JBM-Januari 2007

download JBM-Januari 2007

of 132

Transcript of JBM-Januari 2007

BISNIS & MANAJEMENJurnal Ilmiah Berkala Empat Bulanan, ISSN 1411 - 9366 Volume 3 No.2, Januari 2007 ANALISIS KINERJA KEUANGAN BANK PADA PT BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk. Ahmad Faisol KUALITAS PELAYANAN INSTITUSI PUBLIK: TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT (Analisis Tanggapan Kelompok Pelanggan R2A, R2B dan R1 tentang Mutu Pelayanan Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit Tehnik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung). Novita Tresiana Total Quality Management (TQM) Sebagai Fokus Perbaikan Keseluruhan Kinerja Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Rinaldi Bursan, Susni Herwanti PENGUJIAN EFISIENSI PASAR MODAL ATAS PERISTIWA PENGUMUMAN STOCK SPLITPERIODE TAHUN 2005-2006 DI BURSA EFEK JAKARTA Ernie Hendrawaty PEMAKAIAN NETWORK DAN KEMATANGAN TEKNOLOGI INFORMASI Agrianti Komalasari Analisis Perbandingan Kemampuan Entrepneurship Antara Pengusaha Wanita dan Pria pada Usaha Kecil dan Menengah di Bandar Lampung RibhanJURNAL BISNIS dan MANAJEMEN Bandarlampung Januari 2007 ISSN 1411 - 9366

Jurnal

Vol. 3

No.2

Hal. 129 -257

Volume 3 No. 2, Januari 2007

ISSN 1411 - 9366

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMENTIM REDAKSIPenanggung Jawab Pembina : Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. (Rektor Universitas Lampung) : Prof. Dr. Ir. Tirza Hanum, M.Sc. (Pembantu Rektor I Universitas Lampung) : Dr. John Hendri, M.S. (Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lampung) : Toto Gunarto, S.E., M.S. (Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung) : Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung : Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. : Dr. Irham Lihan, S.E., M.Si. : Dr. Wispandono, S.E.. S.Si. Iban Sofyan, S.E., M.Si. Mahrinasari M.S., S.E., M.P.M. Asep Unik, S.E., M.Si. M. Syatibi Ch., S.E. : : : : : : : Habibullah Djimat, S.E., M.Si. Rinaldi Bursan, S.E., M.Si. Muslimin, S.E. Aida Sari, S.E., M.Si. Nasir Teguh Gedung A Lantai 2, Fakultas Ekonomi Universitas Lampung Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no. 1 Gedungmeneng - Bandarlampung, 35145 Telp. (0721)704622

Pemimpin Umum Dewan Editor Ketua Anggota

Redaksi Pelaksana Ketua Wakil Ketua Sekretaris Bendahara Tata Usaha dan Kearsipan Distribusi dan Sirkulasi Alamat Redaksi

Jumal Bisnis dan Manajemen merupakan media komunikasi ilmiah, diterbitkan tiga kali setahun oleh Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, berisikan ringkasan hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi.

Volume 3 No. 2, Januari 2007

ISSN 1411 - 9366

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN

DAFTAR ISIANALISIS KINERJA KEUANGAN BANK PADA PT BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk. Ahmad Faisol KUALITAS PELAYANAN INSTITUSI PUBLIK: TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT (Analisis Tanggapan Kelompok Pelanggan R2A, R2B dan R1 tentang Mutu Pelayanan Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit Tehnik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung). Novita Tresiana ................................................................................................... Total Quality Management (TQM) Sebagai Fokus Perbaikan Keseluruhan Kinerja Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Rinaldi Bursan, Susni Herwanti PENGUJIAN EFISIENSI PASAR MODAL ATAS PERISTIWA PENGUMUMAN STOCK SPLITPERIODE TAHUN 2005-2006 DI BURSA EFEK JAKARTA Ernie Hendrawaty .. PEMAKAIAN NETWORK DAN KEMATANGAN TEKNOLOGI INFORMASI Agrianti Komalasari ..........................................................................................

129

171

187

205

225

Analisis Perbandingan Kemampuan Entrepneurship Antara Pengusaha Wanita dan Pria pada Usaha Kecil dan Menengah di Bandar Lampung Ribhan .

233

ANALISIS KINERJA KEUANGAN BANK PADA PT BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk.Ahmad Faisol 1ABSTRAK Bank Muamalat Indonesia (BMI) merupakan bank syariah pertama di Indonesia yang tunduk pada peraturan Bank Indonesia (BI). Sebagaimana Bank pada umumnya, BMI menjalankan operasionalnya dalam usaha untuk memperoleh laba di bawah perlindungan dan pembinaan Bank Indonesia yang beroperasi secara syariah, memiliki prinsip-prinsip yang harus ditaati, yaitu larangan untuk menggunakan instrumen bunga. Melalui alat analisis rasio liquiditas, rentabilitas, solvabilitas, diperoleh hasil bahwa untuk Rasio Liquiditas, yang diwakili oleh rasio Liquiditas Wajib Minimum atau Reserve Requirement (RR), diperoleh hasil pada tahun 2004, 2005, dan 2006 sebesar 7,85%, 16,48%, dan 17,21%, yang berarti telah memenuhi standar yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%, sehingga rasio Reserve Requirement dapat dikatakan baik. Rasio Rentabilitas yang diwakili rasio Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE), diperoleh ROA tahun 2004, 2005, dan 2006, sebesar 0,93%, 1,86%, dan 1,93%, sedangkan ROE tahun 2004, 2005, dan 2006 diperoleh hasil 14,26%, 18,09%, dan 20,49%, yang berarti kedua rasio tersebut meningkat setiap tahunnya dan mengalami kecenderungan membaik. Rasio Solvabilitas diwakili oleh rasio kecukupan modal atau Capital Adquecy Ratio (CAR) memperlihatkan pada tahun 2004, 2005, dan 2006, sebesar 14,58%, 47,58%, dan 40,90%, yang berarti telah memenuhi standar Bank Indonesia sebesar 8% sehingga dapat dikatakan baik. Melalui perhitungan di atas dapat dikatakan bahwa hipotesis yang menyatakan kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia (BMI) belum baik adalah tidak terbukti. Keys word : analisis rasio, Bank Indonesia, syariah PENDAHULUAN Latar Belakang

1

Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung

Perlombaan antar bank dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit oleh bank-bank komersil, dalam prakteknya banyak yang kurang berhati-hati ataupun menyimpang dari aturanaturan yang berlaku dalam dunia bisnis perbankan seperti tidak mengindahkan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking) dengan memberikan kredit tak terbatas pada nasbah satu grup dengan perbankan tersebut, sehingga seringkali merugikan para deposan dan investor serta berdampak pada perekonomian negara, yang diakibatkan kecenderungan meningkatnya kredit bermasalah/ macet. Akibatnya pada pertengahan 1997 industri perbankan akhirnya terpuruk sebagai imbas dari terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Penggunaan bunga ini, meskipun awalnya mampu mendorong bergeraknya sektor perbankan secara dinamis, namun telah menjadikan perekonomian Indonesia mengalami efek pertumbuhan semu (buble growth effect), yang menyebabkan beberapa Bank konvensional akhirnya kritis (collapse) dan tidak layak beroperasi, sehingga pada 13 Maret 1999 dunia perbankan harus mengalami kejadian yang menyedihkan dengan dikeluarkannya keputusan pemerintah yang melakukan tindakan membekukan/meliquidasi 38 Bank (BBO), mengambil alih manajemen 7 Bank (BTO), dan merekapitulasi 9 Bank. (Lukman Dendawijaya, 2001 : 194). Keberadaan bank syariah di tengah-tengah perbankan konvensional adalah untuk menawarkan system perbankan alternatif bagi masyarakat yang membutuhkan layanan jasa perbankan tanpa harus khawatir atas persoalan bunga (riba). Bank syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis yang terkait. Prinsip utama yang diikuti oleh bank syariah adalah: a. Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk tradisi.

b. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan pendapatan dan keuntungan yang sah (revenue sharing atau profit sharing). c. Memberikan zakat sebagai salah satu instrumen dalam perhitungan pembagian keuntungan dan laporan keuangan. (Zainul Arifin, 2002 : 3)

Pemberlakuan UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan telah memberi kesempatan luas untuk pengembangan jaringan perbankan Syariah. Selanjutnya pemberlakuan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, menegaskan bahwa BI mempersiapkan perangkat peraturan dan fasilitas penunjang yang mendukung operasional bank syariah. Kedua undang-undang tersebut menjadi dasar hukum penerapan dual banking 130

system di Indonesia. Dual Banking system yang dimaksud adalah terselenggaranya dua system perbankan (non syariah dan syariah) secara berdampingan, yang pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bank syariah dalam operasionalnya tetap mengadopsi pola pengoperasian dan prosedur dari bank konvensional selama hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariahk. Jika terdapat pola pengoperasian yang bertentangan, maka bank syariah akan membentuk prosedur pengoperasian tersendiri guna menyesuaikan aktivitas perbankan mereka. Untuk itu bank syariah membentuk Dewan Syariah yang berfungsi untuk memberikan masukan (advise) kepada perbankan Syariah guna memastikan bahwa bank tidak terlibat Dallam unsur-unsur yang tidak disetujui oleh Islam. PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk, didirikan pada tahun 1991 dan memulai kegiatan operasionalnya pada bulan Mei 1992. Pendirian Bank Muamalat diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kemudian didukung oleh sekelompok pengusaha dan cendekiawan muslim. PT Bank Muamalat (BMI), Tbk merupakan bank pertama di Indonesia yang mengoperasikan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Sebagai suatu bank, BMI tetap melaksanakan operasionalnya sama dengan bank-bank konvensional lainnya selama tidak bertentangan dengan syariah. BMI tidak terlepas dari usaha-usaha untuk mencapai keuntungan yang akan dibagi hasilkan kepada para nasabahnya. Selain itu, BMI juga tetap harus berpegang pada prinsip prudential Banking, yaitu prinsip kehati-hatian Bank dalam mengoperasikan usahanya agar tetap dalam kondisi kinerja yang baik dan memenuhi kriteria bank sehat. Bank syariah dalam memenuhi kecukupan modalnya menghimpun modal dan dana-dana pihak ketiga, sehingga masuk kedalam rekening modalnya. Zainul Arifin, (2002 : 54-55 dan 162-163) menggolongkan modal bank syariah sebagai berikut: a. Modal Inti, yaitu modal milik sendiri yang diperoleh dari modal disetor oleh pemegang saham, cadaangan yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi yang disisihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian di kemudian hari, dan laba ditahan yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk ditanam kembali pada Bank. Modal inti ini terdiri atas: 1. Modal Disetor, yaitu modal yang disetor secara kolektif oleh pemilik (bisa dalam bentuk kepemilikan saham).

131

2.

Agio Saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal saham, apabila terjadi selisih negatif maka selisih tersebut menjadi pengurang. Modal Sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham atau uang oleh pihak lain, termasuk selisih nilai yang tercatat dengan harga apabila saham dijual kembali. Cadangan Umum, yaitu caadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan. Cadangan Tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk ttujuan tertentu atas ppersetujuan RUPS Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang RUPS diputuskan untuk tidak dibagikan. Laba Tahun Lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak yang belum ditetapkan penggunaannya oleh RUPS. Penggunaannya sebagai modal inti hanya 50% dari saldo yang ada. Apabila terdaapat keruugian maka 100% menjadi pengurang modal inti. Laba Tahun Berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam tahun berjalan. Laba yang diperhitungkan hanya 50% sebagai modal inti. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan.

3.

4. 5. 6. 7.

8.

9.

10. Bila dalam pembukuan Bank terdapat Goodwill, maka jumlah modal inti harus dikurangkan dengan nilai Goodwill tersebut. Bank syariah dapat mengikuti sepenuhnya pengkatagorian unsur-unsur tersebut di atas sebagai modal inti, karena tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. b. Kuasi Ekuitas (Mudharabah Account), dana-dana yang dihimpun ke dalam rekening bagi hasil atas dasar prinsip akad bagi hasil (mudharabah). Akan tetapi karena rekening ini hanya dapat menanggung resiko atas aktiva yang ibiayai dari rekening bagi hasil itu sendiri, dan juga pemillik rekening bagi hasil dapat menolak menanggung resiko atas aktiva yang dibaiayainya apabila terbukti kerugian yang timbul disebabkan karena salah urus, kelalaian dan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank, maka 132

sumber dana ini terkadang tidak dapat sepenuhnnya berperan dalam fungsi permodalan Bank. c. Modal Pelengkap (jika ada). Modal pelengkap terdiri atas cadangancadangan yang dibentuk bukan dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal. Secara terinci modal pelengkap dapat berupa: 1. Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan. Hal ini dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif. Modal pinjaman, yang mempunyai ciri-ciri: 4. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan dengan modal dan telah di bayar penuh. Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal memikul kerugian Bank Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila Bank dalam keadaan rugi.

2.

3.

Pinjaman Subordinasi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan Bank Mendapat persetujuan dari BI Tidak dijamin oleh Bank yang bersangkutan Minimal berjangka waktu 5 tahun Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI Hak tagih dalam hal terjadi liquidasi berlaku paling akhir (kedudukannya sama dengan modal) Bank syariah dalam menghimpun dana selalu berusaha berhati-hati agar tidak tercampur dengan hal-hal yang dianggap terlarang 133

(haram), maka penggunaan modal pelengkap, khususnya modal pinjaman dan subordinasi karena menggunakan bunga, pada bank syariah sedapat mungkin dihindari. Perkembangan jumlah modal yang mampu dihimpun oleh Bank Muamalat Indonesia tahun 2004-2006 dapat dilihat pada tabel 1. Table 1. Perkembangan Jumlah Modal Bank Muamalat Indonesia, Berdasarkan Komponen Pembentukan Modal Inti Tahun 2004-2006 Jumlah Setiap Komponen (Dalam Jutaan Rupiah) 2004 2005 2006 269.694 492.791 492.791 806 132.498 132.498 14.769 24.277 45.560

Keterangan

Modal Disetor Agio Saham Cadangan Umum Modal Sumbangan Rugi tahun-tahun lalu (100%) (5.055) Laba Tahun Berjalan (50%) 24.178 52.719 53.075 Jumlah Modal Inti 309.447 697.230 723.924 Sumber: Laporan Keuangan Bank Muamalat yang dipublikasikan lewat internet, 2007. Selain total modal yang mampu dihimpun oleh Bank, faktor lain yang ikut diperhitungkan dalam memperhitungkan rasio kecukupan modal adalah besarnya Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) yang dibiayai dari modal yang diihimpun tersebut. Besarnya ATMR yang dimiliki oleh BMI, dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Besarnya ATMR Bank Muamalat Indonesia, yang Terdiri Atas ATMR Neraca Tahun 2004-2006NOMINAL (dalam jutaan Rupiah) 2004 2005 2006 73.026 89.442 133.340 263.998 287.122 382.108 0 0 0 545.000 51.255 3.993.587 6.802 87.905 662.000 7.908 2.678.590 6.677 104.399 915.000 7.072 3.232.781 6.677 126.308 BOBOT RESIKO 0% 0% 0% 0% 20% NILAI ATMR (dalam Jutaan Rupiah) 2004 2005 2006 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10.251 0 1.581,6 0 1.414,4

KETERANGAN Kas Giro Pada BI Tagihan pada Bank lain Surat Berharga (SBI) Kredit kepada pihak terkait Kredit kepada pihak lain* Penyertaan* Aktiva tetap

50% 1.996.793,5 50% 100% 3.401 87.905

1.339.295 1.616.390,5 3.338,5 104.399 3.338,5 126.308

134

KETERANGAN Aktiva lainnya

NOMINAL (dalam jutaan Rupiah) 2004 2005 2006 24.299 16.746 22.625 TOTAL ATMR

BOBOT RESIKO 100%

NILAI ATMR (dalam Jutaan Rupiah) 2004 2005 2006 24.299 16.746 22.625 2.122.649,5 1.465.360,1 1.770.076,4

Ket* = dibiayai oleh rekening mudharabah Sumber : Laporan Bank Muamalat yang dipublikasikan melalui situs internet Bank Indonesia, 2007. Nilai ATMR itu diperoleh dengan cara mengalikan nominal ATMR dengan bobot resiko. Penilaian ATMR tersebut di atas merupakan perhitungan ATMR dengan menggunakan metodelogi Basle commite, dengan beberapa penyesuaian sehingga sesuai dengan prinsip dan operasional Bank Muamalat Indonesia. Diantara penyesuaian itu antara lain pada perhitungan di atas ATMR yang digunakan adalah ATMR neraca ditambah dengan ATMR administratif, yang terdiri dari: jaminan Letter of Credit (L/C), fasilitas kredit yang belum digunakan dengan menggunakan jaminan surat berharga, kewajiban kembali membeli aktiva bank dengan menggunakan kontrak pembelian kembali (repurchase agreement), dan posisi netto kontrak berjangka pasar uang. Tidak digunakannya ATMR administratif dalam perhitungan disebabkan karena sebagian besar ATMR administratif tersebut di atas masih menggunakan instrumen bunga dan untung-untungan (gharar), sedangkan Bank Muamalat berusaha sedapat mungkin untuk menghindari penggunaan bunga dan gharar dalam operasionalnya. Selain itu, tidak diperhitungkannya instrumen L/C dalam perhitungan ATMR administratif, karena padaa saat itu masalah L/C masih dalam penilaian oleh Dewan Syariah Bank Muamalat Indonesia, untuk ditentukan boleh atau tidaknya instrumen itu digunakan. Penyesuaian yang lain adalah dalam hal penyediaan kredit dan penyertaan. Pada dua hal ini, kredit dan penyertaan dilakukan dengan menggunakan dana dari rekening mudharabah ditambah dengan dana dari modal inti. Menurut Zainal Arifin (2001:171), aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil (rekening mudharabah) dan modal inti, maka bobot resikonya 50% dari yang seharusnya 100%. Tabel 3. Perkembangan Posisi Keuangan Bank Muamalat Indonesia Tahun 2004-2006 (Dalam Milyar Rupiah)Instrumen Total Aktiva Total Dana Pihak Ketiga Total modal disetor Total Ekuitas 2004 5.209.804 4.294.755 269.694 339.113 2005 7.427.047 2.285.459 492.791 763.415 2006 8.370.595 2.994.859 492.791 786.441

135

Instrumen Laba Operasional Laba (rugi) bersih Total pembiayaan yang diberikan

2004 74.631 48.355 4.182.224

2005 159.183 138.126 3.239.853

2006 174.771 161.152 2.686.498

Sumber: Kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang dipublikasikan melalui internet, 2007 Faktor lain, yang juga digunakan dalam perhitungan kinerja Bank, adalah seberapa jauh Bank mampu mengelola alat-alat liquid yang dimilikinya, berkaitan dengan kemampuan Bank untuk membayar hutang-hutang jangka pendek dengan alat-alat liquid tersebut. Selain itu perlu juga diperhatikan kemampuan bank dalam membentuk giro wajib minimum yang dipelihara oleh Bank pada Bank Indonesia (Reserve Requirement), dimana giro wajib minimum ini diperoleh Bank dari penyisihan dana simpanan Pihak Ketiga. Besarnya alat-alat liquid yang mampu dihimpun oleh Bank Muamalat Indonesia, yang terdiri kas Bank dan Giro pada Bank Indonesia, dari tahun 2004-2006 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Alat Liquid Bank Muamalat Indonesia, Tahun 2004-2006Alat-alat Liquid 2004 (dalam Jutaan Rupiah) 2005 (dalam Jutaan Rupiah) 2006 (dalam Jutaan Rupiah)

Kas Giro pada BIJumlah

73.026 263.998337.024

89.442 287.122376.564

133.340 382.108515.448

Sumber: Laporan keuangan Bank Muamalat Indonesia yang dipublikasikan lewat internet, 2007 Tabel 5. Perkembangan Total Hutang Bank Muamalat Indonesia, Tahun 2004-2006 (Dalam Jutaan Rupiah)Jenis Hutang Kewajiban Segera Simpanan: Giro Wadiah Tabungan Mudharabah Deposito berjangka Jumlah Simpanan Simpanan dari Bank lain Pinjaman yang diterima Estimasi kerugian komitmen kontinjensi Hutang Pajak Kewajiban lain-lain Jumlah Kewajiban 2004 33.445 413.683 1.187.269 2.693.803 4.294.755 31.098 215.267 629 24.787 4.599.981 2005 70.361 679.248 1.606.211 2.285.459 380.721 201.298 654 40.299 2.978.792 2006 60.903 514.102 2.480.757 2.994.859 214.458 179.581 2.776 74.870 3.527.447

dan

Sumber: Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia yang dipublikasikan melalui internet, 2007. 136

Segala kriteria penilaian kinerja Bank pada dasarnya berpegang pada prinsip prudential Banking bagi Bank umum yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia selaku pengawas dan pembina bank nasional yang menetapkan ketentuan tentang penilaian tingkat kesehatan Bank dengan surat edaran BI no. 26/BPPP/1993 tanggal 29 Mei 1993, yang kemudian disempurnakan melalui keputusan Direksi BI No. 31/11/Kep/Dir tanggal 30 April 1997. Didasarkan pada peraturan tersebut maka langkah untuk menilai performance atau kinerja suatu Bank dapat menggunakan alat-alat anaalisa sebagai berikut: a. Analisa Rasio Liquiditas, yaitu analisa yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo.

b. Analisa Rasio Solvabilitas, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan Bank untuk memenuhi kewajiban jika terjadi liquidasi Bank. c. Analisa Rasio Rentabilitas adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha atau profitabilitas yang dicapai oleh Bank yang bersangkutan. (Lukman Dendawijaya, 2001 : 116 124).

Tujuan penelitian Berdasarkan pada latar belakang diatas, terlihat bahwa terdapat perbedaan penetapan ATMR menurut teori dan menurut ketentuan Bank Indonesia. Pada Tabel 2 tentang perhitungan ATMR, menurut teori pemberian bobot resiko ATMR pada rekening-rekening kredit kepada pihak lain dan penyertaan dalam bank syariah adalah sebesar 50%, karena dibiayai oleh rekening simpanan mudhaarabah. Akan tetapi dalam kenyataannya Bank Indonesia masih menerapkan bobot resiko 100% pada rekening-rekening tersebut, sehingga memperbesar tanggungan resiko yang dihitung oleh Bank Muamalat. Perbedaan perhitungan ini dapat memperkecil angka rasio kecukupan modal yang dimiliki oleh bank syariah, yang berarti bank akan cenderung tidak baik kinerjanya. Dalam menghimpun modal, Bank Muamalat mengusahakan untuk tidak mengimpun dari modal-modal pinjaman atau subordinasi yang menggunakan bunga. TELAAH KEPUSTAKAAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Perbankan syariah dikembangkan atas dasar yang tidak mengijinkan pemisahan antara masalah dunia dan masalah agama. Dasar tersebut mengharuskan kepatuhan terhadap syariah sebagai dasar bagi semua aspek kehidupan. Dasar 137

itu tidak hanya mencakup ibadah saja, tetapi juga meliputi transaksi bisnis yang harus sesuai dengan prinsip syariah. Misalnya, salah satu aspek yang paling menonjol dari prinsip-prinsip syariah adalah pelarangan riba dan persepsi mengenai uang sebagai alat tukar dan sarana untuk membayar kewajiban keuangan, bukan komoditas. Uang berdasarkan prinsip syariah tidak mempunyai sisi time value terlepas dari nilai-nilai barang yang dipertukarkan melalui penggunaan uang, sesuai dengan syariah. Oleh karena itu bank syariah didirikan berdasarkan konsep Islam mengenai keuntungan adalah bagi siapa yang menanggung resiko. Beradasarkan konsep ini, bank syariah menolak (mengusahakan tidak menggunakan) penggunaan bunga dalam setiap transaksinya. Adiwarman Karim (Modul: Warkshop on Islamic banking, 2003 : 6) menggolongkan transaksi-transaksi yang saat ini biasa dilakukan oleh bank syariah terdiri atas: a. Natural incertaintycontracts, yaitu kontrak atau akad dalam bisnis perbankan yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktunya (time). Tingkat return bisa positif, negative, atau nol. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrakkontrak investasi atau Musyarakah (partnership, project financing participation), yaitu akad dua pihak atau lebih untuk suatu usaha dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai perjanjian (M. Syafei Antoni, 2001 : 90). Jenis kontrak Musyarakah dalam bank syariah terbagi atas: (1) Musyarakah Mufawadhah, yaitu jenis musyarakah dimana bank memberikan pembiayaan sebesar 50% dari jumlah modal yang dibutuhkan nasabah, dan bank turut serta dalam mengelola (manajemen) usaha, sehingga setiap kerugian dan keuntungan akan dibagi sama rata. (2) Musyarakah Inan, yaitu jenis musyarakah, dimana bank memberikan pembiayaan kepada suatu proyek nasabah, namun besarnya pembiayaan tidak tepat 50% dari kebutuhan dana, akan tetapi bisa melebihi atau malah kurang tergantung pada kebutuhan nasabah. Biasanya Bank memberikan pembiayaan kurang dari 50%, sehingga besarnya proporsi pembagian keuntungan tergantung pada kesepakatan dan pertanggungan kerugian tergantung pada proporsi modal yang disetor bank.

138

(3) Musyarakah Mudharabah. Jenis kontrak inilah yang banyak dilakukan oleh bank syariah, baik dalam hal pembiayaan. Secara teknis, mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah di bagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola (SyafiI Antoni, 2001 : 95). Dalam hal ini simpanan, kontrak mudharabah ini berarti pihak nasabah menyediakan dananya dalam bentuk tabungan dan deposito untuk dikelola oleh bank sehingga menghasilkan keuntungan. Apabila bank memperoleh keuntungan (laba) operasional maka pihak deposan berhak memperoleh bagian laba tersebut (profit sharing). Namun untuk mengantisipasi kecurangan (moral hazard) dunia perbankan terhadap kontrak i9ni, maka berdasarkan perkembangan terakhir yang dibagi kepada nasabah bukanlah laba (profit) yang diperoleh bank, akan tetapi pendapatan (revenue) bank atas kegiatan operasional, dan setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan operasional tersebut sepenuhnya ditanggung oleh bank, sehingga apabila bank tidak memperoleh pendapatan sekalipun, saldo rekening nasabah tidak akan berkurang. Demikian pula halnya dengan pemberian pembiayaan, untuk mengantisipasi moral hazard nasabah (debitur), bank memberlakukan kontrak revenue sharing dalam hal perolehan pendapatan bank dan semua biaya proyek ditanggung oleh debitur yang bersangkutan, sehingga bank tidak mengalami kehilangan dana meskipun proyek yang dijalankan merugi. Secara umum, sebenarnya kontrak musyarakah masih terdapat dua jenis lagi yaitu jenis Musyarakah wujuh dan musyarakah abdan. Akan tetapi yang biasa dilakukan oleh dunia perbankan adalah ketiga jenis musyarakah di atas. b. Natural Certainty contracts, kontrak atau akad dalam bisnis perbankan yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu. Pada jenis kontrak ini cash flow bank dapat diprediksi relative pasti, karena sudah disepakati kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad. Objek pertukaran (baik barang) maupun jasa sudah ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik dalam jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahan (time delivery). Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual beli, upah-mengupah, sewa-menyewa, dll. Jenis kontrak ini terbagi atas:

139

(1) Mudharabah (deferred payment sale), adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam dunia perbankan, kontrak ini berupa pembiayaan (finance) pada barangbarang modal maupun barang-barang konsumsi. Dalam hal ini, bank membeli barang-barang yang dibutuhkan nasabah dari supplier secara tunai sesuai dengan harga yang berlaku. Selanjutnya, nasabah membeli kembali barang tersebut dari bank (biasanya secara kredit) sesuai dengan harga barang ditambah dengan keuntungan jual-beli bagi bank. (2) Salam (Infront payment sale), adalah kontrak jual beli dimana pembayaran dilakuakn dimuka dan barang diserahkan dikemudian hari. dalam hal ini, yang menjadi syarat terlaksananya salam adalah kejelasan modal, kejelasan harga, kejelasan fisik barang, dan kejelasan waktu penyerahan. (3) Istishna (purchase by order or manufacture), transaksi ini merupakan kontrak antara pembeli dan bank. Dalam kontrak ini, bank menerima pesanan dari pembeli (nsabah). Bank lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang sesuai dengan spesifikasi pesanan dan menjualnya kepada pembeli akhir (nasabah yang memesan). Kedua belah pihak sepakat atas harga dan sistem pembayaran, melalui cicilan atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang. (M. Syafii Antonio, 2001 : 113). (4) Ijarah (Operational leas), adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri (M. SyafiI Antonio, 2001 : 117). Meskipun secara operasional bank syariah mempunyai sedikit perbedaan dengan bank-bank konvensional lainnya, namun dalam beberapa hal seperti pengukuran kesehatan dan pengukuran kinerja bank tetap mengacu kepada Undang-undang RI No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, pasal 29menyebutkan beberapa ketentuan sebagai berikut: 1. 2. Pembinaan dan pengawasan Bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia menetapkan ketentuan Kesehatan/kinerja bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.

140

3.

Bank wajib memelihara kesehatan Bank sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka setiap bank wajib memelihara kesehatan dan kinerja Bank berdasarkan prinsip kehati-hatian. Untuk mengukur kinerja suatu bank maka pemahaman mengenai latar belakang keuangan sangat diperlukan sebelum seseorang dapat menganalisa kinerja/kesehatan atau melakuakan perubahan dalam portofolio aktiva dan pasiva untuk memperbaiki laba. Secara sederhana, bank mempunyai laporan keuangan pokok yang terdiri atas Neraca dan Laporan Rugi/Laba. Neraca Bank Umum Berdasarkan Undang-Undang RI No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, pasal 34 menyebutkan Setiap bank umum diwajibkan menyampaikan laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi/laba berdasarkan waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, neraca bank umum dapat dilihat sebagai berikut: Contoh Neraca Bank Umum 1. 2. 3. AKTIVA Kas Giro di Bank Indonesia Tagihan pada Bank lain a. Giro b. Call money c. Deposito berjangka d. Kredit yang diberikan Surat berharga dan tagihan lainnya Kredit yang diberikan Penyertaan Cadangan aktiva yang diklasifikasikan Rupa-rupa aktiva PASIVA Giro call money Tabungan Deposito berjangka Kewajiban lainnya Surat berharga Pinjaman yang diterima: Bank Indonesia Subordinasi dan lainnya Rupa-rupa passive Modal: a. Modal disetor b. Agio saham c. Cadangan d. Laba di tahan 10. Laba/rugi tahun berjalan Jumlah Pasiva 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. a. b. 8. 9.

4. 5. 6. 7. 8.

Jumlah Aktiva

Metode di atas meskipun berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bukanlah satu-satunya metode yang digunakan untuk menampilkan neraca bank umum. 141

Untuk bank syariah terdapat beberapa perbedaan sedikit instrumen di dalam neraca bank. Perbedaan tersebut ditekankan pada perbedaan sistem dalam hal pemberian pinjaman, pembiayaan, dan pengelolaan dana pihak ketiga. Pada Bank syariah, karena tidak menggunakan instrumen bunga baik dalam hal kredit maupun simpanan nasabah, maka untuk hal-hal tersebut di atas digunakanlah kontrak mudharabah dan musyarakah seperti yang sudah dijelaskan di atas. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini ditampilkan bentuk neraca bank syariah (diambil dari bentuk neraca Bank Syariah Mandiri, tahun 2002)

Contoh Neraca Bank SyariahAKTIVA 1. Kas 2. Penempatan di Bank Indonesia 3. Penempatan pada Bank lain 4. Piutang penjualan a. Piutang mudharabah b. piutang salam c. piutang Istishna 5. Investasi dalam surat berharga 6. Pembiayaan yang diberikan a. pembiayaan mudharabah b. pembiayaan musyarakah c. pembiayaan lain-lain 7. Penyertaan 8. Investasi aktiva Ijarah 9. Aktiva tetap dan inventaris 10. Aktiva lain-lain Total Aktiva Giro Tabungan Mudharabah Deposito Mudharabah Kewajiban kepada BI Surat berharga yang diterbitkan Pembiayaan yang diterima Kewajiban lainnya Setoran jaminan Pasiva lain Modal disetor Selisih penilaian kembali aktiva tetap 12. Cadangan 13. Laba/rugi d. Tahun lalu e. Tahun berjalan Total Pasiva PASIVA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Perlu diperhatikan, bentuk diatas bukanlah satu-satunya bentuk neraca pada Bank Syariah. Bentuk-bentuk lain untuk neraca bank syariah dapat ditampilkan sesuai dengan posisi keuangan bank syariah bersangkutan. Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No. 23 / 19 / BPPP tanggal 28 Februari 1991, neraca suatu bank umum terdiri atas pos-pos yang ada pada sisi aktiva dan pos yang ada pada sisi pasiva.

142

Aktiva Pos-pos yang terdapat di sisi aktiva secara umum adalah sebagai berikut: 1. Kas

Yang dimasukkan ke pos ini adalah uang kas, baik rupiah maupun valuta asing, yang dimiliki oleh bank, termasuk kantornya yang ada di luar negeri, yang menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia maupun uang asing lainnya yang masih berlaku. 2. Giro di Bank Indonesia

Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah giro dalam rupiah dan valuta asing milik bank pada Bank Indonesia. Posisi pada pos ini tidak boleh dikurangi dengan kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank yang bersangkutan dan tidak boleh ditambah dengan fasilitas kredit yang sudah disetujui oleh Bank Indonesia yang belum dipergunakan. 3. Tagihan pada bank lain

Tagihan pada bank lain adalah semua tagihan bank pelapor dalam rupiah dan valas kepada bank lain, baik bank dalam negeri maupun bank luar negeri. Pos ini terdiri atas pos-pos sebagi berikut: a. Giro Yang dimasukkan ke pos ini adalah giro dalam rupiah dan valuta asing milik bank, termasuk kantornya diluar negeri, baik kepada bank lain di dalam negeri maupun di luar negeri (tidak termasuk Bank Indonesia). Pos ini tidak boleh dikurangi dengan kredit yang diberikan bank lain kepada bank yang bersangkutan dan tidak boleh ditambah dengan fasilitas kredit yang sudah disetujui bank lain yang belum digunakan. Pada bank syariah pendapatan bunga dari giro yang tidak menggunakan kontrak mudharabah di bank lain disisihkan ke dalam pos dana-dana tidak hala (tidak dilaporkan) untuk kemudian digunakan untuk kepentingan sosial. b. Call Money Yang dimasukkan ke pos ini adalah dana dalam rupiah dan valuta asing yang dipinjamkan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, baik kepada bank lain di dalam negeri maupun diluar negeri. Pada bank syariah,

143

pos ini masih digunakan, sehingga terkadang masih menggunakan bunga dalam pelaksanaannya. c. Deposito berjangka Yang dimasukkan ke pos ini adalah penanaman dana dalam rupiah dan valuta asing oleh bank, termasuk kantornya diluar negeri, pada bank lain dan atau lembaga keuangan lain dalam bentuk deposito berjangka, sertifikat deposito, deposito in call, dan simpanan lain yang sejenis. d. Kredit yang diberikan Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua kredit yang berdasarkan akad dalam rupiah dan valuta asing yang diberikan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, baik yang diberikan kepada bank lain di dalam negeri maupun di luar negeri. 4. Surat berharga dan tagihan lainnya

Yang dimasukkan ke pos ini adalah surat berharga yang dimiliki oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, seperti surat-surat berhargta pasar uang dan pasar modal dalam rupiah dan valuta asing. 5. Kredit yang diberikan

Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua realisasi kredit dalam rupiah dan valuta asing yang diberikan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, kepada pihak ketiga bukan bank, baik dalam negeri maupun di luar negeri. 6. Penyertaan

Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua realisasi kredit dalam rupiah dan valuta asing yang diberikan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, pada bank, lembaga keuangan, serta perusahaan lain. 7. Cadangan aktiva yang diklasifikasikan

Yang dimasukkan ke pos ini adalah cadangan-cadangan dana dalam rupiah dan valuta asing. Cadangan ini dibentuk untuk menampung resiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat bank tidak dapat menarik kembali sebagian atas seluruh aktiva produktifnya. Aktiva produktif mencakkup kredit, surat-surat berharga, penanaman pada bank lain, serta penyertaan dan penanaman pada

144

aktiva lainnya yang mengandung resiko dari bank, termasuk kantornya di luar negeri. Pos ini merupakan pengurang aktiva pada neraca. 8. Aktiva tetap dan inventaris

Yang dimasukkan ke pos ini adalah nilai buku dari tanah, gedung, kantor, rumah, dan perabot milik bank, termasuk kantornya di luar negeri, dalam rupiah dan valuta asing. Jumlah tersebut telah dikurangi dengan penyusutan nilai aktiva tetap dan inventaris sampai dengan akhir bulan laporan. 9. Rupa-rupa aktiva

Yang dimasukkan ke pos ini adalah saldo rekening-rekening aktiva lainnya dalam rupiah dan valuta asing yang tidak dapat dimasukkan ke salah satu pospos di atas. Dalam pos ini dimasukkan pula hasil kompensasi (set off) antara saldo debet dan saldo kredit rekening antar kantor, termasuk kantornya di luar negeri, sepanjang hasilnya debet bagi bank yang berbadan hokum Indonesia. Pasiva Pos-pos yang ada pada sisi pasiva adalah sebagai berikut: 1. Giro

Yang dimasukkan ke pos ini adalah giro dalam rupiah dan valuta asing milik pihak ketiga dan bank lain pada bank yang bersangkutan, termasuk kantornya di luar negeri, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, pemindah bukuan, dan surat perintah membayar lainnya. Dalam pos ini dimasukkan pula pinjaman yang diberikan dalam rupiah yang bersaldo kredit. 2. Call money

Yang dimasukkan ke pos ini adalah dana dalam rupiah dan valuta asing yang diterima oleh bank, termasuk kantornya diluar negeri, baik dari bank lain di dalam negeri maupun di luar negeri. 3. Tabungan

Yang dimasukkan ke pos ini adalah simpanan-simpanan dalam rupiah dan valuta asing milik pihak ketiga bukan bank pada bank yang bersangkutan, termasuk kantornya di luar negeri, yang penarikannnya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. Dalam pengertian ini termasuk pula simpanan 145

yang pengambilannya harus diberitahukan beberapa hari sebelumnya dan hanya dapat dilakukan dengan buku tabungan atau kwitansi. 4. Deposito berjangka

Yang dimasukkan ke pos ini adalah deposito berjangka, deposts one call, sertifikat deposito, dan deposito sejenis lainnya yang diterima bank, termasuk kantornya di luar negeri, baik dalam rupiah maupun valuta asing, milik pihak ketiga dan bank lain yang penarikannya dapat dilakukan tertentu sesuai perjanjian antara bank yang bersangkutan dan penyimpannya. 5. Kewajiban lainnya

Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua kewajiban bank, termasuk kantornya di luar negeri, baik dalam rupiah maupun valuta asing, yang setiap waktu dapat ditagih oleh pemiliknya dan harus segera dibayar oleh bank yang bersangkutan. Pada pos ini dimasukkan pula kiriman uang, kupon yang sudah jatuh tempo, dan semua kewajiban yang berjangka waktu kurang dari 15 hari. 6. Surat berharga

Yang dimasukkan ke pos ini adalah surat berharga yang diterbitkan oleh bank, termasuk kantornya diluar negeri, yang menyebabkan kewajiban membayar bagi bank, baik dalam rupiah maupun valuta asing. 7. Pinjaman

Yang dimasukkan ke pos ini adalah pinjaman yang diterima oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, baik dalam rupiah maupun valuta asing, dari pihak ketiga, bank lain, dan Bank Indonesia. Dalam pengertian ini termasuk pinjaman kelolaan dan two step loan yang diterima dari pemerintah atau lembaga-lembaga Internasional. 8. Rupa-rupa pasiva

Yang dimasukkan ke pos ini adalah saldo rekening pasiva lainnya, baik dalam rupiah maupun valuta asing, yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari pos neraca ini dalam rupiah, misalnya selisih kurs dari rekening-rekening yang diblokir karena suatu perkara. Dalam pos ini dimasukkan pula hasil kompensasi (set off) antara saldo debet dan saldo kredit rekening antar kantor, termasuk kantornya diluar negeri, sepanjang hasilnya kredit bagi bank yang berbadan hokum Indonesia.

146

9.

Modal a. Modal bank yang berbadan hokum Indonesia

Yang dimasukkan ke pos ini adalah jumlah modal atau simpanan pokok dan wajib (bagi bank-bank yang berbadan hokum koperasi) yang benarbenar telah di setor atau selisih antara modal dasar dan modal yang belum di setor. b. Modal kantor cabang bank asing Yang dimasukkan ke pos ini adalah dana bersih kantor pusat dan cabangnya di luar negeri. c. Agio saham

Yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya. d. Cadangan Yang dimasukkan ke pos ini adalah cadangan-cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba bersih setelah atau sebelum dikurangi pajak dan mendapat persetujuan pemilik melalui rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai dengan anggaran dasar masing-masing bank. e. Laba/rugi

Yang dimasukkan ke kolom ini adalah sisa laba / rugi tahun-tahun buku lalu yang belum dibagikan dan atau dipindah bukukan ke rekening lain dan ditambah laba / rugi dalam tahun buku berjalan. Rugi yang diderita tahuntahun lalu dan tahun berjalan tidak boleh dicantumkan pada sisi aktiva, tapi pada sisi pasiva dengan tanda negative (-/-). Laporan Laba-Rugi Bank Laporan perhitungan laba rugi (profit and loss statement) atau lebih dikenal juga dengan income statement dari suatu bank umum adalah suatu laporan keuangan bank yang menggambarkan pendapatan dan biaya operasional dan non operasional bank serta keuntungan bersih suatu bank untuk suatu periode tertentu (Lukman Dendawijaya, 2001 : 111).

147

Laporan perhitungan laba rugi bank harus disusun berdasarkan ketentuan tentang bentuk yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, laporan keuangan bulanan harus dilaporkan setiap bulan, sedangkan untuk laporan keuangan triwulanan dilakukan untuk posisi akhir bulan, yaitu 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember tahun yang bersangkutan. Keterlambatan penyampaian serta bentuk laporan yang tidak mengikuti standarisasi yang telah dikenakan sanksi. Penyusunan perhitungan laba rugi bank dilakukan dengan menganut konsep konservatisme. Konsep ini menekankan bahwa pendapatan yang diperhitungkan adalah pendapata yang benar-benar yang telah diterima secara efektif. Dalam akuntansi, konsep ini disebut cash basis. Sebaliknya, perlakukan akuntansi terhadap biaya operasional dan non operasional dilakukan dengan menggunakan prinsip accrual basis. Dalam prinsip ini, biaya yang akan dibayar di masa yang akan datang sudah diperhitungkan sebagai bagian komponen biaya yangdikeluarkan. Bentuk laporan laba-rugi bank syariah, secara umum hampir sama dengan bentuk laba-rugi bank konvensional, hanya untuk pendapatan-pendapatan bunga di bankkonvensional, pada bank syariah merupakan pendapatan murabahah, mudharabah, salam, istisna, dll, sedangkan beban atau pendapatan bunga yang terpaksa diterima oleh bank syariah, di masukkan ke dalam pos pendapatan/beban dana-dana tidak halal atau dimasukkan ke adalam pos operasional lain-lain. Bentuk laporan laba-rugi Bank Syariah dapat dilihat dari tabel di bawah ini (contoh bentuk laporan keuangan Bank Syariah Mandiri tahun 2002): Perhitungan Laba/Rugi Periode:... (dalam jutaan rupiah)No. 1. Pos-pos PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI 1.1 Pendapatan Margin dari Jual-beli a. Murabahah/jual-beli b. Istisna/jual-beli atas pesanan c. Salam/jual-beli atas pembayaran dimuka d. Lainnya 1.2 Pendapatan bagi hasil dari investasi a. Musyarakah/penyertaan b. Mudharabah/tabungan bagi hasil c. Lainnya 1.3 Pendapatan Bonus Sertifikat Wadiah Bank Indonesia JUMLAH PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI Jml . . . . . . .. .. ..

148

2.

3. 4.

5.

6. 7.

PENGELUARAN/DISTRIBUSI BONUS DAN BAGI HASIL INVESTASI 2.1 Pengeluaran Bonus Wadiah 2.2 Pengeluaran bagi hasil mudharabah JUMLAH PENGELUARAN BONUS DAN BAGI HASIL ATAS INVESTASI -/PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN BERSIH INVESTASI BAGIAN BANK PENDAPATAN LAINNYA 4.1 Pendapatan administrasi pembiayaan 4.2 Pendapatan jasa-jasa bank 4.3 Pendapatan operasional lainnya 4.4 Pendapatan non operasional JUMLAH PENDAPATAN LAINNYA JUMLAH PENDAPATAN BANK PENGELUARAN LAINNYA 5.1 Pengeluaran administrasi dan umum 5.2 Pengeluaran personalia 5.3 Pengeluaran penyusutan/amortisasi/penghapusan aktiva produktif 5.4 Pengeluaran non operasional JUMLAH PENGELUARAN LAINNYA -/LABA (RUGI) BERSIH SEBELUM ZAKAT DAN PAJAK ZAKAT DAN PAJAK 7.1 Zakat -/7.2 Pajak -/LABA (RUGI) BERSIH

. .. . . . . .. . . . . . . . . .

Analisis Rasio Keuangan Untuk membuat keputusan rasional yang sesuai dengan tujuan bank, manajerial bank haruslah mempunyai alat-alat analisa tertentu. Analisa keuangan dilakukan baik oleh pihak luar bank, seperti kreditur, investor, nasabah, dan Bank Indonesia selaku Pembina dan pengawas perbankan, maupun pihak bank sendiri. Jenis analisa bervariasi tergantung pada kepentingan pihak-pihak yang melakukan analisa. Seorang yang memberikan kredit (pinjaman) jangka pendek dan nasabah tabungan, akan tertarik pada likuiditas bank. Yaitu kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi (jangka pendek). Sedangkan para pemegang saham dan nasabah deposito, mungkin akan tertarik pada rasio rentabilitas bank, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan bank dalam memperoleh laba. Para pemegang surat berharga bank, seperti pemegang obligasi, dan para pemberi kredit jangka panjang, mungkin akan tertarik pada struktur modal perusahaan, sumbersumber dana dan penggunaan dan, profitabilitas selama beberapa periode dan proyeksi profitabilitas di masa datang, serta rasio solvabilitas bank, yaitu kemampuan bank dalam membayar hutang-hutang jangka panjang atau kemampuan bank dalam melunasi semmua hutangnya apabila dilikuidasi. Bagi Bank Indonesia selaku Pembina dan pengawas perbankan di Indonesia, mungkin akan tertarik pada rasio kecukupan modal bank, rasio kualitas aktiva produktif, rasio-rasio rentabilitas bank, dan rasio-rasio likuiditas bank. 149

Rasio keuangan menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematic relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dalam laporan keuangan, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu peusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angnka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar. (Drs. S. Munawir, Akt, 1990 : 64) Dengan menggunakan analisa rasio dimungkinkan untuk dapat menentukan tingkat kinerja suatu bank dan kesehatannya dengan menggunakan perhitungan rasio likuiditas, solvabilitas, serta rentabilitas suatu bank. Perhitungan rasio untuk menilai posisi kinerja suatu bank, akan memberikan gambaran yang jelas tentang baik atau tidaknya operasional suatu bank, yang dilihat dari posisi keuangannya dalam neraca dan laba-rugi. Macam-macam rasio keuangan untuk mengukur kinerja bank Seperti yang sudah dijelaskan dimuka, maka pengukuran rasio keuangan dapat juga digunakan untuk mengetahui kinerja suatu bank. Pengukuran kinerja bank digunakan untuk mengetahui tentang baik-buruknya operasional bank serta seberapa sehatkah bank bersangkutan untuk dapat menjalankan fungsi-fungsi perbankan. Umumnya berbagai rasio yang dihitung untuk menilai kinerja suatu bank dikelompokkan ke dalam tiga (3) tipe dasar: 1. Rasio Likuiditas, yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendeknya atau kewajiban yang telah jatuh tempo. Beberapa rasio likuiditas yang sering digunakan dalam menilai kinerja suatu bank antara lain sebagai berikut: a. Cash Ratio, yaitu Likuiditas minimum yang harus dipelihara oleh Bank dalam membayar kembali pinjaman jangka pendek bank. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, namun dalam prakteknya akan dapat mempengaruhi profitabilitas. Rasio ini merupakan perbandingan antara jumlah alat liquid yang dimiliki bank dengan pinjaman yang harus segera dibayar.

b. Reserve Requirement (RR), yaitu likuiditas wajib minimum yang wajib dipelihara dalam bentuk Giro pada BI. Reserve requirement merupakan ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum yang berupa rekening bank yang bersangkutan pada Bank 150

Indonesia. Menurut surat edaran BI tahun 1997, besarnya RR minimal 5%. c. Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah seluruh kredit yang diberikan Bank dengan dana yang diterima oleh Bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemapuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. Rasio LDR ini merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar 80%. Namun batas toleransi berkisar antara 85%-100%.

d. Loan to Asset Ratio (LAR), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini, tingkat likuiditasnya semakin kecil karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya menjadi semakin besar. 2. Rasio Rentabilitas, yaitu alat untuk menganalisa atau mengukur tingkat efesiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh Bank yang bersangkutan. Selain itu, rasio-rasio dalam kategori ini dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. Dalam perhitungan rasio-rasio rentabilitas ini biasanya dicari hubungan timbale balik antar pos yang terdapat pada laporan laba-rugi bank dengan pos-pos pada neraca bank guna memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat efesiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan. Rasio-rasio rentabilitas terdiri atas: a. Return On Asset (ROA), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dalam penggunaan asset.

151

Dalam rangka mengukur tingkat kesehatan bank ada perbedaan sedikit antara ROA berdasarkan teoritis dan cara perhitungan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia. Secara teoritis, laba yang diperhitungkan adalah laba setelah pajak, sedangkan dalam sistem CAMEL laba yang diperhitungkan adalah laba sebelum pajak. b. Return On Equity (ROE), yaitu perbandingan diantara laba bersih bank dengan modal sendiri. ROE ini merupakan indikator yang amat penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembagian deviden. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan. Selanjutnya, kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham. Perlu diperhatikan, bahwa dalam penentuan tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian besarnya ROA dan tidak memasukkan unsure ROE. Hal ini dikarenakan Bank Indonesia selaku Pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat c. Rasio Beban Operasional (BOPO), yaitu perbandingan antara beban operasional dengan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Untuk bank syariah, pendapatan operasional bank terdiri atas pendapatan bagi hasil, keuntungan atas kontrak jual-beli, fee, biaya administrasi, dll.

d. Net Profit Margin (NPM), adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan bank, dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Sebagaimana halnya dengan perhitungan rasio sebelumnya, rasio NPM pun mengacu kepada pendapatan operasional bank yang terutama berasal dari kegiatan pemberian kredit yang dalam prakteknya memiliki berbagai resiko seperti resiko kredit (kredit bermasalah dan kredit macet), serta Kurs Valas (jika kredit diberikan dalam bentuk valas). 3. Analisa Solvabilitas. Analisis ini digunakan untuk mengukur kemampuan Bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya, atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya jika terjadi likuiditasi Bank. Disamping itu, rasio ini digunakan untuk mengetahui perbandingan antara

152

volume (jumlah) dana yang diperoleh dari berbagai hutang (jangka pendek dan jangka panjang) serta sumber-sumber lain diluar modal bank sendiri dengan volume penanaman dana tersebut pada berbagai jenis aktiva yang dimiliki bank. Rasio Solvabilitas ini terdiri atas: a. Capital Adequacy Ratio (CAR), adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (hutang), dll. Dengan kata lain CAR adalah rasio untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR merupakan indicator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva beresiko. Berdasarkan Deregulasi BI tertanggal 29 Februari 1993, bank yang dinyatakan termasuk bank sehat (berkinerja baik) apabila memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank for International Settlements (BIS). b. Debt to Equity Ratio (DER), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh hutanghutangnnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek, dengan dana yang berasal dari dana bank sendiri. Dengan kata lain, rasio ini mengukur seberapa besar total pasiva yang terdiri atas persentase modal bank sendiri dibandingkan dengan besarnya hutang. Dalam bisnis perbankan, sebagian besar dana yang ada pada suatu bank berasal dari simpanan masyarakat, baik berupa simpanan giro, tabungan ataupun deposito. Dengan demikian, hanya sebagian kecil saja dana yang berasal dari modal sendiri. Selain memperoleh hutang (kewajiban) dari deposan (penyimpanan dana), pada umumnya bank juga bisa meperoleh pinjaman dari lembaga-lembaga perbankan, baik dalam maupun luar negeri, serta pinjaman dari Bank Indonesia (KLBI, BLBI, dan fasilitas lainnya). Metodologi Penelitian Menurut Lukman Dendawijaya (2001: 116-124) alat analisis yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan bank (secara teori) adalah: 153

1.

Analisis Rasio Liquiditas

Yaitu analisa yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo. Rasio Liquiditas ini terdiri atas: a. Cash Ratio, yaitu Liquiditas minimum yang harus dipelihara oleh bank dalam membayar kembali dana pihak ketiga yang dihimpun bank yang harus segera dibayar. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan liquiditas bank yang bersangkutan, namun dalam prakteknya akan dapat mempengaruhi profitabilitas. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: Alat Liquid Cash Ratio = Pinjaman yang harus segera dibayar Alat liquid dalam rasio diatas, terdiri dari: 1. Kas 2. Giro pada Bank Indonesia b. Reserve Requirement (RR), yaitu liquiditas wajib minimum yang wajib dipelihara dalam bentuk Giro pada BI. Menurut surat edaran BI tahun 1997, besarnya RR minimal 5%. Rumus rasio ini adalah: Jumlah alat liquid RR = Jumlah dana simpanan pihak ketiga Komponen dana pihak ketiga pada rasio diatas adalah: Giro, Deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan kewajiban jangka pendek lainnya. c. Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah seluruh kredit yang diberikan Bank dengan dana yang diterima oleh bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diterima oleh bank yang bersangkutan. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan liquiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. Rasio LDR ini merupakan indicator kerawanan dan kemampuan dari suatu X 100% X 100%

154

bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar 80%. Namun batas toleransi berkisar antara 85% - 100%. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

Jumlah pembiayaan yang diberikan LDR = Jumlah dana yang diterima oleh bank Yang termasuk jumlah dana yang diterima oleh bank pada kriteria ini adalah, terdiri atas: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kredit Liquiditas Bank Indonesia (jika ada), Giro/Deposito dan tabungan masyarakat Deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan, Surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan, Modal pinjaman Modal inti. X 100%

d. Loan to Asset Ratio (LAR), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat liquiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk memnuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini, tingkat liquiditasnya semakin kecil karena asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya menjadi semakin besar. Rumus untuk rasio ini adalah sebagai berikut: Jumlah pembiayaan yang diberikan LAR = Jumlah Asset X 100%

2.

Rasio Rentabilitas, yaitu alat untuk menganalisa atau mengukur tingkat efesiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Rasio ini terdiri atas: a. Return On Asset (ROA), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula

155

posisi bank tersebut dalam penggunaan asset. Perhitungan rasio ini dirumuskan sebagai berikut: Laba bersih ROA = Total aktiva b. Return On Equity (ROE), yaitu perbandingan diantara laba bersih bank dengan modal sendiri. ROE ini merupakan indicator yang amat penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembagian deviden. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: Laba bersih ROE = x 100% Modal sendiri c. Rasio Beban Operasional (BOPO), yaitu perbandingan antara beban operasional dengan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efesiensi bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Untuk bank syariah, pendapatan operasional bank terdiri atas pendapatan bagi hasil, keuntungan atas kontrak jual-beli, serta fee, biaya administrasi, dll. Rasio BOPO dirumuskan sebagai berikut: Beban Operasional BOPO = Pendapatan operasional d. Net Profit Margin (NPM), adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan bank, dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: Laba bersih NPM = Pendapatan Operasional 3. Analisis Solvabilitas X 100% X 100% x 100%

Analisis ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya, atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya jika terjadi liquidasi bank. Rasio Solvabilitas ini terdiri atas:

156

a.

Capital Adequacy Ratio (CAR), adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dll. Dengan kata lain, CAR adalah rasio untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang diberikan. Perhitungan rasio ini dirumuskan sebagai berikut: Modal Bank CAR = Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, Modal Bank terdiri dari modal inti, yaitu: modal disetor, agio saham, cadangan umum, dan laba di tahan. Ditambah dengan Modal pelengkap yang terdiri antara lain: cadangan revaluasi aktiva tetap. Sedangkan ATMR terdiri atas ATMR neraca ditambah ATMR rekening administrative (jika ada). Berdasarkan Deregulasi BI tertanggal 29 Februari 1993, bank yang dinyatakan termasuk bank sehat (berkinerja baik) apabila memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank for International Settlements (BIS). X 100%

b. Debt to Equity Ratio (DER), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh utang-utangnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek, dengan dana yang berasal dari dana bank sendiri. Dengan kata lain, rasio ini mengukur seberapa besar total pasiva yang terdiri atas persentase modal bank sendiri dibandingkan dengan besarnya utang. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Jumlah utang DER = Jumlah modal sendiri HASIL PENELITIAN Analisa Rasio Liquiditas 1. Cash Ratio X 100%

Dengan membagi jumlah alat liquid yang terdiri atas Kas dan Giro pada Bank Indonesia di tahun 2004, 2005 dan 2006 seperti yang terlihat pada tabel 4, dengan pinjaman yang harus segera di bayar (pinjaman jangka pendek) untuk 157

tahun 2004, 2005, dan 2006 seperti terlihat di tabel 5, kemudian mengalikannya dengan bilangan 100% maka diperoleh besarnya Cash Ratio tahun 2004, 2005, dan 2006. 337.024 Cash Ratio2004 = 215.267 376.564 Cash Ratio2005 = 201.298 515.448 Cash Ratio2006 = 179.581 Berdasarkan perhitungan diperoleh hasil Cash Ratio tahun 2004, sebesar 156,56%. Cash Ratio tahun 2005 sebesar 187,07% dan Cash Ratio tahun 2006 sebesar 287,03%. Dapat dilihat Cash Ratio Bank Muamalat dari tahun 2004 hingga tahun 2006 mengalami kenaikan. Ini berari liquiditas bank mengalami kenaikan. Hal ini kemungkinan disebabkan bank kurang melakukan investasi atau memberikan pembiayaan/pinjaman kepada nasabah, sehingga semakin banyak dana yang menganggur. Besarnya dana yang menganggur ini, sebenarnya dapat merugikan bank sebab pendapatan bank sebagai akibat dari penggunan dana menjadi menurun. Akan tetapi, meskipun pendapatan bank menurun, bank tidak mengalami beban dana (cost of loanable fund) yang tinggi, sebab cost of loanable fund biasanya timbul sebagai beban bunga yang harus dibayarkan bank pada para nasabah penabung, akan tetapi Karena BMI tidak menanggung beban bunga tabungan nasabah, maka beban dana BMI juga kecil, walaupun manfaat bagi hasil yang biasa dibagikan kepada nasabah mengalami penurunan. 2. Reserve Requirement (RR) x 100% = 287,03% x 100% = 187,07% x 100% = 156,56%

Pada tabel 4, dapat dilihat besarnya total alat-alat liquid yang dimiliki bank pada tahun 2004, 2005, dan 2006. sedangkan pada tabel 3, dapat dilihat besarnya total dana pihak ketiga yang mampu dihimpun bank untuk tahun 2004, 2005, dan 2006, maka besarnya Reserve Requirement (RR) bank adalah sebagai berikut: 337.024 RR2004 = 4.294.775 X 100% = 7,85%

158

376.564 RR2005 = 2.285.459 515.448 RR2006 = 2.994.859 Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rasio RR tahun 2004, 2005, dan 2006, sebesar 7,85%, 16,48%, dan 17,21% yang berarti mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, dapat dikatakan bahwa kinerja bank cukup baik. 3. Loan to Deposit Ratio (LDR) X 100% = 17,21% X 100% = 16,48%

Dengan memasukkan jumlah pembiayaan yang diberikan bank untuk tahun 2004, 2005, dan 2006 seperti terlihat pada tabel 3 ke dalam persamaan, kemudian membaginya dengan jumlah dana yang diterima bank yang terdiri dari: Total dana pihak ketiga (Tabel 3), dan Modal Inti Bank (Tabel 1), maka akan diperoleh besarnya LDR tahun 2004, 2005, dan 2006. Jumlah dana yang diterima bank tahun 2004 (dalam jutaan rupiah): Total dana pihak ketiga Modal Inti Total dana yang diterima bank 4.182.224 LDR2004 = 4.604.202 Jumlah dana yang diterima bank tahun 2005 (Dalam Jutaan Rupiah): Total dana pihak ketiga Modal Inti Total dana yang diterima bank 3.239.853 LDR2005 = 2.982.639 X 100% = 108,62% Rp2.285.459 Rp 697.180 Rp2.982.639 X 100% = 90,83% Rp4.294.755 Rp 309.447 Rp4.604.202

159

Jumlah dana yang diterima bank tahun 2006 (dalam jutaan rupiah): Total dana pihak ketiga Modal Inti Total dana yang diterima bank 2.686.498 LDR2006 = 3.718.783 Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh LDR2004 sebesar 90,83%, LDR2005 sebesar 108,62%, dan LDR2006 sebesar 72,24%, yang berarti LDR mengalami peningkatan persentase dari tahun 2004 ke tahun 2005, kemudian turun kembali di tahun 2006. Meningkatnya persentase LDR ini memberikan indikasi makin rendahnya kemampuan likuiditas Bank Muamalat. Namun berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang menetapkan titik rawan LDR sama dengan 110% atau lebih, maka LDR bank masih berada dalam tahap yang aman/berkinerja baik. Namun apabila digunakan standar para praktisi perbankan yang menetapkan titik aman LDR tidak lebih dari 80% dengan batas toleransi antara 81%-100%, maka LDR Bank Muamalat tampaknya masuk ke dalam tahap yang aman/berkinerja baik, dan cenderung kritits di tahun 2006. 4. Loan to Asset Ratio (LAR) Berdasarkan data pada tabel 3, tentang jumlah pembiayaan yang diberikan dan tentang total Aktiva yang dimiliki Bank, maka LAR yang dimiliki Bank untuk tahun 2004, 2005, dan 2006, dapat dihitung sebagai berikut: 4.182.224 LAR2004 = 5.209.804 3.239.853 LAR2005 = 7.427.047 2.686.498 LAR2006 = 8.370.595 Dari perhitungan LAR diatas, dapat dilihat bahwa LAR mengalami penurunan dari tahun 2004 ke tahun 2006, penurunan LAR ini menandakan tingkat liquiditas bank semakin besar. X 100% = 32,09% X 100% = 43,62% X 100% = 80,28% X 100% = 72,24% Rp2.994.859 Rp 723.924 Rp3.718.783

160

Analisis Rasio Rentabilitas 1. Return On Asset (ROA)

ROA digunakan untuk mengukur kemampuan bank untuk menghasilkan laba dengan menggunakan Asset yang tersedia. Bertdasarkan data taoatal aktiva pada tabel 3, dan data laba bersih pada tabel 3. Dipeoleh perhitungan ROA tahun 2004, 2005, dan 2006, sebagai berikut: 48.355 ROA2004 = 5.209.804 138.126 ROA2005 = 7.427.047 161.152 ROA2006 = 8.370.595 Dari hasil perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa ROA bank mengalami peningkatan dari tahun 2004, sebesar 0,93%, menjadi 1,86% di tahun 2005, dan meningkat lagi di tahun 2006 hingga mencapai 1,93%. Meskipun dalam gambaran umum kemampuan bank untuk menghasilkan laba dengan mengandalkan aktivanya masih terlalu kecil, akan tetapi kecenderungan naiknya ROA dari tahun ke tahun menandakan bahwa bank berusaha untuk memperbaiki kinerjanya, terutama dalam hal meningkatkan perolehan laba, dan mengurangi terjadinya dana-dana menganggur dari total aktiva yang dimiliki bank. Perlu dicatat, bahwa untuk mengukur tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia biasanya menggunakan perhitungan ROA dengan mengandalkan laba sebelum pajak (laba kotor), akan tetapi berdasarkan teori dan agar tidak terjadi peningkatan laba semu (mark up laba) pada perhitungan ROA ini digunakan laba setelah pajak (laba bersih). Perhitungan ROA ini menggambarkan kemampuan Bank Muamalat untuk melakukan bagi hasil (mudharabah) terhadap deposan dengan mengandalkan laba yang diperolehnya. x 100% = 1,93% x 100% = 1,86% x 100% = 0,93%

161

2.

Return on Equity (ROE)

ROE merupakan indikator yang amat penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih dengan mengandalkan Equity (modal sendiri), yang dikaitkan dengan pembagian deviden. Berdasarkan data pada tabel 3 tentang total laba bersih dan tentang ekuitas, maka besarnya ROE dapat dihitung sebagai berikut: 48.355 ROE2004 = 339.113 138.126 ROE2005 = 763.415 161.152 ROE2006 = 786.441 Berdasarkan hasil perhitungan ROE 2004, 2005, dan 2006 di atas, dapat dilihat bahwa bank mampu meningkatkan tingkat ROE nya setiap tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa bank mampu meningkatkan tingkat laba bersihnya dengan mengandalkan Modal Sendiri (Ekuitas) yang dimiliki bank, yang berarti bahwa mampu memperbaiki kinerja keuangannya dalam hal perolehan laba dari tahun ke tahun. 3. Rasio Beban Operasional (BOPO) X 100% = 20,49% X 100% = 18,09% X 100% = 14,26%

Rasio beban operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Berdasarkan data pada lampiran 2 (laporan rugi laba), dapat kita hitung besarnya beban operasional bank dan pendapatan operasional bank untuk tahun 2004, 2005, dan 2006. Beban operasional tahun 2004 (Dalam Jutaan Rupiah): Distribusi Margin Bagi Hasil dan bonus Beban Operasional lainnya Total Beban Operasional tahun 2004 Rp255.477 Rp200.815 Rp456.295

Pendapatan Operasional tahun 2004 (Dalam Jutaan Rupiah):

162

Pendapatan Margin Bagi Hasil Pendapatan Operasional lainnya Total Pendapatan Operasional tahun 2004 456.295 BOPO2004 = 560.960

Rp502.148 Rp 58.812 Rp560.960

x 100% = 81,34%

Beban operasional tahun 2005 (Dalam Jutaan Rupiah): Distribusi Margin Bagi Hasil dan bonus Beban Operasional lainnya Total Beban Operasional tahun 2005 Rp383.387 Rp261.806 Rp645.193

Pendapatan Operasional tahun 2005 (Dalam Jutaan Rupiah): Pendapatan Margin Bagi Hasil Pendapatan Operasional lainnya Total Pendapatan Operasional tahun 2005 645.193 X 100% = 74,61% 864.781 Beban operasional tahun 2006 (Dalam Jutaan Rupiah): Distribusi Margin Bagi Hasil dan bonus Beban Operasional lainnya Total Beban Operasional tahun 2006 Rp570.047 Rp345.853 Rp915.900 BOPO2005 = Rp785.139 Rp 79.642 Rp864.781

Pendapatan Operasional tahun 2006 (Dalam Jutaan Rupiah): Pendapatan Margin Bagi Hasil Pendapatan Operasional lainnya Total Pendapatan Operasional tahun 2006 915.900 BOPO2006 = 1.141.480 Berdasarkan hasil perhitungan rasio BOPO tahun 2004, 2005, dan 2006, dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 besarnya rasio adalah 81,34%, kemudian di tahun 2005 besarnya rasio menurun hingga mencapai 74,61%. Hal ini mengindikasikan bahwa bank pada tahun 2005 melakukan inefisiensi dalam hal 163 X 100% = 80,24% Rp1.049.309 Rp 92.171 Rp1.141.480

pengelolaan beban operasionalnya. Inefisiensi yang dimaksud adalah meningkat pesatnya beban operasional bank, tidak diimbang secara proporsional terhadap peningkatan pendapatan operasional bank, yang kemungkinan disebabkan menurunnnya pendapatan operasional lainnya pada bank, khususnya disebabkan kerugian investasi bank di valuta asing yang mengalami penurunan. Pada tahun 2006, tampaknya bank mampu memperbaiki kondisi rasio Beban Operasional, sehingga rasio BOPO mengalami peningkatan menjadi sebesar 80,24%, meskipun kenaikannya tidak sesignifikan penurunannya di tahun 2005. 4. Net Profit Margin (NPM) Ratio

NPM adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Dalam hal ini dapat dihitung keoptimalan pendapatan operasional bank dalam membentuk laba bersih bank. Pendapatan operasional bank ini perlu dihitung keoptimalannnya, Karena dalam prakteknya pendapatan operasional banyak mengandung resiko, seperti resiko kredit/pembiayaan macet (bermasalah), kerugian valas, atau kegagalan investasi lainnya, yang harus ditanggung oleh pendapatan operasional bank. Berdasarkan hasil perhitungan pendapatan operasional pada perhitungan rasio di atas, dan data laba bersih yang diperoleh pada tabel 3, maka besarnya rasio NPM dapat dihitung. . NPM2004 = 560.960 138.126 NPM2005 = 864.781 161.152 NPM2006 = 1.141.480 Dari hasil perhitungan di ketahui, NPM Bank tahun 2004 tercatat sebesar 8,62%, hal ini berarti keoptimalan pendapatan operasional dalam membentuk laba bersih relative rendah, dan pembentuk laba bersih terbesar kemungkinan disumbangkan dari pendapatan non operasional bank. Tahun 2005, bank tampak mulai memperbaiki kinerjanya, sehingga rasio NPM meningkat menjadi 15,97%. Rasio NPM pada tahun 2005 telah mencapai 10%, bank mulai dapat mengoptimalkan pendapatan operasionalnya, yang berarti kinerja operasional 164 X 100% = 14,12% X 100% = 15,97% 48.355 X 100% = 8,62%

bank sudah mulai membaik. Selanjutnya di tahun 2006, rasio NPM tercatat sebesar 14,12%, yang berarti bank masih mampu memperbaiki kinerja operasionalnya, walaupun mengalami penurunan dari tahun 2005, namun tidak signifikan, sehingga sumbangsih pendapatan operasional dalam membentuk laba bersih masih lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Analisis Rasio Solvabilitas 1. Capital Adequacy Ratio (CAR)

CAR merupakan salah satu rasio yang dianggap cukup penting dalam penentuan Kinerja dan Kesehatan Bank. CAR memperlihatkan kemampuan bank dalam memenuhi kecukupan modalnya. CAR merupakan indicator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva beresiko, CAR juga menjadi indicator untuk melihat tingkat efisiensi dana modal bank yang digunakan untuk investasi. Apabila persentase CAR terlalu kecil (lebih rendah dari standar BI) maka bank tersebut termasuk ke dalam kategori bank tidak sehat, namun apabila persentase CAR terlalu besar berarti terlalu besar dana bank yang menganggur (idle fund). Menurut ketentuan Bank Indonesia, CAR minimum yang harus dimiliki oleh sebuah bank adalah sebesar 8%. Tabel 3 memperlihatkan besarnya modal ekuitas yang dimiliki oleh Bank Muamalat Indonesia, sedangkan tabel 2 memperlihatkan besarnya Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) Bank Muamalat Indonesia. Berdasarkan data-data pada kedua tabel di atas, maka besarnya CAR untuk tahun 2004, 2005, dan 2006, dapat dihitung sebagai berikut: . CAR2004 = 2.122.649,5 697.180 CAR2005 = 1.465.360,1 723.924 CAR2006 = 1.770.076,4 Secara umum hasil perhitungan CAR di atas telah mampu memenuhi standar minimal yang ditetapkan BI sebesar 8%, sehingga rasio kecukupan modal Bank Muamalat telah memenuhi kriteria, dan masuk ke dalam jajaran Bank yang berkinerja baik dan sehat. Akan tetapi besarnya CAR di tahun 2005 yang 165 X 100% = 40,90% X 100% = 47,58% 309.447 X 100% = 14,58%

mencapai 47,58%, menandakan bahwa terlalu banyak dana yang menganggur besarnya dana mennganggur ini apabila dimiliki oleh bank-bank konvensional dapat mendatangkan permasalahan tersendiri, karena bank konvensional harus menanggung biaya dana (cost of loanable fund) yang besar yang didominasi oleh biaya bunga kepada nasabah. Akan tetapi karena Bank Muamalat merupakan bank syariah yang tidak menggunakan instrumen bunga sebagai kompensasi dana nasabah, maka besarnya dana menganggur yang dimiliki oleh Bank Muamalat tidak mempengaruhi kinerja keuangan bank, khususnya kinerja solvabilitas. Besarnya dana menganggur yang dimiliki oleh Bank Muamalat sebenarnya berdampak pada perolahan laba bersih yang dihasilkan oleh bank. Tahun 2006, besarnya CAR mengalami penurunan menjadi sebesar 40,90%. Turunnnya CAR yang masih dalam batas aman CAR minimum (8%), memperlihatkan dampak positif dari kinerja bank. Pada tahun 2006 ini, bank berhasil menekan besarnya dana-dana menganggur, sehingga rasio cadangan modalnya menurun. 2. Debt to Equity Ratio (DER)

Berdasrkan data pada tabel 5 tentang total hutang yang dimiliki oleh Bank Muamalat Indonesia, dan data pada tabel 3 tentang modal ekuitas, maka besarnya DER dapat dihitung sebagai berikut: . DER2004 = 339.113 2.598.071 DER2005 = 763.415 3.312.989 DER2006 = 786.441 Berdasarkan hasil perhitungan DER di atas, dapat kita ketahui bahwa Debt Equity Ratio (DER) mengalami penurunan dari tahun 2004 ke tahun 2005, kemudian naik di tahun 2006. tingginya rasio DER ini menandakan bahwa kemampuan bank untuk menutupi seluruh hutang-hutangnya dengan mengandalkan Ekuitas yang ia miliki sangat kecil. Dengan kata lain, bila mengandalkan Ekuitas bank sebagai alat pembayar hutang, maka hanya sebagian kecil saja hutang yang mampu di lunasi. Untuk itu, tampaknya bank harus berusaha untuk memperbesar cadangan Ekuitasnnya secara bijak (melakukan manajemen permodalan secara cermat), agar selain dapat 166 X 100% = 421,26% X 100% = 340,32% 2.999.029 X 100% = 884,37%

memperbesar kemampuannya dalam membayar hutang, profitabilitas bank yang merupakan konsekuensi penggunaan ekuitas bank tidak akan terganggu secara signifikan. Pengujian Hipotesis Berikut ini disajikan tabel ringkasan hasil perhitungan analisa rasio Liquiditas, Rasio Rentabilitas, dan Rasio Solvabilitas, berikut penilaiannya dengan menggunakan standar Bank Indonesia, maupun analisa historisnya, pada PT Bank Muamalat Indonesia, tahun 2004 sampai dengan 2006: Tabel 6. Ringkasan Hasil Perhitungan Analisis Rasio Liquiditas, Rentabilitas, dan Solvabilitas pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk Tahun 2004-2006Alat Analisis 1. Analisis Liquiditas: a. Cash Ratio b. RR c. LDR d. LAR 2. Rasio Rentabilitas: a. ROA b. ROE c. BOPO d. NPM 3. Rasio Solvabilitas: a. CAR b. DER 2004 Hasil Perhitungan 2005 2006 187,07% 16,48% 108,02% 43,62% 1,86% 18,09% 74,61% 15,97% 47,58% 340,32% 287,03% 17,21% 72,24% 32,09% 1,93% 20,49% 80,24% 14,12% 40,90% 421,26% Metode Penilaian Historis Standar BI : 5% BI : max 110% Historis Historis Historis Historis Historis Standar BI : 8% Historis Hasil Penilaian Liquiditas meningkat Baik Baik Liquiditas meningkat Membaik Membaik Cenderung efisien Membaik Baik Cenderung Unsolven

156,56% 7,85% 90,83% 80,28% 0,93% 14,26% 81,34% 8,62% 14,58% 884,37%

Berdasarkan hasil penilaian diatas, terlihat bahwa kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia untuk rasio Liquiditas cenderung baik, meskipun jika dilihat secara histories untuk rasio Loan to Deposit Ratio pada tahun 2006 menurun dan dibawah standar yang telah di tetapkan Bank Indonesia, maka dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa rasio liquiditas Bank Muamalat Indonesia cenderung liquid dan berkinerja baik. Untuk analisis rasio Rentabilitas Bank, dimana diukur kemampuan bank dalam melakukan efisiensi dan menghasilkan laba, maka secara histories dapat dilihat bahwa rasio Rentabilitas bank cenderung naik dari tahun ke tahun, yang berarti kemampuan bank dalam menghasilkan laba cenderung naik, kecuali untuk rasio BOPO, dimana besarnya rasio cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan dan mendekati 100%, maka hasil penilaian untuk Rasio BOPO adalah cenderung efisien. Penilaian rasio Solvabilitas yang mengukur 167

kecukupan modal dan kemampuan bank dalam melunasi hutang-hutangnya, dapat dilihat bahwa untuk CAR Bank Muamalat telah memenuhi standar Bank Indonesia yang mensyaratkan minimal 8% bagi CAR suatu bank, oleh karena itu CAR Bank Muamalat telah cukup baik. Akan tetapi jika dilihat kemampuan bank dalam melunasi hutang-hutangnya dengan mengandalkan ekuitasnya yang tergambar dalam perhitungan DER, maka terlihat bahwa keadaan Bank Muamalat cenderung memburuk atau tidak Solven (Unsolven), sehingga kinerjanya buruk. Dari hasil analisa di atas yang memperlihatkan sebagian besar kinerja Bank Muamalat Indonesia berkwalitas baik, maka hipotesis yang menyatakan bahwa Bank Muamalat Indonesia mempunyai kinerja atau performance yang belum baik bila ditinjau dari rasio Liquiditas, Rentabilitas, dan Solvabilitas ditolak. PENUTUP Kesimpulan Dengan melihat kembali tujuan penelitian ini di awal tulisan, penulis memberikan kesimpulan hasil penelitian ini sebagai berikut. 1. Analisa rasio Liquiditas Bank Muamalat Indonesia yang terdiri dari Cash Ratio, Reserve Requirement (RR), memperlihatkan kecenderungan angka rasio yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini didasarkan pada nilai kas dan giro pada Bank Indonesia yang dimiliki BMI meningkat secara drastic dari tahun 2004 ke tahun 2005, sehingga jumlah alat-alat liquid bank mengalami peningkatan. Loan to Deposit Ratio (LDR), mengalami peningkatan persentase dari tahun 2004 ke tahun 2005. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang menetapkan titik rawan LDR sama dengan 110% atau lebih, maka LDR bank berada dalam tahap yang aman/berkinerja baik. Namun kemudian turun lagi pada tahun 2006. Maka dilihat dari standar yang digunakan para praktisi perbankan yang menetapkan titik aman LDR tidak lebih dari 80% dengan batas toleransi antara 80%-100%, maka LDR Bank Muamalat tampaknya masuk kedalam tahap aman dan cenderung kritis di tahun 2006. Loan to Asset Ratio (LAR) memperlihatkan kecenderungan angka rasio yang meningkat. Karena alatalat liquid bank kembali naik. Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja Keuangan Bank Muamalat Indonesia untuk rasio Liquiditas cenderung baik. Hasil perhitungan rasio Solvabilitas BMI menunjukkan hasil yang beragam. Pada perhitungan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) kinerja Solvabilitas BMI menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil CAR bank yang selalu memenuhi ketentuan

2.

168

minimum yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 8%. Akan tetapi, jika kita melihat Debt to Equity Ratio (DER) bank, yang memperlihatkan kemampuan bank untuk melunasi semua hutangnya dengan mengandalkan modal milik sendiri (Ekuitas) bank, maka dapatlah kita lihat bahwa kemampuan bank ini buruk. Rasio-rasio DER yang begitu besar memperlihatkan ketidakmampuan bank untuk melunasi semua hutangnya dengan mengandalkan Ekuitas Bank. 3. Hasil perhitungan rasio Rentabilitas Bank Muamalat Indonesia (BMI) memperlihatkan kecenderungan yang cukup baik, artinya bank mampu meningkatkan laba dari tahun ke tahun, baik dengan mengandalkan aktiva atau modalnya sebagai pembentuk laba (diperlihatkan pada nilai Ratio On Asset dan Rasio On Equity). Selain itu margin keuntungan bersih bank yang dipelihatkan oleh rasio marjin keuntungan bersih (Net profit Margin), juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini berarti bank cukup baik dalam mengelola operasionalnya sehingga mampu mengoptimalkan pendapatan operasional dalam pembentukan laba bersih. Dalam hal melakukan efisiensi pendapatan operasional dibandingkan dengan beban operasional (diperlihatkan pada rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional), meskipun tidak terlalu besar penghematan (efisiensi) yang mampu dilakukan oleh bank, namun pendapatan operasional bank masih di atas beban operasional yang ada, sehingga dapat di tarik kesimpulan bahwa rasio BOPO (Beban Operasional Pendapatan Operasional) bank cenderung baik. Secara keseluruhan dapat dilihat dalam hal pengukuran rasio rentabilitas bank, maka kinerja keuangan bank sudah cukup baik. Melihat hasil perhitungan rasio-rasio di atas, yang terdiri atas rasio Liquiditas, Solvabilitas, dan Rentabilitas, meskipun ada beberapa hasil perhitungan rasio yang memperlihatkan kinerja bank yang buruk (contohnya rasio DER), namun dapatlah ditarik kesimpulan bahwa secara umum bahwa kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia tahun 2004 sampai 2006 cenderung baik.

4.

Saran 1. Besarnya Debt Equity Ratio (DER) Bank Muamalat, yang merupakan bagian dari rasio Solvabilitas menunjukkan bahwa bank sebaiknya memperbaiki kinerja Solvabilitasnya. Besarnya angka DER ini menunjukkan kelemahan bank apabila Bank Muamalat dituntut untuk segera melunasi hutanghutangnya. Untuk memperbesar DER bank dapat dilakukan dengan jalan meningkatkan Ekuitas Bank yang berarti menambah jumlah saham yang beredar atau memperbesar jumlah laba ditahan yang bisa menambah ekuitas bank. Langkah lain yang bisa dilakukan oleh bank adalah 169

memperkecil jumlah pinjaman bank dan melakukan efisiensi dana bank dengan melakukan perhitungan ulang terhadap investasi-investasi yang kurang menguntungkan, sehingga laba yang diperoleh bisa dgunakan untuk menambah Ekuitas Bank. DAFTAR PUSTAKA Antonio, Muhammad Syafii. 2006. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Gema Insani Press. Jakarta. Arifin, Zainul. 2002. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Alvabet. Jakarta Dendawijaya, Lukman. 2006. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia. Jakarta. Karim, Adiwarman. 2003. Modul: Workshop on Islamic Banking. Karim Business Consulting. Jakarta. Muhammad. 2006. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah. UII Press. Yogyakarta. Munawir. S. 1990. Analisa Laporan Keuangan. Liberty. Yogyakarta. Universital Lampung. 1998. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

170

KUALITAS PELAYANAN INSTITUSI PUBLIK: TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT (Analisis Tanggapan Kelompok Pelanggan R2A, R2B dan R1 tentang Mutu Pelayanan Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit Tehnik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung).Novita Tresiana2ABSTRACT The research is based on the research question, how satisfied order of PDAMs consument in group R2A, R2B and R1 in which PDAM takes the services, especially performance services of PDAM Way Rilau relationship and technical unit. This question is worth forwarding considering in some public institutions, especially BUMDs services is less quality and in business perspective PDAM Way Rilau is low contribution to PAD Kota Bandar Lampung. In line with the study problem, this study aimed at knowing the order of public satisfaction as performance of PDAM Way Rilau. The Survey research method was used on unit of relationship and technical unit as research setting. It is concluded that: a) the order of public satisfaction to PDAM Way Rilau technical unit is 1.58 that indicates D category; b) the order of public satisfaction to PDAM Way Rilau relationship unit is 2.10 that indicates C category. It means that public response is not satisfied and PDAMs services is worse; c) totally, the order of public satisfied is 1.84 that categories C. It means that public response is worse.

Keyword: Public satisfaction, service quality and performance. PENDAHULUAN Perubahan yang terjadi dewasa ini dirasakan semakin cepat, makin bertambah akselerasinya didukung perkembangan teknologi, sistem informasi dan komunikasi yang makin menyebabkan proses globalisasi bergerak semakin cepat. Dalam kondisi perubahan seperti itu, institusi publik bila ingin tetap2

Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISIP Unila

survive harus mampu merespon perubahan-perubahan melalui peningkatan kinerja dan kualitas layanannya (Brynson, 1995). Ada lima hal yang menjadi tuntutan masyarakat terhadap institusi publik dalam pelayanan yang diberikannya, yaitu: a) Derasnya tuntutan agar pemerintah mampu menumbuhkan adanya good governance, berupa pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab dan profesional; b) Semakin tajamnya kritik masyarakat atas semakin rendahnya kualitas pelayanan publik; c) Semua aparat pemerintahan dituntut untuk memiliki sense of crisis, dibutuhkan aparat pelayanan yang mampu to do more with less.; d.) Aparat pemerintah dituntut agar bekerja lebih profesional,memiliki public accuntability and responsibility; e) Masyarakat sebagai pihak yang harus dipenuhi dan dilindungi kepentingannya (public interest), menuntut agar pemerintah memperhatikan dengan sungguh-sungguh aspirasi mereka sejauh bisa memenuhinya. (Islamy, 2000). Senada dengan hal diatas, beberapa hasil riset yang telah dilakukan oleh beberapa pakar (dalam Islamy,2001) tentang peran institusi publik, khususnya garis depan dalam memberikan pelayanan publik di Indonesia menunjukkan adanya patologi dan stigma birokrasi pelayanan publik. Kondisi di atas, kiranya juga membelenggu organisasi publik, khususnya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai akibat dari manajemen yang dikembangkan mengarah pada sistem monopolistik dan birokratis-sentralistik ketimbang berorientasi manajemen profesional wirausaha yang lebih bersifat profit oriented. Sebagai suatu lembaga usaha-meski tidak dapat dilepaskan dari label milik pemerintah daerah yang berkonotasi memberikan pelayanan kepada masyarakat (public service provider), maka yang harus juga dikejar adalah mencari keuntungan (profit), sehingga disamping dapat digunakan untuk mengembangkan organisasinya juga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pendapatan negara. PDAM Way Rilau Kota Bandarlampung sebagai salah satu BUMD yang memberikan pelayanan publik kiranya juga tidak terlepas dari kondisi-kondisi diatas. Sebagai perusahaan yang memegang monopoli dalam penyediaan air,menurut Wahab (1999) menyebabkan munculnya pelayanan publik (konsumennya) amat tidak kompetitif dan tidak sensitif pada persoalan perbaikan kualitas secara menyeluruh. Monopoli (secara tersembunyi atau terang-terangan) atas penyediaan pelayanan publik ternyata juga menyebabkan perilaku para birokrat mulai dari pimpinan puncak hingga pegawai rendahan berlagak seperti administrator kolonial. Mereka menjadi arogan, tidak responsif dan tidak akuntabel kepada publik. Alhasil, akhirnya mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pokok dari PDAM sebagai salah satu bagian dari BUMD. Ditinjau dari segi pelayanan, maka kualitas pelayanan yang diberikan 172

oleh PDAM kepada pelanggannya menjadi sangat rendah. Sedangkan dari perspektif usaha, PDAM Way Rilau belum mampu memberikan kontribusi yang profit yang cukup signifikan bagi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Untuk mengantisipasi hal di atas, ada beberapa kebijakan yang dikeluarkan, mulai dari