya

sampai berumur 10 minggu ayam diberi

ransum penelitian sesuai dengan perlakuan

(Tabel 2). Ransum penelitian tersusun dari

konsentrat broiler (BR1), jagung dan bekatul

yang komposisinya dapat dilihat pada Tabel

1. Ransum tersebut adalah sebagai berikut

:

R1= Ransum 100 % konsentrat broiler

(BR1)

R2= Ransum dengan 75% BRI, 10% jagung

dan 15% bekatul

R3= Ransum dengan 50% BRI, 25% jagung

dan 25% bekatul

R4= Ransum dengan 25% BRI, 40% jagung

dan 35% bekatul

Tabel 1. Komposisi nutrien dari bahan

pakan perlakuan

Macam Bahan Pakan

Protein Kasar (%)

ME (kkal/Kg)

Jagung 1) 8,7 3450

Bekatul 1) 12,0 1630

Konsentrat BR1

20,0 3000

Keterangan 1) Wahju (2007)

Tabel 2. Susunan dan komposisi nutrien ransum perlakuan

Perlakuan Bahan Pakan/ Nutrien (%) RI RII RIII RIV

Jagung 00,00 10,00 25,00 40,00

Bekatul 00,00 15,00 25,00 35,00

Konsentrat (BR1) 100,00 75,00 50,00 2500

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00

Protein kasar 20 18,42 15,68 12,93

Energy (kkal/kg) 3000,00 2839,50 2770,00 2700.50

Page 58: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

54

Metode Penelitian Pengelompokan ayam

Ayam sebanyak 60 ekor berumur

dua minggu secara acak didistribusikan ke

dalam empat perlakuan. Setiap perlakuan

terdiri tiga ulangan dan masing-masing

ulangan terdiri dari lima ekor ayam

kampung.

Pemberian pakan dan air minum

Pakan dan air minum diberikan dua

kali sehari pagi dan sore secara adlibitum.

Pengambilan data

1. Konsumsi pakan

Konsumsi pakan masing-masing

ulangan dihitung setiap minggu

sekali dengan menghitung selisih

dari pakan yang diberikan dengan

sisa pakan, kemudian dibagi dengan

jumlah ayam tiap kelompok

(gram/ekor/minggu).

2. Kenaikan berat badan

Kenaikan berat badan diperoleh

dengan cara mengurangi berat

badan pada minggu saat

pemeliharaan dengan berat minggu

sebelumnya (gram/ekor/minggu).

3. Konversi pakan

Konversi pakan dihitung setiap

minggu sekali selama penelitian

yang diperoleh dengan cara

membagi jumlah pakan yang

dikonsumsi dengan pertambahan

berat badan tiap minggu dengan

satuan berat yang sama.

Analisa Data

Penelitian ini dirancang menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola

searah. Data kinerja yang diperoleh

dianalisis menggunakan Analisis Variansi

(Anova), jika terdapat perbedaan yang

nyata maka dlanjutkan dengan Duncan’’s

New Multiple Range test (DMRT) menurut

Astuti (1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Pakan

Hasil penelitian tentang konsumsi

pakan ayam kampung untuk setiap

perlakuan tertera pada Tabel 3. Hasil

analisis variansi menunjukkan bahwa

konsumsi pakan dengan menggunakan

ransum berbasis konsentrat broiler (KB)

terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05).

Konsumsi pakan dipengaruhi beberapa

faktor, antara lain umur, ukuran tubuh,

palatabilitas, dan kualitas pakan yang

diberikan.

Page 59: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

55

Tabel 3. Rata-rata konsumsi pakan setiap perlakuan (g/ekor/minggu)

Ulangan Perlakuan 1 2 3

Rata-rata

297,42 325,51 310,29b

346,17 318,88 333,29ab

487,98 324,77 398,30a

R1 ( KB 100 %) 307,95

R2 ( KB 75 %) 334,81

R3 ( KB 50 %) 382,40

R4 ( KB 25 %) 345,43 320,17 307,16 324,25ab

Keterangan : a,b Nilai dengan superkrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Hasil analisis variansi menunjukkan

bahwa penggunaan pakan yang berbasis

konsentrat broiler dalam ransum

berpengaruh nyata terhadap konsumsi

pakan ayam kampung (P<0,05). Jumlah

konsumsi pakan (g/ekor/minggu) pada

perlakuan R1 (100% konsentrat broiler)

lebih rendah dibanding dengan R3

(konsentrat broiler 50%) tetapi berbeda

tidak nyata dengan R2 (konsentrat broiler

75% ) dan R4 (konsentrat broiler 25%). Hal

ini dipengaruhi oleh komposisi nutrien

dalam ransum perlakuan yang diberikan

pada ayam kampung dimana kandungan

protein dan energinya berbeda (Tabel 2).

Tingkat protein dan energi pakan akan

berpengaruh terhadap konsumsi pakan.

Pakan yang mengandung protein dan enrgi

yang relatif sama menyebabkan konsumsi

pakannya sama. Setiap kenaikan enrgi

pakan akan menurunkan konsumsi pakan

dengan demikian kandungan protein pakan

harus meningkat. Menurut Parakkasi (1985)

ayam mengkonsumsi ransum terutama

untuk memenuhi kebutuhan energinya.

Ayam tidak dapat menyesuaikan diri

dengan ransumnya secara tepat tetapi

mengkonsumsi lebih banyak energi jika

kadar energi pakannya rendah (Anggorodi,

1985).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

konsumsi pakan ayam kampung pada

penelitian ini berkisar antara 310,29 –

398,38 g/ekor/minggu (Tabel 3). Hasil ini

hampir sama dengan penelitian Lestari

(2009) yaitu rerata konsumsi ayam

kampung pada umur 6-12 minggu berkisar

antara 319,31 – 327,04 g/ekor/minggu. Ini

menunjukkan bahwa pakan dengan

berbasis konsentrat broiler sampai aras

25% tetap palatabel untuk ayam kampung.

Pertambahan Bobot Badan Rata-rata pertambahan bobot badan

(g/ekor/minggu) untuk setiap perlakuan

tertera pada Tabel 4. Pertambahan bobot

badan hasil penelitian berkisar antara 87,29

– 20,91 g/ekor/minggu.

Hasil analisis variansi menunjukkan

bahwa penggunaan konsentrat broiler yang

disubtitusi jagung dan bekatul dalam

ransum berbeda secara nyata (P<0,05)

terhadap pertambahan berat badan ayam

kampung.

Page 60: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

56

Tabel 4. Rata-rata pertambahan berat badan setiap perlakuan (g/ekor/minggu)

Ulangan Perlakuan 1 2 3

Rata-rata

R1 ( KB 100 %) 115,73 127,78 119,23 120,91a

R2 ( KB 75 %) 120,53 119,72 117,89 119,38a

R3 ( KB 50 %) 105,70 104,92 106,70 105,77b

R4 ( KB 25 %) 82,73 97,33 81,82 87,29c

Keterangan : a,b,c Nilai dengan superkrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Perbedaan pertambahan bobot

badan yang nyata ini disebabkan karena

kandungan nutrien dalam ransum yang

dikonsumsi mempunyai kandungan protein

dan energi yang berbeda. Pertambahan

bobot badan yang berbeda ini juga

disebabkann karena konsumsi pakan yang

juga berbeda antar perlakuan (Tabel 3). Hal

ini sesuai dengan pendapat Soeparno

(1994), yang menyatakan bahwa konsumsi

pakan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan selain jenis

kelamin, hormon, kastrasi, genetik dan

jenis pakan yang diberikan.

Perlakuan R1 dan R2 berbeda tidak

nyata yang berarti pengurangan konsentrat

broiler sampai 25% tidak berpengaruh

nyata terhadap pertambahan berat badan

ayam kampung. Pertambahan bobot badan

pada perlakuan R3 berbeda nyata lebih

tinggi dibanding dengan R4 tetapi lebih

rendah dibanding dengan R1 dan R2.Hal ini

disebabkan oleh karena kandungan nutrien

pada R1, R2 dan R3 lebih baik dibanding

dengan R4 (Tabel 2).

Rerata pertambahan berat badan

hasil penelitian berkisar antara 87,29 –

120,91 g/ekor/minggu. Pertambahan berat

badan tersebut lebih tinggi dibandingkan

dnegan pendapat Murtidjo (1992) yaitu

sekitar 66 g/ekor/minggu. Hal ini diduga

karena kandungan nutrien perlakuan yang

cukup tinggi yaitu berkisar protein 20%

dengan energi 3000 kcal ME.

Konversi Pakan Konversi pakan rata-rata untuk tiap

perlakuan tertera pada Tabel 5. Konversi

pakan hasil penelitian berkisar antara 2,57

– 3,74.

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa

penggunaan konsentrat broiler yang

disubtitusi jagung dan bekatul dalam

ransum berbeda secara nyata (P<0,05)

terhadap konversi pakan ayam kampung.

Perbedaan konversi pakan yang nyata ini

disebabkan karena konsumsi pakan yang

juga berbeda antar perlakuan (Tabel 3) dan

pertambahan berat badan juga berbeda

nyata (Tabel 4). Perlakuan R1 dan R2

berbeda tidak nyata yang berarti

pengurangan konsentrat broiler sampai

25% tidak berpengaruh nyata terhadap

konversi pakan ayam kampung.

Page 61: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

57

Tabel 5. Rata-rata konversi pakan setiap perlakuan

Ulangan Perlakuan 1 2 3

Rata-rata

R1 ( KB 100 %) 2,66 2,33 2,73 2,57b

R2 ( KB 75 %) 2,78 2,89 2,71 2,79b

R3 ( KB 50 %) 3,62 4,08 2,95 3,55a

R4 ( KB 25 %) 4,18 3,29 3,75 3,74a

Keterangan : a,b Nilai dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Konversi pakan pada perlakuan R3

berbeda tidak nyata dibanding dengan R4

tetapi lebih tinggi dibanding dengan R1 dan

R2. Hal ini menunjukkan bahwa

pengurangan konsentart broiler sampai

25% tetap menghasilkan konversi pakan

yang sama dengan penggunaan konsentrat

broiler 100% dan lebih efisien dibanding

dengan pengurangan konsentart 50 dan

75%.

Konversi pakan merupakan nilai

yang menggambarkan kemampuan unggas

untuk mengubah pakan menjadi daging.

Sesuai dengan Kamal (1999) bahwa

konversi pakan adalah hasil bagi antara

konsumsi pakan dengan pertambahan

berat/bobot badan dalam satuan berat dan

waktu yang sama. Hasil penelitian ini

menghasilkan konversi pakan antara 2,57 –

3,74, hasil ini hampir sama dibandingkan

pakan yang menggunakan bahan pakan

tepung aking (karak). Hasil penelitian

Lestari (2009) yang menggunakan tepung

aking dalam ransum ayam kampung

menghasilkan konversi pakan sebesar 3,11

– 3,42. Hal ini sesuai dengan pendapat

Kamal (1999) yang menyatakan bahwa

semakin kecil konversi pakan menunjukkan

bahwa ramsum yang dikonsumsi dapat

digunakan lebih efisien dalam

menghasilkan peningkatan bobot badan.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa penggunaan ransum

berbasis konsentrat broiler 100 dan 75%

memberikan kinerja yang terbaik yaitu

konsumsi pakan yang lebih rendah,

pertambahan berat badan yang lebih tinggi

dan konversi pakan yang lebih rendah.

Saran Peternak ayam kampung dapat

memberikan ransum pada ternaknya

dengan pakan berbasis konsentrat broiler

75%.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir Dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Page 62: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

58

Anonimus, 2009. Buku Statistik Peternakan. Ditjen Peternakan, Jakarta.

Astuti, M. 1980. Rancangan Percobaab dan Analisis Statistik Bagian I. Fakultas Peternakan, UGM, Yogyakarta.

Kamal, M., 1999, Nutrisi Ternak 1. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Murtidjo, B.A. 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.

Parakasi, A. 1985. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan IPB, Bandung.

Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Wahju, J. 2007. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Page 63: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

59

KORELASI ANTARA KADAR GLIKOGEN, ASAM LAKTAT, pH DAGING DAN SUSUT MASAK DAGING DOMBA SETELAH PENGANGKUTAN

Sri Hartati Candra Dewi

Program Studi Peternakan, Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogyakarta e-Mail : [email protected]

ABSTRACT

An experiment was conducted to study the effects of sucrose supplementation, insulin injection, and resting period prior to slaughtering on meat quality in sheep exposed to stressful transportation. Fifty four female local sheep (10 to 12 months of age) with weight ranging from 14 to 17 kg. The experimental sheep were assigned into a completely randomized design with a 2x3x3 factorial arrangement with 3 replications. The first factor was sucrose supplementation wih 2 levels (0 and 6 g/kg body weight). The second factor was insulin injection after transportation with 3 levels (0, 0,3 and 0,6 IU/kgBW). The third factor was the duration of resting period with 3 levels (2, 4 and 6 h prior to slaughtering). Parameters measured were meat glycogen concentration, meat lactate concentration, meat pH, and meat cooking loss. The results of the experiment indicated that sheep supplemented with sucrose after transportation had higher meat glycogen and lactate concentration but lower meat pH and cooking loss. Which proved there was a significant correlation between glycogen and lactic acid with a correlation coefficient of 0.69 . Glycogen levels and pH of meat there was a definite correlation with a correlation coefficient of -0.57 . pH value and lactic acid content of sheep meat was a negative correlation ( coefficient -0.83 ). However, the pH of the meat and cooking loss correlation coefficient of 0.35. It was concluded that significant positive correlation between glycogen and lactic acid, but between glycogen levels and pH of meat a significant negative correlation. Lactic acid and pH value that significant negative correlation , while the meat pH value and meat cooking loss were not significant correlation.

Key words : sucrose, insulin, resting period, transportation, meat quality, sheep.

PENDAHULUAN

Pengangkutan ternak dilakukan

karena adanya jarak yang cukup jauh

antara sentra produksi ternak dengan

rumah potong hewan (RPH) yang ada di

lokasi konsumen. Hal ini disebabkan oleh

kondisi wilayah dan geografi Indonesia,

daerah-daerah sentra produksi ternak

umumnya memiliki lokasi yang berjauhan

dengan konsumen. Sebagai contoh

permintaan daging sapi, DKI Jakarta

merupakan daerah konsumen dengan

permintaan daging yang tinggi, namun tidak

dapat menunjang usaha produksi ternak.

Oleh sebab itu pemerintah daerah harus

mendatangkan ternak hidup dari daerah lain

seperti Lampung, Jawa Tengah, Jawa

Timur bahkan dari Sulawesi, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur,

yang menyebabkan ternak harus

mengalami pengangkutan yang cukup jauh

dan melelahkan dengan waktu yang cukup

lama.

Selama pengangkutan, ternak

berada dalam posisi berdiri dan tidak bebas

Page 64: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

60

bergerak, sehingga akan mengalami stres.

Kondisi ini menjadi semakin parah oleh

kekurangan air minum dan atau pakan

selama transportasi. Ternak yang resisten

terhadap stres mampu mempertahankan

temperatur normal tubuh dan kondisi

homeostatik dalam otot-ototnya, dengan

mengorbankan cadangan glikogen. Menurut

Aberle et al. (2001), defisiensi glikogen

terjadi apabila ternak yang mengalami stres,

seperti yang berkaitan dengan kelelahan,

latihan, puasa dan gelisah, atau yang

langsung dipotong sebelum mendapat

istirahat yang cukup untuk memulihkan

cadangan glikogen ototnya. Defisiensi

glikogen otot pada ternak dapat

menyebabkan proses glikolisis pascamati

yang terbatas dan lamban, sehingga daging

yang dihasilkan mempunyai pH yang tinggi

dengan warna merah gelap atau dikenal

dengan istilah daging DFD (Dark Firm and

Dry).

Penanganan ternak setelah

pengangkutan dimaksudkan untuk memberi

kesempatan ternak dalam memulihkan

cadangan glikogen ototnya, antara lain

dengan mengistirahatkan ternak sebelum

dipotong. Selain itu, untuk mempercepat

pemulihan kondisi tubuh ternak tersebut

adalah memberikan larutan gula. Selama

transportasi ternak mengalami stres dan

berupaya untuk mempertahankan kondisi

fisiologis tubuhnya, sehingga otot

berkontraksi lebih cepat. Keadaan ini

memerlukan laju aliran darah yang

meningkat dalam otot, kondisi ini

menyebabkan peningkatan mobilisasi

glukosa. Hormon insulin merangsang

pemasukan glukosa darah ke dalam sel-sel

target, yang dalam hal ini kembali ke otot

(Turner-Bagnara, 1976).

Pemberian larutan glukosa pada

sapi selama pengurungan telah dilakukan

oleh Schaefer et al. (1990). Perlakuan

elektrolit dan glukosa memberikan

pengaruh yang positif terhadap warna

daging dan kualitas daging dengan grade

yang baik. Pemberian larutan elektrolit atau

glukosa untuk konsumsi sebelum

pemotongan akan mengurangi pengaruh

stres pengangkutan dan juga memperbaiki

kualitas daging dan hasil karkas.

METODE PENELITIAN

Materi Penelitian ini menggunakan 54 ekor

domba lokal betina, dengan kisaran umur

antara 10-12 bulan dengan bobot hidup

antara 14-17 kg. Domba yang digunakan

berasal dari Pasirangin, Megamendung,

Bogor. Gula pasir yang digunakan

sebanyak 3 kg, kristal insulin produksi

SIGMA (SIGMA I-5500) dan 2 liter larutan

natrium fisiologis.

Peralatan yang digunakan dalam

penelitian ini meliputi timbangan, tali, jarum

suntik, jarum dan tabung venoject, satu set

pisau untuk menyembelih dan penyiapan

sampel, plastik dan peralatan untuk analisis

sampel darah dan daging.

Page 65: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

61

Metode A. Perlakuan yang Digunakan

Penelitian menggunakan rancangan

acak lengkap pola faktorial 2x3x3. Faktor

pertama adalah pemberian gula dengan 2

level, yaitu level 0 dan 6 g/kg bobot badan.

Faktor kedua adalah pemberian insulin

dengan 3 level yaitu 0, 0,3 dan 0,6 IU/ekor.

Faktor ketiga adalah lama istirahat yang

terdiri atas 3 level yaitu 2 jam, 4 jam dan 6

jam dan masing-masing diulang 3 kali.

Transportasi dilakukan selama 4 jam

(dari 07.00 sampai 11.00 WIB) dengan

menggunakan mobil bak Hijet 1000, setiap

pengangkutan sebanyak 9 ekor. Di dalam

mobil domba dibiarkan berdiri dengan

kepadatan 0,145 m2/ekor. Sebelum

diangkut, domba ditimbang, sampel darah

diambil serta denyut nadi dan temperatur

rektal diukur.

Setelah selesai penimbangan,

domba dinaikkan ke dalam mobil angkutan.

Rute transportasi adalah dimulai dari

Pasirangin menuju Gunung Geulis, Tapos,

Ciawi, Empang, Gunungbatu dan berakhir

di Fakultas Peternakan Institut Pertanian

Bogor Darmaga.

Setelah domba-domba sampai di

kandang transit, sampel darah diambil serta

denyut nadi dan temperatur rektal diukur

kemudian domba percobaan dibagi sesuai

perlakuan. Sampel darah diambil sebanyak

10 ml dari bagian vena jugularis, dengan

menggunakan jarum dan tabung venoject.

Pemberian gula pasir dilakukan

dengan menimbang sejumlah gula sesuai

perlakuan, kemudian dilarutkan dalam 200

ml air. Larutan gula tersebut diminumkan

dengan menggunakan botol sampai habis.

Larutan gula diminumkan kepada domba

dalam keadaan berdiri dan dipegang pada

bagian depan, kemudian larutan gula dalam

botol dimasukkan ke dalam mulut dan

domba meminumnya sampai habis. Insulin

yang digunakan adalah berbentuk kristal

dan diperoleh dari pankreas sapi (SIGMA I-

5500). Kristal insulin tersebut dilarutkan

dalam larutan garam fisiologis. Setelah

disiapkan dalam alat suntik sesuai

perlakuan, disuntikkan pada bagian paha

belakang.

Setelah pemberian larutan gula dan

penyuntikan insulin selesai, domba

diistirahatkan selama 2 jam, 4 jam dan 6

jam kemudian dipotong. Sebelum dipotong

domba ditimbang dan sampel darah

diambil.

Domba dipotong dengan cara

mengikat keempat kaki, dan kemudian

dibaringkan di lantai, kemudian dipotong

pada bagian leher yaitu pada arteri karotis,

vena jugularis dan esofagus. Setelah mati,

domba digantung dengan kaki belakang di

atas. Kepala dan kaki dilepas, kemudian

dilakukan pengulitan, dan pengeluaran

organ dalam dan saluran pencernaan.

Setelah bersih, karkas ditimbang dan

dibelah menjadi dua bagian. Sampel daging

yang digunakan adalah paha bagian

belakang sebelah kanan. Sampel daging

dilayukan dengan cara digantung di dalam

chilling room pada suhu 4 0C selama 48

jam, kemudian dilakukan analisis kualitas

fisik. Analisis glikogen dilakukan pada

Page 66: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

62

daging yang belum dilayukan ( 1 jam post-

mortem).

Peubah yang diamati pada

penelitian ini meliputi kadar glikogen

daging, kadar asam laktat daging, pH, dan

susut masak.

Kadar Glikogen Daging Kadar glikogen daging dianalisis

dengan metode Seifter et al. (1950),

menggunakan bahan-bahan sebagai berikut

:

- 95% asam sulfat (sulfuric acid = SA)

yaitu 5 ml H2O ditambah 95 ml SA.

- 0,2% anthrone (0,2 g anthrone

ditambah 95% SA sehingga mencapai

volume 100 ml).

- 30% KOH (30 g KOH ditambah H2O

sampai mencapai volume 100 ml).

- 95% etanol (ethyl alkohol).

Prosedur analisisnya yaitu KOH

30% sebanyak 1 ml ditambahkan pada

sampel sebanyak 25 mg dalam tabung

reaksi, kemudian dipanaskan dalam

penangas air selama 20 menit. Setelah itu

ditambahkan dengan etanol dan kemudian

disentrifus selama 20 menit pada kecepatan

2500 rpm.

Endapan yang tersisa dipisahkan

dari larutan (supernatan) hasil sentrifus

yang ada di atas, kemudian ditambahkan

2,5 ml H2O dan 3 ml larutan anthrone lalu

dihomogenkan dengan vorteks. Setelah itu

dibaca dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang () 620 nm. Kurva

standar untuk glikogen :

250 : 250 g dari standar + 750 l H2O

200 : 200 g dari standar + 800 l H2O

150 : 150 g dari standar + 850 l H2O

100 : 100 g dari standar + 900 l H2O

75 : 75 g dari standar + 925 l H2O

50 : 50 g dari standar + 950 l H2O

25 : 25 g dari standar + 975 l H2O

Kadar Asam Laktat Daging Analisis kadar asam laktat daging

dilakukan dengan menggunakan

kromatografi cairan model 510 Waters

(HPLC atau High Performance Liquid

Chromatography) yang dilengkapi dengan

UV Spectrophotometric Detector model 440

absorbance, integerator model Waters Data

Module tipe 740.

Prosedur analisisnya yaitu asam

perklorat (HClO4) 6% sebanyak 10 ml

ditambahkan pada sampel daging sebanyak

2 gram dalam beaker glass, kemudian

diektraksi. Larutan diambil dan dinetralisasi

dengan menambahkan KOH 10% sampai

pH larutan netral (pH 7,0) dan terbentuk

endapan warna putih. Larutan dimasukkan

ke dalam gelas ukur dan ditambahkan

aquades sampai mencapai 20 ml. Setelah

itu disaring, kemudian filtrat sebanyak 20

mikroliter dimasukkan ke dalam jarum

injeksi dan diinjeksikan dalam alat HPLC.

pH Daging Pengukuran pH daging dilakukan

dengan menggunakan alat pH meter.

Sampel daging yang sudah dihaluskan

sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam

beaker glass, dan diencerkan dengan

Page 67: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

63

akuades sampai 100 ml, kemudian

dicampur dengan menggunakan blender

selama 1 menit. Setelah itu diukur pHnya

dengan pH meter yang telah dikalibrasi.

Susut Masak Daging (Cooking Loss) Susut masak adalah perbedaan

antara bobot daging sebelum dan sesudah

dimasak, dinyatakan dalam persen (%).

Sampel daging sebanyak 100 gram yang

telah ditancapkan pada termometer bimetal

sampai menembus bagian tengah sampel

daging, dimasukkan ke dalam air mendidih.

Setelah termometer bimetal mencapai

angka 81 0C, sampel daging diangkat dan

didinginkan selama 60 menit dan ditimbang

setiap 30 menit sampai bobotnya konstan.

Analisis Data

Percobaan disusun berdasarkan

rancangan acak lengkap pola faktorial

2x3x3. Faktor pertama adalah pemberian

gula dengan 2 level yaitu 0 dan 6 g/kg

bobot badan. Faktor kedua adalah

pemberian insulin dengan 3 level yaitu 0,

0,3 dan 0,6 IU/ekor. Faktor ketiga adalah

lama istirahat dengan 3 level yaitu 2 jam, 4

jam dan 6 jam. Masing-masing unit

percobaan diulang 3 kali. Data yang

diperoleh dianalisis dengan analisis sidik

ragam (Steel dan Torrie, 1991). Perbedaan

antar perlakuan diuji berdasarkan nilai

kuadrat tengah terkecil (least square mean,

SAS, 1999).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penanganan ternak sebelum

pemotongan merupakan faktor yang cukup

penting dalam menghasilkan daging

dengan kualitas yang baik, sehingga ternak

yang dihasilkan dari proses penggemukan

yang baik tidak sia-sia. Penanganan ternak

sebelum pemotongan meliputi

pengangkutan dari tempat penggemukan ke

RPH dan penanganan selama di kandang

penampungan RPH. Pengangkutan ternak

merupakan faktor penyebab stres yang

potensial karena selama pengangkutan

ternak mengalami kelelahan, ketakutan dan

pemuasaan. Intensitas stres dipengaruhi

oleh jarak dan lama perjalanan, tingkah laku

ternak, bentuk pengangkutan, tingkat

kepadatan ternak waktu pengangkutan,

keadaan iklim, penanganan selama

perjalanan, keefektifan istirahat dan sifat

kerentanan terhadap stres (Lawrie 1995).

Stres pengangkutan mengakibatkan

penurunan bobot badan, persentase

karkas, luka memar, kekurangan oksigen

dan penurunan kadar glikogen otot. Kadar

glikogen otot akan mempengaruhi produksi

asam laktat dan pH daging, yang dapat

menyebabkan terjadinya penyimpangan

kualitas daging.

Di negara yang mempunyai industri

daging yang sudah maju penyimpangan

kualitas daging merupakan masalah yang

penting, karena merugikan dari segi

ekonominya dengan penurunan harga

antara 25 dan 30% dari harga daging

normal. Di Indonesia belum ada data

Page 68: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

64

tentang kejadian penyimpangan kualitas

daging. Kejadian penyimpangan kualitas

daging dapat lebih tinggi daripada di negara

yang mempunyai industri daging yang

sudah maju, karena kondisi iklim tropis dan

cara pengangkutan ternak yang kurang

memenuhi syarat untuk kesejahteraan

ternak.

Proses pemuatan dan perjalanan

penuh stres, yang diperlihatkan oleh

meningkatnya denyut jantung dan suhu

rektal. Kadar glukosa darah meningkat

setelah pengangkutan dapat disebabkan

oleh glikogenolisis yang dirangsang oleh

katekolamin. Bobot hidup domba

mengalami penyusutan setelah

pengangkutan dan istirahat di kandang

penampungan. Susut bobot hidup dapat

disebabkan oleh susut isi saluran

pencernaan dan kandung kemih. Knowles

et al. (1995) menyatakan bahwa pada 3 jam

pertama pengangkutan terjadi peningkatan

kadar glukosa darah, denyut jantung dan

penyusutan bobot hidup.

Penanganan ternak setelah

pengangkutan dilakukan untuk memberi

kesempatan pada ternak untuk memulihkan

cadangan glikogen otot. Penanganan

ternak setelah pengangkutan dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara

memberi gula dan insulin serta

mengistirahatkan ternak sebelum dipotong.

Dalam penelitian ini ternyata pemberian

gula sebanyak 0,6% dari bobot badan dapat

meningkatkan kadar glikogen daging dan

kadar asam laktat daging, menurunkan nilai

pH akhir dan susut masak. Pemberian

insulin sebanyak 0,3 dan 0,6 IU

menurunkan kadar glukosa darah,

meningkatkan kadar glikogen dan asam

laktat daging. Sedang periode lama istirahat

menurunkan kadar glukosa darah.

Kadar glikogen daging meningkat

karena pemberian gula 0,6% dan insulin.

Peningkatan kadar glikogen daging diduga

disebabkan karena adanya proses

glukoneogenesis dari hasil pencernaan

yaitu asam propionat, asam laktat maupun

asam amino glukogenik dan gliserol. Kadar

glikogen akan mempengaruhi kadar asam

laktat daging yang dihasilkan selama

proses konversi otot menjadi daging.

Pearson dan Young (1989) menyatakan

bahwa peran utama glikogen dalam otot

post-mortem adalah melepaskan glukosa,

yang dapat dipakai untuk mengisi senyawa

fosfat energi tinggi (ATP). Glikogen

dirombak secara besar-besaran dan sangat

bertanggung jawab dalam pembentukan

asam laktat daging, yang menimbulkan

penurunan pH yang terjadi dalam otot post-

mortem. Oleh karena itu glikogen pada

akhirnya bertanggung jawab terhadap

perubahan-perubahan dalam sifat-sifat

daging yang menyertai penurunan pH

dengan berlanjutnya glikolisis.

Pada penelitian ini kadar glikogen

otot yang tinggi akan menghasilkan asam

laktat yang tinggi pula, yang terbukti bahwa

terdapat korelasi yang nyata antara

glikogen dan asam laktat dengan koefisien

korelasi sebesar 0,69 (Gambar 1).

Page 69: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

65

Gambar 1. Hubungan antara kadar glikogen dan asam laktat daging domba

Pada gambar 1., nampak bahwa

kadar asam laktat daging mempunyai

korelasi yang erat dengan kadar glikogen

daging, dengan nilai koefisien korelasi 0,69.

Persamaan Y = 65,09X – 4,69

menunjukkan bahwa dengan meningkatnya

kadar glikogen daging sebesar 1 %, maka

kadar asam laktat meningkat sebesar 65,09

mol/g. Warriss et al. (1984) menyatakan

bahwa pada otot longissimus dorsi dari sapi

yang mempunyai kadar glikogen otot yang

lebih tinggi, maka kadar asam laktat juga

tinggi. Selain itu, kadar glikogen daging juga

mempengaruhi nilai pH akhir daging yang

dihasilkan.

Pada penelitian ini antara kadar

glikogen dan pH daging terdapat korelasi

yang nyata dengan koefisien korelasi

sebesar –0,57 dengan persamaan Y=-

0,81X+6,67 (Gambar 2). Koefisien korelasi

yang negatif menunjukkan bahwa semakin

tinggi kadar glikogen maka semakin rendah

pH dagingnya, dan dengan meningkatnya

kadar glikogen daging sebesar 1% maka

pH turun sebesar 0,81 poin. Sanz et al.

(1996) menyatakan bahwa daging sapi

dengan

kadar glikogen yang tinggi maka

nilai pH akhir dibawah 6,0, sedang daging

yang mempunyai kadar glikogen rendah

maka nilai pH akhir di atas 6,0. Leheska et

al. (2003) menyatakan bahwa jumlah

glikogen, glukosa dan glukosa-6-fosfat yang

rendah, asam laktat daging juga rendah.

y = 65.09x - 4.69R2 = 0.48

10

30

50

70

90

0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2

Glikogen (%)

Asa

m L

akta

t (um

ol/g

)

Page 70: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

66

Gambar 2. Hubungan antara kadar glikogen dan pH daging domba.

Asam laktat daging sangat

mempengaruhi nilai pH daging, dimana

daging dengan asam laktat yang tinggi

mempunyai pH yang rendah. Pada Gambar

3, nampak bahwa nilai pH berbanding

terbalik dengan kadar asam laktat daging

domba, dengan koefisien korelasi -0,83 dan

persamaan garis Y=-0,01X+ 6,63 .

Koefisien korelasi yang negatif

menunjukkan bahwa jika kadar asam laktat

daging tinggi maka nilai pH akhir daging

rendah, dimana apabila kadar asam laktat

meningkat sebesar 1 mol/g maka pH turun

sebesar 0,01 poin. Chrystall et al. (1981)

menyatakan bahwa domba-domba yang

diistirahatkan memiliki nilai pH akhir yang

rendah dan kandungan asam laktat yang

tinggi yang mencerminkan cadangan awal

glikogen yang tinggi. Warriss et al. (1984)

menyatakan bahwa pH daging dipengaruhi

oleh kadar glikogen dan kadar asam laktat

daging, dimana jika kadar glikogen tinggi

maka kadar asam laktat juga tinggi

sehingga pH akhir daging rendah. Aryogi

(2000) menyebutkan bahwa nilai pH daging

sapi Bali yang mengalami stres

pengangkutan (6,01) berbeda tidak nyata

dengan sapi yang diberi gula aren 5 g/kg

berat badan setelah pengangkutan (5,96),

tetapi pada daging sapi yang tidak diberi

gula aren lebih mudah ditumbuhi bakteri

sehingga lebih cepat busuk.

Penurunan nilai pH daging

ditentukan oleh kadar glikogen dan kadar

asam laktat daging. Setelah hewan

dipotong maka selama konversi otot

menjadi daging akan berlangsung proses

glikolisis dalam keadaan anaerob.

y = -0.01x + 6.63R² = 0.70

5.65.75.85.9

66.16.26.36.46.5

30 40 50 60 70 80

pH

Asam laktat (umol/g)

Page 71: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

67

y = 5.87x - 7.00R2 = 0.12

10

20

30

40

5.6 5.7 5.8 5.9 6.0 6.1 6.2 6.3 6.4

pH

Susu

t mas

ak (%

)

Gambar 3. Hubungan antara kadar asam laktat daging dan pH daging domba

Pada proses glikolisis anaerob, akan

terjadi perombakan glikogen menjadi asam

laktat untuk menghasilkan energi yang

dibutuhkan dengan cepat. Proses ini akan

berlangsung terus sampai cadangan

glikogen otot habis atau sampai pH cukup

rendah untuk menghentikan aktivitas enzim-

enzim glikolitik. Apabila cadangan glikogen

banyak maka asam laktat yang dihasilkan

dari proses glikolisis anaerob juga banyak,

sehingga cukup untuk menurunkan pH

sampai mencapai titik isoelektrik pada pH

5,4 – 5,6.

Nilai pH akhir daging juga

berhubungan dengan susut masak daging,

dimana pada pH daging yang rendah

mempunyai susut masak yang rendah.

Meskipun korelasinya tidak begitu besar

dengan koefisien korelasi sebesar 0,35.

Pada Gambar 4, nampak bahwa nilai susut

masak dan pH menunjukkan adanya

hubungan linier, dengan persamaan garis Y

= 5,87 X – 7,00 dan nilai koefisien korelasi

0,35. Peningkatan nilai pH daging 1 poin

akan meningkatkan susut masak sebesar

5,87%. Wahyuni (1998) menyatakan bahwa

daging dari sapi yang tidak diistirahatkan

setelah transportasi cenderung mempunyai

nilai pH lebih tinggi dan susut masak yang

lebih tinggi juga.

Lama periode istirahat

mempengaruhi penurunan bobot badan,

persentase karkas yang dihasilkan dan

kadar glukosa darah sebelum pemotongan.

Dari hasil penelitian ini berarti bahwa lama

periode istirahat dapat dipersingkat

waktunya karena adanya perlakuan yang

diberikan dalam penanganan ternak setelah

pengangkutan.

Apabila penanganan ternak setelah

pengangkutan baik, maka kondisi ternak

akan segera pulih dan menghasilkan

kualitas daging yang baik. Namun, apabila

penanganan selama istirahat sebelum

pemotongan kurang baik, maka dengan

memperpanjang periode istirahat akan

semakin merugikan karena ternak semakin

stres.

Page 72: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

68

y = 5.87x - 7.00R2 = 0.12

10

20

30

40

5.6 5.7 5.8 5.9 6.0 6.1 6.2 6.3 6.4pH

Susu

t mas

ak (%

)

Gambar 4. Hubungan antara pH dan susut masak daging domba

Puolanne dan Aalto (1981)

menyatakan bahwa pada sapi jantan

periode istirahat lebih dari 8 jam sebelum

dipotong akan meningkatkan frekuensi

DFD. Augustini (1981) menyatakan bahwa

perpanjangan periode istirahat akan

menurunkan persentase daging normal.

Periode istirahat setelah 5 sampai 8 jam

hanya 60% daging yang mempunyai pH <

5,9 dan 37% daging yang mempunyai pH <

5,6. Wythes (1981) menyatakan bahwa sapi

yang telah mengalami pengangkutan dapat

menormalkan kembali kondisi tubuhnya

dengan istirahat selama 24 – 48 jam disertai

pemberian makan dan minum yang cukup.

Perpanjangan waktu istirahat dapat

berakibat sejelek istirahat singkat, karena

selama istirahat ternak belum tentu dapat

tenang dan mau makan dengan baik.

Fabianson et al. (1984) mengemukakan

bahwa lamanya istirahat tergantung dari

keadaan lingkungan dan kondisi ternak saat

diistirahatkan.

Dari hasil penelitian ini dapat

diperoleh gambaran penanganan ternak

setelah pengangkutan, bahwa pemberian

gula 0,6% dari bobot badan dapat

menurunkan pH akhir daging. Pemberian

insulin sebanyak 0,3 IU dapat memperbaiki

kadar glikogen daging. Lama periode

istirahat 2 jam setelah domba mengalami

pengangkutan selama 4 jam dapat

diterapkan. Istirahat selama 2 jam dengan

pemberian gula 0,6% baik dengan insulin

maupun tidak, pH dagingnya paling rendah

yaitu 5,72. Meskipun interaksinya tidak

nyata, tetapi pH daging pada kombinasi

perlakuan pemberian gula 0,6% dan 2 jam

istirahat paling rendah di antara kombinasi

perlakuan. Pada lama istirahat 4 dan 6 jam

cenderung lebih tinggi, berarti penambahan

waktu istirahat tidak memberikan efek yang

menguntungkan.

Page 73: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

69

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Dari hasil penelitian ini disimpulkan

bahwa penanganan ternak setelah

pengangkutan, dengan lama istirahat 2 jam,

pemberian gula 6 g/kg bb dari bobot badan

dapat menurunkan pH akhir daging.

Pemberian insulin sebanyak 0,3 IU dapat

memperbaiki kadar glikogen daging.

Dengan demikian dapat mencegah

terjadinya daging DFD yang mempunyai

kualitas rendah.

Selain itu, terdapat korelasi positif

yang nyata antara glikogen dan asam laktat

dengan, tetapi antara kadar glikogen dan

pH daging terdapat korelasi negatif yang

nyata. Asam laktat daging dan nilai pH

daging kolerasi negatif yang nyata,

sedangkan nilai pH daging dan susut

masak daging korelasinya tidak nyata.

Saran

Salah satu penanganan ternak

setelah pengangkutan adalah dengan

pemberian gula, insulin dan diistirahatkan.

Tujuannya untuk mengurangi pengaruh

negatif stres pengangkutan, terutama untuk

menghasilkan daging yang berkualitas

tinggi baik yang dipasarkan ke hotel,

restoran, pasar swalayan maupun pasar

tradisional.

DAFTAR PUSTAKA

Aberle ED, Forrest JC, Gerrard DE, Mills

EW. 2001. Principles of Meat

Science. Ed ke-4. Kendall/Hunt

Publishing Co. USA.

Aryogi. 2000. Potensi gula aren untuk

meningkatkan kualitas karkas sapi

potong kondisi stres. Buletin

Peternakan. Edisi Tambahan.

Volume 1: 30-33.

Augustini C. 1981. Influence of holding

animals before slaughter. Di dalam:

Hood DE, Tarrant PV, editor. The

Problem of Dark-Cutting in Beef.

Martinus Nijhoff Publishers. The

Hague, Boston and London. 377-

386.

Chrystall BB, Devine CE, Davey CL, Kirton

AH. 1981. Animal stress and its

effect on rigor mortis development

in lambs. Di dalam: Hood DE,

Tarrant PV, editor. The Problem of

Dark-Cutting in Beef. Martinus

Nijhoff Publishers. The Hague,

Boston and London. 269-280.

Fabianson S, Erichsen I, Reutersward AL.

1984. The incidence of dark-cutting

beef in Sweden. Meat Sci. 10:21-

33.

Knowles TG, Brown SN, Warriss PD,

Phillips AJ, Dolan SK, Hunt P, Ford

JE, Edwards JE, Watkins PE. 1995.

Effects on sheep of transport by

road for up to 24 hours. Veterinary

Record. 136: 431-438.

Page 74: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

70

Lawrie RA. 1995. Ilmu Daging.

Terjemahan. A. Parrakasi. Ed ke-5.

UI Press. Jakarta.

Leheska JM, Wulf DM, Maddock RJ. 2003.

Effects of fasting and transportation

on pork quality development and

extent of post-mortem metabolism.

J. Anim. Sci. 81:3194-3202.

Pearson AM, Young RB. 1989. Muscle and

Meat Biochemistry. Academic

Press, Inc. San Diego, California.

391-432.

Poulanne E, Aalto H. 1981. The incidence

of dark-cutting beef in young bulls in

Finland. Di dalam: Hood DE,

Tarrant PV, editor. The Problem of

Dark-Cutting in Beef. Martinus

Nijhoff Publishers. The Hague,

Boston and London. 462-475.

Sanz MC, Verde MT, Saez T, Sanudo C.

1996. Effect of breed on the muscle

glycogen content and dark-cutting

incidence in stressed young bulls.

Meat Sci. 43:37-42.

SAS. 1999. SAS User’s Guide : Statistics

Version. Ed Ke-5. Statistical

Analysis System Institute, Cary.

N.C.

Schaefer AL, Jones SDM, Tong AKW,

Young BA. 1990. Effect of transport

and electrolyte supplementation on

ion concentration, carcass yield and

quality in bulls. Can. J. Anim. Sci.

70:107-119.

Seifer S, Dayton S, Novic B, Muntwler E.

1950. The estimation of glycogen

with the anthrone reagent. Arch.

Biochem. 25 : 191 – 196.

Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan

Prosedur Statistika (Suatu

Pendekatan Biometrik). Cetakan

kedua. Alih Bahasa : Bambang

Sumantri. Penerbit PT. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

Turner-Bagnara. 1976. Endokrinologi

Umum. Ed. Ke-6. Airlangga

University Press. Surabaya.

Wahyuni I. 1998. Pengaruh kondisi

transportasi dan lama istirahat

terhadap sifat-sifat daging sapi

[tesis]. Bogor: Program

Pascasarjana, Institut Pertanian

Bogor.

Warriss PD, Kestin SC, Brown SN, Wilkins

LJ. 1984. The time required for

recovery from mixing stress in

young bulls and the prevention of

dark-cutting beef. Meat Sci. 10:53-

68.

Wythes JR, Ramsay WR. 1994. Beef

Carcass Composition and Meat

Quality. Queensland Departement of

Primary Industries. Brisbane.

Page 75: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

71

PERAN ABA DAN PROLINA DALAM MEKANISME ADAPTASI TANAMAN BAWANG MERAH TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DI TANAH PASIR PANTAI

F. Didiet Heru Swasono Program Studi Agroteknologi

Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Email : [email protected]

ABSTRACT

Drought stress is one of the problems encountered in the crops cultivation in coastal sandy soil. Drought stress can occur in crops because of the imbalance of water supply to the water needs of crops. In naturally, the crops will immediately respond when experiencing drought stress. Crop responses to draught stress are influenced by the varieties differently.This study aims to uncover the role of ABA and proline in the mechanisms of shallots adaptation to drought stress in coastal sandy soil. The result showed that: (1) found differences in response relative water content of leaves, ABA and proline content of shoot between tolerant and sensitive varieties to drought stress; (2)The shallots adaptation mechanisms to drought stress is characterized by a decrease in relative water content of leaves that causes an increase in the content of ABA and proline in sensitive varieties but does not occur in tolerant varieties.

Keywords: ABA, proline, adaptation mechanism, drought stress, shallot, coastal sandy soil

PENDAHULUAN

Pemanfaatan tanah pasir pantai

untuk kepentingan pertanian di Indonesia

merupakan salah satu alternatif pemecahan

masalah keterbatasan lahan. Kawasan

Indonesia berupa kepulauan sehingga akan

tersedia lahan pantai yang luas, namun

demikian tanah di kawasan pantai pada

umumnya belum memadai untuk budidaya

tanaman. Selain tanah yang kurang subur

dan didominansi pasir menjadi penyebab

munculnya sifat fisik tanah yang merugikan

yakni butiran tanah yang lepas-lepas. Hasil

analisis tanah menunjukkan bahwa tanah

pasir pantai didominansi fraksi pasir

(94,68%) dengan porositas yang tinggi

yakni 36,35%. Kandungan C organik

(1,09%) dan kandungan hara lain relatif

rendah. Tanah pasir dengan ciri porositas

yang tinggi akan menyebabkan tanah

mudah meresapkan air dan hara mudah

terlindi. Kondisi demikian akan diikuti

persoalan lain yakni tanaman akan

mengalami cekaman kekeringan (Swasono,

2005). Lebih lanjut diungkapkan bahwa

kontaminasi garam dijumpai di udara dekat

permukaan tanah karena percikan air

bergaram oleh akibat deburan ombak yang

diikuti tiupan angin kencang. Namun

demikian kontaminasi garam di udara dekat

permukaan tanah tersebut tidak

menyebabkan meningkatnya kandungan

garam di tanah. Garam di permukaan tanah

akan segera hilang karena pelindian baik

oleh sebab pengairan maupun hujan.

Tanaman bawang merah

merupakan komoditi yang dapat

dibudidayakan di tanah pasir pantai.

Page 76: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

72

Keberhasilan budidaya tanaman tersebut

dipengaruhi oleh tersedianya varietas-

varietas yang toleran terhadap cekaman

lingkungan tanah pasir pantai, termasuk di

antaranya mampu beradaptasi pada kondisi

tercekam kekeringan. Penurunan kadar air

tanah sampai 60% air tersedia sudah

menyebabkan terjadinya cekaman

kekeringan tanaman bawang merah di

tanah pasir pantai (Swasono, 2005).

Berbeda dengan hasil percobaan Sufyati

(1999) yang mengungkapkan bahwa

tanaman bawang merah akan mengalami

cekaman kekeringan pada kadar air tanah

85% air tersedia. Perbedaan tersebut

diduga terjadi oleh karena jenis tanah uji

yang berbeda. Pada percobaan Sufyati

(1999) menggunakan tanah regosol,

sedang pada percobaan ini menggunakan

tanah pasir pantai. Sejalan dengan

Kertonegoro (2001) berpendapat bahwa

perbedaan jenis tanah akan menyebabkan

perbedaan kapasitas kandungan air tanah.

Kondisi yang sangat berbeda antara tanah

regosol dan tanah pasir pantai

menyebabkan tanggap tanaman bawang

merah yang berbeda terhadap cekaman

kekeringan.

Berdasarkan informasi terdahulu,

tampaknya diperlukan penelitian guna

mengungkap peran ABA dan prolina dalam

mekanisme adaptasi tanaman bawang

merah terhadap cekaman kekeringan di

lahan pasir pantai.

MATERI DAN METODE

Percobaan pot menggunakan

rancangan perlakuan faktorial dengan

rancangan lingkungan rancangan acak

lengkap (RAL). Ada dua faktor yang diteliti

yakni varietas bawang merah (yakni

varietas peka dan varietas toleran) dan

kadar air tanah (yakni : kadar air tanah

100% air tersedia (kontrol) dan kadar air

tanah 60% air tersedia yang telah

menyebabkan cekaman kekeringan).Tanah

pasir digunakan sebagai media tanam

bawang merah diambil dari kawasan Pantai

Samas Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa

Yogyakarta pada lapisan top soil

kedalaman 0-20 cm secara komposit

pada area yang berjarak 200-600 meter

dari garis pantai (area yang perspektif

dikembangkan sebagai kawasan budidaya

tanaman pertanian). Selanjutnya tanah

tersebut dikering anginkan selama satu

minggu, kemudian diayak dengan ayakan

berdiameter 2 mm sehingga diperoleh

tanah yang homogen, dan masing-masing

pot diisi tanah kering udara sebanyak 5 kg.

Peubah tumbuh tanaman (yakni : bobot

kering akar) dan analisis tanaman (yakni:

KAR, kandungan ABA dan prolina)

merupakan parameter yang diamati pada

penelitian ini. Prosedur analisis kandungan

ABA mengacu Popova et al. (2000) yang

terinci sebagai berikut : Dibuat larutan

pertama yakni 250 g bagian daun

tanaman dalam 200 l 80% (vv).

Selanjutnya dibuat larutan kedua yakni 200

l 100% methanol dengan butylated

Page 77: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

73

hydroxytoluen (100mg/l) pada suhu 40C

selama 24 jam di ruang gelap. Dibuat

larutan ketiga yang nerupakan campuran

larutan pertama dan kedua dan dibekukan

dengan N2 cair. Selanjutnya diambil larutan

ketiga sebanyak 50 l dan direaksikan

dengan 200 l Tris-buffered garam ( 50 mM

Tris-Cl pH 7,8 dicampur dengan 150 mM

NaCl dan 1 mM MgCl2). Estimasi

kandungan ABA menggunakan teknik

enzime-amplified ELISA. Sementara

prosedur pengukuran prolina bebas

mengacu prosedur Laboratorium Kimia

Terpadu IPB sebagai berikut : Bahan

tanaman (daun dan akar) lebih kurang 0,5 g

dihomogenkan dalam 10 ml 3% (b/v) asam

sulfosalisilat. Larutan homogen tersebut

disaring dengan kertas Whatman. Filtrat (2

ml) direaksikan dengan 2 ml ninhidrin asam

( 25 g ninhidrin dalam 30 ml asam asetat

glasial dan 20 ml 6 M asam fosfat) dan 2 ml

asam asetat glasial dalam tabung reaksi

selama 1 jam pada suhu 1000 C, dan reaksi

diakhiri dalam bak berisi air es. Campuran

hasil reaksi tersebut diekstraksi dengan 4

ml toluen, diaduk dengan vorteks selama

15-20 detik. Kromofor yang mengandung

toluen dikeluarkan dari fase cair,

dihangatkan pada suhu kamar. Absorban

diukur pada panjang gelombang 520 nm,

dan toluen digunakan sebagai blangko.

Konsentrasi prolina ditentukan dengan

kurva standar prolina (Sigma).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Varietas-varietas bawang merah

(yakni varietas peka dan varietas toleran)

mempunyai tanggapan yang berbeda

terhadap cekaman kekeringan di tanah

pasir pantai. Lebih jauh diungkapkan

bahwa cekaman kekeringan menyebabkan

perubahan morfofisiologi tanaman bawang

merah baik pada varietas toleran maupun

peka yakni pada peubah kandungan air

relatif (KAR) daun, bobot kering akar,

maupun kandungan prolina dan ABA tajuk.

Gambar 1 menunjukkan bobot kering dan

KAR daun tanaman bawang merah hasil

penelitian.

Kandungan air relatif (KAR) daun

varietas toleran cenderung lebih tinggi

dibanding varietas peka. Kondisi tersebut

disebabkan oleh pertumbuhan akar

varietas toleran yang lebih baik

dibandingkan varietas peka (Gambar 1).

Sejalan dengan pendapat Passioura (1996)

yang menyatakan bahwa perubahan

perkembangan akar merupakan salah satu

tanggap tanaman terhadap cekaman

kekeringan. Lebih lanjut Monneveux dan

Belhassen (1996) menegaskan bahwa

pengaturan transpirasi merupakan

mekanisme adaptasi tanaman terhadap

cekaman kekeringan.

Peningkatan kandungan prolina dan

ABA di tajuk tanaman pada saat tanaman

mengalami cekaman kekeringan (Gambar

2), merupakan petunjuk keterlibatan

keduanya dalam mekanisme adaptasi

tanaman bawang merah terhadap cekaman

kekeringan.

Page 78: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

74

= Varietas peka = Varietas toleran

Gambar 1. Bobot kering akar dan KAR daun tanaman bawang merah pada kondisi cukup air dan tercekam kekeringan

Sejalan dengan pendapat Maestri et

al. (1995) dan Cristine et al. (1996)

menyatakan bahwa akan terjadi

peningkatan kandungan prolina di tajuk

tanaman pada saat tanaman mengalami

cekaman kekeringan. Kejadian yang sama

juga terjadi pada kandungan ABA di tajuk.

Penurunan potensial air tanah

menyebabkan peningkatan kandungan ABA

(Davies dan Zhang, 1991) dan

menunjukkan hubungan linier dengan

transpirasi (Tardieu et al., 1996).

Keterkaitan ABA dan prolina dalam

mekanisme adaptasi tanaman terhadap

cekaman kekeringan dapat diilustrasikan

pada Gambar 3.

= Varietas peka = Varietas toleran Gambar 2. Kandungan prolina dan ABA tanaman bawang merah pada kondisi

cukup air dan tercekam kekeringan

Page 79: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

75

CEKAMAN KEKERINGAN

PENERIMA SIGNAL

KAR Daun (-) Potensial air daun (-)

TRANSDUKSI SIGNAL

ABA (+) Ca2+, IP3 (+)

Fosforilasi (+)

EKSPRESI GEN

Tanggap Biokimia

SINTESIS PROTEIN

Protein Fungsional : Protein Regulator :

Prolina Enzim pengatur sintesis Protein kinasis Betain senyawa pengendali osmotik Phospholipase C Gula LEA Protein Protein penentu transkripsi Water channel proteins Proteinases Detoxicating proteins

Gambar 3. Ilustrasi skematik hubungan antara KAR daun, ABA dan Prolina dalam mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan

TANGGAP MORFOLOGI TANAMAN : Pertumbuhan akar tertekan : panjang dan bobot kering akar menurun

Perubahan pada daun : daun menggulung dan ukuran daun

cenderung lebih kecil, penuaan daun

Kerapatan stomata menurun

Page 80: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

76

Tanggap tanaman terhadap

cekaman kekeringan di tanah pasir pantai

diawali di bagian akar. Hasil analisis

peubah tumbuh menunjukkan bahwa akar

merupakan bagian yang tanggap terhadap

cekaman kekeringan. Serapan air yang

menurun akibat cekaman kekeringan akan

diikuti penurunan KAR daun yang

menyebabkan potensial air di daun

menurun. Penurunan potensial air daun

merangsang sintesis ABA (Tardieu et al.,

1996) dan peningkatan Ca2+ dan IP3 di

sitoplasma (Shinozaki dan Yamaguch-

Shinozaki, 1997) yang diikuti peristiwa

penutupan stomata. Diungkapkan oleh Cote

(1995) bahwa Ca 2+ dan IP3 merupakan

second messengers yang selalu aktif pada

saat tanaman mengalami cekaman

kekeringan. Penutupan stomata merupakan

karakter tanggapan tanaman terhadap

cekaman kekeringan (Giraudat et al., 1994).

Konsentrasi ABA di tajuk akan

mempengaruhi ekspresi gen yang

menentukan sintesis protein (meliputi

protein fungsional dan protein regulator).

Protein fungsional yang dimaksud di

antaranya LEA protein, proteinases, enzim

detoksifikasi, dan enzim pengatur sintesis

pengendali osmotik yakni prolina, betain

dan gula (Shinozaki dan Yamaguch-

Shinozaki, 1997). Tampak bahwa

tanggapan tanaman secara cepat adalah

penutupan stomata. Sedangkan kerapatan

stomata diduga mengalami perubahan

setelah tanaman mengalami cekaman

kekeringan terus-menerus dalam waktu

yang relatif lama (mingguan sampai

bulanan) selain perubahan pada tajuk,

penuaan daun, perubahan perkembangan

akar, perubahan vernalisasi, saat berbunga

serta pengisiam biji (Passiora (1996).

Gambaran tersebut menjelaskan bahwa

tanda tanaman mengalami cekaman

kekeringan tidak dapat disidik

menggunakan protein total. Tampak ada

keterkaitan antara penurunan KAR daun

yang diikuti peningkatan ABA dengan

sintesis prolina sebagai senyawa

pengendali osmotik.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat

dikemukakan berdasarkan fakta hasil

temuan dan uraian sebelumnya adalah

sebagai berikut :

1. Ditemukan perbedaan tanggap

kandungan air relatif (KAR) daun,

kandungan prolina tajuk dan

kandungan ABA tajuk antara

varietas toleran dan peka terhadap

cekaman kekeringan.

2. Mekanisme adaptasi tanaman

bawang merah terhadap cekaman

kekeringan ditandai oleh penurunan

KAR daun yang menyebabkan

peningkatan kandungan ABA dan

kandungan prolina di tajuk pada

varietas peka tetapi tidak terjadi pada

varietas toleran.

Page 81: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

77

DAFTAR PUSTAKA Christine, G.,B. Rene` and B. Jean-Louis.

1996. Water deficit-induced

changes in proline and some other

amino acid in the phloem sap of

alfalfa. Plant Physiol. 111 : 109-

113.

Cote, G. G. 1995. Signal transduction in

leaf movement. Plant Physiol 109 :

729-734.

Davies, W. J. and J. Zhang. 1991. Root

signals and the regulation of growth

and development of plants in drying

soil. Annual Review of Plant

Physiologyand Molecular Biology 42

: 55-76.

Giraudat, J., F. Parcy, N. Bertauche, F.

Gosti, J. Leung, P. C. Morris, M.

Bouvier-Durand, N. Vertanian.

1994. Current advances in absisic

acid action and signaling. Plant

Mol Biol 26: 1557-1577.

Kertonegoro, B. D. 2001. Gumuk pasir

pantai di D.I.Yogyakarta : Potensi

dan pemanfaatannya untuk

pertanian berkelanjutan. Makalah

Seminar Nasional Pemanfaatan

sumberdaya lokal untuk

pembangunan pertanian

berkelanjutan. Universitas Wangsa

Manggala.Yogyakarta.13 hal.

Maestri, M., F. M. Damatta, A. J. Regazzi

and R.S. Barros. 1995.

Accumulation of proline and

quarterrary ammonium

compounds in mature leaves of

water stressed caffea plant. Journal

of Hortic. Sci. 70 (2) : 229-233.

Monneveux, P. and E. Belhassen. 1996.

The diversity of drought adaptation

in the wide. Plant Growth Regulation

20 : 85-92.

Passioura, J. B. 1996. Drought and

drought tolerance. Plant Growth

Regulation 20 : 79-83.

Popova, L. P., W. H. Outlow Jr., K.

Aghoram and D. R. C. Hite. 2000.

Abscisic acid an intraleaf water-

stress signal. Physiologia Plantarum

108 : 376-381.

Shinozaki, K. and K. Yamaguchi -

Shinozaki. 1997. Gene expression

and signal transduction in water-

stress response. Plant Physiol. 115 :

327-334.

Sufyati, Y. 1999. Karakter Morfofisiologi

Varietas Bawang Merah

(Alliumascalonicum L.) pada

Kondisi Stres Air. Tesis Program

Pascasarjana IPB (Tidak

dipublikasi).

Page 82: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

78

Swasono, F.D.H. 2005. Studi Tentang

Karakter Fisiologi Toleransi

Terhadap Cekaman Kekeringan

Beberapa Varietas Bawang Merah di

Tanah Pasir Pantai. Laporan

Penelitian Dosen Muda. Dirjen.

PendidikanTinggi (In Press).

Tardieu F. 1996. Drought perseption by

plants do cells of droughted

plants experiences water stress?

The diversity of adaptation in the

wide. Plant Growth Regulation 20 :

93-104.

Page 83: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

79

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

Naskah yang diterima merupakan hasil

penelitian, naskah ditulis dalam bahasa

Indonesia, diketik dengan computer

program MS. Word, front Arial size 11.

Jarak antar baris 2 spasi maksimal 15

halaman termasuk garfik, gambar dan tabel.

Naskah diserahkan dalam bentuk print-out

dan CD; dibuat dengan jarak tepi cukup

untuk koreksi.

Gambar (gambar garis maupun foto)

dan tabel diberi nomor urut sesuai dengan

letaknya. Masing-masing diberi keterangan

singkat dengan nomor urut dan dituliskan

diluar bidang gambar yang akan dicetak.

Nama ilmiah dicetak miring atau

diberi garis bawah. Rumus persamaan ilmu

pasti, simbol dan lambang semiotik ditulis

dengan jelas.

Susunan urutan naskah ditulis

sebagai berikut :

1. Judul dalam bahasa Indonesia.

2. Nama penulis tanpa gelar diikuti

alamat instansi.

3. Abstract dalam bahasa Inggris, tidak

lebih 250 kata.

4. Materi dan Metode.

5. Hasil dan Pembahasan.

6. Kesimpulan.

7. Ucapan terima kasih kalau ada.

8. Daftar pustaka ditulis menggunakan

sistem nama, tahun dan disusun

secara abjad

Beberapa contoh :

Buku :

Mayer, A.M. and A.P. Mayber. 1989. The

Germation of Seeds. Pergamon

Press. 270 p.

Artikel dalam buku : Abdulbaki, A.A. And J.D. Anderson. 1972.

Physiological and Biochemical

Deteration of Seeds. P. 283-309. In.

T.T.Kozlowski (Ed) Seed Biology Vol.

3. Acad. Press. New York.

Artikel dalam majalah atau jurnal :

Harrison, S.K., C.S. Wiliams, and L.M. Wax.

1985. Interference and Control of

Giant Foxtail (Setaria faberi, Herrm) in

Soybean (Glicine max). Weed Science

33: 203-208.

Prosiding : Kobayasshi,J. Genetic engineering of Insect

Viruses: Recobinant baculoviruses. P.

37-39. in: Triharso, S. Somowiyarjo,

K.H. Nitimulyo, and B. Sarjono (eds.),

Biotechnology for Agricultural Viruses.

Mada University Press. Yogyakarta.

Redaksi berhak menyusun naskah

agar sesuai dengan peraturan pemuatan

naskah atau mengembalikanya untuk

diperbaiki, atau menolak naskah yang

bersangkutan.

Naskah yang dimuat dikenakan biaya

percetakan sebesar Rp 100.000,- dan

penulis menerima 1 eks hasil cetakan.

Page 84: Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., September 2012 ISSN : 2086 ...lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol. 3 No. 5., ... sifat tersebut

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 5., September 2012 ISSN : 2086-7719

80