Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN :...

75
Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719 i

Transcript of Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN :...

Page 1: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

i

Page 2: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

ii

Jurnal

AgriSains

PENANGGUNGJAWAB Ketua LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Ketua Umum :

Dr. Ir. Ch Wariyah, MP

Sekretaris : Awan Santosa, SE., M.Sc

Dewan Redaksi :

Dr. Ir. Wisnu Adi Yulianto MP Dr. Ir. Sri Hartati Candra Dewi, MP

Dr. Ir Bambang Nugroho MP

Penyunting Pelaksana : Ir. Wafit Dinarto, M.Si Ir. Nur Rasminati, MP

Pelaksana Administrasi :

Gandung Sunardi Hartini

Alamat Redaksi/Sirkulasi : LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Jl. Wates Km 10 Yogyakarta Tlpn (0274) 6498212 Pesawat 133 Fax (0274) 6498213

E-Mail : [email protected]

Jurnal yang memuat artikel hasil penelitian ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta, terbit dua kali setiap tahun. Redaksi menerima naskah hasil penelitian, yang belum pernah dipublikasikan baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Naskah harus ditulis sesuai dengan format di Jurnal AgriSains dan harus diterima oleh redaksi paling lambat dua bulan sebelum terbit.

Page 3: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNya, sehingga Jurnal

Agrisains Volume 4, No. 6, Mei 2013 dapat kami terbitkan. Redaksi mengucapkan terima kasih

dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada para penulis yang telah berbagi pengetahuan

dari hasil penelitian, untuk dipublikasikan dan dibaca oleh pemangku kepentingan, sehingga

memberikan kemanfaatan yang lebih besar bagi perkembangan IPTEKS.

Pada jurnal Agrisains edisi Mei 2013, disajikan beberapa hasil penelitian di bidang studi

Peternakan, Agroteknologi, Teknik Informatika yang berisi tentang peningkatan kualitas daging

unggas, peningkatan produksi tanaman pangan melalui pengurangan hama dan peningkatan

kualitas pupuk serta di bidang teknik informasi tentang segmentasi tekstur citra lidah.

Redaksi menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam penyajian artikel

dalam jurnal yang kami terbitkan. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan, agar

penerbitan mendatang menjadi semakin baik. Atas perhatian dan partisipasi semua pihak

redaksi mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, Mei 2013 Redaksi

Page 4: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

iv

DAFTAR ISI

Hal Kata Pengantar iii Daftar Isi iv EVALUASI KINERJA ITIK MANILA JANTAN DAN BETINA PADA PEMBERIAN RANSUM DENGAN ARAS PROTEIN YANG BERBEDA 1-9

FX Suwarta OPTIMALISASI KONSENTRASI MIKROKONIDIUM DALAM FORMULASI AGENS HAYATI FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE AVIRULEN DAN DOSIS PENGGUNAANNYA UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT MOLER PADA BAWANG MERAH 10-19 Bambang Nugroho PENGARUH NANOKAPSUL EKSTRAK KUNYIT DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS SENSORI DAGING AYAM BROILER 20-31 Sundari SEGMENTASI TEKSTUR CITRA LIDAH PENDERITA TIFOID MENGGUNAKAN METODE ADAPTIF 32-41 Supatman KUALITAS KIMIA DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER 42-49

Sri Hartati Candra Dewi

PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK HASIL PENGOMPOSAN LIMBAH PENGOLAHAN KOPI DENGAN MENGGUNAKAN PROBIOTIK URIN SAPI PADA BUDIDAYA TANAMAN SELADA 50-69

Bambang Sriwijaya PEDOMAN PENULISAN NASKAH 70

Page 5: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

1

EVALUASI KINERJA ITIK MANILA JANTAN DAN BETINA PADA PEMBERIAN RANSUM DENGAN ARAS PROTEIN YANG BERBEDA

FX Suwarta

Program Studi Peternakan, Fakultas AgroIndustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10 Yogyakarta 55753 E-mail : [email protected].

ABSTRACT

This experiment aims was to evaluate the performance of male and female muscovy

on providing ration with protein levels different. This Research using experimental methods, with completely randomized factorial design (2x2) by sex and protein level different on the ration . This research conducted by experiment method by factorial experiment (2x2) two factors, the first factor was sex (male and female) and second factor was protein level on the ration (18 and 20%). The sixty muscovy ducks consisted 30 male and 39 female alocated by factorial experiment (2x2) following completely Randomized Design, Ration were given isonutrient except protein level (18 and 20 %). The collected data were i.e feed consumption, average daily gain, feed conversion, protein and energy efficiency and performance indeks (PI). The results of this experiment showed feed consumption, gain weight, feed conversion and performance indeks on male muscovy significantly (P<0,05) better than female muscovy. Duck ration with 20% protein showed feed conversion and performance indeks siginificantly (P<0,05) better than duck ration with 18%.. The results concluded, male muscovy have feed consumption, gain weight, feed conversion and performance indeks was better than female ducks. Duck ration with 20% protein have feed conversion and performance indeks was better than duck ration 18%. Performance duck affected by sex interaction and protein level on the ration. Key words: muscovy, sex, protein level, ration , performance.

PENDAHULUAN

Di Indonesia, unggas air (water fowl)

merupakan salah satu unggas yang

mempunyai peranan penting dalam

menyediakan bahan pangan. Diantara

berbagai bangsa unggas air dikenal itik

manila (Muscovy). Keunggulan itik manila

dibanding unggas air lainnnya adalah

ukuran badannya lebih besar sehingga

potensial sebagai penghasil daging dengan

produksi telur cukup baik. Kandungan

protein daging itik manila hampir sama

dengan daging ayam dan kandungan

lemaknya rendah dengan akumulasi lemak

lebih banyak terjadi di bawah kulit.

Disamping sebagai penghasil daging, itik

manila juga dimanfaatkan sebagai unggas

pengeram dan diambil bulunya untuk

industri suttle cock. Itik manila mempunyai

pertumbuhan lebih cepat dibanding itik,

sehingga sangat potensial sebagai unggas

pedaging. Itik manila juga mempunyai

kemampuan memanfaatkan bahan pakan

berserat kasar tinggi secara baik, sehingga

pakannya dapat bersumber pada sayuran,

rumput dan gulma. Penggunaan tanaman

enceng gondok dan teratai sampai delapan

persen tidak mengganggu pertumbuhan

(Soesiawaningrini, et al., 1979), sedang

penggunaan sekam padi sampai lima

persen sudah menurunkan kinerja karena

tingginya Si (Suwarta, 1996).

Page 6: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

2

Pertumbuhan itik manila sangat

bervariasi diantara itik jantan dan betina,

pola pemeliharaan dan keragaman antar

individu. Itik manila jantan mempunyai

pertumbuhan lebih cepat dibanding itik

manila betina. Itik manila jantan dewasa

dapat mencapai berat 5,5 kg, sedang pada

itik manila betina dewasa hanya mencapai

berat 3 kg. Perbedaan dalam cara

pemeliharaan pada itik manila juga

menghasilkan perbedaan pertumbuhan. Itik

manila yang dipelihara secara intensif

menggunakan ransum ayam pedaging pada

umur 8 minggu dapat mencapai berat

badan 1,8 kg (Ermanto, 1986). Dengan

pakan ayam petelur periode starter berat

badan itik manila pada umur 8 minggu

dapat mencapai berat badan 1,64 kg

(Antawidjaja, 1990)

Pertumbuhan unggas secara umum

dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor

lingkungan. Faktor genetik menentukan

potensi kemampuan pertumbuhan itik untuk

tumbuh secara optimal, jika mendapatkan

nutrien dan perlakuan manajemen secara

baik. Pada umumnya pada fase pertama ,

itik akan mengalami pertumbuhan sangat

cepat. Pertumbuhan paling cepat terjadi

sejak menetas sampai umur 1,5 bulan.

Mulai umur 1,5 bulan sampai 3 bulan

kecepatan pertumbuhan secara berangsur-

angsur akan berkurang, sampai akhirnya

pertumbuhan akan berhenti sama sekali.

Dengan makanan yang baik, itik manila

betina dapat mencapai berat 1,5-1,7 kg

pada umur 8 minggu (Leclercq dan de

Carville, 1985). Sejak umur 6 sampai 7

minggu, mempunyai pertumbuhan naik

hampir linear, kemudian akan mengalami

plateu sesudah berumur 8 minggu.

Dinyatakan pula terdapat perbedaan pola

pertumbuhan dan karkas antara itik manila

dan itik, perbedaan tersebut karena garis

keturunan. Sejak minggu pertama sampai

minggu ketiga itik manila tumbuh lebih

lambat dari daripada itik pekin dan sesudah

4 minggu sampai umur 9 minggu, naik

secara tajam. Pada umur 9 sampai 13

minggu pertumbuhannya relatif statis. Itik

manila betina disamping produksi telurnya

rendah, juga mempunyai pertumbuhan lebih

lambat dari pada itik jantan. Berat badan

itik manila jantan pada umur 13 minggu

dapat mencapai 4 kg, sedang itik manila

betina hanya mencapai 2,5 kg. Itik manila

jantan mempunyai berat dada 700 g atau

sekitar 35-70 persen lebih tinggi daripada

itik betina dan 75 persen lebih berat

daripada itik pekin jantan.

Pertumbuhan itik sangat terkait

dengan konsumsi nutriennya, sehingga itik

perlu diberi pakan sesai dengan

pertumbuhannya yang relatif cepat.

Ransum itik harus mengandung nutrien

yang dibutuhkan dan mempunyai

kecernaan yang baik. Untuk mencapai

pertumbuhan yang optimal, itik manila yang

dipelihara secara intensif memerlukan

ransum yang formulasinya cukup baik

mengandung protein, energi, vitamin,

mineral dan nutrien lainnya. Dinyatakan

oleh Scott dan Dean (1991) bahwa untuk

Page 7: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

3

mencapai pertumbuhan normal, itik pekin

memerlukan ransum dengan kandungan

energi 2200-33—kcal/kg. Namun beberapa

penelitian menunjukkan bahwa laju

pertumbuhan akan menurun dengan

pemberian ransum berenergi di bawah

2600 kcal/kg. Ditambahkan oleh Dean dan

Shen (1982) bahwa itik pekin yang

mendapat ransum dengan kadar protein

22%, metionin 0,47% dan sistin 0,33%

menghasilkan pertumbuhan 10% lebih baik

jika dibandingkan dengan ransum yang

disuplementasi metionin 0,1%.

Mengingat belum adanya standard

baku kebutuhan nutrien itik manila di

Indonesia, untuk menyusun ransum itik

biasanya digunakan standard dari ayam

pedaging (Srigandono, 1996). Scott dan

Dean (1991) menyatakan bahwa mengingat

adanya perbedaan yang mencolok antara

kandungan lemak tubuh dari itik dan ayam,

itik lebih banyak memerlukan energi.

Demikian pula mengingat itik manila

mempunyai pertumbuhan lebih cepat dari

ayam, juga memerlukan protein yang

berbeda pula. Dinyatakan oleh Srigandono

(1996) bahwa untuk mencapai produksi

yang tinggi itik membutuhkan protein 19%,

energi termetabolis 2800-2900 kcal/kg, Ca

2,5-3,25%, P 0,35-0,45%, lisiin 0,79% dan

metionin 0,34%.

Dalam ransum biaya protein dapat

mencapai 50-60%, sedang harga nutrien

lainnya relatif murah. Mengingat adanya

perbedaan pertumbuhan yang mencolok

antara itik manila jantan dan betina,

kebutuhan proteinnya juga berbeda.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Bahan dan alat

Penelitian menggunakan 60 ekor itik

manila , umur 1 minggu, terdiri dari itik

manila jantan dan betina masing-masing

sebanyak 30 ekor. Selama penelitian itik

manila ditempatkan dalam kandang

kelompok sebanyak 12 kandang masing-

masing berukuran panjang 1 m, lebar 80 cm

dan tinggi 40 cm.Kapasitas setiap kandang

5 ekor. Kandang dilengkapi dengan tempat

pakan dan air minum. Ransum yang

diberikan selama penelitian disusun dari

beberapa bahan pakan yaitu jagung,

bekatul, tepung ikan, tepung tulang.

Ransum dibedakan atas kandungan

proteinnya yaitu 18,1 dan 20,1 %. Macam

bahan pakan dan kandungan nutrien

bahan pakan penyusun ransum perlakuan

tertera pada Tabel 1, sedang susunan dan

kandungan nutrien ransum perlakuan

tertera pada Tabel 2.

Tabel 1. Kandungan nutrien bahan pakan

penyusun ransum Perlakuan

Bahan Pakan

PK (%)

ME (kcal/ kg)

Ca (%)

P (%)

SK (%)

Jagung 8,7 3430 0,02 0,30 2,0 Beketul 12,0 1630 0,04 1,40 3,0

Bungkil kedele

43,8 2425 0,32 0,67 6,0

Tepung ikan

60,0 2970 5,50 2,80 1,0

Tepung tulang

- - 24,0 12,0 -

Page 8: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

4

Tepung kerang

- - 38,0 - -

Tabel 2. Susunan dan kandungan nutrien

ransum perlakuan

Bahan Pakan (%)

Ransum Penelitian

Ransum I Ransum II Jagung 52,0 48,0 Bekatul 21,0 17,0 Bungkil kedele

20,0 20,0

Tepung ikan

5,0 5,0

Tepung tulang

2,0 2,0

Jumlah 100,0 100,0 PK (%) 18,1 20,1 ME (Kcal/kg)

2681,1 2699,1

SK (%) 2,78 2,93 Ca (%) 1,80 1,82 P (%) 0,90 0,91

Cara Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode

eksperimen menggunakan rancangan acak

lengkap pola faktorial (2x2), dengan faktor

Jenis kelamin dan aras protein ransum.

Enam puluh ekor anak iitik yang terdiri dari

30 ekor itik jantan dan 30 ekor itik betina,

dialokasikan ke dalam 12 kandang,

masing-masing kandang sebanyak 5 ekor.

Setiap tiga kandang yang masing-masing

berfungsi sebagai ulangan, digunakan

sebagai satu kombinasi perlakuan. Itik

dipelihara sampai umur 8 minggu dan diberi

ransum sesuai dengan perlakuan secara ad

libitum. Data yang diambil meliputi

konsumsi pakan, kenaikan berat badan dan

konversi pakan diambil seminggu sekali.

Rancangan Percobaan

Penelitian dirancang dengan

rancangan acak lengkap pola faktorial (2x2)

dengan faktor jenis kelamin (Jantan dan

betina) dan faktor aras protein ransum (

18% dan 20%). Setiap kombinasi

perlakuan, digunakan ulangan tiga kali,

masing-masing menggunakan 5 ekor itik.

Variabel yang diambil meliputi konsumsi

pakan, kenaikan berat badan, konversi

pakan dan indeks performan (IP). Analisis

data dilakukan dengan analisis variansi

dilanjutkan dengan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Variabel yang diamati selama 8

minggu meliputi konsumsi pakan,

pertambahan berat badan ,konversi pakan,

efisiensi penggunaan protein dan energi

serta indeks performan.

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan rata-rata itik manila jantan

sebesar 763,3 g/ekor/minggu secara nyata

lebih tinggi daripada itik manila betina yaitu

698,2 g/ekor/minggu. Konsumsi pakan itik

pada pemberian ransum dengan kadar

protein 18% berbeda tidak nyata dengan

kadar protein 20%. Data selengkapnya

tertera pada Tabel 3.

Itik manila jantan secara nyata

(P<0,05) mengkonsumsi pakan lebih tinggi

dibanding itik manila betina, disebabkan itik

manila jantan secara genetik mempunyai

Page 9: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

5

pertumbuhan yang lebih cepat sehingga

saluran cernanya berukuran lebih besar.

Adanya sifat sexual dymorphisme

mengakibatkan itik manila jantan

mempunyai pertumbuhan lebih cepat (Scott

dan Dean, 1991). Konsumsi pakan itik

manila pada pemberian ransum dengan

kadar protein 18% berbeda tidak nyata

dengan kadar protein 20%. Hal ini

menunjukkan

konsumsi pakan itik manila lebih banyak

dikontrol oleh kandungan energi ransumnya

dari pada kandungan protein.. Dengan

ransum yang mendekati isoenergi (2700

kcal/kg), seperti halnya pada ayam, itik

juga akan mengkonsumsi pakan dalam

jumlah yang hampir sama (Anggrodi, 1995).

Tabel 3. Konsumsi pakan itik manila dari

masing-masing perlakuan (g/ekor/minggu).

Jenis Kelamin Protein ransum

Ulangan

Jantan Betina Rata-rata (ns)

1 796,8 587,7 2 789,8 596,0

PK : 18%

3 776,6 642,5

698,2

Rata-rata

787,7 608,7

1 817,4 592,6 2 778,0 637,0

PK : 20%

3 824,8 623,1

712,2

Rata-rata

806,7 617,6

Rerata 763,3a 613,2b (-)

Keterangan :

- ns : pada kolom rata-rata menunjukkan

berbeda Nyata

-a,b : pada baris rerata menunjukkan

berbeda nyata

- (-) : tidak ada interaksi

Pertambahan Berat Badan

Rata-rata pertambahan berat badan

itik manila jantan sebesar 284,6

g/ekor/minggu secara nyata lebih tinggi dari

pada itik manila betina yaitu 211,0

g/ekor/minggu. Rata-rata pertambahan

berat badan itik manila pada pemberian

ransum dengan kadar protein 18% sebesar

234,9 g/ekor/minggu sedang pada

pemberian ransum dengan kadar protein

20% sebesar 260,8 g/ekor/minggu. Data

selengkapnya disarikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pertambahan berat badan itik

manila dari masing-masing perlakuan

(g/ekor/minggu).

Jenis Kelamin Protein ransum

Ulangan

Jantan Betina

Rata-rata

1 275,3 209,9 2 262,8 202,9

PK : 18%

3 269,3 189,1

234,9a

Rata-rata

269,1e 200,6f

1 291,9 218,6 2 305,0 230,5

PK : 20%

3 303,4 215,2

260,8b

Rata-rata

300,1g 221,4h

Rerata 284,6c 211,0d (+)

Keterangan :

-a,b : superskript pada kolom atau baris

rerata menunjukkan berbeda

nyata

- (+) : ada interaksi

Itik manila jantan mempunyai

pertambahan berat badan lebih tinggi dari

pada itik betina. Hal ini sebagai akibat

adanya interaksi antara genetik dan

lingkungan (pakan). Secara genetik

Page 10: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

6

sebagai akibat adanya sexual dymorphisme

itik manila jantan mempunyai potensi

tumbuh lebih cepat (Scott and Dean, 1991).

Itik manila jantan juga mempunyai

konsumsi pakan lebih tinggi, sehingga

ketersediaan nutrien untuk pertumbuhan

juga leih baik. Itik manila yang diberi

ransum dengan kadar protein 20% secara

nyata mempunyai pertumbuhan lebih

tinggi.daripada 18%. Hal ini disebabkan

karena konsumsi proteinnya meningkat

sebagai akibat dari meningkatnya konsumsi

pakan dan kandungan protein ransum.

Pertumbuhan itik manila secara bersama-

sama dipengaruhi oleh interaksi antara jenis

kelamin dan aras protein.

Efisiensi Pemanfaatan Protein Untuk

Pertumbuhan

Efisiensi pemanfaatan protein untuk

pertumbuhan, dihitung berdasarkan

kenaikan berat badan dibagi konsumsi

protein dikalikan 100%. Data selengkapnya

disarikan pada Tabel 5.

Dari Tabel 5 diketahui pada itik manila

jantan setiap mengkonsumsi 100 g protein

mampu meningkatkan pertambahan berat

badan 189,41 g, sedang pada itik manila

betina meningkatkan berat badan 175,99 g.

Ransum dengan kandungan protein 18%

menunjukkan pada itik setiap

mengkonsumsi 100 g protein akan

meningkatkan pertambahan berat badan

184,34 g, sedang pada aras protein 20%

akan meningkatkan pertambahan berat

badan 182,77 g. Terdapat interaksi antara

jenis kelamin dan aras protein. Itik manila

jantan yang diberi ransum dengan kadar

protein 20% mempunyai efisiensi

pemanfaatan sama dengan itik manila

betina yang diberi ransum dengan aras

protein 18%. Itik manila betina jika diberi

ransum dengan kadar protein 20%

menunjukkan efisiensi yang rendah.

Tabel 5. Efisiensi pemanfaatan protein

untuk pertumbuhan pada itik manila (%)

Jenis Kelamin Protein ransum

Ulan gan Jantan Betina

Rata-rata (ns)

1 168,40 198,42 2 184,86 189,13

PK : 18%

3 192,65 172,59

184,34

Rata-rata

181,97a 186,71b

1 178,55 184,44 2 196,02 181,03

PK : 20%

3 183,92 172,68

182,77

Rata-rata

186,16b 179,38c

Rerata (ns)

189,41 175,99 (+)

Keterangan :

ns : pada kolom atau baris rata-rata

menunjukkan perbedaan tidak

nyata.

-a,b : superskript pada kolom atau baris

rerata menunjukkan berbeda

nyata

- (+) : ada interaksi

Efisiensi Pemanfaatan Energi

Efisiensi pemanfaatan energi untuk

pertumbuhan dihitung berdasarkan jumlah

energi yang diperlukan untuk setiap

kenaikan 1 g berat badan. Data efisiensi

Page 11: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

7

pemanfaatan energi selengkapnya

disarikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Efisieni pemanfaatan energi untuk

pertumbuhan pada itik manila (cal/g

pertumbuhan)

Jenis Kelamin Protein ransum

Ulangan

Jantan Betina

Rata-rata

1 7,81 7,56 2 8,11 7,93

PK : 18%

3 7,79 9,17

8,05a

Rata-rata

7,90 8,22

1 7,56 7,32 2 6,89 7,46

PK : 20%

3 7,34 7,81

7,40b

Rata-rata

7,26 7,55

Rerata 7,58a 7,89b (-)

Keterangan :

-a,b : pada baris atau kolom rerata

Menunjukkan berbeda nyata

(P<0,05)

- (-) : tidak ada interaksi

Hasil analisis variansi menunjukkan

itik manila jantan secara nyata mempunyai

efisiensi penggunaan energi lebih baik

daripada itik betina. Hal tersebut

menunjukkan bahwa pada itik jantan

mampu mengkonvesikan energi menjadi

pertumbuhan lebih baik, sebagai akibat

adanya sifat genetiknya. Efisiensi

pemanfaatan energi pada itik manila yang

diberi ransum dengan kadar protein 20%

lebih baik daripada18 %. Hal ini

menunjukkan pada aras tersebut terjadi

keseimbangan energi-protein yang optimal

untuk pertumbuhan. Ransum dengan aras

protein 18% terjadi in- efiesiensi

penggunaan energi akibat kurang

tersedianya protein.

Konversi Pakan

Konversi pakan rata-rata itik manila

jantan sebesar 2,68, sedang itik manila

betina sebesar 2,91. Rata-rata konversi

pakan itik pada pemberian ransum dengan

kadar protein 18 % sebesar 3.00 sedang

pada pemberian ransum dengan kadar

protein 20% sebesar 2,74. Data

selengkapnya disarikan padaTabel 7.

Tabel 7. Konversi pakan itik manila dari

masing-masing perlakuan (g/ekor/minggu).

Jenis Kelamin Protein ransum

Ulangan

Jantan Betina

Rata-rata

1 2,89 2,80 2 2,96 2,94

PK : 18%

3 3,06 3,34

3,00c

Rata-rata

2,97ef 3,34f

1 2,80 2,71 2 2,55 2,77

PK : 20%

3 2,72 2,90

2,74d

Rata-rata

2,69e 2,79ef

Rerata 2,68a 2,91b (+)

Keterangan :

- ns : pada kolom rata-rata menunjukkan

berbeda nyata

-a,b : pada baris rerata menunjukkan

berbeda nyata

- (+) : Ada interaksi

Konversi pakan itik manila yang

diberi ransum dengan kadar protein 20%

secara nyata (P<0,05) lebih baik dibanding

dengan itik manila yang diberi ransum

Page 12: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

8

dengan kadar protein 18%. Tingginya

konvesri pakan pada itik manila yang

mendapat ransum dengan kadar protein

18% menunjukkan pada ransum dengan

kadar protein rendah itik manila kurang

optimal mengkonversi pakan menjadi

pertumbuhan. Pada itik manila betina juga

menghasilkan konversi pakan lebih tinggi,

karena secara genetik itik manila betina

mempunyai pertumbuhan yang lebih

rendah. Konversi pakan itik dipengaruhi

oleh interaksi antara jenis kelamin dan aras

protein.

Indek Performan (IP)

Analisis variansi menunjukkan

bahwa rata-rata IP itik jantan sebesar

157,11 secara nyata (P<0,05) lebih baik

daripada itik manila betina yaitu 116,38. Hal

tersebut membuktikan pada umur yang

sama itik manila jantan mempunyai

kemampuan tumbuh dan mengkonversikan

pakan lebih baik daripada itik manila betina.

Ransum dengan kadar protein 20% mampu

memberikan pertumbuhan lebih baik dan

lebih efisien untuk dikonversi menjadi

pertumbuhan sehingga dihasilkan IP lebih

baik.

Tabel 7. IP itik manila dari masing-masing

perlakuan (g/ekor/minggu).

Jenis Kelamin Protein ransum

Ulangan Jantan Betina

Rata-rata

1 138,13 116,26 2 133,23 125,13

PK : 18%

3 131,77 89,83

122,40c

Rata-rata

134,38e 110,41g

1 155,12 124,71 2 174,15 126,85

PK : 20%

3 164,62 115,47

143,49d

Rata-rata

164,63f 122,34h

Rerata 2,57,11a 116,38b

(+)

Keterangan :

-a,b : pada baris rerata menunjukkan

berbeda nyata

- (+) : Terdapat interaksi

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan :

Dari hasil penelitian disimpulkan :

1. Itik manila jantan mempunyai konsumsi

pakan, kenaikan berat badan, efisiensi

pemanfaatan protein lebih tinggi

daripada itik betina, dengan konversi

pakan dan indeks performan lebih baik

dari pada itik manila betina.

2. Ransum dengan aras protein 20%

memberikan kinerja lebih baik daripada

ransum dengan aras protein 18%.

Page 13: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

9

3. Kinerja itik manila ditentukan oleh jenis

kelamin, aras protein ransum dan

interaksi keduanya.

Saran

Disarankan untuk mencapai

produktivitas yang optimal peternak

dapat memelihara itik manila jantan

dengan pemberian ransum berkadar

protein 20%.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1995. Kemajuan muthakir

Dalam Ransum Unggas. UI Press.

Jakarta

Antawidjaja Tata. 1990. Meningkatkan

peranan ternak entog (Cairina

moschata) dalam pembangunan

peternakan. Proceeding : Temu tugas

sub sektor peternakan. Sub Balitnak,

Klepu. Januari, 1990.

Dean,W.F dan T.F.Shen, 1982. Effect of

methionine on the chlorine requirement of

ucklings. J.Poult. Sci. 61:1447-1448.

Ermanto, C. 1986. Perbandingan performan

itik tegal (Anas plathyrinchos), itik manila

(Cairina moschata) dan hasil

persilangannya (Mule duck). Karya

ilmiah. Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.

Leclercq, B and H. De Carville. 1985.

Growth and Bodu composition of

muscovy duckling, in : Duck production

science and world practice. Univ. New

England.

Scott, M. L and W. F. Dean. 1991. Nutrition

and management ducks. M,L. Scott of

Ithaca, New York.

Soesiawaningrini, D.P., B. Suwardi and M.

Thorari. 1979. Waterhyacinth (Eichornia

crassipes mart) in broiler duck ration. In :

Proceedings of the 6th Asian Pasific.

Weed Science Society Conference.

Jakarta. PP:623-627.

Suwarta, FX. 1996. Evaluasi Peranan Seka

dan Aras Sekam Padi Dalam Ransum

Terhadap Kinerja Itik Manila. Thesis.

Pasca Sarjana. UGM.

Srigandono, 1996. Ilmu Produksi Unggas

Air. Gajah Mada University Press.

Page 14: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

10

OPTIMALISASI KONSENTRASI MIKROKONIDIUM DALAM FORMULASI AGENS HAYATI

FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE AVIRULEN DAN DOSIS PENGGUNAANNYA

UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT MOLER PADA BAWANG MERAH

Bambang Nugroho

Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10 Yogyakarta

55753

E-mail : [email protected]

ABSTRACT

An effective biological control agent, avirulent Fusarium oxysporum f. sp. cepae (Foc33), was developed to control moler disease on shallot and was well formulated in zeolite powder. However, its effectiveness was affected by several factors including dose of application and concentration of microcodia in the formula. This study was carried out to find the appropriate dose of application and microconidia concentration of the agent in controlling moler diseases and giving the best yield of shallot. The research was single factor with three replications arranged in completely randomized design. The treatment was the application of biological control agent of Foc33 formulated in zeolite powder with five levels, i.e. A = Control, B = the dose of 35 kg/ha (0,22 g/polybag) with the concentration of 104 spore/ml, C = the dose of 40 kg/ha (0,25 g/polibag) with the concentration of 104 spore/ml, D = the dose of 35 kg/ha (0,22 g/polibag) with the concentration of 104 spore/ml, E = the dose of 40 kg/ha (0,25 g/polibag) with the concentration of 106 spore/ml. Shallot bulb (Kuning variety) was planted in the polybag 25 cm in diameter containing planting medium of soil and cow manure mixture with the ratio of 2:1 v/v. Before planting, Foc33 was applied by placing the zeolite formula in the planting hole as much as the dose used in the treatment. Pathogen inoculation was done before Foc33 application by pouring 20 ml microconidium suspension of virulent Fusarium oxysporum f. sp. cepae with the concentration of 106 spore/ml. Moler disease intensity, growth variable (plant

height, leaf number, and plant fresh weight), and yield variable (bulb number, bulb diameter, bulb weight after harvest, and bulb sun-dried weight) were observed. Data was analyzed using ANOVA. The results showed that effectiveness of Foc33 in controlling moler disease was affected by its dose and concentration. The higher the dose and concentration, the lower the disease intensity. The best treatment is E (the dose of 40 kg/ha (0,25 g/polibag) and the concentration of 106 spore/ml) with lowest disease intensity of 47 per cent. The use of Foc33 could increase the plant height and leaf number but did not improve bulb number and bulb diameter. However, the use of this biological control agent with the appropriate dose and concentration (treatment E) was able to save about 40 per cent of yield loss based on the bulb sun-dried weight.

Key words: moler disease, Foc33, application dose, microconidium concentration

PENDAHULUAN

Penyakit merupakan salah satu

kendala utama di lapangan dalam

pengembangan bawang merah di Indonesia

karena hampir selalu ditemukan di setiap

daerah penanaman. Penyakit busuk

pangkal umbi (moler) yang disebabkan oleh

Fusarium oxysporum f. sp. cepae adalah

penyakit yang perlu diberi perhatian khusus

dalam penanganannya, karena luas

serangannya dari tahun ke tahun terus

Page 15: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

11

bertambah. Pada 2003-2005 kumulatif luas

tambah serangan penyakit moler adalah

48,1 ha, 116,8 ha, dan 268,1 ha (Anonim,

2006a). Hal ini menunjukkan bahwa upaya

pengendalian penyakit moler yang

dilakukan selama ini belum efektif, padahal

kumulatif luas pengendalian penyakit ini

dari tahun ke tahun terus meningkat yaitu

4.569,1 ha (2003), 8.095,8 ha (2004), dan

5.867,2 ha (2005) (Anonim, 2006b).

F. oxysporum f. sp. cepae adalah

jamur patogen yang mampu bertahan hidup

di dalam tanah dalam jangka waktu yang

lama. Patogen hidup secara internal di

dalam jaringan tanaman inangnya. Kondisi

yang demikian menyebabkan penyakit sulit

dikendalikan apabila menggunakan

fungisida. Tanah yang sudah terinfestasi

patogen juga sulit untuk dibebaskan

kembali sehingga memungkinkan penyakit

senantiasa muncul sepanjang musim.

Sementara itu varietas bawang merah yang

tahan terhadap penyakit ini belum tersedia.

Dengan demikian perlu dikembangkan

metode pengendalian yang efektif, murah,

mudah diaplikasikan, dan ramah terhadap

lingkungan.

Pengendalian hayati dengan

memanfaatkan agens pengendali biologi

merupakan metode yang tepat untuk

mengatasi permasalahan tersebut. Agens

hayati yang efektif untuk mengendalikan

penyakit moler telah diperoleh yaitu varian

avirulen dari Fusarium oxysporum f. sp.

cepae yang diberi nama Foc33. Agens

hayati ini juga sudah diformulasikan dalam

bentuk tepung (powder) dengan bahan

pembawa zeolit (Nugroho, 2010). Namun

demikian, dosis penggunaan yang tepat

dan konsentrasi spora yang terbaik di dalam

formulasi tersebut perlu diteliti lebih jauh.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan

dilakukan optimasi dosis dan konsentrasi

tersebut sehingga mampu meningkatkan

efektivitas agens hayati dalam

mengendalikan penyakit moler.

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui dosis penggunaan formulasi

dan konsentrasi spora (mikrokonidium)

agens hayati Foc33 yang tepat yang

memberikan pengaruh terbaik dalam

mengendalikan penyakit moler bawang

merah dan memberikan hasil bawang

merah yang terbaik.

MATERI DAN METODE

1. Rancangan Percobaan

Penelitian ini merupakan percobaan

faktor tunggal yaitu penggunaan agens

hayati Fusarium oxysporum f. sp. cepae

(Foc33) yang sudah diformulasikan dalam

zeolit dengan lima aras perlakuan yaitu:

A = Kontrol

B = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22

g/polibeg) dengan konsentrasi

mikrokonidium 104 spora/ml

C = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25

g/polibeg) dengan konsentrasi

mikrokonidium 104 spora/ml

Page 16: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

12

D = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22

g/polibeg) dengan konsentrasi

mikrokonidium 104 spora/ml

E = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25

g/polibeg) dengan konsentrasi

mikrokonidium 106 spora/ml

Percobaan disusun dalam

rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan.

Tiap-tiap satuan perlakuan digunakan 10

polibeg (10 tanaman) sehingga populasi

total tanaman sebanyak 5 x 3 x 10 = 150

tanaman.

2. Pembuatan Formulasi

Zeolit yang digunakan disterilkan

terlebih dahulu dengan cara pengovenan

selama 2 jam pada suhu 60oC. Pembuatan

formulasi dilakukan dengan menginokulasi

4 g zeolit yang sudah disterilkan dengan

agens pengimbas Foc33 sebanyak 10 ml

dengan konsentrasi mikrokonidium 104

spora/ml dan 106 spora/ml sesuai dengan

perlakuan (Singh et al., 1998). Zeolit yang

sudah diinokulasi dibiarkan mengering di

dalam cawan petri. Setelah mengering,

formulasi tersebut dihancurkan dan

dilembutkan dengan kuas steril dan siap

digunakan.

3. Persiapan Umbi Bibit dan Penanaman

Sebelum ditanam, umbi bibit

bawang merah varietas Kuning didisinfeksi

dengan direndam dalam NaOCl 1% selama

1 menit, dicuci dengan akuades steril dan

ditiriskan semalam di atas kertas koran

(Ozer et al., 2004). Umbi yang sudah

diperlakukan ditanam dalam polibeg

berdiameter 25 cm yang berisi campuran

tanah dan pupuk kandang sapi 2:1 v/v.

Setiap polibeg ditanami satu umbi. Tanah

yang digunakan disterilkan lebih dahulu

dengan cara steaming (pengukusan)

selama lebih kurang 2 jam. Untuk

menimbulkan penyakit moler, sebelum

tanam ke dalam setiap lubang tanam

diinokulasi dengan 20 ml suspensi

mikrokonidium patogen F. oxysporum f. sp.

cepae isolat Bt dengan konsentrasi 106/ml.

4. Pemberian Perlakuan

Agens hayati yang sudah

diformulasikan dalam zeolit dengan

konsentrasi mikrokonidium yang sudah

ditentukan, diberikan pada pada setiap

polibeg dengan dosis seperti perlakuan.

Pemberian dilakukan sebelum umbi bibit

ditanam dengan cara menaburkan di lubang

tanam.

5. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman yang

dilakukan meliputi pemupukan, penyiraman,

dan penyiangan gulma. Pupuk kandang

sapi dicampur secara merata dengan tanah

sebagai medium tanam dengan

perbandingan 2/1 v/v. Dosis pupuk

anorganik yang diberikan masing-masing

adalah urea 0,625 g/polibeg (setara

dengan 100 kg urea/ha), ZA 1,56 g/polibeg

(setara dengan 250 kg ZA/ha), TSP 1,25

g/polibeg (setara dengan 250 kg TSP/ha),

dan KCl 0,625 g/polibeg (setara dengan

Page 17: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

13

100 kg ZA/ha). Pupuk kandang dan TSP

diberikan sebelum tanam sebagai pupuk

dasar, sedangkan pupuk yang lain diberikan

dua kali pada umur 2 dan 5 minggu setelah

tanam masing-masing dengan setengah

dosis. Penyiraman dilakukan tiap hari untuk

menjaga kelembaban tanaman, sedangkan

penyiangan dilakukan sesuai dengan

kondisi gulma di polibeg.

6. Pengamatan

Pengamatan dilakukan untuk

memperoleh data-data sebagai berikut:

a. Intensitas Penyakit. Intensitas

penyakit dihitung sebanyak 6 kali

pengamatan dimulai sejak 2 minggu

setelah tanam. Pengamatan

dilakukan seminggu sekali.

Intensitas penyakit dihitung dengan

menggunakan rumus:

a

IP = -------- X 100%

b

dengan IP = intensitas penyakit,

a = jumlah tanaman yang bergejala,

dan b =jumlah tanaman yang

diamati.

b. Variabel pertumbuhan meliputi

jumlah daun, tinggi tanaman, dan

bobot segar tanaman. Pengamatan

dilakukan mulai umur 2 sampai

dengan 6 minggu setelah tanam

untuk variabel jumlah daun dan

tinggi tanaman, sedangkan. bobot

segar tanaman ditimbang pada akhir

penelitian. Pengamatan dilakukan

terhadap 10 tanaman.

c. Variabel hasil meliputi jumlah umbi

per rumpun, diameter umbi, dan

bobot umbi. Pengamatan dilakukan

setelah panen terhadap 10 tanaman.

7. Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis

varians dan apabila terdapat beda nyata

dilanjutkan dengan DMRT (Duncan New

Multiple Range Test) (p=0,05%).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh perlakuan terhadap

intensitas penyakit moler mulai terlihat pada

pengamatan minggu ke 4, walaupun pada

pengamatan sebelumnya, yaitu minggu

kedua dan ketiga intensitas penyakit moler

pada kontrol selalu yang tertinggi. Pada

minggu kedua (pengamatan pertama),

intensitas penyakit moler pada kontrol

(perlakuan A) sudah mencapai 50% lebih.

Pemberian agens hayati Foc33 mampu

menekan intensitas penyakit moler sampai

dengan pengamatan terakhir. Pada

pengamatan terakhir, intensitas penyakit

moler pada perlakuan dengan dosis dan

konsentrasi terendah (perlakuan B) tidak

berbeda nyata dengan kontrol. Semakin

tinggi konsentrasi dan dosis pemakaian

agens hayati Foc33, semakin rendah

intensitas penyakit molernya. Intensitas

terndah diperoleh pada perlakuan E

sebesar 47% yang berbeda nyata dengan

kontrol (Tabel 1).

Page 18: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

14

Tabel 1. Intensitas penyakit moler bawang merah pada masing-masing perlakuan mulai minggu

kedua sampai dengan minggu keenam setelah tanam (data ditransformasi ke arc sin)

Pengamatan minggu ke Perlakuan

2 3 4 5 6

A 50,85a 70,08a 72,29a 72,29a 72,29a

B 41,07a 52,86a 52,86b 57,00a 61,92ab

C 37,14a 48,93a 50,85b 55,08a 55,08b

D 26,07a 47,01a 48,93b 55,77a 54,78b

E 30,93a 45,08a 47,30b 49,22a 47,01b

Keterangan: A = Kontrol, B = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan

konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, C = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25

g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, D = Dosis penggunaan 35

kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, E = Dosis

penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 106 spora/ml

(notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji

DMRT dengan α = 0,05)

Efektivitas yang lebih tinggi pada

perlakuan E dalam menekan intensitas

penyakit moler, berkaitan dengan dosis

penggunaan dan konsentrasi

mikrokonidium agens hayati yang lebih

tinggi yaitu masing-masing sebesar 40

kg/ha dan 106 spora/ml. Konsentrasi ini

sama dengan konsentrasi mikrokonidium

patogennya yang digunakan untuk inokulasi

buatan. Hasil penelitian Shishido (2005)

menunjukkan hal yang sama. Penelitian ini

menguji efektivitas agens hayati F.

oxysporum non-patogenik strain Fo-B2

untuk mengendalikan penyakit layu pada

tanaman tomat yang disebabkan oleh F.

oxysporum f. sp. lycopersici. Konsentrasi

spora agens hayati yang digunakan

bervariasi dari 104 sampai dengan 107/ml,

sedangkan konsentrasi spora patogennya

dari 104 sampai dengan 106/ml. Hasilnya

menunjukkan bahwa intensitas penyakit

layu semakin menurun dengan

meningkatnya konsentrasi spora agens

hayati yang digunakan pada setiap

konsentrasi spora patogennya. Intensitas

penyakit bisa lebih tinggi dibandingkan

dengan kontrol apabila konsentrasi spora

agens hayatinya lebih rendah daripada

konsentrasi spora patogennya. Hal ini

mengindikasikan bahwa agens pengimbas

akan bekerja efektif apabila konsentrasi

spora yang digunakan lebih tinggi daripada

konsentrasi spora patogennya.

Peningkatan efektivitas penekanan penyakit

oleh agens hayatinya berkaitan dengan

kolonisasi akar sebelum terinfeksi patogen.

Kemungkinan dengan meningkatnya

Page 19: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

15

konsentrasi spora agens hayati, kolonisasi

akar juga semakin baik.

Penurunan intensitas penyakit akibat

penggunaan agens pengimbas dengan

dosis dan konsentrasi yang tepat

berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanamannya. Hal ini dapat dilihat pada

tinggi tanaman dan jumlah daun. Tanaman

yang dikendalikan dengan agens hayati

menunjukkan tinggi yang lebih baik

dibandingkan dengan kontrol. Pada akhir

pengamatan, tinggi tanaman pada kontrol

hanya 19,484 cm sedangkan pada

perlakuan di atas 30 cm (Tabel 2). Sejalan

dengan perkembangan intensitas penyakit,

perbedaan jumlah daun akibat perlakuan

yang diberikan terlihat pada pengamatan

minggu keempat (Tabel 3). Pada minggu

keempat, jumlah daun terbanyak diperoleh

pada perlakuan D, sedangkan yang

terendah diperoleh pada kontrol. Pada

akhir pengamatan, rerata jumlah daun pada

kontrol hanya 7,167 buah, sedangkan pada

perlakuan di atas 13 buah.

Hal ini sejalan dengan hasil

penelitian Santosa et al. (2007) yang

mendapatkan bahwa pada petak-petak

bawang merah yang diinokulasi dengan

patogen moler menunjukkan pertumbuhan

yang kurang baik dibandingkan dengan

petak-petak yang tidak diinokulasi.

Intensitas penyakit pada petak-petak yang

diinokulasi patogen tersebut lebih tinggi

daripada petak-petak yang tidak diinokulasi.

Tabel 2. Tinggi tanaman bawang merah pada masing-masing perlakuan mulai

minggu kedua sampai dengan minggu keenam setelah tanam (cm)

Pengamatan minggu ke Perlakuan

2 3 4 5 6

A 28,313a 33,756a 33,945a 31,883bc 19,484b

B 29,789a 38,181a 38,700a 41,383a 39,883a

C 29,100 a 35,890 a 35,187 a 30,107c 31,093 a

D 28,400 a 35,728 a 40,256 a 36,039abc 35,094 a

E 28,450 a 36,362 a 40,942 a 39,428ab 37,611 a

Keterangan: A = Kontrol, B = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan

konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, C = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25

g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, D = Dosis

penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 104

spora/ml, E = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi

mikrokonidium 106 spora/ml (notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan

tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dengan α = 0,05)

Page 20: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

16

Tabel 3. Jumlah daun bawang merah dan bobot segar tanaman pada masing-masing

perlakuan mulai minggu kedua sampai dengan minggu keenam setelah tanam

(cm)

Pengamatan minggu ke

Perlakuan

2 3 4 5 6

Berat

segar

total

tanaman

(g)

A 19,070a 23,450 a 10,875b 18,500 a 7,167 a 83,375 a

B 19,200 a 29,711 a 22,167ab 18,833 a 23,500 a 92,577 a

C 24,800 a 28,430 a 18,700ab 12,167 a 13,333 a 127,960 a

D 21,200 a 24,680 a 27,170 a 22,222 a 20,833 a 61,480 a

E 20,470 a 27,700 a 23,230ab 16,750 a 15,111 a 131,015 a

Keterangan: A = Kontrol, B = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan

konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, C = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25

g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, D = Dosis

penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 104

spora/ml, E = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi

mikrokonidium 106 spora/ml (notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan

tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dengan α = 0,05)

Efektivitas agens hayati dalam

menekan penyakit moler belum mampu

meningkatkan jumlah umbi per tanaman

secara nyata walaupun jumlah umbi pada

kontrol lebih rendah daripada jumlah umbi

pada seluruh perlakuan. Jumlah umbi

dihitung setelah bawang merah dipanen

dan dilakukan pada tanaman yang masih

hidup hingga akhir penelitian. Tanaman

yang masih hidup hingga panen adalah

tanaman yang sehat atau tidak

menunjukkan gejala penyakit. Hal inilah

yang diduga menyebabkan jumlah umbi

tidak berbeda nyata antarperlakuan (Tabel

4).

Page 21: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

17

Tabel 4. Jumlah umbi per tanaman, diameter umbi, jumlah tanaman yang hidup pada

saat panen, bobot segar umbi, dan bobot kering matahari umbi pada masing-

masing perlakuan

Perlakuan Jumlah

umbi

Diameter umbi

(mm)

Bobot segar

umbi (g)

Bobot kering

matahari

umbi (g)

Jumlah

tanaman

hidup

A 4,25a 16,455 a 37,050 a 24,500 a 4 a

B 5,00 a 15,710 a 34,250 a 19,530 a 6 a

C 5,50 a 15,875 a 57,200 a 36,800 a 6 a

D 4,83 a 13,580 a 20,940 a 10,977 a 6 a

E 6,50 a 16,170 a 59,950 a 40,500 a 9 a

Keterangan: A = Kontrol, B = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan

konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, C = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25

g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, D = Dosis

penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 104

spora/ml, E = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi

mikrokonidium 106 spora/ml (notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan

tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dengan α = 0,05)

Perlakuan yang diberikan juga tidak

berpengaruh terhadap diameter umbi.

Umbi yang diperoleh berukuran relatif kecil

karena diameternya tidak mencapai 2 cm.

Nugroho (2009) pada penelitian

sebelumnya juga mendapatkan hasil yang

sama, bahwa walaupun agens hayati yang

digunakan efektif dalam menekan

perkembangan penyakit moler tetapi tidak

berpengaruh terhadap diameter umbi.

Perbedaan yang terlihat pada hasil

akibat perlakuan yang diberikan lebih

disebabkan karena agens hayati mampu

menurunkan jumlah tanaman yang mati

(mempertahankan jumlah tanaman yang

hidup). Pada akhir pengamatan, jumlah

tanaman yang masih hidup terendah

diperoleh pada kontrol sebanyak empat

tanaman, sedangkan yang tertinggi

diperoleh pada perlakuan E sebanyak

sembilan tanaman. Hal ini berarti dengan

dosis dan konsentrasi penggunaan agens

hayati Foc33 yang tepat (perlakuan E)

mampu menurunkan kematian tanaman

hingga 55% bila dibandingkan dengan

kontrol (perlakuan A). Rengwalska dan

Simon (1986) menyatakan bahwa patogen

F. oxysporum f. sp. cepae memang mampu

menyebabkan kematian pada tanaman

inang termasuk pada bawang bombay

secara cepat karena terjadinya kematian

Page 22: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

18

jaringan (busuk) pada pangkal batang

(basal rot). Patogen ini juga dapat

menyebabkan penyakit pada bawang putih.

Bobot segar umbi dan bobot kering

matahari umbi diperoleh dengan

menimbang seluruh umbi dari jumlah

tanaman yang masih hidup (Tabel 4).

Dengan demikian, maka bobot segar dan

bobot kering matahari umbi tertinggi juga

diperoleh pada perlakuan E masing-masing

sebesar 59,95 g dan 40,5 g. Sementara itu

pada kontrol bobot segar dan bobot kering

matahari umbi masing-masing adalah 37,05

dan 24,5 g. Hal ini berarti bahwa dengan

pemakaian agens hayati dengan dosis dan

konsentrasi yang tepat mampu

menyelamatkan hasil sebesar kurang lebih

40%. Sementara itu pada penelitian

sebelumnya, dengan waktu aplikasi yang

tepat penggunaan agens hayati ini mampu

menyelamatkan hasil hingga 48% lebih

(Nugroho, 2009).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan

tersebut dapat disimpulkan

bahwa:

1. Efektivitas penekanan penyakit moler

oleh agens hayati Fusarium oxysporum

f. sp. cepae avirulen (Foc33) yang

diformulasikan dalam zeolit dipengaruhi

oleh dosis penggunaan dan konsentrasi

mikrokonidiumnya. Dosis yang paling

baik yang diperoleh adalah 40 kg/ha

(0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi

mikrokonidium 106 spora/ml.

2. Efektivitas Foc33 dalam menekan

intensitas penyakit moler dapat

diperoleh dengan konsentrasi minimal

sama dengan konsentrasi patogennya.

3. Penggunaan agens hayati Foc33

mampu menyelamatkan hasil dalam

bentuk bobot kering matahari umbi

sebesar 40%.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006a. Kumulatif luas tambah

serangan OPT pada tanaman

bawang merah 2000-2005.

www.deptan.go.id/ditlinhorti/.

Diakses 05/01/07.

______. 2006b. Kumulatif luas

pengendalian OPT pada tanaman

bawang merah 2000-2005.

www.deptan.go.id/ditlinhorti/.

Diakses 05/01/07.

Nugroho, Bambang. 2009.

Pengembangan Fusarium

oxysporum f. sp. cepae varian

avirulen sebagai agens pengimbas

ketahanan bawang merah terhadap

penyakit moler. Laporan Akhir Hasil

Penelitian Hibah Bersaing (Tahun II).

Tidak dipublikasikan.

________________. 2010.

Pengembangan Fusarium

oxysporum f. sp. cepae varian

avirulen sebagai agens pengimbas

ketahanan bawang merah terhadap

Page 23: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

19

penyakit moler. Laporan Akhir Hasil

Penelitian Hibah Bersaing (Tahun

III). Tidak dipublikasikan.

Ozer, N., N.D. Koychu, G. Chilosi, dan P.

Magro. 2004. Resistance to

Fusarium basal rot of onion in

greenhouse and field and associated

expression of antigungal

compounds. Phytoparasitica 32(4):

388-394.

Rengwalska, M. M., and Simon, P. W. 1986.

Laboratory evaluation of pink root

and Fusarium basal rot resistance in

garlic. Plant Disease 70:670-672.

Santoso, Suprapto Edy, Loekas Susanto,

dan Totok Agung Dwi Haryanto.

2007. Penenkanan hayati penyakit

moler pada bawang merah dengan

Trichoderma harzianum,

Trichoderma koningii, dan

Psudomonas fluorescens P60. J.

HPT Tropika 7(1):53-61

Shishido, M., Miwa, C., Usami, T.,

Amemiya, Y., and Johnson, K. B.

2005. Biological control efficiency of

Fusarium wilt of tomato by

nonpathogenic Fusarium oxysporum

Fo-B2 in different environments.

Phytopathology 95:1072-1080.

Singh, P.P., Shin, Y.C., Park, C.S., and

Chung, Y.R. 1999. Biological

control of Fusarium wilt of cucumber

by chitinolytic bacteria.

Phytopathology 89:92-99.

Page 24: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

20

PENGARUH NANOKAPSUL EKSTRAK KUNYIT DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS SENSORI DAGING AYAM BROILER

Oleh :

Sundari1*, Zuprizal2, Tri-Yuwanta2, Ronny Martien3 1Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta,Jl.Wates km 10,Sedayu-

Bantul 55753 2 Fakultas Peternakan,Universitas Gadjah Mada Jl. Fauna 3, Bulaksumur Yogyakarta 55281

3Fakultas Farmasi,Universitas Gadjah Mada,Sekip Utara Yogyakarta 55281 *E -mail: [email protected]

ABSTRACT

This study aimed to evaluate the effect of turmeric-extract nanocapsule levels in the ration on sensory quality and fatty acids composition of broiler chicken meat. This study used a completely randomized design, one way classification. One hundred and twenty male broiler chicks were divided into 10 treatments with 3 replicates, each of 4 birds per replicate. Ten thtreatments are : P1 (BR + Bacitracin 50 ppm), P2 (BR /Basal-Rations /control), P3 (BR + Chitosan 0.1%), P4 (BR + Turmeric-Extract 0.1%), P5 (BR + STTP 0.1%), P6 (BR + Nanocapsule 0.2%), P7 (BR + Nanocapsule 0.4%), P8 (BR + Nanocapsule 0.6%), P9 (BR + Nanocapsule 0.8%), P10 (Commercial-Ration). The variables measured of sensory quality were : color, odor, taste, tenderness, texture and preference panelists and meat fatty acids composition. ANOVA followed LSD was used for data analysis. The results showed that treatments ofthe feed had no significant difference (P>0.05) for color, odor, taste, tenderness, and preference panelists but significantly difference (P<0.05) in the texture of the meat. It was concluded that turmeric extracts nanocapsule can be used in broiler rations a t levels 0.4% yield sensory quality are good in meat broiler chicken.

Key words: Turmeric-extract, Nanocapsule, Sensory-quality, Fatty-acids, Broiler-chicken.

PENDAHULUAN

Sebagian masyarakat mulai enggan

untuk mengkonsumsi daging ayam broiler,

hal ini antara lain disebabkan oleh adanya

bau amis, anyir atau bau yang lainnya yang

disebut sebagai off odor disamping takut

efek samping adanya residu antibiotik

ataupun lemak dalam daging. Antibiotik

secara luas digunakan pada budidaya

unggas tidak hanya untuk mengobati

penyakit tetapi juga untuk memelihara

kesehatan, meningkatkan pertumbuhan,

dan memperbaiki efisiensi pakan (Gaudin et

al., 2004). Pemberian antibiotik yang tidak

terkontrol dan tidak terbatas dapat

menyebabkan akumulasi atau residu dalam

tubuh ternak dan produknya (Wachira et al.,

2011). Disamping antibiotik guna mencapai

kinerja yang tinggi pada ayam broiler juga

dipakai ransum berprotein dan berenergi /

berlemak tinggi menyebabkan tingginya

kandungan lipid daging terutama asam

lemak jenuh dan kolesterol serta off odor.

Penyakit jantung dan aterosklerosis

merupakan penyebab utama kematian

manusia, berhubungan erat dengan

konsumsi kolesterol dan asam lemak jenuh

(Sacks, 2002 cit. Omojola et al., 2009).

Adanya kontroversi penggunaan

antibiotik dan ransum berenergi tinggi

Page 25: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

21

diatas, perlu upaya mencari feed additive

dari bahan alami yang mempunyai potensi

pengganti fungsi antibiotik, mengurangi off

odor sekaligus penurun asam lemak

jenuh/kolesterol dalam daging. Beberapa

peneliti terdahulu melaporkan bahwa

antioksidan merupakan komponen yang

dapat menunda, memperlambat dan

mencegah reaksi oksidasi radikal bebas

dalam oksidasi lipid (Barroeta, 2007).

Kurkumin telah terbukti sebagai antioksidan

yaitu dapat menangkap radikal hidroksi

merupakan salah satu bentuk dari radikal

bebas (Nurfina, 1996 cit. Aznam, 2004).

Beberapa penelitian secara in vitro dan in

vivo menunjukkan bahwa kunyit mempunyai

aktivitas sebagai antibakteri, antiinflamasi

(antiperadangan), antitoksik,

antihiperlipidemia, antioksidan dan

antikanker, tetapi kurkumin mempunyai

bioavailabilitas yang rendah (kelarutan

rendah, penyerapan rendah, cepat lewat,

tingginya tingkat metabolisme di sel usus,

eliminasi cepat) (Anand et al., 2007). Salah

satu sebab rendahnya bioavailabilitas

kurkumin adalah tidak larut air pada asam

atau pH netral, dan ini penyebab sulitnya

diabsorpsi (Maiti et al., 2007), sehingga

aplikasi kurkumin diperlukan teknologi dan

polimer yang mampu membawa dan

mengantarkannya untuk dapat terabsorbsi

dengan baik, seperti kitosan nanopartikel.

Kurkumin atau kunyit cenderung

mempunyai muatan negatif. Kitosan pada

suasana asam akan terprotonasi. Kedua

muatan yang berlawanan jika dicampur

akan berikatan ionik (kitosan

mengenkapsulasi kurkumin). Sehubungan

dengan pemberian nanokapsul ini secara

oral dan sifat kitosan yang labil terhadap pH

rendah serta protease yang dihasilkan di

lambung, agar ikatan ionik antara kitosan

dan kurkumin tidak seluruhnya rusak maka

diperlukan bahan anion misalnya sodium

tripolifosfat (STPP) sebagai cross-linking.

Cas yang berlawaanan dari poli elektrolit

dapat menstabilkan kompleks inter

molekuler untuk enkapsulasi dari makro

molekul (Swatantra et al., 2010). Produk

nanokapsul ekstrak kunyit ini adalah

produk baru, oleh karenanya perlu dipelajari

pengaruhnya pada penerimaan konsumen

(uji sensoris) terhadap daging hasil

aplikasinya.

MATERI DAN METODE

Penelitian pemeliharaan ternak

ayam broiler dilakukan di kandang

percobaan Laboratorium Ilmu Makanan

Ternak Fakultas Peternakan UGM.

Sedangkan uji sensoris dilakukan di

Laboratorium sensoris Universitas Mercu

Buana Yogyakarta. Penelitian ini

menggunakan Rancangan AcakLengkap

(RAL) pola searah. Susunan 10 kombinasi

ransum basal dan feed additive perlakuan

adalah sebagai berikut: P1(RB + Bacitracin

50 ppm), P2( RB /Ransum Basal/kontrol),

P3(RB + Kitosan 0,1%), P4(RB + Ekstrak

Kunyit 0,1%), P5(RB + STTP 0,1%), P6(RB

+ Nanokapsul 0,2%), P7(RB + Nanokapsul

0,4%), P8(RB + Nanokapsul 0,6%), P9(RB

+ Nanokapsul 0,8%), P 10(Ransum

Page 26: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

22

Komersial). Peubah yang diukur : uji

sensoris atau organoleptik adalah warna,

bau, rasa, keempukan, tekstur dan

kesukaan panelis serta kadar asam lemak

daging. Seratus dua puluh ekor anak ayam

broiler umur 2 minggu dibagi secara acak

dalam 10 perlakuan ransum. Setiap

perlakuan diulangi 3 kali dan setiap ulangan

terdiri dari 4 ekor. Ayam dipelihara di

kandang kawat dilengkapi dengan alat

makan dan minum serta pemanas listrik dari

umur 2-6 minggu. Ransum yang diberikan

dalam bentuk mash dan kandungan nutrient

disesuaikan dengan kebutuhan ayam

broiler (NRC, 1994). Ransum dan air minum

diberikan ad libitum. Bahan dan komposisi

serta kandungan gizi ransum basal

disajikan dalam Tabel 1. Pada umur 6

minggu, tiap ulangan diambil 1 ekor ayam

dipotong untuk diambil sampel daging

bagian paha atas tanpa kulit untuk

keperluan uji sensori.

Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien ransum basal *:

BAHAN PAKAN PERSENTASE (%)

Jagung kuning giling 52,00 Dedak padi 13,00 Bungkil kedelai 19,00 Tepung ikan 9,50 Minyak sawit 5,15 Batu kapur 0,85 Garam NaCl Premix ** L-Lysine HCl DL Metionin

0,25 0,20 0,10 0,05

TOTAL 100,00

KANDUNGAN NUTRIEN Protein kasar (%) 20,21 Metabolizable Energy (kcal/kg) 3199,83 Lemak kasar (%) 4,71 Serat kasar (%) 4,02 Kalsium (%) 0,94 Fosfor tersedia (%) 0,41 Lisin (%) 1,15 Metionin (%) 0,40

Keterangan :

*Standar kebutuhan nutrien ayam broiler umur 3-6 minggu (NRC, 1994): protein 20%;

Lys 1,0%; Met 0,38%; energy 3200 kcal/kg, Ca 0,9%; P av 0,35%.

** Komposisi premix per kilogram : Ca 32,5%; P 10,0%; Fe 6,0 g; Mn 4 g; Iod 0,075 g;

Zn 3,75 g; vit B12 0,5 mg; vit D3 50000 IU.

Uji kualitas sensoris daging

dilakukan dengan sampel daging yang

dimasak tanpa garam atau bumbu. Skor

aroma, warna, rasa, tekstur, keempukan,

Page 27: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

23

dan daya terima pada uji sensoris disajikan

pada Tabel 2. Pada uji sensoris perebusan

daging dilakukan selama 60 menit pada

suhu 80ºC. Ukuran panjang, lebar dan

tinggi setiap potongan daging adalah 1 x 1 x

1 cm. Panelis yang digunakan dalam uji ini

adalah panelis agak terlatih (semi terlatih)

sebanyak 15 orang sesuai metode

Rayahu,1998 cit. Purba et al., 2010.

Seluruh panelis bertugas untuk memberikan

skor pada setiap sampel yang disajikan ke

dalam formulir yang disediakan.

Data hasil uji sensoris dianalisis

dengan statistic non parametric Kruskal

Wallis dan ANOVA untuk yang berbeda

nyata dilanjutkan uji LSD menggunakan

program computer SPSS versi 16 for

Windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penilaian kualitas sensoris atau uji

organoleptik

Penilaian kualitas sensoris atau uji

organoleptik terhadap daging ayam broiler

dilakukan dengan uji hedonic. Kualitas

sensoris / sifat mutu daging merupakan

parameter kualitas daging yang terdiri dari

uji aroma, warna, rasa, tekstur, keempukan,

dan daya terima / kesukaan keseluruhan

panelis terhadap daging yang diuji secara

subyektif oleh panelis. Daging yang

digunakan untuk uji ini adalah daging

bagian paha atas. Panelis diminta untuk

memberikan skor 1 (satu) sampai dengan 5

(lima), dengan arti sebagai berikut: 1=

sangat suka, 2 = suka, 3 = agak suka, 4 =

tidak suka, 5 = sangat tidak suka. (Jadi

derajad kesukaan panelis dimulai dari

angka kecil dan paling tidak disukai

mempunyai skor nilai yang besar).

Aroma daging.

Aroma merupakan sifat mutu yang

penting untuk diperhatikan dalam penilaian

organoleptik bahan pangan, karena aroma

merupakan faktor yang sangat berpengaruh

pada daya terima konsumen terhadap suatu

produk. Aroma merupakan sifat mutu yang

sangat cepat memberikan kesan bagi

konsumen. Penilaian terhadap aroma dapat

dilakukan dari jarak jauh, atau tanpa melihat

produk itu sendiri. Nilai rataan kesukaan

panelis terhadap aroma daging antara 2,20

hingga 2,73 yaitu berkisar suka hingga agak

suka, dapat dilihat pada Tabel 2. Secara

statistik perlakuan penambahan feed

additive / nanokapsul ekstrak kunyit

berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap

aroma daging dibandingkan kontrol ransum

basal ataupun ransum komersial. Tetapi jika

dilihat dari angka reratanya daging ayam

yang diberi ransum komersial atau

nanokapsul 0,4% merupakan yang paling

disukai aromanya (Gambar 1). Menurut

Soeparno (2005) aroma daging dipengaruhi

oleh umur ternak, jenis pakan, lama dan

kondisi penyimpanan setelah dipotong.

Dalam hal ini jenis pakan /nanokapsul

ekstrak kunyit setelah sampai di saluran

pencernaan ayam sebagian kecil akan

didegradasi dan sebagian lagi akan

diabsorbsi masuk ke darah dan dibawa ke

Page 28: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

24

seluruh tubuh (kecernaan kurkumin dalam

ransum ayam broiler yang ditambah

nanokapsul 0,5% adalah 70,64%).

Kurkumin setelah ada di cairan sel akan

cepat dimetabolisme dan diubah menjadi

senyawa turunannya sehingga sudah

kehilangan sifat aslinya yang beraroma

enak setelah menjadi daging sehingga

memberikan aroma yang tidak berbeda

nyata. Aroma amis /fishy (off odor) daging

pada seluruh perlakuan tidak tampak,

semua daging harum dan enak, disini

pemakaian tepung ikan sama yaitu 9,5%

(Tabel 1).

Gambar 1. Skor nilai aroma daging yang pakannya ditambah nanokapsul.

Warna daging.

Warna daging merupakan salah satu

sifat dari sensoris daging yang utama. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa skor warna

daging ayam broiler yang diberi pakan

dengan penambahan nanokapsul ekstrak

kunyit berbeda tidak nyata (P>0,05) yaitu

antara 2,20 sampai 2,87/ warna agak

kuning sampai putih kekuningan. Hal ini

disebabkan karena penambahan

nanokapsul ekstrak kunyit tidak

mempengaruhi mioglobin (Soeparno, 2005;

Fanatico et al., 2007), hemoglobin (Chartrin

et al., 2006), dan pigmen heme yang

menentukan warna daging. Menurut

Soeparno (2005), faktor-faktor yang

mempengaruhi warna daging adalah pakan,

spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stres

(tingkat aktifitas dan tipe otot), pH dan

oksigen. Pada penelitian ini kadar

hemoglobin dari seluruh perlakuan juga

tidak berbeda nyata rerata 5,75 g/dl atau

berkisar antara 4,2 – 9,3 g/dl. Jadi seperti

dijelaskan diatas bahwa kurkumin yang

merupakan pigmen kuning dari kunyit

setelah ada di dalam sel tubuh akan cepat

dimetabolisme dan berubah menjadi

derivatnya sehingga sudah kehillangan

warna aslinya (kuning) sehingga tidak

memberikan warna yang berbeda nyata

Page 29: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

25

pada daging yang ransumnya ditambah

ekstrak kunyit. Kalau dilihat dari nilai rerata

skor warna yang paling disukai 2,20 adalah

P1 (ransum yang ditambah bacitracin 50

ppm) dan P5 (ransum yang ditambah STTP

0,1%) memberikan warna daging putih

kekuningan. Warna daging ayam broiler

yang pakannya ditambah nanokapsul

ekstrak kunyit paling disukai T8 (level NP

0,6%) Gambar 2.

Gambar 2. Skor nilai warna daging yang pakannya ditambah nanokapsul.

Rasa daging.

Rasa merupakan kualitas sensoris

daging yang berkaitan dengan indera

perasa. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa skor rasa daging ayam broiler yang

diberi pakan dengan penambahan

nanokapsul ekstrak kunyit berbeda tidak

nyata (P>0,05) yaitu 2,33 sampai 3,07 yaitu

berkisar antara rasa agak gurih sampai

gurih. Rasa daging ayam broiler relatif sama

yaitu gurih, hal ini disebabkan karena

penambahan nanokapsul ekstrak kunyit

dalam pakan tidak mempengaruhi substansi

atsiri (volatil) yang terdapat di dalam daging

(Soeparno, 2005) sebagai molekul kecil

yang dilepaskan oleh makanan (selama

pemanasan, pengunyahan dan lain-lain)

yang bereaksi dengan reseptor dalam mulut

atau rongga hidung yang menentukan rasa

daging dan daging yang berkualitas baik

mempunyai rasa yang relatif gurih. Dalam

penelitian ini rasa daging paling disukai

pada penambahan STTP 0,1% dengan skor

2,33. Rasa daging ayam broiler yang

pakannya ditambah nanokapsul ekstrak

kunyit paling disukai T9 (level NP 0,8%)

Gambar 3.

Page 30: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

26

Gambar 3. Skor nilai rasa daging yang pakannya ditambah nanokapsul.

Tekstur daging.

Tekstur merupakan sifat sensoris

daging yang berkaitan dengan tingkat

kehalusan dari daging. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa skor tekstur daging

ayam broiler yang diberi pakan dengan

penambahan nanokapsul ekstrak kunyit

berbeda nyata (P<0,05) yaitu 1,73 sampai

3,00 yaitu berkisar antara tekstur agak

halus sampai halus. Pemakaian nanokapsul

0,4% dan 0,8% memberikan skor tekstur

daging yang berbeda tidak nyata (P>0,05)

dengan ransum komersial. Menurut Warris

(2010), ada tiga faktor utama yang diketahui

mempengaruhi tekstur daging diantaranya

panjang sarkomer, jumlah jaringan ikat dan

ikatan silangnya serta tingkat perubahan

proteolitik yang terjadi selama pelayuan.

Luas dan jumlah lemak intramuskular

(marbling) juga akan membuat daging lebih

empuk, karena lemak lebih lembut

dibandingkan otot.

Page 31: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

27

Gambar 4. Skor nilai tekstur daging yang pakannya ditambah nanokapsul.

Keempukan daging.

Keempukan adalah parameter

utama dalam menentukan kualitas daging

yang diuji secara sensoris. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa skor keempukan

daging ayam broiler yang diberi pakan

dengan penambahan nanokapsul ekstrak

kunyit berbeda tidak nyata (P>0,05) yaitu

2,07 sampai 2,87 yaitu berkisar antara agak

empuk sampai empuk. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh jaringan ikat lebih sedikit

adalah lebih empuk daripada otot yang

mengandung jaringan ikat dalam jumlah

yang lebih besar (Soeparno, 2005) dan

semakin tinggi lemak marbling akan

membuat daging semakin empuk (Dilaga

dan Soeparno, 2007). Selain itu, tiga

komponen utama daging yang andil

terhadap keempukan atau kealotan, yaitu

jaringan ikat, serabut serabut otot, dan

jaringan adipose (Soeparno, 2005).

Disamping itu, daging yang empuk adalah

hal yang paling dicari konsumen (Komariah

et al., 2004). Pada P4(ekstrak kunyit 0,2%),

P9(nanokapsul 0,8%) dan P10(Ransum

komersial) , dengan skor 2,07 menunjukan

keempukan daging yang paling disukai

tidak beda nyata (P>0,05%).

Page 32: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

28

Gambar 5. Skor nilai keempukan daging yang pakannya ditambah nanokapsul.

Kesukaan keseluruhan / Daya terima

terhadap daging.

Daya terima merupakan bagian dari

parameter sensoris daging terhadap tingkat

penerimaan konsumen terhadap semua

sifat sensoris daging. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa skor daya terima

daging ayam broiler yang diberi pakan

dengan penambahan nanokapsul ekstrak

kunyit berbeda tidak nyata (P>0,05)

yaitu2,13 sampai 2,87 yaitu berkisar antara

agak suka sampai suka. Ransum komersial

memberikan skor nilai kesukaan

keseluruhan paling baik. Hal ini

mengindikasikan bahwa nanokapsul ekstrak

kunyit pada level 0,4% dapat dipakai untuk

menggantikan ransum komersial yang

memakai antibiotik dan bahan kimia lain

yang tidak teridentifikasi sebagai pemacu

pertumbuhan. Soeparno (2005)

menyatakan bahwa nilai daging didasarkan

atas tingkat akseptabilitas (daya terima)

konsumen. Tingkat daya terima panelis

terhadap daging ayam broiler tidak

dipengaruhi oleh adanya level penambahan

nanokapsul ekstrak kunyit dalam pakan,

tetapi kalau dilihat nilai reratanya terendah

2,20 dicapai oleh ayam yang ransumnya

ditambah nanokapsul 0,4% (P7) Gambar 6.

Hal ini dapat disebabkan karena kepuasan

yang berasal dari konsumen daging

tergantung pada respons fisiologis dan

sensori diantara individu (Soeparno, 2009).

Page 33: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

29

Gambar 6. Skor nilai kesukaan keseluruhan daging yang pakannya

ditambah nanokapsul.

KESIMPULAN

Pemakaian nanokapsul ekstrak kunyit

terbaik pada level 0,4%, mampu

memberikan kualitas sensori yang baik

dalam daging ayam broiler.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih

kepada Dirjen DIKTI yang telah membantu

pendanaan penelitian lewat Penelitian

Unggulan Perguruan Tinggi (Multidisiplin

UGM) tahun anggaran 2013. Ucapan terima

kasih disampaikan juga kepada Tim

Promotor, Laboran dan semua mahasiswa

S1-S2 yang terlibat pada penelitian ini,

sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anand, P.A., A. B. Kunnumakkara, R.A.

Newman, and B.B. Aggarwal,

2007.Bioavailability of Curcumin:

Problems and Promises. Mol.

Pharmaceutics, 2007, 4 (6), 807-818•

DOI: 10.1021/mp700113r.

Aznam, N. 2004. Uji aktivitas antioksidan

ekstrak kunyit (Curcuma domestica,

Val). Prosiding Seminar Nasional,

Penelitian Pendidikan dan Penerapan

MIPA. 2-3 Agustus, Hotel Sahid Raya,

Yogyakarta. Halaman: 111-117.

Barroeta, A.C. 2007. Nutritive value of

poultry meat: relationship between

vitamin E and PUFA. World’s Poult.

Sci. J. 63: 277-284.

Page 34: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

30

Bou, R., F. Guardiola, A. Tres, A.C.

Barreota and R. Codony. 2004. Effect

of dietary fish oil, α-tocopherol

acetate, and zinc supplementation on

the composition and consumer

acceptability of chicken meat. Poult.

Sci. 83:282-292.

Bou, R., S. Grimpa, F. Guardiola, A.C.

Barroeta and Codony R. 2006. Effects

of various fat sources, alpha

tocopheryl acetate, and ascorbic acid

supplements on fatty acid composition

and alpha-tocopherol content in raw

and vacuum-packed, cooked dark

chicken meat. Poult. Sci. 85: 1472-

1481.

Chartrin, P.K. Me´teau, H. Juin, M.D.

Bernadet, G. Guy, C. Larzul, H.

Re´mignon, J. Mourot, M.J. Duclos,

and E. Bae´za. 2006. Effects of

intramuscular fat levels on sensory

characteristics of duck breast meat.

Poultry Sci. 85: 914-922.

Dilaga, I.W.S. dan Soeparno. 2007.

Pengaruh pemberian berbagai level

Clenbuterol terhadap kualitas daging

babi jantan grower. Buletin

Peternakan Vol. 31(4):200-208.

Fanatico, A.C., P.B. Pillai, J.L. Emmert, and

C.M. Owens. 2007. Meat quality of

slow- and fastgrowing chicken

genotypes fed low-nutrient or

standard diets and raised indoors or

with outdoor access. Poultry Sci.

86:2245-2255.

Gaudin, V., Maris, P., Fusetier, R.,

Ribouchon, C., Cadieu, N. and Rault,

A. 2004. Validation of a

microbiological method: The Star

protocol, a five plate test for screening

of antibiotic residues in milk. Food

Additives and Contaminants 21(5):

422-433.

Omojola, A.B, S.S. Fagbuaro dan A.A.

Ayeni. 2009. Cholesterol Content,

Physical and Sensory Properties of

Pork from Pigs Fed Varying Levels of

Dietary Garlic (Allium sativum). J.

World Applied Sci. 7: 971-975.

Komariah, I.I. Arief dan Y. Wiguna. 2004.

Kualitas fisik dan mikrobia daging sapi

yang ditambah jahe (Zinger officinale

roecoe) pada konsentrasi dan lama

penyimpanan yang berbeda. Media

Peternakan Vol. 28(2):38-87.

Maiti, K., K. Mukherjee, A. Gantait, B.P.

Saha, P.K. Mukherjee. 2007.

Kurkumin phospholipid complex:

Preparation, therapeutic, evaluation

and pharmacokinetic studi in rats. Int.

J. Pharm. 330(1-2), 155-63.

NRC. 1994. Nutrient Requirements of

Poultry. 9th Rev.Ed. National Academy

Press, Washington DC.

Page 35: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

31

Park, P.W. and R.E. Goins. 1994. In Situ

Prearation of Fatty Acids Methyl Ester

For Analysis of Fatty Acids

Composition. Foods Sci. 59(6): 1262-

1266.

Purba, M., E.B. Laconi, P.P. Ketaren, C.H.

Wijaya dan P.S. Hardjosworo, 2010.

Kualitas sensori dan komposisi asam

lemak daging itik lokal jantan dengan

suplementasi santoquin, vitamin E

dan C dalam ransum. JITV Vol. 15(1)

: 47-55.

Rebole, A., M.L. Rodriguez, L.T. Ortiz, C.

Alzueta, C. Centeno, C. Viveros, A.

Brenes and I. Arija. 2006. Effect of

dietary high-oleic acid sunflower seed,

palm oil and vitamin E

supplementation on broiler

performance, fatty acid composition

and oxidation susceptibility of meat.

Br. Poult. Sci. 47: 581-591.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi

Daging. Cetakan Ke-4. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Swatantra K.K.S., R. Awani K.,

S.Satyawan.2010. Chitosan: A

Platform for Targeted Drug Delivery.

Int.J. PharmTech Res.,2(4): 2271-

2282.

Warris,P.D. 2010. Meat Science : an

Introductory Text.2ndSchool of

Veterinary Science University of

Bristol, CABI Publishing. Bristol UK,

pp. 194-205.

Wachira, W.M., A. Shitandi and R. Ngure,

2011. Determination of the limit of

detection of penicillin G residues in

poultry meat using a low cost

microbiological method. International

Food Research Journal 18(3): 1203-

1208.

Page 36: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

32

SEGMENTASI TEKSTUR CITRA LIDAH PENDERITA TIFOID MENGGUNAKAN METODE

ADAPTIF

Supatman

Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10

Yogyakarta 55753

E-mail : [email protected]

Abstract

Typhoid and paratyphoid (hereinafter referred to as typhoid) is an acute infectious disease of the small intestine which is included in the category endemic in Indonesia. The disease is classified as infectious diseases listed in Act No. 6 of 1962 on the outbreak. In Indonesia as an epidemic of typhoid rare but more often are sporadic, scattered in an area and rarely cause more than one case in the home and source of infection could not be determined.Identification of typhoid disease conducted with a variety of laboratory tests, including tests widal and culture. The results of these tests are used to ascertain the symptoms of typhoid patients within one week. Early identification of typhoid disease can also be done by looking at the condition of the patient's tongue, the tongue is the degree of soiling. Getting dirty tongue then the probability of patients suffering from typhoid will be even greater.

1. Pendahuluan

Tifoid dan paratifoid (selanjutnya

disebut tifoid) merupakan penyakit infeksi

akut usus halus yang dimasukkan dalam

katagori endemik di Indonesia. Penyakit ini

digolongkan penyakit menular yang

tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6

tahun 1962 tentang wabah. Di Indonesia

tifoid jarang sebagai epidemic akan tetapi

lebih sering bersifat sporadic, terpencar-

pencar disuatu daerah dan jarang

menimbulkan lebih dari satu kasus pada

orang-orang serumah serta sumber

penularan tidak dapat ditentukan.

Identifikasi dini penyakit tifoid secara visual

dapat juga dilakukan dengan melihat

kondisi lidah pasien, yaitu dengan tingkat

kekotoran lidah. Semakin kotor lidah pasien

maka probabilitas menderita tifoid akan

semakin besar. Proses identifikasi real time

melalui tekstur citra lidah dilakukan dengan

proses awal preprocessing citra yaitu

segmentasi untuk memisahkan citra lidah

dari objek lainnya seperti bibir, gigi dan

bagian dalam mulut lainnya.

2. Dasar Teori

2.1 Tifoid

Tifoid dan paratifoid (selanjutnya

disebut tifoid) adalah penyakit infeksi akut

usus halus yang merupakan penyakit

endemik di Indonesia. Sinonim tifoid adalah

typhoid dan patatyphoid fever, enteric

fever, typhus dan paratyphus abdominfis.

Etiologinya ialah Salmonella typhi, S.

paratytphi A., S. paratyphi B., dan S.

paratyphi C [25,26].

Page 37: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

33

Penularan S. typhi terjadi melalui

mulut oleh makanan yang tercemar.

Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam

lambung oleh asam lambung. Sebagian lagi

masuk ke usus halus, mencapai jaringan

limfoid lalu berkembang biak. Kuman

kemudian masuk aliran darah dan

mencapai sel-sel retikuloendotelial hati,

limpa dan organ-organ lain. Diprediksi

proses ini berjalan pada masa tunas, yang

berakhir saat sel-sel retikuloendotelial

melepas kuman pada peredaran darah dan

menimbulkan bakteri untuk kedua kalinya.

Kuman-kuman selanjutnya masuk ke

jaringan beberapa organ tubuh, terutama

limpa, usus halus dan kandung empedu

[25,26].

Ciri-ciri utama penderita demam

tifoid berupa tanda-tanda klinis antara lain

panas meningkat secara berlahan,

gangguan GIT (konstipasi, diare, mual-

muntah) dan lidah kotor [29].

2.2 Citra

2.2.1 Format Citra

2.2.1. 1. Komponen Citra Digital

Citra adalah representasi dua

dimensi untuk bentuk fisik nyata tiga

dimensi. Citra dalam perwujudannya dapat

bermacam-macam, mulai dari gambar

hitam-putih pada sebuah foto (yang tidak

bergerak) sampai pada gambar berwarna

yang bergerak pada pesawat televisi.

Proses transformasi dari bentuk tiga

dimensi ke bentuk dua dimensi untuk

menghasilkan citra akan dipengaruhi oleh

bermacam-macam faktor yang

mengakibatkan penampilan citra suatu

benda tidak sama persis dengan bentuk

fisik nyatanya. Faktor-faktor tersebut

merupakan efek degradasi atau penurunan

kualitas yang dapat berupa rentang kontras

benda yang terlalu sempit atau terlalu lebar,

distorsi geometrik, kekaburan (blur),

kekaburan akibat obyek yang bergerak

(motion blur), noise atau gangguan yang

disebabkan oleh interferensi peralatan

pembuat citra, baik berupa transduser,

peralatan elektronik ataupun peralatan

optik.

Teknik dan proses untuk

mengurangi atau menghilangkan efek

degradasi pada citra digital meliputi

perbaikan/peningkatan citra (image

enhacement), restorasi citra (image

restoration), dan tranformasi spasial

(spasial transformation). Subyek lain dari

pengolahan citra digital diantaranya adalah

pengkodean citra (image coding),

segmentasi citra (image segmentation),

representasi dan deskripsi citra (image

representation and description).

Karena pengolahan citra dilakukan

dengan komputer digital maka citra yang

akan diolah terlebih dahulu

ditransformasikan ke dalam bentuk

besaran-besaran diskrit dari nilai tingkat

keabuan pada titik-titik elemen citra. Bentuk

citra ini disebut citra digital. Setiap citra

digital memiliki beberapa karakteristik,

antara lain ukuran citra, resolusi dan format

Page 38: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

34

lainnya. Umumnya citra digital berbentuk

persegi panjang yang memiliki lebar dan

tinggi tertentu, yang biasanya dinyatakan

dalam banyaknya titik atau piksel (picture

element/pixel).

Ukuran citra dapat juga dinyatakan

secara fisik dalam satuan panjang

(misalnya mm atau inch). Dalam hal ini

tentu saja harus ada hubungan antara

ukuran titik penyusun citra dengan satuan

panjang. Hal tersebut dinyatakan dengan

resolusi yang merupakan ukuran

banyaknya titik untuk setiap satuan

panjang. Biasanya satuan yang

digunakan adalah dpi (dot per inch). Makin

besar resolusi makin banyak titik yang

terkandung dalam citra dengan ukuran fisik

yang sama. Hal ini memberikan efek

penampakan citra menjadi semakin halus.

Format citra digital ada bermacam-

macam. Karena sebenarnya citra

merepresentasikan informasi tertentu,

sedangkan informasi tersebut dapat

dinyatakan secara bervariasi, maka citra

yang mewakilinya dapat muncul dalam

berbagai format. Citra yang

merepresentasikan informasi yang hanya

bersifat biner untuk membedakan 2

keadaan tentu tidak sama citra dengan

informasi yang lebih kompleks sehingga

memerlukan lebih banyak keadaan yang

diwakilinya. Pada citra digital semua

informasi tadi disimpan dalam bentuk

angka, sedangkan penampilan angka

tersebut biasanya dikaitkan dengan

warna.

Citra digital (digital image) adalah

citra kontinyu f(x,y) yang sudah didiskritkan

baik koordinat spasial maupun tingkat

kecerahannya. Setiap titik biasanya memiliki

koordinat sesuai dengan posisinya dalam

citra. Koordinat ini biasanya dinyatakan

indeks x dan y hanya bernilai bilangan bulat

positif, yang dapat dimulai dari 0 atau 1.

Citra digital yang selanjutnya akan disingkat

”citra” sebagai matrik ukuran M x N yang

baris dan kolomnya menunjukkan titik-

titiknya yang diperlihatkan pada persamaan

di bawah ini menurut [10]:

X=f(x,y)=

−−−−

)1,1(...)1,1()0,1(

............

)1,1(...)1,1()0,1(

)1,0(...)1,0()0,0(

NMfMfMf

Nfff

Nfff

(1)

Setiap titik juga memiliki nilai berupa

angka digital yang merepresentasikan

informasi yang diwakili titk tersebut. Format

nilai piksel sama dengan format citra

keseluruhan. Pada kebanyakan sistem

pencitraan, nilai ini biasanya berupa

bilangan bulat positif.

2.2.1.2 Representasi Citra Digital

Komputer dapat mengolah isyarat-

isyarat elektronik digital yang merupakan

kumpulan sinyal biner (bernilai dua: 0 dan

1). Untuk itu, citra digital harus mempunyai

format tertentu yang sesuai sehingga dapat

Page 39: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

35

merepresentasikan obyek pencitraan dalam

bentuk kombinasi data biner.

Citra yang tidak berwarna atau hitam

putih dikenal sebagai citra dengan derajat

abu-abu (citra graylevel/grayscale). Derajat

abu-abu yang dimiliki ini bisa beragam

mulai dari 2 derajat abu-abu (yaitu 0 dan 1)

yang dikenal juga sebagai citra

monochrome, 16 derajat keabuan dan 256

derajat keabuan.

Dalam sebuah citra monochrome,

sebuah piksel diwakili oleh 1 bit data yang

berisikan data tentang derajat keabuan

yang dimiliki piksel tersebut. Data akan

berisi 0 bila piksel berwarna hitam dan 1

bila piksel berwarna putih. Citra yang

memiliki 16 derajat keabuan (mulai dari 0

yang mewakili warna hitam sampai dengan

15 yang mewakili warna putih)

direpresentasikan oleh 4 bit data.

Sedangkan citra dengan 256 derajat

keabuan (nilai dari 0 yang mewakili warna

hitam sampai dengan 255 yang mewakili

warna putih) direpresentasikan oleh 8 bit

data.

Dalam citra berwarna, jumlah warna

bisa beragam mulai dari 16, 256, 65536

atau 16 juta warna yang masing-masing

direpresentasikan oleh 4,8,16 atau 24 bit

data untuk setiap pikselnya. Warna yang

ada terdiri dari 3 komponen utama yaitu

nilai merah (red), nilai hijau (green) dan nilai

biru (blue). Paduan ketiga komponen utama

pembentuk warna tersebut dikenal sebagai

RGB color yang nantinya akan membentuk

citra warna.

2.2.1.3 Tingkat Abu-abu (Grayscale)

Kecerahan dari citra yang disimpan

dengan cara pemberian nomor pada tiap-

tiap pikselnya. Semakin tinggi nomor

pikselnya maka makin terang (putih) piksel

tersebut. Sedangkan semakin kecil nilai

suatu piksel, mengakibatkan warna pada

piksel tersebut menjadi gelap. Dalam sistem

kecerahan yang umum terdapat 256 tingkat

untuk setiap piksel. Scala kecerahan seperti

ini dikenal sebagai grayscale.

Proses grayscale ini bertujuan untuk

merubah citra 24 bit RGB menjadi citra abu-

abu. Pemilihan pemrosesan pada tingkat

abu-abu ini dipilih karena lebih sederhana,

yaitu hanya menggunakan sedikit

kombinasi warna dan dengan citra abu-abu

dirasakan sudah cukup untuk memproses

peta yang semula berupa RGB colour

dengan liputan abu-abu.

R BRGBRGB RGB G

Titik2 Titik3 Titik4Titik1

Gambar 1. Model penyimpanan piksel

pada buffer memori[3]

Pengubahan citra 24 bit ke citra abu-

abu YUV dengan mengambil komponen Y

(luminance) dapat dilakukan dengan

mengalikan komponen R, G, B dari nilai

taraf intensitas tiap piksel RGB dengan

konstanta (0.299R,0.587G,0.11B).

Page 40: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

36

Gambar 2. Operasi Pengubahan Citra 24 bit

(piksel warna ) ke Citra Abu-Abu YUV [9]

2.2.1.4 Pengambangan Adaptif.

Pendekatan langsung dalam metode

adaptif adalah dengan membagi citra

menjadi beberapa bidang berukuran m x m

lalu memilih threshold Tij untuk bagian citra

berdasarkan histogram dari bagian ke-ij (1≤

i,j ≤ m). Hasil akhir dari proses ini adalah

gabungan dari bagian-bagian citra tadi,

yang sebearnya berasal dari sebuah citra

yang lebih besar. Sebuah citra dapat dibagi

menjadi 4, 6, 9 bagian dan seterusnya

tergantung pada ukuran dimensi citra dan

besarnya perbedaan latar belakang yang

paling gelap dan latar belakang yang paling

terang, sehingga bagian-bagian kecil tadi

menutup seluruh bagian dari citra asal.

Ilustrasi pembagian citra menjadi empat

bagian diberikan pada Gambar 2.5 [33].

Gambar 3. Pembagian daerah dengan teknik pengambangan adaptif [33].

Nilai ambang lokal dapat dihitung

dengan salah satu dari tiga cara berikut

[21]:

(2)

T1,1 T1,2

T2,1 T2,2

Page 41: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

37

atau

(3)

(4)

dengan W : blok yang diposes

Nw : banyaknya piksel pada blok W

C : konstanta yang dapat

ditentukan secara bebas

4. Eksperimen

Eksperimen dilakukan

menggunakan citra lidah penderita tifoid

dengan merubah parameter sub window

dan nilai konstanta pada perangkat lunak

aplikasi metode adaptif. Digram blok

perangkat lunak implementasi metode

adaptif ditunjukkan pada Gambar 4 dan

perubahan nilai konstan ditunjukkan pada

Tabel 1.

Gambar 4. Diagram blok implementasi metode adaptif.

Tabel 1. Parameter pengujian perangkat

lunak implementasi algoritma adaptif

Pengujian Sub Window Konstanta

1 4 x 4 0.14

2 16 x16 0.14

3 19 x 19 0.14

4 16 x 16 0.10

6 16 x 16 0.19

5. Hasil dan pembahasan

Berdasarkan data citra lidah

penderita tifoid diperolah hasil uji

segmentasi dengan merubah sub window

dan nilai konstanta ditunjukkan pada

Gambar 5.

Citra Lidah

Penderita Tifoid

Algoritma Metode

Adaptif

Citra Lidah

(tersegmentasi)

Page 42: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

38

Sub Window : 4x4 Sub Window : 16x16 Sub Window : 19 x 19

Konstanta : 0.14 Konstanta : 0.14 Konstanta : 0.14

Sub Window : 16x16 Sub Window : 16x16 Sub Window : 16 x 16

Konstanta : 0.10 Konstanta : 0.14 Konstanta : 0.19

Gambar 5. Hasil Uji Perangkat Lunak

Segmentasi Citra Lidah Menggunakan

Metode Adaptif.

Berdasarkan Gambar 5. Hasil Uji Perangkat

Lunak Segmentasi Citra Lidah

Menggunakan Metode Adaptif diperoleh

ukuran optimal sub window diperoleh pada

nilai 16 x 16 piksel dengan nilai konstanta

0.14. Semakin rendah nilai konstanta maka

segmentasi citra semakin besar (over

segmentation) dan semakin besar sub

window maka semakin segmentasi citra

semakin besar.

6. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang diambil

dari analisa dan pengujian segmentasi citra

lidah menggunakan metode adaptif pada

penderita penyakit tifoid lain :

a. Ukuran optimal dalam sub window

diperoleh pada nilai 16 x 16 piksel.

b. Konstanta optimal pada nilai 0.14.

Page 43: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

39

Daftar Pustaka

[1]. Adi Dharma Wibawa, 2005, “Early

Detection On The Condition Of

Pancreas Organ As The Cause Of

Diabetes Mellitus By Iris Image

Processing Using Modified SOM-

Kohonen, ICBME, Singapura.

[2]. Ajith Abraham, 2004, “Meta learning

evolutionary artificial neural networks”,

Nero Computing.

[3]. Andy Song, Vic Ciesielski, 2004 ”

Texture Analysis by Genetic

Programming”, In Proceedings of the

2004 Congress on Evolutionary, G.

Greenwood (Editor), pages 2092-

2099, Portland.

[4]. B.C. Merki, M.R. Mahfouz, 2005,

“Unsupervised Three-Dimensional

Segmen-tation of Medical Images

Using an Anotomical Bone Altas ”,

ICBME, Singapura.

[5]. B. Jaganatha Pandian, 2005, “AI

Based Detection And Classification Of

Microca-lcifications In Digital

Mammogram” , ICBME, Singapura.

[6]. Duda., Ricard O, Hart., Peter E,

Stork., Peter E, 2000, “Pattern

Clasification”, John Willey & Sons Inc.

[7]. Erdogan Çesmeli and DeLiang Wang,

2001, “Texture Segmentation Using

Gaussian–Markov Random Fields and

Neural Oscillator Networks”, IEEE

Transactions On Neural Networks,

Vol. 12, No. 2, March.

[8]. Fausett, Laurene, 1994,

“Fundamentals Of Neural Networks,

Arcitectures, Algorithms, and

Applications”, Prentice Hall,

Englewood Cliffs.

[9]. H.P. Ng., 2005, “ An Improved

Watershed Algorithm For Medical

Image Segmentation”, ICBME,

Singapura.[17]

[10]. Ham., Fredric M., Kostanic., Ivica,

2001, ” Principles of Neurocomputing

for Science & Engineering”, McGraw-

Hill, Inc.

[11]. Haryanti Rivai, 2005 “Pengenalan ciri-

ciri tekstur kecacatan kain sutera

dengan menggunakan metode

gaussian markov random field dengan

klasifikasi SOM-Kohonen”, ITS,

Surabaya.

[12]. J.T. Pramudito, 2005,“Design and

Implemtation Of Early Osteoporosis

Detection Software System By

Clavicular Cortx Thickness

Measurement”, ICBME, Singapura.

[13]. Jin-Hyuk Hong, 2005., “The

classification of cancer based on DNA

microarray data that uses diverse

Page 44: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

40

ensemble genetic programming”,

Artificial Itellejence in Medicine.

[14]. M.S.G. Tsuzuki, 2005, “4D Thoracic

Organ Modelling from

Unsunchronized MR Sequential

Images”, ICBME, Singapura.

[15]. Marques de sa, J.P., 2001,”Pattern

Recognition:Consept, Methods and

Applications”,Springer.

[16]. Matthew J.Langdon,Ph.D, 2003,

”Classification of Gaussian Markov

Random Field (GMRF) with

Application to Powder images ”,

University of Leads.

[17]. Mei-Gie Lim, 2005, “Probability

Distribution Maps As Medical Image

Labeling Tool – Pros and Cons”,

ICBME, Singapura.

[18]. Mori, Shunji., Nishida, Hirobumi.,

Yamada, Hiromitsu, 1999, “Optical

Character Recognition”, John Willey &

Sons Inc.

[19]. Nicholas V. Swindale and Hans-Ulrich

Bauer, 1998, “Application of

Kohonen's self-organizing feature

map algorithm to cortical maps of

orientation and direction preference”,

The royal society .

[21]. Putra., Darma, 2009, “Sistem

Biometrika, Konsep Dasar, Teknik

Analisis Citra, dan Tahapan

Membangun Aplikasi Biometrika”,

C.V. Andi Offset, Yogyakarta.

[22]. Pratt., William K., 2001, “Digital Image

Processing”, John Willey & Sons.

[23]. Rinaldi Munir, 2004, “Pengolahan

Citra Digital Dengan Pendekatan

Algoritmik”, Informatika, Bandung.

[24]. Russ., John C., 1998, “The Image

Processing Handbook 3th”, A CRC

Handbook Published.

[25]. Soeparman, 1995., “Ilmu penyakit

dalam”, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

[26]. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak,

1982., “Ilmu kesehatan anak jilid 2”,

Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta.

[27]. Shao-Jer Chen, 2005, “Quantitative

Assessment Of Pathological Findings

For Breast Cancer through

Sonographic Texture Analysis”,

ICBME, Singapura.

[28]. Steinmetz., Raft, Nahrstedt., Klara,

2002, “Multimedia Fundamentals,

Media Coding and Content

Processing”, Prentice-Hall inc.

[29]. Supatman, 2008,”Identifikasi citra

tekstur bubuk susu dengan metode

alih-ragam gelombang singkat untuk

memprediksi keaslian produk susu”,

Page 45: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

41

Proceedings SITIA2008, ISBN: 978-

979-8897-24-5, tanggal: 8 Mei 2008 ,

ITS Surabaya.

[30]. Supatman, 2008, “Identifikasi Citra

Sketsa Figur Manusia Dengan

Metode Pulse Coupled Neural

Network (PCNN) Untuk Mempredisi

Daya Tahan Terhadap Stres”,

Prosiding Semnasif 2008, ISSN:1979-

2328, Jurusan Teknik Informatika,

FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta.

[31]. Supatman., Mulyanto, Eko., Purnomo,

Mauridy H., 2007, “Identifikasi citra

tekstur lidah menggunakan metode

gaussian markov random field untuk

deteksi dini penyakit tifoid”,

Proceedings SITIA2007, ISBN : 978-

979-9589-9-8, tanggal 9 Mei 2007,

ITS Surabaya.

[32]. Supatman, 2006,”Ekstraksi ciri citra

tekstur lidah menggunakan metode

Co-Occurrence Matrik”, Prosiding

Seminar Nasional Peran Teknologi

Pemrosesan Sinyal Diera Global”

ISBN : 979-1149-91-7, tanggal: 11

November 2006, Fak. Teknik,

Universitas Wangsa Manggala

Yogyakarta.

[33]. Usman Ahmad, 2005, ”Pengolahan

Citra Digital dan Teknik

Pemrogramannya”, Graha Ilmu,

Yogyakarta.

Page 46: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

42

KUALITAS KIMIA DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER

Sri Hartati Candra Dewi

Program Studi Peternakan, Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10 Yogyakarta 55753

E-mail : sh_candradewi@yahoo,com

ABSTRACT

This study aims to determine carcass and chemical quality of chicken meat fed concentrate-based broiler ration, Thirty-six chicks 1 week old used in the experiments were conducted as One Way experiment using a completely randomized design with 4 treatments of feed (use 1 BR concentrate as much as 100%, 75%, 50%, and 25%) per treatment with 3 replications, Data were analyzed by ANOVA and Duncan's Multiple Range Test, Parameters measured were moisture content, protein, fat and meat pH, The results showed that the water content and fat content of real influenced by feed treatment, whereas protein content and pH of the meat was not significantly affected by feeding treatment, The study concluded that the chicken-based concentrates fed up with the percentage of concentrate at 75%, does not affect the chemical characteristics of meat, Keywords: chicken, feed-based concentrates, chemical characteristics of meat,

PENDAHULUAN

Ayam kampung merupakan unggas

yang paling digemari oleh masyarakat

tanpa memandang usia, Selain itu ayam

kampung banyak dipelihara oleh

masyarakat baik di desa maupun di kota,

Pemeliharaan ayam kampung masih dalam

jumlah kecil antara 2 sampai 5 ekor, karena

tujuan utamanya adalah untuk kesenangan

atau hobi, untuk mencukupi kebutuhan gizi

keluarga dan masih sebagai usaha

sambilan,

Pemeliharaan ayam kampung skala

rumah tangga belum memperhatikan

kebutuhan nutrisinya, karena hanya

memanfaatkan sisa dapur dan hanya

ditambah dedak atau bekatul, Oleh karena

itu produksi maupun kualitas dagingnya pun

masih belum optimal, Dalam rangka

meningkatkan produksi dan kualitas

dagingnya perlu perbaikan kualitas pakan,

hal ini dapat diluhat dari pemberian pakan

pada broiler,

Dewasa ini masyarakat dalam

memilih bahan pangan sudah sangat

memperhatikan tentang kualitasnya,

termasuk dalam memilih daging yang akan

dikonsumsi, Masyarakat tentu akan memilih

daging yang mempunyai kualitas baik

sesuai dengan biaya yang dikeluarkan,

Kebutuhan daging baik daging sapi maupun

ayam akan meningkat pada saat-saat

tertentu misalnya pada hari-hari besar

keagamaan, Pada saat itu harga ayam

kampung akan meningkat, hal ini

disebabkan karena permintaan tinggi

sedang ketersediaan sedikit,

Salah satu keuntungan

pemeliharaan ayam pedaging kampung

Page 47: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

43

dengan menggunakan sistem broiller

adalah, peternak bisa memproduksi DOC

sendiri, Hingga tingkat ketergantungan

peternak pada agroindustri modern menjadi

terkurangi, Tingkat keuntungan peternak

akan semakin tinggi apabila mereka

meramu pakan sendiri dengan membeli

tepung ikan, jagung giling, bungkil, dedak,

tepung tulang, tepung darah dan lain-lain,

Peningkatan produksi dan kualitas

daging ayam kampung akan dilakukan

dengan memberikan pakan berbasis

konsentrat ayam broiler dengan

penambahan bekatul maupun bahan lain,

Penelitian ini bertujuan untuk melihat karkas

dan kualitas kimia daging ayam kampung

yang diberi ransum berbasis konsentrat

broiler,

Daging ayam kampung merupakan

salah satu komoditi peternakan yang

dibutuhkan untuk memenuhi protein hewani

asal ternak, dimana protein dagingnya

mengandung susunan asam amino yang

lengkap, Namun daging dari ayam

kampung pada umumnya harganya lebih

mahal dari daging broiler, sedangkan

bobotnya lebih rendah,

Oleh karena itu untuk meningkatkan

produksi daging ayam kampung perlu

dilakukan perubahan ransum, apakah

dengan pemberian konsentrat broiler

produksi karkasnya akan meningkat?

METODE DAN METODE

Materi

Ø Ayam kampung umur 1 minggu,

Ø Kandang kelompok,

Ø Seperangkat alat untuk analisa kimia

daging,

Ø Seperangkat alat untuk

menyembelih ayam,

Metode

Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan

pengacakan lokasi kandang dan anak

ayam, Pengacakan lokasi dilakukan

sebelum ayam dimasukkan dalam kandang,

sedangkan pengacakan anak ayam

dilakukan pada ayam unsexed yang

dikelompokkan menjadi 4 perlakuan,

dengan 3 ulangan masing-masing 3 ekor,

Perlakuan yang diberikan adalah :

- Perlakuan 1 (R1):100 %konsentrat BR 1

- Perlakuan 2 (R2): 75 %konsentrat BR 1

- Perlakuan 3 (R3): 50 %konsentrat BR 1

- Perlakuan 4 (R4): 25 %konsentrat BR 1

Pemberian Ransum dan Vitamin

Ransum yang diberikan disusun

seperti yang tertera dalam Tabel 2,

Pemberian ransum dilakukan 2 kali sehari

yaitu pagi dan sore dalam bentuk pellet,

Pada ayam berumur 1 hari ransum yang

diberikan adalah BR sampai dengan umur 1

minggu untuk adaptasi, setelah itu baru

kemudian diberikan ransum perlakuan

selama 10 minggu, Ransum dan air minum

diberikan secara ad libitum

Page 48: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

44

Kandungan nutrient bahan pakan

penyusun ransum pada tabel 1, berikut ini :

Tabel 1, Kandungan nutrient bahan pakan

penyusun ransum

Bahan Pakan ME (Kcal/kg) PK (%)

Jagung (1)

3450 8,7

Bekatul (1) 1630 12

BR 1 3000 20

Keterangan : 1) Anggorodi (1995) 2) Hartadi et al, (1986) Tabel 2, Susunan dan kandungan nutrient ransum perlakuan

Bahan

Pakan

P1

P2 P3 P4

Jagung

(1)

0 10 25 40

Bekatul

(1)

0 15 25 35

BR 1 100 75 50 25

Jumlah

(kg)

100 100 100 100

ME

(Kcal/kg)

3000 2839,50 2770 2700,5

0

PK (%) 20

18,42 15,6

8

12,93

Pengambilan Sampel Daging

Sampel ayam diambil satu ekor

secara acak sehingga tiap perlakuan ada 3

ekor, dan dilakukan penimbangan sebelum

dipotong, Pemotongan ayam dilakukan

sesuai dengan prosedur pemotongan ayam

yaitu dengan metode Kosher dengan

memotong arteri karotis, vena jugularis dan

esophagus (Soeparno, 1994), Sampel

daging diambil dari bagian dada,

Pengambilan data

Peubah yang diukur pada penelitian ini

adalah kadar air, kadar protein, kadar

lemak, dan pH, Perlakuan dalam penelitian

ini adalah pemberian ransum berbasis

konsentrat broiler (BR 1), Jadi dalam hal ini

ada 4 perlakuan yaitu P1, P2, P3 dan P4,

Setiap perlakuan diulang 3 kali, setiap

ulangan diambil 1 ekor,

Data yang diambil adalah kadar air,

protein, lemak dan pH daging (AOAC,

1975),

Analisis Data

Penelitian disusun berdasarkan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola

searah, dengan 4 perlakuan pakan yaitu

penggunaan konsentrat BR 1 sebanyak 100

%, 75 %, 50 %, dan 25 %, dengan 3 kali

ulangan untuk masing-masing perlakuan,

Data diperoleh dianalisis menggunakan

analisis variansi, dan jika ada perbedaan

rata-rata, dilanjutkan dengan uji beda jarak

berganda dari Duncan’s New Multiple

Range Test (Astuti, 1980),

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa rerata kandungan air daging ayam

berturut-turut dari P1 sampai dengan P5

seperti tertera pada tabel 3, Hasil penelitian

Page 49: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

45

menunjukkan bahwa perlakuan pakan

mempengaruhi secara nyata pada kadar air

daging, Hasil analisis variansi menunjukkan

bahwa keempat perlakuan ransum dengan

menggunakan pakan konsentrat terdapat

perbedaan yang nyata, Pada perlakuan 100

% pakan konsentrat menghasilkan daging

dengan kadar air yang lebih tinggi

dibanding perlakuan pakan 75 %, 50 % dan

25 % konsentrat, Hal ini diduga karena

ransum P1 mempunyai kandungan nutrient

(ME) yang lebih tinggi dibandingkan yang

lain, walaupun bahan pakannya berbeda,

perbedaan timbunan protein belum cukup

untuk menyebabkan perbedaan yang nyata

terhadap kandungan air dagingnya,

Tabel 3, Kadar Air daging ayam Kampung (%)

Ulangan Perlakuan (% konsentrat)

100 75 50 25 1 76,31 73,41 75,38 75,46

2 76,20 75,12 73,25 74,76

3 76,64 74,73 74,89 73,90 Rerata 76,38 a 74,42 b 74,51 b 74,71 b

Keterangan : rerata dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05),

Menurut Soeparno (1994),

kandungan air daging antara lain

dipengaruhi oleh umur ternak, semakin tua

umur ternak maka kandungan airnya akan

menurun, dengan kata lain semakin tua

umur ternak maka kandungan air daging

semakin rendah, bila persentase lemak

dalam karkas broiler meningkat maka

kandungan air tubuh berkurang, Hasil

penelitian ini hampir sama dengan

penelitian Indarto dkk. (2000) menyebutkan

bahwa kadar air ayam broiler yang

mendapatkan suplementasi 4% minyak

lemuru sebesar 74,87% sedangkan untuk

kontrol diperoleh 74,92%, Menurut Aberle et

al. (2001) komposisi kimia daging adalah 65

– 80 % merupakan kandungan air,

Sedangkan kandungan air daging ayam

yang normal berkisar antara 70 % sampai

75 % (Aberle et al,, 2001), Kandungan air

dapat berbeda diantara otot, Perbedaan

kandungan air pada tubuh hewan

dipengaruhi oleh variasi umur dan pakan,

Kadar Protein

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang tidak nyata antara

perlakuan ransum, Rerata kandungan

protein daging hasil penelitian dapat dilihat

pada tabel 5, Hasil analisis variansi

Page 50: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

46

menunjukkan adanya perbedaan yang tidak

nyata antara perlakuan ransum, Hal ini

diduga bahwa kandungan asam amino dari

ransum perlakuan mempunyai kandungan

yang sama, sehingga menyebabkan

kandungan protein daging relatif sama,

Tabel 5, Kadar Protein Daging Ayam Kampung (%)

Ulangan Perlakuan (% konsentrat)

100 75 50 25 1 20,53 20,17 20,03 20,29 2 17,40 20,37 21,11 20,37 3 20,21 21,47 20,67 21,38

Rerata ns 19,38 20,67 20,60 20,68

Keterangan : ns = non signifikan

Menurut Aberle et al, (2001) dan

Soeparno (1994) kandungan protein daging

ayam berkisar antara 16 % sampai 22 %,

Daging juga mengandung asam amino

esensial yaitu valin, triptopan, treonin,

methionin, leusin, isoleusin, lisin dan

histidin, Protein daging dapat dicerna

sampai sekitar 95 %, Dengan demikian

hasil penelitian ini lebih baik dari kisaran

tersebut, Pakan yang dikonsumsi ternak

akan mempengaruhi sifat kimia daging yang

dihasilkan, Peningkatan protein dalam

pakan dapat meningkatkan kandungan air,

protein, dan abu tubuh, serta menurunkan

lemak tubuh (Soeparno, 1992), Kimia

daging dari ternak sangat bervariasi

tergantung dari umur, bangsa, spesies,

stress, pakan dan jenis kelamin (Lawrie,

1995),

Kadar Lemak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kandungan lemak daging ayam berkisar

antara 1,32 % sampai 2,64 %, secara

lengkap dapat dilihat pada tabel 6,

Page 51: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

47

Tabel 6, Kadar Lemak Daging Ayam Kampung (%)

Ulangan Perlakuan (% konsentrat) 100 75 50 25

1 1,54 2,70 2,60 2,60 2 1,13 2,58 2,47 2,77 3 1,30 2,47 2,70 2,56

Rerata 1,32a 2,58b 2,60b 2,64b

Keterangan : rerata dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05),

Dari hasil analisis variansi

kandungan lemak daging menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan yang nyata

antar perlakuan, Menurut Soeparno (1994)

bahwa jika seekor ternak mengkonsumsi

energi melebihi kebutuhan untuk

pemeliharaan tubuh pada kondisi

lingkungan yang menguntungkan, maka

dapat diharapkan bahwa ternak tersebut

akan menimbun energi sebagai lemak

dalam tubuhnya, Dijelaskan pula oleh

Anggorodi (1985) bahwa kandungan lemak

dalam tubuh ternak diperoleh dari kelebihan

energi yang dikonsumsi, Ransum yang

dikonsumsi dengan energi yang berlebihan

tersebut akan disimpan dalam bentuk lemak

sehingga semakin tinggi kandungan energi

ransum maka semakin tinggi pula

kandungan lemak dalam tubuh,

Hasil penelitian diperoleh

kandungan lemak daging ayam termasuk

normal, yaitu 1,2 % sampai 12 % ( Aberle et

al,, 2001), Lebih lanjut disebutkan bahwa

kandungan lemak daging dipengaruhi

antara lain oleh bangsa, lokasi otot, macam

otot, jenis kelamin dan umur ternak,

Menurut Aberle et al. (2001) kandungan

lemak daging sebesar 1,5 – 13 %,

Soeparno (1994) menyatakan bahwa

persentase lemak pada umumnya

bertambah dengan bertambahnya umur

tetapi dapat berubah setiap saat tergantung

dari zat makanan yang dikonsumsi, Menurut

Aberle et al, (2001) kandungan lemak

daging bervariasi tergantung dari jumlah

lemak eksternal dan lemak intramuscular,

Lebih lanjut dijelaskan bahwa ditinjau dari

segi nutrisi, komponen lemak yang penting

adalah trigliserida, fosfolipida, kolesterol

dan vitamin yang larut dalam lemak,

Page 52: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

48

pH

Dari hasil penelitian diperoleh rerata

pH daging secara berturut-turut

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7,

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa

perlakuan ransum berbasis konsentrat pada

ayam kampung terdapat perbedaan yang

tidak nyata pada pH daging, Wulf et al.

(2002) bahwa daging yang dikatakan tidak

asam adalah daging yang memiliki pH di

atas 5,0.

Tabel 7, pH Daging Ayam Kampung (%)

Ulangan Perlakuan (% konsentrat)

100 75 50 25 1 5,10 5,93 5,09 5,52 2 5,40 5,18 5,26 5,22 3 5,21 5,33 5,32 5,03 Reratans 5,23 5,48 5,22 5,26

Keterangan : Keterangan : rerata dengan superskrip yang berbeda pada baris yang

sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05),

Nilai pH daging ayam pada penelitian ini

termasuk dalam kisaran pH normal, Aberle

et al. (2001) menyatakan bahwa pada pH

akhir daging mencapai titik isoelektrik (5,2 –

5,4) jumlah gugus reaktif dari protein otot

yang dimuati secara positif dan negatif

sama, sehingga gugus tersebut cenderung

saling tarik menarik dan hanya gugus yang

tersisa yang tersedia untuk mengikat air,

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa ayam kampung dapat

diberi pakan berbasis konsentrat sampai

dengan persentase konsentrat sebesar 75

%, ditinjau dari sifat kimia daging,

Saran

Pada pemeliharaan ayam kampung

dapat diberikan pakan berbasis konsentrat

sampai dengan pemberian 75 %,

DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E, D,, C, J, Forest, H, B, Hedrick, M,

D, Judge dan R,A, Merkel, 2001,

The Principle of Meat Science,

W,H, Freeman and Co, San

Fransisco,

Page 53: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

49

AOAC, 1975, Official Methods of Analysis,

Association of Official Analytical

Chemists, Washington, D,C,

Anggorodi, H,R, 1995, Ilmu Makanan

Ternak Dasar, PT Gramedia,

Jakarta,

Astuti, M, 1980, Rancangan Percobaan dan

Analisis Statistik, Bagian I,

Fakultas Peternakan Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta,

Hartadi , H,, S, Reksohadiprodjo, A, D,

Tillman, 1986, Tabel Komposisi

Bahan Pakan untuk Indonesia,

Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta,

Lawrie, R,A, 1995, Ilmu Daging, UI Press,

Jakarta,

Soeparno, 1994, Ilmu dan Teknologi

Daging, Gadjah Mada University

Press,

Yogyakarta.

Indarto, R.E., Zuprizal dan N.M.A. Susenti.

2000. Pengaruh Penambahan

Ampas Tahu Fermentasi Dalam

Pakan Berprotein 18 % Terhadap

Performan Broiler. Buletin

Peternakan Edisi Tambahan.

Fakultas Peternakan UGM.

Yogyakarta.

Wulf DM, Emnett RS, Leheska JM, Moeller

SJ. 2002. Relationships among

glycolytic potential, dark-cutting

(dark, firm and dry) beef, and

cooked beef palatibility. J. Anim. Sci.

80:1895-1903.

Page 54: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

50

PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK HASIL PENGOMPOSAN LIMBAH PENGOLAHAN KOPI

DENGAN MENGGUNAKAN PROBIOTIK URIN SAPI PADA BUDIDAYA TANAMAN SELADA

Bambang Sriwijaya Program Studi Agroteknologi, Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta,

Jl. Wates Km 10 Yogyakarta 55753 E-mail : [email protected]

ABSTRACT

The research was aimed to know the effect of composting product of coffee processing

waste with cow urine as probiotic sourse on yield quantity and quality of lettuce. The research was done in the experimental garden of University of Mercu Buana Yogyakarta with the elevation of 100 m above sea level. The research was single faktor arranged in CRD (Completely Randomiced Design). The treatnents were compost with 0,5 l cow urine probiotic / 10 kg coffee processing waste, compost with 1,0 l cow urine probiotic / 10 kg coffee processing waste, compost with 1,5 l cow urine probiotic / 10 kg coffee processing waste, compost with 0,5 l EM4 probiotic / 10 kg coffee processing waste, compost with 1,0 l EM4 probiotic / 10 kg coffee processing waste, and compost with 1,5 l EM4 probiotic / 10 kg coffee processing waste. The results showed that there was no difference in the lettuce yield between the use of cow urine and EM4 probiotics. The treatment of compost with 0,5 l cow urine probiotic / 10 kg coffee processing waste to give the better quality and quntity of lettuce yield.

Key word: coffee processing waste, probiotic and compost PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kesadaran masyarakat akan

kesehatan semakin lama semakin

meningkat. Kebutuhan vitamin dan mineral

untuk menunjang kesehatan mendapatkan

perhatian. Vitamin dan mineral banyak

terdapat dalam sayuran, sehingga

komoditas ini sekarang semakin menjadi

perhatian dan dibutuhkan oleh masyarakat.

Selain vitamin dan mineral dalam sayuran

juga terdapat serat yang sangat baik untuk

membantu pencernaan. Pada saat ini

sayuran banyak yang tercemar pestisida

dan bahan kimia yang lain. Sayuran yang

sehat bisa dihasilkan dengan budidaya

secara organik, yaitu dengan menggunakan

bahan-bahan organik untuk mendukung

pertumbuhan sayuran yang dibudidayakan.

Tanaman selada (Lactuca sativa)

merupakan tanaman yang biasa ditanam di

daerah dingin maupun tropis. Tanaman

selada merupakan tanaman semusim yang

banyak mengandung air. Tanaman ini

dimanfaatkan sebagai lalapan oleh

masyarakat Indonesia, karena rasanya

enak dan lembut (Rukmana, 1994).

Selada dapat tumbuh baik di dataran

tinggi maupun dataran rendah. Selada juga

dapat tumbuh baik pada berbagai jenis

tanah, baik lempung berpasir, lempung

berdebu, namun yang paling baik (ideal)

adalah lempung berpasir yang diberi pupuk

Page 55: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

51

organik (Sugeng, 1983). Pracaya (2011)

juga menyampaikan bahwa bertanam

selada itu mudah selama tersedia bahan

organik pada tanah dan cukup sinar

matahari serta tidak tergenang air.

Budidaya sayuran secara organik

tidak lepas dari penggunaan pupuk organik.

Selama ini pupuk organik yang banyak

digunakan oleh petani adalah pupuk

kandang. Sedangkan saat ini pupuk

kandang tidak hanya digunakan pada lahan

sawah, tetapi juga digunakan pada

budidaya jamur, tanaman hias, perikanan,

dan lain-lain. Oleh karena itu keberadaan

pupuk kandang saat ini semakin langka.

Kelangkaan pupuk kandang harus

dicarikan anternatif penggantinya. Salah

satu caranya dengan menggunakan pupuk

kompos yang dibuat dari sampah atau

limbah yang saat ini keberadaannya sangat

melimpah. Setiap manusia ataupun

makhluk hidup dalam aktivitasnya selalu

menghasilkan sampah.

Pada penelitian ini dicoba

penggunaan pupuk kompos yang dihasilkan

dari pengomposan limbah pengolahan kopi

dengan menggunakan berbagai dosis

probiotik urin sapi pada tanaman selada.

Sebagai pembanding digunakan pupuk

kompos hasil pengolahan limbah

pengolahan kopi menggunakan berbagai

dosis probiotik EM4.

Limbah yang dihasilkan dari pabrik

pengolahan kopi maupun petani kopi

sampai saat ini belum dimanfaatkan dan

belum tertangani dengan baik. Limbah

pengolahan kopi jumlahnya cukup besar

dan dibiarkan menggunung dalam

tumpukan. Hal ini akan menimbulkan bau

yang tidak sedap, menjadi sumber penyakit,

mengakibatkan pencemaran dan

mengganggu kesehatan serta keindahan

lingkungan.

Penelitian ini merupakan penelitian

lanjutan dari penelitian sebelumnya dengan

judul Pemanfaatan Limbah Pengolahan

Kopi Melalui Pengomposan Dengan

Menggunakan Probiotik Urin Sapi Menjadi

Pupuk Organik. Pupuk organik (kompos)

yang dihasilkan pada penelitian tersebut

diuji di lapangan dengan menggunakan

tanaman selada.

Perumusan Masalah

Sayur adalah komoditas yang selalu

dibutuhkan oleh masyarakat. Setiap hari

sayuran selalu dikonsumsi, bahkan sudah

dapat dipastikan kebutuhan atau

permintaan sayuran akan terus meningkat

seiring dengan bertambahnya jumlah

penduduk. Tanaman sayuran dengan

kandungan vitamin, mineral, dan serat yang

tinggi sangat dibutuhkan oleh manusia

untuk menjaga kesehatannya.

Pada budidaya tanaman sayuran

sangat dibutuhkan pupuk organik untuk

menunjang pertumbuhan tanaman sayuran

Page 56: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

52

tersebut menjadi baik. Pupuk organik yang

banyak digunakan adalah pupuk kandang.

Keberadaan pupuk kandang semakin lama

semakin langka, karena semakin banyak

bidang yang memanfaatkannya.

Perlu alternatif mencari sumber

pupuk organik lain sebagai pengganti pupuk

kandang. Pupuk kompos yang dihasilkan

dari pengomposan limbah pengolahan kopi

dengan berbagai dosis probiotik urin sapi

perlu dicoba pada tanaman selada. Sebagai

pembanding digunakan Pupuk kompos

yang dihasilkan dari pengomposan limbah

pengolahan kopi dengan berbagai dosis

probiotik buatan pabrik (EM4).

Pada kompos dengan probiotik urin

sapi dosis berapa yang bisa menghasilkan

selada dengan kuantitas maupun kualitas

yang terbaik belum diketahui.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh pupuk

kompos dari hasil pengomposan

limbah pengolahan kopi

menggunakan urin sapi sebagai

sumber probiotik pada

pengomposan,

2. Mengetahui pupuk kompos limbah

pengolahan kopi pada dosis

probiotik urin sapi berapa yang bisa

memberikan hasil selada dengan

kuantitas dan kualitas yang terbaik.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kebun

Percobaan Fakultas Agroindustri,

Universitas Mercu Buana Yogyakarta mulai

bulan Juni sampai dengan Agustus 2011.

Lokasi penelitian terletak di Dukuh Gunung

Bulu, Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu,

Kabupaten Bantul; pada ketinggian 100

meter di atas permukaan laut.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan meliputi

pupuk kompos limbah pengolahan kopi

hasil pengomposan dengan probiotik urin

sapi dan EM4, pupuk kandang, tanah, pasir,

benih selada, polibag, Furadan 3G dan

paranet.

Alat yang digunakan antara lain

penggaris, timbangan analitik, oven, gelas

ukur, gunting, dan pisau potong.

Metode Penelitian

Penelitian merupakan percobaan

yang dilakukan di Lapangan menggunakan

rancangan perlakuan faktor tunggal yang

disusun dalam Rancangan Acak Lengkap

(RAL). Faktor yang diteliti sebagai berikut:

K0 : Pupuk kandang sapi

K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi

0,5 liter/10 kg limbah

pengolahan kopi.

K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi

1,0 liter/10 kg limbah

pengolahan kopi.

Page 57: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

53

K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi

1,5 liter/10 kg limbah

pengolahan kopi.

K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5

liter/10 kg limbah pengolahan

kopi.

K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0

liter/10 kg limbah pengolahan

kopi.

K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5

liter/10 kg limbah pengolahan

kopi.

Masing-masing perlakuan dilakukan

pengulangan 3 kali, sehingga ada 21 unit

perlakuan. Masing-masing perlakuan

diberikan dengan dosis 200 gram per

polibag.

Data yang diperoleh selanjutnya

dianalisis dengan sidik ragam taraf nyata

5%. Apabila terdapat perbedaan yang nyata

antar perlakuan, dilakukan uji lanjut dengan

Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf

nyata 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Tahapan yang dilakukan meliputi :

1. Persiapan bibit

a. Penyiapan media semai

Media semai berupa campuran

tanah, pasir dan pupuk kandang

dengan perbandingan volume

1:1:1. Sebelum dicampur

masing-masing bahan diayak

(saring) untuk mendapatkan

ukuran butiran yang seragam.

Setelah dicampur media semai

dimasukkan ke dalam polibag

ukuran kecil sampai 3/4 bagian.

b. Penyemaian benih

Benih ditanam pada media

dalam polibag dengan dua

benih tiap polibag. Setelah

selesai penanaman, dilakukan

penyiraman media untuk

melekatkan akar dengan media

tanam.

2. Penanaman

a. Penyiapan media tanam

Media tanam dibuat sama

dengan media untuk

penyemaian, yaitu campuran

tanah, pasir dan pupuk kandang

dengan perbandingan volume

1:1:1. Setelah dicampur, media

tanam dimasukkan ke dalam

polibag ukuran besar (20 cm x

30 cm) sampai 3/4 bagian.

Pupuk kandang dan kompos

sebanyak 100 g ditambahkan ke

masing-masing media tanam

dalam polibag sesuai dengan

perlakuan, kemudian dicampur

dengan merata. Media siap

untuk ditanami.

b. Penanaman bibit

Setelah bibit berumur tiga

minggu sudah siap untuk

dipindah tanam ke dalam media

penanaman yang permanen.

Sebelum bibit dipindah tanam,

media pada bibit disiram dengan

sedikit air. Setelah air merata

pada media, polibag dipotong

Page 58: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

54

bagian bawahnya. Bibit ditanam

pada media tanam dan ditimbun

setengah tinggi polibag. Polibag

ditarik ke atas pelan-pelan dan

dibuang. Penimbunan

dilanjutkan sampai pada

pangkal akar. Setelah selesai

dilakukan penyiraman untuk

menyatukan media bibit dengan

media tanam.

3. Pemeliharaan

a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan 1-2 kali

per hari dengan melihat kondisi

media tanam. Apabila media

tanam masih lembab tidak

dilakukan penyiraman.

b. Penyulaman

Penyulaman dilakukan

maksimal tanaman berumur

satu minggu setelah tanam.

Bahan untuk penyulaman

menggunakan bibit yang sudah

disiapkan.

c. Penyiangan

Penyiangan dilakukan mulai

tanaman berumur dua minggu

setelah tanam.

Bersamaan dengan penyiangan

dilakukan pembuangan daun-

daun yang telah membusuk.

d. Pemupukan

Satu bulan setelah penanaman

dilakukan pemupukan susulan

dengan pupuk kandang dan

pupuk kompos sesuai

perlakuan. Setiap polibag

diberikan dengan dosis 100

gram.

e. Pengendalian hama dan

penyakit

Pengendalian hama dan

penyakit dilakukan dengan jalan

menjaga kebersihan lingkungan

pertanaman. Selama penelitian

tidak ada serangan hama dan

penyakit yang berarti; sehingga

penggunaan pestisida hanya

dilakukan pada awal

penanaman saja, yaitu

pemberian Furadan 3G.

4. Pemanenan

Pemanenan dilakukan setelah

tanaman berumur tiga bulan.

Pemanenan dilakukan dengan cara

mencabut semua bagian tanaman

termasuk akarnya.

Pengamatan

Pada setiap unit perlakuan ada enam

tanaman. Pengamatan dilakukan pada

empat tanaman sampel untuk setiap unit

perlakuan. Variabel pengamatan meliputi :

1. Tinggi tanaman

Pengamatan tinggi tanaman

dilakukan mulai tanaman berumur

dua minggu setelah tanam sampai

panen. Interval waktu pengamatan

satu minggu satu kali. Tinggi

tanaman diukur mulai dari pangkal

akar sampai dengan ujung daun

tertinggi saat ditangkupkan.

2. Jumlah daun

Page 59: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

55

Penghitungan jumlah daun

dilakukan mulai umur tanaman dua

minggu setelah tanam sampai

panen. Interval waktu pengamatan

satu minggu satu kali. Semua daun

yang telah membuka dihitung

jumlahnya.

3. Bobot segar tajuk tanaman

Tanaman dicabut dan dibersihkan

dari kotoran, kemudian dipisahkan

antara tajuk dan akarnya. Tajuk

tanaman ditimbang untuk

mengetahui bobot segarnya.

4. Bobot kering tajuk tanaman

Setelah diketahui bobot segarnya,

tajuk tanaman dikeringkan di dalam

oven dengan suhu 105 oC.

Penimbangan mulai dilakukan

setelah 24 jam dalam oven. Setelah

ditimbang dimasukkan lagi ke dalam

oven, dan setiap delapan jam

ditimbang lagi sampai diperoleh

bobot konstan.

5. Bobot segar akar tanaman

Akar tanaman yang telah dipisahkan

dari tajuknya ditimbang untuk

mengetahui bobot segarnya.

6. Bobot kering akar tanaman

Setelah diketahui bobot segarnya,

akar tanaman dikeringkan di dalam

oven dengan suhu 105 oC.

Penimbangan mulai dilakukan

setelah 24 jam dalam oven. Setelah

ditimbang dimasukkan lagi ke dalam

oven, dan setiap delapan jam

ditimbang lagi sampai diperoleh

bobot konstan.

7. Bobot segar tajuk layak jual

Tajuk dibersihkan dari daun-daun

yang rusak dan tidak layak

dikonsumsi. Setelah itu ditimbang

bobotnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Variabel yang diamati dalam

penelitian ini meliputi tinggi tanaman, jumlah

daun, bobot segar tajuk tanaman, bobot

kering tajuk tanaman, bobot segar akar

tanaman, bobot kering akar tanaman dan

bobot segar tajuk layak jual.

Hasil analisis data variabel yang

diamati disajikan dalam bentuk tabel

berikut:

1. Tinggi tanaman

Page 60: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

56

Tabel 1. Tinggi tanaman (cm) umur satu sampai dengan tujuh minggu setelah tanam

Umur (Minggu) Perlakuan

1 2 3 4 5 6 7

K0 2,42 a 2,79 a 3,25 a 3,98 a 5,50 a 8,73 a 16,16 a

K1 2,59 a 3,28 a 3,96 a 5,30 a 8,03 a 13,17 a 22,00 a

K2 2,71 a 3,76 a 4,40 a 6,03 a 8,67 a 13,67 a 26,22 a

K3 2,83 a 3,17 a 4,20 a 5,59 a 9,01 a 14,32 a 26,03 a

K4 2,73 a 3,39 a 3,58 a 4,05 a 5,86 a 14,49 a 16,25 a

K5 3,04 a 3,51 a 4,26 a 5,71 a 8,59 a 15,02 a 27,00 a

K6 2,59 a 3,31 a 3,83 a 5,01 a 7,75 a 12,06 a 21,34 a

Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%.

K0 : Pupuk kandang sapi

K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

Hasil analisis tinggi tanaman umur

satu minggu sampai dengan tujuh minggu

setelah tanam menunjukkan tidak ada beda

nyata antar perlakuan. Purata hasil

pengamatan disajikan pada Tabel 1.

2. Jumlah daun

Hasil analisis jumlah daun tanaman

umur satu minggu sampai dengan tujuh

minggu setelah tanam menunjukkan tidak

ada beda nyata antar perlakuan. Purata

hasil pengamatan disajikan pada Tabel 2.

Page 61: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

57

Tabel 2. Jumlah daun tanaman (helai) umur satu sampai tujuh minggu setelah tanam

Umur (Minggu) Perlakuan

2 3 4 5 6 7

K0 3,75 a 3,42 a 4,92 a 7,00 a 9,75 a 13,67 a

K1 3,92 a 4,33 a 5,42 a 7,67 a 11,75 a 15,50 a

K2 3,58 a 4,42 a 4,75 a 7,58 a 10,58 a 14,25 a

K3 4,00 a 4,58 a 5,25 a 7,08 a 9,58 a a 13,08 a

K4 3,08 a 3,58 a 4,92 a 5,83 a 8,33 a a 12,42 a

K5 3,42 a 5,00 a 5,33 a 7,67 a 11,58 a 14,75 a

K6 3,50 a 4,33 a 5,42 a 6,92 a 9,83 a 14,42 a

Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan

tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%.

K0 : Pupuk kandang sapi

K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

Page 62: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

58

3. Bobot segar tajuk tanaman

Tabel 3. Bobot segar tajuk tanaman (g)

Ulangan Perlakuan

I II III Purata

K0 71,30 94,88 115,57 93,92 a

K1 113,08 134,00 142,47 129,85 a

K2 49,25 143,91 142,54 111,90 a

K3 18,75 72,74 111,28 67,59 a

K4 49,42 106,95 71,54 75,97 a

K5 153,02 110,83 129,37 131,07 a

K6 110,85 143,67 87,72 114,08 a

Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata

berdasarkan uji F taraf 5%.

K0 : Pupuk kandang sapi

K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

Hasil analisis bobot segar tajuk

tanaman menunjukkan tidak ada beda

nyata antar perlakuan. Purata hasil

pengamatan disajikan pada Tabel 3.

Page 63: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

59

2. Bobot kering tajuk tanaman

Hasil analisis bobot kering tajuk

tanaman menunjukkan tidak ada beda

nyata antar perlakuan. Purata hasil

pengamatan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Bobot kering tajuk tanaman (g)

Ulangan Perlakuan

I II III Purata

K0 3,24 5,23 6,01 4,83 a

K1 4,11 6,97 8,73 6,60 a

K2 1,56 6,07 6,91 4,85 a

K3 1,30 4,89 6,20 4,13 a

K4 2,59 5,41 3,41 3,80 a

K5 3,63 6,00 7,55 5,73 a

K6 4,95 5,67 3,55 4,72 a

Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata

berdasarkan uji F taraf 5%.

K0 : Pupuk kandang sapi

K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

Page 64: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

60

3. Bobot segar akar tanaman

Hasil analisis bobot segar akar

tanaman menunjukkan tidak ada beda

nyata antar perlakuan. Purata hasil

pengamatan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Bobot segar akar (g)

Ulangan Perlakuan

I II III Purata

K0 7,45 9,48 9,38 8,77 a

K1 7,64 11,35 12,75 10,58 a

K2 4,92 14,27 12,32 10,50 a

K3 2,54 8,50 11,15 7,40 a

K4 5,09 11,36 4,96 7,14 a

K5 11,91 11,46 10,69 11,35 a

K6 9,59 11,21 7,60 9,47 a

Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata

berdasarkan uji F taraf 5%.

K0 : Pupuk kandang sapi

K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

Page 65: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

61

4. Bobot kering akar tanaman

Hasil analisis bobot segar akar

tanaman menunjukkan tidak ada beda

nyata antar perlakuan. Purata hasil

pengamatan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Bobot kering akar (g)

Ulangan Perlakuan

I II III Purata

K0 0,26 0,90 0,79 0,65 a

K1 0,42 1,01 0,87 0,77 a

K2 0,16 0,75 0,83 0,58 a

K3 0,24 0,64 0,91 0,60 a

K4 0,42 0,71 0,53 0,55 a

K5 0,60 0,70 1,12 0,81 a

K6 0,62 0,74 0,59 0,65 a

Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata

berdasarkan uji F taraf 5%.

K0 : Pupuk kandang sapi

K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

Page 66: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

62

5. Bobot segar tajuk tanaman layak

jual

Hasil analisis bobot segar tajuk

tanaman layak jual menunjukkan tidak ada

beda nyata antar perlakuan. Purata hasil

pengamatan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Bobot segar tajuk tanaman layak jual (g)

Ulangan Perlakuan

I II III Purata

K0 76,94 106,71 90,53 91,39 a

K1 133,30 102,72 105,68 113,90 a

K2 37,14 103,41 109,14 83,23 a

K3 22,68 117,06 90,64 76,79 a

K4 55,62 81,10 62,93 66,55 a

K5 111,07 82,46 107,66 100,40 a

K6 120,49 99,99 76,60 99,03 a

Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata

berdasarkan uji F taraf 5%.

K0 : Pupuk kandang sapi

K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

Pembahasan

Usaha pemeliharaan tanaman untuk

meningkatkan hasilnya sebaiknya mengacu

pada tuntutan kehidupan tanaman di

lapangan, sehingga kebutuhan hara

maupun lingkungan (habitat) hidupnya

harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya.

Pada penelitian ini unsur hara yang

diperlukan tanaman diberikan melalui

pemupukan menggunakan pupuk organik

hasil pengomposan.

Seperti pada media lainnya, bagi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman

selalu diperlukan unsur – unsur hara baik

makro maupun mikro. Unsur hara makro

yang diperlukan dalam jumlah banyak

Page 67: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

63

antara lain C, H, O, N, S, P, K, Ca, dan Mg;

sedangkan unsur makro yang hanya

diperlukan dalam jumlah sedikit, tetapi

harus selalu tersedia bagi tanaman antara

lain adalah Cl, B, Mo, Mn, Zn, Fe, dan Cu.

Berdasarkan hasil analisis terhadap

variabel tinggi tanaman dan jumlah daun

umur 1 – 7 minggu setelah tanam (Tabel

1dan 2), perlakuan pemberian pupuk

kompos hasil pengomposan dengan

probiotik urin sapi maupun EM4

memberikan hasil yang sama. Hal ini ada

kemungkinan karena kandungan hara

dalam pupuk kompos sangat rendah,

terutama kandungan hara nitrogen,

sehingga kurang mendukung pertumbuhan

vegetatif tanaman. Pada fase vegetatif atau

pertumbuhan tanaman berkonsentrasi

untuk menumbuhkan akar, batang, dan

daun, sehingga diperlukan unsur nitrogen

yang cukup. Ini sesuai dengan yang

dikatakan oleh Rosmarkam dan Yuwono

(2002), unsur nitrogen sangat penting untuk

pembentukan protein dan merupakan

penyusun dari asam amino, koenzim, dan

molekul protein. Unsur nitrogen juga

merangsang pertumbuhan vegetatif,

menambah tinggi tanaman dan

merangsang terbentuknya tunas anakan.

Kalau kita lihat pada Gambar 1,

walaupun tidak beda nyata menurut analisis

statistik, nampak bahwa pada perlakuan

kompos hasil pengomposan dengan

probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah

pengolahan kopi, probiotik urin sapi 1,5

liter/10 kg limbah pengolahan kopi dan

dengan probiotik EM4 1,0 liter /10 kg

limbah pengolahan kopi pada akhir

pengamatan (minggu ke 7) cenderung

memberikan tinggi tanaman yang hampir

sama dan lebih tinggi dibandingkan dengan

perlakuan yang lainnya. Sedangkan pada

variabel jumlah daun hasil yang banyak ada

pada perlakuan kompos hasil

pengomposan dengan probiotik urin sapi

0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi dan

dengan probiotik EM4 1,0 liter /10 kg

limbah

pengolahan kopi.

Page 68: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

64

Gambar 1. Grafik tinggi tanaman dari umur satu minggu sampai dengan tujuh minggu setelah

tanam

Keterangan:

K0 : Pupuk kandang sapi

K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

Pertumbuhan tanaman dapat didefinisikan

sebagai bertambah besarnya tanaman yang

diikuti oleh peningkatan bobot kering yang

terjadi pada jaringan tumbuh tanaman, yaitu

jaringan meristem baik itu pada ujung akar

maupun ujung dahan yang aktifitasnya

menyebabkan pertumbuhan ke atas dan ke

bawah (Harjadi, 1993). Bobot kering

merupakan indikator yang penting untuk

mengetahui proses fotosintesis.

Tanaman terdiri dari bahan kering

dan cairan (air). Bobot kering terdiri dari

bahan organik dan bahan mineral. Bagian

cair pada umumnya, terutama yang masih

segar, jauh lebih banyak dibandingkan

dengan bagian kering. Untuk pembentukan

1 kg bahan kering diperlukan sekitar 150

liter air (Morachan, 1978).

Hasil analisis variabel bobot segar

dan bobot kering tajuk tanaman (Tabel 3

dan 4) menunjukkan bahwa perlakuan

pemberian pupuk kompos hasil

pengomposan dengan probiotik urin sapi

maupun EM4 tidak berpengaruh. Ini juga

Page 69: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

65

terjadi pada bobot segar dan bobot kering

akar tanaman (Tabel 5 dan 6). Hal ini

mungkin disebabkan karena kandungan

hara nitrogen pada kompos hasil

pengolahan limbah pengolahan kopi sangat

rendah.

Gambar 2. Grafik jumlah daun tanaman dari umur satu minggu sampai dengan tujuh minggu

setelah tanam

Keterangan:

K0 : Pupuk kandang sapi

K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002),

nitrogen merupakan unsur hara utama bagi

pertumbuhan tanaman, sebab merupakan

penyusun dari semua protein dan asam

nukleik, dan dengan demikian merupakan

penyusun protoplasma secara keseluruhan.

Marschner (1986) mengatakan, apabila

nitrogen yang tersedia lebih banyak

daripada lainnya, dapat dihasilkan protein

lebih banyak, dan daun dapat lebih lebar.

Oleh karena itu fotosintesis lebih banyak.

Semakin tinggi pemberian nitrogen semakin

cepat sintesis, karbohidrat banyak dan

diubah menjadi protein dan protoplasma.

Pada Gambar 3 terlihat bahwa

perlakuan kompos hasil pengomposan

Page 70: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

66

dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg

limbah pengolahan kopi dan dengan

probiotik EM4 1,0 liter /10 kg limbah

pengolahan kopi cenderung memberikan

bobot segar tajuk tanaman yang sama dan

lebih berat dibanding dengan perlakuan

yang lainnya. Sedangkan untuk Bobot

kering tajuk tanaman perlakuan kompos

hasil pengomposan dengan probiotik urin

sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi

lebih berat dibandingkan dengan probiotik

EM4 1,0 liter /10 kg limbah pengolahan

kopi. Hal ini menunjukkan bahwa efektifitas

fotosintesis pada perlakuan kompos hasil

pengomposan dengan probiotik urin sapi

0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi lebih

baik (efektif) dibandingkan dengan kompos

hasil pengomposan dengan probiotik EM4

1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi.

Gambar 3 . Grafik bobot segar tajuk tanaman

Keterangan:

K0 : Pupuk kandang sapi

K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

Page 71: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

67

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa

efektifitas fotosintesis pada perlakuan

kompos hasil pengomposan dengan

probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah

pengolahan kopi lebih tinggi dibandingkan

dengan perlakuan kompos hasil

pengomposan dengan probiotik EM4 1,0

liter /10 kg limbah pengolahan kopi, oleh

karenanya bobot kering perlakuan kompos

hasil pengomposan dengan probiotik urin

sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi

lebih tinggi dibanding perlakuan kompos

hasil pengomposan dengan probiotik EM4

1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi.

Karena bobot segarnya sama, maka

kandungan air pada perlakuan kompos

hasil pengomposan dengan probiotik EM4

1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi lebih

tinggi dibandingkan dengan perlakuan

kompos hasil pengomposan dengan

probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah

pengolahan kopi. Ada kemungkinan

kandungan air yang tinggi ini yang

menyebabkan daun banyak yang busuk

atau rusak, sehingga tidak layak untuk

dikonsumsi atau dijual.

Gambar 4 . Grafik bobot kering tajuk tanaman

Keterangan:

K0 : Pupuk kandang sapi

K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.

Page 72: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

68

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan

pembahasan dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Kompos limbah pengolahan kopi

dengan sumber probiotik urin sapi

maupun EM4 memberikan kuantitas

maupun kualitas hasil selada yang

sama.

2. Kuantitas dan kualitas hasil selada

yang terbaik cenderung diperoleh

pada perlakuan kompos limbah

pengolahan kopi dengan sumber

probiotik urin sapi 0,05 liter/10 kg

limbah pengolahan kopi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis sampaikan

kepada Dekan Fakultas Agroindustri;

Kepala P3M; Kepala UPT Kebun

Percobaan Univerversitas Mercu Buana

Yogyakarta; Teknisi Laboratorium Tanah,

Program Studi Agroteknologi, Fakultas

Agroindustri, Univerversitas Mercu Buana

Yogyakarta yang telah memberikan

kesempatan dan bantuan dalam penelitian

ini, sehingga penelitian bisa selesai dengan

baik. Juga terima kasih kepada Solikhatun,

S.P., Farah, Naufal, dan Hariz, isteri dan

anak penulis yang telah memberikan

motivasi, waktu dan kesabarannya; dan

semua pihak yang tidak dapat penulis

sebutkan satu per satu yang telah

membantu terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Harjadi,S.S. 1993. Pengantar Agronomi.

Gramedia, Jakarta. 197 h.

Ilao,S.S.L & Lastimosa. 1985. Research

Technique in Crops. Phillipine

Council for Agriculture and

Resources Research. ang

Development, Los Banos,

Laguna, Philippines. 512 h.

Marschner.H. 1986. Mineral Nutrition of

Higher Plant. Academic Press

Inc, London. 674 p.

Morachan,Y.B. 1978. Crop Production and

Management. Oxford & IBH

Publising Co. New Delhi.

Bombay. Calcuta. 267 p.

Pracaya. 2011. Bertanam Sayur Organik.

Penebar Swadaya. Jakarta. 123

h.

Rosmarkam, A. dan N.W. Yuwono. 2002.

Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius,

Yogyakarta. 224 h.

Rukmana. 1994. Bertanam Selada dan

Buncis. Kanisius, Yogyakarta.

Saragih,S.E. 2008. Pertanian Organik.

Penebar Swadaya, Jakarta. 163

h.

Sugeng. 1983. Budidaya Tanaman Sayur-

sayuran. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Sunaryono, 1990). Kunci Bercocok Tanam

Sayur-sayuran Penting di

Page 73: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

69

Indonesia. Sinar Baru, Bandung.

154 h.

Sutanto, R. 2003. Penerapan Pertanian

Organik: Pemasyarakatan dan

Pengembangannya. Kanisius,

Yogyakarta.

Page 74: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719

70

PEDOMAN PENULISAN NASKAH

Naskah yang diterima merupakan hasil

penelitian, naskah ditulis dalam bahasa

Indonesia, diketik dengan computer

program MS. Word, front Arial size 11.

Jarak antar baris 2 spasi maksimal 15

halaman termasuk garfik, gambar dan tabel.

Naskah diserahkan dalam bentuk print-out

dan CD; dibuat dengan jarak tepi cukup

untuk koreksi.

Gambar (gambar garis maupun foto)

dan tabel diberi nomor urut sesuai dengan

letaknya. Masing-masing diberi keterangan

singkat dengan nomor urut dan dituliskan

diluar bidang gambar yang akan dicetak.

Nama ilmiah dicetak miring atau

diberi garis bawah. Rumus persamaan ilmu

pasti, simbol dan lambang semiotik ditulis

dengan jelas.

Susunan urutan naskah ditulis

sebagai berikut :

1. Judul dalam bahasa Indonesia.

2. Nama penulis tanpa gelar diikuti

alamat instansi.

3. Abstract dalam bahasa Inggris, tidak

lebih 250 kata.

4. Materi dan Metode.

5. Hasil dan Pembahasan.

6. Kesimpulan.

7. Ucapan terima kasih kalau ada.

8. Daftar pustaka ditulis menggunakan

sistem nama, tahun dan disusun

secara abjad

Beberapa contoh :

Buku :

Mayer, A.M. and A.P. Mayber. 1989. The

Germation of Seeds. Pergamon

Press. 270 p.

Artikel dalam buku :

Abdulbaki, A.A. And J.D. Anderson. 1972.

Physiological and Biochemical

Deteration of Seeds. P. 283-309. In.

T.T.Kozlowski (Ed) Seed Biology Vol.

3. Acad. Press. New York.

Artikel dalam majalah atau jurnal :

Harrison, S.K., C.S. Wiliams, and L.M. Wax.

1985. Interference and Control of

Giant Foxtail (Setaria faberi, Herrm) in

Soybean (Glicine max). Weed Science

33: 203-208.

Prosiding :

Kobayasshi,J. Genetic engineering of Insect

Viruses: Recobinant baculoviruses. P.

37-39. in: Triharso, S. Somowiyarjo,

K.H. Nitimulyo, and B. Sarjono (eds.),

Biotechnology for Agricultural Viruses.

Mada University Press. Yogyakarta.

Redaksi berhak menyusun naskah

agar sesuai dengan peraturan pemuatan

naskah atau mengembalikanya untuk

diperbaiki, atau menolak naskah yang

bersangkutan.

Naskah yang dimuat dikenakan biaya

pencetakan sebesar Rp 100.000,- dan

penulis menerima 1 eks hasil cetakan.

Page 75: Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013 ISSN : 2086-7719lppm.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2013/12/JURNAL... · Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., ... nutrien dan perlakuan